124231701 Low Vision Referat
-
Upload
yanti-wijaya -
Category
Documents
-
view
87 -
download
13
Transcript of 124231701 Low Vision Referat
BAB I
PENDAHULUAN
Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh
aspek kehidupan, apabila terdapat gangguan pada penglihatan seperti low vision,
ini dapat menyebabkan efek negatif terhadap proses pembelajaran dan interaksi
sosial sehingga dapat mempengaruhi perkembangan alamiah dari intelegensi
maupun kemampuan akademis, profesi dan sosial.
Low vision sendiri yaitu suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan
optimal (pengobatan, operasi dan koreksi kacamata) penglihatan masih buram
(kurang dari 0,3) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi
tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat.
Angka kejadian kebutaan dan low vision akibat kelainan refraksi yang
tidak terkoreksi disertai penyebab lain, didapati sekitar 314 juta penduduk dunia
mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 153 juta penduduk dunia mengalami
visual impairement yang disebabkan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi,
sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana
prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Walaupun
secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya
tidak bulat sempurna. Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya
terdapat bola mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah.
Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya
meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.
Mata terbagi atas dua segmen yaitu segmen anterior yang transparan dan
merupakan 1/6 bagian bola mata dan segmen posterior yang merupakan 5/6
bagian bola mata.
Struktur yang terdapat pada mata yaitu dari anterior ke posterior yaitu
konjungtiva, kornea, sklera, iris, aquous humor, lensa, uvea, badan siliar, vitreous
humor, koroid, retina, dan saraf optik.
2
2.2. Refraksi
Refraksi adalah suatu fenomena fisika berupa penyerapan sinar yang
melalui media transparan yang berbeda. Sebagai suatu contoh proses refraksi saat
sebuah pensil diletakkan di dalam gelas yang berisi air, maka akan tampak
gambaran pensil di udara tidak lurus dengan yang tampak pada air.
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya
bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum
Proksimum yang merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Punctum Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih
dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat.
2.3. Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiriatas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca).
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola
mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
2.4. Fisiologi Refraksi
3
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam
untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan
suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas
cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan
kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Dua faktor penting dalam refraksi yaitu densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas maka semakin besar derajat pembelokan) dan
sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut maka
semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan
refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang
dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam
refraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar
dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea
tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan
dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat atau
jauh.
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya
terfokus di retina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus
sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina,
bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda
dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber
4
jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)
dieanggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan
jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada
sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi
sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu
sama. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina (dalam
jarak yang sama) harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.
Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.
2.5. Low Vision
2.5.1. Definisi
Low vision sendiri yaitu suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan
optimal seperti pengobatan, operasi dan koreksi kacamata tetapi penglihatan
masih buram (kurang dari 6/18) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari
titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat. Low
vision tidak sama dengan kebutaan. Tidak seperti orang yang mengalami
kebutaan, seseorang yang mengalami low vision masih dapat mempergunakan
penglihatannya. Namun, low vision biasanya mempengaruhi kegiatan atau
aktifitas sehari-hari seperti membaca dan menyetir. Seseorang dengan low vision
mungkin tidak dapat mengenali gambar pada kejauhan atau kesulitan
membedakan warna yang hampir serupa.
Dari pengertian WHO diatas mengenai low vision, dapat disimpulkan hal
sebagai berikut :
- Setelah diobati dan dikoreksi dengan kacamata, masih memiliki kelainan
pada fungsi penglihatnnya.
- Ketajaman penglihatan 6/18 (20/60) sampai persepsi cahaya.
- Lapang pandangnya kurang dari 10 derajat.
- Dapat menggunakan atau berpotensi untuk menggunakan sisa
penglihatannya dalam merencanakan dan melaksanakan tugas sehari-hari.
5
Walaupun low vision dapat terjadi di segala usia, low vision terutama
lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Low vision bukan bagian dari proses
penuaan. Penyebab utama visual impairment dan low vision pada dewasa antara
lain :
- Usia yang berhubungan dengan degenerasi makula
- Glaukoma
- Katarak
- Retinopati diabetes
Apabila visual impairment diketahui lebih cepat, penatalaksanaan dapat
lebih efektif.
Aspek-aspek low vision (American Academy of Ophthalmology, 1992)
2.5.2. Epidemiologi
Angka kejadian kebutaan dan low vision akibat kelainan refraksi yang
tidak terkoreksi disertai penyebab lain, didapati sekitar 314 juta penduduk dunia
6
Disorder Impairment Disbility Handicap
ORGAN PATIENT
Anatomy changes
Functional changes
Skills and abilities affected
Socioeconomic consequences
Extra effort
Loss of independent
Visual acquity
Visual field
Contrast sensitivity
Reading
Writing
Daily living
Mobility
Inflamation
Atrophy
Scar
EXAMPLES
mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 153 juta penduduk dunia mengalami
visual impairement yang disebabkan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi,
sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana
prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara.
Selain itu, perkiraan sekitar 13,5 juta orang Amerika diatas usia 45 tahun
mengalami low vision dan lebih dari dua pertiga diperkirakan terjadi diatas usia
65 tahun. Pada usia diatas 65 tahun diprediksikan akan meningkat dari 33,2 juta di
tahun 1994 akan menjadi 80 juta pada tahun 2050. Peningkatan penderita yang
mengalami low vision ini dinilai akan mengalami peningkatan yang cukup
berpengaruh. Low vision menempati peringkat ke tiga setelah arthritis dan heart
diseases sebagai penyakit kronis yang paling sering memerlukan alat bantu dalam
aktivitas sehari-hari pada orang yang berusia diatas 70 tahun.
2.5.3. Klasifikasi
- Penglihatan normal
o Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat
Sistem desimal Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan
2,0 6/3 20/10
1,33 6/5 20/15 100%
1,0 6/6 20/20 100%
0,8 6/7,5 20/25 95%
- Penglihatan hampir normal
Sistem desimal Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan
0,75 6/9 20/30 90%
0,6 5/9 15/25
0,5 6/12 20/40 85%
0,4 6/15 20/50 75%
0,33 6/18 20/60
0,285 6/21 20/70
7
Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui
penyebab mungkin suatu penyakit yang masih dapat diperbaiki.
- Low vision sedang
o Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca
dengan cepat
Sistem desimal Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan
0,25 6/24 20/80 60%
0,2 6/30 20/100 50%
6/38 20/125 40%
- Low vision berat
o Yang dinyatakan buta di Amerika Serikat
Sistem desimal Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan
0,1 6/60 20/200 20%
0,066 6/90 20/300 15%
0,05 6/120 20/400 10%
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat
kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil
Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca menjadi
lambat.
- Low vision nyata
o Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi
Sistem desimal Snellen jarak 6 meter Snellen jarak 20 kaki Efisiensi penglihatan
0,025 6/240 20/800 5%
8
Diperlukan tongkat putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang
kuat masih mungkin membaca dengan kaca pembesar, umumnya memerlukan
braille, radio, pustaka kaset.
- Hampir buta
Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak
bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.
- Buta total
Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung
pada alat indera lainnya atau tidak mata.
Penglihatan akan memberikan hambatan tertentu. Pada setiap hambatan
diperlukan alat bantu sehingga terdapat kemudahan dalam penyesuaian dengan
kehidupan normal.
Dikenal nilai penglihatan kurang dengan hambatan dan alat bantu yang
diperlukan sebagai berikut :
Cacat penglihatan, low vision, dibagi atas 2 kelompok : ringan dan berat.
1. Penglihatan kurang ringan dimana terdapat gangguan penglihatan ringan
dengan tajam penglihatan kurang 0,3 (< 5/15, 6/18 atau 6/20, 20/80 atau
20/70).
2. Penglihatan kurang berat yang pada negara tertentu dimasukkan ke dalam
golongan buta, dimana terdapat gangguan penglihatan berat, tajam
penglihatan kurang dari 0,12 (5/40, 6/48, atau 20/160).
The International Classification of Diseases, Revisi ke-9, Clinical
Modification (ICD-9-CM) membagi low vision menjadi 5 kategori yaitu :
- Moderate visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat
dikoreksi yaitu kurang dari 20/60 to 20/160
9
- Severe visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat
dikoreksi yaitu kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapangan
pandang kurang lebih 20°.
- Profound visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat
dikoreksi yaitu kurang dari 20/400 sampai 20/1000, atau diameter
lapangan pandang kurang lebih 10°.
- Near-total vision loss. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi
yaitu kurang dari sama dengan 20/1250.
- Total blindness. No light perception.
2.5.4. Etiologi dan Gejala
Low vision dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi
mata dan sistem visual. Kelainan – kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi 4
(empat) bagian besar yang dapat membantu dalam memahami kesulitan dan
keluhan pasien serta memilih dan mengimplementasikan strategi untuk
rehabilitasinya.
Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan
yaitu :
- Penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat
kekeruhan media (kornea, lensa, corpus vitreous).
- Gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer
normal, khas pada oedem makula.
- Skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi
dan kelainan-kelainan nervus optikus.
- Skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa
dan gangguan retina perifer lainnya.
Adapun ciri-ciri umum penderita low vision yaitu sebagai berikut :2,13,16,17
- Menulis dan membaca dalam jarak dekat.
- Hanya dapat membaca huruf berukuran besar.
10
- Memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya
yang terang.
- Terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu.
- Kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih
padabagian luar.
2.5.5. Diagnosis dan Penatalaksanaan
2.5.5.1. Anamnesa
Pemeriksaan low vision dapat dimulai dengan anamnesa yang lengkap.
Mengidentifikasi pasien-pasien tersebut dan mencatat alamat mereka penting di
dalam pencegahan, terapi medis dan pembedahan.
Pasien-pasien harus ditanyai mengenai sifat, lama dan kecepatan gangguan
penglihatan. Aktivitas-aktivitas sehari-hari yang tidak dapat dilakukan harus
dibahas secara spesifik. Gejala awal dari penderita ini biasanya yang bersangkutan
mengalami kesulitan untuk :
1. Mengenali wajah teman dan orang di sekitarnya.
2. Membaca, memasak, menjahit dan mengenal alat-alat di sekitarnya.
3. Melakukan aktivitas di rumah dengan penerangan yang redup.
4. Membaca rambu-rambu lalu-lintas, bis dan nama toko.
5. Memilih dan mencocokkan warna baju.
2.5.5.2. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Penilaian fungsi penglihatan merupakan kunci rehabilitasi low vision
dimana menjadi penujuk dalam usaha-usaha memaksimalkan fungsi penglihatan
melalui latihan-latihan dan penggunaan alat-alat bantu.
Pemeriksaan terhadap pasien low vision berbeda dari pemeriksaan
ophthalmologi yang lazim diterapkan.
- Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Merupakan uji yang pertama di dalam penilaian fungsi
penglihatan. Ketajaman penglihatan menunjukkan pengenalan gambaran
yang berbeda dengan kemampuan pengenalan benda. Aktivitas sehari-hari
11
sering membutuhkan pengenalan detil seperti pengenalan wajah dan
mengidentifikasi uang.
Untuk pemeriksaan pasien low vision, snellen chart sering tidak
memuaskan sehingga tidak dijadikan standar pengukuran tetapi dianjurkan
menggunakan The Early Treatment Retinopaty Charts (ETDRS),
colenbrander 1-m chart, Bailey-Lovie Chart, LEA chart.
LEA chart
Ketajaman penglihatan yang telah terkoreksi maksimum diukur
pada jarak 4 m, 2 m atau 1 m dengan ETDRS, yang memiliki baris-baris
(masing-masing dengan lima huruf). Jarak pemeriksaan 4 m digunakan
untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/200 dan jarak
pemeriksaan 1 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/400.
Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan-kelainan yang sangat
bervariasi sehingga tidak spesifik terhadap suatu gangguan.
- Pemeriksaan Penglihatan Dekat dan Kemampuan Membaca
Setelah ditentukan ketajaman penglihatan jarak jauh, dilakukan
pengukuran ketajaman pengukuran penglihatan jarak dekat (membaca).
Terdapat perbedaan jarak standar baca. Beberapa menggunakan 33 cm dan
12
yang lain menggunakan 14 inchi atau 40 cm. Tetapi ukuran ini tidak dapat
digunakan untuk mengukur jarak baca pasien low vision.
Pemilihan uji baca yang tepat adalah penting. Kartu bacaan dengan
ukuran-ukuran huruf yang geometrik dan dengan pencatatan ukuran
symbol lebih disukai karena dilengkapi dengan perhitungan. Kartu yang
memenuhi standar diatas adalah The Minnesota Low Vision Reading Test
(MNReadtest), dimana setiap kalimat disesuaikan jarak dan
penempatannya. Colenbrander 1-m chart juga mempunyai segmen-segmen
pembacaan yang sama. Rangkaian – rangkaian ini mengikuti perhitungan
dan perbandingan dari kecepatan baca ketepatan didalam hubungannya
dengan ukuran huruf.
Jenis uji baca lain adalah papper visual skills fir reading test, the
Morgan Low Vision Reading Comprehension Assesment.
- Pengukuran Sensitivitas Kontras
Bukan merupakan indikator yang spesifik untuk masalah-masalah
yang bervariasi di dalam sistem penglihatan.
Sensitivitas kontras merupakan kemampuan mendeteksi benda
pada kontras yang rendah.
Pasien akan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari seperti mengendarai kendaraan di saat hujan atau kabut,
menuruni tangga, menuangkan susu kedalam mangkuk putih.
Pembesaran dilakukan bila tidak dapat mengenal huruf dengan
kontras tinggi saat membaca. Penurunan sensitivitas kontras sering
ditemukan pada pasien dengan edema makula.
Pelli-Robson chart dan LEA low –contrast chart memberikan
huruf-huruf atau symbol-simbol yang besar dengan penurunan kontras.
Alternatif lain yaitu Bailey-Lovie chart.
13
Gambar 2. Bailey-Lovie Chart
Pendekatan lain yang lebih inovasi yaitu the SKILL card yang
mengkombinasikan efek-efek kontras dengan iluminasi rendah. Pada salah
satu sisi mempunyai huruf-huruf regular (huruf berwarna hitam dengan
latar belakang putih), sisi yang lainnya mempunyai kontras yang
rendah, low luminance chart (huruf berwarna hitam dengan latar
belakang abu-abu gelap).
- Pemeriksaan lapangan pandang
Perimetri makular merupakan salah satu pengukuran yang terpenting
dari aspek-aspek penilaian low vision, tetapi sering neglected (diabaikan).
Skotoma makular memberikan dampak mayor didalam aktivitas
sehari-hari dan terjadi pada 83% pasien. Terdapatnya skotoma sentral atau
parasentral menimbulkan masalah didalam kecepatan membaca dibandingkan
gangguan pada tajam penglihatan.
Amsler grid digunakan untuk mencari adanya skotoma sentralis dan
menentukan posisi dan kepadatannya serta daerah distorsinya. Perlu dicatat
apakah distorsi yang dilihat pasien berkurang pada penglihatan binokular atau
monokular. Apabila dengan penglihatan binokular distorsinya kurang maka
pasien mungkin calon untuk penggunaan lensa baca mengoreksi kedua mata
dari pada penggunaan lensa monokular biasa. Skotoma sentralis juga dapat
digrafikkan pada layar singgung.
14
Walaupun mudah digunakan, uji Amsler Grid dan perimetri lainnya
tidak sensitive untuk mendeteksi skotoma monokular yang kecil dan tidak
akurat dalam menentukan perluasan skotoma. Scanning Laser
Ophthalmoscope (SLO) adalah instumen yang lebih disukai tetapi harganya
mahal.
Tangent screen dapat memberikan hasil yang tepat jika dilakukan oleh
perimetrist yang ahli dan sesuai dengan protokol pengujian. Perimetri makular
paling baik dilakukan dengan teknik hybrid dimana menggunakan intesitas
stimulus yang tunggak untuk seluruh lokasi uji, seperti perimetri kinetik, tatapi
target berada pada lokasi retina yang spesifik, seperti perimetri statik.18
Untuk pasien retinitis pigmentosa, lapangan pandang perifer sebaiknya
diperiksa pada layar singgung dan untuk pasien glaukoma dan defisit
neurologik pada perimetri Goldmann.
2.6 Kelaianan refraksi pada mata
2.6.1 Miopia
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi
dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu
cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu
panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia
antara lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat (>9D).
Gejala miopia antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada
jarak tertentu/dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat
pada mata, gangguan dalam pekerjaan, dan jarang sakit kepala.
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang
sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya
pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Pemakaian kaca mata dapat
15
terjadi pengecilan ukuran benda yang dilihat, yaitu setiap -1D akan memberikan
kesan pengecilan benda 2%. Pada keadaan tertentu, miopia dapat diatasi dengan
pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi
fotorefraktif,Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).
2.6.2Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak
sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah
sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan
oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang
terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif
(hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).
Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat
sukarnya berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan
jauh juga akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia
muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa
kesulitan, namun tidak demikian bila usia sudah 60 tahun. Keluhan akan
bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar
untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa
berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina sehingga akan
lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau
konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan
bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang
juling atau melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan
sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan
bayangan yang terletak di belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia
tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan
akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak
16
membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut
akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa
sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk
mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah
diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif
terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
2.6.3Astigmatisma
Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau
tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan
kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan
akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar
difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata
dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air
yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, terlalu
lebar atau kabur.Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat
jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua
mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk
jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah
kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata
astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda.
Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
2.6.4 Presbiopi
17
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu
akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi
akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya
kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar
memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.
Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula
terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran
pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah
membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca
dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam
hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan
kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan
daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca
mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai
usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun,
+2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm,
sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.
BAB III
KESIMPULAN
18
Low vision merupakan suatu keadaan dimana setelah dilakukan tindakan
optimal (pengobatan, operasi dan koreksi kacamata) penglihatan masih buram
(kurang dari 0,3) atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi
tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat. Adapaun aspek-
aspek yang terdapat dalam low vision menurut American Academy of
Ophthalmology terbagi atas 4 yaitu : disorder, impairment, disability, dan
handicap.
The International Classification of Diseases mengklasifikasikan low
vision menjadi 5 kategori yaitu : Moderate visual impairment, Severe visual
impairment, Profound visual impairment, Near-total vision loss, dan Total
blindness.
Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan
yaitu : penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat
kekeruhan media (kornea, lensa, corpus vitreous), gangguan resolusi fokus tanpa
skotoma sentralis dengan ketajaman perifer normal, khas pada oedem makula,
skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan
kelainan-kelainan nervus optikus, skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap
lanjut, retinitis pigmentosa dan gangguan retina perifer lainnya.
Penderita low vision memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut : menulis
dan membaca dalam jarak dekat, hanya dapat membaca huruf berukuran besar,
memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya yang
terang, terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu, kondisi
mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih padabagian luar.
Berdasarkan ciri-ciri umum dari penderita low vision tersebut dapat
dilakukan anamnesa, pemeriksaan fungsi penglihatan seperti pemeriksaan tajam
penglihatan, pemeriksaan penglihatan dekat dan kemampuan membaca,
pengukuran sensitifitas kontras, dan pemeriksaan lapangan pandang. Selain itu,
penderita low vision dapat ditolong dengan menggunakan alat bantu
mempermudah mereka mengikuti kegiatannya sehari-hari.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics, Chapter 9, 2011-
2012, p. 283-285
20
2. Low Vision. University of Michigan Kellogg Eye Center. Available at :
http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/lowvision.html
3. Final Report : Anec Report “New Standard For The Visual Accessibility
of Signs and Signage For People With Low Vision”. Universitair
Ziekenhuis Gent. 2010
4. Resnikoff S, Pascolini D, Pararajasegaram R. et all. Policy and Practice :
Global Data On Visual Impairment In The Year 2002. Bulletin Of The
World Helath Organization. 2004
5. Resnikoff S. The Role Of Optometry in Vision 2020. Available at :
http://www.cehjournal.org/0953-6833/15/jceh_15_43_033.html
6. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New
York : Blackwell Publishing, 2003; 20-26
7. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M. Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, Edisi
Ke-2. Jakarta. 2003
8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2009
9. Riordan P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury : Oftalmologi Umum, Edisi
Ke-17. EGC. 2010
10. Ilyas S. Glosari Sinopsis : Kelainan Refraksi dan Kacamata, Edisi Ke-2.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006
11. Faye EE. Low Vision : Duane’s Clinical Ophthalmology, Volume 1,
Chapter 46. 2004, p.1-46
12. How To Cope With Low Vision. Available at :
http://www.allaboutvision.com/lowvision.html
13. Friedman A. Low Vision : Causes Effects and Treatments. United Health
Care. Available at : htt://www.nei.nih.gov/strategicplanning/np_low.asp
14. Low Vision : Expanding Possibilities For People With Vision Loss.
American Foundation For The Blind. Available at :
http://www.afb.org/section.aspx?SectionID=26
21
15. Faye EE. Oftalmologi Umumu : Penglihatan Kurang , Edisi Ke-14, Bab
22, p. 415-423
16. Ani. Kuliah Pengantar : Low Vision dan Solusinya. Bagian Ilmu
Kesehatan Mata. 2012
17. All About Low Vision. Available at : http://lighthouse.org/about-low-
vision-blindness/all-about-low-vision/
18. Flecther DC. Low Vision Rehabilitation : Ophthalmology Monographs.
American Academy of Ophthalmology. 1999, p.1-133
19. Kageyama JY, Chun MW. Video-Based Low Vision Devices. Duane’s
Clinical Ophthalmology, Volume 1, Chapter 46A, 2004, p.1-8
20. Khurana AK. Community Ophthalmology. Comprehensive
Ophthalmology, Fourth Edition, Chapter 20, p. 443-444
21. American Academy Of Ophthalmology. Clinical Optics : Optics Of
Human Eye, Chapter 3, 2008-2009, p.105-115
22