2. Manajemen & Surveilans

download 2. Manajemen & Surveilans

of 7

description

Manajemen dan surveilans dalam ilmu kesehatan masyarakat

Transcript of 2. Manajemen & Surveilans

PERAN MANAJEMEN DALAM PELAKSANAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

ABSTRAKSurveilans epidemiologi dilakukan secara sistematis sebagai modal awal dalam upaya penanggulangan penyakit dan masalah kesehatan. Informasi yang dihasilkan dalam surveilans epidemiologi memberikan arahan dalam kebijakan dan prioritas pembangunan kesehatan. Sebagai sebuah sistem, output surveilans menjadi input bagi sistem yang lain. Respon yang tepat dalam alur tersebut menentukan keberhasilan surveilans epidemiologi. Manajemen yang handal pada internal pelaksana surveilans dan pengambil kebijakan akan mendukung pembangunan kesehatan yang tepat sasaran.

Kata kunci: surveilans respons, sistem, manajemen

Pendahuluan Epidemiologi menjadi pilar utama dalam upaya kesehatan masyarakat. Penyakit dan masalah kesehatan pada manusia tidak tersebar dan terbagi begitu saja secara acak namun memiliki faktor penyebab. Faktor penyebab ini dapat ditemukan melalui sebuah kegiatan surveilans epidemiologi. Output dari sistem surveilans yang baik akan menghasilkan informasi epidemiologi. Tersedianya data dan informasi epidemiologi ini berguna sebagai dasar pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang tanpa didukung oleh sistem surveilans yang baik adalah bentuk respons yang konyol (Sutjipto, 2013). Oleh karena itu, surveilans epidemiologi menjadi salah satu fungsi utama kesehatan masyarakat yang harus diikutsertakan dalam setiap program pencegahan penyakit dan masalah kesehatan. Surveilans kesehatan masyarakat merupakan kegiatan sistematis serta berkelanjutan yang terdiri dari pengumpulan, analisis, intepretasi dan diseminasi data kesehatan yang selanjutnya digunakan untuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat (Choi, 2012). Peran penting surveilans ini nampaknya belum dijalankan secara maksimal oleh para pelaksana upaya kesehatan. Sebuah studi awal yang dilakukan oleh Trisnantoro & Zaenab (2013) menunjukkan bahwa walaupun sudah ada berbagai rekomendasi yang dihasilkan dari sistem surveilans di Provinsi DIY, kasus kematian ibu dan kematian bayi tetap tinggi dengan penyebab kematian yang sama berulang dari tahun ke tahun. Berdasarkan studi awal tersebut ada dua kemungkinan yang menyebabkan surveilans belum mampu menjadi dasar intervensi yang tepat. Kemungkinan pertama adalah belum adanya respon yang tepat terhadap hasil surveilans. Dalam manajemen, sistem yang baik tidak hanya terdiri dari input yang diproses untuk menghasilkan output, namun juga harus ada feedback antar setiap komponen. Pengambil kebijakan belum memanfaatkan data surveilans sehingga tindak lanjutnya masih nol. Kemungkinan kedua adalah kualitas dari hasil surveilans epidemiologi masih rendah sehingga tidak merepresentasikan kondisi riil di lapangan. Hasil yang tidak mewakiliki keadaan sesungguhnya di lapangan akan menjadi dasar yang buruk dalam pengambilan keputusan. Artikel ini menganalisis peran manajemen dalam pelaksanaan sistem surveilans epidemiologi.Manajemen dalam Surveilans EpidemiologiPeningkatan derajat kesehatan hanya dapat diperoleh melalui berbagai pengambilan keputusan dalam kesehatan masyarakat yang evidence-based. Pendekatan evidence-based ini diperlukan dalam membuat keputusan manajerial, pengembangan kebijakan, hingga pelaksanaan program. Terdapat beberapa alat bantu dalam evidence-based yang dapat digunakan oleh praktisi kesehatan masyarakat dalam membuat keputusan. Salah satu alat bantu tersebut adalah surveilans kesehatan. Surveilans berasal dari bahasa Perancis sur yang berarti tentang dan veiller yang berarti menyaksikan. Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Sedangkan menurut Kemenkes (2003) yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya pengumpulan hingga diseminasi data dalam surveilans dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.Sebagai suatu sistem, surveilans epidemiologi mencakup dua kegiatan manajemen (Hidayah & Hargono, 2008) (Murti, n.d.): 1. Kegiatan inti (core activities) yang meliputi kegiatan surveilans itu sendiri (deteksi, pencatatan, pelaporan, analisis, konfirmasi, umpan balik) serta langkah intervensi kesehatan (tindakan yang mencakup respon segera (epidemic type responses) dan respon terencana (management type responses). 2. Kegiatan pendukung (support activities) yang meliputi pelatihan, supervisi, penyediaan dan manajemen sumber dayaKegiatan inti dalam surveilans tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kegiatan pendukung. Hal ini menunjukkan dalam melaksanakan surveilans epidemiologi yang harus diperhatikan tidak hanya terkait substansi namun juga operasionalisasi kegiatan. Kemampuan manajerial yang baik dibutuhkan selain kemampuan teknis lapangan dalam melaksanakan surveilans.Robbins dan Coulter (1999) mendefiniskanmanajemensebagai proses pengkoordinasian dan pengintegrasian kegiatan kerja agar dapat diselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain. Sebagai ilmu dan seni, manajemen mencari metode terbaik untuk memberdayakan semua sumber daya yang ada agar dapat mencapai tujuan. Fungsi manajemen akan mengoperasionalkan pelaksanaan surveilans secara efektif dan efisien. Fungsi manajemen inilah yang berperan dalam kegiatan inti dan kegiatan pendukung surveilans epidemiologi. Tabel 1Fungsi Manajemen Menurut Para Ahli Gr. TerryH. FayolL. GullickKoontzBanton

Planning Planning Planning Planning Planning

Organizing Organizing Organizing Organizing Organizing

Actuating Command Staffing Staffing Staffing

Controlling Coordinat Directing Directing Budgeting

Controlling Coordinating Controlling Implementing

Reporting Coordinating

Budgeting Reporting

(E)valuating Evaluating

Fungsi manajemen ini dijalankan dalam surveilans epidemiologi sebagai sebuah proses yang akan mengelola input menjadi output. Aktivitas manajemen dalam surveilans epidemiologi dapat digambarkan pada Gambar 1.

InputMan petugas pelaksana surveilans,penanggungjawab programpetugas kesehatan yang terlibat dalam surveilansMoney (anggaran program surveilans)Method (metode pelaksaan surveilans yang digunakan)Material (logistik yang dibutuhkan dalam surveilans)MachineMarket(pengguna hasil data surveilans)TimeTechnologyInformation (semua sumber data yang dibutuhkan dalam survelans)ProsesPlanning Organizing Staffing Directing Coordinating Reporting Budgeting(E)valuatingOutputInformasi KesehatanRekomendasiLingkunganFeedbackOutcomePeningkatan Derajat keehatanGambar 1Model Normatif Manajemen Dalam Surveilans Epidemiologi

Gambar 1 menjelaskan tentang peran manajemen dalam surveilans epidemiologi. Manajemen mengelola semua input yang dalam surveilans epidemiologi untuk menghasilkan informasi dan rekomendasi kesehatan. Informasi dan rekomendasi yang dihasilkan akan digunakan sebagai dasar intervensi dalam meningkatkan derajat kesehatan. Secara singkat proses manajemen dapat dalam surveilans epidemiologi dijelaskan sebagai berikut.1. Planning dan evaluating Perencanaan dan evaluasi merupakan hal yang paling mendasar dalam sebuah program. Tanpa perencanaan yang matang, sebuah program tidak akan dapat berhasil. Surveilans merupakan sebuh program yang juga sangat membutuhkan perencanaan. Perencanaan ini tidak hanya terkait dengan substansi surveilans namun juga dilakukan untuk merencanakan teknis operasional surveilans (misalnya, rencana koordinasi antar tingkat administrasi sesuai KMK No. 1116 Tahun 2003). Sedangkan evaluasi harus selalu dilakukan sebagai bentuk penilaian keberhasilan dan upaya perbaikan untuk kegiatan surveilans selanjutnya. Indikator evaluasi surveilans ini juga sudah diatur dalam KMK No. 1116 Tahun 2003. Di sela-sela planning dan evaluating,dapat dilakukan monitoring agar dapat memperbaiki sistem surveilan secepatnya. 2. Organizing, staffing, directing and coordinating Manajemen merencanakan sumber daya manusia yang akan melaksanakan surveilans epidemilogi. Prinsip dasar Manajemen Sumber Daya Manusia the right man in the right place diperlukan agar surveilans epidemiologi dapat berjalan maksimal. Inti dari manajemen adalah perilaku panutan sehingga dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan, seorang manajer harus mampu memberikan contoh bagi bawahannya. Kegiatan surveilans yang dilakukan secara berjenjang dari tingkat kabupaten hingga pusat sesuai yang diatur dalam KMK No. 1116 Tahun 2003 menunjukkan bahwa fungsi coordinating akan sangat berperan. 3. BudgetingManajemen juga diperlukan dalam mengatur pendanaan surveilans agar kegiatan yang dijalankan dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga Ekonomi Kesehatan juga diperlukan dalam Surveilans.Uraian di atas hanyalah uraian singkat dari manajemen dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi. Pada intinya, manajemen digunakan untuk memastikan setiap kegiatan dalam surveilans epidemiolgi berjalan secara efektif dan efisien.

Isu Terkait Surveilans Epidemiologi di Era DesentralisasiJejaring Surveilans Dalam Struktur Organisasi Saat ini sistem surveilans yang ada di Puskesmas umumnya bernaung dalam salah satu bidang tersendiri. Padahal jika merujuk pada definisi awal surveilans epidemiologi, pencatatan hingga analisis data idealnya menjadi tanggung jawab program. Setiap penanggungjawab program wajib melakukan surveilans (misalnya surveilans demam berdarah, surveilans KIA, surveilans gizi buruk, dll.). Petugas surveilans di Puskesmas hanya bertanggungjawab untuk melakukan jejaring surveilans antar program. Kondisi ini terjadi karena keterbatasan SDM di Puskesmas. Penanggungjawab program mayoritas juga sebagai dokter fungsional, bidan, atau perawat yang memiliki tugas utama dalam pelayanan, sementara tugas sebagai penanggungjawab program hanyalah tugas tambahan. Beban mereka tentu akan sangat tinggi jika juga harus dibebani melalukan surveilans. Untuk mengatasi hal tersebut, Dinas Kesehatan harus menetapkan job description yang jelas untuk petugas surveilans dan penanggungjawab program terkait pembagian wewenang mereka dalam pelaksanaan surveilans. Pekerjaan terkait pencatatan hingga tabulasi data dapat dilakukan oleh petugas surveilans, sementara analisis data tetap harus dilakukan oleh penanggungjawab. Dalam melakukan analisis, petugas surveilans harus memastikan bahwa analisis dilakukan dengan memperhatikan hasil surveilans program lainnya. Misalnya dalam menganalisis hasil surveilans anemia juga harus diperhatikan surveilans gizi buruk.Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan yang sangat mendukung kesuksesan sistem surveilans. Menyadari bahwa kabupeten/kota memiliki peran penting, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Permenkes 971 tahun 2009. Pada pasal 19 menyebutkan bahwa kompetensi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain1. Harus mengetahui konsep Surveilans Respons . 2. Telah mengikuti pelatihan Surveilans Epidemiologi, yang harus dipenuhi sebelum atau paling lama 1 (satu) tahun pertama setelah menduduki jabatan struktural. Jika kebijakan berjalan dengan baik, maka minimal Kepala Dinas Kesehatan akan mengetahui pentingnya surveilans epidemiologi dan mengetahui bagaimana cara melakukan respon yang tepat terhadap hasil surveilans tersebut. Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan di IndonesiaSurveilans epidemiologi merupakan salah satu metoda pendekatan yang dapat memberikan kontribusi arah kebijakan dan prioritas pembangunan. Dengan diterapkannya sistem pemerintahan desentralisasi maka peran kabupaten/kota menjadi sangat penting. Dengan penerapan Surveilans Epidemiologi yang baik diharapkan kabupaten/kota benar-benar dapat melaksanakan pembangunan kesehatan secara local specific, dan diharapkan mampu melakukan perencanaan yang evidence-based. Pedoman pelaksanaan surveilans saat ini masih menggunakan KMK No. 1116 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa surveilans dilakukan secara berjenjang dari tingkat kabupaten hingga nasional. Isi Kepmenkes menekankan mengenai keaktifan daerah dalam melakukan surveilans. Sayangnya desentralisasi membawa dilema tersendiri dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi. Permasalahan lain yang ditemui di lapangan adalah terkait penggunaan sistem informasi kesehatan. WHO mengamanatkan bahwa sistem surveilans dapat berjalan dengan efektif jika didukung dengan sistem informasi. Indonesia bukannya tidak memiliki sistem informasi kesehatan, justru Indonesia memiliki berbagai sistem informasi kesehatan. Banyaknya sistem informasi kesehatan ini justru menjadi permasalahan sendiri. KMK No. 1116 Tahun 2003 yang mengisyaratkan bahwa data kabupaten/kota sebagai baseline data untuk provinsi dan pusat membuat pengumpulan data di tingkat provinsi dan pusat mengalami kendala. Setiap daerah mengembangkan software sendiri untuk SIK, sehingga saat akan diakumulasi dengan daerah lainnya di tingkat provinsi harus dirubah sesuai dengan format yang compatible dengan provinsi. Hal ini menunjukkan infesiensi dalam pelaksanaan surveilans. Bridging system yang digunakan untuk menjembatani perbedaan ini buktinya belum mampu mengatasinya. Kondisi ini disebabkan karena belum adanya payung hukum yang tegas terkait penggunaan SIK di tingkat daerah hingga pusat. Kebijakan pemerintah pusat harusnya dibuat setegas mungkin dalam penggunaan SIK. Pemerintah harus mewajibkan satu software SIK yang akan digunakan seluruh kabupaten kota di Indonesia. Komplain mengenai keberatan kabupaten/kota bahwa mereka terlanjur menggunakan SIK yang mereka kembangkan sendiri dan sudah berjalan dengan baik di kabupaten/kotanya harus ditanggapi dengan bijak. Penggunaan satu software secara nasional tentu akan lebih efisien daripada menggunakan berbagai software yang berbeda antar daerah, kecuali jika bridging system sudah berhasil mengatasi permasalahan tersebut.

Daftar Pustaka

Choi, B.C.K., 2012. The Past, Present, and Future of Public Health Surveillance. Scientifica, 2012, pp.1-26.Hidayah, C.A. & Hargono, A., 2008. Bahan Ajar Surveilans Epidemiologi. Surabaya: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.KMK No. 1116 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi KesehatanMurti, B., n.d. Surveilans Kesehatan Masyarakat.Robbins, S.P. & Coulter, M., 2012. Management. 11th ed. New Jersey: Prentice Hall.Sutjipto, 2013. Pengembangan System Surveillance Dalam Era Desentralisasi. In Diskusi Surveilans Respon PMPK UGM. Jogjakarta, 2013. PMPK UGM.Trisnantoro, L. & Zaenab, S.N., 2013. Penggunaan Indeks Responsiveness Bagi Direktur RSUD dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Untuk Penurunan Kematian Maternal dan Kematian Neonatal (Studi Pada 5 Kabupaten/Kota di Provinsi DIY). In Diskusi Surveilans Respon PMPK UGM. Jogyakarta, 2013. PMPK UGM.World Health Organization, 1989. Manual of Epidemiology for District Health Management. Geneva.