123555624-trauma-hepar

7

Click here to load reader

Transcript of 123555624-trauma-hepar

Page 1: 123555624-trauma-hepar

TRAUMA HEPAR

Trauma hepar lebih banyak disebabkan oleh trauma tumpul yang bisa menyebabkan

kehilangan banyak darah ke dalam peritoneum. Trauma tumpul mempunyai potensi cidera

tersembunyi yang mungkin sulit dideteksi. Insiden komplikasi berkaitan dengan penanganan

trauma terlambat lebih besar dari insiden luka tembus. Trauma kompresi pada hemithorax kanan

dapat menjalar melalui diafragma & menyebabkan kontusio pada puncak lobus kanan hepar.

Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan yang dapat merobek lobus hepar satu sama lain &

sering melibatkan vena cava inferior & vena-vena hepatik.

Epidemiologi

1. Lebih kurang 80% cedera hepar disebabkan trauma tembus

2. 15-20% terjadi karena trauma tumpul

3. 10-15% kematian akibat trauma hepar

4. Luka bacok angka kematiannya hanya 1%

5. Laki-laki lebih sering terjadi dari pada perempuan

6. Usia lebih sering 14-30 tahun

7. 50% pasien meninggal

Etiologi:

Kecelakaan, jatuh, benturan

Dengan adanya kompresi berat, hepar bisa tertekan ke tulang belakang

Patofisiologi

o 85% injury hepar melibatkan segmen 6,7, dan 8 pada liver

o Kemungkinan terjadi karena kompresi pada costa, vertebra, atau posterior dinding

abdomen

o Ligamentum liver menepel pada diafragma dan menempel diposterior dinding

abdomen dan terjadi shear force pada salama trauma deselarisasi.

o Trauma liver sering terjadi karena mengkompres kosta. Hal ini sering terjadi pada

anak karena pada anak kosta fleksibel dan mempermudah kontak pada liver. Selain

itu, hepar anak lebih lemah conective tissuenya dibanding dewasa

Page 2: 123555624-trauma-hepar

o Trauma juga bisa karena prosedur radiologi intervensional → bisa menyebabkan

robekan hepar.

o Berat ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma, penyebab, kekuatan, & arah

trauma. Karena ukurannya yang relatif lebih besar & letaknya lebih dekat pada tulang

costa, maka lobus kanan hepar lebih sering terkena cidera daripada lobus kiri.

Gejala klinis:

Nyeri kuadran kanan atas & epigastrium

Iritasi peritoneum (defans muskular (+), NT, NL, NK (+) )

Penurunan bising usus

Perdarahan →syok (takikardi, hipotensi, volume urin turun)

Mual muntah

Grade type Description

1 hematom Subscapular ≤ 10%

permukaan

Laserasi Capsular fear

II Hematom Subscapular 10-15%

permukaan

intraparenkimal <10

cm(diawetes)

Laserasi Capsular fear 1-3 cm

parenchymal dept <10 cm

lebar

III hematom Subscapular ≥ 50%

permukaan ruptur

intraparenkimal > 10 cm

melebar

Laserasi 3 cm laserasi parenkim

IV Laserasi Disrepasi Parenkim 25-

75% dari lobus atau 1-3

cocnaid segment

V laserasi Disrepsi parenkim ≥ 75%

Page 3: 123555624-trauma-hepar

lobus atau ≥ 3 couirawd

segment pada single lobus

vaskular Juxta hepatic venous

injury seperti retra hepatic

vena cava

VI vaskular Hepatic avulsion

Pemeriksaan lab :

Hb Ht turun

Leukositosis

Kadar enzim hati meningkat

Pemeriksaan radiologi:

CT-scan merupakan pemeriksaan pilihan pada pasien dengan trauma tumpul

abdomen & sering dianjurkan sebagai sarana diagnostik utama. CT-scan

bersifat sensitif & spesifik pada pasien yang dicurigai trauma tumpul hepar

dengan keadaan hemodinamik yang stabil. CT-scan akurat dalam menentukan

lokasi & luas trauma, menilai derajat hemoperitoneum, memperlihatkan organ

intraabdomen lain yang ikut cidera, identifikasi komplikasi yang terjadi

setelah trauma hepar yang butuh penanganan segera terutama pada pasien

dengan trauma hepar berat & untuk monitor kesembuhan. CT-scan terbukti

sangat bermanfaat dalam diagnosis & penentuan penanganan trauma hepar.

CT-scan menurunkan jumlah laparatomi pd 70% pasien atau menyebabkan

pergeseran dari penanganan rutin bedah menjadi penanganan non operastif

dari kasus trauma hepar.

Pemeriksaan ronsen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis

adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien dengan multitrauma.

Pasien dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan ronsen abdomen

dalam keadaan telentang & berdiri, berguna untuk mngetahui udara

ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma yang

keduanya memerlukan laparatomi segera. Hilangnya bayangan pinggang

(psoas shadow) juga menandakan adanya cedera retroperitoneum.

Page 4: 123555624-trauma-hepar

Bila foto tegak dikontra-indikasikan karena nyeri / patah tulang punggung,

dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral decubitus) untuk

mengetahui udara bebas intraperitoneal

Penanganan:

1. Airway : sumbatan jalan napas (secret, lidah jatuh ke belakang,

bronkospasme)

2. Breathing : bunyi napas (vesikuler), frekuensi pernapasan, pola napas,

penggunaan otot bantu napas.

3. Circulation : denyut nadi, frekuensi, kekuatan, irama, tekanan darah, kapilari

refill <3 detik.

4. Disability : Ketidakmampuan, GCS (E=4, V=5, M=6 ), reaksi pupil, reflek

cahaya

5. Exposure : Sensasi nyeri, cegah pasien hipotermi, lihat ada tidaknya jejas, CT

scan abdomen

Terapi non operatif

Pasien cedera tumpul hepatik dengan hemodinamik stabil tanpa indikasi lain

untuk eksplorasi penanganan yang terbaik adalah nonoperatif. Pasien yang

stabil tanpa tanda-tanda peritoneal lebih baik dievaluasi dengan USG dan jika

ditemukan kelainan, CT scan dengan kontras harus dilakukan. Tidak adanya

ekstravasasi kontras, cedera yang ada dapat ditangani secara nonoperatif.

Kriteria klasik untuk penanganan nonoperative pada trauma hepar adalah

stabilitas hemodinamik, status mental normal, tidak adanya indikasi yang jelas

untuk laparotomi seperti tanda peritoneum & kebutuhan transfusi < 2 unit

darah.

Indikasi operasi:

Trauma hepar dengan syok

Trauma hepar dengan peritonitis

Trauma hepar dengan hematom yang meluas

Page 5: 123555624-trauma-hepar

Trauma hepar dengan penanganan konservatif gagal

Trauma hepar dengan cedera lain intra abdominal

Terapi operatif

Rencana operasi yang mendesak merupakan triage di UGD. Pasien dengan

syok karena luka tembak perut dapat dirawat di UGD dalam waktu yang

singkat (10-15 menit), sedangkan pasien yang stabil dengan trauma tumpul

multisistem dapat tetap dirawat di UGD.

Triase yang prematur untuk memasukkan pasien ke ruang operasi dapat

mengakibatkan laparotomy yang tidak perlu. Penundaan di UGD juga dapat

mengakibatkan kerusakan fisiologis yang mengarah ke shock ireversibel.

Komplikasi:

Perdarahan post operatif, koagulopati, fistula bilier, hemobilia, dan

pembentukan abses.

Perdarahan post operasi terjadi sebanyak <10% pasien. Hal ini mngkin karena

hemostasis yang tidak adekuat, koagulopati post operatif / keduanya.

Hematoma subscapular, Laserasi, Kontusi, Distrupsi vaskular hepar, dan

Injury pada bile duct