repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34785/1/ANGGA... ·...
Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34785/1/ANGGA... ·...
REPRESENTASI CALON GUBERNUR DKI JAKARTA PADA
ILUSTRASI SAMPUL MAJALAH TEMPO TAHUN 2016-2017
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
ANGGA SATRIA PERKASA NIM: 1112051100045
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1438 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, April 2017
Angga Satria Perkasa
i
ABSTRAK
Angga Satria Perkasa
REPRESENTASI CALON GUBERNUR DKI JAKARTA PADA ILUSTRASI SAMPUL
MAJALAH TEMPO 2016-2017
Akhir 2016 hingga awal 2017, merupakan periode isu Pilkada Jakarta. Berbagai
permasalahan bermunculan terkait isu Pilkada Jakarta. Mulai dari persiapan partai politik untuk
mengusung calon pasangan, adanya dua skenario pilkada yaitu melalui jalur independen dan
partai politik, hingga siapa di balik pencalonan pasangan untuk menuju DKI 1. Dengan berbagai
permasalahan tersebut Calon Gubernur DKI Jakarta menjadi sorotan di berbagai media nasional
maupun internasional, tak terkecuali majalah mingguan Tempo yang kerap menampilkan ilustrasi
sampul majalah dengan nyentrik bahkan menyindir dengan khasnya. Seorang calon gubernur
layaknya terlihat gagah karena memiliki kekuasaan tertinggi di daerah, namun pada beberapa
sampul majalah Tempo sosok Calon Gubernur DKI Jakarta digambarkan tidak seperti seorang
calon pemimpin daerah seperti selayaknya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian menggunakan
kajian semiotika Charles Sanders Pierce. Pada hasil temuan, terdapat tujuh ilustrasi sampul
majalah yang menampilkan sosok Calon Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai macam tema
yang diangkat. Gambaran bagaimana representasi Calon Gubernur DKI Jakarta sebagai calon
pemimpin daerah dalam sampul dan isi pemberitaannya. Peneliti merumuskan pertanyaan yakni:
bagaimana representasi calon gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi sampul majalah Tempo tahun
2016-2017 ?
Melihat konteks penelitian, tinjauan teoritis yang digunakan adalah semiotika menurut
Charles Sanders Pierce, yaitu dengan teori segitiga maknanya atau triangle meaning. Peirce
melihat makna atas sign atau tanda (ikon, indeks, dan simbol), object, dan interpretant. Apabila
ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang
sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Ikon merupakan tanda yang dirancang untuk
merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan (artinya, sumber acuan dapat
dilihat, didengar, dan seterusnya dalam ikon). Indeks merupakan tanda yang dirancang untuk
mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan, sedangkan simbol
merupakan tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui kesepakatan atau
persetujuan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik yang
bersifat kualitatif model deskriptif. Data yang didapatkan adalah ilustrasi sampul majalah Tempo
selama akhir 2016 sampai awal 2017 yang menampilkan Calon Gubernur DKI Jakarta. Juga
ditambah dengan observasi buku dan dokumentasi.
Setelah melihat tujuh ilustrasi sampul majalah yang diteliti, maka kesimpulannya, Calon
Gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi sampul Majalah Tempo adalah sebagai calon pemimpin
yang berusaha keras demi mendapatkan hati warga Jakarta agar menang dalam Pilkada Jakarta.
Hal ini terlihat dari setiap edisi majalah Tempo yang menampilkan sosok Calon Gubernur DKI
Jakarta dengan berbagai macam perihal usaha keras sebagai calon gubernur.
Kata Kunci: Pilkada, Semiotika, Majalah Tempo, Sampul, dan Calon Gubernur DKI Jakarta.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarukatuh
Alhamdulilahirobbil’alamin, puja dan puji syukur peneliti panjatkan hanya
kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia yang begitu
banyak sehingga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan banyak pencerahan kepada umatnya, dari zaman penuh
ilmu seperti yang kita rasakan sekarang.
Alhamdulilah peneliti telah menyelesaikan skrispsi sebagai tugas akhir
pendidikan Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari
tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, penelitian skripsi
ini tidak akan selesai, untuk itu pada kesempatan kali ini peneliti ingin
menyampaikan kata terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan,
M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed Ph.D., M.A,
Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dra. Hj. Roudhonah, M.Ag.,
serta wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si serta Sekretaris
Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musrifah Nurlaily, MA yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membnatunya menyelsaikan kuliah.
iii
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si yang telah
menyediakan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing peneliti
sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Terima kasih atas bimbingan, ilmu,
dan pencerahan yang telah Bapak berikan selama mengerjakan skripsi.
4. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang namanya
tidak dapat penulis sebukan satu persatu. Terima kasih atas ilmu dan dedikasi
yang diberikan kepada peneliti.
5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis untuk mendapatkan
berbagai refrensi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Yang paling spesial teruntuk kedua orang tua peneliti, Ibunda Jumira, dan
Ayahanda Sutarno, S.Pd, serta Kakak Priyo Supriadi, S.IP dan Elly Febriani,
yang dengan penuh kasih sayang selalu memberikan dukungan dan semangat,
yang takhenti-hentinya memberikan doa yang tulus ikhlas dalam setiap waktu
sehingga akhirnya skripsi ini selesai.
7. Segenap teman terdekat peneliti, Grup Wisuda 100, M. ALief Mumtaz
Nadiby, Achmad Fauzi, Zaini Dahlan, Roni Kurniawan, Harry Riandayasa,
Reza Armanda, Farouq Audah, Parama Sumbada, Yusuf Yanuar, Yasir
Arafat, dan M. Badruzaman, terima kasih telah memberikan semangat dan
perhatian yang penuh terhadap peneliti, semoga kalian segera wisuda, aamiin.
iv
8. Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Journo Liberta yang telah memberikan ilmu
jurnalistik, serta keahlian di bidang jurnalistik, terima kasih telah memberi
ilmu, motivasi, dan dukungan, semoga LPM Journo Liberta selalu mendapat
keberkahan.
9. Orang paling dekat peneliti, Lilis Suryaningsih, yang selalu memberi
semangat dan kasih sayangnya sehingga skripsi ini selesai, terima kasih.
10. Teman-teman Jurnalistik A dan B angkatan 2012, terimakasih waktu yang
telah kita habiskan bersama, semoga bermanfaat dan sukses masing-masing.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung,
mendoakan dan meluangkan waktu untuk berbagi informasi dalam menyusun skripsi
ini, sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal.
Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi masih banyak kekurangan. Karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan sehingga
skripsi ini menjadi jalan penerang bagi peneliti dan bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
Ciputat, April 2017
Angga Satria Perkasa
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ......................................................................................................................................... 14
Tabel 2.1...................................................................................................................................... 33
Tabel 2.2...................................................................................................................................... 51
Tabel 3 ......................................................................................................................................... 67
Tabel 4.1...................................................................................................................................... 73 Tabel 4.2...................................................................................................................................... 75 Tabel 4.3...................................................................................................................................... 77 Tabel 4.4...................................................................................................................................... 78 Tabel 4.5...................................................................................................................................... 81 Tabel 4.6...................................................................................................................................... 82 Tabel 4.7...................................................................................................................................... 84 Tabel 4.8...................................................................................................................................... 85 Tabel 4.9...................................................................................................................................... 88 Tabel 4.10 ................................................................................................................................... 90 Tabel 4.11 ................................................................................................................................... 92 Tabel 4.12 ................................................................................................................................... 92 Tabel 4.13 ................................................................................................................................... 95 Tabel 4.14 ................................................................................................................................... 97 Tabel 4.15 ................................................................................................................................... 98 Tabel 4.16 ................................................................................................................................... 99 Tabel 4.17 ................................................................................................................................... 102 Tabel 4.18 ................................................................................................................................... 104 Tabel 4.19 ................................................................................................................................... 106 Tabel 4.20 ................................................................................................................................... 106 Tabel 4.21 ................................................................................................................................... 109 Tabel 4.22 ................................................................................................................................... 111 Tabel 4.23 ................................................................................................................................... 113 Tabel 4.24 ................................................................................................................................... 113 Tabel 4.25 ................................................................................................................................... 116 Tabel 4.26 ................................................................................................................................... 117 Tabel 4.27 ................................................................................................................................... 119 Tabel 4.28 ................................................................................................................................... 119 Tabel 4.29 ................................................................................................................................... 122
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Sampul Majalah Tempo Edisi 19-25 September 2016…………. 71.
Gambar 4.2 Sampul Majalah Tempo Edisi 26 September-2Oktober 2016….. 79
Gambar 4.3 Sampul Majalah Tempo Edisi 19-23 Oktober 2016……………. 86
Gambar 4.4 Sampul Majalah Tempo Edisi 28 November-4 Desember 2016.. 93
Gambar 4.5 Sampul Majalah Tempo Edisi 16-22 Januari 2017…………….. 100
Gambar 4.6 Sampul Majalah Tempo Edisi 13-19 Februari 2017…………… 107
Gambar 4.7 Sampul Majalah Tempo Edisi 23-26 Februari 2017…………… 114
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………… viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………………. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………... 6
D. Kerangka Teori……………………………………………………… 7
E. Tinjauan Pustaka……………………………………………………. 17
F. Metodelogi Penelitian………………………………………………. 18
G. Sistematika Penulisan………………………………………………. 21
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah………………………………… 22
1. Majalah………………………………………………………….. 22
2. Sampul Majalah…………………………………………………. 25
B. Sampul Sebagai Representasi Isu……………………………………. 30
C. Teori Semiotika……………………………………………………… 35
1. Semiotika………………………………………………………… 35
2. Semiotika Visual………………………………………………… 37
3. Semiotika Charles Sanders Peirce……………………………….. 46
D. Ideologi Media……………………………………………………….. 55
BAB III REALITAS OBJEKTIF DAN PROFIL MAJALAH TEMPO
A. Profil Majalah Tempo………………………………………………… 60
B. Representasi Calon Gubernur Jakarta Pada Ilustrasi Sampul Majalah
Tempo 2016-2017………………………………………………….. 66
vi
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Sampul Majalah Tempo……………………………………………. 70
B. Hasil Temuan dalam Sampul Majalah Tempo…………………………. 70
1. Sampul Majalah Tempo 1……………………………………… 71
2. Sampul Majalah Tempo 2……………………………………… 79
3. Sampul Majalah Tempo 3……………………………………… 86
4. Sampul Majalah Tempo 4……………………………………… 93
5. Sampul Majalah Tempo 5……………………………………… 100
6. Sampul Majalah Tempo 6……………………………………… 107
7. Sampul Majalah Tempo 7……………………………………… 114
C. Interpretasi Sampul Majalah Tempo……………………………….. 120
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………......... 128
B. Saran………………………………………………………………… 129
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyebaran informasi identik dengan teknologi komunikasi. Pembahasan
tentang teknologi komunikasi berkaitan dengan alat-alat yang digunakan untuk
menyebarkan informasi tersebut ke khalayak luas, dan alat-alat tersebut lah yang
kerap kita sebut sebagai media komunikasi massa.
Majalah adalah media komunikasi yang menyajikan informasi secara
dalam, tajam, dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama dibandingkan dengan
surat kabar dan tabloid, serta menampilkan gambar/foto yang lebih banyak.1
Majalah adalah sebuah media publikasi yang diterbitkan secara berkala.
Sebuah majalah berisi berbagai artikel, gambar, cerita pendek, opini, ilustrasi, dan
kanal lainnya. Karena lengkapnya informasi yang diberikan, majalah seringkali
dijadikan bahan rujukan oleh para pembaca. Majalah menjadi salah satu media
yang menyediakan nilai-nilai informasi sekaligus hiburan, yang juga memiliki
segmentasi secara khusus.
Meski tak seaktual surat kabar yang terbit setiap hari, majalah yang terbit
setiap minggu, dwi mingguan atau bahkan bulanan memiliki strategi dan gaya
penyajian tersendiri agar majalah tetap menarik untuk dibaca. Majalah berita
merupakan salah satu contoh dari majalah mingguan, yang memiliki segmentasi
1Indah Suryawati, Jurnalisik Suatu Pengantar Teori dan Praktik,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
h. 42.
2
masyarakat umum. Siapapun bisa membaca dan menikmati majalah berita karena
sifatnya yang mengikuti berita-berita umum yang aktual.
Ada banyak majalah berita yang dikenal di pasaran Indonesia, seperti
majalah Gatra, Tempo, dan Sindo. Di dalam sebuah majalah, terkandung banyak
elemen grafis seperti foto, tipografi, warna, ilustrasi, dan elemen lain. Dalam
sampul majalah, ilustrasi dan foto merupakan materi yang umum digunakan.
Ilustrasi dan foto pada sampul majalah harus mampu mewakili isi dari tema
tertentu yang diangkat pada edisi yang akan terbit atau sesuai dengan ideologi dari
majalah. Ilustrasi dan foto digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan
dari sebuah judul dengan cepat kepada para pembaca atau khalayak. Dalam
sampul majalah, tersimpan gambaran pesan yang tidak terbaca oleh setiap
pembaca, namun menjadi kesimpulan mengenai edisi yang sedang terbit.
Sampul majalah harus terlihat menarik agar masyarakat tertarik untuk
membeli dan membacanya. Sampul majalah menjadi salah satu faktor apakah
suatu majalah akan laku atau tidak di pasaran. Sebelum membeli, orang akan
melihat dan memperhatikan terlebih dahulu sampul majalahnya. Salah satu
majalah di Indonesia yang menggunakan pendekatan ilustrasi pada sampulnya
adalah Majalah Tempo. Selain itu Majalah Tempo merupakan salah satu majalah
berita terbesar di Indonesia dengan jumlah oplah 110.000 – 180.000 eksemplar
setiap terbit. Majalah Tempo merupakan majalah berita mingguan yang terbit
setiap seminggu sekali.
Majalah Tempo memiliki ciri khas dalam penyajian ilustrasi terutama saat
mengangkat laporan utama isu Pilkada di DKI Jakarta. Penyajian ilustrasi untuk
3
isu Pilkada pada sampul Majalah Tempo beberapa cukup menyindir elit politik
yang terlibat dalam isu ini.
Majalah Tempo dengan gaya dan khasnya yang tersendiri menggambarkan
ketiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anies
Rasyid Baswedan (Anies), dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) dengan
ilustrasi desain yang menarik. Seperti yang diilustrasikan pada sampul Majalah
Tempo edisi 17-23 Oktober 2016, ketiga calon gubernur DKI Jakarta
menggunakan pakaian koboi, lengkap dengan senjata di samping saku celana
mereka masing-masing. Hal ini menarik untuk dianalisis karena representasi
seorang calon pemimpin yang berbeda dari biasanya. Dalam suatu pengertian
pemimpin, Pemimpin adalah seorang pribadi yang meiliki superioritas tertentu,
sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain
melakukan usaha bersama guna mencapai satu sasaran tertentu. Jadi pemimpin itu
harus memiliki satu atau beberapa kelebihan, sehingga dia mendapat pengakuan
dan respek dari para pengikutnya, serta dipatuhi perintahnya.2
Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Ahok, Anies, dan Agus juga
digambarkan seperti sosok calon pemimpin yang penuh kecemasan dan berharap.
Ilustrasi ketiganya terdapat pada sampul Majalah Tempo edisi 26 September-2
Oktober 2016. Ketiganya digambarkan seperti calon pemimpin daerah yang tidak
memiliki kewibawaan dan kekuasaan. Padahal dalam Islam, pemimpin sama
halnya dengan imam, khilafah atau kepala daerah adalah seseorang yang
2Kartini Kartono, pemimpin dan kepeminpinan apakah kepemimpinan abnormal itu? (Jakarta:
Rajagrafindo Persada), h. 51.
22
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah
1. Majalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) majalah adalah terbitan
berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik
aktual yang patut diketahui pembaca, dan menurut waktu penerbitannya dibedakan
atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan sebagainya, dan menurut
penyusunan isinya dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra,
ilmu pengetahuan tertentu, dan sebagainya.
Majalah yaitu media komunikasi yang menyajikan informasi (fakta dan
peristiwa) secara lebih medalam dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama.
Majalah dapat diterbitkan secara mingguan dwi mingguan, bulanan, bahkan
dwi/triwulanan. Majalah terdiri atas: majalah umum (untuk semua golongan
masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang profesi/golongan/kalangan tertentu).
Majalah dapat menjalani fungsi memberi informasi, menghibur, atau mendidik.
Halaman muka (cover) dan foto dalam majalah diupayakan sebagai daya tarik.1
Sedangkan menurut Marcel Danesi dalam Pengantar memahami semiotika
media, sebuah majalah adalah sekumpulan artikel atau kisah yang diterbitkan secara
berkala. Di dalam sebagian besar majalah terdapat ilustrasi. Mereka menampilkan
1 Syafrudin Yunus, Jurnalistik Terapan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.29-30.
23
berbagai informasi, opini, dan hiburan konsumsi massa. Sebagai contoh, majalah
akan meliput pelbagai peristiwa dan mode mutakhir, membahas masalah luar negeri,
atau membahas cara memperbaiki alat-alat rumah tangga atau menyiapkan makanan.
Beberapa majalah hanya bertujuan untuk menghibur para pembacanya dengan kisah
fiksi, puisi, fotografi, kartun, atau artikel tentang siaran televisi atau bintang-bintang
film; yang lain memberikan informasi dan panduan „profesional‟ kepada orang-orang
yang bekerja di bidang-bidang tertentu (dari mekanik mobil sampai praktik
kedokteran).2
Menurut ensiklopedia pers Indonesia majalah adalah penerbitan berkala yang
menggunakan kertas bersampul, memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi
ilustrasi maupun foto-foto. Dari segi isi dibagi dalam dua jenis yakni majalah umum,
yaitu majalah yang memuat karangan-karangan pengetahuan umum, karangan-
karangan yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film, seni, dll. Majalah khusus,
yaitu majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang
khusus, seperti majalah wanita, majalah keluarga, majalah humor, majalah
kecantikan, politik, kebudayaan, cerpen, dll.3
Majalah adalah media yang paling sederhana organisasinya, relatif lebih
mudah mengelolanya, dan tidak membutuhkan modal yang banyak. Ini karena
majalah terbit secara berkala dibandingkan dengan surat kabar yang harus terbit
2 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.89-90.
3 Kurniawan Effendi, Ensiklopedia Pers Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), h.154-155.
24
setiap harinya. Sehingga, dari segi jumlah, orang yang terlihat dalam dalam penyajian
informasi di surat kabar jauh lebih banyak dibandingkan dengan majalah.
Bila dilihat dari segi kategorisasinya, majalah terbagi menjadi majalah umum
(untuk semua golongan masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang
profesi/golongan/kalangan tertentu). Sebenarnya, tipe majalah ditentukan oleh
sasaran khalayak yang hendak dituju, artinya redaksi sudah menentukan sebelumnya
siapa yang akan menjadi sasaran pembacanya, seperti majalah untuk anak, majalah
untuk remaja pria, majalah untuk gadis, majalah untuk wanita pekerja, majalah untuk
ibu dan anak, majalah untuk pria dewasa, majalah untuk fashion, majalah untuk
masak, dan masih banyak lagi.
Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan
dengan surat kabar, karena majalah memiliki karakteristik tersendiri, yaitu4:
1. Penyajian lebih dalam.
Frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan selebihnya
dwi mingguan, bahkan bulanan (satu kali sebulan). Majalah berita biasanya
terbit mingguan, sehingga para reporternya mempunyai waktu cukup lama
untuk memahami dan mempelajari suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai
waktu yang leluasa untuk melakukan analisis terhadap peristiwa tersebut,
sehingga penyajian berita dan informasinya dapat dibahas secara lebih
mendalam.
2. Nilai aktualitas lebih lama.
Apabila nilai aktualitas surat kabar hanya berumur satu hari, maka
nilai aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan
4 Ardianto, Elvinaro, & Lukiati Komala Erdiyana, Komunikasi Massa Suatu Pengantar
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 113-114.
25
menganggap usang surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu bila kita baca
saat ini. Akan tetapi kita tidak pernah menganggap usang majalah yang terbit
dua atau tiga hari yang lalu. Sebagaimana kita alami bersama, bahwa dalam
membaca majalah kita tidak pernah tuntas sekaligus. Pada hari pertama kita
hanya membaca topik yang kita senangi atau relevan dengan profesi kita, hari
esok dan seterusnya kita membaca topik lain sebagai referensi. Dengan
demikian, majalah mingguan baru tuntas kita baca dalam tempo tiga atau
empat hari.
3. Gambar atau foto lebih banyak.
Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian
beritanya yang mendalam majalah juga dapat menampilkan gambar atau foto
yang lengkap dengan ukuran besar dan kadang-kadang berwarna, serta
kualitas kertas yang digunakan pun lebih baik. Foto-foto yang ditampilkan
majalah memiliki daya tarik tersendiri apabila foto tersebut sifatnya eksklusif.
4. Di samping foto, cover atau sampul majalah juga merupakan daya tarik
tersendiri.
Sampul majalah adalah ibarat pakaian dan aksesori pada manusia.
Sampul majalah biasanya menggunakan kertas yang bagus dengan gambar
dan warna yang menarik pula. Menarik tidaknya sampul majalah sangat
bergantung pada tipe majalahnya serta konsistensi keajengan majalah
tersebut dalam menampilkan ciri khasnya.
2. Sampul Majalah
Cover atau halaman muka majalah adalah daya tarik utama sebuah majalah.
Cover adalah lembaran bagian depan belakang atau sering disebut kulit buku pada
media cetak. Biasanya lebih tebal daripada kertas isi, dibuat berwarna-warni, dan
dirancang sedemikian rupa dengan maksud untuk menarik perhatian pembaca.
26
Karena orang tidak membaca seluruh isinya pada saat membeli, maka peranan cover
sering dianggap menampilkan citra dan karakter perusahaan bersangkutan.5
Sampul majalah adalah sampul halaman depan yang membuat identitas
perusahaan dan menghinpun isi pemberitaan verbal dan visual yang berkaitan dengan
materi pemberitaan agar menarik pembaca. Unsur- unsur yang harus ada pada sebuah
sampul majalah adalah ukuran dasar dari majalah tersebut (ukuran saku atau ukuran
tabloid), logo, fotografi, warna dasar, keterangan mengenai jadwal penerbitan,
pencamtuman harga, headline (judul artikel dan sub judul artikel). Unsur-unsur ini
memiliki fungsi praktis dan fungsi komunikasi yang mewakili konsep yang diberikan
perusahaan majalah untuk selanjutnya diterbitkan.
Pengertian sampul menurut Dja‟far H.Assegaf sebagai sampul “lembaran
kertas paling luar depan belakang pada buku yang lebih tebal dari kertas isinya”.6
Sedangkan sampul sebagai kulit dijelaskan Assegaf sebagai “Lapisan depan atau
belakang dari suatu majalah yang lazimnya memuat judul majalah dan berisikan
gambar yang menarik”.7
5 Yohanna Amanda, Citra Perempuan dalam Sampul Majalah Popular Pada No.310
Edisi November 2013, Jurnal Online Mahasiswa Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNRI, Vol 2-
No.1 Februari 2015, h.3-4. 6 Dja‟far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Kepraktekan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), h. 127
7 Dja‟far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Kepraktekan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), h. 125.
27
Kemudian Onong Uchjana mendefinisikan sampul sebagai “lembaran bagian
luar dari majalah atau buku dimana tertera nama atau judul dan media yang yang
bersangkutan”.8
Sampul dibuat untuk membantu calon konsumen dalam hal pemahaman pesan
yang ingin disampaikan oleh seorang penulis tentang apa yang ada didalamnya.
Melalui gambar ilustrasi pada sampul, seorang penulis dapat menuangkan ide dan
kreatifitasnya sebagai salah satu kesatuan dari karya sastra yang dihasilkan, selain itu
ada misi tertentu yang ingin disampaikan oleh seseorang kepada khalayak umum.
Gambar secara visual pada sampul mampu mengomunikasikan pesan dengan cepat
dan berkesan, sebuah gambar ilustrasi yang tepat pemilihanya maka bisa memiliki
nilai yang sama dengan ribuan kata. Visualisasi adalah cara atau sarana yang tepat
untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas, penampilan secara visual
selalu mampu menarik emosi pembacanya.
Menurut Ellen McCracken dalam buku Turning It On, A Reader in Women
and media. Ia menyebutkan bahwa kebanyakan sampul mencoba untuk membentuk
representasi pembaca yang ideal, yang ingin disasar oleh pemasang iklan. Selain itu
yang sering juga dilakukan adalah sebuah ikon yang berfungsi sebagai penanda,
ataupun konotasi lain pada sebuah kasus tertentu. Tanpa terkecuali, teks verbal pada
sampul yang terdiri dari nama majalah dalam huruf yang besar dan rangkaian topik
8 Onong Uchjana Efendy, Kamus Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju komunikasi, 1999), h. 79.
28
utama didesain untuk menarik pembaca dengan tulisan tertentu yang ada di dalam
majalah.9
McCracken juga menjelaskan tentang fungsi dari sampul majalah yaitu
membaca apa yang dibangun majalah tersebut dengan meletakkan definisi awal
melalui judul majalah, berita utama, dan foto atau ilustrasi. Kalimat, penekan, warna,
gambar visual, gambaran tersembunyi dari karya yang dinikmati sampai pada posisi
pada isi sebuah majalah. Pembaca tidak hanya melihat sebuah isi majalah dari
sampulnya, tapi model interpretasi yang diberikan adalah bagian dari simbol yang ada
pada sampul yang mempunyai pengaruh yang kuat. Sampul adalah hal yang paling
penting dalam beriklan di dunia majalah, dan lalu melalui perannya sebagai identitas
gaya, sistem semiotik, dan kerangka. Hubungan saling mempengaruhi dari fotografi,
kata verbal, dan teks yang berwarna dalam tiap sampul majalah menciptakan nilai
yang dimuat dalam pengertian kebudayaan tetapi bermaksud untuk menarik
pengiklan dan meningkatkan penjualan. Sampul majalah menjalankan peran sebagai
pengenal aliran, sistem tanda, dan kerangka untuk meraih hasil. Setiap peran yang
dimainkan sangat dekat hubungannya dengan struktur komersial dari industri majalah
dan akan menjadi berbeda dengan tujuan majalah lain yaitu melakukan perubahan.10
9 Helen Baehr & Ann Gray, Turning It On A Reader in Women & Media, (New York: St.
Martin Press Inc, 1996), h.98, dikutip dari Athifa Rahmah, Perbandingan Makna Korupsi pada
Ilustrasi Sampul Antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, h.13, Oktober 2013. 10
Helen Baehr & Ann Gray, Turning It On A Reader in Women & Media, (New York: St.
Martin Press Inc, 1996), h.98, dikutip dari Athifa Rahmah, Perbandingan Makna Korupsi pada
Ilustrasi Sampul Antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, h.14, Oktober 2013.
29
Salah satu ciri khas dari majalah berita adalah desain sampulnya atau halaman
1. Berbeda dengan koran siswa, yang biasanya menampilkan tiga atau lebih berita di
halaman 1, majalah berita menampilkan satu berita utama atau satu fokus utama.
Ukuran publikasi, yang biasanya berukuran tabloid atau 8.5 x 11 inci, menyebabkan
fokus harus seperti itu, sebab jika dimuati tiga atau empat berita, maka halaman itu
akan tampak penuh dan padat. Sampulnya mungkin berupa foto atau gambar lainnya.
Sampul juga sering dilengkapi dengan teaser headline tentang berita lain yang ada di
dalam publikasi. Sering kali berita sampul (cover story) diletakkan di halaman tengah
atau dalam beberapa halaman liputan khusus yang tidak berada di halaman awal.
Pengenalan dan pengembangan berita sampul dan fokus berita sebagai feature berita
adalah dua ciri terpenting yang membedakan majalah berita dengan media berita
lainnya.
Dengan hanya judul majalah dan headline teaser disampulnya, desainer bisa
menata banyak ruang kosong di sampul itu secara lebih kreatif. Desainer bisa
menggunakan foto atau karya seni dengan satu headline, atau kombinasi lainnya.
Pastikan semua unsur yang ada di sampul adalah bagus dan menarik. Bagaimanapun,
sampul memberi kesan pertama bagi pembaca.
Foto atau gambar lainnya harus sangat menarik. Gambar harus disunting
untuk menghasilkan dampak maksimal bagi pembaca dan tidak mengandung
kelemahan dalam hal ketajaman dan kontrasnya. Jika menggunakan karya seni, ia
harus direproduksi dengan kualitas yang tinggi. Entah menggunakan foto atau karya
seni, perlunya headline teaser dan teller. Sebuah foto orang yang beraksi juga
30
membutuhkan caption, yang bisa dimuat di halaman 1 atau di dalam halaman sampul.
Berita berawal di sampul dapat diteruskan di tengah halaman dalam atau bagian lain
dari majalah itu. Banyak majalah berita membagi ruang sampul menjadi ruang foto
atau headline teaser atau rujukan (yang menunjukan isi di dalam majalah).
Headline ringkas ini harus menarik dan mengesankan atau mengejutkan,
sehingga memicu pembaca untuk melongok ke isi beritanya. Karya seni, foto kecil
dan grafik dapat dipakai bersama dengan headline untuk menambah daya tarik.11
Sebagai sarana komunikasi, ilustrasi gambar baik itu karikatur maupun
fotografi menyimpan makna yang lebih mendalam dibandingkan tulisan. Ilustrasi
merupakan pesan non-verbal yang mampu menjelaskan dan memberikan penekanan
tertentu pada isi pesan. Ilustrasi gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata
sehingga cepat diterima khalayak. Media gambar atau visual mampu
mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar mampu
menjelaskan ribuan kata.12
B. Sampul Sebagai Representasi Isu
Representasi merupakan bentuk dari bagaimana pencitraan diri, kelompok,
organisasi dan lembaga. Representasi sebuah tanda untuk sesuatu atau seseorang,
11
Tom E. Rolnicki, C. Dow Tate, Sherri A. Taylor, Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic
Journalism) (Jakarta: Kencana, 2008), h. 301-302. 12
Syarifa Larasati, Sosok Perempuan Pelaku Kejahatan Pada Sampul Majalah Detik
(Analisis Semiotika), Jurnal UNDIP, Oktober 2015.
31
sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang dipresentasikan tapi dihubungkan
dengan, dan mendasarkan diri pada realitas yang mejadi referensinya.13
Representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok
menggambarkan suatu tanda dan diartikan menurut pemahamannya. Setiap tanda
memiliki arti dan pemahaman yang berbeda karena setiap orang atau kelompok
memili sudut pandang pemahaman yang tidak sama.
Representasi merupakan cara media menampilkan seseorang, kelompok atau
gagasan atau pendapat tertentu. Menurut Eriyanto Ada dua hal yang berkaitan dengan
representasi, yaitu apakah seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut
ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran
yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung
memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang
ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan.14
Bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, eksentuasi
dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut
ditampilkan dalam program. Eriyanto lebih lanjut menambahkan bahwa persoalan
utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau obyek ditampilkan.15
13
Ratna Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan (Antara Realitas, Representasi, dan
Simulasi). (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), h, 23. 14
Asmara Yudha Wijayadi, Representasi Maskulinitas Pada Iklan Rokok Dalam Media
Cetak, Journal UNAIR, Vol. 1 - No. 2, Februari 2012, h.5. 15
Asmara Yudha Wijayadi, Representasi Maskulinitas Pada Iklan Rokok Dalam Media
Cetak, Journal UNAIR, Vol. 1 - No. 2, Februari 2012, h.5.
32
Representasi dikatakan sebagai konsep pemaknaan yang digunakan dalam
proses sosial melalui beberapa tanda yang digunakan seperti dialog, tulisan, karikatur,
gambar, foto, atau video.
Menurut Chris Barker, representasi adalah tentang bagaimana dunia
dikonstruksi dan disajikan secara sosial kepada dan oleh diri kita. Sedangkan
representasi cultural adalah makna yang memiliki sifat material, mereka tetanam
dalam bunyi-bunyi, tulisan-tulisan, benda-benda, gambaran-gambaran, buku- buku,
majalah-majalah dan program televisi.16
Dalam representasi akan selalu ada pemaknaan dan pandangan baru dari
konsep representasi yang telah ada karena makna sendiri tidak pernah tetap, selalu
ada dalam proses negosisasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru.
Dari defini tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi merupakan cara
kita mengeksplorasi makna dibalik tanda. Tanda yang ada didalamnya sangat
mungkin mengandung sejumlah perbedaan makna, tergantung khalayak yang
menginterpretasikannya.
Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang „sesuatu „ yang ada di kepala kita masing-masing (peta
konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua,
„bahasa‟ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak
yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa‟ yang lazim, supaya
kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda
16
Chris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktik. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), h.9.
33
dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-
bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk Pada
bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam pemberitaan.
John Fiske Merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui
tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Tiga Proses Dalam Representasi17
PERTAMA REALITAS
Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, make up,
pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya.
KEDUA REPRESENTASI
Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan
sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain.
Elemen-elemen tersebut di transmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana
objek digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain
lain)
KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme,
patriarki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.
Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai
realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan
17
Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi
(Jakarta: Mitra Wacana Media,2011), hal.123.
34
aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan, ekspresi dan lain-lain. Di sini realitas
selalu siap ditandakan
Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-
perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lainlain. Ketiga,
tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan
diorganisasikan ke dalam konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-
kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau
kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi
sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah
akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam
pemaknaan.
Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis, tapi merupakan
proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan
kebutuhan para pengguna tanda, yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan
berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-
pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil
pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia yang melalui representasi makna
diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan, praktik yang membuat
suatu hal bermakna sesuatu.
35
Representasi merupakan proses sosial tentang keterwakilan, produk proses
sosial kehidupan yang berhubungan dengan perwujudan. Sebagai fokus kajian,
representasi adalah uraian tentang bagaimana keterwakilan suatu budaya masyarakat
lewat simbol-simbol yang diproduksi dalam proses komunikasi dan makna-makna
dibangun lewat proses tersebut.
Dari beberapa definisi representasi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
representasi merupakan bentuk dari pencitraan diri, kelompok, organisasi dan
lembaga. Bagaimana penggambaran diri, kelompok, organisasi dan lembaga kepada
masyarakat umum, baik itu penggambaran diri dari sisi baik maupun dari sisi yang
buruk. Sehingga menjadi kajian yang mendalam ketika membahas representasi dalam
penyampaian makna di balik simbol.
C. Teori Semiotika
1. Semiotika
Secara etimologis semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti
penafsir tanda atau tanda di mana sesuatu dikenal. Semiotika ialah ilmu tentang tanda
atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi. Semiotika ialah cabang
ilmu dari filsafat yang mempelajari “tanda” dan biasa disebut filsafat penanda.
Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. Menurut Umberto
Eco, tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial
yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.18
18
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 95.
36
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Charles Sanders Peirce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913).19
Menurut Charles Sanders
Peirce semiotika adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni
“doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari
ilmu filsafat. Sedangkan menurut Ferdinand de Saussure semiologi adalah sebuah
ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat, menurutnya
semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial. Baik istilah semiotika
maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda
tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam.20
Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang
tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya
amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna
tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna
tanda tersebut berada.21
Menurut Saussure, tanda adalah kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat
dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda, di sana ada sistem.
Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang
ditangkap oleh indra manusia yang disebut signifier, bidang penanda atau bentuk.
Aspek lainnya disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna.22
Penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan
mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar,
warna, objek, dan sebagainya. Sedangkan petanda terletak pada level of content 19
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 11.
20
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitias (Yogyakarya: Jalasutra, 2011), h. 3.
21 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), h.262.
22 Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 12-13
37
(tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan.
Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada
(mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain. Ini disebut referent.23
Alex Sobur, Msi dalam bukunya “Analisis Isi Teks Media” menjelaskan
bahwa Semiotika sebagai suatu kajian yang menitikberatkan objek penelitiannya pada
tanda yang pada awalnya dimaknai dengan suatu hal yang menunduk atau merujuk
pada benda lain. Sebagaimana juga bila kita melihat rambu lalu lintas berupa lampu
merah yang diartikan sebagai tanda bahwa kendaraan harus berhenti, sedangkan bila
lampu berwarna hijau berarti kendaraan diperbolehkan berjalan.24
2. Semiotika Visual
Dilihat dari sudut pandang semiotik, desain komunikasi visual adalah sebuah
sistem semiotik khusus, dengan perbendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks
(syntag) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam sistem,
semiotika komunikasi visual melekat fungsi komunikasi, yaitu fungsi tanda dalam
menyampaikan pesan dari sebuah pengirim pesan kepada para penerima tanda
berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu.
Semiotika visual pada dasarnya merupakan salah sebuah bidang studi
semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan terhadap segala jenis
makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan (visual senses)25
23
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 12-13. 24
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 70. 25
Kris Budiman, Semiotika Visual, h. 9
38
Sementara itu, pesan yang diungkapkan dalam karya desain komunikasi visual
disosialisasikan kepada khalayak melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan visual. Tanda verbal adalah aspek
bahasa, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat
dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksial, atau simbolis, dan
bagaimana cara mengungkapkan idiom estektiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat
dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari
hubungan antara satu dengan yang lain.26
Semiotika komunikasi visual diperlukan untuk mengkaji tanda verbal (judul,
subjudul, teks) dan tanda visual ilustrasi, logo, typografi, dan tata visual. Dengan
komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Diharapkan analisis semiotika
visual mampu menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang
terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual karya desai komunikasi visual
termasuk dalam sampul.27
Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi
dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi
visual dengan mengelola elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi),
huruf, dan tipografi, warna, komposisi, dan layout. Semua itu dilakukan guna
menyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual kepada target
sasaran yang dituju.
26
Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 9
27 Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 9
39
1. Tipografi
Tipografi dalam konteks komunikasi visual, mencangkup pemilihan
bentuk huruf, besar huruf, cara, dan teknik penyusunan huruf menjadi kata
atau kalimat yang sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang
ingin disampaikan.28
Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujungtombak
guna menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang,
sekumpulan orang bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses
penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran.
Tipografi dalam hal ini adalah seni memilih dan menata huruf untuk
pelbagai kepentingan menyampaikan informasi berbentuk sosial ataupun
komersial. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi oleh
kemajuan teknologi digital. Huruf yang telah disusun secara tipografis
merupakan elemen dasar dalam bentuk sebuah tampilan desain komunikasi
visual. Hal ini diyakini dapat memberikan inspirasi untuk membuat suatu
komposisi yang menarik. Sedangkan bentuk-bentuk tipografi itu sendiri dapat
dipergunakan secara terpisah atau dapat pula dikomposisikan dengan materi
lain seperti ilustrasi han drawing ataupun image.
Danton Sihombing mengelompokan keluarga huruf berdasarkan latar
belakang sejarahnya:
28
Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 25
40
1. Old style, jenis huruf ini meliputi: Bembo, Caslon, Galliard, Garamand.
2. Transitional, jenis huruf meliputi: Barkerville, Perpetua, Time News,
Roman
3. Modern, jenis huruf ini meliputi: Bodoni
4. Egyptian, atau Slab Serif, jenis huruf ini meliputi: Bookman, Serifa
5. Sans Serif, jenis huruf ini meliputi: Franklin Ghotic, Futura, Gill Sans,
Optima.29
Sejatinya masing-masing huruf harus menjadikan rangkaian huruf (kata atau
kalimat) tidak sekedar dibaca atau dimengerti maknanya.tetapi lebih dari itu, seorang
desainer komunikasi visual harus piawai menampilkan tipografi yang enak dipandang
mata dan lebih melancarkan pembaca dalam memahami media komunikasi visual.
Dengan demikian, keberadaan tipografi dalam rancangan karya desain
komunikasi visual sangat penting, sebab perencanaan dan pemilihan tipografi yang
tepat baik ukuran, warna, maupun bentuk diyakini mampu menguatkan isi pesan
verbal desain komunikasi visual tersebut.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi mudah atau tidaknya ketersampaian
sebuah pesan verbal yang terkandung dalam karya desain komunikasi visual,
diantaranya: pertama, latar belakang yakni warna dasar dan tekstur yang digunakan.
Teks menjadi unsur pertama dari sebuah pesan verbal akan terlihat jelas manakala
perbedaan warna huruf dan latarnya cukup kontras.
Kedua, besar huruf yang dugunakan. Ukuran ukuran standart teksk adalah
antara 6 sampai 10 poin. Tergantuk luas ruangan yang tersedia dan banyak sedikitnya
29
Danton Sihombing, Tipograf Dalam Desain Grafis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 96
41
teks yang akan ditampilkan, juga menyesuaikan keluarga huruf yang akan
ditampilkan.
Selain itu, keluarga huruf terdiri dari kembangan yang berakar dari struktur
bentuk dasar (reguler) sebuah alfabet dan setiap perubahan huruf masi memiliki
kesinambungan bentuk. Perbedaan tampilan yang pokok dalam keluarga huruf dibagi
menjadi tiga bentuk pengembangan: (1) kelompok berat terdiri atas ligt, reguler, dan
bold. (2) kelompok proporsi condesed, reguler, extended. (3) kelompok kemiringan
yaitu italic. Ketiga, spasi antarhuruf, kata, maupun jarak antar baris kalimat.
Keempat, faktor-faktor sibjektif seperti jarak baca maupun kualitas penerangan ketika
membaca.30
2. Komposisi Warna
Kerja dari desainer sebuah gambar visual tidak terlepas dari artistik, desain,
warna, serta tema dari gambar yang ingin dibuat. Berikut pemaknaan yang akan
dideskripsikan:
1. Merah
Melambangkan kesan energi, kekuatan, hasrat, erotisme, keberanian simbol
dari api, pencapaian tujuan, darah, resiko, ketenaran, cinta, perjuangan,
perhatian, perang, bahaya, kecepatan, panas, kekerasan. Warna ini dapat
menyampaikan kecendrungan untuk menampilkan gambar dan teks secara
lebih besar dan dekat. Warna merah dapat mengganggu apabila digunakan
pada ukuran besar. Merah cocok untuk tema yang menunjukan keberanian
seseorang. Energi misal mobil, kendaraan bermotor, olahraga, dan permainan.
30
Danton Sihombing, Tipograf Dalam Desain Grafis, h. 28
42
2. Putih
Menunjukan kedamaian, permohonan maaf, pencapaian diri, spiritualitas,
kedewaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan,
kebersihan, cahaya, takbersalah, keamanan, persatuan. Warna putih sangat
bagus untuk menampilkan atau menekankan arna lain serta memberi kesan
kesederhanaan atau kebersihan.
3. Hitam
Melambangkan perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat,
kekuatan, formalitas, misteri, kekayaan, ketakutan, kejahatan, ketidak
bahagiaan, perasaan yang dalam, kesedihan, kemarahan, sesuatu yang
melanggar, harga dirin anti kemapanan. Sangat tepat untuk menambahkan
kesan misteri. Latar belakang warna hitam dapat menampilkan perspektif dan
kedalaman. Sangat bagus untuk menampilkan karya seni atau fotografi karna
membantu penekanan pada warna lain.
4. Biru
Memberikan kesan komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan,
perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut,
kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, kepandaian, kepatuhan, panutan,
kekuatan dari alam, kesedihan, kesadaran, pesan, ide, idealisme, persahabatan
dan harmoni, kasih sayang, warna ini memberi kesan tenang dan menekankan
keinginan. Biru tidak meminta mata untuk memperhatikan. Objek dan gambar
biru pada dasarnya dapat menciptakan perasaan yang dingin dan tenang.warna
biru juga dapat menampilkan kekuatan teknologi, kebersihan, udara air dan
kedalaman laut.
5. Hijau
Menunjukan warna bumi, penyembuhan fisik, kelimpahan, keajaiban,
tanaman dan pohon, kesuburan, pertumbuhan, muda, kesuksesan materi,
pembaharuan, daya tahan, keseimbangan, ketergantungan, dan memenangkan
pemikiran dan merangsang kreatifitas.
43
6. Kuning
Merujuk pada matahari, ingatan, imajinasi logis, energi sosial, kerjasama,
kebahagiaan, kegembiraan, kehangatan, tekanan mental, pemahaman,
kebijaksanaan, penghianatan, kecemburuan, penipuan, kelemahan, penakut,
aksi, idealisme, optimisme, imajinasi, harapan, musim panas, filosofi,
ketidakpastian, resah, dan curiga. Warna kuning merangsang aktifitas mental
dan menarik perhatian, sangat efektif digunakan pada blogsite yang
menekankan pada perasaan bahagia dan kekanakan.
7. Merah Muda
Warna merah muda menunjukan simbol kasih sayang dan cinta persahabatan,
feminin, kepercayaan, niat baik, pengobatan emosi, damai, perasaan yang
halus, perasaan yang manis dan indah
8. Ungu
Menunjukan pengaruh, pandangan ketiga, kekuatan spiritual, pengetahuan
yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, kebangsawanan, upacara, misteri
pencerahan, telepati, empati, arogan, intuisi, kepercayaan, yang dalam,
ambisi, megic, keajaiban, dan harga diri.
9. Orange
Menunjukan kehangatan, antusiame, persahabatan, pencapaian bisnis, karir,
kesuksesan, kesehatan pikiran, keadilan, daya tahan, kegembiraan, gerak
cepat, sesuatu yang tumbuh, ketertarikan, indenpendensi. Pada blog dapat
meningkatkan aktifitas mental, disamping itu, warna orange memberi kesan
yang kuat pada elemen yang dianggap penting.
10. Coklat
Menunjukan persahabatan, kejadian yang khusus, bumi pemikiran yang
materialis, rehabilitasi, kedamaian produktifitas, praktis, kerja keras. Warna
coklat sangat tidak menarik apabila tidak digunakan tambahan gambar dan
ornamen tertentu, coklat harus didukung ornamen lain agar menarik.
44
11. Abu-abu
Mencerminkan keamanan, kepandaian, tenang, dan serius, kesederhanaan,
kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, profesional, kualitas,
diam, tenang.
12. Emas
Mencerminkan prestis (kedudukan) kesehatan, keamanan, kegembiraan,
kebijakan, arti, tujuan, pencarian kedalam hati, kekuatan mistis, ilmu
pengetahuan, perasaan kagum, konsentrasi.31
Agar pesan dapat menarik perhatian calon konsumen, maka karya desain
komunikasi visual harus menawarkan eksklusivisme, keistimewaan, dan kekhususan
yang kemudian dapat memberikan akibat ketertarikan berupa ketertarikan calon
konsumen untuk membeli. Contohnya adalah sampul majalah. Sampul majalah harus
dibuat semenarik mungkin agar calon pembaca tertarik untuk membeli majalah
tersebut, karena biasanya sebelum membeli biasalan calon pembaca melihat terlebih
dahulu sampulnya, apakah menarik atau tidak. Strategi ini dilakukan karena produk
desain komunikasi visual yang salah satunya sampul majalan hanya sebagai “alat
pembius” bagi produsen untuk menarik perhatian konsumen.32
3. Karikatur
Karikatur adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah
kaprah. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik dan sebagainya berarti telah
menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial,
31
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h.44
32
Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 18
45
yang muncul disetiap penerbitan media massa political cartoon atau editorial
cartoon, yakni versi lain dari editorial atau tajuk rencana dalam versi gambar
humor.33
Menurut Sudarta, kartun adalah semua gambar humor, termaksud karikatur
itu sendiri sedangkan karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang,
biasanya orang terkenal, dengan mempercantiknya dengan penggambaran ciri khas
lahiriahnya untuk tujuan mengejek.34
Kartun Opini atau kartun editorial dalam media pers harus sejalan dengan
kebijakan media dan konteks di masyarakat. Redaksi menganggap penting kartun
opininya karena sebagai cermin kualitas media. Sudut pandang redaksi dan bagian
yang peka ada misi yang diemban, yaitu dalam jurnalistik, media, dan humor.
Alex sobur mengatakan bahwa sebagian kartun opini setidaknya adalah empat
hal teknis yang harus diingat. Pertama, harus informatif dan komunikatif; Kedua
harus situasional dengan pengungkapan yang hangat; Ketiga cukup memuat
kandungan humor; Keempat harus mempunyai gambar yang baik.35
Media memakai tanda-tanda visual berupa gambar yang dituangkan dalam
bentuk kartun. Sebuah gambar memiliki makna tertentu seperti halnya teks tulisan.
Terlebih gambar tersebut ditambah humor dengan bobot cerita yang menarik.
Jika dikaitkan dengan karikatur pada sampul Majalah Tempo dan Sindo dalam
penelitian ini. Maka yang dimaksud kartun disini adalah kartun opini atau kartun
33
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003), h. 138-139. 34
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003),,h. 138. 35
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003), h. 139.
46
editorial yang isi kartunnya biasanya mengangkat situasi politik, sosial, dan
sebagainya. Kartun dibuat dengan lelucon dan sarat dengan kritik tajam terhadap
prilaku serta kebijakan tokoh. Sifat kartun yang harus informatif, komunikatif,
situasional dengan mengungkapkan yang hangat, memuat humor dan memiliki
gambar yang baik, sehingga memberikan keuntungan dalam penyampaian kritik
dengan sasaran pembaca. Kartunis harus mampu menyampaikan pesan dengan sedikit
rangkaian kata kepada pembaca, agar kritik tersebut dapat dipahami pembaca dan
pesan dapat tersampaikan. Tugas kartunis adalah mengangkat masalah secara unik
agar pembaca dapat mengungkap sisi lain dalam memandang suatu masalah dengan
ciri khasnya tertentu. Namun, pembaca tentu dapat menafsirkan sendiri suatu masalah
yang diangkat dan tidak sesuai dengan pandangan kartunis.
3. Semiotika Charles Sanders Peirce
Menurut Charles Sanders Pierce semiotika adalah tidak lain daripada sebuah
nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi Pierce
semiotika adalah suatu cabang dari ilmu filsafat. Sedangkan menurut Ferdinand de
Saussure semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di
dalam masyarakat, menurutnya semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi
sosial. Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada
ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam.12
Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik, gagasannya bersifat
menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin
47
mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggambungkan kembali ke semua
komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara
keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu zat dan kemudian menyediakan
model teoritis untuk menunjukan bagaimana semuanya bertemu di dalam sebuah
struktur.36
Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama
tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle meaning.
a. Tanda
Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat diungkap oleh panca
indera manusia dan merupakan sesuau yang merujuk (merepresentasikan)
hal lain di luar tanda itu sendiri.acuan tanda ini disebut objek.
b. Acuan Tanda (Objek)
Adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu
yang dirujuk tanda.
c. Pengguna Tanda (Interpretant)
Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan
menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam
benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Yang dikupas teori segitiga, maka adalah persoalan makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.
36
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), h.97.
48
Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Peirce pada
gambar.37
Gambar 2.1
Hubungan tanda, objek, dan interpretan (Triangle of Meaning)38
Sign
Interpretant Object
Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri atas sign (tanda),
object (objek), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce, salahsatu bentuk tanda
adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara
interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang,
maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Yang dikupas
teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda
ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.39
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in
some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh
Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu
37
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263. 38
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263. 39
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.114-115
49
terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretan. Atas dasar
hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan
ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas
yang ada pada tanda; misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign
adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata
kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan
bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign norma yang dikandung oleh tanda,
misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak
boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks),
dan (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat
bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda
dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah
tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang besifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.
Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tandanya api. Tanda dapat pula mengacu
ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang
disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
50
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme,
dicent atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang
menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja
menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau
mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign
adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering tejadi
kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di
situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan
alasan tentang sesuatu.40
Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses
signifikasi. Meodel triadik Peirce (representamen + objek + interpretan = tanda)
memperlihatkan peran besar subjek dalam proses transformasi bahasa. Tanda dalam
pandangan Peirce selalu berada di dalam proses perubahan tanpa henti, yang disebut
proses semiosis tak terbatas (unlimited semiosis), yaitu proses penciptaan rangkaian
interpretan yang tanpa akhir.41
Pada tahap pertama, semiosis melibatkan hubungan antara tanda dengan
objek. Tahap ini untuk mengetahui bagaimana representasi sebuah objek melalui
tanda. Selanjutnya pada tahap kedua, terjadi hubungan antara tanda dengan
interpretan pada subjek. Representasi objek melalui tanda (dalam tahap satu)
kemudian menimbulkan pemaknaan atau pemahaman di benak subjek, sehingga
menimbulkan beberapa interpretasi. Dan terakhir, terjadi hubungan tanda dengan
40
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), h.41-42. 41
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, (Jalasutra: Yogyakarta, 2003), h.266.
51
pemahaman. Pada tahap ini, beberapa interpretasi yang dilakukan oleh subjek
ditampilkan sesuai dengan konteks, sehingga sebuah interpretasi kemudian muncul
sesuai dengan situasi maupun keadaan di mana tanda tersebut berada.42
Model triadik Peirce ini memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda,
yaitu representamen (sesuatu yang merepresentaikan sesuatu yang lain), objek
(sesuatu yang direpresentasikan) dan interpretan (interpretasi seseorang tentang
tanda). Model triadik ini diuraikan elemen-elemennya secara lebih detail sebagai
berikut.43
Tabel 2.2
Tiga Trikotomi Model Semiotik Peirce
Trikotomi Representamen Objek Interpretan
Kategori
Firstness Qualisign Ikon Rheme
Otonom atau berdiri - Proper sign - Kopi - Class name
Sendiri - Tanda - Tiruan - Proper
potensial - Keserupaan Name - Kepertamaan - Kesamaan - Masih
- Apa adanya Terisolasi - Kualitas Dari Konteks
Secondness Sinsign Indeks Dicent
Dihubungkan - Token - Penunjukan Tanda
dengan realitas - Pengalaman - Kausal eksistensi
- Prilaku aktual
- Perbandingan Thirdness Legisign Simbol Argument
Dihubungkan - Tipe - Konvensi Gabungan
dengan aturan, - Memori - Kesepakata dan dua
konvensi, ata kode - Sintesis N premis
- Mediasi
- Komunikasi
42 Indah Prastika, Analisis Semiotika Kritik Sosial Dalam Kartun Bung Sentil di Harian
Umum Media Indonesia Edisi “Disapu Banjir”, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, 2013, h18. 43
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, h.267.
52
Kategori-kategori dan pembedaan-pembedaan trikotomis yang dibuat oleh
Peirce mengenai tanda mau tidak mau merupakan pintu masuk yang terelakan bagi
hampir setiap teori tanda yang muncul lebih kemudian dan menjadi sumber bagi
salahsatu tradisi utama didalam semiotika. Peirce mengembangkan seluruh
klasifikasinya itu berdasarkan tiga kategori universal berikut:
a. Kepertamaan (firstness) adalah mode berada (mode of being) sebagaimana
adanya, positif, dan tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Ia adalah kategori
dari perasaan yang tak-terefleksikan (unreflected feeling), semata-mata
potensial, bebas, dan langsung; kualitas yang tak-terbedakan (undifferentiated
quality) dan tak-tergantung.44
Dilihat dari sudut pandang representamen, Peirce membedakan tanda-tanda
menjadi qualisign, sinsign dan legisign. Pembedaan ini berdasarkan hakikat tanda
itu sendiri, entah sebagai sekedar kualitas, sebagai suatu eksistensi aktual, atau
sebagai kaidah umum. Pertama, qualisign, tanda yang berkaitan dengan kualitas,
walaupun pada dasarnya tanda tersebut belum dapat menjadi tanda sebelum
memwujud (embodied). Tanda ini biasanya berdisi sendiri dalam artian belum
dikaitkan dengan tanda lainnya. Contohnya hawa panas yang kita rasakan saat
berada di dalam ruangan ketika siang hari bolong, merupakan qualisign sejauh ia
hanya “terasa”, tidak atau belum direpresentasikan dengan apa pun. Kedua,
sinsign, adalah suatu hal yang ada secara aktual yang berupa tanda tunggal. Ia
hanya dapat menjadi tanda melalui kualitas-kualitasnya sehingga melibatkan
sebuah atau beberapa qualisign. Sinsign pada umumnya merupakan perwujudan
44
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77.
53
dari qualisign. Hawa panas yang dirasakan tadi apabila dikatakan dengan kata
“panas”, maka kata tersebut adalah sinsign. Sambil mengucapkan kata “panas”,
secara spontan, tangan kita mungkin mengibaskan tangan untuk
merepresentaikan hawa panas yang kita rasakan. Maka gerakan tangan itulah
yang kemudian menjadi sinsign. Ketiga, legisign adalah suatu hukum atau kaidah
yang merupakan tanda. Setiap tanda konvensional kebahasaan adalah legisign.
Misalnya ungkapan „suatu hari yang cerah‟ adalah legisign karena hanya
dapat tersusun berkat adanya tatabahasa, khususnya kaidah stuktur frase, di
dalam bahasa Indonesia yang mengharuskan kata benda (nomina) diletakkan
mendahului kata sifat (adjekif) (N=Adj).45
b. Kekeduaan (secondness) mencakup relasi pertama dengan yang kedua. Ia
merupakan kategori perbandingan (comparison), faktisitas (facticity),
tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan waktu.46
Dipandang dari
sisi hubungan representamen dengan objeknya, yakni hubungan
“menggantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan
oleh Peirce menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Pertama
ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula
dikatakan, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa
yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon Sultan. Peta
Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam
45
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77-78. 46
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77.
54
peta tersebut. Cap jempol Sultan adalah ikon dari ibu jari Sultan. Kedua
indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa
yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya asap dan
api, asap menunjukan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda
indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah
indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu. Ketiga,
simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian
yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah
mengerti apa yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila
bagi Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna.
Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang eskimo,
misalnya Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung biasa.47
c. Keketigaan (thirdness) menghantar yang kedua kedalam hubungannya dengan
yang ketiga. Ia adalah kategori mediasi, kebiasaan (habit), ingatan,
kontinuitas, sintesis, komunikasi (semiosis), representasi, dan tanda-tanda.48
Pembagian terakhir yakni menurut hakikat interpretannya, Pierce
membedakan tanda-tanda mejadi rema (rheme), tanda disen (dicent sign atau
dicisign), dan argumen (argument). Pertama, rema adalah suatu tanda
kemungkinan kualitatif, yakni tanda apa pun yang tidak betul dan tidak salah.
Sebuah huruf atau fonem yang berdiri sendiri adalah rema, bahkan nyaris
semua kata tunggal dari kelas kata apa pun, entah kata kerja, kata benda, kata
47
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h.16-17. 48
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.76-77.
55
sifat, dan lain sebagainya adalah rema pula, kecuali kata ya dan tidak atau
benar atau salah. Tanda berupa rema biasanya memunculkan beragam pilihan
makna, misalnya seseorang bermata merah bisa menandakan dia sakit mata,
baru bangun tidur, atau akibat menangis. Kedua, tanda disen atau dicisign
adalah tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual (a sign of fact), yang
biasanya berupa ungkapan yang dapat dipercaya, disangkal, atau dibuktikan
kebenarannya. Jadi tanda ini telah berupa pernyataan atau sesuatu sudah nyata
maknanya. Misalnya seperti pernyataan “Tom adalah seekor kucing”. Dari
pernyataan tersebut mungkin saja salah, namun juga bisa benar jika dikaitkan
dengan sebuah film kartun anak-anak. Ketiga, argumen adalah tanda hukum
atau kaidah yang didasari oleh prinsip yang mengarah kepada kesimpulan
tertentun yang cenderung benar. Apabila tanda disen cuma menegaskan
eksistensi sebuah objek, maka argumen mampu membuktikan kebenarannya.
Contoh yang paling jelas dari sebuah argumen bisa dibaca pada silogisme:
Semua kucing bermusuhan dengan tikus. Tom adalah seekor kucing.
Maka, Tom kucing bermusuhan dengan Jerry tikus.49
D. Ideologi Media
Secara umum dapat dikatakan bahwa ideologi memiliki dua pengertian yang
berbeda. Pengertian dalam tataran positif menyatakan bahwa ideologi dipersepsikan
sebagai realitas pandangan dunia (world view, welltanschaung) yang menyatakan
nilai sistem kelompok atau komunitas sosial tertentu untuk melegitimasikan
49
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.81.
56
kepentingannya. Sementara pengertian dalam tataran negatif menyatakan bahwa
ideologi dipersepsikan sebagai realitas kesadaran palsu. Dalam arti bahwa ideologi
merupakan sarana manipulatif dan deceptive pemahaman manusia terhadap realitas
sosial.50
Ada sejumlah definisi terkait ideologi. Raymond Williams menemukan tiga
penggunaan utama. Pertama, suatu sistem keyakinan yang menandai kelompok atau
kelas tertentu.Kedua, ideologi merupakan suatu sistem keyakinan ilusioner-gagasan
palsu- yang bisa dikontraskan dengan pengetahuan sejati atau pengetahuan ilmiah.
Ketiga, ideologi seringkali digunakan untuk sebuah proses umum produksi makan
dan gagasan.51
Ideologi merupakan sarana yang digunakan untuk ide-ide kelas yang berkuasa
sehingga bisa diterima oleh keseluruhan masyarakat sebagai sesuatu yang alami dan
wajar.52
Menurut Antonio Gramsci, mengenai hegemoni media masa adalah alat yang
digunakan elit berkuasa untuk “melestarikan kekuasaan, kekayaan, dan status mereka
(dengan mempopulerkan) falsafah, kebudayaan dan moralitas mereka sendiri.53
Di
satu pihak media masa merupakan sebuah medium penyampai informasi dan di pihak
lain media masa dapat pula dijadikan sebagai alat penyebar luasan ideologi golongan
tertentu. Oleh karena itu, media massa seringkali memiliki kepentingan tertentu.
50
Karl Manheim, Ideologi and Utopia An introduction to the sociologi of knowledge,(London, Rouledge, 1979),h. 24. 51
Raymond William dalam Haroni Kerelawanan dalam Televisi Indonesia. Jakarta:FISIP UI, 2009. 52
John Fiske, Cultural and Communication Stidiest, Sebuah Pengantar paling Komprehensif,
Jalan Sutera,h. 239. 53
James Lull, Media Komunikasi Kebudayaan: Suatu Pendekatan, Jakarta, Global, 1998,h.34
57
Kekuatan yang bermain di dalam dan di luar media diyakini memiliki
pengaruh terhadap proses komunikasi yang dilakukan media masa tersebut. Dalam
beberapa kasus, pemberitaan media melibatkan dominasi kelompok-kelompok
dominan. Sebagai medium penyampaian pesan, media memang tidak bisa bersifat
netral.Begitu pula pesan-pesan yang terkandung di dalamnya juga tidak bisa
dikatakan bebas nilai karena pesan-pesan tersebut mengandung makna-makna
tertentu dan seringkali mengandung pesan yang sarat dengan muatan ideologis.
Teori-teori klasik ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun
oleh kelompok yang dominan dengan tujauan untuk memproduksi dan melegitimasi
dominasi mereka.54
Pengaruh media masa yang begitu besar terhadap masyarakat
membuat media masa dijadikan alat oleh kelompok-kelompok tertentu dalam
mengomunikasikan ideologi-ideologi demi kepentingan mereka.
Shoemaker dan Reese melihat ideologi sebagai salah satu faktor yang dapat
memengaruhi isi media.Ideologi diartikan sebagai suatu mekanisme simbolok yang
berperan sebagai kekuatan pengikat dalam masyarakat.Tingkat ideologi menekankan
pada kepentingan siapakah seluruh rutinitas dan organisasi media itu bekerja.55
Hal ini tidak lepas dari unsur nilai, kepentingan dan kekuatan atau kekuasaan
apa yang ada dalam media tersebut. Kekuasaan tersebut berusaha dijalankan dan
disebarkan melalui media sehingga media tidak lagi bersifat netral. Media bukanlah
54
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis teks Media,h. 13. 55
Shoemacker dan Roses dalam Ulul Azmi, “Konstruksi Realitas Islam Di Media Massa: Analisis framing; Konflik Palestina Israel Di Harian Kompas Dan Republika,” (skripsi S 1 Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta,2008).
58
ranah netral dimana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok
akan mendapat perlakuan yang sama dan seimbang.56
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa media seringkali dijadikan alat oleh
kelompok pemegang kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat. Nilai yang dianggap
penting bagi pemegang kekuasaan disebarkan melalui media, sehingga isi media
mencerminkan apa yang diinginkan oleh pemilik kekuasaan tersebut.
Ideologi bekerja melalui bahasa dan bahasa adalah medium tindakan sosial.57
Dalam media massa, aspek-aspek ideologi dapat dilihat dari bagaiman mereka
menyampaikan pesan kepada khalayaknya. Dalam hal ini pesan-pesan disampaikan
melalui simbol-simbol baik verbal maupun non verbal. Simbol-simbol itu dapat
mewakili ide, perasaan, pikiran serta ideologi.Ideologi secara verbal dapat diamati
dengan melihat pilihan bahasa dan struktur bahasa yang dipakai.
Ketika masyarakat digiring oleh pemahaman tentang sesuatu, maka
sesungguhnya itu adalah sebuah ideologi yang ditentukan oleh berbagai pengaruh
yang seringkali sangat halus. Media sangat penting karena mereka langsung
menampilkan sebuah cara untuk memandang realita. Meskipun media
menggambarkan ideologi secara eksplisit dan langsung, suara-suara menentang akan
selalu ada sebagai bagian dari perjuangan dialektis antara kelompok-kelompok
masyarakat.
56
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana,h. 55. 57
John b Thompson, Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia,
(Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005),h. 19.
59
Media tetap saja didominasi oleh ideologi penguasa dan oleh sebab itu mereka
menghadapi suara-suara yang menentang dari dalam kerangka ideologi yang
dominan, yang memberikan pengaruh pada pendefinisian kelompok-kelompok
sebagai “batas”. Ironi dari mediaadalah bahwa mereka menampilkan ilusi
keberimbangan dan obyektivitas. Sementara dalam kenyataannya mereka merupkan
instrumen yang jelas dari tatanan yang dominan.
Tak dapat dipungkiri bahwa setiap media pasti mempunyai ideologi atau bisa
disebut doktrin-doktrin tertentu yang dipegang erat dalam menjalankan tugasnya. Hal
ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada disekitarnya. Masing-masing
media dengan ideologi institusinya mampu mengemas suatu peristiwa menjadi
realitas baru untuk dikonsumsi khalayak pembacanya.
4
dipercaya dalam melayani, mengatur, dan memfasiltasi masyarakat (ummat)
dalam segala urusan kenegaraan.3
Di akhir 2016 hingga awal 2017, berbagai isu Pilkada bermunculan, mulai
dari persiapan partai politik untuk mengusung calon pasangan, adanya dua
skenario pilkada yaitu melalui jalur independen dan partai politik, hingga siapa di
balik pencalonan pasangan untuk menuju DKI 1.
Masa pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk
mengikuti Pilkada 2017 telah ditutup pada Jumat, 23 September 2016. Di luar
ekspektasi publik, ternyata terdapat tiga pasang cagub dan wagub yang mendaftar
ke kantor KPU DKI. Mereka terdiri dari pasangan Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat (Djarot), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus)
dan Sylviana Murni, serta Anies Rasyid Baswedan (Anies) dan Sandiaga
Salahudin Uno. Ketiganya terdiri dari beragam latar belakang mulai dari petahana,
militer, pengusaha hingga mantan menteri Republik Indonesia.
Peneliti melihat ada kepentingan partai politik pada pencalonan gubernur
dan wakil gubernur DKI Jakarta 2017. Salah satunya PDI Perjuangan yang resmi
mengusung Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat sebagai pasangan
calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dalam pilkada serentak 2017.
Keputusan dukungan ini diberikan lantaran PDIP masih melihat tingginya tingkat
popularitas dan elektabilitas Ahok, meskipun partai berlambang moncong putih
itu bisa mengusung kader sendiri. Kedua, bagi PDIP menguasai DKI adalah
langkah strategis maha penting untuk menjadi magnet penguasaan pemilu yang
3Moh Mufid, Politik dalam Persepektif Islam,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), h. 33.
5
lebih besar. Terlebih PDIP sudah mendapatkan kader sebagai kepala daerah di
sejumlah daerah, seperti Ganjar Pranowo sebagai gubernur Jawa Tengah dan Tri
Rismaharini sebagai walikota Surabaya.
Oleh karena permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah terkait
dengan tanda-tanda dalam foto, maka untuk menjawab permasalahan tersebut
digunakan pendekatan yakni semiotika Charles Sanders Peirce. Peneliti akan
meneliti makna representasi calon gubernur pada Pilkada DKI Jakarta yang
muncul dari ilustrasi sampul majalah Tempo tahun 2016-2017 yang bertema
Pilkada DKI Jakarta melalui pendekatan semiotika. Peneliti menganalisa bahwa
ada perbedaan-perbedaan dari tujuh edisi yang menampilkan sosok ketiga calon
Gubernur DKI Jakarta menjadi ilustrasi sampul. Seperti perbedaan ekspresi atau
gesture yang ditampilkan, dan tanda-tanda lainnya, sehingga menimbulkan
representasi makna yang berbeda-beda pula.
Dari uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik meneliti dengan judul
Representasi Calon Gubernur DKI Jakarta Pada Ilustrasi Sampul Majalah
Tempo Tahun 2016-2017.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat Majalah Tempo adalah majalah mingguan, maka untuk
membatasi pembahasan dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti analisis
semiotika pada ilustrasi sampul majalah Tempo tahun 2016-2017 yang bertema
pilkada DKI Jakarta.
6
2. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas masalah yang akan diteliti oleh peneliti, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana representasi calon gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi
sampul majalah Tempo tahun 2016-2017 ?
b. Apa saja makna representasi calon gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi
tujuh edisi sampul majalah Tempo tahun 2016?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah memberi pengetahuan mengenai
representasi calon gubernur DKI Jakarta dalam ilustrasi sampul Majalah Tempo
dan untuk mengatasi salah membaca pesan dari sebuah ilustrasi sampul majalah.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam perkembangan kajian media massa melalui majalah, khususnya ilustrasi
sampul majalah untuk Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi
penelitian serupa di masa mendatang. Selain itu juga memberi masukan akademis
bagi para tim produksi majalah.
7
D. Kerangka teori
1.Teori Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).4
Semiotika adalah ilmu tanda-tanda. Studi tentang tanda dan gejala yang
berhubungan dengannya. Ilmu semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
mempunyai arti.
Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk ha;-hal yang
tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda
sifatnya amat kontekstual dan bertanggung pada pengguna tanda tersebut.
Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi
sosial dimana pengguna tanda tersebut berada.5
Di antara sekian banyak pakar tentang semiotika, Charles Sanders Pierce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang dapat dianggap sebagai
pemuka-pemuka semiotika modern. Kedua tokoh inilah yang memunculkan dua
aliran utama semiotika modern, yang satu menggunakan konsep Pierce dan yang
satu menggunakan konsep Saussure. Ketidaksamaan itu mungkin terutama 4 Alex Sobur, Semiotika Visual, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), h.15
5 Rahmat Krisyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007), h.261-262
8
disebabkan oleh perbedaan yang mendasar, yaitu Pierce adalah ahli filsafat dan
ahli logika, sedangkan Saussure adalah cikal-bakal linguistik umum. Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak saling
mengenal satu sama lain. Pemahaman atas dua gagasan ini merupakan syarat
mutlak bagi mereka yang ingin memperoleh pengetahuan dasar tentang semiotika.
Menurut Charlers Sanders Pierce semiotika adalah tidak lain daripada
sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi
Pierce semiotika adalah suatu cabang dari ilmu filsafat. Sedangkan menurut
Ferdinand de Saussure semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan
tanda-tanda di dalam masyarakat, menurutnya semiologi adalah bagian dari
disiplin ilmu psikologi sosial. Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat
digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya
perbedaan pengertian yang terlalu tajam.6
Semiotika Charles Sanders Pierce
Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen
utama tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle
meaning.7 Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdri atas sign
(tanda), object (objek), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce, salahsatu
bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.
Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang
objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi
6Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, (Yogyakarta: Jalasutra,
2011), h.3 7 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 2, h.263.
9
dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili
tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana
makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu
berkomunikasi.8
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something
in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,
oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen)
selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretan.
Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang
dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda; misalnya kata-kata kasar, keras,
lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang
ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air
sungai keruhyang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign norma
yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan
hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index
(indeks), dan (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan
penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon
adalah hubungan antara tanda dna objek atau acuan yang bersifat kemiripan;
misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan
alamiah antara tanda dan petanda yang besifat kausal atau hubungan sebab akibat,
8 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), h.114-115
10
atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas
adalah asap sebagai tandanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum
melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang disebut
simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme,
dicent atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan
orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya
dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit
mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign
atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering
tejadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan
bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung
memberikan alasan tentang sesuatu.9
2. Sampul sebagai Representasi Isu
Representasi
Aktivitas membentuk ilmu pengetahuan yang dimungkinkan kapasitas
otak untuk dilakukan oleh semua manusia disebut representasi. Representasi dapat
didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-
lain) untuk menghubungkan, menggabarkan, memotret, atau mereproduksi
9 Alex Sobur, Semiotika Visual, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), h.41-42
11
sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik
tertentu. Dengan kata lain, proses menaruh X dan Y secara berbarengan itu
sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari
pembuat bentuk, konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan
pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam
sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari pelbagai tujuan utama semiotika
adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut. Charles Pierce menyebut bentuk
fisik aktual dari representasi, X, sebagai representamen (secara literal berarti “
yang merepresentasikan”); Pierce mengistilahkan Y yang dirujuknya sebagai
objek representasi; dan menyebut makna atau makna-makna yang dapat diekstrasi
dari representasi (X=Y) sebagai interpretan. Keseluruhan proses menentukan
makna representamen, tentu saja, disebut interpretasi.10
Dalam politik, repersentasi berarti bebrapa orang yang dipiih oleh rakyat
dan berpihak kepada masyarakat secara keseluruhan sebagai ‘perwakilan’
mereka dalam kongkres atau parlemen. Hal yang sama berlaku dalam bahasa,
media, dan komunikasi, representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita,
dsb yang ‘mewakili’ ide, emosi, yang sudah ada dan dipahami secara kultural,
dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem
tekstual secara timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita
tahu dan mempelajari realitas.
10
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2012) h.20-21
12
Representasi merupakan bentuk konkret (penanda) yang berasal dari
konsep abstrak. Beberapa di antaranya dankal atau tidak kontroverial, sebagai
contoh, bagaimana hujan direpresentasikan dalam film, karena hujan yang
sebenarnya sulit ditangkap oleh mata kamera dan susah diproduksi. Akan tetapi
beberapa representasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
budaya dan politik, sebagai contoh: gender, bangsa, usia, kelas, dst. Karena
representasi tidak terhindarkan untuk terlibat dalam proses seleksi sehingga
beberapa tanda tertentu lebih istimewa daripada yang lain, inin terkait dengan
bagaimana konsep tersebut direpresentasikan dalam media berita, film, bahkan
dalam percakapan sehari-hari. Faktanya, Dyer (1993:1) mengkalim bagaimana ‘
kita terlihat menemukan sebagian bagaimana kita diperlakukan; bagaimana kita
memperlakukan orang lain didasarkan bagaimana kita melihat mereka (dan)
penglihatan semacam itu datang dari representasi’. Hal itu seharusnya hadir
bukan sebagai hal yang mengejutkan, kemudian mengenai bagaimana cara
representasi diatur melalui pelbagai macam media, genre, dan dalam pelbagai
macam wacana memelukan perhatian yang menyeluruh.11
Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek
tersebut ditampilkan? Ketika ada kecelakaan, peristiwa pemboman di depan
kedubes, bagaimana peristiwa ini ditampilkan? Menurut John Fiske, saat
menampilkan objek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang paling tidak
tidak ada tiga proses yang dihadapi oleh wartawan. Pada level pertama, adalah
peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Bagaimana peristiwa itu
11
, John Hartley, Communication, Culturalm & Media Studies: Konsep Kunci, (Yogyakarta :
Jalasutra, 2010), h265-266
13
dikontruksi sebagai realitas oleh wartawan/media. Dalam bahasa gambar
(terutama televisi) ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian,
lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Di sini, realitas selalu siap ditandakan, ketika
kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas.
Misalnya, pengemboman kita anggap sebagai realitas ditandakan dengan adanya
suara bom, transkrip wawancara dengan orang yang mengetahuinya/saksi mata,
pernyataan pers atau dari pihak kepolisian mengenai terjadinya peristiwa tersebut,
pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan
berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Di sini kita menggunakan
perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat teknis itu adalah kata, kalimat
atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Dalam bahasa gambar/televisi, alat itu
berupa kamera, pencahayaan, editing, atau musik. Pemakaian kata-kata, kalimat,
atau proposisi tertentu, misalnya, membawa makna tertentu ketika diterima oleh
khalayak. Peristiwa pengeboman Kedubes Filipina terebut ditandakan kembali
dengan kata-kata, kalimat, atau proposisi tertentu. Pada level ketiga, bagaimana
peistiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara
ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke
dalam koherensi sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada
dalam masyarakat (patriaki, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya). Menurut
Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan
menggnakan ideologi tersebut. Misalnya, ada peristiwa pemerkosaan, bagaimana
peristiwa tersebut digambarkan? Dalam ideologi yang dipenuhi ideologi
patriarkial, kode representasi yang muncul itu, misalnya, digambarkan dengan
14
tanda posisi laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Atau dalam peristiwa
demonstrasi, ideologi kelas sosial yang menyatakan demonstrasi itu diakibatkan
oleh kelas bawah kita akan mendapati kode representasional berupa kata atau
kalimat tertentu yang menggambarkan pihak buruh sebagai pihak yang salah. Di
sini, kepercayaan sosial itu sering kali diterima sebagai common sense, yang
diterima tanpa banyak dipertanyakan. Bagaimana ideologi tersebut meresap ke
dalam praktik kerja watawan tanpa ia menyadarinya.
Tabel 1
Realitas, Representasi, dan Ideologi
PERTAMA REALITAS
Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkrip,
dan sebagainya. Sedangkan dalam televisi seperti pakaian,
makeup, prilaki, gerak-gerik, ucapan, ekspresi, suara.
KEDUA REPRESENTASI
Elemen-elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa
tulis seperti kata, proposisi, kalimay, foto, caption, grafik dan
sebagainya. Sedangkan dalam televisi seperti kamera, tata
cahaya, edisiting, musik, dan sebagainya.
Elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode
representasional yang memasukan di antaranya bagaimana
objek digambarkan: karakter, narasi, setting, dialog, dan
sebagainya.
KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode-
kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme,
patriakial, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dan
sebagainya.12
12
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (YogyakartaL: LkiS, 2012), h.114-
116
15
3. Sampul pada Majalah
Salah satu ciri khas dari majalah berita adalah desain sampulnya atau
halaman 1. Berbeda dengan koran siswa, yang biasanya menampilkan tiga atau
lebih berita di halaman 1, majalah berita menampilkan satu berita utama atau satu
fokus utama. Ukuran publikasi, yang biasanya berukuran tabloid atau 8.5 x 11
inci, menyebabkan fokus harus seperti itu, sebab jika dimuati tiga atau empat
berita, maka halaman itu akan tampak penuh dan padat. Sampulnya mungkin
berupa foto atau gambar lainnya. Sampul juga sering dilengkapi dengan teaser
headline tentang berita lain yang ada di dalam publikasi. Sering kali berita sampul
(cover story) diletakkan di halaman tengah atau dalam beberapa halaman liputan
khusus yang tidak berada di halaman awal. Pengenalan dan pengembangan berita
sampul dan fokus berita sebagai feature berita adalah dua ciri terpenting yang
membedakan majalah berita dengan media berita lainnya.
Informasi berita yang dipajang d sampul harus menarik bagi banyak
pembaca. Fokus berita ini harus dilaporkan dan disajikan dengan amat cermat dan
ditulis serta disunting dengan baik. Ia harus memuat narasumber orisinal yang
layak berita. Sampul majalah Krikwood Call menginformasikan berita 23 halaman
tentang desegregasi, tindakan afirmatif, rasisme, dan minoritas yang sukses. Tidak
semua berita sampul harus serius dan mendalam. Akan tetapi, berita utama
sebaiknya memberikan berita akademis yang signifikan, seperti dampak anggaran
sekolah atau perubahan dalam jadwal, atau topik tentang sekolah yang menarik
bagi siswa, seperti fitnes atau diet. Berita aktivitas sekolah tradisional, seperti
16
acara penyambutan siswa baru atau drama sekolah, dapat ditampilkan disampul,
tetapi berita semacam ini harus disajikan dengan sudut pandang yang segar.
Dengan hanya judul majalah dan headline teaser disampulnya, desainer
bisa menata banyak ruang kosong di sampul itu secara lebih kreatif. Desainer bisa
menggunakan foto atau karya seni dengan satu headline, atau kombinasi
lainnya.pastikan smua unsur yang ada di sampul adalah bagus dan menarik.
Bagaimanapun, sampul memberi kesan pertama bagi pembaca.
Foto atau gambar lainnya harus sangat menarik bagi siswa. Gambar harus
disunting untuk menghasilkan dampak maksimal bagi pembaca dan tidak
mengandung kelemahan dalam hal ketajaman dan kontrasnya. Jika menggunakan
karya seni, ia harus direproduksi dengan kualitas yang tinggi. Entah menggunakan
foto atau karya seni, perlunya headline teaser dan teller. Sebuah foto orang yang
beraksi juga membutuhkan caption, yang bisa dimuat di halaman 1 atau di dalam
halaman sampul. Berita berawal di sampul dapat diteruskan di tengah halaman
dalam atau bagian lain dari majalah itu.
Banyak majalah berita membagi ruang sampul menjadi ruang foto atau
headline teaser atau rujukan (yang menunjukan isi di dalam majalah). Headline
ringkas ini harus menarik dan mengesankan atau mengejutkan, sehingga memicu
pembaca untuk melongok ke isi beritanya. Karya seni, foto-foto kecil dan grafik
dapat dipakai bersama dengan headline untuk menambah daya tarik.
Nama majalah dan informasi penting lainnya nama sekolah, kota, tanggal
terbit, dan nomor edisi harus ditampilkan di sampul, biasanya di bagian atas
sampul. Jenis huruf dan desain huruf harus mudah dibaca, tampak profesional,
17
segar, dan sesuai dengan isi berita. Folio bagian dalam dan elemen desain lainnya
dapat didesain dengan gaya yang sama dan dengan tipe huruf yang sama, seperti
yang dipakai di nama majalah.13
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah mengadakan tinjauan
pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti
belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini. Ada
beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa, namun berbeda dengan yang
peneliti teliti, di antaranya:
Perbandingan Makna Korupsi Pada Ilustrasi Sampul Antara Majalah
Gatra Dan Tempo Tahun 2013 karya Athifa Rahmah, Analisis Semiotika Foto
Berita Headline Koran Tempo karya Angga Rizal Nurhuda.
Dengan begitu, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa belum ada
mahasiswa/i yang meneliti tentang Representasi Calon Gubernur DKI Jakarta
Pada Ilustrasi Sampul Majalah Tempo Tahun 2016-2017 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
13
Tom E. Rolnicki, C. Dow Tate, Sherri A. Taylor, Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic
Journalism) (Jakarta: Kencana, 2008), h. 301-302
18
F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma penelitian
konstruktivis yang bersifat subjectivist. Data yang didapat adalah sesuatu yang
menjadi perasaan dan keinginan pihak yang diteliti untuk menyatakannya dengan
penafsiran atau konstruksi makna.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan lebih mendalam
melalui pengumpulan data. Penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif
memiliki relasi dengan analisis data visual dan data verbal yang merefleksikan
pengalaman sehari-hari.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
semiotika yang bersifat kualitatif deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi
secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
atau objek tertentu.14
Analisis semiotika memberi penekanan pada pencarian
makna melalui relasi-relasi tanda yang ada dalam teks itu sendiri (bukan relasi
teks dengan pengarangnya, pembacanya atau konteksnya).15
Pendekatan teori
semiotika yang peneliti lakukan memakai pendekatan teori semiotik Charles
Sanders Peirce.
14
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana 2006) Cet-2, h. 69. 15
M, Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 63.
19
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Majalah Tempo. Sedangkan objek pada
penelitian ini adalah ilustrasi dari sampul Majalah Tempo tahun 2016-2017 yang
bertema Pilkada DKI Jakarta. Berdasarkan pengamatan peneliti, berikut adalah
judul pada ilustrasi sampul Majalah Tempo yang akan diteliti:
a. LAWAN BANG! (Edisi 19-25 September 2016)
b. MULAI! (Edisi 26 September-2 Oktober 2016)
c. KUDA-KUDA MENJELANG LAGA (Edisi 17-23 Oktober 2016)
d. PERANG DIGITAL PILKADA JAKARTA (28 November-4 Desember 2016)
e. SIASAT DI BALIK DEBAT (Edisi 16-22 Januari 2017)
f. MANUVER TERAKHIR (Edisi 13-19 Februari 2017)
g. AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG (Edisi 23-26 Februari 2017)
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
metode mengamati tujuh edisi majalah dan membandingkan secara menyeluruh
dari tujuh sampul Majalah Tempo.
a. Observasi
Observasi adalah metode pertama yang digunakan dalam penelitian ini,
dengan melakukan pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena
yang diselidiki. Observasi pada penelitian ini diartikan sebagai mengamati subjek
(Majalah Tempo) dan objek (ilustrasi sampul Majalah Tempo tahun 2016-2017
yang menyajikan ilustrasi calon Gubernur DKI Jakarta) secara langsung. Pada
penelitian ini, peneliti hanya menggunakan analisis dokumen sebagai instrumen
20
observasi. Analisis dokumen hanya mengamati dokumen sebagai sumber
informasi dan menginterpretasikannya ke dalam hasil penelitian. Dokumen yang
digunakan adalah Majalah Tempo tahun 2016-2017 yang menyajikan sosok ketiga
calon gubernur DKI Jakarta.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah penelitian yang mengumpulkan, membaca, dan
mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang
terdapat di perpustakaan, internet, atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis
dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data menggunakan semiotika model Charles Sanders
Pierce yang membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).
Ikon adalah tanda yng hubungan antara penanda dan petandanya bersifat
bersmaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara
tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Indeks adalah tanda yang
menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang mengacu pada kenyataan.
Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya.16
16
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 4, h. 41-42.
21
Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen
utama tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle
meaning.17
G. Sistematika Penulisan
BAB I:PENDAHULUAN
Latar belakang masalah, Pembatasan dan Rumusan masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Tinjauan Pustaka, Metodologi
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II:TINJAUAN TEORITIS
Peran Sampul pada Majalah, Ideologi Media, dan Semiotika Charles
Sanders Pierce.
BAB III:REALITAS OBJEKTIF DAN PROFIL MAJALAH TEMPO
Gambaran umum dan Sejarah Singkat Majalah Tempo, Perkembangan
Sirkulasi/Distribusi, Perkembangan Perusahaan Tempo, Visi dan Misi
Majalah Tempo, Realitas Objektif Representasi Calon Gubernur DKI
Jakarta pada Sampul Majalah Tempo.
BAB IV:TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Objek Semiotik dalam Sampul Majalah Tempo, Hasil Temuan dalam
Sampul Majalah Tempo, dan Interpretasi dalam Sampul Majalah Tempo
Edisi 19-25 September 2016, 26 September-2 Oktober 2016, 17-23
Oktober 2016, 28 November-4 Desember 2016, 16-22 Januari 2017, 13-19
Februari 2017, dan 23-26 Februari 2017.
BAB V:PENUTUP
Kesimpulan dan Saran.
17
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 2, h.263.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, April 2017
Angga Satria Perkasa
i
ABSTRAK
Angga Satria Perkasa
REPRESENTASI CALON GUBERNUR DKI JAKARTA PADA ILUSTRASI SAMPUL
MAJALAH TEMPO 2016-2017
Akhir 2016 hingga awal 2017, merupakan periode isu Pilkada Jakarta. Berbagai
permasalahan bermunculan terkait isu Pilkada Jakarta. Mulai dari persiapan partai politik untuk
mengusung calon pasangan, adanya dua skenario pilkada yaitu melalui jalur independen dan
partai politik, hingga siapa di balik pencalonan pasangan untuk menuju DKI 1. Dengan berbagai
permasalahan tersebut Calon Gubernur DKI Jakarta menjadi sorotan di berbagai media nasional
maupun internasional, tak terkecuali majalah mingguan Tempo yang kerap menampilkan ilustrasi
sampul majalah dengan nyentrik bahkan menyindir dengan khasnya. Seorang calon gubernur
layaknya terlihat gagah karena memiliki kekuasaan tertinggi di daerah, namun pada beberapa
sampul majalah Tempo sosok Calon Gubernur DKI Jakarta digambarkan tidak seperti seorang
calon pemimpin daerah seperti selayaknya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian menggunakan
kajian semiotika Charles Sanders Pierce. Pada hasil temuan, terdapat tujuh ilustrasi sampul
majalah yang menampilkan sosok Calon Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai macam tema
yang diangkat. Gambaran bagaimana representasi Calon Gubernur DKI Jakarta sebagai calon
pemimpin daerah dalam sampul dan isi pemberitaannya. Peneliti merumuskan pertanyaan yakni:
bagaimana representasi calon gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi sampul majalah Tempo tahun
2016-2017 ?
Melihat konteks penelitian, tinjauan teoritis yang digunakan adalah semiotika menurut
Charles Sanders Pierce, yaitu dengan teori segitiga maknanya atau triangle meaning. Peirce
melihat makna atas sign atau tanda (ikon, indeks, dan simbol), object, dan interpretant. Apabila
ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang
sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Ikon merupakan tanda yang dirancang untuk
merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan (artinya, sumber acuan dapat
dilihat, didengar, dan seterusnya dalam ikon). Indeks merupakan tanda yang dirancang untuk
mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan, sedangkan simbol
merupakan tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui kesepakatan atau
persetujuan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik yang
bersifat kualitatif model deskriptif. Data yang didapatkan adalah ilustrasi sampul majalah Tempo
selama akhir 2016 sampai awal 2017 yang menampilkan Calon Gubernur DKI Jakarta. Juga
ditambah dengan observasi buku dan dokumentasi.
Setelah melihat tujuh ilustrasi sampul majalah yang diteliti, maka kesimpulannya, Calon
Gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi sampul Majalah Tempo adalah sebagai calon pemimpin
yang berusaha keras demi mendapatkan hati warga Jakarta agar menang dalam Pilkada Jakarta.
Hal ini terlihat dari setiap edisi majalah Tempo yang menampilkan sosok Calon Gubernur DKI
Jakarta dengan berbagai macam perihal usaha keras sebagai calon gubernur.
Kata Kunci: Pilkada, Semiotika, Majalah Tempo, Sampul, dan Calon Gubernur DKI Jakarta.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarukatuh
Alhamdulilahirobbil’alamin, puja dan puji syukur peneliti panjatkan hanya
kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia yang begitu
banyak sehingga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan banyak pencerahan kepada umatnya, dari zaman penuh
ilmu seperti yang kita rasakan sekarang.
Alhamdulilah peneliti telah menyelesaikan skrispsi sebagai tugas akhir
pendidikan Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari
tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, penelitian skripsi
ini tidak akan selesai, untuk itu pada kesempatan kali ini peneliti ingin
menyampaikan kata terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan,
M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed Ph.D., M.A,
Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dra. Hj. Roudhonah, M.Ag.,
serta wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si serta Sekretaris
Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musrifah Nurlaily, MA yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membnatunya menyelsaikan kuliah.
iii
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si yang telah
menyediakan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing peneliti
sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Terima kasih atas bimbingan, ilmu,
dan pencerahan yang telah Bapak berikan selama mengerjakan skripsi.
4. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang namanya
tidak dapat penulis sebukan satu persatu. Terima kasih atas ilmu dan dedikasi
yang diberikan kepada peneliti.
5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis untuk mendapatkan
berbagai refrensi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Yang paling spesial teruntuk kedua orang tua peneliti, Ibunda Jumira, dan
Ayahanda Sutarno, S.Pd, serta Kakak Priyo Supriadi, S.IP dan Elly Febriani,
yang dengan penuh kasih sayang selalu memberikan dukungan dan semangat,
yang takhenti-hentinya memberikan doa yang tulus ikhlas dalam setiap waktu
sehingga akhirnya skripsi ini selesai.
7. Segenap teman terdekat peneliti, Grup Wisuda 100, M. ALief Mumtaz
Nadiby, Achmad Fauzi, Zaini Dahlan, Roni Kurniawan, Harry Riandayasa,
Reza Armanda, Farouq Audah, Parama Sumbada, Yusuf Yanuar, Yasir
Arafat, dan M. Badruzaman, terima kasih telah memberikan semangat dan
perhatian yang penuh terhadap peneliti, semoga kalian segera wisuda, aamiin.
iv
8. Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Journo Liberta yang telah memberikan ilmu
jurnalistik, serta keahlian di bidang jurnalistik, terima kasih telah memberi
ilmu, motivasi, dan dukungan, semoga LPM Journo Liberta selalu mendapat
keberkahan.
9. Orang paling dekat peneliti, Lilis Suryaningsih, yang selalu memberi
semangat dan kasih sayangnya sehingga skripsi ini selesai, terima kasih.
10. Teman-teman Jurnalistik A dan B angkatan 2012, terimakasih waktu yang
telah kita habiskan bersama, semoga bermanfaat dan sukses masing-masing.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung,
mendoakan dan meluangkan waktu untuk berbagi informasi dalam menyusun skripsi
ini, sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal.
Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi masih banyak kekurangan. Karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan sehingga
skripsi ini menjadi jalan penerang bagi peneliti dan bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
Ciputat, April 2017
Angga Satria Perkasa
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………… viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………………. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………... 6
D. Kerangka Teori……………………………………………………… 7
E. Tinjauan Pustaka……………………………………………………. 17
F. Metodelogi Penelitian………………………………………………. 18
G. Sistematika Penulisan………………………………………………. 21
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah………………………………… 22
1. Majalah………………………………………………………….. 22
2. Sampul Majalah…………………………………………………. 25
B. Sampul Sebagai Representasi Isu……………………………………. 30
C. Teori Semiotika……………………………………………………… 35
1. Semiotika………………………………………………………… 35
2. Semiotika Visual………………………………………………… 37
3. Semiotika Charles Sanders Peirce……………………………….. 46
D. Ideologi Media……………………………………………………….. 55
BAB III REALITAS OBJEKTIF DAN PROFIL MAJALAH TEMPO
A. Profil Majalah Tempo………………………………………………… 60
B. Representasi Calon Gubernur Jakarta Pada Ilustrasi Sampul Majalah
Tempo 2016-2017………………………………………………….. 66
vi
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Sampul Majalah Tempo……………………………………………. 70
B. Hasil Temuan dalam Sampul Majalah Tempo…………………………. 70
1. Sampul Majalah Tempo 1……………………………………… 71
2. Sampul Majalah Tempo 2……………………………………… 79
3. Sampul Majalah Tempo 3……………………………………… 86
4. Sampul Majalah Tempo 4……………………………………… 93
5. Sampul Majalah Tempo 5……………………………………… 100
6. Sampul Majalah Tempo 6……………………………………… 107
7. Sampul Majalah Tempo 7……………………………………… 114
C. Interpretasi Sampul Majalah Tempo……………………………….. 120
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………......... 128
B. Saran………………………………………………………………… 129
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 130
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ......................................................................................................................................... 14
Tabel 2.1...................................................................................................................................... 33
Tabel 2.2...................................................................................................................................... 51
Tabel 3 ......................................................................................................................................... 67
Tabel 4.1...................................................................................................................................... 73 Tabel 4.2...................................................................................................................................... 75 Tabel 4.3...................................................................................................................................... 77 Tabel 4.4...................................................................................................................................... 78 Tabel 4.5...................................................................................................................................... 81 Tabel 4.6...................................................................................................................................... 82 Tabel 4.7...................................................................................................................................... 84 Tabel 4.8...................................................................................................................................... 85 Tabel 4.9...................................................................................................................................... 88 Tabel 4.10 ................................................................................................................................... 90 Tabel 4.11 ................................................................................................................................... 92 Tabel 4.12 ................................................................................................................................... 92 Tabel 4.13 ................................................................................................................................... 95 Tabel 4.14 ................................................................................................................................... 97 Tabel 4.15 ................................................................................................................................... 98 Tabel 4.16 ................................................................................................................................... 99 Tabel 4.17 ................................................................................................................................... 102 Tabel 4.18 ................................................................................................................................... 104 Tabel 4.19 ................................................................................................................................... 106 Tabel 4.20 ................................................................................................................................... 106 Tabel 4.21 ................................................................................................................................... 109 Tabel 4.22 ................................................................................................................................... 111 Tabel 4.23 ................................................................................................................................... 113 Tabel 4.24 ................................................................................................................................... 113 Tabel 4.25 ................................................................................................................................... 116 Tabel 4.26 ................................................................................................................................... 117 Tabel 4.27 ................................................................................................................................... 119 Tabel 4.28 ................................................................................................................................... 119 Tabel 4.29 ................................................................................................................................... 122
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Sampul Majalah Tempo Edisi 19-25 September 2016…………. 71.
Gambar 4.2 Sampul Majalah Tempo Edisi 26 September-2Oktober 2016….. 79
Gambar 4.3 Sampul Majalah Tempo Edisi 19-23 Oktober 2016……………. 86
Gambar 4.4 Sampul Majalah Tempo Edisi 28 November-4 Desember 2016.. 93
Gambar 4.5 Sampul Majalah Tempo Edisi 16-22 Januari 2017…………….. 100
Gambar 4.6 Sampul Majalah Tempo Edisi 13-19 Februari 2017…………… 107
Gambar 4.7 Sampul Majalah Tempo Edisi 23-26 Februari 2017…………… 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyebaran informasi identik dengan teknologi komunikasi. Pembahasan
tentang teknologi komunikasi berkaitan dengan alat-alat yang digunakan untuk
menyebarkan informasi tersebut ke khalayak luas, dan alat-alat tersebut lah yang
kerap kita sebut sebagai media komunikasi massa.
Majalah adalah media komunikasi yang menyajikan informasi secara
dalam, tajam, dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama dibandingkan dengan
surat kabar dan tabloid, serta menampilkan gambar/foto yang lebih banyak.1
Majalah adalah sebuah media publikasi yang diterbitkan secara berkala.
Sebuah majalah berisi berbagai artikel, gambar, cerita pendek, opini, ilustrasi, dan
kanal lainnya. Karena lengkapnya informasi yang diberikan, majalah seringkali
dijadikan bahan rujukan oleh para pembaca. Majalah menjadi salah satu media
yang menyediakan nilai-nilai informasi sekaligus hiburan, yang juga memiliki
segmentasi secara khusus.
Meski tak seaktual surat kabar yang terbit setiap hari, majalah yang terbit
setiap minggu, dwi mingguan atau bahkan bulanan memiliki strategi dan gaya
penyajian tersendiri agar majalah tetap menarik untuk dibaca. Majalah berita
merupakan salah satu contoh dari majalah mingguan, yang memiliki segmentasi
1Indah Suryawati, Jurnalisik Suatu Pengantar Teori dan Praktik,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
h. 42.
2
masyarakat umum. Siapapun bisa membaca dan menikmati majalah berita karena
sifatnya yang mengikuti berita-berita umum yang aktual.
Ada banyak majalah berita yang dikenal di pasaran Indonesia, seperti
majalah Gatra, Tempo, dan Sindo. Di dalam sebuah majalah, terkandung banyak
elemen grafis seperti foto, tipografi, warna, ilustrasi, dan elemen lain. Dalam
sampul majalah, ilustrasi dan foto merupakan materi yang umum digunakan.
Ilustrasi dan foto pada sampul majalah harus mampu mewakili isi dari tema
tertentu yang diangkat pada edisi yang akan terbit atau sesuai dengan ideologi dari
majalah. Ilustrasi dan foto digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan
dari sebuah judul dengan cepat kepada para pembaca atau khalayak. Dalam
sampul majalah, tersimpan gambaran pesan yang tidak terbaca oleh setiap
pembaca, namun menjadi kesimpulan mengenai edisi yang sedang terbit.
Sampul majalah harus terlihat menarik agar masyarakat tertarik untuk
membeli dan membacanya. Sampul majalah menjadi salah satu faktor apakah
suatu majalah akan laku atau tidak di pasaran. Sebelum membeli, orang akan
melihat dan memperhatikan terlebih dahulu sampul majalahnya. Salah satu
majalah di Indonesia yang menggunakan pendekatan ilustrasi pada sampulnya
adalah Majalah Tempo. Selain itu Majalah Tempo merupakan salah satu majalah
berita terbesar di Indonesia dengan jumlah oplah 110.000 – 180.000 eksemplar
setiap terbit. Majalah Tempo merupakan majalah berita mingguan yang terbit
setiap seminggu sekali.
Majalah Tempo memiliki ciri khas dalam penyajian ilustrasi terutama saat
mengangkat laporan utama isu Pilkada di DKI Jakarta. Penyajian ilustrasi untuk
3
isu Pilkada pada sampul Majalah Tempo beberapa cukup menyindir elit politik
yang terlibat dalam isu ini.
Majalah Tempo dengan gaya dan khasnya yang tersendiri menggambarkan
ketiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anies
Rasyid Baswedan (Anies), dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) dengan
ilustrasi desain yang menarik. Seperti yang diilustrasikan pada sampul Majalah
Tempo edisi 17-23 Oktober 2016, ketiga calon gubernur DKI Jakarta
menggunakan pakaian koboi, lengkap dengan senjata di samping saku celana
mereka masing-masing. Hal ini menarik untuk dianalisis karena representasi
seorang calon pemimpin yang berbeda dari biasanya. Dalam suatu pengertian
pemimpin, Pemimpin adalah seorang pribadi yang meiliki superioritas tertentu,
sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain
melakukan usaha bersama guna mencapai satu sasaran tertentu. Jadi pemimpin itu
harus memiliki satu atau beberapa kelebihan, sehingga dia mendapat pengakuan
dan respek dari para pengikutnya, serta dipatuhi perintahnya.2
Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Ahok, Anies, dan Agus juga
digambarkan seperti sosok calon pemimpin yang penuh kecemasan dan berharap.
Ilustrasi ketiganya terdapat pada sampul Majalah Tempo edisi 26 September-2
Oktober 2016. Ketiganya digambarkan seperti calon pemimpin daerah yang tidak
memiliki kewibawaan dan kekuasaan. Padahal dalam Islam, pemimpin sama
halnya dengan imam, khilafah atau kepala daerah adalah seseorang yang
2Kartini Kartono, pemimpin dan kepeminpinan apakah kepemimpinan abnormal itu? (Jakarta:
Rajagrafindo Persada), h. 51.
4
dipercaya dalam melayani, mengatur, dan memfasiltasi masyarakat (ummat)
dalam segala urusan kenegaraan.3
Di akhir 2016 hingga awal 2017, berbagai isu Pilkada bermunculan, mulai
dari persiapan partai politik untuk mengusung calon pasangan, adanya dua
skenario pilkada yaitu melalui jalur independen dan partai politik, hingga siapa di
balik pencalonan pasangan untuk menuju DKI 1.
Masa pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk
mengikuti Pilkada 2017 telah ditutup pada Jumat, 23 September 2016. Di luar
ekspektasi publik, ternyata terdapat tiga pasang cagub dan wagub yang mendaftar
ke kantor KPU DKI. Mereka terdiri dari pasangan Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat (Djarot), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus)
dan Sylviana Murni, serta Anies Rasyid Baswedan (Anies) dan Sandiaga
Salahudin Uno. Ketiganya terdiri dari beragam latar belakang mulai dari petahana,
militer, pengusaha hingga mantan menteri Republik Indonesia.
Peneliti melihat ada kepentingan partai politik pada pencalonan gubernur
dan wakil gubernur DKI Jakarta 2017. Salah satunya PDI Perjuangan yang resmi
mengusung Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat sebagai pasangan
calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dalam pilkada serentak 2017.
Keputusan dukungan ini diberikan lantaran PDIP masih melihat tingginya tingkat
popularitas dan elektabilitas Ahok, meskipun partai berlambang moncong putih
itu bisa mengusung kader sendiri. Kedua, bagi PDIP menguasai DKI adalah
langkah strategis maha penting untuk menjadi magnet penguasaan pemilu yang
3Moh Mufid, Politik dalam Persepektif Islam,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), h. 33.
5
lebih besar. Terlebih PDIP sudah mendapatkan kader sebagai kepala daerah di
sejumlah daerah, seperti Ganjar Pranowo sebagai gubernur Jawa Tengah dan Tri
Rismaharini sebagai walikota Surabaya.
Oleh karena permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah terkait
dengan tanda-tanda dalam foto, maka untuk menjawab permasalahan tersebut
digunakan pendekatan yakni semiotika Charles Sanders Peirce. Peneliti akan
meneliti makna representasi calon gubernur pada Pilkada DKI Jakarta yang
muncul dari ilustrasi sampul majalah Tempo tahun 2016-2017 yang bertema
Pilkada DKI Jakarta melalui pendekatan semiotika. Peneliti menganalisa bahwa
ada perbedaan-perbedaan dari tujuh edisi yang menampilkan sosok ketiga calon
Gubernur DKI Jakarta menjadi ilustrasi sampul. Seperti perbedaan ekspresi atau
gesture yang ditampilkan, dan tanda-tanda lainnya, sehingga menimbulkan
representasi makna yang berbeda-beda pula.
Dari uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik meneliti dengan judul
Representasi Calon Gubernur DKI Jakarta Pada Ilustrasi Sampul Majalah
Tempo Tahun 2016-2017.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat Majalah Tempo adalah majalah mingguan, maka untuk
membatasi pembahasan dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti analisis
semiotika pada ilustrasi sampul majalah Tempo tahun 2016-2017 yang bertema
pilkada DKI Jakarta.
6
2. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas masalah yang akan diteliti oleh peneliti, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana representasi calon gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi
sampul majalah Tempo tahun 2016-2017 ?
b. Apa saja makna representasi calon gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi
tujuh edisi sampul majalah Tempo tahun 2016?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah memberi pengetahuan mengenai
representasi calon gubernur DKI Jakarta dalam ilustrasi sampul Majalah Tempo
dan untuk mengatasi salah membaca pesan dari sebuah ilustrasi sampul majalah.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam perkembangan kajian media massa melalui majalah, khususnya ilustrasi
sampul majalah untuk Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi
penelitian serupa di masa mendatang. Selain itu juga memberi masukan akademis
bagi para tim produksi majalah.
7
D. Kerangka teori
1.Teori Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).4
Semiotika adalah ilmu tanda-tanda. Studi tentang tanda dan gejala yang
berhubungan dengannya. Ilmu semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
mempunyai arti.
Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk ha;-hal yang
tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda
sifatnya amat kontekstual dan bertanggung pada pengguna tanda tersebut.
Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi
sosial dimana pengguna tanda tersebut berada.5
Di antara sekian banyak pakar tentang semiotika, Charles Sanders Pierce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang dapat dianggap sebagai
pemuka-pemuka semiotika modern. Kedua tokoh inilah yang memunculkan dua
aliran utama semiotika modern, yang satu menggunakan konsep Pierce dan yang
satu menggunakan konsep Saussure. Ketidaksamaan itu mungkin terutama 4 Alex Sobur, Semiotika Visual, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), h.15
5 Rahmat Krisyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007), h.261-262
8
disebabkan oleh perbedaan yang mendasar, yaitu Pierce adalah ahli filsafat dan
ahli logika, sedangkan Saussure adalah cikal-bakal linguistik umum. Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak saling
mengenal satu sama lain. Pemahaman atas dua gagasan ini merupakan syarat
mutlak bagi mereka yang ingin memperoleh pengetahuan dasar tentang semiotika.
Menurut Charlers Sanders Pierce semiotika adalah tidak lain daripada
sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi
Pierce semiotika adalah suatu cabang dari ilmu filsafat. Sedangkan menurut
Ferdinand de Saussure semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan
tanda-tanda di dalam masyarakat, menurutnya semiologi adalah bagian dari
disiplin ilmu psikologi sosial. Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat
digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya
perbedaan pengertian yang terlalu tajam.6
Semiotika Charles Sanders Pierce
Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen
utama tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle
meaning.7 Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdri atas sign
(tanda), object (objek), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce, salahsatu
bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.
Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang
objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi
6Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, (Yogyakarta: Jalasutra,
2011), h.3 7 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 2, h.263.
9
dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili
tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana
makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu
berkomunikasi.8
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something
in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,
oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen)
selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretan.
Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang
dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda; misalnya kata-kata kasar, keras,
lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang
ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air
sungai keruhyang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign norma
yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan
hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index
(indeks), dan (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan
penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon
adalah hubungan antara tanda dna objek atau acuan yang bersifat kemiripan;
misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan
alamiah antara tanda dan petanda yang besifat kausal atau hubungan sebab akibat,
8 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), h.114-115
10
atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas
adalah asap sebagai tandanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum
melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang disebut
simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme,
dicent atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan
orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya
dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit
mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign
atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering
tejadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan
bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung
memberikan alasan tentang sesuatu.9
2. Sampul sebagai Representasi Isu
Representasi
Aktivitas membentuk ilmu pengetahuan yang dimungkinkan kapasitas
otak untuk dilakukan oleh semua manusia disebut representasi. Representasi dapat
didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-
lain) untuk menghubungkan, menggabarkan, memotret, atau mereproduksi
9 Alex Sobur, Semiotika Visual, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), h.41-42
11
sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik
tertentu. Dengan kata lain, proses menaruh X dan Y secara berbarengan itu
sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari
pembuat bentuk, konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan
pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam
sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari pelbagai tujuan utama semiotika
adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut. Charles Pierce menyebut bentuk
fisik aktual dari representasi, X, sebagai representamen (secara literal berarti “
yang merepresentasikan”); Pierce mengistilahkan Y yang dirujuknya sebagai
objek representasi; dan menyebut makna atau makna-makna yang dapat diekstrasi
dari representasi (X=Y) sebagai interpretan. Keseluruhan proses menentukan
makna representamen, tentu saja, disebut interpretasi.10
Dalam politik, repersentasi berarti bebrapa orang yang dipiih oleh rakyat
dan berpihak kepada masyarakat secara keseluruhan sebagai ‘perwakilan’
mereka dalam kongkres atau parlemen. Hal yang sama berlaku dalam bahasa,
media, dan komunikasi, representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita,
dsb yang ‘mewakili’ ide, emosi, yang sudah ada dan dipahami secara kultural,
dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem
tekstual secara timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita
tahu dan mempelajari realitas.
10
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2012) h.20-21
12
Representasi merupakan bentuk konkret (penanda) yang berasal dari
konsep abstrak. Beberapa di antaranya dankal atau tidak kontroverial, sebagai
contoh, bagaimana hujan direpresentasikan dalam film, karena hujan yang
sebenarnya sulit ditangkap oleh mata kamera dan susah diproduksi. Akan tetapi
beberapa representasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
budaya dan politik, sebagai contoh: gender, bangsa, usia, kelas, dst. Karena
representasi tidak terhindarkan untuk terlibat dalam proses seleksi sehingga
beberapa tanda tertentu lebih istimewa daripada yang lain, inin terkait dengan
bagaimana konsep tersebut direpresentasikan dalam media berita, film, bahkan
dalam percakapan sehari-hari. Faktanya, Dyer (1993:1) mengkalim bagaimana ‘
kita terlihat menemukan sebagian bagaimana kita diperlakukan; bagaimana kita
memperlakukan orang lain didasarkan bagaimana kita melihat mereka (dan)
penglihatan semacam itu datang dari representasi’. Hal itu seharusnya hadir
bukan sebagai hal yang mengejutkan, kemudian mengenai bagaimana cara
representasi diatur melalui pelbagai macam media, genre, dan dalam pelbagai
macam wacana memelukan perhatian yang menyeluruh.11
Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek
tersebut ditampilkan? Ketika ada kecelakaan, peristiwa pemboman di depan
kedubes, bagaimana peristiwa ini ditampilkan? Menurut John Fiske, saat
menampilkan objek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang paling tidak
tidak ada tiga proses yang dihadapi oleh wartawan. Pada level pertama, adalah
peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Bagaimana peristiwa itu
11
, John Hartley, Communication, Culturalm & Media Studies: Konsep Kunci, (Yogyakarta :
Jalasutra, 2010), h265-266
13
dikontruksi sebagai realitas oleh wartawan/media. Dalam bahasa gambar
(terutama televisi) ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian,
lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Di sini, realitas selalu siap ditandakan, ketika
kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas.
Misalnya, pengemboman kita anggap sebagai realitas ditandakan dengan adanya
suara bom, transkrip wawancara dengan orang yang mengetahuinya/saksi mata,
pernyataan pers atau dari pihak kepolisian mengenai terjadinya peristiwa tersebut,
pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan
berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Di sini kita menggunakan
perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat teknis itu adalah kata, kalimat
atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Dalam bahasa gambar/televisi, alat itu
berupa kamera, pencahayaan, editing, atau musik. Pemakaian kata-kata, kalimat,
atau proposisi tertentu, misalnya, membawa makna tertentu ketika diterima oleh
khalayak. Peristiwa pengeboman Kedubes Filipina terebut ditandakan kembali
dengan kata-kata, kalimat, atau proposisi tertentu. Pada level ketiga, bagaimana
peistiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara
ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke
dalam koherensi sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada
dalam masyarakat (patriaki, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya). Menurut
Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan
menggnakan ideologi tersebut. Misalnya, ada peristiwa pemerkosaan, bagaimana
peristiwa tersebut digambarkan? Dalam ideologi yang dipenuhi ideologi
patriarkial, kode representasi yang muncul itu, misalnya, digambarkan dengan
14
tanda posisi laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Atau dalam peristiwa
demonstrasi, ideologi kelas sosial yang menyatakan demonstrasi itu diakibatkan
oleh kelas bawah kita akan mendapati kode representasional berupa kata atau
kalimat tertentu yang menggambarkan pihak buruh sebagai pihak yang salah. Di
sini, kepercayaan sosial itu sering kali diterima sebagai common sense, yang
diterima tanpa banyak dipertanyakan. Bagaimana ideologi tersebut meresap ke
dalam praktik kerja watawan tanpa ia menyadarinya.
Tabel 1
Realitas, Representasi, dan Ideologi
PERTAMA REALITAS
Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkrip,
dan sebagainya. Sedangkan dalam televisi seperti pakaian,
makeup, prilaki, gerak-gerik, ucapan, ekspresi, suara.
KEDUA REPRESENTASI
Elemen-elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa
tulis seperti kata, proposisi, kalimay, foto, caption, grafik dan
sebagainya. Sedangkan dalam televisi seperti kamera, tata
cahaya, edisiting, musik, dan sebagainya.
Elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode
representasional yang memasukan di antaranya bagaimana
objek digambarkan: karakter, narasi, setting, dialog, dan
sebagainya.
KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode-
kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme,
patriakial, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dan
sebagainya.12
12
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (YogyakartaL: LkiS, 2012), h.114-
116
15
3. Sampul pada Majalah
Salah satu ciri khas dari majalah berita adalah desain sampulnya atau
halaman 1. Berbeda dengan koran siswa, yang biasanya menampilkan tiga atau
lebih berita di halaman 1, majalah berita menampilkan satu berita utama atau satu
fokus utama. Ukuran publikasi, yang biasanya berukuran tabloid atau 8.5 x 11
inci, menyebabkan fokus harus seperti itu, sebab jika dimuati tiga atau empat
berita, maka halaman itu akan tampak penuh dan padat. Sampulnya mungkin
berupa foto atau gambar lainnya. Sampul juga sering dilengkapi dengan teaser
headline tentang berita lain yang ada di dalam publikasi. Sering kali berita sampul
(cover story) diletakkan di halaman tengah atau dalam beberapa halaman liputan
khusus yang tidak berada di halaman awal. Pengenalan dan pengembangan berita
sampul dan fokus berita sebagai feature berita adalah dua ciri terpenting yang
membedakan majalah berita dengan media berita lainnya.
Informasi berita yang dipajang d sampul harus menarik bagi banyak
pembaca. Fokus berita ini harus dilaporkan dan disajikan dengan amat cermat dan
ditulis serta disunting dengan baik. Ia harus memuat narasumber orisinal yang
layak berita. Sampul majalah Krikwood Call menginformasikan berita 23 halaman
tentang desegregasi, tindakan afirmatif, rasisme, dan minoritas yang sukses. Tidak
semua berita sampul harus serius dan mendalam. Akan tetapi, berita utama
sebaiknya memberikan berita akademis yang signifikan, seperti dampak anggaran
sekolah atau perubahan dalam jadwal, atau topik tentang sekolah yang menarik
bagi siswa, seperti fitnes atau diet. Berita aktivitas sekolah tradisional, seperti
16
acara penyambutan siswa baru atau drama sekolah, dapat ditampilkan disampul,
tetapi berita semacam ini harus disajikan dengan sudut pandang yang segar.
Dengan hanya judul majalah dan headline teaser disampulnya, desainer
bisa menata banyak ruang kosong di sampul itu secara lebih kreatif. Desainer bisa
menggunakan foto atau karya seni dengan satu headline, atau kombinasi
lainnya.pastikan smua unsur yang ada di sampul adalah bagus dan menarik.
Bagaimanapun, sampul memberi kesan pertama bagi pembaca.
Foto atau gambar lainnya harus sangat menarik bagi siswa. Gambar harus
disunting untuk menghasilkan dampak maksimal bagi pembaca dan tidak
mengandung kelemahan dalam hal ketajaman dan kontrasnya. Jika menggunakan
karya seni, ia harus direproduksi dengan kualitas yang tinggi. Entah menggunakan
foto atau karya seni, perlunya headline teaser dan teller. Sebuah foto orang yang
beraksi juga membutuhkan caption, yang bisa dimuat di halaman 1 atau di dalam
halaman sampul. Berita berawal di sampul dapat diteruskan di tengah halaman
dalam atau bagian lain dari majalah itu.
Banyak majalah berita membagi ruang sampul menjadi ruang foto atau
headline teaser atau rujukan (yang menunjukan isi di dalam majalah). Headline
ringkas ini harus menarik dan mengesankan atau mengejutkan, sehingga memicu
pembaca untuk melongok ke isi beritanya. Karya seni, foto-foto kecil dan grafik
dapat dipakai bersama dengan headline untuk menambah daya tarik.
Nama majalah dan informasi penting lainnya nama sekolah, kota, tanggal
terbit, dan nomor edisi harus ditampilkan di sampul, biasanya di bagian atas
sampul. Jenis huruf dan desain huruf harus mudah dibaca, tampak profesional,
17
segar, dan sesuai dengan isi berita. Folio bagian dalam dan elemen desain lainnya
dapat didesain dengan gaya yang sama dan dengan tipe huruf yang sama, seperti
yang dipakai di nama majalah.13
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah mengadakan tinjauan
pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti
belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini. Ada
beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa, namun berbeda dengan yang
peneliti teliti, di antaranya:
Perbandingan Makna Korupsi Pada Ilustrasi Sampul Antara Majalah
Gatra Dan Tempo Tahun 2013 karya Athifa Rahmah, Analisis Semiotika Foto
Berita Headline Koran Tempo karya Angga Rizal Nurhuda.
Dengan begitu, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa belum ada
mahasiswa/i yang meneliti tentang Representasi Calon Gubernur DKI Jakarta
Pada Ilustrasi Sampul Majalah Tempo Tahun 2016-2017 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
13
Tom E. Rolnicki, C. Dow Tate, Sherri A. Taylor, Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic
Journalism) (Jakarta: Kencana, 2008), h. 301-302
18
F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma penelitian
konstruktivis yang bersifat subjectivist. Data yang didapat adalah sesuatu yang
menjadi perasaan dan keinginan pihak yang diteliti untuk menyatakannya dengan
penafsiran atau konstruksi makna.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan lebih mendalam
melalui pengumpulan data. Penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif
memiliki relasi dengan analisis data visual dan data verbal yang merefleksikan
pengalaman sehari-hari.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
semiotika yang bersifat kualitatif deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi
secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
atau objek tertentu.14
Analisis semiotika memberi penekanan pada pencarian
makna melalui relasi-relasi tanda yang ada dalam teks itu sendiri (bukan relasi
teks dengan pengarangnya, pembacanya atau konteksnya).15
Pendekatan teori
semiotika yang peneliti lakukan memakai pendekatan teori semiotik Charles
Sanders Peirce.
14
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana 2006) Cet-2, h. 69. 15
M, Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 63.
19
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Majalah Tempo. Sedangkan objek pada
penelitian ini adalah ilustrasi dari sampul Majalah Tempo tahun 2016-2017 yang
bertema Pilkada DKI Jakarta. Berdasarkan pengamatan peneliti, berikut adalah
judul pada ilustrasi sampul Majalah Tempo yang akan diteliti:
a. LAWAN BANG! (Edisi 19-25 September 2016)
b. MULAI! (Edisi 26 September-2 Oktober 2016)
c. KUDA-KUDA MENJELANG LAGA (Edisi 17-23 Oktober 2016)
d. PERANG DIGITAL PILKADA JAKARTA (28 November-4 Desember 2016)
e. SIASAT DI BALIK DEBAT (Edisi 16-22 Januari 2017)
f. MANUVER TERAKHIR (Edisi 13-19 Februari 2017)
g. AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG (Edisi 23-26 Februari 2017)
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
metode mengamati tujuh edisi majalah dan membandingkan secara menyeluruh
dari tujuh sampul Majalah Tempo.
a. Observasi
Observasi adalah metode pertama yang digunakan dalam penelitian ini,
dengan melakukan pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena
yang diselidiki. Observasi pada penelitian ini diartikan sebagai mengamati subjek
(Majalah Tempo) dan objek (ilustrasi sampul Majalah Tempo tahun 2016-2017
yang menyajikan ilustrasi calon Gubernur DKI Jakarta) secara langsung. Pada
penelitian ini, peneliti hanya menggunakan analisis dokumen sebagai instrumen
20
observasi. Analisis dokumen hanya mengamati dokumen sebagai sumber
informasi dan menginterpretasikannya ke dalam hasil penelitian. Dokumen yang
digunakan adalah Majalah Tempo tahun 2016-2017 yang menyajikan sosok ketiga
calon gubernur DKI Jakarta.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah penelitian yang mengumpulkan, membaca, dan
mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang
terdapat di perpustakaan, internet, atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis
dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data menggunakan semiotika model Charles Sanders
Pierce yang membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).
Ikon adalah tanda yng hubungan antara penanda dan petandanya bersifat
bersmaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara
tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Indeks adalah tanda yang
menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang mengacu pada kenyataan.
Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya.16
16
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 4, h. 41-42.
21
Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen
utama tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle
meaning.17
G. Sistematika Penulisan
BAB I:PENDAHULUAN
Latar belakang masalah, Pembatasan dan Rumusan masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Tinjauan Pustaka, Metodologi
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II:TINJAUAN TEORITIS
Peran Sampul pada Majalah, Ideologi Media, dan Semiotika Charles
Sanders Pierce.
BAB III:REALITAS OBJEKTIF DAN PROFIL MAJALAH TEMPO
Gambaran umum dan Sejarah Singkat Majalah Tempo, Perkembangan
Sirkulasi/Distribusi, Perkembangan Perusahaan Tempo, Visi dan Misi
Majalah Tempo, Realitas Objektif Representasi Calon Gubernur DKI
Jakarta pada Sampul Majalah Tempo.
BAB IV:TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Objek Semiotik dalam Sampul Majalah Tempo, Hasil Temuan dalam
Sampul Majalah Tempo, dan Interpretasi dalam Sampul Majalah Tempo
Edisi 19-25 September 2016, 26 September-2 Oktober 2016, 17-23
Oktober 2016, 28 November-4 Desember 2016, 16-22 Januari 2017, 13-19
Februari 2017, dan 23-26 Februari 2017.
BAB V:PENUTUP
Kesimpulan dan Saran.
17
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 2, h.263.
22
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah
1. Majalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) majalah adalah terbitan
berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik
aktual yang patut diketahui pembaca, dan menurut waktu penerbitannya dibedakan
atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan sebagainya, dan menurut
penyusunan isinya dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra,
ilmu pengetahuan tertentu, dan sebagainya.
Majalah yaitu media komunikasi yang menyajikan informasi (fakta dan
peristiwa) secara lebih medalam dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama.
Majalah dapat diterbitkan secara mingguan dwi mingguan, bulanan, bahkan
dwi/triwulanan. Majalah terdiri atas: majalah umum (untuk semua golongan
masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang profesi/golongan/kalangan tertentu).
Majalah dapat menjalani fungsi memberi informasi, menghibur, atau mendidik.
Halaman muka (cover) dan foto dalam majalah diupayakan sebagai daya tarik.1
Sedangkan menurut Marcel Danesi dalam Pengantar memahami semiotika
media, sebuah majalah adalah sekumpulan artikel atau kisah yang diterbitkan secara
berkala. Di dalam sebagian besar majalah terdapat ilustrasi. Mereka menampilkan
1 Syafrudin Yunus, Jurnalistik Terapan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.29-30.
23
berbagai informasi, opini, dan hiburan konsumsi massa. Sebagai contoh, majalah
akan meliput pelbagai peristiwa dan mode mutakhir, membahas masalah luar negeri,
atau membahas cara memperbaiki alat-alat rumah tangga atau menyiapkan makanan.
Beberapa majalah hanya bertujuan untuk menghibur para pembacanya dengan kisah
fiksi, puisi, fotografi, kartun, atau artikel tentang siaran televisi atau bintang-bintang
film; yang lain memberikan informasi dan panduan „profesional‟ kepada orang-orang
yang bekerja di bidang-bidang tertentu (dari mekanik mobil sampai praktik
kedokteran).2
Menurut ensiklopedia pers Indonesia majalah adalah penerbitan berkala yang
menggunakan kertas bersampul, memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi
ilustrasi maupun foto-foto. Dari segi isi dibagi dalam dua jenis yakni majalah umum,
yaitu majalah yang memuat karangan-karangan pengetahuan umum, karangan-
karangan yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film, seni, dll. Majalah khusus,
yaitu majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang
khusus, seperti majalah wanita, majalah keluarga, majalah humor, majalah
kecantikan, politik, kebudayaan, cerpen, dll.3
Majalah adalah media yang paling sederhana organisasinya, relatif lebih
mudah mengelolanya, dan tidak membutuhkan modal yang banyak. Ini karena
majalah terbit secara berkala dibandingkan dengan surat kabar yang harus terbit
2 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.89-90.
3 Kurniawan Effendi, Ensiklopedia Pers Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), h.154-155.
24
setiap harinya. Sehingga, dari segi jumlah, orang yang terlihat dalam dalam penyajian
informasi di surat kabar jauh lebih banyak dibandingkan dengan majalah.
Bila dilihat dari segi kategorisasinya, majalah terbagi menjadi majalah umum
(untuk semua golongan masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang
profesi/golongan/kalangan tertentu). Sebenarnya, tipe majalah ditentukan oleh
sasaran khalayak yang hendak dituju, artinya redaksi sudah menentukan sebelumnya
siapa yang akan menjadi sasaran pembacanya, seperti majalah untuk anak, majalah
untuk remaja pria, majalah untuk gadis, majalah untuk wanita pekerja, majalah untuk
ibu dan anak, majalah untuk pria dewasa, majalah untuk fashion, majalah untuk
masak, dan masih banyak lagi.
Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan
dengan surat kabar, karena majalah memiliki karakteristik tersendiri, yaitu4:
1. Penyajian lebih dalam.
Frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan selebihnya
dwi mingguan, bahkan bulanan (satu kali sebulan). Majalah berita biasanya
terbit mingguan, sehingga para reporternya mempunyai waktu cukup lama
untuk memahami dan mempelajari suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai
waktu yang leluasa untuk melakukan analisis terhadap peristiwa tersebut,
sehingga penyajian berita dan informasinya dapat dibahas secara lebih
mendalam.
2. Nilai aktualitas lebih lama.
Apabila nilai aktualitas surat kabar hanya berumur satu hari, maka
nilai aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan
4 Ardianto, Elvinaro, & Lukiati Komala Erdiyana, Komunikasi Massa Suatu Pengantar
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 113-114.
25
menganggap usang surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu bila kita baca
saat ini. Akan tetapi kita tidak pernah menganggap usang majalah yang terbit
dua atau tiga hari yang lalu. Sebagaimana kita alami bersama, bahwa dalam
membaca majalah kita tidak pernah tuntas sekaligus. Pada hari pertama kita
hanya membaca topik yang kita senangi atau relevan dengan profesi kita, hari
esok dan seterusnya kita membaca topik lain sebagai referensi. Dengan
demikian, majalah mingguan baru tuntas kita baca dalam tempo tiga atau
empat hari.
3. Gambar atau foto lebih banyak.
Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian
beritanya yang mendalam majalah juga dapat menampilkan gambar atau foto
yang lengkap dengan ukuran besar dan kadang-kadang berwarna, serta
kualitas kertas yang digunakan pun lebih baik. Foto-foto yang ditampilkan
majalah memiliki daya tarik tersendiri apabila foto tersebut sifatnya eksklusif.
4. Di samping foto, cover atau sampul majalah juga merupakan daya tarik
tersendiri.
Sampul majalah adalah ibarat pakaian dan aksesori pada manusia.
Sampul majalah biasanya menggunakan kertas yang bagus dengan gambar
dan warna yang menarik pula. Menarik tidaknya sampul majalah sangat
bergantung pada tipe majalahnya serta konsistensi keajengan majalah
tersebut dalam menampilkan ciri khasnya.
2. Sampul Majalah
Cover atau halaman muka majalah adalah daya tarik utama sebuah majalah.
Cover adalah lembaran bagian depan belakang atau sering disebut kulit buku pada
media cetak. Biasanya lebih tebal daripada kertas isi, dibuat berwarna-warni, dan
dirancang sedemikian rupa dengan maksud untuk menarik perhatian pembaca.
26
Karena orang tidak membaca seluruh isinya pada saat membeli, maka peranan cover
sering dianggap menampilkan citra dan karakter perusahaan bersangkutan.5
Sampul majalah adalah sampul halaman depan yang membuat identitas
perusahaan dan menghinpun isi pemberitaan verbal dan visual yang berkaitan dengan
materi pemberitaan agar menarik pembaca. Unsur- unsur yang harus ada pada sebuah
sampul majalah adalah ukuran dasar dari majalah tersebut (ukuran saku atau ukuran
tabloid), logo, fotografi, warna dasar, keterangan mengenai jadwal penerbitan,
pencamtuman harga, headline (judul artikel dan sub judul artikel). Unsur-unsur ini
memiliki fungsi praktis dan fungsi komunikasi yang mewakili konsep yang diberikan
perusahaan majalah untuk selanjutnya diterbitkan.
Pengertian sampul menurut Dja‟far H.Assegaf sebagai sampul “lembaran
kertas paling luar depan belakang pada buku yang lebih tebal dari kertas isinya”.6
Sedangkan sampul sebagai kulit dijelaskan Assegaf sebagai “Lapisan depan atau
belakang dari suatu majalah yang lazimnya memuat judul majalah dan berisikan
gambar yang menarik”.7
5 Yohanna Amanda, Citra Perempuan dalam Sampul Majalah Popular Pada No.310
Edisi November 2013, Jurnal Online Mahasiswa Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNRI, Vol 2-
No.1 Februari 2015, h.3-4. 6 Dja‟far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Kepraktekan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), h. 127
7 Dja‟far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Kepraktekan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), h. 125.
27
Kemudian Onong Uchjana mendefinisikan sampul sebagai “lembaran bagian
luar dari majalah atau buku dimana tertera nama atau judul dan media yang yang
bersangkutan”.8
Sampul dibuat untuk membantu calon konsumen dalam hal pemahaman pesan
yang ingin disampaikan oleh seorang penulis tentang apa yang ada didalamnya.
Melalui gambar ilustrasi pada sampul, seorang penulis dapat menuangkan ide dan
kreatifitasnya sebagai salah satu kesatuan dari karya sastra yang dihasilkan, selain itu
ada misi tertentu yang ingin disampaikan oleh seseorang kepada khalayak umum.
Gambar secara visual pada sampul mampu mengomunikasikan pesan dengan cepat
dan berkesan, sebuah gambar ilustrasi yang tepat pemilihanya maka bisa memiliki
nilai yang sama dengan ribuan kata. Visualisasi adalah cara atau sarana yang tepat
untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas, penampilan secara visual
selalu mampu menarik emosi pembacanya.
Menurut Ellen McCracken dalam buku Turning It On, A Reader in Women
and media. Ia menyebutkan bahwa kebanyakan sampul mencoba untuk membentuk
representasi pembaca yang ideal, yang ingin disasar oleh pemasang iklan. Selain itu
yang sering juga dilakukan adalah sebuah ikon yang berfungsi sebagai penanda,
ataupun konotasi lain pada sebuah kasus tertentu. Tanpa terkecuali, teks verbal pada
sampul yang terdiri dari nama majalah dalam huruf yang besar dan rangkaian topik
8 Onong Uchjana Efendy, Kamus Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju komunikasi, 1999), h. 79.
28
utama didesain untuk menarik pembaca dengan tulisan tertentu yang ada di dalam
majalah.9
McCracken juga menjelaskan tentang fungsi dari sampul majalah yaitu
membaca apa yang dibangun majalah tersebut dengan meletakkan definisi awal
melalui judul majalah, berita utama, dan foto atau ilustrasi. Kalimat, penekan, warna,
gambar visual, gambaran tersembunyi dari karya yang dinikmati sampai pada posisi
pada isi sebuah majalah. Pembaca tidak hanya melihat sebuah isi majalah dari
sampulnya, tapi model interpretasi yang diberikan adalah bagian dari simbol yang ada
pada sampul yang mempunyai pengaruh yang kuat. Sampul adalah hal yang paling
penting dalam beriklan di dunia majalah, dan lalu melalui perannya sebagai identitas
gaya, sistem semiotik, dan kerangka. Hubungan saling mempengaruhi dari fotografi,
kata verbal, dan teks yang berwarna dalam tiap sampul majalah menciptakan nilai
yang dimuat dalam pengertian kebudayaan tetapi bermaksud untuk menarik
pengiklan dan meningkatkan penjualan. Sampul majalah menjalankan peran sebagai
pengenal aliran, sistem tanda, dan kerangka untuk meraih hasil. Setiap peran yang
dimainkan sangat dekat hubungannya dengan struktur komersial dari industri majalah
dan akan menjadi berbeda dengan tujuan majalah lain yaitu melakukan perubahan.10
9 Helen Baehr & Ann Gray, Turning It On A Reader in Women & Media, (New York: St.
Martin Press Inc, 1996), h.98, dikutip dari Athifa Rahmah, Perbandingan Makna Korupsi pada
Ilustrasi Sampul Antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, h.13, Oktober 2013. 10
Helen Baehr & Ann Gray, Turning It On A Reader in Women & Media, (New York: St.
Martin Press Inc, 1996), h.98, dikutip dari Athifa Rahmah, Perbandingan Makna Korupsi pada
Ilustrasi Sampul Antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, h.14, Oktober 2013.
29
Salah satu ciri khas dari majalah berita adalah desain sampulnya atau halaman
1. Berbeda dengan koran siswa, yang biasanya menampilkan tiga atau lebih berita di
halaman 1, majalah berita menampilkan satu berita utama atau satu fokus utama.
Ukuran publikasi, yang biasanya berukuran tabloid atau 8.5 x 11 inci, menyebabkan
fokus harus seperti itu, sebab jika dimuati tiga atau empat berita, maka halaman itu
akan tampak penuh dan padat. Sampulnya mungkin berupa foto atau gambar lainnya.
Sampul juga sering dilengkapi dengan teaser headline tentang berita lain yang ada di
dalam publikasi. Sering kali berita sampul (cover story) diletakkan di halaman tengah
atau dalam beberapa halaman liputan khusus yang tidak berada di halaman awal.
Pengenalan dan pengembangan berita sampul dan fokus berita sebagai feature berita
adalah dua ciri terpenting yang membedakan majalah berita dengan media berita
lainnya.
Dengan hanya judul majalah dan headline teaser disampulnya, desainer bisa
menata banyak ruang kosong di sampul itu secara lebih kreatif. Desainer bisa
menggunakan foto atau karya seni dengan satu headline, atau kombinasi lainnya.
Pastikan semua unsur yang ada di sampul adalah bagus dan menarik. Bagaimanapun,
sampul memberi kesan pertama bagi pembaca.
Foto atau gambar lainnya harus sangat menarik. Gambar harus disunting
untuk menghasilkan dampak maksimal bagi pembaca dan tidak mengandung
kelemahan dalam hal ketajaman dan kontrasnya. Jika menggunakan karya seni, ia
harus direproduksi dengan kualitas yang tinggi. Entah menggunakan foto atau karya
seni, perlunya headline teaser dan teller. Sebuah foto orang yang beraksi juga
30
membutuhkan caption, yang bisa dimuat di halaman 1 atau di dalam halaman sampul.
Berita berawal di sampul dapat diteruskan di tengah halaman dalam atau bagian lain
dari majalah itu. Banyak majalah berita membagi ruang sampul menjadi ruang foto
atau headline teaser atau rujukan (yang menunjukan isi di dalam majalah).
Headline ringkas ini harus menarik dan mengesankan atau mengejutkan,
sehingga memicu pembaca untuk melongok ke isi beritanya. Karya seni, foto kecil
dan grafik dapat dipakai bersama dengan headline untuk menambah daya tarik.11
Sebagai sarana komunikasi, ilustrasi gambar baik itu karikatur maupun
fotografi menyimpan makna yang lebih mendalam dibandingkan tulisan. Ilustrasi
merupakan pesan non-verbal yang mampu menjelaskan dan memberikan penekanan
tertentu pada isi pesan. Ilustrasi gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata
sehingga cepat diterima khalayak. Media gambar atau visual mampu
mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar mampu
menjelaskan ribuan kata.12
B. Sampul Sebagai Representasi Isu
Representasi merupakan bentuk dari bagaimana pencitraan diri, kelompok,
organisasi dan lembaga. Representasi sebuah tanda untuk sesuatu atau seseorang,
11
Tom E. Rolnicki, C. Dow Tate, Sherri A. Taylor, Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic
Journalism) (Jakarta: Kencana, 2008), h. 301-302. 12
Syarifa Larasati, Sosok Perempuan Pelaku Kejahatan Pada Sampul Majalah Detik
(Analisis Semiotika), Jurnal UNDIP, Oktober 2015.
31
sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang dipresentasikan tapi dihubungkan
dengan, dan mendasarkan diri pada realitas yang mejadi referensinya.13
Representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok
menggambarkan suatu tanda dan diartikan menurut pemahamannya. Setiap tanda
memiliki arti dan pemahaman yang berbeda karena setiap orang atau kelompok
memili sudut pandang pemahaman yang tidak sama.
Representasi merupakan cara media menampilkan seseorang, kelompok atau
gagasan atau pendapat tertentu. Menurut Eriyanto Ada dua hal yang berkaitan dengan
representasi, yaitu apakah seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut
ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran
yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung
memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang
ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan.14
Bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, eksentuasi
dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut
ditampilkan dalam program. Eriyanto lebih lanjut menambahkan bahwa persoalan
utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau obyek ditampilkan.15
13
Ratna Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan (Antara Realitas, Representasi, dan
Simulasi). (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), h, 23. 14
Asmara Yudha Wijayadi, Representasi Maskulinitas Pada Iklan Rokok Dalam Media
Cetak, Journal UNAIR, Vol. 1 - No. 2, Februari 2012, h.5. 15
Asmara Yudha Wijayadi, Representasi Maskulinitas Pada Iklan Rokok Dalam Media
Cetak, Journal UNAIR, Vol. 1 - No. 2, Februari 2012, h.5.
32
Representasi dikatakan sebagai konsep pemaknaan yang digunakan dalam
proses sosial melalui beberapa tanda yang digunakan seperti dialog, tulisan, karikatur,
gambar, foto, atau video.
Menurut Chris Barker, representasi adalah tentang bagaimana dunia
dikonstruksi dan disajikan secara sosial kepada dan oleh diri kita. Sedangkan
representasi cultural adalah makna yang memiliki sifat material, mereka tetanam
dalam bunyi-bunyi, tulisan-tulisan, benda-benda, gambaran-gambaran, buku- buku,
majalah-majalah dan program televisi.16
Dalam representasi akan selalu ada pemaknaan dan pandangan baru dari
konsep representasi yang telah ada karena makna sendiri tidak pernah tetap, selalu
ada dalam proses negosisasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru.
Dari defini tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi merupakan cara
kita mengeksplorasi makna dibalik tanda. Tanda yang ada didalamnya sangat
mungkin mengandung sejumlah perbedaan makna, tergantung khalayak yang
menginterpretasikannya.
Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang „sesuatu „ yang ada di kepala kita masing-masing (peta
konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua,
„bahasa‟ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak
yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa‟ yang lazim, supaya
kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda
16
Chris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktik. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), h.9.
33
dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-
bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk Pada
bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam pemberitaan.
John Fiske Merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui
tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Tiga Proses Dalam Representasi17
PERTAMA REALITAS
Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, make up,
pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya.
KEDUA REPRESENTASI
Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan
sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain.
Elemen-elemen tersebut di transmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana
objek digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain
lain)
KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme,
patriarki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.
Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai
realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan
17
Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi
(Jakarta: Mitra Wacana Media,2011), hal.123.
34
aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan, ekspresi dan lain-lain. Di sini realitas
selalu siap ditandakan
Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-
perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lainlain. Ketiga,
tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan
diorganisasikan ke dalam konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-
kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau
kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi
sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah
akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam
pemaknaan.
Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis, tapi merupakan
proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan
kebutuhan para pengguna tanda, yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan
berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-
pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil
pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia yang melalui representasi makna
diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan, praktik yang membuat
suatu hal bermakna sesuatu.
35
Representasi merupakan proses sosial tentang keterwakilan, produk proses
sosial kehidupan yang berhubungan dengan perwujudan. Sebagai fokus kajian,
representasi adalah uraian tentang bagaimana keterwakilan suatu budaya masyarakat
lewat simbol-simbol yang diproduksi dalam proses komunikasi dan makna-makna
dibangun lewat proses tersebut.
Dari beberapa definisi representasi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
representasi merupakan bentuk dari pencitraan diri, kelompok, organisasi dan
lembaga. Bagaimana penggambaran diri, kelompok, organisasi dan lembaga kepada
masyarakat umum, baik itu penggambaran diri dari sisi baik maupun dari sisi yang
buruk. Sehingga menjadi kajian yang mendalam ketika membahas representasi dalam
penyampaian makna di balik simbol.
C. Teori Semiotika
1. Semiotika
Secara etimologis semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti
penafsir tanda atau tanda di mana sesuatu dikenal. Semiotika ialah ilmu tentang tanda
atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi. Semiotika ialah cabang
ilmu dari filsafat yang mempelajari “tanda” dan biasa disebut filsafat penanda.
Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. Menurut Umberto
Eco, tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial
yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.18
18
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 95.
36
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Charles Sanders Peirce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913).19
Menurut Charles Sanders
Peirce semiotika adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni
“doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari
ilmu filsafat. Sedangkan menurut Ferdinand de Saussure semiologi adalah sebuah
ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat, menurutnya
semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial. Baik istilah semiotika
maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda
tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam.20
Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang
tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya
amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna
tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna
tanda tersebut berada.21
Menurut Saussure, tanda adalah kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat
dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda, di sana ada sistem.
Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang
ditangkap oleh indra manusia yang disebut signifier, bidang penanda atau bentuk.
Aspek lainnya disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna.22
Penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan
mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar,
warna, objek, dan sebagainya. Sedangkan petanda terletak pada level of content 19
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 11.
20
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitias (Yogyakarya: Jalasutra, 2011), h. 3.
21 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), h.262.
22 Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 12-13
37
(tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan.
Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada
(mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain. Ini disebut referent.23
Alex Sobur, Msi dalam bukunya “Analisis Isi Teks Media” menjelaskan
bahwa Semiotika sebagai suatu kajian yang menitikberatkan objek penelitiannya pada
tanda yang pada awalnya dimaknai dengan suatu hal yang menunduk atau merujuk
pada benda lain. Sebagaimana juga bila kita melihat rambu lalu lintas berupa lampu
merah yang diartikan sebagai tanda bahwa kendaraan harus berhenti, sedangkan bila
lampu berwarna hijau berarti kendaraan diperbolehkan berjalan.24
2. Semiotika Visual
Dilihat dari sudut pandang semiotik, desain komunikasi visual adalah sebuah
sistem semiotik khusus, dengan perbendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks
(syntag) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam sistem,
semiotika komunikasi visual melekat fungsi komunikasi, yaitu fungsi tanda dalam
menyampaikan pesan dari sebuah pengirim pesan kepada para penerima tanda
berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu.
Semiotika visual pada dasarnya merupakan salah sebuah bidang studi
semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan terhadap segala jenis
makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan (visual senses)25
23
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 12-13. 24
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 70. 25
Kris Budiman, Semiotika Visual, h. 9
38
Sementara itu, pesan yang diungkapkan dalam karya desain komunikasi visual
disosialisasikan kepada khalayak melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan visual. Tanda verbal adalah aspek
bahasa, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat
dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksial, atau simbolis, dan
bagaimana cara mengungkapkan idiom estektiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat
dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari
hubungan antara satu dengan yang lain.26
Semiotika komunikasi visual diperlukan untuk mengkaji tanda verbal (judul,
subjudul, teks) dan tanda visual ilustrasi, logo, typografi, dan tata visual. Dengan
komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Diharapkan analisis semiotika
visual mampu menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang
terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual karya desai komunikasi visual
termasuk dalam sampul.27
Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi
dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi
visual dengan mengelola elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi),
huruf, dan tipografi, warna, komposisi, dan layout. Semua itu dilakukan guna
menyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual kepada target
sasaran yang dituju.
26
Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 9
27 Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 9
39
1. Tipografi
Tipografi dalam konteks komunikasi visual, mencangkup pemilihan
bentuk huruf, besar huruf, cara, dan teknik penyusunan huruf menjadi kata
atau kalimat yang sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang
ingin disampaikan.28
Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujungtombak
guna menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang,
sekumpulan orang bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses
penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran.
Tipografi dalam hal ini adalah seni memilih dan menata huruf untuk
pelbagai kepentingan menyampaikan informasi berbentuk sosial ataupun
komersial. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi oleh
kemajuan teknologi digital. Huruf yang telah disusun secara tipografis
merupakan elemen dasar dalam bentuk sebuah tampilan desain komunikasi
visual. Hal ini diyakini dapat memberikan inspirasi untuk membuat suatu
komposisi yang menarik. Sedangkan bentuk-bentuk tipografi itu sendiri dapat
dipergunakan secara terpisah atau dapat pula dikomposisikan dengan materi
lain seperti ilustrasi han drawing ataupun image.
Danton Sihombing mengelompokan keluarga huruf berdasarkan latar
belakang sejarahnya:
28
Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 25
40
1. Old style, jenis huruf ini meliputi: Bembo, Caslon, Galliard, Garamand.
2. Transitional, jenis huruf meliputi: Barkerville, Perpetua, Time News,
Roman
3. Modern, jenis huruf ini meliputi: Bodoni
4. Egyptian, atau Slab Serif, jenis huruf ini meliputi: Bookman, Serifa
5. Sans Serif, jenis huruf ini meliputi: Franklin Ghotic, Futura, Gill Sans,
Optima.29
Sejatinya masing-masing huruf harus menjadikan rangkaian huruf (kata atau
kalimat) tidak sekedar dibaca atau dimengerti maknanya.tetapi lebih dari itu, seorang
desainer komunikasi visual harus piawai menampilkan tipografi yang enak dipandang
mata dan lebih melancarkan pembaca dalam memahami media komunikasi visual.
Dengan demikian, keberadaan tipografi dalam rancangan karya desain
komunikasi visual sangat penting, sebab perencanaan dan pemilihan tipografi yang
tepat baik ukuran, warna, maupun bentuk diyakini mampu menguatkan isi pesan
verbal desain komunikasi visual tersebut.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi mudah atau tidaknya ketersampaian
sebuah pesan verbal yang terkandung dalam karya desain komunikasi visual,
diantaranya: pertama, latar belakang yakni warna dasar dan tekstur yang digunakan.
Teks menjadi unsur pertama dari sebuah pesan verbal akan terlihat jelas manakala
perbedaan warna huruf dan latarnya cukup kontras.
Kedua, besar huruf yang dugunakan. Ukuran ukuran standart teksk adalah
antara 6 sampai 10 poin. Tergantuk luas ruangan yang tersedia dan banyak sedikitnya
29
Danton Sihombing, Tipograf Dalam Desain Grafis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 96
41
teks yang akan ditampilkan, juga menyesuaikan keluarga huruf yang akan
ditampilkan.
Selain itu, keluarga huruf terdiri dari kembangan yang berakar dari struktur
bentuk dasar (reguler) sebuah alfabet dan setiap perubahan huruf masi memiliki
kesinambungan bentuk. Perbedaan tampilan yang pokok dalam keluarga huruf dibagi
menjadi tiga bentuk pengembangan: (1) kelompok berat terdiri atas ligt, reguler, dan
bold. (2) kelompok proporsi condesed, reguler, extended. (3) kelompok kemiringan
yaitu italic. Ketiga, spasi antarhuruf, kata, maupun jarak antar baris kalimat.
Keempat, faktor-faktor sibjektif seperti jarak baca maupun kualitas penerangan ketika
membaca.30
2. Komposisi Warna
Kerja dari desainer sebuah gambar visual tidak terlepas dari artistik, desain,
warna, serta tema dari gambar yang ingin dibuat. Berikut pemaknaan yang akan
dideskripsikan:
1. Merah
Melambangkan kesan energi, kekuatan, hasrat, erotisme, keberanian simbol
dari api, pencapaian tujuan, darah, resiko, ketenaran, cinta, perjuangan,
perhatian, perang, bahaya, kecepatan, panas, kekerasan. Warna ini dapat
menyampaikan kecendrungan untuk menampilkan gambar dan teks secara
lebih besar dan dekat. Warna merah dapat mengganggu apabila digunakan
pada ukuran besar. Merah cocok untuk tema yang menunjukan keberanian
seseorang. Energi misal mobil, kendaraan bermotor, olahraga, dan permainan.
30
Danton Sihombing, Tipograf Dalam Desain Grafis, h. 28
42
2. Putih
Menunjukan kedamaian, permohonan maaf, pencapaian diri, spiritualitas,
kedewaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan,
kebersihan, cahaya, takbersalah, keamanan, persatuan. Warna putih sangat
bagus untuk menampilkan atau menekankan arna lain serta memberi kesan
kesederhanaan atau kebersihan.
3. Hitam
Melambangkan perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat,
kekuatan, formalitas, misteri, kekayaan, ketakutan, kejahatan, ketidak
bahagiaan, perasaan yang dalam, kesedihan, kemarahan, sesuatu yang
melanggar, harga dirin anti kemapanan. Sangat tepat untuk menambahkan
kesan misteri. Latar belakang warna hitam dapat menampilkan perspektif dan
kedalaman. Sangat bagus untuk menampilkan karya seni atau fotografi karna
membantu penekanan pada warna lain.
4. Biru
Memberikan kesan komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan,
perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut,
kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, kepandaian, kepatuhan, panutan,
kekuatan dari alam, kesedihan, kesadaran, pesan, ide, idealisme, persahabatan
dan harmoni, kasih sayang, warna ini memberi kesan tenang dan menekankan
keinginan. Biru tidak meminta mata untuk memperhatikan. Objek dan gambar
biru pada dasarnya dapat menciptakan perasaan yang dingin dan tenang.warna
biru juga dapat menampilkan kekuatan teknologi, kebersihan, udara air dan
kedalaman laut.
5. Hijau
Menunjukan warna bumi, penyembuhan fisik, kelimpahan, keajaiban,
tanaman dan pohon, kesuburan, pertumbuhan, muda, kesuksesan materi,
pembaharuan, daya tahan, keseimbangan, ketergantungan, dan memenangkan
pemikiran dan merangsang kreatifitas.
43
6. Kuning
Merujuk pada matahari, ingatan, imajinasi logis, energi sosial, kerjasama,
kebahagiaan, kegembiraan, kehangatan, tekanan mental, pemahaman,
kebijaksanaan, penghianatan, kecemburuan, penipuan, kelemahan, penakut,
aksi, idealisme, optimisme, imajinasi, harapan, musim panas, filosofi,
ketidakpastian, resah, dan curiga. Warna kuning merangsang aktifitas mental
dan menarik perhatian, sangat efektif digunakan pada blogsite yang
menekankan pada perasaan bahagia dan kekanakan.
7. Merah Muda
Warna merah muda menunjukan simbol kasih sayang dan cinta persahabatan,
feminin, kepercayaan, niat baik, pengobatan emosi, damai, perasaan yang
halus, perasaan yang manis dan indah
8. Ungu
Menunjukan pengaruh, pandangan ketiga, kekuatan spiritual, pengetahuan
yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, kebangsawanan, upacara, misteri
pencerahan, telepati, empati, arogan, intuisi, kepercayaan, yang dalam,
ambisi, megic, keajaiban, dan harga diri.
9. Orange
Menunjukan kehangatan, antusiame, persahabatan, pencapaian bisnis, karir,
kesuksesan, kesehatan pikiran, keadilan, daya tahan, kegembiraan, gerak
cepat, sesuatu yang tumbuh, ketertarikan, indenpendensi. Pada blog dapat
meningkatkan aktifitas mental, disamping itu, warna orange memberi kesan
yang kuat pada elemen yang dianggap penting.
10. Coklat
Menunjukan persahabatan, kejadian yang khusus, bumi pemikiran yang
materialis, rehabilitasi, kedamaian produktifitas, praktis, kerja keras. Warna
coklat sangat tidak menarik apabila tidak digunakan tambahan gambar dan
ornamen tertentu, coklat harus didukung ornamen lain agar menarik.
44
11. Abu-abu
Mencerminkan keamanan, kepandaian, tenang, dan serius, kesederhanaan,
kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, profesional, kualitas,
diam, tenang.
12. Emas
Mencerminkan prestis (kedudukan) kesehatan, keamanan, kegembiraan,
kebijakan, arti, tujuan, pencarian kedalam hati, kekuatan mistis, ilmu
pengetahuan, perasaan kagum, konsentrasi.31
Agar pesan dapat menarik perhatian calon konsumen, maka karya desain
komunikasi visual harus menawarkan eksklusivisme, keistimewaan, dan kekhususan
yang kemudian dapat memberikan akibat ketertarikan berupa ketertarikan calon
konsumen untuk membeli. Contohnya adalah sampul majalah. Sampul majalah harus
dibuat semenarik mungkin agar calon pembaca tertarik untuk membeli majalah
tersebut, karena biasanya sebelum membeli biasalan calon pembaca melihat terlebih
dahulu sampulnya, apakah menarik atau tidak. Strategi ini dilakukan karena produk
desain komunikasi visual yang salah satunya sampul majalan hanya sebagai “alat
pembius” bagi produsen untuk menarik perhatian konsumen.32
3. Karikatur
Karikatur adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah
kaprah. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik dan sebagainya berarti telah
menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial,
31
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h.44
32
Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 18
45
yang muncul disetiap penerbitan media massa political cartoon atau editorial
cartoon, yakni versi lain dari editorial atau tajuk rencana dalam versi gambar
humor.33
Menurut Sudarta, kartun adalah semua gambar humor, termaksud karikatur
itu sendiri sedangkan karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang,
biasanya orang terkenal, dengan mempercantiknya dengan penggambaran ciri khas
lahiriahnya untuk tujuan mengejek.34
Kartun Opini atau kartun editorial dalam media pers harus sejalan dengan
kebijakan media dan konteks di masyarakat. Redaksi menganggap penting kartun
opininya karena sebagai cermin kualitas media. Sudut pandang redaksi dan bagian
yang peka ada misi yang diemban, yaitu dalam jurnalistik, media, dan humor.
Alex sobur mengatakan bahwa sebagian kartun opini setidaknya adalah empat
hal teknis yang harus diingat. Pertama, harus informatif dan komunikatif; Kedua
harus situasional dengan pengungkapan yang hangat; Ketiga cukup memuat
kandungan humor; Keempat harus mempunyai gambar yang baik.35
Media memakai tanda-tanda visual berupa gambar yang dituangkan dalam
bentuk kartun. Sebuah gambar memiliki makna tertentu seperti halnya teks tulisan.
Terlebih gambar tersebut ditambah humor dengan bobot cerita yang menarik.
Jika dikaitkan dengan karikatur pada sampul Majalah Tempo dan Sindo dalam
penelitian ini. Maka yang dimaksud kartun disini adalah kartun opini atau kartun
33
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003), h. 138-139. 34
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003),,h. 138. 35
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003), h. 139.
46
editorial yang isi kartunnya biasanya mengangkat situasi politik, sosial, dan
sebagainya. Kartun dibuat dengan lelucon dan sarat dengan kritik tajam terhadap
prilaku serta kebijakan tokoh. Sifat kartun yang harus informatif, komunikatif,
situasional dengan mengungkapkan yang hangat, memuat humor dan memiliki
gambar yang baik, sehingga memberikan keuntungan dalam penyampaian kritik
dengan sasaran pembaca. Kartunis harus mampu menyampaikan pesan dengan sedikit
rangkaian kata kepada pembaca, agar kritik tersebut dapat dipahami pembaca dan
pesan dapat tersampaikan. Tugas kartunis adalah mengangkat masalah secara unik
agar pembaca dapat mengungkap sisi lain dalam memandang suatu masalah dengan
ciri khasnya tertentu. Namun, pembaca tentu dapat menafsirkan sendiri suatu masalah
yang diangkat dan tidak sesuai dengan pandangan kartunis.
3. Semiotika Charles Sanders Peirce
Menurut Charles Sanders Pierce semiotika adalah tidak lain daripada sebuah
nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi Pierce
semiotika adalah suatu cabang dari ilmu filsafat. Sedangkan menurut Ferdinand de
Saussure semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di
dalam masyarakat, menurutnya semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi
sosial. Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada
ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam.12
Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotik, gagasannya bersifat
menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin
47
mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggambungkan kembali ke semua
komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara
keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu zat dan kemudian menyediakan
model teoritis untuk menunjukan bagaimana semuanya bertemu di dalam sebuah
struktur.36
Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama
tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle meaning.
a. Tanda
Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat diungkap oleh panca
indera manusia dan merupakan sesuau yang merujuk (merepresentasikan)
hal lain di luar tanda itu sendiri.acuan tanda ini disebut objek.
b. Acuan Tanda (Objek)
Adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu
yang dirujuk tanda.
c. Pengguna Tanda (Interpretant)
Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan
menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam
benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Yang dikupas teori segitiga, maka adalah persoalan makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.
36
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), h.97.
48
Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Peirce pada
gambar.37
Gambar 2.1
Hubungan tanda, objek, dan interpretan (Triangle of Meaning)38
Sign
Interpretant Object
Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri atas sign (tanda),
object (objek), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce, salahsatu bentuk tanda
adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara
interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang,
maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Yang dikupas
teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda
ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.39
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in
some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh
Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu
37
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263. 38
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263. 39
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.114-115
49
terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretan. Atas dasar
hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan
ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas
yang ada pada tanda; misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign
adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata
kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan
bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign norma yang dikandung oleh tanda,
misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak
boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks),
dan (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat
bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda
dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah
tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang besifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.
Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tandanya api. Tanda dapat pula mengacu
ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang
disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
50
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme,
dicent atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang
menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja
menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau
mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign
adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering tejadi
kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di
situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan
alasan tentang sesuatu.40
Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses
signifikasi. Meodel triadik Peirce (representamen + objek + interpretan = tanda)
memperlihatkan peran besar subjek dalam proses transformasi bahasa. Tanda dalam
pandangan Peirce selalu berada di dalam proses perubahan tanpa henti, yang disebut
proses semiosis tak terbatas (unlimited semiosis), yaitu proses penciptaan rangkaian
interpretan yang tanpa akhir.41
Pada tahap pertama, semiosis melibatkan hubungan antara tanda dengan
objek. Tahap ini untuk mengetahui bagaimana representasi sebuah objek melalui
tanda. Selanjutnya pada tahap kedua, terjadi hubungan antara tanda dengan
interpretan pada subjek. Representasi objek melalui tanda (dalam tahap satu)
kemudian menimbulkan pemaknaan atau pemahaman di benak subjek, sehingga
menimbulkan beberapa interpretasi. Dan terakhir, terjadi hubungan tanda dengan
40
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), h.41-42. 41
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, (Jalasutra: Yogyakarta, 2003), h.266.
51
pemahaman. Pada tahap ini, beberapa interpretasi yang dilakukan oleh subjek
ditampilkan sesuai dengan konteks, sehingga sebuah interpretasi kemudian muncul
sesuai dengan situasi maupun keadaan di mana tanda tersebut berada.42
Model triadik Peirce ini memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda,
yaitu representamen (sesuatu yang merepresentaikan sesuatu yang lain), objek
(sesuatu yang direpresentasikan) dan interpretan (interpretasi seseorang tentang
tanda). Model triadik ini diuraikan elemen-elemennya secara lebih detail sebagai
berikut.43
Tabel 2.2
Tiga Trikotomi Model Semiotik Peirce
Trikotomi Representamen Objek Interpretan
Kategori
Firstness Qualisign Ikon Rheme
Otonom atau berdiri - Proper sign - Kopi - Class name
Sendiri - Tanda - Tiruan - Proper
potensial - Keserupaan Name - Kepertamaan - Kesamaan - Masih
- Apa adanya Terisolasi - Kualitas Dari Konteks
Secondness Sinsign Indeks Dicent
Dihubungkan - Token - Penunjukan Tanda
dengan realitas - Pengalaman - Kausal eksistensi
- Prilaku aktual
- Perbandingan Thirdness Legisign Simbol Argument
Dihubungkan - Tipe - Konvensi Gabungan
dengan aturan, - Memori - Kesepakata dan dua
konvensi, ata kode - Sintesis N premis
- Mediasi
- Komunikasi
42 Indah Prastika, Analisis Semiotika Kritik Sosial Dalam Kartun Bung Sentil di Harian
Umum Media Indonesia Edisi “Disapu Banjir”, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, 2013, h18. 43
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, h.267.
52
Kategori-kategori dan pembedaan-pembedaan trikotomis yang dibuat oleh
Peirce mengenai tanda mau tidak mau merupakan pintu masuk yang terelakan bagi
hampir setiap teori tanda yang muncul lebih kemudian dan menjadi sumber bagi
salahsatu tradisi utama didalam semiotika. Peirce mengembangkan seluruh
klasifikasinya itu berdasarkan tiga kategori universal berikut:
a. Kepertamaan (firstness) adalah mode berada (mode of being) sebagaimana
adanya, positif, dan tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Ia adalah kategori
dari perasaan yang tak-terefleksikan (unreflected feeling), semata-mata
potensial, bebas, dan langsung; kualitas yang tak-terbedakan (undifferentiated
quality) dan tak-tergantung.44
Dilihat dari sudut pandang representamen, Peirce membedakan tanda-tanda
menjadi qualisign, sinsign dan legisign. Pembedaan ini berdasarkan hakikat tanda
itu sendiri, entah sebagai sekedar kualitas, sebagai suatu eksistensi aktual, atau
sebagai kaidah umum. Pertama, qualisign, tanda yang berkaitan dengan kualitas,
walaupun pada dasarnya tanda tersebut belum dapat menjadi tanda sebelum
memwujud (embodied). Tanda ini biasanya berdisi sendiri dalam artian belum
dikaitkan dengan tanda lainnya. Contohnya hawa panas yang kita rasakan saat
berada di dalam ruangan ketika siang hari bolong, merupakan qualisign sejauh ia
hanya “terasa”, tidak atau belum direpresentasikan dengan apa pun. Kedua,
sinsign, adalah suatu hal yang ada secara aktual yang berupa tanda tunggal. Ia
hanya dapat menjadi tanda melalui kualitas-kualitasnya sehingga melibatkan
sebuah atau beberapa qualisign. Sinsign pada umumnya merupakan perwujudan
44
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77.
53
dari qualisign. Hawa panas yang dirasakan tadi apabila dikatakan dengan kata
“panas”, maka kata tersebut adalah sinsign. Sambil mengucapkan kata “panas”,
secara spontan, tangan kita mungkin mengibaskan tangan untuk
merepresentaikan hawa panas yang kita rasakan. Maka gerakan tangan itulah
yang kemudian menjadi sinsign. Ketiga, legisign adalah suatu hukum atau kaidah
yang merupakan tanda. Setiap tanda konvensional kebahasaan adalah legisign.
Misalnya ungkapan „suatu hari yang cerah‟ adalah legisign karena hanya
dapat tersusun berkat adanya tatabahasa, khususnya kaidah stuktur frase, di
dalam bahasa Indonesia yang mengharuskan kata benda (nomina) diletakkan
mendahului kata sifat (adjekif) (N=Adj).45
b. Kekeduaan (secondness) mencakup relasi pertama dengan yang kedua. Ia
merupakan kategori perbandingan (comparison), faktisitas (facticity),
tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan waktu.46
Dipandang dari
sisi hubungan representamen dengan objeknya, yakni hubungan
“menggantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan
oleh Peirce menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Pertama
ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula
dikatakan, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa
yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon Sultan. Peta
Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam
45
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77-78. 46
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77.
54
peta tersebut. Cap jempol Sultan adalah ikon dari ibu jari Sultan. Kedua
indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa
yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya asap dan
api, asap menunjukan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda
indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah
indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu. Ketiga,
simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian
yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah
mengerti apa yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila
bagi Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna.
Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang eskimo,
misalnya Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung biasa.47
c. Keketigaan (thirdness) menghantar yang kedua kedalam hubungannya dengan
yang ketiga. Ia adalah kategori mediasi, kebiasaan (habit), ingatan,
kontinuitas, sintesis, komunikasi (semiosis), representasi, dan tanda-tanda.48
Pembagian terakhir yakni menurut hakikat interpretannya, Pierce
membedakan tanda-tanda mejadi rema (rheme), tanda disen (dicent sign atau
dicisign), dan argumen (argument). Pertama, rema adalah suatu tanda
kemungkinan kualitatif, yakni tanda apa pun yang tidak betul dan tidak salah.
Sebuah huruf atau fonem yang berdiri sendiri adalah rema, bahkan nyaris
semua kata tunggal dari kelas kata apa pun, entah kata kerja, kata benda, kata
47
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h.16-17. 48
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.76-77.
55
sifat, dan lain sebagainya adalah rema pula, kecuali kata ya dan tidak atau
benar atau salah. Tanda berupa rema biasanya memunculkan beragam pilihan
makna, misalnya seseorang bermata merah bisa menandakan dia sakit mata,
baru bangun tidur, atau akibat menangis. Kedua, tanda disen atau dicisign
adalah tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual (a sign of fact), yang
biasanya berupa ungkapan yang dapat dipercaya, disangkal, atau dibuktikan
kebenarannya. Jadi tanda ini telah berupa pernyataan atau sesuatu sudah nyata
maknanya. Misalnya seperti pernyataan “Tom adalah seekor kucing”. Dari
pernyataan tersebut mungkin saja salah, namun juga bisa benar jika dikaitkan
dengan sebuah film kartun anak-anak. Ketiga, argumen adalah tanda hukum
atau kaidah yang didasari oleh prinsip yang mengarah kepada kesimpulan
tertentun yang cenderung benar. Apabila tanda disen cuma menegaskan
eksistensi sebuah objek, maka argumen mampu membuktikan kebenarannya.
Contoh yang paling jelas dari sebuah argumen bisa dibaca pada silogisme:
Semua kucing bermusuhan dengan tikus. Tom adalah seekor kucing.
Maka, Tom kucing bermusuhan dengan Jerry tikus.49
D. Ideologi Media
Secara umum dapat dikatakan bahwa ideologi memiliki dua pengertian yang
berbeda. Pengertian dalam tataran positif menyatakan bahwa ideologi dipersepsikan
sebagai realitas pandangan dunia (world view, welltanschaung) yang menyatakan
nilai sistem kelompok atau komunitas sosial tertentu untuk melegitimasikan
49
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.81.
56
kepentingannya. Sementara pengertian dalam tataran negatif menyatakan bahwa
ideologi dipersepsikan sebagai realitas kesadaran palsu. Dalam arti bahwa ideologi
merupakan sarana manipulatif dan deceptive pemahaman manusia terhadap realitas
sosial.50
Ada sejumlah definisi terkait ideologi. Raymond Williams menemukan tiga
penggunaan utama. Pertama, suatu sistem keyakinan yang menandai kelompok atau
kelas tertentu.Kedua, ideologi merupakan suatu sistem keyakinan ilusioner-gagasan
palsu- yang bisa dikontraskan dengan pengetahuan sejati atau pengetahuan ilmiah.
Ketiga, ideologi seringkali digunakan untuk sebuah proses umum produksi makan
dan gagasan.51
Ideologi merupakan sarana yang digunakan untuk ide-ide kelas yang berkuasa
sehingga bisa diterima oleh keseluruhan masyarakat sebagai sesuatu yang alami dan
wajar.52
Menurut Antonio Gramsci, mengenai hegemoni media masa adalah alat yang
digunakan elit berkuasa untuk “melestarikan kekuasaan, kekayaan, dan status mereka
(dengan mempopulerkan) falsafah, kebudayaan dan moralitas mereka sendiri.53
Di
satu pihak media masa merupakan sebuah medium penyampai informasi dan di pihak
lain media masa dapat pula dijadikan sebagai alat penyebar luasan ideologi golongan
tertentu. Oleh karena itu, media massa seringkali memiliki kepentingan tertentu.
50
Karl Manheim, Ideologi and Utopia An introduction to the sociologi of knowledge,(London, Rouledge, 1979),h. 24. 51
Raymond William dalam Haroni Kerelawanan dalam Televisi Indonesia. Jakarta:FISIP UI, 2009. 52
John Fiske, Cultural and Communication Stidiest, Sebuah Pengantar paling Komprehensif,
Jalan Sutera,h. 239. 53
James Lull, Media Komunikasi Kebudayaan: Suatu Pendekatan, Jakarta, Global, 1998,h.34
57
Kekuatan yang bermain di dalam dan di luar media diyakini memiliki
pengaruh terhadap proses komunikasi yang dilakukan media masa tersebut. Dalam
beberapa kasus, pemberitaan media melibatkan dominasi kelompok-kelompok
dominan. Sebagai medium penyampaian pesan, media memang tidak bisa bersifat
netral.Begitu pula pesan-pesan yang terkandung di dalamnya juga tidak bisa
dikatakan bebas nilai karena pesan-pesan tersebut mengandung makna-makna
tertentu dan seringkali mengandung pesan yang sarat dengan muatan ideologis.
Teori-teori klasik ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun
oleh kelompok yang dominan dengan tujauan untuk memproduksi dan melegitimasi
dominasi mereka.54
Pengaruh media masa yang begitu besar terhadap masyarakat
membuat media masa dijadikan alat oleh kelompok-kelompok tertentu dalam
mengomunikasikan ideologi-ideologi demi kepentingan mereka.
Shoemaker dan Reese melihat ideologi sebagai salah satu faktor yang dapat
memengaruhi isi media.Ideologi diartikan sebagai suatu mekanisme simbolok yang
berperan sebagai kekuatan pengikat dalam masyarakat.Tingkat ideologi menekankan
pada kepentingan siapakah seluruh rutinitas dan organisasi media itu bekerja.55
Hal ini tidak lepas dari unsur nilai, kepentingan dan kekuatan atau kekuasaan
apa yang ada dalam media tersebut. Kekuasaan tersebut berusaha dijalankan dan
disebarkan melalui media sehingga media tidak lagi bersifat netral. Media bukanlah
54
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis teks Media,h. 13. 55
Shoemacker dan Roses dalam Ulul Azmi, “Konstruksi Realitas Islam Di Media Massa: Analisis framing; Konflik Palestina Israel Di Harian Kompas Dan Republika,” (skripsi S 1 Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta,2008).
58
ranah netral dimana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok
akan mendapat perlakuan yang sama dan seimbang.56
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa media seringkali dijadikan alat oleh
kelompok pemegang kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat. Nilai yang dianggap
penting bagi pemegang kekuasaan disebarkan melalui media, sehingga isi media
mencerminkan apa yang diinginkan oleh pemilik kekuasaan tersebut.
Ideologi bekerja melalui bahasa dan bahasa adalah medium tindakan sosial.57
Dalam media massa, aspek-aspek ideologi dapat dilihat dari bagaiman mereka
menyampaikan pesan kepada khalayaknya. Dalam hal ini pesan-pesan disampaikan
melalui simbol-simbol baik verbal maupun non verbal. Simbol-simbol itu dapat
mewakili ide, perasaan, pikiran serta ideologi.Ideologi secara verbal dapat diamati
dengan melihat pilihan bahasa dan struktur bahasa yang dipakai.
Ketika masyarakat digiring oleh pemahaman tentang sesuatu, maka
sesungguhnya itu adalah sebuah ideologi yang ditentukan oleh berbagai pengaruh
yang seringkali sangat halus. Media sangat penting karena mereka langsung
menampilkan sebuah cara untuk memandang realita. Meskipun media
menggambarkan ideologi secara eksplisit dan langsung, suara-suara menentang akan
selalu ada sebagai bagian dari perjuangan dialektis antara kelompok-kelompok
masyarakat.
56
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana,h. 55. 57
John b Thompson, Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia,
(Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005),h. 19.
59
Media tetap saja didominasi oleh ideologi penguasa dan oleh sebab itu mereka
menghadapi suara-suara yang menentang dari dalam kerangka ideologi yang
dominan, yang memberikan pengaruh pada pendefinisian kelompok-kelompok
sebagai “batas”. Ironi dari mediaadalah bahwa mereka menampilkan ilusi
keberimbangan dan obyektivitas. Sementara dalam kenyataannya mereka merupkan
instrumen yang jelas dari tatanan yang dominan.
Tak dapat dipungkiri bahwa setiap media pasti mempunyai ideologi atau bisa
disebut doktrin-doktrin tertentu yang dipegang erat dalam menjalankan tugasnya. Hal
ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada disekitarnya. Masing-masing
media dengan ideologi institusinya mampu mengemas suatu peristiwa menjadi
realitas baru untuk dikonsumsi khalayak pembacanya.
60
BAB III
REALITAS OBJEKTIF DAN PROFIL MAJALAH TEMPO
A. Profil Majalah Tempo
Di tahun 1969, sekumpulan anak muda berangan-angan membuat sebuah
majalah berita mingguan. Alhasil, terbitlah majalah berita mingguan bernama
Ekspres. Di antara para pendiri dan pengelola awal, terdapat nama seperti Goenawan
Mohamad, Fikri Jufri, Christianto Wibisono, dan Usamah. Namun, akibat perbedaan
prinsip antara jajaran redaksi dan pihak pemilik modal utama, terjadilah perpecahan.
Goenawan cs keluar dari Ekspres pada 1970.1
Di sudut Jakarta yang lain, seorang Harjoko Trisnadi sedang mengalami
masalah. Majalah Djaja, milik Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), yang
dikelolanya sejak 1962 macet terbit. Menghadapi kondisi tersebut, karyawan Djaja
menulis surat kepada Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin, minta agar Djaja
diswastakan dan dikelola Yayasan Jaya Raya – sebuah yayasan yang berada di bawah
Pemerintah DKI. Lalu terjadi rembugan tripartite antara Yayasan Jaya Raya – yang
dipimpin Ir.Ciputra - orang-orang bekas majalah Ekspres, dan orang-orang bekas
majalah Djaja. Disepakatilah berdirinya majalah Tempo di bawah PT. Grafiti Pers
sebagai penerbitnya.2
1 Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah 2 Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah
61
Mengenai filosofi dari kata Tempo, menurut Goenawan karena kata ini mudah
diucapkan, terutama oleh para pengecer. Cocok pula dengan sifat sebuah media
berkala yang jarak terbitnya longgar, yakni mingguan. Edisi perdana majalah Tempo
terbit pada 6 Maret 1971.3
Edisi pertama Tempo diterbitkan pada 6 Maret 1971 dengan Goenawan
Mohamad sebagai Pemimpin Redaksi. Goenawan Mohamad adalah seorang
intelektual yang punya wawasan yang begitu luas, mulai pemain sepak bola, politik,
ekonomi, seni dan budaya, dunia perfilman, dan musik. Pandangannya sangat liberal
dan terbuka. Goenawan Mohamad pernah di evakuasi kepolisian saat acara diskusi
peluncuran buku berjudul „Allah, Liberty and Love‟ karya Irshad Manji di Komunitas
Salihara, Jakarta Selatan. Acara ini dituding mendukung Homoseks, Lesbian, dan
perkawinan sesama jenis. Goenawan Mohamad juga sering tampil sebagai
narasumber pada situs Jaringan Islam Liberal (islamlib.com).
Pada tahun 1982, untuk pertama kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap
terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar. Saat itu
tengah dilangsungkan kampanye dan prosesi Pemilihan Umum. Tapi akhirnya Tempo
diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani semacam "janji" di atas kertas
segel dengan Ali Moertopo, Menteri Penerangan saat itu (zaman Soeharto ada
Departemen Penerangan yang fungsinya, antara lain mengontrol pers).4
Tempo luput dari pembredelan dua kali pada masa Orde Baru, tahun 1974 da
1978, tetapi tak bisa mengelak ketika pemberitaannya pada 1982 saat terjadi insiden
3 Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah 4 Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah
62
Lapangan Banteng menjelang Pemilu 1982 dianggap pemerintah mengganggu
keamanan. Untuk itu, pemimpin redaksi majalah Tempo harus menandatangani
kesepakatan dengan Departemen Penerangan untuk tidka meliputi isu-isu yang
sensitif, termasuk yang menyangkut keluarga cendana.
Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin mengental
semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula daya kritik Tempo
terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah sedemikian melumut. Puncaknya, pada
Juni 1994. Untuk kedua kalinya Tempo dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri
Penerangan Harmoko. Tempo dinilai terlalu keras mengkritik Habibie dan Soeharto
ihwal pembelian kapal-kapal bekas dari Jerman Timur.5
Ternyata drama pembenturan antara pers-pemerintah seperti pada tahun 1978
terulang lagi. Pada 21 Juni 1994, Menteri Penerangan mencabut izin terbit berita
mingguaan ternama di negara ini, yaitu majalah tertua ysng paling bergengsi Tempo
(perkiraan angka penjualan sebelum ditutup adalah sekitar 187.000). Tempo memuat
detail-detail pertikaian dalam kabinet antara Menteri Keuangan Mar‟ie Muhammad
dan Menteri Riset dan Teknologi B.J Habibie yang anak didik Soeharto. Konflik
tersebut berkisar soal pembelian dan perbaikan 39 kapal milik angkatan laut Jerman
Timur yang kondisinya rusak berat.6
Setelah diberedel pada 21 Juni 1994, pemimpin redaksi sekaligus pendiri
Tempo, Goenawan Mohamad, menyatakan, “Tempo sekarang tersungkur ke dasar
tempat sampah sejarah nan megah.” Jajaran pemimpin Tempo mengambil sikap
5 Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah 6 David T. Hill, Pers di Massa Orde Baru, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) h.43
63
majalah ini tidak akan muncul kembali kecuali pemerintah setuju untuk membatalkan
perintah pencabutan izin terbit (SIUPP) dan mengizinkan majalah ini kembali ke
bentuk semula.7
Selepas Soeharto lengser pada Mei 1998, mereka yang pernah bekerja di
Tempo – dan tercerai berai akibat bredel – berembuk ulang. Mereka bicara ihwal
perlu – tidaknya majalah Tempo terbit kembali Hasilnya, Tempo harus terbit kembali.
Maka, sejak 12 Oktober 1998, majalah Tempo hadir kembali.8
Untuk meningkatkan skala dan kemampuan penetrasi ke bisnis dunia media,
maka pada tahun 2001, PT. Arsa Raya Perdana go public dan menjual sahamnya ke
public dan lahirlah PT. Tempo Inti Media Tbk. (PT.TIM) sebagai penerbit majalah
Tempo - yang baru. – Pada tahun yang sama (2001), lahirlah Koran Tempo yang
berkompetisi di media harian.9
Sebaran informasi di bawah bendera PT.TIM Tbk, terus berkembang dengan
munculnya produk-produk baru seperti majalah Tempo Edisi Bahasa Inggris,
Travelounge (2009) dan Tempo Interaktif - yang kemudian menjadi tempo.co serta
Tempo News Room (TNR), kantor berita yang berfungsi sebagai pusat berita media
Group Tempo. Tempo juga mencoba menembus bisnis televisi dengan mendirikan
Tempo TV, kerjasama dengan kantor berita radio KBR 68 H.10
7 David T. Hill, Pers di Massa Orde Baru, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) h.104
8 Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah 9 Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah 10
Tempo Media Group, “Sejarah Tempo”, artikel ini diakses pada 14 Juli 2014 pukul
01:39 WIB dari http://korporat.tempo.co/tentang/sejarah
64
Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput
berita dan politik. Tempo merupakan majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi
dengan pemerintah. Tempo diterbitkan oleh PT Tempo Inti Media Tbk,.
Menengok sejarah, Tempo lahir dan mati pada zaman Orde Baru. Beberapa
pendiri Tempo adalah para aktivis mahasiswa tahun 1965/1966 yang ikut
menggulingkan Soekarno dan kemudian menempuh jalan masng-masing untuk
mengisi zaman Orde Baru. Beberapa di antaranya lalu mendirikan Tempo, setelah
gagal berkongsi dengan pengusaha pers kala itu, BM Diah, dengan majalah Ekspres-
nya, berhasil mendapatkan dana dari sekelompok pelaku bisnis Jakata untuk
menerbitkan majalah mingguan berkualitas seperti majalah Time. Para pendirinya
menyebut majalah itu sebagai eksperimen pertama atas modal kerja industri pers di
negeri ini, di mana jurnalis memberi kontribusi lewat hasil kerjanya sementara
pengusaha menyumbangkan modal dan keduanya saling berbagi keuntungan secara
seimbang.11
Kantor Tempo pertama kali berada di Senen. Di kantor pertama itulah para
seniman, budayawan, dan wartawan berbagi pengetahuan. Beberapa penulis yang
turu menuangkan ide pemikirannya melalui opini dan karikatur. Namun situasi ini
bergeser ketika kemudian Tempo pindah dari suasana pasar ke situasi perkantoran
modern di kawasan Kuningan.
11
David T. Hill, Pers di Massa Orde Baru, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) h.105
65
Tempo merupakan bagian dari fondasi ekonomi yang menyokong Orde Baru.
Jika dicermati, periode ketika Tempo berjaya pada dekade 1980-an, anggaran belanja
iklan perusahaan-perusahaan banyak masuk media cetak.
Setelah perpindahan Tempo ke Kuningan pada tahun 1986, setahun kemudian
terjadi eksodus puluhan wartawan di sana. Mereka keluar Tempo untuk mendirikan
majalah Editor. Beberapa wartawan yang turut keluar menyatakan Tempo telah
berubah, tidak lagi merupakan institusi perjuangan melainkan bisnis. Dalam banyak
hal manajemen sering kali membela pemilik dan tidak lagi menganggap wartawan
sebagai aset berharga.
Masuk ke awal 1990-an perlahan-lahan iklan televisi swasta muncul, dan
perlahan tapi pasti, iklan yang awalnya didominasi media cetak pun mulai terengut
oleh media televisi. Di sinilah letak pergeseran strukturalnya dan kondisi ini terus
bertahan hingga sekarang. Industri media cetak saat ini hanya memiliki porsi 20-30
persen dari total belanja iklan yang ada, sementara untuk media teleisi jumlahnya bisa
mencapa 50 persen walau harus dibagi dengan semakin banyak stasiun televisi.
Tantangan sesungguhnya datang ketika Tempo masuk dalam periode hidup
antara tahun 1998 hingga hari ini. Tantangan jauh lebih kompleks dan dalam deru
industri media yang makin menyodorkan dunia yang makin datar, tak mungkin lagi
mengejar jumlah oplah hingga ratusan ribu eksemplar seperti pada masa sebelumnya.
Tempo mejadi terbata-bata untuk bisa terus eksis di periode berikut. Logika
pasar punya cara berfikir sendiri untuk terus hidup, dan kalau formula lama terus
dikembangkan ada persoalan dengan selera masyarakat yang juga berubah.
66
Bagi sebuah majalah yang terus berjuang untuk eksis dan mengedepankan
mutu jurnalistik serta suatu model perusahaan media yang sehat dan moden, Tempo
harus membuktikan bahwa kedalaman pemberitaan yang ditulisnya serta cara
penulisan yang “enak dibaca dan perlu” itu memang masih dibutuhkan oleh
masyarakat.
B. Representasi Calon Gubernur Jakarta Pada Ilustrasi Sampul Majalah Tempo
2016-2017
Tempo merupakan majalah berita yang seringkali menampilkan sampul
dengan ilustrasi yang terkesan menyindir dan mengkritik, khususnya pada isu
Pilkada. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti tujuh objek penelitian seperti
yang sudah disebutkan di awal, yang terdiri dari tujuh sampul Majalah Tempo. Tujuh
sampul majalah tersebut, menampilkan ilustrasi mengenai isu Pilkada yang terjadi di
Jakarta pada penghujung 2016 hingga awal 2017. Seperti pada sampul majalah
Tempo edisi 19-25 September 2016, 26 September-2 Oktober 2016, 19-23 Oktober
2016, 28 November-4 Desember 2016, 16-22 Januari 2017, 13-19 Februari 2017, dan
23-26 Februari 2017 yang menampilkan ilustrasi calon gubernur DKI Jakarta. Hal ini
menjadi menarik, karena tujuh edisi majalah berita nasional menampilkan ilustrasi
calon gubernur DKI Jakarta sesuai isu yang sedang berkembang.
Selain itu dalam bab ini peneliti juga menambahkan tabel dan gambar agar
memudahkan pembaca mengerti apa yang diteliti dan dapat juga melihat tanda-tanda
67
yang ada dalam sampul Majalah Tempo. Sampul majalah Tempo yang akan dianalisis
adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Sampul Majalah Tempo dan yang Diteliti
JUDUL EDISI
LAWAN, BANG! 19-25 SEPTEMBER 2016
MULAI! 26 SEPTEMBER-2 OKTOBER 2016
KUDA-KUDA MENJELANG LAGA 19-23 OKTOBER 2016
PERANG DIGITAL PILKADA JAKARTA 28 NOVEMBER-4 DESEMBER 2016
SIASAT DI BALIK DEBAT 16-22 JANUARI 2017
MANUVER TERAKHIR 13-19 FEBRUARI 2017
AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG 23-26 FEBRUARI 2017
Gambar 3.2
Sampul Majalah Tempo
Edisi 26 September-2 Oktober 2016
Gambar 3.1
Sampul Majalah Tempo
Edisi 19-25 September 2016
68
Gambar 3.3 Gambar 3.4
Sampul Majalah Tempo Sampul Majalah Tempo
Edisi 19-23 Oktober 2016 Edisi 28 November-4 Desember 2016
Gambar 3.5 Gambar 3.6
Sampul Majalah Tempo Sampul Majalah Tempo Edisi 16-22 Januari 2017 Edisi 13-19 Februari 2017
69
Gambar 3.7
Sampul Majalah Tempo
Edisi 20-26 Februari 2017
70
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Sampul Majalah Tempo
Pada bab hasil temuan dan analisis data ini peneliti akan menguraikan
berbagai hal mengenai hasil dan analisis peneliti. Hasil dari penelitian ini peneliti
peroleh melalui proses terhadap tanda-tanda yang ada pada sampul Majalah Tempo,
kemudian mendeskripsikannya ke dalam suatu bentuk analisis yang tersistematis. Bab
ini mengacu kepada identifikasi masalah penelitian yang sebelumnya telah
dirumuskan dengan menggunakan metode analisis semiotika yang merupakan bagian
dari metode analisis data dalam penelitian kualitatif.
Untuk itu peneliti memfokuskan penelitian ini pada tanda-tanda yang terdapat
dalam sampul Majalah Tempo dengan menggunakan teori segitiga semiotik Charles
Sanders Pierce berdasarkan Sign (qualisign, sinsign, dan legisign), Object (icon,
index, dan symbol), dan Interpretant (rheme, dicent sign atau dicisign dan argument).
B. Hasil Temuan dalam Sampul Majalah Tempo
Dalam bab ini peneliti juga menambahkan tabel dan gambar agar
memudahkan pembaca mengerti apa yang diteliti dan dapat juga melihat tanda-tanda
yang ada dalam sampul Majalah Tempo. Sampul majalah Tempo yang akan dianalisis
adalah sebagai berikut:
71
1. LAWAN, BANG! (Edisi 19-25 September 2016)
Gambar 4.1
Sampul Majalah Tempo (Edisi 19-25 September 2016)
Sampul tersebut (Gambar 4.1) dapat dideskripsikan lima orang sedang berada
di ruang ganti pakaian. Dua orang menggunakan pakaian adat Betawi lengkap dengan
senjata tajam jenis golok. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengenakan baju hitam
dengan peci hitam. Sandiaga Salahudin Uno (Sandi) mengenakan baju oranye juga
dengan peci hitam. Sedangkan pria dengan kemeja putih di belakang Ahok dan Sandi
adalah Anies Rasyid Baswedan (Anies) terlihat sedang melakukan pengukuran
pakaian dengan seorang yang diilustrasikan sebagai perancang busana. Dalam
A
B
C
F
D
G
E
72
ilustrasi hadir pula seorang wanita berhijab merah, ia Tri Rismaharini (Risma). Ia
terlihat sedang menunggu giliran untuk pengukuran pakaian. Di sisi kanan bawah
sampul terdapat judul “LAWAN, BANG!”.
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
1. Qualisign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul Tempo edisi ini tampak pada teks
dalam judul (Kode G) “LAWAN, BANG!”. Dalam judul tersebut, kata “LAWAN”
merupakan penekanan agar Ahok dan Sandi bersiap untuk bersaing dengan pendatang
baru dalam bursa pemilihan gubernur DKI Jakarta, yaitu Risma dan Anies.
Selanjutnya kata “BANG” dituliskan dengan diakhiri tanda seru (!) yang menunjukan
adanya penambahan kekuatan dari judul tersebut.
2. Sinsign
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan. Seperti pada kata kata
mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah perjalanan. Sinsign pada sampul
Tempo edisi ini adalah gambar senjata tajam yaitu golok (Kode F) yang sedang
dipegang oleh dua orang yaitu Ahok dan Sandi (Kode A dan C). Pada sampul
majalah, golok yang dipegang oleh Ahok dan Sandi diilustrasikan sebagai senjata
karena ada calon kandidat baru Gubernur DKI Jakarta yaitu Anies dan Risma
.
73
3. Legisign
Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar sebuah
peraturan yang berlaku umum, sebuah konvensi. Hal itu juga dapat dikatakan dari
gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti “ya”, mengerutkan alis,
cara berjabatan tangan. Pada sampul Tempo edisi kali ini, legisign terlihat pada
gerakan tangan Ahok (Kode C). Ahok nampak sedang bersiap membuka golok dari
sarung goloknya, seolah bersiap untuk bertarung. Penekanan juga terlihat dari mimik
wajah Ahok yang garang. Pertarungan yang dimaksud adalah pertarungan dalam
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada Februari 2017. Sedangkan gesture Anies
(kode B), sedang melakukan pengukuran pakaian oleh seorang pria bertopi. Adapun
persiapan tersebut adalah persiapan sebelum masuk dalam bursa Pilkada DKI Jakarta.
Sandi digambarkan sedang bersiap sebelum masuk panggung politik. Sandi
merapihkan pakaian adat Betawi yang ia gunakan, dan berada di depan sebuah
cermin besar seoalah sedang mempersiapkan diri (kode A). Sedangkan Risma terlihat
baru datang ke ruang ganti dengan mengenakan hijab merah (kode D). Risma nampak
sedang menunggu giliran untuk pengukuran pakaian adat Betawi seperti yang
digunakan Ahok dan Anies (kode A dan C).
Tabel 4.1
Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Qualisign Perlawanan H
Sinsign Senjata Tajam Golok F
Legisign Gerakan Tangan C
74
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
1. Icon
Icon adalah tanda yang megandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat
dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada Sampul Majalah Tempo edisi 19-25
September 2016 menampilkan dua orang yang sedang bersiap melakukan
perlawanan yaitu Basuki Tjahaja Purnama dan Sandiaga Salahudin Uno (Sandi)
(Kode A dan C). Kedua orang tersebut nampak sedang bersiap melakukan
perlawanan dengan golok ditangan mereka. Perlawanan yang dimaksud adalah
melawan calon kandidat baru gubernur DKI Jakarta yaitu Anies Rasyid
Baswedan dan Tri Rismaharini (kode B dan D). Kemudian terdapat teks
“LAWAN, BANG!” (Kode G).
2. Index
Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Index pada sampul ini adalah gerakan
tangan Ahok memegang golok (Kode C). Kedua objek (Kode A dan C) sedang
bersiap dengan golok masing-masing di sebuah ruang ganti pakaian. Masih
terkait dengan index, judul “LAWAN BANG!” (Kode G) juga merupakan index
yang berkaitan dengan adegan Ahok dan Sandiaga Uno menggambarkan sedang
bersiap bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta. Hal ini menandakan adanya
perlawanan dari Ahok dan Sandiaga Uno dalam bursa Calon Gubernur Jakarta.
75
3. Symbol
Symbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui
kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik. Symbol yang muncul adalah
terkait adanya persiapan perlawanan dari Calon Gubernur inkumben Jakarta Ahok
dan Sandiaga Uno. Di sisi lain, berlandaskan faktor kecewa, pencalonan Sandiaga
Uno-Mardani Aki, tiga partai politik yang semula bergabung dengan Koalisi
Kekeluargaan memilih membentuk poros baru. Nama Anies Baswedan mencuat
sebagai salah satu kandidat. Ilustrasi pada sampul majalah adalah
menggambarkan dua orang sedang memegang golok masing-masing. Golok yang
dipegang diilustrasikan sebagai alat perlawanan terhadap Calon Kandidat lain
dalam Pilkada DKI Jakarta yaitu Anies Baswedan dan Tri Rismaharini. Dua
orang tersebut adalah Ahok dan Sandi dengan saling menggunakan pakaian adat
Betawi.
Tabel 4.2 Tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Icon Empat Orang Pria dan Seorang Wanita A, B, C, D, E
Index
Mimik atau Gesture Empat Orang Pria dan Seorang
Wanita, Banner Majalah, dan Benda yang Dipegang oleh
Tiga Pria
A, B, C, D, E,
F, G, H
Symbol Persiapan Pertarungan A, B, C, D, E,
F, G, H
76
c. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant
1. Rheme
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Pada sampul Tempo edisi 19-25 September 2016 Ahok yang sedang
memegang golok bersama Sandiaga Uno. Seseorang bisa saja menafsirkan bahwa
Ahok dan Sandi dengan goloknya masing-masing sedang bekerja sama untuk
bertarung dengan Anies Baswedan dan Tri Rismaharini, ini bisa ditafsirkan bahwa
Ahok dan Sandi siap melawan Anies dan Risma dengan cara apapun. Gerakan
tangan Ahok yang memegang golok mengisyaratkan adanya kesiapan Ahok untuk
melawan Anies dan Tri Rismaharini. Namun gambar tersebut bisa saja ditafsirkan
sebagai persaingan antara Ahok dan Sandi, seperti diketahui Ahok adalah rival
Sandi pada Pilkada DKI Jakarta.
2. Dicent Sign
Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Pada kode A dan C, terdapat
gambar Ahok dan Sandi yang masing-masing menggunakan pakaian adat. Pakaian
adat yang mereka gunakan adalah pakaian adat Betawi. Pada sampul ini adegan yang
dilakukan Ahok dan Sandi terlihat sedang bersiap untuk melawan Anies dan Risma.
Hal ini menafsirkan walaupun mereka menjadi rival namun tetap waspada untuk
melakukan perlawanan terhadap kandidat baru calon gubernur DKI Jakarta.
77
3. Argument
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang
sesuatu. Argument pada sampul Tempo yang berjudul LAWAN BANG! terdapat pada
gerakan tangan Ahok dan Sandi (Kode A dan C). Gerakan tangan keduanya
memperlihatkan adanya kewaspadaan terhadan Anies dan Risma. Hal ini diperkuat
dengan judul majalah yaitu “LAWAN” yang menjelaskan adanya perlawanan dari
Ahok dan Sandi pendatang baru dalam Pilkada DKI Jakarta yaitu Anies dan Risma
(Kode B dan D).
Tabel 4.3
Tanda dalam gambar berdasarkan klasifikasi Interpretant
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Rheme Memegang golok F
Dicent Sign Dua pria menggunakan
pakaian adat Betawi
A dan C
Argument Gerakan tangan dan judul
sampul majalah
A, C, F, dan G
Berikut tabel untuk mempermudah pembaca memahami hasil temuan peneliti pada
gambar 4.1
78
Tabel 4.4
Hasil Analisis Sampul Majalah Tempo
Edisi 19-25 September 2016
Sign - Ikon dalam ilustrasi tersebut adalah empat orang
pria dan seorang wanita
- Indeksnya melalui tiga tanda yaitu gesture yang
ditunjukkan pada empat orang pria dan seorang
wanita, banner pada majalah “LAWAN BANG!”
dua buah golok dipegang dua orang pria
- Sementara simbol yang muncul adalah sebuah
persiapan pertarungan
Object - Tiga kandidat calon gubernur DKI Jakarta yaitu
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan
(Anies), dan Tri Rismaharani (Risma), serta Kandidat
Calon Wakil Gubernur pasangan Anies yaitu
Sandiaga Salahudin Uno (Sandi)
- Ahok dan Sandi menggunakan pakaian adat betawi
lengkap dengan golok di tangannya. Anies dan Risma
dengan pakaian formal. Anies digambarkan sedang
menjalani pengukuran pakaian oleh seorang pria
Interpretant Tiga kandidat calon gubernur DKI Jakarta terlibat
persaingan untuk menduduki kursi DKI 1. Ahok
sebaga kandidat inkumben calon gubernur DKI
Jakarta mendapatkan lawan yang serius.
79
2. MULAI! (Edisi 26 September-2 Oktober 2016)
Gambar 4.2
Sampul Majalah Tempo (Edisi 28 November-4 Desember 2016)
Sampul tersebut (Gambar 4.2) dapat dideskripsikan tiga orang sedang duduk
di atas kotak. Tiga orang tersebut duduk di atas kotak dengan bertopang dagu. Dalam
ilustrasi terlihat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Agus Harimurti Yudhoyono
(Agus), dan Anies Rasyid Baswedan (Anies) duduk di atas kotak masing-masing
dengan mimik awajah cemas. Di sisi tengah sampul terdapat judul “MULAI!”.
E
C B A
D
F
80
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
1. Qualisign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul Tempo edisi ini tampak pada teks
dalam judul (Kode E) “MULAI!”. Dalam judul tersebut, kata “MULAI” merupakan
penekanan kepada Ahok, Agus, dan Anies untuk bersiap memulai persaingan jelang
Pilkada DKI Jakarta. Selanjutnya kata “MULAI” dituliskan dengan diakhiri tanda
seru (!) yang menunjukan adanya penambahan kekuatan dari judul tersebut.
2. Sinsign
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan. Seperti pada kata kata
mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah perjalanan. Sinsign pada sampul
Tempo edisi ini adalah gambar sebuah kotak (Kode D) yang sedang diduduki oleh
Ahok, Agus, dan Anies (Kode A, B dan C). Pada sampul majalah, kotak yang
diduduki oleh Ahok, Agus, dan Anies diilustrasikan sebagai kotak suara pada Pilkada
DKI Jakarta mendatang.
3. Legisign
Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar sebuah
peraturan yang berlaku umum, sebuah konvensi. Hal itu juga dapat dikatakan dari
gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti “ya”, mengerutkan alis,
cara berjabatan tangan. Pada sampul Tempo edisi kali ini, legisign terlihat pada
gerakan tangan Ahok, Agus, dan Anies (Kode F). Ketiganya nampak sedang
81
bertopang dagu, seolah sedang harap-harap cemas. Penekanan juga terlihat dari
mimik wajah Ahok, Agus , dan Anies yang cemas. Kecemasan yang dimaksud adalah
cemas dalam menghadapi pertarungan dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada
Februari 2017.
Tabel 4.5 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Qualisign Memulai E
Sinsign Kotak Suara D
Legisign Gerakan Tangan F
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
1. Icon
Icon adalah tanda yang megandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat
dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada Sampul Majalah Tempo edisi 26
September-2 Oktober 2016 menampilkan tiga pria sedang duduk bertopang dagu di
atas kotak masing-masing, yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Agus Harimurti
Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid Baswedan (Anies) (Kode A, B, dan C). Ketiga
pria tersebut nampak duduk dengan cemas di atas kotak. Kecemasan yang dimaksud
adalah cemas dalam menghadapi pertarungan dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta
pada Februari 2017. Kemudian terdapat teks “MULAI!” (Kode E).
82
2. Index
Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Index pada sampul ini adalah gerakan tangan
Ahok, Agus, dan Anies sedang bertopang dagu (Kode F). Masih terkait dengan index,
judul “MULAI!” (Kode E) juga merupakan index yang berkaitan dengan adegan
Ahok, Agus, dan Anies sedang duduk di atas kotak sambil bertopang dagu,
menggambarkan kecemasan ketiganya untuk memulai persaingan Pilkada DKI
Jakarta.
3. Symbol
Symbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui
kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik. Symbol yang muncul adalah
terkait adanya kecemasan unutk memulai pertarungan tiga Calon Gubernur DKI
Jakarta Kode (A, B, dan C). Di sisi lain, Ahok sebagai calon gubernur inkumben DKI
Jakarta menghadapi penantang serius yaitu Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies
Rasyid Baswedan.
Tabel 4.6
Tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Ikon Tiga Orang Pria A, B, C
Indeks
Mimik atau Gesture Tiga Orang Pria,
Banner Majalah, dan Benda yang
Diduduki oleh Tiga Pria
A, B, C, D, E, F
Simbol Tiga Pria Duduk Berbaris dan Topang
Dagu, Duduk di atas Kotak A, B, C, D, E, F
83
c. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant
1. Rheme
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Pada sampul Tempo edisi 24 September-2 Oktober 2016 Ahok, Agus, dan
Anies sedang duduk di atas kotak masing-masing. Seseorang bisa saja menafsirkan
bahwa ketiganya duduk di atas kotak yang digambarkan seolah kotak suara itu,
bahwa ketiganya duduk untuk saling menjaga kotaknya masing-masing. Gerakan
tangan Ahok, Agus, dan Anies diilustrasikan serempak, yaitu tangan kanan
menopang dagu. Ketiganya mengisyaratkan adanya rasa cemas dalam memulai
pertarungan di Pilkada DKI Jakarta. Namun gambar tersebut bisa saja ditafsirkan
sebagai ketakutan tiga calon gubernur DKI Jakarta, jika kotak suara masing-masing
terusik oleh antar calon gubernur, maka ketiganya menduduki kotak suaranya
masing-masing.
2. Dicent Sign
Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Pada kode A, B, dan C, terdapat
gambar Ahok, Agus, dan Anies yang masing-masing menduduki kotak suara. Pada
sampul ini adegan yang dilakukan Ahok, Agus, dan Anies terlihat seragam.
Ketiganya sedang duduk bertopang dagu di atas kotak suara . Hal ini menafsirkan
walaupun mereka siap untuk memulai pertarungan dalam Pilkada DKI Jakarta,
namun tetap cemas dan takut kotak suaranya dicurangi oleh pihak lain.
84
3. Argument
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang
sesuatu. Argument pada sampul Tempo yang berjudul MULAI! terdapat pada
gerakan tangan Ahok, Agus, dan Anies (Kode A, B, dan C). Gerakan tangan dan
mimik wajah ketiganya memperlihatkan adanya kecemasan antara mereka untuk
memulai persaingan untuk menduduki kursi DKI 1. Hal ini diperkuat dengan judul
majalah yaitu “MULAI” yang menjelaskan adanya permulaan bagi tiga calon
gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta yaitu Ahok, Agus, dan Anies (Kode A, B, dan
C).
Tabel 4.7
Tanda dalam gambar berdasarkan klasifikasi Interpretant
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Rheme Duduk di atas kotak A, B, C
Dicent Sign Tiga pria duduk
bertopang dagu
F
Argument Gerakan tangan dan
mimik wajah tiga pria
A, B, C, D,dan
F
85
Berikut tabel untuk mempermudah pembaca memahami hasil temuan peneliti pada
gambar 4.2
Tabel 4.8
Hasil Analisis Sampul Majalah Tempo
Edisi 26 September-2 Oktober 2016
Sign - Ikon dalam ilustrasi tersebut adalah tiga orang
pria
- Indeksnya melalui tiga tanda yaitu gesture yang
ditunjukkan pada tiga orang pria, banner pada
sampul majalah “MULAI!” dan kotak yang diduduki
oleh masing-masing pria
- Sementara simbol yang muncul adalah sebuah
barisan tiga orang pria sedang bertopang dagu dan
duduk di atas kotak
Object Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan (Anies),
dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus). Dalam
ilustrasi, ketiga calon gubernur DKI Jakarta terlihat
murung dengan gesture bertopang dagu dan duduk di
atas kotak
Interpretant Tiga calon gubernur DKI Jakarta terlibat persaingan
untuk menduduki kursi DKI 1.Ketiganya bertarung
dalam menaikkan elektabilitas masing-masing agar
menang di Pilkada DKI Jakarta.
86
3. Kuda-kuda Menjelang Laga (Edisi 17 - 23 Oktober 2016)
Gambar 4.3
Sampul Majalah Tempo Edisi 17 - 23 Oktober 2016
Sampul tersebut (Gambar 4.3) dapat dideskripsikan tiga orang sedang berdiri
dengan menggunakan pakaian koboi lengkap dengan senjata di samping saku celana
masing-masing. Dalam ilustrasi terlihat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Agus
Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid Baswedan (Anies) berdiri saling
bertatap wajah. Di sisi tengah sampul terdapat judul “KUDA-KUDA MENJELANG
LAGA”.
A
C
B
D
E
F
87
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
1. Qualisign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul Tempo edisi ini tampak pada teks
dalam judul (Kode E) “KUDA-KUDA MENJELANG LAGA”. Dalam judul tersebut,
kata “KUDA-KUDA” merupakan kata lain dari peersiapan. Persiapan yang dimaksud
adalah persiapan ketiga calon gubernur DKI Jakarta, yaitu Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid Baswedan (Anies).
Sedangkan kata “MENJELANG LAGA” dalam judul adalah menjelang Pilkada DKI
Jakarta pada Februari 2017.
2. Sinsign
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan. Seperti pada kata kata
mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah perjalanan. Sinsign pada sampul
Tempo edisi ini adalah gambar senjata (Kode D) yang sedang dipegang oleh Ahok,
Agus, dan Anies (Kode A, B, C, dan F). Pada sampul majalah, senjata yang dipegang
oleh Ahok, Agus, dan Anies diilustrasikan sebagai lambang Facebook dan Twitter.
Kedua media sosial tersebut merupakan sarana kampanye oleh ketiga calon gubernur
DKI Jakarta.
88
3. Legisign
Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar sebuah
peraturan yang berlaku umum, sebuah konvensi. Hal itu juga dapat dikatakan dari
gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti “ya”, mengerutkan alis,
cara berjabatan tangan. Pada sampul Tempo edisi kali ini, legisign terlihat pada
gerakan tangan Ahok, Agus, dan Anies (Kode F). Ketiganya nampak sedang
memegang senjata yang ada di samping saku celananya. Penekanan juga terlihat dari
mimik wajah Ahok, Agus , dan Anies yang digambarkan seolah dengan tatapan
garang. Ketiganya berdiri tegak menggunakan kostum koboi lengkap dengan senjata,
dan mimik wajah garang.
Tabel 4.9
Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Qualisign Persiapan E
Sinsign Senjata di samping
saku celana D
Legisign Gerakan Tangan F
89
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
1. Icon
Icon adalah tanda yang megandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat
dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada Sampul Majalah Tempo edisi 17-23
Oktober 2016 menampilkan tiga pria sedang berdiri tegak menantang, yaitu Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid
Baswedan (Anies) (Kode A, B, dan C). Ketiga pria tersebut nampak bertatapan
dengan wajah garang dan pada posisi kuda-kuda. Kuda-kuda yang dimaksud adalah
persiapan dalam menghadapi pertarungan dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta
pada Februari 2017. Kemudian terdapat teks “KUDA-KUDA MENJELANG LAGA”
(Kode E).
2. Index
Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Index pada sampul ini adalah gerakan tangan
Ahok, Agus, dan Anies sedang memegang senjata di samping saku celana masing-
masing (Kode F). Masih terkait dengan index, judul “KUDA-KUDA MENJELANG
LAGA” (Kode E) juga merupakan index yang berkaitan dengan adegan Ahok, Agus,
dan Anies sedang berdiri tegak menantang, menggambarkan kesiapan ketiganya
menjelang persaingan di Pilkada DKI Jakarta.
90
3. Symbol
Symbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui
kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik. Symbol yang muncul adalah
terkait adanya persiapan tiga calon gubernur DKI Jakarta menjelang Pilkada Kode
(A, B, C, D, dan F). Persaingan di media sosial sudah gencar dilakukan oleh tiga
kubu calon gubernur DKI Jakarta.
Tabel 4.10 Tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Ikon Tiga Orang Pria A, B, C
Indeks
Mimik atau Gesture Tiga Orang Pria,
Banner Majalah, dan Benda yang
Dipegang oleh Tiga Pria
A, B, C, D, E, F
Simbol Tiga Pria Berpakaian Koboi Lengkap
dengan Senjata Saling Bertatapan A, B, C, D, E, F
c. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant
1. Rheme
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Pada sampul Tempo edisi 17 - 23 Oktober 2016 Ahok, Agus, dan Anies
sedang berdiri tegak dan saling bertatap wajah. Seseorang bisa saja menafsirkan
bahwa ketiganya akan terlibat pertarungan menggunakan senjata seperti di film
koboi. Gerakan tangan Ahok, Agus, dan Anies diilustrasikan memegang senjata di
samoing saku celananya masing-masing. Ketiganya mengisyaratkan adanya
91
persiapan dalam memulai pertarungan di Pilkada DKI Jakarta. Namun gambar
tersebut bisa saja ditafsirkan sebagai ketegangan dan kewaspadaan tiga calon
gubernur dalam menghadapi Pilkada mendatang.
2. Dicent Sign
Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Pada kode A, B, dan C, terdapat
gambar Ahok, Agus, dan Anies yang berpakaian layaknya koboi, lengkap dengan
senjata masing-masing. Pada sampul ini adegan yang dilakukan Ahok, Agus, dan
Anies terlihat seolah akan bertrung. Ketiganya berdiri tegak menantang dan saling
bertatap wajah. Ahok menatap Anies, Anies menatap Agus, dan Agus menatap wajah
Ahok. Hal ini menafsirkan walaupun mereka siap menjelang Pilkada DKI Jakarta,
namun tetap pasang kuda-kuda atau waspada antar calon.
3. Argument
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Argument pada sampul Tempo yang berjudul KUDA-KUDA MENJELANG LAGA
terdapat pada gerakan tangan Ahok, Agus, dan Anies (Kode A, B, C, dan D).
Gerakan tangan dan mimik wajah ketiganya memperlihatkan adanya ketegangan
antara mereka untuk memulai persaingan menduduki kursi DKI 1. Hal ini diperkuat
dengan judul majalah yaitu “KUDA-KUDA” yang menjelaskan adanya persiapan dan
rasa waspada bagi tiga calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta yaitu Ahok, Agus,
dan Anies (Kode A, B, dan C).
92
Tabel 4.11
Tanda dalam gambar berdasarkan klasifikasi Interpretant
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Rheme Berdiri tegak A, B, C
Dicent Sign Tiga pria berdiri tegak
dan saling bertatap wajah
A,B, C
Argument Gerakan tangan dan
mimik wajah tiga pria
A, B, C, D,dan
F
Berikut tabel untuk mempermudah pembaca memahami hasil temuan peneliti pada
gambar 4.3
Tabel 4.12
Hasil Analisis Sampul Majalah Tempo
Edisi 26 September-2 Oktober 2016
Sign - Ikon dalam ilustrasi tersebut adalah tiga orang
pria
- Indeksnya melalui tiga tanda yaitu gesture yang
ditunjukkan pada tiga orang pria, banner pada
majalah “Kuda-kuda Menjelang Laga” dan senjata
yang dipegang oleh ketiga pria
- Sementara simbol yang muncul adalah sebuah
persiapan perang
Object Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan (Anies),
dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus). Dalam
ilustrasi, ketiga calon gubernur DKI Jakarta
menggunakan pakaian seperti koboi, lengkap dengan
senjata di sisi celana.
Interpretant Tiga calon gubernur DKI Jakarta terlibat persaingan
untuk menduduki kursi DKI 1. Mulai dari blusukan,
hingga perang di dunia maya yaitu sosial media.
93
4. PERANG DIGITAL PILKADA JAKARTA (Edisi 28 November-4 Desember
2016)
Gambar 4.4
Sampul Majalah Tempo (Edisi 28 November-4 Desember 2016)
Sampul tersebut (Gambar 4.4) dapat dideskripsikan tiga orang sedang berada
di puncak Tugu Monumen Nasional (Monas). Tiga orang menggunakan Pakaian
Dinas Lapangan (PDL) lengkap dengan helm dan peralatan proyek. Peralatan proyek
yang digambarkan pada sampul adalah tali yang di bagian ujungnya terddapat
pengait. Tiga orang yang diilustrasikan adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Agus
Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid Baswedan (Anies). Ahok, Agus, dan
Anies digambarkan seolah ingin menggapai puncak Tugu Monas dengan
perlengkapan dan peralatan masing-masing. Di sisi kiri sampul terdapat judul
“PERANG DIGITAL PILKADA JAKARTA”.
A
B
C
D
F
E
94
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
1. Qualisign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul Tempo edisi ini tampak pada teks
dalam judul (Kode F) “PERANG DIGITAL PILKADA JAKARTA”. Dalam judul
tersebut, kata “PERANG” merupakan kata lain dari persaingan. Persaingan yang
dimaksud adalah persaingan ketiga calon gubernur DKI Jakarta, yaitu Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid Baswedan
(Anies). Sedangkan kata “DIGITAL” dalam judul adalah media sosial yang kerap
digunakan untuk kampanye dalam Pilkada DKI Jakarta.
2. Sinsign
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan. Seperti pada kata-kata
mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah perjalanan. Sinsign pada sampul
Tempo edisi ini adalah gambar perangkat pengait (Kode D) yang sedang dipegang
oleh kedua calon gubernur DKI Jakarta (Kode A dan C). Pada sampul majalah,
pengait yang dipegang oleh kedua pria (Kode A dan C) diilustrasikan sebagai
lambang Facebook dan Twitter. Kedua media sosial tersebut merupakan sarana
kampanye oleh ketiga calon gubernur DKI Jakarta. Di sisi lain, seorang pria (Kode B)
hanya menyaksikan kedua pria lainnya yang sedang berusaha menggapai puncak
Tugu Monas (Kode E).
95
3. Legisign
Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar sebuah
peraturan yang berlaku umum, sebuah konvensi. Hal itu juga dapat dikatakan dari
gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti “ya”, mengerutkan alis,
cara berjabatan tangan. Pada sampul Tempo edisi kali ini, legisign terlihat pada
gerakan tangan Agus, dan Anies (Kode A dan C). Keduanya nampak sedang
mengayunkan tali yang di ujung salah satu sisinya terdapat pengait (Kode D) dan
berusaha menggapai puncak Tugu Monas (Kode E). Penekanan juga terlihat dari
gesture Ahok ( Kode B) yang menyaksikan Agus dan Anies (Kode A dan C) sedang
berusaha menggapai ujung Tugu Monas.
Tabel 4.13 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Qualisign Perang digital F
Sinsign Alat Pengait D
Legisign Gerakan Tangan Kedua
Pria A dan C
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
1. Icon
Icon adalah tanda yang megandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat
dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada Sampul Majalah Tempo edisi 28
November-4 Desember 2016 menampilkan tiga pria sedang berada di ujung Tugu
Monas (Kode A, B, C, dan E). Ketiganya adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok),
96
Agus Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid Baswedan (Anies) (Kode A,
B, dan C). Agus dan Anies berupaya menggapai puncak Tugu Monas dengan
peralatan masing-masing (Kode A, C, D, dan E). Sedangkan Ahok (Kode B)
menyaksikan Agus dan Anies dari bawah. Terdapat kata Perang Digital dalam judul
sampul majalah Tempo edisi ini. Perang Digital yang dimaksud adalah persaingan
antara ketiga calon gubernur (Kode A, B, dan C) dengan menggunakan media sosial,
seperti ilustrasi pada sampul (Kode D). Kemudian terdapat teks “PERANG DIGITAL
PILKADA JAKARTA” (Kode F).
2. Index
Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Index pada sampul ini adalah gerakan tangan
Agus, dan Anies sedang mengayunkan tali berpengait di ujungnya, untuk menggapai
puncak Tugu Monas (Kode A, C, D, dan E). Di sisi bawah, Ahok (Kode B) dengan
gesture menyaksikan kedua rivalnya sedang meraih puncak Tugu Monas. Masih
terkait dengan index, judul “PERANG DIGITAL PILKADA JAKARTA” (Kode F)
juga merupakan index yang berkaitan dengan adegan Ahok, Agus, dan Anies sedang
terlibat persaingan menjadi gubernur DKI Jakarta dengan menggunakan media sosial.
3. Symbol
Symbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui
kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik. Symbol yang muncul adalah
terkait adanya persaingan tiga calon gubernur DKI Jakarta menjelang Pilkada Kode
97
(A, B, C, D, dan F). Persaingan di media sosial sudah gencar dilakukan oleh tiga kubu
calon gubernur DKI Jakarta.
Tabel 4.14
Tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Ikon Tiga Orang Pria A, B, C
Indeks
Mimik atau Gesture Tiga Orang Pria,
Banner Majalah, dan Benda yang
Dipegang oleh Tiga Pria
A, B, C, D, E, F
Simbol Tiga Pria Berpakaian PDL Lengkap
dengan Tali dan Pengait A, B, C, D, F
c. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant
1. Rheme
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Pada sampul Tempo edisi 28 November-4 Desember 2016 Ahok, Agus, dan
Anies sedang berdiri di puncak Tugu Monas (Kode A, B, C, dan E). Seseorang bisa
saja menafsirkan bahwa ketiganya akan menggapai ujung Tugu Monas, karena
terlihat dari peralatan yang digunakan. Gerakan tangan Agus, dan Anies
diilustrasikan memegang alat untuk meraih puncak Tugu Monas (Kode A, C, dan E)
Ketiganya mengisyaratkan adanya persaingan untuk berada di posisi tertinggi DKI
Jakarta, atau sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun gambar tersebut bisa saja
ditafsirkan sebagai usaha keras ketiga calon untuk menjadi pemimpin di ibukota
Indonesia.
98
2. Dicent Sign
Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Pada kode A, B, dan C, terdapat
gambar Ahok, Agus, dan Anies yang menggunakan pakaian dan perlengkapan
memanjat. Pada sampul ini adegan yang dilakukan Ahok, Agus, dan Anies terlihat
seolah akan menggapai puncak Tugu Monas. Ketiganya berdiri di sisi puncak tugu,
dan berupaya naik ke puncak Tugu Monas yang tidak lain adalah emas berbentuk api.
Hal ini menafsirkan walaupun mereka siap menjelang Pilkada DKI Jakarta, namun
upaya ketiganya tidak mudah dalam persaingan di Pilkada DKI Jakarta.
3. Argument
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang
sesuatu. Argument pada sampul Tempo yang berjudul PERANG DIGITAL
PILKADA JAKARTA terdapat pada alat yang digunakan kedua pria dalam ilustrasi
merupakan lambang Facebook dan Twitter. Gerakan tangan Agus, dan Anies
mengayun alat tersebut menggambarkan usaha keras mereka untuk mengalahkan
lawan terberat yaitu Ahok. Hal ini diperkuat dengan judul majalah yaitu “PERANG
DIGITAL” yang menjelaskan adanya persaingan ketiga calon dengan menggunakan
media sosial.
Tabel 4.15
Tanda dalam gambar berdasarkan klasifikasi Interpretant
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Rheme Berdiri di puncak tugu A, B, C
Dicent Sign Gestur ketiga pria A,B, C
Argument Gerakan tangan dan alat
yang dipegang kedua pria
A, C, dan D
99
Berikut tabel untuk mempermudah pembaca memahami hasil temuan peneliti pada
gambar 4.4
Tabel 4.16
Hasil Analisis Sampul Majalah Tempo
Edisi 28 November-4 Desember 2016
Sign - Ikon dalam ilustrasi tersebut adalah tiga orang
pria
- Indeksnya melalui tiga tanda yaitu gesture yang
ditunjukkan pada tiga orang pria, banner pada
sampul majalah “PERANG DIGITAL PILKADA
JAKARTA” dan alat yang dipegang oleh dua pria
- Sementara simbol yang muncul adalah dua orang
pria sedang berusaha mencapai puncak tugu dengan
alat yang dipegang. Satu orang pria lain berada di
bawah sedang memerhatikan kedua pria di atasnya
Object Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan (Anies),
dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus). Dalam
ilustrasi, ketiga calon gubernur DKI Jakarta terlihat
dengan gesture berusaha mencapai puncak tugu
Interpretant Tiga calon gubernur DKI Jakarta terlibat persaingan
untuk menduduki kursi DKI 1.Ketiganya bertarung
dengan sosial media demi menaikkan elektabilitas
masing-masing agar menang di Pilkada DKI Jakarta.
100
5. SIASAT DI BALIK DEBAT (Edisi 16-22 JANUARI 2017)
Gambar 4.5
Sampul Majalah Tempo (Edisi 16-22 Januari 2017)
Sampul tersebut (Gambar 4.5) dapat dideskripsikan tiga orang sedang
mengangkat otak. Orang pertama menggunakan kemeja putih (Kode A), orang kedua
menggunakian kemaja motif kotak merah, dan orang ketiga dengan kemeja hitam.
Ketiganya menangkat gambar berupa otak, yang di bagian atasnya terdapat gambar
pohon, kereta, cerobong asap, tugu, jalan layang, dan sebuah grafik merah. Tiga
orang yang diilustrasikan adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Agus Harimurti
Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid Baswedan (Anies). Ahok, Agus, dan Anies
A
G B
C
F
D
E
101
digambarkan seolah ingin mengangkat otak secara bersamaan. Di sisi kiri bawah
sampul terdapat judul “SIASAT DI BALIK DEBAT”.
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
1. Qualisign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul Tempo edisi ini tampak pada teks
dalam judul (Kode G) “SIASAT DI BALIK DEBAT”. Dalam judul tersebut, kata
“SIASAT” merupakan kata lain dari taktik. Taktik yang dimaksud adalah rencana
yang disusun secara sistematis oleh ketiga calon gubernur DKI Jakarta, yaitu Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Anies Rasyid
Baswedan (Anies). Sedangkan kata “DI BALIK DEBAT” dalam judul adalah
keterangan waktu yaitu sebelum ketiga calon gubernur DKI Jakarta berdebat.
2. Sinsign
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan. Seperti pada kata-kata
mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah perjalanan. Sinsign pada sampul
Tempo edisi ini adalah gambar otak (Kode D) yang sedang diangkat oleh ketiga calon
gubernur DKI Jakarta (Kode A, B, dan C). Pada ilustrasi sampul juga terdapat gambar
pohon, cerobong asap, kereta, tugu, jalan layang, dan sebuah grafik (Kode E dan F).
Ilustrasi gambar tersebut (Kode D, E, dan F) diilustrasikan sebagai taktik ketiga calon
gubernur DKI Jakarta sebelum berdebat. Taktik yang digunakan untuk berdebat
102
adalah seputar lingkungan hidup, transportasi, dan infrastruktur demi meraih suara
terbanyak dalam Pilkada (Kode E dan F). Ilustrasi otak sebagai dasar taktik yang
digunakan Ahok, Agus, dan Anies untuk merancang pertanyaan dan argumentasi
dalam debat. Gambar pohon tanpa daun, cerobong asap, kereta cepat, tugu Monumen
Nasional (Monas), jalan layang, dan grafik merah merupakan sejumlah bahan untuk
Anies, Ahok, dan Agus untuk berdebat.
3. Legisign
Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar sebuah peraturan
yang berlaku umum, sebuah konvensi. Hal itu juga dapat dikatakan dari gerakan
isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti “ya”, mengerutkan alis, cara
berjabatan tangan. Pada sampul Tempo edisi kali ini, legisign terlihat pada gerakan
tangan Anies, Ahok, dan Agus (Kode A,B, dan C). Ketiganya nampak sedang
mengangkat ilustrasi otak (Kode D). Penekanan juga terlihat dari gesture Anies,
Ahok, dan Agus yang berusaha untuk mengangkat ilustrasi otak tersebut.
Tabel 4.17 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Qualisign Siasat di Balik Debat G
Sinsign
Otak, Pohon Kering, Cerobong Asap, Kereta
Cepat, Jalan Layang, dan Grafik Merah D, E, dan F
Legisign Gerakan Tangan Ketiga
Pria A, B, dan C
103
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
1. Icon
Icon adalah tanda yang megandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat
dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada Sampul Majalah Tempo edisi 16-22 Januari
2017 menampilkan tiga pria sedang berada di bawah ilustrasi otak (Kode A, B, C,
dan D). Ketiganya adalah Anies Rasyid Baswedan (Anies), Agus Harimurti
Yudhoyono (Agus), dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (Kode A, B, dan C). Anies,
Ahok dan Agus berupaya mengangkat ilustrasi otak yang juga terdapat gambar
pohon, cerobong asap, kereta, tugu, jalan layang, dan sebuah grafik (Kode D, E, dan
F). Terdapat kata Siasat dalam judul sampul majalah Tempo edisi ini. Siasat yang
dimaksud adalah Taktik yang digunakan oleh ketiga calon gubernur DKI Jakarta
untuk mendongkrak grafik suara pemilihnya masing-masing (Kode G).
2. Index
Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Index pada sampul ini adalah gestur Anies,
Ahok, dan Agus sedang mengangkat sebuah ilustrasi otak (Kode A, B, C, dan D).
Posisi badan dan gerakan tangan ketiganya digambarjan sedang berusaha keras
mengangkat ilustrasi otak tersebut. Masih terkait dengan index, judul “SIASAT DI
BALIK DEBAT” (Kode G) juga merupakan index yang berkaitan dengan adegan
Anies, Ahok, dan Agus sedang beradu strategi di panggung debat calon gubernur
DKI Jakarta.
104
3. Symbol
Symbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui
kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik. Symbol yang muncul adalah
terkait adanya adu taktik tiga calon gubernur DKI Jakarta menjelang Pilkada Kode
(A, B, C, D, E, dan F). Anies, Ahok dan Agus berlatih sebelum naik ke npanggung
debat. Ketiganya membahas sejumlah sektor yang ada di DKI Jakarta antara lain
sektor lingkungan hidup, transportasi massa, infrastruktur, demi menaikkan grafik
perolehan suara (Kode E dan F).
Tabel 4.18
Tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Ikon Tiga Orang Pria A, B, C
Indeks
Mimik atau Gesture Tiga Orang Pria,
Banner Majalah, dan Benda yang
Diangkat oleh Tiga Pria A, B, C, D, E, F, G
Simbol Mengangkat Ilustrasi Otak A, B, C, D, E F
c. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant
1. Rheme
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Pada sampul Tempo edisi 16-22 Januari 2017 Anies, Ahok, dan Agus
sedang menangkat ilustrasi sebuah otak (Kode A, B, C, dan D). Seseorang bisa saja
menafsirkan bahwa ketiganya terbebani masalah yang ada di DKI Jakarta seperti di
bidang lingkungan, transportasi dan infrastruktur. Ketiganya seolah bekerja sama
untuk menopang beban masalah di DKI Jakarta (Kode A, B, dan C). Di sisi lain,
105
gambar tersebut bisa saja ditafsirkan sebagai usaha keras ketiga calon gubernur DKI
Jakarta dalam membuat taktik yang membahas sejumlah bidang, dalam perdebatan
untuk menjadi pemimpin di ibukota Indonesia. Seperti yang terdapat pada judul
majalah “SIASAT DI BALIK DEBAT” (Kode G).
2. Dicent Sign
Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Pada kode A, B, dan C, terdapat
gambar Anies, Ahok, dan Agus yang menggunakan pakaian khas masing-masing.
Anies dengan kemeja putih panjang, Ahok menggunakan kemeja kotak-kotak mera
hitam, dan Agus dengan kemeja hitam pendek. Pada sampul ini adegan yang
dilakukan ketiganya terlihat seolah mengangkat sebuah ilustrasi otak yang juga
terdapat gambar pohon, cerobong asap industri pabrik, kereta cepat, tugu monas,
jembatan layang dan sebuah grafik merah. Hal ini menafsirkan bahwa Anies, Ahok,
dan Agus berupaya mengangkat sektor lingkungan hidup, industri pabrik, transportasi
masal, dan infrastruktur di Jakarta demi menaikkan grafik perolehan suara pendukung
mereka masing-masing.
3. Argument
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang
sesuatu. Argument pada sampul Tempo yang berjudul SIASAT DI BALIK DEBAT
terdapat ilustrasi otak yang di atasnya terpadat gambar pohon, cerobong asap
industri pabrik, kereta cepat, tugu monas, jembatan layang dan sebuah grafik merah.
Grafik merah yang merupakan grafik perolehan suara menjadi indikator
keberhasilan ketiga calon gubernur DKI Jakarta pada debat calon gubernur. Gestur
106
Anies, Ahok, dan Agus merepresentasikan bahwa mereka sedang menyusun taktik
sebelum naik ke panggung debat calon gubernuur DKI Jakadta. Hal ini diperkuat
dengan judul majalah yaitu “SIASAT” yang menjelaskan adanya persaingan taktik
ketiga calon di balik debat.
Tabel 4.19
Tanda dalam gambar berdasarkan klasifikasi Interpretant
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Rheme Menopang Ilustrasi Otak A, B, C dan D
Dicent Sign Gestur ketiga pria A,B, C
Argument Ilustrasi Otak dan Judul
Majalah
D, E, F dan G
Berikut tabel untuk mempermudah pembaca memahami hasil temuan peneliti pada
gambar 4.5
Tabel 4.20
Hasil Analisis Sampul Majalah Tempo
Edisi 16-22 Januari 2017
Sign -Ikon dalam ilustrasi tersebut adalah tiga orang pria
-Indeksnya melalui tiga tanda yaitu gesture yang
ditunjukkan pada tiga orang pria, banner pada
sampul majalah “SIASAT DI BALIK DEBAT” dan
benda yang diangkat oleh tiga pria
-Sementara simbol yang muncul adalah tiga orang
pria sedang berusaha mengangkat benda berupa
ilustrasi otak dengan dengan gambaran gedung,
pohon, cerobong asap, jalan layang di atasnya. Serta
terdapat panah grafik merah pada ilustrasi otak
tersebut
Object Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan (Anies),
dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus). Dalam
ilustrasi, ketiga calon gubernur DKI Jakarta terlihat
dengan gesture berusaha mengangkat benda berupa
ilustrasi otak
Interpretant Anies, Ahok, dan Agus, masing-masing menyusun
siasat untuk memenangkan debat Pilkada DKI Jakarta.
107
6. MANUVER TERAKHIR (Edisi 13-19 Februari 2017)
Gambar 4.6
Sampul Majalah Tempo (Edisi 13-19 Februari 2017)
Sampul tersebut (Gambar 4.6) dapat dideskripsikan tiga orang sedang
berdiskusi di atas rangkaian alas kotak-kotak merah dan kuning. Ketiga orang lainnya
berada di sisi luar alas dengan memegang salah satu rangkaian alas tersebut. Orang
pertama adalah Megawati Soekarnoputeri yang menggunakan kemeja merah celana
hitam sedang memegang satu dari rangkaian alas kuning (Kode A). Orang kedua
adalah Anies Rasyid Baswedan (Anies) dengan kemeja putih celana hitam sedang
berdiri di atas rangkaoan alas kuning (Kode B). Orang ketiga adalah Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) yang menggunakan kemeja motif kotak-kotak merah hitam sedang
A
C
E
B
H
G
I
D
F
108
berdiri di atas rangkaian alas merah (Kode C). Orang keempat adalah Prabowo
Subianto menggunakian kemaja putih celana puth juga sedang memegang satu dari
rangkaian alas merah (Kode D). Orang kelima adalah Agus Harimurti Yudhoyono
(Agus) yang menggunakan kemeja biru dongker celana hitam sedang berdiri di atas
rangkaian alas kuning. Orang keenam adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menggunakan kemeja dan celana abu-abu (Kode F). Di sisi kanan bawah sampul
terdapat judul “MANUVER TERAKHIR”.
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
1. Qualisign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul Tempo edisi ini tampak pada teks
dalam judul (Kode I) “MANUVER TERAKHIR”. Dalam judul tersebut, kata
“MANUVER” merupakan kata lain dari tindakan. Tindakan yang dimaksud adalah
ketiga ketua partai pengusung calon gubernur turun gelanggang. Mega, Prabowo dan
SBY turut mendukung calon gubernur yang mereka usung masing-masing melalui
pidato politik. Sedangkan kata “TERAKHIR” dalam judul adalah keterangan waktu
yaitu sebelum berlangsungnya hari pencoblosan Pilkada Jakarta.
2. Sinsign
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan. Seperti pada kata-kata
mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah perjalanan. Sinsign pada sampul
Tempo edisi ini adalah gambar rangkaian alas kuning dan merah (Kode H) yang
109
sedang dipegang oleh Mega, Prabowo dan SBY (Kode A, D, dan F). Pada ilustrasi
sampul juga terlihat Anies, Ahok dan Agus (Kode B, C, dan E) sedang berdiskusi di
atas rangkaian alas motif kotak-kotak kuning merah (Kode H). Ilustrasi gambar
Mega, Prabowo, dan SBY (Kode A, D, dan F) diilustrasikan sebagai tindakan
ketiganya untuk mendukung calon masing-masing.
3. Legisign
Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar sebuah peraturan
yang berlaku umum, sebuah konvensi. Hal itu juga dapat dikatakan dari gerakan
isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti “ya”, mengerutkan alis, cara
berjabatan tangan. Pada sampul Tempo edisi kali ini, legisign terlihat pada gerakan
tangan Anies, Ahok, dan Agus (Kode B, C, dan E). Ketiganya nampak sedang
berbincang di atas rangkaian alas bermotif kotak-kotak kuning dan merah (Kode H).
Penekanan juga terlihat dari gesture Mega, Prabowo, dan SBY (Kode A, D, dan F)
yang masing-masing sedang memegang satu dari rangkaian alas bermotif kotak-kotak
kuning dan merah.
Tabel 4.21 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Qualisign Manuver Terakhir I
Sinsign
Rangkaian Alas
Bermotif Kotak-kotak
Kuning dan Merah
H
Legisign Gerakan Tangan Ketiga
Pria B, C, dan E
110
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
1. Icon
Icon adalah tanda yang megandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat
dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada Sampul Majalah Tempo edisi 13-19
Februari 2017 menampilkan tiga pria sedang berbincang di atas rangkaian alas motif
kotak-kotak kunging dan merah (Kode B, C, E dan H). Ketiganya adalah Anies
Rasyid Baswedan (Anies), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus), dan Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) (Kode B, C, dan E). Di sisi lain, terdapat tiga ketua partai politik
yaitu Mega, Prabowowo, dan SBY (Kode A, D, dan F). Terdapat kata Manuver
dalam judul sampul majalah Tempo edisi ini.
2. Index
Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Index pada sampul ini adalah gestur Mega,
Prabowo dan SBY sedang memegang satu dari rangkaian alas (Kode G) yang
terdapat dalam ilustrasi sampul (Kode A, D, dan F). Gerakan tangan ketiganya
digambarjan sedang menyusun rangkaian alas (Kode G) yang digunakan Anies, Ahok
dan Agus untuk berbincang. Masih terkait dengan index, judul “MANUVER
TERAKHIR” (Kode I) juga merupakan index yang berkaitan dengan adegan Mega,
Prabowo, dan SBY yang sedang menyusun rangkaian alas yang digunakan ketiga
calon gubernur DKI Jakarta.
3. Symbol
Symbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui
kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik. Symbol yang muncul adalah
111
terkait tindakan Mega, Prabowo, dan SBY dalam menyusun strategi (Kode G) agar
calon gubernur DKI Jakarta yang diusung mereka masing-masing dapat menang di
Pilkada DKI Jakarta.
Tabel 4.22
Tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Ikon Tiga Orang Pria B, C, E
Indeks
Mimik atau Gesture Lima Orang Pria
dan Seorang Wanita, Banner Majalah,
serta Benda yang Dipegang oleh Dua
Pria dan Seorang Wanita A, B, C, D, E, F, G
Simbol Memegang Rangkaian Alas G
c. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant
1. Rheme
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Pada sampul Tempo edisi 13-19 Februari 2017 Anies, Ahok, dan Agus
sedang berbincang di atas rangkaian alas motif kotak-kotak kuning merah (Kode B,
C, E dan H). Seseorang bisa saja menafsirkan bahwa ketiganya sedang berada di
atas panggung politik yang diilustrasikan dengan rangkaian alas motif kotak-kotak
(Kode H). Sedangkan Mega, Prabowo, dan SBY (Kode A, D, dan F) mendukung
langsung calon mereka masing-masing yang diilustrasikan dengan memegang satu
dari rangkaian alas motif kotak-kotak (Kode G), seperti yang terdapat pada judul
majalah “MANUVER TERAKHIR” (Kode I). Di sisi lain, gambar tersebut bisa saja
ditafsirkan enam orang sedang terlibat dalam permainan puzzle.
112
2. Dicent Sign
Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Pada kode A, B, dan C, terdapat
gambar Megawati Soekarnoputeri yang menggunakan kemeja merah celana hitam
sedang memegang satu dari rangkaian alas kuning (Kode A), Anies Rasyid Baswedan
(Anies) dengan kemeja putih celana hitam sedang berdiri di atas rangkaian alas
kuning (Kode B), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menggunakan kemeja motif
kotak-kotak merah hitam sedang berdiri di atas rangkaian alas merah (Kode C),
Prabowo Subianto menggunakian kemaja putih celana puth juga sedang memegang
satu dari rangkaian alas merah (Kode D), Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) yang
menggunakan kemeja biru dongker celana hitam sedang berdiri di atas rangkaian alas
kuning (Kode E), dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggunakan kemeja dan
celana abu-abu (Kode F). Pada sampul ini adegan yang dilakukan Anies, Ahok, dan
Agus terlihat seolah sedang berbincang di atas rangkaian alas motif kotak-kotrak
kuning merah (Kode B, C, E, dan H).
3. Argument
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang
sesuatu. Argument pada sampul Tempo yang berjudul MANUVER TERAKHIR
terdapat gambar tiga ketua partai politik pengusung calon gubernur DKI Jakarta
(Kode A, D, dan F). Ketiganya diilustrasikan seperti turun langsung untuk
mendukung calon masing-masing dalam Pilkda DKI Jakarta. Di sisi lain, gestur
Anies, Ahok, dan Agus merepresentasikan bahwa mereka sedang berbincang di atas
panggung politik.
113
Tabel 4.23
Tanda dalam gambar berdasarkan klasifikasi Interpretant
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Rheme Berbincang di Atas
Rangkaian Alas Motif
Kotak-kotak Kuning
Merah
B, C, E, dan F
Dicent Sign Ilustrasi Rangkaian Alas H
Argument Gestur Dua Pria dan
Seorang Wanita dan
Judul Majalah
A, D, F dan I
Berikut tabel untuk mempermudah pembaca memahami hasil temuan peneliti pada
gambar 4.6
Tabel 4.24
Hasil Analisis Sampul Majalah Tempo
Edisi 13-19 Februari 2017
Sign - Ikon dalam ilustrasi tersebut adalah lima pria
dan seorang wanita
-Indeksnya melalui tiga tanda yaitu gesture yang
ditunjukkan pada lima pria dan satu wanita, banner
pada sampul majalah“MANUVER TERAKHIR” dan
benda yang diangkat oleh dua pria dan satu wanita
-Sementara simbol yang muncul adalah tiga pria
berdiskusi di atas alas seperti papan catur. Dua pria
lainnya dan seorang wanita memegang kotak bagian
dari alas tersebut.
Object Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Baswedan (Anies),
dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus). Dalam
ilustrasi, ketiga calon gubernur DKI Jakarta terlihat
dengan gesture sedang berdiskusi. Sedangkan dua
pria lain dan seorang wanita adalah Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), Prabowo Subianto (Prabowo),
Megawati Soekarnoputri (Mega) sedang memegang
kotak yang merupakan bagian dari alas yang
digunakan Anies, Ahok, dan Agus berdiskusi.
Interpretant Prabowo, Mega, dan SBY turun gunung dalam
Pemilihan Gubernur Jakarta.
114
7. AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG (Edisi 20-26 Februari 2017)
Gambar 4.7
Sampul Majalah Tempo (Edisi 20-26 Februari 2017)
Sampul tersebut (Gambar 4.7) dapat dideskripsikan empat pria dan bayangan
putih seorang pria dan seorang wanita sedang foto bersama. Empat pria sedang foto
bersama dengan mimik wajah gembira. Empat pria tersebut adalah Anies Rasyid
Baswedan (Anies), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Sandiaga Salahudin Uno
(Sandi), dan Djarot Saeful Hidayat (Djarot) (Kode A, B, C, dan D). Sedangkan
bayangan putih seorang pria dan wanita adalah pasangan nomor urut satu pada
Pilkada DKI Jakarta putaran pertama yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) dan
A
C
B
E
F
G
D
115
Sylviana Murni (Sylvi) (Kode E dan F). Di sisi kanan bawah sampul terdapat judul
“AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG”.
a. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Sign
1. Qualisign
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
lembut, lemah, dan merdu. Qualisign pada sampul Tempo edisi ini tampak pada teks
dalam judul (Kode G) “AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG”. Dalam judul
tersebut, kata “HILANG” merupakan kata lain dari tersisih dalam putaran pertama
Pilkada DKI Jakarta pada Februari 2017 lalu. Agus dan Sylvi tidak lolos ke putaran
kedua Pilkada DKI Jakarta karena berada di posisi terendah perolehan suara yaitu 17
persen. Sedangkan kata “SIAPA TERBILANG” dalam judul adalah siapa yang akan
medapatkan suara terbanyak pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta April 2017
mendatang.
2. Sinsign
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.
Tanda yang merupakan dasar tampilannya dalam kenyataan. Seperti pada kata-kata
mendarat, yang berarti tanda berhenti dari sebuah perjalanan. Sinsign pada sampul
Tempo edisi ini adalah Agus dan Sylvi yang hanya digambarkan dengan bayangan
putih saja (Kode E dan F). Pada ilustrasi sampul juga terlihat pasangan calon
gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut dua dan tiga yaitu Anies-Sandi
dan Ahok-Djarot (Kode A, B, C, dan D).
116
3. Legisign
Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar sebuah peraturan
yang berlaku umum, sebuah konvensi. Hal itu juga dapat dikatakan dari gerakan
isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti “ya”, mengerutkan alis, cara
berjabatan tangan. Pada sampul Tempo edisi kali ini, legisign terlihat pada mimik
wajah Anies, Ahok, Sandi dan Djarot yang gembira saat foto bersama (Kode A, B, C,
dan D). Kegembiraan muncul setelah dua pasangan calon gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta ini maju ke putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Tabel 4.25 Tanda-tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Sign
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Qualisign Agus Hilang, Siapa
Terbilang G
Sinsign
Bayangan Putih
Seorang Pria dan
Wanita
E dan F
Legisign Mimik Wajah Empat
Pria A, B, C, dan D
b. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Object
1. Icon
Icon adalah tanda yang megandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat
dikenali oleh para pemakainya. Ikon pada Sampul Majalah Tempo edisi 20-26
Februari 2017 menampilkan bayangan putih seorang pria dan seorang wanita.
Seorang pria yang diilustrasikan sebaga bayangan putih pada sampul adalah Agus
117
Harimurti Yudhoyono (Agus) (Kode F), sedangkan seorang wanita yang
digambarakan bayangan putih adalah Sylviana Murni (Sylvi) (Kode E).
2. Index
Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di
antara representamen dan objeknya. Index pada sampul ini adalah gestur dan mimik
wajah empat pria yang tak laion adalah dua pasangan calon gubernur dan wail
gubernur DKI Jakarta yaitu Anies-Sandi dan Ahok-Djarot (Kode A, B, C, dan D).
Masih terkait dengan index, judul “AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG” (Kode
G) juga merupakan index yang berkaitan dengan adegan foto bersama Anies-Sandi
dan Ahok-Djarot (Kode A, B, C, dan D).
3. Symbol
Symbol adalah tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui
kesepakatan atau persetujuan dalam konteks spesifik. Symbol yang muncul adalah
terkait mimik wajah gembira Anies-Sandi dan Ahok-Djarot (Kode A, B, C, dan D)
karena dapat lolos ke putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Tabel 4.26
Tanda dalam gambar berdasarkan Klasifikasi Object
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Icon Bayangan Putih Seorang Wanita dan
Seorang Pria E dan F
Index Mimik atau Gesture Empat A, B, C, D, E, F, dan G
Pria, Bayangan Putih Seorang Wanita
dan Seorang Pria , Banner Majalah
Symbol Mimik Wajah Empat Pria A, B, C, dan D
118
c. Hasil Analisis Berdasarkan Klasifikasi Interpretant
1. Rheme
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Pada sampul Tempo edisi 20-26 Februari 2017 Anies, Ahok, Sandi, Djarot,
Agus, dan Sylvi sedang foto bersama (Kode A, B, C, D, E dan F). Tetapi Agus dan
Sylvi diilustrasikan hanya bayangan putih saja (Kode E dan F). Seseorang bisa saja
menafsirkan bahwa keduanya hilang karena kalah pada putaran pertama pemilihan
gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. seperti yang terdapat pada judul majalah
“AGUS HILANG, SIAPA TERBILANG” (Kode G). Di sisi lain, gambar tersebut
bisa saja ditafsirkan Agus dan Sylvi mundur dari Pilkada DKI Jakarta.
2. Dicent Sign
Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan. Pada kode A, B, C, dan D terdapat
gambar Anies, Ahok, Sandi, dan Djarot sedang foto bersama. Pada sampul ini adegan
yang dilakukan dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ini digambarkan
dengan mimik wajah gembira.
3. Argument
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang
sesuatu. Argument pada sampul Tempo yang berjudul AGUS HILANG, SIAPA
TERBILANG terdapat gambar Anies, Ahok, Sandi, dan Djarot (Kode A, B, C, dan
D). Sedangkan Agus dan Sylvi diilustrasikan hanya bayangan putih saja (Kode E
119
dan F). Di sisi lain, Anies dan Ahok berebut suara pemilih Agus. Mereka beradu
gesit melobi partai pendukung untuk putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Tabel 4.27
Tanda dalam gambar berdasarkan klasifikasi Interpretant
Jenis Tanda Contoh Tanda Kode
Rheme Foto Bersama A, B, C, D, E, F
Dicent Sign Mimik Wajah Gembira
Empat Pria
A, B, C, D
Argument Bayangan Putih Seorang
Pria dan Seorang Wanita
dan Judul Majalah
E, F, G
Berikut tabel untuk mempermudah pembaca memahami hasil temuan peneliti pada
gambar 4.7
Tabel 4.28
Hasil Analisis Sampul Majalah Tempo
Edisi 20-26 Februari 2017
Sign - Ikon dalam ilustrasi tersebut adalah lima pria
dan seorang wanita
-Indeksnya melalui tiga tanda yaitu gesture yang
ditunjukkan pada lima pria dan satu wanita, banner
pada sampul majalah“AGUS HILANG, SIAPA
TERBILANG”
-Sementara simbol yang muncul adalah lima pria dan
satu wanita sedang berfoto bersama. Tetapi seorang
wanita dan seorang pria hanya tampak bayangan
putih
Object Dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur DKI
Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot
Saiful Hidayat (Djarot) dan Anies Baswedan (Anies)-
Sandiaga Salahudin Uno (Sandi), serta sepasang
calon gubernur-wakil gubernur Agus Harimurti
Yudhoyono (Agus)-Sylviana Murni (Sylvi). Dalam
ilustrasi, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi terlihat
dengan gesture sedang gembira saat foto bersama.
Sedangkan Agus-Sylvi digambarkan hanya bayangan
putih pada ilustrasi sampul.
Interpretant Anies dan Ahok berebut suara pemilih Agus. Anies
dan Ahok beradu cepat melobi partai pendukung.
120
C. Interpretasi Sampul Majalah Tempo
Sesuai dengan judul dari penelitian ini, maka analisis yang digunakan yaitu
analisis semiotika Calon Gubernur DKI Jakarta dalam sampul majalah Tempo. Dalam
sampul tersebut terdapat tanda dan makna. Dari tanda, objek dan interpretan yang ada
pada gambar berhasil diidentifikasi kemudian dianalsis dan memiliki maksud
tertentu, serta makna tersembunyi dan mendalam seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain.
Metode yang dapat digunakan untuk menelaah makna dan maksud dari sebuah tanda
dan objek yang terdapat dalam sebuah gambar yaitu metode analisis semiotika. Untuk
mengetahui makna sebenarnya yang terkandung dalam sampul Majalah Tempo
tersebut terlebih dahulu diungkap makna terdalam dari gambar tersebut melalui tanda
yang diperlihatkan. Untuk itu dalam penelitian ini diuraikan makna yang terdapat
dalam sampul tersebut melalui pembagian suatu tanda yang terdapat pada gambar
kedalam tiga klasifikasi berdasarkan Sign, Object, dan Interpretant.
Dalam ilmu tanda, untuk menelaah dan menemukan makna tanda yang ada
dalam gambar sampul Majalah Tempo dapat dilakukan penelaahan melalui
pembagian klasifikasi dari sign, object, dan interpretant yang ada dalam sampul
tersebut. Dengan klasifikasi dari sign yaitu qualisign, sinsign, dan legisign, akan
diketahui kualitas pada tanda, eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada
tanda, dan norma yang dikandung oleh tanda. Dari klasifikasi object yaitu icon, index,
dan symbol, dapat diketahui makna hubungan antara tanda dan objek, hubungan
alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau sebab akibat, dan tanda
121
yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau
aturan, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, dan tanda yang
menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandannya, hubungan
berdasarkan konvensi(perjanjian) masyarakat. Dan berdasarkan klasifikasi
interpretant yaitu rheme, dicent sign, dan argument, dapat diketahui penafsiran
makna tanda sesuai pilihan, kenyataan tanda dan alasan tentang sesuatu yang ada
pada tanda. Sebuah makna dari tanda-tanda dalam sampul Majalah Tempo akan dapat
diketahui jika ketiga klasifikasi dari sign, object, dan interpretant sudah bisa
diketahui atau diinterpretasikan kebenerannya serta dipahami apa maksud dari tanda-
tanda yang ada dalam gambar tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti menganalisis sampul Majalah Tempo sebanyak
tujuh edisi yang secara kongkrit memvisualisasikan sosok calon Gubernur DKI
Jakarta dengan berbagai macam isu utama yang diangkat pada setiap edisinya.
Dengan menggunakan analisis semiotika ini, banyak tanda-tanda yang mengandung
makna dan isi pesan yang merepresentasikan calon Gubernur DKI Jakarta
sehingga dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis semiotika. Untuk
lebih memudahkan dalam memaparkan hasil analisis, peneliti membuat tabel hasil
analisis pada sampul majalah Tempo yang diteliti.
122
Tabel 4.29 Tabel hasil analisis semiotika Majalah Tempo tahun 2016-2017
Sampul Majalah Tempo Analisis Semiotik
Edisi 19-25 September 2016
Pada sampul Majalah Tempo edisi ini peneliti
mengidentifikasi sign berupa perlawanan, senjata tajam,
dan gerakan tangan. Dari sign yang diidentifikasikan
tersebut menunjukkan sesuatu yaitu object. Untuk itu,
peneliti mengidentifikasikan object berupa mimik wajah
dan gesture empat orang pria dan seorang wanita, banner
majalah, dan benda yang dipegang oleh tiga pria. Dari
identifikasi sign dan object maka menghasilkan
interpretant. Interpretant pada sampul majalah edisi ini
adalah persiapan untuk melawan, ruang ganti, senjata tajam
berupa golok dan sosok dua pria.
Dari pengidentifikasian sign object dan interpretant maka
menghasilkan interpretasi peneliti pada sampul Majalah
Tempo edisi 19-25 September 2016 ini adalah Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) dan Sandiaga Salahudin Uno
(Sandi) kedatangan lawan yang serius yaitu Anies Rasyid
Baswedan (Anies) dan Tri Rismaharini (Risma). Ahok dan
Sandi bersiap untuk melawan kedua calon tersebut di
Pilkada DKI Jakarta.
Edisi 26 September-2 Oktober
2016
Pada sampul Majalah Tempo edisi ini peneliti
mengidentifikasi sign berupa permulaan, kotak suara, dan
gerakan tangan tiga pria. Dari sign yang diidentifikasikan
tersebut menunjukkan sesuatu yaitu object. Untuk itu,
peneliti mengidentifikasikan object berupa mimik wajah
dan gesture tiga pria, banner majalah, dan benda yang
diduduki oleh tiga pria. Dari identifikasi sign dan object
maka menghasilkan interpretant. Interpretant pada sampul
majalah edisi ini adalah persiapan untuk memulai, kotak
suara, sosok tiga pria.
Dari pengidentifikasian sign object dan interpretant maka
menghasilkan interpretasi peneliti pada sampul Majalah
Tempo edisi 26 September-2 Oktober 2016 ini adalah
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Agus Harimurti
Yudhoyono (Agus) dan Anies Rasyid Baswedan (Anies)
berharap cemas untuk memulai persaingan di Pilkada DKI
Jakarta 2017.
123
Edisi 19-23 Oktober 2016
Pada sampul Majalah Tempo edisi ini peneliti
mengidentifikasi sign berupa persiapan, senjata di samping
saku celana, dan gerakan tangan. Dari sign yang
diidentifikasikan tersebut menunjukkan sesuatu yaitu
object. Untuk itu, peneliti mengidentifikasikan object
berupa mimik wajah dan gesture tiga pria, banner majalah,
dan benda yang dipegang oleh tiga pria. Dari identifikasi
sign dan object maka menghasilkan interpretant.
Interpretant pada sampul majalah edisi ini adalah persiapan
jelang Pilkada, senjata bersimbol logo Facebook dan
Twitter.
Dari pengidentifikasian sign object dan interpretant maka
menghasilkan interpretasi peneliti pada sampul Majalah
Tempo edisi 19-23 Oktober 2016 ini adalah Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok), Anies Rasyid Baswedan (Anies), dan
Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) melakukan persiapan
jelang Pilkada DKI Jakarta dengan berkampanye di sosial
media seperti Facebook dan Twitter.
Edisi 28 November-4 Desember
2016
Pada sampul Majalah Tempo edisi ini peneliti
mengidentifikasi sign berupa perang digital, alat pengait,
dan gerakan tangan dua pria. Dari sign yang
diidentifikasikan tersebut menunjukkan sesuatu yaitu
object. Untuk itu, peneliti mengidentifikasikan object
berupa mimik wajah dan gesture tiga pria, banner majalah,
dan benda yang dipegang oleh dua pria. Dari identifikasi
sign dan object maka menghasilkan interpretant.
Interpretant pada sampul majalah edisi ini adalah perang
digital Pilkada Jakarta, alat pengait bersimbol logo
Facebook dan Twitter.
Dari pengidentifikasian sign object dan interpretant maka
menghasilkan interpretasi peneliti pada sampul Majalah
Tempo edisi 28 November-4 Desember 2016 ini adalah
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Rasyid Baswedan
(Anies), dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) bersaing
di dunia maya atau sosial media. Ketiga calon gubernur
DKI Jakarta ini berkampanye melalui sosial media seperti
Facebook dan Twitter.
124
Edisi 16-22 Januari 2017
Pada sampul Majalah Tempo edisi ini peneliti
mengidentifikasi sign berupa siasat, ilustrasi otak, dan
gestur tiga pria. Dari sign yang diidentifikasikan tersebut
menunjukkan sesuatu yaitu object. Untuk itu, peneliti
mengidentifikasikan object berupa gesture tiga pria, banner
majalah, dan benda yang diangkat oleh tiga pria. Dari
identifikasi sign dan object maka menghasilkan
interpretant. Interpretant pada sampul majalah edisi ini
adalah penyusunan taktik sebelum debat oleh tiga calon
gubernur DKI Jakarta, ilustrasi otak sebagai sumber
penyusunan taktik, dan gambar sejumlah unsur yang
dibahas dalam debat, yaitu lingkungan hidup, industri,
transportasi, infrastruktur, dan gambar grafik perolehan
suara pemilih.
Dari pengidentifikasian sign object dan interpretant maka
menghasilkan interpretasi peneliti pada sampul Majalah
Tempo edisi 16-22 Januari 2017 ini adalah Anies Rasyid
Baswedan (Anies), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan
Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) menyusun taktik dan
strategi sebelum naik ke panggung debat calon gubernur
DKI Jakarta. Taktik yang dibuat berdasarkan sejumlah
sektor di Jakarta yaitu lingkungan hidup, industri,
transportasi, dan infrastruktur. Hasil debat akan
berpengaruh terhadap grafik perolehan suara pemilih
masing-masing calon gubernur DKI Jakarta.
Edisi 13-19 Februari 2017
Pada sampul Majalah Tempo edisi ini peneliti
mengidentifikasi sign berupa tindakan dua pria dan seorang
wanita, rangkaian alas motif kotak-kotak kuning dan
merah, dan gerakan tangan tiga pria. Dari sign yang
diidentifikasikan tersebut menunjukkan sesuatu yaitu
object. Untuk itu, peneliti mengidentifikasikan object
berupa gesture tiga pria, banner majalah, benda yang
dipegang oleh dua pria dan seorang wanita. Dari
identifikasi sign dan object maka menghasilkan
interpretant. Interpretant pada sampul majalah edisi ini
adalah persiapan untuk melawan, ruang ganti, senjata tajam
berupa golok dan sosok dua pria.
Dari pengidentifikasian sign object dan interpretant maka
menghasilkan interpretasi peneliti pada sampul Majalah
Tempo edisi 13-19 Februari 2017 ini adalah Megawati
Soekarnoputeri (Mega), Prabowo Subianto (Prabowo), dan
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun gunung, atau
memberikan dukungan langsung kepada calon gubernur
yang mereka usung masing-masing yaitu Anies Rasyid
Baswedan (Anies), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan
125
Agus Harimurti Yudhoyon (Agus) demi mendapatkan
perolehan suara terbanyak di Pilkada DKI Jakarta. Menurut
Mega, Prabowo dan SBY, Pilkada DKI Jakarta merupakan
jalan menuju Pilpres 2019.
Edisi 20-26 Februari 2017
Pada sampul Majalah Tempo edisi ini peneliti
mengidentifikasi sign berupa foto bersama, bayangan putih
seorang pria dan wanita, dan mimik wajah empat pria. Dari
sign yang diidentifikasikan tersebut menunjukkan sesuatu
yaitu object. Untuk itu, peneliti mengidentifikasikan object
berupa mimik wajah dan gesture empat pria, banner
majalah, dan bayangan putih seorang pria dan wanita. Dari
identifikasi sign dan object maka menghasilkan
interpretant. Interpretant pada sampul majalah edisi ini
adalah foto bersama tiga pasang calon gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta.
Dari pengidentifikasian sign object dan interpretant maka
menghasilkan interpretasi peneliti pada sampul Majalah
Tempo edisi 20-26 Februari 2017 ini adalah Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) dan Anies Rasyid Baswedan (Anies)
berhasil masuk ke putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Sedangkan pasangan nomor urut satu Agus Harimurti
Yudhoyono (Agus) dan Sylviana Murni (Sylvi) tersisih.
Ahok dan Anies berebut suara pemilih Agus untuk
mendongkrak suara pemilih di putaran kedua Pilkada DKI
Jakarta.
Dari klasifikasi sign, object, dan interpretant, representasi calon gubernur
DKI Jakarta dalam sampul Majalah Tempo secara keseluruhan gambar yang diteliti
memunculkan bahwa sign dan object dalam sampul Majalah Tempo tersebut
berhubungan dan menimbulkan interpretasi. Representasi calon gubernur DKI Jakarta
dalam sampul Majalah Tempo dimunculkan dalam bentuk persaingan antara calon
gubernur DKI Jakarta yaitu Anies Rasyid Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama, dan Agus
Harimurti Yudhoyono. Tanda yang selalu muncul dalam setiap sampul yaitu sosok calon
gubernur DKI Jakarta yang tengah melakukan persiapan Pilkada Jakarta. Terlihat dari
tanda pada gambar 4.1 kode A dan C yaitu gerakan tangan Ahok dan Sandiaga Uno yang
126
sedang memegang golok, seolah ingin melakukan perlawanan. Perlawanan yang
dimaksud dalam ilustrasi sampul adalah perlawanan di Pilkada Jakarta.. Pada gambar 4.2
tanda kembali hadir pada gambar Anies, Ahok, dan Agus sedang duduk dan bertopang
dagu di atas kotak suara. Representasi dari ilustrasi tersebut adalah Anies, Ahok dan
Agus berharap cemas dalam memulai persaingan di Pilkada Jakarta. Pada gambar 4.3
Anies, Ahok, dan Agus berpakaian ala koboi, lengkap dengan senjata di samping saku
celana masing-masing. Adapun senjata yang digambarkan dalam sampul adalah
berbentuk lambang sosial media Facebook dan Twitter. Ketiganya bersiap memulai
persaingan dengan menggunakan sosial media sebagai alat kampanye. Lalu pada gambar
4.4 kembali muncul tanda serupa dengan edisi sampul Majalah Tempo sebelumnya.
Anies, Ahok, dan Agus digambarkan sedang berusaha mencapai puncak Tugu Monumen
Nasional (Monas) dengan menggunakan alat pengait. Alat pengait yang digunakan
merupakan simbol sosial media Facebook dan Twitter. Pada gambar 4.5 tiga calon
gubernur DKI Jakarta mulai menyusun strategi jelang debat Cagub DKI Jakarta. Anies,
Ahok, dan Agus digambarkan sedang menopang ilustrasi otak yang diatasnya terdpat
gambar pohon, cerobong asap, kereta cepat, jalan layang, tugu Monas, dan grafik merah.
Representasi yang muncul pada ilustrasi tersebut adalah Anies, Ahok, dan Agus sedang
menyusun taktik jelang debat Cagub DKI Jakarta. Adapun sektor lingkungan hidup,
industri pabrik, transportasi, dan pembangunan infrastruktur merupakan bahan
perdebatan ketiga Cagub DKI Jakarta demi mendapatkan suara terbanyak pada Pilkada
Jakarta. Pada gambar 4.6 terdapat judul MANUVER TERAKHIR yang dapat
direpresentasikan bahwa ketua Partai Politik pengusung cagub DKI Jakarta mendukung
127
langsung demi perolehan suara terbanyak. Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto,
dan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan dukungan melalui pidato politik di depan
Kader Partai hingga pendukung cagub yang mereka usung masing-masing. Pada gambar
4.7 tanda terlihat pada judul sampul yang menyebutkan Agus hilang, yang dimaksud
adalah tersisih pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama Februari 2017 lalu. Hal ini
doperkuat pada gambar Agus dan Sylvi hanya bayangan putih pada saat tiga calon
gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta foto bersama. Anies dan Ahok lolos ke
putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Keduanya berusaha merebut suara pendukung
Agus, agar meraih suara terbanyak dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
Melalui identifikasi sign, object, dan interpretant pada analisis semiotika. Peneliti
mendapatkan interpretasi bahwa calon gubernur DKI Jakarta pada sampul Majalah
Tempo adalah tiga calon pemimpin DKI Jakarta yang sedang berusaha keras demi
mendapat suara tertinggi pada Pilkada. Ketiganya digambarkan mulai dari persiapan
menghadapi lawan, persaingan di sosial media, hingga menyusun taktik jelang debat
cagub DKI Jakarta. Tempo ingin menyampakan bahwa ketiga cagub DKI Jakarta telah
berusaha keras demi mendapatkan hati dan dukungan dari masyarakat Jakarta.
128
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari penelitian skripsi yang telah peneliti uraikan
mengenai Representasi Calon Gubernur DKI Jakarta dalam ilustrasi sampul
Majalah Tempo tahun 2016-2017 terhadap tujuh edisi adalah sebagai berikut:
Dalam ilustrasi sampul majalah Tempo terdapat tanda atau Sign, Object, dan
Interpretant. Penggambaran calon gubernur dalam sampul Majalah Tempo secara
keseluruhan gambar yang diteliti memunculkan bahwa sign dan object dalam sampul
Majalah Tempo tersebut berhubungan dan menimbulkan interpretasi. Peneliti
mendapatkan interpretasi bahwa Majalah Tempo ingin merepresentasikan calon
gubernur DKI Jakarta adalah sosok calon gubernur yang berusaha keras melakukan
persiapan Pilkada seperti pada edisi 19-25 September 2016. Pada ilustrasi sampul
edisi 26 September-2 Oktober 2016 ketiga calon gubernur DKI Jakarta sedang
memikirkan strategi agar mendapatkan suara terbanyak pada Pilkada. Pada ilustrasi
sampul edisi 19-23 Oktober 2016 ketiga calon gubernur DKI Jakarta sedang
melakukan persiapan jelang Pilkada DKI Jakarta. Pada ilustrasi sampul edisi 28
November-4 Desember 2016 ketiga calon gubernur DKI Jakarta sedang bersaing
dengan menggunakan sosial media. Pada ilustrasi sampul edisi 16-22 Januari 2017
ketiga calon gubernur DKI Jakarta sedang menyusun taktik dalam debat jelang
Pilkada DKI Jakarta. Pada ilustrasi sampul edisi 13-19 Februari 2017 ketiga calon
129
gubernur DKI Jakarta mendapat dukungan langsung dari ketua partai politik
pengusung masing-masing calon sebelum berlangsungnya Pilkada. Pada ilustrasi
sampul edisi 20-26 Februari 2017 satu pasang calon gubernur dan wakil gubernur
tidak lolos ke putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi
bersaing demi mendapat suara pemilih Agus-Sylvi. Berbagai petanda terlihat pada
ketujuh sampul Majalah Tempo yang diteliti
B. Saran
1. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk melengkapi penelitian ini seperti
proses terbentuknya tanda-tanda, dan lain-lain. Dan diharapkan dapat
memperdalam kajian semiotika dengan berbagai fenomena yang terjadi di
masa yang akan datang.
2. Untuk media massa pada umumnya dan Majalah Tempo khususnya, sebagai
media massa dimana yang mempunyai fungsi menyalurkan informasi dan
sebagai kontrol sosial, diharapkan dapat mempertahankan atau lebih
memberikan inovasi dalam membuat ilustrasi-ilutrasi seorang sosok menjadi
sebuah sampul majalah dan diharapkan lebih mengutamakan relevansi dalam
membuat sampul majalah, sehingga dapat memberikan kesinambungan antara
sampul majalah dan isi berita, sehingga tidak dapat memicu multitafsir
terhadap para khalayak pembaca.
132
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Dja’far H. Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Kepraktekan. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983.
Barker, Chris. Cultural Studies Teori dan Praktik.. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004
Budiman, Kris. Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitias. Yogyakarya:
Jalasutra, 2011.
Efendy, Onong Uchjana. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju komunikasi,
1999.
Effendi, Kurniawan. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis teks Media.
Hill, David T. Pers di Massa Orde Baru. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2011.
Krisyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.
Lull, James. Media Komunikasi Kebudayaan: Suatu Pendekatan, Jakarta: Global,
1998.
Mufid, Moh. Politik dalam Persepektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004.
Mulyana, Dedy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya, 2005.
Noviani, Ratna. Jalan Tengah Memahami Iklan (Antara Realitas, Representasi, dan
Simulasi). Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002.
Sihombing, Danton. Tipograf Dalam Desain Grafis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001.
133
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya, 2003.
Suryawati, Indah. Jurnalisik Suatu Pengantar Teori dan Praktik. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011.
Syafrudin Yunus, Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2009.
Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi
komunikasi . Jakarta: Mitra Wacana Media,2011.