138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

30
2 BAB II 2. PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA Penatalaksanaan skizofrenia merupakan suatu pendekatan multimodal oleh suatu tim multidisipliner, walaupun demikian psikofarmakoterapi tetap merupakan pengobatan utama pada skizofrenia. 1,3 Susunan tindakan penanganan skizofrenia hendaknya meliputi perawatan pasien, apakah rawat jalan atau rawat inap di rumah sakit, pemberian farmakoterapi, pelayanan psiko-edukasi, intervensi keluarga (pendidikan keluarga, konseling keluarga, pertemuan keluarga, supportif terus- menerus, dll), rehabilitasi, dan program pendidikan khusus. 1 2.1 Psikofarmakoterapi Medikasi antipsikotik diindikasikan untuk hampir semua episode psikosis akut dari skizofrenia. Terapi harus

Transcript of 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

Page 1: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

2

BAB II

2. PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

Penatalaksanaan skizofrenia merupakan suatu pendekatan multimodal oleh suatu

tim multidisipliner, walaupun demikian psikofarmakoterapi tetap merupakan

pengobatan utama pada skizofrenia. 1,3

Susunan tindakan penanganan skizofrenia hendaknya meliputi perawatan pasien,

apakah rawat jalan atau rawat inap di rumah sakit, pemberian farmakoterapi,

pelayanan psiko-edukasi, intervensi keluarga (pendidikan keluarga, konseling

keluarga, pertemuan keluarga, supportif terus-menerus, dll), rehabilitasi, dan

program pendidikan khusus. 1

2.1 Psikofarmakoterapi

Medikasi antipsikotik diindikasikan untuk hampir semua episode psikosis akut dari

skizofrenia. Terapi harus dimulai sesegera mungkin karena penderita skizofrenia

mempunyai resiko mencelakai diri sendiri (atau bunuh diri) dan orang disekitarnya.

1,2

Bila memungkinkan, sebelum pasien mulai mendapat medikasi antipsikotik

sebaiknya dilakukan pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental serta

pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,

glukosa darah, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid, skrining umum terhadap

Page 2: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

3

penyalahgunaan zat, tes kehamilan pada pasien wanita, tes sipilis dan HIV bila

relevan. Pemeriksaan EKG dilakukan bila dicurigai adanya penyakit jantung dan

pada semua pasien yang berumur lebih dari 40 tahun. Perlu dinilai adanya

gangguan pergerakan, khususnya yang disebabkan diskinesia tardif untuk pedoman

di dalam memilih obat antipsikotik.1,3

Pada kondisi gawat darurat dimana pasien tidak kooperatif untuk pemeriksaan,

medikasi antipsikotik dapat diberikan mendahului evaluasi medis. Obat antipsikotik

bersifat relatif aman sehingga umumnya medikasi antipsikotik dapat dimulai

sebelum hasil tes laboratorium diketahui, kecuali terapi dengan clozapine, dimana

pemberiannya hanya dimulai setelah pasien diketahui mempunyai hasil

pemeriksaan jumlah dan hitung lekosit yang normal. 1,6

2.1.1 Prinsip-prinsip Terapetik

Medikasi antipsikotik pada skizofrenia harus mengikuti prinsip-prinsip terapetik

sebagai berikut:1,3,5

Pastikan diagnosis, singkirkan kemungkinan gangguan mental organik dan

penyalahgunaan zat (keadaan intoksikasi atau lepas zat).

Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran (target symtoms) yang akan

diobati.

Suatu antipsikotik yang telah terbukti efektif dan dapat ditolelir dengan baik efek

sampingnya oleh pasien, harus dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Apabila

tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik umumnya berdasarkan

Page 3: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

4

pertimbangan efek samping obat karena pada dasarnya semua antipsikotik

mempunyai efek klinis yang sama pada dosis ekivalen.

Lama minimal percobaan suatu antipsikotik adalah 4 – 6 minggu pada dosis adekuat.

Bila tidak memberikan respons klinis, dapat diganti dengan antipsikotik lain

(sebaiknya dari golongan yang berbeda) sesuai dosis ekivalennya. Bila ditemukan

efek samping yang parah (misalnya distonia akut) yang mempengaruhi atau

mengurangi kepatuhan berobat pasien, pergantian obat dapat dipertimbangkan dalam

waktu kurang dari 4 minggu.

Pada umumnya jarang diindikasikan penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik

pada waktu bersamaan karena tidak terbukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis

antara 2 obat antipsikotik) dan meningkatkan potensiasi efek samping obat.

Harus dipertahankan dosis efektif serendah mungkin, yang diperlukan untuk

mengendalikan gejala selama episode psikotik.

Lakukan pemilihan obat antipsikotik berdasarkan pertimbangan: umur, kondisi medis

lain yang menyertai, kemungkinan interaksi obat, respons pemakaian obat

sebelumnya, profil efek samping obat, dan kesukaan/kesenangan pasien.

2.1.2 Fase-Fase Pengobatan

2.1.2.1 Fase Akut

Fase akut umumnya ditandai oleh simtom psikotik yang memerlukan penanganan

klinis segera. Fase akut skizofrenia dapat muncul sebagai episode pertama atau

suatu relaps/eksaserbasi akut dari episode-episode multiple. Tujuan pengobatan

Page 4: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

5

fase akut adalah untuk mengurangi/meredakan simtom-simtom akut dan

memperbaiki peran fungsional kehidupan pasien. Fase akut umumnya berlangsung

selama 4 – 8 minggu. 1,3,5

Kebanyakan simtom akut psikosis dapat diatasi dalam 1 – 2 hari sesudah dimulai

medikasi antipsikotik, dan mencapai respons maksimal dalam 6 minggu setelah

terapi dimulai (dari dosis awal sampai mencapai dosis optimal). Biasanya fase akut

dapat diatasi dengan dosis sedang obat antipsikotik tertentu, misalnya klorpromazin

600 – 1200 mg atau antipsikotik lain dengan dosis ekivalen. 1,5

Pada pemberian peroral, dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran,

umumnya untuk pasien dewasa diberikan klorpromazid 3 x 100 mg atau

antipsikotik lain dengan dosis ekivalennya. Dosis awal dapat dinaikan setiap 5 – 7

hari (2 – 3 hari bila ingin diperoleh respons yang cepat) sebesar 30 – 50% dosis

awal sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan simtom target

psikotik). Dosis ini kemudian dievaluasi setiap 2 minggu (bila perlu dinaikan

sebesar 30 – 50%) sampai mencapai dosis optimal (keadaan dimana semua simtom

target psikotik sudah dapat diatasi atau hanya memperlihatkan gejala minimal).

Dosis optimal ini dipertahankan minimal 6 bulan (fase stabilisasi). 1,5

Jika remisi simtom akut psikotik tidak tercapai dengan dosis adekuat suatu

antipsikotik tipikal dalam waktu 6 minggu, perlu dipertimbangkan penggantian

obat ke obat antipsikotik atipikal. Pada kebanyakan kasus, pasien yang kurang

berespons terhadap suatu antipsikotik tipikal biasanya juga kurang berespons

terhadap antipsikotik tipikal lainnya. 1,5

Page 5: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

6

Pada pasien non-kooperatif dengan simtom akut yang berat dan kecenderungan

melukai diri sediri atau orang lain disekitarnya (agitasi, hiperaktivitas psikomotor,

impulsif, menyerang, gaduh gelisah, destruktif dan lain-lain), dapat diberikan

neurelptisasi cepat. Neuroleptisasi cepat (Rapid Neuroleptization/Psikotolisis/

Digitalisasi) adalah pemberian dosis berulang suatu medikasi antipsikotik secara

intramuskular (IM) dalam waktu singkat (setiap 30 – 60 menit) sampai dicapai

sedasi yang jelas. 1,5

Cara umum tindakan neuroleptisasi cepat adalah dengan pemberian injeksi

haloperidol 5 – 10 mg per kali, dapat diulang tiap 30 – 60 menit samapi dicapai

sedasi yang jelas atau simtom akut psikotik dapat diatasi (pasien menjadi

tenang/tertidur), dengan dosis maksimal 100 mg dalam 24 jam. Perlu diingat bahwa

sebelum dilakukan pemberian dosis ulangan perlu dilakukan pemantauan vital sign.

Umumnya sebagian besar pasien sudah berespons sebelum mencapai dosis

kumulatif 50 mg. 3,6,7

Pilihan utama obat pada neuroleptisasi cepat adalah antipsikotik berpotensi tinggi

seperti haloperidol atau serenace, walaupun dapat menimbulkan efek samping

simtom ekstrapiramidal. Simtom ekstrapiramidal yang muncul cenderung mudah

diatasi dengan pemberian antikolinegik, misalnya difenhidramin 50 mg IM atau IV,

benzodiazepine (cogentin) 2 mg peroral atau IM, diazepam 5 – 10 mg

peroral/IV/IM. Pada pasien yang lebih tenang dan kooferatif, neuroleptisasi cepat

dengan pemberian IM dapat diganti dengan pemberian oral haloperidol 5 – 10 mg.

5,7

Page 6: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

7

Untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif dalam pengendalian perilaku,

neuroleptisasi cepat dapat dikombinasi dengan pemberian golongan benzodiazepin,

misalnya lorazepam (ativan) 2 mg IM atau diazepam 5 – 10 mg IM. Kombinasi ini

adalah aman dan bahkan lebih efektif dibanding dengan pemberian masing-masing

obat secara sendiri-sendiri. 5,6

2.1.2.2 Fase Stabilisasi

Pada umumnya terjadi setelah 4 – 12 minggu setelah fase akut dikontrol. Terdapat

perbaikan gejala positif dengan regimen antipsikotik tertentu (sudah mencapai dosis

optimal), pada pasien mungkin terdapat gejala bingung, kekacauan dan disfori. 1

Pada fase ini simtom akut sudah dapat dikendalikan tetapi pasien masih mempunyai

resiko relaps jika pengobatan dihentikan atau dosis obat diturunkan terlalu dini atau

pasien berhadapan dengan stres yang berlebihan. Tujuan pengobatan fase stabilisasi

adalah untuk memfasilitasi kelanjutan pengurangan simtom yang telah diperoleh

dari pengobatan fase akut, mencegah relaps, mempertinggi adaptasi pasien terhadap

kehidupan di masyarakat dan konsolidasi menuju remisi.

Pengobatan dengan jenis dan dosis optimal obat yang sama pada fase akut harus

dipertahankan minimal 6 bulan. Penurunan dosis dan penghentian obat yang terlalu

dini akan memicu terjadinya relaps dalam waktu relatif singkat, biasanya 1 bulan

setelah penghentian obat. 1,5

Setelah 6 bulan, dosis obat dapat diturunkan perlahan-lahan setiap 2 minggu

sebesar 30 – 50% sampai mencapai dosis pemeliharaan (dosis efektif terkecil yang

Page 7: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

8

mampu mencegah repals). Dengan mencapai dosis pemeliharaan, pasien memasuki

fase stabil. 5,6

Salah satu strategi menurunkan dosis yaitu dengan cara medikasi intermiten,

dimana antipsikotik hanya diberikan apabila pasien memerlukannya. Strategi ini

mengharuskan keluarga dan pasien mampu mengenali gejala dan tanda eksaserbasi

awal dari suatu relaps (misalnya ansietas, iritabilitas, gangguan tidur, tingkah laku

aneh, ide paranoid, gangguan persepsi). Bila hal ini dijumpai medikasi antipsikotik

harus mulai diberikan kembali untuk periode tertentu, biasanya 1 – 3 bulan.

Walaupun pendekatan ini dapat meningkatkan rehospitalisasi, pendekatan terapi ini

aman dan efektif untuk beberapa pasien. Banyak studi melaporkan bahwa terapi

intermiten kurang efektif dalam mengurangi kejadian relaps dibanding dengan

pemberian dosis pemeliharaan terus-menerus. 6

Strategi lain adalah dengan cara pemberian intermiten medikasi depot dalam dosis

yang sama dengan pemberian oral. Bila ditemukan gejala prodormal dini dari

kejadian relaps, dapat ditambahkan medikasi oral. Pendekatan ini merupakan

strategi efektif yang membuat terapi dengan dosis kecil menjadi lebih aman. 5

2.1.2.3 Fase Stabil/Fase Pemeliharaan

Pada fase ini sudah dicapai remisi relatif. Tujuan pengobatan fase stabil adalah

untuk meminimalkan resiko dan konsekuensi relaps serta mengoptimalkan peran

fungsional dan kualitas hidup pasien.5,6

Page 8: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

9

Pada fase stabil/pemeliharaan, diberi antipsikotik dengan dosis efektif terendah

yang dapat mencegah relaps (dosis pemeliharaan/maintenance dose). Dosis ini

dipertahankan selama 1 tahun sampai dengan sumur hidup tergantung episode

seangan skizofernia pasien, umunya dipertahankan 1 – 2 tahun untuk episode

pertama, 5 tahun untuk episode kedua, dan seumur hidup untuk episode ketiga atau

lebih. 1,3,5

Dalam medikasi, bila ditemukan pasien yang tidak mematuhi regimen antipsikotik

oral atau tidak efektif untuk medikasi oral dapat diberikan medikasi depot. Tersedia

dua macam preparat depot, yaitu haloperidol dekanoat (haldol dekanoat) 50 mg/ml

dan fluphenazine decanoat (modecate) 25 mg/ml, dapat diberikan setiap 2 – 4

minggu secara IM. Bila ditemukan gejala eksaserbasi awal pada pasien yang

mendapat medikasi depot, penggunaan medikasi depot diteruskan tetapi ditambah

dengan pemberian medikasi oral atau tambahkan suntikan kecil depot tambahan. 1,5,6

2.1.3 Obat Antipsikotik

Kepustakaan sekarang membagi obat antipsikotik menjadi antipsikotik tipikal

(antipsikotik konvensional/antipsikotik klasik) dan antipsikotik atipikal (novel

antipsychotics), dimana terdapat perbedaan mekanisme kerja dan profil efek

samping di antara kedua golongan tersebut. 1,5

Tabel di bawah ini memperlihatkan klasifikasi antipsikotik yang umum dipergunakan beserta dosis pemakaiannya. 5

Page 9: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

10

Antipsikotik Group Kimia Dose Anjuran (mg/hari p.o.)

Typical Chlorpromazine (Largactil) Thioridazine (Melleril) Trifluoperazine (Stelazine) Haloperidol (Serenace) Pimozide (Orap Forte)

Phenothiazine (aliphatic)Phenothiazine (piperidine)Phenothiazine (piperazine)ButyrophenoneDiphenilbutylpiperidine

150 – 600150 – 60010 – 155 – 152 – 4

Atypical Clozapine (Clozaril) Olazapine (Zyprexa) Quetiapine (Seroquel) Risperidone (Risperdal) Sulpiride (Dogmatil Forte)

DibenzodiazepineDibenzodiazepineDibenzothiazepineBenzisoxazoleBenzamide

25 – 10010 – 2050 – 400

2 – 6300 – 600

2.1.4 Mekanisme Kerja Antipsikotik

Antipsikotik tipikal mempunyai mekanisme kerja dengan memblokade dopamin

pada reseptor pascasinaptik di jalur limbik dan ekstrapiramidal otak. Blokade ini

dipikirkan memperantarai efikasi antipsikotik tipikal dalam kemampuan

mengurangi atau menghilangkan simtom positif psikotik.1,5

Efek terapetik antipsikotik atipikal dapat diterangkan dengan mekanisme kerja

sebagai berikut: 1) Blokade reseptor D2 pada jalur mesolimbik akan mengurangi

simptom positif; 2) Peningkatan pembebasan dopamin dan blokade reseptor 5 HT2A

pada jalur mesokortikal akan mengurangi simtom negatif; 3) Ikatan dengan reseptor

lain memberi kontribusi terhadap efikasi dalam pengobatan simtom kognitif, agresif

dan depresi; 4) Antagonisme 5 HT2A pada jalur nirostriatal akan mengurangi

simtom ekstrapiramidal dan diskinesia tardif; 5) Antagonisme 5 HT2A pada jalur

tubulo infundibular akan mengurangi hiperprolaktinemia.1,8

Page 10: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

11

2.1.5 Efek Samping Antipsikotik

Efek samping obat antipsikotik tipikal dapat berupa: Blokade reseptor dopamin-2

(D2) pada jalur nigrostriatal menyebabkan simtom ekstrapiramidal, misalnya

distonia akut, akatisia, sindroma Parkinson (bradikinesia, rigiditas, resting tremor)

dan diskinesia tardif; Blokade reseptordopamin-2 (D2) pada jalur

tuberoinfundibular menyebabkan hiperprolaktinemia dengan manifestasi

galaktorea, ginekomastia, amenorea, impotensi, infertilitas dan kemungkinan

percepatan osteoporosis; Blokade reseptor 1 menyebabkan hipotensi ortostatik,

sedasi, dizziness, inhibisi ejakulasi dan takikardia refleks; Blokade reseptor

muskarinik/kolinergik (M1) menyebabkan mulut kering, pandangan kabur (blurred

vision), konstipasi, retensi urin, sedasi, hidung tersumbat, ejakulasi tertunda atau

retrograde, disfungsi memori, delirium, sinus takikardia dan kurang berkeringat;

Efek terhadap kardiovaskuler, misalnya perubahan EKG (pelebaran kompleks QRS,

perpanjangan interval QT), takikardia, aritmia dan miokarditis; Efek terhadap hati,

misalnya gangguan ringan terhadap tes fungsi hati dan joundice kolestatik; Efek

hematologis dapat bervariasi dari lekopeni sampai agranulositosis; Menurunkan

ambang kejang; Sindroma neuroleptika maligna, yaitu suatu reaksi idiosinkrasi

yang jarang, dengan karakteristik berupa hipertermia, rigiditas otot, iritabilitas

otonomik, perubahan tingkat kesadaran, peningkatan kadar kreatinin dan

fosfokinase serum; bersifat fatal pada 20% kasus. 1,3,5

Efek samping antipsikotik atipikal berbeda-beda tergantung dari jenisnya, seperti

sebagai berikut: Clozapine: Sedasi, hipersalivasi, efek antikolinergik, kenaikan

berat badan, hipotensi posturnal. Efek yang serius: Agranulositosis, lowered sizure

Page 11: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

12

threshold; Olazapine: Kenaikan berat badan, sedasi, pening, efek antikolinergik;

Quetiapine: Somnolen, pening, konstipasi, hipotensi posturnal, mulut kering;

Risperidol: Insomnia, ansietas, agitasi; Amisulpride: Insomnia, ansietas, agitasi.1,9

2.1.6 Kontra Indikasi Antipsikotik

Riwayat alergi yang serius terhadap antipsikotik.

Pada pasien yang mengkonsumsi zat yang akan berinteraksi dengan antipsikotik

sehingga menyebabkan depresi susunan saraf pusat (SSP) (misalnya alkohol, opioid,

barbiturat, benzodiazepin) atau delirium antikolinergik (misalnya skopolamin dan

kemungkinan fensiklidin/PCP).

Resiko tinggi timbulnya kejang akibat organik atau idiopatik, misalnya epilepsi

(antipsikotik berpotensi menurunkan ambang kejang).

Glaukoma sudut sempit (pada penggunaan antipsikotik yang mempunyai efek

kolinergik yang bermakna).

Penyakit hati (antipsikotik bersifat hepatotoksik).

Penyakit darah (antipsikotik bersifat hematotoksik); klozapin dikontra- indikasikan

pada pasien yang mempunyai riwayat netropeni atau agranulositosis yang diinduksi

obat dan penyakit mieloproliferatif).

Kelainan jantung (antipsikotik bersifat menghambat irama jantung).

Demam tinggi (antipsikotik bersifat mempengaruhi termolegulator di SSP).

Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak, dan lain-lain). 5,8,9

Page 12: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

13

2.1.7 Interaksi Obat

Antipsikotik + antipsikotik lain = potensiasi efek samping obat dan tidak ada bukti

lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikotik).

Antipsikotik + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-

hati pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).

Antipsikotik + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan

gejala agitasi dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).

Antipsikotik + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat antipsikotik pada pagi hari

sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas

yang tinggi.

Antipsikotik + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan

kejang meningkat. Oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-

related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat antipsikotik

Haloperidol.

Antipsikotik + antasida = efektivitas antipsikotik menurun disebabkan gangguan

absorpsi. 5

2.1.8 Pemilihan Obat Antipsikotik

Pada dasarnya semua obat antipsikotik mempunyai efek primer (efek klinis) yang

sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping:

sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Onset efek sekunder (sekitar 2 – 6 jam) bisa

mendahului onset efek primer (sekitar 2 – 4 minggu). 5

Page 13: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

14

Tabel di bawah ini memperlihatkan beberapa obat antipsikotik dengan efek sekundernya/efek sampingnya: 5

Antipsikotik Gg-Eq Dosis (mg/h) Sedasi OtonomikEks.

PiramidalChlorpromazineThioridazinePerphenazineTrifluoperazineFluphenazineHaloperidolPimozideClozapine

1001008552225

150 – 1600100 – 900

8 – 485 – 605 – 602 – 1002 – 6

25 – 200

++++++

++

++++

++++

++++++

++++++

+++

+++++++++

++++++–

Antipsikotik Gg-Eq Dosis (mg/h) Sedasi OtonomikEks.

PiramidalLevomepromazineSulpirideRisperidoneQuetiapineOlazapine

252002

10010

50 – 300200 – 1600

2 – 950 – 40010 – 20

++++++++

++++++

+++++

Sebelum melakukan terapi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan

obat antipsikotik antara lain:

Gejala psikosis yang dominan, apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan

diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham,

halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien skizofrenia, pilihan

obat antipsikotik atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada pasien

skizofrenia yang tidak dapat mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau

mempunyai resiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal. 1,5

Profil efek samping, misalnya pada contoh sebagai berikut: chlorpromazine dan

thioridazine yang efek samping sedatif kuat terutama digunakan terhadap Sindrom

Psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan

pikiran, perasaan, dan perilaku. Sedangkan trifluoperazine, fluphenazine, dan

Page 14: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

15

haloperidol yang efek samping sedatif lemah digunakan terhadap Sindrom Psikosa

dengan gejala dominan apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan

inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi. Tapi obat terakhir ini paling mudah

menyebabkan timbulnya gejala ekstrapiramidal, pada pasien yang rentan terhadap

efek samping tersebut perlu digantikan dengan thioridazine (dosis ekivalen) dimana

efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai timbul

“tardive dyskinesia” obat antipsikotik yang tanpa efek samping ekstrapiramidal

adalah clozapine. 1,5

Respons pengobatan terdahulu, apabila dalam riwayat penggunaan obat

antipsikotik sebelumnya, jenis obat antipsikotik tertentu yang sudah terbukti efektif

dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk

pemakaian sekarang. 1,5

Kesukaan atau kecocokan pasien terhadap antipsikotik tertentu berdasarkan

pengalaman terdahulu. 5

Cara atau rute pemberian, pada kebanyakan kondisi, pasien mendapat terapi

dengan obat antipsikotik oral. Kebanyakan obat antipsikotik mempunyai waktu

paruh panjang yang memungkinkan pemberian dosis sehari. Pada keadaan dimana

pasien menolak makan obat atau diperlukan onset yang sangat cepat, dapat

diberikan obat bermasa kerja pendek secara intra muscular (IM). Pemberian

antipsikotik secara IM menghasilkan kadar puncak plasma dalam 30 menit dan

efek klinis dihasilkan dalam 15 – 30 menit. Pemberian antipsikotik secara oral

menghasilkan kadar puncak plasma dalam waktu 1 – 4 jam. Dosis antipsikotik

untuk pemberian IM adalah kira-kira ½ dosis yang diberikan secara oral. 5,8

Page 15: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

16

2.1.9 Manajemen Efek Samping Antipsikotik

Pengobatan skizofrenia dengan antipsikotik sering menimbulkan efek samping,

yang sering merupakan alasan ketidakpatuhan berobat pasien.6 Berikut adalah

beberapa efek samping antipsikotik

Efek samping ekstrapiramidal/sindrom parkinson, dapat diatasi dengan

pemberian obat antiparkinson, seperti trihexyphenidyl (artane) 3 – 4 x 2 mg/hari,

sulfas atropin 0,50 – 0,75 mg IM. Apabila sindrom parkinson sudah terkendali

diusahakan penurunan dosis secara bertahap. Untuk mentukan apakah masih

dibutuhkan penggunaan obat antiparkinson. Secara umum dianjurkan penggunaan

antiparkinson tidak lebih dari 3 bulan (resiko timbul “atropine toxic syndrome”).

Pemberian profilaksis antiparkinson tidak dianjurkan, karena dapat mempengaruhi

penyerapan/absorpsi obat antipsikotik sehingga kadarnya dalam plasma rendah, dan

dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk

penyesuaian dosis obat antipsikotik agar tercapai dosis efektif. 5

Akatisia, biasanya sukar diatasi khususnya pada fase kronis. Tindakannya,

turunkan dosis antipsikotik dan berikan antiparkinson atau beta bloker ( propanolol

30 – 90 mg/hari) dan benzodiazepin (diazepam 2 mg tiga kali sehari). 1

Distonia, dapat diatasi dengan antikolinergik atau antihistamin, seperti benztopine

mestylate 2 mg IM atau peroral atau diphenhydramine 50 mg IV. 1

Page 16: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

17

Diskinesia tardif, tidak ada pengobatan yang spesifik. Penanganannya dengan

menurunkan dosis antipsikotik atau jangan berikan obat tersebut dan ganti dengan

klozapine. Selain itu berikan vitamin E 400 – 1200 mg. 1,5

Hipotensi ortostatik, berikan injeksi noradrenalin secara IM. Hipotensi ortostatik

seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun setelah mendapat suntikan

antipsikotik dan dibiarkan tidur sekitar 5 – 10 menit. 5

Sinrom Neuroleptik Malignan (SNM), merupakan kondisi yang mengancam

kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi obat antipsikotik. Penanganannya, hentikan

segera pemberian antipsikotik, perawatan suportif, berikan dopamine agonist

(bromokriptin 7,5 – 60 mg/hari dibagi dalam 3 dosis, L-dopa 2 x 100 mg/hari, atau

amantadin 200 mg/hari.5

2.2Terapi Elektro-Konvuls

Dewasa ini terapi renjatan listrik (ECT, electroconvulsive therapy atau TEK, terapi

elektro-konvulsi) masih banyak digunakan dalam psikiatri, terutama untuk

mengatasi gangguan psikotik berat dengan kecenderungan bunuh diri atau

mencelakai orang lain.

Biasanya TEK lebih cepat menghilangkan gejala psikotik hebat daripada obat.8

TEK baik hasilnya pada jenis gaduh gelisah katatonik dan stupor katatonik.

Terhadap jenis paranoid hasilnya kurang baik dan yang paling kurang baik ialah

terhadap skizofrenia simplex dan hebefrenik; bila hanya gejala hanya ringan lantas

diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih besar.3

Page 17: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

18

Frekwensi dan jumlah dilakukan TEK tergantung pada keadaan penderita, TEK

dapat diberikan: secara “block”, 2 – 4 hari berturut-turut 1 – 2 kali sehari; 2 – 3 kali

seminggu; TEK “maintenance”, sekali setiap 2 – 4 minggu. TEK dihentikan setelah

pasien menunjukan perbaikan yang jelas dan dilanjutkan dengan psikofarmaka.3

2.3 Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan,

bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita dengan

skizofrenia karena justru dapat menambah isolasi dan otisme. Yang dapat

membantu penderita ialah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta

bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan penderita ke

masyarakat. 3

Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,

perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi, karena bila

ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk

mengadakan permainan atas latihan bersama. Pemikiran atau falsafah atau kesenian

bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan

sebab dapat menambah otisme. Bila dilakukan juga harus ada pemimpin dan ada

tujuan yang lebih dulu sudah ditentukan. 3

Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin diatur sedemikian rupa

sehingga ia tidak mengalami stres terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia

Page 18: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

19

dikembalikan ke pekerjaan sebelum sakit, dan itu tergantung pada kesembuhannya

apakah tanggungjawabnya dalam pekerjaannya itu akan penuh atau tidak. 3

2.4 Lobotomi Prefrontal

Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita

sangat mengganggu lingkungannya. 3

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan jiwa berat-skizofrenia-yang ditandai dengan ketidakmampuan pasien

mengintegrasikan tiga fungsi mental pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Bila tidak

mendapat pengobatan yang tepat atau adekuat dan terlalu cepat berhenti, besar

kemungkinan akan kambuh dan menjadi menahun. Jika terapi dilakukan sedini

mungkin, maka prognosisnya akan lebih baik.

Page 19: 138325619-Penatalaksanaan-Skizofrenia

20

Pengobatan skizofrenia bersifat multidimensional, terdiri dari terapi somatik

(psikofarmaka dan ECT) dan terapi psikososial (psikoterapi individual, terapi

perilaku, terapi berorientasi keluarga dan terapi kelompok). Pada terapi

psikofarmaka, psikofarmaka utama yang dipergunakan adalah antipsikotik, baik

yang bersifat tipikal maupun atipikal. Pengobatan skizofrenia terdiri dari 3 fase, yaitu

fase akut, fase stabilisasi dan fase stabil. Pengobatan fase akut berlangsung selama

minimal 6 minggu, fase stabilisasi pengobatannya harus dipertahankan selama

minimal 6 bulan untuk mencegah terjadinya relaps, dan pengobatan fase stabil

dipertahankan minimal 1 tahun sampai seumur hidup tergantung pada episode

skizofrenia pasien.

Pemberian dosis obat pada terapi skizofrenia dilakukan penaikan dosis secara

perlahan sampai mencapai dosis efektif pada fase akut dan dosis optimal pada fase

stabilisasi, yang kemudian di turunkan secara perlahan sampai mencapai dosis efektif

terkecil pada fase stabil. Pengobatan pada fase stabil dan stabilisasi dapat berbentuk

medikasi oral atau depot.