1971 1980 1990 1995 2000 2005

24
1971 1980 1990 1995 2000 2005 Sumatera Barat 2,793,196 3,406,816 4,000,207 4,323,170 4,248,515 4,566,126 PENDUDUK SUMATERA BARAT MENURUT KAB/KOTA DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2007 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population Regency/Municipality Laki-laki/Male Perempuan/ Female Jumlah/Total Kabupaten/ Regency 1301. Mentawai 35.418 31.799 67.217 1302. Pesisir Selatan 214.715 221.245 435.960 1303. Solok 176.588 174.927 351.515 1304. Swl/Sijunjung 97.625 99.981 197.606 1305. Tanah Datar 160.464 174.668 335.132 1306. Padang Pariaman 178.687 205.849 384.536 1307. Agam 213.520 214.825 428.345 1308. Lima Puluh Kota 164.114 165.407 329.521 1309. Pasaman 124.367 128.781 253.148 1310. Pasaman Barat 166.096 161.692 327.788 1311. Dharmasraya 89.279 86.294 175.573 1312. Solok Selatan 64.716 65.642 130.358 Kotamadya/ Municipality 1371. Padang 406.368 431.822 8.8.190 1372. Solok 29.137 27.983 57.120 1373. Sawahlunto 26.419 27.494 53.913 1374. Padang Panjang 24.748 27.269 52.017 1375. Bukit Tinggi 51.336 52.942 104.278 1376. Payakumbuh 54.516 50.532 105.048 1377. Pariaman 33.539 36.960 70.499 1300. Sumatera Barat 2.311.652 2.386.112 4.697.764 Sumber : BPS propinsi Suamtera Barat, Diolah dari hasil Proyeksi Penduduk 2007 http://sumbar.bps.go.id

Transcript of 1971 1980 1990 1995 2000 2005

Page 1: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

1971 1980 1990 1995 2000 2005

Sumatera Barat 2,793,196 3,406,816 4,000,207 4,323,170 4,248,515 4,566,126

PENDUDUK SUMATERA BARAT MENURUT KAB/KOTA DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2007     

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population

 Regency/Municipality Laki-laki/Male Perempuan/ Female Jumlah/Total

Kabupaten/ Regency

1301. Mentawai  35.418  31.799  67.217

1302. Pesisir Selatan  214.715  221.245  435.960

1303. Solok  176.588  174.927  351.515

1304. Swl/Sijunjung  97.625  99.981  197.606

1305. Tanah Datar  160.464  174.668  335.132

1306. Padang Pariaman  178.687  205.849  384.536

1307. Agam  213.520  214.825  428.345

1308. Lima Puluh Kota  164.114  165.407  329.521

1309. Pasaman  124.367  128.781  253.148

1310. Pasaman Barat  166.096  161.692  327.788

1311. Dharmasraya  89.279  86.294  175.573

1312. Solok Selatan  64.716  65.642  130.358

Kotamadya/ Municipality

1371. Padang  406.368  431.822  8.8.190

1372. Solok  29.137  27.983  57.120

1373. Sawahlunto  26.419  27.494  53.913

1374. Padang Panjang  24.748  27.269  52.017

1375. Bukit Tinggi  51.336  52.942  104.278

1376. Payakumbuh  54.516  50.532  105.048

1377. Pariaman  33.539  36.960  70.499

 

1300. Sumatera Barat  2.311.652  2.386.112  4.697.764

 Sumber : BPS propinsi Suamtera Barat, Diolah dari hasil Proyeksi Penduduk 2007

http://sumbar.bps.go.id

Profil Sumatera Barat

Page 2: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat selama periode 10 tahun sejak tahun 1990 sampai tahun 2000 tercatat sebesar sebesar 0,56 % dan meningkat selama periode 2000-2002 menjadi 1,82 %. Pada tahun 1990 baru tercatat sebanyak 3.999.764 jiwa, sedangkan pada tahun 2002 telah mencapai 4.375.080 jiwa. Laju peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2002 dengan laju penambahan jumlah penduduk sebanyak 131.570 jiwa atau dengan laju pertumbuhan sebesar 3,1 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat selama periode tahun 1990 -2000 tergolong terendah dibandingkan dengan propinsi lainnya di Sumatera dan laju pertumbuhan tertinggi selama periode tersebut adalah propinsi Riau yang mencapai 3,87 %. Sementara laju pertumbuhannya selama dua tahun terakhir, yaitu tahun 2000-2002 meningkat menjadi 1,82 %, tetapi masih yang terendah dibandingkan dengan propinsi lainnya di Pulau Sumatera. Bahkan laju pertumbuhan yang tertinggi tetap terjadi di Propinsi Riau, yaitu mencapai 6,59 %. Beradasarkan jumlah penduduk menurut Kabupaten/kota selama periode 2000-2002, Kabupaten Tanah Datar mempunyai laju pertumbuhan penduduk terendah, yaitu 0,73 %, sedangkan yang tertinggi adalah kota Sawahlunto, yaitu 2,63 %.

Jumlah penduduk Propinsi Sumatera Barat pada tahun 2002 sebanyak 4.375.080 jiwa dan menduduki ranking ke 5 di bawah propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Riau, serta diatas dari propinsi lainnya di Pulau Sumatera. Berdasarkan data Kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk terbanyak terdapat di kota Padang, yaitu 743.220 jiwa dan terendah di kota Padang Panjang, yaitu 41.600 jiwa.

Ditinjau dari penyebaran penduduk berdasarkan luas daerah, kepadatan penduduk Sumatera Barat pada tahun 2002 masih tergolong sedang, yaitu 103,6 jiwa per km2. Berarti tiap km2 terhuni oleh penduduk sebanyak 103,6 jiwa. Penyebaran penduduk pada tahun tersebut meningkat sekitar 3,66 jiwa dibandingkan dengan penyebaran penduduk pada tahun 2000 yang hanya sebesar 99,94 per km2. Berdasarkan data Kabupaten dan kota, penduduk terpadat ditemui di Kota Bukittinggi, yaitu 3.710,78 jiwa pada tiap km2 dan terjarang terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai, yaitu 10,31 jiwa pada tiap km2 (Tabel 9a). Kepadatan penduduk kota Bukittinggi yang demikian disebabkan salah satunya oleh tersebut berkembangnya kota Bukittinggi sebagai kota wisata di Sumatera Barat. Hal itu dapat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja sebagai dampak berkembangnya sektor pariwisata. Kabupaten dengan kepadatan terkecil adalah kepulauan Mentawai yang hanya 10,32 jiwa per km2. Hal itu terjadi karena kabupaten tersebut merupakan pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman yang mempunyai wilayah cukup luas, yaitu 6,011 km2 (luas Kabupaten Kepulauan Mentawai).

Berdasarkan klasifikasi kepadatan penduduk menurut kabupaten dan kota (Tabel 9a)

Page 3: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat diklasifikasikan mulai dari golongan jarang sampai sangat padat. Daerah-daerah yang tergolong padat penduduknya umumnya ditemui di wilayah perkotaan, kecuali Kota Sawahlunto lebih rendah daripada Kabupaten Tanah Datar dan Padang Pariaman, namun demikian 75 % dari penduduk Sumatera Barat berdomisili di wilayah Kabupaten. Hal itu terjadi karena wilayah Kabupaten lebih luas daripada wilayah Kota. Terbukti wilayah Kabupaten mencakup 97 % dari total luas Propinsi Sumatera Barat, sedangkan Kota hanya 3 % saja. Berdasarkan persebaran penduduk di daerah Kabupaten dan Kota, Kota Padang sebagai ibukota propinsi menduduki urutan teratas, yaitu sebesar 16,99 %, sedangkan Kota Padang Panjang menduduki urutan terbawah yang hanya 0,95 % dari jumlah penduduk Sumatera Barat secara keseluruhan.

Jumlah penduduk Sumatera Barat menurut umur pada tahun 2002 memperlihatkan bahwa penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) tergolong tinggi, yaitu 1.441.500 jiwa atau sekitar 32,95 % dari seluruh penduduk Sumatera Barat. Komposisi seperti itu menggambarkan bahwa rasio ketergantungan usia (RKU); khususnya usia muda yang masih tergolong tinggi. Berarti beban tanggungan ekonomi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun) tergolong berat. Pada tahun 2002 RKU sebesar 61,8 (62) dengan rasio ketergantungan usia muda sebesar 53,31. Angka itu menunjukkan bahwa setiap 100 jiwa usia produktif (15-64 tahun) di Sumatera Barat akan menanggung beban ekonomi sebanyak 62 jiwa yang tidak produktif dan 53 jiwa diantaranya adalah penduduk usia muda. Beban tanggungan tersebut terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya (tahun 2001); dimana pada tahun 2001, perkembangan RKU mencapai 65,8 (66) dengan RKU usia muda sebesar 53,31.

Pada tahun 2002, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.147.170 jiwa dan perempuan 2.227.910 jiwa. Secara umum perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan hampir mendekati satu, yaitu 0,96 yang berarti setiap 100 jiwa penduduk perempuan, jumlah penduduk laki-laki 96 jiwa. Data itu menunjukkan bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki, khususnya pada usia 15 tahun ke atas, kecuali pada kelompok umur 45-54. Komposisi sebaliknya terjadi pada usia muda (di bawah 15 tahun); dimana ratio jenis kelaminnya lebih besar dari 100.

Perbandingan jenis kelamin menurut kabupaten/kota pada umumnya kurang dari 100 yang berarti penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Beberapa kabupaten/kota yang mempunyai ratio kelamin lebih besar dari 100 adalah Kabupaten Mentawai (109,61); INSERT INTO `ind_content` (`id`, `title`, `title_alias`, `introtext`, `fulltext`, `state`, `sectionid`, `mask`, `catid`, `created`, `created_by`, `created_by_alias`, `modified`, `modified_by`, `checked_out`, `checked_out_time`, `publish_up`, `publish_down`, `images`, `urls`, `attribs`, `version`, `parentid`, `ordering`, `metakey`, `metadesc`, `access`, `hits`) VALUES dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung (101,68). Daerah yang mempunyai ratio jenis kelamin yang terendah adalah Kabupaten Agam, yaitu sebesar 92,60.

Petunjuk menarik dari komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Sumatera Barat adalah penduduk perempuan lebih dominan pada usia produktif dibandingkan

Page 4: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

dengan laki-laki. Keadaan itu tentunya akan membentuk pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang banyak memberikan peran lebih kepada kaum perempuan. Kenyataan itu merupakan konsekuensi logis akibat besarnya kecenderungan penduduk laki-laki dewasa untuk merantau dalam mengarungi penghidupan yang lebih baik di negeri Jawa.

Kode BPS Lambang Nama Kode ISO [1] Ibu kota Populasi[2] Luas (km²)[3] Status khusus Pulau Mayoritas Agama

13 Sumatera Barat ID-SB Padang 4.566.126 42.224,65 Sumatera Islam

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI SUMATERA BARAT

 

A.      GEOGRAFIS. 

Wilayah Sumatera Barat terletak antara 0 derajat Lintang Utara hingga 3 derajat Lintang Selatan, serta 98 derajat dan 101 derajat Bujur Timur. Wilayah Sumatera Barat dilalui oleh garis khatulistiwa (garis lintang nol derajat), tepatnya berada di kecamatan Bonjol kabupaten Pasaman Barat, kondisi ini menyebabkan wilayah Sumatera Barat beriklim tropis. 

Luas wilayah sekitar 4.229.730 Ha, setara dengan 2,17 % dari luas wilayah Negara Kasatuan Republik Indonesia, dengan luas perairan laut diperkirakan 186.500 Km2 dan panjang garis pantai 2.420.57 Km. 

Keadaan topografi wilayah Sumatera Barat bervariasi, mulai dari wilayah datar, landai, bergelombang serta wilayah dengan kondisi alam yang terjal/curam dan berbukit. Dengan kondisi topografi ini, di Sumatera Barat banyak sekali didapati obyek wisata alam. 

Suhu udara rata-rata di pantai Sumatera Barat berkisar antara 21 sampai 38  derajat celcius, daerah perbukitan berkisar antara 15 sampai 34 derajat celcius, sedangkan pada daerah datar di sebelah timur Bukit Barisan dengan suhu antara 19 sampai 34 derajat celcius. 

Hampir setiap tahun di Sumatera Barat terjadi dua puncak curah hujan maksimum, yaitu pada bulan Maret dan Desember. Curah hujan paling rendah terjadi pada bulan Juni/Juli. Jumlah curah hujan rata-rata maksimum mencapai 4000 mm/tahun terutama di wilayah pantai barat, sedangkan di beberapa tempat di bagian timur curah hujan relatif kecil antara 1500 sampai 2000 mm/tahun. 

Batas-batas wilayah Sumatera Barat dengan propinsi lainnya sebagai berikut :  Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Bengkulu dan Jambi

Page 5: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Jambi dan Riau Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia 

Dengan dukungan sarana dan prasarana serta fasilitas transportasi yang memadai, daerah Sumatera Barat dapat dengan mudah dikunjungi dari daerah manapun, baik melalui perjalanan darat, laut maupun udara.

B.     PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DAN KOTA 

Propinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 daerah kabupaten dan kota, dengan rincian , 13 daerah kabupaten dan 6 daerah kota. Dari 19 daerah ini terbagi lagi atas 158 daerah kecamatan. Jumlah daerah kecamatan pada setiap kabupaten dan kota sebagai berikut : 

NAMA DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DAN JUMLAH KECAMATAN SE SUMATERA BARAT

   No Daerah Kabupaten dan Kota Jumlah

Kecamatan 1 Kabupaten Agam 15 2 Kabupaten Pasaman 12 3 Kabupaten Pasaman Barat 7 4 Kabupaten Limapuluh Kota 13 5 Kabupaten Solok 14 6 Kabupaten Solok Selatan 5 7 Kabupaten Padang Pariaman 17 8 Kabupaten Pesisir Selatan 11 9 Kabupaten Tanah Datar 14

10 Kabupaten Sawahlunto Sijunjung 8 11 Kabupaten Darmasraya 4 12 Kapupaten Kepulauan Mentawai 4 13 Kota Bukittinggi 3 14 Kota Padang 11 15 Kota Padang Panjang 2 16 Kota Sawahlunto 4 17 Kota Solok 2 18 Kota Payakumbuh 3 19 Kota Pariaman 3

Sumber : Profil Pendidikan Kab/Kota 2005/2006

C.     DEMOGRAFI DAN ANGKATAN KERJA. 

Menurut hasil Susenas tahun 2005, jumlah pendudukan Sumatera Barat sebanyak 4.560.572 jiwa, dengan rincian penduduk laki-laki 2.248.348 jiwa, dan penduduk perempuan 2.312.224 jiwa. Kota padang dengan jumlah pendudukan terbanyak yakni 784.740 jiwa dan terkecil adalah kota Sawah lunto sebesar 53.709 jiwa. Rata-rata laju pertamban penduduk Sumatera Barat diperkirakan 0,61 %. Laju pertambahan penduduk ini termasuk yang terendah dibandingkan propinsi lainnya di pulau Sumatera, sedangkan laju pertambahan penduduk perkabupaten dan kota, Kab. Tanah Datar adalah terendah yakni 0.68 % dan tertinggi adalah kota Sawahlunto dengan laju pertambahan penduduk mencapai 3.32 %

Penduduk Sumatera Barat usia 15 tahun keatas / usia kerja cukup besar yakni sebanyak 1.981.596 orang (63.61 %), angkatan kerja ini dapat dikelompokkan atas, bekerja sebanyak 1.717.289 orang (55.13 %), terbesar adalah angkatan kerja laki-laki 1.073.480 orang, sedangkan angkatan kerja

Page 6: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

perempuan sebanyak 643.449 orang. Penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 1.113.653 orang (36.39 %) yang terdiri dari penduduk bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. 

D.      AGAMA, SUKU DAN BAHASA. 

Sebahagian besar penduduk Sumatera Barat beragama Islam, namun kehidupan beragama masyarakat Sumatera Barat yang sangat toleran dan menghargai adanya perbedaan, pelaksanaan ibadah bagi penduduk pemeluk agama lainnya berjalan dengan baik dan damai, hampir tidak ditemukan permasalahan antar pemeluk agama di Sumatera Barat, dalam menjalankan ibadah menurut kepercayaan masing-masing. 

Mayoritas suku dan bahasa di Sumatera Barat adalah Suku dan bahasa Minangkabau, yang sangat menghargai nilai-nilai adat dan budaya tradisional serta terbuka terhadap nilai positif lainnya yang datang dari luar, kondisi ini sangat memberikan pengaruh baik terhadap penyelenggaraan pendidikan di Sumatera Barat. 

Suku dan bahasa lainnya yang berkembang di Sumatera Barat, antara lain Suku Mentawai di Kepuluan Mentawai, Suku Mandailing di Pasaman, Suku Jawa terutama sekali di daerah transmigrasi dan pertambangan, serta kelompok etnis Tiongha. Interaksi sosial masyarakat antar suku yang dapat terjaga dengan baik menjadi dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa di Sumatera Barat.  

Dibidang budaya, sinergi antara nilai-nilai adat dan agama, serta nilai modern universal yang positif, diungkapkan dengan ungkapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, dan Tali Tigo Sapalin, Tungku Tigo Sajarangan, yang mengambarkan keterpaduan kepemimpinan ninik mamak, alim ulamo dan cerdik pandai yang disertai sikap pragmatisme dan kewirausahaan masyarakat, merupakan modal dasar pengembangan materi kurikulum yang adabtif dengan kondisi sosial masyarakat Minang khususnya dan masyarakat Sumatera Barat  pada umumnya. 

E.      PRIORITAS PEMBANGUNAN SUMATERA BARAT. 

Prioritas pembangunan Sumatera Barat, merupakan implementasi dari visi pembangunan 2006-2007, dimana rumusan visi ini sebelumnya disusun dan ditetapkan berdasarkan kajian permasalahan, tantangan, serta potensi yang dimiliki. Rumusan visi pembangunan Sumatera Barat 2006-2007, adalah Mewujudkan Sumatera Barat yang tangguh, bersih dalam semangat kebersamaan.    

Selanjutnya visi ini dijabarkan dalam tiga aspek pembangunan, yakni : 

Terwujudnya masyarakat relegius yang maju dan berbudaya ; Terwujudnya pemerintahan yang menjujung tinggi hukum, adil dan demokratis ; Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan kehidupan yang layak secara berkelanjutan ;

Untuk mewujudkan masyarakat yang relegius yang maju dan berbudaya, maka pengembangan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama serta peningkatan sumber daya manusianya menjadi sangat penting. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang sejahtera, sehat penuh semangat, mandiri, terampil, profesional, disiplin, menjunjung tinggi hukum, kreatif dan inovatif serta berbudaya dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan serta teknologi dalam meningkatkan harga diri dan kesejahteraannya. 

Berdasarkan visi tersebut, ditetapkan 3 (tiga) misi pembangunan Sumatera Barat tahun 2006-2010 sebagai berikut ; 

Page 7: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai   tanggungjawab Bernegara dan Berbangsa ;

Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih ; Mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan ;

Dari rumusan visi diatas, jelas sekali komitmen dan keinginan Pemerintah Daerah beserta masyarakat Sumatera Barat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas guna mengantisipasi keterbatasan sumber daya alam yang tersedia, disamping  mempersiapkan masyarakat Sumatera Barat agar mampu bersaing dalam berbagai lapangan kehidupan kedepan baik ditingkat nasional maupun global. 

Berdasarkan visi dan misi pembangunan Sumatera Baat 2006-2010, selanjutnya ditetapan agenda-agenda utama pembangunan serta prioritas program sebagaimana uraian berikut : 

1.    Agenda Pembangunan Daerah Tahun 2006-2010. 

Berdasarkan visi dan misi pembangunan Daerah Sumatera Barat, ditetapkan 7 (tujuh) agenda pembangunan daerah Sumatera Barat 2006-2010, yakni ; 

1.1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan sosial budaya ; 1.2. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas ; 1.3. Menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan bersih ; 1.4. Membangun ekonomi yang tangguh dan berkeadilan ; 1.5.  Mengembangkan infrastruktur yang mendorong percepatan pembangunan ; 1.6.  Mempercepat penurunan tingkat kemiskinan ; 1.7.  Memberdayakan Nagari sebagai basis pembangunan ; 

Dari ketujuh agenda pokok pembangunan diatas, selanjutnya diterjemahkan lagi kedalam program-program pembangunan yang hendak dicapai lima tahun mendatang. Khusus agenda membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Prioritas pembangunan pendidikan sebagaimana kami uraikan pada bagian selanjutnya. 

2.      Agenda membangun SDM yang berkualitas. 

Terdapat 5 (lima) prioritas pembangunan yang beroreantasi pada peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, antara lain ; 

Pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan ; Pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ; Peningkatan partisipasi perempuan dan kesejahteraan keluarga ; Peningkatan kualitas pemuda dan pembangunan olahraga ; Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset dan pengembangan ;

Ditetapkannya pemerataan dan peningkatan pendidikan, sebagai prioritas pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, membawa konsekuensi terhadap kebijakan pembangunan sektor pendidikan di Sumatera Barat, antara lain adanya kebijakan kenaikan anggaran pendidikan yang bersumber dari APBD Propinsi, serta keberpihakan pengelolaan pendidikan guna memenuhi hak dasar rakyat untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Padang.- urusan pekerjaan umum menjadi prioritas utama pemprov sumbar pada tahun 2011 mendatang. hal tersebut terlihat dengan besarnya anggaran untuk pekerjaan umum pada apbd sumbar tahun 2101 yang mencapai 325 milyar rupiah. dana tersebut dugunakan untuk recovery sarana dan prasarana gedung dan kantor pemerintahan yang rusak akibat

Page 8: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

gempa. selain itu, anggaran tersbeut juga untuk penyelesaina jalur evaksui becnana di beberapa kabupaten kota. urusan pendidikan menjadi dinas ke dua terbanyak dengan jumlah anggran 137 milyar rupiah. sementara anggaran terkecil terdapat untuk urusan perhubungan yang dilaksnaakan dinas perhubungan.

sementara jumlah apbd sumbar tahun 2011 mencapai 2,198 triluyun rupiah. sedangkan pendapatan daerah 1,986 trilyun rupiah. akibatnya apbd sumbar 2011 mengalami defisit sebesar 137 milyar rupiah. apbd sumbar yang telah diserahkan tersebut akan diserahkan kepada mendagri untuk dievaluasi 23 desember mendatang. (fadil)  

No Provinsi Jumlah Penduduk Miskin(Jiwa) Anggaran Kemiskina (Rp)

3 Sumatera Barat 578.700 17.094.836.529

APBD SUMBAR NAIK 10 PERSEN Tuesday, 02 January 2007

Rencana Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat, menganggarkan tunjangan daerahuntuk seluruh pegawai di daerah ini, dalam APBD mendapat sambutan positif dari DPRD Sumbar. Namun dalam menetapkan jumlah atau besar tunjangan untuk masing-masing pegawai, DPRDSumbar meminta Pemprov mengadakan rapat konsultasi dengan Dewan.

ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Barat mengalami peningkatan. Kenaikannya mencapai 10 persen dari sebelumnya. Dari anggaran Rpl,03 triliun menjadi Rp l ,14 triliun.

Hal itu diketahui dari Rapat paripurna penyampaian Nota Pengantar Perubahan ABPD tahun 2005 yang disampaikan Gubemur Sumbar yang diwakili Sekretaris Daerah Provinsi, Drs. Yohannes Dahlan di ruang sidang utama gedung DPRD Sumbar Senin, 11 September 2006 lalu.

Dari APBD Perubahan itu perkiraan pendapatan daerah yang semula direncanakan sebesar Rp985 miliar meningkat menjadi Rp 993 miliar atau naik sebesar 0,86 persen. Selanjutnya, belanja daerah yang semula direncanakan sebesar Rp l, 0l triliun meningkat menjadi Rp l,ll triliun atau naik sebesar 9,9 persen.

Dari keseluruhan pembelanjaan itu yang terdiri dari belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, belanja operasi dan pemeliharaan hanya belanja tidak tersangka yang mengalami penurunan dari Rp9,3 miliar lebih yang direncanakan menjadi Rp8,4 triliun atau mengalami penurunan sampai 9,6 persen.

Page 9: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

Terjadinya perubahan yang cukup signifikan pada APBD 2006 dijelaskan Yohannes karena disebabkan beberapa hal. Terutama, kebutuhan mendesak dalam rangka mengoptimalkan Bandara Intemasional Minangkabau (BIM) menjadi embarkasi haji yang akan dilaksanakan tahun ini. Adanya keadaan yang mengakibatkan harus dilakukan pergeseran anggaran terutama antar jenis belanja, karena adanya tujuh agenda pembangunan Sumbar.

"Sisa lebih perhitungan anggaran tahun 2005 yang harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun 2006 juga telah menyebabkan terjadinya peningkatan ini," jelasnya dalam rapat paripurna yang dipimpin langsung Ketua DPRD Sumatera Barat, H. Leonardy Harmainy, didamping Wakil Ketua, Drs. Apris, Masful dan H. Mahyeldi Ansharullah, SP.

Selain itu juga adanya soal kebijakan pemerintah pusat yang bersifat strategis berupa hasil evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri RI, terhadap perda No. 01 tahun 2006 tentang APBD Sumbar dan Pergub Sumbar No. 10 tahun 2006. "Hasil koreksi itu semua koreksi dan perbaikan terhadap hal-hal yang bersifat teknis," sebutnya.(02)

EVALUASI KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH

KAB/KOTAOleh: Rizaldi Z. Djamal AP, M.Si

(Kasubag Pembinaan Kelembagaan Kab/Kota Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar) 

Kurang lebih tiga tahun pasca terbitnya Peraturan Pemerintah nomor

41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai panduan

utama bagi pemerintahan daerah provinsi maupun pemerintahan daerah

kab/kota dalam melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah, sudah

selayaknya pemerintahan daerah membuka diri dengan mengukur dan

menilai kembali tentang “seberapa butuh” daerah dalam mengkreasikan

perangkat daerahnya dan “seberapa mampu” daerah dalam membiayai

organisasi perangkat daerahnya.

Kebutuhan dalam membentuk perangkat daerah harus didasarkan

pada pertimbangan berapa jumlah/besaran organisasi (SKPD) yang perlu

dibentuk guna mengakomodir pelaksanaan bidang urusan yang menjadi

kewenangan masing – masing pemerintah daerah. Sementara disisi lain,

kemampuan harus diukur pada potensi pembiayaan/anggaran pemerintah

Page 10: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

daerah yang dapat dialokasikan untuk mengoperasionalisasikan perangkat

daerah dalam penyelenggaraan bidang urusan pemerintahan.

Demikian halnya dengan proses evaluasi, kesemuanya harus diawali

dengan niat baik (good will) pemerintahan daerah dalam menata perangkat

daerahnya. Apabila boleh kita ibaratkan eksistensi perangkat daerah dan

kewenangan dalam kebiasaan kita berpakaian, bahwa  baju adalah

perangkat daerah/SKPD sementara pemakai adalah kewenangan/bidang

urusan pemerintahan, maka yang kita mesti lakukan adalah  ”memotong

baju sesuai dengan ukuran pemakai, bukan malah memotong pemakai agar

sesuai dengan baju”.

Hal  yang jamak ditemukan pada proses fasilitasi oleh pemerintah

provinsi pada pembentukan perangkat daerah kab/kota di Sumatera Barat

adalah pemerintahan daerah kab/kota justru memotong pemakai sesuai

dengan ukuran baju. Sebagai contoh, pelaksanaan fungsi Persandian yang

secara nyata berada pada Sub Bidang Urusan wajib namun pemerintahan

daerah kab/kota terkadang mengabaikan dan cenderung menganggap tidak

penting untuk diselenggarakan.

Jika kita kajidalami bahwa Sistem Sandi (Sissan) dan Peralatan Sandi

(Palsan) sangat dibutuhkan dalam komunikasi persandian antar instansi

pemerintah dan dengan mengoptimalkan Sissan dan Palsan adalah

merupakan upaya penguatan kelembagaan persandian secara nasional.

Untuk menjawab pertanyaan “seberapa butuh” dan “seberapa

mampu” ini, penulis akan berupaya menelaah dan memberikan muatan

informasi bagi para pembaca, yang akan penulis kemas dalam beberapa

dimensi sebagai berikut: 

I.        Dimensi Hukum:

Dasar hukum penataan organisasi perangkat daerah dapat

diformulasikan secara ringkas sebagai berikut:

A.  UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah:

Page 11: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

Pada Pasal 120 mengamanatkan kepada kita bahwa perangkat daerah

provinsi terdiri atas Sekretariat daerah, Sekretariat DPRD, Dinas

Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, sementara Perangkat Daerah

Kab/Kota terdiri atas Sekretariat daerah, Sekretariat DPRD, Dinas

Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.

Sementara Pasal 128 ayat (1) mengamanatkan bahwa: Susunan

Organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah

dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada

peraturan pemerintah.

 B.   Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kab/Kota:

Pasal 12 menegaskan bahwa Urusan pemerintahan wajib dan pilihan

menjadi dasar penyusunan susunan organisasi dan tata kerja

perangkat daerah.

Ketentuan ini telah mengatur secara jelas bahwa  kewenangan mutlak

yang dimiliki oleh pemerintah adalah meliputi politik luar negeri,

pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta

agama. Kewenangan mutlak diartikan bahwa mulai dari tataran

kebijakan hingga pelaksanaan dari kewenangan ini memang

sepenuhnya diselenggarakan oleh pemerintah.

Kemudian peraturan pemerintah ini menegaskan bahwa 31 (tiga puluh

satu) jenis bidang urusan yang dilaksanakan secara bersama oleh

pemerintah dan pemerintahan daerah, adalah terdiri dari 26 (dua

puluh enam) jenis bidang urusan yang wajib diselenggarakan oleh

setiap tingkatan pemerintahan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

yang bersifat mendasar bagi masyarakat.

Sementara, pemerintahan daerah diberikan keleluasaan untuk

mengkreasikan nilai (create value) berupa pelaksanaan 8 (delapan)

Page 12: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

jenis bidang urusan pilihan yang diselenggarakan berdasarkan

pertimbangan adanya potensi serta kekhasan dari masing-masing

daerah dalam upaya mensejahterakan masyarakat didaerahnya.

 

C.   Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah:

Pada Pasal 2 menyatakan secara tegas bahwa pembentukan

organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah

sementara pada Pasal 22 disebutkan bahwa Penyusunan organisasi

perangkat daerah berdasarkan pertimbangan adanya urusan yang

perlu ditangani namun tidak harus dibentuk dalam organisasi

tersendiri.

Hal ini dapat kita terjemahkan bahwa pemerintahan daerah dapat

membentuk kelembagaan perangkat daerah sesuai bidang urusan,

meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,

Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, Kelurahan serta Kelembagaan

Lain yang pengaturan susunan organisasi dan tata kerjanya diatur

tersendiri diluar PP 41 tahun 2007 ini.  

Pembagian bidang urusan pemerintahan yang telah dirinci hingga

pada sub – sub bidang urusan yang dapat dijadikan pola/gambaran

operasionalisasi inilah yang dijadikan dasar dalam perencanaan

penataan kelembagaan perangkat daerah. Dengan kata lain,

penyusunan organisasi perangkat daerah adalah berdasarkan

pertimbangan adanya urusan yang perlu ditangani oleh pemerintahan

daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Sebagai upaya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan

pemerintahan daerah, penanganan urusan tidak harus dibentuk

kedalam wadah organisasi tersendiri. Artinya, setiap bidang urusan

yang dimiliki oleh pemerintahan daerah tidak harus berdiri sendiri

dalam satu wadah kelembagaan, akan tetapi pemerintahan daerah

Page 13: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

dapat melakukan upaya perumpunan bidang urusan yakni

penggabungan beberapa urusan pemerintahan yang perlu diwadahi

pada suatu lembaga/perangkat daerah dengan pertimbangan efisiensi

dan efektivitas serta adanya kesamaan dalam penanganan atau

pelaksanaannya.

Kondisi ini terkadang dirasakan oleh pemerintahan daerah sebagai

suatu kemudahan karena dapat menggabungkan beberapa fungsi

SKPD menjadi satu, setelah melalui proses analisa beban kerja yang

memadai sehingga penyelenggaraan bidang urusan pemerintahan

walaupun dengan menggabungkan beberapa fungsi dapat

diselenggarakan secara optimal, akan tetapi justru akan menjadi

kendala dan dapat menjadi faktor penghambat penyelenggaraan

pemerintahan daerah apabila pada saat perumusan awal tidak melalui

proses analisa beban kerja.

 

II.     Dimensi Realita: 

Secara jujur harus kita akui bahwa banyak pemda kab/kota yang merasa

“sesak nafas” dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan

daerahnya karena yang lazim terjadi adalah belanja pegawai selalu lebih

besar daripada belanja publik. Dengan kondisi seperti ini akan

memunculkan pertanyaan: kapan pemerintahan daerah akan mampu

mewujudkan upaya kesejahteraan masyarakat apabila dari tahun ke

tahun porsi pembiayaan APBD justru lebih kecil untuk  pembangunan

serta penyediaan kebutuhan publik?

Dalam konteks pembentukan Lembaga Lain yang terdiri dari Badan

Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Koordinasi/Pelaksana

Penyuluhan, Badan Narkotika Nasional Provinsi/Kab-Kota, Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah (khusus untuk pemerintah provinsi),

Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI dan Unit Pelayanan Perizinan

Terpadu, terkadang juga menimbulkan permasalahan mendasar.

Page 14: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

Kelembagaan perangkat daerah ini, mengenai organisasi dan tata

kerjanya diatur tersendiri diluar Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun

2007 sementara beberapa daerah kab/kota cenderung memilih untuk

melakukan penggabungan fungsi dengan bidang urusan/pilihan lainnya.

Permasalahan yang diprediksi akan muncul akibat perumpunan bidang

urusan yang kurang tepat antara lain:

1.   Penggabungan yang terlalu padat (menggabungkan fungsi yang

ditangani oleh lebih dari 3 Kementerian), diprediksi akan menghambat

proses operasionalisasi program dan kegiatan karena waktu yang

tersedia cenderung lebih terfokus pada proses koordinasi serta

sinkronisasi kebijakan;

2.   Penggabungan bidang urusan yang secara nomenklatur sudah

dipisahkan namun pada rincian tugas masih terdapat kesamaan, juga

sering menjadi kendala sehingga terjadi duplikasi program dan

kegiatan;

3.   Penggabungan bidang urusan wajib dan/atau pilihan dengan

kelompok Lembaga Lain, sering menjadi polemik karena masing –

masing Badan/Instansi yang membidangi Lembaga Lain di tingkat

pusat terkadang memberikan arahan agar pemerintahan daerah

membentuk Lembaga Lain dengan berdiri sendiri agar dukungan

kebijakan (khusus dalam penganggaran) dapat terlaksana secara lebih

fokus. 

III. Dimensi Ruang: 

Kriteria yang dijadikan sebagai dasar pembentukan perangkat daerah

baik dalam hal besaran maupun nomenklaturnya, adalah kebutuhan dan

kemampuan keuangan  daerah. Dua kriteria inilah yang dijadikan sebagai

“faktor pembeda”  sekaligus menegaskan dimensi ruang bahwasanya

perangkat daerah/SKPD yang dibentuk di satu daerah belum tentu

dibutuhkan dan memiliki karakteristik yang sama apabila diterapkan

pada daerah lain karena sama-sama kita pahami bahwa antara satu

Page 15: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

daerah dengan daerah lain dalam wilayah NKRI ini memiliki kebutuhan

dan karakter yang berbeda baik dalam hal potensi daerah serta budaya

dan perilaku birokrasinya.

 

IV.   Dimensi Waktu: 

Evaluasi perangkat daerah atau istilah dalam Permendagri 57 tahun 2007

lebih dikenal dengan sebutan perubahan jumlah besaran organisasi,

dapat dilakukan setelah Organisasi Perangkat Derah berdasarkan PP

41/2007 telah dilaksanakan oleh pemda sekurang-kurangnya 1 (satu)

tahun.

Hal ini perlu dilakukan atas pertimbangan yang cermat oleh pemerintah

daerah bersama unsur legislatif daerah, yang diwujudkan dalam

kesepakatan bersama dan tetap berkoordinasi dengan pemerintah

provinsi.

  

V.      Tahapan Evaluasi: 

“Organisasi yang berhasil melakukan perubahan adalah organisasi yang

memadukan pola top down dengan bottom up”, dalam arti bahwa

evaluasi harus dimulai dari kebijakan pimpinan daerah dengan

melibatkan stakeholder terkait. (Riant, 62-2001).

Adapun tahapan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan daerah

kab/kota pada pelaksanaan proses evaluasi ini antara lain:

1.   Bentuk tim evaluasi, leading sector Bagian Organisasi Setda Kab/Kota

dengan memperoleh dukungan dari unsur teknis;

2.   Meminta pertimbangan teknis yang bersifat objektif dari SKPD

berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing

sehingga diharapkan pertimbangan teknis ini dapat dijadikan bahan

analisa beban kerja;

Page 16: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

3.   Padukan hasil pertimbangan teknis dari masing-masing SKPD sebagai

laporan bagi pimpinan sekaligus bahan pengambilan keputusan

terhadap besaran organisasi yang akan diterapkan nantinya;

4.   Hasil akhir tugas tim evaluasi adalah menyusun naskah akademis

yang sekurang-kurangnya berisikan data personil, keuangan serta

sarana dan prasarana pendukung organisasi perangkat daerah yang

tersedia;

5.   Pembahasan bersama unsur legislatif daerah kab/kota;

6.   Penyampaian permintaan fasilitasi kepada Pemerintah Daerah

Provinsi Sumatera Barat sebagai pelaksanaan fungsi pembinaan dan

pengendalian perangkat daerah kab/kota;

7.   Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meminta persetujuan Menteri

Dalam Negeri dan selanjutnya Menteri Dalam Negeri memberikan

persetujuan atas rencana perubahan besaran organisasi perangkat

daerah kab/Kota.

 

VI.   Kondisi yang berkembang saat ini: 

A.  Beberapa fokus kajian evaluasi perangkat daerah oleh Pemerintah

yang dibahas pada Rapat Koordinasi Bidang Organisasi yang

dilaksanakan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, yakni

Regional I di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Regional II di Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Regional III di Provinsi Kepulauan Riau pada

bulan September – Oktober 2010 menemukan berbagai hal seperti:

1.     Penerapan prinsip – prinsip organisasi yaitu pewadahan fungsi

yang tidak sesuai misalnya fungsi staf diwadahi dalam fungsi lini

dan sebaliknya;

2.     Perumpunan yang tidak sesuai dengan ketentuan, misalnya

bidang urusan pemuda dan olahraga masih dibentuk dalam wadah

Kantor;

Page 17: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

3.     Penentuan jumlah perangkat daerah dan jumlah susunan

organisasi belum berdasarkan kebutuhan, kemampuan, potensi

dan beban kerja dan masih cenderung menggunakan pola

maksimal;

4.     Pengaturan dan penjabaran tugas dan fungsi masing-masing

SKPD belum berdasarkan urusan yang menjadi kewenangan,

potensi dan karakteristik daerah masing – masing;

5.     Nomenklatur masing-masing SKPD sampai kepada unit eselon

terendah antar daerah sangat variatif dan hal-hal yang sangat

teknis yang pada umumnya dapat menghambat pelaksanaan tugas

dan kinerja SKPD yang bersangkutan.

 

B.   Rancangan peraturan daerah kab/kota yang berkaitan dengan

evaluasi perangkat daerah yang telah difasilitasi oleh Pemerintah

Provinsi Sumatera Barat, menunjukkan kecenderungan bahwa

pemerintahan daerah kab/kota memiliki keinginan yang kuat untuk

melakukan perampingan organisasinya. Hal ini bukan hanya ingin

mengakomodir keinginan unsur eksekutif semata, namun upaya

penyederhanaan ini juga merupakan peran dari unsur  legislatif

daerah yang memiliki andil dalam menelaah dan mencermati bersama

kondisi real perangkat daerahnya.

Adapun pemerintahan daerah kab/kota di Provinsi Sumatera Barat

yang telah melakukan evaluasi dan atau perubahan besaran

organisasi perangkat daerahnya antara lain:

1.     Pemkab Dharmasraya;

2.     Pemkab Tanah Datar;

3.     Pemkab Pesisir Selatan;

4.     Pemkab Agam;

5.     Pemko Padang Panjang;

   

VII.         Saran dan Rekomendasi:

Page 18: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

Terlepas dari berbagai intrik kepentingan serta beragamnya keinginan

antara pemerintah dan daerah, ternyata kearifan akan selalu berpihak

kepada kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintahan daerah sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan daerah dalam pembiayaannya

serta berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Dengan demikian, kiranya perlu kita sepakati bersama bahwa:

1.     Pemerintahan daerah kab/kota dapat melakukan berbagai

“kreasi” dan perubahan besaran organisasi perangkat daerah

dengan menerapkan prinsip ketaatan terhadap ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dilaksanakan agar tujuan

serta sasaran yang diharapkan dari evaluasi kelembagaan

perangkat daerah kab/kota dapat tercapai dengan baik dan disisi

lain, pemerintah provinsi juga dapat melaksanakan fungsi

pembinaan dan pengendalian perangkat daerah kab/kota secara

efektif;

2.     Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan tetap berupaya secara

optimal dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan

berupa fasilitasi, saran serta penyempurnaan terhadap produk

hukum daerah yang berkaitan dengan pembentukan organisasi

perangkat daerah kab/kota;

3.     Kata kunci dari pelayanan adalah manfaat karena secara

langsung maupun tidak, keberadaan birokrasi pemerintahan

beserta birokratnya adalah untuk memberikan manfaat bagi upaya

pemenuhan kebutuhan maasyarakat yang dilayaninya.

“ Jika ditanya untuk apa kita diciptakan oleh Tuhan, jawaban yang

paling baik adalah untuk memberikan manfaat bagi lingkungan

dimana kita hadir. Jika kita hanya sekedar “hadir” tanpa

memberikan manfaat maka itu adalah kehadiran yang

mubadzir/sia-sia/tidak berguna..Tuhan adalah Sang Khaliq dan Sang

Serba, Tuhan tidak membutuhkan kita saat Dia menciptakan kita

Page 19: 1971             1980                1990          1995     2000    2005

namun Tuhan menciptakan kita karena orang lain memerlukan kita

dari talenta yang kita miliki”..

(Yeremias T. Keban dalam Riant, v-2001).

 

Literatur pendukung:

Desentraslisasi Tanpa Revolusi, Riant Nugroho Dwidjowiyoto (Elex Media

Computindo, 2001)

(Biro Organisasi)