2. LANDASAN TEORI 2.1 Model Bisnis
Transcript of 2. LANDASAN TEORI 2.1 Model Bisnis
5 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Model Bisnis
Menurut McQuillan dan Scott (2015) model bisnis mengartikulasikan
perspektif alternatif yang mendefinisikan bagaimana sebuah perusahaan dapat
menciptakan dan memberikan nilai kepada pelanggan, serta mengubah pemasukkan
menjadi keuntungan. Menurut Bask, Tinnila, dan Rajahonka (2010), model bisnis
yaitu suatu deskripsi yang lebih konkret mengenai suatu operasional perusahaan.
Model bisnis dapat diposisikan antara strategi bisnis dan proses bisnis. Model bisnis
sendiri adalah suatu ungkapan dari strategi perusahaan dalam bentuk yang lebih
konkret, dan sering berada pada tingkat strategic bisnis unit (SBU level). Dalam
model bisnis ini, strategi dan visi dari perusahaan bisanya disamakan ke dalam
elemen value propositions, customer relations, dan value networks.
2.1.1 Manfaat Model Bisnis
Berdasarkan dari PPM Manajemen (2012) terdapat empat manfaat ketika
kita menggunakan suatu model bisnis, yaitu :
1. Berhubungan dengan komponen-komponen yang ada, model bisnis
memudahkan para perencana dan pengambil keputusan di perusahaan
untuk melihat hubungan logis antara komponen-komponen dalam
bisnisnya, sehingga dapat menghasilkan nilai bagi konsumen juga nilai
bagi perusahaan.
2. Model bisnis biasanya digunakan untuk membantu menguji konsistensi
hubungan antar komponennya.
3. Model bisnis dapat digunakan untuk membantu menguji pasar dan
asumsi yang digunakan saat mengembangkan bisnis.
4. Model bisnis digunakan untuk menunjukkan seberapa radikal suatu
perubahan dilakukan dan konsekuensinya. Dengan berjalannya waktu,
model bisnis pasti berubah. Baik dikarenakan inisiatif perusahaan
maupun tekanan perubahan dari luar perusahaan itu sendiri.
6 Universitas Kristen Petra
2.2 Business Model Canvas
Business Model Canvas sudah digunakan secara luas dalam berbagai
pemetaan bisnis, sebagai suatu kerangka kerja (framework), untuk memetakan
bisnis agar menghasilkan kinerja yang lebih optimal (Royan, 2014). Business
Model Canvas juga digunakan sebagai kerangka kerja (framework) untuk
memetakan kembali bisnis yang sudah ada agar kinerjanya menjadi lebih maksimal.
Dalam Business Model Canvas terdapat Sembilan elemen didalamnya yaitu
customer segments (segmen pelanggan), value propositons (proposisi nilai),
channels (jaringan), customer relationships (hubungan pelanggan), revenue
streams (arus pendapatan), key resources (sumber daya kunci), key activities
(aktivitas kunci), key partnerships (mitra kunci), dan cost structure (struktur biaya).
Gambar 2.1 Business Model Canvas
Sumber : Ostewalder dan Pigneur (2010)
2.2.1 Customer Segments
Elemen pertama dalam Business Model Canvas adalah customer segments.
Customer segments yang menggunakan produk atau jasa sesuai dengan yang
dibutuhkannya dan memberikan kontribusi dalam memberikan penghasilan bagi
organisasi. Jadi, pelanggan adalah pihak yang membayar langsung atas jasa atau
barang yang dibelinya (Royan, 2014).
7 Universitas Kristen Petra
Menurut Wallin, J., Chirumalla, K. & Thompson, A. (2013) customer
segments mendefinisikan kelompok yang berbeda dari orang atau organisasi suatu
perusahaan yang bertujuan untuk menjangkau dan melayani. Model bisnis harus
didesain dengan pemahaman yang kuat akan kebutuhan pelanggan.
Customer segments menurut Osterwalder dan Pigneur (2010) terdapat
beberapa jenis, yaitu :
1. Mass Market
Model bisnis pada mass market ini tidak membedakan antara segmen
pelanggan yang berbeda-beda. Value proposition, saluran distribusi, dan
hubungan pelanggan berfokus pada satu kelompok besar pelanggan
dengan kebutuhan dan masalah yang sebagian besar sama.
2. Niche Market
Model bisnis ini menargetkan pada customer segment yang lebih
spesifik dan terspesialisasi. Value proposition, saluran distribusi, dan
hubungan pelanggan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari niche
market. Model bisnis ini sering ditemukan dalam hubungan pemasok
dan pembeli.
3. Segmented
Model bisnis ini dapat membedakan segmen pasar dari kebutuhan
dan masalah masing-masing. Kelompok-kelompok segmen tersebut
sebenarnya sama, tetapi memiliki beberapa kebutuhan dan
permasalahan yang berbeda. Contohnya, beberapa bank
mengelompokkan nasabahnya ke dalam beberapa kelompok
berdasarkan jumlah simpanannya, penghasilannya, atau kekayaannya.
Customer segments ini dapat berdampak elemen business model canvas
lainnya, seperti value propositions, distribution channels, customer
relationships, dan revenue streams.
8 Universitas Kristen Petra
4. Diversified
Organisasi dengan model bisnis pelanggan yang memberikan
servicenya pada customer segments yang tidak terkait dengan kebutuhan
dan masalah yang sangat berbeda.
5. Multi-sided platforms (multi-sided markets)
Organisasi yang melayani dua atau lebih customer segments yang
berbeda namun saling bergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini
menciptakan nilai sebagai perantara dengan menghubungan kelompok.
Seperti perusahaan kartu kredit memerlukan banyak pemegang kartu
kredit dan jaringan merchants yang luas.
2.2.2 Value Propositions
Value Propositions adalah alasan yang membuat pelanggan beralih dari satu
perusahaan ke perusahaan lain. Proposisi nilai pelanggan ini adalah alat yang
terpenting dalam pemasaran produk. Dengan tidak adanya proposisi nilai
pelanggan, perusahaan tidak berjalan dengan benar di pasar. Bisnis meremehkan
fakta bahwa konsumen memiliki pilihan lain. Mereka tidak melihat fakta bahwa
produk yang di tawarkan oleh perusahaan memiliki beberapa kekurangan yang
signifikan dan dapat menghambat upaya perusahaan menawarkan produk di pasar
(Hudadoff, 2009). Value propositions adalah pandangan yang secara keseluruhan
mengenai kumpulan produk dan jasa perusahaan, yang bernilai kepada pelanggan
(Bask, Tinnila, dan Rajahonka, 2010).
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), ada sebelas elemen didalam value
propositions, yaitu :
1. Newness
Newness adalah suatu value yang memuaskan kebutuhan konsumen
yang belum pernah terpenuhi karena tidak ada penawaran yang sama
atau serupa pada dahulunya. Pada hal ini, teknologi saling terkait,
misalnya ketika pertama kali muncul meminum teh dalam kemasan
botol pertama kali diperkenalkan, perusahaan menawarkan nilai yang
benar-benar baru bagi pelanggannya. Di Indonesia jika ingin meminum
teh harus dirumah atau di restaurant, dengan adanya kemasan dalam
botol teh bisa dinikmati secara instan.
9 Universitas Kristen Petra
2. Performance
Performance adalah pengingkatan kinerja produk / jasa yang
ditawarkan perusahaan. Dalam sektor PC secara tradisional bergantung
pada faktor ini dengan membawa mesin yang lebih kuat ke pasar.
Peningkatan kerja juga mempunyai batasan-batasan. Contoh dalam
value ini adalah delivery order yang diterapkan oleh Domino Pizza.
Mereka mengirimkan pizza, proses pengiriman pizza tersebut
berlangsung sebelum 30 menit, jika lebih maka pizza akan diberikan
secara gratis.
3. Customization
Produk dan jasa disesuaikan dalam menciptakan nilai untuk
kebutuhan spesifik pelanggan individu atau segmen pelanggan. Dalam
beberapa tahun terakhir, konsep mass customization dan co-creation
menjadi lebih penting. Hal ini memungkinkan produk dan jasa,
sementara masih mengambil keuntungan dari skala ekonomi. Seperti
Sour Sally yang memberikan pilihan topping dari yoghurt yang dipilih
sesuai selera konsumen.
4. Getting the job done
Value yang diperoleh dengan menolong konsumen dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Misalnya, jasa yang diberikan oleh
advertising agency. Mereka akan merancang dan membuat iklan untuk
membantu perusahaan menjalankan fungsi promosinya. Dengan
bantuan advertising agency maka perusahaan dapat lebih berkonsentrasi
menjalankan strategy promosi.
5. Design
Suatu value yang diperoleh dari suatu tampilan produk. Desain
merupakan elemen yang penting namun sulit diukur. Sebuah produk
dapat unggul di pasar karena desain yang bagus. Dalam industri fashion
dan elektronik, desain dapat menjadi bagian yang terpenting dalam
proporsisi nilai.
10 Universitas Kristen Petra
6. Brand / Status
Pelanggan dapat menemukan nilai saat menggunakan dan
menampilkan merek tertentu, misalnya menggunakan jam tangan Rolex
menunjukkan tingkat kekayaan seseorang, menggunakan pakaian
bermerek dakan menimbulkan kepercayaan diri dan menimbulkan
kepuasan sendiri bagi pelanggan.
7. Price
Suatu value yang paling dominan dan menarik pembeli. Menawarkan
nilai yang sama dengan harga yang lebih rendah merupakan cara yang
umum untuk memenuhi kebutuhan segmen pelanggan yang sensitif
dengan harga, namun proposisi nilai harga rendah memiliki implikasi
penting untuk model bisnis.
8. Cost Reduction
Membantu konsumen untuk mengurangi biaya adalah cara yang
penting untuk menciptakan nilai.
9. Risk Reduction
Pelanggan menghargai pengangguran resiko yang muncul ketika
mereka membeli suatu produk atau jasa. Misalnya pembeli mobil bekas,
satu tahun jaminan layanan mengurangi resiko kerusakan paska
pembelian dan perbaikan.
10. Accessibility
Perusahaan menyediakan produk dan jasa bagi pelanggan yang
sebelumnya tidak memiliki akses merupakan cara lain untuk
menciptakan nilai. Produk atau jasa ini dapat dihasilkan dari inovasi
model bisnis, teknologi baru, atau kombinasi dari keduanya.
11. Convenience / Usuability
Perusahaan menciptakan nilai untuk pelanggan dengan melakukan
aktivitas menjadi lebih nyaman dan lebih mudah digunakan.
Business Model Canvas yang di tulis oleh Osterwalder bisa dikembangkan
lagi dengan cara menambahkan sub-elemen dari value propositions, yaitu customer
problem (King, 2010). Customer problem ini biasanya mencakup permsalahan-
permasalahan yang sering dihadapi oleh pelanggan dan pelanggan ingin agar
11 Universitas Kristen Petra
permasalahan tersebut dapat diatasi dengan dengan cepat dan mendapatkan solusi
yang baik. Dengan permasalahan yang terjadi, perusahaan mulai menawarkan dan
menyediakan solusi kepada pelanggan agar permasalahannya cepat terselesaikan.
2.2.3 Channels
Channels juga dapat diartikan sebagai sarana bagi perusahaan untuk
berhubungan dengan pelanggannya (Bask, Tinnila, dan Rajahonka, 2010).
Channels merupakan cara untuk meningkatkan kesadaran, memudahkan pelanggan
menilai, membantu pelanggan membeli produk atau jasanya, menyampaikan
produk / jasa, memberi bantuan paska pembelian (Osterwalder & Pigneur, 2010).
Komunikasi, distribusi, dan saluran penjualan ialah faktor-faktor yang
memungkinkan perusahaan untuk berinteraksi dengan pelanggannya. Channels
menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan berkomunikasi dan mencapai
customer segment untuk memberikan value propositions (Wallin, J., Chirumalla,
K. & Thompson, A., 2013).
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), channels menjalankan beberapa
fungsi, yaitu :
a. Meningkatkan kesadaran di antara para pelanggan mengenai produk dan
jasa perusahaan.
b. Membantu pelanggan mengevaluasi value proposition yang ditawarkan
oleh perusahaan.
c. Memungkinkan pelanggan untuk membeli produk dan jasa perusahaan.
d. Memberikan value proposition kepada pelanggan.
e. Menyediakan dukungan pasca pembelian kepada pelanggan.
Perusahaan dapat membedakan antara saluran langsung dan tidak langsung.
Channels juga dapat membedakan antara owned channels (channels yang dimiliki
sendiri) dan partner channels (channels yang dimiliki mitra). Sebuah perusahaan
dapat memilih antara menjangkau pelanggan melalui channels yang dimiliki sendiri
atau channels yang dimiliki mitra, atau melalui campuran keduanya. Owned
channels dapat berupa direct channels, seperti tenaga penjual perusahaan, atau
official website perusahaan. Owned channels dapat berupa indirect channels,
seperti toko ritel yang dimiliki atau dioperasikan perusahaan. Sedangkan, partner
channels yang berupa indirect channels meliputi toko pihak lain, dan wholesaler.
12 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Tabel tipe-tipe channels.
Channel Types
Owned Sales Direct Channels
Sales Force
Web Sales
Partner Sales Indirect Channels
Owned Stores
Partners Stores
Wholesaler
Sumber : Osterwalder dan Pigneur (2010)
Dalam Business Model Canvas, channels merupakan wadah untuk
menyampaikan Value Propositions kepada Customer Segments yang dituju. Agar
dapat berfungsi secara optimal, Channels perlu di design dengan
mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi (Tim PPM Manajemen, 2012).
Channels menjadi suatu yang efektif dan efisien bila perusahaan mendapatkan hasil
yang maksimal dengan usaha yang seminimal mungkin. Efektivitas channels dilihat
melalui trade-off antara upaya dan pemasukkan yang didapat. Efisiensi channels
dilihat dari kemampuan pemahaman pelanggan terhadap janji yang diberikan
perusahaan.
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), channels memiliki lima tahap,
yaitu:
a. Awareness
Channels berfungsi untuk mengenalkan perusahaan kepada pelanggan
untuk meningkatkan kesadaran mengenai produk dan jasa perusahaan.
b. Evaluation
Channels berfungsi untuk membantu pelanggan mengevaluasi value
proposition yang ditawarkan oleh perusahaan, agar pihak pelanggan dan
pihak perusahaan dapat saling menilai dan percaya satu sama lain.
c. Purchase
Channels berfungsi untuk memungkinkan pelanggan untuk membeli
produk dan jasa yang disediakan oleh perusahaan. Tantangan pada tahap ini
ialah bagaimana mengelola proses tersebut agar dapat berlangsung secara
efektif dan efisien.
13 Universitas Kristen Petra
d. Delivery
Channels berfungsi untuk menyampaikan atau memberikan value
proposition kepada pelanggan.
e. After Sales
Channels berfungsi untuk menunjang konsumen setelah melakukan
pembelian. Penting bagi perusahaan untuk memahami bagaimana kondisi
dan perasaan pelanggan setelah mendapatkan value proposition yang
diberikan oleh perusahaan.
2.2.4 Customer Relationships
Customer Relationships bertujuan untuk mendapatkan pelanggan baru,
mempertahankan pelanggan lama, serta menawarkan produk dan jasa yang lama
maupun yang baru terhadap pelanggan lama dan baru (Royan, 2014). Menurut
Bask, Tinnila, dan Rajahonka (2010), customer relationships adalah suatu
hubungan yang menjelaskan tipe hubungan yang ditetapkan oleh perusahaan, antara
pelanggan dan perusahaan tersebut. Customer Relationships menjelaskan jenis
hubungan perusahaan dengan menetapkan segmen pelanggan tertentu (Wallin, J.,
Chirumalla, K. & Thompson, A., 2013).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
membangun hubungan yang baik dengan konsumen lama maupun baru seperti :
personal assictance, dedicated personal assistance, self-service, automated
service, communities, dan co-creation (Osterawalder dan Pigneur, 2010)
a. Personal Assistance
Hubungan ini didasarkan pada interaksi sesama manusia. Pelanggan
dapat berkomunikasi dengan petugas pelayanan pelanggan untuk
mendapatkan bantuan pada saat terjadinya proses selama penjualan atau
setelah pembelian selesai. Hal ini tidak hanya dengan bertatap muka, tetapi
dapat melalui call center, email, pesan instan, telepon, dan lain-lain.
b. Dedicated Personal Assistance
Hubungan ini melibatkan penunjukkan seorang wakil dari perusahaan
untuk melayani pelanggan tertentu, agar perusahaan dapat memberikan
perlakuan yang istimewa kepada pelanggan.
14 Universitas Kristen Petra
c. Self-service
Dalam hubungan ini, perusahaan tidak melakukan hubungan langsung
dengan pelanggan, tetapi menyediakan semua sarana yang diperlukan
pelanggan agar dapat membantu dirinya sendiri.
d. Automated Services
Hubungan yang merupakan gabungan bentuk yang lebih canggih dan
merupakan evolusi dari self-service. Seperti profile online pribadi
memberikan pelanggan ke akses kelayanan yang disesuaikan. Layanan
otomatis dapat mengenali pelanggan individu dan karakteristik mereka dan
menawarkan informasi yang berhubungan dengan pesanan atau transaksi.
e. Communities
Semakin banyak perusahaan baik secara online maupun tidak untuk
memfasilitasi penggunanya untuk dapat bertukar pengetahuan atau
menyelsaikan masalah masing-masing. Masyarakat juga dapat membantu
perusahaan lebih memahami pelanggan mereka.
f. Co-creation
Hubungan yang melibatkan pelanggan dengan proses untuk
menciptakan nilai bersama pelanggan. Beberapa perusahaan merangkul
para pelanggan untuk membantu dengan desain produk baru dan inovatif.
Perusahaan lainnya seperti Youtube.com, meminta pelanggan untuk
menciptakan konten untuk konsumsi publik.
2.2.5 Revenue Streams
Revenue Streams menggambarkan bagaimana organisasi memperoleh uang
dari setiap segmen pelanggan. Aliran dana inilah yang memungkinkan organisasi
tetap bertahan hidup (Royan, 2014). Menurut Hong dan Fauvel (2013), revenue
streams menjelaskan bagaimana mekanisme penetapan harga, yang digunakan
dalam model bisnis, dapat menangkap nilai (capturing value).
Menurut Tim PPM Manajemen (2012), model bisnis dapat melibatkan dua
tipe dari revenue streams, yaitu :
a. Transaction revenues (pendapatan transaksi) adalah pendapatan yang
dihasilkan dari pelanggan dengan satu kali pembayaran.
15 Universitas Kristen Petra
b. Recurring revenues (pendapatan berulang) adalah pendapatan atau
pemasukan yang diperoleh perusahaan dari pelanggan atas pembayaran
berkelanjutan untuk pembelian suatu produk/jasa yang ditawarkan satu
kali, atau pembelian suatu produk/jasa yang ditawarkan secara berulang.
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), ada beberapa cara untuk
membangun arus pendapatan bagi perusahaan, yaitu :
a. Asset Sale
Jenis revenue streams yang paling umum dan banyak dimengerti oleh
seluruh masyarakat, yaitu menjual hak kepemilikan atas sebuah produk
fisik. Seseorang yang membeli produk tersebut, akan memiliki hak untuk
menggunakan, menjualnya, memberikannya, atau membuangnya.
b. Usage Fee
Revenue streams ini dihasilkan dari adanya penggunaan atas jasa
tertentu. Semakin sering layanan tersebut digunakan, semakin banyak
pelanggan yang membayar. Sebuah perusahaan telekomunikasi dapat
mengenakan biaya kepada pelanggan berdasarkan jumlah menit yang
dihabiskan dalam menelepon.
c. Subscription Fees
Revenue streams ini dihasilkan dari penjualan akses yang terus-menerus
atas suatu layanan. Seperti sebuah tempat fitness yang menjual kartu
keanggotaannya secara bulanan/ tahunan dan menukarkannya menjadi
akses untuk fasilitas lainnya.
d. Lending / Renting / Leasing
Revenue streams ini diciptakan dengan memberikan seseorang hak
eksekutif untuk menggunakan asset dalam suatu periode tertentu, dan
selama itu ada biaya sewa yang harus diberikan kepada pemilik asset
tertentu. Orang yang menyewakan asset akan mendapatkan pendapatan
tetap setiap bulannya, sedangkan bagi penyewa dapat lebih menghemat
biaya dan tidak perlu secara langsung memiliki asset tersebut.
e. Licensing
Revenue streams ini dihasilkan dari pembayaran yang dilakukan
pelanggan kepada perusahaan atas pemberian ijin kepada pelanggan untuk
16 Universitas Kristen Petra
menggunakan hak atas kekayaan intelektual perusahaan yang dilindungi
secara hukum.
f. Brokerage Fees
Revenue streams ini bersumber dari layanan perantara yang dilakukan
atasnama dua pihak atau lebih. Penyedia layanan kartu kredit, misalnya
memperoleh pendapatan dengan mengambil presentase dari setiap transaksi
penjualan yang dilakukan antara pemilik toko dan pelanggan.
g. Advertising
Revenue streams dihasilkan dengan cara mempromosikan sebuah
produk, jasa, atau merek. Biasanya industri media dan event organizer
sangat bergantung pada iklan. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman
industri lainnya juga mulai mengandalkan advertising sebagai sumber
pendapatan.
Setiap revenue streams dapat memiliki mekanisme harga yang berbeda.
Jenis mekanisme harga yang dipilih dapat membuat dua perbedaan yang besar
dalam pendapatan yang dihasilkan. Ada dua jenis utama dari mekanisme harga
yaitu : fixed price (harga tetap) dan dynamic pricing (harga yang dinamis). Pada
penetapan harga tetap, harga yang telah ditetapkan didasarkan pada variabel-
variabel tetap. Sedangkan, pada penetapan harga dinamis, perubahan harga yang
terjadi didasarkan pada kondisi pasar.
2.2.6 Key Resources
Key Resources menggambarkan asset terpenting yang menentukan
keberhasilan suatu model bisnis (Wallin, J., Chirumalla, K. & Thompson, A.,
2013). Key resources ialah sumber daya yang memungkinkan organisasi dalam
menjalankan key activities untuk menawarkan value proposition, menjangkau
pasar, menjaga hubungan dengan customer segments, dan menghasilkan
pendapatan (Tim Manajemen PPM, 2012).
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu:
17 Universitas Kristen Petra
a. Physical
Sumber daya yang meliputi aset-aset fisik, seperti fasilitas manufaktur,
bangunan, kendaraan, mesin, sistem, point-of-sales syetems dan jaringan
distribusi.
b. Intellectual
Sumber daya intellectual merupakan elemen yang penting bagi suatu
model bisnis yang kuat. Sumber daya intellectual susah untuk
dikembangkan, namun apabila diciptakan dengan sukses, maka perusahaan
akan mampu menawarkan nilai yang kuat dan penting kepada pelanggan.
Sumber daya ini meliputi merek, hak paten, hak cipta, kemitraan
(partnerships), database pelanggan, dll.
c. Human
Setiap perusahaan membutuhkan sumber daya manusia (human
resources), namun pada model bisnis tertentu sumber daya manusia bisa
menjadi sumber daya utama yang paling menonjol. Tenaga kerja yang
kompeten, kerjasama yang baik serta memiliki dedikasi yang tinggi
terhadap perusahaan merupakan nilai mutlak. Pentingnya lingkungan kerja
yang kondusif dapat dicapai melalui fasilitas yang dibutuhkan seperti
peralatan kerja yang memadai, sikap bijaksana atasan terhadap bawahan.
d. Financial
Model bisnis memerlukan sumber daya keuangan dan jaminan
keuangan, seperti uang tunai, jalur kredit, atau opsi saham untuk merekrut
key resources. Dalam membangun bisnis, modal merupakan faktor utama,
besar kecilnya modal akan berdampak pada bentuk bisnisnya. Tanpa
dukungan modal bisnis tidak akan berjalan. Pada saat bisnis sudah berjalan,
keuangan harus transparan dan jelas untuk mengurangi resiko kecurangan.
Business model canvas pada key resources dapat dikembangakan lagi
dengan bertambahnya sub-elemen yang ada di dalamnya, yaitu employess/IP,
machinery, product/sales (King, 2010).
a. Employess merupakan karyawan atau tenaga kerja yang ada di perusahaan
dan menjadi sumber daya kunci yang sangat penting bagi perusahaan.
18 Universitas Kristen Petra
b. IP (Intellectual Property) adalah perusahaan yang memiliki kekayaan
intelektual dan dijadikan sebagai sumber daya kunci bagi perusahaan.
c. Machinery merupakan perusahaan yang membutuhkan mesin-mesin atau
perlengkapan yang digunakan untuk menjalankan model bisnisnya.
d. Product/service adalah perusahaan membutuhkan produk dan jasa untuk
dapat menciptakan nilai dari pelanggan yang sesuai dengan model bisnis
yang dijalankan.
2.2.7 Key Activities
Menurut Hong dan Fauvel (2013), key activities merupakan aktivitas-
aktivitas perusahaan yang harus dilakukan dengan sangat baik oleh perusahaan.
Aktivitas ini merupakan yang paling penting dalam perushaan yang harus diambil
untuk mengoperasikan perusahaan dengan sukses. Seperti key resources, key
activities diwajibkan untuk membuat dan menawarkan value propositions,
menjangkau pasar, menjaga hubungan pelanggan, dan mendapatkan pendapatan.
Menurut Ostewalder dan Pigneur (2010), key activities dikategorikan
menjadi 3 macam yaitu :
a. Production
Aktivitas ini berhubungan dengan merancang, membuat dan
menyerahkan produk dalam jumlah yang besar. Aktivitas produksi ini
mendominasi model bisnis dari perusahaan manufaktur. Aktivitas utama
perusahaan yang melakukan produksi adalah pengadaan bahan yang
diperlukan dari supplier, pengolahan dalam proses produksi, dan
penyaluran produk menjadi jasa kepada pelanggan.
b. Problem Solving
Aktivitas ini berhubungan dengan memberikan solusi baru atas
permasalahan pelanggan yang dihadapi. Bisnis konsultan, rumah sakit, dan
organisasi jasa lainnya biasanya didominasi oleh aktivitas pemecah
masalah. Model bisnis mereka membutuhkan aktivitas seperti pengelolaan
pengetahuan dan pelatihan berkelanjutan.
19 Universitas Kristen Petra
c. Platform / Network
Aktivitas utama dari organisasi bisnis ini bergerak pada bidang platform
dan network, meliputi perancangan, pembangunan, dan pengembangan
hardware & software, termasuk jaringan internet dan website.
Business Model Canvas milik Osterwalder dapat dikembangkan dengan
menambahkan sub-elemen dalam key activities, yaitu processes (King, 2010).
Processes atau proses merupakan proses operasional produksi dalam perusahaan
yang dapat dilakukan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan sesuai dengan model
bisnis yang dijalankan oleh perusahaan.
2.2.8 Key Partnerships
Key partnerships dapat dijelaskan sebagai suatu perjanjian kerjasama yang
dibangun antara dua perusahaan atau lebih untuk menciptakan nilai bagi pelanggan
(Bask, Tinnila, dan Rajahonka (2010). Osterwalder dan Pigneur (2010)
membedakan tipe-tipe partnerships ke dalam empat kategori, yaitu (1) aliansi
strategis antara non-kompetitor, (2) coopetition, yaitu partnerships strategis antara
kompetitor, (3) joint venture untuk mengembangkan bisnis baru, dan (4) hubungan
antara pembeli dan pemasok untuk menjamin pasokan yang dapat diandalkan.
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), terdapat tiga motivasi dalam
membangun kerjasama, yaitu :
a. Optimization and economy of scale
Bentuk paling dasar dari kerjasama atau hubungan pemasok dan pembeli
dirancang untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya dan kegiatan.
Hubungan ini terbangun karena sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan
sendiri semua sumber daya yang dibutuhkan. Hubungan ini dibentuk untuk
mengurangi biaya dan sering melibatkan outsourcing atau berbagi
infrastruktur.
b. Reduction of risk and uncertainty
Kerjasama dapat membantu mengurangi resiko dalam lingkungan yang
kompetitif yang disebabkan karena ada ketidakpastian. Dalam keadaan
yang tertentu, perusahaan yang saling bersaing dipasar harus menjalin
hubungan kemitraan. Contohnya, pada industri yang menggunakan bahan
20 Universitas Kristen Petra
baku langka atau sulit diperoleh, perusahaan yang saling bersaing di industri
itu sebaiknya menjalin kemitraan agar dapat menghadapi pemasok untuk
dapat mendapatkan bahan baku.
c. Acquisition of particular resources and activities
Perusahaan membutuhkan sumber daya dan aktivitas tertentu (seperti :
pengetahuan, lisensi, data, atau akses ke konsumen) yang dimiliki oleh
mitranya dan tidak dimiliki sendiri oleh perusahaan. Misalnya, perusahaan
multinasional, yang ingin masuk ke pasar lokal, perlu menjalin kemitraan
dengan perusahaan lokal karena mereka memiliki pengetahun dan akses ke
konsumen di pasar lokal. Apabila perusahaan mengembangkan sendiri
akses dan pengetahuan tersebut, maka akan menimbulkan biaya yang sangat
mahal..
Dalam business model canvas milik Osterwalder pada elemen key
partnerships dapat dikembangkan dengan menambahkan yaitu, suppliers, partners,
dan investors (King, 2010).
a. Suppliers merupakan pemasok yang dibutuhkan perusahaan, untuk dapat
memasok sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam
menjalankan model bisnis.
b. Partners adalah pihak yang dapat bekerjasama untuk membangun suatu
hubungan kerja sama agar dapat menciptakan nilai bagi pelanggan.
c. Investors adalah pihak yang memanamkan modalnya di dalam perusahaan
untuk melakukan investasi sekaligus mendukung model bisnis dalam
perusahaan.
2.2.9 Cost Structure
Nilai yang ditawarkan kepada pelanggan (value proposition) menentukan
aktivitas utama, mitra utama, dan sumber daya utama. Ketiga hal tersebut akan
menentukan seperti apa desain struktur biaya perusahaan (Tim PPM Manajemen,
2012).
Biasanya, biaya-biaya perusahaan sebaiknya diminimalkan dalam setiap
model bisnis. Cost structure yang rendah akan menjadi lebih penting bagi beberapa
model bisnis dibandingkan model bisnis yang lainnya, sehingga hal ini menjadi
21 Universitas Kristen Petra
salah satu pertimbangan dalam usaha. Berdasarkan Osterwalder dan Pigneur
(2010), Cost structure ke dalam dua kategori yang berbeda, yaitu :
a. Cost-driven
Model bisnis yang menekankan pada kategori ini, lebih memfokuskan
pada upaya perusahaan sebisa mungkin dalam meminimalisir biaya.
Perusahaan dengan model bisnis seperti ini biasanya menetapkan sasaran
pada segmen pelanggan yang sensitif harga dan menawarkan value
proposition yang rendah harga, mengurangi sumber daya manusia, dan
mengalihdayakan aktivitas yang non-inti.
b. Value-driven
Perusahaan dengan model bisnis yang menekankan pada kategori ini,
kurang memperhatikan efisiensi biaya, dan justru lebih memperhatikan
penciptaan nilai bagi pelanggan. Perusahaan dengan model bisnis seperti ini
biasanya akan menetapkan sasaran pada segmen pelanggan yang tidak
sensitive akan harga, menawarkan value proposition kemewahan dan
premium, dan memberikan pelayanan yang personalized.
Osterwalder dan Pigneur (2010), juga menyatakan bahwa cost structure
memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
a. Fixed Costs
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan tetap dan sama tanpa
dipengaruhi oleh volume aktivitas perusahaan atau produk/jasa yang
dihasilkan. Contoh dari biaya tetap ialah gaji pegawai, biaya sewa, biaya
pemeliharaan pabrik, dll.
b. Variable Costs
Biaya variabel ialah biaya dimana jumlah yang dikeluarkan mengikuti
jumlah produk/jasa yang diproduksi. Contoh dari biaya variabel ialah biaya
bahan baku.
c. Economies of scale
Biaya yang dinikmati oleh perusahaan pada saat produksinya
berkembang. Perusahaan yang besar biasanya mendapatkan manfaat dari
rata-rata harga pembelian yang lebih rendah karena membeli dalam jumlah
22 Universitas Kristen Petra
yang lebih besar. Hal ini menyebabkan turunnya biaya rata-rata perunit
ketika produksi meningkat.
d. Economies of scope
Biaya yang dinikmati oleh perusahaan yang terkait dengan lingkup
operasional yang lebih besar. Misalnya, dalam perusahaan aktivitas
pemasaran atau saluran distribusi yang sama dapat mendukung beberapa
produk sekaligus.
2.3 Analisis SWOT
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), analisis SWOT digunakan untuk
melakukan evaluasi terhadap kondisi pasar dan keadaan posisi perusahaan dipasar.
Hal ini tentunya menjadi kegiatan manajemen untuk menyesuaikan perusahaan
dengan keadaan dipasar. Penilaian ini dapat menjadi dasar untuk memperbaiki
model bisnis secara bertahap atau dapat melakukan pembaharuan model bisnis
perusahaan dalam bentuk inovasi model bisnis.
Menilai keseluruhan model bisnis sangat penting, tetapi dengan melihat
semua komponen secara detail, perusahaan dapat menemukan jalan untuk menuju
inovasi dan pembaharuan. Cara yang paling efektif dalam melakukan yaitu dengan
mengobinasikan analisis SWOT dan business model canvas. Analisis SWOT
terdapat empat prespektif dalam menilai elemen-elemen suatu model bisnis yaitu
kekuatan dan kelemahan sebuah perusahaan dan mengidentifikasi ancaman dan
peluang bagi perusahaan. Business model canvas memberikan fokus yang
diperlukan untuk sebuah diskusi yang lebih terstruktur.
Analisis SWOT menanyakan pertanyaan tentang internal dan eksternal
untuk perusahaan. Bagian internal yaitu kekuatan dan kelemahan perusahaan,
sedangkan untuk eksternal yaitu peluang yang dimiliki oleh perusahaan serta
potensi ancaman apa yang dihadapi perusahaan (Osterwalder dan Pigneur, 2010).
23 Universitas Kristen Petra
2.4 Penelitian Terdahulu
Untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan sumber referensi bagi
penelitian ini, maka penelitian ini membahas beberapa penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh beberapa peneliti yang terkait dengan topik penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:
1) Analysis of Business Models
Penelitian ini dilakukan oleh Slavik Stefan dan Bednar Richard pada tahun
2014. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah alat analisis dan
menganalisis model bisnis dan mendefinisikan karakteristik masing-masing
bagian dari model bisnis, yaitu, pelanggan, distribusi, nilai, sumber daya,
kegiatan, biaya dan pendapatan. Hasil penelitian yaitu memberi penjelasan
tentang model bisnis dan jenis model bisnis, analisis dan pembuatan bisnis
model canvas merupakan proses yang harus dibuat sebelum perumusan
strategi itu sendiri. Menentukan bisnis model canvas adalah sebuah syarat
untuk menggambarkan sebuah perusahaan. Ada komunikasi penting,
kecepatan, sistem manajerial dan inovasi. Model bisnis yang memiliki
utama, yaitu penjualan, pemasaran, produksi (operasi) dan didukung oleh
manajemen sumber daya manusia, infrastruktur dan pengadaan.
2) The Innovative Business Model Canvas in the System of Effective Budgeting
Penelitian ini dilakukan oleh Mikhail Nikolaevich Dudin, Georgiy
Nikolaevich Kutsuri, Irina Jur'evna Fedorova, Svetlana Sozrykoevna
Dzusova & Anzhela Zafitovna Namitulina pada tahun 2015. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari dasar-dasar untuk anggaran yang efektif atas
dasar konsep manajemen yang disebut The Business Model Canvas. Hasil
dari penelitian ini yaitu Business Model Canvas akan optimal jika
menggunakan alat untuk penganggaran yang efektif karena perubahan
konstan yang ada dalam lingkungan eksternal dan internal. Business Model
Canvas membantu untuk mendeteksi secepat mungkin titik lemah dalam
intensitas dan tingkatan arus kas keluar maupun masuk. Selain itu,
mempelajari ruang eksternal dan internal untuk transformasi masa depan.
Dasar analisis sistemik seperti kontribusi untuk tujuan penganggaran
dengan melirik perubahan lingkungan yang mungkin saat ini.
24 Universitas Kristen Petra
3) Matching service strategies, business models and modular business
processes
Penelitian ini dilakukan oleh Bask, Tinnila, dan Rajahonka pada tahun 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan strategi
layanan, model bisnis, dan proses bisnis modular, serta mencocokkan
positioning strategi layanan dengan model bisnis dan proses bisnis modular.
Metode dalam jurnal ini menggunakan metode kualitatif. Hasil dari
penelitian ini yaitu penelitian ini akan menyusun hubungan konsep dengan
menggunakan model strategi SPA (Service Process Analysis), business
model canvas, dan proses bisnis modular. Agar dapat memberikan nilai
kepada pelanggan, perusahaan harus mencocokan tingkat perubahan model
bisnis dengan reposisi strategis.
4) A Review of Telemedicine Business Models
Penelitian ini dilakukan oleh Shengnan Chen, Alice Cheng, and Khanjan
Mehta pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menginformasikan
dan menginspirasi strategi bisnis dari generasi berikutnya untuk usaha
telemedicine secara ekonomi dan agar dapat berhasil menangani tantangan
kesehatan lokal. Hasil dari penelitian yaitu dalam Business Model Canvas,
segmen pelanggan dengan permasalahan yang spesifik merupakan titik awal
dari semua usaha. Terutama di negara-negara berkembang, biaya yang ada
dan dengan waktu dan perjalanan merupakan kenyamanan dalam
mengakses. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan
mempertimbangkan faktor-faktor spesifik dan pola pikir ketika merancang
usaha telemedicine ekonomi yang akan berlanjut di negara-negara maju atau
berkembang.
5) Criticisms, Variations, and Experiences with Business Model Canvas.
Penelitian ini dilakukan oleh Hong dan Fauvel pada tahun 2013. Penelitian
ini bertujuan untuk menekankan pentingnya penggunaan BMC kepada para
pengusaha dan akademisi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
membahas masalah dan kritik terhadap BMC, serta menunjukkan variasi
BMC dalam rangka untuk membantu pengusaha menggunakan model ini
dengan cara yang benar, sehingga dapat berhasil dalam merencanakan
25 Universitas Kristen Petra
bisnis mereka. Metode yang digunakan dalam jurnal penelitian ini yaitu
kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu BMC sangat membantu dan berguna
dalam menuliskan rencana bisnis. Penelitian juga menyarankan untuk
memahami penggunaan BMC yang original terlebih dahulu sebelum
menggunakan model-model variasi dan pengembangan BMC.
6) Models of Internationalization: A Business Model Approach to Professional
Service Firm Internationalization
Penelitian ini dilakukan oleh McQuillan dan Scott pada tahun 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat model bisnis yang digunakan oleh
perusahaan jasa profesional ketika melakukan internasionalisasi pada
aktivitasnya. Metode yang digunakan dalam jurnal penelitian ini yaitu
kualitatif. Hasil dari penelitian yaitu dalam melakukan internasionalisasi,
perusahaan-perusahaan jasa ini menggunakan pendekatan model-model
bisnis, yaitu Multiple Local Business Model (Proses internasinalisasi local
to local), Global Business Model (proses internasionalisasi global), Niche
Global Business Model (Proses internasionalisasi local to niche global), dan
Local to Global Business Model (proses internasionalisasi local to global).
7) Business Model Mapping : A New Tool to Encourage Entrepreneurial
Activity and Accelerate New Venture Creation
Penelitian ini dilakukan oleh John Leschke pada tahun 2013. Penelitian ini
menjelaskan permodelan bisnis sebagai model dan alternative evaluasi
peluang bisnis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi
kasus pada kedai kopi, kemudian menganalisa dengan 9 elemen Business
Model Canvas dan 16 komponen pemetaan model bisnis. Hasil penelitian
ini yaitu dengan menggunakan pendekatan permodelan bisnis dapat
mempercepat proses pengembangan konsep, penilaian dan meningkatkan
kualitas bisnis.
26 Universitas Kristen Petra
2.5 Kerangka Berpikir
Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi model bisnis Tirotti Bakery
saat ini dengan menggunakan business model canvas. Dalam tahap berikutnya,
akan dilakukan evaluasi dengan menggunakan analisis SWOT pada masing-masing
elemen business model canvas tersebut. Berikut ini ialah kerangka berpikir dari
penelitian ini:
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Sumber : Osterwalder dan Pigneur (2010), diolah oleh peneliti
Business Model Canvas Tirotti Bakery yang baru :
a. Customer Segments
b. Value Propositions
c. Channels
d. Customer Relationships
e. Revenue Streams
f. Key Resources
g. Key Activity
h. Key Partnerships
i. Cost Structure
Tirotti Bakery
Business Model Canvas Tirotti Bakery saat ini :
a. Customer Segments
b. Value Propositions
c. Channels
d. Customer Relationships
e. Revenue Streams
f. Key Resources
g. Key Activity
h. Key Partnerships
i. Cost Structure
Analisis SWOT