194952744-makalah-lengkap

download 194952744-makalah-lengkap

If you can't read please download the document

Transcript of 194952744-makalah-lengkap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF) merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Pertama kali di temuka n di Indonesia adalah di Surabaya pada tahun 1968 saat itu sebanyak 58 orang ter infeksi dengan 24 diantaranya meninggal dunia. Jumlah penderita dan luas penyeba rannya semakin lama semakin meluas tiap tahunnya awalnya hanya 2 propinsi tahun 2009 menjadi 32 provinsi, pada tahun 1993-1998 DBD lebih banyak menyerang usia < 15 tahun, sedangkan pada tahun 1999 sampai 2009 DBD lebih banyak menyerang pada usia >15 tahun.1 Di dunia diperkirakan sekitar 3,6 juta orang berisiko terinfeks i. Awalnya Asia Tenggara merupakan daerah endemis DBD, saat ini Amerika Selatan dan Amerika tengah juga merupakan daerah endemis DBD. Sekitar tahun 1960-andi ka wasan Asia Tenggara anak-anak lebih banyak terinfeksi dengue, sedangkan di Ameri ka dengue menyerang semua usia, oleh karena hal tersebut pada tahun 1997 dimulai lah pembaharuan Guidelines dalam klasifikasi dengue oleh WHO. Guidelines tahun 1 997 klasifikasi dengue dibagi menjadi 2, yaitu demam dengue dan demam berdarah d engue.2 Seiring berjalannya waktu terdapat banyak kesulitan dalam mengklasifikas ikan kasus demam dengue, oleh sebab itu pada tahun 2009 WHO memperbaharui guidli nes demam dengue/demam berdarah dengue dalam guidelines tersebut pembagian DF/DH F menjadi demam yang tidak terklasifikasikan, kemungkinan dengue, dengue dengan peringatan, dan dengue berat. Dan kemudian pada tahun 2011 WHO-SEARO menambahkan kriteria expand untuk beberapa kasus yang tidak dapat dimasukan ke dalam kriter ia severe dengue. 1.2. Perumusan Masalah Perkembangan infeksi dengue sangat cepat dan signifikan, sehingga WHO selalu memperbaharui upaya penanggulangan infeksi dengue.Berdasarka n kondisi tersebut maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut Adakah perb edaan yang signifikan dari guidelines DHF dari tahun 1997,2009, 2011? 5

Adakah guidelines terbaru mengenai DHF tahun 2012 dari WHO? 1.3. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui perbedaan guidelines mengenai pola klinik , pendekatan diagnosis dan algoritma penatalaksanaan DBD dari tahun 1997, 2009, 20 11 serta adakan pembaharuan dari guidelines tersebut? 1.4. Manfaat Penulisan Penulisan referat ini diharapkan dapat memberi manfaat ya ng dapat di aplikasikan bagi pihak yang bekerja disarana kesehatant, antara lain : A. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan tentang diagnostik dan penatalaksanaan DBD yang terbaru. B. Bagi Masyarakat Penulisan ini dapat dijadikan bahan inform asi tentang tanda dan gejala awal DBD sehingga masasyarakat cepat tanggap apabil a dirinya atau keluarganya mengalami gejala-gejala tersebut segera datang ke sar ana kesehatan terdekat. C. Bagi Institusi Kesehatan Memberikan pengetahuan menge nai temuan klinis dalam mendiagnosa dengue serta algoritma penatalaksanaan DBD, sehingga dalam melakukan penanganan lebih cepat dan tepat. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Demam dengue dan demam berdarah dengue adala h penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis d emam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yan g ditandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh renjatan/syok.3 B. Epidemiologi De mam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia . Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah ai r. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.00 0 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga me ncapai 2% pada tahun 1999. Gambar 1. Epidemiologi infeksi dengue di kawasan Asia Tenggara Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase Manage ment And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember 2012: 6-7 7

. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (teruta ma A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan de ngan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina ya itu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampunga n air lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kep adatan vektor di lingkungan, transportasi vektor di lingkungan, transportasi vek tor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu: terdapatnya penderita di lingkun gan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk. C. Etiologi Et iologi penyakit demam berdarah dangue adalah virus dangue termasuk family flaviv iridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di Indonesia. Virus DEN termasuk dalam kelom pok virus yang relative labil terhadap suhu dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi ole h nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protei n yaitu selubung protein E dan protein membrane M. Jika seseorang ternfeksi deng an satu serotipe akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe terse but, tetapi hanya 2-3 bulan kekebalan untuk serotipe lain. Apabila terinfeksi de ngan serotipe lain atau beberapa serotipe akan mengakibatkan DHF / DSS.3 D. Pato fisiologi / patogenesis3 8

Hipotesis infeksi heterolog sekunder ( the secondary heterologous Infection hyph otesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat ini masih dianut se bagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan hipotesis ini seseorang aka n menderita DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis lain yang menentangnya adalah hipotesis virulensi virus, menuru t hipotesis ini perbedaan virulensi serotipe virus dengue adalah penyebab terjad inya DHF. Kelemahan hipotesis pertama adalah ketika dilaporkan adanya kasus DSS pada seorang anak wanita berusia 3 tahun di jakarta yang mengalami infeksi prime r. Kelemahan hipotesis kedua adalah tidak adanya bukti eksperimental, baik perco baan binatang maupun kultur jaringan yang dapat membuktikan perbedaan virulensi keempat serotiope virus dengue tersebut. Hipotesis teori infeksi sekunder menyat akan secara tidak langsung bahwa penderita yang mengalami infeksi yang kedua kal inya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko yang lebih bes ar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antige n antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasi kan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihip otesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. S ebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator inflamasi s eperti TNF a, IL-1,PAF, IL-6 dan histamine menyebabkan 9

peningkatan permeabilitas vaskuler dan mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma , protein dan elektrolit. Keadaan ini dapat berkembang menjadi hipovolemia dan s yok. E. Klasifikasi Dalam kriteria WHO tahun 1997 klasifikasi dengue dibagi menj adi 3 besar yaitu demam yang tidak terklasifikasikan, demam dengue dan demam ber darah dengue dimana demam berdarah dengue di bagi lagi menjadi 4 derajat menurut keparahan penyakitnya, derajat 3 dan 4 merupakan dengue shock syndrom. Tabel 1. Derajat penyakit (WHO,1997) Dikutip dari : World health Organization. Dengue hemorrhagic fever: diagnosis, t reatment, Prevention and control. 2nd ed. Geneva: WHO, 1997 Adanya kesulitan dalam pengklasifikasian dengue menurut WHO 1997 yang 10

ditandai dengan semakin meningkatnya kasus dengue berat diklinis yang tidak sesu ai dengan kriteria WHO 1997 seperti ensefalopati. Hal ini disebabkan karena klas ifikasi ini terlalu luas sehingga menurut WHO, perlu diadakannya pembaharuan, ag ar memudahkan diagnosis dan identifikasi penggolongan tingkat derajat dengue unt uk triase dan penanganan awal di rumah sakit, sehingga penanganan pasien menjadi lebih cepat dan terarah. Gambar dibawah ini merupakan kriteria WHO 2009. Gambar 2. Pembagian klasifikasi kasus infeksi dengue menurut WHO 2009 Dengue, guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva, Swi tzerland: World Health Organization, 2009 Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand karena pada beberapa pe nyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kriteria WHO 2009, SEARO juga mempe rbaharui dalam mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut berupa de mam yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi perdarahan, dem am dengue dengan manifestasi perdarahan, demam 11

berdarah dengue dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tand a-tanda syok, demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan perluasan dari sindroma dengue. Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO dibandingkan dengan WHO 2009 12

Lanjutan tabel 2 Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase Manage ment And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember 2012: 6-7 F. Manifestasi Klinik Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatis. Pada umum nya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti fase kritis selama 2-3 hari. pada fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi memiliki risiko u ntuk terjadi syok jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat.3 Secara garis besa r infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase 1. Fase febris Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut biasanya sekitar 2-7 hari dengan diikuti wa jah kemerahan, eritema pada kulit, pegal pada seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri s endi, nyeri retro orbital, fotofobia, ruam makulopapular yang timbul pada 1-2 ha ri dan kemudian menghilang tanpa bekas, serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat nyeri 13

tenggorokan, faringitis, injeksi konjungtiva. Diikuti dengan anoreksia mual sert a muntah yang umumnya selalu diderita pasien. Pada fase ini bila didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi dengue. 2. Fase kritis Terjadi ke tika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya hari ke 3-7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler bersamaan dengan peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda awal dari fase kritis, periode kebocoran pl asma biasanya berlangsung 24-48 jam yang ditandai dengan peningkatan hematokrit, diikuti dengan leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok ter jadi ketika terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosi s metabolik, DIC. 3. Fase penyembuhan Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan terjadi perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular. Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012 14

G. Pendekatan Diagnostik1 Pendekatan diagnosis pada pasien dengan febris kurang dari 6 hari, dapat mendiagnosis infeksi dengue, berupa a. Isolasi virus b. Detek si asam nukleus virus dengan menggunakan RT-PCR c. Deteksi antigen virus Sedangk an apabila datang dengan febris > 6hari pilihan metode diagnosis dengan imunoser ologi, yaitu : a. Hemaglutinasi Inhibisi ( HI) b. Fiksasi komplemen ( CF) c. Neu tralization Test (NT) d. MAC-ELISA e. Indirect IgG ELISA Tabel 3. Pemilihan metode diagnostik infeksi dengue Dikutip dari : WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012 Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue secara adekua t : 15

virologi dan serologi yang berhubungan dengan waktu infeksi dengue masa inkubasi adalah 4-10 hari setelah digit oleh nyamuk, pada infeksi primer viremia terjadi 1-2 hari sebelum mulainya demam sampai hari ke 45. Antibodi spesifik Anti-dengu e IgM dapat ditemukan saat hari ke 3-6, kemudian akan menetap dengan kadar yang rendah sampai 3 bulan setelah demam. IgG akan meningkat pada hari ke 9-10 yang k emudian akan bertahan dengan kadar rendah sampai 1 dekade dan hal ini dapat meng etahui kemungkinan seseorang pernah terinfeksi dengue sebelumnya.

jenis metode diagnostik dalam kaitannya dengan manifestasi klinis klinis pada sa at fase demam menunjukan sedang terjadinya viremia, beberapa komponen virus terd apat dalam darah sehingga pilihan yang tepat adalah RT-PCR, NS-1 Ag. Saat fase k ritis dan penyembuhan dapat kita lihat IgM spesifik bisa dengan menggunakan rapi d Test, ELISA maupun haemagglutination inhibition assay (HIA). karakteristik sampel klinis Virus deng ue yang labil mudah dinonaktifkan pada suhu di atas 30 C, sehingga harus berhati -hati selama transportasi dan penyimpanan sampel. Sampel serum yang dikumpulkan selama 4 hari pertama demam berguna untuk virus, genom dan deteksi antigen dengu e. Sampel harus cepat diangkut pada suhu 4 C ke laboratorium dan diproses secepa t mungkin. Serum steril tanpa antikoagulan berguna. Jika spesimen pengiriman tid ak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama, pembekuan pada -70 C dianjurkan. 16

Tabel 4. Pemilihan metode diagnostik infeksi dengue disesuaikan dengan sarana ke sehatan Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012 H. Diagnosis Banding1 Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki geja la mirip demam dengue maupun severe dengue. a. Influenza b. Cikungunya c. Infeks i primer HIV d. SARS e. Malaria f. Demam tiroid g. Hepatitis h. Leptospirosis 17

I. Penatalaksanaan1 Diagnosis yang tepat harus dapat ditegakkan oleh tenaga kese hatan yang bekerja pada fasilitas kesehatan primer. Protokol WHO untuk manajemen infeksi dengue dapat dilihat dari tabel dibawah ini Tabel 5. Manajemen infeksi dengue Step I - Overall assessmen 1.1 1.2 1.3 History, including symptoms, past medical a nd family history Physical examination, including full physical and mental asses sment Investigation, including routine laboratory tests and dengue-specific laboratory Test Step II - Diagnosis, assessment of disease phase and severity Step III Manag ement III.1 Disease notification III.2 Management decisions. Depending on the cl inical manifestations and other circumstances, patients may (1): - be sent home (Group A) - be referred for in-hospital management (Group B) - require emergency treatment and urgent referral (Group C) Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012 Dalam menanyakan riwayat penyakit sekarang harus terkandung : a. Onset dari dema m/ penyakit b. Banyaknya cairan yang diminum c. Diare d. Urine output ( frekuens i, volume, BAK terakhir) e. Gejala-gejala dari warning sign f. Perubahan status mental/ adanya kejang/ g. Riwayat perjalanan ke daerah endemik dengue, riwayat k eluarga/ tetangga yang menderita dengue, kondisi kesehatan ataupun penyakit yang dimiliki 18

pasien (ibu menyusui, ibu hamil, obesitas, diabetes melitus, hipertensi, HIV) Pe meriksaan fisik yang dilakukan : a. Status mental b. Status hidrasi c. Tanda-tan da vital d. Pemeriksaan adanya takipneu/ pernapasan kusmaul/ efusi pleura e. Pem eriksaan abdomen berupa adanya nyeri tekan/ hepatomegali/ asites f. Periksa adak ah kemerahan atau manifestasi perdarahan g. Periksa Rumplee Leed Pemeriksaan dar ah lengkap dapat normal pada pemeriksaan pertama kali datang ke tenaga kesehatan , sehingga harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap tiap hari sampai melewati f ase kritis. Apabila tidak tersedia pemeriksaan darah lengkap atau dalam keadaan epidemi, pemeriksaan darah lengkap dapat diperiksa 3 hari kemudian. Beberapa tes tambahan perlu diperiksa pada pasien yang memili faktor risiko, berupa tes fung si hati, GDS, elektrolit, ureum, kreatinin, AGD, urinalisis serta EKG. Manajemen dari infeksi dengue dapat dilihat pada gambar dibawah ini, 19

Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Dengue menurut WHO 2012 Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012 20

Dari gambar diatas, pasien dibagi menjadi 3 kriteria Kriteria A Pasien dapat dip ulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang adekuat dan BAK minimal 1x/6 ja m, dan tidak ada tanda-tanda dari warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasi en yang datang pada demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan unt uk diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari warning sign , hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan pasien paracetamol unt uk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x, kompres air hangat apibila demam tidak t urun, dilarang memberikan aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi i ntramuskular, hal ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntah-muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam, maupun perdarahan seger a ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat inap pada pasien dengan manife stasi demam bila tidak mendapatkan rehidrasi oral yang Ida adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien dengan co-morbid. Kriteria B Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih lanjut. Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi, pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pa sien yang tinggal sendiri, serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilit as kesehatan. Terapi yang diberikan Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infu s. Cairan infus yang digunakan hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, R inger laktat atau cairan Hartmann's. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam pe rtama, kemudian kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam selanjutnya, kemudi an kurangi lagi menjadi 2-3 21

ml/kgbb/jam atau maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang didapat. Periks a kembali hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit, ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital menuru n dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan cairan 5-10ml/kg bb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan urine output baik ( 0,5ml/kg/ jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48 jam. Monitor vital sign, balance cai ran, hematrokit sebelum dan sesudah pemberian cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS, profil ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi. Kriteria C Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus mendapat pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan syok dengan adanya ARDS Perdarahan hebat Mu lti organ failure Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas t ransfusi darah. Segera ganti cairan isotonik dengan cairan kristaloid, pada kead aan hipotensi syok boleh diberikan cairan koloid. Transfusi darah hanya diberika n apabila adanya perdarahan hebat. 22

Penatalaksanaan syok Gambar 6. Algoritma Penatalaksanaan Syok pada infeksi Dengue Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012 Tujuan dari resusitasi cairan meliputi: meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer - yaitu penurunan takikardia, meningkatkan TD dan denyut nadi, ekstremitas hang at dan merah muda, waktu pengisian kapiler