· Web viewBAB 12 PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA Sektor perhubungan dan pariwisata mempunyai peranan...

126
BAB 12 PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA

Transcript of  · Web viewBAB 12 PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA Sektor perhubungan dan pariwisata mempunyai peranan...

BAB 12PERHUBUNGAN DAN

PARIWISATA

,

BAB 12

PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA

Sektor perhubungan dan pariwisata mempunyai peranan yang pen- ting dalam rangka usaha mencapai sasaran pembangunan serta pembinaan persatuan bangsa dan negara. Peranan perhubungan dalam pembangunan adalah memperlancar arus manusia, barang dan jasa untuk merangsang dan menunjang pertumbuhan produksi barang dan jasa serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Peranan uta- ma pariwisata dalam pembangunan nasional adalah sebagai penghasil devisa serta memperkenalkan budaya bangsa dan tanah air. Di sam- ping itu sektor perhubungan dan pariwisata memberikan lapangan kerja dan bidang usaha yang cukup luas kepada masyarakat. Tambah- an pula sektor perhubungan dan pariwisata juga merupakan salah satu unsur penunjang dalam menjalin hubungan antar bangsa, yang dila- kukan melalui hubungan timbal balik kegiatan angkutan dan teleko-munikasi ke dan dari luar negeri.

Pembangunan di sektor perhubungan selama Repelita II lebih ba- nyak ditekankan pada usaha rehabilitasi dan peningkatan peralatan serta pembinaan sistem angkutannya. Dalam hubungan ini di bidang angkutan jalan raya dilanjutkan pekerjaan rehabilitasi dan peningkat- an jaringan jalan dan jembatan yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Pembangunan di bidang perkereta apian meliputi perbaikan jalan kereta api, perbaikan dan penambahan lokomotif, kereta penumpang, gerbong barang dan penyehatan keuangan perusa-haan. Di bidang angkutan sungai, danau dan peny

155

eberangan telah di-tingkatkan perluasan. fasilitas angkutan dan.

pelayanannya. Di bidang pos dan giro dilakukan penambahan kantor pos, alat angkutan dan ja-ringan pelayanannya sampai ke tingkat kecamatan yang dilayani me- lalui kantor pos pembantu dan pos keliling.

Dalam rangka memperlancar pelayaran dalam negeri, terutama Pelayaran Nusantara dan Pelayaran Lokal, selama Repelita II telah di-

lakukan rehabilitasi dan peningkatan fasilitas perhubungan laut. Fasi-litas pelabuhan seperti dermaga (termasuk dermaga container) telah ditambah dan diperluas. Demikian juga fasilitas keselamatan pelayar- an seperti navigasi, telekomunikasi laut, kesyahbandaran dan lain-lain telah berhasil ditingkatkan. Di samping itu armada niaga nasional baik yang melayani angkutan dalam negeri maupun luar negeri juga berhasil diperluas.

Di samping, usaha rehabilitasi dan peningkatan tersebut di bidang tertentu telah pula dilakukan pembangunan baru dengan peralatan yang menggunakan teknologi maju, seperti pada jaringan telekomuni- kasi melalui satelit domestik Palapa. Di bidang perhubungan udara armada pesawat udara bermesin jet telah diperbesar dan penggunaan-nya semakin meningkat baik dalam penerbangan dalam negeri maupun luar negeri.

Pembangunan kepariwisataan selama Repelita II terutama ditekan- kan pada usaha promosi kepariwisataan Indonesia di luar negeri, pembinaan obyek-obyek pariwisata dan persiapan rencana pengembangan pariwisata di 10 daerah di Indonesia. juga telah dilakukan langkah-langkah untuk pengembangan pariwisata dalam negeri.

Berkat usaha pembangunan tersebut selama Repelita II telah ber-hasil ditingkatkan kapasitas dan pelayanan angkutan sehingga mampu melayani permintaan angkutan yang tumbuh rata-rata setiap tahun sekitar 10 - 12% untuk angkutan jalan raya dan angkutan laut; 20% untuk angkutan udara; 3% untuk angkutan kereta api dan 16% untuk pariwisata.

Sebagai pencerminan dari hasil-hasil tersebut, pelayanan jasa angkutan telah berhasil membuka 156

hubungan ke daerah terpencil, yang dilakukan melalui angkutan perintis baik penerbangan perintis, pela- yaran perintis maupun angkutan bis perintis. Peningkatan pelayanan angkutan ini juga telah berhasil pula dalam melaksanakan angkutan transmigrasi, angkutan haji dan angkutan pariwisata. Demikian juga angkutan da lam kota telah ditingkatkan sehinga pelayanannya dapat mengikuti dan sejalan dengan dinamika kota. Di samping itu perusa-

haan angkutan juga dibina dan dikembangkan sehingga dapat mem- berikan pelayanan jasa angkutannya yang lebih baik kepada masya- rakat dalam suatu sistem angkutan yang serasi.

Pelayanan angkutan ke luar negeri juga meningkat, terutama me- lalui udara. Penerbangan nasional ke luar negeri meningkat baik da- lam jumlah penumpang yang diangkut maupun frekwensi penerbangannya. Kerjasama dalam angkutan internasional telah dikembangkan, khususnya dengan negara-negara ASEAN.

Meskipun hasil-hasil pembangunan selama Repelita I dan II cukup memuaskan, tantangan dan masalah yang dihadapi sektor perhubung- an dan pariwisata masih cukup besar. Sesuai dengan laju pembangun- an keperluan akan jasa perhubungan yang harus dilayani akan terus meningkat. Jika laju pertumbuhan ekonomi mencapai sekitar 6,5% setahun selama Repelita III, maka permintaan akan jasa perhubungan diperkirakan akan meningkat dengan lebih dari 10% setahun. Untuk memenuhi permintaan ini sektor perhubungan harus mampu meningkatkan kapasitasnya.

Pembangunan prasarana perhubungan seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan, dan pengadaan sarana angkutan memerlukan waktu yang lama sebelum dapat dimanfaatkan. Sebaliknya arus manu- sia, barang dan jasa akan meningkat dengan cepat sesuai dengan laju pertumbuhan produksi dan pembangunan. Di samping itu dana yang diperlukan bagi pembangunan prasarana dan sarana perhubungan adalah sangat besar. Dalam keadaan demikian pembangunan perhu- bungan dan pariwisata tidak akan menggunakan semata-mata dana anggaran negara, tetapi akan memanfaatkan juga modal swasta yang ada di masyarakat. Anggaran negara akan

157

lebih ditujukan bagi pembangunan prasarana dan sarana perhubungan yang tidak menarik penyertaan modal swasta atau karena sifatnya harus dimiliki negara.

Keadaan dewasa ini menunjukkan bahwa: belum seluruh fasiitas perhubungan yang ada telah berhasil direhabilitasikan atau ditingkat- kan keadaannya. Masih banyak kegiatan rehabilitasi dan peningkatan yang harus dilanjutkan seperti rehabilitasi dan peningkatan jalan dan jembatan, fasilitas pelabuhan laut, pelabuhan udara. Berbeda dengan

pembangunan baru, kegiatan rehabilitasi dan peningkatan akan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih rendah.

Berdasarkan keadaan dan masalah tersebut dan sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara dalam Repelita III pembangunan di sektor perhubungan akan lebih ditingkatkan untuk dapat menun- jang pertumbuhan produksi barang dan jasa serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Adapun pembangunan prasarana angkutan dan perhubungan bertujuan untuk memperlancar arus barang/jasa dan manusia ke seluruh daerah terutama ke daerah pedesaan dan dae- rah terpencil, dalam kota, sehingga dengan demikian merangsang dan menunjang pencapaian sasaran-sasaran pembangunan.

Dalam menghadapi peningkatan permintaan jasa pengangkutan se- lama Repelita III pertama-tama akan ditempuh kebijaksanaan untuk memanfaatkan peralatan yang ada, secara efektif melalui sistem perhubungan yang diatur secara terpadu. Selanjutnya akan lebih diprio-ritaskan kegiatan rehabilitasi dan peningkatan daripada prasarana dan sarana perhubungan yang baru.

Kegiatan Search and Rescue (SAR) merupakan usaha pencarian, penyelamatan, pemberian pertolongan kepada orang dan harta yang hilang, dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam pener-bangan dan pelayaran: serta memberi pertolongan pertama kepada kor-ban bencana alam. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan perhubung- an dan pembangunan selama Repelita III akan dilakukan usaha peningkatan kegiatan SAR melalui peningkatan kordinasi kerjasama an- tara instansi Pemerintah, ABRI dan swasta yang berhubungan lang- sung atau tidak langsung dengan kegiatan SAR tersebut Di samping itu akan ditambah peralatan komunikasi, pembukaan SKR (Sub Kor- dinasi Rescue) dan

158

sarana mobilitas SAR. Juga akan ditingkatkan ker-jasama dalam bidang SAR dengan negara-negara lain terutama negara-negara ASEAN.

Di samping itu untuk menggairahkan pembangunan, pelayanan jasa perhubungan harus dapat dilaksanakan dengan biaya murah agar terjangkau oleh masyarakat banyak. Untuk itu akan dilakukan

langkah-langkah bagi penekanan biaya angkutan, melalui penyesu- aian kebijaksanaan tarif angkutan, peningkatan efisiensi kegiatan angkutan dan penyempurnaan pola angkutan di masing-masing jenis angkutan yang ada.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di bidang perhubungan dan pariwisata akan selalu diadakan penilaian yang seksama terhadap pengaruhnya bagi lingkungan hidup, agar peng- amanan terhadap pelaksanaan pembangunan dan lingkungan hidup- nya dapat dilakukan sebaik-baiknya. Di samping itu pembangunan perhubungan sepenuhnya dikaitkan dengan perluasan kesempatan kerja. Tambahan pula mengingat banyak sarana perhubungan meng- gunakan sumber-sumber daya energi, maka perencanaan pembang- unan perhubungan akan dikaitkan dengan kebijaksaanan energi nasional.

Dalam rangka menggairahkan dunia usaha di bidang perhubung- an dan pariwisata akan ditinjau kembali perizinan-perizinan, baik mengenai materi dan prosedur memperoleh perizinan. Materi per- izinan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan kebijaksanaan akan dicabut, sedangkan prosedur perizinan disederhanakan untuk mempercepat pelayanan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha. Akan ditinjau pula pungutan-pungutan yang terkait dengan perizinan tersebut. Pungutan-pungutan yang memberatkan dunia usaha akan dihapuskan. Dengan demikian hasil peninjauan perizin- an-perizinan tersebut harus dapat memperlancar dan meningkatkan efisiensi pengembangan dunia usaha di bidang perhubungan dan pariwisata. Sementara itu akan makin ditingkatkan pembinaan per- usahaan-

159

perusahaan milik negara di bidang perhubungan dan pari- wisata agar perusahaan-perusahaan ini dikelola secara mantap sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang sehat, efisiensi dan hemat. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanannya kepa- da masyarakat dan membantu meningkatkan keuangan negara. Se- lanjutnya perusahaan negara sebagai unsur aparatur negara secara aktif ikut mengamankan program kebijaksanaan Pemerintah di bi- dang stabilitas ekonomi, di bidang penembangan dunia usaha

golongan ekonomi lemah dan di bidang-bidang kebijaksanaan ekonomi lainnya.

juga akan dilanjutkan usaha penyempurnaan efisiensi Aparatur Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi aparatur di bidang perhubungan dan pariwisata dalam me-laksanakan tugas pokok Pemerintahan baik tugas rutin maupun tugas pembangunan dan meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan agar pelaksanaan program kegiatan rutin maupun pembangunan di bidang perhubungan dan pariwisata dapat berhasil dengan efisien dan efektif serta sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.

Agar pelaksanaan kebijaksanaan serta kegiatan berjalan menurut rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka fungsi pengawasan ditingkatkan yang mencakup pengendalian, penilaian pelaksanaan pembangunan dan pengambilan tindakan penertiban yang sifatnya represif dan preventif. Peningkatan fungsi pengawasan ini dimaksudkan agar pelaksanaan semua kebijaksanaan dan program di bidang perhubungan dan pariwisata dapat diikuti, dan dapat diambil tindakan perbaikan yang diperlukan bila terjadi hambatan, penyimpangan dan penyelewengan lainnya. Fungsi pengawasan tidak semata-mata diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal dan lain-lain aparatur pengawasan, tetapi juga merupakan kegiatan dan tanggung jawab yang melekat pada fungsi Pimpinan setiap satuan organisasi Departemen/Instansi. Usaha pengawasan yang bertujuan meningkat- kan ketertiban demi terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab akan ditingkatkan berdasarkan program yang berencana, terarah dan terpadu.

160

I. PERHUBUNGAN DARATA. jalan dan, jembatan1. Keadaan dan MasalahPanjang jaringan jalan yang ada pada saat ini lebih

dari 103.000 km, terdiri dan Jalan Negara sepanjang 11.330 km, jalan Propinsi sepanjang 27.569 km dan jalan Kabupaten, sepanjang 64.595 km.

Untuk meningkatkan lalu-lintas dan angkutan darat selama Repe- lita II telah dilaksanakan rehabilitasi, peningkatan dan pembangun- an baru jaringan jalan dan jembatan. Selama Repelita II di bidang jalan dan jembatan telah berhasil direhabilitasi jalan sepanjang 7.731 km dan jembatan 23.938 m; jalan yang ditingkatkan menjadi jalan mantap sepanjang 4.614 km termasuk penggantian jembatan sepan- jang 20.455 m. Juga telah berhasil dibangun jalan-jalan baru sepan- jang 740 km dan jembatan baru sepanjang 5.742 m. Hasil-hasil tersebut belum termasuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui bantuan Pembangunan Daerah untuk jalan Propinsi lainnya dan Jalan Kabu-paten.

Meskipun hasil Repelita II dalam pembangunan jalan cukup memuaskan, masih banyak jalan-jalan yang berada dalam keadaan rusak. Keadaan jalan yang demikian terutama terdapat pada jalan Propinsi dan jalan Kabupaten yang justru merupakan penghubung antara pusat produksi pertanian rakyat di daerah pedesaan dengan pasarannya di daerah perkotaan. Di samping itu perkembangan kota yang pesat memerlukan pembangunan jalan baru. Tambahan pula banyak jembatan yang sudah kritis keadaannya, sehingga bukan saja akan mengganggu tetapi dapat membahayakan lalu-lintas.

2. Langkah dan KebijaksanaanPembangunan jalan selama Repelita III akan

mengutamakan peningkatan kondisi jalan yang sudah ada. Pembangunan jalan baru dilakukan apabila dapat meningkatkan serta memeratakan pemba- ngunan daerah/wilayah, terutama jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah. pemasarannya. Dalam hubungan ini akan dilakukan pembangunan yang serasi antara jalan Negara, jalan. Pro- pinsi dan jalan Kabupaten. Di samping itu akan diusahakan

161

kesera- sian antara pembangunan jalan, pembangunan kereta api dan pembangunan bidang-bidang perhubungan lainnya. Hal ini akan me-mungkinkan tercapainya suatu sistem angkutan yang terpadu.

Pembangunan di bidang jalan dan jembatan akan dilakukan dengan cara yang banyak menyerap tenaga kerja dan sebanyak mungkin menggunakan peralatan dan bahan dalam negeri, dengan

demikian kegiatan pembangunan jalan dapat mengurangi pengang- guran musiman. juga akan dibina kontraktor dalam negeri, terma- suk usaha pribumi bermodal kecil dengan pemberian bimbingan teknis dan Cara membangun konstruksi sederhana yang sesuai. Dalam pembuatan jalan-jalan akan dilakukan usaha-usaha yang lebih baik untuk mencegah erosi dan perusakan sistem tata air.

Dalam Repelita III rencana pembangunan di bidang jalan dan jembatan akan disesuaikan dengan fungsinya tanpa membedakan status jalan-jalan tersebut. Sesuai fungsinya saat ini jaringan jalan terdiri atas jalan-jalan yang berfungsi untuk jangkauan pelayanan jarak jauh (jalan arteri), jalan-jalan bagi pelayanan jarak menengah (jalan kolektor) dan jalan-jalan untuk keperluan pelayanan setempat (jalan lokal). Dalam kenyataannya sebagian besar jalan Negara dan jalan Propinsi berfungsi sebagai jalan arteri dan jalan kolektor, jalan Kabupaten lebih banyak tergolong sebagai jalan lokal. jaringan jalan-jalan tersebut akan dibangun untuk mendapatkan suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang dapat melayani angkutan dan lalu-lintas yang terus meningkat.

Di wilayah sekitar kota-kota besar yang lalu-lintasnya berkembang pesat, direncanakan pembangunan jalan bebas hambatan. Rencana pembangunan jalan bebas hambatan ini akan diserasikan dengan rencana pengembangan sistem kereta api kota. Dalam melakukan pembangunan jalan bebas hambatan akan diperhatikan pengaruhnya terhadap hubungan sosial dan lingkungan hidup dari masyarakat di wilayah tersebut. Penyelenggaraan jalan bebas hambatan dilakukan melalui sistem pungutan (tol), yang dikenakan kepada pemakai jalan. Dalam hubungan ini akan diusahakan agar selalu ada jalan lain yang dapat digunakan oleh masyarakat yang 162

tidak mampu memakai jalan bebas hambatan dengan sistem pungutan tersebut.

Oleh karena pada saat ini lebih dari 50% seluruh panjang jalan yang masih dalam keadaan rusak dan sedang, terutama jalan Pro- pinsi dan jalan Kabupaten, dan berdasarkan kenyataan bahwa pembangunan di bidang jalan memerlukan waktu yang cukup lama dan usaha yang besar, maka disadari bahwa tidak semua jalan- jalan yang masih dalam keadaan rusak itu dapat seluruhnya dire-

habilitasi atau ditingkatkan kondisinya. Tetapi sementara itu keper- luan lalu-lintas harus dapat dilayani sehingga jalan-jalan tersebut bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk sementara akan dilaku- kan pekerjaan perbaikan yang bersifat sederhana, agar jalan-jalan tetap dapat menampung keperluan angkutan jangka pendek, yaitu yang diperkirakan sekitar tiga tahun. Pekerjaan perbaikan ini, yang memerlukan biaya yang jauh lebih kecil dan konstruksinya, juga lebih sederhana daripada pekerjaan rehabilitasi, disebut usaha penunjang- an. Penunjangan dilakukan terutama pada jalan Kabupaten dan Jalan Propinsi yang keadaannya belum mantap.

Di samping itu selama Repelita III pekerjaan pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan akan dilanjutkan. Pembangunan jalan baru akan dilakukan di daerah/ wilayah yang sangat memerlukan dan tidak mempunyai jaringan jalan dan di daerah-daerah lain yang lalu-lintasnya sudah sangat meningkat sehingga tidak dapat ditampung pada jalan-jalan yang sudah ada. Dalam pada itu penggantian jembatan akan lebih di-tingkatkan dalam Repelita III ini dengan pertimbangan bahwa pada tahun-tahun terakhir Repelita II banyak terjadi jembatan putus yang menyebabkan tidak berfungsinya sama sekali ruas jalan yang bersangkutan. Dalam hubungan ini akan dilakukan penggantian jembatan pada jalan-jalan Negara, Jalan Propinsi dan jalan Kabu- paten lebih dari 100 ribu meter. Untuk itu akan didirikan unit pembuat jembatan di tempat-tempat strategis, terutama berupa komponen beton praktekan sehingga dapat mengurangi keperluan bahan jembatan yang berasal dari impor.

163

Penanganan pembangunan di bidang jalan dan jembatan dalam Repelita III dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :(1). pemeliharaan dan rehabilitasi jalan dan jembatan

meliputi ke- giatan untuk mempertahankan kondisi jalan dan jembatan yang sudah direhabilitasi atau ditingkatkan agar tetap berada dalam keadaan baik. Pemeliharaan jalan dilakukan setiap tahun antara lain berupa perawatan permukaan dan bahu jalan, dan saluran air, pembersihan rumput, tanaman liar dan lain-lain. Reha-

bilitasi jalan dilakukan pada jalan dan jembatan yang sudah rusak untuk diperbaiki sesuai konstruksinya semula, sehingga sete- lah dilakukan rehabilitasi pada jalan tersebut diharapkan mampu melayani kepadatan lalu-lintas yang , sama untuk jangka waktu 5 — 10 tahun mendatang. Dengan meningkatnya lalu-lintas ke-giatan rehabilitasi untuk banyak jaringan jalan sudah tidak men-cukupi kebutuhan sehingga sudah harus ditingkatkan kondisinya.

(2). penunjangan jalan dan jembatan, merupakan usaha perbaikan sederhana, dengan tujuan agar jaringan-jaringan jalan yang ma- sih rusak dapat berfungsi kembali. Penunjangan dilakukan karena rehabilitasi yang sempurna belum dapat dimulai pelaksanaannya terutama pada jaringan jalan Propinsi dan jalan Kabupaten yang kondisinya belum mantap, karena badan jalan belum kuat, lapisan permukaan jalan belum baik, daya dukungnya ter- batas dan lalu-lintas kurang padat. jalan-jalan tersebut terdiri dari jalan aspal, jalan kerikil dan jalan tanah. Kegiatan penun-jangan yang akan dilakukan meliputi perataan permukaan jalan dengan aspal, berikil atau tanah, perkuatan badan jalan, per- baikan drainase dan lain-lain yang sifatnya tambal sulam. Karena masa pelayanan jalan-jalan yang ditunjang adalah sekitar 3 tahun, maka selama Repelita III pekerjaan penunjang pada jalan-jalan tertentu akan dilakukan lebih dari satu kali.

(3). peningkatan jalan dan jembatan, merupakan pekerjaan mening-katkan kondisi jalan dan penggantian jembatan lama, agar mampu melayani lalu-lintas yang sudah akan meningkat sampai 20 tahun mendatang. Program peningkatan jalan dan jembatan adalah program utama yang dilakukan dalam bidang pembangunan jalan dan jembatan selama Repelita III.

(4). pembangunan jalan dan jembatan, merupakan pekerjaan kons- truksi jalan dan jembatan Baru yang diperlukan sesuai tujuan untuk pemerataan pembangunan, pembangunan daerah pemu- kiman transmigrasi, pertanian dan pertumbuhan kota.

Rencana pembangunan di bidang jalan dan jembatan selama Repe- lita III dapat diperinci sebagai berikut: pemeliharaan jalan sepanjang

164

29.140 kilo meter; rehabilitasi jalan sebanyak 1.570 kilometer; peningkatan jalan sekitar 11.000 kilometer; penggantian jembatan pada Jalan Negara dan Propinsi 89.780 meter dan jembatan pada jalan Kabupaten 47.500 meter; pembangunan jalan baru 995 kilometer, Jalan Negara sekitar 7.700 kilometer, jalan Propinsi 14.000 kilometer dan jalan Kabupaten 41.000 kilometer (di mana pekerjaan penunjang- an ini akan dilakukan beberapa kali selama Repelita III). Dalam renca-na tersebut termasuk pembangunan jalan dan jembatan dalam kota, berupa peningkatan jalan sepanjang 1.020 kilometer; penggantian jembatan sepanjang 5.920 meter serta pembangunan jalan baru sekitar 370 kilometer.

Dalam usaha meningkatkan pembangunan daerah pedesaan, telah diambil kebijaksanaan untuk membangun Jalan Kabupaten dengan kegiatan pekerjaan penunjangan yang akan dibiayai melalui Inpres Prasarana jalan. Tujuan pelaksanaan Inpres Prasarana jalan ini adalah memperbaiki jaringan jalan yang akan merangsang usaha peningkatan produksi hasil pertanian dan memperlancar distribusi dari daerah pedesaan ke pusat-pusat pemasarannya Selain itu kegiatan ini akan memperbaiki keadaan ekonomi daerah pedesaan dan meningkatkan partisipasi mayarakat pedesaan dalam pembangunan. Pemilihan pro-yek-proyek akan disesuaikan dengan rencana perbaikan Jalan, Kabupaten secara keseluruhan, sehingga jalan-jalan kabupaten dapat ber- fungsi sebagai bagian dari sistem jaringan jalan secara keseluruhan. Ruas-ruas jalan yang akan diutamakan penunjangannya dalam Repelita III adalah jalan antar desa/Kecamatan, jalan dari daerah Kecamatan ke daerah Kabupaten dan jalan dari daerah Kabupaten ke ruas jalan kolektor terdekat. Kegiatan ini mengutamakan daerah-daerah Kabupaten di luar Jawa yang penduduknya jarang dan merupakan daerah

165

pertanian dan transmigrasi.Pembiayaan pembangunan seluruh jaringan jalan

akan diperoleh dari sumber-sumber dana yang disalurkan melalui Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Anggaran yang disalurkan melalui Pemerintah Pusat terutama ditujukan kepada pembangunan jalan Negara dan sebagian jalan Propinsi sedangkan anggaran yang disalurkan melalui Pemerintah Daerah dan anggaran Inpres Daerah Tingkat I, II dituju-

kan pada Jalan Propinsi dan Jalan Kabupaten. Dana Inpres Prasarana Jalan akan melengkapi keperluan pembiayaan Jalan Kabupaten yang penyalurannya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat langsung kepada Daerah Kabupaten bersangkutan. Alokasi dana Inpres Prasarana jalan ini didasarkan atas rencana yang sudah disiapkan berdasarkan program pembangunan Jalan Kabupaten yang bersifat menyeluruh.

Untuk menunjang tercapainya pelaksanaan pembangunan jalan tersebut terutama jalan Propinsi dan jalan Kabupaten, akan dibina kemampuan teknis pembangunan jalan di tingkat Propinsi dan Kabupa- ten, melalui latihan, penyediaan peralatan sederhana, dan tenaga-tenaga pelaksana.

B. Angkutan Jalan Raya 1. Keadaan dan MasalahSelama Repelita II jumlah angkutan melalui jalan

raya telah me-ningkat dengan lebih dari 10% setahun dan jumlah kendaraan bermo- tor bertambah dengan rata-rata sekitar 16% setahun. Kendaraan bermotor tersebut terdiri dari bis, truk, mobil penumpang dan sepeda motor yang sejak tahun 1973 sampai dengan tahun 1977 mengalami pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar 11,5%, 16,8%, 11,2% dan 24,4%.

Untuk meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan, keter- tiban dan kelancaran lalu-lintas selama Repelita II telah dilakukan pembangunan fasilitas angkutan jalan raya seperti rambu jalan, lampu lalu-lintas, alat pengujian dan jembatan timbang. Hasil-hasil, yang dicapai adalah penyelesaian pembangunan jembatan timbang 40 buah, loadmeter 9 buah, lightmeter 35 buah, perambuan lalu-lintas jalan 89.905 buah, loadmarking 12.450.011 buah, bangunan operasi- onal 26 buah, alat 166

pengujian 10 buah dan lain lain.Dalam rangka usaha pembinaan sistem angkutan

dalam kota telah dibuka dan ditingkatkan pelayanan angkutan bis kota di Jakarta, Surabaya, Tanjungkarang, Medan, Bandung dan angkutan kereta api dalam kota di wilayah Jabotabek (Jakarta).

Di samping itu selama Repelita II pelayanan angkutan perintis darat juga ditingkatkan antara lain di Irian Jaya, Sulawesi Selatan; Lampung, Bengkulu, Timor-Timur dan lain-lain.

TABEL 12

— 1

PROGRAM DI BIDANG JALAN DAN JEMBATAN,SELAMA REPELITA III

Jalan Arteri Jalan kolektor Jalan LokalJalan

Jalan Negara Jalan Propinsi Jalan Negara Jalan Propinsi kabu-paten

(Km) 9.760/1.110 19.360/460—

(Km) 4.790 2.920 4.670 9.330 41.000

(Km) 5.950 4.030(m) 22.540 11.260 20.300 35.900 47.200

(Km) 1.020(m) 5.920 —

(Km) 461 164(Km) 370(Km) 160(Km) 40.000

d. jalan transmigrasi Masalah yang dihadapi di bidang angkutan jalan raya menyangkut usaha meningkatkan kelancaran dan ketertiban lalu lintas di jalan raya. Untuk itu masih perlu kelengkapan dari fasilitas pengaturan dan pengawasan lalu lintas serta peningkatan disiplin berlalu lintas dan ketrampilan pengendara kendaraan bermotor di jalan raya. Dengan demikian hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan, kemacetan lalu lintas dan pemborosan sumber energi sejauh mungkin dapat dihindarkan.

TABEL 1 2 - 2PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN JALAN DI INDONESIA,

1973 - 1977

Jervis kegiatan

1. Pemeliharaan/Rehabilitasi jalan

2. Penunjang jalan3. Peningkatan jalan dan,

penggantian jembatana. luar kota: jalan

jembatanb. dalam kota : jalan

jembatan4. Pembangunan jalan dan

jembatana. luar kota jalanb. dalam kota jalanc. arteri bebas hambatand. jalan transmigrasi

167

Tahun Bis Mobil Ba-rang/Truk

MobilPenumpang

Sepedamotor

1973 30.368 144.060 307.739 720.0561974 31.439 166.356 337.301 945.1821975 35.900 189.480 377.990 1.151.0451976 39.389 220.692 419.240 1.407.3231977 46.644 268.098 471.099 1.719.489

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkahPembangunan di bidang angkutan jalan raya

ditujukan untuk menunjang pertumbuhan angkutan penumpang dan barang dengan memperhatikan peningkatan keselamatan, keamanan, kelancaran dan kenyamanan dalam angkutan. Penambahan fasilitas lalu lintas akan diselaraskan dengan pembangunan di bidang jalan dan jembatan. Untuk setiap 100 km jalan akan dibangun satu jembatan timbang. Dengan demikian akan dibangun sebanyak 105 buah jembatan tim-bang pada jalan arteri dan 70 buah jembatan timbang pada jalan kolektor. Sasaran ini sesuai dengan program peningkatan jalan se-panjang 11.000 km dan pembangunan jalan baru sepanjang 995 km selama Repelita III. Untuk membantu mengatasi pengawasan di jalan akan disediakan 30 buah jenis timbangan kecil yang mudah diangkut dan berfungsi

sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada jem- batan timbang yang ada. Selain pembangunan jembatan timbang, juga akan dipasang lampu pengatur lalu lintas sebanyak 650 buah

168

GRAFIK 1 2 - 1PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN JALAN DI INDONESIA

1973 — 1977

2.000.000 Sepeda Motor

1.719.489

19741976 19771973 1974 .1975

0

169

300. 000 1.500.000 . 268. 093

200. 000 .

100. 000

1.000.000

500. 000

01974

1.407. ,323

1974 1975 1976 1977

di 50 buah kota yang telah dipilih berdasarkan kepadatan lalu lintas- nya. Selain itu untuk seluruh jaringan jalan yang ada akan diberi rambu-rambu tanda lalu lintas sebanyak 191.500 buah dan penge- catan tanda permukaan jalan-jalan tersebut. Untuk menjaga mutu serta kelayakan setiap jenis kendaraan bermotor hasil perakitan da- lam negeri agar sesuai dengan persyaratan teknik dan keamanan lalu lintas, maka akan diselesaikan pembangunan Pusat Pengujian Ken-daraan Bermotor yang persiapannya telah dilakukan dalam Repe- lita II.

Angkutan antar kota akan ditingkatkan untuk melancarkan arus penumpang umum, pariwisata, transmigrasi dan barang dengan memperhatikan keselamatan, keamanan dan ketertiban lalu lintas. Untuk ini akan dibangun fasilitas penumpang berupa terminal pada lintas-lintas utama. Hal ini diperlukan untuk peningkatan ketertiban dan kemudahan. perpindahan pemakai jasa dari sarana satu ke sarana angkutan lainnya dan untuk memantapkan pengaturan persyaratan-persyaratan tehnis kendaraan, perijinan trayek persyaratan perusahaan dan lain-lain.

Angkutan dalam kota akan ditingkatkan dengan mengutamakan perbaikan mutu pelayanan angkutan melalui perluasan jaringan jalan dan penambahan pelayanan bis kota serta pengembangan angkutan kereta api kota secara terintegrasi. Angkutan kereta api kota lebih ditujukan untuk angkutan penumpang yang bersifat masal dan murah. Pengembangan sistem kereta api kota akan dapat mengurangi kepadatan lalu lintas di jalan raya. Dalam pengaturan jaringan angkutan dalam kota akan diambil langkah-langkah bagi memperbaiki ruang ge-rak penduduk yang berpenghasilan rendah antara lain dengan memi-lih jenis dan sistem angkutan kota yang hemat bahan

170

bakar dan mengurangi pencemaran lingkungan. Juga akan diperhatikan pemba-ngunan jalan khusus bagi pejalan kaki yang bisa memberikan suasana yang aman dan menyenangkan. Dalam Repelita III akan. diteliti dan dilakukan perluasan pelayanan kereta api kota terutama di daerah kota dan sekitarnya yang sudah padat penduduknya seperti Jakarta (jabotabek), Surabaya, Bandung, Medan.

Juga akan dikembangkan angkutan pedesaan yang berfungsi untuk melayani kelancaran angkutan hasil produksi pertanian rakyat di daerah pedesaan dan di daerah transmigrasi ke daerah pasarannya. Pelayanan angkutan ini akan dilakukan oleh angkutan perintis yang kegiatannya akan terus ditingkatkan dan oleh usaha angkutan lain- nya yang diselenggarakan oleh pengusaha swasta dan masyarakat. Untuk ini pembinaan usaha angkutan swasta, terutama golongan ekonomi lemah akan digairahkan, antara lain, dengan pemberian fa- silitas perkreditan dan melalui perkoperasian.

Selama Repelita III jumlah angkutan diperkirakan akan terus meningkat sehingga keperluan akan kendaraan bermotor juga terus bertambah. Penambahan kendaraan bermotor ini harus dapat dilayani dan sebaliknya bisa memberikan dorongan bagi pengembangan indus- tri kendaraan bermotor dalam negeri. Dalam hal ini, diutamakan kendaraan-kendaraan bermotor untuk angkutan barang dan penum- pang umum, yang jenis, ukuran dan kapasitasnya harus disesuaikan dengan kemampuan jaringan jalan dan peraturan lalu lintas serta kebijaksanaan lain yang berlaku.

C. Angkutan Kereta Api 1. Keadaan dan Masalah

Kegiatan yang diselesaikan selama Repelita II untuk sebagian besar merupakan rehabilitasi prasarana dan sarana perkeretaapian antara lain berupa jalan kereta api sepanjang 2.145 krn, 2.252 ton jembatan kereta api, 673 buah lokomotip, 14.145 buah gerbong barang, 1.4481 buah kereta penumpang, 2 buah kereta

171

rel listrik dan 10 buah kereta rel diesel. Selain itu juga telah dilakukan penambahan bakal pelanting antara lain gerbong barang sebanyak 130 buah, 39 buah lokomotip diesel, 124 buah kereta penumpang, 16 buah kereta rel diesel, dan 20 buah kereta listrik.

Walaupun keadaan rel, bakal pelanting (lok dan gerbong), sinyal, telekomunikasi yang selama Repelita II telah berhasil ditingkatkan, namun masih banyak masalah yang harus ditanggulangi, antara lain adalah kondisi fasilitas perkeretaapian yang sudah tua dan tingkat

penggunaannya masih rendah, jumlah personil yang berlebih, beban defisit operasi yang besar terutama pada lintas cabang yang kurang menguntungkan dan lain-lain.

2. Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Peningkatan angkutan kereta api tetap ditujukan untuk makin meningkatkan mutu pelayanannya serta menyehatkan pengusahaan- nya, agar berfungsi sebagai angkutan umum yang murah dan aman. Dalam hubungan ini antara lain akan dilaksanakan perjanisasi PJKA secara penuh, sehingga perusahaan lebih mampu melayani keperluan angkutan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, karena tidak terlalu terikat pertimbangan ekonomis komersil yang ketat. Namun demikian PJKA tetap akan menjalankan kegiatannya sesuai prinsip ekonomi perusahaan yang sehat dan efisien.

Pembangunan prasarana dan sarana kereta api dalam Repelita III ditujukan untuk melayani angkutan barang yang diperkirakan akan meningkat sebesar 8% per tahun di Jawa, 7% per tahun di Sumatera Utara, 7% per tahun di Sumatera Barat dan 12% per tahun di Suma- tera Selatan. Di samping itu peningkatan angkutan penumpang jarak jauh diperkirakan rata-rata 5% per tahun, sedangkan angkutan. pe- numpang jarak dekat diperkirakan tidak meningkat karena akan lebih banyak beralih ke angkutan jalan raya. Untuk angkutan penumpang dalam kota (Jabotabek) arus pertumbuhannya akan mencapai 15% per tahun.

TABEL 12 -- 3

PERKIRAAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA APIREPELITA III

172

Janis Angkutan 1979 1983

Penumpang (ribuan) 27.426 36.031Penumpang/km (jutaan) 4.230 5.235Barang/ton (jutaan) 5.295 7.855Barang/ton/km (jutaan) 945 1.37

Angkutan kereta api di Jawa diarahkan untuk menampung arus penumpang kelas I, kelas II dan kelas III jarak sedang dan jarak jauh, serta angkutan masal di kota besar dan sekitarnya. Selain itu juga akan ditingkatkan pelayanan bagi angkutan barang curah hasil industri seperti semen, pupuk, minyak dan 9 bahan pokok. Angkutan kereta api Sumatera Barat lebih diutamakan untuk melayani angkutan hasil pabrik semen Indarung dan tambang batubara Ombilin. Ang- kutan kereta api di Sumatera Selatan lebih ditujukan untuk mengang- kut penumpang kelas III jarak jauh, sedangkan angkutan barang lebih dititik beratkan pada angkutan hasil pertambangan, industri dan kehutanan seperti batubara, minyak bumi, semen, kayu dan lain-lain. Di samping itu kegiatan kereta api di 20 lintas cabang di Jawa dan Sumatera yang sangat besar artinya bagi usaha pemerataan hasil pembangunan dan peningkatan pendapatan rakyat pedesaan, akan dijajagi kemungkinan peningkatannya.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan pelayanan angkutan ke- reta api tersebut, maka selama Repelita III akan dilanjutkan rencana rehabilitasi, peningkatan dan penambahan peralatan yang terdiri dari : jalan kereta api sepanjang 777 km, 141 buah jembatan kereta api, 145 buah lokomotip, 186 buah kereta penumpang, 5.150 buah gerbong barang, peralatan sinyal, telekomunikasi dan lain-lain.

Di bidang operasional akan ditingkatkan penggunaan peralatan yang ada antara lain agar pada tahun 1983 penggunaan lokomotip akan mencapai 385 km/hari untuk angkutan penumpang dan 325 km/hari untuk angkutan barang, gerbong barang dioperasikan 345,95 km/hari dan kereta penumpang 383 km/hari, faktor angkutan rata- rata kereta penumpang ditingkatkan menjadi 75%, kecepatan rata- rata 80

173

km/jam di Jawa dan di Sumatera. Waktu perputaran gerbong akan ditekan menjadi 7 hari dan frekwensi pelayanan perjalanan kereta api akan ditambah.

Langkah-langkah di atas sekaligus merupakan salah satu usaha menuju penyehatan keuangan perusahaan, yang berasal dari penda- patan operasional sehingga diharapkan secara bertahap PJKA akan dapat menutupi keperluan biaya operasi dan penyusutannya.

GRAFIK 12-2PERKIRAAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API

REPELITA III

(ribuan)

174

Di bidang pemasaran akan dilakukan langkah-langkah untuk dapat menarik lebih banyak muatan terutama barang-barang yang selama ini paling sesuai dan ekonomis untuk diangkut melalui kereta api. Antara lain akan dilakukan sistem pelayanan dari pintu ke pintu dan pembukaan tambahan rel secara terbatas ke lokasi industri tertentu yang memerlukan angkutan kereta api. Upaya lain yang akan ditempuh untuk meningkatkan, angkutan penumpang adalah menarik wisata remaja, wisatawan asing, angkutan transmigrasi dan angkutan haji.

Untuk mencapai tujuan tersebut akan ditingkatkan efisiensi dan perawatan operasional, sistem manajemen dan penyempurnaan dalam komposisi tenaga kerja, agar perusahaan dapat bekerja secara lebih efisien dan lancar. Selain itu juga akan terus ditingkatkan program pendidikan dan latihan bagi tenaga-tenaga dari berbagai tingkat ke- trampilan dan keahlian.

TABEL 12 — 4RENCANA PEMBANGUNAN PERKERETAAPIAN

SELAMA REPELITA III

U r a i a n j u m l a h

1. Jalan Kereta Api :rehabilitasi (km) 288penggantian (km) 490

2. Pengadaan Bantalan (batang) 672.9903. Peningkatan Jembatan

(buah) 141 *)kereta api4. Lokomotip :

rehabilitasi (buah) 106penambahan (buah) 39

5. Kereta penumpang :

rehabilitasi (buah) 131

penambahan (buah) 55

6. Gerbong:

penggantian (buah) 3.900175

penambahan (buah) 1.250

*) Khusus di Jawa

Pembangunan di bidang kereta api akan menyebabkan kebutuhan peralatan perkeretaapian semakin meningkat. Keperluan tersebut se- jauh mungkin akan dipenuhi dengan peralatan dan bahan yang sudah dapat dibuat di dalam negeri. Untuk itu akan dibina industri perakitan dan pembuatan peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan PJKA, yaitu yang bersifat khusus untuk kereta api di balai jasa PJKA dan peralatan yang lebih umum penggunaannya diserahkan pada usaha industri swasta nasional.

D. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan 1. Keadaan dan Masalah

Di Indonesia terdapat sekitar 50 sungai besar dengan panjang 18.500, km, 30 danau dan 6 buah terusan utama. Sungai, danau dan penyeberangan ini merupakan potensi perhubungan yang sebagian telah dimanfaatkan bagi kehidupan dan pertumbuhan perekonomian daerah terutama di Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Angkutan sungai dan danau yang akan dikembangkan adalah Sungai Mahakam, Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kapuas di Kalimantan dan Sungai Musi, Sungai Batanghari, Sungai Siak, Sungai Indragiri di Sumatera, Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Diatas dan Danau Dibawah, Danau Batur dan Danau Poso.

Pembangunan di bidang prasarana angkutan danau dan penyebe-rangan dalam Repelita II telah memberikan hasil-hasil dengan diselesaikannya 7 buah

176

pembangunan dermaga sungai, 1 dermaga danau, 1 dermaga penyeberangan, 3 terminal penyeberangan, sejumlah ramburambu sungai dan laut, pembersihan alur sungai sepanjang 1.640 km. pengerukan sungai sebanyak 410 ribu m3 lumpur dan pengadaan berbagai peralatan lainnya.

Di samping itu sarana angkutan telah dapat dikembangkan dengan hasil-hasil: pengadaan 13 bis Sungai, 9 kapal penyeberangan, 5 kapal pembersih alur, 3 kapal suar, 5 kapal tunda, 28 kapal patroli, 1 kapal keruk dan fasilitas lainnya. Penambahan fasilitas tersebut telah me- mungkinkan ditingkatkannya pelayanan angkutan seperti pada jalur angkutan penyeberangan lintas Merak -- Panjang; Ujung — Kamal;

Ketapang -- Gilimanuk; Buitan — Lembar. Pembangunan hubungan penyeberangan Merak -- Bakauhuni telah dimulai dan diharapkan selesai dalam tahun 1981, sehingga pelayanan angkutan antara Jawa dan Sumatera akan semakin dapat ditingkatkan antara lain untuk keperluan angkutan transmigrasi. Selain itu, telah pula dibuka lintas- lintas perintis yang menghubungkan daerah terisolir jauh di pedalaman dengan daerah-daerah lain terutama di Kalimantan, Riau, melalui pengoperasian bis-bis air. Juga telah dilakukan penyempurnaan di bidang teknis nautis, ketrampilan personal dan lain-lain sehingga sudah dapat lebih terjamin lalu-lintas yang aman, tertib dan teratur.

Sungai, danau dan penyeberangan merupakan potensi angkutan yang besar, murah dan dapat mencapai daerah terpencil tanpa keharusan membangunan prasarana jalan. Selama Repelita II potensi angkutan ini belum seluruhnya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan, sehingga pemanfaatannya akan lebih ditingkatkan dalam Repelita III.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkahPertumbuhan permintaan jasa angkutan sungai, danau

dan penyeberangan selama Repelita III diperkirakan sekitar 8% per tahun untuk angkutan penumpang dan 10% per tahun untuk angkutan barang. Dalam hubungan ini pembinaan angkutan sungai, danau dan penyeberangan dalam Repelita III ditujukan pada peningkatan penggunaan serta perluasan fasilitas prasarana dan sarananya, antara lain dermaga, kapal, terminal dan alat-alat pengamanan dan pelayanan lalu lintas di sungai, danau dan penyeberangan. Di samping itu akan ditingkatkan pula penyempurnaan di bidang kelembagaan, perundang-undangan,

177

administrasi dan manajemen agar pengusahaan bidang angkutan ini dapat berjalan lancar dan efisien.

Kegiatan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sejauh mung- kin diusahakan pengelolaannya secara komersial oleh pihak swasta, sehingga pemerintah hanya akan turut dalam pembangunan dan penye- lenggaraannya jika pihak swasta kurang berminat.

Dalam Repelita III akan dilanjutkan pembangunan proyek-proyek penyeberangan yang telah dirintis dan dilaksanakan dalam Repelita II berupa dermaga, terminal, pelabuhan dan kapal-kapal di lintas utama

seperti Merak Bakauhuni/Panjang/Srengsem; Ketapang — Gili- manuk; Ujung Tg. Perak — Kamal; Bali — Lombok; Bajoe -- Kolaka; Penajam — Balikpapan dan Lombok -- Sumbawa. juga diperluas pembinaan angkutan penyeberangan di lintas cabang seperti Bulukumba — Selayar, Meulaboh — Sinabang; Palembang — Bangka. Di lintas penyeberangan lain di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara Timur akan dilaksanakan persiapan dan penelitian yang terpadu dengan jenis angkutan lain. Di lintas perintis di daerah terpencil dan transmigrasi jenis angkutan ini akan terus ditingkatkan baik fasi- litas, maupun pelayanan angkutannya.

Dalam bidang pengusahaan sejauh mungkin diterapkan sistem tarip yang rasional dan sesuai dengan kemampuan masyarakat, sehingga da-pat menggairahkan perkembangan ekonomi daerah dan jasa angkutannya dapat terjangkau masyarakat banyak.

Perencanaan pembangunan angkutan penyeberangan, angkutan perintis, pengerukan dan pembersihan alur-alur pelayaran di beberapa sungai dan terusan antara lain di Kalimantan dan Sumatera akan dilaksanakan dengan didahului oleh penelitian yang sifatnya menyeluruh. Selain itu pembinaan tenaga ahli dan terampil terus ditingkatkan, se- jalan dengan perkembangan di bidang operasional.

II. PERHUBUNGAN LAUT 1. Keadaan dan Masalah

Selama Repelita II telah dilakukan peningkatan berbagai fasilitas di bidang perhubungan laut

yang meliputi pengembangan armada dan jasa pelayaran, penambahan dan peningkatan fasilitas pelabuhan, pelaksanaan pengerukan dan penambahan fasilitas pengerukan, peningkatan fasilitas keselamatan pelayaran (kesyahbandaran, navigasi; 178

telekomu- nikasi, kegiatan pengamanan laut dan pantai) dan pengembangan jasa maritim.

Perkembangan yang sudah dicapai di bidang armada dan kegiatan pelayaran adalah sebagai berikut :

Armada Pelayaran Nusantara/RLS (Regular Liners Service) antara tahun 1974/75 -- 1977/78 telah meningkat dari 220 ribu dwt menjadi

310,57 ribu dwt, dan muatan yang diangkut bertambah dari 2.755 ribu ton menjadi 3.635 ribu ton. Produktivitas kapal dengan demikian telah juga meningkat dari 11,7 ton/dwt/tahun pada tahun 1974/75 menjadi 12,5 ton/dwt/tahun pada tahun 1977/78. Di samping itu untuk meningkatkan jasa pelayaran telah pula ditambah frekwensi pelayaran yang mengikuti pola trayek yang secara terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan angkutan. Namun pola trayek ini masih belum sem- purna, karena belum sepenuhnya dapat mengkaitkan jaringan pelayaran utama yang dilayari oleh kapal-kapal Pelayaran Nusantara dengan jaringan umpan yang dilayari oleh kapal-kapal Pelayaran Lokal dan kapal-kapal Pelayaran Rakyat. Di samping itu untuk mendorong berkembangnya perusahaan pelayaran telah diusahakan penciptaan iklim yang sesuai bagi perkembangannya antara lain melalui pengurangan jumlah perusahaan, pemberian kredit rehabilitasi dan peremajaan ka- pal-kapal, keringanan dalam perpajakan dan lain-lain.

Kapasitas armada Pelayaran Lokal juga meningkat selama Repelita II yaitu dari 110 ribu dwt pada tahun 1974/75 menjadi 141 ribu dwt pada tahun 1977/78. Muatan yang diangkut bertambah lebih dua kali dalam masa tersebut, yaitu dari 938 ribu ton menjadi 1.832 ribu ton. Hal ini menunjukkan peningkatan dalam produktivitas armada dari 8,4 ton/dwt/tahun (1974/75) menjadi 12,9 ton/dwt/tahun (1977/78). Namun demikian keteraturan pelayaran kapal Lokal belum tercapai, sehingga fungsinya sebagai jaringan umpan belum dapat menunjang kegiatan pelayaran lainnya, terutama Pelayaran Nusantara yang mela-yani jaringan pelayaran utama. Di samping itu pada Pelayaran Lokal masih terdapat demikian banyak perusahaan pelayaran yang keadaan- nya masih lemah, sehingga peranannya belum memadai. Pembinaan perusahaan Pelayaran Lokal dan

179

pemantapan kegiatan pelayarannya dalam suatu pola yang dapat saling mengisi dengan Pelayatan Nusan-tara dan Pelayaran Samudera merupakan masalah yang akan menda- pat perhatian dalam Repelita III

Pelayaran Rakyat juga memegang peranan penting dan merupakan potensi yang cukup besar dalam bidang angkutan laut di Indonesia. Kapasitas armada Pelayaran Rakyat terus meningkat dari 26,0 ribu brt pada tahun 1974/75 menjadi 42,9 ribu brt di tahun 1977/78 dan

muatan yang diangkut dalam tahun-tahun tersebut bertambah dari 500 ribu ton menjadi 968 ribu ton. Pada tahun 1977/78 produktivitas armada Pelayaran Rakyat yang sebagian besar terdiri dari perahu layar telah mencapai 22 ton/brt/tahun.

Produktivitas ini cukup tinggi mengingat bahwa armada pelayaran ini hanya beroperasi rata-rata 8 bulan dalam setahun, karena sifat kegiatannya sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Pembinaan kegiatan pelayaran rakyat telah dimulai dalam Repelita II dengan motorisasi dan perkoperasian. Pengembangan kegiatan pelayaran ini akan lebih ditingkatkan dalam Repelita III antara lain melalui perkopera- sian, pemberian kredit dan usaha-usaha lain. Di samping itu peranan armada perahu rakyat juga akan diatur agar dapat saling isi mengisi dengan kegiatan pelayaran lainnya.

Pelayaran Khusus Dalam Negeri terdiri dari kegiatan pelayaran khusus : muatan umum (general cargo), lepas pantai, pertambangan, kehutanan, perminyakan, perkebunan, garam, pupuk dan semen. Kegiatan Pelayaran Khusus terus meningkat, terutama pelayaran khusus umum. Peranan kapal perusahaan pelayaran nasional dalam. angkutan khusus ini masih terbatas, terutama pada angkutan khusus minyak, pertambangan dan lepas pantai. Masalah yang dihadapi dalam Pela- yaran Khusus ini adalah yang berhubungan dengan usaha meningkat- kan peranan kapal-kapal dan perusahaan pelayaran nasional dan pengaturan operasinya agar serasi dengan kegiatan pelayaran lain. Kegiatan angkutan Pelayaran Khusus Luar Negeri muiai berkembang sejak tahun 1975 untuk beberapa jenis komoditi ekspor seperti, minyak dan gas bumi, kayu, muatan curah:

Partisipasi kapal-kapal nasional pada pelayaran ini rata-rata baru mencapai sekitar 20 — 37% untuk 180

angkutan kayu ke beberapa negara terutama di Asia dan 1 — 6% untuk angkutan minyak bumi. Meng- ingat partisipasi tersebut masih rendah, maka akan diusahakan agarlebih banyak angkutan komoditi ekspor Indonesia dapat dilakukan dengan kapal-kapal milik perusahaan pelayaran nasional.

Pelayaran Samudera Nasional juga meningkat. Pada waktu ini armada nasional yang melayari Pelayaran Samudera terdiri dari 54 kapal dengan kapasitas 490,81 ribu dwt dengan jumlah muatan yang

diangkut sekitar 5,58 juta ton. Pelayaran kapal-kapal samudera Indo- nesia adalah pada jurusan Indonesia -- Jepang; Indonesia — Eropa dan Indonesia — Amerika Serikat/Kanada. Partisipasi armada nasio- -nal dalam angkutan hasil ekspor Indonesia pada waktu ini untuk jurusan Amerika/Kanada 13%, Eropa 50% dan Jepang 50%. Selama Repelita III akan diusahakan peningkatan partisipasi armada nasional dalam masa mendatang.

Pelayaran perintis yang dioperasikan sejak tahun 1974 dimulai dengan 9 kapal, melayari 11 trayek dan menyinggahi 79 pelabuhan. Pada akhir Repelita II pelayaran ini telah berkembang menjadi 21 kapal dengan 22 trayek yang menyinggahi 175 pelabuhan. Kapasitas armadanya adalah sebesar 12.872 dwt dan telah dapat mengangkut muatan sekitar 57.000 ton dengan tingkat produktivitas 4,5 ton/dwt/ tahun. Di samping itu frekwensi penyinggahan di pelabuhan-pelabuh- an telah meningkat dari 30 hari menjadi 12 hari sekali. Lama singgah kapal perintis di tiap-tiap pelabuhan masih pendek sehingga masih perlu ditingkatkan agar manfaatnya lebih dapat dirasakan dalam rangka usaha mendorong pertumbuhan daerah. Kapal-kapal yang dioperasikan juga masih belum sesuai dengan muatan yang tersedia sedangkan sebagian besar dari. kapal-kapal tersebut perlu diremajakan. Perbaikan dalam trayek Pelayaran Perintis juga akan terus disempur-nakan, begitu pula fasilitas pelabuhan perintis yang terdiri dari der- maga, tongkang, buruh dan alat bongkar muat. Selain itu efektifitas dalam pengoperasiannya juga masih dapat ditingkatkan.

Fasilitas pelabuhan pada akhir Repelita II terdiri dari : dermaga sepanjang 35.083 m; gudang 679.383 m2; lapangan penumpukan seluas 769.789 m2; forklift 351 buah; mobile crane 95 buah, fasilitas kepanduan dan fasilitas pelabuhan lainnya yang seluruhnya dapat

18

melayani bongkar muat sebanyak 24.582.000 ton/tahun. Produktivitas pelabuhan telah mencapai antara 600 — 700 ton/dwt/tahun. Penggunaan alat-alat telah berhasil ditingkatkan. Demikian pula ketrampilan buruh dan tenaga kerja lainnya telah berhasil ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan kerja pelabuhan, sehingga produktivitas buruh di beberapa pelabuhan telah mencapai antara 16 -- 18 ton/gang/jam. Hal-hal tersebut telah menyebabkan arus lalu lintas barang melalui pelabuhan lebih lancar.

Dengan semakin banyaknya kapal-kapal keluar masuk pelabuhan, maka pelabuhan-pelabuhan wajib pandu meningkat jumlahnya. Un- tuk keperluan ini dalam Repelita II telah ditingkatkan jumlah kapal pandu dan fasilitas kepanduannya. Walaupun demikian fasilitas ter- sebut belum memadai dalam rangka mempercepat waktu kapal sing- gah di pelabuhan.

Kegiatan pengerukan rutin telah dilakukan dan telah mencapai hasil 45 juta m3 lumpur dan pengerukan kapital sekitar 28,4 juta m3 lumpur. Kegiatan pengerukan dilakukan pada alur-alur pelayaran dan kolam pelabuhan di beberapa pelabuhan, antara lain Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Cirebon, Palembang, Jambi, Pontianak, Beng- kulu, Teluk Bayur, Panjang, Semarang, Surabaya, Gresik, Proboling- go, Benoa, Belawan, Krueng Raya, Banjarmasin, Pulang Pisau, Sama- rinda, Sampit, Ujung Pandang, Bitung dan Menado. Hasil pengerukan telah memungkinkan kapal-kapal dapat keluar masuk pelabuhan dengan lebih aman dan lancar. Pengerukan kapital sebaliknya menyebabkan keperluan pengerukan rutin bertambah besar. Karena itu telah pula dilakukan peremajaan 2 kapal keruk jenis hisap, 3 kapal keruk jenis potong dan peralatannya agar kapasitas pengerukan dapat terus ditingkatkan.

Fasilitas dockreparasi telah meningkatkan dari 83.000 dwt menjadi 119.500 dwt. Peningkatan kemampuan reparasi kapal telah menun- jukkan hasil yang positif berupa menurunnya hari docking rata-rata setiap kapal dari 18 hari menjadi 17 hari. Namun kemampuan doc- king nasional itu baru menampung rata-rata sekitar 31% dari jumlah armada, sehingga usaha peningkatan kemampuan docking masih akan terus dilanjutkan dalam Repelita III.

182

Di bidang pengangkatan kerangka kapal dan pekerjaan bawah air

selama Repelita II telah dilakukan pengangkatan sebanyak 16 buah kerangka kapal sebanyak 2.340 ton.

Dalam usaha menegakkan ketentuan persyaratan keselamatan dan keamanan kapal penumpang dan kapal barang telah dilaksanakan peningkatan fasilitas kesyahbandaran. Untuk memperlancar tugas-tugasnya selama Repelita II telah dilakukan pembangunan dan reha-

bilitasi 120 buah bangunan kantor dan rumah operasional, dermaga kesyahbandaran dan perlengkapan alat-alat operasional. Di samping itu telah dilakukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tenagatenaga kesyahbandaran dan ahli ukur kapal di samping keperluan tambahan sarana dan prasarana juga adalah kebutuhan akan tenaga ahli dan terampil.

Di bidang prasarana keselamatan dan keamanan pelayaran telah dilakukan peningkatan sarana bantu navigasi, peralatan listrik/telekomunikasi pelayaran, armada negara, bengkel armada, dan pemetaan laut yang meliputi penelitian kedalaman laut, penerbitan peta laut dan pemasangan pengukur air pasang. Penyediaan peralatan tersebut masih diperlukan disebabkan banyaknya peralatan-peralatan yang telah tua. Di samping itu peralatan di bidang perlistrikan dan telekomunikasi sebagian besar kondisinya sudah buruk. Perkembangan fasi- litas keselamatan pelayaran belum seimbang dengan tersedianya tenaga-tenaga terampil di bidang operasional.

Dalam rangka pengamanan bandar dan fasilitas-fasilitas pelabuhan, serta pengawasan untuk keamanan sarana navigasi dan alur-alur pela-yaran di laut, pantai dan SAR yang dilaksanakan oleh Kesatuan Pen-jagaan Laut. dan Pantai, telah dilakukan penambahan, perbaikan dan pembangunan kantor dan asrama, kapal, persenjataan dan peralatanSAR.

Peranan Biro Klasifikasi Indonesia dalam keselamatan pelayaran tidak dapat diabaikan. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas BKI, telah ditingkatkan pembangunan gedung/kantor laboratorium, bangunan alat operasi dan lain-lain. Di samping itu telah dirin- tis kerja sama dengan

183

Lembaga-lembaga Klasifikasi asing dengan tujuan mencapai pengakuan internasional.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Perkembangan angkutan laut dalam Repelita III diperkirakan meningkat dengan 10% per tahun untuk angkutan dalam negeri dan 5% per tahun untuk angkutan luar negeri. Untuk melayani pertum- buhan tersebut pertama-tama akan ditingkatkan pemanfaatan fasili-

tas unsur-unsur perhubungan laut yang sudah ada, sebelum dilaku- kan penambahan fasilitas yang baru. Pembangunan di bidang ang- kutan laut dalam Repelita III adalah sebagai berikuta. Armada Pelayaran

Pengembangan armada nasional diarahkan pada peningkatan produktivitas secara bertahap sehingga pada akhir Repelita III tercapai produktivitas armada pelayaran sebagai berikut : sebesar 18 ton/ dwt/tahun untuk kapal Pelayaran Nusantara (RLS); 18 ton/ dwt/tahun untuk kapal-kapal Pelayaran Lokal; 25 ton/dwt/tahun untuk kapal-kapal Pelayaran Rakyat. Dalam pelayaran luar negeri produktivitas yang diperkirakan akan dicapai : 7 ton/dwt/tahun jurusan Jepang, 3,5 ton/dwt/tahun jurusan Eropa, dan 2 ton/dwt/ tahun jurusan Amerika/Kanada.

Sesuai dengan tingkat pertumbuhan muatan maka pada akhir Repelita III diperkirakan jumlah muatan Pelayaran Nusantara akan mencapai 6.100 ribu ton, Pelayaran Lokal 3.348 ribu ton dan Pela- yaran Rakyat 1.719 ribu. Dengan demikian akan diperlukan kapa- sitas armada sebesar 337 ribu dwt untuk pelayaran RLS, 186 ribu dwt untuk Pelayaran Lokal; .12,8 ribu dwt- untuk pelayaran perintis; 69 ribu brt untuk Pelayaran Rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut direncanakan penambahan armada Pelayaran Nusantara 6 ribu dwt; armada Pelayaran Lokal 45 ribu dwt dan armada Pelayaran Rakyat 26 ribu brt. Di samping itu akan dilaksanakan penggantian armada yang sudah tua dan tidak ekonomis untuk dioperasikan lagi pada Pelayaran Nusantara 110,3 ribu dwt, dan penambahan 6 ribu dwt, armada Pelayaran lokal 17,5 ribu dwt dan armada Pela- yaran Rakyat 10 ribu brt. Pelayaran Luar Negeri Umum ditingkat- kan sehingga tercapai kapasitas sebesar 710 ribu dwt. Peningkatan ini didasarkan atas perkiraan bahwa 50% dari jumlah

184

seluruh ang- kutan muatan ke jurusan Jepang dan Eropa, dan 14% untuk jurusan Amerika Serikat/Kanada akan diangkut Qleh kapal-kapal nasional. Untuk itu akan ditambah dan diganti armada Pelayaran Luar Negeri Umum masing-masing sebesar 219,19 ribu dwt dan 38,60 ribu dwt. Untuk meningkatkan angkutan kayu (log) sebesar 3,4 juta ton yang merupakan 50% dari sasaran ekspor kayu diperlukan penambahan armada pelayaran khiusus kayu sebesar 104,48 ribu dwt:

Pengembangan armada tersebut akan dilaksanakan melalui pengembangan usaha swasta nasional dan usaha patungan antara swasta nasional dan swasta asing. Partisipasi Pemerintah akan dibatasi pada kegiatan pelayaran tertentu dan menciptakan iklim usaha yang cukup merangsang dunia usaha swasta untuk menunjang pengembangan armada nasional. Untuk itu akan dilakukan usaha pembinaan perusahaan pelayaran swasta, usaha rakyat dan perusahaan pelayaran milik negara agar perusahaan-perusahaan ini lebih mampu membiayai keperluan pengembangan armadanya dan peningkatan kegiatan angkutannya. Usaha penyehatan tersebut dilakukan antara lain melalui penyederhanaan jumlah perusahaan pelayaran, pembinaan sistem organisasi, manajemen keuangan, diversifikasi usaha dan lain-lain.

juga akan ditinjau peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku untuk disempurnakan guna dapat mendorong perkembangan perusahaan pelayaran Nasional, termasuk undang-undang hipotek kapal.

Rencana pengembangan armada pelayaran ini akan disesuaikan dengan kemampuan fasilitas pelabuhan, alur pelayaran, jenis dan muatan yang diangkut, pertimbangan-pertimbangan perkembangan teknologi, keamanan dan keselamatan di bidang pelayaran.

Pola trayek Pelayaran Nusantara dan Pelayaran Lokal akan terus disempurnakan dalam rangka menunjang kelancaran arus barang dan penumpang (termasuk angkutan transmigrasi), pertumbuhan kegiatan pemasaran dan pengembangan wilayah terutama di Indone- sia bagian Timur. Pola jaringan Pelayaran terutama yang dilayani kapal Pelayaran Nusantara akan disesuaikan dengan jaringan um- pan yang dilayani kapal Pelayaran

185

Lokal sehingga tercapai sistem pelayaran yang terpadu dengan biaya angkutan yang rendah.

Kegiatan Pelayaran Rakyat terutama milik pengusaha golongan ekonomi lemah akan terus ditingkatkan antara lain melalui pemberian kredit untuk motorisasi, dan penyempurnaan sistem pelayanannya. Koperasi pelayaran rakyat yang telah dirintis akan terus diperluas dan ditingkatkan kemampuannya melalui penyuluhan-penyuluhan di bidang organisasi, manajemen dan keuangan.

Pengembangan Pelayaran Perintis akan lebih ditingkatkan mela- lui penambahan frekwensi dan keteraturan pelayaran serta lama- nya waktu singgah di pelabuhan, penambahan jumlah kapal dari 16 buah menjadi 26 buah, penambahan pelabuhan yang disinggahi dari 175 pelabuhan menjadi 188 pelabuhan dan penambahan trayek dari 22 menjadi 25 selama Repelita III. Pelayaran perintis yang telah tumbuh dengan baik akan ditingkatkan menjadi pelayaran komer- sial. Pelayaran perintis ini dibina dan diawasi oleh Pemerintah. Dalam pelaksanaannya sejauh mungkin akan dimanfaatkan usaha pelayaran swasta setempat, terutama pengusaha yang tergolong eko- nomi lemah. Dalam hal di mana pihak swasta tidak berminat, barulah kegiatan pelayaran tersebut dilaksanakan oleh Pemerintah.

Untuk menunjang angkutan transmigrasi dari tempat asal ke tempat tujuan beserta pengembangan pelayanan angkutan di daerah tujuan transmigrasi akan dimanfaatkan sarana dan prasarana per- hubungan laut yang ada tanpa mengganggu fungsi utama kegiatan pelayarannya. Untuk itu akan ditingkakan fasilias di pelabuhan di daerah asal transmigrasi dan di pelabuhan kecil yang melayani daerah pemukiman transmigrasi.

Penyesuaian tarif angkutan laut akan dilakukan dan akan dijaga agar tetap dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat dan cukup menjamin penerimaan bagi berkembangnya usaha pelayaran serta menunjang perkembangan ekonomi umumnya. Di samping itu sis- tem pentaripan angkutan laut harus dapat. menciptakan persaingan yang sehat di antara perusahaan-perusahaan pelayaran.

Pada Pelayaran Luar Negeri diusahakan partisipasi

186

yang lebih besar dari kapal-kapal perusahaan pelayaran nasional dalam angkut- an muatan ke dan dari luar negeri, yang antara lain diatur dalam perjanjian (conference) dengan sasaran sebagai berikut.

40% dari muatan diangkut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri, 40 %oleh perusahaan pelayaran luar negeri dan 20% oleh perusahaan pelayaran yang tergabung alam perjanjian angkutan dan perusahaan pelayaran lainnya. Bagi angkutan luar negeri yang tidak diatur da- lam perjanjian angkutan akan diusahakan mempertahankan saham

angkutan sebagai berikut : sebesar 10% diangkut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri dan 90% diangkut oleh perusahaan pelayar- an luar negeri. Kegiatan kapal-kapal khusus dalam dan luar negeri yang menyangkut muatan cair penuh (mass liquid cargo) dan curah penuh (mass bulk) atau muatan yang sejenis pada jaringan distribusi yang telah ditetapkan akan ditertibkan.b. Fasilitas Pelabuhan dan Pengerukan

Pembangunan di bidang pelabuhan ditekankan pada usaha peningkatan optimalisasi pengoperasian fasilitas yang sudah ada, ter-utama dermaga sehingga dapat dicapai produktivitas rata-rata 900 — 1000 ton/m per tahun.

Di samping peningkatan optimalisasi tersebut akan dilakukan usaha penambahan fasilitas, yaitu pembangunan dermaga sepanjang 6.670 m, gudang seluas 83.160 m2, lapangan penumpukan seluas 60.304 m2, jalan pelabuhan seluas 501.350 m2, forklift 160 buah, mobil crane 35 buah, fasilitas penyediaan air dengan kapasitas 76.250 ton, dan pembangkit tenaga listrik sebesar 91.120 kwh. Selain itu akan dilakukan penggantian dan penambahan kapal tunda, kapal kepil dan fasilitas kepanduan lainnya yang menunjang ke luar masuknya kapalkapal di pelabuhan. Dalam usaha peningkatan fasilitas pelabuhan ini ditekankan pengembangan sekitar 26 pelabuhan lintas utama yang akan berfungsi sebagai penunjang kegiatan perdagangan, pembangunan daerah, pelayaran nusantara, pelayaran lokal dan kegiatan ekonomi pada umumnya. Juga akan dibangun fasilitas depot minyak beserta prasarananya, galangan kapal, fasilitas bunker dan lain-lain. Untuk menunjang perkembangan industri akan dilakukan pembangunan fasilitas pelabuhan khusus industri.

187

Untuk menunjang pelayaran Perintis akan dilanjutkan pembangun- an pelabuhan-pelabuhan Perintis yang fasilitasnya sederhana, antara lain, di pantai barat Sumatera, Kepulauan Riau, Pantai Selatan Kali- mantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian Jaya dan Timor Timur.

Di samping itu akan dilakukan penyempurnaan sistem tarif pelabuhan yang lebih berorientasi pada golongan ekonomi lemah.

Kegiatan pengerukan akan ditingkatkan pada alur-alur pelayaran dan kolam-kolam pelabuhan, agar dapat nenjamin kelancaran dan

keamanan keluar masuknya kapal dari dan ke pelabuhan. Untuk ini diperlukan pengerukan kapital di 10 pelabuhan sebanyak 33.500 ribu m3 lumpur dan pengerukan rutin sebanyak 94.450 ribu m3 lumpur. Untuk meningkatkan kemampuan pengerukan akan ditambah kapal keruk beserta alat bantuannya sebanyak 18 buah.c. jasa Maritim

Sasaran yang ingin dicapai dalam Repelita III di bidang docking; adalah menurunkan hari docking rata-rata dari 17 hari menjadi 13 hari. Untuk itu akan dilaksanakan usaha-usaha meningkatkan ke-mampuan perusahaan dock/galangan dalam negeri melalui pening- katan di bidang manajemen, keuangan dan pembentukan usaha patungan perusahaan dock/galangan dalam negeri dengan perusahaan dock/galangan luar negeri.

Selama Repelita III direncanakan 60% dari armada pelayaran nasional berukuran di bawah 10 ribu dwt dapat dilayani di dock dalam negeri, sehingga akan diperlukan penambahan fasilitas dock terpa- sang sebesar 55 ribu dwt.

Untuk pengamanan alur-alur pelayaran dan kolam pelabuhan akan dilanjutkan lagi kegiatan pengangkatan kerangka kapal. Untuk itu akan diutamakan pemanfaatan usaha nasional yang bergerak di bi- dang pengangkatan kerangka kapal dan pekerjaan di bawah air. Bagi meningkatkan kemampuan perusahaan-perusahaan tersebut akan di-usahakan pembentukan perusahaan patungan dengan perusahaan-perusahaan asing supaya perusahaan ini mampu untuk mengadakan penambahan peralatan serta memberikan latihan-latihan ketrampilan tenaga kerjanya.d. Keselamatan Pelayaran

188

Peningkatan keselamatan pelayaran akan terus dilanjutkan agar keamanan dan keselamatan pelayaran di perairan Indonesia akan lebih terjamin. Untuk itu akan diusahakan penggantian dan penambahan alat-alat bantu navigasi, armada negara, peralatan telekomunikasi, bangunan operasional serta pembangunan pangkalan keselamatan pelayaran dengan fasilitas-fasilitas yang terdiri dari dermaga, bengkel, air,

listrik, asrama dan lain-lain. juga akan dilakukan penambahan dan pembaharuan peta-peta laut untuk kepentingan pelayaran dan pela- buhan yang menyangkut kepentingan umum. Dalam bidang telekomunikasi sejauh mungkin akan dimanfaatkan penggunaan fasilitaa telekomunikasi yang sudah ada.

Peraturan perundang-undangan keselamatan pelayaran akan ditin- jau dan bila dianggap perlu akan disempurnakan agar sesuai dengan perkembangan keadaan dan dapat menampung pertumbuhan dan kebutuhan teknologi maju. Untuk meningkatkan kemampuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia), akan ditambah peralatan dan sarana-sarana lainnya serta akan ditingkatkan pendidikan dan latihan tenaganya. Untuk mendapatkan pengakuan internasional akan diusahakan peningkatan kerja sama dengan Lembaga-lembaga klasifikasi asing. Kerja- sama ini dilakukan antara lain melalui,penunjuk BKI sebagai per- wakilan Biro Klasifikasi Asing di Indonesia, pengiriman personil BKI untuk dididik dan dilatih di luar negeri atau mendatangkan pelatih dari luar negeri.e. Kesyahbandaran

Penegakan ketentuan hukum dalam bidang pelayaran akan diusa- hakan melalui peningkatan keselamatan dan keamanan dalam pelayar- an sehingga dapat meningkatkan keteraturan docking kapal, penyele-saian pendaftaran kapal-kapal, peningkatan pengamanan kapal dalam penggunaan teknologi baru dan peningkatan kegiatan survai perka- palan. Sebagai fasilitas penunjangnya akan dibangun fasilitas kesyahbandaran yang antara lain terdiri dari: kantor, kendaraan di darat dan di air, bangunan operasional dan peralatan fungsional lainnya. juga akan dilakukan pendidikan dan penataran tenaga kesyahbandaran.

f.189

f. Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP)Peningkatan pembangunan di bidang perhubungan

laut akan diimbangi dengan kegiatan penjagaan untuk pengamanan baik dalam dae- rah pelabuhan maupun di daerah perairan. KPLP juga bertugas membantu melaksanakan SAR (Search And Rescue). Untuk tugas ini diperlukan fasilitas-fasilitas peralatan yang antara lain terdiri dari kapal patroli, peralatan SAR, kantor, asrama dan lain-lain.

TABEL 1 2 - - 5

PERKIRAAN PERKEMBANGAN ARMADA SELAMA REPELITA III

Penambahan dan Penggan-Jenis Armada tian selama Repelita III

I. Pelayaran Nusantara

1. Armada Niaga Nusantara (Dwt) 116.300

2. Armada Pelayaran Lokal (Dwt) 62.500

3. Armada Perahu Rakyat (Brt) 36.000

II. Pelayaran Samudera

1. Armada Pelayaran Umum (Dwt) 275.2902. Armada Pelayaran Khusus Kayu (Dwt) 104.000

TABEL 12 — 6

RENCANA PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN SELAMAREPELITA III

Penambahan selama Jenis Fasilitas Repelita III

1. Dermaga (m) 6.670

2. Gudang (m2) 83.160

3. Lapangan Penumpukan (m2) 60.304

TABEL 12 -- 7

RENCANA PEKERJAAN PENGERUKAN DAN PENAMBAHAN KAPALKERUK SELAMA, REPELITA III

Kegiatat /Fasilitas Rencana Repelita HI

1. Pengerukan rutin (ribu m3) 94.4502. Pengerukan kapital (ribu m3) 33.5003. Kapa1 Keruk dan alat bantu (bh) 18

190

III. PERHUBUNGAN

UDARA 1. Keadaan

dan MasalahSelama Repelita II di bidang perhubungan udara

telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang meliputi peningkatan jasa penerbangan, pembangunan prasarana penerbangan, peningkatan industri penunjang penerbangan dan penyempurnaan pengaturan dan kelembagaan penerbangan.

Peningkatan jasa angkutan udara dilaksanakan melalui penambahan armada, frekwensi dan perluasan jaringan penerbangannya. Dalam hubungan ini pada beberapa jalur penerbangan sudah dilakukan pener-bangan pulang pergi (shuttle service). Di samping itu tuntutan perluas- an jaringan penerbangan semakin besar terutama untuk penerbangan perintis. Penerbangan ini telah dimulai pada tahun 1974 dan pada akhir Repelita II telah mempunyai 61 jalur penerbangan yang meng- hubungkan 98 lokasi. Penerbangan ini telah berhasil mengurangi isola- si daerah, memperlancar administrasi pemerintahan dan membantu usaha pengembangan wilayah.

Pada akhir Repelita II, telah pula dijajagi penerbangan untuk transmigrasi. Berdasarkan rencana transmigrasi, selama Repelita III juga akan dikembangkan angkutan transmigrasi udara yang lebihmantap.

Armada penerbangan sebagai sarana penerbangan telah mengalami peningkatan. jika pada permulaan Repelita II terdapat 260 pesawat udara yang aktif maka pada akhir Repelita II jumlah armada tersebut telah meningkat menjadi 544 pesawat udara yang terdiri dari 148 pe-sawat udara berukuran besar 224

191

pesawat udara berukuran kecil dan 172 pesawat helikopter.

Armada yang melayani penerbangan berjadwal dalam negeri pada akhir Repelita II sebanyak 144 buah pesawat. Armada penerbangan berjadwal terdiri dari : 7 buah pesawat bermesin jet besar, seperti DC - 10 dan DC - 8, 18 pesawat bermesin jet sedang seperti DC : 9, 28 pesawaat bermesin jet kecil seperti F - 28, 13 pesawat bermesin turboprop besar seperti Vanguard VC - 9, 31 buah pesawat bermesin turboprop sedang seperti F - 27 dan HS - 748, 47 buah pesawat tur-

boprop kecil seperti Twin Otter/DHC - 6, Cassa 212 dan lain-lain. Banyaknya jenis pesawat membutuhkan sipesifikasi keahlian yang banyak pula dan menimbulkan masalah pemeliharaan, terutama dalam hal pengadaan suku cadang, reparasi pesawat dan penyediaan keahlian. Di antara pesawat yang masih beroperasi terdapat pesawat yang umurnya sudah tua, bahkan ada pesawat yang oleh pabriknya tidak dipro- duksi lagi, sehingga biaya operasinya menjadi tinggi.

Dalam rangka pembangunan prasarana penerbangan, 50 pelabuhan udara telah ditingkatkan kemampuannya: yaitu 2 buah pelabuhan uda- ra ditingkatkan dari klasifikasi untuk DC 10 menjadi klasifikasi untuk B-747; 2 buah pelabuhan udara ditingkatkan klasifikasinya dari untuk DC - 8 menjadi untuk DC - 10; 3 buah pelabuhan udara ditingkatkan klasifikasinya dari untuk DC - 9 menjadi untuk DC - 8; 7 pelabuhan udara ditingkatkan klasifikasinya dari untuk F - 28 menjadi untuk DC - 9; 20 pelabuhan udara ditingkatkan dari klasifikasi untuk F - 27 menjadi klasifikasi untuk F 28; 16 pelabuhan udara ditingkat- kan klasifikasinya dari untuk-DC - 3 menjadi untuk F - 27. Di samping itu telah dilakukan pembangunan baru, peningkatan dan rehabilitasi lapangan terbang perintis, sehingga jumlah lapangan terbang perintis mencapai 69 buah.

Di samping itu telah ditingkatkan fasilitas keselamatan penerbangan yang meliputi fasilitas-fasilitas pengawasan keselamatan lalu lintas udara, telekomunikasi, fasilitas navigasi, fasilitas alat bantu pendaratan dan alat PKPPK (Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran). Fasilitas radar telah dipasang pada jalur penerbangan Nusantara yaitu di pelabuhan udara Medan, Pakanbaru, Palembang, Jakarta, Semarang, Denpasar dan Ujung Pandang. Alat navigasi udara VOR dan 192

DVOR telah dipasang di 24 buah pelabuhan udara, DME di 21 pelabuhan udara, ILS di sebuah pelabuhan udara, ATIS di 7 pelabuhan udara, NDB di 7 pelabuhan udara dan di seluruh pelabuhan udara parintis. Telekamunikasi penerbangan telah ditingkatkan efektivitas dan efisiensinya di semua pelabuhan udara. Demikian pula halnya fasilitas telekomunikasi yang diperlukan untuk pengawasan lalu lintas udara. Fasilitas listrik untuk penerangan landasan telah dipasang di 13 pelabuhan udara, sedang lampu penerangan pendaratan di 15 pela-

buhan udara. Fasilitas VASI telah dipasang di 20 pelabuhan udara dan REIL di 18 pelabuhan udara. juga penyediaan tenaga listrik telah ditingkatkan. Sementara itu, produksi penerbangan dalam negeri dan penerbangan luar negeri nasional terus meningkat selama Repelita II.

TABEL 12 — 8

PRODUKSI PENERBANGAN DALAM NEGERI DANPENERBANGAN LUAR NEGERI,

1974 dan 1978

U r a i a n 1974 1978

Penerbangan Dalam Negeri

1. Kilometer Pesawat (ribuan) 42.448 62.5602. Penumpang diangkut 2.126.053 3.509.1363. Barang (Ton) 19.252 32.9084. Penumpang — Km (ribuan) 1.593.990 2.603.7165. Faktor muatan Penumpang 57 616. Faktor muatan Barang 55 62

Penerbangan Luar Negeri

1. Kilometer Pesawat (ribuan) 11.250 17.6762. Penumpang yang diangkut 341.278 659.3563. Barang (Ton) 6.860 8.8804. Penumpang -- Km (ribuan) 782.146 1.497.216

Sungguhpun selama Repelita II telah dicapai banyak kemajuan, tetapi masih banyak masalah yang harus dihadapi dan yang perlu diatasi dalam Repelita III. Pada jalur-jalur penerbangan tertentu,

peningkatan kepadatan lalu lintas udara telah meningkat relatif lebih cepat daripada pembangunan dan penyediaan fasilitas prasarana dan fasilitas penunjang penerbangan yang diperlukan Dengan makin padatnya lalu lintas pada jalur penerbangan,

193

makin meluasnya jaring- an penerbangan dan digunakannya pesawat terbang yang lebih besar, maka prasarana penerbangan terutama fasilitas keselamatan pener- bangan dirasakan masih kurang. Di samping itu banyak pesawat

GRAF1K 12—3PRODUKSI PENERBANGAN DALAM NEGERI DAN

PENERBANGANLUAR NEGERI 1974 dan 1978 Penerhangan Luar megeri

Kilometer Pesawat

Penerbang_ n Dalam Negev

R i bu Kilometer Pesawat 62.560Penumpang Diangkut

Ribu

18.000

9.000

341.27

Penumpang yang dtangkus

659.356

1974 1978 1974 1978 1974 1978

Ribu I' ,Penumpang Km Ton Barang Ribu Penumpang Km

60 000—.

50.000 -

90.000 —

30.000 —

20.000 —

10.000 —

1974 197819741978

2.603.716

1978 1974

ribu Penumpang kmTon barang

Ribu penumpang kmTon barang

udara harus diganti atau dimodifikasikan karena umurnya sudah tua, tuntutan lalu lintas udara yang makin meningkat, persyaratan keles- tarian lingkungan yang makin ketat dan perkembangan teknologi penerbangan yang makin maju.

Masalah lain adalah keterbatasan di bidang tenaga kerja untuk mengatur dan melayani perhubungan udara yang bersifat teknologi maju sesuai sifat perhubungan udara. Pembinaan penerbangan, tenaga teknis, operasional dan administrasi yang memenuhi persyaratan teknologi penerbangan memerlukan waktu dan usaha yang besar, sedang-kan kemampuan badan pendidikan dan latihan masih terbatas. Ka- rena itu terdapat ketidak seimbangan antara jumlah dan mutu tenaga kerja yang tersedia dengan peningkatan prasarana dan sarana yang telah dihasilkan dalam Repelita I dan Repelita II.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Permintaan akan jasa angkutan udara selama Repelita III diper- kirakan akan meningkat dengan sekitar 17 - 19% setiap tahun untuk angkutan penumpang dan 25 % untuk angkutan barang. Untuk memenuhi peningkatan permintaan ini sistem perhubungan udara akan diatur dengan lebih serasi dan lebih saling isi mengisi. Untuk itu pengembangan penerbangan dalam negeri diarahkan kepada tercapai- nya intergrasi seluruh jalur penerbangan nusantara, daerah, lokal dan perintis, sedemikian rupa sehingga dapat memberikan jasa angkutan secara cepat, tepat, aman dan teratur.

Untuk maksud tersebut akan diambil 1angkah-langkah penyesuaian kerangka. jaringan penerbangan, kaitan jaringan dan pengaturan wak- tu penerbangan dan meninjau kembali komposisi pesawat yang mela- yani jalur-jalur penerbangan, sehingga keseluruhan sistem merupakan satu kesatuan yang semakin

195

harmonis.Pengembangan sistem penerbangan luar negeri

didasarkan atas azas adil dan saling menguntungkan. Khusus untuk menarik lebih banyak wisatawan asing ke Indonesia penerbangan borongan akan digalakkan. Penerbangan borongan luar negeri diarahkan baik ke tempat sumber wisatawan yang. sudah maupun yang belum dilayani penerbangan teratur luar negeri seperti Australia, jepang, Amerika,

Eropah dan Negara-negara ASEAN. Penerbangan borongan merupa- kan pelengkap bagi penerbangan teratur luar negeri.

Untuk menunjang pembangunan daerah, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya maka penerbangan perintis akan ditingkatkan. Dalam hubungan ini sifat keperintisan penerbangan ini akan ditinjau secara berkala. jalur tertentu akan dapat dialihkan untuk ditingkat- kan menjadi penerbangan lokal secara komersial. Bagi daerah yang telah dapat dijangkau oleh jenis angkutan yang lain, tidak perlu lagi dilayani oleh angkutan udara yang bersifat perintis.

Penyelenggaraan penerbangan dalam negeri dilaksanakan melalui sistem banyak perusahaan. Khusus penerbangan perintis akan dilayani perusahaan penerbangan swasta dan perusahaan penerbangan milik Negara. Untuk menciptakan iklim usaha yang baik dan dengan memperhatikan faktor ekonomis, sosial dan lain sebagainya maka tarip angkutan udara akan disesuaikan secara terus menerus.

Dengan memperhatikan armada penerbangan yang ada dan faktor teknis operasional; maka penggunaan armada yang melayani jalur penerbangan teratur diarahkan sedemikian rupa sehingga pemanfaatannya dapat ditingkatkan. Penerbangan dalam negeri jalur nusantara akan dilayani dengan mempergunakan pesawat bermesin jet sedang dan kecil serta mengurangi pemakaian pesawat turboprop besar. jalur penerbangan daerah dilayani dengan menggunakan pesawat bermesin jet kecil dan turboprop sedang, sedangkan untuk jalur lokal dan pe- rintis akan mempergunakan pesawat bermesin turboprop sedang dan kecil.

Dalam hubungan ini untuk mengembangkan penerbangan teratur dalam negeri diperlukan tambahan kapasitas tempat duduk pesawat udara 196

sekitar 1.806 tempat duduk di samping pengadaan pesawat kecil untuk penerbangan perintis. Peningkatan pelayanan penerbang- an perintis akan dibakukan dengan meningkatkan jumlah lapangan terbang dari 75 lokasi menjadi 104 lokasi dan penambahan pesawat udara perintis dari 25 pesawat menjadi 40 pesawat pada Repelita III. pengembangan armada penerbangan berjadwaI dalam negeri diarah- kan pada pemaakuan jenis pesawat yang berkapasitas 60 200 tempat duduk. Hal ini akan memudahkan pemeliharaan dan mengurangi jenis keahlian yang harus dimiliki. Pengadaan pesawat kecil untuk pener-

bangan perintis dan lokal, sejauh mungkin diarahkan pada produksi industri dalam negeri, dengan kapasitas tempat duduk yang memadai. Pada penerbangan internasional jarak jauh, akan digunakan jenis pesawat bermesin jet besar dan sedang, sedangkan untuk penerbangan internasional jarak dekat digunakan pesawat bermesin jet sedang atau wide body dan pesawat bermesin jet kecil.

Dalam rangka mendorong industri penerbangan dalam negeri dan penghematan devisa, pemeliharaan dan penyediaan bahan serta per-alatan industri keperluan angkutan udara diarahkan sejauh mungkin untuk memanfaatkan hasil industri penunjang dan perbengkelan da- lam negeri.

Peningkatan tenaga kerja baik dalam jumlah maupun dalam mutu keahlian guna melayani operasi prasarana dan, sarana di bidang per-hubungan udara juga akan ditingkatkan dengan menambah jumlah dan mutu fasilitas lembaga pendidikan perhubungan udara yang ada, untuk mencapai keseimbangan jumlah, dan mutu tenaga yang dihasil- kan.

Walapun banyak pelabuhan udara yang telah berhasil ditingkatkan kemampuannya untuk menampung berbagai jenis pesawat selama Repelita II, tetapi masih terus dibutuhkan peningkatan dan pemba-ngunan fasilitas pelabuhan udara, untuk menjamin keselamatan dan peningkatan pelayanan sesuai tuntutan permintaan jasa angkutan udara. Peningkatan kemampuan pelabuhan udara didasarkan pada pertimbangan pengembangan wilayah, Hankamnas, pemerataan pembangunan, jenis armada dan lain-lain. Untuk meningkatkan pengguna- an armada akan ditekankan peningkatan kemampuan pelabuhan udara agar dapat menampung pesawat tanpa pembatasan muatan. Pembangunan prasarana penerbangan akan meliputi fasilitas landas- an, pendukung operasi penerbangan dan pendukung

197

pelayanan umum yang cukup dan memadai.Dalam hal ini akan ditingkatkan kemampuan

landasan di beberapa pelabuhan udara sebagai berikut; yang mampu menampung secara penuh pesawat udara sejenis B-747 2 pelabuhan udara, DC-10 1 pela-buhan udara, DC-9 4 pelabuhan udara, F-28 6 pelabuhan udara dan. F-27 9 pelabuhan udara. Pelabuhan lain yang juga ditingkatkan kemampuan landasannya agar mampu didarati secara terbatas untuk

pesawat sejenis DC-10 3 buah; DC-9 3 buah; F-28 3 buah dan F-27 7 buah.

TABEL 12 -- 9

RENCANA PENINGKATAN PELABUHAN UDARA DALAM REPELITA III

Kemampuan UntukJenis Pesawat Sejenis Pelabuhan Udara

B — 747 Penuh Cengkareng dan Ngurah Rai

DC-- 10 Penuh Juanda/Surabaya

Terbatas Polonia/Medan dan Hasanuddin/U. Pandang dan Biak

DC— 9 Penuh Tabing/Padang, Talang Betutu/Palembang, Syamsu- din Noor/Banjarmasin dan Adisucipto/Yogyakarta

Terbatas Sepinggang/Balikpapan, Supadio/Pontianak dan Sim-pang Tiga -- Pakanbaru

F — 28 Penuh Eltari/Kupang, Pangkal Pinang/Bangka, Achmad Yani/Semarang, Jefnar/Sorong, Sentani/Jayapura dan Comoro/Timor Timur

Terbatas Tarakan, Panarung/Palangkaraya dan Marauke

F—27 Penuh Dabo/Singkep, Japura/Rengat, Sumbawa Besar/Sum- bawa, Maumere/Flores, Mauhau/Waingapu, Ba-bullah/Ternate, Jalaluddin/Gorontalo, Jayawijaya/ Wamena dan Palibelo/Bima

Terbatas Tjut Nyak Dien/Meulaboh, Iskandar/Pangkalanbun, Stagen/Kotabaru, Satartacik/Ruteng, Waikabubak/ Tambulaka, Dumatubun/Tual Temindung/Samarin- da dan Kasibuncu/Poso.

Untuk menunjang pembangunan daerah dan pemerataan akan dilanjutkan pembangunan dan penambahan lapangan udara perintis. Pembangunan pelabuhan udara untuk angkutan transmigrasi dikaitkan dengan kebijaksanaan pembangunan pelabuhan udara perintis.

Peningkatan fasilitas keselamatan dilakukan selaras dengan rencana pengembangan pelabuhan udara dan 198

rencana pengembangan armada, dengan memperhatikan kemajuan teknologi penerbangan demi mening-

katkan kemampuan dan keselamatan penerbangan. Dalam pada itu pengadaan fasilitas telekomunikasi sejauh mungkin akan didasarkan pada pemanfaatan sistem telekomunikasi umum.

Fasilitas navigasi juga akan ditingkatkan, meliputi antara lain pemasangan NDB di semua pelabuhan ,udara termasuk pelabuhan udara perintis dan di jalur penerbangan yang memerlukan. Fasilitas VOR/ DME akan ditambah terutama di pelabuhan udara yang didarati pesawat bermesin jet dan di jalur-jalur penerbangan yang padat lalu-lintasnya. Juga fasilitas ILS akan dipasang di pelabuhan udara yang padat lalu-lintas udaranya. dan di pelabuhan udara yang sering mengalami cuaca buruk. Untuk menjamin ketepatan petunjuk yang diberikan oleh fasilitas navigasi udara akan dilakukan peningkatan dan penambahan fasilitas peneraan navigasi. Di samping itu juga akan ditingkatkan fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam keba- karan.

Pengembangan sistem pengawasan keselamatan penerbangan akan dilakukan dengan memantapkan sistem yang antara lain menambah sentral operasi penerbangan dan pengadaan fasilitas pengawasan keselamatan lalu lintas penerbangan berupa fasilitas radar, ACC, APP, ADC, ATIS dan FSS. Peningkatan fasilitas keselamatan lalu lintas udara ini, akan memungkinkan diperluasnya jam operasi pelabuhan udara. Sekitar 20 pelabuhan udara akan ditingkatkan jam operasinya minimal 12 jam sehari.

Juga akan dipasang fasilitas pembantu pendaratan visual dan fasili- tas listrik pada beberapa pelabuhan udara agar dapat digunakan bagi operasi penerbangan malam hari dan agar operasi penerbangan pada cuaca buruk menjadi lebih terjamin. Pengadaan dan pemasangan fasilitas listrik ini akan mengutamakan pemanfaatan tenaga listrik

199

PLN di samping pengadaan sendiri.Dengan perluasan jam operasi dan semakin

banyaknya pelabuhan udara yang dapat didarati malam hari, kepadatan lalu lintas udara pada jam sibuk dapat diatasi melalui pengaturan pelayanan jalur oleh perusahaan penerbangan dan peningkatan fasilitas terminal.Pening-katan fasilitas terminal diarahkan pada pelabuhan udara yang kepa- datan lalu lintas penumpang sudah tinggi.

IV. POS DAN GIRO

a. Keadaan dan masalahSarana pos dan giro menjelang akhir Repelita II

berada dalam kea-daan yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan akhir Repelita I. Hal tersebut dimungkinkan berkat penambahan-penam-bahan sarana dalam Repelita II berupa pembangunan kantor pos pembantu/tambahan sebanyak 500 buah, yang tersebar di ibu-kota kecamatan dan daerah-daerah transmigrasi, kantor pos besar klas I di 8 buah ibu-kota propinsi (Pakanbaru, Palembang, Ujung Pandang, Menado, Ambon, Denpasar, Semarang dan Jakarta), sebuah kantor Biro Daerah Pos di Bandung dan sebuah sentral Giro di Surabaya. Disamping itu telah dilakukan pula penambahan kendaraan operasi- onal untuk pos keliling dan pos kilat serta angkutan pos lokal dan pos desa keliling, berupa 500 buah sepeda motor dan 96 buah mobil pos Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan telah pula dilakukan pengadaan/pemasangan 350 buah bis surat guna peningkatan pelayanan atas arus permintaan jasa pos yang tinggi di kota-kota dengan jumlah penduduk yang padat.

Dengan ditingkatkannya pembangunan gedung-gedung dan fasilitas penunjang operasionilnya selama Repelita II dan semakin, berkembang nya lalu lintas angkutan darat, laut dan udara, maka "waktu tempuh"

baik surat, wesel pos maupun paket pos pada akhir Repelita II antara

Jakarta dan Ibu-Kota Propinsi melalui pos udara telah mencapai rata- rata 93% dari sasaran, antar Ibu-Kota Propinsi melalui pos udara/ darat/laut telah mencapai rata-rata 84%, antara Ibu-Kota Kabupaten dan Ibu-Kota Propinsi melalui pos laut/darat telah mencapai 200

104%.Produktivtas sarana pos untuk pelayanan,pos

pada akhir Repelita II telah mencapai 112.,6% dari sasaran, pelayanan paket pos telah men- capai 149,4% sedangkan produktivitas lalu-lintas uang (wesel pos)telah mencapai 92% dari sasaran. Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat maka sejak bulan Agustus 1978 telahdirintis kembali dinas paket pos udara kilat ke dan dari kantor luar Jawa dan Madura antara lain:

Banjarmasin - Padang - Pangkal Pinang - Teluk Betung, Denpasar- Pakanbaru - Pontianak Ujung Pandang - dan Medan - Palembang - Tanjung Karang.

Dalam bidang operasional masih dirasakan kurang lancarnya pelaksanaan UU No. 4 Tahun 1959 antara lain wajib angkut pos.b. Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Pembangunan pos dan giro dalam Repelita III ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraannya. Dalam hubungan ini di daerah yang belum berkem- bang, pembangunan kantor pos pembantu ditujukan agar dapat menjangkau ke daerah-daerah dan masyarakat luas, antara lain ke keca-matan-kecamatan di seluruh Indonesia, daerah-daerah transmigrasi dan daerah-daerah pemukiman baru. Bila kebutuhan jasa pos sudah mendesak untuk kelancaran pemerintahan dan kegiatan sosial ekonomi, maka akan dibangun pos perintis dengan memperhatikan tersedianya sarana angkutan. Untuk daerah-daerah yang telah berkembang akan diarahkan agar pembangunan kantor pos tambahan/kantor pos pembantu dan kantor pos besar dilakukan setelah memperhatikan optima- lisi dan efektivitas dari sarana dan prasarana yang telah ada.

Pengembangan dinas giro dan cek pos akan diarahkan untuk dapat lebih merangsang penggunaanya dan akan diusahakan penerapan prin- sip perbankan. Di samping itu penyuluhan melalui jasa pos dan giro filateli akan diarahkan untuk menunjang berhasilnya program Pemerintah, antara lain dalam bidang pendidikan/kebudayaan dan keluarga berencana. Dalam kerjasama internasional di bidang pos dan giro khususnya antar negara ASEAN, diarahkan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan budaya antar negara-negara yang bersang- kutan.

Penyehatan posisi keuangan Perum Pos dan Giro 201

dilakukan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan kepentingan masyarakat banyak serta peningkatan kemampuannya dalam bidang majemen dan opera-sional. Dalam rangka ditaatinya pelaksanaan UU No. 4 tahun 1959, akan dilakukan langkah-langkah untuk mengatasi masalah tersebut.

Sasaran yang ingin dicapai dalam Repelita III adalah peningkatan lalu lintas pos dalam negeri dan luar negeri sebesar 9% per tahun.

Selain usaha pembangunan dan peningkatan fasilitas -fasilitas pos dan giro, maka langkah-langkah akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut di atas antara lain berupa peningkatan/pengembangan jenis- jenis pelayanan yang ada maupun mengadakan yang baru sesuai kebutuhan masyarakat seperti dinas pos kilat khusus, dinas paket udara, dinas kwitansi dan dinas harga tanggungan, penerbitan prangko-prang- ko. Selain itu akan dilaksanakan proyek-proyek bersama antar negara ASEAN di bidang filateli, lalu lintas pos dan uang, penyesuaian per-undang-undangan pos dan giro serta penyesuaian tarif pos secara bertahap untuk meningkatkan daya mampu Perum Pos dan Giro dalam melayani kebutuhan masyarakat.

Sasaran fisik Repelita III akan meliputi pembangunan 750 buah kantor pos pembantu/tambahan/kantor pos yang tersebar, di antara- nya 425 buah berlokasi di tingkat kecamatan-kecamatan, daerah- daerah transmigrasi maupun daerah-daerah terpencil. Direncanakan pula pembangunan 11 buah .gedung kantor pos besar dan 4 buah gedung kantor Biro Daerah Pos di 15 Ibu Kota dan penambahan 1.500 buah sepeda motor untuk dinas pos keliling desa, serta 120 buah kendaraan pos dan giro, berikut pengadaan peralatan kantor pos yang dapat meningkatkan pelayanan pos dan giro. Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada penduduk kota akan didirikan 1.000 buah bis surat tambahan.

TABEL ,12 -- 10

RENCANA FISIK REPELITA III POS DAN GIRO

U r a i a n Rencana Fisik Repelita. III

Pembangunan Kpp/Kptb/Kp 750Pembangunan Kpb I 11202

Pembangunan Kantor Biro Dae-rah PosKantor Pos IbukotaPos Keliling dan Angkutan Lo-kal :a. Mobil Pos

41

120b. Sepeda Motor 1.500Bis Surat 1.000

V. TELEKOMUNIKASI

1. Keadaan dan MasalahPembangunan di bidang telekomunikasi meliputi

penambahan sambungan telepon, perluasan jaringan transmisi dan peningkatan fasilitas telegrap dan telex. Selama Repelita II telah berhasil dicapai penam- bahan telepon otom.at sebanyak 297.600 sambungan, peningkatan fasili- tas SLJJ (Sambungan Langsung Jarak jauh) sebanyak 26.000 kanal, telex sebanyak 7.730 sambungan, perluasan jaringan gelombang mikro sebanyak 1.316.618 aluran kilometer, serta peluncuran Satelit Domes- tik Palapa I dan II berikut pembangunan stasiun bumi di 40 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Walaupun hasil yang dicapai selama Repelita II ini telah melebihi sasarannya, namun mutu pelayanan jasa telekomunikasi serta produktivitas penggunaan peralatan telekomunikasi masih perlu ditingkatkan.

Selama Repelita II sentral telepon telah bertambah sebanyak 25 buah dan kapasitas sentral telepon meningkat dengan rata-rata 14% per tahun. Peningkatan tersebut tercermin pula pada produksi jasa dan sambungan telepon yang meningkat masing-masing dengan rata-rata 7% dan 7,5% setahun. Kapasitas telex meningkat sebesar 6.470 sambungan tselama Repelita II atau kenaikan rata-rata 45% setahun. Hal ini diikuti dengan kenaikan produksi telex dalam pulsa sebanyak 7,5% per tahun. Walaupun demikian ada juga penurunan di bidang lainnya seperti produksi telegram dan telepon interlokal tangan yang disebab- kan adanya otomatisasi peralatan.

jaringan Gelombang Mikro Indonesia Bagian Timur telah mulai dioperasikan pada 16 juni 1978, sehingga telah terbuka hubungan langsung antara Jakarta —

203

Ujung Pandang. Melalui fasilitas SLJJ dan jaringan Simpang, jaringan Gelombang Mikro yang kini di- operasikan telah dapat digunakan sampai ke kota-kota yang kecil. jaringan transmisi telah dapat mencakup hubungan telepon an- tara 42 kota di seluruh Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa sistem yang saling melengkapi yaitu satelit do- mestik, gelombang mikro dan sistem lainnya.

TABEL 12 — 11

PERKEMBANGAN KAPASITAS DAN PRODUKSITELEPON, TELEGRAP, TELEX *)

1974/75 — 1978/79

I. Potensi 1974/7 —

1. Kapasitas Sentral Telepon Otomat (ribuan) 3222. Kapasitas Sentral Telepon. Manual (ribuan) 1083. Kapasitas Telegrap/Telex, Printer Telegrap 3974. Kapasitas Sentral Telex 8.2905. Sentral Telepon Otomat 626. Sirkit Operasional DN 3.86

2Sirkit Operasional LN 1737. Sentral Telex DN 178. Kantor Telegrap, Gentex, Telex DN 612

II. Produksi 1974/75 —

1. Telex: (pulsa/ribuan) 97.958Telex: (sambungan/ribuan) 9.417

2. Telegram: DN (ribuan) 18.208Telegram: LN (ribuan) 1.876

3. Telepon: Pulsa Otomat dan Interlokal .(ribuan)

5.367.3004. Interlokal Manual (call/ribuan) 53.758

Internasional (ribuan) 2.4995. Sambungan Telepon Induk 261.829

*) Angka kapasitas dan produksi untuk tahun 1978/79

masih merupakan perkiraan.

Dalam rangka kerjasama dengan negara-negara ASEAN telah dimulai persiapan pembangunan Sistem Komunikasi Kabel Laut antara Jakarta — Singapura dan diharapkan sudah dapat diman- 204

faatkan pada tahun 1980. Selain itu Satelit Domestik Palapa sudah

dimanfaatkan pula oleh Philipina untuk keperluan telekomunikasi dalam negeri di negara tersebut.

Di samping itu telah dimulai perbaikan manajemen dan sistem administrasi Perum Telekomunikasi agar posisi finansiil perusa- haan lebih sehat dan mampu meningkatkan pelayanannnya kepada masyarakat.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkahKarena hasil-hasil yang dicapai dalam Repelita II

cukup besar, kebijaksanaan pengembangan di bidang ini dalam Repelita III le- bih dititik beratkan pada optimalisasi penggunaan spektrum frek- wensi, fasilitas telepon, telegrap, telex, jaringan transmisi yang sudah ada dan usaha meningkatkan mutu pelayanannya, serta penggantian dan penambahan beberapa fasilitas secara selektif.

Juga akan dilakukan pembinaan industri telekomunikasi dalam negeri menuju standarisasi peralatan yang sesuai keperluan dalam negeri meliputi antara lain perangkat telepon, telegrap, telex, kabel, peralatan transmisi dan komponen-komponen lainnya. Untuk menunjang pembangunan daerah maka pelayanan jasa tele- komunikasi akan diperluas secara bertahap sampai ke tingkat Kabu-paten, Kecamatan, daerah transmigrasi dan daerah-daerah terpencil sepanjang beban pembiayaannya masih dalam batas-batas yang wajar. Permintaan jasa telepon selama Repelita III terus meningkat, ka- rena itu akan dibangun tambahan telepon sebanyak 232.000 sam-bungan, antara lain 65.500 sambungan di Jakarta, 166.500 sambung- an di luar Jakarta termasuk 7.000 sambungan di tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Daerah terpencil.

TABEL 12 — 12PERKIRAAN TAMBAHAN TELEPON DI JAKARTA DAN DI

KOTA-KOTA LAIN DI LUAR JAKARTA

205

lokasiL o a s

1979/80 1983/84

Jakarta 4.000 65.500Kota-kota lain 91.800 159.500Kabupaten dan -- 7.000

Sasaran fisik pembangunan bidang telekomunikasi dalam Repelita III tersebut meliputi penyelesaian proyek-proyek Repelita II yang belum selesai dilaksanakan sepenuhnya dan proyek-proyek baru.

Program lanjutan Repelita II meliputi antara lain penyelesaian pembangunan proyek jaringan telepon otomat 152.000 sambungan, telex 3.910 sambungan dan penyelesaian jaringan transmisi Frek- wensi Tinggi di Kalimantan/Maluku/Lrian Jaya, Gelombang Mikro Indonesia Bagian Timur, Gelombang Mikro Trans Sumatera, Gelombang Mikro Jawa -- Bali, Gelombang Mikro Medan --- Banda Aceh, Jaringan Simpang serta penambahan kanal SKSD. Di samping itu juga akan dimulai perluasan dan pembangunan baru antara lain telepon otomat sebanyak 80.000 sambungan. Dalam bidang trans- misi akan diperluas kapasitas Gelombang Mikro Jawa — Bali, Ge-lombang Mikro dan Troposcatter Indonesia Bagian Timur, Ja- ringan Simpang dan peluncuran Satelit Domestik Palapa III dan Palapa IV.

Peluncuran Satelit Palapa III dan Satelit Palapa IV akan dilaku- kan untuk menggantikan Satelit Palapa I dan Satelit Palapa II yang sudah akan habis masa pemakaiannya pada tahun 1982. Di samping itu kapasitas Satelit Domestik juga akan ditingkatkan dan akan dibangun stasiun-stasiun bumi kecil untuk meningkatkan hubungan antar kota dan melayani keperluan penyaluran siaran TV - RI.

Pelayanan telepon umum khususnya di kota-kota besar selama Repelita III akan ditingkatkan sekitar 1% dari kapasitas telepon yang ada dan ditempatkan pada lokasi-lokasi yang mudah dimanfaat- kan oleh umum seperti Rumah Sakit, Kantor Pos, Stasiun, Pusat Perbelanjaan dan lain-lain.

Di dalam bidang telex, pertumbuhan permintaan diperkirakan sekitar 25 % per tahun. Untuk melayani permintaan tersebut se- lama Repelita 206

III akan dilakukan .perluasan beberapa central telex melalui penilaian yang lebih selektif. Pemakaian kapasitas jaringan Gelombang Mikro Jawa - Bali, Trans Sumatera dan Indonesia Bagian Timur sudah terlampau padat. Untuk memenuhi permintaan yang meningkat maka selama Repelita III kapasitas jaringan ini akan diperluas. Di samping itu akan diselesaikan pembangunan jaringan

Gelombang Mikro Medan -- Aceh. Bersamaan dengan itu fasilitas sen-tral SLJJ juga akan ditingkatkan kapasitasnya. Peningkatan ini akan mengutamakan keperluan sentral yang sudah ada. Usaha ini sekali- gus akan memperluas hubungan antar kota. Untuk menghubungkan daerah Kabupaten dan Kecamatan dengan kota-kota besar, akan diprioritaskan pembangunan jaringan simpang.

Untuk membina sistem komunikasi nasional yang serasi akan dilakukan pengawasan atas pemakaian jaringan telekomunikasi di luar Perum Telekomunikasi sesuai perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan ini akan dilakukan melalui pemberian izin konsesi jaringan secara sangat selektif dan pengaturan frekwensi gelombang radio. Untuk itu akan dibangun sistem Monitoring :Radio Nasional guna mencegah saling mengganggu dalam pemakaian frekwensi.

Dalam menunjang berhasilnya pembangunan di bidang ini, maka akan terus ditingkatkan kemampuan Perum Telekomunikasi baik dalam bidang administrasi, keuangan, personal, pemakaian sarana, pemasaran dan pelayanannya kepada masyarakat.

VI. METEOROLOGI DAN GEOFISIKA 1. Keadaan dan Masalah

Selama Repelita II investasi dalam bidang Meteorologi dan Geofi- sika ditujukan untuk melanjutkan rehabilitasi dan pembangunan baru stasiun-stasiun termasuk fasilitas penunjang. Hasil yang dapat dicapai dari usaha tersebut terdiri dari 78 stasiun meteorologi, 12 stasiun klimatologi, 29 stasiun iklim, 3.077 stasiun pengamatan hujan, 140 stasiun pengamatan penguapan dan 19 stasiun

207

geofisika, serta peningkatan pendidikan dan penataran pegawai meteorologi dan geofisika dalam Repelita II sejumlah 888 orang.

Jumlah jam kerja stasiun secara bertahap sudah dapat diting- katkan. Bila pada akhir Repelita I, dari 61 stasiun meteorologi, 3 stasiun bekerja 24 jam per hari, dan 50 stasiun bekerja antara 6- 12 jam per hari, maka pada akhir Repelita II dari 78 stasiun, 37 stasiun bekerja 24 jam per hari, 41 stasiun bekerja antara 6 - 12 jam per hari. Dengan meningkatnya jumlah stasiun pengamatan serta

sistem pengumpulan dan penyebaran data, maka ketetapan ramalan cuaca dan penentuan pusat gempa bumi dapat ditingkatkan ketepat-annya dari 50 % pada akhir Repelita I menjadi sekitar 70 % pada akhir Repelita II.

Kegiatan yang masih perlu lebih ditingkatkan adalah dalam bi- dang pengolahan data dan penelitian. Masalah yang dihadapi ada- lah kesukaran mendapatkan tenaga-tenaga ahli untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian dan masih terbatasnya peralatan yang diperlukan bagi pengolahan data. Meskipun jumlah peralatan telekomunikasi untuk pengumpulan dan penyebaran data meteorologi, klimatologi dan geofisika telah ditingkatkan, namun usaha untuk le- bih meningkatkan kecepatan pengumpulan dan penyebaran data belum tercapai. Stasiun-stasiun belum dapat beroporasi 24 jam adalah ka- rena terbatasnya tenaga sedangkan lokasi stasiun meteorologi dan geofisika tersebut terletak di daerah-daerah terpencil.

Pengamatan data metorologi dan geofisika, dilakukan pula oleh instansi-insansi lain baik swasta maupun pemerintah di luar Pusat meteorologi dan Geofisika. Sampai Repelita II ini belum dapat diman-tapkan kordinasi dengan baik oleh Pusat Meteorologi dan Geofisika.

Sungguhpun diberbagai kegiatan Meteorologi dan Geofisika ini terdapat peningkatan, namun hasil-hasil yang dicapai masih memerlukan peningkatan lebih lanjut untuk melayani permintaan jasa dari berba- gai sektor maupun dalam memenuhi persyaratan-persyaratan inter-nasional.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

208

Jenis data meteorologi dan geofisika antara lain meliputi ramalan cuaca, iklim, hujan, meteorologi pertanian, data gempa, maknit bumi, listrik udara, polusi udara/jatuhan debu radio aktip dan lain-lain yang dibutuhkan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta un- tuk keperluan penerbangan, pelayaran, pertanian, pekerjaan umum, pertambangan, transmigrasi, industri, SAR (Search and Rescue), pa-riwisata, kesehatan dan lain-lain. Jumlah data yang diminta/dilayani

dalam Repelita II tidak kurang dari 382.833 permintaan/pelayanandata dengan tingkat pertumbuhan permintaan /pelayanan per tahun 14,6%.

Selama Repelita III diperkirakan permintaan /pelayanan jasa akan

terus bertambah dengan tingkat pertumbuhan 15 % pertahun, hing- ga mencapai jumlah 751.400 permintaan/pelayanan data. Dalam usaha meningkatkan ketelitian data, maka dalam Repelita III akan dilakukan peningkatan dan penambahan stasiun baru sehingga ketelitiannya dapat ditingkatkan dari 70% menjadi 80%. Di samping itu, agar data meteorologi dan geofisika dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh umum, perlu diadakan peningkatan pemberian/penyediaan data informasi dan penyuluhan kepada masyarakat.

Dalam rangka pembangunan pisik untuk memenuhi kebutuhan permintaan dan peningkatan pelanyanan operasional, maka akan diusa-hakan suatu keseimbangan yang baik antara tenaga operasional dan ha- sil pembangunan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pembangunan Meteorolo- gi dan Geofisika ditujukan antara lain untuk menunjang peningkatan keselamatan operasi penerbangan dan pelayaran, produksi pertanian terutama pangan, perindustrian, pertambangan, pekerjaan umum, transmigrasi, penanggulangan maupun pencegahan akibat bencana alam, dan pencemaran lingkungan hidup. Dalam rangka meningkat- kan efisiensi dan menghindari tumpang tindih kegiatan pengamatan serta pengolahan meteorologi dan geofisika akan ditingkatkan koordinasi secara nasional oleh Pusat Meteorologi dan Geofisika.

209

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas akan dilaksanakan peningkatan .stasiun-stasiun yang sudah ada, pembangunan baru dan pening-katan kegiatan operasionalnya, pembangunan pusat pengumpulan dan penyebaran. data wilayah dan lokal. Termasuk pula dalam pemba- ngunan meteorologi dan geofisika dalam Repelita III usaha untuk meningkatkan manajemen bina tunggal Meteorologi dan Geofisika, penyesuaian struktur organisasi, pembibitan, pendidikan dan latihan pegawai, meningkatkan jam operasi Stasiun Meteorologi, mengadakan penelitian dan meningkatkan kerjasama regional, internasional.

TABEL 12 — 13

RENCANA FISIK REPELITA IIIRencana Fisik Repelita III

Program KegiatanPening-katan

Pengembang-an Baru

Meteorologi 49 38a. Klimatologi 8 12b. Pertanian 22 10c. Iklim 22 60

d. Hujan — 2.960e. Penguapan

---60

Geofisika 10 15VII. PARIWISATA

1. Keadaan dan Masalah

Kepariwisataan Indonesia meliputi pariwisata internasional dan pariwisata dalam negeri. Selama Repelita II arus wisatawan asing ke Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bila pada awal Repelita II kedatangan wisatawan asing berjumlah 313.425 orang, maka pada tahun ke empat Repelita II menjadi 456.718 orang yang berarti kenaikan jumlah wisatawan asing tersebut mencapai rata- rata 16% pertahun. Begitu juga wisata laut (cruiser ship) rata-rata meningkat dengan 21% setiap tahun. Sungguhpun demikian tingkat pertumbuhan ini masih di bawah tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan dalam Repelita II. Juga jika dibandingkan dengan arus wisatawan ke negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia mencapai posisi yang masih rendah yaitu antara 8% — 10%, sedangkan Philipina antara 9% — 12%, Malaysia antara 20% ---- 25%,Si- ngapura antara 29% — 32 % dan Muangthai antara 22% — 26% dari jumlah wisatawan asing yang 210

berkunjung ke wilayah ASEAN antara tahun 1974 - 1977. Dengan Demikian usaha untuk mening-katkan arus wisatawan asing ke Indonesia akan lebih ditingkatkan antara lain melalui kegiatan pemasaran yang lebih luas dan intensif.

Penyelenggaraan pemasaran pariwisata selama ini dipusatkan pada usaha pemantapan kedudukan Indonesia sebagai daerah tujuan wisata internasional. Selama Repelita II kegiatan promosi masih dilakukan melalui biro perjalanan dan perusahaan yang bergerak di bidang promosi dan belum langsung kepada calon wisatawan di luar negeri. Usaha promosi yang dilakukan oleh industri pariwisata umumnya juga masih terbatas. Hotel-hotel menengah dan kecil di Indonesia belum mampu melaksanakan promosi di luar negeri dan masih mengharapkan usaha pemasaran yang dilakukan oleh Peme- rintah. Dalam rangka peningkatan usaha promosi ini telah di buka Kantor-kantor Pusat Promosi Pariwisata Indonesia di Frankfurt untuk kawasan Eropa Barat, di San Francisco untuk kawasan Ame- rika Utara, di Tokyo untuk kawasan Australia dan di Singapura untuk kawasan ASEAN. juga selama Repelita II telah dilakukan kerjasama dengan beberapa mass media di luar negeri dalam pema- sangan iklan-iklan mengenai obyek wisata Indonesia untuk menarik lebih banyak wisatawan asing berkunjung ke Indonesia.

Kalau potensi arus wisatawan asing masih rendah, maka potensi wisatawan dalam negeri cukup besar untuk dikembangkan. Karena itu pembinaan pariwisata dalam negeri pada akhir Repelita II telah pula mulai dilaksanakan. Dalam hubungan, ini telah dapat disusun pula pembinaan dan pengembangan wisata remaja.

Usaha-usaha pemasaran kepariwisataan harus ditunjang oleh par- tisipasi masyarakat, baik untuk peningkatan daya tahan masyarakat atas pengaruh-pengaruh negatip yang mungkin timbul maupun un- tuk menciptakan suasana keramah-tamahan yang lebih menarik bagi para

211

wisatawan. Untuk keperluan itu selama Repelita II dibentuk Bimas Pariwisata di tingkat Pusat dan Daerah, yang keanggotaannya meliputi unsur-unsur berbagai instansi di Indonesia.

Dalam rangka pengembangan obyek kepariwisataan telah dilaku- kan penyusunan rencana induk pengembangan pariwisata untuk propinsi di jawa, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Di samping itu telah dilaksanakan pra-survai kepariwisataan di berbagai daerah lainnya, yaitu: Aceh, Bengkulu, Lampung, Su- matera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Malu-

ku, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Berdasarkan rencana induk dan pra-survai kepariwisataan tersebut dan survai-survai lainnya maka pada akhir Repelita II telah dimulai penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.

Untuk beberapa kawasan obyek wisata telah dimulai pembuatan desain bagi pembangunannya, seperti: Dataran Tinggi Dieng, Batu- raden, Minahasa, Pulau Nias. Sedangkan desain untuk taman Pur- bakala Borobudur dan Prambanan telah berhasil diselesaikan. Di samping itu bagi daerah-daerah Bali, DKI-Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara telah pula disusun beberapa rencana pengembangan obyek-obyek wisata tertentu untuk dilaksana- kan pembangunannya. Di samping itu kawasan pariwisata Nusa Dua di Bali, yang menyediakan prasarana fisik beserta fasilitas-fasilitas lainnya di atas tanah seluas 420 Ha, telah mendekati penyelesaian- nya, sehingga siap dibuka untuk pembangunan hotel-hotel dan fasi- litas lain-lainnya.

Pembangunan hotel-hotel sangat pesat. jumlah kamar hotel ber- tambah dari 48.142 pada tahun 1974 menjadi 53.965 sehingga pada tahun 1.977 perlu dilaksanakan pengaturan kembali penanaman mo- dal di bidang perhotelan. Pembangunan hotel baru di Jawa dan Bali (kecuali di Nusa Dua) untuk sementara ditutup dan pemba- ngunan hotel baru diarahkan ke daerah: Aceh, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Dua dan Irian Jaya.

Dalam Repelita II pelayanan untuk memberikan kemudahan bagi wisatawan asing ke dan selama berada di Indonesia belum sepenuh- nya dapat

212

ditingkatkan. Masih banyak dihadapi hambatan-hambatan antara lain berupa sukarnya memperoleh visa untuk berkunjung ke Indonesia, rendahnya kemampuan biro perjalanan dalam meng- atur pelayanan hotel, angkutan dan lain-lain dan kurangnya tenaga pramuwisata. Oleh karena itu pelayanan pariwisata ini akan terus ditingkatkan.

Untuk memenuhi kebutuhan, tenaga kerja yang makin meningkat di bidang kepariwisataan, telah dilaksanakan peningkatan pendidik-

an oleh lembaga-lembaga pendidikan milik negara maupun swasta dan pengiriman tenaga untuk dididik di luar negeri. Pembinaan lembaga-lembaga pendidikan swasta masih belum mencukupi. Untuk itu dalam Repelita III pembinaan lembaga-lembaga pendidikan ini akan terus ditingkatkan.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkahTujuan pembangunan kepariwisataan adalah

meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja dan memperkenalkan kebudayaan bangsa. Kepariwisataan merupakan kegiatan jasa yang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan hidup yang khas se- perti hasil kebudayaan, peninggalan lama, pemandangan alam yang indah dan iklim yang nyaman. Oleh karena itu dalam pengem- bangan kegiatan pariwisata harus dijaga agar keadaan alam dan ling- kungan hidup serta budaya bangsa yang menjadi modal dasarnya tidak menjadi musnah, bahkan dapat dilestarikan untuk dipertahan- kan sebagai daya tarik kepariwisataan.

Pembangunan di bidang kepariwisataan berkaitan erat dengan pembangunan sektor-sektor lain, karena itu akan dilaksanakan seca- ra terkoordinasi, terintegrasi dan tersinkronisasi dengan sektor ter- sebut agar tercipta iklim pengembangan yang paling serasi. Langkah-langkah dan usaha yang akan dilaksanakan dalam pengembangan pariwisata meliputi bidang promosi, penyediaan fasilitas, peningkat- an mutu dan kelancaran pelayanan.

A. Pariwisata Luar Negeri

Perkiraan jumlah wisatawan asing ke Indonesia pada akhir Re- pelita III adalah sekitar 1 juta orang Untuk itu arus wisatawan asing ke

213

Indonesia akan ditingkatkan .rata-rata 11,6% per tahun. Lamanya tinggal wisatawan di Indonesia diperkirakan sekitar 5 – 7 hari dengan pengeluaran rata-rata sebesar US $. 40 per hari per orang termasuk biaya penginapan

Untuk mencapai jumlah wisatawan tersebut akan dilaksanakan kegiatan promosi yang lebih intensif langsung ke negara-negara asal

yang mempunyai potensi wisatawan besar. Penyelenggaraan promosi akan dilakukan oleh swasta dan Pemerintah. Selain itu akan dilaku- kan serangkaian penyempurnaan di bidang keimigrasian penerbang- an dan sarana angkutan lainnya, fiskal, kredit perbankan, pengenda- lian investasi, pengaturan ruang lingkup obyek wisata, serta meman- tapkan daya tarik atraksi wisata Indonesia dengan mengikut serta- kan partisipasi masyarakat dalam memelihara dan memperkenalkan ke aneka ragaman hasil seni budaya, adat istiadat, peninggalan ber- sejarah dan keindahan alam Indonesia.

B. Pariwisata Da lam Negeri

Pengembangan wisata dalam negeri ditujukan untuk memperkecil mengalirnya devisa ke luar negeri, mendorong industri dalam negeri serta menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat.

Usaha peningkatan arus wisatawan dalam negeri terutama dituju- kan kepada kelompok remaja dan pemuda serta anggota masyarakat lain yang mempunyai kemampuan untuk berwisata. Pengembangan wisata remaja diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan krea- tivitas serta kesadaran akan kebudayaan bangsa sebagai bagian dari kerangka pendidikan nasional. Hal ini akan dapat mengembangkan rasa persatuan serta rasa bangga dan semangat patriotisme dikalangan pemuda dan remaja. Untuk itu pembinaannya akan dilaksanakan me- lalui kerjasama antara unsur-unsur pemerintah dan swasta agar dapat diberikan penyediaan fasilitas yang murah, bimbingan dan penyuluh- an yang berkaitan dengan tujuan pariwisata remaja.

C. Obyek Wisata

Beberapa obyek wisata yang telah dibangun dalam 214

Repelita II akan terus dilanjutkan penyempurnaannya dalam Repelita III. Obyek wisata yang selama ini telah dapat dinikmati oleh wisatawan luar negeri dan wisatawan dalam negeri antara lain : Danau Toba dengan pemandangannya yang indah, Kota tua Bukittinggi dan Ngarai Sianok, Jakarta Raya dengan kegiatan pemerintahan, perdagangan dan perin-dustrian, Jawa Barat dengan pemandangan alam pegunungan; Jawa Tengah dan Yogyakarta dengan pusat peninggalan sejarah budaya,

bangsa, Jawa Timur dengan pemandangan alam dan kehidupan yang khas; Bali dengan pusat budaya Hindu; Sulawesi Selatan upacara adat yang mempunyai ciri khas di daerah Tana Toraja serta Sulawesi Utara dengan pemandangan alam yang indah. Dalam Repelita III, beberapa obyek wisata lainnya akan dibangun sesuai dengan Rencana Induk Kepariwisataan Nasional. .

D. Pelayaan WisataPelayanan bagi wisatawan, terutama wisatawan

asing selama Re- pelita III akan lebih ditingkatkan. Tujuan peningkatan pelayanan adalah memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk datang se- lama berada dan pada waktu berangkat meninggalkan Indonesia. Untuk itu akan dilakukan berbagai perbaikan dalam pelayanan kepada wisatawan, meliputi penyederhanaan dalam visa, seperti se- cara selektif pemberian visa pada waktu tiba (on arrival); memperlu- as pusat penerangan pariwisata; meningkatkan pelayanan sarana ang-kutan (penerbangan, kereta api, bis dan lain-lain); meningkatkan pelayanan hotel dan biro perjalanan; meningkatkan kemampuan per- sonal yang melayani wisata, seperti pramuwisata, juru penerang dan penterjemah.

Di samping itu pembangunan hotel-hotel akan diperluas ke daerah- daerah yang lebih dekat dengan obyek wisata dan diutamakan hotel- hotel yang murah, sehingga terjangkau oleh banyak wisatawan luar negeri maupun wisatawan dalam negeri. Tambah pula akan lebih ditingkatkan pembinaan industri penghasil benda-benda wisata (sou venier) melalui bimbingan, penyediaan kredit dan berbagai usaha lainnya. Tujuan dari pembinaan ini adalah agar para pembuat benda- benda wisata dapat

lebih meningkatkan hasil-hasil dengan mutu yang lebih baik.E. Kegiatan Penunjang Pariwisata

Dalam usaha untuk pengembangan pariwisata akan dilakukan peningkatan fasilitas penunjang yang meliputi penyempurnaan di bidang pendidikan dan latihan, kelembagaan, peraturan dan kebijak- sanaan lainnya. untuk itu akan diambil langkah-langkah sebagai ber-

ikut : (1) Akan ditingkatkan kemampuan lembaga pendidikan pariwi- sata antara lain dengan membangun Institut Pariwisata Nasional. Lembaga ini akan menghasilkan tenaga pimpinan menengah untuk mengisi lowongan pada lembaga pariwisata pemerintah. Di samping itu akan dibina lembaga pendidikan pariwisata swasta agar dapat menghasil- kan tenaga-tenaga yang diperlukan. Juga akan dilanjutkan usaha ke arah penyempurnaan kurikulum, bantuan sarana pendidikan serta tenaga pengajar pada lembaga pendidikan kepariwisataan yang ada. (2) Mengusahakan tersusunnya undang-undang kepariwisataan nasio- -

215

nal serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. (3) Memberikan bimbingan dan penataran kepada para pengusaha biro perjalanan, peng-usaha restoran, pengusaha hotel, para pramuwisata, para pengusaha yang bergerak dalam usaha jasa agar dapat meningkatkan mutu pelayanannya.

216

TABEL 12 — 14PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA

1979/80 — 1983/84(dalam jutaan

rupiah) PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA

SEKTOR/SUB 1979/80 1979-No. Kode PROGRAM (Anggaran

Pembangunan)

(anggaranpembangunan)

04 SEKTOR PERHUBUNGANDAN

PARIWISATA512.210,6 3.384.300.0

04.1 Sub Sektor Prasarana jalan

272.824,4 1.666.500.004.1.01 Program Rehabilitas dan

liharaan jalan dan Jem- 1.590,0 12.800.0

04.1.02 Program Penunjangan jembatan 44.220,0 307.400.0

04.1.03 Program. Peningkatan Penggantian jembatan

160.095,4 1.010.050.004.1.04 Program Pembangunan

Jembatan 66.919 0 336.250.004.2 Sub Sektor Perhubungan 58.418,4 338.800.0

------------------------------------------ ------------04.2.01 Program Pengembangan

Lalu Lintas Jalan 7.123,3 55.762.004.2.02 Program Prasarana

reta Api 34.550,0 140.300.004.2.03 Program Sarana

Api 12.445,1 95.530.004.2.04 Program Peningkatan

Sungai, Danau dan Ferry

4.300,0 50.208.0

04.3 Sub Sektor. Perhubungan 113.602,7 524.400.004.3.01 Program Pengembangan

FasilitasPelabuhan Laut 52.600,0 179.250.0043.02 Program Pengembangan

an dan Alur-Alur Pela-yaran

29.558,4 80.933.0

217

PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA

1979/80 1979/80 — 1983/84 (Anggaran (Anggaran

Pembangunan) Pembangunan)

04.3.03 Program Pengembangan FasilitasKeselamatan Pelayaran 17.253,1 69.375,0

04.3.04 Program Pembinaan/PengembanganArmada Pelayaran 13.691,2 167.809,0

04.3.05 Program Pembinaan Jasa Maritiin 500,0 27.033,0

04.4 Sub Sektor Perhubungan Udara 52 .684,6 468 .500,0

04.4.01 Program Pengembangan Fasilitas Pe-labuhan Udara dan Kese-lamatan Penerbangan 52.278,0 420.500,0

04.4.02 Program Pembinaan/PengembanganArmada Udara 406,6 48.000,0

04.5 Sub Sektor Pos dan Telekomuni - kasi 6.4 03,1 340 .400,0

04.5.01 Program Pengembangan Jasa Posdan Giro 4.500,0 30.000,0

04.5.02 Program Pengembangan Jasa Tele-

komunikasi 1.903,1 310.400,0

.04.6 Sub Sektor Pariwisata 8 .277,4 45 .700,0

04.6.01 Program Pengembangan Pariwisata 8.277,4 45.700,0

SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM

No. Kode

2 1 8