BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kecemasan Menghadapi Tes Matematika
a. Definisi Kecemasan
Beberapa ahli mendefinisikan mengenai kecemasan
diantaranya adalah Nevid dkk (2003) yang menyatakan bahwa
kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir
yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Hal
senada juga diungkapkan oleh Chaplin (2002) yang menjelaskan bahwa
kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan
keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
untuk ketakutan tersebut.
Kaplan, Sadock, dan Grebb dalam Fausiah dan Widury (2005),
menyatakan bahwa kecemasan adalah respons terhadap situasi
tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi
menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang
belum dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.
Freud dalam Hall (2000) mendefinisikan kecemasan adalah suatu
pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh
ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Kecemasan
merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan
istilah-istilah seperti “kekhawatiran”, “keprihatinan”, dan “rasa takut”
yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda
(Atkinson dkk, 1999).
Berdasarkan beberapa definisi kecemasan menurut para ahli
maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu
bentuk emosi yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam
tanpa adanya sebab khusus untuk ketakutan tersebut.
b. Teori Kecemasan
Terdapat beberapa teori tentang pengembangan kecemasan
(Stuart, 2006). Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
6
1) Teori Psikoanalitis
Kecemasan adalah konflik emosional yang diantaranya ada
dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya.
Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang
bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap
ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
3) Teori Perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Kecemasan dianggap sebagai suatu
dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dalam diri untuk
menghindari kepedihan. Para ahli meyakini bahwa adanya
hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan, yaitu konflik
menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan
tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang
dirasakan.
4) Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan
biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga
tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi.
5) Teori Biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa kesehatan umum
individu dan riwayat kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata
sebagai predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai
dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan
individu untuk mengatasi stressor.
7
c. Macam-macam Kecemasan
Macam-macam kecemasan menurut Freud dalam Atkinson dkk
(1999) dibedakan atas dua macam yaitu kecemasan objektif dan
kecemasan neurotis. Kecemasan objektif sebagai respons yang realistis
terhadap bahaya eksternal, yang maknanya sama dengan rasa takut.
Sedangkan kecemasan neurotis, timbul dari konflik tak sadar dalam diri
individu, karena konflik itu tidak disadari sehingga individu tidak
mengetahui alasan kecemasannya.
Spielberger dalam Slameto (2003) membedakan kecemasan
menjadi dua bagian, yaitu kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety)
dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety). Kecemasan
sebagai suatu sifat yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk
merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak
berbahaya. Sedangkan kecemasan sebagai suatu keadaan yaitu suatu
keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang
ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dikhayati
secara sadar serta bersifat subyektif dan meningginya aktivitas sistem
syaraf.
d. Gejala-gejala Kecemasan
Menurut Stuart (2006) menyatakan bahwa kecemasan dapat
diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku.
1) Gejala kecemasan fisiologis, diantaranya adalah kardiovaskular
(jantung berdebar dan rasa ingin pingsan), pernafasan (sesak nafas,
tekanan pada dada, dan sensasi tercekik), neuromuskular
(insomnia, mondar-mandir, dan wajah tegang), gastrointestinal
(nafsu makan hilang, mual, dan diare), saluran perkemihan (tidak
dapat menahan kencing), dan kulit (berkeringat, wajah memerah,
dan rasa panas dingin pada kulit).
2) Gejala kecemasan perilaku yang meliputi kognitif dan afektif.
Perilaku kognitif diantaranya adalah perhatian terganggu,
konsentrasi buruk, pelupa, salah memberikan penilaian, hambatan
berfikir, kehilangan objektivitas, bingung, takut, dan mimpi buruk.
Perilaku afektif diantaranya adalah mudah terganggu, tidak sabar,
gelisah, tegang, gugup, ngeri, khawatir, rasa bersalah, dan malu.
8
Menurut Sarason dan Sarason dalam Atkinson dkk (1999) ada
beberapa gejala kecemasan, yaitu jantung berdebar, gangguan-
gangguan kecil pada syaraf yang menjadikan gelisah dan jengkel, tiba-
tiba takut tanpa alasan yang tepat, merasa cemas terus-menerus dan
putus asa, diserang rasa kelelahan dan keletihan, sulit memutuskan
suatu hal, takut akan sesuatu, gugup dan perasa setiap saat, merasa
tidak dapat mengatasi kesulitan, serta tegang.
e. Tingkatan Kecemasan
Stuart (2006) menjelaskan ada empat tingkat kecemasan, yaitu
kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik.
1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu
menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas. Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat,
kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan
tingkah laku sesuai situasi.
2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.
Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu, sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada
tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung
dan pernafasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara
cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu
untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang
tidak menambah kecemasan, mudah tersinggung, tidak sabar,
mudah lupa, marah dan menangis.
3) Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi
individu. Individu dengan kecemasan berat cenderung untuk
9
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini
adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi
menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya
sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,
perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4) Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan
teror karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motoriknya, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat
kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung
terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan
kematian.
Berikut adalah Gambar 1 rentang respon cemas (Stuart, 2006)
Gambar 1 Rentang Respon Cemas
f. Tes Matematika
Sudijono (2008) mendefinisikan tes adalah cara (yang dapat
dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka
pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas. Sedangkan menurut Arikunto
(2006) tes merupakan alat pengumpul informasi tetapi jika
dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi
karena penuh dengan batasan-batasan.
Menurut Djiwandono (2002), “Yang dimaksud dengan tes hasil
belajar atau achievement test ialah tes yang digunakan untuk menilai
10
hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa-
siswanya dalam jangka waktu tertentu”. Tes hasil belajar digunakan
untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar dapat dicapai
(Suharno, 2002).
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes hasil
belajar adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil
pelajaran yang telah diberikan guru kepada siswa untuk mengetahui
seberapa jauh tujuan belajar dapat dicapai.
Berdasarkan pengertian tes di atas, yang dimaksud tes
matematika adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran
matematika yang telah diberikan guru matematika kepada siswa untuk
mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat dicapai.
g. Cara Mengatasi Kecemasan
Slameto (2003) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
cara mengatasi kecemasan dalam menghadapi tes, diantaranya adalah:
1) tes harus dimaksudkan untuk diagnosa, bukan untuk menghukum
siswa yang gagal mencapai harapan-harapan guru dan orang tua;
2) menghindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa hanya dari
hasil satu tes;
3) membuat catatan pribadi pada setiap lembar jawaban tes yang
menyarankan siswa untuk tepat berusaha dengan baik dan harus
meningkatkan usahanya;
4) meyakinkan bahwa setiap pertanyaan mengukur hal yang penting
yang telah diajarkan kepada siswa;
5) menghindari pelaksanaan tes atau ujian tanpa pemberitahuan;
6) menjadwalkan pertemuan-pertemuan pribadi dengan siswa
sesering mungkin untuk mengurangi kecemasan dan untuk
mengarahkan belajar apabila perlu;
7) menghindari membanding-bandingkan siswa, yang dapat
menyinggung perasaan;
8) menekankan kelebihan-kelebihan siswa, bukan kelemahan-
kelemahannya;
9) mengurangi peranan tes atau ujian yang bersifat kompetitif bila
siswa tidak sanggup bersaing;
10) merahasiakan taraf dan nilai-nilai siswa dari siswa-siswa lainnya;
11
11) memberikan pada siswa kemungkinan untuk memilih aktivitas-
aktivitas yang mempunyai nilai pengajaran yang sebanding.
Djiwandono (2002) menyatakan cara mengatasi kecemasan
yaitu menggunakan kompetisi secara hati-hati, memperhatikan situasi
siswa, memberikan perintah yang jelas, menghindari menekankan
waktu yang tidak penting, dan memindahkan beberapa tekanan dari
tes-tes standar yang diperlukan ke tes sehari-hari.
h. Kecemasan menghadapi tes matematika
Berdasarkan definisi kecemasan dan tes matematika di atas
dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi tes matematika
adalah keadaan atau kondisi emosional pada diri siswa yang ditandai
dengan perasaan tegang dan khawatir, bahkan kadang-kadang lepas
kendali dan sangat mengganggu pikiran yang dialami siswa pada saat
menghadapi tes yang ditujukan untuk menilai hasil tes mata pelajaran
matematika yang telah diberikan guru matematika kepada siswa untuk
mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat dicapai.
2. Hasil Belajar Matematika
a. Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris
(2008) adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Menurut Dimyati (2002) hasil belajar merupakan hasil
dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Sedangkan menurut Winkel (2004), mengatakan hasil belajar adalah
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan
dan nilai sikap yang bersifat konstan menetap. Seseorang yang sudah
belajar tidak sama keadaannya dengan saat ketika belum belajar. Para
guru dan sekolah juga lebih mengutamakan aspek kognitif dalam
pengukuran hasil belajar siswa.
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan
pengetahuan sikap dan keterampilan (Hamalik, 2002). Perubahan
dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
12
baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan, dan sebagainya. Jihad
dan Haris (2008) menyatakan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk
perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif,
afektif dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam
waktu tertentu.
Upaya untuk mengukur pembelajaran dapat dilihat dari hasil
belajar siswa. Bukti dari usaha yang telah dilakukan dalam
pembelajaran adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Hasil
belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di pondok
pesantren atau sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang di-
peroleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu
(Hamalik, 2002).
Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dengan
menggunakan tes standar sebagai pengukur keberhasilan belajar
seseorang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa sebagai tanda atau
simbol keberhasilan dari usaha belajar (hasil aktivitas belajar) yang
menghasilkan perubahan, pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
nilai, dan dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
mata pelajaran matematika.
b. Klasifikasi Hasil Belajar
Bloom dalam Winkel (2012) mengklasifikasikan hasil belajar
kedalam tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal tersebut meliputi fakta,
kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan
yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui
bentuk ingatan mengingat atau mengenal kembali.
13
2) Pemahaman (comprehension)
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap
makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan;
mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk
lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata.
Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan
pengetahuan.
3) Penerapan (application)
Penerapan mencakup kemampuan untuk menerapkan
suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus yang kongkret
dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu
rumus pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu
metode kerja pada pemecahan problem baru. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman.
4) Analisis (analysis)
Analisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan
atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya
kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian
pokok atau komponen-komponen dasar, bersama dengan
hubungan/ relasi antara semua bagian itu. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan penerapan.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama
lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru. Adanya kemampuan
ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan analisis.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan
pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria
tertentu. Kemampuan ini dinyatakan dalam memberikan penilaian
14
terhadap sesuatu. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada
kemampuan sintesis.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri
dari lima aspek yaitu penerimaan, partisipasi, penentuan sikap,
organisasi, dan pembentukan pola hidup.
1) Penerimaan (receiving)
Penerimaan menunjuk pada kesediaan siswa untuk
mengikuti stimulus tertentu. Penerimaan dari aspek pengajaran
dapat dilihat dalam mempertahankan dan mengarahkan perhatian
siswa. Hasil belajar untuk level ini bergerak dari kesadaran yang
sederhana (bahwa sesuatu ada) sampai pada perhatian tertentu.
Level ini adalah level yang paling rendah pada ranah afektif.
2) Partisipasi (responding)
Partisipasi menunjukkan pada partisipasi aktif dari siswa.
Level ini siswa tidak hanya hadir dan memperhatikan, tetapi juga
memberikan reaksi. Hasil belajar pada level ini menekankan pada
kesiapan dalam memberikan respon. Level yang lebih tinggi dari
kategori ini ialah apa yang disebut dengan minat.
3) Penentuan sikap (valuing)
Level ini berhubungan dengan nilai yang melekat pada
siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Level ini
bergerak dari penerimaan yang paling rendah pada suatu nilai
sampai kepada level komitmen yang lebih kompleks. Penilaian
didasari pada internalisasi seperangkat nilai-nilai tertentu, tetapi
tanda-tanda dari nilai itu terlihat pada perilaku siswa yang nyata.
Hasil belajar untuk level ini berkenaan dengan perilaku yang
konsisten dan stabil dalam membuat nilai, dapat diidentifikasi
secara jelas. Kondisi dalam tujuan pembelajaran disebut dengan
sikap dan penghargaan.
4) Organisasi (organization)
Organisasi ialah menggabungkan beberapa nilai yang
berbeda-beda, menyelesaikan konflik diantara nilai-nilai tersebut,
serta membangun sistem nilai yang konsisten secara internal.
Penekanannya berada pada membandingkan, menghubungkan,
dan mensintesiskan nilai-nilai tersebut. Hasil belajar untuk level ini
15
berkenaan dengan konseptualisasi nilai atau pengorganisasian
sistem nilai. Tujuan pembelajaran pada level ini dikenal dengan
pengembangan filsafat hidup.
5) Pembentukan pola (characterization by a value or a value complex)
Seseorang pada level ini sudah mempunyai sistem nilai
yang mengendalikan perilakunya dalam waktu yang cukup lama
sehingga membentuknya menjadi sebuah karakter gaya hidup,
sehingga perilakunya bersifat perpasif, konsisten, dan dapat
diprediksi. Hasil belajar pada level ini meliputi rentang aktivitas
yang banyak, tetapi yang pokok dapat terlihat pada perilaku yang
sudah menjadi tipikal atau karakternya.
Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah
psikomotoris diantaranya adalah persepsi, kesiapan, gerakan
terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola
gerakan, dan kreativitas.
1) Persepsi (perception)
Level persepsi berkenaan dengan penggunaan organ indra
untuk menangkap isyarat yang membimbing aktivitas gerak.
Kategori ini bergerak dari stimulus sensori (kesadaran terhadap
stimulus) melalui pemilihan isyarat hingga penerjemahan.
2) Kesiapan (set)
Level kesiapan menunjukkan pada kesiapan untuk
melakukan tindakan tertentu. Kategori ini meliputi perangkat
mental, perangkat fisik, dam perangkat emosi. Persepsi terhadap
isyarat menempati prasyarat yang penting untuk level ini.
3) Gerakan terbimbing (guided response)
Level gerakan terbimbing merupakan tahapan awal dalam
mempelajari keterampilan yang kompleks. Kategori ini meliputi
peniruan dan trail and eror. Kelayakan kinerja oleh instruktur atau
oleh seperangkat kriteria yang cocok.
4) Gerakan terbiasa (mechanical response)
Level gerakan ini berkenaan dengan kinerja dimana respon
siswa telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dilakukan
dengan penuh keyakinan dan kecakapan. Hasil belajar level ini
16
berkenaan dengan keterampilan berbagai tipe kinerja, tetapi
tingkat kompleksitas gerakannya lebih rendah dari level berikutnya.
5) Gerakan kompleks (complex response)
Level gerakan kompleks merupakan gerakan yang sangat
terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks.
Keahliannya terindikasi dengan gerakan yang cepat, lancar, akurat,
dan menghabiskan energi yang minimum. Kategori ini meliputi
kemantapan gerakan dan gerakan otomatik.
6) Gerakan pola penyesuaian (adjustment)
Level gerakan ini berkenaan dengan keterampilan yang
dikembangkan dengan baik sehingga seseorang dapat
memodifikasi pola-pola gerakan untuk menyesuaikan tuntutan
tertentu atau menyesuaikan situasi tertentu.
7) Kreativitas (creativity)
Level terakhir ini menunjukkan pada penciptaan pola-pola
gerakan baru untuk menyesuaikan situasi tertentu atau problem
khusus. Hasil belajar untuk level ini menekankan kreativitas yang
didasarkan pada keterampilan yang sangat hebat.
c. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat
dibedakan atas dua jenis yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor
dari luar diri siswa (Winkel, 2004).
1) Faktor dari dalam diri siswa yang terdiri dari:
a) faktor psikis intelektual, yang meliputi taraf intelegensi,
motivasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi akibat keadaan
sosio kultural atau ekonomis;
b) faktor psikis non intelektual, yang meliputi perasaan seperti
puas, gembira, simpati, takut, cemas, rasa benci, rasa takut,
dan lain sebagainya;
c) faktor fisik yang meliputi keadaan fisik.
2) Faktor dari luar siswa yang terdiri dari:
a) faktor-faktor proses belajar di sekolah, yang meliputi kurikulum
pengajaran, disiplin sekolah, teacher efectiveness, fasilitas
belajar, dan pengelompokkan siswa;
17
b) faktor-faktor sosial di sekolah yang meliputi sistem sosial,
status sosial, serta interaksi guru dan siswa;
c) faktor situasional, yang meliputi keadaan politik, ekonomi,
keadaan waktu dan tempat serta musim iklim.
Memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas, ternyata
keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh faktor-faktor yang ada pada
diri siswa sendiri juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Kedua faktor ini
mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua jenis yaitu faktor
dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Faktor dari dalam
diri siswa, diantaranya adalah faktor fisik dan faktor psikis, faktor psikis
diantaranya adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat,
dan kecemasan. Faktor eksternal adalah semua faktor yang berasal dari
luar diri siswa.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian diantaranya adalah
penelitan yang dilakukan Phrativi Dian Puspita Anggraini (2012) yang berjudul
“Pengaruh Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Tes terhadap Prestasi Belajar
Matematika” yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa
dalam menghadapi tes dan ada tidaknya pengaruh kecemasan siswa dalam
menghadapi tes terhadap prestasi belajar matematika. Hasil penelitiannya
adalah ada pengaruh yang signifikan kecemasan menghadapi tes terhadap
prestasi belajar matematika, yang artinya adalah semakin nilai bertambah
tinggi, semakin tinggi pula tingkat kecemasan siswa pada siswa kelas X
semester 1 SMA Negeri 4 Tegal tahun pelajaran 2011/2012.
Selanjutnya penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Erny Retno Agustiningsih (2010) yang berjudul “Pengaruh Pemberian
Motivasi Belajar dari Orang Tua, Minat Belajar dan Kecemasan Menghadapi Tes
Matematika terhadap Prestasi Belajar Matematika” yang salah satu tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya pengaruh kecemasan menghadapi
tes matematika terhadap prestasi belajar matematika. Hasilnya menunjukkan
terdapat pengaruh yang signifikan kecemasan menghadapi tes matematika
18
terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 7 Surakarta kelas VIII
semester I tahun ajaran 2009/ 2010.
Penelitian yang dilakukan oleh Eliza Widyastuti (2007) pada siswa kelas
X semester II SMA As-Salam Sukoharjo tahun 2005/ 2006 yang berjudul
“Pengaruh Kemampuan Awal, Motivasi Belajar, dan Kecemasan dalam
Menghadapi Tes Matematika terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa”,
yang salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh yang signifikan antara kecemasan menghadapi tes matematika
terhadap prestasi belajar matematika. Hasilnya menunjukkan bahwa prestasi
belajar matematika siswa yang mempunyai kecemasan menghadapi tes
matematika tinggi lebih buruk dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
kecemasan menghadapi tes matematika rendah.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2012)
dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara Tingkat Kecemasan
ketika Menghadapi Ujian dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Haurgeulis-Indramayu”, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat kecemasan ketika menghadapi ujian dengan prestasi
belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Haurgeulis tahun ajaran 2010/2011.
Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Leonard
dan Supardi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Konsep Diri,
Sikap Siswa pada Matematika, dan Kecemasan Siswa terhadap Hasil Belajar
Matematika” menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh positif dan signifikan
antara kecemasan siswa terhadap hasil belajar matematika. Hasil ini
membuktikan kecemasan siswa tidak memberikan pengaruh bagi peningkatan
hasil belajar matematika.
Kirkland dalam Slameto (2003) membuat suatu kesimpulan mengenai
hubungan antara tes, kecemasan, dan hasil belajar. Tingkat kecemasan yang
sedang biasanya mendorong belajar, sedangkan tingkat kecemasan yang tinggi
mengganggu belajar. Siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah lebih
merasa cemas dalam menghadapi tes dari pada siswa-siswa yang pandai. Bila
siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi, maka kecemasan akan
berkurang. Siswa yang sangat cemas memberikan hasil yang lebih baik dari
pada siswa yang kurang cemas pada tes-tes yang mengukur daya ingat.
Sedangkan pada tes yang membutuhkan cara berfikir yang fleksibel, siswa yang
19
sangat cemas hasilnya lebih buruk. Kecemasan terhadap tes bertambah bila
hasil tes dipakai untuk menentukan tingkat-tingkat siswa.
Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang sebelumnya yaitu
variabel yang digunakan lebih spesifik dengan satu variabel bebas yaitu
kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika. Selain itu, variabel
terikatnya dilihat dari hasil belajar matematika. Subjek penelitiannya pun juga
berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dipaparkan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan siswa dalam menghadapi tes
matematika mempunyai hubungan yang signifikan dengan hasil belajar
matematika. Dengan demikian hasil temuan-temuan tersebut semakin
mendukung penelitian yang dilakukan dengan judul ”Hubungan antara tingkat
kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika dengan hasil belajar
matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tengaran”.
C. Kerangka Berfikir
Kecemasan menghadapi tes matematika adalah keadaan atau kondisi
emosional pada diri siswa yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir,
bahkan kadang-kadang lepas kendali dan sangat mengganggu pikiran yang
dialami siswa pada saat menghadapi tes yang ditujukan untuk menilai hasil
mata pelajaran matematika yang telah diberikan guru matematika kepada
siswa untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar matematika dapat
dicapai.
Kecemasan merupakan bagian faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dari segi psikologis. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa,
yang dapat diamati dan diukur dengan menggunakan tes standar sebagai
pengukur keberhasilan belajar seseorang.
Berdasarkan beberapa teori mengenai kecemasan dan hasil belajar
maka terdapat suatu gagasan atau pendapat. Gagasan tersebut bila disajikan
akan tampak seperti bagan berikut:
20
Gambar 2 Bagan Kerangka Berfikir
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara (Arikunto,
2002). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada hubungan antara
tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi tes matematika dengan hasil
belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tengaran”.
Kecemasan siswa dalam
menghadapi tes
matematika
Hasil belajar matematika