digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id
Transcript of digilib.uns.ac.id/Tingkat...digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN
KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI
TAHUN 2012
Skripsi
Disusun Oleh :
Siti Khoimah
K5408050
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN
KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI
TAHUN 2012
Oleh :
Siti Khoimah
K5408050
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Mei 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Rabu
Tanggal : 9 Mei 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Siti Khoimah. TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI
LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN
KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012. Skripsi. Surakarta :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
April. 2012
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mengetahui tingkat kekritisan lahan
Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012. (2) Mengetahui arahan rehabilitasi
lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012.
Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial menggunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk mencari hubungan secara keruangan antara
variabel yang telah ditetapkan dengan satuan lahan sebagai satuan analisis.
Populasi penelitian adalah seluruh unit satuan lahan di Daerah Aliran Sungai
Walikan yaitu sebanyak 49 satuan lahan. Sampel tanah diambil dengan cara
purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi,
dan wawancara. Teknik analisis data untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan
adalah dengan skoring dan pembobotan dengan output berupa Peta Tingkat
Kekritisan Lahan dan untuk mengetahui arahan rehabilitasi lahan dilakukan
dengan menggunakan pedoman Departemen Kehutanan (2009) dengan
modifikasi, dengan output berupa Peta Arahan Rehabilitasi Lahan.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Tingkat kekritisan
lahan terdiri dari : (a) sangat kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 69,50 Ha
(3,76 %) dan budidaya seluas 156,107 Ha (4,16 %) sehingga luas total 225,616
Ha (4 %); (b) kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 67,93 Ha (3,68 %) dan
budidaya 933,47 Ha (24,86 %) sehingga luas total 1.001,394 Ha (18 %); (c) agak
kitis, pada kawasan fungsi lindung seluas 1.104,41 Ha (59,86 %) dan budidaya
1.989,08 Ha (52,98 %) sehingga luas total 3.093,494 Ha (55 %); (d) potensial
kritis, pada fungsi lindung seluas 603,13 Ha (32,7 %) dan budidaya 676 Ha (18
%) sehingga luas total 1.279,13 Ha (23 %) dari total luas lahan lokasi penelitian 2)
Terdapat 19 kelompok arahan rehabilitasi yang disarankan berdasarkan tingkat
kekritisan lahannya, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng, fungsi
kawasan dan penggunaan lahan dengan arahan rehabilitasi secara vegetatif dengan
penanaman tanaman sebagai pencegah dan mengendalikan erosi, pemberian
mulsa sebagai pelindung tanah, sumber hara dan penambah bahan organik,
penghutanan kembali, silvopasture dan sistem agroforestry. Secara teknik
diarahkan untuk mengendalikan dan memperkecil laju aliran permukaan dengan
pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan, rorak, dan
barisan sisa tanaman.
Kata Kunci : Analisis Spasial, Satuan Lahan, Fungsi Kawasan, Tingkat
Kekritisan Lahan, Arahan Rehabilitasi Lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Siti Khoimah. THE CRITICAL LEVEL AND REHABILITATION
DIRECTIONS LAND WALIKAN WATERSHED DISTRICT KARANGANYAR
AND WONOGIRI YEAR 2012. Thesis.Surakarta: Faculty of Teacher Training
and Education. Sebelas Maret University of Surakarta. April. 2012 The purposes of this research are (1) Knowing the critical level of land
Walikan Watershed year 2012. (2) Knowing the direction of rehabilitation in the
Walikan Watershed year 2012. This research employs spatial analysis method by utilizing Geographic
Information System (GIS) to look for the spatial relationship between the
variables assigned and the united land as the unit of analysis. The population
study is the entire unit of land in the Walikan Watershed amount 49 units of land.
The techniques of collecting data are observation, documentation, and
interviews. The data are analyzed in order to find out the critical level of the land
by scoring and weighting with the output which results Land Criticality Level
Map. Moreover, it is to know the direction of rehabilitation land carried out by
using the instructions from the Ministry of Forestry (2009) with modifications, in
the form of land conservation table technique embodied in the vegetative and soil
conservation techniques with the direction of land-use activities based on each
unit of output in the form of land with the Referral Map of Rehabilitation Land.
Based on the research it can be concluded that: 1) The criticality level of
the land consists of: (a) very critical, in the area of protection forest width 69.50
ha (3.76%) and the cultivation area width 156.107 ha (4.16%) so that the total
land of very critical area is 225.616 ha (4%), (b) critical, in the area of protection
forest width 67.93 ha (3.68%) and cultivated width 933.47 ha (24.86%) so that
the total land of very critical area is 1001.394 ha (18%); (c) rather critical, in the
area of protected forest covering 1104.41 ha (59.86%) and cultivation covering
1989.08 ha (52.98%) so that the total area is 3093.494 ha (55%), (d) potential to
be critical, in the area of protected forest 603.13 ha (32.7%) and cultivation 676
ha (18%) so that the total area of 1279.13 ha (23%) of the total land area of
research site; 2) There are 19 groups based on the recommended rehabilitation
referrals the critical level of the land, erosion hazard level, slope classes,
functions of area and land use with the direction of rehabilitation vegetatively by
cover crooping for the prevention and erosion control, giving mulching as a
protector of the land, sources of nutrients and increasing organic matter,
reforestation, silvopasture and agroforestry systems. Techniquely it is aimed to
control and reduce the flow rate of the surface with teracce, waterway, drop
structure, silt pit, dan trash line.
Keywords: Spatial Analysis Unit, Land, Function Area, Criticality Level Land,
Land Rehabilitation Referrals
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Modal utama untuk meraih kesuksesan adalah diri kita sendiri,
bukan banyaknya modal materi
(Mario Teguh)
Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan
Sekali layar terkembang pantang surut ke pantai
(Anonim)
Hidup hanya sekali maka jangan sia-siakan waktu yang singkat ini
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Bapak dan Ibu atas kasih sayang, limpahan do’a, dan motivasi
Adik-adikku
Sahabat Geografi ‘08
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapat
gelar Sarjana Pendidikan. Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan izin penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syaiful Bakhri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi.
3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., Ketua Program Pendidikan
Geografi yang telah memberikan izin penulisan skripsi.
4. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si., Pembimbing I yang sabar memberikan
bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan lancar.
5. Bapak Drs.Ahmad, M.Si., Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Rahning Utomowati, S.Si, M.Sc., Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan motivasi selama menjadi mahasiswa di Program
Studi Pendidikan Geografi FKIP UNS.
7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Geografi yang secara tulus
memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.
8. Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan
motivasi moril maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan (Lilis, Ana, Dayat, Probo, Yosef dan Desta)
atas semua bantuan, kerja sama dan motivasi selama penyusunan skripsi
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
10. Sahabat Geo’08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberi warna selama menjadi mahasiswa dan dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Keluarga keduaku wisma Al-ashr dan An-naura yang menemani hari-hari
penulis dalam menyusun skripsi ini.
12. Rekan relawan LAZIS UNS yang telah memberi pelajaran tentang
indahnya berbagi dalam kebersamaan dan selalu memberikan motivasi
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
para pembaca.
Surakarta, Mei 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
PENGAJUAN SKRIPSI ................................................................................. ii
PERSETUJUAN .............................................................................................. iii
PENGESAHAN ............................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR PETA .............................................................................................. xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 7
1. Lahan Kritis .................................................................................... 7
a. Pengertian Lahan Kritis ............................................................ 7
b. Parameter Lahan Kritis ............................................................. 9
c. Tingkat Kekritisan Lahan ......................................................... 12
2. Rehabilitasi Lahan .......................................................................... 14
a. Metode Vegetatif ...................................................................... 15
b. Metode Mekanik ....................................................................... 20
c. Metode Kimia ........................................................................... 27
B. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 30
C. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 35
B. Metode Penelitian ................................................................................. 35
C. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 36
D. Populasi dan Teknik Sampling ............................................................. 36
1. Populasi ........................................................................................... 36
2. Teknik Sampling ............................................................................. 39
E. Sumber Data .......................................................................................... 41
1. Data Primer ..................................................................................... 41
2. Data Sekunder ................................................................................. 41
F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 42
1. Observasi Lapangan ........................................................................ 42
2. Analisis Dokumentasi ..................................................................... 42
3. Wawancara ...................................................................................... 43
G. Teknik Analisis Data ............................................................................. 43
1. Tingkat Kekritisan Lahan ............................................................... 43
a. Penentuan Fungsi Kawasan ...................................................... 44
b. Penentuan Parameter Lahan Kritis ............................................ 47
c. Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan ........................................ 49
2. Arahan Rehabilitasi Lahan .............................................................. 51
H. Prosedur Penelitian ............................................................................... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 55
A. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian ............................................................ 55
1. Letak, Batas dan Luas ..................................................................... 55
2. Iklim ................................................................................................ 58
a. Temperatur ................................................................................ 58
b. Curah Hujan .............................................................................. 59
3. Fisiografi Wilayah .......................................................................... 61
4. Geologi ............................................................................................ 62
5. Geomorfologi .................................................................................. 65
a. Morfografi ................................................................................. 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
b. Morfogenesa ............................................................................. 68
c. Morfokronologi ......................................................................... 71
d. Morfometri ................................................................................ 71
6. Tanah ............................................................................................... 73
7. Hidrologi .......................................................................................... 78
a. Pola Aliran ................................................................................ 78
b. Bentuk DAS .............................................................................. 78
c. Alur Sungai ............................................................................... 80
d. Morfometri DAS ....................................................................... 80
1. Luas DAS ............................................................................ 81
2. Gradien Sungai .................................................................... 81
3. Orde Sungai ........................................................................ 82
4. Kerapatan Sungai (Drainage Density) ................................ 82
8. Penggunaan Lahan .......................................................................... 85
9. Keadaan Penduduk .......................................................................... 88
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ......................................................... 89
1. Tingkat Kekritisan Lahan ............................................................... 91
a. Fungsi Kawasan ........................................................................ 93
b. Parameter Lahan Kritis ............................................................. 93
1) Erosi Permukaan ................................................................. 94
2) Tutupan Vegetasi ................................................................ 97
3) Tindakan Konservasi .......................................................... 99
4) Kelas Kemiringan Lereng ................................................... 104
5) Produktivitas Lahan ............................................................ 105
6) Keadaan Batuan .................................................................. 107
c. Tingkat Kekritisan Lahan ......................................................... 109
1) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Lindung . 109
a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis ....................... 111
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis ................................... 112
c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis .......................... 113
d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis .................... 114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
2) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya 114
a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis ....................... 116
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis ................................... 116
c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis .......................... 117
d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis .................... 118
2. Arahan Rehabilitasi Lahan ............................................................... 121
a. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Sangat Kritis ......................... 121
b. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Kritis ..................................... 124
c. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Agak Kritis ........................... 128
d. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Potensial Kritis ..................... 132
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................................ 138
1. Simpulan ............................................................................................... 138
2. Implikasi ............................................................................................... 139
3. Saran ..................................................................................................... 139
Daftar Pustaka ................................................................................................ 141
Lampiran ......................................................................................................... 144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Konservasi Tanah Metode Vegetatif ........................................................... 28
2. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik .................................................... 29
3. Perbandingan penelitian sebelumnya dengan Penelitian yang dilakukan ... 32
4. Rancangan Waktu Penelitian ...................................................................... 35
5. Klasifikasi dan Nilai Skor Kemiringan Lereng ......................................... 44
6. Klasifikasi dan Nilai Skor Jenis Tanah ................................................... 44
7. Klasifikasi dan Skor Intensitas Curah Hujan Harian Rata-rata ................ 45
8. Kriteria Lahan Kritis Setiap Kawasan ........................................................ 50
9. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan ........................................................ 51
10. Pembagian Administrasi DAS Walikan ...................................................... 56
11. Rerata Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011 . 60
12. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson .................................... 61
13. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap
Stasiun Pengamatan .................................................................................... 61
14. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan DAS Walikan ............................. 86
15. Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011 ............................................ 88
16. Karakteristik dan Kualitas Lahan Lokasi Penelitian .................................. 90
17. Fungsi Kawasan Setiap Satuan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2012 ... 91
18. Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun 2012 ...... 95
19. Persentase dan Kelas Tutupan vegetasi Setiap Satuan Lahan pada
Kawasan Fungsi Lindung ........................................................................... 97
20. Perbandingan Persentase Luas Kelas Tutupan Vegetasi Pada Kawasan
Fungsi Lindung ........................................................................................... 99
21. Luas dan Persentase Kelas Konservasi Lahan ............................................ 99
22. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik
Pada Kawasan Fungsi Lindung ................................................................... 100
23. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik
Pada Kawasan Fungsi Budidaya ................................................................. 101
24. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Lindung .................... 102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
25. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Budidaya .................. 103
26. Kelas Produktivitas Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya Setiap
Satuan Lahan ............................................................................................... 106
27. Kelas Keadaan Batuan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi
Budidaya ..................................................................................................... 108
28. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung
Tahun 2012 .................................................................................................. 110
29. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya
Tahun 2012 ................................................................................................. 115
30. Arahan Rehabilitasi Setiap Satuan Lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ... 135
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Pertanaman Dalam Strip Mulsa Batang Jagung ....................................... 16
2. Aplikasi Mulsa pada Pertanaman Jagung (Kiri) dan Mulsa Batang
Jagung (Kanan) ........................................................................................ 16
3. Tanaman Penutup Tanah jenis Mucuna sp .............................................. 17
4. Sistem Wanatani (Agroforestry) .............................................................. 19
5. Sistem Tumpangsari Kacang Tanah dengan Singkong (kanan)
dan Tumpangsari Kacang Tanah dengan Pepaya .................................... 19
6. Sistem Silvopasture .................................................................................. 20
7. Penanaman Menurut Garis Kontur .......................................................... 21
8. Tipe Teras Bangku ................................................................................... 22
9. Teras Datar ............................................................................................... 22
10. Teras Gulud .............................................................................................. 23
11. Teras Kredit ............................................................................................. 24
12. Teras Individu .......................................................................................... 24
13. Guludan .................................................................................................... 25
14. Guludan Bersaluran Disertai Rumput Penguat ........................................ 25
15. Saluran Pembuangan Air (SPA) .............................................................. 26
16. Bangunan Terjunan Permanen (Kiri) dan Terbuat dari Bambu (Kanan) . 27
17. Rorak ........................................................................................................ 27
18. Diagram Alir Kerangka Pemikiran .......................................................... 34
19. Contoh Pembacaan Satuan Lahan ............................................................ 37
20. Contoh Pembacaan Arahan Rehabilitasi Lahan ....................................... 52
21. Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 54
22. Letak Fisiografis DAS Walikan ............................................................... 62
23. Bentuklahan Perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo ................................. 65
24. Bukit Terdenudasi Akibat Pertambangan di Desa Wonorejo .................. 66
25. Erosi Lembar (Kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan
Wonogiri dan Erosi Parit (Kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso ...... 69
26. Longsoran Rotasi di Desa Wonorejo (Kiri) dan Desa Jatiyoso (Kanan) .. 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
27. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri ................ 70
28. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro,
Kecamatan Jatipuro .................................................................................. 74
29. Profil Tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan di
Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri ................ 75
30. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso,
Kabupaten Karanganyar ........................................................................... 76
31. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan ........................................... 78
32. Klasifikasi Bentuk DAS ........................................................................... 79
33. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa
Manjung, Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu
Sungai Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso (Kanan) ............................ 80
34. Penentuan Orde Sungai DAS Walikan .................................................... 84
35. Diagram Lingkaran Persentase Luas Penggunaan Lahan DAS Walikan 86
36. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan)
dan LaCm-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo dan Wonokeling ........ 111
37. Lahan Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kiri) dan
KAcAck-Qvjl-IV-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ................................... 112
38. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-II-Tg (Kiri)
dan KAcAck-Qvjl-IV-Sb (Kanan) di Desa Wonokeling dan Beruk ....... 113
39. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan AlMcm-Qlla-II-Kbn (Kiri)
dan KAcAck-Qvjl-IV-Kbn (Kanan) di Desa Giriwarno dan Beruk ........ 114
40. Lahan Sangat Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qlla-III-Tg di Desa
Jatiyoso .................................................................................................... 116
41. Lahan Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (Kiri) dan
LaCm-Qlla-III-Pmk (Kanan) di Desa Wonorejo dan Jatiyoso ................ 117
42. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Sw (Kiri) dan
KAcAck-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Jatisobo dan Wonorejo ................. 118
43. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-II-Sw (Kiri) dan
LaCm-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ........................................... 119
44. Diagram Persentase Luas Tingkat Kekritisan Lahan DAS Walikan ...... 119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR PETA
Peta
1. Satuan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 ................................................................................................ 38
2. Lokasi Titik Pengamatan dan Pengambilan Sampel Tanah ...................... 40
3. Administrasi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 ................................................................................................ 57
4. Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun
2012 ............................................................................................................ 64
5. Ketinggian Tempat DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................
6. Kemiringan Lereng DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012 ............................................................................... 72
7. Tanah DAS DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 ................................................................................................ 77
8. Penggunaan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................ 87
9. Tingkat Kekritisan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri Tahun 2012 ......................................................................... 120
10. Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri Tahun 2012 ......................................................................... 137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Tabel Data Curah Hujan dan Hari Hujan di Stasiun Pengamatan .............. 145
2. Tabel Parameter Fungsi Kawasan DAS Walikan Tahun 2012 ................... 148
3. Tabel Perhitungan Skor dan Pembobotan Fungsi Kawasan DAS
Walikan Tahun 2012 ................................................................................... 149
4. Tabel Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Penggunaan Lahan DAS
Walikan Tahun 2012 ................................................................................... 150
5. Tabel Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan (R) ......................................... 151
6. Tabel Indeks Erosivitas Hujan Setiap Satuan Lahan .................................. 152
7. Tabel Indeks Erodibilitas Tanah Setiap Satuan Lahan .............................. 153
8. Tabel Indeks Faktor Lereng (LS) Setiap Satuan Lahan .............................. 154
9. Tabel Indeks Pengelolaan Tanaman (C) Tindakan Konservasi Lahan
(P) Setiap Satuan Lahan .............................................................................. 155
10. Tabel Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun
2012 ............................................................................................................. 156
11. Tabel Tabulasi Data Produktivitas Lahan ................................................... 158
12. Tabel Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Lindung .................. 159
13. Tabel Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya ................. 160
14. Tabel Kelas Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Lindung ........ 161
15. Tabel Kelas Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya ....... 162
16. Tabel Perhitungan Skoring dan Pembobotan Parameter Lahan Kritis
pada Kawasan Fungsi Lindung ................................................................... 163
17. Tabel Perhitungan Skoring dan Pembobotan Parameter Lahan Kritis
pada Kawasan Fungsi Budidaya ................................................................. 164
18. Kriteria Penilaian Kelas Konservasi Lahan ................................................ 165
19. Tabel Nilai C (Pengelolaan Tanaman) ........................................................ 168
20. Tabel Nilai P (Tindakan Konservasi) .......................................................... 169
21. Daftar Isian Lapangan ................................................................................. 170
22. Tabel Quesioner Produktivitas Lahan ......................................................... 172
23. Hasil Analisis Kimia dan Fisika Tanah ....................................................... 173
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
24. Surat Keputusan Dekan FKIP ..................................................................... 174
25. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ................................................. 175
26. Surat Permohonan Izin Research/Try Out .................................................. 176
27. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS
Kabupaten Karanganyar .............................................................................. 177
28. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA
Kabupaten Karanganyar .............................................................................. 178
29. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS
Kabupaten Wonogiri ................................................................................... 179
30. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA
Kabupaten Wonogiri ................................................................................... 180
31. Surat Rekomendasi Research/Survey ......................................................... 181
32. Surat Tidak Keberatan (STB) ..................................................................... 182
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumberdaya
alamnya yang melimpah. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang
terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara
dan ruang, mineral, panas dan gas bumi, angin, pasang surut atau arus laut
(Soerjani, 1987 : 13). Sumberdaya alam bisa terdapat dimana saja seperti di dalam
air, tanah, udara terdiri dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
(renewable) dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable).
Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai salah satu modal dasar pembangunan
nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian,
keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal sehingga dapat memberikan
manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang (Departemen Kehutanan,
2009 : 1).
Sumberdaya alam yang penting dalam kegiatan pembangunan salah
satunya adalah sumberdaya lahan.
Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik
unik, yakni (1) sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat
proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil;
(2) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.)
dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang
cenderung spesifik (Dardak, 2005 : 1).
oleh karena itu agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus
berkembang seperti sekarang ini, lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan dan
dikelola dengan kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya.
Menurut Departemen Pertanian (2009 : 9) menyebutkan bahwa ”lahan
adalah bagian daratan dan permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang
meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya
seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami
maupun akibat pengaruh manusia”. Pengertian lahan menurut FAO dalam Arsyad
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
(1989 : 207) adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan
vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan, termasuk kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti
hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, serta hasil yang merugikan seperti
tanah yang tersalinasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air, tanah,
vegetasi dan iklim, merupakan bagian dari lahan.
Kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan meningkat dengan sangat
cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, kegiatan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan
pemanfaatan dan perubahan penggunaan lahan khususnya pada kawasan fungsi
lindung, serta penggunaan atau pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
kaidah-kaidah konservasi.
Salah satu permasalahan lahan saat ini adalah pemanfaatan lahan yang
kurang memperhatikan daya dukung lingkungannya yaitu kemampuan lingkungan
untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat
dari ketersediaan sumberdaya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan-
kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif
yang ditimbulkan (Dardak, 2005 : 2). Daya dukung lingkungan yang terlampaui
akan berdampak pada terjadinya degradasi lahan sehingga menurunkan kualitas
fisik lahan dan pada akhirnya akan menjadi lahan kritis.
Perilaku masyarakat yang belum mendukung konservasi seperti illegal
loging dan penyerobotan lahan hutan untuk ditanami akan menyebabkan
deforestasi yang memicu terjadinya erosi, tanah longsor dan banjir pada musim
penghujan, kekeringan pada musim kemarau, serta pencemaran air sungai,
pendangkalan waduk, dan tidak berfungsinya sarana pengairan sebagai akibat
sedimentasi yang berlebihan (Departemen Kehutanan, 2009 : 1). Permasalahan
fisik lahan ini akan berdampak pada berkurangnya kesuburan tanah dan
rendahnya produktivitas lahan. Produktivitas lahan yang rendah akan ditinggalkan
dan selanjutnya secara perlahan-lahan berubah menjadi semak belukar. Lahan
seperti ini tergolong tidak produktif dan telah mengalami kerusakan secara fisik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kimia, dan biologis yang selanjutnya digunakan istilah lahan kritis (Rahim,
2000:246).
Departemen Kehutanan (2009 : 9) mengemukakan pengertian lahan kritis
yaitu ”lahan yang di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami
kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas
yang ditentukan atau diharapkan”. Dari pengertian ini disimpulkan bahwa lahan
kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan
dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syarat-syarat
konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau
berkurang fungsinya sampai pada batas yang telah ditentukan atau diharapkan.
Upaya pemulihan lahan kritis yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan. Departemen Kehutanan (2009 : 8)
menjelaskan pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung,
produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan
tetap terjaga, sedangkan konservasi lahan adalah upaya mempertahankan,
merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai peruntukannya. Menurut
Arsyad (1989 : 29) konservasi lahan adalah penempatan sebidang lahan pada
penggunaan tertentu sesuai dengan kemampuannya dan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan. Dari pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa rehabilitasi merupakan bagian dari konservasi lahan. Tujuan
dilakukannya konservasi dimaksudkan untuk memberikan perlakuan terhadap
lahan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar lahan dapat berfungsi
secara lestari sedangkan lahan yang sudah mengalami kerusakan perlu dilakukan
rehabilitasi untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi lahan agar dapat
berproduksi dengan baik.
Pada tahun 2005 tercatat total lahan kritis di Wilayah Sungai Bengawan
Solo sudah mencapai luas kurang lebih 11.398 Km2 atau sekitar 57,62 % dari luas
wilayah (19.778 Km2) (mulai dari kategori potensial kritis sampai sangat kritis).
Lahan kritis yang terjadi di Wilayah Sungai Bengawan Solo diduga terjadi akibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
proses erosi yang berlanjut dan kerusakan vegetasi (Departemen Pekerjaan
Umum, 2005:4). Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Surakarta (2010) juga
menjelaskan bahwa sekitar 756.545 Ha (47 %) lahan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Bengawan Solo rentan terhadap kekritisan dan memerlukan penanganan segera,
karena berpotensi besar menyebabkan erosi. Daerahnya meliputi Wonogiri,
Karanganyar, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Boyolali dan Sragen. Luas wilayah
yang masuk kategori sangat rentan ada 166.833 Ha (10,36 %) dan 589.712 Ha
(36,62 %) masuk kategori rentan. Apabila tidak segera dilakukan perbaikan,
sangat mungkin kondisi itu akan makin rusak dan mengakibatkan bencana.
Terjadinya erosi aktual yang terjadi di DAS Bengawan Solo Hulu seperti
pada Sub DAS Samin dengan besar erosi sangat berat 8.027,33 ton/ha/thn
(Setiawan, 2007) Sub DAS Precel sebesar 4,72 ton/Ha/th dan di Sub DAS
Dengkeng sebesar 195,84 ton/Ha/th (Soedjoko, 2008: 3). DAS Walikan yang
merupakan salah satu sub-DAS Bengawan Solo Hulu yang terletak di Kabupaten
Karanganyar dan Wonogiri mempunyai kelerengan datar sampai sangat curam.
Sekitar 42 % penggunaan lahan tidak sesuai dengan fungsinya. Ketidaksesuaian
lahan di DAS Walikan pada kawasan fungsi lindung mencapai 37,863 Ha atau
9,74% dari luas kawasan lindung (388,57 Ha). Pada kawasan fungsi penyangga
ketidaksesuaian lahan mencapai 1.031,847 Ha atau 70,85 % dari luas kawasan
388,57 Ha (1.456,41 Ha), dan ketidaksesuaian kawasan fungsi budidaya tanaman
tahunan mencapai 1.280,54 Ha atau 96,45 % dari luas kawasan (1.327,66 Ha).
Keadaan wilayah demikian ini sangat berpotensi terjadinya permasalahan
lingkungan fisik seperti erosi seperti yang terjadi pada Sub DAS Bengawan Solo
Hulu lainnya.
Terjadinya erosi di DAS Walikan yang ditandai adanya permunculan
batuan induk, erosi parit dan sedimentasi. Erosi yang terjadi secara terus menerus
ini akan menyebabkan semakin menipisnya solum tanah. Lahan demikian akan
mengalami penurunan kualitas lahan yang berdampak pada terjadinya kekritisan
fisik lahan. Ciri lain yang dapat dilihat pada lalan kritis secara fisik adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
terlihatnya lapisan padas, subsoil atau adanya batuan induk tanah yang nampak di
permukaan (Munir, 2003 : 437).
Sebagai salah satu DAS hulu, peran DAS Walikan sangat penting dalam
fungsi lindung bagi daerah di bawahnya. Permasalahan fisik lahan di daerah hilir
seperti banjir Solo yang terakhir terjadi yaitu pada 2/1/2012 dan terjadinya
sedimentasi di daerah hilir membuktikan bahwa telah terjadi permasalahan lahan
di bagian hulu, mengingat DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling
mempengaruhi. Untuk menanggulangi hal tersebut di atas perlu dilakukan upaya
rehabilitasi dan penggunaan lahan sesuai dengan fungsinya. Rehabilitasi lahan
dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air, dan
kelestarian daya dukung lingkungan. Perbedaan Selain itu, dalam rangka
pemanfaatan sumberdaya alam baik berupa hutan, tanah dan air perlu
direncanakan dan dikelola secara tepat melalui suatu sistem pengelolaan DAS.
Salah satu upaya pokok dalam sistem pengelolaan ini adalah berupa pengaturan
penggunaan lahan dan usaha-usaha rehabilitasi hutan serta konservasi tanah.
Dalam rangka menunjang kegiatan rehabilitasi lahan secara baik dan tepat
sasaran perlu adanya data spasial daerah-daerah lahan kritis yang dapat
menunjang upaya rehabilitasi lahan untuk tujuan perbaikan maupun pencegahan
terhadap kerusakan lingkungan yang lebih luas. Data yang ada sekarang ini masih
dalam skala wilayah yang luas sehingga pengelolaan yang lebih intensif masih
sulit dilakukan. Dengan demikian perlu adanya data yang dapat memperlihatkan
keadaan wilayah yang lebih rinci dan mendekati keadaan sebenarnya di lapangan
sehingga pengelolaan serta upaya rehabilitasi yang akan dilakukan akan lebih
intensif. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Tingkat Kekritisan dan Arahan Rehabilitasi Lahan DAS
Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Bagaimana tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ?
2. Bagaimana arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini
mempunyai tujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan Tahun 2012.
2. Mengetahui arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang gejala geografi di muka
bumi, khususnya lahan kritis di DAS Walikan, Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri.
b. Memberikan sumbangan pemikiran pada peneliti lain dalam kajian
pengelolaan DAS.
2. Manfaat Praktis
a. Informasi mengenai sebaran tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan
dapat dijadikan pedoman prioritas rehabilitasi lahan.
b. Arahan rehabilitasi lahan yang disusun dapat dijadikan salah satu pedoman
untuk penanganan degradasi lahan di DAS Walikan.
c. Dapat mendukung materi pembelajaran Geografi di SMA khususnya pada
kompetensi dasar menganalisis dinamika dan kecenderungan perubahan
lithosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Untuk memahami konsep-konsep dari fenomena yang dikaji dalam
penelitian ini, maka dibawah ini diuraikan tinjauan pustaka dari konsep dasar dan
hasil penelitian yang terkait sebelumnya, antara lain:
1. Lahan Kritis
a. Pengertian Lahan Kritis
Pengertian lahan kritis dalam kaitannya dengan pertanian, Munir
(2003: 436) menyatakan lahan kritis adalah lahan yang kurang atau tidak
produktif lagi digunakan untuk kepentingan pertanian. Pada lahan tersebut
terdapat beberapa faktor penghambat yang kurang mendukung untuk usaha
pertanian.
Menurut Dulbahri (1986) dalam Harjadi (2005:3) mengemukakan
pengertian lahan kritis yakni:
“Lahan yang kekurangan air pada musim kering dan sebaliknya terjadi
erosi dan kelebihan air pada musim penghujan. Disamping itu lahan kritis
merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan dengan
kemampuannya, sehingga terjadi (1) kerusakan fisik, kimia dan biologi,
(2) bahaya terhadap fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian,
pemukiman dan kondisi sosial ekonomi”.
Lahan kritis ditinjau dari kesuburan tanah, merupakan lahan pertanian
dengan suatu kondisi sistem siklus hara, dimana terjadi penurunan kesuburan
dalam arti jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung di dalamnya yang
diperlukan tanaman (Hardjowigeno, 1987 : 38). Dari sudut erosi, maka lahan
kritis diartikan sebagai lahan pertanian dengan suatu kondisi dimana laju
hilangnya tanah akibat air hujan besarnya melebihi laju pembentukan tanahnya.
Dari beberapa pengertian yang disampaikan diatas dapat diketahui
bahwa lahan kritis merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan
dengan kemampuan atau pengelolaan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
konservasi sehingga lahan yang dikelola mengalami kerusakan secara fisik,
kimia maupun biologi yang pada akhirnya akan membahayakan ekosistem di
lingkungan tersebut.
Ditinjau dari faktor penghambatnya, Munir (2003: 437) membagi
lahan kritis menjadi:
1) Kritis Fisik
Yaitu tanah secara fisik telah mengalami kerusakan sehingga dalam
mengusahakannya perlu masukan investasi yang cukup besar. Ciri visual
yang dapat dilihat di lapangan dari tanah-tanah kritis fisik antara lain:
a) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil
produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.
b) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan
padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul dipermukaan.
2) Kritis Kimia
Yang termasuk ke dalam kritis kimia adalah tanah yang bila ditinjau dari
tingkat kesuburan kimiawi, salinitas, sodiksitas, ataupun toksisitasnya
tidak lagi memberikan dukungan positif apabila tanah tersebut diusahakan
sebagai lahan usaha pertanian. Ciri yang menonjol yang dapat diamati
dilapangan adalah:
a) Tanah menunjukkan gejala penurunan produktifitas atau memberikan
produksi yang sangat rendah. Tingkat produksi rendah ditandai oleh
tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg),
rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan
bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni
tanaman dan peka terhadap erosi. Pada umumnya lahan kritis ditandai
dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif lebih
rendah yaitu sekitar 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian tanah
yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang
menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil
produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.
c) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan
padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul di permukaan.
Bagi lahan-lahan berlereng, kritis kimia dapat terjadi karena proses
pengurasan hara oleh tanaman, pencucian, dan proses pengangkutan hebat
hara bersama koloid-koloid tanah pengikatnya akibat terangkutnya topsoil
oleh aliran permukaan.
3) Kritis Sosial Ekonomi
Kritis yang dimaksudkan disini adalah tanah-tanah kritis dan terlantar
sebagai akibat rendahnya salah satu atau beberapa faktor sosial ekonomi
sebagai kendala dalam usaha-usah pendayagunaan lahan tersebut.
4) Kritis Hidro-orologis
Tanah kritis dalam pengertian ini adalah tanah yang tidak mampu lagi
mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini disebabkan
oleh terganggunya daya penahan, penyerap, dan penyimpan air dari tanah.
Keadaan ini mempunyai hubungan kausatif yang erat dengan keadaan
kritis fisik tanah. Kondisi kritis hidro-orologis dapat dilihat dilapang
menurut banyaknya vegetasi yang tumbuh diatas tanah, karena secara
edafologis tanpa pemberian air, sebagian besar vegetasi diatasnya tidak
mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada keadaan kritis hidro-
orologis ini.
b. Parameter Lahan Kritis
Dalam rangka evaluasi lahan untuk tujuan mengetahui tingkat kekritisan
suatu lahan, Departemen Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Dirjen
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167/V-Set/2004 tentang
petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis. Dikeluarkannya Surat
keputusan ini adalah untuk memudahkan pihak-pihak terkait dalam penyusunan
data spasial kekritisan lahan di setiap daerah. Penentuan lahan kritis ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
berdasarkan kriteria yang ada dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.32
/ Menhut-II/ 2009 tentang Petunjuk Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRHL-DAS).
Parameter yang digunakan menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.32 / Menhut-II/ 2009 adalah :
a) Kondisi Liputan Lahan
Kondisi liputan lahan adalah keadaan tutupan vegetasi (vegetasi
permanen) yang ada dalam wilayah tertentu. Vegetasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mencegah erosi tanah dan
mengurangi aliran permukaan, sehingga liputan lahan menempati urutan
pertama dalam penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan,
parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk
parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x
50).
b) Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak
vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng
dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan
persen (%) dan derajat (o).
c) Besar Erosi
Erosi diartikan sebagai proses penghancuran tanah (detached) dan
kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin dan
grafitasi (Hardjowigeno, 1987:128). Dalam definisi lain Arsyad (1989:30)
menjelaskan pengertian erosi adalah peristiwa pindahnya atau
terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis
dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Besar
erosi ditentukan dari perhitungan antara laju erosi tanah potensial yang
dihitung dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation
(USLE).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) ini adalah sebagai
berikut : A = R x K x L x S x C x P
Keterangan :
A : jumlah tanah yang hilang (ton/ha/th)
R : faktor erosivitas tanah
K : faktor erodibilitas tanah
L : faktor panjang lereng
S : faktor kemiringan lereng
C : faktor pengelolaan tanaman
P : faktor pengelolaan lahan
d) Tindakan Konservasi
Faktor ini merupakan bentuk usaha manusia untuk membatasi
semaksimum mungkin kerusakan lahan. Konservasi memegang peranan
penting dalam upaya pengawetan tanah dan menjaga tanah dari kerusakan
dengan memperlakukan tanah sesuai dengan kemampuannya (Arsyad,
1989:29). Jika konservasi lahan buruk maka akan mengakibatkan
kerusakan lahan yang berpotensi memicu terjadinya lahan kritis.
e) Produktivitas Lahan
Produktivitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk memproduksi
suatu tanaman pada sistem pertanaman tertentu (Utomo & Titik, 1995:5).
Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan
untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian. Data
produktivitas diperoleh dari hasil survei sosial ekonomi, data dari Instansi
Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan dan instansi terkait
lainnya. Data produktivitas dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi
komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan
karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Didalam analisa
spasial, data atribut tersebut dispasialkan dengan satuan analisis per
satuan lahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Adapun metode penilaian lahan kritis menurut SK Dirjen RRL No.
041/Kpts/V/1998 ini, mengacu pada definisi lahan kritis yaitu sebagai lahan yang
telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya
sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang berada di dalam
maupun diluar kawasan hutan. Sasaran penilaian adalah lahan-lahan dengan
fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi dan penghijauan, yaitu
fungsi kawasan lindung bagi hutan lindung dan fungsi lindung di luar kawasan
hutan, serta fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Untuk masing-
masing fungsi lahan, ditentukan kriteria atau faktor pendukungnya yang terbagi
lagi ke dalam beberapa kelas.
c. Tingkat Kekritisan Lahan
Menurut Notohadiprawiro (1999) dalam Hidayat (2010:11), ciri-ciri
dari setiap tingkat kekritisan adalah sebagai berikut:
1) Potensial Kritis
Keadaan potensial kritis ini dicirikan oleh masih adanya lahan yang
tertutup vegetasi atau erosi ringan, tetapi apabila kegiatan konservasi
tidak dilaksanakan dan tanah dibiarkan terbuka maka erosi dapat terjadi.
Tanah umumnya mempunyai solum yang tebal dengan ketebalan horizon
A > 15 cm. Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) cukup rapat (>
75 %), lereng dan kesuburan tanah bervariasi. Ciri-ciri lainnya yaitu:
a) Tanah masih mempunyai fungsi produksi, hidrologi, hidroorologi
cukup baik, tetapi bahaya untuk menjadi kritis cukup besar jika tanah
tersebut dibuka atau tidak dikelola dengan usaha konservasi.
b) Tanah masih tertutup vegetasi, tetapi karena kondisi topografi atau
keadaan lereng yang curam (>45 %), sangat tertoreh dan kodisi tanah
yang mudah longsor, maka bila vegetasi dibuka akan terjadi erosi
berat.
c) Tanah karena keadaan topografi dan bahan induknya, bila terbuka atau
vegetasinya rusak akan cepat menjadi rusak karena erosi atau longsor,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
misalnya tanah berbahan induk batuan sedimen, bahan vulkanik atau
bahan kapur lunak.
d) Tanah yang produktifitasnya masih baik tetapi penggunaannya tidak
sesuai dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konservasi,
misalnya hutan yang baru dibuka.
2) Semi Kritis
Keadaan semi kritis mempunyai ciri-ciri antara lain:
a) Tanah telah mengalami erosi ringan sampai sedang, antara lain erosi
permukaan yaitu erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (riil
erosion), produktifitasnya rendah, karena tingkat kesuburannya
rendah.
b) Tanah masih subur, tetapi mempunyai tingkat bahaya erosi tinggi
sehingga fungsi hidrologi telah menurun. Bila tidak ada perbaikan
maka dalam waktu relatif singkat akan menjadi kritis.
c) Tebal solum sedang (60-90 cm) dengan ketebalan horizon A umumnya
<15 cm.
d) Persentase vegetasi permanen (penutup lahan) 50-75 %, vegetasi
dominan biasannya alang-alang, rumput semak belukar, dan hutan
jarang.
3) Kritis
Lahan dengan kelas kritis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a) Tanah telah mengalami erosi berat, tipe erosi umumnya adalah erosi
parit (gully erosion).
b) Tebal solum sedang-sampai dangkal (< 60 cm) dengan ketebalan
horizon A < 5 cm.
c) Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) 25-50 %.
d) Kemiringan lereng 15 sampai > 30 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
e) Kesuburan tanah rendah.
4) Sangat Kritis
Keadaan lahan dengan kelas sangat kritis dicirikan dengan adanya ciri-ciri
antara lain:
a) Tanah telah mengalami erosi berat, selain erosi parit (gully erosion)
juga banyak dijumpai tanah longsor (landslide/ slumping), tanah
merayap (land creeping), dengan dinding longsoran sangat terjal.
b) Solum tanah sangat dangkal (< 30 cm) atau tanpa horizon A, dan atau
tinggal bahan induk, sebagian horison B telah tererosi.
c) Persentase penutupan (vegetasi permanen) sangat rendah (< 25 %)
bahkan beberapa tempat gundul dan tandus.
d) Kemiringan lereng umumnya > 45 % tetapi banyak juga tanah kritis
yang kemiringan lerengnya < 30 %.
2. Rehabilitasi Lahan
Untuk melestarikan sumberdaya lahan dan untuk meningkatkan
produktifitasnya perlu diadakan penanganan yang serius terhadap daerah-daerah
yang mengalami kekritisan ataupun yang berpotensi kritis (Munir, 2003: 438).
Upaya yang dilakukan dalam rangka merehabilitasi lahan kritis dapat dilakukan
misalnya dengan pemberian pupukorganik dan anorganik, penanaman tanaman
pupuk hijau sebagai tanaman pioneer, tanaman penguat teras, tanaman tahunan,
countour farming, maupun penanggulangan dengan pembuatan bangunan-
bangunan konservasi.
Peraturan Menteri Kehutanan No.P.32/Menhut-II/2009 menjelaskan
pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan
dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Dalam kegiatan Rehabilitasi Lahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor
P.32 Tahun 2009 bahwa RTkRHL-DAS mencakup 3 (tiga) aspek kegiatan yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsinya.
Rehabilitasi yang dilakukan dengan menggunakan konservasi tanah baik secara
vegetatif maupun teknik.
Metode konservasi tanah yang sering dipakai yaitu metode vegetatif,
mekanik dan kimia. Ketiga metode konservasi tersebut dijabarkan sebagai berikut
(Arsyad, 1989:112).
a. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-
sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran
permukaan dan erosi, yang termasuk dalam metode vegetatif adalah sebagai
berikut:
1) Penanaman Dalam Strip (Strip Cropping)
Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis
tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah
dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistem ini semua
pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan dikombinasikan
dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman. Cara ini pada
umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 sampai 15 %. Terdapat tiga tipe
penanaman dalam strip, yaitu:
a) Penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang
tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat.
b) Penanaman dalam strip lapangan, berupa stip-strip tanaman yang lebarnya
seragam dan disusun melintang arah lereng.
c) Penanaman dalam strip berpenyangga berupa strip-strip rumput atau
leguminosa yang dibuat diantara strip-strip tanaman pokok menurut
kontur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Gambar 1. Pertanaman Dalam Strip (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:23)
2) Pemanfaatan Sisa-sisa Tanaman dan Tumbuhan
Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa,
yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau
yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi
kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh
sehingga tidak merusak struktrur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran
permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan
dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang
penting dalam pembentukan tanah.
Gambar 2. Aplikasi Mulsa pada Pertanaman Jagung (Kiri)
(Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:24) dan Mulsa Batang Jagung (Kanan)
(Sumber : Dept.Pertanian, 2007 :18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3) Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilir dalam
urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran
yang efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan
keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan
kesuburan selain mampu mencegah erosi.
4) Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan yang khusus ditanam untuk
melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki sifat-
sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau
bersama-sama dengan tanaman pokok.
Gambar 3. Tanaman Penutup Tanah jenis Mucuna sp
(Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:29)
5) Sistem Pertanian Hutan
Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau penggunaan
tanah yang mengintegrasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman rendah.
Berbagai sistem pertanian hutan ini yang dapat diterapkan antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
a) Kebun Pekarangan
Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran
yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-
buahan, sayuran dan tanaman merambat, sayuran dan herba yang
menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral
serta obat-obatan sepanjang tahun.
b) Wanatani (Agroforestry)
Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah
yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman
tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-
sama ataupun bergantian (Kasdi Subagyo,et al, 2003 : 9). Penggunaan
tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman
komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan
mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan
energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk
aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak
menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman
semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah
yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.
Fungsi wanatani adalah: a) produksi subsistem karbohidrat, protein,
vitamin dan mineral, b) produksi komersial komoditi seperti bambu, kayu,
ketimun, ubi kayu, tembakau dan bawang merah, c) sumber genetik dan
konservasi tanah dan d) kebutuhan sosial seperti penyediaan kayu bakar
bagi penduduk desa (Arsyad, 1989 : 115) .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 4. Sistem Wanatani (Agroforestry) (Sumber : Kasdi Subagyo,et al,
2003 : 9)
c) Tumpang Sari
Tumpang sari adalah sistem perladangan dengan reboisasi terencana. Pada
sistem ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung ubi kayu
dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohon-pohonan
hutan dan membersihkan gulma, setelah tiga tahun mereka dipindah ke
tempat baru.
Gambar 5. Sistem Tumpangsari Kacang Tanah dengan Singkong (kanan)
dan Tumpangsari Kacang Tanah dengan Pepaya (Sumber : Kasdi Subagyo,et al,
2003 : 34)
d) Silvopasture
Sistem silvopasture sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari, tetapi yang
ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll (Depart. Pertanian,
2007 : 7). Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia
antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman
pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman
penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.
Gambar 6. Sistem Silvopasture (Sumber : Depart. Pertanian, 2007 : 7)
b. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi dan meningkatkan kemampuan pengguaan tanah. Metode mekanik ini
meliputi :
1) Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tmbuh bagi
bibit, menyiapkan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman
dan memberantas gulma.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2) Pengolahan Tanah Menurut Kontur
Pengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan
membentuk jalur-jalur yang menurut kontur sehingga membentuk jalur-jalur
tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan
tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut
garis kontur.
Gambar 7. Penanaman Menurut Garis Kontur
(Sumber : Depart. Pertanian, 2007 : 2)
Pengolahan tanah menurut kontur antara lain berbentuk:
a) Teras
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga
mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan
penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu:
(1) Teras Bangku
Teras bangku atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng
dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi deratan berbentuk
tangga. Teras bangku atau tangga dapat dibuat pada tanah dengan lereng
2-30%. Ada 4 tipe teras bangku yaitu datar, miring ke luar, miring ke
dalam, dan teras irigasi (Dept. Pertanian, 2007 : 4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar 8. Tipe Teras Bangku (Sumber : Dept. Pertanian, 2007 : 4)
(2) Teras datar,
Teras datar dapat diterapkan pada lereng < 5 %, solum dangkal > 30
cm, kemiringan tanah olahan tetap, tanggul tanah ditanami rumput.
Gambar 9. Teras Datar (Dept. Kehutanan, 2011:38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
(3) Teras Gulud
Syarat teknis yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan (2011:39)
adalah :
a. Kemiringan lereng 8-40 % dan untuk tanaman semusim < 15 %
b. Guludan ditanami legum atau rumput dan dipangkas secara reguler
c. Guludan ditutup dengan mulsa hasil pangkasan
d. Beda tinggi antar guludan ± 1.25 m
Gambar 10. Teras Gulud (Sumber : Dept. Pertanian, 2011: 30)
(4) Teras Kredit
Digunakan untuk tanah dangkal lereng 3 – 15 % dan tanah dalam
dengan kerengan 3 – 40 %, guludan ditanami tanaman penguat (misal :
rumput, legum dan ditanam secara rapat), jarak antar guludan 5 – 12 m
dan tidak cocok untuk tanaman peka longsor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Gambar 11. Teras Kredit (Sumber : Dept. Kehutanan, 2011:39)
(5) Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman
terutama pada tanaman tahunan. Tujuannya adalah untuk mengurangi
erosi dan untuk meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman tahunan.
Gambar 12. Teras Individu (Sumber : Dept. Kehutanan, 2011:41)
b) Guludan
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut garis
kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat tergantung
pada kecuraman lereng. Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang
kepekaan erosinya rendah dengan kemiringan sampai 6%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Gambar 13. Guludan (Sumber : Dept. Pertanian, 2011: 31)
c) Guludan Bersaluran
Guludan bersaluran dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau
memotong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang memanjang
mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman
rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi. Guludan bersaluran
dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai 12%.
Gambar 14. Guludan Bersaluran Disertai Rumput Penguat
(Sumber : Depart. Pertanian, 2007 :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
d) Saluran Pengelak
Saluran pengelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng
dengan kemiringan yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5
m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan
seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung
dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas lereng dengan
kecepatan rendah ke saluran pembuangan air (SPA) yang ditanami rumput.
(1) Saluran Pembuangan Air (SPA)
Merupakan saluran drainase yang berfungsi mengalirkan air dari
saluran pengelak ke sungai atau ke tempat pembuangan atau tempat
penampungan air lainnya (Depart. Pertanian, 2011 : 8). SPA dibuat
searah lereng atau berdasarkan cekungan alami. Pada lahan dengan
kemiringan > 5 % SPA harus dilengkapi dengan bangunan terjunan.
Gambar 15. Saluran Pembuangan Air (SPA)
(Sumber : Dept.Pertanian, 2011: 31)
(2) Bangunan Terjunan
Bangunan terjunan (drop structure) adalah suatu konstruksi yang dapat
dibuat dari batu, bambu/kayu, dan gebalan rumput yang berfungsi
untuk memperlambat aliran permukaan pada SPA (Depart. Pertanian,
2011 : 9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Gambar 16. Bangunan Terjunan Permanen (Kiri) dan Terbuat dari Bambu (Kanan)
(Sumber : Departemen Pertanian, 2007:6)
(3) Rorak
Rorak adalah suatu bangunan berupa got/saluran buntu dengan ukuran
tertentu yang dibuat pada bidang olah teras dan sejajar garis kontur
yang berfungsi untuk menjebak/menangkap aliran permukaan dan
tanah yang tererosi (Depart. Pertanian, 2011 : 9).
Gambar 17. Rorak (Sumber : Dept.Pertanian, 2011: 31)
c. Metode Kimia
Metode kimia dalam konservasi tanah adalah penggunaan preparat sintetis
atau alami. Zat kimia tertentu mempunyai kemampuan untuk mengikat partikel
tanah menjadi suatu agregat sehingga mempunyai struktur lebih baik, memegang
air sampai batas tertentu sehingga memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan
tanaman bahkan ada yang mempunyai kemampuan menarik uap air dari udara
untuk dipegang di dalam butir-butir tanah. Zat kimia yang biasa dipakai adalah (1)
bitumen, (2) aspal, latex dan lain-lain.
Bangunan Terjunan
Permanen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Adapun rehabilitasi lahan yang digunakan menurut Departemen
Kehutanan (2009) adalah metode konservasi secara teknik dan vegetatif. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Konservasi Tanah Metode Vegetatif
Sim
bol Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah
Lereng
(%)
solum
(cm)
V1 pasture or grassland penanaman rumput semua > 15
V2
multiple crooping, including
crop rotation, relay crooping
mixed crooping and
intercrooping
pertanaman campuran termasuk
pergiliran tanaman, tumpang gilir,
pertanaman campuran, tumpang
sari
< 60 > 15
V3
contour crooping, strip
crooping, alley crooping
penanaman menurut kontur
penanaman menurut strip
pertanaman lorong
< 60 > 15
V4
reduced tillage, including
minimum tillage and no till
(zero tillage)
pengolahan tanah minimum tanpa
olah tanah < 60 > 15
V5 grass strip/barrier strip rumput < 60 > 15
V6 cover crooping penanaman penutup tanah < 60 > 15
V7
organic matter management,
including use of mulch and
intercorporation of compost,
animal manure, green manure
and croop residues
manjemen bahan organik
termasuk mulsa, pencampuran
kompos, pupuk kandang, pupuk
hijau dan sisa tanaman
< 60 > 15
V8 hedge row, live fence tanaman pagar, pagar hidup < 60 > 15
V9
protection forest, including
recreational forest, forest park
and forest research
hutan lindung, hutan
kemasyarakatan, suaka alam dan
hutan wisata
> 80 > 15
V10
production forest including
limited production forest and
community forest
hutan produksi termasuk hutan
produksi terbatas dan hutan rakyat < 60 > 15
V11
permanent vegetation crops
including industrial and estate
crop, orchards
vegatasi permanen termasuk
tanaman industri, perkebunan,
kebun
< 60 > 15
V12 agroforestry including mixed
gardens and home garden
agroforestri termasuk kebun
campuran,kebun rumah < 80 > 15
V13 replanting or clea felled forest semua > 15
V14 regeneration of clear felled
forest
suksesi alami semua > 15
V15 protection of rivers and
springs
perlindungan sungai dan mata air semua > 15
V16 Silvopasture silvopasture < 80 > 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
V17
planting of trees, shurbs and
grasses primaliry for soil
conservation purposes
semua > 15
Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009
Tabel 2. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik
Sim
bol
Soil Conservation
measures
Teknis Konservasi Tanah Lereng (%) Solum (cm)
T1 ridge terrace including
gradded contour bund
teras guludan termasuk
pematang kontur 15 - 60 > 30
T2 credit terrace teras kredit 5 - 30 > 30
T3
bench terrace, includes level
bench terrace, reverse
sloping bench terrace,
forward sloping bench
terrace, garden terrace,
stone wall terrace,
interupted bench terrace
teras bangku, termasuk
teras bangku datar, teras
bangku belakang, teras
bangku miring, teras
kebun, teras batu, teras
bangku putus
10 - 40 > 30
T4 individiual terrace teras individu 15 - 60 > 30
T5 hiilside ditch or interception
ditch
teras gunung atau saluran
pegelak 10 - 60 > 15
T6 waterway saluran pembuangan air
(SPA) > 15
T7 trash line barisan sisa tanaman 8-30 > 15
T8 silt pit with or without sloth
mulch
rorak, mulsa tanaman > 15
T9
drop structure ussualy of
stone or bamboo supported
by grasses, ( as part of water
disposal in a terrace system)
bangunan terjunan
biasanya bangunan
terjunan dari batu atau
bamboo
> 8 > 15
T10
sediment control uncluding
check dams and detection
dams
kontrol sedimen termasuk
dam pengendali dan dam
penahan
semua > 0
T11
gully control including gully
head structures (flumes and
chutes), gully plugs, check
dams
sumbat jurang termasuk
gully head structures semua > 10
T12 flood control and/or river
bank protection
pengendali banjir dan /
atau perlindungan sungai semua > 0
T13 road protection perlindungan jalan semua > 0
T14 control of erotion and runoff
from settlement areas
including use of soak pits,
absorbtion well, drop
structures, drain
> 15
Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
B. Penelitian yang Relevan
Ariyanto, Dwi Priyo (2008) mengadakan pemetaan tanah kritis dan
prediksi erosi tanah di Daerah Tangkapan Air Sempor, Kabupaten Kebumen
dengan tujuan memprediksi tingkat kekritisan tanah dan tingkat erosi tanah di
Daerah Tangkapan Air (DTA) Sempor serta memberikan saran mengenai
pengelolaan sesuai kaidah konservasi tanah. Penelitian tersebut merupakan
penelitian deskriptif eksploratif, dimana data diperoleh dari pengamatan lapangan
dan analisis laboratorium.
Hasil penelitian berupa tingkat kekritisan lahan. Dimana dari luas total
daerah penelitian 4.333,68 Ha terdapat tanah kritis seluas 1.373, 68 Ha (31,70%),
semi kritis seluas 2.164,54 Ha (49,95%), potensial kritis dengan luas 440,46 Ha
(10,16 Ha) dan sisanya sekitar 355,00 Ha (8,19%) berupa permukiman dan waduk
diluar obyek penelitian. Prediksi Erosi Tanah di daerah penelitian dibagi menjadi
6 kelas, yaitu kelas erosi sangat rendah seluas 103,90 Ha (2,40%), kelas erosi
rendah dengan luas 332,00 Ha (7,66%), kelas erosi sedang dengan luas 953,78
Ha (22,01%), kelas erosi tinggi seluas 247,53 Ha (5,71%), kelas erosi sangat
tinggi seluas 2.108,50 Ha (48,65%), kelas erosi parah seluas 232,53 Ha (5,38%),
dan sisanya diluar obyek penelitian.
Saran untuk memperbaiki tingkat kekritisan dan erosi antara lain dengan
penghijauan, atau penanaman vegetasi dengan tanaman tahunan, perawatan
vegetasi, memberikan bahan organic melaui pupuk organic atau penserasahan,
pembuatan dan perawatan teras serta rorak tanah, sera penerapan system
agroforestry.
Ariyanto (2009) melakukan pemodelan lahan kritis menggunakan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Penelitian tersebut bertujuan
membandingkan dua buah metode penentun tingkat kekritisan lahan, metode
RLPS (Departemen Kehutanan) dan metode Asdak. Selain itu juga mengkaji
kekritisan lahan di DAS Dondang berdasarkan metode RLPS dan metode Asdak,
serta menguji tingkat keakurasian hasil pemodelan metode RLPS dan Asdak
dengan melakukan pengecekan lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Teknik yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan
pemanfaatan aplikasi PJ dan SIG untuk melakukan pemodelan. Hasil penelitian
pemodelan metode RLPS diketahui bahwa pada DAS Dondang sebagian besar
kondisinya agak kritis dengan luas 20.794,8 ha (56,9%) disusul tidak kritis seluas
(9.649,6 ha (26,4 %), potensial kritis seluas 4.899,0 ha (13,4%), dan kritis seluas
1.232,5 ha (3,4%). Menurut metode Asdak, Das Dondang sebagian besar
kondisinya tidak kritis dengan luas 28.127,8 ha (76,9%), disusul agak kritis seluas
6.234,2 ha (17,04%), potensial kritis seluas 2.209 ha (6,04%), kritis seluas 4,4 ha
(0,01%). Sebanyak 8.082,66 ha (22,1%) hasilnya sama sedangkan 28,493,14 ha
(77,9%) tidak sama tingkat kekritisannya. Setelah dilakukan cek lapangan
ternyata metode Asdak yang lebih baik.
Hidayat, Agung. 2010. Judul penelitian adalah Kajian Lahan Kritis
untuk Arahan Rehabilitasi DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar tahun 2010.
Tujuan yang ingin dicapai adalah (1) mengetahui faktor-faktor fisik yang
menyebabkan terjadinya lahan kritis, (2) mengetahui tingkat kekritisan lahan, (3)
menyusun arahan rehabiltasi lahan krits yang sesuai di DAS Jlantah Hulu. Metode
yang digunakan adalah deskriptif spasial dengan satuan lahan sebagai satuan
analisisnya.
Hasil penelitian adalah (1) faktor-faktor fisik penyebab lahan kritis yaitu
buruknya keadaan liputan lahan, kondisi kemiringan lereng yang didominasi oleh
lereng-lereng curam, tingginya tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan yang
kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan rehabilitasi lahan, (2)
tingkat kekritisan lahan terdiri dari (a) sangat kritis dengan luas 113,416 Ha
(5,05%), (b) kritis dengan luas 232,261 Ha (10,33 %), (c) agak kritis dengan luas
560,530 Ha (24,94 %), (d) potensial kritis dengan luas 1.271,725 Ha (56,59 %),
(e) tidak kritis dengan luas 69,510 Ha (3,09%), (3) Arahan rehabilitasi lahan
dengan vegetatif berupa penanaman rumput, agroforestry, silvopastur, dan mulsa.
Secara tenik diarahkan dengan pembuatan/penyempurnaan bentuk teras yang
sudah ada, pembuatan sumur resapan, rorak, sumbat jurang dan saluran
pembuangan air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tabel 3. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang dilakukan
No Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
1. Dwi Priyo
Ariyanto
(Tesis,
UGM:2008)
Pemetaan Tanah
Kritis dan Prediksi
Erosi Tanah di
Daerah Tangkapan
Air Sempor,
Kabupaten Kebumen
memprediksi tingkat
kekritisan tanah dan
tingkat erosi tanah di
Daerah Tangkapan Air
(DTA) Sempor serta
memberikan saran
mengenai pengelolaan
sesuai kaidah konservasi
tanah
Deskriptif
Eksploratif
Sebaran tingkat
Kekritisan Lahan,
sebaran tingkat
erosi, dan saran
pengelolaan
2. Ariyanto
(Tesis,
UGM:2009)
Pemodelan Lahan
Kritis Menggunakan
Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi
Geografis
membandingkan dua
buah metode penentun
tingkat kekritisan lahan,
metode RLPS dan
metode Asdak, mengkaji
kekritisan lahan di DAS
Dondang berdasarkan
metode RLPS dan
metode Asdak, dan
menguji tingkat
keakurasian kedua
model.
Pemodelan PJ
dan SIG
Tingkat kekritisan
DAS Dondang
menggunakan
kedua metode dan
tingkat
keakurasian
metode tersebut
3. Hidayat,
Agung
(Skripsi,
UNS:2010)
Kajian Lahan Kritis
untuk Arahan
Rehabilitasi DAS
Jlantah Hulu
Kabupaten
Karanganyar tahun
2010 Kajian Lahan
Kritis untuk Arahan
Rehabilitasi DAS
Jlantah Hulu
Kabupaten
Karanganyar tahun
2010
Mengetahui faktor-
faktor fisik yang
menyebabkan terjadinya
lahan kritis, mengetahui
tingkat kekritisan lahan,
menyusun arahan
rehabiltasi lahan krits
yang sesuai di DAS
Jlantah Hulu
Deskripsi
Spasial
Faktor fisik
penyebab lahan
kritis, tingkat
kekritisan lahan
dan arahan
rehabilitasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
4. Siti Khoimah
(Skripsi,
UNS:2012)
Tingkat Kekritisan
Lahan dan Arahan
Rehabilitasi DAS
Walikan Kabupaten
Karanganyar dan
Wonogiri Tahun
2012
Mengetahui tingkat
kekritisan, dan arahan
rehabilitasi lahan
Analisis
Spasial
C. Kerangka Pemikiran
DAS Walikan sebagai sub-DAS Bengawan Solo Hulu mempunyai
kemiringan lereng dari datar sampai sangat curam. Kondisi di lapangan banyak
ditemui penggunaan lahan yang sudah tidak sesuai lagi dengan fungsi
kawasannya. Keadaan demikian menyebabkan terjadinya erosi permukaan yang
semakin besar di lokasi penelitian yang berujung pada terjadinya kekritisan lahan
yang semakin meluas di DAS Bengawan Solo Hulu. Oleh karena itu, perlu adanya
data tingkat kekritisan lahan yang lebih rinci untuk tujuan arahan rehabilitasi
lahan untuk mencegah dan menanggulangi dampak yang lebih besar.
Pendekatan metode yang digunakan dalam penilaian lahan kritis ini
mengacu pada dokumen ” Standar dan Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan”
yang merupakan lampiran dari Peraturan Menteri Kehutanan No. P32/Menhut-
II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan
Lahan DAS (RTkRHL-DAS). Sasaran kegiatan RHL adalah lahan- lahan dengan
fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi dan penghijauan,
yaitu kawasan fungsi lindung, kawasan fungsi lindung di luar kawasan hutan dan
kawasan budidaya untuk usaha pertanian.
Kriteria-kriteria yang menjadi parameter lahan kritis dalam Lampiran
Peraturan Menteri Kehutanan tersebut adalah tutupan vegetasi, kemiringan lereng,
erosi, produktivitas, keadaan batuan dan tindakan konsevasi. Keenam kriteria
lahan kritis tersebut selanjutnya diberi skor dan bobot sesuai dengan fungsi
kawasan. Arahan rehabilitasi lahan dilakukan dengan menerapkan konservasi
secara vegetatif dan teknik. Berikut adalah diagram alir kerangka pemikiran :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 18. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Budidaya
Kondisi DAS
Lereng
Landai-Sangat
Curam
Penggunaan Lahan
Tidak Sesuai
Fungsinya
Peningkatan Besar Erosi
Lahan Kritis
Fungsi Kawasan
Tingkat Kekritisan Lahan
Arahan Rehabilitasi Lahan
Lindung Penyangga
- Tutupan Vegetasi
- Kemiringan Lereng
- Konservasi
- TBE
- Produktivitas Lahan
- Banyaknya Batuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di DAS Walikan yang secara administratif terletak
di wilayah Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri. DAS Walikan termasuk dalam
Sub DAS Bengawan Solo Hulu yang letaknya di sebelah selatan dari Gunung
Lawu.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan selama kurang lebih delapan bulan, mulai dari
Oktober 2011 sampai Mei 2012.
Tabel 4. Rancangan Waktu Penelitian
No. Tahun 2011 2012
Keg. Bulan Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
1. Penyusunan Proposal
2. Penyusunan Instrumen
3. Pengumpulan Data
4. Analisis Data
5. Penulisan Laporan
B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan tata cara kerja yang sistematis untuk
memahami obyek penelitian dengan melalui prosedur ilmiah untuk mencapai tujuan
penelitian dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar. Untuk mencapai
tujuan penelitian tersebut maka diperlukan suatu pendekatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis spasial menggunakan
aplikasi SIG untuk mencari hubungan secara keruangan antara variabel yang telah
ditetapkan. Spasial atau keruangan adalah suatu cara pandang atau kerangka
35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan meliputi bahasan
pada lokasi, aksesibilitas, trend struktur aglomerasi, intraksi dan gerakan (Alfandi,
2001:83). Analisis spasial merupakan metode yang berusaha membantu dalam
menganalisis kondisi permasalahan berdasarkan data dari wilayah yang menjadi
sasaran (Cholid, 2005:5).
Unit analisis yang digunakan berupa satuan lahan yaitu untuk
menganalisis data-data spasial penentu tingkat kekritisan lahan. Data kriteria
kekritisan lahan ini diperoleh dengan melakukan matching dengan keadaan lahan di
lapangan melalui metode survei serta data sekunder lainnya kemudian hasilnya
diolah melalui analisis spasial menggunakan aplikasi SIG. Hasil dari penelitian ini
akan diwujudkan dalam bentuk peta tingkat kekritisan lahan yang kemudian
digunakan untuk menentukan arahan rehabilitasi lahan kritis.
C. Pendekatan Penelitian
Untuk menghampiri atau mendekati masalah dalam geografi digunakan
bermacam-macam pendekatan (approach). Pendekatan yang digunakan antara lain
pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological
analysis) dan analisa kompleks wilayah (regional complex analysis) (Bintarto dan
Hadisumarno, 1979:13). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan analisa keruangan. Analisa keruangan merupakan pendekatan yang
digunakan untuk mempelajari perbedaan ruang mengenai kondisi permasalahan
yang ada berdasarkan data dari wilayah yang menjadi sasaran. Dalam penelitian ini,
Pendekatan keruangan secara makro menggunakan pendekatan DAS dan secara
mikro menggunakan satuan lahan.
D. Populasi dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap pada objek yang akan diteliti (Muryono,
2008: 32). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh unit satuan
lahan di DAS Walikan yang ditentukan dengan melakukan tumpangsusun (overlay)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dari peta geologi, tanah, penggunaan lahan dan lereng yaitu sebanyak 49 satuan
lahan yang diwujudkan dalam simbol karakteristik lahan. Luas setiap satuan lahan
didasarkan pada pertimbangan luasan terkecil pada setiap 1 cm2 di peta dengan
skala 1 : 50.000 yaitu 6,25 Ha (Abdullah, 1993 : 51). Untuk menentukan
produktivitas lahan sebagai salah satu parameter penentu lahan kritis populasi yang
digunaan adalah seluruh petani penggarap di kawasan fungsi budidaya.
Berikut ini adalah contoh penyusunan dan cara pembacaan karakteristik
lahan dalam suatu satuan lahan.
Gambar 19. Contoh Pembacaan Satuan Lahan
Untuk mengetahui persebaran satuan lahan di lokasi penelitian sebagai
populasi penelitian dapat dilihat pada peta 1 Peta Satuan Lahan Satuan Lahan DAS
Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 sebagai berikut :
Penggunaan lahan Contoh - Kebun
Lereng - Kelas IV
Jenis tanah - Litosol
Batuan - Qvjb
Satuan lahan Qvjb – Li – IV – Kb
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
PETA 1. PETA SATUAN LAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2. Teknik Sampling
Teknik pengambilan atau penentuan sampel dilakukan dengan purposive
sampling. Sampel merupakan sebagian dari objek atau individu-individu yang
mewakili suatu populasi. Sampel purposif disebut juga judgement sampling yaitu
sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau objek penelitian
yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik (Tika, 2005: 41).
Sampel yang diambil adalah satuan lahan yang mencakup aspek-aspek atau
kriteria yang diteliti dan dianggap memiliki ciri yang mewakili sehingga sesuai
dengan tujuan penelitian dengan mengambil satu lokasi sampel yang dianggap
mewakili untuk diamati di lapangan. Untuk mengetahui produktivitas lahan sampel
yang diambil adalah petani penggarap dengan pertimbangan luas setiap satuan
lahan. Untuk lahan dengan luas < 50 Ha jumlah sampelnya adalah 1 petani, 50-100
Ha sebanyak 2 petani dan > 100 Ha sebanyak 3 petani sehingga jumlah responden
adalah 37 petani penggarap lahan di kawasan budidaya.
Lokasi pengamatan satuan lahan dipilih berdasarkan pertimbangan
aksesibilitas dan persebaran poligon setiap satuan lahan. Berikut ini ditampilkan
lokasi titik pengamatan dan pengambilan sampel tanah di lokasi penelitian yang
dapat dilihat pada peta 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Peta 2. Lokasi titik pengamatan dan pengambilan sampel tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
E. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data dapat digolongkan menjadi data primer dan
data sekunder (Tika, 2005: 43).
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau
objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti. Dalam penelitian
ini data primer diperoleh melalui observasi lapangan yang berupa tindakan
konservasi, ketebalan solum tanah, batuan permukaan, kemiringan dan panjang
lereng, penggunaan lahan, pengelolaan tanaman (C), tindakan konservasi (P),
produktivitas lahan, permeabilitas, tekstur dan struktur tanah, serta kandungan
bahan organik.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh orang atau instansi diluar diri peneliti sendiri, walaupun data yang
dikumpulkan itu sebenarnya data yang asli. Dalam penelitian ini data sekunder
yang diperlukan adalah:
a. Data tutupan vegetasi yang diperoleh dari interpretasi Citra Ikonos Google
Earth Tahun 2011.
b. Data penggunaan lahan eksisting diperoleh dari interpretasi Citra Ikonos
Google Earth Tahun 2011 dan dikompilasi dengan Peta Rupabumi Digital
Indonesia (RBI) tahun 2001.
c. Kemiringan lereng, dan ketinggian tempat, diperoleh dari Peta Rupa Bumi
Indonesia Skala 1: 25.000 lembar 1508-132 Poncol, lembar 1508-113
Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu, dan lembar 1508-324
Wonogiri.
d. Data Litologi dan persebarannya diperoleh dari Peta Geologi Lembar
Ponorogo (1508-1) skala 1:100.000 dan lembar Giritontro (1407-6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
e. Data tanah yaitu macam tanah dan persebarannya diperoleh dari Peta Tanah
Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh
BAPEDA Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri.
f. Data curah hujan harian, bulanan, dan tahunan selama 10 tahun terakhir
(2001-2011) didapat dari Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum
Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar khususnya Stasiun
Meteorologi di Kecamatan Jatiyoso, Jatipuro, dan Ngadiroyo, sedangkan
Stasiun Meteorologi di Kecamatan Tawangmangu dan Bendung Colo
diperoleh dari Direktorat Sumberdaya air, Balai Besar Wilayah Sungai
Bengawan Solo.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah upaya-upaya yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data. Beberapa teknik yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data sebagai berikut:
1. Observasi Lapangan
Observasi lapangan atau pengamatan langsung di lapangan adalah observasi
yang dilakukan terhadap objek di tempat kejadian atau tempat berlangsungnya
peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti (Tika, 2005: 44).
Tujuannya adalah mencari data-data yang diperlukan sekaligus untuk mengecek
kebenaran atas data-data yang telah didapatkan dengan keadaan sesungguhnya di
lapangan, di antaranya untuk mengetahui karakteristik fisik tanah berupa solum
tanah, kemiringan dan panjang lereng, keadaan batuan, pengamatan pengelolaan
tanaman (C), tindakan konservasi (P) dan penggunaan lahan eksisting pada tiap
satuan lahan serta pengambilan sampel tanah untuk diuji di laboratorium untuk
mengetahui struktur dan tekstur tanah, permeabilitas dan kandungan bahan organik.
2. Analisis Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menelaah
segala bentuk catatan atau literatur yang terkait dalam penelitian. Data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dikumpulkan dari analisis dokumentasi berupa data tanah, penggunaan lahan,
litologi, kemiringan lereng, data catatan kejadian hujan.
3. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab
yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Tika,
2005: 49). Data yang ingin diperoleh dari wawancara adalah untuk mengetahui
besarnya produktivitas lahan dengan bertanya pada petani penggarap lahan dengan
menggunakan daftar wawancara seperti pada lampiran 22 yaitu tabel quesioner
produktivitas lahan.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Moleong (2001: 103) adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini data yang diperoleh
diorganisasikan dan dikategorikan menurut satuan lahan.
Setiap satuan lahan dilakukan pengenalan sifat dan karakteristik
lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan sekunder untuk penentuan
lahan kritis dan upaya-upaya rehabilitasinya. Dari sifat dan karakteristik lahan
tersebut, kemudian dilakukan analisis terhadap variabel-variabel penelitian seperti
berikut ini:
1. Tingkat Kekritisan Lahan
Penilaian lahan kritis dalam penelitian ini merupakan penilaian kritis
secara fisik berupa lahan dan belum mempertimbangkan aspek fisik air dan sosial
ekonomi penduduk. Penilaian kekritisan lahan tergantung pada fungsi lahan yang
ada kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, yaitu fungsi
kawasan hutan lindung, fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan dan fungsi
kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Oleh karena itu, dalam penentuan lahan
kritis ini perlu dilakukan penilaian dahulu terhadap fungsi kawasannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
a. Penentuan Fungsi Kawasan
Parameter yang dinilai untuk menentukan fungsi kawasan pada masing-
masing satuan lahan adalah kemiringan lereng, jenis tanah menurut kepekaanya
terhadap erosi dan intensitas curah hujan harian rata-rata pada setiap satuan
lahan.
1) Kemiringan Lereng
Klasifikasi kemiringan lereng menggunakan Pedoman Penyusunan
Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Parameter klasifikasi
kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Klasifikasi dan Nilai Skor Kemiringan Lereng
Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi Skor Skor x Bobot (20)
I 0-8 Datar 1 20
II 8-15 Landai 2 40
III 15-25 Agak Curam 3 60
IV 25-40 Curam 4 80
V > 40 Sangat Curam 5 100
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683 / Kpts
/ Um /8/1981
2) Jenis Tanah
Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi diperoleh dari
peta tanah DAS Walikan. Klasifikasi jenis tanah menurut kepekaanya
terhadap erosi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Klasifikasi dan Nilai Skor Jenis Tanah
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No:83 /Kpts /Um /8 /1981
Kelas Jenis tanah Klasifikasi Skor Skor x Bobot (15)
I Aluvial, Planosol, Hidromorf
kelabu, Laterik
Tidak peka 1 15
II Latosol Agak peka 2 30
III Tanah hutan coklat, tanah
mediteran
Kepekaan
sedang
3 45
IV Andosol, Laterik, Grumosol,
Podsol, Podsolic
Peka 4 60
V Regosol, Litosol, Organosol,
Renzina
Sangat Peka 5 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3) Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan harian rata-rata diperoleh dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
rata-rata curah hujan tahunan
Intensitas Curah Hujan Harian =
rata-rata hari hujan tahunan
Dari perhitungan dengan persamaan diatas diperoleh data intensitas
hujan harian rata-rata, sedangkan delineasinya dilakukan dengan metode
polygon thiessen. Klasifikasi intensitas hujan harian rata-rata mengacu pada
Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah.
Klasifikasi intensitas curah hujan harian rata-rata dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 7. Klasifikasi dan Skor Intensitas Curah Hujan Harian Rata-rata
Kelas Intensitas Hujan
(mm/hari) Klasifikasi Skor Skor x Bobot (10)
I ≤13,6 Sangat rendah 1 10
II 13,6-20,7 Rendah 2 20
III 20,7-27,7 Sedang 3 30
IV 27,7-34,8 Tinggi 4 40
V >34,8 Sangat Tinggi 5 50
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683 /
Kpts/Um/8/1981
Berdasarkan hasil skoring ketiga karakteristik DAS tersebut maka
dapat diklasifikasikan bahwa :
1. Fungsi Lindung
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya
sama dengan atau lebih besar dari 175, atau memenuhi salah
satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai kemiringan lereng lebih > 40 %
b. Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka
terhadap erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
mempunyai kemiringan lereng > 15%
c. Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya
100 meter di kanan kiri alur sungai
d. Merupakan pelindung mataair, yaitu 200 meter dari pusat mata air.
e. Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan 2.000
meter diatas permukaan laut.
f. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah
sebagai kawasan lindung.
2. Fungsi Kawasan Penyangga
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya
antara 125-174 serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut :
a. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan
budidaya.
b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai
kawasan penyangga.
c. Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan
hidup apabila dikembangkan sebagai kawasan penyangga.
3. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya
< 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman
tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum
untuk kawasan penyangga.
4. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan
budidaya tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat
dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha tani
tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
100
)3(5,2)2(25,3)12()10(292,1 414,1
cbaMK
untuk kawasan permukiman harus berada pada lahan yang
memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8 % dengan batasan luas
yang telah ditetapkan.
b. Penentuan Parameter Lahan Kritis
Parameter penilaian lahan kritis didasarkan pada lampiran Permenhut No.P-
32/Menhut-II/2009. Adapun kriteria/parameter untuk menentukan lahan kritis
adalah sebagai berikut :
1) Besar Erosi Permukaan
Besarnya erosi ditentukan dengan menggunakan rumus USLE yaitu
dengan persamaan :
Dimana :
R :
El30 : Indeks Erosi Hujan bulanan
Pb : Curah Hujan Rata-rata Bulanan
Hr Hjn : Jumlah Hari Hujan Rata-rata Perbulan
Pmax : Hujan Max. Harian (24 jam) dalam waktu
K :
M : (Pasir+Debu)(100-Lempung);
a : Prosentase bahan organik;
b : Kode kelas struktur tanah;
c : Kode kelas
LS :
L : Panjang lereng (m);
S : Kemiringan lereng (%),
z : Konstanta (0,5 jika S > 5 %; 0,4 jika 5 % > S > 3 %; 0,3 jika 3 %
> S > 1 %; dan z = 0,2 untuk S < 1 %)
CP : faktor pengelolaan tanaman (C) dan konservasi lahan (P)
A = R K L S C P
53,047,021,1
30 .)max.().()(119,6 PHrHjnPbEI
0138,000965,000138,022
2
SS
LLS
Z
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Penilain indeks CP dinilai berdasarkan arahan dari Arsyad (1989)
dan Abdurrahman dalam Asdak (1995) dalam lampiran 19 dan 20
tabel nilai factor CP.
2) Tutupan Vegetasi
Perhitungan tutupan lahan dilakukan dengan interpretasi citra ikonos
tahun 2011 pada lokasi penelitian yang dioverlay dengan peta satuan lahan.
Dari setiap satuan lahan dilakukan delineasi tutupan tajuk pohon untuk
menentukan luasan tutupan vegetasi. Setelah diketahui luasan tutupan vegetasi
pada setiap satuan lahan kemudian dilakukan perbandingan dengan luas setiap
lahan dan dikalikan 100 % untuk mengetahui prosentase tutupan vegetasi.
3) Tindakan Konservasi
Penentuan tindakan konservasi yang dilakukan dengan melakukan
observasi atau pengamatan langsung di lapangan. Tindakan yang diamati
berupa pengelolaan tanaman (konservasi secara vegetatif) dan konservasi secara
teknik. Penentuan baik, sedang dan buruknya tindakan konservasi menurut
ketentuan dari Arsyad (1989) dan Departemen Kehutanan (2011) yang dapat
dilihat pada lampiran tabel kriteria tindakan konservasi. Penilaian dilakukan
dengan melihat praktek dari konservasi vegetatif dan teknik yang ada di
lapangan kemudian setiap konservasi dinilai baik, sedang dan buruknya.
4) Kelas Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dicari dengan menggunakan analisis ketinggian
tempat dengan peta RBI. Kemiringan lereng tersebut kemudian dikelaskan
dengan mengacu pada pembagian kelas lereng menurut Departemen Kehutanan
(2011) yang membagi kelas lereng menjadi V kelas yaitu kelas I (< 8%), kelas
II (8-15 %), kelas III (15-25%), kelas IV (25-40 %), kelas V (> 40%).
5) Produktivitas Lahan
Data produktivitas lahan dicari dengan melakukan wawancara dengan
petani penggarap untuk memperoleh data jumlah produksi dalam setahun (Kg)
dan luas lahan garapan (Ha). Data tersebut kemudian dilakukan perbandingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
untuk memperoleh produktivitas setiap satuan lahan. Produktivitas yang
dimaksud dalam parameter penentuan lahan kritis ini mempunyai pengertian
rasio terhadap komoditi umum optimal dan hasil perbandingan (rasio) ini
berupa data persen.
Produktivitas setiap satuan lahan dibandingkan dengan produksi
komoditi umum optimal di setiap desa yang merupakan dominasi wilayah
satuan lahan kemudian dikalikan 100 % untuk mendapatkan prosentase
produktivitas terhadap komoditi umum tersebut.
6) Keadaan Batuan
Parameter ini dicari dengan melakukan pengamatan (observasi) di
lapangan. Keadaan batuan dengan kelas banyak (> 30 %), sedang (10-30 %)
dan sedikit (< 30 %).
c. Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan
Data spasial parameter penentu lahan kritis setiap fungsi kawasan diberi
skor dan bobot, data tersebut selanjutnya dianalisis untuk memperoleh informasi
mengenai lahan kritis. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan
(overlay) beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis) untuk
menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis.
Pada setiap unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya yaitu
data tabular, sehingga analisisnya disebut juga analisis tabular.
Hasil analisis tabular selanjutnya dikaitkan dengan data spasialnya untuk
menghasilkan data spasial lahan kritis. Metode yang digunakan dalam analisis
tabular adalah metode skoring dan pembobotan. Setiap parameter penentu
kekritisan lahan diberi skor dan bobot tertentu sesuai dengan kriteria masing-
masing fungsi kawasannya, seperti yang terlihat pada tabel 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 8. Kriteria Lahan Kritis Setiap Kawasan
No. Kriteria Kelas Besaran/Deskripsi Skor Bobot
Fungsi Kawasan
Lindung Budi
daya
Lindung
di luar
Hutan
1 Tutupan
Lahan* )
1. Sangat baik > 80 % 5
50 V
V
2. Baik 61 - 80 % 4
3. Sedang 41 - 60 % 3
4. Buruk 20 - 40 % 2
5. Sangat Buruk < 20 % 1
2 Produktivitas
**)
1. Sangat Tinggi > 80 % 5
30
V
2. Tinggi 61 - 80 % 4
3. Sedang 41 - 60 % 3
4. Rendah 20 - 40 % 2
5. Sangat Rendah < 20 % 1
3 Lereng 1. Datar < 8 % 5
10
V 2. Landai 8 - 15 % 4
3. Agak Curam 15 - 25 % 3
4. Curam 25 - 40 % 2 20 V V
5. Sangat Curam > 40 % 1
4 Erosi 1. Ringan Sangat Ringan-Ringan 5 10
V
2. Sedang Sedang 4
3.Berat Berat 3 15 V
4. Sangat Berat Sangat Berat 2 20 V
5 Konservasi 1. Baik Sesuai Kaidah Konservasi 5 10 V
2. Sedang Konservasi Kurang Baik 3
3. Buruk Konservasi Jelek 1 30 V V
6. Keadaan Batuan 1. Sedikit <10% permukaan lhn tertutup batu 5
2. Sedang 10-30% permukn lhn tertp batu 3
3. Banyak >30% permkn lhn terttp batu 1 5 V
Sumber : Permenhut No. P-32/Menhut-II/2009
Keterangan :
* : Dinilai berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon
** : Dinilai Berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal
pada pengelolaan tradisional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Pada unit analisis hasil tumpangsusun (overlay) data spasial, jumlah skor
dan bobot tersebut kemudian dijumlahkan. Setelah semua data ditabulasi maka
dapat ditentukan tingkat kekritisannya dengan mencocokkan total skor yang
diperoleh dengan klasifikasi tingkat kekritisan lahan pada tabel 14 berikut ini:
Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan
Tingkat Kekritisan Lahan
Total Skor
Kawasan Lindung Kawasan
Budidaya
Kawasan Lindung di
Luar Hutan
Sangat Kritis (SK) 120-180 115-200 110-200
Kritis (K) 181-270 201-275 201-275
Agak Kritis (AK) 271-360 276-350 276-350
Potensial Kritis ((PK) 361-450 351-425 351-425
Tidak Kritis (TK) 451-500 426-500 426-500
Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009
2. Arahan Rehabilitasi Lahan
Setelah tingkat kekritisan setiap satuan lahan dalam fungsi kawasan
tertentu sudah diketahui, langkah selanjutnya yaitu melakukan arahan rehabilitasi
lahan. Arahan rehabilitasi lahan ini dilakukan secara normatif dan tidak mutlak
serta didasarkan pada kondisi fisik setiap satuan lahan dan belum
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan kepemilikan lahan secara rinci di
lapangan.
Rehabilitasi lahan yang dilakukan merupakan upaya-upaya yang bertujuan
untuk memelihara dan mengembalikan produktifitas lahan dan memperbaiki tanah
yang telah rusak (konservasi tanah), yang dilakukan dengan cara vegetatif dan
teknik.
Arahan rehabilitasi lahan dalam penelitian ini menggunakan petunjuk dari
Departemen Kehutanan (2009) dengan modifikasi, yang diwujudkan dalam tabel
tingkat bahaya erosi dan teknik konservasi tanah dengan arah kegiatan berdasarkan
fungsi lahan setiap satuan lahan. Simbol rehabilitasi yang digunakan bersumber
dari Departemen Kehutanan dengan prioritas rehabilitasi berdasarkan tingkat
kekritisan lahan seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pada penelitian ini arahan rehabilitasi dilakukan dengan pendekatan
karakteristik satuan lahan. Arahan rehabilitasi lahan dikelompokkan berdasarkan
tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng,
fungsi kawasan, dan penggunaan lahan eksisting pada setiap satuan lahan. Berikut
ini adalah contoh penyusunan dan cara pembacaan rehabilitasi.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan penjelasan yang memberikan gambaran
tentang keseluruhan kegitan, meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis data
yang telah terkumpul sampai dengan penulisan laporan. Prosedur ini dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan dan Pengajuan Proposal
Pada tahap ini dilakukan observasi awal terhadap daerah penelitian
kemudian mencari literatur yang sesuai dengan tema penelitian.
2. Penyusunan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk menggumpulkan
data yang diperlukan. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah
lembar check List dan quisioner produktivitas lahan.
Tingkat Kekritisan Lahan Contoh - Sangat Kritis
Tingkat Bahaya Erosi - Berat
Kelas Kemiringan Lereng - Curam
Fungsi Kawasan - Fungsi Lindung
Penggunaan Lahan - Tegalan
Arahan Rehabilitasi Teknik Teras Bangku
Arahan Rehabilitasi Vegetatif Agroforestri
Gambar 20. Contoh Pembacaan Arahan Rehabilitasi Lahan
SK. B. IV. FL. TG
T(3) V(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3. Tahap Pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa pengambilan sampel
tanah terusik dan tidak terusik yang diperlukan guna analisis kadar bahan organik,
tekstur, struktur dan tingkat permeabilitas.
4. Tahap Analisis Data
Tahap ini merupakan tahap dimana data yang diperoleh dihitung, dianalisis
dan diklasifikasikan untuk dapat menyimpulkan hasil dari penelitian.
5. Tahap Penulisan Laporan Penelitian
Merupakan tahap terakhir dalam penelitian dimana hasil penelitian yang
diperoleh dilaporkan atau disajikan dalam bentuk tulisan.
Adapun langkah-langkah penelitian tersebut dapat digambarkan dalam
diagram alir penelitian yang dapat dilihat pada gambar 21 berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Peta RBI Lembar Poncol, Tawangmangu,
Wonogiri dan Girimarto Skala 1 :25.000
Peta Geologi Lembar Ponorogo
Skala 1:100.000
Peta Tanah Tinjau
Kabupaten Karanganyar &
Wonogiri Skala 1:250.000
Skala 1:50.000
Peta Tanah
DAS Walikan Skala 1:50.000
Peta Geologi
DAS Walikan
Skala 1:50.000
Peta Penggunaan Lahan
DAS Walikan
Skala 1:50.000
Peta Kemiringan Lereng
DAS Walikan
Skala 1:50.000
Tumpangsusun (overlay)
Peta Satuan Lahan Tentatif
Cek Lapangan
Peta Satuan Lahan
Penentuan Titik Sampel
Kriteria Fungsi Kawasan
Klasifikasi
Peta Fungsi Kawasan
Kriteria Lahan Kritis
Peta Tingkat Kekritisan Lahan
Peta Arahan Rehabilitasi Lahan
- Curah Hujan
- Kemiringan Lereng
- Tanah
Interpretasi Citra
Google Earth Tahun
2011
Kerja Lapangan
Pengukuran & Pengumpulan data
Lapangan
Skoring & Pembobotan
Overlay
- Tutupan Lahan
- Tindakan Konservasi
- TBE
- Kemiringan Lereng
- Produktivitas Lahan
- Banyaknya Batuan
- TBE
- Kemiringan Lereng
- Penggunaan Lahan
- Solum Tanah
Keterangan :
Peta RBI Lembar Poncol, Tawangmangu,
Wonogiri dan Girimarto Skala 1 :25.000
Peta Geologi Lembar Ponorogo
dan Giritontro Skala 1:100.000
Peta Tanah Tinjau
Kabupaten Karanganyar &
Wonogiri Skala 1:250.000
Skala 1:50.000
Peta Tanah
DAS Walikan Skala 1:50.000
Peta Geologi
DAS Walikan
Skala 1:50.000
Peta Penggunaan Lahan
DAS Walikan
Skala 1:50.000
Peta Kemiringan Lereng
DAS Walikan
Skala 1:50.000
Tumpangsusun (overlay)
Peta Satuan Lahan Tentatif
Cek Lapangan
Peta Satuan Lahan
Penentuan Titik Sampel
Kriteria Fungsi Kawasan
Klasifikasi
Fungsi Kawasan
Kriteria Lahan Kritis
Peta Tingkat Kekritisan Lahan
Peta Arahan Rehabilitasi Lahan
- Curah Hujan
- Kemiringan Lereng
- Tanah
Interpretasi Citra
Google Earth Tahun
2011
Kerja Lapangan
Pengukuran & Pengumpulan data
Lapangan
Skoring & Pembobotan
Overlay
- Tutupan Lahan
- Tindakan Konservasi
- Erosi
- Kemiringan Lereng
- Produktivitas Lahan
- Banyaknya Batuan
- TBE
- Kemiringan Lereng
- Penggunaan Lahan
- Solum Tanah
Gambar 21. Diagram Alir Penelitian
Data
Proses
Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian
1. Letak, Batas, dan Luas
Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walikan. Secara
astronomis letak DAS Walikan berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Skala
1:25.000 Edisi l - 2001 terletak antara 07o
41’ 44” - LS-07º 46’ 56” LS dan 110º
56’ 08” – 111º 10’ 24 “ BT. Berdasarkan koordinat UTM terletak antara 9134476
mT – 9154271 mT dan 492866 mU – 521766 mU. Secara administratif DAS
Walikan berada di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri,
Propinsi Jawa Tengah.
DAS Walikan merupakan Sub DAS Bengawan Solo Hulu yang berbatasan
dengan :
Sebelah Barat : DAS Mento di Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo
dan Wonogiri
Sebelah Timur : DAS Gonggang di Kabupaten Magetan Jawa Timur
Sebelah Selatan : DAS Amblo dan DAS Keduang di Kabupaten
Wonogiri
Sebelah Utara : DAS Jlantah di Kabupaten Karanganyar dan
Sukoharjo
Secara administrasi wilayah DAS Walikan yang berada di bagian hulu
yaitu Kecamatan Jatiyoso, bagian tengah di Kecamatan Jatipuro dan bagian hilir
di Kecamatan Wonogiri. Wilayah administrasi DAS Walikan yang terletak di
Kabupaten Karanganyar meliputi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Jatipuro dan
Jatiyoso, sedangkan wilayah yang masuk dalam Kabupaten Wonogiri meliputi
Kecamatan Wonogiri.
Wilayah Kecamatan Jatiyoso terdiri dari 6 Desa yaitu Desa Beruk,
Wonorejo, Wonokeling, Jatiyoso, Petung, Jatisawit. Untuk Kecamatan Jatipuro
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
terdiri dari 5 Desa yaitu Desa Jatiroyo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari dan
Jatisobo, sedangkan wilayah DAS Walikan yang masuk dalam Kecamatan
Wonogiri meliputi 3 Desa yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno.
Luas wilayah DAS Walikan secara keseluruhan mencapai 5.599,64 Ha
atau sebesar 55.996.400 m2. Kecamatan paling luas yaitu Kecamatan Jatiyoso
dengan luas 3.197,709 Ha dengan wilayah Desa yang terluas yaitu Desa
Wonorejo dengan luas wilayah 813,022 Ha (53,23 %), luas Kecamatan Jatipuro
sebesar 1.747,358 Ha (31,20 %) dan Kecamatan dengan luasan terkecil yaitu
Kecamatan Wonogiri yang hanya mencakup 3 Desa dengan luas wilayah sebesar
654,572 Ha (15,53%).
Pembagian administrasi DAS Walikan secara rinci dikemukakan dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 10. Pembagian Administrasi DAS Walikan
No. Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) %
1. Karanganyar 1. Jatiyoso 1. Beruk
2. Wonorejo
3. Wonokeling
3. Jatiyoso
4. Petung
5. Jatisawit
147,192
813,022
245,966
765,041
615,475
395,525
53,26
2. Jatipuro 1. Jatoroyo
2. Jatipuro
3. Jatipurwo
4. Ngepungsari
5. Jatisobo
244,182
341,682
502,004
83,471
576,019
31,20
2. Wonogiri
1. Wonogiri 1. Sonoharjo
2. Manjung
3. Giriwarno
439,609
214,963
215,488
15,54
Luas Total 5.599,64 100
Sumber : Peta Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1: 25.000 lembar 1508-132
Poncol, lembar 1508-113 Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu,
dan lembar 1508-324 Wonogiri.
Adapun pembagian wilayah adinistrasi, batas DAS, dan letak daerah
penelitian dapat dilihat pada peta 3 yaitu Peta Administrasi DAS Walikan
Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Peta 3. Administrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2. Iklim
Wilayah Indonesia yang terletak pada garis katulistiwa menyebabkan
Negara ini memiliki iklim tropis. Iklim adalah karakteristik cuaca pada suatu
wilayah yang didasarkan atas data yang terkumpul selama kurun waktu yang lama
(sekitar 30 tahun), sedangkan cuaca yaitu kondisi atmosfer yang dinamis,
berubah-ubah dalam waktu singkat (dalam jam atau hari) (Lakitan, 1994:2).
Iklim dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan (intensitas dan
distribusinya), cahaya, suhu, dan angin. Variasi dari unsur-unsur iklim tersebut
dijadikan dasar dalam klasifikasi iklim. Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri,
melainkan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi membentuk sistem
iklim yang terus berputar.
Dalam penelitian ini, unsur iklim yang dibahas hanya terbatas pada data
temperatur dan curah hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Curah
hujan merupakan unsur iklim yang berpengaruh terhadap terbentuknya air. Air
hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat menjadi aliran permukaan (run off),
lengas tanah, evaporasi atau mengalami infiltrasi menjadi air tanah.
a. Temperatur
Penentuan temperatur udara rata-rata di DAS Walikan dan sekitarnya
dihitung dengan menggunakan pendekatan antara suhu dengan ketinggian yang
dikemukakan oleh Oldeman (1977) dalam Lakitan (1994:104) :
Tmax : 31,3 – 0,006 x
Tmin : 22,8 – 0,005 x
dimana :
Tmax : suhu maksimum (oC)
Tmin : suhu minimum (oC)
X : ketinggian tempat (m)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Dari rumus ini diasumsikan bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu
maksimum menurun rerata 0,6 oC dan suhu minimum menurun 0,5
oC per
kenaikan ketinggian 100 meter. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 :
25.000 lokasi DAS Walikan tertinggi berada pada ketinggian 2.250 m dan
terendah yaitu 111,5 m. Dengan menggunakan rumus di atas dapat diperoleh
hasil:
Diketahui : x1 : 2.250 m
x2 : 111,5 m
Jawab :
Tmax pada ketinggian 2.250 m adalah : 31,3 – 0,006 x1
: 31,3 – 0,006 . 2.250
: 17,8 oC
Tmin pada ketinggian 2.250 m adalah : 22,8 – 0,005 x
: 22,8 – 0,005 . 2.250
: 11,3 oC
Tmax pada ketinggian 111,5 m adalah : 31,3 – 0,006 x1
: 31,3 – 0,006 . 111,5
: 30,63 oC
Tmin pada ketinggian 111,5 adalah : 22,8 – 0,005 x
: 22,8 – 0,005 . 111,5
: 22,24 oC
Berdasarkan rumus di atas dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tertinggi
DAS Walikan yaitu pada ketinggian 2.250 m rata-rata temperatur tertinggi adalah
17,8 oC dan temperatur terendah 11,3
oC. Pada lokasi terendah DAS Walikan
yaitu pada ketinggian 111,5 m rata-rata temperatur tertinggi adalah 30,63 oC dan
temperatur terendah 22,24 oC.
b. Curah Hujan
Data rerata curah hujan, jumlah hari hujan, dan intensitas hujan selama
kurun waktu 10 tahun (2001-2011) digunakan untuk menentukan sebaran curah
hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Selain itu, data curah hujan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
yang diperoleh untuk menentukan rerata bulan basah, lembab, dan kering yang
digunakan untuk menentukan tipe curah hujan di DAS Walikan. Berikut disajikan
data rerata curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan selama 10 tahun
terakhir di lokasi penelitian.
Tabel 11. Rerata Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011
No. Stasiun Curah Hujan
(mm/hari)
Hari Hujan
(Hari/Tahun)
Intensitas CH
(mm/Hari)
1 Bendung Colo 1988.25 114.9 17.30
2 Ngadiroyo 2718.1 105 25.89
3 Jatipuro 2689 126.2 21.31
4 Jatiyoso 2637.52 127.3 20.72
5 Tawangmangu 3324 165.4 20.10
Sumber : Analisis Data Curah Hujan Tahun 2001-2011
Penentuan tipe iklim dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi
menurut Schmidt dan Ferguson. Rumus yan digunakan yaitu :
% 100 BasahBulan rata-Rata
KeringBulan rata-Rata : Q x
Klasifikasi bulan kering, lembab dan basah menggunakan klasifikasi menurut
Mohr yaitu :
- Bulan kering yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan < 60 mm
- Bulan lembab yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan antara 60-100 mm
- Bulan basah yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan > 100 mm
Berdasarkan perhitungan yang diperoleh DAS Walikan memiliki tipe
curah hujan C (agak basah) dan tipe curah hujan D (sedang). Tipe curah hujan C
dengan dominasi wilayah meliputi Desa Manjung, dan tipe curah hujan D
meliputi Sonoharjo, Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari, Jatiroyo,
Jatisawit, Petung, Giriwarno, Jatiyoso, Wonorejo, Beruk.
Hasil analisis ini didasarkan pada besarnya nilai Q yang kemudian
dicocokkan dengan tabel 12 yaitu tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson
berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 12. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson
Tipe Nilai Klasifikasi
A 0 ≤ Q < 14,3 Sangat basah
B 14,3 ≤ Q < 33,3 Basah
C 33,3 ≤ Q < 60 Agak basah
D 60 ≤ Q < 100 Sedang
E 100≤ Q < 167 Agak kering
F 167 ≤ Q < 300 Kering
G 300≤ Q < 700 Sangat kering
H 700≤ Q Luar biasa kering
Sumber : Lakitan (1994:15)
Adapun hasil analisis perhitungan tipe curah hujan Menurut Schmidt dan
Ferguson dari masing-masing stasiun pengamatan curah hujan adalah sebagai
berikut :
Tabel 13. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap Stasiun
Pengamatan
No. Stasiun Q = (Bln Kering / Bulan Basah) x 100 % Tipe Klasifikasi
1 Bendung Colo 89.23 D Sedang
2 Ngadiroyo 51.90 C Agak Basah
3 Jatipuro 54.32 C Agak Basah
4 Jatiyoso 58.97 C Agak Basah
5 Tawangmangu 45.12 C Agak Basah
Sumber : Analisis Data Curah Hujan 2001-2011
3. Fisiografi Wilayah
Menurut van Bemmelen (1949:26) fisiografis Pulau Jawa dibagi menjadi 4
bagian :
a. Jawa Barat (sebelah barat Cirebon)
b. Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang)
c. Jawa Timur (antara semarang dan Surabaya)
d. Jazirah sempit di bagian timur Jawa (oosththoek) dengan Selat Madura dan
Pulau Madura.
Berdasarkan pembagian zone, Pulau Jawa dibagi menjadi tiga zone yaitu
zone utara (northen zone), zona tengah (central zone) dan zona selatan (southern
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
zone). Berdasarkan pembagian fisiografis di atas, DAS Walikan masuk dalam
zone tengah. Zone tengah terdiri dari Subzone solo (sensu stricto), Subzone Blitar
dan Subzone Ngawi. Tepatnya lokasi penelitian terdapat di jalur Subzone Solo
(sensu stricto) yaitu zone depresi sentral atau Zone Solo (Solo Zone) dengan
lokasi berada di komplek Gunungapi Lawu. Sebelah utara zone depresi ini
dibatasi oleh Pegunungan Kendeng dan sebelah selatan dibatasi oleh Pegunungan
Selatan. Komplek Gunungapi lawu terdiri dari dua pegunungan utama yaitu
Gunungapi Lawu di sebelah utara dan Gunungapi Jobolarangan di sebelah selatan
(Lawu tua). DAS Walikan masuk ke dalam satuan Gunungapi Jobolarangan.
Gambar 22. Letak Fisiografis DAS Walikan
(Sumber : van Bemmelen 1949:26 dengan Modifikasi dan Citra Ikonos
Google Earth 2012)
4. Geologi
Berdasarkan Peta Lembar Ponorogo (1508-1) Tahun 1997 dan Lembar
Giritontro (1407-6) Tahun 1992 Skala 1:100.000, susunan litologi daerah
penelitian adalah sebagai berikut :
Letak Fisiografis
DAS Walikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
a. Qvsl (Lava Sidoramping)
Merupakan lava berstruktur alir yang berasal dari komplek Gunungapi
Sidoraming, G.Puncakdalang, G.Kukusan, dan G.Ngampiyungan yang mengalir
ke arah barat. Terdiri dari lava andesit, kelabu tua, porfiritik terdiri dari
plagioklas, kuarsa, feldspar, masa dasar mikrolit plagioklas dan kaca. Material ini
tersebar di bagian puncak dari lokasi penelitian yaitu berada di Desa Beruk dan
Wonorejo.
b. Qvjb (Breksi Jobolarangan)
Merupakan breksi Gunungapi, mempunyai ciri-ciri dengan warna
kecoklatan, bila lapuk kemerahan, bersusunan andesit, komponen berukuran 2 –
20 cm, menyudut tanggung – membundar tanggung. Masa dasar batu pasr tufan
berbutir sedang – kasar, terpilah buruk, kemas terbuka. Persebarannya di Desa
Wonorejo.
c. Qvjl (Lava Jobolarangan)
Lava ini bersusunan andesit berwarna kelabu tua, porfiritik, terdiri dari
plagioklas, kuarsa dan feldspar di dalam mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi.
Lava berstuktur alir ini berasal dari kompleks G.Sidoramping, G.Puncakdalang,
G.Kukusan dan G.Ngampiyungan. Arah aliran umumnya ke barat, lekuk seperti
kawah di puncak G.Silamuk yang diduga bekas letusan yang terbuka ke barat.
Material ini tersebar di Desa Wonorejo dan sebagia kecil di Desa Beruk.
d. Qlla (Endapan Lahar Lawu)
Merupakan endapan lahar Gunungapi Lawu yang terdiri dari andesit,
basalt dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk
perbukitan rendah atau mengisi dataran di kaki gunungapi. Material ini tersebar di
Desa Jatiyoso, Jatipurwo, Jatisawit, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisobo, Petung,
Sonoharjo, Giriwono, Manjung, dan Giriwono.
Untuk mengetahui persebaran Geologi di lokasi penelitian dapat dilihat
pada Peta 4. Peta Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Peta 4. Geologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
5. Geomorfologi
Pada hakekatnya geomorfologi mempelajari bentuk-bentuk (morfologi)
bentangalam. Van Zuidam (1978:3) mendefinisikan geomorfologi sebagai ilmu
yang mempelajari bentuklahan dan proses-proses yang bekerja padanya serta
menyelidiki kaitan antara bentuklahan dengan proses yang bekerja dalam susunan
keruangan.
a. Morfografi
Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan
bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat
dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau
gunungapi, lembah dan dataran. Berdasarkan atas pembagian ekosistem DAS,
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan
hilir.
Bagian hulu DAS mempunyai kemiringan lereng curam sampai sangat
curam dengan ketinggian tempat di atas 800 m dpal dan didominasi oleh tanah
andosol dan penggunaan lahan hutan dan tegalan. Bagian hulu DAS Walikan
sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan struktural (terlipat) yang
ditandai dengan adanya lembah (sinklinal) berbentuk V dan punggungan
(antiklin) yang merupakan anak kaki lereng Gunung Lawu bagian selatan.
Gambar 23 . Bentuklahan Perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo
(Foto Diambil 23 Januari 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Di bagian tengah DAS yang merupakan daerah transisi atau peralihan
antara bagian hulu dan hilir. Bagian tengah DAS merupakan daerah yang ditandai
dengan kemiringan lereng landai sampai curam dan berada pada ketinggian
tempat antara 200-800 m dpal. Sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan
yang terdenudasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas penduduk
dalam konservasi lahan termasuk kegiatan pertambangan. Selain itu, juga ditemui
bentukan ledok antar perbukitan atau lembah berbentuk U tajam yang
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk menanam padi ataupun palawija.
Bagian hilir DAS mempunyai kemiringan lereng datar (kelas I) dan
Bentuklahan yang ada di bagian hilir merupakan bentuklahan yang
sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas sungai, ketinggian tempat rata-rata
kurang dari 200 m dpal. Bentuklahan yang ditemui adalah bentuklahan fluvio
vulkan. Bentuklahan ini dimulai dari Desa Jatisawit, Jatiroyo, Jatipuro, Jatisobo,
Giriwono, Sonoharjo dan Manjung.
Peta ketinggian tempat di DAS Walikan dapat dilihat pada peta 5. Peta
Ketinggian DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.
Peta ini diolah dengan fasilitas 3D Analisys pada Arc View GIS.
Bukit Terdenudasi
Gambar 24. Bukit Terdenudasi Akibat Pertambangan di Desa Wonokeling
(Foto Diambil 8 Juli 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Peta 5. Ketinggian Tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
b. Morfogenesa
Geomorfologi lokasi penelitian tidak terlepas dari pembentukan morfologi
Pulau Jawa. Dua aspek yang menonjol dalam pembentukan Pulau Jawa adalah
iklim tropis lembab dan kegiatan vulkanik yang kuat (Tim Fak.Geografi UGM,
1996:5). Aktivitas vulkanik ini tidak terlepas dari kegiatan tektonik lempeng yang
berlangsung yaitu adanya penunjaman Lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang
menyebabkan terbentuknya jajaran Gunungapi di sepanjang jalur timur sampai
barat Pulau Jawa. Geomorfologi Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 zone yaitu
utara, tengah dan selatan. Lokasi penelitian sendiri berada di zone tengah yaitu
berada di komplek Gunung Lawu tepatnya di lereng selatan.
Morfogenetik adalah proses atau asal - usul terbentuknya permukaan
bumi, seperti bentuklahan perbukitan atau pegunungan, bentuklahan lembah atau
bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan
permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Dilihat dari
proses terjadinya bentuklahan, morfogenesa ini dapat dibagi menjadi
morfostruktur pasif, morfostruktur aktif dan morfostruktur dinamik.
Morfostruktur aktif merupakan aktivitas proses endogen yaitu proses yang
dipengaruhi oleh kekuatan atau tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah
bentuk permukaan bumi. Tenaga endogen yang bekerja di lokasi penelitian
meliputi vulkanisme yang berasal dari Gunung Jobolarangan (lawu tua). Selain itu
juga, keadaan geomorfologi setempat dipengaruhi oleh adanya pelipatan (folding)
yang membentuk jajaran perbukitan yang memanjang sehingga terlihat punggung-
punggung lipatan yang disebut antiklinal dan lembah lipatan yang disebut
sinklinal. Adanya perbukitan lipatan ini dapat dijumpai di Desa Beruk dan
Wonorejo.
Morfostruktur pasif dapat dilihat dari litologi daerah setempat atau struktur
batuannya. Jenis litologi yang dijumpai di daerah penelitian berdasarkan peta
geologi DAS Walikan adalah batuan breksi yang merupakan jenis batuan sedimen
klastik yang dihasilkan oleh aktivitas letusan vulkanik Gunung Jobolarangan
(lawu tua). Materi penyusun berupa batuan sedimen berupa breksi vulkanik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
mencerminkan bentuklahan perbukitan yang memanjang. Selain itu, batuan
penyusun lainnya berupa batuan andesit dari endapan lahar lawu yang merupakan
jenis batuan beku. Adanya batuan ini mencerminkan adanya aktivitas vulkanik
sebagai pembentuk muka bumi di lokasi penelitian.
Morfostruktur dinamik dipengaruhi oleh proses tenaga eksogen
merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor - faktor dari luar bumi, seperti
iklim, biologi dan artifisial. Proses ini akan menimbulkan adanya proses
degradasi dan agradasi di lokasi penelitian. Proses degradasi yan berlangsung di
lokasi penelitian dipengaruhi oleh erosi dan longsor lahan. Bentuk erosi yang
banyak dijumpai di lokasi penelitian meliputi erosi lembar sampai parit.
Terjadinya erosi di lokasi penelitian dipengaruhi oleh keadaan topografi dengan
kemiringan lereng agak curam sampai sangat curam serta adanya aktivitas
penduduk yang kurang menerapkan prinsip konservasi yang benar.
Gambar 25. Erosi Lembar (Kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan
Wonogiri dan Erosi Parit (Kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso (Foto diambil
23 dan 25 Januari 2012)
Proses degradasi lainnya yaitu akibat longsor lahan yang banyak terjadi di
bagian tengah DAS. Adanya longsor lahan ini umumnya disebabkan karena
tindakan konservasi yang kurang tepat termasuk aktivitas penambangan,
rendahnya tutupan lahan, berubahnya fungsi lahan, keadaan tanah yang labil
akibat pengolahan lahan yang kurang memperhatikan konservasi yang benar, dan
kemiringan lereng yang curam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Gambar 26. Longsoran Rotasi di Desa Wonorejo (Kiri) dan Desa Jatiyoso
(Kanan), Kecamatan Jatiyoso (Foto Diambil 9 Juli 2011)
Di bagian bawah DAS (Hilir) terjadi proses sedimentasi yang merupakan
kelanjutan dari proses erosi dan merupakan penyebab dari proses agradasi.
Adanya sedimentasi yang umunya terjadi di sekitar bantaran sungai dimanfaatkan
petani untuk ditanami padi ataupun palawija karena umumnya lahan pada daerah
ini merupakan lahan yang subur.
Gambar 27. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri (Foto
Diambil 24 Januari 2012)
Sedimentasi Ditanami Padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
c. Morfokronologi
Proses pembentukan morfologi DAS Walikan yang telah dipaparkan
pada morfogenesa lokasi penelitian di atas telah terjadi terutama pada kala
plistosen tengah dan pada batas plistosen atau holosen. Pembentukan morfologi
lokasi penelitian dipengaruhi oleh sesar dan lipatan yang terjadi pada akhir tersier.
Sedimentasi pada cekungan laut dalam, bersamaan dengan kegiatan gunungapi di
lereng cekungan yang curam serta dipengaruhi oleh gejala longsoran bawah laut.
Endapan turbidit asal gunungapi terbentuk sejak akhir oligosen dan
menerus hingga akhir miosen awal. Kegiatan turbidit yang belum mantap
menyebabkan terumbu-terumbu tersebut runtuh dan terendapkan kembali di
tempat yang lebih dalam bersama-sama dengan klastika gampingan yang lebih
halus. Kegiatan tektonik menjelang permulaan orogenesa miosen tengah ditandai
dengan pengangkatan dan penerobosan magma yang menghasilkan andesit, dasit
dan basal. Keadaan demikian menyebabkan terbentuknya jajaran pegunungan
yang salah satunya adalah Gunung Lawu yang merupakan komplek dari lokasi
penelitian.
d. Morfometri
Aspek geomorfologi yang dapat diketahui adalah kemiringan lereng.
Kemiringan lereng merupakan gambaran perbandingan beda tinggi di suatu
wilayah dengan jarak mendatarnya. DAS Walikan mempunyai bentuklahan yang
bervariasi mulai dari bentuklahan asal struktural, denudasional dan fluvial. Hal ini
menyebabkan kemiringan lerengnya yang sangat beragam yaitu dari datar sampai
sangat curam.
Lereng dengan kemiringan datar menempati luasan terbesar yaitu sebesar
59,82 % dari luas DAS Walikan. Lereng datar biasanya berada di daerah hilir
DAS. Lereng sangat curam mempunyai persentase luas sekitar 10,19 % dari luas
total DAS. Persebaran kemiringan lereng lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta
6. Peta Kemiringan Lereng DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Peta 6. Kemiringan Lereng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
6. Tanah
Pembentukan tanah yang ada di DAS Walikan dipengaruhi oleh geologi
setempat. Tanah yang ada di DAS Walikan terdiri dari 3 macam tanah yaitu
a. Latosol Coklat Kemerahan
Tanah latosol menurut Darmawijaya (1997:297) meliputi tanah-tanah
yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut,
sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika, dengan
meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna merah. Tanah ini menurut
Hardjowigeno, (1987:180) umumnya mempunyai kadar liat lebih dari 60 %,
struktur tanah remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas-
batas horison yang kabur, solum dalam (> 150 cm), kejenuhan basa kurang dari
50 %, dan umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horison kambik.
Macam tanah latosol coklat kemerahan yang ada di DAS Walikan berasal
dari bahan induk basa berupa andesit yang berasal dari Gunung Jobolarangan,
Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam, Gunung Kukusan dan Gunung
Ngampiyungan.
Macam tanah ini mengalami pelapukan pelindian yang lebih muda,
sehingga batas horisonnya kabur. Luas macam tanah ini adalah 3.762,037 Ha atau
167,184 % dan merupakan macam tanah terluas di DAS Walikan. Daerahnya
meliputi Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Jatoroyo, Jatisawit, Petung, Jatiyoso, dan
Wonorejo.
Berikut ini profil tanah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif
425 cm yang ada di Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Gambar 28. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro, Kecamatan
Jatipuro (Foto diambil 25 Januari 2012)
b. Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan
Asosiasi tanah merupakan satuan tanah dengan syarat ada minimal dua
jenis tanah yang luasnya tidak ada 70 % dan batas di lapangan dapat dibedakan.
Macam tanah ini sebagian besar terdapat di Kecamatan Wonogiri meliputi
Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno dengan luas sekitar 992,404 Ha atau
17,723%.
Tanah litosol merupakan golongan tanah yang belum mengalami
diferensiasi profil membentuk horison, sehingga masih dianggap lapisan
(Darmawijaya, 1997:287). Tanah ini dicirikan dengan kedalaman tanahnya yang
dangkal dan profil belum memperlihatkan horison-horison dengan sifat-sifat dan
ciri-ciri batuan induk.
Ciri-ciri yang bisa diamati pada macam tanah ini secara umum di lokasi
penelitian adalah kedalaman efektif sekitar 40-115 cm dan terletak 218-610 m
dpal. Berikut adalah gambar profil tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat
kemerahan di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Gambar 29. Profil Tanah Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan di
Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri
(Foto diambil 26 Januari 2012)
c. Komplek Andosol Coklat dan Andosol Coklat Kekuningan
Satuan tanah ini dicirikan dengan tidak ada tanah yang luasnya > 70 %,
terdapat lebih satu nama tanah, dan batas di lapangan tidak dapat dilihat dengan
jelas. Tanah andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang
(very porous), mengandung bahan organik dan dan lempung (clay) tipe amorf,
terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida-besi (Darmawijaya,
1997:319). Andosol merupakan tanah yang mengandung bahan organik jauh lebih
banyak daripada tanah non-vulkanik dalam keadaan lingkungan yang serupa. Hal
ini disebabkan karena dekomposisi bahan organik dalam andosol terhambat oleh
hidroxida alumunium yang amorf (Kosaka et al, 1962 dalam Darmawijaya,
1997:329).
Tanah andosol yang dijumpai di lokasi penelitian umumnya berwarna
hitam kelam, coklat sampai coklat kekuningan, struktur remah atau granuler,
sangat gembur, tidak lekat (non-sticky), tidak liat (non-plastic). Pembentukan
tanah andosol di lokasi penelitian dipengaruhi oleh pelapukan batuan andesit yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
berasal dari Gunung Jobolarangan, Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam,
Gunung Kukusan dan Gunung Ngampiyungan.
Gambar 30. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso,
Kabupaten Karanganyar (Foto diambil 23 Januari 2012)
Luas satuan tanah ini di Lokasi penelitian adalah 845.199 Ha atau 15,094
% dari luas lahan DAS Walikan. Persebaran tanah ini berada di Desa Wonorejo
dan Desa Beruk Kabupaten Karanganyar. Persebaran macam tanah lokasi
penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah DAS Walikan Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini.
Data tanah diperoleh dari BAPEDA Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri. Peta tanah yang tersedia adalah peta tanah tinjau dengan skala 1 :
250.000. Persebaran tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta 7. Peta
Tanah DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Peta 7. Tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
7. Hidrologi
Deskripsi hidrologi lokasi penelitian yang akan dibahas antara lain adalah
pola aliran sungai, bentuk DAS, alur sungai dan morfometri DAS meliputi luas,
orde dan tingkat percabangan sungai, serta kerapatan sungai.
a. Pola Aliran
Dalam suatu DAS, sungai mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran
sungai dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak
sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu
pola tertentu. Pola itu tergantung pada kondisi topografi, geologi, iklim, dan
vegetasi yang ada di dalam DAS (Soewarno,1991:21). Pola aliran sungai di lokasi
penelitian adalah pola paralel yaitu pola arah alirannya berbentuk sejajar,
umumnya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah
sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring.
Gambar 31. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan (Sumber : Peta RBI
Lembar Poncol, Tawangmangu, Wonogiri, dan Girimarto)
b. Bentuk DAS
Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk dimana hal ini
akan menentukan pola hidrologi yang ada. Menurut Sosrodarsono dan Takeda
(1977:169) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai berikut :
Pola Aliran Sungai Cenderung Sejajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Gambar 32. Klasifikasi Bentuk DAS
(Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 1977:169)
Berdasarkan klasifikasi bentuk DAS di atas, DAS Walikan termasuk
dalam bentuk bulu burung. Bentuk DAS seperti ini mengindikasikan bahwa DAS
mempunyai debit banjir yang kecil, karena waktu tiba air dari anak-anak sungai
ke sungai utama yang berbeda-beda. Tetapi bila terjadi banjir akan berlansung
agak lama. Bentuk sungai utama umumnya memanjang dengan anak-anak sungai
yang berada di kanan kirinya mengalir ke sungai utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
c. Alur Sungai
Sebagaimana telah dijelaskan pada landasan teori bahwa alur sungai atau
pembagian DAS menurut ekosistemnya ada 3 yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir.
Bagian hulu merupakan daerah dengan tingkat erosi tinggi. Hal ini disebabkan
karena daerahnya yang berupa pegunungan dengan arah aliran yang relatif cepat
dengan gradien yang besar sehingga penampang melintang berbentuk V dengan
tebing batuan induk. Berbeda dengan bagian hilir yang penampang melintangnya
berbentuk U dengan tebing batuan endapan yang belum mengeras.
Material endapan yang ada di bagian hulu, tengah dan hilirpun berbeda. Di
bagian hulu umunya material berupa krakal dan bongkah-bongkah batuan induk
dengan air yang jernih, di bagian tengah material berupa pasir, sedangkan di hilir
terdiri dari material yang berfraksi halus, hal ini disebabkan karena daya angkut
air di bagian hulu lebih besar (arus deras) dan berkurang pada bagian tengah dan
hilir.
Gambar 33. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa
Manjung, Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu Sungai Desa
Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso (Kanan). (Foto diambil 23 Januari 2012)
d. Morfometri DAS
Morfometri DAS merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan
keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif (Soewarno, 1991:33). Morfometri
yang akan diuraikan di sini meliputi luas DAS, gradien sungai, orde dan tingkat
percabangan sungai, serta kerapatan sungai (drainage density).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
1) Luas DAS
Berdasarkan perhitungan luas DAS menggunakan aplikasi SIG dengan Xtool
Update area, perimeter, hectare diketahui luas DAS Walikan adalah 5.599,636
Ha atau 56 Km2. DAS tersebut menurut Heirich et al (1999) dalam Maryono
(2002:174) termasuk dalam klasifikasi DAS kecil.
2) Gradien Sungai
Gradien sungai adalah beda elevasi (d) perpanjang sungai yang diukur (I).
untuk tiap segmen sungai gradiennya tidak sama, tetapi mempunyai sebuah
gradien umum. Gradien sungai dinyatakan dalam m/km, penentuan gradien
dapat langsung di lapangan atau dari peta RBI. Caranya adalah dengan
mengukur beda tinggi antara muara atau hilir dan hulu sungai, kemudian
dicari jarak mendatarnya.
Berdasarkan peta RBI diketahui :
Tinggi Hilir : 111,5 m
Tinggi Hulu : 2.250 m
Jarak mendatar : 28.796,4 m : 28,8 km
Jawab :
Gradien : Beda Tinggi (d)
Jarak Mendatar (I)
: 2.250 m-111,5 m
28,8 km
: 74,25 m/km
Jika dinyatakan dalam derajat adalah :
Tan α : d
I
: 2.250 m – 111,5 m
28. 796,4 m
Tan α : 0,0742
α (o) : arc tan 0,0742
: 4,24 o
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Gradien sungai mempengaruhi kecepatan laju aliran air. Semakin besar
gradiennya maka aliran air akan semakin cepat, demikian pula sebaliknya
semakin kecil gradiennya maka aliran air akan semakin lambat. Kecepatan
aliran ini akan berpengaruh terhadap besarnya erosi permukaan. Penentuan
nilai gradien tersebut merupakan gradien global dari suatu sistem sungai,
tetapi seharusnya ada perbedaan antara yang di hulu, tengah dan hilir.
Penentuan gradien yang lebih tepat adalah mencari gradien tiap segmen,
kemudian dicari nilai rata-ratanya.
3) Orde Sungai
Orde sungai ditentukan dari derajat percabangan sungai. Berdasarkan cara
Strahler dalam Soewarno (1991:35), alur sungai paling hulu yang tidak
mempunyai cabang disebut dengan orde pertama, pertemuan antara dua orde
pertama disebut orde kedua, demikian seterusnya sampai pada sungai utama
ditandai dengan nomor orde yang paling besar. Dari perhitungan seperti pada
gambar 34 di peroleh nomor orde sungai sampai orde ke 4. Dengan demikian,
semakin banyak jumlah ordenya semakin luas DAS nya dan semakin panjang
pula alur sungainya. Penentuan orde sungai DAS Walikan dapat dilihat pada
gambar 34.
4) Kerapatan Sungai (Drainage Density)
Kerapatan sungai adalah suatu angka indek yang menunjukkan banyaknya
anak sungai di dalam suatu DAS (Soewarno, 1991:38). Indek tersebut
dinyatakan dalam persamaan :
Keterangan :
Dd : Indek kerapatan sungai (Km/Km2)
L : Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungainya
(Km)
A : Luas DAS (Km2)
Dengan menggunakan perhitungan dengan SIG diketahui :
Dd = L/A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
L : 198,03 Km
A : 56 Km2
Jawab :
Dd : L/A
: 198,03 Km/56 Km2
: 3,536 Km/Km2
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa kerapatan sungainya
adalah 3,54 Km/Km2 sehingga termasuk dalam kerapatan sedang. Kerapatan
sungai pada suatu DAS dapat menentukan sifat drainase pada DAS tersebut.
Semakin besar nilai kerapatan sungainya maka drainase nya akan semakin baik,
demikian pula sebaliknya semakin kecil nilai kerapatan sungainya maka
drainasenya akan semakin buruk. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
kerapatam sungai DAS Walikan tergolong dalam kategori baik atau jarang
mengalami penggenangan. Artinya semakin banyak anak sungai dalam DAS
tersebut maka daerah tangkapan airnya akan semakin baik sehingga akan
memperlancar aliran air dan semakin baik pula kondisi drainase di DAS tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Gambar 34. Penentuan orde sungai DAS Walikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
8. Penggunaan Lahan
Terdapat 6 jenis penggunaan lahan yang ada di lokasi penelitian yaitu
sawah, permukiman, tegalan, kebun, hutan dan semak belukar. Jenis penggunaan
lahan di lokasi penelitian di dominasi oleh penggunaan lahan sawah yaitu sekitar
34,64 % dari luas wilayah DAS Walikan. Penggunaan lahan sawah yang sangat
luas ini dipengaruhi oleh mata pencaharian penduduknya yang sebagian besar
bekerja sebagai petani. Penggunaan lahan sawah umumnya memiliki tutupan
lahan berupa padi dan jagung.
Penggunaan lahan terluas kedua yaitu permukiman yaitu sekitar 1.241,34
Ha. Permukiman terpadat umumnya berada di daerah dengan kemiringan lereng
datar atau berada di daerah tengah dan hilir DAS. Jika dilihat dari Peta
Penggunaan Lahan DAS Walikan, permukiman terpadat berada di Kecamatan
Jatipuro. Hal ini disebabkan karena wilayah ini merupakan wilayah pusat
ekonomi dan pemerintahan yaitu adanya pasar dan kantor kecamatan serta sarana
penunjang lainnya seperti sekolah, kantor polisi yang ada di wilayah tersebut.
Tegalan adalah jenis penggunaan lahan terluas ketiga yang biasanya
dimanfaatkan penduduk dengan ditanami jagung. Hampir sebagian besar tutupan
lahan tegalan didominasi oleh jagung. Hanya ada tutupan lahan yang tidak
ditanami jagung yaitu biasanya berada di daerah hulu yaitu di Desa Wonorjo yang
tuupan lahannya berupa tanaman sayur-sayuran dan palawija lainnya. Luas
penggunaan lahan tegalan sekitar 1.232,63 Ha atau sekitar 22,03% dari luas total
DAS Walikan.
Hutan merupakan jenis penggunaan lahan keempat terluas di lokasi
penelitian yang semuanya berada di wilayah DAS hulu atau berfungsi sebagai
hutan lindung bagi wilayah di bawahnya. Tutupan lahan berupa pohon pinus yang
dibiarkan secara alami dengan kerapatan tajuk pohon rendah sampai tinggi. Luas
penggunaan lahan ini sekitar 661,785 Ha.
Penggunaan lahan kebun dan semak belukar mempunyai luas masing-
masing 346,814 Ha dan 177,533 Ha. Kebun yang ada di lokasi penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
umumnya merupakan kebun campuran dengan kerapatan rendah sampai tinggi.
Perbandingan luas dan persentase penggunaan lahan lokasi penelitian dapat dilihat
pada tabel dan diagram lingkaran berikut ini.
Tabel 14. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan DAS Walikan
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Permukiman 1.241,337 22,168
2 Sawah 1.939,537 34,637
3 Hutan 661,785 11,818
4 Kebun 346,814 6,194
5 Tegalan 1.232,63 22,013
6 Semak Belukar 177,533 3,170
Luas Total 5.599,636 100
Sumber : Analisis SIG Tahun 2012
Berikut adalah diagram lingkaran persentase penggunaan di lokasi
penelitian :
Gambar 35. Diagram Lingkaran Persentase Luas Penggunaan Lahan
DAS Walikan
Persebaran penggunaan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta
8. Peta Penggunaan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri
Tahun 2012 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Peta 8. Penggunaan Lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
9. Keadaan Penduduk
Berdasarkan data monografi desa diketahui jumlah penduduk di 13 Desa
yang masuk dalam wilayah administrasi DAS Walikan adalah sebanyak 62.296
jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Giriwarno, namun demikian luasan yang
tercakup di DAS Walikan untuk wilayah Giriwarno hanya 215,488 Ha yang
merupakan wilayah dengan luas terkecil kedua setelah Ngepungsari. Jumlah
penduduk yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jumlah penduduk secara
umum.
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Sebagai
contoh di Kecamatan Jatipuro yang merupakan wilayah dengan luas terbesar
kedua setelah Jatiyoso, jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani adalah
sebanyak 9.139 jiwa kemudian disusul pedagang dengan jumlah 4.125 jiwa. Hal
ini mengindikasikan bahwa penduduk masih menggantungkan hidupnya pada
lahan pertanian.
Berikut adalah jumlah penduduk masing-masing Desa di 3 Kecamatan
yang masuk dalam DAS Walikan.
Tabel 15. Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011
No. Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 Karanganyar 1. Jatiyoso 1. Beruk 4.715
2. Wonorejo 6.123
3. Wonokeling 3.589
3. Jatiyoso 4.489
4. Jatisawit 3.811
5. Petung 3.876
2. Jatipuro 1. Jatiroyo 4.357
2. Jatipurwo 3.972
3. Jatipuro 3.881
4. Jatisobo 5.174
5. Ngepungsari 4.085
2 Wonogiri 3. Wonogiri 1. Sonoharjo 6.659
2. Manjung 3.837
3. Giriwarno 7.317
Total Luas 62.296
Sumber : Monografi Desa di Kecamatan Jatiyoso, Jatipuro, dan Wonogiri Tahun 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam penelitian ini, unit analisis atau pendekatan spasial secara mikro
menggunakan satuan lahan. Penyusun satuan lahan ini meliputi tanah, geologi,
kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Data-data penyusun satuan lahan
tersebut berupa peta yang kemudian dilakukan analisis spasial menggunakan
Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil overlay keempat peta tersebut akan
menghasilkan peta satuan lahan.
Terdapat 49 satuan lahan di lokasi penelitian, satuan lahan ini digunakan
sebagai satuan analisis untuk observasi di lapangan dengan mengambil satu lokasi
sampel yang dianggap mewakili untuk satuan lahan yang bersangkutan
berdasarkan atas kesamaan karakteristik. Selain itu, satuan lahan juga dipakai
untuk satuan arahan rehabilitasi lahan yang akan dilakukan sesuai dengan
permasalahan yang ada pada setiap satuan lahan.
Observasi lapangan bertujuan untuk melakukan pengamatan dan
pengukuran kualitas dan karakteristik tanah yaitu berupa panjang dan kemiringan
lereng, solum tanah, keadaan batuan, tindakan pengelolaan tanaman dan
konservas lahan, penggunaan lahan aktual dan pengambilan sampel tanah untuk
diuji di laboratorium. Pengujian sampel tanah dilakukan untuk mengetahui
karakteristik fisik tanah berupa tekstur dan struktur tanah serta karakteristik kimia
tanah yaitu kandungan bahan organik. Sampel yang diujikan sebanyak 11 sampel
dari 49 satuan lahan. Sampel ini diambil atas dasar kesamaan karakteristik berupa
warna dan macam tanah. Adapun karakteristik dan kualitas lahan lokasi penelitian
dapat dilihat pada tabel 16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Tabel 16. Karakteristik dan kualitas lahan lokasi penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
1. Tingkat Kekritisan Lahan
Langkah awal dalam penentuan lahan kritis adalah menentukan fungsi
kawasan. Setelah fungsi kawasan diketahui baru dilakukan penilaian terhadap
parameter penentu lahan kritis.
a. Fungsi Kawasan
Parameter yang digunakan untuk menentukan fungsi kawasan adalah
kemiringan lereng, tanah dan intensitas curah hujan. Penentuan fungsi kawasan
dihitung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. :
683 / Kpts / Um /8/198 tentang kriteria penetapa fungsi kawasan. Penentuan
fungsi kawasan ini dengan melakukan analisis spasial menggunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG) dengan cara menumpangsusunkan (overlay) terhadap
ketiga parameter fungsi kawasan tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, terdapat empat fungsi kawasan
yang ada di lokasi penelitian yaitu kawasan fungsi lindung, penyangga, budidaya
tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim dan permukiman. Adapun
perhitungan fungsi kawasan setiap satuan lahan dapat dilihat pada lampiran tabel
perhitungan fungsi kawasan. Berikut adalah fungsi kawasan setiap satuan lahan di
lokasi penelitian.
Tabel 17. Fungsi Kawasan Setiap Satuan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2012
No. Nama Satlah No.Satlah Satuan Lahan Luas (Ha)
1 Lindung 9 KAcAck-Qvjb-V-Htn 29,738
13 KAcAck-Qvjl-V-Htn 7,046
20 KAcAck-Qvjl-V-Sb 13,319
21 KAcAck-Qvjl-V-Tg 21,166
23 KAcAck-Qvsl-V-Htn 16,697
2 Penyangga 1 AlMcm-Qlla-I-Kbn 307,657
2 AlMcm-Qlla-I-Pmk 250,875
3 AlMcm-Qlla-I-Sw 514,096
4 AlMcm-Qlla-I-Tg 12,22
5 AlMcm-Qlla-II-Kbn 7,515
6 AlMcm-Qlla-II-Pmk 20,583
7 AlMcm-Qlla-II-Tg 91,411
8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn 30,871
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk 7,395
12 KAcAck-Qvjl-II-Tg 13,288
14 KAcAck-Qvjl-III-Tg 44,977
15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn 33,694
16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 11,353
17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 13,412
18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb 8,631
19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg 39,575
22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn 245,741
48 LaCm-Qvjl-IV-Sw 7,549
49 LaCm-Qvjl-IV-Tg 7,835
3 Budidaya Tanaman
Tahunan
28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281
29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237
30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308
31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774
32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11
33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57
34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732
35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556
36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107
39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927
40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198
41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982
42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927
43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405
44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097
45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899
46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425
47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134
4 Budidaya Tanaman
Semusim dan
Permukiman
10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046
24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242
25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703308
26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657
27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284
37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726
38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668
Sumber : Analisis Data Intensitas CH (2001-2011), Macam Tanah, dan
Kemiringan Lereng Tahun 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Berdasarkan tabel di atas diketahui luas kawasan fungsi lindung adalah
388,58 Ha atau sekitar 6,93 % dari luas DAS Walikan tepatnya berada di Desa
Wonorejo dan Beruk. Kawasan lindung mempunyai fungsi sebagai daerah
pelindung bagi wilayah di bawahnya sehingga keberlangsungan kawasan ini
sangat penting bagi kelestarian ekosistem DAS. Kawasan ini dijadikan sebagai
fungsi lindung karena lokasinya berada pada lereng kelas V atau berada pada
kemiringan > 40 % dan memiliki jenis tanah yang peka terhadap erosi.
Penggunaan lahan aktual berupa hutan, tegalan dan semak belukar. Kawasan
fungsi penyangga mempunyai luas 1.456,41 Ha atau sekitar 26 % dari luas DAS
Walikan. Fungsi kawasan ini terdapat di satuan lahan dengan kemiringan kelas I
sampai IV dengan dominasi macam tanah yaitu litosol dan andosol. Persebaran
fungsi kawasan ini berada di Desa Manjung, Sonoharjo, Giriwarno, Wonorejo dan
Wonokeling. Penggunaan lahan aktual yang ada di kawasan ini adalah kebun,
permukiman, sawah, hutan, semak belukar dan tegalan. Kawasan fungsi Budidaya
tanaman tahunan mempunyai luas sebesar 1.327,66 Ha atau 23,7 % dari luas DAS
Walikan. Penggunaan lahan aktual berupa tegalan, sawah, kebun, semak belukar,
dan permukiman. Persebaran fungsi kawasan ini sebagian besar berada di
Kecamatan Jatiyoso tepatnya di Desa Jatiyoso, Petung, Jatisawit, Jatiroyo dan
Jatipuro. Fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan 2.426,97 Ha atau 43,34
% dari luas DAS Walikan. Persebaran fungsi kawasan ini berada di Desa Jatisobo,
Jatipuro, Jatipurwo dan Jatisawit. Penggunaan lahan aktual yang ada di kawasan
ini adalah sawah, permukiman, tegalan, dan kebun.
b. Parameter Lahan Kritis
Parameter yang digunakan untuk menentukan lahan kritis yaitu sesuai
dengan petunjuk Departemen Kehutanan pada lampiran Permenhut No.P-
32/Menhut-II/2009. Parameter tersebut didasarkan pada fungsi kawasan pada
setiap satuan lahan. Parameter yang digunakan meliputi besar erosi permukaan,
tutupan lahan berupa tutupan tajuk pohon, tindakan konservasi, kelas kemiringan
lereng, produktivitas lahan dan keadaan batuan. Berikut akan diuraikan parameter
penentu lahan kritis :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
1) Erosi Permukaan
Erosi yang terjadi pada suatu lahan mengindikasikan terjadinya penurunan
daya dukung akibat proses hilangnya unsur hara yang berlangsung secara terus
menerus sehingga berakibat pada penurunan kualitas lahan pertanian dan
perkebunan. Proses ini akan berdampak pada penurunan produktivitas lahan
akibat hilangnya kesuburan tanah yang berdampak pada terjadinya lahan kritis.
Besar erosi tanah merupakan hilangnya tanah dari permukaannya akibat
tetesan hujan atau aliran permukaan. Penentuan besar erosi permukaan
menggunakan metode USLE yaitu dengan pendekatan besarnya erosi dipengaruhi
oleh erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K) atau kepekaan tanah terhadap
erosi, faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) serta faktor tindakan
pengelolaan tanaman dan konservasi yang dilakukan (CP).
Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil erosi sangat
ringan dengan besar erosi antara 0,003-10,7 Ton/Ha/Thn dengan luas lahan
mencapai 5.292,96 Ha. Erosi ringan mencapai luas sekitar 71,48 Ha, dengan
besarnya erosi antara 22,6-40,1 Ton/Ha/Thn. Kategori erosi sedang mencapai luas
240,65 Ha dengan besar erosi antara 60-102,32 Ton/Ha/Thn. Erosi berat sampai
sangat berat mencapai luas 24,53 Ha dengan besar erosi antara 220-502
Ton/Ha/Thn. Besarnya erosi di lokasi penelitian lebih dikendalikan oleh faktor
lereng dan tindakan konservasi yang dilakukan. Penentuan besarnya erosi
permukaan dapat dilihat pada tabel 23 berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tabel 18. Hasil Perhitungan Besar Erosi Permukaan DAS Walikan Tahun 2012
No.
Satlah Satuan Lahan Luas ( Ha)
A = R K LS CP A
(Ton/Ha/Thn) Kelas Erosi
Solum
(Cm) TBE
R K LS C P
1 AlMcm-Qlla-I-Kbn 95,393 170,53 0,362 0,21 0,5 0,35 2,308 Sangat Ringan 105 Sangat Ringan
2 AlMcm-Qlla-I-Pmk 250,875 170,53 0,362 0,10 1 0,35 2,269 Sangat Ringan 110 Sangat Ringan
3 AlMcm-Qlla-I-Sw 514,096 170,53 0,362 0,24 0,01 0,02 0,003 Sangat Ringan 115 Sangat Ringan
4 AlMcm-Qlla-I-Tg 12,22 170,53 0,298 0,39 0,7 0,06 0,829 Sangat Ringan 96 Sangat Ringan
5 AlMcm-Qlla-II-Kbn 7,515 153,84 0,298 0,73 0,5 0,5 8,392 Sangat Ringan 56 Sedang
6 AlMcm-Qlla-II-Pmk 20,583 153,84 0,362 1,16 1 0,35 22,660 Ringan 40 Berat
7 AlMcm-Qlla-II-Tg 91,411 153,84 0,362 1,18 0,7 0,06 2,768 Sangat Ringan 53 Sedang
8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn 30,871 192,75 0,304 5,40 0,001 0,1 0,032 Sangat Ringan 83 Ringan
9 KAcAck-Qvjb-V-Htn 29,738 192,75 0,304 6,84 0,5 0,2 40,117 Ringan 86 Sedang
10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 153,84 0,376 0,22 0,7 0,35 3,169 Sangat Ringan 80 Ringan
11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk 7,395 153,84 0,376 0,54 1 0,02 0,630 Sangat Ringan 160 Sangat Ringan
12 KAcAck-Qvjl-II-Tg 13,288 153,84 0,376 0,73 0,7 0,06 1,763 Sangat Ringan 70 Ringan
13 KAcAck-Qvjl-V-Htn 13,319 192,75 0,304 18,82 0,001 0,5 0,552 Sangat Ringan 54 Sedang
14 KAcAck-Qvjl-III-Tg 44,977 153,84 0,267 3,14 0,7 0,75 67,527 Sedang 9 Sangat Berat
15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn 33,694 192,75 0,267 5,76 0,001 0,5 0,148 Sangat Ringan 25 Berat
16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 11,353 153,84 0,353 5,40 0,1 0,1 2,936 Sangat Ringan 25 Berat
17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 13,412 153,84 0,267 3,53 1 0,02 2,894 Sangat Ringan 58 Berat
18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb 8,631 153,84 0,428 4,60 0,3 0,1 9,094 Sangat Ringan 45 Sedang
19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg 39,575 153,84 0,229 6,95 0,7 0,35 60,006 Sedang 27 Sangat Berat
20 KAcAck-Qvjl-V-Sb 21,166 192,75 0,267 18,19 0,3 0,1 28,043 Ringan 40 Berat
21 KAcAck-Qvjl-V-Tg 16,697 192,75 0,304 34,94 0,7 0.35 501,818 Sangat Berat 40 Sangat Berat
22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn 245,741 192,75 0,304 5,67 0,001 0,1 0,033 Sangat Ringan 42 Sedang
23 KAcAck-Qvsl-V-Htn 307,657 192,75 0,304 21,46 0,001 0,1 0,126 Sangat Ringan 38 Sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Sumber : Analisis Data Perhitungan Besar Erosi Permukaan Tahun 2012
24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 170,53 0,228 0,12 0,2 0,5 0,485 Sangat Ringan 90 Ringan
25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 209,66 0,228 0,05 1 0,02 0,052 Sangat Ringan 425 Sangat Ringan
26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 170,53 0,190 0,35 0,7 0,35 2,769 Sangat Ringan 95 Sangat Ringan
27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 153,84 0,190 0,27 0,195 0,35 0,548 Sangat Ringan 110 Sangat Ringan
28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 153,84 0,190 0,55 1 0,35 5,600 Sangat Ringan 86 Ringan
29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 153,84 0,190 1,00 0,3 0,1 0.875 Sangat Ringan 40 Sedang
30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 153,84 0,190 0,92 0,01 0,35 0,094 Sangat Ringan 120 Sangat Ringan
31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 153,84 0,178 1,12 0,7 0,01 0,215 Sangat Ringan 113 Sangat Ringan
32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 153,84 0,190 2,05 0,2 0,5 5,996 Sangat Ringan 115 Sangat Ringan
33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 153,84 0,070 1,61 1 0,35 6,060 Sangat Ringan 250 Sangat Ringan
34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 153,84 0,190 2,61 0,3 0,1 2,288 Sangat Ringan 99 Sangat Ringan
35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 153,84 0,300 2,32 0,01 0,02 0,021 Sangat Ringan 95 Sangat Ringan
36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 153,84 0,333 3,17 0,7 0,9 102,327 Sedang 45 Sangat Berat
37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 153,84 0,095 0,13 1 0,02 0,038 Sangat Ringan 142 Sangat Ringan
38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 153,84 0,268 0,40 0,7 0,01 0,115 Sangat Ringan 130 Sangat Ringan
39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 153,84 0,095 0,84 0,1 0,1 0,123 Sangat Ringan 86 Ringan
40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 153,84 0,125 0,81 1 0,02 0,311 Sangat Ringan 150 Sangat Ringan
41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 153,84 0,333 0,93 0,3 0,1 1,422 Sangat Ringan 102 Sangat Ringan
42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 153,84 0,300 0,58 0,01 0,35 0,094 Sangat Ringan 130 Sangat Ringan
43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7.405 153,84 0,300 0,63 0,7 0,01 0,203 Sangat Ringan 80 Ringan
44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 153,84 0,125 2,21 0,5 0,5 10,665 Sangat Ringan 104 Sangat Ringan
45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 153,84 0,095 2,08 1 0,35 10,650 Sangat Ringan 100 Sangat Ringan
46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 153,84 0,125 1,58 0,01 0,35 0,107 Sangat Ringan 130 Sangat Ringan
47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 153,84 0,268 3,31 0,7 0,01 0,955 Sangat Ringan 125 Sangat Ringan
48 LaCm-Qvjl-IV-Sw 7,549 153,84 0,125 4,86 0,01 0,35 0,328 Sangat Ringan 110 Sangat Ringan
49 LaCm-Qvjl-IV-Tg 7,835 153,84 0,333 6,84 0,7 0,9 220,526 Berat 113 Berat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
2) Tutupan Vegetasi
Dalam penelitian ini, tutupan vegetasi dimaksud adalah vegetasi permanen
berupa tajuk pohon. Faktor tutupan vegetasi berpengaruh terhadap kondisi
hidrologis. Lahan dengan tutupan vegetasi yang baik mampu meredam energi
kinetis hujan sehingga memperkecil terjadinya erosi percik (splash erosion),
memperkecil koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan
air hujan khususnya pada tanah dengan solum yang tebal. Selain itu, kondisi
tutupan vegetasi yang baik akan memberikan seresah yang banyak sehingga dapat
mempertahankan kesuburan tanah.
Parameter tutupan vegetasi digunakan untuk menilai kekritisan lahan
pada fungsi lindung dan penyangga dengan bobot 50. Besarnya bobot pada
tutupan vegetasi disebabkan karena parameter ini mempunyai peran yang sangat
penting bagi perlindungan tanah pada kawasan lindung, mengingat pentingnya
kawasan lindung sebagai pelindung kawasan di bawahnya. Berikut adalah tabel
persentase kelas tutupan lahan :
Tabel 19. Persentase dan Kelas Tutupan Vegetasi Setiap Satuan Lahan pada
Kawasan Fungsi Lindung
No.
Satlah Nama Satlah
Luas
(Ha)
Luas Tutupan
Lahan (Ha) % Kelas
1 AlMcm-Qlla-I-Kbn 95,393 38,38 40 Buruk
2 AlMcm-Qlla-I-Pmk 250,875 137,955 55 Sedang
3 AlMcm-Qlla-I-Sw 514,096 58,19 11 Sangat Buruk
4 AlMcm-Qlla-I-Tg 12,22 3,318 27 Buruk
5 AlMcm-Qlla-II-Kbn 7,515 4,831 64 Baik
6 AlMcm-Qlla-II-Pmk 20,583 9,025 44 Sedang
7 AlMcm-Qlla-II-Tg 91,411 18,811 21 Buruk
8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn 30,871 24,8 80 Baik
9 KAcAck-Qvjb-V-Htn 29,738 18,7 63 Baik
10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 0,783 11 Sangat Buruk
11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk 7,395 0,585 8 Sangat Buruk
12 KAcAck-Qvjl-II-Tg 13,288 3,117 23 Buruk
13 KAcAck-Qvjl-V-Htn 13,319 6,87 52 Sedang
14 KAcAck-Qvjl-III-Tg 44,977 8,618 19 Sangat Buruk
15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn 33,694 19,533 58 Sedang
16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 11,353 8,842 78 Baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 13,412 3,308 25 Baik
18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb 8,631 4,92 57 Sedang
19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg 39,575 13,534 34 Buruk
20 KAcAck-Qvjl-V-Sb 21,166 14,95 71 Baik
21 KAcAck-Qvjl-V-Tg 16,697 6,428 38 Buruk
22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn 245,741 196,155 80 Baik
23 KAcAck-Qvsl-V-Htn 307,657 255,643 83 Sangat Baik
24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 90,065 49 Sedang
25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 165,799 24 Buruk
26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 65,39 7 Sangat Buruk
27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 313,76 55 Sedang
28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 43,648 35 Buruk
29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 12,977 75 Baik
30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 60,973 24 Buruk
31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 239,986 76 Baik
32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 21,085 75 Baik
33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 9,828 15 Sangat Buruk
34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 21,796 82 Sangat Baik
35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 28,533 32 Buruk
36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 100,923 65 Baik
37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 3,507 52 Sedang
38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 5,165 60 Sedang
39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 7,45 75 Baik
40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 7,456 49 Sedang
41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 28,975 94 Sangat Baik
42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 0,14 1 Sangat Buruk
43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405 6,185 84 Sangat Baik
44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 7,639 84 Sangat Baik
45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 11,683 38 Buruk
46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 0,997 11 Sangat Buruk
47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 72,657 61 Baik
48 LaCm-Qvjl-IV-Sw 7,549 0,11 1 Sangat Buruk
49 LaCm-Qvjl-IV-Tg 7,835 1,468 19 Sangat Buruk
Sumber : Analisis Data Kelas Tutupan Vegetasi & Interpretasi Citra Ikonos
Google Earth Tahun 2011
Dari tabel tutupan vegetasi di atas diketahui bahwa kelas tutupan vegetasi
sangat baik hanya mencapai 16,68 % dari luas kawasan lindung, untuk kelas baik
mencapai 18,7 % dan kelas sangat buruk mempunyai persentase paling besar yaitu
31,54 %. Hal ini membuktikan bahwa persentase tutupan vegetasi berupa tajuk
pohon di kawasan fungsi lindung dalam kondisi masih sangat rendah. Padahal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
tutupan vegetasi merupakan faktor yang sangat penting bagi keberlangsungan
kawasan ini sebagai kawasan lindung untuk daerah di bawahnya. Berikut adalah
tabel perbandingan persentase luas kelas tutupan vegetasi pada kawasan fungsi
lindung :
Tabel 20. Perbandingan Persentase Luas Kelas Tutupan Vegetasi Pada
Kawasan Fungsi Lindung
Kelas Besaran (%) Luas (Ha) %
Sangat Buruk < 20 581,85 31,54
Buruk 21-40 282,00 15,28
Sedang 41-60 327,10 17,73
Baik 61-80 346,38 18,77
Sangat Baik > 80 307,66 16,68
Total 1844,99 100
Sumber : Tabel Persentase Kelas Tutupan Lahan
3) Tindakan Konservasi
Perlakukan atau tindakan konservasi terhadap suatu lahan akan
berpengaruh pada besarnya proses degradasi lahan. Tindakan konservasi yang
sangat berpengaruh terhadap proses ini adalah lahan sebagai fungsi budidaya
khususnya lahan pertanian yang terletak pada lereng kelas agak curam sampai
curam sehingga tindakan konservasi pada kawasan ini mempunyai bobot 30 lebih
besar daripada kawasan lindung yang hanya 10.
Berikut adalah tabel luas dan persentase kelas konsevasi lahan setiap
fungsi kawasan.
Tabel 21. Luas dan Persentase Kelas Konservasi Lahan
No. Kelas Lindung (Ha) % Budidaya
(Ha) %
1 Buruk 586,072 31,77 1.089,57 29,02
2 Sedang 663,297 35,95 2.558,93 68,15
3 Baik 595,622 32,28 106,14 2,83
Total 1.844,991 100 3.755 100
Sumber : Analisis Data Luas Konservasi Lahan Tahun 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Tabel di atas merupakan hasil analisis dari penilaian tindakan konservasi
secara teknik dan vegetatif yang hasilnya disilangkan untuk memperoleh kelas
konservasi lahan tiap satuan lahan. Dari hasil analisis diketahui bahwa tindakan
konservasi pada fungsi lindung persentase baik dengan luas 595,6 Ha atau 32,28
%, kelas sedang dengan luas 663,2 Ha atau 35,95 % dan kelas buruk dengan luas
586,072 Ha atau 31,77 %. Kelas sedang mempunyai persentase paling besar
dibanding dengan kelas baik dan buruk. Tindakan konservasi secara vegetatif dan
teknik pada kawasan yang seharusnya menjadi fungsi lindung ini mempunyai
kelas konservasi sedang paling besar yaitu sekitar 633,859 Ha atau 34,35 % dari
luas lahan dan 621,653 Ha atau 33,7 % dari luas lahan kawasan fungsi lindung.
Jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya tindakan rehabilitasi lahan tidak
menutup kemungkinan akan memicu terjadinya degradasi lahan seperti erosi,
longsor yang dapat menyebabkan lahan kritis. Mengingat kawasan ini mempunyai
fungsi yang strategis yaitu menjadi kawasan pelindung bagi daerah di bawahnya.
Tabel 22. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan
Teknik Pada Kawasan Fungsi Lindung
Kelas Vegetatif % Teknik %
Buruk 615,51 33,36 606,9 32,89
Sedang 633,85 34,35 621,65 33,69
Baik 595,62 32,28 616,42 33,41
Total 1845 100 1845 100
Sumber : Analisis Data Luas Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik
pada Kawasan Fungsi Lindung Tahun 2012
Pada kawasan fungsi budidaya untuk kelas konservasi buruk mencapai
1.089,57 Ha atau 29,02 %, kelas konservasi sedang mencapai 2.558,93 Ha atau
68,15 % dan merupakan kelas konservasi terluas sedangkan kelas konservasi baik
mencapai 106,14 Ha atau 18,02 %. Tindakan konservasi secara teknik pada
kawasan ini sebagian besar masuk dalam kelas konservasi buruk dengan
persentase 75,86 % dan konservasi secara vegetatif dengan kelas baik persentase
41,7%. Buruknya konservasi terutama pada pengelolaan lahan pertanian berupa
pembuatan teras tanpa memperhatikan kaidah konservasi yang baik terutama
dalam penanaman rumput penguat teras. Hal ini diduga karena pengetahuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
rendah penduduk mengenai konservasi yang baik dan benar. Berikut adalah tabel
luas dan persentase tindakan konservasi secara vegetatif dan teknik pada kawasan
fungsi budidaya.
Tabel 23. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan
Teknik Pada Kawasan Fungsi Budidaya
Kelas Vegetatif % Teknik %
Buruk 1.096,616 29,2069 2.848,399 75,863305
Sedang 1.092,0836 29,0862 238,92 6,3633153
Baik 1.565,947 41,7069 667,3276 17,77338
Total 3.754,6466 100 3.754,647 100
Sumber : Analisis Data Luas Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik
pada Kawasan Fungsi Budidaya Tahun 2012
Tabel kelas konservasi lahan setiap satuan lahan pada masing-masing
fungsi kawasan dapat dilihat sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Tabel 24. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Lindung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Tabel 25. Kelas Konservasi Setiap Satuan Lahan pada Fungsi Budidaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
4) Kelas Kemiringan Lereng
Lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan
mengendalikan pembentukan tanah. Tanah dengan kelerengan > 40 % akan
mempunyai resiko tingkat bahaya erosi yang besar dibanding dengan lereng yang
datar. Hubungan lereng dengan hidrologis adalah semakin kecil lereng akan
semakin besar kemungkinan air hujan untuk meresap ke dalam tanah, hal ini
dikarenakan semakin kecilnya air hujan yang menjadi air permukaan. Disamping
itu aliran air pada lereng yang datar cenderung lebih lambat dibandingkan dengan
daerah yang curam sehingga kemungkinan terjadinya erosi juga kecil. Dengan
demikian daerah dengan kemiringan datar mempunyai pengaruh yang kecil
terhadap terjadinya lahan kritis.
Lereng di DAS Walikan sebagian besar didominasi oleh lereng yang datar
yaitu dengan kemiringan < 8 %. Kelas datar di lokasi penelitian ini sebagian besar
mempunyai macam tanah asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan,
dimana tanah litosol mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bahaya
erosi akibat ciri tanahnya yang mempunyai solum tipis, apalagi jika diikuti oleh
buruknya tindakan konservasi dan rendahnya tutupan vegetasi. Hal ini akan
berpengaruh pula terhadap terjadinya lahan kritis. Keadaan demikian terjadi di
Kecamatan Wonogiri yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno yang
memang mempunyai kelas konservasi buruk sampai sedang dan tutupan vegetasi
antara 11-64 % dari luas DAS yaitu pada nomor satuan lahan 1 sampai 7.
Kelas lereng landai pada lokasi penelitian mempunyai persentase kelas
13,53 % yang sebagian besar berada di Kecamatan Jatipuro yaitu Desa Jatiroyo,
Jatipurwo, Jatipuro, Jatisobo, dan Ngepungsari. Keadaan lahan demikian
dimanfaatkan penduduk untuk pertanian karena didukung pula oleh tanahnya
yang mempunya solum tebal. Tidak heran jika sebagian besar penggunaan lahan
didominasi sawah yang sebagian besar berupa sawah irigasi. Dalam pendugaan
besar erosi menggunakan metode USLE nilai C (pengelolaan tanaman) untuk
sawah mempunyai nilai kecil artinya besar kerentanan erosi untuk sawah sangat
kecil, contohnya adalah pada nomor satuan lahan 26 & 30 yaitu LaCm-Qlla-I-Sw
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
dan LaCm-Qlla-II-Sw. Parameter lain yang berpengaruh terhadap lahan kritis
pada kelerengan ini adalah buruknya tindakan konservasi secara teknis yait pada
pembuatan teras sawah yang sebagian besar tidak menggunakan rumput penguat
teras sehingga konstruksinya dianggap jelek karena akan rentan terhadap erosi.
Kelas lereng agak curam sampai curam sebagian besar berada di
Kecamatan Jatiyoso yaitu Desa Jatiyoso, Sawit, Petung dan Wonorejo. Pada kelas
lereng ini sebagian besar penduduk yang bermata pencarian petani memanfaatkan
lahannya untuk tegalan. Lereng dengan kemiringan ini mempunyai tingkat
kerentanan yan besar terhadap erosi dan kemiringan curam seharusnya dilakukan
pengelolaan lahan minimum (minimum tillage). Namun berbeda dengan keadaan
di lapangan yang menunjukkan tindakan konservasi yang kurang tepat terutama
konservasi secara teknik sehingga menimbulkan besarnya erosi lahan pada lereng
kelas lereng curam sampai agak curam seperti pada nomor satuan lahan 36 dan 49
yaitu LaCm-Qlla-III-Tg dan LaCm-Qvjl-IV-Tg.
Kelas lereng sangat curam yaitu kemiringan > 40 % yang berada di Desa
Beruk dan Wonorejo menunjukkan adanya permasalahan lahan yang besar yaitu
pada besarnya tingkat bahaya erosi khususnya pada penggunaan lahan tegalan.
Pada kelas lereng ini seharusnya sudah menjadi fungsi lindung tetapi di lapangan
masih banyak penyimpangan pemanfaatan lahan, contohnya adalah pada nomor
satuan lahan 21 yaitu KAcAck-Qvjl-V-Tg. Hal ini tentu akan berdampak pada
terjadinya permasalahan lahan seperti erosi dan longsor yang lama kelamaan akan
menjadi lahan kritis.
5) Produktivitas Lahan
Parameter produktivitas lahan merupakan parameter untuk menentukan
tingkat kekritisan lahan pada kawasan fungsi budidaya. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap 37 responden yang terdiri dari petani penggarap di desa
Kecamatan Jatiyoso, dan Jatipuro diketahui data kelas produktivitas lahan sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Tabel 26. Kelas Produktivitas Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya Setiap Satuan Lahan
No. No.
Satlah Nama Satlah
Luas
(Ha)
Luas Lahan
Produksi
(Ha)
Produksi Tanaman dalam Setahun (Kg)
Produksi
(Kg)
Produktivitas
(Kg/Ha)
Rasio
Produktivitas
Lahan*
Kelas
Padi Jagung
Ketela
Pohon Wortel Buncis Sawi
Kacang
Tanah
1 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 0.5 0 200 200 400 400 100 0 1300 2600 5 SR
2 24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
3 25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
4 26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 1,55 11600 4000 0 0 0 0 3200 18800 12129 22 R
5 27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 0,87 0 14250 6500 0 0 0 1900 22650 26185 48 S
6 28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
7 29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
8 30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 1,16 13700 0 0 0 0 0 0 13700 11810 22 R
9 31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 1,8 0 2625 5624,5 0 0 0 0 8249.5 4583 8 SR
10 32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
11 33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
12 34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
13 35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 0,5 9000 0 0 0 0 0 0 9000 18000 33 R
14 36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 1,4 0 4001 2460 0 0 0 0 6461 4615 9 SR
15 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
16 38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 1,2 0 10500 36000 0 0 0 0 46500 38750 71 T
17 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
18 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
19 41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
20 42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 0,6 6900 0 0 0 0 0 0 6900 11500 21 R
21 43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405 0,8 0 1000 2500 0 0 0 0 3500 4375 8 SR
22 44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
23 45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
24 46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 0.5 4500 0 0 0 0 0 0 4500 9000 17 SR
25 47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 1,71 8520 3000 0 200 200 0 0 11920 6971 13 SR
Total Produksi 54220 39576 53284.5 600 600 100 5100 153481 150518 Sumber : Hasil Wawancara Petani di DAS Walikan Tahun 2012 *Rumus:
% 100 x Optimal UmumKomoditi Produksi
LahanSatuan Tiap Produksi Keterangan :
SR : Sangat Ringan S : Sedang ST : Sangat Tinggi
R : Ringan T : Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Tabel di atas menunjukkan produksi tiap komoditi pertanian berupa padi,
jagung, ketela pohon, wortel, buncis, sawi dan kacang tanah. Produksi yang
digunakan terbatas pada produksi tanaman yang ditanam oleh petani penggarap
pada satuan lahan tertentu sebagai sampel wawancara untuk mengetahui
produktivitas lahan. Produktivitas lahan yang dipakai adalah lahan pertanian
berupa tanaman pangan, sehingga satuan lahan dengan penggunaan lahan
permukiman, kebun dan semak belukar tidak mempunyai nilai produksi atau 0
(nol).
Produktivitas lahan sebagai parameter lahan kritis disini dengan
menggunakan ketentuan dari Departemen Kehutanan (2009) yaitu dengan
melakukan perbandingan produksi setiap satuan lahan dengan produksi komoditi
umum optimal pada kawasan fungsi budidaya yaitu sebesar 54.220 Kg yang
diperoleh dari produksi total komoditi umum yang optimal dari ketujuh komoditi
tersebut. Dari tabulasi data yang dilakukan diperoleh hasil kelas produktivitas
lahan sangat rendah sampai tinggi. Hampir seluruh lahan mempunyai kelas sangat
rendah yang berada pada lereng kelas I sampai III. Adapun kelas tinggi berada
pada nomor satuan lahan 27 yaitu LaCm-Qlla-I-Tg yang merupakan satuan lahan
yang mempunyai luas lahan paling besar kedua di lokasi penelitian setelah sawah.
Satuan lahan ini mempunyai komoditi tanaman unggulan berupa ketela pohon
yangbanyak ditanam petani sebagai tanaman tumpangsari, namun hasilnya jauh
melebihi tanaman utamanya. Perbedaan besarnya produktivitas lahan tidak hanya
dipengaruhi oleh kondisi fisik lahan, tetapi juga pengetahuan dan tindakan
konservasi petani terhadap pengelolaan lahan dan tanaman. Adapun data tabulasi
produktivitas setiap satuan lahan dapat dilihat pada lampiran 11.
6) Keadaan Batuan
Keadaan batuan mempunyai peran dalam melindungi tanah dari percikan
air hujan ataupun pelindung teras pada lereng datar-agak curam. Alasannya adalah
untuk mencegah terjadinya air larian membawa tanah ketika hujan. Namun jika
banyaknya batuan di suatu tempat sudah melebihi batas normal yaitu > 30 %
menunjukkan bahwa lahan tersebut sudah tidak dapat berproduksi karena tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
tanah lebih didominasi oleh batuan atau tanah sebagai media tumbuh tanaman
mempunyai persentase yang rendah. Keadaan batuan yang banyak juga
mengindikasikan telah terjadi erosi permukaan yang besar sehingga banyak
batuan yang tersingkap ke permukaan. Sama seperti parameter produktivitas
lahan, keadaan batuan juga merupakan faktor untuk menentukan tingkat kekritisan
lahan pada kawasan fungsi budidaya.
Berdasarkan pengamatan (observasi) di lapangan, keadaan batuan pada
lokasi penelitian kurang lebih sebagai berikut :
Tabel 27. Kelas Keadaan Batuan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi
Budidaya
No. No.
Satlah Nama Satlah
Luas
(Ha)
Keadaan Batuan
(%) Kelas
1 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg 7,046 5 Sedikit
2 24 LaCm-Qlla-I-Kbn 185,242 3 Sedikit
3 25 LaCm-Qlla-I-Pmk 703,308 3 Sedikit
4 26 LaCm-Qlla-I-Sw 945,657 2 Sedikit
5 27 LaCm-Qlla-I-Tg 570,284 3 Sedikit
6 28 LaCm-Qlla-II-Pmk 125,281 7 Sedikit
7 29 LaCm-Qlla-II-Sb 17,237 1 Sedikit
8 30 LaCm-Qlla-II-Sw 253,308 1 Sedikit
9 31 LaCm-Qlla-II-Tg 316,774 4 Sedikit
10 32 LaCm-Qlla-III-Kbn 28,11 9 Sedikit
11 33 LaCm-Qlla-III-Pmk 66,57 11 Sedang
12 34 LaCm-Qlla-III-Sb 26,732 6 Sedikit
13 35 LaCm-Qlla-III-Sw 88,556 4 Sedikit
14 36 LaCm-Qlla-III-Tg 156,107 14 Sedang
15 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk 6,7726 4 Sedikit
16 38 LaCm-Qvjl-I-Tg 8,668 3 Sedikit
17 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 9,927 7 Sedikit
18 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 15,198 6 Sedikit
19 41 LaCm-Qvjl-II-Sb 30,982 4 Sedikit
20 42 LaCm-Qvjl-II-Sw 16,927 2 Sedikit
21 43 LaCm-Qvjl-II-Tg 7,405 6 Sedikit
22 44 LaCm-Qvjl-III-Kbn 9,097 11 Sedang
23 45 LaCm-Qvjl-III-Pmk 30,899 13 Sedang
24 46 LaCm-Qvjl-III-Sw 9,425 3 Sedikit
25 47 LaCm-Qvjl-III-Tg 119,134 9 Sedikit
Sumber : Data Lapangan, Sekunder dan Analisis Data Kelas Keadaan Batuan
Tahun 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Keadaan batuan pada setiap satuan lahan berdasarkan tabel di atas terdiri
dari kelas sedikit sampai sedang. Kelas sedang umumnya berada di satuan lahan
dengan kelerengan kelas III sedangkan kelas sedikit berada pada kelerengan kelas
I &II.
c. Tingkat Kekritisan Lahan
Dari kelima parameter lahan kritis yang telah diuraikan di atas, kemudian
di lakukan analisis spasial menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografis
(SIG) untuk kemudian dilakukan overlay dan diberi skor dan bobot sesuai
petunjuk yang telah ditetapkan kemudian hasilnya dicocokkan dengan klasifikasi
tingkat kekritisan lahan.
Fungsi kawasan yang direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan
untuk menentukan lahan kritis adalah kawasan lindung, kawasan lindung di luar
hutan (fungsi lindung setempat) dan kawasan budidaya. Dalam penelitian ini
hanya terdapat dua fungsi kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Kawasan lindung dalam penelitian ini terdiri dari kawasan fungsi lindung dan
kawasan fungsi penyangga. Adapun kawasan budidaya terdiri dari kawasan fungsi
budidaya tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim dan permukiman.
Kawasan lindung di luar hutan (fungsi lindung setempat) tidak dibahas dalam
penelitian ini karena keterbatasan dari penulis dan karena unit analisis atau
pendekatan spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan lahan
sehingga akan menyulitkan dalam analisis data.
Tingkat kekritisan lahan diuraikan setiap satuan lahan dalam fungsi
kawasan kemudian hasilnya digabungkan untuk mengetahui tingkat kekritisan
lahan di DAS Walikan. Berikut uraian hasil analisis dalam menentukan tingkat
kekritisan lahan pada setiap fungsi kawasan :
1) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Lindung
Berdasarkan analisis data parameter lahan kritis yang dilakukan diperoleh
hasil 4 tingkat kekritisan lahan yaitu lahan sangat kritis, kritis, agak kritis dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
potensila kritis. Dalam perhitungan tidak dijumpai lahan dengan kategori tingkat
“tidak kritis”. Berikut adalah tabel tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung :
Tabel 28. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung
Tahun 2012
No. Tingkat
Kekritisan
Lahan
Satuan Lahan Total
SkorxBobot Luas
(Ha)
Persentase
(%)
1 Sangat Kritis KAcAck-Qvjl-III-Tg 160 69,50 3,76
KAcAck-Qvjl-V-Tg 170
LaCm-Qvjl-IV-Tg 160
2 Kritis KAcAck-Qvjl-II-Pmk 260 67,93 3,68
KAcAck-Qvjl-IV-Pmk 270
KAcAck-Qvjl-IV-Tg 230
LaCm-Qvjl-IV-Sw 220
3 Agak Kritis AlMcm-Qlla-I-Kbn 310 1.104,41 59,86
AlMcm-Qlla-I-Pmk 360
AlMcm-Qlla-I-Sw 280
AlMcm-Qlla-I-Tg 310
AlMcm-Qlla-II-Tg 350
AlMcm-Qlla-II-Pmk 340
KAcAck-Qvjb-V-Htn 330
KAcAck-Qvjl-II-Tg 310
KAcAck-Qvjl-V-Htn 300
KAcAck-Qvjl-IV-Sb 330
KAcAck-Qvjl-V-Sb 380
KAcAck-Qvjl-IV-Htn 300
4 Potensial Kritis AlMcm-Qlla-II-Kbn 410 603,13 32,69
KAcAck-Qvjb-IV-Htn 390
KAcAck-Qvjl-IV-Kbn 390
KAcAck-Qvsl-IV-Htn 390
KAcAck-Qvsl-V-Htn 420
5 Tidak Kritis - - 0 0
Luas Total 1844,9 100
Sumber : Analisis Data Parameter Lahan Kritis Pada Kawasan Fungsi Lindung
2012
Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang mempunyai fungsi
yang strategis yaitu sebagai pelindung bagi daerah di bawahnya. Jika fungsi
lindung sudah terganggu maka akan berdampak pula pada daerah di bawahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Dari tabel perhitungan tingkat kekritisan lahan pada kawasan fungsi lindung di
atas diketahui lahan dengan tingkat kekritisan sangat kritis mempunyai luas
609,509 Ha atau 3,76 %, tingkat kritis 67,931 Ha atau 3,68 %, tingkat agak kritis
1.104,4 Ha atau 59,86 % dan tingkat potensial kritis 603,13 Ha atau 32,69 %.
Berikut diuraikan tingkat kekritisan lahan pada pada kawasan fungsi lindung :
a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis
Tingkat sangat kritis berada pada satuan lahan (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg,
(21) KAcAck-Qvjl-V-Tg, dan (49) LaCm-Qvjl-IV-Tg. Faktor penyebab sangat
kritisnya lahan di satuan lahan ini adalah rendahnya tutupan vegetasi, kemiringan
lereng yang curam-sangat curam, buruknya konservasi lahan dan besarnya erosi
permukaan. Lahan sangat kritis tersebar di Desa Wonorejo dan Wonokeling.
Tutupan vegetasi pada ketiga satuan lahan ini mempunyai kelas buruk dan
sangat buruk yaitu antara 19-39 %. Tutupan vegetasi yang buruk ditambah dengan
kemiringan lereng yang curam akan memperbesar daya hantam air hujan dan
mempercepat laju aliran permukan ketika hujan sehingga akan memperbesar
terjadinya erosi. Besarnya erosi yang terjadi berkisar antara 67-502 ton/ha/th
sehingga menempati kelas sedang sampai sangat tinggi. Hal ini diperparah pula
dengan buruknya tindakan konservasi.
Gambar 36. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan) dan
LaCm-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo dan Wonokeling
(Foto diambil 23 Januari 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Penggunaan lahan di lapangan berupa tegalan, hal ini menunjukkan
adanya ketidaksesuaian lahan. Kegiatan budidaya yang dilakukan di kawasan
fungsi lindung dan penyangga ini akan berdampak pada penghilangan unsur hara
tanah, terjadinya erosi akibat pengolahan tanah yang dilakukan secara terus
menerus tanpa diimbangi dengan konservasi yang benar dan curamnya lereng
sehingga solum tanah menjadi tipis yang berujung pada sangat kritisnya lahan.
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis
Lahan dengan tingkat kritis berada di satuan lahan (11) KAcAck-Qvjl-II-
Pmk, (17) KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (19) KAcAck-Qvjl-IV-Tg, dan (48) LaCm-
Qvjl-IV-Sw. Faktor yang mempengaruhi kritisnya lahan di satuan lahan ini adalah
tutupan vegetasi yang buruk, konservasi dengan kelas sedang, dan kemiringan
lereng yang curam. Satuan lahan ini seharusnya menjadi fungsi penyangga namun
terjadi ketidaksesuaian lahan dengan memanfaatkan lahan sebagai budidaya yaitu
dengan penggunaan lahan berupa sawah, tegalan, dan permukiman.
Lahan kritis yang ditemui di lapangan berupa permukiman dengan
tanaman kebun pekarangan berupa vegetasi permanen dengan kerapatan rendah,
tegalan dan sawah pada lereng curam dengan konservasi buruk. Tindakan
konservasi yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi yang benar pada lereng
curam akan memperbesar laju erosi. Persebaran lahan tingkat kritis terdapat di
Desa Wonokeling dan Wonorejo.
Gambar 37. Lahan Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kiri) dan KAcAck-
Qvjl-IV-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo (Foto diambil 22 Januari 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis
Lahan agak kritis dicirikan dengan erosi ringan sampai sedang dengan,
tutupan lahan 15-70 % dan kemiringan lereng landai sampai sangat curam.
kondisi lereng yang curam dengan tindakan konservasi yang buruk akan
mempercepat terjadinya erosi yang jika dibiarkan terus menerus akan berubah
menjadi lahan kritis. Lahan agak kritis mempunyai kondisi lahan dengan
kesuburan tanah yang masih dapat berproduksi dengan baik, namun dibiarkan
dalam kondisi bero (tanpa tindakan pengelolaan) dengan kemiringan curam-
sangat curam. Lahan ini tersebar pada satuan lahan (18) KAcAck-Qvjl-IV-Sb dan
(20) KAcAck-Qvjl-V-Sb. Lahan yang dipakai sebagai fungsi budidaya dengan
kemiringan landai dengan tutupan vegetasi yang rendah dan konservasi yang
buruk yaitu terdapat di satuan lahan (3) AlMcm-Qlla-I-Sw, (4) AlMcm-Qlla-I-Tg,
(7) KAcAck-Qvjl-II-Tg. Hutan yang ada di DAS Walikan umunya berupa hutan
pinus dengan ketinggian 2 m sampai bahkan ada yang mencapai > 7 m. Pohon
dengan ketinggian > 7 m ini tidak dikatakan mempunyai tanaman karena akarnya
yang sudah besar dan sangat berpotensi menimbulkan longsor. Satuan lahan
tersebut yaitu (9) KAcAck-Qvjb-V-Htn dan (13) KAcAck-Qvjl-V-Htn. Lahan ini
tersebar di Desa Beruk, Wonorejo, Wonokeling, Manjung, Sonoharjo, dan
Giriwarno.
Gambar 38. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-II-Tg (Kiri) dan
KAcAck-Qvjl-IV-Sb (Kanan) di Desa Wonokeling dan Beruk
(Foto diambil 23 Januari 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis
Lahan potensial kritis merupakan lahan yang belum kritis namun jika tidak
dilakukan konservasi dengan benar akan menyebabkan lahan kritis di masa yang
akan datang. Lahan potensial kritis pada kawasan lindung terdapat di satuan lahan
(5) AlMcm-Qlla-II-Kbn, (8) KAcAck-Qvjb-IV-Htn, (16) KAcAck-Qvjl-IV-Kbn, (22)
KAcAck-Qvsl-IV-Htn, (23) KAcAck-Qvsl-V-Htn tepatnya berada di Desa Giriwano dan
Wonorejo. Penggunaan lahan pada tingkat potensial kritis ini adalah berupa kebun
dan hutan dengan tutupan vegetasi berupa tanaman tahunan. Pada kebun umumnya
merupakan kebun campuran yang ditumbuhi sonokeling (dalbergia latifolia), jati
dan sedikit semak belukar. Dengan kemiringan yang curam dan adanya alih fungsi
lahan akibat kebutuhan lahan yang semakin mendesak akan berpotensi pula menjadi
lahan kritis jika tidak diimbangi dengan tindakan konservasi yang buruk.
Gambar 39. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan AlMcm-Qlla-II-Kbn (Kiri) dan
KAcAck-Qvjl-IV-Kbn (Kanan) di Desa Giriwarno dan Beruk
(Foto diambil 23&25 januari 2012)
2) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya
Kawasan fungsi budidaya merupakan kawasan yang diperbolehkan untuk
dilakukan kegiatan budidaya baik tanaman tahunan, musiman dan permukiman.
Pada kawasan ini konservasi diberi bobot paling besar diantara parameter yang
lain. Besarnya bobot ini mengindikasikan bahwa tindakan konservasi sangat
penting dalam upaya pengawetan dan pemeliharaan tanah dari kerusakan akibat
pengolahan lahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil tingkat kekritisan
lahan sebagai berikut :
Tabel 29. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya
Tahun 2012
No. Tingkat
Kekritisan
Lahan
Satuan Lahan Total Skor
x Bobot Luas
(Ha)
Persentase
(%)
1 Sangat Kritis LaCm-Qlla-III-Tg 195 156,107 4,16
2 Kritis LaCm-Qlla-I-Pmk 260 933,463 24,86
LaCm-Qlla-II-Pmk 240
LaCm-Qlla-III-Pmk 210
LaCm-Qvjl-II-Tg 240
LaCm-Qvjl-III-Pmk 210
3 Agak Kritis KAcAck-Qvjl-I-Tg 320 1.989,08 52,98
LaCm-Qlla-I-Kbn 320
LaCm-Qlla-I-Sw 350
LaCm-Qlla-II-Sw 330
LaCm-Qlla-II-Tg 300
LaCm-Qlla-III-Kbn 280
LaCm-Qlla-III-Sw 280
LaCm-Qvjl-III-Kbn 330
LaCm-Qvjl-III-Sw 280
LaCm-Qvjl-III-Tg 280
4 Potensial Kritis LaCm-Qlla-I-Tg 380 676 18
LaCm-Qvjl-I-Tg 410
LaCm-Qvjl-I-Pmk 380
LaCm-Qlla-II-Sb 360
LaCm-Qvjl-II-Kbn 360
LaCm-Qvjl-II-Pmk 360
LaCm-Qvjl-II-Sb 360
LaCm-Qvjl-II-Sw 390
5 Tidak Kritis - - - -
Luas Total 3.754,65 100
Sumber : Analisis Data Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya
Tahun 2012
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kekritisan lahan pada
kawasan fungsi budidaya mempunyai 4 tingkatan yaitu sangat kritis, kritis, agak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
kritis, dan potensial kritis. Berikut diuraikan tingkat kekritisan lahan masing-
masing satuan lahan :
a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis
Lahan dengan tingkat sangat kritis terdapat di satuan lahan (36) LaCm-
Qlla-III-Tg yaitu di Desa Jatiyoso, Petung dan Wonorejo. Faktor penyebab lahan
sangat kritis di satuan lahan ini adalah konservasi yang buruk, erosi yang terjadi
sedang dan produktivitas rendah. Lahan yang diolah dengan kemiringan agak
curam seperti ini memiliki potensi erosi lebih besar jika disertai dengan
konservasi buruk. Besarnya erosi yang terjadi adalah 102,32 ton/ha/th dan
tergolong kelas sedang. Penyebab besarnya erosi adalah pengaruh lereng yang
curam dan konservasi yang buruk sehingga berdampak pada rendahnya
produktivitas lahan. Luas lahan sangat kritis adalah 156,107 Ha atau 4,16 % dari
luas kawasan fungsi budidaya.
Gambar 40. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-III-Tg di
Desa Jatiyoso (Foto diambil 25 Januari 2012)
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis
Lahan kritis pada kawasan fungsi budidaya ini disebabkan karena tindakan
konservasi yang buruk, lereng yang landai sampai agak curam, dan produktivitas
pertanian sangat rendah. Lahan dengan konservasi yang buruk akan berdampak
pada terjadinya erosi. Rendahnya produktivitas lahan menyebabkan adanya
indikasi bahwa lahan sudah mengalami pengurasan unsur hara sehingga tidak
dapat berproduksi secara maksimal. Sebagian besar lahan kritis pada kawasan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
adalah permukiman. Faktor utama kritisnya lahan disini adalah buruknya
konservasi yang dilakukan khususnya konservasi secara teknik. Konservasi yang
buruk umumnya disebabkan karena tidak adanya pelindung jalan dan saluran
pembuangan air yang dibuat permanen ataupun adanya rumput penguat pada
permukaan saluran. Lahan yang masuk dalam kategori kritis adalah (25) LaCm-
Qlla-I-Pmk, (28) LaCm-Qlla-II-Pmk, (33) LaCm-Qlla-III-Pmk, (43) LaCm-Qvjl-
II-Tg, dan (45) LaCm-Qvjl-III-Pmk.
Gambar 41. Lahan Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (Kiri) dan LaCm-
Qlla-III-Pmk (Kanan) di Desa Wonorejo dan Jatiyoso
(Foto diambil tanggal 24 Januari 2012)
Secara administrasi lahan kritis ini meliputi Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo,
Jatipurwo, Petung, Jatiyoso, dan Wonorejo. Persebaran lahan kritis pada kawasan
ini dapat dilihat pada Peta Lahan Kritis DAS Walikan.
c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis
Lahan agak kritis ditandai dengan erosi ringan sampai sedang dengan
kemiringan lereng landai sampai agak curam. Konservasi yang dilakukan
umumnya mempunyai kelas sedang. Lahan agak kritis tersebar di satuan lahan
(10) KAcAck-Qvjl-I-Tg, (24) LaCm-Qlla-I-Kbn, (26) LaCm-Qlla-I-Sw, (30) LaCm-
Qlla-II-Sw, (31) LaCm-Qlla-II-Tg, (32) LaCm-Qlla-III-Kbn, (35) LaCm-Qlla-III-Sw,
(44) LaCm-Qvjl-III-Kbn, (46) LaCm-Qvjl-III-Sw, (47) LaCm-Qvjl-III-Tg. Secara
administrasi lahan agak kritis terletak di Desa Wonorejo, Jatiroyo, Jatipurwo,
Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Ngepungsari, Petung, dan Jatiyoso.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Gambar 42. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Sw (Kiri) dan
KAcAck-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Jatisobo dan Wonorejo (Foto diambil 25
Januari 2012)
d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis
Lahan dengan tingkat potensial kritis memiliki karakteristik lahan dengan
kemiringan lahan datar sampai landai, produktivitas rendah sampai tinggi,
konservasi sedang sampai baik, dan kelas erosi ringan. Lahan potensial kritis
belum menjadi lahan kritis, namun dapat menjadi lahan kritis jika konservasi yang
dilakukan buruk. Contohnya adalah satuan lahan (27)LaCm-Qlla-I-Tg besarnya
erosi 0,54 ton/ha/thn, kemiringan lereng datar, konservasi secara vegetatif
mempunyai kelas sedang yaitu tegalan dengan tanaman ketela pohon sistem
tumpang sari disertai tanaman tahunan namun konservasi teknik berupa teras
gulud tanpa rumput penguat. Keadaan konservasi demikian jika dibiarkan akan
berdampak pada terjadinya erosi.
Persebaran lahan potensial kritis berada pada satuan lahan (27) LaCm-Qlla-
I-Tg, (29) LaCm-Qlla-II-Sb, (37) LaCm-Qvjl-I-Pmk, (38) LaCm-Qvjl-I-Tg (39) LaCm-
Qvjl-II-Kbn, (40) LaCm-Qvjl-II-Pmk, (41) LaCm-Qvjl-II-Sb, (42) LaCm-Qvjl-II-Sw,
Wilayah administrasinya meliputi Wonorejo, Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo,
Jatipurwo, Petung, Jatiyoso.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Gambar 43. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-II-Sw (Kiri) dan
LaCm-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo (Foto diambil 24 Januari 2012)
Dari data lahan kritis pada kawasan fungsi lindung dan budidaya di atas
diketahui bahwa tingkat kekritisan lahan yang ada di DAS Walikan meliputi
tingkat sangat kritis, kritis, agak kritis dan potensial kritis. Lahan dengan kategori
sangat kritis mempunyai luas 225,61 Ha, lahan kategori kritis dengan luas
1.001,39 Ha, lahan kategori agak kritis dengan luas 3.093,43 Ha dan lahan
kategori potensial kritis menempati luas 1.279,13 Ha.
Adapun peta tingkat kekritisan lahan DAS Walikan dapat dilihat pada peta
9, sedangkan persentase luas tingkat kekritisan lahan dapat dilihat pada diagram
berikut ini :
Gambar 44. Diagram Persentase Luas Tingkat Kekritisan Lahan DAS
Walikan Tahun 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Peta 9. Tingkat Kekritisan Lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
2. Arahan Rehabilitasi Lahan
Lahan merupakan sumberdaya alam yang terdiri dari satu kesatuan antara
vegetasi, tanah dan air sehingga keberadaannya perlu dilestarikan dan dijaga agar
dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan peruntukannya. Lahan yang sudah
mengalami kekritisan maupun yang berpotensi kritis perlu diadakan penanganan
yang serius agar dapat berproduksi dengan baik dan terjaga kelestariannya. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya rehabilitasi lahan yang berfungsi untuk
memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan.
Arahan rehabilitasi lahan ini menjelaskan tentang bentuk-bentuk
konservasi yang dilakukan baik secara vegetatif maupun teknik pada setiap satuan
lahan dengan tingkat kekritisan lahan tertentu. Konservasi lahan merupakan
kegiatan sebagai upaya menjaga, mempertahankan, merehabilitasi dan
meningkatkan daya guna lahan. Arahan ini didasarkan atas pertimbangan kondisi
fisik satuan lahan dan belum mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
Dalam penelitian ini arahan rehabilitasi lahan dikelompokkan berdasarkan
tingkat kekritisan lahan, besarnya erosi, kelas kemiring lereng, fungsi kawasan,
dan penggunaan lahan eksisting pada setiap satuan lahan. Arahan rehabilitasi ini
berupa rekomendasi tindakan pengelolaan lahan setiap satuan lahan berdasarkan
petunjuk dari Departemen Kehutanan (2009) dengan simbol sesuai pada tabel 1
dan 2 yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Adapun arahan rehabilitasi
untuk masing-masing tingkat kekritisan lahan yang ada di daerah penelitian
adalah sebagai berikut :
a. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Sangat Kritis
Lahan sangat kritis mempunyai solum yang tipis, kemiringan yang curam,
erosi yang besar, konservasi dan tutupan vegetasi buruk, produktivitas sangat
rendah, keadaan batuan tergolong sedang. Lahan pada tingkat kekritisan ini sudah
tidak berfungsi secara baik sesuai peruntukannya baik sebagai fungsi lindung
maupun budidaya. Di lokasi penelitian yang termasuk lahan dengan tingkat sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
kritis antara lain (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg, (21) KAcAck-Qvjl-V-Tg, (36)
LaCm-Qlla-III-Tg dan (49) LaCm-Qvjl-IV-Tg.
Berdasarkan karakteristik lahannya, arahan rehabilitasi pada lahan sangat
kritis dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
Arahan pertama pada satuan lahan (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg dan (49)
LaCm-Qvjl-IV-Tg. Satuan lahan (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg karakteristik lahan
berupa solum tanah sangat tipis yaitu 9 cm, dengan tingkat bahaya erosi (TBE)
sangat berat, kemiringan lereng 24,93 % dan penggunaan lahan eksisting berupa
tegalan. Satuan lahan (49) LaCm-Qvjl-IV-Tg mempunyai solum tanah 113 cm,
TBE Berat dengan kemiringan lerengnya 38,38 %.
Satuan lahan ini mempunyai fungsi sebagai kawasan penyangga, namun
kenyataan di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian lahan sehingga arahan
rehabilitasi berupa sistem pertanian wanatani (agroforestry) dengan pengolahan
tanah minimum, mengingat kemiringan lerengnya masih dapat digunakan untuk
budidaya dalam skala terbatas namun tidak mengabaikan fungsi aslinya.
Pengolahan tanah di lapangan menggunakan sistem pertanaman menurut garis
kontur dengan kemiringan > 20 %, sistem pertanaman ini sudah baik namun
melihat dari solum tanahnya yang sangat tipis maka pengelolaan lahan diarahkan
dengan teras gulud yang berfungsi sebagai penahan laju aliran air dan
meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Pembuatan teras gulud akan
berfungsi dengan baik dan dalam jangka waktu yang lama sebaiknya guludan
diberi tanaman penguat teras. Pada satuan lahan 49 dapat juga menggunakan teras
kredit mengingat solum tanahnya yang masih tebal.
Secara teknik laju aliran permukaan dikendalikan dengan pembuatan
saluran pembuangan air (SPA) dan rorak. SPA merupakan saluran drainase yang
dibuat untuk mengalirkan air dari saluran pengelak, atau saluran teras ke sungai
atau saluran penampungan air lainnya. Rorak merupakan lubang atau tempat
penampungan dan peresapan air, dibuat di bidang atau saluran peresapan.
Simbol untuk arahan rehabilitasi ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
)(1,2,6,7,8 T ,16)(1,6,10,12 V
K.IV.Tg.SB.S-FP.III
Arahan rehabilitasi kedua yaitu satuan lahan (21) KAcAck-Qvjl-V-Tg.
Karakteristik lahan solum tanah 40 cm, TBE sangat berat, kemiringan lereng 100
% dan penggunaan lahan eksisting berupa tegalan. Berdasarkan fungsinya satuan
lahan ini termasuk dalam kawasan fungsi lindung sehingga penggunaan lahan
tidak sesuai dengan fungsinya.
Melihat dari kemiringannya yang sangat curam, dan TBE sangat berat dan
solum tanahnya yang tergolong sedang maka arahan secara vegetatif sebaiknya
dilakukan penghutanan kembali (reforestation) baik dijadikan hutan lindung
ataupun hutan kemasyarakatan. Arahan ini dipilih dimaksudkan untuk
mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah
dengan penanaman pohon. Penghutanan kembali juga berpotensi untuk
peningkatan kadar bahan organik tanah dari serasah yang jauh di permukaan tanah
dan sangat mendukung kesuburan tanah.
Secara teknik diarahkan dengan pembuatan teras gulud termasuk di
dalamnya adalah pematang kontur. Hal ini untuk menekan laju aliran permukaan
dengan mengalirkannya ke SPA melalui saluran air dalam gulud. Pembuatan SPA
sebaiknya menggunakan bangunan terjunan yaitu bangunan yang terbuat dari batu
atau susunan bambu yang fungsinya untuk mengurangi aliran air pada SPA.
Simbol yang digunakan untuk arahan rehabilitasi ini adalah :
(1,4,6) T (9) V
.SKFL.V.Tg.SB
Satuan lahan pada kelompok arahan ketiga adalah (36) LaCm-Qlla-III-Tg,
karakteristik lahannya berupa solum tanah 45 cm, TBE sangat berat, kemiringan
lereng 24,93 % dan penggunaan lahan eksisting berupa tegalan dengan sistem
tumpang sari antara tanaman jagung dengan ketela pohon tanpa adanya tanaman
tahunan. Fungsi lahannya adalah kawasan budidaya tanaman tahunan sehingga
terjadi ketidaksesuaian lahan jika penggunaan lahannya berupa tegalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Untuk menanggulangi hal tersebut maka arahan rehabilitasi lahan secara
vegetatif sebaiknya menggunakan sistem pertanaman campuran berupa tumpang
sari dengan penanaman tanaman semusim yang diselingi dengan tanaman tahunan
dengan pertanaman menurut garis kontur. Pemberian mulsa juga merupakan cara
yang cukup efektif untuk meningkatkan kesuburan tanah. Mulsa ini berfungsi
sebagai pelindung tanah dari erosi percik. Bahan mulsa yang melapuk juga dapat
menambah kandungan bahan organik tanah dan hara. Secara teknik diarahkan
dengan pembuatan teras kredit mengingat lahan mempunyai TBE sangat berat.
Laju aliran air dapat dikendalikan dengan pembuatan SPA yang di aplikasikan
dengan bangunan terjunan. Penggunaan barisan sisa tanaman juga dapat menjadi
alternatif untuk mengurangi laju aliran permukaan selain itu dapat pula digunakan
sebagai bahan organik tanah. Simbol arahan rehabilitasi pada satuan lahan ini
adalah :
8)T(1,2,6,7, 12)V(2,3,6,7,
g.SB.SK.FBTT.III.T
Satuan lahan untuk arahan rehabilitasi keempat adalah (49) LaCm-Qvjl-
IV-Tg, satuan lahan ini mempunyai solum tanah 113 cm, TBE Berat dengan
kemiringan lerengnya 38,38 % dan penggunaan lahan berupa tegalan, fungsi
kawasan adalah fungsi penyangga sehingga tidak sesuai dengan fungsinya.
b. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Kritis
Lahan kritis dibagi menjadi 5 kelompok arahan rehabilitasi berdasarkan
fungsi kawasan, kemiringan lereng dan penggunaan lahannya. Kelompok pertama
yaitu satuan lahan (11) KAcAck-Qvjl-II-Pmk. Lahan dengan kemiringan lereng
10,51 % ini mempunyai fungsi sebagai kawasan penyangga. Penggunaan lahan
eksisting berupa permukiman sehingga tidak sesuai dengan fungsinya. Untuk
mengembalikan fungsi lahannya maka arahannya berupa penanaman tanaman
pagar dan kebun rumah sebagai sistem pertanaman wanatani dengan pengolahan
tanam minimum.
Secara teknik arahan dilakukan dengan pembuatan teras kredit mengingat
solumnya yang masih dalam. Pembutan saluran pembuangan air dilakukan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
mengalirkan air permukaan dengan rorak sebagai penampung aliran air yang
fungsinya untuk pengendalian sedimentasi. Simbol arahan yang digunakan
adalah:
T(1,6,8) V(4,6,12)
SR.KFP.II.Pmk.
Kelompok kedua adalah satuan lahan (17) KAcAck-Qvjl-IV-Pmk, (19)
KAcAck-Qvjl-IV-Tg, (48) LaCm-Qvjl-IV-Sw. Karakteristik lahan yaitu solum
tanah antara 58-160 cm, TBE sangat ringan sampai berat, kemiringan lereng 10,51
- 38,38 %, penggunaan lahan eksisting berupa permukiman, tegalan dan sawah.
Pada penggunaan lahan permukiman arahan secara vegetatif dilakukan dengan
penanaman tanaman pagar dan kebun rumah sebagai sistem pertanian wanatani.
Upaya ini dapat melindungi tanah dari aliran air permukaan karena fungsi
tanaman sebagai media penghalang dan dapat meningkatkan laju infiltrasi. Untuk
tegalan menggunakan sistem pertanaman wanatani (agroforestry) dengan
pengolahan tanah minimum, penanaman penutup tanah pada tegalan berupa
tanaman musiman dengan pertanaman rapat sedangkan pada sawah dapat
ditanami padi atau tanaman palawija seperti jagung, kacang tanah. Pertanaman
silvopastur dapat pula menjadi alternatif yaitu bentuk lain dari sistem tumpang
sari, namun tanaman yang ditanam pada sela-sela tanaman bukan tanaman pangan
melainkan tanaman pakan ternak seperti rumput gajah.
Secara teknik kelompok lahan ini diarahkan dengan pembuatan teras
kredit pada kebun rumah, teras gulud pada tegalan dan teras berlereng pada
sawah, fungsi teras-teras ini adalah untuk menampung air hujan kemudian
mengalirkannya ke saluran pembuangan air (SPA) untuk ditampung di rorak.
Adapun simbol yang dipakai untuk arahan rehabilitasi pada lahan ini adalah :
7,8)T(1,2,3,6, ,16)V(1,4,6,12
B.K-Sw.SR-Pmk-P.IV.TgF
Berbeda dengan kelompok rehabilitasi di atas satuan lahan pada kelompok
arahan rehabilitasi ketiga ini mempunyai kesesuaian dengan fungsi kawasannya
yaitu satuan lahan (25) LaCm-Qlla-I-Pmk dengan penggunaan lahan eksisting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
permukiman. Kemiringan lerengnya adalah 1,74 % sehingga arahan rehabilitasi
secara vegetatif dapat berupa pertanaman campuran dengan penanaman menurut
strip. Pertanaman dalam strip ini dapat dilakukan pada kebun pekarangan dengan
memanfaatkan strip rumput dan penanaman penutup tanah baik tanaman musiman
ataupun tahunan.
Secara teknik arahan rehabilitasi dengan pembuatan teras datar, agar dapat
berfungsi dalam jangka waktu yang lama pada tanggul teras sebaiknya diberi
tanaman rumput penguat. Untuk menekan laju aliran permukaan maka dapat
menggunakan barisan sisa tanaman untuk melindungi tanah dari erosi percik.
Pada lereng datar seperti ini, saluran pembuangan air tidak perlu menggunakan
bangunan terjunan dan cukup dengan pembuatan rorak sebagai media penampung
dan peresapan aliran air. Simbol yang digunakan untuk kelompok arahan ini
adalah :
T(3,6,7,8) 7)V(2,3,5,6,
.SR.KFBTS.I.Pmk
Kelompok arahan rehabilitasi keempat adalah satuan lahan (28) LaCm-
Qlla-II-Pmk dan (43) LaCm-Qvjl-II-Tg. Karakteristik lahannya yang berada pada
lereng kelas II yaitu antara 10,51-12,27 %, solum tanah 80-86 cm dengan TBE
ringan. Arahan rehabilitasi yang disarankan berupa sistem pertanaman campuran
yaitu tumpangsari. Karena kelompok satuan lahan ini termasuk dalam kawasan
fungsi budidaya tanaman tahunan maka penggunaan lahan tegalan dan
permukiman tidak sesuai dengan fungsinya. Arahan rehabilitasi secara vegetatif
berupa sistem tumpangsari yaitu penanaman berselang seling antara dua atau lebih
tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Sistem ini dikenal sebagai
perladangan dengan reboisasi terencana. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah
dengan pertanaman dalam strip. Sistem ini merupakan sistem pertanaman dalam
satu bidang lahan ditanami tanaman dengan jarak tanam tertentu dan berselang-
seling dengan jenis tanaman lainnya searah kontur. Misalnya penanaman jagung
dalam satu strip searah kontur dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m tergantung
kemiringan lahan. Pertanaman dalam strip ini mampu menekan erosi sampai 70-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
75 % sehingga kelestarian tanah tetap terjaga. Pengadaan mulsa pada sela-sela
tanaman dengan cara disebar atau menutup permukaan tanah dapat berfungsi
sebagai pelindung tanah dari kehilangan air melalui evaporasi serta mengurangi
terjadinya erosi percik. Pengadaan mulsa pada sela-sela tanaman dengan cara
disebar atau menutup permukaan tanah dapat berfungsi sebagai pelindung tanah
dari kehilangan air melalui evaporasi serta mengurangi terjadinya erosi percik.
Secara teknik diarahkan dengan pembuatan teras bangku miring ke dalam
(goler kampak), teras ini dipilih karena permeabilitas tanahnya yang rendah
dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir keluar melalui
talud di bibir teras. Efektivitas teras bangku akan lebih meningkat jika ditanami
tanaman penguat teras pada bibir dan tampingan teras.
Barisan sisa tanaman akan memberi perlindungan yang baik terhadap
pukulan air hujan yang jatuh mengenai tanah dan dapat memberi keuntungan
berupa penambahan bahan organik dan unsur hara bagi tanah. Untuk
memperlancar aliran permukaan maka dibuat saluran pembuangan air (SPA) dan
rorak sebagai penampung aliran permukaan. Simbol yang digunakan untuk
kelompok arahan ini adalah :
8,9)T(2,3,6,7, ) 7,12V(2,3,5,6,
Pmk.R.K-FBTT.II.Tg
Arahan rehabilitasi lahan kelompok lima yaitu pada lahan (33) LaCm-
Qlla-III-Pmk dan (45) LaCm-Qvjl-III-Pmk. Karakteristik lahannya antara lain
kemiringan lereng 17 – 21 %, solum tanah antara 100-250 cm, TBE sangat ringan,
dan penggunaan lahan eksisting berupa permukiman. Pada lahan ini fungsi
kawasannya berupa budidaya tanaman tahunan, sehingga penggunaan lahan pada
kelompok ini tidak sesuai dengan fungsinya. Arahan rehabilitasi yang disarankan
berupa pertanaman campuran dengan sistem tumpangsari yaitu penanaman
berganda antara dua atau lebih tanaman semusim dengan tanaman tahunan.
Penanaman dapat dilakukan dengan penanaman menurut kontur menggunakan
pengolahan tanah minimum sebagai sistem wanatani.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Secara teknik dengan menggunakan teras kredit mengingat permeabilitas
tanahnya yang cepat yaitu 26.53 cm/jam. Teras jenis ini sangat cocok diterapkan
pada lahan dengan karakteristik di atas karena dapat menahan partikel-partikel
tanah yang tererosi oleh barisan tanaman yang ditanam secara rapat. Untuk
saluran air dibuatkan saluran pembuangan air (SPA) dan rorak sebagai
penampung dan penyerapan air. SPA pada lereng > 15 % harus dilengkapi dengan
banguna terjunan dari batu ataupun bambu untuk menekan laju aliran air. Simbol
yang digunakan adalah :
9)T(2,6,7,8, 12)V(2,3,4,6,
mk.SR.KFBTT.III.P
c. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Agak Kritis
Lahan agak kritis mempunyai luasan yang paling besar diantara lahan
lainnya. Arahan rehabilitasi pada lahan ini dibagi menjadi 6 kelompok yaitu :
Kelompok pertama adalah satuan lahan (1) AlMcm-Qlla-I-Kbn, (2)
AlMcm-Qlla-I-Pmk, (3) AlMcm-Qlla-I-Sw, (4) AlMcm-Qlla-I-Tg, (6) AlMcm-
Qlla-II-Pmk, dan (7) AlMcm-Qlla-II-Pmk, (12) KAcAck-Qvjb-II-Tg, (34) LaCm-
Qlla-III-Sb. Karakteristik lahan pada kelompok ini adalah lereng kelas datar yaitu
kemiringan lereng antara 3-7 % dan kelas landai dengan kemiringan lereng 14 %,
solum tanah pada kelas lereng I tergolong solum tanah dalam yaitu antara 100-115
cm dan lereng kelas II kedalaman solum tanah antara 40-53 cm. TBE yang terjadi
masuk dalam kelas sangat ringan, sedang hingga sangat berat. Fungsi kawasan
pada kelompok ini adalah kawasan penyangga, sehingga pada penggunaan lahan
tertentu terjadi ketidaksesuaian lahan yaitu pada penggunaan lahan permukiman,
sawah, dan tegalan.
Arahan yang diusulkan berupa penanaman penutup tanah rapat berupa
tanaman musiman dan tanaman tahunan. Fungsi tanaman tahunan untuk usaha
wahatani (agroforestry). Di beberapa lokasi dapat dikembangkan silvopastur
sebagai pencegah erosi dan penyediapakan ternak. Secara teknik arahan yang
dapat dipakai berupa teras miring ke dakam (goler kampak) karena permeabilitas
lahan ini sangat lambat yaitu 5,31 cm/jam. Untuk mengurangi erosi dan menahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
laju aliran permukaan maka dapat digunakan barisan sisa tanaman berupa
rumput.gulma/sisa tanaman lainnya setelah penyiangan. Saluran pembuangan air
tidak perlu menggunakan bangunan terjunan namun hanya dipadukan dengan
rorak saja. Simbol yang dipakai adalah :
T(3,6,7,8) 6)V(4,6,12,1
SB.AK-B-II.SR-Tg.I-Sw-Pmk-FP.Kbn
Kelompok lahan kedua yaitu (9) KAcAck-Qvjb-V-Htn, (13) KAcAck-
Qvjl-V-Htn dan (20) KAcAck-Qvjl-V-Sb. Lahan ini mempunyai solum 40-86 cm
dengan TBE sedang sampai berat. Lahan ini berfungsi sebagai kawasan lindung
sehingga untuk penggunaan lahan semak belukar tidak sesuai dengan fungsinya.
Arahan secara vegetatif berupa hutan lindung, hutan kemasyarakatan, suaka alam
dan hutan wisata karena potensi keindahan alamnya. Pola pengelolaan tanaman
dengan pertanaman vegetasi permanen pada lahan-lahan dengan tutupan vegetasi
buruk serta dengan silvopastur. Secara teknik dengan pembuatan teras individu
dan pembuatan saluran pembuangan air. Tujuan pembuatan teras individu ini
adalah untuk mengurangi erosi dan sebagai penyediaan air bagi tanaman tahunan.
Pada sekiat teras hendaknya ditanami rumput untuk mencegah terjadinya erosi.
Simbol yang dipakai adalah :
T(4,6) 16)V(9,11,14,
B.AK-Sb.SD-FL.V.Htn
Arahan rehabiltasi ketiga adalah kelompok lahan dengan fungsi budidaya
tanaman semusim, penggunaan lahan berupa tegalan, kebun dan sawah,
kemiringan lereng rata-rata 5-7%, solum tanah 80-130 cm, dengan TBE sangat
ringan sampai ringan. Satuan lahan tersebut antara lain (10) KAcAck-Qvjl-I-Tg,
(24) LaCm-Qlla-I-Kbn, (26) LaCm-Qlla-I-Sw, (38) LaCm-Qvjl-I-Tg.
Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, kelompok lahan ini sudah sesuai
dengan fungsi kawasannya. Namun untuk upaya menjaga dan mempertahankan
fungsinya maka secara vegetatif lahan kelompok ini diarahkan dengan
pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman, tumpang gilir, pertanaman
campuran, dan tumpang saridapat dilakukan. Penanaman dengan sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
penanaman menurut menurut garis kontur baik penanaman menurut strip ataupaun
pertanaman lorong. Kedua jenis konservasi ini sangat baik dalam mencegah
terjadinya erosi. Pertanaman menurut kontur ini akan lebih baik jika
menggunakan rumput penguat pada bibir teras ataupun menggunakan strip rumput
untuk mengurangi air larian juga sebagai sumber pakan ternak. Penanaman
penutup tanah rapat sebaiknya juga diusahakan dengan memilih tanaman semusim
sebagai tanaman pokok melihat lerengnya yang datar sehingga sesuai dengan
kawasan ini. Untuk melindungi tanah dari percikan air hujan dapat pula
menggunakan mulsa yang juga memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pelindung
dan sumber hara bagi tanah.
Secara teknik arahan dengan pembuatan saluran pembuangan air (SPA),
rorak dan bangunan terjunan. Simbol yang dugunakan adalah :
T(6,7,8,9) 7)V(2,3,5,6,
SR.AK-Tg.R-Sw-FBTS.I.Kb
Arahan selanjutnya yaitu kelompok keempat yaitu pada (15) KAcAck-
Qvjl-IV-Htn, (18) KAcAck-Qvjl-IV-Sb. Lahan ini mempunyai fungsi sebagai
kawasan penyangga dengan kemiringan lereng > 30 %, solum 25-45 cm, TBE
sedang-berat. Arahan rehabilitasi secara vegetatif yang disarankan berupa
penanaman rumput pada permukaan tanah, hutan lindung, hutan kemasyarakatan,
hutan produksi terbatas dengan pengelolaan tanah minimum. Secara teknik arahan
rehabilitasinya dengan pembuatan teras gulud, teras kredit, teras individu, juga
pembuantan saluran pembuangan air, dan rorak. Adapun simbol yang dipakai
adalah :
8)T(1,2,4,6, 10,16)V(1,4,6,9,
B.AK-Sb.SD-FP.IV.Htn
Arahan rehabilitasi kelompok lima yaitu pada lahan (30) LaCm-Qlla-II-
Sw, (31) LaCm-Qlla-II-Tg. Karakteristik lahan yang ada berupa kemringan lereng
14,05 %, solum tanah sangat dalam yaitu > 90 cm dengan TBE sangat ringan dan
fungsi kawasan adalah budidaya tanaman tahunan. Berdasarkan karakteristik
lahan tersebut maka arahan rehabilitasinya berupa pertanaman campuran yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
dengan tumpangsari yaitu dengan penanaman tanamn semusim dengan tanaman
tahunan dengan persentase tanaman 50:50 untuk lereng kelas II, penanaman
sistem ini dekenal dengan sistem wanatani (agroforestry). Pertanaman dapat
dilakukan dengan penanaman menurut strip, strip-strip ini dapat ditambah dengan
strip rumput untuk mencegah terjadinya erosi juga sebagai tanaman penguat teras
dan untu pakan ternak. Pemberian mulsa di sekitar tanaman dapat pula mencegah
erosi percik pada tanah. Pengelolaan lahan secara teknik diarahkan dengan
pembuatan teras gulud, pembuatan saluran pembuangan air (SPA) dengan
bangunan terjunan dan rorak. Simbol dalam untuk arahan rehabilitasi kelompok
lahan ini adalah :
9)T(1,6,7,8, 7,12)V(2,3,5,6,
Sw.SR.AK-FBTT.II.Tg
Kelompok lahan keenam yaitu (32) LaCm-Qlla-III-Kbn, (35) LaCm-Qlla-
III-Sw, (44)LaCm-Qvjl-III-Kbn, (46) LaCm-Qvjl-III-Sw, (47) LaCm-Qvjl-III-Tg.
Karakteristik lahan kelompok ini antara lain solum tanah antara 95-130 cm, TBE
sangat ringan, kemiringan lereng 14-25 %, dengan penggunaan lahan berupa
kebun, sawah dan tegalan. Fungsi kawasannya adalah budidaya tanaman tahunan
sehingga terdapat ketidaksesuaian lahan pada penggunaan sawah dan tegalan.
Berdasarkan karakteristik lahan tersebut arahan rehabilitasinya berupa pertanaman
campuran dengan sistem tumpangsari dengan pengolahan tanah minimum pada
penggunaan lahan kebun, penanaman strip rumput dan penanaman penutup tanah
serta manajemen mulsa untuk mencegah dan mengurangi laju aliran air
permukaan. Secara teknik, arahannya dengan pembuatan teras bangku goler
kampak (miring ke dalam) mengingat permeabilitasnya sangat lambat yaitu 7-9
cm/jam. Untuk penggunaan lahan kebun dapat menggunakan teras individu yang
dapat berfungsi sebagai penyedia air bagi tanaman tahunan. Untuk mengalirkan
aliran air dari saluran teras maka dibuat saluran pembuangan air disertai bangunan
terjunan dan rorak. Adapun simbol yang dipakai adalah :
8,9)T(3,4,6,7, 6,7,12)V(2,3,4,5,
Tg.SR.AK-Sw-bFBTT.III.K
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
d. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Potensial Kritis
Arahan rehabilitasi untuk lahan potensial kritis, dibagi menjadi lima
kelompok yaitu :
Kelompok lahan pertama adalah (5) AlMcm-Qlla-II-Kbn, karakteristik
lahan nya adalah kemiringan lereng 12,27 %, solum tanah 56 cm, TBE sedang
dengan penggunaan lahan berupa kebun. Fungsi lahannya adalah budidaya
tanaman tahunan sehingga lahan ini sudah sesuai dengan fungsinya. Lahan
potensial kritis bisa berubah menjadi kritis jika tidak dilakukan konservasi dengan
benar. Oleh karena itu perlu adanya arahan konservasi yang benar agar lahan tetap
terjaga kelestariannya. Secara vegetatif arahannya adalah dengan penanaman
penutup tanah berupa rumput untuk melindungi tanah dari percikan air hujan
maupun aliran air permukaan. Pengolahan lahan hendaknya dengan pengolahan
tanah minimum untuk mencegah terjadinya kerusakan tanah. Silvopastur juga
dapat dipilih dengan tujuan yang sama yaitu melindungi tanah dari kerusakan juga
sebagai penyedia makanan bagi ternak. Secara teknik arahannya dengan
pembuatan teras kebun atau teras individu disertai dengan penutup tanah berupa
rumput dengan tambahan mulsa dan pemberian tanaman pagar. Simbol yang
dipakai untuk arahan rehabilitasi ini adalah :
T(3,6,7,8) V(4,6,16)
D.PKFP.II.Kb.S
Arahan rehabilitasi yang kedua adalah satuan lahan (18) KAcAck-Qvjb-
IV-Htn, (16) KAcAck-Qvjl-IV-Kbn, (22) KAcAck-Qvsl-IV-Htn. Karakteristik
lahannya adalah kemiringan lereng 38 %, TBE ringan sampai berat pada
penggunaan lahan hutan solum tanah mencapai 42-83 cm, sedangkan untuk
penggunaan lahan kebun sebesar 25 cm.
Secara vegetatif arahannya dengan menanami rumput pada permukaan tanah,
pengolahan tanah minimum, penanaman penutup tanah, dan dengan silvopastur.
secara teknik arahannya adalah dengan pembuatan teras kredit dan teras kebun
atau teras individu, pembuatan saluran pembuangan air (SPA) disertai bangunan
terjunan dan rorak. Simbol yang dipakai adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
8)T(2,3,6,7, ,16)V(1,4,6,10
B.PK-Kb.R-FP.IV.Htn
Kelompok lahan ketiga yaitu (27) LaCm-Qlla-I-Tg dan (37) LaCm-Qvjl-
I-Pmk. Karakteristik kelompok lahan ini adalah solum tanahnya 110 - 142 cm,
penggunaan lahannya adalah tegalan dan permukiman dengan kemiringan lereng
3 - 7 %. Fungsi kawasannya adalah budidaya tanaman semusim sehingga lahan ini
sudah sesuai dengan fungsinya. Arahan secara vgetatif dengan penanaman rumput
untuk melindungi tanah dari air larian permukaan, Pemberian mulsa juga dapat
meningkatkan unsur hara sehingga tanah tetap terjaga kesuburannya. Secara
teknik arahannya dengan pembuatan saluran pembuangan air (SPA) dan rorak.
Simbol yang dipakai adalah :
T(6,7,8) V(4,6,16)
.SR.PKFBTS.I.Pmk
Arahan rehabilitasi keempat adalah lahan (23) KAcAck-Qvsl-V-Htn,
karakteristik lahannya adalah kemiringan lereng 70,02 %, solum tanah 38 cm,
TBE sedang dengan penggunaan lahan hutan dan fungsi kawasannya sebagai
kawasan lindung. Secara vegetatif arahan lahannya adalah dengan tetap
mempertahankan fungsinya sebagai hutan lindung dengan suksesi alami agar tetap
terjaga kelestariannya. Secara teknik dengan pembuatan saluran pembuangan air.
Simbol yang dipakai yaitu :
T(6) V(9,14)
D.PKFL.V.Htn.S
Arahan kelompok lahan kelima yaitu (29) LaCm-Qlla-II-Sb, (39) LaCm-
Qvjl-II-Kbn, (40) LaCm-Qvjl-II-Pmk, (41) LaCm-Qvjl-II-Sb, (42) LaCm-Qvjl-II-
Sw. Kelompok satuan lahan ini mempunyai fungsi kawasan sebagai kawasan
budidaya tanaman tahunan sehingga terdapat ketidaksesuaian lahan antara lain
permukiman dan sawah. Kemiringan lereng antara 12,27-14,05 %, solum tanah
40-130 cm, TBE sangat ringan sampai sedang. Berdasarkan karakteristik tersebut
kelompok lahan ini diarahkan untuk pertanaman campuran berupa tumpangsari
berupa tanaman semusim dan tanaman tahunan dengan sistem agroforestry.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Pemberian mulsa dapat dimaksudkan untuk menambah unsur hara dan bahan
organik tanah serta mencegah terjadinya erosi percik dan mengurangi laju aliran
permukaan. Secara teknik dapat diarahkan dengan pembuatan teras bangku yang
berfungsi untuk mencegah erosi. Pembuatan teras akan lebih efektif jika disertai
dengan rumput penguat teras. Pada bibir teras dapat diberi barisan sisa tanaman
agar laju aliran tidak terlalu cepat masuk pada saluran pembuangan air.
Pembuatan saluran ini sebaiknya disertai dengan bangunan terjunan dan rorak.
Simbol yang dipakai adalah :
9)T(3,6,7,8, )V(2,3,7,12
SD.PK-Sw.SR-Pmk-Kb-FBTT.II.Sb
Arahan rehabilitasi pada setiap satuan lahan dapat dilihat pada Peta 10.
Peta Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012 serta tabel berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Tabel 30. Arahan Rehabilitasi Setiap Satuan Lahan di DAS Walikan Tahun 2012
No. No.SL Satuan Lahan
Tingkat
Kekritisan
Lahan
Kelas
Erosi
Solum
(cm) TBE
Lereng
(%) FK
PL
Eksisting
Kesesuaian
PL
Arahan Rehabilitasi Kelmpok Arhn
Rehabilitasi/TKL
No. Arahan
Rehabilitasi Vegetatif Teknik
1 14 KAcAck-Qvjl-III-Tg Sangat Kritis SD 9 SB 24,93 P Tg TS 1,6,10,12,16 1,2,6,7,8 1 1
21 KAcAck-Qvjl-V-Tg SB 40 SB 100 L Tg TS 9 1,4,6 2 2
49 LaCm-Qvjl-IV-Tg B 113 B 38,38 P Tg TS 1,6,10,12,16 1,2,6,7,8 1 1
36 LaCm-Qlla-III-Tg SD 45 SB 24,93 BTT Tg TS 2,3,6,7,12 1,2,6,7,8,9 3 3
2 11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk Kritis SR 160 SR 10,51 P Pmk TS 4,6,12 1,6,8 1 4
17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk SR 58 B 36,39 P Pmk TS 1,4,6,12,16 1,2,3,6,7,8 2 5
19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg SD 27 SB 38,38 P Tg TS 1,4,6,12,16 1,2,3,6,7,8 2 5
25 LaCm-Qlla-I-Pmk SR 425 R 1,74 BTS Tg S 2,3,5,6,7 3,6,7,8 3 6
28 LaCm-Qlla-II-Pmk SR 86 R 12,27 BTT Pmk TS 2,3,5,6,7,12 2,3,6,7,8,9 4 7
33 LaCm-Qlla-III-Pmk SR 250 SR 17,63 BTT Pmk TS 2,3,4,6,12 2,6,7,8,9 5 8
43 LaCm-Qvjl-II-Tg SR 80 R 10,51 BTT Tg TS 2,3,5,6,7,12 2,3,6,7,8,9 4 7
45 LaCm-Qvjl-III-Pmk SR 100 SR 21,25 BTT Pmk TS 2,3,4,6,12 2,6,7,8,9 5 8
48 LaCm-Qvjl-IV-Sw SR 110 SR 38,38 P Sw TS 1,4,6,12,16 1,2,3,6,7,8 2 5
3 1 AlMcm-Qlla-I-Kbn Agak Kritis SR 105 SR 5,24 P Kb S 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9
2 AlMcm-Qlla-I-Pmk SR 110 SR 3,49 P Pmk TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9
3 AlMcm-Qlla-I-Sw SR 115 SR 5,24 P Sw TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9
4 AlMcm-Qlla-I-Tg SR 96 SR 6.99 P Tg TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9
6 AlMcm-Qlla-II-Pmk R 40 B 14,05 P Pmk TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9
7 AlMcm-Qlla-II-Tg SR 53 SD 14,05 P Tg TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9
9 KAcAck-Qvjb-V-Htn R 86 SD 44,52 L Htn S 9,11,14,16 4,6 2 10
10 KAcAck-Qvjl-I-Tg SR 80 R 5,24 BTS Tg S 2,3,5,6,7 6,7,8,9 3 11
12 KAcAck-Qvjl-II-Tg SR 70 R 14,05 P Tg TS 4,6,12,16 3,6,7,8 1 9
13 KAcAck-Qvjl-V-Htn SR 54 SD 75,35 L Htn S 9,11,14,16 4,6 2 10
15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn SR 25 B 38,38 P Htn S 1,4,6,9,10,16 1,2,4,6,8 4 12
18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb SR 45 SD 36,39 P Sb TS 1,4,6,9,10,16 1,2,4,6,8 4 12
20 KAcAck-Qvjl-V-Sb R 40 B 70,02 L Sb TS 9,11,14,16 4,6 2 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
24 LaCm-Qlla-I-Kbn SR 90 R 3,49 BTS Kb S 2,3,5,6,7 6,7,8,9 3 11
26 LaCm-Qlla-I-Sw SR 95 SR 6,99 BTS Sw S 2,3,5,6,7 6,7,8,9 3 11
30 LaCm-Qlla-II-Sw SR 120 SR 14,05 BTT Sw TS 2,3,5,6,7,12 1,6,7,8,9 5 13
31 LaCm-Qlla-II-Tg SR 113 SR 14,05 BTT Tg TS 2,3,5,6,7,12 1,6,7,8,9 5 13
32 LaCm-Qlla-III-Kbn SR 115 SR 23,08 BTT Kb S 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14
35 LaCm-Qlla-III-Sw SR 95 SR 24,94 BTT Sw TS 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14
38 LaCm-Qvjl-I-Tg SR 130 SR 6,99 BTS Tg S 2,3,5,6,7 1,2,6,7,8,9 3 11
44 LaCm-Qvjl-III-Kbn SR 104 SR 15,83 BTT Kb S 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14
46 LaCm-Qvjl-III-Sw SR 130 SR 19,43 BTT Sw TS 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14
47 LaCm-Qvjl-III-Tg SR 125 SR 21,25 BTT Tg TS 2,3,4,5,6,7,12 3,4,6,7,8,9 6 14
4 5 AlMcm-Qlla-II-Kbn Potns. Kritis SR 56 SD 12,27 P Kb S 4,6,16 3,6,7,8 1 15
8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn SR 83 R 38,38 P Htn S 1,4,6,10,16 2,3,6,7,8 2 16
16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn SR 25 B 38,38 P Htn S 1,4,6,10,16 2,4,6,7,8 2 16
22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn SR 42 SD 38,38 P Htn S 1,4,6,10,16 2,3,6,7,8 2 16
23 KAcAck-Qvsl-V-Htn SR 38 SD 70,02 L Htn S 9,14 6 4 18
29 LaCm-Qlla-II-Sb SR 40 SD 14,05 BTT Sb TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19
37 LaCm-Qvjl-I-Pmk SR 142 SR 3,49 BTS Pmk S 2,6,7 6,7,8 3 17
39 LaCm-Qvjl-II-Kbn SR 86 R 14,05 BTT Kb S 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19
40 LaCm-Qvjl-II-Pmk SR 102 SR 12,27 BTT Pmk TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19
41 LaCm-Qvjl-II-Sb SR 130 SR 14,05 BTT Sb TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19
42 LaCm-Qvjl-II-Sw SR 80 R 12,27 BTT Sw TS 2,3,7,12 3,6,7,8,9 5 19
Sumber : Analisis Data Fungsi Kawasan, Kemiringan Lereng, Penggunaan Lahan, Tingkat Bahaya Erosi dan Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2012
Keterangan :
Kelas Erosi Fungsi Kawasan Penggunaan Lahan (PL) Kesesuaian Lahan
SR : Sangat Ringan BTS : Budidaya tanaman semusim dan permukiman Htn : Hutan S : Sesuai
R : Ringan BTT : Budidaya tanaman tahunan Kb : Kebun TS : Tidak Sesuai
SD : Sedang P : Penyangga Sw : Sawah
B : Berat L : Lindung Tg : Tegalan
SB : Sangat Berat Pmk : Permukiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Peta 10. Arahan Rehabilitasi Lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan meliputi 4 tingkatan yaitu :
a. Tingkat kekritisan lahan sangat kritis pada kawasan fungsi lindung
mencapai luas 69,50 Ha (3,76 %) dan pada kawasan fungsi budidaya
seluas 156,107 Ha (4,16 %) sehingga total luas lahan sangat kritis sebesar
225,616 Ha atau 4 % dari luas lokasi penelitian.
b. Tingkat kekritisan lahan kritis pada kawasan fungsi lindung mencapai
luas 67,93 Ha (3,68 %) sedangkan pada kawasan fungsi budidaya luasnya
mencapai 933,47 Ha (24,86 %) sehingga total luas lahan kritis mencapai
1.001,394 Ha atau 18 % dari luas lokasi penelitian.
c. Lahan dengan tingkat kekritisan agak kritis pada kawasan fungsi lindung
menempati luas 1.104,41 Ha (59,86 %) sedangkan pada kawasan fungsi
budidaya luasnya mencapai 1.989,08 Ha (52,98 %) dan merupakan lahan
dengan tingkat kekritisan paling luas dengan total 3.093,494 Ha (55 %)
dari luas lokasi penelitian.
d. Tingkat kekritisan lahan potensial kritis pada kawasan fungsi lindung
menempati luas 603,13 Ha (32,7 %), pada kawasan fungsi budidaya
luasnya mencapai 676 Ha (18 %) sehingga total luas lahan potensial kritis
mencapai 1.279,13 Ha (23 %).
2. Terdapat 19 kelompok arahan rehabilitasi yang disarankan berdasarkan tingkat
kekritisan lahannya, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng,
fungsi kawasan dan penggunaan lahan dengan arahan rehabilitasi secara
vegetatif dengan penanaman tanaman sebagai pencegah dan mengendalikan
erosi, pemberian mulsa sebagai pelindung tanah, sumber hara dan penambah
bahan organik, penghutanan kembali, silvopasture dan sistem agroforestry.
Secara teknik diarahkan untuk mengendalikan dan memperkecil laju aliran
138
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
permukaan dengan pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA),
bangunan terjunan, rorak, dan barisan sisa tanaman.
B. Implikasi
Implikasi dari penelitian ini diharapkan hasil penelitian dapat digunakan
sebagai :
1. Salah satu bahan pertimbangan dalam perencanaan rehabilitasi lahan yaitu
dengan menentukan prioritas rehabilitasi berdasarkan sebaran tingkat
kekritisan lahannya.
2. Arahan rehabilitasi ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam mengatasi
masalah degradasi lahan di DAS Walikan. Dengan demikian lahan mampu
terjaga kelestariannya dan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya
sehingga kerusakan lahan dapat diminimalisir dan tetap berproduksi dengan
baik.
3. Bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa dapat dijadikan
rujukan sebagai sumber teori dalam menunjang penelitiannya.
4. Untuk implikasi dalam pembelajaran geografi di SMA diharapkan dapat
menjadi bahan materi yaitu pada kompetensi dasar menganalisis dinamika dan
kecenderungan perubahan lithosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap
kehidupan di muka bumi yaitu pada materi lahan kritis dan upaya
pelestariannya.
C. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan masih banyak penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya. Untuk tujuan perencanaan
rehabilitasi lahan hendaknya menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat
dan pemerintah untuk lebih mempertimbangkan aspek fisik lahan agar tidak
menimbulkan permasalahan lahan seperti erosi yang berdampak pada
terjadinya lahan kritis.
2. Perlu adanya penyuluhan dari pemerintah atau instansi yang berwenang
mengenai arahan rehabilitasi lahan yang akan dilakukan agar keberhasilan dari
perencanaan rehabilitasi lahan dapat berhasil dan berjalan maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
3. Penelitian ini baru terbatas pada penilaian lahan kritis secara fisik dan belum
membahas kritis kimia dan sosial ekonomi. Hal ini dapat dijadikan masukan
bagi penelitian selanjutnya agar tidak hanya menilai kritis lahan secara fisik
saja tetapi juga kritis kimia dan sosial ekonomi.
4. Arahan rehabilitasi juga belum mempertimbangkan aspek sosial ekonomi
masyarakat sehingga dalam perencanaan rehabilitasi selanjutnya perlu adanya
pertimbangan sosial ekonomi agar rehabilitasi yang direkomendasikan dapat
sesuai dengan keadaan karakteristik wilayah dan masyarakatnya.