1971 1980 1990 1995 2000 2005
-
Upload
andre-brown -
Category
Documents
-
view
500 -
download
5
Transcript of 1971 1980 1990 1995 2000 2005
1971 1980 1990 1995 2000 2005
Sumatera Barat 2,793,196 3,406,816 4,000,207 4,323,170 4,248,515 4,566,126
PENDUDUK SUMATERA BARAT MENURUT KAB/KOTA DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2007
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population
Regency/Municipality Laki-laki/Male Perempuan/ Female Jumlah/Total
Kabupaten/ Regency
1301. Mentawai 35.418 31.799 67.217
1302. Pesisir Selatan 214.715 221.245 435.960
1303. Solok 176.588 174.927 351.515
1304. Swl/Sijunjung 97.625 99.981 197.606
1305. Tanah Datar 160.464 174.668 335.132
1306. Padang Pariaman 178.687 205.849 384.536
1307. Agam 213.520 214.825 428.345
1308. Lima Puluh Kota 164.114 165.407 329.521
1309. Pasaman 124.367 128.781 253.148
1310. Pasaman Barat 166.096 161.692 327.788
1311. Dharmasraya 89.279 86.294 175.573
1312. Solok Selatan 64.716 65.642 130.358
Kotamadya/ Municipality
1371. Padang 406.368 431.822 8.8.190
1372. Solok 29.137 27.983 57.120
1373. Sawahlunto 26.419 27.494 53.913
1374. Padang Panjang 24.748 27.269 52.017
1375. Bukit Tinggi 51.336 52.942 104.278
1376. Payakumbuh 54.516 50.532 105.048
1377. Pariaman 33.539 36.960 70.499
1300. Sumatera Barat 2.311.652 2.386.112 4.697.764
Sumber : BPS propinsi Suamtera Barat, Diolah dari hasil Proyeksi Penduduk 2007
http://sumbar.bps.go.id
Profil Sumatera Barat
Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat selama periode 10 tahun sejak tahun 1990 sampai tahun 2000 tercatat sebesar sebesar 0,56 % dan meningkat selama periode 2000-2002 menjadi 1,82 %. Pada tahun 1990 baru tercatat sebanyak 3.999.764 jiwa, sedangkan pada tahun 2002 telah mencapai 4.375.080 jiwa. Laju peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2002 dengan laju penambahan jumlah penduduk sebanyak 131.570 jiwa atau dengan laju pertumbuhan sebesar 3,1 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat selama periode tahun 1990 -2000 tergolong terendah dibandingkan dengan propinsi lainnya di Sumatera dan laju pertumbuhan tertinggi selama periode tersebut adalah propinsi Riau yang mencapai 3,87 %. Sementara laju pertumbuhannya selama dua tahun terakhir, yaitu tahun 2000-2002 meningkat menjadi 1,82 %, tetapi masih yang terendah dibandingkan dengan propinsi lainnya di Pulau Sumatera. Bahkan laju pertumbuhan yang tertinggi tetap terjadi di Propinsi Riau, yaitu mencapai 6,59 %. Beradasarkan jumlah penduduk menurut Kabupaten/kota selama periode 2000-2002, Kabupaten Tanah Datar mempunyai laju pertumbuhan penduduk terendah, yaitu 0,73 %, sedangkan yang tertinggi adalah kota Sawahlunto, yaitu 2,63 %.
Jumlah penduduk Propinsi Sumatera Barat pada tahun 2002 sebanyak 4.375.080 jiwa dan menduduki ranking ke 5 di bawah propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Riau, serta diatas dari propinsi lainnya di Pulau Sumatera. Berdasarkan data Kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk terbanyak terdapat di kota Padang, yaitu 743.220 jiwa dan terendah di kota Padang Panjang, yaitu 41.600 jiwa.
Ditinjau dari penyebaran penduduk berdasarkan luas daerah, kepadatan penduduk Sumatera Barat pada tahun 2002 masih tergolong sedang, yaitu 103,6 jiwa per km2. Berarti tiap km2 terhuni oleh penduduk sebanyak 103,6 jiwa. Penyebaran penduduk pada tahun tersebut meningkat sekitar 3,66 jiwa dibandingkan dengan penyebaran penduduk pada tahun 2000 yang hanya sebesar 99,94 per km2. Berdasarkan data Kabupaten dan kota, penduduk terpadat ditemui di Kota Bukittinggi, yaitu 3.710,78 jiwa pada tiap km2 dan terjarang terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai, yaitu 10,31 jiwa pada tiap km2 (Tabel 9a). Kepadatan penduduk kota Bukittinggi yang demikian disebabkan salah satunya oleh tersebut berkembangnya kota Bukittinggi sebagai kota wisata di Sumatera Barat. Hal itu dapat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja sebagai dampak berkembangnya sektor pariwisata. Kabupaten dengan kepadatan terkecil adalah kepulauan Mentawai yang hanya 10,32 jiwa per km2. Hal itu terjadi karena kabupaten tersebut merupakan pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman yang mempunyai wilayah cukup luas, yaitu 6,011 km2 (luas Kabupaten Kepulauan Mentawai).
Berdasarkan klasifikasi kepadatan penduduk menurut kabupaten dan kota (Tabel 9a)
menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat diklasifikasikan mulai dari golongan jarang sampai sangat padat. Daerah-daerah yang tergolong padat penduduknya umumnya ditemui di wilayah perkotaan, kecuali Kota Sawahlunto lebih rendah daripada Kabupaten Tanah Datar dan Padang Pariaman, namun demikian 75 % dari penduduk Sumatera Barat berdomisili di wilayah Kabupaten. Hal itu terjadi karena wilayah Kabupaten lebih luas daripada wilayah Kota. Terbukti wilayah Kabupaten mencakup 97 % dari total luas Propinsi Sumatera Barat, sedangkan Kota hanya 3 % saja. Berdasarkan persebaran penduduk di daerah Kabupaten dan Kota, Kota Padang sebagai ibukota propinsi menduduki urutan teratas, yaitu sebesar 16,99 %, sedangkan Kota Padang Panjang menduduki urutan terbawah yang hanya 0,95 % dari jumlah penduduk Sumatera Barat secara keseluruhan.
Jumlah penduduk Sumatera Barat menurut umur pada tahun 2002 memperlihatkan bahwa penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) tergolong tinggi, yaitu 1.441.500 jiwa atau sekitar 32,95 % dari seluruh penduduk Sumatera Barat. Komposisi seperti itu menggambarkan bahwa rasio ketergantungan usia (RKU); khususnya usia muda yang masih tergolong tinggi. Berarti beban tanggungan ekonomi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun) tergolong berat. Pada tahun 2002 RKU sebesar 61,8 (62) dengan rasio ketergantungan usia muda sebesar 53,31. Angka itu menunjukkan bahwa setiap 100 jiwa usia produktif (15-64 tahun) di Sumatera Barat akan menanggung beban ekonomi sebanyak 62 jiwa yang tidak produktif dan 53 jiwa diantaranya adalah penduduk usia muda. Beban tanggungan tersebut terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya (tahun 2001); dimana pada tahun 2001, perkembangan RKU mencapai 65,8 (66) dengan RKU usia muda sebesar 53,31.
Pada tahun 2002, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.147.170 jiwa dan perempuan 2.227.910 jiwa. Secara umum perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan hampir mendekati satu, yaitu 0,96 yang berarti setiap 100 jiwa penduduk perempuan, jumlah penduduk laki-laki 96 jiwa. Data itu menunjukkan bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki, khususnya pada usia 15 tahun ke atas, kecuali pada kelompok umur 45-54. Komposisi sebaliknya terjadi pada usia muda (di bawah 15 tahun); dimana ratio jenis kelaminnya lebih besar dari 100.
Perbandingan jenis kelamin menurut kabupaten/kota pada umumnya kurang dari 100 yang berarti penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Beberapa kabupaten/kota yang mempunyai ratio kelamin lebih besar dari 100 adalah Kabupaten Mentawai (109,61); INSERT INTO `ind_content` (`id`, `title`, `title_alias`, `introtext`, `fulltext`, `state`, `sectionid`, `mask`, `catid`, `created`, `created_by`, `created_by_alias`, `modified`, `modified_by`, `checked_out`, `checked_out_time`, `publish_up`, `publish_down`, `images`, `urls`, `attribs`, `version`, `parentid`, `ordering`, `metakey`, `metadesc`, `access`, `hits`) VALUES dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung (101,68). Daerah yang mempunyai ratio jenis kelamin yang terendah adalah Kabupaten Agam, yaitu sebesar 92,60.
Petunjuk menarik dari komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Sumatera Barat adalah penduduk perempuan lebih dominan pada usia produktif dibandingkan
dengan laki-laki. Keadaan itu tentunya akan membentuk pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang banyak memberikan peran lebih kepada kaum perempuan. Kenyataan itu merupakan konsekuensi logis akibat besarnya kecenderungan penduduk laki-laki dewasa untuk merantau dalam mengarungi penghidupan yang lebih baik di negeri Jawa.
Kode BPS Lambang Nama Kode ISO [1] Ibu kota Populasi[2] Luas (km²)[3] Status khusus Pulau Mayoritas Agama
13 Sumatera Barat ID-SB Padang 4.566.126 42.224,65 Sumatera Islam
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI SUMATERA BARAT
A. GEOGRAFIS.
Wilayah Sumatera Barat terletak antara 0 derajat Lintang Utara hingga 3 derajat Lintang Selatan, serta 98 derajat dan 101 derajat Bujur Timur. Wilayah Sumatera Barat dilalui oleh garis khatulistiwa (garis lintang nol derajat), tepatnya berada di kecamatan Bonjol kabupaten Pasaman Barat, kondisi ini menyebabkan wilayah Sumatera Barat beriklim tropis.
Luas wilayah sekitar 4.229.730 Ha, setara dengan 2,17 % dari luas wilayah Negara Kasatuan Republik Indonesia, dengan luas perairan laut diperkirakan 186.500 Km2 dan panjang garis pantai 2.420.57 Km.
Keadaan topografi wilayah Sumatera Barat bervariasi, mulai dari wilayah datar, landai, bergelombang serta wilayah dengan kondisi alam yang terjal/curam dan berbukit. Dengan kondisi topografi ini, di Sumatera Barat banyak sekali didapati obyek wisata alam.
Suhu udara rata-rata di pantai Sumatera Barat berkisar antara 21 sampai 38 derajat celcius, daerah perbukitan berkisar antara 15 sampai 34 derajat celcius, sedangkan pada daerah datar di sebelah timur Bukit Barisan dengan suhu antara 19 sampai 34 derajat celcius.
Hampir setiap tahun di Sumatera Barat terjadi dua puncak curah hujan maksimum, yaitu pada bulan Maret dan Desember. Curah hujan paling rendah terjadi pada bulan Juni/Juli. Jumlah curah hujan rata-rata maksimum mencapai 4000 mm/tahun terutama di wilayah pantai barat, sedangkan di beberapa tempat di bagian timur curah hujan relatif kecil antara 1500 sampai 2000 mm/tahun.
Batas-batas wilayah Sumatera Barat dengan propinsi lainnya sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Bengkulu dan Jambi
Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Jambi dan Riau Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia
Dengan dukungan sarana dan prasarana serta fasilitas transportasi yang memadai, daerah Sumatera Barat dapat dengan mudah dikunjungi dari daerah manapun, baik melalui perjalanan darat, laut maupun udara.
B. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DAN KOTA
Propinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 daerah kabupaten dan kota, dengan rincian , 13 daerah kabupaten dan 6 daerah kota. Dari 19 daerah ini terbagi lagi atas 158 daerah kecamatan. Jumlah daerah kecamatan pada setiap kabupaten dan kota sebagai berikut :
NAMA DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DAN JUMLAH KECAMATAN SE SUMATERA BARAT
No Daerah Kabupaten dan Kota Jumlah
Kecamatan 1 Kabupaten Agam 15 2 Kabupaten Pasaman 12 3 Kabupaten Pasaman Barat 7 4 Kabupaten Limapuluh Kota 13 5 Kabupaten Solok 14 6 Kabupaten Solok Selatan 5 7 Kabupaten Padang Pariaman 17 8 Kabupaten Pesisir Selatan 11 9 Kabupaten Tanah Datar 14
10 Kabupaten Sawahlunto Sijunjung 8 11 Kabupaten Darmasraya 4 12 Kapupaten Kepulauan Mentawai 4 13 Kota Bukittinggi 3 14 Kota Padang 11 15 Kota Padang Panjang 2 16 Kota Sawahlunto 4 17 Kota Solok 2 18 Kota Payakumbuh 3 19 Kota Pariaman 3
Sumber : Profil Pendidikan Kab/Kota 2005/2006
C. DEMOGRAFI DAN ANGKATAN KERJA.
Menurut hasil Susenas tahun 2005, jumlah pendudukan Sumatera Barat sebanyak 4.560.572 jiwa, dengan rincian penduduk laki-laki 2.248.348 jiwa, dan penduduk perempuan 2.312.224 jiwa. Kota padang dengan jumlah pendudukan terbanyak yakni 784.740 jiwa dan terkecil adalah kota Sawah lunto sebesar 53.709 jiwa. Rata-rata laju pertamban penduduk Sumatera Barat diperkirakan 0,61 %. Laju pertambahan penduduk ini termasuk yang terendah dibandingkan propinsi lainnya di pulau Sumatera, sedangkan laju pertambahan penduduk perkabupaten dan kota, Kab. Tanah Datar adalah terendah yakni 0.68 % dan tertinggi adalah kota Sawahlunto dengan laju pertambahan penduduk mencapai 3.32 %
Penduduk Sumatera Barat usia 15 tahun keatas / usia kerja cukup besar yakni sebanyak 1.981.596 orang (63.61 %), angkatan kerja ini dapat dikelompokkan atas, bekerja sebanyak 1.717.289 orang (55.13 %), terbesar adalah angkatan kerja laki-laki 1.073.480 orang, sedangkan angkatan kerja
perempuan sebanyak 643.449 orang. Penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 1.113.653 orang (36.39 %) yang terdiri dari penduduk bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.
D. AGAMA, SUKU DAN BAHASA.
Sebahagian besar penduduk Sumatera Barat beragama Islam, namun kehidupan beragama masyarakat Sumatera Barat yang sangat toleran dan menghargai adanya perbedaan, pelaksanaan ibadah bagi penduduk pemeluk agama lainnya berjalan dengan baik dan damai, hampir tidak ditemukan permasalahan antar pemeluk agama di Sumatera Barat, dalam menjalankan ibadah menurut kepercayaan masing-masing.
Mayoritas suku dan bahasa di Sumatera Barat adalah Suku dan bahasa Minangkabau, yang sangat menghargai nilai-nilai adat dan budaya tradisional serta terbuka terhadap nilai positif lainnya yang datang dari luar, kondisi ini sangat memberikan pengaruh baik terhadap penyelenggaraan pendidikan di Sumatera Barat.
Suku dan bahasa lainnya yang berkembang di Sumatera Barat, antara lain Suku Mentawai di Kepuluan Mentawai, Suku Mandailing di Pasaman, Suku Jawa terutama sekali di daerah transmigrasi dan pertambangan, serta kelompok etnis Tiongha. Interaksi sosial masyarakat antar suku yang dapat terjaga dengan baik menjadi dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa di Sumatera Barat.
Dibidang budaya, sinergi antara nilai-nilai adat dan agama, serta nilai modern universal yang positif, diungkapkan dengan ungkapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, dan Tali Tigo Sapalin, Tungku Tigo Sajarangan, yang mengambarkan keterpaduan kepemimpinan ninik mamak, alim ulamo dan cerdik pandai yang disertai sikap pragmatisme dan kewirausahaan masyarakat, merupakan modal dasar pengembangan materi kurikulum yang adabtif dengan kondisi sosial masyarakat Minang khususnya dan masyarakat Sumatera Barat pada umumnya.
E. PRIORITAS PEMBANGUNAN SUMATERA BARAT.
Prioritas pembangunan Sumatera Barat, merupakan implementasi dari visi pembangunan 2006-2007, dimana rumusan visi ini sebelumnya disusun dan ditetapkan berdasarkan kajian permasalahan, tantangan, serta potensi yang dimiliki. Rumusan visi pembangunan Sumatera Barat 2006-2007, adalah Mewujudkan Sumatera Barat yang tangguh, bersih dalam semangat kebersamaan.
Selanjutnya visi ini dijabarkan dalam tiga aspek pembangunan, yakni :
Terwujudnya masyarakat relegius yang maju dan berbudaya ; Terwujudnya pemerintahan yang menjujung tinggi hukum, adil dan demokratis ; Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan kehidupan yang layak secara berkelanjutan ;
Untuk mewujudkan masyarakat yang relegius yang maju dan berbudaya, maka pengembangan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama serta peningkatan sumber daya manusianya menjadi sangat penting. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang sejahtera, sehat penuh semangat, mandiri, terampil, profesional, disiplin, menjunjung tinggi hukum, kreatif dan inovatif serta berbudaya dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan serta teknologi dalam meningkatkan harga diri dan kesejahteraannya.
Berdasarkan visi tersebut, ditetapkan 3 (tiga) misi pembangunan Sumatera Barat tahun 2006-2010 sebagai berikut ;
Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai tanggungjawab Bernegara dan Berbangsa ;
Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih ; Mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan ;
Dari rumusan visi diatas, jelas sekali komitmen dan keinginan Pemerintah Daerah beserta masyarakat Sumatera Barat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas guna mengantisipasi keterbatasan sumber daya alam yang tersedia, disamping mempersiapkan masyarakat Sumatera Barat agar mampu bersaing dalam berbagai lapangan kehidupan kedepan baik ditingkat nasional maupun global.
Berdasarkan visi dan misi pembangunan Sumatera Baat 2006-2010, selanjutnya ditetapan agenda-agenda utama pembangunan serta prioritas program sebagaimana uraian berikut :
1. Agenda Pembangunan Daerah Tahun 2006-2010.
Berdasarkan visi dan misi pembangunan Daerah Sumatera Barat, ditetapkan 7 (tujuh) agenda pembangunan daerah Sumatera Barat 2006-2010, yakni ;
1.1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan sosial budaya ; 1.2. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas ; 1.3. Menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan bersih ; 1.4. Membangun ekonomi yang tangguh dan berkeadilan ; 1.5. Mengembangkan infrastruktur yang mendorong percepatan pembangunan ; 1.6. Mempercepat penurunan tingkat kemiskinan ; 1.7. Memberdayakan Nagari sebagai basis pembangunan ;
Dari ketujuh agenda pokok pembangunan diatas, selanjutnya diterjemahkan lagi kedalam program-program pembangunan yang hendak dicapai lima tahun mendatang. Khusus agenda membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Prioritas pembangunan pendidikan sebagaimana kami uraikan pada bagian selanjutnya.
2. Agenda membangun SDM yang berkualitas.
Terdapat 5 (lima) prioritas pembangunan yang beroreantasi pada peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, antara lain ;
Pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan ; Pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ; Peningkatan partisipasi perempuan dan kesejahteraan keluarga ; Peningkatan kualitas pemuda dan pembangunan olahraga ; Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset dan pengembangan ;
Ditetapkannya pemerataan dan peningkatan pendidikan, sebagai prioritas pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, membawa konsekuensi terhadap kebijakan pembangunan sektor pendidikan di Sumatera Barat, antara lain adanya kebijakan kenaikan anggaran pendidikan yang bersumber dari APBD Propinsi, serta keberpihakan pengelolaan pendidikan guna memenuhi hak dasar rakyat untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Padang.- urusan pekerjaan umum menjadi prioritas utama pemprov sumbar pada tahun 2011 mendatang. hal tersebut terlihat dengan besarnya anggaran untuk pekerjaan umum pada apbd sumbar tahun 2101 yang mencapai 325 milyar rupiah. dana tersebut dugunakan untuk recovery sarana dan prasarana gedung dan kantor pemerintahan yang rusak akibat
gempa. selain itu, anggaran tersbeut juga untuk penyelesaina jalur evaksui becnana di beberapa kabupaten kota. urusan pendidikan menjadi dinas ke dua terbanyak dengan jumlah anggran 137 milyar rupiah. sementara anggaran terkecil terdapat untuk urusan perhubungan yang dilaksnaakan dinas perhubungan.
sementara jumlah apbd sumbar tahun 2011 mencapai 2,198 triluyun rupiah. sedangkan pendapatan daerah 1,986 trilyun rupiah. akibatnya apbd sumbar 2011 mengalami defisit sebesar 137 milyar rupiah. apbd sumbar yang telah diserahkan tersebut akan diserahkan kepada mendagri untuk dievaluasi 23 desember mendatang. (fadil)
No Provinsi Jumlah Penduduk Miskin(Jiwa) Anggaran Kemiskina (Rp)
3 Sumatera Barat 578.700 17.094.836.529
APBD SUMBAR NAIK 10 PERSEN Tuesday, 02 January 2007
Rencana Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat, menganggarkan tunjangan daerahuntuk seluruh pegawai di daerah ini, dalam APBD mendapat sambutan positif dari DPRD Sumbar. Namun dalam menetapkan jumlah atau besar tunjangan untuk masing-masing pegawai, DPRDSumbar meminta Pemprov mengadakan rapat konsultasi dengan Dewan.
ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Barat mengalami peningkatan. Kenaikannya mencapai 10 persen dari sebelumnya. Dari anggaran Rpl,03 triliun menjadi Rp l ,14 triliun.
Hal itu diketahui dari Rapat paripurna penyampaian Nota Pengantar Perubahan ABPD tahun 2005 yang disampaikan Gubemur Sumbar yang diwakili Sekretaris Daerah Provinsi, Drs. Yohannes Dahlan di ruang sidang utama gedung DPRD Sumbar Senin, 11 September 2006 lalu.
Dari APBD Perubahan itu perkiraan pendapatan daerah yang semula direncanakan sebesar Rp985 miliar meningkat menjadi Rp 993 miliar atau naik sebesar 0,86 persen. Selanjutnya, belanja daerah yang semula direncanakan sebesar Rp l, 0l triliun meningkat menjadi Rp l,ll triliun atau naik sebesar 9,9 persen.
Dari keseluruhan pembelanjaan itu yang terdiri dari belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, belanja operasi dan pemeliharaan hanya belanja tidak tersangka yang mengalami penurunan dari Rp9,3 miliar lebih yang direncanakan menjadi Rp8,4 triliun atau mengalami penurunan sampai 9,6 persen.
Terjadinya perubahan yang cukup signifikan pada APBD 2006 dijelaskan Yohannes karena disebabkan beberapa hal. Terutama, kebutuhan mendesak dalam rangka mengoptimalkan Bandara Intemasional Minangkabau (BIM) menjadi embarkasi haji yang akan dilaksanakan tahun ini. Adanya keadaan yang mengakibatkan harus dilakukan pergeseran anggaran terutama antar jenis belanja, karena adanya tujuh agenda pembangunan Sumbar.
"Sisa lebih perhitungan anggaran tahun 2005 yang harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun 2006 juga telah menyebabkan terjadinya peningkatan ini," jelasnya dalam rapat paripurna yang dipimpin langsung Ketua DPRD Sumatera Barat, H. Leonardy Harmainy, didamping Wakil Ketua, Drs. Apris, Masful dan H. Mahyeldi Ansharullah, SP.
Selain itu juga adanya soal kebijakan pemerintah pusat yang bersifat strategis berupa hasil evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri RI, terhadap perda No. 01 tahun 2006 tentang APBD Sumbar dan Pergub Sumbar No. 10 tahun 2006. "Hasil koreksi itu semua koreksi dan perbaikan terhadap hal-hal yang bersifat teknis," sebutnya.(02)
EVALUASI KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH
KAB/KOTAOleh: Rizaldi Z. Djamal AP, M.Si
(Kasubag Pembinaan Kelembagaan Kab/Kota Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar)
Kurang lebih tiga tahun pasca terbitnya Peraturan Pemerintah nomor
41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai panduan
utama bagi pemerintahan daerah provinsi maupun pemerintahan daerah
kab/kota dalam melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah, sudah
selayaknya pemerintahan daerah membuka diri dengan mengukur dan
menilai kembali tentang “seberapa butuh” daerah dalam mengkreasikan
perangkat daerahnya dan “seberapa mampu” daerah dalam membiayai
organisasi perangkat daerahnya.
Kebutuhan dalam membentuk perangkat daerah harus didasarkan
pada pertimbangan berapa jumlah/besaran organisasi (SKPD) yang perlu
dibentuk guna mengakomodir pelaksanaan bidang urusan yang menjadi
kewenangan masing – masing pemerintah daerah. Sementara disisi lain,
kemampuan harus diukur pada potensi pembiayaan/anggaran pemerintah
daerah yang dapat dialokasikan untuk mengoperasionalisasikan perangkat
daerah dalam penyelenggaraan bidang urusan pemerintahan.
Demikian halnya dengan proses evaluasi, kesemuanya harus diawali
dengan niat baik (good will) pemerintahan daerah dalam menata perangkat
daerahnya. Apabila boleh kita ibaratkan eksistensi perangkat daerah dan
kewenangan dalam kebiasaan kita berpakaian, bahwa baju adalah
perangkat daerah/SKPD sementara pemakai adalah kewenangan/bidang
urusan pemerintahan, maka yang kita mesti lakukan adalah ”memotong
baju sesuai dengan ukuran pemakai, bukan malah memotong pemakai agar
sesuai dengan baju”.
Hal yang jamak ditemukan pada proses fasilitasi oleh pemerintah
provinsi pada pembentukan perangkat daerah kab/kota di Sumatera Barat
adalah pemerintahan daerah kab/kota justru memotong pemakai sesuai
dengan ukuran baju. Sebagai contoh, pelaksanaan fungsi Persandian yang
secara nyata berada pada Sub Bidang Urusan wajib namun pemerintahan
daerah kab/kota terkadang mengabaikan dan cenderung menganggap tidak
penting untuk diselenggarakan.
Jika kita kajidalami bahwa Sistem Sandi (Sissan) dan Peralatan Sandi
(Palsan) sangat dibutuhkan dalam komunikasi persandian antar instansi
pemerintah dan dengan mengoptimalkan Sissan dan Palsan adalah
merupakan upaya penguatan kelembagaan persandian secara nasional.
Untuk menjawab pertanyaan “seberapa butuh” dan “seberapa
mampu” ini, penulis akan berupaya menelaah dan memberikan muatan
informasi bagi para pembaca, yang akan penulis kemas dalam beberapa
dimensi sebagai berikut:
I. Dimensi Hukum:
Dasar hukum penataan organisasi perangkat daerah dapat
diformulasikan secara ringkas sebagai berikut:
A. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah:
Pada Pasal 120 mengamanatkan kepada kita bahwa perangkat daerah
provinsi terdiri atas Sekretariat daerah, Sekretariat DPRD, Dinas
Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, sementara Perangkat Daerah
Kab/Kota terdiri atas Sekretariat daerah, Sekretariat DPRD, Dinas
Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.
Sementara Pasal 128 ayat (1) mengamanatkan bahwa: Susunan
Organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah
dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada
peraturan pemerintah.
B. Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kab/Kota:
Pasal 12 menegaskan bahwa Urusan pemerintahan wajib dan pilihan
menjadi dasar penyusunan susunan organisasi dan tata kerja
perangkat daerah.
Ketentuan ini telah mengatur secara jelas bahwa kewenangan mutlak
yang dimiliki oleh pemerintah adalah meliputi politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta
agama. Kewenangan mutlak diartikan bahwa mulai dari tataran
kebijakan hingga pelaksanaan dari kewenangan ini memang
sepenuhnya diselenggarakan oleh pemerintah.
Kemudian peraturan pemerintah ini menegaskan bahwa 31 (tiga puluh
satu) jenis bidang urusan yang dilaksanakan secara bersama oleh
pemerintah dan pemerintahan daerah, adalah terdiri dari 26 (dua
puluh enam) jenis bidang urusan yang wajib diselenggarakan oleh
setiap tingkatan pemerintahan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
yang bersifat mendasar bagi masyarakat.
Sementara, pemerintahan daerah diberikan keleluasaan untuk
mengkreasikan nilai (create value) berupa pelaksanaan 8 (delapan)
jenis bidang urusan pilihan yang diselenggarakan berdasarkan
pertimbangan adanya potensi serta kekhasan dari masing-masing
daerah dalam upaya mensejahterakan masyarakat didaerahnya.
C. Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah:
Pada Pasal 2 menyatakan secara tegas bahwa pembentukan
organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah
sementara pada Pasal 22 disebutkan bahwa Penyusunan organisasi
perangkat daerah berdasarkan pertimbangan adanya urusan yang
perlu ditangani namun tidak harus dibentuk dalam organisasi
tersendiri.
Hal ini dapat kita terjemahkan bahwa pemerintahan daerah dapat
membentuk kelembagaan perangkat daerah sesuai bidang urusan,
meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, Kelurahan serta Kelembagaan
Lain yang pengaturan susunan organisasi dan tata kerjanya diatur
tersendiri diluar PP 41 tahun 2007 ini.
Pembagian bidang urusan pemerintahan yang telah dirinci hingga
pada sub – sub bidang urusan yang dapat dijadikan pola/gambaran
operasionalisasi inilah yang dijadikan dasar dalam perencanaan
penataan kelembagaan perangkat daerah. Dengan kata lain,
penyusunan organisasi perangkat daerah adalah berdasarkan
pertimbangan adanya urusan yang perlu ditangani oleh pemerintahan
daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai upaya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
pemerintahan daerah, penanganan urusan tidak harus dibentuk
kedalam wadah organisasi tersendiri. Artinya, setiap bidang urusan
yang dimiliki oleh pemerintahan daerah tidak harus berdiri sendiri
dalam satu wadah kelembagaan, akan tetapi pemerintahan daerah
dapat melakukan upaya perumpunan bidang urusan yakni
penggabungan beberapa urusan pemerintahan yang perlu diwadahi
pada suatu lembaga/perangkat daerah dengan pertimbangan efisiensi
dan efektivitas serta adanya kesamaan dalam penanganan atau
pelaksanaannya.
Kondisi ini terkadang dirasakan oleh pemerintahan daerah sebagai
suatu kemudahan karena dapat menggabungkan beberapa fungsi
SKPD menjadi satu, setelah melalui proses analisa beban kerja yang
memadai sehingga penyelenggaraan bidang urusan pemerintahan
walaupun dengan menggabungkan beberapa fungsi dapat
diselenggarakan secara optimal, akan tetapi justru akan menjadi
kendala dan dapat menjadi faktor penghambat penyelenggaraan
pemerintahan daerah apabila pada saat perumusan awal tidak melalui
proses analisa beban kerja.
II. Dimensi Realita:
Secara jujur harus kita akui bahwa banyak pemda kab/kota yang merasa
“sesak nafas” dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan
daerahnya karena yang lazim terjadi adalah belanja pegawai selalu lebih
besar daripada belanja publik. Dengan kondisi seperti ini akan
memunculkan pertanyaan: kapan pemerintahan daerah akan mampu
mewujudkan upaya kesejahteraan masyarakat apabila dari tahun ke
tahun porsi pembiayaan APBD justru lebih kecil untuk pembangunan
serta penyediaan kebutuhan publik?
Dalam konteks pembentukan Lembaga Lain yang terdiri dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Koordinasi/Pelaksana
Penyuluhan, Badan Narkotika Nasional Provinsi/Kab-Kota, Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah (khusus untuk pemerintah provinsi),
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI dan Unit Pelayanan Perizinan
Terpadu, terkadang juga menimbulkan permasalahan mendasar.
Kelembagaan perangkat daerah ini, mengenai organisasi dan tata
kerjanya diatur tersendiri diluar Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun
2007 sementara beberapa daerah kab/kota cenderung memilih untuk
melakukan penggabungan fungsi dengan bidang urusan/pilihan lainnya.
Permasalahan yang diprediksi akan muncul akibat perumpunan bidang
urusan yang kurang tepat antara lain:
1. Penggabungan yang terlalu padat (menggabungkan fungsi yang
ditangani oleh lebih dari 3 Kementerian), diprediksi akan menghambat
proses operasionalisasi program dan kegiatan karena waktu yang
tersedia cenderung lebih terfokus pada proses koordinasi serta
sinkronisasi kebijakan;
2. Penggabungan bidang urusan yang secara nomenklatur sudah
dipisahkan namun pada rincian tugas masih terdapat kesamaan, juga
sering menjadi kendala sehingga terjadi duplikasi program dan
kegiatan;
3. Penggabungan bidang urusan wajib dan/atau pilihan dengan
kelompok Lembaga Lain, sering menjadi polemik karena masing –
masing Badan/Instansi yang membidangi Lembaga Lain di tingkat
pusat terkadang memberikan arahan agar pemerintahan daerah
membentuk Lembaga Lain dengan berdiri sendiri agar dukungan
kebijakan (khusus dalam penganggaran) dapat terlaksana secara lebih
fokus.
III. Dimensi Ruang:
Kriteria yang dijadikan sebagai dasar pembentukan perangkat daerah
baik dalam hal besaran maupun nomenklaturnya, adalah kebutuhan dan
kemampuan keuangan daerah. Dua kriteria inilah yang dijadikan sebagai
“faktor pembeda” sekaligus menegaskan dimensi ruang bahwasanya
perangkat daerah/SKPD yang dibentuk di satu daerah belum tentu
dibutuhkan dan memiliki karakteristik yang sama apabila diterapkan
pada daerah lain karena sama-sama kita pahami bahwa antara satu
daerah dengan daerah lain dalam wilayah NKRI ini memiliki kebutuhan
dan karakter yang berbeda baik dalam hal potensi daerah serta budaya
dan perilaku birokrasinya.
IV. Dimensi Waktu:
Evaluasi perangkat daerah atau istilah dalam Permendagri 57 tahun 2007
lebih dikenal dengan sebutan perubahan jumlah besaran organisasi,
dapat dilakukan setelah Organisasi Perangkat Derah berdasarkan PP
41/2007 telah dilaksanakan oleh pemda sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun.
Hal ini perlu dilakukan atas pertimbangan yang cermat oleh pemerintah
daerah bersama unsur legislatif daerah, yang diwujudkan dalam
kesepakatan bersama dan tetap berkoordinasi dengan pemerintah
provinsi.
V. Tahapan Evaluasi:
“Organisasi yang berhasil melakukan perubahan adalah organisasi yang
memadukan pola top down dengan bottom up”, dalam arti bahwa
evaluasi harus dimulai dari kebijakan pimpinan daerah dengan
melibatkan stakeholder terkait. (Riant, 62-2001).
Adapun tahapan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan daerah
kab/kota pada pelaksanaan proses evaluasi ini antara lain:
1. Bentuk tim evaluasi, leading sector Bagian Organisasi Setda Kab/Kota
dengan memperoleh dukungan dari unsur teknis;
2. Meminta pertimbangan teknis yang bersifat objektif dari SKPD
berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing
sehingga diharapkan pertimbangan teknis ini dapat dijadikan bahan
analisa beban kerja;
3. Padukan hasil pertimbangan teknis dari masing-masing SKPD sebagai
laporan bagi pimpinan sekaligus bahan pengambilan keputusan
terhadap besaran organisasi yang akan diterapkan nantinya;
4. Hasil akhir tugas tim evaluasi adalah menyusun naskah akademis
yang sekurang-kurangnya berisikan data personil, keuangan serta
sarana dan prasarana pendukung organisasi perangkat daerah yang
tersedia;
5. Pembahasan bersama unsur legislatif daerah kab/kota;
6. Penyampaian permintaan fasilitasi kepada Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Barat sebagai pelaksanaan fungsi pembinaan dan
pengendalian perangkat daerah kab/kota;
7. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meminta persetujuan Menteri
Dalam Negeri dan selanjutnya Menteri Dalam Negeri memberikan
persetujuan atas rencana perubahan besaran organisasi perangkat
daerah kab/Kota.
VI. Kondisi yang berkembang saat ini:
A. Beberapa fokus kajian evaluasi perangkat daerah oleh Pemerintah
yang dibahas pada Rapat Koordinasi Bidang Organisasi yang
dilaksanakan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, yakni
Regional I di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Regional II di Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Regional III di Provinsi Kepulauan Riau pada
bulan September – Oktober 2010 menemukan berbagai hal seperti:
1. Penerapan prinsip – prinsip organisasi yaitu pewadahan fungsi
yang tidak sesuai misalnya fungsi staf diwadahi dalam fungsi lini
dan sebaliknya;
2. Perumpunan yang tidak sesuai dengan ketentuan, misalnya
bidang urusan pemuda dan olahraga masih dibentuk dalam wadah
Kantor;
3. Penentuan jumlah perangkat daerah dan jumlah susunan
organisasi belum berdasarkan kebutuhan, kemampuan, potensi
dan beban kerja dan masih cenderung menggunakan pola
maksimal;
4. Pengaturan dan penjabaran tugas dan fungsi masing-masing
SKPD belum berdasarkan urusan yang menjadi kewenangan,
potensi dan karakteristik daerah masing – masing;
5. Nomenklatur masing-masing SKPD sampai kepada unit eselon
terendah antar daerah sangat variatif dan hal-hal yang sangat
teknis yang pada umumnya dapat menghambat pelaksanaan tugas
dan kinerja SKPD yang bersangkutan.
B. Rancangan peraturan daerah kab/kota yang berkaitan dengan
evaluasi perangkat daerah yang telah difasilitasi oleh Pemerintah
Provinsi Sumatera Barat, menunjukkan kecenderungan bahwa
pemerintahan daerah kab/kota memiliki keinginan yang kuat untuk
melakukan perampingan organisasinya. Hal ini bukan hanya ingin
mengakomodir keinginan unsur eksekutif semata, namun upaya
penyederhanaan ini juga merupakan peran dari unsur legislatif
daerah yang memiliki andil dalam menelaah dan mencermati bersama
kondisi real perangkat daerahnya.
Adapun pemerintahan daerah kab/kota di Provinsi Sumatera Barat
yang telah melakukan evaluasi dan atau perubahan besaran
organisasi perangkat daerahnya antara lain:
1. Pemkab Dharmasraya;
2. Pemkab Tanah Datar;
3. Pemkab Pesisir Selatan;
4. Pemkab Agam;
5. Pemko Padang Panjang;
VII. Saran dan Rekomendasi:
Terlepas dari berbagai intrik kepentingan serta beragamnya keinginan
antara pemerintah dan daerah, ternyata kearifan akan selalu berpihak
kepada kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintahan daerah sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan daerah dalam pembiayaannya
serta berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, kiranya perlu kita sepakati bersama bahwa:
1. Pemerintahan daerah kab/kota dapat melakukan berbagai
“kreasi” dan perubahan besaran organisasi perangkat daerah
dengan menerapkan prinsip ketaatan terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dilaksanakan agar tujuan
serta sasaran yang diharapkan dari evaluasi kelembagaan
perangkat daerah kab/kota dapat tercapai dengan baik dan disisi
lain, pemerintah provinsi juga dapat melaksanakan fungsi
pembinaan dan pengendalian perangkat daerah kab/kota secara
efektif;
2. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan tetap berupaya secara
optimal dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan
berupa fasilitasi, saran serta penyempurnaan terhadap produk
hukum daerah yang berkaitan dengan pembentukan organisasi
perangkat daerah kab/kota;
3. Kata kunci dari pelayanan adalah manfaat karena secara
langsung maupun tidak, keberadaan birokrasi pemerintahan
beserta birokratnya adalah untuk memberikan manfaat bagi upaya
pemenuhan kebutuhan maasyarakat yang dilayaninya.
“ Jika ditanya untuk apa kita diciptakan oleh Tuhan, jawaban yang
paling baik adalah untuk memberikan manfaat bagi lingkungan
dimana kita hadir. Jika kita hanya sekedar “hadir” tanpa
memberikan manfaat maka itu adalah kehadiran yang
mubadzir/sia-sia/tidak berguna..Tuhan adalah Sang Khaliq dan Sang
Serba, Tuhan tidak membutuhkan kita saat Dia menciptakan kita
namun Tuhan menciptakan kita karena orang lain memerlukan kita
dari talenta yang kita miliki”..
(Yeremias T. Keban dalam Riant, v-2001).
Literatur pendukung:
Desentraslisasi Tanpa Revolusi, Riant Nugroho Dwidjowiyoto (Elex Media
Computindo, 2001)
(Biro Organisasi)