1 BAB I PENDAHULUAN - umpalangkaraya.ac.id · dinilai memperkuat nilai-nilai dan pandangan lama di...
Transcript of 1 BAB I PENDAHULUAN - umpalangkaraya.ac.id · dinilai memperkuat nilai-nilai dan pandangan lama di...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih
membawa pengaruh dan perubahan dalam dunia pendidikan, baik yang
berdampak positif maupun yang berdampak negatif. Dalam dunia pendidikan
perkembangan teknologi elektronik khususnya, sangat membantu guru dalam
proses pembelajaran, yaitu sebagai media pembelajaran. Media elektronik
tidak hanya memberi dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif
khususnya bagi peserta didik yang tidak dapat melakukan kontol terhadap
budaya tersebut. Hal ini disebabkan oleh peserta didik itu sendiri masih
minim ilmu pengetahuan baik yang berhubungan dengan agama maupun
moral sebagai filter dalam kehidupan.
Menurut Burhan Bungin (2001:1) menjelaskan bahwa:
Media cetak ataupun elektronik merupakan media massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kota, oleh karena itu, media massa sering digunakan sebagai alat mentranspormasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat sendiri.
Media massa baik cetak maupun elektronik, selama ini sering dituduh
sebagai pelaku utama terhadap turunnya kreativitas moral masyarakat.
“Tudingan semacam ini dialamatkan karena media massa seringkali memuat
dan menayangkan gambar-gambar atau artikel yang bersifat membujuk
pembaca agar tidak ketinggalan dalam mendapatkan informasi". (Bungin,
2001:79)
1
2
Water Lippman dalam bukunya yang berjudul Public Opinion yang
dikutip oleh Jay W. Jensan menjelaskan bahwa media massa juga bisa
dianggap menciptakan lingkungan semu tersendiri di antara manusia dan
dunia nyata (objektif). Anggapan ini mengandung implikasi penting terhadap
pandangan tentang peran media massa di masyarakat. Media telah
mempercepat, memperkuat dan meletakkan peran tradisional komunikasi
sehingga menambah jarak antara kontrol sosial yang dominan, media massa
dinilai memperkuat nilai-nilai dan pandangan lama di suatu masyarkat dan
bisa membuatnya stagnan. “Media memang bisa memperkuat pola-pola pikir
dan perilaku lama sehingga menyulitkan masyarakat yang bersangkutan
menapaki kemajuan”. (Jensan, 2004:31)
Hubungan saling berpengaruh antara dunia dan media massa sudah
berlangsung sejak lama. Lompatan besar teknologi komunikasi dan media
massa yang menjadikan dunia sebuah kampung kecil semakin menantang.
Kemunculan, perkembangan, bahkan kematian suatu media sangat
dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan, ekonomi, politik, budaya, dan
berbagai kekuatan yang mengelilinginya. Begitu pula dengan perkembangan
dan kemunduran pendidikan, ekonomi, politik, budaya dan sosial suatu
komunitas amat tergantung pada seberapa dalam informasi yang mereka
dapatkan. “Dengan demikian, terlepas dari perubahan bentuk media massa
akibat dinamika sosial politik, media massa saat ini justru memainkan peran
sebagai salah satu gen perubahan itu sendiri” (Jensan, 2004:245).
3
Media bukan hanya sebagai alat pembujuk yang kuat untuk
memperoleh informasi terhadap kemajuan, namun media juga dapat
membelokkan pola perilaku atau sikap seseorang, misalnya seseorang yang
pendiam menjadi pemberani, pemarah, berbuat anarkis dan seterusnya.
Pengaruh media massa dengan sebuah perubahan pendidikan bagaikan
suatu bingkai yang tidak terpisahkan, saling melengkapi dan berjalan seiring.
Media massa adalah penyampai informasi, sedangkan pendidikan adalah
penerima informasi, walaupun pendidikan harus memfilterisasi informasi
yang diterima tersebut, hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh negatif
yang sampai kepada peserta didik.
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh sebab itu,
semua komponen pendidikan harus diperhatikan, diatur dan dipertimbangkan
secara sistematis agar terwujud pendidikan yang bermutu, mulai dari peserta
didik, guru, materi atau bahan yang diajarkan sampai pada masalah sarana
dan prasarana. “Apabila komponen-komponen pendidikan tersebut diatur
sesuai dengan profesionalismenya, maka akan mempengaruhi ketercapaian
tujuan pendidikan yang diharapkan, secara tidak langsung juga
mempengaruhi terhadap mutu pendidikan” (Kusuma, 2007:30).
Persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia
semakin kompleks, tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah besarnya
pengaruh media massa terhadap kehidupan anak didik. Media massa dalam
berbagai bentuknya merupakan pilar keempat dalam pendidikan,
kehadirannya telah membentuk perilaku, sikap dan pola pikir anak. Media
4
massa yang ada sekarang ini banyak sekali bentuknya antara lain; media cetak
dan media elektronik. Media cetak seperti koran, majalah, tabloid, buku, dan
lain-lain, sedangkan media elektronik seperti; radio, telivisi, komputer,
internet dan lain-lain.
Salah satu media yang paling murah dan banyak digemari oleh
masyarakat, termasuk anak-anak adalah televisi. Menonton televisi sudah
menjadi keseharian sebagian masyarakat, karena satu-satunya hiburan yang
murah meriah. Stasion televisi berlomba menawarkan berbagai program acara
yang menarik, terutama acara hiburan, sehingga membingungkan pemirsanya.
Perlahan telivisi menjadi candu bagi sebagian masyarakat, bahkan banyak
orang menghabiskan waktunya di depan televisi.
Televisi memuat berbagai informasi yang dapat dipilih oleh
penontonnya, misalnya menu hiburan yang disediakan bisa melupakan
segalanya. Para peserta didik setelah pulang sekolah biasanya langsung
berhadapan dengan televisi, bahkan sampai mengabaikan tugas yang
diberikan oleh sekolah, misalnya PR yang harus dikerjakan di rumah,
dikerjakan di sekolah karena tidak dikerjakan di rumah. Pekerjaan peserta
didik di rumah asik dan terlena menonton televisi acara kesayangan mereka
seperti; film cartoon, sinetron, musik dan lain sebagainya.
Tayangan film cartoon dan sinetron yang membuat asik para peserta
didik tersebut banyak berasal dari budaya barat yang mencoba menjajah
budaya Indonesia, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi moral anak-
anak yang nampak pada tingkah laku, hal ini akan menyulitkan proses
5
pendidikan moral atau akhlak di sekolah karena dibayang-bayangi informasi
yang muncul di televisi, bahkan dapat menurunkan prestasi belajar peserta
didik.
Televisi pada saat ini menjadi sahabat dekat anak-anak, pada
kenyataannya ibu-ibu merasa lebih nyaman melihat anak-anaknya duduk
manis di depan televisi daripada bermain di luar rumah, pada dasarnya
bermain di luar rumah lebih baik untuk mensosialisasikan jiwa anak daripada
di depan televisi, yang sangat berbahaya bagi perkembangan fisik dan mental
si anak. Lebih berbahaya lagi jika anak menonton televisi sendirian tanpa
didampingi oleh orang tua, karena tidak ada yang membimbing dan
mengarahkan anak, sehingga informasi yang didapat tidak terfilter karena
minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh anak. Dengan demikian pengaruh
tayangan yang bersifat negatif tersebut akan dicerna oleh anak dan pada
gilirannya akan mewarnai pola pikir anak. Apabila pola pikir anak yang
sudah terkontaminasi dengan hal-hal yang negatif tersebut, maka akan
terbawa pada usia dewasa nantinya, hal ini sulit untuk dirubah. Perlu kita
ingat bahwa anak adalah bentuk miniatur kehidupan suatu bangsa.
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada peserta didik kelas IV
untuk anak usia 7-10 tahun di SDN 1 Menteng Palangkaraya mereka lebih
dominan menonton televisi yang menayangkan acara hiburan seperti film-
film cartoon dan hampir semua stasiun televisi mempunyai program film
cartoon baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar
negeri. Anak sebelum menonton film kartun juga menyaksikan tayangan lain
6
misalnya musik dan sinetron yang ditayangkan untuk orang dewasa, sehingga
berpengaruh terhadap perkembangan jiwanya. Selain itu, dari hasil observasi
pada bulan Februari tahun 2014 yang peneliti temukan saat melakukan
observasi dan wawancara pada guru serta peserta didik, bahwa peserta didik
kelas IV SDN-1 Menteng Palangka Raya berjumlah 40 orang peserta didik
diperkirakan terpengaruh menonton televisi yang berdampak pada sikap
dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari sikap peserta didik ketika
belajar PKn seperti saat di ruangan peserta didik ada yang meniru tayangan-
tayangan acara televisi seperti menirukan gaya bicara, memakai perhiasan,
berkelahi, bahkan saat pembelajaran berlangsung terlihat peserta didik
mengerjakan PR/tugas rumah yang seharusnya dikerjakan di rumah, dan saat
pembelajaran berlangsung ada peserta didik yang mengantuk. Ketika
ditanyakan penyebab hal tersebut, diketahui bahwa peserta didik menonton
televise hingga larut malam dan tidak didampingi orang tua. Hasil belajar
PKn peserta didik yang dilihat dari nilai ulangan harian masih rendah,
sebanyak 55 % (22 orang peserta didik) nilainya tidak mencapai KKM, hanya
45 % (18 orang peserta didik) yang mencapai KKM.
Dari fenomena yang terjadi di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Pengaruh Menonton Televisi dan Sikap dalam Pembelajaran
Terhadap Hasil Belajar PKn kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya
Tahun Pelajaran 2014/2015”.
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Peserta didik ada yang meniru tayangan-tayangan acara televisi
2. Peserta didik mengerjakan PR ketika waktu pembelajaran berlangsung
3. Peserta didik mengantuk saat pembelajaran berlangsung
4. Hasil belajar PKn peserta didik masih rendah
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini terarah, maka batasan penelitian
berikut:
1. Menonton televisi yang dimaksud yaitu menonton acara dewasa, frekuensi
menonton televisi, dan waktu menonton televisi.
2. Sikap dalam pembelajaran yang dimaksud yaitu ketekunn belajar, kerajinan
mengerjakan tugas, kepedulian dengan teman, kedisiplinan, kerja sama,
menghormati guru, kejujuran mengerjakan tugas, menepati janji, dan
bertanggug jawab.
3. Hasil belajar yang digunakan yaitu nilai ulangan harian pada mata pelajaran
PKn peserta didik kelas IV tahun pelajaran 2014/2015.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah:
8
1. Apakah ada pengaruh menonton televisi terhadap hasil belajar PKn pada
peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran
2014/2015?
2. Apakah ada pengaruh sikap dalam pembelajaran terhadap hasil belajar
PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun
pelajaran 2014/2015?
3. Apakah ada pengaruh menonton televisi dan sikap dalam pembelajaran
terhadap hasil belajar PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng
Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh menonton televisi terhadap hasil belajar PKn pada peserta didik
kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015.
2. Pengaruh sikap dalam pembelajaran terhadap hasil belajar PKn pada
peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran
2014/2015.
3. Pengaruh menonton televisi dan sikap dalam pembelajaran terhadap hasil
belajar PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya
tahun pelajaran 2014/2015.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
9
1. Kegunaan teoretis
Bagi pengembangan keilmuan, penelitian ini memberikan sumbangan
teoretis tentang pengaruh intensitas menonton televisi dan sikap dalam
pembelajaran terhadap hasil belajar PKn.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah, dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
upaya memperbaiki sikap peserta didik dalam pembelajaran dan
memberikan saran pada orang tua peserta didik untuk mengawasi acara
televisi yang ditonton oleh anak.
b. Guru, sebagai bahan masukan agar dapat membina sikap belajar peserta
didik dalam pembelajaran PKn, sehingga peserta didik memiliki sikap
dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Analisis Teoretis
1. Menonton Televisi
a. Pengertian Menonton
Menonton berarti aktivitas melihat sesuatu dengan tingkat
perhatian tertentu (Sudarwan Danim, 2005:20). Sedangkan Tucker
(dalam Setiawan, 2005) mengemukakan pendapat tentang menonton,
yaitu:
1) Menonton merupakan perilaku pasif. Ketika televisi menyala, pikiran penonton berhenti, interaksi personal terhenti dan tubuhpun tidak berpindah-pindah. Hal ini akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan, karena beberapa penyakit kronis berasal dari kegiatan pasif.
2) Menonton acara yang disajikan televisi berarti individu yang menonton akan mengalami proses observational learning (modelling) yang akan mempengaruhi berbagai segi kehidupan manusia karena salah satu cara manusia belajar adalah dengan mengobservasi
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa menonton televisi yaitu aktivitas melihat siaran televisi sebagai
media audio visual dengan tingkat perhatian tertentu.
b. Pengertian Televisi
Pengertian televisi dapat dirumuskan sebagai “an electronic motion
picture with conjoined or attendent sound; both picture and sound
reach the eye and ear simultaneously from a remote broadcast point”.
Rumusan ini dapat diartikan bahwa “Televisi sesungguhnya adalah
10
11
suatu perlengkapan elektronik, yang pada dasarnya adalah sama,
dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara”. (Ramli,
2008:91)
Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar.(Arsyad, 2007:51)
Sesuai dengan karakteristiknya televisi adalah “salah satu bentuk
media massa yang memancarkan “suara” dan “gambar” yang berarti
sebagai reproduksi dari kenyataan yang disiarkannya melalui
gelombang-gelombang elektronik, sehingga dapat diterima oleh
pesawat-pesawat penerima dirumah (Palapah dan Syamsudin 1993:92).
Dari pengertian di atas, dapat kita pahami bahwa televisi adalah
tayangan gambar bergerak dan bersuara yang disiarkan melalui stasiun
pemancar. Penyiaran tayangan televisi ada yang bersifat langsung dan
ada yang bersifat tidak langsung (rekaman).
c. Frekuensi Menonton Televisi
Televisi yang selama ini berperan sebagi media massa
elektronik, dalam bentuk paling sederhana ternyata mampu
menggelitik, mempengaruhi dan menggiring masyarakat untuk
memilikinya. Televisi dengan berbagai program tayangan selalu
menawarkan suatu kenikmatan tersendiri bagi pemirsanya.
Televisi pada saat ini menjadi sahabat dekat masyarakat, baik
orang tua maupun anak-anak. Pada kenyataannya ibu-ibu merasa lebih
12
nyaman melihat anak-anaknya duduk manis di depan televisi daripada
bermain di luar rumah, pada dasarnya bermain di luar rumah lebih baik
untuk mensosialisasikan jiwa anak daripada di depan televisi, yang
sangat berbahaya bagi perkembangan fisik dan mental si anak.
Masyarakat kita sudah kecanduan dengan tayangan-tayangan
televisi, sebagian ibu-ibu ada yang rela menunda memasak karena asik
menyaksikan sebuah senitron, para peserta didik setelah pulang
sekolah biasanya langsung berhadapan dengan televisi, bahkan sampai
mengabaikan tugas yang diberikan oleh sekolah, misalnya PR yang
harus dikerjakan di rumah, dikerjakan di sekolah kerena tidak
dikerjakan di rumah, pekerjaan peserta didik di rumah asik dan terlena
menonton televisi acara kesayangan mereka seperti; film cartoon,
sinetron, musik dan lain sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya waktu yang mereka pergunakan melihat televisi lima kali lebih banyak daripada membaca koran dan sepuluh kali lebih banyak daripada menonton bioskop dan sebelas kali lebih banyak daripada membaca majalah. Bahkan ada sebagian pemuda yang mengatakan, bahwa televisi telah mengisi hidup kita. (Ramli, 2008:92)
Intensitas menonton televisi dapat dipahami sebagai tingkat
keseringan (frekuensi), kualitas kedalaman menonton atau durasi dan
daya konsentrasi untuk menonton (dalam Niki, 2013). Kebanyakan
aktivitas menonton berawal dari sebuah kebutuhan akan informasi
yang kemudian berpola dan menjadi semacam ritual keseharian.
Aktivitas menonton televisi adalah suatu proses yang rumit, terjadi
13
dalam praktik domestik, yang hanya dapat dipahami dalam konteks
kehidupan sehari-hari (Triwardani & Wicandra, 2007).
Dari penjelasan tersebut di atas, jelas televisi berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat, apalagi bagi anak-anak sangat
berpengaruh terhadap perkembangan jiwa dan pembentukkan pola
pikir serta sikap dalam kehidupan seari-hari.
d. Manfaat Televisi dalam Pendidikan
Penggunaan telivisi di sekolah besar manfaatnya bagi
pendidikan anak, antara lain:
1) Televisi bersifat langsung dan nyata, dapat menyajikan peristiwa yang sebenarnya pada waktu terjadinya, misalnya pelantikan pejabat negara, pembukaan sidang umum MPR dan sebagainya. Melalui telivisi kelas dapat mengadakan kontak langsung dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan dari berbagai keahlian. Mereka melihat dan mendengar secara nyata.
2) Televisi memperluas tinjauan kelas, melintasi berbagai daerah dan mungkin juga berbagai negara. Program telivisi menyajikan berbagai peristiwa, keadaan penduduk dan kehidupan dari daerah atau negara lain.
3) Televisi dapat menciptakan kembali semua peristiwa masa lampau, baik melalui film atau drama dan sebagainya.
4) Televisi dapat mempertunjukkan, banyak hal dan segi yang beraneka ragam.
5) Banyak mempergunakan sumber masyarakat, melalui program televisi banyak peristiwa kejadian di masyarakat dapat dibawa ke dalam kelas.
6) Televisi menarik minat, baik terhadap anak maupun orang dewasa.
7) Televisi melatih guru, baik dalam sebelum jabatan maupun dalam pelatihan pasca jabatan. Guru memerlukan kesempatan untuk melihat contoh-contoh mengajar yang baik.
8) Masyarakat akan mengerti akan sekolah. Pada umumnya orang tua dan masyarakat tidak tabu kegiata napa yang dilakukan di sekolah dan bagaimana program sekolah dilaksanakan. Melalui televisi semuanya dapat diamati dan dipahami. (Ramli, 2008:93)
14
Oemar Hamalik (2008:134) manfaat dengan adanya televisi
pendidikan antara lain:
1) Televisi dapat memberikan kejadian – kejadian yang sebenarnya pada saat suatu peristiwa terjadi dengan di sertai komentar penyiarnya.
2) Televisi pendidikan sebagai salah satu bentuk peran serta masyarakat.
3) Televisi dengan gambar audio visual sangat membantu dalam mengembangkan daya kreasi.
4) Menyebarkan informasi di bidang pendidikan dan berfungsi sebagai media pembelajaran masyarakat.
5) Memberikan pesan yang dapat diteima secara lebih merata oleh peserta didik.
6) Sangat bagus untuk menerangkan suatu proses. 7) Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. 8) Lebih realistis, dapat diulang-ulang dan dihentikan sesuai dengan
kebutuhan. 9) Memberikan kesan yang mendalam, yang dapat mempengaruhi
sikap peserta didik. Sedangkan menurut Darwanto, (2007:23) manfaat Televisi bagi
dunia pendidikan televisi :
Selain sebagai media hiburan dan informasi juga dapat digunakan sebagai media pendidikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Darwanto dalam buku ini. Hal ini dikarenakan, televisi mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak bisa dimiliki oleh media massa lainnya. Karakteristik audio visual yang lebih dirasakan perannya dalam mempengaruhi khalayak, sehingga dapat dimanfaatkan oleh negara dalam menyukseskan pembangunan dalam bidang pendidikan melalui program televisi sebagai sarana pendukung. Televisi memang tidak dapat difungsikan mempunyai manfaat dan
unsur positif yang berguna bagi pemirsanya, baik manfaat yang
bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun tergantung pada
acara yang ditayangkan televisi. Manfaat yang bersifat kognitif adalah
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau informasi dan
keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif di antaranya berita,
15
dialog, wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua adalah
manfaat afektif, yakni yang berkaitan dengan sikap dan emosi. Acara-
acara yang biasanya memunculkan manfaat afektif ini adalah acara-
acara yang mendorong pada pemirsa agar memiliki kepekaan sosial,
kepedulian sesama manusia dan sebagainya. Adapun manfaat yang
ketiga adalah manfaat yang bersifat psikomotor, yaitu berkaitan
dengan tindakan dan perilaku yang positif. Acara ini dapat kita lihat
dari film, sinetron, drama dan acara-acara yang lainnya dengan syarat
semuanya itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di
Indonesia ataupun merusak akhlak pada anak.
e. Indikator Intensitas Menonton Televisi
Indikator Intensitas Menonton televisi menurut pendapat Ramli
(2008:44) adalah sebagai berikut:
1) Kecenderungan peserta didik menyukai acara televisi 2) Frekuensi menonton televisi 3) Waktu peserta didik menonton televisi 4) Manfaat televisi menurut peserta didik 5) Peran orang tua dalam mendampingi anak menonton televisi
Darwanto, (2007:23) mengemukakan indikator intensitas
menonton televisi yaitu 1) jarak menonton televisi, 2) dampak pada
psikologi anak, dan 3) frekuensi.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
indikator intensitas menonton televisi seperti kecenderungan
peserta menyukai acara televisi, frekuensi menonton televisi
16
waktu menonton televisi, manfaat televisi dan peran orang tua dalam
mendampingi anak menonton televisi.
f. Kecenderungan Masyarakat Terhadap Acara Tayangan Televisi
Salah satu media yang paling murah dan banyak digemari oleh
masyarakat, termasuk anak-anak adalah televisi. Menonton televisi
sudah menjadi keseharian sebagian masyarakat, karena satu-satunya
hiburan yang murah meriah. Stasiun televisi berlomba menawarkan
berbagai program acara yang menarik, terutama acara hiburan,
sehingga membingungkan pemirsanya. Perlahan televisi menjadi
candu bagi sebagian masyarakat, bahkan banyak orang menghabiskan
waktunya didepan televisi.
Menurut Bungin (2008:120), realitas iklan televisi hanya
merupakan gambaran terhadap sebuah dunia yang hanya ada dalam
televisi. Antara tayangan televisi dan masyarakat (pemirsa) memiliki
pola hubungan yang sinergis. Bahkan bisa dikatakan tayangan televisi
mempengaruhi pemirsa yang menyaksikannya. Pemirsa selalu
memiliki kecenderungan untuk meniru, terlebih tayangan tertentu
diaggap sesuai dengan karakter dirinya.
Televisi memuat berbagai informasi yang dapat dipilih oleh
penontonnya, misalnya menu hiburan yang disediakan bisa melupakan
segalanya. Para peserta didik setelah pulang sekolah biasanya
langsung berhadapan dengan televisi, bahkan sampai mengabaikan
tugas yang diberikan oleh sekolah, misalnya PR yang harus dikerjakan
17
di rumah, dikerjakan di sekolah kerena tidak dikerjakan di rumah.
Pekerjaan peserta didik di rumah asik dan terlena menonton televisi
acara kesayangan mereka seperti; flim kartun, sinetron, musik dan lain
sebagainya.
Televisi memberikan pengaruh sosial yang besar terhadap masyarakat, baik bagi anak-anak, pemuda maupun orang dewasa. Pengaruh ini dapat dilihat antara lain dalam percakapan-percakapan dan perbuatan mereka. Akan terlihat kemajuan mereka dalam hal berbicara tentang kebudayaan, menambah perbendaharan bahasa dan menyebabkan kurangnya minat mereka membaca surat kabar atau majalah. Bahkan pengaruh tersebut juga dapat dilihat, televisi seolah-olah menggantikan bioskop, mereka lebih betah tinggal di rumah menonton televisi. (Ramli, 2008:92)
g. Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak Menonton Televisi
Televisi menawarkan berbagai tayangan yang menyenangkan
baik bagi orang dewasa maupun bagi anak-anak. Ada tayangan yang
memang disiapkan khusus bagi orang dewasa dan ada juga yang
disiapkan khusus bagi anak-anak, misalnya progran pendidikan, tetapi
ada juga program yang tidak mendidik bagi anak-anak kita misalnya
flim cartoon shincan, ada lagi tayangan untuk orang dewasa yang
ditonton oleh anak-anak, sehingga berpengaruh teradap anak. Oleh
sebab itu, tugas orang tua mendampingi anak-anaknya ketika
menonton telivisi, agar dapat mengarahkan anak-anaknya mana yang
baik dan mana yang buruk.
Peran Orang tua dan guru, memberikan dampak yang baik bagi
anak jika guru dan orang tua mengarahkan dan mendampingi anak
18
menuju arah yang memang benar-benar positif dalam menonton TV
(Darwanto, 2007).
Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak, hampir
sepertiga waktunya bersama dengan anak-anaknya, maka tugas
pengawasan yang paling besar berada di tangan orang tua di rumah.
Orang tua dapat mengontrol anaknya setiap saat, hal ini dilakukan
agar anak tidak salah dalam melangkah dan berbuat. Banyak anak yang
pendiam, tetapi berbuat masalah di luar rumah, baik di masyarakat
maupun di sekolah, atau gagal di sekolah. Hal tersebut berawal dari
rumah, baik dari keluarga maupun dari pengaruh luar yang masuk ke
rumah yaitu dari tayangan- tayangan televisi yang tidak pernah diawasi
oleh orang tuanya.
“Massa media salah satu faktor penghambat dalam belajar,
misalnya bioskop, radio, TV, vidio-kaset, novel, majalah dan lain-lain.
Banyak anak terlalu lama menonton TV, membaca novel, majalah
yang tidak dipertanggung jawabkan dari segi pendidikan, sehingga
mereka lupa akan tugas belajarnya”. Oleh sebab itu, buku bacaan,
video-kaset, dan mass media lainnya perlu diadakan pengawasan yang
ketat dan seleksi yang teliti. (Eveline, 2010:179)
Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami pentingnya peran
orang tua dalam mendampingi anak-anaknya ketika menonton telivisi,
yaitu agar anak-anak kita dapat mengetahui mana yang baik yang
perlu diikuti dan mana yang buruk yang harus ditinggalkan.
19
2. Sikap dalam Pembelajaran
a. Pengertian Sikap
Banyak para ahli yang mengemukakan pengertian dari sikap.
Allport (dalam David O.Sears, 1991:208) mengemukakan bahwa
“Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah
terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan
dengannya”. Sedangkan La Pierre (dalam Alex Sobur, 2009:360)
“Sikap adalah tendensi/kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana. Sikap
adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah dikondisikan”.
Selanjutnya Purwanto, (2008:23) sikap adalah “suatu perbuatan/tingkah
laku sebagai reaksi respon terhadap suatu rangsangan stimulus yang
disertai dengan pendirian dan atau perasaan itu sendiri”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpresepsi, dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukanlah
perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku
dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa
orang, benda, tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Dengan
demikian, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri
sendiri.
20
b. Komponen Sikap
Menurut Alex Sobur (2009:362) dalam sikap terdapat tiga
komponen yaitu:
1) Komponen Kognitif (keyakinan) adalah representasi apa yang dipercayai oleh individu, komponen ini berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotip yang dimilki individu mengenai sesuatu . Sering kali komponen ini disamakan dengan opini (pandangan) terutama apabila menyangkut masalah isu/kontroversial.
2) Komponen Afektif (sikap) merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.
3) Komponen Perilaku (kontatif) merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang, komponen ini berisi tendensi/kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu.
Sikap sebagai komponen dari sistem yang terdiri atas tiga bagian
atau disebut juga skema triadik yaitu; keyakinan mencerminkan
komponen kognitif, sikap merupakan komponen afektif, dan tindakan
mencerminkan komponen perilaku (Atkinson dalam Darwanto, 2007).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
komponen sikap seperti komponen kognitif, afektif dan perilaku.
c. Fungsi dan Sumber Sikap
1) Fungsi Sikap
Menurut Katz (dalam Alex Sobur, 2009:363) “Fungsi
sikap (1) sikap mempunyai fungsi organisasi; (2) sikap
memberikan fungsi kegunaan; (3) sikap memberikan fungsi
21
perlindungan”. Sedangkan Rita L Atkinson (dalam Alex Sobur,
2009:363) menyebutkan adanya 5 fungsi sikap yaitu sebagai
berikut:
a) Fungsi Instumental b) Fungsi Pengetahuan c) Fungsi Nilai-Ekspresif d) Fungsi Pertahan Ego e) Fungsi Penyesuaian Sosial
Menurut Darwanto, (2007)26) adapun fungsi sikap yaitu:
1) Fungsi Pengetahuan 2) Fungsi Pertahanan Diri ( Ego Defensif) 3) Fungsi Ekspresi Nilai 4) Fungsi Harga Diri 5) Fungsi memotifasi Kesan 6) Fungsi Instrumental, atau Fungsi Penyesuaian, atau Fungsi 7) Fungsi Identitas
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
fungsi sikap memberikan perlindungan, pertahanan, harga diri,
ekspresi dan identitas.
2) Sumber Sikap
Calhoun dan Accocella (dalam Alex Sobur, 2009:365)
berpendapat tiga sumber sikap yang utama yaitu:
a) Pengalaman pribadi. Sikap dapat merupakan hasil pengalaman yang menyenangkan atau menyakitkan dengan objek sikap.
b) Sumber sikap-dalam hal, sikap negatif adalah pemindaian perasaan yang menyakitkan. Pemindaian adalah secara tidak sadar mengalihkan perasaan yang menyakitkan (terutama permusuhan) jauh dari objek yang sebenarnya pada objek lain yang “lebih aman”.
c) Pengaruh sosial, dan mungkin akan menjadi sumber utama. Bagaimanapun banyak dari sikap kita menjadi terlalu lunak kalau didasari permusuhan yang tidak disadari, dan banyak
22
lagi sikap itu tidak berkaitan sama sekali dengan pengalaman pribadi dengan objek sikap itu.
Menurut Ardana, (2009:45) proses pembentukan sikap
berlangsung secara bertahap, dimulai dari proses belajar. Proses
belajar ini dapat terjadi karena pengalaman-pengalaman pribadi
seseorang dengan objek tertentu, seperti orang, benda atau peristiwa,
dengan cara menghubungkan objek tersebut dengan pengalaman-
pengalaman lain dimana seseorang telah memiliki sikap tertentu
terhadap pengalaman itu atau melalui proses belajar sosial dengan
orang lain. Ada 3 (tiga) komponen pembentukan sikap, antara lain:
1) Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi diperoleh dari pembentukan sikap dengan melakukan kontak langsung dengan objeknya.
2) Asosiasi Asosiasi merupakan pemindahan sebahagian atau seluruh sikap terhadap objek lama menuju kepada objek baru, dan akan membentuk sikap yang baru.
3) Proses belajar sosial Sumber pembentukan sikap yang umumnya terjadi dan kuat sifatnya adalah proses belajar sosial. Kerap kali pembentukan sikap terjadi pada objek-objek yang belum pernah dialami secara langsung. Proses belajar sosial tidak hanya mempengaruhi kepercayaan seseorang, tetapi juga mempengaruhi reaksi-reaksi efektif dan kecenderungan perilaku seseorang.
d. Pembentukan dan Perubahan Sikap
1) Pembentukan Sikap
Sebagian besar ahli psikologi sosial berpendapat bahwa
sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar
pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa
berdasarkan pendapat ini, bisa disusun berbagai upaya
(pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk
23
mengubah sikap seseorang. Terbentuknya sikap seseorang pada
dasarnya dilandasi oleh norma-norma yang sebenarnya, sehingga
dengan norma dan pengalamannya maka ia akan menentukan
sikap untuk bertindak.
Roucek (dalam Alex Sobur, 2009:363) sikap terjadi setelah
individu mengadakan internalisasi dari hasil-hasil:
a) Observasi (terhadap kelompok dan kejadian) serta pengalaman partisipasinya dengan kelompok yang dihadapi;
b) Perbandingan pengalamannya yang mirip dengan respon atau reaksi yang diberikannya, serta hasil dari reaksi terhadap dirinya;
c) Apakah pengalaman yang mirip telah melibatkan emosinya atau tidak;
d) Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan pengalaman orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli, dan sebagainya.
Alex Sobur (2009:363) faktor yang mempengaruhi proses
pembentukan sikap adalah:
a) Adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan yang tipenya sama.
b) Pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda c) Pengalaman (baik atau buruk) yang pernah dialami d) Hasil peniruan terhadap sikap pihak lain
2) Perubahan Sikap
Untuk mengubah sikap, kita harus ingat bagaimana sikap
dengan pola-pola dibentuk. Sikap bukanlah diperoleh karena
keturunan, sebagaimana yang telah disinggung, tetapi dari
pengalaman, lingkungan, orang lain, terutama dari pengalaman
dramatis yang meninggalkan kesan yang mendalam.
24
Perubahan sikap individu, ada yang terjadi dengan mudah,
ada yang sukar. Hal ini bergantung pada kesiapan seseorang
untuk menerima/ menolak ransangan yang datang kepadanya.
Selain itu, perubahan pada masyarakat dan kebudayaan,
terjadinya perubahan sikap individu ini seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
dalam perkembangan itu dapat menimbulkan pergeseran nilai
dan norma, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan
sebagainya.
Dalam pandangan Krech, Cructhfield, dan Ballachey
(dalam Alex Sobur, 2009:365) “The modifiability of an attitude
depends upon the characteristics of the attitude system, and the
personality and group affillations of the individual”.
(Keterubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik sistem
sikap, kepribadian individu dan afiliasi individu terhadap
kelompoknya.
e. Indikator Sikap Belajar
Indikator sikap belajar menurut pendapat Setiawan, dkk (5
Maret 2013) berpendapat bahwa indikator dari sikap belajar adalah
sebagai berikut:
1) Ketekunan belajar 2) Kerajinan 3) Kepedulian 4) Kedisiplinan 5) Kerja sama 6) Hormat pada guru
25
7) Kejujuran 8) Menepati janji 9) Tanggung jawab
Menurut Ardana, (2009:45) indikator sikap belajar yaitu “1)
tekun, 2) ulet, 3) disiplin, dan 4) bertanggung jawab”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator sikap belajar seperti
tekun, rajin, peduli, disiplin, bekerja sama, dan bertanggung jawab.
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003:13) belajar secara psikologis adalah
“suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
atau belajr ialah suatu pross usaha yang dilakukan seseorng untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah lakuyang baru secara
keseluruhan,sebagai hsil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Crombach (dalam
Suryabrata, 2004: 231) “belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan
mengalami, dan dalam mengalami itu si peserta didik menggunakan
psnca indra”. Selanjutnya Menurut Djamarah (2008:13) mengatakan
bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
26
Dari beberapa uraian diatas belajar dapat diartikan sebagai
suatu proses yang disengaja untukmendapatkan sebuah pemahaman
dan juga mengalami sebuah perkembangan dan perubahan.
b. Tujuan Belajar
Tujuan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi
perubahan tingkah laku dari individu setelah individu tersebut
melaksanakan proses belajar. Melalui belajar diharapkan dapat terjadi
perubahan (peningkatan) bukan hanya pada aspek kognitif tetapi juga
pada aspek lainnya. Selain itu tujuan belajar yang lainnya adalah untuk
memperoleh hasil belajar dan pengalamanhidup.
Menurut Benyamin S Bloom, menggolongkah bentuk tingkah
laku sebagi tujuan belajar atas 3 ranah, yakni:
1) Ranah kognitif berkaitan dengan tingkah laku yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.
2) Ranah afektif barkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan penyesuaian perasaan sosial.
3) Ranah psikomotor mencalup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik
Sedangkan menurut Dewi, (2008) tujuan belajar adalah
“sejumlah hasil belajar yang menunjukan bahwa siswatelah melakukan
tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan
belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah berlangsun pembelajaran”.
27
Jadi tujuan belajar adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar;
c. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2006: 30) bahwa “Hasil belajar
adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku
pada orang tersebut, misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan
tidak mengerti menjadi mengerti”. Sedangkan menurut Nana Sudjana
(2001: 22) bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta
didik atau seseorang telah belajar akan terjadi perubahan perilaku atau
tingkah laku dari pengalaman dan tempat proses mental dan emosional
terjadi.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Purwanto (1990:102), faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
1) Faktor yang ada pada diri sendiri yang disebut faktor individu. Faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
2) Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial. Faktor sosial adalah faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta motivasi sosial.
28
Sedangkan menurut Arikunto (2006: 2), faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1) Faktor internal, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik meliputi faktor usia, kematangan, pengalaman, minat, motivasi dan kebiasaan.
2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan peserta didik meliputi lingkungan sekolah, masyarakat, kurikulum, bahan pelajaran, metode pembelajaran, media dan sumber belajar.
Selanjutnya ,menurut Djamarah (2002: 89), faktor-faktor
tersebut dapat berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal diri
dari peserta didik.
1) Fator Internal Faktor internal adalah faktor yand berasal dari dalam
diri peserta didik, meliputi: faktor usia, kematangan, pengalaman, mental, minat, motivasi dan kebiasaan belajar
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri peserta didik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedulitan belajar adalah:
a) Pribadi guru yang kurang baik b) Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode
yang digunakan ataupun dalam penguasaan mata pelajaran yang dipegangnya.
c) Hubungan guru dengan peserta didik kurang harmonis. Hal ini bermula dari sikap guru yang tidak disenangi oleh para peserta didik. Misalnya guru bersikap kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyaum, suka membentak dan sebagainya.
d) Tidak memiliki kecakapan dalam usaha mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.
e) Cara guru mengajar kurang baik f) Alat/media yang kurang memadai. Alat pelajaran yang
kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik.
29
Berdasarkan uraian di atas bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal,
sedangkan faktor internal yang bersumber dari diri sendiri, sedangkan
faktor ekternal adalah faktor yang bersumber dari lingkungan,
masyarakat dan sumber belajar.
4. PKn
a. Pengertian PKn
Adapun pengertian PKn Menurut pendapat Prakusuma (2
Maret 2013) adalah sebagai berikut:
Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
PKn (n) adalah pendidikan kewarganegaraan, yaitu pendidikan
yang menyangkut status formal warga negara yang pada awalnya
diatur dalam Undang-Undang No. 2 th. 1949. Undang-Undang ini
berisi tentang diri kewarganegaraan, dan peraturan tentang
naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia
(Winataputra 1995).
Jadi, PKn adalah mata pelajaran yang menjelaskan kehidupan di
masyarakat agar dijadikan panutan.
b. Tujuan Pembelajaran PKn
Menurut Kaelan dan Achmad Zubaidi (2007:1) “Tujuan
pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan
30
dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan prilaku cinta
tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa yaitu
pancasila”.
Sedangkan Mulsya (2 Maret 2013) tujuan pendidikan
kewarganegaraan adalah untuk menjadikan peserta didik:
1) Mampu bepikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.
2) Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan
3) Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersampingan dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi dan komunikasi dengan baik.
Jadi, tujuan pembelajaran PKn adalah menumbuhkan rasa
berkebangsaan bernegara yang baik, membentuk sikap dan perilaku
serta aktif dalam kegiatan sosial.
5. Pengaruh Intensitas Menonton Televisi dan Sikap dalam
Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar PKn
Pengaruh televisi yang paling banyak mendapat sorotan adalah
pengaruh buruk pada diri anak. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat
mengkhawatirkan kondisi anak yang belum mampu membedakan logika
cerita yang disajikan. “Hasil penelitian analisa isi terhadap film anak-anak
menunjukkan bahwa film anak-anak cenderung anti sosial” (Cahyana &
Suyanto, 1996). Seorang psikolog sosial mengamati, jenis film-film laga
kepahlawanan selalu menarik perhatian dan disenangi anak-anak termasuk
balita sehingga mereka tahan berjam-jam duduk di depan layar. Diduga
31
selain menghibur, yang terutama membuat “kecanduan” ialah unsur Thrill,
suasana tegang saat menunggu adegan apa yang terjadi kemudian.
Kusuma (2007) seorang pemerhati masalah anak-anak, ia mengutip
pernyataan para ahli yang menjelaskan eksposur yang teratur dan
berjangka panjang terhadap televisi bisa memperparah perasaan
kerentanan, ketergantungan dan ketidakpekaan terhadap kekerasan. Lebih
lanjut Ron Solby menjelaskan ada empat macam dampak kekerasan
terhadap anak. Pertama dampak agresor dimana sifat jahat anak semakin
meningkat. Kedua, anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai
orang lain. Ketiga, anak menjadi kurang perduli terhadap kesulitan orang
lain, dan keempat meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau
melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.
Selain kekhawatiran akan adegan kekerasan, meningkatnya
konsumerisme di kalangan anak-anak ditengarai berasal dari makin
maraknya tayangan TV yang menawarkan produk tertentu. Anak akan
merasa kurang bergengsi atau merasa belum hebat kalau belum pernah
mencicipi rasa ayam Kentucky Fried Chicken. Pada kasus lain, ada anak
tidak ke sekolah karena orang tua tidak membelikan sepatu Starmon yang
ada lampunya. Aneka makanan ringan, permen atau mainan, sering
ditayangkan di televisi, dimana semuanya dapat menggiring anak-anak
untuk membeli dan membeli lagi. Perilaku konsumtif berlebihan, lepas
kendali, jelas bukan hal sehat, tepat dan benar. Perilaku ini akan
mengancam masyarakat dan negara menjadi hancur dan tak bermartabat.
32
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian :
1. Mega Iriani Istanti, (2011) menyimpulkan bahwa “Intensitas menonton
televisi selain dapat berdampak pada sikap peserta didik, dapat
berpengaruh juga terhadap prestasi belajar yang diperoleh peserta didik.
Kecenderungan menonton dapat mempengaruhi aktivitas belajarnya,
selain meniru bahasa yang digunakan, juga meniru sikap dalam tayangan
tv. Nilai Y = 59,2 X1 + 0,02 X2 + 67 Y”.
2. Wahyu Seto, (2009) menyimpulkan bahwa (1) Sebagian besar intensitas
menonton tayangan sinetron televisi siswa-siswi SMK NU Ungaran pada
kategori intensitas yang sangat tinggi, yaitu sejumlah 94 siswa dengan
presentase 60,6%, dan sebagian kecil responden berada pada intensitas
yang rendah, yaitu sejumlah 6 siswa dengan presentase 3,9%; (2)
Sebagian besar akhlak siswa-siswi SMK NU Ungaran pada kategori
sangat baik, yaitu sejumlah 148 siswa dengan presentase 95,5%, dan
sebagian kecil responden berada pada kategori yang baik, yaitu sejumlah
7 siswa dengan presentase 4,5%; (3) ada hubungan yang bersifat negatif
antara intensitas menonton tayangan sinetron dengan akhlak siswa-siswi
SMK NU Ungaran selama dilingkungan sekolah.
C. Kerangka Berpikir
Perkembangan dan kemajuan teknologi memberikan dua dampak atau
pengaruh yang tidak dapat dipisahkan. Pengaruh positif dan pengaruh negatif,
hal tersebut dikarekan teknologi itu sendiri dapat diakses oleh semua orang
33
dari usia dini hingga usia lanjut. Salah satu teknologi yang berfungsi sebagai
media komuniakasi yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia
dan yang paling mudah diaskes oleh orang banyak adalah televisi. Televisi
sudah bukan merupakan hal yang tabu lagi bagi masyarakat, semua orang
bisa mengakses dan menggunakan televisi. Tetapi, hal yang mudah tidak
selalu menghasilkan hasil yang positif, terkhusus lagi pengaruhnya terhadap
perkembangan sikap dan prilaku anak. terkhusus tayangan yang ada di
televisi tersebut, apakah mendidik atau tidak untuk anak dan akankah
tayangan tersebut berefek terhadap sikap dan tingkah laku anak khususnya
disekolah. Menurut pidarta (2007:194) jiwa manusia berkembang sejajar
dengan pertumbuhan jasmani. Makin besar nak itu makin berkembang pula
jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu akhirnya anak tersebut
mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani.
Pidarta juga menambahkan bahwa dalam perkembangan jiwa dan jasmani
inilah seharusnya anak-anak perlu belajar, sebab pada masa ini mereka punya
banyak waktu untuk belajar, mereka belum berumah tangga, belum bekerja,
dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga.
Masa anak-anak juga merupkan masa yang labil, dimana seorang anak
akan sangat mudah terpengaruh. Crijn (dalam Pidarta, 2007) menyatakan
beberapa periode atau tahap perkembangan manusia secara umum, beberapa
diantaranya adalah umur 2-4 tahun disebut masa kanak-kanak. Pada masa ini
anak sudah mulai bisa berjalan dan menyebut beberapa nama, pengamatan
yang mula-mula global, kini sudah mulai bisa melihat struktur, mereka sudah
34
mulai suka menghayal sebab belum sadar akan lingkungannya. Pada masa
inilah anak-anak akan sangat mudah sekali terpengaruh dan dipengaruhi dari
apa yang mereka lihat dan mereka temui setiap hari. Apabila anak tersebut
selalu didampingi oleh televisi, khusunya tayangan televisi, hal tersebut akan
sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku anak tersebut.
Mata pelajaran PKn adalah mata pelajaran pembinaan moral dan akhlak
peserta didik yang dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan sangat
menentukan keberhasilan atau tidaknya hasil peserta didik. Peranan guru
dalam memberikan pembinaan moral dan akhlak peserta didik di suatu
lembaga pendidikan antara lain meliputi perhatian, motivasi/dorongan
pemenuhan fasilitas belajar, membantu mengatasi kesulitan belajar dan
pengawasan peserta didik. Peserta didik yang mendapat pembinaan moral dan
akhlak tentu akan lebih berhasil dalam belajar daripada peserta didik yang
tidak mendapatkan pembinaan dari guru PKn-nya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi guru PKn dalam pembinaan
moral dan akhlak peserta didik antara lain faktor peserta didik, tenaga guru,
dan guru lainnya, orang tua peserta didik, fasilitas yang tersedia, serta faktor
waktu dan lingkungan sekolah.
Faktor peserta didik termasuk faktor yang mempengaruhi dari luar
seperti keluarga dan masyarakat di sekitarnya, yang di dalamnya ada
pengaruh menonton tayangan di televisi yang dapat merubah sikap dan
perilaku serta kebiasaan peserta didik.
35
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan peneliti. Hal
ini sesuai dengan pendapat Margono (2009:80) bahwa “Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap masalah peneliti yang secara teoretis dianggap
paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya”.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh menonton televisi terhadap hasil belajar PKn pada peserta
didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran
2014/2015.
2. Ada pengaruh sikap dalam pembelajaran terhadap hasil belajar PKn pada
peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran
2014/2015.
3. Ada pengaruh intensitas menonton televisi dan sikap dalam pembelajaran
terhadap hasil belajar PKn pada peserta didik kelas IV di SDN-1 Menteng
Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2014 sampai
dengan bulan Januari tahun 2015, dengan rincian jadwal terlampir.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN-1 Menteng Palangka Raya yang
berlokasi di jalan Yos Sudarso Kecamatan Jekan Raya Palangka Raya
karena terjadi permasalahan di sekolah tersebut.
B. Metode Penelitian
Pengertian metode menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady
Akbar (2004:42) “metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui
sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis”.
Metode merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian sebab
tanpa ada metode, Penelitian ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Dengan memperhatikan judul yang ada, metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Sebagaimana
menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2004:5) “penelitian
korelasi bermaksud mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor
berhubungan dengan variasi-variasi atau lebih faktor lain berdasarkan
koefisien korelasinya”.
36
37
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah merupakan objek yang akan dikenai sasaran
penelitian. Menurut Sugiyono (2007:55) ”Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya”. Menurut Margono (2009:118)
”Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu
ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan”. Selanjutnya Hadari Nawawi
(dalam Margono, 2009: 118) mengemukakan “Populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda,
tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai
sumber data yang memiliki karakteristik tertentu”.
Maka yang menjadi populasi adalah peserta didik pada kelas I-IV
SDN-1 Menteng Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah
peserta didik sebanyak 229 orang.
38
Tabel 2 Populasi Penelitian
Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
Ia Ib
12 10
13 10
25 20
IIa IIb
10 12
13 11
23 23
IIIa IIIb
12 16
13 15
25 31
IVa IVb
11 8
12 10
22 18
Va Vb
10 7
13 10
24 17
Jumlah 229 Sumber Data: Absensi SDN-1 Menteng
2. Sampel Penelitian
Menurut pendapat Mustofa Usman (2009:2) mengemukakan
“Sampel adalah himpunan individu yang dipilih dari suatu populasi, dan ia
harus mewakili populasinya”. Sampel menurut Sugiyono (2007:56)
menjelaskan bahwa “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Metode dalam pengambilan sampel
penelitian ini adalah penelitian populasi dimana seluruh anggota populasi
diambil sebagai sampel penelitian. Dari pendapat di atas disimpulkan
bahwa sampel penelitian ini adalah seluruh jumlah dari populasi yang akan
diteliti.
Pada penelitian ini penentuan besarnya sampel berpedoman dengan
pendapat Sukardi, (2004:44) yaitu “cara pengambilan sampel dengan cara
gugus”. Populasi dibagi keadalam satuan-satuan sampling yang besar yang
39
disebut cluster. Berbeda dengan pembentukan strata, satuan sampling yang
ada dalam tiap cluster harus relatif heterogen.
Pemilihan dilakukan beberapa tingkat: (1) Memilih cluster dengan
cara simple random sampling. (2) Memilih satuan sampling dalam cluster.
Jika pemilihan dilakukan lebih dari 2 kali disebut Multi-stage Cluster
Sampling.
Langkah pengambilan sampel teknik cluster random sampling yaitu
dengan memasukan nama beberapa kelas lalu digoncang untuk
mendapatkan salah satu kelas yang akan diteliti (seperti melakukan arisan).
Nama kelas yang keluar tersebutlah yang akan dijadikan objek penelitian.
Dari hasil cluster random sampling maka yang terpilih adalah kelas IV
dengan data rincian sebagai berikut:
Tabel 3 Sampel Penelitian
Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
IVa IVb
10 8
12 10
22 18
Jumlah 40 Sumber Data: Absensi SDN-1 Menteng
E. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Menurut Margono (2009:133) “Variabel penelitian adalah
pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih”. Sedangkan
Sugiyono (2007:2) “Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus
40
peneliti untuk diamati”. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:116)
mendefinisikan “Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi”.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (X)
Variabel Bebas atau variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini
adalah intensitas menonton televisi (X1) dan sikap dalam pembelajaran
(X2).
b. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini
adalah hasil belajar PKn (Y .
c. Definisi Operasional
Dalam (http:// smartstat wordpress. Com/2010/02/25/variabel-dan
data/: 20 Februari 2013) “Definisi operasional adalah aspek penelitian
yang memberikan informasi/ petunjuk kepada kita tentang bagaimana
caranya mengukur suatu variabel”.
Sedangkan Riduwan (2009:232) “Definisi operasional adalah unsur
penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel,
Menonton TV (X1)
Hasil Belajar PKn (Y)
Sikap dalam pembelajaran (X2)
41
dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk
pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel”.
Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas
(independen) adalah intensitas menonton televisi dan variabel terikat
(dependen) yaitu sikap peserta didik dalam pembelajaran PKn.
a. Menonton televisi adalah kebiasaan siswa dalam menonton acara yang
ditayangkan di televisi seperti flim cartoon, musik dan sinetron,
sehingga tidak dapat mengontrol keadaan dan waktu. Adapun indikator
variabel tersebut adalah:
1) Kecenderungan peserta didik menyukai acara televisi
2) Frekuensi menonton televisi
3) Waktu peserta didik menonton televisi
4) Manfaat televisi menurut peserta didik
5) Peran orang tua dalam mendampingi anak menonton televisi
Sumber: (Ramli, 2008:44)
b. Sikap belajar adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpresepsi,
dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai yang mana
dalam hal ini adalah belajar. Indikator variabel sikap belajar adalah
sebagai berikut:
1) Kedisiplinan dalam belajar
2) Adanya tangung jawab
3) Kerja sama dalam belajar
4) Adanya kejujuran dalam berperilaku
42
5) Adanya kerajinan dalam belajar
6) Ketekunan dalam belajar (Sumber: Setiawan, 2013)
c. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia
melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
berupa angket atau kuesioner. Menurut Sambas Ali M dan Maman A
(2007:25) “angket adalah salah satu teknik pengumpulan data dalam
bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan
yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi oleh responden”.
Dalam penelitian ini teknik angket yang digunakan adalah daftar
pertanyaan kepada peserta didik yang menjadi responden atau sampel guna
memperoleh data mengenai variabel yang ingin diteliti. Angket yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup dengan jumlah 31
item pertanyaan yang terdiri dari 13 item pertanyaan untuk variabel
intensitas menonton televisi dan 18 soal untuk variabel sikap belajar.
Instrumen penelitian disusun untuk pengumpulan data, yang
dilakukan dengan cara menyebarkan angket. Angket digunakan sebagai
instrumen untuk menjaring data penelitian ini karena dapat digunakan
untuk menjaring informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan dan
43
pendapat. Menurut pendapat Suharsimi Arikunto (2006:152) angket dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Angket terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.
b. Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih
Selanjutnya menurut Suharsimi Arikunto (2006:152) mengatakan
bila dipandang dari bentuknya maka dapat dibedakan menjadi empat
bagian adalah sebagai berikut:
a. Angket pilihan ganda, yang dimaksud angket tertutup b. Angket isian, yang dimaksud angket terbuka c. Check list, sebuah daftar dimana responden tinggal
menghubungkan tanda check ( √ ) pada kolom yang sesuai. d. Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti
oleh kolom-kolom yang menunjang tingkat-tingkat misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa angket yang
akan digunakan dalam penelitian ini bila dilihat dari jenisnya angket
tertutup dan bila dilihat dari bentuknya merupakan angket pilihan ganda.
Dalam pengumpulan data tentang variabel penelitian ini digunakan
angket dalam skala likert dalam Husaini Usman dan Purnomo Setiady
Akbar (2004:69) dimana masing-masing alternatif jawaban mengajukan
skor tertentu, Adapun pedoman pemberian skor terhadap masing-masing
jawaban responden adalah sebagai berikut: Ya = 3 , Kadang – kadang = 2,
dan tidak = 1.
44
2. Instrumen Penelitian
Kisi-kisi angket sebagai berikut:
a. Menonton Televisi
Tabel 3 Kisi- kisi Angket Menonton Televisi
Variabel Indikator Variabel Jumlah
Item Nomor Item
Intensitas Menonton
Televisi (X)
1. Kecenderungan peserta didik menyukai acara televisi
5 1, 2, 3, 4,
5 2. Frekuensi menonton televisi 5 6, 7, 8, 9,
10 3. Waktu peserta didik menonton
televisi 5 11, 12, 13,
14, 15 4. Manfaat televisi menurut
peserta didik 5 16, 17, 18,
19, 20 5. Peran orang tua dalam
mendampingi anak menonton televisi
5 21, 22, 23,
24, 25
Jumlah 25
b. Sikap dalam Pembelajaran
Tabel 4 Kisi-kisi Angket Sikap dalam Pembelajaran
Variabel Indikator Variabel Jumlah
Item Nomor Item
Sikap
Belajar
(Y)
1.Kedisiplinan dalam belajar 5 1, 2, 3, 4, 5
2.Adanya tanggung jawab 5 6, 7, 8, 9, 10
3.Kerja sama dalam belajar 5 11, 12, 13, 14, 15
4.Kejujuran dalam
berperilaku
5 16, 17, 18, 19, 20
5.Kerajinan dalam belajar 5 21, 22, 23, 24, 25
6.Ketekunan dalam belajar 5 26, 27, 28,
29, 30
Jumlah 30
45
c. Hasil belajar dilihat dari nilai ulangan harian peserta didik pada
semester I dalam mata pelajaran PKn.
3. Uji Coba Validitas Instrumen Penelitian
a. Uji Validitas Isi
Uji validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan
melalui pengajuan terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional.
Keseluruhan pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas isi
adalah sejauh mana item-item dalam suatu alat ukur untuk mencakup
keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang
bersangkutan.
Pengujian validitas isi yaitu dengan meminta bantuan dari 2
dosen ahli untuk menentukan poin-poin dalam angket yang valid atau
tidaknya. Dosen ahli menyatakan item angket valid semua dan dapat
digunakan untuk penelitian.
b. Uji Validitas Konstruk
Teknik pengujian yang dilakukan uji validitas instrumen
adalah dengan menggunakan teknik analisa statistik mengenai
hubungan antara dua variabel. Adapun rumus yang digunakan yaitu
rumus Product Moment. Menurut Suharsimi Arikunto, (2006:78)
untuk teknik ini digunakan rumus sebagai berikut:
rxy =
Keterangan: rxy : Angka Indeks Korelasi product moment
46
N : Number of Cases xy : Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y x : Jumlah keseluruhan skor x y : Jumlah keseluruhan skor y
Adapun hasil SPSS angket sebagai berikut:
Tabel 5 SPSS Angket Intensitas Menonton Televisi
Item ke Rhitung Rtabel Keterangan
item1 0,365 0,301 Valid
item2 0,529 0,301 Tidak Valid
item3 0,936 0,301 Valid
item4 0,902 0,301 Valid
item5 0,677 0,301 Valid
item6 0,365 0,301 Valid
item7 0,437 0,301 Valid
item8 0,407 0,301 Valid
item9 0,321 0,301 Valid
item10 0,677 0,301 Valid
item11 0,860 0,301 Valid
item12 0,437 0,301 Valid
item13 0,365 0,301 Valid
item14 0,784 0,301 Valid
item15 -0,609 0,301 Tidak Valid
item16 0,814 0,301 Valid
item17 0,814 0,301 Valid
item18 0,365 0,301 Valid
item19 0,529 0,301 Valid
item20 0,936 0,301 Valid
item21 0,902 0,301 Valid
item22 0,677 0,301 Valid
item23 0,365 0,301 Valid
item24 0,437 0,301 Valid
item25 0,737 0,301 Valid
Item angket intensitas menonton televisi yang valid
sebanyak 23 yaitu nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
47
16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25 sedangkan item tidak
valid sebanyak 2 yaitu nomor 2 dan 15.
Tabel 6
SPSS Angket Sikap dalam Pembelajaran Item ke Rhitung Rtabel Keterangan
item1 Pearson Correlations -0,039 0,304 Tidak Valid
item2 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid
item3 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid
item4 Pearson Correlations 0,948 0,304 Valid
item5 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid
item6 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid
item7 Pearson Correlations 0,798 0,304 Valid
item8 Pearson Correlations 0,933 0,304 Valid
item9 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid
item10 Pearson Correlations -0,029 0,304 Tidak Valid
item11 Pearson Correlations 0,895 0,304 Valid
item12 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid
item13 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid
item14 Pearson Correlations 0,911 0,304 Valid
item15 Pearson Correlations 0,876 0,304 Valid
item16 Pearson Correlations 0,952 0,304 Valid
item17 Pearson Correlations -0,206 0,304 Tidak Valid
item18 Pearson Correlations -0,039 0,304 Tidak Valid
item19 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid
item20 Pearson Correlations 0,923 0,304 Valid
item21 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid
item22 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid
item23 Pearson Correlations 0,948 0,304 Valid
item24 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid
item25 Pearson Correlations 0,923 0,304 Valid
item26 Pearson Correlations 0,896 0,304 Valid
item27 Pearson Correlations 0,967 0,304 Valid
item28 Pearson Correlations 0,948 0,304 Valid
item29 Pearson Correlations 0,925 0,304 Valid
item30 Pearson Correlations -0,019 0,304 Tidak Valid
48
Penetapan Nilai dk = N - 2
= 45 - 2
= 43
Pada taraf rtabel 5 % 43 sebesar 0,301
Adapun item angket sikap dalam pembelajaran yang valid
sebanyak 30 yaitu nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15,
16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, dan 29 sedangkan item
tidak valid sebanyak 25 yaitu nomor 1, 10, 17, 18 dan 30.
c. Reliabilitas Instrumen Penelitian
Suatu alat ukur yang dikatakan reliabel jika alat itu dalam
pengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa
menunjukkan hasil yang sama. Untuk reliabilitas instrumen peneliti
menggunakan rumus Teknik Belah Dua dari Sperman Brown (Split
Halt) sebagai berikut:
Keterangan:
r 11 = Koefesien reliabilitas yang sudah disesuaikan
r1/2 ½ = Korelasi antara skor-skor setiap belah dua
Uji reliabilitas menggunakan bantuan perhitungan SPSS untuk
menentukan kekuatan item angket yang valid memenuhi kriteria. Nilai
reliabilitas angket intensitas menonton televisi r = 0,950 angket sikap
dalam pembelajaran r = 0,993.
49
22
2
)( Σ-n Σ
Y)( Σ)( Σ)( Σ)( Σ
Y
22 )( Σ-n Σ
ΣΣn Σ
xx
yxxy
F. Teknik Analisis Data
Untuk hipotesis 1 dan hipotesis 2 menggunakan regresi linier
sederhana. Adapun rumusnya adalah: Ý = a + bX
Dimana:
X1 = Menonton Televisi
X2 = Sikap dalam Pembelajaran
Ý = Hasil Belajar PKn
a = Bilangan konstanta
b = Kooefisien arah regresi linier
Harga a dan b dapat dihitung dalam persamaan sebagai berikut:
a
b
Sedangkan hipotesis 3 (tiga) menggunakan analisis regresi ganda
yang dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2. Persamaan
regresi untuk tiga prediktor adalah:
Ý= a + b1X1 + b2X2
Dimana:
Ý = Skor hasil penelitian hasil belajar peserta didik
X1 = Menonton Televisi
X2 = Sikap dalam Pembelajaran
a = Konstanta (besarnya Y pada saat X1 dan X2 nol)
50
221
22
22
221122
)X(Σ)(Σ)(Σ
Y)(Σ)X(ΣY)(Σ)(Σ1
b
221
22
21
221221
)X(Σ)(Σ)(Σ
Y)(Σ)X(ΣY)(Σ)(Σ2
b
2211 XbXbYa
b1 = besarnya Y, apabila X1 naik satu satuan sedangkan X2 tetap (tidak
berubah)
b2 = besarnya Y apabila X2 naik satu satuan, sedangkan X1 tetap (tidak
berubah)
Untuk menentukan harga a, b1 dan b2 dapat digunakan rumus
sebagaimana yang ditulis oleh Sugiyono (2006:240), sebagai berikut:
Menurut Purbayu Budi Santosa, (2007:43) menghitung koefesien
determinasi dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan
= Jumlah keseluruhan selisih antara variabel terikat terhadap garis
regresi
= Jumlah keseluruhan selisih antara variabel terikat terhadap
rata-rata variabel terikat
51
DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin Makmun, (2004), Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Abu Muhammad Ibnu Abdullah, (2010), (http://spesialistorch.com/cont ent/view/120/29/ On Line : 29 Februari 2013).
Alex Sobur, (2009), Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia. Anonim, (2010), Pengertian Definisi Operasional, ( http:// smartstat wordpress.
Com/2010/02/25/variabel-dan data/ On Line: 20 Februari 2013).
Arsyad Azhar, 2007, Media Pembelajaran, Jakarta: Rajagrafindo Persada Bungin, Burhan, 2001, Erotika Media Massa, Surakarta: Muhammadiyah
Unipersty Press. David O. Sears dkk, (1991), Psikologi Sosial, Bandung: Erlangga. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, (2004), Metodologi Penelitian
Sosial, Bandung: Bumi Aksara. Kaelan dan Achmad Zubaidi, (2007), Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Paradigma.
Kasabon, (2012), Prestasi Belajar. (http://kasabonline.wordpress.com On Line: 20 Februari 2013)
Kusuma, (2007), Mutu Pendidikan Indonesia, Bogor: Ghalia. Margono, (2009), Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta. Muhibbin Syah, (2010), Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Mustofa Usman dkk, (2009), Statistika, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo. Prakusuma, (2009), Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar (http://
prakusuma. Blogspot.com/2009/pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar PKn On Line: 2 Maret 2013).
Ramli, (2008), Televisi dan Pengaruhnya, Yogyakarta: Graha Ilmu Riduwan, (2009), Metode & Teknik Menyusun Proposal penelitian, Bandung:
Alfabeta.
73
52
Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, (2007), Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian, Bandung: PT. Pustaka Setia.
Setiawan, (2011), Indikator Sikap Belajar (http://fpsikologi wisnuwardhana.
Ac.id/ index php? Option = com_content&task= view&id= 12&item id=11, On Line : 5 Maret 2013).
Sireger, Eveline dan Hartini Nara, 2010, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia.
Sugiyono, (2006). Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh. Bandung: CV.
Alfabeta Sugiyono, (2007), Statistika untuk Penelitian, Bandung: PT Alfabeta. Suharsimi Arikunto, (2006), Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi aksara.
Sunarto, (2012), Pengertian Prestasi Belajar. (http://sunartombs.wordpress.com On Line: 5 Maret 2013).
Tim, (2012), Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Palangka Raya: Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya. Tim, (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
William L. Rivesr-Jay W. Jensan, (2004). Media dan Masyarakat Modern, Jakarta: Prenada Media
74