2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran · 2.4 Jenis-jenis Restoran Menurut Kristanti (2008:4),...
Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran · 2.4 Jenis-jenis Restoran Menurut Kristanti (2008:4),...
10 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemasaran
Secara umum, pemasaran merupakan aktivitas yang secara rutin, baik
sadar maupun tidak sadar dilakukan. Namun, pemasaran dalam kehidupan sehari-
hari memiliki arti yang sangat luas sesuai dengan fungsi, kegunaan, dan tujuannya
masing-masing. Para ahli pun memiliki ungkapan yang berbeda-beda mengenai
definisi pemasaran, namun jika disimpulkan, ungkapan yang berbeda-beda
tersebut memiliki makna yang sama.
Menurut George E. Belch dan Michael A. Belch dalam buku Advertising
& Promotion: an IMC Perspective (2007:8), definisi konsep pemasaran yaitu
sebagai fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk kreasi, komunikasi dan
penyampaian nilai kepada para pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan
yang memberikan manfaat bagi organisasi dan para pemangku kepentingan
(stakeholders) yang memiliki hubungan erat dengan organisasi.
Sedangkan Menurut American Marketing Association sebagaimana dikutip
dalam Kotler dan Keller (2009:5), “Marketing is an organization function and a
set processes for creating communicating, and delivering value to customers and
for managing customer relationship in ways that benefit the organization and it
stakeholders” yang berarti fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan untuk
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi.
Kotler dan Keller (2009:36) juga mengemukakan inti dari pemasaran
adalah memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Sasaran dari bisnis
adalah mengantarkan nilai pelanggan untuk menghasilkan laba. Untuk penciptaan
dan menghantarkan nilai dapat meliputi fase memilih nilai, fase menyediakan
nilai, fase mengkomunikasikan nilai.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah
sebuah proses yang di gunakan oleh sebuah organisasi / perusahaan untuk
mengkomunikasikan nilai kepada konsumen (pelanggan) dan mengelola
11 Universitas Kristen Petra
hubungan yang baik dengan pelanggan sehingga dapat memberikan keuntungan
bagi perusahaan dan pemilik sahamnya, serta memberikan kepuasan bagi
pembelinya.
2.2 Pemasaran Jasa
Demikian pula dalam pemasaran jasa, konsep jasa dijelaskan dalam
pengertian yang berbeda-beda menurut para ahli. Namun pada kesimpulannya,
jasa memiliki makna yang sama, yang kemudian membuat bisnis jasa saat ini juga
turut berkembang.
Menurut Stanton (2008:537) mengungkapkan definisi jasa sebagai berikut,
“service are identifiable, intangible activities, that are the main object of a
transaction designed to provide want-satisfaction to customers. By this definition
we exclude supplementary service that support the sale of goods or other service.”
Menurut Kotler (2009), Jasa adalah semua tindakan atau kinerja yang
dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud
dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat atau tidak terkait
dengan produk fisik.
Dan menurut Kotler (2009), jasa memiliki empat karakteristik, yaitu :
a. Tak berwujud (intangibility): tidak seperti produk fisik, jasa tidak dapat
dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dibaui sebelum jasa itu dibeli.
b. Tak terpisahkan (inseparability): sementara barang fisik dibuat, dimasukkan
dalam persediaan, didistribusikan melalui berbagai perantara, dan
dikonsumsikan kemudian, jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi
sekaligus. Jika seseorang memberikan jasa, maka penyedia menjadi bagian
dari jasa itu.
c. Bervariasi (variability): Karena kualitas jasa tergantung pada siapa yang
menyediakannya, kapan dan di mana, dan kepada siapa, jasa sangat bervariasi.
d. Dapat musnah (perishability): jasa tidak bisa disimpan, jadi dapat musnahnya
jasa bisa menjadi masalah ketika permintaan berfluktuasi. Misalnya,
perusahaan transportasi publik harus memiliki peralatan yang jauh lebih
banyak karena permintaan pada jam sibuk dan bukan untuk permintaan yang
merata sepanjang hari.
12 Universitas Kristen Petra
2.3 Pengertian Restoran
Pada umumnya, restoran dikenal sebagai suatu tempat yang menjual
makanan dan minumnya. Namun, bukan hanya produk saja yang mereka
tawarkan, melainkan pelayanan juga menjadi unsur utama dalam bisnis mereka.
Menurut Marsum (2005:7), “Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang
diorganisasi secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik
kepada semua tamunya baik berupa makanan maupun minuman”.
Sedangkan menurut Suarthana (2006:23) restoran adalah “tempat usaha
yang komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan pelayanan makanan
dan minuman untuk umum di tempat usahanya”.
2.4 Jenis-jenis Restoran
Menurut Kristanti (2008:4), restoran dapat di klasifikasikan ke dalam
beberapa macam, diantaranya :
1. Fast food / Quick service restaurant
Konsumen melakukan pemesanan makanan di depan counter dengan cara
berbaris. Pelayanan yang diberikan cepat, dengan pilihan menu yang terbatas,
dan harga terjangkau.
2. Ethnic Restaurant
Restoran menyediakan / menjual makanan dari etnik tertentu, contoh : china,
meksiko, yang dimana ini disebabkan oleh latar belakang pemilik restoran
adalah imigran dari salah satu Negara tersebut.
3. Specialty Restaurant
Restoran yang hanya menawarkan satu jenis makanan. Contoh : seafood,
pancake, steak.
4. Fine Dining
Restoran dengan kualitas makanan yang tinggi, menyajikan makanan secara
professional, merupakan tipe restoran formal, dan harganya cenderung mahal.
5. Limited Menu
Restoran dengan pilihan menu sedikit namun bervariasi. Contoh : Pizza,
hamburger.
13 Universitas Kristen Petra
6. Theme Restaurant
Restoran yang memiliki tema tertentu, didukung dengan dekorasi tertentu.
Contoh : jika restoran dengan tema sirkus, maka interior, kostum server,
nama-nama menu, dan buku menu restoran tersebut sesuai dengan tema.
7. Tops Restaurant
Suatu restoran yang pada umumnya terdapat pada lantai paling atas dari suatu
bangunan, dan biasanya terletak di tengah kota.
8. Family Restaurant
Restoran yang menawarkan makanan yang dapat dikonsumsi oleh seluruh
anggota, termasuk di dalamnya kids menu.
9. Catering
Makanan yang disiapkan untuk orang-orang atau kelompok tertentu dan
memiliki jumlah tertentu.
10. Stand
Penjualan makanan yang dibangun tanpa fasilitas ruang makan. Konsumen
datang ke counter untuk memesan dan mengambil makanan. Konsumen juga
dapat mengkonsumsinya dimanapun. Contoh : stand hot dog, kebab turki, k-
patats.
11. Coffee Shops
Pada dasarnya coffee shop dibangun dengan menu yang rerbatas, yang dimana
hanya menjual coffee, donat, sandwich, pie, cake. Contoh : Starbucks,
Excelso.
12. Diner
Restoran yang memiliki jam buka lebih panjang, yang terkadang buka selama
24jam sehari, menyediakan makan pagi, siang, dan malam. Contoh : McD,
KFC.
13. Neighborhood Restaurant
Restoran yang berada di dekat tempat tinggal. Pada umumnya karakter (rasa,
harga) dari restoran ini terbentuk dari karakter lingkungan sekitar.
14 Universitas Kristen Petra
2.5 Pengertian pelanggan (customer)
Pelanggan menurut Cambridge International Dictionaries sebagaimana
dikutip dalam Lupioyadi (2006:143) adalah “a person who buys goods or
services” atau pelanggan adalah seseoran yang membeli barang atau jasa.
Sedangkan menurut Griffin (2007:31), definisi pelanggan (customer) memberikan
pandangan yang penting untuk memahami apakah perusahaan harus menciptakan
dan memelihara pelanggan dan bukan hanya menarik pembeli. Definisi tersebut
berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi
kebiasaan atau biasa”. Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk
membeli suatu produk. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi
yang sering selama periode waktu tertentu. Sehingga dari dua definisi tersebut,
seorang konsumen akan menjadi pelanggan apabila orang tersebut membeli suatu
barang / jasa secara berulang-ulang.
2.6 Pengertian Nilai Pelanggan (Customer Value)
Menurut Hanny, nilai adalah harga murah, apapun yang diinginkan dari
suatu produk, kualitas yang diterima konsumen atas biaya yang telah dikeluarkan
dan apa yang diperoleh konsumen dari yang telah mereka berikan. Nilai suatu
barang/jasa yang dirasakan oleh setiap konsumen tidak akan selalu sama, dimana
semuanya bergantung pada keadaan saat mereka merasakan produk barang / jasa
yang telah mereka beli (dalam Vanessa, 2007:65).
Zeithaml memberikan definisi atau pengertian customer value (nilai
pelanggan) sebagai penilaian keseluruhan konsumen terhadap utilitas sebuah
produk berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diterima dan apa yang
diberikan (dalam Tjiptono,2005:296). Sedangkan definisi lain dari nilai pelanggan
adalah preferensi yang dirasakan oleh pelanggan atas atribut produk, kinerja, dan
konsekuensi yang timbul dari pemakaian fasilitas untuk memenuhi sasaran dan
maksudnya (A. B. Susanto dalam Vanessa, 2007:66).
Menurut Gale (1994), nilai pelanggan adalah persepsi konsumen terhadap
nilai atas kualitas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dari pesaing akan
mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin tinggi persepsi nilai yang
dirasakan oleh pelanggan oleh pelanggan, maka semakin besar kemungkinan
15 Universitas Kristen Petra
terjadinya hubungan (transaksi). Dan hubungan yang diinginkan adalah hubungan
yang bersifat jangka panjang, sebab usaha dan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan diyakini akan jauh lebih besar apabila harus menarik pelanggan baru
atau pelanggan yang sudah meninggalkan perusahaan, daripada
mempertahankannya (dalam Alida, 2007:74).
2.6.1 Komponen Pembentuk Nilai Pelanggan (Customer Value)
Menurut Albrecht (1994), terdapat tujuh elemen yang bersama-sama
membentuk infrastruktur dalam penyampaian customer value, yaitu
environmental, sensory, interpersonal, procedural, deliverable, informational,
dan financial.
Gambar 2.1 Tujuh pembentuk Customer Value
Sumber : diolah dari Albrecht (1994, pp.176-177)
1. Enviromental, the physical setting in which the customer experiences the
products. Elemen ini merupakan lingkungan fisik dimana konsumen alami
atau rasakan berhubungan dengan produk tersebut.
2. Sensory, the direct sensory experience, if any, that the customer
encounters. Elemen ini meliputi apa yang terlihat, terdengar, rasa, sensasi
fisik, sakit, atau tidak menyenangkan, reaksi emosi, ciri-ciri estetik dari
item barang dagangan, dan perasaan yang berkaitan dengan psikologis dari
Customer Value
1. Environmental
2. Sensory
3. Interpersonal
4. Procedural5. Deliverable
6. Informational
7. Financial
16 Universitas Kristen Petra
lingkungan konsumen. Seperti rasa makanan dan minuman yang disajikan
kepada konsumen.
3. Interpersonal, the interaction the customer has with employees or, in some
cases, with other customers, as part of the loyal experience. Elemen
interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara konsumen dengan staf
atau konsumen lain, dimana hal ini merupakan bagian dari keseluruhan
pengalaman. Meliputi rasa bersahabat, keramahan, membantu, penampilan
fisik, dan kompetensi staf dalam bertugas.
4. Procedural, the procedures you ask the customer to go through in doing
business with you. Elemen ini adalah prosedur yang diterapkan oleh badan
usaha untuk melayani saat berhubungan dengan konsumen.
5. Deliverable, anything the customer physically takes custody of during the
service experience, even if only temporarily. Hal ini berarti segala sesuatu
yang dialami konsumen pada saat mendapatkan pelayanan, bahkan pada
hal-hal yang bersifat temporarily atau mendukung, seperti kecepatan
pengiriman produk dan layanan delivery yang diberikan.
6. Informational, aspects of the customer experience that involve getting the
information needed to function as a customer. Hal ini dapat berupa segala
sesuatu informasi yang dibutuhkan oleh konsumen sampai dengan hal
yang sederhana seperti suatu benda atau fasilitas yang membuat konsumen
mengetahui harus kemana, dan lain-lain.
7. Financial, what customer pays for the total experience. In most cases it’s
obvious: it’s price. In others, it may be less obvious. Elemen ini berkaitan
dengan segala sesuatu yang dibayar atau dikorbankan oleh konsumen
untuk mendapatkan pengalaman atau produk tersebut.
2.6.2 Dimensi Customer Value
Seperti yang disampaikan oleh Albrecht (1994), bahwa banyak hal yang
membentuk customer value, dimana menurut Chodury, Reardon, dan Srivasta
dalam Istijanto (2009:202), customer value (nilai pelanggan) terdiri dari
pelayanan, kualitas produk, suasana ritel, kenyamanan dan harga. Kedua teori
pembentuk customer value tersebut berfokus utama pada apa yang telah
dikorbankan oleh konsumen, terutama dari sisi biaya terhadap apa yang mereka
17 Universitas Kristen Petra
dapatkan. Sehingga dalam hal ini, komponen pembentuk customer value dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa dimensi yang cukup mewakili harapan
konsumen.
Menurut Sweeny dkk dalam Tjiptono (2005:298), nilai pelanggan terdiri
dari empat dimensi, yaitu :
a. Emotional value, utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif/emosi positif
yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. Pada sebuah restoran, emotional
value dapat dikatakan seperti nilai dari rasa sebuah produk restoran, suasana,
dan kenyamanan tempat yang dirasakan oleh konsumen.
b. Social value, utilitas yang didapat dari kemampuan produk untuk meningkatkan
konsep diri-sosial konsumen. Social value di sebuah restoran lebih ditekankan
pada kontak sosial konsumen dengan seluruh karyawan / staff dari restoran
tersebut.
c. Quality/performance value, utilitas yang didapat dari produk karena reduksi
biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Pada restoran, dimensi ini
menggambarkan nilai secara keseluruhan pelayanan dan kualitas produk dari
restoran itu sendiri.
d. Price/value of money, utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kinerja
yang diharapkan dari suatu produk atau jasa, dimana di sebuah restoran
dimensi ini dapat dilihat dari harga sebuah produk restoran tersebut
dibandingkan dengan porsi, pelayanan, maupun tempat yang disediakan.
2.7 Pengertian Pengalaman Pelanggan (Customer Experience)
Pengalaman dapat digambarkan sederhana sebagai sensasi perubahan.
Dengan kata lain, pengalaman adalah setiap proses-proses kita sadar dan terlibat
dalam situasi yang terjadi. Untuk mengalami sesuatu yang mengharuskan kita
mengenali perubahan untuk lingkungan kita, tubuh kita, pikiran kita, jiwa kita,
atau aspek lain dari diri kita sendiri yang bisa merasakan perubahan.
Model customer experience adalah suatu model dalam pemasaran yang
mengikuti customer equity. Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam
bukunya Customer Experience Management, yang merupakan kelanjutan dari
buku sebelumnya, yaitu Experiential Marketing. Experience adalah peristiwa
18 Universitas Kristen Petra
pribadi yang terjadi sebagai jawaban atas beberapa rangsangan. Pengalaman atau
experience melibatkan seluruh dalam setiap peristiwa kehidupan. Dengan kata
lain, sebagai pemasar harus menata lingkungan yang benar untuk pelanggan dan
apa sebenarnya yang diinginkan pelanggan. Pengalaman atau experience pada
umumnya bukan dihasilkan atas diri sendiri tapi bersifat membujuk pada atau
secara psikologi pengalaman adalah sesuatu hal yang terjadi tanpa unsur
kesengajaan. (Schmitt 1999 :60)
Menurut Gentile, Spiller, and Noci (2007:397), asumsi tentang customer
experience:
“The customer experience originates from a set of interactions between a
customer and a product, a company, or part of its organization, which
provoke a reaction. This experience is strictly personal and implies the
customer’s involvement at different levels (rational, emotional, sensorial,
physical, and spiritual)”.
Customer Experience didefinisikan berasal dari satu set interaksi antara
pelanggan dan produk, perusahaan, atau bagian dari organisasi, yang
menimbulkan reaksi. Pengalaman ini benar-benar pribadi dan menyiratkan
keterlibatan pelanggan pada tingkat yang berbeda (baik secara rasional,
emosional, sensorik, fisik, dan spiritual).
Menurut Meyer and Schwager (2007), pengalaman pelanggan adalah
tanggapan pelanggan secara internal dan subjektif sebagai akibat dari interaksi
secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan.
The customer experience is a blend of a company’s physical performance and the
emotions evoked, intuitively measured against customer expectation across all
moments of contact (Colin Shaw and John Ivens, n.d.).
Dari defenisi di atas, Colin Shaw dan John Ivens menganggap bahwa
terdapat dua elemen dalam Customer Experience yaitu fisik dan emosional. Dan
dari kata blend, menjelaskan bahwa customer experience tidak dipengaruhi satu
unsur/aspek saja, namu gabungan dari banyak aspek. Kemudian muncul penilaian
dari gap antara persepsi pelanggan dengan ekspektasinya. Dan penilaian ini
muncul di setiap kontak antara pelanggan dengan perusahaan. Brooks (2006)
menjelaskan tentang lima langkah yang harus dilakukan perusahaan dalam
19 Universitas Kristen Petra
membangun experience pelanggannya, yaitu; (1) mengetahui keinginan
pelanggan, (2) proses dan sistem yang baik sehingga mampu memenuhi semua
ekspektasi pelanggan, (3) buatlah pelanggan senang dan menikmati proses
bertransaksi, (4) buat pelanggan merasa “Wow”, kemudian yang terakhir, (5) buat
pelanggan berhasil dengan adanya transaksi tersebut.
Gambar 2.2 Welcome To The Experience Economy
Sumber: Diolah dari Smith & Wheeler (2002, hal. 6)
Dari gambar 2.2, apa yang menjadi kebutuhan konsumen tidak lagi hanya
untuk dipenuhi saja, tetapi memberikan sesuatu yang berbeda bagi konsumen
dibandingkan dengan kompetitor yang ada. Dalam hal ini, experience
menciptakan nilai tambah dengan cara mengkaitkan dan menghubungkan
pelanggan secara personal, unik, menyenangkan dan tidak terlupakan. Untuk
menciptakan dan mengimplementasikan customer experience, menurut Colin
Shaw dan John Ivens dibutuhkan tujuh filosofi yang mereka sebut dengan The
Seven Philosophies for Building Great Customer Experience:
1.Customer experience adalah sumber keunggulan kompetitif jangka panjang.
2.Customer experience diciptakan secara konsisten untuk memenuhi ekspektasi
pelanggan secara fisikal dan emosional
3.Customer experience difokuskan untuk menstimulasi emosi pelanggan secara
terencana
4.Customer experience tercipta apabila didorong oleh kepemimpinan,
pemberdayaan budaya dan orang-orang di perusahaan yang memiliki
kemampuan dan kemauan untuk melayani
5.Customer experience didesain dengan bertolak dari sudut pandang pelanggan
(outside in), dibandingkan dari sisi manajemen perusahaan (inside out)
6.Customer experience akan menghasilkan keuntungan jangka panjang dan
berimplikasi terhadap penurunan biaya
7.Customer experience adalah perwujudan dari merek
20 Universitas Kristen Petra
2.7.1 Komponen pembentuk Customer Experience
Menurut Steve Diller, Nathan Shedroff, dan Darrel Rhea dalam bukunya
yang berjudul Making Meaning (2006), pengalaman terintegrasi biasanya
disampaikan melalui lima komponen utama yang terdiri dari : produk, layanan,
merek, saluran, dan promosi.
Gambar 2.3 Lima Komponen Pembentuk Customer Experience
Sumber : Steve Diller, Nathan Shedroff, Darrel Rhea (2006, p.92)
a. Product
Sesuatu yang dapat dilihat, disentuh, berbau, atau didengar. Produk yang
menambah pengalaman tergantung pada desain yang cermat, dimulai dengan
pemahaman yang jelas tentang pengalaman keinginan pelanggan dan
dilanjutkan dengan maksud untuk mendukung bahwa pengalaman berasal
dari produk.
b. Service
Layanan biasanya tergantung pada cara penyampaian dari masing-masing
orang, dan sebagai hasilnya dapat lebih bervariasi. Pengalaman layanan
sendiri sering tergantung pada orang, yang dalam banyak kasus layanan itu
sendiri melibatkan interaksi dengan beberapa obyek fisik yang harus benar-
benar dirancang agar terdapat standart yang sama dalam memberikan layanan
kepada konsumen.
Customer Experience
Product
Service
BrandChannel
Promotion
21 Universitas Kristen Petra
c. Brand
Merek dapat membimbing atau mengontrol keputusan berbagai inovasi,
termasuk yang terkait dengan "tampilan dan nuansa" dari produk atau jasa,
saluran komunikasi, dan strategi promosi. Tujuan yang paling dasar dari
branding adalah untuk melindungi desain pengalaman dengan menyatakan
keunikan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.
d. Channel
Aspek ini mungkin terlihat sulit untuk mengendalikan perusahaan-perusahaan
yang terkunci ke dalam saluran tradisional. Bagi orang lain, channel
merupakan ruang terbuka yang luas, yang dapat mereka gunakan untuk
melengkapi pengalaman pelanggan.
e. Promotion
Promosi merupakan aspek yang paling sering berubah-ubah dalam
membentuk sebuah pengalaman, serta paling sulit untuk dikontrol. Dan yang
paling memprihatinkan dalam aspek ini adalah bagaimana pelanggan
potensial belajar dari penawaran baru dan bagaimana kita membangun
pengalaman yang kuat melalui semua komunikasi dan program yang ada.
2.7.2 Dimensi Customer Experience
Dari komponen pembentuk pengalaman pelanggan di atas, komponen
tersebut dapat dikelompokkan kedalam 5 dimensi customer experience yang
dikemukanan oleh Schmitt (1999) sebagai bentuk aplikasi pendekatan yang dapat
dilakukan perusahaan untuk memberikan pengalaman kepada konsumennya.
Kelima dimensi tersebut diantaranya adalah :
1. Sense
Pendekatan pemasaran dengan tujuan untuk merasakan dengan menciptakan
pengalaman yang berhubungan dengan perasaan melalui tinjauan dengan
menyentuh, merasakan, dan mencium dengan kata lain yang berhubungan dengan
panca indera. Unsur sense meliputi tentang gaya, tema dan warna.(Schmitt,
1999:99).
22 Universitas Kristen Petra
2. Feel
Merupakan perasaan emosi yang muncul dari dalam hati secara positif dan
perasaan gembira yang terjadi pada saat mengkonsumsi. Unsur feel meliputi
tentang suasana hati dan perasaan atau emosi positif (Schmitt, 1999:118).
3. Think
Merupakan pemikiran kreatif yang muncul di benak konsumen akan suatu
merek/perusahaan atau pelanggan diajak untuk terlibat dalam pemikiran kreatif.
(Schmitt, 1999:138)
4. Act
Strategi marketing Act dirancang untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang
berhubugan dengan gerakan badan atau dengan kata lain gerakan dan interaksi
yang muncul (Schmitt, 1999:154).
5. Relate
Merupakan upaya untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain, dirinya
dengan merek atau perusahaan, dan budaya. (Schmitt, 1999:171)
2.8 Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler dan Keller (2007:238), kepuasan pelanggan (customer
satisfaction) diartikan sebagai fungsi dari seberapa sesuainya harapan pembeli
produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk tersebut. Sedangkan
Swan, et al, memberikan definisi atau pengertian kepuasan pelanggan (customer
satisfaction) sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut
apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan
cocok atau tidak cocok dengan tujuan/ pemakaiannya (dalam Fandy Tjiptono
2008, p.349).
Westbrook dan Reilly juga memberikan definisi atau pengertian kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) sebagai respons emosional terhadap
pengalaman-pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli,
gerai ritel, atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku
pembeli), serta pasar secara keseluruhan (dalam Fandy Tjiptono 2008:349).
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai kepuasan pelanggan, dapat
disimpulkan seperti ungkapan Kang Jian, Zhang Xin dan Zheng Zhao Hong,
23 Universitas Kristen Petra
(2009:4) kepuasan pelanggan merupakan : ”As a quantitative index, customer
satisfaction describes the difference between expectation and perceived quality,
and measures the degree of satisfaction”. Artinya, Kepuasan pelanggan sebagai
suatu indeks yang kuantitatif, kepuasan pelanggan menguraikan perbedaan antara
harapan dan mutu yang dirasakan, dan mengukur derajat tingkat kepuasan.
Menurut Kotler (2005:38), rasa tidak puas pelanggan terhadap sesuatu bisa
disebabkan antara lain :
1. Tidak sesuai dengan harapan dan kenyataan yang dialami
2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan pelanggan
3. Perilaku/tindakan personil yang tidak menyenangkan
4. Cost yang terlalu tingi, karena jarak yang terlalu jauh, banyak waktu yang
terbuang, dan lain-lain
5. Promosi atau iklan yang terlalu lebih-lebih (muluk) yang tidak sesuai dengan
kenyataan
Yamit (2003:36), mengungkapkan kepuasan pelanggan banyak ditentukan
oleh kualitas fenomena dalam pelayanan di lapangan. Apabila pelayanan (service)
tidak sama atau tidak sesuai dengan harapan (expectation) pelanggan, maka di
mata pelanggan, pelayanan yang diberikan dinilai jelek dan tidak memuaskan.
Selanjutnya Lupiyoadi (2001:158) menentukan tingkat kepuasan konsumen
dipengaruhi oleh lima faktor yaitu :
1. Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang
mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas Pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau
sesuai dengan yang diharapkan. Untuk perusahan jasa, pencitpaan sistem
informasi pelayanan yang baik berarti menciptakan kualitas yang baik pula,
sehingga pelanggan mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang mereka
harapkan.
24 Universitas Kristen Petra
3. Faktor Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain
akan kagum terhadap dia apabila menggunakan produk dengan merek tertentu,
dan akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga relatif
murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
5. Biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung puas
terhadap produk atau jasa tersebut.
2.9 Pengaruh Kepuasan Pelanggan
Bagi perusahaan yang berpusat pada pelanggan, kepuasan pelanggan
merupakan tujuan dan sarana pemasaran. Menurut Kotler (2005), dewasa ini
perusahaan harus lebih baik lagi memperhatikan tingkat kepuasan pelanggannya
karena internet menyediakan sarana bagi konsumen untuk menyebarkan berita
buruk dengan cepat dan juga berita baik ke seluruh dunia. Dengan
menggambarkan kejadian dan tindakan yang salah atau tidak benar yang
dilakukan oleh perusahaan, hal ini akan mendorong ketidakpuasan dan protes dari
pelanggan. Perusahaan yang meraih peringkat kepuasan pelanggan yang tinggi
memastikan pasar sasaran mereka mengetahuinya. Setelah peringkat kepuasan
tersebut diketahui, maka pelanggan juga akan merasakan tingkat kepuasan yang
lebih lagi.
2.10 Hubungan Antar Konsep
Sebagian besar perusahaan berkeinginan untuk dapat memuaskan
konsumennya agar dapat membuat image mereka baik di mata konsumen, dan
secara tidak langsung dapat meningkatkan penjualan perusahaan. Faktor internal
maupun eksternal yang mempengaruhi kepuasan konsumen membuat perusahaan
memberikan sebuah nilai tambah bagi konsumennya (customer value) yang akan
25 Universitas Kristen Petra
dibandingkan dengan pengalaman mereka (customer experience) pada saat
menggunakan produk dan jasa sebuah restoran.
2.10.1 Hubungan antara customer value dengan kepuasan pelanggan
Penelitian telah menemukan keunggulan customer value akan
berkonsentrasi pada cara untuk memenuhi atau memahami kebutuhan pelanggan,
memecahkan masalah dalam penggunaan produk, dan sangat penting dalam
membangun kepuasan pelanggan yang kuat. Selain itu, penyampaian nilai
pelanggan yang baik dapat memenuhi permintaan pelanggan, membuat pelanggan
puas dan menyebabkan pelanggan setia dalam pengalaman konsumsi mereka.
Memberikan customer value yang baik juga dapat menyebabkan loyalitas
pelanggan dan retensi yang lebih tinggi, pangsa pasar yang lebih tinggi dan
mengakibatkan penurunan biaya operasi. Tentu saja nilai pelanggan perlu
dipertimbangkan karena pelanggan yang berbeda akan memberikan penilaian
yang berbeda, dan pendapat pelanggan akan berbeda walaupun mereka
merasakannya secara bersamaan. (Journal of International Business Research :
Delivering Customer Value Based on Service Process: The Example of
Tesco.com, 2010). Sehingga dalam hal ini, dimensi customer value baik
emosional, social, performance, dan harga menjadi pengukur hubungan dengan
kepuasan konsumen.
Perrerault, Cannon, Mc.Carthy dalam bukunya Basic Marketing:A
Marketing Strategy Planning Approach menggambarkan hubungan antara nilai
konsumen (customer value) dan kepuasan konsumen (consumer satisfaction).
Dimana nilai konsumen (customer value) ditentukan oleh 2 hal yaitu biaya (cost)
dan manfaat (benefit). Biaya mencakup biaya uang, waktu, energi, dan psikologi.
Manfaat mencakup manfaat produk, jasa, pribadi, dan image. Manfaat yang
dirasakan oleh setiap konsumen berbeda-beda. Satu manfaat bisa menjadi lebih
penting dibanding manfaat lainnya. Berbeda dengan manfaat, biaya bersifat
mutlak dan merupakan akumulasi dari seluruh biaya yang ada; hanya saja
terkadang konsumen tidak menyadari biaya lain selain biaya uang.
Jika manfaat > biaya, maka akan tercipta nilai konsumen yang tinggi (superior
customer value), sedangkan jika manfaat < biaya, maka akan tercipta nilai
konsumen yang rendah (inferior customer value). Maka, untuk mencapai
26 Universitas Kristen Petra
kepuasan konsumen, perusahaan perlu memberikan nilai konsumen yang lebih
baik daripada pesaingnya.
2.10.2 Hubungan antara customer experience dengan kepuasan pelanggan
Dalam bidang jasa, kebanyakan peneliti telah berfokus pada pengukuran
kepuasan pelanggan dan kualitas layanan (misalnya, Parasuraman, Zeithaml, dan
Berry 1988; Verhoef, Langerak, dan Donkers 2007). Namun, hal itu bukan berarti
bahwa customer experience tidak dikembangkan. Terutama, Holbrook dan
Hirschmann (1982) yang mengatakan bahwa konsumsi memiliki aspek
pengalaman (lihat juga Babin et al 1994.). Schmitt (1999) telah mengeksplorasi
bagaimana perusahaan menciptakan experiential marketing dalam upaya
membangun loyalitas pelanggan melalui sense, feel, think, act dan relate dengan
perusahaan dan mereknya. Dan, Berry, Carbone, dan Haeckel (2002) menyatakan
bahwa dalam rangka untuk bersaing dengan menyediakan pengalaman yang
memuaskan bagi pelanggan, mereka harus mengatur semua "petunjuk" bahwa
orang-orang dapat mendeteksi dalam proses pembelian. (Journal of Retailing,
“Customer Experience Creation: Determinants, Dynamics and Management
Strategies”, 2009)
2.11 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang salah satu variabel penulis saat ini yaitu customer
experience telah dilakukan oleh Darwin (2011) dengan judul “Analisis
Pengalaman Pelanggan (Customer Experience) terhadap Kepuasan Konsumen
pada CFC (California Fried Chicken) Cabang Simalingkar Medan”. Dimana
penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengalaman pelanggan
(customer experience) terhadap kepuasan konsumen pada CFC cabang
Simalingkar Medan dan variabel manakah diantara variabel sense, feel, think, act,
dan, relate yang dinilai paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen
pada CFC cabang Simalingkar Medan. Penelitian lain dilakukan oleh Dian
Wulandari (2009) yang menganalisa pengaruh Customer Experience terhadap
Kepuasan Konsumen pada J.CO Donuts & Coffee Sun Plaza Medan.
Metode penelitian yang digunakan dalam kedua penelitian di atas adalah
metode deskriptif dan metode statistik yang terdiri dari, uji Validitas dan
27 Universitas Kristen Petra
Reabilitas, dan Analisis Regresi Berganda dengan bantuan SPSS 16.00 for
Windows. Dari lima variabel bebas dalam Customer Experience yang terdiri dari
sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), dan relate (X5), secara simultan
kelima variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
konsumen. Sedangkan secara parsial, variabel Act dan relate merupakan variabel
yang paling dominan mempengaruhi kepuasan konsumen baik pada CFC cabang
Simalingkar Medan, maupun J.CO Donuts & Coffee Sun Plaza Medan.
Tabel 2.1 Hasil penelitian terdahulu
NO Nama
Peneliti
Judul
Skripsi
Jenis
Penelitian
Analisis
Data
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
1 Dian
Wulandari,
2009
Analisa
pengaruh
Customer
Experience
terhadap
kepuasan
konsumen
pada J.CO
Donuts &
Coffee Sun
Plaza
Medan
Deskriptif,
kuantitatif
uji
Validitas
dan
Reabilitas,
Uji
Asumsi
Klasik,
Analisis
Regresi
Berganda
Customer
Experience
(sense,
feel, think,
act, dan
relate)
Kelima
variabel
berpengaruh
signifikan
terhadap
kepuasan
konsumen,
sedangkan
pada uji t,
variabel act
berpengaruh
paling
dominan
2
Darwin,
2011
Analisis
Pengalaman
Pelanggan
(Customer
Experience)
terhadap
Kepuasan
Konsumen
pada CFC
Kuantitatif Regresi
Linear
Berganda
Customer
Experience
(sense,
feel, think,
act, dan
relate)
secara
simultan
kelima
variabel
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kepuasan
28 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Hasil penelitian terdahulu (sambungan)
(California
Fried
Chicken)
Cabang
Simalingkar
Medan
konsumen.
Sedangkan
secara
parsial,
variabel Act
dan relate
merupakan
variabel
yang paling
dominan.
29 Universitas Kristen Petra
2.12 Kerangka berpikir
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir
Customer Satisfaction :
1. Customer Value
2. Customer Experience
Fenomena
1. Pilihan Restoran bagi konsumen semakin banyak
2. De Kasteel Resto berusaha memberikan value dan experience yang baik dari restorannya untuk
memenangkan persaingan dan memuaskan konsumennya.
3. Hasil pra survey menunjukkan tanggapan responden yang kurang puas terhadap layanan dan citarasa dari
De Kasteel Resto.
4. Value yang diberikan kepada konsumen belum bisa membuat konsumen puas terhadap De Kasteel Resto.
5. De Kasteel cenderung sepi dan tidak menjadi restoran yang direkomendasikan oleh konsumennya.
Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat pengaruh Customer Value dan Customer Experience secara parsial terhadap Customer
Satisfaction di De Kasteel Resto?
2. Apakah terdapat pengaruh Customer Value dan Customer Experience secara simultan terhadap Customer
Satisfaction di De Kasteel Resto?
3. Dari variable Customer Value dan Customer Experience, manakah yang memiliki pengauh dominan
terhadap Customer Satisfaction di De Kasteel Resto?
Customer Value Customer Experience
Emotional Value
1. Environmental
Kenyamanan
produk dan lokasi
2. Sensory
Kualitas produk,
suasana ruangan
Albrecht (1994),
Sweeny dkk dalam Tjiptono (2005)
Social Value
1. Interpersonal
Komunikasi dan
keramahan karyawan
2. Procedural
Standart pelayanan
dan sapaan
Albrecht (1994),
Sweeny dkk dalam
Tjiptono (2005)
Price / Value of Money
1. Financial
Harga produk, cara
transaksi, promosi dan
kerjasama
Albrecht (1994), Sweeny
dkk dalam Tjiptono
(2005)
Sense
1. Konsep /
tema produk
2. Konsep
suasana
3. Konsep
pelayanan Schmitt (1999)
Feel
1. Kecepatan
dan
ketepatan
pelayanan
2. Promosi Schmitt (1999)
Think
1. Ingatan akan
merk dari
restoran
tersebut
2. Keunikan
produk dan
layanan
restoran Schmitt (1999)
Act
1. Interaksi
dengan
karyawan
2. Keterlibat
an dalam
promosi
Schmitt
(1999)
Relate
1. Koneksi /
rekomend
asi
2. Adanya
hubungan
dengan
budaya
Schmitt
(1999)
Quality / Performance
Value
1. Deliverable Kecepatan dan ketepatan pelayanan
2. Informational Informasi produk, keterangan lokasi
(parkir, toilet, kasir) Albrecht (1994), Sweeny
dkk dalam Tjiptono
(2005)
30 Universitas Kristen Petra
2.13 Kerangka Konseptual
H1
H1
H1
H1
H3
H2
H2
H2
H2
H2
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
Hipotesa :
H1: Diduga dimensi pada variabel customer value secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap customer satisfaction.
H2: Diduga dimensi pada variabel customer experience secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction.
H3: Diduga dimensi pada variabel customer value dan customer experience
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction.
H4: Diduga dimensi emotional value pada variabel customer value dan dimensi
sense pada variabel customer experience memberi pengaruh dominan
terhadap customer satisfaction.
Customer
Value (A)
Customer
Experience (B)
Customer
Satisfaction (C)
(A
Emotional
Value
Social
Value
Quality/ Performance
Value
Price/Value
of Money
Sense
Feel
Think
Act
Relate