Respiratory Distress RDS

93
Respiratory Distress Syndrome ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDS) DIRUANG NICU RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON Diajukan untuk menempuh tugas praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Anak Program Studi S.1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon Disusun Oleh: IIP ARIF BUDIMAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON PROGRAM STUDI PROFESI NERS S 1 KEPERAWATAN CIREBON 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ

description

Pengetahuan Kesehatan

Transcript of Respiratory Distress RDS

Page 1: Respiratory Distress RDS

Respiratory Distress Syndrome

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERNAFASAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDS) DIRUANG NICU RSUD

GUNUNG JATI

KOTA CIREBON

Diajukan untuk menempuh tugas praktek Profesi Ners

Stase Keperawatan Anak Program Studi S.1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Cirebon

Disusun Oleh:

IIP ARIF BUDIMAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON

PROGRAM STUDI PROFESI NERS S 1 KEPERAWATAN

CIREBON

2008

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling

sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih sempit

dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan pernafasan

bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi,

terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan pernafasan dapat

dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau perut.

Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak sudah dapat

berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur

Page 2: Respiratory Distress RDS

dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot

pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif.

Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah

takipneu.

Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic,

trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan

pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress

syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi

premature.

Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory disstess

syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispeu atau hiperpneu. Sindrom ini

dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu, tindakannya

disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan

sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram hialin (PMH),

pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah, 1999).

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang dimulai

sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan

terjadi RDS dan kelainan ini merupakanpenyebab utama kematian bayi prematur.

Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan

awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.

Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang

interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda

atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel

darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan

merupakan manifestasi patologi yang umum.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Adapun yang menjadi tujuan penulisan adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian RDS.

2. Untuk mengetahui penyebab RDS.

3. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbukhan oleh RDS pada Neonatus dan juga

Page 3: Respiratory Distress RDS

perjalanan penyakit tersebut.

4. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dan perawatan pada bayi dengan RDS.

5. Untuk memenuhi tugas praktek Program Profesi Ners Stase Keperawatan Anak.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa praktikan dalam penetalaksanaan RDS pada

Neonatus.

2. Sebagai bahan masukan bagi lahan praktek untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan khususnya penatalaksanaan kegawatan nafas pada Neonatus.

3. Sebagai sumber reperensi untuk kemajuan perkembangan ilmu Keperawatan, khususnya

Keperawatan anak.

1.4 METODE PENULISAN

Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur yaitu mengambil referensi dari berbagai sumber yang sesuai dengan topik

penulisan berdasarkan kaidah ilmiah yang berlaku.

2. Studi kasus yaitu aplikasi materi yang didapat dan langsung dipraktekan terhadap kasus yang

sesuai pada topik penulisan.

BAB II

TINJAUAN TEORITS

1.1 DEFINISI

Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda

takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk

pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan

besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA

(Stark,1986).

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak

adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae

(Suryadi dan Yuliani, 2001).

Page 4: Respiratory Distress RDS

2.2 PATOFISIOLOGI

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut

surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit

tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke

35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan

tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara

fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi

sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam

organic>asidosis metabolic.

2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk

fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah

keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya

atelektasis.

Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal,

dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan

kehamilan kembar.

2.2.1 Pathway

3.3 GAMBARAN KLINIS

RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan 15 %.

Muntah (-)

Bayi dapat minum dengan baik 7. Observasi intake dan output.

8. Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.

9. Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.

10. Pasang NGT bila diperlukan

11. Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi.

12. Timbang BB tiap hari.

13. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.

Page 5: Respiratory Distress RDS

14. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi

4. Kecemasan Ortu b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama….Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria hasil :

Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.

Orang tua tampak tenang.

Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan. 1. Jelaskan tentang kondisi bayi.

2. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang

akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.

3. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi.

4. Berikan support mental.

5. Berikan reinforcement atas pengertian orang tua.

5. Resiko infeksi tali pusat b.d invasi kuman patogen. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama..Infeksi tali pusat tidak terjadi.

Kriteria hasil :

Suhu 36-37 C

Tali pusat kering dan tidak berbau.

Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat. 1. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada

saat memotong tali pusat.

2. Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.

3. Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.

4. Observasi adanya perdarahan pada tali pusat.

5. Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.

6. Observasi suhu bayi.

6. Devisit volume cairan b.d metabolisme yang meningkat. Volume cairan terpenuhi setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria hasil :

Suhu 36-37 C

Nadi 120-140 x/mnt

Turgor kulit baik. 1. Observasi suhu dan nadi.

Page 6: Respiratory Distress RDS

2. Berikan cairan sesuai kebutuhan.

3. Observasi tetesan infus.

4. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi atau overhidrasi.

5. Kolaborasi pemberian therapy.

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Identitas

1. Identitas Bayi

Nama bayi : By. C

Jenis Kedlamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 09 November 2008

Berat Badan Lahir : 2400 gram

APGAR : 4 – 6

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama Ibu : Ny.C Nama Ayah : Tn. D

Umur ibu : 34 tahun Umur ayah : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki- laki

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : POLRI

Alamat : Perumnas Gria Intan

B. Keluhan Utama

Klien sesak nafas disertai dengan sianosis pada ektrimitas pada saat lahir.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi datang diantar keluarga pukul 13.45 WIB, ibu melahirkan di bidan Ny. Hj. I. Bayi lahir

pada tanggal 09 November 2008 pukul 16.00 WIB, bayi sianosis,retraksi dinding dada

berlebihan, nafas 78 x/ menit, disertai badan panas suhu tubuh 37.7 o C.

D. Riwayat Persalinan

Page 7: Respiratory Distress RDS

Ibu klien melahirkan di bidan dengan partus normal, usia kehamilan 29 minngu dan ststus

kehamilan G3 P3 Ao, ketuban jernih, ketuban pecah dini tidak terjadi. Lama persalinan 2 jam

dari pembukaan I sampai keluarnya janin.

E. Riwayat Perinatal (ANC)

Jumlah kunjungan : 2 x

Bidan/Dokter ; Bidan 1x dan dokter 1x

HPHT ; Tidak diketahui, kehamilan baru diketahui pada saat kehamilan 16 minggu, karena pada

saat kehamilan masih keluar darah sedikit tiap bulan sampai usia tiga bulan

Kenaikan berat badan : 10 kg

Obat-obatan : Obat penambah darah, imunisasi TT 1 x.

Kehamilan direncanakan: Tidak direncanakan

Status Kehamilan : G3 P3 Ao

F. Pengkajian Fisik

a. Refleks

1. Refleks moro

Refleks moro adalah reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan dengan tangan. Pada By. C reflek

moro (+) ditandai dengan ketika dikejutkan oleh bunyi yang keras dan tiba – tiba bayi beraksi

dengan mengulurkan tangan dan tungkainya serta memanjangkan lehernya.

2. Refleks menggenggam

Reflek menggenggam pada By. C (+) tapi lemah, ditandai dengan membelai telapak tangan, bayi

menggenggam tangan gerakan tangan lemah.

3. Refleks menghisap

Reflek menghisap (+) ditandai dengan meletakan tangan pada mulut bayi, bayi menghisap jari,

hisapan lemah.

4. Refleks rooting

Reflek rooting (-) ditandai dengan bayi tidak menoleh saat tangan ditempelkan di pipi bayi.

5. Refleks babynsky

Reflek babynsky (+) ditandai dengan menggerakan ujung hammer pada bilateral telapak kaki.

b. Tonus otot

Page 8: Respiratory Distress RDS

Gerakan bayi sangat lemah tetapi pergerakan bayi aktif ditandai dengan bayi sering menggerek-

gerakan tangan dan kakinya.

c. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Letargi

Lingkar kepala : 33 Cm

Lingkar dada : 30 Cm

Panjang badan : 45 Cm

Berat badan : 2400 Gram

Suhu : 37,1 oC

Respiratory : 78 x/menit

Nadi : 154 x/menit

d. Kepala

Bentuk kepala Normochepal, lingkar kepala 33 cm, pertumbuhan rambut merata, tidak ada lesi,

tidak ada benjolan, fontanel anterior masih lunak, sutura sagital datar dan teraba, gambaran

wajah simetris terdapat larugo disekitar wajah dan badan.

e. Mata

Mata simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, mata bersih tidak terdapat sekret,

mata bisa mengedip, bulu mata tumbuh, reflek kornea (+) reflek terhadap sentuhan, reflek pupil

(+) respon terhadap cahaya, replek kedip (+)

f. Telinga

Letak telinga kanan dan kiri simetris, lubang telinga bersih, tidak terdapat serumen, tidak ada

lesi, bentuk telinga baik, lunak dan mudah membalik, ( Cartilago car ) baik, terdapat rambut

larugo.

g. Hidung

Hidung bentuk simetris, terpasang O2 binasal 2 liter/menit, keadaan hidung bersih tidak terdapat

peradangan atau pembengkakan hidung, pernafasan cuping hidung (PCH) (+).

h. Mulut

Bentuk bibir simetris, bibir terdapat bercak putih pada membran mukosa, Stomatitis (-), refleks

hisap (+),reflek rooting (-).

Page 9: Respiratory Distress RDS

i. Dada dan Paru-paru

Dada simetris ( Sama antara kiri dan kanan ), bentuk dada menonjol, PX terlihat jelas, bentuk

dada burung ( pektus karinatum) pergerakan dada sama antara dada kiri dan kanan, retraksi

dinding dada (+), retraksi dinding epigastrium (+), frekuensi nafas 78 x/menit, mamae bentuk

datar, suara nafas rales (+)

j. Jantung

Nadi apikal 154 x/menit, bunyi jantung reguler BT1 + BT2, palapasi nadi brakhialis (+) lemah,

radialis (+) lemah, femoralis lemah dan nadi karotis (+)

k. Abdoment

Bentuk abdomen dan cekung pada bagian px, bising usus dapat terdengar 4x/menit, tali pusay

belum putus, keadaan kering, tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat haluaran nanah, perut

diraba lunak, lingkar perut 38 cm tidak ada pembengkakan hepar.

l. Genitalia

Lubang penis terdapat di gland penis, kedua testis dapat teraba pada scrorum.

m. Anus

Anus paten, ditandai dengan bayi sudah BAB, mekonium sudah keluar berwarna hitam dan

lembek

n. Punggung

Terdapat banyak rambut larugo, bentuk simetris, tidak terdapat ruam kemerahan atau rush.

o. Ekstrimitas

Ekstrimitas dapat bergerak bebas, ujung jari merah muda/tidak sianosis, CRT dalam waktu 2

detik, jumlah jari komplit, kaki sama panjang, lipatan paha kanan dan kiri simetris, pergerakan

aktif

p. Kulit

Warna kulit merah seluruh tubuh, sianosis (-), tidak terdapat tanda lahir, Skin Rush (-), Ikterik

(-), turgor kulit jelek, kulit longgar disebabkan karena lemak subkutan berkurang, terdapat

larugo.

q. Eliminasi

Eliminasi BAK 6-8 x/hari, BAB 2-4 x/hari

r. Suhu

Page 10: Respiratory Distress RDS

Suhu tubuh 37,1 oC, Setting Inkubator 32 oC

G. Hubungan Psikososial Orang tua dengan Bayi

a. Budaya

Keluarga klien memiliki budaya sunda, akan tetapi bahasa yang digunakan sehari-hari adalah

bahasa indonesia. Ibu klien pada saat masa kehamilan dan setelah melahirkan tadak ada suatu

pantanganan yang dilakukan ibu klien.

b. Agama

Agama yang dianut keluarga klien yaitu agama islam, ibu klien selalu melaksanakan shalat dan

berdo’a bagi kesembuhan anaknya.

c. Psikologis

Psikologis ibu klien sangat labil dikarenakan kondisi yang dialami anaknya saat ini, dia selalu

menangis hal itu dapat terlihat pada saat ibu klien datang ke RS untuk menjenguk anakanya.

H. Hubungan Orang tua dengan Bayi

Tingkah laku Ibu Anak

Menyentuh

Memeluk

Berbicara

Berkunjung

Memanggil nama

Kontak mata -

-

√ -

-

-

-

-

Page 11: Respiratory Distress RDS

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium 11 November 2008

Jenis Pemeriksaan Hasil Normal

Hematologi

WBC

RBC

HGB

HCT

PLT

20,4 ……………….

5,91 106/mm3

16,6 L

49,5 L

337 103/mm3

Photo Thorax 11 November 2008

Gambaran :

Cor : besar dan bentuk baik

Pulmo : Infiltrat di perikardia bilateral dengan gambaran air Bronchogram

Air diafraghma baik

Hasil : HMD grade II

J. Therapy

Aminoppillin 2 x 0,2 cc/hari

Ulcumet 2 x 0,15 cc/hari

K. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah

1 Ds : -

Do :

RR 78 x/menit

Retraksi dinding dada (+)

Page 12: Respiratory Distress RDS

Retraksi dinding efigastrium (+)

bayi tampak lemah Surfaktan menurun

Fungsi paru menurun

Atelaksasis

Menurunnya ventilator

Co2 meningkat

Perfusi perifer jaringan

Sulfaktan menurun

Gangguan pola nafas

2 Ds : -

Do :

Reflek hisap lemah

Retensi lambung 0,5cc

Bayi puasa.

Bising usus 4x/mnt

Bayi tampak lemah Reflek bayi lemah

Bayi puasa

Kebutuhan nutrisi dibatasi

Kebutuhan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

Gangguan kebutuhan nutrisi

3 Ds : -

Do :

Turgor kulit jelek

Pada bibir terdapat keputihan pd mukosa bibir

Page 13: Respiratory Distress RDS

Bayi sering BAK

Bayi terpasang infus Reflek bayi lemah

Bayi puasa

Kebutuhan cairan dibatasi

BAB dan Bak sering

Kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari

kebutuhan

4 Ds : -

Do :

Suhu bayi 37,10 C

Bayi didalam inkubator dengan suhu 320 C

Bayi tidak menggunakan baju Lapisan lemak subkutan

berkurang matabolisme menurun

Bayi tidak bisa memproduksi panas tubuh sesuai kebutuhan

Panas tubuh mudah hilang

Resiko tinggi hipotermi

Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi

5 Ds : ibu klien mengatakan kapan anaknya bisa pulang.

Do :

Ibu tampak cemas

Ibu menangis Anak sakit

Hospitalisasi

Kurangnya pengetahuan

cemas Gangguan rasa aman cemas

Page 14: Respiratory Distress RDS

L. DIAGNOSA KEPERAWAT

1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan dalam tubuh

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat.

3. Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

seringnya BAB dan BAK

4. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum terbentuknya

lapisan lemak pada kulit.

5. Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi

M. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NEONATUS DENGAN RDS

Nama : By. C No Medrek : 561148

Umur : 10 Hari Diagnosa : RDS

No Diagnosa Keperawatan Tujuan intervensi Rasional

1

2

3

4

5 Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan dalam tubuh.

Ditandai dengan :

Ds : -

Do :

RR 78 x/menit

Retraksi dinding dada (+)

Retraksi dinding efigastrium (+)

bayi tampak lemah

Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat. Ditandai dengan :

Page 15: Respiratory Distress RDS

Ds : -

Do :

Reflek hisap lemah

Retensi lambung 0,5 cc

Bayi puasa.

Bising usus 4x/mnt

Bayi tampak lemah

Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

seringnya BAB dan BAK. Ditandai dengan :

Ds : -

Do :

Turgor kulit jelek

Pada bibir terdapat keputihan pd mukosa bibir

Bayi sering BAK

Bayi terpasang infus

Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum terbentuknya

lapisan lemak pada kulit. Ditandai dengan :

Ds : -

Do :

Suhu bayi 37,10 C

Bayi didalam inkubator dengan suhu 320 C

Bayi tidak menggunakan baju

Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi. Ditandai

dengan :

Ds :

Ibu klien mengatakan kapan anaknya bisa pulang.

Do :

Ibu tampak cemas

Ibu menangis Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pola nafas

Page 16: Respiratory Distress RDS

dapat teratasi

Tupen :

RR 60 x/menit

Sesak (-)

Sianosis (-)

Retraksi dinding dada (-)

Reaksi diafragma (-)

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi

terpenuhi.

Tupen :

Reflek hisap (+)

Retensi lambung (-)

Bayi puasa.

Bising usus 8x/mnt

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko tinggi gangguan

kebutuhan cairan tidak terjadi.

Tupen :

Tupan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh tetap normal.

Tupen

Suhu 37 oC

Bayi tidak kedinginan

Tupan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas keluarga klien

berkurang

Tupen

Page 17: Respiratory Distress RDS

Ibu tidak menangis

Mimik verbal tidak cemas Observasi pola nafas

Observasi TTV

Monitor SPO2

Atur posisi semi ekstensi

Tempatkan bayi pada tempat yang hangat

Atur suhu dalam inkubator

Berikan terapy O2 sesuai dengan kebutuhan

Kolaborasi pemberian terapy obat Bronchodilator

Pertahankan pemberian cairan melalui IVFD, Glukosa 10%

Kaji kesiapan bayi untuk minum

Retensi cairan lambung

Berikan minum sesuai jadwal

Timbang BB

Kaji turgor kulit

Pertahankan pemberian cairan IVFD

Beri minum sesuai jadwal

Pantau frekuensi BAB + BAK

Tempatkan bayi pada tempat yang hangat

Atur suhu inkubator

Pantau suhu tubuh setiap 2 jam

Kaji tingkat kecemasan

Page 18: Respiratory Distress RDS

Berikan penjelasan tentang keadaan klien saat ini

Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaan

Anjurkan keluarga untuk tetap mengunjungi bayinya Mengetahui frekuensi nafas

Mengetahui keadaan umum bayi

Mengetahui kadar O2 dalam darah

Memudahkan paru-paru mengembang saat ekspansi

Mempertahankan suhu tubuh

Membantu memenuhi suplai O2

Membantu kemudahan dalam bernafas

Obat Bronchodilator berfungsi untuk membuka broncus guna memudahkan dalam pertukaran

udara

Mempertahankan kebutuhan cairan dalam tubuh

Mengetahui reflek hirup

Mengetahui cairan lambung dan konsistensinya

Memberikan cairan tambahan melalui oral

Mengetahui status nutrisi

Mengetahui tanda dehidrasi

Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh

Untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan

Untuk mengetahui out put tubuh

Mencegah terjadinya hipotermi

Menjaga kestabilan suhu tubuh

Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi

Mengetahui koping individu

Meningkatkan pengetahuan orang tua

Membina hubungan saling percaya

Page 19: Respiratory Distress RDS

N. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No DX Tgl / hari Implementasi keperawatan Respon hasil

I Selasa

11 Nov 2008

Pukul 14.00 WIB 1. Mengobservasi pola nafas

2. Mengobsevasi TTV

3. Memonitor SPO2

4. Mengatur posisi semi ekstensi

5. Menempatkan bayi pada tempat yang hangat

6. Mengatur suhu dalam inkubator

7. Memberikan terapy O2 sesuai dengan kebutuhan

8. Melakukan kolaborasi pemberian terapy obat Bronchodilator

1. R: klien menangis

H: retraksi dinding dada berlebihan Respirasi : 78 x/menit

2. R : Klien Tampak lemah

H : Suhu: 37. 1 o C

Nadi: 154 x/menit

Respirasi : 78x/menit

3. R : Klien menangis

H : SpO2: 98%

4. R : klien tertidur

H : Posisi kepala semi

ektensi.

5. R : klien tampaklemah

H : lien berada dalam

inkubator

6. R : Suhu inkubator 35 0C

H.: Suhu Bayi 37.1 0C

7. R : Klien menangis pada

saat selang O2

Page 20: Respiratory Distress RDS

dipasang

H : O2 telah dipasang 1

liter/menit

8. R : Klien menangis kuat

H : Obat bronkodilator

telah diinjek melalui

IV Aminopilin

2 x 0.2cc.

II Selasa 11 November 2008 pukul 15.00 WIB 1. Mempertahankan pemberian cairan melalui

IVFD, Glukosa 10%

2. Mengkaji kesiapan bayi untuk minum

3. Meretensi cairan lambung tiap 2 jam

1. R : Klien tampak lemah

H : Kebutuhan cairan

240 cc/hari atau

10tts/menit

2. R : Klien tampak lemah

H : Reflek hisap lemah

3. R : Klien lemah

H : Cairan lambung 0,5

cc berwarna kuning

terang

III 1. Mengkaji turgor kulit

2. Mempertahankan pemberian cairan IVFD sesuai kebutuhan

3. Memantau frekuensi BAB + BAK 1. R : Klien tampak tertidur

H : Turgor kulit jelek

pada saat dicubit

dinding perut kembali

> 1 detik

2. R : Infus telah terpasang

Page 21: Respiratory Distress RDS

Dextros 10%

H : Kebutuhan cariran

240 cc/hari atau

2tts/menit

3. R : Klien tampak lemah

H : Klien BAB 2-4 x/hari

sebanyak 4 cc dan

BAK 6-8x/hari

sebanyak 6 cc.

IV 1. Menempatkan bayi pada tempat yang hangat

2. Mengatur suhu inkubator

3. Memantau suhu tubuh setiap 2 jam

1. R : Klien tampak lemah

H : Klien sudah berada

pada inkubator

2. H : Suhu inkubatator

35 0C Suhu tubuh

klien 37.1 0C.

3. R : Klien menangis

H : Suhu : 37.1 0C

V 1. Mengkaji tingkat kecemasan

2. Memberikan penjelasan tentang keadaan klien saat ini

3. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaan

4. Menganjurkan keluarga untuk tetap mengunjungi bayinya 1. R : Orang tua klien mau

menjawab pertayaan

perawat

H : Orang tua klien

tampak cemias dan

tingkat

kecemasannya

sedang

Page 22: Respiratory Distress RDS

2. R : Keluarga bertanya

mengenai keadaan

bayinya

H : Keluarga mengetahui

keadaan bayinya.

3. R : Keluarga mau

mengungkapkan

perasaannya

H : Keluarga khawatir

dengan keadaan

bayinya saat ini dan

berharap bayinya

cepat dibawa pualng

4. H : Orang tua tampak

mengunjungi

bayinya tiap hari

pada pagi dan sore

hari.

I Rabu

12 November 2008

Pukul 14.00 WIB 1. Mengobservasi pola nafas

2. Mengobsevasi TTV

3. Memonitor SPO2

4. Memberikan terapy O2 sesuai dengan kebutuhan

5. Melakukan kolaborasi pemberian terapy obat Bronchodilator

1. R : Klien bergerak aktif

H : Retraksi rongga dada

berkurang Frekuensi

nafas 68x/menit

2. R : Klien menangis

Page 23: Respiratory Distress RDS

H : Suhu 36.6 0 C

Nadi 140x/menit

Respirasi : 68x/menit

3. R : Klien bergerak aktif

H : SpO2 97 %

4. R : Klien menangis saat

selang 02 dibetulkan

H : O2 tetap terpasang

1 liter/ menit

5. R : Klien menangis saat

obat diinjekan

H : Aminofilin telah

diinjekan sebanyak

0.2 cc per IV.

II Rabu

12 November 2008

Pukul 14.00 WIB 1. Mempertahankan pemberian cairan melalui IVFD, Glukosa 10%

2. Mengkaji kesiapan bayi untuk minum

3. Melepas NGT 1. R : Klien tampak

bergerak aktif

H : Cairan diberikan

melalui Infus,

kebutuhan cairan

264 cc/hari atau 11

tetes/ menit

2. R : Klien berespon saat

jari ditempelkan pada

mulut bayi

H : Replek hisap ada tapi

masih lemah.

3. R : Bayi menangis

Page 24: Respiratory Distress RDS

H : NGT telah dilepas

III Rabu

12 November 2008

Pukul 14.00 WIB 1. Mengkaji turgor kulit

2. Mempertahankan pemberian cairan IVFD sesuai kebutuhan

3. Memantau frekuensi BAB + BAK 1. R : Bayi bergerak aktif

H : Turgor kulit jelek

2. H : Infusan tetap

terpasang Dextros

10%

3. R : Klien menangis saat

diganti popok

H : Klien BAB dan BAK

IV Rabu

12 November 2008

Pukul 14.00 WIB 1. Menempatkan bayi pada tempat yang hangat

2. Mengatur suhu inkubator

3. Memantau suhu tubuh setiap 2 jam

1. H : Klien berada pada

inkubator.

2. H : Suhu inkubator 34

0C, suhu tubuh klien

6.6 0C

3. H : Suhu tubuh klien

36.6 0C

V Rabu

12 November 2008

Pukul 14.00 WIB 1. Mengkaji tingkat kecemasan

2. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaan

3. Menganjurkan keluarga untuk tetap mengunjungi bayinya 1. R : Keluarga tampak

Page 25: Respiratory Distress RDS

tenang

H : Kecemasan keluarga

berkurang

2. R : Kelarga tampak

senang dengan

perubahan status

kesehantan bayinya

H : Keluarga menyatakan

senang dan ingin

segera bayinya

dibawa pulang

O. EVALUASI

No Diagnosa Evaluasi Kepeawatan

1 I Tanggal 13 November 2008/pukul 15.00 WIB

S : -

O : Keadaan Bayi aktif, klien menangis kuat, retraksi

dinding dada sedikit berkurang, nafas cepat

2 x / menit

A : Gangguan pola nafas belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

I :

o Kaji pola nafas klien

o Observasi TTV tiap 2 jam

o Monitor SpO2 tiap 3 jam

o Atur posisi bayi semiekstensi

o Terapi O2 sesuai kebutuhan

o Kolaborasi pembererian obat bronckodilator sesuai kebutuhan.

2 II Tanggal 13 November 2008/Pukul 15.30

S : -

O : Reflek hisap (+), Klien minum 5 cc/3jam, Minum

Page 26: Respiratory Distress RDS

menggunakan dot

A : Gangguan kebutuhan nutrisi ; kurang dari

kebutuhan teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

I :

o Tingkatkan frekuensi minum

o Pertahankan cairan infus

3 III Tanggal 13 November 2008/pukul 14.00

S :

O : IVFD terpasang 11 tetes/menit

A : Resiko tinggi kebutuhan cairan ; kurang dari

kebutuhan cairan teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

o Pertahankan cairan infus

4 IV S :

O : Suhu tubuh 37,1 oC, badan bayi hangat, suhu

inkubator 32 oC

A : Resiko tinggi Gangguan termoregulasi

Hypotermoregulasi teratasi

P : Lanjutkan intervensi

I :

o Kaji suhu tubuh setiap hari

o Atur suhu inkubator

5 V S : Ibu klien mengatakan senang melihat kondisi

anakanya

O : Ibu klien tersenyum, ibu tidak menangis

A : Gangguan rasa aman cemas teratasi

P : Tingkatkan pengetahuan keluarga

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 27: Respiratory Distress RDS

Pada bab pembahasan ini penulis mencoba membahas kasus yang penulis laporkan. Dalam hal

ini akan diuraikan pula keterkaitan antara landasan teori dengan asuhan keperawatan secara

langsung pada By.C dengan diagnosa medis HMD grade II ( hialin Membran Desease ) yang

dirawat diruang NICU RSUD Gunung jati Cirebon.

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan, pengkajian adalah

sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan klien dengan

memekai norma-norma kesehatan keluarga maupun social yang merupakan system integritasi

( Nasrul Effendi, 1995 )

Dalam faktor yang mendukung dalam pelaksanaan pengkajian diantaranya, adanya kerja sama

yang baik antara penulis dengan pihak keluarga. Kerja sama yang dilakukan melalui komunikasi

terapeutik dengan tujuan untuk menjalin rasa saling percaya antara penulis dengan klien, dalam

pengkajian ini penulis menggunakan metode observasi dan pemeriksaan fisik.

Untuk menguatkan pengkajian data permasalahan, penulis memperoleh data tambahan atau

penunjang yaitu dari hasil pemeriksaan laboratorium hematology dan pemeriksaan foto thoraks

dan juga menemukan tanda dan gejala adanya retraksi dinding dada, adanaya pernafasan cuping

hidung, pernafasan takipneu, pernafasan lebih dari 60 x/menit. Oleh karena itu diagnosa HMD

ini akan dibahas oleh penulis lebih lanjut.

Adanya hasil pengkajian yang dilakukan pada By.C selama 4 hari penulis memunculkan 5

diagnosa, yaitu :

1. Gangguan Pola nafas.

Menurut Carpenito, 2002. Gangguan pola nafas adalah suatu pernyataan kondisi tentang

seseorang beresiko mengalami ancaman terhadap system pernafasan baik pada saluran nafas

maupun pertukaran gas CO2 dan O2 diantara paru-paru dan system pembuluh darah. Diagnosa

ini menjadi prioritas utama karena nafas merupakan suatu kebutuhan utama dalam tubuh. Jika

kekurangan suplai O2 dalam tubuh bisa menyebabkan kematian pada jaringan atau yang lebih

parah lagi bias menyebabkan kematian secara klinis. Masalah gangguan Pola nafas dapat teratasi

pada hari ke 4. setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam ditemukan criteria

hasil klien dapat bernafas secara spontan, O2 binasal dilepas, SPO2 100, retraksi dinding dada

berkurang.

Intervensi untuk mengatasi masalah :

a. Mengobservasi pola nafas

Page 28: Respiratory Distress RDS

b. Memonitor saturasi O2

c. Mengatur posisi semi retraksi

d. Memberikan therapy O2 sesuai dengan kebutuhan

e. Memberikan therapy obat bronchodilator

2. Gangguan Kebutuhan Nutrisi

Menurut Carpenito, 2002. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan adalah suatu keadaan dimana

individu yang tidak puas mengalami atau beresiko mengalami penurunan berat badan yang

berhubungan dengan tidak adequatnya asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolistik. Diagnosa ini

diangkat sebagai diagnosa ke 2 karena kebutuhan nutrisi sangat berperan penting dalam proses

tumbuh kembang pada neonatus. Masalah gangguan kebutuhan nutrisi dapat teratasi pada hari ke

3. setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ditemukan criteria hasil klien dapat

minum susu 15 cc setiap 2 jam

Intervensi yang dilakukan :

a. Memberikan cairan IVFD

b. Memberikan minum sesuai jadwal

c. Menimbang berat badan

3. Resiko Tinggi gangguan Kebutuhan cairan Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Berdasarkan konsep dari pengkajian yang di peroleh prioritas diagnosa tersebut dirumuskan

sebagai diagmosa ke tiga karena menurut penulis diagnosa tersebut hanya merupakan suatu

resiko dan belum terjadi secara actual.

Intervesi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa di atas :

a. mempertahankan cairan infus

b. mengkaji intake dan output.

c. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi

d. Memberikan minum sesuai dengan jadwal yang diberikan

4. Resiko Tinggi Gangguan Thermoregulasi ; Hipotermi

Pada neonatus pada HMD biasanya terjadi pada bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis dan

jaringan lemaknya belum terbentuk dan pengaturan suhu belum sempurna, maka hal ini akan

menyebabkan resiko hilangnya panas tubuh

Page 29: Respiratory Distress RDS

5. Gangguan Rasa Aman Cemas ; Keluarga

Gangguan rasa aman cemas biasanya terjadi pada keluarga dikarenakan melihat kondisi anaknya,

hal ini dikarenakan koping individu/keluarga yang labil dan ketidak tahuan tentang kondisi

penyakit yang dialami anaknya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak

adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae

(Suryadi dan Yuliani, 2001).

Pada saat pemilihan kasus yang sesuai dengan bahasan di atas, untuk menguatkan pengkajian

data permasalahan, penulis memperoleh data tambahan atau penunjang yaitu dari hasil

pemeriksaan laboratorium hematology dan pemeriksaan foto thoraks dan juga menemukan tanda

dan gejala adanya retraksi dinding dada, adanaya pernafasan cuping hidung, pernafasan takipneu,

pernafasan lebih dari 60 x/menit. Oleh karena itu diagnosa RDS ini akan dibahas oleh penulis

lebih lanjut yaitu:

6. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan dalam tubuh

7. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat.

8. Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

seringnya BAB dan BAK

9. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum terbentuknya

lapisan lemak pada kulit.

10. Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi.

a. SARAN

Adapun saran yang penulis tujukan kepada:

i. Mahasiswa Praktek

Seorang mahasiswa praktikan haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari

penyakit RDS mengenai pengertian, penyebab, patofisiologi dan penatalaksanaan yang akan di

Page 30: Respiratory Distress RDS

lakukan dan resiko yamg akan mungkin terjadi.

ii. Lahan Praktek

Sebagai bahan masukan bagi lahan praktek untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan

terama pada penyakit RDS pada Neonatus, guna menurunkan angka kegawatan dan kematian

bayi akibat RDS.

iii. Institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan khususnya disiplin ilmu keperawatan anak,

dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan.

Page 31: Respiratory Distress RDS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.      Teori Medis

1.    Pengertian

a.    Respiratory distress syndrome

Respiratory distress syndrome (Sindrom gawat nafas) adalah istilah yang digunakan untuk

disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan

dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga dikenal

dengan nama Hyaline Membrane Disease (HMD) atau penyakit membrane hialin, karena pada

penyakit ini selalu di temukan membrane hialin yang melapisi alveoli (surasmi, 2003).

Respiratory Distress Syndrome, (RDS) atau defisiensi surfaktan adalah suatu gangguan

perkembangan paru yang dimulai saat lahir atau segera setelahnya, menetap selama 48 sampai 96

jam dan sembuh dieresis inisial dimulai (Paulette S, 2008).

Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada neonatus yang juga

disebut sebagai Hyaline Membrane Dosease (HMD), merupakan suatu penyakit paru-paru akut

pada neonatus yang disebabkan karena kekurangan surfaktan, terutama bayi premature, dimana

suatu membran yang tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli (kantung udara tipis

dalam paru-paru) sehingga membuat kesulitan untuk terjadinya pertukaran gas (Anik, 2009).

Respiratory Distress Syndrom, (RDS) ialah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnoe atau

hipernoe. dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan dan ekspirasi

dan kelainan otot-otot pernafasan pada inspirasi (Arief ZR,2009).

2.    Patofisiologi

Faktor-faktor yang mempermudahkan terjadinya Respiratory distress syndrome pada bayi

prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang

sempurna karena dinding thorak masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan

surfakatan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut

menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)

menurun 25% dari normal, pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan

terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui

Page 32: Respiratory Distress RDS

bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi

menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang

Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti

hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.

Secara histology, adanya Atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan

udem intestisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan dequamasi dari epithel sel

alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi

surfakatan ini. dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotraumas atau volutrauma

dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan nafas

bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran

hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai

membaik dan surfakatan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini

adalah komplek, pada bayi yang immature dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang

dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchpulmonal Displasia

(BPD). Gambaran radiologi tampak adanya retikogranular karena atelektasis, dan air

bronchogram. Gejala klinis yang progesif dari Resirasi Dystress Syndroma adalah : Takipnea

diatas 60x/menit, Grunting ekspirator, subcostal dan interkostal retrakasi, Cyanosis, Nasal faring.

Pada Bayi ektremely premature (berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut

apnea, dan atau hipotermi. Pada Respirasi Dystress Syndroma yang tanpa komplikasi maka

surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara

bertahap pada 24-36 jam pertama. selainjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan

membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.

3.    Klasifikasi

Sindrom gawat nafas/ Respiratory Distress Syndrome (RDS) dikelompokkan sebagai

berikut:

a.    Syndrom gawat nafas Klasik/Clasik Respyratory distress syndrome

Thoraks/dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi (underaration). Volume

paru-paru menurun, parenkhim paru-paru memiliki pola retikulogranuler difusi, dan terdapat

gambaran broncho gram udara yang meluas ke perifer.

b.    Sindrom Gawat Nafas Sedang-Berat/Moderately severe Respiratory Distress Syndrome

Page 33: Respiratory Distress RDS

Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata. Paru-paru hypoaerated. Dapat

dilihat pada bronkhogram udara meningkat.

c.    Sindrom Gawat Nafas Berat/ Severe Respiratory Distress Syndrome

Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru area cystic pada paru-

paru kanan bisa manunjukan alveoli yang berdilatasi atau empisema interstitial pulmonal dini.

4.      Faktor resiko

Meskipun sebagian besar bayi dengan penyakit Membran Hialin (HMD) adalah bayi

premature (Anik,2009). Terdapat faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit

ini, seperti:

a.    Bayi Caucasian atau bayi laki-laki

b.    Bayi yang lahir sebelumnya juga mengalami HMD

c.    Persalinan Sectio Caesaria

d.   Asfiksia perinatal

e.    Stress dingin/ cold stress (suatu kondisi yang menekan produksi surfaktaan)

f.     Infeksi perinatal

g.    Kelahiran Kembar (bayi-bayi yang dilahirkan kembar biasanya prematur)

h.    Bayi dari ibu yang menderita Diabetes Melitus (terlalu banyak insulin dalam sistem tubuh bayi

yang disebabkan karena diabetes pada ibu dapat memperlambat produksi surfaktan)

i.      Bayi dengan kelainan jantung PDA (Patent ductus Arteriosus)

j.      Pada prematuritas :

1)   Produksi surfaktan masih sedikit (defisiensi surfaktan). Komponen utama surfaktan adalah

lesitin, yang terdiri dari cytidine diphosphate cholin (C.D.P cholin) dan phosphatidyldimethy

etanolamine (P.M.D.E).

2)   Surfaktan diproduksi oleh sel ponemosit tipe II yang dimulai tumbuh pada gestasi 22-24

minggu, mulai aktif pada gestasi 24-26 minggu.

3)   Surfaktan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu

4)   Rasio lesitin/spingomielin dalam cairan amnion.

5.      Komplikasi

Page 34: Respiratory Distress RDS

Bayi-bayi dengan penyakit Membran Hialin (HMD)/ syndrome Gawat Nafas

Kadang-kadang dapat mengalami komplikasi penyakit atau masalah sebagian efek samping dari

tindakan. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan Penyakit Membran Hialin (HMD)

adalah:

a.    Bocornya udara pada jaringan paru-paru, seperti :

1)   Pneumomediastinum-bocornya udara ke dalam mediatinum (ruang dalam rongga thorak

dibelakang sternum dan antara dua kantung pleura yang melapisi paru-paru).

2)   Pneumothoraks-bocornya udara ke dalam ruang antara dinding dada dan jaringan paling luar

dari paru-aparu.

3)   Pneumoperikardium-bocornya udara kedalam lambung katung sekitar jantung.

4)   Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE)-bocornys udsrs sehingga terperngkap diantara alveoli,

suatu kantung udara tipis pada paru-paru.

5)   Penyakit paru-paru kronik, kadang-kadang disebut “Bronhopulmonary dysplasia”.

BAB I

PENDAHULUAN

Page 35: Respiratory Distress RDS

A.       Latar Belakang

Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang

paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih

sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan

pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang

tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh.

 Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau

perut. Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak sudah dapat

berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur

dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot

pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara

pasif.Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering

adalah takipneu..

Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic,

trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan

pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress

syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi

premature. Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory

disstess syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispeu atau hiperpneu.

Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu,

tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang

menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram hialin

(PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah, 1999).

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang dimulai

sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan

terjadi RDS dan kelainan ini merupakanpenyebab utama kematian bayi prematur.

Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan

kerusakan awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.

Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang

interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda

atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel

Page 36: Respiratory Distress RDS

darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan

merupakan manifestasi patologi.

B.         TUJUAN

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti seminar ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperaratan

pada anak dengan respiratory distress syndrome.

2. Tujuan Khusus

a.       Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pernafasan

b.      Mampu menjelaskan definisi Respiratoty distress syndrome

c.       Mampu menjelaskan etiologi Respiratoty distress syndrome

d.      Mampu menjelaskan patofisiologi Respiratoty distress syndrome

e.       Mampu menjelaskan manifestasi klinik Respiratoty distress syndrome

f.       Mampu menjelaskan bagan patofisiologi Respiratoty distress syndrome

g.      Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada Respiratoty distress

syndrome

h.      Mampu menjelaskan pengkajian keperawatan ditinjau dari keperawatan anak

i.        Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Respiratoty distress syndrome

j.        Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Respiratoty distress syndrome

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN

a)      Sistem Pernapasan Bagian Atas

Page 37: Respiratory Distress RDS

  Hidung = Nasal = Naso

Hidung merupakan saluran udara yang pertama mempunyai 2 lubang: Kavum nasi      dan

Septum Nasi. Rongga hidung terbagi atas lapisan tengah (otot dan tulang kartilago) dan lapisan

dalam ( selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan konka nasalis yang berjumlah 3 buah

yaitu konka nasalis inferior, media, dan superior. Vestibulum ( garis anterior antara kulit dan

rambut ) yang dilapisi submukosa sebagai proteksi, rambut yang berperan sebagai penyaring

udara dan melindungi inhalasi, vestibula posterior ( garis dengan membrane mucus ) yang terdiri

dari sel epitel dan goblet yang memproduksi mucus, sebagai pelicin ( lubrikasi ). Membran

mucus berlokasi dibagian puncak rongga hidung dibawah tulang etmoidal, khususnya epitel

olfaktori. Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi dari udara luar karena strukturnya yang

berlapis dan sel sillia yang berperan dalam membersihkan jalan napas.

  Faring = Tekak

Faring adalah suatu bentuk saluran yang memanjang dari hidung ke laring dimana terdiri dari 3

bagian :

-          Nasofaring

Adalah lokasi dibagian samping bawah palatum, inferior dasar dari tengkorak dan sebelah

anterior vertebra servikalis 1 dan 2 yang menerima udara dari rongga hidung.

-          Orofaring

Merupakan percabang antara saluran pernapasan dan saluran pencernaan menerima udara dari

nasofaring dan makanan dari rongga mulut. Tonsil palatine terletak disamping bagian bawah

mulut dan tonsil lingual terletak dibagian pangkal lidah

-          Laringofaring

Adalah kelanjutan orofaring pada bagian bawah yang merupakan bagian dari faring yang terletak

tepat dibelakang laring dan dengan ujung bawah esophagus.

  Laring = Pangkal Tenggorok

Laring sering disebut kotak suara ( Voice Box ). Laring juga melindungi jalan napas bawah dari

obstruksi benda asing dan memudahkan batuk, bagian atas berhubungan dengan faring dan

bagian bawah berhubungan dengan trakea. Terdiri dari atas :

-          Epiglotis (Daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah lain selama menelan)

-          Glotis (Ostium antara pita suara dalam laring)

Page 38: Respiratory Distress RDS

-          Kartilago Tiroid (Kartilago terbesar pada trakea sebagian dari kartilagi ini membentuk jakun (

Adam’s Apple ))

-          Kartilago Krikoid(Satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring ( terletak dibawah

kartilago tiroid ))

-          Kartilago Aritenoid(Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid)

-          Pita Suara

Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara ; pita suara melekat

lumen laring. Suara merupakan hasil dari kerja sama antara rongga mulut, rongga hidung, laring,

lidah dan bibir. Pergerakan ini dibantu oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru

dihembuskan dan menggetarkan pita suara, getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar

masuk. Perbedaan suara seseorang tergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara

pria jauh lebih tebal fari pita suara wanita.

Gambar 1. 1 Anatomi Pernafasan

b)      Sistem Pernapasan Bagian Bawah

Terdiri dari:

-    Trakea = Batang Tenggorok

Trakea memanjang dari laring setingkat vertebra torak 7 dibagi menjadi 1 pasang (bronkus kanan

dan kiri) yang cabang-cabangnya dilapisi dengan silia yaitu epithelium yang menghasilkan

lendir. Di pertahankan terbentuk oleh cincin-cincin kartilago berbentuk huruf C.

-    Paru

Page 39: Respiratory Distress RDS

Bronkus = Cabang Tenggorok dan Bronkhiolus

Dinding bronkus mengandung tulang rawan sedikit otot polos dan juga dilapisi epitel bersilia

yang mengandung kelenjar mucus dan serosa. Terdiri dari bronkhiolus terminal (tidak didapati

kelenjar epitel, dindingnya tidak mengandung tulang rawan tetapi banyak mengandung otot

polos) dan bronkhiolus respiratorius (epitel bersilia) yang dianggap menjadi saluran transisional

antara jalan udara konduksi dan jalan udara pergukaran gas.   Sampai pad titik ini jaln udara

konduksi mengandung 150 ml udara dalam percabangan trakheobronkial yang tidak ikut serta

dalam prtukaran gas.Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian

mengarah ke duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi

di alveoli.

Paru terdiri dari paru dextra dan sinistra yang keduanya terletak dirongga torax disamping

jantung yang dihubungkan oleh otot untuk mengatur pernapasan. Mucus disekresi oleh

permukaan dan sel goblet, ±100 ml setiap hari. Setiap paru terdiri dari lobus atas dan lobus

bawah yang dipisahkan oleh fisura obliqus. Paru kanan dibagi oleh fisura horizontal yang

terletak dilobus kanan tengah. Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu superior, medial dan inferior.

Paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu superior dan inferior. Paru terbungkus oleh suatu membrane

yaitu pleura. Pleura dibagi menjadi pleura visceral ( membungkus paru dan fisura diantara lobus

paru ) dan pleura parietal ( membungkus setiap sisi hemitorax, mediastinum dan bagian atas

diafragma dimana disana ada hilus. Dalam rongga pleura terdapat cairan yang berfungsi sebagai

pelican agar keduanya dapat bergeser bebas selama ventilasi. Jika terjadi peningkatan jumlah /

terakumulasinya cairan, udara, darah atau nanah didalam rongga torax maka akan menekan paru

menyebabkan sulit bernapas.

-    Alveoli

Parenkim paru yang terdiri dari beribu unit alveoli berada disepanjang jaringan paru. Jumlah

alveoli ketika lahir ± 24 juta alveoli, umur 8 tahun 300 juta alveoli dan berukuran 360-860 mm2.

Suplay darah ke alveoli berasal dari ventrilel kiri jantung. Terdapat 3 jenis sel-sel alveolar :

Page 40: Respiratory Distress RDS

Gambar 1.2  Area dari Sistem Respirasi

         Sel-sel alveolar tipe I :Adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar

         Sel-sel alveolar tipe II :Sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu

fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps

         Sel-sel alveolar tipe III :Adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang

memakan benda asing ( misal : lendir, bakteri ) dan bekerja sebagai mekanisme pertahan yang

penting.

B. DEFINISI PENYAKIT

Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin) adalah suatu keadaan

dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat tetap terbuka karena tingginya

tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang

memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan

timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru.

RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada

bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara

kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang

spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada

tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).

Page 41: Respiratory Distress RDS

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau

tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane

Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).

Terdapat 2 jenis surfaktan yaitu :

1.      Surfaktan natural atau asli

Berasal dari manusia, di dapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio Caesar dari ibu dengan

kehamilan cukup bulan

2.      Surfaktan eksogen

Berasal dari sintetik dan biologic

  Surfaktan eksogen sintetik

Terdiri dari campuran Dipalmitoylphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu

Exosurf dan Pulmactant (ALEC) dibuat dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua

surfaktan tersebut tidak lama dipasarkan di amerika dan eropa. Ada dua jenis surfaktan sintetis

yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (venticute), belum pernah ada

penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi premature.

  Surfaktan eksogen semi sintetik

Berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan DPPC, tripalmitin, dan palmitic misalnya

surfaktan TA, Survanta.

  Surfaktan eksogen biologic

Surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES,

sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf.

Berdasarkan klasifikasi Bomsel terdapat 4 derajat pada penyakit membran hialin :

Stadium I          :  Bentuk ringan, terdapat sedikit bercak retikulo graluner, dan bronkogram udara

Stadium II          :  Bentuk sedang, bercak retikulogranuler homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran

bronkogram udara terlihat lebih jelas meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung

dengan penurunan aerasi paru.

Stadium III        :  Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opak,

bayangan jantung hampir tidak terlihat, bronkogram udara lebih luas.

Stadium IV        :  Seluruh thoraks sangat opak (white lung), jantung tidak dapat dilihat.

Page 42: Respiratory Distress RDS

C. ETIOLOGI

Etiologi untuk penyakit RDS atau PMH sampai sekarang belum diketahui dengan pasti

(idiopatik). Tetapi dapat diketahui beberapa faktor predisposisi penyebab sindrom ini dapat

terjadi yaitu :

  Kelainan faktor pertumbuhan (kematangan paru belum sempurna)

  Bayi dengan prematuritas

  Ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu yang

menderita diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesar, dan perdarahan

antepartum

  Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna

 (IKA-FKUI, 1985)

               Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang

belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi darah

uterus selama kehamilan, misalnyaibu dengan: diabetes, toxemia, hipotensi, perdarahan,

sebelumya melahirkan bayi dengan PMH.

               Penyakit membrane hialin atau RDS ini diperberat dengan: asfiksia pada perinatal,

hipotensi, infeksi, bayi kembar.       (http://health.blogspot.com)

Sindroma gawat pernafasan hampir selalu terjadi pada bayi prematur, semakin prematur,

semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. Sindroma gawat pernafasan juga cenderung

banyak ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes. Bayi yang sangat prematur

mungkin tidak mampu untuk memulai proses pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru

menjadi sangat kaku. Bayi yang lebih besar bisa memulai proses pernafasan, tetapi karena paru-

paru cenderung mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma gawat pernafasan.

Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir 

adalah :

  Atelektasis

Pengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir atau sebentar setelah lahir bisa mengenai satu

lobus paru atau yang mengenai satu lobus paru

  Pematangan paru yang kurang sempurna pada bayi baru lahir

Page 43: Respiratory Distress RDS

Pada bayi premature alat-alat tubuhnya belum matur dan terbentuk kurang sempurna baik

anatomic maupun fisiologik

  Pembentukkan substansi surfaktan yang tidak sempurna

Surfaktan adalah zat yang memegang peranan penting dalam pengembangan paru dan terdiri dari

protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini terbentuk

pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35

  Tidak lancarnya absorbsi cairan paru

  Pusat pernapasan di medulla yang belum matur

Sering timbul pernapasan periodic atau apnea. Bentuk pernapasan ini sering ditemukan pada bayi

dengan berat badan < 2000 gram atau masa gestasi < 36 minggu, jarang timbul dalam 24 jam

pertama kelahiran dan dapat berlangsung sampai kira-kira 6 minggu.

  Belum menutup duktus arteriola

  Aspirasi mekonium yang masif

Hal ini terjadi apabila cairan amnion yang mengandung cairan mekonium terinhalasi oleh bayi.

  Pneumonia bakteri atau virus

  Sepsis

  Obstruksi mekanis

  Hipotermia

Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas bila

dibandingkan dengan berat badan, kurangnya lemak cokelat (brown fat). (Wong, 2004)

D. PATOFISIOLOGI

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut

surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit

tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke

35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan

tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara

fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi

sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

  Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam

organic>asidosis metabolic.

Page 44: Respiratory Distress RDS

  Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris, transudasi kedalam alveoli terbentuk

fibrin-fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik,lapisan membrane hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke

jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan,

yang menyebabkan terjadinya atelektasis.

Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode

perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterin seperti hipertensi, IUGR

dan kehamilan kembar.

Surfaktan adalah suatu surface yang aktif mengeluarkan fosfolipid dari epitel alvioler,

peran yang banyak seperti sebuah substansi, ini dapat mengurangi tegangan surfaktan cairan

bahwa garis alveoli dan jalan napas menghasilkan perluasan yang sama dan memelihara atau

menjaga ekspansi paru di bawah tekanan intra alveolar.  Kekurangan produksi surfaktan akan

mengakibatkan inflamasi yang berbeda dan alveoli pada inspirasi dan kolaps alveoli pada

ekspirasi, tanpa surfaktan bayi tidak akan mampu untuk memompa paru-paru dan oleh karena itu

menggunakan suatu usaha yang besar untuk keberhasilan sebagai perluasan kembali jalan napas,

bayi mampu membuka  alveoli sedikit, ketidakmampuan untuk memelihara produksi paru ini

mengakibatkan atelektasis.

Inadekuat perfusi pulmonal dan hasil ventilasi hipoksemia dan hipercapnea arteri

pulmonal yang tebal pada lapisan muskcular, yang dengan jelas aktif kembali untuk disusutkan

oleh konsentrasi O2, jadi penurunan tekanan O2 disebabkan oleh vasokontriksi pada arterio

pulmonal yang akan ditingkatkan lebih lanjut dengan menurunnya pH darah. Vasokontriksi ini

akan menyokong untuk menandai peningkatan PVR. Pada ventilasi normal dengan peningkatan

konsentrasi O2, kontriksi saluran arteri dan vasodilatasi pulmonal untuk penurunan PVR.

Hipoksemia yang panjang dari aktivasi glikolisis anaerobic yang jumlah produksinya

meningkat dari asam lactic, peningkatan asam disebabkan karena asidosis metabolic,

ketidakmampuan atelektasis paru untuk mengurangi kelebihan produksi CO2 asidosis respiratory.

Asidosis disebabkan vasokontriksi yang lebih lanjut. Dengan sirkulasi pulmonal dan perfusi

alveolar, PaO2 yang terus menerus habis, pH juga material yang diperlukan untuk produksi

surfaktan tidak bias bersirkulasi ke alveoli.

Factor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi premature disebabkan oleh

alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding

Page 45: Respiratory Distress RDS

thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan

kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan

fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,

pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,

hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan

mengandung 90 % fosfolipid dan 10 % protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan

permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. 

Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri

dari : atelektasis → hipoksia → asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru →

hambatan pembentukan substansi surfaktan → atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai

terjadi penyembuhan atau kematian bayi. ( IKA-FKUI, 1985 )

Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan

seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk

mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal

menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi

dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena

adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma

atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial

sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal

dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah

lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.

Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang

berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi

Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi nampak adanya retikulogranular kerana

atelektasis, dan air bronchogram. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan kembali

dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam

pertama. Selanjutnya apabila situasi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam

dan sembuh pada akhir minggu pertama.

E. MANIFESTASI KLNIS

Page 46: Respiratory Distress RDS

     Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada

tidaknya shunting darah melalui PDA. Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal paru-

paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan

akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan,

akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis.

     Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru (pembengkakan tungkai

atau lengan).Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu

mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.

     Pernafasan cepat

     Retraksi (tarikan) dada (suprasternal, substernal, interkostal)

      Pernafasan terlihat paradoks

     Cuping hidung

     Apnea dan Murmur

      Sianosis pusat (warna kulit dan selaput lendir membiru)

      nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok .

F. BAGAN PATOFISIOLOGI

 Terlampir

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

         Pemberian oksigen

         Menjaga kepatenan jalan nafas. Optimalkan oksigenisasi. Pantau PaO2

         Pertahankan nutrisi adekuat

         Pertahankan suhu lingkungan netral

         Diit 60 kcal/kg per hari (sesuaikan dengan protokol yang ada) dengan asam amino yang

mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis endogenous

         Pertahanan P02 dalam batas normal

         Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Page 47: Respiratory Distress RDS

Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya kedinginan, resiko terjadi gangguan

pernapasan, kesukaran dalam pemberian makanan, resiko terjadinya infeksi, kebutuhan rasa

aman dan nyaman (kebutuhan psikologik).

1.      Bahaya kedinginan (hipotermi)

Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan

lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna maka bayi sangat mudah

kedinginan. Untuk mencegah bayi kedinginan bayi harus dirawat didalam inkubator yang dapat

mempertahankan suhu bayi 36,5-37ºC

2.      Resiko terjadi gangguan pernapasan

Pada bayi prematur walaupun gangguan pernapasan belum terlihat pada waktu lahir, harus

tetap waspada bahwa bayi mungkin menderita RDS. Gejala pertama biasanya timbul dalam 4

jam setelah lahir, kemudian makin jelas dan makin berat dalam 48 jam untuk kemudian menetap

sampai 72 jam. Setelah itu berangsur-angsur keadaan klinik pasien membaik, karena itu bayi

memerlukan observasi yang terus-menerus sejak lahir agar apabila terjadi gangguan pernapasan

dapat segera dilakukan upaya pertolongan

3.      Kesukaran dalam pemberian makanan

Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur kecil oleh karena itu, bayi tersebut belum

mampu menerima susu seperti bayi yang lebih besar karena organ pencernaan belum sempurna.

Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka atas persetujuan dokter dipasang infus dengan cairan

glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan. Bila keadaan klinis bayi telah membaik

dan sudah diperbolehkan minum, maka minum dapat diberikan melalui sonde

4.      Resiko mendapatkan infeksi

Bayi prematur yang menderita RDS sangat mudah mendapatkan infeksi karena zat-zat

kekebalannya belum terbentuk sempurna. Alat yang diperlukan untuk bayi harus steril seperti

kateter untuk menghisap lendir sonde

5.      Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya tindakan penghisapan

lendir atau pemasangan selang infus. Pemasangan infus harus dilakukan oleh perawat yang

berpengalaman.

I. KOMPIKASI

Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi

Page 48: Respiratory Distress RDS

   Ruptur alveoli : bila dicurigai terjadi kebocoran udara pneumothorak , pneumomediastinum,

pneumopericardium, emfisema interstisial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk

dengan gejala klinis hipotensi, apnea, bradikardia atau adanya asidosis yang menetap

   Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan

jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti

pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.

   Intrakranial dan leukomalacia periventrikuler : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40 %

bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik

   PDA (Patent ductus arteriosus ) dengan peningkatan shunting pada bayi yang dihentikan terapi

surfaktannya 

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi

   Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) : merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan oleh

pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan

tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,

adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya

masa gestasi

   Retinopathy prematur

Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan gestasi,

adanya hipoksia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

   Perdarahan di dalam otak. Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika sebelum persalinan

telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.

J.PENGKAJIAN KEPERAWATAN DITINJAU DARI KEPERAWATAN ANAK

1.  Pengkajian fisik bayi baru lahir (BBL) dan pengkajian gestasi :

a.       Penilaian apgar score

         Kemampuan laju jantung

         Kemampuan bernapas

         Kekuatan tonus otot

         Kemampuan reflek

         Warna kulit

Page 49: Respiratory Distress RDS

b.      Pemeriksaan cairan amnion

         Ada tidaknya kelainan

         Jumlah volumenya

c.       Pemeriksaan plasenta

Keadaan plasenta (pengkapuran, nekrosis, berat, dan jumlah korian)

d.      Pemeriksaan tali pusat

Menentukan nilai kelainan dalam tali pusat (vena dan arteri, adanya tali simpul)

e.       Pengukuran antropometri

Pengukuran antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada)

f.       Pemeriksaan dada dan punggung

         Untuk menilai kelainan bentuk

         gangguan pernafasan,

g.      Pemeriksaan kulit

Penilaian kelainan (verniks kaseosa, lanugo)

h.      Pemeriksaan TTV

         Nadi

         Tekanan darah (TD)

         Pernapasan (RR)

         Suhu

2.      Pengkajian Sistematik dengan penekanan khusus pada pengkajian pernapasan

         Frekuensi pernapasan

         Kedalaman napas

         Kemudahan napas

         Pernapasan sulit

         Irama pernapasan

         Bukti infeksi

         Mengi (wheezing)

         Sianosis

         Sputum

Page 50: Respiratory Distress RDS

3.      Observasi adanya manifestasi RDS

         Takipnea

         Retraksi substernal

         Krekels inspirasi

         Mengorok ekspiratori

         Pernapasan cuping hidung eksternal

         Sianosis

         Pernapasan sulit

4.      Bila penyakit berlanjut

         Pernapasan sulit

         Tidak responsif

         Sering mengalami episode apnea

         Penurunan bunyi napas

         Gangguan termoregulasi

5.      Penyakit yang berat berhubungan dengan hal berikut

         Keadaan seperti syok

         Penurunan curah jantung

         Rendahnya tekanan darah sistemik

6.      Prosedur diagnostik dan tes laboratorium

         Radiografi

         Analisis gas darah

K.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Utama

1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau

sputum

2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru, imaturitas SSP, defisiensi

surfaktan dan ketidakstabilan alveolar

3.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun, saturasi O2

dalam darah menurun

Page 51: Respiratory Distress RDS

Diagnosa Keperawatan Tambahan

1.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan penimbunan asam laktat

2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan pengeluaran

energi yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan cokelat berkurang

3.      Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa berhubungan dengan peningkatan PaCO2

4.      Resiko tinggi perubahan pola asuh berhubungan dengan proses hospitalisasi

5.      Resiko tinggi gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan proses

hospitalisasi

Page 52: Respiratory Distress RDS

 INTERVENSI DAN RASIONALISASI SESUAI DENGAN DIAGNOSA

NO. DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL

1. Bersihan jalan napas inefektif

b/d peningkatan produksi

sekret atau sputum

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

jam diharapkan bayi dapat :

1.   Mempertahankan jalan napas paten dengan  bunyi

napas bersih atau jelas

2.   Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki

bersihan jalan napas. Misalnya : batuk efektif dan

mengeluarkan sekret.

Mandiri :

1.   Auskultasi bunyi napas, catat adanya mengi, krekels, dan

ronki

2.   Aspirasi (hisap) sekresi dari jalan napas, batasi setiap

penghisapan sampai 5 detik dengan waktu yang cukup

diantara tindakan

3.   Beri posisi terlentang dengan kepala pada posisi

mengendus dengan leher seditik ekstensi dan hidung

menghadap ke atas. Posisikan anak semi telungkup dan

posisi miring

4.   Lakukan perkusi, vibrasi, dan drainase postural

5.   Berikan nebulasi dengan larutan dan alasan yang tepat

sesuai kebutuhan

6.   Observasi anak dengan ketat setelah terapi aerosol

7.   Puasakan anak

8.   Pastikan untuk memasukkan cairan yang adekuat

Kolaborasi :

1.   Berikan ekspektoran jika diresepkan

2.   Lakukan fisioterapi (Misal: drainase postural, dan

perkusi area yang sakit, tiupan botl atau spirometri

insentif) bila diinstruksikan

3.   Berikan bronkodilator (Misal: amonifilin, alboterol,

asetikistein)

Page 53: Respiratory Distress RDS

2. Pola nafas tidak efektif b/d

imaturitas paru, imaturitas

SSP, defisiensi surfaktan dan

ketidakstabilan alveolar

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

jam diharapkan bayi dapat :

1.   Menunjukkan oksigenasi yang adekuat

2.   Menunjukkan frekuensi dan pola napas dalam batas

yang sesuai dengan usia dan berat badan

Mandiri :

1.    Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal :

      Tempatkan pada posisi telungkup bila mungkin

      Tempatkan posisi telentang dengan kepala pada posisi

mengendus dengan leher sedikit ekstensi dan hidung

menghadap ke atas

2.    Hindari hiperekstensi leher

3.    Observasi adanya penyimpangan dari fungsi pernapasan

(Misal: mengorok, sianosis, pernapasan cuping hidung,

apnea)

4.    Lakukan penghisapan

5.    Penghisapan endotracheal sebelum pemberian surfaktan

6.    Pertahankan suhu lingkungan yang netral

Kolaborasi :

1.   Beri surfaktan sesuai petunjuk pabrik

2.   Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian

surfaktan

3.   Lakukan regimen yang diresepkan untuk terapi oksigen

suplemental

4.   Pantau pengukuran gas dan pembacaan SaO2

3. Gangguan perfusi jaringan b/d

suplai O2 ke jaringan menurun,

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

Mandiri :

1.   Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya

Page 54: Respiratory Distress RDS

saturasi O2 dalam darah

menurun

jam diharapkan bayi dapat :

Menunjukkan tingkat perfusi sesuai secara

individual, (Misal: status mental biasa atau normal,

irama jantung atau frekuensi dan nadi perifer dalam

batas normal, tidak adanya sianosis sentral dan

perifer, kulit hangat atau kering, haluaran urine dan

berat jenis dalam batas normal

irama jantung ekstra

2.   Observasi perubahan status mental

3.   Observasi warna dan suhu kulit atau membran mukosa

4.   Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya

5.   Evaluasi ekstremitas untuk ada atau tidaknya kualitas

nadi. Catat nyeri tekan betis atau pembengkakan

6.   Tinggikan kaki atau telapak bayi bila di tempat tidur

Page 55: Respiratory Distress RDS

Kolaborasi :

1.   Berikan cairan IV atau oral sesuai indikasi

2.   Pantau pemeriksaan diagnostik atau laboratorium

(Misal: EKG, elektrolit, BUN/kreatinin, GDA, PTT, dan

PT)

4. Nyeri b/d proses inflamasi dan

penimbunan asam laktat

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

jam diharapkan :

1.   Bayi tidak mengalami nyeri dan nyeri menurun

sampai ke tingkat yang dapat diterima

2.   Bayi beristirahat dengan tenang atau tidak

menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, skala

nyeri menurun

1.   Kenali bahwa bayi, tanpa memperhatikan usia gestasi

merasakan nyeri

2.   Bedakan antara manifestasi klinis nyeri dan stress atau

letih

3.   Gunakan tindakan nonfarmakologis yang sesuai dengan

usia dan kondisi bayi, ubah posisi, membedong,

melindungi, menimang, mengayun, memainkan musik,

mengurangi stimulasi lingkungan, tindakan kenyamanan

taktil (mengayun, menepuk) dan penghisapan non nutritif

(empeng)

4.   Kaji efektivitas tindakan nyeri non farmakologis

5.   Anjurkan orang tua untuk memberikan tindakan

kenyamanan bila mungkin

5. Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh b/d

peningkatan pengeluaran

energi yang berlebihan

ditandai dengan lemak badan

dan lemak cokelat berkurang

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

jam diharapkan bayi mendapat nutrisi yang adekuat

dengan masukan kalori untuk mempertahankan

keseimbangan nitrogen positif dan menunjukkan

pertambahan berat badan yang tepat dengan kriteria

1.   Pemberian minuman dimulai pada waktu bayi berumur 3

jam dengan jumlah cairan pertama kali 1-5ml/ jam dan

jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12

jam

2.   Sebelum pemberian minuman pertama harus dilakukan

penghisapan cairan lambung

Page 56: Respiratory Distress RDS

hasil :

1.   Bayi menunjukkan penambahan BB yang mantap

(20-30 gr/hari)

2.   Otot kuat

3.   Lingkar lengan > 9,5 cm

4.   Lingkar dada > 33 cm

3.   Pemberian minuman sebaiknya sedikit demi sedikit tapi

frekuensinya lebih sering

4.   Banyaknya cairan yang diberikan 60 ml/kgBB/hari

dinaikkan sampai 200 ml/kg/BB/hari sampai akhir

minggu kedua

5.   Bila bayi belum dapat disusui ASI dipompa dan

dimasukkan ke dalam botol steril

6.   Asistensi ibu ketika menyusui bila mungkin dan

diinginkan

7.   Bila ASI tidak ada maka diganti dengan susu buatan

yang mengandung lemak yang mudah dicerna oleh bayi

dan mengandung 20 kalori per 30 ml air atau sekurang-

kurangnya bayi mendapatkan 110 Kkal/kg/BB/hari

8.   Gunakan pemberian makanan nasogastrik bila bayi

mudah lelah, mengalami penyakit hisapan, reflek muntah

atau menelan yang lemah

9.   Bila daya hisap dan menelan mulai baik, maka

nasogastrik berangsur-angsur dapat diganti dengan pipet,

sendok, botol, atau dengan dot

6. Resiko tinggi gangguan

keseimbangan asam basa b/d

peningkatan PaCO2

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

jam diharapkan bayi dapat bernapas dengan normal,

dengan kriteria hasil :

1.   Pernapasan 30-60x/menit

2.   Napas regular

1.   Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan bernapas

2.   Berikan terapi oksigen yang benar

3.   Tinggikan kepala dan sering mengubah posisi bayi

Page 57: Respiratory Distress RDS

4.   Siapkan untuk pemindahan ke unit perawatan kritis bila

di indikasikan

7 Resiko tinggi perubahan pola

asuh b/d proses hospitalisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

jam diharapkan anak dapat mencapai tumbuh

kembang yang sesuai dengan usia perkembangannya

dengan kriteri hasil :

1.   Anak menunjukkan kenyamanan

2.    Anak tidak menunjukkan tanda-tanda distress fisik

seperti menangis

3.   Anak tidak menunjukkan emosional yang minimal

1.   Pemberian minuman dimulai pada waktu bayi berumur 3

jam dengan jumlah cairan pertama kali 1-5ml/ jam dan

jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12

jam

2.   Stimulasi rangsangan yang cukup dalam kualitas dan

kuantitas

3.   Meningkatkan lingkungan yang layak untuk

pertumbuhan anak

4.   Temukan seawal mungkin gejala-gejala gangguan

pertumbuhan

5.   Tingkatkan Bonding Attachment dengan ibunya

8. Resiko tinggi gangguan

pertumbuhan dan

perkembangan b/d proses

hospitalisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24

jam diharapkan orang tua dapat memahami penyakit

anak dan pengobatannya serta mampu memberikan

perawatan dengan kriteria hasil :

Orang tua dapat mengetahui tentang penyakit

anaknya dan cara merawat anaknya

1.   Berikan informasi kepada keluarga tentang penyakit

anak dan tindakan terapeutiknya

2.   Ajarkan orang tua untuk memberikan rasa aman dan

nyaman pada anak

3.   Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya

4.   Izinkan anggota keluarga untuk

perawatan anak sebanyak yang mereka inginkan

5.   Atur perawatan pasca hospitalisasi untuk anak dan orang

tua di rumah

Page 58: Respiratory Distress RDS

.ISSUE KASUS DI MASYARAKAT

KASUS RDS

Selasa, 5 january 2010 di rumah sakit Kartini Jepara , tepat pukul 00.00 Wib nyonya Diah

melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan dengan berat badan 1500 gram, panjang

38 cm dan air ketuban berwarna jernih. Nyonya diah melahirkan secara spontan dengan

gravidarum II, usia kehamilan 28 minggu. Bayi lahir dalam keadaan yang memperihatinkan,

keadaan umum tampak lemah,gerakannya pun tampak lemah, mukosa bibir tampak pucat,

frekuensi nafas 55 X/menit dan terdengar suara meringis saat bernafas dan bayi Nyonya Diah

dimasukkan inkubator.

Setelah 5 hari dalam inkubator bayi menurut keterangan perawat yang merawat bayi kami,

mengalami penurunan, BB menjadi 1300 gram dan nafas 60 X/menit, Nadi 140 X/menit, bayi

tampak lemah dan oleh dokter dikatakan mengalami BBLR dan Distress pernafasan. Dan denagn

segera mendapat pertolongan. Bayi diberikan surfaktan melalui NGT. Sampai saat ini belum ada

kepastian dari pihak RS tentang bayi kami.

(http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010)

Page 59: Respiratory Distress RDS

A. ANALISA DATA KASUS

Data fokus Etiologi Masalah

1

.

Do.

        Penurunan BB bayi dari

1500 gram menjadi 1300

gram

        Bayi terlihat lemah

        Gerakan bayi lemah

Ds.

        Perawat  mengatakan

bayi mengalami

penurunan BB

Imaturitas sistem

pencernaan

 Pemenuhan kebutuhan

nutrisi kurang

2

.

Do.

        Frekuensi nafas 60x/

menit

        Nadi 140 x/menit

        Pemberian surfaktan

Ds.

        Suami nyonya Diah

mengatakan terdengar

Suara meringis saat

bernafas

Defisiensi surfaktan Pola napas tidak efektif

3

.

Do.

        Mukosa bibir pucat  Menurunnya suplai Gangguan perfusi jaringan

Page 60: Respiratory Distress RDS

4.       

        Kulit bayi halus dan

gelap

        Tidak ada ruam

kemerahan

        Bayi diletakkan di

inkubator dan suhu 35

O’C

oksigen kejaringan

B. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan imaturitas

sistem pencernaan.

2. Pola napas tidak efektif  berhubungan dengan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan suplai oksigen kejaringan menurun

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Gangguan pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan imaturitas

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan diharapkan bayi

mendapat nutrisi yang  adekuat

1.   Pemberian minuman dimulai pd waktu

abyi berumur 3 jam dengan jumlah

cairan pertama kali 1-5 ml/jam dan

Page 61: Respiratory Distress RDS

sistem pencernaan dan menunujukan pertambahan

BB yang tepat dengan kriteria

hasil:

      Bayi menunjukan penambahah

BB yang mantap (20-30 gram)

per hari

      Otot kuat

      Lingkar lengan > 9,5 cm

      Lingkar dada > 33 cm

jumlahnya dapat ditambah sedikit-demi

sedikit setiap 12 jam.

2.   Sebelum pemberian minuman pertama

harus dilakukan penghisapan cairan

lambung.

3.   Pemberian minuman sebaiknya sedikit

demi sedikit tapi frekuensinya lebih

sering .

4.   Banyaknya cairan yang diberikan 60

ml/kg/BB/hari sampai akhir minggu

kedua.

5.   Bila bayi belum dapat ASI, ASI

dipompa dan dimasukan kedalam botol

steril.

6.   Bila ASI tidak ada maka diganti

dengan susu buatan yang mengandung

lemak dan mudah dicerna yang

mengandung 0 kalori / 30ml air atau

110 kkal/kg/BB/hari

7.   Gunakan makanan nasogastrik bila

bayi mudah lelah, mengalami penyakit

hisapan, reflek muntah dan menelan

yang lemah.

2. 1.   Pola napas tidak efektif  Tujuan : 1.      Posisikan untuk pertukaran udara

Page 62: Respiratory Distress RDS

berhubungan dengan imaturitas

paru dan defisiensi surfaktan

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan diharapkan bayi

mampu

1.  menunjukan pola napas yang

adekuat.

2.  Menunjukan frekuensi dan pola

napas dalm batas yang sesuai

usia dan BB dengan kriteria

hasil.

   BBL frek napas 30-60x/menit

   Frek napas saat tidur 35x/menit

yang optimal:

   Tempatkan pada posisitelungkup bila

mungkin

   Tempatkan pada posisi terlentang pada

posisi mengendus dengan leher sedikit

ekstensi dan hidung menghadap keatas.

2.      Hindari heperektensi leher

3.      Observasi adanya penyimpangan dari

fungsi pernapasan misal mengorok,

sianosis, pernapasan cuping

hidung,apnea.

4.      Lakukan penghisapan

5.      Penghisapan endotracheal sebelum

pemberian surfaktan

6.      Petahankan suhu lingkungan yang

netral

Kolaborasi:

1.   Beri surfaktan sesuai petunjuk pabrik.

Page 63: Respiratory Distress RDS

2.   Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam

setelah pemberian surfaktan

3.   Lakukan regimen yang diresepkan

untuk terapi suplemental

4.   Pantau pertukaran gas

3. Gangguan perfusi jaringan b/d

suplai oksigen ke jaringan

menurun

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan diharapkan bayi

dapat menunujukan:

   Tingkat perfusi yang sesuai

misal status mental normal,

irama jantung dan frekkuensi

nadi normal, tidak terjadi

sianosis, kulit hangat dan kering,

mukosa normal, haluaran urin

normal.

1.   Auskultasi frek dan irama dan irama

jantung , catat terjadinya irama jantung

ekstra.

2.   Observasi perubahan status mental.

3.   Observasi warna dan suhu kulit atau

membran mukosa.

Page 64: Respiratory Distress RDS

4.   Ukur haluaran urin dan catat BJ urin

Kolaborasi :

1.   Berikan cairan IV atau oral sesuai

indikasi

2.   Pantau pemerikasaan diagnostik misal

EKG, elektrolit, dan GDA.

Page 65: Respiratory Distress RDS

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Respiratoty distress syndrome merupakan perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan

atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane

Diseasa. Respiratory Distres Syndrom hampir selalu terjadi pada bayi prematur; semakin

prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi prematur

atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.

Page 66: Respiratory Distress RDS

B. SARAN

Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan pada khususnya dapat

memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan respiratory distress syndrome dengan baik

dan sesuai dengan prosedur keperawatan serta tentunya memperhatikan aspek-aspek tertentu

yang berhubungan dengan prosedur yang dilakukan. Semoga Bermanfaat

DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2010. Sindroma Distres Pernafasan (Penyakit Membran Hialin).Medicastore.com.2 april 2010.

19.07

A nur , Risa Etika dan kawan-kawan.2005.Pemberian Surfaktan pada Bayi dengan RDS (Lab/SMF Ilmu

Kesehatan Anak Fk.Unair/ Rs. Dr Soetomo). http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april

2010

Budiman Arief.2008. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Gangguan Sistem Pernafasan

Respiratory Distress Syndrom (Rds) Diruang Nicu Rsud Gunung Jati

Kota Cirebon.Icoel’s Blog. 5 april 2010

Page 67: Respiratory Distress RDS

Brunner & Suddarth.2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah). Jakarta: EGC

Carpenito, L.J.1999.Hand Book Of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan).Jakarta : EGC

Latief, Abdul dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. FKUI;  Jakarta

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. FKUI; Jakarta

Mursal M.2009. Respiratory Distress Syndrome.www.google.com. 5 April 2010

Ngastiyah. 2002. Perawatan Anak Sakit. EGC; Jakarta

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika; Jakarta

Kopelman Arthur E MD.2009.Respiratory Distress Syndrome. www.google.com (Merck.com). 2 april 2010

Yusni Ahli.2007. Respiratory Distress Syndrome. Health_Blog.com. rabu, 7 april 2010