Anatomi hepar

57
Fazmial Rakhmawati 1102009110 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI HEPAR HEPAR Organ / kelenjar terbesar, intraperitoneum Berbentuk sebagai suatu pyramida tiga sisi dengan dasar menunjuk kekanan dan puncak menunjuk kekiri. Fungsi hepar adalah : pembentukan sekresi empedu yang selanjutnya disalurkan ke dalam duodenum. metabolisme KH, lemak dan protein menyaring darah (proteksi terhadapbenda asing dan bakteri). Permukaan yang menunjuk ke diaphragma disebut facies diaphragmatica/ pars afixa hepatis.

description

hepar

Transcript of Anatomi hepar

Page 1: Anatomi hepar

Fazmial Rakhmawati 1102009110

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI HEPAR

HEPAR

Organ / kelenjar terbesar, intraperitoneum

Berbentuk sebagai suatu pyramida tiga sisi dengan dasar menunjuk kekanan dan

puncak menunjuk kekiri.

Fungsi hepar adalah :

pembentukan sekresi empedu yang selanjutnya disalurkan ke dalam duodenum.

metabolisme KH, lemak dan protein

menyaring darah (proteksi terhadapbenda asing dan bakteri).

Permukaan yang menunjuk ke diaphragma disebut facies diaphragmatica/ pars afixa

hepatis.

Permukaan ke caudodorsal menunjuk ke alat-alat dalam perut sehingga disebut facies

visceralis.

Tepi caudal antara facies diaphragmatica dan facies visceralis disebut margo inferior.

Normal hepar tidak melewati arcus costarum. Pada inspirasi dalam kadang-kadang

dapat teraba. Menyilang arcus costarum dextra pada sela iga 8 dan 9, margo inferior

menyilang di tengah.

Page 2: Anatomi hepar

Proyeksi antara iga 4 – 9.

Hepar dibagi dalam 2 lobus yaitu lobus dexter dan sinister.

Batas antara lobus dexter dan sinister ialah pada tempat perlekatan lig. falciforme.

Pada facies visceralis, bangunan seperti huruf ”H” terdapat dua sulcus yang berjalan

dalam bidang sagital, disebut fossa sagitalis dextra dan fossa sagitalis sinistra.

Di dalam fossa sagitalis dextra terdapat :

Disebelah ventrocaudal : vesica fellea

Disebelah dorsocranial : vena cava inferior.

Bagian fossa sagitalis sinistra dimana terdapat lig. teres hepatis disebut fissura

ligamenti teretis dan bagian dimana terdapat lig. venosum disebut fissura ligamenti

venosi.

Ditengah-tengah antara dua fossa terdapat daerah yang tidak ditutupi peritoneum

disebut porta hepatis yang menghubungkan kedua fossa. dibawah ini merupakan alat2

yang terdapat pada porta hepatis

Arteri hepatica propria

Vena porta

Ductus cholidecus

Page 3: Anatomi hepar

Bagian kiri dibagi oleh porta hepatis dalam lobus caudatus terletak dorsocranial dan

lobus quadratus ventrocaudal.

Lobus caudatus pada tepi caudoventral mempunyai dua processus yaitu processus

caudatus dan processus papilaris.

Ligamentum teres hepatis, adalah v. umbilicalis dextra yang telah mengalami

obliterasi, berjalan dari umbilicus ke ramus sinister venae portae.

Ligamentum venosum, adalah ductus venosum yang telah mengalami obliterasi,

berjalan di bagian cranial fossa sagitalis sinistra dari ramus sinister v. portae, pad

tempat lig. teres hepatis mencapai vena ini, ke vena hepatica sinistra.

V. portae : dibentuk oleh V. mesenterica superior dan V. lienalis

Vesika fellea

Bentuk seperti buah alpukat, yang

terdiri dari fundus, corpus dan

collum

Melanjutkan diri ke dalam ductus

cysticus dan bergabung dengan

ductus hepaticus communis bersatu

Page 4: Anatomi hepar

menjadi ductus choledochus à selanjutnya

bermuara ke dalam duodenum pars

descendens bersama ductus pancreaticus

(Wirsungi), pada ampulla di dalam papilla

duodeni major

Pada muara ductus choledochus terdapat

m. sphincter ductus choledochus, pada

muara ductus pancreaticus terdapat m.

sphincter ductus pancreaticus dan pada

muara ampulla ke dalam duodenum

terdapat m. sphincter ampullae.

Ketiga m. sphincter ini dikenal sebagai m. sphincter Oddi. Bila tunica muscularis

vesica felleae berkontraksi, m. sphincter Oddi relaksasi.

Bila m. sphincter Oddi berkontraksi terjadi keadaan yang disebut dyckinesi.

Arteriae

Aorta abdominalis, lanjutan aorta thoracalis setelah menembus diaphragma, bercabang :

A. coeliaca, bercabang

A. mesenterica superior, bercabang

A. renalis (di pelajari pada tractus urinarius).

A. mesenterica inferior

A. coeliaca, bercabang :

1. A. gastrica sinistra

2. A. lienalis

3. A. hepatica communis

a) A. hepatica propria, bercabang : a. cystica, ramus sinistra & ramus dextra

hepatis.

b) A. gastrica dextra

c) A. gastroduodenalis, bercabang :

- a. gastroepiploica dextra &

- a. pancreoticoduodenalis superior

Vena portae

Page 5: Anatomi hepar

masuk ke dalam lig. hepatoduodenale menuju ke portae hepatis bercabang menjadi :

ramus dexter untuk lobus dexter dan ramus sinister untuk lobus sinister

v. portae mendapat juga darah dari :

v. coronaria ventriculi (v. gastrica sinistra)

v. pylorica ( v. gastrica dextra)

v. Cystica

vv. Parumbilicalis

Persarafan

nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis

nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum.

Drainase limfatik

Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus retropylorikus dan nodus seliakus.

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG MIKROSKOPIS HEPAR

Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jar interlobular

Unit struktural hati, dibatasi oleh jaringan ikat Berbentuk prisma bersudut enam (hexagonal), disebut lobulus klasik Terdiri atas lempengan hepatosit tersusun radier, saling berhubungan, dipisahkan oleh

sinusoid Pada babi jar interlobular tebal

Page 6: Anatomi hepar

Pada manusia jar interlobular tak jelas

Sel-sel hati/hepatocyte berbentuk polygonal, tersusun berderet radier, membentuk lempengan yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid yang juga saling berhubungan

Lobulus Hati

Lobulus klasik Bagian jaringan hati dgn pembuluh pembuluh darah yang mendarahinya yang bermuara pada pusatnya V. centralis

Lobulus portalBagian jaringan hati dgn aliran empedu yang menuju satu ductus biliaris didalam Δ Kiernan yang berisikan, berisikan :- Arteriol, cabang arteri hepatica- venula, cabang vena porta - Ductus biliaris (saluran empedu)- Pembuluh lymph

Page 7: Anatomi hepar

Sinusoido Hepatosit tersusun radier membentuk lempeng setebal satu sel seperti dinding

tembok. Lempeng berjalan dari perifer lobulus menuju ke sentral, saling beranastomose

o Sinusoid hati, merupakan kapiler yang melebar, bentuknya tidak teratur,

dindingnya dibentuk oleh sel endotel, terdapat penetrasi o Sel endotel tidak fagositik.

o Pada sinusoid terdapat makrofag tetap, disebut sel Kupffer

o Sel endotel dipisahkan dari hepatosit oleh suatu celah perisinusoid sub endotel

(celah Disse) o Ruang perisinusoid Disse berisi plasma, rembesan dari sinusoid dan limf hati

yang dibentuk didalam ruang perisinusoid o Mikrovili hepatosit berhubungan dengan plasma yang terdapat di ruang Disse

o Pertukaran zat antara hepatosit dan darah dari v. porta sangat mudah

o Sel endotel dipisahkan dari hepatosit oleh suatu celah perisinusoid sub endotel

(celah Disse) o Ruang perisinusoid Disse berisi plasma, rembesan dari sinusoid dan limf hati

yang dibentuk didalam ruang perisinusoid o Mikrovili hepatosit berhubungan dengan plasma yang terdapat di ruang Disse

o Pertukaran zat antara hepatosit dan darah dari v. porta sangat mudah

Aliran Empedu

• Dimulai dari canaliculi biliaris menuju bagian perifer lobulus klasik

• Sebelum keluar lobulus, melewati sal yang lebih besar, tetapi masih intralobular disebut : saluran Herring

Page 8: Anatomi hepar

Saluran Herring

• Saluran pendek dibagian perifer lobulos klasik,• Dialirkan ke ductus biliaris di segitiga kiernan ke ductus hepatikus kanan dan kiri

Pendarahan Hati

• Arteri hepatika kaya O2, memberikan hanya sebagian kecil darah untuk hati dan sebagian besarr berasal dari vena porta yang kaya zat makanan

• Kedua pembuluh ini masuk hati melalui porta hepatis kemudian bercabang-cabang sampai di segitiga kiernan cabang-cabang yang terakhir masuk kedalam jaringan interlobular dan ke sinusoid

• Dalam sinusoid kedua darah ini bercampur• Dari sinusoid ke vena centralis ke sublobularis ke vena hepatica keluar melalui vena

porta hepatis ke VCIVesica fellea

• Berbentuk buah pir berongga, melekat pada permukaan bawah hepar, berhubungan dengan duktus choledochus melalui duktus sistikus

• Dinding:

– Lapisan mukosa: epitel torak

– Lapisan muskular polos

– Lapisan jaringan ikat perimuskular

– Lapisan serosa

Tunika Mucosa

• Mempunyai lipatan-lipatan• Kadang-kadang evaginasi ke lamina propria membentuk sinus Rokitansky Aschoff• Epitel selapis silindris dengan microvili pada ermukaannya• Tidak mempunya tunika muskularis mukosa

Tunika muscularis

• Longitudinal, sircular, dan

Tunica adventisia/serosa

• Kadang-kadang ditemukan ductus Aberans luschka

Page 9: Anatomi hepar

FISIOLOGI HATI

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi

tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati

yaitu :

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama

lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,

mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati

akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa

disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa

dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt

dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:

Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/

biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam

siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis

asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

Page 10: Anatomi hepar

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi

kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid

3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati

juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati

memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya

organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi

urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di

dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di

dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000

4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.

Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila

ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus

isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K

dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,

reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat

racun, obat over dosis.

7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui

proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun

livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/

menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di

Page 11: Anatomi hepar

dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi

oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada

waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk

mempertahankan aliran darah.

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.

Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.

Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan 15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN METABOLISME BILIRUBIN

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25 Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.3,4,9

Page 12: Anatomi hepar

Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 9,18

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.1

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel.9 Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.4,9

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.9

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.1,4,9,25 Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.3,9,18

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.1,9,25 Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.1,3

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ABSES HEPAR

Amebiasis hati merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi oleh entamoeba

histolitika. Penyakit ini masih sering dijumpai terutama di negara tropis. Dulu penyakit ini

lebih dikenal sebagai abses tropik, karena disangka hanya terdapat di daerah tropik atau

subtropik saja. Ternyata sangkaan tersebut tidak benar, karena kemudian ditemukan juga

tersebar di seluruh dunia.(1)

Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi

sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 1,8%) penderita dengan amebiasis

intestinalis klinis. E. histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk

vegetative atau trofozoit dan bentuk kista yang dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.(2)

Page 13: Anatomi hepar

Epidemiologi

Insiden hati amebic yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap penelitian berbeda oleh

karena tergantung populasi yang diambil dan cara penelitian. Penelitian secara otopsi

mengahasilkan angka yang lebih tinggi daripada secara klinis yaitu antara 7,6%-84,4% (rata-

rata 36,6%) sedangkan secara klinis 1-25% (rata-rata 8,1%).(2)

Pria lebih sering menderita abses hati amebik dibanding wanita. Prevalensi terbanyak

ditemukan pada umur antara 30-50 tahun sedangkan di RS Hasan Sadikin Bandung kejadian

terbanyak pada decade 5 dan ke-6.

Kejadian penyakit ini lebih sering bila didapatkan pada daerah atau masyarakat dengan

sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah dan yang padat.

Terdapat terutama di negara tropik dan subtropik dengan sanitasi yang masih buruk seperti

India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan Mexico. Tapi dapat juga di Negara lain. Penyakit

ini lebih sering ditemukan pada kaum pria jika dibandingkan dengan kaum wanita, dengan

perbandingan 4 : 1. Lebih sering pada orang-orang dewasa. Pada lebih kurang penderita

amebiasis timbul komplikasi pada hati. Menurut penelitian ADAM DAN HADI di Bagian

Penyakit Dalam R.S. Hasan Sadikin sejak januari 1974 sampai dengan Oktober 1975, hanya

dirawat 6 penderita amebiasis hati. Tapi pada penelitian selanjutnya oleh ABDURACHMAN

DAN HADI dari Januari 1978 s/d Juni 1979, ditemukan 32 penderita yang dirawat di Rumah

Sakit Hasan Sadikin. Ini kemungkinan meningkatnya sarana diagnostik.(1)

Sekitar 10% dari populasi dunia terinfeksi Entamoeba, mayoritas dengan dispar Entamoeba

noninvasif. Amebiasis terjadi akibat infeksi dengan E. histolytica dan merupakan penyebab

paling umum ketiga kematian akibat penyakit parasit (setelah schistosomiasis dan

malaria).Spektrum luas penyakit klinis yang disebabkan oleh Entamoeba ini disebabkan

sebagian perbedaan antara kedua spesies menginfeksi. Kista dari E. histolytica dan dispar E.

secara morfologis identik, tapi histolytica E. memiliki isoenzymes unik, antigen permukaan,

spidol DNA, dan sifat virulensi (Tabel 202-1). Kebanyakan operator tanpa gejala, termasuk

pria homoseksual dan pasien dengan AIDS, pelabuhan E. dispar dan infeksi diri

terbatas.Pengamatan ini menunjukkan bahwa dispar E. tidak mampu menyebabkan penyakit

invasif, sejak Cryptosporidium dan belli Isospora, yang juga menyebabkan penyakit diri

sendiri hanya terbatas pada orang imunokompeten, menyebabkan diare parah pada pasien

dengan AIDS.Namun, faktor tuan rumah berperan serta. Dalam sebuah penelitian, 10% dari

Page 14: Anatomi hepar

pasien asimptomatik yang terjajah dengan E. histolytica melanjutkan untuk mengembangkan

kolitis amebic, sedangkan sisanya tetap asimtomatik dan membersihkan infeksi dalam waktu

1 tahun.

Table 202-1 E. histolytica and E. dispar, Compared and Contrasted

Similarities 

1. Both species are spread through ingestion of infectious cysts.

2. Cysts of the two species are morphologically identical.

3. Both species colonize the large intestine.

Differences 

1. Only E. histolytica causes invasive disease.

2. Only E. histolytica infections elicit a positive amebic serology.

3. The two species have distinct rRNA sequences.

4. The two species have distinct surface antigens and isoenzyme markers.

5. Gal/GalNAc lectin can be used to differentiate the two species in stool ELISA.

Note: ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay; Gal/GalNAc, galactose N-acetylgalactosamine.

Wilayah insiden tertinggi (karena sanitasi yang tidak memadai, dan padat) termasuk negara

yang paling berkembang di daerah tropis, terutama Meksiko, India, dan bangsa Amerika

Tengah dan Selatan, Asia tropis, dan Afrika. Dalam studi tindak lanjut 4-tahun anak-anak

prasekolah di daerah endemik tinggi Bangladesh, 80% anak memiliki paling sedikit satu

episode infeksi dengan E. histolytica dan 53% memiliki lebih dari satu episode. Tentu

kekebalan yang diperoleh tidak berkembang namun biasanya berumur pendek dan berkorelasi

dengan kehadiran di bangku sekresi antibodi IgA ke kepatuhan lektin asetilgalaktosamin

galaktosa utama N-(Gal / GalNAc). Kelompok-kelompok utama di amebiasis risiko di negara

maju dikembalikan pelancong, imigran baru, pria homoseksual, dan narapidana lembaga.

Page 15: Anatomi hepar

Etiologi

Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica yang tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.

Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans, Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella melitensis dan fungal.

Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.

Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba.

Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan transplantasi hati.

Page 16: Anatomi hepar

Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.

Entamoeba Histolytica masih tetap merupakan salah satu parasit protozoa yang paling

penting bagi manusia. Amebiasis ditemukan secara endemik di banyak negara Tropik seperti

Afrika, Timur jauh, Asia, Amerika Latin dan Amerika Utara bagian selatan.

Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi

sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 1,8%) penderita dengan amebiasis

intestinalis klinis. E. histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk

vegetative atau trofozoit dan bentuk kista yang dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.

Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan suasana

asam. Bentuk trofozoit ada berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan berukuran besar (yaitu

20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana kering dan suasana asam.

Trofozoid besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease

yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

Entamoeba histolitika mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan

bentuk aktif (vegetative). Bentuk katif menembus dinding usus untuk membentuk ulkus.

Lokalisasi ulkus amebika biasanya di Soekum. Parasit tersebut merusak jaringan dengan cara

sitolitik dan terdapat kemungkinan pembuluh darah juga terkena, sehingga dapat

menimbulkan perdarahan. Adanya erosi di vena dapat menyebabkan terjadinya penyebaran

parasit melalui vena portal dan masuk ke hati, terutama di lobus kanan dan terjadi hepatitis

amebika.

Jarak waktu serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda.

Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu. Tetapi bentuk yang kronis

lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun. Oleh karena itu penderita intestinal

amebiasis tidak luput dari kemungkinan menderita abses hepatis amebika.

Patogenesis

Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E. Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang

Page 17: Anatomi hepar

disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena porta.

Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik yang dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.

Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik. Obstruksi pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktif congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatika sehingga akan terbentuk formasi abses fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik.

Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang disebabkan oleh trauma biasanya soliter.

Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke sinusoid hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multipel tapi dapat

Page 18: Anatomi hepar

juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses bakterimia seperti endokarditis dan pyelonephritis.

Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic, hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam tubuh.

Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai “anchovy paste” , berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.

2.7 Patologi

Abses hati amebic biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses bevariasi

dari beberapa sentimeter sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa liter pus.

Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda (multiple). Walaupun ameba berasal dari usus,

kebanyakan kasus abses hati amebic tidak menunjukkan adanya amebiasis usus pada saat

bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati.

Istilah hepatitis amebic tidak tepat untuk terus dipertahankan dan dipakai karena

secara histologik jaringan hati sekitar abses tetap normal. Sejak awal penyakit, lesi ameba

didalam hepar tidak pernah difus melainkan proses local. Proses hepatolitik tetap asimtomatik

dan gejala-gejala akan muncul jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih

besar. Lesi kecil akan sembuh dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding

abses besar akan ditemukan fibrosis. Jarang terjadi klasifikasi, dan amebiasis tidak pernah

menjadi sirosis hati.

Hati biasanya membesar, tergantung pada besarnya abses. Lokalisasi yang sering

ialah di lobus kanan. Abses di lobus kiri jarang terdapat hanya kurang lebih 15%, lebih

kurang 70% bersifat soliter dan 30% multipel. Cairan abses biasanya kental berwarna coklat

susu, yang terdiri dari jaringan rusak dan darah yang mengalami hemolis. Dinding abses

bervariasi tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit. Abses yang lama dan besar

berdinding tebal.

Page 19: Anatomi hepar

Manifestasi Klinis

Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP

letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.

Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda peritonitis.

Riwayat Penyakit

Cara timbulnya abses hati amebic biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam

waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus yaitu pada 92-

96,8%. Terdapat rasa sakit diperut atas pada 97,75-96% yang sifat sakit berupa perasaan

ditekan atau seperti ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau

batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit.

Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat

diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya di lobus kiri.

Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan

merupakan keluhan yang biasa didapatkan.

Batuk dan gejala iritasi pada diafragma seperti cegukakan (“hiccup”) bisa ditemukan

walaupun tidak ada rupture abses melalui diafragma. Diare dengan atau tanpa terbukti colitis

amebic, terjadi pada kurang dari 20%. Kegagalan faal hati fulminan sekunder terhadap abses,

merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi.

Pada bentuk akut gejalanya lebih nyata, dan biasanya timbul dalam masa kurang dari

3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri

terasa ditusuk-tusuk dan tersa panas, demikian nyerinya sampai perut di pegang, terutama

kalau berjalan sampai membungkuk ke depan kanan. dapat juga timbul rasa nyeri di dada

kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada

Page 20: Anatomi hepar

kahirnya dapat timbul gejala pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada

abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke

punggung atau scapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk-batuk.

Keadaaan serupa ini dapat timbul pada waktu timbul perforasi abses hepatis ke paru-paru.

Batuk disertai dengan sputum berwarna coklat susu. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal

seperti itu memperkuat diagnose yang dibuat.

Pada pemeriksaan dapat dijumpai penderita tampaka kesakitan. Kalau jalan

membungkuk ke depan kanan sambil memegang perut kakan atas yang sakit. Badan teraba

panas. Hati membesar dan bengkak. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Di

bagian yang di tekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses.

Rasa nyeri tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di intercostals

bawah lateral. Ini menunjukan bahwa tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses

hepatis. Lokalisasi abses terbanyak ialah di lobus kanan, jarang di lobus kiri. Batas paru-paru

hati meninggi. Ikterus jarang sekali ditemukan.

Penegakan Diagnosa

Anamnesa

1. Hati yang membesar dan nyeri.

2. Leukositosis. Tanpa anemia pada penderita abses amebik yang akut, atau abses tipe

kronik.

3. Adanya “pus amebic” yang mungkin mengandung tropozoit E.histolytica.

4. Pemeriksaan serologic terhadap E.histolytica positif.

5. Gambaran radiologi yang mencurigakan, terutama pada foto toraks posteroanterior

dan lateral kanan.

6. Adanya “filling defect” pada sidik hati.

7. Respon yang baik terhadap terapi metronidazol.

Gambaran seseorang dengan amebic abses hati, ialah adanya rasa nyeri diperut

terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu badan. Kalau jalan

membungkuk ke depan kanan sambil memegang bagian yang sakit, ada tanda hepatomegali

dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhan diatas timbul, didahului dengan diare berdarah

Page 21: Anatomi hepar

dan berlendir. Pada pemeriksaan sinar tembus terlihat diafragma kanan meninggi dan tidak

bergerak. Gambaran darah menunjukkan leukositosis. Tes seroameba positif. Bila pada

pemeriksaan tinja ditemukan ameba histolitika, maka akan tampak suatu daerah

pengosongan.

Hasil pemeriksaan USG tampak jekas suatu massa kistik bentuk oval atau bulat yang

irregular, terisi gema internal. Bila dilakukan pungsi, keluar cairan coklat susu.

Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya tidak begitu tinggi kurva suhu bisa intermiten atau remiten. Lebih

dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah

caudal dan cranial dan mungkin mendesak kea rah perut atau ruang intercostals. Pada perkusi

di atas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa juga agak keras

seperti keganasan. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada

kanan bawah. Pada kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat

seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.

Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya

disebabkan abses yang besar atau multiple, toraks di daerah kanan bawah mungkin di

dapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub” dari pleura yang disebabkan oleh iritasi

pleura.

Gambaran klinik abses hati amebic mempunyai spectrum yang luas dan sangat

bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi.

Pada penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klasik dan tidak klasik.

- Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut

kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.

Gambaran klasik didapatkan pada 54-70% kasus.

- Pada gambaran klinik tidak klasik ditemukan pada penderita ini gambaran klinik

klasik seperti di atas tidak ada. Ini disebabkan letak abses pada bagian hati yang

tertentu memberikan manifestasi klinik yang menutupi gambaran yang klasik.

Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa:

Page 22: Anatomi hepar

1. Benjolan didalam perut, seperti buakn kelainan hati misalnya diduga empyema

kandung empedu atau tumor pancreas.

2. Gejala renal.

Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal

kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati.

3. Ikterus obstruktif.

Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak di dekat porta hapatis.

4. Colitis akut.

Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya

sendiri.

5. Gejala kardiak.

Rupture abses kerongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial.

6. Gejala pleuropulmonal.

Penyulit yang terjadi berupa empyema toraks atau abses paru menutupi gambaran

klasik abses hatinya.

7. Abdomen akut.

Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi

distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.

8. Gambaran abses yang tersembunyi.

Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%.

9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.

Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. Biasanya ditemukan

pada bases yang terletak disentral dan yang dalam hati. Ditemukan pada 3,6% kasus.

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,

Page 23: Anatomi hepar

peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hati.

Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat.

Serologis

Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.

Pemeriksaan penunjang

USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :

1. Peninggian dome dari diafragma kanan.2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.3. Pleural efusion.4. Kolaps paru.5. Abses paru.

CT scan:

Hipoekoik Massa oval dengan batas tegas Non-homogen

Page 24: Anatomi hepar

USG: 1. Bentuk bulat atau oval2. Tidak ada gema dinding yang berarti3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.4. Bersentuhan dengan kapsul hati5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)

Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".7. "Amoeba Hemaglutination" test positif

Ultrasonogerafi (USG)

Ultrasonografi (USG) termasuk salah satu sarana diagnostik tidak invasive, mudah

dan aman penggunaannya, dapat dilakukan setiap saat adalah biasa digunakan untuk

menditeksi abses hati. Wang dan kawan-kawan (1964) meneliti 218 penderita abses hati

secara USG, dan dibuktikan dengan fungsi pada 154 penderita, laparatomi 50 penderita,

seorang pada otopsi, dari 13 penderita lainnya berhasil baik dengan pengobatan saja. Vcary

dan kawan-kawan (1977) telah melakukan UGS pada 8 penderita dengan abses hati. Penulis

sendiri (1986) meneliti 59 penderita abses hati amubik selama 4 tahun di lobus kanan, 8 di

lobus kiri dan 6 letaknya di kedua lobi. Disamping itu ditemukan abses tunggal pada 55

penderita, dan abses ganda pada 4 penderita (2 terletak di lobus kanan saja dan 2 terletak

pada kedua lobi). USG selain dapat menentukan letak abses, juga dapat menentukan diameter

nya. Pada penelitian ini ditemukan diameter terkecil yaitu kurang dari 3 cm pada 10

penderita, 15 penderita dengan diameter antara 3-5cm, 28 penderita dengan diameter 5-15

cm, dan dengan diameter lebih dari 15 cm ditemukan pada 6 penderita.

Gambaran USG dari abses hati umumnya memperlihatkan suatu lesi bebas gema yang

bulat atau oval berdinding ireguler. Jadi lesi ini termasuk suatu bentuk massa kistik. Bedanya

hanya di dalam daerah lesi ditemukan butir-butir gema internal yang kasar tersebar terutama

di dasar. Pada peninggian intensitas gelombang suara atau gain, batas lesi makin tegas, dan

Page 25: Anatomi hepar

gema internal makin jelas dalam daerah bebas gema. Pada dinding distal tampak peninggian

densitas gema yang disebut distal enhancement.

Cara ini digunakan rutin untuk diagnostic, penuntun aspirasi dan pemantauan hasil

terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik, dan dapat dievaluasi sifat cairan

abses. Hal ini merupakan kelebihan USG dibandingkan dengan sidik hati memakai

radioisotop. Hasil positif palsu kira-kira 5% misalnya pada kista, tumor dengan nekrosis

sentral, hematoma tau abses piogen. Abses ameba dengan infeksi sekunder bisa memberikan

hasil negative palsu. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebic ialah:

a. Lesi hipoekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada gain tinggi jelas

tampak eko halus homogeny tersebar rata.

b. Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,

terletak dekat permukaan hati.

c. Terdapat peninggi pada eko pada bagian distal abses.

Gambaran USG yang khas dan lengkap seperti kriteria diatas hanya ditemukan yaitu

pada 37,8% kasus saja sedang di RSHS kami mendapatkannya pada 41,67%.

Pemeriksaan sidik hati

Dengan cara ini sifat struktur lesi tidak dapat dibedakan, karena itu dianjurkan

kombinasi sidik hati dan USG untuk meningkatkan sensitivitas amebic. Lesi abses hati akan

tampak kosong (“filling defect”) pada sidik hati memakai radio koloid113m, indium99m,

technetium atau 198m Au dan bila dilanjutkan dengan sidik hati memakai “blood fool isotop”

misalnya 113m indium transferin akan menunjukkan lesi yang akan tetap kosong dan sekitar

lesi ada gambaran “halo” akibat sifat hipervaskulerisasi18,19. Keuntungan sidik hati ialah

mampu menditeksi abses pada stadium dini diamana aktivitas sel kuppler sudah terganggu

dan sudah terjadi gangguan penangkapan isotop19.

Pemeriksaan tomografi dengan computer

Merupakna car a terbaik untuk melihat gambaran abses terutama abses yang multiple

atau letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98% dan dapat mendeteksi lesi berukuran 5mm12.

Dibandingkan USG, pemeriksaan dengan cara ini biayanya mahal.

Page 26: Anatomi hepar

Diagnosis Banding

Penyakit amebiasis hati perlu dibedakan dengan penyakit hati lainnya, penyakit paru-paru

dan penyakit infeksi sistemik.

a. Pada hepatitis infeksiosa dapat timbul kenaikan suhu badan, tetapi biasanya rendah

dan tidak ada lekositosis. Tidak dijumpai hepatomegali dan tanda Ludwig negative.

Diafragma kanan tak meninggi. Tes faal hati menunjukkan hati terganggu.

b. Penyakit paru-paru misalnya pneumonia dan empyema kanan perlu dibedakan dengan

amebic abses hati, karena keluhan yang timbul dapat serupa. Pada penyakit paru-paru

tersebut di atas tidak dijumpai hepatomegali, dan tidak ada peninggian diafragma

kanan.

c. Abses hati piogenik perlu dibedakan dengan amebic abses hati. Pada abses piogenik

biasanya ditemukan leukositosis yang hebat, dan tidak ditemukan kuman ameba

histolitika. Pengobatan dengan anti amebika tidak menunjukkan perbaikan.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan kateter drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.

Antibiotik Terapi medikamentosa adalah antibiotik yang bersifat amubisid seperti metronidazol atau tinidazol. Dosis 50 mg/kgBB/hari diberikan tiga kali sehari selama 10 hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat

memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam beberapa hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari. Metronidazol mudah didapat dan aman, walaupun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer kadang-kadang dapat terjadi.

Page 27: Anatomi hepar

Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.

Aspirasi Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini, aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi sekunder.

Drainase Perkutan

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.

Operasi

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan cara yang lebih konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.

Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan subkostal kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif.

Page 28: Anatomi hepar

Indikasi operasi pada abses hepar antara lain:

Terapi antibiotika gagal Aspirasi tidak berhasil Abses tidak dapat dijangkau dengan aspirasi ataupun drainase Adanya komplikasi intraabdominal

Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:

Abses multipel Infeksi polimikrobakteri Immunocompromise dissease

Hepatektomi

Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.

2.12. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Pada prinsipnya pengobatan secara medikamentosa terdiri dari pemberian

amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal

untuk memberantas parasit E.histolytica didalam usus sehingga dicegah kambuhnya

abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk mencegah

timbulnya resistensi parasit.

Sebagai amebisid jaringan, metronidazol saat ini merupakan pilihan utama

dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilhan kedua adalah kombinasi

emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan kloroquin. Baik emetin maupun

dehidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam

kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak bisa sebagai amebisid

intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek sampingnya, biasanya baru

digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus

karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung (kecuali perikarditis

amebic) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kg BB selama 7-10 hari

atau 1,5 mg dehidroemetin/kg BB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin

kurang toksik disbanding dengan emetin.

Page 29: Anatomi hepar

Amebisid jaringan yang lain ialah kloroquin yang mempunyai nilai kuratif

sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi

didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah

retinopati. Dosis yang diberikan 600mg kloroquin basah, lalu 6 jam kemudian 300mg

dan selanjutnya 2x150mg/hari selama 28 hari, adapula yang memberikan kloroquin

1gram/ hari selama 2 hari, diteruskan 500mg/hari sampai 21 hari.

Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat selama

3x500mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroxiquin 3x600mg/hari selama 21 hari

atau klefamid 3x500mg/hari selama 10 hari.

Setiap penderita yang diduga menderita amebiasis hati sebaiknya dirawat

dirumah sakit da dianjurkan untuk istirahat. Pengobatan yang dianjurkan ialah:

1. Dehidroemetin (D.H.E), suatu derivate sintetik dari emetin, yang dianggap kurang

toksik dan mempunyai aktivitas yang hamper sama dengan emetin. D.H.E dapat

diberikan per os ataupun parenteral dengan dosis 1-11/2 mg/kg BB/hari (maksimum

60-80mg/hari) selama paling lama 10 hari. Walaupun pengaruh toksiknya kurang

dibandingkan dengan emetin , tetap dianjurkan agar pemberiannya diawasi dengan

pemeriksaan ECG. Bila D.H.E tidak ada dapat dipakai emetin hidrokloride, yang

sangat efektif terhadap bentuk-bentuk vegetative dari ameba, baik intra intestinal

maupun ekstra intestinal. Dosis yang dianjurkan ialah 1 mg/kg BB/hari dengan dosis

maksimal 60mg sehari dan hanya diberikan parenteral selama 3-5 hari. Pemakaian

obat ini betul-betul harus diawasi karena sifatnya sangat toksik terhadap sel

protoplasma, terutama terhadap sel otot. Oleh karena itu pemberian dalam jangka

lama, dihawatirkan berpengaruh buruk terhadap otot jantung. Setiap penderita yang

diberikan pengobatan dengan emetin sebaiknya dianjurkan beristirahat di tempat tidur

dan harus diawasi dengan pemeriksaan EKG. Dan terhadap penderita penyakit

jantung, penderita yang berusia lanjut, wanita hamil, keadaan umum jelek, polineritis,

sebaiknya tidak diberikan obat ini.

2. Chloroquin, ialah suatu senyawa aktif dari 4 quinolin. Obat ini menurut COMAN

(1948) sangat efektif untuk mengobati amebiasis hati, walaupun efeknya agak kurang

bila dibandingkan dengan ametin. Dosis yang dianjurkan ialah 2x500mg/hari selama

2 hari pertama, kemudian dilanjutkan 1x500mg atau 2x250mg/ hari selama 3 minggu.

Walaupun obat ini diberikan dalam jangka waktu lama, tidak menunjukkan tanda-

Page 30: Anatomi hepar

tanda toksis. Sebaiknya pemberian chloroquin diberikan bersama-sama dengan D.H.E

atau emetin, yang berdasarkan pengalaman ternyata memberikan hasil yang sangat

baik.

3. Metronidazole merupakan derivate dari nitromidazole, telah dicoba untuk mengobati

amebiasi hati dengan hasil yang memuaskan. Bila ada kontra indikasi terhadap

pemberian emetin, maka dianjurkan untuk memberikan metronidazole dengan dosis

3x500mg selama 10 hari.

4. Setelah selesai pengobatan abses hati, dianjurkan untuk memberikan juga obat-obat

amebicidal intestinal untuk mengobati intestinal amebiasis yang mungkin

menyertainya. Menurut SPELLBERG, colon harus betul-betul bebas dari ameba

histolitika untuk menghindari kembali amebiasis hati.

Obat-obatan yang dianjurkan diantaranya ialah:

a. Iodo-oxiquinolin misalnya:

- Diodoquin (diiodo-hydroxyquinoline dengan dosis 3-4x 0,20gr/8 jam selama 20

hari, atau

- Iodo-chlorhydroxyquinoline (enterovioform) dengan dosis 3x250-500 mg/hari.

b. Carbarsone (Carbaminophenyl – arsenic acid) dengan dosis 2x250mg/hari selama 10

hari.

c. Tetracycline dapat diberikan dengan dosis 500 mg tiap 6 jam selama 10 hari. Obat ini

dapat membunuh Entamoeba histolitika di intestinal.

Ada 2 macam skema kombinasi pengobatan yang dianjurkan oleh ZUIDEMA, ialah:

1. Emetine Flagyl Clioquinal

60 mg/hari 3x750 mh/hari 3x1 tablet

7 hari 5 hari 10 hari

2. Flagyl Resochin

4x250 2x250

3x750 mg/hari

2 hari 19 hari

5 hari 21 hari 10 hari

Page 31: Anatomi hepar

2. Tindakan aspirasi terapeutik

Indikasi:

1. Abses yang dikhawatirkan akan pecah

2. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.

3. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga pericardium atau

peritoneum.

Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila

sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada daerah hati

atau toraks bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling nyeri pada palpasi.

Ada beberapa ketentuan untuk melakukan aspirasi dari abses hati, diantaranya

ialah:

1. Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut diatas tidak

berhasil, dalam arti kata masih membesar, semua keluhan masih ada yaitu; masih

terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut kanan atas, tanda Ludwig positif, dan

lain-lain gejala.

2. Pada pemeriksaan USG ditemukan abses hati dengan diameter lebih dari 5 cm.

3. Bila ditemukan abses ganda, dengan diameter lebih dari 3 cm.

Aspirasi sebaiknya dilakukan di ruangan khusus, dalam keadaan aseptic, untuk

mencegah kontaminasi. Pada abses ganda, dilakukan aspirasi di tempat abses yang

paling besar. Bila tersedia alat USG, lebih baik dilakukan biopsi secara terpimpin,

agar dapat lebih terarah dan dapat dikeluarkan semua cairan abses. Bila tidak terdapat

alat USG dapat dilakukan biopsy secara membuta. Lokalisasi aspirasi membuta ialah

di tempat yang paling lembek dan paling nyeri. Jarum yang dipakai ialah jarum

panjang dengan diameter kira-kira 1-2 cm, dan didahului dengan anastesi local di

tempat insersi jarum. Cairan berwarna coklat susu (anchovy sauce pus) harus

dikeluarkan sampai habis, dan dihentikan bila penderita merasa kesakitan karena

tertusuknya jaringan parenkim hati. Setelah aspirasi harus diberikan pengobatan

medikamentosa seperti tersebut di atas.

Page 32: Anatomi hepar

Aspirasi sirurgis dianjurkan terhadap abses ganda yang sulit dilakukan aspirasi

biasa, atau bila secara USG ditemukan diameter abses lebih dari 15 cm, atau bila letak

abses dikhawatirkan akan terjadinya perforasi.

3. Tindakan pembedahan

Pembedahan dilakukan bila:

1. Abses disertai infeksi sekunder.

2. Abses yang jelas menonjol kedinding abdomen atau ruang interkostal.

3. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.

4. Rupture abses ke dalam rongga intraperitoneal /pleura/pericardial.

Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi.

Pencegahan ( Promotion and Prevention )

Karena amoebic liver abscess banyak ditemukan dinegara tropik dan subtropik

dengan sanitasi yang masih buruk seperti India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan

Mexico, sebaiknya penderita atau individu menjaga sanitasi agar tetap baik. Dan

penderita juga harus makan makanan yang higienis.

Komplikasi

Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Hal ini dikarenakan facies diaphragm hepar yang berdekatan dengan system pleuropulmonum terutama di lobus kanan. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan

menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.

Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga tubuh dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insidens perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas yang memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung.

Page 33: Anatomi hepar

(gambar di atas adalah gambaran makroskopis abses hati)

Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonitis umum. Abses kronis, artinya sebelum perforasi, omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit (seperti gambar di samping) sehingga menimbulkan fistel yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi sekunder.

1. Infeksi sekunder

Merupakan infeksi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.

2. Rupture atau pendarahan langsung

Organ atau rongga yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus

kiri mudah pecah ke pericardial dan intraperitoneum. Perforasi yang paling sering

adalah ke pleuropulmonal (10-20%), kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9%)

selanjutnya pericardium (0,01%) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal.

3. Komplikasi vaskuler

Rupture ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang

terjadi.

4. Parasitemia, amebiasis serebral

E.histolytica dapat merusak aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain

misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intracranial.

Telah diketahui abses hati amubik merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi

entamoeba hepalitika. Namun demikian abses hati amubik sendiri dapat menyebabkan

komplikasi. Adapun komplikasi yang sering ditemukan ialah timbulnya perforasi dari abses.

Perforasi dari abses tersebut akan dapat kerongga dada (intratorakal), ke rongga perut

(intraperitonial), dan keluar badan, tergantung dari letak abses. Perforasi intratorakal dapat ke

rongga pleura yaitu berupa perforasi intrapleural dan perforasi kea rah rongga jantung

(perforasi intra kardia).

Dari hasil penelitian penulis dari tahun 1986 menemukan 19 dari 59 penderita abses

hati amubik dengan komplikasi, terdiri atas 15 perforasi intrapleural, 2 perforasi intrakardial,

dan 2 perforasi intraperitoneal.

Page 34: Anatomi hepar

Perforasi intrapleural terjadi karena letak abses yang besar di lobus kanan atas dekat

diafragma. Bisanya perforasi dari abses ini terlalu melalui tendo sentral dari diafragma kanan

yang menyebabkan timbulnya efusi atau empiema. Keluhan yang sering diajukan penderita

ialah timbulnya mendadak sesak nafas, batuk-batuk dengan nyeri di dada kanan bawah

disertai dengan panas badan. Untuk mengurangi perasaan atau keluhan tersebut di atas

biasanya tampak penderita di dyspnoeu. Dada kanan tampak lebih cembung dengan

pergerakan pernapasan yang berkurang. Kadang-kadang teraba nyeri tekan di dada kanan

bawah. Pada perkusi terdengar pekak, dan pada saat auskultasi tidak terdengar suara

pernapasan. Disamping timbulnya efusi pleura dapat juga terjadi abses paru. Komplikasi ini

jarang ditemukan, dan pada penelitian penulis tidak menemukan gambaran tersebut.

Bila letak abses hati di lobus kiri dapat dekat diafragma kiri, maka akan dapat

menyebabkan terjadinya perforasi intraperikardial, sehingga timbul efusi pericardial. Keluhan

yang diajukan yaitu merasa mendadak sesak napas, badan panas, nyeri di dada kiri. Penderita

lebih enak tidur dengan bantal tinggi. Tanda-tanda temponade kardiak makin jelas. Sebagian

akibat munculnya kompresi miokardial. Umumnya penderita menjadi gelisah, karena sesak

napas dan nyeri dada. Seseorang penderita abses hati amubik dengan komplikasi efusi

pericardial biasanya memliki prognosis yang jelek, karena sering dapat berakibat fatal. Oleh

karena itu perlu segera dilakukan aspirasi cairan efusi perikarial atau dilakukan tindakan

pembedahan. Dari hasil pengalaman penulis salah seorang meninggal dunia dan seorang lagi

setelah dilakukan aspirasi cairan pericardial dan pengobatan konservatif dapat hidup.

Pada abses di lobus kiri hati, gambaran seperti tersebut di atas tidak nyata. Abses di

lobus kiri hati, sering memberikan penekanan pada lambung, yang dapat dilihat dengan foto

lambung dengan kontras barium.

Sidik hati dengan bahan radioaktif. In 113 m atau Tc 99 m banyak sekali yang menolong

penentuan diagnosa, dengan dapat dilihat adanya tempat pengosongan di daerah abses hati.

Daerah yang kosong tersebut masih perlu dipikirkan kemungkinannya dengan karsinoma

hati. Bila mana dilakukan sidik hati ulangan dengan Se 75 Selenite tetap dijumpai daerah

kosong (daerah dingin) maka merupakan gambaran dari abses hati. Setelah penyakitnya

sembuh, tempat pengosongan akan terisi lagi. Perforasi intra peritoneal timbul bila letak

abses dekat permukaan hati sebelah distal baik di lobus kiri maupun di lobus kanan. Penderita

mengeluh mndadak perut terasa tegang dan nyeri berdenyut disertai dengan panas badan

meninggi. Keluhan semacam ini memperlihatkan tanda-tanda abdomen akut. Penderita

Page 35: Anatomi hepar

umumnya menjadi gelisah, karena tegangnya perut disertai tanda-tanda peritonitis akuta. Bila

ditemukan tanda-tanda tersebut di atas, perlu segera dilakukan tindakan pembedahan. Dua

orang penderita dengan perforasi intraperitoneal yang ditemukan penulis selama 4 tahun,

setelah dilakukan pembedahan sito dan pengobatan anti amoeba menjadi baik kembali.

Komplikasi intraperitoneal umumnya mempunyai prognosis yang jelek, apalagi bila tidak

segera dilakukan tindakan pembedahan.

Prognosis

Factor yang mempunyai prognosis

a. Virulensi parasit

b. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita

c. Usia tua, usia penderita, lebih buruk pada usia tua

Page 36: Anatomi hepar

d. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk.

e. Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple.

f. Stadia penyakit

g. Komplikasi

Bila terapi adekuat, resolusi abses akan sempurna tetapi imunitas tidak permanen dan

dapat terjadi lagi re-infeksi.

Prognosa abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat dari infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang diberikan

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ENTAMOEBA HISTOLYTICA

DISTRIBUSI GEOGRAFIKTerdapat diseluruh dunia kosmopolit terutama didaerah tropik dan daerah beriklim sedang.

MORFOLOGI DAN DAUR HIDUPMempunyai dua stadium : trofozoit dan kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba dilambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi eksitasi dan keluarlah stadium trofozoit yang masuk kedalam rongga usus besar. Dari satu kista mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit.

Trofozoitnya memiliki ciri :1. ukuran 10-60 μm2. sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda penting untuk diagnosisnya3. terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai de-ngan karyosom padat yang terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti4. bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar,disebut pseudopodia.

Kistanya memiliki ciri

1. bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm2. kista matang memiliki 4 buah inti entamoba3. tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sito-plasma4. kista yang belum ma-tang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun biasanya meng-hilangsetelah kista matang.

Page 37: Anatomi hepar

Stadium protozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan aliran darah menebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit dan vagina. Hal tersebut disebabkan sifatnya yang dapat ,merusak jaringan sesuai dengan nama spesiesnya E.histolytiks (histo=jaringan) (lisis=hancur). Stadium trofozoit berkembang biak secara belah pasang. Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Didalam rongga usus besar stadium trofozoit dapat berubah menjadi sradium precyst. Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Stadium kista tidak patogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding kista, stadium kista dpat bertahan pada pengaruh buruk diluar badan manusia.

Infeksi terjadi dengan menelan kista matang

Page 38: Anatomi hepar

DAFTAR PUSTAKA

Harrison, T.R., Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17th ed., The McGraw-Hill Companies, Inc., United States Amerika, 2008.

Tortora, Gerard J & Derrickson, Bryan, Principles of Anatomy and Physiology, 11th edition, hal: 918-921, John Wiley &Sons, United States Amerika, 2007.

Sherwood, Lauralee, Human Physiology from cell to systems, 6th edition, hal: 605-610, Thomson Coorporation, United States Amerika, 2007.

Sulaiman, h.Ali, dkk., Gastroenterologi Hepatologi, edisi ke 2, hal: 395-401, Sagung Seto, Bandung, 1997.

Hadi, Sujono, Gastroenterologi, 2nd ed, hal: 668-682, Alumni, Bandung, 2002.

Soeparman, dkk., Buku Ajar Penyakit Dalam Abses Hati Amoebik, jilid 1, edisi 1st, hal:328-332, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.

Michael F. Leitzmann, M.D., M.P.H. Recreational Physical Activity and The Risk of Cholecystectomy in Women. The New England Journal of Medicine. 1999.

Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 1994

Victor P.Eroschenko. Atlas Histologi di Fiore. 9th ed. Jakarta:EGC. 2003

MP Sharma, Vineet Ahuja.Amoebic Liver Abscess. Avaliable from : http://medind.nic.in/jac/t03/i2/jact03i2p107.pdf. Updated: June 2003.

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463

2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2004

3. Christopher’s Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company. 1960; 797-799

Page 39: Anatomi hepar

4. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar: www.ejournal.unud.ac.id.

5. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008

6. Sembang, Jom. Abses Hati (Liver Abscess). Malaysia: www.infomedis.blogspot.com

7. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.

8. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane: www.pubmedcentral.nih.gov 2005