061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

26
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP EMITEN TERKAIT ADANYA PELANGGARAN Oleh : Jamaludin NPM : 5205220016 Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu Negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. 1 Pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui penetapan PP No. 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). Kebijakan ini merupakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN. 2 Privatisasi bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan, melainkan sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. 3 Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan Negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena Negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. 4 Privatisasi Badan Usaha Milik Negara merupakan isu hangat yang selalu ramai dibicarakan dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pendapatan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya, baik melalui forum DPR maupun berbagai forum resmi dan tidak resmi lainnya. 5 Pada lain hal, sudah menjadi suatu fenomena global dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi beban pemerintah, Badan- badan Milik Negara (government owned-companies) diarahkan untuk melakukan korporatisasi (corporatisation) dan privatisasi (privatization). 6 Sebagaimana diketahui pengaturan BUMN yang akan diprivatisasi terdapat dalam Pasal 78 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa; privatisasi dilaksanakan dengan cara: a. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar 1 Jusuf Anwar, H. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi . Penerbit PT. Alumni Bandung 2005, hal 1 2 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 2008, hal 103 3 Ibid., hal 104 4 Ibid., 5 Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No. 1 Tahun 2007, hal 15 6 Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milinium III. UII Press. Yogyakarta. 2000, hal 64

description

 

Transcript of 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Page 1: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP EMITEN TERKAIT

ADANYA PELANGGARAN

Oleh : Jamaludin NPM : 5205220016

Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu Negara, diperlukan

pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebutuhan pembiayaan

pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan pembiayaan

pembangunan di masa mendatang akan semakin besar.1

Pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui

penetapan PP No. 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan

(Persero). Kebijakan ini merupakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara,

yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara

Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN.2

Privatisasi bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan,

melainkan sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa

sasaran sekaligus, termasuk peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan,

perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang

sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan

berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan

pasar modal domestik.3

Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau

kedaulatan Negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau

hilang karena Negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi

sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.4

Privatisasi Badan Usaha Milik Negara merupakan isu hangat yang selalu

ramai dibicarakan dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan

pendapatan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

setiap tahunnya, baik melalui forum DPR maupun berbagai forum resmi dan

tidak resmi lainnya.5

Pada lain hal, sudah menjadi suatu fenomena global dalam rangka

meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi beban pemerintah, Badan-

badan Milik Negara (government owned-companies) diarahkan untuk

melakukan korporatisasi (corporatisation) dan privatisasi (privatization).6

Sebagaimana diketahui pengaturan BUMN yang akan diprivatisasi terdapat

dalam Pasal 78 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003

Tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa; privatisasi

dilaksanakan dengan cara: a. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar

1 Jusuf Anwar, H. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi. Penerbit PT. Alumni

Bandung 2005, hal 1 2 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN. Penerbit PT Elex Media

Komputindo. Jakarta. 2008, hal 103 3 Ibid., hal 104

4 Ibid.,

5 Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No. 1 Tahun 2007, hal 15

6 Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milinium III. UII Press.

Yogyakarta. 2000, hal 64

Page 2: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

modal; b. penjualan saham langsung kepada investor; c. penjualan saham

kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.

Dari ketiga cara sebagaimana tersebut diatas, maka cara penjualan saham

berdasarkan ketentuan pasar modal lebih menjadi pilihan dalam hal privatisasi

BUMN.

Melakukan penjualan saham di pasar modal, dalam pengertian lain dikenal

dengan istilah melakukan penawaran umum atau go public atau Initial Public

Offering (IPO).

Istilah penawaran umum tidak lain adalah istilah hukum yang ditujukan bagi

kegiatan suatu emiten untuk memasarkan dan menawarkan dan akhirnya

menjual efek-efek diterbitkannya, baik dalam bentuk saham, obligasi atau efek

lainnya, kepada masyarakat luas.7 Penjualan dilakukan kepada masyarakat luas

oleh karena itu penjualan tersebut tunduk kepada Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM).8

Dalam UUPM diatur tentang tata cara melakukan penawaran umum (Initial

Public Offering). Tata cara dimaksud terbagi dalam beberapa tahap, yaitu; 1.

Tahap pra-emisi, 2. Tahap emisi, 3. Tahap setelah emisi. Ketiga tahapan

penawaran umum dimaksud, tentunya juga akan mengakibatkan bahwa tidak

hanya para pendiri emiten saja tetapi juga berdampak kepada ikutnya pihak-

pihak lainnya, seperti Badan Pelaksana Pasar Modal-Lembaga Keuangan

(BAPEPAM-LK), yang memberikan pernyataan efektif apakah penawaran

umum tersebut dapat dilakukan atau tidak.9

Selanjutnya, penawaran umum menyebabkan timbulnya kewajiban yang

lebih luas dari emiten dari mana penawaran umum tersebut berasal. Hal ini

karena dengan melakukan penawaran umum, maka akan timbul kewajiban bagi

emiten untuk menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure).

Keterbukaan bahkan akan terus berlanjut (continued disclosure) ketika efek

telah sampai di tangan pemegang saham, yang membelinya dalam penawaran

umum.10

Begitu pentingnya penerapan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure)

dalam setiap tahap penawaran umum sebagaimana dimaksud di atas, sehingga

pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) ini akan

diberikan sanksi yang tegas, baik sanksi administratif, perdata dan pidana.

Sebagaimana diberitakan oleh surat kabar Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14

Maret 2007, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi denda kepada PT.

Perusahaan Gas Negara. Surat kabar Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember

2007 memberitakan bahwa, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi kepada

para mantan Direksi PT. Perusahaan Gas Negara (PT. PGN) berupa sanksi

denda. BAPEPAM-LK menyatakan bahwa PT. Perusahaan Gas Negara telah

melanggar prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) yaitu memberikan informasi

yang tidak benar dan terjadinya perdagangan orang dalam (insider trading).

Informasi tidak benar dimaksud adalah perihal mengenai rencana volume gas

7 Hamud M. Balfas. Hukum Pasar Modal Indonesia. Penerbit Tata Nusa. Jakarta 2006, hal 20

8 Ibid., hal 27

9 Ibid., hal 27-28

10 Hamud M. Balfas. Ibid.,

Page 3: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

yang dapat dialirkan melalui proyek South Sumatera-West Java (SWWJ).

Selanjutnya, pihak BAPEPAM-LK menyatakan; penyidikan berhenti pada

pelanggaran administratif, kasus itu tidak akan dibawa sampai ke tindak

pidana.11

Apabila ditelaah lebih jauh, terlihat jelas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara

sebagai emiten telah melakukan suatu perbuatan yang menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dikatagorikan

sebagai perbuatan tindak pidana.

Terhadap terjadinya perbuatan tindak pidana tersebut di atas, tentunya

semakin manambah daftar kasus tindak pidana dalam pasar modal di Indonesia.

Dan, dari kasus-kasus tindak pidana pasar modal yang terjadi di Indonesia

ternyata baru ada satu kasus yang dibawa ke pengadilan pidana.12

Hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap ketertarikan investor

untuk melakukan investasi di pasar modal Indonesia. Di lain hal, juga dapat

merupakan penghalang bagi usaha penarikan modal terhadap perusahaan yang

akan mencari dana di pasar modal, meskipun mungkin pasar modal Indonesia

memberikan keuntungan yang menggiurkan. Sehingga pada akhirnya, juga akan

menghambat perekonomian Indonesia secara umum.

Berdasarkan uraian hal-hal tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk

menuangkannya menjadi suatu penelitian tesis dengan judul:

“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH EMITEN TERKAIT ADANYA

PELANGGARAN PRINSIP FULL DISCLOSURE (STUDI KASUS

PRIVATISASI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA).

Selanjutnya, apabila masalah pokok tersebut di atas dikaji lebih jauh, maka

penulisan kalimat pertanggungjawaban pidana dalam permasalahan penelitian

tesis ini sangat berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana. Penegakan

hukum ini adalah berupa pemberian sanksi pidana kepada emiten yang telah

melanggar prinsip full disclosure.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka ruang lingkup masalah pokok

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan prinsip full disclosure ?, dan bagaimana

pula interpretasi terhadap prinsip-prinsipnya ?

2. Bagaimanakah penyelesaian hukum terhadap Emiten yang melanggar

prinsip full disclosure menurut Undang-undang Pasar Modal ?, apakah

BAPEPAM-LK telah berperan sebagaimana yang diharapkan ?

3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip full

disclosure dalam bentuk pidana tidak dibawa ke pengadilan ?

Keterbukaan (disclosure) ini diharuskan karena pada dasarnya para calon

investor (pemodal) mempunyai hak untuk mengetahui secara detail mengenai

segala sesuatu tentang bisnis perusahaan, dimana mereka akan menempatkan

uangnya, maka untuk itu harus dimengerti pula bahwa hal tersebut juga

merupakan suatu tahap dari peralihan perusahaan privat menjadi perusahaan

publik, yang merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi pemilik dan

11

Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14 Maret 2007 dan Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember 2007 12

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Pidana Nomor : 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST

tanggal 29 Mei 2007.

Page 4: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

manajemennya. Aspek yang sangat penting dari proses penawaran umum ini

adalah pengertian mengenai informasi apa yang diperlukan dan

menyediakannya dalam keadaan yang jelas terbuka dan benar.13

Dalam Undang-undang Pasar Modal yang dimaksud dengan Prinsip

keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan

Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk

menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh

informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh

terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek

tersebut (Pasal 1 Butir 25).

Salah satu mekanisme agar keterbukaan informasi terjamin bagi investor atau

publik adalah lewat keharusan menyediakan suatu dokumen yang disebut

“prospektus” bagi suatu perusahaan dalam proses melakukan go publik. Sejauh

mana pentingnya kedudukan suatu prospektus, atau sejauh mana pentingnya

data bisnis dari suatu emiten (misalnya seperti yang terdapat dalam prospektus),

terdapat berbagai pandangan yang tersimpul dalam tiga teori sebagai berikut:14

1. Teori Random Walk

Teori Random Walk ini mengajarkan bahwa harga dari suatu efek yang

terjadi sebelumnya tidak ada hubungan/tidak mempengaruhi harga sekarang

atau yang akan dating. Jadi tidak ada link antara harga efek yang sudah

terjadi dengan yang akan terjadi. Sehingga investor dapat membuat uang di

pasar modal bukan karena adanya angka-angka statistik, melainkan karena

awarness mereka sendiri.

2. Teori Market Hypothesis

Seperti telah disinggung di atas, maka menurut teori ini, bahwa harga pasar

dari suatu efek dipengaruhi oleh informasi yang diberikan kepada publik.

Jadi informasi publik tersebutlah yang menentukan apakah seseorang akan

melakukan tindakan jual, beli atau hold suatu efek. Karena itu, kedudukan

suatu prospektus tentunya sangat penting. Dan, teori ini sangat mengecam

pula tindakan insider trading, karena dengan informasi yang tidak

kesampaian kepada publik tersebut, berarti publik sangat dirugikan, dan

seorang insider dapat mengait di air keruh.

3. Teori Capital Asset Pricing

Teori ini membedakan antara risk yang sistematis dan risk yang tidak

sistematis. Dan mengajarkan pula bahwa risiko dalam melakukan investasi

di pasar modal dapat dieliminir dengan melakukan diversifikasi. Karena itu,

informasi tentang suatu perusahaan tidak begitu penting. Yang terpenting

justru apa yang disebut sebagai Beta dari suatu efek. Yang dimaksud dengan

“beta” dari efek adalah semacam pengukuran terhadap suatu efek dalam

hubungan dengan pasar secara keseluruhan.

Dari ketiga teori tersebut di atas terlihat bahwa informasi tentang

sesuatu perusahaan, antara lain seperti yang terdapat dalam prospektus,

ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda. Tentu saja semua teori tersebut

13

Ibid., 14

Munir Fuady. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu. Penerbit Citra Aditya Bakti.

Bandung 2001, hal 81.

Page 5: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

masih menganggap bahwa informasi tersebut perlu, tetapi tingkat

keperluannya yang berbeda-beda. Bahkan ada yang meyakini bahwa

keadaan dan data industri dan ekonomi secara makro justru lebih penting

dan mempengaruhi harga pasar ketimbang informasi tertentu dari suatu

perusahaan.15

Siapakah yang mesti bertanggung jawab secara yuridis jika ada pihak-pihak

yang menderita kerugian sebagai akibat dari adanya prospektus yang

menyesatkan itu ?. Dalam hal ini dijawab oleh Pasal 81 ayat (1) UUPM No. 8

Tahun 1995, dimana yang mesti bertanggung jawab adalah setiap pihak yang

menawarkan atau menjual efek dengan mempergunakan prospektus yang

menyesatkan tersebut. Tentunya pihak yang “menawarkan” atau “menjual”

tersebut , yakni dapat terdiri dari:

(1) emiten,

(2) underwriter,

(3) pialang,

(4) bahkan investor yang ingin menjual kembali efek yang telah dibelinya itu.

Adapun kebijakan formulatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM)

diatur dalam Bab XV tentang “Ketentuan Pidana” Pasal 103 sampai dengan

Pasal 110 Undang-undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal.

Pembagian atau pengelompokan jenis TPPM dalam Bab XV ini dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:16

a. Dilihat dari Kualifikasi Deliknya

Menurut Pasal 110, TPPM terdiri dari dua kelompok jenis tindak pidana,

yaitu:

1. TPPM yang berupa “kejahatan”, diatur dalam Pasal 103 Ayat (1), Pasal

104, Pasal 106, dan Pasal 107;

2. TPPM yang berupa “pelanggaran” diatur dalam Pasal 103 Ayat (2),

Pasal 105, dan Pasal 109.

Patut dicatat, bahwa menurut Pasal 108, ketentuan pidana dalam Pasal

103 s/d 107 juga berlaku bagi para pihak yang secara langsung,

memengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran pasal-pasal

dimaksud. Ini berarti pelanggaran Pasal 108 juga dapat berupa tindak

pidana “kejahatan” dan dapat berupa “pelanggaran”.

b. Kelompok “Kejahatan Pasar Modal” (KPM), antara lain sebagaimana

diatur dalam:

Pasal 104, KPM dalam pasal ini berupa pelanggaran oleh “setiap pihak”

terhadap 7 (tujuh) pasal dalam Bab XI tentang “Penipuan, Manipulasi

Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam”, yakni Pasal-pasal 90, 92, 93, 95,

96, 97 (1), dan 98. Jadi, ada 7 (tujuh) KPM dalam kelompok Pasal 104 ini

semuanya diancam dengan pidana kumulatif berupa pidana maksimum 10

tahun penjara dan denda 15 miliar rupiah.

Ketentuan prinsip full disclosure dalam Undang-undang Republik

Indonesia Tentang Pasar Modal diatur dalam Pasal 90, yang menyebutkan

15

Munir Fuady . Ibid., hal 82 16

Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam

Penanggulangan Kejahatan. Penerbit Kencana Predana Media Group. Jakarta 2007, hal 119

Page 6: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

sebagai berikut: “Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang

secara langsung atau tidak langsung: a. menipu atau mengelabui Pihak Lain

dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun; b. turut serta menipu

atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar

mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang

material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai

keadaan yang terjadi

pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau

menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan

tujuan mempengaruhi pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak

lain untuk membeli atau menjual efek”. Dan Pasal 93, menyebutkan:

“Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau

memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan

sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat

pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: a. Pihak yang bersangkutan

mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan

tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau b. Pihak yang

bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran

material dari pernyataan atau keterangan tersebut”. Sedangkan ketentuan

tentang Perdagangan Orang Dalam diatur dalam Pasal 95 dan 96 Undang-

undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal. Pasal 95,

menyebutkan:”Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang

mempunyai informasi orang dilarang melakukan pembelian atau penjualan

atas Efek: a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. Perusahaan

lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang

bersangkutan”. Pasal 96, menyebutkan:”Orang dalam sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 95 dilarang: a. Mempengaruhi Pihak lain untuk

melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau b. Memberi

informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat

mempergunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau

penjualan atas Efek”.

Suatu hal yang sangat tipikal dalam pasar modal adalah informasi. Informasi

adalah kata kunci dan inti dalam bisnis pasar modal. Itu sebabnya hampir semua

ketentuan di pasar modal, berurusan dengan persoalan informasi. Pengaturan

kapan informasi boleh keluar, oleh siapa, batasannya, unsurnya, manipulasinya,

kebenarannya, dan lain sebagainya. Singkat kata semua itu dirangkum dalam satu

kata sakti yakni “keterbukaan (disclosure)”.17

Lalu, apa pengertian dari “disclosure” itu sendiri sehingga menjadikannya

begitu penting sekali dalam dunia pasar modal.

Menurut Black‟s Law Disctionary, mengartikan prinsip full disclosure

adalah: “The act or process of making known something that was previously

unknown”18

17

Adrian Sutedi. Op.cit, hal 32 18

Bryan A. Garner. Black’s Law Dictionary. Second Pocked Edition. St. Paul Minn 2001sdw4

Page 7: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Istilah “disclosure” merupakan suatu istilah yang ditemukan dalam Section

7 Security Act 1933, yang dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia pada

pasal 1 butir 25nya diartikan dengan “keterbukaan”.19

Untuk lebih jelasnya Pasal 1 butir 25 menyebutkan: “Prinsip Keterbukaan

adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Publik, dan Pihak lain yang

tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat

dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau

efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek

dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut”.

Hal yang perlu dicermati, terdapat satu hal yang sangat penting untuk dipahami

dalam definisi prinsip keterbukaan tersebut, yaitu pendekatan hukum mengenai

standar fakta materiel (“materiel fact”-”materielity”). Sebab penentuan standar

fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-undang pasar modal yang

mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan standar fakta materiel tidak

tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk mengungkapkan informasi

(duty to disclose) akan terhambat.20

Penentuan standar fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-

undang pasar modal yang mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan

standar fakta materiel tidak tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk

mengungkapkan informasi (duty to disclose) akan terhambat. Hal ini sejalan

dengan kewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut adalah dibebankan,

jika terdapat suatu kejadian yang mengandung informasi fakta materiel. Pasal 1

butir 7 UUPM menetapkan, bahwa “Informasi atau Fakta Materiel adalah

informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta

yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan keputusan pemodal,

calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta

tersebut.” Standar fakta materiel yang terdapat dalam konsep hukum tersebut

perlu dipahami oleh pelaku pasar modal, sekaligus membandingkannya dengan

ketentuan yang berlaku di pasar modal negara-negara maju.21

19

Substansi Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dalam banyak hal mirip dengan Securities Act

1933 dan Securities Exchange Act 1934 (UU Pasar Modal nya Amerika Serikat), seperti istilah

“prospectus” (Section 2 (10) Securities Act 1933 diterjemahkan menjadi “prospektus” (Pasal 1 Butir

25 UUPM). Istilah “Insider Trading” (Section 21 A Securities Exchange Act 1934) diterjemahkan

menjadi “perdagangan orang dalam” (Pasal 95 UUPM). Isitilah “Insider” (Section 20 A Securities

Exchange Act 1934) diterjamahkan menjadi “orang dalam” (Pasal 95 UUPM). Istilah “materiel fact”

(Section 11 Securities act 1933) diterjemahkan “fakta materiel” (Pasal 1 butir 7 UUPM). Dan, istilah

“misleading” (Section 18 Securities Exchange Act 1934) diterjemahkan menjadi “menyesatkan” (Pasal

93 UUPM). Bismar Nasution. Keterbukaan Dalam Pasar Modal”. Penerbit Program Pasca Sarjana FH

UI. Jakarta 2001, hal 13. 20

Bismar Nasution. Prinsip Keterbukaan, Pengelolaan Perusahaan yang Baik dan Persyaratan

Hukum di Pasar Modal. Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2001. 21

Disampaikan pada “Lokakarya Mengenai Transparansi dan Pengelolaan Perusahaan yang Baik

(Good Corporate Governance) untuk Pengembangan BUMN,” kerjasama antara Dirjen Pembinaan

BUMN, Jakarta Stock Exchange, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

University of South Carolina. Medan, 4 Mei 2001.

http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/keterbukaan-kelola-perusahaan2.pdf

Page 8: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Pada umumnya pelanggaran prinsip keterbukaan termasuk juga pernyataan

menyesatkan disebabkan adanya missrepresentation atau pernyataan dengan

membuat penghilangan (omission) fakta materiel, baik dalam dokumen-dokumen

penawaran umum maupun dalam perdagangan saham. Pernyataan-pernyataan

tersebut menciptakan gambaran yang salah dari kualitas emiten, manajemen, dan

potensi ekonomi emiten. Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip

keterbukaan membuat larangan atas perbuatan missrepresentation dan omission.22

Peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal Indonesia telah

memuat ketentuan-ketentuan mengenai larangan perbuatan menyesatkan tersebut,

baik dalam prospektus maupun dalam pengumaman di media massa yang

berhubungan dengan penawaran umum. Disamping itu, ketentuan larangan

perbuatan menyesatkan, telah menetapkan sanksi berupa ancaman pidana penjara

paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas milliar rupiah

terhadap pelanggaran atas perbuatan-perbuatan tersebut.23

Pada dasarnya ada 3 jenis informasi utama yang perlu diketahui oleh para

perantara perdagangan efek, pedagang efek, dan investor. Informasi diperlukan

untuk mengetahui kondisi perusahaan yang telah menjual efek dan perilaku efek

perusahaan tersebut di bursa. Ketiga informasi adalah: 1) informasi pertama yang

bersifat fundamental; 2) informasi yang berkaitan dengan masalah teknis; 3)

informasi yang berkaitan dengan faktor lingkungan.24

Dalam hal pelaksanaan prinsip keterbukaan yang full and fair tersebut,

penyampaian informasinya haruslah memperhatikan doktrin hukum yang

mempunyai karakteristik yuridis sebagai berikut:25

a. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi,

b. Prinsip ketinggian derajat kelengkapan informasi,

c. Prinsip keseimbangan antara efek negatif kepada emiten di satu pihak dan di

pihak lain efek positif kepada publik, jika dibukanya informasi tersebut.

Keterbukaan informasi ada juga yang sering dilarang, yaitu:26

a. Memberikan informasi yang salah sama sekali,

b. Memberikan informasi yang setengah benar,

c. Memberikan informasi yang tidak lengkap,

d. Sama sekali diam terhadap fakta atau informasi material.

Sementara contoh dari informasi yang tidak perlu bahkan tidak boleh

didisclose adalah sebagai berikut:27

1. Informasi yang belum matang untuk didisclose. Misalnya sebuah perusahaan

pertambangan menemukan sumur baru yang belum begitu pasti.

2. Informasi, yang apabila didisclose akan dimanfaatkan oleh pesaing-

pesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut.

22

Bismar Nasution. Loc.Cit., hal 83. 23

Pasal 79 ayat (1), Pasal 90,91,92,93 dan 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar

Modal 24

Pandji Anoraga & Piji Pakarti. Ibid., 25

Adrian Sutedi. Op.cit, hal 38 26

Adrian Sutedi. Ibid. 27

Munir Fuady., Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu. Penerbit Citra Aditya Bakti.

Bandung 2001, hal 181

Page 9: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

3. Informasi yang memang bersifat rahasia. Ini yang sering disebut rahasia

perusahaan. Misalnya jika ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam

kontrak tersebut ada klausula yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada

dalam kontrak tersebut adalah bersifat rahasia di antara pihak tersebut.

Selanjutnya, dalam hukum tentang pasar modal dikenal suatu teori yang disebut

Disclose or Abstain Rule. Maksudnya, pihak orang dalam yang mempunyai

informasi tersebut tinggal memilih satu antara dua, apakah berusaha untuk

mendisclose informasi yang ada sehingga dengan demikian apabila dia

melakukan trading, maka tindakan yang bersangkutan tidak terkena larangan

insider trading. Ataupun tidak melakukan disclosure, misalnya informasi tersebut

masih belum matang publikasi, tetapi dengan pilihan bahwa dia tidak boleh

melakukan trading. Jika hal yang terakhir yang dipilih, maka kepada para insider

yang bersabgkutan terkena duty not to trade atau Retrain from Trading Rules.

Bahkan secara meluas telah dianggap tindakan yang tidak terpuji terhadap

tindakan yang disebut Scalping, yang merupakan pembelian sekuritas pasar

modal sebelum direkomendasi secara meluas. Kewajiban untuk disclose or

abstain tersebut biasanya mempunyai dua elemen penting sebagai berikut:28

1. Informasi orang dalam tersebut hanya untuk kepentingan perusahaan, bukan

untuk kepentingan pribadi siapapun;

2. Merupakan suatu ketidakadilan (inherent unfairness) jika pihak yang

mengambil keuntungan atas suatu informasi di mana dia mengetahui bahwa

pihak lain tidak mengetahui informasi tersebut.

Dalam Keputusan Bapepam No. Kep-86/PM/1996 Tentang Keterbukaan

Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik (Peraturan Nomor

X.K.1). Antara lain ditentukan bahwa apabila terjadi kejadian atau fakta material,

maka haruslah melaporkan kepada Bapepam, dan mengumumkannya kepada

masyarakat selambat-lambatnya pada hari kerja ke dua setelah kejadian tersebut.

Contoh-contoh informasi atau fakta material tersebut adalah sebagai berikut:29

1. Merger, konsolidasi, pembelian saham, atau pembentukan usaha patungan,

2. Pemecahan saham atau pembagian deviden saham,

3. Pendapatan dan deviden yang luar biasa sifatnya,

4. Perolehan atau kehilangan kontrak penting,

5. Produk atau penemuan baru yang berarti,

6. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam managemen,

7. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang,

8. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang

material jumlahnya,

9. Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material,

10. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting,

11. Tuntutan hukum terhadap perusahaan, dan atau direktur dan komisaris

perusahaan,

12. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain,

13. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan,

14. Penggatian wali amanat,

28

Munir Fuady., Ibid., hal 178 29

Munir Fuady. Loc. Cit, hal 91

Page 10: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

15. Perubahan tahun fiskal perusahaan.

Fakta menunjukan bahwa harga sekuritas ditentukan oleh informasi yang

tersedia. Apabila informasi mengenai perusahaan tertentu adalah positif misalnya

perusahaan tersebut memperoleh laba yang luar biasa, maka harga sahamnya akan

naik demikian sebaliknya jika informasi negatif yang terjadi. Seseorang yang

memiliki informasi eksklusif tersebut berada di posisi yang diuntungkan

(information advantages). Apabila orang yang memiliki informasi tersebut

melakukan transaksi sekuritas berdasarkan informasi maka akan terjadi

ketidakadilan di pasar modal.30

Maka tidaklah keliru bila kasus-kasus yang terjadi di pasar modal bermula

dari adanya pelanggaran prinsip “prinip keterbukaan (full disclosure)”. Berikut

dibawah ini akan diuraikan kasus-kasus yang terjadi sebagai akibat dari

dilanggarnya prinsip full disclosure.

Dalam laporan penelitian ini, peneliti mengambil data pelanggaran prinsip

keterbukaan dan penegakan hukum pidana dalam 8 (delapan) tahun terakhir mulai

tahun 1999 hingga tahun 2007, untuk mengetahui kebijakan yang ditempuh oleh

Bapepam dalam menyelaesaikan kasus-kasus di bidang pasar modal, terutama

penyelesaian terhadap kasus-kasus tindak pidana pasar modal terkait adanya

pelanggaran prinsip keterbukaan. Kasus-kasus tersebut, antara lain sebagaimana

diuraikan berikut ini.31

Pelanggaran Prinsip Keterbukaan juga dapat mengakibatkan terjadinya

penipuan (fraud), misalnya pada waktu penawaran umum, penipuan dapat terjadi

melalui sarana prospectus baik menyangkut laporan keuangan, laporan juru taksir

(penilai) atau hal-hal yang merupakan isi dari prospektus. Kejahatan penipuan

yang dilakukan oleh perusahaan di awal abad kedua puluh satu ini sangat sering

kita dengar, dan umumnya terjadi dalam skala yang sangat besar. Salah satu kasus

penipuan yang mengemuka tersebut adalah seperti yang terjadi dengan Enron,

sebuah perusahaan energi terkemuka di Amerika Serikat.

Di Indonesia, kasus yang sejenis dengan Enron32

, adalah kasus Bank Duta,

Tbk., pada awal tahun sembilan puluhan. Belakangan ini kasus sejenis pun mulai

30

Yulfasni. Ibid., hal 74. 31

http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/siaran_pers/PDF/Naskah%20Siaran%20Pers%2030%20Tahu

n%20PMI.pdf 32

Kasus Enron dianggap merupakan kasus pelanggaran pasar modal di Amerika Serikat yang paling

menghebohkan. Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di

Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan

sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang

listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, dan komunikasi. Enron mengaku penghasilannya pada tahun

2000 berjumlah $101 milyar. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif"

selama enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika

terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan

akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Operasinya di Eropa

melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di

AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11. Saat itu, kasus itu merupakan

kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan pekerjaan

mereka [1]. Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah skandal tersebut, sangat menonjol

karena para direkturnya menyelesaikan tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat

besar secara pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan akuntansi

Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia bisnis yang lebih luas, seperti yang

Page 11: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

timbul lebih sering dan juga melibatkan perusahaan-perusahaan milik negara

(BUMN) seperti PT. Kimia Farma, Tbk dan PT. Indo Farma, Tbk dan PT.PGN.

Badan Pengawas Pasar Modal atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan

BAPEPAM-Lembaga Keuangan adalah sebuah badan pemerintah yang berada di

bawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAPEPAM merupakan lembaga

yang bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan, pengaturan dan

pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal. Dengan demikian BAPEPAM

dapat dikatakan sebagai hukum dari semua kegiatan di pasar modal, karena dari

sinilah permulaan dari kegiatan di pasar modal. Perusahaan yang bermaksud

menawarkan efeknya kepada masyarakat terlebih dahulu memulai prosesnya

melalui lembaga ini sebelum menjual efeknya tersebut kepada masyarakat.

Tujuan dari pembinaan, pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh

BAPEPAM, seperti yang juga dirumuskan oleh UUPM, adalah untuk

mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien

serta untuk melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.33

Fungsi Bapepam sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 8

Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan

sehari-hari Pasar Modal dilakukan oleh Bapepam yang bertujuan untuk

mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien serta

melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi

tersebut, Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan,

dan pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam

rangka Penawaran Umum (IPO), menerbitkan peraturan pelaksanaan dari

perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum

atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar

Modal.

Beberapa tantangan lain yang bakal dihadapi Bapepam untuk masa mendatang

antara lain meliputi:34

1. Penegakan hukum (rule of law). Bapepam harus memperlihatkan jati dirinya

dan lebih mengedapankan adanya sikap indenpenden, lepas dari bentuk

intervensi dari pihak manapun.

2. Mempertahankan kualitas keterbukaan secara tegas. Bapepam tidak boleh

bersikap diskriminatif dan memberikan toleransi terhadap pihak manapun

untuk menerapkan prinsip keterbukaan.

3. Penyelesaian kasus-kasus kontroversial yang jadi perhatian masyarakat seperti

kasus dugaan insider trading saham Semen Gresik yang tidak tuntas, kasus

Bank Bali yang masih penuh misteri, dan kasus pailitnya PT. Fiskaragung

digambarkan secara lebih terinci di bawah.Enron masih ada sekarang dan mengoperasikan segelintir

aset penting dan membuat persiapan-persiapan untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron

muncul dari kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar dan

paling rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi

korporasi yang dilakukan secara sengaja. http://id.wikipedia.org/wiki/Enron. 33

Hamud M. Balfas. Op. cit, hal 5

34

I Putu Gede Ary Suta. Menuju Pasar Modal Modern. Penerbit Yayasan SAD Satria Bhakti. Jakarta

2000, hal 187.

Page 12: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Perkasa. Penyelesaian kasus-kasus ini akan berpengaruh terhadap integritas

pasar.

4. Perlindungan terhadap Investor. Tuntutan semakin gencar karena proses

demokrasi yang tengah berlangsung semakin memudahkan investor mengakses

informasi.

Tantangan-tantangan tersebut di atas jika bisa dijalani dengan baik, bisa

mengantarkan pasar modal Indonesia sebagai pasar yang diperhitungkan di kawasan

regional dan internasional. Selanjutnya tergantung bagaimana Bapepam

melakukannya.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa dengan go public nya suatu

perusahaan maka secara otomatis perusahan tersebut berkewajiban untuk

menerapkan prinsip keterbukaan (disclosure principle).

Demikian halnya dengan PT. Perusahaan Gas Negara berkewajiban untuk

menerapkan prinsip keterbukaan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam

pasar modal.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara

adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi dan eksploitasi Gas

Bumi. Dengan demikian kegiatan ini harus diinformasikan ke dalam

prospektusnya. Salah satu yang dijelaskan dalam prospektusnya adalah rencana

proyek penyaluran gas dari Sumatera menuju Jawa yang dikenal dengan proyek

South Sumatera West Java (SSWJ). Dalam prospektusnya menginformasikan

adanya proyek SSWJ I dan II (pemetaan Sumetera-Cilegon-Bekasi) yang

rencananya akan selesai pada bulan Desember 2006.35

Proyek South Sumatera West Java (SSWJ) adalah proyek pipanisasi gas,

dari lapangan gas Pagardewa (Sumatera Selatan) menuju Banjarnegara

(Cilegon) sepanjang 337 Km, terbagi atas pipa darat (onshore) sepanjang 272

Km dan pipa bawah laut (offshore) sepanjang 105 Km. Proyek ini diharapkan

akan selesai paling lambat pada akhir Maret 2007.36

35

Prospektus Ringkas. Harian Bisnis Indonesia, Kamis 6 November 2003. Sebagai perusahaan publik,

PGN memiliki kompetensi di bidang transmisi dan distribusi gas bumi yang telah teruji dan handal

didukung oleh komitmen yang solid dalam memenuhi permintaan energi gas bumi di Indonesia yang

semakin meningkat. Menyediakan energi bersih dan bermutu tinggi bagi beragam aplikasi industri

adalah tugas utama PGN dan menjadi keharusan untuk senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan

setia di sektor rumah tangga, komersial dan industri serta niaga sejak tahun 1974. Prestasi hari ini

adalah batu pijakan. Esok adalah harapan masa depan gemilang. Kesinambungan ketersediaan energi

yang dibutuhkan oleh masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang menjadi tantangan tak

terelakkan bagi cita-cita bersama, kesejahteraan dan kemakmuran negara kita. PGN terus

mengupayakan terhubungnya antara sumber-sumber gas bumi dengan sentra pengguna gas bumi dalam

negeri maupun regional melalui terwujudnya sistem jaringan Transmisi dan

Distribusi Gas Bumi Terpadu Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara. 36 PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mengalir dari lapangan gas Pagardewa, Sumatera

Selatan menuju Bajanegara, Cilegon baru 2/3 jalan. Gas yang mulai dialirkan Minggu (11/3/2007) lalu

sudah melampaui KM 250 pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PGN.

"Artinya, pengaliran gas sudah mencapai 66,3 persen dari panjang pipa total 377 km," kata Sekretaris

Perusahaan PGN Widyatmiko Bapang saat dihubungi wartawan, Rabu (14/3/2007). Jalur pipa SSWJ

menjulur melewati rute Pagardewa-Labuhan Maringgai-Cilegon. Jalur pipa sepanjang 377 km ini

terdiri dari 272 km pipa darat (on shore) dan 105 km pipa bawah laut (off shore). Volume gas yang

dialirkan sebesar 30-40 juta kaki kubik per hari ini diharapkan tiba ke pelanggan akhir Maret 2007.

Page 13: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Namun, pada pertengahan Januari 2007, informasi keterlambatan

komersialisasi gas via pipa transmisi SSWJ dari manajemen PGN menjadi

penyebab utama anjloknya harga saham BUMN itu hingga sebesar 23% dalam

satu hari. Sentimen negatif di pasar modal itu berkaitan dengan kecurigaan

bahwa PGN dan pemerintah menutup-nutupi keterlambatan proyek tersebut

yang harusnya sudah operasi pada Desember 2006, tapi tertunda hingga Januari

2007 dan tertunda lagi hingga Maret 2007. Akibatnya PGN dikenakan denda

oleh Pertamina sebesar US$ 15.000 per hari sejak 1 November 2006. Pasalnya

Pertamina dan PGN telah meneken perjanjian take or pay, dimana

keterlambatan proyek yang bisa berakibat pada keterlambatan pasokan gas dari

Pertamina harus dikompensasikan dalam bentuk denda sebesar 15 ribu dolar AS

per hari. Denda itu dihitung selama empat bulan dari November 2006 hingga

Februari 2007, hingga mencapai angka sebesar 1,8 juta dolar. Sutikno dalam

penjelasannya mengatakan denda tersebut tak bakal mengganggu performa

finansial PGN. 37

Keterlambatan Manajemen PT. PGN menyampaikan informasi

komersialisasi gas proyek SSWJ saat itu, juga berdampak kepada penurunan

nilai saham-saham BUMN lainnya yang notabenenya merupakan saham

terbesar di pasar bursa. 38

Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana, maka baik mereka yang

menganut pandangan monistis (monisme), maupun yang menganut pandangan

dualistis terhadap delik, sama berpendapat, bahwa untuk penjatuhan pidana

adalah condition sine qua non terbuktinya perbuatan aktif atau pasif yang

dilarang atau diperintahkan oleh perundang-undangan pidana serta

pertanggungjawaban pidana.39

Nantinya, secara bertahap, volume gas akan terus ditingkatkan menjadi 250 juta kaki kubik per hari.

Alih Istik Wahyuni – Gas SSWJ PGN Baru 2/3 Jalan. detikFood. 37

http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara 38 Wajah Menteri Negara (Menneg) BUMN Sugiharto tampak keruh ketika ditemui wartawan pada

pekan kedua Januari lalu. Ia tahu persis jenis pertanyaan apa yang berada di benak para wartawan, dan

bakal dilontarkan kepada dirinya. Ya, anjloknya harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk

(Persero) memang menjadi isu utama di media massa saat itu. Dan Menneg BUMN mewakili

pemerintah selaku pemegang saham, amat dirugikan oleh rontoknya harga saham perusahaan yang

dilantai bursa berkode PGAS tersebut.Jelas merugi, selain harga saham PGN yang anjlok hingga

23,32% dalam waktu singkat, sejumlah saham BUMN lainnya ikut merasakan imbas pahit penurunan

harga saham. Sebut saja saham PT Telkom, Bank Mandiri, BNI, atau PT Aneka Tambang. “Saya

shock melihat harga saham PGN yang jatuh dan berimbas pada pada saham BUMN lainnya. Saya serta

merta melakukan langkah antisipasi melalui mekanisme yang ada, yang baku. Kami meminta PGN

menegakkan capital market protocol, dan membuat konfirmasi,” tegas Sugiharto. Sementara itu disampaikan Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu, pemerintah mengalami kerugian

sekitar Rp 22 triliun akibat penurunan saham PGN tersebut. Di luar itu, pemerintah sempat ketar ketir

dengan rencana penerbitan saham perdana (initial public offering) sejumlah perusahaan pelat merah

yang sudah dijadwalkan tahun ini, bakal terganggu akibat sentimen buruk pasar.Dalam kesempatan

pertemuan dengan para wartawan dalam acara Garthering di Kebun Gunung Mas PTPN VIII, Puncak,

Bogor, Menneg BUMN Sugiharto mengatakan bahwa PGN telah lalai dalam memberikan informasi

yang akurat, sehingga saham BUMN lainnya yang ikut tercatat di bursa saham ikut jatuh. “Seperti

diketahui, 10 saham terbesar di bursa efek kan sebagian besar adalah BUMN. June 12, 2007 by jarrewidhi http://jarrewidhi.wordpress.com/2007/06/12/masih-buramnya-wajah-pasar-modal/ 39

A.Z. Abidin. Bunga Rampai Hukum Pidana. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta 1983, hal 41

Page 14: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan dan pelaku, jika

seorang telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi semua unsur-unsur

yang ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu

tindakan yang dilarang, seorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-

tindakan tersebut. Apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum (tidak ada

peniadaan bersifat melawan hukum atau alasan pembenar). Dilihat dari sudut

“kemampuan bertanggung jawab maka hanya orang yang mampu bertanggung

jawablah yang dapat dikenakan pertanggungjawaban”.

Menurut Penulis, dalam kasus Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagaimana

tersebut diatas, yang mengatakan pipa gas dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat

akan tersambung Desember 2006, ternyata tidak selesai sampai Januari 2007.

Anehnya, dengan aturan yang sudah jelas saja, Bapepam hanya mengacu pada

peraturan Bapepam tentang keterbukaan informasi. Padahal, seharusnya

Bapepam harus mengacu pada pasal 93 UU No 8/1995. Itu sudah jelas

penipuan. Ini yang menjadi pertanyaan. Investor akan menilai, bahwa PGN

yang menipu informasi, hanya dikenakan sanksi administrasi dan denda.

Padahal, mencermati kasusnya, sebenarnya bukan peraturan Bapepam yang

dilanggar, tetapi pasal 93 UU No 8/1995 tentang penipuan informasi. Sebab,

PGN telah berjanji menyelesaikan pembangunan pipa gas itu lewat

prospektusnya.

Mencermati fakta dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran prinsip

keterbukaan dalam hal ini termasuk pelanggaran prinsip keterbukaan oleh PT.

Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk, Penulis berusaha mencari jawaban

mengapa seolah-olah Bapepam senantiasa menghindar untuk memproses kasus-

kasus tersebut dengan menggunakan kebijakan hukum pidana seperti yang telah

diatur dalam ketentuan pidana dalam UUPM kepada pelaku pelanggaran

perundang-undangan pasar modal (tindak pidana pasar modal) baik yang

berkualifikasi sebagai delik kejahatan maupun delik pelanggaran. Dari uraian

diatas, maka dapat diketahui faktor-faktor dan kendala-kendala yang

menyebabkan tidak dibawanya pelanggaran prinsip keterbukaan (disclosure

principle) ke pengadilan:

1. Obyek penegakan hukum masih sulit ditembus oleh aturan hukum

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa salah satu tujuan prinsip

keterbukaan, disamping menciptakan pasar yang efisien dan

perlindunganinvestor adalah menjaga kepercayaan investor. Tujuan penegakan

prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor sangat relevan ketika

munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal, yangpada gilirannya

mengakibatkan pelarian modal (“capital flight”) secara besar-besaran dan

seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal (bursa saham). Sebab

ketiadaan keterbukaan atau ketertutupan informasi akan menimbulkan

ketidakpastian bagi investor. Akibatnya investor sulit mengambil keputusannya

untuk berinvestasi melalui pasar modal. Hal ini sesuai dengan pendapat, bahwa

apabila makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk

berinvestasi semakin tinggi. Sebaliknya ketiadaan atau ketertutupan informasi

dapat menimbulkan keragu-raguan investor untuk berinvestasi. Oleh jarena itu,

Page 15: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

tujuan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor dalam pasar

modal merupakan suatu hal yang penting. Keadaan ketidakpercayaan investor

terhadap pasar modal pernah terjadi di Amerika Serikat, tepatnya pada tahun

1929–1934, yang mengakibatkan investor melarikan modalnya dari pasar modal

Amerika Serikat. 40

Pasal 1 angka 25 UUPM itu menyatakan, “Prinsip Keterbukaan adalah

pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain

yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada

masyarakat dalam waktu yang tepatseluruh Informasi Material mengenai

usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal

terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.” Selanjutnya, Pasal 1

angka 7 UUPM menetapkan, “Informasi atau Fakta Material adalah informasi

atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang

dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal,

calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta

tersebut.” 41

Berdasarkan peraturan itu, kewajiban untuk menyampaikan

informasi (duty to disclose) dalam rangka pelaksanaan prinsip keterbukaan

adalah apabila terdapat suatu kejadian yang bersifat informasi yang

mengandung fakta materiel.

Namun, di pasar modal Indonesia belum ada ukuran yang cukup untuk

menentukan suatu informasi termasuk dalam kategori fakta materiel. Berbeda

dengan pelaksanaan keterbukaan dalam pasar modal pada negara-negara yang

menganut common law yang telah mengembangkan konsep baru penentuan

fakta materiel. Misalnya, di pasar modal Amerika Serikat terdapat tiga ukuran

penentuan fakta materiel yang muncul dari pendapat pengadilan yang berkaitan

satu sama lain, sebagaimana terurai berikut ini:42

Pertama, ukuran penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan

melalui SEC v. Texas Gulf Sulphur, 401 F. 2d 833 (2d. Cir. 1968), bahwa

ukuran penentuan fakta materiel adalah didasarkan pada test

“kemungkinan/ukuran” (“probability/ magnitude”) fakta materiel atas informasi

yang bisa berpengaruh kuat pada kemungkinan perusahaan di masa mendatang.

Dalam hal ini faktor kemungkinan merupakan satu elemen dari penentuan fakta

materiel tersebut. Pengadilan dalam kasus Texas Gulf Sulphur menyatakan:

“whether fact are material...when the facts relate to a particular event ... will

depend at any given time upon a balancing of both the indicated probability

that the event will occur and the anticipated magnitude of the event in light of

the totality of the company activity. While realistic in term of investor judgment,

the probability elemen will be difficult to apply fairly, and lends itself easily top

distortion by hindsight.” Sedangkan pada Second Cirkuit dalam kasus Texas

Gulf Sulphur menetapkan balancing-test dua sisi untuk menilai materialitas

40

Akhir-akhir ini ketidakpercayaan investor tersebut muncul lagi setelah kejadian-kejadian dalam

skandal akuntansi perusahaan publik di pasar modal Amerika Serikat, seperti yang terjadi pada kasus

Enron, Xerox, WorldCom dan Merck. Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31 Maret 2002. 41

Republik Indonesia, Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995. 42

Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31

Maret 2002

Page 16: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

peristiwa yang mempengaruhi kemungkinan masa depan perusahaan. Dengan

ini untuk menentukan fakta merupakan materiel menurut test tersebut adalah

tergantung pada keseimbangan indikasi kemungkinan bahwa suatu peristiwa

akan terjadi dan antisipasi ukuran dari peristiwa berdasarkan totalitas kegiatan

perusahaan. Di samping itu, pengadilan dalam kasus Texas Gulf Sulphur

tersebut membuat kesimpulan bahwa pengetahuan tentang hasil penemuan

mungkin penting terhadap investor yang rasional dan mungkin telah

mempengaruhi harga saham.

Kedua, Ukuran penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan melalui

TSC Industries, Inc v Northway, 426 U.S. 438 (1976). Pengadilan dalam kasus

Northway menyatakan:“an omitted fact is material if there is a substansial

likelihood that a reasonable shareholder would consider it important in

deciding how to vote ... It does not require proof of a substantial likelihood that

disclosure of the omitted fact would have caused the reasonable shareholder to

change his vote. What the standard does contemplate is a showing of a

subtantial likelihood that, under all the circumstances, the omitted fact would

have assumed actual significance in the deliberations of the reasonable

shareholder.” Penentuan fakta materiel dalam kasus Northway dengan

pendekatan “ukuran Reasonable Shareholder” sejalan dengan pendapat bahwa

sesuatu yang menentukan fakta materiel sangat tergantung dari tanggapan

investor potensil atau pemegang saham institusional yang rasional, sebagaimana

dinyatakan dalam Mills v. Electric Autolite, 396 U.S. 375 (1970). Selanjutnya,

disebutkan bahwa menguji sesuatu yang menjadi penentuan fakta materiel

adalah ditentukan oleh pertimbangan yang matang untuk kepentingan pemegang

saham yang rasional.

Ketiga, standar penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan

melalui Basic, Inc v. Levinson, 485 U.S. 224 (1988), bahwa standar fakta

materiel ditetapkan berdasarkan suatu fact-specific-case-by-case yangbersumber

dari keputusan pengadilan dalam kasus Northway dan kasus Texas Gulf Sulphur

di atas. Dalam kasus Basic tersebut pengadilan berpendapat, bahwa suatu

penipuan materiel dilihat dari apakah pernyataan mempengaruhi keputusan

investor yang rasional untuk berinvestasi. Sebab berdasarkan fraud-on-the

market theory suatu pernyataan dikatakan menyesatkan hanya apabila

pernyataan tersebut dapat membelokkan keputusan investor profesional untuk

berinvestasi.

Suatu hal baru lainnya dalam kasus Basic adalah munculnya hipotesis dari

pengadilan, bahwa dalam suatu pasar saham dan berkembangnya harga saham

perusahaan, ditentukan oleh tersedianya informasi yang mengandung fakta

materiel mengenai perusahaan dan usaha perusahaan bersangkutan.

Kepercayaan terhadap informasi yang mengandung fakta materiel tersebut

menjadi ukuran bagi sesuatu informasi untuk dikatakan sebagai fakta materiel.

Kepercayaan terhadap informasi menjadi ukuran penentuan informasi materiel,

pernah dinyatakan melalui Merril Lynch, Pierre, Fenner & Smith, Inc. v. SEC,

43 S.E.C. 933 (1968).

Dengan demikian, kepercayaan investor rasional terhadap sesuatu

informasi yang dapat mempengaruhi harga, masuk dalam kategori material.

Berdasarkan ini, fakta material mencakup seluruh faktor-faktor yang

Page 17: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

mempengaruhi harga saham yang dipercaya investor dapat mempengaruhi harga

saham. Ukuran penentuan fakta materiel berdasarkan kepercayaan ini menjadi

test, sekaligus memperkaya ketentuan terminologi fakta materiel.

Secara spesifik, misrepresentation atas fakta materiel yang dilakukan

akuntan dapat dipahami dari pendapat pengadilan Amerika Serikat dalam kasus

SEC v. Price Waterhouse, 927 F. Supp, 1217, 1237 (S.D.N.Y. 1992) yang

menyatakan, materialitas didefenisikan dalam literatur akuntansi adalah “ukuran

omission atau misstatement tentang informasi akuntansi yang menurut situasi

lingkungan, memungkinkan orang yang wajar berubah atau dipengaruhi oleh

omission atau misstatement”.

Pendekatan terhadap beberapa ukuran fakta materiel yang lahir dari

penentuan dari pendapat pengadilan melalui keempaT kasus di atas, dapat

dipakai sebagai bahan untuk penentuan fakta materiel dalam rangka

penyempurnaan peraturan prinsip keterbukaan yang berlaku di pasar modal

Indonesia. Pendekatan tersebut penting karena dalam peraturan pasar modal

yang berlaku sekarang di Indonesia, disebutkan bahwa fakta materiel ditentukan

oleh sesuatu yang dapat mempengaruhi investor untuk melakukan investasi,

tanpa membuat kualifikasi bobot investor dan unsur “kepercayaan investor.”

Artinya, peraturan tentang fakta materiel masih bersifat sumir, yang dapat

membuka loophole, pada gilirannya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang tidak

beritikad baik. Dengan perkataan lain, karena tidak terperincinya ukuran

penentuan fakta meteriel sangat berpotensi terhadap pelanggaran prinsip

keterbukaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam

penjualan saham dan merugikan investor. Ketentuan ukuran penentuan fakta

materiel dan ketetentuan perbutan curang adalah napas hukum pasar modal.43

Membandingkan dengan satu-satunya kasus tindak pidana pasar modal di

Indonesia yang diharapkan dapat memperjelas tentang penerapan prinsip

keterbukaan khususnya tentang ”fakta material”, melalui putusan Perkara

Pidana Nomor: 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.44

Namun dalam putusan tersebut diatas tidak ditemukan rumusan yang

dapat dipakai guna memperjelas tentang penerapan prinsip keterbukaan dan

khususnya pemahaman tentang ”fakta material” itu sendiri.

2. Keberadaan dan Peran Bapepam-LK

Sebagaimana disebutkan dalam hurup c konsideran Undang-undang Pasar

Modal, menegaskan bahwa agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan

adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum

pihak-pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi

kepentingan masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan;45

43

Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31

Maret 2002 44

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 29 Mei 2007, Nomor

1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST. 45

Republik Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995.

Page 18: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Dalam rangka tujuan inilah, Badan Pengawas Pasar Modal diberi

kewenangan untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan yang ada dalam

UUPM. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan untuk melakukan

pemeriksaan dan penyidikan, yang pelaksanaannya didasarkan pada Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan kewenangan publik lainnya

termasuk Undang-undang Pasar Modal Pasal 100 dan 101.

Menurut Pasal 3 UUPM, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-

hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal-

Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Tujuan pembinaan, pengaturan dan

pengawasan adalah untuk mewujudkan pasar modal yang teratur, wajar,

efisiensi, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.

Kewenangan Bapepam-LK diatur dalam Pasal 4, yaitu sebanyak 17

kewenangan.46

Kemudian, Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995. Bapepam akan

melakukan pemeriksaan bila:47

1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya

pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal.

2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh

perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran dari Bapepam ataupun dari

pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada

Bapepam, dan

3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di

bidang pasar modal.

Sejauh ini, formulasi hukum yang ada mengkondisikan Bapepam tidak

dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian investor mengingat

pernyataan efektif bukanlah sebuah perizinan. Dan Bepapam tidak

memberikan penilaian atas keunggulan dan kelemahan suatu efek. Lalu

bagaimanakah lagi investor mendapatkan perlindungan hukum ?.

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kondisi tersebut. Pertama,

sejauh manakah pengawasan dan penegakan hukum oleh Bapepam terhadap

transaksi-transaksi di pasar modal ?. Kedua, bagaimana integritas dan dedikasi

pejabat dan aparatur Bapepam dalam melakukan pengawasan dan penegakan

hukum tersebut?.

Bapepam dengan segala kewenangannya memiliki fungsi yang dikenal

dengan "watch dog", yakni suatu fungsi menjalankan pengawasan dan

penjatuhan hukuman terhadap mereka yang melakukan pelanggaran. Dengan

fungsinya itu, Bapepam dituntut memiliki daya investigasi yang tajam dalam

mengendus perilaku-perilaku emiten yang menyimpang dan mengetahui

dengan tepat kejadian penting yang terjadi sebelum emiten menyampaikan

laporan-laporannya yang menjadi kewajibannya dalam menjalankan prinsip

46

Jusuf Anwar. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi. Loc. Cit., hal 198. 47

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Pasar Modal.

Nomor 46 Tahun 1995.

Page 19: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

keterbukaan. Tuntutan kepada Bapepam itu berlaku pula terhadap para profesi

penunjang pasar modal.

Namun pada kenyataannya, fungsi tersebut belum secara optimal diemban

oleh Bapepam. Intervensi maupun perang kepentingan melucuti satu per satu

keberanian Bapepam dalam melakukan fungsinya itu. 48

Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum tidak

hanya sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata,

akan tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau perubahan di

dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound

(1870-1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah

as a tool of social engineering disamping as a tool of social Control, Politik

hukum pidana (kebijakan hukum pidana) sebagai salah satu usaha dalam

menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam penegakan hukum pidana

yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri dari tiga

tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi yaitu :49

1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh

badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-

undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan

keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian

merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana

untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik,

dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga

disebut dengan tahap kebijakan legislatif.

2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum

pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian,

kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum

menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana

yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam

melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus memegang teguh

nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut

tahap kebijakan yudikatif.

3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana

secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat

pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat

oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah

ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankian

tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana

48

Contoh kasus adalah apa yang terjadi dengan Indosat soal ketidakberesan pengelolaan dividen milik

pemerintah. Kasus lain adalah adanya ketidakjelasan dalam transaksi saham Telkom yang

menghasilkan nilai penjualan Rp3 triliun yang konon dilakukan tanpa sepengetahuan direksi. Bapepam

tentu mengetahui ketidakberesan itu. Akan tetapi, ada faktor X yang menyebabkan Bapepam pura-pura

tidak tahu, sehingga faktor X tadi mengganjal kewenangan mereka untuk menindaklanjuti

ketidakberesan yang terjadi dalam transaksi-transaksi yang berhubungan dengan emiten BUMN

tersebut.http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=5333&cl=Kolom. Rabu, 21 Januari 2009 49

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Op. Cit. hlm. 173

Page 20: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai-

nilai keadilan serta daya guna.

Dengan berpijak pada teori yang dikemukankan oleh Yoseph Goldstein,

maka hal ini termasuk di dalam Full Enforcement. Hal ini disebabkan masih

adanya pembatas, yang dapat berupa diskresi atau kebijakan yang diambil

oleh Ketua Bapepem, dalam rangka penyelesaian kasus tersebut secara cepat.

Dengan kata lain, Ketua Bapepam bertujuan agar, kerugian negara di dalam

perdagangan ini, dapat cepat kembali. Sebagai salah satu bukti, bahwa pada

awal Januari hingga bulan Agustus tahun 2004, Bapepam telah menjatuhkan

sanksi adminstratif kapada 216 pihak. Total nilai denda yang dikenakan

kepada 216 pihak tersebut sebesar Rp. 5,7 milyar rupiah, dari jumlah ini, telah

dilakukan pembayaran oleh pihak-pihak tersebut sebesar Rp. 4,6 milyar.

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa, Ketua Bapepam lebih cenderung untuk

menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut, dengan menempuh jalur di luar

pengadilan. 50

Oleh karena itu, proses pengembalian sejumlah kerugian yang terjadi

melalui penetapan denda administrasi, akan lebih cepat apabila dibandingkan

melalui proses sistem peradilan pidana, serta Bapepam beranggapan tingkat

kerugiannya tidak begitu membahayakan.

Akhirnya, lagi-lagi semua itu harus dikembalikan kepada tiga komponen

sistem hukum Friedman: legal substance, legal structure, dan legal culture.51

Efektivitas dan optimalitas Bapepam dalam menjalankan fungsi dan

kewenangan yang dimilikinya dalam dunia pasar modal nasional sangat

tergantung pada ketersediaannya perangkat yang mendukung fungsi dan

kewenangannya itu, yakni perangkat yuridis, perangkat struktural dan kualitas

sumber daya manusia, serta keberanian melawan mentalitas korup dan "yes-

man" yang ada selama ini.

3. Kendala pembuktian

Ketika ditanya soal penyelesaian kasus itu, di salah satu media nasional (8

Juni 2007), Ketua Bapepam-LK mengatakan ”Mereka (pihak pengadilan)

50

BAPEPAM. Cetak Biru Pasar Modal Indonesia. Jakarta 2007

51

Penegakan hukum sebagai bagian dari legal system, tidak dapat dipisahkan dengan substansi hukum

(legal substance) dan budaya hukum (legal culture). Hukum sebagai gejala sosio-empiris yang dikaji

ke dalam variabel independen memberikan impact pada berbagai kehidupan. Aspek-aspek kehidupan

sosial ini yang menjadi dependent variable. Dalam kedudukan hukum sebagai independent variable

maka dapat dikaji secara law in action serta legal impact. Mengkaji hukum sebagai independent

variable termasuk kajian hukum dan masyarakat (law and society). Sebaliknya, jika hukum dijadikan

dependent variable, termasuk kajian sosiologi hukum (sociological of law). Perbedaan keduanya ialah

kajian hukum dan masyarakat merupakan spesialisasi sosiologi. Persamaannya ialah di antara

keduanya tidak lagi memandang hukum sebagai suatu kaidah semata-mata dan telah merelatifkan sifat

normatif-dogmatif hukum. Siswanto Sunarso. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Penerbit

Citra Aditya Bakti. Bandung 2005, hal 26.

Page 21: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

selalu bilang bukti yang kami sampaikan itu bentuknya transaksi elektronik

dan itu tidak bisa digunakan”. 52

Pembuktian adanya unsur pidana insider trading seharusnya dilakukan

dengan merekonstruksi kepemilikan saham oleh orang dalam (OD). Plus

penyampaian informasi material yang terlambat atau menyesatkan (IOD:

informasi orang dalam). Semuanya lalu dipetakan terhadap pola transaksi

bursa itu sendiri. Tapi, lagi-lagi, Bapepam-LK enggan bergerak. Mereka

beralasan, pemeriksaan dan penyidikan insider trading memakan waktu lama,

di Amerika Serikat sampai 10 tahun. Padahal, kasus Enron yang juga berpola

OD dan IOD bisa dituntaskan kurang dari setahun. 53

Dalam kasus PGN itu, Bapepam-LK menetapkan sanksi administrasi atas

pelanggaran Pasal 87 dan 93 UU Pasar Modal. Berarti, memang kuat dugaan

adanya tindak pidana berpola OD dan IOD. Bapepam-LK hanya malas

meneruskannya ke level pengadilan. Betul, penindakan hukum di pasar modal

dunia mengenal penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement).

Namun, di Indonesia, skema itu belum ada mekanismenya. Belum ada PP-

nya, kendati itu adalah amanat Pasal 102 ayat 3UU Pasar Modal. Semestinya,

ada mekanisme yang menjamin bahwa penyelesaian masalah secara

administratif tidak menghilangkan tindak pidana yang dibuat. Vonis atas

kasus semacam itu tetap bersifat pidana kendati sanksinya bersifat

administratif seperti denda, bukan kurungan dan denda.

Selain kasus Indosat, kasus yang menimpa PT PGN (Perusahaan Gas

Negara), juga bakal masuk laci secara rapi. Dalam kasus ini, diduga terjadi

permainan menekan harga saham PGN oleh orang dalam hingga terjadinya

divestasi. Kasus ini berbau insider trading. Aneh, memang. Sistem yang telah

berlangsung selama satu dekade berjalan tanpa koridor hukum. Padahal,

meski elektronik, sistem itu masih auditable. Bahkan, jika diperlukan

verifikasi alat bukti (lintas sektor), sudah ada pula PPATK.

Di beberapa referensi penegakan hukum pasar modal dunia, skema di luar

peradilan adalah perdamaian tanpa menghilangkan rekam jejak pelaku tindak

pidana. Itulah sebabnya, jika kita berselancar di database litigasi SEC Amerika

52

http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/siaran_pers_pm/2007/pdf/SP27120

7%20PGAS.pdf 53

Informan dari biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam menjelaskan, memang selama ini kasus-

kasus pasar modal yang berindikasi pidana maupun perdata diselesaikan pada tingkat Bapepam (luar

persidangan) dengan hukuman berupa denda administrasi, belum pernah sekalipun ditempuh

penyelesaian melalui kebijakan pidana (sistem peradilan pidana). Sebenarnya hal ini bukan tanpa

alasan. Dijelaskan pula bahwa, jika diselesaikan melalui jalur pengadilan (pidana), akan memakan

waktu yang cukup lama, selain karena masalah pembuktian yang sangat sulit, sehingga uang yang

hilangpun lambat pula kembalinya. Alasan lainnya adalah, sebagaimana sanksi pidana yang menganut

effek jera bagi yang dikenakan sanksi tersebut, sanksi yang berupa denda administrasi juga

mengandung effek jera. Ini disebabkan, di dalam dunia usaha, nama baik sangatlah penting. Seperti

diketahui bahwa hukum pidana dengan sanksi pidananya, akan menimbuilkan stigma bagi orang yang

terkena, sehingga diprosesnya pihak-pihak (pelaku pelanggaran) secara pidana, serta dijatuhi hukuman

pidana, akan berdampak pada tercorengnya nama baik mereka, sehingga jika akan memasuki lagi

dunia pasar modal akan mengalami kesulitan, seperti lunturnya kepercayaan pihak lain terhadap

sipelaku tersebut. http://www.economic-law.net/jurnal/ElfiraTaufani.doc

Page 22: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Serikat, akan ditemukan rilis kasus pidana yang detail. Dampak dari tidak

hilangnya tindak pidana adalah efek jera. Sehingga, ruang gerak pelaku di

kemudian hari bisa dipersempit.54

Bagaimana jika orang yang sudah di denda administrasi masih

menyangkal ?. Di Amerika, mekanisme untuk itu sudah tersedia. SEC akan

mengajukan kasusnya ke kejaksaan (court settlement). Nah, untuk menjamin

tidak adanya distorsi dalam skema peradilan, Amerika membentuk Kejaksaan

Transaksi Keuangan (Office of New York State Attorney General Eliot

Spitzer). Inilah terobosan hukum yang bertujuan untuk menghindari debat

alat bukti. Korea Selatan mengikuti pola tersebut. Bahkan, di Negeri Ginseng

itu, out of court settlement diatur oleh payung hukum yang pelaksanaannya

disepakati oleh otoritas pasar modal, kejaksaan, dan peradilan.

Di Indonesia, tak ada upaya ke arah sana. Hanya ada retorika bahwa pasar

modal adalah benteng pelaksanaan good corporate governance (GCG).

Kalaupun Bapepam-LK sesekali mengajukan pengaduan pidana, pengaduan

itu disampaikan dalam rilis dua hingga tiga lembar tanpa menyentuh

kronologis dan penegasan tindak pidana.55

Seperti menggantang asap,

memang. Maka, semakin jelaslah sosok bursa kita sebagai enclave bagi para

petualang kelas kakap. Jika demikian, ujungnya mudah ditebak: bursa tak

banyak bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Transaksi di BEJ pada lima

tahun pertama setelah krisis rata-rata Rp 350 miliar per hari. Kini, sudah Rp 4

triliun per hari. Anehnya, itu semua tidak diikuti oleh normalisasi intermediasi

dari sektor keuangan ke sektor riil. 56

54

Untuk mengatasi problem standar pembuktian, Amerika Serikat dan Australia (Corporations Act

2001) memperkenalkan mekanisme baru „menghukum‟ pelaku kejahatan kerah putih, melalui civil

penalty. Civil penalty dianggap jalan tengah antara mekanisme pidana dan perdata (Kenneth Mann:

1992) untuk menghukum pelaku kejahatan kerah putih. Di satu sisi, civil penalty mempunyai

karakteristik yang mirip dengan sanksi pidana denda (bandingkan dengan sanksi ganti rugi secara

perdata). Di sisi lain, secara prinsip, tunduk pada hukum acara perdata dan standar pembuktian yang

berlaku untuk kasus perdata biasa, yaitu berdasarkan balance of probabilities. Penerapan civil penalty

diharapkan meningkatkan keberhasilan menghukum pelaku kejahatan kerah putih karena standar

pembuktian lebih rendah, daripada standar pembuktian dalam hukum pidana. Selain itu diharapkan,

civil penalty dapat menimbulkan efek jera karena umumnya jumlah denda (penalti) bisa sangat besar.

Civil penalty sulit diterapkan dalam proses perdata biasa karena hambatan teknis soal menghitung

jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Tentunya secara teknis tidak mudah

menghitung besarnya kerugian akibat market manipulation. Mengingat problem yang dihadapi

Bapepam-LK dalam menindaklanjuti penyidikan pelanggaran pasar modal, mungkin perlu

dipertimbangkan penerapan ketentuan mirip civil penalty dalam sistem hukum pasar modal nasional.

http://www.madani-ri.com/2008/02/13/catatan-hukum-hakikat-pertanggungjawaban-pribadi-dalam-

uupt-2/ 55

Misalnya, Press Release tanggal 1 Februari 2007 tentang perkembangan kasus PT. PGN hanya

terdiri dari 1 (satu) halaman. 56 Divestasi saham pemerintah di BUMN memang seperti jadi bancakan. Setelah PGN berlalu aman,

divestasi Bank Negara Indonesia (BNI) terlihat seperti mengulang pola curang yang sama. Di sektor

riil, cerita yang terdengar tetap saja tentang ramainya PHK dan tak terserapnya angkatan kerja baru.

Bahkan, saat indeks naik dari kisaran 400 (tahun 2000) ke 2.200 (tahun 2007), penerimaan negara dari

divestasi saham pemerintah lewat BEJ selalu saja di bawah target APBN. Coba perhatikan, pada 31

Juli 2007, transaksi saham BNI mendadak naik hingga 8,4 juta saham. Biasanya, saham itu

ditransaksikan tak lebih dari satu juta saham per hari. Kenaikan itu berasal dari transaksi jual besar-

besaran selama 10 menit di pukul 13.30-13.40 WIB. Harga saham BNI anjlok. Di sesi awal

Page 23: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Terkait dengan alat-alat bukti, maka menurut Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana yang termasuk alat bukti adalah: 57

(1) Alat bukti yang sah ialah:

a. keterangan saksi;

b. keterangan ahli;

c. surat;

d. petunjuk;

e. keterangan terdakwa.

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan

Selanjutnya, Pasal 180 KUHAP menyebutkan Hakim ketua sidang juga

dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru

oleh yang berkepentingan, bila hal tersebut diperlukan untuk menjernihkan

duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan.

4. Proses peradilan

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dikenal dengan Sistem Peradilan

Pidana Terpadu (Intergrated Criminal Justice System). Sasaran yang ingin

dicapai antara lain kelancaran dalam proses peradilan pidana sejak tahap

penyidikan, penuntutan, hingga vonis hakim dan terakhir eksekusi. Hakikat

sistem pidana terpadu ini cukup baik, yaitu untuk mencegah dan atau

mengurangi kepentingan-kepentingan hukum yang bersifat instannasional,

sehingga diharapkan proses peradilan pidana dapat berjalan objektif, cepat

dan berkeadilan.58

Menurut Mardjono Reksodipoetro, memberikan pengertian bahwa

Sistem Peradilan Pidana Terpadu adalah sistem pengendalian kejahatan yang

terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

permasyarakatan terpidana. Selanjutnya, dikatakan bahwa tujuan Sistem

Peradilan Pidana adalah:59

a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;

b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas

bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana;

c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatannya.

sebelumnya, saham itu masih bertengger di harga terbaik (Rp 2.750). Pada pukul 14.00 WIB, di hari

yang sama, ada jumpa pers di Kementerian BUMN. Dikabarkan, harga divestasi saham BNI adalah Rp

2.050. Jelas sekali, ada transaksi jual besar-besaran yang berdampak pada turunnya harga saham BNI.

Ini indikasi adanya manipulasi pasar oleh pihak tertentu mendahului informasi rendahnya harga

divestasi (insider trading?) .

57 Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Kitab Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981,

pasal 184 58

Mien Rukmini. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminilogi. Penerbit Alumni. Bandung 2006, hal 84 59

O.C. Kaligis. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa Dan Terpidana. Alumni.

Bandung 2006, hal 4

Page 24: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Dalam kasus Perkara Pidana Nomor: 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.60

yang

dalam hal ini menjadi satu-satunya kasus tindak pidana pasar modal yang

dibawa ke peradilan pidana. Dalam perkara pidana tersebut para Terdakwanya

hanya dihukum dengan hukuman percobaan. Dan terhadap putusan yang

demikian Penuntut Umum tidak mengajukan upaya hukum (banding).

Terhadap putusan perkara pidana tersebut diatas, maka dengan sendirinya

telah menjadi suatu yurisprudensi. Dimana, yurisprudensi nantinya akan

menjadi pedoman bagi para hakim dalam memutus perkara tindak pidana pasar

modal di Indonesia.

Ada 3 (tiga) sebab seorang hakim mengikuti putusan hakim yang lain:61

a. Sebab psychologis: Seseorang hakim mengikuti putusan hakim lain yang

kedudukannya lebih tinggi-Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung

karena hakim yang putusannya dituruti tersebut adalah pengawas

pekerjaannya. Putusan hakim mempunyai kekuasaan (gezag), terutama

apabila putusan itu dibuat oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung,

karena hakim tinggi maupun hakim agung telah banyak pengelaman.

b. Sebab praktis: seseorang hakim mengikuti putusan akim yang

kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada. Apabila hakim tersebut

memberikan putusan yang berbeda dengan putusan hakim yang lebih

tinggi, maka sudah barang tentu pihak yang dikalahkan (merasa tidak adil)

akan meminta pemeriksaan pada tingkat yang lebih tinggi (banding atau

Kasasi), yaitu kepada hakim yang pernah meberikan putusan dalam

perkara yang sama dengan putusan sebelumnya.

c. Sebab dirasakan sudah adil: seorang hakim mengikuti putusan hakim lain

karena dirasakan sudah adil, sudah tepat, sudah paut, sehingga tidak ada

alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim terdahulu itu.

Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik hukum sering juga disebut

dengan pidana percobaan, adalah suatu sistem/model penjatuhan pidana oleh

hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat tertentu.

Artinya, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu

dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak

dilanggarnya, dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang

ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya. 62

Manfaat penjatuhan pidana dengan bersyarat ini adalah memperbaiki

penjahat tanpa harus memasukkannya ke dalam penjara, artinya tanpa

membuat derita bagi dirinya dan keluarganya, mengingat pergaulan dalam

penjara terbukti sering membawa pengaruh buruk bagi seseorang terpidana,

terutama bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana karena dorongan

faktor tertentu yang ia tidak mempunyai kemampuan untuk menguasai

dirinya, dalam arti bukan penjahat yang sesungguhnya. Misalnya karena

60

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 29 Mei 2007, Nomor

1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST. 61

Pontang Moerad. Pembentukan Hukum Melalui putusan pengadilan Dalam Perkara Pidana.

Penerbit Alumni. Bandung 2005, hal 332. 62

Adam Chazmawi. Loc.Cit, hal 55

Page 25: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

kemelaratan dan untuk makan, ia mencuri sebungkus roti, karena butuh uang

untuk mengobati istrinya yang luka parah akibat kecelakaan terpaksa ia

menggunakan uang kas kantor (penggelapan, pasal 372 KUHP); kejahatan-

kejahatan culpa, dan masih banyak contoh lainnya.63

Dalam hal-hal manakah hakim dapat menjatuhkan pidana dengan

bersyarat?. Dalam pasal 14a KUHP ditentukan bahwa hakim dapat

menetapkan pidana dengan bersyarat dalam putusan pemidanaan, apabila:64

1. Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun;

2. Hakim menjatuhkan pidana kurungan (bukan kurungan pengganti denda

maupun kurungan pengganti perampasan barang);

3. Hakim menjatuhkan pidana denda, dengan ketentuan ialah: (a) apabila

benar-benar ternyata pembayaran denda atau perampasan barang yang

ditetapkan dalam keputusan itu menimbulkan keberatan yang sangat bagi

terpidana, dan (b) apabila pelaku tindak pidana yang dijatuhi denda

bersyarat itu bukan berupa pelanggaran yang berhubungan dengan

pendapatan negara.

Dengan demikian, dalam memberikan penyelesaian perselisihan hukum

yang dihadapkan kepadanya, Hakim memberikan penyelesaian definitif yang

hasilnya dirumuskan dalam bentuk putusan yang disebut vonis. Putusan hakim

merupakan penerapan hukum yang umum dan abstrak pada peristiwa

kongkret (in-concreto).65

Pada kesempatan lain, M. Yahya Hararap mengatakan, tujuan dan fungsi

putusan yang diambil hakim melalui judge made law atas kasus-kasus yang

memiliki ciri particular case, antara lain mempunyai tujuan, antara lain

mencegah terjadinya putusan disparitas.66

Tidak hanya di Indonesia saja, tetapi hampir seluruh negara di dunia,

mengalami apa yang disebut sebagai ”the disturbing disparity of sentencing”.

Yang dimaksud dengan disparitas pidana (disparity of sentencing) dalam hal

ini adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

sama (same offence) atau terhadap tindak pidana yang sifat berbahanyanya

dapat diperbandingkan (offences of comparable seriousness) tanpa

pembenaran yang jelas.67

Apabila suatu putusan pengadilan (hakim) diikuti secara terus menerus

oleh hakim-hakim yang lain dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara

yang lain dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang mempunyai

faktor-faktor esensiel yang sama, maka itulah yang dinamakan ”yurisprudensi

tetap” (standaardarresten).68

Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

Bahwa yang dimaksud dengan prinsip full disclosure adalah suatu prinsip

keterbukaan yang berisi bukan merupakan suatu “pernyataan menyesatkan

(misrepresentation)” dan “suatu pernyataan salah (omission) dari emiten”.

63

Adam Chazmawi., Ibid 64

Ibid., hal 59 65

Pontang Moerad., Op.cit., hal 81 66

Ibid., hal 337 67

Muladi dan Barda Nawawi Arief,. Ibid. 51 68

Pontang Moerad., Ibid, hal 332.

Page 26: 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Adapun, penerapan interpretasi hukum terhadap prinsip keterbukaan masih

diperlukan penjabaran dan penjelasan, agar menjadi lebih mudah untuk

dipahami oleh para pelaku pasar modal.

Bahwa penyelesaian hukum terhadap para Emiten yang melanggar prinsip

full disclosure menurut Undang-undang Pasar Modal yang terjadi selama ini

lebih menggunakan sanksi denda administrasi. Dan, pihak BAPEPAM-LK

belum berperan sebagaimana yang diharapkan, khususnya dalam mengambil

langkah-langkah penegakan hukum pidana terhadap para pelaku pelanggaran

prinsip keterbukaan

Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip full

disclosure dalam bentuk pidana tidak dibawa ke pengadilan adalah sebagai

berikut:

a. Obyek penegakan hukum masih sulit ditembus oleh aturan hukum

b. Keberadaan dan Peran Bapepam-LK

c. Kendala pembuktian

d. Proses peradilan