12

24
TINJAUAN PUSTAKA Laringomalasia Gusna Ridha Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Kasus Seorang ibu membawa bayi laki laki usia 1 minggu ke klinik THT. Ibu mengeluh sejak lahir bayinya sesak pada posisi terlentang dan membaik pada posisi miring. Tidak ada demam. Tidak ada batuk pilek. Suara bayi agak lemah kadang tidak ada. Pendahuluan Kelainan laring dapat berupa kelainan kongenital, peradangan, tumor lesi jinak serta kelumpuhan pita suara. Kelainan kongenital dapat berupa laringomalasi, stenosis subglotik, selaput di laring, kista kongenital, hemangioma dan 1

description

tht

Transcript of 12

Page 1: 12

TINJAUAN PUSTAKA

Laringomalasia

Gusna Ridha

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

[email protected]

Kasus

Seorang ibu membawa bayi laki laki usia 1 minggu ke klinik THT. Ibu mengeluh sejak

lahir bayinya sesak pada posisi terlentang dan membaik pada posisi miring. Tidak ada demam.

Tidak ada batuk pilek. Suara bayi agak lemah kadang tidak ada.

Pendahuluan

Kelainan laring dapat berupa kelainan kongenital, peradangan, tumor lesi jinak serta

kelumpuhan pita suara. Kelainan kongenital dapat berupa laringomalasi, stenosis subglotik,

selaput di laring, kista kongenital, hemangioma dan fistel laringotrakea-esofagus. Pada bayi

dengan kelainan kongenital laring dapat menyebabkan gejala sumbatan jalan napas, suara tangis

melemah sampai tidak ada sama sekali, serta kadang-kadang terdapat juga disfagia.

Laringomalasia merupakan penyebab tersering dari kelainan laring kongenital, berupa

stridor inspirator kronik pada anak. Menurut beberapa laporan, jumlahnya mencapai lebih dari

75% dari semua kelainan laring pada infant. Istilah laringomalasia pertama kali digunakan oleh

Jackson pada tahun 1942 untuk menggambarkan keadaan kolaps pada struktur supraglotik

1

Page 2: 12

selama inspirasi. Bayi dengan laringomalasia biasanya tidak memiliki kelainan pernapasan pada

saat baru dilahirkan. Stridor inspiratoris biasanya baru tampak beberapa hari atau minggu dan

awalnya ringan, tapi semakin lama menjadi lebih jelas dan mencapai puncaknya pada usia 6 – 9

bulan. Perbaikan spontan kemudian terjadi dan gejala-gejala biasanya hilang sepenuhnya pada

usia 18 bulan atau dua tahun. Stridor tidak terus-menerus ada, namun lebih bersifat intermiten

dan memiliki intensitas yang bervariasi.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian

pemeriksaan pasien, baik secara langsung atau tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah

mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud

adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang

tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal.

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan fakta tentang keadaan penyakit pasien, berikut

dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara dapat dilakukan dengan pasien

sendiri yang disebut auto-anamnesis tetapi dapat juga dilakukan dengan menanyai keluarga atau

yang menemani pasien misal pada anak-anak atau bila pasien dalam keadaan gawat dan disebut

allo-anamnesis.

Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang

tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal yang harus

diperhatikan.Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa

kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit

sudah dapat ditegakkan.1

Beberapa komponen riwayat kesehatan:

Identifikasi data

Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan. Sumber riwayat biasanya

pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman, surat rujukan.

Keluhan utama

2

Page 3: 12

Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari

perawatan atau rekam medis.

Penyakit saat ini

Menjelaskan keluhan utama, bagaimana perkembangan setiap gejala, waktu terjadinya

gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala muncul),

kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi,

atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya gejala), faktor yang meredakan atau

memperburuk gejala tersebut.1

Dari anamnesis dapat ditemukan:

1. Riwayat stridor inspiratoris diketahui mulai 2 bulan awal kehidupan. Suara biasa

muncul pada minggu 4-6 awal.

2. Stridor berupa tipe inspiratoris dan terdengar seperti kongesti nasal, yang

biasanya membingungkan. Namun demikian stridornya persisten dan tidak

terdapat sekret nasal.

3. Stridor bertambah jika bayi dalam posisi terlentang, ketika menangis, ketika

terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, dan pada beberapa kasus, selama dan

setelah makan. Selain itu juga stidor ini juga dapat di cetuskan saat berteriak atau

menangis.

4. Tangisan bayi biasanya normal.Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika diberi

makanan, namun bayi kadang tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada

refluks pada bayi.

Riwayat kesehatan masa lalu

Tanyakan riwayat kesehatan sedikitnya mencakup empat kategori berikut: medis,

pembedahan, obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk praktik mempertahankan

kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya hidup, dan keamanan rumah.

Riwayat keluarga

Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan, usia dan penyebab kematian,

apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek. Dokumen yang

menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga.1

3

Page 4: 12

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan teknik pemeriksaan fisik untuk mendapatkan

tanda-tanda penyakit yang diderita pasien. Pemeriksaan fisik sudah dapat dinilai, mulai dari saat

pasien masuk ke ruang praktek, melihat bentuk tubuh, cara berjalan, cara bergerak dan keadaan

umum. Sekilas sudah tampak sakit ringan, sedang ataupun berat. Akan terlihat juga kesadaran

dan keadaan gizi.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:

Pada pemeriksaan bayi dapat berinteraksi secara wajar.

Dapat terlihat takipneu ringan.

Tanda-tanda vital normal, saturasi oksigen juga normal.

Biasanya terdengar aliran udara nasal, suara ini meningkat jika posisi bayi

terlentang dan berkurang jika bayi dalam posisi terkelungkup.

Tangisan bayi biasanya normal, penting untuk mendengar tangisan bayi selama

pemeriksaan.

Stridor murni berupa inspiratoris atau dapat juga pada saat ekspirasi. Suara

terdengar lebih jelas di sekitar angulus sternalis.1

Pemeriksaan Penunjang

Flexible Laryngoscopy

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan terbaik untuk konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan ini

melibatkan penempatan tabung berlampu melalui hidung atau mulut untuk melihat laring.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi tegak melalui kedua hidung. Melalui pemeriksaan ini

dinilai pasase hidung, nasofaring dan supraglotis.

4

Page 5: 12

Gambar 1. Flexible Laryngoscopy

Dengan cara ini bentuk kelainan yang menjadi penyebab dapat terlihat dari atas. Pada

pemeriksaan ini akan nampak visualisasi langsung jalan napas menunjukkan bentuk omega

epiglotis yang prolaps menutupi laring saat inspirasi. Selain itu juga  di temukan ada

pembesaran kartilago aritenoid yang prolaps menutupi laring selama inspirasi juga bisa

ditemukan pada pasien laringomalasi. Laringoskopi fleksibel dapat membantu menyingkirkan

diagnosis anomali laring lainnya seperti kista laring, paralisis pita suara, malformasi pembuluh

darah, neoplasma, hemangioma subglotis, gerakan pita suara paradoks, stenosis glotis dan web

glotis. Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki beberapa kerugian, yaitu risiko

terlewatkannya diagnosis laringomalasia ringan bila pasien menangis dan kurang akurat dalam

menilai keadaan subglotis dan trakea.2

Microlaryngoscopy dan Bronkoskopi

Tes ini dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi umum oleh dokter bedah THT

untuk melihat pita suara dan tenggorokan dengan teleskop. Tes ini direkomendasikan jika tes X-

ray menunjukkan sesuatu yang abnormal atau jika memiliki kecurigaan masalah saluran napas

tambahan.

5

Page 6: 12

Radiologi 

Peran radiologi konvensional posisi anteroposterior dan lateral pada laringomalasia tidak

terlalu banyak membantu karena kelainan ini merupakan suatu proses dinamik, namun dapat

membantu menyingkirkan penyebab lain. Pemeriksaan radiologi leher posisi anteroposterior

dan lateral bermanfaat untuk menentukan ukuran adenoidal dan tonsillar, ukuran dan ketajaman

epiglotik, profil retropharyngeal dan subglottic dan anatomi. CT scan dan MRI bermanfaat

untuk melihat saluran nafas dan struktur jaringan lunak di sekitarnya, termasuk bukti adanya

kompresi vaskuler.

pH Probe dan Esophagogastroduodenoscopy (EGD)

Kedua pemeriksaan ini lebih menitik beratkan pada keterlibatan asam lambung. Penyakit

refluks gastroesofageal (GERD) juga dicurigai sebagai penyebab laringomalasia, namun dapat

pula terjadi sebaliknya dimana laringomalasia menyebabkan GERD akibat perubahan gradien

tekanan intraabdominal/intratorakal.

Probe pH adalah tes di mana sebuah tabung kecil ditempatkan melalui hidung bayi dan

masuk ke kerongkongan. Tes ini akan mengukur asam yang dapat timbul akibat refluks isi

lambung ke osefagus ataupun bahkan sampai pada tenggorokan. Dokter mungkin

merekomendasikan tes ini jika pasien ada derajat regurgitasi asam (muntah atau gumoh).

EGD adalah sebuah tes diagnostik yang dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi

umum. Selama EGD, dokter akan mencari tanda-tanda peradangan kronis dari iritasi asam yang

dapat terjadi di perut atau kerongkongan. Dokter mungkin merekomendasikan ini jika probe pH

secara signifikan abnormal atau ada kecurigaan kuat GERD signifikan berdasarkan sejarah dan

pemeriksaan klinis.2

Diagnosis

Laringomalasia

6

Page 7: 12

Laringomalasia atau laring flaksid kongenital merupakan penyebab tersering dari

kelainan laring kongenital, berupa stridor inspiratoris kronik pada anak. Keadaan ini merupakan

akibat dari flaksiditas dan inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika

ariepiglotik dan epiglotis. Biasanya, pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala pada saat

baru dilahirkan, dan setelah beberapa minggu pertama kehidupan secara bertahap berkembang

stridor inspiratoris dengan nada tinggi dan kadang kesulitan dalam pemberian makanan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laring dengan menggunakan serat fiber

fleksibel selama periode pernapasan spontan. Penemuan endoskopik yang paling sering adalah

kolapsnya plika ariepiglotik dan kartilago kuneiform ke sebelah dalam. Laringoskopi langsung

merupakan cara yang terbaik untuk memastikan diagnosis. Bilah laringoskop dimasukkan ke

valekula dengan tekanan yang minimal pada epiglotis untuk menegakkan diagnosis. Pada

inspirasi, struktur sekitar vestibulum, terutama plika ariepiglotik, epiglotis, dan kartilago

aritenoid akan tampak turun ke saluran nafas, disertai stridor yang sinkron. Visualisasi langsung

memperlihatkan epiglotis berbentuk omega selama inspirasi.3

Diagnosis Banding

Laringomalasia didiagnosis banding dengan penyebab stridor inspiratoris lain pada

anak-anak. Antara lain yaitu, hemangioma supraglotik, massa atau adanya jaringan intraluminal

seperti laryngeal web dan kista laring, kelainan akibat trauma seperti edema dan stenosis

supraglotik, maupun kelainan pada pita suara.4

1. Stenosis Subglotik

Stenosis subglotik congenital didefinisikan sebagai suatu diameter subglotis yang

kurang dari 4 mm. laring neonatus normalnya dapat dilalui bronkoskop 3,5 mm.4 Kelainan yang

dapat menyebabkan stenosis subglotis adalah : 1.penebalan jaringan submucosa dengan

hyperplasia kelenjar mukus dan fibrosis, 2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen

yang lebih kecil, 3. Bentuk krikoid normal dengan bentuk yang lebih kecil, 4. Penggeseran cicin

trakea pertama kea rah atas belakang ke dalam lumen krikoid.5

7

Page 8: 12

Gambar 2. Stenosis subglotis

Gejala stenosis subglotis adalah stridor, dipsneu, retraksi di suprasternal, epigastrium,

interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan ditemuakn sianosis dan apneu

, sebagai akibat sumbatan jalan napas, sehingg mungkin terjadi juga kegagalan pernafasan

(respiratory distress).5

Terapi stenosis subglotis tergantung pada kelainan yang menyebabkannnya.5 Untuk

kasus yang ringan hanya perlu pengamatan saja.4 Pada umumnya terapi stenosis subglotis yang

disebabkan oleh submukosa ialah dilatasi atau dengan laser CO2. Stenosis subglotik yang

disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi pembedahan dengan

melakukan rekonstruksi. 5

2. Kista Kongenital

Neonates dengan Kista congenital biasanya mengalami obstruksi jalan nafas atau

gangguan pertmbuhan. Suaran dan proses menelan biasanya normal. Kista dapar berasal dari

pangkal lidah, plika aeroepiglotika atau korda vokalis palsu. Bilamana mungkin , kista harus

dieksisi dengan bedah mikro laring , lebih baik secara endoskopis. Jika hal ini tidak mungkin,

maka dilakukan aspirasi atau marsupialisasi. Pada pasien tertentu diperlukan trakeotomi dan

pembedahan luar. 4,5

3. Haemangioma

8

Page 9: 12

Hemangioma pada daerah subglotis pada laring ini merupakan suatu tumor yang

terutama terjadi pada bayi dibawah usia 6 bulan. Tumor ini bukanlah neoplasma sejati, tapi

lebih merupakan kelainan vascular, tumor cenderung beregresi biasanya menjelang usia 12

bulan.4 Gejalanya merupakan hemoptisis, dan bila tumor itu besar, terdapat juga gejala

sumbatan laring. Terapinya adalah dengan bedah laser, kortikosteroid atau dengan obat onat

skleroting. 5

4. Fistel Laringotrakeo Esofagal

Kelainan ini terjadi karena kegagalan penutupan dinding posterior kartilago krikoid.5

Selain itu septum trakeoesofagus juga gagal menutup, sehingga terbentuk alur pada daerah

kartilago krikoidea. Bayi dapat mengalami sianosis, distress pernapasan, dan episode

pneumonia berulang. Disamping itu terdapat perubahan yang dikaitkan suara tangisan dan

stridor inspirasi. Laringoskopi direk, Sineradiografi, dan pemeriksaan endoskopi mungkin

berguan dalam mjenentukan letak fistula.4

5. Laringeal web

Suatu selaput kongenital yang transparan (web) dapat tumbuh di daerah glottis (75%),

subglotis (12%), atau supraglotis (12%). Selaput ini biasanya mempengaruhi jalan napas, suara

atau tangisan, dimana gejala mulai timbul pada saat lahir. Selaput pertama tama harus

didiagnosis melalui visualisasi endoskopis. Selanjutnya dapat dilakukan terapi dengan eksisi

bedah atau laser, dilatasi berulang, atau trakeostomi dan pemakaian alat selipan laring.

Prognosis jangka panjang untuk kelainan ini dalah baik.4

gambar 3. Laryngeal web

Epidemiologi

9

Page 10: 12

Frekuensi tidak diketahui secara pasti, namun laringomalasia merupakan penyebab

tersering timbulnya stridor inspiratoris pada bayi. Insidens laringomalasia sebagai penyebab

dari stridor inspiratoris berkisar antara 50%-75%, bayi laki-laki lebih sering dari bayi

perempuan. Meskipun laringomalasia tidak terkait dengan gen tertentu, ada bukti bahwa

beberapa kasus dapat diwariskan. Meskipun ini adalah lesi kongenital, saluran napas terdengar

biasanya dimulai pada usia 4-6 minggu. Sampai usia itu, laju aliran inspirasi mungkin tidak

cukup tinggi untuk menghasilkan suara. Biasanya puncak pada usia 6-9 bulan.5

Etiologi

Penyebab pastinya belum diketahui, namun di duga kelainan kongenital laring pada

laringomalasia kemungkinan merupakan akibat dari kelainan genetik atau kelainan

embriologik. Selama perkembangan janin, struktur di laring mungkin tidak sepenuhnya

berkembang. Akibatnya, ada kelemahan dalam struktur saat lahir, menyebabkan stuktur tersebut

colaps atau runtuh saat bernafas.

Selain itu terdapat juga hipotesis yang dibuat berdasarkan embriologi yaitu epiglotis

yang biasanya dibentuk oleh lengkung brankial ketiga dan keempat, pada laringomalasia terjadi

pertumbuhan lengkung ketiga yang lebih cepat dibanding yang keempat sehingga epiglotis

melengkung ke dalam. Meskipun laryngomalasia tidak terkait langsung dengan gen tertentu, ada

bukti bahwa beberapa kasus dapat diwariskan dan sering di jumpai pada penderita Down

Syndrome.

Selain itu ada juga dua teori besar yang diduga mengenai penyebab kelainan ini adalah

bahwa kartilago imatur kekurangan struktur kaku dari kartilago matur, sedangkan yang kedua

mengajukan teori inervasi saraf imatur yang menyebabkan hipotoni. Sindrom ini banyak terjadi

pada golongan sosio ekonomi rendah, sehingga kekurangan gizi mungkin merupakan salah satu

faktor etiologinya. Peneliti lain berpendapat bahwa penyakit refluks gastroesofageal (naiknya

asam lambung keesofagus dan laring) yang ditemukan pada 63% bayi dengan laringomalasia,

mungkin berperan, karena menyebabkan edema supraglotis dan mengubah resistensi aliran

udara, sehingga menimbulkan obstruksi nafas.6

Patofisiologi

10

Page 11: 12

Laringomalasia merupakan penyebab utama stridor pada bayi. Kelainan ini ditandai

dengan adanya kolaps struktur epiglotis pada saat inspirasi akibat memendeknya plika

ariepiglotika, prolaps mukosa kartilago aritenoid yang tumpang tindih, atau melekuknya

epiglotis ke arah posterior. Secara umum terdapat dua teori patofisiologi laringomalasia yaitu

teori anatomi dan teori neuromuskuler.

Teori Anatomi

Menurut teori anatomi terdapat hipotesis bahwa terjadi abnormalitas kelenturan tulang

rawan dan sekitarnya yang menyebabkan kolapsnya struktur supraglotis. Supraglotis adalah

daerah yang terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis dan kartilago aritenoid ditemukan

mengalami prolaps ke dalam jalan napas selama inspirasi pada penderita laringomalasi. 

Pada stadium awal di temukan epiglotis melemah sehingga waktu inspirasi, epiglotis

tertarik kebawah dan menutup rima glotis. Dengan demikian ketika bernapas, maka napasnya

akan berbunyi (stridor). Stridor ini merupakan gejala awal yang dapat menetap ataupun

mungkin hilang. ini karena lemahnya rangka laring. Selain terjadi pada epiglotis laringomalasia

dapat  juga terjadi di  kartilago aritenoid, maupun pada keduanya.  

Jika mengenai kartilago aritenoid, tampak terjadi pembesaran. Pada kedua kasus,

kartilago tampak terkulai dan pada pemeriksaan endoskopi tampak terjadi prolaps di atas laring

selama inspirasi. Obstruksi inspiratoris ini menyebabkan stridor inspiratoris, yang terdengar

sebagai suara dengan nada yang tinggi.3

Teori neuromuskuler

Pada teori neuromuskuler dipercaya penyebab primer kelainan ini adalah terlambatnya

perkembangan kontrol neuromuskuler pada struktur supraglotis. Lebih banyak peneliti yang

lebih setuju dengan teori neuromuskuler dibanding dengan teori anatomi.

Thompson dan Turner melaporkan terjadinya prolaps struktur supraglotis setelah dilakukan

pemotongan saraf laring pada percobaan binatang. Penelitian ini didukung dengan beberapa

laporan tentang pasien yang menderita laringomalasia setelah mengalami luka neurologi. Peron

dkk melaporkan 7 pasien mengalami flasiditas plika ariepiglotika setelah mengalami kerusakan

11

Page 12: 12

otak berat. Keadaan ini digolongkan sebagai “laringomalasia didapat”. Dua dari 7 pasien ini

mengalami perbaikan keadaan neurologi yang diikuti dengan kembali normalnya fungsi laring.

Dilaporkan pula terjadinya laringomalasia pada pada pasien yang mengalami cerebral palsy,

overdosis obat, meningitis, stroke, retardasi mental dan trisomi 21.

Penyakit refluks gastroesofageal (PRGE) juga dicurigai sebagai penyebab

laringomalasia. Pada kepustakaan disebutkan PGRE ditemukan pada 35-68% bayi dengan

laringomalasia dan dianggap berperan menyebabkan edema di supraglotis sehingga terjadi

peningkatan hambatan saluran nafas yang cukup mampu menimbulkan obstruksi nafas. Namun

dapat pula terjadi sebaliknya dimana laringomalasia menyebabkan PGRE akibat perubahan

gradien tekanan intraabdominal/intratorakal.

Bayi dengan laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks gastroesophageal,

diperkirakan sebagai akibat dari tekanan intratorakal yang lebih negatif yang dibutuhkan untuk

mengatasi obstruksi inspiratoris. Dengan demikian, anak-anak dengan masalah refluks seperti

ini dapat memiliki perubahan patologis yang sama dengan laringomalasia, terutama pada

pembesaran dan pembengkakan dari kartilago aritenoid.3

Gejala Klinis

Walaupun dapat terlihat pada saat kelahiran, beberapa kelainan baru nampak secara

klinis setelah beberapa bulan atau tahun. Gejala utama dari gangguan ini adalah stridor yang

didengar sebagai bayi menghirup (inspirasi), tetapi juga dapat didengar ketika ekspirasi pada

bayi. 

Karakteristik dari stridor ini dapat meliputi:

Stridor  karena perubahan dengan aktivitas yaitu meningkatkan ketika menangis keras.

Stridor biasanya kurang bising ketika anak berbaring telungkup.

Stridor semakin memburuk jika bayi mengalami infeksi saluran pernapasan atas.

Stridor inspiratoris biasanya baru tampak beberapa hari atau minggu dan awalnya

ringan, tapi semakin lama menjadi lebih jelas dan mencapai puncaknya pada usia 6 – 9

bulan. Perbaikan spontan kemudian terjadi dan gejala-gejala biasanya hilang sepenuhnya

pada usia 18 bulan atau dua tahun, walaupun dilaporkan adanya kasus yang persisten di

12

Page 13: 12

atas lima tahun. Stridor tidak terus-menerus ada; namun lebih bersifat intermiten dan

memiliki intensitas yang bervariasi.

Umumnya, gejala menjadi lebih berat pada saat tidur dan beberapa variasi posisi dapat

terjadi; stridor lebih keras pada saat pasien dalam posisi supinasi dan berkurang pada

saat dalam posisi pronasi (tengkurap). Baik proses menelan maupun aktivitas fisik dapat

memperkeras stridor.

Selain stidor inspirasi dapat juga di sertai keluhan lain berupa adana obstruksi jalan

nafas dan juga   tangis abnormal yang dapat berupa tangis tanpa suara (muffle). Bayi

dengan laringomalasia biasanya tidak memiliki kelainan pernapasan pada saat baru

dilahirkan.

Masalah makan sering terjadi akibat obstruksi nafas yang berat. Penderita laringomalasia

biasanya lambat bila makan yang kadang-kadang disertai muntah sesudah makan. Keadaan ini

dapat menimbulkan masalah gizi kurang dan gagal tumbuh. Berdasarkan pemeriksaan radiologi,

refluks lambung terjadi pada 80% dan regurgitasi pada 40% setelah usia 3 bulan. Masalah

makan dipercaya sebagai akibat sekunder dari tekanan negatif yang tinggi di esofagus intratorak

pada saat inspirasi.

Ostructive sleep apnea (23%) dan central sleep apnea (10%) juga ditemukan pada

laringomalasia. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia akibat obstruksi nafas atas yang lama akan

berisiko tinggi untuk terjadinya serangan apnea yang mengancam jiwa dan timbul hipertensi

pulmonal yang dapat menyebabkan kor pulmonal, aritmia jantung, penyakit paru obstruksi

kronis, masalah kognitif dan personal sebagai akibat sekunder dari laringomalasia.3,4,6

Penatalaksanaan

Laringomalasia merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, yang mula-mula terjadi

segera setelah kelahiran, dan memberat pada bulan keenam, serta membaik pada umur 12-18

bulan. Terkadang kelainan kongenital ini dapat menjadi cukup berat sehingga membutuhkan

13

Page 14: 12

penanganan bedah. Kira-kira hampir 90% kasus laringomalasia bersifat ringan dan tidak

memerlukan intervensi bedah. Pada keadaan ini, hal yang dapat dapat dilakukan

adalah memberi keterangan dan keyakinan pada orang tua pasien tentang prognosis dan tidak

lanjut yang teratur hingga akhirnya stridor menghilang (stridor rata-rata hilang setelah dua

tahun) dan pertumbuhan yang normal dicapai.

Gambar 4. Posisi tidur bayi tengkurap.

Pada keadaan ringan, bayi diposisikan tidur telungkup, tetapi hindari tempat tidur yang

terlalu lunak, bantal dan selimut. Jika secara klinis terjadi hipoksemia (saturasi oksigen kurang

dari 90%), harus diberikan oksigenasi. Pada laringomalasia yang berat, akan tampak gejala

obstruksi nafas yang disertai retraksi retraksi sternal dan interkosta, baik saat tidur atau

terbangun, sulit makan, refluks berat dan gagal tumbuh. Anak-anak yang mengalami hal ini

berisiko mengalami serangan apnea. Keadaan hipoksia akibat obstruksi nafas dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal dan terjadi korpulmonal.

Pada keadaan yang berat ini maka intervensi bedah tidak dapat dihindari dan

penatalaksanaan baku adalah membuat jalan pintas berupa trakeostomi sampai masalah teratasi.

Namun pada anak-anak, resiko morbiditas dan mortalitas trakeostomi berisiko tinggi. Jenis

operasi yang dilakukan pada laringomalasia adalah supraglotoplasti yang memiliki sinonim

epiglotoplasti dan ariepiglotoplasti. Berdasarkan klasifikasi Olney terdapat tiga teknik

supraglotoplasti yang dapat dilakukan. Teknik yang dipilih tergantung pada kelainan

laringomalasianya

14

Page 15: 12

Pada laringomalasia tipe 1 dimana terjadi prolaps mukosa aritenoid pada kartilago

aritenoid yang tumpang tindih, dilakukan eksisi jaringan mukosa yang berlebihan

pada bagian posterolateral dengan menggunakan pisau bedah atau dengan laser CO2. 

Laringomalasia tipe 2 dikoreksi dengan cara memotong plika ariepiglotika yang

pendek yang menyebabkan mendekatnya struktur anterior dan posterior supraglotis. 

Laringomalasia tipe 3 ditangani dengan cara eksisi melewati ligamen

glosoepiglotika untuk menarik epiglotis ke depan dan menjahitkan sebagian dari

epiglotis ke dasar lidah.7

Pencegahan

Belum ada cara pencegahan khusus untuk laringomalasia.

Komplikasi

Penderita laringomalasia biasanya lambat bila makan yang kadang-kadang disertai

muntah sesudah makan. Keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa masalah gizi

kurang dan gagal tumbuh.4

Prognosis

Prognosis laringomalasia umumnya baik. Biasanya bersifat jinak, dan dapat sembuh

sendiri, dan tidak berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pada sebagian besar pasien, gejala

menghilang pada usia dua tahun, sebagian lain pada usia satu tahun. Pada beberapa kasus,

walaupun tanda dan gejala menghilang, kelainan tetap ada. Pada keadaan seperti ini, biasanya

stridor akan muncul saat beraktifitas ketika dewasa.6

Kesimpulan

15

Page 16: 12

Laringomalasia atau laring flaksid kongenital merupakan penyebab tersering dari

kelainan laring kongenital, berupa stridor inspiratoris kronik pada anak. Keadaan ini merupakan

akibat dari flaksiditas dan inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika

ariepiglotik dan epiglotis. Biasanya, pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala pada saat

baru dilahirkan, dan setelah beberapa minggu pertama kehidupan secara bertahap berkembang

stridor inspiratoris dengan nada tinggi dan kadang kesulitan dalam pemberian makanan.

Laringomalasia merupakan kelainan yang dapat sembuh sendiri, yang mula-mula terjadi

segera setelah kelahiran, dan memberat pada bulan keenam, serta membaik pada umur 12-18

bulan. Terkadang kelainan kongenital ini dapat menjadi cukup berat sehingga membutuhan

penanganan bedah. Penyebab pasti laringomalasia masih belum diketahui. Penegakan diagnosis

didapatkan melalui pemeriksaan menggunakan endoskopi fleksibel selama respirasi spontan.

Daftar Pustaka

1. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;

2007.h.96-7.

2. Huntley C, Carr MM. Evaluation of effectiveness of airway fluoroscopy in diagnosing

patients with laryngomalacia. Laryngoscope. 2010.p.1430-3.

3. Vicencio AG, Parikh S, Adam HM. Laryngomalacia and tracheomalacia: common

dynamic airway lessions. Pediatric Rev. 2006.p.33-5.

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga

hidung tengorok kepala dan leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2007.h.237-8.

5. George L. Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler. Boeis : buku ajar penyakit tht.

Jakarta : EGC, 2011. Hal. 378-81

6. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson vol 2. Edisi 15. Jakarta: EGC;

2000.h.1468-9.

7. Rawring BA, Derkay CS, Chu MW. Surgical treatment of laryngomalacia. Operative

Tech in Otolaryngol.2009.p.222-8

16