10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...
Transcript of 10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL ...
10
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN
HASIL BELAJAR
A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget (Budiman, 2006:44) membagi
proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif ke dalam empat
tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan memunculkan
karakteristik yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif itu adalah
periode sensori motorik (0-2 tahun), periode operasional (2-7 tahun), periode
operasional konkrit (7-11 tahun atau 12 tahun), dan periode operasional
formal (11 atau 12 tahun-14 atau 15 tahun).
Pada umumnya anak usia sekolah dasar berada pada periode operasional
konkrit. Periode ini memiliki ciri :
1. Pemikiran yang reversibel
Pada anak usia sekolah dasar sudah mulai berkembang kemampuan
berpikir logis, yaitu berpikir yang menggunakan operasi-operasi logis
tertentu. Operasi yang bersifat reversibel, artinya dapat dipahami dalam
dua arah.
Dengan berpikir reversibel, anak mampu berpikir logis yang dapat
digunakan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tetapi
pemikiran logis itu masih terikat oleh apa-apa yang kelihatannya nyata.
11
Artinya, dalam mengoperasikan logika berpikirnya masih perlu dibantu
oleh benda-benda nyata yang dibawa ke perilaku nyata.
2. Adaptasi gambaran yang meyeluruh
Ini merupakan kemampuan untuk menyatukan ingatan, menjelaskan
pengalaman dan objek yang dialami anak.
3. Memandang sesuatu dari berbagai macam segi
Anak usia sekolah dasar sudah memiliki pemikiran decentering,
artinya kemampuan memandang sesuatu bukan hanya dari sudut pandang
dirinya saja melainkan telah mampu mempertimbangkan sudut pandang
lain di luar dirinya dalam menghadapi sesuatu.
4. Mampu melakukan seriasi
Ini merupakan kemampuan mengatur unsur-unsur menurut semakin
besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut.
5. Berpikir kausalitas
Yang dimaksud berpikir kausalitas adalah pemahaman anak terhadap
penyebab suatu peristiwa atau kejadian.
Implikasi teori Piaget dan prinsip-prinsip belajar yang diturunkan
dari teori ini bagi pendidikan sains di sekolah dasar adalah bahwa anak
itu dapat atau mempunyai kemampuan untuk berpikir. Dari penelitian
yang diungkapkan oleh Piaget dan Bruner terungkapkan bahwa anak itu
dapat berpikir secara tingkat tinggi bila ia mempunyai cukup pengalaman
konkrit dan bimbingan yang memungkinkan pengembangan konsep-
12
konsep dan menghubungkan fakta-fakta yang diperlukan (Kuslan dan
Stone dalam Dahar, 1985:88).
Mengenai pengalaman konkrit bagi anak, piaget (Dahar, 1985:89)
mengemukakan bahwa:
“Pengalaman konkrit adalah sebagian kebutuhan untuk berpikir
logis, dan pengalaman konkrit jelas merupakan dasar dari ilmu
pengetahuan”
Pernyataan Piaget ini lebih memperkuat pengembangan
keterampilan proses sains di sekolah dasar. Wood (Dahar, 1985:89)
menghubungkan tingkat-tingkat perkembangan Piaget dengan
keterampilan-keterampilan proses sains dan berkesimpulan bahwa :
1. Seorang anak pada tingkat praoperasional mampu melakukan observasi secara kualitatif dan mengklasifikasikan dengan atribut tunggal;
2. Pada tingkat operasional konkrit, anak memiliki keterampilan-keterampilan proses sains lainnya: observasi kuantitatif, mengklasifikasikan dengan atribut ganda, menemukan generalisasi secara induktif, dan mengendalikan variabel tunggal;
3. Pada tahap operasional formal anak-anak memiliki keterampilan proses sains menguji hipotesis dengan penalaran jika-maka (if-then) dan kemampuan mengendalikan beberapa variabel.
Dari ungkapan Wood ini pengembangan beberapa keterampilan
proses sains dapat dilakukan di sekolah dasar, dimana pada umumnya
anak-anak berada pada tingkat operasional konkrit.
Selanjutnya program sains di sekolah dasar dianjurkan oleh Piaget
agar terdiri dari kegiatan-kegiatan yang mengizinkan anak-anak bekerja
secara individual dalam kelompok kecil. Dengan adanya kesempatan
untuk bekerja kelompok, anak akan dihadapkan pada pandangan-
13
pandangan dan gagasan-gagasan orang lain. Pengalaman-pengalaman
semacam ini penting bagi anak, sebab dengan demikian anak itu secara
berangsur-angsur melepaskan pandangan egosentrinya, dan mulai
memperhatikan dan menyesuaikan diri pada pandangan-pandangan lain
serta untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, yang merupakan
suatu kemampuan yang dibutuhkan dalam kegiatan ilmiah.
B. Model Pembelajaran Kontekstual
Istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model pembelajaran
dapat diartikan sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola
pembelajaran tertentu. Dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa,
sumber belajar yang digunakan dalam mewujudkan kondisi belajar atau
sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada siswa
(Indrawati, 2000;2). Ciri khusus model pembelajaran ada empat, yakni
rasional teoritik dan logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar
model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar
yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.
1. Hakikat model pembelajaran kontekstual
Model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
14
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
(Nurhadi, 2002). Balanchard, (2001) berpendapat pembelajaran
kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan
isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga
kerja. Selanjutnya (Sanjaya, 2005), mengemukakan bahwa pembelajaran
kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengertian pembelajaran kontekstual tersebut, terdapat
tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh guru sekolah dasar di dalam
melakukan kegiatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual, yakni :
a. Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan
siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar berorientasi
kepada proses pengalaman secara langsung, siswa mencari dan
menemukan sendiri materi pelajaran.
b. Pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata, artinya siswa dituntut dapat menangkap hubungan antara
15
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di
masyarakat.
c. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar mampu
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah kedalam kehidupan nyata
sehari-hari, artinya siswa tidak hanya memahami apa yang
dipelajarinya, melainkan sampai kepada aplikasinya dalam
kehidupan nyata.
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan
mengalami apa yang sedang diajarkan, dengan mengacu pada masalah-
masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung
jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga
kerja (University of Washington,2001). Pembelajaran kontekstual adalah
pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman
sesungguhnya atau realita.
Oleh karena itu, agar guru tidak membiasakan siswanya menghafal
fakta-fakta belaka, Nurhadi dalam sutardi (2007) menyatakan perlunya
upaya-upaya guru dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual yang
efektif, (1) bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk
menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran
tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih
lama konsep-konsep tersebut, (2) bagaimana setiap mata pelajaran
dipahami siswa sebagai bagian yang saling terkait, dan membentuk satu
pemahaman yang utuh, (3) bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi
16
secara efektif dengan siswanya, (4) bagaimana guru dapat membuka
wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswanya, sehingga mereka
dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan
kehidupan nyata.
Lima konsep dasar yang melandasai model pembelajaran kontekstual
di sekolah dasar, diantaranya :
1) Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan pemindahan pengetahuan dari
guru kepada siswa,
2) Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil belajar,
3) Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk
memecahkan masalah, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi,
serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang,
4) Siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya
menggapainya,
5) Cara belajar terbaik adalah peserta didik mengkonstruksi sendiri
secara aktif pemahamannya.
Guru kelas di sekolah dasar harus mampu menerapkan model
pembelajaran kontekstual dengan benar, sesuai prinsip dasarnya,
sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan, menerapkan, dan
menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan kehidupan
sehari-hari dilingkungannya. Untuk itu guru perlu memahami konsep-
17
konsep pembelajaran kontekstual berikut cara mengaplikasikannya di
lapangan.
2. Komponen model pembelajaran kontekstual
Komponen model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar, pada
prinsipnya menerapkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif
(Nurhadi, 2009;9). Ketujuh komponen tersebut :
a. Kontruktivisme (Contructivision)
Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir
atau filosofi model pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas atau sempit dan tidak secara tiba-tiba.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang sipa untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus
mengkonstruksi pengatahuan itu dan member makna melalui
pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide yaitu siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri.
Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke
situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi ini menjadi milik
mereka sendiri. Berdasarkan hal ini, maka pembelajaran harus
18
dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima
pengetahuan.
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan model
pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan,
apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry adalah (1)
Observasi (Observation), (2) Bertanya (Questioning), (3)
Mengajukan dugaan (Hipothesis), (4) Pengumpulan data (Data
gathering), (5) Penyimpulan (Conclusion).
Adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah :
(1) merumuskan masalah, (2) melakukan observasi, (3) menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel,
dan karya lainnya, dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan
hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lainnya.
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari
bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran
yang berbasis kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang
produktif, kegiatan bertanya berguna untuk (1) menggali informasi,
baik administrasi maupun akademik, (2) mengecek pemahan siswa,
19
(3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh
mana keingin tahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah
diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang
dikehendaki guru, (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi
pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan
siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil
belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok, dan
antar yang tahu kepada yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di
sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya
adalah anggota masyarakat belajar.
e. Pemodelan (Modeling)
Komponen model pembelajaran selanjutnya adalah pemodelan.
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,
ada model yang bias ditiru. Model itu memberi peluang besar bagi
guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan
begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.
Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu,
sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya cara menemukan kata
kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru
mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan
20
dengan cara menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan
gerak mata (scanning). Secara sederhana, kegiatan ini disebut
pemodelan. Guru berperan sebagai model yang bias ditiru dan
diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari
atau berpikir tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal
belajar di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan
yang baru diterima.
Pada akhir pelajaran, refleksi dapat dilakukan melalui
pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan
atau jurnal di buku siswa, diskusi, kesan, dan saran siswa menganai
pembelajaran hari itu. Melalui refleksi, siswa merasa memperoleh
sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru
dipelajarinya, serta berfungsi sebagai umpan balik.
g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai
data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru
agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran
21
dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan oleh guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengetahui kemacetan dalam
belajar, maka guru perlu segera bias mengambil tindakan yang tepat
agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran
tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses
pembelajaran, maka asesmen tidak dilakukan di akhir periode
pembelajaran atau akhir semester, seperti UAN atau UAS, tetapi
dilakukan bersama secara terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan model pembelajaran kontekstual, sebuah proses
pembelajaran seharusnya (Blanchard, 2001) :
� Menekankan pada pemecahan masalah (berbasis inquri),
� Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang
terjadi dalam berbagai kontek seperti di rumah, masyarakat dan
pekerjaan,
� Mengarahkan siswa agar dapat memonitor dan mengarahkan
pembelajaran mereka sendiri sehingga menjadi pembelajaran
mandiri,
� Mengaitkan pengajaran pada kontek kehidupan siswa yang berbeda-
beda,
� Mendorong siswa untuk belajar dari sesame teman dan belajar
bersama,
� Menerapkan penilaian autentik.
22
Pembelajaran yang benar, seharusnya ditekankan pada upaya
membantu siswa agar mampu mempelajari atau learning how to learn,
bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di
akhir periode pembelajaran. Karena asesmen menekankan proses
pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari
kegiatan nyata yang dikerjakan oleh siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bias juga teman lain atau
orang lain. Karakteristik autentik asesmen adalah : (1) dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) bias digunakan
untuk formatif maupun sumatif, (3) yang diukur keterampilan dan
performansi, bukan mengingat fakta, (4) berkesinambungan, (5)
terintegrasi, dan (6) dapat digunakan sebagai feed back.
3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual
Langkah-langkah atau tahapan model pembelajaran kontekstual
meliputi empat tahapan, yaitu :
a. Tahap Invitasi
Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan
pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas.Bila perlu guru
memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik
tentang kehidupan sehari-hari, melalui kaitan konsep-konsep yang
dibahas tadi, dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi
23
kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan
pemahamannya tentang konsep tadi.
b. Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi, siswa diberikan kesempatan untuk
menyelidiki, dan menemukan konsep, melalui pengumpulan,
pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah kegiatan
yang telah dirancang oleh guru. Secara berkelompok siswa
melakukan kegiatan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas.
Tanhap ini akan memenuhi rasa ingin tahu siswa tentang fenomena
kehidupan nyata dari lingkungan sekitarnya.
c. Tahap Penjelasan dan Solusi
Tahap penjelasan dan solusi, pada saat siswa memberikan
penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah
dengan penguatan dari guru, maka siswa dapat menyampaikan
gagasan, membuat model, dan membuat rangkuman serta ringkasan
hasil pekerjaannya.
d. Tahap Pengambilan Tindakan
Tahap pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi
dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran
baik secara individu maupun secara kelompok yang berhubungan
dengan pemecahan masalah.
24
4. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar, pada hakikatnya
merupakan konsep belajar yang membantu guru dengan cara mengaitkan
materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa
untuk membuat hubungan antara pengetahuaan yang di milikinya dengan
penerapannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruksional,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, penalaran yang
sebenarnya, dan refleksi (Depdiknas,2002:5).
Hal-hal pokok yang hrus diidentifikasi berdasarkan pembelajaran
kontekstual tersebut yakni :
a. Materi yang diharapkan,
b. Situasi dunia nyata siswa,
c. Pengetahuan yang dimiliki,
d. Penerapan dalam kehidupan sehari-har-,
e. Tujuh komponen pembelajaran yang efektif.
Berdasarkan hal-hal diatas, keunggulan model pembelajaran
kontekstual adalah real world learning, mengutamakan pengalaman
nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, dan
kreatif, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan
kehidupan nyata, adanya perubahan prilaku, pengetahauan diberi makna,
dan kegiatannya bukan mengajar tetapi belajar. Selain itu, keunggulan
lain yakni :
25
a. Kegiatannya lebih kepada kependididkan bukan pengajaran,
b. Sebagai pembentukan”manusia,
c. Memecahkan masalah,
d. Siswa aktif guru mengarahkan,
e. Hasil belajar diukur dengan berbagai alat ukur tidak hanya tes saja.
Beberapa kelemahan model pembelajaran kontekstual antara lain :
a. Bagi Guru
Guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara
mendalam dan komprehensif tentang :
1) Konsep pembelajaran kontekstual itu sendiri,
2) Potensi perbedaan individu siswa di kelas,
3) Beberapa pendekatan pembelajaran yang berorentasi kepada
aktifitas siswa dalam belajar.
4) Sarana, media, alat bantu, serta kelengkapan pembelaajaran
yang menunjang aktifitas siswa dalam belajar,
b. Bagi Siswa
1) Inisiatif dan kreatifitas dalam belajar,
2) Memiliki wawasan dalam pengetahuan yang memadai dari
setiap mata pelajaran,
3) Adanya perubahan sikap dalam menghadapi persoalan,
4) Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
26
C. Hasil Belajar Siswa
Nana sudjana (2004:22) mendefinisikan hasil belajar siswa yaitu
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Pembelajaran yang telah dilaksanakan pada akhirnya
bertujuan untuk melihat hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar ini
meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil
belajar dari Benjamin Bloom (Nana sudjana , 1989:23) yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Berikut penjelasan dari ketiga aspek tersebut :
a. Aspek Kognitif (pengetahuan / pemahaman)
Dalam Susilana Rudi (2006:102) untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan 7
tingkatan, yaitu :
1). Pengetahuan
2). Pemahaman
3). Pengertian
4). Aplikasi
5). Analisa
6). Sintesa, dan
7). Evaluasi.
27
b. Aspek afektif
Hasil belajar efektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru
dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
c. Aspek psikomotor
Hasil belajar pada aspek psikomotor berkenaan dengan keterampilan atau
kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil
belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru
tampak dalam kecendrungan-kecendrungan untuk berprilaku.
D. Pesawat Sederhana
Pesawat sederhana adalah alat-alat yang digunakan manusia untuk
membantu memudahkan pekerjaan dengan susunan yang sederhana (Didin
Wahyudin, dkk, 2000:30)
1. Macam-macam pesawat sederhana adalah :
a. Pengungkit atau tuas contoh linggis, tang, dan gunting
Tuas atau pengungkit dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu
jenis pertama, kedua, dan ketiga.
� Pengungkit Golongan I
Jika kamu akan mencabut paku yang tertancap di tembok,
apa yang kamu perlukan? Paku sulit dicabut dengan tangan. Selain
memerlukan tenaga yang kuat, sebatang paku juga terlalu kecil
untuk dipegang dengan tangan saat mencabut. Oleh karena itu,
28
kamu memerlukan catut untuk mencabut paku dari tembok. Catut
menggunakan prinsip kerja pengungkit golongan I. Pada
pengungkit golongan I, letak titik tumpu berada di antara beban dan
kuasa.
� Pengungkit Golongan II
Pada pengungkit golongan II, letak beban di antara titik
tumpu dan kuasa. Kereta sorong, pembuka kaleng, dan pemotong
kertas merupakan alat-alat yang menggunakan prinsip kerja
pengungkit golongan II. Kereta sorong banyak digunakan oleh
pekerja bangunan untuk mengangkut pasir atau material lain. Alat
ini berguna untuk membawa benda-benda yang berat. Selain lebih
cepat dan mudah, tenaga yang harus dikeluarkan pun lebih sedikit.
� Pengungkit Golongan III
Pada pengungkit golongan III, letak kuasa di antara beban
dan titik tumpu.
b. Bidang miring
Tangga merupakan salah satu jenis bidang miring. Jika memanjat
pohon secara
langsung, beban tubuh kita akan tertumpu pada tangan dan kaki.
Namun, bila memakai tangga, beban tubuh akan ditahan oleh anak
tangga yang kita injak. Itulah sebabnya seolah-olah pekerjaan kita
terasa lebih ringan. Sebenarnya, pekerjaan kita tetap, tetapi diperingan
oleh alat. Jadi, dengan menggunakan bidang miring kita dapat
29
menghemat tenaga. Prinsip yang sama juga diterapkan pada tangga
bangunan bertingkat.
Bidang miring berguna untuk membantu memindahkan benda-
benda yang terlalu berat. Cara paling mudah memindahkan peti ke
dalam truk yaitu dengan menggunakan bidang miring. Peti dapat
didorong atau ditarik melalui bidang miring. Tenaga yang dikeluarkan
lebih kecil daripada mengangkat peti secara langsung. Benda-benda
tajam seperti pisau, kapak,
pahat, dan paku menggunakan prinsip kerja bidang miring.
Bagian yang tajam dari alat-alat tersebut merupakan bidang miring
c. Katrol
Bayangkan pada saat kamu harus mengambil air dari sumur
dengan tali yang langsung diikatkan pada ember. Beban yang harus
kamu angkat akan terasa sangat berat. Akan tetapi, pekerjaan tersebut
bisa kamu lakukan dengan lebih mudah apabila kamu menggunakan
timba. Sebenarnya, beban yang harus diangkat tidak berubah. Hanya
saja, saat menggunakan timba, beban tidak hanya tertumpu pada
tangan, tetapi juga tertumpu pada berat badan. Selain itu, dengan
timba pekerjaan mengangkat akan berubah menjadi menarik sehingga
lebih mudah. Inilah prinsip kerja katrol.
Ada beberapa jenis katrol sebagai berikut.
1) Katrol tetap : katrol yang tidak berubah posisinya ketika digunakan
untuk memindahkan benda.
30
2) Katrol bebas : katrol yang berubah posisinya ketika digunakan
untuk memindahkan benda.
3) Katrol rangkap : katrol yang terdiri dari lebih dari satu katrol yang
disusun berjajar.
4) Katrol ganda atau takal : katrol yang terdiri dari beberapa katrol
yang disatukan dengan tali.
d. Roda berporos
Pada zaman prasejarah, orang-orang memindahkan beban berat
dengan meletakkan beban di atas batangbatang pohon. Batang-batang
pohon tersebut kemudian digerakkan menggelinding. Pada
perkembangan berikutnya, dibuatlah roda yang diberi poros. Roda dan
poros ini dapat berputar bersama-sama. Sepeda motor, mobil, dan
hampir semua alat yang mempunyai bagian yang bergerak
menggunakan asas roda berporos. Peralatan yang menggunakan rod
berpasangan biasanya dihubungkan pada poros roda. Poros roda
berada pada titik temu jari-jari roda.