116522276-Makalah-RDS

download 116522276-Makalah-RDS

of 17

Transcript of 116522276-Makalah-RDS

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    a.1 latar belakang

    Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease

    (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada

    bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya

    atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum

    protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari

    angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (

    RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-

    1500 gram.

    Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan menurun sejak

    digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh

    neonatus.4,5 Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada

    1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk

    salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi

    kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil

    dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan, surfaktan dari cairan amnion manusia, dan

    surfaktan dari sejenis lembu/bovine dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan.

    Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit

    pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

    Infant RDS atau Hyaline Membrane Disease (HMD) Merupakan gangguan pada bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur karena kekurangan surfaktan. Surfaktan mulai diproduksi oleh janin pada usia kehamilan 34 minggu, dan pada umur kehamilan 37 minggu

    jumlahnya sudah cukup untuk pernafasan normal Puncak keparahan terjadi pada 24-48 jam,

    akan membaik dalam waktu 72-96 jam (tanpa terapi surfaktan) tergantung dari maturitas

    bayi. Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas(SGN/RDS).

    Respiratory distress syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi kurang bulan, 50%

    pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan

    dengan umur gestasi dan berat badan. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-

    80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30%

  • 2

    pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan.

    Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering

    terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan (nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuansi

    juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah

    uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi,

    seksio sesarea serta perdarahan antepartum.(surasmi,dkk) Namun seiring dengan

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi resiko tinggi dapat hidup dengan baik

    tanpa mengalami cacat.

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Definisi

    Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) adalah perkembangan yang imatur pada

    system pernafasan atau tidak kuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai

    hyaline membrane disease (HMD). Akut Sindrom distress pernafasan (ARDS), juga dikenal

    sebagai sindrom gangguan pernapasan (RDS) atau sindrom gangguan pernapasan dewasa

    (berbeda dengan IRDS ) adalah reaksi serius terhadap berbagai bentuk cedera atau infeksi

    akut pada paru-paru . ARDS adalah parah paru sindrom (bukan penyakit) yang disebabkan

    oleh berbagai masalah langsung dan tidak langsung. Hal ini ditandai dengan peradangan pada

    paru-paru parenkim menyebabkan gangguan pertukaran gas dengan rilis sistemik seiring

    mediator inflamasi yang menyebabkan peradangan , hipoksemia dan sering mengakibatkan

    kegagalan organ multiple . Kondisi ini sering fatal, biasanya membutuhkan ventilasi mekanis

    dan masuk ke unit perawatan intensif .

    Sindrom distress pernafasan dewasa (ARDS) adalah suatu penyakit yang di tandai

    oleh kerusakan luas alveolus dan / atau membrane kapiler paru. respiratory distress syndrome

    (RDS) merupakan penyebab morbiditas utama pada anak. Sindrom ini paling banyak

    ditemukan pada BBLR terutama yang lahir pada masa gestasi < 28 minggu. Penyebab

    terbanyak (SGNN) adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat kekurangan

    surfaktan. Kelainan paru ini membawa akibat pada sistem kardiovaskular seperti terjadinya

    pengisian ventrikel kiri yang menurun, penurunan isi sekuncup, curah jantung yang menurun,

    bahkan dapat terjadi hipotensi sampai syok. Resistensi pembuluh darah paru yang meningkat

    dapat menimbulkan hipertensi pulmonal persisten. Pada bayi yang sembuh dari PMH dapat

    terjadi duktus arteriosus persisten (DAP). Pemeriksaan penunjang radiologis, laboratorium,

    EKG dan ekokardiografi sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis RDS.

    Tata laksana penyakit ini sangat tergantung pada tingkat gangguan kardiovaskular yang

    terjadi.

    definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi

    napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya

    pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan

    adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran

  • 4

    pada saat otopsi.Sedangkan menurut Murray et.al (1988) disebut RDS bila ditemukan adanya

    kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang

    atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar.Definisi menurut

    Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri

    pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya

    kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom

    gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu

    RDS.

    Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia

    perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut

    juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang

    disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan

    biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong

    alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan

    masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan

    mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan

    bertambah berat.

    Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan

    selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat

    fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur

    segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping

    hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam

    pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS

    yaitu :

    a. Stadium 1

    Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara

    b. Stadium 2

    Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram

    udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan

    penurunan aerasi paru.

  • 5

    c. Stadium 3

    Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque

    dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.

    d. Stadium 4

    Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

    II.2 Etiologi

    ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung pada kapiler paru atau alveolus.ARDS terjadi

    sebagai akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang mengakibatkan kebocoran cairan

    kedalam ruang intestisial alveolar dan perubahan dalam jarring-jaring kapiler. Penyebab

    kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang

    mencegah kolaps paru. PMH seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi

    surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup

    menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan

  • 6

    terjadinya PMH. Dihubungkan dengan usia kehamilan, semakin muda seorang bayi, semakin

    tinggi Resiko RDS sehingga menjadikan perkembangan yang imatur pada system pernafasan

    atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS terdapat dua kali lebih banyak pada

    laki-laki daripada perempuan, insidens meningkat pada bayi dengan factor-faktor tertentu,

    misalnya: ibu diabetes yang melahirkan bayi kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal, lahir

    melalui seksio sesaria. ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya

    berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Faktor Resiko: Trauma langsung pada paru

    Pneumoni virus,bakteri,fungal

    Contusio paru

    Aspirasi cairan lambung

    Inhalasi asap berlebih

    Inhalasi toksin

    Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama

    Trauma tidak langsung

    Sepsis

    Shock

    DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)

    Pankreatitis

    Uremia

    Overdosis Obat

    Idiophatic (tidak diketahui)

    Bedah Cardiobaypass yang lama

    Transfusi darah yang banyak

    PIH (Pregnand Induced Hipertension)

    Peningkatan TIK

    Terapi radiasi

    Gangguan traktus respiratorius:

  • 7

    Hyaline membrane disease (HMD)Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi (bayi

    prematur)

    Transient tachypnoe of the newborn (TTN)

    Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi Caesar karena dadanya tidak

    mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari

    dalam paru.:

    o Infeksi (pneumonia)

    o Sindroma aspirasi

    o Hipoplasia paru

    o Hipertensi pulmonal

    o Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma)

    o Pleural effusion

    o Kelumpuhan saraf frenikus

    Luar traktus respiratoris:

    Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.

    II.3 Patofoisiologi

    Berbagai teori telah ditemukan sebagai penyebab kelainan ini. Pembentukan substansi

    surtaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu teori yang banyak

    dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan

    merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa utama

    zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai

    maksimum pada minggu ke35. Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan

    permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara

    fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit

    membran hialin menyebabkan kemanapun paru untuk mempertahankan stabilitasnya

    terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan

    berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yanglebih besar yang disertai usaha

    inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga

    terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan :

  • 8

    oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik

    dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan

    terjadinya asidosis metabolic pada bayi.

    kerusakan endotel kapiler dan apitel duktus dan alveolaris yang akan

    menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan

    selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk

    suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga

    menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula

    aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya

    pembentukan subtansi surfaktan.

    Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh

    alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana

    dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan

    mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut

    menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)

    menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan

    terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah

    diketahui bahAwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini

    berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.

    Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti

    hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk

    mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian

    distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan

    desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi

    tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif

    dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada

    endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi

    matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk

    dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai

  • 9

    dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi

    yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan

    chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

    II.4 Manifestasi Klinik

    Pernafasan cepat (takipneu)

    Pernafasan cuping hidung

    Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis

    Sianosis sejalan dengan hipoksemia

    Peningkatan jumlah pernapasan

    Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan

    Hipotensi sistemik ( pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari 3

    sampai 4 detik )

    Penurunan keluaran urine

    Penurunan suara nafas dengan ronkhi

    Takhikardi pada saat terjadinya asidosis dan hipoksemia

    Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat

    maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala

    klinis yang ditujukan.

    II.5 pemeriksaan

    Pemeriksaan diagnostik

    Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk

    mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia),

    analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60

    mmHg , peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukan adanya

    atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur,

    pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamolan 33

    minggu.

  • 10

    Sinar X dada

    Tes fungsi paru

    Kadar asam laktad

    Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan

    mendengkur,retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan

    pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.

    Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran

    udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.

    Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat dilihat dari

    penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi

    respirasi meliputi:

    1. frekwensi nafas

    Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa

    tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap

    terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,

    diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang

    sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP

    yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

    2. mekanika usaha pernafasan

    Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding

    dada, yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.

    Anggukan kepala keatas, merintih, stridor dan akspansi memanjang menandakan

    terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan

    3. warna kulit/membran mukosa

  • 11

    Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak (mottled),

    tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

    Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

    1) Frekuensi jantung dan tekanan darah

    Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes, nyeri,

    demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

    2) Kualitas nadi

    Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran

    sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan

    berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut.

    Perfusi kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.

    Pemeriksaan kapiler dapar dilakukan dengan cara:

    Nail bed pressure (Tekan pada kuku)

    Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan

    jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya

    tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

    3) Perfusi pada otak dan respirasi

    Gangguan fungsi serebral awalnay adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi dan latergi.

    Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi

    kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

    II.6 Penatalaksanaan

    Terapi ARDS

    Tujuan terapi

    Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan umumnya bersifat suportif

    Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang

    adekuat

    mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi) ak ada terapi yang dapat menyembuhkan umumnya bersifat suportif

    Strategi Terapi

    o Non-farmakologi

  • 12

    ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian menggunakan ventilator,

    mengaturPEEP (positive-end expiratory pressure)

    pembatasan cairan

    pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin berfokus untuk memelihara

    oksigenasi dan perfusan yang adekuat encegah komplikasi nosokomial (kaitannya)

    o Farmakologi

    Inhalasi NO2 dan vasodilator lain

    kortikosteroid (masih kontroversial : no benefit, kecuali bagi yang inflamasi

    eosinofilik)

    Ketoconazole : inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis

    leukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS

    Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.

    Antibiotik untuk mengatasi infeksi.

    Terapi IRDS

    Tujuan terapi

    Mencegah atau meminimalkan keparahan HMD pada bayi

    Strategi Terapi

    Pencegahan sejak janin dalam kandungan

    Pengatasan semua gejala, menjaga bayi dalam

    keadaan normal

    o Pencegahan

    a. Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh :

    Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml)

    b Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml

    dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn monitoring

    cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat

    dihentikan

  • 13

    c Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12

    jam untuk 4 x pemberian)

    d Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuran rasio lesitin/spingomielin

    : > 2 dinyatakanmature lung function

    Non-farmakologi:

    Jaga kecukupan oksigen dengan ventilasi mekanik dengan ventilator, jaga

    CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)

    Jaga bayi tetap hangat, jika perlu gunakan topi bayi

    Terapi Farmakologi :

    Terapi surfaktan surfaktan sintetik diberikan melalui sisi pada tube endotracheal

    dalam 2 x suntikan bolus, contoh: Exosurf, Infasurf, Alveofact

    Nitric Oxide inhalasi

    Narkotik/benzodiazepin mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan pada bayi

    contoh: Lorazepam,Fentanyl

    Sodium bicarbonat untuk metabolic acidosis

    Diuretik untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkan risk : benefit

    Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS

    adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia,

    didapat dari caiaran amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan

    buatan).

    Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan, bila surfaktan melapisi permu-

    kaan cairan maka tegangan permukaan cairan tersebut akan turun sehinggal

    lebih lunak dan tidak mudah menempel. Surfaktan diproduksi oleh sel epitel

    alveolus tipe II dengan jumlah 10% dari seluruh permukaan alveoli yg

    memiliki efek menurunkan tegangan permukaan udara alveoli dan memberi

    efek menurunkan tegangan permu-kaan mulai dari 1/12 sampai 1/2 tegangan

    permukaan air murni, tergantung konsen-trasi dan orientasi molekul-surfaktan.

    JENIS SURFAKTAN

    Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu:

  • 14

    1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion

    sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan

    2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik

    Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine

    (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat dari

    DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama d pasarkan di

    amerika dan eropa.2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4

    (sinapultide) dan rSPC ( Venticute),belum pernah ada penelitian tentang keduanya untuk

    digunakan pada bayi prematur. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran

    surfaktan paru anak sapi dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan

    palmitic misalnya Surfactant TA, Survanta.

    Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau

    babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah

    Curosurf

    Saat ini ada 2 jenis surfaktan di Indonesia yaitu :

    Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol.

    Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi

    dibanding sintetik terletak di protein.

    PEMBERIAN SURFAKTAN PADA BAYI PREMATUR DENGAN

    RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

    Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi

    prematur dengan RDS. Sampai saat ini ada dua pilihan terapi surfaktan, yaitu natural

    surfaktan yang berasal dari hewan dan surfaktan sintetik bebas protein, dimana

    surfaktan natural secara klinik lebih efektif. Adanya perkembangan di bidang genetik

    dan biokimia, maka dikembangkan secara aktif surfaktan sintetik. Surfaktan paru

    merupakan pilihan terapi pada neonatus dengan RDS sejak awal tahun 1990

    (Halliday,1997), dan merupakan campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein

    yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan pada air-tissue interface . Semua

    surfaktan derifat binatang mengalami berbagai proses untuk mengeluarkan SP-A dan

  • 15

    SP-D, menurunkan SP-B dan SP-C, dan merubah fosfolipid sehingga berbeda dengan

    surfaktan binatang.

    Semua golongan surfaktan secara in vitro menurunkan tegangan permukaan, terutama

    terdapat pada surfaktan kombinasi protein, dapat menurunkan pemakaian kebutuhan

    oksigen dan ventilator dengan cepat. Pada suatu studi meta analisis yang

    membandingkan antara penggunaan surfaktan derifat binatang dengan surfaktan

    sintetik bebas protein pada 5500 bayi yang terdaftar dalam 16 penelitian random, 11

    penelitian memberikan hasil yang signifikan bahwa surfaktan derifat binatang lebih

    banyak menurunkan angka kematian dan pneumothorak dibandingkan dengan

    surfaktan sintetik bebas protein Golongan derifat binatang yang sering digunakan

    pada meta-analisis adalah Survanta. Beberapa studi membandingkan efektifitas antara

    surfaktan derifat binatang, dan yang sering dibandingkan pada golongan ini adalah

    Survanta dan Curosurf . Penelitian di Inggris oleh Speer dkk (1995) yang

    membandingkan terapi Survanta dosis 100 mg/kg dan Curosurf dosis 200 mg/kg, pada

    bayi dengan RDS yang diberi terapi Curosurf 200 mg/kg memberikan hasil perbaikan

    gas darah dalam waktu 24 jam. Penelitian lain oleh Ramanathan dkk (2000) dengan

    dosis Curosurf 100 mg/kg dan 200 mg/kg dibandingkan dengan Survanta dosis

    100mg/kg dengan parameter perbaikan gas darah menghasilkan perbaikan yang lebih

    baik dan cepat pada terapi Corosurf dengan kedua dosis tersebut, tetapi pada

    penelitian ini tidak didapatkan data yang lengkap pada jurnalnya. Data tentang

    penggunaan terapi surfaktan sintetik masih terbatas.

  • 16

    BAB III

    PENUTUP

    III.1 kesimpulan

    akut Sindrom distress pernafasan (ARDS), juga dikenal sebagai sindrom gangguan

    pernapasan (RDS) atau sindrom gangguan pernapasan dewasa (berbeda dengan IRDS )

    adalah reaksi serius terhadap berbagai bentuk cedera atau infeksi akut pada paru-paru

    Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease

    (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada

    bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya

    atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum

    protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.

    Macam Respiratory Distress Syndrome :

    RDS pada dewasa : Acute RDS (dulu Adult RDS)

    RDS pada bayi baru lahir : infant RDS (IRDS) atau Hyaline membrane disease

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2007. Acute Respiratory Distress Sindrome. Terdapat pada: http:

    //www.medicine.com/ards/page 4.htm.

    Anonim. 2007. Respiratory Distress Syndrome/Rds (On-line). Terdapat pada :

    http://healthblogrds.blogspot.com

    Hidayat, Azis alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan. edisi 1. Jakarta: Salemba

    Medika

    Kurniasih, Dedeh. 2006. Respiratory Distress Syndrom. terdapat pada:

    http://www.tabloid-nakita.com

    Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC