BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

16
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kecemasan Menghadapi Tes Matematika a. Definisi Kecemasan Beberapa ahli mendefinisikan mengenai kecemasan diantaranya adalah Nevid dkk (2003) yang menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Hal senada juga diungkapkan oleh Chaplin (2002) yang menjelaskan bahwa kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Kaplan, Sadock, dan Grebb dalam Fausiah dan Widury (2005), menyatakan bahwa kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Freud dalam Hall (2000) mendefinisikan kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “kekhawatiran”, “keprihatinan”, dan “rasa takut” yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Atkinson dkk, 1999). Berdasarkan beberapa definisi kecemasan menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam tanpa adanya sebab khusus untuk ketakutan tersebut. b. Teori Kecemasan Terdapat beberapa teori tentang pengembangan kecemasan (Stuart, 2006). Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kecemasan Menghadapi Tes Matematika

a. Definisi Kecemasan

Beberapa ahli mendefinisikan mengenai kecemasan

diantaranya adalah Nevid dkk (2003) yang menyatakan bahwa

kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir

yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Hal

senada juga diungkapkan oleh Chaplin (2002) yang menjelaskan bahwa

kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan

keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus

untuk ketakutan tersebut.

Kaplan, Sadock, dan Grebb dalam Fausiah dan Widury (2005),

menyatakan bahwa kecemasan adalah respons terhadap situasi

tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi

menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang

belum dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.

Freud dalam Hall (2000) mendefinisikan kecemasan adalah suatu

pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh

ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Kecemasan

merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan

istilah-istilah seperti “kekhawatiran”, “keprihatinan”, dan “rasa takut”

yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda

(Atkinson dkk, 1999).

Berdasarkan beberapa definisi kecemasan menurut para ahli

maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu

bentuk emosi yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau

kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam

tanpa adanya sebab khusus untuk ketakutan tersebut.

b. Teori Kecemasan

Terdapat beberapa teori tentang pengembangan kecemasan

(Stuart, 2006). Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

6

1) Teori Psikoanalitis

Kecemasan adalah konflik emosional yang diantaranya ada

dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili

dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego

mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya.

Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang

bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Teori Interpersonal

Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan

dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.

3) Teori Perilaku

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Kecemasan dianggap sebagai suatu

dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dalam diri untuk

menghindari kepedihan. Para ahli meyakini bahwa adanya

hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan, yaitu konflik

menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan

tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang

dirasakan.

4) Teori Keluarga

Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan

biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga

tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi.

5) Teori Biologis

Teori biologis menunjukkan bahwa kesehatan umum

individu dan riwayat kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata

sebagai predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai

dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan

individu untuk mengatasi stressor.

7

c. Macam-macam Kecemasan

Macam-macam kecemasan menurut Freud dalam Atkinson dkk

(1999) dibedakan atas dua macam yaitu kecemasan objektif dan

kecemasan neurotis. Kecemasan objektif sebagai respons yang realistis

terhadap bahaya eksternal, yang maknanya sama dengan rasa takut.

Sedangkan kecemasan neurotis, timbul dari konflik tak sadar dalam diri

individu, karena konflik itu tidak disadari sehingga individu tidak

mengetahui alasan kecemasannya.

Spielberger dalam Slameto (2003) membedakan kecemasan

menjadi dua bagian, yaitu kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety)

dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety). Kecemasan

sebagai suatu sifat yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk

merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak

berbahaya. Sedangkan kecemasan sebagai suatu keadaan yaitu suatu

keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang

ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dikhayati

secara sadar serta bersifat subyektif dan meningginya aktivitas sistem

syaraf.

d. Gejala-gejala Kecemasan

Menurut Stuart (2006) menyatakan bahwa kecemasan dapat

diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan

perilaku.

1) Gejala kecemasan fisiologis, diantaranya adalah kardiovaskular

(jantung berdebar dan rasa ingin pingsan), pernafasan (sesak nafas,

tekanan pada dada, dan sensasi tercekik), neuromuskular

(insomnia, mondar-mandir, dan wajah tegang), gastrointestinal

(nafsu makan hilang, mual, dan diare), saluran perkemihan (tidak

dapat menahan kencing), dan kulit (berkeringat, wajah memerah,

dan rasa panas dingin pada kulit).

2) Gejala kecemasan perilaku yang meliputi kognitif dan afektif.

Perilaku kognitif diantaranya adalah perhatian terganggu,

konsentrasi buruk, pelupa, salah memberikan penilaian, hambatan

berfikir, kehilangan objektivitas, bingung, takut, dan mimpi buruk.

Perilaku afektif diantaranya adalah mudah terganggu, tidak sabar,

gelisah, tegang, gugup, ngeri, khawatir, rasa bersalah, dan malu.

8

Menurut Sarason dan Sarason dalam Atkinson dkk (1999) ada

beberapa gejala kecemasan, yaitu jantung berdebar, gangguan-

gangguan kecil pada syaraf yang menjadikan gelisah dan jengkel, tiba-

tiba takut tanpa alasan yang tepat, merasa cemas terus-menerus dan

putus asa, diserang rasa kelelahan dan keletihan, sulit memutuskan

suatu hal, takut akan sesuatu, gugup dan perasa setiap saat, merasa

tidak dapat mengatasi kesulitan, serta tegang.

e. Tingkatan Kecemasan

Stuart (2006) menjelaskan ada empat tingkat kecemasan, yaitu

kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik.

1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu

menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.

Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan serta kreativitas. Manifestasi yang muncul pada

tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat,

kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan

tingkah laku sesuai situasi.

2) Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus

pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu, sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat

melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada

tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung

dan pernafasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara

cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu

untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi

menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang

tidak menambah kecemasan, mudah tersinggung, tidak sabar,

mudah lupa, marah dan menangis.

3) Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi

individu. Individu dengan kecemasan berat cenderung untuk

9

memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak

dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini

adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur

(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi

menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya

sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,

perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

4) Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan

teror karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan

menimbulkan peningkatan aktivitas motoriknya, menurunnya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang

menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat

kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung

terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan

kematian.

Berikut adalah Gambar 1 rentang respon cemas (Stuart, 2006)

Gambar 1 Rentang Respon Cemas

f. Tes Matematika

Sudijono (2008) mendefinisikan tes adalah cara (yang dapat

dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka

pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk

pemberian tugas atau serangkaian tugas. Sedangkan menurut Arikunto

(2006) tes merupakan alat pengumpul informasi tetapi jika

dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi

karena penuh dengan batasan-batasan.

Menurut Djiwandono (2002), “Yang dimaksud dengan tes hasil

belajar atau achievement test ialah tes yang digunakan untuk menilai

10

hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa-

siswanya dalam jangka waktu tertentu”. Tes hasil belajar digunakan

untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar dapat dicapai

(Suharno, 2002).

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes hasil

belajar adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil

pelajaran yang telah diberikan guru kepada siswa untuk mengetahui

seberapa jauh tujuan belajar dapat dicapai.

Berdasarkan pengertian tes di atas, yang dimaksud tes

matematika adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran

matematika yang telah diberikan guru matematika kepada siswa untuk

mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat dicapai.

g. Cara Mengatasi Kecemasan

Slameto (2003) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa

cara mengatasi kecemasan dalam menghadapi tes, diantaranya adalah:

1) tes harus dimaksudkan untuk diagnosa, bukan untuk menghukum

siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua;

2) menghindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa hanya dari

hasil satu tes;

3) membuat catatan pribadi pada setiap lembar jawaban tes yang

menyarankan siswa untuk tepat berusaha dengan baik dan harus

meningkatkan usahanya;

4) meyakinkan bahwa setiap pertanyaan mengukur hal yang penting

yang telah diajarkan kepada siswa;

5) menghindari pelaksanaan tes atau ujian tanpa pemberitahuan;

6) menjadwalkan pertemuan-pertemuan pribadi dengan siswa

sesering mungkin untuk mengurangi kecemasan dan untuk

mengarahkan belajar apabila perlu;

7) menghindari membanding-bandingkan siswa, yang dapat

menyinggung perasaan;

8) menekankan kelebihan-kelebihan siswa, bukan kelemahan-

kelemahannya;

9) mengurangi peranan tes atau ujian yang bersifat kompetitif bila

siswa tidak sanggup bersaing;

10) merahasiakan taraf dan nilai-nilai siswa dari siswa-siswa lainnya;

11

11) memberikan pada siswa kemungkinan untuk memilih aktivitas-

aktivitas yang mempunyai nilai pengajaran yang sebanding.

Djiwandono (2002) menyatakan cara mengatasi kecemasan

yaitu menggunakan kompetisi secara hati-hati, memperhatikan situasi

siswa, memberikan perintah yang jelas, menghindari menekankan

waktu yang tidak penting, dan memindahkan beberapa tekanan dari

tes-tes standar yang diperlukan ke tes sehari-hari.

h. Kecemasan menghadapi tes matematika

Berdasarkan definisi kecemasan dan tes matematika di atas

dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi tes matematika

adalah keadaan atau kondisi emosional pada diri siswa yang ditandai

dengan perasaan tegang dan khawatir, bahkan kadang-kadang lepas

kendali dan sangat mengganggu pikiran yang dialami siswa pada saat

menghadapi tes yang ditujukan untuk menilai hasil tes mata pelajaran

matematika yang telah diberikan guru matematika kepada siswa untuk

mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat dicapai.

2. Hasil Belajar Matematika

a. Definisi Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris

(2008) adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui

kegiatan belajar. Menurut Dimyati (2002) hasil belajar merupakan hasil

dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak

mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil

belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

Sedangkan menurut Winkel (2004), mengatakan hasil belajar adalah

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan

dan nilai sikap yang bersifat konstan menetap. Seseorang yang sudah

belajar tidak sama keadaannya dengan saat ketika belum belajar. Para

guru dan sekolah juga lebih mengutamakan aspek kognitif dalam

pengukuran hasil belajar siswa.

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku

pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan

pengetahuan sikap dan keterampilan (Hamalik, 2002). Perubahan

dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih

12

baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan, dan sebagainya. Jihad

dan Haris (2008) menyatakan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk

perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif,

afektif dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam

waktu tertentu.

Upaya untuk mengukur pembelajaran dapat dilihat dari hasil

belajar siswa. Bukti dari usaha yang telah dilakukan dalam

pembelajaran adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Hasil

belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat

keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di pondok

pesantren atau sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang di-

peroleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu

(Hamalik, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dengan

menggunakan tes standar sebagai pengukur keberhasilan belajar

seseorang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa sebagai tanda atau

simbol keberhasilan dari usaha belajar (hasil aktivitas belajar) yang

menghasilkan perubahan, pengetahuan, pemahaman, keterampilan,

nilai, dan dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes

mata pelajaran matematika.

b. Klasifikasi Hasil Belajar

Bloom dalam Winkel (2012) mengklasifikasikan hasil belajar

kedalam tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual

yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah

dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal tersebut meliputi fakta,

kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan

yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui

bentuk ingatan mengingat atau mengenal kembali.

13

2) Pemahaman (comprehension)

Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap

makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini

dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan;

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk

lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata.

Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan

pengetahuan.

3) Penerapan (application)

Penerapan mencakup kemampuan untuk menerapkan

suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus yang kongkret

dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu

rumus pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu

metode kerja pada pemecahan problem baru. Kemampuan ini

setingkat lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman.

4) Analisis (analysis)

Analisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu

kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan

atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya

kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian

pokok atau komponen-komponen dasar, bersama dengan

hubungan/ relasi antara semua bagian itu. Kemampuan ini

setingkat lebih tinggi daripada kemampuan penerapan.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu

kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama

lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru. Adanya kemampuan

ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana. Kemampuan ini

setingkat lebih tinggi daripada kemampuan analisis.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu

pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan

pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria

tertentu. Kemampuan ini dinyatakan dalam memberikan penilaian

14

terhadap sesuatu. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada

kemampuan sintesis.

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri

dari lima aspek yaitu penerimaan, partisipasi, penentuan sikap,

organisasi, dan pembentukan pola hidup.

1) Penerimaan (receiving)

Penerimaan menunjuk pada kesediaan siswa untuk

mengikuti stimulus tertentu. Penerimaan dari aspek pengajaran

dapat dilihat dalam mempertahankan dan mengarahkan perhatian

siswa. Hasil belajar untuk level ini bergerak dari kesadaran yang

sederhana (bahwa sesuatu ada) sampai pada perhatian tertentu.

Level ini adalah level yang paling rendah pada ranah afektif.

2) Partisipasi (responding)

Partisipasi menunjukkan pada partisipasi aktif dari siswa.

Level ini siswa tidak hanya hadir dan memperhatikan, tetapi juga

memberikan reaksi. Hasil belajar pada level ini menekankan pada

kesiapan dalam memberikan respon. Level yang lebih tinggi dari

kategori ini ialah apa yang disebut dengan minat.

3) Penentuan sikap (valuing)

Level ini berhubungan dengan nilai yang melekat pada

siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Level ini

bergerak dari penerimaan yang paling rendah pada suatu nilai

sampai kepada level komitmen yang lebih kompleks. Penilaian

didasari pada internalisasi seperangkat nilai-nilai tertentu, tetapi

tanda-tanda dari nilai itu terlihat pada perilaku siswa yang nyata.

Hasil belajar untuk level ini berkenaan dengan perilaku yang

konsisten dan stabil dalam membuat nilai, dapat diidentifikasi

secara jelas. Kondisi dalam tujuan pembelajaran disebut dengan

sikap dan penghargaan.

4) Organisasi (organization)

Organisasi ialah menggabungkan beberapa nilai yang

berbeda-beda, menyelesaikan konflik diantara nilai-nilai tersebut,

serta membangun sistem nilai yang konsisten secara internal.

Penekanannya berada pada membandingkan, menghubungkan,

dan mensintesiskan nilai-nilai tersebut. Hasil belajar untuk level ini

15

berkenaan dengan konseptualisasi nilai atau pengorganisasian

sistem nilai. Tujuan pembelajaran pada level ini dikenal dengan

pengembangan filsafat hidup.

5) Pembentukan pola (characterization by a value or a value complex)

Seseorang pada level ini sudah mempunyai sistem nilai

yang mengendalikan perilakunya dalam waktu yang cukup lama

sehingga membentuknya menjadi sebuah karakter gaya hidup,

sehingga perilakunya bersifat perpasif, konsisten, dan dapat

diprediksi. Hasil belajar pada level ini meliputi rentang aktivitas

yang banyak, tetapi yang pokok dapat terlihat pada perilaku yang

sudah menjadi tipikal atau karakternya.

Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar

keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah

psikomotoris diantaranya adalah persepsi, kesiapan, gerakan

terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola

gerakan, dan kreativitas.

1) Persepsi (perception)

Level persepsi berkenaan dengan penggunaan organ indra

untuk menangkap isyarat yang membimbing aktivitas gerak.

Kategori ini bergerak dari stimulus sensori (kesadaran terhadap

stimulus) melalui pemilihan isyarat hingga penerjemahan.

2) Kesiapan (set)

Level kesiapan menunjukkan pada kesiapan untuk

melakukan tindakan tertentu. Kategori ini meliputi perangkat

mental, perangkat fisik, dam perangkat emosi. Persepsi terhadap

isyarat menempati prasyarat yang penting untuk level ini.

3) Gerakan terbimbing (guided response)

Level gerakan terbimbing merupakan tahapan awal dalam

mempelajari keterampilan yang kompleks. Kategori ini meliputi

peniruan dan trail and eror. Kelayakan kinerja oleh instruktur atau

oleh seperangkat kriteria yang cocok.

4) Gerakan terbiasa (mechanical response)

Level gerakan ini berkenaan dengan kinerja dimana respon

siswa telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dilakukan

dengan penuh keyakinan dan kecakapan. Hasil belajar level ini

16

berkenaan dengan keterampilan berbagai tipe kinerja, tetapi

tingkat kompleksitas gerakannya lebih rendah dari level berikutnya.

5) Gerakan kompleks (complex response)

Level gerakan kompleks merupakan gerakan yang sangat

terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks.

Keahliannya terindikasi dengan gerakan yang cepat, lancar, akurat,

dan menghabiskan energi yang minimum. Kategori ini meliputi

kemantapan gerakan dan gerakan otomatik.

6) Gerakan pola penyesuaian (adjustment)

Level gerakan ini berkenaan dengan keterampilan yang

dikembangkan dengan baik sehingga seseorang dapat

memodifikasi pola-pola gerakan untuk menyesuaikan tuntutan

tertentu atau menyesuaikan situasi tertentu.

7) Kreativitas (creativity)

Level terakhir ini menunjukkan pada penciptaan pola-pola

gerakan baru untuk menyesuaikan situasi tertentu atau problem

khusus. Hasil belajar untuk level ini menekankan kreativitas yang

didasarkan pada keterampilan yang sangat hebat.

c. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat

dibedakan atas dua jenis yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor

dari luar diri siswa (Winkel, 2004).

1) Faktor dari dalam diri siswa yang terdiri dari:

a) faktor psikis intelektual, yang meliputi taraf intelegensi,

motivasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi akibat keadaan

sosio kultural atau ekonomis;

b) faktor psikis non intelektual, yang meliputi perasaan seperti

puas, gembira, simpati, takut, cemas, rasa benci, rasa takut,

dan lain sebagainya;

c) faktor fisik yang meliputi keadaan fisik.

2) Faktor dari luar siswa yang terdiri dari:

a) faktor-faktor proses belajar di sekolah, yang meliputi kurikulum

pengajaran, disiplin sekolah, teacher efectiveness, fasilitas

belajar, dan pengelompokkan siswa;

17

b) faktor-faktor sosial di sekolah yang meliputi sistem sosial,

status sosial, serta interaksi guru dan siswa;

c) faktor situasional, yang meliputi keadaan politik, ekonomi,

keadaan waktu dan tempat serta musim iklim.

Memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas, ternyata

keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh faktor-faktor yang ada pada

diri siswa sendiri juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Kedua faktor ini

mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan

keberhasilan belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor

yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua jenis yaitu faktor

dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Faktor dari dalam

diri siswa, diantaranya adalah faktor fisik dan faktor psikis, faktor psikis

diantaranya adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat,

dan kecemasan. Faktor eksternal adalah semua faktor yang berasal dari

luar diri siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian diantaranya adalah

penelitan yang dilakukan Phrativi Dian Puspita Anggraini (2012) yang berjudul

“Pengaruh Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Tes terhadap Prestasi Belajar

Matematika” yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa

dalam menghadapi tes dan ada tidaknya pengaruh kecemasan siswa dalam

menghadapi tes terhadap prestasi belajar matematika. Hasil penelitiannya

adalah ada pengaruh yang signifikan kecemasan menghadapi tes terhadap

prestasi belajar matematika, yang artinya adalah semakin nilai bertambah

tinggi, semakin tinggi pula tingkat kecemasan siswa pada siswa kelas X

semester 1 SMA Negeri 4 Tegal tahun pelajaran 2011/2012.

Selanjutnya penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Erny Retno Agustiningsih (2010) yang berjudul “Pengaruh Pemberian

Motivasi Belajar dari Orang Tua, Minat Belajar dan Kecemasan Menghadapi Tes

Matematika terhadap Prestasi Belajar Matematika” yang salah satu tujuannya

adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya pengaruh kecemasan menghadapi

tes matematika terhadap prestasi belajar matematika. Hasilnya menunjukkan

terdapat pengaruh yang signifikan kecemasan menghadapi tes matematika

18

terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 7 Surakarta kelas VIII

semester I tahun ajaran 2009/ 2010.

Penelitian yang dilakukan oleh Eliza Widyastuti (2007) pada siswa kelas

X semester II SMA As-Salam Sukoharjo tahun 2005/ 2006 yang berjudul

“Pengaruh Kemampuan Awal, Motivasi Belajar, dan Kecemasan dalam

Menghadapi Tes Matematika terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa”,

yang salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh yang signifikan antara kecemasan menghadapi tes matematika

terhadap prestasi belajar matematika. Hasilnya menunjukkan bahwa prestasi

belajar matematika siswa yang mempunyai kecemasan menghadapi tes

matematika tinggi lebih buruk dibandingkan dengan siswa yang mempunyai

kecemasan menghadapi tes matematika rendah.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2012)

dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara Tingkat Kecemasan

ketika Menghadapi Ujian dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1

Haurgeulis-Indramayu”, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat kecemasan ketika menghadapi ujian dengan prestasi

belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Haurgeulis tahun ajaran 2010/2011.

Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Leonard

dan Supardi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Konsep Diri,

Sikap Siswa pada Matematika, dan Kecemasan Siswa terhadap Hasil Belajar

Matematika” menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh positif dan signifikan

antara kecemasan siswa terhadap hasil belajar matematika. Hasil ini

membuktikan kecemasan siswa tidak memberikan pengaruh bagi peningkatan

hasil belajar matematika.

Kirkland dalam Slameto (2003) membuat suatu kesimpulan mengenai

hubungan antara tes, kecemasan, dan hasil belajar. Tingkat kecemasan yang

sedang biasanya mendorong belajar, sedangkan tingkat kecemasan yang tinggi

mengganggu belajar. Siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah lebih

merasa cemas dalam menghadapi tes dari pada siswa-siswa yang pandai. Bila

siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi, maka kecemasan akan

berkurang. Siswa yang sangat cemas memberikan hasil yang lebih baik dari

pada siswa yang kurang cemas pada tes-tes yang mengukur daya ingat.

Sedangkan pada tes yang membutuhkan cara berfikir yang fleksibel, siswa yang

19

sangat cemas hasilnya lebih buruk. Kecemasan terhadap tes bertambah bila

hasil tes dipakai untuk menentukan tingkat-tingkat siswa.

Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang sebelumnya yaitu

variabel yang digunakan lebih spesifik dengan satu variabel bebas yaitu

kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika. Selain itu, variabel

terikatnya dilihat dari hasil belajar matematika. Subjek penelitiannya pun juga

berbeda.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dipaparkan di atas

dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan siswa dalam menghadapi tes

matematika mempunyai hubungan yang signifikan dengan hasil belajar

matematika. Dengan demikian hasil temuan-temuan tersebut semakin

mendukung penelitian yang dilakukan dengan judul ”Hubungan antara tingkat

kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika dengan hasil belajar

matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tengaran”.

C. Kerangka Berfikir

Kecemasan menghadapi tes matematika adalah keadaan atau kondisi

emosional pada diri siswa yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir,

bahkan kadang-kadang lepas kendali dan sangat mengganggu pikiran yang

dialami siswa pada saat menghadapi tes yang ditujukan untuk menilai hasil

mata pelajaran matematika yang telah diberikan guru matematika kepada

siswa untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat

dicapai.

Kecemasan merupakan bagian faktor yang mempengaruhi hasil belajar

dari segi psikologis. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa,

yang dapat diamati dan diukur dengan menggunakan tes standar sebagai

pengukur keberhasilan belajar seseorang.

Berdasarkan beberapa teori mengenai kecemasan dan hasil belajar

maka terdapat suatu gagasan atau pendapat. Gagasan tersebut bila disajikan

akan tampak seperti bagan berikut:

20

Gambar 2 Bagan Kerangka Berfikir

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara (Arikunto,

2002). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada hubungan antara

tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika dengan hasil

belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tengaran”.

Kecemasan siswa dalam

menghadapi tes

matematika

Hasil belajar matematika