2. Respon Imunologis Pnykt Pulpa Dan Periapika;

18
Makalah Oral Biology 3 Respon Imunologis pada Penyakit Pulpa dan Periapikal Kelompok IV : 1. Seftria Devita Sary (04111004052) 2. Venny Dwijayanti (04111004054) 3. Ummul Fitri (04111004055) 4. Widya Anggraini (04111004056) 5. Reisha Mersita (04111004057) 6. Febrisally Purba (04111004058)

description

hhh

Transcript of 2. Respon Imunologis Pnykt Pulpa Dan Periapika;

Makalah Oral Biology 3

Respon Imunologis pada Penyakit Pulpa dan Periapikal

Kelompok IV:

1. Seftria Devita Sary (04111004052)

2. Venny Dwijayanti(04111004054)

3. Ummul Fitri

(04111004055)

4. Widya Anggraini (04111004056)

5. Reisha Mersita

(04111004057)

6. Febrisally Purba(04111004058)Program Studi Kedokteran Gigi

Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

2013RESPON IMUNOLOGIS PADA PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL Imunologis merupakan adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respon organisme terhadap penolakan antigen, pengenalan diri sendiri (self) dan bukan dirinya (nonself) , serta semua efek biologis, serologis, dan kimia fisika fenomena imun.

Bakteri dapat masuk ke dalam pulpa dengan tiga cara: Pertama, invasi langsung melalui dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya pulpa pada waktu preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi atau retak pada mahkota. Kedua, invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau scaling gigi-gigi. Ketiga, invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksius atau bakteremia transient. Bakteri dapat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena kontaminasi lapisan smear karena bakteri pada tubuli dentin terbuka disebabkan oleh proses karies dan masuknya bakteri karena tindakan operatif yang tidak bersih. Oleh sebab itu, tubuh mempunyai sistem pertahanan diri yang mampu mengeliminir dan menetralkan antigen serta zat-zat yang dihasilkannya. Respon imun pada penyakit pulpa dan periapikal terbagi menjadi dua, yakni respon imun spesifik dan non spesifik yang masing-masing terdiri dari respon humoral dan seluler. Pada penyakit pulpa, respon imun spesifik yang berperan adalah respon imun humoral dan seluler. Pada penyakit periapikal, respon imun spesifik yang berperan adalah humoral dan seluler, sementara respon imun nonspesifik pada sistem imun humoral adalah reaksi antigen dan antibodi yang membentuk komplemen. RESPON IMUNOLOGIS PADA PENYAKIT PULPA

jaringan pulpa akan mengadakan respons terhadap iritan dengan (1) reaksi inflamasi nonspesifik dan (2) reaksi imunologi spesifik. Berikut ini merupakan reaksi imunologi spesifik dari penyakit pulpa :

Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa kelompok gigi sehat didapatkan IgM sudah tampak timbul walaupun tidak tinggi, yang diikuti dengan IgG dan IgA yang lebih rendah bila dibandingkan dengan IgM. Hal ini menunjukkan bahwa pada jaringan pulpa pada gigi sehatpun sudah bisa terjadi perubahan respons imun walaupun rendah, yang menunjukkan adanya respons terhadap adanya rangsang berupa penggunaan gigi secara fungsional yang dapat merupakan rangsang pada jaringan pulpa walaupun ringan. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa sejak lapisan enamel terluka, walaupun ringan sudah dapat menimbulkan perubahan pada jaringan pulpa yang ada di bawahnya. Pada kelompok pulpitis reversibel terlihat IgM meningkat, IgG dan IgA tetap rendah. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi imun pada pulpitis reversible masih rendah, tetapi masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan gigi sehat, dan menunjukkan adanya unsur protektif. Kondisi ini dapat dikatakan bahwa pada pulpitis reversibel terjadi dua kemungkinan, yaitu pertama terjadi proses radang yang baru mulai terjadi. Kemungkinan kedua, proses radang sudah masuk dalam stadium kronik yang menuju ke arah kesembuhan. Secara umum kondisi komponen imun humoral yang terlihat pada kelompok pulpitis reversibel hampir sama dengan kelompok gigi sehat, maka pada gigi dengan diagnosis pulpitis reversible jaringan pulpa yang sudah mengalami proses radang, masih mungkin untuk disembuhkan. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa penulis yang menyatakan bahwa gigi dengan diagnosis pulpitis reversibel, jaringan pulpa yang sudah mengalami proses radang tidak perlu dibuang dengan perawatan pulpektomi, tetapi masih dapat disembuhkan dengan perawatan pulp capping. Pada kelompok pulpitis ireversibel terlihat IgG dan IgM meningkat tinggi, namun IgA menurun sekali yang menunjukkan bahwa ketahanan mukosanya rendah. Tingginya IgG dan IgM menunjukkan adanya ketahanan jaringan pulpa yang tinggi terhadap mikroorganisme. Reaksi imunitas yang tinggi dari pulpitis ireversibel seharusnya diikuti dengan terjadinya kesembuhan, namun kenyataan pulpitis ireversibel tidak dapat sembuh kembali, bahkan dikatakan bahwa pulpitis ireversibel sering kali mudah berkembang menjadi nekrosis. Hal ini terjadi karena jaringan pulpa yang berada di dalam ruang pulpa yang sempit, dan menerima sirkulasi darah hanya melalui pembuluh darah yang masuk ke dalam jaringan pulpa melalui foramen apikal yang sempit pula, sehingga pulpitis ireversibel mudah berkembang menjadi nekrosis pulpa. Perawatan yang tepat untuk gigi dengan diagnosis pulpitis ireversibel adalah pulpektomi yaitu perawatan endodontic dengan membuang jaringan pulpa yang telah mengalami proses radang tersebutPulpa juga dilengkapi dengan komponen selular yang dibutuhkan untuk pengenalan awal dan proses antigen selanjutnya,maka dari itu dapat memunculkan reaksi pertahanan imun. Sel imun utama dalam pulpa normal adalah sel T periferal (pembantu/inducerdan cytotoxic/suppressor). Sel utama yang menghasilkan antigen dalam pulpa adalah sel dendritik yang umumnya berlokasi di lapisan odontoblastik. Sel ini melakukan uptake, proses dan menghasilkan antigen sebagai antigen HLA-DR di permukaan sel hingga T-limfosit CD4+. Sel penghasil antigen lainnya serupa dengan makrofag dan berlokasi di bagian yang lebih pusat dari pulpa. Pada insisor tikus, antigen Class II mengaktifkan makrofag dan empat kali lebih umum dibandingkan dengan sel dendritik. Perlu diperhatikan bahwa pulpa yang normal sepertinya tidak mempunyai sel-sel B. Penelitian menunjukkan bahwa jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel imunokompeten seperti limfosit T dan limfosit B (limfosit B lebih sedikit), makrofag dalam jumlah yang cukup banyak. Meningkatnya tingkat beberapa immunoglobulin pada pulpa yang terinflmanasi memperlihatkan bahwa faktor-faktor ini berpartisipasi dalam mekanisme pertahanan untuk melindungi. RESPON IMUNOLOGI PADA PENYAKIT PERIAPIKAL

Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.

Selain mediator non spesifik dalam reaksi inflamasi, reaksi imunologi juga berpartisipasi dalam pembentukan dan kelanjutan patosis periradikuler. Banyak sekali antigen potensial yang berakumulasi dalam pulpa nekrosis, yang terdiri atas sejumlah spesies mikroorganisme bersama toksinnya dan jaringan pulpa yang telah berubah. Saluran akar merupakan jalur untuk sensitisasi. Adanya antigen potensial dalam saluran akar dan immunoglobulin igE serta sel mast dalam pulpa yang mengalami kelainan patologis serta lesi periradikuler, mengindikasikan terjadinya reaksi immunoglobulin tipe I.

Pada lesi ini terdapat berbagi kelas immunoglobulin, seperti:

Ig G : memberikan proteksi dalam jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang sama.

Ig A : mencegah antigen melekat pada mukosa

Ig M: sangat efisien untuk reaksi aglutinasi karena timbulnya cepat setelah infeksi dan tetap tinggal dalam darah

Ig D: berfungsi sebagai suatu reseptor antigen yang diperlukan untuk memulai diferensiasi sel-sel B menjadi plasma dan sel B memori.

Ig E: beredar di dalam darah, terlibat dalam reaksi alergi dan respon infeksi antigen

Selain itu, dalam lesi periradikuler manusia terdapat tipe sel immunokompeten seperti sel penyaji antigen (la antigen-ex-pressing nonlympoid cells), makrofag, leukosit PMN, dan sel B serta sel T. Keberadaan kompleks imun dan sel imonokompeten seperti sel T mengindikasikan bahwa berbagai tipe reaksi imunologi(tipe II sampai tipe IV) dapat memulai, memperkuat, dan memperparah lesi inflamasi ini.

Sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limposit T, terutama sel T CDE4 (T4) setelah diproses oleh APC (Antigen Presenting Cells) seperti makrofag, sel langerhans dan sel dendritik, antigen akan di sajikan pada sel T4 oleh APC. Akibatnya sel T4 akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik seluler maupun humoral untuk mengaktifasi sel T4 dibutuhkan sedikitnya dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor antigen sel T pada komplek antigen MHC kelas dua (HLA) yang berada pada permukaan APC dan sinyal kedua berasal dari interleukin (IL-1), suatu protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel T4 yang sudah tersensitisasi antigen akan, mengaktifkan sel T8 yang berfungsi menghancurkan se lasing. Sel T memori yang mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T8 yang sudah teraktifasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghasilkan sel target.Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T4, sel B juga akan tersentisisasi antigen. Aktivasi lengpkap sel B memerlukan sinyal tambahan dari sel T4 berupa mediator limfokin, yaitu Cell growth factor (BCGF) yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell differentiation factor (BCDF) yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel plasma. Sebagai sel B yang ber proliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel B memori. Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi. Bila kebutuhan anti bodi sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasma akan di tekan oleh sel Ts dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma diatul oleh salah sel T regulator. Pada subjek yang mengalami flare up dan apikal abses akut, kadar IgE di dalam serum meningkat yang diikuti kenaikan kadar histamin. Akibatnya permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadinya udema dan pembengkakn pada daerah ini. Peningkatan kadar IgE di dalam serum juga terjadi pada periapikal abses kronis, sehingga pada mulanya kelainan ini dianggap aplikasi sistemik. Namun, ada yang menunjukkan hasil sebaliknya dengan perkiraan bahwa lesi periapikal kronis terjadi secara lokal tanpa adanya kadar IgE di dalam sirkulasi.

Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang akan mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system komplemen ini dapat melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi dan jenis antigennya selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah konflek imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan PMN.

Interaksi antigen dengan antibodi, akan membentuk kompleks imun yang akan mengaktifkan sistem komplemen secara lengkap. Aktiivasi system komplemen ini dapat meelalui jalur klasik atau jalur alternatif tergantung lokasi dan jenis antigennya. Selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah kompleks imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen karena aktivitas system komplemen, makrofag dan PMN.

Penyakit Periradikuler Akut

Suatu reaksi inflamatori terjadi pada ligamen periodontal apical. Pada PAA terlihat leukosit PMN dan makrofag di area terbatas pada periapeks. Kadang-kadang terdapat area kecil nekrosis liquifaksi (abses). Pembuluh darah membesar, dijumpai leukosit PMN dan suatu akumulasi eksudat terus memperbesar ligament periodontal dan agak memanjangkan gigi. Bila iritasi berat dan berlanjut, osteoklas dapat menjadi aktif dan dapat terbentuk kerusakan tulang periapikal, selanjutnya tingkat perkembangannya berupa abses alveolar akut.

1. Abses Alveolar Akut

Abses alveolar akut ini merupakan respon inflamasi yang parah terhadap iritan mikroba dan non bakteri dari pulpa nekrotik. Kadar kompleks imun dan komplemen di dalam serum penderita abses periapikal akut lebih tinggi daripada subjek tanpa kelainan tersebut.

Infiltrasi leukosit PMN dan akumulasi cepat eksudat inflamatori yang bereaksi terhadap suatu infeksi aktif mengalami pembesaran ligament periodontal dan demikian memanjangkan gigi. Bila proses ini berlanjut maka serabut periodontal akan terpisah dan gigi menjadi goyang. Walaupun dapat ditemukan beberapa sel mononuclear, sel-sel utama inflamatori adalah PMN. Jika jaringan bertulang di daerah apeks diresorpsi dan jika lebih banyak leukosit, PMN akan mati dalam pertempurannya melawan mikroorganisme sehingga akan terbentuk nanah. Secara mikroskopis akan tampak suatu ruang kosong dimana terjadi supurasi, dikelilingi oleh sel-sel PMN dan beberapa sel mononuclear.

Penyakit Periradikuler Kronis

1. Abses Alveolar Kronis

Abses alveolar kronis adalah suatu infeksi tulang alveolar periradikuler yang berjalan lama dan bertingkat rendah. Sumber infeksi terdapat di saluran akar. Penyebab AAK ialah matinya pulpa dengan proses infektif sebelah periapikal atau abses akut yang sudah ada sebelumnya.

2. Granuloma

Granuloma adalah suatu pertumbuhan jaringan granulomatus yang bersambung dengan ligament periodontal yang disebabkan oleh matinya pulpa dan difusi bakteri dan toksin bakteri dari saluran akar ke dalam jaringan periradikulardi sekitar melalui foramen apical dan lateral. Hipergamaglobulinemia ditemukan di dalam ekstrak granuloma demikian pula dengan sel plasma IgG,IgA, IgM.

3. Kista radikular

Kista adalah suatu kavitas tertutup atau kantung yang bagian dalam dilapisi oleh epithelium dan pusatnya terisi cairan atau bahan semisolid. Pada penyakit kista radikular, ditemukan sel kompeten imunologis yang ada pada lapisan epithelial dan immunoglobulin yang ada pada cairan kista.

Pada reaksi alergi tipe 3, kompleks imun akan mengaktifkan sistem komplemen yang menyebabkan penarikan leukosit PMN dan trombosit di dalam pembuluh darah sehingga terbentuk abses dan kerusakan membran sel periapikal. Kerusakan membran sel jaringan periapikal. Bila membran sel rusak akan terjadi pembentukan prostaglandin (PG) yang dapat mengakibatkan resorpsi tulang dan amplifikasi sistem kinin. Kinin akan menyebabkan rasa sakit. Dengan adanya PG, rasa sakit akan menjadi bertambah berat. PG juga merupakan bahan pirogen yang dapat menimbulkan demam.

Bila jaringan periapikal penjamu mengalami kesulitan dalam mengeliminasi antigen respons CMI kronis akan diakibatkan untuk melokalisasi antigen tadi. Respons CMI ini akan menarik banyak makrofag pada daerah tersebut. Oleh karena itu, di dalam jaringan granuloma banyak ditemukan makrofag. Kenudian, makrofag akan melepaskan IL-1 yang dapat merangsang pelepasan OAF, FAF (fibroblast-activating-factors) dan P. Ketiga mediator ini sangat berperan dalam patogenesis lesi periapikal, karena dapat mengakibatkan pembentukan granuloma dan kista. Dengan ditemukannya sel Langerhans dan makrofag di dalam epitellium kista gigi, menunjukkan bahwa pada kelainan periapikal kronis, respons CMI dalam bentuk reaksi alergi Tipe-IV cukup besar peranannya.KESIMPULAN

Respon imun pada penyakit pulpa dan periapikal terbagi menjadi dua, yakni respon imun spesifik dan non spesifik yang masing-masing terdiri dari respon humoral dan seluler. Pada penyakit pulpa, respon imun spesifik yang berperan adalah respon imun humoral, yakni immunoglobulin dan respon imun seluler diperankan oleh sel T periferal. . Pada penyakit periapikal, respon imun spesifik yang berperan adalah humoral yang berupa immunoglobulin dan seluler yang berupa sel T, sementara respon imun nonspesifik pada sistem imun humoral adalah reaksi antigen dan antibodi yang membentuk komplemen.

Daftar Pustaka

Walton, Richard E dan Mahmou Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia Edisi 3. Jakarta : EGC.Widodo, Trijoedani. Humora Immune Response On Pulpitis. Dental Journal. 2005 : Vol (38) :

49-51