2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

download 2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

of 5

Transcript of 2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

  • 8/18/2019 2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

    1/5

    1

    Pola Pikir Wirausaha

    Untuk Menjembatani DuniaKerja dan Dunia Pendidikan

    Pendahuluan

    Salah satu problem klasik di Indonesia adalah kenaikan angka kelulusan tiap tahun selalu

    diikuti dengan kenaikan angka pengangguran. Bahkan, lulusan bertitel sarjana yang belum

    mendapatkan perkerjaan pada 2013 mencapai 360.000 orang (5,04%) dari 7,2 juta angka

    pengangguran di Indonesia (Sumber: Data BPS). Angka ini diklaim “turun” oleh BPS jika mengacu

    pada data tahun sebelumnya yang mencapai 6,95%. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, beberapa

    fenomena berikut ini mungkin bisa dijadikan

    pertimbangan.

    Pertama, setiap musim kelulusan selalu diikuti

    dengan hadirnya banyak event-event   “Job Fair” alias

    bertemunya para pemberi kerja dengan pencari kerja.Event-event  seperti ini bahkan dibanjiri oleh para calon

    pelamar kerja. Bagi pihak perusahaan pemberi kerja,

    hal ini akan sangat memudahkan mereka dalam

    mendapatkan tenaga kerja yang dibutuhkan. Tak heran,

    angka pengangguran akan menurun karena pada

    momen tersebut sedang banyak-banyaknya rekrutmen

    tenaga kerja.

    Kedua, belum ada data resmi tentang

    kontinuitas kerja para tenaga kerja tersebut. Artinya

    tidak diketahui apakah para “pekerja baru” tersebut

    masih bertahan di tempat kerjanya pada beberapabulan pertama. Sementara, banyak diantara mereka

    Ennoch Sindang

    Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK

    Abstraksi 

    Pola pendidikan yang monoton selain membosankan didalam kelas, juga akan menciptakan

    peserta didik yang kurang kreatif. Pola pikir dan budaya kreatif sangat diperlukan dalam

    dunia kerja. Terlebih lagi apabila pemerintah ingin mendorong jiwa wirausaha kepada para

    peserta didik. Apa saja dan bagaimana mendorong pendidikan yang akan dibahas dalam

    tulisan ini. 

  • 8/18/2019 2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

    2/5

    2

    yang menganggur sebenarnya pernah mendapatkan pekerjaan, namun tak lama kemudian mereka

    di-PHK atau mengundurkan diri karena ketidaksesuaian antar kompetensi dengan bidang pekerjaan.

    Ketiga, angka pengangguran terbesar justru didominasi oleh kaum terdidik, alias mereka

    yang berpendidikan SMU dan Universitas. Hal ini menunjukkan bahwa ada missing link  antara dunia

    kerja dengan dunia pendidikan, karena dunia kerja sejatinya membutuhkan SDM dengan kualitas

    dan kompetensi yang mampu dijawab oleh tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan yanglebih tinggi. Missing Link   inilah yang jadi problema dan menghadirkan angka pengangguran dari

    kalangan berpendidikan.

    Dari fenomena diatas, dua hal yang perlu digaris bawahi adalah Sudahkan Dunia Pendidikan

    Indonesia Menjawab Kebutuhan Dunia Kerja? Bagaimana menjembatani Dunia Kerja dan Dunia

    Pendidikan di Indonesia?

    Pola Pikir Wirausaha : Sebuah Solusi untuk Dunia Pendidikan

    Secara sederhana, wirausaha bisa diartikan sebagai kegiatan

    mencapai tujuan ekonomi dengan cara

    menciptakan sesuatu yang baru melalui inovasi.

    Jika dikaitkan dengan dunia kerja, Wirausahaadalah bagian paling vital dalam menentukan laju

    pertumbuhan bisnis. Tak ada satupun pimpinan

    sebuah perusahaan yang maju tidak memiliki pola

    pikir wirausaha. Jadi pola pikir wirausaha merupakan

    aset penting dalam dunia kerja. Karir yang cemerlang

    akan terbangun ketika seorang pekerja memiliki

    kemampuan berwirausaha. Sebagian orang masih

    mengartikan wirausaha sebagai kegiatan berdagang

    atau jual-beli. Hal ini tidak salah, jika merujuk pada

    definisi sederhana diatas. Dalam dunia bisnis, pola pikir wirausaha mutlak diperlukan agar bisa

    bersaing dan mengembangkan bisnisnya.Secara sederhana, pola pikir wirausaha terbagi dalam tiga  platform, yaitu (1) Inovasi (2)

    Improvisasi dan (3) Independensi.

    Inovasi

    Dalam dunia wirausaha, inovasi memiliki peran cukup vital. Inovasi yang dimaksud disini

    adalah kemampuan membaca peluang dan meraihnya ketika kesempatanitu berdatangan. Inovasi

     juga berarti menciptakan sesuatu yang baru. Dalam proses menjembatani antara dunia pendidikan

    dengan dunia kerja, pola pikir inovatifatau kreatif yang dimiliki oleh lulusan sekolah/perguruan tinggi

    akan sangat membantunya dalam beradaptasi dengan dunia kerja. Ketika seorang karyawan baru

    diterima di sebuah perusahaan, ilmu yang didapatkannya selama menempuh pendidikan baru akan

    benar-benar teraplikasikan dengan baik ketika dia menerapkan pola pikir berbasis inovasi.

    Perusahaan sering memberikan kesempatan bagi karyawan baru untuk beradaptasi dengan

    lingkungan barunya melalui sistem kerjasesama karyawan, dan peraturan-peraturan perusahaan.

    Jika seorang karyawan baru tidak mampu

    beradaptasi dengan cepat, maka bukan tak mungkin

    usia kerjanya hanya sebatas usia masa percobaan

    saja, yaitu 3 bulan.

    Pola pikir wirausaha berbasis inovasi idealnya

    sudah diberikan ketika seseorang masih dalam tahap

    menempuh bangku pendidikan melalui berbagai

    kegiatan belajar-mengajar yang mengedepankan

    perkembangan afektif dan psikomotorik. Penugasan

    dan ujian yang sifatnya merangsang kemampuan siswa

  • 8/18/2019 2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

    3/5

    3

    dalam mengembangkan pendapatnya dan lebih banyak mengajak siswa untuk memecahkan

    berbagai masalah melalui pendekatan masing-masing akan membantu kemampuan siswa dalam

    menciptakan kemampuannya berinovasi.

    Improvisasi.

    Improvisasi bisa bermakna kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi yang dihadapidengan melakukan beberapa perubahan. Dari perspektif dunia usaha, improvisasi bisa juga dimaknai

    sebagai kemampuan melakukan trial and error  dalam upaya bertahan ditengah ketatnya persaingan.

    Platform  Improvisasi dalam pola pikir kewirausahaan adalah salah satu faktor yang akan

    sangat membantu dalam menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia

    kerja.Dengan bekal kemampuan berimprovisasi, seorang karyawan mampu mengembangkan

    karirnya dan menghadapai persaingan kerja. Dalam dunia

    pendidikan di Indonesia, improvisasi sering mendapat

    ruang terbatas dalam kegiatan belajar-mengajar. Salah

    satu contohnya adalah kegiatan belajar-mengajar yang

    sifatnya satu arah : dari guru ke siswa. Pola-pola belajar

    sistem diskusi jarang diadakan. Bahkan ruang kelascenderung statis dengan konsep benar-salah sesuai

    petunjuk di buku. Diskusi juga tidak terbangun karena

    siswa takut salah dalam memberikan jawabannya. Hal ini

    sebenarnya bisa diinisiasi dengan memberikan lebih

    banyak ruang bagi siswa untuk menyampaikan

    pendapatnya dan berdiskusi serta melihat permasalahan

    lebih mendalam bukan sekedar benar-salah. Hal ini akan

    sangat membantu peningkatan kemampuan improvisasi

    siswa yang akan dibutuhkan dalam dunia kerja.

    Independensi.Ini problem yang cukup klasik di negeri ini. Menjadi seorang karyawan di perusahaan

    bonafide dengan jabatan bergengsi dan gaji tinggi atau menjadi pegawai negeri sipil yang difasilitasi

    gaji tetap dan pensiun rutin serta asuransi dan sederet kelebihan lainnya, sudah jadi idaman hampir

    semua lulusan perguruan tinggi.

    Sementara, di sisi lain, lulusan SMU/SMK yang tak mampu meneruskan ke perguruan tinggi

    berharap bisa mendapat pekerjaan yang minimal cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

    mereka. Namun ada pula sebagian dari mereka berpikir sebaliknya, yaitu membuka usaha sendiri.

    Berwirausaha menjadi pilihan satu-satunya karena melamar pekerjaan adalah kegiatan yang jauh

    lebih boros dibanding membuka usaha sendiri.

    Ketiga  platform  yang menjadi komponen dalam pola pikir wirausaha tersebut sebenarnya

    bisa diimplementasikan pada berbagai bidang di dunia

    pendidikan. Tanpa perlu repot-repot membuat kurikulum baru

    seperti yang akhir-akhir ini digaungkan. Tanpa perlu repot-

    repot membuat sekolah khusus wirausaha seperti yang sudah

    mulai dilakukan oleh beragam lembaga pendidikan di negeri ini.

    Mengapa pola pikir wirausaha penting untuk

    menjembatani dunia kerja dengan dunia pendidikan,

    Setidaknya ada tiga alasan mengapa hal ini menjadi penting.

    Pertama, saat ini terjadi kesenjangan yang cukup lebar

    antara kebutuhan dunia usaha akan Sumber Daya Manusia

    yang kompetendengan ketersediaan tenaga kerja terdidik.

    Kesenjangan tersebut tergambar dari angka pengangguran di

    Indonesia yang didominasi oleh lulusan perguruan tinggi. Setiap

  • 8/18/2019 2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

    4/5

    4

    tahunnya, terdapat puluhan ribu lulusan perguruan tinggi yang

    membutuhkan penghasilan. Sementara kebutuhan dunia kerja

    tidak sebanyak jumlah lulusan yang tersedia. Selain itu

    kompetensi, mahasiswa masih berkutat pada hal-hal teoritis dan

    belum teruji di dunia kerja.

    Kedua, masalah kompetensi. Sering kita menyaksikan disekitar kita, seorang lulusan teknik sipil bekerja menjadi

    salesmandi perusahaan otomotif. Atau seorang sarjana lulusan

    dari Institut Pertanian menjadi wartawan yang meliput topik-

    topik perbankan. Kedua contoh tadi merupakan “wajah” dari

    kesenjangan kompetensi antara dunia pendidikan dengan dunia

    kerja. Banyak perusahaan membutuhkan tenaga kerja siap pakai

    dan memiliki kompetensi yang mumpuni.

    Kesenjangan ini mengakibatkan dua hal, yaitu (a) tenaga

    kerja asing makin diminatikarena kompetensinya teruji bahkan

    terlatih sejak di bangku kuliah lewat kurikulum yang lebih

    berorientasi pada keseimbangan aspek kognitif, afektif, danpsikomotorik, (b) posisi sales menjadi posisi paling banyak

    ditawarkan. Hampir setiap hari iklan lowongan di media massa

    menyediakan lowongan untuk posisi salesman. Ini adalah posisi

    paling “low cost” bagi perusahaan, sekaligus menjadi posisi paling terakhir dilirik oleh lulusan

    perguruan tinggi (jurusan ilmu ekonomi / pemasaran sekalipun). Padahal inilah posisi dimana pola

    pikir wirausaha terbentuk : Inovasi, Improvisasi, dan Independensi.

    Ketiga, mengenai persepsi. Sejak kecil, anak sudah didoktrin oleh pekerjaan-pekerjaan idaman

    semacam Presiden, Dokter, insinyur, bekerja di bank. Pemahaman bahwa yang namanya “bekerja”

    adalah duduk di kantor dan menerima gaji setiap bulan juga sering ditanamkan oleh orang tua

    kepada anak-anaknya. Belum lagi doktrin tentang betapa enaknya bekerja jadi Pegawai Negeri Sipil

    (PNS). Tak heran, orang rela mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta agar bisa diterima menjadiPNS, Polisi, atau masuk Militer. Orang sering beranggapan pemuda-pemuda yang lebih banyak

    bekerja dirumah dianggap sebagai anak “pengangguran”. Pekerjaan bertipe wirausaha menjadi

    pekerjaan “kelas dua” setelah karyawan di perusahaan yang dianggap bonafit. Persepsi semacam ini

    yang memberangus pola pikir wirausaha yang sebenarnya dibutuhkan oleh dunia pendidikan kita.

    Bagaimana implementasi pola pikir wirausaha di dunia pendidikan?

    Pertama, implementasi pada orientasi yang diharapkan dari lulusan sekolah/perguruan

    tinggi. Selama ini, lulusan sekolah maupun perguruan tinggi selalu dilihat prestasinya pada aspek

    kognitif semata. Nilai Ujian Nasional dan Nilai IPK menjadi patokan bagi setiap sekolah dan

    perguruan tinggi dalam mengukur prestasi anak didiknya. Sekolah sangat bangga ketika berhasil

    mendapatkan angka kelulusan 100%, dan menjadi sedikit terbebani ketika ada anak didiknya yang

    mendapatkan nilai UN dibawah standar minimum. Padahal, Ujian Nasional (UN) hanya satu dari tiga

    komponen penilaian dalam kelulusan. Selain aspek kognitif, ada dua aspek penilaian lainnya yaitu

    aspek afektif dan psikomotorik.Yang tidak kalah penting adalah pemerintah sendiri menetapkan UN

    sebagai komponen yang dominan (60%) dalam penetuan kelulusan. Hal ini menjadi tidak sejalan

    dengan cita-cita menciptakan mental wirausaha di kalangan peserta didik. Jika lulusan perguruan

    tinggi di Indonesia diharapkan lebih kreatif dengan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri,

    maka harapan ini terhalang oleh konsep pendidikan yang lebih mengedepankan aspek kognitif

    secara berlebihan. Sebab, mental wirausaha yang dipengaruhi oleh tiga platform Inovasi, Improvisasi

    dan Independensi hanya akan bisa diterapkan jika aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dinilai

    secara seimbang.

    Kedua, implementasi pada metode atau kegiatan belajar-mengajar. Setidaknya dalam proses

    belajar-mengajar diperbanyak diskusi dan membahas topik-topik yang lebih relevan dengan kondisi

    ● ● ● 

    Pemahaman bahwa yang

    namanya “bekerja”

    adalah duduk di kantor

    dan menerima gaji setiap

    bulan juga sering

    ditanamkan oleh orang

    tua kepada anak-

    anaknya. Belumlagi

    doktrin tentang betapa

    enaknya bekerja jadi

    Pegawai Negeri S ipil

    (PNS). 

    ● ● ● 

  • 8/18/2019 2-Dunia Kerja Dan Dunia Pendidikan - Ennoch-done

    5/5

    5

    nyata di lapangan akan membuat kemampuan berimprovisasi

    peserta didik lebih berkembang. Masih sering ditemui di

    Indonesia, siswa pandai diasosiasikan sebagai siswa yang bisa

    menjawab berbagai pertanyaan dengan benar. Sementara

    siswa yang menjawab berbeda dari jawaban asli selalu

    dianggap salah dan bodoh, apalagi kalau siswa tersebutmencoba mempertahankan argumennya maka dia dianggap

    membangkang. Padahal, diskusi diadakan bukan untuk

    mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, namun

    bersama-sama menemukan solusi atas permasalahan yang

    dihadapi. Diskusi dan pemberian soal-soal yang membutuhkan jawaban eksploratif akan membantu

    membentuk pola pikir wirausaha pada diri peserta didik.

    Selain itu, lingkungan kegiatan belajar-mengajar juga sudah waktunya keluar dari lingkungan

    monoton berupa ruang kelas. Ruang dengan papan tulis di depan dan puluhan meja menghadap ke

    papan sudah waktunya diganti dengan konsep yang lebih merangsang keberanian siswa untuk

    berpendapat. Belajar juga tak harus di dalam kelas. Mencoba alternatif lingkungan baru seperti di

    alam, observasi langsung di lapangan, atau diskusi di tempat-tempat publik akan membuat siswalebih bergairah dalam mengeksplorasi pemikiran-pemikirannya sendiri. Kegiatan Praktek Kerja

    Lapangan (PKL) di kampus-kampus idealnya diperbanyak jatah SKS nya, agar mahasiswa bisa lebih

    terbiasa dengan lingkungan kerja. Dan sebaiknya memang PKL tidak sekedar jadi ajang pelarian

    mahasiswa dari ruang kuliah. Artinya mata kuliah PKL harus benar-benar menghasilkan output yang

    lebih terukur dan cocok dengan kebutuhan dunia kerja dan dunia usaha.

    Ketiga, Implementasi pada infrastruktur pendidikan. Banyak sekali sekolah-sekolah yang

    infrastrukturnya masih jauh dari kata ideal. Di Indonesia, sekolah yang berjalan dibawah bangunan

    rapuh saja masih cukup banyak, apalagi jika bicara soal teknologi, perangkat modern hingga

    dukungan teknis lainnya. Korupsi pada sektor pendidikan di negeri ini sudah bukan rahasia umum

    lagi. Maka ini “penyakit” yang harus disembuhkan segera. Bagaimana mungkin lulusan perguruan

    tinggi bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja jika mengenal teknologi saja cuma dari buku danhafalan. Makna Infrastruktur sejatinya bukan sekedar membangun sekolah modern dengan

    peralatan canggih dan lengkap, tetapi jugadiarahkan pada kebutuhan untuk menjawab tantangan di

    dunia usaha yang dinamis. Misalnya, membangun lab komputer yang dilengkapi internet untuk

    mengajarkan siswa tak hanya tentang materi Teknologi, Informasi & Komunikasi (TIK), tapi juga

    materi-materi kewirausahaan.

    Implementasi diatas tidak akan optimal jika seluruh komponen yang terlibat tidak

    berkontribusi secara aktif. Pemerintah sebaiknya aktif dan mulai tanggap menangkap kesenjangan

    yang sudah jelas terlihat dengan membenahi konsep pendidikan yang telah dijalankan selama ini.

    Kalangan dunia usaha juga sebaiknya tak henti-hentinya memberi edukasi kepada masyarakat

    bahwa tak ada yang instan di dunia ini, semua membutuhkan proses. Dan hasil yang matang selalu

    lahir dari proses yang tak pernah mudah.

    Masyarakat juga memiliki peran penting dalam membangun persepsi mengenai apa yang

    disebut pekerjaan. Tanpa keterlibatan ketiganya, pemerataan ekonomi di Indonesia akan sulit

    mencapai cita-cita idealnya dan makin memperlebar kesenjangan antara dunia pendidikan dengan

    dunia kerja.

    Daftar Pustaka:

    1.  Rhenald Kasali, Wirausaha Muda Mandiri , Gramedia Pustaka Utama, 2010. 

    2.  Jacky Ambadar, Miranty Abidin, Yanti Isa, Seri Usaha Praktis, Mengelola Usaha Dengan tepat ,

    Yayasan Bina Usaha Mandiri, 2007. 

    3. 

    Buchari Alma,Prof Dr., Kewirausahaan, Penerbit Alfabeta, 2011 

    [Ruang dengan papan tulis di

    depan dan puluhan meja

    menghadap ke papan sudah

    waktunya diganti dengan

    konsep yang lebih merangsang

    keberanian siswa untuk

    berpendapat. Belajar juga tak

    harus di dalam kelas.]