1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan budidaya
ikan. Pakan juga merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan. Pakan merupakan sumber materi dan energi untuk
menopang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan namun disisi lain pakan
merupakan komponen terbesar (50-70%) dari biaya produksi (Yanuar, 2017).
Salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah tingkat kecernaan pakan
oleh ikan. Tingkat kecernaan pakan oleh ikan bergantung pada jenis atau spesies
serta lingkungan.
Pencernaan adalah proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan dengan
memecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Pemecahan
senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana agar dapat diabsorpsi melalui
dinding saluran pencernaan. Senyawa ini kemudian masuk ke dalam darah dan
diedarkan keseluruh tubuh. Proses ini dilakukan karena ikan membutuhkan materi
(nutrien) dan energi untuk bertahan hidup. Nutrien yang dibutuhkan dalam hal ini
berupa protein, lemak dan karbohidrat (Hartono, et al., 2015).
Sistem pencernaan sama pentingnya dengan makanan untuk bertahan
hidup pada hewan. Karakteristik anatomi dari sistem pencernaan ini tergantung
pada makanan. Karakteristik anatomi juga bergantung pada habitat dan
kandungan nutrisi pada organisme. Morfologi saluran pencernaan ikan
menjelaskan bagaimana makanan diperoleh dan dicerna oleh ikan (Nawulawa, et
al., 2013). Proses pencernaan makanan dipercepat oleh enzim pencernaan. Enzim
ini dihasilkan oleh kelenjar pencernaan. Sekresi enzim yang dihasilkan oleh kelenjar
pencernaan berasal dari hati, kantong empedu, lambung, dan usus. Alat-alat
pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut, rongga
mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus.
Daya cerna ikan nila (Oreochromis niloticus) atau ikan omnivora selama 5-
6 jam. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wicaksono, et al. (2013). Penelitian
tersebut menyatakan bahwa jumlah feses terbanyak terdapat pada usus setelah
pemberian pakan selama 5-6 jam. Nilai kecernaan suatu bahan makanan atau
suatu makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan.
Disamping nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan ikan dan kualitas
bahan makanan yang dikonsumsi oleh ikan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengenali dan menjelaskan organ-
organ sistem pencernaan dan mengetahui sistem pencernaan, mengetahui daya
cerna ikan dan menghitung waktu pengosongan lambung.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) mengetahui
dan dapat menjelaskan mekanisme pencernaan, mengerti cara penentuan daya
cerna ikan tehadap makanan dan waktu pengosongan lambung dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi Sistem Pencernaan
dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 14 dan 15 September 2019 di
Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan dan Laboratorium Hidrobiologi
Divisi Lingkungan dan Bioteknologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya Malang.
1. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pencernaan
Burhanuddin (2014) menyatakan bahwa mencerna makanan merupakan
suatu proses di dalam tubuh organisme yang mengubah atau menyederhanakan
bahan-bahan makanan agar dapat diserap oleh dinding usus yang berguna bagi
tubuh. Pencernaan adalah proses pemecahan komponen makanan berupa
(karbohidrat, protein dan lemak) yang dikonsumsi oleh organisme dari bentuk
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pencernaan makanan dapat
terjadi secara mekanis dengan bantuan gigi atau penggantinya dan secara kimia
(dengan bantuan enzim pencernaan atau senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme).
2.2 Fungsi Saluran Pencernaan
Beberapa fungsi saluran pencernaan diantaranya yaitu:
• Mendorong atau mengaduk isi dari gastrointestin (Burhanuddin, 2014).
• Mensekresi cairan-cairan pencernaan (Setiawati, et al., 2013).
• Mencerna makanan (Ahmadi, et al., 2012)
• Mengabsorbsi makanan (Ahmadi, et al., 2012)
2.3 Urutan Saluran Pencernaan Ikan
Masing-masing saluran pencernaan ikan mempunyai fungsi menurut
Burhanuddin (2014), yaitu sebagai berikut:
1. Mulut berfungsi sebagai alat untuk mengambil dan menghisap makanan.
2. Rongga mulut berfungsi untuk mempermudah jalannya makanan ke
saluran pencernaan berikutnya, penerima rasa dan penyeleksi makanan.
3. Faring, pada ikan herbivora berfungsi sebagai penyaring plankton. Faring
pada ikan karnivora dan omnivora berfungsi sebagai penghalus makanan
karena terdapat gigi faring. Lapisan permukaan faring hampir sama dengan
rongga mulut, masih ditemukan organ pengecap (paringeal).
4. Esofagus berfungsi sebagai alat untuk menelan makanan dan penyerapan
garam melalui difusi (ikan air laut).
5. Lambung berfungsi sebagai penampung makanan dan mencerna makanan
secara kimiawi. Pada ikan-ikan herbivora terdapat gizard (lambung khusus)
berfungsi untuk menggerus makanan (pencernaan secara fisik). Lambung
ditutupi oleh sel mukus yang mengandung mukopolisakarida yang agak
asam sebagai pelindung dinding lambung dari kerja asam klorida.
6. Pilorus berfungsi sebagai katup pengatur pengeluaran makanan dari
lambung menuju usus. Beberapa ikan memiliki pyloric caeca sebagai
perluasan bidang untuk penyerapan sari makanan.
7. Usus berfungsi sebagai tempat penyerapan sari-sari makanan dan
diedarkan melalui darah.
8. Rektum berfungsi sebagai tempat penyerapan air dan ion-ion sehingga
feses ikan lebih padat.
9. Kloaka berfungsi sebagai tempat bermuaranya saluran pencernaan dan
saluran urogenital. Ikan bertulang sejati tidak memiliki kloaka, sedangkan
ikan bertulang rawan memiliki organ tersebut.
10. Anus merupakan ujung saluran pencernaan berfungsi sebagai tempat
pengeluran feses.
2.4 Organ Pencernaan
Organ pencernaan merupakan organ yang menghasilkan enzim untuk
proses pencernaan. Adapun organ pencernaan meliputi:
1. Lambung
Fujaya (2008) menyatakan bahwa di dalam lambung menghasilkan
beberapa enzim antara lain:
• HCl berfungsi untuk memecah jaringan (makanan), mempertahankan
osmolaritas lambung, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin,
menurunkan pH sesuai dengan aktivitas enzim pepsin dan mencegah
pertumbuhan bakteri.
• Enzim pepsin berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida.
2. Hati dan Kantung Empedu
Hati atau hepar besar berwarna merah kecoklatan, letaknya di bagian
depan rongga badan dan meluas mengelilingi usus. Hati mempunyai
saluran empedu yang menuju ke dalam kantong empedu. Hati berfungsi
sebagai tempat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta
memproduksi cairan empedu. Kantung empedu (vesica velea) berfungsi
menampung cairan empedu yang disekresikan oleh organ hati
(Burhanuddin, 2014).
3. Pankreas
Letak pankreas berada setelah lambung dan enzim yang diekskresikan
menuju usus. Pankreas menurut Fujaya (2008) menghasilkan beberapa
enzim antara lain:
• Enzim proteolytic berfungsi untuk melanjutkan menguraikan protein
yang dimulai dari lambung oleh pepsin.
• Enzim amlolytic berfungsi untuk menguraikan ikatan polisakarida
• Enzim lipolytic berfungsi untuk menguraikan 2 ikatan triasilgliserol
menjadi 2 asam lemak bebas dan 1 monogliserol. Enzim lipolytic dibagi
menjadi 3:
a. Enzim tripsin berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida
b. Enzim amilase berfungsi untuk menguraikan ikatan polisakarida
c. Enzim lipase berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam
lemak melalui pemecahan ikatan ester
4. Usus
Driskell (2008) menyatakan bahwa enzim-enzim didalam usus terdiri
dari:
• Enzim phosphatase alkaline berfungsi untuk melepas fosfat dari
komponen organik seperti protein.
• Enzim tri peptidase berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida.
• Enzim sellulase, amilase berfungsi untuk menguraikan dekstrin
(polisakarida). Enzim sellulase lebih banyak ditemukan pada ikan
herbivora sedangkan enzim amilase lebih banyak ditemukan pada ikan
karnivora dan omnivora.
2.5 Prinsip Pencernaan
Prinsip pencernaan berdasarkan mekanismenya dibagi menjadi dua
menurut Zidni, et al. (2018) antara lain:
• Pencernaan secara mekanik
Proses pencernaan bahan makanan secara fisik atau mekanik dimulai dari
bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam proses pemotongan
dan penggerusan makanan.
• Pencernaan secara kimiawi
Proses pencernaan secara kimiawi dipercepat oleh sekresi kelenjar
pencernaan, seperti lambung dan usus. Kelenjar pencernaan ini menghasilkan
enzim pencernaan yang berguna dalam membantu proses penghancuran
makanan.
2.6 Proses Pencernaan
Proses pencernaan menurut Fujaya (2008) terdiri dari 3 proses yaitu
meliputi:
• Pencernaan Karbohidrat
Pencernaan karbohidrat dimulai pada lambung hal ini dikarenakan ikan tidak
memiliki air liur. Pada lambung, makanan bercampur dengan amilase yang
mengubah pati menjadi dekstrin. Kemudian dari lambung makanan masuk ke usus.
Amilase pada pankreas memecah pati menjadi disakarida. Enzim laktase dalam
usus (mengubah disakarida menjadi galaktosa dan fruktosa). Galaktosa dan
fruktosa pada dinding usus diubah menjadi glukosa. Terdapat pula enzim sellulase
(mengubah sellulosa menjadi sellobiose), kemudian oleh enzim sellobiase
(sellobiose dihidrolisis menjadi glukosa). Pada bentuk glukosa karbohidrat dapat
diserap oleh sel dinding usus (entrocyte).
• Pencernaan Protein
Pencernaan protein dimulai di lambung adanya enzim pepsin (protein
menjadi peptida) dan enzim-enzim proteolitik (tripsin) yang bekerja di lumen usus.
Peptid dihidrolisis menjadi oligopeptida oleh enzim tripsin di segmen usus,
selanjutnya oligopeptida dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi asam amino.
• Pencernaan Lemak
Pencernaan lemak dimulai dari lambung, triasilgliserol dalam makanan
mengalami emulsifikasi di usus. Lipase pankreas mengubah triasilgliserol dalam
usus menjadi 2 asam lemak dan 1 monoasilgliserol.
2.7 Digestibility
Geremew, et al. (2015) menyatakan bahwa digestibility merupakan
banyaknya nutrisi pakan yang mampu dicerna di dalam pencernaan. Daya cerna
makanan yang semakin tinggi menunjukan semakin banyak nutrisi yang diserap.
Pengetahuan tentang gizi bagi daya cerna sangat penting karena dapat
mengetahui potensi bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan.
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Digestibility
Cepat lambatnya proses digestibility yang terjadi pada ikan dipengaruhi
oleh dua faktor menurut Syaputra, et al. (2018) antara lain:
• Faktor Internal: kondisi fisiologis ikan, stadia, umur, jenis kelamin dan jenis
ikan (herbivora, karnivora, omnivora).
• Faktor Eksternal: kondisi lingkungan, komposisi pakan, waktu dan
frekuensi pemberian pakan serta padat tebar.
2.9 Gastric Evacuation Time (GET)
Rogge dan Taft (2010) menyatakan bahwa Gastric Evacuation Time (GET)
adalah waktu yang dibutuhkan perut atau lambung untuk mengosongkan
pencernaan hingga dikeluarkannya feses pertama kali. Waktu pengosongan
lambung pada ikan berhubungan dengan frekuensi pemberian pakan. Frekuensi
pakan dan komposisi pakan merupakan hal yang berpengaruh pada GET.
2.10 Faktor yang Mempengaruhi Gastric Evacuation Time (GET)
Faktor yang mempengaruhi GET menurut Rogge dan Taft (2010), terdiri
atas 2 faktor yaitu:
1. Faktor internal yang mempengaruhi GET meliputi umur ikan, organ
pencernaan, digestibility, kondisi fisiologi ikan dan ukuran ikan.
2. Faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi jenis pakan, waktu
pemberian pakan dan suhu.
2.11 Hubungan Gastric Evacuation Time (GET) dan Digestibility
Currie, et al. (2015) menyatakan bahwa Gastric Evacuation Time (GET)
merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan cepat lambatnya GET
menunjukkan efektivitas pakan yang diserap. Proses pencernaan termasuk
sebuah fase dimana sebagian besar makanan dicerna dan kemudian sisa
makanan dikeluarkan secara perlahan sebagai feses. Hubungan Gastric
Evacuation Time dan Digestibility adalah ketika digestibility tinggi, maka GET akan
semakin cepat. Begitupun ketika digestibility rendah maka GET akan semakin
lama.
2.12 Jenis pakan
Pakan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pakan alami, pakan buatan,
dan pakan tambahan.
• Pakan alami: pakan yang berasal dari alam. Contoh: fitoplankton dan
zooplankton (Setyawan, et al., 2014).
• Pakan buatan: pakan yang sengaja dibuat, misal oleh pabrik tertentu yang
kadar nutrisinya sudah ditentukan. Contohnya pelet (Niode, et al., 2017).
• Pakan tambahan: pakan ini hanya diberikan sebagai alternatif atau
tambahan nutrisi. Contoh: keong mas, bekicot, daun pepaya (Roy, 2013).
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsinya
a. Digestibility
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem pencernaan Digestibility adalah:
• Toples Kapasitas 5L :
• Akuarium :
• Timbangan digital :
• Sectio set :
• Kaca arloji :
• Desikator :
• Oven :
• Loyang :
• Beaker glass :
• Stopwatch :
• Aerator :
• T aerator :
• Selang aerator :
• Batu aerator :
• Kain lap :
• Nampan :
• Seser :
• Saringan teh :
• Kabel roll :
• Kamera digital :
• Gunting :
• Pinset :
• Cutter :
• Kalkulator :
• Selang sifon :
b. Gastric Evacuation Time (GET)
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem pencernaan Gastric Evacuation Time (GET) adalah:
• Toples Kapasitas 5L :
• Bak :
• Akuarium :
• Timbangan digital :
• Sectio set :
• Kaca arloji :
• Stopwatch :
• Aerator :
• T aerator :
• Selang aerator :
• Batu aerator :
• Kain Lap :
• Nampan :
• Seser :
• Kamera digital :
• Kabel rol :
3.1.2 Bahan dan Fungsinya
a. Digestibility
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem pencernaan Digestibility adalah :
• Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :
• Lumut jaring (Chaetomorfa sp.) :
• Cacing sutra (Tubifex sp.) :
• Trash Bag :
• Pelet :
• Kertas label :
• Tisu :
• Kain saring (15 cm x 15 cm) :
• Kertas buram :
• Air :
b. Gastric Evacuation Time (GET)
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
sistem pencernaan Gastric Evacuation Time (GET) adalah :
• Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :
• Lumut jaring (Chaetomorfa sp.) :
• Cacing sutra (Tubifex sp.) :
• Trash Bag :
• Pelet :
• Kertas label :
• Tisu :
• Kertas buram :
• Air :
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Daya Cerna (Digestibility)
- Dioven dengan suhu 100ºC selama 15 menit - Didesikator selama 15 menit - Kain ditimbang - Kain diletakkan dalam saringan - Diambil sisa pakan dan feses dengan saring berbeda - Dioven sisa pakan dan feses kemudian ditimbang - Dihitung Digestibility dengan rumus:
Digestibility:
- Ditimbang 5% dari berat tubuh ikan Perlakuan jenis pakan: 1 = Lumut Jaring (Chaetomorfa sp.) 2 = Cacing Sutra (Tubifex sp.) 3 = Pellet - Diberi pada ikan secara terus menerus hingga kenyang (ad libitum) - Ditunggu dengan lama waktu 6 jam
- Diisi air 3 4ൗ bagian
- Diberi aerasi - Ditimbang ikan nila (Oreochromis niloticus) - Dimasukkan ke toples
- Dipuasakan selama >24 jam
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Pakan
Hasil
Kain 15 x 15 cm
BTM−BTF
BTM×100%
Keterangan: BTM = Berat Total Makanan (gram)
= Total pakan diberikan – (sisa pakan kering+sisa pakan di perairan)
BTF = Berat Total Feses (gram)
Toples
GET (%) = Berat Lambung µ jam−Berat Lambung Ikan Kontrol
Berat Lambung Ikan yang Mengeluarkan Feses× 100%
X (gr/jam) = Berat Lambung Ikan yang Tidak Mengeluarkan Feses −Berat Lambung Ikan Kontrol
6 Jam
GET (jam) = Berat Lambung Ikan yang Tidak Mengeluarkan Feses
x (gr
jam)
3.2.2. Waktu Pengosongan Lambung (Gastric Evacuation Time)
- Ditimbang berat tubuh - Diberi pakan 5% dari berat tubuh ikan
Perlakuan jenis pakan: 1 = Lumut Jaring (Chaetomorfa sp.) 2 = Cacing Sutra (Tubifex sp.) 3 = Pellet - Diamati selama 6 jam - Dibedah masing-masing sesuai perlakuan ketika feses keluar pertama
kali dan ditetapkan sebagai GET x jam - Diambil lambung dan ditimbang - Dihitung GET dengan rumus:
Rumus Ikan yang Mengeluarkan Feses Sebelum 6 jam:
Rumus Ikan yang Tidak Mengeluarkan Feses Setelah 6 jam
- Ditimbang berat tubuh - Dibedah - Ditimbang berat lambung
- Diisi air 3 4ൗ bagian
- Diberi aerasi - Diambil 4 ekor ikan dan ditimbang ikan nila (Oreochromis niloticus) - Dimasukkan ke masing-masing toples
- Dipuasakan selama >24 jam
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 1, sebagai ikan kontrol
Hasil
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2, 3, 4 sebagai ikan uji
Toples
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H., Iskandar dan N. Kurniawati. 2012. Pemberian probiotik dalam pakan terhadap pertumbuhan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) pada pendederan II. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4): 99-107.
Burhanuddin, A. I. 2014. Ikhtiologi, Ikan dan Segala Aspek Kehidupannya.
Deepublish: Yogyakarta. 430 hlm Currie, K., B. Lange, E. W. Herbert, J. O. Harris and D. A. J. Stone. 2015.
Gastrointestinal evacuation time, but not nutrient digestibility of greenlip abalone, Haliotis laevigata Donovan, is affected by water temperature and age. Aquaculture. 448: 219-228.
Driskell, J. A. 2008. Nutrition and exercise concerns of middle age. CRC Press: New York. 278 page.
Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka
Cipta: Jakarta. 180 hlm.
Geremew, A. 2015. Digestibility of soybean cake, niger seed cake and linseed cake in juvenile nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture Research and Development. 6(5): 1-5.
Hartono, R., Y. Fenita dan E. Sulistyowati. 2015. Uji in vitro kecernaan bahan
kering, bahan organikdan produksin-nh3 pada kulit buah durian (Durio zibethinus) yang difermentasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan perbedaan waktu inkubasi. Jurnal Sains Perternakan Indonesia. 10(2): 87-94.
Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hlm.
Niode, A. R., Nasriani dan A. M. Irdja. 2017. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup
benih ikan nila (Oreochromis niloticus) pada pakan buatan yang berbeda. AKADEMIKA. 6(2): 99-112.
Rogge, C. M. and D. R. Taft. 2010. Preclinical Drug Development. CRC Press:
USA. 376 page. Roy, R. 2013. Budi Daya Sidat. Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan. 70 hlm. Setiawati, J. E., Tarsim, Y.T. Adiputra dan S. Hudaidah. 2013. Pengaruh
penambahan probiotik pada pakan dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan, kelulushidupan, efisiensi pakan dan retensi protein ikan patin (Pangasius hypophthalmus). JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN. 1(2): 151-162.
Setyawan, T., L. Sugiarti dan S. E. Wardoyo. 2014. Kajian banyaknya pupuk
kandang terhadap perkembangbiakan kutu air (Daphnia sp.) di rumah kaca
sebagai pakan alami dalam budidaya ikan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Biologi dan Kimia. 4(1): 1-10.
Syaputra. R., L. Santoso dan Tarsim. 2018. Pengaruh penambahan tepung daun gamal (Gliricidia sepium) pada pakan buatan terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan gurami (Osphronemus gouramy). Jurnal Sains Teknologi Akuakultur. 2(1): 1-11.
Yanuar, V. 2017. Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) dan kualitas air di akuarium pemeliharaan. ZIRAA’AH. 42(2): 91-99.
Zidni, I., E. Afrianto, I. Mahdiana, H. Herawati dan B. S. Ibnu. 2018. Laju pengosongan lambung ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochoromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 9(2): 147-151.