repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web...

301
BANTUAN BANK DUNIA DALAM PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA (STUDI KASUS: UNIVERSITAS HASANUDDIN) OLEH: HASRUL EKA PUTRA E13107055 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Transcript of repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web...

Page 1: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

BANTUAN BANK DUNIA

DALAM PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA

(STUDI KASUS: UNIVERSITAS HASANUDDIN)

OLEH:

HASRUL EKA PUTRA

E13107055

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

KATA PENGANTAR

Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa,

Pada suatu ketika yang lama tlah kita ketahui.

[Gie]

Rasanya baru kemarin saya menonton film “Gie” untuk pertama kali saat masih

cepak-cepak tai cicak. Di bagian terakhir film nihilist-romantik itu, bait di atas

terdengar sederhana namun begitu pas untuk menjadi semacam ayat penutup yang

membuka kata pengantar ini. Bagian yang ketika menulisnya membuat saya sadar

bahwa bahwa penjelajahan kehidupan mahasiswa saya telah ‘resmi’ berakhir.

Selamat tinggal kampus. Adios skripsi.

Dan seperti lazimnya sebuah pengantar, saya ingin menuliskan beberapa ucapan

buat mereka yang membuat saya mencintai kehidupan—sembari mempersiapkan

kematian.

: Kepada dua malaikat, Frenis Kau dan Ningsih Nasadie, yang selalu berhasil

menghujani saya dengan pertanyaan “kapan ujian, nak?”. Demi mereka gelarku

ku berikan. Bercerita lebih banyak tentang mereka hanya akan membuat tangan

dan mata saya tak henti bergetar. Sadar bahwa saya belum melakukan apa-apa

untuk Kedua Pintu Surga itu. Penuh takzim buat kalian.

i

Page 3: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Kakek dan Nenek yang membuat ku tidak pernah kehilangan panutan. Tidak

pernah kehilangan keikhlasan dan rasa rindu. Kalian adalah pencipta masa kecil.

Mungkin dengan karya ini kalian bisa melihat bahwa cucu mu ini telah tumbuh

dewasa.

Buat sahabat-sahabat dengan mimpinya masing-masing. Buat Willy, Agil, Gina,

Ika, Noe, Gadis, Debon, dan Indri. Kalian selalu menjadi tempat pulang yang

penuh dengan kegilaan masa remaja.

Buat rumah kecil HIMAHI FISIP Unhas yang mengajariku segala hal. Senior-

senior keren dan junior-junior yang selalu memaksaku untuk terus mencintai

tempat ini. Hidupku akan sangat berbeda tanpa rumah ini. Saya sering tertawa

mengingat diriku yang dulu: seorang maba jabe yang sering lari-lari dari

pengkaderan. Sungguh merugi mereka yang tidak menjadi besar dengan rumah

ini. Sungguh menyia-nyiakan diri menjadi (seperti selalu dibangga-banggakan

para senior): anak HI. “Salam kreativitas” untuk semua angkatan yang pernah

bersua dengan saya di rumah kecil ini.

Terkhusus untuk Pengurus periode 2009-2010, buat sekretaris, dua bendahara,

para koordinator yang heboh-heboh, anggota kepengurusan, dan UKH-UKH yang

membantu saya dengan segala cara untuk menunaikan amanah itu. Saya selalu

merasa berhutang buat kalian. Entah harus membayarnya dengan cara bagaimana.

ii

Page 4: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Juga teruntuk teman-teman Empire 07 yang tidak perlu ku sebut nama-

namanya.Saya tahu saya bukan ketua angkatan yang baik, maka melalui tulisan ini

saya mengajukan pengunduran diri. Atau, jika kalian masih mau saya menjadi

ketua angkatan. Saya ingin mengajukan usulan kenaikan tunjangan. Sudah lima

tahun tunjangan saya tidak naik-naik. Meski begitu, terima kasih untuk kenangan-

kenangan dan ketenangan-ketenangannya. Saya tetap mencintai kalian meski

banyak dari kalian yang sudah mendahului saya untuk skripsi dan menikah.

Untuk sahabat-sahabat angkatan yang selalu membuatku merasa memiliki

segalanya. Persahabatan, kesediaan menerima, keikhlasan dicalla, kesabaran

mencurhat dan dicurhati, segala jenis traktiran, dan bonceng-boncengnya. Saya

tidak perlu menyebut siapa kalian. Saya ingin menguji apakah kalian merasa

menjadi sahabat ku juga.

Buat yang selalu menjadi penggemar setia ku: Atika. Dia selalu mengatakan

bahwa saya pria paling tampan dan itu berhasil membuat saya mengizinkannya

menonton film Korea. Bagiku dia adalah Su In Lee dalam versi berjilbab.

Segalanya akan terasa mungkin setiap kali dia mengatakan “bisa jiki itu..”. Skripsi

ini bisa dikhatamkan pun gara-gara mantra sederhana itu.

Buat adik-adik angkatan, kalian selalu membuat kampus tidak pernah

membosankan. Selalu ada cerita baru. Calla’an-calla’an baru. Kisah odo’-odo’

iii

Page 5: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

baru. Ada diantara kalian yang akan selalu saya nantikan cerita dan sambutan

hangatnya. Sampai ketemu di momen-momen keren selanjutnya.

Sebagai orang-orang yang menemani setahun belakang kehidupan kampusku,

saya harus mengucapkan terima kasih tanpa hingga buat teman-teman LAW

Unhas. Gara-gara kalianlah saya harus menunda skripsi dan wisuda. Tapi

sungguh, saya tidak pernah menyesalinya. Menghidupi organisasi yang baru

belajar merangkak ini menjadi cara terbaik untuk “mengakhiri” status sebagai

mahasiswa. Saya menemukan teman-teman se-pikiran, orang-orang gokil, dan

manusia-manusia nekat disini. Panjang umur. Panjang umur.

Buat semua warga Sospol. Teman-teman 07 FISIP yang meski tidak pernah

dikader sama-sama tapi sangat piwai dalam mengelola kebersamaan. Juga untuk

Mace Hanifa dan Alm. Pace yang menjadi “kakek dan nenek” ku di kampus.

Cium tangan dan doa buat kalian.

Tak lupa kepada Kak Gego dan Pak Adi Suryadi Culla, pembimbing sekaligus

guru. Para dosen dan staff yang membantu saya merasakan bahwa dalam sistem

birokrasi kita yang ribet, selalu ada jalan keluar (ini terdengar begitu endonesia!

hahaha).

iv

Page 6: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Akhirnya di antara semua mahluk, saya harus berterima kasih atas petunjuk “jalan

pulang” yang begitu sempurna diajarkan Rasulullah SAW. Segala puji bagi Allah

SWT: sebaik-baik Pembimbing, sebaik-baik Penyempurna, sebaik-baik Penolong.

Semoga karya ini bermanfaat untuk siapapun yang merasa bahwa pendidikan kita

hari ini sudah terlalu jauh dari apa yang seharusnya kita rasakan dari proses

mendidik dan memanusiakan. Skripsi ini hanya serpihan kegelisahan yang

mencoba diilmiahkan. Selamat bergelisah!

Makassar, penghujung Maret 2013

Hasrul Eka Putra

v

Page 7: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

ABSTRAKSI

Hasrul Eka Putra Kau, E13107055. Dengan judul Skripsi: “Bantuan Bank

Dunia dalam Pendidikan Tinggi di Indonesia (Studi Kasus: Universitas Hasanuddin)”.

Dibawah bimbingan H. Adi Suryadi Culla, sebagai pembimbing I dan Muh. Ashary

Sallatu, sebagai pembimbing II.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memahami bagaimana bantuan bank dunia

dalam bidang pendidikan tinggi diimplementasikan dalam struktur kebijakan di

Indonesia, khususnya di Universitas Hasanuddin. Penelitian ini juga untuk menganalisa

akibat dari implementasi proyek (Improvement of Management and Higher Education

Reform) IMHERE yang didanai oleh Bank Dunia terhadap penentuan arah kebijakan dan

operasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya di Universitas Hasanuddin

(Unhas).

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif-

analisis dengan Unhas dan proyek IMHERE sebagai studi kasus. Metode penelitian

deskriptif digunakan untuk menggambarkan bagaimana implementasi proyek IMHERE

dijalankan di Universitas Hasanuddin dan kemudian menganalisis bagaimana dampak

dari implementasi proyek tersebut terhadap perubahan kebijakan pendidikan di Unhas.

Penelitian ini menggunakan data-data berupa kepustakaan, dokumen-dokumen resmi, dan

wawancara yang kemudian diolah teknik analisa kualitatif.

IMHERE sebagai proyek reformasi pendidikan tinggi di Indonesia yang dibiayai

oleh Bank Dunia memiliki dampak yang signifikan dalam perubahan-perubahan yang

vi

Page 8: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

terjadi pada sektor pendidikan tinggi di Indonesia. Melalui pendekatan ekonomi politik,

penelitian ini menggunakan model klasifikasi Martin Carnoy tentang bagaimana dampak

globalisasi-neoliberal di sektor pendidikan yang dibawa melalui bantuan luar negeri. Dari

analisa pada konteks Unhas, penelitian ini menyimpulkan bahwa model “reformasi

berbasis kompetisi” (competition-based reforms); “reformasi berbasis financial” (reform

based on financial imperatives) dan “reformasi berorientasi kesetaraan” (equity-driven

reforms) juga terjadi di Universitas Hasanuddin.

Kata Kunci: Bantuan Luar Negeri, Bank Dunia, Pendidikan Tinggi Indonesia

vii

Page 9: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

ABSTRACT

Hasrul Eka Putra Kau, E13107055, in “World Bank Aid in Indonesia Higher

Education (Case Study: Hasanuddin University). With H. Adi Suryadi Culla as First

Advisor and Muh. Ashary Sallatu as Second Advisor.

This thesis aim to discern the implementation of World Bank financial aid in

Indonesia Higher Education policy structure, particularly in Hasanuddin University. This

research also head to analize the ramifications and consequences of (Improvement of

Management and Higher Education Reform) IMHERE project towards the policy making

orientation and it’s implementation in Indonesia and, in particular, Unhas. This thesis

exercises the analytical-descriptive method of research. Which is Unhas and IMHERE

project as the single case sampling. The descriptive method engaged to describe the

implementation of IMHERE project in Unhas and analyze it’s consequences. This

research utilize various datum from literature, books, official document, official reports,

and interview which are organized by qualitative method.

IMHERE as a higher education sector reform project which is financially funded

by World Bank has a great impact in the shifting and changing of Indonesia higher

education. Thorough the political-economic approach, this research apply Martin Carnoy

model of classifications of reform that happened as a impact of neoliberal-globalization

carried through foreign aid. This research found that this model of competition-based

reforms, reform based on financial imperatives, and equity-driven reforms occur in

Unhas with its own context and characteristics.

Keyword: Foreign Aid, World Bank, Indonesia Higher Education

viii

Page 10: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul...................................................................................... i

Halaman Pengesahan............................................................................ii

Halaman Penerimaan Tim Evaluasi................................................. iii

Kata Pengantar.................................................................................... iv

Abstraksi...............................................................................................ix

Abstract.................................................................................................xi

Daftar Isi..............................................................................................xii

Daftar Tabel........................................................................................ xv

Daftar Gambar..................................................................................xvii

Daftar Lampiran..............................................................................xviii

Daftar Singkatan................................................................................xix

BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang............................................................................ 1

2. Batasan Masalah........................................................................... 7

3. Pertanyaan Penelitian................................................................. 10

4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................ 11

4.1 Tujuan penelitian.................................................................. 11

4.2 Kegunaan Penelitian............................................................. 11

5. Kerangka Konseptual................................................................. 12

ix

Page 11: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

5.1 Neoliberalisme...................................................................... 12

5.2 Konsep Bantuan Luar Negeri............................................... 20

5.2.1 Definisi dan Motif ...................................................... 21

5.2.2 Pengelompokan Bantuan Luar Negeri........................ 25

6. Metode Penelitian...................................................................... 29

6.1 Tipe Penelitian.................................................................... 29

6.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................... 30

6.3 Teknik Pengumpulan Data................................................. 31

6.4 Teknik Analisa................................................................... 31

BAB II

Tinjauan Pustaka

1. Globalisasi dan Reformasi Pendidikan Tinggi .......................... 32

2. Bantuan Luar Negeri dalam Pendidikan Tinggi......................... 46

BAB III

Bank Dunia Dan Pendidikan Tinggi Di Indonesia

1. Selayang Pandang Bantuan Luar Negeri untuk Pendidikan Tinggi

Indonesia.......................................................................................... 52

1.1 Masa Orde Baru.......................................................................... 52

1.1 Masa Reformasi.......................................................................... 63

2. Kiprah Bank Dunia dalam Pendidikan Tinggi Indonesia................. 71

2.1 Mekanisme dan Jenis Bantuan Bank Dunia............................... 71

x

Page 12: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

2.2 Sejarah Bantuan Bank Dunia untuk Pendidikan

Tinggi di Indonesia .................................................................... 76

3. Implementasi Proyek IMHERE di Indonesia................................... 92

4. Bantuan Luar Negeri di Universitas Hasanuddin .......................... 109

BAB IV

Implementasi Dan Dampak Bantuan Bank Dunia Di Indonesia

1. Implementasi Proyek IMHERE di Universitas Hasanuddin.......... 117

2. Dampak Bantuan Luar Negeri terhadap Kebijakan Pendidikan di Universitas

Hasanuddin ................................................................................... 127

BAB V

Penutup

1. Kesimpulan.................................................................................... 162

2. Saran .............................................................................................. 164

Daftar Pustaka ................................................................................. 166

Lampiran-Lampiran........................................................................ 174

xi

Page 13: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1 : Perkembangan jumlah hutang luar negeri selama Orde Baru

1966-1998 (dalam milyar Dollar AS) ....................................................

.................................................................................................................52

Tabel 2 : Jumlah Hutang Luar Negeri untuk Bidang Pendidikan

1974/75-1988/89 ....................................................................................

.................................................................................................................56

Tabel 3 : Persyaratan pinjaman luar negeri negara-negara donor dan

lembaga multilateral untuk bidang pendidikan. .....................................

.................................................................................................................57

Tabel 4 : Pendanaan Donor Multilateral untuk Pendidikan Tinggi di

Indonesia (1975–1997). .........................................................................

.................................................................................................................62

Tabel 5 : Jumlah PT untuk masing-masing bentuk perguruan tinggi ....

.................................................................................................................72

Tabel 6 : Distribusi sektor pendanaan Bank Dunia, Tahun Fiskal

1969-1998. ..............................................................................................

.................................................................................................................79

Tabel 7 : Strategi Bank Dunia dalam Pendidikan Tinggi Indonesia

dan pengaruhnya terhadap hubungan antara Negara dan universitas......

.................................................................................................................81

xii

Page 14: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Tabel 8 : Skema pendanaan kompetitif dari tahun 1996. ......................

.................................................................................................................87

Tabel 9 : Skema pendanaan kompetitif sejak tahun 2006. ....................

.................................................................................................................89

Tabel 10: Data Pendanaan Proyek ......................................................... 93

Tabel 11: Perencanaan Pembiayaan Proyek (Tahun Fiskal Bank

Dunia/Dalam Juta Dolar AS) .................................................................

.................................................................................................................94

Tabel 12: Sasaran penerima proyek hibah.............................................

.................................................................................................................95

Tabel 13: Pemenang hibah kompetisi B.1..............................................

.................................................................................................................105

Tabel 14: Penerima hibah kompetisi komponen B.2.a...........................

.................................................................................................................107

Tabel 15: Penerima bantuan luar negeri tertinggi / Performa

pemasukan mandiri ................................................................................

.................................................................................................................113

xiii

Page 15: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1: Tren tingkat partisipasi tersier kasar di institusi-institusi

pendidikan publik dan swasta, 2001-2008. ............................................

.................................................................................................................72

Gambar 2: Peta Universitas Hasanuddin, Kampus Tamalanrea. ..........

.................................................................................................................111

Gambar 3: Komposisi anggaran tahun 2009 untuk DIKTI dengan

total 18,5 Triliun. ....................................................................................

.................................................................................................................149

xiv

Page 16: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1: Program Studi Dan Nilai Akreditasi Badan Akreditasi

Nasional (BAN) Universitas Hasanuddin Tahun 2010/2011 .................

.................................................................................................................173

Lampiran 2: Simpulan eveluasi internal dan program yang diajukan

untuk Unhas menuju BHP, 2006.............................................................

.........................................................................................................................175

xv

Page 17: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

DAFTAR SINGKATAN

ADB : Asian Development Bank – Bank Pembangunan Asia

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

AS : Amerika Serikat

AusAID : Australian Agency for International Development

BAN : Badan Akreditasi Nasional

BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BDP FKIP : Budi Daya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan

BHMN : Badan Hukum Milik Negara

BHP : Badan Hukum Pendidikan

BLU : Badan Layanan Umum

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CAS : Country Assistance Strategy

Depdikbud : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Dikti : Direktorat Pendidikan Tinggi

Ditjen : Direktorat Jendral

DPT : Dewan Pendidikan Tinggi

DUE : Development of Undergraduate Education

EFA : Education for All

FAO : Food and Agricultural Organization

GATS : General Agreement on Trade and Service

HELTS : Higher Education Long Term Strategy – Strategi Jangka Penjang

Pendidikan Tinggi

xvi

Page 18: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

HI : Hubungan Internasional

IBRD : International Bank for Reconstruction and Development

ICT : Information Communication and Technology

IDA : International Development Agency

IGGI : Inter-Governmental Group on Indonesia

IMF : International Monetery Fund

IMHERE : Improvement of Management and Higher Education Reform

ISO : International Standard Organization

IT : Informasi Teknologi

JIPD : Japan Bank for International Development

JNS : Jalur Non-Subsidi

JPPB : Jalur Pemanduan Potensi Belalar

KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kemendikbud : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemendiknas : Kementrian Pendidikan Nasional

Kepmen : Keputusan Menteri

KPPT-JP : Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang

KTI : Kawasan Timur Indonesia

LMS : Learning Management System

MBS : Manajemen Berbasis Sekolah

MK : Mahkamah Konstitusi

MPS : Marginal Propensity to Save

ODA : Overseas Development Assistance

xvii

Page 19: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

OECD : Organization for Economic Co-operation and Development

OPM : Operational Procedure Manual

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PHK : Proyek Hibah Kompetisi

PIP : Pola Ilmiah Pokok

PMA : Penanaman Modal Asing

PNS : Pegawai Negeri Sipil

POSK : jalur Prestasi Olahraga Seni, dan Keilmuan

PP : Peraturan Pemerintah

PRSP : The Poverty Reduction Strategy Paper

PTN : Perguruan Tinggi Negeri

PTS : Perguruan Tinggi Swasta

PUO : Program for University Development Cooperation

QUE : Quality of Undergraduate Education

Renstra : Rencana Strategis

REPELITA : Rencana Pembangunan Lima Tahun

Rp. : Rupiah

RSBI : Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

S1 : Strata Satu

S2 : Strata Dua

S3 : Starta 3

SBI : Sekolah Bertaraf Internasional

SCL : Student Center Learning

xviii

Page 20: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

SDM : Sumber Daya Manusia

SIAKAD : Sistem Informasi Akademik

SIM : Sistem Informasi dan Manajemen

SINPT : Sistem Informasi Nasional Pendidikan Tinggi

Sisdiknas : Sistem Pendidikan Nasional

SK : Surat Keputusan

SKS : Sistem Kredit Semester

SNMPTN : Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

SP4 : Sistem Pendanaan dan Perencanaan Program

SPP : Sumbangan Pembinaan Pendidikan

TNS : Transnasional State Aparatus

TPSDP : Technological and Professional Skills Development Sectors

Project

TRIPS : Trade Related Intellectual Property Rights

UMB : Ujian Masuk Bersama

UNESCO : United Nation Educational, Scientific, Cultural Organization

Unhas : Universitas Hasanuddin

UPT : Unit Pelaksana Teknis

URGE : University Research for Graduate Education

US$ : U.S. Dollar /Dolar AS

USAID : U.S. Agency for International Development

UT : Universitas Terbuka

UU : Undang-Undang

xix

Page 21: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

WHO : World Health Organization

WTO : World Trade Organization

xx

Page 22: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bantuan luar negeri merupakan inovasi politik di abad dua puluh. Belum

pernah ada sebelumnya dimana negara-negara kaya menyalurkan sumber daya

finansial mereka ke negara-negara miskin, secara unilateral dan tanpa saling balas.

Pasca Perang Dunia II, bantuan luar negeri telah menjadi alat yang digunakan oleh

aktor negara dalam menjalankan hubungan luar negerinya. Tercatat sejak akhir

1940-an, alokasi dana dari negara-negara maju untuk kerjasama-kerjasama

pembangunan telah mencapai sekitar 1 triliun Dollar.1 Jika dikalkulasikan jumlah

bantuan dari berbagai pemerintah donor ke pemerintah penerima, dari lembaga

internasional dan lembaga-lembaga non-pemerintah di seluruh dunia, tercatat total

bantuan yang tersalurkan selama tahun 2004 saja sudah bernilai 100 milyar Dolar

AS dan sejak tahun 1960 sampai 2004 telah mencapai 1,6 triliun Dolar AS.2

Tentu saja, distribusi modal tersebut tidak disalurkan tanpa maksud dan

syarat apa-apa. Menurut Steven Radelet dan Ruth Levine, pasca perang dingin,

bantuan luar negeri digunakan sebagai raison d’ếtre dan dukungan politis untuk

negara-negara pendonor.3 Dalam terminologi ekonomi-politik internasional pun,

bantuan luar negeri telah begitu mengakar sebagai pilar hubungan negara utara-

1 Jean-Philipe Therien, Debating Foreign Aid: Right versus Left, 2002, Third World Quartly, Vol, 23, No.2, hal. 449.2 Alain Noel Pratt dan Jean-Philippe Therein melalui Lancaster, Carol, Foreign Aid : Diplomacy, Development, Domestic Politics, 2007, London: The University Chichago Press, hal 2.3 William Easterly (ed), Reinventing Foreign Aid, 2008, Cambridge: The MIT Press, hal. 431.

1

Page 23: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

selatan yang telah dianggap lazim sebagai bagian integral dalam hukum

internasional.4

Negosiasi dan transaksi bantuan luar negeri ini melibatkan berbagai aktor

dan lembaga serta mengambil tempat secara bersamaan pada berbagai tingkatan

dari bilateral, multilateral, dan platform non-pemerintah. Pada tingkat multilateral,

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bank dunia dan Dana Moneter Internasional

(IMF) merupakan lembaga donor yang paling penting.5 Negara-negara maju

menggunakan organisasi-organisai multilateral tersebut sebagai “jembatan” dalam

menyalurkan modal dengan banyak bentuk (seperti bantuan, hutang, dan hibah) ke

negara-negara miskin dan berkembang. Dalam pelaksanaannya, IMF dan Bank

Dunia tidak hanya bertindak sebagai jembatan dalam mekanisme transfer

pendanaan, lembaga-lembaga internasional ini juga aktif terlibat dalam

pengambilan keputusan baik bagi negara donor maupun recipient atau penerima.6

Lembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong”

globalisasi yang didominasi oleh korporasi-korporasi di mana terdapat

“penurunan kekuatan politik nasional” atau melemahnya negara atas pasar.7

Di Indonesia, kiprah bantuan luar negeri dalam pendanaan pembangunan

tidak dapat dilepaskan begitu saja. Saat-saat awal Orde Baru berkuasa, sepertiga

pendapatan negara diperoleh dari dana hibah dan pinjaman luar negeri negara-

4 Lihat Stephen Zamora, 'Economic Development', dalam Christopher C. Joyner (ed), The United Nation and International Law, 1997, Cambridge: Cambridge University Press, hal. 264.5 Lihat penjelasan mendalam tentang Official Development Assistance (ODA) dan perannya dalam pembangunan, penanggulangan kemiskinan, dan kondisi regional dalam Christian Schabbel, The Value Chain of Foreign Aid, 2007, New York: Physica-Verlag Heidelberg, hal. 14 6 Lihat William Easterly (ed), Reinventing Foreign Aid, 2008, Cambridge: The MIT Press, hal. 2867 Teeple, Gary, “What is Globalization?” dalam Stephen McBride dan John Wiseman, (eds.), Globalization and its Discontents, 2002, Basingstoke: Macmillan, hal. 17.

2

Page 24: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

negara Barat dan Jepang. Pada dekade 1990-an terjadi peningkatan yang sangat

tajam dalam hutang luar negeri Indonesia. Di penghujung kekuasaannya pada

1998, jumlah hutang pemerintah Indonesia mencapai 150 Miliyar Dollar AS.8

Setelah Orde Baru tumbang, arus reformasi yang terjadi di Indonesia tidak

hanya mengubah orientasi sistem perekonomian dan tata negara. Perubahan

terjadi di hampir segala bidang dalam negara. Sistem politik, sistem

pemerintahan, kebebasan pers, hingga menyentuh sektor strategis yang

merupakan public needs seperti air, listrik, kesehatan dan pendidikan. Terkhusus

dibidang pendidikan, reformasi besar-besaran dilakukan oleh pemerintah pasca-

Orde Baru. Reformasi tersebut mencakup dua hal utama yakni: reformasi

paradigma pendidikan tinggi nasional dan desentralisasi sistem pendidikan

nasional dalam rangka relevansi dan perbaikan kualitas. Refomasi ini secara legal

akhirnya disahkan ke dalam bentuk undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). UU Sisdiknas (Pasal 53) ini

kemudian diturunkan ke dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU

BHP) sebagai lex specialis yang menjadi pijakan untuk proyek privatisasi

pendidikan di Indonesia.

Dalam konteks perumusan konsep BHP ini, setidaknya terdapat 3 (tiga)

cara pandang yang digunakan oleh pemerintah. Pertama, pendidikan berbasis

masyarakat, dalam arti bahwa peran negara dalam penyelenggaraan pendidikan

ditekan seminim mungkin dan muncul peran lebih dari masyarakat atau pihak

8 Laporan International Crisis Group Asia No. 15 Jakarta/Brussel dalam International Crisis Group, “Kredit Macet: Politik Reformasi Keuangan Indonesia”, 13 Maret 2001.

3

Page 25: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

swasta dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Kedua,

lembaga penyelenggara pendidikan bersifat nirlaba dimana kampus diberi

keleluasaan melakukan pencarian dana dengan prinsip-prinsip ekonomi layaknya

korporasi. Akhirnya, ketiga, sedikit demi sedikit negara berlepas tangan dari

kewajibannya untuk “mencerdaskan bangsa”. Paradigma ini menggeser peran

pemerintah dari perannya sebagai operator pendidikan menjadi sekedar fasilitator

pendidikan saja.

Penolakan dan kritik begitu masif dilakukan oleh masyarakat. Puncak

penolakan itu adalah dianulirnya UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam

putusannya, MK menyatakan bahwa materi dan substansi UU BHP bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar. Sejak Maret 2010, UU BHP tidak lagi memiliki

kekuatan hukum yang mengikat. Hingga penelitian ini dilakukan, polemik

perundangan sistem pendidikan nasional tidak pernah sepi dari diskursus

akademis, praktisi, dan para pengambil kebijakan. Apalagi jika dibenturkan

dengan kualitas pendidikan nasional, biaya pendidikan, dan daya jangkau

masyarakat yang semakin senjang, maka masalah pendidikan dengan semua

kebijakan yang melingkupinya menjadi sangat relevan dan urgen untuk diangkat.

Terkait kondisi faktual pendidikan Indonesia, walaupun anggaran

pendidikan pada tahun 2010 mencapai Rp. 195,6 triliun, namun kualitas

pendidikan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dibanding negara-negara Asia

Tenggara lainnya.9 Dalam laporan Education for All (EFA) Global

Monitroring Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO dan diluncurkan di New

9 Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, 2011, Yogykarta : Ar-Ruzz Media, hal. 88.

4

Page 26: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

York pada Maret 2011, indeks pembangunan pendidikan Indonesia hanya berada

pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei. Posisi ini berada dibawah

Malayasia (65), Brunai Darussalam (34), atau Kuba yang berada di posisi 14.10

Fakta lain dari data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa Angka Partisipasi

Sekolah (APS) Indonesia untuk penduduk dengan umur 19-24 tahun hanya

berkisar di 12.72 pada tahun 2009 dan 13.77 di tahun 2010.11 Angka partisipasi

sekolah yang rendah ini merepresentasikan tingkat keterjangkuan masyarakat

Indonesia terhadap pendidikan yang sangat rendah. Salah satu penyebabnya

karena biaya masuk pendidikan tinggi yang semakin hari semakin tidak

terjangkau.

Kebutuhan akan perbaikan sistem pendidikan ini harus berhadapan dengan

ketersedian dana APBN untuk pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) yang

sangat terbatas. Padalah, secara internasional, sektor pendidikan merupakan salah

satu sektor yang paling diminati oleh negara-negara pemberi hutang (kreditur).

Negara-negara kreditor seperti AS, Belgia, Belanda, Jepang, Jerman, Perancis,

dan Swiss adalah negara-negara yang paling banyak mengivestasikan dananya

untuk sektor pendidikan di Indonesia. Kreditor hutang untuk pendidikan ini

masuk melalui mekanisme, persyaratan, dan tenggat pengembalian hutang yang

bervariasi.

10 UNESCO, The Education for All Development Index 2011 diunduh melalui http://www.unesco.org/new/en/education/themes/leading-the-international-agenda/efareport/reports/2011-conflict/ pada 23 Desember 2011.11 “Indikator Pendidikan Tahun 1994 – 2010” dalam http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=28&notab=1 diakses pada 12 Desember 2011.

5

Page 27: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Di titik ini, bantuan luar negeri menjadi jalan keluar yang dilematis. Pada

satu pihak, kita dihadapkan pada fakta bahwa selama sejarah Indonesia modern

bantuan luar negeri memiliki peran yang besar dalam membangun sistem

pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan tinggi. Selama ini institusi-institusi

multilateral dan bantuan-bantuan yang sifatnya bilateral telah banyak memberikan

investasi jumlah besar dan konsisten dalam mendorong pendidikan Indonesia,

sebut saja ADB, USAID, AusAID, dan Bank Dunia.12 Kiprah lembaga-lemabaga

tersebut, khususnya Bank Dunia sangatlah signifikan dalam perkembangan

pendidikan tinggi di Indonesia. Bank Dunia dalam peran globalnya sebagai “Bank

of Knowledge” telah mengambil posisi strategisnya dalam membentuk arah

pendidikan Indonesia. Pada tahun 2005, melalui proyek Improvement of

Management and Higher Education Reform (IMHERE) menggelontorkan dana 80

juta dolar untuk reformasi sistem pendidikan Indonesia. Jumlah ini merupakan

jumlah yang tidak sedikit untuk sebuah proyek Bank Dunia.

Di pihak lain, bantuan luar negeri yang diberikan oleh institusi-institusi

semisal Bank Dunia tentu saja membawa agenda-agenda ekonomi-politik yang

membawa perubahan-perubahan arah pendidikan Indonesia, khususnya

pendidikan tinggi. Di sinilah masalah bantuan luar negeri khususnya pada sektor

pendidikan tinggi perlu dilihat secara kritis. Bantuan luar negeri menjadi sebuah

instrumen yang “bermata dua” dengan segala konsekuensi motif ekonomi

politiknya.

12 Lihat introduksi Jo Bastiaens, International Assistance and State-University Relations, 2008, New York: Routledge, hal. 2.

6

Page 28: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Untuk keperluan fokus penelitian, penulis memfokuskan penelitian pada

Universitas Hasanuddin, yang merupakan salah satu PTN terbesar di Indonesia

yang saat ini telah menerima dan sedang/telah menjalankan proyek-proyek

bantuan luar negeri dari Bank Dunia. Atas penjelasan dan alas berfikir diatas,

maka penelitian ini mengangkat judul “Bantuan Bank Dunia dalam Pendidikan

Tinggi Indonesia, Studi Kasus: Universitas Hasanuddin”.

2. Batasan Masalah

Sebagai institusi yang memiliki pengaruh global, tidak hanya sekedar

memberi pinjaman, aktivitas Bank Dunia juga mempengaruhi undang-undang dan

peraturan, anggaran pemerintah, serta keputusan-keputusan investasi sektor

swasta di negara-negara di seluruh dunia.13 Di Indonesia, kiprah Bank Dunia telah

dimulai sejak akhir 1960an dengan dibukanya cabang Bank Dunia di Jakarta pada

tahun 1968. Pada tahun 1975, Bank Dunia mulai bekerjasama dengan Pemerintah

Indonesia untuk berinvestasi dalam pengembangan manpower Indonesia melalui

program pendirian politeknik-politeknik dan peningkatan manajemen Direktorat

Pendidikan Tinggi (Dikti). Hubungan ini terus berlanjut dengan hubungan

kerjasama dengan berbagai macam bentuk bantuan Bank Dunia. Di periode

1980an hingga 1995, Bank Dunia mengambil peran strategis dalam kebijakan

pendidikan nasional dengan mendorong internal capacity building institusi-

institusi pendidikan Indonesia. Setelah penguatan institusi dilakukan, maka

selama periode 1996 hingga 2004, Bank Dunia dan Dikti melakukan reformasi

13 Dokumen Bank Information Center, Toolkit for Activist, hal. 1-2 diakses melalui http://www.bicusa.org/toolkit

7

Page 29: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

sistem pendanaan dan pengelolaan dengan menerapkan mekanisme hibah

kompetisi ke dalam enam proyek besar untuk pendidikan tinggi yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi institusi (proyek DUE, QUE, DUE-

like, TPSDP) serta untuk menciptakan peningkatan kapasitas internal (seperti

pada proyek Semi-QUE dan SP4).

Di tahun 2004, Bank Dunia mengelontorkan dananya untuk mendanai

program Improvement of Management and Higher Education Reform (IMHERE)

dan Program Hibah Kompetisi (PHK) bagi departemen atau program studi sesuai

dengan “level” institusinya. Proyek IMHERE ini berisi program-program yang

berdampak langsung pada perubahan dan perombakan sistem pendidikan tinggi

nasional dan tata kelola pendidikan tinggi di universitas. Oleh karenanya proyek

IMHERE inilah yang akan menjadi titik fokus dari penelitian ini. Penelitian ini

bermaksud meninjau secara deskriptif-analistis untuk menganalisis mekanisme

implementasi bantuan tersebut pada institusi pendidikan tinggi, khususnya

Universitas Hasanuddin. Dari pelaksanaan program yang dijalankan, penelitian ini

akan menganalisis dampak dari bantuan Bank Dunia ini terhadap kebijakan

pendidikan di Indonesia secara dan Universitas Hasanuddin secara khusus.

Dari 85 perguruan tinggi di Indonesia, melalui studi kasus penelitian ini

mengambil Universitas Hasanuddin yang berlokasi di Makassar, Sulawesi Selatan

sebagai kasus dan fokus analisa. Universitas Hasanuddin (Unhas) dipilih dengan

beberapa alasan dan pertimbangan, yakni:

1. Unhas merupakan universitas yang termasuk dalam jajaran universitas

terbesar di Indonesia. Dari sekitar 48 juta orang mahasiswa di

8

Page 30: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Indonesia, Unhas menampung sejumlah 25.949 orang mahasiswa

dalam segala tingkatan strata.14 Dengan kapasitas ini membuat Unhas

sering dijuluki dengan “kampus terbesar di Kawasan Indonesia Timur

(KTI)”.

2. Unhas mewakili karakteristik pendidikan timur karena secara geografis

Unhas berlokasi di provinsi terbesar di wilayah timur Indonesia. Unhas

juga merupakan Univesitas terbesar di Kawasan Timur Indonesia baik

secara jumlah mahasiswa maupun sarana dan fasilitasnya. Faktanya

saat ini Unhas telah menjalankan proyek bantuan luar negeri baik baik

secara University to University, University to Government, maupun

melalui mekanisme hubungan kerjasama multilateral melalui lembaga-

lembaga seperti Bank Dunia. Hingga tahun 2011, tercatat kerjasama

internasional Unhas diseluruh dunia mencapai 79 kerjasama

internasional.15

3. Unhas merupakan Universitas yang menjadi proyek awal pengelolaan

pendidikan pasca-UU BHP, yakni BLU. Unhas termasuk dalam 43

Pendidikan Tinggi yang dipilih oleh direktorat pembinaan dan

pengelolaan keuangan BLU pada tahun 2009. Model pengelolaan ini

menjadi salah satu model pengelolaan yang belum banyak diterapkan

di Indonesia.

14 Data dan Informasi Unhas Tahun 2010 diunduh melalui http://unhas.ac.id/dataunhas/Ixan/Data%20dan%20Informasi%20Unhas%20Tahun%202010/b.%20AKADEMIK/ pada 12 Desember 2011.

15 Kerjasama Internasional Universitas Hasanuddin, slide presentasi Dwia Aries Tina P., 2012.

9

Page 31: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

4. Unhas merupakan salah satu universitas di Indonesia yang berhasil

menerima bantuan program IMHERE yakni IMHERE Komponen B.1

(Improvement of Social Quality and Social Responsibilty) untuk

jurusan Farmasi dan Budidaya Perikanan serta program IMHERE

Komponen B.2.a (Strengthening Institutional Management in

Autonomous Public Education Institution) digunakan untuk perbaikan

manajemen mutu yang sehat bagi universitas.

Untuk keperluan fokus analisis, penelitian ini juga mengambil fokus

periodeisasi data untuk dianalisis yakni tahun 2006 hingga tahun 2010. Tenggat

periode ini diambil sehubungan dengan periodeisasi rencana strategis Unhas

2006-2010 dalam kepemimpinan rektor Idrus A. Patturusi. Dalam periode ini

pula, terjadi beberapa perubahan-perubahan fundamental dalam kebijakan

nasional pendidikan tinggi di Indonesia karena dalam tenggat masa ini, GATS

(General Agreement on Trade and Service) yang termaktub dalam PP no. 77

tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka sudah mulai diberlakukan secara efektif. Adapun data lain yang diambil

sebelum tahun 2006 merupakan data suplemen sebagai bahan komparasi dan

referensi dalam menganalisa.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan dan batasan yang telah dijelaskan di

atas, maka karya ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang

dirumuskan sebagai berikut:

10

Page 32: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

1. Bagaimana implementasi bantuan Bank Dunia di Indonesia khususnya di

Universitas Hasanuddin?

2. Bagaimana dampak dari bantuan Bank Dunia terhadap kebijakan

pendidikan di Universitas Hasanuddin?

4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

4.1. Tujuan penelitian

Sebagai sebuah karya akademik penelitian ini memiliki tujuan-tujuan yang

hendak dicapai, yakni:

1. Untuk memahami bagaimana bantuan luar negeri dalam bidang

pendidikan tinggi diimpelementasikan dalam struktur kebijakan di

Indonesia secara khusus di Universitas Hasanuddin.

2. Untuk memahami apa akibat dari implementasi proyek IMHERE yang

didanai oleh Bank Dunia terhadap penentuan arah kebijakan dan

operasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya di Universitas

Hasanuddin.

4.2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memilki manfaat praktis dan kegunaan akademis:

1. Penelitian ini dapat menjadi rujukan akademis atas evaluasi

implementasi bantuan luar negeri Bank Dunia dalam pendidikan tinggi

di Indonesia, khususnya di Universitas Hasanuddin

11

Page 33: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

2. Penelitian ini memberikan gambaran yang lebih konperhensif dan

paradigmatik secara keilmuan HI tentang permasalahan pendidikan

tinggi yang mana hal ini bersentuhan secara langsung dengan civitas

akademika

3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

mengevaluasi dan meninjauarah kebijakan pendidikan tinggi Indonesia

dengan memberikan dimensi analisis nilai.

5. Kerangka Konseptual

Dalam menganalisis permasalahan tentang bantuan Bank Dunia di Unhas

ini maka penelitian ini menggunakan kerangka berpikir strukturalis yang melihat

hubungan variable ini sebagai pola hubungan struktural dimana perilaku aktor

(dalam hal ini pemerintah dan pengambil kebijakan di Unhas) dipengaruhi oleh

struktur ekonomi-politik global yang membawa agenda-agenda tertentu. Untuk

menjelaskan agenda-agenda tersebut, maka penelitian ini menggunakan beberapa

konsep dalam kajian Hubungan Internasional, yakni:

5.1. Neoliberalisme

Studi Hubungan Internasional kontemporer mengakui keterkaitan yang

antara politik dan ekonomi. Di samping itu, diakui pula bahwa perilaku

internasional bertolak dari politik domestik, dorongan ekonomi domestik, dan

tujuan internasional dari elit ekonomi dominan di negara yang bersangkutan. Itu

sebabnya sejak satu dasawarsa lalu para ahli mulai menelaah konsep ekonomi

12

Page 34: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

politik global sebagai sebagai salah satu unsur hubungan internasional yang paling

mendasar.16

Suatu negara bisa saja mengabaikan motif keuntungan dan menggunakan

kebutuhan ekonomi atau ketergantungan ekonomi negara lain untuk memperluas

pengaruh politiknya, baik melalui perdagangan yang dilakukan langsung oleh

pemerintah ataupun melalui peraturan yang ditetapkan pada hubungan dagang

swasta internasional. Holsti, dalam bukunya International Politics: A Framework

for Analysis, membuat suatu kerangka analisis instrumen perdagangan dalam

kerangka politik luar negeri yang biasanya dilakukan dengan tiga maksud, yaitu :

a) Mencapai sasaran luar negeri dengan mengeksploitasi kebutuhan dan

ketergantungan ekonomi dan mengajukan imbalan ekonomi, atau melakukan

ancaman menerapkan sanksi ekonomi; b) Meningkatkan kapabilitas negara, atau

meniadakan potensi kapabilitas negara lawan; dan c) Menciptakan satelit ekonomi

(yaitu, dengan jaminan pemasaran dan sumber persediaan) atau membantu

mempertahankan ketaatan politik negara-negara satelit atau menciptakan “ruang

pengaruh” dengan membentuk hubungan ketergantungan ekonomi.17 Disini Holsti

melihat bahwa motif ekonomi menjadi faktor yang determinan dalam hubungan

antar-negara.

Lebih jauh, dalam kajian ekonomi-politik, pertarungan klasik antara

kekuatan negara dan pasar terus mengalami gesekan beserta perubahan-

perubahannya yang fundamental dalam masyarakat dan dunia. Terakhir, pasca

16 Walter S. Jones, Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi Politik Internasional dan Tatanan Dunia, 1993, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 248.

17 Holsti, Politik Internasional Suatu Analisis, Bandung: Bina Cipta, 1987, hal. 303.

13

Page 35: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dianggap gagalnya model developmental state, model neoliberal menemukan

momentumnya.18 Neoliberalisme hadir sebagai koreksi terhadap sistem

developmentalism ala Keynes yang dianggap gagal menyelamatkan negara-negara

industri maju dari krisis, inflasi tinggi, dan pertumbuhan ekonomi rendah di era

1970an.19 Neoliberalimse membawa ekspektasi yang tinggi dan sangat optimistik

terhadap kebebasan individu. Ekspektasi dan optimism tersebut tercermin dalam

doktrin neoliberalisme yang percaya bahwa 1) pengembangan kebebasan individu

harus dimaksimalkan untuk bersaing di pasar; 2) kepemilikan pribadi terhadap

faktor-faktor produksi diakui dan diutamakan; 3) penertiban agar mekanisme

pasar berjalan baik tanpa campur tangan pemerintah.20

Neoliberalisme melihat pasar dan negara merupakan dua entitas yang

saling berlawanan secara diametral. Neoliberalisme tidak percaya pada

kemampuan negara karena menanggap pasa lebih serba bisa dan effisien

dibandingkan dengan birokrasi negara dalam banyak alasan. Pasar dianggap

memiliki respon lebih cepat terhadap perubahan-perubahan teknologi dan

permintaan-permintaan (demands) dalam masyarakat. Pasar juga dilihat lebih

efisien dan efektif dibanding sektor-sektor publik dalam penyediaan layanan. Pada

akhirnya neoliberalisme percaya bahwa kompetisi pasar akan menghasilkan

18 David Harvey, A Brief History of Neoliberalism, 2005, New York: oxford University Press, hal. 71-7219 Manfred B Steger dan Ravy K. Roy, Neoliberalism: A Very Short Introduction, 2010, New York: Oxford University Press, hal. 10.20 Awalil Rizki dan Nasyith Majidi. Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia., 2008, Jakarta: E-Publishing, hal. 245.

14

Page 36: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

akuntabilitas lebih untuk investasi masyarakat dibanding negara dengan

kebijakan-kebijakan yang cenderung birokratik.21

Tidak hanya sebagai prinsip, paham dan ideologi ekonomi, dalam

tulisannya tentang neolibralisme Manfred B. Steger dan Ravy K. Roy

menjelaskan bahwa neoliberalisme juga termanifestasikan menjadi sebuah bentuk

pemerintahan (a mode of govermenance) dan seperangkat kebijakan (a policy

package).22 Sebagai ideologi, neoliberalisme hadir dengan prinsip yang meletakan

kebebasan dan kepemilikan individu sebagai syarat utama terciptanya masyarakat

sejahtera. Para pendukung neoliberalisme percaya bahwa campur tangan negara

harus dikurangi untuk menjamin berjalannya mekanisme pasar ala kapitalisme.

Filsafat kebebasan, individualisme dan rasionalitas merupakan basis pemikiran

dalam khasanah filosofis neoliberalisme. Ide ini diterima sebagai kebenaran dan

keyakinan bagi para neoliberalis dan disebarkan keseluruh dunia.

Dimensi kedua dari neoliberalisme terwujud sebagai bentuk pemerintahan.

Seperti dalam istilah seorang pemikir sosial asal Perancis, Michel Foucault, yang

mengistilahkan sebagai “governmentalities” yakni model tertentu dari sebuah

pemerintahan yang berdasar pada seperangkat premis, logika, dan relasi

kekuasaaan. Foucault memberikan perhatian pada bagaimana tubuh, perbuatan,

dan diri ditata (pemerintah bagi diri sendiri), pemerintah bagi orang lain, dan

pemerintah negara. Dalam pengertian yang paling umum, bagi Foucault

21 Carlos Alberto Torres, Education and Neoliberal Globalization, 2009, New York: Routledge, hal. 31.22 Op cit, hal. 11.

15

Page 37: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pemerintah mengurusi “panduan perbuatan”.23 Foucault menegaskan bahwa

“governmentality” neoliberal bukan tentang kemunduran negara, melainkan

restrukturisasi hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Restrukturisasi ini

meliputi pergeseran kekuasaan negara-sentris ke dalam unit-unit yang lebih kecil.

Sebuah pemerintahan yang bercorak neoliberal berakar pada nilai-nilai

enterpreneurial (yaitu kemampuan untuk berusaha secara pribadi) dan otonomi.

Neoliberalisme percaya bahwa model pemerintahan yang self-regulating dimana

masyarakat diberikan otonomi untuk mengurusi dirinya sendiri dan memilih

pilihan-pilihan yang rasional dalam pasar. Untuk itu, model pemerintahan

neoliberal menjadikan otonomi sebagai konsep dasar dalam melihat hubungan

antar institusi atau kekuasaan dalam negara. Untuk mendukung struktur tersebut,

neoliberal percaya bahwa sistem ekonomi juga harus dijalankan dengan

rasionalitas pasar sebagai sandarannya.

Ketiga, neoliberalisme memanifestasikan dirinya kedalam seperangkat

kebijakan publik yang kongkrit yang dapat diringkas ke dalamm formula “D-L-

P”, yakni deregulasi (ekonomi), liberalisasi (sektor perdagangan dan industri), dan

privatisasi (BUMN). Kebijakan-kebijakan terkait yang diturunkan dari formula

tersebut adalah pemotongan pajak (khususnya untuk kalangan atas), pengurangan

subsidi untuk layanan sosial dan program-program kesejahteraan, penggunaan

suku bunga oleh bank sentral yang independen untuk menjaga tingkat inflasi

(walaupun harus mengorbankan tingkat penggangguran), pengentatan

23 Lihat George Ritzer dan Douglass J. Goodman, terjemahan oleh Nurhadi, Teori Sosiologi, 2004. Bantul: Kreasi Kencana, hal. 662

16

Page 38: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pemerintahan, anti organisasi-organisasi buruh atau serikat pekerja, penghapusan

kontrol tehadap finansial global dan arus perdagangan, pendorongan terhadap

integrasi perdagangan regional maupun global, dan pembentukan institusi-institusi

politik baru, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut terus diusung dan

disebarkan ke seluruh dunia melalui berbagai bentuk dan instrumen.

Dalam prakteknya, neoliberalisme tidak hanya dibawa melalui negara-

negara yang menjadi lokomotif neoliberalisme seperti AS dan Inggris. David

Harvey dalam “A Brief History of Neoliberalism” menyatakan bahwa organisasi

Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia

(World Bank) turut menjadi pilar-pilar utama penyangga yang menjaga agar

tujuan dan program-program ekonomi-politik neoliberalis negara-negara maju

dapat berjalan dengan baik dan efektif.24 IMF dan Bank Dunia menjustifikasi

program perombakan stuktural mereka ke negara-negara miskin dan negara

berkembang dengan terminologi “pengurangan kemiskininan”.

Lembaga-lembaga tersebut kemudian merumuskan strategi kebijakannya

ke dalam sebuah konsep dan program yang dikenal dengan Wahington Konsensus

(The Washington Consensus).25 Inti dari konsensus ini adalah formula D-L-P yang

dimana telah dijelaskan sebelumnya, telah memaksa negara-negara berkembang

untuk melakukan restrukturisasi sistemik dalam rangka memuluskan aliran modal

24 David Harvey, A Brief History of Neoliberalism, 2005, New York: Oxford University Press, hal. 3.25 Istilah ini dipopulerkan oleh John Williamson pada 1980an yang merujuk pada pengurangan maksimal peran pemerintah dalam ekonomi (kebanyakan terjadi di Amerika Latin) yang didesak oleh IMF, Bank Dunia, dan institusi ekonomi internasional dan think-tanks yang berbasis di Washington DC, AS. Lihat Manfred B Steger dan Ravy K. Roy, Neoliberalism: A Very Short Introduction, 2010, New York: Oxford University Press, hal. 19.

17

Page 39: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dari negara-negara donatur. Perombakan tersebut meliputi usaha-usaha privatisasi,

deregulasi semua peraturan dan perundangan yang dianggap terlalu membatasi

aktivitas pasar dan state-centric, liberalisasi sektor-sektor industri dan keuangan,

dan penghapusan pengeluaran publik (subsidi) dari sektor-sektor publik.

Washington Konsesnsus pada dasarnya mendorong mekanisme pasar yang

berbasis permintaan.

Sebagai pendekatan dalam penelitian tentang dampak bantuan Bank Dunia

di sektor publik seperti pendidikan, menurut Antonio Teodoro, berdasarkan

karya penelitian dari Roger Dale dan Boaventura de Saouza Santos,

menyatakan bahwa terdapat proses neoliberalisasi yang dibawa melalui

globalisasi pendidikan yang terjadi di Eropa dengan OECD sebagai arsitek dari

proses tersebut. Menurut Teodoro perubahan dan perombakan yang terjadi dalam

sistem pendidikan Eropa merupakan agenda besar yang telah terstruktur secara

global. Agenda global ini merupakan pendorong utama dari proyek-proyek

internasional. Seperti pernyataan Teodoro dalam konteks penelitiannya berikut:

The globally structured agenda is defined above all having as nerve center the great international statistic projects and, in particular, the INES project of the Center for Educational Research and Inovation (CERI) of the OECD.26

Agenda ini mencakup usaha-usaha menuju proses privatisasi dan desentralisasi

sektor pendidikan negeri (public education), usaha untuk membangun standar

pendidikan, dan sertifikasi akademik untuk menentukan kualitas pendidikan pada

26 Lihat Antonio Teodoro, “Educational Policies and New Ways of Governance in a Transnationalization Period.” Dalam Carlos Alberto Tores dan Ari Antikainen (editor), The Internatinal Handbook on The Sociology of Education. 2003. Lanham, MD: Rowman and Littlefield, hal. 198.

18

Page 40: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

level siswa, guru, maupun sekolah. Akuntabiltas juga merupakan salah satu

prinsip kunci dalam model ini. Usaha-usaha ini merupakan gelombang reformasi

pendidikan yang dipengaruhi oleh proses globalisasi yang membawa prinsip-

prinsip neoliberalisme.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan konseptual diatas, sebagai alat analisa

untuk menguji implikasi bantuan Bank Dunia yang membawa agenda-agenda

globalnya, maka penelitian ini memakai model konseptual yang menjadi

dijelaskan Martin Carnoy dalam bukunya “Globalization and Educational

Reform”. Carnoy memberikan sebuah model klasifikasi reformasi yang terjadi

akibat dari proses globalisasi-neoliberal di negara-negara anggota OECD.27 telah

mengklasifikasikan proses reformasi ini ke dalam tiga tipe reformasi. Reformasi

tipe pertama adalah desakan perubahan yang merespon evolusi permintaan tenaga

kerja dengan kualitas yang lebih baik dalam pasar tenaga kerja domestik maupun

internasional. Reformasi jenis ini berangkat dari ide baru untuk bagaimana

mengelola kembali sekolah-sekolah (dalam semua level) dan meningkatkan

kompetensi professional untuk kesuksesan dunia kerja. Carnoy

mengklasifikasikan perubahan ini sebagai “reformasi berbasis kompetisi”

(competition-based reforms). Selanjutnya, reformasi jenis kedua yang hadir untuk

merespon pengurangan anggaran dalam sektor publik maupun swasta yang

diistilahkan sebagai “reformasi berbasis financial” (reform based on financia

imperatives). Tipe reformasi ketiga adalah reformasi yang berusaha untuk 27 Negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu: Australia, Austria, Belgia, Kanada, Chili, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia, Irlandia, Israel, Jepang, Korea, Luksemburg, Meksiko, Negeri Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugis, Republik Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan Amerika Serikat.

19

Page 41: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

meningkatkan peran politis pendidikan sebagai faktor utama dari mobilitas dan

kesetaraan sosial. Carnoy mengklasifikasikan reformasi ini sebagai “reformasi

berorientasi kesetaraan” (equity-driven reforms).28

Ketiga jenis klasifikasi reformasi ini menjadi model untuk menganalisis

dampak dari perubahan-perubahan sistemik dan tata kelola pendidikan tinggi di

Indonesia sebagai tuntutan dari persyaratan bantuan luar negeri Bank Dunia dalam

program IMHERE. Konsep reformasi yang “bernuansa” neoliberal ini akan

menjadi kerangka analisis dalam melihat apakah model ini juga terjadi di

Indonesia dengan konteks hubungan dan kebutuhan aktor yang berbeda dan untuk

menguji hipotesa bahwa bantuan luar negeri merupakan alat yang digunakan oleh

Bank Dunia untuk menyebarkan prinsip-prinsip neoliberal dalam sektor-sektor

vital sebuah negara-bangsa.

5.2. Konsep Bantuan Luar Negeri

Dalam konteks penelitian ini, untuk menganalisa implementasi bantuan

Bank Dunia di sektor pendidikan tinggi perlu kiranya menggunakan konsep

bantuan luar negeri. Konsep bantuan luar negeri ini juga akan dipakai dalam

melihat pola hubungan antara bantuan Bank Dunia dan agenda globalisasi-

neoliberal yang dibawanya.

5.2.1 Definisi dan Motif

28 Lihat Martin Carnoy. Globalization and Educational Reform: What Planners Need to Know. 1999. UN: Unesco, hal. 37-46

20

Page 42: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Secara sederhana, menurut Organization of Economic Cooperation and

Development (OECD), bantuan luar negeri (atau biasa juga disebut ‘Overseas

Development Assistance’ atau ODA) merujuk pada “pinjaman” (loan) dan

“hibah” (grant) yang diberikan kepada negara-negara berkembang yang

memenuhi tiga kriteria utama, yakni 1) pinjaman dan hibah harus berkaitan

dengan sektor-sektor publik, 2) tujuan dari pinjaman dan hibah tersebut haruslah

berorientasi pada pemeliharaan dan pembangunan ekonomi, 3) pinjaman dan

hibah yang berikan harus jelas, konsensional, dan mengandung unsur hibah

sedikitnya 25%.29

Oleh Stephen D. Krasner, istilah bantuan luar negeri (foreign aid)

diartikan sebagai tindakan-tindakan negara, masyarakat (penduduk), atau

lembaga-lembaga masyarakat atau lembaga-lembaga lainnya yang berada pada

suatu negara tertentu ataupun pasar tertentu di luar negeri, memberikan bantuan

berupa pinjaman, memberi hibah atau penanaman modal mereka kepada pihak

tertentu di negara lainnya.30 Dalam prakteknya, bantuan luar negeri ini merupakan

jalinan konsep dan juga sebagai suatu teori yang berhubungan langsung dengan

mengalirnya modal atau nilai kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak di luar negeri

dengan tujuan membantu atau motif-motif ekonomi politik tertentu.

Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa aspek ekonomi

politik tidak dapat dipisahkan dari hubungan antar aktor yang salah satunya

terjalin melalui mekanisme bantuan luar negeri ini. Keterkaitan antara ekonomi

29 OECD, Twenty-five Yesrs of Development Co-operation: A Review, 1985, Paris: OECD, hal. 171-17330 Stephen D. Krasner dalam Yanuar Ikbar. Ekonomi Politik Internasional 2, 2007, Bandung: Refika Aditama, hal. 188.

21

Page 43: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

politik dan bantuan luar negeri sukar terpisahkan karena berkaitan dengan agenda-

agenda ekonomi dan politik yang saling berkaitan di antara keduanya. Kesaling-

keterkaitan kepentingan antara pemberi dan penerima itu meliputi:

1. Keinginan pihak pemberi dapat dilandasi oleh berbagai kepentingan

biasanya ekonomis dan politis. Pihak penerima pun menggunakan pikiran-

pikiran yang serupa ekonomis dan politis ketika menerima bantuan

tersebut.

2. Faktor-faktor yang bersifat politik dapat sama pentingnya dengan faktor-

faktor yang bersifat ekonomi dalam hubungan dengan kontribusi yang

diperoleh oleh pihak pemberi maupun penerima bantuan. Namun ini

tergantung pemerintah pemberi atau pemerintah penerima bantuan.

3. Jarang sekali dijumpai kasus bantuan luar negeri yang bercorak murni

ekonomi dan politis atau aspek lainnya semata. Kebanyakan orang

membicangkan proses bantuan itu berupa hubungan ekonomi dan politik

maupun lainnya secara timbal balik.

Secara spesifik, untuk memiliki kacamata analisis dalam melihat topik

yang diangkat dalam penelitian ini, perlu untuk memahami bagaimana peran yang

dimainkan oleh lembaga-lembaga multilateral seperti Bank Dunia dalam

menyalurkan dana bantuan luar negerinya.

Dalam buku “Delegation Under Anarchy: States, International

Organisations And Principal-Agent Theory” dijelaskan bahwa bantuan

22

Page 44: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

multilateral merupakan delegasi bersama oleh negara-negara donor dengan

kepentingan yang berbeda melalui sebuah lembaga internasional yang tunggal.

Lembaga tersebut menyediakan pengaturan kelembagaan untuk merespon

“permintaan” dari donor serta penerima. Terdapat dua faktor utama terkait

permintaan negara-negara donor ini:31

1. Faktor yang bertujuan untuk memperoleh aksi kolektif dengan preferensi

yang heterogen antara donor, atau antara donor dan penerima. Para negara

donor dapat bersaing untuk mempromosikan proyek-proyek pilihan

mereka di negara-negara berkembang tanpa mengurangi keuntungan

mereka sendiri atau menimbulkan biaya tambahan untuk negara penerima.

Namun, ketika output yang dimaksudkan dalam suatu proyek adalah

barang atau sektor publik, aksi kolektif di kalangan donor diperlukan.

Misalnya, identifikasi program reformasi ekonomi, perjanjian penjadwalan

kembali utang atau mengisi kesenjangan pembiayaan eksternal negara,

memerlukan tindakan kolektif dari negara-negara donor, bukan kompetisi.

Selain itu, seperti dijelaskan di atas, lembaga bilateral mungkin tidak

pandai melaksanakan program yang memerlukan persyaratan kuat karena

preferensi kepentingan yang berbeda antara donor dan penerima, atau bisa

juga disebabkan oleh pilihan-pilihan yang bertentangan di negara donor itu

sendiri.

31 Hawkins, D., Lake, D., Nielson, D., Tierney, M., “Delegation Under Anarchy: States, International Organisations And Principal-Agent Theory”, 2003, Cambridge: Cambridge University Press, hal: 10-35

23

Page 45: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sementara, badan multilateral cenderung menghindari “tindakan

berlebihan” kepada donor terkait perbedaan preferensi dan kepentingan ini

(yang mungkin lebih memilih untuk menjaga hubungan istimewa dengan

penerima) dan mencegah kesalahan jatuh pada donor dalam kasus

gagalnya pelaksanaan program-program beresiko tinggi. Dengan

pendekatan multilateral, dengan didukung oleh semua donor dan

penerima, juga dapat memperkuat legitimasi dan kredibilitas program

yang tidak populer (misalnya, stabilisasi ekonomi dan program reformasi).

Dalam semua kasus ini, lembaga multilateral bertindak sebagai perantara

antara para pihak. Lembaga multilateral ini menjadi irisan antara

kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda dan menggunakannya

untuk merancang sebuah program yang mungkin tidak didukung oleh

semua pihak.

2. Faktor kedua sangat terkait dengan ruang lingkup ekonomi, terutama

dalam pengumpulan informasi dan analisis (produksi pengetahuan).

Akivitas domestik yang dilaksanakan oleh negara-negara donor secara

individu (ke negara penerima ) dapat bersifat “berlebihan”, misalnya untuk

duplikasi proyek di domain yang sama. Pendekatan multilateral dapat

mengurangi biaya yang dikeluarkan secara individu serta dapat

meningkatkan kredibilitas informasi. Namun perlu dicatat bahwa skema

multilateral tidak selalu menaruh semua informasi yang dikumpulkan

dalam domain publik.32 Lembaga-lembaga multilateral dapat

32 Maksudnya adalah tidak semua informasi dapat diakses oleh negara-negara donor. Kepemilikan informasi tetap menjadi milik dan otoritas dari lembaga multilateral tersebut.

24

Page 46: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

menggunakan informasi-informasi tersebut untuk membangun

keunggulan-komparatif informasi atas negara-negara anggota. Keunggulan

informasi tersebut dapat digunakan oleh lembaga multilateral untuk secara

selektif mempromosikan proposal kebijakan mereka sendiri. Biasanya,

lembaga-lembaga tersebut mengkhususkan diri dalam isu-isu spesifik

dimana mereka adalah sumber utama informasi di seluruh dunia (IMF

pada keseimbangan fiskal, moneter dan informasi pembayaran, Bank

Dunia tentang kebijakan reformasi; WHO pada isu-isu kebijakan

kesehatan, FAO di pertanian dan makanan masalah, dll). Keuntungan ini

membuat informasi analisis kebijakan dan proposal yang lebih kredibel,

dan akhirnya membuat negara-negara anggota lebih sulit untuk

merumuskan usulan alternatif secara individu.

5.2.2 Pengelompokan Bantuan Luar Negeri

Sebagai sebuah instrument kepentingan, bantuan luar negeri dapat

dikategorikan ke dalam berbagai jenis bantuan. Sebelumnya, kita perlu

membedakan dulu secara mendasar antara pinjaman bilateral dan multilateral

dalam kelompok pinjaman luar negeri33. Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang

diberikan secara langsung dari suatu pemerintah (umumnya negara maju) kepada

suatu pemerintah negara berkembang, sehingga sering juga disebut G to G

(Government to Government Aid). Sedangkan pinjaman multilateral adalah

pinjaman yang diberikan oleh lembaga-lembaga internasional, seperti: Kelompok

33 Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum Internasional. 2009, Sofmedia: Jakarta, hlm. 2

25

Page 47: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Bank Dunia (World Bank Group), International Monetary Fund (IMF), PBB, dan

lain-lain.

Dari segi jenis bantuan luar negeri, menurut Michael Todaro, bantuan

luar negeri dapat dibagi menjadi: 34

1. Bantuan berupa pinjaman atau hibah (grant);

2. Bantuan pinjaman (utang luar negeri);

3. Investasi (penanaman modal) asing.

Sementara menurut K. J. Holsti, ada empat tipe utama bantuan luar

negeri35, yaitu technical assistance/bantuan teknis, hibah/grants (ada juga program

impor komoditi), pinjaman pembangunan, dan bantuan kemanusiaan yang bersifat

darurat. Selain itu, ada juga pengelompokan bantuan dari negara-negara kaya

kepada negara-negara miskin yang dikenal dengan istilah pemindahan sumber

daya (flow of resources). Pengelompokannya bantuan tersebut antara lain:

a. Pemindahan sumber-sumber resmi (flow of official resources), berupa:

i) Pemindahan secara bilateral, yaitu grants (pemberian), sumbangan

yang menyerupai grants, dan modal pemerintahan jangka panjang.

ii) Pemindahan secara multilateral, yaitu grants dan iuran modal kepada

badan-badan pembangunan internasional dan pemberian hutang

kepada badan-badan tersebut termasuk pembelian obligasi.

34 Michael. P. Todaro, Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang, Buku I-II Terjemahan. 1987, Jakarta: Akademi Presindo, hal 90-91.

35 K. J. Holsti. Politik Internasional: Kerangka Analisa. 1995. New Jersey: Prentice Hall, hlm. 182

26

Page 48: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

b. Pemindahan sumber-sumber swasta (flow of private resources), berupa:

Investasi langsung swasta (foreign direct investment), investasi portofolio

(portfolio investment), pinjaman bank komersial (commercial bank

lending), dan kredit ekspor (exports credit).

Bantuan luar negeri jika dilihat dari sifat persyaratan pinjaman, maka

pinjaman luar negeri dapat diklasifikasikan atas:36

a. Pinjaman Lunak (Concessional Loan)

Pinjaman ini berasal dari lembaga multilateral maupun lembaga bilateral.

Pinjaman ini bercirikan tingkat bunga yang rendah (sekitar 3,5%), jangka

waktu pengembalian yang panjang (sekitar 25 tahun), dan masa tenggang

(grace period) cukup panjang, yakni 7 tahun. Tipe pinjaman ini

seringkali diterapkan Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB)

yang seringkali memberikan pinjaman untuk jangka waktu 25-40 tahun.

b. Pinjaman Setengah Lunak (Semi Concessional Loan)

Pinjaman ini adalah pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman

sebagian komersil namun dijamin oleh suatu lembaga pengembangan

ekspor. Biasanya bentuknya berupa fasilitas kredit ekspor, misalnya

suatu negara yang ingin memajukan ekspor di negaranya akan

menyediakan pembiayaan bagi suppliernya untuk menjual barangnya

kepada debitor. Dulu dikenal juga dengan istilah purchase and

installment sales agreement, contohnya dari Leasing Company di Jepang.

c. Pinjaman Komersial (Commercial Loan)36 Op.Cit., Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., hal. 2.

27

Page 49: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Pinjaman ini adalah pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga

keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional pada

umumnya. Berdasarkan sifatnya lagi, terdapat lagi pembedaan seperti:

i) Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman dengan jumlah kecil yang

berasal dari satu bank.

ii) Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman dalam jumlah besar yang

berbentuk sindikasi.

Sedangkan berdasarkan bentuknya, terdapat juga pembedaan bantuan luar

negeri, seperti:

i) Bentuk surat utang (notes) dengan bunga mengambang, atau obligasi

(bonds) dengan bunga yang tetap. Keduanya sama-sama berasal dari

pasar modal (capital market).

ii) Pinjaman dari perbankan internasional yang berbentuk sindikasi

dengan jumlah pinjaman yang besar.

Dari jenis hubungan yang diatur, pinjaman luar negeri masih memiliki

banyak jenis berbeda37, diantaranya:

a. Pinjaman Terikat (tied aid), yaitu pinjaman yang terbatas hanya bisa

digunakan unutk membeli barang dan jasa dari negara donor.

b. Pinjaman Tidak Terikat (untied aid), yaitu pinjaman yang bebas

digunakan oleh negara penerima pinjaman. Dalam artian, penggunaan

pinjaman tersebut tidak terikat kepada negara donor yang bersangkutan.

37 Rustian Kamaluddin, Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri, 1988, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, hlm. 33-34.

28

Page 50: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

c. Pinjaman Proyek (Project Aid), yaitu pinjaman yang ditujukan khusus

untuk suatu proyek pembangunan tertentu.

d. Pinjaman Program (Programme Aid), yaitu pinjaman yang pemanfaatan

pinjamannya dapat ditujukan untuk tujuan umum.

Di Bab selanjutnya, kita akan menggunakan kategorisasi di atas dalam

menganalisis implementasi bantuan multilateral yang digulirkan oleh Bank Dunia

ke sektor pendidikan tinggi Indonesia, dengan studi kasus di Universitas

Hasanuddin dalam program IMHERE.

6. Metode Penelitian

6.1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif-

analisis dengan studi kasus. Adapun penelitian studi kasus dapat dipahami sebagai

kajian intensif dari sebuah kasus tunggal (single case) dimana tujuan dari kajian

tersebut adalah, sekurang-kurangnya, untuk memberikan penjelasan bagi

pengamatan dalam fenomena yang lebih luas (populasi).38 Dengan menggunakan

tipe penelitian studi kasus, penulis akan mencoba memfokuskan kajian pada salah

satu objek dalam hal ini Universitas Hasanuddin. Selanjutnya penulis akan

mencoba mengamati perubahan-perubahan fundamental yang terjadi dalam pola

pengambilan kebijakan di Universitas Hasanuddin yang tentunya dihubungkan

dengan proyek bantuan IMHERE oleh Bank Dunia. Perubahan-perubahan

tersebut dapat meliputi hubungan negara-universitas, kurikulum, biaya pendidikan

38 John Gerring. Case Study Reserch, Principles and Practices. 2007. Cambridge : Cambridge University Press, hal : 20.

29

Page 51: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

yang semakin tinggi, dan semakin menurunnya daya jangkau masyarakat terhadap

pendidikan tinggi. Sejanjutnya melalui peneilitian ini akan menelaah apakah

bantuan luar negeri menjadi faktor determinan dalam reformasi pendidikan tinggi

Indonesia secara umum dan Unhas secara khusus.

6.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diperoleh merupakan data sekunder dan primer. Data

sekunder berasal dari berbagai literatur baik berupa buku, buletin, jurnal, artikel,

surat kabar, website resmi, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. Sedangkan data primer berasal dari wawancara-wawancara

penelitian dengan tokoh-tokoh yang dianggap memiliki korelasi, proximitas, dan

kompetensi dengan topik penelitian.

Untuk kebutuhan literatur dan informasi, penulis mengunjungi tempat-

tempat berikut:

a. Perwakilan Bank Dunia di Jakarta

b. Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat Jendral Pendidikan

Tinggi (Dikti) di Jakarta

c. Wakil Rektor IV Universitas Hasanuddin di Makassar

d. Perpustakaan Universitas Hasanuddin di Makassar

e. Ruang Baca Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNHAS di

Makassar

f. Perpustakaan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) di

Makassar

g. Perpustakaan HIMAHI FISIP Unhas di Makassar

30

Page 52: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

6.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian, penulis melakukan library

research, wawancara dengan pihak-pihak dalam lingkaran pengambil maupun

pelaksana kebijakan, akademisi, dan mahasiswa; penelaahan dokumen-dokumen

dan laporan-laporan resmi, serta observasi langsung terhadap kebijakan dan

kondisi riil perguruan tinggi yang diteliti.

6.4. Teknik Analisa

Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif yakni

permasalahan digambarkan berdasar fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan

antara fakta yang satu dengan yang lainnya, kemudian ditarik sebuah simpulan.

Ada pun data berupa angka merupakan data penunjang dalam mengkaji fakta-

fakta utama. Dengan menggunakan teknik ini, maka teknik analisa menggunakan

pola induktif yakni dari hal-hal yang sifatnya khusus (sampel) kemudian

menarikanya pada hal yang bersifat umum. Dalam hal ini Universitas Hasanuddin

yang diambil sebagai studi kasus menjadi cerminan realita perguruan tinggi di

Indonesia secara real dan spesifik. Kesimpulan dari kasus yang diangkat dalam

penelitian ini dapat dapat dijadikan sebagai parameter implementasi dan dampak

dari bantuan luar negeri tersebut terhadap kondisi pendidikan tinggi Indonesia.

31

Page 53: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dalam penelitian, penulis

menemukan hasil-hasil penelitian, buku, maupun karya-karya ilmiah lain yang

berkaitan dengan topik yang diangkat. Topik-topik ini secara langsung

berhubungan erat dengan bantuan luar negeri dalam bidang pendidikan. Karena

bantuan luar negeri dan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari aspek

internasionalnya yang sangat determinan maka dalam bagian ini, penulis akan

memberikan beberapa komparasi literatur, penelitian, dan pemikiran yang

memiliki korelasi langsung dengan bantuan luar negeri dalam pendidikan tinggi di

Indonesia yang dikategorikan dalam dua topik literature yaitu (1) globalisasi dan

reformasi pendidikan tinggi; (2) bantuan luar negeri dalam pendidikan tinggi.

1. Globalisasi dan Reformasi Pendidikan Tinggi

Hingga saat ini, globalisasi tidak memiliki makna yang tunggal. Para ahli

dan praktisi terus berdebat masalah definisi, asal-usul, cakupan, dan dampak yang

ditimbulkan dari fenomena ini.39 Perdebatan sangat tajam karena para pendukung

globalisasi (atau biasa disebut kaum globalis) memberikan klaim-klaim

kemakmuran dan kemajuan ekonomi sebagai “doktrin” yang terus digaung-

gaungkan ke seluruh dunia. Klaim-klaim tersebut dibantah oleh para penentang

globalisasi yang melihat bahwa globalisasi hanya menguntungkan korporasi-39 Perdebatan ini seperti yang dijelaskan oleh Manfred Steger. Ia menjelaskan dengan sangat detail bagaimana pandangan tentang globalisasi berserta klaim-klaim para pendukung dan penentangnya dalam Manfred B. Steger, Globalization: A Very Short Introduction. 2003, New York: Oxford University, hal 97-111.

32

Page 54: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

korporasi besar yang dilindungi negara.40 Perdebatan-perdebatan tersebut yang

sering kali mengaburkan makna sebenarnya dari globalisasi. Namun demikian,

untuk mempermudah pengertian dan pembahasan dalam penelitian ini, globalisasi

dapat diidentifikasi dari prinsip-prinsip utama yang dibawanya. Darmaningtyas

memberikan definisi sederhana soal globalisasi, bahwa:

Globalisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses multidimensional dalam aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, yang bergerak secara ekstensif dan intensif dalam kehidupan masyarakat dunia yang mengubah cara berfikir dan bertindak mereka.41

Sementara Agung Perwita dan Yani secara singkat mendefinisikan globalisasi

sebagai “the extention of social relations over the globe”42 yang dilihat telah

memunculkan kecenderungan similiritas dan uniformitas dari pada individu,

kelompok, dan sistem sosial yang melewati atau bahkan menghapus batas

tradisional negara (vanishing traditional borders).

Dari dua definisi tersebut dapat kita lihat bahwa globalisasi merupakan

sebuah proses yang merubah tatanan sosial masyarakat dari tingkatan terkecil

(individu) hingga hubungan antar negara. Perubahan ini tentu tidak hadir begitu

saja. Setiap transformasi kehidupan masyarakat selalu didahului oleh seperangkat

ideology, kebijakan ekonomi-politik dan infrastruktur ideologisnya, begitu pun

globalisasi. Sejarah globalisasi, menurut Ha-Joon Chang dan Ilene Grabel,

40 Lihat, Ha-joon Chang & Ilene Grabel. Membongkar Mitos Neolib. 2004, Yogyakarta: INSISTPress, hal. 14-1541 Ekstensif berarti bahwa proses perubahan cara befikir masyarakat tersebut menjangkau wilayah geografis yang tidak terbatas dan intesif berarti bahwa perubahan tersebut juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Lihat Darmaningtyas, dkk. Tirani Kapital dalam Pendidikan. 2009, Jakarta: Damar Press, hal. 18.42 Lihat Anak Agung Banyu Perwita dan Yayan Mochamad Yani, Pengantar Hubungan Internasional. 2005, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal. 136.

33

Page 55: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

merupakan produk dari berbagai kebijakan yang dipilih secara sadar dari inisiatif

pemerintah negara-negara industri maju maupun negara-negara berkembang sejak

tahun 1970an hingga awal tahun 1980an. Lembaga-lembaga internasional, seperti

IMF dan WTO, juga memiliki besar dalam mendorong kebijakan yang

memungkinkan berkembangnya percepatan dan globalisasi kapitalisme-neoliberal

di negara-negara berkembang dewasa ini.43 Hal ini senada dengan yang diulas

oleh Stephen Germic dalam The Neoliberal University: theory and practice.

Dalam karya itu, Gemic menganalisis dampak dari neoliberalisme, globalisasi,

dan pendidikan tinggi di Dubai. Mengenai Globalisasi dan Neoliberalisme,

Germic menulis:

“It’s principally in relation to governing “rules” that globalization and neoliberalism intersect. The institutions that make the rules which increasingly govern the global economy are committed to the economic models and attendant ideology of neoliberalism.”

Sementara Bill Robinson dalam tulisannya “The Crisis of Global

Capitalism: how it Looks from Latin America” melihat bahwa sistem kapitalisme

telah melewati sebuah “epochal shift” (pergeseran era) dalam evolusinya. Epochal

shift yang membawa perubahan ide-ide dalam struktur sosial yang merubah

banyak hal dalam fungsi sosial tersebut. Kapitalisme telah melalui merkantilisme,

kompetisi industrial, dan sistem monopoli dalam “pergeseran era”-nya. Sementara

itu, globalisasi merupakan pergeseran keempat dari kapitalisme yang ditandai

dengan beberapa pergeseran yang fundamental dalam sistem ini. Lebih jauh, Ia

menjelaskan bahwa pada tahun 1970an akumulasi kapital telah memasuki krisis

43 Ha-joon Chang & Ilene Grabel. Membongkar Mitos Neolib. 2004, Yogyakarta: INSISTPress, hal. 26.

34

Page 56: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

yang tak terhindarkan. Sebuah krisis yang hanya bisa diatasi dengan “going

global” melalui “aparatus negara yang transnasional” (Transnasional State

Aparatus-TNS). Yakni sebuah jaringan kekuatan ekonomi-politik supranasional

dan aparatus negara yang telah dipenetrasi serta ditransformasi oleh kekuatan

lintas-negara. Robinson menambahkan bahwa karena adanya tekanan

transnasional ini maka sistem negara-bangsa “tidak lagi merupakan prinsi utama

pengelolaan kapitalisme”. Negara telah berperan sebagai komponen dari struktur

yang lebih besar dan melayani kepentingan global melalui proses akumulasi

kapital secara nasional. TNS ini yang kemudian mendorong model globalisasi

neoliberal pada negara maju dan berkembang.44

Implikasi kebijakan neoliberal yang diglobalkan tercermin dari perubahan-

perubahan mendasar pada sistem ekonomi-politik dan sosial pada masyarakat

Negara-negara berkembang. Dalam ideologi kapitalisme-neoliberal, ditemukan

bahwa: relasi antara negara dan pasar bersifat asimetris karena bisnis pada

akhirnya korporasi lebih mendominasi kekuasaan oleh negara dan dapat

menentukan keputusan-keputusan strategis dalam negara.45 Adapun fungsi negara

direduksi hingga hanya sebatas regulator dan fasilitator dari seluruh sistem

ekonomi. Oleh Mandel dalam Late Capitalism merincikan bahwa fungsi negara

dalam sistem kapitalisme, yaitu: a) menjamin kegiatan swasta dan anggota kelas

dominan, b) negara bertindak tegas pada setiap ancaman terhadap mode of

44 Bill Robinson, “The Crisis of Global Capitalism: how it Looks from Latin America”, dalam Alan Freeman dan Boris Kagarlitsky (ed), The Politics of Empire: Globalisation in Crisis. 2004, London: Pluto Press, hal. 156.45 Coleman (1974, 1990) dalam A. Habibullah, Kebijakan Privatisasi BUMN: Relasi State, Market, dan Civil Society. 2009, Malang: Averoes Press, hal.53.

35

Page 57: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

production melalui tentara, polisi, kehakiman dan sistem penjara, dan terakhir c)

negara menyatukan kelas dominan.46

Dalam kaitannya dengan globalisasi, Martin Khor (2003) menarik dua

ciri utama dari globalisasi, yakni: pertama, peningkatan konsentrasi dan monopoli

berbagai sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh perusahaan-perusahaan

transnasional maupun oleh perusahaan-perusahaan dan dana global. Kedua,

terciptanya ‘globalisasi’ (pengglobalan) dalam kebijakan dan mekanisme

pembuatan kebijakan nasional.47 Kebijakan nasional yang sekarang ini berada

dalam yurisdiksi suatu pemerintah dan masyarakat dalam suatu wilayah negara

bangsa bergeser menjadi di bawah pengaruh atau proses institusi-istitusi global

atau pelaku ekonomi dan keuangan internasional. Dalam kondisi tersebut negara

dihadapkan pada dua pilihan yang berlawanan antara tekanan global untuk

meminimalisir peran layanan publiknya (liberalisasi) dan upayanya memenuhi

tanggungjawab filosofisnya untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar,

termasuk pendidikan, bagi warganya yang sekaligus menjaga basis legitimasi

kekuasaannya.

Selain karena adanya kekuatan politik transnasional, globalisasi-neoliberal

ini juga didukung oleh modal serta intensifikasi teknologi informasi yang sangat

pesat. Modal dari cadangan emas dan kemenangan dalam Perang Dunia II

menempatkan Amerika Serikat (AS) sebagai negara yang memimpin arus

globalisasi dunia. Kepemimpinan AS dalam politik dan ekonomi dunia terus

46 Ibid, hal 54.47 Martin Khor, Globalization Perangkap Negara-Negara Selatan (terjemahan), 2003, Yogyakarta: Cinderalas Pustaka Rakyat Cerdas, hal. 68-70.

36

Page 58: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

mengekspansi negara-negara berkembang untuk turut dalam kebijakan-kebijakan

ekonomi-politiknya. Kebutuhan industrial, intensifikasi produksi, serta

kepemimpinan politik AS membuat hubungan internasional AS dalam struktur

ekonomi-politik menjadi dominan. Salah satu cara paksa AS ke negara-negara

berkembang adalah dengan memaksa negara-negara miskin dan berkembang (baik

secara halus maupun tekanan) untuk menerapkan free market economy atau

ekonomi pasar. Pasar bebas memungkinkan negara-negara industri maju dapat

memasarkan produknya ke negara-negara miskin dan berkembang tanpa proteksi

dan bea masuk. Begitu pun sebaliknya. Pasar bebas memungkinan setiap negara

melakukan jual-beli barang dan jasa secara bebas, zero tax, tanpa proteksi dari

negara, dan hambatan birokratis. Globalisasi-neoliberal dengan pasar bebasnya

masih pecaya pada doktrin klasik kapitalisme bahwa setiap negara memiliki

keunggulan komparatif (comparative advantages) dan spesialisasi produk yang

dapat dijadikan sebagai produk unggulan dan perdagangan bebas. Proteksi negara

dilihat sebagai penghambat aktivitas ekonomi karena sifatnya yang birokratis dan

sarat akan kepentingan politik pemerintah.

Ekonomi pasar bebas adalah liberalisasi disegala bidang termasuk

perdagangan (barang dan jasa) yang berbasis keunggulan komparatif dan sektor

keuangan/finansial. Para globalis sangat percaya pada mekanisme pasar bebas

merupakan mekanisme sempurna untuk mendorong produksi dan memaksimalkan

pertumbuhan. Friedman (1970) dan Clement (1997) berkeyakinan bahwa sistem

pasar bebas merupakan satu-satunya jalan yang cocok dengan kebebasan politik

37

Page 59: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dan demokrasi.48 Liberalisasi pasar dan moneter yang dibawa globalisasi inilah

yang merombak struktur dasar hubungan sosio-politik dan sosio-ekonomi

masyarakat dan negara. Oleh Francis Fukuyama (2004), perubahan dratis ini

dilihat sebagai sebuah “konsensus besar” dalam sejarah yang menempatkan

demokrasi liberal dengan pasar bebasnya sebagai kemenangan di “ujung sejarah”

(end of history). “Kemenangan” tersebut terjadi di segala sektor kehidupan.49

Dalam kondisi seperti ini dunia mengarah pada proses integrasi dan homogenisasi

budaya. Integrasi perdagangan, moneter, hingga politik-keamanan serta

homogenisasi budaya yang sering diistilahkan dengan westernisasi atau baratisasi.

Namun, dari sekian banyak aspek yang menjadi dampak dan kajian

globalisasi, penelitian ini memfokuskan diri dalam melihat globalisasi sebagai (1)

perdagangan internasional barang dan jasa serta (2) perpindahan kapital (capital

flow) yang melintasi batas negara, termasuk investasi luar negeri, hutang dan

bantuan luar negeri. Pada perkembangannya, arus perdagangan dan perpindahan

yang begitu massif akhirnya menyentuh sektor yang pada era liberalisme klasik

masih dianggap “tabu” karena menyangkut public needs atau menyangkut hajat

hidup orang banyak. Sektor tersebut seperti pendidikan dan kesehatan.

Dalam kaitannya antara globalisasi dan pendidikan, menurut Giddens

koneksitasnya terletak di dalam lahirnya suatu masyarakat baru yaitu “knowledge-

48 Ibid.49 “Ujung sejarah” dan “kemenangan” yang dimaksud bukan berarti bahwa tidak ada lagi peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah, namun menurut Fukuyama, semua peristiwa besar seperti perang hanya akan memodifikasi modernitas, rasionalitas, dan liberalisme Barat. Lihat Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man. 2004, Yogyakarta: Penerbit Qalam, hal 4.

38

Page 60: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

based-society” yang merupakan anak kandung dari proses globalisasi.50 Karena

globalisasi, ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat yang mana hal ini secara

bersamaan merupakan infrastruktur dan produk dari globalisasi ekonomi dan

politik di dunia ini. Namun demikian suatu “knowledge-based society” yang

didasarkan kepada ilmu pengetahuan akan terus-menerus berubah dan merupakan

subyek untuk terus direvisi. Hal ini memerlukan apa yang disebutnya sikap

refleksif dari manusia yaitu kemampuan untuk merenungkan mengenai

kehidupannya berdasarkan rasio.

Pengetahuan menjadi kunci keterhubungan manusia secara global.

Perlahan-lahan terjadi pergeseran dalam paradigma pendidikan global. Pendidikan

mulai diarahkan untuk memikirkan masalah-masalah global dengan asumsi bahwa

masalah pada tingkat lokal maupun global memiliki keterkaitan yang diametral.

Jadi sikap dan tindakan manusia memiliki dampak yang juga dirasakan oleh

manusia lain baik dalam skala lokal maupun global. Menurut Eve Coxon dan

Karen Munce (2008), “education is therefore seen as critical mechanism for

adressing both poverity reduction and conflict prevention.”51 Pengurangan

kemiskinan dan pencegahan konflik yang dimaksud oleh Coxon dan Munce

adalah proses pendidikan yang mencetak peserta didik sehingga mereka memiliki

skill dan pengetahuan untuk menggerakan ekonomi dan struktur produksi

masyarakat. Hal ini berkorelasi dengan agenda besar internasional yang melihat

50 J. Soedjati Djiwandono. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, 2000. Yogyakarta: Kanisius, hal 103.51 Eve Coxon dan Karen Munce, The Global Education Agenda and the Delivery of Aid to Pasific Education. 2008. Oxford: Comparative Education, Edisi 2 Mei 2008, Volume IV.

39

Page 61: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pendidikan sebagai investasi non-kapital yang dapat menjadi human resource bagi

peningkatan ekonomi negara dan korporasi.

Akibatnya, pergeseran paradigma pendidikan sampai pada perubahan

sistemik dan operasional pendidikan menjadi sebuah kebijakan yang “diharuskan”

untuk mengimbangi perubahan-perubahan global. Di Indonesia, perubahan

tersebut berupa perubahan sistem pendidikan nasional yang menitikberatkan pada

dua hal, yakni: otonomi kelembagaan dan internasionalisasi pendidikan. Otonomi

kelembagaan berupa restrukturisasi organisasi, pengelolaan, ketenagakerjaan, dan

desentralisasi pendidikan. Sedangkan internasionalisasi pendidikan mencakup

pendidikan berbasis teknologi informasi, standarisasi intenasional, progam-

program kerjasama dan kemitaraan antar negara, hingga pembukaan cabang

sekolah dan perguruan tinggi asing. Hal ini seperti yang dibahas oleh Sudarwan

Danim (2003) dalam “Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan” yang membahas

beberapa tema utama dalam agenda pembaharuan sistem pendidikan dalam

merespon perubahan yang dibawa oleh globalisasi. Tema tersebut menyangkut

pembahasan filosofis mengenai pendidikan sebagai proses kemanusiaan dan

pemanusiaan, agenda pendidikan dalam pembentukan moral, mutu, fenomena

keguruan, masalah-masalah pendidikan juga dibahas mengenai bagaimana

permiabilitas pendidikan, pembelajaran bebasis tekonolgi, privatisasi sekolah pada

masa otonomi, komoditifikasi pembelajaran, reformasi sekolah pada global

village, dan aplikasi proses fabrikasi dalam reformasi sekolah. Literatur ini

mencoba menjawab tantangan-tantangan filosofis dan operasional yang dihadapi

oleh sistem pendidikan Indonesia. Danim melihat “ancaman” dalam karakter

40

Page 62: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

manusia, kebudayaan, dan sistem pendidikan Indonesia namun titik kritiknya

tidak pada “apa sebabnya?” melainkan “bagaimana menghadapi?” sehingga buku

ini hanya berisi saran-saran metodologis tanpa menjawab persoalan paling

mendasar atas permasalahan-permasalahan tersebut.

Dalam literatur lain mengenai globalisasi dan pendidikan, Arif Rohman

memberikan perspektif lain dalam melihat pendidikan dalam medium interaksi

antar bangsa. Dalam bukunya “Pendidikan Komparatif” Arif Rohman melihat

bahwa masalah utama dari ketertinggalan pendidikan Indonesia dalam era dan

skala global adalah kemandegkan dalam praktek penyelenggaraan pendidikan.

Sedangkan penyebab kemandegkan dalam praktek penyelenggaraan pendidikan

antara lain adalah rendahnya tingkat inovasi pendidikan yang bermula dari

kekurangan dalam sistem pendidikan kita untuk membandingkan diri dengan

praktek pendidikan negara-bangsa lain. Oleh karenanya, Arif Rohman mengambil

sample pendidikan di Eropa dan beberapa negara di Asia Tenggara sebagai

perbandingan sistem penyelenggaraan pendidikan. Dalam penelitian komparasi

ini, Arif Rohman cukup komperhensif mengkaji praktek penyelenggaraan

pendidikan di negara-negara sampel dan menemukan bahwa dalam dalam setiap

negara-negara tersebut, anggaran dan kebijakan politik pemerintah terhadap

pendidikan sangat besar. Sementara di Indonesia, “justru bersifat stagnan bahkan

terkesan mengalami kemunduran dalam mengalokasikan anggaran nasionalnya

untuk pendidikan”.52 Secara umum, buku ini memaparkan pemaparan yang cukup

52Lihat Arif Rohman, Pendidikan Komparatif. 2010. Yogyakarta: Laksbang Grafika, hal.271

41

Page 63: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

komperhensif soal hubungan pendidikan dan kebijakan negara

negara-negara/kawasan di dunia.

Dalam lingkup yang lebih spesifik terkait hubungan globalisasi dan

reformasi pendidikan tinggi, kumpulan tulisan “Globalization and Reform in

Higher Education” memaparkan beberapa isu utama dalam reformasi pendidikan

dalam merespon tantangan dan ancaman global. Buku ini merupakan kumpulan

tulisan para peneliti pendidikan dari Afrika, Amerika Utara, Australia, dan Eropa.

Studi dalam buku ini juga memakai studi komparasi kebijakan pendidikan dalam

membahas topik-topik utama dalam reformasi pendidikan tinggi seperti reformasi

pendanaan dan pengelolaan pendidikan, akreditasi dan penjaminan mutu,

penggunaan indikator pencapaian, dan restrukturisasi peraturan fakultas. Tulisan-

tulisan dalam buku ini memaparkan agenda-agenda besar internasional dalam

upaya reformasi pendidikan dunia menuju sistem pendidikan yang globalis.

Dalam buku ini ditekankan bahwa pendidikan tinggi telah bertranformasi dari

pinggiran (peripheral) menuju posisi inti dalam reponsifitas pemerintah terhadap

globalisasi.53 Dari dasar itulah Heather Eggins (ed) memberikan kesimpulannya

menyikapi globalisasi dalam pendidikan tinggi yang harus terjebak di antara

kompleksitas globalisasi,

“On the one hand is the pull towards cooperation, social cohesion, social harmony, transparency, equity and to enabling greater numbers to participate in higher education. On the other hand are the financial issues, the neo-liberal agenda that calls for competition, free trade, the dominance of the market”.54

53 Heather Eggins, Globalization and Reform in Higher Education. 2008, Glasgow: Society for Research into Higher Education & Open University Press, hal. 3.54 Ibid, hal. 8.

42

Page 64: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Kesimpulan Eggins ini mencerminkan kekhawatiran terhadap globalisasi,

khususnya dalam pendidikan tinggi. Kekhawatiran itu muncul dari agenda-agenda

globalisasi-neoliberal yang menempatkan pendidikan tinggi sebagai bagian dari

perdagangan internasional yang penuh dengan kompetisi, pasar bebas, dan

dominasi pasar dalam pengambilan-pengambilan keputusan. Corak dan sistem

penyelenggaraan pendidikan ala korporasi yang oleh Heru Nugroho (2002)

diistilahkan dengan “McDonaldisasi Pendidikan Tinggi”. Sebuah jebakan

pendangkalan pendidikan yang timbul karena berbagai metode operasi industri

(bisnis) diterapkan pada dunia pendidikan tanpa reserve. Sehingga semakin

menjauhkan pendidikan dari ruh-nya, yakni sebuah upaya untuk memanusiakan

manusia.55

Lebih lanjut, dalam banyak literatur mengenai globalisasi dan pendidikan

kritisme dan penolakan secara akademis maupun politik juga ada dalam porsi

yang besar. Selain pendapat Nugroho di atas, buku-buku Darmaningtyas seperti

“Tirani Kapital dalam Pendidikan” dan “Utang dan Korupsi Racun Pendidikan”

memaparkan kritik yang besar dalam melihat globalisasi, hutang, bantuan luar

negeri, dan kebijakan pendidikan nasional. Dalam “Tirani Kapital dalam

Pendidikan” menyebutkan bahwa dampak nyata dari globalisasi di bidang

pendidikan adalah upaya pemerintah Indonesia dalam menyusun UU Badan

hukum Pendidikan (UU BHP).56 UU ini menurut Darmaningtyas merupakan

usaha swastanisasi pendidikan. Oleh karenanya menurutnya globalisasi tidak 55 Lihat dalam Heru Nugroho (Ed), McDonalisasi Pendidikan Tinggi. 2002, Yogyakarta: Kanisius.56 Buku ini ditulis sebagai naskah akademik saat UU BHP belum dianulir oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009. Lihat Darmaningtyas, dkk, Tirani Kapital dalam Pendidikan. 2009, Yogyakarta: Pustaka Yashiba, hal.19-20.

43

Page 65: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dapat dipisahkan dari ideologi yang kini menjadi arus utama, yakni

neoliberalisme.57

Dari telaah literatur di atas, penelitian ini melihat proses globalisasi seperti

dalam pandangan Giddens dan Heater Eagins yang melihat globalisasi sebagai

proses yang tidak hanya memberikan kemudahan-kemudahan. Namun dibalik itu,

terdapat skenario ekonomi-politik yang lebih besar. Terkhusus pada pendidikan

tinggi, globalisasi-neoliberal hadir dengan membawa agenda-agenda reformasi

pendidikan. Pada tingkatan domestik, Penyelenggara Pendidikan Tinggi di

Indonesia kini “berlomba-lomba” melakukan reformasi untuk memungkinkan

institusinya mampu berkompetisi dalam level internasional. Secara jelas,

reformasi besar dapat dilihat terjadi pada learning format yang mengutamakan

kemajuan teknologi-komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran. Format

pembelajaran on-line mulai menggeser tipe pembelajaran konvensional tatap

muka dan terikat dalam sistem kredit semester dengan konstitusi pembelajaran

formal. Hal lain yang juga juga mengalami reformasi adalah ditempatkannya

interdisciplinary sebagai core-bussiness ilmu pengetahuan yang ditawarkan

mengikuti kebutuhan analisis kehidupan global yang anti-isolasi. Dalam

pemilihan interdisciplinary ini, tantangan utama bagi perguruan tinggi adalah

mampu memiliki keunikan pengetahuan yang ditawarkan sehingga luaran yang

dihasilkan memiliki keunggulan spesifik yang unggul dalam berkompetisi.

Pergeseran lain yang dihadapi adalah menyeimbangkan antara kecenderungan

berkembangnya techno-science dan ilmu humaniora. Techno-science menjadi

57 Ibid.

44

Page 66: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

lebih diminati karena memberi kontribusi materil langsung terhadap pertumbuhan

ekonomi global dibandingkan ilmu-ilmu humaniora yang sifatnya immateril.

Globalisasi dalam penyelenggraan pendidikan tinggi juga berdampak pada

internasionalisasi pendidikan tinggi. Secara praktis, gejala internasionalisasi dapat

dilihat dalam empat fenomena ini, yaitu (i) dibukanya cabang-cabang perguruan

tinggi di negara lain, seperti terlihat beberapa perguruan tinggi Amerika membuka

cabang di Asia, termasuk juga di Indonesia; (ii) kerjasama antara perguruan tinggi

dari suatu negara dengan perguruan tinggi di negara lainnya yang menawarkan

program gelar dalam bentuk double-degree atau twinning program: (iii) kuliah

jarak jauh baik melalui media cetak maupun secara virtual melalui internet.

Sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Amerika, Eropa, dan Australia

menawarkan program gelar melalui model ini; dan (iv) terposisikannya institusi

penyelenggara pendidikan tinggi pada peringkat tertentu dalam rangking world

class university.

Sebagai konsekuensi dari internasionalisasi ini, setiap institusi pendidikan

tinggi segera mengkondisikan dirinya menjadi World Class University yang

ditandai dengan terakomodasinya standard internasional dalam hal karaktersitik

institusi pendidikan tinggi tersebut, kualitas pembelajaran, kualitas riset yang

dihasilkan, kualitas mahasiswa, dan prestasi para alumni yang dihasilkan. Tolok

ukur dari indikator ini dilihat dari beberapa hal antara lain kuantitas jumlah

mahasiswa asing yang ada di Perguruan Tinggi tersebut, jumlah staf pengajar

asing dan kualifikasi staf pengajar, rasio dosen dan mahasiswa, student selectivity,

45

Page 67: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

besarnya akses ke internet, publikasi ilmiah di jurnal internasional dan publikasi

yang dirujuk (citation), prestasi penghargaan internasional yang diraih staf

pengajar, serta penghargaan dunia yang diperoleh oleh para alumni.

Terkait globalisasi dan pergeseran pendidikan ini, penelitian ini mencoba

menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dari proses yang tengah berlangsung

ini. Penelitian ini melihat globalisasi tidak pada kacamata “by nature” seperti

pendapat Fukuyama maupun Friedman. Namun lebih melihat globalisasi di segala

bidang sebagai bagian tak terpisahkan dari kebijakan pemerintah dan apparatus

negara transnasional yang didukung oleh lembaga-lembaga keuangan global. Dari

titik itu kemudian akan dilihat apa motif dan “pintu masuk” dari globalisasi dalam

pendidikan tinggi di Indonesia secara lebih spesifik pada sampel yang diambil

dalam penelitian ini.

2. Bantuan Luar Negeri dalam Pendidikan Tinggi

Secara umum, studi mengenai bantuan luar negeri dan implikasinya secara

spesifik dalam pendidikan tinggi masih sangat sedikit ditemui. Salah satu karya

yang cukup komperhensif dan menjadi rujukan dalam membahas masalah bantuan

luar negeri pasca Perang Dingin adalah karya David Dollar dan Alberto Alesina,

Who Gives Foreign aid to Whom and Why (2000). Dalam karyanya ini, Alesina

dan Dollar mengemukakan bahwa pola-pola pemberian bantuan asing lebih

ditentukan oleh pertimbangan politik dan strategis di kedua sisi, baik oleh

pendonor maupun resipien (penerima bantuan).

46

Page 68: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Lebih jauh, Alesina dan Dollar menjelaskan bahwa inefisiensi,

ketertutupan ekonomi, dan ketidakmampuan mengelola bantuan dari Negara

bekas koloninya merupakan beberapa penyebab mengapa sebagian besar bantuan

yang diberikan kepada Negara resipien gagal dalam merangsang pertumbuhan

ekonomi dan hanya meningkatkan komsumsi public yang tidak produktif.

Sementara, dari sisi donor, terutama Negara-negara yang berasal dari kawasan

Nordic, bantuan luar negeri yang mereka berikan kepada Negara lain justru

menghasilkan intensif yang tepat. Dampaknya misalnya, tingkat pendapatan yang

meningkat dan semakin terbukannya sistem ekonomi pada negara penerima

bantuan. 58 Karya Alesina dan Dollar ini tidak secara khusus membahas dalam

sektor-sektor tertentu. Studi ini hanya memberikan gambaran umum atas motif-

motif yang menjadi sebab pemberian bantuan.

Literatur lainnya yang secara khusus mengkaji dampak bantuan luar negeri

yang membawa dan mempercepat proses globalisasi neoliberal dalam bidang

pendidikan adalah karya Martin Carnoy dalam bukunya “Globalization and

Educational Reform”. Dalam karya ini, Carnoy memberikan sebuah model

klasifikasi reformasi yang terjadi akibat dari proses globalisasi-neoliberal di

negara-negara anggota OECD.59 Carnoy kemudian mengklasifikasikan proses

reformasi ini ke dalam tiga tipe reformasi. Reformasi tipe pertama adalah desakan

perubahan yang merespon evolusi permintaan tenaga kerja dengan kualitas yang

58 Alberto Alesina dan David dollar, Who Gives foreign Aid to Whom and Why, Journal of Economic Growth, Volume 5, No.1 (Mar, 2000). Hal. 33-6359 Negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu: Australia, Austria, Belgia, Kanada, Chili, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia, Irlandia, Israel, Jepang, Korea, Luksemburg, Meksiko, Negeri Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugis, Republik Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan Amerika Serikat.

47

Page 69: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

lebih baik dalam pasar tenaga kerja domestik maupun internasional. Reformasi

jenis ini berangkat dari ide baru untuk bagaimana mengelola kembali sekolah-

sekolah (dalam semua level) dan meningkatkan kompetensi professional untuk

kesuksesan dunia kerja. Carnoy mengklasifikasikan perubahan ini sebagai

“reformasi berbasis kompetisi” (competition-based reforms). Selanjutnya,

reformasi jenis kedua yang hadir untuk merespon pengurangan anggaran dalam

sektor publik maupun swasta yang diistilahkan sebagai “reformasi berbasis

financial” (reform based on financia imperatives). Tipe reformasi ketiga adalah

reformasi yang berusaha untuk meningkatkan peran politis pendidikan sebagai

faktor utama dari mobilitas dan kesetaraan sosial. Carnoy mengklasifikasikan

reformasi ini sebagai “reformasi berorientasi kesetaraan” (equity-driven

reforms).60 Buku ini merupakan sebuah karya yang komperhensif dan teoritik dan

menjadi pegangan bagi para pengambil kebijakan pendidikan di negara-negara

OECD. Dalam karya ini pun, teori Carnoy ini digunakan untuk menjelaskan

bentuk reformasi yang terjadi dalam pendidikan tinggi di Indonesia.

Dalam studi yang lebih spesifik, Philip W. Jones dalam World Bank

Financing of Education mengurai bagaimana kekuatan financial dan pengaruh

yang dimiliki Bank Dunia membentuk kebijakan-kebijakan pendidikan di seluruh

dunia. Karya yang berdasarkan analisis mendetail atas ratusan dokumen

konfidensial Bank Dunia dan wawancara mendalam dengan tokoh-tokoh kunci

Bank Dunia ini membeberkan evolusi kebijakan, proyek, dan program pendidikan

Bank Dunia dari masa ke masa. Karya ini menggunakan aktor dalam melihat arah

60 Lihat Martin Carnoy. Globalization and Educational Reform: What Planners Need to Know. 1999. UN: Unesco, hal. 37-46

48

Page 70: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

kebijakan pendidikan negara-negara yang dibawa oleh Bank Dunia. Jones

membagi arah dan karakter kebijakan pendidikan Bank Dunia ke dalam beberapa

periode, yakni (1) periode mendapatkan legalitas dan pengaruh yang dimuali dari

tahun 1940an hingga 1950an, (2) periode dimana Bank Dunia mulai memasukan

pendidikan dalam pembiyaan pinjamannya ditahun 1960-1963, (3) Periode

percobaan pertama dalam proyek pendidikan pada tahun 1963-1968, (4) kebijakan

pendidikan di masa McNamara (tahun 1968-1980), (5) pergeseran kebijakan

pendidikan di tahun 1980an dari development ke reform, (6) periode kemenangan

dari fundamentalisme pendidikan, dan periode terakhir yang diistilahkan sebagai

periode ‘Dari Wolfensohn ke Wolfowitz”.

Dalam karya ini pula Jones menemukan bahwa dalam rangka

mendapatkan pengaruh kepada negara-negara peminjam, Bank Dunia (melalui

dual elemennya: aktivitas proyek dan ‘nasehat’ kebijakan) menggelontorkan lebih

banyak dana untuk masuk dan mengusai “world of idea”. Tidak terkecuali dalam

pendidikan, Bank Dunia berinvestasi sangat besar untuk membentuk opini global

tentang ekonomi, pembangunan, dan kebijakan-kebijakan sosial. Daripada

memaksakan pandangan lewat negosiasi pinjaman yang spesifik, Bank Dunia

lebih memilih untuk membiarkan para pemimpin negara-negara peminjam dalam

cara berfikir mereka. Sementara, disis lain, kekuatan dan pengaruh iklim global

terkait kebijakan pendidikan dan pembangunan yang telah “dibentuk” oleh Bank

Dunia terlalu keras untuk dilawan.61 Literatur ini menjadi salah satu kerangka

berfikir dalam penelitian ini yang mana dilihat bahwa struktur internasional

61 Philip W. Jones, World Bank Financing of Education: Lending, learning, and Development. 2007. New York: Routledge, hal 258-259.

49

Page 71: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

memaksa aktor untuk berperilaku sesuai dengan tatanan atau, dalam bahasa Jones,

iklim global.

Secara lebih spesifik, hubungan antara bantuan luar negeri dan dampaknya

terhadap pola pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia dijelaskan dengan cukup

detail oleh Jo Bastianes dalam penelitianya tentang “International Assistance and

State-University Relations”. Karya ini mengeksplorasi tujuan, upaya dan hasil

dari bantuan internasional untuk pendidikan tinggi selama tiga dekade terakhir

dan menyelidiki bagaimana bantuan tersebut telah mempengaruhi perubahan

hubungan antara negara dan universitas. Penelitian Bastianes ini berfokus pada

studi kasus Indonesia dan Bank Dunia. Bastiaens menunjukkan bagaimana

bantuan internasional memfasilitasi dan secara aktif mendorong perubahan pola

hubungan negara-universitas hubungan dari kontrol penuh negara menuju

otonomi kelembagaan yang lebih besar. Melalui penggunaan sampel dari

beberapa universitas di Indonesia dan analisis kritis terhadap hubungan antara

donor internasional (Dutch Asistance dan Bank Dunia) dengan reformasi dalam

negeri Indonesia, Bastiaens menunjukkan bagaimana sistem pendidikan Indonesia

mampu melakukan diversifikasi sumber daya, menghasilkan pendapatan, dan

menjadi semakin otonom dari pemerintah. Kemampuan tersebut menurut

Bastianes tidak mungkin terjadi tanpa jalinan hubungan dengan bantuan

internasional. Menurut Bastianes,

“Tanpa dinamika dan, oleh karenanya, tanpa hubungan dengan bantuan internasional, sistem Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia secara umum akan tetap jauh tertinggal, kurang terdiferensiasi,

50

Page 72: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

kurang fasilitas dan tenaga akademis ahli, tidak terdesentralisasi, dan kurang otonom dari pemerintah dan birokrasi negara.”62

Bastianes menemukan bahwa dalam kasus bantuan pendidikan oleh Bank

Dunia, tujuan-tujuan kerjasama secara ekspilisit termasuk dukungan untuk

memperkenalkan reformasi kebijakan dalam bentuk dan mekanisme yang lebih

inovatif. Reformasi kebijakan tersebut secara spesifik didesain untuk merombak

tata kelola perguruan tinggi secara serentak dengan istilah “Paradigma Baru

Pendidikan”.63 Dalam komparasi sampel donor bantuan luar negeri Indonesia,

Bastianes juga menyimpulkan bahwa Pinjaman pendidikan dari Pemerintah

Belanda berhasil dalam menciptakan sinkronisasi akademik, namun gagal dalam

usaha peningkatan manajemen perguruann tinggi. Sedangkan, disisi lain, Bank

Dunia bermain dengan peran yang berbeda yaitu pada perombakan tata kelola dan

pembangunan sistem pendidikan yang terdesentralisasi dan otonom. Hal ini

merujuk pada perluasan core business Bank Dunia dalam menjadi “global

knowledge sharing”.

Karya Bastianes ini memiliki signifikansi dan relevansi yang sangat dekat

dengan apa yang dibahas dalam penelitian ini. Pendekatan aktor yang dipakai

untuk menganalisa pergeseran-pergeseran struktural pendidikan tinggi di

Indonesia ini memberikan sebuah posisi literatur yang terang tentang bagaimana

Bank Dunia berpengaruh pada pergeseran tujuan dan tata kelola pendidikan tinggi

di Indonesia secara makro. Adapun penelitian yang penulis angkat, akan melihat

62 Jo Bastianes, International Assistance and State-University Relations, 2009. New York: Routledg, hal. 147.63 Ibid, hal. 148.

51

Page 73: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

relasi tersebut secara mikro dengan tetap berfokus pada fakta bahwa sistem

pendidikan tinggi Indonesia adalah sebuah sistem integral.

Di lingkup yang lebih kecil, penelitian ini merujuk pada penelitian tesis

Arif Wicaksono dengan judul “Aktor Lokal dan Oda Jepang (analisis tentang

interaksi dan tindakan politik aktor yang terkait dengan ODA Jepang dalam kasus

relokasi dan pembangunan infrastruktur kampus Fakultas Teknik Universitas

Hasanuddin di Provinsi Sulawesi Selatan)”. Dalam penelitian ini, Wicaksono

menemukan bahwa desentralisasi sangat mempengaruhi dan menentukan

terbentuknya kepentingan, melalui sebuah jaringan koalisi strategis yang

menciptakan interaksi yang khas dan mempengaruhi pembuatan kebijakan, baik

pada tingkat pusat maupun daerah.

Dengan menggunakan pendekatan tindakan aktor, Wicaksono melihat

bahwa dalam kasus relokasi dan pembangunan infrastruktur kampus Fakultas

Teknik Unhas oleh ODA Jepang, “sangat sarat dengan berbagai kepentingan

bisnis dan industry yang ada di Jepang, dan tidak dapat dilepaskan dari peran dan

kepentingan aktor-aktor nasional Indonesia yang ikut memuluskan rencana dan

kepentingan Jepang tersebut.”64 Sehingga jelas bahwa perubahan struktural berupa

desentralisasi tidak pernah terlepas dari kepentingan dan keuntungan donator

internasional. Hal ini yang juga akan menjadi pertanyaan penelitian yang akan

diuraikan dalam penelitian ini. Studi-studi literatur ini memberikan pijakan dan

posisi pemikiran sebagai kerangka dalam melihat bantuan luar negeri dan

pengaruhnya terhadap pendidikan tinggi di Indonesia.

64 Arif Wicaksono. Aktor Lokal dan Oda Jepang. 2011. Yogyakarta: UGM. Thesis.

52

Page 74: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

BAB III

BANK DUNIA DAN PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA

1. Selayang Pandang Bantuan Luar Negeri untuk Pendidikan Tinggi

Indonesia

1.1. Masa Orde Baru

Dalam banyak kasus negara berkembang, tidak tersedianya sumber daya

modal seringkali menjadi kendala utama pembangunan. Walaupun banyak negara

berkembang yang sebenarnya memiliki sumberdaya alam potensial namun karena

rendahnya tingkat pemobilisasian modal di dalam negeri maka potensi tersebut

tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Terapat banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Diantara

beberapa penyebabnya antara lain: (1) pendapatan per kapita penduduk yang

umumnya relatif rendah, menyebabkan tingkat MPS (marginal propensity to save)

rendah, dan pendapatan pemerintah dari sektor pajak, khususnya penghasilan,

juga rendah; (2) lemahnya sektor perbankan nasional menyebabkan dana

masyarakat, yang memang terbatas itu, tidak dapat didayagunakan secara

produktif dan efisien untuk menunjang pengembangan usaha yang produktif; dan

(3) kurang berkembangnya pasar modal, menyebabkan tingkat kapitalisasi pasar

yang rendah, sehingga banyak perusahaan yang kesulitan mendapatkan tambahan

dana murah dalam berekspansi.65

Dengan kondisi sumberdaya modal domestik yang sangat terbatas seperti

itu, maka pemerintah negara-negara berkembang mencari sumber-sumber

65 Adwin Surya Atmadja, Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia: Perkembangan dan Dampaknya, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 1, Mei 2000, hal. 86.

53

Page 75: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pendanaan lain yang dianggap mudah dan cepat. Solusi yang dianggap bisa

diandalkan untuk mengatasi kendala rendahnya mobilisasi modal domestik adalah

dengan mendatangkan modal dari luar negeri, yang umumnya dalam bentuk hibah

(grant), bantuan pembangunan (official development assistance), kredit ekspor,

dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral; investasi swasta

langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank dan pinjaman komersial

lainnya; dan kredit perdagangan (ekspor/impor). Modal asing ini dapat diberikan

baik kepada pemerintah maupun kepada pihak swasta.

Untuk kasus Indonesia, sepanjang sejarah perkembangan pendidikan dan

pembangunan Indonesia sejak tahun 1970an, dana dari luar negeri baik berupa

dana yang sifatnya bantuan ataupun hutang telah menjadi bagian yang tidak bisa

dilepaskan. Saat-saat awal Orde Baru berkuasa, sepertiga pendapatan negara

diperoleh dari dana hibah dan pinjaman luar negeri negara-negara barat dan

Jepang. Hanya dalam kurun waktu 10 tahun di awal kekuasaan Orde Baru, hutang

luar negeri Indonesia telah meningkat sepuluh kali lipat dari 2,4 miliyar Dollar AS

pada 1967 menjadi 11,529 miliar pada 1977. Pada dekade selanjutnya hutang

Indonesia menunjukan gejala peningkatan yang berarti dan pada dekade 1990-an

terjadi peningkatan yang sangat tajam dalam hutang luar negeri Indonesia. Di

penghujung kekuasaannya pada 1998, jumlah hutang pemerintah Indonesia

mencapai 150 Miliyar Dollar AS.66 Perkembangan jumlah hutang luar negeri

Indonesia ini secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1 : Perkembangan jumlah hutang luar negeri selama Orde Baru 1966-1998 (dalam milyar Dollar AS).

66 Laporan Interntional Crisis Group Asia No. 15 Jakarta/Brussel dalam International Crisis Group, “Kredit Macet: Politik Reformasi Keuangan Indonesia”, 13 Maret 2001.

54

Page 76: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

TahunJumlah Hutang

TahunJumlah Hutang

TahunJumlah Hutang

1966

1967

1968

1969

1970

1971

1972

1973

1974

1975

1976

-

-

-

2.437

2.778

3.255

3.617

4.426

8.443

10.304

11.529

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

11.529

13.038

13.568

14.870

18.847

23.438

27.257

30.265

35.157

41.592

49.529

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

50.720

52.400

63.953

65.697

73.359

80.592

96.500

107.832

110.171

136.087

150.886

Sumber: Darmaningtyas, Utang dan Korupsi Racun Pendidikan, 2008, Jakarta: Pustaka Yashiba, hal.17

Pada zaman Orde Baru ini, kebijakan ekonomi nasional masih sangat

berorientasi pada kestabilan makro ekonomi dan kestabilan politik. Pada masa ini

perumusan arah kebijakan pendidikan nasional semata-mata diarahkan pada

reproduksi dominasi paham pembangunan dan asas tunggal pancasila.67 Segala

kebijakan publik diatur dengan skenario besar dalam Rencana Pembangunan Lima

Tahun (REPELITA). Untuk merumuskan garis besar pendidikan nasional maka

67 Dominasi ini mulai dari sistem perekrutan guru dan dosen, penunjukan pejabat hingga guru besar, kurikulum, sampai pada kultur riset dalam universitas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Heru Nugroho dalam Ekonomi Politik Pendidikan Tinggi: Universitas Sebagai Arena Perebutan Kekuasaan. Lihat Vedi R. Hadiz dan Daniel Dhakie (ed), Ilmu Sosial dan Kekuasaan di Indonesia. 2006. Jakarta:

55

Page 77: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

digelar Konferensi Cipayung yang bertugas untuk megidentifikasi masalah-

masalah pendidikan, menyusun prioritas kebijakan dan merancang alternatif

pemecahan dalam strategi pendidikan nasional. Dari hasil konferensi itu maka

dihasilkan kesimpulan identifikasi masalah pendidikan nasional yakni:

1. Pendidikan luar sekolah

2. Kurikulum sekolah dasar

3. Kurikulum sekolah menengah

4. Kurikulum pendidikan tinggi

5. Pembiayaan pendidikan

6. Sarana pendidikan

Identifikasi ini akhrinya melahirkan Proyek Penilaian Nasional Pendidikan

pada 1 Mei 1969 melalui SK Mendikbud tanggal 26 Mei 1969 Nomor 033/1969

yang berisi amanat untuk segera dalam jangka waktu dua tahun harus sudah

berhasil menyusun strategi pendidikan nasional.68 Langkah ini merupakan langkah

yang sangat menentukan orientasi kebijakan pendidikan nasional Orde Baru.

Program-program pendidikan jangka panjang, pendek, dan menengah dirancang

untuk menaikan kualitas pembangunan Indonesia.

Akan tetapi, proyek-proyek pendidikan dan kebudayaan ini ternyata tidak

lepas dari campur tangan pendanaan luar negeri. Dari total pinjaman luar negeri

sebesar 195,9 Miliar Dollar AS pada 1974/1975, alokasi dana untuk sektor

pendidikan sebesar 7,8 juta Dolaar AS atau sekitar 4% dari total hutang. Dalam

karyanya, “Pinjaman Luar Negeri dan Pembiayaan Pembangunan di Indonesia”,

68 Muhammad Rifai’i, Sejarah Pendidikan Nasional, 2011, Yogyakarta: Ar-ruz Media, hal. 196-197.

56

Page 78: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Siregar Muchtarudin mengemukakan data jumlah pinjaman luar negeri untuk

sektor pendidikan, sebagai berikut:

Tabel 2 : Jumlah Hutang Luar Negeri untuk Bidang Pendidikan 1974/75-1988/89.

TahunJumlah

PinjamanPinjaman Untuk

PendidikanPersentase Pendidikan

1974/75

1979/80

1984/85

1986/87

1988/89

195,9

1.316,3

3.408,7

3.794,7

5.997,6

7,8

42,8

179,7

345,6

779,5

4,00

3,25

5,20

9,10

13,00

Sumber: Siregar, Muchtarudin, Pinjaman Luar Negeri dan Pembiyaan Pembangunan Indonesia.

Dari data diatas ditemukan bahwa jumlah hutang untuk pendidikan pada

masa Orde Baru terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke

tahun. kenaikan drastis terjadi pada periode 1979/1980 dan 1988/89. Rasio antara

jumlah hutang dan dana yang dialokasikan untuk pendidikan pun terlihat

meningkat dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 1979/80 dengan persentase

3,25 untuk dana pendidikan.

Selain itu dapat dilihat pula bahwa sektor pendidikan merupakan salah

satu sektor yang paling diminati oleh para kreditor. Negara-negara kreditor seperti

AS, Belgia, Belanda, Jepang, Jerman, Perancis, dan Swiss adalah negara-negara

yang paling banyak mengivestasikan dananya untuk sektor pendidikan di

Indonesia. Masa pengembalian hutang untuk pendidikan bervariasi antara 20

sampai 40 tahun dengan beban bungan antara 0 hingga 11%. Kreditor hutang

57

Page 79: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

untuk pendidikan ini masuk melalui persyaratan hutang yang bervariasi seperti

dapat dilihat dalam table dibawah ini:

Tabel 3 : Persyaratan pinjaman luar negeri negara-negara donor dan lembaga multilateral untuk bidang pendidikan.

Sumber Jenis PinjamanMasa

Pengembalian(Maturity-Tahun)

Masa Bebas Bunga

Suku Bunga

Bilateral

AS

Belanda

Belgia

Jepang

Jerman

Perancis

Swiss

ODA

EXIM BANK

ODA

ODA

ODA

ODA

Campuran

ODA

40

25

30

30

30

30

20

50

10

7

8

10

10

10

5

10

2 - 3 %

3 – 5 %

2,5 %

0 %

3 %

2 %

5,5 %

1 %

Multilateral

ADB

IBRD

IDA

20-25

20

50

3-7

5

10

7 – 11 %

8, 9,5 %

0 – 0,75 %

Sumber: Muchtarudin Siregar, Pinjaman Luar Negeri dan Pembiyaan Pembangunan Indonesia melalui Darmaningtyas, Utang dan Korupsi Racun Pendidikan, 2008, Jakarta: Pustaka Yashiba, hal.27

Peningkatan hutang luar negeri ini memberikan dampak yang signifikan

terhadap perkembangan sektor pendidikan. Perkembangan ini diikuti dengan

disahkannya UU Pendidikan pertama yakni UU No. 15 tahun 1961. Undang-

undang ini mendefinisikan misi Pendidikan Tinggi dan rincian Tri Dharma

Perguruan Tinggi (Tiga Pilar Perguruan Tinggi Nasional): pendidikan, penelitian

dan pengabdian masyarakat. UU ini juga mendorong diversifikasi program

58

Page 80: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pendidikan tinggi. Sebelum pengesahan UU ini, Perguruan Tinggi swasta tidak

diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Dengan adanya pertauran

ini maka Perguruan Tinggi swasta bersama dengan PTN distandarisasi dan

masukan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.

Hal ini kemudian berdampak pada melonjaknya pendaftaran mahasiswa di

Perguruan Tinggi yang memuncak selama 1970-an dan 1980-an.69 Nizam (2006)

mencatat bahwa populasi mahasiswa di lembaga pendidikan tinggi (Perguruan

Tinggi) meningkat dari sekitar 200.000 mahasiswa di tahun 1975 menjadi 2,5 juta

orang mahasiswa pada tahun 1995.70 Perkembangan yang signifikan ini kemudian

mendorong pembentukan lembaga-lembaga pendidikan tinggi baru oleh pihak

swasta yang sebagian besar tanpa kemampuan yang cukup untuk menjalankan

pendidikan yang berkualitas. Sebagian besar lembaga pendidikan tinggi swasta

hanya menguntungkan kesempatan untuk merespon permintaan pendidikan tinggi.

Sebagian besar mahasiswa masuk ke perguruan tinggi swasta setelah gagal untuk

mengakses perguruan tinggi negeri. Ini menjelaskan mengapa terjadi peningkatan

yang pesatnya dalam perkembangan perguruan tinggi swasta di Indonesia. Lebih

dari 95 persen lembaga pendidikan tinggi di Indonesia adalah lembaga swasta.

Sementara itu, perguruan tinggi swasta cenderung untuk membuka fakultas sosial

dan humaniora karena dukungan keuangan mereka yang terbatas. Oleh

pemerintah Orde Baru, kecenderungan ini dianggap tidak sesuai dengan prioritas

69 Singgih Tri Sulistiyono, Higher Education Reform In Indonesia At Crossroad melalui http://Dikti.go.id/files/atur/bhp/HEReform-Singgih.doc diakses pada 12 Juni 2012.70 Nizam, ‘Indonesia: the need for higher education reform’, dalam Higher Education in South-East Asia, UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education. 2006. Bangkok: Unesco, Hal. 35–68.

59

Page 81: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

kebijakan untuk mengembangkan perekonomian Indonesia khususnya sektor

industri.71

Untuk memecahkan masalah ini, Depdiknas (pada waktu itu adalah

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) melalui Dikti meluncurkan Strategi

Pendidikan Tinggi Jangka Panjang I (HELTS) untuk periode 1975-1985. Pada

HELTS I ini terdapat beberapa masalah yang akan menjadi prioritas program

yakni, pertama, pendidikan tinggi (baik negeri maupun swasta) harus menekankan

pada aspek relevansi dengan mengakui kebutuhan untuk membangun hubungan

yang kuat dengan pembangunan daerah dan nasional. Sebagai akibat dari

paradigma ini, pada periode ini pertumbuhan pendidikan teknik di perguruan

tinggi dalam bentuk pendidikan politeknik meningkat begitu pesat.

Pertumbuhan pesat politeknik ini tidak lepas dari dukungan pinjaman luar

negeri seperti dari Jerman, Swiss, International Development Agency (IDA), Bank

Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (IBRD), Bank Pembangunan

Asia (ADB). Lembaga-lembaga tersebut memberikan kredit kepada pemerintah

Indonesia.72 Sekitar dua puluh tiga politeknik didirikan dan semuanya melekat

pada perguruan tinggi negeri yang ada. Relevansi yang masih lemah dari

pendidikan tinggi juga dicoba untuk dipecahkan dengan mengembangkan PIP

(Pola Ilmiah Pokok / Pola Ilmiah Primer) sebagai pendekatan baru universitas dan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan pembangunan.

71 Buchori & Malik, “The Evolution of Higher Education in Indonesia”, dalam: Altbach & Umakoshi (ed), Asian Universities, hal. 265.72 Singgih Tri Sulistiyono , Higher Education Reform In Indonesia At Crossroad melalui http://Dikti.go.id/files/atur/bhp/HEReform-Singgih.doc diakses pada 12 Juni 2012.

60

Page 82: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Prioritas kedua yakni Departemen Pendidikan melalui Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) menetapkan kerangka kerja untuk

pengembangan pendidikan tinggi. Kerangka kerja ini bekerja sebagai panduan

dasar untuk membakukan sistem pendidikan nasional yang lebih tinggi. Ini

meliputi struktur program akademik (sarjana dan pascasarjana), pemerintahan,

dan peran dan tanggung jawab anggota fakultas.

Sebuah sistem dual-akademik dan kejuruan juga dimulai pada periode

yang sama. Menurut kerangka kerja ini, program akademik terdiri dari gelar

empat tahun sarjana (strata 1-S1), tingkat dua tahun Guru (strata 2-S2) dan tiga

tahun program doktor (Strata 3-S3). Program kejuruan menawarkan satu sampai

empat tahun non-gelar tempat pelatihan.

Dapat dikatakan bahwa perubahan mendasar yang diambil oleh Dikti ini

menampilkan akhir dari pengaruh Eropa continental dalam sistem pendidikan

Indonesia. Pada akhir tahun 1970-an, pemerintah mengadopsi sistem bergaya AS

termasuk sistem, akumulasi kredit poin dalam kurikulum. Seorang mahasiswa dari

program diploma tiga tahun disyaratkan untuk menyelesaikan 110 hingga 120 unit

kredit. Seorang mahasiswa gelar sarjana (S1) harus menyelesaikan 144-160 unit

kredit. Perubahan signifikan bisa ini bisa dikaitkan dengan sejumlah besar

anggota fakultas dan birokrat yang belajar di Amerika Serikat. Selai itu, sistem

kredit juga lebih diinginkan karena memonitor kinerja siswa dengan mudah dan

mengurangi masa studi.73 Pergeseran dalam sistem pendidikan ini menjadi

73 Teguh Yudo Wicaksono dan Deni Friawan , Recent Developments in Higher Education in Indonesia: Issues and challenges dalam Shiro Armstrong dan Bruce Chapman (ed) Financing Higher Education and Economic Development in East Asia, 2011, Australia: ANU E Press, hal 160

61

Page 83: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pertanda bahwa pemerintah mulai mereorientasi peran Pendidikan Tinggi ke

dalam penciptaan pekerja terampil dan menanggapi perubahan pasar tenaga kerja.

Namun pada kenyataannya, program peningkatkan kualitas dan efisiensi

ini bukan tugas yang mudah. Untuk meneruskan tuntutan pasar dan donatur yang

menginginkan reformasi pendidikan tinggi di Indonesia, Dikti menyusun rencana

sepuluh tahun yang baru (1986-1995). Isi dari HELTS II ini secara umum hanya

meneruskan penyelesaian masalah yang belum selesai dilaksanakan melalui

HELTS I. Hal ini dapat dilihat studi yang dilakukan oleh Dikti dan JBID (Japan

Bank for International Development) pada tahun 2003 menunjukkan sejumlah

perguruan tinggi negeri terkemuka baru dapat mencapai 25 persen efisiensi

internal pada tahun 2000. Sedangkan pada tahun 1980, belum ada universitas di

Indonesia yang bisa mencapai 20 persen efisiensi internal.74

Dalam selang waktu waktu pelaksanaan HELTS I dan HELTS II ini,

pemerintah didanai secara besar-besaran oleh lembaga-lembaga internasional.

Dengan total dana sebesar 1.091.941.000 Dollar AS, pendidikan tinggi benar-

benar diarahakan untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja pada era Orde Baru.

Lembaga keuangan multilateral tersebut memberikan hutang untuk melaksanakan

proses diferensiasi internal yang, di satu sisi, memunculkan penelitian akademis

yang terfokus dan spesialisasi mengajar di beberapa bidang dan pada beberapa

jurusan/departemen, tetapi di sisi lain, juga meninggalkan disiplin lain dan

departemen sebagian besar belum terjamah. Secara keseluruhan, ilmu-ilmu pasti

dan/atau ilmu-ilmu terapan (misalnya penelitian pertanian, bioteknologi, bisnis,

74 Lihat Buchori & Malik, “The Evolution of Higher Education in Indonesia”, dalam: Altbach & Umakoshi (ed), Asian Universities, hal. 259.

62

Page 84: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dan ilmu komputer) mendapat perhatian dan sokongan dana yang lebih dari donor

dibanding disiplin ilmu sosial atau humaniora (seperti filologi, filsafat, ilmu

sosial, seni, dan lain-lain). Perubahan akademik di program studi serta

restrukturisasi program studi dan departemen internal menjadi fokus utama

pendanaan internsional.

Secara umum, bantuan luar negeri dalam pendidikan tinggi di Indonesia

dalam kurun waktu 1975-1997 yang diberikan oleh lembag-lembaga donor

multilateral dapat dilihat dalam tabel ini:

Table 4 : Pendanaan Donor Multilateral untuk Pendidikan Tinggi di Indonesia (1975–1997).

Tahun Nama Proyek Donor Jumlah Yang

Dicairkan

1975 Institute Teknologi Surabaya ADB 14.500.000

1978 Politeknik IIDA 4.900.000

1979 Universitas Hasannuddin ADB 25.000.000

1981 University Development I IBRD 43.060.000

1981 Universitas Sumatera Utara ADB 26.000.000

1983 Politeknik II IBRD 106.000.000

1985 Universitas Sriwijaya ADB 37.900.000

1985 University Development II IBRD 147.000.000

1988 HEDP I IBRD 133.317.000

1988 Pendidikan Ilmu Kelautan ADB 37.900.000

1990-6 Universities Development Program ADB 114.000.000

1991 HEDP II IBRD 150.000.000

1993 Higher Education Project ADB 102.584.000

1994 University Research Graduate Educ. IBRD 38.300.000

63

Page 85: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

1996 Development of Undergraduate Education IBRD 55.750.000

1997 Quality of Undergraduate Education IBRD 55.730.000

Total: 1.091.941.000,-

Sumber: Jo Bastianes, International Assistance and State-University Relations, 2009. New York: Routledge, hal. 165

1.2 Masa Reformasi

Jatuhnya pemerintahan Orde Baru memberikan kesempatan yang lebih

luas kepada Dikti untuk mempercepat agenda reformasi pendidikan manajemen

yang lebih tinggi atau otonomi kampus. Otonomisasi kampus yang sebelumnya

telah didesak untuk dilaksanakan sejak tahun 1994 namun terhambat oleh

program sebelumnya yang masih didasarkan pada paradigma sentralistik.

Indonesia yang sejak 1995 telah menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya

semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral menjadi UU No, 7 tahun

1994. Perjanjian tersebut mengatur tata-perdagangan barang, jasa dan Trade

Related Intellectual Property Rights (TRIPS) atau hak atas kepemilikan

intelektual yang terkait dengan perdagangan.

Maka disaat-saat reformasi ini, lembaga donor asing (terutama IMF)

cenderung memanfaatkan euforia reformasi setelah jatuhnya Suharto dan

memburuknya perekonomian Indonesia dengan menerapkan paket reformasi yang

lebih luas termasuk deregulasi dan privatisasi.75 Perlindungan ekonomi dan

subsidi pemerintah dipaksa untuk dihapuskan. Program Privatisasi juga harus

diterapkan kepada BUMN monopoli dalam perbankan, pertambangan,

75 Revrisond Baswir, Bahaya Neoliberalisme, 2009, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 72.

64

Page 86: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

transportasi, pertanian, listrik, dll.76 Terkhusus untuk reformasi pendidikan tinggi,

Konferensi Dunia tentang Pendidikan Tinggi yang digelar di Markas UNESCO di

Paris pada bulan Oktober 1998, misalnya, mendesak kepada semua negara di

dunia, termasuk pemerintah mereka, parlemen dan para pengambil keputusan

lainnya untuk membangun kerangka kerja legislatif, politik dan keuangan untuk

reformasi pengembangan pendidikan tinggi.77

Tuntutan perdagangan bebas untuk sektor pendidikan juga sedang begitu

masif untuk diterapkan ke negara-negara Dunia Ketiga. Bergesernya paradigma

ekonomi dari ekonomi berbasis bahan baku menjadi ekonomi berbasis ilmu

pengetahuan (knowledge based economy)78 membuat negara-negara berkembang

didesak untuk membuka sektor-sektor jasanya. Tuntutan ini juga didukung oleh

enam negara lainnya yang telah meminta Pemerintah Indonesia untuk membuka

sektor jasa pendidikan yakni Australia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, Korea dan

Selandia Baru. Adapun sub-sektor jasa yang ingin dimasuki adalah pendidikan

tinggi, pendidikan sumur hayat, dan pendidikan vocational dan profesi. Cina

bahkan minta Indonesia membuka pintu untuk pendidikan kedokteran cina.

Pada tahun 2000, melalui WTO Indonesia telah mengikat diri dan terlibat

dalam perundingan liberalisasi perdagangan tersebut dalam kerangka Putaran

Doha. Pada putaran tersebut telah diputuskan bahwa GATS mencakup 12 bidang

76 Eko Prasetyo, Orang Miskin Dilarang. 2006, Yogyakarta: Resist Book hal. 31.77 “World Conference on Higher Education   in the Twenty-first Cent ury: Vision and Action” dokumen lengkap dapat diakses melalui http:// unesdoc.unesco.org/images/0011/001164/116428e.pdf 78 Simon Marginson dalam Global Comparisons and the Univesity Knowledge Economy menjelaskan bahwa untuk menjadi Universitas yang kompetitif di dunia global, Universitas harus mentrasformasi dirinya menjadi universitas riset yang memadukan dua nilai utama yaitu economic value dan status value. Menurut Marginson, kedua nilai ini dapat menjadi daya saing utama dalam pasar global. Lihat, Laura M. Portnoi dkk (Ed), Higher Education, Policy, And Global Competition The Phenomenon, 2010, New York: Palgrave Macmillan, hal. 29.

65

Page 87: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

jasa, termasuk pendidikan. Selanjutnya pada Putaran Hong Kong (2005) dibahas

langkah-langkah untuk meningkatkan komitmen untuk melaksanakan keputusan

Doha dengan meminta kepada masing-masing negara anggota untuk menawarkan

atau melakukan “offering” sektor-sektor yang akan diliberalisasi. Walaupun

ditentang oleh banyak pihak termasuk Forum Rektor Indonesia79, Indonesia tetap

menawarkan 5 sektor jasa, yaitu konstruksi, telekomunikasi, bisnis, angkutan laut,

pariwisata, dan keuangan. Pada Putaran Hong Kong, Indonesia telah memasukkan

lagi sektor jasa pendidikan dan menawarkan liberalisasi jasa-jasa pendidikan

berikut:80

1. jasa pendidikan menengah teknikal dan vokasional;

2. jasa pendidikan tinggi teknikal dan vokasional;

3. jasa pendidikan tinggi;

4. jasa pelatihan dan kursus bahasa;

5. jasa pendidkan dan pelatihan sepakbola dan catur.

Akhirnya, Melalui ratifikasi itu akhirnya Indonesia harus meliberalisasi

sektor pendidikannya dengan melakukan perubahan-perubahan sistemik dalam

sistem pendidikan nasional. Perombakan itu meliputi model penyediaan jasa

(termasuk pendidikan) yang telah diidentifikasikan oleh WTO, sebagai berikut81:

79 “Forum Rektor   Tolak   Liberalisasi Pendidikan ” Kliping Koran Suara Pembaharuan tanggal 1 Desember 2005 diakses melalui http://www.ui.ac.id/download/kliping/021205/Forum_Rektor_Tolak_Liberalisasi_Pendidikan.pdf 80 Prof. Dr. Sofian Effendi dalam “GATS dan Liberalisasi Pendidikan Tinggi” diakases melalui http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/Strategi-Menghadapi-Liberalisasi-Pendidikan-Tinggi.pdf pada 13 Juli 201281 N.V Varghese, Higher Education Aid: Setting Priorities and Improving effectiveness, 2010, Journal of International Cooperation in Education, Vol. 13 No. 2, hal. 190.

66

Page 88: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

1. Cross-border supply, institusi pendidikan tinggi luar negeri menawarkan

kuliah-kuliah melalui internet dan on-line degree program, atau Mode 1.

2. Consumption abroad adalah bentuk penyediaan jasa pendidikan tinggi

yang paling dominan, mahasiswa belajar di perguruan tinggi luar negeri

atau Mode 2.

3. Commercial presence atau kehadiran perguruan tinggi luar negeri dengan

membentuk partnership, subsidiary, twinning arrangement dengan

perguruan tinggi lokal, atau Mode 3.

4. Presence of natural persons, dosen atau pengajar asing mengajar pada

lembaga pendidikan lokal, atau Mode 4.

Oleh pemerintah, program peningkatkan otonomi universitas sebagai

langkah awal untuk menerapkan privatisasi pendidikan tinggi ini dianggap sejalan

semangat reformasi. Dikti sendiri melihat tuntutan privatisasi dan deregulasi

pendidikan tinggi ini sejalan program sebelumnya yakni untuk melaksanakan

reformasi dengan menerapkan paradigma baru (New Paradigm) dimana otonomi

kelembagaan dan akuntabilitas menjadi isu strategis dalam arah baru pendidikan

ini. Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan Tinggi ini diperkenalkan oleh

Dikti sebagai bagian dari tema utama KPPT-JP III [1996-2005]. Paradigma ini

menghendaki agar seluruh kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan

pendidikan tinggi harus menjadikan kualitas berkelanjutan sebagai ‘icon’- nya.

Untuk mewujudkan icon ini, terdapat empat pilar utama yang harus dibangun

dalam suatu institusi pendidikan tinggi, yaitu: sistem evaluasi (termasuk

evaluasi diri), otonomi, akuntabilitas, dan akreditasi.

67

Page 89: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Menurut paradigma baru ini, otonomi perguruan tinggi harus senafas

dengan akuntabilitas/pertanggungjawaban. Namun demikian, akuntabilitas

internal belum dianggap memadai kecuali hak masyarakat untuk memperoleh

informasi yang handal dan terpercaya mengenai penyelenggaraan, kinerja dan

hasil perguruan tinggi, diaktualisasi melalui proses akreditasi baik oleh Badan

Akreditasi Nasional (BAN) maupun lembaga eksternal lainnya yang relevan.

Paling tidak terdapat tiga konsekuensi utama dari penerapan Paradigma

Baru di atas, yaitu perubahan sistem akreditasi yang dilakukan BAN, pola

penganggaraan pendidikan tinggi negeri, dan perubahan pola perencanaan kerja

pada institusi pendidikan tinggi. Jika sebelumnya di dalam proses akreditasi,

BAN hanya mendasarkan penilaiannya pada Borang Akreditasi selain hasil

verifikasi dengan kunjungan lapangan, kini program studi yang akan

diakreditasi diwajibkan untuk menyampaikan laporan hasil evaluasi diri dan

portfolio lembaga sebagai prasyarat untuk dapat dinyatakan layak untuk

dievaluasi dalam rangka proses akreditasi.

Dalam hal penganggaran, pola lama yang nuansanya lebih banyak ke

pola alokasi berangsur-angsur digeser oleh pola kompetisi. Contoh pola

penganggaran kompetisi semacam ini adalah QUE, DUE, TPSDP, DUE-Like,

Semi- QUE, SP4, Program A1, Program A2, Program A3, Program B dan

IMHERE. Pola penganggaran semacam ini semuanya menempatkan Laporan

Hasil Evaluasi Diri sebagai landasan program-program yang akan diajukan

untuk didanai. Sistem akuntabilatasnya pun berubah dari sekedar pertanggung

jawaban legal formal keuangan menjadi pertanggungjawaban kinerja. Tujuan

68

Page 90: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

akhir dari program penganggaran semacam ini adalah pendanaan dengan

sistem block grant kepada institusi pendidikan tinggi. Walaupun demikian,

sampai saat ini sistem block grant ini belum sepenuhnya dapat diwujudkan

oleh Dikti karena masih dibutuhkan perangkat peraturan perundang-undangan

tambahan. Untuk mencapai tujuan itu, dasar hukum reformasi pendidikan tinggi

telah dikeluarkan sebelumnya oleh pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah (PP)

No 61/1999 tentang Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN).

Pada tahun 2003, dilakukan revisi UU sistem pendidikan nasional

(Sisdiknas). UU Siskdinas sebelumnya (UU Nomor 2 tahun 1989) dinilai tidak

sesuai lagi dengan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Tuntutan

otonomi daerah dan tuntutan reformasi pendidikan itu kemudian melahirkan UU

Nomor 23 tahun 2003 tentang sistem pandidikan nasional. Undang Undang No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini merinci arah kebijakan

pendidikan nasional. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa:

(i) Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan (ii) Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Acuan lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi.

Dalam PP ini disebutkan bahwa perguruan tinggi diharapkan memainkan

peran sebagai pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan tinggi serta

pemeliharaan pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi

69

Page 91: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dan/atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang penuh cita-cita luhur,

masyarakat berpendidikan yang gemar belajar dan mengabdi kepada masyarakat

serta melaksanakan penelitian yang menghasilkan manfaat yang meningkatkan

mutu kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara.

Atas dasar UU Sisdiknas yang baru inilah, terkhusus untuk pendidikan

tinggi, kemudian dijabarkan ke dalam sebuah Rencana Strategi Pendidikan Tinggi

Jangka Panjang (2003–2010) atau Higher Education Long Term Strategy

(HELTS) disusun oleh Dikti. HELTS 2003-2010 ini difokuskan pada penguatan

kualitas, akses yang adil, dan otonomi dengan mengkonsolidasikan Paradigma

Baru dan bergerak menuju sistem pendanaan berbasis kinerja. Secara singkat

tujuan utama dari HELTS adalah:82

1. Meningkatkan daya saing bangsa

2. Universitas otonomi dan desentralisasi

3. Meningkatkan kesehatan organisasi universitas

Seperti telah diuraikan di atas, dalam paradigma baru pendidikan ini,

pendekatan yang dilakukan untuk pengembangan kapasitas perguruan tinggi telah

pula mengalami pergeseran dari pendekatan investment based program menjadi

pendekatan outcome based program yang dirancang dalam suatu competitive

funding mechanism. Permasalahan disparitas kualitas perguruan tinggi yang

cukup besar sebagai akibat dari pendekatan sentralistik di masa Orde Lama, juga

telah dipertimbangkan dalam mekanisme pendanaan kompetitif tersebut dengan

sistem tiered competition. Adapun jumlah perguruan tinggi di era reformasi ini

82 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Strategi Pendidikan Tinggi Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 2003 – 2010: Mewujudkan perguruan tinggi berkualitas, 2004. Jakarta: Dikti

70

Page 92: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

terus meningkat. Hingga tahun 2004, jumlah perguruan tinggi di Indonesia telah

mencapai angka 2235 perguruan tinggi dengan berbagai bentuknya.

Tabel 5 : Jumlah PT untuk masing-masing bentuk perguruan tinggi

No. Bentuk Perguruan Tinggi PTN PTS

1. Politeknik 25 892. Akademi -- 7153. Sekolah Tinggi -- 10434. Institut 10 435. Universitas 46 345

Jumlah 81 2235

Sumber: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Strategi Pendidikan Tinggi Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 2003 – 2010: Mewujudkan perguruan tinggi berkualitas, 2004. Jakarta: Dikti, hal. 13

Akan tetapi, peningkatan kuantitas perguruan tinggi ini tidak berbanding

lurus dengan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia. Tahun 2001

hingga tahun 2005 angka partisipasi hanya berkisar antara 14,9 % hingga 16,9 %.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1: Tren tingkat partisipasi tersier kasar di institusi-institusi pendidikan publik dan swasta, 2001-2008.

71

Sumber: Modul Inti SUSENAS 2001-2008 dalam Naskah Kebijakan Bank Dunia, Indonesia: Pembiayaan Pendidikan Tinggi. 2010. Jakarta: Bank Dunia, hal. 1

Page 93: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Kesenjangan akses, kuantitas, dan kualitas inilah yang menjadi fokus

utama Untuk mengatasi tantangan dan masalah-masalah pendidikan tersebut,

pemerintah banyak melakukan kerjasama bantuan dan kebijakan dengan Bank

Dunia. Baik dalam hal reformasi sistem pendidikan maupun pelaksanaan

operasional dalam bentuk technical assistance. Bank dunia memiliki pengaruh

dan andil besar dalam mendorong restrukturisasi pendidikan Indonesia. Adapun

hal ini akan dibahas lebih dalam pada bagian selanjutnya.

2. Kiprah Bank Dunia dalam Pendidikan Tinggi Indonesia

2.1 Mekanisme dan Jenis Bantuan Bank Dunia

Bank Dunia merupakan badan publik internasional yang dimiliki dan

diatur oleh negara-negara anggotanya. Walaupun sering hanya disebut sebagai

“Bank Dunia”, sebenarnya Bank Dunia bukanlah sebuah organisasi keuangan

tunggal yang berdiri sendiri, melainkan terdiri lima perpanjangan tangan yang

terpisah yang disebut Kelompok Bank Dunia atau The World Bank Group. Dua

dari tangan tersebut, The International Bank for Reconstruction and Development

(IBRD) - Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan; serta The

International Development Association (IDA)- Asosiasi Pembangunan

Internasional – bekerja dengan pemerintah negara-negara. Kedua bank inilah yang

secara umum dikenal sebagai “the World Bank” atau “Bank Dunia”. Kedua

tangan lainnya - the International Finance Corporation (IFC)- Kerjasama

72

Page 94: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Keuangan Internasional; dan the Multilateral Investment Guarantee Agency

(MIGA)- Lembaga Penjamin Investasi Multilateral – yang secara langsung

memberikan dukungan terhadap bisnis swasta yang ada di negara-negara

berkembang dan negara transisi. Sementara, tangan kelima adalah the

International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) – Pusat

Penyelesaian Sengketa Investasi Internasional-, yang menjadi ajang arbitrase jika

terjadi sengketa antara investor asing dan pemerintah. Kelompok Bank Dunia ini

setiap tahunnya menyediakan milyaran dolar AS untuk pinjaman, hibah, dan

macam-macam bantuan keuangan dan teknis kepada pemerintah dan perusahaan-

perusahaan swasta di Afrika, Asia, Timur Tengah, Amerika Latin, serta Eropa

Timur. Aktivitas Kelompok Bank Dunia ini mempengaruhi undang-undang dan

peraturan, anggaran pemerintah, serta keputusan-keputusan investasi sektor

swasta di negara-negara diseluruh dunia83 karena pada prinsipnya, Bank Dunia

adalah agen regulasi ekonomi global berbentuk bank dan memberikan pinjaman

(dengan berbagai syarat), bukan pemberi donor.84

Sejak berdirinya pada tahun 1946, Bank Dunia telah menjadi “sebuah

lembaga konservatif yang mendanai infrastruktur dan investasi dasar lainnya di

negara-negara kurang berkembang."85 Sejak 1968, ketika Robert McNamara

menjadi Bank Presiden, telah tertarik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi

melalui investasi modal. Investasi pendidikan bukanlah wilayah investasi yang

83 Bank Information Center toolkit for activist, hal. 1-2 diakses melalui http://www.bicusa.org/toolkit 84 Peran Bank Dunia sebagai Bank dan agen kapitalisme global dijelaskan dalam Carlos Torres, Education and Neoliberal Globalization, 2009, New York: Routledge, hal. 30-33.85 James Bovard, “The World Bank and the Impoverishment of Nations” dalam Doug Bandow dan Ian Vásquez (editors) melalui Carlos Torres, Education and Neoliberal Globalization, 2009, New York: Routledge, hal. 30.

73

Page 95: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

paling penting dari Bank Dunia, khususnya jika dibandingkan dengan, misalnya,

investasi di bidang infrastruktur.86

Dalam menjalankan kerjasama bantuan, biasanya negara peminjam

mengajukan proposal bantuan Bank dunia yang berisi usulan proyek-proyek. Di

sisi lain, Bank Dunia mempunyai prioritas sendiri, yang dapat terlihat dari

strategi-strategi sektor, negara dan regional. Kertas Strategi Pengurangan

Kemiskinan/The Poverty Reduction Strategy Paper (PRSP), disiapkan oleh

pemerintah dari miskin atau berkembang dengan inisiatif dari Bank Dunia, yang

menggambarkan target jangka pendek pengurangan angka kemiskinan negara

terkait. Strategi Bantuan Bank Dunia (Bank’s Country Assistance Strategy (CAS))

atau yang setara dengannya, menggambarkan rencana aktifitasnya di negara-

negara tertentu selama lebih dari 3-5 tahun.

Negara pemberi pinjaman yang tergabung dalam Dewan Direktur Bank

Dunia harus memiliki jaminan bahwa kepentingan mereka dapat tercapai melalui

kerja-kerja Bank Dunia. Apa yang terjadi di negara-negara peminjam (recipient)

adalah hasil dari interaksi berbagai kepentingan ini. Bank Dunia selalu

menyatakan bahwa semua proyek yang didukungnya di sebuah negara selalu

diminta oleh pemerintah yang bersangkutan atau dihasilkan dari visi

pembangunan negara tersebut. Namun kenyataannya, pemerintah negara

peminjam dan/atau publik seringkali tidak memiliki pengaruh yang cukup atas

penyusunan dokumen kunci strategis yang menjadi pedoman Bank Dunia di

86 Perubahan dramatis terjadi pada periode Robert McNamara sebagai presiden Bank Dunia khususnya terkait pada kebijakan sektor pendidikan. McNamara membuka pinjaman yang lebih untuk sektor pendidikan. McNamara melihat pendidikan sebagai faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan, lihat bab “Education in the McNamara years 1968-80” dalam Phillip W. Jones, World Bank Financing of Education, 2007, New York: Routledge, hal. 78-122

74

Page 96: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

negaranya. Begitupun, pengaruh masyarakat sipil pada substansi dokumen-

dokumen kebijakan seperi PRSP dan CAS sangat terbatas. Padahal implementasi

kebijakan strategis Bank Dunia, melalui riset dan analisa, investasi proyek, serta

pinjaman untuk perubahan kebijakan, sangat mempengaruhi kebijakan pemerintah

serta agenda dari donor lain.87

Dalam kerja-kerjanya Bank Dunia memberikan bantuan dalam berbagai

jenis pinjaman. Secara sederhana, Bank Dunia memakai bentuk-bentuk formal

pinjaman, seperti:88

a. Perjanjian Pinjaman (Loan Agreement)

Perjanjian ini diadakan antara dua pihak debitur (peminjam) dengan

pihak kreditur (Bank Dunia) dimana Bank Dunia telah menyetujui

pinjamannya.

b. Perjanjian Jaminan (Guarantee Agreement)

Perjanjian ini diadakan oleh Bank dengan negara anggota dimana negara

anggota tersebut telah menyetujui untuk memberikan jamin atas

pinjaman dari Bank Dunia.

c. Perjanjian Proyek (Project Agreement)

Perjanjian ini diadakan antara Bank Dunia dengan pelaksana dariproyek

yang dibiayai oleh Bank Dunia dimana si pelaksana tadi bukanlah si

peminjam.

d. Perjanjian Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement)

87 Ibid, hal. 12.88 Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum Internasional. 2009, Jakarta: Sofmedia, hal. 172.

75

Page 97: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Perjanjian ini diadakan apabila negara peminjam meminjamkan lagi

pinjamannya tersebut kepada pihak lain, misalnya Pemerintah Pusat

meminjamkan dana pinjaman yang diperoleh dari Bank Dunia kepada

Pemerintah Daerah, Badan Usaha milik Negara, untuk melaksanakan

proyek yang telah dibiayai oleh Bank Dunia.

e. Surat Penjelasan (Suplementary Letters)

Surat penjelasan ini kadang-kadang diperlukan untuk melengkapi

perjanjian-perjanjian di atas, sehingga karena sifatnya merupakan

penjelasan pelengkap bagi perjanjian.

f. Pengaturan Kontrak Tambahan (Additional Contractual Agreement)

Kadang-kadang dibutuhkan suatu pengaturan tambahan yang diperlukan

untuk mengatur masalah-masalah khusus, misalnya: pengaturan

pinjaman, seperti pembuatan akte notaris dan cara pembayaran.

g. Dalam hal tertentu, mungkin adanya suatu kontrak yang sangat kompleks

antara pemerintah dan pihak swasta sebagai pelaksana proyek yang

dibiayai oleh Bank Dunia. Bank Dunia di sini akan ikut mengawasi,

walaupun bukan sebagai pihak dalam kontrak yang demikian, namun

Bank Dunia berkepentingan dalam hubungannya dengan pinjaman yang

diberikan. Bank Dunia perlu memberikan persetujuan atas kontrak yang

sedemikian ini.

76

Page 98: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

2.2 Sejarah Bantuan Bank Dunia untuk Pendidikan Tinggi di Indonesia

Pada bulan Februari 1967 di Amsterdam sejumlah negara dan lembaga

donor sepakat membentuk Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI)

dibawah pimpinan Belanda. Forum inilah yang selama lebih dari 30 tahun

kemudian menjadi tumpuan utama bantuan luar negeri Pemerintah Indonesia

untuk menutup defisit anggaran. Selain itu, seiring dengan bergabungnya kembali

Indonesia ke PBB, Indonesia juga bergabung ke IBRD, IDA, IMF dan ADB.

Pada awal 1968, Bank Dunia telah membuka perwakilannya di Jakarta.

Dengan pembukaan perwakilan ini, Bank telah memposisikan dirinya secara

strategis untuk memfasilitasi dialog kebijakan makroekonomi yang luas dengan

pemerintah Indonesia, yang akan segera ditindaklanjuti di berbagai sektor dan sub

sektor kegiatan Bank. Di awal kerjasama ini, dimulai dialog tentang perencanaan

pendidikan nasional (selanjutnya membahas tentang perencanaan pendidikan

tinggi) dan peluang pinjaman serta bantuan yang dapat dilakukan oleh kedua

pihak. Dalam perkembangannya, tercapai kesepakatan yang lebih luas antara

officer senior dialog di Bank dan di birokrasi Indonesia (yaitu BAPPENAS,

Departemen Keuangan, dan Depdikbud), bahwa pendidikan merupakan sektor

kunci dalam pembangunan negara ekonomi dan sosial. Kemudian kegiatan hulu di

tingkat sub-sektor (misalnya dalam pendidikan tinggi) pada dasarnya akan

membangun konsensus dasar yang disepakati ini.

Selanjutnya, dialog dilanjutkan dengan pemahaman awal bersama

pemerintah tentang apa peran dan ambisi Bank Dunia terhadap kondisi pendidikan

77

Page 99: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

di Indonesia.89 Bahkan sebelum bantuan pendidikan dari negara-begara donor lain

masuk ke Indonesia, Bank Dunia telah menyatakan bahwa fokus Bank Dunia

tidak hanya pada investasi atau “perpindahan uang”, tetapi juga akan berusaha

untuk memainkan peran utama dalam bidang-bidang yang lebih spesifik seperti

manajemen pendidikan, bantuan teknis, dan analisis sektor pendidikan.

Keterlibatan lebih Bank Dunia dalam bidang pendidikan ini di dasarkan pada

pemikiran tentang masalah-masalah mendasar dalam pendidikan, misalnya

pendanaan publik (yaitu argumen kurangnya alokasi dana untuk pendidikan),

akses pendidikan (ketidakadilan dan ketidakmerataan pembangunan) dan perlunya

perencanaan, manajemen, dan koordinasi yang lebih baik (peningkatan efisiensi).

Keterlibatan dan kepentingan Bank Dunia dalam sektor pendidikan ini terlihat

dari alokasi dana bantuan untuk sektor pendidikan yang menempati posisi ketiga

setelah investasi dalam di sektor infrastruktur dan pertanian seperti yang nampak

pada table berikut:

Tabel 6 : Distribusi sektor pendanaan Bank Dunia, Tahun Fiskal 1969-1998

SektorUS $ M % % % %1969-98 1969-98 1969-79 1980-89 1990-98

InfrastrukturPertanianPendidikan/Kesehatan, Nutrisi & PopulasiUrban/Sanitasi suplai air bersihSektor Keuangan

10,1964,8803,301

2,624

1,818

40,219,2

13

10,4

7,2

36,934,87,3

6,1

6,6

34,324,71,6

6,6

10,4

46,99,516

15,1

4,2

89 Jo Bastianes, International Assistance and State-University Relations, 2009. New York: Routledg, hal. 46.

78

Page 100: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Program Perubahan/AdjusmentLainnya

1,200

1,351

4,7

5,3

--

8,3

8,7

3,7

2,2

6,1

Total 25,370 100 100 100 100

Sumber : World Bank Brief on Indonesia, www.worldbank.org/eap dalam Kurnya Roesad, ODA in Indonesia: A Preliminary Assessment, 2001, Economics Working Paper Series.

Bank Dunia kemudian menyelenggarakan survei pendidikan pertama pada

tahun 1973, pada saat pemerintah Indonesia mengantisipasi ekspansi yang

signifikan dari investasi pemerintah di sektor sosial. Laporan yang juga

memberikan penilaian yang komprehensif dari sistem pendidikan, dan

menyarankan garis besar program investasi sebagi masukan bagi REPELITA II,

(1974-1979). Dalam laporan tersebut, Bank Dunia mendiagnosa inefisiensi yang

ada (tingkat drop out yang tinggi, duplikasi program dan fasilitas, kurangnya

koordinasi antar fakultas dan lembaga induk) hingga sampai pada kesimpulan

bahwa "banyak sumber daya yang dihabiskan untuk pendidikan tinggi yang

terbuang".90

Dengan pendekatan itu kemudian, Bank Dunia mulai menjalankan strategi

dan proyek pendidikannya dalam pendidikan tinggi Indonesia. Di sisi lain,

pemerintah Indonesia juga memiliki agenda dan tujuan pendidikannya. Hasil dari

pertemuan kepentingan ini akhirnya mempengaruhi hubungan struktural antara

negara dan universitas. Sejalan dengan semakin kuatnya tuntutan untuk reformasi

dan otonomisasi (yang dapat dilihat dari arus otonomi daerah pasca reformasi),

hubungan antara sentraliasasi negara dan universitas mencapai titik perubahan

90 World Bank, Indonesia Education Sector Survey Report. 1975. Washington D.C ; World Bank, hal. 60.

79

Page 101: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

yang ekstrim ketika diterapkannya “Paradigma Baru” pendidikan tinggi. Dimana

kontrol negara telah digeser menjadi mekanisme pengambilan keputusan yang

terdesentralisasi. Secara lebih jelas, kronologi tarik menarik kebijakan antara

pemerintah dan Bank Dunia dalam hubungannya dengan hubungan kontrol negara

pada pendidikan tinggi dapat dilihat dalam tabel kronologi berikut:

Tabel 7 : Strategi Bank Dunia dalam Pendidikan Tinggi Indonesia dan pengaruhnya terhadap hubungan antara Negara dan universitas.

Periode Strategi dan Proyek Bank Dunia

Pengaruh Terhadap Hubungan Negara

dan Universitas

Agenda dan Tujuan

Pemerintah1975-84 Manpower Planning

- Untuk mendirikan politeknik baru atau perluasan fasilitas pendidikan tinggi bagi institusi-institusi terpilih (Proyek Pengembangan Universitas)

- Untuk meningkatkan perencanaan dan manejemen antara pusat (Dikti) dan tingkat institusi

Kontrol negara:

- Perluasaan keterjangkauan pendidikan (membuka lembaga-lembaga baru)

- Meningkatkan anggaran pendidikan

- Menstadarisasi koordinasi dan regulasi

Berusaha untuk mensentralisasi perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat universitas

Perluasan untuk pemerataan

- Pembangunan institusi baru (termasuk Universitas Terbuka)

- Ketersediaan sumberdaya (pemasukan dari minyak)

Perencanaan sentralistik (sistem kebijakan tunggal)

- REPELITA II dan III

- Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi (Higher Education Development Plan) pertama (1975-85)

Standarisasi di tingkat institusi

- Peraturan No. 5 tahun 1980

80

Page 102: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

1985-94 Institutional Capacity Building

- investasi pengembangan kapasitas nasional untuk dosen dan penelitian di sektor-sektor strategis (UDP II)

-investasi dalam peningkatan kualitas input (HEDP)

- diversifikasi sumber daya (HEDP)

- perencanaan dan manajemen capacity building di tingkat pusat dan daerah (HEDP, UDP, Politeknik)

- kebutuhan untuk tenaga kerja terlatih (S & T Project)

Kontrol langsung negara yang kurang:- Meningkatnya

Sumber daya terdiversifikasi

- Pengurangan biaya pendidikan secara nyata

- Pemisahan-pemisahan institusi

Peran baru negara:- Menumbuhkan

kompetisi dan selektifitas

- Mendorong pendapatan

- Mendukung pembangunan sektor swasta

- Manajemen dan sistem informasi

Di tingkat institusi- dekosentrasi

Consolidation (investasi pada kualitas input)

- stabilisasi populasi mahasiswa di universitas negeri dan pertumbuhan universitas swasta yang pesat

- dukungan untuk penelitian dan teknologi

- Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi (Higher Education Development Plan) kedua (1968-1995)

Pengetatan anggaran- Pengurangan

anggaran pendidikan

Pelegitimasian otonomi financial institusi (HED)

- Undang-Undang pendidikan dasar

- Peraturan No. 30 tentang otonomi financial

1995-98+

Strategi desentralisasi- Peningkatan

otonomi lembaga sebagai cara untuk mengembangkan kualitas dan relevansi

- Peningkatan

Pengawasan negara:

- Pembentukan badan perantara yang bersifat semi-otonom untuk akreditasi, evaluasi, seleksi, dan kebijakan

“Paradigma Baru”(reformasi manajemen)

Menyarankan peningkatan otonomi dengan tujuan berikut:

81

Page 103: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

respon lembaga secara eksternal (akuntabilitas) dan internal (partisipasi dan kepemilikan)

- Peningkatan selektifitas dalam keterjangkauan dan pendanaan publik melalui mekanisme kompetisi dan pendanaan alternatif

- Untuk menfasilitasi rencana desentralisasi universitas

- Untuk menfasilitasi mekanisme penjamin mutu yang independen dan transparan

Proyek kunci: URGE/DUE/QUE

- Selektifitas melalui kompetisi, hibah, dan pendanaan yang sesuai

- Otonomi ‘dalam sistem hirarkis’ (Rencana Jangka Panjang)

- Mendayagunakan kerangka kerja peraturan

Di tingkatan institusi:- Perencanaan yang

tersentralisasi- Ketegangan antara

keinginan untuk desentralisasi dan sentralisasi

- Meningkatkan kualitas (performance yang lebih baik)

- Membuat universitas lebih akuntabel

- Meningkatkan efisiensi

- Memperkuat manejemen institusi

- Keseimbangan yang lebih baik antara universitas lokal dan global

- Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi (Higher Education Development Plan) ketiga (1996-2005)

- Memperkenalkan proyek ‘DUE-like’ dan ‘QUE-like’.

Sumber: Jo Bastianes, International Assistance and State-University Relations, 2009. New York: Routledg, hal.50.

Pada periode HEDP ketiga, Bank Dunia mulai mendorong strategi

desentralisasi institusi pendidikan tinggi. Dengan strategi peningkatan otonomi

lembaga sebagai cara untuk mengembangkan kualitas dan relevansi juga mulai

mengusulkan penerapan mekanisme pembiayaan yang berbeda dari sebelumnya.

Mekanisme yang sebelumnya didasarkan pada investment sementara dalam

mekanisme yang baru ini, memakai mekanisme hibah kompetisi. Dalam artian

bahwa setiap perguruan tinggi hanya akan diberikan bantuan sesuai dengan

82

Page 104: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pencapaian prestasi dan output yang dihasilkannya. Mekanisme ini kemudian

dikenal dengan mekanisme pendanaan kompetitif.

Secara historis, mekanisme pendanaan kompetitif untuk perguruan tinggi

ini pertama kali diterapkan di Amerika Serikat pada tahun 1980 oleh National

Science Foundation dan di Inggris pada tahun 1990 oleh Dewan Pendanaan

Universitas. Maka melalui program University Research for Graduate Education

(URGE) Bank Dunia memperkenalkan mekanisme hibah kompetisi ini pada tahun

1994. Proyek ini diterapkan pada perguruan tinggi yang melaksanakan program

pascasarjana. Meskipun proyek bantuan URGE memiliki dampak pada penguatan

kapasitas individu atau riset, namun oleh Bank Dunia proyek ini dilihat tidak

memiliki efek pada pengembangan sumber daya manusia dan relevansi program

studi. Oleh karenannya pada tahun 1996, diluncurkan proyek hibah kompetitif

khusus untuk program studi melalui proyek Development of Undergraduate

Education (DUE). Mekanisme kompetitif ini dijalankan dengan prinsip-prinsip

sebagai berikut:91

1. Persaingan

Prinsi utama dari skema pendanaan yang kompetitif adalah persaingan.

Untuk itu maka Bank Dunia dan Pemerintah menawarkan jumlah hibah

yang jauh lebih kecil dari jumlah institusi yang bersaing dalam kompetisi.

Adapun umlah hibah yang ditawarkan tidak boleh melebihi 20% dari

jumlah peserta. Jumlah pelamar yang memenuhi syarat harus kurang dari

91 M. K. Tadjudin, Competitive funding as a tool of improving higher education management, diakses melalui http://portal.unesco.org/pv_obj_cache/pv_obj_id_666A6A45E155BC829D491155D515A81B4E990100/filename/M_K_Tadjudin.pdf pada 7 Juli 2012.

83

Page 105: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

jumlah hibah yang ditawarkan. Jumlah hibah yang lolos juga harus

dikurangi kemudian jumlah sisa dana dapat ditambahkan ke tahun

berikutnya.

2. Memiliki tujuan yang spesifik

Dalam skema hibah kompetitif ini, setiap program harus memiliki tujuan

tertentu yang harus dijelaskan dalam pedoman pengajuan proposal. Tujuan

ini juga harus dijelaskan dalam indikator kinerja yang harus dicapai oleh

penerima hibah di akhir proyek.

3. Otonomi dan desentralisasi

Penerima hibah dituntut untuk bertanggung jawab dan akuntabel dalam

melaksanakan proyek. Untuk tujuan ini maka strategi otonomi dan

desentralisasi dalam pendidikan tinggi dianggap menjadi sebuah

keharusan untuk arah kebijakan nasional.

4. Konsistensi dalam pelaksanakan kebijakan

Untuk menjaga nuansa persaingan, maka ketika dana kompetitif dipilih

sebagai kebijakan, maka kebijakan ini dilakukan secara konsisten.

Konsistensi ini diharuskan agar penerima calon tidak kehilangan minat

dan motivasi untuk mengajukan permohonan hibah kompetitif. Jika

penerima calon yang menulis proposal untuk 500 juta rupiah pada saat

yang sama juga mendapat alokasi 1 milyar rupiah tanpa harus menulis

proposal dan akan melalui proses kompetitif yang sulit, ia akan kehilangan

minat dan motivasi untuk selanjutnya.

5. Kompetisi berjenjang

84

Page 106: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Motivasi untuk berpartisipasi dalam kompetisi dapat dipertahankan jika

ada kesempatan yang wajar untuk menang. Karena tingkat variasi dalam

pengembangan Perguruan Tinggi di Indonesia cukup tinggi, perguruan

tinggi yang sebanding harus ditempatkan dalam satu kelompok atau tier.

Hal ini dilakukan untuk menciptakan kompetisi yang dianggap “setara”

antara lembaga-lembaga sejenis, dan lembaga lemah tidak merasa “kalah

sebelum berperang”.

6. Proses seleksi yang objektif

Integritas pelaksana dalam proses seleksi sangat penting dalam skema

pendanaan yang kompetitif. Proses seleksi dituntut untuk dilaksanakan

secara transparan dan akuntabel. Proses seleksi harus menjadi proses peer

review. Informasi tentang “penilai” harus dirahasiakan sampai periode

kunjungan lapangan. Setiap proposal yang ikutkan dalam hibah kompetisi

harus mendapatkan komentar “penilai” sehingga peserta tahu ada

kelemahan dan mampu untuk melakukan perbaikan.

7. Evaluasi dan monitoring

Setelah pemenang kompetisi diumumkan evaluasi periodik dan proses

pemantauan harus ditetapkan. Evaluasi berkala merupakan mekanisme

umpan balik jangka pendek digunakan untuk menentukan apakah proyek

tersebut dapat dilanjutkan atau harus dihentikan atau perubahan harus

dilakukan untuk meningkatkan kinerja proyek.

85

Page 107: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

8. Insentif dan disinsentif

Penerima hibah diberikan insentif untuk dapat mengambil bagian dalam

skema pemberian hibah yang lebih bergengsi dan penempatan kategori ke

tingkat yang lebih tinggi. Selain insentif, mekanisme hukuman atau

disentif juga diberikan jika proyek tidak berjalan dengan baik. Dalam

tingkatan tertentu, hukuman ini dapat berupa mengakhiri hibah.

Prinsip-prinsip inilah yang kemudian mendasari mekanisme pemberian

hibah. Pada prakteknya, mulai tahun 1996 hingga sekarang Dikti dan Bank Dunia

telah menggunakan mekanisme ini dalam proyek-proyek pendanaan pendidikan

tinggi di Indonesia. Selama periode 1996 hingga 2004, Bank Dunia dan Dikti

menerapkan mekanisme hibah kompetisi ini ke dalam enam proyek besar untuk

pendidikan tinggi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi

institusi (proyek DUE, QUE, DUE-like, TPSDP) serta untuk menciptakan

peningkatan kapasitas internal (seperti pada proyek Semi-QUE dan SP4). Tabel

dibawah ini menjelaskan secara detail tujuan, pelaksana, dan besar pendanaan dari

kelima proyek tersebut.

Tabel 8 : Skema pendanaan kompetitif dari tahun 1996.

Proyek Tahun Tujuan Penerima Hibah

Institusi yang berpatisipasi

Dana Maksimal

Sumber Dana

DUE 1996-2002

Kualitas lulusan, efisiensi

Perguruan Tinggi/Program Studi

Cenderung diikuti oleh Pendidikan Tinggi Indonesia yang lemah

10 Juta Dollar AS / 5 tahun

Bank Dunia & Dikti

QUE 1997-2003

Kualitas lulusan, efisiensi

Program Studi

Kompetisi bebas

1,8 Juta Dollar AS/ 5

Bank Dunia &

86

Page 108: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

tahun Dikti

DUE-like1999-2005

Kualitas lulusan, efisiensi

Perguruan Tinggi/Program Studi

Institusi setingkat

Rp. 15 Miliyar / 5 tahun

Dikti

Semi-QUE 1999-2005

Kapasitas internal

Perguruan Tinggi/Program Studi

Perguruan tinggi negeri dan swasta yang setingkat

Rp. 500 juta / 2 tahun

Dikti

TPSDP 2001-2007

Kualitas lulusan, efisiensi

Program Studi

Perguruan tinggi negeri dan swasta yang setingkat

1,3 Juta Dollar / 4 tahun

Bank Dunia & Dikti

Sistem Penda-naan dan Perenc-anaan Program (SP4)

2003-2006

Kapasitas internal, manajemen

Perguruan Tinggi/Departemen

Perguruan Tinggi negeri

Rp. 500 juta / 2 tahun

Dikti

Sumber: M.K. Tadjudin, "Competitive funding as a tool of improving higher education management" diakses melalui http://portal.unesco.org/pv_obj_cache/pv_obj_id_666A6A45E155BC829D491155D515A81B4E990100/filename/M_K_Tadjudin.pdf

Di tahun 2004, ketika evaluasi Bank Dunia terkait kapastitas internal telah

menunjukan hasil yang cukup relevan, maka skema pendanaan kompetitif dan

tujuan pendanaan diarahkan pada penciptaan peningkatan kualitas, efisiensi

eksternal, dan persaingan universitas dalam skala global. Dikti menerapkan skema

Hibah Kompetisi dengan program-program studi dan departemen sebagai target

pendanaan. Total dana Rp. 9,5 Milyar digelontorkan oleh Dikti yang

dikompetisikan kepada universitas negeri dan swasta yang “selevel”.

Sesuai dengan prinsip kompetisi yang telah dijabarkan sebelumnya, untuk

menciptakan sistim persaingan yang “setara” maka program ini pun dibagi

beberapa level. Terdapat level kompetisi A-1 (untuk peningkatan kapasitas

87

Page 109: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

internal, otonomi, dan kesehatan organisasi), A-2 (untuk peningkatan efisiensi

kualitas lulusan), A-3 (untuk peningkatan efisiensi eksternal departemen/program

studi), dan tipe B (untuk departemen/program studi yang sudah siap untuk

bersaing di pasar global). Selanjutnya sejak tahun 2006, Dikti dan Bank Dunia

menggelontorkan program IMHERE (Improvement of Management and Higher

Education Reform) sebagai instrument finansial dalam proses transisi ke otonomi

universitas yang sepenuhnya. IMHERE ini yang kemudian melahirkan perubahan

sangat fundamental dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia termasuk arah dan

pola penyelenggaraan.

Secara singkat skema pendanaan kompetitif dalam pendidikan tinggi di

Indonesia yang dijalankan oleh Dikti dan Bank Dunia sejak tahun 2006 dapat

dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 9 : Skema pendanaan kompetitif sejak tahun 2006

Proyek Tahun Prog Tujuan Penerima Hibah

Institusi yang berpatisipasi

Dana Maksimal

Sumber Dana

IMHERE(Improvement of Management and Higer Education Reform)

Sejak 2006

B-1 Social Responsibility & Institutional strategic Plan

PT/Program Studi

Berjenjang untuk PTN dan PTS

$2 M / 3 tahun

Bank Dunia /Dikti

B-2A Transisi menuju universitas yang otonom

Perguruan Tinggi

PT yang telah otonom (BHMN)

$0.5 M / 2-3 tahun

Bank Dunia /Dikti

B-2B Membangun sistem pendanaan berbasis prestasi

PT/Program Studi

PT yang telah otonom (BHMN)

0.75 M / 1-2 tahun

Bank Dunia /Dikti

PHK-I (Program

Sejak 2007/

Efisiensi internal &

Perguruan Tinggi

Berjenjang untuk PTN dan

Rp 308 / 3 tahun

Dikti

88

Page 110: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Hibah Kompetisi)

2008 external, kualitas lulusan, performa institusi

PTS

Sumber: M.K. Tadjudin, "Competitive funding as a tool of improving higher education management" diakses melalui http://portal.unesco.org/pv_obj_cache/pv_obj_id_666A6A45E155BC829D491155D515A81B4E990100/filename/M_K_Tadjudin.pdf

Sesuai dengan fokus penelitian ini, seperti disebutkan dalam Operasional

Procedure Management (OPM) IMHERE dengan kode Development Credit

Agreement No: 4077-IND and Loan Agreement No: 4789-IND, bahwa program

IMHERE ini bertujuan untuk “menciptakan lingkungan yang kondusif bagi

pertumbuhan perguruan tinggi negeri yang otonom dan akuntabel, dan

mengembangkan mekanisme pendukung yang efektif untuk meningkatkan

kualitas, relevansi, efisiensi dan kesetaraan pendidikan tinggi”. Proyek IMHERE

ini sebelumnya bernama Higher Education for Competitiveness Project (HECP).

IMHERE merupakan program Dikti yang pendanaannya sebagian dibiayai

melalui pinjaman (Loan) dari Bank Dunia baik dari dana IBRD maupun dana dari

IDA. Sesuai dengan Loan Agreement (IBRD) no. 4789-IND dan Develeopment

Credit Agreement (IDA) no. 4077-IND schedule 4. Secara struktural, Direktur

Jenderal Dikti bertanggungjawab penuh terhadap seluruh implementasi proyek di

lingkungan Direktorat Jenderal Dikti, Departemen Pendidikan Nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut program IMHERE dijalankan melalui

lima kegiatan proyek dengan lima indikator utama. Indikator ini sebagai

parameter utama dalam mengukur keberhasilan misi bantuan Bank Dunia yang

digulirkan melalui proyek ini, yakni:

89

Page 111: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

1. Rancangan Undang-Undang mengenai Badan Hukum Pendidikan (BHP)

disetujui pada tahun 2010; hal ini ditujukan untuk memberikan landasan

yang kuat bagi peletakan struktur legal fundamental dan kerangka

peraturan yang menyeluruh untuk mendukung pelaksanaan otonomi

institusi pendidikan tinggi.

2. Pada tahun 2010, Sistem Informasi Nasional Pendidikan Tinggi (SINPT)

dapat melaksanakan dan melaporkan secara regular tracer study terhadap

lulusan; SINPT ini bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisa, dan

mendiseminasikan data yang menjangkau semua lulusan perguruan tinggi.

3. Pada tahun 2010, akreditasi institusi harus sudah dapat diberikan kepada 5

persen dari keseluruhan perguruan tinggi (negeri dan swasta); ini

menunjukkan pengembangan dan penerapan standar dan prosedur baru

bagi akreditasi institusi oleh BAN-PT telah berhasil di bangun.

4. Pada tahun 2010 terdapat 5 PT BHMN yang memperoleh unqualified

opinion terhadap laporan keuangannya dari akuntan publik. Indikator ini

akan digunakan sebagai bukti bahwa PT BHMN telah berhasil

memperkuat kemampuan pengelolaan keuangan yang sangat diperlukan

untuk melaksanakan otonomi.

5. Evaluasi yang komprehensif terhadap mekanisme pendanaan berdasarkan

line item, hibah kompetisi, dan kontrak berbasis kinerja dapat diselesaikan

pada tahun 2010. Melalui sistem evaluasi ini pemerintah diharapkan dapat

menetapkan kebijakan pendanaan pendidikan tinggi berdasarkan fakta

yang solid.

90

Page 112: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Indikator-indikator ini kemudian dipecah menjadi dua komponen utama,

yaitu: (1) Reformasi sistem pendidikan tinggi dan (2) Hibah untuk meningkatkan

kualitas akademik dan kinerja perguruan tinggi. Dengan total dana US$

98,267.000, investasi dan kegiatan yang dilakukan dalam proyek ini tentunya

membawa perubahan yang lebih komprehensif dan mendasar dibandingkan

dengan yang pernah diusulkan sebelumnya.

3. Implementasi Proyek IMHERE di Indonesia

Bantuan luar negeri dalam proyek IMHERE ini tergolong Pinjaman

Program (Programme Aid), karena dana pinjaman ini ditujukan untuk tujuan

umum pendidikan yang menyangkut 2 tujuan utama yakni:

1. Reformasi sistem pendidikan tinggi,

2. Hibah untuk meningkatkan kualitas akademik dan kinerja perguruan tinggi

Dana IMHERE berasal dari dana IBRD (dengan Loan Agreement (IBRD) no.

4789-IND) dan dana IDA melalui Develeopment Credit Agreement no. 4077-IND

schedule 4. IBRD menanggung 50 Juta Dollar AS sementara IDA memberikan

kredit pembangunan sebanyak 30 juta Dollar AS dengan perincian sebagai

berikut:

Tabel 10: Data Pendanaan Proyek

91

Page 113: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sumber: Bank Dunia. Project Aprasial Document for IMHERE. 2005

Berdasarkan tujuan proyek dan alokasi dana dari Bank Dunia, proyek

IMHERE ini termasuk Pinjaman Lunak (Concessional Loan) dengan tingkat

bunga yang rendah (sekitar 3,5%), jangka waktu pengembalian yang panjang

(sekitar 25 tahun), dan masa tenggang (grace period) cukup panjang, yakni 7

tahun. Tipe pinjaman ini memang merupakan tipikal pinjaman yang seringkali

diterapkan Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB).92 Proyek ini akan

digulirkan secara bertahap selama 5 tahun anggaran dengan effective date mulai

tanggal 20 Desember 2005 hingga closing date93 pada 31 Desember 2012.

Tabel 11 : Perencanaan Pembiayaan Proyek (Tahun Fiskal Bank Dunia/Dalam Juta Dolar AS)

92 Op.Cit., Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., hlm. 2.93 Closing Date adalah batas terakhir pembayaran dana pinjaman luar negeri oleh pihak Pemberi Pinjaman Luar Negeri (PPLN) dalam rangka pengisian Rekening Khusus atau pengganti dana telangan yang dikeluarkan pemrintah.

92

Page 114: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Estimasi Pembiayaan (Tahun Fiskal/US$m)Thn Fiskal 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012Tahunan 5.05 15.24 21.10 20.31 13.99 3.31 1.00Kumulatif 5.05 20.29 41.39 61.70 75.69 79.00 80.00

Sumber: Bank Dunia. Project Aprasial Document for IMHERE. 2005

Mekanisme penganggaran yang dipakai dalam pelaksaan proyek IMHERE

ini mengikuti mekanisme umum penganggaran nasional. Menurut undang-undang

keuangan baru,94 lembaga-lembaga Pemerintah Indonesia telah memiliki anggaran

yang lebih terpadu dibanding pola penganggaran sebelumnya yang membedakan

antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Secara tradisional, anggaran

untuk proyek-proyek Bank Dunia berada di bawah anggaran pembangunan dari

departemen/kementerian keuangan di negara bersangkutan. Untuk sektor

pendidikan, Biro Perencanaan dalam Depdiknas/Kemendiknas di tingkat pusat

menyiapkan anggaran untuk memperoleh indikasi awal dari apa dan berapa besar

pengeluaran yang mungkin diperlukan pada tahun berikutnya. Penyusunan

anggaran dimulai pada bulan Februari dan berlanjut sampai Juni dan

mempertimbangkan sirkulasi anggaran dari Departemen/Kementrian Keuangan

Dirjen Anggaran, yang berisi pedoman yang harus digunakan untuk penganggaran

biaya-biaya operasional.

Proposal anggaran kemudian disampaikan kepada

Departemen/Kementerian Keuangan Dirjen Anggaran pada bulan Juni dari usulan

anggaran tahun sebelumnya. Setelah menerima proposal anggaran, negosiasi

94 Yakni Undang-Undang No 17/2003tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

93

Page 115: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

untuk isu-isu pembiayaan kemudian dilakukan antara Departemen/Kementerian

Keuangan dalam hal ini Dirjen Anggaran dan Pihak Depdiknas/Kemendiknas.

Dirjen Anggaran Departemen Keuangan lalu menetapkan plafon anggaran pada

bulan September. Depdiknas kemudian menyiapkan anggaran secara rinci, dengan

pertimbangan khusus dari anggaran yang diperlukan oleh perguruan-perguruan

tinggi. Setiap PT mengajukan usulan anggaran ke Dikti, yang kemudian diperiksa

dan disetujui/tidak disetujui, termasuk alokasi untuk penyerahan hibah dalam

proyek IMHERE ini. Institusi PT juga dikategorisasi oleh Dikti berdasarkan

kemampuan dan daya saingnya. Adapun institusi yang memiliki kesempatan dan

menjadi sasaran untuk mendapatkan dana proyek ini, baik dari PTN maupun PTS

dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 12: Sasaran penerima proyek hibah

KelompokPerkiraan

jumlah paket hibah

Institusi yang berhak

Sub-Komponen B.1 Hibah Kompetisi untuk PTN dan PTS

I 4 25 Politeknik Negeri

II 2 ISI Yogya, ISI Denpasar, STSI Bandung, STSI Solo

III 10PTN dan PTS yang mempunyai program pendidikan keguruan

IV 12 PTN lainnya (kecuali BHMN)Sub-total 28

Sub-komponen B.2.b Hibah berbasis proposal untuk mengembangkan good governance di PTN

I 3 25 Politeknik NegeriII 2 ISI Yogya, ISI Denpasar, STSI Bandung, STSI SoloIII 7 UNSYIAH, UNJA, UNRI, UNAND, UNSRI, UNIB,

UNILA. UNPAD, UNSOED, UNEJ, UNDIP, UNS. UNIBRAW, ITS, UNAIR, UNHAS, UNUD, UNTAN, UNLAM, UNSRAT, UNHALU, UNRAM,

94

Page 116: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

UNTAD, UNMUL, UNPAR, UNDANA, UNCEN, UNY, UNJ, UNES, UNIMED, UNP, UNESA, UNM, UM, UNIMA

IV 2U. Tirtayasa, U. Khairun, I. Trujoyo, U. Malikulsaleh, UNPATTI, UNIPA, U. Gorontalo, IKIP Singaraja

Sub-total 14Sub-komponen B.2.b Hibah berbasis proposal untuk memperkuat manajemen institusi PT otonomi bertaraf internasional

I 6 Perguruan Tinggi Otonomi bertaraf Internasional

Sub-komponen B.2.c Kontrak berbasis kinerja

I 4 Perguruan Tinggi Otonomi bertaraf Internasional

Total 52

Sumber: Diolah berdasarkan Dokumen Dikti, Workshop Sosialisasi IMHERE Program B.1 , Slide presentasi. 2008

Keputusan anggaran Dikti untuk setiap PT kemudian diserahkan kepada

Departemen/Kementerian Keuangan Dirjen Anggaran, dan ke Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk di clearance oleh kedua lembaga

tersebut. Dirjen Anggaran kemudian mengusulkan jumlah anggaran maksimum ke

BAPPENAS untuk anggaran pembangunan. Selanjutnya, Dirjen Anggaran

Departemen Keuangan dan Depdiknas mengfinalisasi alokasi anggaran ini untuk

diserahkan kepada Bank Dunia sebagai Rencana Kerja Tahunan (annual work

plan) dari proyek ini.

Unit pelaksana Dikti kemudian memonitor anggaran proyek ini melalui

Laporan Konsolidasi Monitoring Keuangan atau Financial Monitoring Report dan

supervisi dari proyek yang disepakati. Dikti secara periodik melakukan kunjungan

pengawasan ke unit pelaksana di masing-masing PT untuk memastikan bahwa

Laporan Konsolidasi Monitoring Keuangan dapat diandalkan untuk proses

pengawasan anggaran.

95

Page 117: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Proses panjang mekanisme penganggaran yang dijelaskan di atas lalu

bermuara pada pembagian komponen realisasi proyek. Sebelum mengetahui

bagaimana implementasi proyek IMHERE di Unhas, terlebih dahulu perlu

diketahui rencana pelaksanaan proyek IMHERE secara nasional. Sebagai

panduan, perlu kiranya sistematika analisa untuk bagian ini ditinjau seperti yang

tertulis pada dokumen resmi rencana proyek IMHERE. Berdasarkan Panduan

Prosedur dan Operational atau Operational Procedure Manual (OPM) proyek

(IMHERE) konsep dan mekanisme implementasi proyek dijelaskan sebagai

berikut:

a. Komponen Proyek-A - (US$ 7,779,000) untuk Reformasi Sistem

Pendidikan Tinggi

Komponen IMHERE ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan

kepada Ditjen Dikti untuk mengimplementasikan Strategi Pengembangan Jangka

Panjang Pendidikan Tinggi (HELTS) melalui penataan aspek legal perundangan,

untuk pengembangan kapasitas pengelolaan Ditjen Dikti, peningkatan

kemampuan BAN untuk melaksanakan akreditasi institusi, dan pengembangan

strategi untuk merevitalisasi Universitas Terbuka yang merupakan suatu institusi

belajaran berkelanjutan terbesar di Indonesia. Komponen ini kemudian diturunkan

ke dalam sub-sub komponen yaitu:

Sub-komponen proyek-A.1 – Modernisasi sektor pendidikan tinggi senilai

4,001,000 Dollar AS

96

Page 118: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Misi utama komponen ini adalah untuk menangani kendala utama

manajemen yang dihadapi oleh sistem pendidikan tinggi nasional. Komponen ini

dijalankan karena Bank Dunia memandang bahwa implementasi HELTS

memerlukan faktor pendorong yang memungkinkan Dikti menerapkan “budaya

produktif” untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi seluruh perguruan tinggi.

Moderenisasi yang dimaksud dalam komponen ini adalah reformasi kebijakan

sentralistik menjadi desentralisasi dalam bentuk otonomisasi institusi. Untuk

menjadikan proses otonomi lebih efektif, perubahan pengaturan dan perkuatan

manajemen perlu dilaksanakan yang mencakup: a) pengembangan aspek legal

pengelolaan pendidikan tinggi, b) pengembangan kapasitas manajemen finansial

di Ditjen Dikti dan di perguruan tinggi, c) pengembangan kapasitas pengelolaan

data dan informasi SINPT, d) pengembangan strategi untuk melakukan perubahan

kebijakan berdasarkan data informasi kinerja yang nyata, terutama dalam hal

pendanaan pendidikan tinggi.

Melalui program komponen ini, dilahirkan Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan (BHP) yang disahkan pada Desember 2008. UU BHP ini terdiri dari

69 pasal. BHP sendiri lahir dari pemikiran bahwa penyelenggaraan pendidikan

bukan hanya tanggungjawab pemerintah melainkan tanggungjawab semua warga

negara seperti yang tertulis dalam Pasal 6 ayat (2) UU Sisdiknas yang menyatakan

bahwa “setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan

penyelenggaraan pendidikan”. Frasa “bertanggungjawab” dalam

penyelenggaraan pendidikan ini kemudian diteruskan pada Pasal 53 ayat (1) UU

Sisdiknas yang menyatakan bahwa ”penyelenggara dan/atau satuan pendidikan

97

Page 119: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum

pendidikan”. Pasal 53 UU Sisdiknas lalu diturunkan menjadi UU BHP yang

mengalami penolakan skala besar dari masyarakat karena dianggap sarat akan

komersialisasi pendidikan.95

Selain itu, poin-poin yang menjadi titik kritisme masyarakat dalam UU

BHP diantaranya adalah adanya tafsir yang berbeda tentang BHP dalam UU

Sisdiknas dengan UU BHP, kebebasan lembaga pendidikan asing untuk

mendirikan BHP, aset BHP yang berasal dari hutang, perangkat BHP,

penggabungan dan akuisisi BHP, kurang jelasnya pendanaan BHP dan banyak hal

lainnya. Melihat subtansi yang terkandung dalam UU BHP, banyak kalangan yang

memprediksikan tak kurang dari 60% satuan pendidikan yang akan mengalami

kebangkrutan dikarenakan tidak dapat memenuhi syarat formal sebagai BHP.96

Kritik itu kemudian berujung pada penganuliran UU BHP oleh Mahkamah

Konstitusi (MK). Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa materi dan

substansi UU BHP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Sejak Maret

2010, UU BHP tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dari

penolakan juga tercermin bagaimana masyarakat dan institusi negara seperti MK

menyadari bahwa UU yang diusulkan atas “desakan” Bank Dunia ini membawa

agenda-agenda yang tidak akan memperbaiki, malah akan makin menciptakan

pendidikan yang semakin tidak terjangkau oleh masyarakat luas, khususnya

95 “Mendiknas Bantah UU BHP Komersialisasi Pendidikan” diakses melalui

http://www.antaranews.com/view/?i=1231933034&c=NAS&s= pada 12 Juli 2012.96 Danang Kurniadi. RUU BHP Dalam Jeratan Privatisasi. Jurnal Mahasiswa UGM, November 2007.

98

Page 120: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

golongan ekonomi lemah. Alasannya jelas, karena dalam UU BHP ini subsidi

untuk sektor pendidikan dikurangi perlahan-lahan atas nama otonomi

penyelenggaraan dan pendanaan pendidikan.

Namun tidak hanya tentang aspek legal perundangan dalam UU BHP, sub-

komponen A lainnya adalah:

Sub-komponen proyek-A.2 – Transisi sistem penjaminan mutu kepada

akreditasi institusi pendidikan tinggi dan integrasi sistem sertifikasi profesi

(448,000 Dollar AS)

Bank Dunia menilai bahwa sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi

nasional telah berfungsi dengan baik, namun beban kerja dirasakan sangat berat

karena akreditasi diberikan kepada program studi. Hal ini dikarenakan lingkup

kerja setiap tahunnya mencakup hampir 2.000 PTN dan PTS. Jumlah program

studi dan perguruan tinggi yang begitu besar ini tidak sesuai dengan kemampuan

akreditasi BAN-PT yang terbatas. Dengan bantuan ADB, BAN-PT dan Ditjen

Dikti telah melakukan kajian untuk merestrukturisasi sistem akreditasi, yang

dirancang untuk dapat mengoptimalkan beban manajemen dan diharapkan agar

dapat sejalan dengan prinsip otonomi perguruan tinggi serta mampu memberikan

infomasi yang berguna untuk menerapkan sistem pendanaan berbasis kinerja.

Tujuan utama dari sub-komponen ini adalah untuk memperkuat sistem

penjaminan mutu pendidikan tinggi dan mempersiapkan transisi sistem akreditasi

dari akreditasi program studi menjadi akreditasi institusi.dan akreditasi asosiasi

profesi (seperti arsitek, insinyur, atau dokter). Melalui kerja sama dengan Ditjen

99

Page 121: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Dikti, ADB menggulirkan pinjaman sebesar US$ 880.000 untuk memulai kajian

transisi yang akan berlangsung dari tahun 2005 sampai tahun 2007.

Program IMHERE dalam sub-komponen ini dirancang untuk melengkapi

kegiatan yang telah direncanakan dan kemudian mendukung pendanaan setelah

program ADB selesai. Bagian yang perlu dicermati dalam kegiatan ini adalah

integrasi akreditasi profesi ke dalam sistem akreditasi BAN-PT. Sub-komponen

ini juga bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas dan kepemilikan (ownership)

sistem jaminan mutu melalui partisipasi stakeholders dan peningkatan

transparansi dan akuntabilitas proses akreditasi. Penyesuaian sistem akreditasi ini

diharapkan memberikan dampak langsung kepada keseluruhan sektor pendidikan

tinggi, karena BAN-PT mengakreditasi bukan saja PTN tetapi juga PTS.

Setelah proyek ini berjalan, BAN-PT diharuskan menjamin “kemandirian”

institusinya sendiri. BAN-PT juga diharuskan untuk menemukan cara menjadi

lebih independen dari pemerintah, termasuk mengusahakan dana untuk

mendukung pelaksanaan misinya. Pola “memandirikan” ini merupakan ciri utama

dari syarat proyek IMHERE ini. Tidak terkecuali BAN-PT yang melalui sub-

komopnen ini dituntut agar dapat otonom dalam hal pendanaan.

Sub-komponen proyek-A.3 – Revitalisasi Universitas Terbuka (US$

3,330,000)

100

Page 122: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Untuk program reformasi ini, Bank Dunia juga mengincar Universitas

Terbuka. Universitas Terbuka (UT) merupakan perguruan tinggi terbesar di

Indonesia, yang melaksanakan program diploma dan sarjana melalui pembelajaran

jarak jauh. Dalam laporan program ini disebutkan bahwa UT melayani 225.000

mahasiswa, hampir 90% di antaranya adalah pekerja (working adult), di mana

sebagian besar dari pekerja ini merupakan guru berstatus pegawai negeri sipil

(PNS).

Program yang ditawarkan melalui revitalisasi ini lebih bersifat supply

driven dibandingkan demand driven. Dalam artian bahwa UT dirancang untuk

tetap menyediakan dan membuka pendidikannya seberapa besar atau kecil pun

peminatnya. Hal ini dikarenakan cakupan UT menjangkau hingga daerah

terpencil di mana opsi untuk pendidikan tinggi sangat terbatas. Sub-komponen ini

akan membiayai studi dan technical assistance untuk mengkaji beberapa opsi

revitalisasi yang mungkin dilakukan. Sub-komponen ini dipakai untuk mendanai

keperluan technical assistance, training staff, dan komponen fisik lain untuk

meningkatkan kapasitas akademik dan pengelolaan UT sesuai dengan strategi dan

arah yang disepakati.

b. Komponen Proyek-B – (US$ 87.338.000) Hibah untuk meningkatkan

mutu akademik dan kinerja institusi

101

Page 123: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Komponen proyek ini berangkat dari pemikiran bahwa pada umumnya

pendanaan dan investasi sektor pendidikan tinggi di Indonesia masih tergolong

rendah, dan sebagian besar pengeluaran saat ini dilaksanakan berdasarkan line

item yang tersentralisasi dan dilakukan oleh Ditjen Dikti. Praktek pendanaan

tradisional seperti itu, oleh Bank Dunia dan Dikti dinilai telah menghambat

insentif penggunaan dana publik yang rasional, yaitu insentif yang dapat

memusatkan perhatian Perguruan Tinggi untuk memprioritaskan pada mutu dan

efisiensi. Sementara, yang menjadi sasaran HELTS adalah untuk mengembangkan

dan menyebarluaskan mekanisme pendanaan yang dapat memberikan insentif

bagi peningkatan mutu akademik dan kinerja institusi. Oleh karena itu, menurut

Bank Dunia dan Dikti, kebijakan pemerintah memberikan otonomi kepada PTN

dipercaya dapat meningkatkan fleksibilitas pengelolaan institusi dengan asumsi

bahwa keleluasaan pengelolaan yang diberikan akan “memungkinkan munculnya

inovasi pendanaan yang dapat memberikan insentif kepada institusi untuk

memperoleh hasil yang lebih baik.”

Komponen ini digulirkan dengan memperluas program hibah kompetisi

(competitive based program) yang sudah dilakukan melalui program-program

sebelumnya, memperkenalkan program baru hibah kinerja (performance based

program) untuk memperkuat manajemen institusi, dan program kontrak berbasis

kinerja (performance based contracting) untuk PT BHMN. Untuk selanjutnya,

komponen B ini dibagi lagi kedalam beberapa sub komponen yakni:

102

Page 124: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sub-komponen proyek-B.1 – Program Hibah kompetisi untuk PTN dan PTS

(US $60,816,000)

Melalui mekanisme hibah kompetisi ini, Ditjen. Dikti memberikan insentif

finansial kepada Perguruan Tinggi untuk meningkatkan mutu institusi dan

program mereka sesuai dengan kerangka HELTS. Dewan Pendidikan Tinggi

(DPT) menginisiasi proses pemberian hibah dengan undangan untuk menyusun

proposal. Perguruan Tinggi dapat menyerahkan proposal untuk satu atau dua jenis

hibah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan atau untuk

meningkatkan kesempatan kerja bagi lulusan Perguruan Tinggi. Di dalam setiap

kerangka hibah, kompetisi dijenjangkan menurut tingkat-tingkat kemampuan

Perguruan Tinggi untuk mencegah kemungkinan bahwa hibah hanya

menguntungkan institusi yang terkuat. Tingkat-tingkat ini disesuaikan dengan

ukuran, misi, dan kemampuan manajemen Perguruan Tinggi. DPT mengawasi

seleksi proposal yang akan memenangkan hibah.

Proses review proposal dilaksankan secara transparan dengan menerapkan

prinsip external peer review dan dengan melibatkan sejumlah reviewer proposal

lintas Perguruan Tinggi dan dari luar negeri. Reviewer diatur dalam suatu code of

conduct yang ketat yang diharapkan menjamin, antara lain, bahwa reviewer wajib

menghindar dari konflik kepentingan dengan jalan tidak melibatkan dirinya di

dalam review terhadap institusi atau programnya sendiri. Panel review ini terdiri

dari dosen, administrator, dan mahasiswa. Proposal harus menyatakan

kesanggupan Perguruan Tinggi untuk menyediakan dana pendamping sebesar 8%

103

Page 125: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

sebagai tanda komitmen institusi. Untuk meningkatkan kesetaraan di antara

seluruh institusi pemenang hibah, seluruh proposal hibah harus mencakup rencana

untuk mengembangkan program outreach untuk meningkatkan kesempatan

memperoleh pendidikan bagi mahasiswa yang tidak beruntung (disadvantaged).

Perguruan Tinggi yang mengusulkan program hibah harus menyetujui dan bekerja

sama di dalam proses pemantauan dan evaluasi program-program yang

diusulkannya. PTS hanya dapat mengikuti program hibah yang ditujukan untuk

meningkatkan program pelatihan guru.

Setelah proses seleksi yang cukup panjang, akhirnya Dikti melalui

persetujuan No Objection Letter dari Bank Dunia memutuskan 25 institusi sebagai

pemenang hibah kompetisi komponen B.1 ini. Pemenang-pemenang tersebut

adalah:

Tabel 13: Pemenang hibah kompetisi B.1

KelompokJumlah Target

Jumlah Pemenang

Nama PT/PTS

1 4 3 Politeknik Manufaktur Negeri Bandung, Politeknik Jember, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

2 2 1 ISI Denpasar

3 10 8 UNDIKSHA, UNISMA, UKWMS, UNP, UNG, UNJ, UM, UNY

4 12 13 UNRI, UNPAD, UNCEN, UNLAM, UNPAR, UNIMAL, UNSYAH

Jumlah 28 25Sumber: Diolah berdasarkan Dokumen Dikti, Workshop Sosialisasi IMHERE Program B.1 , Slide presentasi. 2008

104

Page 126: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sub-komponen proyek-B.2 - Hibah untuk mengembangkan good governance

di PTN dan inisiasi Kontrak Berbasis Kinerja pada PT-BHMN (US

$26,522,000)

Dijelaskan bahwa melalui program ini, Ditjen Dikti berusaha untuk

mengembangkan suatu sistem pengelolaan Perguruan Tinggi yang otonom dengan

praktek good governance dan budaya organisasi yang fokus meningkatkan mutu

pendidikan, efisiensi manajemen. Terkait dengan hal ini, pada tahun 2000, enam

PTN telah memperoleh status badan hukum. Pemerintah ingin menerapkan

pendanaan berbasis kinerja pada institusi-institusi ini untuk meningkatkan

akuntabilitas mereka di dalam mutu, efisiensi, dan kesempatan. Walaupun

Perguruan Tinggi ini secara hukum otonom, Bank Dunia menilai mereka masih

kurang memiliki kemampuan untuk mengelola dana, sumber daya manusia, dan

pengadaan barang secara efektif. 75 PTN lainnya yang belum memperoleh status

otonom didesak untuk mulai meningkatkan kemampuan manajemen mereka untuk

mengantisipasi peralihan status tersebut pada masa-masa selanjutnya.

Komponen ini difokuskan pada penguatan manajemen dan pada

peningkatan kinerja institusi PTN, dengan tujuan menyiapkan PTN-PTN tersebut

untuk menerima pendanaan berbasis kinerja pada saatnya nanti. Setelah PT

BHMN memiliki kemampuan manajemen yang cukup, mereka dapat

berpartisipasi di dalam inisiasi sistem pendanaan berbasis kinerja. Dimana dalam

mekanisme ini, Bank Dunia dan Dikti akan memberikan dana hibah dengan syarat

105

Page 127: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

bahwa mereka memenuhi sasaran kinerja yang telah disepakati. Komponen hibah

ini terdiri atas:

a. Hibah kompetisi untuk memperkuat manajemen institusi PTN yang belum

berstatus otonom. Hibah ini merupakan pendorong bagi institusi PT agar

mereformasi manajemen institusinya dengan tata kelola yang

dipersayaratkan oleh Bank Dunia. Adapun institusi yang mendapatkan

hibah untuk komponen ini adalah:

Tabel 14: Penerima hibah kompetisi komponen B.2.a

Kelompok Jumlah Target

Jumlah Pemenang

Nama PT / PTS

1 3 2 Politeknik Negeri Bali, Politeknik Negeri Jakarta

2 2 0 --3 7 8 UNIB, ITS, UNIBRAW, UNHAS,

UNSOED, UNILA, UM, UNS4 2 1 UNIPA

Jumlah 14 11

b. Hibah berbasis proposal untuk memperkuat manajemen institusi PT

BHMN.

Pada kategori B.2.b ini semua perguruan tinggi yang telah otonom (PT

BHMN) masing-masing mendapat alokasi anggaran yang sama yaitu 750.000

Dollar AS dan harus diselesaikan dalam 2 tahun sebagai prasayarat keikutsertaan

dalam proyek IMHERE komponen B.2.c. terdapat 7 PT yang mendapat hibah

komponen ini, yaitu: ITB, UI, UGM, IPB, UPI, dan USU. Ketujuh PT yang telah

106

Page 128: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

mendapatkan status otonom ini dituntut untuk meningkatkan kemampuan sumber

daya dan manajemennya agar bisa meningkatkan “nilai jual”-nya secara domestik

maupun internasional.

c. Hibah Kontrak Berbasis Kinerja untuk PT BHMN yang telah memenuhi

kriteria tertentu.

Untuk proyek komponen ini, tujuh PT BHMN bersaing untuk

mendapatkan dana hibah pengembangan lanjutan. Pada awalnya, Fakultas

Farmasi bersama-sama dengan FE (Akuntansi) dan FKH UNAIR merupakan 1

diantara 5 PT BHMN awal yang meraih dana proyek komponen B.2c dengan

tema “Development of Enterpreneurship University Based On Research and

Quality Assurance Capacity” dimana tema FF UNAIR adalah “Revitalization of

Pharmapreneurship for Sustainable Institutional Development” dengan dana

sebesar Rp 31 Milyar untuk tiga tahun dari Bank Dunia.97 Selanjutnya UGM juga

memenangkan komponen B2c ini dengan nilai proyek sebesar 30 miliar rupiah

dan minimal 8% dari dana pendamping untuk memperkuat tiga pusat unggulan

(Center of Excellence, CoE) yang telah ada.98 Kemudian IPB dengan tema proyek

“Agriculture Adaptation in Response to Global Climate Change toward Food

Security and Sovereignty”.99

97 UNAIR, Borang Akreditasi Program Studi Sarjana Farmasi FF Unair, 2010.98 “UGM Menangkan Hibah IMHERE B2c” diakses melalui http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2369 pada 7 Juli 2012.99 Penjelasan program IMHERE B.2.c oleh IPB ini dapat dilihat di http://imhere.ipb.ac.id diakses pada 12 Juli 2012.

107

Page 129: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Disini terlihat bahwa implementasi dari komponen ini mengincar PT yang

telah “matang” dan memiliki nilai jual serta nilai lebih dibanding PT lain.

Mencermati tema yang diangkat oleh masing-masing universitas pemenang ini,

terlihat bahwa visi untuk menciptakan universitas yang berorientasi industrial

merupakan visi besar yang didorong oleh Bank Dunia. Tema “Enterpreneurship”,

“Pharmapreneurship”, dan “Agriculture Adaptation” merupakan wujud nyata

dari reorientasi visi PT sebagai konsekuensi logis dari implementasi proyek

IMHERE ini.

4. Bantuan Luar Negeri di Universitas Hasanuddin

Dalam situs resminya dijelaskan bahwa sebelum Universitas Hasanuddin

resmi berdiri, telah berdiri Fakultas Ekonomi yang merupakan cabang Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Jakarta berdasarkan keputusan Letnan

Jenderal Gubernur Pemerintah Hindia Belanda Nomor 127 tanggal 23 Juli 1947.

Namun karena adanya ketidakpastian yang berlarut-larut dan kekacauan di

Makassar dan sekitarnya maka fakultas yang dipimpin oleh Drs L.A. Enthoven

(sebagai Direktur) ini dibekukan dan baru dibuka kembali sebagai cabang

Fakultas Ekonomi UI pada 7 Oktober 1953 di bawah pimpinan Prof. Drs. G.H.M.

Riekerk. Universitas Hasanuddin resmi berdiri pada tanggal 10 September 1956

dengan Prof. Drs. Wolhoff acting ketua dan Drs. Muhammad Baga sebagai

sekretaris.

Setelah fakultas ekonomi berdiri pada tahun 1947, maka satu persatu

fakultas menyusul didirikan oleh pihak Unhas, yakni Fakultas Hukum tahun 1952,

Fakultas Kedokteran tahun 1956, Fakultas Sastra tahun 1960, Fakultas Teknik

108

Page 130: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

tahun 1960, Fakultas Ilmu Sosial Politik tahun 1961, Fakultas Pertanian tahun

1962, Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan tahun 1964, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam (masih bergabung dengan Fakultas

Teknik dalam payung Fakultas Sains dan Teknologi) pada tahun 1976, Fakultas

Kesehatan Masyarakat tahun 1982, Fakultas Kedokteran Gigi tahun 1983, hingga

Fakultas Kelautan dan Perikanan yang didirikan pada tahun 1988.

Pada 17 September 1981 Presiden RI Soeharto meresmikan Kampus

Tamalanrea di atas tanah seluas 220 Ha. Sebelumnya, Unhas berlokasi di Kampus

Barayya yang terletak dekat dengan pusat kota Makassar dengan letak fakultas

yang terpisah-pisah. Dengan kampus baru di Tamalanrea ini, maka lokasi

fakultas-fakultas telah disatukan ke dalam sebuah komplek yang berbentuk seperti

huruf “U”. Kampus Tamalanrea ini dirancang oleh Paddock Inc., Massachustts,

AS dan dibangun oleh OD 205, Belanda yang bekerjasama dengan PT.

Sangkuriang Bandung.

Gambar 2: Peta Universitas Hasanuddin, Kampus Tamalanrea

109

Page 131: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sejak dikeluarkannya SK Menteri PP dan K No. 3369/S Tanggal 1 1 Juni

1956 terhitung mulai 1 September 1956 dan dengan PP No. 23 Tanggal 8

September 1956, Lembaran Negara No. 39 Tahun 1956 yang secara resmi dibuka

oleh Wakil Presiden RI Drs. Moh. Hatta pada tangggal 10 September 1956,

UNHAS pernah dipimpin oleh sejumlah Rektor yaitu:

1. Prof. Mr.A.G. Pringgodigdo 1956 - 1957

2. Prof. Mr. K.R.M.T. Djokomarsaid 1957 - 1960

3. Prof. Arnold Mononutu 1960 - 1965

4. Let. Kol. Dr. M. Natsir Said, S.H. 1965 - 1969

5. Prof. Dr. A. Hafid 1969 - 1973

6. Prof. Dr. Ahmad Amiruddin 1973 - 1982

7. Prof. Dr. A. Hasan Walinono 1982 - 1984

8. Prof. Dr. Ir. Fachruddin 1984 - 1989

9. Prof. Dr. Basri Hasanuddin, M.A 1989 - 1997

10. Prof. Dr.Ir. Radi A. Gany 1997 - 2006

11. Prof. Dr.dr. Idrus A. Paturusi, Sp.BO 2006 – Sekarang (akan berakhir

tahun 2014)

110

Page 132: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sampai dengan periode wisuda Maret 2007, Unhas telah meluluskan

110.189 alumni dari semua tingkat strata dan fakultas. Alumni ini terdiri dari 391

S3, 9670 S2, 22.856 Diploma, 6.129 S1 Ekstensi (regular sore), dan 71.243 orang

untuk S1 dengan lama masa studi untuk seluruh program dan strata bervariasi.

Pada tahun 2007, untuk program S1, lama masa studi umumnya masih di atas 4,5

tahun. 100 Dalam perkembangannya, Unhas telah memiliki 14 fakultas dan satu

sekolah pascasarjana. Dengan 46 Jurusan dan 60 program studi untuk S1 (dari

semua fakultas), 38 program studi untuk S2, dan delapan program studi untuk S3.

101 Hingga tahun 2010, tercatat ada 22.431 mahasiswa aktif untuk program S1.

Sementara untuk program magister terdapat 1917 mahasiwa, untuk program

doktoral 609 mahasiswa, dan program spesialis 992 mahasiswa. Sehingga total

kapasitas mahasiswa pada tahun 2010 adalah 25.949 orang dengan 12.565 laki-

laki dan 13.384 perempuan.102 Dengan kapasitas ini membuat Unhas sering

dijuluki dengan “kampus terbesar di Kawasan Indonesia Timur (KTI)”.

Dalam kaitannya dengan bantuan luar negeri, Unhas merupakan satu-

satunya universitas di KTI yang termasuk dalam 10 universitas penerima bantuan

luar negeri tertinggi di Indonesia dalam kurun waktu 1980 hingga 1995. Unhas

berada diperingkat tujuh untuk kategori tersebut. Sedangkan untuk 10 universitas

dengan performa pemasukan mandiri, Unhas menempati posisi ke sepuluh pada

tahun 1999. Hal ini memberikan gambaran kiprah Unhas dalam mengelola

institusi dan membentuk dirinya menjadi universitas yang memiliki “nilai jual”

100 Laporan Tahunan Rektor Universitas Hasanuddin tahun 2007, hal. 10.101 Data bidang Pendidikan Unhas tahun 2010/2011.102 Data bidang Pendidikan Unhas tahun 2010/2011 tabel 4.1.14. Jumlah mahasiswa aktif menurut fakultas, jurusan, program studi strata pendidikan dan jenis kelamin semester akhir tahun 2009/2010

111

Page 133: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

untuk bantuan luar negeri. Tabel berikut menggambarkan posisi Unhas untuk

kategori tersebut.

Tabel 15: Penerima bantuan luar negeri tertinggi / Performa pemasukan mandiri.

10 teratas penerima bantuan luar negeri 1980-1995

10 teratas performa pemasukan mandiri 1999

Institut Pertanian Bogor (IPB)

Politeknik (3)

Institut Teknologi Bandung (ITB)

Universitas Gadjah Mada (UGM)

Universitas Indonesia (UI)

Institut Teknologi Sepuluh

November (ITS)

Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Universitas Syah Kuala (UNSYIAH)

Universitas Sumatera Utara (USU)

Universitas Diponegoro (UNDIP)

Institut Teknologi Bandung (ITB)

Universitas Indonesia (UI)

Institut Pertanian Bogor (IPB)

Universitas Padjajaran (UNPAD)

Universitas Gadjah Mada (UGM)

Universitas Brawijaya (UNIBRAW)

Universitas Sumatera Utara (USU)

Institut Teknologi Sepuluh November

(ITS)

Universitas Diponegoro (UNDIP)

Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Sumber: Jo Bastianes, International Assistance and State-University Relations, 2009. New York: Routledge, hal. 140

Pada tahun 1986 dan 1987 Unhas mendapat bantuan luar negeri melalui

Program for University Development Cooperation (PUO) dari pemerintah

Belanda untuk meningkatkan kesehatan organisasi. Program ini bertujuan untuk

mengupgrade pembelajaran dan pelatihan Pra- dan Para-klinik (termasuk

dukungan untuk mendirikan Central Workshop Unhas pada tahun 1987). Program

ini pula yang mendorong didirikannya Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi.103

103 Jo Bastianes, International Assistance and State-University Relations, 2009. New York: Routledg, hal. 34

112

Page 134: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Unhas merupakan universitas pertama di luar pulau jawa yang terpilih untuk

mendapatkan program tersebut. Dalam proses seleksi PUO II, organisasi internal

dikategorikan sebagai "berbeda dari yang biasanya di Indonesia"104 karena Unhas

telah dipilih oleh Departemen Pendidikan sebagai proyek percontohan untuk

mencari sebuah divisi baru terkait tanggung jawab antara fakultas (yaitu kontrol

sumber daya) dan program studi (yaitu pemrograman akademik) sesuai dengan

struktur matriks. Kerjasama awal dalam program ini diarahkan secara eksklusif

untuk peningkatan pengajaran dan penelitian medis.

Di masa kepemimpinan Rektor Idrus A. Patturusi, Unhas mengambil visi

yang lebih bernuansa “lokalitas”. Visi Unhas yang tertulis dalam Rencana

Strategis Unhas 2006-2012 adalah “Pusat Pengembangan Budaya Bahari”. Seperti

yang tertulis dalam renstra tersebut, visi ini diangkat sebagai penegasan

pandangan Unhas sebagai communiversity, “perguruan tinggi yang menyatu

dengan masyarakatnya, yang berperan untuk memperkaya khasanah budaya

dengan melakukan aktualisasi dan revitalisasi nilai-nilai bahari agar

senantiasa sesuai dengan spirit zaman (zeitgeist)”.105 Dengan posisi seperti ini,

Unhas diharapkan dapat berevolusi bersama lingkungannya membentuk

masyarakat bahari Indonesia yang mampu memanfaatkan secara optimal

sumber daya dan lingkungan kelautan yang memang merupakan habitatnya.

104 Van Olden, J. F., & Serpenti, L. M. (1983). Evaluation Report on the inter-university cooperation between the Universitas Hasanuddin (Ujung Pandang/Indonesia) and Erasmus University Rotterdam, 1979–1982. (Evaluation Report). The Hague: NUFFIC, hal. 8105 Renstra Unhas 2006-2010 hal. 1

113

Page 135: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Untuk mencapai visi itu Unhas menjabarkannya ke dalam misi universitas

dengan targetnya masing-masing. Adapun yang menjadi misi Unhas untuk tahun

2006-2010 adalah106:

a. Menghasilkan alumni yang mandiri, berahlak dan berwawasan global.

Misi ini diterjemahkan dalam bentuk disain kurikulum yang diarahkan

untuk menghasilkan alumni yang selain sesuai dengan cita-cita pendidikan

nasional, yaitu memiliki landasan keimanan dan ketaqwaan serta berjiwa

Pancasilais (personal skills), juga memiliki kompetensi yang memadai

di bidang disiplin ilmu yang dipilihnya (professional skills). Di

samping itu, memiliki kompetensi intelektual dalam wujud kesadaran,

kepekaan, kearifan dan kemampuan memecahkan masalah yang

dihadapi masyarakat beserta lingkungannya (interdiciplinary skills),

komitmen terhadap pengembangan budaya bahari, serta kemampuan

beradaptasi dalam proses pengembangan diri agar senantiasa mampu

memelihara interkoneksitas dengan lingkungannya (adaptability skills)

b. Mengembangkan Ipteks yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya.

Unhas memberikan prioritas tinggi kepada penelitian yang berkaitan

dengan peningkatan nilai tambah dan pangsa pasar mataniaga dan jasa

yang dihasilkan oleh masyarakat Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia, di

samping tetap membuka peluang bagi penelitian yang diarahkan untuk

pengembangan ipteks.

c. Mempromosikan dan mendorong terwujudnya nilai-nilai bahari dalam

masyarakat. Misi pemberdayaan masyarakat dilakonkan Unhas dalam 106 Renstra Unhas 2006-2010

114

Page 136: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

bentuk upaya berkesinambungan dalam melakukan aktualisasi dan

revitalisasi nilai-nilai bahari, yang kemudiaan dipromosikan dan

diimbaskan kepada masyarakat agar khasanah budaya bangsa dapat terus

diperkaya dan senantiasa sesuai dengan spirit zaman.

Sebelum periode Rektor Idrus A. Patturusi, Unhas pernah mendapatkan

proyek dana hibah kompetisi seperti TPSDP, DUE-Like, PHK, dan SP4. Sampai

tahun 2006, hampir 90% atau 40 dari 46 departemen program studi/ISS di Unhas

telah mendapatkan dana hibah kompetitif tersebut termasuk TPSDP (program

studi 5 dan 1 ISS), DUE-Like (2 program studi), QUE Semi (6 departemen) PHK

A1 dan A2 (6 departemen), dan Persaingan SP4 (18 departemen, termasuk

Program Studi Ilmu Kelautan, Program Studi Budidaya dan 4 ISS) dengan nilai

total hibah hampir Rp. 80 milyar.107

Unhas juga telah berpartisipasi dalam kompetisi proyek IMHERE sejak

IMHERE Batch I diluncurkan. Selama Batch I kompetisi, Unhas bersama dengan

UNAIR, UNIB, dan UNSUD telah berhasil lolos sampai ke tahap visitasi.

Namun, hanya UNAIR dan UNIB berhasil lolos hingga tahap akhir.

Dikesempatan berikutnya, Unhas ikut berpartisipasi lagi dalam kompetisi

IMEHERE Batch II dan akhirnya memenangkan dana hibah kompetisi tersebut.

107 BOOK I: Self Evaluation Report: Hasanuddin University dikeluarkan oleh DIKTI, 15 Juni 2006, hal. 39.

115

Page 137: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN DAMPAK BANTUAN BANK DUNIA DI

INDONESIA

1. Implementasi Proyek IMHERE di Universitas Hasanuddin

Untuk mememenangkan proyek IMHERE, Unhas telah berpartisipasi

dalam kompetisi proyek IMHERE sejak IMHERE Batch I diluncurkan pada awal

2005. Pada waktu itu, Unhas melibatkan Prodi Kelautan dan Perkapalan. Namun,

proposal tersebut gugur sejak tahap pertama. Kali kedua, Unhas memilih

Budidaya Perairan dan Jurusan Kelautan sebagai prodi yang diusulkan. Dalam

proses seleksi tersebut Unhas bersama dengan UNAIR, UNIB, dan UNSUD telah

berhasil lolos hingga ke tahap visitasi institusi. Namun, hanya UNAIR dan UNIB

berhasil lolos hingga tahap akhir. Dikesempatan berikutnya, Unhas ikut

berpartisipasi lagi dalam kompetisi IMHERE Batch II dan akhirnya

memenangkan dana hibah kompetisi tersebut. Unhas termasuk 1 dari 7 universitas

yang memenangkan sub komponen proyek IMHERE B.1 dan B.2.a. Ketujuh

institusi tersebut adalah:

1. Universitas Hasanuddin

2. Universitas Jendral Sudirman

3. Institut Teknologi Sepuluh November

4. Universitas Brawijaya

5. Universitas Negeri Malang

6. Universitas Lampung

116

Page 138: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Unhas memenangkan proyek IMHERE B.1 (Improvement of Social

Quality and Social Responsibilty) sebesar 10 Milyar. Program IMHERE B.1 ini

diperuntukkan untuk peningkatan relevansi dan social responsibility Universitas

melalui penguatan jurusan. Sedang untuk Program IMHERE B.2.a (Strengthening

Institutional Management in Autonomous Public Education Institution) digunakan

untuk perbaikan manajemen mutu yang sehat bagi universitas. Dana untuk B.2.a

senilai Rp.3,9 Milyar dicairkan mulai Oktober 2007 dalam jangka 2 tahun.108

Dalam proposal proyek B1, Unhas memilih Jurusan Farmasi109 dan

Program Studi Budi Daya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan (BDP FKIP)

sebagai icon unggulan. Kedua jurusan ini dipilih oleh Unhas karena telah

berakreditasi A serta cakap dan jelas orientasi program kerjanya.110 Selain itu,

kedua jurusan ini merupakan jurusan dan program studi yang paling sesuai

dengan visi Unhas 2006-2012 sebagai “Pusat Pengembangan Budaya Bahari”.

Dalam proyek ini, Unhas mendapatkan sebesar Rp. 10 milyar dalam jangka 3,5

tahun dengan surat penerimaan hibah bertanggal 27 Maret 2007. Sebagai

Direktur Eksekutif Program IMHERE di Unhas, ditunjuk Dr. Ir. H. Rusnadi

Padjung, M.Sc.

108 Terkait tanggal pencairan dana ini terdapat perbedaan pendapat antara Direktur Eksekutif Program IMHERE Unhas dan pihak jurusan Farmasi dan BDP. Perbedaan ini dapat dibaca di “Mismanagement, I-MHERE Macet” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/11/no-673tahun-xxxiiiawal-november-2007.html pada 12 Juli 2012.109 Saat memenangkan proyek ini Farmasi masih berbentuk jurusan dibawah Fakultas MIPA Unhas. Jurusan Farmasi berubah menjadi Fakultas Farmasi pada 14 november 2007 dengan SK Rektor Unhas Nomor : 441/H4/O/2007 tertanggal 14 Maret 2007. Diakses melalui http://www.unhas.ac.id/content/fakultas-farmasi pada 12 Juli 2012.110 “Umpan Tak Dilirik, Kuota Tak Terpenuhi” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/06/identitas-no-663-edisi-xxxiii-edisi.html pada 2 Juli 2012.

117

Page 139: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sementara, untuk proyek IMHERE B.2.a digunakan untuk menciptakan

praktek good governance dan budaya organisasi yang fokus untuk meningkatkan

mutu pendidikan dan efisiensi manajemen. Seperti yang tertulis dalam Unhas Self

Evaluation Report IMHERE Batch 2, melalui IMHERE, Unhas melakukan

revitalisasi fungsi organisasi melalui peningkatan kinerja manajemen.111 Hal

ini pun tertuang dalam Renstra Unhas 2003-2008 dimana dalam salah satu

program strategis untuk Citra Unhas 2013 adalah “memiliki struktur organisasi

dan manajemen sumberdaya yang efektif.” Program strategis ini terbagi ke dalam

lima program utama, yakni: (i) pergeseran dari organisasi struktural ke organisasi

pembelajaran; (ii) meletakan kelompok kepentingan yang setara dan/atau

laboratorium sebagai garis depan dalam pengurusan akademik; (iii) membangun

manajemen berbasis ICT; (iv) meningkatkan pemasukan mandiri; dan (v)

melengkapi persyaratan administratif dan teknis untuk menjadi perguruan tinggi

negeri yang otonom.

Dari program strategis dalam Renstra Unhas di atas, Unhas menekankan

program ketiga (membangun manajemen berbasis ICT) sebagai program yang

paling berkaitan dengan tujuan proyek IMHERE komponen 2.2. Sejalan dengan

itu, maka proyek IMHERE untuk Unhas ini diarahkan untuk 4 program utama,

yakni:

1. implementasi sistem keuangan terpadu;

2. pengembangan sistem sumber daya manusia yang kredibel dan dapat

diandalkan;

111 Lihat dalam Dikti. Book I: Self Evaluation Report: Hasanuddin University. 2006. Jakarta: Dikti

118

Page 140: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

3. peningkatan sistem manajemen asset total universitas, dan;

4. revitalisasi sistem informasi manajemen akademik untuk mendukung

sistem penjaminan mutu.

Dalam rangka penguatan manajemen universitas ini, pada tahun 2007

Unhas telah mengirim sejumlah staf administrasi (PNS) untuk mengikuti

pelatihan/training dalam bidang: Pengelolaan Keuangan, Pengelolaan Sumber

Daya Manusia, Pengelolaan Asset dan Fasilitas, Pengelolaan ICT, serta

Pengelolaan Akademik. Mereka yang telah mengikuti pelatihan kemudian

mendapat tugas tambahan dengan bergabung dalam suatu tim (Taskforce) yang

menyusun Sistem dan Prosedur Pengelolaan Sumber Daya pada aspek tersebut

serta menjadi Pelatih in house training bagi pelaksana manajemen di lingkup

Unhas. Sesuai dengan aspek yang dipelajari, peserta pelatihan terseleksi kemudian

dikirim ke University of Tasmania (Australia), University of Sydney (Australia),

University of South Caroline (USA), Universitas Indonesia, Universitas Gajah

Mada, atau Pusat Pengembangan Manajemen Jakarta.112

Untuk pengembangan manajemen berbasis IT, Unhas melakuakn

perombakan sistem informasi manajemen akademik, sumberdaya, dan monitoring

dan evaluasi (monev). Design perubahan itu dituangkan dalam tiga langkah

implementasi yaitu:113

112 “Overseas Non Degree Training (ONDT) dan Domestic Non Degree Training (DNDT)” diakses melalui http://unhas.ac.id/peternakan/pengum.php?57868104af3c0225183046a9307de888d03767b309bde91ed2773746e295d9fa pada 5 Agustus 2012.113 Lihat Dokumen ICT-IMHERE Unhas, Program 4: Revitalization of Academic Management Information System to Support the Quality Assurance System. 2007. Makassar: Unhas

119

Page 141: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

1. Membangun kebijakan ICT (ICT Policy) universitas

2. Integrasi data akademik dari seluruh unit-unit akademik

3. Meningkatkan kapasitas jaringan dan akses pengguna

Unhas telah meluncurkan program ICT Policy Studies sejak tahun 2007.

ICT Policy tersebut mencakup kebijakan pengembangan, pengelolaan dan

pemanfaatan system informasi di Unhas. Kebijakan ICT ini juga mencakup sistem

pendukung pengambilan keputusan (decision support system) yang berfungsi

untuk membantu pimpinan dalam melakukan perencanaan dan analisa evaluasi

diri yang lebih baik serta pengambilan keputusan yang berbasis data. Harapannya,

keputusan-keputusan terkait kebijakan pendidikan yang diambil akan lebih

obyektif.114

Langkah-langkah operasional pengembangan Sistem Informasi dan

Manajemen (SIM) Unhas ini sebenarnya telah dilakukan sebelum proyek

IMHERE bergulir, SIM Akdemik yang dipakai Unhas saat ini merupakan hasil

pengembangan dari Sistem Informasi (SI) akademik sebelumnya yang telah

dikembangkan dalam 4 periode. Periode pertama, periode tahun 80-an

dikembangkan oleh tim Unhas. Periode kedua, dikembangkan oleh tim Dikti

dengan nama Sistem Informasi Akademik (SIAKAD) pada tahun 90-an. Periode

ketiga, dikembangkan melalui PHK TPSDP-Batch I pada tahun 2002 dengan

nama Academic Information System (AIS). Periode keempat, dikembangkan

melalui PHK INHERENT 2006 yang dikenal dengan Academic Information

Management System (AIMS). Selanjutnya SI Akademik yang hanya berupa

114 Ibid.

120

Page 142: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pangkalan data sedang dan dikembangkan menjadi informasi akademik melalui

PHK IMHERE Unhas 2007 dan 2008.115

Hasil dari perpaduan sistem yang dibangun dari program-program ini

akhirnya diterapkan pada proses belajar dengan dukungan teknologi dalam Sistem

Aplikasi Belajar Mengajar yang meliputi:

1. e-Learning (Learning Management System - LMS)

2. Registrasi online (Sistem Informasi Akademik)

3. Pengisian formulir rencana studi (Sistem Informasi Akademik)

4. Daftar nilai online (Sistem Informasi Akademik)

5. Jadwal kuliah online (Sistem Informasi Akademik)

6. Absensi online (Sistem Informasi Akademik dan Learning Management

System - LMS)

7. Proxy Library116

Melalui program IMHERE ini pengolahan data menjadi informasi pada masing-

masing SIM saling diterintegrasikan. Hal ini dilakukan untuk mendukung Sistem

Analisis Pengambilan Keputusan yang merupakan misi utama dari komponen ini.

Namun, dalam pengaplikasian di lapangan, masih belum menunjukan

perubahan komperhensif dari sistem informasi ini. Masih terdapat beberapa

fakultas yang belum memiliki infrastruktur jaringan (baik kabel maupun wireless)

sehingga pengajaran dan pelayanan berbasis online yang ingin dicapai dalam 115 Unhas, Draft Sitem Informasi Universitas Hasanuddin Standar 11 (PTIK dan I-MHERE). Dokumen tidak diterbitkan. Makassar: Unhas116 Dapat diakses melalui URL: http://10.0.1.7/proxylib/public_html/index.php?menu=home

121

Page 143: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

program ini tidak berjalan. Pada prakteknya, beberapa fakultas seperti Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Fakultas Sastra (Sekarang menjadi Fakultas

Ilmu Budaya) belum dapat menggunakan daftar nilai online dan absensi online

dalam proses pembelajarannya. Masih sangat jarang juga ditemukan dosen yang

memaksimalkan sistem informasi akademik untuk keperluan pembelajaran. Dari

pengamatan penulis, ketersediaan jaringan internet di Unhas lebih banyak

digunakan untuk fungsi-fungsi non-akademik (seperti untuk media sosial dan

download film) dibanding untuk fingsi-fungsi yang sifatnya akademis.

Untuk sistem pengisian KRS online, dalam pelaksaannya sebenarnya

belum sepenuhnya “online”. Dalam artian, mahasiswa yang mau mengurus KRS

pada kenyataannya masih harus mengurus administrasi dan bimbingan bersama

Pembimbing Akademik (PA) secara “off-line” atau manual. Hal ini menimbulkan

kerancuan manajemen karena misi untuk “memudahkan” pada akhirnya tidak

tercapai karena ketidaksiapan prasarana dan sumber daya.

Selain peningkatan manajemen berbasis IT, Unhas mengelola program B.1

untuk social quality dan social responsibility. Unhas mengangkat fokus untuk

memecahkan persoalan udang dan rumput laut di Sulawesi Selatan melalui

community development. Unhas mencoba memberi solusi kepada masyarakat

khususnya petani tambak, bagaimana cara menggenjot produksi rumput laut dan

udang yang sempat terpuruk.117 Tema ini dipilih sebagai bentuk keprihatinan

Unhas melihat produksi udang Sul-Sel yang jauh di bawah standar nasional yakni

117 “BDP dan Farmasi Menggaet I-MHERE” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/05/bdp-dan-farmasi-menggaet-i-mhere.html pada 2 Juli 2012.

122

Page 144: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

2 ton/tahun. Sul-Sel pertahunnya hanya menghasilkan 26 ribu ton dengan luasan

sekitar 98 ribu hektar lebih. Jumlah tersebut tertinggal jauh dari Thailand yang

dalam setahun bisa memproduksi 310 ton dengan luasan yang hampir sama.

Begitupun, Indonesia yang dikenal sebagai penghasil rumput laut terbesar kedua

di dunia118, tapi tidak bisa menunjang kesejahtraan hidup penduduknya.

Untuk mencapai target tersebut, BDP dan Farmasi menjalin sinergitas

program untuk pengembangan masyarakat. BDP berperan dalam mengupayakan

teknologi budidaya dan pengolahan, sedangkan Farmasi menyiapkan probiotik

yang efektif untuk menuntaskan permasalahan pada udang dan rumput laut,

terutama masalah penyakit, pelestarian lingkungan tambak, dan diversifikasi

produk tambak.119 Untuk hasil yang lebih optimal Unhas bekerjasama dengan

Dinas Provinsi Sulawesi Selatan, Pemda Pinrang, PT. Bantimurung Indah serta

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sulawesi Barat di Mamuju.

Selain program pengembangan masyarakat, dana IMHERE B.2.a Unhas

digulirkan untuk “program outreach”-nya dimana dana IMHERE digunakan

untuk memberi akses bagi pelajar dari keluarga miskin yang secara akademik

tergolong mampu, khususnya di daerah pesisir. Mahasiswa yang dipilih adalah

anak petani tambak, petani rumput laut yang bermukim didaerah pesisir seperti

118 “Indonesia Penghasil Rumput Laut Terbesar” diakses melalui http://www.tempo.co/read/news/2007/11/28/056112513/Indonesia-Penghasil-Rumput-Laut-Terbesar pada 1 agustus 2012.119 Dalam pelaksanaan proyek penelitian farmasi ini mengalami hambatan yang signifikan yaitu kasus terbakarnya gedung lantai lima dan enam fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, di kawasan Tamalanrea Makassar, Minggu pagi (5/7/2009) yang menghanguskan sedikitnya 20 proyek penelitian IMHERE yang hampi rampung. Diakses melalui http://www.tempo.co/read/news/2009/07/05/058185301/Kebakaran-Unhas-Ludeskan-20-Proyek-Penelitian-Farmasi pada 1 agustus 2012.

123

Page 145: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Takalar, Jenneponto, Pangkep, Pinrang yang merupakan wilayah Sulawesi Selatan

serta daerah di Sulawesi Barat.120 Program ini melalui jalur penelusuran minat dan

bakat, mahasiswa yang terpilih menentukan program pilihannya namun tetap

diarahkan untuk mengisi program studi yang peminatnya berkurang. Untuk uang

SPP, Unhas akan menanggungnya, selain itu bagi yang berprestasi IMHERE

menyiapkan beasiswa untuk para mahasiswa tersebut. IMHERE di Unhas juga

dipergunakan untuk dana 5 juta kepada mahasiswa dari semua fakultas yang ingin

mengadakan penelitian atau penyusunan skripsi dengan syarat topiknya tetap pada

tema besar yang diangkat oleh Unhas. Sebagai “kompensasi” BDP mendapat

“jatah” tiga mahasiswa dari BDP serta Farmasi sedangkan empat beasiswa lainnya

untuk fakultas-fakultas lain.121

Pendaftaran grand-beasiswa penelitian ini dibuka pada bulan April 2008.

Pada tahap awal, mahasiswa yang mendaftarkan diri ada 15 orang. Ke 15 orang

mahasiswa ini kemudian berkompetisi yang akhirnya menghasilkan lima besar

proposal penelitian yang dianggap terbaik oleh Tim IMHERE. Namun dalam

pelaksanaan program ini terdapat kekecewaan dari pihak mahasiswa yakni

kurangnya sosialisasi dan informasi seputar beasiswa ini. Kekecewaan lain adalah

tentang ketidakkonsistennya para penyeleksi proposal terhadap penentuan

pemenang grand beasiswa. Sebab, pada awal sosialisasi selalu ditekankan bahwa

120 “Unhas Mencari Mahasiswa Asal Pesisir” diakses melalui

http://www.tempo.co/read/news/2008/01/04/058114768/Unhas-Mencari-Mahasiswa-Asal-Pesisir pada 12 Juli 2012.

121 “BDP dan Farmasi Menggaet I-MHERE” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/05/bdp-dan-farmasi-menggaet-i-mhere.html pada 2 Juli 2012.

124

Page 146: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dana hibah IMHERE ini harus berkaitan dengan rumput laut dan udang

(sebagaimana target proyek). Namun setelah pengumuman pemenang keluar pada

bulan Agustus 2008, terdapat dua pemenang yang penelitiannya sama sekali tak

berkaitan dengan dua komoditas budidaya tersebut.122 Hal ini tentu menjadi

perhatian tersendiri bagi pelaksanaan proyek IMHERE di Unhas. Dari kejadian ini

nampak bahwa kultur akademik yang mengedepankan nilai-nilai objektivitas dan

konsistensi belum dipahami dan dijalankan dengan sepenuhnya oleh pelaksana

kebijakan. Bahkan, antara pelaksana program IMHERE sendiri mengakui bahwa

manajemen dan koordinasi yang buruk membuat proyek ini berjalan lambat.123

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan

proyek maka program dan strategi implementasi proyek IMHERE ini diawasi dan

dievaluasi secara ketat melalui mekanisme monitoring dan evaluasi internal dan

eksternal. Mekanisme ini dijalankan agar pelaksanaan dilapangan sesuai dengan

apa yang diharapkan oleh pemberi dana, dalam hal ini Dikti dan Bank Dunia.

Sistem monitoring dan evaluasi berbasis ICT ini telah diterapkan Unhas melalui

sistem monev dalam jaringan (http://monev.ictsolusi.com) yang dapat diakses

oleh pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab dan kewenangan atas pelaksaan

proyek dan rencana strategi Unhas. Mekanisme ini memungkinkan monitoring

dan evaluasi dilakukan secara detail berdasarkan indikator-indikator pencapaian

yang terukur. Sistem ini merupakan sistem yang dibuat untuk mempermudah

122 Idham Malik, “Anomali Grand Beasiswa Penelitian I-MHERE BDP” diakses melalui http://akuakulturunhas.blogspot.com/2008/10/anomali-grand-beasiswa-penelitian-i.html pada 11 Juli 2012.123 “Mismanagement, I-MHERE Macet” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/11/no-673tahun-xxxiiiawal-november-2007.html pada 12 Juli 2012.

125

Page 147: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pengambilan keputusan (decision support system). Dimana sistem ini juga

berfungsi untuk membantu pimpinan dalam melakukan perencanaan dan analisa

evaluasi diri yang terukur serta pengambilan keputusan yang berbasis data.

2. Dampak Bantuan Luar Negeri terhadap Kebijakan Pendidikan di

Universitas Hasanuddin

Implementasi proyek IMHERE di Unhas senilai Rp. 12 Miliyar ini tentu

memiliki dampak yang besar terhadap kebijakan pendidikan yang dijalankan oleh

penyelengara pendidikan di Unhas. Proyek ini tidak hanya berdampak pada hal-

hal yang sifatnya teknis saja, akan tetapi juga berdampak secara sistemik pada

paradigma pendidikan, arah kebijakan, dan pola penyelenggaraan pendidikan di

Unhas dan Indonesia secara umum. Pergeseran ini tidak terjadi begitu saja atas

kemauan dari aktor penerima bantuan luar negeri. Namun, seperti yang ditulis

Yanuar Ikbar dalam buku “Ekonomi Politik Internasional 2” bahwa keinginan

pihak pemberi dapat dilandasi oleh berbagai kepentingan biasanya ekonomis dan

politis. Pihak penerima pun menggunakan pikiran-pikiran yang serupa ekonomis

dan politis ketika menerima bantuan tersebut. Dalam konteks penelitian ini, apa

dampak dari bertemunya kepentingan pihak pemberi dan pihak penerima proyek

IMHERE?

IMHERE sebagai proyek yang digelontorkan oleh Bank Dunia pastilah

tidak lepas dari kepentingan ekonomi-politik Bank Dunia untuk sektor

pendidikan. Hal ini sebagaimana pendapat Carlos Alberto Tores dalam

“Education and Neoliberal Globalization” tentang peran Bank Dunia sebagai

126

Page 148: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

agen regulasi dari kapitalisme global. Argumen dasar Tores tentang peran Bank

Dunia adalah: sebagai bank, Bank Dunia adalah tempat pinjam-meminjam, bukan

sebuah lembaga donor. Oleh karenanya, seperti yang telah dijelaskan pada bab II

dan III, Bank Dunia sebagai institusi penyedia modal internasional tidak bisa

terlepas dari kepentingan negara-negara donatur yang mengumpulkan dananya

pada lembaga internasional ini.

Pada bagian bab ini kita akan menganalisis guliran dana IMHERE dengan

total dana 98,267.000 Dolar AS ini dengan menggunakan pendekatan model

klasifikasi Martin Carnoy seperti yang telah dijelaskan pada Bab I. Carnoy telah

mengklasifikasikan proses reformasi ini ke dalam tiga tipe reformasi. Reformasi

tipe pertama adalah “reformasi berbasis kompetisi” (competition-based reforms);

selanjutnya, reformasi yang hadir untuk merespon pengurangan anggaran dalam

sektor publik maupun swasta yang diistilahkan sebagai “reformasi berbasis

financial” (reform based on financial imperative). Dan ketiga, reformasi yang

berusaha untuk meningkatkan peran politis pendidikan sebagai faktor utama dari

mobilitas dan kesetaraan sosial atau disebut “reformasi berorientasi kesetaraan”

(equity-driven reforms).124 Pada bagian ini kita akan menganalisis apakah model

Carnoy ini juga terjadi pada konteks implikasi bantuan Bank Dunia dalam

program IMHERE di Unhas?

2.1. Competition-Based Reform

124 Lihat Martin Carnoy. Globalization and Educational Reform: What Planners Need to Know. 1999. UN: Unesco, hal. 37-46 dan Carlos Alberto Torres, Education and Neoliberal Globalization, 2009, New York: Routledge, hal. 16

127

Page 149: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Berdasarkan penjelasan Carnoy tentang kategorisasi reformasi pendidikan

tinggi yang terjadi atas tuntutan globalisasi dan bantuan luar negeri (Carnoy

mengangkat OECD sebagai aktornya), untuk reformasi jenis pertama,

competition-based reform, tercirikan dari empat strategi konvensional yaitu

dorongan untuk menerapkan desentralisasi pengelolaan pendidikan dan

administrasi sekolah, penerapan standard dan norma pendidikan yang baru yang

biasanya diukur melalui test yang ketat (perubahan ke arah akuntabilitas dan

standard baru), pengenalan metode belajar mengajar baru yang diarahkan untuk

mendapatkan kualitas yang baik dengan pengeluaran dana yang sedikit (low-cost),

dan peningkatan proses seleksi dan pelatihan bagi guru dan dosen.

Reformasi bebasis kompetisi ini terlihat jelas dalam implementasi

IMHERE di Indonesia, Panduan Prosedur dan Operational atau Operational

Procedure Manual (OPM) proyek (IMHERE) menyebutkan bahwa tujuan dari

IMHERE komponen proyek A senilai US$ 7,779,000 adalah untuk memberikan

dukungan kepada Ditjen Dikti untuk mengimplementasikan Strategi

Pengembangan Jangka Panjang Pendidikan Tinggi (HELTS) melalui penataan

aspek legal perundangan, untuk pengembangan kapasitas pengelolaan Ditjen

Dikti, peningkatan kemampuan BAN untuk melaksanakan akreditasi institusi, dan

pengembangan strategi untuk merevitalisasi Universitas Terbuka yang merupakan

suatu institusi pembelajaran berkelanjutan terbesar di Indonesia. Komponen ini

mengangkat “Reformasi Sistem Pendidikan Tinggi” sebagai tema besar

komponen proyek.

128

Page 150: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Dalam dokumen resmi IMHERE Project Information Document (Pid)

Appraisal Stage Report No.: Ab1414 disebutkan bahwa permasalah utama sektor

pendidikan tinggi Indonesia diantaranya adalah jangkauan (coverage) dan kualitas

(quality). Sejumlah 81 PTN di Indonesia menampung sekitar 40% dari

keseluruhan populasi mahasiswa Indonesia. 60% sisanya ditampung oleh sekitar

200 PTS yang tersebar diseluruh Indonesia dengan berbagai macam jenis institusi.

Selain jangkauan, masalah kualitas merupakan masalah utama yang

diangkat dalam tujuan utama dan indikator keberhasilan proyek. Bank Dunia

meluncurkan program peningkatan mutu akademik dan kinerja institusi untuk

menjawab permasalah-permasalahan kualitas seperti yang diangkat dalam

dokumen resmi IMHERE. Permasalahan itu di antaranya adalah sedikitnya jumlah

perguruan tinggi di Indonesia yang bersaing di tingkat Internasional. Universitas

terbaik di Indonesia hanya menempati posisi 61 dari 77 universitas terbaik

berdasarkan survey Asia Week. Berdasarkan standar dari Badan Akreditasi

Nasional, pada tahun 2000 hanya 9,1% dari 4.295 program sarjana yang

mendapatkan predikat “sempurna”, 44,8% predikat “baik”, 38,9% berpredikat

“memuaskan”, dan sisanya 7,2% dinyatakan “gagal”.125

Alasan-alasan ketertinggalan daya jangkau dan kualitas ini juga dipakai

oleh Bank Dunia untuk mempromosikan program reformasi perguruan tinggi.

Melaui program komponen A (reformasi sistem) dan B (penciptaan mutu dan

kinerja institusi) pergeseran-pergeseran dan reformasi yang telah dijalankan

125 Bank Dunia. IMHERE Project Information Document (Pid) Appraisal Stage Report No.: Ab1414. 2005

129

Page 151: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

sebelumnya oleh Bank Dunia melalui program-program bantuan luar negeri,

semakin dikukuhkan untuk membangun sistem dan tata kelola yang mendukung

usaha untuk menyiapkan sektor pendidikan tinggi siap menghadapai liberalisasi

sektor jasa pendidikan dan menyediakan tenaga kerja murah. Sejak Indonesia

meratifikasi untuk memasukan sektor pendidikan tinggi ke dalam sektor jasa yang

dapat diliberalisasi, Bank Dunia secara aktif menawarkan pinjaman untuk sektor

pendidikan Indonesia. Dimana syarat pemberian pinjaman tersebut adalah

Indonesia haruslah mereformasi dan memoderenisasi sektor pendidikan tingginya

agar dapat bersaing dalam kacah perdagangan jasa pendidikan global. Jelaslah

bahwa alasan untuk menerapkan reformasi yang berbasis kompetisi terbaca jelas

dari tujuan dan indikator program IMHERE ini.

Di tingkat implementasi, empat strategi konvensional yang dikatkan

Carnoy sebagai pilar utama competition-based reform juga terjadi, dapat kita lihat

antara lain pada:

1. Dorongan untuk menerapkan desentralisasi pengelolaan pendidikan dan

administrasi

Hal ini terlihat jelas pada bagaimana usaha Bank Dunia untuk mendesak

disahkannya UU BHP pada tahun 2010. Melalui Sub-komponen proyek-A.1 UU

BHP lahir. UU yang disahkan pada Desember 2008 ini terdiri dari 69 pasal. UU

BHP ini menjadi pijakan hukum untuk pengalihan status dari PTN menjadi PT

BHMN. UU BHP ini merupakan turunan dari UU Sisdiknas Pasal 53 yang

mengharuskan setiap penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang

130

Page 152: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat untuk berbentuk badan hukum

pendidikan. Bentuk penyelenggaraan BHP ini mengharuskan setiap

penyelenggaraan pendidikan tinggi berbentuk otonom (PT BHMN) dengan

prinsip kompetisi nir-laba. UU BHP ini juga mengubah pola penyelenggaraan

pendidikan dari yang semulanya terpusat menjadi terdesentralisasi. Pemerintah

berubah fungsi dari semulanya sebagai operator pendidikan menjadi sekedar

fasilitator saja. Universitas diberikan kebebasan secara akademik dan non-

akademik institusinya. Hal ini membuka pintu bagi praktek penyelewengan

otonomi kampus dengan menaikan ongkos pendidikan, mengingat dengan UU

BHP tanggungjawab pembiayaan untuk penyelenggaraan pendidikan tidak lagi

sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Tidak hanya itu, UU BHP juga

melegalkan praktek bisnis di lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah dan

kampus) karena mengizinkan BHP untuk melakukan investasi dalam bentuk

portofolio maupun mendirikan badan usaha komersial.126

Unhas sejak Juli 2005 telah mengirimkan proposal persiapan BHP-nya ke

Dikti dan pada tahun 2006 gagal mendapatkan hibah kompetisi IMHERE untuk

pendanaan persiapan BHP. Unhas perlu memenangkan IMHERE untuk “naik

status” dari PTN biasa menjadi BHMN. Karena kegagalan itu, maka Unhas

merevisi kembali dokumen BHP-nya untuk kemudian diserahkan ke Dewan

Pendidikan Tinggi (DPT) Dikti pada Januari 2006.127 Perubahan status ini

diperlukan agar Unhas bisa naik level ke tingkat Universitas BHMN. Pada level

126 Darmaningtyas, dkk. Tirani Kapital dalam Pendidikan. 2009. Jakarta: Damar Press, hal. 274127 “Apa Kabar BHP ?” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2006/10/apa-kabar-bhp_116101835749941858.html pada 12 Juli 2012.

131

Page 153: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

ini, besar dana hibah yang akan didapat lebih besar dari level untuk PT yang

belum otonom. Unhas baru mendapatkan kompetisi hibah IMHERE itu di

kesempatan kedua.

Sebagai langkah awal untuk merubah pola pikir tentang otonomisasi

kampus, maka dengan menggunakan dana program tersebut, pada tanggal 4-19

Agustus 2008, David Williams dari "Kurtis Paige Initiatives Consultant"

(Sydney) diundang untuk memberikan bimbingan teknis kepada tim pembuatan

sistem dan prosedur manajemen SDM universitas. Pembahasan Davis Williams

pada waktu itu difokuskan pada otonomi universitas dan peran pimpinan dalam

menghela sebuah perubahan.128 Ini merupakan upaya pihak Unhas untuk memberi

dorongan kepada personilnya dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk menjadi

universitas yang otonom. Disini nampak bahwa dana IMHERE sangat berperan

dalam membentuk paradigm baru para pelaksana lapangan dan pengambil

kebijakan di lingkungan Unhas.

Diskusi oleh David Williams ini menjadi menarik untuk dicermati karena

dihadiri oleh stake-owner rektorat yang bertanggungjawab untuk menjalankan

program IMHERE di Unhas. Hal lain yang menarik adalah, dalam pembahasan

tersebut terbahasakan bahwa “change” yang harus diambil oleh Unhas merupakan

akumulasi dari faktor-faktor determinan yang menjadi kondisi strategis Unhas

yakni: “pressure of change”, “clear shared vision””, “capacity for change”, dan

actionable first step”. Dari sini jelas bahwa perubahan dan reformasi yang harus

128 “Diskusi Filosofi Otonomi” diakses melalui http://lantai6rektorat.blogspot.com/2008/08/diskusi-filosofi-otonomi.html pada 1 Agustus 2012

132

Page 154: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dilakukan oleh Unhas juga disebabkan oleh “pressure for change” atau dorongan

untuk berubah. Adapun perubahan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan

sistemik yang dituntut oleh UU BHP, maupun UU lain yang menyangkut

keharusan untuk desentralisasi pengelolaan. Perubahan itu juga mencakup

perubahan mekanisme pendanaan dan paradigma pendidikan. Momen diskusi ini

merupakan internalisasi paradigm reformasi dalam lingkup Unhas.

Saat UU BHP dibatalkan oleh MK sehingga tidak memiliki kekuatan

hukum tetap, Unhas tetap melaksanakan perubahan pengelolan sebagai usahanya

untuk “naik level”. Unhas menerapkan sistem pengelolaan Badan Layanan Umum

(BLU) mulai tahun 2008. Sistem BLU sebenarnya diberlakukan di Indonesia

sejak tahun 2005 telah disahkan dan diterapkan melalui koordinasi Kementrian

Keuangan. Sistem BLU ini dapat diterapkan oleh semua badan pemerintah dengan

menerapkan sistem pengelolaan asset dan keuangan secara otonom, termasuk

untuk institusi pendidikan tinggi.129 Melalui sistem ini Unhas mulai mengelola

keuangan dan assetnya. Konsekuensinya adalah Unhas harus menata kembali

asset dan sumber pemasukannya. Asset-asset yang dulu terbengkalai seperti hutan

Unhas, marine station, tanah Unhas di beberapa kabupaten, dan asset-asset

lainnya didata kembali untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan yang baru.

Arus protes sempat mencuat saat Unhas mulai memberlakukan tarif pakai untuk

gedung-gedung dan fasilitas kampus lainnya seperti Baruga AP. Pettarani,

Gedung IPTEKS, Gedung PKP, dan bus Unhas. Diberlakukannya tarif ini adalah 129 Pengelolaan tersebut mencakup: pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, pengelolaan piutang dan utang, investasi, pengelolaan barang, akuntansi, remunerasi, surplus/deficit, status kepegawaian pns dan non pns, dan nomenklatur kelembagaan dan pimpinan. Presentasi Direktorat Pembinaan PK BLU Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan RI, Implementasi Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Surakarta, 16 Februari 2009.

133

Page 155: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

konsekuensi dari berkurangnya subsidi pemerintah untuk universitas sehingga

Unhas harus membuka pundi-pundi penerimaan dari asset-asset yang ada.

Sementara oleh mahasiswa, hal ini dinilai sebagai praktek komersialisasi fasilitas

kampus. 130 Logika sederhana yang dipakai oleh mahasiswa adalah “mengapa kita

harus menyewa kamar di rumah kita sendiri?”. Jika Unhas dianggap sebagai

“rumah”, maka menggunakan fasilitas-fasilitas kampus sudah selayaknya menjadi

hak yang tidak perlu dibebani biaya.

2. Penerapan standar dan norma pendidikan yang baru yang biasanya diukur

melalui test yang ketat (perubahan ke arah akuntabilitas dan standard baru)

Indikasi ini jelas terdapat pada sub-komponen A.2 yang bertujuan untuk

memperkuat sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi dan mempersiapkan

transisi sistem akreditasi dari akreditasi program studi menjadi akreditasi

institusi.dan akreditasi asosiasi profesi (seperti arsitek, insinyur, atau dokter).

Program senilai 448,000 Dollar AS juga digunakan untuk technical assistance,

training, dan komponen fisik lain yang diperlukan juga dilaksanakan melalui sub-

komponen ini.

Atas dorongan reformasi yang dibawa oleh program IMHERE, maka

standar-standar baru dalam penyelengaraan pendidikan tinggi. Di Unhas standar-

standar itu diterapkan dalam wujud meningkatkan parameter kualitas akademik

yang terukur. Dalam Renstra Unhas 2006-2010 disebutkan misalnya bahwa untuk

130 “Komersialisasi Terjadi, Mahasiswa Unhas Tolak BHP“ diakses melalui http://news.okezone.com/read/2007/12/03/1/65385/komersialisasi-terjadi-mahasiswa-unhas-tolak-bhp pada 12 Juli 2012

134

Page 156: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

memperbaiki kualitas maka Unhas meningkatkan standarnya dengan parameter

ratio dosen-mahasiswa dari 1:17 pada tahun 2002 ditingkatkan menjadi 1:10;

ratio dosen berpendidikan lanjut dari 6.61% (2002) menjadi 90%; tingkat

pemanfaatan internet 0,5 Kbps / mahasiswa; jumlah mahasiswa dengan IPK <

2.75 kurang dari 25%; persentase mahasiswa yang lulus tepat waktu minimal

60%.131 Standar-standar ini dipakai sebagai usaha untuk level mahasiswa Unhas

dalam merespon tuntutan global dan nasional tentang kualitas lulusan. Untuk

pengakuan di tingkat internasional, Unhas juga mulai membuka menaikan

mengembangkan kelas internasional. Program kelas internasional akan

diarahkan pada fakultas yang memiliki program studi berakreditasi A,

misalnya untuk Program Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran.

Standar baru ini diterapkan sebagai jawaban atas rendahnya kualitas

lulusan juga menjawab tuntutan dunia kerja dan struktur industrial yang

membutuhkan ketersedian tenaga kerja murah namun memiliki kualifikasi

akademis dan soft skill yang diperlukan. Namun satu hal yang menjadi perhatian

adalah bahwa standar-standar yang dipakai ini sangatlah mekanistik dan

positifistik misalnya dengan menerapkan standar-standar minimal IPK rata-rata

dan durasi masa kuliah sesingkat mungkin (14 semester maksimal dengan ukuran

“normal” 3,5 tahun/7 semester). Standar-standar ini akhirnya berdampak pada

pola pikir dosen dan mahasiswa yang hanya berlomba-lomba untuk mencetak

mahasiswa dengan IPK tinggi dan masa kuliah tercepat. Setiap wisuda, para

mahasiswa dengan nilai IPK dan masa kuliah tercepat diberikan “award” berupa

wisudawan/wisudawati terbaik dan diberi kesempatan untuk berpidato. Standar ini 131 Rencana Strategi Unhas 2006-2010, hal. 53

135

Page 157: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pada akhirnya menciptakan mental-mental mahasiswa yang hanya mengejar IPK

dan selesai secepatnya tanpa memperdalam ilmu pengetahuan, kemampuan-

kemampuan dasar, serta melaksanakan fungsi-fungsi intelektualnya dalam

kampus maupun dalam masyarakat.

Pada ranah manajemen dan tata kelola, karena dana IMHERE menekankan

pada syarat dan indikator peningkatan mutu dan tata kelola maka setiap unit

pendidikan tinggi dituntut untuk memiliki standar pelayanan yang diukur dalam

standar-standar industrial seperti layaknya korporasi. Perguruan tinggi yang telah

memenuhi standar tertentu dalam memberikan kepuasan kepada “pelanggan”

ditandai dengan pemberian sertifikasi ISO (International Standard Organization).

ISO ini merupakan standar penjamin mutu yang memuat ukuran-ukuran dan

perangkat teknis administratif untuk menjami kepuasan pelanggan. Unhas sendiri

saat ini telah mulai menggunakan sistem penjamin mutu ini sejak 2009. Melalui

perusahaan penjamin mutu SAI Global, pertama-tama Prog Pascasarjana

Universitas Hasanuddin mendapatkan lisensi ISO untuk pelayanan akademik pada

1 Sep 2008. Kemudian Rektorat Unhas mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008

dalam juga hal penyediaan pelayanan administrasi akademik (No. Lisensi:

QEC26865). Sementara untuk fakultas, hingga saat ini baru dimiliki oleh Fakultas

Farmasi.

Lebih jauh, standar-standar baru juga didorong untuk diterapkan pada

level program studi, jurusan, dan universitas melalui program IMHERE

komponen A.2. Standar-standar ini mencakup standar tentang komitmen

perguruan tinggi terhadap kapasitas institusional (institutional capacity) dan

136

Page 158: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

komitmen terhadap efektivitas program pendidikan (educational effectiveness),

yang dikemas dalam tujuh standar akreditasi, yaitu:132 1) Visi dan Misi; 2)

Tatapamong dan Kepemimpinan; 3) Kemahasiswaan dan Lulusan; 4) Sumber

daya manusia; 5) Pembelajaran, Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan

Kerjasama; 6) Pendanaan, Sarana, dan Prasarana; dan 7) Sistem Penjaminan Mutu

dan Manajemen Informasi.

Seperti halnya standar kualifikasi mahasiswa di atas, standar-standar ini

juga merupakan standar yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam

transfer kredit perguruan tinggi, pemberian bantuan dan alokasi dana, serta

pengakuan dari badan atau instansi yang lain. Oleh karenannya, Unhas

mendorong setiap program studi, jurusan, dan fakultas untuk meningkatkan

standar akreditasnya. Hingga tahun 2011 telah ada 52 program studi yang telah

terakreditasi oleh BAN-PT dari total sebanyak 60 program studi di Unhas.133

Program-program studi dan fakultas-fakultas “berlomba-lomba” untuk

mendapatkan nilai akreditasi yang memadai. Hal ini terjadi karena nilai akreditasi

akan mempengaruhi besar alokasi pendanaan baik dari universitas maupun dari

skema-skema pendanaan lainnya. Selain itu, akreditas juga mempengaruhi “nilai

jual” lulusan di bursa kerja. Sehingga menjadi tanggungjawab moral-struktural

bagi setiap program studi/jurusan/fakultas untuk mendapatkan akreditas yang

baik.

132 Dokumen BAN-PT, Naskah Akademik Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. 2008. Jakarta: BAN PT, hal. 6-7133 Dokumen KBK Dan Status Akreditasi Prodi Di Universitas Hasanuddin, diakses melalui http://unhas.ac.id/lkpp/index.php?option=com_content&task=view&id=221&Itemid=108 pada 11 Juli 2012.

137

Page 159: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Akan tetapi, sistem akreditasi yang digunakan sebagai standar penjaminan

mutu ini memiliki kelemahan mendasar yakni kondisi riil di lapangan bahwa

kondisi kemampuan fasilitas maupun sumber daya yang tidak sama. Dimana

terdapat program studi maupun fakultas yang lebih maju dibanding yang lainnya.

Seharusnya program studi atau fakultas yang masih “tertinggal” secara fasilitas

dan sumber daya (yang nilai akreditasnya rendah) mendapatkan porsi anggaran

yang lebih atau minimal sama dengan program studi yang telah “maju”, karena

program studi atau fakultas tersebut memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk

mengembangkan dirinya. Akibatnya standar baru ini menciptakan klasifikasi-

klasifikasi kelas di antara mahasiswa maupun antar program studi/fakultas. Lahir

kemudian prodi dan fakultas unggulan (seperti Pendidikan Dokter, Fakultas

Hukum, Ilmu Akuntansi dan Ilmu Hubungan Internasional) dan

prodi/jurusan/fakultas yang mengalami kekurangan peminat (misalnya Jurusan

Sastra Daerah dan jurusan-jurusan di Fakultas Pertanian). Perbedaan klasifikasi

ini berakibat pada semakin lebar kesenjangan antar fakultas atau jurusan. Pada

jangka panjang, kesenjangan ini berujung pada ditutup atau dileburnya jurusan-

jurusan atau program studi yang minim peminat.

3. Pengenalan metode belajar mengajar baru yang diarahkan untuk mendapatkan

kualitas yang baik dengan pengeluaran dana yang sedikit (low-cost)

Untuk mendukung perubahan standar-standar baru yang diterapkan dalam

skala nasional, secara mendasar juga terjadi perubahan kurikulum nasional dari

yang sebelumnya menggunakan content-based (Kemendikbud No. 056/U/1994)

138

Page 160: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

menjadi competence-based atau kurikulum berbasis kompetensi (Kepmendiknas

No. 232/2000). Dengan terbitnya Kepmen No. 232/U/2000 dan Kepmen No.

045/U/2002 maka kurikulum Unhas juga diarahkan ke KBK. Adapun kompetensi

dimaknai sebagai kapasitas seseorang untuk melakukan tindakan cerdas dan

bertanggung-jawab sesuai dengan bidang keahliannya.134

Pada konteks Unhas, telah disebutkan dalam Renstra Unhas 2006-2010,

Unhas telah menerapkan transformasi pemberlajaran untuk merespon demand

lingkungan strategis yang melingkupinya. Transformasi dimaksud meliputi:

a) Substansi pembelajaran, yaitu Unhas memperkenalkan wawasan holism

dan inter-koneksitas sebagai pelengkap dari pendekatan reduksionisme-

deterministik yang menjadi acuan pembelajaran pada saat ini. Di samping

itu, Unhas memberikan perhatian untuk transformasi pembelajaran yang

berkaitan dengan budaya, termasuk budaya bangsa lain yang akan

menjadi ketrampilan lunak (soft-skills) yang dirancang untuk menunjang

keberhasilan setiap profesi;

b) Metoda pembelajaran, Unhas telah memperkenalkan pemanfaatan TIK di

dalam kampus (campus-based university), serta mengembangkan sistem

pembelajaran on-line. Metoda pembelajaran berbasis instruksi

(instructional-based teaching) perlahan-lahan telah digantikan dengan

metoda pembelajaran yang berorientasi kepada kebutuhan pelajar (student-

center learning).

134 Presentasi Prof. Dadang Sumihardja, Bidang Akademik Unhas, Makassar, Juni 2012.

139

Page 161: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Transformasi metode belajar ke Student Center Learning (SCL) menuntut

peremajaan bahan ajar secara terus menerus karena mahasiswa juga dituntut untuk

lebih proaktif mencari ilmu pengetahuan. Dari 26 laporan evaluasi diri program

studi dalam lingkungan Unhas yang mengikuti program hibah kompetisi sejak

tahun 2004 hingga 2007, menunjukan bahwa presentase mata kuliah yang

memiliki bahan ajar terstruktur dan terbaharui pada setiap program studi kurang

dari 30%.135 Hal ini mencerminkan bahwa penerapan reformasi ini di Unhas

belum berjalan secara maksimal. Untuk mentaktisi hal ini, Unhas melaksanakan

program intensif bagi para dosen yang tingkat kehadirannya di kelas lebih dari

80% dan menyerahkan hasil ujian mahasiswanya tidak lebih dari batas waktu

yang ditentukan. Besar intensif itu adalah Rp. 25.000,-per SKS pertatap muka.

Untuk mendukung proses transfomasi pembelajaran ini, Unhas menggunakan

dana program IMHERE 2.2.a untuk memperkaya sistem informasi yang ada,

terutama dari sisi kebijakan.

Walaupun pada penerapannya, metode SCL dan pembelajaran berbasis

TIK tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Hal ini dikarenakan masih

banyaknya dosen yang belum bisa mengadaptasi metoda belajar SCL dan masih

belum meratanya kapasitas TIK yang ada di setiap fakultas. Infrastruktur yang

dibangun melalui proyek IMHERE masih belum dimaksimalkan untuk metode

pembelajaran e-learning. Selain itu, secara substansi, metode belajar berbasis IT

ini mengurangi interaksi sosial antara mahasiswa dengan mahasiswa serta

mahasiswa dan dosen. Pada tingkat tertentu, metode belajar low-cost ini dapat

135 Laporan Tahunan Rektor Unhas 2007, hal. 8.

140

Page 162: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

menciptakan mahasiswa-mahasiswa yang semakin individualis karena kurangnya

interaksi sosial face to face dan kematangan emosi yang terjalin dari relasi sosial

yang bersifat fisikiah.

4. Peningkatan proses seleksi dan pelatihan bagi guru dan dosen

Reformasi kebijakan dan tata kelola yang diterapkan memerlukan

ketersediaan sumber daya manusia yang cakap dan mampu menjalankan sistem

tersebut. Pada tahun 2006, dari keseluruhan staf pengajar yang telah berjumlah

1.781 orang, telah terdapat 459 orang (25,77%) yang telah berkualifikasi S3, 941

(52,84%) berkualifikasi S2 dan sisanya, 381 orang (21.39%) masih berkualifikasi

S1. Dari data yang tertulis dalam Rencana Strategi Unhas 2006-2010 disebutkan

bahwa ratio dosen berpendidikan lanjutan (S2 dan S3) terhadap jumlah dosen

seluruhnya semakin baik, yaitu meningkat dari 66,61% (2003) menjadi 78,61%

(2007). Ratio ini bervariasi antar fakultas, yaitu berkisar 65–90%. 136

Untuk meningkatkan kemampuan dosen, pada tahun 2007, Unhas

mengalokasikan dana untuk melatih sejumlah staf dengan mengirim mereka

dalam mengikuti pelatihan/training dalam bidang: Pengelolaan Keuangan,

Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Pengelolaan Asset dan Fasilitas,

Pengelolaan ICT, serta Pengelolaan Akademik. Program ini juga dibiayai oleh

pengalokasian dana dari IMHERE yang dimenangkan Unhas. Pada Agustus

2007, jumlah dosen yang telah di training tentang learning telah mencapai 140

orang.137 Untuk meningkatkan tingkat jenjang pendidikan para dosen, Unhas

136 Rencana Strategi Unhas 2006-2010, hal. 21137 Dikti. Book I: Self Evaluation Report: Hasanuddin University. 2006. Jakarta: Dikti

141

Page 163: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

mendorong agar dosen-dosen melanjutkan jenjang pendidikan mereka. Tahun

2008, jumlah dosen yang melanjutkan jenjang pendidikan S2 dan S3 di dalam

dan luar negeri masing-masing 15 dan 29 orang.138 Jumlah itu meningkat menjadi

16 orang (S2) dan 43 (S3) pada tahun 2009.139

Pada kebijakan skala nasional, UU Guru dan Dosen dan Permen Nomor

42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen mengharuskan setiap dosen harus

tersersertifikasi sebagai parameter kemampuan dan profesionalitasnya.140 Adapun

proyek IMHERE hadir sebagai suplemen untuk memastikan standar baru untuk

dosen ini berjalan dengan efektif. Di Unhas, jumlah dosen yang tersertifikasi

meningkat dari tahun 2008 hanya 159 dosen yang lulus sertifikasi, jumlah itu

meningkat menjadi 318 (pada 2009) dan pada tahun 2010 telah ada 837 dosen

yang telah ikut sertifikasi (807 lulus dan 30 orang belum lulus).141 Sesuai dengan

prinsip kompetisi, sertifikasi ini berpengaruh pada besaran insentif yang diterima

oleh dosen. Peningkatan proses seleksi dan pelatihan ini merupakan konsekuensi

logis dari dibutuhkannya kualitas mahasiswa yang dapat bersaing di dunia kerja

dan berkurangnya anggaran untuk menggaji dosen. Oleh karenanya, daripada

memperbanyak jumlah dosen yang ada, pilihan yang dilakukan adalah dosen-

dosen tersebut dipacu untuk meningkatkan kualitasnya dengan sistem insentif

sebagai motivasi ekonomisnya.

138 Data Bag. Kerjasama Unhas. Jumlah Dosen Unhas yang Menyelesaikan Pendidikan S2,S3 Dalam Negeri dan Luar Negeri Tahun 2008. Makassar: Unhas139 Data Bag. Kerjasama Unhas. Jumlah Dosen Unhas yang Menyelesaikan Pendidikan S2,S3 Dalam Negeri dan Luar Negeri Tahun 2009. Makassar: Unhas140 Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Lihat dalam Kemendiknas. Naskah Akademik Program Sertifikasi Dosen 2007. 2007. Jakarta: Dikti141 Data Bag. Kepegawaian Unhas. 4.2.10 : Data Dosen Universitas Hasanuddin yang Telah Mengikuti Sertifikasi Keadaan 31 Oktober 2010. Makassar: Unhas

142

Page 164: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Secara umum, dari proses reformasi dan transfomasi yang dilakukan oleh

Unhas dan pola kebijakan yang telah dijelaskan diatas, reformasi berbasis

kompetisi ini menciptakan pola kompetisi dari level atas hingga level bawah. Pola

kompetisi itu adalah:

1. Kompetisi antar perguruan tinggi di dalam negeri (yang terbagi

menjadi kompetisi antar PT yang “se-level” dan PT yang berbeda

level)

2. Kompetisi antara perguruan tinggi dalam negeri dengan perguruan

tinggi asing/di luar negeri (dalam hal penelitian, mahasiswa

internasional, hingga peringkat internasional semisal Webometric142)

3. Kompetisi antar fakultas/jurusan/program studi (dalam hal akreditasi

dan kompetisi pendanaan)

4. Kompetisi individual sebagai akibat dari struktur kompetitif yang

berubah, misalnya kompetisi beasiswa dan kompetisi dana penelitian.

Jadi pola kompetisi yang didesak melalui proyek IMHERE, tidak hanya

mengubah paradigma tentang tata kelola yang terdesentralisasi dan akuntabel.

Namun lebih jauh, basis kompetitif ini mengarah pada usaha-usaha untuk

menjawab pergeseran paradigma ekonomi dari ekonomi berbasis bahan baku

menjadi (resource-based economy) ekonomi berbasis ilmu pengetahuan

142 Webometric adalah suatu sistem yang memberikan penilaian terhadap seluruh universitas terbaik di dunia melalui website universitas tersebut. Webometric melakukan pemeringkatan terhadap lebih dari 20 ribu Perguruan Tinggi diseluruh dunia. Pada Januari 2010 Unhas menduduki peringkat 3223 dunia dan 23 nasional. Sementara pada Juli 2010, Unhas pada peringkat 3092 dan 27 secara nasional. Lihat Ady Wahyudi Paundu, Laporan Webometric Unhas 2010. 2010. Makassar: PTIK Unhas

143

Page 165: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

(knowledge based economy).143 Dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan,

pendidikan tinggi dilihat sebagai komoditas jasa yang memiliki nilai ekonomi

tinggi dan merupakan infrastruktur utama bagi penciptaan tenaga kerja global.

Pendidikan tinggi dianggap sebagai industri jasa yang harus dikelola sebagaimana

sektor industri lainnya. Sebagaimana yang dinyatakan Kerr, bahwa “… the

university as producer, wholesaler and retailer of knowledge cannot escape

service. Knowledge, today is for everybody’s sake”.144

Oleh karenanya, pendidikan tinggi haruslah dikelola dengan prinsip-

prinsip ekonomi dan harus dapat menghasilkan luaran yang bernilai ekonomi

pula. Seperti analisis diatas, terlihat bahwa melalui proyek IMHERE dalam

lingkup nasional maupun Unhas secara spesifik dituntut untuk dapat

menghasilkan tenaga kerja terdidik dengan biaya minimum (low cost) untuk

merepon kebutuhan pasar (market based). Ketersedian tenaga kerja terdidik

dengan harga murah ini sering diperbenturkan dengan kondisi pengangguran yang

masih sangat tinggi di Indonesia, yakni sekitar  7,41% (2010) dengan  jumlah

angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2010 mencapai 116 juta orang.145 Untuk

meningkatkan daya serap lulusan Unhas di dunia kerja, Unhas telah membentuk

UPT Job placement Center (JPC)146 dan sejak 2007 selalu mengadakan job fair

secara regular. UPT ini berfungsi sebagai wadah dalam meningkatkan kapasitas 143 Lihat, Laura M. Portnoi dkk (Ed), Higher Education, Policy, And Global Competition The Phenomenon, 2010, New York: Palgrave Macmillan, hal. 29.144 Clark Kerr, “The Uses of The University” dalam Buchari Alma dan Ratih Hurriyati (ed). Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan.2008. Bandung: Alfabeta, hal. 35145 “BPS: Jumlah Pengangguran di Indonesia Berkurang” diakses malalui http://www.tribunnews.com/2010/05/11/bps-jumlah-pengangguran-di-indonesia-berkurang pada 10 Juli 2012.146 Berdasarkan Surat Keputusan Rektor No. 427/H4/O/2007 tentang Pendirian UPT Job Placement Centre sebagai organ yang secara teknis mengelola JPC

144

Page 166: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dan kapabilitas mahasiswa dan alumni universitas serta menjadi informasi

lapangan kerja dan/atau wiraswasta. Pembentukan UPT ini untuk menjawab

kebutuhan kompetitif lulusan Unhas yang harus bersaing di dunia kerja. Pada Job

Fair / Bursa Kerja yang dilaksanakan pada 30-31 Maret 2011 jumlah alumni

yang ikut dalam seleksi selama Job Fair berlangsung mencapai 3000 alumni.147

Jumlah yang cukup besar ini merupakan cerminan bahwa faktor eksternal

(market) menjadi faktor yang sangat determinstik dalam reformasi berbasis

kompetisi yang terjadi di Unhas.

Reformasi berbasis kompetisi yang terjadi di Unhas ini, secara substansial

akhirnya perlahan menggeser paradigma “pendidikan untuk semua” menjadi

“korporatisasi pendidikan” dimana pengelolaan dengan cara-cara korporasi yang

dipercaya dapat meningkatkan mutu luaran pendidikan. Korporatisasi pendidikan

adalah praktek penyelenggaraan pendidikan yang lebih menonjolkan masalah tata

kelola pendidikan yang dikelola secara professional guna memberikan kepuasan

kepada pelanggan (mahasiswa).148 Praktek standarisasi industrial seperti ini

merupakan wujud nyata dari implikasi masuknya paradigma dan tata kelola ala

korporasi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, model korporasi

seperti ini merupakan bentuk manifestasi model neoliberalisme yakni model self-

regulating dengan tata kelola entrepreneurial (korporatif). Proyek IMHERE dan

147 Prof.Dr.Hj.Farida Patittingi. UPT Job Placement Centre (JPC). Slide Presentasi. 2012. Makassar: Unhas148 Istilah korporatisasi diinspirasikan oleh Prof. Dr. H.A.R. Tilaar. Lihat Tilaar H.A.R, “Badan Hukum Pendidikan: Korporatisasi Pendidikan, Suatu Tinjauan Pedagogis,” makalah diskusi, tidak dipublikasikan. Tentang manajemen pendidikan ala korporasi ini dijelaskan dengan sangat jelas dan rinci dalam Buchari Alma dan Ratih Hurriyati (ed). Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan.2008. Bandung: Alfabeta, hal. 11-54.

145

Page 167: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

semua syaratnya telah mengakibatkan perubahan dan reformasi yang sangat

mendasar dalam hal paradigma, kultur, kebijakan, dan tata kelola pendidikannya.

2.2. Reform Based on Financial Imperatives

Proyek bantuan Bank Dunia melalui IMHERE tidak hanya melahirkan

reformasi berbasis kompetisi namun juga reformasi jenis kedua yang hadir untuk

merespon pengurangan anggaran dalam sektor publik maupun swasta yang

diistilahkan sebagai “reformasi berbasis financial” (reform based on financial

imperatives). Reformasi jenis ini biasanya didesak oleh IMF dan Bank Dunia

sebagai prakondisi dan prasyarat sebelum digulirkannya bantuan pendidikan bagi

suatu negara.149

Masalah penganggaran fiskal Indonesia untuk pendidikan juga tidak lepas

dari alasan mengapa Bank Dunia menggelontorkan dana IMHERE. Dalam

dokumen resmi IMHERE, disebutkan bahwa faktor utama rendahnya tingkat

partisipasi dan kualitas adalah rendahnya tingkat pengeluaran publik untuk

pendidikan tinggi. Pengeluaran publik pada semua tingkatan pendidikan di

Indonesia hanya 1,3 persen dari PDB, dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran

publik sebesar 3,2 persen di negara-negara Asia Timur. 21 persen dari anggaran

pendidikan nasional negara dihabiskan untuk pendidikan tinggi. Ini berarti

pengeluaran yang sangat rendah per siswa untuk pendidikan tinggi Indonesia

149 Lihat Carlos Alberto Torres, Education and Neoliberal Globalization, 2009, New York: Routledge, hal. 16.

146

Page 168: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan.150 Sebagian besar anggaran

Dikti digunakan untuk membiayai lembaga-lembaga pendidikan publik.

Pada tahun 2009, anggaran pemerintah untuk pendidikan tinggi adalah

sebesar 18,5 triliun Rupiah atau sekitar US$ 1,8 miliar. Sekitar 85 persen dari

anggaran tersebut dialokasikan untuk PTN: 69 persen dialokasikan untuk PTN 76

non-otonom, 11 persen untuk tujuh PT yang telah BHMN, dan 6 persen lainnya

digunakan untuk mendanai lembaga koordinasi dari PTS-PTS di Indonesia.

Dalam APBN 2009, sekitar Rp 4,7 triliun atau US$ 470 juta berasal dari

pendapatan sendiri dari 76 institusi publik tersebut. Gambar berikut menjelaskan

persentase anggaran tersebut:

Gambar 3: Komposisi anggaran tahun 2009 untuk Dikti dengan total 18,5 Triliun

150 Bank Dunia. IMHERE Project Information Document (Pid) Appraisal Stage Report No.: Ab1414. 2005.

147

Page 169: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Sumber: Dokumen World Bank. Human Development East Asia and Pasific Region. Indonesia : Higher Education Financing, 17 April 2012

Anggaran 18,5 triliun ini dianggap terlalu besar dan membebani kas negara karena

menghabiskan hampir seperempat dari total APBN.151 Oleh karena itu, pola-pola

bantuan seperti IMHERE ini menjadikan pengurangan subsidi sebagai syarat dan

alas am untuk menerapkan otonomisasi kampus.

Pengetatan pengeluaran fiskal untuk pendidikan tinggi ini juga disebabkan

oleh tuntutan pembayaran utang luar negeri yang harus dibayarkan setiap

tahunnya. Pada tahun 2001 total pengeluaran kas negara untuk membayar bunga

dan cicilan pokok luar negeri mencapai Rp. 103,027 triliun, pada 2002 mencapai

Rp. 102,126 triliun, dan 2003 turun menjadi 99,293 triliun. Sementara pada kurun

waktu yang sama anggaran pendidikan hanya Rp. 9,339 triliun (2001), Rp. 10,513

(2002), dan Rp. 14,138 triliun (2003).152 Jadi memang terlihat bahwa

penganggaran untuk dana pendidikan dan pembayaran hutang luar negeri sangat

tidak imbang.

Lebih jauh lagi, secara internasional Indonesia ternyata menjadi incaran

negara-negara ekportir jasa pendidikan dan pelatihan. Oleh karena perhatian

pemerintah terhadap bidang pendidikan masih rendah, maka menjadi alasan untuk

“mengundang” masuknya penyedia jasa pendidikan dan pelatihan luar negeri ke

Indonesia. Untuk lebih meningkatkan ekspor jasa pendidikan tinggi ke negara-

negara berkembang ini, intervensi pemerintah dalam sektor jasa tersebut harus

151 Dokumen World Bank. Human Development East Asia and Pasific Region. Indonesia : Higher Education Financing, 17 April 2012.152 Lihat Darmaningtyas. Utang dan Korupsi Racun Pendidikan. 2008. Jakarta: Pustaka yashiba, hal. 225.

148

Page 170: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

dihilangkan. Negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, Jepang, Cina,

Korea dan Selandia Baru merupakan negara-negara yang paling mendesak

Indonesia untuk meliberalisasi sektor pendidikannya.153

Proyek Bank Dunia dalam IMHERE kemudian menjadikan syarat

finansial ini sebagai keharusan yang harus diterapkan dari tingkat pusat hingga ke

unit-unit kerja PT. Untuk memfokuskan analisa, reformasi finansial ini dapat kita

pahami dengan pendekatan Carnoy. Menurut Carnoy, terdapat 3 strategi utama

dalam reformasi jenis ini, yakni:

a. Mentransfer pembiayaan pendidikan dari pendidikan tinggi ke tingkat

pendidikan yang lebih rendah dengan anggapan bahwa subsidi untuk

pendidikan tinggi adalah subsidi untuk orang kaya saja karena mayoritas dari

mahasiswa yang mendaftar tergolong mahasiswa yang berasal dari keluarga

kelas menengah dan/atau kelas elit; dan privatisasi sektor pendidikan dasar

dan menengah dengan anggapan bahwa peningkatan biaya pengguna dan

kontribusi keluarga dalam pendidikan anak didik pada gilirannya akan

mengurangi beban fiskal dalam pembiayaan sektor-sektor publik.

Dalam konteks kebijakan ini di Indoneisa, “pengalihan” subsidi ini

dijalankan melalui konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Konsep

MBS ini dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan

otonomi lebih besar kepada pihak sekolah; memberikan

fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber

153 Dijelaskan oleh Prof. Dr. Sofian Effendi, "GATS dan Liberalisasi Pendidikan Tinggi" pada Diskusi “GATS: Neo-imprialisme modern dalam Pendidkan” diselenggarakan oleh BEM-KM UGM, Yogayakarta, 22 September 2005.

149

Page 171: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

daya sekolah; dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah

dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan mutu sekolah.154

Tujuan MBS sebenarnya ingin membuat sekolah lebih otonom dan

partisipatif, tapi tujuan ini tidak tercapai karena pada prakteknya pihak sekolah

dan komite lebih fokus untuk mengurus masalah pendanaan.

Akhirnya MBS menjadi konsep yang membuka kesempatan bagi

sekolah untuk menaikan biaya pendidikannya. Mengingat subsidi pemerintah

untuk sekolah-sekolah bertaraf internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah

Bertaraf Internasional (RSBI) dihapuskan sehingga sekolah-sekolah itupun

harus menggunakan model MBS untuk mencari sumber-sumber pemasukan.

Hal ini diperparah karena konsep MBS ini memang bukan gagasan dan

kehendak asli dari penentu kebijakan pendidikan, tapi dari dorongan Asian

Development Bank (ADB), Bank Dunia, Unicef, Unesco, dan beberapa negara

seperti Inggris, Selandia Baru, dan Belanda.155

b. Strategi pengurangan biaya dengan meningkatkan jumlah mahasiswa per

dosen untuk mengatasi defisit anggaran dan menambah angka pendaftaran

mahasiswa.

Di Unhas, untuk menambah angka pendaftaran mahasiswa maka pada tahun

2008, Unhas membuka 7 jalur masuk, khususnya dengan membuka

mekanisme untuk Ujian Masuk Bersama (UMB) yang juga diikuti oleh

Universitas Indonesia (UI), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas

Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

154 Hasbullah. Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. 2010. Jakarta: Rajawali Press, hal.75.155 Darmaningtyas, dkk. Tirani Kapital dalam Pendidikan. 2009. Jakarta: Damar Press, hal. 176

150

Page 172: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Jakarta. Dengan 7 jalur masuk ini, Unhas menerima 5.785 orang mahasiswa

baru. Masing-masing jalur berjumlah: JPPB 710, JNS 384, UMB 1.885,

SNMPTN 1.503, PMS 976, POSK 33, lainnya 324 orang.156 Sangat jelas

bahwa mekanisme UMB menjadi cara yang ditempuh oleh Unhas untuk

menambah pemasukan dengan menaikan jumlah mahasiswa yang masuk.

Karena dalam UMB ini, biaya pendaftaran peserta dikelola langsung oleh

panitia UMB yang berasal dari universitas-universitas yang bergabung, bukan

oleh panitia pusat SNMPTN. Secara ekonomi, UMB lebih menguntungkan

dari jalur SNMPTN.

Pada tahun 2009, jumlah mahasiswa S1 yang masuk berjumlah total

4.971 orang dengan pembagian Jalur JPPB 697, JNS 428, SNMPTN 2.977,

POSK 55, dan lainnya 81 orang.157 Sementara pada tahun 2010 jumlah totoal

mahasiswa yang diterima adalah 4.554 orang dengan pembagian jalur JPPB

sebanyak 527 orang, POSK 322, SNMPTN 2.711, JNS 685, dan lainnya 309

orang mahasiswa.158

Hal yang menarik dari data penerimaan 2008-2010 ini adalah bahwa

jumlah mahasiswa yang diterima melalui jalur JPBB (Jalur Penelusuran

Potensi Belajar) sedangkan jumlah mahasiswa yang lolos dari jalur JNS (Jalur

Non Subsidi) terus meningkat. Jika ditinjau dengan pendekatan yang sama,

maka hal ini merupakan akibat dari usaha Unhas untuk memaksimalkan

156 Data Bag. Akademik Unhas. Rekapitulasi Jumlah Mahasiswa Baru Program S1 Univ. Hasanuddin Menurut Fakultas Dan Jalur Penerimaan Tahun 2008/2009. Makassar: Unhas157 Data Bag. Akademik Unhas. Rekapitulasi Jumlah Mahasiswa Baru Program S1 Univ. Hasanuddin Menurut Fakultas Dan Jalur Penerimaan Tahun 2009/2010. Makassar: Unhas158 Data Bag. Akademik Unhas. Jumlah Mahasiswa Baru Universitas Hasanuddin Menurut Fakultas, Program Studi, Jalur Penerimaan Yang Diterima Dan Mendaftar Ulang Tahun 2010/ 2011. Makassar: Unhas

151

Page 173: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pemasukan melalui dana masyarakat. JNS yang pada awalnya dibuka untuk

menampung mahasiswa yang dibiayai oleh sponsor dan tidak disubsidi oleh

pemerintah, dari data ini telah menjadi jalur yang digunakan oleh masyarakat

(khususnya golongan menengah ke atas). Pada tahun 2006 saja, JNS telah

memberikan kontribusi 7,9 M pada penerimaan Unhas.159

c. Dikurangi dan dihapuskannya subsidi membuat PT harus melakukan

segala cara untuk menarik dana dari sumber-sumber pendapatan lainnya

seperti dari mahasiswa dan usaha-usaha komersil.

Untuk merespon beban finansial ini, pada tingkat pusat, pemerintah

perlahan-lahan telah mendorong institusi-institusi pendidikan negeri untuk

mengubah statusnya menjadi BHP atau BLU. BHP untuk perguruan-perguruan

tinggi yang otonom penuh sementara BLU untuk perguruan tinggi yang masih

menggunakan mekanisme cost-sharing dengan pemerintah, seperti Unhas.

Sebenarnya, di dalam UU BHP yang menjadi tujuan instrument legal

utama dari proyek IMHERE, juga diatur tentang pembiayaan pendidikan tinggi

dimana terdapat beberapa klausul yang mengarah pada praktek korporatisasi

kampus, misalnya: (a) tuntutan untuk dilakukannya pemisahan kekayaan antara

kekayaan negara dan kekayaan universitas (badan hukum atau badan layanan

umum). Unhas telah menerapkan sistem pendataan dan pengelolan asset yang

dikelola oleh Wakil Rektor II dan Bagian Perlengkapan. Pengelolaan asset ini

dapat diakses melalui alamat online yang berisi laporan neraca dan pengelolaan

159 Laporan Tahunan Rektor Unhas Tahun 2007, hal 19

152

Page 174: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

asset160. Sistem pengelolaan ini dibangun dengan menggunakan dana dari

INHERENT dan IMHERE; (b) pembukaan unit-unit usaha yaitu unit usaha

akademik, unit usaha penunjang, dan unit usaha komersial. Adapun unit usaha

komersial ini dapat berbentuk perseroan terbatas atau jenis usaha komersial

lainnya yang sepenuhnya atau sebagaian sahamnya dimiliki universitas; (c)

outsourcing dosen dan karyawan untuk PT BHMN. Masalah ketenagakerjaan ini

akan berangsur-angsur diterapkan ke semua PT di Indonesia sesuai dengan status

PT tersebut. Hingga penelitian ini ditulis, pola ketenagakerjaan yang baru ini

belum diberlakukan di Unhas. ; (d) transparansi dan akuntabilitas yang

mengharuskan universitas memiliki auditor internal. Sementara untuk pengawasan

penyelenggaraan universitas dilakukan oleh Menteri yang dapat didelegasikan

kepada Majelis Wali Amanat. Sumber dari reformasi pendanaan dan tata kelola

keuangan ini adalah pengurangan pengurangan bahkan penghapusan subsidi

pemerintah untuk pendidikan tinggi.

Sebagai universitas yang belum berstatus otonom penuh, struktur

penerimaan kas Unhas sangat bergantung pada alokasi dana dari pemerintah

walaupun persentasinya semakin diperkecil dari tahun ke tahun. Oleh Unhas, hal

itu dilihat sebagai akibat dari meningkatnya kemampuan Unhas menggalang

penerimaan dari swasta (baik dari penerimaan SPP maupun dalam bentuk

kerjasama kemitraan). Pada tahun 2003, 69,2% dari total anggaran Unhas berasal

dari pemerintah yaitu berupa dana Anggaran Rutin sekitar 48,3% dan Anggaran

160 Sistem Pengelolaan ini dapat dikunjungi di alamat: http://www.unhas.ac.id/perlengkapan/index.php?option=com_weblinks&view=category&id=2&Itemid=50

153

Page 175: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Pembangunan sekitar 20,9%. Anggaran yang berasal dari masyarakat relatif kecil,

yaitu hanya 30,8% dari total penerimaan Rp. 150,7 Miliyar. Dalam kurun waktu

2004-2006, total penerimaan meningkat berturut-turut menjadi Rp. 170,4 M, Rp.

178,9 M, dan Rp. 213,5 M. Pada tahun 2007, dana PNBP Unhas telah mencapai

Rp. 104 M.161 Di tahun 2009, jumlah pendapatan Unhas dari pendaftaran

mahasiswa Rp. 23,270 Milyar sementara penerimaan dari pemerintah berjumlah

Rp. 316,8 Milyar dengan biaya pengeluaran operasional Rp. 165,4 Miliyar.

Untuk memaksimalkan penerimaan dana, Unhas menjadikan dana hibah

yang ditawarkan oleh pemerintah sebagai salah satu sumber pendanaan utama.

Pada tahun 2006 Unhas memperoleh komitmen dana sebesar Rp. 91,623 milyar,

dengan realisasi Rp. 83,942 milyar.162 Program hibah seperti INHERENT dan

IMHERE juga menjadi salah satu penerimaan kas Unhas yang sangat signifikan.

Maka tidak heran jika persyaratan yang dibawa oleh proyek ini berusaha untuk

dipenuhi. Secara ekonomi, ini menjadi pilihan rasional yang dimiliki oleh

pengambil kebijakan Unhas untuk memaksimalkan penerimaan kas.

Fakta-fakta ini menjelaskan bahwa reformasi berbasis tekanan finansial

merupakan prasyarat sekaligus implikasi dari diterapkannya proyek IMHERE di

Indonesia. IMHERE tidak saja berdampak pada bergesernya paradigma

“pendidikan untuk semua” menjadi “korporatisasi pendidikan”, namun juga

berdampak pada standar pembiayaan perguruan tinggi yang dituntut untuk

semakin otonom sehingga universitas harus berhadapan dengan pilihan ”kualitas

161 Laporan Tahunan Rektor Unhas 2007, hal.19162 Renstra Unhas 2006-2010, hal. 39

154

Page 176: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pendidikan” versus ”komodifikasi pendidikan”. Komodifikasi pendidikan ini juga

disadari oleh stakeholder Unhas sehingga mereka memasukan ”kerisauan” ini

dalam Renstra Unhas 2006-2010. Unhas harus berupaya untuk terus memperbaiki

standar dan kualitas pendidikannya sementara subsidi dan anggaran dari

pemerintah semakin tahun terus mengalami pengurangan. Sehingga Unhas harus

men-komodifikasi arah pendidikan dan penelitiannya untuk mendapatkan dana-

dana pembiayaan universitas. Dipilihnya Farmasi dan Budidaya Perairan sebagai

dua prodi yang paling memiliki ”nilai jual” baik untuk pendidikan maupun hasil-

hasil penelitiannya adalah bukti bahwa dalam universitas harus mengarahkan

orientasi pendidikan dan penelitiannya pada bidang-bidang yang memiliki nilai

jual produksi dan nilai lebih komoditas. Dalam hal ini, BDP berperan untuk

mengupayakan teknologi budidaya dan pengolahan, sedangkan Farmasi

menyiapkan probiotik yang efektif untuk menuntaskan permasalahan pada udang

dan rumput laut, terutama masalah penyakit, pelestarian lingkungan tambak, dan

diversifikasi produk tambak. Dua upaya ini dinilai sebagai icon produksi yang

memiliki nilai lebih dibanding yang lainnya. Jika tidak seperti itu, sebagai

konsekuensi dari skema pendanaan kompetitif, maka Unhas tidak akan

mendapatkan dana IMHERE.

2.3. Equity-dirven Reforms

Selain berimplikasi pada dua jenis perubahan yang telah dijelaskan di atas,

globalisasi-neoliberal yang dibawa melalui proyek IMHERE Bank Dunia juga

berdampak pada reformsi yang berorientasi keadilan. Tujuan utama dari reformasi

155

Page 177: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

jensi ini adalah meningkatkan keadilan untuk meningkatkan peluang ekonomi.

Dalam penjelasannya Carnoy menyebutkan bahwa globalisasi telah memaksa

pemerintah untuk tidak menekankan pada reformasi yang berorientasi pada

kesamaan perlakuan dengan argument bahwa pembiayaan yang lebih untuk

memberikan keadilan bagi orang miskin hanya akan mengurangi pertumbuhan

ekonomi. Sementara di sisi lain, pembiayaan untuk membuka akses yang lebih

luas untuk pendidikan bagi keluarga berpenghasilan rendah/miskin akan

menghasilkan potensi pengembalian yang lebih tinggi dibanding penambahan

biaya untuk keluarga berpenghasilan tinggi. Dalam kasus ini, pemerintah dituntut

untuk dapat menciptakan pendidikan yang kompetitif sekaligus adil dan

terjangkau.163 Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, reformasi jenis ini

biasanya memiliki tujuan: (a) untuk menjangkau golongan berpenghasilan rendah

dengan kualitas akademik yang tinggi pada jenjang pendidikan dasar, khususnya

untuk golongan muda dan dewasa yang tidak memiliki akses untuk ketrampilan-

ketrampilan dasar; dan (b) untuk menjangkau kelompok-kelompok tertentu seperti

wanita dan masyarakat desa yang tertinggal secara pendidikan.164

Sebagai bentuk nyata dari reformasi ini, proyek IMHERE mengharuskan

kepada setiap Universitas yang mengajukan proposal untuk memasukan program

outreach sebagai cara untuk “menciptakan keadilan”. Tuntutan untuk menjangkau

golongan berpenghasilan rendah ini juga diterapkan Unhas dalam program

IMHERE yang dimenangkan. Dana IMHERE Unhas digulirkan untuk “program

163 Lihat Martin Carnoy. Globalization and Educational Reform: What Planners Need to Know. 1999. UN: Unesco, hal. 44.164 Ibid. hal. 45.

156

Page 178: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

outreach” bagi pelajar dari keluarga miskin yang memiliki kemampuan akademik

tinggi, khususnya di derah pesisir. Di bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa

rencana awal pelaksanaan program beasiswa IMHERE adalah para mahasiswa

yang merupakan anak petani tambak, petani rumput laut yang bermukim didaerah

pesisir seperti Takalar, Jenneponto, Pangkep, Pinrang yang merupakan wilayah

Sulawesi Selatan serta daerah di Sulawesi Barat.165 Beasiswa ini menanggung SPP

selama berkuliah di Unhas. Selain itu, juga terdapat grand-beasiswa sebesar 5 juta

kepada mahasiswa dari semua fakultas yang ingin mengadakan penelitian atau

penyusunan skripsi dengan syarat topiknya tetap pada tema besar yang diangkat

oleh Unhas.166 Program beasiswa ini dirancang untuk memberi keadilan (equity)

bagi masyarakat dan mahasiswa yang dianggap bersentuhan langsung dengan

tujuan utama proyek IMHERE (B.2.a).

Skema seperti ini mencerminkan pola yang sama seperti yang disebutkan

oleh Carnoy tentang refomasi yang berorientasi pada keadilan. Pemberian

beasiswa bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan memiliki

kemampuan akademik tinggi merupakan salah satu IMHERE untuk “menangkal”

anggapan bahwa reformasi berbasis kompetisi dan reformasi finansial hanya akan

menciptakan ketidakadilan. Program ini merupakan mekanisme yang ditawarkan

Unhas dan Bank Dunia untuk mengakomodasi golongan masyarakat miskin.

165 “Unhas Mencari Mahasiswa Asal Pesisir” diakses melalui

http://www.tempo.co/read/news/2008/01/04/058114768/Unhas-Mencari-Mahasiswa-Asal-Pesisir pada 12 Juli 2012.

166 “BDP dan Farmasi Menggaet I-MHERE” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/05/bdp-dan-farmasi-menggaet-i-mhere.html pada 2 Juli 2012.

157

Page 179: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Dampak dari kebijakan ini tidak signifikan karena dalam pelaksanaannya

terjadi kesenjangan informasi dengan banyaknya mahasiswa yang tidak tahu-

menahu soal beasiswa ini. Mis-managemen juga terjadi yakni pada penyaluran

beasiswa yang tidak sepenuhnya diberikan pada mahasiswa yang proposalnya

menyangkut tema budidaya kelautan. Penyaluran beasiswa ini sempat menjadi

polemik diantara pelaksana program di Unhas dan mahasiswa yang merasa tidak

mendapatkan haknya. Dari peristiwa ini dapat dilihat bahwa reformasi untuk

penciptaan keadilan ini tidak berjalan sepenuhnya di Unhas.

Pada lingkup yang lebih luas, selain beasiswa yang ditawarkan oleh

program-program hibah seperti IMHERE, Unhas mencoba untuk menggaet

sumber-sumber pemberi beasiswa dari pihak swasta maupun perusahaan-

perusahaan pemerintah. Pada tahun 2010 terdapat 26 sumber pemberi beasiswa

dengan jumlah penerima beasiswa mencapai 5.149 orang.167 Jumlah ini cukup

signifikan namun tidak mengakomodasi semua pihak karena kebanyakan dari

pemberi beasiswa ini memberikan beasiswanya kepada mahasiswa yang memiliki

kemampuan akademik tinggi dan berasal dari keluarga tidak mampu. Seharusnya,

dalam menciptakan kultur sosial-pendidikan yang berkeadilan, mahasiswa-

mahasiswa yang kemampuan akademiknya rata-rata juga harus mendapatkan

biaya yang sama karena pengeluaran dan biaya kebutuhan yang mereka keluarkan

juga sama.

167 Data dan informasi Unhas. Jumlah Mahasiswa Universitas Hasanuddin Penerima Beasiswa Dirinci Menurut Fakultas Dan Sumber/Sponsor Untuk Strata 1 Tahun 2010. Makassar: Unhas

158

Page 180: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Reformasi untuk menciptakan keadilan dengan mekanisme seperti ini

tidak memberikan dampak yang signifikan dibanding dengan akibat yang

ditimbulkan sebagai implikasi penerapan IMHERE, yakni korporatisasi dan

komersialisasi pendidikan tinggi yang tengah terjadi di Unhas. Apalagi melihat

alokasi beasiswa dana yang sangat sedikit dan penerapannya yang bermasalah.

Dari sisi lainnya, beasiswa ini malah mempertajam kultur kompetisi di lingkungan

akademis Unhas yang seharusnya mengedepankan kesetaraan dan kesamaan

perlakuan. Reformasi-reformasi yang terjadi ini semakin menciptakan

kesenjangan sosial dilingkungan yang seharusnya menjadi “benteng” kebudayaan.

Hal ini seperti yang telah dikatakan oleh Carnoy bahwa:

Globalization tends to push governments away from equity-driven reforms, for two main reasons. The first reason is that globalization increases the pay-off to high-level; skills relatives to lower-level skills, reducing the complementarities between equity and competitiveness-driven reforms. The second is that in most developing countries and in many developed countries, finance-driven reforms dominate educational change in the new globalized economic environment, and such reforms tend to increase inequity in the delivery of educational service.

Konsep dan cita-cita keadilan yang dibawa dalam program IMHERE

menjadi tidak berarti karena reformasi keuangan dalam pengelolaan PT akhirnya

mendominasi dan mendesak agar setiap perguruan tinggi haruslah

mengedepankan kompetisi. Alokasi dana untuk menciptakan keadilan ini sangat

tidak sebanding dengan akibat dari reformasi finansial yang menciptakan praktek

korporatisasi dan komersialisasi kampus. Apalagi mahasiswa Unhas yang sekitar

45% berasal dari keluarga dengan penghasilan per bulan kurang dari Rp

159

Page 181: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

1.500.000,- tentu sangatlah tidak berimbang dengan kenaikan biaya-biaya

operasional yang terus meningkat.168

Dari analisa dengan memakai model Carnoy ini nampak jelas bahwa Bank

Dunia melalui proyek IMHERE-nya telah membawa perubahan atau reformasi

pada sektor pendidikan tinggi di Indonesia. Perubahan tersebut meliputi reformasi

paradigma dan prinsip-prinsip pengelolaan melalui competition-based reforms,

perubahan mekanisme pendanaan dan tata kelola keuangan melalui reforms based

on financial imperative, dan perubahan dalam melihat peran dan fungsi

pendidikan tinggi dalam konteks sosial masyarakat, khususnya untuk menjawab

masalah menciptakan kualitas dan keadilan secara bersamaan.

168 Renstra Unhas 2006-2010, hal. 21.

160

Page 182: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perbincangan tentang bantuan luar negeri selalu tidak lepas dari untuk apa,

bagaimana, dan apa dampak yang disebabkan dari instrument hubungan

internasional tersebut. Baik secara bilateral maupun multilateral, pemberian dan

penerimaan bantuan luar negeri juga tidak bisa dilepaskan dari dimensi ekonomi-

politik yang melingkupinya. Begitupun dengan praktek bantuan luar negeri yang

dijalankan oleh Bank Dunia sebagai institusi multilateral yang menjadi agen

distribusi bantuan dalam bentuk pinjaman/hutang dan hibah dari negara-negara

donor ke negara-negara recipient. Bantuan untuk reformasi manajemen dan

relevansi pendidikan tinggi atau IMHERE yang digulirkan oleh Bank Dunia untuk

sektor pendidikan tinggi di Indonesia membawa misi besar pendidikan Bank

Dunia. Misi tersebut terkait dengan peran Bank Dunia sebagai bank internasional

yang memberikan pinjaman untuk proses deregulasi-privatisasi-liberalisasi dalam

kerangka globalisasi-neoliberal.

Dari pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa IMHERE

merupakan bantuan luar negeri dalam bentuk pinjaman dari Bank Dunia kepada

pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Pendidikan Direktorat

Pendidikan Tinggi (DIKTI). Pengaruh Bank Dunia dalam implementasi program

ini sangatlah besar yang tercermin dalam Loan Agreement (IBRD) no. 4789-IND

dan Develeopment Credit Agreement (IDA) no. 4077-IND schedule 4. Syarat dan

161

Page 183: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

substansi proyek ini sarat dengan visi dan strategi Bank Dunia untuk sektor

pendidikan tinggi. Begitupun dalam implementasinya, Bank Dunia memiliki

pengaruh dan peran besar baik dalam syarat pengajuan proposal, skema

pendanaan, dan evaluasi proyek.

Universitas Hasanuddin ,sebagai salah satu penerima hibah IMHERE, juga

mengalami perubahan-perubahan mendasar sesuai dengan misi yang dibawa oleh

bantuan ini melalui komponen yang dimenangkan oleh Unhas yakni proyek

IMHERE B.1 (Improvement of Social Quality and Social Responsibilty) dan

komponen B.2.a (Strengthening Institutional Management in Autonomous Public

Education Institution). Melalui program ini terjadi reformasi-reformasi dalam hal

paradigma, pendanaan, dan tata kelola universitas. Dengan pendekatan analisa

model Martin Carnoy tentang implikasi globalisasi-neoliberal dalam pendidikan

tinggi, disimpulkan bahwa reformasi yang diklarifikasikan Carnoy ke dalam

“reformasi berbasis kompetisi” (competition-based reforms); “reformasi berbasis

financial” (reform based on financial imperatives) dan “reformasi berorientasi

kesetaraan” (equity-driven reforms) terjadi juga di Universitas Hasanuddin dalam

bentuk yang hampir sama.

Implikasi reformasi itu dalam perubahan kebijakan di Unhas adalah

pergeseran paradigma tata kelola universitas yang menekankan pada semangat

kompetsisi menuju ke arah korporatisasi pendidikan tinggi yang dibawa oleh

competition-based reforms. Perubahan pola pendanaan dan pengurangan subsidi

pemerintah yang menjadi ciri reform based on financial imperatives dan berakibat

162

Page 184: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

pada praktek komersialisasi yang mulai dijalankan oleh Unhas dengan beberapa

indikasi. Selain itu proyek IMHERE juga membawa pola equity-driven reforms

dimana ditekankan pada keharusan untuk memberikan kesempatan dan beasiswa

bagi mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah namun memiliki

kemampuan akademik tinggi. Walaupun dalam pelaksanaannya, reformasi untuk

keadilan ini tidak terlaksana dengan baik dan maksimal karena adanya mis-

managemen dan kurangnya sosialisasi di tingkat pelaksana Universitas

Hasanuddin. Secara singkat dapat dikatakan bahwa, bantuan Bank Dunia melalui

proyek IMHERE menjadi “pembuka jalan” untuk diterapkannya reformasi di

Unhas dan sistem pendidikan tinggi di Indonesia.

B. Saran

Pada akhirnya, setelah melakukan analisi dan pembahasan, penelitian ini

memberikan saran-saran rekomendatif yang diharapkan menjadi bahan masukan

bagi perkembangan pengetahuan maupun pada praksis pelaksanaan kebijakan:

1. Bantuan luar negeri sebaiknya tidak hanya dilihat sebagai sebuah

fenomena “penyaluran dana” (money transfer) namun harus juga dilihat

secara kritis atas apa yang menjadi motif pemberi bantuan dan apakah

motif tersebut kompatibel dengan kondisi dan kebutuhan kita atau tidak,

2. Begitupun,sebagai Bank, bantuan dari Bank Dunia yang berwujud

hutang, haruslah dilihat secara kritis atas tujuan dan maksudnya,

khususnya untuk pendidikan tinggi,

163

Page 185: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

3. Pendidikan tinggi di Indonesia sebaiknya tidak terjebak ke dalam praktek

komersialisasi yang pada akhirnya hanya mempersempit akses rakyat

miskin terhadap pendidikan dan menjauhkan pendidikan tinggi dari nilai-

nilai luhurnya sebagai tulang punggung pemikiran dan pengabdian

kepada masyarakat,

4. Universitas Hasanuddin sebaiknya memiliki karakter dan lebih

menekankan pada penciptaan kultur dan karakter yang jujur dibanding

harus “ikut-ikutan” dalam praktek-praktek komersialisasi.

164

Page 186: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alma, Buchari dan Ratih Hurriyati (ed). Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan, 2008. Bandung: Alfabeta

Armstrong, Shiro dan Bruce Chapman (ed). Financing Higher Education and Economic Development in East Asia, 2011, Australia: ANU E Press

Bastiaens, Jo. International Assistance and State-University Relations, 2008, New York: Routledge

Baswir, Revrisond. Bahaya Neoliberalisme, 2009, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Buchori dan Malik (ed), “The Evolution of Higher Education in Indonesia”, dalam: Altbach & Umakoshi. Asian Universities.

Carnoy, Martin. Globalization and Educational Reform: What Planners Need to Know. 1999. UN: Unesco

Chang, Ha-joon dan Ilene Grabel. Membongkar Mitos Neolib. 2004, Yogyakarta: INSISTPress

Darmaningtyas, dkk. Tirani Kapital dalam Pendidikan. 2009, Jakarta: Damar Press

Darmaningtyas. Utang dan Korupsi Racun Pendidikan, 2008, Jakarta: Pustaka Yashiba

Djiwandono, J. Soedjati. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, 2000 Yogyakarta: Kanisius,

Easterly, William (ed). Reinventing Foreign Aid, 2008, Cambridge: The MIT Press

Eggins, Heather. Globalization and Reform in Higher Education. 2008, Glasgow: Society for Research into Higher Education & Open University Press

Freeman, Alan dan Boris Kagarlitsky (ed), The Politics of Empire: Globalisation in Crisis. 2004, London: Pluto Press

Fukuyama, Francis. The End of History and the Last Man. 2004, Yogyakarta: Penerbit Qalam

166

Page 187: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Gerring, John. Case Study Reserch, Principles and Practices. 2007. Cambridge : Cambridge University Press

Habibullah, A. Kebijakan Privatisasi BUMN: Relasi State, Market, dan Civil Society. 2009, Malang: Averoes Press

Hadiz, Vedi R. dan Daniel Dhakie (ed), Ilmu Sosial dan Kekuasaan di Indonesia. 2006. Jakarta: Equinox,

Harvey, David. A Brief History of Neoliberalism, 2005, New York: oxford University Press

Hasbullah. Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. 2010. Jakarta: Rajawali Press

Hawkins, D., dkk. “Delegation Under Anarchy: States, International Organisations And Principal-Agent Theory”, 2003, Cambridge: Cambridge University Press

Holsti. K.J. Politik Internasional Suatu Analisis, Bandung: Bina Cipta, 1987

Ikbar, Yanuar. Ekonomi Politik Internasional 2, 2007, Bandung: Refika Aditama

Jones, Philip W. World Bank Financing of Education: Lending, learning, and Development. 2007. New York: Routledge

Jones, Walter S. Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi Politik Internasional dan Tatanan Dunia, 1993, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Joyner, Christopher C. (ed). The United Nation and International Law, 1997, Cambridge: Cambridge University Press

Khor, Martin. Globalisasi Perangkap Negara-Negara Selatan (terjemahan), 2003, Yogyakarta: Cinderalas Pustaka Rakyat Cerdas

Lancaster, Carol, Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics, 2007, London: The University Chichago Press

Leviza, Jelly. Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum Internasional. 2009, Jakarta: Softmedia

McBride, Stephen dan John Wiseman (ed.), Globalization and its Discontents, 2002, Basingstoke: Macmillan

167

Page 188: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Nugroho, Heru (Ed), McDonalisasi Pendidikan Tinggi. 2002, Yogyakarta: Kanisius

OECD, Twenty-five Yesrs of Development Co-operation: A Review, 1985, Paris: OECD

Perwita, Anak Agung Banyu dan Yayan Mochamad Yani. Pengantar Hubungan Internasional. 2005, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Portnoi, Laura M. dkk (Ed), Higher Education, Policy, And Global Competition The Phenomenon, 2010, New York: Palgrave Macmillan

Prasetyo, Eko. Orang Miskin Dilarang. 2006, Yogyakarta: Resist Book

Rifai, Muhammad. Politik Pendidikan Nasional, 2011, Yogykarta : Ar-Ruzz Media

Ritzer, George dan Douglass J. Goodman, terjemahan oleh Nurhadi, Teori Sosiologi, 2004. Bantul: Kreasi Kencana

Rizki, Awalil dan Nasyith Majidi. Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia., 2008, Jakarta: E-Publishing

Rohman, Arif. Pendidikan Komparatif. 2010. Yogyakarta: Laksbang GrafikaSchabbel, Christian. The Value Chain of Foreign Aid, 2007, New York: Physica-

Verlag Heidelberg

Steger, Manfred B dan Ravy K. Roy. Neoliberalism: A Very Short Introduction, 2010, New York: Oxford University Press

Todaro, Michael. P. Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang, Buku I-II Terjemahan. 1987, Jakarta: Akademi Presindo

Tores, Carlos Alberto dan Ari Antikainen (ed), The Internatinal Handbook on The Sociology of Education. 2003. Lanham, MD: Rowman and Littlefield

Torres, Carlos Alberto. Education and Neoliberal Globalization, 2009, New York: Routledge

Unesco, Higher Education in South-East Asia,. 2006. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education

World Bank, Indonesia Education Sector Survey Report. 1975. Washington D.C ; World Bank

168

Page 189: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Tesis, Jurnal, dan Dokumen Resmi

Ady Wahyudi Paundu, Laporan Webometric Unhas 2010. 2010. Makassar: PTIK Unhas

Alesina, Alberto dan David Dollar. Who Gives foreign Aid to Whom and Why, Journal of Economic Growth, Volume 5, No.1 (Mar, 2000)

Arif Wicaksono. Aktor Lokal dan Oda Jepang. 2011. Thesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: UGM.

Atmadja, Adwin Surya. Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia: Perkembangan dan Dampaknya, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 1, Mei 2000

Bank Dunia. IMHERE Project Information Document (Pid) Appraisal Stage Report No.: Ab1414. 2005

Bank Dunia Integrated Safeguards Datasheet Appraisal Stage: Higher Education for Relevance and Efficiency. 2005. Jakarta: Bank Dunia

Bank Dunia. Development Credit Agreement (Managing Higher Education for Relevance and Efficiency Project. 2005. Jakarta: Bank Dunia

Coxon, Eve dan Karen Munce. The Global Education Agenda and the Delivery of Aid to Pasific Education. 2008. Oxford: Comparative Education, Edisi 2 Mei 2008, Volume IV

Danang Kurniadi, RUU BHP Dalam Jeratan Privatisasi. Jurnal Mahasiswa UGM, November 2007

Data Bag. Akademik Unhas. Jumlah Mahasiswa Baru Universitas Hasanuddin Menurut Fakultas, Program Studi, Jalur Penerimaan Yang Diterima Dan Mendaftar Ulang Tahun 2010/ 2011. Makassar: Unhas

Data Bag. Akademik Unhas. Rekapitulasi Jumlah Mahasiswa Baru Program S1 Univ. Hasanuddin Menurut Fakultas Dan Jalur Penerimaan Tahun 2009/2010. Makassar: Unhas

Data Bag. Akademik Unhas. Rekapitulasi Jumlah Mahasiswa Baru Program S1 Univ. Hasanuddin Menurut Fakultas Dan Jalur Penerimaan Tahun 2008/2009. Makassar: Unhas

Data dan informasi Unhas. Jumlah Mahasiswa Universitas Hasanuddin Penerima Beasiswa Dirinci Menurut Fakultas Dan Sumber/Sponsor Untuk Strata 1 Tahun 2010. Makassar: Unhas

169

Page 190: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Dikti. Strategi Pendidikan Tinggi Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 2003 – 2010: Mewujudkan perguruan tinggi berkualitas, 2004. Jakarta: Dikti

_____, Workshop Sosialisasi IMHERE Program B.1 , 15 Agustus 2008

_____. Book I: Self Evaluation Report: Hasanuddin University. 2006. Jakarta: Dikti

Dokumen Bank Information Center, Toolkit for Activist

Dokumen KBK Dan Status Akreditasi Prodi Di Universitas Hasanuddin, 2010

Dokumen Rencana Strategis Unhas 2006-2010

Dokumen World Bank. Human Development East Asia and Pasific Region. Indonesia : Higher Education Financing, 17 April 2012

Economic Development and Cultural Change, 1985, Vol. 33, No. 2

Journal of International Cooperation in Education, Vol. 13 No. 2

Kabag. Kerjasama Unhas. Dokumen Jumlah Dosen Unhas yang Menyelesaikan Pendidikan S2 dan S3 Dalam dan Luar Negeri Tahun 2010. Makassar: Unhas

Kerjasama Internasional Universitas Hasanuddin, slide presentasi Dwia Aries Tina P., 2012.

Kemendiknas. Naskah Akademik Program Sertifikasi Dosen 2007. 2007. Jakarta: Dikti

Laporan International Crisis Group Asia No. 15 Jakarta/Brussel dalam International Crisis Group, “Kredit Macet: Politik Reformasi Keuangan Indonesia”, 13 Maret 2001

Laporan Tahunan Rektor Unhas 2007

Naskah Kebijakan Bank Dunia, Indonesia: Pembiayaan Pendidikan Tinggi. 2010. Jakarta: Bank Dunia

Presentasi Direktorat Pembinaan PK BLU Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan RI, Implementasi Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Surakarta, 16 Februari 2009.

170

Page 191: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Therien, Jean-Philipe. Debating Foreign Aid: Right versus Left, 2002, Third World Quartly, Vol, 23, No.2

UNAIR, Borang Akreditasi Program Studi Sarjana Farmasi FF Unair, 2010. Surabaya: Unair

Undang-Undang No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara

Undang-Undang No 17/2003 tentang Keuangan Negara

UNESCO, The Education for All Development Index 2011

Unhas, Dokumen ICT-IMHERE Program 4: Revitalization of Academic Management Information System to Support the Quality Assurance System. 2007. Makassar: Unhas

____, Draft Sitem Informasi Universitas Hasanuddin Standar 11 (PTIK dan I-MHERE). Dokumen tidak diterbitkan. Makassar: Unhas

Unit Pendidikan Bank Dunia Indonesia, Pembiayaan Pendidikan Tinggi: Naskah Kebijakan. 2010. Jakarta: Bank Dunia

Van Olden, J. F., dan Serpenti, L. M. Evaluation Report on the inter-university cooperation between the Universitas Hasanuddin (Ujung Pandang/Indonesia) and Erasmus University Rotterdam, 1979–1982. (Evaluation Report). 1983 The Hague: NUFFIC

Internet

http://imhere.ipb.ac.id

“Apa Kabar BHP ?” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2006/10/apa-kabar-bhp_116101835749941858.html pada 12 Juli 2012

“Anomali Grand Beasiswa Penelitian I-MHERE BDP” diakses melalui http://akuakulturunhas.blogspot.com/2008/10/anomali-grand-beasiswa-penelitian-i.html pada 11 Juli 2012.

“BDP dan Farmasi Menggaet I-MHERE” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/05/bdp-dan-farmasi-menggaet-i-mhere.html pada 2 Juli 2012.

171

Page 192: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

“BPS: Jumlah Pengangguran di Indonesia Berkurang” diakses malalui http://www.tribunnews.com/2010/05/11/bps-jumlah-pengangguran-di-indonesia-berkurang pada 10 Juli 2012.

“Data dan Informasi Unhas Tahun 2010” diunduh melalui http://unhas.ac.id/dataunhas/Ixan/Data%20dan%20Informasi%20Unhas%20Tahun%202010/b.%20AKADEMIK/ pada 12 Desember 2011.

“Diskusi Filosofi Otonomi” diakses melalui http://lantai6rektorat.blogspot.com/2008/08/diskusi-filosofi-otonomi.html pada 1 Agustus 2012

“Forum Rektor   Tolak   Liberalisasi Pendidikan ” Kliping Koran Suara Pembaharuan tanggal 1 Desember 2005 diakses melalui http://www.ui.ac.id/download/kliping/021205/Forum_Rektor_Tolak_Liberalisasi_Pendidikan.pdf

“GATS dan Liberalisasi Pendidikan Tinggi” diakases melalui http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/Strategi-Menghadapi-Liberalisasi-Pendidikan-Tinggi.pdf pada 13 Juli 2012

“Higher Education Reform In Indonesia At Crossroad” melalui http://dikti.go.id/files/atur/bhp/HEReform-Singgih.doc diakses pada 12 Juni 2012.

“Indikator Pendidikan Tahun 1994 – 2010” dalam http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=28&notab=1 diakses pada 12 Desember 2011

“Indonesia Penghasil Rumput Laut Terbesar” diakses melalui http://www.tempo.co/read/news/2007/11/28/056112513/Indonesia-Penghasil-Rumput-Laut-Terbesar pada 1 agustus 2012

“Kebakaran Unhas Ludeskan 20 Proyek Penelitian Farmasi diakases melalui http://www.tempo.co/read/news/2009/07/05/058185301/Kebakaran-Unhas-Ludeskan-20-Proyek-Penelitian-Farmasi pada 1 agustus 2012

“Komersialisasi Terjadi, Mahasiswa Unhas Tolak BHP“ diakses melalui http://news.okezone.com/read/2007/12/03/1/65385/komersialisasi-terjadi-mahasiswa-unhas-tolak-bhp pada 12 Juli 2012

“Kualitas Manusia Indonesia Perlu Ditingkatkan” melalui http://economy.okezone.com/read/2011/11/15/20/529848/kualitas-manusia-indonesia-perlu-ditingkatkan diakses pada 12 Desember 2011

“Mendiknas Bantah UU BHP Komersialisasi Pendidikan” diakses melalui

172

Page 193: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

“Mismanagement, I-MHERE Macet” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/11/no-673tahun-xxxiiiawal-november-2007.html pada 12 Juli 2012

“Overseas Non Degree Training (ONDT) dan Domestic Non Degree Training (DNDT)” diakses melalui http://unhas.ac.id/peternakan/pengum.php?57868104af3c0225183046a9307de888d03767b309bde91ed2773746e295d9fa pada 5 Agustus 2012

“Sejarah Fakultas farmasi” Diakses melalui http://www.unhas.ac.id/content/fakultas-farmasi pada 12 Juli 2012.

“UGM Menangkan Hibah IMHERE B2c” diakses melalui http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2369 pada 7 Juli 2012.

“Umpan Tak Dilirik, Kuota Tak Terpenuhi” diakses melalui http://www.identitasonline.net/2007/06/identitas-no-663-edisi-xxxiii-edisi.html pada 2 Juli 2012.

“Unhas Mencari Mahasiswa Asal Pesisir” diakses melalui http://www.tempo.co/read/news/2008/01/04/058114768/Unhas-Mencari-Mahasiswa-Asal-Pesisir pada 12 Juli 2012.

“Unhas Mencari Mahasiswa Asal Pesisir” diakses melalui http://www.tempo.co/read/news/2008/01/04/058114768/Unhas-Mencari-Mahasiswa-Asal-Pesisir pada 12 Juli 2012.

“World Conference on Higher Education   in the Twenty-first Cent ury: Vision and Action” dokumen lengkap dapat diakses melalui http:// unesdoc.unesco.org/images/0011/001164/116428e.pdf

173

Page 194: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Lampiran I: Program Studi Dan Nilai Akreditasi Badan Akreditasi Nasional (BAN) Universitas Hasanuddin Tahun 2010/2011

173

Page 195: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

174

Page 196: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4056... · Web viewLembaga-lembaga ini juga bertindak sebagai “pengawas” dan “pendorong” globalisasi

Lampiran II: Simpulan eveluasi internal dan program yang diajukan untuk Unhas menuju BHP, 2006

175

FINANCE SE No integrated & clear regulation No budgeting system Lack of competent staff No computer based information system Poor recording system

HUMAN RESOURCES DEVELOPMENTSE No credible HR Department No HRD strategy, operative function and processes and TQM No HRD information system

INFRASTRUCTURE & FACILITIES SE No integrated system which is based on regulation No clear investment policy No computer based information system

ACADEMIC PROGRAMS AND QUALITY ASSURANCE SYSTEM SE No integrated system Low motivation & competence staff No on computer based information system

Having an appropriate and reliable education system

Performing high quality research and community empowerment

Having effective organization structure and resource management

Having a friendly and beautiful campus environment

FINANCE: IMPLEMENTATION OF PERFORMANCE-BASED BUDGETING Building university community commitment Capacity building on performance-based budgeting Establishment of standardized unit cost for academic program Development of computer software for performance-based costing Pilot project and evaluation at selected work units Program wide implementation

HRD: DEVELOP A HIGHLY CREDIBLE AND RELIABLE HUMAN RESOURCE SYSTEM Skill inventory and mapping Enhancing capacity of potential candidates for HR Manager Writing HR handbook and manual Implementation of IT-based HR management system Implementation of HR management system in three selected faculties

I&F: ESTABILISHMENT OF TOTAL ASSET MANAGEMENT Establishment of asset management task force Development of asset management scheme and procedures Development of information system in asset management Updating asset data Implementation of total asset management

AP&QAS: REVITALIZATION OF ACADEMIC MANAGEMENT INFORMATION SYSTEM FOR QUALITY ASSURANCE SYSTEM Development of university ICT policy Integration of academic data among academic unit Improving network connection and user access Improving the university academic service Implementing evidence based decision making

SELF EVALUATION PROGRAMS University IMAGE