102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

20
REFERAT INTUSUSEPSI OLEH: GLEOPATRA DOROTHY. MOLLE 0661050074 PEMBIMBING: dr. HENRY BOYKE. SITOMPUL, SpB KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA - RSU UKI PERIODE 10 JANUARI 2011 – 5 MARET 2011 JAKARTA 1

Transcript of 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

Page 1: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

REFERAT

INTUSUSEPSI

OLEH:

GLEOPATRA DOROTHY. MOLLE

0661050074

PEMBIMBING: dr. HENRY BOYKE. SITOMPUL, SpB

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA - RSU UKI

PERIODE 10 JANUARI 2011 – 5 MARET 2011

JAKARTA

1

Page 2: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-

Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Intususepsi”. Ucapan

terimakasih penulis ucapkan kepada dr. Henry Boyke, SpB atas bimbingan dalam

penulisan referat ini. Tujuan penulisan referat ini adalah dalam rangka memenuhi

salah satu syarat kelulusan pada Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia - Rumah Sakit Umum

Universitas Kristen Indonesia.

Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik dan saran

penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat ini. Semoga

referat ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jakarta, Januari 2011

Penulis

2

Page 3: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1,2

Intususepsi dikenal juga dengan nama “Invaginasi” . Intususepsi merupakan

penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada bayi, ketika satu bagian atas dari

usus invaginasi ke bagian bawah dari usus tersebut. Jika progress dari intususepsi

ini tidah di tatalaksana segera, dapat berakibat fatal. Kematian yang disebabkan

oleh intususepsi jarang ditemukan di negara maju, ini disebabkan waktu diagnosis

yang cepat dan terapi operatif. Di negara berkembang, pasien mungkin ditemukan

telah dalam kondisi serius, dan angka kematian yang tinggi karena terbatasnya

akses kesehatan. 1 ± 65% kasus intususepsi timbul pada bayi berusia kurang dari 1

tahun dengan insiden puncak antara bulan kelima dan kesembilan kehidupan.

Walaupun keadaan ini bisa timbul pasca bedah, yang hanya melibatkan usus halus

dalam 86% demikian, atau bisa timbul pada anak yang lebih besar dengan lesi

seperti polip atau divertikulum meckel sebagai titik pembawanya. Biasanya

intususepsi yang terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab pastinya. Pada anak di

bawah usia 4 tahun , 95% invaginasi dimulai pada atau dekat katup ileosekalis. 2

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, pemeriksaan, manifestasi

klinis dan penatalaksanaan intususepsi.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami definisi, etiologi, pemeriksaan, manifestasi klinis dan

penatalaksanaan intususepsi.

2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran.

3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia-Rumah Sakit Umum

Universitas Kristen Indonesia.

3

Page 4: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus proksimal ( intususeptum )

berinvaginasi kedalam segmen distal ( intususipien ) serta kemudian di dorong ke

distal oleh peristaltik usus. 2 ,3

2.2 Anatomi usus halus 6

Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang

duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m . Dimana 2/5 bagian adalah

yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia

dewasa adalah 5-6 m5 . Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum

treits.

Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :

1. Lekukan –lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga atas

peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak

pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis.

2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada

ileum Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang

lebih permanen yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan

4

Page 5: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum

lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.

3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas

dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan

kanan aorta.

4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau

dua arkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang

berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah

yang pendek, yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade.

5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan

lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung

mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak

ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.

6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa

ileum bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.

Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :

• Perbedaan eksterna

1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon

asenden dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.

2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus

besar yang terisi.

3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan

ke bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.

4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus.

Pada usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam

tiga pita yaitu taenia coli.

5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada

dindingnya. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan

appandices epiploideae.

6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.

5

Page 6: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

• · Perbedaan interna

1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan

plica silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.

2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak

mempunyai.

3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa

usus halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

2.3 Klasifikasi 6

Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :

1. Enterik : usus halus ke usus halus

2. Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum

dan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari

intususepsi.

3. Kolokolika : kolon ke kolon.

4. Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.

Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai

valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk

masing-masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39%

ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah

bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas (Tumen 1964).

2.4 Epidemiologi dan Etiologi 1, 4

Di Netherland dan Jerman, ditemukan angka kejadian intusepsi di bagian bedah

anak 1.2–1.4% dari keseluruhan pasien ( usia populasinya tidak di spesifikasi ). Di

Australia , New Zealand dan Amerika Serikat , insiden intusepsi tidak berbeda jauh

dari yang di temukan di Eropa 0.50 –2.30 kasus per 1000 kelahiran hidup. Di china,

insidensi yang dilaporkan adalah 0.77 kasus per 1000 kelahiran hidup; dari Kuwait

0.50 kasus per 1000 kelahiran hidup. Amerika serikat memiliki angka insidens

6

Page 7: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

terendah , yaitu 0.24 kasus per 1000 anak > 1 tahun. Di Venezuela terdapat 0.33

kasus per 1000 anak > 2 tahun . 4

Ada perbedaan yang mencolok pada etiologi invaginasi, antara anak – anak dan

dewasa. Pada anak – anak penyebab atau etiologi terbanyak adalah idiopatik yang

mana lead pointnya tidak ditemukan. Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi,

diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis

pemberian obat anti – diare juga berperan pada timbulnya invaginasi sedangkan

pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu

neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead pointnya dapat

ditemukan. Keadaan patologik ini terjadi pada lumen usus, yaitu suatu neoplasma

baik yang bersifat jinak dan ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada

perbedaan kausa antara usus halus dan kolon. Ataupun akibat hyperplasia kelenjar

limfe usus halus ( Peyer’s patches / Kelenjar limfe mesenterika ). Di Eropa ,

pembengkakan kelenjar limfe mesenterika ditemukan 19–50% pada pasien yang di

operasi atau di investigasi dengan USG. Invaginasi yang terbanyak pada usus halus

adalah neoplasma yang bersifat jinak ( diverticle meckel’s, polip ). Etiologi lainnya

yang frekuensinya lebih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma,

diaarhea, riwayat pembedahan abdomen sebelumya, inflamasi pada appendiks, dan

trauma tumpul abdomen.

2.5 Patofisiologi

Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus ( obstruksi ) baik partiil

maupun total dan stranggulasi ( Boyd, 1956 ). Proses terjadinya invaginasi dimulai

dengan hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabakan

usus masuk ke dalam lumen usus distal kemudian berkontraksi terjadi

edema mengakibatkan terjadinya perlekatan yang tidak dapat kembali normal

sehingga terjadi invaginasi.

Sedangkan pada orang dewasa biasanya di awali adanya gangguan motilitas usus

lainnya yang terfiksir/ atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya,karena arah

peristaltik adalah dari oral ke anal sehingga bagian yang masuk ke lumen usus

7

Page 8: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik

peristaltik usus. Akibat adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya

akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran

darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.

2.6 Manifestasi klinis

Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya

serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan

kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit

berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dengan

serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala.

Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah,

keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut.

Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi

letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh

kembalinya aliran darah dari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit

darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.

Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%,

muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen

pada 73% kasus (Cohn, 1976).

Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus

pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya

intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua

disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi

pada anak-anak. Pada orang dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang

jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan

diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain (Cohn,

1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan

intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis

seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis

sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi

8

Page 9: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat

sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus

dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang,

meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak

memberikan hasil yang positif.

Pada kasus intususepsi kronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan

membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari

serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang

juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui

rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang

juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat

diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964).

2.7 Diagnosis

Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai

dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi

segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila

berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur

dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar

dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada +

40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20%

kasus. Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran

pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling

awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan

intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa

pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang

diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali

dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai

salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu

timbulnya invaginasi sulit ditentukan.

9

Page 10: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

Muntah reflektif menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada

± 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang

dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang

jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah

bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya sumbatan di

segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa

kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan

didapatkan pada 90%. Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance’s

Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis

pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dance’s

Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik

pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering

ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan

teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance’s Sign.

Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan

darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik. Pemeriksaan

foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari

abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan

diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang

invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto

dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi

stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.

TRIAS INVAGINASI :

• Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping

pain), bila lanjut sakitnya kontinyu

• Muntah warna hijau (cairan lambung)

• Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan

dalam) = currant jelly stool

Pemeriksaan Fisik :

10

Page 11: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

• Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.

• Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan (

Sousage Like Sign )

• Nyeri tekan (+)

• Dancen sign (+) Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah karena

masuknya sekum pada kolon ascenden

• RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina

akibat invaginasi usus yang lama

Radiologis

Foto abdomen 3 posisi :

Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika

circularis usus)

Foto abdomen 3 posisi

Colon In loop berfungsi sebagai :

• Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi

• Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi

dan kejadian < 24 jam

Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar

bersama feses dan udara

11

Page 12: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,

meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa

dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah

cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan

radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun

umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik.

Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin

dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran

barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di

tempat ini.

Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan

tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh

suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika

salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada

tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai

riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadang mencapai waktu

bertahun – tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada orng dewasa daripada

anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainan lokal pada usus

12

Page 13: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus

intususepssi khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui

konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu

demikian lama. Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan

istilah intususepsi kronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan

keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan

intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal

yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi

spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang

panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan

sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus.

Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan

penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian

beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi

diperlukan.

Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu

melalui :

1. Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis

seperti diatas).

2. Pemeriksaan penunjang ( Ultrasonography, Barium Enema dan Computed

Tomography)

13

Page 14: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

CT Scan Abdomen

USG ABDOMEN

14

Page 15: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

USG DOPPLER

2.8 Penatalaksanaan

Dasar pengobatan adalah :

1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.

3. Antibiotika.

4. Laparotomi eksplorasi.

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan

diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan

memberikan prognosa yang lebih baik.

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak

dahulu mencakup dua tindakan :

15

Page 16: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

Reduksi hidrostatik

Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter

dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd

tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.

Reduksi manual (milking) dan reseksi usus

Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit,

mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai

dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai

timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi.

Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan

di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan

usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga

bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan

apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas

usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.

Setelah usus direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini

memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.

Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat

pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar

kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah

dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha

reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan

hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu

dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang

idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder,

1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada

keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.

1. Pre-operatif

Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada

16

Page 17: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan

koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit

2.Durante Operatif

Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa

terbanyak intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan

yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan

memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun yang

ganas.

Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:

1. Ruptur dinding usus selama manipulasi

2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi

3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi

4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas

5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat

Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus yang

terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian

dilakukan anastosmose end to end atau side to side.

Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak

ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus

retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,

keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak

tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat

pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose .

17

Page 18: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

3. Pasca Operasi

• Hindari Dehidrasi

• Pertahankan stabilitas elektrolit

• Pengawasan akan inflamasi dan infeksi

• Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas

usus

Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya

adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan

18

Page 19: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba

dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema,

reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90).

Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya

dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk

menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom.

Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:

1. Adanya reseksi usus yang etensif

2. Diaarhea

3. Steatorhe

4. Malnutrisi

Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan

gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2

meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1

meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).

19

Page 20: 102655758-INTUSUSEPSI-INVAGINASI-USUS.pdf

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanz-Iko Huppertz Prof. Dr , Montse Soriano-Gabarro MD, MSc , Elisabetta

Franco Prof , Urlich Desselberger MD, Judith Wolleswinkel-van den Bosch

PhD , Carlo Giaquinto MD ,et all. Intussusception Among Young Children in

Europe. The Pediatric Infectious Disease Journal , 2006 January 25 (1) 22-27.

2. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

2010. p270-272

3. Gabriel Conder , John Rendre, et all. Abdominal Radiology – Intussusception ,

Cambrige University Press.

4. J Holder , G.K Von Schulthess et all. Disease of the abdomen and pelvis ,

2006 . Springer science , Italy. p218-223 .

5. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran. 2005. p627-629

6. Di unduh dari http://kedokteranugm.com/?tag=ugm/invaginasi .

20