pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik...

25
Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi Siswa) Usman Mulbar FMIPA Universitas Negeri Makassar, Jl. Malengkeri Parang Tambung Makassar, email: [email protected] Abstact: Aktivitas siswa dalam pembelajaran, yaitu: aktivitas aktif: (a) menyelesaikan masalah, (b) membuat catatan, (c) memberikan penjelasan, dengan (d) mengajukan pertanyaan atau meminta bantuan. Sedangkan aktivitas pasif meliputi: (a) membaca (mencari informasi dari buku atau bahan ajar yang lain), dan (b) mendengarkan informasi atau penjelasan. Keterlibatan atau perhatian siswa pada suatu tugas dapat diklasifikasikan menjadi aktivitas dalam tugas (on-task) dan aktivitas luar tugas (off-task). Karena itu, aktivitas aktif dan aktivitas pasif termasuk dalam kelompok aktivitas dalam tugas (on-task), sedangkan aktivitas yang termasuk dalam 85

Transcript of pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik...

Page 1: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama(Perangkat PMR yang Secara Eksplisit

Melibatkan Metakognisi Siswa)

Usman MulbarFMIPA Universitas Negeri Makassar, Jl. Malengkeri Parang Tambung

Makassar, email: [email protected]

Abstact: Aktivitas siswa dalam pembelajaran, yaitu: aktivitas aktif: (a) menyelesaikan masalah, (b) membuat catatan, (c) memberikan penjelasan, dengan (d) mengajukan pertanyaan atau meminta bantuan. Sedangkan aktivitas pasif meliputi: (a) membaca (mencari informasi dari buku atau bahan ajar yang lain), dan (b) mendengarkan informasi atau penjelasan. Keterlibatan atau perhatian siswa pada suatu tugas dapat diklasifikasikan menjadi aktivitas dalam tugas (on-task) dan aktivitas luar tugas (off-task). Karena itu, aktivitas aktif dan aktivitas pasif termasuk dalam kelompok aktivitas dalam tugas (on-task), sedangkan aktivitas yang termasuk dalam kelompok aktivitas luar tugas (off-task) adalah melamun, tidur, berbicara lain, bekerja pada kegitan lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.

Kata kunci: aktivitas, Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), metakognisi

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan

85

Page 2: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

matematika diskrit. Karena itu, untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Menyadari pentingnya penguasaan matematika, maka dalam Undang-Undang RI No. 20 Th. 2003 Tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Karena itu, mata pelajaran matematika yang diberikan bertujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan tersebut, merupakan kompetensi yang diperlukan oleh siswa agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Berkaitan dengan kompetensi matematika yang harus dimiliki oleh siswa, maka dalam pembelajaran matematika haruslah dikaitkan dengan pengalaman kehidupan nyata siswa, sehingga apa yang dipelajarinya menjadi bermakna dan dirasakan sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Soedjadi (2006) menyatakan bahwa mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna. Jika siswa belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka siswa akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika yang dipelajarinya ke dalam situasi kehidupan nyata (Van de Henvel-Panhuizen, 2000). Dengan demikian, pembelajaran matematika di kelas sebaiknya ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari.  Selain itu, siswa perlu dilatih menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki siswa pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lainnya.

Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi matematika adalah Realistic Mathematics Education (RME). RME di Indonesia dikenal dengan nama pendidikan matematika realistik dan secara operasional disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMR mengacu pada pendapat Freudenthal (1991) yang menyatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia.  Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.  Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali

86

Page 3: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

ide dan konsep matematika melalui bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994).  Karena itu, prinsip menemukan kembali ide dan konsep matematika dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses menemukan kembali ide dan konsep matematika menggunakan konsep matematisasi. Upaya tersebut dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik yang dimaksudkan tidak hanya mengacu pada realitas tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000). 

Karena pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah dunia nyata sebagai pangkal tolak pembelajaran, maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horisontal. Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa melalui proses matematisasi horizontal dapat digunakan sebagai inspirasi untuk memahami konsep atau prinsip matematika dalam proses matematisasi vertikal.  Selanjutnya, melalui proses matematisasi horisontal-vertikal, maka siswa diharapkan untuk dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). 

Beberapa tahun terakhir, seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif, khususnya pengetahuan kognitif dan keterampilan kognitif. Akibatnya upaya-upaya untuk memperkenalkan metakognisi dalam pembelajaran matematika kepada siswa sangat kurang atau bahkan cenderung diabaikan.

Oleh karena itu, salah satu aspek dimensi pengetahuan dan keterampilan yang menarik untuk dikaji lebih mendalam, khususnya dalam pembelajaran matematika realistik adalah aspek metakognisi. Schoenfeld (1992) mengemukakan secara lebih spesifik bahwa terdapat tiga cara untuk menjelaskan metakognisi dalam pembelajaran matematika, yaitu: (a) keyakinan dan intuisi, (b) pengetahuan tentang proses berpikir, dan (c) kesadaran-diri (regulasi-diri). Keyakinan dan intuisi menyangkut ide-ide matematika apa saja yang disiapkan untuk menyelesaikan masalah matematika dan bagaimana ide-ide tersebut membentuk jalan/cara untuk menyelesaikan masalah matematika.

87

Page 4: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

Pengetahuan tentang proses berpikir menyangkut seberapa akurat seseorang dalam menyatakan proses berpikirnya. Sedangkan kesadaran-diri atau regulasi-diri menyangkut keakuratan seseorang dalam menjaga dan mengatur apa yang harus dilakukannya ketika menyelesaikan masalah matematika, dan seberapa akurat seseorang menggunakan input dari pengamatannya untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas pemecahan masalah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa metakognisi telah memiliki peranan penting dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognitif siswa dalam belajar dan berpikir, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam PMR menjadi lebih efektif dan efisien.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka tulisan ini mempermasalahkan aktivitas siswa dalam PMR yang secara eksplisit melibatkan metakognisi siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

PEMBAHASAN

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)Beberapa tahun terakhir pencapaian tujuan pendidikan melalui

pembelajaran matematika yang menggunakan matematika sebagai wahana (kendaraan) mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan kurang relevannya pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru dengan karakteristik matematika (Soedjadi, 2000). Pengajaran yang hanya berorientasi pada hasil belajar yang dapat diamati dan diukur (pandangan behavioristik) cenderung merupakan akumulasi dari pengetahuan sebelumnya. Pemberian informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa tanpa mempertimbangkan kebermaknaan, bagaikan tumpukan pengetahuan dimana konsep-konsep matematika yang ada pada struktur kognitif siswa terkesan saling terisolasi. Akibatnya siswa tidak dapat menerapkan konsep-konsep matematika, karena tidak memahami bagaimana menemukan kembali konsep-konsep tersebut, serta sukar untuk mengadaptasikan pengetahuannya terhadap perubahan lingkungannya.

Oleh karena itu, salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang bagaimana menemukan kembali konsep-konsep matematika adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMR menggunakan masalah kontekstual sebagai pangkal tolak pembelajaran, sehingga siswa mempunyai

88

Page 5: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

kesempatan untuk menemukan kembali atau mengkonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal.

Pembelajaran matematika realistik mengacu pada pendapat Freudenthal (1991) yang menyatakan bahwa matematika merupakan aktivitas insani (mathematics as human activity) yang memandang siswa bukan sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi (passive receivers of ready-made mathematics). Namun demikian, siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali matematika di bawah bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994).

Prinsip penemuan kembali tersebut, dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi. Proses penemuan kembali harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata, sehingga matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Selanjutnya de Lange mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang kongkrit, yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika. Karena itu, pada pembelajaran matematika realistik proses pembelajarannya dialihkan pada situasi dunia nyata. Proses pengembangan ide dan konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata inilah yang disebut “matematisasi konseptual” (De Lange, 1996). Secara skematis matematisasi konseptual tersebut disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Matematisasi Konseptual (de Lange, 1996)

89

Matematisasi dan RefleksiMatematisasi

dan Aplikasi

Dunia

Abstraksi dan Formalisasi

Page 6: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

Selanjutnya de Lange (1996) mengasumsikan bahwa pengetahuan merupakan proses transformasi yang secara terus menerus dibentuk dan dibentuk kembali (continously created and recreated), sehingga bukan merupakan entitas bebas untuk dikuasai atau disampaikan. Karena itu, dunia nyata siswa harus disesuaikan secara terus menerus. Sedangkan Freudental (1991) menyatakan bahwa aktivitas pokok yang dilakukan dalam PMR, yaitu: menemukan masalah-masalah/soal-soal kontekstual (looking for problems), menyelesaikan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a subject matter). Hal ini menunjukkan bahwa realitas-realitas yang perlu diorganisir secara matematis dan juga ide-ide matematika yang perlu diorganisir dalam konteks yang lebih luas. Kegiatan pengorganisasian seperti ini disebut matematisasi.

Selanjutnya dalam pembelajaran matematika realistik, peran guru adalah sebagai fasilitator yang memfasilitasi proses belajar, pembimbing atau teman belajar yang lebih berpengalaman yang tahu kapan saatnya memberi bantuan (scaffolding) dan bagaimana caranya membantu, agar proses konstruksi dalam pemikiran siswa dapat berlangsung. Akibatnya, pada proses pembelajaran di dalam kelas, siswa harus aktif menyelesaikan masalah, guru membimbing, membantu, dan mengawasi agar proses belajar berlangsung dengan baik.

Soedjadi (2006) menyatakan bahwa dalam PMR lebih diperhatikan adanya potensi pada diri siswa yang justru harus dikembangkan. Potensi yang ada pada diri siswa akan mempunyài dampak kepada bagaimana guru harus mengelola pembelajaran matematika. Selain itu, juga akan berdampak kepada bagaimana siswa membiasakan melakukan kegiatan yang diharapkan muncul sesuai kemampuan diri yang dimilikinya. Keduanya akan berpengaruh kepada budaya guru dalam “mengajar” dan bagaimana budaya siswa harus “belajar”. Dengan demikian, maka inovasi pendekatan pembelajaran matematika realistik tidak sekedar akan memungkinkan pengubahan peta konsep materi matematika dan hubungannya, namun yang tidak kalah pentingnya adalah akan mengubah budaya kearah yang lebih dinamis namun tetap dalam koridor proses pendidikan. Lebih lanjut Soedjadi menyatakan bahwa dalam PMR diharapkan siswa akan berani mengemukakan pendapatnya serta mampu menerima pendapat orang lain, dan juga mengetahui perlunya negosiasi dalam kehidupan. Sedangkan guru diharapkan agar mengurangi kebiasaannya “menggurui” dan beralih fungsi menjadi “fasilitator” (Soedjadi, 2006).

90

Page 7: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

Berdasarkan kajian yang dikemukakan di atas, maka yang dimaksud dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dalam tulisan ini adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa matematika merupakan suatu aktivitas manusia yang harus dikaitkan dengan kehidupan nyata sehari-hari yang menggunakan konteks dunia nyata sebagai pangkal tolak pembelajaran, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal melalui matematisasi horizontal dan vertikal.

Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh

Flavell pada tahun 1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefinisiannya. Hal ini berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri.

Wellman (1985) menyatakan bahwa:Metacognition is a form of cognition, a second or higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a “person’s cognition about cognition”

Metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri. Selain itu, metakognisi melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kognitifnya (Livingston, 1997; Schoenfeld, 1992; dan Sukarnan, 2005). Dengan demikian, aktivitas kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan metakognisi secara alami (Livingston, 1997).

Moore (2004) menyatakan bahwa metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraiannya yang jelas tentang

91

Page 8: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan-kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi-kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisinya secara efektif. Karena itu, pengetahuan-kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedang regulasi-kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi.

Walaupun secara redaksional pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para pakar sangat beragam, namun pada hakekatnya memberikan penekanan pengertian yang hampir sama, atau bahkan cenderung sama. Oleh karena itu, metakognisi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Sedangkan kesadaran berpikir adalah kesadaran seseorang tentang apa yang diketahuinya, apa yang telah dilakukannya, dan apa yang akan dilakukannya dalam pembelajaran matematika realistik.

Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika realistik dimaknai

sebagai aktivitas fisik maupun mental dalam kegiatan pembelajaran. Leikin & Zaslavsky (1997) menyatakan bahwa aktivitas fisik maupun mental siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: aktivitas aktif dan akitivitas pasif. Selanjutnya Leikin & Zaslavsky menyatakan bahwa dalam pembelajaran setting kooperatif, aktivitas aktif meliputi: (a) menyelesaikan masalah, (b) membuat catatan, (c) memberikan penjelasan, dan (d) mengajukan pertanyaan atau meminta bantuan. Sedangkan aktivitas pasif meliputi: (a) membaca (mencari informasi dari buku atau bahan ajar yang lain), dan (b) mendengarkan informasi atau penjelasan. Selain itu, keterlibatan atau perhatian siswa pada suatu tugas dapat diklasifikasikan menjadi aktivitas dalam tugas (on-task) dan aktivitas luar tugas (off-task). Dengan demikian, aktivitas aktif dan aktivitas pasif termasuk dalam kelompok aktivitas dalam tugas (on-task), sedangkan aktivitas yang termasuk dalam kelompok aktivitas luar tugas (off-task) adalah melamun, tidur, berbicara lain, bekerja pada kegitan lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.

Selanjutnya dalam tulisan ini aktivitas dalam tugas (on-task) diklasifikasikan menjadi aktivitas yang bukan metakognitif dan aktivitas metakognitif. Aktivitas-aktivitas tersebut dibagi ke dalam 2 (dua) indikator, yaitu:

92

Page 9: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

Pertama, Aktivitas dalam tugas (on-task). Indikator aktivitas yang bukan metakognitif: (1) mengikuti dengan cermat penjelasan guru; (2) merespon penjelasan guru baik secara tertulis atau secara lisan melalui pertanyaan terhadap aspek yang belum dipahami; (3) memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru.

Indikator aktivitas metakognitif: (1) menerapkan pengetahuan matematika (fakta, konsep, operasi, dan prinsip) yang dimilikinya baik melalui pertanyaan, memberi saran, menanggapi/ memberi komentar baik sebelum menyelesaikan masalah kontekstual, sedang menyelesaikan masalah kontekstual, atau setelah menyelesaikan masalah kontekstual di Lembar Kegitan Siswa (LKS); (2) menerapkan keterampilan prediksi, yaitu: a) menyelesaikan masalah kontekstual dengan cepat apabila masalah kontekstual itu mudah atau sebaliknya, b) menyelesaikan masalah kontekstual sesuai dengan waktu yang diberikan, c) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); (3) menerapkan keterampilan perencanaan: a) membaca masalah kontekstual, bertanya kepada teman/guru, menunjuk-kan kegiatan berpikir, atau melakukan kegiatan lain pada saat pertama kali melihat masalah kontekstual; b) membaca masalah kontekstual, bertanya kepada teman/guru, menunjuk-kan kegiatan berpikir, atau melakukan kegiatan lain pada saat terdapat masalah kontekstual yang belum ia pahami; c) membaca masalah kontekstual, bertanya kepada teman/guru, menunjuk-kan kegiatan berpikir, atau melakukan kegiatan lain pada saat menyelesaikan masalah kontekstual.

Menerapkan keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi dengan menelusuri kembali hasil penyelesaian masalah kontekstual yang telah ia selesaikan, baik dilakukan sendiri atau melalui diskusi kelompok/diskusi kelas dengan memberi komentar, memperhatikan pekerjaan teman, dan sebagainya.

Kedua, Aktivitas luar tugas (off-task). Melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran. Misalnya tidak memperhatikan penjelasan guru atau melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan kegiatan pembelajaran (ngantuk, tidur, ngobrol, melamun, dsb).

Aktivitas-aktivitas siswa tersebut di atas, digunakan untuk memandu pengamat melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika realistik. Dengan demikian, yang dimaksud dengan aktivitas siswa dalam PMR adalah keterlibatan atau perhatian siswa pada suatu tugas yang ditunjukkan oleh jumlah frekuensi

93

Page 10: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

aktivitas siswa di dalam tugas (on-task) dan aktivitas siswa di luar tugas (off-task) yang dilakukannya dalam pembelajaran matematika realistik.

Pelaksanaan Uji-coba

Pelaksanaan uji-coba dilakukan dengan menggunakan metode survey secara langsung melalui pelaksanaan pembelajaran matematika realistik di kelas. Pembelajaran dilakukan terbatas pada materi aritmetika sosial dan perbandingan dengan perangkat pembelajaran terbatas, yaitu: rencana pelaksanaan pembelajaran, buku petunjuk guru, buku siswa, lembar kegiatan siswa, dan tes hasil belajar matematika.

Data aktivitas siswa diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika realistik. Sedangkan kriteria aktivitas siswa dikatakan efektif, apabila persentase seluruh indikator aktivitas siswa dalam tugas (on-task) dan aktivitas siswa luar tugas (off-task) memenuhi batas kriteria waktu ideal yang ditelah ditetapkan dengan toleransi sebesar 5%. Sedangkan kriteria waktu ideal aktivitas siswa untuk setiap indikator aktivitasnya dalam PMR meruju pada waktu yang telah ditetapkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

PENUTUP

Persentase dan rata-rata persentase waktu yang digunakan untuk masing-masing indikator aktivitas siswa untuk setiap pertemuan adalah sebagai berikut:

94

Page 11: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

Tabel 1.Persentase Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika Realistik untuk Masing-Masing Indikator

No. Kategori Pengamatan

Persentase Aktivitas dalam PMRPertemuan ke … Rata-

RataRPP-I RPP-II RPP-III RPP-IV RPP-V RPP-VI

Aktivitas yang bukan metakognitif

1. Mengikuti dengan cermat penjelasan guru. 11,67 12,50 13,33 10,83 8,33 10,00 11,11

2. Merespon penjelasan guru baik secara tertulis atau secara lisan. 10,83 8,33 11,67 9,17 10,00 10,00 10,00

3. Memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru. 8,33 10,83 8,33 10,00 7,50 5,83 8,47

4.

Melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran. Misalnya tidak memperhatikan penjelasan guru, atau melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan kegiatan pembelajaran (ngantuk, tidur, ngobrol, melamun, dsb).

5,83 3,33 2,50 1,67 4,17 3,33 3,47

Aktivitas metakognitif

5.Menerapkan pengetahuan matematika (fakta, konsep, operasi, dan prinsip) yang dimilikinya (pengetahuan metakognitif)

18,33 15,00 16,67 15,83 19,17 13,33 16,39

6. Menerapkan keterampilan prediksi (keterampilan metakognitif) 2,50 4,17 3,33 7,50 8,33 6,67 5,42

7. Menerapkan keterampilan perencanaan (keterampilan metakognitif) 39,17 40,83 43,33 38,33 36,67 43,33 40,28

8.Menerapkan keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi (keterampilan metakognitif)

3,33 4,17 0,83 6,67 5,83 7,50 4,72

Berdasarkan Tabel 2, dapat dikemukakan bahwa dari 8 (delapan) indikator aktivitas siswa dalam PMR terdapat 1 (satu) indikator aktivitas siswa yang belum memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan. Indikator tersebut, yaitu: menerapkan keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi dalam PMR (4,72%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa belum melakukan kegiatan keterampilan monitoring (pengawasan terhadap strategi kognitifnya dan strategi metakognitifnya) dan keterampilan evaluasi (penelusuran kembali hasil penyelesaian masalah kontekstual yang telah ia selesaikan) dalam PMR.

Selanjutnya indikator aktivitas siswa yang telah memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan dalam PMR, yaitu: Indikator aktivitas yang bukan metakognif: a) mengikuti dengan cermat penjelasan guru

95

Page 12: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

(11,11%); b) merespon penjelasan guru, baik secara tertulis atau secara lisan (10,00%); c) memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru (8,47%); d) melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran (3,47%). Indikator aktivitas metakognitif: a) menerapkan pengetahuan matematika (fakta, konsep, operasi, dan prinsip) yang dimilikinya dalam PMR (16,39%); b) menerapkan keterampilan prediksi (5,42%); c) menerapkan keterampilan perencanaan (40,28%).

Namun bila dicermati indikator aktivitas siswa untuk setiap pertemuan diperoleh hasil sebagai berikut. Pertama, indikator aktivitas siswa pada pertemuan pertama (RPP-I) yang telah memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, yaitu: a) mengikuti dengan cermat penjelasan guru (11,67%); b) merespon penjelasan guru, baik secara tertulis atau secara lisan (10,83%); c) memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru (8,33%); d) menerapkan pengetahuan matematika (fakta, konsep, operasi, dan prinsip) yang dimilikinya dalam PMR (18,33%); e) menerapkan keterampilan perencanaan (39,17%).

Sedangkan indikator aktivitas siswa yang belum memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, yaitu: (a) melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran (5,83%). Ini berarti rata-rata persentase aktivitas siswa melakukan kegiatan yang tidak berkaitan dengan pembelajaran (ngantuk, tidur, ngobrol, melamun, dsb). lebih besar dari waktu ideal yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa suasana pembelajaran pada saat itu agak ribut, namun masih dalam batas-batas kewajaran, artinya belum mengganggu pembelajaran secara keseluruhan; (b) menerapkan keterampilan prediksi dalam PMR (2,50%). Ini berarti rata-rata persentase siswa menerapkan keterampilan prediksi untuk menyelesaikan masalah kontekstual lebih kecil dari kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual belum menerapkan keterampilan prediksi tentang lamanya waktu yang ia gunakan untuk menyelesaikan suatu masalah kontekstual. Walaupun hasil pekerjaan siswa di LKS tetap dituliskan waktu yang ia butuhkan dalam menyelesaikan masalah kontekstual, namun berdasarkan catatan pengamat sebagian siswa menuliskan waktu tersebut setelah ia menyelesaikan masalah kontekstual; (c) menerapkan keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi dalam PMR (3,33%). Rata-rata persentase siswa menerapkan keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi lebih kecil dari kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum menerapkan kegiatan: (1) pengawasan terhadap strategi

96

Page 13: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

kognitifnya dan strategi metakognitifnya dalam PMR; dan (2) menelusuri kembali hasil penyelesaian masalah kontekstual yang telah diselesaikannya dalam PMR.

Selanjutnya berdasarkan catatan peneliti/pengamat selama kegiatan PMR pada pertemuan pertama (RPP-I), diperoleh beberapa hal sebagai berikut: (a) guru belum menjelaskan petunjuk penyelesaian masalah kontekstual (khususnya yang berkaitan dengan metakognitif). Akibatnya persentase aktivitas siswa yang berkaitan dengan keterampilan prediksi, monitoring, dan evaluasi belum memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan; (b) guru belum mengarahkan siswa secara keseluruhan untuk memahami dan menemukan jawaban masalah kontekstual dengan memberi bantuan terbatas, namun bantuan yang diberikan hanya bersifat perseorangan kepada siswa yang berkemampuan tinggi; (c) diskusi kelompok belum berjalan secara optimal, karena siswa cederung menyelesaikan masalah kontekstual secara individu. Akibatnya siswa yang berkemampuan sedang dan rendah cenderung melakukan kegiatan di luar tugas (off-task) yang sifatnya mengganggu teman lainnya.

Kedua, indikator aktivitas siswa pada pertemuan kedua (RPP-II) yang telah memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, yaitu: a) mengikuti dengan cermat penjelasan guru (12,50%); b) merespon penjelasan guru, baik secara tertulis atau secara lisan (8,33%); c) melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran (3,33%); d) menerapkan pengetahuan matematika (fakta, konsep, operasi, dan prinsip) yang dimilikinya dalam PMR (15,00%); e) menerapkan keterampilan perencanaan (40,83%).

Sedangkan indikator aktivitas siswa yang belum memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, yaitu: a) memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru dalam PMR (10,83%). Persentase siswa untuk memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru lebih besar dari kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa guru dan siswa masih cenderung menggunakan pola pembelajaran yang dilakukan selama ini; b) menerapkan keterampilan prediksi dalam PMR (4,17%). Walaupun indikator tersebut belum memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, namun persentase siswa untuk melakukan prediksi lebih baik dari pertemuan pertama (RPP-I); c) menerapkan keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi dalam PMR (4,17%). Walaupun indikator tersebut belum memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, namun persentase siswa untuk

97

Page 14: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

melakukan keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi lebih baik dari pertemuan pertama (RPPI).

Ketiga, berdasarkan hasil pengamatan peneliti/pengamat setelah selesai pertemuan ketiga (RPP-III), diperoleh beberapa catatan bahwa sebagian besar siswa belum memahami petunjuk penyelesaian masalah kontekstual yang terdapat di buku siswa. Karena itu, peneliti menyarankan kepada guru agar dalam pembelajaran berikutnya, memberikan penjelasan terhadap petunjuk penyelesaian masalah kontekstual yang terdapat di buku siswa (dengan tetap mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang terdapat di RPP) sebelum membagikan LKS kepada siswa. Akibat langkah tersebut, untuk pertemuan keempat, kelima, dan keenam semua indikator aktivitas siswa telah memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa persentase aktivitas yang bukan metakognitif dan persentase aktivitas metakognitif siswa dalam PMR telah memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan. Ini berarti aktivitas siswa untuk pertemuan keempat (RPP-IV) sampai dengan pertemuan keenam (RPP-VI) telah efektif.

KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika realistik belum efektif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat indikator aktivitas siswa yang belum memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, yaitu: indikator keterampilan monitoring dan keterampilan evaluasi. Sedangkan indikator aktivitas siswa yang telah memenuhi kriteria waktu ideal yang telah ditetapkan, yaitu: a) siswa mengikuti dengan cermat penjelasan guru dalam PMR, b) siswa merespon penjelasan guru baik secara tertulis atau secara lisan, c) siswa melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran. Misalnya tidak memperhatikan penjelasan guru atau melakukan aktivitas lain yang tidak berkaitan dengan kegiatan pembelajaran (ngantuk, tidur, melamun, dan sebagainya), c) siswa menerapkan pengetahuan matematika (fakta, konsep, operasi, dan prinsip) yang dimilikinya dalam PMR, d) siswa menerapkan keterampilan prediksi dalam PMR, e) siswa menerapkan keterampilan perencanaan dalam PMR.

98

Page 15: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

DAFTAR RUJUKAN

Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. http:/www.puskur.net/

Depdiknas. 2003. Undang-Undang RI No. 20 tentang Sisdiknas. http:/www. diknas.org/

De Lange, J. 1996. Using and Applying Mathematics in Educationan. In. A. J. Bishop et al (Eds.) International Handbook of Mathematics Education. Kluwer, Academic Publisher. The Netherlands.

Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. http://www.fi.ruu.nl/

Gravemeijer. 1994. Developing Realistics Mathematics Education. Freudenthal Institute. Utrecht

Leiken, Roza, Zaslavsky. 1997. Facilitating Student Interaction in Mathematics in a Cooperative Learning Setting. Journal for Research in Mathematics Education. Volume 28, Number 3, May 1997, p. 331-354. USA: NCTM, Inc

Livingston, J. 1997. Metacognition: An overview. Retrieved Sept. 23, 2005 from http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm

Moore, K.C. 2004. Constructivism & Metacognition. http://www.tier1. performance.com/Articles/constructivism.pdf

Slettenhaar. 2000. Adapting Realistic Mathematics Education in the Indonesian Context. Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konferensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Soedjadi. 2000. Nuansa Kurikulum Matematika Sekolah di Indonesia. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konperensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000)

Soedjadi, R. 2001. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Seminar Nasional. FMIPA Unesa Surabaya.

Soedjadi, R. 2006. Dasar-Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Makalah yang disajikan pada kegiatan workshop di LPMP Surabaya.

99

Page 16: pangkepbermutu.files.wordpress.com … · Web viewAktivitas dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama (Perangkat PMR yang Secara Eksplisit Melibatkan Metakognisi

Shoenfeld, A.H. 1992. Learning To Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and Sense-Making in Mathematics. Handbook for Research on Mathematics Teaching and Learning (D. Grouws, Ed.). New York: MacMillan. http://myschoolnet.ppk.kpm.my/bcb8.pdf.

Sukarnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.Treffers. 1991. Didactical Background of a Mathematics Program for

Primary Education. dalam Realistic Mathematics Education in Primary School. Freudenthal Institute. Utrecht-University

Van den Heuvel-Panhuizen. 2000. Mathematics Education in the Netherlands a Guided Tour. http://www.fi.uu.nl/en/indexpulicaties.html.

Wellman, H. 1985. The Origins of Metacognition. In D.L.Forrest-Pressley, G.E.MacKinnon, and T.G. Waller (eds.), Metacognition, Cognition, and Human Performance, volume 1 – Theoretical Perspectives, chapter 1. Academic Press, Inc.

100