2. TEORI PENUNJANG · yang terdapat pada daging lebih mudah dicerna oleh pencernaan daripada...
Transcript of 2. TEORI PENUNJANG · yang terdapat pada daging lebih mudah dicerna oleh pencernaan daripada...
6
Universitas Kristen Petra
2. TEORI PENUNJANG
Dalam bab ini, penulis menyertakan beberapa teori penunjang untuk
membantu dalam pemahaman mengenai penelitian ini. Teori-teori yang disertakan
didapatkan dari berbagai sumber terpercaya, sehingga dapat dijamin
keabsahannya.
2.1. Daging Sapi
Daging adalah salah satu produk pangan asal hewani yang merupakan
bahan pangan yang sangat dibutuhkan tubuh yang mempunyai gizi tinggi karena
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan pasalnya pada
daging terdapat kandungan asam amino esensial lengkap dan seimbang. Protein
yang terdapat pada daging lebih mudah dicerna oleh pencernaan daripada protein
yang berasal dari nabati. Daging merupakan bagian yang diperoleh dari
pemotongan ternak, baik ternak besar seperti sapi, kerbau dan kuda atau pun
ternak kecil seperti kambing, domba maupun ternak unggas. Daging dapat diolah
dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi
produk menarik lainnya.
Mengacu kepada Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008), daging
adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak, dan lazim
dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau
daging beku. Daging segar adalah daging yang belum diolah atau tidak
ditambahkan dengan bahan apapun. Daging segar dingin adalah daging yang
mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur
bagian dalam daging antara 0°C dan 4°C. Daging beku adalah daging segar yang
telah mengalami proses pembekuan di dalam freezer dengan temperatur internal
minimum -18°C.
Menurut Tambunan (2001), berdasarkan keadaan fisik daging dapat
dikelompokkan menjadi : (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan,
(2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3)
7
Universitas Kristen Petra
daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4)
daging masak, (5) daging asap dan (6) daging olahan.
Menurut Meat & Livestock Australia (2012), daging merah adalah
kontributor zat besi dan zat seng siap serap terbesar untuk diet, dan kontributor
asam lemak omega3 kedua terbesar. Sebagai bagian dari diet yang sehat dan
berimbang, daging merah dapat membantu mencegah kekurangan zat besi dan zat
seng, yang dapat memengaruhi fungsi-fungsi yang diperlukan bagi kegiatan
harian, seperti perhatian, pengingatan, dan pembelajaran.
Menurut Ekawatiningsih (2008), daging merupakan bahan yang sangat
pokok, baik penggunaannya maupun zat-zat dan vitamin-vitamin yang terdapat di
dalamnya, ditinjau dari segi pengolahan atau kulinermaka pengertian “meat” yaitu
semua daging yang diambil dari hewan berkaki 4 (empat) yang dipelihara khusus
untuk mendapatkan dagingnya (p.294).
2.1.1. Klasifikasi Potongan Daging Sapi
Klasifikasi potongan daging sapi antara daging sapi Indonesia dan daging
sapi impor Amerika Serikat mempunyai klasifikasi dasar yang tidak jauh berbeda.
Berikut merupakan klasifikasinya:
Tabel 2.1. Klasifikasi Potongan Daging Sapi
Golongan (Kelas) Potongan Daging
I Tenderloin (Has Dalam)
Sirloin (Has Luar)
Cube Roll (Lemusir)
II Rump (Tanjung)
Round (Kelapa)
Topside (Penutup)
Silverside (Pendasar)
Punuk (Blade)
Chuck (Paha Depan)
III Shank (Sengkel)
Rib (Iga)
Flank (Samcan)
Brisket (Lamur)
Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2008
8
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1. Potongan Daging Sapi Amerika
Sumber: USDA, 2012
Gambar 2.2. Potongan Daging Sapi Indonesia
Sumber: Pustaka, 2009
Keterangan gambar:
1) Blade / Punuk
Daging sapi bagian atas yang menyambung dari bagian daging paha depan
terus sampai ke bagian punuk sapi. Pada bagian tengahnya terdapat serat-
serat kasar yang mengarah ke bagian bawah, yang cocok jika digunakan
dengan cara memasak dengan teknik mengukus.
2) Chuck / Paha Depan
Bagian daging sapi yang berasal dari bagian atas paha depan. Ciri daging ini
adalah berbentuk potongan segiempat dengan ketebalan sekitar 2-3 cm.
3) Rib / Iga
Daging yang berasal dari daging di sekitar tulang iga atau tulang rusuk.
Bagian ini termasuk dari delapan bagian utama daging sapi yang biasa
dikonsumsi. Seluruh bagian daging iga ini bisa terdiri dari beberapa iga
berjumlah sekitar 6 sampai dengan 12, untuk potongan daging iga yang
9
Universitas Kristen Petra
akan dikonsumsi bisa terdiri dari 2 sampai dengan 7 tulang iga. Biasanya
digunakan untuk steak.
4) Cub Roll / Lemusir
Lemusir termasuk daging yang lunak karena didalamnya terdapat butir-butir
lemak. Bagi konsumen Jepang dan Korea, mereka menyukai daging Cub
Roll karena adanya lemak intramuskuler yang menandakan daging itu
empuk. Daging lemusir dapat dipanggang dalam oven atau dibakar.
5) Sirloin / Has Luar
Daging ini adalah daging yang paling murah dari semua jenis has, karena
otot sapi pada bagian ini masih lumayan keras dibanding bagian has yang
lain karena otot-otot di sekitar daging ini paling banyak digunakan untuk
bekerja.
6) Tenderloin / Has Dalam
Daerah ini adalah bagian yang paling lunak, karena otot-otot di bagian ini
jarang dipakai untuk beraktivitas. Biasanya bagian daging ini digunakan
untuk membuat steak.
7) Round / Penutup
Bagian ini sangat kurang lemak sehingga jika dibakar atau dipanggang akan
sangat lama melunakkannya
8) Rump / Tanjung
Salah satu bagian daging sapi yang berasal dari bagian punggung belakang.
Biasanya daging ini disajikan dengan dipanggang.
9) Silver Side / Gandik / Pendasar
Bagian paha belakang sapi terluar dan paling dasar. Banyak yang sering
tertukar dengan menyamakannya dengan daging paha depan.
10) Inside / Knuckle / Kelapa
Hidangan yang menggunakan daging ini adalah panggangan dan casserole.
11) Shank / Sengkel
Sengkel berasal dari bahasa Belanda, schenkel, berasal dari bagian depan
atas kaki sapi. Biasanya digunakan sebagai bahan dasar sup, soto dan bakso
urat.
10
Universitas Kristen Petra
12) Flank / Samcan
Pada dasarnya bagian daging sapi ini memang lebih keras dibandingkan
dengan daging has dan daging iga.
13) Brisket / Lamur
Bagian daging sapi yang berasal dari bagian dada bawah sekitar ketiak.
Biasanya bagian daging sapi ini agak berlemak.
2.2. Kualitas Daging Sapi
Menurut Trantono (2011), kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik pada waktu hewan sebelum dan sesudah dipotong. Kualitas fisik
daging sapi adalah warna daging, rasa dan aroma, perlemakan, dan tektur daging.
Pada waktu sebelum dipotong, faktor penentu kualitas dagingnya adalah tipe
ternak, jenis kelamin, umur, dan cara pemeliharaan yang meliputi pemberian
pakan dan perawatan kesehatan. Sedangkan kualitas daging sesudah dipotong
dipengaruhi oleh metode pemasakan, pH daging, hormon, dan metode
penyimpanan.
2.2.1. Kualitas Fisik Daging Sapi
1) Warna Daging
Warna daging yang baik untuk daging sapi adalah jika daging tersebut
berasal dari sapi dewasa, warna daging yang baik adalah merah terang. Sedangkan
untuk daging sapi muda, warna daging yang baik adalah kecokelatan merah muda.
Menurut Purdue University Animal Sciences (2012), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi warna daging mentah. Beberapa faktor tersebut adalah spesies,
usia, jenis kelamin hewan, cara memotong daging, waterholding (air yang
dikandung) kapasitas daging, pengeringan pada permukaan daging, pembusukan
pada permukaan daging, dan cahaya yang mengenai permukaan daging
Berdasarkan Nurani (2010), untuk perubahan yang terjadi pada warna
daging diakibatkan oleh:
Jika warna merah ungu menjadi merah cerah. Apabila tersedia oksigen
dalam jumlah yang cukup, warna daging berubah menjadi merah ungu.
11
Universitas Kristen Petra
Jika perubahan warna merah cerah menjadi cokelat atau merah muda, terjadi
apabila daging berhubungan dengan udara terlalu lama.
Jika perubahan warna merah ungu atau merah cerah menjadi merah karena
pengaruh bahan pengawet.
2) Tekstur
Kesan keempukan daging secara keseluruhan meliputi tekstur dan
melibatkan tiga aspek yaitu pertama, kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam
daging; kedua, mudahnya daging dikunyah menjadi fragmen/potongan- potongan
yang lebih kecil, dan ketiga jumlah sisa fragmen/potongan yang tertinggal setelah
pengunyahan. Menurut Soeparno (2005), keempukan dan tekstur daging
kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging.
Faktor yang mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi faktor
antemortem seperti genetik dan termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor
umur, managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor postmortem antara lain
meliputi metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan pembekuan termasuk faktor
lama dan temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode
pemasakan dan penambahan bahan pengempuk. Jadi keempukan bisa bisa
bervariasi diantaranya spesies, bangsa, ternak dalam spesies yang sama, potongan
karkas dan diantara otot serta otot yang sama.
Komponen daging yang mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan
ikat, serabut otot, lemak (marbling). Keempukan daging ditentukan oleh
kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin
banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari,
daging yang sehat memiliki konsistensi kenyal. Faktor lain yang mempengaruhi
keempukan daging adalah umur ternak, jumlah jaringan ikat, cara penanganan
daging sebelum dan setelah penyembelihan, serta cara pemasakan daging.
Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stres dan kurang
istirahat menjelang disembelih akan menghasilkan persediaan ATP yang kurang
sehingga proses rigormortis akan berlangsung cepat. Kekakuan otot yang terjadi
akan diikuti dengan pemendekan otot yang relatif lebih besar, sehingga daging
menjadi kurang empuk dan mempunyai daya ikat air yang rendah (Soeparno,
12
Universitas Kristen Petra
2005). Oleh karena itu, penanganan ternak sebelum penyembelihan perlu untuk
diperhatikan karena memiliki pengaruh yang besar terhadap keadaan fisiologis
sapi saat menjelang proses penyembelihan.
Tabel 2.2. Tingkatan Mutu Kualitas Fisik Daging Sapi
No Jenis Uji Persyaratan Mutu
I II III
1 Warna Daging Merah terang
Skor 1-5
Merah kegelapan
Skor 6-7
Merah gelap
Skor 8-9
2 Warna Lemak Putih
Skor 1-3
Putih Kekuningan
Skor 4-6
Kuning
Skor7-9
3 Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
4 Tekstur Halus Sedang Kasar
Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2008
3) Perlemakan (marbling)
Marbling adalah garis-garis tipis dan bintik-bintik lemak putih pada
potongan daging. Marbling dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk pola
makan, genetika, kondisi, dan lokasi tempat ternak tersebut berada. Pakan ternak
yang kaya akan nutrisi menghasilkan marbling terbaik, dan sapi yang dibesarkan
dalam kondisi ideal sejak lahir cenderung memiliki marbling yang unggul. Lemak
daging yang berasal dari sapi muda akan berwarna putih kekuningan, sedangkan
lemak yang berasal dari sapi tua akan berwarna kekuningan. Jumlah marbling
yang dihasilkan menentukan kelembutan, intensitas rasa, dan juiciness saat
dimasak (Pollan, 2006). Alasannya adalah marbling membuat asam lemak dalam
daging sapi mengalami perubahan kimia yang kompleks bila terkena panas.
Perubahan kimia tersebut berinteraksi dengan asam lemak, berkembang di daging,
dan menimbulkan cita rasa yang enak. Lemak tersebut juga memberikan aroma
khas daging sapi ketika dimasak dan juiciness yang disebabkan oleh lemak yang
meleleh di daging.
Menurut United States Department of Agriculture (2009), tingkat
marbling adalah faktor utama untuk penilaian kualitas daging sapi. Sistem
penilaian yang telah dirancang khusus untuk marbling, memiliki delapan kelas
13
Universitas Kristen Petra
yang berbeda, Prime, Choice, Select, Standard, Commercial, Utility, Cutter, dan
Canner.
Menurut Purdue University Animal Sciences (2012), marbling adalah
coretan kecil dari lemak yang ditemukan dalam otot dan dapat dilihat ketika
memotong daging, serta mempunyai 6 kategori dari segi banyak atau tidaknya
lemak. Marbling memiliki efek yang kuat pada juiceness daging, rasa, dan
memiliki efek positif pada kelembutan daging. Daging yang memiliki marbling
sedikit, dapat dikatakan kering dan hambar. Tetapi marbling yang berlebihan
belum tentu akan meningkatkan juiceness dan rasa atas potongan daging
marbling.
Menurut Meat&Livestock Australia (2000), marbling adalah lemak
intramuskular yang muncul sebagai bintik-bintik halus dalam otot. Marbling
tersimpan secara merata di seluruh tubuh hewan dan merupakan lemak terakhir
yang akan disimpan, tetapi menjadi lemak pertama yang dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan marbling, hewan harus
mempunyai tingkat gizi yang tinggi dan mempunyai genetika tubuh yang baik.
Stres atau puasa pra-pembantaian dapat dengan cepat mengurangi skor marbling.
4) Rasa
Menurut Chandrashekar, Hoon, Ryba, & Zuker (2006), pengertian dari
rasa atau taste adalah penerjemahan otak atas sensasi yang diterima oleh indera
pengecap yang ditimbulkan oleh senyawa yang larut dan berinteraksi dengan
reseptor pada lidah. Sebagai contoh, apabila indera pengecap mengecap
makanan/minuman yang mengandung fruktosa atau glukosa atau laktosa maka
sensasi yang diterima akan diterjemahkan sebagai rasa manis. Jika indera
pengecap mendeteksi contohnya natrium pada makanan, maka sensasi yang
diterima akan diterjemahkan sebagai rasa asin. Hingga saat ini terdapat 5 rasa
yang dianggap rasa dasar yang dapat dikenali oleh lidah manusia yaitu manis,
pahit, asam, asin dan umami (rasa gurih). Bahan pangan yang memiliki rasa gurih
memiliki komponen utama berupa nukleotida dan asam amino seperti glutamat
dan aspartat. Senyawa glutamat merupakan salah satu asam amino yang banyak
ditemukan pada tomat, keju, susu, terasi, dan lainnya. Dalam dunia kuliner
14
Universitas Kristen Petra
Indonesia, rasa gurih sangat kuat terasa pada gulai, sup, kaldu, soto, dan masakan
tradisional lainnya. Untuk merasakan gurih, diyakini diperlukan beberapa reseptor
yang berbeda. Sebuah riset fisiologis saraf juga membuktikan bahwa rasa gurih
yang sempurna dapat tercipta apabila dikombinasikan dengan aroma gurih
tertentu.
Menurut Chandrashekar, Hoon, Ryba, & Zuker (2006), faktor genetis
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi sensitivitas indera pengecap,
sehingga rasa yang dirasakan setiap orang akan berbeda. Penggolongan tipe
manusia berdasarkan sensitivitas indera pengecapnya ada tiga, yaitu supertaster,
medium taster, dan nontaster. Supertaster adalah jenis golongan yang terlalu
berlebihan dalam menanggapi suatu rasa contohnya merasa suatu makanan sangat
pahit. Sedangkan medium taster menganggap rasanya tidak terlalu pahit, dan
nontaster menganggap rasanya tidak pahit sama sekali. Perbedaan sensitivitas rasa
ketiga golongan tersebut juga berlaku bagi rasa dan bahan-bahan lain.
Daging sapi yang berkualitas baik mempunyai rasa yang relatif gurih,enak
dan aroma yang sedap yang dapat pula dijabarkan sebagai tasty. Rasa daging juga
dapat berasal dari juiceness yaitu kandungan air di dalam daging dan lemak
daging ataupun bumbu-bumbu yang ditambahkan. Sehingga semakin banyak
kandungan air di dalam daging maka rasa daging akan semakin juicy.
5) Aroma
Faktor yang mempengaruhi rasa adalah aroma yang terdeteksi oleh
hidung. Menurut Trantono (2011), aroma pada daging sapi dipengaruhi oleh jenis
pakan yang diberikan pada saat sapi hidup. Aroma yang tidak normal biasanya
akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal itu dapat disebabkan oleh
adanya kelainan antara lain hewan sakit dan hewan dalam pengobatan. Hewan
yang sakit, terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam, akan
menghasilkan daging yang berbau seperti mentega tengik. Sedangkan hewan
dalam masa pengobatan terutama dengan pemberian antibiotika, akan
menghasilkan daging yang berbau obat-obatan.
15
Universitas Kristen Petra
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Fisik Daging Sebelum
Pemotongan
Menurut Trantono (2011), kualitas daging dipengaruhi keadaan pada waktu
sebelum dipotong yang faktor penentu kualitas dagingnya adalah tipe ternak, jenis
kelamin, umur, dan cara pemeliharaan yang meliputi pemberian pakan dan
perawatan kesehatan. Berikut merupakan keempat faktor-faktor tersebut:
1) Tipe ternak
Menurut Santosa, Warsito, dan Andoko (2012), tipe ternak adalah
pembagian ternak yang didasarkan atas kemampuan ternak yang bersangkutan
dalam hal memproduksi suatu hasil atau jasa.
Tipe Perah
Kuat makan, bertemperamen tenang, bentuk badan segitiga, punggung luas,
tulang rusuk belakang dalam, lebar dan luas, mulut lebar dan luas, vena susu jelas,
besar dan berkelok kelok. Bangsa sapi yang termasuk golongan sapi tipe perah
adalah BrownSwiss, Milking shorthand, Ayrshire, Red sndhi, Yersey, Sahiwal,
Guerensey, Grati, dan FH (Fries Holland).
Tipe Potong
Bentuk badan seperti balok/segi empat, badan dalam dan lebar, leher dan
bahu tebal, dada lebar dan dalam. Bangsa sapi yang termasuk golongan sapi
potong adalah Aberden Angus, Santa gertudis, Galloway, Brangus, Herefard,
Nrafford, Polled herefard, Charbrai, Short horn, Brahman, dan Charolais.
Tipe pekerja
Tulang kuat, jalan cepat, tahan panas dan lapar, tubuh besar dan harmonis.
Tipe dwiguna
Ciri-cirinya mengarah kedua tipe yaitu tipe pekerja dan tipe potong. Bangsa
sapi yang tergolong tipe ini adalah sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi
madura.
Tipe multiguna
Tipe ini merupakan perpaduan lebih dari dua tipe, bahkan mungkin diluar
tipe yang telah ditentukan. Pola peternakan sapi tradisional di Indonesia, sebagian
besar sapi yang dipelihara adalah tipe sapi multiguna karena selain memanfaatkan
daging, susu, atau tenaga, juga ditujukan untuk rekreasi.
16
Universitas Kristen Petra
2) Jenis kelamin dan Umur
Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008), pengelompokkan
jenis kelamin dan umur sapi dibagi menjadi enam, yaitu:
Veal
Berasal dari sapi berumur dibawah 1 tahun.
Yearling
Berasal dari sapi dengan umur 1-2 tahun dan belum adanya gigi seri
permanen yang terkikis.
Young
Berasal dari sapi dara dengan 3-7 gigi seri permanen terkikis.
Young Prime
Berasal dari sapi kastrasi atau sapi jantan yang tidak menunjukkan tanda
kelamin sekunder dan mempunyai tiga atau lebih gigi seri permanen yang
telah terkikis.
Prime
Berasal dari sapi betina atau jantan yang telah dewasa dan mempunyai 8
gigi seri permanen yang telah terkikis.
Cow / Steer / Ox
Berasal dari sapi betina atau jantan yang telah mencapai dewasa kelamin.
3) Cara pemeliharaan
A. Pakan Ternak
Menurut BPTP Sumatera Barat (2010), secara garis besar pakan ternak sapi
terbagi atas tiga pakan utama yaitu: hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan
pakan tambahan (feed supplement).
Hijauan
Merupakan bahan pakan utama ternak sapi yang dapat berupa rumput baik
itu rumput unggul, rumput lapangan dan sebagian jenis leguminosa. Untuk
pemberian hijauan makanan ternak dapat diberikan dengan memberikan rumput
unggul seperti rumput raja, rumput gajah, atau mencampurkan rumput lapangan
dengan tanaman leguminosa seperti gamal, kaliandra, dan turi yang memiliki gizi
tinggi. Hal ini perlu dilakukan karena ketersediaan sangat dipengaruhi oleh musim
17
Universitas Kristen Petra
dan semakin terbatasnya padang pengembalaan. Disamping itu nilai gizi yang
dikandung juga sangat rendah.
Konsentrat (Makanan Penguat)
Konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi
kekurangan gizi dari hijauan makanan ternak. Terdiri dari bahan pakan dengan
kandungan serat kasar rendah dan mudah dicerna yang berasal dari biji-bijian,
hasil limbah pertanian dari pabrik pengolahan hasil pertanian dan bahan berasal
dari hewan seperti tepung ikan.
Pakan Tambahan (Feed Suplement)
Merupakan pakan tambahan yang berguna untuk merangsang pertumbuhan,
mencegah penyakit dan melengkapi ransum pakan ternak. Terdiri antara lain
campuran vitamin dan mineral contoh : Premix A, Premix B, dan Mineral B12.
B. Tata laksana pemeliharaan
Menurut Santosa (2010) kriteria lahan ternak sapi untuk tata laksana
pemeliharaan adalah:
Halaman pengelolaan
Halaman pengelolaan dieprlukan untuk mengelola ternak sapi, terutama
ketika akan ditandai, ditimbang, disuntik, diobati, mapupun ketika diseleksi untuk
dijual.
Tempat Pemuatan
Tempat pemuatan berguna untuk menaikkan sapi ke atas truk atau
menrurunkan sapi dari atas truk.
Tempat Gerak Jalan
Tempat gerak jalan diperlukan sapi untuk menjaga kesehatan dan
menghindarkan sapi dari kelumpuhan. Pada pemeliharaan sapi di ladang ternak
(ranch), tempat gerak jalan ini sudah tidak diperlukan.
Lapang ternak
Merupakan suatu tempat pemeliharaan ternak sapi dalam areal terbatas atau
sesuai dengan daya tampungnya yang dilengkapi dengan padang rumput, tempat
jalan, dan juga tempat bernaung. Pemeliharaan di lapang ternak disebut juga
pastura. Lapangan ternak semakin berkembang dinegara-negara yang maju
18
Universitas Kristen Petra
peternakannya seperti Amerika, Australia dan negara-negara di Eropa. Melalui
manajemen pastura yang bertujuan mendapatkan produksi ternak tinggi maka
padang rumput alam diperbaiki dengan melakukan introduksi jenis-jenis hijauan
yang unggul dari segi mutu maupun kuantitas produksinya disertai tata-laksana
pengelolaan lahan dan pengairan.
Kandang
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk
kuncup dan salah satu atau kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat,
lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar
kandang. Maksudnya adalah agar air tidak mengendap di lantai kandang, tetapi
termasuk kencing sapi mudah mengalir ke luar, sehingga lantai kandang tetap
kering. Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal
dari kayu yang kuat. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah
1,5m x 2m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8m x 2m dan
untuk seekor anak sapi cukup 1,5m x 1m.
Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi
udara didalamnya lancar. Serta harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak
minimal 10 meterdan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang.
Pembuatan kandang sapi dapat dilakukan secara berkelompok di tengah
sawah/ladang. Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung
dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi
dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda
penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling
bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk
jalan. Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan biasanya berbentuk tunggal
apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan
penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas
dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum,
yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Air minum
diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan tidak boleh kehabisan
setiap saat. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan
19
Universitas Kristen Petra
tidak diinjak-injak atau tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat
permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai.
Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya.
Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit,
dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk
membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus
dapat digunakan untuk memandikan sapi.
2.2.3. Proses Pemotongan Daging Sapi
Menurut RPH Karawaci (2011), proses pemotongan daging sapi telah
mendapatkan peraturan tersendiri dari pemerintah di Indonesia. Peraturan
pemerintah mengenai tata cara pemotongan hewan memang telah mewajibkan
hewan besar seperti sapi, kerbau, dan babi, dipotong di Rumah Potong Hewan
(RPH). RPH adalah bangunan gedung beserta sarana dan fasilitasnya yang khusus
diperuntukkan melayani pemotongan hewan. Ada dua jenis RPH, yaitu RPH
Umum yang melayani pemotongan hewan besar dan kecil, serta RPH khusus yang
hanya melayani satu jenis hewan potong.
Rumah pemotongan hewan ini, di samping sebagai sarana produksi daging,
juga berfungsi sebagai instansi pelayanan masyarakat yaitu untuk menghasilkan
komoditas daging yang sehat, aman dan halal (sah). Umumnya RPH merupakan
instansi pemerintah, namun perusahaan swasta diizinkan mengoperasikan RPH
khusus untuk kepentingan perusahaannya, tetapi diharuskan memenuhi
persyaratan teknis yang diperlukan dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang
berlaku. Pembangunan RPH harus memenuhi ketentuan atau standar lokasi,
bangunan, sarana dan fasilitas teknis, sanitasi dan higiene, serta ketentuan lain
yang berlaku. Sanitasi dan higiene menjadi persyaratan vital dalam bangunan,
pengelolaan dan operasi RPH (RPH Karawaci, 2011).
Menurut RPH Karawaci (2011), proses pemotongan daging sapi disebut
juga dengan Prosedur Standar Operasi Pemotongan Sapi yang merupakan alur
proses untuk memproduksi daging sapi yang Aman, Sehat, Umum dan dan Halal
(ASUH).
20
Universitas Kristen Petra
Berikut merupakan standar operasional prosedur untuk memproses daging
sapi:
Kedatangan Sapi
Sapi didatangkan dari berbagai daerah dan diperiksa untuk kesehatannya
dan kondisi mentalnya.
Pemulihan Kesehatan
Sapi dikumpulkan di kandang rekondisi selama 2-5 hari untuk memulihkan
kondisi mereka.
Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Pemotongan
Sapi diperiksa oleh dokter hewan. Jika penyakit menular yang ditemukan,
maka akan dimasukkan ke dalam kandang isolasi.cTernak yang sehat dapat
melanjutkan ke proses selanjutnya.
Kandang Besar
Sapi dikumpulkan di dalam kandang selama 12-24 jam untuk istirahat
sebelum proses pemotongan.
Kandang Khusus
Dengan menggunakan teknologi terbaru dalam menahan posisi sapi, sapi
akan tertahan di posisi yang lebih nyaman untuk stres minimal sebelum
proses pemotongan.
Proses Pemotongan
Proses penyembelihan utama dilakukan oleh spesialis sesuai dengan tradisi
Islam.
Proses Pengulitan
Proses pengulitan langsung dilaksanakan setelah proses pemotongan selesai.
Proses Pemisahan Karkas
Pemisahan karkas dilakukan sebelum proses pemeriksaan akhir kesehatan
daging sapi.
Pemeriksaan Kesehatan Sesudah Pemotongan Daging
Pemeriksaan kesehatan daging untuk mengetahui kandungan
bakteri/bakteri/ parasit dan kelainan patologis yang membahayakan
kesehatan atau yang menyebabkan daging sapi tidak layak lagi untuk
dikonsumsi.
21
Universitas Kristen Petra
Proses Menimbang dan Pemberian Stempel
Setelah proses pemeriksaan kesehatan, daging berkualitas baik ditimbang,
diperiksa dan disetujui.
Proses Pelayuan
Daging didiamkan beberapa saat hingga darah betul-betul tiris/ habis,
kemudian daging dimatangkan (aging), dengan cara menyimpannya pada
suhu 0-2 derajat celcius selama 24 – 48 jam. Hal ini dilakukan karena
setelah proses pemotongan, karkas akan mengalami rigor mortis, yaitu
pengerasan dan pengkakuan daging akibat terjadinya kekejangan (kontraksi)
urat daging.
Distribusi Daging
Daging yang segar dan berkualitas baik telah siap diperjualbelikan di
pasaran.
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Fisik Daging Sesudah
Pemotongan
Menurut Trantono (2011), kualitas daging dipengaruhi oleh keadaan
sesudah pemotongan sapi yaitu metode pemasakan, pH daging, hormon, dan
metode penyimpanan. Berikut merupakan faktor-faktor tersebut:
1. Metode pemasakan
Menurut Meat&Livestock Australia (2012), dengan aneka jenis pilihan
menu yang tersedia, gunakan tabel di bawah untuk membantu menentukan
potongan daging sapi yang disarankan untuk metode memasak tertentu. Waktu
memasak harus ditentukan oleh pilihan metode memasak, serta potongan dan
berat daging.
Tabel 2.3. Metode Memasak Daging Sapi
Metode memasak Potongan daging sapi yang disarankan
Goreng, bakar, atau barbeque • ketebalan steak biasanya antara 7 hingga 2,5 cm
• steak has luar
• steak lemusir hingga 2,5 cm
• steak has dalam
• steak tunggir
• daging steak barbekiu
• steak gepuk
22
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.3. Metode Memasak Daging Sapi (Sambungan)
Metode memasak Potongan daging sapi yang disarankan
Tumis Potongan apa pun untuk tumis, dipotong menjadi
irisan atau lembaran tipis.
Kari, semur, kaserol Potongan apa pun untuk kari, semur, kaserol,
potong kotak-kotak.
Panggang Potongan apa pun yang mencakup:
• tunggir
• daging kelapa
• has luar
• lemusir
• sampil bawah
Untuk masakan Jepang yang
mencakup panci uap, panci
panas, yakiniku, shabu-shabu,
karubi
Potongan apa pun, dipotong menjadi irisan tipis.
Untuk masakan Korea yang
mencakup bulgogi, barbeku
Korea, Rosu Gui
Potongan apa pun, dipotong menjadi irisan tipis.
Sumber : Meat & Livestock Australia, 2012
Menurut Oulton (2011), tingkat kematangan daging juga mempengaruhi
rasa dan tekstur daging. Berikut merupakan penjelasan mengenai tingkat
kematangan.
Raw
Tidak melalui proses pemasakan
Blue
Dimasak dengan sangat cepat atau seared, sehingga pemasakan hanya
terjadi pada permukaan luar daging. Sedangkan bagian dalam daging, dingin
dan tidak termasak. Juiceness daging sangat terasa.
Rare
Temperatur berada di angka 52°C untuk tingkat kematangan rare. Tampilan
luar daging berwarna cokelat abu-abu dan tampilan dalam daging berwarna
merah dan terasa sedikit hangat.
Medium rare
Temperatur berada di angka 55°C untuk tingkat kematangan ini. Daging
berwarna pink kemerahan. Merupakan standar tingkat kematangan di
sebagian besar restoran steak.
23
Universitas Kristen Petra
Medium
Temperatur berada di angka 63°C untuk tingkat kematangan ini. Bagian
tengah daging akan teras panas dan pink kemerahan. Untuk bagian luar
sedikit kecokelatan.
Medium well
Temperatur berada di angka 68°C untuk tingkat kematangan ini. Warna
daging pink cerah di daerah tengah daging.
Well done
Temperatur berada di angka 73°C untuk tingkat kematangan ini. Warna
daging sangat cokelat dan sedikit terasa keras. Hampir tidak terasa juiciness
daging.
2. PH daging
Perubahan pH : kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot,
ditentukan oleh kadar glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan. pH
akhir yang tercapai mempunyai beberapa pengaruh dalam mutu daging :
pH rendah (5,1 –6,1), daging pada pH ini mempunyai struktur terbuka. Hal
ini sangat diinginkan untuk pengasinan, warna merah cerah disukai
konsumen, flavor yang lebih disukai, baik dalam kondisi telah dimasak atau
diasin dan stabilitasnya lebih baik terhadap kerusakan, serta disukai untuk
mempertahankan faktor mutu daging.
pH tinggi (6,2 – 7,2), daging pada tahap akhir struktur tertutup dgn warna
merah-ungu tua, rasa kurang enak, dan perkembangan WHC (water hold
capacity) untuk daging yangg digunakan untuk industri.
3. Hormon
Meat & Livestock Australia (2012), mengungkapkan Promotants hormon
pertumbuhan (HGPS), membantu petani meningkatkan produktivitas beberapa
jenis ternak, dan menyediakan daging sapi yang aman dan sehat dengan
menggunakan sumber daya yang lebih sedikit. HGPS membantu mengurangi
biaya produksi dan meningkatkan keterjangkauan daging sapi bagi konsumen.
HGPS adalah suplemen hormon yang secara alami terjadi pada semua ternak -
estrogen, progesteron, dan testosteron, atau analog yang suplemen aksi mereka
24
Universitas Kristen Petra
untuk merangsang pertumbuhan. Mereka datang dalam bentuk implan kecil yang
ditempatkan di bawah kulit di bagian belakang telinga, perlahan-lahan
melepaskan dosis rendah selama periode waktu - biasanya 100 sampai 200 hari,
tergantung pada produk yang digunakan.
HGPS telah digunakan dalam industri sapi Australia selama lebih dari 30
tahun. Sekitar 40% dari sapi Australia dibangkitkan menggunakan HGPS. Sekitar
dua pertiga daging sapi Australia diekspor ke luar negeri. Telah ditemukan
perbedaan antara sapi dengan HGPS dan sapi tanpa HGPS. Industri daging sapi
Australia telah memanfaatkan teknik ini selama bertahun-tahun untuk lebih
meningkatkan kualitas makan daging sapi Australia. Penggunaan HGPS di
Australia disetujui dan diatur oleh Pestisida Australia dan Veteriner Obat
Authority (APVMA), yang memberikan jaminan bahwa hormone ini aman bagi
konsumen dan tidak berbahaya bagi hewan.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas daging sapi HGPS dan sulit
untuk mengukur pengaruh HGPS dalam tubuh sapi. Beberapa faktor yang
dipengaruhi HGPS adalah perkembangan biakan ternak, usia ternak, kandungan
lemak, cara pengolaha daging sapi, cara memotong, dan memasak daging sapi
HGPS.
HGPS saat ini terdaftar untuk digunakan di banyak negara termasuk
Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan dan Jepang.
Namun, Uni Eropa (UE) telah melarang penggunaan dan impor produk dari ternak
yang diberikan HGPS sejak tahun 1998.
4. Metode penyimpanan
Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008), hewan yang baru
dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan
sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan
inilah yang disebut dengan rigor mortis. Dalam kondisi rigor, daging menjadi
lebih susah dikonsumsi dan keras dibandingkan dengan sewaktu baru dipotong.
Oleh karena itu, jika daging dalam keadaan rigor dimasak, akan keras dan tidak
nikmat. Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging perlu dibiarkan untuk
menyelesaikan proses rigornya sendiri. Proses tersebut dinamakan proses aging
25
Universitas Kristen Petra
(pelayuan). Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan
dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada
temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau
swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan.
Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan
ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan
memiliki rasa yang lebih kuat. Daging biasanya dilayukan dalam bentuk karkas
atau setengah karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan yang
dapat diinfeksi oleh mikroba. Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia
(2008), tujuan dari pelayuan daging adalah:
Cita rasa khas
Agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung
sempurna dan penurunan pH pada daging sehingga pertumbuhan bakteri
akan terhambat.
Pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, sehingga meminimalkan
kerusakan akibat mikroorganisme, sebab daging merupaka media yang baik
untuk pertumbuhan mikrobia.
Lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba
pembusuk dari luar dapat ditahan.
Untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum,
sebab daging melewati fase rigor mortis dengan sempurna.
Pelayuan dilakukan dengan cara menyimpan/menggantung karkas pada
suhu sedikit dibawah suhu kamar. Untuk karkas sapi, karkas kerbau, karkas kuda
pelayuannya ± 12 jam. Karkas babi dilayukan 3-4 jam. Karkas kambing atau
domba dilayukan 3-4 jam. Namun untuk memperoleh keempukan dan cita rasa
yang khas, pelayuan harus dilakukan pada suhu 3°C - 4°C selama 7-8 hari atau
suhu 20° C selama 40 jam atau suhu 43°C selama 24 jam. Untuk menghambat
pertumbuhan mikroba, proses pelayuan dibantu dengan sinar ultraviolet.
Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008), penyimpanan
karkas atau daging dapat dilakukan dalam bentuk segar, segar dingin, atau beku di
ruangan atau tempat sesuai dengan karateristik produk. Supaya kualitas daging
tetap terjaga daging disimpan pada suhu rendah yaitu dibawah 2 derajat celcius.
26
Universitas Kristen Petra
Disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan
daging cepat rusak. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme yang
terjadi pada saat sebelum penyembelihan, penyembelihan, dan perlakuan yang
diberikan kepada ternak setelah pemotongan.
2.3. Daging Sapi Impor
Daging sapi impor merupakan daging sapi yang didatangkan dari luar
negeri untuk diperdagangkan di dalam negeri. Untuk dapat disebut daging sapi
impor, sapi tersebut dikembang biakan dan dipotong bukan di negara
pengimpornya. Daging sapi impor yang selama ini diimpor, sebagian besar
merupakan daging sapi dari negara Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. Dari
tiga negara tersebut, setiap daging sapi yang diimpor mempunyai ciri khas
tersendiri dan telah dipotong berdasarkan fungsinya saat dimasak (Yuyun, 2011,
p.7).
Menurut Meat & Livestock Australia (2012), daging impor diharuskan
mempunyai status daging merah bebas semua penyakit epidemik utama ternak
yang diakui secara internasional, yang mencakup sapi gila (BSE) dan penyakit
kaki dan mulut (FMD). Dokumen sertifikat kesehatan yang menerangkan status
daging yang akan dimasukkan ke Indonesia wajib menyertakan nomor Surat
Persetujuan Pemasukan (SPP) atau yang dikenal dengan izin impor.
2.3.1. Daging Sapi Amerika Serikat
Sapi Amerika adalah ternak asli Amerika Serikat dan dikenal sebagai
warisan Bison Amerika hybrid. Peternak mencari sapi yang dapat bertahan hidup
sekalipun di padang gersang. Lalu, hal ini dikembangkan pada tahun 1950 oleh
peternak di New Mexico.
Amerika Serikat sendiri merupakan negara produsen daging sapi terbesar
di dunia. Dalam hal harga transportasi ekspor, negara ini memberikan harga yang
lebih murah untuk pengiriman daging sapi secara global (Peden, 2009, p.1).
Amerika mempunyai badan organisasi bernama The United States
Department of Agriculture (USDA), yang bertanggung jawab terhadap
pengembangan dan industri peternakan, perkebunan, dan bahan makanan.
27
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.3. Tanda Inspeksi USDA
Sumber : USDA, 2012
Keterangan gambar (kiri-kanan):
1) Tanda Inspeksi untuk daging segar.
2) Tanda Inspeksi untuk unggas segar.
3) Tanda inspeksi pada waktu proses produksi.
Dengan adanya badan organisasi ini, maka semakin mendukung prestasi
kualitas daging sapi Amerika. Badan ini menentukan kualitas produknya
berdasarkan atribut yang mengekspresikan nilai dan kegunaan dari suatu produk.
Jenis daging sapi asal Amerika yang sebagian besar digunakan untuk
bisnis hotel dan restoran adalah jenis Black Angus, yang merupakan daging sapi
premium yang paling populer di Amerika dan berasal dari jenis sapi bangsa
Angus, tetapi mayoritas yang terkenal adalah black angus (USDA, 2007).
Bangsa sapi Angus berasal dari Skotlandia bagian timur laut, seperti
Abeerden, Banff, Kincardine, dan Angus. Ciri dari sapi Angus adalah, warna bulu
dan kulitnya hitam legam, tubuhnya kuat dan padat (kekar), kakinya pendek, dan
tidak bertanduk yang merupakan sifat dominan, artinya jika dikawinkan dengan
betina bertanduk, keturunannya sebagian besar akan tidak bertanduk. Bangsa
Angus ini terbagi menjadi jenis black angus yang berkulit hitam pekat atau
gosong, dan red angus yaitu bangsa Angus dengan tubuh berwarna merah. Daging
ini menampilkan marbling signifikan yang menghasilkan keunggulan rasa,
kelembutan, dan juiciness dibandingkan ternak domestik lainnya, serta banyak
dikonsumsi karena telah terkenal secara kualitas dan reputasi.
Menurut USDA (2012), untuk menentukan tingkat kualitas dagingnya,
atribut yang dinilai adalah rasa dan aroma, tingkat perlemakan (marbling), warna
daging, tekstur daging, dan umur sapi. Marbling adalah bintik-bintik dan garis-
28
Universitas Kristen Petra
garis lemak putih yang terdistribusikan ke seluruh daging. Umur memainkan
bagian penting dalam menentukan rasa dan tekstur daging sapi. Ketika ternak
berumur antara 18 dan 24 bulan, daging sapi muda sangat nikmat.
Menurut USDA Grades of Beef (2009), kualitas daging sapi di Amerika
terbagi menjadi delapan kategori:
1) Prime
Daging ini memiliki kandungan marbling tertinggi dan kualitas tetringgi
bila dibandingkan dengan kelas lainnya, dan merupakan daging yang banyak
digunakan di restoran dan supermarket. Karena hanya 2% dari daging di Amerika
yang dapat memenuhi kategori ini. maka jumlahnya terbatas.
2) Choice
Memiliki kandungan marbling kedua tertinggi. Hal yang membedakan
choice dengan prime ialah pada prime, lemak yang dimiliki lebih tinggi. Daging
ini sangat sering dijual di gerai ritel.
3) Select, Standard and Commercial
Dijual sebagai daging yang cukup murah, bergizi, dan dijual di banyak
toko.
4) Utility, Cutter, dan Canner
Digunakan untuk pembelian daging sapi secara grosir, dan sebagai bahan
yang digunakan untuk steak murah.
Tabel 2.4. Kualitas Standar Untuk Daging Sapi di Amerika
Sumber: Canada Beef Inc., 2012
29
Universitas Kristen Petra
Keterangan Gambar:
1) Grade : Tingkatan kualitas daging dari tertinggi-terendah
2) Marbling : Menunjukkan banyak atau sedikitnya lemak tidak jenuh
yang terkandung pada daging. Slightly abundant: lemak
berlimpah, small: lemak cukup banyak, slight: lemak
sedikit, trace: lemak berupa garis-garis halus. *Merupakan
syarat standar setiap daging untuk masuk ke dalam tiap
kategori.
3) Maturity : Menunjukkan tingkat usia daging sapi sehingga
mempengaruhi keempukan daging. Youthful: daging
muda. **Mereflesikan syarat yang diperuntukkan untuk
daging di dalam negeri.
4) Meat Color : Warna daging yang dianggap terbaik hanya warna merah
cerah.
5) Fat Color : Warna pada lemak daging yang diijinkan tidak adanya
warna kuning pada lemak.
6) Muscling : Otot pada daging yang dibutuhkan adalah otot yang padat.
7) Meat texture : Sesuai dengan kualitas standar produksi perusahaan.
*Merupakan syarat standar setiap daging untuk masuk ke
dalam tiap kategori.
2.3.2. Daging Sapi Australia
Australia merupakan eksportir terbesar di dunia untuk daging merah dan
ternak, serta telah mengekspor ke lebih dari 100 negara. Sektor peternakan
menjadi bisnis yang sangat menguntungkan dengan dukungan dari kondisi alam
yang baik, lingkungan yang bersih, dan reputasi yang dimiliki sebagai pemasok
daging yang aman dengan adanya sistem untuk menjamin kualitas makan daging
merah Australia.
Untuk memenuhi reputasi tersebut, Australia mempunyai organisasi yang
dikhususkan untuk memperhatikan daging sapi produksinya, seperti organisasi
Meat & Livestock Australia (MLA), yang difokuskan pada hubungan industri
daging merah untuk membantu tercapainya kualitas daging sapi yang terbaik.
30
Universitas Kristen Petra
MLA adalah organisasi non profit yang memiliki misi untuk mengedukasi
manfaat daging sapi Australia ke seluruh dunia dan mempertahankan standar
produk Australia yang tinggi. Industri ternak dan daging Australia berkomitmen
kepada keamanan makanan, integritas, dan keterlacakan, sehingga hasil akhir
yang negara ini dapatkan adalah kualitas produk yang memenuhi kebutuhan para
pelanggan internasional.
Menurut Meat & Livestock Australia (2012), Australia memiliki status
daging merah bebas semua penyakit epidemik utama ternak yang diakui secara
internasional, yang mencakup sapi gila (BSE) dan penyakit kaki dan mulut
(FMD).
Australia mempunyai tiga jenis sapi untuk diperdagangkan:
Australian Wagyu
Mengandung kadar bintik putih halus lemak yang tinggi yang teranyam di
sepanjang daging bertekstur. Efek ini disebut dengan lemak otot (marbling), yang
membuat daging sangat empuk dan memberinya rasa manis yang lezat. Akan
tetapi, karena memerlukan waktu dan upaya yang jauh lebih besar untuk beternak
sapi jenis ini, maka daging sapi wagyu dijual dengan harga lebih mahal di pasaran
(Meat & Livestock Australia, 2012). Australian wagyu pertama kali diimpor ke
Australia pada tahun 1991, lalu perusahaan ternak di Australia memelihara ternak
ras murni dan ras persilangan. Untuk pakan ternak memiliki kesamaan dengan di
Jepang dan menampilkan karakteristik yang sama dari daging sapi Kobe Jepang
dan daging sapi Kobe Amerika.
Ternak pemakan rumput (Grass fed)
Berasal dari ternak yang digembalakan di padang rumput alami dan pakan
ternak tersebut hanyalah rumput alami. Dagingnya ramping dan rendah lemak.
Daging ini penuh cita rasa dan sangat empuk (Meat & Livestock Australia, 2012).
Ternak pemakan biji-bijian (Grain fed)
Berasal dari ternak yang diberi pakan khusus berupa aneka biji-bijian
selama minimal sejumlah hari tertentu. Biji-bijian tersebut biasanya terdiri dari
canola meal, canola oil, dan gandum. Canola merupakan tanaman berbunga
kuning terang yang termasuk keluarga tanaman jenis rapeseed, dengan bentuk
bulat dan panjang. Rapeseed yang terkenal sangat bergizi dan kaya minyak,
31
Universitas Kristen Petra
ditanam untuk produksi pakan ternak, minyak nabati untuk konsumsi manusia,
dan biodiesel (Canola Council of Canada, 2011). Untuk takaran komposisi pakan,
sudah diperhitungkan dengan baik sehingga menghasilkan daging berkualitas
baik, di antaranya lebih tinggi protein, rendah karbohidrat, kaya serat, rendah
lemak, empuk, dan gurih secara konsisten (Meat & Livestock Australia, 2012).
2.3.3. Daging Sapi Jepang
Jepang sangat terkenal dengan daging wagyu yang mendunia dan digemari
sebagian besar masyarakat dikarenakan kualitasnya yang bagus dengan harga
yang cukup mahal hingga harga yang sangat mahal. Makna dari “Wa” adalah
istilah bahasa Jepang yang sangat tua yang berarti Negara Jepang atau hal-hal
yang berbau Jepang, dan makna dari "gyu" sendiri adalah daging sapi (Longworth,
2004). Wagyu terkenal dengan karateristik marbling, rasa, keempukan daging, dan
juiciness daging. Komposisi genetik daging wagyu ini mempunyai kadar lebih
tinggi untuk zat omega-3 dan zat omega-6 asam lemak dibandingkan dengan
daging sapi lainnya. Marbling ini juga mempunyai kadar lemak tidak jenuh lebih
tinggi daripada lemak jenuh (Condon, 2005).
Menurut Mason (2002, p.66), Jepang mempunyai empat ras untuk jenis
daging wagyu: Japanese Black, Japanese Brown, Japanese Polled, dan Japanese
Shorthorn. Setiap ras dari sapi tersebut, diberikan nama sesuai dengan daerah
tempatnya berkembang biak, seperti pemberian nama Kumamoto Wagyu yang
berarti bahwa daging wagyu ini berasal dari sapi daerah Kumamoto. Daerah
Kumamoto terkenal dengan jenis daging red wagyu. Sedangkan daerah Kobe di
Jepang terkenal dengan jenis daging black wagyu.
Untuk Kobe wagyu, daging ini sangat terkenal, karena daging dari varietas
ini yang khususnya dikembangkan di daerah Hyogo, Jepang adalah yang terelit.
Sapi di daerah ini dibiakkan di lingkungan yang sehat dan diusahakan agar tidak
mengalami tekanan semasa hidupnya. Untuk pakan ternak, hanya diberikan yang
terbaik, contohnya seperti biji-bijian, sereal, gandum, dan hanya diberi minum
dengan air bersih terbaik. Konon, sapi jenis ini dipijat dengan tangan manusia
untuk memastikan kelembutan daging dan marbling yang luar biasa (Kobe Beef
Marketing & Distribution Promotion Association, 2012).
32
Universitas Kristen Petra
Berikut adalah tingkatan kualitas marbling yang berlaku di Jepang:
Tabel 2.5. Tingkatan Kualitas Marbling Daging Wagyu Jepang
Sumber: J.R. Busboom and J.J. Reeves, 2002
Keterangan Gambar:
1. Kurang
Ditunjukkan dengan nomor kelas standar marbling 1 yang merupakan kelas
terbawah atau kelima dari tingkatan marbling daging.
2. Di bawah rata-rata
Ditunjukkan dengan nomor kelas standar marbling 2 yang merupakan kelas
keempat dari tingkatan marbling daging.
3. Rata-rata
Ditunjukkan dengan nomor kelas standar marbling 3-4 yang merupakan kelas
ketiga dari tingkatan marbling daging.
4. Bagus
Ditunjukkan dengan nomor kelas standar marbling 5-7 yang merupakan kelas
kedua dari tingkatan marbling daging.
5. Sempurna
Ditunjukkan dengan nomor kelas standar marbling 8-12 yang merupakan kelas
pertama dari tingkatan marbling daging.
Kategori Kelas Standar Marbling
5 Sempurna No. 8 – no. 12
4 Bagus No. 5 – no. 7
3 Rata-rata No. 3 – no. 4
2 Di bawah rata-rata No. 2
1 Kurang No. 1
33
Universitas Kristen Petra
2.4. Daging Sapi Lokal
Menurut Santosa, Warsito, dan Andoko (2012), sapi lokal merupakan
spesies asli Indonesia dan bukan merupakan sapi impor. Sapi lokal ini termasuk
ke dalam rumpun bangsa Zebu dengan ciri-ciri punuk diatas pangkal leher, telinga
lebar, kulit kendur, dan berembun pada moncongnya. Sapi yang berasal dan
tersebar merata di Benua Asia ini memiiliki daya tahan yang sangat baik dalam
melawan panas dan iklim tropis. Sebaliknya, sapi bangsa Zebu agak peka
terhadap hawa dingin. Ada tiga jenis sapi potong lokal, yaitu sapi Jawa, sapi Bali,
dan sapi Madura.
Ada banyak jenis sapi potong yang sudah diternakkan di Indonesia. Untuk
memudahkan pengenalannya, sapi potong dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
sapi potong lokal, sapi potong impor, dan sapi potong hasil persilangan
(peranakan). Ketiga jenis sapi potong tersebut memiliki keunggulan dan
kekurangan masing-masing. Sapi Bali merupakan sapi yang terbanyak dijadikan
komoditi daging/sapi potong. Pada awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian
menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia seperti Nusa Tenggara Barat (NTB)
dan Sulawesi. Selain sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole), dan sapi
Madura juga banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi.
Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat
yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun
dari genetiknya (laju pertumbuhan). Dari populasi sapi potong yang ada, yang
penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah sapi Bali, sapi PO
(Peranakan Ongole), sapi Madura, dan sapi Brahman. Keistimewaan sapi lokal
adalah tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput
dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek
sekalipun. Sapi potong ini juga kebal terhadap gigitan hewan penghisap darah dan
nyamuk, serta tahan udara panas.
Pemotongan sapi lokal di Indonesia juga disesuaikan dengan tata cara
pemotongan yang legal sesuai syariat Islam dan ditandai dengan cap berwarna
ungu yang berasal dari Dinas Peternakan setempat.
34
Universitas Kristen Petra
2.4.1. Daging Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dari hasil domestikasi
dari Banteng (bibos banteng) dan adalah sapi asli Pulau Bali. Sangat sedikit yang
diketahui tentang asal-usul Bos (Bibos) sapi jenis di Asia Tenggara. Distribusi
geografis Bos (Bibos) bahwa pusat domestikasi adalah Indo-China dan Malaysia,
kemudian menyebar ke Bali. Indonesia menjadi pusat domestifikasi sapi Bali
sepuluh sampai lima ribu tahun yang lalu. Proses domestifikasi dimulai pada
jaman prasejarah di Bali dan Jawa. Ada dua jenis sapi Bali di Indonesia, jenis
domestik, disebut sapi Bali dan jenis liar bernama banteng.
Menurut Santosa, Warsito, dan Andoko (2012), karena domestifikasi, sapi
Bali yang berasal dari banteng mengalami beberapa perubahan. Perubahan
tersebut terjadi karena cara hidupnya dan bukan karena pengaruh kawin silang
dengan sapi jenis lain. Salah satu perubahan tersebut adalah ukuran sapi Bali
yang sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan banteng, terutama pada bobot
dan tinggi badan.
Sapi Bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami
perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (banteng) . Warna sapi Bali
betina, anak atau muda, biasanya cokelat muda dengan garis hitam tipis terdapat
di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah cokelat ketika muda
tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai
mendekati hitam pada saat dewasa; kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap
berwarna cokelat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian
belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white
stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas
(Handiwirawan & Subandriyo, 2004).
Menurut Handiwirawan & Subandriyo (2004), disamping pola warna yang
umum dan standar, pada sapi Bali juga ditemukan beberapa pola warna yang
menyimpang, yaitu:
Sapi injin adalah sapi Bali yang warna bulu tubuhnya hitam sejak kecil,
warna bulu telinga bagian dalam juga hitam, pada yang jantan sekalipun
dikebiri tidak terjadi perubahan warna.
35
Universitas Kristen Petra
Sapi mores adalah sapi Bali yang semestinya pada bagian bawah tubuh
berwarna putih tetapi ada warna hitam atau merah pada bagian bawah
tersebut.
Sapi tutul adalah sapi Bali yang bertutul-tutul putih pada bagian tubuhnya.
Sapi bang adalah sapi Bali yang kaos putih pada kakinya berwarna merah.
Sapi panjut adalah sapi Bali yang ujung ekornya berwarna putih.
Sapi cundang adalah sapi Bali yang dahinya berwarna putih.
Sapi lembu yaitu sapi yang berwarna putih albino.
Dibandingkan sapi asli atau sapi lokal lainnya di Indonesia (sapi Ongole,
sapi PO, dan Madura), persentase sapi Bali tersebut adalah yang tertinggi.
Penyebaran sapi Bali saat ini hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia, kecuali
Propinsi DKI Jakarta. Empat propinsi yang memiliki jumlah sapi Bali terbesar di
Indonesia adalah Propinsi Sulawesi Selatan, NTB, Bali dan NTT. Mengingat
jumlahnya yang cukup besar dan penyebarannya yang cukup luas maka sapi Bali
merupakan bangsa ternak sapi yang cukup penting dalam penyediaan daging
nasional (Handiwirawan & Subandriyo, 2004).
Menurut Hartaningsih (2008), beberapa perbedaan yang unik dari sapi
Bali dari ternak yang membuat sapi ini aset berharga di Indonesia adalah:
Ukuran : Lebih kecil dari ternak Zebu.
Warna : Mempunyai warna hitam yang sama.
Perilaku : Pemalu dan dapat menjadi liar dengan
mudah.
Reproduksi : Reproduksi tingkat tinggi.
Laktasi : Kemampuan untuk berhenti menyusui
dan bertahan di musim kemarau yang
buruk.
Pemanfaatan pakan : Lebih mampu memanfaatkan basis
kualitas pakan yang rendah.
Toleransi panas : Lebih baik daripada toleransi panas
ternak lainnya.
36
Universitas Kristen Petra
Omset air : Lebih rendah omset airnya
dibandingkan ternak lainnya.
Kualitas daging : Ditandai lemak terbatas dalam massa
otot.
Pola penyakit : Resisten terhadap penyakit eksternal
dan internal.
Pulau Bali diakui sebagai sumber utama sapi Bali murni. Dari Bali,
mereka menyebar ke bagian lain di Indonesia, dan Malaysia dan Australia. Sapi
Bali tampil memuaskan di Sulawesi Selatan dan Mojoagung, Jawa Timur, namun
tidak berhasil di Jawa Barat, karena demam catarrhal ganas, infeksi virus yang
dibawa oleh domba. Sapi Bali kemudian diperkenalkan ke Timor, Sumbawa,
Maluku, Irian Jaya (Papua), Sumatera dan Kalimantan.
Menurut Guntoro (2002), dengan produksi karkas yang tinggi, kualitas
daging sapi Bali cukup rendah. Kekurangan kualitas daging tersebut dapat
diakibatkan oleh umur pemotongan yang relatif tua (diatas 3 tahun) dan sebagian
besar sapi yang dipotong adalah sapi jantan.
Menurut Handiwirawan & Subandriyo (2004), berbeda dengan daging sapi
asal Eropa, daging sapi Bali mempunyai kandungan lemak yang rendah dan tanpa
marbling. Aspek ini ditambah dengan tekstur daging yang keras dan warna daging
yang gelap, menjadi kelemahan jika daging sapi Bali dipergunakan sebagai bahan
untuk steak, slice-beef, sate, dan daging asap, karena kurang disukai oleh
konsumen. Namun demikian di sisi lain, daging sapi Bali mempunyai cita rasa
yang kuat dan perlemakan yang rendah menjadi kelebihan tersendiri bagi
konsumen yang melakukan diet ketat untuk lemak hewani. Bagi industri
pengolahan daging, warna daging yang gelap, dan cita rasa yang kuat yang
dimiliki sapi Bali sangat diperlukan untuk pembuatan sosis, burger, dan daging
kalengan.
37
Universitas Kristen Petra
2.4.2. Daging Sapi PO (Peranakan Ongole)
Menurut Santosa, Warsito, dan Andoko (2012), pada tahun 1906, sapi
ongole didatangkan langsung dari Madras di India ke Pulau Sumbawa.
Selanjutnya tahun 1916, sapi ongole yang sudah berkembang biak di pulau
Sumbawa menyebar ke tempat-tempat lain di Indonesia dengan sebutan Sumba
Ongole (SO). Pada tahun 1930-an pemerintah Hindia Belanda dengan kebijakan
di bidang peternakan yang ongolisasi mengawinsilangkan sapi SO dengan sapi
Jawa untuk memperbaiki ukuran hingga dihasilkan sapi peranakan ongole (PO).
Sapi PO memiliki bulu berwarna putih atau kelabu, bentuk kepala pendek
melengkung, telinga panjang menggantung, dan perut agak besar. Pada sapi PO
jantan, kadang dijumpai bercak-bercak kehitaman pada lututnya, mata besar
terang dan dilingkari kulit berjarak sekitar 1 cm dari mata berwarna hitam. Ciri
khas yang membedakan sapi PO dengan sapi-sapi lainnya adalah adanya ponok
diatas gumba , kaki panjang berurat kuat, serta ada gelambir menggelantung dari
bawah kepala, leher, sampai ke perut.
Saat dewasa, jantan PO bisa mencapai bobot sekitar 600 kg dan betinanya
bisa mencapai bobot 450 kg. Pertumbuhan bobot sapi PO berkisar antara 0,4-0,8
kg/hari. Sapi PO murni mulai sulit ditemukan karena telah banyak disilangkan
dengan sapi brahman. Sesuai induk persilangannya, sapi PO terkenal sebagai sapi
pedaging dan sapi pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
perbedaan kondisi lingkungan, tenaga yang kuat, serta aktivitas reproduksinya
cepat kembali normal seusai melahirkan, dan persentase karkas dan kualitas
daging baik.
2.4.3. Daging Sapi Madura
Sapi Madura adalah bangsa sapi potong lokal asli Indonesia yang
terbentuk dari persilangan antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu,
yang secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan
marginal serta tahan terhadap serangan caplak. Menurut Santosa, Warsito, dan
Andoko (2012), sama seperti kerabat dekatnya di pulau Jawa, sapi Madura juga
berasal dari penjinakkan banteng liar. Bedanya, sapi Madura yang dikenal
38
Universitas Kristen Petra
sekarang ini sudah mengalami kawin silang dengan sapi zebu, yang kemungkinan
besar adalah sapi Sinhala yang dibawa para pedagang sejak jaman dahulu kala.
Ciri-ciri umum fisik Sapi Madura adalah baik jantan ataupun betina sama-
sama berwarna merah bata, paha belakang berwarna putih, kaki depan berwarna
merah muda, tanduk pendek beragam yang pada betina kecil dan pendek
berukuran 10 cm, sedangkan pada jantannya berukuran 15-20 cm, dan panjang
badan mirip sapi Bali tetapi memiliki punuk walaupun berukuran kecil. Secara
umum, Sapi Madura memiliki beberapa keunggulan seperti mudah dipelihara,
mudah berbiak dimana saja, tahan terhadap berbagai penyakit, tahan terhadap
pakan kualitas rendah, dan persentase karkas dan kualitas daging baik.
2.5. Manfaat Daging Sapi
Menurut Meat&Livestock Australia (2012), walaupun daging merah dan
daging putih (ayam, babi, dan ikan) semuanya tinggi dalam protein, namun
keduanya berbeda secara gizi dalam beberapa hal pokok, antara lain kandungan
lemak total, komposisi asam lemak, dan kandungan gizi mikro.
1) Protein
Protein dalam daging merah sangat mudah dicerna dan menimbulkan rasa
kenyang lebih tinggi daripada karbohidrat atau lemak. Ini berarti bahwa makanan
kaya protein, seperti daging merah rendah lemak, membantu Anda merasa lebih
kenyang selama masa waktu yang panjang, menghindari mengudap, dan
berdisiplin dengan diet Anda. Protein juga penting bagi pertumbuhan,
pengembangan, dan pemeliharaan yang sehat kulit, tulang, dan otot.
2) Zat Besi
Zat Besi membantu mengangkut oksigen dalam darah ke otot. Zat Besi
juga menyediakan energi untuk membantu otak berfungsi, melawan infeksi, dan
memberi semangat hidup . Zat Besi hema adalah jenis besi yang paling mudah
diserap oleh tubuh dan paling baik berasal dari daging merah tanpa lemak.
39
Universitas Kristen Petra
3) Zat Seng
Zat Seng membantu perbaikan sel, penyembuhan luka, dan pemeliharaan
sistem kekebalan. Zat Seng merupakan antioksidan yang menyokong gigi dan
tulang yang sehat. Zat Seng yang ditemukan dalam makanan hewani lebih mudah
diserap daripada yang ditemukan dalam makanan nabati; tubuh manusia
menyerap sekitar 26% zat seng dari daging sapi, sementara hanya menyerap 11-
14% protein yang ditemukan dalam roti gandum butir penuh.
4) Vitamin B12
Vitamin sangatlah penting untuk berfungsinya sistem saraf secara sehat,
vitamin B12 dibutuhkan untuk menyintesis DNA dan juga penting bagi fungsi
otak. Vitamin ini hanya ditemukan dalam makanan hewani seperti daging merah.
5) Asam lemak omega 3
Lemak poli tak jenuh ini berperan penting dalam pengembangan otak,
fungsi otak, kesehatan kardiovaskular, fungsi mata dan kesehatan retina.
2.6. Kerangka Berpikir
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
Menurut Trantono (2011),
Kualitas Fisik daging
dibedakan menjadi 5:
Warna Daging
Tesktur daging
Perlemakan (marbling)
Rasa daging
Aroma daging
Perbandingan Kualitas Fisik Daging Sapi
Daging Sapi Impor Daging Sapi Lokal
40
Universitas Kristen Petra
Daging sapi potong telah menjadi salah satu bahan pangan yang
dibutuhkan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya konsumsi daging
nasional yang harus dipenuhi. Dinamika sisi permintaan ini menyebabkan
kebutuhan pangan secara nasional meningkat dengan cepat, baik dalam jumlah,
kualitas, dan keragamannya. Kebijakan impor dilakukan dalam rangka
mendukung kekurangan produksi dalam negeri. Sehingga daging sapi impor
masih tidak bisa ditinggalkan karena ada beberapa jenis daging yang tidak bisa
diproduksi di dalam negeri dan daging sapi impor sangat dibutuhkan untuk
menunjang pemenuhan kebutuhan konsumsi daging masyarakat.
Menurut Trantono (2011), kualitas fisik daging sapi impor dan daging sapi
lokal dapat ditinjau dari lima aspek yaitu warna daging, tekstur daging,
perlemakan daging (marbling), rasa daging, dan aroma daging. Dari kualitas fisik
keduanya tersebut dapat ditemukan perbedaan dan persamaan yang mengacu
kepada perbandingan kualitas fisik daging sapi.