1.pdf
-
Upload
lusi-hesti-pratiwi -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
Transcript of 1.pdf
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 1/27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan (WHO, 2002), Merupakan sekumpulan dana dan
penggunaan dana tersebut untuk membiayai kegiatan kesehatan yang dilakukan
secara langsung serta memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat baik itu dalam lingkup Kabupaten, Provinsi maupun Negara.
Azwar (1996) mendefinisikan pembiayaan kesehatan yaitu besarnya dana
yang harus disediakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat guna
menyediakan dan memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan baik
itu oleh perorangan, keluarga. Kelompok maupun masyarakat.
Dari pengertian di atas, maka tampak bahwa pembiayaan kesehatan terdiri
dari dua jenis biaya yaitu:
a. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang tujuan
utamanya untuk mengobati dan memulihkan kesehatan penderita.
b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni
untuk pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan serta kegiatan pencegahan
penyakit.
Dalam melakukan pembiayaan kesehatan, terdapat syarat pokok yang
harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan bidang kesehatan (Azwar, 1996)
yang terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 2/27
1. Jumlah
Merupakan syarat utama dari pembiayaan kesehatan yang harus tersedia
dalam jumlah yang cukup dalam art! Dapat membiayai pcnyelenggaraan
semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat
untuk mendapatkannya.
2. Penyebaran
Penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan jika dana yang tersedia
tidak dapat dialokasikan dengan baik. Niscaya akan menyulitkan
penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
3.
Pemanfaatan
Pemanfaatan yang kurang baik atau kurang terarah dapat menimbulkan
masalah yang mana dana yang diaiokasikan tersebut harus tepat sasaran dan
membuat masyarakat dapat merasakannya.
Menurut Brotowasisto (2000), WHO memberikan batasan standar untuk
pembiayaan kesehatan suatu negara adalah 5% dari PDB masing-masing negara.
Sedangkan berdasarkan hasil pertemuan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia
dihasilkan suatu komitmen untuk mengalokasikan 15% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) atau 5% Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten/Kota untuk mendukung program dan layanan kesehatan.
Adapun model pembiayaan kesehatan yang diterapkan disuatu negara
biasanya menghadapi dua masaalah pokok yang sama, yaitu: (1) bagaimana
mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang meningkat secara drastis,
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 3/27
(2) mutu pelayanan kesehatan yang ternyata tidak sesuai dengan pembiayaan
kesehatan (Sulastomo, 2000).
Masaalah pembiayaan kesehatan yang dihadapi antara lain :
a. Alokasi anggaran kesehatan
Dalam sistim desentralisasi, alokasi anggaran kesehatan didapat
antara lain: (1) Anggaran Pemerintah Daerah (APBD), (2) Anggaran
Pemerintah Pusat (APBN), (3) Bantuan luar negeri. Besarnya alokasi dana
untuk kesehatan tergantung beberapa kondisi :
1). Besarnya pendapatan daerah (DAU, DAK dan PAD),
2). Kemampuan Rumah Sakit dalam menyusun program dan anggaran
yang realistis,
3). Visi Pemda dan DPRD tentang kedudukan sektor kesehatan dalam
konteks pembangunan daerah relatif terhadap kesehatan,
4). Kemampuan Rumah Sakit dalam melakukan advokasi kepada Pemda
dan DPRD (Gani,2001).
Sebagaimana diketahui sebagian anggaran daerah untuk sektor
kesehatan yang bersifat desentralisasi bersumber Dana Alokasi Umum
(DAU). Dana ini masih banyak dipakai untuk gaji atau rutin, bukan untuk
kegiatan pengembangan. Dengan demikian apabila daerah mengandalkan
DAU untuk pelayanan kesehatan, secara praktis pembangunan kesehatan
tidak mempunyai yang kuat kecuali pada daerah yang kaya (Harbianto &
Trisnantoro, 2004).
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 4/27
Dalam kaitannya dengan desentralisasi, sesuai dengan potensi
suatu daerah, sedikitnya ada dua skenario yang mungkin terjadi dalam
pembiayaan kesehatan. Untuk daerah kaya anggaran pembangunan
kesehatan mungkin akan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan,
sedangkan untuk daerah miskin tentu sebaliknya. Daerah miskin
diperkirakan akan memberi prioritas lebih tinggi pada sektor yang
memberikan “ return of investment” (ROI) dalam jumlah besar dan dalam
jangka pendek. “Celakanya”, investasi dibidang kesehatan tidak akan
memberikan ROI dalam jangka pendek dalam bentuk penerimaan riel
dalam PAD ataupun PDRB daerah (Gani, 2001 ).
b.
Pemanfaatan Dana yang Tidak Efisien
Di Indonesia pembiayaan kesehatan yang terbatas, dimanfaatkan
secara kurang efisien, hal ini dapat dilihat dari alokasi yang timpang antar
program kesehatan. Ketidakefisienan juga kelihatan dimana dana yang
dicarikan melalui rangkaian birokrasi yang panjang sehingga nilai dana
menurun ketika sampai pada tingkat operasional (Brotowasisto, 2000).
c. Beban Pembiayaan Kesehatan yang Semakin meningkat
Beban pembiayaan kesehatan Indonesia semakin hari semakin
berat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu :
(1) Meningkatnya jumlah penduduk, (2) Meningkatnya jumlah penduduk
usia lebih tua, sehingga jumlah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
kronis degeneratif juga meningkat, (3) Perkembangan teknologi kesehatan
yang semakin canggih (Gani, 2001).
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 5/27
d. Pengelolaan Dana yang Belum Baik
Untuk sumber dana yang berasal dari pemerintah, keluhan yang
banyak didengar adalah tidak sesuainya perencanaan anggaran yang dibuat
oleh pusat dengan kebutuhan daerah.
2.2. Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan
2.2.1 Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan (Sebelum Desentralisasi)
Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara
lainnya. Dalam Undang-undang Rl nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada
bagian ke 5 mengenai pembiayaan kesehatan pasal 65 ayat 1, menyebutkan bahwa
upaya kesehatan dibiayai .oleh pemerintah dan atau masyarakat. Pada ayat 2
menyebutkan bahwa pemerintah membantu upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang bertaku, terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan.
a.
Sumber Dana Pemerintah
Sumber Pembiayaan pemerintah berasal dari : (a) Pendapatan pajak secara
umum, (b) Pinjaman luar negeri/’deficit financing, (c) Pendapatan pajak
penjualan, (d) Asuransi sosial (Soewondo, 1998). Pemerintah daerah dalam
otonomi daerah ini mempunyai empat sumber untuk membiayai kegiatan, yaitu
(1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa pendapatan dari hasil pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lainnya. (2) Alokasi pusat kepada daerah dalam bentuk DAU dan
DAK, (3) Anggaran perimbangan atau bagi hasil yang diperolah dari kegiatan
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 6/27
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 7/27
asuransi swasta dan dapat dibeli oleh konsumen dalam pasar swasta yang
berorientasi laba ataupun nirlaba (Murti, 2000).
2.
Pembiayaan Asuransi oleh Perusahaan
Perusahaan secara langsung membiayai keperluan pelayanan
kesehatan para pekerjanya. Masalah yang timbul dalam jenis pembiayaan
ini adalah kaitan dengan kualitas pelayanan yang disediakan, dan kesulitan
untuk memberlakukan kewajiban kepada karyawannya (Mills & Gilson,
1990).
3. Pengeluaran Langsung dari Rumah Tangga
Yang tergolong dalam pembayaran ini adalah setiap pembayaran yang
dilakukan konsumen kepada penyedia pelayanan kesehatan kesehatan
(Mills & Gillson, 1990).
4.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
JPKM merupakan pengembangan sistem pembiayaan dan
pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan secara paripurna dan
berjenjang dengan pembayaran pra upaya berdasarkan azas kekeluargaan
dan azas gotong royong yang mencerminkan peran serta masyarakat
(Depkes Rl, 2000).
c. Pinjaman Luar Negeri
Sumber dana luar negeri saat ini masih diperlukan karena merupakan sumber
pendapatan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak menarik bagi sektor swasta seperti
pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan prasarana di luar jawa.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 8/27
2.2.2 Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan (Setelah Desentralisasi)
Pada masa desentralisasi pembiayaan kesehatan terdiri dari :
1.
Pembiayaan pusat dan dana dekonsentrasi
2. Pembiayaan melalui dana propinsi
3. Pembiayaan melalui dana kabupaten/kota
2.3 Anggaran (budget)
Munandar (2000) mengatakan bahwa, anggaran adalah suatu rencana yang
disusun secara sistimatis meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan
dalam kesatuan moneter untuk periode tertentu yang akan datang. Christina,dkk
(2001) menyatakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana yang disusun
secara sistimatis dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang
meliputi seluruh kegiatan perusahaan pada priode tertentu dimasa yang akan
datang.
Menurut Asri dan Adisaputro (1996), anggaran adalah suatu pendekatan
yang formal dan sistimatis dari pelaksanaan tanggungjawab manajemen didalam
perencanaan, koordinasi dan pengawasan. Anggaran merupakan suatu rencana,
uraian tentang kegiatan yang dilaksanakan yang dinyatakan dalam bentuk uang
(Azwar, 1996). Sedangkan Munandar (2000) menyatakan anggaran mempunyai
tiga kegunaan pokok, yaitu :
a. Sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta memberikan target-
target yang akan dicapai oleh kegiatan perusahaan di waktu yang akan
datang.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 9/27
b. Sebagai alat pengkoordinasi kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat
didalam perusahaan dapat saling menunjang, saliang bekerja sama dengan
baik guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
c. Sebagai alat pengawasan kerja yaitu alat pembanding guna menilai
realisasi kegiatan perusahaan.
Menurut Christina (2001), tujuan penyusunan anggaran adalah: (1) Untuk
menyatakan sasaran dari perusahaan secara jelas dan formal sehingga dapat
menghindari kerancuan dan memberikan arah terhadap apa yang hendak dicapai
manajemen, (2) untuk mengkomunikasikan harapan manajemen kepada pihak-
pihak terkait sehingga anggaran dimengerti didukung dandilaksanakan,
(3) untuk menyediakan rencana terinci mengenai aktifitas dengan maksud
mengurangi ketidakpastian dan memberikan pengarahan yang jelas bagi individu
dan kelompok untuk mencapai tujutan perusahaan (5) untuk menyediakan alat
pengukur dan pengendalian kinerja individu dan kelompok serta informasi yang
mendasari perlu tidaknya tindakan koreksi.
Menurut Nafarin (2004), beberapa hal terkait dengan prilaku pelaksanaan
anggaran yang perlu diperhatikan :
1.
Anggaran harus dibuat serealistis dan secermat mungkin, artinya tidak
terlalu rendah atau tinggi. Anggaran yang terlalu rendah tidak
menggambarkan kondisi yang dinamis, sedangkan anggaran yang terlalu
tinggi hanyalah angan-angan belaka.
2.
Untuk memotivasi menejer pelaksana, diperlukan adanya partisipasi dalam
penyusunan anggaran.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 10/27
3. Anggaran yang dibuat harus mencerminkan prinsip keadilan, sehingga
pelaksana anggaran tidak merasa tertekan, tetapi termotivasi untuk
mencapai tujuan anggaran.
4. Laporan realisasi anggaran perlu disajikan secara akurat dan tepat waktu,
sehingga bila terdapat penyimpangan yang bersifat merugikan dapat
diantisipasi sejak dini.
Backer and Green (2003) menjelaskan bahwa partisipasi anggaran akan
memberikan kemungkinan bagi bawahan untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan atasan mereka dan untuk mempengaruhi target anggaran.
Partisipasi anggaran yang tinggi tidak hanya meningkatkan pemahaman bawahan
mengenai bagaimana target anggaran berasal, tetapi juga menghasilkan target
anggaran yang lebih realistis yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh bawahan.
Langkah-langkah yang harus diikuti dalam penganggaran adalah :
(1) penetapan tujuan, (2) mengevaluasi sumber-sumber daya yang tersedia,
(3) negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat mengenai angka anggaran,
(4) persetujuan akhir, (5) pendistribusian anggaran yang disetujui (Slim dan
Siegel, 2000).
Pendekatan penyusunan anggaran (Depkes, 2002) adalah sebagai berikut :
1. Top Down Approach
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) sedikit keterlibatan dari semua
unit/staf,(2) Refleksi perspektif top menejer, (3) kurang keterlibatan,
komunikasi, dan komitmen dari unit/staf, (4) masaalah moral dan inefisien
:SPJ oriented.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 11/27
2. Patisipatory Approach
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) Perspektif tugas dan tanggungjawab
pada unit terkait, (2) belief-Ownership-bertanggungjawab, menyiapkan
anggaran sendiri, (3) sangat melibatkan semua staf, ada komunikasi dan
komitmen, (4) Waktu sangat relatif lama.
3.
Fixed Budget
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) Total anggaran di asumsikan tetap satu
setelah disetujui, (2) tidak ada penyesuaian (adjusment)
4. Fleksibel Budget
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) Total anggaran dapat direvisi apabila
kegiatan berubah, (2) Pada prinsipnya total anggaran mangacu pada jumlah
kegiatan yang dilakukan.
5.
Zero-Based Budgeting (Prospektif)
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) susun anggaran dari nol, sesuai dengan
goal dan objektif, (2) sulit, list semua kegiatan, estimasi volume, dan cari
standar biaya, (3) cerminan kebutuhan yang ada.
6. Historical budget (retrospektif)
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri (1) Mengacu pada line item dan jumlah
biaya tahun sebelumnya, (2) seringkali hanya berdasarkan pengalaman
tahun-tahun lalu ditambah 10%, (3) relatif mudah dan cepat bila hanya
melihat laporan tahun lalu, (3) tidak mencerminkan kebutuhan yang ada,
(6) kelebihannya adalah mendapat gambaran riil dilapangan dimasa lalu.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 12/27
7. Target based budgeting
Anggaran disusun berdasarkan target yang akan dicapai. Target dulu
disusun, baru anggaran dibuat. Budget dibuat setelah program disusun,
mengikuti siklus perencanaan ideal.
8. Budget based targeting
Besar anggaran telah di tetapkan dahulu, baru setelah itu target dan jenis
kegiatan sesuai dengan besarnya anngaran yang tersedia.Digunakan untuk
penyusunan anggaran yang platfonnya sudah ditetapkan.
Menurut Hasbullah (2005), saat ini ada lima faktor yang menentukan
prioritas dan kecukupan alokasi anggaran daerah bidang kesehatan, yaitu :
1.
Jumlah penerimaan daerah berasal dari pemerintah pusat dan daerah yang
tercantum dalam jumlah APBD.
2.
Skala prioritas terhadap bidang kesehatan dimata pemerintah daerah.
3.
Kemampuan Rumah Sakit dalam melakukan advokasi.
4. Kemampuan Rumah Sakit dalam menyusun anggaran yang baik.
5. Mampu menyajikan informasi alur pendanaan kesehatan termasuk
informasi sumber-sumber dana yang ada sampai bagaimana menggunakan
dana tersebut terhadap pencapaian program-program kesehatan.
2.3.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) adalah seseorang yang bekerja aktif baik
yang memiliki pendidikan formal atau tidak untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan dalam melakukan sesuatu upaya (Kepmenkes, 2004). Menurut KBBI
(2003), sumber daya manusia adalah potensi manusia yang dapat dikembangkan
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 13/27
untuk proses produksi. Sumber daya manusia salah satu faktor yang penting
didalam suatu organisasi. Agar organisasi dapat bertahan dalam lingkungan
persaingan harus melakukan repotioning peran SDM dengan cara pengembangan
SDM melalui kegiatan pelatihan dan melatih kembali sumber daya manusia.
Permasaalahan birokrasi publik perlu dibenahi melalui pendekatan kompetensi
yang berbasis kompetisi (Gomes, 2002).
Manusia merupakan faktor terpenting dari manajemen, gagal atau tidaknya
tujuan organisasi tergantung dari banyak faktor, namun tak dapat dipungkiri
bahwa manusia merupakan faktor yang paling dominan (Syamsi, 1988). Menurut
Dickey (2001), ketrampilan membuat perencanaan yang baik serta kepekaan
terhadap faktor-faktor non teknis yang berpengaruh, sangat diperlukan untuk
mencapai kesuksesan. SDM sebagai operator dari sistim sudah diketahui menjadi
kunci sukses dalam pelaksanaan desentralisasi (Trisnantoro, 2005).
Perencanaan sumber daya manusia adalah merupakan fungsi yang
pertama-tama yang harus dilaksanakan dalam organisasi. Perencanaan sumber
daya manusia adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna
menjamin bahwa organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki
berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat,
kesemuanya untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah dan akan
ditetapkan (Sutiono et al ., 2004).
Pada era desentralisasi terjadi perubahan yang mendasar pada manajemen
SDM kesehatan seperti : (1) Terjadinya perubahan pola manajemen SDM yang
tadinya sangat sentralisasi menjadi lebih desentralisasi, (2) Terjadinya perubahan
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 14/27
pola perencanaan dan pengelolaan SDM kesehatan yang tadinya sangat top down
menjadi bottom up, (3) Terjadinya transfer otoritas yang tadinya pusat sangat
powerful! Menjadi sharing power dengan daerah, (4) Terjadinya tuntutan
perubahan regulasi SDM kesehatan yang tadinya otoritas sangat terpusat menjadi
lebih diwarnai otoritas daerah. Status tenaga dipekerjakan dan diperbantukan
mungkin perlu ditinjau ulang, untuk memberikan otoritas lebih besar kepada
daerah untuk mengelola SDM kesehatan sesuai dengan kebutuhan mereka,
(5) Terjadinya perubahan jelas teriihat fungsi dan tanggungjawab pusat dengan
daerah secara jelas (llyas, 2000).
Lebih lanjut menurut Sampoerno (1999), dapat tidaknya kebutuhan tenaga
kesehatan terpenuhi dalam suatu kabupaten sangat tergantung dari kaya atau
miskinnya propinsi atau kabupaten yang bersangkutan setelah terjadi
desentralisasi. Untuk implementasi paradigma sehat, disamping tenaga kesehatan
yang telah ada masih diperlukan tenaga-tenaga kesehatan jenis lain yang memiliki
keterampilan untuk menangani upaya preventif dan protektif yang tertuang dalam
program sanitasi lingkungan, pencegahan dan sebagainya. Pada era desentralisasi,
untuk tingkat kabupaten diperlukan juga beberapa tenaga kesehatan yang dapat
melakukan perencanaan, implementasi dan evaluasi program-program kesehatan.
a. Kemampuan Untuk Melakukan Advokasi
Dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi, kabupaten/kota akan
menjadi” unit yang paling strategis, dan dimana dua lembaga kabupaten
yaitu Bupati dan DPRD, sangat menentukan skala prioritas pembangunan sosial
dan ekonomi (Puslit Kesehatan Ul, 2000).
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 15/27
Secara nasional advokasi kesehatan adalah meningkatkan perhatian publik
terhadap kesehatan, dan meningkatkan advokasi sumberdaya untuk kesehatan.
Indikator keberhasilan advokasi yang paling utama adalah meningkatnya
anggaran kesehatan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
(Notoatmodjo, 2001 ).
Hal yang penting dalam proses advokasi adalah proses sosialisasi dan
mobilisasi. Proses ini diperlukan untuk mempercepat agar pemerintah dapat
segera mengeluarkan/ membuat instrumen kebijakan yang diinginkan. Oleh
karena itu pelaksanaan advokasi (dalam hat ini Dinas Kesehatan) perlu mengenali
dan membina kerjasama dengan pembuat opini dan media massa
(Depkes Rl, 2000).
Departemen Kesehatan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan
alokasi dana kesehatan, pada bulan Juli 2000 yang lalu telah melakukan advokasi
melalui suatu pertemuan nasional di Jakarta. Dengan hasil kesepakatan adalah
komitmen untuk mengalokasikan 15% APBD atau 5% Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota untuk mendukung program dan
pelayanan kesehatan (Depkes Rl, 2000).
Advokasi dapat terwujud dalam berbagi bentuk kegiatan antara lain :
(1) Lobi politik, (2) Seminar dan atau presentasi, (3) Media, (4) Perkumpulan
asosiasi peminat (Notoatmodjo, 2001).
b. Penyusunan Perencanaan dan Anggaran yang baik
Menurut Mulyadi dan Setiawan (1999), proses perencanaan menyeluruh
terdiri dari empat tahap, yaitu : (1) perumusan strategi, (2) perencanaan stratejik,
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 16/27
(3) penyusunan program, (4) penyusunan anggaran. Proses penyusunan anggaran
merupakan suatu proses sejak dari tahap persiapan yang diperlukan sebelum
dimulainya penyusunan rencana, pengumpulan berbagai data dan informasi yang
perlu, pembagian tugas perencanaan, penyusunan rencana, implementasi rencana
sampai pada tahap evaluasi hasil pelaksanaan rencana tersebut.
Menurut Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (2000),
sebelum desentralisasi, perencanaan dan penganggaran kesehatan di Indonesia
merupakan proses top down dan terkotak-kotak. Dinas kesehatan kabupaten
membuat perencanaan kesehatan berdasarkan arahan dan panduan yang diberikan
pusat. Pelatihan kurang diberikan terhadap kebutuhan daerah.
Desentralisasi akan menghasilkan kebutuhan baru terhadap pelayanan
kesehatan kabupaten, khususnya dalam hat administrasi, manajemen keuangan
dan perencanaan kesehatan. Dinas kesehatan kabupaten diharapkan mampu
melakukan kegiatan berikut :
1. Perencanaan dan penganggaran terpadu, mengintegrasikan segala sumber
dana dalam bentuk paket block grant dan menggunakannya untuk
memecahan masalah kabupaten.
2.
Dalam proses perencanaan, atau analisis situasi, harus berdasarkan hasil
survailans, atau data yang berbasis masyarakat.
3. Menggali sumber dana potensial (pemerintah, swasta dan masyarakat)
sehingga mendapatkan dana yang cukup untuk mengimplementasikan
kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 17/27
Dalam desentralisasi, penting sekali untuk mendapatkan perencana
program yang terlatih dengan baik pada tingkat kabupaten. Dinas kesehatan
idealnya mempunyai sumber daya manusia yang menguasai teknik perencanaan
(Puslit Kesehatan Ul, 2001).
2.3.2 Dana
Pembiayaan kesehatan pada dasarnya adalah sekumpulan dana dan
penggunaan dana untuk pembiayaan secara langsung dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pada era desentralisasi, semua pembiayaan
kesehatan (kecuali yang bersifat khusus) dipusatkan pada kepala daerah bersama
sektor lain dalam bentuk DAU dan DAK. Dalam plot anggaran bersama tersebut,
alokasi ke bidang kesehatan akan ditentukan oleh kepala daerah bersama DPRD
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah (Budiarto, 2003).
Konsekuensi dari diterapkannya otonomi daerah adalah perubahan sistem
administratif yang berlaku. Daerah dituntut lebih otonom baik dalam menjalankan
pemerintahannya maupun dalam mendanai keuangan daerahnya. Sedangkan
kemampuan satu daerah dengan daerah lain tidaklah sama. Untuk menunjang
pelaksanaan otonomi daerah tersebut, maka pemerintah pusat memberikan
kebijakan transfer kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU).
Alokasi dana ini sangat tergantung dari kebutuhan dan lobi, negosiasi, serta
argumentasi antara pihak eksekutif, unit-unit teknis di daerah dengan pihak
legislatif (Sidik et al., 2002).
Salah satu kebijakan tentang pembiayaan kesehatan didaerah yang pernah
disepakati oleh para Bupati/Walikota dalam era-desentralisasi adalah 15% dari
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 18/27
dana APBD. Namun didalam realisasinya persentase anggaran kesehatan di
banyak daerah di Indonesia tidak bergeser dari yang sebelumnya yaitu berkisar
antara 2,5% sampai dengan 4% dan maksimal 7% (Hendartini dan Mukti, 2004).
Dalam konteks pembiayaan kesehatan di era otonomi daerah, tidak lepas
dari keadaan pemerintah daerah dan masyarakat. Sebagai contoh, bila pemerintah
daerah miskin sementara masyarakat kaya, maka dimungkinkan biaya pelayanan
kesehatan sebagian besar akan ditanggung oleh masyarakat dan subsidi Pemda
untuk pelayanan kesehatan bisa ditekan dan akan diprioritaskan untuk membiayai
program-program yang sifatnya public good. Pada masyarakat yang kaya, maka
sistem pelayanan kesehatan akan cenderung bergeser ke arah mekanisme pasar
yang sesuai dengan need dan demand masyarakat tersebut. Sebaliknya pada
pemerintah daerah yang miskin dan masyarakatnya miskin, maka peranan Pemda
setempat akan cenderung kecil karena dalam situasi ini kemungkinan diperlukan
peranan pemerintah pusat yang lebih besar (Trisnantoro, 2002 ).
Sektor kesehatan juga mendapat alokasi dana khusus yang dipakai untuk
membiayai peningkatan daya jangkau dan kualitas kesehatan masyarakat di
Kabupaten/Kota. Dana ini diprioritaskan untuk daerah-daerah yang mempunyai
kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata. Untuk efektifitas pelaksanaan
DAK, masing-masing pemerintah daerah membentuk tim koordinasi yang bersifat
fungsional yang bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan, dan pemantauan DAK (Sidik et al., 2002).
Selain dari dana tersebut di atas, sektor kesehatan menerima dana non
desentralisasi, seperti dana dekonsentrasi, dana Program Kompensasi
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 19/27
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) bidang kesehatan, dan
anggaran biaya tambahan. Dana dekonsentrasi adalah dana pemerintah pusat yang
digunakan untuk membiayai tugas-tugas pemerintah pusat di daerah. Pemerintah
daerah wajib melaporkan dan membuat laporan pertanggungjawaban
ke pemerintah pusat. Sedangkan dana PKPS-BBM adalah dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat kepada daerah sebagai dampak dari kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) untuk membantu masyarakat miskin. Dalam rangka
pelaksanan otonomi daerah, maka pemerintah daerah diharapkan dapat
menyediakan anggaran melalui APBD untuk orang miskin sesuai dengan
kemampuan rnasing-masing. (Trisnantoro, 2004).
Ada beberapa kriteria dalam pengalokasian anggaran kesehatan,
diantaranya adalah adekuasi dan equity. Pemakaian kriteria tersebut dapat
dilakukan untuk mencapai standar pelayanan minimal. Dalam hal ini, dapat
diberikan conditional non-matching block transfer (DAK tanpa dana pendamping)
berbasis pada standar pelayanan minimal yang ada. Prinsip adekuasi diperlukan
untuk mendukung daerah agar mampu melakukan pelayanan minimal yang
standarnya ditetapkan oleh pusat (Harbianto & Trisnantoro, 2004).
2.3.3
Sarana
Faktor sarana sangat penting dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
aktivitas pemerintahan daerah. Dalam pengertian ini, sarana adalah setiap benda
atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar atau mempermudah aktifitas.
Untuk dapat memperlancar daya kerja pemerintah daerah, maka diperlukan
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 20/27
adanya sarana yang baik dalam arti cukup dalam jumlah dan efisien, efektif, serta
praktis dalam penggunaannya (Kaho, 1997).
Sarana tersebut dikatakan cukup dalam jumlah (kuantitasnya) apabila
sarana yang tersedia sebanding dengan volume kerja yang ada, atau sebanding
dengan jumlah tenaga yang akan menggunakannya, atau sebanding dengan
kebutuhan organisasi. Sarana disebut efisien, penggunaannya dari sudut output
haruslah maksimal, sedangkan dari sudut input haruslah minimal. Selain itu,
sarana prasarana harus efektif dalam penggunaannya, artinya apabila
pengguanaannya menghasilkan efek (akibat, pengaruh, keadaan), seperti yang
diharapkan (Kaho, 1997).
Menurut Dwiyanto (2002), kinerja pelayanan publik yang baik dapat
dilihat melalui berbagai indikator fisik. Penyelenggaraan pelayanan publik yang
baik dapat dilihat melalui aspek fisik yang diberikan, seperti tersedianya gedung
pelayanan yang representatif, fasilitas pelayanan berupa ruang tunggu yang
nyaman, peralatan pendukung yang memiliki teknologi canggih, misalnya
komputer, serta berbagai fasilitas kantor pelayanan yang memudahkan akses
pelayanan bagi masyarakat.
Untuk mendukung suksesnya kegiatan pembiayaan kesehatan di era
desentralisasi, maka perlu dikembangkan sistem data untuk perencanaan dan
alokasi anggaran. Data ini dibutuhkan oleh teknik alokasi anggaran yang
menggunakan formula. Tanpa dukungan data yang baik, maka kecenderungan
alokasi akan berdasarkan negosiasi dan pengaruh politik (Trisnantoro, 2004).
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 21/27
2.3.4 Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan infrastruktur yang mendasari konsep dan
implementasi strategi. Struktur adalah kerangka organisasi yang merupakan
visualisasi dari tugas, fungsi, garis wewenang dan tanggung jawab, jabatan dan
jumlah pejabat serta batas-batas formal dalam hal apa organisasi itu beroperasi.
Konsep struktur mengacu kepada cara bagaimana departemen atau unit diatur di
dalam suatu sistem, menggambarkan keterkaitan antara bagian-bagian dan cara
mengatur posisi di dalam sistem (Sulistiani, 2004).
Menurut Siagian (2004), perhatian pada struktur terletak pada kenyataan
bahwa :
1.
Dalam struktur tergambar hierarki kekuasaan dan kewenangan yang
berlaku meskipun dewasa ini para pakar makin menonjolkan pentingnya
penciptaan struktur yang lebih datar bukan yang hierarki piramidal.
2.
Dalam struktur tergambar hubungan antara satu satuan kerja dengan
satuan-satuan kerja yang lain, sekaligus menunjukan bentuk dan jenis
interaksi dan interelasi yang harus terjadi.
3. Struktur organisasi memaparkan jaringan informasi yang ada dan dapat
dimanfaatkan.
4. Dalam struktur organisasi terlihat berbagai saluran komunikasi yang
tersedia.
5.
Struktur organisasi menggambarkan cara yang digunakan oleh manajemen
puncak membagi tugas dan tanggungjawab satuan-satuan kerja yang ada
dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 22/27
Tugas dan wewenang Kabupaten/Kota dalam PP 25 Tahun 2000 adalah
kegiatan yang belum dilaksanakan di Pusat dan Propinsi, diantaranya adalah
pengembangan Sistem Pembiayaan Kesehatan melalui Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat dan atau sistem lain dalam lingkup kota, pengelolaan
tenaga kesehatan daerah, dan perencanaan dan pengendalian upaya kesehatan
dalam penyehatan lingkungan hidup kota.
Tujuan strategis desentralisasi kesehatan menurut KepMenkes Rl Nomor :
004/MENKES/SK/I/2003 adalah (1) Upaya membangun komitmen Pemda,
legislatif, masyarakat, dan stakeholder lain dalam kesinambungan pembangunan
kesehatan, (2) Upaya peningkatan kapasites sumber daya manusia, (3) Upaya
perlindungan kesehatan masyarakat khususnya terhadap penduduk miskin,
kelompok rentan dan daerah miskin, (4) upaya pelaksanaan komitmen nasional
dan global dalam program kesehatan, (5) Upaya penataan manajemen kesehatan
di era desentralisasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diatur tentang pedoman organisasi
perangkat daerah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang
Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan :
kewenangan daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan
keuangan daerah; ketersediaan sumberdaya aparatur; dan pengembangan pola
kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga.
Sebagai pengganti PP 84 tahun 2000, PP 8 tahun 2003 mempertegas peran
Dinas Kesehatan. Dalam perubahan struktur sistem kesehatan, Dinas Kesehatan
diharapkan berperan sebagai perumus kebijakan dan regulator. Disamping sebagai
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 23/27
perumus kebijakan teknis, diharapkan Dinas Kesehatan dapat mengelola sistem
pembiayaan kesehatan daerah (Trisnantoro, 2004).
Struktur yang terdesentralisasi bisa menciptakan birokrasi profesional,
sehingga terbentuklah kombinasi antara tuntutan standarisasi dengan
desentralisasi. Struktur bisa menangani tugas- tugas khusus (terspesialisasi) yang
mensyaratkan kualifikasi keahlian sebagai hasil pelatihan tenaga profesional
(Sutiono et al . 2004).
2.4 Pelayanan kesehatan
Menurut Boy (2004) masalah pelayanan kesehatan Rumah Sakit terkait
dengan: Medis, perawatan, program, keuangan, logistik, keamanan pasien,
keselamatan pasien, kenyamanan, prilaku melayani, kecepatan dan ketepatan,
biaya, nama baik, keuntungan, pengembangan, asuransi, kontraktor, pemerintah,
ikatan profesi, strategi, program, manajemen, pangsa pasar.
2.4.1
Pengertian pelayanan kesehatan
Pengertian pelayanan kesehatan meliputi empat aspek (Boy, 2005):
1. Klinis
2. Efisien dan efektifitas
3.
Keamanan pasien
4. Kepuasan pasien
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 24/27
2.4.2. Ciri pelayanan kesehatan yang baik
Berdasarka dari pengamatan ternyata pelayanan kesehatan yang baik
adalah (Boy, 2005):
a. Tersedia dan terjangkau
b. Tepat kebutuhan
c. Tepat sumber daya
d. Tepat standar profesi/etika profesi
e. Wajar dan aman
f. Memuaskan bagi pasien yang dilayani
Sedangkan pelayanan medis yang bermutu seperti berikut :
1.
Praktek medis yang rasional dan didasari oleh ilmu kedokteran.
2. Mengutamakan pencegahan
3.
Terjadi kerja sama antara masyarakat dan petugas medis
4.
Mengobati seseorang sebagai keseluruhan
5. Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis
6. Mengaplikasikan pelayanan medis moderen yang dibutuhkan masyarakat.
2.4.3. Kepentingan pelayanan kesehatan
1. Bagi rumah sakit
Persaingan antar rumah sakit memerluka pelayanan kesehatan yang baik
agar rumah sakit mampu bersaing dengan rumah sakit lainnya. Selain itu
adanya kemajuan tehnologi yang canggih diperluka pemilihan yang tepat akan
pelayanan kesehatan dan biaya yang harus dikeluarkan.
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 25/27
2. Bagi pasien
Pasien pada era sekarang sudah sangat kritis sehingga tuntutan pelayanan
kesehatan yang baik sangat utama. Selain itu pasien juga mengutamakan
tingkat keselamatan yang tinggi. Kemudian mereka berhak memilih rumah
sakit yang dianggap memiliki pelayanan kesehatan dan tingkat keamanannya
baik.
3 Bagi dokter
Selama ini tuntutan hukum makin gencar dan asumsi masyarakat akan
pelayanan rumah sakit semakin beragam sehingga diperlukan standar
pelayanan kesehatan yang jelas. Kesembuhan pasien tidak semata-mata dengan
obat akan tetapi ada faktor –faktor lain yang mempengaruhinya.
4 Bagi Pemerintah
Pemerintah sekarang terus berusaha atas standar minimal pelanggaran,
dengan demikian pemantauan pelayanan kesehatan yang baik akan sangat
bermanfaat dalam memutuskan salah benarnya tindakan medis.
2.4.4. Model pelayanan kesehatan
Sumber: Boy Sabarguna, (2005)
Gambar 2.1 : Model Pelayanan Kesehatan
Identifikasi Nilai
Melakukan Tindakan
Memilih Tindakan
Identifikasi Standar
Melakukan Penilaian
Pembentukan
Tindakan
Membuat
Interpretasi
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 26/27
2.5. Landasan Teori
Alokasi dana merupakan salah satu unsur stategis dalam pembangunan
kesehatan.Tersedianya alokasi dana yang memadai dan pemamfaatan yang efisien
serta pemerataan (equity) akan dapat mendukung suksesnya pembangunan
kesehatan (Brotowasisto, 2000).
Salah satu kebijakan tentang pembiayaan kesehatan didaerah yang pernah
disepakati oleh para Bupati/Walikota dalam era-desentralisasi adalah 15% dari
dana APBD. Namun didalam realisasinya persentase anggaran kesehatan di
banyak daerah di Indonesia tidak bergeser dari yang sebelumnya yaitu berkisar
antara 2,5% sampai dengan 4% dan maksimal 7% (Hendartini dan Mukti, 2004).
Besarnya alokasi dana kesehatan sangat tergantung pada: besarnya
pendapatan daerah, kemampuan rumah sakit dalam menyususn program dan
anggaran, visi Pemda dan DPRD tentang sektor kesehatan, serta kemampuan
rumah sakit dalam melakukan advokasi (Gani, 2001).
Dalam era-otonomi daerah, anggaran Rumah Sakit dipengaruhi oleh empat
faktor : (1) Sumber daya manusia dimana kemampuan manusia yang
dikembangkan untuk suatu proses, (2) Dana adalah biaya yang digunakan untuk
pembiayaan kesehatan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
(3) Sarana merupakan alat bantu untuk memperlancar dan mempermudah kerja,
dan (4) struktur organisasi adalah visualisasi dari tugas, fungsi, wewenang, dan
tanggugjawab (Bisma, et al ).
Untuk mendukung kegiatan pembiayaan kesehatan pada era-desentralisasi,
perlu di kembangkan sistim data untuk perencanaan dan alokasi anggaran. Data
Universitas Sumatera Utara
7/21/2019 1.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/1pdf5695d0301a28ab9b02916490 27/27
ini diperlukan oleh teknik alokasi anggaran yang menggunakan formula
(Trisnantoro, 2004).
Pelayanan kesehatan Rumah Sakit dapat diukur dari beberapa aspek : (1)
Klinis, (2) Efisien dan efektifitas, (3) Keamanan pasien, (4) Kepuasan pasien.
Dasar penetapan faktor mutu pelayanan adalah aman, memuaskan dan sesuai
standar profesi ( Boy, 2005).
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian landasan tiori diatas, maka kerangka fikir pada
penelitian ini adalah :
Variable Independen, X Variabel Dependen, Y
(Anggaran)
Sumber : Bisma, et al (2006), Boy, S (2005)
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
Sumber Daya
Manusia
Pelayanan
Kesehatan
Dana
Sarana
Struktur
Organisasi