10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

21
10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL BELAJAR A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget (Budiman, 2006:44) membagi proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan memunculkan karakteristik yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif itu adalah periode sensori motorik (0-2 tahun), periode operasional (2-7 tahun), periode operasional konkrit (7-11 tahun atau 12 tahun), dan periode operasional formal (11 atau 12 tahun-14 atau 15 tahun). Pada umumnya anak usia sekolah dasar berada pada periode operasional konkrit. Periode ini memiliki ciri : 1. Pemikiran yang reversibel Pada anak usia sekolah dasar sudah mulai berkembang kemampuan berpikir logis, yaitu berpikir yang menggunakan operasi-operasi logis tertentu. Operasi yang bersifat reversibel, artinya dapat dipahami dalam dua arah. Dengan berpikir reversibel, anak mampu berpikir logis yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tetapi pemikiran logis itu masih terikat oleh apa-apa yang kelihatannya nyata.

Transcript of 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

Page 1: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

10

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN

HASIL BELAJAR

A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget (Budiman, 2006:44) membagi

proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif ke dalam empat

tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan memunculkan

karakteristik yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif itu adalah

periode sensori motorik (0-2 tahun), periode operasional (2-7 tahun), periode

operasional konkrit (7-11 tahun atau 12 tahun), dan periode operasional

formal (11 atau 12 tahun-14 atau 15 tahun).

Pada umumnya anak usia sekolah dasar berada pada periode operasional

konkrit. Periode ini memiliki ciri :

1. Pemikiran yang reversibel

Pada anak usia sekolah dasar sudah mulai berkembang kemampuan

berpikir logis, yaitu berpikir yang menggunakan operasi-operasi logis

tertentu. Operasi yang bersifat reversibel, artinya dapat dipahami dalam

dua arah.

Dengan berpikir reversibel, anak mampu berpikir logis yang dapat

digunakan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tetapi

pemikiran logis itu masih terikat oleh apa-apa yang kelihatannya nyata.

Page 2: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

11

Artinya, dalam mengoperasikan logika berpikirnya masih perlu dibantu

oleh benda-benda nyata yang dibawa ke perilaku nyata.

2. Adaptasi gambaran yang meyeluruh

Ini merupakan kemampuan untuk menyatukan ingatan, menjelaskan

pengalaman dan objek yang dialami anak.

3. Memandang sesuatu dari berbagai macam segi

Anak usia sekolah dasar sudah memiliki pemikiran decentering,

artinya kemampuan memandang sesuatu bukan hanya dari sudut pandang

dirinya saja melainkan telah mampu mempertimbangkan sudut pandang

lain di luar dirinya dalam menghadapi sesuatu.

4. Mampu melakukan seriasi

Ini merupakan kemampuan mengatur unsur-unsur menurut semakin

besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut.

5. Berpikir kausalitas

Yang dimaksud berpikir kausalitas adalah pemahaman anak terhadap

penyebab suatu peristiwa atau kejadian.

Implikasi teori Piaget dan prinsip-prinsip belajar yang diturunkan

dari teori ini bagi pendidikan sains di sekolah dasar adalah bahwa anak

itu dapat atau mempunyai kemampuan untuk berpikir. Dari penelitian

yang diungkapkan oleh Piaget dan Bruner terungkapkan bahwa anak itu

dapat berpikir secara tingkat tinggi bila ia mempunyai cukup pengalaman

konkrit dan bimbingan yang memungkinkan pengembangan konsep-

Page 3: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

12

konsep dan menghubungkan fakta-fakta yang diperlukan (Kuslan dan

Stone dalam Dahar, 1985:88).

Mengenai pengalaman konkrit bagi anak, piaget (Dahar, 1985:89)

mengemukakan bahwa:

“Pengalaman konkrit adalah sebagian kebutuhan untuk berpikir

logis, dan pengalaman konkrit jelas merupakan dasar dari ilmu

pengetahuan”

Pernyataan Piaget ini lebih memperkuat pengembangan

keterampilan proses sains di sekolah dasar. Wood (Dahar, 1985:89)

menghubungkan tingkat-tingkat perkembangan Piaget dengan

keterampilan-keterampilan proses sains dan berkesimpulan bahwa :

1. Seorang anak pada tingkat praoperasional mampu melakukan observasi secara kualitatif dan mengklasifikasikan dengan atribut tunggal;

2. Pada tingkat operasional konkrit, anak memiliki keterampilan-keterampilan proses sains lainnya: observasi kuantitatif, mengklasifikasikan dengan atribut ganda, menemukan generalisasi secara induktif, dan mengendalikan variabel tunggal;

3. Pada tahap operasional formal anak-anak memiliki keterampilan proses sains menguji hipotesis dengan penalaran jika-maka (if-then) dan kemampuan mengendalikan beberapa variabel.

Dari ungkapan Wood ini pengembangan beberapa keterampilan

proses sains dapat dilakukan di sekolah dasar, dimana pada umumnya

anak-anak berada pada tingkat operasional konkrit.

Selanjutnya program sains di sekolah dasar dianjurkan oleh Piaget

agar terdiri dari kegiatan-kegiatan yang mengizinkan anak-anak bekerja

secara individual dalam kelompok kecil. Dengan adanya kesempatan

untuk bekerja kelompok, anak akan dihadapkan pada pandangan-

Page 4: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

13

pandangan dan gagasan-gagasan orang lain. Pengalaman-pengalaman

semacam ini penting bagi anak, sebab dengan demikian anak itu secara

berangsur-angsur melepaskan pandangan egosentrinya, dan mulai

memperhatikan dan menyesuaikan diri pada pandangan-pandangan lain

serta untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, yang merupakan

suatu kemampuan yang dibutuhkan dalam kegiatan ilmiah.

B. Model Pembelajaran Kontekstual

Istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan

sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model pembelajaran

dapat diartikan sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola

pembelajaran tertentu. Dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa,

sumber belajar yang digunakan dalam mewujudkan kondisi belajar atau

sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada siswa

(Indrawati, 2000;2). Ciri khusus model pembelajaran ada empat, yakni

rasional teoritik dan logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan

pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar

model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar

yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.

1. Hakikat model pembelajaran kontekstual

Model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and

Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

Page 5: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

14

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari

(Nurhadi, 2002). Balanchard, (2001) berpendapat pembelajaran

kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan

isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa

membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga

kerja. Selanjutnya (Sanjaya, 2005), mengemukakan bahwa pembelajaran

kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan

kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan

nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pengertian pembelajaran kontekstual tersebut, terdapat

tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh guru sekolah dasar di dalam

melakukan kegiatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model

pembelajaran kontekstual, yakni :

a. Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan

siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar berorientasi

kepada proses pengalaman secara langsung, siswa mencari dan

menemukan sendiri materi pelajaran.

b. Pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa menemukan

hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan

nyata, artinya siswa dituntut dapat menangkap hubungan antara

Page 6: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

15

pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di

masyarakat.

c. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar mampu

menerapkan apa yang dipelajari di sekolah kedalam kehidupan nyata

sehari-hari, artinya siswa tidak hanya memahami apa yang

dipelajarinya, melainkan sampai kepada aplikasinya dalam

kehidupan nyata.

Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan

mengalami apa yang sedang diajarkan, dengan mengacu pada masalah-

masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung

jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga

kerja (University of Washington,2001). Pembelajaran kontekstual adalah

pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman

sesungguhnya atau realita.

Oleh karena itu, agar guru tidak membiasakan siswanya menghafal

fakta-fakta belaka, Nurhadi dalam sutardi (2007) menyatakan perlunya

upaya-upaya guru dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual yang

efektif, (1) bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk

menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran

tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih

lama konsep-konsep tersebut, (2) bagaimana setiap mata pelajaran

dipahami siswa sebagai bagian yang saling terkait, dan membentuk satu

pemahaman yang utuh, (3) bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi

Page 7: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

16

secara efektif dengan siswanya, (4) bagaimana guru dapat membuka

wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswanya, sehingga mereka

dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan

kehidupan nyata.

Lima konsep dasar yang melandasai model pembelajaran kontekstual

di sekolah dasar, diantaranya :

1) Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan

siswa bekerja dan mengalami, bukan pemindahan pengetahuan dari

guru kepada siswa,

2) Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil belajar,

3) Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk

memecahkan masalah, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi,

serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang,

4) Siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya

menggapainya,

5) Cara belajar terbaik adalah peserta didik mengkonstruksi sendiri

secara aktif pemahamannya.

Guru kelas di sekolah dasar harus mampu menerapkan model

pembelajaran kontekstual dengan benar, sesuai prinsip dasarnya,

sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan, menerapkan, dan

menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan kehidupan

sehari-hari dilingkungannya. Untuk itu guru perlu memahami konsep-

Page 8: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

17

konsep pembelajaran kontekstual berikut cara mengaplikasikannya di

lapangan.

2. Komponen model pembelajaran kontekstual

Komponen model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar, pada

prinsipnya menerapkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif

(Nurhadi, 2009;9). Ketujuh komponen tersebut :

a. Kontruktivisme (Contructivision)

Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir

atau filosofi model pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan

dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

melalui konteks yang terbatas atau sempit dan tidak secara tiba-tiba.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah

yang sipa untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus

mengkonstruksi pengatahuan itu dan member makna melalui

pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan

masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan

bergelut dengan ide-ide yaitu siswa harus mengkonstruksikan

pengetahuan di benak mereka sendiri.

Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus

menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke

situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi ini menjadi milik

mereka sendiri. Berdasarkan hal ini, maka pembelajaran harus

Page 9: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

18

dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima

pengetahuan.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan model

pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang

diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat

fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu

merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan,

apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry adalah (1)

Observasi (Observation), (2) Bertanya (Questioning), (3)

Mengajukan dugaan (Hipothesis), (4) Pengumpulan data (Data

gathering), (5) Penyimpulan (Conclusion).

Adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah :

(1) merumuskan masalah, (2) melakukan observasi, (3) menganalisis

dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel,

dan karya lainnya, dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan

hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lainnya.

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari

bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran

yang berbasis kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang

produktif, kegiatan bertanya berguna untuk (1) menggali informasi,

baik administrasi maupun akademik, (2) mengecek pemahan siswa,

Page 10: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

19

(3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh

mana keingin tahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah

diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang

dikehendaki guru, (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi

pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan

siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil

pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil

belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok, dan

antar yang tahu kepada yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di

sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya

adalah anggota masyarakat belajar.

e. Pemodelan (Modeling)

Komponen model pembelajaran selanjutnya adalah pemodelan.

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,

ada model yang bias ditiru. Model itu memberi peluang besar bagi

guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan

begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.

Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu,

sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya cara menemukan kata

kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru

mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan

Page 11: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

20

dengan cara menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan

gerak mata (scanning). Secara sederhana, kegiatan ini disebut

pemodelan. Guru berperan sebagai model yang bias ditiru dan

diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari

atau berpikir tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal

belajar di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru

dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan

pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi

merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan

yang baru diterima.

Pada akhir pelajaran, refleksi dapat dilakukan melalui

pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan

atau jurnal di buku siswa, diskusi, kesan, dan saran siswa menganai

pembelajaran hari itu. Melalui refleksi, siswa merasa memperoleh

sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru

dipelajarinya, serta berfungsi sebagai umpan balik.

g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)

Penilaian sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai

data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru

agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran

Page 12: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

21

dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan oleh guru

mengidentifikasikan bahwa siswa mengetahui kemacetan dalam

belajar, maka guru perlu segera bias mengambil tindakan yang tepat

agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran

tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses

pembelajaran, maka asesmen tidak dilakukan di akhir periode

pembelajaran atau akhir semester, seperti UAN atau UAS, tetapi

dilakukan bersama secara terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan model pembelajaran kontekstual, sebuah proses

pembelajaran seharusnya (Blanchard, 2001) :

� Menekankan pada pemecahan masalah (berbasis inquri),

� Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang

terjadi dalam berbagai kontek seperti di rumah, masyarakat dan

pekerjaan,

� Mengarahkan siswa agar dapat memonitor dan mengarahkan

pembelajaran mereka sendiri sehingga menjadi pembelajaran

mandiri,

� Mengaitkan pengajaran pada kontek kehidupan siswa yang berbeda-

beda,

� Mendorong siswa untuk belajar dari sesame teman dan belajar

bersama,

� Menerapkan penilaian autentik.

Page 13: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

22

Pembelajaran yang benar, seharusnya ditekankan pada upaya

membantu siswa agar mampu mempelajari atau learning how to learn,

bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di

akhir periode pembelajaran. Karena asesmen menekankan proses

pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari

kegiatan nyata yang dikerjakan oleh siswa pada saat melakukan proses

pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil.

Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang

diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bias juga teman lain atau

orang lain. Karakteristik autentik asesmen adalah : (1) dilaksanakan

selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) bias digunakan

untuk formatif maupun sumatif, (3) yang diukur keterampilan dan

performansi, bukan mengingat fakta, (4) berkesinambungan, (5)

terintegrasi, dan (6) dapat digunakan sebagai feed back.

3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual

Langkah-langkah atau tahapan model pembelajaran kontekstual

meliputi empat tahapan, yaitu :

a. Tahap Invitasi

Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan

pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas.Bila perlu guru

memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik

tentang kehidupan sehari-hari, melalui kaitan konsep-konsep yang

dibahas tadi, dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi

Page 14: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

23

kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan

pemahamannya tentang konsep tadi.

b. Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi, siswa diberikan kesempatan untuk

menyelidiki, dan menemukan konsep, melalui pengumpulan,

pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah kegiatan

yang telah dirancang oleh guru. Secara berkelompok siswa

melakukan kegiatan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas.

Tanhap ini akan memenuhi rasa ingin tahu siswa tentang fenomena

kehidupan nyata dari lingkungan sekitarnya.

c. Tahap Penjelasan dan Solusi

Tahap penjelasan dan solusi, pada saat siswa memberikan

penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah

dengan penguatan dari guru, maka siswa dapat menyampaikan

gagasan, membuat model, dan membuat rangkuman serta ringkasan

hasil pekerjaannya.

d. Tahap Pengambilan Tindakan

Tahap pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan,

menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi

dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran

baik secara individu maupun secara kelompok yang berhubungan

dengan pemecahan masalah.

Page 15: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

24

4. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar, pada hakikatnya

merupakan konsep belajar yang membantu guru dengan cara mengaitkan

materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa

untuk membuat hubungan antara pengetahuaan yang di milikinya dengan

penerapannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruksional,

bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, penalaran yang

sebenarnya, dan refleksi (Depdiknas,2002:5).

Hal-hal pokok yang hrus diidentifikasi berdasarkan pembelajaran

kontekstual tersebut yakni :

a. Materi yang diharapkan,

b. Situasi dunia nyata siswa,

c. Pengetahuan yang dimiliki,

d. Penerapan dalam kehidupan sehari-har-,

e. Tujuh komponen pembelajaran yang efektif.

Berdasarkan hal-hal diatas, keunggulan model pembelajaran

kontekstual adalah real world learning, mengutamakan pengalaman

nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, dan

kreatif, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan

kehidupan nyata, adanya perubahan prilaku, pengetahauan diberi makna,

dan kegiatannya bukan mengajar tetapi belajar. Selain itu, keunggulan

lain yakni :

Page 16: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

25

a. Kegiatannya lebih kepada kependididkan bukan pengajaran,

b. Sebagai pembentukan”manusia,

c. Memecahkan masalah,

d. Siswa aktif guru mengarahkan,

e. Hasil belajar diukur dengan berbagai alat ukur tidak hanya tes saja.

Beberapa kelemahan model pembelajaran kontekstual antara lain :

a. Bagi Guru

Guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara

mendalam dan komprehensif tentang :

1) Konsep pembelajaran kontekstual itu sendiri,

2) Potensi perbedaan individu siswa di kelas,

3) Beberapa pendekatan pembelajaran yang berorentasi kepada

aktifitas siswa dalam belajar.

4) Sarana, media, alat bantu, serta kelengkapan pembelaajaran

yang menunjang aktifitas siswa dalam belajar,

b. Bagi Siswa

1) Inisiatif dan kreatifitas dalam belajar,

2) Memiliki wawasan dalam pengetahuan yang memadai dari

setiap mata pelajaran,

3) Adanya perubahan sikap dalam menghadapi persoalan,

4) Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi dalam

menyelesaikan tugas-tugas.

Page 17: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

26

C. Hasil Belajar Siswa

Nana sudjana (2004:22) mendefinisikan hasil belajar siswa yaitu

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Pembelajaran yang telah dilaksanakan pada akhirnya

bertujuan untuk melihat hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar ini

meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik

tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil

belajar dari Benjamin Bloom (Nana sudjana , 1989:23) yang secara garis

besar membaginya menjadi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor. Berikut penjelasan dari ketiga aspek tersebut :

a. Aspek Kognitif (pengetahuan / pemahaman)

Dalam Susilana Rudi (2006:102) untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan 7

tingkatan, yaitu :

1). Pengetahuan

2). Pemahaman

3). Pengertian

4). Aplikasi

5). Analisa

6). Sintesa, dan

7). Evaluasi.

Page 18: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

27

b. Aspek afektif

Hasil belajar efektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti

perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru

dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

c. Aspek psikomotor

Hasil belajar pada aspek psikomotor berkenaan dengan keterampilan atau

kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil

belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru

tampak dalam kecendrungan-kecendrungan untuk berprilaku.

D. Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana adalah alat-alat yang digunakan manusia untuk

membantu memudahkan pekerjaan dengan susunan yang sederhana (Didin

Wahyudin, dkk, 2000:30)

1. Macam-macam pesawat sederhana adalah :

a. Pengungkit atau tuas contoh linggis, tang, dan gunting

Tuas atau pengungkit dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu

jenis pertama, kedua, dan ketiga.

� Pengungkit Golongan I

Jika kamu akan mencabut paku yang tertancap di tembok,

apa yang kamu perlukan? Paku sulit dicabut dengan tangan. Selain

memerlukan tenaga yang kuat, sebatang paku juga terlalu kecil

untuk dipegang dengan tangan saat mencabut. Oleh karena itu,

Page 19: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

28

kamu memerlukan catut untuk mencabut paku dari tembok. Catut

menggunakan prinsip kerja pengungkit golongan I. Pada

pengungkit golongan I, letak titik tumpu berada di antara beban dan

kuasa.

� Pengungkit Golongan II

Pada pengungkit golongan II, letak beban di antara titik

tumpu dan kuasa. Kereta sorong, pembuka kaleng, dan pemotong

kertas merupakan alat-alat yang menggunakan prinsip kerja

pengungkit golongan II. Kereta sorong banyak digunakan oleh

pekerja bangunan untuk mengangkut pasir atau material lain. Alat

ini berguna untuk membawa benda-benda yang berat. Selain lebih

cepat dan mudah, tenaga yang harus dikeluarkan pun lebih sedikit.

� Pengungkit Golongan III

Pada pengungkit golongan III, letak kuasa di antara beban

dan titik tumpu.

b. Bidang miring

Tangga merupakan salah satu jenis bidang miring. Jika memanjat

pohon secara

langsung, beban tubuh kita akan tertumpu pada tangan dan kaki.

Namun, bila memakai tangga, beban tubuh akan ditahan oleh anak

tangga yang kita injak. Itulah sebabnya seolah-olah pekerjaan kita

terasa lebih ringan. Sebenarnya, pekerjaan kita tetap, tetapi diperingan

oleh alat. Jadi, dengan menggunakan bidang miring kita dapat

Page 20: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

29

menghemat tenaga. Prinsip yang sama juga diterapkan pada tangga

bangunan bertingkat.

Bidang miring berguna untuk membantu memindahkan benda-

benda yang terlalu berat. Cara paling mudah memindahkan peti ke

dalam truk yaitu dengan menggunakan bidang miring. Peti dapat

didorong atau ditarik melalui bidang miring. Tenaga yang dikeluarkan

lebih kecil daripada mengangkat peti secara langsung. Benda-benda

tajam seperti pisau, kapak,

pahat, dan paku menggunakan prinsip kerja bidang miring.

Bagian yang tajam dari alat-alat tersebut merupakan bidang miring

c. Katrol

Bayangkan pada saat kamu harus mengambil air dari sumur

dengan tali yang langsung diikatkan pada ember. Beban yang harus

kamu angkat akan terasa sangat berat. Akan tetapi, pekerjaan tersebut

bisa kamu lakukan dengan lebih mudah apabila kamu menggunakan

timba. Sebenarnya, beban yang harus diangkat tidak berubah. Hanya

saja, saat menggunakan timba, beban tidak hanya tertumpu pada

tangan, tetapi juga tertumpu pada berat badan. Selain itu, dengan

timba pekerjaan mengangkat akan berubah menjadi menarik sehingga

lebih mudah. Inilah prinsip kerja katrol.

Ada beberapa jenis katrol sebagai berikut.

1) Katrol tetap : katrol yang tidak berubah posisinya ketika digunakan

untuk memindahkan benda.

Page 21: 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...

30

2) Katrol bebas : katrol yang berubah posisinya ketika digunakan

untuk memindahkan benda.

3) Katrol rangkap : katrol yang terdiri dari lebih dari satu katrol yang

disusun berjajar.

4) Katrol ganda atau takal : katrol yang terdiri dari beberapa katrol

yang disatukan dengan tali.

d. Roda berporos

Pada zaman prasejarah, orang-orang memindahkan beban berat

dengan meletakkan beban di atas batangbatang pohon. Batang-batang

pohon tersebut kemudian digerakkan menggelinding. Pada

perkembangan berikutnya, dibuatlah roda yang diberi poros. Roda dan

poros ini dapat berputar bersama-sama. Sepeda motor, mobil, dan

hampir semua alat yang mempunyai bagian yang bergerak

menggunakan asas roda berporos. Peralatan yang menggunakan rod

berpasangan biasanya dihubungkan pada poros roda. Poros roda

berada pada titik temu jari-jari roda.