16507264

download 16507264

of 63

Transcript of 16507264

  • 7/26/2019 16507264

    1/63

    1

    TESIS

    PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP PENURUNAN

    KADAR Hs-CRP DAN KOMPLEMEN C3 PADA

    PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS NON DIABETIK STADIUM V

    DI UNIT HEMODIALISIS RSUD. Dr. MOEWARDI SURAKARTA

    GUSRIZAL

    PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU PENYAKIT DALAM

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD. Dr. MOEWARDI

    SURAKARTA

    2009

    PENGESAHAN

  • 7/26/2019 16507264

    2/63

    2

    Telah disetujui dan disahkan oleh Pembimbing Tugas Akhir Program Pendidikan

    Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

    Maret Surakarta, hasil Penelitian yang berjudul :

    PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP PENURUNAN

    KADAR Hs-CRP DAN KOMPLEMEN C3

    PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS NON DIABETIK STADIUM V

    DI UNIT HEMODIALISIS RSUD. Dr.MOEWARDI SURAKARTA

    Untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam

    Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam

    Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Surakarta, Juli 2009

    Pembimbing Tugas Akhir

    dr. H. Bambang Purwanto, SpPD-KGH

    NIP : 19480719 197609 1 001

    Telah diuji dan diseminarkan pada hari Rabu, 15 Juli 2009, di Bagian

  • 7/26/2019 16507264

    3/63

    3

    Ilmu Penyakit Dalam RSUD. Dr.Moewardi Surakarta, Penelitian tugas akhir

    dengan judul:

    PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP PENURUNAN

    KADAR Hs-CRP DAN KOMPLEMEN C3

    PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS NON DIABETIK STADIUM V

    DI UNIT HEMODIALISIS RSUD. Dr. MOEWARDI SURAKARTA

    Ketua Program Studi PPDS-I Ilmu Penyakit Dalam

    FK UNS-RSUD. Dr. Moewardi Surakarta

    Dr.dr. H. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR

    NIP: 19510601 197903 1 002

    Kepala Bagian Penyakit Dalam

    FK UNS-RSUD. Dr. Moewardi Surakarta

    Prof. Dr.dr. HA. Guntur Hermawan, SpPD-KPTI

    NIP : 19490506 197310 1 001

    Telah diuji pada

    Tanggal 15 Juli 2009

  • 7/26/2019 16507264

    4/63

    4

    PANITIA PENGUJI TESIS

    Ketua : Dr. dr. H.Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR

    Anggota : 1. Prof. Dr. dr. HA.Guntur Hermawan, SpPD-KPTI

    2. Prof. Dr. dr. Djoko Hardiman, SpPD-KEMD

    3. dr. Sumarmi Soewoto, SpPD-KGER

    4. dr. H. Bambang Purwanto, SpPD-KGH

    5. dr. Suradi Maryono, SpPD-KHOM

    6. dr. Tatar Sumanjar, SpPD-KPTI

    7. dr. TY. Pramana, SpPD-KGEH

    Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang

  • 7/26/2019 16507264

    5/63

    5

    yang beriman dan mengerjakan sholat dan saling nasehat menasehati dalam

    menetapi kebenaran dan nasehat menasehati dalam menetapi

    kesabaran(QS.Al-Ashr 2-3)

    Karya tulis ini kupersembahkan.

    sebagai bagian ibadahku kepada ALLAH SWT.

    Orangtua dan mertuaku

    Istriku

    Anakku

    Ucapan Terima kasih

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan kasih sayangNya, sehingga

    kami dapat menyelesaikan tesis dengan judul:

  • 7/26/2019 16507264

    6/63

    6

    PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP PENURUNAN KADAR

    HsCRP DAN KOMPLEMEN C3 PADA PASIEN GAGAL GINJAL

    KRONIK STADIUM V NON DIABETIK DI UNIT HEMODIALISIS RSUD.

    Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

    Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan

    Dokter Spesialis I bidang Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran

    Universitas Sebelas Maret /RSUD. Dr. Moewardi Surakarta. Penulis menyadari

    bahwa penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena

    itu rasa hormat dan terimakasih yang dalam kami berikan kepada:

    - Yang terhormat, Prof.Dr.dr.HA.Guntur Hermawan, SpPD-KPTI,

    Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

    Sebelas Maret / RSUD. Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan

    bimbingan, petunjuk, koreksi, kebaikan dan dorongan sejak awal hingga

    akhir penelitian ini.

    - Yang terhormat, Dr.dr.H.Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR, selaku Ketua

    Program Studi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

    Universitas Sebelas Maret/ RSUD. Dr. Moewardi Surakarta atas segala

    kebaikan dan perhatiannnya selama ini.

    - Yang terhormat, dr.H.Bambang Purwanto, SpPD-KGH selaku

    pembimbing dalam penelitian ini atas bimbingan, dorongan, koreksi dan

    perhatiannya yang tak kenal lelah kepada kami hingga terselesainya

    penelitian ini.

    - Yang terhormat, Prof.dr.Bhisma Murti, MPH, MSC, PHD, selaku

    pembimbing biostatistik yang telah banyak memberikan masukan dan

    bimbingan, koreksi untuk penelitian ini.

    - Yang terhormat, seluruh Kepala subbagian dan staf pengajar Bagian

    Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /

    RSUD. Dr. Moewardi Surakarta yang telah mendidik dan membimbing

    kami.

    - Yang terhormat kedua orangtuaku almarhum: Ahmad Gani dan

    Ramlah yang dengan kasih sayangnya telah melahirkan, membesarkan

  • 7/26/2019 16507264

    7/63

    7

    dan mendidik kami serta senantiasa memberikan teladan dari waktu ke

    waktu.

    - Kakak dan abangku yang selalu memberi doa dan semangat kepada

    kami.

    - Kedua mertua kami, H. Bachtiar Kali dan HJ. Zurmaini,Ama.PD,

    yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada kami.

    - Istriku tercinta, Reni Elvira Rosa,SKM, dan anakku Fuad Farras

    Gusreputra, yang telah banyak berkorban untuk pendidikan kami, dan

    telah memberikan semangat, inspirasi, dorongan dan doa yang tiada

    hentinya.

    - Sejawat residen Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

    Universitas Sebelas Maret/ RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    - Mbak Esy Permata Sari, Mas Suryo, Nanangdan seluruh karyawan

    bagian penyakit dalam, yang selalu memberikan bantuan pada kami

    selama menjalani pendidikan dan penelitian selama ini.

    - Perawat unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta,yang telah

    membantu kami dalam penelitian ini.

    - Para pasien di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta,

    yang telah bersedia dengan sukarela bekerja sama dalam penelitian ini

    - Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya

    kepada kita. Amiin

    Surakarta, juli 2009

    PenulisDAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

    UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... vi

  • 7/26/2019 16507264

    8/63

    8

    DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii

    DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiii

    ABSTRAK ............................................................................................. xiv

    BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4

    1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

    1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 5

    1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 5

    1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

    1.4.1 Manfaat Teoritis ....................................................................... 5

    1.4.2 Manfaat Terapan ...................................................................... 6

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

    2.1 Penyakit Ginjal Kronik ............................................................... 7

    2.2 Etiologi........................................................................................ 8

    2.3 Gambaran Klinik Penyakit Ginjal Kronik .................................. 8

    Halaman

    2.4 Uremia......................................................................................... 9

    2.5 Program Terapi Penyakit Ginjal Kronik ..................................... 10

    2.6 Reactive Oxygen Spesies.............................................................. 14

    2.7 C-Reactive Protein ...................................................................... 16

  • 7/26/2019 16507264

    9/63

    9

    2.8 Komplemen................................................................................. 18

    2.9 Hemodialisis................................................................................ 21

    BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ....................... 23

    3.1 Kerangka Konseptual.................................................................. 23

    3.2 Hipotesis Penelitian..................................................................... 24

    BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 25

    4.1 Jenis Penelitian............................................................................. 25

    4.2 Tempat Penelitian ........................................................................ 25

    4.3 Populasi Sampel........................................................................... 25

    4.4 Besar Sampel................................................................................ 25

    4.5 Kriteria Sampel ............................................................................ 27

    4.5.1 Kriteria Inklusi .......................................................................... 27

    4.5.2 Kriteria Eksklusi ....................................................................... 27

    4.6 Klasifikasi Variabel...................................................................... 27

    4.6.1 Variabel tergantung................................................................... 27

    4.6.2 Variabel bebas........................................................................... 27

    Halaman

    4.7 Waktu........................................................................................ 27

    4.8 Biaya......................................................................................... 28

    4.9 Cara Kerja................................................................................. 28

    4.10 Design Analisa Stastitik.......................................................... 28

    4.11 Alur Penelitian........................................................................ 29

  • 7/26/2019 16507264

    10/63

    10

    BAB 5 HASIL PENELITIAN.................................................................. 31

    5.1 Karakteritik Jenis Kelamin Subjek Penelitian.......................... 31

    5.2 Karakteristik Subjek Penelitian................................................. 31

    5.3 Perbedaan darah rutin sebelum dan sesudah hemodialisis........ 32

    5.4 Perbedaan Kimia Darah sebelum dan sesudah hemodialisis.... 33

    5.5 Analisis Korelasi Kadar hs-CRP dan Komplemen (C3)

    Pre Dialisis dan Pasca Dilisis.. 35

    BAB 6 PEMBAHASAN. 36

    BAB 7 PENUTUP.. 43

    DAFTAR PUSTAKA.. 44

    LAMPIRAN.............................................................................................. 49

  • 7/26/2019 16507264

    11/63

    11

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Algoritma Program Terapi Penyakit Gagal Ginjal Kronis..... 11

    Gambar 2.2 Menjelaskan patogenesis PJV pada pasien PGK.. 12

    Gambar 2.3 Faktor faktor risiko aterosklerosis pada uremia.................. 13

    Gambar 2.4 Proses terjadinya aterosklerosis. 14

    Gambar 2.5 Macam-macam bentuk ROS.................................................. 15

    Gambar 2.6 C-Reactive Protein................................................................ 17

    Gambar 2.7 Aktivasi sistem Komplemen................................................. 20

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian................................................... 24

    Gambar 4.1 Alur Penelitian........................................................................ 29

  • 7/26/2019 16507264

    12/63

    12

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik.................................................. 7

    Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit.... 8

    Tabel 2.3 Mortalitas pasien dilisis............................................................. 11

    Tabel 5.1 Karakteristik jenis kelamin subjek penelitian ............................. 31

    Tabel 5.2 Karakteristik subjek penelitian ................................................... 31

    Tabel 5.3 Perbedaan darah rutin sebelum dan sesudah hemodialisis ......... 32

    Tabel 5.4 Perbedaan kimia darah sebelum dan sesudah hemodialisis ........ 33

    Tabel 5.5 Analisis Korelasi antara kadar hs-CRP dan komplemen (C3)

    Pre dan pasca dialisis ................................................................ 35

    Tabel 6.1 Tipe Membran Dialisis ............................................................... 37

  • 7/26/2019 16507264

    13/63

    13

    DAFTAR SINGKATAN

    ADMA : Asimetric Dimethylarginine

    CRP : C-Reactive Protein

    DM : Diabetes Mellitus

    HD : Hemodialisis

    Hs-CRP : High sensitivity-C- Reactive Protein

    ICAM 1 : Inter Cellulare Adhession Molecule-1

    IL - 1 : Interleukin- 1

    IL - 6 : Interleukin-6IL 8 : Interleukin 8

    IFN : Interferon Gamma

    LFA : Leucosit Functional Antigen

    LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

    MCP - 1 : Monocyte Chemoattractant Protein-1

    NFK : Nuclear Factor Kappa Beta

    NO : Nitrit Oxide

    PGK : Penyakit Ginjal Kronis

    PJV : Penyakit Jantung Vaskuler

    ROS : Reactive Oksigen Species

    SODs : Superoxide dismutase

    TNF - : Tumor Necrosis Factor - Alpha

    VICAM -1 : Vasculare Inter Cellulare Adhession Molecule-1

    VEGF : Vascular Endothel Growth Factor

    PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP PENURUNAN

    KADAR Hs-CRP DAN KOMPLEMEN C3

  • 7/26/2019 16507264

    14/63

    14

    PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS NON DIABETIK STADIUM V

    DI UNIT HEMODIALISIS RSUD.Dr. MOEWARDI SURAKARTA

    Abstrak

    Latar Belakang: Penyebab kematian terbanyak penderita Gagal Ginjal Kronik

    adalah kejadian kardiovaskuler yang didasari oleh aterosklerosis. Hs-CRP

    merupakan biomarker progresifitas aterosklerosis. Komplemen C3 merupakan

    bagian yang penting dari sistem imun tubuh. Menurut Penelitian Malaponte

    (2002) dan Sukandar (2006), dengan hemodialisis rutin akan didapatkan

    penurunan jumlah sitokin dibandingkan jika diterapi secara konservatif.

    Tujuan : Membuktikan pengaruh hemodialisis terhadap penurunan kadar hs-CRPdan Komplemen C3 pada pasien gagal ginjal kronik stadium V.

    Metode : Penelitian ini bersifat Eksperimental Kuasi. Dilakukan di unit

    hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta pada 15 subjek penelitian penderita

    gagal ginjal kronik stadium V non diabetik yang telah menjalani HD 3 bulan

    sampai 5 tahun. Populasi sampel terdiri dari 10 laki-laki dan 5 perempuan.

    Membran dialisis yang digunakan selulosa diasetat. Analisis data dengan uji t

    berpasangan, p< 0,05 digunakan untuk menentukan tingkat kemaknaan.

    Hasil: Dari penelitian ini didapatkan peningkatan kadar hs-CRP sebelum HD 7,01

    mg/dl sesudah HD 7,51 mg/dl (p=0,209) secara statistik tidak bermakna,Sedangkan C3 sebelum HD 87,13 mg/l, setelah HD 92,13 mg/l (p=0,035) secara

    statistik bermakna.

    Kesimpulan:Dari penelitian ini pengaruh membran dialisis berperan terhadap

    kadar hs-CRP dan komplemen C3. Pada penelitian ini di dapatkan peningkatan

    kadar hs-CRP dan komplemen C3 pada dialisis dengan menggunakan membran

    selulosa diasetat.

    Kata kunci: Penyakit ginjal kronis, Hemodialisis, Hs-CRP, C3.

    EFFECT OF HAEMODIALISIS TO DECREASE LEVEL OF Hs-CRP AND

    C3 IN CKD STAGE V PATIENT NON DIABETIC AT RENAL UNIT OF

    RSUD.Dr. MOEWARDI SURAKARTA

  • 7/26/2019 16507264

    15/63

    15

    Abstract

    Bakground: Cardiovasculer is the main caused of death in CKD ST V patient.

    Hs-CRP is one of progresivity atherosclerosis biomarker. C3 is important part of

    immune system. According to Malaponte (2002) and Sukandar (2006), continues

    haemodialisis can decrease citokine level compared to conservative treatment.

    Objective : In this study we aimed to investigate effect of haemodialisis to

    decrease hs-CRP level and C3 level on CKD ST V patient.

    Method : This study use Experimental quasi method with 15 patient who had

    been haemodialised within 3 month to 5 years at renal unit RSUD.Dr.Moewardi.

    There are 10 men and 5 women. We use cellulose membrane diacetat. Data

    analised with t paired , P

  • 7/26/2019 16507264

    16/63

    16

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Penurunan fungsi ginjal yang progresif mengakibatkan peningkatan berbagai

    komplikasi diantaranya: anemia, malnutrisi, aterosklerosis, penyakit osteodistrofi

    ginjal, neuropati dan penurunan kualitas hidup. Kesemuanya itu berdampak pada

    peningkatan mortalitas (Weiner et al; 2004).

    Mortalitas pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK), terutama yang menjalani

    hemodialisis amat tinggi. Kematian pasien PGK dapat disebabkan oleh berbagai

    hal diantaranya: kelebihan volume cairan (volume overload), asidosis metabolik,

    gangguan keseimbangan elektrolit terutama hiperkalemia juga infeksi (sepsis),

    namun 40-45% angka kematian terbanyak diakibatkan oleh karena komplikasi

    kardiovaskuler (Suwitra, 2006). Pasien dengan penurunan fungsi ginjal tahap

    awalpun sudah mempunyai risiko yang lebih tinggi akan terjadinya komplikasi

    penyakit kardiovaskuler tersebut (GO et al; 2004).

    Pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis, mempunyai risiko

    10-30 kali lebih besar untuk terjadinya kematian akibat penyakit jantung vaskuler

    (PJV). Arterial Vasculer Diseasedan cardiomyopathyadalah penyebab kematian

    yang terbanyak (Sarnak et al; 2003). Go et al, mendapatkan risiko kematian

    pasien dengan PGK sampai melebihi 6 kali populasi normal, sedangkan pada

    pasien yang menjalani hemodialisis dapat melebihi 100 kali normal (Suharjono,

    2007). Sedangkan dari data United States Renal Data System Annual Data Report

    (USRDS-ADR), penyebab terbanyak kematian pasien yang menjalani

    hemodialisis disampingArterial heart diseaseadalah stroke (USDRS, 2003).

    1

  • 7/26/2019 16507264

    17/63

    17

    Prevalensi pasien PGK, diperkirakan akan semakin meningkat. Tahun 1998,

    lebih dari 320.000 Orang penderita PGK di Amerika Serikat menjalani

    hemodialisis, dan diperkirakan akan mengalami peningkatan sampai 650.000 pada

    tahun 2010 dan akan mencapai 2 juta orang pada tahun 2030. Dengan kondisi ini,

    risiko kematian akibat PJV juga akan semakin meningkat. Penyebab pasti dan

    mekanisme peningkatan PJV pada penderita gagal ginjal kronis belum dapat

    dipastikan (Nolan, 2005).

    Pasien PGK mempunyai faktor risiko klasik dan non klasik terhadap PJV,

    akan tetapi mekanisme yang spesifik yang memudahkan terjadinya PJV belum

    diketahui dengan pasti. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya proses PJV

    adalah adanya inflamasi sebagai faktor yang sangat penting dalam proses

    aterosklerosis (Stinghen dan Pecoits-Filho, 2007).

    Morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovakuler pada pasien-pasien

    yang menjalani hemodialisis, dipengaruhi oleh inflamasi kronis. Sebelum

    dilakukan hemodialisis, inflamasi kronis sudah sering terjadi pada pasien gagal

    ginjal kronis. Dalam hal ini, uremia yang berkaitan dengan inflamasi menjadi

    faktor penentu yang menjelaskan tetap tingginya kematian akibat penyakit

    kardiovaskuler pada hemodialisis (Erten, 2007; Razeghi et al, 2008).

    Plak aterosklerosis terbentuk diawali oleh aktivasi limfosit T, makrofag dan

    mast sel, yang nantinya akan meningkatkan pengeluaran reactive oxygen spesies

    (ROS), mediator lipid pro inflamasi, enzim hidrolitik, kemokin, sitokin pro dan

    anti inflamasi serta growth factor(Erten, 2007; Bodiou, 2008).

    Pada keadaan uremia akan terjadi stimulasi peningkatan kadar atau sintesis

    interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor- (TNF-). IL1- akan

  • 7/26/2019 16507264

    18/63

    18

    merangsang endotel mengekspresikan intercellulare adhession molecule-1

    (ICAM-1). ICAM-1 akan berikatan dengan leucosit functional antigen (LFA)

    sehingga monosit akan terikat pada permukaan endotel dan akan dimasukkan ke

    subendotel (per-diapedesis). Semua ini nantinya akan mengakibatkan monosit

    berubah nama menjadi makrofag, dimana makrofag akan memakan LDL (VLDL

    yang telah diopsonifikasi oleh ROS), sehingga makrofag akan terus memakan

    LDL dan VLDL tersebut sehingga nantinya akan berubah menjadi foam cell.

    Foam cell tersebut akan mengekspresikan growth factor dan sitokin yang lain,

    akhirnya membentuk plak (Guntur, 2001; Purwanto, 2008).

    Saat dilakukan hemodialisis, sekitar 35-65 % pasien menunjukkan tanda-tanda

    inflamasi. Dialisis telah dihubungkan dengan perubahan akut pada aktivasi

    komplemen, marker granulosit , fungsi makrofag, aktivasi sel T serta pelepasan

    sitokin pro inflamasi. Penelitian pada pasien yang dihemodialisis menunjukkan

    peningkatan produksi sitokin pro inflamasi seperti TNF-, IL-1dan IL-6. IL-6

    akan memacu keluarnya acute phase reactant yaitu C Reaktive protein (CRP)

    (Malaponte, 2002).

    C- reactive protein(CRP) yang merupakan acute phase reactant, diproduksi

    di liver diaktivasi oleh berbagai sitokin, terutama IL-6. Saat terjadinya reaksi

    inflamasi, kadar CRP dapat meningkat sampai 1000 kali. Pada pasien-pasien yang

    di hemodialisis, adanya peningkatan kadar CRP menunjukkan adanya proses

    inflamasi. High sensitivity C-Reactive Protein (Hs-CRP) merupakan marker

    inflamasi sudah diakui dan menjadi prediktor kejadian PJV. Hs-CRP juga

    merupakan faktor yang kuat untuk memprediksi komplikasi dan kematian akibat

    penyakit kardiovaskuler (Honda et al, 2006; Razeghi et al, 2008). Hs-CRP dapat

  • 7/26/2019 16507264

    19/63

    19

    secara langsung mengakibatkan perkembangan aterosklerosis, melalui aktivasi

    komplemen, kerusakan jaringan dan aktivasi endotel sel (Koenig, 2003).

    Komplemen C3 merupakan komplemen penting pada faktor imunitas tubuh

    karena merupakan pertemuan 3 jalur aktivasi komplemen yaitu jalur lektin, jalur

    klasik maupun jalur alternatif (Baratawidjaja, 2006). Defisiensi C3 ini akan

    meningkatkan kerentanan terhadap infeksi bakteri piogenik (Abbas, 2005).

    Selama proses hemodialisis, kadar CRP dan komplemen akan meningkat

    akibat terpapar kontaminasi dengan dialisat. Kadar CRP pada pasien hemodialisis

    di AS dan Eropa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar CRP pasien

    hemodialisis di Indonesia (Suhardjono, 1999). Tetapi dengan hemodialisis rutin

    dan jangka panjang akan terjadi penurunan jumlah sitokin secara bermakna bila

    dibandingkan dengan yang diterapi secara konservatif (Malaponte, 2002;

    Sukandar, 2006).

    Hemodialisis mempunyai beberapa efek antara lain: bioinkompabilitas,

    kontaminasi dengan cairan dialisat yang menghasilkan endotoksin

    (lipopolisakarida) dan terlepasnya sitokin (Boure, 2004; Erten, 2007).

    Beberapa zat terlarut seperti albumin, fibrin, 2-mikroglobulin, komponen

    aktif komplemen C3 serta sitokin (IL-1 dan TNF) akan mengalami absorbsi

    kedalam membran dialiser dan sebagian zat tersebut akan dieliminasi dari darah

    selama proses hemodialisis (Tzanatos, 2000; Malaponte, 2002; Sukandar, 2006).

    1.2. Rumusan Masalah

    1. Adakah penurunan kadar hs- CRP pada pasien PGK stadium V pasca

    hemodialisis di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta?

  • 7/26/2019 16507264

    20/63

    20

    2. Adakah penurunan kadar komplemen C3 pada pasien PGK stadium V Pasca

    hemodialisis di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta?

    3. Adakah korelasi antara kadar hs- CRPdan komplemen C3 pada pasien PGK

    stadium V yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisis RSUD. Dr.

    Moewardi Surakarta?

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. UMUM

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hemodialisis terhadap

    penurunan kadar hs- CRPdan komplemen C3 pada pasien PGK stadium V di unit

    hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    1.3.2. KHUSUS

    1. Membuktikan adanya penurunan kadar hs- CRPpada pasien PGK stadium V

    pasca hemodialisis di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    2. Membuktikan adanya penurunan kadar komplemen C3 pada pasien PGK

    stadium V pasca hemodialisis di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi

    Surakarta.

    3. Membuktikan adanya korelasi antara kadar hs- CRPdan komplemen C3 pada

    pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisis

    RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1.4.1. Pengembangan Ilmu (Teoritis)

    Memberikan bukti empiris terhadap teori bahwa hs-CRPdan komplemen C3

    dapat dipakai sebagai petanda adanya inflamasi pada pasien PGK stadium V yang

    menjalani hemodialisis.

  • 7/26/2019 16507264

    21/63

    21

    1.4.2. Terapan

    1. Dapat menurunkan proses inflamasi pada pasien PGK stadium V yang

    menjalani hemodialisis di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    2. Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pasien PGK stadium V yang

    menjalani hemodialisis di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

  • 7/26/2019 16507264

    22/63

    22

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. PENYAKIT GINJAL KRONIK

    Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

    beragam yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan

    pada umumnya akan berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu

    keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

    dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal yang

    tetap, baik berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra K, 2006).

    Pada pedoman K/DOQI, batasan penyakit ginjal kronik adalah kerusakan

    ginjal yang terjadi selama atau lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologik

    atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada urinalisis. Selain itu, batasan

    ini juga memperhatikan derajat fungsi ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) ,

    seperti terlihat pada tabel di bawah ini (K/DOQI, 2002).

    Tabel 2.1.Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

    Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

    1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupakelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju

    filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

    - Kelainan patologis- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

    darah atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging test)2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

    (Dikutip dari K/DOQI, 2002)

    Pada individu dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh

    nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai

    laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.

    7

  • 7/26/2019 16507264

    23/63

    23

    Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar derajat penyakit.

    Derajat Penjelasan LFG

    1

    2

    3

    4

    5

    Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

    Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan

    Kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang

    Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat

    Gagal ginjal

    90

    60 89

    30 - 59

    15 29

    < 15 / dialisa

    (Dikutip dari Skorecki , 2005)

    Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG, yang dihitung

    dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

    LFG (60 ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x berat badan

    72 x kreatinin plasma(mg/dl)

    *) pada perempuan dikalikan 0,85

    2.2. Etiologi Penyakit Ginjal Kronik

    Ada beberapa etiologi penyakit ginjal kronik yang sering kita jumpai,

    diantaranya: (Sukandar, 2006)

    1.Glomerulonefritis, baik primer maupun skunder

    2. Penyakit ginjal herediter

    3. Hipertensi esensial

    4. Uropati obstruktif

    5. Infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis)

    6. Nefritis interstisial.

    2.3. Gambaran Klinis Penyakit Ginjal Kronik

    Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :

    1. Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, hipertensi,

  • 7/26/2019 16507264

    24/63

    24

    infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia,

    Lupus Eritematosus Sistemik (LES) dan lain sebagainya.

    2. Sindroma Uremia, yang terdiri dari : lemah, letargia, anoreksia, mual muntah,

    nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,

    pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma (Pendse ,

    2007).

    3. Gejala Komplikasinya : hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,

    asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (Suwitra, 2006).

    2.4. Uremia.

    Uremia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar nitrogen urea

    dalam serum (azotemia) yang terjadi pada pasien gagal ginjal. Gejala uremia

    muncul ketika GFR turun sampai kurang lebih 20% dari normal. Uremia juga

    merupakan suatu tanda proinflamasi kronik seperti CRP dan meningkatnya kadar

    sitokin proinflamasi yang berhubungan dengan peningkatan angka kematian.

    Sitokin ini serta rangsangan inflamasi diduga mempunyai peran yang penting

    terhadap progresifitas terjadinya proses aterosklerosis (Nolan, 2005).

    Sampai saat ini donor ginjal masih sedikit, sehingga terapi uremia didominasi

    oleh dialisis (Meyer dan Hostetter, 2007; Sukandar, 2006).

    Pada pasien yang menjalani dialisis, mikroinflamasi kelihatannya menjadi

    proses predisposisi dari cepatnya proses aterosklerosis dan komplikasi PJV.

    Mikroinflamasi ini akan meningkatkan proses aterosklerosis pada pasien yang

    menjalani dialisis kronik serta berhubungan dengan suatu keadaan inflamasi dan

    kalsifikasi arteri koroner. Hubungan antara inflamasi dan kalsifikasi arteri koroner

    juga telah banyak dilaporkan oleh peneliti lainnya (Kras niak et al, 2007).

  • 7/26/2019 16507264

    25/63

    25

    Saat ini dapat dipahami bahwa ada hubungan antara milieu uremia yang

    merupakan suatu keadaan inflamasi ringan yang berjalan kronik. Dari beberapa

    data menunjukkan bahwa fungsi ginjal memegang peranan yang penting pada

    proses inflamasi, serta fungsi ginjal yang menurun ini berhubungan dengan

    meningkatnya respon inflamasi (Suliman dan Stenvikel, 2008).

    Uremia pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis, diduga akan

    menyebabkan peningkatan kadar sitokin, disamping itu proses dialisis itu sendiri

    turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan sekresi sitokin pada akhir

    pelaksanaan hemodialisis. Dalam hal ini, membran dialisis dapat merangsang

    meningkatnya pelepasan sitokin. Tetapi dengan dialisis yang rutin dan jangka

    panjang akan terjadi penurunan jumlah sitokin secara bermakna bila dibanding

    dengan pasien PGK yang hanya diterapi secara konservatif (Malaponte, 2002;

    Sukandar, 2006).

    2.5. Program Terapi Penyakit Ginjal Kronik

    Perubahan-perubahan faal ginjal (LFG), bersifat individual untuk setiap pasien

    gagal ginjal kronik, lama terapi konservatif bervariasi, dari bulan sampai tahun.

    Pada pasien penyakit ginjal kronik, kematian tersering diakibatkan oleh

    penyakit jantung vaskuler dengan mortalitas hampir 40% hingga 50% jika disertai

    gangguan serebrovaskuler pada pasien yang dilakukan dialisis reguler (Amaresan,

    2005; Sukandar, 2006; Razeghi et al, 2008).

    Sebelum dilakukan hemodialisis, pada pasien dengan Uremia, inflamasi kronis

    sering terjadi. Uremia yang berkaitan dengan inflamasi, menjadi penentu yang

    menjelaskan tetap tingginya kematian akibat penyakit jantung vaskuler pada

    hemodialisis.

  • 7/26/2019 16507264

    26/63

    26

    Pada gambar di bawah, akan terungkap Algoritme program terapi PGK.

    Gambar 2.1 Algoritma Program Terapi Penyakit Ginjal Kronik

    (Sukandar, 2006)

    Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

    mortalitas pasien PGK (Papagiani et al, 2003; Massy et al, 2005).

    Tabel 2.3. Mortalitas pasien yang menjalani dialisis.PENYAKIT PERSENTASE

    1.Jantung vaskuler

    Infark miokard

    Gagal jantung kongestif

    Henti jantung

    2. Gangguan serebrovaskuler

    3. Infeksi

    4. Lain lain

    14

    13

    13

    11

    11

    38

    (Dikutip dari Sukandar, 2006)

    Pasien penyakit ginjal kronik memiliki risiko tradisional dan non tradisional

    yang besar untuk PJV, tetapi mekanisme spesifik yang memediasi meningkatnya

    Penyakit ginjal

    Penyakit ginjal

    Dialisis

    Transplantasi

    Konservatif

    HemodialisisMeninggal

    Gagal

    Berhasil

  • 7/26/2019 16507264

    27/63

    27

    PJV belum terdefinisikan dengan baik. Namun akhir-akhir ini, proses utama yang

    menyebabkan aterosklerosis telah memasukkan inflamasi sebagai faktor yang

    memperberat aterosklerosis, seperti terlihat pada gambar 2.2 (Stinghen dan

    Pecoits F, 2007).

    Gambar 2.2.Menjelaskan patogenesis PJV pada pasien PGK

    (Dikutip dari Nolan , 2005)

    Ada tiga faktor penting yang berperan pada kerusakan vaskuler pada PGK

    yaitu : (1). Faktor risiko yang klasik (framingham) diantaranya hipertensi,

    dislipidemia, merokok dan diabetes mellitus, (2). Kelainan yang terjadi pada

    PGK, diantaranya: Uremia, sekunder hiperparatiroid serta paparan pada

    bioinkompabilitas membran dialisis serta cairan dialisat tidak steril, (3). Faktor

    risiko yang muncul seperti hiperhomosisteinemia, aktifitas simpatik yang

    meningkat serta akumulasi dari inhibisi endogen seperti sintesis nitrit-oxide (NO),

    asimetric dimethylarginin (ADMA) (Tripepi, 2003).

    Pada pasien dengan hiperuremia yang kronis yang disebabkan baik oleh

    faktor-faktor renal maupun non renal, faktor -faktor risiko penyakit jantung dan

    aterosklerosis saling mempengaruhi sebagai komorbiditas, seperti terlihat pada

    gambar 2.3 di bawah ini (Santoro dan Mancini, 2002).

  • 7/26/2019 16507264

    28/63

    28

    Gambar 2.3 Faktor faktor risiko aterosklerosis pada uremia

    (Dikutip dari Santoro dan Mancini, 2002)

    Pada gambar 2.4. dibawah ini, menjelaskan bahwa PGK menstimulasi

    akumulasi toksin ureum, produksi ROS serta gangguan metabolisme mineral.

    Toksin ureum merupakan kumpulan berbagai zat organik dan peptida, yang

    dalam keadaan normal akan dikeluarkan oleh ginjal yang sehat. Tetapi pada

    keadaan dimana terjadi kegagalan fungsi ginjal, toksin ureum akan terakumulasi.

    Sebagai akibatnya, baik toksin ureum maupun ROS akan menstimulasi terjadinya

    peningkatan sitokin pro inflamasi sistemik seperti TNF-dan IL-1.

    Sitokin pro inflamasi tersebut kemudian akan merangsang pembentukan CRP

    dan fibrinogen serta respon vaskuler (MCP-1, IL-1, ICAM-1 dan VICAM-1),

    yang nantinya akan menyebabkan stimulasi disfungsi endotel, kemudian akan

    memudahkan terjadinya pembentukan plak dan proses terjadinya aterosklerosis.

  • 7/26/2019 16507264

    29/63

    29

    Gambar 2.4. Menggambarkan proses terjadinya aterosklerosis

    (Dikutip dari Stinghen, 2007)

    2.6. Reactive Oxygen Species (ROS)

    Reactive oxygen species (ROS) merupakan ion atau molekul yang sangat kecil

    yang terdiri dari ion oksigen, radikal bebas dan peroksida, bisa berupa ion organik

    maupun anorganik. ROSmerupakan ion yang mempunyai valensi elektron yang

    tidak berpasangan. Mereka siap menerima atau mentransfer elektron yang tidak

    berpasangan ke molekul yang lain. ROS terbentuk secara alami sebagai produk

    metabolisme normal dan berperan penting pada signalingsel. Selama terjadi stres

    lingkungan, produksi ROS akan meningkat secara signifikan yang akan

    menyebabkan kerusakan struktur sel (Turrens , 2003; Nindl , 2004).

    Reactive oxygen species (ROS) pada manusia diproduksi pada kondisi normal

    dan kondisi abnormal seperti pada atheroma, asma, penyakit sendi, ketuaan dan

    kanker. Sejumlah ROS seperti anion superoxide (O2 ) berperan pada proses

  • 7/26/2019 16507264

    30/63

    30

    inflamasi. Enzim superoxide dismutase (SODs) akan menetralisir superoxide

    dengan merubahnya menjadi hydrogen peroxide (H2O2)(Turrens, 2003).

    Gambar 2.5. Macam macam bentuk ROS (Dikutip dari Afonso, 2007)

    Sejumlah ROS diproduksi pada sel hidup dalam jumlah berlebih, seperti

    superoxide yang nantinya akan merusak sel sel endotel, meningkatkan

    permiabilitas mikrovaskuler dan memfasilitasi migrasi neutrofil ke daerah

    inflamasi. Superoxide dapat berubah ke bentuk lain yang lebih agresif seperti

    hydroxyl radical (OH ) yang terbentuk ketika superoxide berinteraksi dengan ion

    besi atau cupri bebas (reaksi Fenton).

    Ion ion ini normal terdapat dalam jumlah sedikit pada individu yang sehat.

    Superoxide dapat bergabung dengan nitric oxide (NO) untuk membentuk

    peroxynitrite (ONOO ). ROS dapat bekerja sebagai mediator yang dapat

    meregulasi fungsi sel seperti proliferasi dan apoptosis. Sejumlah ROSyang lain

    sepertiperoxyl radicals ( ROO )dan hydroxyl radical lebih agresif, mereka akan

    memecah DNA, struktur lemak dan komponen matrik (Afonso, 2007).

  • 7/26/2019 16507264

    31/63

    31

    Reactive oxygen species(ROS) merupakan bahan kimia dengan tingkat reaksi

    yang tinggi. Metabolisme seluler yang normal merupakan sumber utama produksi

    ROSendogen dan penetralannya oleh antioksidan. Jika produksiNOdan derivat

    ROS lainnya melebihi kapasitas antioksidan, tubuh berusaha menetralisirnya

    dengan Superoxide dismutase (SODs), Glutathione Peroxidase dan Catalase.

    Kondisi ini dikenal dengan stres oksidatif (Altindag, 2007).

    Stres oksidatif yang dihasilkan karena ketidakseimbangan antara zat zat

    oksidan dan antioksidan berimplikasi pada terjadinya proses seperti aterosklerosis

    yang akan mengakibatkan PJV (Altindag, 2007).

    2.7. C Reactive Protein(CRP)

    C-Reactive Protein (CRP) merupakan salah satu protein fase akut, termasuk

    golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai

    respon imunitas nonspesifik. CRP mengikat berbagai mikroorganisme yang

    nantinya akan membentuk kompleks imun dan mengaktifkan Komplemen C3

    jalur klasik (Baratawidjaja, 2006).

    Pengukuran CRP berguna untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP

    dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan pada imunitas nonspesifik yang

    dengan bantuan Ca ++dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin

    yang ditemukan pada permukaan bakteri/ jamur dan dapat mengaktifkan

    komplemen C3 (jalur klasik). CRP juga mengikat protein C dari Pneumokok dan

    berupa opsonin (Kuby, 2000).

    Interleukin-6 (IL-6) akan menstimulir hepatosit sehingga hepatosit akan

    mengekspresikan hs-CRP. Hs-CRPakan menghambat enzimNO Synthase(NOS)

    sehingga produksi NO berkurang. Hs-CRP akan mengaktifkan Nuclear Factor

  • 7/26/2019 16507264

    32/63

    32

    Kappa Beta (NFK) yang akan mengakibatkan ekspresi sitokin pro-inflamasi

    makin bertambah. Hs-CRP merangsang endotel pembuluh darah menghasilkan

    ICAM, serta merangsang reseptor AT-1R sehingga menghasilkan ROS, Vascular

    Endothel Growth Factor(VEGF) yang akan mengakibatkan restenosis pembuluh

    darah (Malaponte, 2002). CRP merupakan suatu tanda (marker) dari proses

    inflamasi. Dari beberapa penelitian, CRP memainkan peran langsung terhadap

    inflamasi vaskuler, kerusakan pembuluh darah serta klinis PJV (Zoccallo et al,

    2004).High sensitivity C-Reactive Protein(Hs-CRP) merupakan marker inflamasi

    yang sudah diakui dan dapat menjadi prediktor kejadian PJV. Hs-CRPjuga dapat

    digunakan untuk menilai perkembangan penyakit jantung koroner dan gagal

    jantung (Koenig, 2003).

    Pada gambar 2.6 di bawah ini, ditunjukkan gambaran struktur CRP komplek

    yang terdiri dari phosphocholin dan calsium.

    Gambar 2.6 .C-Reactive Protein (Dikutip dari Black , 2004)

    High sensitivity C-Reactive Protein(Hs-CRP) adalah ateriosklerogenik, maka

    apabila kadarnya meningkat memudahkan terjadi kelainan aterosklerosis atau

    penyakit jantung koroner. Kadar hs-CRP menurut Centers for Disease Control

  • 7/26/2019 16507264

    33/63

    33

    (CDC) / American HeartAssociation (AHA) merupakan marker pilihan untuk

    stratifikasi risiko PJV. Jika kadar hs-CRP >3 mg/l adalah high risk, hs-CRP 1-3

    mg/l adalah intermediate risk, sedangkan kadar hs-CRP

  • 7/26/2019 16507264

    34/63

    34

    terutama dilakukan oleh C3a, C5a dan C5-6-7 ke tempat terjadinya infeksi.

    3. Berperan dalam fagositosis opsonin C3b dan C4b merupakan opsonin yaitu

    molekul yang dapat diikat di satu pihak oleh partikel kuman dan di lain pihak

    oleh reseptornya pada fagosit.

    4. Berperan dalam adherens imun.

    C3b berfungsi dalam adherens imun yaitu fenomena melekatnya antigen pada

    berbagai permukaan misalnya permukaan pembuluh darah sehingga

    memudahkan untuk dilapisi antibodi.

    5. Berperan dalam eliminasi kompleks imun.

    C3a dan iC3b dapat diendapkan di permukaan kompleks imun dan

    merangsang eliminasi kompleks imun.

    6. Berperan dalam lisis osmotik bakteri.

    Terbentuknya MAC oleh aktivasi komplemen secara keseluruhan akan

    menimbulkan lisis osmotik sel atau bakteri.

    7. Berperan dalam aktivitas sitolitik.

    C3b bersama IgG dapat meningkatkan sitotoksisitas sel efektor antibody

    dependent cell-mediated cytotoxicity (ADCC) karena reseptor kedua zat

    tersebut terdapat pada eosinofil dan sel polimorfonuklear. C8-9 juga dapat

    membentuk saluran-saluran dan merusak membran sel.

    Dalam keadaan normal, komplemen tidak aktif dan diaktifkan oleh berbagai

    bahan seperti lipopolisakarida (LPS) bakteri. Hasil aktivasi tersebut bertujuan

    untuk memproteksi tubuh terhadap benda asing, namun sering juga menimbulkan

    kerusakan jaringan tubuh sendiri. Hasil aktivasi tersebut berupa mediator biologi

    aktif atau enzim untuk reaksi berikutnya (Baratawidjaja, 2006 ; Meyer , 2007).

  • 7/26/2019 16507264

    35/63

    35

    Sistem komplemen, menurut Meyer (2007) diaktifkan oleh 3 jalur yaitu:

    1. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik.

    Kompleks imun antigen-antibodi mengaktifkan C1, yang kemudian

    mengaktifkan C2, C4 dan selanjutnya mengaktifkan C3.

    2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif..

    Aktivasi jalur alternatif dimulai dari diaktifkannya C3. Jalur alternatif terjadi

    tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1, C4 dan

    C2). Jalur alternatif ini diaktifkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit, agregat

    IgA, IgG4 dan faktor nefritik.

    3. Aktivasi komplemen melalui jalur lektin.

    Melalui mannan binding lectin (MBL) yang diikat oleh lektin hidrat arang

    kuman untuk kemudian mengaktifkan C3.

    Pada gambar 2.7 di bawah ini, akan ditunjukkan aktivasi sistem Komplemen

    baik melalui jalur klasik, jalur Lektin maupun melalui jalur alternatif yang

    nantinya akan mengaktifkan Komplemen C3a.

    Gambar 2.7. Aktivasi sistem Komplemen (Dikutip dari Cotran, 2005)

  • 7/26/2019 16507264

    36/63

    36

    Aktivasi komplemen tersebut dapat melalui 3 jalur yang berbeda, namun

    selalu berakhir dengan diproduksinya C3. C3a memiliki berat molekul 187.148

    dalton. Proses hingga diproduksinya C3 disebut tahap awal aktivasi komplemen

    (Baratawidjaja, 2006). Namun justru pada tahap inilah para ahli menyebut sebagai

    tahap penting karena merupakan tahap kritis dalam mengelaborasi fungsi biologis

    komplemen (Cotran, 2005). Tahap awal tersebut berlanjut pada tahap lambat.

    Tahap ini dimulai dengan produksi C5a (suatu peptida yang merangsang

    inflamasi) yang dirangsang oleh C3b (Baratawidjaja , 2006).

    2.9. Hemodialisis (Kronik dialisis)

    Hemodialisis (kronik dialisis) merupakan salah satu terapi pengganti ginjal

    buatan dengan tujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein)

    serta koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen

    darah dan dialisat melalui selaput membran semipermiabel yang berperan sebagai

    ginjal buatan (Sukandar, 2006).

    Komplemen yang teraktivasi dan leukosit, menyebabkan reaksi inflamasi yang

    disebut dengan bioinkompatibilitas. Dimana proses ini tidak terlalu kuat bila

    menggunakan membran sintetik yang mempunyai ukuran pori-pori yang besar

    yang memudahkan aliran air dan meningkatkan kekuatan ultrafiltrasi, sehingga

    dapat memudahkan molekul besar seperti solute uremia dibandingkan dengan

    membran yang memiliki ukuran pori yang kecil (Boure dan Vanholder, 2004).

    Beberapa zat terlarut (solute) seperti albumin, fibrin, 2-microglobulin,

    komponen aktif komplemen, sitokin (IL-1 dan TNF-) akan mengalami absorbsi

    kedalam membran dializer selama berlangsungnya proses hemodialisis. Sebagian

  • 7/26/2019 16507264

    37/63

    37

    dari zat terlarut (solute) tersebut akan dieliminasi dari darah. Proses absorbsi

    protein tergantung dari sifat hidrofobik membran (Sukandar, 2006).

  • 7/26/2019 16507264

    38/63

    38

    BAB 3

    KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

    3.1.Kerangka Konseptual

    Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

    fungsi ginjal yang iireversibel, dimana pada suatu derajat yang memerlukan terapi

    pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra,

    2006).

    Hemodialisis (kronik dialisis) merupakan salah satu terapi pengganti ginjal

    buatan yang bertujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa produk metabolisme

    (protein) dan memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara

    kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membran semipermiabel yang

    berperan sebagai ginjal buatan (Rahardjo et al, 2006).

    Beberapa zat terlarut seperti albumin, fibrin, 2-mikroglobulin, komponen

    aktif komplemen serta sitokin (IL-1 dan TNF-) akan mengalami absorbsi ke

    dalam membran dializer selama proses hemodialisis dan sebagian dari zat tersebut

    akan dieliminasi dari darah (Sukandar , 2006).

    Pada PGK, toksik uremik akan mengakibatkan perubahan phenotipe sel-sel

    endotel dan akan meningkatkan produksi ROS serta gangguan metabolisme

    mineral. Sebagai akibatnya, semua itu akan menstimulasi sitokin pro inflamasi

    sistemik seperti TNF-dan IL-1, merangsang pembentukan CRP dan fibrinogen

    serta respon vaskuler (MCP-1, IL-1, ICAM-1 dan VICAM-1), yang nantinya

    akan menyebabkan stimulasi disfungsi endotel, memudahkan terjadinya

    pembentukan plak dan proses terjadinya aterosklerosis. Hemodialisis akan

    merangsang produksi sitokin pro inflamasi seperti IL-1, IL-6 dan TNF-. IL-6

    23

  • 7/26/2019 16507264

    39/63

    39

    akan merangsang pembentukan hs-CRP, yang nantinya akan mengaktifkan sistem

    komplemen. Komplemen yang teraktivasi dan leukosit, menyebabkan reaksi

    inflamasi yang disebut dengan bioinkompatibilitas(Boure dan Vanholder, 2004 ;

    Stinghen dan Pecoits-F, 2007).

    Gambar 3.1.Kerangka Konsep Penelitian

    3.2. Hipotesis Penelitian

    1. Ada penurunan ekspresi hs-CRPpada pasien PGK stadium V pasca

    hemodialisis di unit hemodialisis .

    2. Ada penurunan ekspresi komplemen C3 pada pasien PGK stadium V

    pasca hemodialisis di unit hemodialisis .

    3. Ada korelasi antara kadar hs- CRPdan komplemen C3 pada pasien PGK

    stadium V yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisis .

    Hemodialisis

    Ag - Ab

    IL- 6IL -1

    TNF -

    HsCRP

    MenurunkanMeningkatkan

    Gagal Ginjal

    Bio-inkompatibilitas

    Membran dialisis

    Kontaminasi cairan

    dialisat

    Lose

    dialiser

    Makrofag

    KOMPLEMEN

  • 7/26/2019 16507264

    40/63

    40

    BAB 4

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitian Eksperimental kuasi.

    4.2. Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    4.3. Populasi Sampel

    4.3.1. Populasi sasaran : Pasien Penyakit Ginjal Kronik Non Diabetik stadium V.

    4.3.2. Populasi sampel : Diambil acak pada semua pasien Penyakit Ginjal Kronik

    Non Diabetik stadium V yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis

    RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    4.4. Besar Sampel

    Pada penelitian ini dilakukan pada populasi yang belum diketahui,

    menggunakan rumus yang dipakai untuk menentukan besar sampel adalah

    (Kuntoro, 2007):

    2

    01

    11 )( ZZn

    2

    38,0

    5,0)282,1645,1(n

    2

    38,0

    4635,1n

    25

  • 7/26/2019 16507264

    41/63

    41

    n = 14,8 dibulatkan menjadi 15 ( untuk hs-CRP )

    Keterangan :

    n = Besar sampel yang diperlukan

    Z1- = Nilai pada tabel kurva normal untuk yang dipilih. adalah

    peluang untuk menolak hipotesis nihil, jika hipotesis nihil betul.

    = 0,05, maka Z 1- =1,645.

    Z1- = Nilai pada tabel kurva normal untuk yang dipilihh peneliti.

    adalah peluang untuk menerima hipotesis nihil, jika hipotesis

    nihil salah. =0,10, maka Z 1-=1,282

    = Standard deviasi nilai= 0,5 (Korevaar JC et al, 2004)

    0 = Rata-rata nilai pre dialisis

    1 = Rata-rata nilai pasca dialisis

    1- 0 = 0,38 mg/l

    Untuk penentuan sampel Komplemen C3

    2

    01

    11 )( ZZn

    2

    17,0

    23,0)282,1645,1(n

    15

    028,0

    67321,02

    n

    n = 15

    Keterangan :

    N = Besar sampel yang diperlukan

    Z1- = Nilai pada tabel kurva normal untuk yang dipilih. adalah

    peluang untuk menolak hipotesis nihil, jika hipotesis nihil betul.

    = 0,05, maka Z 1- =1,645.

  • 7/26/2019 16507264

    42/63

    42

    Z1- = Nilai pada tabel kurva normal untuk yang dipilihh peneliti.

    adalah peluang untuk menerima hipotesis nihil, jika hipotesis

    nihil salah. =0,10, maka Z 1-=1,282

    = Standard deviasi nilai= 0,23 g/l (Masaki T et al, 1999)

    0 = Rata-rata nilai pre dialisis

    1 = Rata-rata nilai pasca dialisis

    1- 0 = 0,17 g/l

    4.5. Kriteria Sampel

    4.5.1. Kriteria Inklusi :

    1. Penderita PGK non Diabetik st V

    2. Usia dewasa

    3. Telah menjalani HD 2 x seminggu selama > 3 bulan- 5 tahun (kronik dialisis)

    4. Bersedia menandatangani persetujuan untuk penelitian.

    4.5.2. Kriteria eksklusi :

    1. Ada manifestasi infeksi secara klinis

    2. Ada penyakit keganasan

    4.6. Klasifikasi Variabel

    4.6.1. Variabel tergantung :

    1. IL-6

    2. Hs-CRP

    3. Komplemen C3

    4.6.2. Variabel bebas : Hemodialisis.

    4.7. Waktu

    Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 3 bulan.

  • 7/26/2019 16507264

    43/63

    43

    4.8. Biaya

    Biaya penelitian diperkirakan lebih kurang Rp.6.000.000,-

    4.9. Cara Kerja

    Subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan diberikan inform

    consent kemudian diambil darah sebelum hemodialisis dan sesudah hemodialisis

    untuk dihitung kadar hs-CRP dan komplemen C3, kemudian dihitung untuk

    mendapatkan selisihnya. Penderita dihemodialisis selama 4 jam di unit

    hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta. Pelaksanaan pemeriksaan kadar hs-

    CRPdan komplemen C3 dilakukan di laboratorium PRODIA.

    Dializer

    Pada hemodialisis menggunakan dializer dari Nipro dengan model no. FB-110T

    dengan spesifikasi :

    SterilisasiBahan

    Diameter lubangKetebalanPermukaaan efektifPanjang efektifVolume tampung darah

    EOGCellulose Asetat

    200 m15 m1,1 m

    2

    200 mm75 mL

    4.10. Design analisis statistik

    Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis statistik menggunakan

    SPSS.13 for windows dengan uji statistik sebagai berikut :

    1. Uji beda dengan Uji t untuk menilai kemaknaan perbedaan mean antara kadar

    hs-CRP dan komplemen C 3 pada PGK stadium V sebelum HD ,

    dibandingkan dengan kadar hs- CRP dan komplemen C3 pada

    pasien PGK stadium V sesudah hemodialisis.

  • 7/26/2019 16507264

    44/63

    44

    2. Memodelkan korelasi antara kadar hs- CRP dan komplemen C3 pada

    pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis dengan persamaan

    regresi multipel: y = a+ b1x1+ b2x2

    4.11. Alur Penelitian

    Gambar 4.1. Alur Penelitian

    DATA YANG PERLU DIAMBIL

    1. Identitas penderita

    Nama :

    Alamat :

    Pekerjaan :

    Jenis Kelamin :

    No. CM :

    Tanggal HD :

    2. Fisik Pasien

    Berat badan :

    Tinggi badan :

    Status Gizi :

    Tensi :

    Penderita Penyakit Ginjal Kronis st V

    Sampel darah Pre Hemodialisis

    Men alani Hemodialisis selama 4 am

    Sampel darah Pasca Hemodialisis

  • 7/26/2019 16507264

    45/63

    45

    Nadi :

    RR :

    Temperatur :

    3. Laboratorium

    Hb :

    Ht :

    Lekosit :

    Trombosit :

    Protein total :

    Albumin :

    Globulin :

    Ureum :

    Creatinin :

    Na :

    K :

    Cl :

  • 7/26/2019 16507264

    46/63

    46

    BAB 5

    HASIL PENELITIAN

    5.1. Karakteritik Jenis Kelamin Subjek Penelitian

    Tabel 5.1 Karakteristik Jenis kelamin Subjek Penelitian

    Variabel Jumlah (n) Prosentase (%)

    Jenis Kelamin

    Laki-laki

    Perempuan

    15

    10

    5

    100

    66,7

    33,3

    Jenis kelamin merupakan variabel kategorikal (nominal), perhitungan

    berdasarkan jumlah responden.

    Pada penelitian ini, subjek penelitian diambil secara acak, didapatkan 15 orang

    dimana terdiri dari 10 laki-laki (66,7% ) dan 5 perempuan (33,3% ).

    5.2. Karakteristik Subjek Penelitian

    Tabel 5.2 Karakteristik Subjek penelitian

    Variabel Rerata Standar Deviasi (SD)

    Umur

    Tinggi Badan

    Berat BadanTekanan Darah Sistolik

    Tekanan Darah

    Diastolik

    Respirasi

    Nadi

    Suhu Badan

    50,20

    161,40

    56,90162,67

    100,67

    23,60

    87,47

    36,73

    12,71

    6,54

    12,0318,69

    10,33

    1,12

    5,42

    0,36

    Variabel di atas merupakan rerata variabel pengukuran numerik.

    31

  • 7/26/2019 16507264

    47/63

    47

    Umur rata-rata subjek penelitian 50,2 tahun, tinggi badan rata-rata 161,4 cm,

    berat badan rata-rata 56,9 kg. Semua subjek penelitian didapatkan hipertensi stage

    II dengan tekanan darah sistolik rata-rata 162,67 mmhg, tekanan darah diastolik

    rata-rata 100,67 mmhg. Respirasi rata-rata 23,6 kali/ menit, nadi rata-rata 87,47

    kali/ menit, suhu badan rata-rata 36,73 0C.

    5.3. Perbedaan darah rutin sebelum dan sesudah hemodialisis

    Tabel 5.3 Perbedaan Darah Rutin sebelum dan sesudah Hemodialisis

    PRETES POSTES ANALISISVARIABELRerata SD Rerata SD Hasil Uji p

    Haemoglobin(HB)EritrositHematokrit (Hct)LekositTrombosit

    8,072,6423,276,64243,07

    1,410,463,652,3793,51

    9,032,8726,057,13254,53

    1,240,423,332,49109,48

    t= -3,16t= -2,12t= -3,10Z= -2,20t= -0,55

    0,007*0,053*0,008*0,020*0,593*

    t = Uji t berpasangan, menguji rata-rata variabel dua kali pengukuran.

    Z = Uji Wilcoxon, sebagai non parametrik sebagai alternatif uji t berpasangan

    apabila tidak memenuhi syarat.

    * = Signifikansi

  • 7/26/2019 16507264

    48/63

    48

    sesudah hemodialisis. Rata-rata kadar leukosit sebelum hemodialisis 6,64.10 3/ul,

    setelah hemodialisis kadar leukosit meningkat kadarnya dengan rata-rata 7,13.10

    3

    /ul (p=0,020), menunjukkan suatu peningkatan bermakna antara sebelum dan

    sesudah dilakukan hemodialisis.

    5.4. Perbedaan Kimia Darah sebelum dan sesudah hemodialisis

    Tabel 5.4 Perbedaan Kimia Darah sebelum dan sesudah Hemodialisis

    t = Uji t berpasangan, menguji rata-rata variabel dua kali pengukuran.

    Z = Uji Wilcoxon, sebagai non parametrik sebagai alternatif uji t berpasangan

    apabila tidak memenuhi syarat.

    * = Signifikansi

  • 7/26/2019 16507264

    49/63

    49

    mg/dl menjadi 86,13 mg/dl (p=0,005). Hal ini menunjukkan suatu penurunan

    yang bermakna antara sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisis.

    Rata-rata kadar Ureum sebelum dilakukan hemodialisis 155,33 mg/dl, setelah

    dilakukan hemodialisis selama 4 jam rata-rata kadar Ureum menurun menjadi

    70,33 mg/dl (p=0,000), menunjukkan suatu penurunan bermakna antara sebelum

    dan sesudah dilakukan hemodialisis.

    Kadar Creatinin rata-rata sebelum dilakukan hemodialisis 11,07 mg/dl, setelah

    dilakukan hemodialisis selama 4 jam rata-rata kadar Creatinin menurun menjadi

    5,77 mg/dl (p=0,000), menunjukkan suatu penurunan bermakna antara sebelum

    dan sesudah dilakukan hemodialisis.

    Dari subjek penelitian rata-rata kadar Natrium sebelum hemodialisis 135,93

    mmol/l, setelah dilakukan hemodialisis selama 4 jam rata-rata kadar Natrium

    meningkat menjadi 139,73 mmol/l (p=0,007), menunjukkan suatu peningkatan

    bermakna antara sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisis.

    Rata-rata kadar Kalium subjek penelitian sebelum hemodialisis 5,12 mg/dl,

    setelah dilakukan hemodialisis selama 4 jam rata-rata kadar Kalium menurun

    menjadi 3,80 mg/dl (p=0,000), menunjukkan suatu penurunan bermakna antara

    sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisis.

    Kadar hs-CRP rata-rata sebelum hemodialisis 7,01 mg/dl, setelah dilakukan

    hemodialisis selama 4 jam rata-rata kadar hs-CRPmeningkat menjadi 7,51 mg/dl

    (p=0,209), hal ini menunjukkan peningkatan yang tidak bermakna.

    Rata-rata kadar Komplemen (C3) pada subjek penelitian sebelum hemodialisis

    87,13 mg/l, setelah dilakukan hemodialisis selama 4 jam rata-rata kadar

    komplemen (C3 ) meningkat menjadi 92,13 mg/l (p=0,035), menunjukkan

  • 7/26/2019 16507264

    50/63

    50

    suatu peningkatan bermakna antara sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisis.

    5.5. Analisis Korelasi Kadar hs-CRPdan Komplemen (C3) Pre Dialisis dan

    Pasca Dialisis

    Tabel 5.5 Korelasi antara kadarhs-CRPdan komplemen (C3)

    pre dan pasca dialisis

    hs CRP- C3 r p

    Pre Dialisis 0,21 0,460

    Pasca Dialisis 0,35 0,202

    Dari perbedaan kadar hs-CRPdan komplemen (C3) pre dialisis dan pasca

    dialisis dicari apakah terdapat korelasi diantara keduanya. Untuk itu dilakukan

    analisis korelasi, ternyata didapatkan korelasi diantara dua variabel tersebut di

    atas tapi lemah, secara statistik tidak bermakna.

  • 7/26/2019 16507264

    51/63

    51

    BAB 6

    PEMBAHASAN

    6.1. Hasil Utama

    Dari 15 subjek penelitian, didapatkan peningkatan kadar hs-CRP setelah

    dilakukan hemodialisis selama 4 jam, tetapi secara statistik peningkatan ini tidak

    bermakna dengan hasil uji t= -1,32 (p=0,209). Sedang untuk kadar komplemen

    (C3) didapatkan peningkatan kadar yang bermakna dengan hasil uji t=-2,34

    (p=0,035).

    Pada penelitian ini hipotesis tentang adanya penurunan kadar hs-CRP dan

    komplemen (C3) pada pasien PGK pasca hemodialisis, tidak dapat dibuktikan.

    Kadar hs-CRPdan komplemen (C3) pada penelitian ini meningkat, korelasi antara

    kadar hs-CRP dan komplemen (C3) pada pasien PGK yang menjalani

    hemodialisis didapatkan tapi bersifat lemah, secara statistik tidak bermakna.

    Peningkatan kadar hs-CRP setelah dilakukan hemodialisis ternyata juga

    didapatkan pada penelitian lain. Pada penelitian terhadap 81 pasien hemodialisis

    didapatkan konsentrasi hs-CRP rata-rata 6,235,57 mg/L (Suhardjono, 2004).

    Namun peningkatan ini jika dibandingkan dengan pasien di luar negeri secara

    keseluruhan masih lebih rendah. Pada penelitian Kaysen et al (2001) melaporkan

    konsentrasi rata-rata hs-CRP 19,220,8 mg/L sedangkan Zimmermann et al

    (1999) mendapatkan 16,224,5 mg/L (Suhardjono, 2004). Pada penelitian

    Purwanto et al (2008) di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta yang

    membandingkan efek hemodialisis terhadap kadar hs-CRPdan C3 antara pasien

    PGK stadium V dengan Nephropati Diabetik stadium V, didapatkan peningkatan

    kadar hs-CRP 1,71 2,52 mg/dl (p=0,013) dan C3 5,246,83 mg/dl (p=0,006)

    36

  • 7/26/2019 16507264

    52/63

    52

    terjadi pada pasien PGK stadium V, sedang pada pasien Nephropati Diabetik

    didapatkan penurunan kadar hs-CRP 0,010,34 mg/dl (p=0,937) dan C3

    3,234,49 mg/dl (p=0,024) (Purwanto, 2008).

    Peningkatan kadar hs-CRP dan komplemen pada penelitian ini dapat

    dipengaruhi oleh beberapa sebab, antara lain:

    6.1.1. Tipe membran dialisis

    Ada beberapa tipe membran dialisis yang digunakan untuk hemodialisis

    seperti terlihat pada table di bawah ini :

    Tabel 6.1 Tipe Membran Dialisis

    Jenis membran Nama dan contoh

    membran

    Aliran tinggi

    atau rendah

    Biokompatibilitas

    Selulosa Cuprofan Rendah _

    Turunan semi

    sintetis-Selulosa diasetat

    -Selulosa triasetat

    -Selulosa

    dietilaminoetil

    substitusi

    Selulosa asetat

    Selulosa triasetat

    Hemofan

    Tinggi&rendah

    Tinggi

    Tinggi

    +

    ++

    +

    Polimer Sintetis

    - Polyacrylonitrile

    Methallylsulfonate

    copolymer

    PAN/ AN-69 Tinggi ++

    - Polyacrylonitrile

    Methacrylate

    copolymer

    PAN Tinggi ++

    - Polymethylmetha

    crylate

    PMMA Tinggi&rendah ++

    - Polysulfon Polysulfon Tinggi ++

    (Dikutip dari Boure dan Vanholder R, 2004)

    Banyak faktor yang mempengaruhi respon inflamasi pada pasien hemodialisis.

    Bahan membran dialisis berperan penting sehingga digolongkan dalam 2

    kelompok, yaitu bioinkompatibilitas dan biokompatibilitas. Sifat

    biokompatibilitas membran dialisis menentukan besar respon inflamasi yang

  • 7/26/2019 16507264

    53/63

    53

    terjadi. Membran dialisis sintetik mempunyai sifat biokompatibilitas yang paling

    baik (Boure dan Vanholder, 2004).

    Pada penelitian ini membran dialisis yang digunakan adalah membran selulosa

    diasetat, dimana merupakan suatu membran dialisis tipe semi sintetik dengan

    aliran rendah atau memiliki pori-pori membran yang kecil untuk menahan sel-sel

    darah dan plasma protein. Membran selulosa diasetat ini memiliki sifat

    biokompatibilitas lebih kecil dibandingkan dengan membran sintetik.

    Pada saat berlangsungnya proses hemodialisis, komplemen akan mengalami

    aktivasi. Proses aktivasi komplemen ini disebabkan oleh 2 hal :

    1. Adanya gugus hidroksil yang merupakan suatu radikal bebas yang melapisi

    permukaan membran selulosa diasetat.

    2. Bahan selulosa mengandung Limulus Amobocyte Lysate Reactive Material

    (LALRM).

    Saat berlangsungnya proses hemodialisis , darah yang mengalami kontak

    langsung dengan kedua zat tersebut akan mengakibatkan pelepasan mediator

    proinflamasi diantaranya IL-1, IL-6 dan TNF-. IL-6 akan merangsang hepatosit

    sehingga akan dihasilkan hs-CRPyang nantinya akan mengaktivkan komplemen

    (Stinghen dan Pecoits-F, 2007).

    Aktivasi sistem komplemen berlangsung maksimal 10-15 menit dan berakhir

    90 menit setelah prosedur hemodialisis dengan menggunakan unsubstituted

    selulosa membran (Sukandar, 2006). Selama prosedur hemodialisis, aktivasi

    sistem komplemen merangsang terjadinya neutropenia/transientleucopenia(berat

    atau selintas) yang disebabkan sequestrasi neutrofil padapulmonary vascular bed

    (Sukandar, 2006 ; Somasundaran, 2006).

  • 7/26/2019 16507264

    54/63

    54

    Jenis membran dialisis menentukan terjadinya aktivasi sistem komplemen.

    Pada membran selulosa, gugus hidroksil memegang peranan penting terjadinya

    aktivasi sistem komplemen dan leucopenia(Somasundaran, 2006). Saat terjadinya

    aktivasi sistem komplemen, akan dihasilkan beberapa produk diantaranya C3a dan

    C5a. Selama hemodialisis, kadar C3a dan C3a desarginine derivates , lebih umum

    digunakan sebagai indek kompatibilitas membran dialisis, dibandingkan dengan

    C5a. Hal ini mungkin disebabkan selama proses hemodialisis, aktivasi C5 lebih

    jarang disebut dan peningkatan kadar C5a dan C5a desarginine derivates lebih

    rendah (Masaki et al, 1999).

    Pada beberapa studi untuk menilai aktivasi sistem komplemen dan terjadinya

    leucopenia, didapatkan bahwa penggunaan membran dialisis sintetik lebih jarang

    mengakibatkan aktivasi sistem komplemen dan leucopenia. Poliacrylonitrile

    membran merupakan membran yang paling sedikit mengakibatkan aktivasi sistem

    komplemen, Cuprofan memiliki potensi yang tinggi untuk terjadinya aktivasi

    sistem komplemen sedangkan membran selulosa asetat potensinya sedikit

    dibawah Cuprofan (Somasundaran, 2006).

    Pada penelitian silang pasien HD dengan memakai 3 macam membran dialisis,

    didapatkan kadar hs-CRP pada membran Cuprofan 23,3 4,7 mg/l, Selulosa

    sintetik (synthetically modified cellulose) 7,9 1,5 mg/l, Selulosa diasetat 12,9

    2,8 mg/l (Memoli, 2002). Penelitian di unit hemodialisis RSCM Jakarta dengan

    memakai membran dialisis selulosa diasetat didapatkan kadar hs-CRP 8,27

    11,44 mg/l (Suharjono, 1999). Sedangkan di unit hemodialisis RSDM, penelitian

    yang sama memakai membran selulosa diasetat pada pasien PGK stadium V,

    didapatkan kadar hs-CRP1,712,52 mg/dl (Purwanto, 2008).

  • 7/26/2019 16507264

    55/63

    55

    Pada penelitian ini, juga didapatkan peningkatan kadar hs-CRP setelah

    hemodialisis dengan menggunakan membran dialisis selulosa diasetat, walaupun

    secara statistik tidak bermakna. Adanya peningkatan kadar hs-CRP setidaknya

    menggambarkan bahwa reaksi inflamasi akibat bioinkompatibilitas membran

    sangat berperan dan dapat menjelaskan kemungkinan risiko kematian akibat PJV

    pada pasien PGK tinggi .

    6.1.2. Kontaminasi cairan dialisat

    Cairan dialisat dapat mengalami kontaminasi misalnya dari air pada water

    treatment, sehingga dapat terjadi infeksi dan menimbulkan reaksi inflamasi

    dimana akan mengaktivkan sistem komplemen. Kontaminasi cairan dialisat

    dengan bakteri dan endotoksin lipopolysaccharide(LPS) akan menyebabkan efek

    klinik yang berhubungan dengan aktivasi sistem komplemen (Sukandar , 2006).

    Sehingga menurut Association for the Advancement of Medical Instrumentation

    (AAMI), batas bakteri yang terkandung dalam air yang digunakan harus < 200

    CFU/ml, endotoksin < 1 EU/ml (Farrington et al, 2003).

    6.1.3. Waktu pengambilan samplehs-CRP

    Dari beberapa penelitian , didapatkan hasil peningkatan Produksi hs-CRPoleh

    hepatosit terjadi secara perlahan dalam 24-48 jam setelah acute tissue injury, yaitu

    setelah dilakukan hemodialisis dengan membran selulosa diasetat selama 4 jam

    (Raka widiana, 2008). Hal ini sama seperti penelitian Schouten et al (2000),

    dimana pada pasien hemodialisis dengan menggunakan membran Cuprofan

    didapatkan peningkatan kadar hs-CRP terjadi secara perlahan dan meningkat 24

    jam setelah hemodialisis (Schouten et al, 2000). Pada penelitian ini, sample hs-

    CRPdiambil setelah Hemodialisis 4 jam, sehingga kadar hs-CRP yang diperiksa

  • 7/26/2019 16507264

    56/63

    56

    kemungkinan belum meningkat secara bermakna. Jika pengambilan sampel hs-

    CRP diambil secara serial atau 24 jam setelah hemodialisis, kemungkinan akan

    didapatkan peningkatan kadar hs-CRP yang bermakna (Schouten et al, 2000 ;

    Raka widiana, 2008).

    6.2. Pengaruh Hemodialisis Terhadap Variabel lain

    1. Tekanan darah.

    Saat dilakukan hemodialisis akan terjadi kontak langsung antara darah dengan

    membran dialisis yang digunakan, sehingga akan terjadi pelepasan C3a dan

    C5a yang selanjutnya akan mengakibatkan pelepasan sitokin proinflamasi

    diantaranya IL-1, IL-6 dan TNF- sehingga akan terjadi pengaruh terhadap

    pembuluh darah, demam dan aktivasi trombosit (Pastan et al, 1998).

    2. Elektrolit.

    Gangguan elektrolit yang sering terjadi dan berbahaya pada pasien PGK

    adalah hiperkalemia. Pada penelitian ini didapatkan penurunan kadar Kalium

    secara bermakna. Selama hemodialisis pembuangan kalium dipengaruhi oleh

    lamanya hemodialisis, tipe membran yang digunakan, kecepatan aliran darah

    serta konsentrasi kadar kalium pada cairan dialisat yang dipakai (Tarif et al,

    2008). Pada penelitian ini konsentrasi kalium dialisat adalah 2 mmol/L,

    sehingga sebahagian dari kalium keluar dari aliran darah saat hemodialisis.

    3. Kadar Ureum, Kreatinin

    Ureum dan kreatinin merupakan zat-zat yang memiliki berat molekul yang

    rendah, sehingga saat hemodialisis zat-zat tersebut akan mengalami bersihan

    sekitar 65-70%. Berat molekul ureum 60 dalton, kreatinin 113 dalton,

  • 7/26/2019 16507264

    57/63

    57

    sehingga saat hemodialisis akan mudah dieliminasi dari aliran darah (Pastan et

    al, 1998).

    4. Kadar Gula darah sewaktu.

    Kadar gula darah sewaktu mengalami penurunan pada penelitian ini secara

    bermakna, hal ini disebabkan cairan dialisat yang digunakan tidak

    mengandung glukosa, sehingga saat dialisis terjadi difusi yang mengakibatkan

    penurunan kadar gula darah sewaktu. Disamping itu dengan berat molekul 180

    dalton akan memudahkan glukosa dieliminasi dari aliran darah (Pastan et al,

    1998).

    6.3. Keterbatasan Penelitian.

    1. Metodologi Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimental Kuasi , dimana

    pemeriksaan variabel penelitian dilakukan pre dan pasca hemodialisis tanpa

    kontrol.

    2. Membran Dialisis yang digunakan

    Pada penelitian ini membran yang dipakai adalah membran selulosa diasetat

    yang memiliki sifat bioinkompatibilitas yang tinggi, sehingga akan semakin

    meningkatkan reaksi inflamasi, sedangkan pada pasien PGK inflamasi sudah

    ada sebelum dialisis. Pada membran dialisis ini, pori-porinya kecil dimana

    hanya zat-zat dengan berat molekul kecil saja yang dapat dieliminasi. Hs-CRP

    memiliki berat molekul 25.039 dalton dan komplemen C3 berat molekulnya

    187.148 dalton, sehingga sulit dikeluarkan lewat pori-pori membran tersebut.

  • 7/26/2019 16507264

    58/63

    58

    BAB 7

    PENUTUP

    7. 1. KESIMPULAN

    1. Penelitian ini menunjukkan Hemodialisis menaikkan kadar hs-CRP dan

    komplemen. Komplemen meningkat secara bermakna sedangkan hs-CRP

    meningkat tetapi secara statistik tidak bermakna, dan didapatkan korelasi

    antara kadar hs-CRPdan komplemen (C3) yang lemah, secara statistik tidak

    bermakna pada pasien PGK yang dilakukan hemodialisis di unit hemodialisis

    RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam hal ini berbeda dengan hipotesis.

    Peningkatan kadar hs-CRPini dapat sebagai prediktor resiko PJV pada pasien

    PGK.

    2. Peningkatan kadar hs-CRP dan komplemen dipengaruhi berbagai faktor

    diantaranya membran dialisis yang digunakan, kontaminasi cairan dialisat oleh

    bakteri, waktu pengambilan sampel .

    7.2. SARAN

    1. Penggunaan membran dialisis Sintetik yang mempunyai sifat

    biokompatibilitas lebih baik, hendaknya dipertimbangkan untuk masa yang

    akan datang di unit hemodialisis RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.

    2. Pada penelitian lebih lanjut, pemeriksaan hs-CRPhendaknya dilakukan secara

    serial atau 24 jam setelah hemodialisis.

    3. Dipertimbangkan pemberian obat yang bisa menurunkan reaksi

    bioinkompatibilitas.

  • 7/26/2019 16507264

    59/63

    59

    DAFTAR PUSTAKA

    Abbas AK , 2005. Diseases of immunity. In : Kumar V, Abbas AK, Fausto N(eds) Robbins and Cotran pathologic Basis of Disease. 7 thedition. Elsevier

    Saunders: 193-268.

    Amaresan MS, 2005. Cardiovascular disease in chronic kidney disease. Indian J

    Nephrol, 15 : 1-7.

    Afonso V, Champy R, Mitrovic D, Collin P, Lomri A, 2007. Reactive Oxygen

    Species and Superoxide Dismutases : Role in Joint Diseases. Joint Bone

    Spine. Vol 74. PP: 324-9.

    Altindag O, Abdurrahim K, Celik N, Soran N, 2007. DNA damage and oxidativestress in patient with Osteoarthritis. A Pilot Study vol 22. PP: 60-3.

    Boure T and Vanholder R, 2004. Which dialyser membranes to choose. Nephrol

    Dial Transplant(2004) 19:editorial comments 293 Nephrol Dial Transplant

    vol 19 No 2

    Black S, Kushners I and Sanols D, 2004. C- reactive protein. The journal of

    biological chemistry vol. 279, No.47, issue of November 19. PP: 48487-90.

    Bodiou S, Cristol JP, Jaussent I, Terrier N, Morena M, Maurice F, 2008. Fine

    Tuning of the prediction of mortality in hemodialysis patients by use ofcytokine proteomic determination. J Am Soc Nephrol 10 : 1-8.

    Baratawidjaja KG, 2006. Komplemen. Dalam : Imunologi Dasar. Balai penerbit

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, edisi 7: 86-99.

    Cotran RS, 2005. Acute and Chronic Inflammation .In : Kumar V, Abbas AK,

    Fausto N(eds). Robbins and Cotran pathologic Basis of Disease.7 th

    edition.Elsevier Saunders: 47-86.

    Erten Y, Bali M, Pasaoglu H, Altok R, Arinsoy T, 2007. Inflammatory cytokine

    in hemodialysis patients and effect of hemodialysis treatment. Journal of

    thrombosis and haemostasis. Vol 5, suppl 1.

    Farrington K, Greenwood R, Ahmad S, 2003. Hemodialysis: Mechanisms,

    Outcome, and Adequacy. In (Johnson RJ, Feehally J, eds). Comprehensive

    Clinical Nephrology. 2nd Edition. Mosby Edinburgh London New york

    Oxford Philadelphia St Louis Sydney Toronto.pp : 975-98.

    Go AS, Glenn M, Chertow, Fan, Charles E, 2004. Chronic kidney disease and the

    risks of death, cardiovascular events, and hospitalization. N Engl J Med 351

    : 1296-1305.

  • 7/26/2019 16507264

    60/63

    60

    Guntur AH, 2001. Perbedaan respon imun yang berperan pada sepsis dan syok

    sepsis. Disertasi program Doktor pasca sarjana Universitas Airlangga

    Surabaya.

    Guntur AH, 2007. What factor explain the progression of inflammatory respon inpatients with sepsis. 3 rd National conggress of Indonesian society of

    intensive medicine.15-16 juni 2007, Hotel Borobudur, Jakarta.

    Honda H, Qureshi AR, Heimburger O, Barany P, Wong K, Pecoit-F, Stenvinkel,

    Lindholm B, 2006. Serum albumin, C-Reactive Protein, Interleukin 6 and

    fetuin A as predictors of malnutrition, cardiovascular disease and mortality

    in patients with ESRD. Am J Kidney Dis, 47(1): 139-4811.

    Kuby J, 2000. The Complement System. In : Goldsby, Kindt, Osborne (eds).

    Kuby Immunology. Fourth edition. W.H. Freeman and Company. New

    York. PP: 329-48.

    Kuby J, 2000. Leukocyte Migration And Inflammation. In : Goldsby, Kinddt,

    Osborne (eds). Kuby Immunology. Fourth edition. W.H. Freeman and

    Company. New York. PP: 371-86.

    K/DOQI, 2002. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease:

    evaluation, classification and stratification. Am J Kidney Int 64: 616-622.

    Koenig W, 2003. C- reactive protein and cardiovascular risk : an update on what

    is going on in cardiology. Neprhol Dial Transplant , 18 : 1039-1041.

    Kras niak, Drozdz M, Pasowicz N, Chimel G, Michalek M, Szumilak D, Padolec

    R, Klimeczek P, 2007. Factors involved in vascular calcification and

    atherosclerosis in maintenance haemodialysis patients. Nephrol Dial

    Transplant, 22 : 515-521.

    Koenig W, 2003. Update on C-reactive protein as a risk marker in cardiovascular

    disease. Kidney International, vol 63.suppl 84 : S58-S61.

    Korevaar JC, Jeannette G, Manen V, Dekker RD, Waart DR, Elisabeth W,

    Bouschoten, 2004. Effect of an increase in C-reactive protein level during a

    haemodialysis session on mortality. J Am Soc Nephrol 15 : 2916-2922.

    Masaki T, Gilson J, Jhon K, Leypoldt, Cheung AK, 1999. Effect of permeabillity

    on inducer of haemodialysis membrane biocompatibility. Nephrol Dial

    Transplant (1999) 14 : 1171-1181.

    Memoli B, Minutolo R, Bisesti V, 2002. Changes of serum albumin and C-

    reactive protein are related to changes of interleukin -6 release by peripheral

    blood mononuclear cells in hemodialysis patients treated with different

    membranes. Am J Kidney Dis 39: 266-273.

  • 7/26/2019 16507264

    61/63

    61

    Malaponte G, 2002. IL 1 TNF and IL 6 release from monocytes in

    haemodialysis patients in relation to dialytic age. Nephrol Dial Transplant,

    17 : 1964-1970.

    Massy, Ivanovski O, Khao TN, Angulo J, Szumilak D, Mothu N, Phon O,Doudon, Loucor B, 2005. Uremia accelerates both atherosclerosis and

    arteria calcification in Apolipoprotein E knock out mice. J Am Soc Nephrol

    16: 109-116.

    Meyer TW and Hostetter TH, 2007. Uremia. N Engl J Med 13: 357-360.

    Meyer G, 2007. Complement.Microbiology and Immunology online. Available

    online at http// www.pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/complement.htm.

    Nindl G, 2004. Hydrogen Peroxide- from oxidative stress to redox regulator. Vol

    1. PP: 23-6.

    Nolan C, 2005. Strategies for improving long-Term survival in patients with

    ESRD. J Am Soc Nephrol, 16:S120- S127.

    Pastan S and Balley J, 1998. Dialysis Theraphy. The New England Journal of

    Medicine, Volume 338 Number 20. 1428-37.

    Papagianni A, Kalavoulus M, Kirmizis D, Vainas A, Belechri AM, Alexo P,

    Memmos D, 2003. Carotid atherosclerosis is associated with inflammation

    and endothelial cell adhesion moleculer in chronic haemodialysis patients.

    Nephrol Dial Transplant, 18: 113-119.

    Pendse S, 2007. Initiation of Dialysis. In : Daugirdas JT, Blake, Peter G, Tootds

    SI (eds). Handbook of Dialysis. 4th edition. Lippincott William and Wilkins.

    PP : 15-21.

    Purwanto B, 2008. Properties of Bisoprolol in vascular and nefroprotective.

    Dalam; Kumpulan makalah pertemuan ilmiah tahunan III 2008 (PIT III

    PAPDI) cabang Surakarta, hal: 127-138.

    Purwanto B, Guntur H, Putranto W, Putranto DH, 2008. The Effects of

    hemodialysis on serum hsCRP and C3 levels between chronic kidney

    disease stage V with Nephropati diabetic stage V. World NephrologyCongres, 2008, Italia.

    Rahardjo P, Susalit E, Suhardjono, 2006. Hemodialisis.Dalam: Sudoyo AW,

    Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

    Dalam.Edisi 4 Jilid I. FK UI , hal: 590-592.

    Razeghi E, Omati H, Maziar S, Khashayar P, Mozdem M, 2008. Chronic

    inflammation increases risk in hemodialysis patients. Saudi Journal Of

    Kidney Diseases and Transplantation, volume 19, issue 5 : 785-789.

  • 7/26/2019 16507264

    62/63

    62

    Raka Widiana IG, 2008. Effect of polyethersulfone compared to cellulose

    diacetate dialyzer membrane on serum interleukin-6 and C-reactive protein

    level in hemodialysis.J Peny Dalam.volume 9 Nomor 2, mei 2008:97-108.

    Suhardjono, 1999. Pengaruh reaksi inflamasi sistemik pada pasien HD. KongresNasional VII dan Pertemuan Ilmiah Perhimpunan Nefrologi Indonesia,

    Semarang: 88-90.

    Schouten WE, Grooteman MP, Haute AJ, Schoorl M, Limbeek JM, Nube, 2000.

    Effect of dialyzer and dialysate on acute phase reaction in clinical

    bicarbonate dialysis. Nephrol Dial Transplant 15: 379-84.

    Santoro and Mancini, 2002. Cardiac effects of chronic inflammation in dialysis

    patients. Nephrol Dial Transplant vol 17 ( suppl 8) : 10-15.

    Sarnak MJ, Levey AS, Schoolworth AC, Coresh J, Curlton B, 2003. KidneyDisease as a risk factor for development of cardiovascular disease.

    Circulation, 108 : 2154-2169.

    Shishehbor MH and Bhatt DL, 2004. Inflammation and atherosclerosis. Current

    Atherosclerosis Reports 6: 131-139.

    Suhardjono, 2004. Hubungan inflamasi kronik, Polimorfisme Gen IL-6-174 Dan

    IL-10-1082 dengan sindrom inflamasi malnutrisi pada pasien hemodialisis.

    Ringkasan disertasi Doktor. Program studi Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia.Hal : 1-33.

    Skorecki K, Green J, Brenner BM, 2005. Chronic Renal Failure. In : Kasper,

    Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson (eds). Harrison,s Internal

    Medicine. 16 th edition Volume II. MC Graw-Hill Medical publishing

    Division New York. PP: 1653-67.

    Schulman G and Himmeforb J, 2005. Hemodialysis. In : Brenner BM, Levine

    SA(eds). The Kidney. Seventh edition. United States of America: Saundersan Imprint of Elsevier. PP: 2564-2614.

    Somasundaran P, 2006. Complement activation and Leucopenia. In : Brus LE,

    Chen JG, Deo N, Shall HE, Esumi K, Farinato RS, Forsilins W, Garth N,

    Krothovii JP, Lindmaan B, Mittal KL, Rhein L, Russell JN, Sigmud W,

    Wasch DT, Wingrang JA (eds). Encyclopedia Of Surface and Colloid

    Science. Second edition. CRC taylor & Francis group. Columbia University.

    PP: 3570-71.

    Sukandar E, 2006. Prosedur Tehnik hemodialisis. Dalam: Gagal ginjal dan

    panduan terapi dialisis. Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit

    Dalam FK.UNPAD, hal : 162-223.

    Suwitra K, 2006. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi

    I, Simadibrata M, Setiati S ( editor ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

    4 Jilid I Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 581-85.

  • 7/26/2019 16507264

    63/63

    Stinghen and Pecoits Filho, 2007. Cellular mechanisms behind the increased CV

    risk in dialysis patients. Center for health and biological science, pontificia

    universidade catolica do parana, curitiba pr, Brazil.

    Sukandar E, 2006. Gagal ginjal kronik dan terminal. Dalam: Nefrologi klinik.Edisi III. FK UNPAD, hal : 465-529.

    Suhardjono, 2007. Inflamasi dan infeksi subklinik pada penyakit ginjal kronik.

    Dalam : Naskah lengkap The 7 th Jakarta Nephrology & Hypertension

    Course and Simposium on Hypertension. Pernefri, Jakarta mei: 61-67.

    Suliman ME and Stenvikel P, 2008. Contribution of inflammation to vascular

    disease in chronic kidney disease patients. Saudi J kidney Dis Transplant, 19

    : 329-450.

    Tzanatos HA, Agrovanis B, Chondros C, Kapetanaki A, Soubasil M, Kopelios I,Fourtunos C, 2000. Cytokine release and serum Lippoprotein (a) alteration

    during hemodialysis, vol 24: 329-333.

    Tripepi, 2003. Inflammation and atherosclerosis in end-stage renal disease. Blood

    purification, 21: 29-36.

    Turrens J, 2003. Mitochondria formation of reactive oxygen species. The Journal

    physiological society. Vol 552. PP: 335-340

    Tarif, Yamani H, Bashsh AJ, Wakeel, Sulaimani F, Memmon N, Suwaida , 2008.

    Elektrocardiography and Serum Potassium before and after Hemodialysis

    Sessions. Saudi J Kidney Dis Transpl ; 19(1): 47-53.

    US Renal Data System, 2003. Excerpts from the USRDS 2002 Annual Data

    Report: Atlas of end stage renal disease in the United States. Am J Kidney

    Dis 4 ( suppl 2).

    Weiner DE et al, 2004. Kidney disease as a risk factor for recurrent cardiovascular

    disease and mortality. Am J Kidney Dis 44: 198-206.

    Zoccalli C, 2004. Novel cardiovascular risk factors in end stage renal disease. J

    Am Soc Nephrol 15 : S77-S80.