miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor...

112
BAB IV PEMBAHASAN ETIKA BELAJAR MENGAJAR PERSPEKTIF K.H.M. HASYIM ASY’ARI A. Etika Belajar Mengajar Kata etika memiliki banyak pengertian. Secara etimoligis, etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos (bentuk tunggal) yang berarti adat; akhlak; watak; perasaan; sikap; cara berfikir. Sedang dalam bentuk jamak, ta-etha, berarti adat kebiasaan, atau akhlak yang baik. 1 Jadi secara etimologis etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau ilmu yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat terhadap apa yang baik dan apa yang buruk. Sehingga hal ini menjadi pemikiran dan pendirian mereka 1 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia 1996), 217. 64

Transcript of miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor...

Page 1: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

BAB IV

PEMBAHASAN

ETIKA BELAJAR MENGAJAR PERSPEKTIF K.H.M. HASYIM ASY’ARI

A. Etika Belajar Mengajar

Kata etika memiliki banyak pengertian. Secara etimoligis, etika berasal

dari bahasa Yunani kuno ethos (bentuk tunggal) yang berarti adat; akhlak; watak;

perasaan; sikap; cara berfikir. Sedang dalam bentuk jamak, ta-etha, berarti adat

kebiasaan, atau akhlak yang baik.1

Jadi secara etimologis etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang

biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau ilmu yang menentukan

bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat terhadap apa yang baik dan

apa yang buruk. Sehingga hal ini menjadi pemikiran dan pendirian mereka

mengenai apa yang baik dan tidak baik, patut dan tidak patut untuk dilakukan.2

Etika adalah cabang ilmu filsafat yang fokus perhatian utamanya tingkah

laku manusia terhadap sesama manusia, yang berkaitan dengan nilai baik dan

buruk. Jadi, dengan kata lain etika adalah penilaian baik-buruk mengenai

hubungan antar manusia.3

1 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia 1996), 217.2 Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum Dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 91.3 Imam Barnadib, Kode Etik Akademik: Telaah Deskriptif Awal (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Taman Siswa, 2002), 11.

64

Page 2: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Belajar berarti: berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu.4

Sedangkan pengertian belajar menurut beberapa ahli pendidikan antara lain

sebagai berikut:

a. Menurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang

mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.5

b. Menurut Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno dalam buku psikologi

pendidikan menyatakan: ”Belajar adalah suatu kegiatan atau usaha yang bertujuan

mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah

laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan dan sebagainya”.6

Mengajar berarti: menyampaikan atau menjelaskan bahan ajar serta

melatih siswa untuk mencapai tujuan.7

Menurut Arifin yang dikutip oleh Muhibbin Syah, menyatakan bahwa

mengajar merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran

kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, dan mengembangkan bahan

pelajaran tersebut.8

4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 271.5 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 2.6 Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 2.7 Vembriato. dkk, Kamus Pendidikan (Jakarta: PT. Grasindo, 1994), 36.8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 181.

65

Page 3: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Menurut Mustaqim, mengajar adalah suatu proses pengaturan kondisi-

kondisi dengan mana pelajaran membuah tingkah lakunya dengan sadar ke arah

tujuan-tujuan sendiri.9

Jadi, pengertian dari etika belajar mengajar adalah ilmu tentang yang baik

dan buruk dan tentang hak dan kewajiban yang harus dilakukan dan diperhatikan

oleh seorang murid di dalam belajar dan seorang guru di dalam mengajar.

B. Etika Belajar Perspektif K.H.M. Hasyim Asy’ari

Dalam hal ini K.H.M. Hasyim Asy’ari membagi menjadi 3 (tiga) poin

penting bagi seorang murid di dalam belajar, yaitu:

a. Etika Murid Terhadap Dirinya Sendiri

Dalam hal ini terdapat 10 (sepuluh) etika yang ditawarkan oleh K.H.M.

Hasyim Asy’ari, yaitu:

1. Mensucikan hatinya

Sebelum mengawali proses mencari ilmu pengetahuan, seorang

murid hendaknya mensucikan hatinya. Maksud mensucikan hatinya di sini

adalah dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawiaan. Seperti

sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kekotoran hati, rasa dendam,

dengki, keyakinan dan budi pekerti yang tidak baik.10

9 Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2004), 91.10 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim: fîmâ yahtâj ilaih al-muta’allim fî Akhwâl ta’allumih wa mâ yatawaqqaf ‘alaih al-mu’allim fî maqâmât ta’lîmih, ed. Muhamad Isham Hadziq (Jombang: Turâts al-Islâmiy, 1415), 24.

66

Page 4: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hal tersebut dilakukan agar bisa mempermudah dalam proses

penerimaan ilmu, penghafalan ilmu, dan juga pemahaman makna-makna

yang sulit dan yang tersirat.

2. Membangun niat yang luhur

Setelah seorang murid mensucikan hatinya, hendaklah ia memiliki

niat yang baik di dalam mencari ilmu. Di antaranya adalah seorang murid

di dalam mencari ilmu harus berniat untuk mencari ridha Allah SWT,

serta akan mengamalkan dan menghidupkan syariat agama Islam.

Selain dari itu, seorang murid di dalam mencari ilmu bertujuan

untuk menerangi hatinya dan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,

bukan untuk tujuan yang lain, misalnya supaya menjadi pemimpin,

memperoleh jabatan, mengumpulkan harta benda, mengalahkan orang

lain, mencari reputasi dan lain sebagainya.11

Rasulullah SAW bersabda:

11 Ibid., 25.

67

Page 5: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

ب��ه يم��اري او العلم��اء ب��ه ليجاري العلم طلب من في الله ادخله الناس وجوه به يصرف او الفقهاء

12 النار

“Barang siapa yang mencari ilmu dengan tujuan akan mempergunakan ilmu tersebut untuk menjatuhkan alim ulama, atau berdebat dengan ahli agama, ataupun bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah SWT akan memasukannya ke dalam api neraka”

Sufyân al-Tsauriy r.a berkata: “Sesungguhnya ilmu itu dipelajari

karena untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kelebihan ilmu

dibandingkan dengan selain ilmu adalah karena dengan ilmu itulah mereka

mendekatkan diri pada Allah SWT”.13

Ketika tujuan itu menjadi cacat, maka niat orang yang mencari

ilmu itu juga menjadi rusak. Hal ini karena ia hanya memakai ilmu itu

sebagai perantara untuk mencari kemewahan dunia yang sifatnya hanya

sementara, baik untuk mengumpulkan harta benda ataupun untuk

memperoleh jabatan. Pahala mencari ilmunya benar-benar telah sirna, dan

amal perbuatannya juga menjadi hilang. Sehingga akhirnya ia menjadi

orang yang sangat merugi.14

3. Tidak menunda-nunda waktu (kesempatan) belajar12 Imam Hafidz Abi Isya Muhamad Isya bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi (Indonesia: Maktabah Dahlan, tt), 4, 141. 13 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 23.14 Ibid., 24.

68

Page 6: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Seorang murid hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk

memperoleh ilmu ketika masih muda dan mempergunakan waktu sebaik-

baiknya. Jangan sampai seorang murid tertipu dengan menunda-nunda

belajar dan terlalu banyak berangan-angan, karena perjalanan umur

manusia seperti berputarnya waktu, yang tidak mungkin diganti dan

ditukar.

Selain daripada itu, seorang murid hendaknya menghentikan

segala kesibukan dan kegiatan yang akan menghalanginya dari kegiatan

belajar. Ia harus berusaha dengan segenap kemampuan dan bersungguh-

sungguh untuk menggapai keberhasilan di dalam belajar. Sebab bergelut

dengan kesibukan yang bersifat keduniawiaan dapat memalingkan dan

mengganggu konsentrasi belajarnya.15

Mengingat bahwa waktu (kesempatan) belajar yang berlalu

mustakhil akan terulang kembali. Oleh karena itu, seorang murid harus

benar-benar bisa memanfaatkan waktu (kesempatan) itu. Hal ini perlu

diperhatikan agar kelak tidak terjadi penyesalan.

4. Qana’ah dan sabar

15 Ibid., 25.

69

Page 7: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hendaknya seorang murid itu menerima dengan penuh keikhlasan

hati (qana’ah)16 atas segala sesuatu yang ia terima, baik dalam hal bekal

ataupun pakaian. Ia juga harus bersabar atas kehidupan yang berada

dibawah standar yang di alami ketika sedang berada pada tahap ini (baca:

belajar). Al-Zarnuji di dalam kitabnya juga menjelaskan bahwa seorang

murid di dalam mencari ilmu harus tahan uji dan tabah.17

Dengan menanamkan sikap semacam itu, niscaya seorang murid

akan sukses mengarungi luasnya samudera ilmu pengetahuan, mampu

menata hati dan pikiran, serta memperoleh sumber-sumber hikmah.

Dalam hal ini, K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip pendapatnya

Imam al-Syafi’i r.a yang menyatakan bahwa orang yang mencari ilmu

dengan perasaan hina, mengalami pelbagai kesulitan dan membantu

ulama, maka dialah orang yang akan merasakan keberuntungan yang

sejati”.18

Imam al-Syafi’i r.a juga menyatakan bahwa barang siapa yang

dirinya terkalahkan oleh kuatnya syahwat dunia, maka ia akan senantiasa

menjadi budak ahli dunia. Dan barang siapa yang qana’ah maka akan

hilang ketundukannya pada dunia.19

16 Qana’ah adalah menemukan kecukupan di dalam apa yang ada dan tidak menginginkan apa yang tidak ada. Menurut Muhamad bin Ali al-Tirmidzy, qana’ah adalah kepuasan jiwa terhadap rezeki yang diberikan. Abul Qasim al-Qusyairy al-Naisabury, Risalat al-Qusyairiyyah: Induk Ilmu Tasawuf, terj. M. Lukman Hakim (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), 174.17 al-Zarnuji, Pedoman Belajar untuk Pelajar dan Santri, terj. Noor Aufa Siddiq (Surabaya: al-Hidayah, tt), 78.18 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 26.19 A’im al-Kailani, Kumpulan Maqolah Imam Syafi’i (Kediri: Poros Dunia, 2009), 58.

70

Page 8: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

5. Pandai mengatur waktu

Seorang murid hendaknya pandai di dalam membagi waktunya

baik siang ataupun malam dan mempergunakan setiap kesempatan yang

ada. Sebab waktu yang terbuang percuma itu tidak ada nilainya.

K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan waktu-waktu yang paling

baik untuk digunakan oleh seorang murid di dalam belajar yaitu:

a. Waktu sahur (waktu menjelang subuh) dipergunakan

untuk menghafalkan pelajaran

b. Waktu pagi dipergunakan untuk membahas pelajaran

c. Waktu setengah hari dipergunakan untuk menulis

d. Waktu malam dipergunakan untuk muthala’ah

(mendalami) dan mengingat pelajaran.

Selain soal waktu, seorang murid juga perlu memperhatikan

masalah tempat belajar. Dalam hal ini K.H.M. Hasyim Asy’ari

menyebutkan bahwa tempat yang paling baik untuk dipergunakan

menghafal adalah di dalam kamar dan semua tempat yang jauh dari hal-

hal yang akan bisa membuat lupa. Di antara tempat-tempat yang bisa

membuat lupa adalah di tempat tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman

yang hijau, di tepi sungai dan di tempat-tempat yang bising.20

6. Menyederhanakan makan dan minum

20 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 26.

71

Page 9: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hendaknya seorang murid tidak berlebihan (terlampau kenyang)

dalam hal mengkonsumsi makanan dan minuman. Karena, apabila perut

dalam keadaan terlampau kenyang, maka hal ini akan menghalanginya

untuk melakukan ibadah dan membuatnya malas, lebih-lebih di dalam

belajar.

Salah satu faidah dari mengurangi makan dan minum adalah badan

menjadi sehat, terhindar dari penyakit dan penyakit tidak mudah datang.

Karena sebab-sebab datangnya suatu penyakit biasanya adalah karena

terlalu banyak makan dan minum.

Sedangkan sehatnya hati adalah terhindar dari sifat berlebihan dan

sifat sombong. Kita tidak pernah melihat kekasih Allah SWT (wali), para

pemimpin umat, dan para ulama yang terpilih yang mempunyai ciri-ciri di

atas, atau pun sifat banyak makan.21

Imam al-Syafi’i r.a berkata: “Kenyang itu akan membuat badan

menjadi berat, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan, mengajak

tidur, dan melemahkan ibadah”.22

7. Bersikap wara’ dan berhati-hati dalam setiap tindakan

Hendaknya seorang murid menuntut dirinya sendiri agar bersifat

wira’i23 dan berhati-hati dalam setiap keadaan dan tindakan. Selanjutnya, 21 Ibid., 26-27.22 al-Kailani, Kumpulan, 35.23 Wira’i adalah menjaga diri dari perbuatan yang bisa merendahkan diri sendiri. Wara’ menurut Ibrahim bin Adham adalah meninggalkan segala sesuatu yang meragukan, segala sesuatu yang tidak

72

Page 10: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

seorang murid hendaknya bersungguh-sungguh untuk memperoleh barang

yang halal, baik makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, maupun

segala kebutuhannya.24

Al-Zarnuji menyebutkan sebagian dari sikap wara’ adalah menjaga

diri dari kekenyangan, terlalu banyak tidur, banyak bicara (membicarakan

sesuatu yang tidak ada manfaatnya), dan sedapat mungkin menjaga jangan

sampai memakan makanan pasar.25

Hal yang demikian itu, perlu untuk diperhatikan demi menjaga

cahaya hati agar senantiasa cemerlang dalam menerima ilmu pengetahuan

dan kemanfaatannya. Dengan hati yang bercahaya niscaya di dalam

mencari ilmu pengetahuan akan menjadi mudah.

8. Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan

kebodohan

Hendaknya seorang murid pandai mengatur dalam hal pola makan.

Yakni, tidak memperbanyak makan makanan yang akan menjadi

penyebab kesulitan dalam menerima pelajaran dan memperlemah panca

indra. Di antaranya adalah memakan buah apel yang masam, kacang-

kacangan, dan minum cuka.

berarti, dan apapun yang berlebihan. al-Qusyairy al-Naisabury, Risalat al-Qusyairiyyah, 103.24 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 27.25 al-Zarnuji, Pedoman Belajar, 95.

73

Page 11: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Begitupun juga makanan yang menimbulkan banyak dahak, yang

bisa melemahkan akal pikiran dan memperberat badan, seperti terlalu

banyak minum susu, makan ikan, dan lain sebagainya.26

Al-Zarnuji di dalam kitabnya menambahkan tentang makanan dan

hal-hal yang dapat menyebabkan lupa. Di antaranya adalah makan

ketumbar yang masih basah, melihat orang yang disalib, membaca tulisan

yang ada di papan atau batu nisan kuburan, dan berjalan di antara (disela-

sela) dua unta yang digandeng.27

9. Mengurangi waktu tidur

Maksud dari mengurangi waktu tidur yakni selama tidak

menimbulkan bahaya pada diri dan hatinya. Seorang murid hendaknya

ketika beristirahat dalam sehari semalam adalah tidak melebihi 8 (delapan)

jam dan itu sudah sepertiga waktu (dari 24 jam). Apabila seorang murid

mampu beristirahat kurang dari sepertiga waktu dalam sehari semalam,

maka ia dipersilahkan untuk melakukannya.

Selanjutnya, apabila murid merasa terlalu lelah, maka bukanlah

suatu kesalahan jika ia memberikan kesempatan untuk beristirahat

terhadap diri, hati, dan penglihatannya. Yakni dengan cara mencari

hiburan dan bersantai di tempat hiburan (yang tidak melanggar syara’)

26 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 27.27 al-Zarnuji, Pedoman Belajar, 106.

74

Page 12: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

sehingga ketika kembali untuk melaksanakan segala aktifitasnya ia sudah

segar kembali.28

Abul Qo’qo menyebutkan dampak dari kebanyakan tidur di

antaranya adalah menyebabkan hati menjadi keras dan lalai, mematikan

semangat yang tinggi dan menjadikan tubuh terbiasa dan menyukai

kemalasan dan menunda-nunda kewajiban.29

10. Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaidah

Seyogyanya seorang murid di dalam mencari ilmu pengetahuan

hendaknya meninggalkan hal-hal yang kurang berfaidah. Di antaranya

adalah menjauhi pergaulan umum, karena menjauhinya itu lebih baik,

terutama bergaul dengan lawan jenis. Hal ini dikarenakan akan

membuatnya banyak bermain dan mengganggu akal pikiran.

Karena di antara watak manusia yang tidak baik adalah suka

mencuri kesempatan. Efek negatif dari pergaulan yang semacam itu

adalah banyaknya waktu yang terbuang sia-sia dan hilangnya rasa

keagamaan.30

Al-Zarnuji juga menambahkan agar seorang murid itu dapat

menjaga dan menjauhi orang yang rusak akhlaknya, orang yang suka

berbuat maksiat, dan orang yang suka menganggur.31

28 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 28.29 Abul Qo’qo Muhamad bin Shalih, 125 Kiat Salaf Menjadikan Waktu Produktif, terj. Izzudin al-Karimi (Surabaya: Pustaka La Raiba Bima Amanta, 2006), 195. 30 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 28.31 al-Zarnuji, Pedoman Belajar, 97.

75

Page 13: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Dalam hal ini K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan kriteria

seseorang yang baik untuk dijadikan sebagai seorang teman. Di antaranya

adalah seagama, bertaqwa, wira’i, bersih hatinya, banyak berbuat

kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memiliki harga diri yang baik, dan

sedikit berselisih dengan orang lain.32

b. Etika Murid Terhadap Guru

Etika seorang murid terhadap gurunya ada 12 (dua belas) macam,

yaitu:

1. Mempertimbangkan secara mendalam dan melakukan

sholat istikharah.33

Hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang murid adalah

mempertimbangkan secara mendalam dan melakukan shalat istikharah di

dalam mencari seorang guru.

Seorang murid hendaknya berangan-angan dan memusyawarahkan

terlebih dahulu kepada yang lebih tahu. Hal ini penting agar tidak salah di

dalam memilih dan mencari seorang guru. Setelah seorang murid

bermusyawarah, ia hendaknya melakukan shalat istikharah agar diberi

petunjuk oleh Allah SWT.

32 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 28.33 Sholat untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT agar diberi jalan keluar yang terbaik.

76

Page 14: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan beberapa kriteria seorang

guru yang patut bagi seorang murid untuk dijadikan sebagai gurunya. Di

antaranya: ahli dibidangnya, memiliki kecakapan dan kredibilitas yang

baik, memiliki sifat kasih sayang, mempunyai sifat muru’ah, menjaga diri

dari perbuatan yang merendahkan martabat seorang guru, misalnya

tertawa terbahak-bahak, mempunyai metode pembelajaran yang baik serta

memiliki pemahaman yang mendalam dibidangnya.

Dalam hal ini, K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip pendapat dari

Ibnu Sirrîn rahimahullah ta’ala yang menyatakan bahwa ilmu adalah

agama, maka hendaklah kita melihat (mempertimbangkan terlebih dahulu)

kepada siapakah kita mengambil agama itu (menimba ilmu

pengetahuan).34

2. Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari

sosok guru.

Menurut K.H.M. Hasyim Asy’ari sosok guru yang baik adalah

yang mempunyai ilmu syariat yang baik, diakui oleh guru-guru yang lain,

banyak melakukan kajian, diskusi, tidak mempelajari ilmu hanya melalui

buku, dan bergaul dengan guru-guru lain yang lebih cerdas.

Dalam hal ini, K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip perkataan dari

Imam al-Syafi’i r.a yang menyatakan bahwa orang yang mempelajari ilmu

34 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 29.

77

Page 15: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

pengetahuan yang hanya melalui buku, maka ia telah menyia-nyiakan

ilmu tersebut.35

Oleh karena itu, seorang murid harus benar-benar memperhatikan

kriteria-kriteria yang telah disebutkan di atas. Agar ia dapat memperoleh

ilmu yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

3. Mengikuti jejak-jejak seorang guru

Hendaknya selama tidak keluar dari garis-garis ajaran agama

seorang murid harus selalu tunduk, taat dan patuh terhadap gurunya. Ia

tidak diperkenankan keluar dari pendapat dan segala aturan-aturan yang

telah dibuat.

Oleh karena itu, seorang murid hendaknya selalu meminta saran

(petunjuk) terlebih dahulu kepada sang guru atas apapun yang akan

dilakukannya serta berusaha mendapatkan restunya. Ia wajib hormat dan

berbakti kepada gurunya dengan sepenuh hati dengan niat mendekatkan

diri kepada Allah SWT.

K.H.M. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa kehinaan seorang

murid di hadapan gurunya merupakan suatu kemuliaan. Ketundukannya

adalah suatu kebanggaan dan kerendahan hati terhadapnya adalah suatu

keluhuran.36

35 Ibid.36 Ibid., 30.

78

Page 16: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Dengan ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kita kepada seorang

guru, niscaya di dalam kita mencari ilmu pengetahuan akan mendapatkan

manfaat dan keberkahan. Karena ilmu pengetahuan itu tidak dapat diraih,

kecuali dengan sikap rendah diri, penuh perhatian, dan mau mendengar

dengan khusu’.

4. Menghormati guru

Hendaknya seorang murid harus selalu berpandangan bahwa guru

adalah sosok yang agung dan terhormat. Sikap yang demikian ini akan

mendekatkan kepada keberhasilan seorang murid dalam meraih ilmu

pengetahuan yang bermanfaat. K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip

pendapatnya Abu Yusuf rahimahullah ta’ala yang menyatakan bahwa

orang yang tidak mempunyai keyakinan kemuliaan gurunya maka ia tidak

akan memperoleh kebahagiaan.

Dalam hal ini, K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan bentuk-

bentuk penghormatan seorang murid terhadap seorang guru, di antaranya

adalah tidak memanggil gurunya dengan panggilan “kamu”, tidak

memanggil dengan nama asli gurunya, tetapi dengan menggunakan

sebutan “wahai Tuanku” atau “wahai Guruku”.

Disamping itu, seorang murid tidak sepatutnya menyebut nama

gurunya di hadapan orang lain kecuali disertai dengan kalimat-kalimat

79

Page 17: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

atau sebutan lain atau nama kehormatan, seperti Syekh (tuan guru), Ustâdz

(guru), Syaikhuna (guru kami), dan sebagainya.37

Lebih lanjut, sebagian dari memuliakan seorang guru, ialah tidak

berjalan di depannya, duduk di tempat duduknya, memulai bicara kecuali

mendapat izin darinya, tidak mengajukan pertanyaan jika guru sedang

dalam keadaan tidak enak, jangan sampai mengetuk-ngetuk pintunya,

tetapi sabarlah sebentar tunggu sampai dia keluar.38

5. Memperhatikan apa yang menjadi hak guru

Hendaknya seorang murid mengetahui kewajibannya kepada sang

guru dan tidak pernah melupakan jasa-jasa, keagungan dan kemuliannya,

serta selalu mendo’akan gurunya, baik ketika beliau masih hidup atau

setelah meninggal dunia.

Selalu menjaga keturunannya, kerabat, dan orang-orang yang

beliau kasihi serta selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu

berziarah ke makam beliau untuk memintakan ampun, memberikan

sadaqah atas nama beliau, selalu menampakan budi pekerti yang baik dan

memberikan petunjuk kepada orang yang membutuhkan.

Selain itu, seorang murid harus selalu menjaga adat istiadat, tradisi

dan kebiasaan yang dilakukan oleh gurunya, baik dalam masalah agama

ataupun dalam masalah keilmuan. Ia juga harus mempergunakan budi

37 Ibid.38 al-Zarnuji, Pedoman Belajar, 26.

80

Page 18: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

pekerti seperti apa yang telah dilakukan gurunya, selalu setia, tunduk dan

patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan di manapun berada.39

6. Bersabar terhadap kekerasan guru

Seorang murid hendaknya bersabar atas perilaku atau sikap buruk

guru. Hendaknya perilaku atau sikap tersebut tidak menjadi penghalang

bagi seorang murid untuk selalu menimba ilmu dan menyakini

kesempurnaan guru dengan baik. Yaitu, dengan beranggapan bahwa

sesungguhnya perilaku guru, pada hakikatnya, itu bertolak belakang

dengan apa yang tampak.

Apabila seorang guru bersikap keras terhadapnya, akan lebih bijak

jika seorang murid segera mendahului untuk meminta maaf. Hal ini

dilakukan sebagai wujud introspeksi diri dan mengakui kesalahan serta

meminta restunya. Karena sikap yang demikian itu justru akan lebih

memantapkan jiwa gurunya dalam menapaki keutamaan, sehingga ia akan

segera menyadari kesalahannya dalam memberikan bimbingan.

Perlu diperhatikan bahwa teguran guru adalah petunjuk dan

perbaikan untuk sikap seorang murid. Murid hendaknya menyikapi

teguran guru itu sebagai nikmat Allah SWT dalam bentuk perhatian dan

koreksi guru atas dirinya. Hal ini akan bisa mendekatkan dirinya kepada

sang guru dan akan mendorongnya untuk lebih memperhatikan sikap baik

guru.

39 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 30-31.

81

Page 19: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Jika pada suatu kesempatan sang guru memberi petunjuk tentang

etika atau kekurangan yang ada dalam dirinya dan sebenarnya ia sudah

mengetahuinya, maka hendaknya jangan menampakkan bahwa ia sudah

mengetahuinya dan berpura-pura lupa. Akan tetapi, hendaknya seorang

murid berterima kasih terhadap guru atas petunjuk dan perhatiannya

terhadap persoalan tersebut.

Akan tetapi, jika ia (murid) mempunyai alasan terhadap sikap

tertentu, namun ternyata petunjuk guru lebih baik, maka hendaknya

petunjuk itu dilaksanakan. Dan jika ternyata tidak lebih baik maka bisa

ditinggalkan, kecuali jika ada bahaya tatkala mengabaikan petunjuk

tersebut, maka petunjuk guru tetap dilaksanakan.40

7. Berkunjung kepada seorang guru dengan sopan santun

Seorang murid ketika akan berkunjung kepada seorang guru harus

menggunakan etika yang baik. Di antaranya adalah janganlah masuk

menghadap guru di luar majlis umum kecuali setelah meminta izin, baik

terhadap guru secara langsung ataupun lewat orang lain. Jika permohonan

izin itu tidak diterima oleh guru dan tidak diberi izin, maka hendaknya ia

kembali dan jangan mengulang permohonannya.

Akan tetapi, jika ia merasa ragu apakah sang guru telah

mengetahui kedatangannya atau belum, maka hendaknya ia jangan

mengulang permohonannya lebih dari tiga kali atau tiga kali ketukan

40 Ibid., 31-32.

82

Page 20: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

pintu. Adapun ketika mengetuk pintu, maka hendaknya ia mengetuk pintu

dengan pelan dan sopan (menggunakan jari tangan).

Apabila guru telah mengizinkannya masuk sedangkan ia bersama

dengan teman-temannya, maka hendaknya orang yang masuk terlebih

dahulu adalah orang yang dianggap paling utama dan lebih tua umurnya,

baru kemudian secara tertib disusul oleh yang lain.

Hal yang perlu diperhatikan juga ketika akan berkunjung ke

kediaman guru, seorang murid hendaknya menyempurnakan perilakunya.

Yakni mensucikan badan serta pakaiannya, termasuk juga membersihkan

kuku dan menghilangkan aroma-aroma yang tidak sedap.

Selain itu, jika pada saat murid berkunjung dan mendapati gurunya

sedang bercakap-cakap dengan orang lain, maka hendaknya ia diam tidak

menyela pembicaraan. Begitupun juga ketika sang guru sedang

melaksanakan shalat, berdzikir, ataupun membaca, maka sebaiknya ia

tidak mengucapkan sepatah kata pun selain menyampaikan salam dan

segera beranjak pergi.

Namun, jika sang guru memintanya agar tetap menunggu, maka

hendaknya murid langsung menemui gurunya dan langsung mengutarakan

maksud kedatangannya. Hal ini diharapkan agar tidak mengganggu

aktifitas yang tengah di lakukan oleh sang guru.

Apabila saat berkunjung murid tidak mendapati gurunya berada di

tempat (kediaman atau tempat mengajar), maka sebaiknya ia bersabar

83

Page 21: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

menunggu. Namun demikian, ketika menunggu seorang guru, ia tidak

tidak diperkenankan melakukan hal-hal kegaduhan yang dapat memancing

agar gurunya lekas keluar (menemuinya). Begitupun juga ketika sang guru

sedang tidur, maka ia harus bersabar menunggu sampai gurunya bangun.41

8. Duduklah dengan rapi dan sopan bila berhadapan

dengan guru

Apabila seorang murid duduk di hadapan guru, maka ia hendaknya

duduk di hadapannya dengan penuh sopan santun. Di antara cara duduk

yang baik adalah duduk bersimpuh di atas kedua lutut (seperti duduk pada

takhiyat awal) atau duduk seperti duduknya orang orang yang melakukan

duduk takhiyat akhir, duduk bersila, dengan rasa tawadhu, rendah hati,

tenang, dan khusu’.

Selain itu, seorang murid hendaknya tidak selalu sering

memalingkan wajahnya di hadapan gurunya tanpa ada kepentingan. Hal

ini dilakukan agar, ketika guru sedang memberi penjelasannya tidak

mengulang-ulangi lagi penjelasannya.

Seorang murid tidak diperbolehkan membuat kegaduhan yang

akan didengar oleh guru dan tidak memperhatikan guru, murid juga tidak

boleh mempermainkan ujung baju, membuka lengan baju sampai kedua

siku, mempermainkan beberapa anggota tubuhnya (kedua tangan, kedua

kaki, membuka mulutnya, menggerak-gerakkan giginya atau yang

41 Ibid., 32-33.

84

Page 22: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

lainnya), memukul lantai atau yang lainnya dengan menggunakan telapak

tangannya dan bermain-main dengan menggunakan sarung dan

sebagainya.

Seorang murid ketika berhadapan di hadapan seorang guru

hendaknya jangan menyandarkan diri ke tembok atau bantal. Ia juga tidak

boleh memberikan sesuatu dari samping atau belakang, tidak boleh

berpegangan pada sesuatu yang berada di belakang atau sampingnya.

Seorang murid tidak diperkenankan menceritakan sesuatu yang

lucu yang akan menimbulkan tertawa orang lain, atau cerita yang ada

unsur penghinaan kepada guru, berbicara dengan menggunakan kata-kata

yang jelek, dan menampakkan sikap dan budi pekerti yang kurang baik di

hadapan gurunya.

Selain itu, ketika berada di hadapan guru, seorang murid tidak

boleh mentertawakan sesuatu kecuali hal-hal yang memang sangat

menggelikan, lucu, dan jenaka, ia juga tidak boleh mengagumi sesuatu.

Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga

membuat murid tertawa, maka hendaknya tertawanya itu tidak terlalu

keras, tidak mengeluarkan suara. Ia juga tidak boleh membuang ludah atau

mendehem selama hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun

apabila tidak mungkin seyogyanya ia melakukannya dengan santun.

Seorang murid tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan

dahak dari mulutnya, namun yang paling baik adalah seharusnya itu

85

Page 23: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan dengan menggunakan sapu tangan atau menggunakan ujung

bajunya untuk dipakai sebagai tempat dahak tersebut.

Apabila seorang murid sedang bersin, maka hendaknya berusaha

untuk memelankan suaranya dan menutupi wajahnya dengan memakai

sapu tangan misalnya. Apabila ia membuka mulut karena menahan rasa

kantuk (menguap) maka hendaknya ia menutup mulutnya dan berusaha

untuk tidak membuka mulut.42

9. Berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut

Ketika seorang murid sedang berhadapan atau berbicara dengan

seorang guru, K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan beberapa hal yang

perlu diperhatikan. Di antaranya adalah tidak bertanya dengan pertanyaan

untuk apa, menurut pendapat saya, ataupun menurut pendapat siapa dari

mana dan sejenisnya.

Selain itu, apabila sang guru sedang menjelaskan suatu keterangan,

seyogyanya ia tidak mengatakan ungkapan-ungkapan yang tidak sopan.

Seperti contoh ungkapan “Demikianlah ucapanmu”, “Saya ragu (tidak

yakin)”, “Sebagaimana (hal itu) telah dikatakan oleh si fulan”, dan lain

sebagainya.

Jika misalnya seorang guru melakukan kekeliruaan ketika

memberikan suatu pernyataan atau saat mengutip suatu dalil, maka

hendaknya ia tidak lekas menampakkan wajah ketidaksetujuaannya. Akan

42 Ibid., 34-35.

86

Page 24: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

tetapi, sebaiknya ia tetap tenang demi menjaga perasaan gurunya. Karena

bagaimanapun juga seorang guru adalah manusia biasa yang tidak luput

dari kesalahan dan kekeliruaan.43

10. Mendengarkan segala fatwanya

Jika seorang murid sedang mendengarkan penjelasan guru tentang

hukum suatu masalah atau tentang suatu faidah, atau guru menceritakan

kisah tertentu atau menyanyikan syair yang sudah dihafalkannya, maka

hendaknya ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh antusias

seolah-olah belum pernah mendengarkannya.44

11. Jangan sekali-kali menyela ketika guru sedang

menjelaskan

Ketika seorang guru sedang menjelaskan suatu hal, maka seorang

murid hendaknya tidak mendahului gurunya untuk menjelaskan suatu

masalah atau menjawab suatu pertanyaan. Ia juga hendaknya tidak

membandingkan dan juga tidak menunjukan pengetahuan dan

pemahamannya tentang hal tersebut.

Selain itu, seorang murid hendaknya tidak melakukan pembicaraan

dengan orang lain (ngomong sendiri), akan tetapi ia harus konsentrasi. Hal

ini dimaksudkan, agar ketika sang guru meminta atau memerintahkan

sesuatu kepada murid tidak perlu mengulangi kedua kali.45

43 Ibid., 36.44 Ibid., 37.45 Ibid., 38.

87

Page 25: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

12. Menggunakan anggota kanan

Jika seorang guru memberikan sesuatu pada murid, maka

hendaknya di terima dengan tangan kanan. Begitupun juga ketika seorang

murid menyerahkan sesuatu kepada gurunya hendaknya menggunakan

tangan kanan.

Jika sesuatu itu berupa catatan pelajaran, maka hendaknya dibaca.

Jika berupa cerita, buku agama, dan sejenisnya, maka hendaknya

disebarluaskan, lalu membuat laporan kepada guru. Murid tidak boleh

menyerahkan hal-hal di atas kepada guru dengan dilipat, kecuali jika

dikehendaki oleh guru tersebut.

Jika seorang murid akan memberikan buku kepada guru, hendakya

buku tersebut sudah disiapkan sebaik mungkin. Sehingga guru langsung

membuka dan membacanya tidak tersulitkan, bahkan jika perlu buku

tersebut sudah dibuka sesuai yang diinginkan oleh sang guru.

Murid tidak boleh membuang atau menghapus sesuatupun dari

buku, catatan pelajaran, atau sejenisnya dari buku yang diberikan oleh

sang guru. Murid hendaknya mengulurkan tangan tatkala posisi guru jauh

darinya, bahkan kalau perlu berdiri mendekat, sehingga guru tidak perlu

mengulurkan tangan untuk mengambil atau memberikan sesuatu.46

46 Ibid., 39.

88

Page 26: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Adapun di antara beberapa adab (etika) lain yang perlu diketahui

oleh seorang murid ketika sedang bersama gurunya di antaranya posisi

duduk murid hendaknya tidak terlalu dekat dengan guru, karena akan

membari kesan su’ul al-adâb (tidak etis). Murid hendaknya jangan

meletakkan tangan, kaki, anggota badan, atau pakaiannya pada pakaian,

bantal, sajadah, atau tempat tidur milik guru.

Selanjutnya jika guru menyuruh menulis, hendaknya pena (baca:

alat-alat tulis) diambil sebelum guru memberikannya. Jika meletakkan

tempat tinta di hadapan guru, hendaknya tutupnya sudah dibuka dan siap

untuk digunakan menulis. Jika memberikan pisau, hendaknya mata dan

bagian tajam pisau tidak diarahkan ke guru, tetapi dilempangkan sehingga

guru menerima gagang pisau yang tumpul.

Jika memberikan sajadah untuk shalat berjama’ah dengan guru,

hendaknya murid menggelar sajadah tersebut terlebih dahulu. Murid tidak

boleh duduk di hadapan guru dengan beralaskan sajadah tersebut dan juga

tidak boleh shalat di atasnya kecuali jika tempatnya tidak ada yang suci

atau ada ‘uzdur.

Jika guru berdiri setelah menyelesaikan shalat, hendaknya ia

dengan cepat mengambil sajadahnya dengan tangan atau jika perlu

memegangnya erat-erat dan menyiapkan sandalnya. Semuanya itu

dilakukan oleh seorang murid dengan tujuan untuk mendekatkan diri

kepada Allah SWT dan mencari ridha guru.

89

Page 27: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Jika murid berjalan bersama guru, hendaknya berjalan di depannya

(pada malam hari) dan di belakangnya (pada siang hari) kecuali jika

kondisi menghendaki sebaliknya, seperti berdesakan atau sejenisnya.

Tatkala berjalan di daerah yang asing yang tidak diketahui situasi dan

kondisinya atau daerah yang berbahaya, hendaknya murid berjalan di

depannya untuk menjaga guru agar tidak terjatuh atau terkena bahaya, dan

menjaga pakaiannya dari terkena kotoran.

Jika berjalan dikeramaian hendaknya dijaga dengan memegang

tangan guru, baik dari depan ataupun belakang. Jika murid berjalan di

depan maka hendaknya sering menoleh kebelakang. Jika di tengah

perjalanan guru berbicara dengannya, dan keduanya sama-sama berteduh,

hendaknya murid berada di sebelah kanan guru atau sebelah kirinya

dengan posisi lebih maju sambil menoleh ke arah guru.

Murid hendaknya memberi tahu guru orang-orang yang berada di

sekeliling dan yang berkehendak dengan guru, jika guru tidak

mengetahuinya. Murid tidak boleh berjalan di samping guru, kecuali

karena ada kebutuhan atau atas perintahnya, untuk menjaga agar guru

tidak berdesakan atau kendaraan guru, jika keduanya memakai kendaraan,

dan menjaga agar tidak menyenggol pakaian guru.

Murid hendaknya mendahulukan guru ke arah yang teduh pada

musim panas, ke arah matahari pada musim dingin, dan ke arah si mana

muka guru tidak terkena sinar matahari tatkala menoleh ke arahnya.

90

Page 28: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hendaknya jangan berjalan di antara guru, jika guru sedang

bercakap-cakap dengan seseorang, namun hendaknya berada di

belakangnya. Dan jika guru berbicara atau mendahului, maka janganlah

mendekat, mendengarkan ataupun berpaling. Jika guru mengikutsertakan

dirinya dalam pembicaraan, maka hendaknya murid datang dari sisi lain.

Jika murid berpapasan dengan guru di jalan, maka ucapkanlah

salam. Namun apabila jauh, maka janganlah memanggil ataupun

mengucapkan salam dari jauh ataupun dari kejauhan. Hendaknya ia

mendekat dan maju, baru mengucapkan salam. Janganlah berjalan

mendahuluinya di jalan sehingga akan membelakanginya.

Janganlah bertanya di jalan, dan jika sudah sampai ke kediaman

guru, maka janganlah berhenti di depan pintu karena akan menghalangi

orang yang keluar setelah menghadap guru. Jika murid naik tangga

bersama guru maka hendaknya murid di belakang guru, dan jika turun,

maka hendaknya murid mendahuluinya untuk menjaga agar kaki guru

tidak terjatuh atau tergelincir.

Janganlah berkomentar pada pendapat guru dengan menyatakan

bahwa ini salah dan ini juga salah atau menyatakan ini bukan pendapat

saya, namun katakanlah bahwa fenomena ini mempunyai nilai positif.47

47 Ibid., 40-42.

91

Page 29: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

c. Etika Murid Terhadap Pelajarannya

Etika seorang murid terhadap pelajarannya dan hal-hal yang harus ia

pegang ketika bersama guru dan teman-temannya. Mengenai hal ini ada 13

(tiga belas) macam etika yaitu:

1. Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk

dipelajari

Sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain, hendaknya seorang

murid memulai terlebih dahulu pada pelajaran yang sifatnya fardhu ‘ain,

yaitu belajar empat jenis ilmu. Pertama, ilmu tentang ketauhidan; kedua,

ilmu tentang sifat-sifat Allah SWT; ketiga, ilmu fiqih; keempat, ilmu

tasawuf.48

Jadi, seorang murid harus mendahulukan ilmu pengetahuan yang

paling pokok dan mulia, kemudian ilmu pengetahuan yang penting, lalu

ilmu pengetahuan yang lain sebagai pelengkap dan seterusnya. Karena

ilmu pengetahuan yang satu dengan yang lainnya erat sekali dan saling

membantu.

2. Mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu

‘ain

48 Ibid., 43.

92

Page 30: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Setelah mempelajari ilmu yang fardlu ‘ain maka hendaknya

seorang murid melanjutkan dengan mempelajari berbagai ilmu yang

berkaitan dengan kitab Allah SWT sehingga ia mempunyai keyakinan

yang kuat. Mendalami kitab Allah SWT ini amat penting, mengingat

kedudukannya sebagai sumber segala ilmu pengetahuan dan merupakan

ilmu pengetahuan yang paling penting.

Dalam hal ini, K.H.M Hasyim Asy’ari menyebutkan ilmu-ilmu

yang harus dipelajari selain ilmu yang fadhu ‘ain adalah ilmu tafsir, ilmu

hadits, ilmu ushuluddin, ilmu ushul fiqih, serta ilmu nahwu dan shorof.

Perlu diperhatikan juga bahwa kesibukan seorang murid dalam

mencari ilmu jangan sampai melupakan untuk membaca al-Qur’an,

menjaganya, selalu istiqamah membacanya sebagai kegiatan sehari-hari.49

Hal-hal sebagaimana disebutkan di atas hendaknya dilakukan oleh

seorang murid melalui petunjuk dan bimbingan seorang guru yang benar-

benar ahli dibidangnya.

3. Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama

Sejak awal seorang murid harus bisa menahan diri dan tidak

terjebak dalam perbedaan pandangan di antara para ulama dan juga

manusia umumnya secara mutlak, baik pada masalah pemikiran ataupun

pendengaran. Karena hal itu akan membuat hatinya menjadi bingung dan

membuat pikiran tidak tenang.

49 Ibid., 44.

93

Page 31: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Imam al-Ghazali r.a pernah berkata: “Berhati-hatilah engkau

terhadap ilmu yang di dalamnya mengandung banyak pertentangan

pendapat, karena bahayanya akan jauh lebih besar ketimbang manfatnya.”

Hal yang perlu dihindari juga oleh seorang murid adalah membaca

(mempelajari) buku atau kitab (ilmu pengetahuan) tidak secara tuntas dan

sistematis. Ini penting diperhatikan agar ia tidak menyia-nyiakan

waktunya dengan membaca buku namun tidak mendapatkan pemahaman

yang benar dan mendalam.

Hal yang lebih penting lagi adalah mengamalkan ilmu

pengetahuan yang telah dipelajari. Karena hal demikianlah seharusnya

maksud dan tujuan dari mempelajari ilmu pengetahuan.50

4. Mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar kepada

orang yang dipercayainya

Apabila seorang murid mempunyai niat untuk menghafalkan

sesuatu (teks/bacaan), hendaknya sang murid mentashihkan terlebih

dahulu kepada seorang guru atau orang yang mempunyai kemampuan

dalam ilmu tersebut. Kemudian setelah selesai diteliti dengan benar

barulah ia menghafalkannya dengan baik.

50 Ibid., 45.

94

Page 32: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hal itu dimaksudkan agar terhindar dari kesalahan-kesalahan

redaksional atau substansial yang dapat berakibat rusaknya makna dan

substansi teks.51

5. Tidak menunda-nunda waktu dalam mempelajari suatu

ilmu, apalagi ilmu tentang hadits

Hendaknya seorang murid dalam mencari ilmu berangkat lebih

pagi, apalagi ilmu hadits. Jangan menyia-nyiakan peluang yang ia miliki

untuk menggali ilmu dan meneliti sanad-sanad hadits, hukum-hukum,

manfaat, bahasa, dan cerita yang terkandung di dalamnya.

Berbicara tentang hadits-hadits Rasulullah SAW, kiranya dapat

dikatakan disini bahwa ia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan

dan syariat yang banyak menjelaskan cabang yang lain, yakni al-Qur’an.

Dalam hal ini, Imam al-Syafi’i r.a mengatakan: “Barang siapa memahami

hadits Rasulullah SAW akan bertambah kuatlah hujjah (dalil)-nya”.52

6. Pancangkan cita-cita yang tinggi

Apabila seorang murid telah benar-benar menguasai pembahasan

yang mudah, hendaknya ia melanjutkannya dengan pembahasan yang

lebih kompleks, luas, dan terperinci. Oleh karena itu, ia dituntut harus

selalu menanamkan semangat belajar yang tinggi dalam mencari ilmu

pengetahuan.

51 Ibid., 46.52 Ibid., 47.

95

Page 33: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Jadi, seyogyanya seorang murid tidak lekas merasa puas dengan

ilmu pengetahuan yang telah dimiliki. Karena untuk menjadi pewaris para

nabi yang sejati tidaklah mudah.53

7. Aktif menghadiri pengajian atau kuliah yang

disampaikan oleh guru

Seorang murid harus selalu mengikuti halaqah gurunya dalam

setiap pelajaran. Kalau memungkinkan ia membacanya (memahaminya),

karena hal itu akan memberi sebuah kebaikan. Sehingga ia akan berhasil

mencapai apa yang di harapkan, dicita-citakan, memiliki sopan santun

yang baik serta kemuliaan.

Tidak hanya itu, seorang murid hendaknya menyimak baik-baik

setiap penjelasan yang disampaikan oleh gurunya serta mencatat beberapa

keterangan yang dirasa penting.

Hal penting lain yang juga perlu dilakukan oleh seorang murid

adalah mengulang-ulang penjelasan yang telah disampaikan oleh guru

seraya melafazhkannya dalam hati. Yang demikian itu demi menjaga ilmu

pengetahuan yang telah diraih agar tertancap kuat di dasar sanubarinya.54

53 Ibid.54 Ibid., 47-48.

96

Page 34: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

8. Ucapkan salam bila sampai di tempat majlis ta’lim

(sekolah/madrasah)

Apabila seorang murid menghadiri suatu majlis, hendaklah ia

mengucapkan salam kepada yang hadir dengan suara yang bisa mereka

dengar dengan jelas. Apalagi jika ada gurunya, maka ia harus lebih hormat

dan memuliakan. Begitupun juga ia hendaknya mengucapkan salam ketika

hendak keluar dari majlis tersebut.

Adapun etika seorang murid saat bersama jama’ah di antaranya

adalah sebagai berikut:

a. Tidak mengambil tempat duduk orang lain

b. Tidak berdesak-desakan

c. Tidak duduk di tengah-tengah pertemuan

d. Tidak duduk di depannya orang lain

e. Tidak duduk di antara dua orang teman

f. Tidak duduk di atas orang yang lebih mulia di

banding dirinya.55

9. Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaklah

ditanyakan

Seorang murid hendaknya tidak perlu malu untuk bertanya tentang

kesulitan yang belum bisa dipahami. Namun hendaknya ia bertanya

dengan bertanya yang baik dan sopan. K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip

55 Ibid., 49-50.

97

Page 35: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

pendapatnya Mujahid r.a yang menyatakan bahwa orang yang pemalu dan

orang yang sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu.

Namun demikian, seorang murid hendaknya tidak menanyakan

kepada gurunya tentang hal-hal yang tidak patut ditanyakan atau tidak

pada tempatnya untuk ditanyakan. Oleh karena itu, apabila misalnya

seorang guru diam atas pertanyaan yang ia ajukan, sebaiknya ia tidak terus

mendesak untuk menjawab pertanyaannya.

Demikian pula ketika misalnya sang guru memberikan jawaban

yang menurutnya keliru, ia hendaknya tidak segera menolaknya atau

membantahnya. Selanjutnya, seorang murid hendaknya mengakui atas

ketidak tahuan dan ketidak mengertiannya tatkala misalnya seorang guru

menanyakan sesuatu yang memang tidak diketahui atau dimengerti.56

10. Disiplin

Maksud disiplin disini adalah dalam kasus mengajukan pertanyaan

kepada seorang guru. Apabila kebetulan bersamaan dengan banyak teman

maka sebaiknya seorang murid tidak mendahului antrian (di dalam

mengajukan pertanyaan) kalau tidak mendapat ijin, kecuali dia

mendapatkan izin.57

11. Agar menjaga kesopanan

56 Ibid., 50-51.57 Ibid., 51.

98

Page 36: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Maksudnya adalah ketika seorang murid duduk di hadapan guru

untuk membacakan suatu kitab (buku) hendaknya dengan sopan santun.

Diantara etika yang perlu diperhatikan adalah murid harus membawa

kitabnya sendiri, tidak boleh meletakkan kitabnya dilantai dalam keadaan

terbuka, meminta izin terlebih dahulu, dan tidak langsung membaca ketika

sang guru sedang sibuk.

Selanjutnya, apabila guru sudah memberikan izin, maka murid

sebelum membaca kitab hendaknya membaca ta’awudz, basmallah,

shalawat kepada Nabi SAW, keluarganya, para sahabatnya. Kemudian

mendo’akan gurunya, orang tua gurunya, dirinya sendiri, kaum muslimin

semuanya, dan memintakan rahmat Allah SWT untuk pengarang kitab

yang sedang di bacanya. Hal yang demikian itu, hendaknya juga dilakukan

ketika ia telah selesai membaca kitab tersebut.

Mengingat pentingnya hal ini, seorang guru juga hendaknya

mengingatkan muridnya apabila murid itu, misalnya lupa atau bahkan

belum mengerti sama sekali akan pentingnya melakukan hal-hal

sebagaimana tersebut di atas setiap kali ia hendak membaca ataupun

selesai membaca kitab.58

12. Pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan

istiqamah

58 Ibid., 52.

99

Page 37: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Seorang murid hendaknya tekun pada satu pelajaran dan tidak

berpindah pada pelajaran yang lain sebelum ia bisa memahami dengan

baik. Ia juga tidak boleh berpindah dari suatu tempat belajar ke tempat

belajar lain kecuali sangat terpaksa. Hal ini karena akan menimbulkan

berbagai persoalan, membuat hati menjadi resah, dan menyia-nyiakan

waktu.

Hendaknya seorang murid selalu bersikap tawakal kepada Allah

SWT, tidak memusingkan dirinya dengan masalah rizki, dan tidak

bermusuhan dengan orang lain. Karena hal itu akan mendatangkan

kebencian dan iri hati. Murid hendaknya menjauhkan diri dari pergaulan

dengan pembual, perusak, tukang maksiat, dan pengangguran. Karena

bergaul dengan orang-orang itu hanya akan menimbulkan dampak negatif

yakni murid akan ikut-ikutan (terpengaruh) oleh orang tersebut.

Selain dari itu, hendaknya seorang murid ketika sedang belajar

menghadap kiblat, banyak mengamalkan sunnah-sunnah Nabi SAW,

mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjaga diri dari ajakan orang-orang

zhalim dan ahli ghibah, serta memperbanyak shalat (shalat sunah) dengan

penuh khusu’.59

13. Semangat di dalam belajar.

Seorang murid harus memiliki jiwa semangat di dalam belajarnya

agar mendapatkan keberhasilan. Jiwa optimis yang diwujudkan dengan

59 Ibid., 53-54.

100

Page 38: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

kegiatan yang positif dan bermanfaat serta menghindari keresahan yang

menganggu.

Selain itu, seorang murid hendaknya membantu (mendukung)

keberhasilan teman-temannya sesama pelajar dalam meraih ilmu

pengetahuan. Di antaranya adalah memberi petunjuk (nasihat) kepada

mereka ihwal pentingnya menyibukkan diri dalam meraih faidah,

meringankan kesusahan mereka, mempermudah mereka dalam menggapai

prestasi, serta saling memberikan nasihat dan peringatan.

Semua hal di atas amat penting diperhatikan oleh seorang murid

demi meraih pancaran hati, berkah ilmu pengetahuan, dan tentunya pahala

yang sangat agung. Oleh karena itu, barangsiapa kikir kepada teman-

temannya akan hal-hal di atas, maka jika Allah SWT menghendaki ilmu

pengetahuan yang telah ia miliki tidak akan kokoh terpatri di dalam hati

dan tidak pula berbuah manfaat.

Selanjutnya, setelah seorang murid mendapatkan ilmu, hendaknya

tidak menjadikannya bersikap sombong dan membanggakan kekuatan

akalnya. Akan tetapi, dia harus bersyukur kepada Allah SWT dan

memohon tambahan ilmu kepada-Nya.

Selain itu, seorang murid hendaknya menyebarluaskan kedamaian,

menunjukan sifat kasih sayang dan penghormatan, serta menjaga hak yang

dimiliki teman, saudara, baik seagama ataupun seaktifitas.60

60 Ibid., 54.

101

Page 39: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

C. Etika Mengajar Perspektif K.H.M. Hasyim Asy’ari

Dalam hal ini K.H.M. Hasyim Asy’ari membagi menjadi 3 (tiga) poin

penting bagi seorang guru di dalam mengajar, yaitu:

a. Etika Guru Terhadap Dirinya Sendiri

Etika seorang guru kepada dirinya sendiri ada 20 (dua puluh), yaitu:

1. Senantiasa mendekatkan diri (muraqabah) kepada

Allah SWT

Menurut bahasa, muraqabah berarti mengamati tujuan. Sedangkan

secara terminologi, berarti melestarikan pengamatan kepada Allah SWT

dengan hatinya. Sehingga manusia mengamati pekerjaan dan hukum-

hukum-Nya, dan dengan penuh perasannya, Allah SWT melihat dirinya

dalam gerak dan diamnya.

Menurut Abdullah al-Murta’isy rahimahullah ta’ala, muraqabah

adalah menjaga diri atas batin sendiri dikarenakan kesadaran akan Yang

Ghaib dalam setiap pandangan dan ucapan.

Salah satu ciri muraqabah menurut Dzun Nuun al-Mishry

rahimahullah ta’ala adalah memilih apa yang dipilih oleh Allah SWT,

menganggap besar apa yang dipandang besar oleh-Nya dan menganggap

remeh apa yang apa yang dipandang-Nya remeh.61

2. Senantiasa takut (khauf) kepada Allah SWT

61 al-Qusyairy al-Naisabury, Risalat al-Qusyairiyyah, 218-221.

102

Page 40: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah SWT) dalam segala

ucapan dan tindakan, karena guru adalah orang yang dipercaya untuk

menjaga amanat, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada

Allah SWT.

Sedangkan kebalikan dari hal tersebut disebut khianat. Dalam al

Qur’an Allah SWT beriman yang artinya; “Janganlah kalian semua

mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya dan kamu semua telah

mengkhianati amanat-amanat kalian sedangkan kamu mengetahuinya”.62

Maksud khauf di sini adalah takut terhadap kemungkinan azab

Allah SWT, di dunia atau di akhirat. Tujuannya adalah agar manusia

selalu mempertimbangkan tingkah lakunya. Abu Qasim al-Hakim

rahimahullah ta’ala berkata: “Orang yang takut kepada sesuatu akan lari

darinya, tapi orang yang takut kepada Allah SWT justru semakin

mendekati-Nya”.63

3. Senantiasa bersikap tenang (sakînah)

Sahabat Umar bin Khatab r.a berkata: “Pelajarilah oleh kalian ilmu

pengetahuan dan pelajarilah juga bersamanya sikap tenang dan

kewibawaan”.

4. Senantiasa berhati-hati (wara’)

62 al-Qur’an, 8: 27.63 al-Qusyairy al-Naisabury, Risalat al-Qusyairiyyah, 123-125.

103

Page 41: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Wira’i adalah menjaga diri dari perbuatan yang bisa merendahkan

diri sendiri. Wara’ menurut Ibrahim bin Adham rahimahullah ta’ala

adalah meninggalkan segala sesuatu yang meragukan, segala sesuatu yang

tidak berarti, dan apapun yang berlebihan.64

5. Senantiasa tawadhu’

Tawadhu’ menurut al-Junayd rahimahullah ta’ala adalah

merendahkan diri terhadap makhluk dan bersikap lembut kepada mereka.

Menurut Ibnu Atha’ rahimahullah ta’ala, tawadhu’ adalah menerima

kebenaran dari siapapun datangnya, sedangkan menurut Hamdun al-

Qashshar rahimahullah ta’ala, tawadhu’ adalah engkau tidak memandang

dirimu dibutuhkan oleh siapa pun, baik di dunia ini maupun di dalam

agama.65

Imam al-Syafi’i r.a juga mengatakan bahwa rendah hati merupakan

akhlak orang-orang mulia, sedangkan sombong merupakan kebiasaan

orang-orang tercela. Rendah hati mudah menumbuhkan kecintaan kepada

Allah SWT, sedangkan lapang dada menerima pemberian Allah SWT

akan melahirkan ketenangan jiwa.66

6. Senantiasa khusyu’

Selalu bersikap khusyu’ kepada Allah SWT. Khusyu’ menurut

Hasan al-Bashry rahimahullah ta’ala adalah rasa takut yang terus

64 Ibid., 103.65 Ibid., 155-159.66 al-Kailani, Kumpulan, 28.

104

Page 42: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

menerus dalam hati. Tanda-tanda kekhusyu’an seorang hamba menurut

Sahl bin Abdullah rahimahullah ta’ala adalah manakala ia diprovokasi,

disakiti hatinya atau ditolak, maka semua itu akan diterimanya.67

7. Menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta

pertolongan dalam segala keadaan

Hendaknya seorang guru di dalam kehidupannya senantiasa

menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala

keadaan. Hal ini dilakukan agar dalam setiap gerak langkahnya mendapat

perlindungan dan ridha dari Allah SWT.

8. Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk

mencapai keuntungan

Hendaknya seorang guru tidak menjadikan ilmunya untuk

bertujuan mencari keuntungan yang sifatnya duniawi. Misalnya untuk

mendapatkan jabatan, harta, publisitas, atau agar lebih maju dibanding

temannya yang lain.

Rasulullah SAW bersabda:

ا علما تعلم من تع���الى الل���ه وج���ه ب���ه يبتغى مم اليتعلمه يب اال ا ب��ه ليص�� يج��د لم ال��دنيا من غرض��

68 الجنة عرف

67 al-Qusyairy al-Naisabury, Risalat al-Qusyairiyyah, 152.68 al-Imâm al-Hafîzh Abû Dâwud Sulaiman ibn al-‘Asy’âts al-Sijistânî, Sunan Abû Dâwud (t.t: Dâr al- Fikr, 1990), 32.

105

Page 43: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

“Barang siapa mencari ilmu bukan karena mencari ridha Allah SWT, namun karena harta dunia, maka Allah SWT tidak akan memberinya ilmu dan ia juga tidak akan mendapat semerbaknya harum surga”

9. Tidak selalu memanjakan anak didiknya

Seorang guru hendaknya tidak bersikap diskrimatif di antara murid

yang berasal dari anak penguasa dunia, seperti dengan mendatangi

mereka. Kecuali jika ada kemaslahatan yang melebihi kehinaan ini, yaitu

jika seorang guru harus pergi ke tempat muridnya yang dididiknya karena

murid tersebut mempunyai kedudukan yang tinggi.69

10. Berlaku zuhud dalam kehidupan dunia

Bersikap zuhud70 dalam urusan dunia sebatas apa yang ia

butuhkan, yang tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap

sederhana dan bersifat qana’ah.

Derajat orang yang paling rendah adalah jika ia mempunyai ikatan

yang kuat dengan keduniawian. Karena sebenarnya ia telah tahu bahwa

harta dunia itu rendah, menimbulkan fitnah, bisa hilang dalam sekejap,

dan susah payah mencarinya. Sebagai orang alim ia lebih berhak, dan

lebih berkewajiban agar tidak memperhatikan, dan disibukkan oleh hal

dunia.71

69 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 56.70 Yahya bin Mu’adz menyebutkan tiga karakter zuhud, yaitu: berbuat tanpa disertai keterikatan, berbicara tanpa disertai ambisi, dan kemuliaan tanpa adanya kekuasaan atas orang lain. al-Qusyairy al-Naisabury, Risalat al-Qusyairiyyah, 113.71 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 58.

106

Page 44: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Imam al-Syafi’i r.a berkata: “Engkau harus berlaku zuhud,

sesungguhnya zuhudnya orang yang zuhud itu lebih baik dari perhiasan

yang ada pada tubuh wanita yang menawan”.72

11. Menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah

Seorang guru hendaknya menjauhkan diri dari tempat-tempat yang

rendah dan hina menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh syari’at

maupun adat setempat. Misalnya, berbekam (mengeluarkan darah

biasanya dari tengkuk bagian belakang), menyamak kulit binatang, tukar

menukar uang, tukang sepuh emas, dan sebagainya.73

12. Menghindari tempat-tempat yang kotor dan tempat

maksiat

Hendaknya seorang guru menghindari tempat-tempat yang dapat

menimbulkan fitnah, serta meninggalkan hal-hal yang menurut pandangan

umum dianggap tidak patut dilakukan. Meskipun dalam hal ini tidak ada

larangan atasnya dalam syariat Islam, misalnya makan di pasar.

Yang demikian itu demi menjaga martabat dan harga diri seorang

guru serta agar terhindar dari prasangka-prasangka kurang baik di depan

umum.74 Karena biasanya masyarakat akan lebih condong melihat perilaku

seorang guru pada sisi luarnya saja.

13. Menghidupkan syiar dan ajaran-ajaran Islam

72 al-Kailani, Kumpulan, 53.73 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 59.74 Ibid.

107

Page 45: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Seorang guru hendaknya selalu menghidupkan syiar dan ajaran-

ajaran Islam. Seperti mendirikan shalat berjamaah di masjid, menebarkan

salam, amar ma’rûf nahi munkar, serta senantiasa bersabar terhadap setiap

musibah yang menimpanya.75

14. Menegakkan sunnah Nabi SAW

Seorang guru hendaknya menegakkan sunnah Nabi SAW dan

memerangi bid’ah serta memperjuangkan kemaslahatan umat Islam

dengan jalan yang dibenarkan syariat, dengan cara yang baik dan lemah

lembut.

Selain itu, guru hedaknya selalu melakukan hal-hal yang terbaik

dan berusaha mengerjakannya dengan sempurna. Misalnya dalam

menyempurnakan dalam berpakaian, berbicara yang baik dan sopan, dan

lain sebagainya. Hal ini sangat penting, mengingat seorang guru adalah

figur yang dijadikan panutan dan rujukan oleh umatnya dalam masalah-

masalah hukum.76

15. Membiasakan melakukan hal sunnah yang bersifat

syariat

Seorang guru hendaknya membiasakan dirinya untuk selalu

menjaga (mengamalkan) hal-hal kesunnahan yang bersifat syariat, baik

bersifat qauliyyah ataupun fi’liyyah.

75 Ibid., 60.76 Ibid., 61.

108

Page 46: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Di antara kesunnahan-kesunnahan tersebut adalah hendaknya

seorang guru membiasakan diri membaca al-Qur’an, berzikir dengan hati

ataupun lisan, berdo’a di siang dan malam hari, memperbanyak ibadah

shalat dan puasa, bersegera menunaikan ibadah haji selagi mampu, dan

membaca shalawat kepada Nabi SAW.77

16. Bergaul dengan akhlak yang baik

Seorang guru hendaknya ketika bergaul dengan orang lain dengan

menggunakan akhlak yang baik. Di antaranya adalah guru hendaknya

menampakkan wajah berseri, menebarkan salam, berbagi makanan, dan

menahan rasa emosi.

Selain dari itu, guru hendaknya tidak menyakiti orang lain,

bersabar menerima cobaan dari orang lain, mendahulukan orang lain

namun tidak minta di dahulukan, membantu tetapi jangan minta di bantu,

pandai bersyukur, selalu berusaha memberikan pertolongan kepada orang

lain, bersikap lembut kepada orang fakir, mengasihi tetangga, kerabat,

murid, dan mau menolong mereka.78

17. Membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai

Allah SWT

Seorang guru hendaknya membersihkan hati dan tindakannya dari

akhlak tercela dan menghiasi dengan akhlak terpuji. Termasuk akhlak

77 Ibid., 62.78 Ibid., 63.

109

Page 47: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

yang tercela adalah berprasangka buruk kepada orang lain, dengki, marah

bukan karena Allah SWT, menipu, sombong, kikir, angkuh, tamak, suka

menyombongkan diri, belomba-lomba dalam harta dunia, bermegah-

megahan, suka dipuji orang lain, dan lain sebagainya.

Semua sifat-sifat di atas hendaknya di jauhi oleh seorang guru.

Karena sesungguhnya sifat-sifat tersebut merupakan pintu dari setiap

keburukan, bahkan merupakan keburukan itu sendiri.

Adapun yang termasuk akhlak-akhlak terpuji di antaranya adalah

memperbanyak taubat, ikhlas, yakin, takwa, sabar, ridha, qana’ah, zuhud,

tawakal, mensyukuri nikmat, kasih sayang terhadap makhluk Allah SWT,

takut kepada Allah SWT, mengharapkan rahmat Allah SWT, dan lain

sebaginya.79

18. Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu

pengetahuan

Seorang guru hendaknya senantiasa bersemangat untuk menambah

dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan bersungguh-sungguh dalam

setiap aktifitas ibadah. Seperti halnya membaca, menelaah, menghafal,

dan membahas ilmu pengetahuan sehingga tidak ada waktu yang terbuang

kecuali untuk mencari ilmu pengetahuan dan mengamalkannya.80

19. Mau belajar kepada orang lain

79 Ibid., 63-66.80 Ibid., 67.

110

Page 48: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Seorang guru hendaknya tidak boleh membedakan status, nasab,

dan usia dalam mengambil hikmah (ilmu pengetahuan) dari semua orang.

Sebab hikmah (ilmu pengetahuan) itu ibarat sesuatu yang hilang dari diri

orang mukmin yang kemudian diambilnya tatkala ia menemukannya

kembali.81

Dalam hal ini, K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip pendapatnya

Imam Waqi’ r.a yang berkata: “Seseorang tidak akan dikatakan sebagai

orang yang pandai (‘âlim) sampai ia mau mendengarkan orang yang

berada di atasnya dalam segi umurnya (lebih tua), mau mendengar orang

yang sebanding dengannya (sebaya), dan orang yang berada di bawahnya

(lebih muda)”.82

20. Produktif

Seorang guru hendaknya meluangkan sebagian waktunya untuk

menulis, mengarang, dan meringkas. Hal ini sangat penting dilakukan oleh

seorang guru untuk mengasah ketajaman dan kematangan intelektualnya.

K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip pendapatnya al-Khatib al-

Bagdadi rahimahullah ta’ala menyatakan bahwa hal tersebut diatas dapat

menguatkan hafalan, mencerdaskan akal pikiran dan mempertajam daya

nalar.

81 Ibid., 68.82 Ibid., 21.

111

Page 49: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Selanjutnya, ketika seorang guru akan menulis hendaknya memilih

tema-tema atau persoalan yang kiranya manfaatnya akan dirasakan secara

universal. Selain itu, hendaknya di dalam menulis tidak menggunakan

ungkapan-ungkapan yang terlalu panjang ataupun terlalu pendek. Sebelum

tulisannya di terbitkan hendaknya di teliti dan di koreksi terlebih dahulu.83

b. Etika Guru Dalam Mengajar

Seorang guru ketika hendak akan mengajar dan ketika mengajar perlu

memperhatikan beberapa etika, diantaranya:

1. Mempersiapkan diri baik lahir maupun batin

Seorang guru ketika akan menghadiri ruangan (kelas) hendaknya

mensucikan dirinya dari hadats dan kotoran, memakai harum-haruman,

dan memakai pakaian yang layak sesuai mode zamannya. Hal tersebut

dilakukan dengan maksud untuk mengagungkan ilmu dan menghormati

syari’at.

Selain itu, hendaknya guru berniat menyebarkan ilmu untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengembangkan ilmu pengetahuan,

dan menegakkan agama Allah SWT serta menyampaikan hukum-hukum

Allah SWT yang diamanatkan dan diperintahkan untuk menjelaskannya.

Sebaiknya juga berniat untuk menunjukan kebenaran dan kembali

kepada kebajikan. Berkumpul bersama untuk berdzikir kepada Allah SWT

83 Ibid., 69-70.

112

Page 50: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

dan menyebarkan kedamaian kepada sesama muslim serta mendo’akan

ulama terdahulu.84

2. Berdo’a dan berdzikir

Apabila keluar dari rumah (menuju tempat mengajar) seorang guru

sebaiknya berdo’a dan berdzikir sampai ke tempat pengajaran.

Sebagaimana do’a yang diajarkan Nabi Muhammad SAW :

ل ان ب��ك اع��وذ انى اللهم ل او اض�� او ازل او اض�� ع��ز على يجهل او اجهل او اظلم او اظلم او ازل

ثناؤك وجل جارك غيرك اله وال“Ya Allah... aku berlindung kepaa-Mu dari tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, mendzalimi atau di dzalimi, bodoh atau dibodohi, maha mulia kekuasaan-Mu dan maha agung pujian-Mu, tiada Tuhan selain Engkau”.

Kemudian berdo’a:

على وتوكلت بالله اعتصمت بالله امنت الله بسم الله حول وال ة وال ق��و جن��انى ثبت اللهم بالل��ه اال لسانى على الحق وادر

“Dengan menyebut nama Allah SWT, aku beriman kepada Allah SWT dan berpegang teguh kepada-Nya, tawakal kepada-Nya tiada kekuatan daya upaya kecuali dari Allah SWT. Ya Allah tetapkanlah hatiku, tunjukkanlah kebenaran pada lisanku”.85

84 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 81.85 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 81.

113

Page 51: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Imam al-Syafi’i r.a berkata: “Suatu keharusan bagi orang yang

alim (mengerti agama) adalah berdzikir dari setiap aktifitasnya yang akan

terjalin komunikasi antara dirinya dengan Allah SWT”.86

3. Memasuki ruangan (kelas) dengan sopan santun

Seorang guru ketika telah sampai di hadapan hadirin (murid) maka

hendaknya ia mengucapkan salam, lalu duduk menghadap kiblat jika

memungkinkan dengan berwibawa, tenang dan tawadhu’ serta khusu’

baik dengan bersila atau yang lainnya yang penting sopan.

Kemudian, saat berada di dalam majlis hendaknya seorang guru

menjaga badannya dari desak-desakkan, bermain-main atau memandang

kesana kemari tanpa tujuan. Hendaknya juga menjauhi gurauan atau

banyak tertawa, karena akan mengurangi wibawa dan menghilangkan

kehormatan. Selain itu, hendaknya tidak mengajar ketika sangat lapar,

haus, susah, marah, mengantuk, sangat dingin atau sangat panas.87

4. Menghadapi seluruh hadirin (murid) dengan penuh perhatian

Hendaknya seorang guru ketika menghadapi seluruh hadirin

mengambil tempat duduk yang bisa dilihat oleh seluruh hadirin. Dengan

tetap menghormati hadirin yang lebih senior, baik dari segi keilmuan,

umur, ataupun kedudukan, serta menempatkannya sesuai jenjang

kepemimpinan.

86 al-Kailani, Kumpulan, 50.87 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 82.

114

Page 52: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hendaknya seorang guru juga bersikap lemah lembut kepada yang

lain dan menghormatinya dengan tutur kata yang lembut, wajah yang

berseri-seri dan hormat. Selain itu, ketika misalnya datang kepadanya

orang yang mempunyai kedudukan mulia dalam Islam, hendaknya seorang

guru berdiri untuk menyambut kedatangannya sebagai wujud

penghormatan.

Seorang guru juga hendaknya melayani setiap orang yang bertanya

atau berbicara kepadanya dengan baik. Yakni dengan cara menatap wajah

orang yang diajak bicara walaupun dia lebih rendah. Karena jika tidak

demikian, maka termasuk orang yang sombong.88

5. Sebelum mengajar mulailah terlebih dahulu dengan berdo’a

Seorang guru ketika akan memulai pengajaran hendaknya terlebih

dahulu dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan maksud untuk

mencari barokah. Setelah itu berdo’a kepada Allah SWT untuk dirinya,

hadirin dan juga seluruh muslimin dan orang yang mewaqafkan. Jika

ternyata tempat belajarnya adalah tanah wakaf sebagai balasan kebaikan

perbuatannya dan agar tercapai cita-citanya.

Selesai memanjatkan do’a, hendaknya seorang guru meminta

perlindungan kepada Allah SWT dari setan yang terkutuk, menyebut nama

88 Ibid.

115

Page 53: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Allah SWT dan memuji-Nya, bershalawat kepada Nabi SAW, keluarga,

serta sahabatnya serta meminta ridha kepada kaum muslimin terdahulu.89

6. Mendahulukan materi-materi yang lebih penting

Apabila seorang guru hendak menyampaikan pelajaran lebih dari

satu materi, hendaknya ia memulai dengan materi yang lebih penting

dahulu. Dimulai dari tafsir al-Qur’an kemudian Hadits, Usulluddin, Usul

Fiqih, kitab-kitab madzhab, dan nahwu.

Sedangkan untuk materi terakhir (penutup), hendaknya diakhiri

dengan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang bisa dimanfaatkan

oleh hadirin (murid) untuk membersihkan hatinya, misalnya berupa

nasihat-nasihat.

Ketika dalam menyampaikan pelajaran, hendaknya tidak

menyebutkan pelajaran yang masih diragukan dan menunda jawaban ke

pertemuan lain. Bahkan kalau mungkin hendaknya disebutkan atau

ditinggalkan keduanya. Karena hal itu akan merusak, baik pelajaran itu di

hadapan orang khusus ataupun orang umum.

Selain itu, hendaknya tidak memperpanjang pelajaran sehingga

membosankan atau meringkasnya sehingga menjadi kurang jelas.

Selanjutnya seorang guru hendaknya tidak membahas satu bab yang tidak

pada tempatnya. Karena itu, maka jangan mendahulukan atau

89 Ibid., 83.

116

Page 54: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

mengakhirkan dalam menyampaikan materi pelajaran, kecuali jika

dipandang ada baiknya.90

7. Mengatur volume suara di dalam menyampaikan pelajaran

Seorang guru di dalam menyampaikan pelajaran hendaknya bisa

mengatur volume suaranya. Yaitu, tidak mengeraskan suara secara

berlebihan ataupun memelankannya sehingga tidak terdengar. Namun

sebaiknya suara itu tidak melebihi majlis dan tidak kurang dari

pendengaran hadirin.

Di samping itu, seorang guru hendaknya tidak terlalu cepat

(tergesa-gesa) dalam menyampaikan penjelasan. Akan tetapi seyogyanya

dengan pelan-pelan agar seorang murid dapat berpikir dan

mendengarkannya dengan baik. Dan apabila telah selesai pada suatu

permasalahan, maka hendaknya diam sejenak baru kemudian mulai

berbicara lagi.91

8. Menciptakan ketenangan dalam ruangan (kelas) belajar

Seorang guru hendaknya menjaga (mengendalikan) majlis dari

kegaduhan, kebisingan, dan segala sesuatu yang dapat mengganggu

kelancaran (konsentrasi) proses belajar mengajar.92 Hal ini dilakukan agar

dalam proses belajar mengajar tercipta suasana yang menyenangkan.

90 Ibid., 84.91 Ibid.92 Ibid., 85.

117

Page 55: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

9. Mengingatkan kepada para murid akan pentingnya menjaga

kebersamaan dan persaudaraan

Seorang guru hendaknya mengatakan kepada para hadirin (murid)

bahwa berdebat itu tidak baik apabila sudah jelas kebenarannya. Tujuan

dari berkumpul adalah untuk mencari kebenaran, membersihkan hati dan

mencari faidah.

Oleh karena itu, maka tidak pantas bagi para ahli ilmu untuk

berdebat karena hanya akan menimbulkan permusuhan dan kemarahan.

Seharusnya pertemuan itu dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT

untuk mendapatkan faidah di dunia dan kebahagiaan di akhirat

Karena itu, dapat dipahami yang bertujuan melenyapkan

kebenaran dan menampakkan kebathilan adalah sifat orang yang berdosa.

Oleh karenanya, seorang guru hendaknya menjaga diri dari hal seperti

itu.93

10. Menegur dan menasihati dengan baik bila terdapat murid yang bandel

Seorang guru hendaknya memberi peringatan terhadap murid yang

melakukan hal-hal di luar batas etika yang semestinya dijaga di saat

mereka berada di dalam majlis. Misalnya, mengabaikan peringatan dan

petunjuk, melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat, bersikap kurang

93 Ibid., 86.

118

Page 56: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

baik terhadap murid lain, tidak menghargai orang yang lebih tua, tidur,

mengobrol, dan bercanda.94

11. Bersikaplah terbuka terhadap berbagai macam persoalan-persoalan

yang ditemukan

Seorang guru apabila ditanya tentang sesuatu yang belum

diketahui, maka hendaknya dijawab: “Saya tidak tahu, atau saya tidak

mengerti”. Karena sebagian dari ilmu adalah menyatakan saya tidak tahu,

dan bahwa sebagian dari ilmu adalah saya tidak mengerti.

Ketahuilah bahwa perkataan “saya tidak tahu” dari orang yang

ditanyai tidaklah mengurangi derajat orang tersebut, sebagaimana

prasangka orang-orang bodoh, bahkan hal itu mengangkat derajatnya.

Karena hal itu adalah pertanda keagungan pengetahuan dan kekuatan

agama serta ketaqwaan kepada Tuhan, kebersihan hati dan kebaikan

argumentasinya.95

12. Berilah kesempatan kepada seorang murid yang datangnya ketinggalan

dan ulangilah penjelasannya agar tahu apa yang dimaksud 

Hendaknya seorang guru menunjukan sikap kasih sayang kepada

orang baru yang hadir di majlis dan memberi kesempatan dengan lapang

dada, karena orang yang baru biasanya masih bingung. Dan hendaknya

94 Ibid.95 Ibid., 77.

119

Page 57: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

tidak terlalu banyak dipandang, karena hal itu akan membuat dia merasa

tercela.

Apabila hendak menerima tamu sedangkan ia sedang menjelaskan

suatu masalah, maka hendaklah berhenti terlebih dahulu sampai tamunya

duduk dan setelah itu baru dilanjutkan menjelaskannya.

Apabila ia menerima tamu pada waktu luang setelah mengajar di

majlis maka hendaknya ia meninggalkan majlis. Hal ini agar tidak

meremehkan tamu yang datang dan juga tetap menjaga kebaikan majlis.

Yaitu dengan tetap mendahulukan yang awal dan mengakhirkan yang

akhir kecuali jika ada yang mendesak.96

13. Menyebut dan menyertakan asma (nama) Allah SWT di dalam

membuka dan menutup pelajaran

Setiap akan menyampaikan pelajaran hendaknya seorang guru

mengawali dengan bacaan basmalah. Dan ketika pelajaran usai hendaknya

mengatakan ‘Wallahu A’lam (Allah SWT lebih mengetahui). Ini penting

dilakukan agar momentum sepanjang itu berlangsung tidak pernah lepas

dari maksud dan tujuan karena Allah SWT.

Kemudian, sebelum beranjak meninggalkan majlis, seorang guru

sangat dianjurkan untuk membaca do’a. Sebagaimana do’a yang telah

diajarkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

96 Ibid., 78.

120

Page 58: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

بحا هد وبحم���دك اللهم ن���ك س��� ان اش��� ال���ه ال انت اال

اليك واتوب استغفرك

“Maha suci Engkau ya Allah SWT, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain engkau dan aku mohon ampunan serta bertaubat kepada-Mu”.

14. Mengajar secara profesional sesuai dengan bidangnya

Hal yang terakhir yang perlu diperhatikan oleh seorang guru

adalah jika tidak menguasai materi, maka hendaknya jangan mengajar

atau mengajarkan sesuatu yang tidak tahu. Karena hal itu termasuk

mempermainkan agama dan merendahkan diri di hadapan manusia.

Dalam hal ini. K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip pendapat ulama

yang menyatakan bahwa orang yang menampakkan sesuatu yang belum

waktunya sama juga dia menampakkan nafsunya.97

c. Etika Guru Terhadap Murid

Ada 14 (empat belas) macam etika seorang guru terhadap murid-

muridnya, yaitu:

1. Berniat mendidik, menyebarkan ilmu serta

menghidupkan syariat Islam

Dalam menjalankan profesi sebagai guru yang tugas utamanya

adalah memberikan pengajaran dan pendidikan kepada murid, sudah

97 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 79-80.

121

Page 59: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

seharusnya seorang guru membangun niat dan tujuan yang luhur. Yakni di

dalam mengajar dan mendidik itu karena berharap untuk memperoleh

ridha Allah SWT dan untuk menyebarkan ilmu.

Di samping itu juga seorang guru di dalam mengajar bertujuan

untuk menegakkan syari’at, kebenaran dan mencegah kebatilan.

Melestarikan kebaikan umat dengan memperbanyak ulama dan mencari

pahala dari orang yang belajar kepadanya dan mengharap barokah do’a

dan kasih sayang mereka kepadanya. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan masuknya ilmu pengetahuan.98

Penanaman niat dan motivasi semacam ini, sangat penting

dilakukan. Mengingat aktifitas mendidik dan mengajarkan ilmu

pengetahuan adalah salah satu amal terpenting dalam agama Islam dan

merupakan derajat orang mukmin yang paling luhur.

2. Menghindari ketidak ikhlasan

Di dalam kegiatan pembelajaran sering kali ditemukan murid

(terutama murid pemula) yang tidak serius serta memiliki niat yang

kurang tulus. Terhadap hal itu, hendaknya seorang guru bersabar dan tidak

berhenti dalam memberikan pengajaran kepada mereka.

Sesungguhnya, niat yang baik itu diharapkan akan memperoleh

barokah ilmu. K.H.M. Hasyim Asy’ari mengutip pendapat ulama yang

98 Ibid., 81.

122

Page 60: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

mengatakan bahwa jika menuntut ilmu karena selain Allah SWT, maka

ilmu itu menolak, namun tidak menolak jika karena Allah SWT.

Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa ilmu harus diperoleh

dengan niat hanya karena Allah SWT. Karena niat ikhlas itu menjadi

syarat ketika mengajar para pemula dengan pelbagai kesulitan yang ada

dalam mengembangkan ilmu kepada seluruh manusia.

Selain itu, seorang guru hendaknya memberikan nasihat kepada

murid akan pentingnya memiliki niat yang tulus di dalam belajar. Karena

dengan niat semacam itu mereka akan memperoleh derajat yang tingi

dalam ilmu dan amal, memperoleh pelbagai macam hikmah, hati yang

terang, kelapangan dada, mendapat kebaikan dan keadaan yang

menyenangkan, ucapan yang lurus serta derajat yang tinggi di hari kiamat.

Seorang guru hendaknya menumbuhkan rasa senang terhadap ilmu

dan berupaya untuk mencari ilmu sepanjang waktu dengan mengingat apa

yang telah dijanjikan Allah SWT kepada ulama berupa derajat mulia.

Karena sesungguhnya mereka adalah pewaris para nabi dan di atas mereka

adalah cahaya yang memancar dari para nabi dan syuhada.

Selanjutnya, seorang guru hendaknya menumbuhkan rasa senang

terhadap ilmu pengetahuan dengan mencontohkan apa yang menyakinkan

pada pelbagai kemudahan yang nanti akan diperolehnya. Sehingga ia

mampu mencukupi masalah keduniaannya dan juga menata hati agar tidak

123

Page 61: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

tergantung dan terganggu pikirannya oleh pelbagai hal yang

disebabkannya.

Jika hati telah berpaling dari ikatan keserakahan pada harta dunia

dan merasa susah berpisah dengannya, maka hendaknya ia menyatukan

hati dan ruhnya. Yang mana tujuannya hanya untuk agamanya saja atau

untuk kemuliaan diri atau kedudukannya dan mengurangi rasa iri dan yang

lebih penting untuk menjaga dan menumbuhkan kembangkan ilmu.

Oleh karena itu, sedikit sekali orang yang mendapatkan ilmu

secara sempurna kecuali orang-orang yang mempunyai sifat faqir,

qana’ah dan berpaling dari mencari dunia dan harta benda yang fana ini.99

3. Hendaknya selalu melakukan introspeksi diri

Maksudnya adalah hendaknya seorang guru mencintai muridnya

seperti dia mencintai dirinya sendiri, berusaha memenuhi kemaslahatan

murid, dan memperlakukannya dengan baik.

Selain itu, seorang guru hendaknya bersabar dalam menghadapi

kekurangan dan ketidak sempurnaan murid dalam beretika. Karena

bagaimanapun juga murid adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan.

Oleh karena itu, seorang guru hendaknya memberikan nasihat kepada

murid dengan lembut dan penuh kasih sayang.100

99 Ibid., 82-83.100 Ibid., 83-84.

124

Page 62: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Semua hal di atas hendaknya dilakukan dengan maksud mendidik

dan memperbaiki akhlak dan perilaku murid. Hal ini dimaksudkan agar

pendidikan menjadi baik dan begitu juga akhlak dan budi pekertinya.

4. Mempergunakan metode yang mudah dipahami murid

Seorang guru hendaknya di dalam menyampaikan materi pelajaran

menggunakan metode yang mudah di pahami oleh murid. Karena apabila

terdapat murid yang memang ahli dalam hal itu, maka tentu ia akan

mempunyai sopan santun yang baik sebagai perwujudan dari hasil dan

juga upaya untuk menjaga berbagi faidah ilmunya.

Hendaknya seorang guru tidak menyimpan pelbagai ilmu yang

ditanyakan kepada dirinya jika ia memang mengetahuinya. Karena hal itu

akan membuat bingung, bimbang hati, dan akan mewariskan kebingungan

pada muridnya. Demikian juga hendaknya guru jangan menyampaikan

sesuatu yang bukan ahlinya, karena hal itu dapat membekukan hati dan

mengacaukan pemahaman.

Apabila seorang murid bertanya sesuatu hal yang tidak baik maka

hendaknya janganlah dijawab ataupun diberi tahu, karena hal itu akan

membahayakan dirinya. Jika mencegah hal tersebut pada murid bukanlah

karena bakhil, tetapi karena kasih dan sayangnya.

125

Page 63: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hal yang tidak kalah pentingnya juga adalah hendaknya seorang

guru mendorong kepada murid-muridnya supaya bersungguh-sungguh

agar berhasil menguasai suatu ilmu dan juga lainnya.101

5. Membangkitkan antusias peserta didik dengan

memotivasinya

Hendaknya seorang guru selalu menjaga agar tetap bersungguh-

sungguh dalam mengajar dan memberi pemahaman kepada murid dan

mendekati makna secara tidak berlebihan atas sesuatu yang tidak diketahui

ataupun dalam menjelaskan hal yang tidak dikuasai.

Hendaknya menjelaskan dengan bahasa yang sesuai dengan

kemampuan akal, dan kalau bisa dengan mengulang-ulang kembali

penjelasannya.

Hendaknya di dalam mengajar memulai dengan penggambaran

persoalan dan kemudian menjelaskan dengan contoh-contoh dan dalil-

dalilnya. Dan bagi yang sukar untuk memahaminya, maka hendaknya

dibuatkan penggambaran dan perumpamaan yang pendek.

Setelah itu, baru kemudian disebutkan pelbagai dalil dan

kandungan yang ada di dalamnya, menjelakan pelbagai rahasia hukum dan

101 Ibid., 84-85.

126

Page 64: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

alasan serta pelbagai hal yang terkait dengan masalah tadi baik cabang

maupun pokoknya.

Di antara kesulitan dalam hal ini adalah menetapkan hukum atau

mengeluarkan hukum dan menukilnya dengan bahasa yang baik, dan ini

adalah salah satu kekurangan pada diri ulama.

Hendaknya kesulitan ini di jelaskan dengan pertimbangan dan

definisi penukilan yang shahih. Hendaknya guru menyebutkan apa yang di

kehendaki oleh masalah itu, dengan menyebutkan apa yang menjadi titik

perbedaan dan titik persamaannya. Hendaknya juga ia menjelaskan hukum

dari kedua masalah itu.

Seorang guru tidak dilarang menyebutkan hal yang jorok dalam

pergaulan umum, jika hal itu dibutuhkan. Karena penjelasannya tidak akan

menjadi jelas kecuali dengan menyebutkan hal jorok tadi. Namun, jika

menggunakan kiasan sudah cukup jelas, maka guru tidak menggunakan

kata jorok itu, karena sudah cukup dengan bahasa kiasan.

Demikian juga apabila dalam majlis ada yang merasa malu maka

hendaknya seorang guru membuat kiasan lafadz itu dengan istilah lain.

Karena adanya pelbagai makna dan pelbagai keadaan, maka ia suatu saat

bisa di ungkapkan dengan bahasa jelas dan saat lain di ungkapkan dengan

kiasan.

Apabila guru sudah memberikan pelajaran, maka tidak ada ruginya

jika guru mengajukan berbagai masalah (pertanyaan) yang terkait dengan

127

Page 65: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

hal tersebut kepada para murid sebagai ujian pemahaman dan penguasaan

mereka terhadap apa yang sudah di jelaskan.

Apabila sudah jelas pemahaman pada murid, yakni jika sudah bisa

mengulang jawaban dengan benar, maka bersyukurlah. Jika ada murid

yang belun memahami, maka hendaklah guru mengulanginya dengan

lemah lembut.

Adapun maksud dari pengajuan masalah terhadap murid adalah

karena murid biasannya merasa malu untuk mengakui belum paham

ataupun karena berat bagi guru untuk mengulanginya karena waktu yang

terbatas atau karena merasa malu terhadap hadirin atau karena ia

terlambat.102

6. Memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu

Seorang guru hendaknya mencarikan waktu luang bagi murid

untuk mengulangi pelajaran dan menguji kemampuannya. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman mereka

dalam menyerap materi yang telah disampaikan.103

Metode latihan ini sangat penting diberikan kepada murid sedini

mungkin, karena hal itu akan memberikan pengaruh yang positif dalam

perkembangan murid selanjutnya.

7. Selalu memperhatikan kemampuan peserta didik

102 Ibid., 85-87.103 Ibid., 88.

128

Page 66: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Seorang guru hendaknya tidak terlalu memberati murid dengan

memberikan materi yang terlalu banyak atau diluar porsi pemahaman

mereka. Jadi, hendaknya seorang guru mampu memahami dan menyelami

kondisi dan pemahaman serta perkembangan pemikiran murid sebelum

memberikan materi lebih lanjut.

Apabila ada murid yang melakukan sesuatu yang belum waktunya

atau mempelajari pelajaran yang dirasa berat dan mengkhawatirkan, maka

hendaknya ia dinasihati dengan lemah lembut dan diingatkan agar ia tetap

sabar dan semangat.104

8. Tidak diskriminasi

Hendaknya guru tidak menampakkan kelebihan salah satu murid di

hadapan kawan-kawannya dengan menunjukan kasih sayang dan perhatian

yang berbeda. Padahal dalam hal sifat, umur, atau pengalaman ilmu

agamanya mereka sama, karena hal itu akan menyakitkan hati mereka.

Demikian juga, seorang guru hendaknya tidak pilih kasih dan

semaunya sendiri dalam menentukan giliran dan pilihan diantara para

murid, kecuali jika hal itu akan memberi kebaikan pada yang diambil

gilirannya.

Namun demikian, seorang guru diperkenankan memberikan

perlakuan istimewa (penghargaan) kepada murid yang berprestasi dan

berperangai luhur. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan semangat dan

104 Ibid., 89.

129

Page 67: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

dorongan kepada murid tersebut dan tentunya juga bagi murid-murid yang

lain.105

9. Perhatian dan kasih sayang terhadap murid

Salah satu bentuk perhatian dan kasih sayang seorang guru

terhadap murid adalah dengan cara berusaha sebaik mungkin mengenal

kepribadian dan latar belakang murid serta berdo’a utuk kebaikan mereka.

Selain itu, seorang guru hendaknya memperhatikan setiap akhlak dan

perilaku murid. Sehingga apabila guru mendapati muridnya berbuat tidak

baik, ia dapat menegur dan mengingatkannya.106

10. Memberikan contoh (uswah) yang baik

Seorang guru hendaknya membiasakan diri dan sekaligus

memberikan contoh yang baik kepada murid-muridnya. Misalnya,

mengucapkan salam, berbicara dengan baik dan sopan, kasih sayang,

tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan lain sebagainya.107

Dengan upaya pembiasaan semacam itu, diharapkan setiap murid

dapat memahami pentingnya menjaga hubungan dengan sesama manusia

termasuk hubungan dengan Allah SWT.

11. Membantu memecahkan masalah dan kesulitan murid

Hendaknya seorang guru senantiasa berusaha untuk membantu

kebaikan muridnya, baik dengan jabatan ataupun harta semampunya tanpa

105 Ibid., 90.106 Ibid., 91.107 Ibid., 91-92.

130

Page 68: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

ada keterpaksaan. Sesungguhnya Allah SWT akan senantiasa menolong

hamba-Nya selama hamba itu bersedia menolong saudaranya.

Oleh karena itu, barang siapa memenuhi hajat (kebutuhan)

saudaranya, maka Allah SWT pun akan memenuhi hajatnya. Dan barang

siapa membantu (memudahkan) orang yang sedang dalam kesulitan, maka

Allah SWT akan memudahkan baginya proses hisab (perhitungan) kelak

pada hari kiamat.108

12. Memperhatikan terhadap ketidak hadiran seorang

murid

Apabila ada seorang murid yang tidak masuk lebih dari biasanya,

maka hendaknya guru bertanya tentang keadaannya kepada kawan yang

biasa bersamanya. Apabila kawannya tidak tahu, maka hendaknya guru

mengutus kawannya atau lebih baik lagi jika guru yang mendatanginya

sendiri.

Jika ternyata murid tersebut sedang sakit, hendaknya guru

menjenguknya. Jika murid sedang menghadapi musibah suatu masalah,

hendaknya guru membantu meringankan masalahnya. Dan jika murid

sedang bepergian, hendaknya guru menanyakan kepada keluarga atau

teman karibnya.

108 Ibid.

131

Page 69: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hal ini sebagai salah satu bentuk upaya seorang guru dalam rangka

mendidik dan memperhatikan muridnya agar kelak menjadi insan yang

sholeh dan bermanfaat bagi orang lain.

Oleh karenanya, dalam hal ini, banyak atau sedikitnya jumlah

siswa tidak menjadi persoalan bagi seorang guru. Justru hal terpenting

adalah bagaimana seorang guru dapat mencetak muridnya agar dapat

sukses meraih ilmu pengetahuan serta mengamalkannya hingga akan

memberikan manfaat untuk orang lain.109

13. Bersikap tawadhu’

Meskipun berstatus sebagai guru yang berhak dihormati oleh

murid-muridnya, hendaknya guru bersikap rendah hati kepada mereka dan

semua orang yang bertanya dengan menegakkan hak-hak Allah SWT dan

hak-hak dirinya sendiri.110

14. Memperlakukan murid dengan baik

Di antara cara guru memperlakukan murid dengan baik adalah

bertutur kata dengan tutur kata yang baik, apalagi terhadap murid yang

baik. Selain itu hendaknya seorang guru memanggil muridnya dengan

nama dan sebutan yang baik, menyambut murid dengan baik apabila

bertemu atau menerima mereka.

109 Ibid., 93.110 Ibid., 94.

132

Page 70: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Hendaknya juga guru memuliakan mereka ketika duduk

bersamanya dengan menanyakan kabar dan kondisi ataupun orang-orang

dekatnya. Dan yang lebih penting lagi adalah dalam menerima murid,

guru bersikap dengan wajah yang berseri, senang, ramah dan penuh kasih

sayang.111

D. Pentingnya Etika Di Dalam Belajar Dan Mengajar

K.H.M. Hasyim Asy’ari tidak menyebutkan secara pasti tentang pengertian

dari etika, akan tetapi beliau memandang bahwa sebuah etika itu sangat penting.

Mengutip dari hadits Nabi SAW dan pendapat para ulama di dalam kitabnya

Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim, K.H.M. Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa

kedudukan etika itu sangat tinggi (mulia) di dalam ajaran agama Islam.112

Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa tanpa etika, maka apa pun amal

ibadah yang dilakukan seseorang tidak akan diterima disisi Allah SWT, baik

menyangkut amal qalbiyah (hati), badaniyah (badan), qauliyah (ucapan), maupun

fi’liyah (perbuatan).113

Dengan demikian, dapat kita maklumi bahwa salah satu indikator amal

ibadah seseorang diterima atau tidak disisi Allah SWT, adalah melalui sejauh

mana aspek etika disertakan dalam amal perbuatan yang dilakukannya.

111 Ibid., 95.112 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 11.113 Ibid.

133

Page 71: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewMenurut Slameto dalam bukunya belajar dan faktor yang mempengaruhinya, berpendapat bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang

Dalam konteks ini, K.H.M. Hasyim Asy’ari tampaknya berkeinginan bahwa

dalam melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan itu disertai oleh perilaku sosial

yang santun (al-akhlâq al-karîmah). Beliau cenderung lebih menekankan pada

unsur hati sebagai titik tolak pendidikannya. Sebab, hatilah yang mendorong

sebuah etika itu muncul.114

Lebih lanjut K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa menuntut ilmu

merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur, sehingga orang yang mencarinya

harus memperhatikan etika-etika yang luhur pula. Dengan demikian, literatur

yang menyajikan etika-etika belajar merupakan keniscayaan.115

K.H.M. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa etika yang baik itu perlu

dipelajari oleh seorang pelajar ketika ia sedang belajar, demikian juga guru perlu

mengetahui etika ketika sedang mengajar.116

Menurut penulis sendiri, bahwa segala tindakan, ucapan, dan tingkah laku

akan memiliki etika yang menuntunnya. Dimana etika ini dimaksudkan sebagai

pedoman dalam mempraktikkannya. Shalat misalnya, tentu mempunyai etika

yang khusus untuk shalat. Begitu pula dengan belajar dan mengajar, akan

mempunyai etika yang berbeda dalam pelaksanaannya.

114 Suwendi, “Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari”, http://suwendi2000.wordpress.com, 22 Juni 2009 diakses tanggal 14 Juli 2009.115 A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia (Yogyakarta: Kutub, 2008), 228.116 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 11.

134