184823507 Laporan Kasus Bronkopneumonia

19
1 BAB I PENDAHULUAN Bronkopneumonia hingga saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat bronkopneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas bronkopneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok). Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari bronkopneumonia (bakteri atau virus). Bronkopneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan bronkopneumonia bakterial dengan bronkopneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa bronkopneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, dan leukositosis. Pola bakteri penyebab bronkopneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam bronkopneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun bronkopneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Di negara berkembang, bronkopneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan bronkopneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan

Transcript of 184823507 Laporan Kasus Bronkopneumonia

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Bronkopneumonia hingga saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama

    pada anak di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan penyebab utama

    morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir

    seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap

    tahun akibat bronkopneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.

    Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas

    bronkopneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah

    berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang

    adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di

    nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).

    Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dapat

    disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Pada

    bronkopneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah

    penyebab dari bronkopneumonia (bakteri atau virus). Bronkopneumonia seringkali

    dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.

    Secara klinis pada anak sulit membedakan bronkopneumonia bakterial dengan

    bronkopneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa

    bronkopneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, dan

    leukositosis.

    Pola bakteri penyebab bronkopneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi

    umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam bronkopneumonia

    adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus,

    streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun

    bronkopneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi umumnya sebagian besar

    pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.

    Di negara berkembang, bronkopneumonia pada anak terutama disebabkan oleh

    bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan bronkopneumonia adalah Streptococcus

    pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Bronkopneumonia yang

    disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan

  • 2

    antibiotik betalaktam. Di lain pihak, terdapat bronkopneumonia yang tidak responsif

    dengan antibiotik betalaktam dan dikenal sebagai bronkopneumonia atipik.

    Bronkopneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae dan

    Chlamydia pneumoniae.

    Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

    Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga

    klasifikasi pneumonia.

    Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

    1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).

    2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired bronkopneumonia/nosocomial

    pneumonia).

    3. Pneumonia aspirasi.

    4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

    Berdasarkan bakteri penyebab:

    1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

    mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella

    pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi

    influenza. Bronkopneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella,

    dan chalamydia.

    2. Pneumonia virus.

    3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

    pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

    Berdasarkan predileksi infeksi:

    1. Pneumonia lobaris, bronkopneumonia yang terjadi pada satu lobus

    (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.

    2. Bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada

    berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau

    bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.

    3. Pneumonia interstisial

    Berikut ini akan dibahas sebuah laporan kasus mengenai pneumonia lobularis atau

    yang biasa dikenal dengan Bronkopneumonia.

  • 3

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    IDENTITAS

    Nama : GP

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Tanggal lahir : 20 September 2011 (7 bulan)

    Lahir di rumah, Partus normal oleh bidan

    Berat waktu lahir 2700 gram

    Kebangsaan : Indonesia

    Suku : Talaud

    Agama : Kristen Protestan

    Nama ibu : EP Pendidikan terakhir : SMP

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga Perkawinan : I

    Nama ayah : KP Pendidikan terakhir : SMP

    Pekerjaan : Penjual tahu Perkawinan : I

    Alamat : Kombos Lingk. V

    No. Telp : 081356506906

    Pasien MRS tanggal 19 April 2012, jam 15.45 WITA, masuk ke ruangan perawatan

    intensif (RPI).

    Family Tree

    penderita

  • 4

    Keluhan utama: sesak napas sejak 1 hari SMRS.

    Sesak napas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak

    disertai kebiruan. Sesak sampai mengganggu tidur, semalam penderita rewel. Batuk

    (+), dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak. Pilek

    beringus (+), dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam (+),

    dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam sempat turun dengan

    pemberian obat penurun panas, tapi kemudian naik lagi. Muntah (-). Buang air besar

    dan buang air kecil normal.

    ANAMNESIS ANTE NATAL

    Pemeriksaan ante natal di dokter sebanyak 7 kali.

    Imunisasi TT sebanyak 2 kali.

    Selama hamil ibu dalam keadaan sehat.

    PENYAKIT YANG SUDAH PERNAH DIALAMI

    Morbili (-)

    Varicella (-)

    Pertussis (-)

    Diarrhea (-)

    Cacing (-)

    Batuk/pilek (+)

    Lain-lain (-)

    KEPANDAIAN/KEMAJUAN BAYI

    Pertama kali membalik 3 bulan

    tengkurap 4 bulan

    duduk 6 bulan

    merangkak - bulan

  • 5

    berdiri - bulan

    berjalan - bulan

    tertawa 4 bulan

    berceloteh 6 bulan

    memanggil mama 6 bulan

    memanggil papa 6 bulan

    ANAMNESIS MAKANAN TERPERINCI SEJAK BAYI SAMPAI SEKARANG

    ASI 0 5 bulan

    PASI 6 bulan sekarang

    Bubur susu 4 bulan sekarang

    Bubur saring (-)

    Nasi (-)

    IMUNISASI

    DASAR ULANGAN

    I II III I II III

    BCG +

    POLIO + + + +

    DTP + + +

    CAMPAK

    HEPATITIS + + +

    RIWAYAT KELUARGA

    Hanya penderita yang sakit seperti ini di dalam keluarga.

  • 6

    KEADAAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN

    Penderita tinggal di dalam sebuah rumah beratap seng, dinding beton, lantai tehel,

    yang mempunyai 5 kamar, dihuni oleh 11 orang, terdiri dari 7 orang dewasa dan 4

    orang anak.

    WC/kamar mandi di dalam rumah.

    Sumber penerangan listrik PLN.

    Sumber air minum PDAM.

    Penanganan sampah, dibuang.

  • 7

    PEMERIKSAAN FISIK

    Umur: 7 bulan Berat Badan: 6,5 kg Panjang Badan: 67 cm

    Keadaan Umum: Tampak Sakit

    Gizi baik Suhu 39oC Respirasi : 66x/menit

    Sianosis (-) Keadaan mental CM Nadi: 136x/menit

    Anemia (-) Ikterus (-) Tensi: -

    Kejang (-)

    Kulit

    Warna : Sawo matang Turgor : kulit kembali cepat

    - Efloresensi: (-) Tonus : normal

    - Pigmentasi (-) Oedema: tidak ada

    - Jaringan parut (-)

    - Lapisan lemak cukup

    - Lain-lain (-)

    Kepala

    Bentuk : mesocephal ubun-ubun besar : datar

    Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

    Mata

    - exophthalmus/enophthalmus : -/-

    - tekanan bola mata : normal pada perabaan

    Conjungtiva : anemis (-)

    Sclera : icteric (-)

    Corneal refleks : normal

    Pupil : bulat, isokor, RC +/+, 3mm/3mm

    Lensa : jernih

    Fundus : tidak dievaluasi

    Visus : tidak dievaluasi

  • 8

    Gerakan : normal

    Telinga : sekret -/-

    Hidung : sekret -/-, PCH (+)

    Mulut

    Bibir : sianosis (-) Selaput mulut : basah

    Lidah : beslag (-) Gusi : perdarahan (-)

    Gigi : caries (-) Bau Pernapasan : normal

    Tenggorokan : Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)

    Pharynx : hiperemis (-)

    Leher : Trachea : letak di tengah

    Kelenjar : pembesaran KGB (-)

    Kaku kuduk : (-)

    Dan lain-lain : (-)

    Thorax

    Bentuk : normal

    Rachitis Rosary : (-)

    Ruang intercostal : normal

    Precordial bulging : (-)

    Xiphosternum : (-)

    Harrisons groove : (-)

    Pernapasan paradoxal : (-)

    Retraksi : (+) SC, IC, SS, xyphoid

    Lain-lain : (-)

    Paru-paru

    Inspeksi : Simetris, retraksi (+) SC, IC, SS, xyphoid

    Palpasi : Stem fremitus paru kiri=kanan

    Perkusi : Sonor paru kiri=kanan

    Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler kasar, Ronkhi +/+ basah halus, Wheezing -/-

  • 9

    Jantung

    Detak jantung : 136x/menit

    Iktus cordis : tidak tampak

    Batas kiri : linea midclavicularis sinistra

    Batas kanan : linea parasternalis dextra

    Batas atas : ICS II

    Bunyi jantung apex : M1 > M2

    Bunyi jantung apex aorta : A1 > A2

    Bunyi jantung pulm : P1 < P2

    Bising : (-)

    Abdomen :

    Bentuk : datar, lemas, BU (+) N

    Lain-lain : (-)

    Hepar : tidak teraba

    Lien : tidak teraba

    Genitalia : laki-laki, normal

    Kelenjar : Pembesaran KGB (-)

    Anggota gerak : akral hangat, CRT

  • 10

    RESUME

    Laki-laki, 7 bulan, BB: 6,5 kg, TB: 67 cm. MRS pada tanggal 19 April 2012, Jam: 11.45

    WITA dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS + batuk sejak 3 minggu SMRS +

    demam sejak 2 hari SMRS. KU: tampak sakit, Kes: CM. N: 136x/menit, R: 66x/menit, Sb:

    39oC. Pernapasan cuping hidung (+), retraksi (+) SC IC SS xyphoid, suara pernapasan

    bronkovesikuler kasar, ronkhi +/+ basah halus.

    Diagnosis: Bronkopneumonia berat

    Perawatan/Pengobatan/Makanan:

    O2 2l/menit

    IVFD Kaen 1B (HS) + 2oC -> 34 ml/jam

    Inj. Ampisilin 4x175 mg

    Inj. Kloramphenicol 4x175 mg

    Inj. Dexametason 3x1 mg

    Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv/NGT

    Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT

    Oral aff sementara

    Anjuran : DL, DDR, diff count, ureum, creatinin, X foto AP

    HASIL LAB 19/4/2012

    Malaria: (-)

    Hematokrit: 33,5

    Hb: 10,2

    Leukosit: 15.800

    Trombosit: 499.000

    Creatinin: 0,5

  • 11

    FOLLOW UP

    20 April 2012

    S: sesak , demam (-), batuk (+)

    O: KU: tampak sakit, kes: CM

    N: 112x/m R: 56x/m Sb: 36,8oC

    SSP : pupil bulat isokor 3mm/3mm

    RC +/+, RF +/+, RP -/-

    Spastik (-), klonus (-)

    CV : bising (-), sianosis (-)

    Akral hangat, CRT 3x1 pulv/NGT

    - Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT

    - Susu 8x10cc

    Pro:

    - DL, diff count, blood smear, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT

    - Urinalisis, feses lengkap

    - Pindah RPI intermediate

  • 12

    21 April 2012

    S: sesak , demam (-), batuk (+)

    O: KU: tampak sakit, kes: CM

    N: 136x/m R: 54x/m Sb: 36,6oC

    SSP : pupil bulat isokor 3mm/3mm

    RC +/+, RF +/+, RP -/-

    Spastik (-), klonus (-)

    CV : bising (-), sianosis (-)

    Akral hangat, CRT 3x1 pulv

    - Paracetamol 3x100 mg pulv k/p

    - Susu 8x15-20cc

    Pro:

    - Pindah ruangan

    22 April 2012

    S: sesak (-), demam (-), batuk (+)

    O: KU: tampak sakit, kes: CM

  • 13

    N: 132x/m R: 36x/m Sb: 36,5oC

    SSP : pupil bulat isokor 3mm/3mm

    RC +/+, RF +/+, RP -/-

    Spastik (-), klonus (-)

    CV : bising (-), sianosis (-)

    Akral hangat, CRT 3x1 pulv/NGT

    - Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT k/p

    - Susu 8x15-20cc

    23 April 2012

    S: sesak (-), demam (-), batuk (+)

    O: KU: tampak sakit, kes: CM

    N: 120x/m R: 36x/m Sb: 36,8oC

    SSP : pupil bulat isokor 3mm/3mm

    RC +/+, RF +/+, RP -/-

    Spastik (-), klonus (-)

    CV : bising (-), sianosis (-)

    Akral hangat, CRT

  • 14

    GIT : datar, lemas, BU (+) N

    H/L ttb

    Hemato: conj an -/-, scl ict -/-

    Diagnosa: bronkopneumonia

    Terapi:

    - IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m -> AFF

    - Inj. Ampisilin 4x175 mg IV -> STOP

    - Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV -> STOP

    - Amoxicillin syrup 3x cth

    - Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv

    - Paracetamol 3x100 mg pulv k/p

    - Susu on demand

    Pro: rawat jalan.

  • 15

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Bronkopneumonia atau pneumonia lobularis merupakan bagian dari pneumonia,

    yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim

    paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya.

    Pada umumnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, yaitu Streptococcus

    pneumoniae dan Haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan

    Staphylococcus aureus sebagai penyebab bronkopneumonia yang berat, serius dan sangat

    progresif dengan mortalitas yang tinggi. Pada neonatus penyebab bronkopneumonia

    tersering adalah Streptococcus grup B, batang gram negatif dan Chlamidia. Namun selain

    bakteri, bronkopneumonia yang paling sering dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun,

    biasanya juga disebabkan oleh virus, antara lain adenovirus, virus parainfluenza virus

    influenza, dan enterovirus.

    Agen-agen mikroba yang menyebabkan Bronkopneumonia memiliki 3 bentuk

    transisi primer :

    1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada

    orofaring

    2. Inhalasi aerosol yang infeksius

    3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal

    Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang

    menyebabkan bronkopneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang

    terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme

    pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek

    penelitian akhir-akhir ini.

    Pada saluran nafas, organisme penyebab dapat mengakibatkan terjadinya reaksi

    jaringan yang berupa edema, hal ini akan mempermudah terjadinya proliferasi dan

    penyebaran organisme penyebab. Selanjutnya bagian paru yang terkena akan mengalami

    konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan

    edema, dan kuman di alveoli.

    Selanjutnya proses peradangan yang terjadi pada paru paru mengikuti empat

    stadium berikut ini:

  • 16

    a). Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)

    Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

    pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

    permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

    mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

    Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast

    juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

    prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

    kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

    interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

    Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh

    oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

    berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

    b). Stadium II (48 jam berikutnya)

    Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

    eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi

    peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,

    eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,

    pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

    bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

    c). Stadium III (3 8 hari)

    Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

    daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah

    yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

    Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi

    fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

    mengalami kongesti.

    d). Stadium IV (7 12 hari)

    Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

    mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga

    jaringan kembali ke strukturnya semula.

  • 17

    Sebagian besar gambaran klinis bronkopneumonia pada anak berkisar antara ringan

    hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,

    mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan

    di RS.

    Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis bronkopneumonia pada anak

    adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala

    klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan

    prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor

    patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang

    menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam

    tatalaksana bronkopneumonia.

    Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesa riwayat penyakit,

    pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya terutama pemeriksaan darah,

    pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura dan mikrobiologi jika

    memungkinkan.

    WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi

    subkosta untuk mengklasifikasikan bronkopneumonia di negara berkembang:

    Bayi kurang dari 2 bulan

    Bronkopneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat

    Bronkopneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,

    demam atau hipotermia, bradipnea, atau pernapasan ireguler.

    Anak umur 2 bulan 5 tahun

    Bronkopneumonia ringan: napas cepat

    Bronkopneumonia berat: retraksi

    Bronkopneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,

    malnutrisi.

    Untuk kriteria rawat inap adalah sebagai berikut:

    Bayi

    Saturasi oksigen 92%, sianosis

    Frekuensi napas >60x/menit

    Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

    Tidak mau minum/menetek

  • 18

    Keluarga tidak bisa merawat di rumah

    Anak

    Saturasi oksigen 92%, sianosis

    Frekuensi napas >50x/menit

    Distres pernapasan

    Grunting

    Terdapat tanda dehidrasi

    Keluarga tidak bisa merawat dirumah

    Pada pasien ini, ditemukan gejala-gejala klinis yang mengarah ke diagnosis

    Bronkopneumonia berat. Pada anamnesis, ditemukan 3 keluhan yang merupakan trias dari

    bronkopneumonia yaitu demam, batuk, dan sesak. Temuan pada anamnesis ini juga

    didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dimana pada vital sign ditemukan napas cepat,

    adanya pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada (SC, IC, SS), dan pada auskultasi

    paru dapat didengar ronkhi basah halus.

    Berdasarkan klasifikasi WHO yang sudah dijelaskan diatas, pasien ini termasuk

    dalam klasifikasi bronkopneumonia berat, karena selain terdapat napas cepat, dapat

    ditemukan adanya retraksi dinding dada.

    Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tadi juga didukung dengan hasil

    pemeriksaan penunjang (laboratorium) dimana ditemukan peningkatan leukosit yang juga

    menunjang diagnosis bronkopneumonia.

    Pada gambaran foto toraks, ditemukan adanya bercak-bercak infiltrat dengan batas

    yang tidak tegas, yang juga merupakan gambaran yang menunjang diagnosis

    bronkopneumonia.

    Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

    antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian

    cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa,

    elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.

    Pada pasien ini, diberikan penatalaksanaan awal yaitu O2 2l/menit, IVFD Kaen 1B, Inj.

    Ampisilin, Inj. Kloramphenicol, Inj. Dexametason, Ambroxol + trifed, dan Paracetamol.

    Prognosis pasien ini baik karena pengobatan yang diberikan adekuat sehingga

    terjadi perbaikan dan tidak terjadi komplikasi.

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editors. Buku ajar respirologi anak. ed 1.

    Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.

    2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editors. Kapita selekta

    kedokteran jilid 2. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia; 2000.

    3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.

    Pedoman pelayanan medis jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.

    4. Symptoms of bronchial pneumonia. Diakses dari:

    http://www.ehow.com/about_5079434_symptoms-bronchial-pneumonia.html

    5. Symptoms of bronchial pneumonia. Diakses dari:

    http://www.livestrong.com/article/16061-symptoms-bronchial-pneumonia/

    6. Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D, Setiowati I, Ahmad TH, et

    al. Nasopharyngeal bacterial carriage and antimicrobial resistance in under five

    children with community acquired pneumonia. Paediatr Indones 2001; 41:292-5.

    7. Bronchial pneumonia. Diakses dari:

    http://www.pneumoniasymptoms.org/bronchial-pneumonia/bronchial-

    pneumonia.html

    8. Bronchopneumonia. Diakses dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Bronchopneumonia

    9. Bronchopneumonia. Diakses dari: www.bronchopneumonia.org

    10. Abdoerachman MH. Open Comparison Study between Augmentin and Ampicillin

    Chloramphenicol in the Treatment of Bronchopneumonia in Children. Paediatr

    Indones 2001; 35: 222 226.