01-12-08 GATRA- Melawan Ekstrimisme Menuai Kesesatan.pdf

5
Suguhan topiknya beragam, dari masalah sosial, emansipasi, sampai de- mokrasi. Ternyata, respons pada pro g- ram ini luar biasa, baik yang mendukung maupu n yang menentang. M isalnya, kata U lil, ketika masalah syariat Islam dija- dikan t opik utama, seorang pendengar protes: ”K enapa sih A nda sebagai oran g Islam t idak sepakat menerapkan syariat Islam di Indonesia.” Kat a U lil, mengutip para tokoh itu, Islam liberal tida k menentang kehen- S ETI AP K amis puk ul 15 .30 , dia log bertaj uk ”Islam L iberal mengu- dara di radio 6 8 H , Jakarta . Acara setengah jam in i direlay 15 s ta siun radio ke berbagai daerah. Yang jadi narasumber adalah para tokoh in- telektual Islam liberal, seperti N urcho- lis h Madjid, Komaruddin H idayat, dan Masdar F. M as’udi. P emandunya, U lil Abshar Abdalla, K etua K omunitas Islam U tan K ayu. Pendengar boleh urun rem- buk melalui telepon. dak umat Islam, tapi aspirasi itu harus diproses secara demokratis.” S ebab, yang penting, menurut peneliti Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumbe r D aya Manusia Nahdlatul Ulama ini, penera- pan syariat I slam itu tidak dipaksakan. Aspirasi itu harus diajuk an dulu ke dewan legisl atif dan dapat pers etujuan kelom- pok aga ma lain. C ara pandang Islam l iberal ini me mang bertumpu pada demokrasi di Barat. L ibe- ralisme itu sendiri merupakan filosofi yang muncul di Eropa pada pergolakan kelas menengah kala menentang h ak-hak khu- sus pihak kerajaan, aristokrat, dan kaum gereja. Lalu, ia berubah m enj adi gerakan yang memicu t erj adinya Revolusi P ran- cis dan Amerika. Tidak aneh, C harles Kurzman, edi- tor buku L iberal Islam: A Sourcebook  (1998), meng akui bahwa istilah libera l mengandung konota si negatif. ” Ia diaso- sias ikan d engan d ominasi asing, kapita- lisme tanpa batas, dan ke munafikan yang mendewakan kebenaran,” tulisnya. Menurut dia, Islam liberal harus dilihat sebagai alat bantu a nalisis , bukan kate- gori yang mutlak. Islam liberal lahir, menurut sosiolog dari U nive rsity of N orth C arolina, Ame- rika Serik at, itu, b erakar pada Syah Wali- yullah (170 3-1762 ) dari I ndia . Set elah it u, bermunculan to koh Islam liberal, sepe r- ti Ja ma ludd in Al-A fg han i ( 1838-189 7) di Afghanistan , Sayy id Ahmad Kh an (1817 - 1898) di India, dan Muhamma d Abduh (1849-1905) di Mesir. P ara tokoh Islam liberal itu, menurut K urzman, berpendapat bahwa ke yaki nan agama tida k boleh menduga-duga dan merasa puas dengan semata-mata taklid (me ngikuti) terhadap para pendahulunya. Berbeda d engan kelompok Wahabi — dalam kategori Kurzman disebut ”Islam revi valis — yang lebih t ertuju menentan g tradisi, takhayul, dan mitologis, tapi ku- rang m engurusi doktrin I sl am. P osis i Islam liberal, menurut dia, ber- lawanan dengan I sl am revivalis yang ber- usaha mengembalikan kemurnian Islam sep erti di zaman Rasulullah. Tapi, ia tidak ramah dengan kehadiran modernitas. Ia tidak menimba hasil dari modernitas, kemaj uan ekonomi, d emokrasi, da n h ak- hak hukum. Islam liberal mengha dirkan masa lalu Islam untuk k epentingan mo der- nitas. Ia mengharg ai rasionalitas. G agasan Islam liberal di Indonesia sempat digelindingkan Nurcholish Ma djid melalui pembaruan Islam pada 1970-an. K ala itu, C ak N ur —panggilan akrabnya— mengangkat ide sekularisa- si. G agasan ini, menurut dia, merupak an GATRA 8 DESEMBER 2001 Me la w a n E kstr e misme M enuai Kesesatan DISTORSI HUBU NGAN

Transcript of 01-12-08 GATRA- Melawan Ekstrimisme Menuai Kesesatan.pdf

8/17/2019 01-12-08 GATRA- Melawan Ekstrimisme Menuai Kesesatan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/01-12-08-gatra-melawan-ekstrimisme-menuai-kesesatanpdf 1/4

8/17/2019 01-12-08 GATRA- Melawan Ekstrimisme Menuai Kesesatan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/01-12-08-gatra-melawan-ekstrimisme-menuai-kesesatanpdf 2/4

ginya jadi tiga kelompok: konservatif,modernis, dan sekuler.

Pertama, kelompok konservat if adalahkelompok yang mempertahankan integ-rasi anta ra Islam dan negara . Mereka tetapmempertahankan tradisi praktek danpemikiran polit ik Islam klasik/perteng ah-an seperti pemikiran Rasyid Ridha. Ter-

konsekuensi logis dari mono teisme Islam(tauhid). Sekularisasi tidak dimaksud-kan sebag ai penerapan sekularisme. Pro-ses pembebasan i ni diperlukan karenaumat Islam, dalam perjalanannya, taklagi sanggup membedakan mana nilaiyang Islami, mana y ang t ransendental,

dan man a pula yang temporal.Karena it u, Cak Nur menilai, konsepnegara Islam adalah suatu distorsi hubung-an proporsional antara negara dan agama.Menurut dia, negara adalah salah satu segikehidupan duniawi yang dimensinya rasio-nal. Sedangkan agama merupakan dimen-si spiritual dan pribad i.

Ka la itu, reaksi keras bermunculan.D ari kalangan cendekiawan muslim, anta-ra lain, Amien Rais, Enda ng SaefuddinAnshari, Rasyidi, dan D eliar Noer. M enu-rut Amien, yang kala itu masih menjadistaf pengajar U niversitas G adjah Mada,

Yogyakarta, di dalam Al-Quran dan sunahmemang tidak ada dalil yang menyatakanuntuk mendirikan negara I slam.

Tapi, menurut tokoh Muhammadiyahitu, mendirikan negara tidak bisa lepas darikonteks ajaran Islam. P emisahan antaraagama dan negara, kata Amien, merupa-kan paham sekuler yan g dikenal dalamperilaku seorang muslim. P adahal, untukmenjalankan syariat Islam, dibutuhkankekuasaan po litik.

Perbedaan or ientasi politik ini dipeta-kan menjadi berbagai model pemikiran.Antara lain, cara pengelompokannya dida-

sarkan pada pemikiran tokoh, bukan orga-nisasi keagamaan. Beberapa peneliti ber-beda da lam mengelompokkan para int e-lektual tersebut. Misalnya, MasykuriAbdillah dalam bukunya,D emokrasi di Per - sim pangan M akna (1999), hanya memba-

masuk di dalamnya adalah kelompok tra-disional is. Ada pula kelompok yang ingin

mereform asi sistem sosial dengan kem-bali kepada ajaran Islam dan meno lak sis-tem yang dibua t manusia, yang disebutfundamentalis. P engaruhnya dat ang daripemikiran Sayyid Q utb, Abul A’la Ma u-dudi, dan H asan Turabi.

Kelo mpok kedua disebut modern is.Mereka percaya, Islam hanya mengaturdasar-dasar masalah keduniaan (kemasya-rakat an), tapi secara teknis bisa menga-do psi sistem lainny a. Aliran ini dibawaMuhamm ad Abduh, H usein H aikal, danMuham mad Assad.

K etiga, kelompok sekuler yang inginmemisahkan antara Islam dan negara. D a-lam pandangan mereka, Islam tidakmengat ur masalah keduniaan —sebagai-mana praktek kenegaraan yang t erjadi diB arat. Aliran pemikiran ini dilontarkanAli Abdulraziq d an Thaha H usein.

N ah, menurut U lil Abshar Abdalla,kategori Islam liberal di antara penge-lompokan ini lebih ditentukan olehgagasannya. G agasan I slam liberal bisasaja muncul dari Muhammadiyah —yangdiang gap sebagai kelompok modernis—atau N ahdlatul U lama sebagai kelom-pok tradisionalis. D ua organisasi Islam

GATRA 8 DESEMBER 2001

Gagasan Islam liber al bisa saja muncul dar i M uhammadyang dianggap sebagai kelompok moder nis— atau NahdUlama sebagai kelompok tr adisionalis.

DEKLARASI MAJELISMUJAHIDIN

HANYA MASALAHKEDUNIAWIAN

8/17/2019 01-12-08 GATRA- Melawan Ekstrimisme Menuai Kesesatan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/01-12-08-gatra-melawan-ekstrimisme-menuai-kesesatanpdf 3/4

terbesar di In donesia ini sama-samamenentan g paham negara agam a (teok-r a s i ) .

Tokoh Islam liberal yang diang gap pa-ling kuat pengaruhnya terhadap orienta-si pemikiran int elektual di Indonesia ada-lah Muhammad Abduh. Kenda ti dididik

secara t radisional dan berguru pada bebe-rapa ulama Universitas Al-Azhar, yang se-bag ian besar bersikap konservatif, Abduhmenunjukkan dirinya sebagai intelektualyang terbuka dan progresif.

Abduh dipercaya menjadi MuftiAgung Mesir. Ia bisa dipandang sebagaiseorang ulama yang mempertahan kanorisinalitas Islam, sekaligus intelektualmodern is yang liberal. Misalnya, selamamenjadi mufti, ia mengeluarkan fatw akontroversial. Yaitu, ha lalnya bungabank dan daging hasil sembelihan orang-orang nonmuslim.

Tidak mengherankan bila murid-murid Abduh terpecah menjadi dua ke-lompok besar . Ada kelompok Abduh al-Yamånå (kelompok kanan), yang cende-rung mengembangkan pemikiran-pemi-kiran keagamaan nya. Ada pula kelompokAbduh al-YasÉrå (kelompok kiri), yanglebih berusaha m engembangkan g agas-an-gagasan modern.

Kelompok kanan itu, antara lain,Muhammad Rasyid Ridha dan ShakibArselan. Kelompok ini menjadi lebih fun-damental pada H assan al-Banna dan Say-yid Qutb. Merekalah yang kemudian

melahirkan gerakan Ikhwan al-Muslimundan kelompok-kelompok Islam garis keraslainnya, seperti H izb al-Tahrir.

Sement ara itu, Q asim Amin dan AliAbd al-Raziq diangga p sebagai muridAbduh beraliran kiri. Kelompok kiri men-capai puncaknya pada diri Ha san H anafi,sebagai penggagas Islam kiri. Kemudianberkembang m enjadi tokoh sekuler yangradikal, seperti Fuad Zakariya, Zaki NajibMah mud, dan Ahmad Said.

P emikiran kelompok kiri, yang bisadisebut Islam liberal, di kawasan Arabmenga lami perkembangan cukup pesat.Murid-murid dan simpatisan Abduh yangberkecenderungan kiri makin menyebar,tak terbatas di kawasan timur Arab, me-lainkan juga meluas hingga ke barat seper-ti M aroko, Tunisia, dan Aljazair.

Tapi, menurut L utfi Assyaukanie, do-sen filsafat dan sejarah pemikiran Islam diU niversitas Para madina Mulya, Jakarta,ruang gerak Islam liberal sebetulnyamengalami hambatan. Ia tidak bisa ber-interaksi dengan masyarakat secara luas.Bahkan cenderung menga lami konflik se-rius, karena berbenturan dengan otoritasagama dan masyarakat.

GATRA 8 DESEMBER 2001

Postr a M engais M aknaanak muda NU,merumuskan ren-cana strategislembaganya danmenjadikan Postrasebagai landasani d e o l o g i s .

LKiS mema-pankan istilah

”Post Tradisiona-lisme Islam” seba-gai judul terjema-han buku Muham-mad Abed Al Jabiri,yang mereka terbitkanpada Agustus 2000. Judul itu terasa aneh.Sebab, isi buku sama sekali tidak menying-gung istilah tersebut. Penerjemahnya,Ahmad Baso, yang menulis pengantar pan-jang, juga tidak menyebut istilah Postra.

Baso malah memakai istilah pos-tm o d e r n i s m e .

Tiga bulan kemudian, dua pene-liti ISIS, Muhammad Hanif Dzakiridan Zaini Rachman, menerbitkanbuku berjudul Post Tradisionalisme Islam Menyingkap Corak Pemikiran dan Gerakan PMII , November 2001.Mereka seakan hendak mematenkanPostra sebagai predikat bagi corakpemikiran Pergerakan MahasiswaIslam Indonesia (PMII), kantong anakmuda NU dari unsur mahasiswa.

Pada akhir buku itu, Baso menu-lis epilog bertajuk ”Dari Islam Liberal

ke Post Tradisionalisme Islam”. Ia sepertihendak membayar utang penjelasan yang

HEBOH wacana Islam liberal mendo-rong kaum muda Islam tradisionalmencari identitas diri. Kategori Islamliberal dirasa kurang pas untuk

memotret liberalisme pemikiran mereka.Begitu pula disertasi Greg Barton di Uni-versitas Monash, Australia, yang menem-patkan Abdurrahman Wahid —”patron”Islam tradisional— dalam barisan Islam

liberal, bersama Nurcholish Madjid,Ahmad Wahib, dan Djohan Effendy, mere-ka nilai keliru.

Maka, pada Maret 2000, Institute forSocial Institutions Studies (ISIS) Jakar-ta, salah satu kantong kegiatan anakmuda Islam tradisional, menggelar seri-al diskusi bertajuk ”KecenderunganLiberal di NU”. Kebetulan, merekabanyak yang berakar dari kultur Nahdla-tul Ulama (NU). Dari sana, tercetuslahistilah Post Tradisionalisme Islam (Pos-tra) sebagai label gerakan.

M.M. Billah, pembi-cara dalam diskusi itu,sebenarnya keberatandengan istilah Postra.Pasalnya, Postra tidakada di kamus dan tidakjelas maksudnya. Meskimasih diperdebatkan,istilah ini terus bergulir.Mei 2000, Lembaga Kaji-an Islam dan Sosial(LKiS), Yogyakarta, sebu-ah penerbit buku-bukukeagamaan kritis terke-muka yang dikelola anak-

SIDANG KONSTITUANTETAHUN

8/17/2019 01-12-08 GATRA- Melawan Ekstrimisme Menuai Kesesatan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/01-12-08-gatra-melawan-ekstrimisme-menuai-kesesatanpdf 4/4

GATRA 8 DESEMBER 2001

Misalnya kasus yang menimpa intelek-tual Mesir, N asr Abu Zayd . Ia terpaksa di-asingkan ke Belanda oleh U niversitas Al-Azhar , karena pemikiran-pemikirannyayang kontroversial. Yang trag is adalah na-sib Mahmud Mohammed Taha. Intelek-tual Sudan ini dihukum mat i oleh peme-rintah fundamentalis Sudan.

Intelektual liberal, seperti AhmadKhalaf allah, Najib Mahfouz, Fuad Zaka-riyya, Muhammad Syahrour, dan H asanH anafi, malah mengalami beberapa pele-cehan. Akibatnya, mereka tak punyaruang gera k untuk berekspresi sesuaidengan keyakinannya. Tidak aneh, d iantar a mereka ada yan g pindah ke nega-ra-negara Bar at. Mo hammed Arkoun,misalnya. P emikir asal Aljazair ini kinimenetap di Pra ncis.

D i Indonesia, gagasan Islam liberalyang pernah dirintis, antara lain, oleh Nur-cholish Madjid, Harun N asution, Muna-

wir Sjadzali, dan Abdurrahman W ahidjuga mengalami nasib serupa. Merekamendapat kecaman d an tuduhan sesat,bahkan dianggap sebagai agen z ionis yangingin merusak Islam.

Walau pengalaman mereka tak sebu-ruk yang d ialami intelektual I slam liberaldi kawasan Timur Tengah, menurut U lilAbshar Abdalla, gagasan Islam liberalsebenarnya telah gagal. Bahkan gagal total.Buktinya, tida k ada yang bisa diperbuatpara intelektual Islam liberal Indonesiakala kekerasan at as nama agama t erus ber-k e ca m uk .

Bahkan, fundamentalisme dan ekstre-misme agama kini makin kuat. KegagalanIslam liberal ini, menurut U lil, ant ara lainkarena tidak adanya pengorganisasiansecara sistematis. Berbeda d engan kelom-pok fundamental yang memiliki infra-struktur jaringan umatnya yan g solid dansudah terbangun lama.

D alam pandanga n Lutf i Assyaukanie,gerakan Islam libera l saat ini terla lu elitis,dan tida k mengakar ke masyarakat bawah.P ada masa awa l kebangkitan Islam libe-ral, pemegang isu-isu pembaruan adalahtokoh-tokoh agama yang memiliki otor i-tas dan berpengaruh di masyarakat, seper-ti M uhammad Abduh, Ali Abd al-Raz iq,dan Q asim Amin.

Ki ni, gagasan itu lebih banyak diba-wa kalangan akademisi dan peneliti, yangtak mengakar di masyarakat . Akibatnya,masyarakat merasa asing deng an isu-isupembaruan. Ba hkan, mereka menjadireaktif karena menerima doktrin bah wagag asan Islam liberal itu sesat. S eperti-nya, perlawanan Islam liberal akan ber-hent i di tengah jalan kalau sekadar g erak-an pemikiran.

K HOLIS BAHTIAR BAKRI

bisa tercegah. Masdar juga punya penda-pat beda tentang zakat lewat buku A g a m a Kea di l a n . Hasil ijtihad Masdar, menurutMarzuki, tidak punya rujukan dalam tradi-si. Tapi, proses ijtihadnya memakai meto-de dalam tradisi klasik, yaitu ushul fiqih .

Postra pelan-pelan mengkristal seba-gai identitas liberalisme pemikirankalangan muda NU. Meski mereka sadar,bangunan epistemologisnya belum jadi.November 2001, ISIS menerbitkan jurnalilmiah edisi perdana dengan nama P o s -

t r a . Makin lengkaplah guliran predikatbaru itu.Pada perkembangannya, Postra

seperti berhadapan dengan Islam liberal(Islib). Diskusi bertajuk ”MendialogkanPost Tradisionalisme Islam dan IslamLiberal dalam Gairah Baru PemikiranIslam di Indonesia”, 14 November lalu, diJakarta, berisi perdebatan yang mengu-kuhkan penghadapan itu. Postra dikesan-kan sebagai lanjutan Islam tradisional.Islib dicitrakan sebagai pewaris Islam

m o d e r n i s .Ketua LKiS, Jadul Maula,

menilai sia-sia penghadapandua kubu itu. ” N g g a k u s a h l a h ,model penghadap-hadapanPostrad dan Islib seperti itutidak produktif,” katanya kepa-da Kristiyanto dari G ATRA.”LKiS melihat dialektikakeduanya untuk pengayaanwacana,” ujar Jadul. Sebenar-nya, kata Jadul, Islib atau Pos-tra sama-sama produk moder-nitas. Hanya titik tolaknya yangb e r b e d a .

A SRORI S. K ARNI

tidak ia tuangkan dalambuku Al Jabiri, tentangapa itu Postra. Sayang,formulasi Postra padabuku itu terasa masihmentah.

Gayung pun bersam-but. Pada Juli 2001, Lem-baga Kajian dan Pengem-bangan Sumber DayaManusia (Lakpesdam) NUmenindaklanjuti pencari-

an basis metodologis untukPostra, sebagai mazhab pemi-kiran. Lagi-lagi, pelopornya anak-

anak muda NU. Jurnal Lakpesdam, T a s - hwirul Afkar , waktu itu mengangkat temautama ”Post Tradisionalis Islam: Ideologidan Metodologi”. Di sini, sosok Postramulai terlihat.

Marzuki Wahid, redaktur Afk a r , menulisbahwa istilah Postra muncul untuk menun-juk gerakan pemikiran dengan ciri-ciri khu-sus yang tidak bisa dibaca dengan kategoritradisionalis, neo-tradisionalis, modernis,atau neo-modernis. ”Secara sederha-na, Post Tradisionalismedapat dipahami sebagaigerakan lompat tradisi, menu-ju pada tradisi baru,” tulisMarzuki. Itulah liberalismeyang terjadi pada NU.

Marzuki mencontohkanlompatan tradisi pada MasdarFarid Mas’udi. Wakil KatibSyuriyah PBNU ini menggagaspelaksanaan haji lebih darisekali dalam setahun. Sehing-ga potensi mudarat akibatmembludaknya jamaah haji

BERUSAHA MENGEMBANGKAN GAGASAN MODERN