1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu...

24
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan budidaya ikan. Pakan juga merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan merupakan sumber materi dan energi untuk menopang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan namun disisi lain pakan merupakan komponen terbesar (50-70%) dari biaya produksi (Yanuar, 2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah tingkat kecernaan pakan oleh ikan. Tingkat kecernaan pakan oleh ikan bergantung pada jenis atau spesies serta lingkungan. Pencernaan adalah proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan dengan memecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana agar dapat diabsorpsi melalui dinding saluran pencernaan. Senyawa ini kemudian masuk ke dalam darah dan diedarkan keseluruh tubuh. Proses ini dilakukan karena ikan membutuhkan materi (nutrien) dan energi untuk bertahan hidup. Nutrien yang dibutuhkan dalam hal ini berupa protein, lemak dan karbohidrat (Hartono, et al ., 2015). Sistem pencernaan sama pentingnya dengan makanan untuk bertahan hidup pada hewan. Karakteristik anatomi dari sistem pencernaan ini tergantung pada makanan. Karakteristik anatomi juga bergantung pada habitat dan kandungan nutrisi pada organisme. Morfologi saluran pencernaan ikan menjelaskan bagaimana makanan diperoleh dan dicerna oleh ikan (Nawulawa, et al., 2013). Proses pencernaan makanan dipercepat oleh enzim pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar pencernaan. Sekresi enzim yang dihasilkan oleh kelenjar pencernaan berasal dari hati, kantong empedu, lambung, dan usus. Alat-alat

Transcript of 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu...

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan budidaya

ikan. Pakan juga merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan. Pakan merupakan sumber materi dan energi untuk

menopang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan namun disisi lain pakan

merupakan komponen terbesar (50-70%) dari biaya produksi (Yanuar, 2017).

Salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah tingkat kecernaan pakan

oleh ikan. Tingkat kecernaan pakan oleh ikan bergantung pada jenis atau spesies

serta lingkungan.

Pencernaan adalah proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan dengan

memecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Pemecahan

senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana agar dapat diabsorpsi melalui

dinding saluran pencernaan. Senyawa ini kemudian masuk ke dalam darah dan

diedarkan keseluruh tubuh. Proses ini dilakukan karena ikan membutuhkan materi

(nutrien) dan energi untuk bertahan hidup. Nutrien yang dibutuhkan dalam hal ini

berupa protein, lemak dan karbohidrat (Hartono, et al., 2015).

Sistem pencernaan sama pentingnya dengan makanan untuk bertahan

hidup pada hewan. Karakteristik anatomi dari sistem pencernaan ini tergantung

pada makanan. Karakteristik anatomi juga bergantung pada habitat dan

kandungan nutrisi pada organisme. Morfologi saluran pencernaan ikan

menjelaskan bagaimana makanan diperoleh dan dicerna oleh ikan (Nawulawa, et

al., 2013). Proses pencernaan makanan dipercepat oleh enzim pencernaan. Enzim

ini dihasilkan oleh kelenjar pencernaan. Sekresi enzim yang dihasilkan oleh kelenjar

pencernaan berasal dari hati, kantong empedu, lambung, dan usus. Alat-alat

pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga

mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus.

Daya cerna ikan nila (Oreochromis niloticus) atau ikan omnivora selama 5-

6 jam. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wicaksono, et al. (2013). Penelitian

tersebut menyatakan bahwa jumlah feses terbanyak terdapat pada usus setelah

pemberian pakan selama 5-6 jam. Nilai kecernaan suatu bahan makanan atau

suatu makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan.

Disamping nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan ikan dan kualitas

bahan makanan yang dikonsumsi oleh ikan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengenali dan menjelaskan organ-

organ sistem pencernaan dan mengetahui sistem pencernaan, mengetahui daya

cerna ikan dan menghitung waktu pengosongan lambung.

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) mengetahui

dan dapat menjelaskan mekanisme pencernaan, mengerti cara penentuan daya

cerna ikan tehadap makanan dan waktu pengosongan lambung dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi Sistem Pencernaan

dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 14 dan 15 September 2019 di

Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan dan Laboratorium Hidrobiologi

Divisi Lingkungan dan Bioteknologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas Brawijaya Malang.

1. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pencernaan

Burhanuddin (2014) menyatakan bahwa mencerna makanan merupakan

suatu proses di dalam tubuh organisme yang mengubah atau menyederhanakan

bahan-bahan makanan agar dapat diserap oleh dinding usus yang berguna bagi

tubuh. Pencernaan adalah proses pemecahan komponen makanan berupa

(karbohidrat, protein dan lemak) yang dikonsumsi oleh organisme dari bentuk

kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pencernaan makanan dapat

terjadi secara mekanis dengan bantuan gigi atau penggantinya dan secara kimia

(dengan bantuan enzim pencernaan atau senyawa kimia yang dihasilkan oleh

mikroorganisme).

2.2 Fungsi Saluran Pencernaan

Beberapa fungsi saluran pencernaan diantaranya yaitu:

• Mendorong atau mengaduk isi dari gastrointestin (Burhanuddin, 2014).

• Mensekresi cairan-cairan pencernaan (Setiawati, et al., 2013).

• Mencerna makanan (Ahmadi, et al., 2012)

• Mengabsorbsi makanan (Ahmadi, et al., 2012)

2.3 Urutan Saluran Pencernaan Ikan

Masing-masing saluran pencernaan ikan mempunyai fungsi menurut

Burhanuddin (2014), yaitu sebagai berikut:

1. Mulut berfungsi sebagai alat untuk mengambil dan menghisap makanan.

2. Rongga mulut berfungsi untuk mempermudah jalannya makanan ke

saluran pencernaan berikutnya, penerima rasa dan penyeleksi makanan.

3. Faring, pada ikan herbivora berfungsi sebagai penyaring plankton. Faring

pada ikan karnivora dan omnivora berfungsi sebagai penghalus makanan

karena terdapat gigi faring. Lapisan permukaan faring hampir sama dengan

rongga mulut, masih ditemukan organ pengecap (paringeal).

4. Esofagus berfungsi sebagai alat untuk menelan makanan dan penyerapan

garam melalui difusi (ikan air laut).

5. Lambung berfungsi sebagai penampung makanan dan mencerna makanan

secara kimiawi. Pada ikan-ikan herbivora terdapat gizard (lambung khusus)

berfungsi untuk menggerus makanan (pencernaan secara fisik). Lambung

ditutupi oleh sel mukus yang mengandung mukopolisakarida yang agak

asam sebagai pelindung dinding lambung dari kerja asam klorida.

6. Pilorus berfungsi sebagai katup pengatur pengeluaran makanan dari

lambung menuju usus. Beberapa ikan memiliki pyloric caeca sebagai

perluasan bidang untuk penyerapan sari makanan.

7. Usus berfungsi sebagai tempat penyerapan sari-sari makanan dan

diedarkan melalui darah.

8. Rektum berfungsi sebagai tempat penyerapan air dan ion-ion sehingga

feses ikan lebih padat.

9. Kloaka berfungsi sebagai tempat bermuaranya saluran pencernaan dan

saluran urogenital. Ikan bertulang sejati tidak memiliki kloaka, sedangkan

ikan bertulang rawan memiliki organ tersebut.

10. Anus merupakan ujung saluran pencernaan berfungsi sebagai tempat

pengeluran feses.

2.4 Organ Pencernaan

Organ pencernaan merupakan organ yang menghasilkan enzim untuk

proses pencernaan. Adapun organ pencernaan meliputi:

1. Lambung

Fujaya (2008) menyatakan bahwa di dalam lambung menghasilkan

beberapa enzim antara lain:

• HCl berfungsi untuk memecah jaringan (makanan), mempertahankan

osmolaritas lambung, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin,

menurunkan pH sesuai dengan aktivitas enzim pepsin dan mencegah

pertumbuhan bakteri.

• Enzim pepsin berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida.

2. Hati dan Kantung Empedu

Hati atau hepar besar berwarna merah kecoklatan, letaknya di bagian

depan rongga badan dan meluas mengelilingi usus. Hati mempunyai

saluran empedu yang menuju ke dalam kantong empedu. Hati berfungsi

sebagai tempat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta

memproduksi cairan empedu. Kantung empedu (vesica velea) berfungsi

menampung cairan empedu yang disekresikan oleh organ hati

(Burhanuddin, 2014).

3. Pankreas

Letak pankreas berada setelah lambung dan enzim yang diekskresikan

menuju usus. Pankreas menurut Fujaya (2008) menghasilkan beberapa

enzim antara lain:

• Enzim proteolytic berfungsi untuk melanjutkan menguraikan protein

yang dimulai dari lambung oleh pepsin.

• Enzim amlolytic berfungsi untuk menguraikan ikatan polisakarida

• Enzim lipolytic berfungsi untuk menguraikan 2 ikatan triasilgliserol

menjadi 2 asam lemak bebas dan 1 monogliserol. Enzim lipolytic dibagi

menjadi 3:

a. Enzim tripsin berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida

b. Enzim amilase berfungsi untuk menguraikan ikatan polisakarida

c. Enzim lipase berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam

lemak melalui pemecahan ikatan ester

4. Usus

Driskell (2008) menyatakan bahwa enzim-enzim didalam usus terdiri

dari:

• Enzim phosphatase alkaline berfungsi untuk melepas fosfat dari

komponen organik seperti protein.

• Enzim tri peptidase berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida.

• Enzim sellulase, amilase berfungsi untuk menguraikan dekstrin

(polisakarida). Enzim sellulase lebih banyak ditemukan pada ikan

herbivora sedangkan enzim amilase lebih banyak ditemukan pada ikan

karnivora dan omnivora.

2.5 Prinsip Pencernaan

Prinsip pencernaan berdasarkan mekanismenya dibagi menjadi dua

menurut Zidni, et al. (2018) antara lain:

• Pencernaan secara mekanik

Proses pencernaan bahan makanan secara fisik atau mekanik dimulai dari

bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam proses pemotongan

dan penggerusan makanan.

• Pencernaan secara kimiawi

Proses pencernaan secara kimiawi dipercepat oleh sekresi kelenjar

pencernaan, seperti lambung dan usus. Kelenjar pencernaan ini menghasilkan

enzim pencernaan yang berguna dalam membantu proses penghancuran

makanan.

2.6 Proses Pencernaan

Proses pencernaan menurut Fujaya (2008) terdiri dari 3 proses yaitu

meliputi:

• Pencernaan Karbohidrat

Pencernaan karbohidrat dimulai pada lambung hal ini dikarenakan ikan tidak

memiliki air liur. Pada lambung, makanan bercampur dengan amilase yang

mengubah pati menjadi dekstrin. Kemudian dari lambung makanan masuk ke usus.

Amilase pada pankreas memecah pati menjadi disakarida. Enzim laktase dalam

usus (mengubah disakarida menjadi galaktosa dan fruktosa). Galaktosa dan

fruktosa pada dinding usus diubah menjadi glukosa. Terdapat pula enzim sellulase

(mengubah sellulosa menjadi sellobiose), kemudian oleh enzim sellobiase

(sellobiose dihidrolisis menjadi glukosa). Pada bentuk glukosa karbohidrat dapat

diserap oleh sel dinding usus (entrocyte).

• Pencernaan Protein

Pencernaan protein dimulai di lambung adanya enzim pepsin (protein

menjadi peptida) dan enzim-enzim proteolitik (tripsin) yang bekerja di lumen usus.

Peptid dihidrolisis menjadi oligopeptida oleh enzim tripsin di segmen usus,

selanjutnya oligopeptida dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi asam amino.

• Pencernaan Lemak

Pencernaan lemak dimulai dari lambung, triasilgliserol dalam makanan

mengalami emulsifikasi di usus. Lipase pankreas mengubah triasilgliserol dalam

usus menjadi 2 asam lemak dan 1 monoasilgliserol.

2.7 Digestibility

Geremew, et al. (2015) menyatakan bahwa digestibility merupakan

banyaknya nutrisi pakan yang mampu dicerna di dalam pencernaan. Daya cerna

makanan yang semakin tinggi menunjukan semakin banyak nutrisi yang diserap.

Pengetahuan tentang gizi bagi daya cerna sangat penting karena dapat

mengetahui potensi bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan.

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Digestibility

Cepat lambatnya proses digestibility yang terjadi pada ikan dipengaruhi

oleh dua faktor menurut Syaputra, et al. (2018) antara lain:

• Faktor Internal: kondisi fisiologis ikan, stadia, umur, jenis kelamin dan jenis

ikan (herbivora, karnivora, omnivora).

• Faktor Eksternal: kondisi lingkungan, komposisi pakan, waktu dan

frekuensi pemberian pakan serta padat tebar.

2.9 Gastric Evacuation Time (GET)

Rogge dan Taft (2010) menyatakan bahwa Gastric Evacuation Time (GET)

adalah waktu yang dibutuhkan perut atau lambung untuk mengosongkan

pencernaan hingga dikeluarkannya feses pertama kali. Waktu pengosongan

lambung pada ikan berhubungan dengan frekuensi pemberian pakan. Frekuensi

pakan dan komposisi pakan merupakan hal yang berpengaruh pada GET.

2.10 Faktor yang Mempengaruhi Gastric Evacuation Time (GET)

Faktor yang mempengaruhi GET menurut Rogge dan Taft (2010), terdiri

atas 2 faktor yaitu:

1. Faktor internal yang mempengaruhi GET meliputi umur ikan, organ

pencernaan, digestibility, kondisi fisiologi ikan dan ukuran ikan.

2. Faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi jenis pakan, waktu

pemberian pakan dan suhu.

2.11 Hubungan Gastric Evacuation Time (GET) dan Digestibility

Currie, et al. (2015) menyatakan bahwa Gastric Evacuation Time (GET)

merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan cepat lambatnya GET

menunjukkan efektivitas pakan yang diserap. Proses pencernaan termasuk

sebuah fase dimana sebagian besar makanan dicerna dan kemudian sisa

makanan dikeluarkan secara perlahan sebagai feses. Hubungan Gastric

Evacuation Time dan Digestibility adalah ketika digestibility tinggi, maka GET akan

semakin cepat. Begitupun ketika digestibility rendah maka GET akan semakin

lama.

2.12 Jenis pakan

Pakan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pakan alami, pakan buatan,

dan pakan tambahan.

• Pakan alami: pakan yang berasal dari alam. Contoh: fitoplankton dan

zooplankton (Setyawan, et al., 2014).

• Pakan buatan: pakan yang sengaja dibuat, misal oleh pabrik tertentu yang

kadar nutrisinya sudah ditentukan. Contohnya pelet (Niode, et al., 2017).

• Pakan tambahan: pakan ini hanya diberikan sebagai alternatif atau

tambahan nutrisi. Contoh: keong mas, bekicot, daun pepaya (Roy, 2013).

3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsinya

a. Digestibility

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem pencernaan Digestibility adalah:

• Toples Kapasitas 5L :

• Akuarium :

• Timbangan digital :

• Sectio set :

• Kaca arloji :

• Desikator :

• Oven :

• Loyang :

• Beaker glass :

• Stopwatch :

• Aerator :

• T aerator :

• Selang aerator :

• Batu aerator :

• Kain lap :

• Nampan :

• Seser :

• Saringan teh :

• Kabel roll :

• Kamera digital :

• Gunting :

• Pinset :

• Cutter :

• Kalkulator :

• Selang sifon :

b. Gastric Evacuation Time (GET)

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem pencernaan Gastric Evacuation Time (GET) adalah:

• Toples Kapasitas 5L :

• Bak :

• Akuarium :

• Timbangan digital :

• Sectio set :

• Kaca arloji :

• Stopwatch :

• Aerator :

• T aerator :

• Selang aerator :

• Batu aerator :

• Kain Lap :

• Nampan :

• Seser :

• Kamera digital :

• Kabel rol :

3.1.2 Bahan dan Fungsinya

a. Digestibility

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem pencernaan Digestibility adalah :

• Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :

• Lumut jaring (Chaetomorfa sp.) :

• Cacing sutra (Tubifex sp.) :

• Trash Bag :

• Pelet :

• Kertas label :

• Tisu :

• Kain saring (15 cm x 15 cm) :

• Kertas buram :

• Air :

b. Gastric Evacuation Time (GET)

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem pencernaan Gastric Evacuation Time (GET) adalah :

• Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :

• Lumut jaring (Chaetomorfa sp.) :

• Cacing sutra (Tubifex sp.) :

• Trash Bag :

• Pelet :

• Kertas label :

• Tisu :

• Kertas buram :

• Air :

3.2 Skema Kerja

3.2.1 Daya Cerna (Digestibility)

- Dioven dengan suhu 100ºC selama 15 menit - Didesikator selama 15 menit - Kain ditimbang - Kain diletakkan dalam saringan - Diambil sisa pakan dan feses dengan saring berbeda - Dioven sisa pakan dan feses kemudian ditimbang - Dihitung Digestibility dengan rumus:

Digestibility:

- Ditimbang 5% dari berat tubuh ikan Perlakuan jenis pakan: 1 = Lumut Jaring (Chaetomorfa sp.) 2 = Cacing Sutra (Tubifex sp.) 3 = Pellet - Diberi pada ikan secara terus menerus hingga kenyang (ad libitum) - Ditunggu dengan lama waktu 6 jam

- Diisi air 3 4ൗ bagian

- Diberi aerasi - Ditimbang ikan nila (Oreochromis niloticus) - Dimasukkan ke toples

- Dipuasakan selama >24 jam

Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Pakan

Hasil

Kain 15 x 15 cm

BTM−BTF

BTM×100%

Keterangan: BTM = Berat Total Makanan (gram)

= Total pakan diberikan – (sisa pakan kering+sisa pakan di perairan)

BTF = Berat Total Feses (gram)

Toples

GET (%) = Berat Lambung µ jam−Berat Lambung Ikan Kontrol

Berat Lambung Ikan yang Mengeluarkan Feses× 100%

X (gr/jam) = Berat Lambung Ikan yang Tidak Mengeluarkan Feses −Berat Lambung Ikan Kontrol

6 Jam

GET (jam) = Berat Lambung Ikan yang Tidak Mengeluarkan Feses

x (gr

jam)

3.2.2. Waktu Pengosongan Lambung (Gastric Evacuation Time)

- Ditimbang berat tubuh - Diberi pakan 5% dari berat tubuh ikan

Perlakuan jenis pakan: 1 = Lumut Jaring (Chaetomorfa sp.) 2 = Cacing Sutra (Tubifex sp.) 3 = Pellet - Diamati selama 6 jam - Dibedah masing-masing sesuai perlakuan ketika feses keluar pertama

kali dan ditetapkan sebagai GET x jam - Diambil lambung dan ditimbang - Dihitung GET dengan rumus:

Rumus Ikan yang Mengeluarkan Feses Sebelum 6 jam:

Rumus Ikan yang Tidak Mengeluarkan Feses Setelah 6 jam

- Ditimbang berat tubuh - Dibedah - Ditimbang berat lambung

- Diisi air 3 4ൗ bagian

- Diberi aerasi - Diambil 4 ekor ikan dan ditimbang ikan nila (Oreochromis niloticus) - Dimasukkan ke masing-masing toples

- Dipuasakan selama >24 jam

Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 1, sebagai ikan kontrol

Hasil

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2, 3, 4 sebagai ikan uji

Toples

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Hasil

4.1.1 Digestibility

4.1.2 Gastric Evacuation Time (GET)

4.2 Analisis Grafik

4.2.1 Digestibility

4.2.2 Gastric Evacuation Time (GET)

4.3 Hubungan Digestibility dengan Gastric Evacuation Time (GET)

4.4 Faktor Koreksi

4.5 Manfaat di Bidang Perikanan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H., Iskandar dan N. Kurniawati. 2012. Pemberian probiotik dalam pakan terhadap pertumbuhan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) pada pendederan II. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4): 99-107.

Burhanuddin, A. I. 2014. Ikhtiologi, Ikan dan Segala Aspek Kehidupannya.

Deepublish: Yogyakarta. 430 hlm Currie, K., B. Lange, E. W. Herbert, J. O. Harris and D. A. J. Stone. 2015.

Gastrointestinal evacuation time, but not nutrient digestibility of greenlip abalone, Haliotis laevigata Donovan, is affected by water temperature and age. Aquaculture. 448: 219-228.

Driskell, J. A. 2008. Nutrition and exercise concerns of middle age. CRC Press: New York. 278 page.

Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka

Cipta: Jakarta. 180 hlm.

Geremew, A. 2015. Digestibility of soybean cake, niger seed cake and linseed cake in juvenile nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture Research and Development. 6(5): 1-5.

Hartono, R., Y. Fenita dan E. Sulistyowati. 2015. Uji in vitro kecernaan bahan

kering, bahan organikdan produksin-nh3 pada kulit buah durian (Durio zibethinus) yang difermentasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan perbedaan waktu inkubasi. Jurnal Sains Perternakan Indonesia. 10(2): 87-94.

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hlm.

Niode, A. R., Nasriani dan A. M. Irdja. 2017. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup

benih ikan nila (Oreochromis niloticus) pada pakan buatan yang berbeda. AKADEMIKA. 6(2): 99-112.

Rogge, C. M. and D. R. Taft. 2010. Preclinical Drug Development. CRC Press:

USA. 376 page. Roy, R. 2013. Budi Daya Sidat. Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan. 70 hlm. Setiawati, J. E., Tarsim, Y.T. Adiputra dan S. Hudaidah. 2013. Pengaruh

penambahan probiotik pada pakan dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan, kelulushidupan, efisiensi pakan dan retensi protein ikan patin (Pangasius hypophthalmus). JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN. 1(2): 151-162.

Setyawan, T., L. Sugiarti dan S. E. Wardoyo. 2014. Kajian banyaknya pupuk

kandang terhadap perkembangbiakan kutu air (Daphnia sp.) di rumah kaca

sebagai pakan alami dalam budidaya ikan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Biologi dan Kimia. 4(1): 1-10.

Syaputra. R., L. Santoso dan Tarsim. 2018. Pengaruh penambahan tepung daun gamal (Gliricidia sepium) pada pakan buatan terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan gurami (Osphronemus gouramy). Jurnal Sains Teknologi Akuakultur. 2(1): 1-11.

Yanuar, V. 2017. Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) dan kualitas air di akuarium pemeliharaan. ZIRAA’AH. 42(2): 91-99.

Zidni, I., E. Afrianto, I. Mahdiana, H. Herawati dan B. S. Ibnu. 2018. Laju pengosongan lambung ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochoromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 9(2): 147-151.