168104989 New Disertasi Edit Harun

download 168104989 New Disertasi Edit Harun

If you can't read please download the document

description

kesehatan

Transcript of 168104989 New Disertasi Edit Harun

BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit dengan karakteristik adanya gangguan atau kegagalan mekanisme pengaturan multiplikasi pada organisme multiseluler sehingga terjadi perubahan perilaku sel yang tidak terkontrol. Perubahan tersebut disebabkan adanya perubahan atau transformasi genetik, terutama pada gen-gen yang mengatur pertumbuhan, yaitu protoonkogen dan gen penekan tumor. Sel-sel yang mengalami transformasi terus-menerus berproliferasi dan menekan pertumbuhan sel normal. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Data Global action against canser (2005) dari WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa kematian akibat kanker dapat mencapai angka 45% dari tahun 2007 hingga 2030, yaitu sekitar 7,9 juta jiwa menjadi 11,5 juta jiwa kematian. Di Indonesia, menurut laporan Riskesdes (2007) prevalensi kanker mencapai 4,3 per 1000 penduduk dan menjadi penyebab kematian nomor tujuh (5,7%) setelah sroke, tuberkulosis, hipertensi, trauma, perinatal dan diabetes melitus. Di negara berkembang, kanker merupakan penyebab utama kematian yang disebabkan oleh penyakit pada anak diatas usia enam bulan. Data kanker laporan Riskesdes tahun 2007 menyatakan bahwa Indonesia setiap tahunnya ditemukan sekitar 4.100 pasien kanker anak yang baru. Dari keseluruhan kasus kanker yang ditemukan, meskipun kanker masih jarang ditemukan terjadi pada golongan usia anak atau masih sekitar 2-6%, namun kanker merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan 10% kematian pada anak. Etiologi kanker pada anak masih belum jelas namun penyebabnya diduga oleh karena penyimpangan pertumbuhan sel akibat defek

genetik dalam kandungan. Pemicunya diduga oleh faktor lingkungan yang tidak sehat, makanan yang dikonsumsi secara tidak adequat, adanya radiasi, serta infeksi virus. Miller RW (Childhood cancer,1994), proses terjadinya kanker (onkogenesis) pada anak-anak sama dengan pada orang dewasa ditinjau dari aspek biomolekuler, perbedaannya yang mendasar adalah pada proses perjalanan penyakitnya. Kanker pada anak biasanya sudah terjadi pada stadium lebih lanjut dibanding pada orang dewasa pada saat mendiagnosisnya. Kanker pada anak cenderung lebih agresif, hal ini disebabkan karena sel kanker pada anak masih merupakan sel primitif sehingga lebih mudah dan cenderung cepat penyebarannya. Kecenderungan kanker terjadi pada tempat tertentu juga menjadi karakteristik pada perbedaanya pada anak. Kanker yang berasal dari jaringan epitel disebut karsinoma. Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan epithelium dengan struktur sel yang berkelompok, mampu berinfiltrasi melalui aliran darah dan limfatik yang menyebar keseluruh tubuh (Cancer Biology, 2000).Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi di rongga mulut yaitu sekitar 90-95% dari total keganasan pada rongga mulut. Lokasi Karsinoma sel skuamosa rongga mulut biasanya terletak pada lidah (ventral, dan lateral), bibir, dasar mulut, mukosa bukal, dan daerah retromolar. Karsinoma sel skuamosa pada lidah merupakan tumor ganas yang berasal dari mukosa epitel rongga mulut dan sebagian besar merupakan jenis karsinoma epidermoid.Karsinoma sel skuamosa lidah berkisar antara 25 sampai dengan 50 % dari semua kanker ganas didalam mulut. Karsinoma ini jarang dijumpai pada wanita dibandingkan pada pria, kecuali dinegara Skandinavia insiden karsinoma rongga mulut pada wanita tinggi oleh karena tingginya insiden penyakit plumer vision syndrome sebelumnya. Dari 441 karsinoma sel skuamosa lidah yang dilaporkan oleh Ash dan Millar, 25 % terjadi pada wanita dan 75 % terjadi pada pria dengan umur rata-rata

63 tahun. Menurut statistic dari NCIs SEER (National Cancer Institute Surveillance Epidemiology and End Results) U.S. National Institues of Health Cancer diperkirakan 9,800 pria dan wanita (6,930 pria dan 2,870 wanita) didiagnosis terkena kanker lidah. Karsinoma sel skuamosa lidah umumnya mengenai pria di atas 50 tahun, terutama dengan riwayat konsumsi tinggi terhadap tembakau dan alkohol, jarang terjadi pada anak, yaitu sekitar 2-6% dari seluruh kasus, namun literatur menunjukkan adanya peningkatan insidensi tiga hingga tujuh persen selama 25 tahun terakhir. Karsinoma sel skuamosa lidah pada anak merupakan penyakit yang mematikan karena sering kali tidak mampu diprediksi keberadaanya dan memiliki sifat agresif dari awal pembentukannya. Meskipun secara mikroskopik Karsinoma sel skuamosa lidah pada anak dan dewasa hampir sama, namun karena sifat agresif pada anak yang lebih besar, sehingga prognosis pada anak lebih buruk dibanding pada orang dewasa. Karsinoma sel skuamosa lidah mempunyai prognosis yang jelek, sehingga diagnosa dini sangat diperlukan terlebih bila telah terjadi metastase kedaerah lain (leher dan servikal). Karsinoma lidah sering dijumpai bersama-sama dengan penyakit syphilis dan premalignant seperti: leukoplakia, erythroplasia. Menurut penelitian Frazell dan Lucas kasus-kasus kanker lidah yang terjadi bagian dorsum lidah hanya 4%, tetapi lebih ganas (Undifferentiated epidermoid carcinoma). Proliferasi sel yang tinggi dan bersifat tidak terkendali terjadi karena adanya gangguan keseimbangan faktor protoonkogen dan gen penekan tumor sehingga terjadi peningkatan produksi growth factors dan jumlah reseptor permukaan sel yang dapat memacu transduksi sinyal intercelluler untuk meningkatkan produksi faktor transkripsi. Kerusakan DNA menyebabkan berhentinya siklus sel pada fase G1 dan selanjutnya akan terjadi proses perbaikan, jika kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki maka sel tersebut akan mengalami apoptosis. Karsinoma sel

skuamosa lidah terjadi karena kehilangan kontrol pada siklus sel, yaitu control cell survival (hilangnya kemampuan apoptosis), dan control cell motility (meningkatnya aktivitas invasi dan metastases). Proses terbentuknya karsinoma sel skuamosa merupakan proses bertahap, yang terjadi karena adanya gangguan fungsi pengatur pertumbuhan (protoonkogen dan gen penghambat tumor) sehingga terjadi peningkatan produksi growth factors dan jumlah reseptor permukaan sel, memacu transduksi sinyal interseluler, dan peningkatkan produksi faktor transkripsi. Sifat letal dari kanker adalah memiliki kemampuan untuk menginvasi pada jaringan sekitar, menyebar keseluruh tubuh dan mengalami metastasis pada daerah lain. Jaringan tubuh tersusun dari berbagai sel yang dikelilingi oleh matriks ektraseluler yang terdiri dari protein fibrin (kolagen dan elastin), protein adhesif (fibronektin dan laminin), serta gel proteoglikan dari hialuronan. Matriks ekstraseluler berfungsi mendukung motilitas sel dalam jaringan ikat, mengatur proliferasi sel, bentuk dan fungsi sedemikian rupa sehingga nutrisi dan bahan-bahan kimia dapat berfungsi dengan baik. Matriks metalloproteinase (MMP) merupakan kelompok enzim yang mampu mendegradasi komponen matriks ekstraseluler, mempunyai peranan penting dalam proses fisiologis dan patologis dengan melakukan remodeling pada matriks ekstraseluler. Pada jaringan kanker dijumpai ekspresi berlebih dari matriks ekstraseluler yang diperkirakan merupakan faktor penting pada terjadinya invasi dan metastasis dengan cara merusak komponen dan struktur matriks ekstraseluler dan membrana basalis. Matriks ekstraseluler adalah komponen yang penting pada terjadinya proses invasi sel kanker. Matriks ektraseluler terdiri dari protein fibrin (kolagen dan elastin), protein adhesif (fibronektin dan laminin), serta gel proteoglikan dari hialuronan. Matriks ekstraseluler berfungsi mendukung motilitas sel dalam jaringan ikat, mengatur proliferasi sel, bentuk dan fungsi

sedemikian rupa sehingga nutrisi dan bahan-bahan kimia dapat berfungsi dengan baik.Sel-sel tumor harus mampu mengikatkan dirinya pada matriks ekstrasel, menguraikan dan kemudian menembus matriks tersebut untuk terjadinya proses invasi . Setelah perlekatan sel tumor pada matriks ekstrasel, sel tumor menyekresi enzim proteolitik yang kemudian menguraikan komponen matriks dan menciptakan lintasan untuk proses migrasi. Enzim yang penting dalam hal ini adalah kolagenase tipe IV, cathepsin D, dan Matriks metalloproteinase (MMP). Pada jaringan kanker dijumpai ekspresi berlebih dari matriks ekstraseluler yang diperkirakan merupakan faktor penting pada terjadinya invasi dengan cara merusak komponen dan struktur matriks ekstraseluler dan membrana basalis. Manusia adalah organisme multiseluler kompleks, dan semua sel saling bergantung, terkontrol dengan baik oleh suplai oksigen. Difusi okigen melalui jaringan terbatas sekitar 100 sampai 200 m; oleh karena itu, sistem vaskular yang sangat berkembang terbentuk untuk menjamin bahwa semua sel mendapat suplai oksigen, nutrisi dan faktor pertumbuhan. Sistem ini harus dipertahankan melalui suatu sistem pembuluh darah yang dikenal sebagai angiogenesis. Angiogenesis merupakan suatu proses perkembangan pembuluh darah baru dari vaskularisasi yang sudah ada sebelumnya. Proses ini melibatkan divisi sel endotelial, degradasi selektif dari membran dasar dan matriks ekstraselular di sekitarnya, migrasi sel endotelial, dan pembentukan struktur tubular. Ketika pembuluh darah telah terbentuk, sel-sel endotelial melalui jaringan tertentu berubah menjadi pembuluh darah sesungguhnya. Selama proses embriogenesis, pembuluh darah terbentuk dari proses diferensiasi prekursor sel epitelial (angioblast), yang berhubungan dengan bentuk primitif pembuluh darah. Proses ini dikenal dengan nama vaskulogenesis. Pada sel karsinoma lidah, sebagaimana pada sel kanker lainnya dipengaruhi pula oleh suplai oksigen, nutrisi faktor hormon pertumbuhan, enzim proteolitik, dan diseminasi sel

tumor ke daerah sebar yang diperantarai oleh pembuluh darah. Pada saat massa tumor berkembang, pembuluh darah yang sudah ada menjadi kurang mencukupi pada daerah tumor sehingga daerah ini menjadi keadaan hipoksik. Angiogenesis merupakan proses pokok system kontrol kompleks bersama dengan faktor proangiogenik dan antiangiogenik. Angiogenesis terkontrol secara ketat oleh keseimbangan dinamis angiogenic balance, yaitu keseimbangan fisiologi antara signal stimulasi dan penghambatan pertumbuhan pembuluh darah. Pada keadaan normal, pembentukan pembuluh darah baru terjadi selama proses penyembuhan luka, regenerasi organ. Angiogenesis juga merupakan suatu faktor penting pada proses patologi seperti pertumbuhan tumor. Perubahan menjadi fenotip angiogenik bergantung pada perubahan lokal kesetimbangan antara stimulator dan inhibitor angiogenik. Salah satu faktor penting dari proangiogenik adalah vascular endothelial growth factors (VEGF). VEGF dapat menyebabkan terjadinya microvascular hyperpermeability, yang dapat terjadi sebelum dan bersamaan dengan angiogenesis. VEGF disebut juga vascular permeability factor (VPF) merupakan faktor proangiogenik paling penting dan paling banyak diekspresikan pada berbagai tipe tumor, baik sel tumor jinak maupun ganas. VEGF berasal dari famili faktor pertumbuhan secara khusus ditargetkan sel endotel untuk meningkatkan permeabilitas sel endotel melalui kaskade transduksi sinyal mitogen-activated protein kinase (MAPk) dengan melonggarkan sambungan antara sel endotel dalam kompleks cadherin. Pemutusan vaskularisasi tersebut penting untuk memulai angiogenesis karena menyebabkan beberapa protein seperti matriks metalloproteinase (MMPs) dideposit dalam cairan ekstraseluler. MMPs memecah matriks ekstraseluler untuk memungkinkan sel endotel migrasi dan menginvasi daerah yang berdekatan dengan kanker.

Hipoksia yang terjadi pada pertumbuhan sel kanker disebabkan oleh stress oksidatif yang kemudian mengarah pada keadaan inflamasi. Hipoksia yang terjadi pada sel kanker akan mengaktifkan hypoxia inducible factor-1 (HIF) yang akan menstimulasi VEGF. VEGF merupakan faktor pertumbuhan yang akan memulai proses angiogenesis. Pada sel kanker, hipoksia yang terjadi berkepanjangan yang disebabkan oleh proliferasi cepat sel kanker tidak seiring dengan proses proliferasi sel endotel dalam angiogenesis. Hal ini kemudian memicu keadaan inflamasi yang berkelanjutan sehingga dilepaskan suatu faktor proinflamasi seperti IL-8 yang akan bekerjasama dengan VEGF membentuk pembuluh darah baru. Interleukin 8 merupakan suatu oncoprotein dari famili kemokin, diproduksi oleh berbagai sel, termasuk sel kanker. IL-8 tidak terdapat pada angiogenesis fisiologis tapi terdapat pada angiogenesis kanker. Keberadaan IL-8 bersamaan denga VEGF merupakan indikator terjadinya angiogenesis. Pada sel kanker ekspresi VEGF dan IL-8 diregulasi oleh suatu faktor transkripsi aktif NF-B. NF-B itu sendiri dimodulasi oleh mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang merupakan protein regulator kunci yang penting pada sel. MAPK banyak terlibat dalam proses seluler seperti proliferasi, diferensiasi, motilitas dan invasi sel kanker. Hambatan pada NF-B dan MAPK dapat menyebabkan sensitisasi sel kanker terhadap potensi terjadinya proses apoptosis. Meskipun berbagai upaya telah dicapai pada penanganan kanker termasuk kanker lidah, namun masih ditemui rendahnya laju ketahanan hidup pasien. Terapi konvensional pada perawatan kanker lidah sangat terbatas dan bersifat paliatif. Perawatan kanker lidah secara konvensional saat ini menggunakan obat-obatan kemoterapi pada pasien anak, namun sering sekali justru menimbulkan efek samping yang tidak kecil ditimbulkannya sehingga akan memperburuk kondisi anak sehingga pada akhirnya tidak merespon terhadap efek terapeutik obat tersebut. Sehingga peran kemoterapi saat ini lebih diarahkan pada herbal medik yang dapat lebih

direspon oleh anak yaitu dengan efek samping yang minimal. Penggunaan obat-obatan konvensional dewasa ini pada kemoterapi telah bergeser kepenggunaan bahan alam (herbal medik), sebagaimana upaya pemerintah dalam program peningkatan, pengembangan, dan pemanfaatan tanaman obat masyarakat. Disamping itu penggunaan obat bahan herbal medik diyakini memiliki efek samping yang minimal dibanding dengan yang konvensional. Selain itu herbal medik dapat juga dipakai sebagai penunjang terapi konvensional untuk meminimalkan efek sampingnya. Tanaman sarang semut (Myrmecodia pendans) sering digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pengobatan. Tanaman epifit yang banyak tumbuh di Papua diyakini mampu mengobati berbagai penyakit berat, seperti kanker, hipertensi, diabetes, liver, asam urat, dan penyakit jantung. Kenyataan tersebut menjelaskan secara empiris bahwa telah banyak penyakit yang dapat disembuhkan dengan obat herbal sarang semut. Apalagi setelah berbagai penelitian ilmiah yang mampu membuktikan khasiat tanaman sarang semut. Beberapa penelitian telah membuktikan khasiat sarang semut untuk pengobatan kanker, hal ini terungkap setelah diteliti obat herbal sarang semut dapat digunakan sebagai obat alternatif kemoterapi kanker payudara dengan efek samping yang minimal. Pengobatan dengan obat tradisional sarang semut tidak banyak memakan biaya dan efek sampingnya minimal dibanding kemoterapi yang memerlukan banyak biaya serta mempunyai efek samping bermacam-macam. Ide penelitian dilakukan berawal dari melihat pengobatan kanker dengan cara kemoterapi yang membuat banyak penderita penyakit kanker menghentikan terapi, karena mengalami beberapa efek samping. Harapannya dengan menggunakan obat herbal sarang semut, hasilnya dapat mengurangi efek samping penderita kanker.

Sarang semut diketahui mengandung flavonoid, tanin dan polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan, sehingga sangat baik untuk pencegahan penyakit kanker. Selain itu, sarang semut juga mengandung tokoferol dan alfa-tokoferol, zat dengan dengan aktifitas tinggi yang mampu menghambat radikal bebas. Dari hasil uji sitotoksik diketahui ada aktifitas terhadap sel kanker setelah direaksikan dengan ekstrak sarang semut. Ekstrak sarang semut mampu menghambat pertumbuhan sel kanker, bahkan terbukti ekstrak sarang semut dapat membunuh sel kanker melalui mekanisme apoptosis: mematikan sel kanker dengan cara terprogram tanpa menimbulkan rasa sakit pada penderita kanker. Setelah melalui uji sitotoksik, tumbuhan sarang semut mampu menghambat bahkan mematikan sel kanker dengan tidak memecahkan sel kanker yang menimbulkan peradangan yang bisa membahayakan kesehatan pasien kanker. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang ditemukan sebagai komponen penting dari diet manusia. Menurut Kandaswami C, et al (2005) Flavonoid adalah fenil pengganti chromones (derivatif benzopyran) yang terdiri dari rangka dasar karbon-15 (C6-C3-C6), terdiri dari kroman (C6-C3) inti (cincin benzo A dan cincin heterosiklik C), juga berbagi oleh tokoferol, dengan fenil (cincin aromatik B) substitusi biasanya pada posisi-2. Substitusi yang berbeda biasanya dapat terjadi pada cincin A dan B. Penelitian invivo menunjukkan bahwa flavonoid pada makanan tertentu memiliki aktivitas antitumor. Pola hidroksilasi pada cincin B dari flavon dan flavonol, seperti luteolin dan quercetin mempengaruhi penghambatan aktivitas protein kinase dan antiproliferasi. Flavonol dan flavon menargetkan sel permukaan enzim transduksi sinyal, seperti tirosin kinase protein dan adhesi fokal kinase (FAK), dan proses angiogenesis tampaknya menjadi target yang menjanjikan sebagai agen antikanker. Konsumsi diet berbahan herbal seperti sarang semut dapat mencegah perkembangan dan progresifitas penyakit kronis yang berhubungan dengan perluasan neovaskularisasi, termasuk

tumor ganas yang bersifat solid. Pada penelitian invitro Fotsis T, et al (1997) menunjukkan bahwa tumbuhan derivat isoflavonoid genistein merupakan inhibitor potensial terhadap proliferasi sel dan angiogenesis. Dilaporkan bahwa beberapa struktur yang berhubungan dengan flavonoid berpotensi berperan sebagai inhibitor dibandingkan genistatin, termasuk 3-hydroxyflavone, 3,4-dihydroxyflavone, 2',3'-dihydroxyflavone, fisetin, apigenin, dan luteolin menghambat proliferasi sel-sel normal dan tumor, demikian pula dengan hambatan angiogenesis pada penelitian in vitro. Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid dapat memberikan kontribusi penting terhadap efek preventif diet berbahan herbal lain seperti myrmecodia pendans terhadap hambatan proliferasi dan hambatan angiogenesis kanker. Flavonoid, terutama derivatif benzo-a-pyrone (phenylchromone), terdiri dari kelompok besar senyawa polifenol. Antioksidan alami ini tersusun lebih dari 4.000 gugus kimia yang unik dan berbeda serta terdistribusi pada berbagai tanaman. Kelompok ini sangatlah beragam dan terdiri dari beberapa kelas yang berbeda seperti flavonol, flavans dan proanthocyanidins, anthocyanidins, flavanones, flavon, isoflavon dan neoflavonoids. Middleton (2000), efek konsumsi flavonoid antara lain anti-inflamasi, anti-alergi, antimikroba, hepatoprotektif, antivirus, antitrombotik, kardioprotektif, penguatan kapiler, efek antidiabetes, anti kanker dan antineoplastik, dan lain-lain. Antioksidan dari diet ini memberikan aktivitas imunomodulator yang signifikan dan menunjukkan kecenderungan untuk mempengaruhi sejumlah proses inflamasi selular, fungsi kekebalan tubuh, dan sel permukaan transduksi sinyal. Flavonoid memiliki kecenderungan untuk mengubah atau memodulasi aktivitas sejumlah sistem enzim yang terlibat dalam transduksi sinyal sel permukaan, fungsi kekebalan tubuh, transformasi sel, pertumbuhan tumor dan metastasis

Menurut Harborne JB, (2000) Beberapa tanaman turunan flavonoid telah ditemukan berfungsi sebagai agen preventif penyakit dan agen terapi dalam pengobatan tradisional di Asia selama ribuan tahun. Pada penelitian in vitro flavonoid pada sel tumor, ditemukan berbagai efek antikanker seperti pertumbuhan sel dan penghambatan aktivitas kinase, induksi apoptosis, penekanan sekresi matriks metaloproteinase dan perilaku invasif tumor. Selain itu, beberapa penelitian telah melaporkan hambatan angiogenesis secara invivo dengan diet flavonoid. Penelitian invivo menunjukkan bahwa makanan tertentu yang mengandung flavonoid memiliki aktivitas antitumor. Pola hidroksilasi pada cincin B dari flavon dan flavonol, seperti luteolin dan quercetin, tampaknya mempengaruhi kegiatan sel-sel kanker, terutama pada penghambatan aktivitas protein kinase dan antiproliferasi. Flavonol dan flavon menargetkan sel enzim permukaan transduksi sinyal, seperti protein tirosin dan adhesi fokal kinase, dan proses hambatan angiogenesis tampaknya menjadi target penting yang menjanjikan sebagai agen antikanker. Potensi antikarsinogenik dari flavonoid merupakan hal yang unik sebagai agent kemopreventif. Selain hambatan COX-2, flavonoid juga menghambat protein COX-2- independent lainnya seperti Akt dan NF-B. Flavonoid memiliki peran penting dengan aktifitas biologisnya dalam menghambat protein lain, seperti Akt dan NF-B. Akt mempunyai peranan penting dalam regulasi pertahanan siklus sel dan proliferasi sel kanker dengan mempengaruhi status phosporilasi berlebihan baik dari Akt. Sehingga blokade signal tersebut menyebabkan hambatan pertumbuhan dengan penghentian siklus sel dan apoptosis dari sel kanker. NF-B adalah faktor transkripsi yang terlibat dalam fungsi seluler yang luas, di antaranya apoptosis dan kontrol siklus sel. NF-B meregulasi ekspresi beberapa produk gen yang berhubungan dengan karsinogenesis.

Aktivitas antiinvasi dan antiproliferatif. berbagai penelitian mengenai penghambat proliferasi (pertumbuhan sel) tumor oleh flavonoid. Quercetin, flavonol, adalah flavonoid paling dikenal, sangat berlimpah dalam buah dan sayur, dengan perkiraan asupan harian sekitar 25-30 mg di Eropa (8). Menurut Kadaswani (2005) yang dikutip dari Suolinna et al, menyatakan bahwa quercetin flavonoid memberikan efek penghambatan pertumbuhan in vitro pada baris sel tumor ganas, seperti sel Ehrlich ascites, L1210 dan P-388 sel-sel leukemia. Edwards et al, mengamati sitotoksik dan aktivitas antineoplastik secara in vivo pada flavonol, flavon dan isoflavon, dan menyatakan bahwa quercetin dan flavonoid yang lain mengandung katekol (5,7,3 ', 4'-tetrahidroksi 3-glycosyloxyflavone) memiliki aktivitas antineoplastik terhadap Walker karsinoma 256. Molnar et al, melaporkan aktivitas antitumor dari flavonoid polyhydroxylated terhadap tumor NK asites / LY pada tikus. Castillo et al, (1989), mengevaluasi aktivitas antineoplastik dari flavonol polyhydroxylated dan melaporkan penghambatan secara in vivo pada pertumbuhan sel karsinoma kepala dan leher yang ditanamkan pada hewan model. Caltagirone S. et al (2000) Quercetin, selain apigenin, juga menghambat perkembangan tumor pada model binatang lain. Menurut Yoshida M, et al (1999) Flavonoid polyhydroxylated, quercetin memberikan efek penghambatan yang kuat pada pertumbuhan beberapa baris sel ganas tumor secara in vitro, seperti sel kanker lambung (HGC-27, NUGC-2, MKN-7 dan MKN-28), sel kanker usus besar (COLO 320 DM), sel-sel kanker payudara manusia (Hokosawa et al, 1999), dan sel skuamosa gliosarcoma pada manusia (Kandaswani et al, 1991) sel kanker ovarium, kanker epidermoidal (A431), sel kanker hati manusia (Hep G2) dan sel kanker pankreas pada manusia (Scambia G, et al 1990). Kioka et al,. (1992) melaporkan bahwa quercetin menganggu resistensi ekspresi gen MDR1 di hepatocarcinoma sel Hep G2 pada manusia.

Aktivitas antiangiogenesis. Angiogenesis pada sel kanker sangat penting untuk pertumbuhan tumor, oleh karena itu proses angiogenesis bisa menjadi target penting untuk menekan pertumbuhan tumor dan metastasis. Angiogenesis diperlukan pada hampir setiap langkah perkembangan tumor dan metastasis, dan vaskularisasi tumor telah diidentifikasi sebagai penanda prognostik yang kuat untuk grading tumor. Sel endotel adalah unsur utama dari proses angiogenesis dan menjadi target untuk terapi antiangiogenesis. Beberapa strategi antiangiogenesis telah dikembangkan untuk menghambat pertumbuhan tumor dengan menargetkan komponen yang berbeda dari tumor angiogenesis. Agen chemopreventive seperti flavonoid telah ditunjukkan untuk menargetkan dan menghambat aspek dan komponen dari proses angiogenesis. Flavonoid berperan penting sebagai agen kemopreventif dan terbukti dapat menghambat angiogenesis, proliferasi sel tumor dan sel endotel secara in vitro. Menurut Kim MH, (2003) Angiogenesis membutuhkan degradasi matriks ekstraseluler yang dimediasi dan dikontrol secara ketat oleh enzim proteolitik ekstraseluler termasuk matriks metalloproteinase (MMP) dan protease serin, khususnya, urokinase-type plasminogen aktivator (UPA) plasmin sistem. Pada studi tentang mekanisme antiangiogenik dari flavonoid, genistein, apigenin, dan 3-hydroxyflavone dalam pusar model sel endotel vena manusia (HUVEC). Stimulasi serum HUVECs dengan vaskuler endothel groeth factors /fibroblast growth factors (VEGF / bFGF) ditandai dengan peningkatan produksi MMP-1 dan menyebabkan aktivasi pro MMP-2 disertai dengan peningkatan ekspresi TIMP-1. Genistein memblok stimulasi VEGF / bFGF dengan merangsang peningkatan TIMP-1 yang ditandai dengan penurunan ekspresi TIMP-2. Studi ini juga menunjukkan bahwa genistein, apigenin, dan 3-hydroxyflavone menghambat angiogenesis secara invitro, sebagian melalui hambatan stimulasi VEGF / bFGF yang diinduksi MMP-1 dan

ekspresi UPA dan aktivasi pro-MMP-2, dan yang lain melalui inhibitor modulasi TIMP-1 dan TIMP-2. Sel Supris-Clone (SP-C1) telah banyak diteliti untuk mendapatkan senyawa antikanker dari tanaman obat (herbal) maupun efektivitas obat sintetik terhadap pertumbuhan sel kanker. SP-C1 merupakan sel kanker lidah yang diisolasi dari limfonadi penderita kanker lidah, berasal dari karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang dan belum mengalami invasi ke jaringan otot. Sel SP-C1 mempunyai karakteristik pertumbuhan yang cepat, kemampuan invasi dan metastasis yang cepat, penyakit yang sukar disembuhkan, terjadinya rekurensi sangat tinggi walaupun telah dilakukan pembedahan secara radikal dan rerata lamanya hidup penderita pendek. Berdasar pada informasi ilmiah dan latar belakang penelitian, sepanjang penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan penulis saat ini, sarang semut (myrmecodia pendans) meskipun masih menjadi tanaman yang sulit didapatkan oleh karena budidaya yang masih kurang di Indonesia, namun ternyata memiliki potensi dan substansi yang berharga dengan aktivitas farmakologisnya melalui senyawa favonoid, yaitu sebagai agen kemopreventif terhadap sel kanker. Beberapa turunan senyawa favonoid dari tanaman dan buah-buahan telah ditemukan efek dan potensi antikankernya berdasarkan uji masing-masing, sehingga dibutuhkan perlunya analisis yang mendalam mengenai senyawa flavonoid lain dari sarang semut (myrmecodia pendans) yang memiliki potensi antikanker serta mengujinya pada aktivitas anti proliferasi, anti invasi serta antiangiogenesis sehingga ditemukan senyawa falvonoid dari sarang semut sebagai obat herbal medik. Penelitian ini menfokuskan isolasi dan identifikasi struktur senyawa flavonoid dari sarang semut (myrmecodia pendans) untuk mendapatkan turunan senyawanya yang memiliki potensi antikanker, serta melakukan pengujian senyawa tersebut untuk mendapatkan beberapa efek

kemopreventif kanker yaitu hambatan proliferasi, hambatan invasi dan hambatan angiogenesis sel kanker lidah SP-C1, sehingga didapatkan senyawa flavonoid yang berpotensi antikanker sebagai herbal medik. 1.2. Identifikasi Masalah Bedasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah: 1. Apakah Sarang Semut (myrmecodia pendans) mengandung senyawa turunan flavonoid yang belum teridentifikasi memiliki potensi anti kanker pada sel kanker lidah Supris-Clone (SP-C1) ? 2. Apakah senyawa turunan flavonoid anti kanker memiliki potensi hambatan mekanisme protein Akt dan NF-KB pada kultur sel kanker lidah Supris-Clone (SP-C1)? 3. Apakah senyawa turunan flavonoid anti kanker dapat menghambat proliferasi (pertumbuhan sel) pada kultur sel kanker lidah Supris-Clone (SP-C1)? 4. Apakah senyawa turunan flavonoid anti kanker dapat menghambat angiogenesis (pembentukan sel darah baru) pada kultur sel kanker lidah Supris-Clone (SP-C1)? 5. Apakah terdapat korelasi senyawa flavonoid terhadap hambatan proliferasi proliferasi sel SP-C1 dan hambatan angiogenesis?

1.3.Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa turunan flavonoid Sarang Semut (myrmecodia pendans) yang memiliki potensi sebagai anti kanker pada sel SP-C1. 2. Menganalisis pengaruh senyawa turunan flavonoid Sarang Semut (myrmecodia pendans) sebagai anti kanker terhadap hambatan proliferasi (pertumbuhan sel) melalui mekanisme hambatan ekspresi Akt dan NF-KB pada sel kanker lidah SP-C1. 3. Menganalisis pengaruh senyawa turunan flavonoid Sarang Semut (myrmecodia pendans) sebagai anti kanker terhadap hambatan angiogenesis (pembentukan sel darah baru) melalui penekanan ekspresi VEGF dan IL-8 pada sel kanker lidah SP-C1. 4. Menganalisis korelasi senyawa flavonoid sebagai antikanker terhadap hambatan proliferasi sel SP-C1 dan hambatan angiogenesis. 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan Penelitian Menunjukkan Manfaat Teoritis dan Praktis 1. Manfaat ilmiah untuk melengkapi landasan teoritis senyawa flavonoid dari sarang semut (myrmecodia pendans) yang berperan secara invitro terhadap pertumbuhan cell line SP-C1 melalui hambatan proliferasi, mekanisme hambatan Akt dan NF-KB serta hambatan angiogenesis melalui analisis ekspresi VEGF dan IL-8 pada sel kanker lidah Supris-Clone (SP-C1).

2. Manfaat praktis penelitian untuk mengeksplorasi potensi dari ekstrak flavonoid pada tumbuhan sarang semut dalam rangka penggunaannya sebagai bahan herbal medik pada terapi kemopreventif. 3. Memberikan informasi di bidang Kedokteran Gigi mengenai turunan senyawa flavonoid dari ekstrak sarang semut yang mempunyai potensi aktivitas antikanker.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kanker 2.1.1. Defenisi Kanker adalah pertumbuhan sel tidak beraturan yang muncul dari satu sel. Kanker merupakan pertumbuhan jaringan secara otonom dan tidak mengikuti aturan dan regulasi sel yang tumbuh normal. Tumor adalah istilah umum yang menunjukkan massa dari pertumbuhan jaringan abnormal. 2.1.2. Epidemiologi Pada tahun 2000, kanker telah didiagnosis pada sepuluh juta orang dan menyebabkan kematian sekitar 6,2 juta di seluruh dunia, terjadi peningkatan sekitar 22% sejak tahun 1990. Kanker menjadi penyebab kematian 10% dari morbiditas total di seluruh dunia dan berada pada urutan kedua setelah penyakit kardiovaskular dan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara maju. Meskipun kanker dianggap sebagai masalah di negara-negara maju, sekitar dua pertiga dari semua kanker terjadi ditiga perempat penduduk dunia yang hidup di negara-negara yang sedang berkembang. Di seluruh dunia, terdapat sekitar 22 juta orang penderita kanker. Jumlah kasus kanker di seluruh dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan 5 juta hingga 15 juta kasus baru setiap tahun pada tahun 2020 (WHO, 2003). Hal ini terutama berhubungan dengan bertambahnya masa hidup banyak penduduk, kemajuan ilmu kedokteran di dalam

mengobati penyakit tidak menular lain, dan juga kecenderungan kebiasaan merokok dan gaya hidup tidak sehat masyarakat yang mengarah pada peningkatan munculnya jenis kanker tertentu. 2.2. Karsinoma Sel Skuamosa Rongga mulut Karsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan epithelium dengan struktur sel yang berkelompok, mampu berinfiltrasi melalui aliran limfatik dan menyebar keseluruh tubuh. Karsinoma sel skuamosa merupakan kanker yang paling sering terjadi pada rongga mulut biasanya secara klinis terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, kemerahan, 14,17dan dapat terjadi pada seluruh permukaan rongga mulut. Karsinoma pada rongga mulut merupakan salah satu jenis kanker yang menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian diseluruh dunia. Di Amerika Serikat, dari sekitar satu juta kanker baru yang didiagnosis setiap tahunnya, ditemukan kurang lebih 3% karsinoma rongga mulut dan orofaring. Kanker kepala dan leher (rongga mulut, lidah, nasofaring, faring, laring, sinus, kelenjar ludah) menunjukkan lebih dari 5% kejadian kanker pada tubuh manusia. Pada perempuan, ditemukan sebanyak 2% kasus karsinoma rongga mulut dari semua jenis kanker. Pada laki-laki sebanyak 2% karsinoma rongga mulut merupakan penyebab kematian akibat kanker, sedangkan pada perempuan 1%. Statistik ini adalah sama di seluruh Amerika Utara tetapi berbeda-beda di seluruh dunia. Pada laki-laki di Prancis, insiden kanker rongga mulut pada laki-laki meningkat hingga 17.9 kasus per 100.000 penduduk, dan angka yang lebih tinggi dilaporkan di India dan negara-negara Asia lain. Sebagian besar kanker rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa. Penyakit-penyakit malignant lain yang bisa terjadi di kepala dan leher meliputi tumor kelenjar air 15liur, kelenjar tiroid, kelenjar limfa, tulang, dan jaringan lunak.

Kurang lebih 95% karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut (OSCC) terjadi pada umur lebih dari 40 tahun, dengan usia rata-rata kurang lebih 60 tahun. Namun demikian, angka kejadian karsinoma sel skuamosa pada usia muda telah menjadi perhatian yang cukup serius. Lidah dan bagian dasar lidah serta penyakit keganasan pada tonsil mengalami peningkatan 16insiden pada usia 20 hingga 44 tahun. Sebagian besar kanker rongga mulut melibatkan daerah lidah, orofaring dan dasar mulut. Bibir, gusi, dan palatum rongga mulut jarang ditemui. Karsinoma Sel Skuamosa (SCC) primer jarang terjadi, tetapi sel kanker dapat berkembang dari epitel bebas dan lesi epitelium odontogenik, termasuk kista dan ameloblastoma. Individu yang 15,16sebelumnya telah menderita kanker berisiko tinggi mengalami kanker orofaring kedua. 2.2.1. Etiologi Faktor penyebab karsinoma sel skuamosa rongga mulut belum diketahui secara pasti, namun bersifat multifaktorial dan menyangkut faktor ekstrinsik dan intrinsik. Termasuk faktor ekstrinsik adalah agen eksternal seperti tembakau, alkohol, sifilis dan paparan sinar ultra violet. Sedangkan faktor intrinsik termasuk keadaan sistemik seperti genetik, malnutrisi dan defisiensi zat besi. 2.2.2. Gambaran Histopatologis Karsinoma sel skuamosa secara histologis menunjukkan proliferasi sel epitel skuamosa. Terlihat sel yang atipia disertai perubahan bentuk rete peg processus, pembentukan keratin yang abnormal, penambahan proliferasi sel basaloid, susunan sel menjadi tidak teratur, dan membentuk

tumor nest (anak tumor) yang berinfiltrasi ke jaringan sekitarnya, atau membentuk anak sebar ke 17 organ lain (metastasis) 17Secara histologis karsinoma sel skuamosa diklasifikasikan oleh WHO menjadi: 1. Well differentiated (Grade I): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sel-sel keratin basaloid masih berdiferensiasi dengan baik membentuk keratin (keratin pearl) 2. Moderate differentiated (Grade II): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sebagian sel-sel basaloid tersebut menunjukkan diferensiasi, membentuk keratin. 3. Poorly differentiated (Grade III): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana seluruh sel-sel basaloid tidak berdiferensiasi membentuk keratin, sehingga sulit dikenali lagi. Gambar 2.1. Gambaran histopatologis SCC well differentiated. Terlihat proliferasi sel-sel skuamous disertai pembentukan keratin (keratin pearl) (tanda panah). Gambar 2.2. Gambaran histopatologis SCC moderate differentiated. Terlihat proliferasi sel karsinoma sebagian sel-sel skuamous berdiferensiasi dengan pembentukan keratin di dalam sitoplasma sel tumor (tanda panah).

Gambar 2.3. Gambaran histopatologis SCC poorly differentiated. Terlihat proliferasi sel karsinoma tanpa adanya diferensiasi sel sehingga sel menjadi sangat atipikal dan sulit dikenali. Karsinoma sel skuamosa timbul dari permukaan epitel displastik dan secara histopatologi ditandai dengan gambaran pulau invasi dan rangkaian sel-sel epitel karsinoma skuamosa. Invasi ditandai dengan perluasan secara ireguler dari epithelium sampai ke membrana basalis dan ke dalam jaringan konektif subepitel. Sel yang menginvasi dan masa sel dapat masuk jauh ke dalam jaringan adipose, otot atau tulang dan dapat mendegradasi pembuluh darah, menginvasi kedalam lumina dari vena dan limfatik. Sering terdapat respon inflamasi yang berat atau respon sel imun terhadap epitel yang menginvasi tersebut, dan daerah nekrosis sentral dapat terjadi. Sel-sel kanker superfisial yang berinvasi dalam, biasanya menunjukkan banyak sitoplasma eosinofilik dengan nuklei yang berwarna gelap (hiperkromatik), dan rasio nukleus: sitoplasma meningkat. Terlihat berbagai tingkat pleomorfis seluler dan nuklear. Produk skuamosa sel karsinoma berupa keratin dan keratin pearls yaitu sel yang terkeratinisasi secara abnormal, berlapis-lapis dan berupa fokus yang bulat yang dapat diproduksi di dalam epitel lesi. Evaluasi secara histopatologis mengenai tingkat kesamaan sel kanker terhadap jaringan asalnya serta produksi normalnya disebut dengan grading. Lesi dibagi menjadi tiga sampai empat tingkat. Tingkat histopatologi tumor dihubungkan dengan sifat biologinya. Sebuah sel kanker yang cukup matang dan sangat mirip dengan jaringan asalnya dan akan tumbuh dengan lambat dan

bermetastasis lebih lambat, disebut skuamosa sel karsinoma low grade, grade I atau berdiferensiasi baik. Kanker dengan pleomorfisme celuler dan nuklear dengan keratinisasi yang sedikit atau tidak ada keratinisasi merupakan kanker yang tidak mature sehingga sulit untuk mengidentifikasi jaringan asalnya. Kanker yang demikian seringkali membesar dengan cepat, bermetastasis dini dan disebut dengan karsinoma skuamos sel high grade, grade III/IV, berdiferensiasi buruk atau anaplastik. Kanker dengan gambaran diantara kedua gambaran diatas disebut karsinoma berdiferensiasi sedang. 2.3. Karsinoma Sel Skuamosa Lidah 2.3.1. Defenisi Karsinoma sel skuamosa pada lidah merupakan tumor ganas yang berasal dari mukosa epitel rongga mulut dan sebagian besar merupakan jenis karsinoma epidermoid. Karsinoma sel skuamosa pada lidah terjadi karena akumulasi mutasi genetik pada sel epitel lidah. Perubahan ini dapat disebabkan oleh paparan mutagen, penurunan kondisi tubuh serta iritasi kronis. Tembakau menghasilkan karsinogen kimia yang mempengaruhi metabolisme sel. Paparan karsinogen yang berlangsung terus menerus dapat menyebabkan perusakan genetik sel skuamosa hingga terbentuk kanker. Karsinoma sel skuamosa pada lidah adalah suatu neoplasma malignan yang timbul dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya berbentuk sel epitel gepeng berlapis (karsinoma sel skuamosa).Manifestasi klinik kanker lidah pada anak tidak berbedah dengan dewasa. Lokasi masa tumor pada lidah tidak menujukkan adanya perbedaan dengan dewasa. Frekuensi metastasis lebih tinggi dibandingkan dewasa .

2.3.2. Gambaran dan Gejala Klinis Faktor etiologi kanker lidah pada anak-anak masih diperdebatkan.Kemungkinan adanya efek karsinogenik tembakau dan alkokhol pada pasien anak rendah. Karena pada kelompok ini waktu paparan relative singkat untuk terbentuknya relasi sebab-akibat. Oleh karena itu, faktor-faktor lain yang diduga sebagai faktor etiologi adalah predisposisi genitik, infeksi viral sebelumnya, keadaan imunodefisiensi, status sosioekonomi, dana kebersihan mulut. Awal dari keganasan biasanya ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus yang tidak sembuh dalam waktu dua minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses keganasan. Tanda-tanda lain dari ulkus proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi bergulung. Lebih tinggi dari sekitarnya dan indurasi ( lebih keras ), dasarnya dapat berbintil-bintil dan mengelupas, pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut sebagai pertumbuhan endofitik. Selaian itu karsinoma mulut juga terlihat sebagai pertumbuhan yang eksofitik ( lesi superfisial ) yang dapat berbentuk bunga kolatau papiler, mudah berdarah. Lesi eksofitik ini lebih mudah dikenali keberadaannya dan memiliki prognosis lebih baik. Karsinoma sel skuamosa merupakan kanker yang paling sering terjadi pada rongga mulut biasanya secara klinis terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, kemerahan, sel skuamosa 63 dapat terjadi pada seluruh permukaan rongga mulut. Awal dari keganasan biasanya ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus yang tidak sembuh dalam waktu 2 minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses keganasan. Tanda-tanda lain dari proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi bergulung, lebih tinggi dari sekitarnya dan indurasi (lebih keras), dasarnya dapat berbintil-bintil dan mengelupas. Pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut sebagai pertumbuhan

4,7endofitik. Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker. Bila terletak pada bagian dua pertiga anterior lidah, kadang-kadang hanya merupakan permukaan yang kasar, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit, ulkus superfisialis yang tidak 19sakit, lama kelamaan ulkus melebar, tepinya bulat, berwarna abu-abu seperti nekrosis. Bila timbul pada sepertiga posterior lidah, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita, sukar terlihat, cenderung berinfiltrasi ke bagian dalam, dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Bila lebih parah, lidah terfiksasi pada jaringan sekitar dan tidak dapat digerakkan, dapat menyebabkan disfagia, pembengkakan leher (Gambar 4). Kanker yang terletak dua pertiga anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada rang terletak pada sepertiga posterior lidah. Kadang-kadang metastase limphonode regional merupakan 14,19indikasi pertama dari karsinoma kecil pada lidah.. Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker tersebut. Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Kanker yang terletak 2/3 anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada yang terletak 1/3 posterior lidah. Kadang-kadang metastasis limfonodi regional mungkin merupakan indikasi pertama dari kanker 63 kecil pada lidah Aspek klinis karsinoma pada rongga mulut tidak menunjukkan penampakan yang berbeda untuk rentang usia mana pun. Penampakan klasik lesi ini adalah inflamasi yang terjadi secara terus-menerus dengan pengerasan dan infiltrasi pada bagian pinggir, dengan atau tanpa vegetasi dengan warna merah atau keputih-putihan. Lokasi paling sering ditemukan pada karsinoma lidah 15 adalah batas posterior dan lateral lidah dan dasar mulut.

Gambar 2.4. Kanker lidah (rsyarifario.wordpress.com/.../) Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau endofitik bentuk ulkus. Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus. Lama-kelamaan ulkus ini akan mengalami infiltrasi 14,10lebih dalam jaringan tepi yang mengalami indurasi. 2.3.3. Letak dan Insidensi Karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma, SCC) adalah sekitar 90-95% dari semua tumor ganas rongga mulut. Kanker ini terletak terutama pada lidah, khususnya pada batas posterior lateral lidah. Pada umumnya diderita oleh laki-laki di atas usia 50 tahun, terutama mereka yang memiliki riwayat konsumsi tembakau dan alkohol tinggi. Kanker ini jarang terjadi 16pada usia muda atau di bawah usia 40 tahun. Letak dan insidensi terjadinya karsinoma sel skuamosa berbeda pada daerah anatomi rongga mulut. Terdapat daerah yang resisten namun juga ada daerah rentan, seperti pada daerah lateral lidah, bibir bawah, ventral lidah, daerah dasar mulut dan daerah posterior dasar mulut 16sering terjadi, sedangkan pada daerah gingiva, palatum durum dan mukosa bukal jarang terjadi. . Bagian anterior pada lidah, terutama batas lateral, perbatasan ventral lidah. Kurang lebih 60%

atau lebih pasien penderita lesi lokal berdiameter kurang dari 2 cm mampu bertahan hidup selama 155 tahun atau lebih setelah menjalani pengobatan. Hampir 80% karsinoma lidah terletak pada dua pertiga anterior lidah (umumnya pada tepi lateral dan bawah lidah) dan dalam jumlah sedikit pada posterior lidah. Secara klinis kanker lidah menyerang dua pertiga anterior lidah dan sepertiga posterior lidah serta dapat juga bermetastase ke daerah sekitar lidah misalnya submaxillary,dan digastricus juga ke daerah leher dan servikal. 5,16 Pada 330 kasus pada karsinoma pada lidah yang dilaporkan rata-rata penderita tersebut berumur 53 tahun dengan jarak umur 32 tahun sampai dengan 87 tahun, sehingga penyakit tersebut merupakan penyakit pada orang tua tetapi dapat juga terjadi pada orang-orang yang relatif muda. Sebagai contoh dari 11 penderita berumur kurang dari 30 tahun, 4 diantaranya berumur kurang dari 20 tahun, kelompok penderita ini mewakili kira-kira 3 % dari seluruh 5 penderita yang dijumpai dirumah sakit Anderson dengan epidormoid carsinoma lidah. Perawatan kanker lidah pada anak mengikuti prinsip perawatan pasien dewasa. Lokasi, ukuran dan tipe histopatologis lesi menetukan pilihan perawatan. Prognosis kanker lidah pada anak sangat buruk, sehinggah penderita memerlukan terapi multimodal.Hal tersebut meliputi pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Radioterapi digunakan untuk mengontrol masa residual mikroskopis lokal atau luas, sementara kemoterapi sistemik berperan pada sitoreduksi 6primer dan juga eradikasi luas masa dengan mikrometastasis. 1. Pembedahan Pembedahan lengkap direkomendasikan jika tidak menganggu secara kosmetik.Pada kasus tidak memungkinkannya reseksi lengkap, biopsi inisial yang diikuti oleh kemoterapi merupakan

hal yang tepat.Pembedahan kedua dapat dilakukan dalam dua keadaan berbeda. Dalam kasus yang terlihat remisi lengkap, pembedahan kedua dimaksudkan sebagai metode untuk melihat respon patologis . selain itu, pembedahan kedua dimaksudkan untuk mereseksi setelah 60 pemberian terapi lokal defenitif. 2. Kemoterapi Sebelum terapi kombinasi, pembedahan sendiri menghasilkan laju ketahanan< 20%.Perkembangan terapi telah meningkatkan ketahanan hidup pasien sekitar 60%. Bahan yang digunakan dalam kemoterapi adalah vincristin (V), aktinomisin D (A), doksurubisin (Dox), siklofosfamid (C), ifosfamid (I), dan etoposid (E), VAC telah merupakan standar terbaik untuk 60 kemoterapi kombinasi dalam perawatan kanker lidah. 3. Radioterapi Radioterapi berperan penting dalam perawatan kanker lidah.Radioterapi merupakan metode efektif untuk mencapai kontrol lokal tumor bagi pasien dengan penyakit residual mikroskopik atau besar setelah biopsi, reseksi pembedahan inisial, atau kemoterapi. Dosis awal yang direkomendasikan adalah 5,500 hingga 6,000 cG untuk mengontrol daerah tomur 60 primer. 2.1.3 Prinsip Dasar Perawatan Kanker Invasi, proliferasi sel tumor dan penghambatan angiogenesis merupakan target mekanisme 29 perawatan antikanker.Sel kanker mengalami kematian dengan disregulasi jalur apoptosis yang relevan, tetapi dapat juga dipicu untuk mati dengan kemoterapi konvensional maupu oabt-obatan modern lainnya. Eradikasi lengkap sel kanker, diperlukan untuk membunuh sel stem kanker, yaitu

sel yang dapat memperbaharui diri, proliferasi, dan regenerasi baik tumor primer maupun metastatik. Terdapat bukti bahwa apoptosis dapat secara selektif memicu sel stem kanker dan 9tidak pada sel stem somatik normal. Selama kemoterapi sitotoksik, apoptosis pada sel tomur didahului oleh apoptosis sel endotel pembuluh darah sekitar tumor. Pemberian inhibitor angiogenesis tidak hanya secara langsung menimbulkan efek sitotoksik terhadap sel tumor 25,29namun dapat meningkatkan apoptosis sel tumor dan menghabat pertumbuhan. Vaskulatur tumor sebagai target strategi perawatan kanker dapat lebih efektif dibandingkan menjadi tumor itu sendiri sebagai target. Hal tersebut disebabkan karena kanker dipertimbangkan sebagai kelompok besar penyakit yang diklasifikasikan oleh asal jaringan dan derajat progresi tumor. Dengan kemajuan teknologi baru yang dapat menampilkan profil genetik tumor, kanker kemudian dibagi ke dalam ratusan subset penyakit yang dikendalikan oleh gen. Obat-kemoterapi konvensional saat ini lebih bersifat efektif merawat satu subset penyakit inidengan menghambat produk gen yang diekspresikan pada kanker tertentu. Namun, karena gen sel kanker sangat tidak stabil serta perubahan gen terus terjadi sehinggah mengubah karakteristik baik tumor primer maupun massametastatiknya, maka hal tersebut tidak menjamin bahwa bahan kemoterapi tersebut dapat menghambat progresi penyakit. Sebaliknya, bahan kemoterapi yang secaraefektif dapat menghambat angiogenesis terlihat lebih efektif pada hampir semua tumor 28karena bahan tersebut bekerja pada sistem vaskularisasi dengan sel endotel yang lebih stabil. 2.4. Tinjauan Umum Biologi Molekuler Kanker 20,222.4.1. Mekanisme Siklus Sel Siklus sel adalah proses sel membelah diri secara periodik, meliputi dua tahap yaitu : Tahap Mitosis dan Interfase. Lama berlangsungnya siklus ini untuk setiap jenis sel kini sudah

dapat di perhitungkan berdasarkan pengamatan. Siklus paling pendek lamanya 8 jam (pada sel epitel usus) sampai 100 hari atau lebih (pada sel hepar dewasa). Tahap interfase pada siklus sel (Gambar 5), merupakan tahap persiapan menuju pembelahan. Tahap ini dibagi atas tiga fase yaitu (1) fase Gl / Gap 1, adalah fase persiapan sel untuk melakukan replikasi DNA, pada fase ini terjadi pembentukan berbagai RNA dan protein yang berperan dan yang diperlukan dalam proses replikasi, durasi waktu fase ini bervariasi tergantung dari tipe sel. Fase G1 berlangsung sekitar 12 jam pada kebanyakan sel mamalia. Pada fase G1 ditemukan suatu faktor yang menginduksi fase G1 untuk masuk fase S yang disebut S phase Promoting Factor (SPF). Pada fase ini terjadi kegiatan biosintesis yang sangat meningkat. (2) fase S/ Sintesa, merupakan fase sintesa DNA. Permulaan replikasi DNA terjadi saat peralihan fase akhir G1 dan awal fase S. Replikasi DNA terjadi selama fase S, jumlah DNA keseluruhan akan bertambah dari diploid (2n) hingga replikasi komplit menjadi tetraploid (4n). Fase ini berlangsung selama 10-20 jam. (3) fase G2/ Gap 2, yaitu waktu antara akhir fase S sampai terjadinya mitosis atau pembelahan, sel mempersiapkan diri untuk membelah dan mempersiapkan 2 set kromosom. Akhir dari fase G2 dan awal dari fase M ditemukan suatu faktor yang menginduksi fase G2 untuk masuk ke fase M yang di sebut M phase promoting factor (MPF). Fase G2 berlangsung selama 1-12 jam. Phase terakhir dari proses proliferasi adalah fase M (mitosis) yang merupakan fase tersingkat karena hanya berlangsung selama 30-60 menit. Pada fase M terjadi pemecahan DNA yang telah berduplikasi secara komplit. Proses ini akan menghasilkan 2 sel anak kromosom diploid (2n). Sel akan mempunyai 2 pilihan pada akhir siklus sel yaitu melanjutkan siklus sel kedalam fase G1 bila sel masih aktif berproliferasi atau memasuki fase G0 bila sel tidak aktif. Fase G0 adalah fase dalam keadaan isirahat atau tidak aktif melakukan proses proliferasi.

Siklus sel dimulai pada fase Gl dimana terjadi penentuan apakah sel meneruskan proses atau keluar dari siklus ( GO/ istirahat atau terminal). Adanya stimuli dari platelet derived growth factors (PDGF), epidermal growth factor (EGF), atau insulin like growth factors (IGF 1 & IGF 2) menyebabkan aktifnya siklus sel di Gl. Apabila replikasi sel telah dimulai pada akhir Gl sel tidak dapat berespon terhadap stimuli faktor pertumbuhan, tetapi berespon terhadap penghambat faktor pertumbuhan, proses ini diatur oleh cyclin dependent kinase inhibitor (CDKi). Ada dua mekanisme yang mengontrol jalannya siklus sel yaitu: Cyclins dan Checkpoints. Cyclin mengatur proses tiap fase dari siklus sel seperti Cyclin B/CDKi berfungsi mengontrol transisi dari fase G2 ke fase M, sedangkan Checkpoints bertugas mengawasi ada tidaknya penyimpangan pada DNA. Apabila mekanisme ini terganggu atau terjadi penyimpangan maka dapat menyebabkan timbulnya kanker Gambar 2.5. Skema siklus sel dan peran siklin, kinase, dependen-siklin (CDK), dan inhibitor kinase dependen-siklin (CDKI) dalam mengendalikan siklus pembelahan sel. (Robin & Cotran, 2007)

2.4.2. Biologi Sel Kanker Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali. Sel kanker memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan adanya kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa buah mutasi dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi tersebut dapat diakibatkan oleh agen kimia maupun agen fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan 21(diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline). Kanker disebabkan adanya genom abnormal, terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan diferensiasi sel. Gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel disebut protooncogen dan tumor suppressor genes, dan terdapat pada semua kromosom dengan jumlah yang banyak. Protooncogen yang telah mengalami perubahan hingga dapat menimbulkan 21kanker disebut onkogen. Suatu pertumbuhan normal diatur oleh kelompok gen, yaitu growth promoting protooncogenes, growth inhibiting cancer supresor genes (antioncogenes) dan gen yang berperan pada kematian sel terprogram (apoptosis). Selain ketiga kelompok gen tersebut, terdapat juga kelompok gen yang berperan pada DNA repair yang berpengaruh pada proliferasi sel. Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang rusak menyebabkan terjadinya mutasi pada genom dan menyebabkan terjadinya keganasan. Proses karsinogenesis merupakan suatu proses multitahapan dan terjadi baik secara fenotip dan genetik. Pada tingkat molekuler, suatu progresi 23 merupakan hasil dari sekumpulan lesi genetik.

ZatperusakDNA didapat(lingkungan):kimiawiradiasivirusPengaktifanonkogenpendorongpertumbuhanEmengal Gambar 2.6. Skeme sederhana dasar molecular penyakit kanker The six hallmark of cancer ( 6 karakter sel kanker ) adalah konteks enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang secara bersama-sama menentukan fenotipe keganasan. 24(Gambar 6) (1). Growth signal autonomy: Sel normal memerlukan sinyal eksternal untuk pertumbuhan dan pembelahannya, sedang sel kanker mampu memproduksi growth factors dan growth factor receptors sendiri. Dalam proliferasinya sel kanker tidak tergantung pada sinyal pertumbuhan normal. Mutasi yang dimilikinya memungkinkan sel kanker untuk memperpendek growth factor pathways. (2). Evasion Growth inhibitory signal: Sel normal merespon sinyal penghambatan pertumbuhan untuk mencapai homeostasis. Jadi ada waktu tertentu bagi sel normal untuk proliferasi dan

istirahat. Sel kanker tidak mengenal dan tidak merespon sinyal penghambatan pertumbuhan, Evasion Ofkeadaan ini banyak disebabkan adanya mutasi pada beberapa gen (protoonkogen) pada sel kanker. Apoptosis signal(3). Evasion of Apoptosis Signal: Pada sel normal kerusakan DNA akan dikurangi jumlahnya dengan mekanisme apoptosis, bila ada kerusakan DNA yang tidak bisa lagi direparasi. Sel kanker tidak memiliki kepekaan terhadap sinyal apoptosis. Kegagalan sel kanker dalam merespon sinyal apoptosis lebih disebabkan karena mutasinya gen-gen regulator apoptosis dan gen-gen sinyal apoptosis. (4). Unlimited replicative potential: Sel normal mengenal dan mampu menghentikan pembelahan selnya bila sudah mencapai jumlah tertentu dan mencapai pendewasaan. Penghitungan jumlah sel ini ditentukan oleh pemendekan telomere pada kromosom yang akan berlansung setiap ada replikasi DNA. Sel kanker memiliki mekanisme tertentu untuk tetap menjaga telomere yang panjang, hingga memungkinkan untuk tetap membelah diri. Kecacatan dalam regulasi pemendekan telomere inilah yang memungkinkan sel kanker memiliki unlimited replicative potential. Evasion GrowthInhibitory signal Gambar 2.7. Enam tanda utama kanker (The hallmarks of cancer, Cell). Sebagian besar kanker memperoleh berbagai kemampuan ini selama perkembangannya melalui mutasi di gen tertentu (Robin & Cotran 2007)

(5). Angiogenesis (formation of blood vessel): Sel normal memiliki ketergantungan terhadap pembuluh darah untuk mendapatkan suplay oksigen dan nutrient yang diperlukan untuk hidup. Namun bentuk dan karakter pembuluh darah sel normal lebih sederhana atau konstan sampai dengan sel dewasa. Sel kanker mampu menginduksi angigenesis, yaitu pertumbuhan pembuluh darah baru disekitar jaringan kanker. Pembentukan pembuluh darah itu baru diperlukan untuk survival sel kanker dan ekspansi kebagian lain dari tubuh (metastase). Kecacatan pada pengaturan keseimbangan induser angiogenik dan inhibitornya dapat mengaktifkan angiogenic switch. (6). Invasion and metastasis: Sel normal memiliki kepatuhan untuk berpindah ke lokasi lain di dalam tubuh. Perpindahan sel kanker dari lokasi primernya ke lokasi sekunder atau tertiernya merupakan faktor utama adanya kematian yang disebabkan karena kanker. Mutasi memungkinkan peningkatan aktivitas enzim-enzim yang terlibat invasi sel kanker (MMPs). Mutasi juga memungkinkan berkurangnya atau hilangnya adhesi antar sel oleh molekul-molekul adhesi sel, meningkatnya attachment, degradasi membran basal, serta migrasi sel kanker. Siklus pembelahan sel kanker berbeda dengan sel normal. Perkembangan sel kanker mempengaruhi ekspresi protein-protein pengatur siklus sel, keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan ekspresi cyclin dan kehilangan ekspresi CDK inhibitor sehingga mengakibatkan 2,21respon yang menyimpang terhadap adanya kerusakan seluler. Tidak semua gen menunjukkan ekspresi. Gen akan mengalami ekspresi jika menghasilkan protein. Dalam proses pertumbuhan 21dan diferensiasi sel ada sejumlah gen yang dihidupkan dan ada pula yang dimatikan. Paparan karsinogen atau infeksi virus pada sel epitel permukan mulut, khususnya pada lidah akan menginduksi terbentuknya karsinoma. Pertumbuhan karsinoma berkaitan dengan 4adanya leukoplakia dan atau eritroplakia yang dikenal sebagai lesi prekeganasan. Leukoplakia

adalah lesi prekanker yang mempunyai kecenderungan untuk bertransformasi kearah keganasan. 25Hiperplasia sel skuamosa yang berlanjut kepada displasia epitel telah terjadi pada leukoplakia. Proses proliferasi keratinosit berkesinambungan pada karsinoma sel skuamosa dapat menyebabkan perusakan jaringan ikat di bawahnya. Akibat dari perusakan jaringan ikat tersebut dapat menginvasi jaringan sekitarnya dan bermetastasis kedalam pembuluh limfe atau pembuluh 25darah. 2.4.3. Patologi Karsinona Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa terjadi karena destruksi kontrol siklus sel, hilangnya kemampuan apoptosis, dan meningkatnya aktivitas invasi dan metastasis. Terbentuknya karsinoma sel skuamosa pada lidah merupakan proses bertahap karena adanya gangguan fungsi gen-gen pemacu 8pertumbuhan protoonkogen dan gen penghambat tumor. Pada karsinoma sel skuamosa terjadi peningkatan produksi protein EGF, EGFr, dan Ras (protoonkogen). Proses terpenting pada karsinogenesis karsinoma sel skuamosa terletak pada peralihan fase G1 dan S. Protein C-myc dan 7,26cyclin D yang bekerja pada masa peralihan fase G1 da S mengalami peningkatan ekspresi. Pembelahan sel epitel rongga mulut (keratinosit) normalnya distimulasi oleh epidermoid growth factor (EGF) yang terikat dengan Epidermoid growth factor receptor (EGFr) yang kemudian akan mengaktifkan protein Ras. Pada keadaan aktif protein Ras memacu kinase cascade yaitu protei Raf, mitogen enhanced kinase (MEK), dan mitogen activated protein kinase (MAPK) sehingga menyebabkan meningkatnya C-myc dalam nukleus. Hal tersebut menyebabkan terstimulasinya transkripsi Cyclin D yang akan mengaktifkan CDK. CDK yang aktif merupakan katalisator fosforilasi Retinoblastoma Tumor Supressor Genes (pRb). Fosforilasi dari pRb akan melepaskan faktor-kaktor transkripsi E2F yang dibutuhkan untuk transkripsi protein-protein untuk

MembranselDNA Damagep53pRreplikasi DNA. Selanjutnya replikasi DNA akan diikuti oleh pembelahan sel. Disregulasi Baxpembelahan sel keratinosit epitel rongga mulut, khususnya pada lidah dapat menyebabkan 25 terbentuknya karsinoma sel skuamosa (Gambar 7). p21 Blocks bcl-2 Caspace3 Apoptosis Gambar 2.8. Mekanisme pembelahan sel keratinosit mukosa mulut. (Sugerman dan Savage, 1999) 2.4.4. Karsinogen Karsinogen merupakan zat atau bahan yang dapat memicu terjadinya kanker atau keganasan. Karsinogen dapat mempengaruhi DNA atau suatu protein yang berperan pada pengaturan siklus pembelahan sel, seperti protoonkogen atau gen penghambat tumor. Bahan yang dapat menimbulkan kanker pertama kali diketahui tahun 1775 oleh Dr. Percival Pott, seorang ahli bedah dari Inggris. Ada beberapa macam agen karsinogenik (karsinogen), yaitu : (1) karsinogen kimiawi, (2) energi radiasi, (3) mikroba (virus). Zat kimia dan radiasi energi sudah terbukti

merupakan penyebab kanker pada manusia, dan virus onkogenik berperan pada patogenesis tumor 19,21beberapa model hewan dan paling sedikit beberapa tumor manusia. Sebagian besar transformasi gen oleh karena karsinogen, terutama karsinogen kimiawi. Karsinogen kimiawi masuk ke dalam tubuh melalui: 1) Kontak langsung melalui kulit 2) Inhalasi udara 3) Makanan dan minuman Direct acting carcinogen umumnya tidak stabil, cepat rusak daya kerjanya sehingga tidak banyak peranannya dalam karsinogenesis. Sebaliknya pro-carsinogen besar sekali peranannya. Pro-carsinogen merupakan proximate carsinogen yang tidak aktif. Di dalam tubuh akan mengalami metabolisme menjadi ultimate carsinogen yang sangat reaktif. Ultimate carsinogen masuk ke dalam inti sel bereaksi dengan DNA, membentuk senyawa kompleks DNA-karsinogen 21 yang dapat mengubah atau merusak transkripsi dan atau translasi genetik dalam gen. 2.4.5. Karsinogenesis Kanker terjadi karena adanya kerusakan atau transformasi protoonkogen dan gen penghambat tumor sehingga terjadi perubahan dalam cetakan protein dari yang telah diprogramkan semula yang mengakibatkan timbulnya sel kanker. Karena itu terjadi kekeliruan transkripsi dan translasi gen sehingga terbentuk protein abnormal yang terlepas dari kendali normal pengaturan dan koordinasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Pengaturan sifat individu

dilakukan oleh gen (DNA) dengan pembentukan protein melalui proses transkripsi dan translasi.26 27Karsinogenesis merupakan suatu proses multi tahap. Dengan 3 tahapan: 1. Inisiasi (Initiation) Tahap pertama ialah permulaan atau inisiasi, dimana sel normal berubah menjadi pre-maligna. Karsinogen harus merupakan mutagen yaitu zat yang dapat menimbulkan mutasi gen. Pada tahap inisiasi karsinogen bereaksi dengan DNA, menyebabkan amplifikasi gen dan produksi copy multipel gen. 2. Promosi (Promotion) Promoter adalah zat non mutagen tetapi dapat meningkatkan reaksi karsinogen dan tidak menimbulkan amplifikasi gen. Sifat-sifat promotor ialah: mengikuti kerja inisiator, perlu paparan berkali-kali, keadaan dapat reversible, dapat mengubah ekspresi gen seperti: hiperplasia, induksi enzim, induksi diferensiasi. 3. Progresi (Progression) Pada progresi ini terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada progresi ini timbul perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna. 27Dalam karsinogenesis ada 3 mekanisme yang terlibat: a) Onkogen yang dapat menginduksi timbulnya kanker. b) Antionkogen atau gen suppressor yang dapat mencegah timbulnya kanker. c) Gen modulator yang dapat mempengaruhi eksperimen karakteristik gen yang mempengaruhi penyebaran kanker. Bila ada kerusakan gen, tubuh berusaha mereparasi atau memperbaiki transkripsi gen yang rusak (DNA repair). Kerusakan transkripsi ini mungkin dapat dan mungkin pula tidak dapat

diperbaiki lagi. Bila transkripsi gen itu dapat diperbaiki dengan sempurna, maka pada replikasi sel berikutnya terbentuklah sel baru yang normal. Tetapi bila tidak dapat diperbaiki dengan sempurna akan terbentuk sel baru yang defektif. Walaupun sel itu defektif masih tetap ada usaha mereparasi kerusakan transkripsi. Bila berhasil akan terbentuk sel yang normal dan bila gagal akan terbentuk sel yang abnormal, yaitu sel yang mengalami mutasi, atau transformasi, yang pada akhirnya dapat 27menjadi sel kanker. 27Teori karsinogenesis untuk menerangkan bagaimana kanker itu terjadi didasarkan atas: 1) Mutasi Somatik, yaitu perubahan urutan letak nukleotida dalam asam amino rantai DNA, yang menyebabkan perubahan kode genetik. Menghasilkan produksi protein yang abnormal, sehingga regulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel terganggu, sel menjadi otonom dan lepas dari regulasi normal dan sel dapat tumbuh tanpa batas. 2) Penyimpangan Diferensiasi Sel (Teori Epigenetik), terjadinya gangguan sistem atau mekanisme regulasi gen seperti represif, depresi serta ekspresi regulasi, sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Defek yang terjadi karena mekanisme regulasi gen yang mengatur pertumbuhan, dan bukan pada struktur gen itu sendiri, maka teori ini disebut teori epigenetik. 3) Aktivasi Virus. Virus masuk ke dalam inti sel dan berintegrasi dengan DNA penderita serta mengubah fenotype sel dengan menyisipkan (insersi) informasi baru atau mengubah transkripsi dan translasi gen. Virus DNA dapat secara langsung berintegrasi dengan DNA inang dan ditularkan secara vertikal kepada anak-anak sel inang, sedang virus RNA dengan bantuan enzim reverse transkriptase. Menurut teori ini kanker terjadi karena ada infeksi virus yang menyisipkan gennya ke dalam DNA inang yang dapat mengaktifkan protoonkogen menjadi onkogen.

4) Seleksi Sel. Pada sel tubuh manusia diperkirakan terdapat lebih dari 50.000 gen dan masing-masing gen mempunyai fungsi tersendiri. Di dalam tubuh setiap saat ada sel yang mati dan ada pula sel baru yang terbentuk melalui proses mitosis. Karena adanya mutasi maka timbul sel yang defektif dan akan mati atau tidak dapat mengadakan mitosis lebih lanjut. Hanya sel-sel yang baik dan memenuhi syarat tertentu yang akan dapat tetap bertahan hidup. Dalam menyeleksi sel mana yang boleh terus hidup dan berkembang, terjadi kekeliruan. Di sini ada sel yang mengalami mutasi atau transformasi yang lepas dari seleksi dan terus berkembang menjadi sel kanker. Keganasan pada sel eukariota terjadi akibat adanya perubahan perilaku sel yang abnormal, yaitu sel mempunyai kemampuan proliferasi dan diferensiasi yang sangat tinggi. Perubahan perilaku tersebut terjadi karena sel mengekspresikan berbagai protein yang abnormal. Berbagai protein abnormal muncul karena sel mengalami mutasi/kecacatan gen, khususnya gen yang mengkode protein, yang sangat berperan pada pengaturan siklus pembelahan sel. Contohnya adalah gen yang termasuk kelompok protooncogen atau kelompok tumor suppressorgene, serta 28gen yang mengatur dan menghambat pemendekan telomer pada ujung kromosom. 2.4.5.1. Protoonkogen Beberapa gen dikelompokkan sebagai protooncogen. Jika protooncogen mengalami mutasi, maka gen tersebut dikenal sebagai onkogen. Protein yang dikode oleh gen tersebut akan bersifat overaktif. Contoh onkogen adalah gen erb-B atau erb-B2 merupakan gen yang mengkode suatu protein, yang mempunyai peranan spesifik dalam pembentukan reseptor dari faktor pertumbuhan dipermukaan sel. Onkogen yang lain adalah Gen ras, adalah suatu gen yang mengkode protein ras, protein ini merupakan salah satu protein pada membran sel yang berperan

sebagai hantaran sinyal untuk memicu pembelahan sel. Famili protein ras adalah protein Rac. Protein ini dalam keadaan inaktif dalam bentuk ikatan ras-GDP (ras-Guanin Di Fosfat), sedangkan dalam keadaan aktif dalam bentuk ikatan ras-GTP (ras-Guanin Tri Fosfat) (Gambar 8). Pengaturan keseimbangan antara ras-GDP dan ras-GTP dipengaruhi oleh suatu protein, yaitu ras exchange factor dan GTP-ase activating protein. Ras exchange factor mengubah ras-GDP menjadi ras-GTP, sedangkan GTP-ase activating protein mengubah ras-GTP menjadi ras-GDP. Tanpa adanya suatu rangsang, protrein ras tetap dalam keadaan tidak aktif. Protein ras akan berubah menjadi matang bila mengalami reaksi biokimia pada prekursor protein ras oleh suatu ensim farnesil transferase, sehingga menjadi aktif (matang). Setelah matang, protein ras aakan berinteraksi dengan protein pada membran sel. Selanjutnya, dengan adanya ikatan tersebut akan memberikan informasi untuk merangsang pembelahan sel. Pada keadaan protein ras yang abnormal sebagai akibat adanya mutasi dari gen ras maka protein ras akan bersifat overaktif, yaitu selalu pada posisi ON. Pada kondisi ini, selain menekan aktivitas GTP-ase sehingga posisi protein ras selalu dalam keadaan ON, juga akan memberikan informasi kepada sel untuk melakukan pembelahan secara terus menerus walaupun tidak diperlukan, sehingga terus melakukan sintesis protein dan DNA, yang selanjutnya akan berkembang menjadi penyakit 28 keganasan. 2.4.5.2. Tumor Supressor Gene Pada sel ditemukan suatu protein yang berperan sebagai faktor pengendalian pertumbuhan sel, yang disebut sebagai tumor supressor protein. Yang termasuk kelompok dari protein tersebut adalah protein retinoblastoma (p-Rb) yang dikode oleh gen p-Rb (pRb) dan protein 53 (p-53)

yang dikode oleh gen p-53 (p53). Protein p-Rb dan p-53 dapat bekerja di dalam inti sel, khususnya pada proses pengendalian siklus pembelahan sel. P-Rb berperan pada pengendalian faktor transkripsi pada siklus pembelahan sel, sedangkan p-53 berperan pada pengendalian CDK pada siklus pembelahan sel.Selain itu p-53 juga mempunyai peran dalam pengaturan kematian sel 28 (apoptosis) yaitu merusak sel yang memiliki urutan nukleotida yang abnormal.Secara fisiologis pada sel ada suatu sistem yang mengatur susunan nukleotida pada rantai DNA yang mengalami perubahan (mutasi). Sistem tersebut dikenal sebagai DNA repair. Kerja dari sistem ini adalah dengan memperbaiki urutan DNA yang mengalami mutasi. Artinya apabila terjadi kerusakan susunan DNA baik disebabkan oleh suatu karsinogen atau ultraviolet, maka akan muncul suatu respon sel yang disebut sebagai NER (Nucleotide Excision Repair). Secara konseptual target kerja dari NER ini dibagi dalam lima fase, yaitu: (a) damage recognition; (b) incision; (c) excision; (d) synthesis repair; dan (e) ligation. Oleh karena itu secara normal sel yang hanya dapat melakukan proliferasi dan diferensiasi adalah sel yang DNA-nya memiliki susunan nukleotida yang tidak menyimpang. Apabila perbaiakan DNA kurang sempurna, maka akan dilakukan penghentian pertumbuhan sel melalui penghambatan siklus pembelahan sel, dan selanjutnya terjadi apoptosis. Selain p-21 yang ekspresinya dikendalikan oleh p-53, yang bekerja dengan menghambat semua CDK, juga ditemukan beberapa protein yang berperan pada siklus pembelahan sel, seperti p-15 dan p-16. Namun pengaturan ekspresi dari protein p-15 dan p-16 sampai saat ini belum jelas. Akan tetapi target kerja dari kedua protein tersebut telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat CDK-4 dan CDK-6 pada fase G-1. Kinase yang bekerja memicu aktivitas p-53 untuk memodulasi protein BAX pada proses apoptosis, antara lain CPK-2 (Cystein Protein Kinase-2) dan PKC.

Pada kanker terjadi overekspresi oncogene seperti BCL-2 dan BCL-XL yang berperan sebagai antiapoptosis, yaitu melalui penghambatan pembukaan Pt-pore pada membran mitokondria, sehingga sel menjadi immortal. Pemahaman mengenai pengendalian siklus pembelahan sel merupakan hal yang sangat penting dalam memecahkan penyakit keganasan karena pada penyakit keganasan terjadi kegagalan dalam pengendalian siklus pembelahan sel, di mana sel mengalami pembelahan yang sangat cepat dan terus-menerus. Protein yang berperan pada pengendalian siklus pembelahan sel ini adalah tumor supressorgene (antara lain p-53, p-21, BAX) dan protooncogene (antara lain BCL-2). Peran p-53 pada pengaturan siklus pembelahan sel adalah untuk menghambat pembelahan sel, di mana p-53 akan memicu proses transkripsi dari p-21. Dengan meningkatnya p-21, p-53 kemudian menghambat semua CDK (CDK-4 dan CDK-6 pada fase G-1, CDK-2 pada fase S, dan CDK-1 pada fase M). Oleh karena itu bila CDK tidak berfungsi, siklin tidak membentuk kompleks dengan CDK dan hal ini dapat mengakibatkan siklus sel berhenti. Untuk memicu kembali siklus pembelahan sel, maka yang berperan adalah protein MDM-2, di mana protein ini bekerja untuk menekan aktivitas p-53. Rendahnya aktivitas p-53 mengakibatkan terjadi penurunan p-21. Selanjutnya kadar p-21 yang rendah mengakibatkan CDK tidak mengalami penghambatan, sehingga siklin akan membentuk kompleks dengan CDK. Ikatan kompleks antara CDK-siklin mengakibatkan siklus sel akan terus berlanjut. Bila terjadi mutasi (MT) dari gen p-53 atau BCL-2, maka p-53 mutan yang dihasilkan bersifat inaktif, sehingga protein ini tidak mampu memicu pembentukan p-21. Rendahnya kadar p-21 mengakibatkan CDK tidak dihambat dan akhirnya siklus pembelahan sel berjalan terus. Di sisi lain p-53 tidak mampu memicu aktivitas protein BAX, sehingga Pt-pore pada membran mitokondria tidak mampu membuka dan akhirnya sel tidak bisa diapoptosis. Demikian juga halnya bila terjadi mutasi pada gen BCL-2, maka

protein BCL-2 yang dikode akan bersifat overaktif. Hal ini mengakibatkan terjadi penekanan terhadap protein BAX. Penekanan ini mengakibatkan Pt-pore semakin sulit mengalami pembukaan dan akhirnya sel menjadi immortal. Jadi hanya dengan adanya dua macam gen saja yang mengalami mutasi seperti gen p-52 dan gen BCL-2, sel sudah mampu melakukan pembelahan secara terus-menerus dan bersifat immortal. Kondisi inilah yang mengakibatkan terjadinya massa sel yang membentuk tumor atau penyakit keganasan. Untuk menanggulangi terjadi perubahan perilaku sel, maka sel sudah memiliki seperangkat mekanisme untuk mencegah terjadinya penyakit keganasan. Mekanisme tersebut dapat melalui aktivasi NER. Apabila mekanisme ini tidak berhasil, maka sel akan melakukan bunuh diri melalui mekanisme apoptosis yang diperankan oleh p-53 yang selain bekerja untuk menekan aktivitas CDK juga memicu peningkatan aktivitas protein BAX. Protein BAX-lah yang menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria, sehingga terjadi penurunan fungsi BCL-2 yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadi pelepasan cytochrome-C ke sitosol. Cytochrome-C kemudian mengaktifkan Apaf-1. Selanjutnya Apaf-1 yang aktif mengaktivasi kaspase kaskade dan terjadilah kematian sel (apoptosis). Jika mekanisme ini tidak mampu dilakukan oleh sel maka yang memegang peranan penting untuk mengeliminasi sel yang bersangkutan adalah sel imunokompeten. Jika sel imunokompeten juga mengalami kegagalan atau tidak mampu mengeliminasi sel abnormal tersebut, maka sel abnormal ini akan membentuk klon baru yang kemudian dapat berkembang menjadi keganasan (malignant).

2.5. Invasi Sel Kanker Pada mekanisme terjadinya kanker akan melalui empat fase yakni, fase induksi, fase in situ , fase invasi, serta fase disseminasi. Pada fase invasi sel-sel telah menjadi ganas, berkembang dengan cepat dan menginfiltrasi melewati membran sel kejaringan sekitarnya dan pembuluh-pembuluh darah serta pembuluh limfe. Dari percobaan binatang diketahui ada beberapa faktor 27yang mempengaruhi proses invasi sel-sel tumor ganas tersebut yakni: - Penambahan tekanan di dalam tumor akibat pembelahan sel-sel yang aktif, - Bertambahnya gerakan amoeboid, dari sel-sel tersebut, .- Berkurangnya daya kohesi antar sel, mungkin ada hubungan dengan berkurangnya ion Kalsium atau perubahan muatan listrik dari membran sel, - Meluasnya bahan-bahan yang lysis oleh karena sel-sel kanker tersebut, - Hilangnya jembatan interseluler yang biasa ditemukan dalam sel-sel normal. Invasi sel-sel kanker tersebut sementara dapat ditahan oleh jenis-jenis jaringan tertentu, misalnya fascia, tulang rawan, arteri dan sistem syaraf, dan kadang-kadang ia mengikuti jalannya pembuluh syaraf tersebut tanpa menginfiltrasinya. Serangkaian jaringan pada setiap organisme mamalia dipisahkan satu sama lain oleh dua jenis matriks ekstraseluler: membran basal dan jaringan ikat interstisium. Matriks ini menentukan bentuk arsitektur jaringan, memiliki fungsi biologis yang penting, dan berperan sebagai pelindung mekanis terhadap invasi. Selama transisi dari karsinoma in situ menjadi karsinoma invasif, sel tumor mempenetrasi membran basal epitelial dan masuk ke jaringan ikat iterstisium. Setelah sel tumor masuk ke dalam stroma, dapat mengakses limfatik dan pembuluh darah untuk melakukan diseminasi lebih lanjut. Sel tumor harus melewati membran basal apabila akan menginvasi sebagian besar organ parenchyma. Selama intravasasi atau ekstravasasi, sel tumor yang memiliki

asal histologis dari manapun harus mempenetrasi membran basal endotelial. Koloni metastastasis pada organ yang jauh, dengan sel tumor yang telah diekstravasasi harus bermigrasi melalui jaringan ikat pembuluh darah agar koloni tumor dapat tumbuh di organ parenchym. Oleh karena itu, interaksi sel tumor dengan matriks ekstraseluler terjadi pada berbagai tahap pada tahapan 27,29 metastasis. Proses invasi dan metastasis merupakan tanda biologis dari keganasan dan merupakan penyebab utama kanker yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas, oleh karena itu lesi kanker ini harus diperiksa dengan teliti. Sel-sel kanker yang terlepas dari masa primer, akan masuk ke dalam pembuluh darah dan limfatik, menyebabkan pertumbuhan sel-sel kanker sekunder di tempat yang jauh melewati berbagai tahap. Setiap tahap dari rangkaian ini mempunyai pengaruh yang besar, oleh karenanya dari setiap langkah pada rangkaian pemecahan 27,29 sel tidak dapat dihindari (Gambar 9).Struktur dan fungsi dari jaringan normal ditentukan oleh interaksi antara sel dan matriks ektraseluler. Jaringan dibagi menjadi bagian kecil yang terpisah satu dari lainnya, oleh dua tipe matriks ektraseluler yaitu membran basal dan jaringan ikat interstisium. Masing-masing komponen matriks ektraseluler dibentuk dari kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan. Sel-sel tumor harus berinteraksi dengan matriks ektraseluler pada beberapa tahap metastasis. Tahap pertama sebuah karsinoma harus dapat menembus membran basal epithelial dibawahnya kemudian berjalan melewati jaringan ikat intersitium stroma, dan akhirnya mencapai akses sirkulasi melalui penetrasi membran basal vaskular. Siklus ini diulang ketika emboli sel tumor 21,27dikeluarkan pada tempat yang jauh. Membrana basalis merupakan membran tipis, resilien terdiri dari anyaman padat serat-serat kolagen tipe IV, glikoprotein (laminin, fibronektin, proteoglikan) dan faktor-faktor

pertumbuhan (Gambar 10). Sel-sel kanker terlepas satu dengan yang lain karena berkurangnya adhesifitas, dan sel kanker akan terlepas ke membran basal melalui reseptor laminin dan sekresi enzim proteolitik, termasuk kolagenase tipe IV dan aktivator plasminogen. degradasi membran 21,27 basal dan diikuti dengan migrasi dari sel-sel kanker. Sel-sel normal melekat satu sama lain dan dikelilingi oleh berbagai integrin adhesif. Adhesi sel yang diperantarai oleh integrins, chaderins dan molekul sel berfungsi untuk menjaga integritas jaringan, hilangnya adhesi atau berubahnya protein permukaan sel berhubungan dengan meningkatnya potensi invasi dan metastasis. Epite Inl tegrin Membrana Basalis Laminin Kapiler Proteoglikan Kolagen tipe IV Matriks Interstisial Gambar 2.11. Struktur histologi yang membentuk membran basal (Kumar, 2007) Polaritas dan struktur sel selama penyebaran dan migrasi diatur oleh interaksi sel dengan 13,22 protein matriks ekstraseluler melalui transmembran glikoprotein cadherins.E-Cadherin merupakan transmembran glicoproteins yang mengatur interaksi sel calcium-dependent ekstraseluler. E (epithelial} chaderin berperan dalam komunikasi antar sel epithelial, ditemukan pada membran basal. E-cadherin berfungsi sebagai adhesifitas antar sel, hilangnya ekspresi gen

ini berhubungan dengan meningkatnya daya invasi dan metastasis. Pada beberapa tumor epitelial, termasuk adenokarsinoma kolon (WNT) dan payudara, terdapat penurunan regulasi dari E-cadherin, yang mengurangi kemampuan sel untuk melekat satu sama lain dan menfasilitasi pelepasan tumor primer (Gambar..). E-cadherin berhubungan dengan sitoskeleton melalui katenin, yaitu protein yang terdapat di bawah membran plasma. Fungsi normal dari E-cadherin tergantung pada kaitannya dengan katenin. Pada beberapa tumor, E-cadherin normal namun 13,21 ekspresinya berkurang disebabkan mutasi yang terjadi pada gen. Gambar 2.12. Peran E-Cadherin dalam komunikasi antar sel epithelial pada membrana basalis. Berfungsi sebagai adhesifitas antar sel, hilangnya ekspresi gen ini berhubungan dengan meningkatnya daya invasi dan metastasis (Robin&Cotran, 2007). Sel-sel epitelial tumor dipisahkan dari stroma dasar membran. Maka, sel-sel tumor yang berpenetrasi ke dasar membran tersebut harus dihancurkan dan diremodeling. Komponen dasar membran mengirimkan sinyal positif dan negatif ke sel tumor dan berperan penting dalam regulasi angiogenesis. Sel epitelial normal mempunyai reseptor dengan afinitas tinggi seperti anggota dari integrin dan protein imunoglobulin pada dasar membran, yang terletak di permukaan basal. Sebaliknya, beberapa sel karsinoma memiliki reseptor lebih banyak, yang terdistribusi

mengelilingi membran sel. Terlihat adanya hubungan antara densitas reseptor laminin dan invasi pada kanker payudara dan kolon. Sel tumor, seperti sel normal memperlihatkan integrin yang berfungsi sebagai reseptor untuk komponen matriks ekstraseluler, seperti fibronektin, laminin, kolagen, dan fibronektin. Setelah mengalami perlekatan dengan komponen membran basal atau intersitial matriks ekstracelluler, sel tumor harus membuat jalan untuk migrasi. Invasi matriks ekstraseluler tidak selalu dengan tekanan pertumbuhan pasif tetapi memerlukan degradasi enzim 21,27 aktif pada komponen matriks ekstraseluler. Sel tumor mensekresikan enzim proteolitik atau merangsang sel inang seperti fibroblas stroma dan makrofag yang berinfiltrasi untuk membuat kompleks protease. Aktivitas protease ini diregulasi secara ketat oleh antiprotease. Pada tepi yang diinvasi tumor, keseimbangan antara 21,27 protease dan antiprotease terganggu, sehingga protease lebih banyak dibentuk. 2.5.1. Invasi Klinis Sel Kanker Penyebab utama terjadinya kegagalan perawatan pada pasien kanker lebih disebabkan oleh adanya invasi dan metastasis. Sekitar 30% pasien yang baru didiagnosa menderita tumor solid sudah memiliki metastasis yang dapat dideteksi secara klinis. Dari 70% pasien kanker, sekitar 35% dapat dirawat dengan menggunakan terapi tumor lokal saja. Sisanya (35%) memiliki mikrometastasis tersembunyi yang pada akhirnya akan bermanifestasi. Dengan demikian, sekitar 60% pasien memiliki metastasis yang mikroskopis ataupun yang terlihat secara klinis pada saat mereka menjalani perawatan tumor primer. Pembentukan koloni metastasis merupakan proses yang berlangsung terus menerus yang dimulai sejak awal pertumbuhan tumor primer dan terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa metastasis besar yang ada di organ

tertentu seringkali disertai oleh adanya mikrometastasis dalam jumlah yang lebih banyak. Metastasis bervariasi dalam ukuran dan usia, penyebaran lokasi, dan komposisinya yang heterogen tidak memungkinkan kita untuk menghilangkannya melalui operasi dan juga 29 membatasi keefektifan konsentrasi obat anti kanker yang bisa diberikan pada koloni metastasis. Tumor yang memiliki ukuran hampir sama bisa memiliki potensi metastasis yang sangat berbeda tergantung dari tipe histologi dan tingkat keagresifannya. Pada umumnya kebanyakan tumor epitelial, penyebaran sel tumor terjadi segera setelah vaskularisasi tumor primer. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa kebanyakan metastasis dari karsinoma payudara dimulai pada saat tumor primernya berukuran kurang dari 0,125 cm3, dan hal tersebut sejalan dengan yang ditemukan pada berbagai studi percobaan. Kesulitan utama yang dihadapi adalah rumitnya interaksi tumor inang, yang terdiri dari mekanisme immunologi dan angiogenesis. Untuk menghadapi masalah ini, para ahli memisahkan invasi dan metastasis menjadi sekumpulan langkah sekuensial. Metastasis disebabkan oleh sekumpulan proses selular yang terkoordinasi, 29 dan bukan oleh satu gen saja. Proliferasi yang tidak terkontrol dapat diakibatkan oleh peningkatan faktor pertumbuhan atau aktivasi oncogene dan hilangnya inhibitor pertumbuhan serta penghambat onkogen seperti p53 atau RB. Perkembangan selanjutnya, menjadi phenotype invasif melibatkan augmentasi 29 produk gen yang memfasilitasi invasi atau hilangnya protein yang menghambat invasi. 2.5.2. Invasi Matriks Ekstrasel Invasi sel pada matriks ekstraseluler merupakan suatu proses aktif yang diselesaikan dalam empat langkah (Gambar 12). Langkah pertama adalah merenggang dan kemudian

terlepasnya satu sel kanker dengan sel kanker lainnya karena berkurangnya adhesivitas antar sel yang fungsinya dilakukan oleh E-kaderin. E-kaderin bekerja sebagai lem antar sel. Molekul E-Kaderin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetap menyatu, sedangkan perlekatan homotipik yang diperantarai oleh E-kaderin menyalurkan sinyal anti pertumbuhan melalui -katenin. Bagian E-kaderin yang berada disitoplasma berikatan dengan -katenin. -Katenin bebas dapat mengaktifkan transkripsi gen yang mendorong pertumbuhan. Langkah kedua, melekatnya sel tumor ke berbagai protein matriks ekstraseluler, seperti laminin dan fibronektin yang penting untuk invasi dan metastasis. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membran basal yang terpolarisasi di permukaan basalnya. Sebaliknya pada sel karsinoma memiliki lebih banyak reseptor yang tersebar diseluruh permukaan membran sel. Perubahan pola integrin juga mendorong terjadinya invasi sel karsinoma. Pada banyak sel karsinoma, perlekatan ke stroma dipermudah oleh hilangnya integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler normal dan digantikannya integrin tersebut oleh integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler yang telah diuraikan oleh protease. Langkah ketiga dalam invasi adalah degradasi lokal membran basal dan jaringan ikat interstisium. Sel tumor itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitik atau menginduksi sel pejamu untuk mengeluarkan protease. Beberapa enzim yang mendegradasi matriks ekstraseluler seperti metalloproteinase, termasuk gelatinase, kolagenase, dan stromelisin ikut berperan. Kolagenase tipe IV adalah gelatinase yang memecah kolagen tipe IV epitel dan membran basal vaskular. Langkah terakhir pada invasi adalah proses migrasi. Sel tumor berjalan menembus membran basal yang telah rusak oleh proses degradasi enzim proteolitik dan lisis. Migrasi diperantarai oleh berbagai sitokin yang berasal dari sel tumor, seperti faktor motilitis autokrin. Disamping itu produk penguraian komponen matriks (kolagen, laminin) dan sebagian

faktor pertumbuhan (insulin-like growth factor I dan II) memiliki aktivitas kemotaktik untuk sel 21, tumor. Gambar 2.13. Ilustrasi skematik invasi sel kanker pada membran basalis epitel (Robbins&Cotran, 2005) Proliferasi Sel normal tumbuh secara seimbang dengan pengendalian antara sinyal pertumbuhan dan sinyal yang menimbulkan kematian. Secara umum jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan fungsi kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel baru ditentukan oleh kecepatan proliferasinya, sedangkan yang keluar karena kematian sel atau berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah sel 35dapat dikarenakan peningkatan proliferasi atau karena penurunan kematian atau diferensiasi sel.

Gambar 2.10. Pertumbuhan dapat diregulasi dengan perubahan proliferasi, diferensiasi dan 35kematian sel. Sebagian besar sel normal yang terdapat dalam tubuh sudah mengalami diferensiasi yang berarti sel-sel tersebut telah mengalami berbagai perubahan demikian rupa sehingga menunjukkan morfologi dan fungsi spesifik. Selama proses diferensiasi, sel normal umumnya tidak memiliki kemampuan untuk berproliferasi, tetapi di lain fihak banyak sel-sel jaringan tubuh mengalami proses renewal untuk mengganti sel-sel yang hilang karena rusak atau menua, dengan sel-sel prekursor baru (stem-cells), yang kemudian diikuti oleh proliferasi sel sel keturunannya, diduga bahwa sebagian besar sel kanker berasal dari sel-sel progenitor Kehilangan kemampuan berdiferensiasi menyebabkan maturation arrest yang berakhir dengan peningkatan proliferasi sel 35dan perkembangan tumor.

Gambar 2.11 Produksi sel normal dan proliferasi tidak terkontrol. (A) Jalur normal untuk memproduksi sel yang berdiferensiasi. (B) Stem-cell gagal memproduksi sel anak non stem-cell pada setiap pembelahan kemudian berproliferasi membentuk tumor. (C) Sel anak gagal 35berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk tumor. Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian sel, atau 35bahkan oleh deformasi mekanisme jaringan. Pusat proses kompleks proliferasi sel ialah pengendalian terhadap proses yang melibatkan siklus sel. Siklus sel melibatkan sejumlah kejadian yang menghasilkan duplikasi dan pembelahan sel. Dalam sel normal proses tersebut sangat terkontrol, namun pada sel tumor adanya mutasi pada gen yang berhubungan dengan siklus sel 37akan menghasilkan bertambahnya sel dengan kerusakan DNA pada siklus sel.

35Gambar 2.12 Proliferasi sel yang berlebihan. Angiogenesis Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang sudah ada dan merupakan bagian integral dari proses perkembangan normal ( perkembangan embrio dan 69;70;18 siklus menstruasi) serta sejumlah keadaan patologis terma