157154520 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

18
BAB I PENDAHULUAN Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sasaran yang mudah terkena infeksi cacing biasanya adalah masyarakat di daerah pedesaan atau perkotaan yang sangat padat dan kumuh. Cara infeksi cacing dapat melalui tertelannya telur yang matang pada air, makanan, atau tanah yang telah terkontaminasi, serta dapat pula larvanya menembus kulit. Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau dikenal pula dengan cacing gelang. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif, penyakit yang disebabkan cacing ini disebut askariasis. Penyebaran parasit ini di daerah tropis dengan tingkat kelembaban cukup tinggi. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar diantara Nematoda yang lain. Tingginya prevalensi askariasis di pengaruhi oleh pertumbuhan telur yang sesuai dengan lingkungan, tingginya jumlah telur yang diproduksi per parasit, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin yang memfasilitasi penyebarannya. Transmisi ini juga diperkuat oleh adanya kemungkinan bahwa orang yang terinfeksi bisa tanpa gejala. Variasi yang signifikan dalam intensitas infeksi terjadi di antara rumah tangga di masyarakat. Jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah sangat mempengaruhi terjadinya askariasis yang relatif menjadi infeksi berat pada manusia. Meskipun terjadi di semua usia, askariasis umumnya terjadi pada anak-anak. Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Kurangnya pemakaian jamban keluarga dapat menimbulkan pencemaran tanah, dengan tinja di sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah. Di negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Tanah 1

description

tara

Transcript of 157154520 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

    Indonesia. Sasaran yang mudah terkena infeksi cacing biasanya adalah masyarakat di

    daerah pedesaan atau perkotaan yang sangat padat dan kumuh. Cara infeksi cacing

    dapat melalui tertelannya telur yang matang pada air, makanan, atau tanah yang telah

    terkontaminasi, serta dapat pula larvanya menembus kulit.

    Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau

    dikenal pula dengan cacing gelang. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif,

    penyakit yang disebabkan cacing ini disebut askariasis. Penyebaran parasit ini di

    daerah tropis dengan tingkat kelembaban cukup tinggi. Cacing dewasa mempunyai

    ukuran paling besar diantara Nematoda yang lain.

    Tingginya prevalensi askariasis di pengaruhi oleh pertumbuhan telur yang

    sesuai dengan lingkungan, tingginya jumlah telur yang diproduksi per parasit, dan

    kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin yang memfasilitasi penyebarannya.

    Transmisi ini juga diperkuat oleh adanya kemungkinan bahwa orang yang terinfeksi

    bisa tanpa gejala.

    Variasi yang signifikan dalam intensitas infeksi terjadi di antara rumah tangga

    di masyarakat. Jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah sangat mempengaruhi

    terjadinya askariasis yang relatif menjadi infeksi berat pada manusia. Meskipun

    terjadi di semua usia, askariasis umumnya terjadi pada anak-anak.

    Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Kurangnya

    pemakaian jamban keluarga dapat menimbulkan pencemaran tanah, dengan tinja di

    sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan

    sampah. Di negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Tanah

    1

  • liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25-30C merupakan hal-hal

    yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk

    infektif.

    2

  • BAB IILAPORAN KASUS

    Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena badannya

    semakin kurus dan tidak nafsu makan sejak 2 bulan terakhir. Kadang- kadang ada

    gejala diare.

    Sejak 2 minggu yang lalu pasien batuk-batuk dan sesak nafas. Anak juga mengalami

    demam.

    Demam telah dirasakan hilang timbul sejak sekitar 2 minggu yang lalu, tetapi tetap

    tinggi selama 3 hari terakhir. Batuknya kering dan berbunyi. Keluarga pasien tinggal

    di daerah yang padat, kumuh dan tidak mempunyai jamban keluarga. Anak sering

    bermain di halaman tanpa memakai alas kaki dan tidak mencuci tangan sebelum

    makan.

    Pemeriksaan fisik:

    Kesadaran: compos mentis. Suhu 39C, kulit tidak ditemukan petechiae, motoric

    normal, mata dan THT tidak ada kelainan, jantung tidak ada kelainan. Pada auskultasi

    paru-paru didapatkan wheezing. RR 20/menit. Abdomen tampak membuncit, hepar

    dan lien tidak teraba.

    Laboratorium:

    Hb 10 g/dl, leukosit 4.500/uL, Ht 32%, LED 25 mm/jam. Trombosit 250.000/uL,

    hitung jenis leukosit: 0/15/4/25/40/6, tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi,

    parasit malaria tidak ditemukan.

    3

  • Urin: protein -, glukosa -, sedimen: leukosit 3-4/LPB, eritrosit 0/LPB, silinder -,

    bakteri -.

    Faeces: telur cacing ditemukan, leukosit -, eritrosit -, darah samar-.

    Widal: S. Tiphy O: negatif, S. Tiphy H: negatif, S. Paratiphy A/B/C: negatif.

    Rontgen thorax: tampak infiltrate pada seluruh lapangan paru kiri dan kanan.

    Hasil pemeriksaan sputum:

    a. Pewarnaan gram tidak ditemukan bakteri

    b. Pewarnaan tahan asam: BTA negatif

    c. Pemeriksaan KOH 10%: jamur negatif

    d. Pewarnaan wright/giemsa: eosinofillia

    4

  • BAB IIIPEMBAHASAN

    ANAMNESIS

    Status Pasien

    Nama : -

    Usia : 4 tahun

    Jenis kelamin : perempuan

    Alamat : -

    Keluhan Pasien

    Dari keluhan-keluhan pasien diatas kelompok kami mendapatkan beberapa

    hipotesis untuk kasus ini yaitu :

    1. Kecacingan

    Pada kecacingan, didapat gejala penurunan berat badan yang disebabkan oleh

    adanya malnutrisi dari zat-zat makanan tersebut seperti karbohidrat dan protein.

    Zat-zat tersebut di absorpsi oleh cacing sebagai nutrisi untuk tumbuh dan

    berkembang biak. Cacing juga dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus

    sehingga dapat terjadi malabsorpsi dan menyebabkan diare. Beberapa cacing

    mengalami siklus paru dan hal ini dapat menimbulkan gejala batuk dan sesak

    seperti yang dialami oleh pasien ini. Infeksi cacing juga dapat memicu respon

    imun yang nantinya menyebabkan demam. Didapatkan pula informasi bahwa

    tempat tinggal pasien yang kumuh dan kebiasaan pasien yang memungkinkan

    masuknya telur cacing ke dalam tubuh pasien.

    5

  • 2. TBC

    Pada infeksi Mycobacterium tuberculosis, didapatkan gejala demam yang cukup

    lama meskipun tidak terlalu tinggi. Terkadang serangan demam dapat hilang

    timbul. Juga ditemukan gejala seperti penurunan nafsu makan dan berat badan.

    Gejala batuk-batuk yang lama juga ditemukan, biasanya lebih dari tiga minggu

    dan kadang disertai darah.

    3. Amoebiasis

    Pada amoebiasis kolon akut, biasa ditemukan gejala klinis berupa nyeri perut

    dan diare, demam pada sepertiga penderita. Pasien terkadang tidak nafsu makan

    sehingga berat badannya dapat menurun.

    4. Neoplasma

    Pada neoplasma terjadi penurunan berat badan karena sebab yang tidak jelas.

    PEMERIKSAAN FISIK

    Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak didapatkan petechiae yang

    menandakan tidak adanya hemorhagie yang ada pada penyakit Demam Berdarah

    Dengue. Tidak ditemukan juga kelainan motoric, mata dan THT, jantung, kecepatan

    pernafasan, hepar dan lien. Namun pada pemeriksaan fisik ini didapatkan suhu 39C

    (febris) yang menandakan adanya reaksi inflamasi karena adanya reaksi imunologis

    didalam tubuh. Ditemukannya wheezing pada pemeriksaan auskultasi paru

    menandakan adanya bronkokonstriksi atau penyempitan lumen pernafasan. Abdomen

    tampak buncit menandakan adanya ascites yang disebabkan oleh penumpukan cairan

    pada jaringan ekstraselular di perut.

    6

  • PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Dilakukan lagi pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang

    untuk mendapatkan diagnose yang tepat pada pasien ini. Hasil pemeriksaan

    laboratorium adalah sebagai berikut :

    - Pemeriksaan Darah

    No. Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan1 Hb 12 14 g/dL 10 g/dL Anemia2 Leukosit 5000 10000 /uL 4500 /uL Leukopenia3 Ht 35 39 % 32 % Menurun4 LED 0 20 mm/jam 25 mm/jam Meningkat5 Trombosit 250.000 550.000 /mm3 250.000 /mm3 Normal6 Hitung Jenis 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8 (%) 0/15/4/25/40/6 Eosinofilia

    - Tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi

    - Parasit Malaria ( - )

    - Urin : protein ( - ), glukosa ( - ), sediment : leukosit 3 4 / LPB,

    eritrosit 0 / LPB, silinder ( - ), bakteri ( - )

    - Faeces : Telur cacing ditemukan, yaitu telur Ascaris Lumbricoides

    dimana terlihat telur matang (infektif) yang memiliki dua lapisan berisi

    larva dan pinggiran bergranular

    - Widal Test ( - )

    - Sputum : pewarnaan Giemsa/Wright : Eosinofilia

    - Ro Thorax : infiltrat pada seluruh lapangan paru kiri dan kanan

    Berdasarkan dari hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang yang

    didapat, terlihat adanya anemia, peningkatan eosinofil pada pemeriksaan hitung jenis

    dan ditemukannya telur cacing pada pemeriksaan mikroskopis tinja menandakan

    7

  • adanya infeksi cacing pada pasien ini yang pada hal ini ialah telur dari Ascaris

    lumbricoides. LED yang meningkat menandakan adanya infeksi kronis, pada hasil RO

    Thorax diduga terjadi sindroma Loeffler yaitu gejala paru disertai demam, batuk,

    eosinofil, serta infiltrat pada paru yang disebabkan oleh adanya larva ascaris

    lumbricoides di paru.

    DIAGNOSA

    Dari keluhan serta hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang

    didapatkan, kelompok kami menyimpulkan diagnose pada pasien ini adalah

    Ascariasis dengan Sindroma Loeffler karena pada anamnesis diketahui sanitasi

    lingkungan dan kebersihan diri pasien kurang baik yang meningkatkan kemungkinan

    terinfeksi oleh cacing di lingkungannya.

    PATOFISIOLOGI

    Kebanyakan cacing menghabiskan sebagian besar masa siklus hidup mereka

    didalam lumen organ visera seperti usus. Satu cara untuk mengatasi infeksi cacing

    adalah dengan mengkontraksikan usus serta mengendurkan cengkraman cacing di

    usus dan pada akhirnya mengeluarkan cacing tersebut. Efek-efek ini disebabkan oleh

    sel yang berdegranulasi. Sel yang dapat berdegranulasi antara lain adalah sel mast,

    basofil, serta eosinofil. Sel mast berperan menyerupai makrofag, karena sel mast

    secara konstan berada di jaringan mukosa. Eosinofil bersifat seperti neutrophil.

    Eosinofil tidak dapat ditemukan di jaringan normal dan hanya terdapat bila ada

    infestasi cacing. Sel mast teraktivasi saat komponen cacing berikatan pada toll like

    receptor pada permukaan sel mast. Saat teraktivasi, sel mast mengeluarkan substansi

    yang akan menempel pada permukaan patogen. Beberapa dari substansi tersebut,

    8

  • contohnya histamine dan enzim proteolitik, terbentuk di dalam sel mast sebelum sel

    mast teraktivasi dan disimpan dalam granulanya. Sedangkan prostaglandin dan

    leukotriene diproduksi lewat metabolism asam arakhidonat setelah sel mast

    diaktifkan.

    Histamine mengakibatkan kontraksi otot polos usus dan dilatasi pembuluh

    darah. Enzim proteolitik seperti triptase sel mast dapat mengaktifkan sistem

    komplemen seperti C3. Sitokin seperti IL-3 dan IL-8 mengaktifasi eosinofil dan

    sistem imun adaptif.

    Hasil metabolisme asam arakhidonat memiliki beberapa efek, yakni:

    Tromboxan mengaktifkan trombosit

    Leukotriene menyebabkan kontraksi usus dan bronkokonstriksi, sekresi

    mucus, vasodilatasi, dan kemotaksis eosinofil ke tempat infeksi

    Prostaglandin menyebabkan vasodilatasi, kontraksi usus dan

    bronkokonstriksi.

    Eosinofil mengeluarkan substansi mirip dengan substansi yang dikeluarkan

    oleh sel mast (kecuali histamine). Namun tambahannya, eosinofil juga mengeluarkan

    zat-zat beracun seperti :

    Peroxidase memproduksi hypocloric acid

    Basic Protein yang menyerang lapisan luar parasit

    Protein Katationik juga merusak lapisan luar cacing dan

    melumpuhkan sistem persarafan cacing

    Pada permulaan penyakit, telur ascaris tertelan melalui mulut

    dan melewati saluran cerna hingga mencapai lumen usus halus,

    kemudian Larva ascaris menembus dinding usus halus menuju

    pembuluh darah atau saluran limfe, dimana respon imun pertama

    9

  • akan terjadi ketika APC menangkap antigen larva tersebut dan

    mempresentasikannya kepada Th dan akan dihasilkan interleukin 2

    yang akan mengaktifkan Th sendiri sehingga sel Th berdifferensiasi

    menjadi sel Th2 yang akan mengeluarkan dua sitokin, yaitu IL-4 dan

    IL-5.

    IL-4 akan merangsang sel B untuk memproduksi antibody

    spesifik untuk cacing berupa IgE. Sedangkan IL-5 mengaktifkan

    eosinofil untuk berdegranulasi. IgE yang dihasilkan oleh IL-4

    nantinya akan menempel di sel mast dan terjadi degranulasi sel

    mast seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Begitu juga dengan

    menempelnya IgE lain di eosinofil dan merangsang eosinofil

    mengeluarkan substansi untuk membunuh antigen larva tersebut.

    Namun, larva yang berhasil lolos dapat menuju jantung dan paru,

    hingga ke laring. Sesampainya di paru, respon imun yang berperan

    disini adalah mukosa berupa sel dendritik dan makrofag yang

    menangkap larva dan memulai proses imun, peristiwa respon imun

    yang terjadi hampir sama dengan saat pertama kali. Respon imun,

    dimana pengeluaran histamin dari sel mast yang menimbulkan rasa

    gatal pada tenggorokan kemudian menimbulkan batuk, leukotrien

    dan prostalglandin akan menyebabkan bronkokonstriksi dari paru,

    sehingga akan menimbulkan suara wheezing.

    Eosinofil yang melawan dan membunuh larva akan

    memunculkan gambaran klinis berupa eosinofilia dan gambaran

    infiltrat yang kita kenal dengan Sindrom Looffler, ia juga akan

    memicu rasa gatal yaitu histamin akan memunculkan refleks batuk,

    10

  • yang dapat mengakibatkan tertelannya larva filariform sehingga

    dapat memasuki sistem gastrointestinal melalui esofagus.

    Sesampainya di usus, larva berkembang menjadi cacing

    dewasa. Manosa pada cacing dewasa tersebut akan dikenali sel

    mast dan menimbulkan respon imun yang sama seperti

    sebelumnya. Peningkatan metabolisme asam arakhidonat oleh

    degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos

    dan sekresi mucus di lumen usus sehingga dapat terjadi diare.

    Cacing dewasa ascaris juga menyebabkan malnutrisi dimana

    protein dan karbohidrat diabsorpsi oleh cacing untuk berkembang,

    termasuk albumin yang dibutuhkan untuk keseimbangan cairan.

    Dengan berkurangnya kadar albumin yang diabsorpsi, maka akan

    menurunkan tekanan onkoti di pembuluh darah dan menyebabkan

    tertariknya cairan di dalam pembuluh darah ke jaringan interstitial

    di abdomen, sehingga menyebabkan ascites pada pasien ini.

    Demam pada pasien ini disebabkan oleh efek prostaglandin

    yang dikeluarkan saat degranulasi sel mast, khususnya

    prostaglandin E2 yang merangsang kenaikan suhu di pusat suhu

    hipotalamus.

    PENATALAKSANAAN

    Medikamentosa

    Cacing ini sering kali berada dalam usus manusia bersama-sama cacing tambang.

    Namun, Ascaris lumbricoides sebaiknya dibasmi lebih dahulu baru kemudian cacing

    tambang. Obat-obat yang digunakan adalah:

    11

  • 1. Pirantel pamoat, obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 10

    mg/kgbb. Maksimum 1 gr. Efek samping obat ini adalah mul, mencret, pusing,

    ruam kulit dan demam.

    2. Levamisol, obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 150 mg.

    3. Albindazol, obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 400 mg.

    4. Mebendazol, , obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 100 mg 2 kali

    sehari selama 3 hari.

    Non medikamentosa

    Edukasi dengan meningkatkan kebersihan lingkungan berupa pembuatan MCK yang

    memadai, hindari berjalan tanpa memakai alas kaki dan cuci tangan sebelum makan.

    KOMPLIKASI

    Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergik

    yang berat dan pneumonitis dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.

    PROGNOSIS

    Ad vitam : Ad bonam

    Ad Sanasionam : Ad bonam

    Ad fungsionam : Ad bonam

    12

  • BAB IV

    TINJAUAN PUSTAKA

    Ascaris lumbricoides

    HOSPES DAN NAMA PENYAKIT

    Manusia merupakan satu satunya hospes Ascariasis lumbricoides. Nama penyakit

    yang disebabkannya disebut askariasis Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat

    besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus

    penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam

    usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan

    penyerapan makanan.

    MORFOLOGI

    Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa hidup di

    rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.00-200.000 butir

    sehari yang terdiri atas telur yang dibuahi maupun yang tidak dibuahi. Berikut tabel

    mengenai karakteristik Ascaris lumbricoides :

    13

  • 1.Ukuran cacing dewasa

    Jantan

    Betina

    Panjang : 15-30 cm ; lebar : 0,2-0,4 cm

    Panjang : 20-35 cm; lebar :0,3=0,6 cm2.Umur cacing 1-2 tahun3.Lokasi cacing dewasa Usus halus4.Ukuran telur Panjang: 60-70um ; lebar : 40-50um5.Juml;ah telur/cacing betina/hari 200.000 telur

    Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50

    mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini

    dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur

    cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai

    satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi

    oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul

    (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh zat

    kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Didalam rongga usus, telur

    memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi

    (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran

    88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan

    albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.

    SIKLUS HIDUP

    Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi

    bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3minggu . bentuk infekti tersebut bila

    tertelan manusia, akan menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus

    menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian

    mengikuti aliran darah ke paru. Larva diparu menembus dinding pembuluh darah, lalu

    14

  • dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus

    dan bronkus . dari trakea larva menuju faring. Penderita terbatuk karena rangsangan

    tersebut dan larva tertelan ke dalam esofagus , lalu menuju ke usus halus. Di usus

    halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur tertelan sampai cacing dewasa

    bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

    DISTRIBUSI GEOGRAFIK

    Parasit ini ditemukan kosmpolit. Survey yang dilakukan di beberapa tempat di

    Indonesia meunjukan bahwa prevalensi Ascaris lumbricoides masih cukup tinggi,

    sekitar 60-90%. Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu

    masuknya telur yang infektif kedalammulut bersama makanan atau minuman yang

    tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif

    15

  • bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran

    pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki

    aliran darah

    PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS

    Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan

    larva.

    Gangguan karena larva : terjadi pada siklus paru. Pada orang yang rentan

    terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang

    disertai batuk, demam , dan eosinofilia. Pada foto thorax tampak infiltrat yang

    menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loffler.

    Gangguan karena cacing dewasa : terjadi pada siklus usus. Penderita

    mengalami gangguan usus ringan , seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau

    konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga

    memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah

    dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi

    obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa bermigrasi ke appendix,

    saluran empedu, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga

    kadang-kadangperlu tindakan operatif.

    DIAGNOSIS

    Cara menengakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara

    langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu

    diagnosis dapat dibuat apabila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui hidung

    maupun mulut karena muntah atau lewat tinja.

    16

  • KOMPLIKASI

    Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti

    obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-

    organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat

    menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi

    berat dan gawat dalam beberapa keadaan seperti bila sejumlah besar cacing

    menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan

    gejala abdomen akut. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing

    kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus. Bila

    cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis

    supuratif dan abses multiple.

    Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan infeksi

    sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang

    besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi. Untuk menegakkan diagnosis

    pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur

    cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan

    empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.

    17

  • BAB VKESIMPULAN

    Pasien ini didiagnosa ascariasis dengan sindroma Loffler. Hal ini didasarkan

    kepada keluhan pasien dan hasil dari pemeriksaan fisik serta laboratorium yang

    menunjukkan adanya infeksi cacing. Dan dari hasil pemeriksaan tinja, ditemukan telur

    dari Ascaris lumbricoides.

    Faktor resiko yang diduga menjadi penyebab infeksi ascaris pada anak ini

    ialah lingkungan tempat tinggal yang kumuh serta gaya hidup dan kebiasaan anak ini

    yang sering bermain di tanah tanpa alas kaki dan tidak mencuci tangan sebelum

    makan. Keadaan lingkungan dimana tidak adanya jamban keluarga juga merupakan

    faktor resiko yang penting dalam infeksi cacing terhadap pasien ini.

    Daur hidup ascaris yang juga memiliki siklus paru dapat menimbulkan

    gangguan paru pada pasien ini, dimana ditemukan suara wheezing saat auskultasi

    paru. Begitu juga gejala paru seperti batuk dan sesak yang disebabkan oleh reaksi

    hipersensitivitas tubuh terhadap larva cacing yang ada di paru.

    Maka pada anak ini diberikan obat-obat anti cacing serta edukasi terhadap

    kebersihan lingkungan dan gaya hidupnya.

    18