13 ALASAN KENAPA KITA PERLU MEMAHAMI DAN BERBICARA TTG SKIZOFRENIA SEBAGAI SEBUAH GANGGUAN/PENYAKITBagus Utomoutomo.bagus@gmail.comwww.peduliskizofrenia.org

1. Karena fakta ilmiahnya, menurut hipotesis yg berkembang saat ini memang ada faktor biologis yang menjadi penyebabnya. Yaitu gangguan di neurotransmitter di otak.

2. Dari sisi politik kesehatan, dengan adanya fakta bahwa ini adalah penyakit, maka bisa dianggarkan biaya untuk penanganannya. Banyak keluarga yg bisa ditolong. Obat dan perawatan bisa ditanggung BPJS. Perawatannya dilakukan di RS yg diatur dengan standar layanan yg baik dan ketat. bukan di panti-panti liar, pesantren-pesantren atau penampungan "orang gila". Atau dukun-dukun yg nggak bertanggungjawab. (yang baik dan mau merujuk ke dokter juga ada sih). Di tempat seperti ini keluarga lah yg harus nanggung biayanya sehingga bisa memiskinkan keluarga.

3. Dengan diterimanya fakta bahwa ini adalah penyakit, akan bisa diperjuangkan perubahan berbagai peraturan agar asuransi dapat menanggung masalah kesehatan jiwa. Perusahaan atau pemberi kerja harus memberi peluang pekerjaan dan nggak boleh diskriminatif dll4. Dapat dilakukan riset lebih lanjut untuk mencari solusinya secara terus menerus. Karena didukung metode yg sahih dan empirik. Kita bisa terlibat dalam pencarian jawaban dengan berpartisipasi dalam penelitian ilmiah.

5. Dapat dibuktikan bahwa gangguan jiwa yg berat dan melibatkan kondisi kerusakan otak yang serius dapat mengakibatkan disabilitas. Sehingga perlu dianggarkan biaya rehabilitasi psikososial dan jaminan sosial baik buat pasien maupun keluarganya oleh kementerian sosial dan lembaga pemerintahan terkait. Kalo gangguan jiwa berat dipandang sebagai masalah spiritual dan keimanan, nanti tidak bisa dilakukan intervensi apapun selain cuma berdoa, dzikir, pengusiran setan/jin dll.

6. Karena ini penyakit, tidak perlu ada yang saling menyalahkan dan disalahkan. Gangguan jiwa bukan karena si pasien manja atau ortu memanjakan. Bukan karena pola asuh yang buruk. Bukan karena salah orang lain menyantet. Bukan karena dosa bawaan nenek moyang kita yang karmanya kita yang menerima dll. Gangguan jiwa sungguh-sungguh kondisi penyakit yang bisa dialamai siapapun, sama seperti penyakit fisik lainnya. Dan disebabkan oleh multifaktor yang sangat kompleks. Kita hanya perlu menghadapi dan membuat manajemennya agar resiko yang kita alami sedikit. Ketika sudah ada masalah, kita hanya perlu manajemen resiko. Bila itu sudah dilakukan, recovery atau pemulihan kita harapkan akan datang kemudian. Penanganan sedini mungkin jadi lebih mudah dilakukan, dan fase penyangkalan semakin singkat. Keluarga dan pasien lebih mudah ikhlas menerima bahwa ini memang sekedar kondisi gangguan yang perlu ditangani.

7. Membangun sikap positif yang memberdayakan. Kita jadi terbiasa tidak menyalahkan keadaan, tidak menyalahkan orang lain, tidak menyalahkan Tuhan atas kemalangan atau kesulitan hidup yang kita alami. Kita sadar bahwa kita punya kemampuan untuk mengelola dan memecahkan masalah atau mengikhlaskan masalah bila emang sulit dipecahkan.

8. Karena ini sebuah gangguan/penyakit, maka kondisi ini bukanlah mitos yang magis yang tidak terpecahkan. Semakin lama kita sadar bahwa skizofrenia, bipolar, depresi bukan sesuatu yang sensitif dan tabu/aib. Ini sungguh-sungguh sesuatu yang kita bisa pelajari dan bahas secara terbuka dan transparan. Dengan riset yang terus menerus. Dengan keberanian pasien dan keluarganya memberi kesaksian/testimoni terbuka pada publik, maka mitos-mitos tentang gangguan jiwa bisa terungkap. Stigma semakin lama makin terhapus. Yang makin terlihat adalah potensi, karya-karya, dan prestasi orang dengan gangguan jiwa di tengah masyarakat

9. Karena penanganannya adalah di RS atau layanan rehabilitatif yang dikelola atau diatur oleh pemerintah, maka baik pasien, keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat umum dapat terjaga hak-haknya. Kalo ada malpraktek bisa diajukan tuntutan hukum. Bila ada obat yg memberi efek samping merugikan pasien, bisa dituntut pabrik obatnya dan ditarik dari peredaran.

10. Sebagai pembayar pajak, kita bisa yakinkan bahwa dana pajak yg diambil dari masyarakat digunakan oleh pemerintah untuk memberi layanan kesehatan yang terbukti efektifitasnya secara ilmiah. Setiap sen uang pajak tidak boleh digunakan untuk terapi yang nggak jelas. Dengan demikian kita telah mencerdaskan masyarakat sebagai konsumen kesehatan jiwa, Karena jadi bisa memilih layanan kesehatan dan terapi yang sungguh-sungguh terbukti efektif dan efisien dalam menangani masalah kesehatan jiwa yang dialami. Yang terbukti manfaatnya melalui pembuktian empirik lewat riset dan uji klinis. Bukan cuma berdasarkan kabar angin, katanya, konon dan lain-lain.

11. Karena kita tau bahwa ini adalah kondisi penyakit, maka masyarakat dapat mengenali orang2 yang sedang dalam gangguan halusinasi dan waham. Bukannya malah dianggep orang sakti dan malah jadi pengikutnya. Atau nggak dianggep membuat aliran sesat, menistakan agama dan dikeroyok rame-rame. Segera rujuk ke layanan kesehatan terdekat.

12. Konsep masalah kesehatan jiwa sebagai disorder/penyakit tidak menghalangi kita sebagai konsumen kesehatan jiwa untuk memaknainya sebagai perjalanan spiritual dalam mencari arti hidup dan jati diri. Justru dengan kembalinya fungsi kognitif, kita dapat berfikir logis dan memaknainya lebih baik.

13. Beban kita jadi ringan karena kita bisa berbagi nperan dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa. Untuk riset biar dilakukan peneliti, untuk perawatan bisa dilakukan oleh psikolog, psikiater, perawat jiwa dkk, di rumah peran kita sebagai keluarga, merawat diri sendiri dan memaknai perngalaman kejiwaan jadi peran pribadi ODS, menghubungkan sumberdaya di komunitas bisa dibantu pekerja sosial profesional dan seterusnya.

TERIMA KASIH+62 21 851 4389

info.kpsi@gmail.com

Jl. Limo No. 26 A, RT 005/02, Balimester, Jatinegara, Jakarta Timur (di belakang Holland Bakery Kampung Melayu)