-Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

10
Obat Kolinergik Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya, dan lain-lain. (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002). Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan,

description

semoga berguna

Transcript of -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

Page 1: -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

Obat Kolinergik

Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek

yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon

asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari

makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP

dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek

kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik

dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, memperkuat

sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan

darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi

dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya

tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter

dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka,

menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya, dan lain-lain. (Tan Hoan Tjay &

Rahardja, 2002).

Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner

dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem

ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor ini dapat dibagi menjadi 2

bagian, yakni: (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

A. Reseptor Muskarinik

Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu suatu

alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini

menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan

panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik seperti

M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan

organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksokrin. (Mary J.

Mycek, dkk, 2001).

Page 2: -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

Secara khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam neuron,

namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat

dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M3 dalam kelenjar eksokrin dan otot polos. Obat-

obat yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor muskarinik dalam jaringan

tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula (Mary J. Mycek,

dkk, 2001).

Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan sinyal

yang disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai contoh, bila

reseptor M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini akan mengalami perubahan konformasi

dan berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan mengaktifkan fosfolipase C.

Akibatnya akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol

(DAG) dan inositol (1,4,5)-trifosfat (IP3) yang akan meningkatkan kadar Ca++ intrasel.

Kation ini selanjutnya akan berinteraksi untuk memacu atau menghambat enzim-enzim atau

menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau kontraksi.

Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada otot jantung memacu protein G yang menghambat

adenililsiklase dan mempertinggi konduktan K+, sehingga denyut dan kontraksi otot jantung

akan menurun (Mary J. Mycek, dkk, 2001).

B. Reseptor Nikotinik

Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi afinitas

lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor nikotinik, namun

setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini terdapat di dalam

sistem saraf pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan neuromuskular. Obat-

obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang terdapat di jaringan tadi.

Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan reseptor yang terdapat pada

sambungan neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor ganglionik secara selektif dihambat

oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada sambungan neuromuskular secara spesifik

dihambat oleh turbokurarin (Mary J. Mycek, dkk, 2001).

Page 3: -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

Stimulasi reseptor ini oleh kolenergika menimbulkan efek yang menyerupai efek

adrenergika, jadi bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya

tensi ringan, penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah,

timbul kontraksi otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade

neuromuskuler (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan

zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara langsung meliputi

karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zat

ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek

muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan

sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi zat-zat

antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obat-obat ini

merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zat

tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi (Tan Hoan Tjay

& Rahardja, 2002).

Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya

parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim baru

terbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid beracun kuat di bidang pertanian

(parathion) dan sebagai obat kutu rambut (malathion). Gas saraf yang digunakan sebagai

senjata perang termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya Sarin, Soman, dan

sebagainya (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

Salah satu kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan glaukoma adalah

pilokarpin. Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis oleh

asetilkolenesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa ini ternyata

sangat lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk

oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan

Page 4: -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, dan penglihatan

akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu objek.

Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar

keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan untuk maksud demikian.

Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanan bola

mata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untuk

membuka anyaman trabekular di sekitar kanal Schlemm, sehingga tekanan bola mata turun

dengan segera akibat cairan humor keluar dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsung

sekitar sehari dan dapat diulang kembali. Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat

dan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi. Disamping kemampuannya dalam mengobati

glaukoma, pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapai

otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang

berlebihan (Mary J. Mycek, dkk, 2001).

Antikolinergik

Antikolinergik adalah ester dari asam aromatik dikombinasikan dengan basa organik.

Ikatan ester adalah esensial dalam ikatan yang efektif antara antikolinergik dengan reseptor

asetilkolin. Obat ini berikatan secara blokade kompetitif dengan asetilkolin dan mencegah

aktivasi reseptor. Efek selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui second messenger

seperti cyclic guanosine monophosphate (cGMP) dicegah.Reseptor jaringan bervariasi

sensitivitasnya terhadap blokade. Faktanya : reseptor muskarinik tidak homogen dan subgrup

reseptor telah dapat diidentifikasikan : reseptor neuronal (M1),cardiak (M2) dan kelenjar

(M3)  (Askep, 2009).

Dalam dosis klinis, hanya reseptor muskarinik yang dihambat oleh obat antikolinergik

yang akan dibahas pada bab ini. Kelebihan efek antikolinergik tergantung dari derajat

dasar tonus vagal. Beberapa sistem organ dipengaruhi :

Page 5: -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

A. Kardiovaskular

Blokade reseptor muskarinik pada SA node berakibat takikardi. Efek ini secara khusus

mengatasi bradikardi karena reflek vagal (reflek baroreseptor,stimulasi peritoneal atau reflek

okulokardia). Perlambatan transien denyut jantung karena antikolinergk dosis rendah telah

dilaporkan. Mekanisme ini merupakan respon paradoks karena efek agonis perifer yang

lemah, diduga obat ini tidak murni antagonis. Konduksi melalui AV node akan

memendekkan interval P-R pada EKG dan sering menurunkan blokade jantung disebabkan

aktivitas vagal. Atrial disritmia dan ritme nodal jarang terjadi. Antikolinergik berefek kecil

pada fungsi ventrikel atau vaskuler perifer karena kurangnya persarafan kolinergik pada area

ini dibanding reseptor kolinergik. Dosis besar antikolinergik dapat menghasilkan dilatasi

pembuluh darah kutaneus (atropin flush) (Askep, 2009).

B. Respirasi

Antikolinergik menghambat sekresi mukosa saluran pernafasan,dari hidung sampai bronkus.

Efek kering ini penting sebelum pemberian agen inhalasi yang kurang iritasi. Relaksasi dari

otot polos bronkus akan mengurangi resistensi jalan nafas dan meningkatkan ruang rugi

anatomi. Efek ini penting pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis atau asma

(Askep, 2009).

C. Cerebral

Antikolinergik dapat mempengaruhi sistem saraf pusat mulai dari stimulasi sampai

depresi,tergantung pemilihan obat dan dosis. Stimulasi seperti eksitasi,lemah atau halusinasi.

Depresi dapat menyebabkan sedasi dan amnesia. Physostigmin, penghambat kolinesterase

dapat menembus sawar darah otak,dapat mengatasi efek ini (Askep, 2009).

D. Gastrointestinal

Sekresi air liur berkurang oleh obat antikolinergik. Sekresi gastrik juga berkurang,tapi dosis

besar diperlukan.Motilitas dan peristaltik  intestinal berkurang dan waktu pengosongan

Page 6: -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

lambung memanjang. Tekanan spingter esofagus bagian bawah berkurang. Obat

antikolnergik tidak bermanfaat dalam hal mencegah aspirasi pneumonia (Askep, 2009).

E. Mata

Antikolinergik menyebabkan midriasi (dilatasi pupil) dan siklopegi ( tidak dapat akomodasi

penglihatan dekat); glaukoma akut sudut tertutup diikuti pemberian secara sistemik dari obat

antikolinergik (Askep, 2009).

F. Genitourinary

Antikolinergik dapat menurunkan tonus ureter dan blader sebagai hasil dari relaksasi otot

polos dan retensi urin, khususnya pada pasien usia klanjut dengan pembesaran prostat(Askep,

2009).

G. Termoregulasi

Penghambatan kelenjar liur dapat meningkatkan temperatur suhu tubuh ( demam atropin)

(Askep, 2009).

H. Immune-mediated hypersensitivity

Berkurangnya cGMP inraselular secara teori berguna dalam pengobatan reaksi

hipersensitivitas. Secara klinis,antikolinergik mempunyai efek kecil pada kasus ini (Askep,

2009).

Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,

oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang

susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson),

mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan

bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh

terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik,

menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung) (Moveamura, 2008).

Page 7: -Obat-Kolinergik-Antikolinergik.docx

Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan

mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik

misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromida

dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson

(Moveamura, 2008).

Daftar Pustaka

http://askepterlengkap.blogspot.com/2009/06/obat-obatantikolinergik.html?zx=bf1c0f73d60de0ae

http://www.infogue.com/viewstory/2009/01/12/obat_kolinergik/?url=http://

otetatsuya.wordpress.com/2009/01/02/obat-kolinergik/

http://moveamura.wordpress.com/farmakologi/

J. Mycek, Mary, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi ke-2. PT Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia. Jakarta