012 Makalah Hubungan Manusia Dengan Agama
-
Upload
andra-bernama -
Category
Documents
-
view
54 -
download
2
description
Transcript of 012 Makalah Hubungan Manusia Dengan Agama
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia
karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak
terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda
dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif
(seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan
main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama),
maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia
dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu
mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya
adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai
dengan ajaran agama.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Hubungan Manusia Dengan Agama”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam
makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Agama
2. Konsepsi Agama
3. Hubungan Agama Dan Manusia
4. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan
khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian agama
2. Untuk mengetahui Konsepsi agama
3. Untuk mengetahui Hubungan agama dengan manusia
4. Untuk mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia
D. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode yaitu proses
pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Metode ini
dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak
dilakukan. Selain itu, penyusunan juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan
dalam proses penyusunannya.
E. Sestimatika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya
dijabarkan sebagai berikut :
Bagaian kesatu adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memeparkan beberapa Pokok
permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama. Pada bagian pendahuluan
ini di paparkan tentang latar belakang masalah batasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan
makalah, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.
Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian utama yang hendak dikaji
dalam proses penyusunan makalah. Penyususn berusaha untuk mendeskripsikan berbagai temuan
yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber/bahan.
Bagian ketiga yaitu Kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan
terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam
perumusan masalah.
BAB II
HUBUNGAN MANUSIA DAN AGAMA
A. Pengertian Agama
Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan
kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan.
Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi, religie,
religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian,
perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain
bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan,
kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan
gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba
kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi
ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965).
Dari sudut sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai
suatu kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu
peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-
praktek secara sosial telah mantap selama genarasi demi generasi.
Sedangkan menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang
mengandung faktor-faktor antara lain :
a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para
Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan
agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak.
B. Konsepsi Agama
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Bakoroh 208, Allah berfirman :
ومبين عد لكم انه الشيطن خطوت والتتبعوا كافة السلم فى امنواادخلوا الدين يايها
Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh, keseluruhan
(jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan, sesunggungnya setan itu
musuh yang nyata bagimu.
Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat
islam dalam berbagai aktifitas kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti
adab masuk WC) samapi kepada masalah-masalah komplek (mengurus Negara). Beliu telah
menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan kapanpun beliu adalah
orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah mahdlah (habluminallah)
dan ghair mahdlah (hablumminanas).
Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk
surga, tetapi justru beliau semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti
shalat tahajud, zdikir, dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama
manusia beliu menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan mulia.
Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh,
karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi
oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri
yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
Diantara umat islam masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras,
sesuai dengan nila-nilai islam sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari
sering ditemukan kejadian atau peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa
mengenai contoh-contoh ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam
mempedomani islam sebagai agamanya.
C. Hubungan Agama Dan Manusia
Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan
yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi nilai-nilai
keimanannya.
Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :
1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film
yang berbau porno.
2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat.
3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku
yang menyimpang dari nilai-nilai agama.
4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan
kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu
sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang
lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kenajuan umat
islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu sendiri.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan
lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam
itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa)
tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi). Mereka diharapkan mampu
mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri
yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian diri, sabar, amanah,
jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai tidak suka menyakiti atau menghujat
orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara mila-
nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam
rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh
pengampunan Allah SWT.
D. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah
orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat.
Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di
tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial
(keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting
dimiliki oleh setiap muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat
tergantung kepada akhlak tersebut.
Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak
dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan faktor-faktor penyebab
maraknya akhlak yang buruk.
BAB III
KESIMPULAN
Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan
kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan.
Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh,
karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi
oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri
yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan
lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam
itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa)
tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).
Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di
tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial
(keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting
dimiliki oleh setiap muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat
tergantung kepada akhlak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad,. Ilmu Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta. 1968.
Bakar Atjeh, Abu. Mutiara Akhlak 1, Bulan Bintang, Jakarta.1968.
Hasan, Ali H.M. Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelambagaan Agama
Islam. 1994/1995.
Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.. Psikologi Belajar Agama. Pustaka Bani Qurais. Bandung.
2003.
Ringkasan Isi
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia
karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak
terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda
dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif
(seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan
main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama),
maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia
dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu
mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya
adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai
dengan ajaran agama.