digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT...

169
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN PONOROGO TAHUN 2009 SKRIPSI Disusun Oleh : Intan Fatmasari K5406025 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT...

Page 1: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN

ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU

KABUPATEN PACITAN DAN PONOROGO

TAHUN 2009

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Intan Fatmasari

K5406025

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN

ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU

KABUPATEN PACITAN DAN PONOROGO

TAHUN 2009

Oleh :

Intan Fatmasari

K5406025

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 3: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Setya Nugraha, S.Si, M.Si Yasin Yusup, S.Si, M.Si

NIP.19670825 199802 1 001 NIP.19740427 200212 1 001

Page 4: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk

memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si 1.________________

Sekretaris : Rahning Utomowati, S.Si 2. _____________

Anggota I : Setya Nugraha, S.Si M.Si 3.________________

Anggota II : Yasin Yusup, S.Si M.Si 4.______________

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

NIP. 19600727 198702 1 001

Page 5: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Intan Fatmasari. TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN

KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN

DAN PONOROGO TAHUN 2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, September 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:, Tingkat Bahaya Longsor

(TBL) dan karakteristik tipe longsor di DAS Grindulu hulu, tingkat kerentanan

dan risiko longsor di DAS Grindulu hulu dan arahan konservasi lahan di DAS

Grindulu hulu.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif spasial. Populasi adalah

seluruh satuan lahan yang ada di DAS Grindulu hulu tersusun dari peta tanah, peta

lereng, peta geologi dan peta penggunaan lahan dengan jumlah 44 satuan lahan,

sampel diambil dengan teknik sampel wilayah (area sampling). Teknik

pengumpulan data diperoleh dengan observasi lapangan, dokumentasi dan uji

laboratorium. Teknik analisis data dengan cara scoring parameter penentu Tingkat

Bahaya Longsor yang menghasilkan peta Tingkat Bahaya Longsor, tipe longsor

dengan data dari lapangan dan melihat material longsor, kerentanan dengan data

kepadatan penduduk yang dipetakan menjadi peta Kepadatan Penduduk kemudian

di overlay dengan Tingkat Bahaya Longsor sehingga menghasilkan peta Tingkat

Kerentanan Longsor, risiko dengan mengkorelasikan antara hasil TBL dan

kerentanan longsor yaitu overlay peta Tingkat Bahaya Longsor dan peta Tingkat

Kerentanan Longsor sehingga menghasilkan peta Tingkat Risiko Longsor, dan

konservasi lahan dengan metode konservasi secara teknik dan vegetatif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tipe Longsoran Nendatan berada pada morfologi bergelombang, yang terdapat

pada kelas TBL rendah hingga sedang dan tersebar di 8 desa dengan luas

keseluruhan 5617,8 Ha. Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran berada

pada morfologi bergelombang hingga berbukit, yang terdapat pada kelas TBL

tinggi dan tersebar di 8 desa dengan luas keseluruhan 2877,4 Ha. Tipe

Longsoran Jatuhan Batu berada pada morfologi bergunung, yang terdapat pada

kelas TBL sangat tinggi dan tersebar di 2 desa dengan luas keseluruhan 35,2

Ha.

2. Tingkat kerentanan tertinggi/ sangat rentan berada di Desa Gemaharjo dengan

luas 492,3 Ha (30,1%) dan Tingkat kerentanan terendah/ tidak rentan berada di

Desa Ploso dengan luas 839,9 Ha (18,3%). Sementara itu untuk tingkat risiko

tertinggi berada di Desa Gemaharjo dengan luas 699,5 Ha (40,9%) dan tingkat

risiko terendah berada di Desa Ploso dengan luas 1378,6 Ha (33,9%).

3. Di DAS Grindulu hulu terdapat 32 arahan konservasi lahan dengan 4 prioritas

penanganan. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan III memiliki

luasan tertinggi yaitu 3197,7 Ha (42,6%) dan Arahan Konservasi Lahan Pada

Prioritas Penanganan II memiliki luasan terendah yaitu 462,9 Ha (6,1%).

Page 6: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Intan Fatmasari. LEVEL RISK OF LANDSLIDE AND LAND CONSERVATION

AT GRINDULU UPPER WATERSHED IN PACITAN AND PONOROGO

REGENCY 2009, Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of

Sebelas Maret University, September 2010.

The goal of the research is to know : level hazard of landslide and type of

landslide in Grindulu upper watershed, level risk and susceptibility of landslide in

Grindulu upper watershed and land conservation in Grindulu upper watershed.

This research uses spatial descriptive method. Population is the whole of

land units which exist in Grindulu upper watershed wich arranged by soil map,

slope map, geological map and landuse map with the amount 44 land units,

sample was taken by area sampling technique. Technique of data collection were

gained by field observation, documentation and laboratory test. Technique of data

analysis were gained by scoring parameter of landslide and the output is level

hazard of landslide map, landslide type with data from field and looking for

material of landslide, susceptibility with population density data wich outlined

population density map and overlay with is level hazard of landslide map, so the

output is level susceptibility of landslide map, risk with correlation/ overlay

between result of level hazard of landslide and susceptibility, so the output is level

risk of landslide map, and land conservation with technique and vegetative

conservation method.

Based on the result of the research , it can be concluded as follows:

1. Slump slide type being on rolling morphology, were gained on Level Hazard

of Landslide low until medium class and distributed in 8 village with 5617,8

Hectare wide. Debris Fall slide type being on rolling until strong hilly

morphology, were gained on Level Hazard of Landslide high class and

distributed in 8 village with 2877,4 Hectare wide. Rock Fall slide type being

on mountainous morphology, were gained on Level Hazard of Landslide very

high class and distributed in 2 village with 35,2 Hectare wide.

2. The highest/ very susceptibility class on Level Susceptibility of Landslide was

located in Gemaharjo village with 492,3 Hectare wide or (30,1%) and the

lowest/ not susceptibility class on Level Susceptibility of Landslide was

located in Ploso village with 839,9 Hectare wide or (18,3%). For the time

being the highest class on Level Risk of Landslide was located in Gemaharjo

village with 699,5 Hectare wide or (40,9%) and the lowest class on Level Risk

of Landslide was located in Ploso village with 1378,6 Hectare wide or

(33,9%).

3. In Grindulu upper watershed were gained 32 land conservation with 4

handling priority. Land conservation on handling priority class III have high

wide with 3197,7 Hectare wide or (42,6%) and Land conservation on

handling priority class II have low wide with 462,9 Hectare wide or (6,1%).

Page 7: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

If there is a will, there is a way

(Penulis)

Let’s make a dreams and make a true

(Penulis)

People may doubt what you say, but they will believe what you do

(Lewis Cass)

You were not born a winner, and you were not born a loser. You are what you

make yourself be

(Lou Holtz)

Experience is not what happens to you, it is what you do with what happens to you

(Aldous Huxley)

Page 8: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

My beloved mom and dad

My little brother

My grindulu team (Ardhian & Aby)

Someone in a right place

All of my friends geo’06

And also special thank’s for tedy, novika & bekti

Page 9: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dan

kesempatan sampai pada akhirnya skripsi dapat terselesaikan, untuk memenuhi

sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Geografi.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian

skripsi ini, berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan tersebut dapat

teratasi dengan baik. Untuk itu atas segala bantuannya disampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ.(K) selaku Rektor

Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin untuk melakukan

penelitian.

2. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS yang telah memberikan ijin dalam

penyusunanan skripsi ini.

3. Bapak Drs. H. Syaiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Geografi yang telah memberikan bimbingan arahan, serta ijin dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si selaku Pembimbing I yang telah

berkenan memberikan bimbingan, arahan, dan semangat dalam

penyusunan skripsi.

6. Bapak Yasin Yusup, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, semangat serta pengetahuan baru yang sangat

bermanfaat.

Page 10: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

7. Bapak ibu dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah

memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat selama penulis

belajar di Pendidikan Geografi FKIP-UNS.

8. Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan yang telah memberikan ijin untuk

melakukan penelitian.

9. Kedua orangtua yang tidak henti-hentinya mendoakan hingga

terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

10. Rekan-rekan kuliah Program Studi Pendidikan Geografi FKIP-UNS

Angkatan 2006 yang telah membantu dan memberi semangat: Diah, Dyas,

Ika, Kukuh, Sya’ban, Aby, Agung H, Agung P, Anis, Anita, Ardhian, Ari,

Arief, Uzi, Silva, Indri, Guntur, Maria, Novika, Reza, Rohmat, Tari, Arno,

Bekti, Watik, Tedy, Yenik, Jojo, Ulie, Mitra, Novi, Rohaye, Lilik, Wiwis,

Eki.

11. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari

Allah SWT. Meskipun disadari, skripsi ini jauh dari sempurna, namun diharapkan

skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan

pada umumnya dan ilmu geografi pada khususnya.

Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Surakarta, September 2010

Penulis

Page 11: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................. v

ABSTRCT ................................................................................................. vi

HALAMAN MOTTO ................................................................................ vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ viii

KATA PENGANTAR ................................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv

DAFTAR PETA ...................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Perumusan Masalah .............................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5

1. Manfaaat Teoritis ............................................................................ 5

2. Manfaat Praktis ............................................................................... 5

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 6

1. Longsor ........................................................................................... 6

2. Tingkat Kerentanan dan Risiko Longsor ...................................... 18

3. Penanggulangan dan Pengendalian Longsor ................................. 20

4. Konservasi Lahan .......................................................................... 24

5. Daerah Aliran Sungai .................................................................... 27

6. Satuan Lahan ................................................................................. 31

B. Penelitian Yang Relevan ..................................................................... 32

Page 12: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

C. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 40

B. Metode Penelitian................................................................................ 40

C. Teknik Sampling ................................................................................. 42

D. Sumber Data ........................................................................................ 42

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 43

F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 44

G. Prosedur Penelitian.............................................................................. 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ......................................................... 52

1. Letak, Batas, dan Luas .................................................................. 52

2. Iklim .............................................................................................. 55

3. Geologi .......................................................................................... 59

4. Geomorfologi ................................................................................ 60

5. Tanah ............................................................................................. 61

6. Penggunaan Lahan ........................................................................ 64

7. Keadaan Penduduk ........................................................................ 65

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan........................................................ 67

1. Satuan Lahan Daerah Penelitian ................................................... 67

2. Tingkat Bahaya Longsor dan Karakteristik Tipe Longsor ............ 81

3. Tingkat Kerentanan dan Risiko Longsor ...................................... 96

4. Penanganan Longsor dan Arahan Konservasi Lahan.................. 109

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................... 149

B. Implikasi ............................................................................................ 149

C. Saran .................................................................................................. 150

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 152

LAMPIRAN

Page 13: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Longsoran ............................................................................... 14

Tabel 2. Perlakuan Pengendalian Longsor pada Setiap Segmen (Bagian) dari

Area Longsor ............................................................................................. 21

Tabel 3. Penelitian yang Relevan ........................................................................... 35

Tabel 4. Waktu Penelitian ....................................................................................... 40

Tabel 5. Pengharkatan Parameter Penentu Longsor ............................................... 46

Tabel 6. Metode Penanggulangan Longsor Berdasarkan Tipe Longsor ................. 47

Tabel 7. Usaha Konservasi Lahan Vegetatif ........................................................... 49

Tabel 8. Usaha Konservasi Lahan Teknik .............................................................. 50

Tabel 9. Pembagian Administratif DAS Grindulu hulu .......................................... 53

Tabel 10. Curah Hujan DAS Grindulu hulu Tahun 2000 – 2009 Stasiun

Pengamatan Bandar ................................................................................... 56

Tabel 11. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson ........................................ 57

Tabel 12. Penggunaan Lahan di DAS Grindulu hulu ............................................... 64

Tabel 13. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tegalombo Tahun 2009 .................. 65

Tabel 14. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bandar Tahun 2009 ......................... 66

Tabel 15. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Slahung Tahun 2009 ....................... 67

Tabel 16. Formasi Batuan di DAS Grindulu hulu ..................................................... 68

Tabel 17. Kemiringan Lereng di DAS Grindulu hulu ............................................... 70

Tabel 18. Macam Tanah yang Terdapat di DAS Grindulu hulu ............................... 72

Tabel 19. Penggunaan Lahan di DAS Grindulu hulu ............................................... 74

Tabel 20. Karakteristik Lahan DAS Grindulu hulu .................................................. 77

Tabel 21. Tingkat Bahaya Longsor DAS Grindulu hulu. ......................................... 82

Tabel 22. Kepadatan Penduduk DAS Grindulu hulu. ............................................... 98

Tabel 23. Hubungan Tingkat Kerentanan dan Tingkat Bahaya Longsor. ............... 104

Tabel 24. Arahan Konservasi Lahan DAS Grindulu hulu ...................................... 110

Tabel 25. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan I ......................... 113

Tabel 26. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan II ........................ 125

Page 14: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

Tabel 27. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan III ...................... 132

Tabel 28. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan IV …………. .... 139

Page 15: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Longsor Translasi ..................................................................................... 8

Gambar 2. Longsor Rotasi ......................................................................................... 9

Gambar 3. Pergerakan Blok ....................................................................................... 9

Gambar 4. Runtuhan Batu ........................................................................................ 10

Gambar 5. Rayapan Tanah ....................................................................................... 10

Gambar 6. Aliran Bahan Rombakan ........................................................................ 11

Gambar 7. Perbedaan Tipe Longsor ........................................................................ 11

Gambar 8. Efek Gaya Gravitasi pada Sebuah Massa............................................... 12

Gambar 9. Penurunan Sudut Lereng yang Disebabkan Gelinciran Material

Longsor .................................................................................................. 12

Gambar 10. Kecepatan Kerusakan Relatif pada Masing-Masing Tipe Longsor ....... 13

Gambar 11. Skema yang Menggambarkan Zona Hulu, Punggung, dan Kaki dari

Wilayah Longsor .................................................................................... 20

Gambar 12. Letak Saluran Pengelak dan Saluran Pembuangan Air pada Suatu

Bukit ....................................................................................................... 23

Gambar 13. Bangunan Penahan Longsor dari Anyaman Bambu untuk Menahan

Longsor Kategori Kecil .......................................................................... 23

Gambar 14. Bangunan Konstruksi Beton Penahan Longsor Kategori Besar ............ 24

Gambar 15. Bangunan Penguat Tebing/Bronjong ..................................................... 24

Gambar 16. Letak Penanaman Rumput Berselang-seling ......................................... 26

Gambar 17. Penampang Guludan yang Ditanami Rumput ........................................ 26

Gambar 18. Penampang Teras Bangku dan Bagan yang Ditanami Rumput ............. 27

Gambar 19. Penampang Saluran Pembuang Air yang Ditanami Rumput ................. 27

Gambar 20. Siklus Hidrologi ..................................................................................... 28

Gambar 21. Penampang 3 Dimensi Struktur Memanjang Sungai gmangu ............... 30

Gambar 22. Diagram Alur Kerangka Pemikiran ....................................................... 39

Gambar 23. Tipe Curah Hujan DAS Grindulu hulu Tahun 2000 - 2009 Menurut

Schmidt dan Ferguson ............................................................................ 58

Page 16: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Gambar 24. Penampang Melintang Tanah Litosol pada Satuan Lahan Tomw-IV-

Li-Kb ...................................................................................................... 62

Gambar 25. Penampang Melintang Tanah Latosol Coklat Kemerahan pada

Satuan Lahan Tomw-IV-KLaCKmr-Tg. ................................................ 63

Gambar 26. Tipe Longsoran Nendatan Tanah Desa Watupatok ............................... 85

Gambar 27. Tipe Longsoran Nendatan Tanah Desa Kledung ................................... 87

Gambar 28. Sketsa Tipe Longsoran Nendatan. ................................................................ 88

Gambar 29. Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran di Desa Gemaharjo ...... 90

Gambar 30. Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran di Desa Tahunan ......... 90

Gambar 31. Sketsa Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran. ......................... 91

Gambar 32. Tipe Longsoran Jatuhan Batu di Desa Gemaharjo ................................. 93

Gambar 33. Sketsa Tipe Longsoran Jatuhan Batu. .................................................... 94

Gambar 34. Vetiver yang Ditanam Rapat sebagai Pengendali Longsor. ................. 146

Gambar 35. Saluran Pengelak yang Dipotong dengan Rorak. ................................. 146

Gambar 36. Saluran Teras Bangku. ......................................................................... 146

Gambar 37. Saluran Pembuangan Air (SPA)........................................................... 147

Gambar 37. Bangunan Terjunan dari Bambu .......................................................... 147

Page 17: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR PETA

Halaman

1. Peta 1. Administrasi DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 .................................. 54

2. Peta 2. Geologi DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ......................................... 69

3. Peta 3. Lereng DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ........................................... 71

4. Peta 4. Tanah DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ............................................ 73

5. Peta 5. Penggunaan Lahan DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ........................ 75

6. Peta 6. Satuan Lahan DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ................................ 80

7. Peta 7. Tingkat Bahaya Longsor DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 .............. 95

8. Peta 8. Kepadatan Penduduk DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ................... 99

9. Peta 9. Tingkat Kerentanan Longsor DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ...... 103

10. Peta 10. Tingkat Risiko Longsor DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ............ 108

11. Peta 11. Arahan Konservasi Lahan DAS Grindulu Hulu Skala 1 : 50.000 ......... 148

12. Peta 12. Rekomendasi Penanganan Longsor DAS Grindulu Hulu Skala 1 :

50.000 .................................................................................................................. 151

Page 18: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Curah Hujan Harian di Sepuluh Stasiun Pengamatan / Obsevatorium

Meteorologi Selama Sepuluh Tahun (2000-2009).

Lampiran 2. Contoh Checklist Lapangan

Lampiran 3. Peta Lokasi Titik Sampel

Lampiran 4. Hasil Analisis Laboratorium.

Lampiran 5. Perijinan.

Page 19: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Posisi geografis dan geodinamik Indonesia telah menempatkan Indonesia

sebagai wilayah yang rawan bencana (natural disaster prone region). Indonesia

terletak pada wilayah pertemuan 3 (tiga) lempeng besar dunia yaitu lempeng Indo-

Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan antar lempeng tersebut

terjadi zona penunjaman atau subduction zone. Lebih dari itu, proses dinamika

lempeng yang cukup intensif juga membentuk relief permukaan bumi yang khas

dan sangat bervariasi, mulai dari datar hingga pegunungan yang berlereng terjal.

Material hasil letusan gunungapi mempunyai porositas tinggi dan kurang kompak

dan tersebar di daerah dengan kemiringan terjal, jika terganggu keseimbangan

hidrologinya, daerah tersebut akan rawan terhadap tanah longsor. Kondisi tersebut

mengakibatkan yang berada dalam busur kepulauan bersifat rawan terhadap tanah

longsor. wilayah

Salah satu kejadian alam yang dapat menjadi bencana bagi manusia adalah

tanah longsor. Indonesia yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah

perbukitan dan pegunungan, menyebabkan sebagian wilayah Indonesia menjadi

daerah yang rentan/ rawan bagi terjadinya tanah longsor. Kondisi ini ditambah

dengan adanya curah hujan yang tinggi serta kejadian gempa yang sering muncul,

sehingga secara alami akan ikut memicu terjadinya bencana tanah longsor.

Tanah longsor (landslide) adalah perpindahan material pembentuk lereng

berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran bergerak ke

bawah atau keluar lereng. Peristiwa longsor atau dikenal sebagai gerakan massa

tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alami atau

buatan dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari

keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya

dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan

geser tanah. Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada

lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh

1

Page 20: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sementara, gaya pendorong dipengaruhi

oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah dan

batuan.

Tanah longsor merupakan suatu peristiwa alam yang pada saat ini frekuensi

kejadiannya semakin meningkat. Fenomena alam ini berubah menjadi bencana alam

tanah longsor manakala tanah longsor tersebut menimbulkan korban baik berupa

korban jiwa maupun kerugian harta benda dan hasil budaya manusia. Indonesia yang

sebagian wilayahnya berupa daerah perbukitan dan pegunungan, menyebabkan

sebagian wilayah Indonesia menjadi daerah yang rawan kejadian tanah longsor.

Intensitas curah hujan yang tinggi dan kejadian gempa yang sering muncul, secara

alami akan dapat memicu terjadinya bencana alam tanah longsor. Kekuatan tanah

tergantung dari ikatan antara partikel penyusun tanah, sedangkan untuk batuan lebih

banyak ditentukan oleh retakan pada batuan itu.

Air hujan dalam jumlah yang kecil menyebabkan tanah menjadi lembab dan

mempunyai efek memperkuat tanah, namun apabila tanah menjadi jenuh air efeknya

akan melemahkan ikatan partikel. Molekul air menyusup ke partikel tanah dan

menjadi katalisator proses gelinciran antara partikel. Faktor ini yang menyebabkan

tanah longsor banyak terjadi pada musim penghujan.

Bencana alam merupakan bentuk dari dampak buruk proses yang terjadi di

alam terhadap kehidupan di bumi. Manusia melihat kejadian proses alamiah

sebagai bencana karena dipandang merusak tatanan kehidupan, terutama

kehidupan manusia yang sedang berlangsung. Mereka akhirnya dihadapkan pada

satu kejadian alam yang tidak terhindarkan karena pada dasarnya manusia hidup

di alam. Menggunakan segala daya upaya manusia berusaha menghindari dampak

buruk dari proses alam yang memang akan selalu terjadi. Daya upaya didasarkan

pada tingkat pemahaman terhadap proses alam itu sendiri. Pemahaman

berkembang dari yang bersifat subyektif-emosional sampai kepada tingkat teknik-

rasional.

Bencana diartikan sebagai suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh perang, alam, perbuatan manusia, dan penyebab lain yang dapat

mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian, kerusakan serta

menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Page 21: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Jadi, peristiwa longsor maupun fenomena alam lainnya tidak selalu disebut

sebagai bencana, jika tidak mengakibatkan korban jiwa atau gangguan terhadap

penduduk sekitar. Akan tetapi, saat ini keadaan tersebut sulit berlaku di DAS-

DAS hulu, termasuk di Kabupaten Pacitan.

Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah dataran yang di batasi oleh

batas alam, seperti punggungan bukit atau gunung, maupun batas buatan, seperti

jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun pada daerah tersebut memberi

kontribusi aliran ketitik control (outlet), Suripin (2002 : 183). Daerah Aliran

Sungai sebagai suatu ekosistem dapat dibagi menjadi tiga, yaitu wilayah hulu,

tengah,dan hilir yang memilki ketergantungan satu dengan yang lainnya, Asdak

(1995 : 11).

DAS Grindulu adalah salah satu DAS yang terletak di Kabupaten Pacitan.

Di bagian hulu, DAS tersebut memiliki ketinggian sekitar 700 m dpal dengan

kemiringan lereng > 45%, sehingga mengisyaratkan bahwa sebagian daerahnya

adalah dataran tinggi dengan banyak bukit dan gunung. DAS Grindulu hulu

memiliki luas 8.300 ha.

Longsor dalam skala kecil maupun besar, selalu terjadi dari waktu ke

waktu dan bahkan akhir-akhir ini semakin tinggi intensitasnya. Di Kabupaten

Pacitan terdapat beberapa kecamatan yang rawan longsor, yaitu Kecamatan

Tegalombo, Arjosari, Kebonagung, Nawangan, Bandar, dan Pacitan. Setiap

daerah tersebut memiliki tingkat kerawanan longsor yang berbeda-beda. Hal

tersebut ditentukan oleh perbedaan karakteristik lahan yang sekaligus sebagai

parameter penyebab longsor, seperti kemiringan lereng, jenis tanah, kondisi

batuan, hidrologi, iklim, penggunaan lahan, dan kerapatan vegetasi.

Kondisi fisik lahan yang didominasi bentuklahan pegunungan dan

perbukitan dengan kemiringan lereng yang curam sampai terjal, menyebabkan

wilayah sekitar sungai Grindulu potensi akan terjadinya longsor. Kejadian

longsor tersebut juga ditunjang oleh keadaan batuan yang sudah mulai melapuk

akibat disintegrasi oleh pengaruh panas dan hujan serta dekomposisi.

Analisis tingkat bahaya longsor tanah di masing-masing DAS hulu di

Kabupaten Pacitan sangat diperlukan. Analisis tersebut dapat digunakan untuk

Page 22: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

penyusunan informasi penanggulangan bencana dan arahan konservasi yang

digunakan sebagai masukan bagi perencanaan dan pembangunan wilayah maupun

penyempurnaan tata ruang wilayah. Potensi terjadinya longsoran ini dapat

diminimalkan dengan memberdayakan masyarakat untuk mengenali tipologi

lereng yang rawan longsor tanah, gejala awal lereng akan bergerak, serta upaya

antisipasi dini yang harus dilakukan. Sistem peringatan dini yang efektif

sebaiknya dibuat berdasarkan prediksi, bilamana dan dimana longsor akan terjadi

juga tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada saat bencana datang.

Disamping itu, selain diadakannya sistem peringatan dini dan beberapa

usaha-usaha pencegahan, upaya konservasi lahan merupakan suatu keharusan

untuk membuat lingkungan hidup lebih baik sesuai dengan fungsinya. Konservasi

lahan ditujukan untuk memperoleh produksi maksimum suatu lahan secara

berkelanjutan dengan mengupayakan agar laju gerakan tanah/ longsor lebih kecil

atau paling tidak sama dengan laju pembentukan tanah di daerah itu. Ini berarti

bahwa diperlukan langkah-langkah atau upaya untuk mengatur penggunaan lahan.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka peneliti bermaksud

melakukan penelitian yang berjudul ”Tingkat Risiko Longsor dan Arahan

Konservasi Lahan di DAS Grindulu Hulu Kabupaten Pacitan dan Ponorogo

Tahun 2009”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Tingkat Bahaya Longsor (TBL) dan karakteristik tipe longsor

yang terjadi di DAS Grindulu hulu?

2. Bagaimanakah tingkat kerentanan dan risiko longsor yang terjadi di DAS

Grindulu hulu?

3. Bagaimanakah cara penanganan dan arahan konservasi lahan yang dilakukan

terhadap karakteristik tipe longsor yang terjadi di DAS Grindulu hulu?

Page 23: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Mengetahui Tingkat Bahaya Longsor (TBL) dan karakteristik tipe longsor yang

terjadi di DAS Grindulu hulu

2. Mengetahui tingkat kerentanan dan risiko longsor yang terjadi di DAS

Grindulu hulu

3. Mengetahui cara penanganan dan arahan konservasi lahan yang dilakukan di

DAS Grindulu hulu

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang

geomorfologi dan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat digunakan untuk sosialisasi adanya potensi terjadinya longsoran

sehingga segenap masyarakat dapat mengenali tipologi lereng yang rawan

tanah longsor, gejala awal lereng akan bergerak, serta upaya antisipasi dini

yang harus dilakukan, dengan menyertakan beberapa rekomendasi-

rekomendasi yang diperoleh dari penelitian ini.

b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah agar

memperhatikan lingkungan setempat terutama lingkungan DAS, serta

upaya-upaya konservasi lahan yang seharusnya dilakukan.

Page 24: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Longsor

Longsoran menurut Sharpe (1938) dalam Thornbury (1969:46) adalah tipe

gerakan masa batuan yang diamati dan melibatkan masa kering bahan rombakan

bumi (earth debris). Sharpe membagi tiga gerakan yang termasuk longsoran

menjadi lima kategori, yaitu:

a. Nendatan (slump)

Nendatan adalah longsoran yang bergerak secara rotasi pada bidang

gelincir yang diakibatkan oleh berkurangnya tahanan geser pada masa

yang tidak terkonsolidasi dengan baik. Ciri jenis longsoran ini adalah masa

gelinciran bergerak secara rotasi dan cenderung ke arah dalam lereng

dengan bagian atas gelinciran membentuk cekungan.

b. Gelinciran bahan rombakan (debris slide)

Gelinciran bahan rombakan merupakan tipe longsoran yang terjadi pada

zona bagian terlapuk. Pada batuan terlapuk terbentuk masa rombakan yang

berupa pecahan-pecahan (ductile) batuan yang terakumulasi pada lereng

bukit dan memiliki potensi yang besar untuk bergerak terutama pada

waktu hujan turun. Longsoran gelinciran merupakan bencana yang sering

terjadi di indonesia dan intensif terjadi pada musim penghujan. Longsoran

gelinciran ini dikenali dengan adanya retakan di permukaan. Pergerakan

ini dikenali dengan bentuk permukaan berupa lingkaran atau bentuk

sendok. Setelah terjadi kerusakan massa dengan adanya gawir longsoran di

permukaan pada bagian mahkota longsoran, longsoran gelincir ini mulai

bergerak dan akan membagi dalam beberapa blok yang terpisahkan oleh

retakan. Pada daerah kepala blok ini akan menggelincir ke bawah dan

membentuk daerah datar. Bagian paling bawah akan bergerak muncul ke

atas membentuk lidah di permukaan. Gelinciran ini dapat terjadi dengan

kecepatan beberapa centimeter per tahun hingga beberapa meter per bulan

bahkan dapat terjadi tiga meter dalam satu detik. Rayapan tanah

6

Page 25: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

merupakan indikator adanya pergerakan longsoran gelinciran yang

ditunjukkan dengan keadaan vegetasi yang membengkok. Daerah seperti

ini semestinya tidak diperuntukkan sebagai kawasan pemukiman

penduduk.

c. Jatuhan bahan rombakan (debris fall)

Debris fall merupakan material kasar dan halus yang saling bercampur

(mixed) yang bergerak jatuh bebas pada lereng yang vertikal akibat

pengaruh gaya gravitasi.

d. Gelinciran batuan (rock slide)

Gelinciran batuan merupakan tipe longsoran yang masa batuannya

menuruni lereng bukit akibat pengaruh dari struktur geologinya.

e. Jatuhan batu (rock fall)

Jatuhan adalah gerak bebas material yang berasal dari lereng curam seperti

bukit. Tipe ini memiliki asal kata "jatuh", yang membedakan dengan tipe

lain adalah keadaan dimana material jatuh bebas dari lereng mengalami

tumbukan berulang dengan lereng yang berada dibawahnya dengan

kecepatan tinggi. Lebih mudahnya adalah adanya sebuah pecahan batuan

yang jatuh dari sebuah lereng yang menggelinding dan menerjang serta

merusakkan apa saja yang dilewatinya. Diantara tipe jatuhan ini adalah

bukit curam, dimana bukit curam tersusun oleh batuan bersifat getas yang

mengalami erosi gelombang laut pada bagian bawahnya yang

menyebabkan terjadinya jatuhan. Perhatikan retakan pada permukaan

atasnya yang merupakan gejala sebelum terjadi jatuhan. Tipe longsoran

jatuhan ini juga harus diwaspadai pada daerah pemukiman yang berada

dibawah lereng yang memiliki batu-batu besar dan terpisah-pisah.

Antisipasi yang dapat dilakukuan adalah membangun pagar-pagar kawat,

atau dengan mengikat batu yang membahayakan tersebut.

Dalam longsoran yang sebenarnya, gerakan ini terdiri dari peregangan

secara geser dan peralihan sepanjang suatu bidang atau beberapa bidang gelincir

yang dapat nampak secara visual. Gerakan ini dapat bersifat progresif yang berarti

bahwa keruntuhan geser tidak terjadi seketika pada seluruh bidang gelincir

Page 26: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

melainkan merambat dari suatu titik. Masa yang bergerak menggelincir di atas

lapisan batuan/tanah asli dan terjadi pemisahan dari kedudukan semula. Sifat

gerakan biasanya lambat hingga amat lambat.

Longsoran berdasarkan bentuk bidang gelincirnya dapat dibagi menjadi :

(Schutcer dan Raimond, 1978:13)

a. Longsoran Rotasi (rotasional slides)

Longsoran rotasi adalah yang paling sering dijumpai oleh para

rekayasawan sipil. Longsoran jenis ini dapat terjadi pada batuan maupun

tanah. Pada kondisi tanah homogen, longsoran rotasi dapat berupa busur

lingkaran, tetapi dalam kenyataan sering dipengaruhi oleh diskontinuitas

oleh adanya sesar, lapisan lembek dan lain-lain.

b. Longsoran Translasi (translational slides)

Dalam longsoran translasi, longsoran bergerak sepanjang bidang gelincir

berbentuk bidang rata. Perbedaan terhadap longsoran rotasi dan translasi

merupakan kunci penting dalam penanggulannya. Gerakan dari longsoran

translasi umumnya dikendalikan oleh permukaan yang lembek. Longsoran

translasi ini dapat bersifat menerus, luas, dan dapat pula dalam blok.

Dalam http://merapi.vsi.esdm.go.id mengungkapkan ada 6 jenis longsoran,

yaitu:

a. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada

bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Gambar 1: Longsor Translasi

Page 27: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

b. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

gelincir berbentuk cekung.

Gambar 2: Longsor Rotasi

c. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang

gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok

batu.

Gambar 3: Pergerakan Blok

d. Runtuhan batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain

bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng

yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar

yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

Page 28: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Gambar 4: Runtuhan Batu

e. Rayapan Tanah

Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis

tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis longsor ini hampir tidak

dapat dikenali. Setelah waktu cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa

menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

Gambar 5: Rayapan Tanah

f. Aliran Bahan Rombakan

Aliran bahan rombakan terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh

air. Kecepatan aliran tergantung kemiringan lereng, volume dan tekanan

air, dan jenis materialnya. Gerakan terjadi di sepanjang lembah dan

mampu mencapai ratusan meter. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan

meter seperti di DAS sekitar gunung api. Aliran tanah dapat menelan

korban cukup banyak.

Page 29: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Gambar 6: Aliran Bahan Rombakan

Landslides are rock, earth, or debris flows on slopes due to gravity. They

can occur on any terrain given the right conditions of soil, moisture, and angle of

slope. Integral to the natural process of the earth’s surface geology, landslides

serve to redistribute soil and sediments in a process that can be in abrupt

collapses or in slow mud flows, debris flows, earth failures, slope failures, etc

(Figure 7). Landslides can be triggered by rains, floods, earthquakes, and other

natural causes as well as human-made causes, such as grading, terrain cutting

and filling, excessive development, etc. Because the factors affecting landslides

can be geophysical or human-made, they can occur in developed or undeveloped

areas, or any area where the terrain was altered for roads, houses, utilities, and

even for lawns in one’s backyard (USGS, Planning Research).

Gambar 7. Perbedaan Tipe Longsor

Page 30: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

The principal driving force for any landslide is the gravitational force

(Figure 8) and the tendency to move of this mass will be proportional to the hill

slope angle. The resisting forces preventing the mass from sliding down the slope

are inversely proportional to the same hill slope angle and proportional to the

friction angle of the material. As seen in Figure 9 the stability of the material

resting on a slope will be reduced with an increased slope angle. In addition, the

resisting forces can be significantly reduced in case of rain or earthquake

vibrations.

Gambar 8. Efek Gaya Gravitasi pada Sebuah Massa

Gambar 9. Penurunan Sudut Lereng yang Disebabkan Gelinciran Material

Longsor.

The speed at which the different types of landslides occur varies greatly.

From Figure 10 it can be observed that the failure speed of rock falls is much

higher than the one observed in slumps or soil creeping. The speed of the

Page 31: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

landslide will make an even more or less avoidable and therefore, more or less

risky.

Gambar 10. Kecepatan Kerusakan Relatif pada Masing-Masing Tipe Longsor.

Penetapan klasifikasi longsoran dimaksudkan untuk menyeragamkan

istilah,memudahkan pengenalan tipe longsoran, membantu dalam menentukan

penyebab longsoran dan pemilihan cara penanggulangannya. Klasifikasi

longsoran ditetapkan berdasarkan :

1. Jenis material dan batuan dasarnya.

2. Jenis gerakan/meknisme longsoran dengan diskripsi lengkap mengenai

bentuk bidang longsor/gelincir.

Adapun klasifikasi longsoran dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Page 32: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Tabel 1. Klasifikasi Longsoran

JENIS GERAKAN JENIS MATERIAL

BATU TANAH

BUTIR

KASAR

BUTIR

HALUS

Runtuhan

Runtuhan batu Runtuhan

bahan

rombakan

Runtuhan

tanah

Jungkiran

Jungkiran

batu

Jungkiran

bahan

rombakan

Jungkiran

tanah

Gel

inci

ran

Rotasi Sedikit

Nendatan batu Nendatan

bahan

rombakan

Nendatan

tanah

Translasi Banyak

Gelincir

bongkahan

batu

Gelincir

bongkah

bahan

rombakan

Gelincir

bongkah

tanah

Gerakan Laterial Gelincir batu Gelincir bahan

rombakan

Gelincir

tanah

Aliran

Gerakan

Laterial batu

Gerakan

laterial bahan

rombakan

Gerakan

laterial

Aliran batu

Aliran bahan

rombakan

Aliran tanah

(rayapan tanah)

Majemuk Gabungan dua atau lebih tipe gerakan

Sumber: (Varness: 1978 dalam Suranto, 2008 : 28).

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng

lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh

kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sementara, gaya pendorong dipengaruhi

oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah dan

batuan.

Faktor-faktor penyebab gerakan tanah antara lain:

a. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November

karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang

akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam

Page 33: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga

tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika

hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan

cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan

yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah

menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat

menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk

dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan

lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah

karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan

berfungsi mengikat tanah.

b. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong.

Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air

laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor

adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya

mendatar.

c. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah liat dengan ketebalan

lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki

potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain

itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi

lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

d. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir

dan campuran antara kerikil, pasir, dan liat umumnya kurang kuat. Batuan

tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan

umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang

terjal.

Page 34: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

e. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,

perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan

persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat

tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi

longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena

akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan

umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

f. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi,

ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang

ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah

menjadi retak.

g. Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan

lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi

longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

h. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan

kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama

di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering

terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya relatif lembah.

i. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai relative tebing. Selain

itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan

menjadi terjal.

j. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman

umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah

timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah

Page 35: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi

penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

k. Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi

pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada

saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama

memiliki ciri-cirisebagai berikut:

1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk

tapal kuda

2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal

karena tanahnya gembur dan subur

3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai

4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah

5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas

longsoran kecil pada longsoran lama

6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan

dan longsoran kecil

7) Longsoran lama ini cukup luas

l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

1) Bidang perlapisan batuan

2) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

3) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan

yang kuat.

4) Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air

dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).

5) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang

padat.

6) Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat

berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.

Page 36: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

m. Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif

gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang. Longsoran lama

umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung

api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi

patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:

1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk

tapal kuda.

2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal

karena tanahnya gembur dan subur.

3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relative landai.

4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.

5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas

longsoran kecil pada longsoran lama.

6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan

dan longsoran kecil. Longsoran lama ini cukup luas.

n. Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah

dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi

ditambah dengan guyuran hujan.

2. Tingkat Kerentanan dan Risiko Longsor

Gerakan tanah atau tanah longsor merupakan fenomena alam yang lazim

terdapat di Indonesia. Sejak lama fenomena ini sudah dikenal, yang menarik untuk

diperhatikan adalah bahwa fenomena ini bertambah sering dan dimensinya pun

bertambah menjadi besar. Pertambahan baik kualitas maupun kuantitas dari proses

gerakan tanah ini justru bersamaan dengan meningkatnya pembangunan di

Indonesia. Karena itu perlu adanya suatu bentuk informasi mengenai tingkat

kerentanan suatu daerah untuk terkena atau terjadi gerakan tanah. Bentuk

informasi ini diwujudkan dalam suatu peta zona kerentanan gerakan tanah.

Sehingga informasi tentang kerentanan gerakan tanah dapat digunakan sebagai

Page 37: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

informasi awal untuk analisa resiko terjadinya bencana dan analisa

penanggulangan bencana sebagai acuan dasar untuk pengembangan wilayah

berikut pembangunan instruktur.

Lingkup kegitan dalam pemetaan zona kerentanan tanah (Varnes, 1978

dalam keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral

No.1452/K/10/MEM/2000) meliputi:

a. Persyaratan Tehnik, yaitu:

Persyaratan peta dimana peta tematik dan peta sebaran gerakan

tanah disyaratkan mempunyai skala yang sama, dan terdigitasi

dalam bentuk polygon.

Pembagian zona kerentanan gerakan tanah, zona kerentanan

gerakan tanah dapat dibagi sebanyak-banyaknya menjadi 3 (tiga)

yaitu: zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, menengah dan

tinggi.

b. Metode pemetaan zona kerentanan gerakan tanah. Metode analisis

yang dipergunakan adalah metode analisis gabungan antara pemetaan

tidak langsung dan pemetaan langsung. Pekerjaan ini menggunakan

SIG.

Aspek yang digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan longsor

adalah karakteristik lingkungan fisik alamiah dari obyek penelitian, dikaitkan

dengan aspek yang memiliki kemungkinan untuk terkena dampak atas terjadinya

bencana alam tersebut. Karakteristik lingkungan fisik alamiah yaitu yang

dicerminkan oleh parameter yang merupakan variable-variabel pengaruh bahaya

longsor. Adapun aspek yang kemungkinan terkena dampak atas terjadinya

bencana longsor tersebut adalah berupa elemen permukiman, prasarana fisik dan

sosial ekonomi, serta aktivitas ekonomi (mata pencaharian) penduduk atau

merupakan elemen yang berisiko (Carrara et al., 1992 dalam Mustapa, 2003:64).

Tingkat risiko longsor dapat ditunjukkan oleh nilai risiko totalnya. Risiko

total gerakan tanah adalah nilai yang menggambarkan tingkat risiko total dan

jumlah kerugian jiwa serta harta benda yang disebabkan oleh kejadian longsor.

Page 38: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Risiko spesifik adalah nilai yang menunjukkan derajat kehilangan jiwa serta harta

benda yang berkaitan dengan bahaya longsor. Risiko spesifik tersusun dari

kombinasi aspek bahaya longsor dengan magnitude. Adapun elemen yang

berisiko adalah informasi tentang fasilitas public dan aspek aktivitas ekonomi.

3. Penanggulangan dan Pengendalian Longsor

Penerapan tehnik pengendalian longsor didasarkan atas konsep

pengelolaan DAS. Dalam hal ini kawasan longsor dibagi ke dalam tiga zona

(Gambar 11), yaitu: (1) hulu, zona paling atas dari lereng yang longsor, (2)

punggung, zona longsor yang berada di antara bagian hulu dan kaki kawasan

longsor, dan (3) kaki, zona bawah dari lereng yang longsor dan merupakan zona

penimbunan atau deposisi bahan yang longsor. Pengelolaan masing-masing

segmen ditunjukkan dalam Tabel 2. Pada masing-masing zona diterapkan teknik

penanggulangan longsor dengan pendekatan vegetatif atau mekanis.

Gambar 11. Skema yang Menggambarkan Zona Hulu, Punggung, dan Kaki dari

Wilayah Longsor.

Page 39: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Tabel 2. Perlakuan Pengendalian Longsor pada Setiap Segmen (Bagian) dari Area

Longsor.

Zona/ wilayah longsor Perlakuan Pengendalian

Hulu Mengidentifikasi permukaan tanah yang retak atau

rekahan pada punggung bukit dan mengisi kembali

rekahan/permukaan tanah yang retak tersebut

dengan tanah.

Membuat saluran pengelak dan saluran drainase

untuk mengalihkan air dari punggung bukit, untuk

menghindari adanya kantong-kantong air yang

menyebabkan penjenuhan tanah dan menambah

massa tanah.

Memangkas tanaman yang terlalu tinggi yang

berada di tepi (bagian atas) wilayah rawan longsor.

Punggung (bagian

lereng yang meluncur)

Membangun atau menata bagian lereng yang

menjadi daerah bidang luncur, di antaranya dengan

membuat teras pengaman (trap terasering).

Membuat saluran drainase (saluran pembuangan)

untuk menghilangkan genangan air.

Membuat saluran pengelak di sekeliling wilayah

longsor.

Membuat penguat tebing dan check dam mini.

Menanam tanaman untuk menstabilkan lereng.

Kaki (zona penimbunan

bahan yang longsor)

Membuat/membangun penahan material longsor

menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat,

misalnya dengan menancapkan tiang pancang yang

dilengkapi perangkap dari dahan dan ranting kayu

atau bambu.

Membangun penahan material longsor seperti

bronjong atau konstruksi beton.

Menanam tanaman yang dapat berfungsi sebagai

penahan longsor.

Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-III.pdf

Teknik Pengendalian Longsor

a. Vegetatif

Pengendalian longsor dengan pendekatan vegetatif pada prinsipnya adalah

mencegah air terakumulasi di atas bidang luncur. Sangat dianjurkan menanam

jenis tanaman berakar dalam, dapat menembus lapisan kedap air, mampu

Page 40: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam, dan mempunyai massa yang

relatif ringan. Jenis tanaman yang dapat dipilih di antaranya adalah

sonokeling, akar wangi, Flemingia, kayu manis, kemiri, cengkeh, pala, petai,

jengkol, melinjo, alpukat, kakao, kopi, teh, dan kelengkeng.

b. Mekanis/sipil teknis

Ada beberapa pendekatan mekanis atau sipil teknis yang dapat digunakan

untuk mengendalikan longsor, sesuai dengan kondisi topografi dan besar

kecilnya tingkat bahaya longsor. Pendekatan mekanis pengendalian longsor

meliputi: (1) pembuatan saluran drainase (saluran pengelak, saluran

penangkap, saluran pembuangan), (2) pembuatan bangunan penahan material

longsor, (3) pembuatan bangunan penguat dinding/tebing atau pengaman

jurang.

1) Saluran drainase

Tujuan utama pembuatan saluran drainase adalah untuk mencegah

genangan dengan mengalirkan air aliran permukaan, sehingga kekuatan air

mengalir tidak merusak tanah, tanaman, dan/atau bangunan konservasi

lainnya. Di areal rawan longsor, pembuatan saluran drainase ditujukan

untuk mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi, sehingga tanah tidak terlalu

jenuh air, sebagai faktor utama pemicu terjadinya longsor. Bentuk saluran

drainase, khususnya di lahan usahatani dapat dibedakan menjadi: (a)

saluran pengelak; (b) saluran teras; dan (c) saluran pembuangan air,

termasuk bangunan terjunan. Letak masing-masing saluran ditunjukkan

pada Gambar 12.

Page 41: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Gambar 12. Letak Saluran Pengelak dan Saluran Pembuangan Air pada Suatu

Bukit (Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-III.pdf)

2) Bangunan penahan material longsor

Konstruksi bangunan penahan material longsor bergantung pada volume

longsor. Jika longsor termasuk kategori „kecil‟, maka konstruksi bangunan

penahan dapat menggunakan bahan yang tersedia di tempat, misalnya

bambu, batang dan ranting kayu (Gambar 13). Apabila longsor termasuk

kategori „besar', diperlukan konstruksi bangunan beton penahan yang

permanen (Gambar 14). Beton penahan ini umumnya dibangun di tebing

jalan atau tebing sungai yang rawan longsor.

Gambar 13. Bangunan Penahan Longsor dari Anyaman Bambu untuk Menahan

Longsor Kategori Kecil. (Sumber:

http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-III.pdf)

Page 42: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Gambar 14. Bangunan Konstruksi Beton Penahan Longsor Kategori Besar.

(Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-III.pdf)

3) Bangunan penguat tebing

Bangunan ini berguna untuk memperkuat tebing-tebing yang rawan

longsor, berupa konstruksi beton (Gambar 15) atau susunan bronjong

(susunan batu diikat kawat). Konstruksi bangunan menggunakan

perhitungan teknik sipil kering.

Gambar 15. Bangunan Penguat Tebing/Bronjong. (Sumber:

http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-III.pdf)

4. Konservasi Lahan

Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan

memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan kaidah-kaidah

konservasi tanah agar lahan dapat digunakan secara lestari.

Page 43: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Tujuan Usaha Konservasi:

a. Mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan aliran permukaan

b. Memperbaiki tanah yang rusak/kritis

c. Mengamankan dan memelihara produktivitas tanah agar tercapainya produksi

setinggi-tingginya dalam waktu yang tidak terbatas

d. Meningkatkan produktivitas lahan usahatani

Usaha konservasi lahan ini biasanya dilakukan salah satunya dengan kultur

teknis atau vegetasi yaitu dengan:

1. Penambahan Tanaman Penutup Tanah

Tanah penutup berfungsi untuk mencegah erosi, menambah bahan organik

tanah dan memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air

hujan yang jatuh. Jenis tanaman penutup tanah yaitu : Jenis merambat

(Colopogonium mucunoides, Centrosema Sp, Pueraria Sp), jenis perdu

(Crotolaria Sp), jenis pohon (Lamtoro gung, Lamtoro lokal, Gamal, esliandia

grandiflora),dan jenis kacang-kacangan.

2. Penanaman Rumput.

Rumput memegang peranan penting dalam usahatani konservasi terutama

lahan-lahan kering yang berlereng (3%). Berbagai jenis rumput dapat

berfungsi:

a. sebagai pelindung tanaman dan penahan air

b. memperbaiki kesuburan tanah

c. sebagai hijau makanan ternak

d. meningkatkan nilai usahatani atau pendapatan petani

3. Penanaman dalam strip

Adalah suatu sistem bercocok tanam dengan cara menanam beberapa jenis

tanaman dalam strip-strip yang berselang seling pada bidang tanah dan disusun

memotong lereng atau menurut kontur. Tanaman yang digunakan adalah

tanaman pangan atau tanaman semusim yang ditanam berbaris diselingi strip-

strip tanaman-tanaman yang lebih rapat berupa tanaman pupuk hijau atau

tanaman penutup tanah.

Page 44: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

4. Pergiliran tanaman

Cara penting lainnya untuk konservasi tanah dan air ialah dengan pergiliran

tanaman yaitu sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam

urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan kering yang

berlereng atau tanahnya miring pergiliran tanaman yang efektif untuk

mencegah erosi adalah antara tanaman penghasil bahan pangan dengan

tanaman penutup tanah untuk pupuk hijau. Selain mencegah erosi keuntungan

lain dari pergiliran tanaman adalah:

a. Memberantas hama dan penyakit tanaman melalui siklus hidupnya.

b. Memberantas tumbuhan pengganggu atau gulma.

c. Mempertahankan sifat fisik tanah dengan cara mengembalikan sisa-sisa

tanah kedalam tanah.

5. Menambah tanaman penguat teras

Tanaman yang memenuhi syarat sebagai penguat teras adalah:

a. Mempunyai sistem perakaran intensif, sehingga mampu mengikat air.

b. Tahan pangkas sehingga tidak menaungi tanaman utama.

c. Bermanfaat dalam menyuburkan tanah maupun sebagai penghasil makanan

ternak.

Tanaman penguat teras yang dianjurkan ditanam antara lain lamtorogung,

gamal, akasia, kaliandra, rumput gajah dan rumput benggala.

Gambar 16. Letak Penanaman Rumput Berselang-seling

Gambar 17. Penampang Guludan yang Ditanami Rumput

Page 45: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

6. Penggunaan bahan organik dan mulsa

Salah satu cara untuk memperbaiki struktur tanah, mempertinggi kemampuan

tanah dalam menyerap air yaitu dengan menggunakan pupuk organik berupa

pupuk hijau atau pupuk kandang serta penggunaan sisa-sisa tanaman yang

diletakkan di atas tanah sebagai serasah (mulsa) sehingga dapat

mempertahankan kelembaban tanah. Dengan cara ini penguapan air tanah

dapat diperkecil sehingga air tanah tetap tersedia bagi tumbuhnya tanaman.

Gambar 18. Penampang Teras Bangku dan Bagan yang Ditanami Rumput

Gambar 19. Penampang Saluran Pembuang Air yang Ditanami Rumput

5. Daerah Aliran Sungai

a. Pengertian Daerah Aliran Sungai

Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua

perencanaan hidrologi. Secara umum DAS dapat di definisikan sebagai suatu

wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggungan bukit atau gunung,

maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana titik hujan yang turun di

daerah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik keluaran (outlet). Menurut

Asdak (1995:4) Daerah Aliran Sungai (DAS) diartikan sebagai daerah yang

dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh di daerah

Page 46: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui

sungai-sungai kecil di sungai utama.

Menurut kamus webster DAS juga didefinisikan sebagai suatu wilayah

daratan yang dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya oleh pemisah alam

topografi, seperti punggung bukit atau gunung dan menerima air hujan,

menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut/danau. Apapun

definisi yang kita anut, DAS merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya

terjadi proses interaksi antara faktor-faktor biotik, non biotik dan manusia.

Sebagai suatu ekosistem maka setiap ada masukan ke dalamnya, proses yang

terjadi dan berlangsung di dalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran dari

ekosistem tersebut. Komponen masukan dari ekosistem DAS adalah curah hujan,

sedangkan keluaran berupa debit air dan muatan sedimen. Komponen-komponen

DAS yang berupa vegetasi, tanah dan saluran air dalam hal ini bertindak sebagai

prosessor.

Ekosistem DAS merupakan bagian yang penting karena mempunyai

fungsi perlindungan terhadap DAS. Aktivitas dalam DAS yang mengakibatkan

perubahan ekosistem, misalnya tata guna lahan, khususnya di daerah hulu dapat

memberikan dampak di daerah hilir yang mengakibatkan perubahan fluktuasi

debit air dan muatan sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan

antara masukan dan keluaran pada suatu DAS dapat dijadikan dasar untuk

mengetahui dampak suatu tindakan atau aktifitas bangunan di dalam DAS

terhadap lingkungan, khusunya tanah. Sebagai pertimbangan berikut ini gambar

model siklus hidrologi yang menjelaskan proses memutarnya alur air.

Gambar 20. Siklus Hidrologi (Sumber: www.buffer.foresty.iastate.edu)

Page 47: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

b. Fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Tanah longsor, bencana banjir dan kekeringan silih berganti terjadi di

suatu wilayah merupakan dampak negatif kegiatan manusia pada suatu DAS.

Keadaan sosial ekonomi penduduk setempat berpengaruh mutlak dalam

berlangsungnya ekosistem DAS, rendahnya taraf ekonomi masyarakat memaksa

lahan disekitarnya untuk dijadikan lahan produktif. Dalam hal ini dapat dikatakan

bahwa kegiatan manusia telah menyebabkan DAS gagal menjalankan fungsinya

sebagai penampung air hujan yang jatuh dari langit, menyimpan dan

mendistribusikan air tersebut ke saluran-saluran atau sungai.

Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang

penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian

DAS. Perlindungan ini, antara lain dari segi fungsi tata air. Keterikatan antara

hulu dan hilir menurut (Asdak, 1995:572) dapat dipakai sebagai satuan

monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya air. Fungsi Pemantauan

(monitoring) didefinisikan sebagai aktifitas pengamatan yang dilakukan secara

terus-menerus atau secara periodik terhadap pelaksanaan salah satu atau beberapa

program pengelolaan DAS untuk menjamin bahwa rencana-rencana kegiatan yang

diusulkan, jadwal kegiatan, hasil-hasil yang diinginkan dan kegiatan-kegiatan lain

yang diperlukan dapat berjalan sesuai dengan rencana. Sedangkan fungsi evaluasi

didefinisikan sebagai suatu proses yang berusaha untuk menentukan relevansi,

efektifitas dan nampak dari aktifitas-aktifitas yang dilaksanakan untuk mencapai

sasaran yang telah ditentukan (Asdak, 1995:573).

c. Pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS yang sering disebut juga dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS)

terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir

(Asdak, 1995:11). Seperti dijelaskan pada gambar berikut.

Page 48: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Gambar 21. Penampang 3 Dimensi Struktur Memanjang Sungai

(www.buffer.foresty.iastate.edu)

1) Daerah hulu

Derah hulu mempunyai ciri-ciri :

a). Proses pendalaman lembah sepanjang aliran sungai

b). Laju erosi lebih cepat daripada pengendapan

c). Merupakan daerah konservasi.

d). Mempunyai kerapatan drainase yanng lebih tinggi.

e). Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase.

f). Lereng terjal

g). Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “V”

2) Daerah tengah

Bagian tengah DAS merupakan daerah peralihan antara bagian hulu

dengan bagian hilir dimana masih terdapat sedikit proses erosi dan mulai

terjadi pengendapan. Dicirikan dengan daerah yang relatif datar.

3) Daerah hilir

Bagian hilir dicirikan dengan :

a). Merupakan daerah deposisional

b). Kerapatan drainase kecil.

c). Merupakan daerah dari kemiringan lereng landai.

d). Potensi bahan galian golongan C

e). Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “U”

f). Pengaturan air sebagian besar ditentukan oleh bangunan irigasi

Page 49: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

g). Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan) dan

mulai terbentuk delta serta meander.

Kondisi topografi suatu daerah akan mempengaruhi pola dan bentuk DAS

sebagai contoh pada daerah dengan topografi pegunungan akan menjadikan

bentuk DAS berpola radial, berbeda dengan dengan pola DAS pada daerah

topografi perbukitan karst. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai bagian hulu akan

berpengaruh pada ekosistem pada bagian hilir. Oleh karenanya DAS bagian hulu

merupakan daerah yang sangat penting karena mempunyai fungsi perlindungan

terhadap seluruh bagian DAS, jadi apabila terjadi pengelolaan yang tidak benar

terhadap bagian hulu maka dampak yang ditimbulkan akan dirasakan juga pada

bagian hilir. Dalam pengelolaan DAS digunakan tiga pendekatan analisis yaitu :

(Asdak,1995 : 537 )

a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah

perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi erat berkaitan.

b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai alat

implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan

dan terkait.

c. Pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan

memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik.

6. Satuan Lahan

Satuan lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan persamaan

karakteristiknya. Dalam penelitian ini satuan lahan berperan sebagai satuan

analisis. Satuan lahan diperoleh dengan menumpangsusunkan (overlay) Peta

Tanah, Peta Geologi, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan. Setiap satuan

lahan dilakukan pengenalan sifat morfologi tanah dan karakteristik lingkungan

fisik dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data-data tersebut

meliputi jenis tanah, formasi batuan, kelerengan, kedalaman efektif, solum tanah,

singkapan batuan, banyaknya kerikil dan batuan, dinding terjal, kenampakan

erosi, banjir, struktur tanah, drainase, konservasi, jenis dan kerapatan vegetasi,

permeabilitas karakteristik kimia tanah, serta luas daerah pada setiap satuan lahan.

Page 50: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Mustapa Ali Mohamad (2003) melakukan penelitian dengan judul

“Kajian Zona Kerentanan, Tingkat Bahaya dan Risiko Gerakan Tanah

Berdasarkan Penggunaan Lahan untuk Permukiman, Persawahan dan Jalan

Terhadap RTRW Kabupaten Kulun Progo”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

menentukan zone kerentanan, tingkat bahaya dan risiko bencana alam gerakan

tanah berdasarkan penggunaan lahan untuk permukiman, persawahan dan jalan di

Kabupaten Kulon Progo.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, analisis data

primer dan data sekunder serta weighted methode atau pengkelasan terhadap tiap

aspek dan skoring untuk setiap parameter dari keseluruhan variabel.

Hasil yang diperoleh yaitu : 1). Terdapat 3 kelas zone kerentanan gerakan

tanah yaitu tinggi, sedang, rendah. 2) Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi adalah

tinggi pada penggunaan lahan permukiman yang terdapat di 4 kecamatan di

Kabupaten Kulon Progo. 3) Tingkat Risiko untuk penggunaan lahan permukian

adalah sedang dan rendah, Tingkat Risiko untuk penggunaan lahan persawahan

adalah sedang dan rendah, dan Tingkat Risiko untuk penggunaan lahan jalan

adalah sedang dan rendah.

Agung Hartono (2008) mengadakan penelitian dengan judul “Arahan

Konservasi Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo

Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006”. Penelitian tersebut bertujuan untuk (1)

mengetahui persebaran satuan lahan dengan pengenalan karakteristik lingkungan

fisik, (2) mengetahui tingkat bahaya erosi, (3) mengetahui tingkat bahaya longsor,

(4) mengetahui kemampuan lahan, (5) mengetahui kesesuaian lahan, (6)

menentukan prioritas penanganan konservasi tanah, dan (7) menentukan cara

penanganan dalam arahan konservasi tanah di Daerah Aliran Sungai Samin.

Penelitian tersebut menggunakan metode survei yang disertai analisis data

sekunder. Populasi dalam penelitian adalah seluruh satuan lahan di DAS Samin

yang berjumlah 152 satuan. Sampel yang diamati sebanyak 45 titik dengan

menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data satuan lahan dengan

menggunakan analisi dokumentasi. Data untuk menghitung tingkat bahaya erosi,

Page 51: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

tingkat bahaya longsor, kemampuan lahan, kesesuaian lahan, menentukan

prioritas penanganan, dan menentukan arahan konservasi diperoleh dengan

wawancara, observasi lapangan, analisis laboratorium, dan analisis dokumentasi

dengan instrumen lembar pertanyaan dan checklist.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) DAS Samin tersusun dari 15 jenis

tanah, 8 formasi batuan penyusun, 5 kelas kemiringan lereng, 5 jenis penggunaan

lahan yang kemudian membentuk 152 satuan lahan, (2) Tingkat Bahaya Erosi di

DAS Samin terbagi ke dalam 5 kelas yaitu Sangat Ringan (SR), Ringan (R),

Sedang (S), Berat (B), dan Sangat Berat (SB) dengan luas secara berurutan

22163,786 ha (68,487%), 3719,420 ha (11,493%), 2330,879 ha (7,202%),

2639,904 ha (8,157%), dan 1508,143 ha (4,660%), (3) Tingkat Bahaya Longsor

dibagi menjadi 5 kelas yaitu Sangat Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat

(B), dan Sangat Berat (SB) yang secara berurutan memiliki luas 8472,69 ha

(26,18%), 6363,4 ha (19,66%), 10557,07 ha (32,62%), 6337,181 ha (19,58%), dan

631,79 ha (1,95%), (4) klasifikasi kelas kemampuan lahan daerah penelitian

sebagian besar berupa subkelas kemampuan lahan VIIIw dengan luas 15349,21 ha

(47,3%) yang diikuti sub kelas Vw, VIIs, VIIes, IVe, VIe, VIIIe, VIIe yang secara

berurutan memiliki luas 8145,48 ha (25,17%), 3208,7 ha (9,91%), 964,31 ha

(2,97%), 826,3 ha (2,53%), 2327,94 ha (7,19%), 656,10 ha (2,02%), 272,82 ha

(0,84%), 30,55 ha (0,09%). Faktor penghambat untuk klasifikasi kemampuan

lahan adalan ancaman erosi, drainase, dan hambatan yang berada pada daerah

perakaran. (5) Berdasarkan kondisi fisik di lapangan maka sebagian besar

(57,11%) lahan-lahan di daerah penelitian dinilai tidak layak secara aktual utnuk

pengembangan secara langsung dari jenis tanamn padi, jagung, dan ketela

pohon. Faktor penghambat yang domiann adalah kondisi perakaran, ketersediaan

hara, potensi mekanisasi dan tingkat bahaya erosi. (6) prioritas penanganan

konservasi tanah sebagian besar mempunyai prioritas penanganan 4 dengan luas

19378,18 ha (59,88%) yang diikuti oleh prioritas 2, 3, 5, 1 yang masing-masing

memilki luas 5959,88 ha (18,42%), 2663,56 ha (8,23%), 2366,78 ha (7,31%),

dan 1993,73 ha (6,16%). Artinya bahwa lahan-lahan di daerah penelitian perlu

mendapatkan perhatian yang serius. (7) secara vegetatif pada lahan yang

Page 52: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

mempunyai kemiringan lereng curam – sangat curam diarahkan sebagai

penggunaan lahan hutan lindung, sedangkan pada lereng datar- sedang diarahkan

sebagai wanatani (agroforesty). Secara teknik alternatif arahan konservasinya

sebagian besar berupa pembuatan dan penyempurnaan bentuk teras yang sudah

ada.

Deny Asih Maulina (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis

Tingkat Kerawanan Longsorlahan di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.

Meneliti tentang kerawanan longsorlahan di Kecamatan Cepogo, dengan tujuan

untuk mengetahui tipe longsorlahan dan agihan tingkat kerawanan longsorlahan

di Kecamatan Cepogo.

Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Gejala yang diamati

dalam penelitian ini adalah kondisi geologi, curah hujan, kemiringan lereng,

tingkat erosi, permeabilitas tanah, tekstur tanah dan penggunaan lahan.

Penelitian dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga akan

diketahui keadaan yang akan datang dengan kondisi tanpa perubahan dan

tindakan apa yang seyogyanya diambil untuk mengantisipasi terjadinya

longsorlahan (Sumantri, 2004: 30).

Hasil yang diperoleh adalah 1) Tipe longsorlahan di Kecamatan Cepogo

adalah tipe nendatan tanah (slump) dan runtuhan material campuran (debris fall).

Tipe longsorlahan yang paling banyak dijumpai di Kecamatan Cepogo adalah

tipe runtuhan material campuran sebanyak 21 lokasi yang tersebar hampir

merata di Kecamatan Cepogo dan paling sedikit adalah tipe nendatan tanah

sebanyak 3 lokasi yaitu di Desa Genting, Desa Cepogo dan Desa Gedangan 2)

Agihan tingkat kerawanan longsorlahan di Kecamatan Cepogo terbagi dalam

tiga klas kerawanan longsorlahan dengan tujuh kelas prioritas pengelolaan

lahan.

Page 53: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Tabel 3. Penelitian yang Relevan

Peneliti Mustapa Ali Mohamad

(2003)

Agung Hartono

(2008)

Denny Asih Maulina

(2009)

Intan Fatmasari

(2010)

Judul Kajian Zona Kerentanan, Tingkat

Bahaya dan Risiko Gerakan Tanah

Berdasarkan Penggunaan Lahan untuk

Permukiman, Persawahan dan Jalan

Terhadap RTRW Kabupaten Kulun

Progo

Arahan Konservasi Daerah Aliran Sungai

Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo

Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006

Analisis Tingkat Kerawanan

Longsorlahan di Kecamatan

Cepogo Kabupaten Boyolali

Tingkat Bahaya Longsor (TBL) dan

Arahan Konservasi Lahan di DAS

Grindulu hulu Kabupaten Pacitan

Tahun 2009

Tujuan menentukan zone kerentanan, tingkat

bahaya dan risiko bencana alam

gerakan tanah berdasarkan penggunaan

lahan untuk permukiman, persawahan

dan jalan di Kabupaten Kulon Progo.

mengetahui persebaran satuan lahan dengan

pengenalan karakteristik lingkungan fisik

mengetahui tingkat bahaya erosi

mengetahui tingkat bahaya longsor

mengetahui kemampuan lahan

mengetahui kesesuaian lahan

menentukan prioritas penanganan konservasi

tanah

menentukan cara penanganan dalam arahan

konservasi tanah di Daerah Aliran Sungai

Samin.

Mengetahui tipe longsorlahan yang

terdapat di Kecamatan Cepogo

Mengetahui agihan tingkat

kerawanan longsor di Kecamatan

Cepogo

Mengetahui karakteristik tipe

longsor yang terjadi di DAS

Grindulu hulu

Mengetahui Tingkat Bahaya

Longsor (TBL) di DAS Grindulu

hulu

Mengetahui tingkat kerentanan dan

risiko longsor yang terjadi di DAS

Grindulu hulu

Mengetahui cara penanganan dan

arahan konservasi lahan yang

dilakukan terhadap karakteristik tipe

longsor yang terjadi di DAS

Grindulu hulu

Metode

penelitian

Metode survei dan analisis data primer

dan data sekunder

metode survei yang disertai analisis data

sekunder

Metode observasi lapangan dan

analisis data primer dan sekunder

Hasil

penelitian

Terdapat 3 kelas zone kerentanan

gerakan tanah yaitu tinggi, sedang,

rendah.

Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi

DAS Samin tersusun dari 15 jenis tanah, 8

formasi batuan penyusun, 5 kelas kemiringan

lereng, 5 jenis penggunaan lahan yang

kemudian membentuk 152 satuan lahan

Tipe longsorlahan di Kecamatan

Cepogo adalah tipe nendatan

tanah (slump) dan runtuhan

material campuran (debris fall).

Page 54: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

adalah tinggi pada penggunaan lahan

permukiman yang terdapat di 4

kecamatan di Kabupaten Kulon

Progo.uhan.

Tingkat Risiko untuk penggunaan lahan

permukian adalah sedang dan rendah,

Tingkat Risiko untuk penggunaan lahan

persawahan adalah sedang dan rendah,

dan Tingkat Risiko untuk penggunaan

lahan jalan adalah sedang dan rendah.

Tingkat Bahaya Erosi di DAS Samin terbagi

ke dalam 5 kelas yaitu Sangat Ringan (SR),

Ringan (R), Sedang (S), Berat (B), dan Sangat

Berat (SB) dengan luas secara berurutan

22163,786 ha (68,487%), 3719,420 ha

(11,493%), 2330,879 ha (7,202%), 2639,904

ha (8,157%), dan 1508,143 ha (4,660%)

Tingkat Bahaya Longsor dibagi menjadi 5

kelas yaitu Sangat Ringan (SR), Ringan (R),

Sedang (S), Berat (B), dan Sangat Berat (SB)

yang secara berurutan memiliki luas 8472,69

ha (26,18%), 6363,4 ha (19,66%), 10557,07 ha

(32,62%), 6337,181 ha (19,58%), dan 631,79

ha (1,95%)

klasifikasi kelas kemampuan lahan daerah

penelitian sebagian besar berupa subkelas

kemampuan lahan VIIIw dengan luas

15349,21 ha (47,3%) yang diikuti sub kelas

Vw, VIIs, VIIes, IVe, VIe, VIIIe, VIIe yang

secara berurutan memiliki luas 8145,48 ha

(25,17%), 3208,7 ha (9,91%), 964,31 ha

(2,97%), 826,3 ha (2,53%), 2327,94 ha

(7,19%), 656,10 ha (2,02%), 272,82 ha

(0,84%), 30,55 ha (0,09%). Faktor

penghambat untuk klasifikasi kemampuan

lahan adalan ancaman erosi, drainase, dan

hambatan yang berada pada daerah perakaran

Berdasarkan kondisi fisik di lapangan maka

sebagian besar (57,11%) lahan-lahan di daerah

penelitian dinilai tidak layak secara aktual

utnuk pengembangan secara langsung dari

jenis tanamn padi, jagung, dan ketela pohon.

Faktor penghambat yang domiann adalah

kondisi perakaran, ketersediaan hara, potensi

Tipe longsorlahan yang paling

banyak dijumpai di Kecamatan

Cepogo adalah tipe runtuhan

material campuran sebanyak 21

lokasi yang tersebar hampir

merata di Kecamatan Cepogo dan

paling sedikit adalah tipe nendatan

tanah sebanyak 3 lokasi yaitu di

Desa Genting, Desa Cepogo dan

Desa Gedangan

Agihan tingkat kerawanan

longsorlahan di Kecamatan

Cepogo terbagi dalam tiga klas

kerawanan longsorlahan dengan

tujuh klas prioritas pengelolaan

lahan.

Page 55: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

mekanisasi dan tingkat bahaya erosi

prioritas penanganan konservasi tanah

sebagian besar mempunyai prioritas

penanganan 4 dengan luas 19378,18 ha

(59,88%) yang diikuti oleh prioritas 2, 3, 5, 1

yang masing-masing memilki luas 5959,88 ha

(18,42%), 2663,56 ha (8,23%), 2366,78 ha

(7,31%), dan 1993,73 ha (6,16%). Artinya

bahwa lahan-lahan di daerah penelitian perlu

mendapatkan perhatian yang serius

secara vegetatif pada lahan yang mempunyai

kemiringan lereng curam – sangat curam

diarahkan sebagai penggunaan lahan hutan

lindung, sedangkan pada lereng datar- sedang

diarahkan sebagai wanatani (agroforesty).

Secara teknik alternatif arahan konservasinya

sebagian besar berupa pembuatan dan

penyempurnaan bentuk teras yang sudah ada.

Page 56: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

C. Kerangka Pemikiran

Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan,

atau kombinasinya sering terjadi pada lereng-lereng dan sebenarnya merupakan

proses alami. Longsor berkaitan erat dengan kemampuan daya dukung lahan dan

besaran gangguan pada lahan. Semakin tinggi kemampuan daya dukung lahan dan

semakin kecil besaran gangguan maka tingkat bahaya longsornya semakin kecil

dan sebaliknya.

Dari kenampakan di lapangan, longsor dapat dibagi dalam beberapa tipe

menurut jenis materialnya dan parameter yang mempengaruhinya meliputi

nendatan (slump), debris slide, debris fall, longsoran perlapisan, guguran batu.

Longsor dapat terjadi akibat faktor dari dalam yaitu tebal solum tanah,

tekstur tanah dan permeabilitas tanah. Sedangkan faktor dari luar meliputi

kemiringan lereng, erosi, penggunaan lahan dan penutupan lahan. Faktor-faktor

tersebut dapat berdiri sendiri atupun dapat saling menunjang satu sama lainnya

untuk memberikan kontribusi terhadap terjadinya longsor.

Penelitian ini menggunakan satuan lahan sebagai satuan analisisnya.

Satuan lahan diperoleh dari menumpangsusunkan (overlay) peta tanah, peta

geologi, peta lereng, dan peta penggunaan lahan dengan menggunakan program

SIG. Peta satuan lahan tersebut digunakan dalam mengambil sampel di lapangan

yang diambil dengan teknik area sampling. Besarnya Tingkat Bahaya Longsor

(TBL) dilakukan dengan memberikan pengharkatan terhadap parameter penentu

longsor. Tingkat Bahaya Longsor kemudian diklasifikasikan berdasarkan total

skor dari parameter di setiap satuan lahan. Setelah dilakukan penskoran dan

diketahui Tingkat Bahaya Longsornya, maka dapat diketahui pula tingkat

kerentanan longsor yang terjadi di daerah penelitian tersebut melalui data

kependudukan yang ada di daerah penelitian. Kemudian melalui Tingkat Bahaya

Longsor dan Tingkat Kerentanan Longsor dapat dihubungkan melalui matrik

sehingga dapat menghasilkan Tingkat Risiko Longsor yang terjadi di daerah

penelitian. Dengan mengetahui tipe longsoran, Tingkat Bahaya Longsor (TBL),

Tingkat Kerentanan Longsor dan Tingkat Risiko Longsor, maka dapat dilakukan

Page 57: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

langkah penanggulangan dan arahan konservasi lahan pada daerah penelitian

tersebut. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam

diagram alur sebagai berikut:

Gambar 22. Diagram Alur Kerangka Pemikiran

LONGSOR

Karakteristik Lahan:

- Curah hujan

- Penggunaan lahan

- Kedalaman pelapukan

- Solum tanah

- Permeabilitas

- Tekstur tanah

- Relief

- Miring tanah

- Drainase

- Vegetasi

- Erosi

Tingkat Bahaya Longsor (TBL)

Tipe longsor:

- Nendatan (Slump)

- Debris slide

- Debris fall

- Longsor perlapisan

- Guguran batu

Data Kependudukan + (geometri

lereng, morfologi, struktur

geologi, iklim, sifat fisik dan

mekanik, air tanah, air hujan)

KERENTANAN

Penanggulangan dan Arahan Konservasi Lahan

RISIKO

Page 58: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Grindulu bagian

hulu. Secara administratif DAS Grindulu hulu terletak di dua kecamatan yaitu

Kecamatan Bandar dan Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai sejak pengajuan proposal sampai dengan

penelitian laporan hasil penelitian, yakni selama 10 bulan dimulai Bulan

November 2009 sampai dengan Bulan Agustus 2010. Waktu penelitian dirangkum

dalam Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Waktu Penelitian

Waktu Kegiatan

Penyusunan

Proposal

Penyusunan

Instrumen

Penelitian

Pengumpulan

Data

Analisis

Data

Penulisan

Laporan

Pelaporan

Hasil

Penelitian

Th

.

20

09

November v

Desember v

Th

. 2

01

0

Januari v

Februari v

Maret v

April

v

Mei v

Juni v

Juli v

Agustus v

B. Metode Penelitian

Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu

tujuan dalam penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

diskriptif spasial.

Page 59: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengarah pada pengungkapan

suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta

yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis (Tika,

1997 : 6).

Spasial adalah ciri khas dan identitas geografi yang berarti keruangan.

Pengertian kata spasial adalah mengacu kepada ruang suatu wilayah geografis tertentu.

Hadi (2009) mengemukakan bahwa tekanan utama geografi bukanlah pada substansi

melainkan pada sudut pandang spasial. Dalam menganalisis gejala dan permasalahan

suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan (approach method).

Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan kajian geografi dengan

ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode pendekatan ini adalah

pendekatan keruangan. Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau atau

kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksistensi

ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola

(spatial pattern), dan proses (spatial process) (http://www.malang.ac).

Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakkan struktur,

pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan elemen-elemen pembentuk

ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbolkan dalam tiga bentuk utama yaitu:

kenampakan titik (point features), kenampakan garis (line features) dan kenampakan

bidang (areal features).

Pada penelitian ini, data yang bersifat spasial adalah Tingkat Bahaya Longsor

(TBL) yang diperoleh dengan menggunakan analisis satuan lahan. Hasil akhir

pengolahan data pada penelitian ini adalah berupa peta. Peta yang dihasilkan

merupakan peta tematik yang dapat mempresentasikan satu tema atau multitema

sebagai deskripsi, analisis dan sintesis objek, yang dalam hal ini adalah potensi longsor

di DAS Grindulu hulu. Peta-peta tematik yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah:

1. Peta Tingkat Bahaya Longsor (TBL) DAS Grindulu Hulu Tahun 2009

2. Peta Tingkat Kerentanan Longsor DAS Grindulu Hulu Tahun 2009

3. Peta Tingkat Risiko Longsor DAS Grindulu Hulu Tahun 2009

4. Peta Arahan Konservasi Lahan DAS Grindulu Hulu Tahun 2009

Page 60: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

C. Teknik Sampling

1. Populasi

Singarimbun dan Sofian (1995: 152) menyebutkan bahwa populasi

(universe) adalah jumlah dari keseluruhan unit analisis yang ciri-cirinya akan

diduga. Menurut Arikunto (1996: 115) populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua satuan lahan yaitu sejumlah 44

satuan lahan yang terdapat di daerah penelitian dalam hal ini adalah DAS

Grindulu hulu yang ditentukan berdasar overlay peta geologi, peta lereng, peta

tanah dan peta penggunaan lahan hasilnya berupa peta satuan lahan yang nanti

akan dicek lapangan.

2. Sampel

Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya

sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya,

dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel

yang representatif atau benar-benar mewakili populasi (Nawawi, 1995:152).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

pengambilan sampel wilayah (area sampling) yaitu teknik sampling yang

dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap wilayah yang ada (Riduwan,

2004:60). Sampel merupakan wakil dari setiap unit satuan lahan yang tersebar

dalam populasi dan jumlah sampel mempunyai perbandingan yang sama. Dalam

penelitian ini diambil sampel sebanyak 20 sampel yang tersebar di seluruh daerah

penelitian, yang kemudian dilakukan analisis laboratorium. Persebaran titik

sampel dapat dilihat pada lampiran 4.

D. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan,

yaitu diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian di lapangan, sedangkan data

sekunder adalah data penunjang yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dan

Page 61: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

dari hasil penelitian terdahulu. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut ini :

1. Data Primer

Data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pengamatan Lapangan :

1) Kemiringan lereng

2) Penggunaan lahan

3) Solum tanah

4) Kedalaman pelapukan

b. Analis Laboratorium :

1) Tekstur tanah

2) Permeabilitas

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan meliputi :

a. Data letak, luas, batas dan ketinggian tempat daerah penelitian yang diperoleh

dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1507 – 443 TEGALOMBO dan 1508 –

121 KISMANTORO .

b. Data kemiringan lereng dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1507 – 443

TEGALOMBO dan 1508 – 121 KISMANTORO .

c. Data jenis batuan diperoleh dari Peta Geologi lembar Pacitan.

d. Data jenis tanah diperoleh dari Peta Tanah dari BAPPEDA Kabupaten Pacitan.

e. Data iklim, yang meliputi curah hujan, iklim dan suhu yang diperoleh dari

Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan.

f. Data penggunaan lahan dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1507 – 443

TEGALOMBO dan 1508 – 121 KISMANTORO.

E. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan uraian tentang sumber data diatas, ada beberapa teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi lapangan

dan dokumentasi, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

Page 62: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

1. Observasi Lapangan

Observasi lapangan adalah suatu cara pengumpulan data dengan

pengamatan langsung di lapangan. Observasi lapangan ini dilakukan untuk

mengambil sampel tanah untuk analisis fisik tanah, pengukuran kemiringan

lereng, kedalaman pelapukan, dan penggunaan lahan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menelaah segala

bentuk catatan atau literatur yang terkait dengan penelitian, termasuk peta. Data

yang dikumpulkan berupa data sekunder, seperti data data jenis tanah dari Peta

Tanah dari BAPPEDA Kabupaten Pacitan, data penggunaan lahan dari Peta

Rupabumi Indonesia, data jenis batuan dari Peta Geologi lembar Pacitan, dan data

curah hujan dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan.

3. Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium diperlukan untuk mengukur tekstur dan

permeabilitas tanah agar hasilnya lebih akurat. Analisis ini dilakukan pada sampel

tanah yang diambil di lapangan pada saat penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,

1990: 103).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis

kualitatif. Dalam metode kualitatif kesimpulan terakhir digunakan logika dan

penalaran hal tersebut didasarkan pada penemuan di lapangan (Sumantri,

2004:36).

Berdasarkan tujuan penelitian maka peneliti bermaksud untuk

menganalisis :

1. Tingkat Bahaya Longsor dan Karakteristik Tipe Longsor

Teknik analisis data untuk penentuan Tingkat Bahaya Longsor dilakukan

dengan teknik skoring, yaitu dengan memberikan pengharkatan terhadap faktor

Page 63: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

penentu longsor. Pengharkatan dilakukan secara bertingkat, dimana harkat terkecil

(dalam hal ini adalah 1) menunjukan bahwa peranannya terhadap longsor paling

kecil, sedangkan harkat terbesar (dalam hal ini adalah 5) menunjukan peranannya

yang paling besar terhadap terjadinya longsor. Pembobotan disusun atas dasar

pemahaman faktor penyebab dan faktor pemicu longsor. Faktor yang

menyebabkan terjadinya longsor adalah gaya gravitasi yang bekerja pada suatu

massa tanah dan atau batuan. Di lapangan, besarnya pengaruh gaya gravitasi

tersebut ditentukan oleh besarnya kemiringan lereng. Oleh karena itu dalam

penilaian Tingkat Bahaya Longsor, faktor kemiringan lereng diberikan bobot yang

paling tinggi (bobot 5,5) dibandingkan faktor-faktor lain.

Tingkat Bahaya Longsor selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan total

skor dari parameter di setiap satuan lahan. Penentuan kelas interval ditentukan

sebagai berikut :

n

baX

Keterangan:

X = nilai interval a = harkat tertinggi

N = jumlah kelas b = harkat terendah

Sedangkan untuk parameter yang dilakukan penskoran untuk menentukan

Tingkat Bahaya Longsor (TBL) dapat disajikan pada tabel 5. sebagai berikut:

Page 64: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Tabel 5. Pengharkatan Parameter Penentu Longsor

No Parameter Kriteria Harkat

1. Kemiringan lereng (%)

0 – 8 Datar 1

8 – 15 Landai 2

15 – 25 Agak curam 3

25 – 45 Curam 4

> 45 Sangat curam 5

2. Curah hujan (mm/hr)

0 – 13,6 Sangat rendah 1

13,6 – 20,7 Rendah 2

20,7 – 27,7 Sedang 3

27,7 – 34 Tinggi 4

> 34 Sangat tinggi 5

3. Penggunaan lahan

Hutan - 1

Tegalan berteras + kebun campuran berteras - 2

Permukiman + semak belukar - 3

Tegal + kebun campuran tak berteras - 4

Sawah - 5

4. Kedalaman pelapukan (cm)

<50 Dangkal 1

50 – 75 Agak dangkal 2

75 – 100 Sedang 3

100 – 150 Dalam 4

>150 Sangat dalam 5

5. Solum tanah (cm)

0 – 25 Sangat dangkal 1

25 – 50 Dangkal 2

50 – 90 Sedang 3

90 – 120 Dalam 4

>120 Sangat dalam 5

6. Permeabilitas tanah (cm/jam)

>12,5 Cepat 1

6,25 – 12,5 Agak cepat 2

2,0 – 6,25 Sedang 3

0,5 – 2,0 Agak lambat 4

< 0,5 Sangat lambat 5

7. Tekstur tanah

Geluh (loam) - 1

Pasir (sand) - 2

geluh lempungan (clay loam), geluh lempung pasiran (sandy clay

loam), geluh lempung debuan (silty clay loam)

- 3

geluh debuan (silt loam), debu (silt), pasir geluhan (loamy sandy) - 4

lempung (clay), lempung pasiran (sandy clay) - 5

Sumber: Sunarto Goenadi, dkk (2003), Kuswaji (2006), dengan modifikasi

Page 65: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Sementara itu untuk menentukan tipe longsornya dilihat berdasar ciri dari

longsoran yang terjadi di lapangan dan yang termasuk ke dalam kelas TBL.

2. Tingkat Kerentanan dan Risiko Longsor

Analisis kerentanan yang diakibatkan oleh kejadian longsor adalah analisis

yang memanfaatkan salah satu aspek kebencanaan yaitu berdasarkan pada

pertimbangan Tingkat Bahaya Longsor (TBL) dikaitkan dengan aspek

kependudukan dimana sering timbul korban jiwa pada saat terjadinya longsoran.

Dalam menentukan kelas kerentanan ini terlebih dahulu dilakukan

penghitungan terhadap jumlah penduduk pada tiap desa yang dimungkinkan

rentan terkena bahaya longsoran. Perhitungan ini dilakukan untuk menentukan

kepadatan penduduk pada masing-masing desa. Kemudian dilakukan pengkelasan

terhadap masing-masing kelas kerentanan yang dalam hal ini hanya memfokuskan

terhadap korban jiwa saja.

Penentuan tingkat risiko longsor didasari oleh keterkaitan antara tingkat

bahaya dan tingkat kerentanan dengan kemungkinan besarnya kerugian yang

berupa korban jiwa. Korban jiwa disini dilihat berdasarkan kepadatan penduduk

pada satu desa. Dengan demikian dapat diperoleh tingkat risiko pada saat terjadi

bencana longsor.

3. Penanggulangan Longsor dan Tindakan Konservasi Lahan

a. Analisis untuk penanggulangan longsor dapat disajikan melalui tabel. 6 sebagai

berikut:

Tabel 6. Metode Penanggulangan Longsor Berdasarkan Tipe Longsor

Tipe-tipe Longsor Metode Penanggulangan

x (pengurangan gaya pendorong) o (menambah gaya penahan)

I. RUNTUHAN

1. Batuan * Pelandaian lereng

* Penanggaan (Benching)

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Bronjong

2. Tanah * Pelandaian lereng

* Penanggaan (Benching)

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Menanam Tumbuhan

* Bronjong

Page 66: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

3. Bahan

Lepas

* Pelandaian lereng

* Penanggaan (Benching)

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Menanam Tumbuhan

* Bronjong

II. GELINCIRAN

1. Rotasi

Batuan

* Pemotongan Kepala

* Pelandaian lereng

* Penanggaan (Benching)

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Penyalir parit pencegat (interceptor drain)

* Bronjong

* Dinding penopang isian baru (butters)

2. Rotasi

Tanah

* Pelandaian lereng

* Penanggaan (Benching)

* Pemotongan habis

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Menanam Tumbuhan

* Timbunan pada kaki lereng

* Penyalir parit pencegat (interceptor drain)

* Bronjong

* Dinding penopang isian baru (butters)

3. Translasi

Batuan

* Penanggaan (Benching)

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Menanam Tumbuhan

* Penyalir parit pencegat (interceptor drain)

* Bronjong

* Dinding penopang isian baru (butters)

4. Translasi

Tanah

* Penanggaan (Benching)

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Menanam Tumbuhan

* Penyalir parit pencegat (interceptor drain)

* Bronjong

* Dinding penopang isian baru (butters)

III. ALIRAN

1. Batuan * Pelandaian lereng

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Bronjong

* Dinding penopang isian baru (butters)

2. Tanah * Pelandaian lereng

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Dinding penopang isian baru (butters)

3. Bahan

Lepas

* Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Menanam Tumbuhan

* Bronjong

* Dinding penopang isian baru (butters)

4. Lumpur * Tata Salir (salur permukaan)

* Perbaikan permukaan lereng

* Menanam Tumbuhan

* Dinding penopang isian baru (butters)

b. Arahan Konservasi Lahan

Arahan konservasi lahan ini dilakukan secara normatif dan tidak mutlak

serta didasarkan pada kondisi fisik setiap satuan lahan dalam hal ini adalah

mempertimbangkan faktor kemiringan lereng, kedalaman solum dan kedalaman

tanah serta kelas Tingkat Bahaya Longsor (TBL) yang diperoleh berdasarkan hasil

skoring yang telah dilakukan sebelumnya.

Page 67: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Pelaksanaan konservasi lahan untuk masing-masing satuan lahan harus

mempertimbangkan persyaratan karakteristik fisik pada masing-masing satuan

lahan yang telah disebutkan diatas. Persyaratan itu antara lain:

3) Konservasi Lahan Secara Vegetatif dapat disajikan melalui Tabel 7.

sebagai berikut.

Tabel 7. Usaha Konservasi Lahan Vegetatif

No Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah

Lereng

(%)

Solum

(cm)

1. pasture or grassland penanaman rumput semua > 15

2. multiple crooping, including crop

rotation, relay crooping mixed crooping

and intercrooping

pertanaman campuran termasuk

pergiliran tanaman, tumpang gilir,

pertanaman campuran, tumpang sari

< 60 > 15

3. contour crooping, strip crooping, alley

crooping

penanaman menurut kontur penanaman

menurut strip pertanaman lorong

< 60 > 15

4. reduced tillage, including minimum

tillage and no till (zero tillage)

pengolahan tanah minimum tanpa olah

tanah

< 60 > 15

5. grass strip/barrier strip rumput < 60 > 15

6. cover crooping penanaman penutup tanah < 60 > 15

7. organic matter management, including

use of mulch and intercorporation of

compost, animal manure, green manure

and croop residues

manjemen bahan organik termasuk

mulsa, pencampuran kompos, pupuk

kandang, pupuk hijau dan sisa tanaman

< 60 > 15

8. hedge row, live fence tanaman pagar, pagar hidup < 60 > 15

9. protection forest, including recreational

forest, forest park and forest research

hutan lindung, hutan kemasyarakatan,

suaka alam dan hutan wisata

> 80 > 15

10. production forest including limited

production forest and community forest

hutan produksi termasuk hutan produksi

terbatas dan hutan rakyat

< 60 > 15

11. permanent vegetation crops including

industrial and estate crop, orchards

vegatasi permanen termasuk tanaman

industri, perkebunan, kebun

< 60 > 15

12. agroforestry including mixed gardens

and home garden

agroforestri termasuk kebun

campuran,kebun rumah

< 80 > 15

13. replanting or clear felled forest penanaman kembali semua > 15

14. regeneration of clear felled forest suksesi alami semua > 15

15. protection of rivers and springs perlindungan sungai dan mata air semua > 15

16. silvopasture silvopasture < 80 > 15

17. planting of trees, shurbs and grasses

primaliry for soil conservation purposes

Penanaman pohon, rumput untuk tujuan

konservasi tanah

semua > 15

Sumber: Departemen Kehutanan, (1998:83).

4) Konservasi Lahan Secara Teknik dapat disajikan melalui Tabel 8.

sebagai berikut.

Page 68: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Tabel 8. Usaha Konservasi Lahan Teknik

No

Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah Lereng

(%)

Kedalaman

Tanah Min

(cm)

1. ridge terrace including gradded

contour bund

teras guludan termasuk pematang

kontur

15 - 60 > 30

2. credit terrace teras kredit 5 - 30 > 30

3. bench terrace, includes level bench

terrace, reverse sloping bench

terrace, forward sloping bench

terrace, garden terrace, stone wall

terrace, interupted bench terrace

teras bangku, termasuk teras

bangku datar, teras bangku

belakang, teras bangku miring, teras

kebun, teras batu, teras bangku

putus

10 - 40 > 30

4. individiual terrace teras individu 15 - 60 > 30

5. hiilside ditch or interception ditch teras gunung atau saluran pegelak 10 - 60 > 15

6. waterway saluran pembuangan air (SPA) > 15

7. trash line barisan sisa tanaman 8-30 > 15

8. silt pit with or without sloth mulch rorak, mulsa tanaman semua > 15

9. drop structure ussualy of stone or

bamboo supported by grasses, ( as

part of water disposal in a terrace

system)

bangunan terjunan biasanya

bangunan terjunan dari batu atau

bamboo

> 8 > 15

10. sediment control uncluding check

dams and detection dams

kontrol sedimen termasuk dam

pengendali dan dam penahan

semua > 0

11. gully control including gully head

structures (flumes and chutes),

gully plugs, check dams

sumbat jurang termasuk gully head

structures

semua > 10

12. flood control and/or river bank

protection

kontrol banjir dan atau

perlindungan tepi sungai

semua > 0

13. road protection perlindungan jalan semua > 0

14. control of erotion and runoff from

settlement areas including use of

soak pits, absorbtion well, drop

structures, drain

Pengendalian erosi dan banjir dari

area permukiman termasuk

pembuatan sumur resapan, drainase

> 15

Sumber: Departemen Kehutanan, (1998:84).

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan dan Pengajuan Proposal

Pada tahap ini dilakukan observasi awal terhadap daerah penelitian

kemudian mencari literatur yang sesuai dengan tema penelitian.

2. Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk menggumpulkan

data yang diperlukan . Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah peta

satuan lahan kemudian diperlukan juga lembar checklist.

Page 69: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

3. Tahap Pengumpulan data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa data primer dan data

sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan sampel tanah

guna analisis sifat fisik tanah. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan

diperoleh dari instansi-instansi terkait, penelitian yang relevan, dan analisis pada

Peta RBI, Peta Geologi dan Peta Tanah.

4. Tahap Analisis Data

Tahap ini merupakan tahap dimana data yang diperoleh dihitung,

dianalisis dan diklasifikasikan untuk dapat menyimpulkan hasil dari penelitian.

5. Tahap Penulisan Laporan Penelitian

Merupakan tahap terakhir dalam penelitian dimana hasil penelitian yang

diperoleh dilaporkan atau disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, gambar, dan peta.

Page 70: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian

1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian

a. Letak

Letak Daerah Aliran Sungai (DAS) Grindulu hulu secara astronomis

berdasarkan pada Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Tahun 2001, yang

diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)

berada diantara 07°57'00" LS – 08°03'00" LS dan 111°16'30" BT – 111°21'00"

BT. Letak DAS Grindulu dengan sistem koordinat UTM berada pada 9122599,10

mU – 9108860,60 mU dan 528469,97 mT – 540203,74 mT.

Secara administratif DAS Grindulu hulu berada di dua kabupaten, yaitu

bagian timur terletak di Kabupaten Ponorogo dan bagian barat terletak di

Kabupaten Pacitan. Daerah yang termasuk pada Kabupaten Ponorogo meliputi

satu kecamatan saja yaitu Kecamatan Slahung, sedangkan Kabupaten Pacitan

meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tegalombo dan Kecamatan Bandar.

b. Batas

Daerah Aliran Sungai Grindulu hulu berbatasan secara langsung dengan

DAS yang lain. Berikut adalah batas DAS Grindulu hulu:

1) Bagian Utara berbatasan dengan DAS Tempuran di Kabupaten

Ponorogo.

2) Bagian Selatan berbatasan dengan DAS Grindulu tengah di Kabupaten

Pacitan.

3) Bagian Timur berbatasan dengan DAS Bawang di Kabupaten

Ponorogo.

4) Bagian Barat berbatasan dengan DAS Dungdut di Kabupaten Pacitan.

Lebih jelasnya pembagian secara administratif DAS Grindulu hulu dapat

dilihat pada Tabel 9. sebagai berikut:

52

Page 71: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Tabel 9. Pembagian Administratif DAS Grindulu Hulu

No Kabupaten Kecamatan Desa/ Kelurahan Luas (Ha)

1 Pacitan Tegalombo 1.Desa Gemaharjo

2.Desa Tahunan

3.Desa Ploso

871,92

1364,86

1753,08

Bandar 1.Desa Bandar

2.Desa Bangunsari

3.Desa Kledung

4.Desa Tumpuk

5.Desa Watupatok

298,21

476,85

988,69

1140,29

1213,24

2 Ponorogo Slahung 1.Desa Wates

2.Desa Tugurejo

87,6

132,79

Sumber: Peta RBI Skala 1:25.000 Tahun 2001 Lembar 1507 – 443 Tegalombo

dan 1508 – 121 Kismantoro dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan

Nasional.

c. Luas

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Sistem Informasi

Geografis (SIG), maka diperoleh luas DAS Grindulu hulu yaitu 8327,56 Ha yang

berada di 8 desa di Kabupaten Pacitan dan 2 desa di Kabupaten Ponorogo. Daerah

penelitian yang termasuk di Kabupaten Pacitan seluas 8107,15 Ha dan yang

berada di Kabupaten Ponorogo seluas 220,41 Ha dari seluruh luas DAS Grindulu

hulu, sedangkan daerah yang memiliki luasan terbesar adalah Kecamatan Bandar

yaitu seluas 4117,29 Ha dan daerah yang memiliki luasan terkecil adalah

Kecamatan Slahung yaitu seluas 220,41 Ha.

Uraian tentang letak, batas dan administratif DAS Grindulu hulu dapat

dilihat pada Peta 1 di bawah ini.

Page 72: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Peta 1. Administrasi DAS Grindulu Hulu

Page 73: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

2. Iklim

Iklim merupakan sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-

unsur cuaca hari demi hari dan bulan demi bulan dalam jangka panjang di suatu

tempat atau pada suatu wilayah (Handoko,1994: 3). Unsur iklim yang diuraikan

disini yang terkait dengan longsor yaitu curah hujan. Curah hujan selain sebagai

faktor yang turut dalam proses pelapukan batuan juga merupakan faktor yang

secara langsung memicu terjadinya longsor pada saat hujan deras. Data curah

hujan diperoleh dari tiga stasiun pencatat curah hujan yaitu Tegalombo, Tahunan

dan Bandar. Mengenai keadaan curah hujan di DAS Grindulu hulu dapat dilihat

pada Tabel 10 berikut ini.

Page 74: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Tabel 10. Curah Hujan DAS Grindulu hulu Tahun 2000 – 2009 Stasiun Pengamatan Bandar

No Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Rata-rata

Bulan CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH

(mm)

CH (mm)

1 Januari 247 367 391 528 520 254 167 64 221 493 3252 325.20

2 Februari 550 362 389 386 252 152 321 368 430 440 3650 365.00

3 Maret 434 360 318 341 210 338 445 171 465 136 3218 321.80

4 April 387 137 381 67 179 432 430 556 185 228 2982 298.20

5 Mei 146 52 25 85 136 44 271 184 118 324 1385 138.50

6 Juni 19 169 0 12 4 184 2 52 0 23 465 46.50

7 Juli 0 50 0 20 53 33 0 4 0 0 160 16.00

8 Agustus 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0.50

9 September 3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 5 0.50

10 Oktober 314 186 0 60 0 80 0 42 162 24 868 86.80

11 November 618 486 105 505 167 20 58 256 600 247 3062 306.20

12 Desember 137 87 349 403 579 492 348 533 171 150 3249 324.90

Jumlah CH 1 tahun 2860 2256 1958 2407 2101 2029 2042 2230 2352 2066 22301 2230.1

Bulan Basah 8 7 6 5 7 6 6 6 8 7 66 6.6

Bulan Lembab 0 1 0 3 0 1 0 1 0 0 6 0.6

Bulan Kering 4 4 6 4 5 5 6 5 4 5 48 4.8

Sumber: Dinas Binamarga dan Pengairan Kabupaten Pacitan

Page 75: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Pada tabel ini dapat diketahui banyaknya bulan basah, bulan lembab dan

bulan kering. Dasar kriteria yang digunakan menurut Mohr, yaitu sebagai berikut:

a. Bulan basah adalah suatu bulan yang mempunyai curah hujan lebih dari 100

milimeter.

b. Bulan kering adalah suatu bulan yang mempunyai curah hujan kurang dari 60

milimeter.

c. Bulan lembab adalah suatu bulan yang mempunyai curah hujan antara 60

sampai dengan 100 milimeter (Handoko, 1994:168).

Dalam penelitian ini digunakan penggolongan tipe iklim menurut

Schmidt-Ferguson didasarkan pada besarnya nilai “Ratio Quotient” (Q) yang

dihitung dengan menggunakan rumus.

Pembagian tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson dapat dilihat pada Tabel

11 dibawah ini.

Tabel 11. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson

Nilai Tipe Sifat curah hujan

0,0% ≤ Q < 14,3%

14,3% ≤ Q < 33,3%

33,3% ≤ Q < 60,0%

60,0% ≤ Q < 100,0%

100,0% ≤ Q < 167,0%

167,0% ≤ Q < 300,0%

300,0% ≤ Q < 700,0%

700,0% ≤ Q < ~

A

B

C

D

E

F

G

H

Sangat basah

Basah

Agak basah

Sedang

Agak kering

Kering

Sangat kering

Luar biasa kering

Dengan menggunakan rumus “Q” maka tipe iklim di wilayah DAS

Grindulu hulu dapat ditentukan sebagai berikut:

Rata-rata bulan kering = 4,8Rata-rata bulan basah = 6,6

= 72,7%

Page 76: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Berdasarkan nilai “Q” di atas maka tipe iklim di wilayah DAS Grindulu

hulu termasuk tipe iklim D yang sifatnya sedang. Penggolongan tipe curah hujan

menurut Schmidt-Ferguson dapat pula menggunakan diagram seperti pada

Gambar 23. di bawah ini.

Gambar 23. Tipe Curah Hujan DAS Grindulu Hulu Tahun 2000 - 2009 Menurut

Schmidt dan Ferguson.

11

10

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

12

Rerata Bulan Basah

Rer

ata

Bula

n K

erin

g

H

G

F

E

D

C

B

A

7,000

3,000

1,670

1,000

s0,143

r0,333

0,666 Tegalombo dan Bandar

Tahunan

Nilai Q

Page 77: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

3. Geologi

Keadaan geologi suatu daerah secara langsung berpengaruh terhadap

keberaan dan sifat sumberdaya air, yang selanjutnya berpengaruh terhadap

sumberdaya alam. Geologi merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi

karakter suatu daerah. Setiap daerah memiliki ciri khas sendiri berdasarkan

struktur geologi yang menyusun daerah tersebut. Jenis batuan dan struktur batuan

mempengaruhi kualitas dan karakteristik lahan suatu Daerah Aliran Sungai.

Berdasarkan pada Peta Geologi Lembar Pacitan Tahun 1992, DAS Grindulu Hulu

memiliki struktur geologi berupa sesar berarah timur laut-barat daya sampai

dengan barat laut-tenggara, dengan dua formasi batuan yaitu Formasi Watupatok

dan Formasi Terobosan Batuan Andesit. Pembahasan secara singkat kondisi dari

masing-masing formasi tersebut sebagai berikut:

a. Formasi Watupatok

Formasi Watupatok menjemari dengan bagian atas Formasi Mandalika dan

berdasarkan kedudukan stratigrafinya diduga berumur Oligo-Miosen. Struktur

bantal mencirikan bahwa lingkungan pengendapannya adalah laut. Formasi ini

terdiri dari batuan lava, bersisipan batu pasir, batulempung dan rijang.

Lava berwarna kehitaman, bersusunan basal, avanitik, vesikuler dan

terkekarkan. Sayatan tipisnya memperlihatkan tekstur porfiritik, dengan fenokris

labradorit (An57-An62) dan piroksin yang berukuran 0,5-1 mm. Masa dasarnya

berupa mikrolit plagioklas dan piroksin. Plagioklas dan piroksinnya sebagian

besar terubah menjadi klorit dan rongga bekas gasnya terisi mineral sekunder

zeolit dan karbonat. Lava ini berstruktur bantal dan diterobos oleh retas-retas

basal berjurus utara-selatan dengan lebar retas antara 40 dan 60 cm.

Batupasir berwarna kelabu kecoklatan, berbutir kasar, terdiri dari kepingan

batuan beku, kuarsa dan felspar. Jenis perekatnya adalah silika dan oksida besi.

Batuan ini berupa sisipan di dalam lava bantal, tebalnya berkisar antara 1 dan 3 m.

Batulempung berwarna kelabu kecoklatan, setempat berlapis baik dan

Page 78: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

mengandung foraminifera kecil bentos. Tebal lapisannya berkisar antara 50 dan

100 cm. Setempat batulempung ini disisipi oleh tuf kasar.

Rijang berwarna coklat kemerahan, terkekarkan dan retakannya terisi oleh

kuarsa dan karbonat, sebagai sisipan pada lava. Tebalnya beragam antara 10 dan

15 cm.

Formasi geologi ini merupakan formasi yang mendominasi sebagian besar

satuan lahan yang ada di DAS Grindulu hulu yaitu dengan luas 76.649.036,47 m2.

b. Formasi Terobosan Batuan Andesit

Formasi ini hampir sama dengan Formasi Watupatok mengenai kedudukan

stratigrafinya yaitu berumur Oligo-Miosen.

Andesit berwarna kelabu kehitaman, pada sayatan tipisnya menunjukkan

tekstur porfiritik, subhedral, berukuran 0,3 hingga 0,5 mm, tersusun dari andesin

35%, ortoklas 15%, kuarsa 5%, mineral bijih 5%, mineral ubahan 10%, di dalam

masa dasar mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi 30%. Sebagian felsparnya

terubah menjadi lempung.

Formasi geologi ini merupakan formasi yang lebih sedikit menyusun

satuan lahan yang ada di DAS Grindulu hulu yaitu dengan luas 6.626.572,331 m2.

4. Geomorfologi

Aspek kajian geomorfologi salah satunya adalah bentuklahan (landform).

Bentuklahan (landform) merupakan bagian dari permukaan bumi yang terbentuk

akibat pengaruh dari proses geomorfologis, proses geologis, dan struktur geologis

pada material batuan dalam ruang dan waktu dalam urutan tertentu. Aspek

bentuklahan merupakan studi yang mempelajari relief secara umum yang meliputi

morfologi dan morfometri. Penjelasan mengenai bentuklahan atau morfologi suatu

daerah meliputi bentuklahan yang dicirikan oleh relief (topografi), proses

geomorfologi dan struktur geologi (litologi).

Geomorfologi daerah penelitian dalam hal ini adalah DAS Grindulu hulu

merupakan morfologi perbukitan yaitu perbukitan berelief sedang dan perbukitan

berelief kasar. Morfologi perbukitan berelief sedang menempati daerah dengan

kemiringan berombak hingga bergelombang yaitu antara 8% - 15% dan 15% -

Page 79: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

25% yang terletak di beberapa satuan lahan dan berada hampir merata di seluruh

desa-desa yang berada di DAS Grindulu hulu. Morfologi perbukitan berelief kasar

menempati daerah dengan kemiringan terjal yaitu antara 25% - 45% dan > 45%

yang terletak di beberapa satuan lahan dan berada pada beberapa desa diantaranya

Desa Gemaharjo, Desa Ploso, Desa Bangunsari, Desa Tahunan yang terletak di

Kabupaten Pacitan dan Desa Wates yang terletak di Kabupaten Ponorogo.

Morfologi berelief kasar yang berada di DAS Grindulu hulu ini disusun oleh

batuan gunungapi dan batuan sedimen. . Morfologi berbentuk tonjolan yang

terdapat di daerah penelitian merupakan batuan terobosan yang bersusunan

andesit. Satuan morfologi ini terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung kecil

menjulang hingga 1100 meter dpal.

5. Tanah

Tanah merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas

komponen-komponen padat, cair dan gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang

dinamik, yang terbentuk sebagai hasil kerja interaksi antara iklim, jasad hidup,

terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk dan

waktu. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa faktor-

faktor pembentuk tanah terdiri dari: iklim, bahan induk, relief, organisme dan

waktu. Dalam mempengaruhi pembentukan dan perkembangan tanah, faktor-

faktor tersebut tidak mempunyai intensitas yang sama, sehingga berakibat bahwa

pada setiap tempat di permukaan bumi mempunyai sifat dan karakteristik tanah

yang tidak homogen atau sama. Dari perbedaan tersebut dimungkinkan terjadi

perbedaan penamaan dalam setiap kategorinya. Disamping itu lahan pada

berbagai tempat dimungkinkan pula mempunyai perbedaan kemampuan dan

kesesuaian lahan dalam kaitannya dengan penggunaan lahan. Pembentukan tanah

di DAS Grindulu hulu sangat dipengaruhi oleh bahan induk dan relief.

Berdasarkan Peta Tanah skala 1:50.000 tanah di daerah penelitian dapat

dibedakan menjadi dua macam tanah yaitu:

Page 80: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

a. Litosol

Tanah litosol merupakan tanah yang dianggap paling muda, sehingga

bahan induknya seringkali dangkal (kurang dari 45 cm) atau tampak tanah sebagai

batuan padat yang padu (consolidated). Dengan demikian maka profilnya belum

memperlihatkan horison-horison dengan sifat-sifat dan ciri-ciri morfologi yang

masih menyerupai sifat-sifat dan ciri-ciri batuan induknya. Tanah ini belum lama

mengalami perkembangan tanah, akibat pengaruh iklim yang rendah, letusan

vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang (Darmawijaya,

1990:287). Berikut disajikan penampang melintang atau profil tanah litosol pada

gambar 24 di bawah ini.

Gambar 24. Penampang Melintang/ Profil Tanah Litosol pada Satuan Lahan

Tomw-IV-Li-Kb

Pada daerah penelitian tanah ini dijumpai di puncak-puncak bukit yang

memiliki kemiringan lereng agak curam hingga sangat curam dan merupakan

lahan kritis dengan Tingkat Bahaya Erosi yang berat. Tanah ini rata-rata memiliki

struktur remah dan tekstur geluh. Umumnya lapisan atas tanah litosol yang berada

di daerah penelitian telah hilang akibat erosi yang intensif terjadi. Oleh karena itu,

upaya penghijauan untuk tanah ini telah dilakukan oleh pemerintah setempat

walaupu dalam luasan yang tidak terlalu signifikan. Mengingat solum tanah

litosol ini yang sangat dangkal, maka dapat menjadikan faktor pembatas terhadap

program penghijauan yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

Page 81: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Macam tanah litosol ini hanya sedikit sekali luasannya yaitu 473,64 Ha

dari seluruh luas tanah yang ada di DAS Grindulu hulu.

b. Kompleks Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol

Kompleks tanah adalah beberapa macam atau seri tanah yang dilapangan

areal masing-masing satuan tanah tidak teratur, batas penyebarannya masing-

masing tidak dapat ditetapkan karena terlalu rumit dan sempit untuk digambarkan

dalam satu satuan peta (Darmawijaya, 1990:252).

Tanah latosol yaitu tanah yang banyak mengandung zat besi dan

aluminium. Tanah ini sudah sangat tua, sehingga kesuburannya rendah. Tanah ini

telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur

lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh,

warna coklat, merah hingga kuning.

Tanah latosol coklat kemerahan berasal dari bahan induk basa seperti

basalt, diabas, diorite, andesit dan juga granit serta genesis yang mengandung

mika hitam. Macam tanah ini mengalami pelapukan pelindian yang lebih muda,

sehingga batas horisonnya kabur dengan ciri-ciri lain kadang-kadang

memperlihatkan plinthite atau lapisan sesquioxid, struktur gumpal dan selaput

lempung (Darmawijaya, 1990:307). Berikut disajikan penampang melintang atau

profil tanah latosol coklat kemerahan pada gambar 25 di bawah ini.

Gambar 25. Penampang Melintang/Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan pada

Satuan Lahan Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Tg

Page 82: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Karakteristik tanah ini di daerah penelitian umumnya memiliki kedalaman

efektif yang sangat dalam dengan struktur tanah remah dan tekstur umumnya

lempung. Penggunaan lahan pada macam tanah ini dimanfaatkan untuk

permukiman, kebun campuran dan tegal.

Macam tanah kompleks latosol coklat kemerahan ini luasannya hampir

mendominasi dari seluruh luas tanah yang ada di DAS Grindulu hulu yaitu

sebesar 7853,92 Ha.

6. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan bentuk setiap campur tangan manusia

terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material

maupun spiritual. Pembagian penggunaan lahan dibedakan menjadi 2 yaitu untuk

pertanian dan non pertanian. Pertanian meliputi: ladang (perladangan), tegalan dan

sawah, sedangkan penggunaan lahan non pertanian adalah untuk hutan,

perkebunan, permukiman (pekarangan) dan lahan kosong.

Penggunaan lahan yang terdapat di DAS Grindulu hulu dipengaruhi oleh

kualitas dan karakteristik lahan. Disamping itu bentuk penggunaan lahan saling

berpengaruh dengan perekonomian masyarakat di DAS Grindulu hulu. Bentuk

penggunaan lahan yang terdapat di DAS Grindulu hulu meliputi: sawah,

permukiman, tegalan, perkebunan, dan semak. Luas masing-masing penggunaan

lahan dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini.

Tabel 12 . Penggunaan Lahan di DAS Grindulu hulu

No. Bentuk Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1. Permukiman 994,38

2. Kebun/Perkebunan 1126,6

3. Sawah 3447,18

4. Tegalan 2411,6

5. Semak 49

Sumber: Interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Tahun 2001

Lembar 1507 – 443 Tegalombo dan 1508 – 121 Kismantoro dari Badan

Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

Page 83: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

7. Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk atau jumlah penduduk suatu daerah merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan lahan serta tekanan demografi

suatu lingkungan terutama berkaitan dengan fungsi suatu DAS. Penyajian data

mengenai jumlah dan besarnya tingkat kepadatan penduduk di kecamatan yang

termasuk dalam DAS Grindulu hulu berdasarkan data dari BPS Kabupaten

Pacitan dan Ponorogo dalam angka tahun 2009 dapat dilihat pada penjelasan

berikut ini:

a. Kecamatan Tegalombo

Jumlah dan komposisi penduduk di Kecamatan Tegalombo dapat menjadi

faktor tekanan demografi terhadap lingkungan dan merupakan penduduk yang

rentan dan berisiko terhadap terjadinya longsor. Pada tabel 13 di bwah ini dapat

dilihat jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Tegalombo yang termasuk dalam

wilayah DAS Grindulu hulu adalah sebagai berikut.

Tabel 13. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tegalombo Tahun 2009

No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Luas

(km2)

Kepadatan

(jiwa/km2) Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Gemaharjo 3056 3039 6095 14,48 421

2. Ploso 2895 2891 5786 18,37 315

3. Tahunan 1857 1899 3756 11,09 339

Jumlah 7808 7829 15637 43,94 1075

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan Tahun 2009

Tabel 13 diatas memperlihatkan Kecamatan Tegalombo yang masuk

dalam DAS Grindulu hulu ada 3 desa dengan luas keseluruhannya sebesar 43,94

km2. Di 3 desa tersebut berdasarkan data Kabupaten Pacitan dalam angka tahun

2009 mempunyai jumlah penduduk 15.637 jiwa dengan jumlah penduduk laki -

laki 7.808 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 7.829 jiwa. Tingkat kepadatan

penduduk tertinggi terdapat di Desa Gemaharjo yaitu dengan 421 jiwa/km2. Hal

ini terjadi karena Desa Gemaharjo berada di perbatasan antara Kabupaten Pacitan

dan Kabupaten Ponorogo dan merupakan jalur lintas kabupaten. Sementara

tingkat kepadatan penduduk terendah adalah di Desa Ploso yaitu dengan 315 jiwa/

Page 84: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

km2. Tingkat kepadatan penduduk ini berdampak pada tingkat kerentanan dan

tingkat risiko longsor yang disebabkan adanya potensi dan kejadian bencana

longsor di desa-desa tersebut.

b. Kecamatan Bandar

Jumlah dan komposisi penduduk di Kecamatan Bandar dapat menjadi

faktor tekanan demografi terhadap lingkungan dan merupakan penduduk yang

rentan dan berisiko terhadap terjadinya longsor. Pada tabel 14 dibwah ini dapat

dilihat jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Bandar yang termasuk dalam

wilayah DAS Grindulu hulu adalah sebagai berikut.

Tabel 14. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bandar Tahun 2009

No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Luas

(km2)

Kepadatan

(jiwa/km2) Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Bandar 4475 5080 9555 17,9 534

2. Kledung 1689 1665 3354 12,6 266

3. Tumpuk 2409 2422 4831 11,3 428

4. Watupatok 1996 2017 4013 12,4 324

5. Bangunsari 2430 2433 4863 11,8 412

Jumlah 12999 13617 26616 66 1964

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan Tahun 2009

Tabel 14 diatas memperlihatkan Kecamatan Bandar yang masuk dalam

DAS Grindulu hulu ada 5 desa dengan luas keseluruhannya sebesar 66 km2. Di 5

desa tersebut berdasarkan data Kabupaten Pacitan dalam angka tahun 2009

mempunyai jumlah penduduk 26.616jiwa dengan jumlah penduduk laki - laki

12.999 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 13.617 jiwa. Tingkat kepadatan

penduduk tertinggi terdapat di Desa Bandar yaitu dengan 421 jiwa/km2. Hal ini

terjadi karena Desa Bandar merupakan desa yang peradabannya sudah mulai maju

dan segala aktivitas atau pusat kegiatan penduduk baik dari Desa Bandar itu

sendiri maupun dari desa-desa yang lain berada di desa tersebut. Sementara

tingkat kepadatan penduduk terendah adalah di Desa Kledung yaitu dengan 266

jiwa/ km2. Tingkat kepadatan penduduk ini berdampak pada tingkat kerentanan

dan tingkat risiko longsor yang disebabkan adanya potensi dan kejadian bencana

longsor di desa-desa tersebut.

Page 85: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

c. Kecamatan Slahung

Jumlah dan komposisi penduduk di Kecamatan Slahung dapat menjadi

faktor tekanan demografi terhadap lingkungan dan merupakan penduduk yang

rentan dan berisiko terhadap terjadinya longsor. Pada tabel 15 dibwah ini dapat

dilihat jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Slahung yang termasuk dalam

wilayah DAS Grindulu hulu adalah sebagai berikut.

Tabel 15. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Slahung Tahun 2009

No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Luas

(km2)

Kepadatan

(jiwa/km2) Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Wates 1032 1056 2088 8,31 251

2. Tugurejo 1050 1195 2245 7,79 288

Jumlah 2082 2251 4333 16,1 539

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo Tahun 2009

Tabel 15 diatas memperlihatkan Kecamatan Slahung yang masuk dalam

DAS Grindulu hulu ada 2 desa dengan luas keseluruhannya sebesar 16,1 km2. Di 2

desa tersebut berdasarkan data Kabupaten Ponorogo dalam angka tahun 2009

mempunyai jumlah penduduk 4.333 jiwa dengan jumlah penduduk laki - laki

2.082 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 2.251 jiwa Tingkat kepadatan

penduduk tertinggi terdapat di Desa Tugurejo yaitu dengan 288 jiwa/km2.

Sementara tingkat kepadatan penduduk terendah adalah di Desa Wates yaitu

dengan 251 jiwa/ km2. Tingkat kepadatan penduduk ini berdampak pada tingkat

kerentanan dan tingkat risiko longsor yang disebabkan adanya potensi dan

kejadian bencana longsor di desa-desa tersebut.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Satuan Lahan Daerah Penelitian

Satuan lahan merupakan satuan wilayah dengan satu atau lebih

karakteristik lahan tertentu yang dapat digambarkan dalam suatu peta. Penelitian

ini menggunakan satuan lahan sebagai satuan analisis dan satuan pemetaannya.

Parameter penyusun satuan lahan diperoleh dari tumpangsusun (overlay) peta-peta

dasar dan peta tematik, yaitu: peta geologi, peta tanah, peta lereng, dan peta

Page 86: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

penggunaan lahan. Parameter penyusun satuan lahan DAS Grindulu hulu antara

lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Formasi Batuan

Penyusun satuan lahan yang pertama adalah formasi geologi. Satuan

batuan yang digunakan sebagai penyusun satuan lahan menggunakan nama

formasi batuan. Hal ini karena setiap formasi batuan mempunyai jenis dan

struktur batuan yang berbeda, sehingga karakteristik dalam menanggapi tenaga

asal luar (eksogen) juga berbeda. Pada batuan yang keras dan kompak akan lebih

sulit terlapuk dan tererosi dibandingkan sifat batuan yang lunak dan banyak

terdapat struktur retakan (joint) dan patahan (fault).

Berdasarkan litologinya, DAS Grindulu hulu tersusun atas 2 formasi

batuan seperti yang terlihat pada Tabel 16. dibawah ini.

Tabel 16. Formasi Batuan di DAS Grindulu Hulu.

No. Formasi Batuan Simbol Luas

m2 %

1. Formasi Watupatok Tomw 76.649.036,47 92,04

2. Formasi Terobosan Batuan Andesit Tomi (an) 6.626.572,331 7,96

Jumlah 83.275.608,801 100,00

Sumber: Peta Geologi Lembar Pacitan Skala 1:100.000 Tahun 1992 (Puslitbang

Geologi, Bandung)

Berdasarkan pada Tabel 16 diatas, formasi batuan yang paling luas di DAS

Grindulu hulu adalah Formasi Watupatok dengan luas 76.649.036,47 m2

(92,04%). Sedangkan formasi batuan yang paling sempit adalah Formasi

Terobosan Batuan Andesit dengan luas 6.626.572,331 m2 (7,96%).

Persebaran tentang formasi geologi daerah penelitian dapat dilihat pada

Peta 2 berikut ini.

Page 87: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Peta 2. Geologi DAS Grindulu Hulu

Page 88: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

b. Kemiringan Lereng

Penyusun satuan lahan yang kedua adalah kemiringan lereng. Variabel

kemiringan lereng merupakan salah satu variabel yang sangat berpengaruh

terhadap penentuan besar longsor dan Tingkat Bahaya Longsor (TBL).

Kemiringan lereng dapat dihitung dan diketahui melalui peta topografi atau peta

rupa bumi daerah yang bersangkutan, yaitu dengan melakukan deleniasi kontur

yang ada di dalamnya. Dilihat dari kemiringan lereng maka DAS Grindulu hulu

dapat dibagi dalam 4 kelompok daerah kelerengan yaitu daerah landai (8 – 15%),

agak curam (15 – 25%), curam (25 – 45%) dan sangat curam (>45%).

Pengelompokan tersebut berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng yang menurut

pembagian dari Asdak (1995: 512).

Kelas kemiringan lereng yang paling luas di DAS Grindulu hulu adalah

lereng kelas III (15 – 25%), dengan luas area 37.932.915,925 m2. Kemiringan

lereng yang paling sempit adalah lereng kelas V (> 45%), dengan luas area

982.211,226 m2. Perbandingan luas kelas kemiringan lereng dapat dilihat pada

Tabel 17. berikut ini.

Tabel 17. Kemiringan Lereng di DAS Grindulu hulu.

No. Kemiringan

Lereng (%) Keterangan Simbol

Luas

m2 %

1. 8 – 15 Landai II 30.801.376,715 36,98

2. 15 – 25 Agak curam III 37.932.915,925 45,55

3. 25 – 45 Curam IV 13.559.057,698 16,28

4. > 45 Sangat curam V 982.211,226 1,19

Jumlah 83.275.561,564 100,00

Sumber: Interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Tahun 2001

Lembar 1507 – 443 Tegalombo dan 1508 – 121 Kismantoro dari Badan

Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

Persebaran kemiringan lereng daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 3

berikut ini.

Page 89: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Peta 3. Lereng DAS Grindulu Hulu

Page 90: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

c. Tanah

Penyusun satuan lahan yang ketiga adalah tanah. Satuan tanah yang

digunakan adalah dalam kategori macam. Berdasarkan Peta Tanah Skala 1:50.000

daerah penelitian memiliki dua macam tanah seperti yang terdapat pada Tabel 18.

di bawah ini.

Tabel 18. Macam Tanah yang Terdapat di DAS Grindulu hulu

No. Macam Tanah Simbol Luas

m2 %

1. Kompleks Latosol Coklat Kemerahan KLaCKmr & Li 78.539.048,939 94,31

2. Litosol Li 4.736.559,861 5,69

Total 83.275.608,800 100

Sumber: Peta Tanah Kabupaten Pacitan Skala 1: 50.000 (BAPPEDA Kabupaten

Pacitan)

Berdasarkan pada Tabel 16. di atas tanah yang paling luas di DAS

Grindulu hulu adalah Kompleks Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dengan

luas 78.539.048,939 m2 (94,31%). Luasan tanah yang paling sempit adalah tanah

Litosol dengan luas 4.736.559,861 m2

(5,69%).

Persebaran tanah daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 4 berikut ini.

Page 91: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Peta 4. Tanah DAS Grindulu Hulu

Page 92: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

d. Penggunaan Lahan

Penyusun satuan lahan yang keempat adalah penggunaan lahan.

Penggunaan lahan merupakan hasil interaksi antara aktivitas manusia dengan

lingkungan alami. Berdasarkan jenis penggunaan lahan di DAS Grindulu hulu

dapat dibedakan menjadi 5 jenis, seperti yang terlihat pada Tabel 19. di bawah ini.

Tabel 19 . Penggunaan Lahan di DAS Grindulu hulu

No. Bentuk Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1. Permukiman 994,38

2. Kebun/Perkebunan 1126,6

3. Sawah 3447,18

4. Tegalan 2411,6

5. Semak 49

Sumber: Interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Tahun 2001

Lembar 1507 – 443 Tegalombo dan 1508 – 121 Kismantoro dari Badan

Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

Dengan melihat tabel tersebut maka penggunaan lahan di daerah penelitian

dalam hal ini adalah DAS Grindulu hulu di dominasi oleh penggunaan lahan

sawah dengan luas 3447,18 Ha. Hal tersebut tidak terlepas dari mata pencaharian

penduduknya yang sebagian besar adalah petani. Berdasarkan pengamatan yang

dilakukan di lapangan, penggunaan lahan di daerah penelitian belum mengalami

perubahan yang signifikan.

Persebaran penggunaan lahan daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 5

berikut ini.

Page 93: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Peta 5. Penggunaan Lahan DAS Grindulu Hulu

Page 94: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Berdasar hasil analisis overlay atau tumpangsusun peta dasar, yaitu peta

tanah, lereng, geologi, dan penggunaan lahan, dihasilkan 44 jenis satuan lahan

yang tersebar di daerah penelitian. Satuan lahan sebagai satuan analisis, maka

pada setiap satuan lahan yang ada dilakukan pengamatan di lapangan. Dari ke 44

satuan lahan tersebut tidak seluruhnya diambil sampel tanah karena kondisi

medan yang tidak memungkinkan, jadi hanya diambil yang mewakili saja. Untuk

lebih lengkapnya data hasil seluruh pengamatan di lapangan dari ke 44 satuan

lahan dapat disajikan pada tabel. 20. sebagai berikut.

Page 95: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Tabel. 20. Karakteristik Lahan DAS Grindulu hulu

No/ SL_ID

Satuan Lahan Koordinat Karakteristik Lahan

Lintang Bujur Kemiringan

Lereng (%)

Solum

(cm)

Tekstur Permeabilitas

tanah (cm/jam)

Kedalaman

Pelapukan (cm)

Penggunaan Lahan Ketinggian

(m)

1 Tomw-V-Li-Kb 9109753 536691 68.9 22 Geluh debuan 88.6 70 Kebun campuran tak berteras 375

2 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Tg 9111373 535075 46.7 60 Geluh debuan 63.68 75 Tegal 615

3 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sw 9111148 534849 51.1 30 Geluh debuan 63.68 70 Sawah 607

4 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Pmk 9110949 534446 53.3 65 Geluh debuan 63.68 85 Permukiman 598

5 Tomw-IV-Li-Tg 9117962 538066 35.6 20 Lempung 30,25 85 Tegal 643

6 Tomw-IV-Li-Sw 9117972 538185 44.4 15 Lempung 30,25 40 Sawah 756

7 Tomw-IV-Li-Pmk 9111290 536885 42.2 18 Geluh debuan 30,25 40 Permukiman 415

8 Tomw-IV-Li-Kb 9109709 536597 40 20 Geluh debuan 18.52 80 Kebun campuran tak berteras 375

9 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Tg 9117810 538049 37.8 65 Lempung 0.07 85 Tegal 701

10 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sw 9110978 534805 33.3 65 Lempung 40.75 80 Sawah 638

11 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sm 9110833 534664 40 35 Lempung 40.75 60 Semak belukar 632

12 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Pmk 9110747 538139 28.9 30 Geluh lempungan 48.4 40 Permukiman 614

13 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Kb 9109811 537290 33.3 75 Geluh debuan 63.68 85 Kebun campuran tak berteras 620

14 Tomw-III-Li-Tg 9118146 537951 22.2 15 Geluh lempungan 0.24 90 Tegalan berteras 902

15 Tomw-III-Li-Sw 9121676 532762 20 21 Geluh lempung debuan 40.75 40 Sawah 800

16 Tomw-V-Li-Pmk 9121435 532921 60 22 Geluh lempungan 30,35 35 Permukiman 790

17 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Tg 9118131 537748 22.2 65 Geluh debuan 0.17 90 Tegalan berteras 644

18 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sw 9120689 532625 11.1 30 Geluh 1 70 Sawah 789

19 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sm 9111452 534869 20 35 Geluh 1 60 Semak belukar 653

20 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Pmk 9111513 534745 15.6 45 Lempung 0.17 60 Permukiman 637

21 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Kb 9111430 534712 17.7 30 Geluh 31.35 90 Kebun campuran berteras 647

22 Tomw-II-Li-Tg 9122216 533928 13.3 18 Geluh 21.68 80 Tegalan berteras 826

23 Tomw-II-Li-Sw 9122184 534140 8.9 20 Lempung 27,35 100 Sawah 817

24 Tomw-II-Li-Pmk 9121981 534071 8.9 15 Geluh lempung debuan 25.25 70 Permukiman 825

25 Tomw-II-Li-Kb 9111012 536977 11.1 19 Geluh debuan 30,25 65 Kebun campuran berteras 413

26 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Tg 9112200 537538 13.3 60 Geluh lempungan 0.1 120 Tegalan berteras 700

27 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Sw 9120637 532648 11.1 30 Lempung 0.07 60 Sawah 690

28 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Pmk 9111080 537161 8.9 35 Geluh lempung debuan 8.32 70 Permukiman 763

29 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Kb 9110889 537151 13.3 40 Geluh lempung debuan 8.32 65 Kebun campuran berteras 674

30 Tomi (an)-V-Li-Pmk 9109803 537085 71.1 21 Geluh debuan 88.6 85 Permukiman 481

31 Tomi (an)-V-Li-Kb 9109684 536755 68.9 16 Geluh debuan 88.6 70 Kebun campuran tak berteras 396

32 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Pmk 9109761 537156 66.7 60 Geluh debuan 63.68 80 Permukiman 426

Page 96: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

33 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Tg 9109667 537177 77.8 70 Geluh debuan 63.68 75 Tegal 467

34 Tomi (an)-IV-Li-Kb 9109704 538124 40 20 Geluh debuan 18.52 80 Kebun campuran tak berteras 448

35 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Tg 9113360 538070 42.2 65 Lempung 0.07 85 Tegal 800

36 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw 9110894 538760 40 65 Lempung 40.75 80 Sawah 586

37 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Pmk 9109778 537228 37.8 30 Geluh lempungan 48.4 40 Permukiman 598

38 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb 9110703 538287 40 75 Geluh debuan 63.68 85 Kebun campuran tak berteras 556

39 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Tg 9113374 538021 13.3 60 Geluh lempungan 0.1 120 Tegalan berteras 457

40 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Sw 9110928 538884 11.1 30 Lempung 0.07 60 Sawah 437

41 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Pmk 9110994 538857 8.9 35 Geluh lempung debuan 8.32 70 Permukiman 543

42 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Kb 9110927 538938 11.1 40 Geluh lempung debuan 8.32 65 Kebun campuran tak berteras 605

43 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sm 9111379 534959 46.7 35 Geluh debuan 63.68 60 Semak belukar 553

44 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Kb 9110977 534425 71.1 70 Geluh debuan 63.68 75 Kebun campuran tak berteras 479

Sumber: - Hasil Pengamatan Lapangan

- Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS 2010

Page 97: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Melihat tabel tersebut diatas pada 44 satuan lahan memiliki karakteristik

lahan masing-masing yang cukup variatif. Oleh karena itu, faktor pemicu

terjadinya longsoran pun juga berbeda-beda. Untuk melihat persebaran satuan

lahan yang ada di DAS Grindulu hulu maka dapat dilihat dalam peta 6. sebagai

berikut.

Page 98: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Peta 6. Satuan Lahan DAS Grindulu Hulu

Page 99: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

2. Tingkat Bahaya Longsor dan Karakteristik Tipe Longsor

Tingkat Bahaya Longsor merupakan kemungkinan terjadinya longsoran

tanah/ batuan diwaktu yang akan datang dan mengganggu serta merugikan aktivitas

manusia. Penentuan Tingkat Bahaya Longsor (TBL) di DAS Grindulu hulu

dilakukan dengan teknik skoring, yaitu dengan memberikan pengharkatan terhadap

faktor penentu longsor yaitu: kemiringan lereng, solum tanah, permebilitas tanah,

kedalaman pelapukan, penggunaan lahan, curah hujan, dan tekstur tanah.

Pendekatan penskoran Tingkat Bahaya Longsor (TBL) ini menggunakan satuan

lahan sebagai satuan analisisnya, sehingga parameter-parameter lahan yang telah

ditetapkan nilainya baik secara laboratorium maupun lapangan dapat diketahui

nilainya. Masing-masing data parameter penentu longsor pada setiap satuan lahan

diberikan harkat mulai dari 1 hingga 5. Harkat 1 (rendah) menunjukkan peran

dalam mendukung proses terjadinya longsoran adalah rendah, sedangkan harkat 5

(tinggi) menunjukkan peran dalam mendukung terjadinya proses longsoran adalah

tinggi. Untuk memberikan skor terhadap seluruh parameter penentu longsor tidak

semata-mata hanya menjumlahkan harkat yang ada pada masing-masing parameter,

akan tetapi dengan memberikan bobot terlebih dahulu sehingga dapat dibedakan

faktor pemicu atau parameter yang paling besar memicu terjadinya bahaya longsor.

Selanjutnya, tabulasi hasil pengukuran parameter dan penskoran parameter

disajikan dalam tabel 21.

Page 100: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Tabel 21. Tingkat Bahaya Longsor DAS Grindulu Hulu

NO/

SL_ID

Satuan Lahan Parameter Jumlah Kelas

Kemiringan

Lereng (%)

Curah

Hujan

(mm/hari)

Penggunaan

Lahan

Kedalaman

Pelapukan

(cm)

Solum Tanah

(cm)

Permeabilitas

(cm/jam)

Tekstur

Tanah

H B S H B S H B S H B S H B S H B S H B S

1 Tomw-V-Li-Kb 5 5.5 27.5 2 1 2 4 1.5 6 1 0.7 0.7 2 0.5 1 1 0.3 0.3 4 0.5 2 39.5 T

2 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Tg 5 5.5 27.5 2 1 2 4 1.5 6 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 4 0.5 2 43.3 ST

3 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sw 5 5.5 27.5 2 1 2 5 1.5 7.5 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 4 0.5 2 44.8 ST

4 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Pmk 5 5.5 27.5 2 1 2 3 1.5 4.5 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 4 0.5 2 41.8 T

5 Tomw-IV-Li-Tg 4 5.5 22 2 1 2 4 1.5 6 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 5 0.5 2.5 34 S

6 Tomw-IV-Li-Sw 4 5.5 22 2 1 2 5 1.5 7.5 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 5 0.5 2.5 35.5 T

7 Tomw-IV-Li-Pmk 4 5.5 22 2 1 2 3 1.5 4.5 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 4 0.5 2 32 S

8 Tomw-IV-Li-Kb 4 5.5 22 2 1 2 4 1.5 6 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 4 0.5 2 33.5 S

9 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Tg 4 5.5 22 2 1 2 4 1.5 6 5 0.7 3.5 4 0.5 2 5 0.3 1.5 5 0.5 2.5 39.5 T

10 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sw 4 5.5 22 2 1 2 5 1.5 7.5 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 5 0.5 2.5 39.8 T

11 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sm 4 5.5 22 2 1 2 3 1.5 4.5 4 0.7 2.8 3 0.5 1.5 1 0.3 0.3 5 0.5 2.5 35.6 T

12 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Pmk 4 5.5 22 2 1 2 3 1.5 4.5 3 0.7 2.1 3 0.5 1.5 1 0.3 0.3 3 0.5 1.5 33.9 S

13 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Kb 4 5.5 22 2 1 2 4 1.5 6 3 0.7 2.1 3 0.5 1.5 1 0.3 0.3 4 0.5 2 35.9 T

14 Tomw-III-Li-Tg 3 5.5 16.5 2 1 2 2 1.5 3 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 5 0.3 1.5 3 0.5 1.5 25.7 R

15 Tomw-III-Li-Sw 3 5.5 16.5 2 1 2 5 1.5 7.5 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 3 0.5 1.5 29 S

16 Tomw-V-Li-Pmk 5 5.5 27.5 2 1 2 3 1.5 4.5 1 0.7 0.7 2 0.5 1 1 0.3 0.3 3 0.5 1.5 37.5 T

17 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Tg 3 5.5 16.5 2 1 2 2 1.5 3 2 0.7 1.4 2 0.5 1 5 0.3 1.5 4 0.5 2 27.4 S

18 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sw 3 5.5 16.5 2 1 2 5 1.5 7.5 2 0.7 1.4 2 0.5 1 4 0.3 1.2 1 0.5 0.5 30.1 S

19 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sm 3 5.5 16.5 2 1 2 3 1.5 4.5 3 0.7 2.1 3 0.5 1.5 4 0.3 1.2 1 0.5 0.5 28.3 S

20 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Pmk 3 5.5 16.5 2 1 2 3 1.5 4.5 2 0.7 1.4 2 0.5 1 5 0.3 1.5 5 0.5 2.5 29.4 S

21 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Kb 3 5.5 16.5 2 1 2 2 1.5 3 2 0.7 1.4 3 0.5 1.5 1 0.3 0.3 1 0.5 0.5 25.2 R

22 Tomw-II-Li-Tg 2 5.5 11 2 1 2 2 1.5 3 2 0.7 1.4 2 0.5 1 1 0.3 0.3 1 0.5 0.5 19.2 R

23 Tomw-II-Li-Sw 2 5.5 11 2 1 2 5 1.5 7.5 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 5 0.5 2.5 24.5 R

24 Tomw-II-Li-Pmk 2 5.5 11 2 1 2 3 1.5 4.5 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 3 0.5 1.5 20.5 R

25 Tomw-II-Li-Kb 2 5.5 11 2 1 2 2 1.5 3 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 4 0.5 2 19.5 R

26 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Tg 2 5.5 11 2 1 2 2 1.5 3 3 0.7 2.1 2 0.5 1 5 0.3 1.5 3 0.5 1.5 22.1 R

27 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Sw 2 5.5 11 2 1 2 5 1.5 7.5 2 0.7 1.4 3 0.5 1.5 5 0.3 1.5 5 0.5 2.5 27.4 S

28 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Pmk 2 5.5 11 2 1 2 3 1.5 4.5 2 0.7 1.4 2 0.5 1 2 0.3 0.6 3 0.5 1.5 22 R

29 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Kb 2 5.5 11 2 1 2 2 1.5 3 2 0.7 1.4 2 0.5 1 2 0.3 0.6 3 0.5 1.5 20.5 R

30 Tomi (an)-V-Li-Pmk 5 5.5 27.5 2 1 2 3 1.5 4.5 1 0.7 0.7 2 0.5 1 5 0.3 1.5 3 0.5 1.5 38.7 T

31 Tomi (an)-V-Li-Kb 5 5.5 27.5 2 1 2 4 1.5 6 1 0.7 0.7 2 0.5 1 1 0.3 0.3 4 0.5 2 39.5 T

32 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Pmk 5 5.5 27.5 2 1 2 3 1.5 4.5 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 4 0.5 2 41.8 T

33 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Tg 5 5.5 27.5 2 1 2 4 1.5 6 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 4 0.5 2 43.3 ST

34 Tomi (an)-IV-Li-Kb 4 5.5 22 2 1 2 4 1.5 6 1 0.7 0.7 1 0.5 0.5 1 0.3 0.3 4 0.5 2 33.5 S

35 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Tg 4 5.5 22 2 1 2 4 1.5 6 4 0.7 2.8 3 0.5 1.5 5 0.3 1.5 5 0.5 2.5 38.3 T

36 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw 4 5.5 22 2 1 2 5 1.5 7.5 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 5 0.5 2.5 39.8 T

Page 101: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

37 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Pmk 4 5.5 22 2 1 2 3 1.5 4.5 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 3 0.5 1.5 35.8 T

38 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb 4 5.5 22 2 1 2 4 1.5 6 3 0.7 2.1 3 0.5 1.5 1 0.3 0.3 4 0.5 2 35.9 T

39 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Tg 2 5.5 11 2 1 2 2 1.5 3 2 0.7 1.4 2 0.5 1 5 0.3 1.5 3 0.5 1.5 21.4 R

40 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Sw 2 5.5 11 2 1 2 5 1.5 7.5 2 0.7 1.4 3 0.5 1.5 5 0.3 1.5 5 0.5 2.5 27.4 S

41 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Pmk 2 5.5 11 2 1 2 3 1.5 4.5 2 0.7 1.4 2 0.5 1 2 0.3 0.6 3 0.5 1.5 22 R

42 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Kb 2 5.5 11 2 1 2 4 1.5 6 2 0.7 1.4 2 0.5 1 2 0.3 0.6 3 0.5 1.5 23.5 R

43 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sm 5 5.5 27.5 2 1 2 3 1.5 4.5 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 4 0.5 2 41.8 T

44 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Kb 5 5.5 27.5 2 1 2 4 1.5 6 5 0.7 3.5 4 0.5 2 1 0.3 0.3 4 0.5 2 43.3 ST

Sumber: Hasil Analisis Data

Keterangan:

H: Harkat

B: Bobot

S: Skor

Page 102: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Secara umum, pada curah hujan dan macam tanah yang sama, semakin

besar skor kemiringan lereng, kedalaman pelapukan batuan, dan solum tanah

menunjukkan tingkat bahaya longsor tanah yang semakin tinggi pula.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan teknik skoring pada

tabel di atas, maka diperoleh klasifikasi Tingkat Bahaya Longsor (TBL) di DAS

Grindulu hulu yang terbagi menjadi 4 kelas, yaitu mulai dari Rendah (R), Sedang

(S), Tinggi (T) dan Sangat Tinggi (ST). Selanjutnya penjelasan dari masing-

masing Tingkat Bahaya Longsor adalah sebagai berikut:

a. Tingkat Bahaya Longsor Rendah (R)

Daerah dengan Tingkat Bahaya Longsor Rendah adalah daerah yang

mempunyai potensi rendah untuk terjadi gerakan massa. Umumnya pada kelas ini

jarang terjadi gerakan massa jika tidak mengalami gangguan pada lereng dan jika

terjadi gerakan massa lama, lereng telah mantap kembali. Gerakan massa dalam

ukuran kecil terutama terjadi pada tebing sungai (alur sungai). Pada kelas ini

daerahnya bertopografi berombak sampai bergelombang dengan kemiringan

lereng 8,9% – 22,2%. Tingkat Bahaya Longsor ini sebagian besar dijumpai pada

penggunaan lahan permukiman, sawah, tegalan berteras dan kebun campuran

berteras. Pada penggunaan lahan tersebut bahaya longsor dikatakan rendah karena

ada campur tangan manusia dalam pengelolaan penggunaan lahan tersebut,

sehingga walaupun terjadi longsoran masih termasuk dalam kategori rendah.

Parameter lain seperti kedalaman pelapukan, solum tanah, tekstur, dan

permeabilitas yang memicu terjadinya longsor pada kategori ini dapat dikatakan

masih termasuk dalam kategori yang rendah pula. Hal tersebut dapat dilihat dari

kemiringan lereng yang landai hingga agak curam dan topografi yang landai

hingga berombak, sehingga berpengaruh terhadap kondisi batuan dan tanah yang

berada di daerah penelitian. Curah hujan yang hampir merata diseluruh satuan

lahan daerah DAS Grindulu hulu, hanya sedikit berpengaruh terhadap kategori

bahaya longsor rendah ini, sebab aspek atau parameter pemicu longsor yang lain

dapat dikatakan rendah dalam memberikan kontribusi terhadap terjadinya

longsoran. Pada kelas TBL rendah ini masih dikatakan sebagai daerah yang

berpotensi yaitu daerah yang jarang terjadi gerakan tanah tetapi karena keadaan

Page 103: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

medan yang mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan terjadinya tanah

longsor. Untuk kelas TBL ini tipe longsor yang dapat dijumpai di lapangan adalah

tipe longsor nendatan (slump). Tipe nendatan tanah yakni longsor ke bawah dari

satu atau beberapa unit massa tanah dan puing-puing batuan dan diikuti oleh

gerakan perputaran di bagian tubuh longsornya (Dibyosaputro, 1992: 30), disebut

juga tipe longsoran atau tanah longsor dalam sistem klasifikasi tipe gerakan tanah

dengan ciri fisik yang bisa diamati di lapangan berupa jejak longsoran yang telah

terjadi mempunyai bidang gelincir berbentuk cekung dan cenderung menyerupai

bentuk tapal kuda dengan gerakan memutar yang relatif cepat. Material longsoran

pada tipe ini berupa tanah yang terkumpul pada kaki lereng.

Tipe longsoran nendatan tanah tersebut terdapat pada satuan lahan Tomw-

II-KLaCKmr & Li-Tg di Desa Watupatok. Parameter yang mempengaruhi

longsoran tipe ini pada umumnya yaitu lereng yang landai sampai dengan agak

curam, curah hujan yang sedang hingga tinggi dan jenis vegetasi berupa rumput-

rumputan dengan perakaran serabut. Selain itu penggunaan lahan tegalan yang

didominasi dengan vegetasi semusim seperti jagung, ketela dan sayuran yang

ditanam berbaris searah kemiringan lereng mempercepat erosi permukaan yang

memicu longsoran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 26 di bawah

ini.

Gambar 26. Tipe Longsoran Nendatan Tanah Desa Watupatok

Page 104: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Faktor yang mendominasi tipe longsoran nendatan tanah pada gambar

tersebut adalah vegetasi berupa rumput yang ditanam berbaris searah kemiringan

lereng. Vegetasi dominan yang berupa kunyit dapat mengurangi kemantapan

lereng sebab akarnya yang merupakan akar serabut tidak mampu menahan

material-material yang mengalir ketika musim hujan tiba, sehingga memudahkan

terjadinya penggerusan-penggerusan tanah dan mempercepat terjadinya longsor.

Risiko pada titik longsoran di Desa Watupatok ini dimungkinkan kecil atau tidak

ada, karena potensi dari tipe longsoran ini untuk merusak atau memberikan

dampak terhadap lingkungan disekitarnya adalah kecil.

Persebaran Tingkat Bahaya Longsor Rendah ini terdapat pada 12 satuan

lahan yaitu Tomw-III-Li-Tg, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Kb, Tomw-II-Li-Tg,

Tomw-II-Li-Pmk, Tomw-II-Li-Sw, Tomw-II-Li-Kb, Tomw-II-KLaCKmr & Li-

Tg, Tomw-II-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-II-KLaCKmr & Li-Kb, Tomi (an)-II-

KLaCKmr & Li-Tg, Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Pmk dan Tomi (an)-II-

KLaCKmr & Li-Kb yang berada di 8 desa yaitu Desa Gemaharjo dengan luas

353,9 Ha (14,4%), Desa Ploso dengan luas 329,6 Ha (13,8%), Desa Tahunan

dengan luas 343,5 Ha (13,9%), Desa Kledung dengan luas 251,5 Ha (10,2%),

Desa Watupatok dengan luas 340,5 Ha (13,8%), Desa Tumpuk dengan luas 465,1

Ha (18,9%), Desa Bandar dengan luas 109,4 Ha (4,4%) dan Desa Bangunsari

260,3 Ha (10,6%).

b. Tingkat Bahaya Longsor Sedang (S)

Daerah dengan Tingkat Bahaya Longsor Sedang adalah daerah yang

mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan massa. Pada kelas ini dapat

terjadi gerakan massa berdimensi kecil sampai dengan besar, terutama pada

daerah yang berbatasan dengan lembah sungai atau tebing jalan. Gerakan massa

yang lama dapat aktif kembali terutama disebabkan oleh curah hujan yang tinggi

dan erosi yang kuat. Daerah ini mempunyai topografi bergelombang sampai

perbukitan dengan kemiringan lereng 22,2% – 42,2%. Tingkat Bahaya Longsor

ini sebagian besar dijumpai pada penggunaan lahan permukiman, sawah, tegalan

berteras dan kebun campuran berteras hampir sama dengan Tingkat Bahaya

Longsor pada kategori rendah. Pada kelas atau kategori bahaya longsor sedang ini

Page 105: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

longsoran sudah mulai tampak atau terjadi tapi masih dalam skala yang relatif

wajar dan belum dianggap membahayakan. Selain dipicu oleh lereng yang mulai

curam dan curah hujan yang relatif sedang hingga tinggi, penggunaan lahan,

kedalaman pelapukan serta parameter pemicu lain juga berpengaruh terhadap

terjadinya longsor pada kelas sedang ini. Pelapukan batuan yang terjadi umumnya

sedang hingga dalam sehingga sudah mulai mengurangi daya dukung lereng yang

ada, hal tersebut karena curah hujan yang semakin intensif sehingga semakin

mengikis batuan-batuan yang ada dan mempercepat terjadinya pelapukan batuan.

Biasanya longsor yang terjadi pada kelas ini adalah tipe longsoran nendatan

dengan material berupa tanah yang mengumpul di kaki lereng dimana longsor

terjadi. Kelas TBL sedang ini termasuk dalam daerah waspada yaitu daerah

dimana gerakan tanah atau longsor pernah terjadi tetapi tidak setiap tahun. Hampir

sama dengan kelas TBL pada kelas rendah, tipe longsor yang dapat dijumpai di

lapangan pada kelas sedang ini adalah tipe longsor nendatan (slump). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 27 di bawah ini.

Gambar 27. Tipe Longsoran Nendatan Tanah Desa Kledung

Tipe longsoran nendatan tanah pada gambar 27 di atas terdapat pada

satuan lahan Tomw-III-KLaCKmr & Li-Tg di Desa Kledung. Penggunaan lahan

berupa tegalan dengan vegetasi dominan ketela pohon. Lereng yang agak curam

menjadi faktor utama tipe longsoran ini, selain itu vegetasi rumput-rumputan

Page 106: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

dengan jenis perakaran serabut kurang mampu mengikat dan menahan tanah

sehingga tanah akan mudah mengalami longsoran. Di bagian atas lereng lahan

belum mengalami olahan, yang tampak vegetasi rumput-rumputan dan sedikit

tanaman keras sehingga titik longsor nendatan tanah di Desa Kledung ini

kemungkinan tidak memiliki risiko tinggi apabila suatu saat terjadi kembali

longsoran serupa pada titik longsoran lama. Dalam mempermudah memahami

terjadinya tipe longsoran nendatan ini dapat digambarkan pada sketsa gambar 28

sebagai berikut.

Gambar 28. Sketsa Tipe Longsoran Nendatan

Persebaran Tingkat Bahaya Longsor Sedang ini terdapat pada 12 satuan

lahan yaitu Tomw-IV-Li-Tg, Tomw-IV-Li-Pmk, Tomw-IV-Li-Kb, Tomw-IV-

KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-III-Li-Sw, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Tg, Tomw-

III-KLaCKmr & Li-Sw, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-III-KLaCKmr &

Li-Sm, Tomw-II-KLaCKmr & Li-Sw, Tomi (an)-IV-Li-Kb dan Tomi (an)-II-

KLaCKmr & Li-Sw yang berada di 8 desa yaitu Desa Gemaharjo dengan luas

417,1 Ha (13,1%), Desa Ploso dengan luas 610,2 Ha (19,2%), Desa Tahunan

dengan luas 392,2 Ha (12,3%), Desa Kledung dengan luas 270,9 Ha (8,6%), Desa

Watupatok dengan luas 560,1 Ha (17,8%), Desa Tumpuk dengan luas 477,6 Ha

(15,2%), Desa Bandar dengan luas 193,6 Ha (6,2%) dan Desa Bangunsari 241,7

Ha (7,6%).

c. Tingkat Bahaya Longsor Tinggi (T)

Daerah dengan Tingkat Bahaya Longsor Tinggi adalah daerah yang

mempunyai potensi yang tinggi untuk terjadi gerakan massa. Pada kelas ini sering

Page 107: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

terjadi gerakan massa, baik gerakan massa lama maupun gerakan massa baru.

Daerah ini mempunyai topografi bergelombang sampai perbukitan dengan

kemiringan lereng 42,2% – 68,9%. Tingkat Bahaya Longsor ini sebagian besar

dijumpai pada penggunaan lahan permukiman, tegal dan kebun campuran tak

berteras. Umumnya pada kelas bahaya longsor tinggi ini, faktor terjal dan

miringnya lereng menjadi pemicu utama terjadinya gerakan massa tanah. Pada

kelas ini bahaya longsor yang terjadi selain dipicu oleh lereng yang curam, juga

adanya curah hujan yang tinggi dan penggunaan lahan yang ada di tempat

tersebut. Disamping itu kedalaman pelapukan yang sedang hingga dalam juga

mempercepat proses terjadinya longsoran ini. Hal tersebut dikarenakan jenis

batuan yang ada mudah terkikis sehingga mempercepat pelapukan dan daya

dukung terhadap lereng menjadi berkurang. Kelas TBL ini termasuk pada daerah

kritis yaitu daerah yang sering dilanda gerakan tanah yang mengakibatkan

longsoran dalam skala yang relatif besar dan terjadi hampir setiap tahun saat

musim penghujan tiba. Di daerah penelitian kelas longsor ini biasanya

ditunjukkan dengan adanya tipe longsor runtuhan material campuran hingga tipe

longsor jatuhan batu sedang. Oleh sebab itu, daerah tersebut perlu di pantau secara

intensif dan diberikan peringatan dini agar penduduk sekitar lebih waspada untuk

menghindari terjadinya korban jiwa. Pada kelas TBL tinggi ini, tipe longsor yang

dapat dijumpai di lapangan adalah tipe runtuhan material campuran (debris fall).

Tipe runtuhan material campuran sering diketahui melalui ciri fisik yang

bisa diamati di lapangan berupa jejak longsoran yang telah terjadi. Tipe ini terjadi

pada lereng yang cukup curam sampai dengan sangat curam, tanah dan atau

material lain jatuh bebas dari ketinggian tertentu karena gaya gravitasi dengan

sifat gerakan sangat cepat, gerakannya berupa meluncur, meloncat atau

menggelinding. Dikutip dari Dibyosaputro (1992: 30) debris fall yaitu guguran

batuan dan atau tanah pada permukaan tanah yang mempunyai lereng sangat

curam.

Di daerah penelitian tipe longsorlahan runtuhan material campuran ini

banyak ditemui pada tebing-tebing di tepi jalan daerah penelitian. Tipe ini

terdapat pada satuan lahan Tomw-V-Li-Kb di Desa Gemaharjo dan Tomw-IV-

Page 108: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

KLaCKmr & Li-Tg di Desa Tahunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 29 dan 30 berikut ini.

Gambar 29. Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran di Desa Gemaharjo

Gambar 30. Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran di Desa Tahunan

Tipe longsoran pada gambar 29 diatas terdapat pada satuan lahan Tomw-

V-Li-Kb di Desa Gemaharjo. Material yang dilongsorkan ini berupa tanah.

Intensitas curah hujan yang sedang hingga tinggi, vegetasi yang didominasi oleh

rumput dengan perakaran serabut, dan lereng yang sangat curam menjadi

parameter yang utama untuk tipe longsoran ini. Penggunaan lahan pada satuan

Page 109: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

lahan ini merupakan tegalan tak berteras yang ditanami tanaman berupa kunyit

dan jagung yang disekelilingnya terdapat banyak vegetasi rumput dengan pekaran

serabut, sehingga dapat mengurangi daya dukung lereng terhadap aliran material

di waktu musim hujan. Oleh sebab itu dengan berkurangnya daya dukung lereng

maka mempercepat terjadinya longsoran pada daerah tersebut, yang

dimungkinkan luasannya akan semakin bertambah. Kejadian tersebut

dikhawatirkan akan dapat merusak infrastruktur jalan yang ada dibawahnya atau

bahkan akan memakan korban jiwa, mengingat jalan dibawahnya merupakan jalan

lintas kabupaten.

Tipe longsoran pada gambar 30 diatas terdapat pada satuan lahan Tomw-

IV-KLaCKmr & Li-Tg di Desa Tahunan. Material yang dilongsorkan pada tipe

longsor runtuhan material campuran ini berupa tanah, batu dan pasir. Lokasi

longsoran ini berada pada tebing jalan jalur lintas kecamatan. Jika dibandingkan

dengan longsor yang berada di Desa Gemaharjo, longsoran ini lebih sedikit

dimungkinkan memakan korban jiwa sebab letaknya yang jauh dari permukiman

dan jalanan ini tidak banyak dilalui orang karena kondisi jalan yang tidak terlalu

baik. Dalam mempermudah memahami terjadinya tipe longsoran runtuhan

material campuran ini dapat digambarkan pada sketsa gambar 31 sebagai berikut.

Gambar 31. Sketsa Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran

Persebaran Tingkat Bahaya Longsor Tinggi ini terdapat pada 16 satuan

lahan yaitu Tomw-V-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sm,

Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sm, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Tg, Tomw-IV-

KLaCKmr & Li-Sw, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Kb, Tomw-V-Li-Pmk, Tomi

Page 110: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

(an)-V-Li-Pmk, Tomi (an)-V-Li-Kb, Tomw-V-Li-Kb, Tomi (an)-V-KLaCKmr &

Li-Pmk, Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Tg, Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw,

Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Pmk dan Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb yang

berada di 8 desa yaitu Desa Gemaharjo dengan luas 1646,3 Ha (57,21%), Desa

Ploso dengan luas 276,8 Ha (9,62%), Desa Tahunan dengan luas 487,9 Ha

(16,96%), Desa Tumpuk dengan luas 0,8 Ha (0,02%), Desa Watupatok dengan

luas 4,1 Ha (0,14%), Desa Bangunsari dengan luas 4,1 Ha (0,14%), Desa Wates

dengan luas 140,9 Ha (4,89%) dan Desa Tugurejo 316,2 Ha (11,02%).

d. Tingkat Bahaya Longsor Sangat Tinggi (ST)

Daerah dengan Tingkat Bahaya Longsor Sangat Tinggi adalah daerah yang

mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk terjadi gerakan massa. Pada kelas ini

gerakan massa relatif sangat sering terjadi di setiap tahun saat musim penghujan

tiba dengan intensitas longsor yang berbeda-beda, tapi umumnya dalam skala

besar hingga sangat besar. Hampir sama pada kelas TBL tinggi, daerah ini

memiliki relief perbukitan dengan kemiringan lereng > 68,9% yang termasuk

dalam daerah sangat kritis. Tingkat Bahaya Longsor ini sebagian besar dijumpai

pada penggunaan lahan tegal dan kebun campuran tak berteras. Faktor pemicu

longsor pada kelas ini utamanya adalah lereng yang sangat curam dan sangat terjal

diikuti curah hujan dengan intensitas yang tinggi dan terus menerus. Disamping

itu kedalaman pelapukan yang sangat dalam juga mempercepat terjadinya

longsoran karena kurang mampu menopang lereng yang ada. Pada kelas TBL

tinggi ini, tipe longsor yang dapat dijumpai di lapangan adalah tipe jatuhan batu

(rock fall).

Jatuhan adalah gerak bebas material yang berasal dari lereng curam seperti

bukit. Tipe ini memiliki asal kata "jatuh", yang membedakan dengan tipe lain

adalah keadaan dimana material jatuh bebas dari lereng mengalami tumbukan

berulang dengan lereng yang berada dibawahnya dengan kecepatan tinggi. Lebih

mudahnya adalah adanya sebuah pecahan batuan yang jatuh dari sebuah lereng

yang menggelinding dan menerjang serta merusakkan apa saja yang dilewatinya.

Diantara tipe jatuhan ini adalah bukit curam, dimana bukit curam tersusun oleh

batuan bersifat getas yang mengalami erosi gelombang laut pada bagian

Page 111: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

bawahnya yang menyebabkan terjadinya jatuhan. Perhatikan retakan pada

permukaan atasnya yang merupakan gejala sebelum terjadi jatuhan. Tipe

longsoran jatuhan ini juga harus diwaspadai pada daerah pemukiman yang berada

dibawah lereng yang memiliki batu-batu besar dan terpisah-pisah. Antisipasi yang

dapat dilakukuan adalah membangun pagar-pagar kawat, atau dengan mengikat

batu yang membahayakan tersebut.

Daerah penelitian yang terdapat tipe longsoran jatuhan batu (rock fall) ini

sering ditemui pada tebing-tebing di tepi jalan daerah penelitian. Tipe ini terdapat

pada satuan lahan Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Tg di tebing jalan Desa

Gemaharjo. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 32.

Gambar 32. Tipe Longsoran Jatuhan Batu di Desa Gemaharjo

Tipe longsoran ini terdapat pada satuan lahan Tomi (an)-V-KLaCKmr &

Li-Tg di Desa Gemaharjo. Longsoran ini terjadi pada tebing di tepi jalan yang

merupakan jalan lintas kabupaten. Kejadian longsor untuk tipe longsor jatuhan

batu ini cukup membahayakan, karena material yang dilongsorkan berupa batuan-

batuan besar. Terjadinya longsor ini selain karena adanya curah hujan yang cukup

tinggi juga dikarenakan faktor lereng yang sangat curam sehingga menyebabkan

vegetasi yang berada di atasnya menjadi miring. Hal tersebut juga tidak terlepas

dari adanya gaya gravitasi bumi dan kemantapan struktur lereng itu sendiri serta

dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah yang ada di daerah tersebut, walaupun

Page 112: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

jenis vegetasi yang ada merupakan vegetasi tanaman keras dengan perakaran yang

kuat. Dalam mempermudah memahami terjadinya tipe longsoran jatuhan batu ini

dapat digambarkan pada sketsa gambar 33 sebagai berikut.

Gambar 33. Sketsa Tipe Longsoran Jatuhan Batu

Persebaran Tingkat Bahaya Longsor Sangat Tinggi ini terdapat pada 4

satuan lahan yaitu Tomw-V-KLaCKmr & Li-Tg, Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sw,

Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Tg dan Tomw-V-KLaCKmr & Li-Kb yang berada

di 2 desa yaitu Desa Gemaharjo dengan luas 6,1 Ha (18,8%) dan Desa Ploso

dengan luas 26,4 Ha (81,2%).

Melihat hasil dari ke empat kelas bahaya longsor tersebut diatas, maka

kelas dengan bahaya longsor sedang lebih mendominasi dibanding dengan kelas-

kelas yang lain. Pada dasarnya daerah-daerah yang berada di DAS Grindulu hulu

sebenarnya banyak yang berpotensi untuk terjadi longsor dalam skala besar. Hal

tersebut dilihat dari daya dukung lereng yang sudah mulai tidak stabil karena

beratnya erosi yang terjadi dan didukung dengan adanya curah hujan yang relatif

tinggi. Akan tetapi hasil yang diperoleh dari pengamatan lapangan mengenai

karakteristik lahan serta pengamatan faktor pemicu longsoran dan pengambilan

sampel tanah, hanya hampir mendekati fakta yang terjadi. Semua hal tersebut

tidak terlepas dari faktor human yang belum ahli dan masih mungkin melakukan

kesalahan, sehingga hasil yang diperoleh belum sempurna.

Berdasarkan ke empat hasil analisis dari Tingkat Bahaya Longsor tersebut,

maka persebarannya dapat dilihat dalam peta 7. sebagai berikut.

Page 113: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Peta 7. Tingkat Bahaya Longsor DAS Grindulu Hulu

Page 114: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

3. Tingkat Kerentanan dan Risiko Longsor

a. Tingkat Kerentanan Longsor

Kapasitas adalah sumberdaya, cara dan kekuatan yang dimiliki oleh

seseorang, masyarakat atau negara yang memungkinkan untuk menanggulangi,

mempertahankan diri, mempersiapkan diri, mencegah dan memitigasi atau dengan

cepat memulihkan diri dari suatu bencana. Adapun kerentanan adalah sekelompok

kondisi yang ada dan melekat pada diri seseorang, masyarakat atau negara baik

bersifat fisik, ekonomis, sosial dan perilaku yang berpengaruh melemahkan

kemampuan dari suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai

kesiapan dan menanggapi dampak dari suatu bencana (Suranto, 2008:40).

Konsep dasarnya adalah bahwa seseorang terlemah di dalam suatu

komunitas mempunyai beberapa ketrampilan, sumberdaya, kekuatan dan

kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dan bahkan sangat dimungkinkan

untuk dapat menolong orang lain yang ada di sekitarnya. Kondisi lingkungan yang

berada di daerah rawan menyebabkan masyarakat berada pada kondisi yang

rentan. Bencana terjadi ketika masyarakat tidak dapat mengatasi kerentanan

tersebut. Kerentanan menjadi tidak tertanggulangi karena kecepatan adaptasi

masyarakat terhadap perubahan lingkungan sekitarnya (yang meningkatkan

kerentanan) jauh tertinggal dari kecepatan perubahan lingkungan itu sendiri.

Adapun jenis kerentanan yang ada saat ini meliputi kerentanan fisik/material,

kapasitas sosial/kelembagaan, dan kapasitas sikap/motivasi.

Analisis kerentanan yang diakibatkan oleh kejadian longsor adalah analisis

yang memanfaatkan salah satu aspek kebencanaan yaitu berdasarkan pada

pertimbangan Tingkat Bahaya Longsor (TBL) dikaitkan dengan aspek

kependudukan dimana sering timbul korban jiwa pada saat terjadinya longsoran.

Dalam menentukan kelas kerentanan ini terlebih dahulu dilakukan

penghitungan terhadap jumlah penduduk yang dimungkinkan rentan terkena

bahaya longsoran. Perhitungan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan

penduduk pada masing-masing desa. Kemudian dilakukan pengkelasan terhadap

masing-masing kelas kerentanan yang dalam hal ini hanya memfokuskan terhadap

korban jiwa atau lebih mengutamakan terhadap aspek kependudukannya saja.

Page 115: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Penduduk di daerah penelitian sebagian besar menempati rumah-rumah

yang membentuk permukiman dengan pola mengelompok pada dataran rendah,

yang umumnya merupakan pusat-pusat desa atau kecamatan ataupun membentuk

pola memanjang dan tersebar sepanjang jalan penghubung antara pusat-pusat desa

atau kecamatan serta menyebar pada lereng-lereng kaki perbukitan.

Jenis bangunan perumahan di daerah penelitian adalah permanen, semi

permanen dan kayu/ bambu. Disekitar pusat-pusat desa atau kecamatan dan

sepanjang jalan utama penghubung antar desa/ kecamatan rumah-rumah penduduk

umumnya bersifat permanen, bahkan pada daerah-daerah dengan topografi yang

terjal cukup banyak bangunan-bangunan perumahan dibangun dengan konstruksi

tembok atau setengah tembok. Adapun bangunan dengan konstruksi kayu/ bambu

banyak terdapat di daerah pedalaman.

Setelah mengetahui kondisi tersebut maka kepadatan penduduk setiap desa

di daerah penelitian dapat dihitung melalui data sekunder dari BPS Kabupaten

Pacitan dan Kabupaten Ponorogo. Untuk keperluan analisis tingkat kerentanan

dan risiko, data kepadatan penduduk tersebut dilakukan pengkelasan dalam 3

(tiga) rentang kelas yaitu sebagai berikut:

km2

sehingga diperoleh kelas kepadatan penduduk tiap permukiman yaitu:

- Kelas kepadatan rendah= kepadatan (251 – 345)

- Kelas kepadatan sedang= kepadatan (346 – 439)

- Kelas kepadatan tinggi = kepadatan (440 – 534)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 22. sebagai berikut.

Page 116: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Tabel 22. Kepadatan Penduduk DAS Grindulu Hulu

No Kabupaten Kecamatan Desa Luas

(km2)

Jumlah

Penduduk

(jiwa)

Kepadatan

Penduduk

(jiwa/ km2)

Kelas

Kepadatan

1. Pacitan Tegalombo Gemaharjo 14,48 6095 421 Sedang

Ploso 18,37 5786 315 Rendah

Tahunan 11,09 3756 339 Rendah

Bandar Bandar 17,9 9555 534 Tinggi

Bangunsari 11,8 4863 412 Sedang

Kledung 12,6 3354 266 Rendah

Tumpuk 11,3 4831 428 Sedang

Watupatok 12,4 4013 324 Rendah

2. Ponorogo Slahung Wates 8,31 2088 251 Rendah

Tugurejo 7,79 2245 288 Rendah

Sumber: - BPS Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ponorogo, 2009

- Hasil Analisis Data

Disamping ditunjukkan melalui tabel kepadatan penduduk tersebut di atas,

kepadatan penduduk pada masing-masing desa dapat disajikan melalui peta

kepadatan penduduk yang tersaji pada peta 8. sebagai berikut.

Page 117: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Peta 8. Kepadatan Penduduk DAS Grindulu Hulu

Page 118: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Berdasarkan perhitungan kepadatan penduduk, maka dapat diperoleh

tingkat kerentanan setiap satuan lahan yang berada pada masing-masing desa yang

ada di DAS Grindulu hulu. Tingkat kerentanan longsor disini dihasilkan melalui

tingkat kepadatan penduduk dan dikorelasikan berdasarkan kelas Tingkat Bahaya

Longsor pada masing-masing satuan lahan yang sudah dihitung, dimana akan

menunjukkan rentan atau terpengaruh terhadap timbulnya bahaya longsor dalam

hal ini adalah penduduk sebagai korban jiwa. Untuk kelas kerentanannya sendiri

dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu kelas kerentanan tidak rentan, rentan dan sangat

rentan. Adapun penjelasan masing-masing kelas kerentanan dan persebaran pada

setiap satuan lahan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Tingkat Kerentanan Longsor Tidak Rentan

Daerah dengan Tingkat Kerentanan Longsor Tidak Rentan merupakan

daerah yang memiliki kerentanan/ terpengaruh rendah atau tidak rentan terhadap

terjadinya bencana longsor. Pada kelas ini tingkat kepadatan penduduk rendah dan

Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi antara rendah hingga sedang. Sementara itu

pada kelas ini kemampuan atau kapasitas masyarakat cukup tinggi, sehingga

mampu mengurangi kerentanan terhadap bencana longsor yang terjadi.

Persebaran kelas kerentanan longsor tidak rentan terdapat pada 16 satuan

lahan yaitu Tomw-IV-Li-Tg, Tomw-III-Li-Tg, Tomw-III-Li-Sw, Tomw-III-

KLaCKmr & Li-Tg, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sw, Tomw-III-KLaCKmr & Li-

Sm, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Kb, Tomw-II-

Li-Tg, Tomw-II-Li-Sw, Tomw-II-Li-Pmk, Tomw-II-Li-Pmk, Tomi (an)-II-

KLaCKmr & Li-Tg, Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Pmk dan Tomi (an)-II-

KLaCKmr & Li-Kb yang berada di 8 desa yaitu Desa Gemaharjo dengan luas

259,7 Ha (5,6%), Desa Ploso dengan luas 839,9 Ha (18,3%), Desa Tahunan

dengan luas 626,7 Ha (13,6%), Desa Kledung dengan luas 704,6 Ha (15,3%),

Desa Watupatok dengan luas 689,5 Ha (14,9%), Desa Tumpuk dengan luas 691,9

Ha (15,1%), Desa Bandar dengan luas 363,1 Ha (7,9%) dan Desa Bangunsari

426,7 Ha (9,3%).

Page 119: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

2) Tingkat Kerentanan Longsor Rentan

Daerah dengan Tingkat Kerentanan Longsor Sedang merupakan daerah

yang memiliki kerentanan/ terpengaruh sedang terhadap terjadinya bencana

longsor. Pada kelas ini tingkat kepadatan penduduk sedang dan Tingkat Bahaya

Longsor yang terjadi adalah sedang. Sementara itu pada kelas ini kemampuan atau

kapasitas masyarakat tidak terlalu tinggi/ sedang, sehingga kemampuan untuk

mengurangi kerentanan terhadap bencana longsor yang terjadi tidak terlalu tinggi

pula/ sedang.

Persebaran kelas kerentanan longsor rentan terdapat pada 10 satuan lahan

yaitu Tomw-IV-Li-Pmk, Tomw-IV-Li-Kb, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sm,

Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-V-Li-Pmk, Tomw-II-Li-Kb, Tomw-II-

KLaCKmr & Li-Sw, Tomw-II-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomi (an)-IV-KLaCKmr &

Li-Pmk dan Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Sw yang berada di 10 desa yaitu Desa

Gemaharjo dengan luas 327,1 Ha (15,7%), Desa Ploso dengan luas 400,9 Ha

(19,2%), Desa Tahunan dengan luas 323,1Ha (15,5%), Desa Kledung dengan luas

207,4 Ha (9,9%), Desa Watupatok dengan luas 124,3 Ha (5,9%), Desa Tumpuk

dengan luas 153,1 Ha (7,3%), Desa Bandar dengan luas 214,8 Ha (10,3%), Desa

Bangunsari 314,7 Ha (15,1%), Desa Wates dengan luas 10,6 Ha (0,5%) dan Desa

Tugurejo dengan luas 10,9Ha (0,6%).

3) Tingkat Kerentanan Longsor Sangat Rentan

Daerah dengan Tingkat Kerentanan Longsor Tinggi merupakan daerah

yang memiliki kerentanan/ terpengaruh tinggi atau rentan terhadap terjadinya

bencana longsor. Pada kelas ini tingkat kepadatan penduduk sedang hingga tinggi

dan Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi adalah tinggi hingga sangat tinggi.

Sementara itu pada kelas ini kemampuan atau kapasitas masyarakat rendah,

sehingga kemampuan untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana longsor

yang terjadi adalah rendah dan bukan tidak mungkin menimbulkan risiko yang

tinggi.

Persebaran kelas kerentanan longsor sangat rentan terdapat pada 18 satuan

lahan yaitu Tomw-V-Li-Kb, Tomw-V-KLaCKmr & Li-Tg, Tomw-V-KLaCKmr

& Li-Sw, Tomw-V-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-IV-Li-Sw, Tomw-IV-KLaCKmr

Page 120: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

& Li-Tg, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sw, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Kb, Tomi

(an)-V-Li-Pmk, Tomi (an)-V-Li-Kb, Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomi

(an)-V-KLaCKmr & Li-Tg, Tomi (an)-IV-Li-Kb, Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-

Tg, Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw, Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb,

Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sm dan Tomw-V-KLaCKmr & Li-Kb yang berada di 6

desa yaitu Desa Gemaharjo dengan luas 492,3 Ha (30,1%), Desa Ploso dengan

luas 376,7 Ha (23,1%), Desa Tahunan dengan luas 328,5 Ha (20,1%), Desa

Bangunsari dengan luas 4,1 Ha (0,2%), Desa Wates dengan luas 130,2 Ha (7,9%)

dan Desa Tugurejo 304,1 Ha (18,6%).

Berdasarkan analisis Tingkat Kerentanan Longsor tersebut, maka

persebarannya dapat dilihat dalam peta 9. sebagai berikut.

Page 121: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Peta 9. Tingkat Kerentanan Longsor DAS Grindulu Hulu

Page 122: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

b. Tingkat Risiko Longsor

Tingkat risiko longsor dapat ditunjukkan oleh nilai risiko totalnya. Risiko

total longsor adalah nilai yang menggambarkan tingkat risiko total dan jumlah

kerugian jiwa yang disebabkan oleh kejadian longsor. Penentuan tingkat risiko

longsor didasari oleh keterkaitan antara tingkat bahaya dan tingkat kerentanan

dengan kemungkinan besarnya kerugian yang berupa korban jiwa. Korban jiwa

disini dilihat berdasarkan kepadatan penduduk pada setiap desa. Dengan demikian

dapat diperoleh tingkat risiko pada saat terjadi bencana longsor. Tingkat Risiko ini

ditentukan berdasarkan pembuatan matrik pada tabel 23. sebagai berikut.

Tabel 23. Hubungan Tingkat Kerentanan dan Tingkat Bahaya Longsor

TBL

TKL R S T ST

TRt R/TRt R/TRt S/Rt S/Rt

Rt R/TRt S/Rt T/SRt T/SRt

SRt S/Rt S/Rt T/SRt T/SRt

Keterangan :

R : Rendah

Rt : Rentan

S : Sedang

T : Tinggi

TRt : Tidak Rentan

SRt : Sangat Rentan

ST : Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 23 tersebut diatas hubungan antara Tingkat Bahaya

Longsor dan Tingkat Kerentanan Longsor menghasilkan tiga kelas Tingkat Risiko

Longsor yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pembagian kelas pada Tingkat Risiko

Longsor ini tidak mengacu pada matrik hubungan antara Tingkat Bahaya Longsor

dan Tingkat Kerentanan Longsor yang ada tersebut, akan tetapi tidak merubah

hasil dari matrik yang ada. Untuk pembagian kelas risikonya adalah sebagai

berikut:

1) Tingkat Risiko Longsor Rendah

Daerah yang memiliki kemungkinan terkena dampak rendah atas bencana

longsor yang terjadi. Berdasarkan keterkaitan antara Tingkat Bahaya Longsor

Page 123: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

dengan Tingkat Kerentanan Longsor, maka daerah ini memiliki beberapa

kemungkinan, yaitu apabila Tingkat Bahaya Longsor rendah dan Tingkat

Kerentanan Longsor tidak rentan maka Tingkat Risiko Longsor rendah, jika

Tingkat Bahaya Longsor rendah dan Tingkat Kerentanan Longsor rentan maka

Tingkat Risiko Longsor rendah, dan berikutnya jika Tingkat Bahaya Longsor

sedang dan Tingkat Kerentanan Longsor tidak rentan maka Tingkat Risiko

Longsor rendah.

Persebaran tingkat risiko longsor rendah terdapat pada 17 satuan lahan

yaitu Tomw-IV-Li-Tg, Tomw-III-Li-Tg, Tomw-III-Li-Sw, Tomw-III-KLaCKmr & Li-

Tg, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sw, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sm, Tomw-III-KLaCKmr

& Li-Pmk, Tomw-III-KLaCKmr & Li-Kb, Tomw-II-Li-Tg, Tomw-II-Li-Sw, Tomw-II-

Li-Pmk, Tomw-II-KLaCKmr & Li-Tg, Tomw-II-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-II-

KLaCKmr & Li-Kb, Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Tg, Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-

Pmk dan Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Kb yang berada di 8 desa yaitu Desa

Gemaharjo dengan luas 283,8 Ha (7,1%), Desa Ploso dengan luas 1378,6 Ha

(33,9%), Desa Tahunan dengan luas 768,8 Ha (18,9%), Desa Kledung dengan

luas 564,9 Ha (13,9%), Desa Watupatok dengan luas 389,9 Ha (9,6%), Desa

Tumpuk dengan luas 186,7 Ha (4,6%), Desa Bandar dengan luas 173,9 Ha (4,3%)

dan Desa Bangunsari 313,7 Ha (7,7%).

2) Tingkat Risiko Longsor Sedang

Daerah yang memiliki kemungkinan terkena dampak sedang atas bencana

longsor yang terjadi. Berdasarkan keterkaitan antara Tingkat Bahaya Longsor

dengan Tingkat Kerentanan Longsor, maka daerah ini memiliki beberapa

kemungkinan, yaitu apabila Tingkat Bahaya Longsor sedang dan Tingkat

Kerentanan Longsor rentan maka Tingkat Risiko Longsor sedang, jika Tingkat

Bahaya Longsor rendah dan Tingkat Kerentanan Longsor sangat rentan maka

Tingkat Risiko Longsor sedang, jika Tingkat Bahaya Longsor sedang dan Tingkat

Kerentanan Longsor sangat rentan maka Tingkat Risiko Longsor sedang, jika

Tingkat Bahaya Longsor tinggi dan Tingkat Kerentanan Longsor tidak rentan

maka Tingkat Risiko Longsor sedang, dan berikutnya jika Tingkat Bahaya

Longsor sangat tinggi dan Tingkat Kerentanan Longsor tidak rentan maka Tingkat

Page 124: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Risiko Longsor sedang, dan jika Tingkat Bahaya Longsor sedang dan Tingkat

Kerentanan Longsor sangat rentan maka Tingkat Risiko Longsor sedang.

Persebaran tingkat risiko longsor sedang terdapat pada 6 satuan lahan yaitu

Tomw-IV-Li-Pmk, Tomw-IV-Li-Kb, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-II-

KLaCKmr & Li-Sw, Tomi (an)-IV-Li-Kb dan Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Sw yang

berada di 8 desa yaitu Desa Gemaharjo dengan luas 184,3 Ha (9,4%), Desa Ploso

dengan luas 227,9 Ha (11,5%), Desa Tahunan dengan luas 252,2 Ha (12,8%),

Desa Kledung dengan luas 213,2 Ha (10,8%), Desa Watupatok dengan luas 363,2

Ha (18,4%), Desa Tumpuk dengan luas 467,1 Ha (23,6%), Desa Bandar dengan

luas 142,9 Ha (7,2%) dan Desa Bangunsari 124,3 Ha (6,3%).

3) Tingkat Risiko Longsor Tinggi

Daerah yang memiliki kemungkinan terkena dampak tinggi atas bencana

longsor yang terjadi. Berdasarkan keterkaitan antara Tingkat Bahaya Longsor

dengan Tingkat Kerentanan Longsor, maka daerah ini memiliki beberapa

kemungkinan, yaitu apabila Tingkat Bahaya Longsor tinggi dan Tingkat

Kerentanan Longsor rentan maka Tingkat Risiko Longsor tinggi, jika Tingkat

Bahaya Longsor tinggi dan Tingkat Kerentanan Longsor sangat rentan maka

Tingkat Risiko Longsor tinggi, jika Tingkat Bahaya Longsor sangat tinggi dan

Tingkat Kerentanan Longsor rentan maka Tingkat Risiko Longsor tinggi dan

berikutnya jika Tingkat Bahaya Longsor sangat tinggi dan Tingkat Kerentanan

Longsor sangat rentan maka Tingkat Risiko Longsor tinggi.

Persebaran tingkat risiko longsor tinggi terdapat pada 21 satuan lahan

yaitu Tomw-V-Li-Kb, Tomw-V-KLaCKmr & Li-Tg, Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sw,

Tomw-V-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomw-IV-Li-Sw, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Tg,

Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sw, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sm, Tomw-IV-KLaCKmr &

Li-Pmk, Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Kb, Tomw-V-Li-Pmk, Tomi (an)-V-Li-Pmk, Tomi

(an)-V-Li-Kb, Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Pmk, Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Tg,

Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Tg, Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw, Tomi (an)-IV-

KLaCKmr & Li-Pmk, Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb, Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sm

dan Tomw-V-KLaCKmr & Li-Kb yang berada di 7 desa yaitu Desa Gemaharjo

dengan luas 699,5 Ha (40,9%), Desa Ploso dengan luas 221,3 Ha (12,9%), Desa

Page 125: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Tahunan dengan luas 326,1 Ha (19,1%), Desa Watupatok dengan luas 4,1 Ha

(0,2%), Desa Bangunsari dengan luas 4,1 Ha (0,2%), Desa Wates dengan luas

138,3 Ha (8,1%) dan Desa Tugurejo 316,3 Ha (18,6%).

Berdasarkan analisis Tingkat Risiko Longsor tersebut, maka

persebarannya dapat dilihat dalam peta 10. sebagai berikut.

Page 126: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Peta 10. Tingkat Risiko Longsor DAS Grindulu Hulu

Page 127: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

4. Penanganan Longsor dan Arahan Konservasi Lahan

Dalam melakukan penanganan dan penanggulangan longsor yang ada di

DAS Grindulu hulu, perlu memperhatikan jenis atau tipe longsoran yang terjadi.

Hal tersebut mengingat bahwa dari masing-masing tipe longsor yang terjadi

memiliki karakteristik tersendiri tergantung dari keadaan air, sifat fisik tanah atau

batuan, struktur geologi dan keadaan bentuk lereng daerah penelitian.

Penanganan dan penanggulangan longsor yang terjadi di daerah penelitian

ini dihubungkan dengan arahan konservasi yang akan dilakukan terhadap Tingkat

Bahaya Longsor di DAS Grindulu hulu. Oleh karena jenis penanganan dan

penanggulangan terhadap longsoran yang terjadi hampir sama dengan arahan

konservasi yang dilakukan, maka untuk lebih efektifnya keduanya digabung

dalam satu bagian tanpa menghilangkan tujuan dalam penanganan bencana

longsor yang terjadi di DAS Grindulu hulu.

Arahan konservasi lahan di daerah penelitian dilakukan pada masing-

masing satuan lahan. Arahan konservasi yang diterapkan pada masing-masing

satuan lahan tidaklah mutlak, akan tetapi menyesuaikan kondisi yang telah

diperhitungkan sebelumnya dalam hal ini adalah Tingkat Bahaya Longsor yang

terjadi serta parameter fisik lain yang mendukung dilakukannya arahan konservasi

lahan.

Dalam menentukan arahan konservasi lahan ini, digunakan prioritas-

prioritas penanganan dimana prioritas tersebut diukur berdasar Tingkat Bahaya

Longsor yang terjadi disamping melihat ke tiga parameter yang ada dalam tabel

teknik konservasi secara vegetatif dan teknik dalam tabel 7 dan 8 (BAB III:

Teknik Analisis Data) serta berdasar penggunaan lahan pada masing-masing

satuan lahan dan tipe longsoran yang terjadi di beberapa satuan lahan DAS

Grindulu hulu.

Pada daerah penelitian terdapat 32 arahan konservasi lahan yang termasuk

ke dalam 44 satuan lahan yang dijabarkan ke dalam empat prioritas penanganan.

Adapun arahan konservasi lahan pada setiap prioritas penanganan dapat disajikan

dalam tabel 24 adalah sebagai berikut:

Page 128: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Tabel 24. Arahan Konservasi Lahan DAS Grindulu Hulu

NO/

SL_ID

Satuan Lahan Kelas TBL Kemiringan

Lereng (%)

Solum

Tanah

(cm)

Kedalaman

Tanah

(cm)

Konservasi Vegetatif Konservasi Teknik Kelompok Prioritas

1 Tomw-V-Li-Kb Tinggi 68.9 27 20 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,11,13 1 Prioritas I 2 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Tg Sangat Tinggi 46.7 95 56 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,4,5,6,7,8,9,10,12,13 3 Prioritas I 3 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sw Sangat Tinggi 51.1 100 45 1,2,3,5,6,7 1,4,5,6,7,8,9,10,12 1 Prioritas II 4 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Pmk Tinggi 53.3 92 40 4,6,7,8,11,12 1,4,5,6,9,13,14 2 Prioritas II 5 Tomw-IV-Li-Tg Sedang 35.6 18 20 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 5,6,8,9,12 5 Prioritas II 6 Tomw-IV-Li-Sw Tinggi 44.4 16 22 1,2,3,5,6,7 5,6,8,9,12 1 Prioritas III 7 Tomw-IV-Li-Pmk Sedang 42.2 18 16 4,6,7,8,11,12 5,6,9,13,14 6 Prioritas II 8 Tomw-IV-Li-Kb Sedang 40 16 20 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 5,6,8,9,10,11,13 10 Prioritas I 9 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Tg Tinggi 37.8 92 50 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,8,9,10,12,13 5 Prioritas I

10 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sw Tinggi 33.3 96 45 1,2,3,5,6,7 1,3,4,5,6,7,8,9 7 Prioritas II 11 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sm Tinggi 40 80 58 1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,7,8,9 9 Prioritas I 12 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Pmk Sedang 28.9 52 46 4,6,7,8,11,12 1,4,5,6,9,13,14 2 Prioritas II 13 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Kb Tinggi 33.3 60 55 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,8,9,10,11 7 Prioritas I 14 Tomw-III-Li-Tg Rendah 22.2 17 24 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 5,6,7,8,9,12 2 Prioritas IV 15 Tomw-III-Li-Sw Sedang 20 18 20 1,2,3,5,6,7 5,6,7,8,9,12 6 Prioritas III 16 Tomw-V-Li-Pmk Tinggi 68.9 26 24 12 5,6,9,13,14 3 Prioritas II 17 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Tg Sedang 22.2 45 48 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13 2 Prioritas III 18 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sw Sedang 15.6 40 50 1,2,3,5,6,7 1,2,3,4,5,6,7,8,9 4 Prioritas III 19 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sm Sedang 20 60 48 1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17 1,2,3,4,5,6,7,8,9 3 Prioritas III 20 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Pmk Sedang 15.6 46 40 4,6,7,8,11,12 1,2,3,4,5,6,9,13,14 5 Prioritas III 21 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Kb Rendah 17.7 58 45 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 1,2,3,4,5,6,8,9,10,11 1 Prioritas IV 22 Tomw-II-Li-Tg Rendah 13.3 26 25 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 5,6,7,8,9,12 2 Prioritas IV 23 Tomw-II-Li-Sw Rendah 8.9 17 20 1,2,3,5,6,7 6,7,8,9,12 7 Prioritas IV 24 Tomw-II-Li-Pmk Rendah 8.9 17 23 4,6,7,8,11,12 6,9,13,14 8 Prioritas IV 25 Tomw-II-Li-Kb Rendah 11.1 18 25 2,3,6,12,13,14,15,16,17 5,6,7,8 6 Prioritas IV 26 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Tg Rendah 13.3 46 50 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 2,3,5,6,7,8,9,12 3 Prioritas IV 27 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Sw Sedang 11.1 62 46 1,2,3,5,6,7 2,3,5,6,7,8,9 7 Prioritas III 28 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Pmk Rendah 8.9 45 53 4,6,7,8,11,12 2,6,9,13,14 5 Prioritas IV

Page 129: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

29 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Kb Rendah 13.3 40 40 2,3,6,12,13,14,15,16,17 2,3,5,6,7,8 4 Prioritas IV 30 Tomi (an)-V-Li-Pmk Tinggi 71.1 28 20 12 5,6,9,13,14 3 Prioritas II 31 Tomi (an)-V-Li-Kb Tinggi 68.9 27 24 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,11,13 1 Prioritas I 32 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Pmk Tinggi 66.7 94 45 12 6,9,13,14 4 Prioritas II 33 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Tg Sangat Tinggi 77.8 101 50 1,12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,12,13 2 Prioritas I 34 Tomi (an)-IV-Li-Kb Sedang 40 18 24 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 5,6,8,9,10,11,13 10 Prioritas I 35 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Tg Tinggi 42.2 65 54 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,4,5,6,8,9,10,12,13 6 Prioritas I 36 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw Tinggi 40 96 45 1,2,3,5,6,7 1,3,4,5,6,7,8,9 7 Prioritas II 37 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Pmk Tinggi 37.8 92 50 4,6,7,8,11,12 1,4,5,6,9,13,14 2 Prioritas II 38 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb Tinggi 40 54 48 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,8,9,10,11 7 Prioritas I 39 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Tg Rendah 13.3 40 50 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 2,3,5,6,7,8,9,12 3 Prioritas IV 40 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Sw Sedang 11.1 54 40 1,2,3,5,6,7 2,3,5,6,7,8,9 7 Prioritas III 41 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Pmk Rendah 8.9 42 42 4,6,7,8,11,12 2,6,9,13,14 5 Prioritas IV 42 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Kb Rendah 11.1 45 54 2,3,6,12,13,14,15,16,17 2,3,5,6,7,8 4 Prioritas IV 43 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sm Tinggi 46.7 94 56 1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17 1,4,5,6,7,8,9 8 Prioritas I 44 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Kb Sangat Tinggi 71.1 98 50 12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,11 4 Prioritas I

Sumber : Hasil Analisis Data

Page 130: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

1. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan I

Prioritas Penanganan I mempunyai luas 1700,9 Ha (22,6%) dari

keseluruhan luas DAS Grindulu hulu. Satuan lahan yang termasuk prioritas ini

ada 13 satuan lahan, dengan kelas TBL sedang hingga sangat tinggi, kemiringan

lereng curam hingga sangat curam, kedalaman solum dangkal hingga dalam dan

kedalaman tanah sedang hingga dalam. Pada prioritas ini terdapat 10 kelompok

arahan konservasi lahan yang disajikan dalam tabel 25. sebagai berikut.

Page 131: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

Tabel 25. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan I

NO/

SL_ID

Satuan Lahan Kelas TBL Kemiringan

Lereng (%)

Solum

Tanah

(cm)

Kedalaman

Tanah

(cm)

Konservasi Vegetatif Konservasi Teknik Kelompok Prioritas

1 Tomw-V-Li-Kb Tinggi 68.9 27 20 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,11,13 1 Prioritas I 2 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Tg Sangat Tinggi 46.7 95 56 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,4,5,6,7,8,9,10,12,13 3 Prioritas I 8 Tomw-IV-Li-Kb Sedang 40 16 20 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 5,6,8,9,10,11,13 10 Prioritas I 9 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Tg Tinggi 37.8 92 50 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,8,9,10,12,13 5 Prioritas I

11 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sm Tinggi 40 80 58 1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,7,8,9 9 Prioritas I 13 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Kb Tinggi 33.3 60 55 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,8,9,10,11 7 Prioritas I 31 Tomi (an)-V-Li-Kb Tinggi 68.9 27 24 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,11,13 1 Prioritas I 33 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Tg Sangat Tinggi 77.8 101 50 1,12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,12,13 2 Prioritas I 34 Tomi (an)-IV-Li-Kb Sedang 40 18 24 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 5,6,8,9,10,11,13 10 Prioritas I 35 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Tg Tinggi 42.2 65 54 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,4,5,6,8,9,10,12,13 6 Prioritas I 38 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb Tinggi 40 54 48 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 1,3,4,5,6,8,9,10,11 7 Prioritas I 43 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sm Tinggi 46.7 94 56 1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17 1,4,5,6,7,8,9 8 Prioritas I 44 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Kb Sangat Tinggi 71.1 98 50 12,13,14,15,16,17 6,8,9,10,11 4 Prioritas I

Sumber : Hasil Analisis Data

Page 132: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

Kelompok pertama dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-V-Li-Kb

yang bernomor 1, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng sangat curam

(68,9%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (27 cm) dan kedalaman tanah

(20 cm). Satuan lahan yang kedua dalam kelompok ini adalah Tomi (an)-V-Li-Kb

yang bernomor 31, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng sangat curam

(68,9%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (27 cm) dan kedalaman tanah

(24 cm). Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini adalah kebun, biasanya

berupa kebun campuran tanpa teras. Pada kedua satuan lahan ini Tingkat Bahaya

Longsor yang terjadi adalah tinggi, terutama pada satuan lahan nomor 1 terjadi

tipe longsor jatuhan batu yang skalanya cukup besar, sehingga dimasukan pada

arahan konservasi lahan dengan prioritas penanganan I dan kelompok 1.

Mengingat penggunaan lahan yang berupa kebun dan biasanya berupa kebun

campuran tanpa teras, jika tidak dilakukan arahan konservasi secara tepat dan

sesuai dengan letak satuan lahan tersebut serta kondisi lereng dan tanahnya, maka

rawan menyebabkan bencana longsor.

Pada kelompok pertama ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman; tumpang gilir;

pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur penanaman

menurut strip pertanaman lorong, penanaman penutup tanah, manjemen bahan

organik termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan

sisa tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan lindung; hutan kemasyarakatan;

suaka alam dan hutan wisata, hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas

dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri; perkebunan;

kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok pertama ini diarahkan

pada pembuatan saluran pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman,

pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo,

kontrol sedimen termasuk dam pengendali dan dam penahan, sumbat jurang

Page 133: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

termasuk gully head structures dan perlindungan jalan. Simbol arahan pada

konservasi kelompok pertama ini adalah:

I. T

V(2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17) T(6,8,9,10,11,13)

Kelompok kedua dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomi (an)-V-

KLaCKmr & Li-Tg yang bernomor 33, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng sangat curam (77,8%) dengan kedalaman solum tanah dalam (101 cm) dan

kedalaman tanah (50 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa tegalan,

umumnya tegalan yang tidak berteras. Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi pada

satuan lahan ini adalah sangat tinggi, pada saat dilapangan dapat diketemukan tipe

longsoran yang terjadi yaitu berupa runtuhan material campuran. Pada

penggunaan lahan seperti ini memang sangat rawan terjadi longsoran baik dalam

skala besar atau sangat besar. Hal tersebut juga didukung dengan besar

kemiringan lereng yang sangat curam. Oleh sebab itu penting dilakukan arahan

konservasi, sehingga dimasukan pada arahan konservasi lahan dengan prioritas

penanganan I dan kelompok 2.

Pada kelompok kedua ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah,

penanaman kembali, suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture

dan penanaman pohon; rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Prioritas Penanganan

Kelas TBL

Konservasi Vegetatif

Konservasi Teknik

Page 134: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kedua ini diarahkan pada

pembuatan saluran pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman, pembuatan

bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo, kontrol

sedimen termasuk dam pengendali dan dam penahan, kontrol banjir dan atau

perlindungan tepi sungai dan perlindungan jalan. Simbol arahan pada konservasi

kelompok ketiga ini adalah:

I. ST

V(1,12,13,14,15,16,17) T(6,8,9,10,12,13)

Kelompok ketiga dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-V-

KLaCKmr & Li-Tg yang bernomor 2, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng sangat curam (46,7%) dengan kedalaman solum tanah dalam (95 cm) dan

kedalaman tanah (56 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa tegalan,

umumnya tegalan yang tidak berteras. Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi pada

satuan lahan ini adalah sangat tinggi, namun pada saat dilapangan belum

diketemukan tipe longsoran terjadi, akan tetapi jika diamati kondisi fisik yang ada

potensi terjadi longsor sangat tinggi, sehingga dimasukan pada arahan konservasi

lahan dengan prioritas penanganan I dan kelompok 3.

Pada kelompok ketiga ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah, strip rumput, penanaman penutup tanah; manjemen bahan organik

termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa

tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan produksi termasuk hutan produksi

terbatas dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri;

perkebunan; kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah,

penanaman kembali, suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture

dan penanaman pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok ketiga ini diarahkan pada

pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras individu, teras gunung

atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa tanaman, rorak;

Page 135: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari

batu atau bamboo, kontrol sedimen termasuk dam pengendali dan dam penahan,

kontrol banjir dan atau perlindungan tepi sungai dan perlindungan jalan. Simbol

arahan pada konservasi kelompok kedua ini adalah:

I. ST

V(1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17) T(1,4,5,6,7,8,9,10,12,13)

Kelompok keempat dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-V-

KLaCKmr & Li-Kb yang bernomor 44, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng sangat curam (71,1%) dengan kedalaman solum tanah dalam (98 cm) dan

kedalaman tanah (50 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini adalah kebun,

umumnya kebun campuran tanpa teras. Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi pada

satuan lahan ini adalah sangat tinggi, namun pada saat dilapangan belum

diketemukan tipe longsoran terjadi, akan tetapi jika diamati kondisi fisik yang ada

potensi terjadi longsor sangat tinggi. Oleh karena itu perlu disarankan adanya

arahan konservasi yang tepat, sehingga dimasukan pada arahan konservasi lahan

dengan prioritas penanganan I dan kelompok 4.

Pada kelompok keempat ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah agroforestri termasuk kebun campuran,kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon; rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keempat ini diarahkan

pada pembuatan saluran pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman,

pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo,

hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas dan hutan rakyat dan vegatasi

permanen termasuk tanaman industri; perkebunan; kebun. Simbol arahan pada

konservasi kelompok keempat ini adalah:

I. ST

V(12,13,14,15,16,17) T(6,8,9,10,11)

Kelompok kelima dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-IV-

KLaCKmr & Li-Tg yang bernomor 9, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng curam (37,8%) dengan kedalaman solum tanah dalam (92 cm) dan

Page 136: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

kedalaman tanah (50 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini adalah kebun,

umumnya kebun campuran tanpa teras. Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi pada

satuan lahan ini adalah tinggi, namun pada saat dilapangan belum diketemukan

tipe longsoran terjadi, akan tetapi jika diamati kondisi fisik yang ada potensi

terjadi longsor cukup tinggi, sehingga dimasukan pada arahan konservasi lahan

dengan prioritas penanganan I dan kelompok 5.

Pada kelompok kelima ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah, strip rumput, penanaman penutup tanah; manjemen bahan organik

termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa

tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan produksi termasuk hutan produksi

terbatas dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri;

perkebunan; kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah,

penanaman kembali, suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture

dan penanaman pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kelima ini diarahkan pada

pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras bangku termasuk teras

bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring; teras kebun; teras batu;

teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau saluran pegelak, saluran

pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan

biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo, kontrol sedimen termasuk

dam pengendali dan dam penahan, kontrol banjir dan atau perlindungan tepi

sungai dan perlindungan jalan. Simbol arahan pada konservasi kelompok kelima

ini adalah:

I. T

V(1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17) T(1,3,4,5,6,8,9,10,12,13)

Kelompok keenam dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomi (an)-IV-

KLaCKmr & Li-Tg yang bernomor 35, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng curam (42,2%) dengan kedalaman solum tanah sedang (65 cm) dan

Page 137: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

kedalaman tanah (54 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa tegalan,

umumnya tegalan yang tidak berteras. Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi pada

satuan lahan ini adalah tinggi, pada saat dilapangan dapat diketemukan tipe

longsoran yang terjadi yaitu berupa runtuhan material campuran. Pada

penggunaan lahan seperti ini memang sangat rawan terjadi longsoran dalam skala

besar. Akan tetapi longsor yang terjadi tersebut masih bisa ditolerir dengan

beberapa penanganan, sehingga dimasukan pada arahan konservasi lahan dengan

prioritas penanganan I dan kelompok 6.

Pada kelompok keenam ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah, strip rumput, penanaman penutup tanah; manjemen bahan organik

termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa

tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan produksi termasuk hutan produksi

terbatas dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri;

perkebunan; kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah,

penanaman kembali, suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture

dan penanaman pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keenam ini diarahkan

pada pembuatan pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras

individu, teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), rorak;

mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari

batu atau bamboo, kontrol sedimen termasuk dam pengendali dan dam penahan,

kontrol banjir dan atau perlindungan tepi sungai dan perlindungan jalan. Simbol

arahan pada konservasi kelompok keenam ini adalah:

I. T

V(1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17) T(1,4,5,6,8,9,10,12,13)

Kelompok ketujuh dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-IV-

KLaCKmr & Li-Kb yang bernomor 13, satuan lahan ini memiliki kemiringan

Page 138: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

lereng curam (33,3%) dengan kedalaman solum tanah sedang (60 cm) dan

kedalaman tanah (55 cm). Satuan lahan yang kedua dalam kelompok ini adalah

Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Kb yang bernomor 38, satuan lahan ini memiliki

kemiringan lereng curam (40%) dengan kedalaman solum tanah sedang (54 cm)

dan kedalaman tanah (48 cm). Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini

adalah kebun, biasanya berupa kebun campuran tanpa teras. Pada kedua satuan

lahan ini Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi adalah tinggi, namun pada saat

dilapangan belum diketemukan tipe longsoran terjadi, akan tetapi jika diamati

kondisi fisik yang ada potensi terjadi longsor cukup tinggi, sehingga dimasukan

pada arahan konservasi lahan dengan prioritas penanganan I dan kelompok 7.

Pada kelompok ketujuh ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman; tumpang gilir;

pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur penanaman

menurut strip pertanaman lorong, penanaman penutup tanah, manjemen bahan

organik termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan

sisa tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan lindung; hutan kemasyarakatan;

suaka alam dan hutan wisata, hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas

dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri; perkebunan;

kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok ketujuh ini diarahkan

pada pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras bangku termasuk

teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring; teras kebun; teras

batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau saluran pegelak,

saluran pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman, pembuatan bangunan

terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo, kontrol sedimen

termasuk dam pengendali dan dam penahan dan sumbat jurang termasuk gully

head structures. Simbol arahan pada konservasi kelompok ketujuh ini adalah:

Page 139: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

I. T

V(2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17) T(1,3,4,5,6,8,9,10,11)

Kelompok kedelapan dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-V-

KLaCKmr & Li-Sm yang bernomor 43, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng sangat curam (46,7%) dengan kedalaman solum tanah dalam (94 cm) dan

kedalaman tanah (56 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa semak,

dimana dapat pula memicu terjadinya longsoran. Tingkat Bahaya Longsor yang

terjadi adalah tinggi, namun pada saat dilapangan belum diketemukan tipe

longsoran terjadi, akan tetapi jika diamati kondisi fisik yang ada potensi terjadi

longsor cukup tinggi, sehingga dimasukan pada arahan konservasi lahan dengan

prioritas penanganan I dan kelompok 8.

Pada kelompok kedelapan ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, penanaman menurut kontur penanaman menurut strip

pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, strip rumput,

penanaman penutup tanah, hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas dan

hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri; perkebunan; kebun,

agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kedelapan ini diarahkan

pada pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras individu, teras

gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa

tanaman, rorak; mulsa tanaman dan pembuatan bangunan terjunan biasanya

bangunan terjunan dari batu atau bamboo. Simbol arahan pada konservasi

kelompok kedelapan ini adalah:

I.T

V(1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17) T(1,4,5,6,7,8,9)

Kelompok kesembilan dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-IV-

KLaCKmr & Li-Sm yang bernomor 11, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng curam (40%) dengan kedalaman solum tanah dalam (80 cm) dan

Page 140: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

kedalaman tanah (58 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa semak.

Jika dibandingkan dengan kelompok sebelumnya yang penggunaan lahannya

sama-sama semak, arahan konservasi yang diberikan pada kelompok ini berbeda

mengingat kemiringan lerengnya yang ada pada kelas curam dan solumnya pada

kelas sedang, jadi potensi timbulnya longsoran lebih rendah dari kelompok

sebelumnya, sehingga dimasukan pada arahan konservasi lahan dengan prioritas

penanganan I dan kelompok 9.

Pada kelompok kesembilan ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, penanaman menurut kontur penanaman menurut strip

pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, strip rumput,

penanaman penutup tanah, hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas dan

hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri; perkebunan; kebun,

agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kesembilan ini diarahkan

pada pembuatan pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras

bangku termasuk teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring;

teras kebun; teras batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau

saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa tanaman, rorak;

mulsa tanaman dan pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan

dari batu atau bamboo. Simbol arahan pada konservasi kelompok kesembilan ini

adalah:

I.T

V(1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17) T(1,3,4,5,6,7,8,9)

Kelompok kesepuluh sekaligus kelompok terakhir dalam prioritas ini

adalah satuan lahan Tomw-IV-Li-Kb yang bernomor 8, satuan lahan ini memiliki

kemiringan lereng curam (40%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (16 cm)

dan kedalaman tanah (20 cm). Satuan lahan yang kedua pada kelompok ini adalah

Tomi (an)-IV-Li-Kb yang bernomor 34, satuan lahan ini memiliki kemiringan

Page 141: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

lereng curam (40%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (18 cm) dan

kedalaman tanah (24 cm). Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini adalah

kebun, biasanya berupa kebun campuran tanpa teras. Tingkat Bahaya Longsor

pada kelompok ini adalah sedang. Kedua satuan lahan ini dimasukkan pada

kelompok terakhir dalam prioritas ini karena penggunaan lahan yang berupa

kebun campuran tanpa teras ini berpotensi tinggi memicu terjadinya, walaupun

kedalaman solumnya dangkal. Akan tetapi jika dibandingkan dengan kelompok-

kelompok lain pada prioritas ini, kelompok ini memiliki kelas yang paling rendah,

sehingga dimasukan pada arahan konservasi lahan dengan prioritas penanganan I

dan kelompok 10.

Pada kelompok terakhir ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman; tumpang gilir;

pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur penanaman

menurut strip pertanaman lorong, penanaman penutup tanah, manjemen bahan

organik termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan

sisa tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan lindung; hutan kemasyarakatan;

suaka alam dan hutan wisata, hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas

dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri; perkebunan;

kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok terakhir ini diarahkan

pada pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air

(SPA), rorak; mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan

terjunan dari batu atau bamboo, kontrol sedimen termasuk dam pengendali dan

dam penahan, sumbat jurang termasuk gully head structures dan perlindungan

jalan. Simbol arahan pada konservasi kelompok terakhir ini adalah:

I. S

V(2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17) T(5,6,8,9,10,11,13)

Page 142: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

2. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan II

Prioritas Penanganan II mempunyai luas 462,9 Ha (6,1%) dari keseluruhan

luas DAS Grindulu hulu. Satuan lahan yang termasuk prioritas ini ada 11 satuan

lahan, dengan kelas TBL sedang hingga sangat tinggi, kemiringan lereng curam

hingga sangat curam, kedalaman solum dangkal hingga dalam dan kedalaman

tanah sedang hingga dalam. Pada prioritas ini terdapat 7 kelompok arahan

konservasi lahan yang disajikan dalam tabel 26. sebagai berikut.

Page 143: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

Tabel 26. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan II

NO/

SL_ID

Satuan Lahan Kelas TBL Kemiringan

Lereng (%)

Solum

Tanah

(cm)

Kedalaman

Tanah

(cm)

Konservasi Vegetatif Konservasi Teknik Kelompok Prioritas

3 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Sw Sangat Tinggi 51.1 100 45 1,2,3,5,6,7 1,4,5,6,7,8,9,10,12 1 Prioritas II 4 Tomw-V-KLaCKmr & Li-Pmk Tinggi 53.3 92 40 4,6,7,8,11,12 1,4,5,6,9,13,14 2 Prioritas II 5 Tomw-IV-Li-Tg Sedang 35.6 18 20 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 5,6,8,9,12 5 Prioritas II 7 Tomw-IV-Li-Pmk Sedang 42.2 18 16 4,6,7,8,11,12 5,6,9,13,14 6 Prioritas II

10 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sw Tinggi 33.3 96 45 1,2,3,5,6,7 1,3,4,5,6,7,8,9 7 Prioritas II 12 Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Pmk Sedang 28.9 52 46 4,6,7,8,11,12 1,4,5,6,9,13,14 2 Prioritas II 16 Tomw-V-Li-Pmk Tinggi 68.9 26 24 12 5,6,9,13,14 3 Prioritas II 30 Tomi (an)-V-Li-Pmk Tinggi 71.1 28 20 12 5,6,9,13,14 3 Prioritas II 32 Tomi (an)-V-KLaCKmr & Li-Pmk Tinggi 66.7 94 45 12 6,9,13,14 4 Prioritas II 36 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw Tinggi 40 96 45 1,2,3,5,6,7 1,3,4,5,6,7,8,9 7 Prioritas II 37 Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Pmk Tinggi 37.8 92 50 4,6,7,8,11,12 1,4,5,6,9,13,14 2 Prioritas II

Sumber : Hasil Analisis Data

Page 144: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

Kelompok pertama dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-V-

KLaCKmr & Li-Sw yang bernomor 3, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng sangat curam (51,1%) dengan kedalaman solum tanah dalam (100 cm) dan

kedalaman tanah (45 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa sawah.

Tingkat Bahaya Longsor yang terjadi adalah sangat tinggi, namun belum

dijumpai tipe longsoran di daerah penelitian. Alasan dimasukkannya satuan lahan

ini kedalam prioritas penanganan II adalah bahwa pada penggunaan lahan berupa

sawah umumnya sedikit terjadi longsoran walaupun potensinya sangat tinggi,

karena telah dilakukan pengelolaan lahan dan adanya campur tangan manusia

dalam penanganan terhadap penggunaan lahan ini sehingga arahan konservasi

yang diterapkan berbeda dari prioritas sebelumnya.

Pada kelompok pertama ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, strip rumput, penanaman penutup

tanah dan penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik termasuk mulsa;

pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa tanaman.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok pertama ini diarahkan

pada pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras individu, teras

gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa

tanaman, rorak; mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan

terjunan dari batu atau bamboo dan kontrol banjir dan atau perlindungan tepi

sungai. Simbol arahan pada konservasi kelompok pertama ini adalah:

II. ST

V(1,2,3,5,6,7) T(1,4,5,6,7,8,9,10,12)

Kelompok kedua dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-V-

KLaCKmr & Li-Pmk yang bernomor 4, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng sangat curam (53,3%) dengan kedalaman solum tanah dalam (92 cm) dan

kedalaman tanah (40 cm). Satuan lahan yang kedua pada kelompok ini adalah

Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Pmk yang bernomor 12, satuan lahan ini memiliki

Page 145: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

kemiringan lereng curam (28,9%) dengan kedalaman solum tanah dalam (52 cm)

dan kedalaman tanah (46 cm) dan satuan lahan yang terakhir pada kelompok ini

adalah Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Pmk yang bernomor 12, satuan lahan ini

memiliki kemiringan lereng curam (37,8%) dengan kedalaman solum tanah dalam

(92 cm) dan kedalaman tanah (50 cm). Penggunaan lahan pada ketiga satuan lahan

ini adalah permukiman. Tingkat Bahaya Longsor pada kelompok ini adalah

sedang hingga tinggi. Alasan ketiga satuan lahan ini berada di kelompok 2 pada

prioritas penanganan II yaitu melihat pada kemiringan lereng yang ada serta dari

kedalaman solum, meskipun penggunaan lahan berupa permukiman ini biasanya

bukan pemicu terjadinya longsoran, akan tetapi letaknya yang rawan tertimpa

bencana longsor. Oleh sebab itu perlu adanya penanganan dan arahan konservasi

yang tepat.

Pada kelompok kedua ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, penanaman penutup tanah,

manjemen bahan organik termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang;

pupuk hijau dan sisa tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, vegatasi permanen

termasuk tanaman industri; perkebunan; kebun dan agroforestri termasuk kebun

campuran; kebun rumah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kedua ini diarahkan pada

pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras individu, teras gunung

atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan biasanya

bangunan terjunan dari batu atau bamboo, perlindungan jalan dan pengendalian

erosi dan banjir dari area permukiman termasuk pembuatan sumur resapan;

drainase. Simbol arahan pada konservasi kelompok kedua ini adalah:

II. S - T

V(4,6,7,8,11,12) T(1,4,5,6,9,13,14)

Kelompok ketiga dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-V-Li-Pmk

yang bernomor 16, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng sangat curam

(68,9%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (26 cm) dan kedalaman tanah

(24 cm). Satuan lahan yang kedua pada kelompok ini adalah Tomi (an)-V-Li-Pmk

Page 146: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

yang bernomor 30, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng sangat curam

(71,1%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (28 cm) dan kedalaman tanah

(20 cm). Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini adalah permukiman.

Tingkat Bahaya Longsor adalah tinggi. Alasan kedua satuan lahan ini berada di

kelompok 3 pada prioritas penanganan II yaitu melihat dari penggunaan lahan dan

kedalaman solumnya, sebab walaupun kemiringan lerengnya sangat curam namun

jika kedalaman solumnya hanya dangkal kemungkinan timbulnya longsoran juga

lebih rendah dibanding dengan satuan lahan yang memiliki kemiringan lereng

sangat curam dan kedalaman solumnya dalam. Oleh sebab itu pada kelompok ini

memiliki penanganan dan arahan konservasi tersendiri.

Pada kelompok ketiga ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah satu arahan saja yaitu agroforestri termasuk kebun campuran; kebun

rumah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok ketiga ini diarahkan pada

pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA),

bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo,

perlindungan jalan dan pengendalian erosi dan banjir dari area permukiman

termasuk pembuatan sumur resapan; drainase. Simbol arahan pada konservasi

kelompok ketiga ini adalah:

II. T

V(12) T(5,6,9,13,14)

Kelompok keempat dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomi (an)-V-

KLaCKmr & Li-Pmk yang bernomor 32, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng sangat curam (66,7%) dengan kedalaman solum tanah dalam (94 cm) dan

kedalaman tanah (45 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini adalah

permukiman. Tingkat Bahaya Longsornya adalah tinggi, walaupun tidak dijumpai

tipe longsoran terjadi saat di lapangan. Akan tetapi perlu diwaspadai pula potensi

longsor yang akan terjadi sehingga tetap perlu dilakukan pencegahan dan arahan

konservasi yang tepat.

Page 147: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

Pada kelompok keempat ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah satu arahan saja yaitu agroforestri termasuk kebun campuran; kebun

rumah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keempat ini diarahkan

pada pembuatan saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan biasanya

bangunan terjunan dari batu atau bamboo, perlindungan jalan dan pengendalian

erosi dan banjir dari area permukiman termasuk pembuatan sumur resapan;

drainase. Simbol arahan pada konservasi kelompok keempat ini adalah:

II. T

V(12) T(6,9,13,14)

Kelompok kelima dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-IV-Li-Tg

yang bernomor 5, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng curam (35,6%)

dengan kedalaman solum tanah dangkal (18 cm) dan kedalaman tanah (20 cm).

Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa tegalan, umumnya tegalan yang

tidak berteras. Tingkat Bahaya Longsor sedang, sehingga satuan lahan ini berada

pada kelompok kelima prioritas penanganan II. Hal tersebut dilihat dari kelas

kemiringan lereng dan kedalaman solumnya, meskipun pada penggunaan lahan ini

cukup rawan terjadi longsor, sehingga tetap perlu dilakukan adanya arahan

konservasi yang tepat.

Pada kelompok kelima ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah, strip rumput, penanaman penutup tanah; manjemen bahan organik

termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa

tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan produksi termasuk hutan produksi

terbatas dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri;

perkebunan; kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah,

penanaman kembali, suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture

dan penanaman pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Page 148: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kelima ini diarahkan pada

pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA),

rorak; mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan

dari batu atau bamboo dan kontrol banjir dan atau perlindungan tepi sungai.

Simbol arahan pada konservasi kelompok kelima ini adalah:

II. S

V(1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17) T(5,6,8,9,12)

Kelompok keenam dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-IV-Li-

Pmk yang bernomor 7, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng curam

(42,2%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (18 cm) dan kedalaman tanah

(16 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa permukiman dengan

Tingkat Bahaya Longsor sedang. Oleh karena parameter penentu untuk

dilakukannya arahan konservasi pada satuan lahan ini lebih ringan dari kelompok-

kelompok sebelumnya maka satuan lahan ini berada pada kelompok keenam

prioritas penanganan II.

Pada kelompok keenam ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, penanaman penutup tanah,

manjemen bahan organik termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang;

pupuk hijau dan sisa tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, vegatasi permanen

termasuk tanaman industri; perkebunan; kebun dan agroforestri termasuk kebun

campuran; kebun rumah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keenam ini diarahkan

pada pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air

(SPA), bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo,

perlindungan jalan dan pengendalian erosi dan banjir dari area permukiman

termasuk pembuatan sumur resapan; drainase. Simbol arahan pada konservasi

kelompok keenam ini adalah:

II. T

V(4,6,7,8,11,12) T(5,6,9,13,14)

Page 149: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

Kelompok ketujuh dan merupakan kelompok terakhir dalam prioritas ini

adalah satuan lahan Tomw-IV-KLaCKmr & Li-Sw yang bernomor 10, satuan

lahan ini memiliki kemiringan lereng curam (33,3%) dengan kedalaman solum

tanah dalam (96 cm) dan kedalaman tanah (45 cm). Satuan lahan kedua dalam

kelompok ini adalah Tomi (an)-IV-KLaCKmr & Li-Sw yang bernomor 36, satuan

lahan ini memiliki kemiringan lereng curam (40%) dengan kedalaman solum

tanah dalam (96 cm) dan kedalaman tanah (45 cm). Penggunaan kedua satuan

lahan ini adalah sawah dengan Tingkat Bahaya Longsor tinggi.

Pada kelompok terakhir ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, strip rumput, penanaman penutup

tanah dan penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik termasuk mulsa;

pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa tanaman.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok terakhir ini diarahkan

pada pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras bangku termasuk

teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring; teras kebun; teras

batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau saluran pegelak,

saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa tanaman, rorak; mulsa tanaman dan

pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo.

Simbol arahan pada konservasi kelompok terakhir ini adalah:

II. T

V(1,2,3,5,6,7) T(1,3,4,5,6,8,9)

3. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan III

Prioritas Penanganan III mempunyai luas 3197,7 Ha (42,6%) dari

keseluruhan luas DAS Grindulu hulu. Satuan lahan yang termasuk prioritas ini

ada 8 satuan lahan, dengan kelas TBL sedang hingga tinggi, kemiringan lereng

landai hingga curam, kedalaman solum dangkal hingga sedang dan kedalaman

tanah dangkal hingga sedang. Pada prioritas ini terdapat 7 kelompok arahan

konservasi lahan yang disajikan dalam tabel 27. sebagai berikut.

Page 150: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Tabel 27. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan III

NO/

SL_I

D

Satuan Lahan Kelas

TBL

Kemiringan

Lereng (%)

Solum

Tanah

(cm)

Kedalaman

Tanah

(cm)

Konservasi Vegetatif Konservasi Teknik Kelompok Prioritas

6 Tomw-IV-Li-Sw Tinggi 44.4 16 22 1,2,3,5,6,7 5,6,8,9,12 1 Prioritas III 15 Tomw-III-Li-Sw Sedang 20 18 20 1,2,3,5,6,7 5,6,7,8,9,12 6 Prioritas III 17 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Tg Sedang 22.2 45 48 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,16,17 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13 2 Prioritas III 18 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sw Sedang 15.6 40 50 1,2,3,5,6,7 1,2,3,4,5,6,7,8,9 4 Prioritas III 19 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Sm Sedang 20 60 48 1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17 1,2,3,4,5,6,7,8,9 3 Prioritas III 20 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Pmk Sedang 15.6 46 40 4,6,7,8,11,12 1,2,3,4,5,6,9,13,14 5 Prioritas III 27 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Sw Sedang 11.1 62 46 1,2,3,5,6,7 2,3,5,6,7,8,9 7 Prioritas III 40 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Sw Sedang 11.1 54 40 1,2,3,5,6,7 2,3,5,6,7,8,9 7 Prioritas III

Sumber : Hasil Analisis Data

Page 151: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

Kelompok pertama dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-IV-Li-

Sw yang bernomor 6, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng curam (44,4%)

dengan kedalaman solum tanah dangkal (16 cm) dan kedalaman tanah (22 cm).

Penggunaan lahan pada satuan lahan ini adalah sawah dengan Tingkat Bahaya

Longsor tinggi. Satuan lahan ini dimasukkan dalam arahan konservasi kelompok

pertama prioritas penanganan III, mengingat parameter yang ada belum

menunjukkan tingkat kekritisan yang mengkhawatirkan disbanding dengan

prioritas penanganan sebelumnya. Akan tetapi arahan konservasi pada kelompok

ini tetap perlu dilakukan walaupun tidak sampai pada tahap yang terlalu detail.

Pada kelompok pertama ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, strip rumput, penanaman penutup

tanah dan penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik termasuk mulsa;

pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa tanaman.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok pertama ini diarahkan

pada pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air

(SPA), rorak; mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan

terjunan dari batu atau bamboo dan kontrol banjir dan atau perlindungan tepi

sungai. Simbol arahan pada konservasi kelompok pertama ini adalah:

III. T

V(1,2,3,5,6,7) T(5,6,8,9,12)

Kelompok kedua dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-III-

KLaCKmr & Li-Tg yang bernomor 17, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng agak uram (22,2%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (45 cm) dan

kedalaman tanah (48 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa tegalan,

umumnya tegalan yang sudah berteras walaupun secara tradisional. Tingkat

Bahaya Longsor sedang, namun dijumpai tipe longsor nendatan, sehingga

diperlukan arahan konservasi yang tepat sebagai antisipasi walaupun bukan pada

tingkat yang mengkhawatirkan.

Page 152: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

Pada kelompok kedua ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah, strip rumput, penanaman penutup tanah; manjemen bahan organik

termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa

tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan produksi termasuk hutan produksi

terbatas dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri;

perkebunan; kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah,

penanaman kembali, suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture

dan penanaman pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kedua ini diarahkan pada

pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras kredit, teras bangku

termasuk teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring; teras

kebun; teras batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau saluran

pegelak, saluran pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman, pembuatan

bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo, kontrol

sedimen termasuk dam pengendali dan dam penahan, kontrol banjir dan atau

perlindungan tepi sungai dan perlindungan jalan. Simbol arahan pada konservasi

kelompok kedua ini adalah:

III. S

V(1,2,3,4,5,6,78,10,11,12,13,14,15,16,17) T(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13)

Kelompok ketiga dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-III-

KLaCKmr & Li-Sm yang bernomor 19, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng agak curam (20%) dengan kedalaman solum tanah sedang (60 cm) dan

kedalaman tanah (48 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa semak

dengan Tingkat Bahaya Longsor sedang. Arahan konservasi dilakukan pada

kelompok ini karena ada potensi terjadi longsoran, walaupun intensitasnya tidak

terlalu besar, tetapi dengan adanya antisipasi dapat mempermudah penanganan.

Pada kelompok ketiga ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, penanaman menurut kontur penanaman menurut strip

Page 153: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, strip rumput,

penanaman penutup tanah, hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas dan

hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri; perkebunan; kebun,

agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok ketiga ini diarahkan pada

pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras kredit, teras bangku

termasuk teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring; teras

kebun; teras batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau saluran

pegelak, saluran pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman, pembuatan

bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo. Simbol

arahan pada konservasi kelompok ketiga ini adalah:

III.S

V(1,3,4,5,6,10,11,13,14,15,16,17) T(1,2,3,4,5,6,7,8,9)

Kelompok keempat dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-III-

KLaCKmr & Li-Sw yang bernomor 18, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng agak curam (15,6%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (40 cm) dan

kedalaman tanah (50 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa sawah

dengan Tingkat Bahaya Longsor sedang. Penerapan arahan konservasi pada

kelompok ini diperlukan, sebab bagaimanapun berpotensi terjadi longsor.

Pada kelompok keempat ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, strip rumput, penanaman penutup

tanah dan penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik termasuk mulsa;

pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa tanaman.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keempat ini diarahkan

pada pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras kredit, teras

bangku termasuk teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring;

teras kebun; teras batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau

Page 154: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), rorak; mulsa tanaman,

pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo.

Simbol arahan pada konservasi kelompok keempat ini adalah:

III.S

V(1,2,3,5,6,7) T(1,2,3,4,5,6,7,8,9)

Kelompok kelima dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-III-

KLaCKmr & Li-Pmk yang bernomor 20, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng agak curam (15,6%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (46 cm) dan

kedalaman tanah (40 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa

permukiman dengan Tingkat Bahaya Longsor sedang. Untuk arahan koservasi ini

disarankan sesuai dengan tingkat kerawanan longsor yang terjadi dan masih dalam

skala ringan.

Pada kelompok kelima ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, penanaman penutup tanah,

manjemen bahan organik termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang;

pupuk hijau dan sisa tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, vegatasi permanen

termasuk tanaman industri; perkebunan; kebun dan agroforestri termasuk kebun

campuran; kebun rumah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kelima ini diarahkan pada

pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras kredit, teras bangku

termasuk teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring; teras

kebun; teras batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau saluran

pegelak, saluran pembuangan air (SPA), pembuatan bangunan terjunan biasanya

bangunan terjunan dari batu atau bamboo, perlindungan jalan dan pengendalian

erosi dan banjir dari area permukiman termasuk pembuatan sumur resapan;

drainase. Simbol arahan pada konservasi kelompok kelima ini adalah:

III.S

V(4,6,7,8,11,12) T(1,2,3,4,5,6,9,13,14)

Kelompok keenam dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-III-Li-

Sw yang bernomor 15, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng agak curam

(20%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (18 cm) dan kedalaman tanah (20

cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini berupa sawah dengan Tingkat

Page 155: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

Bahaya Longsor sedang. Untuk arahan koservasi ini disarankan sesuai dengan

tingkat kerawanan longsor yang terjadi dan masih dalam skala ringan.

Pada kelompok keenam ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, strip rumput, penanaman penutup

tanah dan penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik termasuk mulsa;

pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa tanaman.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keenam ini diarahkan

pada pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air

(SPA), rorak; mulsa tanaman, barisan sisa tanaman, pembuatan bangunan terjunan

biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo dan kontrol banjir dan atau

perlindungan tepi sungai. Simbol arahan pada konservasi kelompok keenam ini

adalah:

III.S

V(1,2,3,5,6,7) T(5,6,7,8,9,12)

Kelompok ketujuh dan merupakan kelompok terakhir dalam prioritas ini

adalah satuan lahan Tomw-II-KLaCKmr & Li-Sw yang bernomor 27, satuan

lahan ini memiliki kemiringan lereng agak curam (11,1%) dengan kedalaman

solum tanah sedang (62 cm) dan kedalaman tanah (46 cm). Satuan lahan kedua

pada kelompok ini adalah Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Sw yang bernomor 40,

satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng agak curam (11,1%) dengan

kedalaman solum tanah sedang (54 cm) dan kedalaman tanah (40 cm). Kedua

satuan lahan ini memiliki penggunaan lahan berupa sawah dengan Tingkat

Bahaya Longsor sedang. Untuk arahan koservasi ini disarankan sesuai dengan

tingkat kerawanan longsor yang terjadi dan masih dalam skala ringan.

Pada kelompok terakhir ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman;

tumpang gilir; pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, strip rumput, penanaman penutup

Page 156: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

tanah dan penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik termasuk mulsa;

pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan sisa tanaman.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok terakhir ini diarahkan

pada pembuatan teras kredit, teras bangku termasuk teras bangku datar; teras

bangku belakang; teras bangku miring; teras kebun; teras batu; teras bangku

putus, teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), rorak;

mulsa tanaman, barisan sisa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya

bangunan terjunan dari batu atau bamboo dan kontrol banjir dan atau

perlindungan tepi sungai. Simbol arahan pada konservasi kelompok terakhir ini

adalah:

III.S

V(1,2,3,5,6,7) T(2,35,6,7,8,9,12)

4.Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan IV

Prioritas Penanganan IV mempunyai luas 3197,7 Ha (42,6%) dari

keseluruhan luas DAS Grindulu hulu. Satuan lahan yang termasuk prioritas ini

ada 12 satuan lahan, dengan kelas TBL rendah, kemiringan lereng landai hingga

agak curam, kedalaman solum dangkal hingga sedang dan kedalaman tanah

dangkal hingga sedang. Pada prioritas ini terdapat 8 kelompok arahan konservasi

lahan yang disajikan dalam tabel 28. sebagai berikut.

Page 157: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

Tabel 28. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan IV

NO/

SL_ID

Satuan Lahan Kelas TBL Kemiringan

Lereng (%)

Solum

Tanah

(cm)

Kedalaman

Tanah

(cm)

Konservasi Vegetatif Konservasi Teknik Kelompok Prioritas

14 Tomw-III-Li-Tg Rendah 22.2 17 24 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 5,6,7,8,9,12 2 Prioritas IV 21 Tomw-III-KLaCKmr & Li-Kb Rendah 17.7 58 45 2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17 1,2,3,4,5,6,8,9,10,11 1 Prioritas IV 22 Tomw-II-Li-Tg Rendah 13.3 26 25 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 5,6,7,8,9,12 2 Prioritas IV 23 Tomw-II-Li-Sw Rendah 8.9 17 20 1,2,3,5,6,7 6,7,8,9,12 7 Prioritas IV 24 Tomw-II-Li-Pmk Rendah 8.9 17 23 4,6,7,8,11,12 6,9,13,14 8 Prioritas IV 25 Tomw-II-Li-Kb Rendah 11.1 18 25 2,3,6,12,13,14,15,16,17 5,6,7,8 6 Prioritas IV 26 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Tg Rendah 13.3 46 50 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 2,3,5,6,7,8,9,12 3 Prioritas IV 28 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Pmk Rendah 8.9 45 53 4,6,7,8,11,12 2,6,9,13,14 5 Prioritas IV 29 Tomw-II-KLaCKmr & Li-Kb Rendah 13.3 40 40 2,3,6,12,13,14,15,16,17 2,3,5,6,7,8 4 Prioritas IV 39 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Tg Rendah 13.3 40 50 1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17 2,3,5,6,7,8,9,12 3 Prioritas IV 41 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Pmk Rendah 8.9 42 42 4,6,7,8,11,12 2,6,9,13,14 5 Prioritas IV 42 Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Kb Rendah 11.1 45 54 2,3,6,12,13,14,15,16,17 2,3,5,6,7,8 4 Prioritas IV

Sumber : Hasil Analisis Data

Page 158: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

Kelompok pertama dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-III-

KLaCKmr & Li-Kb yang bernomor 21, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng agak curam (17,7%) dengan kedalaman solum tanah sedang (58 cm) dan

kedalaman tanah (45 cm). Penggunaan lahan pada satuan lahan ini adalah kebun,

umumnya kebun campuran berteras dengan Tingkat Bahaya Longsor rendah.

Arahan konservasi yang disarankan pada kelompok ini tidaklah terlalu detail dan

berat, seperti pada prioritas-prioritas sebelumnya.

Pada kelompok pertama ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman; tumpang gilir;

pertanaman campuran; tumpang sari, penanaman menurut kontur penanaman

menurut strip pertanaman lorong, penanaman penutup tanah, manjemen bahan

organik termasuk mulsa; pencampuran kompos; pupuk kandang; pupuk hijau dan

sisa tanaman, tanaman pagar; pagar hidup, hutan lindung; hutan kemasyarakatan;

suaka alam dan hutan wisata, hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas

dan hutan rakyat, vegatasi permanen termasuk tanaman industri; perkebunan;

kebun, agroforestri termasuk kebun campuran; kebun rumah, penanaman kembali,

suksesi alami, perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok pertama ini diarahkan

pada pembuatan teras guludan termasuk pematang kontur, teras kredit, teras

bangku termasuk teras bangku datar; teras bangku belakang; teras bangku miring;

teras kebun; teras batu; teras bangku putus, teras individu, teras gunung atau

saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), rorak, mulsa tanaman, pembuatan

bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo, kontrol

sedimen termasuk dam pengendali dan dam penahan dan sumbat jurang termasuk

gully head structures. Simbol arahan pada konservasi kelompok pertama ini

adalah:

IV.R

V(2,3,6,10,11,12,13,14,15,16,17) T(1,2,3,4,5,6,8,9,10,11)

Kelompok kedua dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-III-Li-Tg

yang bernomor 14, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng agak curam

Page 159: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

(17,7%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (17 cm) dan kedalaman tanah

(24 cm). Satuan lahan yang kedua dalam kelompok ini adalah Tomw-II-Li-Tg

yang bernomor 22, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng landai (13,3%)

dengan kedalaman solum tanah dangkal (26 cm) dan kedalaman tanah (25 cm).

Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini adalah tegalan, umumnya tegalan

berteras dengan Tingkat Bahaya Longsor rendah. Arahan konservasi yang

disarankan pada kelompok ini tidaklah terlalu detail dan berat, seperti pada

prioritas-prioritas sebelumnya.

Pada kelompok kedua ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman,

tumpang gilir, pertanaman campuran, tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah, strip rumput, penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik

termasuk mulsa, pencampuran kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa

tanaman, tanaman pagar, pagar hidup, suksesi alami, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kedua ini diarahkan pada

pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA),

rorak, mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan

dari batu atau bamboo dan kontrol banjir dan atau perlindungan tepi sungai.

Simbol arahan pada konservasi kelompok kedua ini adalah:

IV.R

V(1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17) T(5,6,7,8,9,12)

Kelompok ketiga dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-II-

KLaCKmr & Li-Tg yang bernomor 26, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng landai (13,3%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (46 cm) dan

kedalaman tanah (50 cm). Satuan lahan yang kedua dalam kelompok ini adalah

Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Tg yang bernomor 39, satuan lahan ini memiliki

kemiringan lereng landai (13,3%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (40

cm) dan kedalaman tanah (50 cm). Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini

adalah tegalan, umumnya tegalan berteras dengan Tingkat Bahaya Longsor

Page 160: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

rendah. Arahan konservasi yang disarankan pada kelompok ini tidaklah terlalu

detail dan berat, seperti pada prioritas-prioritas sebelumnya.

Pada kelompok ketiga ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman,

tumpang gilir, pertanaman campuran, tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, pengolahan tanah minimum tanpa

olah tanah, strip rumput, penanaman penutup tanah, manjemen bahan organik

termasuk mulsa, pencampuran kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa

tanaman, tanaman pagar, pagar hidup, suksesi alami, silvopasture dan penanaman

pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok ketiga ini diarahkan pada

pembuatan teras kredit, teras bangku termasuk teras bangku datar; teras bangku

belakang; teras bangku miring; teras kebun; teras batu; teras bangku putus, teras

gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa

tanaman, rorak, mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan

terjunan dari batu atau bamboo dan atau perlindungan tepi sungai. Simbol arahan

pada konservasi kelompok ketiga ini adalah:

IV.R

V(1,2,3,4,5,6,7,8,14,16,17) T(2,3,5,6,7,8,9,12)

Kelompok keempat dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-II-

KLaCKmr & Li-Kb yang bernomor 29, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng landai (13,3%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (40 cm) dan

kedalaman tanah (40 cm). Satuan lahan yang kedua dalam kelompok ini adalah

Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Kb yang bernomor 42, satuan lahan ini memiliki

kemiringan lereng landai (11,1%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (45

cm) dan kedalaman tanah (54 cm). Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini

adalah kebun, umumnya kebun campuran berteras dengan Tingkat Bahaya

Longsor rendah. Arahan konservasi yang disarankan pada kelompok ini tidaklah

terlalu detail dan berat, seperti pada prioritas-prioritas sebelumnya.

Pada kelompok keempat ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman, tumpang gilir,

Page 161: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

pertanaman campuran, tumpang sari, penanaman menurut kontur penanaman

menurut strip pertanaman lorong, penanaman penutup tanah, agroforestri

termasuk kebun campuran, kebun rumah, penanaman kembali, suksesi alami,

perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman pohon, rumput

untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keempat ini diarahkan

pada pembuatan teras kredit, teras bangku, termasuk teras bangku datar, teras

bangku belakang, teras bangku miring, teras kebun, teras batu, teras bangku putus,

teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa

tanaman dan rorak, mulsa tanaman. Simbol arahan pada konservasi kelompok

keempat ini adalah:

IV.R

V(2,3,6,12,13,14,15,16,17) T(2,3,5,6,7,8)

Kelompok kelima dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-II-

KLaCKmr & Li-Pmk yang bernomor 28, satuan lahan ini memiliki kemiringan

lereng landai (8,9%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (45 cm) dan

kedalaman tanah (53 cm). Satuan lahan yang kedua dalam kelompok ini adalah

Tomi (an)-II-KLaCKmr & Li-Pmk yang bernomor 41, satuan lahan ini memiliki

kemiringan lereng landai (8,9%) dengan kedalaman solum tanah dangkal (42 cm)

dan kedalaman tanah (42 cm). Penggunaan lahan pada kedua satuan lahan ini

adalah permukiman dengan Tingkat Bahaya Longsor rendah. Arahan konservasi

yang disarankan pada kelompok ini tidaklah terlalu detail dan berat, seperti pada

prioritas-prioritas sebelumnya.

Pada kelompok kelima ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, penanaman penutup tanah,

manjemen bahan organik termasuk mulsa, pencampuran kompos, pupuk kandang,

pupuk hijau dan sisa tanaman, tanaman pagar, pagar hidup, vegatasi permanen

termasuk tanaman industri, perkebunan, kebun dan agroforestri termasuk kebun

campuran, kebun rumah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok kelima ini diarahkan pada

pembuatan teras kredit, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan

Page 162: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo, perlindungan jalan dan

pengendalian erosi dan banjir dari area permukiman termasuk pembuatan sumur

resapan, drainase. Simbol arahan pada konservasi kelompok kelima ini adalah:

IV.R

V(4,6,7,8,11,12) T(2,6,9,13,14)

Kelompok keenam dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-II-Li-Kb

yang bernomor 25, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng landai (11,1%)

dengan kedalaman solum tanah dangkal (18 cm) dan kedalaman tanah (25 cm).

Penggunaan lahan pada satuan lahan ini adalah kebun, umumnya kebun campuran

berteras dengan Tingkat Bahaya Longsor rendah. Arahan konservasi yang

disarankan pada kelompok ini tidaklah terlalu detail dan berat, seperti pada

prioritas-prioritas sebelumnya.

Pada kelompok keenam ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman, tumpang gilir,

pertanaman campuran, tumpang sari, penanaman menurut kontur penanaman

menurut strip pertanaman lorong, penanaman penutup tanah, agroforestri

termasuk kebun campuran, kebun rumah, penanaman kembali, suksesi alami,

perlindungan sungai dan mata air, silvopasture dan penanaman pohon, rumput

untuk tujuan konservasi tanah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok keenam ini diarahkan

pada pembuatan teras gunung atau saluran pegelak, saluran pembuangan air

(SPA), barisan sisa tanaman dan rorak, mulsa tanaman. Simbol arahan pada

konservasi kelompok keenam ini adalah:

IV.R

V(2,3,6,12,13,14,15,16,17) T(5,6,7,8)

Kelompok ketujuh dalam prioritas ini adalah satuan lahan Tomw-II-Li-Sw

yang bernomor 23, satuan lahan ini memiliki kemiringan lereng landai (8,9%)

dengan kedalaman solum tanah dangkal (17 cm) dan kedalaman tanah (20 cm).

Penggunaan lahan pada satuan lahan ini adalah sawah dengan Tingkat Bahaya

Longsor rendah. Arahan konservasi yang disarankan pada kelompok ini tidaklah

terlalu detail dan berat, seperti pada prioritas-prioritas sebelumnya.

Page 163: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

Pada kelompok ketujuh ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah penanaman rumput, pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman,

tumpang gilir, pertanaman campuran, tumpang sari, penanaman menurut kontur

penanaman menurut strip pertanaman lorong, strip rumput, penanaman penutup

tanah dan manjemen bahan organik termasuk mulsa, pencampuran kompos, pupuk

kandang, pupuk hijau dan sisa tanaman.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok ketujuh ini diarahkan

pada pembuatan saluran pembuangan air (SPA), barisan sisa tanaman, rorak,

mulsa tanaman, pembuatan bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari

batu atau bamboo dan kontrol banjir dan atau perlindungan tepi sungai. Simbol

arahan pada konservasi kelompok ketujuh ini adalah:

IV.R

V(1,2,3,5,6,7) T(6,7,8,9,12)

Kelompok kedelapan dan merupakan kelompok terakhir dalam prioritas

ini adalah satuan lahan Tomw-II-Li-Pmk yang bernomor 24, satuan lahan ini

memiliki kemiringan lereng landai (8,9%) dengan kedalaman solum tanah

dangkal (17 cm) dan kedalaman tanah (23 cm). Penggunaan lahan pada satuan

lahan ini adalah permukiman dengan Tingkat Bahaya Longsor rendah. Arahan

konservasi yang disarankan pada kelompok ini tidaklah terlalu detail dan berat,

seperti pada prioritas-prioritas sebelumnya.

Pada kelompok terakhir ini arahan konservasi vegetatif yang dilakukan

adalah pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah, penanaman penutup tanah,

manjemen bahan organik termasuk mulsa, pencampuran kompos, pupuk kandang,

pupuk hijau dan sisa tanaman, tanaman pagar, pagar hidup, vegatasi permanen

termasuk tanaman industri, perkebunan, kebun dan agroforestri termasuk kebun

campuran, kebun rumah.

Konservasi lahan secara teknik dalam kelompok terakhir ini diarahkan

pada pembuatan saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan biasanya

bangunan terjunan dari batu atau bamboo, perlindungan jalan dan pengendalian

erosi dan banjir dari area permukiman termasuk pembuatan sumur resapan,

drainase. Simbol arahan pada konservasi kelompok terakhir ini adalah:

Page 164: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

IV.R

V(4,6,7,8,11,12) T(6,9,13,14)

Pada prioritas I, II, III, IV ini seluruh arahan konservasi lahan baik secara

vegetatif maupun teknik dapat digambarkan dengan beberapa sketsa dan gambar

sebagai berikut:

Gambar 34. Vetiver yang Ditanam Rapat sebagai Pengendali Longsor

Gambar 35. Saluran Pengelak yang Dipotong dengan Rorak

Gambar 35. Saluran Teras Bangku

Gambar 36. Saluran Teras Bangku

Page 165: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

Gambar 37. Saluran Pembuangan Air (SPA)

Gambar 38. Bangunan Terjunan dari Bambu

Berdasarkan analisis prioritas penanganan tersebut diatas, maka

persebaran arahan konservasi lahan pada masing-masing prioritas penanganan

dapat dilihat dalam peta 11. sebagai berikut.

Page 166: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

Peta 11. Arahan Konservasi Lahan DAS Grindulu Hulu

Page 167: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Tipe Longsoran Nendatan berada pada morfologi bergelombang, yang terdapat

pada kelas TBL rendah hingga sedang dan tersebar di 8 desa dengan luas

keseluruhan 5617,8 Ha. Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran berada

pada morfologi bergelombang hingga berbukit, yang terdapat pada kelas TBL

tinggi dan tersebar di 8 desa dengan luas keseluruhan 2877,4 Ha. Tipe

Longsoran Jatuhan Batu berada pada morfologi bergunung, yang terdapat pada

kelas TBL sangat tinggi dan tersebar di 2 desa dengan luas keseluruhan 35,2

Ha.

2. Tingkat kerentanan tertinggi/ sangat rentan berada di Desa Gemaharjo dengan

luas 492,3 Ha (30,1%) dan Tingkat kerentanan terendah/ tidak rentan berada di

Desa Ploso dengan luas 839,9 Ha (18,3%). Sementara itu untuk tingkat risiko

tertinggi berada di Desa Gemaharjo dengan luas 699,5 Ha (40,9%) dan tingkat

risiko terendah berada di Desa Ploso dengan luas 1378,6 Ha (33,9%).

3. Di DAS Grindulu hulu terdapat 32 arahan konservasi lahan dengan 4 prioritas

penanganan. Arahan Konservasi Lahan Pada Prioritas Penanganan III memiliki

luasan terbesar yaitu 3197,7 Ha (42,6%) dan Arahan Konservasi Lahan Pada

Prioritas Penanganan II memiliki luasan terkecil yaitu 462,9 Ha (6,1%).

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil implikasi hasil penelitian

sebagai berikut :

1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menentukan penggunaan lahan, supaya lahan dapat digunakan sesuai dengan

kemampuannya. Apabila lahan digunakan sesuai dengan kemampuannya maka

lahan dapat lestari dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan penduduk.

149

Page 168: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan

dalam mengatasi bahaya longsor di daerah penelitian.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dan masukan dalam

mewaspadai bahaya longsor di daerah penelitian.

4. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di sekolah

tingkat menengah khususnya pada mata pelajaran geografi dalam sub pokok

bahasan kerusakan sumberdaya alam kelas XI semeter 1, sehingga dari ini

diharapkan siswa mempunyai kemampuan memprediksi persebaran

sumberdaya alam dan pemafaatannya berdasarkan prinsip berwawasan

lingkungan dan berkelanjutan serta dapat memberi contoh pemanfaatan

sumberdaya alam berdasarkan prinsip ekoefisien.

C. Saran

Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan:

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat lebih digali lagi mengenai metode yang

diterapkan untuk penentuan longsor.

2. Permukiman yang terletak di kelas kemiringan lereng curam hingga sangat

curam yang rawan longsor disarankan dibangun penguat lereng untuk

mengantisipasi terjadinya bencana longsor.

3. Melakukan tebang pilih dan menggalakkan penghijauan dengan menanam

vegetasi permanen terhadap hutan atau kebun campuran yang menjadi milik

masyarakat daerah penelitian.

4. Menghindari “cutting slope” atau pemotongan lereng untuk dijadikan lahan

hunian.

Untuk ketiga saran tersebut dapat disajikan ke dalam peta 12 yaitu

Rekomendasi Penanganan Longsor DAS Grindulu Hulu Kabupaten Pacitan dan

Ponorogo Tahun2009.

Page 169: digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TAHUN 2009 commit to user ii TINGKAT RISIKO LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DAS GRINDULU HULU KABUPATEN PACITAN DAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

Peta 12. Rekomendasi Penanganan Longsor DAS Grindulu Hulu