1 BAB I PENDAHULUAN - umpalangkaraya.ac.id · dinilai memperkuat nilai-nilai dan pandangan lama di...

52
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih membawa pengaruh dan perubahan dalam dunia pendidikan, baik yang berdampak positif maupun yang berdampak negatif. Dalam dunia pendidikan perkembangan teknologi elektronik khususnya, sangat membantu guru dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai media pembelajaran. Media elektronik tidak hanya memberi dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif khususnya bagi peserta didik yang tidak dapat melakukan kontol terhadap budaya tersebut. Hal ini disebabkan oleh peserta didik itu sendiri masih minim ilmu pengetahuan baik yang berhubungan dengan agama maupun moral sebagai filter dalam kehidupan. Menurut Burhan Bungin (2001:1) menjelaskan bahwa: Media cetak ataupun elektronik merupakan media massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kota, oleh karena itu, media massa sering digunakan sebagai alat mentranspormasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat sendiri. Media massa baik cetak maupun elektronik, selama ini sering dituduh sebagai pelaku utama terhadap turunnya kreativitas moral masyarakat. “Tudingan semacam ini dialamatkan karena media massa seringkali memuat dan menayangkan gambar-gambar atau artikel yang bersifat membujuk pembaca agar tidak ketinggalan dalam mendapatkan informasi". (Bungin, 2001:79) 1

Transcript of 1 BAB I PENDAHULUAN - umpalangkaraya.ac.id · dinilai memperkuat nilai-nilai dan pandangan lama di...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih

membawa pengaruh dan perubahan dalam dunia pendidikan, baik yang

berdampak positif maupun yang berdampak negatif. Dalam dunia pendidikan

perkembangan teknologi elektronik khususnya, sangat membantu guru dalam

proses pembelajaran, yaitu sebagai media pembelajaran. Media elektronik

tidak hanya memberi dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif

khususnya bagi peserta didik yang tidak dapat melakukan kontol terhadap

budaya tersebut. Hal ini disebabkan oleh peserta didik itu sendiri masih

minim ilmu pengetahuan baik yang berhubungan dengan agama maupun

moral sebagai filter dalam kehidupan.

Menurut Burhan Bungin (2001:1) menjelaskan bahwa:

Media cetak ataupun elektronik merupakan media massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kota, oleh karena itu, media massa sering digunakan sebagai alat mentranspormasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat sendiri.

Media massa baik cetak maupun elektronik, selama ini sering dituduh

sebagai pelaku utama terhadap turunnya kreativitas moral masyarakat.

“Tudingan semacam ini dialamatkan karena media massa seringkali memuat

dan menayangkan gambar-gambar atau artikel yang bersifat membujuk

pembaca agar tidak ketinggalan dalam mendapatkan informasi". (Bungin,

2001:79)

1

2

Water Lippman dalam bukunya yang berjudul Public Opinion yang

dikutip oleh Jay W. Jensan menjelaskan bahwa media massa juga bisa

dianggap menciptakan lingkungan semu tersendiri di antara manusia dan

dunia nyata (objektif). Anggapan ini mengandung implikasi penting terhadap

pandangan tentang peran media massa di masyarakat. Media telah

mempercepat, memperkuat dan meletakkan peran tradisional komunikasi

sehingga menambah jarak antara kontrol sosial yang dominan, media massa

dinilai memperkuat nilai-nilai dan pandangan lama di suatu masyarkat dan

bisa membuatnya stagnan. “Media memang bisa memperkuat pola-pola pikir

dan perilaku lama sehingga menyulitkan masyarakat yang bersangkutan

menapaki kemajuan”. (Jensan, 2004:31)

Hubungan saling berpengaruh antara dunia dan media massa sudah

berlangsung sejak lama. Lompatan besar teknologi komunikasi dan media

massa yang menjadikan dunia sebuah kampung kecil semakin menantang.

Kemunculan, perkembangan, bahkan kematian suatu media sangat

dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan, ekonomi, politik, budaya, dan

berbagai kekuatan yang mengelilinginya. Begitu pula dengan perkembangan

dan kemunduran pendidikan, ekonomi, politik, budaya dan sosial suatu

komunitas amat tergantung pada seberapa dalam informasi yang mereka

dapatkan. “Dengan demikian, terlepas dari perubahan bentuk media massa

akibat dinamika sosial politik, media massa saat ini justru memainkan peran

sebagai salah satu gen perubahan itu sendiri” (Jensan, 2004:245).

3

Media bukan hanya sebagai alat pembujuk yang kuat untuk

memperoleh informasi terhadap kemajuan, namun media juga dapat

membelokkan pola perilaku atau sikap seseorang, misalnya seseorang yang

pendiam menjadi pemberani, pemarah, berbuat anarkis dan seterusnya.

Pengaruh media massa dengan sebuah perubahan pendidikan bagaikan

suatu bingkai yang tidak terpisahkan, saling melengkapi dan berjalan seiring.

Media massa adalah penyampai informasi, sedangkan pendidikan adalah

penerima informasi, walaupun pendidikan harus memfilterisasi informasi

yang diterima tersebut, hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh negatif

yang sampai kepada peserta didik.

Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh sebab itu,

semua komponen pendidikan harus diperhatikan, diatur dan dipertimbangkan

secara sistematis agar terwujud pendidikan yang bermutu, mulai dari peserta

didik, guru, materi atau bahan yang diajarkan sampai pada masalah sarana

dan prasarana. “Apabila komponen-komponen pendidikan tersebut diatur

sesuai dengan profesionalismenya, maka akan mempengaruhi ketercapaian

tujuan pendidikan yang diharapkan, secara tidak langsung juga

mempengaruhi terhadap mutu pendidikan” (Kusuma, 2007:30).

Persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia

semakin kompleks, tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah besarnya

pengaruh media massa terhadap kehidupan anak didik. Media massa dalam

berbagai bentuknya merupakan pilar keempat dalam pendidikan,

kehadirannya telah membentuk perilaku, sikap dan pola pikir anak. Media

4

massa yang ada sekarang ini banyak sekali bentuknya antara lain; media cetak

dan media elektronik. Media cetak seperti koran, majalah, tabloid, buku, dan

lain-lain, sedangkan media elektronik seperti; radio, telivisi, komputer,

internet dan lain-lain.

Salah satu media yang paling murah dan banyak digemari oleh

masyarakat, termasuk anak-anak adalah televisi. Menonton televisi sudah

menjadi keseharian sebagian masyarakat, karena satu-satunya hiburan yang

murah meriah. Stasion televisi berlomba menawarkan berbagai program acara

yang menarik, terutama acara hiburan, sehingga membingungkan pemirsanya.

Perlahan telivisi menjadi candu bagi sebagian masyarakat, bahkan banyak

orang menghabiskan waktunya di depan televisi.

Televisi memuat berbagai informasi yang dapat dipilih oleh

penontonnya, misalnya menu hiburan yang disediakan bisa melupakan

segalanya. Para peserta didik setelah pulang sekolah biasanya langsung

berhadapan dengan televisi, bahkan sampai mengabaikan tugas yang

diberikan oleh sekolah, misalnya PR yang harus dikerjakan di rumah,

dikerjakan di sekolah karena tidak dikerjakan di rumah. Pekerjaan peserta

didik di rumah asik dan terlena menonton televisi acara kesayangan mereka

seperti; film cartoon, sinetron, musik dan lain sebagainya.

Tayangan film cartoon dan sinetron yang membuat asik para peserta

didik tersebut banyak berasal dari budaya barat yang mencoba menjajah

budaya Indonesia, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi moral anak-

anak yang nampak pada tingkah laku, hal ini akan menyulitkan proses

5

pendidikan moral atau akhlak di sekolah karena dibayang-bayangi informasi

yang muncul di televisi, bahkan dapat menurunkan prestasi belajar peserta

didik.

Televisi pada saat ini menjadi sahabat dekat anak-anak, pada

kenyataannya ibu-ibu merasa lebih nyaman melihat anak-anaknya duduk

manis di depan televisi daripada bermain di luar rumah, pada dasarnya

bermain di luar rumah lebih baik untuk mensosialisasikan jiwa anak daripada

di depan televisi, yang sangat berbahaya bagi perkembangan fisik dan mental

si anak. Lebih berbahaya lagi jika anak menonton televisi sendirian tanpa

didampingi oleh orang tua, karena tidak ada yang membimbing dan

mengarahkan anak, sehingga informasi yang didapat tidak terfilter karena

minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh anak. Dengan demikian pengaruh

tayangan yang bersifat negatif tersebut akan dicerna oleh anak dan pada

gilirannya akan mewarnai pola pikir anak. Apabila pola pikir anak yang

sudah terkontaminasi dengan hal-hal yang negatif tersebut, maka akan

terbawa pada usia dewasa nantinya, hal ini sulit untuk dirubah. Perlu kita

ingat bahwa anak adalah bentuk miniatur kehidupan suatu bangsa.

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada peserta didik kelas IV

untuk anak usia 7-10 tahun di SDN 1 Menteng Palangkaraya mereka lebih

dominan menonton televisi yang menayangkan acara hiburan seperti film-

film cartoon dan hampir semua stasiun televisi mempunyai program film

cartoon baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar

negeri. Anak sebelum menonton film kartun juga menyaksikan tayangan lain

6

misalnya musik dan sinetron yang ditayangkan untuk orang dewasa, sehingga

berpengaruh terhadap perkembangan jiwanya. Selain itu, dari hasil observasi

pada bulan Februari tahun 2014 yang peneliti temukan saat melakukan

observasi dan wawancara pada guru serta peserta didik, bahwa peserta didik

kelas IV SDN-1 Menteng Palangka Raya berjumlah 40 orang peserta didik

diperkirakan terpengaruh menonton televisi yang berdampak pada sikap

dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari sikap peserta didik ketika

belajar PKn seperti saat di ruangan peserta didik ada yang meniru tayangan-

tayangan acara televisi seperti menirukan gaya bicara, memakai perhiasan,

berkelahi, bahkan saat pembelajaran berlangsung terlihat peserta didik

mengerjakan PR/tugas rumah yang seharusnya dikerjakan di rumah, dan saat

pembelajaran berlangsung ada peserta didik yang mengantuk. Ketika

ditanyakan penyebab hal tersebut, diketahui bahwa peserta didik menonton

televise hingga larut malam dan tidak didampingi orang tua. Hasil belajar

PKn peserta didik yang dilihat dari nilai ulangan harian masih rendah,

sebanyak 55 % (22 orang peserta didik) nilainya tidak mencapai KKM, hanya

45 % (18 orang peserta didik) yang mencapai KKM.

Dari fenomena yang terjadi di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Pengaruh Menonton Televisi dan Sikap dalam Pembelajaran

Terhadap Hasil Belajar PKn kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya

Tahun Pelajaran 2014/2015”.

7

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Peserta didik ada yang meniru tayangan-tayangan acara televisi

2. Peserta didik mengerjakan PR ketika waktu pembelajaran berlangsung

3. Peserta didik mengantuk saat pembelajaran berlangsung

4. Hasil belajar PKn peserta didik masih rendah

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini terarah, maka batasan penelitian

berikut:

1. Menonton televisi yang dimaksud yaitu menonton acara dewasa, frekuensi

menonton televisi, dan waktu menonton televisi.

2. Sikap dalam pembelajaran yang dimaksud yaitu ketekunn belajar, kerajinan

mengerjakan tugas, kepedulian dengan teman, kedisiplinan, kerja sama,

menghormati guru, kejujuran mengerjakan tugas, menepati janji, dan

bertanggug jawab.

3. Hasil belajar yang digunakan yaitu nilai ulangan harian pada mata pelajaran

PKn peserta didik kelas IV tahun pelajaran 2014/2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah:

8

1. Apakah ada pengaruh menonton televisi terhadap hasil belajar PKn pada

peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran

2014/2015?

2. Apakah ada pengaruh sikap dalam pembelajaran terhadap hasil belajar

PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun

pelajaran 2014/2015?

3. Apakah ada pengaruh menonton televisi dan sikap dalam pembelajaran

terhadap hasil belajar PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng

Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh menonton televisi terhadap hasil belajar PKn pada peserta didik

kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015.

2. Pengaruh sikap dalam pembelajaran terhadap hasil belajar PKn pada

peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran

2014/2015.

3. Pengaruh menonton televisi dan sikap dalam pembelajaran terhadap hasil

belajar PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya

tahun pelajaran 2014/2015.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

9

1. Kegunaan teoretis

Bagi pengembangan keilmuan, penelitian ini memberikan sumbangan

teoretis tentang pengaruh intensitas menonton televisi dan sikap dalam

pembelajaran terhadap hasil belajar PKn.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah, dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

upaya memperbaiki sikap peserta didik dalam pembelajaran dan

memberikan saran pada orang tua peserta didik untuk mengawasi acara

televisi yang ditonton oleh anak.

b. Guru, sebagai bahan masukan agar dapat membina sikap belajar peserta

didik dalam pembelajaran PKn, sehingga peserta didik memiliki sikap

dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Analisis Teoretis

1. Menonton Televisi

a. Pengertian Menonton

Menonton berarti aktivitas melihat sesuatu dengan tingkat

perhatian tertentu (Sudarwan Danim, 2005:20). Sedangkan Tucker

(dalam Setiawan, 2005) mengemukakan pendapat tentang menonton,

yaitu:

1) Menonton merupakan perilaku pasif. Ketika televisi menyala, pikiran penonton berhenti, interaksi personal terhenti dan tubuhpun tidak berpindah-pindah. Hal ini akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan, karena beberapa penyakit kronis berasal dari kegiatan pasif.

2) Menonton acara yang disajikan televisi berarti individu yang menonton akan mengalami proses observational learning (modelling) yang akan mempengaruhi berbagai segi kehidupan manusia karena salah satu cara manusia belajar adalah dengan mengobservasi

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa menonton televisi yaitu aktivitas melihat siaran televisi sebagai

media audio visual dengan tingkat perhatian tertentu.

b. Pengertian Televisi

Pengertian televisi dapat dirumuskan sebagai “an electronic motion

picture with conjoined or attendent sound; both picture and sound

reach the eye and ear simultaneously from a remote broadcast point”.

Rumusan ini dapat diartikan bahwa “Televisi sesungguhnya adalah

10

11

suatu perlengkapan elektronik, yang pada dasarnya adalah sama,

dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara”. (Ramli,

2008:91)

Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar.(Arsyad, 2007:51)

Sesuai dengan karakteristiknya televisi adalah “salah satu bentuk

media massa yang memancarkan “suara” dan “gambar” yang berarti

sebagai reproduksi dari kenyataan yang disiarkannya melalui

gelombang-gelombang elektronik, sehingga dapat diterima oleh

pesawat-pesawat penerima dirumah (Palapah dan Syamsudin 1993:92).

Dari pengertian di atas, dapat kita pahami bahwa televisi adalah

tayangan gambar bergerak dan bersuara yang disiarkan melalui stasiun

pemancar. Penyiaran tayangan televisi ada yang bersifat langsung dan

ada yang bersifat tidak langsung (rekaman).

c. Frekuensi Menonton Televisi

Televisi yang selama ini berperan sebagi media massa

elektronik, dalam bentuk paling sederhana ternyata mampu

menggelitik, mempengaruhi dan menggiring masyarakat untuk

memilikinya. Televisi dengan berbagai program tayangan selalu

menawarkan suatu kenikmatan tersendiri bagi pemirsanya.

Televisi pada saat ini menjadi sahabat dekat masyarakat, baik

orang tua maupun anak-anak. Pada kenyataannya ibu-ibu merasa lebih

12

nyaman melihat anak-anaknya duduk manis di depan televisi daripada

bermain di luar rumah, pada dasarnya bermain di luar rumah lebih baik

untuk mensosialisasikan jiwa anak daripada di depan televisi, yang

sangat berbahaya bagi perkembangan fisik dan mental si anak.

Masyarakat kita sudah kecanduan dengan tayangan-tayangan

televisi, sebagian ibu-ibu ada yang rela menunda memasak karena asik

menyaksikan sebuah senitron, para peserta didik setelah pulang

sekolah biasanya langsung berhadapan dengan televisi, bahkan sampai

mengabaikan tugas yang diberikan oleh sekolah, misalnya PR yang

harus dikerjakan di rumah, dikerjakan di sekolah kerena tidak

dikerjakan di rumah, pekerjaan peserta didik di rumah asik dan terlena

menonton televisi acara kesayangan mereka seperti; film cartoon,

sinetron, musik dan lain sebagainya.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya waktu yang mereka pergunakan melihat televisi lima kali lebih banyak daripada membaca koran dan sepuluh kali lebih banyak daripada menonton bioskop dan sebelas kali lebih banyak daripada membaca majalah. Bahkan ada sebagian pemuda yang mengatakan, bahwa televisi telah mengisi hidup kita. (Ramli, 2008:92)

Intensitas menonton televisi dapat dipahami sebagai tingkat

keseringan (frekuensi), kualitas kedalaman menonton atau durasi dan

daya konsentrasi untuk menonton (dalam Niki, 2013). Kebanyakan

aktivitas menonton berawal dari sebuah kebutuhan akan informasi

yang kemudian berpola dan menjadi semacam ritual keseharian.

Aktivitas menonton televisi adalah suatu proses yang rumit, terjadi

13

dalam praktik domestik, yang hanya dapat dipahami dalam konteks

kehidupan sehari-hari (Triwardani & Wicandra, 2007).

Dari penjelasan tersebut di atas, jelas televisi berpengaruh

terhadap kehidupan masyarakat, apalagi bagi anak-anak sangat

berpengaruh terhadap perkembangan jiwa dan pembentukkan pola

pikir serta sikap dalam kehidupan seari-hari.

d. Manfaat Televisi dalam Pendidikan

Penggunaan telivisi di sekolah besar manfaatnya bagi

pendidikan anak, antara lain:

1) Televisi bersifat langsung dan nyata, dapat menyajikan peristiwa yang sebenarnya pada waktu terjadinya, misalnya pelantikan pejabat negara, pembukaan sidang umum MPR dan sebagainya. Melalui telivisi kelas dapat mengadakan kontak langsung dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan dari berbagai keahlian. Mereka melihat dan mendengar secara nyata.

2) Televisi memperluas tinjauan kelas, melintasi berbagai daerah dan mungkin juga berbagai negara. Program telivisi menyajikan berbagai peristiwa, keadaan penduduk dan kehidupan dari daerah atau negara lain.

3) Televisi dapat menciptakan kembali semua peristiwa masa lampau, baik melalui film atau drama dan sebagainya.

4) Televisi dapat mempertunjukkan, banyak hal dan segi yang beraneka ragam.

5) Banyak mempergunakan sumber masyarakat, melalui program televisi banyak peristiwa kejadian di masyarakat dapat dibawa ke dalam kelas.

6) Televisi menarik minat, baik terhadap anak maupun orang dewasa.

7) Televisi melatih guru, baik dalam sebelum jabatan maupun dalam pelatihan pasca jabatan. Guru memerlukan kesempatan untuk melihat contoh-contoh mengajar yang baik.

8) Masyarakat akan mengerti akan sekolah. Pada umumnya orang tua dan masyarakat tidak tabu kegiata napa yang dilakukan di sekolah dan bagaimana program sekolah dilaksanakan. Melalui televisi semuanya dapat diamati dan dipahami. (Ramli, 2008:93)

14

Oemar Hamalik (2008:134) manfaat dengan adanya televisi

pendidikan antara lain:

1) Televisi dapat memberikan kejadian – kejadian yang sebenarnya pada saat suatu peristiwa terjadi dengan di sertai komentar penyiarnya.

2) Televisi pendidikan sebagai salah satu bentuk peran serta masyarakat.

3) Televisi dengan gambar audio visual sangat membantu dalam mengembangkan daya kreasi.

4) Menyebarkan informasi di bidang pendidikan dan berfungsi sebagai media pembelajaran masyarakat.

5) Memberikan pesan yang dapat diteima secara lebih merata oleh peserta didik.

6) Sangat bagus untuk menerangkan suatu proses. 7) Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. 8) Lebih realistis, dapat diulang-ulang dan dihentikan sesuai dengan

kebutuhan. 9) Memberikan kesan yang mendalam, yang dapat mempengaruhi

sikap peserta didik. Sedangkan menurut Darwanto, (2007:23) manfaat Televisi bagi

dunia pendidikan televisi :

Selain sebagai media hiburan dan informasi juga dapat digunakan sebagai media pendidikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Darwanto dalam buku ini. Hal ini dikarenakan, televisi mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak bisa dimiliki oleh media massa lainnya. Karakteristik audio visual yang lebih dirasakan perannya dalam mempengaruhi khalayak, sehingga dapat dimanfaatkan oleh negara dalam menyukseskan pembangunan dalam bidang pendidikan melalui program televisi sebagai sarana pendukung. Televisi memang tidak dapat difungsikan mempunyai manfaat dan

unsur positif yang berguna bagi pemirsanya, baik manfaat yang

bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun tergantung pada

acara yang ditayangkan televisi. Manfaat yang bersifat kognitif adalah

yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau informasi dan

keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif di antaranya berita,

15

dialog, wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua adalah

manfaat afektif, yakni yang berkaitan dengan sikap dan emosi. Acara-

acara yang biasanya memunculkan manfaat afektif ini adalah acara-

acara yang mendorong pada pemirsa agar memiliki kepekaan sosial,

kepedulian sesama manusia dan sebagainya. Adapun manfaat yang

ketiga adalah manfaat yang bersifat psikomotor, yaitu berkaitan

dengan tindakan dan perilaku yang positif. Acara ini dapat kita lihat

dari film, sinetron, drama dan acara-acara yang lainnya dengan syarat

semuanya itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di

Indonesia ataupun merusak akhlak pada anak.

e. Indikator Intensitas Menonton Televisi

Indikator Intensitas Menonton televisi menurut pendapat Ramli

(2008:44) adalah sebagai berikut:

1) Kecenderungan peserta didik menyukai acara televisi 2) Frekuensi menonton televisi 3) Waktu peserta didik menonton televisi 4) Manfaat televisi menurut peserta didik 5) Peran orang tua dalam mendampingi anak menonton televisi

Darwanto, (2007:23) mengemukakan indikator intensitas

menonton televisi yaitu 1) jarak menonton televisi, 2) dampak pada

psikologi anak, dan 3) frekuensi.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

indikator intensitas menonton televisi seperti kecenderungan

peserta menyukai acara televisi, frekuensi menonton televisi

16

waktu menonton televisi, manfaat televisi dan peran orang tua dalam

mendampingi anak menonton televisi.

f. Kecenderungan Masyarakat Terhadap Acara Tayangan Televisi

Salah satu media yang paling murah dan banyak digemari oleh

masyarakat, termasuk anak-anak adalah televisi. Menonton televisi

sudah menjadi keseharian sebagian masyarakat, karena satu-satunya

hiburan yang murah meriah. Stasiun televisi berlomba menawarkan

berbagai program acara yang menarik, terutama acara hiburan,

sehingga membingungkan pemirsanya. Perlahan televisi menjadi

candu bagi sebagian masyarakat, bahkan banyak orang menghabiskan

waktunya didepan televisi.

Menurut Bungin (2008:120), realitas iklan televisi hanya

merupakan gambaran terhadap sebuah dunia yang hanya ada dalam

televisi. Antara tayangan televisi dan masyarakat (pemirsa) memiliki

pola hubungan yang sinergis. Bahkan bisa dikatakan tayangan televisi

mempengaruhi pemirsa yang menyaksikannya. Pemirsa selalu

memiliki kecenderungan untuk meniru, terlebih tayangan tertentu

diaggap sesuai dengan karakter dirinya.

Televisi memuat berbagai informasi yang dapat dipilih oleh

penontonnya, misalnya menu hiburan yang disediakan bisa melupakan

segalanya. Para peserta didik setelah pulang sekolah biasanya

langsung berhadapan dengan televisi, bahkan sampai mengabaikan

tugas yang diberikan oleh sekolah, misalnya PR yang harus dikerjakan

17

di rumah, dikerjakan di sekolah kerena tidak dikerjakan di rumah.

Pekerjaan peserta didik di rumah asik dan terlena menonton televisi

acara kesayangan mereka seperti; flim kartun, sinetron, musik dan lain

sebagainya.

Televisi memberikan pengaruh sosial yang besar terhadap masyarakat, baik bagi anak-anak, pemuda maupun orang dewasa. Pengaruh ini dapat dilihat antara lain dalam percakapan-percakapan dan perbuatan mereka. Akan terlihat kemajuan mereka dalam hal berbicara tentang kebudayaan, menambah perbendaharan bahasa dan menyebabkan kurangnya minat mereka membaca surat kabar atau majalah. Bahkan pengaruh tersebut juga dapat dilihat, televisi seolah-olah menggantikan bioskop, mereka lebih betah tinggal di rumah menonton televisi. (Ramli, 2008:92)

g. Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak Menonton Televisi

Televisi menawarkan berbagai tayangan yang menyenangkan

baik bagi orang dewasa maupun bagi anak-anak. Ada tayangan yang

memang disiapkan khusus bagi orang dewasa dan ada juga yang

disiapkan khusus bagi anak-anak, misalnya progran pendidikan, tetapi

ada juga program yang tidak mendidik bagi anak-anak kita misalnya

flim cartoon shincan, ada lagi tayangan untuk orang dewasa yang

ditonton oleh anak-anak, sehingga berpengaruh teradap anak. Oleh

sebab itu, tugas orang tua mendampingi anak-anaknya ketika

menonton telivisi, agar dapat mengarahkan anak-anaknya mana yang

baik dan mana yang buruk.

Peran Orang tua dan guru, memberikan dampak yang baik bagi

anak jika guru dan orang tua mengarahkan dan mendampingi anak

18

menuju arah yang memang benar-benar positif dalam menonton TV

(Darwanto, 2007).

Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak, hampir

sepertiga waktunya bersama dengan anak-anaknya, maka tugas

pengawasan yang paling besar berada di tangan orang tua di rumah.

Orang tua dapat mengontrol anaknya setiap saat, hal ini dilakukan

agar anak tidak salah dalam melangkah dan berbuat. Banyak anak yang

pendiam, tetapi berbuat masalah di luar rumah, baik di masyarakat

maupun di sekolah, atau gagal di sekolah. Hal tersebut berawal dari

rumah, baik dari keluarga maupun dari pengaruh luar yang masuk ke

rumah yaitu dari tayangan- tayangan televisi yang tidak pernah diawasi

oleh orang tuanya.

“Massa media salah satu faktor penghambat dalam belajar,

misalnya bioskop, radio, TV, vidio-kaset, novel, majalah dan lain-lain.

Banyak anak terlalu lama menonton TV, membaca novel, majalah

yang tidak dipertanggung jawabkan dari segi pendidikan, sehingga

mereka lupa akan tugas belajarnya”. Oleh sebab itu, buku bacaan,

video-kaset, dan mass media lainnya perlu diadakan pengawasan yang

ketat dan seleksi yang teliti. (Eveline, 2010:179)

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami pentingnya peran

orang tua dalam mendampingi anak-anaknya ketika menonton telivisi,

yaitu agar anak-anak kita dapat mengetahui mana yang baik yang

perlu diikuti dan mana yang buruk yang harus ditinggalkan.

19

2. Sikap dalam Pembelajaran

a. Pengertian Sikap

Banyak para ahli yang mengemukakan pengertian dari sikap.

Allport (dalam David O.Sears, 1991:208) mengemukakan bahwa

“Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur

melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah

terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan

dengannya”. Sedangkan La Pierre (dalam Alex Sobur, 2009:360)

“Sikap adalah tendensi/kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana. Sikap

adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah dikondisikan”.

Selanjutnya Purwanto, (2008:23) sikap adalah “suatu perbuatan/tingkah

laku sebagai reaksi respon terhadap suatu rangsangan stimulus yang

disertai dengan pendirian dan atau perasaan itu sendiri”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpresepsi, dan

merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukanlah

perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku

dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa

orang, benda, tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Dengan

demikian, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri

sendiri.

20

b. Komponen Sikap

Menurut Alex Sobur (2009:362) dalam sikap terdapat tiga

komponen yaitu:

1) Komponen Kognitif (keyakinan) adalah representasi apa yang dipercayai oleh individu, komponen ini berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotip yang dimilki individu mengenai sesuatu . Sering kali komponen ini disamakan dengan opini (pandangan) terutama apabila menyangkut masalah isu/kontroversial.

2) Komponen Afektif (sikap) merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

3) Komponen Perilaku (kontatif) merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang, komponen ini berisi tendensi/kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu.

Sikap sebagai komponen dari sistem yang terdiri atas tiga bagian

atau disebut juga skema triadik yaitu; keyakinan mencerminkan

komponen kognitif, sikap merupakan komponen afektif, dan tindakan

mencerminkan komponen perilaku (Atkinson dalam Darwanto, 2007).

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

komponen sikap seperti komponen kognitif, afektif dan perilaku.

c. Fungsi dan Sumber Sikap

1) Fungsi Sikap

Menurut Katz (dalam Alex Sobur, 2009:363) “Fungsi

sikap (1) sikap mempunyai fungsi organisasi; (2) sikap

memberikan fungsi kegunaan; (3) sikap memberikan fungsi

21

perlindungan”. Sedangkan Rita L Atkinson (dalam Alex Sobur,

2009:363) menyebutkan adanya 5 fungsi sikap yaitu sebagai

berikut:

a) Fungsi Instumental b) Fungsi Pengetahuan c) Fungsi Nilai-Ekspresif d) Fungsi Pertahan Ego e) Fungsi Penyesuaian Sosial

Menurut Darwanto, (2007)26) adapun fungsi sikap yaitu:

1) Fungsi Pengetahuan 2) Fungsi Pertahanan Diri ( Ego Defensif) 3) Fungsi Ekspresi Nilai 4) Fungsi Harga Diri 5) Fungsi memotifasi Kesan 6) Fungsi Instrumental, atau Fungsi Penyesuaian, atau Fungsi 7) Fungsi Identitas

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

fungsi sikap memberikan perlindungan, pertahanan, harga diri,

ekspresi dan identitas.

2) Sumber Sikap

Calhoun dan Accocella (dalam Alex Sobur, 2009:365)

berpendapat tiga sumber sikap yang utama yaitu:

a) Pengalaman pribadi. Sikap dapat merupakan hasil pengalaman yang menyenangkan atau menyakitkan dengan objek sikap.

b) Sumber sikap-dalam hal, sikap negatif adalah pemindaian perasaan yang menyakitkan. Pemindaian adalah secara tidak sadar mengalihkan perasaan yang menyakitkan (terutama permusuhan) jauh dari objek yang sebenarnya pada objek lain yang “lebih aman”.

c) Pengaruh sosial, dan mungkin akan menjadi sumber utama. Bagaimanapun banyak dari sikap kita menjadi terlalu lunak kalau didasari permusuhan yang tidak disadari, dan banyak

22

lagi sikap itu tidak berkaitan sama sekali dengan pengalaman pribadi dengan objek sikap itu.

Menurut Ardana, (2009:45) proses pembentukan sikap

berlangsung secara bertahap, dimulai dari proses belajar. Proses

belajar ini dapat terjadi karena pengalaman-pengalaman pribadi

seseorang dengan objek tertentu, seperti orang, benda atau peristiwa,

dengan cara menghubungkan objek tersebut dengan pengalaman-

pengalaman lain dimana seseorang telah memiliki sikap tertentu

terhadap pengalaman itu atau melalui proses belajar sosial dengan

orang lain. Ada 3 (tiga) komponen pembentukan sikap, antara lain:

1) Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi diperoleh dari pembentukan sikap dengan melakukan kontak langsung dengan objeknya.

2) Asosiasi Asosiasi merupakan pemindahan sebahagian atau seluruh sikap terhadap objek lama menuju kepada objek baru, dan akan membentuk sikap yang baru.

3) Proses belajar sosial Sumber pembentukan sikap yang umumnya terjadi dan kuat sifatnya adalah proses belajar sosial. Kerap kali pembentukan sikap terjadi pada objek-objek yang belum pernah dialami secara langsung. Proses belajar sosial tidak hanya mempengaruhi kepercayaan seseorang, tetapi juga mempengaruhi reaksi-reaksi efektif dan kecenderungan perilaku seseorang.

d. Pembentukan dan Perubahan Sikap

1) Pembentukan Sikap

Sebagian besar ahli psikologi sosial berpendapat bahwa

sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar

pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa

berdasarkan pendapat ini, bisa disusun berbagai upaya

(pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk

23

mengubah sikap seseorang. Terbentuknya sikap seseorang pada

dasarnya dilandasi oleh norma-norma yang sebenarnya, sehingga

dengan norma dan pengalamannya maka ia akan menentukan

sikap untuk bertindak.

Roucek (dalam Alex Sobur, 2009:363) sikap terjadi setelah

individu mengadakan internalisasi dari hasil-hasil:

a) Observasi (terhadap kelompok dan kejadian) serta pengalaman partisipasinya dengan kelompok yang dihadapi;

b) Perbandingan pengalamannya yang mirip dengan respon atau reaksi yang diberikannya, serta hasil dari reaksi terhadap dirinya;

c) Apakah pengalaman yang mirip telah melibatkan emosinya atau tidak;

d) Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan pengalaman orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli, dan sebagainya.

Alex Sobur (2009:363) faktor yang mempengaruhi proses

pembentukan sikap adalah:

a) Adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan yang tipenya sama.

b) Pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda c) Pengalaman (baik atau buruk) yang pernah dialami d) Hasil peniruan terhadap sikap pihak lain

2) Perubahan Sikap

Untuk mengubah sikap, kita harus ingat bagaimana sikap

dengan pola-pola dibentuk. Sikap bukanlah diperoleh karena

keturunan, sebagaimana yang telah disinggung, tetapi dari

pengalaman, lingkungan, orang lain, terutama dari pengalaman

dramatis yang meninggalkan kesan yang mendalam.

24

Perubahan sikap individu, ada yang terjadi dengan mudah,

ada yang sukar. Hal ini bergantung pada kesiapan seseorang

untuk menerima/ menolak ransangan yang datang kepadanya.

Selain itu, perubahan pada masyarakat dan kebudayaan,

terjadinya perubahan sikap individu ini seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut

dalam perkembangan itu dapat menimbulkan pergeseran nilai

dan norma, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan

sebagainya.

Dalam pandangan Krech, Cructhfield, dan Ballachey

(dalam Alex Sobur, 2009:365) “The modifiability of an attitude

depends upon the characteristics of the attitude system, and the

personality and group affillations of the individual”.

(Keterubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik sistem

sikap, kepribadian individu dan afiliasi individu terhadap

kelompoknya.

e. Indikator Sikap Belajar

Indikator sikap belajar menurut pendapat Setiawan, dkk (5

Maret 2013) berpendapat bahwa indikator dari sikap belajar adalah

sebagai berikut:

1) Ketekunan belajar 2) Kerajinan 3) Kepedulian 4) Kedisiplinan 5) Kerja sama 6) Hormat pada guru

25

7) Kejujuran 8) Menepati janji 9) Tanggung jawab

Menurut Ardana, (2009:45) indikator sikap belajar yaitu “1)

tekun, 2) ulet, 3) disiplin, dan 4) bertanggung jawab”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator sikap belajar seperti

tekun, rajin, peduli, disiplin, bekerja sama, dan bertanggung jawab.

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Slameto (2003:13) belajar secara psikologis adalah

“suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil

interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

atau belajr ialah suatu pross usaha yang dilakukan seseorng untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah lakuyang baru secara

keseluruhan,sebagai hsil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Crombach (dalam

Suryabrata, 2004: 231) “belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan

mengalami, dan dalam mengalami itu si peserta didik menggunakan

psnca indra”. Selanjutnya Menurut Djamarah (2008:13) mengatakan

bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang

menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

26

Dari beberapa uraian diatas belajar dapat diartikan sebagai

suatu proses yang disengaja untukmendapatkan sebuah pemahaman

dan juga mengalami sebuah perkembangan dan perubahan.

b. Tujuan Belajar

Tujuan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi

perubahan tingkah laku dari individu setelah individu tersebut

melaksanakan proses belajar. Melalui belajar diharapkan dapat terjadi

perubahan (peningkatan) bukan hanya pada aspek kognitif tetapi juga

pada aspek lainnya. Selain itu tujuan belajar yang lainnya adalah untuk

memperoleh hasil belajar dan pengalamanhidup.

Menurut Benyamin S Bloom, menggolongkah bentuk tingkah

laku sebagi tujuan belajar atas 3 ranah, yakni:

1) Ranah kognitif berkaitan dengan tingkah laku yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.

2) Ranah afektif barkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan penyesuaian perasaan sosial.

3) Ranah psikomotor mencalup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik

Sedangkan menurut Dewi, (2008) tujuan belajar adalah

“sejumlah hasil belajar yang menunjukan bahwa siswatelah melakukan

tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan

sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan

belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan

tercapai oleh siswa setelah berlangsun pembelajaran”.

27

Jadi tujuan belajar adalah tercapainya perubahan perilaku atau

kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar;

c. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2006: 30) bahwa “Hasil belajar

adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku

pada orang tersebut, misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan

tidak mengerti menjadi mengerti”. Sedangkan menurut Nana Sudjana

(2001: 22) bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta

didik atau seseorang telah belajar akan terjadi perubahan perilaku atau

tingkah laku dari pengalaman dan tempat proses mental dan emosional

terjadi.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Purwanto (1990:102), faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

1) Faktor yang ada pada diri sendiri yang disebut faktor individu. Faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

2) Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial. Faktor sosial adalah faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta motivasi sosial.

28

Sedangkan menurut Arikunto (2006: 2), faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1) Faktor internal, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik meliputi faktor usia, kematangan, pengalaman, minat, motivasi dan kebiasaan.

2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan peserta didik meliputi lingkungan sekolah, masyarakat, kurikulum, bahan pelajaran, metode pembelajaran, media dan sumber belajar.

Selanjutnya ,menurut Djamarah (2002: 89), faktor-faktor

tersebut dapat berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal diri

dari peserta didik.

1) Fator Internal Faktor internal adalah faktor yand berasal dari dalam

diri peserta didik, meliputi: faktor usia, kematangan, pengalaman, mental, minat, motivasi dan kebiasaan belajar

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri peserta didik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedulitan belajar adalah:

a) Pribadi guru yang kurang baik b) Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode

yang digunakan ataupun dalam penguasaan mata pelajaran yang dipegangnya.

c) Hubungan guru dengan peserta didik kurang harmonis. Hal ini bermula dari sikap guru yang tidak disenangi oleh para peserta didik. Misalnya guru bersikap kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyaum, suka membentak dan sebagainya.

d) Tidak memiliki kecakapan dalam usaha mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.

e) Cara guru mengajar kurang baik f) Alat/media yang kurang memadai. Alat pelajaran yang

kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik.

29

Berdasarkan uraian di atas bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal,

sedangkan faktor internal yang bersumber dari diri sendiri, sedangkan

faktor ekternal adalah faktor yang bersumber dari lingkungan,

masyarakat dan sumber belajar.

4. PKn

a. Pengertian PKn

Adapun pengertian PKn Menurut pendapat Prakusuma (2

Maret 2013) adalah sebagai berikut:

Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

PKn (n) adalah pendidikan kewarganegaraan, yaitu pendidikan

yang menyangkut status formal warga negara yang pada awalnya

diatur dalam Undang-Undang No. 2 th. 1949. Undang-Undang ini

berisi tentang diri kewarganegaraan, dan peraturan tentang

naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia

(Winataputra 1995).

Jadi, PKn adalah mata pelajaran yang menjelaskan kehidupan di

masyarakat agar dijadikan panutan.

b. Tujuan Pembelajaran PKn

Menurut Kaelan dan Achmad Zubaidi (2007:1) “Tujuan

pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan

30

dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan prilaku cinta

tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa yaitu

pancasila”.

Sedangkan Mulsya (2 Maret 2013) tujuan pendidikan

kewarganegaraan adalah untuk menjadikan peserta didik:

1) Mampu bepikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

2) Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan

3) Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersampingan dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi dan komunikasi dengan baik.

Jadi, tujuan pembelajaran PKn adalah menumbuhkan rasa

berkebangsaan bernegara yang baik, membentuk sikap dan perilaku

serta aktif dalam kegiatan sosial.

5. Pengaruh Intensitas Menonton Televisi dan Sikap dalam

Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar PKn

Pengaruh televisi yang paling banyak mendapat sorotan adalah

pengaruh buruk pada diri anak. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat

mengkhawatirkan kondisi anak yang belum mampu membedakan logika

cerita yang disajikan. “Hasil penelitian analisa isi terhadap film anak-anak

menunjukkan bahwa film anak-anak cenderung anti sosial” (Cahyana &

Suyanto, 1996). Seorang psikolog sosial mengamati, jenis film-film laga

kepahlawanan selalu menarik perhatian dan disenangi anak-anak termasuk

balita sehingga mereka tahan berjam-jam duduk di depan layar. Diduga

31

selain menghibur, yang terutama membuat “kecanduan” ialah unsur Thrill,

suasana tegang saat menunggu adegan apa yang terjadi kemudian.

Kusuma (2007) seorang pemerhati masalah anak-anak, ia mengutip

pernyataan para ahli yang menjelaskan eksposur yang teratur dan

berjangka panjang terhadap televisi bisa memperparah perasaan

kerentanan, ketergantungan dan ketidakpekaan terhadap kekerasan. Lebih

lanjut Ron Solby menjelaskan ada empat macam dampak kekerasan

terhadap anak. Pertama dampak agresor dimana sifat jahat anak semakin

meningkat. Kedua, anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai

orang lain. Ketiga, anak menjadi kurang perduli terhadap kesulitan orang

lain, dan keempat meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau

melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.

Selain kekhawatiran akan adegan kekerasan, meningkatnya

konsumerisme di kalangan anak-anak ditengarai berasal dari makin

maraknya tayangan TV yang menawarkan produk tertentu. Anak akan

merasa kurang bergengsi atau merasa belum hebat kalau belum pernah

mencicipi rasa ayam Kentucky Fried Chicken. Pada kasus lain, ada anak

tidak ke sekolah karena orang tua tidak membelikan sepatu Starmon yang

ada lampunya. Aneka makanan ringan, permen atau mainan, sering

ditayangkan di televisi, dimana semuanya dapat menggiring anak-anak

untuk membeli dan membeli lagi. Perilaku konsumtif berlebihan, lepas

kendali, jelas bukan hal sehat, tepat dan benar. Perilaku ini akan

mengancam masyarakat dan negara menjadi hancur dan tak bermartabat.

32

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian :

1. Mega Iriani Istanti, (2011) menyimpulkan bahwa “Intensitas menonton

televisi selain dapat berdampak pada sikap peserta didik, dapat

berpengaruh juga terhadap prestasi belajar yang diperoleh peserta didik.

Kecenderungan menonton dapat mempengaruhi aktivitas belajarnya,

selain meniru bahasa yang digunakan, juga meniru sikap dalam tayangan

tv. Nilai Y = 59,2 X1 + 0,02 X2 + 67 Y”.

2. Wahyu Seto, (2009) menyimpulkan bahwa (1) Sebagian besar intensitas

menonton tayangan sinetron televisi siswa-siswi SMK NU Ungaran pada

kategori intensitas yang sangat tinggi, yaitu sejumlah 94 siswa dengan

presentase 60,6%, dan sebagian kecil responden berada pada intensitas

yang rendah, yaitu sejumlah 6 siswa dengan presentase 3,9%; (2)

Sebagian besar akhlak siswa-siswi SMK NU Ungaran pada kategori

sangat baik, yaitu sejumlah 148 siswa dengan presentase 95,5%, dan

sebagian kecil responden berada pada kategori yang baik, yaitu sejumlah

7 siswa dengan presentase 4,5%; (3) ada hubungan yang bersifat negatif

antara intensitas menonton tayangan sinetron dengan akhlak siswa-siswi

SMK NU Ungaran selama dilingkungan sekolah.

C. Kerangka Berpikir

Perkembangan dan kemajuan teknologi memberikan dua dampak atau

pengaruh yang tidak dapat dipisahkan. Pengaruh positif dan pengaruh negatif,

hal tersebut dikarekan teknologi itu sendiri dapat diakses oleh semua orang

33

dari usia dini hingga usia lanjut. Salah satu teknologi yang berfungsi sebagai

media komuniakasi yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia

dan yang paling mudah diaskes oleh orang banyak adalah televisi. Televisi

sudah bukan merupakan hal yang tabu lagi bagi masyarakat, semua orang

bisa mengakses dan menggunakan televisi. Tetapi, hal yang mudah tidak

selalu menghasilkan hasil yang positif, terkhusus lagi pengaruhnya terhadap

perkembangan sikap dan prilaku anak. terkhusus tayangan yang ada di

televisi tersebut, apakah mendidik atau tidak untuk anak dan akankah

tayangan tersebut berefek terhadap sikap dan tingkah laku anak khususnya

disekolah. Menurut pidarta (2007:194) jiwa manusia berkembang sejajar

dengan pertumbuhan jasmani. Makin besar nak itu makin berkembang pula

jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu akhirnya anak tersebut

mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani.

Pidarta juga menambahkan bahwa dalam perkembangan jiwa dan jasmani

inilah seharusnya anak-anak perlu belajar, sebab pada masa ini mereka punya

banyak waktu untuk belajar, mereka belum berumah tangga, belum bekerja,

dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga.

Masa anak-anak juga merupkan masa yang labil, dimana seorang anak

akan sangat mudah terpengaruh. Crijn (dalam Pidarta, 2007) menyatakan

beberapa periode atau tahap perkembangan manusia secara umum, beberapa

diantaranya adalah umur 2-4 tahun disebut masa kanak-kanak. Pada masa ini

anak sudah mulai bisa berjalan dan menyebut beberapa nama, pengamatan

yang mula-mula global, kini sudah mulai bisa melihat struktur, mereka sudah

34

mulai suka menghayal sebab belum sadar akan lingkungannya. Pada masa

inilah anak-anak akan sangat mudah sekali terpengaruh dan dipengaruhi dari

apa yang mereka lihat dan mereka temui setiap hari. Apabila anak tersebut

selalu didampingi oleh televisi, khusunya tayangan televisi, hal tersebut akan

sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku anak tersebut.

Mata pelajaran PKn adalah mata pelajaran pembinaan moral dan akhlak

peserta didik yang dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan sangat

menentukan keberhasilan atau tidaknya hasil peserta didik. Peranan guru

dalam memberikan pembinaan moral dan akhlak peserta didik di suatu

lembaga pendidikan antara lain meliputi perhatian, motivasi/dorongan

pemenuhan fasilitas belajar, membantu mengatasi kesulitan belajar dan

pengawasan peserta didik. Peserta didik yang mendapat pembinaan moral dan

akhlak tentu akan lebih berhasil dalam belajar daripada peserta didik yang

tidak mendapatkan pembinaan dari guru PKn-nya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi guru PKn dalam pembinaan

moral dan akhlak peserta didik antara lain faktor peserta didik, tenaga guru,

dan guru lainnya, orang tua peserta didik, fasilitas yang tersedia, serta faktor

waktu dan lingkungan sekolah.

Faktor peserta didik termasuk faktor yang mempengaruhi dari luar

seperti keluarga dan masyarakat di sekitarnya, yang di dalamnya ada

pengaruh menonton tayangan di televisi yang dapat merubah sikap dan

perilaku serta kebiasaan peserta didik.

35

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan peneliti. Hal

ini sesuai dengan pendapat Margono (2009:80) bahwa “Hipotesis adalah

jawaban sementara terhadap masalah peneliti yang secara teoretis dianggap

paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya”.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh menonton televisi terhadap hasil belajar PKn pada peserta

didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran

2014/2015.

2. Ada pengaruh sikap dalam pembelajaran terhadap hasil belajar PKn pada

peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran

2014/2015.

3. Ada pengaruh intensitas menonton televisi dan sikap dalam pembelajaran

terhadap hasil belajar PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng

Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015.

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2014 sampai

dengan bulan Januari tahun 2015, dengan rincian jadwal terlampir.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN-1 Menteng Palangka Raya yang

berlokasi di jalan Yos Sudarso Kecamatan Jekan Raya Palangka Raya

karena terjadi permasalahan di sekolah tersebut.

B. Metode Penelitian

Pengertian metode menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady

Akbar (2004:42) “metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui

sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis”.

Metode merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian sebab

tanpa ada metode, Penelitian ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah. Dengan memperhatikan judul yang ada, metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Sebagaimana

menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2004:5) “penelitian

korelasi bermaksud mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor

berhubungan dengan variasi-variasi atau lebih faktor lain berdasarkan

koefisien korelasinya”.

36

37

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah merupakan objek yang akan dikenai sasaran

penelitian. Menurut Sugiyono (2007:55) ”Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”. Menurut Margono (2009:118)

”Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu

ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan”. Selanjutnya Hadari Nawawi

(dalam Margono, 2009: 118) mengemukakan “Populasi adalah

keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda,

tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai

sumber data yang memiliki karakteristik tertentu”.

Maka yang menjadi populasi adalah peserta didik pada kelas I-IV

SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah

peserta didik sebanyak 229 orang.

38

Tabel 2 Populasi Penelitian

Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

Ia Ib

12 10

13 10

25 20

IIa IIb

10 12

13 11

23 23

IIIa IIIb

12 16

13 15

25 31

IVa IVb

11 8

12 10

22 18

Va Vb

10 7

13 10

24 17

Jumlah 229 Sumber Data: Absensi SDN-1 Menteng

2. Sampel Penelitian

Menurut pendapat Mustofa Usman (2009:2) mengemukakan

“Sampel adalah himpunan individu yang dipilih dari suatu populasi, dan ia

harus mewakili populasinya”. Sampel menurut Sugiyono (2007:56)

menjelaskan bahwa “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Metode dalam pengambilan sampel

penelitian ini adalah penelitian populasi dimana seluruh anggota populasi

diambil sebagai sampel penelitian. Dari pendapat di atas disimpulkan

bahwa sampel penelitian ini adalah seluruh jumlah dari populasi yang akan

diteliti.

Pada penelitian ini penentuan besarnya sampel berpedoman dengan

pendapat Sukardi, (2004:44) yaitu “cara pengambilan sampel dengan cara

gugus”. Populasi dibagi keadalam satuan-satuan sampling yang besar yang

39

disebut cluster. Berbeda dengan pembentukan strata, satuan sampling yang

ada dalam tiap cluster harus relatif heterogen.

Pemilihan dilakukan beberapa tingkat: (1) Memilih cluster dengan

cara simple random sampling. (2) Memilih satuan sampling dalam cluster.

Jika pemilihan dilakukan lebih dari 2 kali disebut Multi-stage Cluster

Sampling.

Langkah pengambilan sampel teknik cluster random sampling yaitu

dengan memasukan nama beberapa kelas lalu digoncang untuk

mendapatkan salah satu kelas yang akan diteliti (seperti melakukan arisan).

Nama kelas yang keluar tersebutlah yang akan dijadikan objek penelitian.

Dari hasil cluster random sampling maka yang terpilih adalah kelas IV

dengan data rincian sebagai berikut:

Tabel 3 Sampel Penelitian

Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

IVa IVb

10 8

12 10

22 18

Jumlah 40 Sumber Data: Absensi SDN-1 Menteng

E. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Menurut Margono (2009:133) “Variabel penelitian adalah

pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih”. Sedangkan

Sugiyono (2007:2) “Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus

40

peneliti untuk diamati”. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:116)

mendefinisikan “Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi”.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu sebagai berikut:

a. Variabel Bebas (X)

Variabel Bebas atau variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini

adalah intensitas menonton televisi (X1) dan sikap dalam pembelajaran

(X2).

b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini

adalah hasil belajar PKn (Y .

c. Definisi Operasional

Dalam (http:// smartstat wordpress. Com/2010/02/25/variabel-dan

data/: 20 Februari 2013) “Definisi operasional adalah aspek penelitian

yang memberikan informasi/ petunjuk kepada kita tentang bagaimana

caranya mengukur suatu variabel”.

Sedangkan Riduwan (2009:232) “Definisi operasional adalah unsur

penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel,

Menonton TV (X1)

Hasil Belajar PKn (Y)

Sikap dalam pembelajaran (X2)

41

dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk

pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel”.

Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas

(independen) adalah intensitas menonton televisi dan variabel terikat

(dependen) yaitu sikap peserta didik dalam pembelajaran PKn.

a. Menonton televisi adalah kebiasaan siswa dalam menonton acara yang

ditayangkan di televisi seperti flim cartoon, musik dan sinetron,

sehingga tidak dapat mengontrol keadaan dan waktu. Adapun indikator

variabel tersebut adalah:

1) Kecenderungan peserta didik menyukai acara televisi

2) Frekuensi menonton televisi

3) Waktu peserta didik menonton televisi

4) Manfaat televisi menurut peserta didik

5) Peran orang tua dalam mendampingi anak menonton televisi

Sumber: (Ramli, 2008:44)

b. Sikap belajar adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpresepsi,

dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai yang mana

dalam hal ini adalah belajar. Indikator variabel sikap belajar adalah

sebagai berikut:

1) Kedisiplinan dalam belajar

2) Adanya tangung jawab

3) Kerja sama dalam belajar

4) Adanya kejujuran dalam berperilaku

42

5) Adanya kerajinan dalam belajar

6) Ketekunan dalam belajar (Sumber: Setiawan, 2013)

c. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia

melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar

sekolah.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

berupa angket atau kuesioner. Menurut Sambas Ali M dan Maman A

(2007:25) “angket adalah salah satu teknik pengumpulan data dalam

bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan

yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi oleh responden”.

Dalam penelitian ini teknik angket yang digunakan adalah daftar

pertanyaan kepada peserta didik yang menjadi responden atau sampel guna

memperoleh data mengenai variabel yang ingin diteliti. Angket yang

digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup dengan jumlah 31

item pertanyaan yang terdiri dari 13 item pertanyaan untuk variabel

intensitas menonton televisi dan 18 soal untuk variabel sikap belajar.

Instrumen penelitian disusun untuk pengumpulan data, yang

dilakukan dengan cara menyebarkan angket. Angket digunakan sebagai

instrumen untuk menjaring data penelitian ini karena dapat digunakan

untuk menjaring informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan dan

43

pendapat. Menurut pendapat Suharsimi Arikunto (2006:152) angket dapat

dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Angket terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

b. Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih

Selanjutnya menurut Suharsimi Arikunto (2006:152) mengatakan

bila dipandang dari bentuknya maka dapat dibedakan menjadi empat

bagian adalah sebagai berikut:

a. Angket pilihan ganda, yang dimaksud angket tertutup b. Angket isian, yang dimaksud angket terbuka c. Check list, sebuah daftar dimana responden tinggal

menghubungkan tanda check ( √ ) pada kolom yang sesuai. d. Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti

oleh kolom-kolom yang menunjang tingkat-tingkat misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa angket yang

akan digunakan dalam penelitian ini bila dilihat dari jenisnya angket

tertutup dan bila dilihat dari bentuknya merupakan angket pilihan ganda.

Dalam pengumpulan data tentang variabel penelitian ini digunakan

angket dalam skala likert dalam Husaini Usman dan Purnomo Setiady

Akbar (2004:69) dimana masing-masing alternatif jawaban mengajukan

skor tertentu, Adapun pedoman pemberian skor terhadap masing-masing

jawaban responden adalah sebagai berikut: Ya = 3 , Kadang – kadang = 2,

dan tidak = 1.

44

2. Instrumen Penelitian

Kisi-kisi angket sebagai berikut:

a. Menonton Televisi

Tabel 3 Kisi- kisi Angket Menonton Televisi

Variabel Indikator Variabel Jumlah

Item Nomor Item

Intensitas Menonton

Televisi (X)

1. Kecenderungan peserta didik menyukai acara televisi

5 1, 2, 3, 4,

5 2. Frekuensi menonton televisi 5 6, 7, 8, 9,

10 3. Waktu peserta didik menonton

televisi 5 11, 12, 13,

14, 15 4. Manfaat televisi menurut

peserta didik 5 16, 17, 18,

19, 20 5. Peran orang tua dalam

mendampingi anak menonton televisi

5 21, 22, 23,

24, 25

Jumlah 25

b. Sikap dalam Pembelajaran

Tabel 4 Kisi-kisi Angket Sikap dalam Pembelajaran

Variabel Indikator Variabel Jumlah

Item Nomor Item

Sikap

Belajar

(Y)

1.Kedisiplinan dalam belajar 5 1, 2, 3, 4, 5

2.Adanya tanggung jawab 5 6, 7, 8, 9, 10

3.Kerja sama dalam belajar 5 11, 12, 13, 14, 15

4.Kejujuran dalam

berperilaku

5 16, 17, 18, 19, 20

5.Kerajinan dalam belajar 5 21, 22, 23, 24, 25

6.Ketekunan dalam belajar 5 26, 27, 28,

29, 30

Jumlah 30

45

c. Hasil belajar dilihat dari nilai ulangan harian peserta didik pada

semester I dalam mata pelajaran PKn.

3. Uji Coba Validitas Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas Isi

Uji validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan

melalui pengajuan terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional.

Keseluruhan pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas isi

adalah sejauh mana item-item dalam suatu alat ukur untuk mencakup

keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang

bersangkutan.

Pengujian validitas isi yaitu dengan meminta bantuan dari 2

dosen ahli untuk menentukan poin-poin dalam angket yang valid atau

tidaknya. Dosen ahli menyatakan item angket valid semua dan dapat

digunakan untuk penelitian.

b. Uji Validitas Konstruk

Teknik pengujian yang dilakukan uji validitas instrumen

adalah dengan menggunakan teknik analisa statistik mengenai

hubungan antara dua variabel. Adapun rumus yang digunakan yaitu

rumus Product Moment. Menurut Suharsimi Arikunto, (2006:78)

untuk teknik ini digunakan rumus sebagai berikut:

rxy =

Keterangan: rxy : Angka Indeks Korelasi product moment

46

N : Number of Cases xy : Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y x : Jumlah keseluruhan skor x y : Jumlah keseluruhan skor y

Adapun hasil SPSS angket sebagai berikut:

Tabel 5 SPSS Angket Intensitas Menonton Televisi

Item ke Rhitung Rtabel Keterangan

item1 0,365 0,301 Valid

item2 0,529 0,301 Tidak Valid

item3 0,936 0,301 Valid

item4 0,902 0,301 Valid

item5 0,677 0,301 Valid

item6 0,365 0,301 Valid

item7 0,437 0,301 Valid

item8 0,407 0,301 Valid

item9 0,321 0,301 Valid

item10 0,677 0,301 Valid

item11 0,860 0,301 Valid

item12 0,437 0,301 Valid

item13 0,365 0,301 Valid

item14 0,784 0,301 Valid

item15 -0,609 0,301 Tidak Valid

item16 0,814 0,301 Valid

item17 0,814 0,301 Valid

item18 0,365 0,301 Valid

item19 0,529 0,301 Valid

item20 0,936 0,301 Valid

item21 0,902 0,301 Valid

item22 0,677 0,301 Valid

item23 0,365 0,301 Valid

item24 0,437 0,301 Valid

item25 0,737 0,301 Valid

Item angket intensitas menonton televisi yang valid

sebanyak 23 yaitu nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,

47

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25 sedangkan item tidak

valid sebanyak 2 yaitu nomor 2 dan 15.

Tabel 6

SPSS Angket Sikap dalam Pembelajaran Item ke Rhitung Rtabel Keterangan

item1 Pearson Correlations -0,039 0,304 Tidak Valid

item2 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid

item3 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid

item4 Pearson Correlations 0,948 0,304 Valid

item5 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid

item6 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid

item7 Pearson Correlations 0,798 0,304 Valid

item8 Pearson Correlations 0,933 0,304 Valid

item9 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid

item10 Pearson Correlations -0,029 0,304 Tidak Valid

item11 Pearson Correlations 0,895 0,304 Valid

item12 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid

item13 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid

item14 Pearson Correlations 0,911 0,304 Valid

item15 Pearson Correlations 0,876 0,304 Valid

item16 Pearson Correlations 0,952 0,304 Valid

item17 Pearson Correlations -0,206 0,304 Tidak Valid

item18 Pearson Correlations -0,039 0,304 Tidak Valid

item19 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid

item20 Pearson Correlations 0,923 0,304 Valid

item21 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid

item22 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid

item23 Pearson Correlations 0,948 0,304 Valid

item24 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid

item25 Pearson Correlations 0,923 0,304 Valid

item26 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid

item27 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid

item28 Pearson Correlations 0,948 0,304 Valid

item29 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid

item30 Pearson Correlations -0,019 0,304 Tidak Valid

48

Penetapan Nilai dk = N - 2

= 45 - 2

= 43

Pada taraf rtabel 5 % 43 sebesar 0,301

Adapun item angket sikap dalam pembelajaran yang valid

sebanyak 30 yaitu nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15,

16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, dan 29 sedangkan item

tidak valid sebanyak 25 yaitu nomor 1, 10, 17, 18 dan 30.

c. Reliabilitas Instrumen Penelitian

Suatu alat ukur yang dikatakan reliabel jika alat itu dalam

pengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa

menunjukkan hasil yang sama. Untuk reliabilitas instrumen peneliti

menggunakan rumus Teknik Belah Dua dari Sperman Brown (Split

Halt) sebagai berikut:

Keterangan:

r 11 = Koefesien reliabilitas yang sudah disesuaikan

r1/2 ½ = Korelasi antara skor-skor setiap belah dua

Uji reliabilitas menggunakan bantuan perhitungan SPSS untuk

menentukan kekuatan item angket yang valid memenuhi kriteria. Nilai

reliabilitas angket intensitas menonton televisi r = 0,950 angket sikap

dalam pembelajaran r = 0,993.

49

22

2

)( Σ-n Σ

Y)( Σ)( Σ)( Σ)( Σ

Y

22 )( Σ-n Σ

ΣΣn Σ

xx

yxxy

F. Teknik Analisis Data

Untuk hipotesis 1 dan hipotesis 2 menggunakan regresi linier

sederhana. Adapun rumusnya adalah: Ý = a + bX

Dimana:

X1 = Menonton Televisi

X2 = Sikap dalam Pembelajaran

Ý = Hasil Belajar PKn

a = Bilangan konstanta

b = Kooefisien arah regresi linier

Harga a dan b dapat dihitung dalam persamaan sebagai berikut:

a

b

Sedangkan hipotesis 3 (tiga) menggunakan analisis regresi ganda

yang dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2. Persamaan

regresi untuk tiga prediktor adalah:

Ý= a + b1X1 + b2X2

Dimana:

Ý = Skor hasil penelitian hasil belajar peserta didik

X1 = Menonton Televisi

X2 = Sikap dalam Pembelajaran

a = Konstanta (besarnya Y pada saat X1 dan X2 nol)

50

221

22

22

221122

)X(Σ)(Σ)(Σ

Y)(Σ)X(ΣY)(Σ)(Σ1

b

221

22

21

221221

)X(Σ)(Σ)(Σ

Y)(Σ)X(ΣY)(Σ)(Σ2

b

2211 XbXbYa

b1 = besarnya Y, apabila X1 naik satu satuan sedangkan X2 tetap (tidak

berubah)

b2 = besarnya Y apabila X2 naik satu satuan, sedangkan X1 tetap (tidak

berubah)

Untuk menentukan harga a, b1 dan b2 dapat digunakan rumus

sebagaimana yang ditulis oleh Sugiyono (2006:240), sebagai berikut:

Menurut Purbayu Budi Santosa, (2007:43) menghitung koefesien

determinasi dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan

= Jumlah keseluruhan selisih antara variabel terikat terhadap garis

regresi

= Jumlah keseluruhan selisih antara variabel terikat terhadap

rata-rata variabel terikat

51

DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin Makmun, (2004), Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Abu Muhammad Ibnu Abdullah, (2010), (http://spesialistorch.com/cont ent/view/120/29/ On Line : 29 Februari 2013).

Alex Sobur, (2009), Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia. Anonim, (2010), Pengertian Definisi Operasional, ( http:// smartstat wordpress.

Com/2010/02/25/variabel-dan data/ On Line: 20 Februari 2013).

Arsyad Azhar, 2007, Media Pembelajaran, Jakarta: Rajagrafindo Persada Bungin, Burhan, 2001, Erotika Media Massa, Surakarta: Muhammadiyah

Unipersty Press. David O. Sears dkk, (1991), Psikologi Sosial, Bandung: Erlangga. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, (2004), Metodologi Penelitian

Sosial, Bandung: Bumi Aksara. Kaelan dan Achmad Zubaidi, (2007), Pendidikan Kewarganegaraan untuk

Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Paradigma.

Kasabon, (2012), Prestasi Belajar. (http://kasabonline.wordpress.com On Line: 20 Februari 2013)

Kusuma, (2007), Mutu Pendidikan Indonesia, Bogor: Ghalia. Margono, (2009), Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta. Muhibbin Syah, (2010), Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Mustofa Usman dkk, (2009), Statistika, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo. Prakusuma, (2009), Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar (http://

prakusuma. Blogspot.com/2009/pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar PKn On Line: 2 Maret 2013).

Ramli, (2008), Televisi dan Pengaruhnya, Yogyakarta: Graha Ilmu Riduwan, (2009), Metode & Teknik Menyusun Proposal penelitian, Bandung:

Alfabeta.

73

52

Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, (2007), Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian, Bandung: PT. Pustaka Setia.

Setiawan, (2011), Indikator Sikap Belajar (http://fpsikologi wisnuwardhana.

Ac.id/ index php? Option = com_content&task= view&id= 12&item id=11, On Line : 5 Maret 2013).

Sireger, Eveline dan Hartini Nara, 2010, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia.

Sugiyono, (2006). Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh. Bandung: CV.

Alfabeta Sugiyono, (2007), Statistika untuk Penelitian, Bandung: PT Alfabeta. Suharsimi Arikunto, (2006), Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi aksara.

Sunarto, (2012), Pengertian Prestasi Belajar. (http://sunartombs.wordpress.com On Line: 5 Maret 2013).

Tim, (2012), Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Palangka Raya: Universitas

Muhammadiyah Palangkaraya. Tim, (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

William L. Rivesr-Jay W. Jensan, (2004). Media dan Masyarakat Modern, Jakarta: Prenada Media

74