digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

161
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012 Skripsi Disusun Oleh : Siti Khoimah K5408050 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

Page 1: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN

KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI

TAHUN 2012

Skripsi

Disusun Oleh :

Siti Khoimah

K5408050

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN

KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI

TAHUN 2012

Oleh :

Siti Khoimah

K5408050

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 3: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, Mei 2012

Page 4: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari : Rabu

Tanggal : 9 Mei 2012

Page 5: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Siti Khoimah. TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI

LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN

KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012. Skripsi. Surakarta :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

April. 2012

Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mengetahui tingkat kekritisan lahan

Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012. (2) Mengetahui arahan rehabilitasi

lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial menggunakan Sistem

Informasi Geografis (SIG) untuk mencari hubungan secara keruangan antara

variabel yang telah ditetapkan dengan satuan lahan sebagai satuan analisis.

Populasi penelitian adalah seluruh unit satuan lahan di Daerah Aliran Sungai

Walikan yaitu sebanyak 49 satuan lahan. Sampel tanah diambil dengan cara

purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi,

dan wawancara. Teknik analisis data untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan

adalah dengan skoring dan pembobotan dengan output berupa Peta Tingkat

Kekritisan Lahan dan untuk mengetahui arahan rehabilitasi lahan dilakukan

dengan menggunakan pedoman Departemen Kehutanan (2009) dengan

modifikasi, dengan output berupa Peta Arahan Rehabilitasi Lahan.

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Tingkat kekritisan

lahan terdiri dari : (a) sangat kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 69,50 Ha

(3,76 %) dan budidaya seluas 156,107 Ha (4,16 %) sehingga luas total 225,616

Ha (4 %); (b) kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 67,93 Ha (3,68 %) dan

budidaya 933,47 Ha (24,86 %) sehingga luas total 1.001,394 Ha (18 %); (c) agak

kitis, pada kawasan fungsi lindung seluas 1.104,41 Ha (59,86 %) dan budidaya

1.989,08 Ha (52,98 %) sehingga luas total 3.093,494 Ha (55 %); (d) potensial

kritis, pada fungsi lindung seluas 603,13 Ha (32,7 %) dan budidaya 676 Ha (18

%) sehingga luas total 1.279,13 Ha (23 %) dari total luas lahan lokasi penelitian 2)

Terdapat 19 kelompok arahan rehabilitasi yang disarankan berdasarkan tingkat

kekritisan lahannya, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng, fungsi

kawasan dan penggunaan lahan dengan arahan rehabilitasi secara vegetatif dengan

penanaman tanaman sebagai pencegah dan mengendalikan erosi, pemberian

mulsa sebagai pelindung tanah, sumber hara dan penambah bahan organik,

penghutanan kembali, silvopasture dan sistem agroforestry. Secara teknik

diarahkan untuk mengendalikan dan memperkecil laju aliran permukaan dengan

pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan, rorak, dan

barisan sisa tanaman.

Kata Kunci : Analisis Spasial, Satuan Lahan, Fungsi Kawasan, Tingkat

Kekritisan Lahan, Arahan Rehabilitasi Lahan

Page 6: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Siti Khoimah. THE CRITICAL LEVEL AND REHABILITATION

DIRECTIONS LAND WALIKAN WATERSHED DISTRICT KARANGANYAR

AND WONOGIRI YEAR 2012. Thesis.Surakarta: Faculty of Teacher Training

and Education. Sebelas Maret University of Surakarta. April. 2012 The purposes of this research are (1) Knowing the critical level of land

Walikan Watershed year 2012. (2) Knowing the direction of rehabilitation in the

Walikan Watershed year 2012. This research employs spatial analysis method by utilizing Geographic

Information System (GIS) to look for the spatial relationship between the

variables assigned and the united land as the unit of analysis. The population

study is the entire unit of land in the Walikan Watershed amount 49 units of land.

The techniques of collecting data are observation, documentation, and

interviews. The data are analyzed in order to find out the critical level of the land

by scoring and weighting with the output which results Land Criticality Level

Map. Moreover, it is to know the direction of rehabilitation land carried out by

using the instructions from the Ministry of Forestry (2009) with modifications, in

the form of land conservation table technique embodied in the vegetative and soil

conservation techniques with the direction of land-use activities based on each

unit of output in the form of land with the Referral Map of Rehabilitation Land.

Based on the research it can be concluded that: 1) The criticality level of

the land consists of: (a) very critical, in the area of protection forest width 69.50

ha (3.76%) and the cultivation area width 156.107 ha (4.16%) so that the total

land of very critical area is 225.616 ha (4%), (b) critical, in the area of protection

forest width 67.93 ha (3.68%) and cultivated width 933.47 ha (24.86%) so that

the total land of very critical area is 1001.394 ha (18%); (c) rather critical, in the

area of protected forest covering 1104.41 ha (59.86%) and cultivation covering

1989.08 ha (52.98%) so that the total area is 3093.494 ha (55%), (d) potential to

be critical, in the area of protected forest 603.13 ha (32.7%) and cultivation 676

ha (18%) so that the total area of 1279.13 ha (23%) of the total land area of

research site; 2) There are 19 groups based on the recommended rehabilitation

referrals the critical level of the land, erosion hazard level, slope classes,

functions of area and land use with the direction of rehabilitation vegetatively by

cover crooping for the prevention and erosion control, giving mulching as a

protector of the land, sources of nutrients and increasing organic matter,

reforestation, silvopasture and agroforestry systems. Techniquely it is aimed to

control and reduce the flow rate of the surface with teracce, waterway, drop

structure, silt pit, dan trash line.

Keywords: Spatial Analysis Unit, Land, Function Area, Criticality Level Land,

Land Rehabilitation Referrals

Page 7: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Modal utama untuk meraih kesuksesan adalah diri kita sendiri,

bukan banyaknya modal materi

(Mario Teguh)

Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan

Sekali layar terkembang pantang surut ke pantai

(Anonim)

Hidup hanya sekali maka jangan sia-siakan waktu yang singkat ini

(Penulis)

Page 8: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Bapak dan Ibu atas kasih sayang, limpahan do’a, dan motivasi

Adik-adikku

Sahabat Geografi ‘08

Almamater

Page 9: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapat

gelar Sarjana Pendidikan. Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima

kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah

memberikan izin penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Syaiful Bakhri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi.

3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., Ketua Program Pendidikan

Geografi yang telah memberikan izin penulisan skripsi.

4. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si., Pembimbing I yang sabar memberikan

bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan lancar.

5. Bapak Drs.Ahmad, M.Si., Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Rahning Utomowati, S.Si, M.Sc., Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan dan motivasi selama menjadi mahasiswa di Program

Studi Pendidikan Geografi FKIP UNS.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Geografi yang secara tulus

memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.

8. Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan

motivasi moril maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan (Lilis, Ana, Dayat, Probo, Yosef dan Desta)

atas semua bantuan, kerja sama dan motivasi selama penyusunan skripsi

ini.

Page 10: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

10. Sahabat Geo’08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan memberi warna selama menjadi mahasiswa dan dalam

penyusunan skripsi ini.

11. Keluarga keduaku wisma Al-ashr dan An-naura yang menemani hari-hari

penulis dalam menyusun skripsi ini.

12. Rekan relawan LAZIS UNS yang telah memberi pelajaran tentang

indahnya berbagi dalam kebersamaan dan selalu memberikan motivasi

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi

para pembaca.

Surakarta, Mei 2012

Penulis

Page 11: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. i

PENGAJUAN SKRIPSI ................................................................................. ii

PERSETUJUAN .............................................................................................. iii

PENGESAHAN ............................................................................................... iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

MOTTO ........................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii

DAFTAR PETA .............................................................................................. xix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .............................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 7

A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 7

1. Lahan Kritis .................................................................................... 7

a. Pengertian Lahan Kritis ............................................................ 7

b. Parameter Lahan Kritis ............................................................. 9

c. Tingkat Kekritisan Lahan ......................................................... 12

2. Rehabilitasi Lahan .......................................................................... 14

a. Metode Vegetatif ...................................................................... 15

b. Metode Mekanik ....................................................................... 20

c. Metode Kimia ........................................................................... 27

B. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 30

C. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 33

Page 12: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 35

B. Metode Penelitian ................................................................................. 35

C. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 36

D. Populasi dan Teknik Sampling ............................................................. 36

1. Populasi ........................................................................................... 36

2. Teknik Sampling ............................................................................. 39

E. Sumber Data .......................................................................................... 41

1. Data Primer ..................................................................................... 41

2. Data Sekunder ................................................................................. 41

F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 42

1. Observasi Lapangan ........................................................................ 42

2. Analisis Dokumentasi ..................................................................... 42

3. Wawancara ...................................................................................... 43

G. Teknik Analisis Data ............................................................................. 43

1. Tingkat Kekritisan Lahan ............................................................... 43

a. Penentuan Fungsi Kawasan ...................................................... 44

b. Penentuan Parameter Lahan Kritis ............................................ 47

c. Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan ........................................ 49

2. Arahan Rehabilitasi Lahan .............................................................. 51

H. Prosedur Penelitian ............................................................................... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 55

A. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian ............................................................ 55

1. Letak, Batas dan Luas ..................................................................... 55

2. Iklim ................................................................................................ 58

a. Temperatur ................................................................................ 58

b. Curah Hujan .............................................................................. 59

3. Fisiografi Wilayah .......................................................................... 61

4. Geologi ............................................................................................ 62

5. Geomorfologi .................................................................................. 65

a. Morfografi ................................................................................. 65

Page 13: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

b. Morfogenesa ............................................................................. 68

c. Morfokronologi ......................................................................... 71

d. Morfometri ................................................................................ 71

6. Tanah ............................................................................................... 73

7. Hidrologi .......................................................................................... 78

a. Pola Aliran ................................................................................ 78

b. Bentuk DAS .............................................................................. 78

c. Alur Sungai ............................................................................... 80

d. Morfometri DAS ....................................................................... 80

1. Luas DAS ............................................................................ 81

2. Gradien Sungai .................................................................... 81

3. Orde Sungai ........................................................................ 82

4. Kerapatan Sungai (Drainage Density) ................................ 82

8. Penggunaan Lahan .......................................................................... 85

9. Keadaan Penduduk .......................................................................... 88

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ......................................................... 89

1. Tingkat Kekritisan Lahan ............................................................... 91

a. Fungsi Kawasan ........................................................................ 93

b. Parameter Lahan Kritis ............................................................. 93

1) Erosi Permukaan ................................................................. 94

2) Tutupan Vegetasi ................................................................ 97

3) Tindakan Konservasi .......................................................... 99

4) Kelas Kemiringan Lereng ................................................... 104

5) Produktivitas Lahan ............................................................ 105

6) Keadaan Batuan .................................................................. 107

c. Tingkat Kekritisan Lahan ......................................................... 109

1) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Lindung . 109

a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis ....................... 111

b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis ................................... 112

c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis .......................... 113

d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis .................... 114

Page 14: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

2) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya 114

a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis ....................... 116

b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis ................................... 116

c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis .......................... 117

d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis .................... 118

2. Arahan Rehabilitasi Lahan ............................................................... 121

a. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Sangat Kritis ......................... 121

b. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Kritis ..................................... 124

c. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Agak Kritis ........................... 128

d. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Potensial Kritis ..................... 132

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................................ 138

1. Simpulan ............................................................................................... 138

2. Implikasi ............................................................................................... 139

3. Saran ..................................................................................................... 139

Daftar Pustaka ................................................................................................ 141

Lampiran ......................................................................................................... 144

Page 15: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Konservasi Tanah Metode Vegetatif ........................................................... 28

2. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik .................................................... 29

3. Perbandingan penelitian sebelumnya dengan Penelitian yang dilakukan ... 32

4. Rancangan Waktu Penelitian ...................................................................... 35

5. Klasifikasi dan Nilai Skor Kemiringan Lereng ......................................... 44

6. Klasifikasi dan Nilai Skor Jenis Tanah ................................................... 44

7. Klasifikasi dan Skor Intensitas Curah Hujan Harian Rata-rata ................ 45

8. Kriteria Lahan Kritis Setiap Kawasan ........................................................ 50

9. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan ........................................................ 51

10. Pembagian Administrasi DAS Walikan ...................................................... 56

11. Rerata Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011 . 60

12. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson .................................... 61

13. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap

Stasiun Pengamatan .................................................................................... 61

14. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan DAS Walikan ............................. 86

15. Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011 ............................................ 88

16. Karakteristik dan Kualitas Lahan Lokasi Penelitian .................................. 90

17. Fungsi Kawasan Setiap Satuan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2012 ... 91

18. Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun 2012 ...... 95

19. Persentase dan Kelas Tutupan vegetasi Setiap Satuan Lahan pada

Kawasan Fungsi Lindung ........................................................................... 97

20. Perbandingan Persentase Luas Kelas Tutupan Vegetasi Pada Kawasan

Fungsi Lindung ........................................................................................... 99

21. Luas dan Persentase Kelas Konservasi Lahan ............................................ 99

22. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik

Pada Kawasan Fungsi Lindung ................................................................... 100

23. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik

Pada Kawasan Fungsi Budidaya ................................................................. 101

24. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Lindung .................... 102

Page 16: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

25. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Budidaya .................. 103

26. Kelas Produktivitas Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya Setiap

Satuan Lahan ............................................................................................... 106

27. Kelas Keadaan Batuan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi

Budidaya ..................................................................................................... 108

28. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung

Tahun 2012 .................................................................................................. 110

29. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya

Tahun 2012 ................................................................................................. 115

30. Arahan Rehabilitasi Setiap Satuan Lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ... 135

Page 17: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Pertanaman Dalam Strip Mulsa Batang Jagung ....................................... 16

2. Aplikasi Mulsa pada Pertanaman Jagung (Kiri) dan Mulsa Batang

Jagung (Kanan) ........................................................................................ 16

3. Tanaman Penutup Tanah jenis Mucuna sp .............................................. 17

4. Sistem Wanatani (Agroforestry) .............................................................. 19

5. Sistem Tumpangsari Kacang Tanah dengan Singkong (kanan)

dan Tumpangsari Kacang Tanah dengan Pepaya .................................... 19

6. Sistem Silvopasture .................................................................................. 20

7. Penanaman Menurut Garis Kontur .......................................................... 21

8. Tipe Teras Bangku ................................................................................... 22

9. Teras Datar ............................................................................................... 22

10. Teras Gulud .............................................................................................. 23

11. Teras Kredit ............................................................................................. 24

12. Teras Individu .......................................................................................... 24

13. Guludan .................................................................................................... 25

14. Guludan Bersaluran Disertai Rumput Penguat ........................................ 25

15. Saluran Pembuangan Air (SPA) .............................................................. 26

16. Bangunan Terjunan Permanen (Kiri) dan Terbuat dari Bambu (Kanan) . 27

17. Rorak ........................................................................................................ 27

18. Diagram Alir Kerangka Pemikiran .......................................................... 34

19. Contoh Pembacaan Satuan Lahan ............................................................ 37

20. Contoh Pembacaan Arahan Rehabilitasi Lahan ....................................... 52

21. Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 54

22. Letak Fisiografis DAS Walikan ............................................................... 62

23. Bentuklahan Perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo ................................. 65

24. Bukit Terdenudasi Akibat Pertambangan di Desa Wonorejo .................. 66

25. Erosi Lembar (Kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan

Wonogiri dan Erosi Parit (Kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso ...... 69

26. Longsoran Rotasi di Desa Wonorejo (Kiri) dan Desa Jatiyoso (Kanan) .. 70

Page 18: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

27. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri ................ 70

28. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro,

Kecamatan Jatipuro .................................................................................. 74

29. Profil Tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan di

Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri ................ 75

30. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso,

Kabupaten Karanganyar ........................................................................... 76

31. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan ........................................... 78

32. Klasifikasi Bentuk DAS ........................................................................... 79

33. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa

Manjung, Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu

Sungai Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso (Kanan) ............................ 80

34. Penentuan Orde Sungai DAS Walikan .................................................... 84

35. Diagram Lingkaran Persentase Luas Penggunaan Lahan DAS Walikan 86

36. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan)

dan LaCm-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo dan Wonokeling ........ 111

37. Lahan Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kiri) dan

KAcAck-Qvjl-IV-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ................................... 112

38. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-II-Tg (Kiri)

dan KAcAck-Qvjl-IV-Sb (Kanan) di Desa Wonokeling dan Beruk ....... 113

39. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan AlMcm-Qlla-II-Kbn (Kiri)

dan KAcAck-Qvjl-IV-Kbn (Kanan) di Desa Giriwarno dan Beruk ........ 114

40. Lahan Sangat Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qlla-III-Tg di Desa

Jatiyoso .................................................................................................... 116

41. Lahan Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (Kiri) dan

LaCm-Qlla-III-Pmk (Kanan) di Desa Wonorejo dan Jatiyoso ................ 117

42. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Sw (Kiri) dan

KAcAck-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Jatisobo dan Wonorejo ................. 118

43. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-II-Sw (Kiri) dan

LaCm-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ........................................... 119

44. Diagram Persentase Luas Tingkat Kekritisan Lahan DAS Walikan ...... 119

Page 19: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

DAFTAR PETA

Peta

1. Satuan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri

Tahun 2012 ................................................................................................ 38

2. Lokasi Titik Pengamatan dan Pengambilan Sampel Tanah ...................... 40

3. Administrasi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri

Tahun 2012 ................................................................................................ 57

4. Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun

2012 ............................................................................................................ 64

5. Ketinggian Tempat DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan

Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................

6. Kemiringan Lereng DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan

Wonogiri Tahun 2012 ............................................................................... 72

7. Tanah DAS DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri

Tahun 2012 ................................................................................................ 77

8. Penggunaan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan

Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................ 87

9. Tingkat Kekritisan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar

dan Wonogiri Tahun 2012 ......................................................................... 120

10. Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar

dan Wonogiri Tahun 2012 ......................................................................... 137

Page 20: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Tabel Data Curah Hujan dan Hari Hujan di Stasiun Pengamatan .............. 145

2. Tabel Parameter Fungsi Kawasan DAS Walikan Tahun 2012 ................... 148

3. Tabel Perhitungan Skor dan Pembobotan Fungsi Kawasan DAS

Walikan Tahun 2012 ................................................................................... 149

4. Tabel Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Penggunaan Lahan DAS

Walikan Tahun 2012 ................................................................................... 150

5. Tabel Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan (R) ......................................... 151

6. Tabel Indeks Erosivitas Hujan Setiap Satuan Lahan .................................. 152

7. Tabel Indeks Erodibilitas Tanah Setiap Satuan Lahan .............................. 153

8. Tabel Indeks Faktor Lereng (LS) Setiap Satuan Lahan .............................. 154

9. Tabel Indeks Pengelolaan Tanaman (C) Tindakan Konservasi Lahan

(P) Setiap Satuan Lahan .............................................................................. 155

10. Tabel Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun

2012 ............................................................................................................. 156

11. Tabel Tabulasi Data Produktivitas Lahan ................................................... 158

12. Tabel Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Lindung .................. 159

13. Tabel Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya ................. 160

14. Tabel Kelas Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Lindung ........ 161

15. Tabel Kelas Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya ....... 162

16. Tabel Perhitungan Skoring dan Pembobotan Parameter Lahan Kritis

pada Kawasan Fungsi Lindung ................................................................... 163

17. Tabel Perhitungan Skoring dan Pembobotan Parameter Lahan Kritis

pada Kawasan Fungsi Budidaya ................................................................. 164

18. Kriteria Penilaian Kelas Konservasi Lahan ................................................ 165

19. Tabel Nilai C (Pengelolaan Tanaman) ........................................................ 168

20. Tabel Nilai P (Tindakan Konservasi) .......................................................... 169

21. Daftar Isian Lapangan ................................................................................. 170

22. Tabel Quesioner Produktivitas Lahan ......................................................... 172

23. Hasil Analisis Kimia dan Fisika Tanah ....................................................... 173

Page 21: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxi

24. Surat Keputusan Dekan FKIP ..................................................................... 174

25. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ................................................. 175

26. Surat Permohonan Izin Research/Try Out .................................................. 176

27. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS

Kabupaten Karanganyar .............................................................................. 177

28. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA

Kabupaten Karanganyar .............................................................................. 178

29. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS

Kabupaten Wonogiri ................................................................................... 179

30. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA

Kabupaten Wonogiri ................................................................................... 180

31. Surat Rekomendasi Research/Survey ......................................................... 181

32. Surat Tidak Keberatan (STB) ..................................................................... 182

Page 22: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumberdaya

alamnya yang melimpah. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang

terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara

dan ruang, mineral, panas dan gas bumi, angin, pasang surut atau arus laut

(Soerjani, 1987 : 13). Sumberdaya alam bisa terdapat dimana saja seperti di dalam

air, tanah, udara terdiri dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui

(renewable) dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable).

Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai salah satu modal dasar pembangunan

nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian,

keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal sehingga dapat memberikan

manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang (Departemen Kehutanan,

2009 : 1).

Sumberdaya alam yang penting dalam kegiatan pembangunan salah

satunya adalah sumberdaya lahan.

Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik

unik, yakni (1) sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat

proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil;

(2) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.)

dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang

cenderung spesifik (Dardak, 2005 : 1).

oleh karena itu agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus

berkembang seperti sekarang ini, lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan dan

dikelola dengan kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya.

Menurut Departemen Pertanian (2009 : 9) menyebutkan bahwa ”lahan

adalah bagian daratan dan permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang

meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya

seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami

maupun akibat pengaruh manusia”. Pengertian lahan menurut FAO dalam Arsyad

1

Page 23: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

(1989 : 207) adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap

penggunaan lahan, termasuk kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti

hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, serta hasil yang merugikan seperti

tanah yang tersalinasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air, tanah,

vegetasi dan iklim, merupakan bagian dari lahan.

Kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan meningkat dengan sangat

cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, kegiatan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan

pemanfaatan dan perubahan penggunaan lahan khususnya pada kawasan fungsi

lindung, serta penggunaan atau pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan

kaidah-kaidah konservasi.

Salah satu permasalahan lahan saat ini adalah pemanfaatan lahan yang

kurang memperhatikan daya dukung lingkungannya yaitu kemampuan lingkungan

untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat

dari ketersediaan sumberdaya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan-

kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif

yang ditimbulkan (Dardak, 2005 : 2). Daya dukung lingkungan yang terlampaui

akan berdampak pada terjadinya degradasi lahan sehingga menurunkan kualitas

fisik lahan dan pada akhirnya akan menjadi lahan kritis.

Perilaku masyarakat yang belum mendukung konservasi seperti illegal

loging dan penyerobotan lahan hutan untuk ditanami akan menyebabkan

deforestasi yang memicu terjadinya erosi, tanah longsor dan banjir pada musim

penghujan, kekeringan pada musim kemarau, serta pencemaran air sungai,

pendangkalan waduk, dan tidak berfungsinya sarana pengairan sebagai akibat

sedimentasi yang berlebihan (Departemen Kehutanan, 2009 : 1). Permasalahan

fisik lahan ini akan berdampak pada berkurangnya kesuburan tanah dan

rendahnya produktivitas lahan. Produktivitas lahan yang rendah akan ditinggalkan

dan selanjutnya secara perlahan-lahan berubah menjadi semak belukar. Lahan

seperti ini tergolong tidak produktif dan telah mengalami kerusakan secara fisik,

Page 24: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kimia, dan biologis yang selanjutnya digunakan istilah lahan kritis (Rahim,

2000:246).

Departemen Kehutanan (2009 : 9) mengemukakan pengertian lahan kritis

yaitu ”lahan yang di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami

kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas

yang ditentukan atau diharapkan”. Dari pengertian ini disimpulkan bahwa lahan

kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan

dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syarat-syarat

konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau

berkurang fungsinya sampai pada batas yang telah ditentukan atau diharapkan.

Upaya pemulihan lahan kritis yang dapat dilakukan adalah dengan

melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan. Departemen Kehutanan (2009 : 8)

menjelaskan pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan,

mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung,

produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan

tetap terjaga, sedangkan konservasi lahan adalah upaya mempertahankan,

merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai peruntukannya. Menurut

Arsyad (1989 : 29) konservasi lahan adalah penempatan sebidang lahan pada

penggunaan tertentu sesuai dengan kemampuannya dan syarat-syarat yang

diperlukan agar tidak terjadi kerusakan. Dari pengertian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa rehabilitasi merupakan bagian dari konservasi lahan. Tujuan

dilakukannya konservasi dimaksudkan untuk memberikan perlakuan terhadap

lahan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar lahan dapat berfungsi

secara lestari sedangkan lahan yang sudah mengalami kerusakan perlu dilakukan

rehabilitasi untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi lahan agar dapat

berproduksi dengan baik.

Pada tahun 2005 tercatat total lahan kritis di Wilayah Sungai Bengawan

Solo sudah mencapai luas kurang lebih 11.398 Km2 atau sekitar 57,62 % dari luas

wilayah (19.778 Km2) (mulai dari kategori potensial kritis sampai sangat kritis).

Lahan kritis yang terjadi di Wilayah Sungai Bengawan Solo diduga terjadi akibat

Page 25: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

proses erosi yang berlanjut dan kerusakan vegetasi (Departemen Pekerjaan

Umum, 2005:4). Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Surakarta (2010) juga

menjelaskan bahwa sekitar 756.545 Ha (47 %) lahan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Bengawan Solo rentan terhadap kekritisan dan memerlukan penanganan segera,

karena berpotensi besar menyebabkan erosi. Daerahnya meliputi Wonogiri,

Karanganyar, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Boyolali dan Sragen. Luas wilayah

yang masuk kategori sangat rentan ada 166.833 Ha (10,36 %) dan 589.712 Ha

(36,62 %) masuk kategori rentan. Apabila tidak segera dilakukan perbaikan,

sangat mungkin kondisi itu akan makin rusak dan mengakibatkan bencana.

Terjadinya erosi aktual yang terjadi di DAS Bengawan Solo Hulu seperti

pada Sub DAS Samin dengan besar erosi sangat berat 8.027,33 ton/ha/thn

(Setiawan, 2007) Sub DAS Precel sebesar 4,72 ton/Ha/th dan di Sub DAS

Dengkeng sebesar 195,84 ton/Ha/th (Soedjoko, 2008: 3). DAS Walikan yang

merupakan salah satu sub-DAS Bengawan Solo Hulu yang terletak di Kabupaten

Karanganyar dan Wonogiri mempunyai kelerengan datar sampai sangat curam.

Sekitar 42 % penggunaan lahan tidak sesuai dengan fungsinya. Ketidaksesuaian

lahan di DAS Walikan pada kawasan fungsi lindung mencapai 37,863 Ha atau

9,74% dari luas kawasan lindung (388,57 Ha). Pada kawasan fungsi penyangga

ketidaksesuaian lahan mencapai 1.031,847 Ha atau 70,85 % dari luas kawasan

388,57 Ha (1.456,41 Ha), dan ketidaksesuaian kawasan fungsi budidaya tanaman

tahunan mencapai 1.280,54 Ha atau 96,45 % dari luas kawasan (1.327,66 Ha).

Keadaan wilayah demikian ini sangat berpotensi terjadinya permasalahan

lingkungan fisik seperti erosi seperti yang terjadi pada Sub DAS Bengawan Solo

Hulu lainnya.

Terjadinya erosi di DAS Walikan yang ditandai adanya permunculan

batuan induk, erosi parit dan sedimentasi. Erosi yang terjadi secara terus menerus

ini akan menyebabkan semakin menipisnya solum tanah. Lahan demikian akan

mengalami penurunan kualitas lahan yang berdampak pada terjadinya kekritisan

fisik lahan. Ciri lain yang dapat dilihat pada lalan kritis secara fisik adalah

Page 26: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

terlihatnya lapisan padas, subsoil atau adanya batuan induk tanah yang nampak di

permukaan (Munir, 2003 : 437).

Sebagai salah satu DAS hulu, peran DAS Walikan sangat penting dalam

fungsi lindung bagi daerah di bawahnya. Permasalahan fisik lahan di daerah hilir

seperti banjir Solo yang terakhir terjadi yaitu pada 2/1/2012 dan terjadinya

sedimentasi di daerah hilir membuktikan bahwa telah terjadi permasalahan lahan

di bagian hulu, mengingat DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling

mempengaruhi. Untuk menanggulangi hal tersebut di atas perlu dilakukan upaya

rehabilitasi dan penggunaan lahan sesuai dengan fungsinya. Rehabilitasi lahan

dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air, dan

kelestarian daya dukung lingkungan. Perbedaan Selain itu, dalam rangka

pemanfaatan sumberdaya alam baik berupa hutan, tanah dan air perlu

direncanakan dan dikelola secara tepat melalui suatu sistem pengelolaan DAS.

Salah satu upaya pokok dalam sistem pengelolaan ini adalah berupa pengaturan

penggunaan lahan dan usaha-usaha rehabilitasi hutan serta konservasi tanah.

Dalam rangka menunjang kegiatan rehabilitasi lahan secara baik dan tepat

sasaran perlu adanya data spasial daerah-daerah lahan kritis yang dapat

menunjang upaya rehabilitasi lahan untuk tujuan perbaikan maupun pencegahan

terhadap kerusakan lingkungan yang lebih luas. Data yang ada sekarang ini masih

dalam skala wilayah yang luas sehingga pengelolaan yang lebih intensif masih

sulit dilakukan. Dengan demikian perlu adanya data yang dapat memperlihatkan

keadaan wilayah yang lebih rinci dan mendekati keadaan sebenarnya di lapangan

sehingga pengelolaan serta upaya rehabilitasi yang akan dilakukan akan lebih

intensif. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “ Tingkat Kekritisan dan Arahan Rehabilitasi Lahan DAS

Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

Page 27: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

1. Bagaimana tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ?

2. Bagaimana arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini

mempunyai tujuan untuk :

1. Mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan Tahun 2012.

2. Mengetahui arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang gejala geografi di muka

bumi, khususnya lahan kritis di DAS Walikan, Kabupaten Karanganyar

dan Wonogiri.

b. Memberikan sumbangan pemikiran pada peneliti lain dalam kajian

pengelolaan DAS.

2. Manfaat Praktis

a. Informasi mengenai sebaran tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan

dapat dijadikan pedoman prioritas rehabilitasi lahan.

b. Arahan rehabilitasi lahan yang disusun dapat dijadikan salah satu pedoman

untuk penanganan degradasi lahan di DAS Walikan.

c. Dapat mendukung materi pembelajaran Geografi di SMA khususnya pada

kompetensi dasar menganalisis dinamika dan kecenderungan perubahan

lithosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi.

Page 28: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Untuk memahami konsep-konsep dari fenomena yang dikaji dalam

penelitian ini, maka dibawah ini diuraikan tinjauan pustaka dari konsep dasar dan

hasil penelitian yang terkait sebelumnya, antara lain:

1. Lahan Kritis

a. Pengertian Lahan Kritis

Pengertian lahan kritis dalam kaitannya dengan pertanian, Munir

(2003: 436) menyatakan lahan kritis adalah lahan yang kurang atau tidak

produktif lagi digunakan untuk kepentingan pertanian. Pada lahan tersebut

terdapat beberapa faktor penghambat yang kurang mendukung untuk usaha

pertanian.

Menurut Dulbahri (1986) dalam Harjadi (2005:3) mengemukakan

pengertian lahan kritis yakni:

“Lahan yang kekurangan air pada musim kering dan sebaliknya terjadi

erosi dan kelebihan air pada musim penghujan. Disamping itu lahan kritis

merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan dengan

kemampuannya, sehingga terjadi (1) kerusakan fisik, kimia dan biologi,

(2) bahaya terhadap fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian,

pemukiman dan kondisi sosial ekonomi”.

Lahan kritis ditinjau dari kesuburan tanah, merupakan lahan pertanian

dengan suatu kondisi sistem siklus hara, dimana terjadi penurunan kesuburan

dalam arti jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung di dalamnya yang

diperlukan tanaman (Hardjowigeno, 1987 : 38). Dari sudut erosi, maka lahan

kritis diartikan sebagai lahan pertanian dengan suatu kondisi dimana laju

hilangnya tanah akibat air hujan besarnya melebihi laju pembentukan tanahnya.

Dari beberapa pengertian yang disampaikan diatas dapat diketahui

bahwa lahan kritis merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan

dengan kemampuan atau pengelolaan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah

7

Page 29: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

konservasi sehingga lahan yang dikelola mengalami kerusakan secara fisik,

kimia maupun biologi yang pada akhirnya akan membahayakan ekosistem di

lingkungan tersebut.

Ditinjau dari faktor penghambatnya, Munir (2003: 437) membagi

lahan kritis menjadi:

1) Kritis Fisik

Yaitu tanah secara fisik telah mengalami kerusakan sehingga dalam

mengusahakannya perlu masukan investasi yang cukup besar. Ciri visual

yang dapat dilihat di lapangan dari tanah-tanah kritis fisik antara lain:

a) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil

produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.

b) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan

padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul dipermukaan.

2) Kritis Kimia

Yang termasuk ke dalam kritis kimia adalah tanah yang bila ditinjau dari

tingkat kesuburan kimiawi, salinitas, sodiksitas, ataupun toksisitasnya

tidak lagi memberikan dukungan positif apabila tanah tersebut diusahakan

sebagai lahan usaha pertanian. Ciri yang menonjol yang dapat diamati

dilapangan adalah:

a) Tanah menunjukkan gejala penurunan produktifitas atau memberikan

produksi yang sangat rendah. Tingkat produksi rendah ditandai oleh

tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg),

rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan

bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni

tanaman dan peka terhadap erosi. Pada umumnya lahan kritis ditandai

dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif lebih

rendah yaitu sekitar 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian tanah

yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang

menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman.

Page 30: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

b) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil

produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.

c) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan

padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul di permukaan.

Bagi lahan-lahan berlereng, kritis kimia dapat terjadi karena proses

pengurasan hara oleh tanaman, pencucian, dan proses pengangkutan hebat

hara bersama koloid-koloid tanah pengikatnya akibat terangkutnya topsoil

oleh aliran permukaan.

3) Kritis Sosial Ekonomi

Kritis yang dimaksudkan disini adalah tanah-tanah kritis dan terlantar

sebagai akibat rendahnya salah satu atau beberapa faktor sosial ekonomi

sebagai kendala dalam usaha-usah pendayagunaan lahan tersebut.

4) Kritis Hidro-orologis

Tanah kritis dalam pengertian ini adalah tanah yang tidak mampu lagi

mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini disebabkan

oleh terganggunya daya penahan, penyerap, dan penyimpan air dari tanah.

Keadaan ini mempunyai hubungan kausatif yang erat dengan keadaan

kritis fisik tanah. Kondisi kritis hidro-orologis dapat dilihat dilapang

menurut banyaknya vegetasi yang tumbuh diatas tanah, karena secara

edafologis tanpa pemberian air, sebagian besar vegetasi diatasnya tidak

mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada keadaan kritis hidro-

orologis ini.

b. Parameter Lahan Kritis

Dalam rangka evaluasi lahan untuk tujuan mengetahui tingkat kekritisan

suatu lahan, Departemen Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Dirjen

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167/V-Set/2004 tentang

petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis. Dikeluarkannya Surat

keputusan ini adalah untuk memudahkan pihak-pihak terkait dalam penyusunan

data spasial kekritisan lahan di setiap daerah. Penentuan lahan kritis ditetapkan

Page 31: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

berdasarkan kriteria yang ada dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.32

/ Menhut-II/ 2009 tentang Petunjuk Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik

Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRHL-DAS).

Parameter yang digunakan menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P.32 / Menhut-II/ 2009 adalah :

a) Kondisi Liputan Lahan

Kondisi liputan lahan adalah keadaan tutupan vegetasi (vegetasi

permanen) yang ada dalam wilayah tertentu. Vegetasi mempunyai

peranan yang sangat penting dalam mencegah erosi tanah dan

mengurangi aliran permukaan, sehingga liputan lahan menempati urutan

pertama dalam penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan,

parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk

parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x

50).

b) Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak

vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng

dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan

persen (%) dan derajat (o).

c) Besar Erosi

Erosi diartikan sebagai proses penghancuran tanah (detached) dan

kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin dan

grafitasi (Hardjowigeno, 1987:128). Dalam definisi lain Arsyad (1989:30)

menjelaskan pengertian erosi adalah peristiwa pindahnya atau

terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis

dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Besar

erosi ditentukan dari perhitungan antara laju erosi tanah potensial yang

dihitung dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation

(USLE).

Page 32: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) ini adalah sebagai

berikut : A = R x K x L x S x C x P

Keterangan :

A : jumlah tanah yang hilang (ton/ha/th)

R : faktor erosivitas tanah

K : faktor erodibilitas tanah

L : faktor panjang lereng

S : faktor kemiringan lereng

C : faktor pengelolaan tanaman

P : faktor pengelolaan lahan

d) Tindakan Konservasi

Faktor ini merupakan bentuk usaha manusia untuk membatasi

semaksimum mungkin kerusakan lahan. Konservasi memegang peranan

penting dalam upaya pengawetan tanah dan menjaga tanah dari kerusakan

dengan memperlakukan tanah sesuai dengan kemampuannya (Arsyad,

1989:29). Jika konservasi lahan buruk maka akan mengakibatkan

kerusakan lahan yang berpotensi memicu terjadinya lahan kritis.

e) Produktivitas Lahan

Produktivitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk memproduksi

suatu tanaman pada sistem pertanaman tertentu (Utomo & Titik, 1995:5).

Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan

untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian. Data

produktivitas diperoleh dari hasil survei sosial ekonomi, data dari Instansi

Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan dan instansi terkait

lainnya. Data produktivitas dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi

komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan

karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Didalam analisa

spasial, data atribut tersebut dispasialkan dengan satuan analisis per

satuan lahan.

Page 33: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Adapun metode penilaian lahan kritis menurut SK Dirjen RRL No.

041/Kpts/V/1998 ini, mengacu pada definisi lahan kritis yaitu sebagai lahan yang

telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya

sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang berada di dalam

maupun diluar kawasan hutan. Sasaran penilaian adalah lahan-lahan dengan

fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi dan penghijauan, yaitu

fungsi kawasan lindung bagi hutan lindung dan fungsi lindung di luar kawasan

hutan, serta fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Untuk masing-

masing fungsi lahan, ditentukan kriteria atau faktor pendukungnya yang terbagi

lagi ke dalam beberapa kelas.

c. Tingkat Kekritisan Lahan

Menurut Notohadiprawiro (1999) dalam Hidayat (2010:11), ciri-ciri

dari setiap tingkat kekritisan adalah sebagai berikut:

1) Potensial Kritis

Keadaan potensial kritis ini dicirikan oleh masih adanya lahan yang

tertutup vegetasi atau erosi ringan, tetapi apabila kegiatan konservasi

tidak dilaksanakan dan tanah dibiarkan terbuka maka erosi dapat terjadi.

Tanah umumnya mempunyai solum yang tebal dengan ketebalan horizon

A > 15 cm. Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) cukup rapat (>

75 %), lereng dan kesuburan tanah bervariasi. Ciri-ciri lainnya yaitu:

a) Tanah masih mempunyai fungsi produksi, hidrologi, hidroorologi

cukup baik, tetapi bahaya untuk menjadi kritis cukup besar jika tanah

tersebut dibuka atau tidak dikelola dengan usaha konservasi.

b) Tanah masih tertutup vegetasi, tetapi karena kondisi topografi atau

keadaan lereng yang curam (>45 %), sangat tertoreh dan kodisi tanah

yang mudah longsor, maka bila vegetasi dibuka akan terjadi erosi

berat.

c) Tanah karena keadaan topografi dan bahan induknya, bila terbuka atau

vegetasinya rusak akan cepat menjadi rusak karena erosi atau longsor,

Page 34: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

misalnya tanah berbahan induk batuan sedimen, bahan vulkanik atau

bahan kapur lunak.

d) Tanah yang produktifitasnya masih baik tetapi penggunaannya tidak

sesuai dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konservasi,

misalnya hutan yang baru dibuka.

2) Semi Kritis

Keadaan semi kritis mempunyai ciri-ciri antara lain:

a) Tanah telah mengalami erosi ringan sampai sedang, antara lain erosi

permukaan yaitu erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (riil

erosion), produktifitasnya rendah, karena tingkat kesuburannya

rendah.

b) Tanah masih subur, tetapi mempunyai tingkat bahaya erosi tinggi

sehingga fungsi hidrologi telah menurun. Bila tidak ada perbaikan

maka dalam waktu relatif singkat akan menjadi kritis.

c) Tebal solum sedang (60-90 cm) dengan ketebalan horizon A umumnya

<15 cm.

d) Persentase vegetasi permanen (penutup lahan) 50-75 %, vegetasi

dominan biasannya alang-alang, rumput semak belukar, dan hutan

jarang.

3) Kritis

Lahan dengan kelas kritis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a) Tanah telah mengalami erosi berat, tipe erosi umumnya adalah erosi

parit (gully erosion).

b) Tebal solum sedang-sampai dangkal (< 60 cm) dengan ketebalan

horizon A < 5 cm.

c) Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) 25-50 %.

d) Kemiringan lereng 15 sampai > 30 %.

Page 35: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

e) Kesuburan tanah rendah.

4) Sangat Kritis

Keadaan lahan dengan kelas sangat kritis dicirikan dengan adanya ciri-ciri

antara lain:

a) Tanah telah mengalami erosi berat, selain erosi parit (gully erosion)

juga banyak dijumpai tanah longsor (landslide/ slumping), tanah

merayap (land creeping), dengan dinding longsoran sangat terjal.

b) Solum tanah sangat dangkal (< 30 cm) atau tanpa horizon A, dan atau

tinggal bahan induk, sebagian horison B telah tererosi.

c) Persentase penutupan (vegetasi permanen) sangat rendah (< 25 %)

bahkan beberapa tempat gundul dan tandus.

d) Kemiringan lereng umumnya > 45 % tetapi banyak juga tanah kritis

yang kemiringan lerengnya < 30 %.

2. Rehabilitasi Lahan

Untuk melestarikan sumberdaya lahan dan untuk meningkatkan

produktifitasnya perlu diadakan penanganan yang serius terhadap daerah-daerah

yang mengalami kekritisan ataupun yang berpotensi kritis (Munir, 2003: 438).

Upaya yang dilakukan dalam rangka merehabilitasi lahan kritis dapat dilakukan

misalnya dengan pemberian pupukorganik dan anorganik, penanaman tanaman

pupuk hijau sebagai tanaman pioneer, tanaman penguat teras, tanaman tahunan,

countour farming, maupun penanggulangan dengan pembuatan bangunan-

bangunan konservasi.

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.32/Menhut-II/2009 menjelaskan

pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan

dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan

peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

Dalam kegiatan Rehabilitasi Lahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor

P.32 Tahun 2009 bahwa RTkRHL-DAS mencakup 3 (tiga) aspek kegiatan yaitu

Page 36: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsinya.

Rehabilitasi yang dilakukan dengan menggunakan konservasi tanah baik secara

vegetatif maupun teknik.

Metode konservasi tanah yang sering dipakai yaitu metode vegetatif,

mekanik dan kimia. Ketiga metode konservasi tersebut dijabarkan sebagai berikut

(Arsyad, 1989:112).

a. Metode Vegetatif

Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-

sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran

permukaan dan erosi, yang termasuk dalam metode vegetatif adalah sebagai

berikut:

1) Penanaman Dalam Strip (Strip Cropping)

Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis

tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah

dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistem ini semua

pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan dikombinasikan

dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman. Cara ini pada

umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 sampai 15 %. Terdapat tiga tipe

penanaman dalam strip, yaitu:

a) Penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang

tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat.

b) Penanaman dalam strip lapangan, berupa stip-strip tanaman yang lebarnya

seragam dan disusun melintang arah lereng.

c) Penanaman dalam strip berpenyangga berupa strip-strip rumput atau

leguminosa yang dibuat diantara strip-strip tanaman pokok menurut

kontur.

Page 37: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Gambar 1. Pertanaman Dalam Strip (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:23)

2) Pemanfaatan Sisa-sisa Tanaman dan Tumbuhan

Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa,

yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau

yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi

kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh

sehingga tidak merusak struktrur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran

permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan

dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang

penting dalam pembentukan tanah.

Gambar 2. Aplikasi Mulsa pada Pertanaman Jagung (Kiri)

(Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:24) dan Mulsa Batang Jagung (Kanan)

(Sumber : Dept.Pertanian, 2007 :18)

Page 38: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

3) Pergiliran Tanaman

Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilir dalam

urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran

yang efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan

keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan

kesuburan selain mampu mencegah erosi.

4) Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan yang khusus ditanam untuk

melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki sifat-

sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau

bersama-sama dengan tanaman pokok.

Gambar 3. Tanaman Penutup Tanah jenis Mucuna sp

(Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:29)

5) Sistem Pertanian Hutan

Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau penggunaan

tanah yang mengintegrasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman rendah.

Berbagai sistem pertanian hutan ini yang dapat diterapkan antara lain:

Page 39: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

a) Kebun Pekarangan

Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran

yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-

buahan, sayuran dan tanaman merambat, sayuran dan herba yang

menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral

serta obat-obatan sepanjang tahun.

b) Wanatani (Agroforestry)

Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah

yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman

tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-

sama ataupun bergantian (Kasdi Subagyo,et al, 2003 : 9). Penggunaan

tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman

komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan

mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan

energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk

aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak

menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman

semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah

yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.

Fungsi wanatani adalah: a) produksi subsistem karbohidrat, protein,

vitamin dan mineral, b) produksi komersial komoditi seperti bambu, kayu,

ketimun, ubi kayu, tembakau dan bawang merah, c) sumber genetik dan

konservasi tanah dan d) kebutuhan sosial seperti penyediaan kayu bakar

bagi penduduk desa (Arsyad, 1989 : 115) .

Page 40: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Gambar 4. Sistem Wanatani (Agroforestry) (Sumber : Kasdi Subagyo,et al,

2003 : 9)

c) Tumpang Sari

Tumpang sari adalah sistem perladangan dengan reboisasi terencana. Pada

sistem ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung ubi kayu

dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohon-pohonan

hutan dan membersihkan gulma, setelah tiga tahun mereka dipindah ke

tempat baru.

Gambar 5. Sistem Tumpangsari Kacang Tanah dengan Singkong (kanan)

dan Tumpangsari Kacang Tanah dengan Pepaya (Sumber : Kasdi Subagyo,et al,

2003 : 34)

d) Silvopasture

Sistem silvopasture sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari, tetapi yang

ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan

Page 41: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll (Depart. Pertanian,

2007 : 7). Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia

antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman

pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman

penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.

Gambar 6. Sistem Silvopasture (Sumber : Depart. Pertanian, 2007 : 7)

b. Metode Mekanik

Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan

terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan

erosi dan meningkatkan kemampuan pengguaan tanah. Metode mekanik ini

meliputi :

1) Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang

diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan

tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tmbuh bagi

bibit, menyiapkan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman

dan memberantas gulma.

Page 42: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

2) Pengolahan Tanah Menurut Kontur

Pengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan

membentuk jalur-jalur yang menurut kontur sehingga membentuk jalur-jalur

tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan

tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut

garis kontur.

Gambar 7. Penanaman Menurut Garis Kontur

(Sumber : Depart. Pertanian, 2007 : 2)

Pengolahan tanah menurut kontur antara lain berbentuk:

a) Teras

Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga

mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan

penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu:

(1) Teras Bangku

Teras bangku atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng

dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi deratan berbentuk

tangga. Teras bangku atau tangga dapat dibuat pada tanah dengan lereng

2-30%. Ada 4 tipe teras bangku yaitu datar, miring ke luar, miring ke

dalam, dan teras irigasi (Dept. Pertanian, 2007 : 4).

Page 43: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Gambar 8. Tipe Teras Bangku (Sumber : Dept. Pertanian, 2007 : 4)

(2) Teras datar,

Teras datar dapat diterapkan pada lereng < 5 %, solum dangkal > 30

cm, kemiringan tanah olahan tetap, tanggul tanah ditanami rumput.

Gambar 9. Teras Datar (Dept. Kehutanan, 2011:38)

Page 44: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

(3) Teras Gulud

Syarat teknis yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan (2011:39)

adalah :

a. Kemiringan lereng 8-40 % dan untuk tanaman semusim < 15 %

b. Guludan ditanami legum atau rumput dan dipangkas secara reguler

c. Guludan ditutup dengan mulsa hasil pangkasan

d. Beda tinggi antar guludan ± 1.25 m

Gambar 10. Teras Gulud (Sumber : Dept. Pertanian, 2011: 30)

(4) Teras Kredit

Digunakan untuk tanah dangkal lereng 3 – 15 % dan tanah dalam

dengan kerengan 3 – 40 %, guludan ditanami tanaman penguat (misal :

rumput, legum dan ditanam secara rapat), jarak antar guludan 5 – 12 m

dan tidak cocok untuk tanaman peka longsor.

Page 45: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Gambar 11. Teras Kredit (Sumber : Dept. Kehutanan, 2011:39)

(5) Teras Individu

Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman

terutama pada tanaman tahunan. Tujuannya adalah untuk mengurangi

erosi dan untuk meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman tahunan.

Gambar 12. Teras Individu (Sumber : Dept. Kehutanan, 2011:41)

b) Guludan

Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut garis

kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat tergantung

pada kecuraman lereng. Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang

kepekaan erosinya rendah dengan kemiringan sampai 6%.

Page 46: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Gambar 13. Guludan (Sumber : Dept. Pertanian, 2011: 31)

c) Guludan Bersaluran

Guludan bersaluran dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau

memotong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang memanjang

mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman

rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi. Guludan bersaluran

dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai 12%.

Gambar 14. Guludan Bersaluran Disertai Rumput Penguat

(Sumber : Depart. Pertanian, 2007 :

Page 47: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

d) Saluran Pengelak

Saluran pengelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng

dengan kemiringan yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5

m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan

seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung

dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas lereng dengan

kecepatan rendah ke saluran pembuangan air (SPA) yang ditanami rumput.

(1) Saluran Pembuangan Air (SPA)

Merupakan saluran drainase yang berfungsi mengalirkan air dari

saluran pengelak ke sungai atau ke tempat pembuangan atau tempat

penampungan air lainnya (Depart. Pertanian, 2011 : 8). SPA dibuat

searah lereng atau berdasarkan cekungan alami. Pada lahan dengan

kemiringan > 5 % SPA harus dilengkapi dengan bangunan terjunan.

Gambar 15. Saluran Pembuangan Air (SPA)

(Sumber : Dept.Pertanian, 2011: 31)

(2) Bangunan Terjunan

Bangunan terjunan (drop structure) adalah suatu konstruksi yang dapat

dibuat dari batu, bambu/kayu, dan gebalan rumput yang berfungsi

untuk memperlambat aliran permukaan pada SPA (Depart. Pertanian,

2011 : 9).

Page 48: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Gambar 16. Bangunan Terjunan Permanen (Kiri) dan Terbuat dari Bambu (Kanan)

(Sumber : Departemen Pertanian, 2007:6)

(3) Rorak

Rorak adalah suatu bangunan berupa got/saluran buntu dengan ukuran

tertentu yang dibuat pada bidang olah teras dan sejajar garis kontur

yang berfungsi untuk menjebak/menangkap aliran permukaan dan

tanah yang tererosi (Depart. Pertanian, 2011 : 9).

Gambar 17. Rorak (Sumber : Dept.Pertanian, 2011: 31)

c. Metode Kimia

Metode kimia dalam konservasi tanah adalah penggunaan preparat sintetis

atau alami. Zat kimia tertentu mempunyai kemampuan untuk mengikat partikel

tanah menjadi suatu agregat sehingga mempunyai struktur lebih baik, memegang

air sampai batas tertentu sehingga memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan

tanaman bahkan ada yang mempunyai kemampuan menarik uap air dari udara

untuk dipegang di dalam butir-butir tanah. Zat kimia yang biasa dipakai adalah (1)

bitumen, (2) aspal, latex dan lain-lain.

Bangunan Terjunan

Permanen

Page 49: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Adapun rehabilitasi lahan yang digunakan menurut Departemen

Kehutanan (2009) adalah metode konservasi secara teknik dan vegetatif. Hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Konservasi Tanah Metode Vegetatif

Sim

bol Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah

Lereng

(%)

solum

(cm)

V1 pasture or grassland penanaman rumput semua > 15

V2

multiple crooping, including

crop rotation, relay crooping

mixed crooping and

intercrooping

pertanaman campuran termasuk

pergiliran tanaman, tumpang gilir,

pertanaman campuran, tumpang

sari

< 60 > 15

V3

contour crooping, strip

crooping, alley crooping

penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip

pertanaman lorong

< 60 > 15

V4

reduced tillage, including

minimum tillage and no till

(zero tillage)

pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah < 60 > 15

V5 grass strip/barrier strip rumput < 60 > 15

V6 cover crooping penanaman penutup tanah < 60 > 15

V7

organic matter management,

including use of mulch and

intercorporation of compost,

animal manure, green manure

and croop residues

manjemen bahan organik

termasuk mulsa, pencampuran

kompos, pupuk kandang, pupuk

hijau dan sisa tanaman

< 60 > 15

V8 hedge row, live fence tanaman pagar, pagar hidup < 60 > 15

V9

protection forest, including

recreational forest, forest park

and forest research

hutan lindung, hutan

kemasyarakatan, suaka alam dan

hutan wisata

> 80 > 15

V10

production forest including

limited production forest and

community forest

hutan produksi termasuk hutan

produksi terbatas dan hutan rakyat < 60 > 15

V11

permanent vegetation crops

including industrial and estate

crop, orchards

vegatasi permanen termasuk

tanaman industri, perkebunan,

kebun

< 60 > 15

V12 agroforestry including mixed

gardens and home garden

agroforestri termasuk kebun

campuran,kebun rumah < 80 > 15

V13 replanting or clea felled forest semua > 15

V14 regeneration of clear felled

forest

suksesi alami semua > 15

V15 protection of rivers and

springs

perlindungan sungai dan mata air semua > 15

V16 Silvopasture silvopasture < 80 > 15

Page 50: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

V17

planting of trees, shurbs and

grasses primaliry for soil

conservation purposes

semua > 15

Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009

Tabel 2. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik

Sim

bol

Soil Conservation

measures

Teknis Konservasi Tanah Lereng (%) Solum (cm)

T1 ridge terrace including

gradded contour bund

teras guludan termasuk

pematang kontur 15 - 60 > 30

T2 credit terrace teras kredit 5 - 30 > 30

T3

bench terrace, includes level

bench terrace, reverse

sloping bench terrace,

forward sloping bench

terrace, garden terrace,

stone wall terrace,

interupted bench terrace

teras bangku, termasuk

teras bangku datar, teras

bangku belakang, teras

bangku miring, teras

kebun, teras batu, teras

bangku putus

10 - 40 > 30

T4 individiual terrace teras individu 15 - 60 > 30

T5 hiilside ditch or interception

ditch

teras gunung atau saluran

pegelak 10 - 60 > 15

T6 waterway saluran pembuangan air

(SPA) > 15

T7 trash line barisan sisa tanaman 8-30 > 15

T8 silt pit with or without sloth

mulch

rorak, mulsa tanaman > 15

T9

drop structure ussualy of

stone or bamboo supported

by grasses, ( as part of water

disposal in a terrace system)

bangunan terjunan

biasanya bangunan

terjunan dari batu atau

bamboo

> 8 > 15

T10

sediment control uncluding

check dams and detection

dams

kontrol sedimen termasuk

dam pengendali dan dam

penahan

semua > 0

T11

gully control including gully

head structures (flumes and

chutes), gully plugs, check

dams

sumbat jurang termasuk

gully head structures semua > 10

T12 flood control and/or river

bank protection

pengendali banjir dan /

atau perlindungan sungai semua > 0

T13 road protection perlindungan jalan semua > 0

T14 control of erotion and runoff

from settlement areas

including use of soak pits,

absorbtion well, drop

structures, drain

> 15

Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009

Page 51: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

B. Penelitian yang Relevan

Ariyanto, Dwi Priyo (2008) mengadakan pemetaan tanah kritis dan

prediksi erosi tanah di Daerah Tangkapan Air Sempor, Kabupaten Kebumen

dengan tujuan memprediksi tingkat kekritisan tanah dan tingkat erosi tanah di

Daerah Tangkapan Air (DTA) Sempor serta memberikan saran mengenai

pengelolaan sesuai kaidah konservasi tanah. Penelitian tersebut merupakan

penelitian deskriptif eksploratif, dimana data diperoleh dari pengamatan lapangan

dan analisis laboratorium.

Hasil penelitian berupa tingkat kekritisan lahan. Dimana dari luas total

daerah penelitian 4.333,68 Ha terdapat tanah kritis seluas 1.373, 68 Ha (31,70%),

semi kritis seluas 2.164,54 Ha (49,95%), potensial kritis dengan luas 440,46 Ha

(10,16 Ha) dan sisanya sekitar 355,00 Ha (8,19%) berupa permukiman dan waduk

diluar obyek penelitian. Prediksi Erosi Tanah di daerah penelitian dibagi menjadi

6 kelas, yaitu kelas erosi sangat rendah seluas 103,90 Ha (2,40%), kelas erosi

rendah dengan luas 332,00 Ha (7,66%), kelas erosi sedang dengan luas 953,78

Ha (22,01%), kelas erosi tinggi seluas 247,53 Ha (5,71%), kelas erosi sangat

tinggi seluas 2.108,50 Ha (48,65%), kelas erosi parah seluas 232,53 Ha (5,38%),

dan sisanya diluar obyek penelitian.

Saran untuk memperbaiki tingkat kekritisan dan erosi antara lain dengan

penghijauan, atau penanaman vegetasi dengan tanaman tahunan, perawatan

vegetasi, memberikan bahan organic melaui pupuk organic atau penserasahan,

pembuatan dan perawatan teras serta rorak tanah, sera penerapan system

agroforestry.

Ariyanto (2009) melakukan pemodelan lahan kritis menggunakan

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Penelitian tersebut bertujuan

membandingkan dua buah metode penentun tingkat kekritisan lahan, metode

RLPS (Departemen Kehutanan) dan metode Asdak. Selain itu juga mengkaji

kekritisan lahan di DAS Dondang berdasarkan metode RLPS dan metode Asdak,

serta menguji tingkat keakurasian hasil pemodelan metode RLPS dan Asdak

dengan melakukan pengecekan lapangan.

Page 52: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Teknik yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan

pemanfaatan aplikasi PJ dan SIG untuk melakukan pemodelan. Hasil penelitian

pemodelan metode RLPS diketahui bahwa pada DAS Dondang sebagian besar

kondisinya agak kritis dengan luas 20.794,8 ha (56,9%) disusul tidak kritis seluas

(9.649,6 ha (26,4 %), potensial kritis seluas 4.899,0 ha (13,4%), dan kritis seluas

1.232,5 ha (3,4%). Menurut metode Asdak, Das Dondang sebagian besar

kondisinya tidak kritis dengan luas 28.127,8 ha (76,9%), disusul agak kritis seluas

6.234,2 ha (17,04%), potensial kritis seluas 2.209 ha (6,04%), kritis seluas 4,4 ha

(0,01%). Sebanyak 8.082,66 ha (22,1%) hasilnya sama sedangkan 28,493,14 ha

(77,9%) tidak sama tingkat kekritisannya. Setelah dilakukan cek lapangan

ternyata metode Asdak yang lebih baik.

Hidayat, Agung. 2010. Judul penelitian adalah Kajian Lahan Kritis

untuk Arahan Rehabilitasi DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar tahun 2010.

Tujuan yang ingin dicapai adalah (1) mengetahui faktor-faktor fisik yang

menyebabkan terjadinya lahan kritis, (2) mengetahui tingkat kekritisan lahan, (3)

menyusun arahan rehabiltasi lahan krits yang sesuai di DAS Jlantah Hulu. Metode

yang digunakan adalah deskriptif spasial dengan satuan lahan sebagai satuan

analisisnya.

Hasil penelitian adalah (1) faktor-faktor fisik penyebab lahan kritis yaitu

buruknya keadaan liputan lahan, kondisi kemiringan lereng yang didominasi oleh

lereng-lereng curam, tingginya tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan yang

kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan rehabilitasi lahan, (2)

tingkat kekritisan lahan terdiri dari (a) sangat kritis dengan luas 113,416 Ha

(5,05%), (b) kritis dengan luas 232,261 Ha (10,33 %), (c) agak kritis dengan luas

560,530 Ha (24,94 %), (d) potensial kritis dengan luas 1.271,725 Ha (56,59 %),

(e) tidak kritis dengan luas 69,510 Ha (3,09%), (3) Arahan rehabilitasi lahan

dengan vegetatif berupa penanaman rumput, agroforestry, silvopastur, dan mulsa.

Secara tenik diarahkan dengan pembuatan/penyempurnaan bentuk teras yang

sudah ada, pembuatan sumur resapan, rorak, sumbat jurang dan saluran

pembuangan air.

Page 53: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Tabel 3. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang dilakukan

No Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil

1. Dwi Priyo

Ariyanto

(Tesis,

UGM:2008)

Pemetaan Tanah

Kritis dan Prediksi

Erosi Tanah di

Daerah Tangkapan

Air Sempor,

Kabupaten Kebumen

memprediksi tingkat

kekritisan tanah dan

tingkat erosi tanah di

Daerah Tangkapan Air

(DTA) Sempor serta

memberikan saran

mengenai pengelolaan

sesuai kaidah konservasi

tanah

Deskriptif

Eksploratif

Sebaran tingkat

Kekritisan Lahan,

sebaran tingkat

erosi, dan saran

pengelolaan

2. Ariyanto

(Tesis,

UGM:2009)

Pemodelan Lahan

Kritis Menggunakan

Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi

Geografis

membandingkan dua

buah metode penentun

tingkat kekritisan lahan,

metode RLPS dan

metode Asdak, mengkaji

kekritisan lahan di DAS

Dondang berdasarkan

metode RLPS dan

metode Asdak, dan

menguji tingkat

keakurasian kedua

model.

Pemodelan PJ

dan SIG

Tingkat kekritisan

DAS Dondang

menggunakan

kedua metode dan

tingkat

keakurasian

metode tersebut

3. Hidayat,

Agung

(Skripsi,

UNS:2010)

Kajian Lahan Kritis

untuk Arahan

Rehabilitasi DAS

Jlantah Hulu

Kabupaten

Karanganyar tahun

2010 Kajian Lahan

Kritis untuk Arahan

Rehabilitasi DAS

Jlantah Hulu

Kabupaten

Karanganyar tahun

2010

Mengetahui faktor-

faktor fisik yang

menyebabkan terjadinya

lahan kritis, mengetahui

tingkat kekritisan lahan,

menyusun arahan

rehabiltasi lahan krits

yang sesuai di DAS

Jlantah Hulu

Deskripsi

Spasial

Faktor fisik

penyebab lahan

kritis, tingkat

kekritisan lahan

dan arahan

rehabilitasi

Page 54: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

4. Siti Khoimah

(Skripsi,

UNS:2012)

Tingkat Kekritisan

Lahan dan Arahan

Rehabilitasi DAS

Walikan Kabupaten

Karanganyar dan

Wonogiri Tahun

2012

Mengetahui tingkat

kekritisan, dan arahan

rehabilitasi lahan

Analisis

Spasial

C. Kerangka Pemikiran

DAS Walikan sebagai sub-DAS Bengawan Solo Hulu mempunyai

kemiringan lereng dari datar sampai sangat curam. Kondisi di lapangan banyak

ditemui penggunaan lahan yang sudah tidak sesuai lagi dengan fungsi

kawasannya. Keadaan demikian menyebabkan terjadinya erosi permukaan yang

semakin besar di lokasi penelitian yang berujung pada terjadinya kekritisan lahan

yang semakin meluas di DAS Bengawan Solo Hulu. Oleh karena itu, perlu adanya

data tingkat kekritisan lahan yang lebih rinci untuk tujuan arahan rehabilitasi

lahan untuk mencegah dan menanggulangi dampak yang lebih besar.

Pendekatan metode yang digunakan dalam penilaian lahan kritis ini

mengacu pada dokumen ” Standar dan Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan”

yang merupakan lampiran dari Peraturan Menteri Kehutanan No. P32/Menhut-

II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan

Lahan DAS (RTkRHL-DAS). Sasaran kegiatan RHL adalah lahan- lahan dengan

fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi dan penghijauan,

yaitu kawasan fungsi lindung, kawasan fungsi lindung di luar kawasan hutan dan

kawasan budidaya untuk usaha pertanian.

Kriteria-kriteria yang menjadi parameter lahan kritis dalam Lampiran

Peraturan Menteri Kehutanan tersebut adalah tutupan vegetasi, kemiringan lereng,

erosi, produktivitas, keadaan batuan dan tindakan konsevasi. Keenam kriteria

lahan kritis tersebut selanjutnya diberi skor dan bobot sesuai dengan fungsi

kawasan. Arahan rehabilitasi lahan dilakukan dengan menerapkan konservasi

secara vegetatif dan teknik. Berikut adalah diagram alir kerangka pemikiran :

Page 55: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Gambar 18. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Budidaya

Kondisi DAS

Lereng

Landai-Sangat

Curam

Penggunaan Lahan

Tidak Sesuai

Fungsinya

Peningkatan Besar Erosi

Lahan Kritis

Fungsi Kawasan

Tingkat Kekritisan Lahan

Arahan Rehabilitasi Lahan

Lindung Penyangga

- Tutupan Vegetasi

- Kemiringan Lereng

- Konservasi

- TBE

- Produktivitas Lahan

- Banyaknya Batuan

Page 56: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di DAS Walikan yang secara administratif terletak

di wilayah Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri. DAS Walikan termasuk dalam

Sub DAS Bengawan Solo Hulu yang letaknya di sebelah selatan dari Gunung

Lawu.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan selama kurang lebih delapan bulan, mulai dari

Oktober 2011 sampai Mei 2012.

Tabel 4. Rancangan Waktu Penelitian

No. Tahun 2011 2012

Keg. Bulan Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei

1. Penyusunan Proposal

2. Penyusunan Instrumen

3. Pengumpulan Data

4. Analisis Data

5. Penulisan Laporan

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan tata cara kerja yang sistematis untuk

memahami obyek penelitian dengan melalui prosedur ilmiah untuk mencapai tujuan

penelitian dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar. Untuk mencapai

tujuan penelitian tersebut maka diperlukan suatu pendekatan.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis spasial menggunakan

aplikasi SIG untuk mencari hubungan secara keruangan antara variabel yang telah

ditetapkan. Spasial atau keruangan adalah suatu cara pandang atau kerangka

35

Page 57: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan meliputi bahasan

pada lokasi, aksesibilitas, trend struktur aglomerasi, intraksi dan gerakan (Alfandi,

2001:83). Analisis spasial merupakan metode yang berusaha membantu dalam

menganalisis kondisi permasalahan berdasarkan data dari wilayah yang menjadi

sasaran (Cholid, 2005:5).

Unit analisis yang digunakan berupa satuan lahan yaitu untuk

menganalisis data-data spasial penentu tingkat kekritisan lahan. Data kriteria

kekritisan lahan ini diperoleh dengan melakukan matching dengan keadaan lahan di

lapangan melalui metode survei serta data sekunder lainnya kemudian hasilnya

diolah melalui analisis spasial menggunakan aplikasi SIG. Hasil dari penelitian ini

akan diwujudkan dalam bentuk peta tingkat kekritisan lahan yang kemudian

digunakan untuk menentukan arahan rehabilitasi lahan kritis.

C. Pendekatan Penelitian

Untuk menghampiri atau mendekati masalah dalam geografi digunakan

bermacam-macam pendekatan (approach). Pendekatan yang digunakan antara lain

pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological

analysis) dan analisa kompleks wilayah (regional complex analysis) (Bintarto dan

Hadisumarno, 1979:13). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan analisa keruangan. Analisa keruangan merupakan pendekatan yang

digunakan untuk mempelajari perbedaan ruang mengenai kondisi permasalahan

yang ada berdasarkan data dari wilayah yang menjadi sasaran. Dalam penelitian ini,

Pendekatan keruangan secara makro menggunakan pendekatan DAS dan secara

mikro menggunakan satuan lahan.

D. Populasi dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki

karakteristik tertentu, jelas dan lengkap pada objek yang akan diteliti (Muryono,

2008: 32). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh unit satuan

lahan di DAS Walikan yang ditentukan dengan melakukan tumpangsusun (overlay)

Page 58: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

dari peta geologi, tanah, penggunaan lahan dan lereng yaitu sebanyak 49 satuan

lahan yang diwujudkan dalam simbol karakteristik lahan. Luas setiap satuan lahan

didasarkan pada pertimbangan luasan terkecil pada setiap 1 cm2 di peta dengan

skala 1 : 50.000 yaitu 6,25 Ha (Abdullah, 1993 : 51). Untuk menentukan

produktivitas lahan sebagai salah satu parameter penentu lahan kritis populasi yang

digunaan adalah seluruh petani penggarap di kawasan fungsi budidaya.

Berikut ini adalah contoh penyusunan dan cara pembacaan karakteristik

lahan dalam suatu satuan lahan.

Gambar 19. Contoh Pembacaan Satuan Lahan

Untuk mengetahui persebaran satuan lahan di lokasi penelitian sebagai

populasi penelitian dapat dilihat pada peta 1 Peta Satuan Lahan Satuan Lahan DAS

Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 sebagai berikut :

Penggunaan lahan Contoh - Kebun

Lereng - Kelas IV

Jenis tanah - Litosol

Batuan - Qvjb

Satuan lahan Qvjb – Li – IV – Kb

Page 59: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

PETA 1. PETA SATUAN LAHAN

Page 60: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

2. Teknik Sampling

Teknik pengambilan atau penentuan sampel dilakukan dengan purposive

sampling. Sampel merupakan sebagian dari objek atau individu-individu yang

mewakili suatu populasi. Sampel purposif disebut juga judgement sampling yaitu

sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau objek penelitian

yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik (Tika, 2005: 41).

Sampel yang diambil adalah satuan lahan yang mencakup aspek-aspek atau

kriteria yang diteliti dan dianggap memiliki ciri yang mewakili sehingga sesuai

dengan tujuan penelitian dengan mengambil satu lokasi sampel yang dianggap

mewakili untuk diamati di lapangan. Untuk mengetahui produktivitas lahan sampel

yang diambil adalah petani penggarap dengan pertimbangan luas setiap satuan

lahan. Untuk lahan dengan luas < 50 Ha jumlah sampelnya adalah 1 petani, 50-100

Ha sebanyak 2 petani dan > 100 Ha sebanyak 3 petani sehingga jumlah responden

adalah 37 petani penggarap lahan di kawasan budidaya.

Lokasi pengamatan satuan lahan dipilih berdasarkan pertimbangan

aksesibilitas dan persebaran poligon setiap satuan lahan. Berikut ini ditampilkan

lokasi titik pengamatan dan pengambilan sampel tanah di lokasi penelitian yang

dapat dilihat pada peta 2.

Page 61: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Peta 2. Lokasi titik pengamatan dan pengambilan sampel tanah

Page 62: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

E. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data dapat digolongkan menjadi data primer dan

data sekunder (Tika, 2005: 43).

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau

objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti. Dalam penelitian

ini data primer diperoleh melalui observasi lapangan yang berupa tindakan

konservasi, ketebalan solum tanah, batuan permukaan, kemiringan dan panjang

lereng, penggunaan lahan, pengelolaan tanaman (C), tindakan konservasi (P),

produktivitas lahan, permeabilitas, tekstur dan struktur tanah, serta kandungan

bahan organik.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan

dilaporkan oleh orang atau instansi diluar diri peneliti sendiri, walaupun data yang

dikumpulkan itu sebenarnya data yang asli. Dalam penelitian ini data sekunder

yang diperlukan adalah:

a. Data tutupan vegetasi yang diperoleh dari interpretasi Citra Ikonos Google

Earth Tahun 2011.

b. Data penggunaan lahan eksisting diperoleh dari interpretasi Citra Ikonos

Google Earth Tahun 2011 dan dikompilasi dengan Peta Rupabumi Digital

Indonesia (RBI) tahun 2001.

c. Kemiringan lereng, dan ketinggian tempat, diperoleh dari Peta Rupa Bumi

Indonesia Skala 1: 25.000 lembar 1508-132 Poncol, lembar 1508-113

Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu, dan lembar 1508-324

Wonogiri.

d. Data Litologi dan persebarannya diperoleh dari Peta Geologi Lembar

Ponorogo (1508-1) skala 1:100.000 dan lembar Giritontro (1407-6).

Page 63: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

e. Data tanah yaitu macam tanah dan persebarannya diperoleh dari Peta Tanah

Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh

BAPEDA Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri.

f. Data curah hujan harian, bulanan, dan tahunan selama 10 tahun terakhir

(2001-2011) didapat dari Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum

Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar khususnya Stasiun

Meteorologi di Kecamatan Jatiyoso, Jatipuro, dan Ngadiroyo, sedangkan

Stasiun Meteorologi di Kecamatan Tawangmangu dan Bendung Colo

diperoleh dari Direktorat Sumberdaya air, Balai Besar Wilayah Sungai

Bengawan Solo.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah upaya-upaya yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data. Beberapa teknik yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data sebagai berikut:

1. Observasi Lapangan

Observasi lapangan atau pengamatan langsung di lapangan adalah observasi

yang dilakukan terhadap objek di tempat kejadian atau tempat berlangsungnya

peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti (Tika, 2005: 44).

Tujuannya adalah mencari data-data yang diperlukan sekaligus untuk mengecek

kebenaran atas data-data yang telah didapatkan dengan keadaan sesungguhnya di

lapangan, di antaranya untuk mengetahui karakteristik fisik tanah berupa solum

tanah, kemiringan dan panjang lereng, keadaan batuan, pengamatan pengelolaan

tanaman (C), tindakan konservasi (P) dan penggunaan lahan eksisting pada tiap

satuan lahan serta pengambilan sampel tanah untuk diuji di laboratorium untuk

mengetahui struktur dan tekstur tanah, permeabilitas dan kandungan bahan organik.

2. Analisis Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menelaah

segala bentuk catatan atau literatur yang terkait dalam penelitian. Data yang

Page 64: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

dikumpulkan dari analisis dokumentasi berupa data tanah, penggunaan lahan,

litologi, kemiringan lereng, data catatan kejadian hujan.

3. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab

yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Tika,

2005: 49). Data yang ingin diperoleh dari wawancara adalah untuk mengetahui

besarnya produktivitas lahan dengan bertanya pada petani penggarap lahan dengan

menggunakan daftar wawancara seperti pada lampiran 22 yaitu tabel quesioner

produktivitas lahan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Moleong (2001: 103) adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini data yang diperoleh

diorganisasikan dan dikategorikan menurut satuan lahan.

Setiap satuan lahan dilakukan pengenalan sifat dan karakteristik

lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan sekunder untuk penentuan

lahan kritis dan upaya-upaya rehabilitasinya. Dari sifat dan karakteristik lahan

tersebut, kemudian dilakukan analisis terhadap variabel-variabel penelitian seperti

berikut ini:

1. Tingkat Kekritisan Lahan

Penilaian lahan kritis dalam penelitian ini merupakan penilaian kritis

secara fisik berupa lahan dan belum mempertimbangkan aspek fisik air dan sosial

ekonomi penduduk. Penilaian kekritisan lahan tergantung pada fungsi lahan yang

ada kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, yaitu fungsi

kawasan hutan lindung, fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan dan fungsi

kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Oleh karena itu, dalam penentuan lahan

kritis ini perlu dilakukan penilaian dahulu terhadap fungsi kawasannya.

Page 65: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

a. Penentuan Fungsi Kawasan

Parameter yang dinilai untuk menentukan fungsi kawasan pada masing-

masing satuan lahan adalah kemiringan lereng, jenis tanah menurut kepekaanya

terhadap erosi dan intensitas curah hujan harian rata-rata pada setiap satuan

lahan.

1) Kemiringan Lereng

Klasifikasi kemiringan lereng menggunakan Pedoman Penyusunan

Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Parameter klasifikasi

kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Klasifikasi dan Nilai Skor Kemiringan Lereng

Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi Skor Skor x Bobot (20)

I 0-8 Datar 1 20

II 8-15 Landai 2 40

III 15-25 Agak Curam 3 60

IV 25-40 Curam 4 80

V > 40 Sangat Curam 5 100

Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683 / Kpts

/ Um /8/1981

2) Jenis Tanah

Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi diperoleh dari

peta tanah DAS Walikan. Klasifikasi jenis tanah menurut kepekaanya

terhadap erosi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Klasifikasi dan Nilai Skor Jenis Tanah

Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No:83 /Kpts /Um /8 /1981

Kelas Jenis tanah Klasifikasi Skor Skor x Bobot (15)

I Aluvial, Planosol, Hidromorf

kelabu, Laterik

Tidak peka 1 15

II Latosol Agak peka 2 30

III Tanah hutan coklat, tanah

mediteran

Kepekaan

sedang

3 45

IV Andosol, Laterik, Grumosol,

Podsol, Podsolic

Peka 4 60

V Regosol, Litosol, Organosol,

Renzina

Sangat Peka 5 75

Page 66: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

3) Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan harian rata-rata diperoleh dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

rata-rata curah hujan tahunan

Intensitas Curah Hujan Harian =

rata-rata hari hujan tahunan

Dari perhitungan dengan persamaan diatas diperoleh data intensitas

hujan harian rata-rata, sedangkan delineasinya dilakukan dengan metode

polygon thiessen. Klasifikasi intensitas hujan harian rata-rata mengacu pada

Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah.

Klasifikasi intensitas curah hujan harian rata-rata dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 7. Klasifikasi dan Skor Intensitas Curah Hujan Harian Rata-rata

Kelas Intensitas Hujan

(mm/hari) Klasifikasi Skor Skor x Bobot (10)

I ≤13,6 Sangat rendah 1 10

II 13,6-20,7 Rendah 2 20

III 20,7-27,7 Sedang 3 30

IV 27,7-34,8 Tinggi 4 40

V >34,8 Sangat Tinggi 5 50

Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683 /

Kpts/Um/8/1981

Berdasarkan hasil skoring ketiga karakteristik DAS tersebut maka

dapat diklasifikasikan bahwa :

1. Fungsi Lindung

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya

sama dengan atau lebih besar dari 175, atau memenuhi salah

satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Mempunyai kemiringan lereng lebih > 40 %

b. Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka

terhadap erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dan

Page 67: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

mempunyai kemiringan lereng > 15%

c. Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya

100 meter di kanan kiri alur sungai

d. Merupakan pelindung mataair, yaitu 200 meter dari pusat mata air.

e. Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan 2.000

meter diatas permukaan laut.

f. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah

sebagai kawasan lindung.

2. Fungsi Kawasan Penyangga

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya

antara 125-174 serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut :

a. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan

budidaya.

b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai

kawasan penyangga.

c. Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan

hidup apabila dikembangkan sebagai kawasan penyangga.

3. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya

< 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman

tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum

untuk kawasan penyangga.

4. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman

Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan

budidaya tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat

dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha tani

tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas,

Page 68: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

100

)3(5,2)2(25,3)12()10(292,1 414,1

cbaMK

untuk kawasan permukiman harus berada pada lahan yang

memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8 % dengan batasan luas

yang telah ditetapkan.

b. Penentuan Parameter Lahan Kritis

Parameter penilaian lahan kritis didasarkan pada lampiran Permenhut No.P-

32/Menhut-II/2009. Adapun kriteria/parameter untuk menentukan lahan kritis

adalah sebagai berikut :

1) Besar Erosi Permukaan

Besarnya erosi ditentukan dengan menggunakan rumus USLE yaitu

dengan persamaan :

Dimana :

R :

El30 : Indeks Erosi Hujan bulanan

Pb : Curah Hujan Rata-rata Bulanan

Hr Hjn : Jumlah Hari Hujan Rata-rata Perbulan

Pmax : Hujan Max. Harian (24 jam) dalam waktu

K :

M : (Pasir+Debu)(100-Lempung);

a : Prosentase bahan organik;

b : Kode kelas struktur tanah;

c : Kode kelas

LS :

L : Panjang lereng (m);

S : Kemiringan lereng (%),

z : Konstanta (0,5 jika S > 5 %; 0,4 jika 5 % > S > 3 %; 0,3 jika 3 %

> S > 1 %; dan z = 0,2 untuk S < 1 %)

CP : faktor pengelolaan tanaman (C) dan konservasi lahan (P)

A = R K L S C P

53,047,021,1

30 .)max.().()(119,6 PHrHjnPbEI

0138,000965,000138,022

2

SS

LLS

Z

Page 69: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Penilain indeks CP dinilai berdasarkan arahan dari Arsyad (1989)

dan Abdurrahman dalam Asdak (1995) dalam lampiran 19 dan 20

tabel nilai factor CP.

2) Tutupan Vegetasi

Perhitungan tutupan lahan dilakukan dengan interpretasi citra ikonos

tahun 2011 pada lokasi penelitian yang dioverlay dengan peta satuan lahan.

Dari setiap satuan lahan dilakukan delineasi tutupan tajuk pohon untuk

menentukan luasan tutupan vegetasi. Setelah diketahui luasan tutupan vegetasi

pada setiap satuan lahan kemudian dilakukan perbandingan dengan luas setiap

lahan dan dikalikan 100 % untuk mengetahui prosentase tutupan vegetasi.

3) Tindakan Konservasi

Penentuan tindakan konservasi yang dilakukan dengan melakukan

observasi atau pengamatan langsung di lapangan. Tindakan yang diamati

berupa pengelolaan tanaman (konservasi secara vegetatif) dan konservasi secara

teknik. Penentuan baik, sedang dan buruknya tindakan konservasi menurut

ketentuan dari Arsyad (1989) dan Departemen Kehutanan (2011) yang dapat

dilihat pada lampiran tabel kriteria tindakan konservasi. Penilaian dilakukan

dengan melihat praktek dari konservasi vegetatif dan teknik yang ada di

lapangan kemudian setiap konservasi dinilai baik, sedang dan buruknya.

4) Kelas Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng dicari dengan menggunakan analisis ketinggian

tempat dengan peta RBI. Kemiringan lereng tersebut kemudian dikelaskan

dengan mengacu pada pembagian kelas lereng menurut Departemen Kehutanan

(2011) yang membagi kelas lereng menjadi V kelas yaitu kelas I (< 8%), kelas

II (8-15 %), kelas III (15-25%), kelas IV (25-40 %), kelas V (> 40%).

5) Produktivitas Lahan

Data produktivitas lahan dicari dengan melakukan wawancara dengan

petani penggarap untuk memperoleh data jumlah produksi dalam setahun (Kg)

dan luas lahan garapan (Ha). Data tersebut kemudian dilakukan perbandingan

Page 70: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

untuk memperoleh produktivitas setiap satuan lahan. Produktivitas yang

dimaksud dalam parameter penentuan lahan kritis ini mempunyai pengertian

rasio terhadap komoditi umum optimal dan hasil perbandingan (rasio) ini

berupa data persen.

Produktivitas setiap satuan lahan dibandingkan dengan produksi

komoditi umum optimal di setiap desa yang merupakan dominasi wilayah

satuan lahan kemudian dikalikan 100 % untuk mendapatkan prosentase

produktivitas terhadap komoditi umum tersebut.

6) Keadaan Batuan

Parameter ini dicari dengan melakukan pengamatan (observasi) di

lapangan. Keadaan batuan dengan kelas banyak (> 30 %), sedang (10-30 %)

dan sedikit (< 30 %).

c. Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan

Data spasial parameter penentu lahan kritis setiap fungsi kawasan diberi

skor dan bobot, data tersebut selanjutnya dianalisis untuk memperoleh informasi

mengenai lahan kritis. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan

(overlay) beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis) untuk

menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis.

Pada setiap unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya yaitu

data tabular, sehingga analisisnya disebut juga analisis tabular.

Hasil analisis tabular selanjutnya dikaitkan dengan data spasialnya untuk

menghasilkan data spasial lahan kritis. Metode yang digunakan dalam analisis

tabular adalah metode skoring dan pembobotan. Setiap parameter penentu

kekritisan lahan diberi skor dan bobot tertentu sesuai dengan kriteria masing-

masing fungsi kawasannya, seperti yang terlihat pada tabel 8.

Page 71: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Tabel 8. Kriteria Lahan Kritis Setiap Kawasan

No. Kriteria Kelas Besaran/Deskripsi Skor Bobot

Fungsi Kawasan

Lindung Budi

daya

Lindung

di luar

Hutan

1 Tutupan

Lahan* )

1. Sangat baik > 80 % 5

50 V

V

2. Baik 61 - 80 % 4

3. Sedang 41 - 60 % 3

4. Buruk 20 - 40 % 2

5. Sangat Buruk < 20 % 1

2 Produktivitas

**)

1. Sangat Tinggi > 80 % 5

30

V

2. Tinggi 61 - 80 % 4

3. Sedang 41 - 60 % 3

4. Rendah 20 - 40 % 2

5. Sangat Rendah < 20 % 1

3 Lereng 1. Datar < 8 % 5

10

V 2. Landai 8 - 15 % 4

3. Agak Curam 15 - 25 % 3

4. Curam 25 - 40 % 2 20 V V

5. Sangat Curam > 40 % 1

4 Erosi 1. Ringan Sangat Ringan-Ringan 5 10

V

2. Sedang Sedang 4

3.Berat Berat 3 15 V

4. Sangat Berat Sangat Berat 2 20 V

5 Konservasi 1. Baik Sesuai Kaidah Konservasi 5 10 V

2. Sedang Konservasi Kurang Baik 3

3. Buruk Konservasi Jelek 1 30 V V

6. Keadaan Batuan 1. Sedikit <10% permukaan lhn tertutup batu 5

2. Sedang 10-30% permukn lhn tertp batu 3

3. Banyak >30% permkn lhn terttp batu 1 5 V

Sumber : Permenhut No. P-32/Menhut-II/2009

Keterangan :

* : Dinilai berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon

** : Dinilai Berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal

pada pengelolaan tradisional

Page 72: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Pada unit analisis hasil tumpangsusun (overlay) data spasial, jumlah skor

dan bobot tersebut kemudian dijumlahkan. Setelah semua data ditabulasi maka

dapat ditentukan tingkat kekritisannya dengan mencocokkan total skor yang

diperoleh dengan klasifikasi tingkat kekritisan lahan pada tabel 14 berikut ini:

Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan

Tingkat Kekritisan Lahan

Total Skor

Kawasan Lindung Kawasan

Budidaya

Kawasan Lindung di

Luar Hutan

Sangat Kritis (SK) 120-180 115-200 110-200

Kritis (K) 181-270 201-275 201-275

Agak Kritis (AK) 271-360 276-350 276-350

Potensial Kritis ((PK) 361-450 351-425 351-425

Tidak Kritis (TK) 451-500 426-500 426-500

Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009

2. Arahan Rehabilitasi Lahan

Setelah tingkat kekritisan setiap satuan lahan dalam fungsi kawasan

tertentu sudah diketahui, langkah selanjutnya yaitu melakukan arahan rehabilitasi

lahan. Arahan rehabilitasi lahan ini dilakukan secara normatif dan tidak mutlak

serta didasarkan pada kondisi fisik setiap satuan lahan dan belum

mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan kepemilikan lahan secara rinci di

lapangan.

Rehabilitasi lahan yang dilakukan merupakan upaya-upaya yang bertujuan

untuk memelihara dan mengembalikan produktifitas lahan dan memperbaiki tanah

yang telah rusak (konservasi tanah), yang dilakukan dengan cara vegetatif dan

teknik.

Arahan rehabilitasi lahan dalam penelitian ini menggunakan petunjuk dari

Departemen Kehutanan (2009) dengan modifikasi, yang diwujudkan dalam tabel

tingkat bahaya erosi dan teknik konservasi tanah dengan arah kegiatan berdasarkan

fungsi lahan setiap satuan lahan. Simbol rehabilitasi yang digunakan bersumber

dari Departemen Kehutanan dengan prioritas rehabilitasi berdasarkan tingkat

kekritisan lahan seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

Page 73: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Pada penelitian ini arahan rehabilitasi dilakukan dengan pendekatan

karakteristik satuan lahan. Arahan rehabilitasi lahan dikelompokkan berdasarkan

tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng,

fungsi kawasan, dan penggunaan lahan eksisting pada setiap satuan lahan. Berikut

ini adalah contoh penyusunan dan cara pembacaan rehabilitasi.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan penjelasan yang memberikan gambaran

tentang keseluruhan kegitan, meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis data

yang telah terkumpul sampai dengan penulisan laporan. Prosedur ini dapat dirinci

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan dan Pengajuan Proposal

Pada tahap ini dilakukan observasi awal terhadap daerah penelitian

kemudian mencari literatur yang sesuai dengan tema penelitian.

2. Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk menggumpulkan

data yang diperlukan. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah

lembar check List dan quisioner produktivitas lahan.

Tingkat Kekritisan Lahan Contoh - Sangat Kritis

Tingkat Bahaya Erosi - Berat

Kelas Kemiringan Lereng - Curam

Fungsi Kawasan - Fungsi Lindung

Penggunaan Lahan - Tegalan

Arahan Rehabilitasi Teknik Teras Bangku

Arahan Rehabilitasi Vegetatif Agroforestri

Gambar 20. Contoh Pembacaan Arahan Rehabilitasi Lahan

SK. B. IV. FL. TG

T(3) V(12)

Page 74: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

3. Tahap Pengumpulan data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa pengambilan sampel

tanah terusik dan tidak terusik yang diperlukan guna analisis kadar bahan organik,

tekstur, struktur dan tingkat permeabilitas.

4. Tahap Analisis Data

Tahap ini merupakan tahap dimana data yang diperoleh dihitung, dianalisis

dan diklasifikasikan untuk dapat menyimpulkan hasil dari penelitian.

5. Tahap Penulisan Laporan Penelitian

Merupakan tahap terakhir dalam penelitian dimana hasil penelitian yang

diperoleh dilaporkan atau disajikan dalam bentuk tulisan.

Adapun langkah-langkah penelitian tersebut dapat digambarkan dalam

diagram alir penelitian yang dapat dilihat pada gambar 21 berikut ini

Page 75: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Peta RBI Lembar Poncol, Tawangmangu,

Wonogiri dan Girimarto Skala 1 :25.000

Peta Geologi Lembar Ponorogo

Skala 1:100.000

Peta Tanah Tinjau

Kabupaten Karanganyar &

Wonogiri Skala 1:250.000

Skala 1:50.000

Peta Tanah

DAS Walikan Skala 1:50.000

Peta Geologi

DAS Walikan

Skala 1:50.000

Peta Penggunaan Lahan

DAS Walikan

Skala 1:50.000

Peta Kemiringan Lereng

DAS Walikan

Skala 1:50.000

Tumpangsusun (overlay)

Peta Satuan Lahan Tentatif

Cek Lapangan

Peta Satuan Lahan

Penentuan Titik Sampel

Kriteria Fungsi Kawasan

Klasifikasi

Peta Fungsi Kawasan

Kriteria Lahan Kritis

Peta Tingkat Kekritisan Lahan

Peta Arahan Rehabilitasi Lahan

- Curah Hujan

- Kemiringan Lereng

- Tanah

Interpretasi Citra

Google Earth Tahun

2011

Kerja Lapangan

Pengukuran & Pengumpulan data

Lapangan

Skoring & Pembobotan

Overlay

- Tutupan Lahan

- Tindakan Konservasi

- TBE

- Kemiringan Lereng

- Produktivitas Lahan

- Banyaknya Batuan

- TBE

- Kemiringan Lereng

- Penggunaan Lahan

- Solum Tanah

Keterangan :

Peta RBI Lembar Poncol, Tawangmangu,

Wonogiri dan Girimarto Skala 1 :25.000

Peta Geologi Lembar Ponorogo

dan Giritontro Skala 1:100.000

Peta Tanah Tinjau

Kabupaten Karanganyar &

Wonogiri Skala 1:250.000

Skala 1:50.000

Peta Tanah

DAS Walikan Skala 1:50.000

Peta Geologi

DAS Walikan

Skala 1:50.000

Peta Penggunaan Lahan

DAS Walikan

Skala 1:50.000

Peta Kemiringan Lereng

DAS Walikan

Skala 1:50.000

Tumpangsusun (overlay)

Peta Satuan Lahan Tentatif

Cek Lapangan

Peta Satuan Lahan

Penentuan Titik Sampel

Kriteria Fungsi Kawasan

Klasifikasi

Fungsi Kawasan

Kriteria Lahan Kritis

Peta Tingkat Kekritisan Lahan

Peta Arahan Rehabilitasi Lahan

- Curah Hujan

- Kemiringan Lereng

- Tanah

Interpretasi Citra

Google Earth Tahun

2011

Kerja Lapangan

Pengukuran & Pengumpulan data

Lapangan

Skoring & Pembobotan

Overlay

- Tutupan Lahan

- Tindakan Konservasi

- Erosi

- Kemiringan Lereng

- Produktivitas Lahan

- Banyaknya Batuan

- TBE

- Kemiringan Lereng

- Penggunaan Lahan

- Solum Tanah

Gambar 21. Diagram Alir Penelitian

Data

Proses

Hasil

Page 76: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian

1. Letak, Batas, dan Luas

Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walikan. Secara

astronomis letak DAS Walikan berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Skala

1:25.000 Edisi l - 2001 terletak antara 07o

41’ 44” - LS-07º 46’ 56” LS dan 110º

56’ 08” – 111º 10’ 24 “ BT. Berdasarkan koordinat UTM terletak antara 9134476

mT – 9154271 mT dan 492866 mU – 521766 mU. Secara administratif DAS

Walikan berada di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri,

Propinsi Jawa Tengah.

DAS Walikan merupakan Sub DAS Bengawan Solo Hulu yang berbatasan

dengan :

Sebelah Barat : DAS Mento di Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo

dan Wonogiri

Sebelah Timur : DAS Gonggang di Kabupaten Magetan Jawa Timur

Sebelah Selatan : DAS Amblo dan DAS Keduang di Kabupaten

Wonogiri

Sebelah Utara : DAS Jlantah di Kabupaten Karanganyar dan

Sukoharjo

Secara administrasi wilayah DAS Walikan yang berada di bagian hulu

yaitu Kecamatan Jatiyoso, bagian tengah di Kecamatan Jatipuro dan bagian hilir

di Kecamatan Wonogiri. Wilayah administrasi DAS Walikan yang terletak di

Kabupaten Karanganyar meliputi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Jatipuro dan

Jatiyoso, sedangkan wilayah yang masuk dalam Kabupaten Wonogiri meliputi

Kecamatan Wonogiri.

Wilayah Kecamatan Jatiyoso terdiri dari 6 Desa yaitu Desa Beruk,

Wonorejo, Wonokeling, Jatiyoso, Petung, Jatisawit. Untuk Kecamatan Jatipuro

55

Page 77: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

terdiri dari 5 Desa yaitu Desa Jatiroyo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari dan

Jatisobo, sedangkan wilayah DAS Walikan yang masuk dalam Kecamatan

Wonogiri meliputi 3 Desa yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno.

Luas wilayah DAS Walikan secara keseluruhan mencapai 5.599,64 Ha

atau sebesar 55.996.400 m2. Kecamatan paling luas yaitu Kecamatan Jatiyoso

dengan luas 3.197,709 Ha dengan wilayah Desa yang terluas yaitu Desa

Wonorejo dengan luas wilayah 813,022 Ha (53,23 %), luas Kecamatan Jatipuro

sebesar 1.747,358 Ha (31,20 %) dan Kecamatan dengan luasan terkecil yaitu

Kecamatan Wonogiri yang hanya mencakup 3 Desa dengan luas wilayah sebesar

654,572 Ha (15,53%).

Pembagian administrasi DAS Walikan secara rinci dikemukakan dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 10. Pembagian Administrasi DAS Walikan

No. Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) %

1. Karanganyar 1. Jatiyoso 1. Beruk

2. Wonorejo

3. Wonokeling

3. Jatiyoso

4. Petung

5. Jatisawit

147,192

813,022

245,966

765,041

615,475

395,525

53,26

2. Jatipuro 1. Jatoroyo

2. Jatipuro

3. Jatipurwo

4. Ngepungsari

5. Jatisobo

244,182

341,682

502,004

83,471

576,019

31,20

2. Wonogiri

1. Wonogiri 1. Sonoharjo

2. Manjung

3. Giriwarno

439,609

214,963

215,488

15,54

Luas Total 5.599,64 100

Sumber : Peta Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1: 25.000 lembar 1508-132

Poncol, lembar 1508-113 Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu,

dan lembar 1508-324 Wonogiri.

Adapun pembagian wilayah adinistrasi, batas DAS, dan letak daerah

penelitian dapat dilihat pada peta 3 yaitu Peta Administrasi DAS Walikan

Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini.

Page 78: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Peta 3. Administrasi

Page 79: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

2. Iklim

Wilayah Indonesia yang terletak pada garis katulistiwa menyebabkan

Negara ini memiliki iklim tropis. Iklim adalah karakteristik cuaca pada suatu

wilayah yang didasarkan atas data yang terkumpul selama kurun waktu yang lama

(sekitar 30 tahun), sedangkan cuaca yaitu kondisi atmosfer yang dinamis,

berubah-ubah dalam waktu singkat (dalam jam atau hari) (Lakitan, 1994:2).

Iklim dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan (intensitas dan

distribusinya), cahaya, suhu, dan angin. Variasi dari unsur-unsur iklim tersebut

dijadikan dasar dalam klasifikasi iklim. Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri,

melainkan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi membentuk sistem

iklim yang terus berputar.

Dalam penelitian ini, unsur iklim yang dibahas hanya terbatas pada data

temperatur dan curah hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Curah

hujan merupakan unsur iklim yang berpengaruh terhadap terbentuknya air. Air

hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat menjadi aliran permukaan (run off),

lengas tanah, evaporasi atau mengalami infiltrasi menjadi air tanah.

a. Temperatur

Penentuan temperatur udara rata-rata di DAS Walikan dan sekitarnya

dihitung dengan menggunakan pendekatan antara suhu dengan ketinggian yang

dikemukakan oleh Oldeman (1977) dalam Lakitan (1994:104) :

Tmax : 31,3 – 0,006 x

Tmin : 22,8 – 0,005 x

dimana :

Tmax : suhu maksimum (oC)

Tmin : suhu minimum (oC)

X : ketinggian tempat (m)

Page 80: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Dari rumus ini diasumsikan bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu

maksimum menurun rerata 0,6 oC dan suhu minimum menurun 0,5

oC per

kenaikan ketinggian 100 meter. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 :

25.000 lokasi DAS Walikan tertinggi berada pada ketinggian 2.250 m dan

terendah yaitu 111,5 m. Dengan menggunakan rumus di atas dapat diperoleh

hasil:

Diketahui : x1 : 2.250 m

x2 : 111,5 m

Jawab :

Tmax pada ketinggian 2.250 m adalah : 31,3 – 0,006 x1

: 31,3 – 0,006 . 2.250

: 17,8 oC

Tmin pada ketinggian 2.250 m adalah : 22,8 – 0,005 x

: 22,8 – 0,005 . 2.250

: 11,3 oC

Tmax pada ketinggian 111,5 m adalah : 31,3 – 0,006 x1

: 31,3 – 0,006 . 111,5

: 30,63 oC

Tmin pada ketinggian 111,5 adalah : 22,8 – 0,005 x

: 22,8 – 0,005 . 111,5

: 22,24 oC

Berdasarkan rumus di atas dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tertinggi

DAS Walikan yaitu pada ketinggian 2.250 m rata-rata temperatur tertinggi adalah

17,8 oC dan temperatur terendah 11,3

oC. Pada lokasi terendah DAS Walikan

yaitu pada ketinggian 111,5 m rata-rata temperatur tertinggi adalah 30,63 oC dan

temperatur terendah 22,24 oC.

b. Curah Hujan

Data rerata curah hujan, jumlah hari hujan, dan intensitas hujan selama

kurun waktu 10 tahun (2001-2011) digunakan untuk menentukan sebaran curah

hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Selain itu, data curah hujan

Page 81: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

yang diperoleh untuk menentukan rerata bulan basah, lembab, dan kering yang

digunakan untuk menentukan tipe curah hujan di DAS Walikan. Berikut disajikan

data rerata curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan selama 10 tahun

terakhir di lokasi penelitian.

Tabel 11. Rerata Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011

No. Stasiun Curah Hujan

(mm/hari)

Hari Hujan

(Hari/Tahun)

Intensitas CH

(mm/Hari)

1 Bendung Colo 1988.25 114.9 17.30

2 Ngadiroyo 2718.1 105 25.89

3 Jatipuro 2689 126.2 21.31

4 Jatiyoso 2637.52 127.3 20.72

5 Tawangmangu 3324 165.4 20.10

Sumber : Analisis Data Curah Hujan Tahun 2001-2011

Penentuan tipe iklim dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi

menurut Schmidt dan Ferguson. Rumus yan digunakan yaitu :

% 100 BasahBulan rata-Rata

KeringBulan rata-Rata : Q x

Klasifikasi bulan kering, lembab dan basah menggunakan klasifikasi menurut

Mohr yaitu :

- Bulan kering yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan < 60 mm

- Bulan lembab yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan antara 60-100 mm

- Bulan basah yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan > 100 mm

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh DAS Walikan memiliki tipe

curah hujan C (agak basah) dan tipe curah hujan D (sedang). Tipe curah hujan C

dengan dominasi wilayah meliputi Desa Manjung, dan tipe curah hujan D

meliputi Sonoharjo, Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari, Jatiroyo,

Jatisawit, Petung, Giriwarno, Jatiyoso, Wonorejo, Beruk.

Hasil analisis ini didasarkan pada besarnya nilai Q yang kemudian

dicocokkan dengan tabel 12 yaitu tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson

berikut ini :

Page 82: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Tabel 12. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson

Tipe Nilai Klasifikasi

A 0 ≤ Q < 14,3 Sangat basah

B 14,3 ≤ Q < 33,3 Basah

C 33,3 ≤ Q < 60 Agak basah

D 60 ≤ Q < 100 Sedang

E 100≤ Q < 167 Agak kering

F 167 ≤ Q < 300 Kering

G 300≤ Q < 700 Sangat kering

H 700≤ Q Luar biasa kering

Sumber : Lakitan (1994:15)

Adapun hasil analisis perhitungan tipe curah hujan Menurut Schmidt dan

Ferguson dari masing-masing stasiun pengamatan curah hujan adalah sebagai

berikut :

Tabel 13. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap Stasiun

Pengamatan

No. Stasiun Q = (Bln Kering / Bulan Basah) x 100 % Tipe Klasifikasi

1 Bendung Colo 89.23 D Sedang

2 Ngadiroyo 51.90 C Agak Basah

3 Jatipuro 54.32 C Agak Basah

4 Jatiyoso 58.97 C Agak Basah

5 Tawangmangu 45.12 C Agak Basah

Sumber : Analisis Data Curah Hujan 2001-2011

3. Fisiografi Wilayah

Menurut van Bemmelen (1949:26) fisiografis Pulau Jawa dibagi menjadi 4

bagian :

a. Jawa Barat (sebelah barat Cirebon)

b. Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang)

c. Jawa Timur (antara semarang dan Surabaya)

d. Jazirah sempit di bagian timur Jawa (oosththoek) dengan Selat Madura dan

Pulau Madura.

Berdasarkan pembagian zone, Pulau Jawa dibagi menjadi tiga zone yaitu

zone utara (northen zone), zona tengah (central zone) dan zona selatan (southern

Page 83: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

zone). Berdasarkan pembagian fisiografis di atas, DAS Walikan masuk dalam

zone tengah. Zone tengah terdiri dari Subzone solo (sensu stricto), Subzone Blitar

dan Subzone Ngawi. Tepatnya lokasi penelitian terdapat di jalur Subzone Solo

(sensu stricto) yaitu zone depresi sentral atau Zone Solo (Solo Zone) dengan

lokasi berada di komplek Gunungapi Lawu. Sebelah utara zone depresi ini

dibatasi oleh Pegunungan Kendeng dan sebelah selatan dibatasi oleh Pegunungan

Selatan. Komplek Gunungapi lawu terdiri dari dua pegunungan utama yaitu

Gunungapi Lawu di sebelah utara dan Gunungapi Jobolarangan di sebelah selatan

(Lawu tua). DAS Walikan masuk ke dalam satuan Gunungapi Jobolarangan.

Gambar 22. Letak Fisiografis DAS Walikan

(Sumber : van Bemmelen 1949:26 dengan Modifikasi dan Citra Ikonos

Google Earth 2012)

4. Geologi

Berdasarkan Peta Lembar Ponorogo (1508-1) Tahun 1997 dan Lembar

Giritontro (1407-6) Tahun 1992 Skala 1:100.000, susunan litologi daerah

penelitian adalah sebagai berikut :

Letak Fisiografis

DAS Walikan

Page 84: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

a. Qvsl (Lava Sidoramping)

Merupakan lava berstruktur alir yang berasal dari komplek Gunungapi

Sidoraming, G.Puncakdalang, G.Kukusan, dan G.Ngampiyungan yang mengalir

ke arah barat. Terdiri dari lava andesit, kelabu tua, porfiritik terdiri dari

plagioklas, kuarsa, feldspar, masa dasar mikrolit plagioklas dan kaca. Material ini

tersebar di bagian puncak dari lokasi penelitian yaitu berada di Desa Beruk dan

Wonorejo.

b. Qvjb (Breksi Jobolarangan)

Merupakan breksi Gunungapi, mempunyai ciri-ciri dengan warna

kecoklatan, bila lapuk kemerahan, bersusunan andesit, komponen berukuran 2 –

20 cm, menyudut tanggung – membundar tanggung. Masa dasar batu pasr tufan

berbutir sedang – kasar, terpilah buruk, kemas terbuka. Persebarannya di Desa

Wonorejo.

c. Qvjl (Lava Jobolarangan)

Lava ini bersusunan andesit berwarna kelabu tua, porfiritik, terdiri dari

plagioklas, kuarsa dan feldspar di dalam mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi.

Lava berstuktur alir ini berasal dari kompleks G.Sidoramping, G.Puncakdalang,

G.Kukusan dan G.Ngampiyungan. Arah aliran umumnya ke barat, lekuk seperti

kawah di puncak G.Silamuk yang diduga bekas letusan yang terbuka ke barat.

Material ini tersebar di Desa Wonorejo dan sebagia kecil di Desa Beruk.

d. Qlla (Endapan Lahar Lawu)

Merupakan endapan lahar Gunungapi Lawu yang terdiri dari andesit,

basalt dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk

perbukitan rendah atau mengisi dataran di kaki gunungapi. Material ini tersebar di

Desa Jatiyoso, Jatipurwo, Jatisawit, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisobo, Petung,

Sonoharjo, Giriwono, Manjung, dan Giriwono.

Untuk mengetahui persebaran Geologi di lokasi penelitian dapat dilihat

pada Peta 4. Peta Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri

Tahun 2012 berikut ini.

Page 85: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Peta 4. Geologi

Page 86: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

5. Geomorfologi

Pada hakekatnya geomorfologi mempelajari bentuk-bentuk (morfologi)

bentangalam. Van Zuidam (1978:3) mendefinisikan geomorfologi sebagai ilmu

yang mempelajari bentuklahan dan proses-proses yang bekerja padanya serta

menyelidiki kaitan antara bentuklahan dengan proses yang bekerja dalam susunan

keruangan.

a. Morfografi

Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan

bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat

dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau

gunungapi, lembah dan dataran. Berdasarkan atas pembagian ekosistem DAS,

daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan

hilir.

Bagian hulu DAS mempunyai kemiringan lereng curam sampai sangat

curam dengan ketinggian tempat di atas 800 m dpal dan didominasi oleh tanah

andosol dan penggunaan lahan hutan dan tegalan. Bagian hulu DAS Walikan

sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan struktural (terlipat) yang

ditandai dengan adanya lembah (sinklinal) berbentuk V dan punggungan

(antiklin) yang merupakan anak kaki lereng Gunung Lawu bagian selatan.

Gambar 23 . Bentuklahan Perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo

(Foto Diambil 23 Januari 2012)

Page 87: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Di bagian tengah DAS yang merupakan daerah transisi atau peralihan

antara bagian hulu dan hilir. Bagian tengah DAS merupakan daerah yang ditandai

dengan kemiringan lereng landai sampai curam dan berada pada ketinggian

tempat antara 200-800 m dpal. Sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan

yang terdenudasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas penduduk

dalam konservasi lahan termasuk kegiatan pertambangan. Selain itu, juga ditemui

bentukan ledok antar perbukitan atau lembah berbentuk U tajam yang

dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk menanam padi ataupun palawija.

Bagian hilir DAS mempunyai kemiringan lereng datar (kelas I) dan

Bentuklahan yang ada di bagian hilir merupakan bentuklahan yang

sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas sungai, ketinggian tempat rata-rata

kurang dari 200 m dpal. Bentuklahan yang ditemui adalah bentuklahan fluvio

vulkan. Bentuklahan ini dimulai dari Desa Jatisawit, Jatiroyo, Jatipuro, Jatisobo,

Giriwono, Sonoharjo dan Manjung.

Peta ketinggian tempat di DAS Walikan dapat dilihat pada peta 5. Peta

Ketinggian DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.

Peta ini diolah dengan fasilitas 3D Analisys pada Arc View GIS.

Bukit Terdenudasi

Gambar 24. Bukit Terdenudasi Akibat Pertambangan di Desa Wonokeling

(Foto Diambil 8 Juli 2011)

Page 88: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Peta 5. Ketinggian Tempat

Page 89: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

b. Morfogenesa

Geomorfologi lokasi penelitian tidak terlepas dari pembentukan morfologi

Pulau Jawa. Dua aspek yang menonjol dalam pembentukan Pulau Jawa adalah

iklim tropis lembab dan kegiatan vulkanik yang kuat (Tim Fak.Geografi UGM,

1996:5). Aktivitas vulkanik ini tidak terlepas dari kegiatan tektonik lempeng yang

berlangsung yaitu adanya penunjaman Lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang

menyebabkan terbentuknya jajaran Gunungapi di sepanjang jalur timur sampai

barat Pulau Jawa. Geomorfologi Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 zone yaitu

utara, tengah dan selatan. Lokasi penelitian sendiri berada di zone tengah yaitu

berada di komplek Gunung Lawu tepatnya di lereng selatan.

Morfogenetik adalah proses atau asal - usul terbentuknya permukaan

bumi, seperti bentuklahan perbukitan atau pegunungan, bentuklahan lembah atau

bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan

permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Dilihat dari

proses terjadinya bentuklahan, morfogenesa ini dapat dibagi menjadi

morfostruktur pasif, morfostruktur aktif dan morfostruktur dinamik.

Morfostruktur aktif merupakan aktivitas proses endogen yaitu proses yang

dipengaruhi oleh kekuatan atau tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah

bentuk permukaan bumi. Tenaga endogen yang bekerja di lokasi penelitian

meliputi vulkanisme yang berasal dari Gunung Jobolarangan (lawu tua). Selain itu

juga, keadaan geomorfologi setempat dipengaruhi oleh adanya pelipatan (folding)

yang membentuk jajaran perbukitan yang memanjang sehingga terlihat punggung-

punggung lipatan yang disebut antiklinal dan lembah lipatan yang disebut

sinklinal. Adanya perbukitan lipatan ini dapat dijumpai di Desa Beruk dan

Wonorejo.

Morfostruktur pasif dapat dilihat dari litologi daerah setempat atau struktur

batuannya. Jenis litologi yang dijumpai di daerah penelitian berdasarkan peta

geologi DAS Walikan adalah batuan breksi yang merupakan jenis batuan sedimen

klastik yang dihasilkan oleh aktivitas letusan vulkanik Gunung Jobolarangan

(lawu tua). Materi penyusun berupa batuan sedimen berupa breksi vulkanik yang

Page 90: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

mencerminkan bentuklahan perbukitan yang memanjang. Selain itu, batuan

penyusun lainnya berupa batuan andesit dari endapan lahar lawu yang merupakan

jenis batuan beku. Adanya batuan ini mencerminkan adanya aktivitas vulkanik

sebagai pembentuk muka bumi di lokasi penelitian.

Morfostruktur dinamik dipengaruhi oleh proses tenaga eksogen

merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor - faktor dari luar bumi, seperti

iklim, biologi dan artifisial. Proses ini akan menimbulkan adanya proses

degradasi dan agradasi di lokasi penelitian. Proses degradasi yan berlangsung di

lokasi penelitian dipengaruhi oleh erosi dan longsor lahan. Bentuk erosi yang

banyak dijumpai di lokasi penelitian meliputi erosi lembar sampai parit.

Terjadinya erosi di lokasi penelitian dipengaruhi oleh keadaan topografi dengan

kemiringan lereng agak curam sampai sangat curam serta adanya aktivitas

penduduk yang kurang menerapkan prinsip konservasi yang benar.

Gambar 25. Erosi Lembar (Kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan

Wonogiri dan Erosi Parit (Kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso (Foto diambil

23 dan 25 Januari 2012)

Proses degradasi lainnya yaitu akibat longsor lahan yang banyak terjadi di

bagian tengah DAS. Adanya longsor lahan ini umumnya disebabkan karena

tindakan konservasi yang kurang tepat termasuk aktivitas penambangan,

rendahnya tutupan lahan, berubahnya fungsi lahan, keadaan tanah yang labil

akibat pengolahan lahan yang kurang memperhatikan konservasi yang benar, dan

kemiringan lereng yang curam.

Page 91: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Gambar 26. Longsoran Rotasi di Desa Wonorejo (Kiri) dan Desa Jatiyoso

(Kanan), Kecamatan Jatiyoso (Foto Diambil 9 Juli 2011)

Di bagian bawah DAS (Hilir) terjadi proses sedimentasi yang merupakan

kelanjutan dari proses erosi dan merupakan penyebab dari proses agradasi.

Adanya sedimentasi yang umunya terjadi di sekitar bantaran sungai dimanfaatkan

petani untuk ditanami padi ataupun palawija karena umumnya lahan pada daerah

ini merupakan lahan yang subur.

Gambar 27. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri (Foto

Diambil 24 Januari 2012)

Sedimentasi Ditanami Padi

Page 92: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

c. Morfokronologi

Proses pembentukan morfologi DAS Walikan yang telah dipaparkan

pada morfogenesa lokasi penelitian di atas telah terjadi terutama pada kala

plistosen tengah dan pada batas plistosen atau holosen. Pembentukan morfologi

lokasi penelitian dipengaruhi oleh sesar dan lipatan yang terjadi pada akhir tersier.

Sedimentasi pada cekungan laut dalam, bersamaan dengan kegiatan gunungapi di

lereng cekungan yang curam serta dipengaruhi oleh gejala longsoran bawah laut.

Endapan turbidit asal gunungapi terbentuk sejak akhir oligosen dan

menerus hingga akhir miosen awal. Kegiatan turbidit yang belum mantap

menyebabkan terumbu-terumbu tersebut runtuh dan terendapkan kembali di

tempat yang lebih dalam bersama-sama dengan klastika gampingan yang lebih

halus. Kegiatan tektonik menjelang permulaan orogenesa miosen tengah ditandai

dengan pengangkatan dan penerobosan magma yang menghasilkan andesit, dasit

dan basal. Keadaan demikian menyebabkan terbentuknya jajaran pegunungan

yang salah satunya adalah Gunung Lawu yang merupakan komplek dari lokasi

penelitian.

d. Morfometri

Aspek geomorfologi yang dapat diketahui adalah kemiringan lereng.

Kemiringan lereng merupakan gambaran perbandingan beda tinggi di suatu

wilayah dengan jarak mendatarnya. DAS Walikan mempunyai bentuklahan yang

bervariasi mulai dari bentuklahan asal struktural, denudasional dan fluvial. Hal ini

menyebabkan kemiringan lerengnya yang sangat beragam yaitu dari datar sampai

sangat curam.

Lereng dengan kemiringan datar menempati luasan terbesar yaitu sebesar

59,82 % dari luas DAS Walikan. Lereng datar biasanya berada di daerah hilir

DAS. Lereng sangat curam mempunyai persentase luas sekitar 10,19 % dari luas

total DAS. Persebaran kemiringan lereng lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta

6. Peta Kemiringan Lereng DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri

Tahun 2012.

Page 93: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Peta 6. Kemiringan Lereng

Page 94: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

6. Tanah

Pembentukan tanah yang ada di DAS Walikan dipengaruhi oleh geologi

setempat. Tanah yang ada di DAS Walikan terdiri dari 3 macam tanah yaitu

a. Latosol Coklat Kemerahan

Tanah latosol menurut Darmawijaya (1997:297) meliputi tanah-tanah

yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut,

sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika, dengan

meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna merah. Tanah ini menurut

Hardjowigeno, (1987:180) umumnya mempunyai kadar liat lebih dari 60 %,

struktur tanah remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas-

batas horison yang kabur, solum dalam (> 150 cm), kejenuhan basa kurang dari

50 %, dan umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horison kambik.

Macam tanah latosol coklat kemerahan yang ada di DAS Walikan berasal

dari bahan induk basa berupa andesit yang berasal dari Gunung Jobolarangan,

Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam, Gunung Kukusan dan Gunung

Ngampiyungan.

Macam tanah ini mengalami pelapukan pelindian yang lebih muda,

sehingga batas horisonnya kabur. Luas macam tanah ini adalah 3.762,037 Ha atau

167,184 % dan merupakan macam tanah terluas di DAS Walikan. Daerahnya

meliputi Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Jatoroyo, Jatisawit, Petung, Jatiyoso, dan

Wonorejo.

Berikut ini profil tanah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif

425 cm yang ada di Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro :

Page 95: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Gambar 28. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro, Kecamatan

Jatipuro (Foto diambil 25 Januari 2012)

b. Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan

Asosiasi tanah merupakan satuan tanah dengan syarat ada minimal dua

jenis tanah yang luasnya tidak ada 70 % dan batas di lapangan dapat dibedakan.

Macam tanah ini sebagian besar terdapat di Kecamatan Wonogiri meliputi

Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno dengan luas sekitar 992,404 Ha atau

17,723%.

Tanah litosol merupakan golongan tanah yang belum mengalami

diferensiasi profil membentuk horison, sehingga masih dianggap lapisan

(Darmawijaya, 1997:287). Tanah ini dicirikan dengan kedalaman tanahnya yang

dangkal dan profil belum memperlihatkan horison-horison dengan sifat-sifat dan

ciri-ciri batuan induk.

Ciri-ciri yang bisa diamati pada macam tanah ini secara umum di lokasi

penelitian adalah kedalaman efektif sekitar 40-115 cm dan terletak 218-610 m

dpal. Berikut adalah gambar profil tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat

kemerahan di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.

Page 96: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Gambar 29. Profil Tanah Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan di

Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri

(Foto diambil 26 Januari 2012)

c. Komplek Andosol Coklat dan Andosol Coklat Kekuningan

Satuan tanah ini dicirikan dengan tidak ada tanah yang luasnya > 70 %,

terdapat lebih satu nama tanah, dan batas di lapangan tidak dapat dilihat dengan

jelas. Tanah andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang

(very porous), mengandung bahan organik dan dan lempung (clay) tipe amorf,

terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida-besi (Darmawijaya,

1997:319). Andosol merupakan tanah yang mengandung bahan organik jauh lebih

banyak daripada tanah non-vulkanik dalam keadaan lingkungan yang serupa. Hal

ini disebabkan karena dekomposisi bahan organik dalam andosol terhambat oleh

hidroxida alumunium yang amorf (Kosaka et al, 1962 dalam Darmawijaya,

1997:329).

Tanah andosol yang dijumpai di lokasi penelitian umumnya berwarna

hitam kelam, coklat sampai coklat kekuningan, struktur remah atau granuler,

sangat gembur, tidak lekat (non-sticky), tidak liat (non-plastic). Pembentukan

tanah andosol di lokasi penelitian dipengaruhi oleh pelapukan batuan andesit yang

Page 97: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

berasal dari Gunung Jobolarangan, Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam,

Gunung Kukusan dan Gunung Ngampiyungan.

Gambar 30. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso,

Kabupaten Karanganyar (Foto diambil 23 Januari 2012)

Luas satuan tanah ini di Lokasi penelitian adalah 845.199 Ha atau 15,094

% dari luas lahan DAS Walikan. Persebaran tanah ini berada di Desa Wonorejo

dan Desa Beruk Kabupaten Karanganyar. Persebaran macam tanah lokasi

penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah DAS Walikan Kabupaten Karanganyar

dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini.

Data tanah diperoleh dari BAPEDA Kabupaten Karanganyar dan

Wonogiri. Peta tanah yang tersedia adalah peta tanah tinjau dengan skala 1 :

250.000. Persebaran tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta 7. Peta

Tanah DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.

Page 98: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Peta 7. Tanah

Page 99: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

7. Hidrologi

Deskripsi hidrologi lokasi penelitian yang akan dibahas antara lain adalah

pola aliran sungai, bentuk DAS, alur sungai dan morfometri DAS meliputi luas,

orde dan tingkat percabangan sungai, serta kerapatan sungai.

a. Pola Aliran

Dalam suatu DAS, sungai mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran

sungai dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak

sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu

pola tertentu. Pola itu tergantung pada kondisi topografi, geologi, iklim, dan

vegetasi yang ada di dalam DAS (Soewarno,1991:21). Pola aliran sungai di lokasi

penelitian adalah pola paralel yaitu pola arah alirannya berbentuk sejajar,

umumnya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah

sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring.

Gambar 31. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan (Sumber : Peta RBI

Lembar Poncol, Tawangmangu, Wonogiri, dan Girimarto)

b. Bentuk DAS

Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk dimana hal ini

akan menentukan pola hidrologi yang ada. Menurut Sosrodarsono dan Takeda

(1977:169) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai berikut :

Pola Aliran Sungai Cenderung Sejajar

Page 100: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Gambar 32. Klasifikasi Bentuk DAS

(Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 1977:169)

Berdasarkan klasifikasi bentuk DAS di atas, DAS Walikan termasuk

dalam bentuk bulu burung. Bentuk DAS seperti ini mengindikasikan bahwa DAS

mempunyai debit banjir yang kecil, karena waktu tiba air dari anak-anak sungai

ke sungai utama yang berbeda-beda. Tetapi bila terjadi banjir akan berlansung

agak lama. Bentuk sungai utama umumnya memanjang dengan anak-anak sungai

yang berada di kanan kirinya mengalir ke sungai utama.

Page 101: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

c. Alur Sungai

Sebagaimana telah dijelaskan pada landasan teori bahwa alur sungai atau

pembagian DAS menurut ekosistemnya ada 3 yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir.

Bagian hulu merupakan daerah dengan tingkat erosi tinggi. Hal ini disebabkan

karena daerahnya yang berupa pegunungan dengan arah aliran yang relatif cepat

dengan gradien yang besar sehingga penampang melintang berbentuk V dengan

tebing batuan induk. Berbeda dengan bagian hilir yang penampang melintangnya

berbentuk U dengan tebing batuan endapan yang belum mengeras.

Material endapan yang ada di bagian hulu, tengah dan hilirpun berbeda. Di

bagian hulu umunya material berupa krakal dan bongkah-bongkah batuan induk

dengan air yang jernih, di bagian tengah material berupa pasir, sedangkan di hilir

terdiri dari material yang berfraksi halus, hal ini disebabkan karena daya angkut

air di bagian hulu lebih besar (arus deras) dan berkurang pada bagian tengah dan

hilir.

Gambar 33. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa

Manjung, Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu Sungai Desa

Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso (Kanan). (Foto diambil 23 Januari 2012)

d. Morfometri DAS

Morfometri DAS merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan

keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif (Soewarno, 1991:33). Morfometri

yang akan diuraikan di sini meliputi luas DAS, gradien sungai, orde dan tingkat

percabangan sungai, serta kerapatan sungai (drainage density).

Page 102: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

1) Luas DAS

Berdasarkan perhitungan luas DAS menggunakan aplikasi SIG dengan Xtool

Update area, perimeter, hectare diketahui luas DAS Walikan adalah 5.599,636

Ha atau 56 Km2. DAS tersebut menurut Heirich et al (1999) dalam Maryono

(2002:174) termasuk dalam klasifikasi DAS kecil.

2) Gradien Sungai

Gradien sungai adalah beda elevasi (d) perpanjang sungai yang diukur (I).

untuk tiap segmen sungai gradiennya tidak sama, tetapi mempunyai sebuah

gradien umum. Gradien sungai dinyatakan dalam m/km, penentuan gradien

dapat langsung di lapangan atau dari peta RBI. Caranya adalah dengan

mengukur beda tinggi antara muara atau hilir dan hulu sungai, kemudian

dicari jarak mendatarnya.

Berdasarkan peta RBI diketahui :

Tinggi Hilir : 111,5 m

Tinggi Hulu : 2.250 m

Jarak mendatar : 28.796,4 m : 28,8 km

Jawab :

Gradien : Beda Tinggi (d)

Jarak Mendatar (I)

: 2.250 m-111,5 m

28,8 km

: 74,25 m/km

Jika dinyatakan dalam derajat adalah :

Tan α : d

I

: 2.250 m – 111,5 m

28. 796,4 m

Tan α : 0,0742

α (o) : arc tan 0,0742

: 4,24 o

Page 103: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Gradien sungai mempengaruhi kecepatan laju aliran air. Semakin besar

gradiennya maka aliran air akan semakin cepat, demikian pula sebaliknya

semakin kecil gradiennya maka aliran air akan semakin lambat. Kecepatan

aliran ini akan berpengaruh terhadap besarnya erosi permukaan. Penentuan

nilai gradien tersebut merupakan gradien global dari suatu sistem sungai,

tetapi seharusnya ada perbedaan antara yang di hulu, tengah dan hilir.

Penentuan gradien yang lebih tepat adalah mencari gradien tiap segmen,

kemudian dicari nilai rata-ratanya.

3) Orde Sungai

Orde sungai ditentukan dari derajat percabangan sungai. Berdasarkan cara

Strahler dalam Soewarno (1991:35), alur sungai paling hulu yang tidak

mempunyai cabang disebut dengan orde pertama, pertemuan antara dua orde

pertama disebut orde kedua, demikian seterusnya sampai pada sungai utama

ditandai dengan nomor orde yang paling besar. Dari perhitungan seperti pada

gambar 34 di peroleh nomor orde sungai sampai orde ke 4. Dengan demikian,

semakin banyak jumlah ordenya semakin luas DAS nya dan semakin panjang

pula alur sungainya. Penentuan orde sungai DAS Walikan dapat dilihat pada

gambar 34.

4) Kerapatan Sungai (Drainage Density)

Kerapatan sungai adalah suatu angka indek yang menunjukkan banyaknya

anak sungai di dalam suatu DAS (Soewarno, 1991:38). Indek tersebut

dinyatakan dalam persamaan :

Keterangan :

Dd : Indek kerapatan sungai (Km/Km2)

L : Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungainya

(Km)

A : Luas DAS (Km2)

Dengan menggunakan perhitungan dengan SIG diketahui :

Dd = L/A

Page 104: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

L : 198,03 Km

A : 56 Km2

Jawab :

Dd : L/A

: 198,03 Km/56 Km2

: 3,536 Km/Km2

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa kerapatan sungainya

adalah 3,54 Km/Km2 sehingga termasuk dalam kerapatan sedang. Kerapatan

sungai pada suatu DAS dapat menentukan sifat drainase pada DAS tersebut.

Semakin besar nilai kerapatan sungainya maka drainase nya akan semakin baik,

demikian pula sebaliknya semakin kecil nilai kerapatan sungainya maka

drainasenya akan semakin buruk. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

kerapatam sungai DAS Walikan tergolong dalam kategori baik atau jarang

mengalami penggenangan. Artinya semakin banyak anak sungai dalam DAS

tersebut maka daerah tangkapan airnya akan semakin baik sehingga akan

memperlancar aliran air dan semakin baik pula kondisi drainase di DAS tersebut.

Page 105: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Gambar 34. Penentuan orde sungai DAS Walikan

Page 106: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

8. Penggunaan Lahan

Terdapat 6 jenis penggunaan lahan yang ada di lokasi penelitian yaitu

sawah, permukiman, tegalan, kebun, hutan dan semak belukar. Jenis penggunaan

lahan di lokasi penelitian di dominasi oleh penggunaan lahan sawah yaitu sekitar

34,64 % dari luas wilayah DAS Walikan. Penggunaan lahan sawah yang sangat

luas ini dipengaruhi oleh mata pencaharian penduduknya yang sebagian besar

bekerja sebagai petani. Penggunaan lahan sawah umumnya memiliki tutupan

lahan berupa padi dan jagung.

Penggunaan lahan terluas kedua yaitu permukiman yaitu sekitar 1.241,34

Ha. Permukiman terpadat umumnya berada di daerah dengan kemiringan lereng

datar atau berada di daerah tengah dan hilir DAS. Jika dilihat dari Peta

Penggunaan Lahan DAS Walikan, permukiman terpadat berada di Kecamatan

Jatipuro. Hal ini disebabkan karena wilayah ini merupakan wilayah pusat

ekonomi dan pemerintahan yaitu adanya pasar dan kantor kecamatan serta sarana

penunjang lainnya seperti sekolah, kantor polisi yang ada di wilayah tersebut.

Tegalan adalah jenis penggunaan lahan terluas ketiga yang biasanya

dimanfaatkan penduduk dengan ditanami jagung. Hampir sebagian besar tutupan

lahan tegalan didominasi oleh jagung. Hanya ada tutupan lahan yang tidak

ditanami jagung yaitu biasanya berada di daerah hulu yaitu di Desa Wonorjo yang

tuupan lahannya berupa tanaman sayur-sayuran dan palawija lainnya. Luas

penggunaan lahan tegalan sekitar 1.232,63 Ha atau sekitar 22,03% dari luas total

DAS Walikan.

Hutan merupakan jenis penggunaan lahan keempat terluas di lokasi

penelitian yang semuanya berada di wilayah DAS hulu atau berfungsi sebagai

hutan lindung bagi wilayah di bawahnya. Tutupan lahan berupa pohon pinus yang

dibiarkan secara alami dengan kerapatan tajuk pohon rendah sampai tinggi. Luas

penggunaan lahan ini sekitar 661,785 Ha.

Penggunaan lahan kebun dan semak belukar mempunyai luas masing-

masing 346,814 Ha dan 177,533 Ha. Kebun yang ada di lokasi penelitian

Page 107: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

umumnya merupakan kebun campuran dengan kerapatan rendah sampai tinggi.

Perbandingan luas dan persentase penggunaan lahan lokasi penelitian dapat dilihat

pada tabel dan diagram lingkaran berikut ini.

Tabel 14. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan DAS Walikan

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Permukiman 1.241,337 22,168

2 Sawah 1.939,537 34,637

3 Hutan 661,785 11,818

4 Kebun 346,814 6,194

5 Tegalan 1.232,63 22,013

6 Semak Belukar 177,533 3,170

Luas Total 5.599,636 100

Sumber : Analisis SIG Tahun 2012

Berikut adalah diagram lingkaran persentase penggunaan di lokasi

penelitian :

Gambar 35. Diagram Lingkaran Persentase Luas Penggunaan Lahan

DAS Walikan

Persebaran penggunaan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta

8. Peta Penggunaan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri

Tahun 2012 berikut ini.

Page 108: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Peta 8. Penggunaan Lahan

Page 109: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

9. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data monografi desa diketahui jumlah penduduk di 13 Desa

yang masuk dalam wilayah administrasi DAS Walikan adalah sebanyak 62.296

jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Giriwarno, namun demikian luasan yang

tercakup di DAS Walikan untuk wilayah Giriwarno hanya 215,488 Ha yang

merupakan wilayah dengan luas terkecil kedua setelah Ngepungsari. Jumlah

penduduk yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jumlah penduduk secara

umum.

Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Sebagai

contoh di Kecamatan Jatipuro yang merupakan wilayah dengan luas terbesar

kedua setelah Jatiyoso, jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani adalah

sebanyak 9.139 jiwa kemudian disusul pedagang dengan jumlah 4.125 jiwa. Hal

ini mengindikasikan bahwa penduduk masih menggantungkan hidupnya pada

lahan pertanian.

Berikut adalah jumlah penduduk masing-masing Desa di 3 Kecamatan

yang masuk dalam DAS Walikan.

Tabel 15. Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011

No. Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Karanganyar 1. Jatiyoso 1. Beruk 4.715

2. Wonorejo 6.123

3. Wonokeling 3.589

3. Jatiyoso 4.489

4. Jatisawit 3.811

5. Petung 3.876

2. Jatipuro 1. Jatiroyo 4.357

2. Jatipurwo 3.972

3. Jatipuro 3.881

4. Jatisobo 5.174

5. Ngepungsari 4.085

2 Wonogiri 3. Wonogiri 1. Sonoharjo 6.659

2. Manjung 3.837

3. Giriwarno 7.317

Total Luas 62.296

Sumber : Monografi Desa di Kecamatan Jatiyoso, Jatipuro, dan Wonogiri Tahun 2011

Page 110: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam penelitian ini, unit analisis atau pendekatan spasial secara mikro

menggunakan satuan lahan. Penyusun satuan lahan ini meliputi tanah, geologi,

kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Data-data penyusun satuan lahan

tersebut berupa peta yang kemudian dilakukan analisis spasial menggunakan

Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil overlay keempat peta tersebut akan

menghasilkan peta satuan lahan.

Terdapat 49 satuan lahan di lokasi penelitian, satuan lahan ini digunakan

sebagai satuan analisis untuk observasi di lapangan dengan mengambil satu lokasi

sampel yang dianggap mewakili untuk satuan lahan yang bersangkutan

berdasarkan atas kesamaan karakteristik. Selain itu, satuan lahan juga dipakai

untuk satuan arahan rehabilitasi lahan yang akan dilakukan sesuai dengan

permasalahan yang ada pada setiap satuan lahan.

Observasi lapangan bertujuan untuk melakukan pengamatan dan

pengukuran kualitas dan karakteristik tanah yaitu berupa panjang dan kemiringan

lereng, solum tanah, keadaan batuan, tindakan pengelolaan tanaman dan

konservas lahan, penggunaan lahan aktual dan pengambilan sampel tanah untuk

diuji di laboratorium. Pengujian sampel tanah dilakukan untuk mengetahui

karakteristik fisik tanah berupa tekstur dan struktur tanah serta karakteristik kimia

tanah yaitu kandungan bahan organik. Sampel yang diujikan sebanyak 11 sampel

dari 49 satuan lahan. Sampel ini diambil atas dasar kesamaan karakteristik berupa

warna dan macam tanah. Adapun karakteristik dan kualitas lahan lokasi penelitian

dapat dilihat pada tabel 16.

Page 111: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Tabel 16. Karakteristik dan kualitas lahan lokasi penelitian

Page 112: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

1. Tingkat Kekritisan Lahan

Langkah awal dalam penentuan lahan kritis adalah menentukan fungsi

kawasan. Setelah fungsi kawasan diketahui baru dilakukan penilaian terhadap

parameter penentu lahan kritis.

a. Fungsi Kawasan

Parameter yang digunakan untuk menentukan fungsi kawasan adalah

kemiringan lereng, tanah dan intensitas curah hujan. Penentuan fungsi kawasan

dihitung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. :

683 / Kpts / Um /8/198 tentang kriteria penetapa fungsi kawasan. Penentuan

fungsi kawasan ini dengan melakukan analisis spasial menggunakan Sistem

Informasi Geografis (SIG) dengan cara menumpangsusunkan (overlay) terhadap

ketiga parameter fungsi kawasan tersebut.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, terdapat empat fungsi kawasan

yang ada di lokasi penelitian yaitu kawasan fungsi lindung, penyangga, budidaya

tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim dan permukiman. Adapun

perhitungan fungsi kawasan setiap satuan lahan dapat dilihat pada lampiran tabel

perhitungan fungsi kawasan. Berikut adalah fungsi kawasan setiap satuan lahan di

lokasi penelitian.

Tabel 17. Fungsi Kawasan Setiap Satuan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2012

No. Nama Satlah No.Satlah Satuan Lahan Luas (Ha)

1 Lindung 9 KAcAck-Qvjb-V-Htn 29,738

13 KAcAck-Qvjl-V-Htn 7,046

20 KAcAck-Qvjl-V-Sb 13,319

21 KAcAck-Qvjl-V-Tg 21,166

23 KAcAck-Qvsl-V-Htn 16,697

2 Penyangga 1 AlMcm-Qlla-I-Kbn 307,657

2 AlMcm-Qlla-I-Pmk 250,875

3 AlMcm-Qlla-I-Sw 514,096

4 AlMcm-Qlla-I-Tg 12,22

5 AlMcm-Qlla-II-Kbn 7,515

6 AlMcm-Qlla-II-Pmk 20,583

7 AlMcm-Qlla-II-Tg 91,411

8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn 30,871

Page 113: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk 7,395

12 KAcAck-Qvjl-II-Tg 13,288

14 KAcAck-Qvjl-III-Tg 44,977

15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn 33,694

16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 11,353

17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 13,412

18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb 8,631

19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg 39,575

22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn 245,741

48 LaCm-Qvjl-IV-Sw 7,549

49 LaCm-Qvjl-IV-Tg 7,835

3 Budidaya Tanaman

Tahunan

28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281

29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237

30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308

31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774

32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11

33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57

34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732

35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556

36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107

39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927

40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198

41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982

42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927

43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405

44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097

45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899

46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425

47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134

4 Budidaya Tanaman

Semusim dan

Permukiman

10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046

24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242

25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703308

26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657

27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284

37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726

38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668

Sumber : Analisis Data Intensitas CH (2001-2011), Macam Tanah, dan

Kemiringan Lereng Tahun 2012

Page 114: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Berdasarkan tabel di atas diketahui luas kawasan fungsi lindung adalah

388,58 Ha atau sekitar 6,93 % dari luas DAS Walikan tepatnya berada di Desa

Wonorejo dan Beruk. Kawasan lindung mempunyai fungsi sebagai daerah

pelindung bagi wilayah di bawahnya sehingga keberlangsungan kawasan ini

sangat penting bagi kelestarian ekosistem DAS. Kawasan ini dijadikan sebagai

fungsi lindung karena lokasinya berada pada lereng kelas V atau berada pada

kemiringan > 40 % dan memiliki jenis tanah yang peka terhadap erosi.

Penggunaan lahan aktual berupa hutan, tegalan dan semak belukar. Kawasan

fungsi penyangga mempunyai luas 1.456,41 Ha atau sekitar 26 % dari luas DAS

Walikan. Fungsi kawasan ini terdapat di satuan lahan dengan kemiringan kelas I

sampai IV dengan dominasi macam tanah yaitu litosol dan andosol. Persebaran

fungsi kawasan ini berada di Desa Manjung, Sonoharjo, Giriwarno, Wonorejo dan

Wonokeling. Penggunaan lahan aktual yang ada di kawasan ini adalah kebun,

permukiman, sawah, hutan, semak belukar dan tegalan. Kawasan fungsi Budidaya

tanaman tahunan mempunyai luas sebesar 1.327,66 Ha atau 23,7 % dari luas DAS

Walikan. Penggunaan lahan aktual berupa tegalan, sawah, kebun, semak belukar,

dan permukiman. Persebaran fungsi kawasan ini sebagian besar berada di

Kecamatan Jatiyoso tepatnya di Desa Jatiyoso, Petung, Jatisawit, Jatiroyo dan

Jatipuro. Fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan 2.426,97 Ha atau 43,34

% dari luas DAS Walikan. Persebaran fungsi kawasan ini berada di Desa Jatisobo,

Jatipuro, Jatipurwo dan Jatisawit. Penggunaan lahan aktual yang ada di kawasan

ini adalah sawah, permukiman, tegalan, dan kebun.

b. Parameter Lahan Kritis

Parameter yang digunakan untuk menentukan lahan kritis yaitu sesuai

dengan petunjuk Departemen Kehutanan pada lampiran Permenhut No.P-

32/Menhut-II/2009. Parameter tersebut didasarkan pada fungsi kawasan pada

setiap satuan lahan. Parameter yang digunakan meliputi besar erosi permukaan,

tutupan lahan berupa tutupan tajuk pohon, tindakan konservasi, kelas kemiringan

lereng, produktivitas lahan dan keadaan batuan. Berikut akan diuraikan parameter

penentu lahan kritis :

Page 115: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

1) Erosi Permukaan

Erosi yang terjadi pada suatu lahan mengindikasikan terjadinya penurunan

daya dukung akibat proses hilangnya unsur hara yang berlangsung secara terus

menerus sehingga berakibat pada penurunan kualitas lahan pertanian dan

perkebunan. Proses ini akan berdampak pada penurunan produktivitas lahan

akibat hilangnya kesuburan tanah yang berdampak pada terjadinya lahan kritis.

Besar erosi tanah merupakan hilangnya tanah dari permukaannya akibat

tetesan hujan atau aliran permukaan. Penentuan besar erosi permukaan

menggunakan metode USLE yaitu dengan pendekatan besarnya erosi dipengaruhi

oleh erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K) atau kepekaan tanah terhadap

erosi, faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) serta faktor tindakan

pengelolaan tanaman dan konservasi yang dilakukan (CP).

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil erosi sangat

ringan dengan besar erosi antara 0,003-10,7 Ton/Ha/Thn dengan luas lahan

mencapai 5.292,96 Ha. Erosi ringan mencapai luas sekitar 71,48 Ha, dengan

besarnya erosi antara 22,6-40,1 Ton/Ha/Thn. Kategori erosi sedang mencapai luas

240,65 Ha dengan besar erosi antara 60-102,32 Ton/Ha/Thn. Erosi berat sampai

sangat berat mencapai luas 24,53 Ha dengan besar erosi antara 220-502

Ton/Ha/Thn. Besarnya erosi di lokasi penelitian lebih dikendalikan oleh faktor

lereng dan tindakan konservasi yang dilakukan. Penentuan besarnya erosi

permukaan dapat dilihat pada tabel 23 berikut ini :

Page 116: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Tabel 18. Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun 2012

No.

Satlah Satuan Lahan Luas ( Ha)

A = R K LS CP A

(Ton/Ha/Thn) Kelas Erosi

Solum

(Cm) TBE

R K LS C P

1 AlMcm-Qlla-I-Kbn 95,393 170,53 0,362 0,21 0,5 0,35 2,308 Sangat Ringan 105 Sangat Ringan

2 AlMcm-Qlla-I-Pmk 250,875 170,53 0,362 0,10 1 0,35 2,269 Sangat Ringan 110 Sangat Ringan

3 AlMcm-Qlla-I-Sw 514,096 170,53 0,362 0,24 0,01 0,02 0,003 Sangat Ringan 115 Sangat Ringan

4 AlMcm-Qlla-I-Tg 12,22 170,53 0,298 0,39 0,7 0,06 0,829 Sangat Ringan 96 Sangat Ringan

5 AlMcm-Qlla-II-Kbn 7,515 153,84 0,298 0,73 0,5 0,5 8,392 Sangat Ringan 56 Sedang

6 AlMcm-Qlla-II-Pmk 20,583 153,84 0,362 1,16 1 0,35 22,660 Ringan 40 Berat

7 AlMcm-Qlla-II-Tg 91,411 153,84 0,362 1,18 0,7 0,06 2,768 Sangat Ringan 53 Sedang

8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn 30,871 192,75 0,304 5,40 0,001 0,1 0,032 Sangat Ringan 83 Ringan

9 KAcAck-Qvjb-V-Htn 29,738 192,75 0,304 6,84 0,5 0,2 40,117 Ringan 86 Sedang

10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 153,84 0,376 0,22 0,7 0,35 3,169 Sangat Ringan 80 Ringan

11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk 7,395 153,84 0,376 0,54 1 0,02 0,630 Sangat Ringan 160 Sangat Ringan

12 KAcAck-Qvjl-II-Tg 13,288 153,84 0,376 0,73 0,7 0,06 1,763 Sangat Ringan 70 Ringan

13 KAcAck-Qvjl-V-Htn 13,319 192,75 0,304 18,82 0,001 0,5 0,552 Sangat Ringan 54 Sedang

14 KAcAck-Qvjl-III-Tg 44,977 153,84 0,267 3,14 0,7 0,75 67,527 Sedang 9 Sangat Berat

15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn 33,694 192,75 0,267 5,76 0,001 0,5 0,148 Sangat Ringan 25 Berat

16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 11,353 153,84 0,353 5,40 0,1 0,1 2,936 Sangat Ringan 25 Berat

17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 13,412 153,84 0,267 3,53 1 0,02 2,894 Sangat Ringan 58 Berat

18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb 8,631 153,84 0,428 4,60 0,3 0,1 9,094 Sangat Ringan 45 Sedang

19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg 39,575 153,84 0,229 6,95 0,7 0,35 60,006 Sedang 27 Sangat Berat

20 KAcAck-Qvjl-V-Sb 21,166 192,75 0,267 18,19 0,3 0,1 28,043 Ringan 40 Berat

21 KAcAck-Qvjl-V-Tg 16,697 192,75 0,304 34,94 0,7 0.35 501,818 Sangat Berat 40 Sangat Berat

22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn 245,741 192,75 0,304 5,67 0,001 0,1 0,033 Sangat Ringan 42 Sedang

23 KAcAck-Qvsl-V-Htn 307,657 192,75 0,304 21,46 0,001 0,1 0,126 Sangat Ringan 38 Sedang

Page 117: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Sumber : Analisis Data Perhitungan Besar Erosi Permukaan Tahun 2012

24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 170,53 0,228 0,12 0,2 0,5 0,485 Sangat Ringan 90 Ringan

25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 209,66 0,228 0,05 1 0,02 0,052 Sangat Ringan 425 Sangat Ringan

26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 170,53 0,190 0,35 0,7 0,35 2,769 Sangat Ringan 95 Sangat Ringan

27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 153,84 0,190 0,27 0,195 0,35 0,548 Sangat Ringan 110 Sangat Ringan

28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 153,84 0,190 0,55 1 0,35 5,600 Sangat Ringan 86 Ringan

29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 153,84 0,190 1,00 0,3 0,1 0.875 Sangat Ringan 40 Sedang

30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 153,84 0,190 0,92 0,01 0,35 0,094 Sangat Ringan 120 Sangat Ringan

31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 153,84 0,178 1,12 0,7 0,01 0,215 Sangat Ringan 113 Sangat Ringan

32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 153,84 0,190 2,05 0,2 0,5 5,996 Sangat Ringan 115 Sangat Ringan

33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 153,84 0,070 1,61 1 0,35 6,060 Sangat Ringan 250 Sangat Ringan

34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 153,84 0,190 2,61 0,3 0,1 2,288 Sangat Ringan 99 Sangat Ringan

35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 153,84 0,300 2,32 0,01 0,02 0,021 Sangat Ringan 95 Sangat Ringan

36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 153,84 0,333 3,17 0,7 0,9 102,327 Sedang 45 Sangat Berat

37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 153,84 0,095 0,13 1 0,02 0,038 Sangat Ringan 142 Sangat Ringan

38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 153,84 0,268 0,40 0,7 0,01 0,115 Sangat Ringan 130 Sangat Ringan

39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 153,84 0,095 0,84 0,1 0,1 0,123 Sangat Ringan 86 Ringan

40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 153,84 0,125 0,81 1 0,02 0,311 Sangat Ringan 150 Sangat Ringan

41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 153,84 0,333 0,93 0,3 0,1 1,422 Sangat Ringan 102 Sangat Ringan

42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 153,84 0,300 0,58 0,01 0,35 0,094 Sangat Ringan 130 Sangat Ringan

43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7.405 153,84 0,300 0,63 0,7 0,01 0,203 Sangat Ringan 80 Ringan

44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 153,84 0,125 2,21 0,5 0,5 10,665 Sangat Ringan 104 Sangat Ringan

45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 153,84 0,095 2,08 1 0,35 10,650 Sangat Ringan 100 Sangat Ringan

46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 153,84 0,125 1,58 0,01 0,35 0,107 Sangat Ringan 130 Sangat Ringan

47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 153,84 0,268 3,31 0,7 0,01 0,955 Sangat Ringan 125 Sangat Ringan

48 LaCm-Qvjl-IV-Sw 7,549 153,84 0,125 4,86 0,01 0,35 0,328 Sangat Ringan 110 Sangat Ringan

49 LaCm-Qvjl-IV-Tg 7,835 153,84 0,333 6,84 0,7 0,9 220,526 Berat 113 Berat

Page 118: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

2) Tutupan Vegetasi

Dalam penelitian ini, tutupan vegetasi dimaksud adalah vegetasi permanen

berupa tajuk pohon. Faktor tutupan vegetasi berpengaruh terhadap kondisi

hidrologis. Lahan dengan tutupan vegetasi yang baik mampu meredam energi

kinetis hujan sehingga memperkecil terjadinya erosi percik (splash erosion),

memperkecil koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan

air hujan khususnya pada tanah dengan solum yang tebal. Selain itu, kondisi

tutupan vegetasi yang baik akan memberikan seresah yang banyak sehingga dapat

mempertahankan kesuburan tanah.

Parameter tutupan vegetasi digunakan untuk menilai kekritisan lahan

pada fungsi lindung dan penyangga dengan bobot 50. Besarnya bobot pada

tutupan vegetasi disebabkan karena parameter ini mempunyai peran yang sangat

penting bagi perlindungan tanah pada kawasan lindung, mengingat pentingnya

kawasan lindung sebagai pelindung kawasan di bawahnya. Berikut adalah tabel

persentase kelas tutupan lahan :

Tabel 19. Persentase dan Kelas Tutupan Vegetasi Setiap Satuan Lahan pada

Kawasan Fungsi Lindung

No.

Satlah Nama Satlah

Luas

(Ha)

Luas Tutupan

Lahan (Ha) % Kelas

1 AlMcm-Qlla-I-Kbn 95,393 38,38 40 Buruk

2 AlMcm-Qlla-I-Pmk 250,875 137,955 55 Sedang

3 AlMcm-Qlla-I-Sw 514,096 58,19 11 Sangat Buruk

4 AlMcm-Qlla-I-Tg 12,22 3,318 27 Buruk

5 AlMcm-Qlla-II-Kbn 7,515 4,831 64 Baik

6 AlMcm-Qlla-II-Pmk 20,583 9,025 44 Sedang

7 AlMcm-Qlla-II-Tg 91,411 18,811 21 Buruk

8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn 30,871 24,8 80 Baik

9 KAcAck-Qvjb-V-Htn 29,738 18,7 63 Baik

10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 0,783 11 Sangat Buruk

11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk 7,395 0,585 8 Sangat Buruk

12 KAcAck-Qvjl-II-Tg 13,288 3,117 23 Buruk

13 KAcAck-Qvjl-V-Htn 13,319 6,87 52 Sedang

14 KAcAck-Qvjl-III-Tg 44,977 8,618 19 Sangat Buruk

15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn 33,694 19,533 58 Sedang

16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 11,353 8,842 78 Baik

Page 119: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 13,412 3,308 25 Baik

18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb 8,631 4,92 57 Sedang

19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg 39,575 13,534 34 Buruk

20 KAcAck-Qvjl-V-Sb 21,166 14,95 71 Baik

21 KAcAck-Qvjl-V-Tg 16,697 6,428 38 Buruk

22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn 245,741 196,155 80 Baik

23 KAcAck-Qvsl-V-Htn 307,657 255,643 83 Sangat Baik

24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 90,065 49 Sedang

25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 165,799 24 Buruk

26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 65,39 7 Sangat Buruk

27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 313,76 55 Sedang

28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 43,648 35 Buruk

29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 12,977 75 Baik

30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 60,973 24 Buruk

31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 239,986 76 Baik

32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 21,085 75 Baik

33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 9,828 15 Sangat Buruk

34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 21,796 82 Sangat Baik

35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 28,533 32 Buruk

36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 100,923 65 Baik

37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 3,507 52 Sedang

38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 5,165 60 Sedang

39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 7,45 75 Baik

40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 7,456 49 Sedang

41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 28,975 94 Sangat Baik

42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 0,14 1 Sangat Buruk

43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405 6,185 84 Sangat Baik

44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 7,639 84 Sangat Baik

45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 11,683 38 Buruk

46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 0,997 11 Sangat Buruk

47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 72,657 61 Baik

48 LaCm-Qvjl-IV-Sw 7,549 0,11 1 Sangat Buruk

49 LaCm-Qvjl-IV-Tg 7,835 1,468 19 Sangat Buruk

Sumber : Analisis Data Kelas Tutupan Vegetasi & Interpretasi Citra Ikonos

Google Earth Tahun 2011

Dari tabel tutupan vegetasi di atas diketahui bahwa kelas tutupan vegetasi

sangat baik hanya mencapai 16,68 % dari luas kawasan lindung, untuk kelas baik

mencapai 18,7 % dan kelas sangat buruk mempunyai persentase paling besar yaitu

31,54 %. Hal ini membuktikan bahwa persentase tutupan vegetasi berupa tajuk

pohon di kawasan fungsi lindung dalam kondisi masih sangat rendah. Padahal

Page 120: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

tutupan vegetasi merupakan faktor yang sangat penting bagi keberlangsungan

kawasan ini sebagai kawasan lindung untuk daerah di bawahnya. Berikut adalah

tabel perbandingan persentase luas kelas tutupan vegetasi pada kawasan fungsi

lindung :

Tabel 20. Perbandingan Persentase Luas Kelas Tutupan Vegetasi Pada

Kawasan Fungsi Lindung

Kelas Besaran (%) Luas (Ha) %

Sangat Buruk < 20 581,85 31,54

Buruk 21-40 282,00 15,28

Sedang 41-60 327,10 17,73

Baik 61-80 346,38 18,77

Sangat Baik > 80 307,66 16,68

Total 1844,99 100

Sumber : Tabel Persentase Kelas Tutupan Lahan

3) Tindakan Konservasi

Perlakukan atau tindakan konservasi terhadap suatu lahan akan

berpengaruh pada besarnya proses degradasi lahan. Tindakan konservasi yang

sangat berpengaruh terhadap proses ini adalah lahan sebagai fungsi budidaya

khususnya lahan pertanian yang terletak pada lereng kelas agak curam sampai

curam sehingga tindakan konservasi pada kawasan ini mempunyai bobot 30 lebih

besar daripada kawasan lindung yang hanya 10.

Berikut adalah tabel luas dan persentase kelas konsevasi lahan setiap

fungsi kawasan.

Tabel 21. Luas dan Persentase Kelas Konservasi Lahan

No. Kelas Lindung (Ha) % Budidaya

(Ha) %

1 Buruk 586,072 31,77 1.089,57 29,02

2 Sedang 663,297 35,95 2.558,93 68,15

3 Baik 595,622 32,28 106,14 2,83

Total 1.844,991 100 3.755 100

Sumber : Analisis Data Luas Konservasi Lahan Tahun 2012

Page 121: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Tabel di atas merupakan hasil analisis dari penilaian tindakan konservasi

secara teknik dan vegetatif yang hasilnya disilangkan untuk memperoleh kelas

konservasi lahan tiap satuan lahan. Dari hasil analisis diketahui bahwa tindakan

konservasi pada fungsi lindung persentase baik dengan luas 595,6 Ha atau 32,28

%, kelas sedang dengan luas 663,2 Ha atau 35,95 % dan kelas buruk dengan luas

586,072 Ha atau 31,77 %. Kelas sedang mempunyai persentase paling besar

dibanding dengan kelas baik dan buruk. Tindakan konservasi secara vegetatif dan

teknik pada kawasan yang seharusnya menjadi fungsi lindung ini mempunyai

kelas konservasi sedang paling besar yaitu sekitar 633,859 Ha atau 34,35 % dari

luas lahan dan 621,653 Ha atau 33,7 % dari luas lahan kawasan fungsi lindung.

Jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya tindakan rehabilitasi lahan tidak

menutup kemungkinan akan memicu terjadinya degradasi lahan seperti erosi,

longsor yang dapat menyebabkan lahan kritis. Mengingat kawasan ini mempunyai

fungsi yang strategis yaitu menjadi kawasan pelindung bagi daerah di bawahnya.

Tabel 22. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan

Teknik Pada Kawasan Fungsi Lindung

Kelas Vegetatif % Teknik %

Buruk 615,51 33,36 606,9 32,89

Sedang 633,85 34,35 621,65 33,69

Baik 595,62 32,28 616,42 33,41

Total 1845 100 1845 100

Sumber : Analisis Data Luas Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik

pada Kawasan Fungsi Lindung Tahun 2012

Pada kawasan fungsi budidaya untuk kelas konservasi buruk mencapai

1.089,57 Ha atau 29,02 %, kelas konservasi sedang mencapai 2.558,93 Ha atau

68,15 % dan merupakan kelas konservasi terluas sedangkan kelas konservasi baik

mencapai 106,14 Ha atau 18,02 %. Tindakan konservasi secara teknik pada

kawasan ini sebagian besar masuk dalam kelas konservasi buruk dengan

persentase 75,86 % dan konservasi secara vegetatif dengan kelas baik persentase

41,7%. Buruknya konservasi terutama pada pengelolaan lahan pertanian berupa

pembuatan teras tanpa memperhatikan kaidah konservasi yang baik terutama

dalam penanaman rumput penguat teras. Hal ini diduga karena pengetahuan yang

Page 122: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

rendah penduduk mengenai konservasi yang baik dan benar. Berikut adalah tabel

luas dan persentase tindakan konservasi secara vegetatif dan teknik pada kawasan

fungsi budidaya.

Tabel 23. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan

Teknik Pada Kawasan Fungsi Budidaya

Kelas Vegetatif % Teknik %

Buruk 1.096,616 29,2069 2.848,399 75,863305

Sedang 1.092,0836 29,0862 238,92 6,3633153

Baik 1.565,947 41,7069 667,3276 17,77338

Total 3.754,6466 100 3.754,647 100

Sumber : Analisis Data Luas Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik

pada Kawasan Fungsi Budidaya Tahun 2012

Tabel kelas konservasi lahan setiap satuan lahan pada masing-masing

fungsi kawasan dapat dilihat sebagai berikut :

Page 123: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

Tabel 24. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Lindung

Page 124: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Tabel 25. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Budidaya

Page 125: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

4) Kelas Kemiringan Lereng

Lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan

mengendalikan pembentukan tanah. Tanah dengan kelerengan > 40 % akan

mempunyai resiko tingkat bahaya erosi yang besar dibanding dengan lereng yang

datar. Hubungan lereng dengan hidrologis adalah semakin kecil lereng akan

semakin besar kemungkinan air hujan untuk meresap ke dalam tanah, hal ini

dikarenakan semakin kecilnya air hujan yang menjadi air permukaan. Disamping

itu aliran air pada lereng yang datar cenderung lebih lambat dibandingkan dengan

daerah yang curam sehingga kemungkinan terjadinya erosi juga kecil. Dengan

demikian daerah dengan kemiringan datar mempunyai pengaruh yang kecil

terhadap terjadinya lahan kritis.

Lereng di DAS Walikan sebagian besar didominasi oleh lereng yang datar

yaitu dengan kemiringan < 8 %. Kelas datar di lokasi penelitian ini sebagian besar

mempunyai macam tanah asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan,

dimana tanah litosol mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bahaya

erosi akibat ciri tanahnya yang mempunyai solum tipis, apalagi jika diikuti oleh

buruknya tindakan konservasi dan rendahnya tutupan vegetasi. Hal ini akan

berpengaruh pula terhadap terjadinya lahan kritis. Keadaan demikian terjadi di

Kecamatan Wonogiri yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno yang

memang mempunyai kelas konservasi buruk sampai sedang dan tutupan vegetasi

antara 11-64 % dari luas DAS yaitu pada nomor satuan lahan 1 sampai 7.

Kelas lereng landai pada lokasi penelitian mempunyai persentase kelas

13,53 % yang sebagian besar berada di Kecamatan Jatipuro yaitu Desa Jatiroyo,

Jatipurwo, Jatipuro, Jatisobo, dan Ngepungsari. Keadaan lahan demikian

dimanfaatkan penduduk untuk pertanian karena didukung pula oleh tanahnya

yang mempunya solum tebal. Tidak heran jika sebagian besar penggunaan lahan

didominasi sawah yang sebagian besar berupa sawah irigasi. Dalam pendugaan

besar erosi menggunakan metode USLE nilai C (pengelolaan tanaman) untuk

sawah mempunyai nilai kecil artinya besar kerentanan erosi untuk sawah sangat

kecil, contohnya adalah pada nomor satuan lahan 26 & 30 yaitu LaCm-Qlla-I-Sw

Page 126: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

dan LaCm-Qlla-II-Sw. Parameter lain yang berpengaruh terhadap lahan kritis

pada kelerengan ini adalah buruknya tindakan konservasi secara teknis yait pada

pembuatan teras sawah yang sebagian besar tidak menggunakan rumput penguat

teras sehingga konstruksinya dianggap jelek karena akan rentan terhadap erosi.

Kelas lereng agak curam sampai curam sebagian besar berada di

Kecamatan Jatiyoso yaitu Desa Jatiyoso, Sawit, Petung dan Wonorejo. Pada kelas

lereng ini sebagian besar penduduk yang bermata pencarian petani memanfaatkan

lahannya untuk tegalan. Lereng dengan kemiringan ini mempunyai tingkat

kerentanan yan besar terhadap erosi dan kemiringan curam seharusnya dilakukan

pengelolaan lahan minimum (minimum tillage). Namun berbeda dengan keadaan

di lapangan yang menunjukkan tindakan konservasi yang kurang tepat terutama

konservasi secara teknik sehingga menimbulkan besarnya erosi lahan pada lereng

kelas lereng curam sampai agak curam seperti pada nomor satuan lahan 36 dan 49

yaitu LaCm-Qlla-III-Tg dan LaCm-Qvjl-IV-Tg.

Kelas lereng sangat curam yaitu kemiringan > 40 % yang berada di Desa

Beruk dan Wonorejo menunjukkan adanya permasalahan lahan yang besar yaitu

pada besarnya tingkat bahaya erosi khususnya pada penggunaan lahan tegalan.

Pada kelas lereng ini seharusnya sudah menjadi fungsi lindung tetapi di lapangan

masih banyak penyimpangan pemanfaatan lahan, contohnya adalah pada nomor

satuan lahan 21 yaitu KAcAck-Qvjl-V-Tg. Hal ini tentu akan berdampak pada

terjadinya permasalahan lahan seperti erosi dan longsor yang lama kelamaan akan

menjadi lahan kritis.

5) Produktivitas Lahan

Parameter produktivitas lahan merupakan parameter untuk menentukan

tingkat kekritisan lahan pada kawasan fungsi budidaya. Berdasarkan hasil

wawancara terhadap 37 responden yang terdiri dari petani penggarap di desa

Kecamatan Jatiyoso, dan Jatipuro diketahui data kelas produktivitas lahan sebagai

berikut :

Page 127: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Tabel 26. Kelas Produktivitas Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya Setiap Satuan Lahan

No. No.

Satlah Nama Satlah

Luas

(Ha)

Luas Lahan

Produksi

(Ha)

Produksi Tanaman dalam Setahun (Kg)

Produksi

(Kg)

Produktivitas

(Kg/Ha)

Rasio

Produktivitas

Lahan*

Kelas

Padi Jagung

Ketela

Pohon Wortel Buncis Sawi

Kacang

Tanah

1 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 0.5 0 200 200 400 400 100 0 1300 2600 5 SR

2 24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

3 25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

4 26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 1,55 11600 4000 0 0 0 0 3200 18800 12129 22 R

5 27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 0,87 0 14250 6500 0 0 0 1900 22650 26185 48 S

6 28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

7 29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

8 30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 1,16 13700 0 0 0 0 0 0 13700 11810 22 R

9 31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 1,8 0 2625 5624,5 0 0 0 0 8249.5 4583 8 SR

10 32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

11 33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

12 34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

13 35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 0,5 9000 0 0 0 0 0 0 9000 18000 33 R

14 36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 1,4 0 4001 2460 0 0 0 0 6461 4615 9 SR

15 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

16 38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 1,2 0 10500 36000 0 0 0 0 46500 38750 71 T

17 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

18 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

19 41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

20 42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 0,6 6900 0 0 0 0 0 0 6900 11500 21 R

21 43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405 0,8 0 1000 2500 0 0 0 0 3500 4375 8 SR

22 44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

23 45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

24 46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 0.5 4500 0 0 0 0 0 0 4500 9000 17 SR

25 47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 1,71 8520 3000 0 200 200 0 0 11920 6971 13 SR

Total Produksi 54220 39576 53284.5 600 600 100 5100 153481 150518 Sumber : Hasil Wawancara Petani di DAS Walikan Tahun 2012 *Rumus:

% 100 x Optimal UmumKomoditi Produksi

LahanSatuan Tiap Produksi Keterangan :

SR : Sangat Ringan S : Sedang ST : Sangat Tinggi

R : Ringan T : Tinggi

Page 128: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Tabel di atas menunjukkan produksi tiap komoditi pertanian berupa padi,

jagung, ketela pohon, wortel, buncis, sawi dan kacang tanah. Produksi yang

digunakan terbatas pada produksi tanaman yang ditanam oleh petani penggarap

pada satuan lahan tertentu sebagai sampel wawancara untuk mengetahui

produktivitas lahan. Produktivitas lahan yang dipakai adalah lahan pertanian

berupa tanaman pangan, sehingga satuan lahan dengan penggunaan lahan

permukiman, kebun dan semak belukar tidak mempunyai nilai produksi atau 0

(nol).

Produktivitas lahan sebagai parameter lahan kritis disini dengan

menggunakan ketentuan dari Departemen Kehutanan (2009) yaitu dengan

melakukan perbandingan produksi setiap satuan lahan dengan produksi komoditi

umum optimal pada kawasan fungsi budidaya yaitu sebesar 54.220 Kg yang

diperoleh dari produksi total komoditi umum yang optimal dari ketujuh komoditi

tersebut. Dari tabulasi data yang dilakukan diperoleh hasil kelas produktivitas

lahan sangat rendah sampai tinggi. Hampir seluruh lahan mempunyai kelas sangat

rendah yang berada pada lereng kelas I sampai III. Adapun kelas tinggi berada

pada nomor satuan lahan 27 yaitu LaCm-Qlla-I-Tg yang merupakan satuan lahan

yang mempunyai luas lahan paling besar kedua di lokasi penelitian setelah sawah.

Satuan lahan ini mempunyai komoditi tanaman unggulan berupa ketela pohon

yangbanyak ditanam petani sebagai tanaman tumpangsari, namun hasilnya jauh

melebihi tanaman utamanya. Perbedaan besarnya produktivitas lahan tidak hanya

dipengaruhi oleh kondisi fisik lahan, tetapi juga pengetahuan dan tindakan

konservasi petani terhadap pengelolaan lahan dan tanaman. Adapun data tabulasi

produktivitas setiap satuan lahan dapat dilihat pada lampiran 11.

6) Keadaan Batuan

Keadaan batuan mempunyai peran dalam melindungi tanah dari percikan

air hujan ataupun pelindung teras pada lereng datar-agak curam. Alasannya adalah

untuk mencegah terjadinya air larian membawa tanah ketika hujan. Namun jika

banyaknya batuan di suatu tempat sudah melebihi batas normal yaitu > 30 %

menunjukkan bahwa lahan tersebut sudah tidak dapat berproduksi karena tidak

Page 129: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

tanah lebih didominasi oleh batuan atau tanah sebagai media tumbuh tanaman

mempunyai persentase yang rendah. Keadaan batuan yang banyak juga

mengindikasikan telah terjadi erosi permukaan yang besar sehingga banyak

batuan yang tersingkap ke permukaan. Sama seperti parameter produktivitas

lahan, keadaan batuan juga merupakan faktor untuk menentukan tingkat kekritisan

lahan pada kawasan fungsi budidaya.

Berdasarkan pengamatan (observasi) di lapangan, keadaan batuan pada

lokasi penelitian kurang lebih sebagai berikut :

Tabel 27. Kelas Keadaan Batuan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi

Budidaya

No. No.

Satlah Nama Satlah

Luas

(Ha)

Keadaan Batuan

(%) Kelas

1 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 5 Sedikit

2 24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 3 Sedikit

3 25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 3 Sedikit

4 26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 2 Sedikit

5 27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 3 Sedikit

6 28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 7 Sedikit

7 29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 1 Sedikit

8 30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 1 Sedikit

9 31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 4 Sedikit

10 32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 9 Sedikit

11 33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 11 Sedang

12 34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 6 Sedikit

13 35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 4 Sedikit

14 36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 14 Sedang

15 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 4 Sedikit

16 38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 3 Sedikit

17 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 7 Sedikit

18 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 6 Sedikit

19 41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 4 Sedikit

20 42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 2 Sedikit

21 43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405 6 Sedikit

22 44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 11 Sedang

23 45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 13 Sedang

24 46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 3 Sedikit

25 47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 9 Sedikit

Sumber : Data Lapangan, Sekunder dan Analisis Data Kelas Keadaan Batuan

Tahun 2012

Page 130: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Keadaan batuan pada setiap satuan lahan berdasarkan tabel di atas terdiri

dari kelas sedikit sampai sedang. Kelas sedang umumnya berada di satuan lahan

dengan kelerengan kelas III sedangkan kelas sedikit berada pada kelerengan kelas

I &II.

c. Tingkat Kekritisan Lahan

Dari kelima parameter lahan kritis yang telah diuraikan di atas, kemudian

di lakukan analisis spasial menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografis

(SIG) untuk kemudian dilakukan overlay dan diberi skor dan bobot sesuai

petunjuk yang telah ditetapkan kemudian hasilnya dicocokkan dengan klasifikasi

tingkat kekritisan lahan.

Fungsi kawasan yang direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan

untuk menentukan lahan kritis adalah kawasan lindung, kawasan lindung di luar

hutan (fungsi lindung setempat) dan kawasan budidaya. Dalam penelitian ini

hanya terdapat dua fungsi kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Kawasan lindung dalam penelitian ini terdiri dari kawasan fungsi lindung dan

kawasan fungsi penyangga. Adapun kawasan budidaya terdiri dari kawasan fungsi

budidaya tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim dan permukiman.

Kawasan lindung di luar hutan (fungsi lindung setempat) tidak dibahas dalam

penelitian ini karena keterbatasan dari penulis dan karena unit analisis atau

pendekatan spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan lahan

sehingga akan menyulitkan dalam analisis data.

Tingkat kekritisan lahan diuraikan setiap satuan lahan dalam fungsi

kawasan kemudian hasilnya digabungkan untuk mengetahui tingkat kekritisan

lahan di DAS Walikan. Berikut uraian hasil analisis dalam menentukan tingkat

kekritisan lahan pada setiap fungsi kawasan :

1) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Lindung

Berdasarkan analisis data parameter lahan kritis yang dilakukan diperoleh

hasil 4 tingkat kekritisan lahan yaitu lahan sangat kritis, kritis, agak kritis dan

Page 131: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

potensila kritis. Dalam perhitungan tidak dijumpai lahan dengan kategori tingkat

“tidak kritis”. Berikut adalah tabel tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung :

Tabel 28. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung

Tahun 2012

No. Tingkat

Kekritisan

Lahan

Satuan Lahan Total

SkorxBobot Luas

(Ha)

Persentase

(%)

1 Sangat Kritis KAcAck-Qvjl-III-Tg 160 69,50 3,76

KAcAck-Qvjl-V-Tg 170

LaCm-Qvjl-IV-Tg 160

2 Kritis KAcAck-Qvjl-II-Pmk 260 67,93 3,68

KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 270

KAcAck-Qvjl-IV-Tg 230

LaCm-Qvjl-IV-Sw 220

3 Agak Kritis AlMcm-Qlla-I-Kbn 310 1.104,41 59,86

AlMcm-Qlla-I-Pmk 360

AlMcm-Qlla-I-Sw 280

AlMcm-Qlla-I-Tg 310

AlMcm-Qlla-II-Tg 350

AlMcm-Qlla-II-Pmk 340

KAcAck-Qvjb-V-Htn 330

KAcAck-Qvjl-II-Tg 310

KAcAck-Qvjl-V-Htn 300

KAcAck-Qvjl-IV-Sb 330

KAcAck-Qvjl-V-Sb 380

KAcAck-Qvjl-IV-Htn 300

4 Potensial Kritis AlMcm-Qlla-II-Kbn 410 603,13 32,69

KAcAck-Qvjb-IV-Htn 390

KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 390

KAcAck-Qvsl-IV-Htn 390

KAcAck-Qvsl-V-Htn 420

5 Tidak Kritis - - 0 0

Luas Total 1844,9 100

Sumber : Analisis Data Parameter Lahan Kritis Pada Kawasan Fungsi Lindung

2012

Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang mempunyai fungsi

yang strategis yaitu sebagai pelindung bagi daerah di bawahnya. Jika fungsi

lindung sudah terganggu maka akan berdampak pula pada daerah di bawahnya.

Page 132: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Dari tabel perhitungan tingkat kekritisan lahan pada kawasan fungsi lindung di

atas diketahui lahan dengan tingkat kekritisan sangat kritis mempunyai luas

609,509 Ha atau 3,76 %, tingkat kritis 67,931 Ha atau 3,68 %, tingkat agak kritis

1.104,4 Ha atau 59,86 % dan tingkat potensial kritis 603,13 Ha atau 32,69 %.

Berikut diuraikan tingkat kekritisan lahan pada pada kawasan fungsi lindung :

a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis

Tingkat sangat kritis berada pada satuan lahan (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg,

(21) KAcAck-Qvjl-V-Tg, dan (49) LaCm-Qvjl-IV-Tg. Faktor penyebab sangat

kritisnya lahan di satuan lahan ini adalah rendahnya tutupan vegetasi, kemiringan

lereng yang curam-sangat curam, buruknya konservasi lahan dan besarnya erosi

permukaan. Lahan sangat kritis tersebar di Desa Wonorejo dan Wonokeling.

Tutupan vegetasi pada ketiga satuan lahan ini mempunyai kelas buruk dan

sangat buruk yaitu antara 19-39 %. Tutupan vegetasi yang buruk ditambah dengan

kemiringan lereng yang curam akan memperbesar daya hantam air hujan dan

mempercepat laju aliran permukan ketika hujan sehingga akan memperbesar

terjadinya erosi. Besarnya erosi yang terjadi berkisar antara 67-502 ton/ha/th

sehingga menempati kelas sedang sampai sangat tinggi. Hal ini diperparah pula

dengan buruknya tindakan konservasi.

Gambar 36. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan) dan

LaCm-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo dan Wonokeling

(Foto diambil 23 Januari 2012)

Page 133: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Penggunaan lahan di lapangan berupa tegalan, hal ini menunjukkan

adanya ketidaksesuaian lahan. Kegiatan budidaya yang dilakukan di kawasan

fungsi lindung dan penyangga ini akan berdampak pada penghilangan unsur hara

tanah, terjadinya erosi akibat pengolahan tanah yang dilakukan secara terus

menerus tanpa diimbangi dengan konservasi yang benar dan curamnya lereng

sehingga solum tanah menjadi tipis yang berujung pada sangat kritisnya lahan.

b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis

Lahan dengan tingkat kritis berada di satuan lahan (11) KAcAck-Qvjl-II-

Pmk, (17) KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (19) KAcAck-Qvjl-IV-Tg, dan (48) LaCm-

Qvjl-IV-Sw. Faktor yang mempengaruhi kritisnya lahan di satuan lahan ini adalah

tutupan vegetasi yang buruk, konservasi dengan kelas sedang, dan kemiringan

lereng yang curam. Satuan lahan ini seharusnya menjadi fungsi penyangga namun

terjadi ketidaksesuaian lahan dengan memanfaatkan lahan sebagai budidaya yaitu

dengan penggunaan lahan berupa sawah, tegalan, dan permukiman.

Lahan kritis yang ditemui di lapangan berupa permukiman dengan

tanaman kebun pekarangan berupa vegetasi permanen dengan kerapatan rendah,

tegalan dan sawah pada lereng curam dengan konservasi buruk. Tindakan

konservasi yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi yang benar pada lereng

curam akan memperbesar laju erosi. Persebaran lahan tingkat kritis terdapat di

Desa Wonokeling dan Wonorejo.

Gambar 37. Lahan Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kiri) dan KAcAck-

Qvjl-IV-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo (Foto diambil 22 Januari 2012)

Page 134: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis

Lahan agak kritis dicirikan dengan erosi ringan sampai sedang dengan,

tutupan lahan 15-70 % dan kemiringan lereng landai sampai sangat curam.

kondisi lereng yang curam dengan tindakan konservasi yang buruk akan

mempercepat terjadinya erosi yang jika dibiarkan terus menerus akan berubah

menjadi lahan kritis. Lahan agak kritis mempunyai kondisi lahan dengan

kesuburan tanah yang masih dapat berproduksi dengan baik, namun dibiarkan

dalam kondisi bero (tanpa tindakan pengelolaan) dengan kemiringan curam-

sangat curam. Lahan ini tersebar pada satuan lahan (18) KAcAck-Qvjl-IV-Sb dan

(20) KAcAck-Qvjl-V-Sb. Lahan yang dipakai sebagai fungsi budidaya dengan

kemiringan landai dengan tutupan vegetasi yang rendah dan konservasi yang

buruk yaitu terdapat di satuan lahan (3) AlMcm-Qlla-I-Sw, (4) AlMcm-Qlla-I-Tg,

(7) KAcAck-Qvjl-II-Tg. Hutan yang ada di DAS Walikan umunya berupa hutan

pinus dengan ketinggian 2 m sampai bahkan ada yang mencapai > 7 m. Pohon

dengan ketinggian > 7 m ini tidak dikatakan mempunyai tanaman karena akarnya

yang sudah besar dan sangat berpotensi menimbulkan longsor. Satuan lahan

tersebut yaitu (9) KAcAck-Qvjb-V-Htn dan (13) KAcAck-Qvjl-V-Htn. Lahan ini

tersebar di Desa Beruk, Wonorejo, Wonokeling, Manjung, Sonoharjo, dan

Giriwarno.

Gambar 38. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-II-Tg (Kiri) dan

KAcAck-Qvjl-IV-Sb (Kanan) di Desa Wonokeling dan Beruk

(Foto diambil 23 Januari 2012)

Page 135: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis

Lahan potensial kritis merupakan lahan yang belum kritis namun jika tidak

dilakukan konservasi dengan benar akan menyebabkan lahan kritis di masa yang

akan datang. Lahan potensial kritis pada kawasan lindung terdapat di satuan lahan

(5) AlMcm-Qlla-II-Kbn, (8) KAcAck-Qvjb-IV-Htn, (16) KAcAck-Qvjl-IV-Kbn, (22)

KAcAck-Qvsl-IV-Htn, (23) KAcAck-Qvsl-V-Htn tepatnya berada di Desa Giriwano dan

Wonorejo. Penggunaan lahan pada tingkat potensial kritis ini adalah berupa kebun

dan hutan dengan tutupan vegetasi berupa tanaman tahunan. Pada kebun umumnya

merupakan kebun campuran yang ditumbuhi sonokeling (dalbergia latifolia), jati

dan sedikit semak belukar. Dengan kemiringan yang curam dan adanya alih fungsi

lahan akibat kebutuhan lahan yang semakin mendesak akan berpotensi pula menjadi

lahan kritis jika tidak diimbangi dengan tindakan konservasi yang buruk.

Gambar 39. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan AlMcm-Qlla-II-Kbn (Kiri) dan

KAcAck-Qvjl-IV-Kbn (Kanan) di Desa Giriwarno dan Beruk

(Foto diambil 23&25 januari 2012)

2) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya

Kawasan fungsi budidaya merupakan kawasan yang diperbolehkan untuk

dilakukan kegiatan budidaya baik tanaman tahunan, musiman dan permukiman.

Pada kawasan ini konservasi diberi bobot paling besar diantara parameter yang

lain. Besarnya bobot ini mengindikasikan bahwa tindakan konservasi sangat

penting dalam upaya pengawetan dan pemeliharaan tanah dari kerusakan akibat

pengolahan lahan.

Page 136: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil tingkat kekritisan

lahan sebagai berikut :

Tabel 29. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya

Tahun 2012

No. Tingkat

Kekritisan

Lahan

Satuan Lahan Total Skor

x Bobot Luas

(Ha)

Persentase

(%)

1 Sangat Kritis LaCm-Qlla-III-Tg 195 156,107 4,16

2 Kritis LaCm-Qlla-I-Pmk 260 933,463 24,86

LaCm-Qlla-II-Pmk 240

LaCm-Qlla-III-Pmk 210

LaCm-Qvjl-II-Tg 240

LaCm-Qvjl-III-Pmk 210

3 Agak Kritis KAcAck-Qvjl-I-Tg 320 1.989,08 52,98

LaCm-Qlla-I-Kbn 320

LaCm-Qlla-I-Sw 350

LaCm-Qlla-II-Sw 330

LaCm-Qlla-II-Tg 300

LaCm-Qlla-III-Kbn 280

LaCm-Qlla-III-Sw 280

LaCm-Qvjl-III-Kbn 330

LaCm-Qvjl-III-Sw 280

LaCm-Qvjl-III-Tg 280

4 Potensial Kritis LaCm-Qlla-I-Tg 380 676 18

LaCm-Qvjl-I-Tg 410

LaCm-Qvjl-I-Pmk 380

LaCm-Qlla-II-Sb 360

LaCm-Qvjl-II-Kbn 360

LaCm-Qvjl-II-Pmk 360

LaCm-Qvjl-II-Sb 360

LaCm-Qvjl-II-Sw 390

5 Tidak Kritis - - - -

Luas Total 3.754,65 100

Sumber : Analisis Data Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya

Tahun 2012

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kekritisan lahan pada

kawasan fungsi budidaya mempunyai 4 tingkatan yaitu sangat kritis, kritis, agak

Page 137: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

kritis, dan potensial kritis. Berikut diuraikan tingkat kekritisan lahan masing-

masing satuan lahan :

a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis

Lahan dengan tingkat sangat kritis terdapat di satuan lahan (36) LaCm-

Qlla-III-Tg yaitu di Desa Jatiyoso, Petung dan Wonorejo. Faktor penyebab lahan

sangat kritis di satuan lahan ini adalah konservasi yang buruk, erosi yang terjadi

sedang dan produktivitas rendah. Lahan yang diolah dengan kemiringan agak

curam seperti ini memiliki potensi erosi lebih besar jika disertai dengan

konservasi buruk. Besarnya erosi yang terjadi adalah 102,32 ton/ha/th dan

tergolong kelas sedang. Penyebab besarnya erosi adalah pengaruh lereng yang

curam dan konservasi yang buruk sehingga berdampak pada rendahnya

produktivitas lahan. Luas lahan sangat kritis adalah 156,107 Ha atau 4,16 % dari

luas kawasan fungsi budidaya.

Gambar 40. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-III-Tg di

Desa Jatiyoso (Foto diambil 25 Januari 2012)

b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis

Lahan kritis pada kawasan fungsi budidaya ini disebabkan karena tindakan

konservasi yang buruk, lereng yang landai sampai agak curam, dan produktivitas

pertanian sangat rendah. Lahan dengan konservasi yang buruk akan berdampak

pada terjadinya erosi. Rendahnya produktivitas lahan menyebabkan adanya

indikasi bahwa lahan sudah mengalami pengurasan unsur hara sehingga tidak

dapat berproduksi secara maksimal. Sebagian besar lahan kritis pada kawasan ini

Page 138: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

adalah permukiman. Faktor utama kritisnya lahan disini adalah buruknya

konservasi yang dilakukan khususnya konservasi secara teknik. Konservasi yang

buruk umumnya disebabkan karena tidak adanya pelindung jalan dan saluran

pembuangan air yang dibuat permanen ataupun adanya rumput penguat pada

permukaan saluran. Lahan yang masuk dalam kategori kritis adalah (25) LaCm-

Qlla-I-Pmk, (28) LaCm-Qlla-II-Pmk, (33) LaCm-Qlla-III-Pmk, (43) LaCm-Qvjl-

II-Tg, dan (45) LaCm-Qvjl-III-Pmk.

Gambar 41. Lahan Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (Kiri) dan LaCm-

Qlla-III-Pmk (Kanan) di Desa Wonorejo dan Jatiyoso

(Foto diambil tanggal 24 Januari 2012)

Secara administrasi lahan kritis ini meliputi Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo,

Jatipurwo, Petung, Jatiyoso, dan Wonorejo. Persebaran lahan kritis pada kawasan

ini dapat dilihat pada Peta Lahan Kritis DAS Walikan.

c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis

Lahan agak kritis ditandai dengan erosi ringan sampai sedang dengan

kemiringan lereng landai sampai agak curam. Konservasi yang dilakukan

umumnya mempunyai kelas sedang. Lahan agak kritis tersebar di satuan lahan

(10) KAcAck-Qvjl-I-Tg, (24) LaCm-Qlla-I-Kbn, (26) LaCm-Qlla-I-Sw, (30) LaCm-

Qlla-II-Sw, (31) LaCm-Qlla-II-Tg, (32) LaCm-Qlla-III-Kbn, (35) LaCm-Qlla-III-Sw,

(44) LaCm-Qvjl-III-Kbn, (46) LaCm-Qvjl-III-Sw, (47) LaCm-Qvjl-III-Tg. Secara

administrasi lahan agak kritis terletak di Desa Wonorejo, Jatiroyo, Jatipurwo,

Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Ngepungsari, Petung, dan Jatiyoso.

Page 139: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

Gambar 42. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Sw (Kiri) dan

KAcAck-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Jatisobo dan Wonorejo (Foto diambil 25

Januari 2012)

d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis

Lahan dengan tingkat potensial kritis memiliki karakteristik lahan dengan

kemiringan lahan datar sampai landai, produktivitas rendah sampai tinggi,

konservasi sedang sampai baik, dan kelas erosi ringan. Lahan potensial kritis

belum menjadi lahan kritis, namun dapat menjadi lahan kritis jika konservasi yang

dilakukan buruk. Contohnya adalah satuan lahan (27)LaCm-Qlla-I-Tg besarnya

erosi 0,54 ton/ha/thn, kemiringan lereng datar, konservasi secara vegetatif

mempunyai kelas sedang yaitu tegalan dengan tanaman ketela pohon sistem

tumpang sari disertai tanaman tahunan namun konservasi teknik berupa teras

gulud tanpa rumput penguat. Keadaan konservasi demikian jika dibiarkan akan

berdampak pada terjadinya erosi.

Persebaran lahan potensial kritis berada pada satuan lahan (27) LaCm-Qlla-

I-Tg, (29) LaCm-Qlla-II-Sb, (37) LaCm-Qvjl-I-Pmk, (38) LaCm-Qvjl-I-Tg (39) LaCm-

Qvjl-II-Kbn, (40) LaCm-Qvjl-II-Pmk, (41) LaCm-Qvjl-II-Sb, (42) LaCm-Qvjl-II-Sw,

Wilayah administrasinya meliputi Wonorejo, Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo,

Jatipurwo, Petung, Jatiyoso.

Page 140: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

Gambar 43. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-II-Sw (Kiri) dan

LaCm-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo (Foto diambil 24 Januari 2012)

Dari data lahan kritis pada kawasan fungsi lindung dan budidaya di atas

diketahui bahwa tingkat kekritisan lahan yang ada di DAS Walikan meliputi

tingkat sangat kritis, kritis, agak kritis dan potensial kritis. Lahan dengan kategori

sangat kritis mempunyai luas 225,61 Ha, lahan kategori kritis dengan luas

1.001,39 Ha, lahan kategori agak kritis dengan luas 3.093,43 Ha dan lahan

kategori potensial kritis menempati luas 1.279,13 Ha.

Adapun peta tingkat kekritisan lahan DAS Walikan dapat dilihat pada peta

9, sedangkan persentase luas tingkat kekritisan lahan dapat dilihat pada diagram

berikut ini :

Gambar 44. Diagram Persentase Luas Tingkat Kekritisan Lahan DAS

Walikan Tahun 2012

Page 141: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Peta 9. Tingkat Kekritisan Lahan

Page 142: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

2. Arahan Rehabilitasi Lahan

Lahan merupakan sumberdaya alam yang terdiri dari satu kesatuan antara

vegetasi, tanah dan air sehingga keberadaannya perlu dilestarikan dan dijaga agar

dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan peruntukannya. Lahan yang sudah

mengalami kekritisan maupun yang berpotensi kritis perlu diadakan penanganan

yang serius agar dapat berproduksi dengan baik dan terjaga kelestariannya. Oleh

karena itu, perlu adanya upaya rehabilitasi lahan yang berfungsi untuk

memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan.

Arahan rehabilitasi lahan ini menjelaskan tentang bentuk-bentuk

konservasi yang dilakukan baik secara vegetatif maupun teknik pada setiap satuan

lahan dengan tingkat kekritisan lahan tertentu. Konservasi lahan merupakan

kegiatan sebagai upaya menjaga, mempertahankan, merehabilitasi dan

meningkatkan daya guna lahan. Arahan ini didasarkan atas pertimbangan kondisi

fisik satuan lahan dan belum mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi

masyarakat.

Dalam penelitian ini arahan rehabilitasi lahan dikelompokkan berdasarkan

tingkat kekritisan lahan, besarnya erosi, kelas kemiring lereng, fungsi kawasan,

dan penggunaan lahan eksisting pada setiap satuan lahan. Arahan rehabilitasi ini

berupa rekomendasi tindakan pengelolaan lahan setiap satuan lahan berdasarkan

petunjuk dari Departemen Kehutanan (2009) dengan simbol sesuai pada tabel 1

dan 2 yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Adapun arahan rehabilitasi

untuk masing-masing tingkat kekritisan lahan yang ada di daerah penelitian

adalah sebagai berikut :

a. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Sangat Kritis

Lahan sangat kritis mempunyai solum yang tipis, kemiringan yang curam,

erosi yang besar, konservasi dan tutupan vegetasi buruk, produktivitas sangat

rendah, keadaan batuan tergolong sedang. Lahan pada tingkat kekritisan ini sudah

tidak berfungsi secara baik sesuai peruntukannya baik sebagai fungsi lindung

maupun budidaya. Di lokasi penelitian yang termasuk lahan dengan tingkat sangat

Page 143: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

kritis antara lain (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg, (21) KAcAck-Qvjl-V-Tg, (36)

LaCm-Qlla-III-Tg dan (49) LaCm-Qvjl-IV-Tg.

Berdasarkan karakteristik lahannya, arahan rehabilitasi pada lahan sangat

kritis dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

Arahan pertama pada satuan lahan (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg dan (49)

LaCm-Qvjl-IV-Tg. Satuan lahan (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg karakteristik lahan

berupa solum tanah sangat tipis yaitu 9 cm, dengan tingkat bahaya erosi (TBE)

sangat berat, kemiringan lereng 24,93 % dan penggunaan lahan eksisting berupa

tegalan. Satuan lahan (49) LaCm-Qvjl-IV-Tg mempunyai solum tanah 113 cm,

TBE Berat dengan kemiringan lerengnya 38,38 %.

Satuan lahan ini mempunyai fungsi sebagai kawasan penyangga, namun

kenyataan di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian lahan sehingga arahan

rehabilitasi berupa sistem pertanian wanatani (agroforestry) dengan pengolahan

tanah minimum, mengingat kemiringan lerengnya masih dapat digunakan untuk

budidaya dalam skala terbatas namun tidak mengabaikan fungsi aslinya.

Pengolahan tanah di lapangan menggunakan sistem pertanaman menurut garis

kontur dengan kemiringan > 20 %, sistem pertanaman ini sudah baik namun

melihat dari solum tanahnya yang sangat tipis maka pengelolaan lahan diarahkan

dengan teras gulud yang berfungsi sebagai penahan laju aliran air dan

meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Pembuatan teras gulud akan

berfungsi dengan baik dan dalam jangka waktu yang lama sebaiknya guludan

diberi tanaman penguat teras. Pada satuan lahan 49 dapat juga menggunakan teras

kredit mengingat solum tanahnya yang masih tebal.

Secara teknik laju aliran permukaan dikendalikan dengan pembuatan

saluran pembuangan air (SPA) dan rorak. SPA merupakan saluran drainase yang

dibuat untuk mengalirkan air dari saluran pengelak, atau saluran teras ke sungai

atau saluran penampungan air lainnya. Rorak merupakan lubang atau tempat

penampungan dan peresapan air, dibuat di bidang atau saluran peresapan.

Simbol untuk arahan rehabilitasi ini adalah :

Page 144: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

)(1,2,6,7,8 T ,16)(1,6,10,12 V

K.IV.Tg.SB.S-FP.III

Arahan rehabilitasi kedua yaitu satuan lahan (21) KAcAck-Qvjl-V-Tg.

Karakteristik lahan solum tanah 40 cm, TBE sangat berat, kemiringan lereng 100

% dan penggunaan lahan eksisting berupa tegalan. Berdasarkan fungsinya satuan

lahan ini termasuk dalam kawasan fungsi lindung sehingga penggunaan lahan

tidak sesuai dengan fungsinya.

Melihat dari kemiringannya yang sangat curam, dan TBE sangat berat dan

solum tanahnya yang tergolong sedang maka arahan secara vegetatif sebaiknya

dilakukan penghutanan kembali (reforestation) baik dijadikan hutan lindung

ataupun hutan kemasyarakatan. Arahan ini dipilih dimaksudkan untuk

mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah

dengan penanaman pohon. Penghutanan kembali juga berpotensi untuk

peningkatan kadar bahan organik tanah dari serasah yang jauh di permukaan tanah

dan sangat mendukung kesuburan tanah.

Secara teknik diarahkan dengan pembuatan teras gulud termasuk di

dalamnya adalah pematang kontur. Hal ini untuk menekan laju aliran permukaan

dengan mengalirkannya ke SPA melalui saluran air dalam gulud. Pembuatan SPA

sebaiknya menggunakan bangunan terjunan yaitu bangunan yang terbuat dari batu

atau susunan bambu yang fungsinya untuk mengurangi aliran air pada SPA.

Simbol yang digunakan untuk arahan rehabilitasi ini adalah :

(1,4,6) T (9) V

.SKFL.V.Tg.SB

Satuan lahan pada kelompok arahan ketiga adalah (36) LaCm-Qlla-III-Tg,

karakteristik lahannya berupa solum tanah 45 cm, TBE sangat berat, kemiringan

lereng 24,93 % dan penggunaan lahan eksisting berupa tegalan dengan sistem

tumpang sari antara tanaman jagung dengan ketela pohon tanpa adanya tanaman

tahunan. Fungsi lahannya adalah kawasan budidaya tanaman tahunan sehingga

terjadi ketidaksesuaian lahan jika penggunaan lahannya berupa tegalan.

Page 145: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Untuk menanggulangi hal tersebut maka arahan rehabilitasi lahan secara

vegetatif sebaiknya menggunakan sistem pertanaman campuran berupa tumpang

sari dengan penanaman tanaman semusim yang diselingi dengan tanaman tahunan

dengan pertanaman menurut garis kontur. Pemberian mulsa juga merupakan cara

yang cukup efektif untuk meningkatkan kesuburan tanah. Mulsa ini berfungsi

sebagai pelindung tanah dari erosi percik. Bahan mulsa yang melapuk juga dapat

menambah kandungan bahan organik tanah dan hara. Secara teknik diarahkan

dengan pembuatan teras kredit mengingat lahan mempunyai TBE sangat berat.

Laju aliran air dapat dikendalikan dengan pembuatan SPA yang di aplikasikan

dengan bangunan terjunan. Penggunaan barisan sisa tanaman juga dapat menjadi

alternatif untuk mengurangi laju aliran permukaan selain itu dapat pula digunakan

sebagai bahan organik tanah. Simbol arahan rehabilitasi pada satuan lahan ini

adalah :

8)T(1,2,6,7, 12)V(2,3,6,7,

g.SB.SK.FBTT.III.T

Satuan lahan untuk arahan rehabilitasi keempat adalah (49) LaCm-Qvjl-

IV-Tg, satuan lahan ini mempunyai solum tanah 113 cm, TBE Berat dengan

kemiringan lerengnya 38,38 % dan penggunaan lahan berupa tegalan, fungsi

kawasan adalah fungsi penyangga sehingga tidak sesuai dengan fungsinya.

b. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Kritis

Lahan kritis dibagi menjadi 5 kelompok arahan rehabilitasi berdasarkan

fungsi kawasan, kemiringan lereng dan penggunaan lahannya. Kelompok pertama

yaitu satuan lahan (11) KAcAck-Qvjl-II-Pmk. Lahan dengan kemiringan lereng

10,51 % ini mempunyai fungsi sebagai kawasan penyangga. Penggunaan lahan

eksisting berupa permukiman sehingga tidak sesuai dengan fungsinya. Untuk

mengembalikan fungsi lahannya maka arahannya berupa penanaman tanaman

pagar dan kebun rumah sebagai sistem pertanaman wanatani dengan pengolahan

tanam minimum.

Secara teknik arahan dilakukan dengan pembuatan teras kredit mengingat

solumnya yang masih dalam. Pembutan saluran pembuangan air dilakukan untuk

Page 146: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

mengalirkan air permukaan dengan rorak sebagai penampung aliran air yang

fungsinya untuk pengendalian sedimentasi. Simbol arahan yang digunakan

adalah:

T(1,6,8) V(4,6,12)

SR.KFP.II.Pmk.

Kelompok kedua adalah satuan lahan (17) KAcAck-Qvjl-IV-Pmk, (19)

KAcAck-Qvjl-IV-Tg, (48) LaCm-Qvjl-IV-Sw. Karakteristik lahan yaitu solum

tanah antara 58-160 cm, TBE sangat ringan sampai berat, kemiringan lereng 10,51

- 38,38 %, penggunaan lahan eksisting berupa permukiman, tegalan dan sawah.

Pada penggunaan lahan permukiman arahan secara vegetatif dilakukan dengan

penanaman tanaman pagar dan kebun rumah sebagai sistem pertanian wanatani.

Upaya ini dapat melindungi tanah dari aliran air permukaan karena fungsi

tanaman sebagai media penghalang dan dapat meningkatkan laju infiltrasi. Untuk

tegalan menggunakan sistem pertanaman wanatani (agroforestry) dengan

pengolahan tanah minimum, penanaman penutup tanah pada tegalan berupa

tanaman musiman dengan pertanaman rapat sedangkan pada sawah dapat

ditanami padi atau tanaman palawija seperti jagung, kacang tanah. Pertanaman

silvopastur dapat pula menjadi alternatif yaitu bentuk lain dari sistem tumpang

sari, namun tanaman yang ditanam pada sela-sela tanaman bukan tanaman pangan

melainkan tanaman pakan ternak seperti rumput gajah.

Secara teknik kelompok lahan ini diarahkan dengan pembuatan teras

kredit pada kebun rumah, teras gulud pada tegalan dan teras berlereng pada

sawah, fungsi teras-teras ini adalah untuk menampung air hujan kemudian

mengalirkannya ke saluran pembuangan air (SPA) untuk ditampung di rorak.

Adapun simbol yang dipakai untuk arahan rehabilitasi pada lahan ini adalah :

7,8)T(1,2,3,6, ,16)V(1,4,6,12

B.K-Sw.SR-Pmk-P.IV.TgF

Berbeda dengan kelompok rehabilitasi di atas satuan lahan pada kelompok

arahan rehabilitasi ketiga ini mempunyai kesesuaian dengan fungsi kawasannya

yaitu satuan lahan (25) LaCm-Qlla-I-Pmk dengan penggunaan lahan eksisting

Page 147: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

permukiman. Kemiringan lerengnya adalah 1,74 % sehingga arahan rehabilitasi

secara vegetatif dapat berupa pertanaman campuran dengan penanaman menurut

strip. Pertanaman dalam strip ini dapat dilakukan pada kebun pekarangan dengan

memanfaatkan strip rumput dan penanaman penutup tanah baik tanaman musiman

ataupun tahunan.

Secara teknik arahan rehabilitasi dengan pembuatan teras datar, agar dapat

berfungsi dalam jangka waktu yang lama pada tanggul teras sebaiknya diberi

tanaman rumput penguat. Untuk menekan laju aliran permukaan maka dapat

menggunakan barisan sisa tanaman untuk melindungi tanah dari erosi percik.

Pada lereng datar seperti ini, saluran pembuangan air tidak perlu menggunakan

bangunan terjunan dan cukup dengan pembuatan rorak sebagai media penampung

dan peresapan aliran air. Simbol yang digunakan untuk kelompok arahan ini

adalah :

T(3,6,7,8) 7)V(2,3,5,6,

.SR.KFBTS.I.Pmk

Kelompok arahan rehabilitasi keempat adalah satuan lahan (28) LaCm-

Qlla-II-Pmk dan (43) LaCm-Qvjl-II-Tg. Karakteristik lahannya yang berada pada

lereng kelas II yaitu antara 10,51-12,27 %, solum tanah 80-86 cm dengan TBE

ringan. Arahan rehabilitasi yang disarankan berupa sistem pertanaman campuran

yaitu tumpangsari. Karena kelompok satuan lahan ini termasuk dalam kawasan

fungsi budidaya tanaman tahunan maka penggunaan lahan tegalan dan

permukiman tidak sesuai dengan fungsinya. Arahan rehabilitasi secara vegetatif

berupa sistem tumpangsari yaitu penanaman berselang seling antara dua atau lebih

tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Sistem ini dikenal sebagai

perladangan dengan reboisasi terencana. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah

dengan pertanaman dalam strip. Sistem ini merupakan sistem pertanaman dalam

satu bidang lahan ditanami tanaman dengan jarak tanam tertentu dan berselang-

seling dengan jenis tanaman lainnya searah kontur. Misalnya penanaman jagung

dalam satu strip searah kontur dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m tergantung

kemiringan lahan. Pertanaman dalam strip ini mampu menekan erosi sampai 70-

Page 148: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

75 % sehingga kelestarian tanah tetap terjaga. Pengadaan mulsa pada sela-sela

tanaman dengan cara disebar atau menutup permukaan tanah dapat berfungsi

sebagai pelindung tanah dari kehilangan air melalui evaporasi serta mengurangi

terjadinya erosi percik. Pengadaan mulsa pada sela-sela tanaman dengan cara

disebar atau menutup permukaan tanah dapat berfungsi sebagai pelindung tanah

dari kehilangan air melalui evaporasi serta mengurangi terjadinya erosi percik.

Secara teknik diarahkan dengan pembuatan teras bangku miring ke dalam

(goler kampak), teras ini dipilih karena permeabilitas tanahnya yang rendah

dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir keluar melalui

talud di bibir teras. Efektivitas teras bangku akan lebih meningkat jika ditanami

tanaman penguat teras pada bibir dan tampingan teras.

Barisan sisa tanaman akan memberi perlindungan yang baik terhadap

pukulan air hujan yang jatuh mengenai tanah dan dapat memberi keuntungan

berupa penambahan bahan organik dan unsur hara bagi tanah. Untuk

memperlancar aliran permukaan maka dibuat saluran pembuangan air (SPA) dan

rorak sebagai penampung aliran permukaan. Simbol yang digunakan untuk

kelompok arahan ini adalah :

8,9)T(2,3,6,7, ) 7,12V(2,3,5,6,

Pmk.R.K-FBTT.II.Tg

Arahan rehabilitasi lahan kelompok lima yaitu pada lahan (33) LaCm-

Qlla-III-Pmk dan (45) LaCm-Qvjl-III-Pmk. Karakteristik lahannya antara lain

kemiringan lereng 17 – 21 %, solum tanah antara 100-250 cm, TBE sangat ringan,

dan penggunaan lahan eksisting berupa permukiman. Pada lahan ini fungsi

kawasannya berupa budidaya tanaman tahunan, sehingga penggunaan lahan pada

kelompok ini tidak sesuai dengan fungsinya. Arahan rehabilitasi yang disarankan

berupa pertanaman campuran dengan sistem tumpangsari yaitu penanaman

berganda antara dua atau lebih tanaman semusim dengan tanaman tahunan.

Penanaman dapat dilakukan dengan penanaman menurut kontur menggunakan

pengolahan tanah minimum sebagai sistem wanatani.

Page 149: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

Secara teknik dengan menggunakan teras kredit mengingat permeabilitas

tanahnya yang cepat yaitu 26.53 cm/jam. Teras jenis ini sangat cocok diterapkan

pada lahan dengan karakteristik di atas karena dapat menahan partikel-partikel

tanah yang tererosi oleh barisan tanaman yang ditanam secara rapat. Untuk

saluran air dibuatkan saluran pembuangan air (SPA) dan rorak sebagai

penampung dan penyerapan air. SPA pada lereng > 15 % harus dilengkapi dengan

banguna terjunan dari batu ataupun bambu untuk menekan laju aliran air. Simbol

yang digunakan adalah :

9)T(2,6,7,8, 12)V(2,3,4,6,

mk.SR.KFBTT.III.P

c. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Agak Kritis

Lahan agak kritis mempunyai luasan yang paling besar diantara lahan

lainnya. Arahan rehabilitasi pada lahan ini dibagi menjadi 6 kelompok yaitu :

Kelompok pertama adalah satuan lahan (1) AlMcm-Qlla-I-Kbn, (2)

AlMcm-Qlla-I-Pmk, (3) AlMcm-Qlla-I-Sw, (4) AlMcm-Qlla-I-Tg, (6) AlMcm-

Qlla-II-Pmk, dan (7) AlMcm-Qlla-II-Pmk, (12) KAcAck-Qvjb-II-Tg, (34) LaCm-

Qlla-III-Sb. Karakteristik lahan pada kelompok ini adalah lereng kelas datar yaitu

kemiringan lereng antara 3-7 % dan kelas landai dengan kemiringan lereng 14 %,

solum tanah pada kelas lereng I tergolong solum tanah dalam yaitu antara 100-115

cm dan lereng kelas II kedalaman solum tanah antara 40-53 cm. TBE yang terjadi

masuk dalam kelas sangat ringan, sedang hingga sangat berat. Fungsi kawasan

pada kelompok ini adalah kawasan penyangga, sehingga pada penggunaan lahan

tertentu terjadi ketidaksesuaian lahan yaitu pada penggunaan lahan permukiman,

sawah, dan tegalan.

Arahan yang diusulkan berupa penanaman penutup tanah rapat berupa

tanaman musiman dan tanaman tahunan. Fungsi tanaman tahunan untuk usaha

wahatani (agroforestry). Di beberapa lokasi dapat dikembangkan silvopastur

sebagai pencegah erosi dan penyediapakan ternak. Secara teknik arahan yang

dapat dipakai berupa teras miring ke dakam (goler kampak) karena permeabilitas

lahan ini sangat lambat yaitu 5,31 cm/jam. Untuk mengurangi erosi dan menahan

Page 150: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

laju aliran permukaan maka dapat digunakan barisan sisa tanaman berupa

rumput.gulma/sisa tanaman lainnya setelah penyiangan. Saluran pembuangan air

tidak perlu menggunakan bangunan terjunan namun hanya dipadukan dengan

rorak saja. Simbol yang dipakai adalah :

T(3,6,7,8) 6)V(4,6,12,1

SB.AK-B-II.SR-Tg.I-Sw-Pmk-FP.Kbn

Kelompok lahan kedua yaitu (9) KAcAck-Qvjb-V-Htn, (13) KAcAck-

Qvjl-V-Htn dan (20) KAcAck-Qvjl-V-Sb. Lahan ini mempunyai solum 40-86 cm

dengan TBE sedang sampai berat. Lahan ini berfungsi sebagai kawasan lindung

sehingga untuk penggunaan lahan semak belukar tidak sesuai dengan fungsinya.

Arahan secara vegetatif berupa hutan lindung, hutan kemasyarakatan, suaka alam

dan hutan wisata karena potensi keindahan alamnya. Pola pengelolaan tanaman

dengan pertanaman vegetasi permanen pada lahan-lahan dengan tutupan vegetasi

buruk serta dengan silvopastur. Secara teknik dengan pembuatan teras individu

dan pembuatan saluran pembuangan air. Tujuan pembuatan teras individu ini

adalah untuk mengurangi erosi dan sebagai penyediaan air bagi tanaman tahunan.

Pada sekiat teras hendaknya ditanami rumput untuk mencegah terjadinya erosi.

Simbol yang dipakai adalah :

T(4,6) 16)V(9,11,14,

B.AK-Sb.SD-FL.V.Htn

Arahan rehabiltasi ketiga adalah kelompok lahan dengan fungsi budidaya

tanaman semusim, penggunaan lahan berupa tegalan, kebun dan sawah,

kemiringan lereng rata-rata 5-7%, solum tanah 80-130 cm, dengan TBE sangat

ringan sampai ringan. Satuan lahan tersebut antara lain (10) KAcAck-Qvjl-I-Tg,

(24) LaCm-Qlla-I-Kbn, (26) LaCm-Qlla-I-Sw, (38) LaCm-Qvjl-I-Tg.

Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, kelompok lahan ini sudah sesuai

dengan fungsi kawasannya. Namun untuk upaya menjaga dan mempertahankan

fungsinya maka secara vegetatif lahan kelompok ini diarahkan dengan

pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman, tumpang gilir, pertanaman

campuran, dan tumpang saridapat dilakukan. Penanaman dengan sistem

Page 151: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

penanaman menurut menurut garis kontur baik penanaman menurut strip ataupaun

pertanaman lorong. Kedua jenis konservasi ini sangat baik dalam mencegah

terjadinya erosi. Pertanaman menurut kontur ini akan lebih baik jika

menggunakan rumput penguat pada bibir teras ataupun menggunakan strip rumput

untuk mengurangi air larian juga sebagai sumber pakan ternak. Penanaman

penutup tanah rapat sebaiknya juga diusahakan dengan memilih tanaman semusim

sebagai tanaman pokok melihat lerengnya yang datar sehingga sesuai dengan

kawasan ini. Untuk melindungi tanah dari percikan air hujan dapat pula

menggunakan mulsa yang juga memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pelindung

dan sumber hara bagi tanah.

Secara teknik arahan dengan pembuatan saluran pembuangan air (SPA),

rorak dan bangunan terjunan. Simbol yang dugunakan adalah :

T(6,7,8,9) 7)V(2,3,5,6,

SR.AK-Tg.R-Sw-FBTS.I.Kb

Arahan selanjutnya yaitu kelompok keempat yaitu pada (15) KAcAck-

Qvjl-IV-Htn, (18) KAcAck-Qvjl-IV-Sb. Lahan ini mempunyai fungsi sebagai

kawasan penyangga dengan kemiringan lereng > 30 %, solum 25-45 cm, TBE

sedang-berat. Arahan rehabilitasi secara vegetatif yang disarankan berupa

penanaman rumput pada permukaan tanah, hutan lindung, hutan kemasyarakatan,

hutan produksi terbatas dengan pengelolaan tanah minimum. Secara teknik arahan

rehabilitasinya dengan pembuatan teras gulud, teras kredit, teras individu, juga

pembuantan saluran pembuangan air, dan rorak. Adapun simbol yang dipakai

adalah :

8)T(1,2,4,6, 10,16)V(1,4,6,9,

B.AK-Sb.SD-FP.IV.Htn

Arahan rehabilitasi kelompok lima yaitu pada lahan (30) LaCm-Qlla-II-

Sw, (31) LaCm-Qlla-II-Tg. Karakteristik lahan yang ada berupa kemringan lereng

14,05 %, solum tanah sangat dalam yaitu > 90 cm dengan TBE sangat ringan dan

fungsi kawasan adalah budidaya tanaman tahunan. Berdasarkan karakteristik

lahan tersebut maka arahan rehabilitasinya berupa pertanaman campuran yaitu

Page 152: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

dengan tumpangsari yaitu dengan penanaman tanamn semusim dengan tanaman

tahunan dengan persentase tanaman 50:50 untuk lereng kelas II, penanaman

sistem ini dekenal dengan sistem wanatani (agroforestry). Pertanaman dapat

dilakukan dengan penanaman menurut strip, strip-strip ini dapat ditambah dengan

strip rumput untuk mencegah terjadinya erosi juga sebagai tanaman penguat teras

dan untu pakan ternak. Pemberian mulsa di sekitar tanaman dapat pula mencegah

erosi percik pada tanah. Pengelolaan lahan secara teknik diarahkan dengan

pembuatan teras gulud, pembuatan saluran pembuangan air (SPA) dengan

bangunan terjunan dan rorak. Simbol dalam untuk arahan rehabilitasi kelompok

lahan ini adalah :

9)T(1,6,7,8, 7,12)V(2,3,5,6,

Sw.SR.AK-FBTT.II.Tg

Kelompok lahan keenam yaitu (32) LaCm-Qlla-III-Kbn, (35) LaCm-Qlla-

III-Sw, (44)LaCm-Qvjl-III-Kbn, (46) LaCm-Qvjl-III-Sw, (47) LaCm-Qvjl-III-Tg.

Karakteristik lahan kelompok ini antara lain solum tanah antara 95-130 cm, TBE

sangat ringan, kemiringan lereng 14-25 %, dengan penggunaan lahan berupa

kebun, sawah dan tegalan. Fungsi kawasannya adalah budidaya tanaman tahunan

sehingga terdapat ketidaksesuaian lahan pada penggunaan sawah dan tegalan.

Berdasarkan karakteristik lahan tersebut arahan rehabilitasinya berupa pertanaman

campuran dengan sistem tumpangsari dengan pengolahan tanah minimum pada

penggunaan lahan kebun, penanaman strip rumput dan penanaman penutup tanah

serta manajemen mulsa untuk mencegah dan mengurangi laju aliran air

permukaan. Secara teknik, arahannya dengan pembuatan teras bangku goler

kampak (miring ke dalam) mengingat permeabilitasnya sangat lambat yaitu 7-9

cm/jam. Untuk penggunaan lahan kebun dapat menggunakan teras individu yang

dapat berfungsi sebagai penyedia air bagi tanaman tahunan. Untuk mengalirkan

aliran air dari saluran teras maka dibuat saluran pembuangan air disertai bangunan

terjunan dan rorak. Adapun simbol yang dipakai adalah :

8,9)T(3,4,6,7, 6,7,12)V(2,3,4,5,

Tg.SR.AK-Sw-bFBTT.III.K

Page 153: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

d. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Potensial Kritis

Arahan rehabilitasi untuk lahan potensial kritis, dibagi menjadi lima

kelompok yaitu :

Kelompok lahan pertama adalah (5) AlMcm-Qlla-II-Kbn, karakteristik

lahan nya adalah kemiringan lereng 12,27 %, solum tanah 56 cm, TBE sedang

dengan penggunaan lahan berupa kebun. Fungsi lahannya adalah budidaya

tanaman tahunan sehingga lahan ini sudah sesuai dengan fungsinya. Lahan

potensial kritis bisa berubah menjadi kritis jika tidak dilakukan konservasi dengan

benar. Oleh karena itu perlu adanya arahan konservasi yang benar agar lahan tetap

terjaga kelestariannya. Secara vegetatif arahannya adalah dengan penanaman

penutup tanah berupa rumput untuk melindungi tanah dari percikan air hujan

maupun aliran air permukaan. Pengolahan lahan hendaknya dengan pengolahan

tanah minimum untuk mencegah terjadinya kerusakan tanah. Silvopastur juga

dapat dipilih dengan tujuan yang sama yaitu melindungi tanah dari kerusakan juga

sebagai penyedia makanan bagi ternak. Secara teknik arahannya dengan

pembuatan teras kebun atau teras individu disertai dengan penutup tanah berupa

rumput dengan tambahan mulsa dan pemberian tanaman pagar. Simbol yang

dipakai untuk arahan rehabilitasi ini adalah :

T(3,6,7,8) V(4,6,16)

D.PKFP.II.Kb.S

Arahan rehabilitasi yang kedua adalah satuan lahan (18) KAcAck-Qvjb-

IV-Htn, (16) KAcAck-Qvjl-IV-Kbn, (22) KAcAck-Qvsl-IV-Htn. Karakteristik

lahannya adalah kemiringan lereng 38 %, TBE ringan sampai berat pada

penggunaan lahan hutan solum tanah mencapai 42-83 cm, sedangkan untuk

penggunaan lahan kebun sebesar 25 cm.

Secara vegetatif arahannya dengan menanami rumput pada permukaan tanah,

pengolahan tanah minimum, penanaman penutup tanah, dan dengan silvopastur.

secara teknik arahannya adalah dengan pembuatan teras kredit dan teras kebun

atau teras individu, pembuatan saluran pembuangan air (SPA) disertai bangunan

terjunan dan rorak. Simbol yang dipakai adalah :

Page 154: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

8)T(2,3,6,7, ,16)V(1,4,6,10

B.PK-Kb.R-FP.IV.Htn

Kelompok lahan ketiga yaitu (27) LaCm-Qlla-I-Tg dan (37) LaCm-Qvjl-

I-Pmk. Karakteristik kelompok lahan ini adalah solum tanahnya 110 - 142 cm,

penggunaan lahannya adalah tegalan dan permukiman dengan kemiringan lereng

3 - 7 %. Fungsi kawasannya adalah budidaya tanaman semusim sehingga lahan ini

sudah sesuai dengan fungsinya. Arahan secara vgetatif dengan penanaman rumput

untuk melindungi tanah dari air larian permukaan, Pemberian mulsa juga dapat

meningkatkan unsur hara sehingga tanah tetap terjaga kesuburannya. Secara

teknik arahannya dengan pembuatan saluran pembuangan air (SPA) dan rorak.

Simbol yang dipakai adalah :

T(6,7,8) V(4,6,16)

.SR.PKFBTS.I.Pmk

Arahan rehabilitasi keempat adalah lahan (23) KAcAck-Qvsl-V-Htn,

karakteristik lahannya adalah kemiringan lereng 70,02 %, solum tanah 38 cm,

TBE sedang dengan penggunaan lahan hutan dan fungsi kawasannya sebagai

kawasan lindung. Secara vegetatif arahan lahannya adalah dengan tetap

mempertahankan fungsinya sebagai hutan lindung dengan suksesi alami agar tetap

terjaga kelestariannya. Secara teknik dengan pembuatan saluran pembuangan air.

Simbol yang dipakai yaitu :

T(6) V(9,14)

D.PKFL.V.Htn.S

Arahan kelompok lahan kelima yaitu (29) LaCm-Qlla-II-Sb, (39) LaCm-

Qvjl-II-Kbn, (40) LaCm-Qvjl-II-Pmk, (41) LaCm-Qvjl-II-Sb, (42) LaCm-Qvjl-II-

Sw. Kelompok satuan lahan ini mempunyai fungsi kawasan sebagai kawasan

budidaya tanaman tahunan sehingga terdapat ketidaksesuaian lahan antara lain

permukiman dan sawah. Kemiringan lereng antara 12,27-14,05 %, solum tanah

40-130 cm, TBE sangat ringan sampai sedang. Berdasarkan karakteristik tersebut

kelompok lahan ini diarahkan untuk pertanaman campuran berupa tumpangsari

berupa tanaman semusim dan tanaman tahunan dengan sistem agroforestry.

Page 155: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

Pemberian mulsa dapat dimaksudkan untuk menambah unsur hara dan bahan

organik tanah serta mencegah terjadinya erosi percik dan mengurangi laju aliran

permukaan. Secara teknik dapat diarahkan dengan pembuatan teras bangku yang

berfungsi untuk mencegah erosi. Pembuatan teras akan lebih efektif jika disertai

dengan rumput penguat teras. Pada bibir teras dapat diberi barisan sisa tanaman

agar laju aliran tidak terlalu cepat masuk pada saluran pembuangan air.

Pembuatan saluran ini sebaiknya disertai dengan bangunan terjunan dan rorak.

Simbol yang dipakai adalah :

9)T(3,6,7,8, )V(2,3,7,12

SD.PK-Sw.SR-Pmk-Kb-FBTT.II.Sb

Arahan rehabilitasi pada setiap satuan lahan dapat dilihat pada Peta 10.

Peta Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan

Wonogiri Tahun 2012 serta tabel berikut ini :

Page 156: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Tabel 30. Arahan Rehabilitasi Setiap Satuan Lahan di DAS Walikan Tahun 2012

No. No.SL Satuan Lahan

Tingkat

Kekritisan

Lahan

Kelas

Erosi

Solum

(cm) TBE

Lereng

(%) FK

PL

Eksisting

Kesesuaian

PL

Arahan Rehabilitasi Kelmpok Arhn

Rehabilitasi/TKL

No. Arahan

Rehabilitasi Vegetatif Teknik

1 14 KAcAck-Qvjl-III-Tg Sangat Kritis SD 9 SB 24,93 P Tg TS 1,6,10,12,16 1,2,6,7,8 1 1

21 KAcAck-Qvjl-V-Tg SB 40 SB 100 L Tg TS 9 1,4,6 2 2

49 LaCm-Qvjl-IV-Tg B 113 B 38,38 P Tg TS 1,6,10,12,16 1,2,6,7,8 1 1

36 LaCm-Qlla-III-Tg SD 45 SB 24,93 BTT Tg TS 2,3,6,7,12 1,2,6,7,8,9 3 3

2 11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk Kritis SR 160 SR 10,51 P Pmk TS 4,6,12 1,6,8 1 4

17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk SR 58 B 36,39 P Pmk TS 1,4,6,12,16 1,2,3,6,7,8 2 5

19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg SD 27 SB 38,38 P Tg TS 1,4,6,12,16 1,2,3,6,7,8 2 5

25 LaCm-Qlla-I-Pmk SR 425 R 1,74 BTS Tg S 2,3,5,6,7 3,6,7,8 3 6

28 LaCm-Qlla-II-Pmk SR 86 R 12,27 BTT Pmk TS 2,3,5,6,7,12 2,3,6,7,8,9 4 7

33 LaCm-Qlla-III-Pmk SR 250 SR 17,63 BTT Pmk TS 2,3,4,6,12 2,6,7,8,9 5 8

43 LaCm-Qvjl-II-Tg SR 80 R 10,51 BTT Tg TS 2,3,5,6,7,12 2,3,6,7,8,9 4 7

45 LaCm-Qvjl-III-Pmk SR 100 SR 21,25 BTT Pmk TS 2,3,4,6,12 2,6,7,8,9 5 8

48 LaCm-Qvjl-IV-Sw SR 110 SR 38,38 P Sw TS 1,4,6,12,16 1,2,3,6,7,8 2 5

3 1 AlMcm-Qlla-I-Kbn Agak Kritis SR 105 SR 5,24 P Kb S 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9

2 AlMcm-Qlla-I-Pmk SR 110 SR 3,49 P Pmk TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9

3 AlMcm-Qlla-I-Sw SR 115 SR 5,24 P Sw TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9

4 AlMcm-Qlla-I-Tg SR 96 SR 6.99 P Tg TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9

6 AlMcm-Qlla-II-Pmk R 40 B 14,05 P Pmk TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9

7 AlMcm-Qlla-II-Tg SR 53 SD 14,05 P Tg TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9

9 KAcAck-Qvjb-V-Htn R 86 SD 44,52 L Htn S 9,11,14,16 4,6 2 10

10 KAcAck-Qvjl-I-Tg SR 80 R 5,24 BTS Tg S 2,3,5,6,7 6,7,8,9 3 11

12 KAcAck-Qvjl-II-Tg SR 70 R 14,05 P Tg TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9

13 KAcAck-Qvjl-V-Htn SR 54 SD 75,35 L Htn S 9,11,14,16 4,6 2 10

15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn SR 25 B 38,38 P Htn S 1,4,6,9,10,16 1,2,4,6,8 4 12

18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb SR 45 SD 36,39 P Sb TS 1,4,6,9,10,16 1,2,4,6,8 4 12

20 KAcAck-Qvjl-V-Sb R 40 B 70,02 L Sb TS 9,11,14,16 4,6 2 10

Page 157: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

24 LaCm-Qlla-I-Kbn SR 90 R 3,49 BTS Kb S 2,3,5,6,7 6,7,8,9 3 11

26 LaCm-Qlla-I-Sw SR 95 SR 6,99 BTS Sw S 2,3,5,6,7 6,7,8,9 3 11

30 LaCm-Qlla-II-Sw SR 120 SR 14,05 BTT Sw TS 2,3,5,6,7,12 1,6,7,8,9 5 13

31 LaCm-Qlla-II-Tg SR 113 SR 14,05 BTT Tg TS 2,3,5,6,7,12 1,6,7,8,9 5 13

32 LaCm-Qlla-III-Kbn SR 115 SR 23,08 BTT Kb S 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14

35 LaCm-Qlla-III-Sw SR 95 SR 24,94 BTT Sw TS 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14

38 LaCm-Qvjl-I-Tg SR 130 SR 6,99 BTS Tg S 2,3,5,6,7 1,2,6,7,8,9 3 11

44 LaCm-Qvjl-III-Kbn SR 104 SR 15,83 BTT Kb S 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14

46 LaCm-Qvjl-III-Sw SR 130 SR 19,43 BTT Sw TS 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14

47 LaCm-Qvjl-III-Tg SR 125 SR 21,25 BTT Tg TS 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14

4 5 AlMcm-Qlla-II-Kbn Potns. Kritis SR 56 SD 12,27 P Kb S 4,6,16 3,6,7,8 1 15

8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn SR 83 R 38,38 P Htn S 1,4,6,10,16 2,3,6,7,8 2 16

16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn SR 25 B 38,38 P Htn S 1,4,6,10,16 2,4,6,7,8 2 16

22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn SR 42 SD 38,38 P Htn S 1,4,6,10,16 2,3,6,7,8 2 16

23 KAcAck-Qvsl-V-Htn SR 38 SD 70,02 L Htn S 9,14 6 4 18

29 LaCm-Qlla-II-Sb SR 40 SD 14,05 BTT Sb TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19

37 LaCm-Qvjl-I-Pmk SR 142 SR 3,49 BTS Pmk S 2,6,7 6,7,8 3 17

39 LaCm-Qvjl-II-Kbn SR 86 R 14,05 BTT Kb S 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19

40 LaCm-Qvjl-II-Pmk SR 102 SR 12,27 BTT Pmk TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19

41 LaCm-Qvjl-II-Sb SR 130 SR 14,05 BTT Sb TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19

42 LaCm-Qvjl-II-Sw SR 80 R 12,27 BTT Sw TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19

Sumber : Analisis Data Fungsi Kawasan, Kemiringan Lereng, Penggunaan Lahan, Tingkat Bahaya Erosi dan Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2012

Keterangan :

Kelas Erosi Fungsi Kawasan Penggunaan Lahan (PL) Kesesuaian Lahan

SR : Sangat Ringan BTS : Budidaya tanaman semusim dan permukiman Htn : Hutan S : Sesuai

R : Ringan BTT : Budidaya tanaman tahunan Kb : Kebun TS : Tidak Sesuai

SD : Sedang P : Penyangga Sw : Sawah

B : Berat L : Lindung Tg : Tegalan

SB : Sangat Berat Pmk : Permukiman

Page 158: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

Peta 10. Arahan Rehabilitasi Lahan

Page 159: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan meliputi 4 tingkatan yaitu :

a. Tingkat kekritisan lahan sangat kritis pada kawasan fungsi lindung

mencapai luas 69,50 Ha (3,76 %) dan pada kawasan fungsi budidaya

seluas 156,107 Ha (4,16 %) sehingga total luas lahan sangat kritis sebesar

225,616 Ha atau 4 % dari luas lokasi penelitian.

b. Tingkat kekritisan lahan kritis pada kawasan fungsi lindung mencapai

luas 67,93 Ha (3,68 %) sedangkan pada kawasan fungsi budidaya luasnya

mencapai 933,47 Ha (24,86 %) sehingga total luas lahan kritis mencapai

1.001,394 Ha atau 18 % dari luas lokasi penelitian.

c. Lahan dengan tingkat kekritisan agak kritis pada kawasan fungsi lindung

menempati luas 1.104,41 Ha (59,86 %) sedangkan pada kawasan fungsi

budidaya luasnya mencapai 1.989,08 Ha (52,98 %) dan merupakan lahan

dengan tingkat kekritisan paling luas dengan total 3.093,494 Ha (55 %)

dari luas lokasi penelitian.

d. Tingkat kekritisan lahan potensial kritis pada kawasan fungsi lindung

menempati luas 603,13 Ha (32,7 %), pada kawasan fungsi budidaya

luasnya mencapai 676 Ha (18 %) sehingga total luas lahan potensial kritis

mencapai 1.279,13 Ha (23 %).

2. Terdapat 19 kelompok arahan rehabilitasi yang disarankan berdasarkan tingkat

kekritisan lahannya, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng,

fungsi kawasan dan penggunaan lahan dengan arahan rehabilitasi secara

vegetatif dengan penanaman tanaman sebagai pencegah dan mengendalikan

erosi, pemberian mulsa sebagai pelindung tanah, sumber hara dan penambah

bahan organik, penghutanan kembali, silvopasture dan sistem agroforestry.

Secara teknik diarahkan untuk mengendalikan dan memperkecil laju aliran

138

Page 160: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

permukaan dengan pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA),

bangunan terjunan, rorak, dan barisan sisa tanaman.

B. Implikasi

Implikasi dari penelitian ini diharapkan hasil penelitian dapat digunakan

sebagai :

1. Salah satu bahan pertimbangan dalam perencanaan rehabilitasi lahan yaitu

dengan menentukan prioritas rehabilitasi berdasarkan sebaran tingkat

kekritisan lahannya.

2. Arahan rehabilitasi ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam mengatasi

masalah degradasi lahan di DAS Walikan. Dengan demikian lahan mampu

terjaga kelestariannya dan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya

sehingga kerusakan lahan dapat diminimalisir dan tetap berproduksi dengan

baik.

3. Bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa dapat dijadikan

rujukan sebagai sumber teori dalam menunjang penelitiannya.

4. Untuk implikasi dalam pembelajaran geografi di SMA diharapkan dapat

menjadi bahan materi yaitu pada kompetensi dasar menganalisis dinamika dan

kecenderungan perubahan lithosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap

kehidupan di muka bumi yaitu pada materi lahan kritis dan upaya

pelestariannya.

C. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan masih banyak penggunaan

lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya. Untuk tujuan perencanaan

rehabilitasi lahan hendaknya menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat

dan pemerintah untuk lebih mempertimbangkan aspek fisik lahan agar tidak

menimbulkan permasalahan lahan seperti erosi yang berdampak pada

terjadinya lahan kritis.

2. Perlu adanya penyuluhan dari pemerintah atau instansi yang berwenang

mengenai arahan rehabilitasi lahan yang akan dilakukan agar keberhasilan dari

perencanaan rehabilitasi lahan dapat berhasil dan berjalan maksimal.

Page 161: digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

3. Penelitian ini baru terbatas pada penilaian lahan kritis secara fisik dan belum

membahas kritis kimia dan sosial ekonomi. Hal ini dapat dijadikan masukan

bagi penelitian selanjutnya agar tidak hanya menilai kritis lahan secara fisik

saja tetapi juga kritis kimia dan sosial ekonomi.

4. Arahan rehabilitasi juga belum mempertimbangkan aspek sosial ekonomi

masyarakat sehingga dalam perencanaan rehabilitasi selanjutnya perlu adanya

pertimbangan sosial ekonomi agar rehabilitasi yang direkomendasikan dapat

sesuai dengan keadaan karakteristik wilayah dan masyarakatnya.