karyatulisilmiah.com · Web view(Cholik dan Hanafi, 1991). Kepiting bakau merupakan salah satu...
Transcript of karyatulisilmiah.com · Web view(Cholik dan Hanafi, 1991). Kepiting bakau merupakan salah satu...
BUDIDAYA KEPITING SANGKAK (LUNAK) DI
LAMJABAT, BANDA ACEH
Diusulkan Oleh :
NOVITA SARI
0908106010010
KARYA TULIS ILMIAH
JUDUL TOPIK: KETAHANAN PANGAN
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
KOORDINATORAT KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH, 2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya kelautan dan perikanan merupakan salah satu kekayaan alam yang
dimiliki Indonesia dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Adanya beberapa
penyakit yang menyerang tambak-tambak udang membuat ekspor udang ditolak ke luar
negeri. Akibatnya beberapa petambak mulai membudidayakan kepiting. Permintaan
konsumen terhadap kepiting terus meningkat baik di pasaran dalam negeri maupun luar
negeri membuat kepiting menjadi salah satu komoditas unggulan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, saat ini telah
berkembangnya teknologi budidaya kepiting lunak (sangkak). Kepiting lunak atau soka
adalah kepiting yang memiliki cangkang (karapas) lunak. Saat ini trend makanan di
Aceh sedang digalakkan untuk mengkonsumsi kepiting lunak. Budidaya kepiting lunak
merupakan jenis budidaya perikanan yang sesuai dengan kondisi perikanan di Aceh
yang banyak terdapat tambak namun tidak dipergunakan.
Budidaya kepiting lunak ini masih baru di Aceh, salah satu daerah yang telah
menerapkan teknik budidaya kepiting lunak di Aceh adalah Gampong Lamjabat,
Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Puluhan warga Gampong Lamjabat ini telah
bersama-sama membangun pusat layanan informasi kepiting sangkak yang merupakan
salah satu budidaya warga setempat. Untuk wilayah aceh harga kepiting lunak berkisar
antara Rp 55,000 sampai dengan Rp 65,000/kg, kepiting lunak (segar atau beku) bisa
dijual ke pasar lokal, rumah makan, Medan, dan Jakarta dengan harga jual yang lebih
tinggi.
2
Selain di desa Lamjabat, budidaya kepiting lunak ini juga sudah mulai
dikembangkan di desa Pusong, Sigli. Berbeda dengan budidaya kepiting lunak di
Lamjabat, di Pusong wadah budidayanya masih menggunakan takir yang terbuat dari
bilah bambu. Pemiliknya mengaku banyak kepitingnya yang lolos dari takir sehingga
beliau berniat untuk menggantinya dengan keranjang (basket) apabila modalnya telah
mencukupi. Usaha ini baru berjalan selama kurang lebih 1 bulan dengan modal awal
Rp.100.000.000,-.
Jenis kepiting yang umum dibudidayakan untuk produksi kepiting lunak adalah
spesies kepiting bakau (Scylla serrata). Kepiting bakau (Scylla serrata) adalah spesies
kepiting yang dominan di Indonesia. Diperkirakan sekitar 80% dari total kepiting bakau
di darat adalah dari spesies Scylla serrata (Cholik dan Hanafi, 1991). Kepiting bakau
merupakan salah satu alternatif yang bisa dipilih untuk dibudidayakan karena
mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan salah satu jenis golongan crustaceae
yang mengandung protein hewani cukup tinggi, hidup di perairan pantai dan muara
sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau dengan dasar perairan berlumpur
(Mossa et al, 1995).
1.2 Perumusan Masalah
Semenjak menurunnya hasil produksi udang akibat serangan penyakit yang
belum dapat diatasi dengan baik, masyarakat pecinta makanan laut (seafood) mulai
beralih kepada kepiting yang memiliki cita rasa yang lezat. Meningkatnya permintaan
masyarakat akan kepiting ini mengakibatkan berkurangnya jumlah kepiting di alam atau
dengan kata lain ketersediaan kepiting dari hasil tangkapan alam semakin terbatas.
Mulanya beberapa petambak sudah mulai melakukan usaha pembenihan kepiting, tapi
tingkat kelulushidupan benihnya relative rendah. Kemudian para petambak mulai
melakukan usaha pembesaran kepiting.
Selama ini masyarakat yang ingin mengonsumsi kepiting seringkali direpotkan
dengan cangkangnya yang keras. Pemilihan kepiting berukuran besarpun seringkali
3
mengecewakan konsumen karena setelah dibuka ternyata cangkangnya saja yang besar
namun dagingnya hanya sedikit. Namun, dengan adanya teknologi budidaya kepiting
sangkak ini diharapkan tidak ada lagi keengganan dan kekecewaan masyarakat dalam
mengonsumsinya.
1.3 Manfaat dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan karya tulis budidaya kepiting sangkak
ini adalah:
1. Mempelajari dan memperkenalkan teknik budidaya kepiting sangkak kepada
masyarakat.
2. Menjadi pengetahuan awal bagi petambak yang mempunyai keinginan untuk
membudidayakan kepiting sangkak.
3. Mengaplikasikan cara berbudidaya yang ramah lingkungan sehingga budidaya
yang dilakukan terhindar dari ancaman penyakit yang dapat merugikan petambak
kepiting.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau
Menurut Kanna (2002) kepiting bakau mempunyai beberapa spesies antara lain
Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanic dengan klasifikasi sebagai
berikut :
Phyllum : Arthropoda
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla sp.
Gambar 1: Kepiting Bakau (Afrianto dan Liviawaty,1992)
2.2 Morfologi Kepiting Bakau
Kepiting bakau (Scylla sp.) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar daripada
ukuran panjang tubuhnya dan permukaanya agak licin. Pada dahi antara sepasang
5
matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan dan kirinya masing-masing
terdapat sembilan buah duri. Kepiting bakau jantan memiliki sepasang capit yang dapat
mencapai panjang hampir dua kali lipat daripada panjang karapasnya, sedangkan
kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting bakau juga mempunyai 3
pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau berjenis kelamin jantan
ditandai dengan abdomen bagian bawah berbentuk segitiga meruncing, sedangkan pada
kepiting bakau betina melebar (Kanna, 2006).
Menurut Prianto (2007), walaupun kepiting mempunyai bentuk dan ukuran yang
beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh kepiting
mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan (Gambar 1 dan 2). Pada bagian kaki
juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki
pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda. Di
samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan kulit
yang keras atau dengan istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi
organ dalam bagian kepala, badan dan insang.
Morfologi kepiting bakau dapat dilihat pada gambar 2 dan 3 di bawah ini:
Gambar 2. Tubuh bagian dorsal kepiting dewasa (Sumber: Quinitio & Parado, 2003).6
Gambar 3. Tubuh bagian ventral kepiting dewasa (Sumber: www.portofpeninsula.org,
1997).
Capit pada jantan dewasa lebih panjang dari pada Capit betina (Nontji, 2002).
Disamping morfologi sapit, kepiting jantan dan betina dapat dibedakan juga berdasarkan
ukuran abdomen, dimana abdomen jantan lebih sempit dari pada abdomen betina
(Gambar 4).
Gambar 4. perbedaan morfologi kepiting jantan dengan kepiting betina (Sumber:
www.zonaikan.wordpress.com, 2010)
7
2.3 Habitat Kepiting Bakau
Kepiting banyak ditemukan di daerah hutan bakau, sehingga di Indonesia lebih
dikenal dengan sebutan kepiting bakau (mangove crab) (Gufron dan H. Kordi, 2000).
Kepiting mangrove seperti Scylla serrata (Mud Crab) merupakan hewan yang hidup di
wilayah estuaria dengan didukung oleh vegetasi mangrove. Hewan ini merupakan hewan
omnivora dan kanibal, memakan kepiting lainnya, kerang dan bangkai ikan. Kepiting ini
dapat tumbuh sampai ukuran 25 cm atau dengan berat mencapai 2 kg, dimana kepiting
betina ukurannya lebih besar dari yang jantan (DPI & F, 2003).
Kepiting bakau dalam menjalani hidupnya beruaya dari perairan pantai ke
perairan laut, kemudian induk dan anak-anaknya berusaha kembali ke perairan pantai,
muara, sungai, atau daerah hutan mangrove untuk berlindung, mencari makan dan
membesarkan diri (Karsy, 1996). Kepiting bakau termasuk golongan hewan nocturnal,
karena kepiting beraktivitas pada malam hari. Kepiting ini bergerak sepanjang malam
untuk mencari pakan bahkan dalam semalam kepiting ini mampu bergerak mencapai
219 – 910 meter (Mossa, et al. 1995).
2.4 Daur Hidup Kepiting Bakau
Kepiting bakau yang telah siap melakukan pekawinan akan memasuki hutan
bakau dan tambak. Setelah perkawinan berlangsung kepiting betina secara perlahan-
perlahan akan beruaya di perairan bakau, tambak, ke tepi pantai, dan selanjutnya ke
tengah laut untuk melakukan pemijahan. Kepiting jantan yang telah melakukan
perkawinan atau telah dewasa berada diperairan bakau, tambak, di sela-sela bakau, atau
paling jauh di sekitar perairan pantai yaitu pada bagian-bagian yang berlumpur, dan
ketersediaan pakan yang berlimpah (Kasry. 1996).
Menurut Boer (1993), setelah telur menetas, maka masuk pada stadia larva,
dimulai pada zoea 1 (satu) yang terus menerus berganti kulit sebanyak 5 (lima) kali,
sambil terbawa arus ke perairan pantai sampai pada zoea 5 (lima). Kemudian kepiting
tersebut berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan 8
kepiting dewasa, tetapi masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat
megalopa ini, kepiting mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan
pantai. Kemudian pada saat dewasa kepiting beruaya ke perairan berhutan bakau untuk
kembali melangsungkan perkawinan.
Telur
Pembuahan Larva Zoea
Kepiting Dewasa Megalops
Kepiting Muda
Gambar 5. Siklus hidup kepiting bakau (sumber: www.zonaikan.wordpress.com, 2010)
2.5 Peluang Usaha
Kepiting lunak dari jenis kepiting bakau mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
baik di pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri. Sementara benih kepiting bakau
masih mengandalkan pasokan dari alam karena teknologi pembenihan kepiting belum
dikuasai dengan baik. Dari segi produksi, kepiting lunak memiliki harga yang relatif
lebih tinggi dibandingkan kepiting biasa (kepiting dengan karapaks keras) pada ukuran
yang sama. Oleh sebab itu, produksi kepiting lunak cukup menjanjikan. Nilai ekonomis
kepiting yang terus meningkat merangsang para petambak untuk membudidayakannya
di tambak. Hal ini terbukti dengan meningkatnya ekspor kepiting dari Sulawesi Selatan
dari tahun ke tehun. Ekspor kepiting dari Sulawesi Selatan sebesar 5.200 kg pada tahun
1989 meningkat menjadi 1.567.527 kg pada tahun 1994. konsumen kepiting tertinggi di
dunia adalah Amerika Serikat yang mencapai 55% dari total kepiting dunia dengan
peningkatan rata-rata 10,4 per tahun (Departemen Perdagangan, 1990).
9
Saat ini kepiting lunak sangat mudah ditemukan di pasar-pasar atau supermarket.
Kepiting ini juga disajikan dalam beragam masakan di beberapa rumah makan atau
restoran. Daging kepiting bukan hanya lezat tapi juga menyehatkan. Menurut
Syarifuddin (2011), Kepiting merupakan nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan tubuh
kita. Kepiting kaya akan natrium, kalium, fosfor , magnesium dan sejumlah zat besi,
seng, tembaga, mangan dan selenium. Beberapa vitamin juga terkandung dalam
kepiting, antara lain vitamin A, C, B6, thiamin, riboflavin, niasin dan asam pantotenat,
folat dan vitamin B12. Mengkonsumsi kepiting sangat baik untuk kesehatan kita.
Kepiting merupakan sumber protein yang tinggi. Kandungan protein dalam kepiting
bermanfaat untuk menjaga kesehatan otot. Kepiting juga baik untuk kesehatan mata
kita karena adanya kandungan vitamin A di dalamnya.
10
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metodelogi
Data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini berupa data primer yang
diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan (Desa Lamjabat), wawancara dengan
petambak budidaya kepiting lunak, dan data sekunder di peroleh dari laporan penelitian,
buku-buku jurnal dan internet. Pokok bahasan yang dibahas dalam karya ilmiah ini
meliputi:
1. Keungggulan kepiting sangkak dan kandungan gizinya
2. Pengenalan teknik budidaya kepiting sangkak
3.2 Metode analisa dan pemecahan masalah
1. Diskusi
2. Komparasi
3. Analisa mendalam
BAB IV11
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Teknik Budidaya Kepiting Lunak (Sangkak)
4.1.1 Persiapan Lahan
a. Persiapan Tambak
Tambak air payau yang akan di gunakan untuk budidaya kepiting lunak ini
terlebih dahulu harus dikeringkan, dibersihkan, dan ditaburkan kapur untuk
menjaga kestabilan pH tanah.
b. Persiapan Keramba
Bentuk keramba yang umum di pakai ada 2 model yaitu :
Takir, yaitu wadah pemeliharaan yang terbuat dari bilah bambu yang tersusun
diselang-seling sehingga terbentuk kotak-kotak kecil. Setiap takir
dilengkapi dengan pelampung dari botol plastik bekas. Takir ini memiliki
daya tahan sampai 1 tahun, biasanya digunakan oleh pembudidaya kepiting
pemula dengan modal seadanya. Namun, kelemahan dari media budidaya takir
ini adalah: capit kepiting dengan mudah dapat mengoyakkan jaring/benang
pada takir sehingga banyak kepiting yang mampu meloloskan diri, selain itu
apabila terdapat beberapa kepiting yang mati dan tidak segera dipindahkan
maka akan menyebabkan kualitas air menurun sehingga mengancam
kelangsungan hidup pada kepiting-kepiting yang lainnya.
Gambar 6. Konstruksi takir
12
Keranjang (Basket)
Penggunaan basket untuk budidaya kepiting jauh lebih aman karena wadah
pemeliharaan kepiting yang berbentuk kotak hitam ini berbahan plastik
sehingga kepiting tidak akan lolos. Keranjang ini memiliki daya tahan 10
tahun. Untuk mempercepat proses moulting kepiting lebih menyukai warna
gelap sehingga warna pada basket juga mempengaruhi cepat lambatnya terjadi
proses moulting.
Gambar 7. Konstruksi Keranjang (Basket)
4.1.2 Persiapan Bibit
Bibit kepiting berasal dari Panton Labu dengan ukuran 60–120 gram. Cangkang
keras berisi, berwarna cerah dan bentuk tubuh sempurna (tidak cacat). Bibit yang
digunakan untuk budidaya ini yaitu kepiting jantan, karena kepiting betina agak
lambat melakukan moulting sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menghasilkan kepiting lunak. Menurut pemilik usaha budidaya kepiting sangkak di
Lamjabat, waktu yang dipilih untuk mulai memasukan bibit kepiting ke dalam
keramba sebaiknya berpedoman pada penanggalan hijriah. Tanggal yang baik
untuk memasukan bibit adalah tanggal 8-13 dan tanggal 22-27 pada setiap bulan
hijriah atau pada saat kondisi bulan terang.
4.1.3 Pemberian Pakan
13
Selama pemeliharaan dalam keramba, kepiting diberi makanan secara teratur 2 kali
sehari. Pakan kepiting bisa berupa daging, keong darat, keong mas, siput laut, atau
ikan rucah. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah kondisi pakan
harus dalam keadaan segar. Pemberian pakan untuk kepiting lunak ini sebanyak
2/3 dari bobot badan.
4.1.4 Pemotongan Kaki Kepiting dan Proses Moulting
Pemotongan kaki kepiting bertujuan untuk merangsang pertumbuhan organ yang
baru dan mempercepat terjadinya moulting akibat stress ketika kakinya dipotong.
Sebelum dilakukan pemotongan kaki terlebih dahulu kepiting disiram dngan air
asin untuk mempermudah pelepasan pangkal capit dan pangkal kaki secara utuh
dan sempurna tanpa merusak morfologi tubuh kepiting. Proses pemotongan
dilakukan secara manual menggunakan gunting, pemotongan kaki dilakakukan
pada ujung kaki jalan dan secara otomatis pangkal kaki jalannya akan patah
sendiri. Umumnya kepiting mulai moulting setelah 17 hari, puncaknya pada 21 s/d
23 hari, sedangkan pada 24 hari ke atas biasanya untuk sisa-sisa kepiting yang
belum moulting. Kepiting yang sudah moulting harus segera dikeluarkan dari
keramba dan dipindahkan ke wadah yang berisi air tawar selama 1 jam. Hal ini
dilakukan karena dalam air asin kulit kepiting akan kembali keras secara perlahan
dalam rentang waktu 4-6 jam.
Gambar 7. Kepiting yang sudah moulting (melepaskan cangkangnya)
14
4.1.5 Pengecekan/Pengontrolan
Pengecekan/ Pengontrolan merupakan kegiatan rutin dan harus dilakukan setiap
pagi, siang, dan malam hari, yang bertujuan untuk memonitoring kepiting yang
mati, sakit, dan panen. Pengecekan kepiting dilakukan 4 kali sehari. Pengecekan
pertama dimulai pada pukul 07:00 WIB, pengecekan kedua pukul 12:00 WIB,
pengecekan ketiga pukul 04:00 WIB, pengecekan keempat pukul 23:00 WIB.
4.1.6 Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang menyerang kepiting lunak adalah burung dan penyakit
putih, penyakit ini disebabkan oleh buruknya kualitas air di tambak sehingga untuk
pencegahan dilakukan pengantian air, serangan penyakit ini ditandai dengan
adanya warna putih di dalam carapas kepiting.
4.1.7 Panen dan penyimpanan
Panen yang dilakukan pada kepiting yang sudah bergannti cangkang atau kulit
(molting) dan masih dalam keadaan lunak. Tanda-tanda kepiting yang akan
moulting yaitu:
Warnanya sudah agak kusam
Di celah-celah cangkangnya sudah mulai agak terbuka
Kepiting yang sudah dipanen kemudian dikemas satu persatu dalam plastik dan
bisa langsung dijual dalam keadaan hidup atau segar dimasukan freezer untuk di
bekukan dan di jual dalam keadaan beku. Pengemasan kepiting dalam plastik,
harus dilakukan hati-hati untuk mencegah keruskan fisik Pada kepiting( putus
kaki) karena akan menggurangi kualitas dan hargannya.
15
Gambar 8. Kepiting yang sudah dikemas.
4.2 Keunggulan Kepiting Lunak
Kepiting lunak memiliki beberapa keunggulan diantaranya:
1. Tekstur badan (karapaks dan daging) yang lunak, sehingga hampir semua bisa
dikonsumsi
2. Siklus produksi tidak terlalu lama
3. Teknik budidayanya mudah
Berdasarkan pertimbangan di atas, budidaya kepiting bakau untuk produksi
kepiting lunak layak dilakukan dan dapat memberi keuntungan antara lain:
1. Dapat memanfaatkan lahan genangan air yang terkena pengaruh pasang surut
2. Teknik budidaya dan penanganannya yang lebih mudah
3. Modal dan biaya operasional rendah
4. Faktor resiko kegagalan lebih kecil dibandingkan dengan budidaya udang
5. Tidak memerlukan lahan yang luas
6. Waktu yang diperlukan singkat dan dapat memanfaatkan tenaga keluarga.
4.3 Sintesa Permasalahan
Berdasarkan peluang yang telah dijabarkan, kita dapat memanfaatkan peluang
pasar tersebut untuk meningkatkan produksi kepiting bakau untuk memenuhi kebutuhan
pasar baik di dalam maupun di luar negeri. Namun di wilayah Aceh sendiri jumlah
petambak yang membudidaya kepiting lunak ini masih sangat sedikit. Hal ini mungkin 16
saja disebabkan oleh kurangnya informasi atau pengetahuan bagi petambak-petambak
yang berada di Aceh.
Adanya peluang pasar yang begitu besar ini juga dapat menjadi salah satu upaya
peningkatan pendapatan atau memperkecil angka pengangguran di Indonesia, khususnya
di Aceh guna memperbaiki taraf hidup masyarakat.
BAB V
17
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penulisan ini adalah:
Budidaya kepiting lunak dapat dilakukan dengan 2 pilihan, yaitu menggunakan
takir atau keranjang.
Jenis kepiting yang dibudidayakan untuk produksi kepiting lunak ini adalah
spesies kepiting bakau (Scylla serrata).
Daging kepiting bukan hanya lezat tapi juga menyehatkan, mengandung nutrisi
yang sangat baik untuk kesehatan tubuh kita.
Modal dan biaya operasional rendah, tapi faktor resiko kegagalan lebih kecil
5.2 Saran
Sebaiknya perlu adanya usaha pembenihan kepiting di Aceh sehingga tidak perlu
membeli bibit dari luar dan juga agar semakin besar kesempatan bekerja bagi
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
18
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1992. Pemeliharaan kepiting. Kanisius. Yogyakarta.
Boer, 1993. Studi pendahuluan Penyakit kunang-kunang pada larva kepiting Bakau
(Scylla serrata), Journal Penelitian Budidaya Pantai.
Cholik, F and Hanafi, A. 1991. A Review of the status of the Mud crab ( Scilla sp ).
Fishery and culture in Indonesia. A Report of the Seminar Convened in Surathani,
Thailand. Nov. 5-8.
DPI & F. 2003. Fish Guide. Saltwater, Freshwater and Noxious Species, (Online), The
Great Outdoors Publications, Brisbane, (www2.dpi.qld.gov.au, diakses 13 Mei
2008).
Gufron, M., dan H. Kordi. 2000, Budidaya kepiting & Ikan Bandeng di tambak system
polikultur. Dahara Prize. Semarang.
Kanna Iskandar, 2002, Budidaya Kepiting Bakau (Pembenihan dan Pembesaran).
Kanisius.Yogyakarta.
Kanna, I. 2006. Budidaya kepiting bakau, pembenihan dan pembesaran. Kanisius.
Yogyakarta.
Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Penerbit Bharata.
Jakarta.
Mossa, K., I.Aswandy dan A.Kasry. 1995. Kepiting Bakau (Scylla serrata) dari
Perairan Indonesia. LON – LIPI. 18 hal.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset
Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Syarifuddin, M. 2011. Nilai Gizi Dalam Lobster Dan Kepiting. Diakses pada tanggal 14 Mei 2012 melalui http://www.syafir.com/2011/12/26/nilai-gizi-dalam-lobster-dan-kepiting
Quinitio, E.T. & Parado, E.F.D. 2003. Biology and Hatchery of the Mud Crabs (Scylla
spp.) Aquaculture Extension Manual, (Online), No. 34, SEAFDEC Aquaculture
Department, Iloilo, Philippines (rfdp.seafdec.org.ph, diakses 15 Mei 2008).19
www.portofpeninsula.org. 1997. Crab. Washington State Department of Fish &
Wildlife, (Online), (diakses 15 Mei 2008).
www.zonaikan.wordpress.com. 2010. Perbedaan kepiting jantan dan betina. Diakses
pada tanggal 11 Mei 2012 pukul 06:47 WIB.
20