1. Sewa Rahim

13
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mempunyai anak dan keturunan tak bisa lepas dari peran perempuan sebagai calon ibu. Hal itu dikarenakan proses pembuahan sel telur dan sperma yang menghasilkan embrio terjadi pada rahim milik milik perempuan. Namun pada beberapa kasus, rahim si calon ibu ternyata bermasalah sehingga tidak mendukung pembuahan yang menghasilkan embrio. Lantas apa yang harus dilakukan? Salah satu caranya adalah dengan menggunakan rahim perempuan lain dengan sistem sewa. Cara tersebut dikenal dengan sebutan surogasi. Apa itu? dr Satrio Dwi Prasojo, Sp.OG dari RS Asri, Duren Tiga, mengatakan bahwa proses surogasi adalah penitipan hamil sehingga embrio hasil pembuahan di luar tubuh dimasukkan ke dalam rahim perempuan lain. Hal itu dikarenakan rahim sang ibu mempunyai masalah yang menyebabkan ia tidak diperbolehkan untuk hamil atau mengandung. "Kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk mengandung. Padahal di sisi lain, kondisi sel telurnya baik dan memungkinkan untuk hamil,". 1 Saat ini surrogate mother atau yang biasa disebut dengan sewa rahim ini telah marak di dunia, bahkan isu sewa rahim telah sampai di Indonesia. Banyaknya pasangan suami istri yang menginginkan keturunan namun belum juga dikaruniai keturunan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya kondisi rahim yang kurang sehat, suami tidak bisa mengekskresikan sperma, kondisi rahim yang tidak memungkinkan untuk hamil, faktor usia, serta di era globalisasi ini wanita cenderung mementingkan karir, di beberapa negara yang melegalkan proses surogasi antara lain India, Georgia, Rusia, Thailand, Ukraina dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Namun, proses surogasi dilarang di seluruh negara yang penduduknya mayoritas Islam antara lain Brunei Darussalam, Malaysia, 1 http://health.detik.com/read/2014/03/12/143205/2523475/775/?991104topnews diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 10:08 WIB

description

Sewa Rahim

Transcript of 1. Sewa Rahim

Teori HukumMagister Kenotariatan UBAYAAngkatan XIVBAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangMempunyai anak dan keturunan tak bisa lepas dari peran perempuan sebagai calon ibu. Hal itu dikarenakan proses pembuahan sel telur dan sperma yang menghasilkan embrio terjadi pada rahim milik milik perempuan. Namun pada beberapa kasus, rahim si calon ibu ternyata bermasalah sehingga tidak mendukung pembuahan yang menghasilkan embrio. Lantas apa yang harus dilakukan?Salah satu caranya adalah dengan menggunakan rahim perempuan lain dengan sistem sewa. Cara tersebut dikenal dengan sebutan surogasi. Apa itu? dr Satrio Dwi Prasojo, Sp.OG dari RS Asri, Duren Tiga, mengatakan bahwa proses surogasi adalah penitipan hamil sehingga embrio hasil pembuahan di luar tubuh dimasukkan ke dalam rahim perempuan lain. Hal itu dikarenakan rahim sang ibu mempunyai masalah yang menyebabkan ia tidak diperbolehkan untuk hamil atau mengandung. "Kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk mengandung. Padahal di sisi lain, kondisi sel telurnya baik dan memungkinkan untuk hamil,".[footnoteRef:1] [1: http://health.detik.com/read/2014/03/12/143205/2523475/775/?991104topnews diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 10:08 WIB]

Saat ini surrogate mother atau yang biasa disebut dengan sewa rahim ini telah marak di dunia, bahkan isu sewa rahim telah sampai di Indonesia. Banyaknya pasangan suami istri yang menginginkan keturunan namun belum juga dikaruniai keturunan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya kondisi rahim yang kurang sehat, suami tidak bisa mengekskresikan sperma, kondisi rahim yang tidak memungkinkan untuk hamil, faktor usia, serta di era globalisasi ini wanita cenderung mementingkan karir, di beberapa negara yang melegalkan proses surogasi antara lain India, Georgia, Rusia, Thailand, Ukraina dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Namun, proses surogasi dilarang di seluruh negara yang penduduknya mayoritas Islam antara lain Brunei Darussalam, Malaysia, Mesir dan negara-negara Timur Tengah seperti Arab dan Pakistan.Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh juga pada cara manusia mengembangkan keturunannya, sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada dua cara manusia melangsungkan dan memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan melalui hubungan langsung antar lawan jenis. Kedua, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi berupa inseminasi buatan. Di satu sisi masyarakat membutuhkan, namun di sisi hukum belum ada aturan yang mengatur sewa menyewa rahim sehingga bisa menimbulkan suatu masalah di kemudian hari yang penyelesaiannya sangat sulit. Prof Agens juga mengatakan bahwa kenyataan di Indonesia, surrogate mother ini dibutuhkan dan sudah dilakukan oleh masyarakat dengan diam-diam atau secara kekeluargaan.[footnoteRef:2] [2: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/06/08/112214/Perlu-Payung-Hukum-Sewa-Rahim diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 11:03 WIB]

BAB IIPERMASALAHAN

Untuk mengetahui sejauh mana masalah sewa rahim atau surrogate mother ini terjadi di Indonesia, dalam makalah ini kami akan angkat beberapa masalah, diantaranya :1. Bagaimana pandangan secara yuridis terhadap surrogate mother di Indonesia? 2. Perspektif teori hukum apa yang terkait dengan masalah sewa rahim tersebut?

BAB IIIPEMBAHASAN

Pengertian Sewa RahimSewa rahim atau surrogate mother merupakan fenomena yang masih baru di negara kita namun di luar negeri terutamanya India, Georgia, Rusia, Thailand, Ukraina dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat, Eropa dan Australia fenonema sewa rahim sudah menjadi perkara biasa. Permintaan akan sewa rahim ini yang amat tinggi diatas permintaan pelanggan pasangan yang kurang upaya mendapatkan anak dan juga dari alasan lain. Bahkan mengenai sewa rahim ini ada sebuah Fakta unik yang terjadi salah satunya adalah seorang ibu pengganti yang bernama Carole Horlock (46) sudah menyewakan rahimnya untuk 13 anak orang lain. Hampir tiap tahun ia melahirkan sejak tahun 1995 dan tahun 2012 ia hamil lagi dan melahirkan anak sewaannya yang ke-13 milik pasangan asal Prancis.Wanita asal Stevenage, Hertfordshire, Inggris, mengaku senang bisa membantu pasangan yang tidak bisa memiliki anak untuk bisa menjadi orangtua biologis yang sesungguhnya. Ia pun dinobatkan sebagai ibu pengganti paling produktif di dunia.[footnoteRef:3] [3: http://health.detik..com/read/2013/07/18/152736/2307124/1299/6/ibu-pengganti-terunik-kecanduan-hamil-hingga-13-kali-lahirkan-anak-orang diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 11:42 WIB]

Teknologi sewa rahim biasanya dilakukan bila istri tidak mampu dan tidak boleh hamil atau melahirkan. Embrio dibesarkan dan dilahirkan dari rahim perempuan lain bukan istri, walaupun bayi itu menjadi milik (secara hukum) suami istri yang ingin mempunyai anak tersebut. Untuk jasanya tersebut, wanita pemilik rahim biasanya menerima bayaran yang jumlahnya telah disepakati keluarga yang ingin menyewa rahimnya tersebut, dan wanita itu harus menandatangi persetujuan untuk segera menyerahkan bayi yang akan dilahirkannya itu ke keluarga yang telah menyewa.Di Negara Australia sendiri kebijakan Internasional yang berkaitan dengan surrogate mother ini tengah ditinjau ulang, hal ini didasari atas munculnya masalah-masalah hukum di kemudian hari diantaranya kedudukan ibu pengganti serta status anak yang dilahirkan. Dalam sebuah kasus dimana seorang ibu biologis dari Australia meninggalkan anak dan ibu penggantinya di Thailand, ketika diketahui salah satu anak kembar yang dikandung oleh ibu pengganti mengalami down syndrome, dan orang tua aslinya hanya mengambil salah satu anak yang sehat saja.[footnoteRef:4] Secara hukum praktik sewa Rahim memang dibolehkan di Australia. Dalam hal ini, pasangan yang ingin memiliki anak lewat Rahim pinjaman, tetapi menggunakan sperma dan sel telur [4: Australia Tinjau Ibu Pengganti, Jawa Pos, Minggu, 3 Agustus 2014]

mereka sendiri, boleh melakukan praktik itu dengan melibatkan warga asing yang rahimnya disewa, kompensasinya, ibu tumpang akan dibayar sejumlah uang, termasuk biaya perawatan selama kehamilan. Namun, praktik komersial ini tak boleh dilakukan di dalam negeri, kecuali kalau ibu tumpang tersebut rela tak dibayar. Dalam artian, tujuan praktik Rahim pinjaman yang dibolehkan di dalam negeri (Australia), harus murni untuk menolong pasangan yang ingin punya anak. Sejauh ini dikenal dua tipe sewa rahim :1. Sewa rahim semata (gestational surrogacy)Embrio yang lazimnya berasal dari sperma suami dan sel telur istri yang dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanamkan dalam rahim perempuan yang disewa.2. Sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur (genetic surrogacy)Sel telur yang turut membentuk embrio adalah sel telur milik perempuan yang rahimnya disewa itu, sedangkan sperma adalah sperma suami. Walaupun pada perempuan pemilik rahim itu adalah juga pemilik sel telur, ia tetap harus menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkannya kepada suami istri yang menyewanya. Sebab, secara hukum, jika sudah ada perjanjian, ia bukanlah ibu dari bayi itu. Pertemuan sperma dan sel telur pada tipe kedua dapat melalui inseminasi buatan, dapat juga melalui persetubuhan antara suami dengan perempuan pemilik sel telur yang rahimnya disewa itu.Praktek dalam hal yang disebut kedua ini, dilihat dari sudut apapun dan dengan alas an apapun, merupakan perzinaan.Pandangan Hukum di Indonesia terhadap Sewa RahimDalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam Rahim istri dari mana ovum berasal.b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.c. Pada fasilatas pelayanan kesehatan tertentu.Adapun metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam pasal 127 UU Kesehatan, termasuk ibu pengganti atau sewa menyewa/penitipan rahim, secara hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia. Sebagai informasi tambahan, praktek transfer embrio ke rahim titipan (bukan rahim istri yang memiliki ovum tersebut) telah difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 26 Mei 2006.Praktek ibu pengganti atau sewa menyewa rahim belum diatur di Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada perlindungan hukum bagi para pelaku perjanjian ibu pengganti ataupun sewa menyewa rahim. Dalam pasal 1338 KUHPer memang diatur mengenai kebebasan berkontrak, dimana para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian, adapun isi dan bagaimanapun bentuknya :Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut tetap tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer yaitu :1. Kesepakatan para pihak2. Kecakapan para pihak3. Mengenai suatu hal tertentu4. Sebab yang halalJadi, salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus memiliki sebab yang halal, yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (pasal 1320 jo pasal 1337 KUHPer). Sedangkan, seperti dijelaskan diatas, praktek ibu pengganti bukan merupakan upaya kehamilan yang dapat dapat dilakukan menurut UU Kesehatan. Dengan demikian syarat sebab yang halal ini tidak terpenuhi.Hal lain yang penting diperhatikan dalam masalah ini adalah hak anak-anak yang terlahir dari ibu pengganti tidak boleh terabaikan, khususnya hak identitas diri yang dituangkan dalam akta kelahiran (lihat pasal 27 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Apabila terjadi perselisihan antara seseorang dengan si ibu pengganti, maka penyelesaiannya harus mengendapkan prinsip kepentingan terbaik bagi si anak.Dasar hukum :1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatblad 1847 No. 23)2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Perspektif Teori Hukum dalam hal Sewa Rahim Meskipun belum ada payung hukum yang melindungi, sewa rahim sudah banyak terjadi di Indonesia dan dilakukan secara diam-diam. Biasanya hal itu dilakukan secara sukarela dengan segala risikonya oleh mereka yang menyewakan rahimnya untuk mengandung anak dari pasangan keluarga lain. Kasus sewa rahim di Indonesia belum muncul ke permukaan dan masih terselubung. Sewa rahim ini biasanya dilakukan oleh pasangan keluarga yang rahim isterinya mengalami masalah sehingga tidak bisa hamil.Masalah sewa rahim ini memang menjadi satu dilema, di satu sisi masyarakat membutuhkan, namun di sisi hukum belum ada aturan yang mengatur sewa menyewa rahim sehingga bisa menimbulkan suatu masalah di kemudian hari yang penyelesaiannya sangat sulit. Adanya desakan tentang ide perlunya payung hukum yang mengatur tentang sewa rahim ini dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah :1. Kebutuhan akan aturan hukum yang melindungi surrogate mother sudah dirasa merupakan kebutuhan demi keadilan dan kemanfaatannya. Tentunya hal itu tidak hanya menjadi pemikiran bagi perguruan tinggi saja tetapi dibutuhkan juga peran serta masyarakat.2. Surrogate mother merupakan upaya terakhir dan jalan satu-satunya untuk memperoleh keturunan yang merupakan hak prokreasi perempuan.3. Harus ada kerelaan si ibu inang (ibu pengganti-Red) untuk mengandung janin titipan dan menjaganya dengan sebaik-baiknya hingga lahir sebagai bayi yang kemudian diserahkan kembali kepada orang tua kandung-nya.4. Praktik sewa rahim secara medis sangat mungkin dilakukan mengingat prosesnya secara garis besar sama dengan bayi tabung. Hanya saja rahim inang yang digunakan berbeda.

Atas faktor-faktor tersebut, maka kami dapat menarik suatu teori diantaranya tentang Kemanfaatan Hukum. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya. Hubungannya dengan hal tersebut, maka Plato (428-348 SM) pernah menyatakan, bahwa negara ideal apabila didasarkan atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan dan harmoni. Harmoni di sini artinya warga hidup sejalan dan serasi dengan tujuan negara (polis), di mana masing-masing warga negara menjalani hidup secara baik sesuai dengan kodrat dan posisi sosialnya masing-masing.Kemudian nilai dasar yang kedua adalah kemanfaatan hukum[footnoteRef:5]. Penganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafat sosial, bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya. Salah seorang tokoh aliran utilitas yang paling radikal adalah Jeremy Benthan[footnoteRef:6] (1748-1832) yakni seorang filsuf, ekonom, yuris, dan reformer hukum, yang memiliki kemampuan untuk memformulasikan prinsip kegunaan/kemanfaatan (utilitas) menjadi doktrin etika, yang dikenal sebagai utilitarianism atau madzhab utilitis. [5: Prof Dr M Khoidin, Perkembangan Terori Hukum, Teori Utilitarian, materi Kuliah Teori Hukum Universitas UBAYA, 2014] [6: IbidSlide No 19]

Prinsip utility tersebut dikemukakan oleh Bentham dalam karya monumentalnya Introduction to the Principles of Morals and Legislation (1789). Bentham mendefinisikannya sebagai sifat segala benda tersebut cenderung menghasilkan kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan, atau untuk mencegah terjadinya kerusakan, penderitaan, atau kejahatan, serta ketidakbahagiaan pada pihak yang kepentingannya dipertimbangkan. Aliran utilitas menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu hanyalah untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat. Aliran utilitas memasukkan ajaran moral praktis yang menurut penganutnya bertujuan untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin warga masyarakat. Bentham berpendapat, bahwa negara dan hukum semata-mata ada hanya untuk manfaat sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.Apabila diambil sebagai contoh kepastian hukum maka sebagai nilai ia segera menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan kesamping. Menurut Radbruch, jika terjadi ketegangan antara nilai-nilai dasar tersebut, kita harus menggunakan dasar atau asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh pada nilai keadilan, baru nilai kegunaan atau kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum. Ini menunjukkan bahwa Radbruch menempatkan nilai keadilan lebih utama daripada nilai kemanfaatan dan nilai kepastian hukum dan menempatkan nilai kepastian hukum dibawah nilai kemanfaatan hukum.Pendapat berbeda dikemukakan oleh Achmad Ali yang menyatakan bahwa ia sendiri setuju dengan asas prioritas tetapi tidak dengan menetapkan urutan prioritas sebagaimana dikemukakan oleh Radbruch. Ia menganggap merupakan hal yang lebih realistis jika kita menganut asas prioritas yang kasuistis. Yang ia maksudkan ketiga nilai dasar hukum diprioritaskan sesuai kasus yang dihadapi. Menurutnya jika asas prioritas kasuistis ini yang dianut maka sistem hukum kita akan terhindar dari berbagai konflik yang tidak terpecahkan.Diatas disebutkan bahwa antara nilai-nilai dasar hukum dapat terjadi ketegangan. Ketegangan tersebut muncul pada saat hukum tersebut diterapkan dalam proses persidangan di pengadilan. Hal ini terjadi karena dalam proses penerapan hukum di Pengadilan terdapat faktor yang mempengaruhi para penegak hukum, diantaranya adalah norma yang berlaku bagi mereka yang ditetapkan oleh pembuat Undang-Undang serta kekuatan sosial dan pribadi.Dalam kasus sewa rahim atau surrogate mother ini sangat terlihat adanya keinginan sebagian masyarakat di Indonesia yang ingin memenuhi kebahagiannya dalam hal ini ingin memetik manfaat apabila adanya payung hukum yang mengatur tentang sewa rahim ini. Mereka pasti akan merasa bahagia ketika anak biologis yang didambakan dapat meneruskan generasi mereka sekalipun dengan upaya surrogate mother. Namun permasalahan akan timbul dikemudian hari, Negara-negara yang membolehkan praktik ini adalah Negara-negara yang lebih mengedepankan asas kemanfaatan, karena kesadaran dan kepastian hukum di Negara tersebut sudah bagus, walaupun demikian pada kenyataannya kepastian hukum akan anak yang dilahirkan melalui surrogate mother ini lebih utama, sehingga mereka masih meninjau kembali hukum tentang surrogate mother ini dan melarang program ini yang dikomersialkan.

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan1. Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat manusia. Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai permasalahan moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.2. Pandangan internasional terhadap teknologi reproduksi buatan memiliki kesamaan terhadap tujuan pelaksanaan dan pengembangan teknologi reproduksi buatan yaitu dalam rangka memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam batas-batas penghargaan terhadap hak asasi manusia serta harkat dan derajat manusia untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia.3. Hukum Indonesia mengatur mengenai teknologi reproduksi manusia sebatas upaya kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma dan sel telur yang berasal pasangan suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri. Dengan demikian teknologi bayi tabung yang sperma dan sel telurnyaberasal dari suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di Indonesia, sedangkan teknik ibu pengganti(surrogate mother) tidak diizinkan dilakukan.

B. Saran1. Agar pemerintah dan organisasi profesi memperkuat pengawasan dan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kontrol etika dan moral dalam penerapan teknologi reproduksi buatan serta membuat dan menerapkan peraturan yang jelas dalam rangka memberikan rambu-rambu dalam pelaksanaan teknologi tersebut sehingga mampu memberikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan.2. Agar semua praktisi yang terlibat dalam teknologi reproduksi buatan memperhatikan aspek moralitas, etika, dan ketentuan hukum yang berlaku sehingga segala tindakan yang dilakukan tetap berada dalam koridor yang benar dan terhindar dari permasalahan hukum di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

http://health.detik.com/read/2014/03/12/143205/2523475/775/?991104topnews diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 10:08 WIBhttp://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/06/08/112214/Perlu-Payung-Hukum-Sewa-Rahim diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 11:03 WIBhttp://health.detik..com/read/2013/07/18/152736/2307124/1299/6/ibu-pengganti-terunik-kecanduan-hamil-hingga-13-kali-lahirkan-anak-orang diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 11:42 WIBAustralia Tinjau Ibu Pengganti, Jawa Pos, Minggu, 3 Agustus 2014Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang PerkawinanMukhtar, Yahya dan Rahman, Fatchur. 2002. Dasar-dasar Pembinaan Fiqh Islam. Al-Maarif, Bandung.Anshari, Saifuddin, Endang H. 2004. Wawasan Islam: pokok- pokok pikiran tentang paradikma dan sistem Islam, Gema Insani Press, Jakarta.H.S, Salim. 2006. Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta.Lubis, Suhrawardi K dan Simanjuntak, Kumis. 2007. Hukum waris islam, Cet:II, Sinar Grafika, Jakarta.Syarwani al- Hasyiyyah, Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Jilid VIIIHusni Thamrin, Aspek Hukum Bayi Tabung & Sewa Rahim, Aswaja, Yogyakarta, 2014

9