ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa...

124
EFEK LAMA PEMANASAN TERHADAP PERUBAHAN BILANGAN PEROKSIDA MINYAK GORENG YANG BERPOTENSI KARSINOGENIK PADA PEDAGANG GORENGAN DI KELURAHAN PASAR MINGGU TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: SARAH ISLAMIA DHAHONO PUTRI 1111101000023 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Transcript of ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa...

Page 1: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

EFEK LAMA PEMANASAN TERHADAP PERUBAHAN BILANGAN

PEROKSIDA MINYAK GORENG YANG BERPOTENSI KARSINOGENIK

PADA PEDAGANG GORENGAN DI KELURAHAN PASAR MINGGU

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM)

Oleh:

SARAH ISLAMIA DHAHONO PUTRI

1111101000023

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

i

Page 3: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, Oktober 2015

Sarah Islamia Dhahono Putri, NIM : 1111101000023

Efek Lama Pemanasan terhadap Perubahan Bilangan Peroksida Minyak

Goreng yang Berpotensi Karsinogenik pada Pedagang Gorengan di Kelurahan

Pasar Minggu Tahun 2015 (VII+ 92 halaman, 10 tabel, 3 gambar, 7 lampiran)

ABSTRAK

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari

yang patut dijaga mutunya agar tidak mengalami kerusakan dan tetap berkualitas. Salah

satu cara untuk menentukan derajat kerusakan minyak goreng adalah dengan

melakukan uji bilangan peroksida. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) (2013),

batas bilangan peroksida adalah 10 meq O2/kg. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi perubahan bilangan peroksida pada minyak goreng adalah lama

pemanasan. Berdasarkan studi pendahuluan di Kelurahan Pejaten Timur, didapatkan

peningkatan bilangan peroksida pada lima pedagang gorengan mulai dari frekuensi

menggoreng pertama, kelima, kesepuluh hingga kelima belas. Penelitian ini dilakukan

di Kelurahan Pasar Minggu karena wilayah tersebut merupakan daerah transit dimana

terdapat stasiun kereta api dan terminal bus sehingga konsumen tidak hanya berasal

dari Kelurahan Pasar Minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya perubahan bilangan peroksida

pada frekuensi menggoreng kelipatan lima, dengan lama pemanasan berada nilai

minimal 2 menit dan maksimal 23 menit dan nilai peroksida tertinggi pada frekuensi

menggoreng kelima belas dengan nilai 0,9458 meq O2/kg. Sedangkan pada frekuensi

menggoreng kelipatan sepuluh, terjadi peningkatan serta penurunan bilangan peroksida

dengan lama pemanasan minimal 2 menit dan maksimal 52 menit dan nilai peroksida

tertinggi pada frekuensi menggoreng ke-10 dengan nilai 2,726 meq O2/kg. Pada

frekuensi menggoreng kelipatan lima hasil uji korelasi, didapatkan tidak ada hubungan

antara lama pemanasan dengan perubahan bilangan peroksida, sedangkan pada

kelipatan sepuluh terdapat hubungan yang bermakna antara lama pemanasan dengan

perubahan bilangan peroksida.

Perubahan bilangan peroksida pada kelipatan lima dan sepuluh merupakan

tanda awal bahwa minyak akan mengalami kerusakan. Bilangan peroksida yang terjadi

akibat pemanasan yang tinggi akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan

berbagai macam penyakit misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah

(artero sclerosis), kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut, sebaiknya pedagang mengganti minyak goreng yang telah

Page 4: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

iii

digunakan dengan minyak goreng baru karena lama pemanasan dapat berpengaruh

terhadap perubahan bilangan peroksida.

Daftar bacaan : 43 (1985-2014)

Kata kunci : Bilangan peroksida, Minyak goreng, Gorengan

STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA SYARIF HIDAYATULLAH

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Undergraduate Thesis, October 2015

Sarah Islamia Dhahono Putri, NIM : 1111101000023

The effect of Frying Time toward The Change of Peroxide Value of Cooking

Oil that Potentially Carcinogenic on Fried Food Traders in Pasar Minggu

2015

(VII+92 pages, 10 tables, 3 pictures, 7 attachments)

ABSTRACT

Cooking oil is one of the basic needs of people that should be

safeguarded in order not damaged and remain qualified. One way to determine

the damage to oil is to test the peroxide. According to the Indonesian National

Standard (SNI) (2013), peroxide value limit is 10 meq O2/kg. One of the factors

that can affect an increase in peroxide value in edible oils is frying time. Based

on preliminary study in Pejaten Timur, obtained an increase in peroxide on five

fried food traders ranging from the first, fifth, tenth to fifteenth. This research

was conducted in Pasar Minggu because this region is a transit area where a

railway and the bus station so the consumers not only from Pasar Minggu, but

also from out of the area.

The results showed that an increase in peroxide value in fifth time of

frying time, which is the minimum value of frying time was 2 minutes and the

maximum was 23 minutes, and the highest peroxide value is 0.9458 meq O2/kg

on fifteenth frequency of frying. Furthermore the frying multiples of ten, there

was an increase and decrease from the length of time peroxide with a frying

time at least 2 minutes and a maximum time was 52 minutes, and the highest

peroxide value is 2.726 meq O2/kg on tenth frequency of frying. The result from

using simple correlation analysis was not significant between frying time and

the change of peroxide value for the fifth time, although for the tenth time was

significant between frying time and the change of peroxide value .

Page 5: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

iv

The change of peroxide value in fifth and tenth time is an early sign that

the oil will be perishable. Peroxide value that occurs as a result of extreme heat

will cause a toxicity in human body and various diseases such as diarrhea, fat

deposition in the blood vessels (Artero sclerosis), cancer, and decrease fat

digestibility value. Based on the research, the retail dealers should replace the

cooking oil that has been used with the new one, because frying time can affect

the change of peroxide value.

Reference : 43 (1985-2014)

Keyword : Peroxide value (PV), Cooking oil, Fried food

Page 6: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

v

Page 7: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

vi

Page 8: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efek

Lama Pemanasan terhadap Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

yang Berpotensi Karsinogenik pada Pedagang Gorengan di Kelurahan Pasar

Minggu Tahun 2015”. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah

SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Aamiin.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah sekaligus Dosen Pembimbing I yang

senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kess. Selaku Kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif hidayatullah

Jakarta.

3. Ibu Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberi masukan dan motivasi dalam perbaikan skripsi ini.

Page 9: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

viii

4. Para dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen Peminatan

Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat.

5. Ayah dan Ibu serta adik-adik tersayang yang selalu memberikan dukungan,

nasihat serta doa yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. Mba Oma, Bang Jerry, dan Azhar yang turut membantu dalam pengambilan

sampel.

7. Teman-teman Kesling 2011: Ibnu Burhanudin, Chandra Perdana, Rois Solichin,

Hari Agus Pranata, Almen Fercudani, Betti Ronayan Adiwijayanti, Ika Amalia

Putri, Niken Kusuma Wardani, Putri Widiastuti, Sri Wahyu Fitria, Efri Malisha

Dwi Putri, Alifia Nadanti, Feela Zaki Safitri, Ika Nur Atikoh, Shela Ayu

Puryandini, Nurul Fajriati Praptika Putri, Nabila Dewi Ichsani, Anantika Anissa,

Sarah Ajeng Kusumarani, Awaliyah Rizka Safitri, Eka Lestari Sitepu, Ukhfiya

Qurrota Ayuni dan Nur Ihsani Rahmatika.

8. Sahabat-sahabat tersayang: Rahma Yusfarani, Safira Anindita, Nadita Anggiasari,

Putri Handayani, Dwi Nurvita, Unique Gita Claudia, Putri Dwi Karina, dan

Wardah Nafisah

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk

itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan di masa mendatang.

Ciputat, 2 Oktober 2015

Penulis

Page 10: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... i

ABSTRAK .................................................................................... ii

ABSTRACT .................................................................................... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ............................................. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

DAFTAR GRAFIK .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5

C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 6

D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 11

A. Kanker ........................................................................................................ 11

B. Minyak Goreng .......................................................................................... 12

C. Sumber Minyak .......................................................................................... 14

D. Jenis-Jenis Minyak Goreng ........................................................................ 16

E. Komponen Minyak Goreng ....................................................................... 25

F. Sifat Fisiko-Kimia ...................................................................................... 27

G. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Minyak Goreng ........................... 36

H. Ketengikan pada Minyak Goreng .............................................................. 37

I. Minyak Jelantah ......................................................................................... 39

Page 11: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

x

J. Syarat Mutu Minyak Goreng ..................................................................... 40

K. Bilangan Peroksida .................................................................................... 43

L. Dampak Bilangan Peroksida yang Tinggi terhadap Kesehatan ................. 45

M. Faktor yang Mempengaruhi Bilangan Peroksida dalam Minyak Goreng.. 46

N. Oksidasi ...................................................................................................... 52

O. Kerangka Teori .......................................................................................... 54

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.. ..... 57

A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 57

B. Definisi Operasional .................................................................................. 59

C. Hipotesis .................................................................................................... 59

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 60

A. Desain Penelitian ....................................................................................... 60

B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 60

C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 60

D. Sumber Data ............................................................................................... 62

E. Alat dan Cara Pengumpulan Data .............................................................. 62

F. Pengolahan Data ........................................................................................ 64

G. Analisis Data .............................................................................................. 65

BAB V HASIL ................................................................................................ 67

A. Analisis Univariat ...................................................................................... 67

B. Analisis Bivariat ......................................................................................... 72

BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 74

A. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 74

B. Analisis Univariat ...................................................................................... 75

C. Analisis Bivariat ......................................................................................... 81

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 84

A. Kesimpulan ................................................................................................ 80

B. Saran ......................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 88

LAMPIRAN .................................................................................................... 92

Page 12: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Minyak Nabati ........................................................ 15

Tabel 2.2 Klasifikasi Lemak Hewani ......................................................... 16

Tabel 2.3 Syarat Mutu Minyak Goreng ..................................................... 42

Tabel 3.2 Definisi Operasional ................................................................. 59

Tabel 5.1 Gambaran Rata-rata Lama Pemanasan Kelipatan Lima ............ 67

Tabel 5.2 Gambaran Rata-rata Lama Pemanasan Kelipatan Sepuluh ....... 67

Tabel 5.3 Rata-rata Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

Kelipatan Lima ........................................................................................... 68

Tabel 5.4 Rata-rata Perubahan Bilangan Peroksida Minyak goreng

Kelipatan Sepuluh ...................................................................................... 69

Tabel 5.7 Hubungan antara Lama Pemanasan terhadap Perubahan

Bilangan Peroksida Minyak Goreng Kelipatan Lima ................................ 72

Tabel 5.8 Hubungan antara Lama Pemanasan terhadap Perubahan

Bilangan Peroksida Minyak Goreng Kelipatan Lima ................................ 72

Page 13: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Peroksida ................................................... 45

Gambar 2.5 Kerangka Teori ............................................................................ 56

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 57

Page 14: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.5 Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng pada Kelipatan

Lima .............................................................................................................. 70

Grafik 5.6 Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng pada Kelipatan

Sepuluh ............................................................................................................ 71

Page 15: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak goreng merupakan minyak yang dimasak bersama bahan pangan

atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan

(Ketaren, 2012). Minyak goreng mengandung vitamin A, D, E, dan lemak untuk

pembentukan sel serta pertahanan tubuh, sehingga minyak goreng dapat disebut

sehat. Namun, minyak goreng juga dapat berbahaya bagi tubuh yang disebabkan

oleh penggunaannya dalam proses memasak seperti pemanasan dengan suhu

tinggi agar makanan terasa lebih gurih. Pemanasan suhu tinggi dapat

mengoksidasi minyak goreng dan menghasilkan radikal bebas (Graha, 2010).

Rusaknya minyak goreng dapat diketahui dengan melakukan uji bilangan

peroksida. Bilangan peroksida merupakan salah satu senyawa yang dapat

menentukan kualitas minyak goreng. Apabila bilangan peroksida melebihi 10

meq O2/kg, maka kualitas minyak goreng sudah tidak lagi baik. Angka peroksida

menunjukkan ketengikan minyak goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis.

Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi disebabkan oleh proses

oksidasi dan polimerisasi. Pada suhu tinggi 200-2 0 C) terjadinya kerusakan

minyak yang akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam

penyakit misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero

sclerosis), kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak (Ketaren, 2012).

Page 16: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

2

Kanker pada tubuh manusia karena paparan bahan kimia karsinogen tidak

terjadi seketika, tetapi terjadi pada masa yang lamanya tergantung dari kekuatan

bahan kimia karsinogen, dosis bahan kimia karsinogen, kepekaan sel penderita,

dan berbagai macam faktor lain. Kanker dapat timbul beberapa tahun setelah

terpapar oleh bahan kimia karsinogen (Sumardjo, 2008). Zat atau bahan

karsinogenik sendiri dapat ditemukan pada makanan yang mengalami pengolahan

kurang tepat misalnya: cara menggoreng yang berlebihan, serta penggunaan

minyak goreng berulang kali (menimbulkan radikal bebas seperti: peroksida,

epoksida, dan sebagainya), dan pemanasan dengan suhu terlampau tinggi dan

lama (menimbulkan zat trans-fatty acid) (Tapan, 2005). Lemak trans digunakan

untuk memperpanjang umur produk-produk olahan. Lemak trans meningkatkan

kadar LDL (kolesterol jahat), inflamasi, dan diabetes. Tepung yang bereaksi

dengan minyak panas juga memproduksi senyawa kimia akrilamida (karsinogen).

Selain itu, minyak goreng yang dipakai berulang kali berpotensi menghasilkan

jenis karsinogen yang akan menempel pada batch makanan berikutnya yang

masuk ke dalam penggorengan (CancerHelps, 2014).

Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari

budaya makan masyarakat Indonesia (Anwar dan Khomsan, 2009) dan minyak

goreng merupakan produk pangan yang sering dikonsumsi, maka perlu adanya

jaminan keamanan, mutu, dan gizi dari minyak goreng. Oleh karena itu, dalam

skala internasional, Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health

Organization (WHO) pada tahun 1993 mengeluarkan standar mutu bilangan

peroksida untuk biji bunga matahari yaitu ≤10 meq/kg minyak kemasan) dan ≤1

Page 17: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

3

(virgin oil). Standar bilangan peroksida yang ditentukan oleh Sudanese Standard

and Metrology Organization (SSMO) tahun 2003 yaitu ≤10 meq/k (Abdellah,

2012). Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) (2013) yang

menetapkan bilangan peroksida yaitu maksimal 10 meq O2/kg (Badan

Standardisasi Nasional, 2013).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, Mudji Triatmo, dan Arianti

Rahayu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemanasan dengan

perubahan bilangan peroksida pada makanan kentang yang digoreng

menggunakan minyak kedelai mulai dari perlakuan menggoreng pertama sampai

kesepuluh dengan suhu pemanasan awal yaitu 140-180°C (Gunawan dkk, 2003).

Untuk mengetahui adanya perubahan bilangan peroksida dapat dilakukan uji

mulai dari frekuensi penggorengan pertama hingga akhir, seperti pada penelitian

terhadap sifat organoleptik tempe pada pengulangan penggorengan menggunakan

minyak curah yang dilakukan oleh Siti Aminah (2010). Penelitian ini

menunjukkan adanya peningkatan bilangan peroksida mulai dari kontrol/minyak

segar, penggorengan pertama, kelima, kesepuluh, kelima belas, dan kedua puluh.

Pada pengulangan penggorengan kesepuluh, angka peroksida melebihi standar

yang ditetapkan yaitu 10,35 meq peroksida/kg. Hal ini menunjukkan semakin

banyak pengulangan penggorengan maka bilangan peroksida semakin meningkat

(Aminah, 2010).

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Mulasari dan Utami (2012) terhadap

jenis makanan gorengan (tahu, tempe, telur, terong, ayam, dan ikan goreng) di

Page 18: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

4

sepanjang Jl. Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo menunjukkan data bahwa 14 dari 15

pedagang minyak goreng termasuk dalam kategori tidak baik dengan frekuensi

penggorengan lebih dari empat kali dengan bilangan peroksida paling tinggi yaitu

11,25 meq/kg (Mulasari dan Utami, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Kelurahan Pejaten

Timur pada empat pedagang gorengan. Pedagang gorengan yang dimaksud adalah

pedagang yang menggoreng ayam, ikan, bebek, tahu, dan tempe. Didapatkan hasil

positif yaitu adanya perubahan peningkatan bilangan peroksida pada minyak

goreng dengan rata-rata yaitu 4.26 mgO2/100gr pada frekuensi pertama, 5.2

mgO2/100gr pada frekuensi ke lima, 5.77 mgO2/100gr pada frekuensi ke sepuluh,

dan 6.14 mgO2/100gr pada frekuensi ke lima belas.

Pasar minggu merupakan daerah dengan luas 21,69 km2 dan memiliki

jumlah penduduk 298.099 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2014). Pasar minggu juga

daerah transit dimana terdapat stasiun kereta api dan terminal bus. Oleh karena itu

aktivitas jual beli di sekitar Kelurahan Pasar Minggu tinggi. Hal lain terjadi

karena konsumen yang datang tidak hanya berasal dari Kelurahan Pasar Minggu.

Hasil observasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa pedagang yang menjual

makanan dan diantaranya ada 30 pedagang makanan yang menggoreng ikan lele,

ayam, burung dara, bebek, tahu, dan tempe. Pedagang gorengan umumnya

menggunakan minyak goreng curah dengan kuali berukuran besar sehingga dalam

sehari memiliki frekuensi penggorengan yang tinggi, yaitu lebih kurang 50 kali

penggorengan. Selain itu, pedagang yang berlokasi di pinggir jalan ini, memiliki

tempat penyimpanan bahan makanan yang tidak higiene yang dapat

Page 19: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

5

mempengaruhi kesehatan bagi yang mengkonsumsi. Berdasarkan latar belakang

tersebut, peneliti sebagai mahasiswa kesehatan lingkungan ingin mengetahui efek

lama pemanasan terhadap perubahan bilangan peroksida minyak goreng yang

berpotensi karsinogenik pada pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu.

B. Rumusan Masalah

Bilangan peroksida merupakan nilai untuk menentukan derajat kerusakan

pada minyak goreng. Standar dari bilangan peroksida itu sendiri yaitu 10 meq

O2/kg. Jika minyak goreng yang telah digunakan memiliki angka peroksida yang

melebihi batas tersebut, maka minyak goreng mengalami kerusakan dan tidak

bagus lagi untuk digunakan. Bilangan peroksida dapat meningkat akibat

pemanasan minyak yang berlebihan sehingga minyak akan teroksidasi

menghasilkan zat-zat radikal bebas. Selain itu, adanya frekuensi penggorengan

berulang akan menghasilkan senyawa yang dapat mengganggu kesehatan yang

masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan penyakit apabila dikonsumsi dalam

waktu yang lama, salah satunya adalah kanker. Salah satu pedagang makanan

dengan ciri yang sama pada peningkatan bilangan peroksida adalah pedagang

gorengan. Dalam sehari, pedagang tersebut dapat menggoreng hingga lebih

kurang 50 kali. Itu sebabnya dapat diasumsikan adanya peningkatan bilangan

peroksida dalam 50 kali penggorengan tersebut.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan terhadap pedagang gorengan di

Kelurahan Pejaten Timur diketahui bahwa bilangan peroksida dari penggorengan

pertama, ke lima, ke sepuluh, dan ke lima belas terjadi peningkatan bilangan

Page 20: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

6

peroksida pada minyak yang digunakan meskipun tidak melebihi standar mutu

yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Oleh karena itu,

peneliti ingin mengetahui efek lama pemanasan terhadap perubahan bilangan

peroksida minyak goreng yang berpotensi karsinogenik pada pedagang gorengan

di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Berapa rata-rata lama pemanasan minyak goreng kelipatan lima pada

pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015?

a. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng pertama?

b. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng kelima?

c. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng kesepuluh?

d. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng kelima

belas?

2. Berapa rata-rata lama pemanasan minyak goreng kelipatan sepuluh pada

pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015?

a. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng kesepuluh?

b. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng kedua

puluh?

c. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng ketiga

puluh?

d. Berapa rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng keempat

puluh?

Page 21: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

7

3. Berapa rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada pedagang

gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015?

a. Berapa rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada

kelipatan lima?

b. Berapa rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada

kelipatan sepuluh?

4. Bagaimana gambaran perbedaan bilangan peroksida minyak goreng antara

kelipatan lima dengan kelipatan sepuluh pada pedagang gorengan di

Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015?

5. Apakah ada hubungan lama pemanasan berdasarkan perubahan bilangan

peroksida minyak goreng dengan masa penggorengan kelipatan lima dan

sepuluh pada pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efek lama

pemanasan terhadap perubahan bilangan peroksida minyak goreng yang

berpotensi karsinogenik pada pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu

tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya rata-rata lama pemanasan minyak goreng kelipatan lima

pada pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

pertama

Page 22: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

8

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

kelima

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

kesepuluh

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

kelima belas

b. Diketahuinya rata-rata lama pemanasan minyak goreng kelipatan sepuluh

pada pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

kesepuluh

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

kedua puluh

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

ketiga puluh

Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng

keempat puluh

c. Diketahuinya rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada

pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015

Diketahuinya rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng

pada kelipatan lima

Diketahuinya rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng

pada kelipatan sepuluh

Page 23: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

9

d. Diketahuinya gambaran perbedaan bilangan peroksida minyak goreng

antara kelipatan lima dengan kelipatan sepuluh pada pedagang gorengan

di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015

e. Diketahuinya hubungan lama pemanasan terhadap perubahan bilangan

peroksida minyak goreng yang berpotensi karsinogenik pada pedagang

gorengan di Kelurahan Pasar Minggu tahun 2015

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan mengenai efek lama pemanasan terhadap perubahan bilangan

peroksida minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan.

2. Bagi Pedagang Gorengan

Sebagai informasi agar pedagang mengetahui pada penggorengan

yang keberapa minyak goreng mengalami kerusakan yang dapat dilihat dari

uji bilangan peroksida.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi agar masyarakat mengetahui pada penggorengan

yang keberapa minyak goreng mengalami kerusakan yang dapat dilihat dari

kondisi fisik yang memperkirakan adanya bilangan peroksida yang tinggi.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai gambaran informasi atau referensi untuk peneliti selanjutnya

dalam menganalisa serta memperdalam faktor-faktor lingkungan yang

mempengaruhi peningkatan bilangan peroksida dalam minyak goreng dan

Page 24: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

10

kandungan-kandungan berbahaya yang terdapat didalamnya yang dapat

membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul “Efek Lama Pemanasan terhadap Perubahan

Bilangan Peroksida Minyak Goreng yang Berpotensi Karsinogenik pada

Pedagang Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015”. Penelitian ini

dilakukan oleh mahasiswa semester delapan Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

dilakukan pada pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu pada bulan Mei-

Agustus tahun 2015.

Sampel pada penelitian ini adalah minyak goreng yang berjumlah 150 dari

30 responden/pedagang gorengan. Masing-masing responden diambil lima kali

sampel minyak goreng. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi dengan

desain cross sectional study karena pada penelitian ini variabel independen dan

dependen diukur pada waktu yang sama. Pengambilan sampel menggunakan total

sampling. Sampel minyak goreng diambil oleh peneliti untuk diuji lebih lanjut

terkait peningkatan bilangan peroksida di Akademi Kimia Analis (AKA) Bogor.

Page 25: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kanker

Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang tidak normal dan mengancam

kesehatan sel yang masih normal. Sel-sel kanker tidak seperti sel-sel tumor jinak,

menunjukkan sifat invasi dan metastasis serta sangat anaplastik. Jenis kanker

menurut tempat tumbuhnya dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu karsinoma

(kanker yang tumbuh pada sel epitel), sarcoma (kanker yang tumbuh pada

jaringan penunjang tubuh), leukemia (kanker yang tumbuh pada jaringan limfa).

Dari pembagian ini, kanker dibagi menjadi 12 kelompok yaitu kanker

kandungan,kanker payudara, kanker pernapasan (paru dan tenggorokan), kanker

organ cerna (hati-pankreas), kanker tulang dan otot, kanker saluran kencing

(ginjal, prostat, dan kantong kemih), kanker kulit, kanker getah bening, kanker

darah (leukemia), kanker mata (retinoblastoma), kanker saluran cerna (esophagus,

lambung, usus kecil, dan usus besar), dan kanker saraf (otak). Menurut

stadiumnya, kanker dibagi menjadi dua, yaitu stadium dini dan stadium lanjut.

Pada stadium dini, gejala kanker belum terlihat dan serangannya belum menjalar

ke dalam jaringan, sedangkan pada stadium lanjut, kanker sudah menjadi besar,

sudah menyusup ke jaringan sekitar, serta sudah menjalar ke dalam pembuluh

darah dan getah bening (Adi, 2007).

Beberapa jenis makanan yang dapat memicu kanker (karsinogenik) seperti:

makanan yang diasap, makanan yang mengandung nitrosamine, makanan akibat

Page 26: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

12

radiasi nuklir, racun pada tembakau. Selain itu pula zat karsinogenik bisa

ditemukan pada makanan yang mengalami pengolahan kurang tepat misalnya:

pemanasan dengan suhu terlampau tinggi dan lama (menimbulkan zat trans-fatty

acid), cara penggorengan yang berlebihan, serta penggunaan minyak goreng

berulangkali (menimbulkan radikal bebas seperti: peroksida, epioksida, dan

sebagainya). Makanan yang disebutkan terakhir umumnya bisa diperoleh pada

jenis goreng-gorengan (Tapan, 2005).

B. Minyak Goreng

Minyak adalah zat cair atau yang mudah dicairkan pada pemanasan, larut

dalam eter, tetapi tidak larut dalam air, biasanya dapat dibakar; zat demikian,

bergantung pada asalnya, dikelompokkan sebagai minyak nabati, minyak hewani,

atau mineral, dan bergantung pada sifatnya ketika pemanasan dapat

dikelompokkan sebagai asiri atau tetap (Pudjaatmaka, 2002). Minyak goreng

adalah bahan pangan dengan komposisi utamanya trigliserida yang berasal dari

bahan nabati kecuali kelapa sawit, dengan atau tanpa perubahan kimiawi,

termasuk hidrogenasi, pendinginan, dan telah melalui proses rafinasi atau

pemurnian yang digunakan untuk menggoreng (Badan Standardisasi Nasional,

2013).

Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, serta penambah rasa

gurih dan penambah nilai kalori pada bahan pangan yang digoreng. Minyak

goreng dapat diproduksi dari berbagai macam bahan mentah, seperti kelapa,

kopra, kelapa sawit, kacang kedelai, biji jagung, biji bunga matahari, biji zaitun,

dan lain-lain. Minyak goreng yang mengandung asam lemak esensial atau asam

Page 27: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

13

lemak tak jenuh jamak, bila digunakan untuk menggoreng dengan suhu 150-

180°C, maka asam lemak esensial atau asam lemak tidak jenuh akan mengalami

kerusakan (teroksidasi oleh udara dan suhu tinggi). Demikian pula beta karoten

(pro-vitamin A) yang terkandung dalam minyak goreng tersebut akan mengalami

kerusakan (Muchtadi, 2009).

Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih,

dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh

titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak

diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol

akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik

asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng

tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk

meggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak.

Karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan minyak sebaiknya

dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya

suhu penggorengan adalah 177-221°C (Winarno, 2004).

Minyak goreng nabati yaitu minyak goreng yang berasal dari tumbuhan

yang biasanya dibuat dari minyak kelapa sawit, bunga matahari, kedelai ataupun

jagung, tidak mengandung kolesterol, karena secara alam tanam-tanaman tidak

memproduksi kolesterol. Sedangkan minyak goreng yang berasal dari hewan,

seperti lemak kambing atau lemak sapi yang dikenal dengan sebutan minyak

samin mengandung kolesterol. Dilihat dari segi gizinya, kandungan minyak

goreng memang mengandung vitamin A, D, dan E, selain itu juga zat yang

Page 28: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

14

dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel serta pertahanan tubuh,

sehingga minyak goreng itu disebut sehat. Proses penggunaan minyak goreng

dalam memasak dapat membuat ikatan kimia yang ada pada minyak berubah.

Penggunaan minyak goreng sebagai bahan penghantar panas untuk membantu

memasak makanan mengubah kandungan dalam minyak goreng. Pemanasan

minyak goreng dengan suhu yang sangat tinggi akan merusak ataupun

menghilangkan kandungan vitamin-vitamin yang ada pada minyak tersebut dan

terbentuknya asam lemak yang justru tidak menyehatkan (Graha, 2010).

C. Sumber Minyak

Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam,

yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan,

minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dan lemak

dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut:

1. Bersumber dari tanaman

a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,

kedelai, dan bunga matahari

b. Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa sawit

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu,

cohune, dan sebagainya

2. Bersumber dari hewani

a. Susu hewan peliharaan: lemak susu

b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo oil

dari oleo stock, lemak babi, dan mutton tallow

Page 29: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

15

c. Hasil laut: minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya, serta minyak

ikan paus

Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak

berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat

tumbuh dan pengolahan. Adapun perbedaan antara lemak nabati dan hewani

adalah:

1. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung

fitosterol

2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak

nabati

3. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert Meissl lebih besar serta

bilangan Polenske lebih kecil daripada minyak nabati

Tabel 2.1

Klasifikasi Minyak Nabati

No Kelompok Lemak Jenis lemak/minyak

1.

Lemak (berwujud padat) Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune, babassu,

tengkawang, nutmeg butter, mowvah butter, dan

shea butter

2. Minyak (berwujud cair)

a. Tidak mengering (non

drying oil)

b. Setengah mengering

(semi drying oil)

c. Mengering (drying

oil)

Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah,

almond, inti alpukat, inti plum, jarak rape, dan

mustard

Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum,

biji bunga matahari, croton, dan urgen

Minyak kacang kedelai, safflower, argemone,

hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla, tung,

linseed, dan candle nut

Sumber: Hilditch, T.P (1945) dalam Ketaren (2012)

Page 30: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

16

Tabel 2.2

Klasifikasi Lemak Hewani

No Kelompok Lemak Jenis lemak/minyak

1. Lemak (berwujud padat)

a. Lemak susu

(butter fat)

b. Hewan

peliharaan (gol.

Mamalia)

Lemak dari susu sapi, kerbau, kambing, dan

domba

Lemak babi, skin grease, mutton tallow, lemak

tulang, dan lemak/gemuk wool

2. Minyak (berwujud cair)

a. Hewan

peliharaan

b. Ikan (fish oil)

Minyak neats foot

Minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden

jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba,

dan minyak purpoise

Sumber: Hilditch, T.P (1945) dalam Ketaren (2012)

Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat

dapat mengering jika terkena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal,

bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka.

Istilah minyak “setengah mengering” berupa minyak yang mempunyai daya

mengering yang lebih lambat (Ketaren, 2012).

D. Jenis-Jenis Minyak Goreng

Berbagai jenis minyak yang bersumber dari bahan nabati, yaitu

1. Minyak Wijen

Biji wijen kering udara umumnya mempunyai kadar air 5% dengan

variasi kandungan minyak sekitar 35-37%, umumnya antara 44-54%, serta

kandungan protein dari biji antara 19-25%. Biji-biji dengan warna terang

cenderung menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik dibandingkan

dengan biji yang berwarna gelap. Sedangkan warna gelap akan menghasilkan

Page 31: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

17

persentase minyak yang lebih besar. Minyak wijen bersifat larut dalam

alkohol dan dapat bercampur dengan eter, kloroform, petroleum benzene, dan

CS2, tetapi tidak larut dalam eter. Setelah dimurnikan, minyak berwarna

kuning pucat dan tidak menimbulkan gejala kabut pada suhu 0°C. Minyak

wijen ini bersifat synergist terhadap phrethrum yang merupakan sifat khas

minyak wijen. Minyak wijen mempunyai nilai putaran optik positif. Jadi,

unsur non gliserida dalam minyak lebih positif putaran optiknya,

dibandingkan dengan asam-asam lemak maupun gliserida (Ketaren, 2012).

Biji wijen juga dapat diolah menjadi minyak makan atau minyak goreng.

Kandungan dalam biji wijen cukup tinggi, yaitu sekitar 50%. Minyak wijen

mengandung asam oleat dan linoleat, masing-masing 17% dan 40% dari total

asam lemak, dan merupakan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tersebut

dapat mengikat kelebihan kolesterol di dalam darah sehingga menurunkan

kadar kolesterol. Oleh karena itu, minyak wijen sangat baik digunakan

sebagai minyak makan atau minyak goreng. Minyak wijen sebagai minyak

goreng dinilai memiliki kualitas yang tinggi dan mendapat sebutan “the queen

of the oil seed”. Minyak wijen juga mengandung beberapa asam amino

esensial, antara lain leusin, fenil-alanin, dan isoleusin. Asam amino esensial

tersebut dapat mencukupi kebutuhan asam amino yang tidak dapat disintesis

oleh tubuh dan harus tersedia dalam makanan (Juanda dan Cahyono, 2005).

2. Minyak Jagung

Kandungan lemak pada jagung terkonsentrasi pada bagian lembaga

sebanyak 3-8%. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak jagung relatif

Page 32: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

18

rendah dengan jumlah asam palmitat 11% dan asam stearate 2%. Sedangkan

asam lemak tidak jenuhnya cukup tinggi terutama asam linoleat yang

mencapai 24%. Minyak jagung relatif lebih stabil karena kandungan asam

linolenatnya sangat kecil (0,4%). Minyak jagung mengandung antioksidan

alami yang tinggi. Mutunya lebih tinggi karena distribusi asam lemaknya

berimbang, terutama oleat dan linoleat (Rizki, 2013).

Minyak jagung dianggap sebagai minyak alternatif pengganti minyak

sawit karena diyakini mengandung lebih sedikit asam lemak jenuh. Minyak

jagung murni mengandung 99% triasilgliserol dengan asam lemak tak jenuh

ganda (PUFA) 59%, asam lemak tak jenuh tunggal 24%, dan asam lemak

jenuh (SFA) 13%. Minyak jagung juga mengandung sejumlah ubiquinone dan

kadar tinggi alfa-tokoferol dan gamma-tokoferol (vitamin E) yang dapat

melindunginya dari “ketengikan” oksidatif. Minyak jagung mudah dicerna,

selain itu minyak tersebut juga menyediakan energi dan asam lemak esensial

(EFA). Asam linoleat merupakan asam lemak esensial yang diperlukan untuk

integritas kulit, membran sel, sistem kekebalan, dan untuk sintesis icosanoid.

Icosanoid penting untuk fungsi-fungsi reproduksi, kardiovaskuler, ginjal,

pencernaan, dan ketahanan terhadap penyakit. Minyak jagung juga efektif

dalam menurunkan kadar kolesterol darah. Oleh sebab mengandung SFA

rendah dan mengandung PUFA tinggi, dan kombinasinya lebih efektif dalam

menurunkan kolesterol dibandingkan dengan sekedar mengurangi konsumsi

SFA (Subroto, 2008).

Page 33: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

19

3. Minyak Kedelai

Minyak kedelai (soya oil) merupakan minyak yang diesktraksi dari biji

kedelai berwarna cerah dan mempunyai flavor spesifik, bobot jenis 0,92,

angka saponifikasi 195, dan angka iodin 130. Minyak ini mengandung asam

oleat 25%, asam linoleat 50%, asam linolenat 10%, fosfolipida sekitar 3%,

serta sterol 0,8% (Makfoeld, 2002). Minyak kedelai tidak mengandung

kolesterol dan mengandung lemak jenuh rendah (sekitar 15%) dan lemak tak

jenuh tinggi (61% lemak tak jenuh ganda dan 24% lemak tak jenuh tunggal).

Minyak kedelai merupakan sumber asam lemak linoleat dan asam linolenat

yang merupakan asam lemak esensial bagi tubuh manusia. Lebih dari 50%

lemak dalam minyak kedelai adalah asam linoleat, sedangkan asam linolenat

sekitar 7%. Beberapa penelitian menemukan bahwa asam alfa-linolenat dapat

menurunkan risiko stroke sehingga konsumsi minyak kedelai dapat

mengurangi risiko stroke (Subroto, 2008).

4. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu minyak nabati yang

dikonsumsi masyarakat selain minyak kelapa, minyak kedelai, dan lainnya.

Berdasarkan kegunaannya, minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan

utama untuk produk-produk kebutuhan masyarakat, seperti minyak goreng,

margarine, detergen, sabun, kosmetik, dan obat-obatan. Berdasarkan

keunggulannya, minyak kelapa sawit lebih aman, karena sifat dasarnya yang

dapat dimakan dan ramah terhadap lingkungan dan mudah diuraikan (bio-

degradable), selain itu juga terbukti tidak meningkatkan kadar kolesterol,

Page 34: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

20

bahkan mengandung beta karoten sebagai pro-vitamin A dan vitamin E

(Andoko dan Widodoro, 2013).

Pada minyak sawit, warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang

masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan

gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya

pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor pada minyak

terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai

pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit

ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada

dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa

macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren,

2012).

5. Minyak Kemiri

Kemiri tergolong bumbu dapur yang kaya akan protein. Dalam daging

biji kemiri terdapat asam hidrosianik yang beracun. Oleh karena itu, kemiri

digolongkan minyak lemak non-pangan (non-edible oil). Biji kemiri (kernel)

mengandung lemak yang sangat tinggi. Karena itu, saat biji kemiri diperas

akan mengeluarkan minyak. Namun, karena dalam biji kemiri terdapat asam

hidrosianik, minyaknya pun jarang digunakan untuk menggoreng. Minyak

kemiri lebih cocok sebagai bahan baku sabun atau bahan bakar setara solar.

Minyak kemiri mengandung sejumlah zat kimia yang mendatangkan berbagai

khasiat. Yang cukup popular adalah khasiat menyehatkan rambut, mulai dari

Page 35: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

21

menyuburkan, menguatkan, dan menghitamkan rambut secara alami

(Prihandana dan Hendroko, 2008).

Bagian buah (biji) mengandung minyak sebesar 55-65% dan kadar

minyak dalam tempurung sebesar 60%. Asam lemak yang terkandung dalam

minyak terdiri dari 55% asam palmitat: 6,7% stearate; 105% oleat, 48,5%

linoleat, dan 28,5% linolenat. Asam lemak palmitat dan stearate termasuk

golongan asam lemak jenuh, sedangkan asam oleat, linoleat, dan linolenat

termasuk golongan asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 2012).

6. Minyak Jarak

Minyak jarak adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji tumbuhan

Ricinus communis, terjadi atas gliseril ster dari asam lemak, lebih menonjol

asam (kurang lebih 85%), yaitu asam risinoleat C12H32(OH).COOH. Minyak

jarak juga digunakan dalam cat, pernis, dan sebagai minyak pencahar

(Pudjaatmaka, 2002).

Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat

kernel (daging biji) dan 40% berat kulit. Inti biji (kernel) jarak pagar

mengandung sekitar 50% minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak

jarak dengan cara mekanis ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksana.

Minyak jarak pagar merupakan jenis minyak yang memiliki komposisi

trigliserida yang mirip dengan minyak kacang tanah. Kandungan asam lemak

esensial dalam kk jarak pagar cukup tinggi sehingga sebenarnya dapat

dikonsumsi sebagai makan, asalkan toksin yang berupa phorbol ester dan

curcin dapat dihilangkan. Minyak jarak tidak lebih kental dibandingkan

Page 36: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

22

minyak nabati lainnya. Komponen terbesar minyak jarak adalah trigliserida

yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat (Dadang, 2006).

7. Minyak Kacang Tanah

Minyak kacang merupakan minyak yang dihasilkan oleh tekanan

hidraulik atau alat penghancur Anderson dari kacang tanpa kulit dengan tahap

proses awal pada suhu rendah dihasilkan minyak yang bisa dimakan (lebih

kurang 18%) dan sebagian lain dilakukan dengan hidrogenasi. Minyak

tersebut kemudian dihidrogenasi dan dikilang ulang untuk digunakan dalam

industry margarin kacang (peanut butter), salad, dan minyak goreng (peanut

oil) (Pudjaatmaka, 2002).

Kacang tanah termasuk herba dan sebagian besar produknya digunakan

untuk makanan, baik sebagai minyak maupun mentega. Karena itu, kacang

termasuk penghasil minyak/lemak yang bisa dimakan (edible oil). Kandungan

minyak kacang tanah tergolong tinggi, berkisar 35-55% (Prihandana dan

Hendroko, 2008). Biji kacang tanah dapat diolah dan diproses menjadi

minyak goreng. Setiap 100 kg kacang tanah, dapat menghasilkan minyak

antara 40-60 liter (Mashudi, 2007).

8. Minyak Jambu Mete

Biji jambu mete terdiri dari biji (kernel) dan kulit (shell), kedua bagian

ini mengandung minyak. Biji jambu mete terdiri dari 70% kulit biji dan 30%

daging biji. Kulit (shell) mengandung minyak sekitar 50% yang dikenal

dengan Cashew Nut Shell Liquid (CNSL). Komponen minyak jambu mete ini

terdiri dari asam anacardic sekitar 90% dan minyak cardol sebesar 10%. Biji

Page 37: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

23

jambu mete (kernel) mengandung minyak sekitar 47%. Komponen

trigliseridanya tersusun dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Minyak kulit

biji (CNSL) tidak digunakan sebagai bahan pangan tetapi digunakan untuk

berbagai macam keperluan pengolahan yang lebih lanjut, misalnya sebagai

bahan penahan air, bahan perekat tahan asam dan alkali, pembuatan tinta,

bahan pengawet, rol mesin ketik, dan bahan pelapis rem pada roda (Ketaren,

2012).

9. Minyak Biji Kapas

Minyak biji kapas yaitu minyak yang diperoleh dengan mengempa biji

kapas yang telah dibersihkan serat-serat kapasnya, juga dapat digunakan

ekstraksi pelarut. Minyak biji kapas juga baik sebagai pengganti minyak

zaitun dalam rumah tangga maupun dalam sediaan farmasi (Pudjaatmaka,

2002).

Biji kapas mengandung asam amino dalam jumlah besar yang

dibutuhkan tubuh. Asam amino histidin yang dibutuhkan anak-anak, juga

ditemukan dalam biji kapas. Dari komposisi ini terlihat bahwa protein yang

terdapat dalam biji kapas merupakan protein yang lengkap yang sangat

dibutuhkan tubuh manusia. Kegunaan minyak biji kapas antara lain sebagai

alat penerangan, minyak pelumas, campuran lemak babi (lard), minyak salad,

bahan untuk membuat sabun, bahan untuk membuat margarin, dan bahan

untuk membuat mentega putih (shortening). Minyak biji kapas yang bermutu

baik, murni, dan sudah mengalami deodorasi biasanya hanya tahan selama 10-

12 jam. Dalam keadaan mudah dioksidasi minya biji kapas akan tengik pada

Page 38: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

24

bilangan peroksida 125. Minyak biji kapas kasar lebih tahan terhadap oksidasi

dibandingkan dengan minyak yang sudah dimurnikan, tetapi dengan proses

hidrogenasi, minyak tersebut akan bersifat lebih stabil (Ketaren, 2012).

10. Minyak Kelapa

Minyak kelapa dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, seperti

minyak goreng, bahan margarin, dan mentega putih. Sementara itu,

pemanfaatan minyak kelapa untuk keperluan non-pangan antara lain sebagai

minyak lampu serta bahan pembuat sabun dan kosmetika. Minyak kelapa

tersusun atas senyawa organik campuran ester dari gliserol dan asam lemak

yang disebut dengan gliserida serta larut dalam pelarut minyak atau lemak.

Minyak kelapa secara fisik berwujud cairan yang berwarna bening sampai

kuning kecokelatan dan memiliki karakteristik bau yang khas. Warna pada

minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Zat

warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang

merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Warna

minyak kelapa dipengaruhi oleh bahan dasar dan suhu selama proses

pengolahan. Pada pemrosesan suhu tinggi (100° C), daging kelapa yang

mengandung protein dan karbohidrat akan menghaislkan minyak kelapa

dengan warna kecokelatan. Hal ini disebabkan selama pengolahan terjadi

reaksi antara karbonil dari karbohidrat dan asam amino dari protein (Syah,

2005).

Mengganti minyak goreng dengan minyak kelapa adalah langkah paling

mudah untuk meperoleh khasiat minyak kelapa. Minyak lain terdiri atas

Page 39: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

25

lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi saat pemanasan. Sebaliknya, minyak

kelapa berisi lemak jenuh yang tahan oksidasi saat pemanasan. Untuk

menggoreng tidak ada yang sehebat minyak kelapa, karena minyak kelapa

tidak diserap ke dalam makanan sebanyak minyak nabati lain. Minyak kelapa

sangat stabil, sehingga tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin. Minyak

kelapa murni tahan disimpan sampai 2-3 tahun pada suhu kamar dan akan

tahan lebih lama lagi jika disimpan dalam lemari es (Sukartin dan Sitanggang,

2005).

E. Komponen Minyak Goreng

Minyak goreng yang biasanya berasal dari minyak sawit mengandung

komponen aktif yang menakjubkan. Komponen itu adalah kandungan beta

karoten atau pro-vitamin A dan vitamin E untuk menurunkan kolesterol dan

menghambat penuaan. Asam lemak esensial (linoleat) sangat baik untuk

kesehatan bayi dan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi dan vitamin E

untuk kesehatan kolesterol (Khomsan dkk, 2008).

Komponen aktif yang terkandung dalam minyak sawit sangat berguna bagi

kesehatan dari bayi sampai orang dewasa. Secara alami, minyak sawit merupakan

sumber asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA= Mono Unsaturated Fatty Acid)

dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA= Poly Unsaturated Fatty Acid) yang

sangat tinggi kandungannya. Selain itu, minyak sawit juga mengandung

kandungan zat gizi mikro yang beragam jenisnya, yang berguna untuk tubuh

dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Zat gizi mikro yang dikenal

sebagai komponen aktif yaitu karotenoid pro-vitamin A (beta karoten), karotenoid

Page 40: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

26

nonpro-vitamin A, tokoferol dan tokotrienol, asam lemak esensial (Linoleat dan

Linolenat), dan fito-sterol (Khomsan dkk, 2008).

Karotenoid adalah suatu pigmen alami yang berupa zat warna kuning

sampai merah yang terbagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama yaitu

karotenoid pro-vitamin A yang berfungsi sebagai zat nurisi aktif. Kedua,

karotenoid non-pro-vitamin A yaitu non-nutrisi aktif, seperti fucoxanthin,

neokanthin, dan violaxanthin (Khomsan dkk, 2008).

Karoten berupa komponen aktif karotenois pro-vitamin A dalam minyak

sawit yang terdiri dari tiga jenis, yaitu alfa, beta, dan gama karoten. Beta karoten

merupakan yang paling dominan jumlahnya dalam minyak sawit. Beta karoten

adalah pro-vitamin A yang digunakan dalam tubuh untuk berbagai keperluan

seperti pertumbuhan, mencegah kebutaan, untuk reproduksi pemeliharaan sel

epitel, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit.

Karoten berfungsi sebagai antioksidan untuk itu sangat baik untuk kesehatan kulit

(Khomsan dkk, 2008).

Karotenoid non-pro-vitamin A maupun pro-vitamin A berperan sebagai

antioksidan yang berfungsi mencegah timbulnya penyakit kanker. Selain itu,

untuk mencegah proses penuaan yang terlalu dini dan mengurangi terjadinya

penyakit degeneratif lainnya. Kedua zat tersebut mampu bertindak sebagai

pemusnah radikal bebas yang dihasilkan pada proses metabolisme dalam tubuh.

Karotenoid terbukti sangat efisien dalam menetralisasi radikal oksigen dan efek

peroksida lain serta mengurangi peluang terbentuknya sel kanker (Khomsan dkk,

2008).

Page 41: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

27

F. Sifat Fisio-Kimia

Penggunaan minyak goreng akan mengubah sifat fisio-kimia minyak tersebut.

Semakin lama digunakan semakin banyak perubahan yang terjadi. Misalnya

minyak tersebut akan semakin kotor akibat terbentuknya warna cokelat (reaksi

browning), semakin kental (akibat terjadinya polimerisasi asam-asam lemak), dan

kadar peroksidanya bertambah. Minyak jelantah yang digunakan untuk

menggoreng bahan makanan berprotein akan menurunkan nilai gizi proteinnya,

bahkan minyak jelantah yang sudah terlalu lama digunakan dapat membahayakan

kesehatan tubuh karena banyak mengandung senyawa peroksida (radikal) serta

asam lemak tidak jenuh trans (Muchtadi, 2009).

1. Sifat Fisio-kimia

a. Warna

Secara alamiah, zat warna dalam minyak mengandung α dan β

karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna tersebut

menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecokelatan, kehijau-

hijauan, dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau

kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak.

Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Jika

minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga

intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada

suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan

hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses

oksidasi.

Page 42: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

28

Warna gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi terhadap

tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka

zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan

klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat

terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu:

- Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan

cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi.

Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan, dalam

keadaan panas akan mengesktrasi zat warna yang terdapat dalam

bahan tersebut

- Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan

suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang

lebih gelap

- Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu,

misalnya campuran pelarut petroleum benzene akan menghasilkan

minyak dengan warna lebih cerah jika dibandingkan dengan minyak

yang diekstraksi dengan pelarut trikloroetilena, benzol, dan heksan

- Logam seperti Fe, Cu, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak

diinginkan dalam minyak

- Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama

oksidasi tokoferol dan chroman 5,6 quinone menghasilkan warna

kecokelat-cokelatan

Page 43: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

29

b. Bau Amis

Bau amis dalam mentega, susu bubuk atau krim disebabkan oleh

terbentuknya trimetil-amin dari lesitin dalam susu dan mentega berturut-

turut dengan jumlah 0,03-0,12 persen dan 0,01-0,17 persen. Mekanisme

pembentukan trimetil-amin dari lesitin bersumber pada pemecahan ikatan

C-N gugus choline (CH2OH. CH2. N Me3) dalam molekul lesitin. Ikatan

C-N ini dapat diuraikan oleh zat pengoksidasi, seperti gugus peroksida

dalam lemak, sehingga menghasilkan trimetil-amin.

Adanya tembaga besi akan mempercepat pembentukan peroksida

lemak dan peroksida tersebut akan mengoksidasi lesitin. Terdapatnya

sejumlah persenyawaan nitrogen yang berkombinasi secara kimia dengan

minyak, disamping menyebabkan bau amis, juga mengakibatkan warna

minyak menjadi kuning atau cokelat. Dalam susu, reaksi antara amino

nitrogen yang dihasilkan dari kasein dengan aldehida sebagai akibat

oksida lemak, menghasilkan sejumlah persenyawaan amin alifatis yang

bersifat dapat menguap. Trimetrilamin oksida (NMe3) terbentuk akibat

oksidasi trimetil-amin oleh peroksida. Umumnya persenyawaan oksida ini

terdapat dalam otot-otot ikan, dalam jaringan hewan dan dalam susu. Jika

persenyawaan tersebut terdapat dalam minyak yang dipanaskan selama

beberapa jam pada suhu sekitar 105°C senyawa tersebut akan tereduksi

sehingga menghasilkan trimetil-amin bebas.

Page 44: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

30

c. Odor dan Flavor

Odor dan flavor pada minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi

karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sehingga

hasil penguraian pada kerusakan minyak. Akan tetapi pada umumnya,

odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak. Sebagai

contoh, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta

ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl

methylketon.

d. Kelarutan

Suatu zat dapat larut jika mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu

zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut

nonpolar. Minyak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil).

Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut

sempurna dalam etil eter, karbon disulfida, dan pelarut-pelarut halogen.

Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya

minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini

dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak dari bahan yang

diduga mengandung minyak. Asam-asam lemak yang berantai pendek

dapat larut dalam air, semakin panjang rantai asam-asam lemak makan

kelarutannya dalam air semakin berkurang.

e. Titik Cair dan Polymorphism

Pengukuran titik cair minyak, suatu cara yang lazim digunakan dalam

penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni,

Page 45: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

31

tidak mungkin diterapkan di sini, karena minyak tidak mencair dengan

tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Sebagai contoh, bila lemak

dipanaskan dengan lambat, maka akhirnya akan mencair. Tetapi ada juga

lemak yang sudah menjadi cair pada waktu temperatur muai naik,

kemudian akan memadat kembali. Pencairan kedua akan terjadi pada

temperatur yang lebih tinggi lagi. Bila lemak dengan sifat seperti diatas

diulangi pemanasannya, maka bahan akan mencair pada temperature yang

lebih rendah dari temperatur pemanasan pertama.

Polymorphism pada minyak adalah suatu keadaan dimana terdapat

lebih dari satu bentuk kristal. Polymorphism sering dijumpai pada

beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan

pemisahan kristal tersebut sangat sukar. Namun demikian, untuk beberapa

komponen, bentuk dari kristal-kristalnya sudah dapat diketahui.

Polymorphism penting untuk mempelajari titik cair minyak dan asam

lemak beserta ester-esternya. Untuk selanjutnya, polymorphism

mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan

minyak. Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier

dengan bertambah panjangnya rantai karbon atom. Asam lemak dengan

ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggidaripada isomer asam

lemak yang berikatan cis.

f. Titik Didih

Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan

bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

Page 46: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

32

g. Titik Lunak

Titik lunak dari minyak ditetapkan dengan maksud untuk identifikasi

minyak tersebut. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung

kapiler yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan ke dalam lemari

es selama satu malam, sehingga minyak akan membeku atau menjadi

padat. Setelah satu malam dalam lemari es, tabung kapiler tadi diikat

bersama-sama dengan termometer yang dilakukan di dalam lemari es,

selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi air. Temperatur

akan naik dengan lambat. Temperatur pada saat permukaan dari minyak

dalam tabung kapiler mulai naik, disebut titik lunak atau softening point.

h. Slipping Point

Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak alam

serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Cara penetapannya

yaitu dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang kecil, yang

diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan dalam bak yang tertutup

dan dihubungkan dengan termometer. Bila bak tadi digoyangkan,

temperatur akan naik perlahan-lahan. Temperatur pada saat lemak dalam

silinder mulai naik atau temperatur pada saat lemak mulai melincir disebut

slipping point.

i. Shot Melting Point

Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari

minyak. Pada umumnya minyak mengandung komponen-komponen yang

berpengaruh terhadap titik cairnya. Hal ini telah dipelajari pada berbagai

Page 47: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

33

asam lemak bebas dan gliserida yang murni. Minyak yang umumnya

mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah relatif besar, biasanya

berwujud cair pada temperatur kamar. Bila mengandung asam lemak

jenuh yang relatif besar, maka minyak tersebut akan mempunyai titik cair

yang tinggi. Bila titik cair dari trigliserida sederhana yang murni

ditentukan, akan dijumpai bahwa semakin panjang rantai karbon dari

asam-asam lemaknya, maka titik cairnya pun akan semakin tinggi.

j. Bobot Jenis

Bobot jenis dari minyak biasanya ditentukan pada temperatur 25°C,

akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada

temperatur 40°C atau 60°C untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada

penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam

kisaran temperatur yang pendek.

k. Indeks Bias

Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan

pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dipakai

pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.

Abbe Refractometer mempergunakan alat pengontrol temperatur yang

dipertahankan pada 25°C. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang

bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 40°C atau 60°C. Selama

pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan

meningkat apda minyak dengan rantai karbon yang panjang dan juga

terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak

Page 48: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

34

juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan

naiknya derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut.

l. Titik Asap, Titik Nyala, dan Titik Api

Apabila minyak dipanaskan dapat dilakukan penetapan titik asap, titik

nyala, dan titik api. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak

menghasilkan asap tipis kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik

nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan

udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat

dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya contoh uji.

Titik asap, titik nyala, dan titik api adalah kriteria penting dalam

hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng.

m. Titik Kekeruhan (Turbidity Point)

Titik kekeruhan ini ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran

minyak dengan pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak kelarutannya

terbatas. Campuran tersebut kemudian dipanaskan sampai terbentuk

larutan yang sempurna. Kemudian didinginkan dengan perlahan-lahan

sampai minyak dengan pelarutnya mulai terpisah dan mulai menjadi

keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal sebagai

titik kekeruhan (turbidity point).

2. Sifat Kimia

Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak mempunyai rantai lurus

monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap. Reaksi yang

penting pada minyak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi, dan hidrogenasi.

Page 49: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

35

a. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan

kerusakan minyak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak

tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang

menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

b. Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah

oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan

mengakibatkan bau tengik pada minyak. Oksidasi biasanya dimulai

dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya

ialah teruarainya asam-asam lemak disertai dengan konversi

hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.

Rancidity terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan

peroksida value (PV) hanya indikator dan pernyataan bahwa minyak

sebentar lagi akan berbau tengik. Oksidasi yang lebih lanjut dapat

menghasilkan keton, karena reaksi ini disertai hidrolisa.

c. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industry bertujuan untuk

menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hydrogen murni

dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses

hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan

Page 50: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

36

cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras,

tergantung pada derajat kejenuhannya. Reaksi pada proses hidrogenasi

terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara

molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh

asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk

radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tak jenuh,

setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan

suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus

bereaksi dengan hydrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.

d. Esterifikasi

Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari

trigliserida dalam bentuk ester, reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui

reaksi kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang

didasarkan atas prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan

menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam

lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak

enak dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap

(Ketaren, 2012).

G. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Minyak Goreng

Parameter uji kualitas minyak goreng dapat dilihat dari perubahan sudut

polarisasi cahaya. Semakin sering memanaskan minyak goreng maka semakin

besar sudut polarisasinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak goreng yang

mempunyai kualitas yang paling baik adalah minyak goreng dengan sudut

Page 51: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

37

polarisasi yang paling kecil. Ini berlaku sama antara minyak goreng dari kelapa

maupun minyak goreng kelapa sawit (Nuraniza, 2013).

Dengan suhu 180°C, makanan yang digoreng akan berwarna cokelat merata,

kurang dari itu, minyak akan diserap banyak oleh makanan sehingga rasa dan

penampilannya menjadi berubah. Ketika minyak digunakan kembali untuk

menggoreng, minyak mulai terdegradasi dengan cara memecahkan ikatan

trigliserida. Dari pepecahan itu terbentuk gliserol dan asam lemak bebas yang

menyebabkan minyak berbau tengik dan warnanya berubah menjadi kecokelatan

hingga hitam (Ide, 2007).

H. Ketengikan pada Minyak Goreng

Ada tida penyebab ketengikan pada minyak yaitu ketengikan oleh oksidasi

(oxidative rancidity), ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity), dan

ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity). Berbagai jenis minyak

akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Hal

ini dikenal sebagai reversion. Beberapa penyelidik berpendapat bahwa hal ini

khas pada minyak atau lemak. Reversion terutama dijumpai dalam lemak di pasar

dan pada pemanggangan atau penggorengan dengan menggunakan temperatur

yang terlalu tinggi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dari

reversion ini adalah suhu, cahaya atau penyinaran, tersedianya oksigen, dan

adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi. Jika

suhu penyimpanan minyak dinaikkan, maka waktu untuk menghasilkan flavor

reversion akan lebih singkat. Ketengikan berbeda dengan reversion; beberapa

minyak mudah terpengaruh untuk menjadi tengik tapi akan mempunyai daya

Page 52: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

38

tahan terhadap peristiwa reversion, misalnya pada minyak jagung. Perubahan

flavor yang terjadi selama reversion, berbeda untuk setiap jenis minyak,

sedangkan minyak yang telah menjadi tengik, akan menghaislkan flavor yang

sama untuk semua jenis minyak. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat

menjadi indikasi ketengikan minyak, tetapi bilangan peroksida ini tidak

mempunyai hubungan dengan peristiwa reversion (Ketraren, 2012).

Bila minyak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama akan terjadi

perubahan yang dinamakan proses ketengikan (rancidity). Oksigen akan terikat

pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif

dan membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah

menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam

lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatile/mudah menguap,

menimbulkan bau tengik pada minyak dan potensial bersifat toksik. Reaksi ini

bisa terjadi perlahan pada suhu menggoreng normal dan dipercepat oleh adanya

sedikit besi dan tembaga yang biasa ada di dalam makanan. Minyak yang

digunakan untuk menggoreng pada suhu tinggi atau dipakai berulang kali akan

menjadi hitam dan produk oksidasi akan menumpuk. Asam lemak akan pecah dan

terbentuk akrolein dari gliserol. Akrolein mengeluarkan asap tajam yang

merangsang tenggorokan. Hidrogenasi minyak menurunkan kecenderungannya

untuk teroksidasi, dengan demikian meningkatkan stabilitasnya (Almatsier,

2001).

Kerusakan pada minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik

yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam

Page 53: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

39

lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan

radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat

reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam

berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin,

myoglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang

mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi

tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan

senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Sebuah atom hidrogen yang

terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang

mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi

sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk

peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak

stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek

oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-

senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-

aldehida, dan keton yang bersifat volatile dan menimbulkan bau tengik pada

minyak (Winarno, 2004).

I. Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik

dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat menyebabkan

minyak berasap atau berbusa pada saat penggorengan, meninggalkan warna

cokelat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang digoreng (Hambali

dkk, 2007). Tidak jarang pedagang kaki lima menggunakan kembali minyak

Page 54: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

40

jelantah untuk menggoreng. Ketika minyak jelantah kembali dipakai untuk

menggoreng, minyak jelantah akan diserap secara berlebihan (dapat mencapai

50% dari berat makanan) ke dalam makanan yang digoreng. Selain berminyak,

pada makanan juga terdapat kerak-kerak hitam yang menempel di permukaannya.

Di situlah terdapat radikal bebas yang paling banyak (Ide, 2007).

Kandungan minyak jelantah menurun dari minyak goreng baru. Minyak

jelantah mengeluarkan kandungan polimer yang dapat terserap dalam makanan

berupa asam lemak trans. Dalam minyak jelantah juga terdapat zat radikal bebas,

seperti peroksida dan epioksida yang mutagen dan karsinogen (berpotensi

menyebabkan kanker) sehingga berisiko terhadap kesehatan manusia. Misalnya,

gangguan peroksida pada minyak jelantah mengakibatkan pemanasan suhu tinggi

hingga mengganggu kesehatan, terutama yang berhubungan dengan metabolisme

kolesterol (Mianoki dkk, 2014).

J. Syarat Mutu Minyak Goreng

Standar Nasional Indonesia (SNI) 3741:2003 Minyak goreng yang

merupakan revisi SNI 01-3741-2002 Minyak goreng. Standar tersebut

dirumuskan dengan beberapa tujuan, yaitu:

1. Menyesuaikan standar dengan perkembangan teknologi terutama dalam

metode uji dan persyaratan mutu

2. Menyesuaikan standar dengan peraturan-peraturan baru yang diberlakukan

3. Melindungi kesehatan konsumen

4. Menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab

5. Mendukung perkembangan dan diversifikasi industri minyak goreng

Page 55: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

41

Standar ini dirumuskan dengan memperhatikan ketentuan pada:

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan

3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 1999 tentang Label

dan Iklan Pangan

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 2004 tentang

Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

722/MENKES/PER/IX/1988, tentang Bahan Tambahan Makanan atau

revisinya

8. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 24/M-

IND/PER/7/2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur

Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik

9. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 75/M-

IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik

(Good Manufacturing Practices)

10. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia No. HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum

Page 56: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

42

Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan (Badan Standar Nasional, 2013).

Berikut merupakan syarat mutu minyak goreng sesuai dengan standar yang

dikeluarkan oleh BSN pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.3 Syarat Mutu Minyak Goreng

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Warna - Normal

2 Kadar air dan bahan menguap %(b/b) Maks. 0,15

3 Bilangan asam mg KOH/g Maks. 0,6

4 Bilangan peroksida mek O2/kg Maks. 10

5 Minyak pelikan - Negatif

6 Asam linolenat (C18:3) dalam

komposisi asam lemak minyak

% Maks. 2

7 Cemaran logam

7.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2

7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1

7.3 Timah (Sn) mg/kg Maks.

40,0/250,0

(dalam kemasan

kaleng)

7.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05

8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1

Pada skala internasional, Food and Agriculture Organization (FAO) dan

World Health Organization (WHO) pada tahun 1993 mengeluarkan standar mutu

bilangan peroksida untuk biji bunga matahari yaitu ≤10 meq/kg minyak

Page 57: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

43

kemasan) dan ≤1 virgin oil). Standar bilangan peroksida yang ditentukan oleh

Sudanese Standard and Metrology Organization (SSMO) tahun 2003 yaitu ≤10

meq/k (Abdellah, 2012).

K. Bilangan Peroksida

Produk utama oksidasi lipid yaitu hidroperoksida, yang umumnya disebut

sebagai "peroksida". Peroksida adalah senyawa organik yang tidak stabil yang

terbentuk dari trigliserida. Bilangan peroksida adalah metode untuk menentukan

tingkat oksidasi minyak dan mengukur pembentukan hidroperoksida dalam

miliekuivalen oksigen aktif per kilogram sampel. Hidroperoksida dibentuk oleh

oksidasi lemak bereaksi dengan ion iodida untuk membentuk yodium, yang pada

akhirnya diukur dengan titrasi menggunakan tiosulfat.

Bilangan peroksida berfungsi sebagai indikator kualitas minyak. Meskipun

tidak membedakan antara berbagai asam lemak tak jenuh yang mengalami

oksidasi dan tidak menyediakan informasi tentang produk oksidatif sekunder

yang terbentuk oleh dekomposisi hidroperoksida, umumnya dapat dinyatakan

bahwa bilangan peroksida merupakan indikator dari tingkat dasar oksidasi

minyak. Perubahan nilai peroksida terhadap waktu menunjukkan tahap induksi,

dimana terjadinya peningkatan bilangan peroksida, dan penurunan sebagai hasil

oksidasi lipid. Hidroperoksida rusak pada tingkat yang lebih cepat daripada

pembentukannya. Minyak berkualitas rendah akan memiliki periode induksi yang

lebih pendek.

Senyawa peroksida tidak stabil dalam kondisi menggoreng. peningkatan

bilangan peroksida selama penggorengan akan diikuti oleh penurunan dengan

Page 58: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

44

lebih menggoreng karena hidroperoksida cenderung terurai pada 180°C untuk

membentuk produk oksidasi sekunder. Peningkatan keseluruhan nilai peroksida

terjadi khususnya selama masa tenang, di mana minyak goreng terkena udara

pada suhu tinggi. Peroksida dan hidroperoksida memberikan indikasi penurunan

rasa pada makanan (Contemporary Food Engineering Series. 2009).

Peroksida merupakan kandungan senyawa yang terdapat di dalam minyak

goreng. Penyebab kenaikan bilangan peroksida adalah minyak goreng yang

digunakan berkali-kali oleh para pedagang gorengan, mayoritas menggunakan

minyak tersebut dengan frekuensi lebih dari empat kali penggorengan (Mulasari,

2012).

Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas,

sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung bilangan peroksida

dalam jumlah yang kecil. Dalam jangka waktu yang cukup lama, peroksida dapat

mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak

misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Peroksida juga

dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak

dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan

(lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan,

disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak (Ketaren,

2012).

Page 59: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

45

Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Peroksida

L. Dampak Bilangan Peroksida yang Tinggi terhadap Kesehatan

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat

kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan

oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida

terbentuk akibat pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau

lemak. Pada minyak goreng, angka peroksida menunjukkan ketengikan minyak

goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis. erusakan lemak atau minyak

akibat pemanasan pada suhu tinggi 200-2 0 C) akan mengakibatkan

keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diare,

pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero sclerosis), kanker, dan

menurunkan nilai cerna lemak (Ketaren, 2012).

Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan

kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Berdasarkan percobaan terhadap ayam,

kekurangan vitamin E dalam lemak mengakibatkan timbulnya gejala

Page 60: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

46

encephalomalacia dan jika hidroperoksida diinjeksikan ke dalam aliran darah

menimbulkan gejala celebellar. Peroksida akan membentuk persenyawaan

lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan mitochondria,

lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang

mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai

fungsi aktif sebagai alat transportasi trigeliserida; dan jika lipoprotein mengalami

denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta)

sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis (Ketaren, 2012).

M. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

1. Oksigen

Oksigen atau zat asam adalah suatu gas yang sangat penting dalam

kehidupan kita, terutama bagi pernapasan. Pernapasan atau respirasi berarti

mengambil atau menghirup oksigen dan membuang sisa pembakaran, yakni

karbon dioksida dan air. Oksigen disebut juga zat pembakar karena oksigen

berguna dalam pembakaran bahan makanan dan menghasilkan panas kalori.

Sebagian panas kalori berguna untuk memelihara suhu tubuh dan sebagian

lagi diubah menjadi tenaga untuk bekerja. Sebagian besar mikroorganisme

atau jasad renik memerlukan oksigen untuk proses penguraian bahan

makanan. Oksigen merupakan zat yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa, dan bersifat netral. Oksigen tidak dapat terbakar, tetapi

memungkinkan mempunyai daya gabung besar terhadap hampir semua unsur

lain. Zat ini tidak beracun, tetapi dapat mendatangkan maut jika dihirup

banyak-banyak dalam keadaan tidak diencerkan (Sumardjo, 2008).

Page 61: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

47

Oksigen adalah suatu diradikal yang stabil dan karena itu merupakan

pereaksi (agent) radikal bebas yang selektif. Senyawa yang mengandung

ikatan rangkap, hydrogen alilik, benzilik atau tersier, rentan (susceptible)

terhadap oksidasi oleh udara juga disebut autoksidasi. Senyawa dengan hanya

hidrogen primer atau sekunder tidak serentan itu. Lemak dan minyak nabati

seringkali mengandung ikatan rangkap. Autoksidasi suatu lemak

menghasilkan campuran produk yang mencakup asam karboksilat berbobot

molekul rendah (dan berbau). Misalnya, mentega tengik mengandung asam

butanoat yang berbau tengik itu (Fessenden dan Fessenden, 1986).

2. Cahaya

Secara garis besar sumber cahaya dapat dibagi menjadi dua macam

yaitu:

a. Cahaya alam (Natural lighting)

Cahaya alam merupakan cahaya matahari yang merupakan sumber

cahaya utama dan dominan. Cahaya matahari meliputi waktu di siang hari,

musim, cuaca berawan atau tidak

b. Cahaya artifisial (cahaya buatan)

Cahaya buatan meliputi cahaya listrik (cahaya fluoresen), cahaya gas,

lampu, minyak, dan lilin. Cahaya buatan ini sebagai sarana pelengkap

untuk penerangan ruangan dan sebagaian (Gabriel, 1996).

Cahaya alam diatas seperti cahaya matahari juga dapat mempengaruhi

senyawa pada minyak goreng yang digunakan untuk memasak. Ketengikan

pada minyak goreng ditimbulkan oleh cahaya yang merupakan oksidator.

Page 62: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

48

Proses oksidasi dipercepat oleh adanya kombinasi dari oksigen dan cahaya.

Misalnya pada lemak yang disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya

sehingga menjadi tengik. Hal ini karena dekomposisi peroksida secara

alamiah telah terdapat dalam lemak atau minyak. Cahaya berpengaruh sebagai

akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak. Radiasi ionisasi

juga merupakan salah satu akselerator, sedangkan sinar ultra violet dan sinar-

sinar gelombang pendek berfungsi sebagai fotolisis persenyawaan aldehida,

sehingga menghasilkan radikal bebas. Konstituen tidak jenuh dan jenuh serta

molekul trigliserida yang terkena cahaya ultra violet dalam jangka waktu yang

lama, akan menghasilkan aldehida dalam jumlah yang kecil dan metil keton

yang berbau tidak enak. Persenyawaan keton dengan asam-asam dengan berat

molekul rendah lebih cepat terbentuk dari senyawa tidak jenuh, terutama

lemak yang mengandung ikatan tidak jenuh (C12) atau lebih rendah, misalnya

asam palmitat. Gugus hidroksil bebas pada molekul mono dan digliserida

akan teroksidasi sehingga menghasilkan gugus aldehida (jika gliserida

tersebut terkena irradiasi sinar ultra violet yang disertai dengan oksigen)

(Ketaren, 2012).

3. Suhu Tinggi

Suhu merupakan suatu sifat yang sukar didefinisikan, meskipun secara

naluri dapat dirasakan. Untuk mengatakan bahwa suhu adalah derajat “panas”

dari suatu benda tidaklah tepat. Bila terdapat dua benda yang memiliki suhu

berbeda disinggungkan, makanya benda yang awalnya bersuhu tinggi akan

turun dan sebaliknya yang bersuhu rendah akan naik. Sehingga kedua benda

Page 63: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

49

tersebut mempunya derajat “panas” yang sama dengan kata lain suhu yang

sama. Suhu dapat diukur karena dapat memberikan pengaruh pada sifat yang

dapat diukur lainnya. Termometer adalah alat yang digunakan sebagai

mengukur suhu, yang didasarkan atas panjang kolom cairan dalam tabung

kapiler tipis di dalam gelas kaca. Perubahan suhu membuat panjang kolom

cairan berubah. Kenaikan panjang kolom cairan mengikuti kenaikan suhu.

Titik suhu tertentu dan derajat perubahan suhu dapat menentukan skala suhu.

Titik tetap yang umum dipakai adalah suhu dimana es meleleh (titik es) dan

suhu dimana air mendidih (titik uap), keduanya pada tekanan atmosfer normal

(Petrucci, 1985).

Pada saat penggorengan makanan dapat terjadi perubahan-perubahan

fisika-kimiawi pada makanan yang digoreng dan juga minyak gorengnya.

Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal (168-196°C)

akan menyebabkan degradasi minyak goreng dengan cepat (antara lain titik

asap menurun). Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak

diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Devi, 2010).

Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselediki dengan

menggunakan contoh minyak jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada

suhu 120°, 160°, dan 200°C. Minyak dialiri udara pada 150 ml/menit/kilo.

Minyak yang dipanaskan pada suhu 160° dan 200°C, menghasilkan bilangan

peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 120°C.

Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat

tidak stabil terhadap panas. Bilangan iod berpengaruh kecil dalam contoh

Page 64: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

50

yang dipanasi pada suhu 120°C. Penurunan bilangan iod dalam contoh

tersebut hampir sama dengan pemanasan pada suhu 160°-200°C. Kenaikan

nilai indeks bias setara dengan pertambahan jumlah senyawa polimer yang

dihasilkan akibat pemanasan lemak atau oksidasi lemak. Kenaikan nilai

kekentalan dan indeks bias paling besar pada suhu 200°C, karena pada suhu

tersebut jumlah senyawa polimer yang terbentuk relative cukup besar

(Ketaren, 2012).

4. Frekuensi Penggunaan Minyak Goreng

Ulangan penggorengan setiap periode bervariasi tergantung pada jumlah

bahan makanan yang digoreng. Pengulangan penggorengan pada pedagang

dapat mencapai 10-20 kali dalam satu periode penggorengan. Minyak goreng

yang masih tersisa, digunakan kembali pada hari berikutnya yang

ditambahkan dengan minyak segar (Aminah, 2010).

Adanya pengaruh frekuensi menggoreng makanan dengan minyak

goreng kedelai terhadap kenaikan angka peroksida dan angka asam lemak

bebas. Perlakuan frekuensi menggoreng mulai dari frekuensi pertama hingga

ke sepuluh semakin meningkat angka peroksidanya dan melewati batas

maksimum angka peroksida (Gunawan, 2003).

Pada sebuah penelitian bilangan peroksida terhadap pengulangan

penggorengan menggunakan minyak goreng bekas makanan jajanan hewani

dan nabati, didapatkan hasil positif peningkatan bilangan peroksida untuk

minyak goreng bekas makanan jajanan hewani dengan rata-rata nilai dari

Page 65: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

51

empat sampel yaitu 140,62 mek O2/kg pada satu kali penggunaan dan

141,626 mek O2/kg pada dua kali penggunaan. Sedangkan pada minyak

goreng bekas makanan jajanan nabati didapatkan pula peningkatan bilangan

peroksida dari delapan pedagang dengan rata-rata nilai 46,352 mek O2/kg

pada lima kali penggunaan dan 53,908 mek O2/kg pada sepuluh kali

penggunaan (Ayu dan Hamzah, 2010).

5. Lama Pemanasan Minyak Goreng

Kadar bilangan peroksida awal (kontrol) masih rendah karena proses

oksidasi terhadap lemak terutama lemak tak jenuh masih minimal (hanya

dipengaruhi oleh udara dan cahaya matahari). Pemanasan pada menit ketujuh

dengan suhu 140 °C. Setelah pemanasan menit ke-15 reaksi oksidasi mulai

berlangsung atau dapat dikatakan merupakan proses permulaan reaksi atau

inisiasi yaitu pembentukan radikal bebas. Setelah pemanasan menit-menit

selanjutnya hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan rerata

bilangan peroksida. Di sini asam lemak tak jenuh pada minyak goreng yang

mempunyai hidrogen yang labil pada atom karbon berdekatan dengan ikatan

rangkap sehingga terbentuk radikal bebas yang terpisah dari hydrogen yang

labil. Dengan adanya radikal bebas tersebut maka proses oksidasi akan

semakin peka untuk membentuk peroksida radikal bebas yang tak stabil

(Oktaviani, 2009).

Radikal bebas sendiri berperan sebagai inisiator dan promotor

(katalisator) yang kuat pada reaksi oksidasi lebih lanjut sehingga pemecahan

Page 66: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

52

oksidatif lemak minyak goreng menjadi terus menerus berlangsung.

Akibatnya akan terjadi kerusakan yang semakin parah pada minyak tersebut,

terbentuk polimer-polimer (benda-benda keton dan aldehid) dan

mengakibatkan bau tengik. Jadi, bila minyak goreng dilakukan pemanasan

yang lebih lama maka akan dapat mengakibatkan peningkatan kadar bilangan

peroksida semakin meningkat walaupun dalam minyak goreng terdapat

antioksidan (tokoferol) ternyata belum mampu mencegah secara total

terjadinya proses oksidasi. Saat pemanasan menit ke-40 dan ke-45, hasil

penelitian menunjukkan bahwa minyak goreng mulai mengalami

dekomposisi, menghasilkan asap yang berbau karateristik menusuk pada suhu

minyak goreng yang mencapai 200°C (Oktaviani, 2009).

Terbentuknya peroksida pada minyak goreng apabila digunakan lebih

dari empat kali pemanasan yang mengalami oksidasi (reaksi dengan udara).

Pemanasan minyak terputus (dipanaskan-didinginkan-dipanaskan) selama

beberapa hari yang menyebabkan destruksi makin cepat dan mengalami

dekomposisi, bila kemudian didinginkan pada malam hari akan menyebabkan

dekomposisi pada saat minyak dipanaskan kembali (Sartika, 2009).

N. Oksidasi

Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu

atom, molekul atau ion. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimiawi yang

biasa, dan kehilangan elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalui

disertai oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya (Day dan Underwood,

1998).

Page 67: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

53

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah

oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan

mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai

dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah

terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi

aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh

aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan peroxide value (PV) hanya

indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.

Oksidasi yang lebih lanjut dapat menghasilkan keton, karena reaksi ini disertai

hidrolisa. Peristiwa ini dikenal sebagai ketonic rancidity (Ketaren, 2012).

Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu

dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses

oksidasi dan polimerasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang

menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam

lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan pada minyak karena

pemanasan dengan suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerasi.

Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon,

alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa

getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi terdiri dari enam tahap, yaitu:

a. Pada permulaan terbentuk volatile decomposition product (VDP) yang

dihasilkan dari pemecahan rantai karbon asam lemak

b. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigleserida karena adanya air.

Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak

Page 68: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

54

c. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang

d. Degradasi ester oleh panas

e. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida

f. Autooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat (Ketaren, 2012).

O. Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini berdasarkan pada Lamboni dkk (1999),

Oktaviani (2009), Aminah (2010), Mulasari dan Utami (2012), Ketaren (2012),

dan Ayu dan Hamzah (2010). Pada beberapa jurnal yang telah ditelaah, ke enam

variabel di bawah yaitu oksigen, cahaya, suhu tinggi, frekuensi penggunaan, lama

penggunaan, dan lama pemanasan minyak goreng dapat mengoksidasi minyak

goreng sehingga ada peningkatan bilangan peroksida pada minyak goreng. Pada

umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga

minyak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida.

Variabel oksigen dan cahaya jika dikombinasikan keduanya maka akan

mempercepat terjadinya proses oksidasi karena cahaya sebagai akselerator pada

oksidasi (Ketaren, 2012).

Menurut Ketaren (2012), suhu tinggi merupakan salah satu faktor yang

dapat mempercepat oksidasi. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose)

di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan

penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak

pada suhu 100-115°C adalah dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10°C.

Begitu juga dengan pengaruh cahaya terhadap oksidasi, dimana cahaya

merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen

Page 69: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

55

dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang

disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya sebagai menjadi tengik. Hal ini

karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak.

Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konsituen tidak jenuh

dalam lemak.

Penelitian C. Lamboni, A. Kétévi, K. Awaga, dan A. Doh (1999) terkait

adanya peningkatan bilangan peroksida akibat pemanasan dengan suhu yang

ditingkatkan pada setiap frekuensi menggoreng yang menunjukkan bahwa adanya

peningkatan bilangan peroksida pada kedua jenis minyak goreng yaitu minyak

sayur dan minyak kacang tanah. Selain itu, uji eksperimen yang dilakukan oleh

Nita Dwi Oktaviani (2009) menyatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat

lamanya pemanasan dengan peningkatan bilangan peroksida ditinjau dari

pemanasan dengan lama waktu 15 menit sampai 45 menit.

Berdasarkan penelitian Siti Aminah (2010) mengenai sifat organoleptik

tempe pada pengulangan penggorengan menggunakan minyak curah,

menunjukkan adanya peningkatan bilangan peroksida mulai dari pengulangan

penggorengan pertama sampai penggorengan kedua puluh. Semakin banyak

pengulangan penggorengan maka bilangan peroksida semakin meningkat.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Surahma Asti Mulasari dan Risa

Rahmawati Utami (2012) terhadap jenis makanan gorengan (tahu, tempe, telur,

terong, ayam, dan ikan goreng) di sepanjang Jl. Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo

menunjukkan data bahwa 14 dari 15 pedagang minyak goreng termasuk dalam

kategori tidak baik dengan frekuensi penggorengan lebih dari empat kali dengan

Page 70: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

56

bilangan peroksida paling tinggi yaitu 11,25 meq/kg. Penelitian Dewi Fortuna

Ayu dan Farida Hanum Hamzah (2010) yaitu pada minyak goreng bekas masih

terlihat adanya peningkatan bilangan peroksida pada makanan jajanan nabati dan

hewani.

Sumber: modifikasi dari Lamboni dkk (1999), Oktaviani (2009), Aminah

(2010), Mulasari dan Utami (2012), Ketaren (2012), dan Ayu dan Hamzah

(2010).

Gambar 2.5 Kerangka Teori Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

Page 71: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

57

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Badan Standardisasi Nasional Indonesia telah mengeluarkan peraturan

terkait syarat mutu minyak goreng dimana salah satunya menetapkan bilangan

peroksida sebagai bilangan untuk menentukan derajat kerusakan minyak goreng

dengan maksimal nilai 10 meq O2/kg. Salah satu yang dapat merusak minyak

goreng yaitu lama pemanasan. Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti

yaitu lama pemanasan kelipatan lima dan sepuluh. Variabel tersebut merupakan

variabel independen, sedangkan variabel dependen yaitu perubahan bilangan

peroksida pada minyak goreng.

Pada variabel independen yang akan diteliti bertujuan untuk

menggambarkan lamanya pemanasan yang dihitung dalam menit pada

penggorengan kelipatan lima dan kelipatan sepuluh, serta melihat perbedaan

peningkatan bilangan peroksida pada minyak goreng antara lama penggorengan

Page 72: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

58

kelipatan lima dengan kelipatan sepuluh. Salah satu yang memperngaruhi

perubahan bilangan peroksida adalah suhu. Pada penelitian ini, suhu tidak diteliti

karena dapat mengganggu proses pemanasan/menggoreng pada pedagang yang

dijadikan sampel.

Page 73: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

59

B. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Lama pemanasan Lamanya waktu memanaskan

minyak mulai dari menyalakan

kompor, adanya proses

menggoreng sampai kompor

dimatikan, setiap kali memanaskan

dihitung dalam menit.

Sampel minyak goreng yang

diambil berdasarkan lama

pemanasan, yaitu:

1. Kelipatan Lima

a. Sebelum minyak dipanaskan

b. Frekuensi pemanasan

pertama

c. Frekuensi pemanasan

kelima

d. Frekuensi pemanasan

kesepuluh

e. Frekuensi pemanasan

kelimabelas

2. Kelipatan Sepuluh

a. Sebelum minyak dipanaskan

b. Frekuensi pemanasan

kesepuluh

c. Frekuensi pemanasan

keduapuluh

d. Frekuensi pemanasan

ketigapuluh

e. Frekuensi pemanasan

keempatpuluh

Observasi Lembar

observasi

dan

stopwatch

Menit Rasio

2. Perubahan

Bilangan Peroksida

dalam Minyak

Goreng

Peningkatan jumlah peroksida

dalam miliekuivalen oksigen aktif

yang dikandung dalam 1000 gram

minyak goreng

Pengukuran Uji Titrasi Meq O2/kg Rasio

Page 74: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

60

C. Hipotesis

1. Adanya hubungan lama pemanasan terhadap perubahan bilangan peroksida

pada minyak goreng

Page 75: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

61

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan studi kuantitatif dengan desain studi

cross sectional (potong lintang) dimana data yang menyangkut variabel bebas dan

variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Peneliti memilih

desain studi cross sectional bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen pada pedagang gorengan di Kelurahan

Pasar Minggu.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2015

dengan lokasi di Kelurahan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Berikut batas geografi

Kelurahan Pasar Minggu:

Utara : Kelurahan Pejaten Barat

Selatan : Kelurahan Kebagusan

Barat : Kelurahan Jati Padang

Timur : Kelurahan Pejaten Timur dan Tanjung Barat

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah minyak yang digunakan untuk

menggoreng yang berasal dari 30 orang pedagang gorengan di Kelurahan Pasar

Minggu. Kriteria minyak goreng yang ditentukan adalah:

Page 76: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

62

1. Minyak yang diteliti adalah minyak baru yang digunakan oleh pedagang

gorengan pada hari tersebut

2. Minyak yang digunakan untuk menggoreng jenis bahan makanan seperti ikan,

ayam, bebek, tempe, dan tahu

Sampel pada penelitian ini adalah minyak goreng yang digunakan oleh

pedagang gorengan. Dalam pengambilan sampel, terdapat dua metode yang

digunakan, yaitu pengambilan sampel minyak goreng kelipatan lima dan sepuluh

kali frekuensi pemanasan. Berikut adalah prosedur pengambilan sampel minyak

goreng kelipatan lima adalah:

a. Minyak goreng sebelum dipanaskan

b. Setelah frekuensi pemanasan pertama

c. Setelah frekuensi pemanasan ke lima

d. Setelah frekuensi pemanasan kesepuluh

e. Setelah frekuensi pemanasan kelima belas

Sedangkan untuk pengambilan sampel minyak goreng kelipatan sepuluh

adalah

a. Minyak goreng sebelum dipanaskan

b. Setelah frekuensi pemanasan kesepuluh

c. Setelah frekuensi pemanasan kedua puluh

d. Setelah frekuensi pemanasan ketiga puluh

e. Setelah frekuensi pemanasan keempat puluh

Page 77: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

63

Adapun tahapan pengambilan sampel minyak goreng yaitu sebagai berikut:

a. Menyiapkan alat dan bahan untuk pengambilan sampel, diantaranya gelas

kaca, botol gelap berukuran mini, aluminium foil, dan sampel minyak goreng

b. Pengambilan sampel minyak setelah api dimatikan dengan menggunakan

gelas kaca

c. Sampel minyak langsung dimasukkan ke dalam botol gelap berukuran kecil

sampai penuh, fungsinya untuk mengurangi adanya udara di dalam botol

d. Botol kemudian dibalut dengan aluminium foil agar tidak terkena cahaya dan

disimpan di tempat yang aman untuk kemudian dibawa ke lab uji

Prosedur Penyimpanan dan Distribusi Sampel

a. Botol yang berisi sampel minyak goreng dimasukkan ke dalam paper bag

b. Kemudian disimpan di ruangan yang terlindungi dari paparan sinar matahari

langsung dengan suhu ruangan normal selama 10 jam

c. Setelah penyimpanan, sampel lalu didistribusikan ke lab uji yang

bertempatkan di Akademi Kimia Analis (AKA), Bogor

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer pada

penelitian ini adalah lembar kuesioner, lembar observasi, dan lembar pengujian

bilangan peroksida (hasil laboratorium) dari Akademi Kimia Analis (AKA),

Bogor dengan biaya uji per sampel Rp 50.000.

Page 78: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

64

E. Alat dan Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penetapan bilangan peroksida menggunakan metode

titrasi berdasarkan AOAC (Association of Analytical Communities) 965.33.

Asam-asam lemak tidak jenuh dari minyak/lemak dapat mengikat oksigen pada

ikatan-ikatan rangkapnya dan membentuk suatu peroksida. Peroksida yang

dihasilkan dari autooksidasi atau permulaan ketengikan ini sangat reaktif dan

dapat ditetapkan secara iodometri. Bilangan peroksida adalah jumlah milligram

oksigen dalam setiap 100 gram lemak/minyak. Hubungan antara bilangan iod

dengan bilangan peroksida adalah apabila bilangan iod tinggi akan menghasilkan

bilangan peroksida yang tinggi dan sebaliknya.

Prinsip:

Penentuan bilangan peroksida yang berdasarkan pada pengukuran sejumlah

Iod yang dibebaskan pada potassium Iodida melalui reaksi oksidasi oleh

peroksida dalam lemak/minyak pada suhu ruang di dalam medium

kloroform/asam asetat.

Alat-alat : Timbangan analitik, Erlenmeyer, Pipet

Bahan-bahan : Contoh minyak/lemak, Larutan asam asetat glasial,

alkohol, Kloroform, Kalium Iodida, Larutan Kanji

Cara Kerja:

1. Timbang dengan teliti 5 gram minyak dalam Erlenmeyer basah

2. Tambahkan 30 ml larutan yang dibuat dari 100 ml asam asetat glasial, 125 ml

Page 79: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

65

alkohol, dan 275 ml kloroform

3. Setelah bercampur sempurna, tambahkan 0,5 ml KI jenuh

4. Biarkan selama 30 menit, simpan di tempat gelap sambil digoyangkan

sewaktu-waktu

5. Tambahkan 30 ml air dingin yang telah dididihkan

6. Titrasi dengan tio sulfat 0,1 N dengan menggunakan 0,5 ml larutan kanji 1%

secara perlahan sampai warna birunya hilang. Apabila menggunakan tio 0,1 N

ternyata hasilnya kurang dari 0,5 ml, ulangi dengan menggunakan tio 0,01 N

7. Lakukan penetapan blanko

Perhitungan:

Catatan:

Larutan KI jenuh dapat diganti dengan 1 gram serbuk KI, tetapi air yang

ditambahkan harus 5 ml dan tio yang digunakan 0,01 N.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan terdiri dari serangkaian tahapan yang harus

dilakukan meliputi:

1. Data Coding

Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk masing-

masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data. Peneliti membuat

Page 80: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

66

kode untuk setiap jawaban dari pertanyaan pada kuesioner. Pada penelitian ini

coding dilakukan saat seluruh responden telah mengisi kuesioner.

2. Data Editing

Penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan data. Proses

editing ini dilakukan peneliti setelah data terkumpul untuk pengecekan jika

ada data yang salah atau meragukan sehingga masih dapat ditelusuri kembali

kepada responden/informan yang bersangkutan.

3. Data Structure

Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan

dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan. Pada penelitian ini

perangkat lunak yang digunakan adalah program software statistik.

4. Data Entry

Pada proses data entry, peneliti memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam program software statistik diantaranya data mengenai

frekuensi dan lama penggunaan pada minyak goreng.

5. Data Cleaning

Proses pembersihan data ini dilakukan setelah data telah selesai

dimasukkan. Pembersihan data ini dilakukan dengan melihat distribusi

frekuensi.

Page 81: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

67

G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi

dari setiap variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel

dependen. Pada penelitian ini variabel yang dilakukan analisis dengan

univariat antara lain, gambaran rata-rata lama pemanasan, gambaran rata-

ratabilangan peroksida minyak goreng, dan perbedaan perubahan bilangan

peroksida minyak goreng antara penggorengan kelipatan lima dan kelipatan

sepuluh.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel penelitian. Data dianalisis menggunakan uji korelasi. Uji korelasi

berfungsi untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik (Hastono

dan Sabri, 2010). Variabel independen pada penelitian ini adalah lama

pemanasan, sedangkan variabel dependennya ada perubahan bilangan

peroksida. Analisis bivariat yang diuji pada penelitian ini adalah hubungan

antara lama pemanasan terhadap perubahan bilangan peroksida minyak

goreng pada pedagang gorengan.

Page 82: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

68

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat

1. Gambaran Rata-rata Lama Pemanasan Minyak Goreng pada Pedagang

Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015

Tabel 5.1 Rata-rata Lama Pemanasan Kelipatan Lima pada Pedagang

Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015

Frekuensi

Menggoreng

Lama Pemanasan

Rata-Rata

(meq O2/kg)

SD Nilai Min-Max

Pertama 9.47 5.194 3-23

Kelima 9.93 5.049 2-23

Kesepuluh 8.13 4.853 3-22

Kelima belas 5.33 2.059 3-9

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata lama pemanasan

yang paling lama adalah pada frekuensi menggoreng kelima yaitu 9,93 menit

(SD-5.049) dengan waktu yang digunakan saat pemanasan yaitu minimal 3

menit dan maksimal 23 menit.

Tabel 5.2 Rata-rata Lama Pemanasan Kelipatan Sepuluh pada Pedagang

Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015

Frekuensi

Menggoreng

Lama Pemanasan

Rata-Rata

(meq O2/kg)

SD Nilai Min-Max

Kesepuluh 11.13 7.954 3-26

Kedua puluh 13.6 15.245 3-52

Ketiga puluh 10.6 10.736 2-44

Keempat puluh 9.47 10.412 3-35

Page 83: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

69

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata lama pemanasan

yang paling lama adalah pada frekuensi menggoreng ke-20 yaitu 13,6 menit

(SD-15.245) dengan waktu yang digunakan saat pemanasan yaitu minimal 3

menit dan maksimal 52 menit.

2. Gambaran Rata-rata Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

pada Pedagang Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015

a. Rata-rata Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng pada Kelipatan

Lima

Tabel 5.3 Rata-rata Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

Kelipatan Lima pada Pedagang Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu

Tahun 2015

Kategori

Rata-Rata

(meq

O2/kg)

Rata-Rata

Perubahan

Bilangan Peroksida

(meq O2/kg)

SD Nilai Min-Maks

Sebelum

pemanasan 0.2756 0 0.3550 0-1.0768

Frekuensi

menggoreng

pertama

0.5727 0.2971 0.6089 0.033-1.848

Frekuensi

menggoreng

kelima

0.6138 0.0411 0.6362 0.099-2.3804

Frekuensi

menggoreng

kesepuluh

0.9198 0.306 1.3930 0.099-4.9898

Frekuensi

menggoreng

kelima belas

0.9458 0.026 1.6658 0.033-6.0091

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bilangan peroksida mengalami

perubahan tertinggi yaitu pada frekuensi menggoreng kesepuluh sebesar

Page 84: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

70

0.306 meq O2/kg (SD=1.3930) dengan nilai minimal 0.099 meq O

2/kg dan

maksimal 4.9898 meq O2/kg.

b. Rata-rata Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng pada

Penggorengan Kelipatan Sepuluh

Tabel 5.4 Rata-rata Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

Kelipatan Sepuluh pada Pedagang Gorengan di Kelurahan Pasar

Minggu Tahun 2015

Kategori

Rata-Rata

(meq

O2/kg)

Rata-Rata

Perubahan

Bilangan

Peroksida (meq

O2/kg)

SD Nilai Min-Maks

Sebelum

pemanasan 1.0313 0 0.8826 0.23-3.12

Frekuensi

menggoreng

kesepuluh

2.726 1.6947 1.1479 1.30-5.15

Frekuensi

menggoreng

kedua puluh

2.5587 0.1673 1.2802 1.08-6.57

Frekuensi

menggoreng

ketiga puluh

2.0347 0.524 1.1154 1.02-5.32

Frekuensi

menggoreng

keempat puluh

2.6653 0.6306 1.8927 0.91-6.79

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bilangan peroksida mengalami

perubahan dengan selisih yang paling tinggi yaitu pada frekuensi

menggoreng kesepuluh sebesar 1.6947 meq O2/kg (SD=1.1479) dengan

nilai minimal 1.30 meq O2/kg dan maksimal 5.15 meq O

2/kg.

Page 85: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

71

3. Gambaran Perbedaan Perubahan Bilangan Peroksida Minyak

Goreng antara Kelipatan Lima dengan Kelipatan Sepuluh pada

Pedagang Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu

Grafik 5.5 Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng pada

Kelipatan Lima

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, didapatkan peningkatan

pada bilangan peroksida mulai dari sebelum pemanasan hingga frekuensi

menggoreng kelima belas, dengan selisih nilai pada frekuensi menggoreng

pertama sebesar 0.2971 meq O2/kg, frekuensi menggoreng kelima sebesar

0.0411 meq O2/kg, frekuensi menggoreng kesepuluh sebesar 0.306 meq

O2/kg, dan frekuensi menggoreng kelima belas 0.026 meq O2/kg.

Page 86: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

72

Grafik 5.6 Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng pada

Kelipatan Sepuluh

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, diketahui adanya perubahan

bilangan peroksida mulai dari sebelum pemanasan hingga frekuensi

menggoreng kesepuluh sebesar 1.6947 meq O2/kg. Kemudian mengalami

penurunan pada frekuensi menggoreng kedua puluh dan ketiga puluh

sebesar 0.1673 meq O2/kg dan 0.524 meq O2/kg. Lalu kembali mengalami

peningkatan pada frekuensi menggoreng keempat puluh sebesar 0.6306

meq O2/kg.

Page 87: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

73

B. Analisis Bivariat

Minyak yang digunakan sebelum dipanaskan adalah kondisi normal atau

dibawah standar, sehingga perubahan bilangan peroksida yang terjadi disebabkan

adanya pemanasan. Hubungan antara lama pemanasan terhadap perubahan

bilangan peroksida minyak goreng kelipatan lima dan sepuluh disajikan pada

tabel berikut ini:

Tabel 5.7 Hubungan antara Lama Pemanasan terhadap Perubahan Bilangan

Peroksida Minyak Goreng Kelipatan Lima pada Pedagang Gorengan di

Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015

Frekuensi

Menggoreng

Rata-Rata Lama

Pemanasan (m)

Perubahan Bilangan Peroksida

Rata-Rata

(meq O2/kg)

SD P value

Pertama 9.47 0.2971 5.194 .042

Kelima 9.93 0.0411 5.049 .405

Kesepuluh 8.13 0.306 4.853 .940

Kelima belas 5.33 0.026 2.059 .230

Berdasarkan tabel 5.7, hasil perhitungan statistik menggunakan uji korelasi

antara lama pemanasan pertama dengan bilangan peroksida, didapatkan p value

sebesar 0.042 yang menunjukkan terdapat hubungan antara lama pemanasan

dengan perubahan bilangan peroksida. Kemudian, untuk lama pemanasan

kelima, kesepuluh, dan kelima belas didapatkan p value sebesar 0.405, 0.940,

dan 0.230 yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara lama pemanasan

dengan perubahan bilangan peroksida.

Page 88: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

74

Tabel 5.8 Hubungan antara Lama Pemanasan terhadap Perubahan

Bilangan Peroksida Minyak Goreng Kelipatan Sepuluh pada Pedagang

Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015

Frekuensi

Menggoreng

Rata-Rata Lama

Pemanasan (m)

Perubahan Bilangan Peroksida

Rata-Rata

(meq

O2/kg)

SD P value

Kesepuluh 11.13 1.6947 5.194 .026

Kedua puluh 13.6 0.1673 5.049 .012

Ketiga puluh 10.6 0.524 4.853 .009

Keempat puluh 9.47 0.6306 2.059 .033

Berdasarkan tabel 5.8, hasil perhitungan statistik menggunakan uji korelasi

antara lama pemanasan dengan bilangan peroksida frekuensi menggoreng

kesepuluh, kedua puluh, ketiga puluh, dan keempat puluh didapatkan p value

sebesar 0.026, 0,012, 0,009, dan 0,033 yang artinya terdapat hubungan yang

bermakna.

Page 89: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

75

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian mengenai efek lama pemanasan terhadap perubahan

bilangan peroksida minyak goreng yang berpotensi karsinogenik pada

pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu, penulis menyadari beberapa

keterbatasan yang dialami, yaitu:

1. Pada penelitian ini tidak diukur udara dan suhu pemanasan minyak saat

menggoreng bahan makanan. Hal ini disebabkan karena dapat

mengganggu proses menggoreng pedagang itu sendiri.

2. Penelitian ini tidak menghitung sampai akhir penggorengan karena hanya

mengambil pada akhir penggorengan ke-40 saja, tidak sampai pedagang

selesai berjualan.

3. Adanya masa waktu yang lama antara pengambilan sampel minyak

goreng dengan uji titrasi di laboratorium yang berkisar selama kurang

lebih 10 jam yang dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya bias pada

sampel yang akan diuji.

Page 90: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

76

B. Analisis Univariat

1. Lama Pemanasan

Lama pemanasan adalah waktu yang digunakan dalam melakukan

kegiatan penggorengan/minyak dipanaskan (Aminah dan Isworo, 2010).

Lama pemanasan dihitung mulai dari pemanasan minyak goreng hingga

terjadi proses menggoreng.

Pada saat proses menggoreng makanan dapat terjadi perubahan-

perubahan fisika-kimiawi pada makanan yang digoreng dan juga minyak

gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal

(168-196°C) akan menyebabkan degradasi minyak goreng dengan cepat

(antara lain titik asap menurun) (Devi, 2010). Bilangan peroksida adalah

nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau

lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan

rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida terbentuk akibat

pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau lemak

(Ketaren, 2012).

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukan bahwa rata-rata lama

pemanasan paling lama yaitu pada frekuensi menggoreng kelima dengan

lama waktu 9.93 menit. Waktu yang biasanya digunakan pedagang untuk

melakukan kegiatan menggoreng yaitu minimal 2 menit dan maksimal 23

menit. Sedangkan untuk kelipatan sepuluh pada tabel 5.2 diketahui bahwa

Page 91: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

77

rata-rata pemanasan paling lama yaitu pada frekuensi menggoreng ke-20

dengan lama waktu 13.6 menit. Lamanya waktu pemanasan pada setiap

frekuensi menggoreng berbeda-beda, karena disesuaikan dengan keadaan

di lapangan. Waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan

menggoreng minimal 2 menit dan maksimal 52 menit.

Kadar bilangan peroksida awal (kontrol) masih rendah karena proses

oksidasi terhadap lemak terutama lemak tak jenuh masih minimal (hanya

dipengaruhi oleh udara dan cahaya matahari). Setelah pemanasan menit

ke-15 reaksi oksidasi mulai berlangsung atau dapat dikatakan proses

permulaan reaksi atau inisiasi yang pembentukan radikal bebas. Setelah

pemanasan menit-menit selanjutnya hasil penelitian menunjukkan

terjadinya peningkatan rerata bilangan peroksida. Hal ini menunjukan

bahwa asam lemak tak jenuh pada minyak goreng yang mempunyai

hidrogen yang labil pada atom karbon berdekatan dengan ikatan rangkap

sehingga terbentuk radikal bebas yang terpisah dari hydrogen yang labil.

Dengan adanya radikal bebas tersebut maka proses oksidasi akan semakin

peka untuk membentuk peroksida radikal bebas yang tak stabil (Oktaviani,

2009).

Pada minyak goreng, angka peroksida menunjukkan ketengikan

minyak goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis. Kerusakan lemak

atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi 200-2 0 C) akan

Page 92: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

78

mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit

misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero

sclerosis), menurunkan nilai cerna lemak, dan kanker (Ketaren, 2012).

Kanker dapat dipicu pada makanan yang mengalami pengolahan kurang

tepat misalnya: pemanasan dengan suhu terlampau tinggi dan lama

(menimbulkan zat trans-fatty acid), cara penggorengan yang berlebihan,

serta penggunaan minyak goreng berulangkali (menimbulkan radikal

bebas seperti: peroksida, epioksida, dan sebagainya). Makanan yang

disebutkan terakhir umumnya bisa diperoleh pada jenis goreng-gorengan

(Tapan, 2005).

2. Perubahan Bilangan Peroksida

Produk utama oksidasi lipid yaitu hidroperoksida, yang umumnya

disebut sebagai "peroksida". Peroksida adalah senyawa organik yang tidak

stabil yang terbentuk dari trigliserida. Bilangan peroksida adalah metode

untuk menentukan tingkat oksidasi minyak dan mengukur pembentukan

hidroperoksida dalam miliekuivalen oksigen aktif per kilogram sampel.

Hidroperoksida dibentuk oleh oksidasi lemak bereaksi dengan ion iodida

untuk membentuk yodium, yang pada akhirnya diukur dengan titrasi

menggunakan tiosulfat (Contemporary Food Engineering Series. 2009).

Peroksida merupakan kandungan senyawa yang terdapat di dalam

minyak goreng. Penyebab kenaikan bilangan peroksida adalah minyak

Page 93: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

79

goreng yang digunakan berkali-kali oleh para pedagang, mayoritas

menggunakan minyak tersebut dengan frekuensi lebih dari empat kali

penggorengan (Mulasari, 2012).

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang

Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam

Makanan, salah satu syarat mutu minyak goreng sesuai dengan standar

adalah jumlah kandungan bilangan peroksida maksimal 10 meq O2/kg

(Badan Standardisasi Nasional, 2013).

Pada penelitian ini, terlihat dari grafik 5.5 mengenai perubahan

bilangan peroksida minyak goreng kelipatan lima, terjadinya peningkatan

bilangan peroksida mulai dari sebelum pemanasan hingga akhir

penggorengan kelima belas. Diketahui bilangan peroksida mengalami

perubahan denagn selisih yang paling tinggi yaitu pada frekuensi

menggoreng kesepuluh sebesar 0.306 meq O2/kg.

Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian di atas yaitu adanya

pengulangan penggorengan dapat meningkatkan bilangan peroksida.

namun, tidak terjadi pada grafik 5.6, terlihat adanya peningkatan bilangan

peroksida dari sebelum pemanasan hingga penggorengan ke-10, lalu

mengalami penurunan sampai pada penggorengan ke-30, kemudian

kembali naik pada penggorengan ke-40. Hal ini tidak sejalan dengan

Page 94: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

80

penelitian-penelitian terdahulu karena dapat dipengaruhi oleh pengulangan

penggorengan yang berbeda. Pada penelitian Siti Aminah (2010)

menyatakan adanya peningkatan bilangan peroksida setiap penggorengan

kelipatan lima, sedangkan pada penelitian ini, yang menguji bilangan

peroksida pada penggorengan kelipatan sepuluh tidak terjadi peningkatan

secara terus-menerus.

Menurut penelitian Siti Aminah (2010), terjadinya peningkatan

bilangan peroksida pada minyak goreng curah karena semakin banyaknya

pengulangan penggorengan. Terbukti dengan adanya peningkatan

bilangan peroksida disetiap penggorengan kelipatan lima mulai dari

sebelum pemanasan, penggorengan pertama, kelima, kesepuluh, kelima

belas, dan kedua puluh (Aminah, 2010). Menurut penelitian Dewi Fortuna

Ayu dan Farida Hanum Hamzah (2010), seiring peningkatan bilangan

peroksida dapat dilihat minyak yang teroksidasi membentuk senyawa

peroksida akibat frekuensi dan lamanya penggorengan (Ayu dan Hamzah,

2010). Menurut penelitian Gunawan dkk (2003), terjadinya peningkatan

bilangan peroksida disebabkan oleh minyak yang bereaksi dengan oksigen

pada ikatan rangkap dan terjadi reaksi berantai yang terus menerus

menyediakan radikal bebas yang menghasilkan peroksida lebih lanjut.

Selain itu, dengan adanya pemanasan asam lemak tidak jenuh terurai

akibat permukaan minyak yang panas dan kontak langsung dengan udara.

Page 95: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

81

Rantai karbon dalam ikatan rangkap terputus sehingga asam lemak bebas

bertambah. Rantai karbon yang terputus berikatan dengan oksigen

sehingga peroksida minyak juga bertambah (Gunawan dkk, 2003).

Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh

panas, sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung bilangan

peroksida dalam jumlah yang kecil. Dalam jangka waktu yang cukup

lama, peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin

dalam bahan pangan berlemak misalnya vitamin A, C, D, E, K dan

sejumlah kecil vitamin B). Peroksida juga dapat mempercepat proses

timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan

pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar dari 100)

akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, disamping bahan

pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak (Ketaren, 2012).

Kerusakan pada minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa

tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh

otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi

dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh

faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas,

peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe,

Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, myoglobin,

klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang

Page 96: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

82

mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan

menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh

pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida

(Winarno, 2004).

Sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang

letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap

dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk

radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif

yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil

dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih

pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.

Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam

lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatile dan

menimbulkan bau tengik pada minyak (Winarno, 2004).

Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah,

mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Berdasarkan

percobaan terhadap ayam, kekurangan vitamin E dalam lemak

mengakibatkan timbulnya gejala encephalomalacia dan jika

hidroperoksida diinjeksikan ke dalam aliran darah menimbulkan gejala

celebellar. Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara

nonenzimatis dalam otot usus dan mitochondria, lipoperoksida dalam

Page 97: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

83

aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai

kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi

aktif sebagai alat transportasi trigeliserida; dan jika lipoprotein mengalami

denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah

(aorta) sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis (Ketaren, 2012).

C. Analisis Bivariat

1. Hubungan Lama Pemanasan terhadap Perubahan Bilangan Peroksida

Minyak Goreng

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2013 menentukan

bahwa salah satu syarat mutu minyak goreng yang baik untuk digunakan yaitu

dengan nilai bilangan peroksida maksimal 10 meq O2/kg (Badan Standardisasi

Nasional, 2013). Bilangan peroksida merupakan salah satu senyawa yang

dapat menentukan kualitas minyak goreng (Ketaren, 2012). Peroksida

merupakan kandungan senyawa yang terdapat di dalam minyak goreng.

Penyebab perubahan bilangan peroksida adalah minyak goreng yang

digunakan berkali-kali oleh para pedagang gorengan, mayoritas menggunakan

minyak tersebut dengan frekuensi lebih dari empat kali penggorengan

(Mulasari, 2012).

Pada penelitian ini terdapat dua metode pengambilan sampel dalam

satu variabel yang diteliti untuk mengetahui hubungan lama pemanasan

Page 98: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

84

terhadap perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada kelipatan lima

dan sepuluh.

Berdasarkan data pada tabel 5.7, dari hasil uji korelasi didapatkan

hubungan antara lama pemanasan terhadap perubahan bilangan peroksida

dengan p value 0.042 pada lama pemanasan pertama. Sedangkan untuk lama

pemanasan kelima, kesepuluh, dan kelima belas tidak terdapat hubungan

karena p value yang didapatkan masing-masing 0.405, 0.940, dan 0.230.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Dwi

Oktaviani (2009) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara lama

pemanasan dengan peningkatan bilangan peroksida. Adanya perbedaan hasil

penelitian di atas dikarenakan perbedaan desain penelitian, karena desain

penelitian yang digunakan merupakan desain eksperimental murni dengan

melakukan pemanasan pada minyak goreng tanpa memasukkan bahan

makanan ke dalam minyak yang dipanaskan. Sedangkan hasil uji bilangan

peroksida yang didapatkan berbeda, sehingga pada penelitian ini, bergantung

pada kondisi di lapangan. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian

lainnya yang dilakukan oleh Siti Aminah (2010) yang menyatakan bahwa

semakin banyak pengulangan penggorengan maka semakin meningkat pula

bilangan peroksida.

Pada hasil uji korelasi hubungan antara lama pemanasan pada

kelipatan sepuluh terhadap perubahan bilangan peroksida, didapatkan p-value

Page 99: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

85

0.026 pada lama pemanasan kesepuluh, 0.012 pada lama pemanasan kedua

puluh, 0.009 pada lama pemanasan ketiga puluh, dan 0.033 pada lama

pemanasan keempat puluh yang berarti ada hubungan bermakna antara kedua

variabel tersebut.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan saat pengambilan sampel,

mayoritas pedagang gorengan melakukan penambahan minyak goreng baru

setelah penggorengan ke-20. Hal tersebut dilakukan karena minyak yang telah

digunakan untuk menggoreng berkurang seiring frekuensi menggoreng yang

dilakukan dengan minyak yang sama. Hal lain yaitu karena minyak goreng

telah mengalami perubahan fisik seperti warna minyak menjadi menghitam,

berbau tengik, dan terlihat berbusa.

Page 100: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

86

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Rata-rata lama pemanasan pada kelipatan lima yaitu frekuensi

menggoreng pertama selama 9.47 menit, frekuensi menggoreng kelima

selama 9.93 menit, frekuensi menggoreng kesepuluh selama 8.13 menit,

dan frekuensi menggoreng kelima belas selama 5.33 menit.

2. Rata-rata lama pemanasan pada kelipatan sepuluh yaitu frekuensi

menggoreng ke-10 selama 11.13 menit, frekuensi menggoreng ke-20

selama 13.6 menit, frekuensi menggoreng ke-30 selama 10.6 menit, dan

frekuensi menggoreng ke-40 selama 9.47 menit.

3. Rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada kelipatan

lima, didapatkan selisih yang paling tinggi yaitu pada frekuensi

menggoreng kesepuluh dengan peningkatan sebesar 0.306 meq O2/kg,

sedangkan selisih perubahan bilangan peroksida paling rendah yaitu pada

frekuensi menggoreng kelima belas dengan nilai 0.026 meq O2/kg.

4. Rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada kelipatan

sepuluh, didapatkan selisih yang paling tinggi yaitu pada frekuensi

menggoreng kesepuluh dengan peningkatan sebesar 1.6947 meq O2/kg,

sedangkan selisih perubahan bilangan peroksida paling rendah yaitu pada

Page 101: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

87

frekuensi menggoreng kedua puluh dengan selisih penurunan sebesar

0.1673 meq O2/kg.

5. Terdapat perbedaan perubahan bilangan peroksida minyak goreng antara

kelipatan lima dan sepuluh. Pada frekuensi menggoreng kelipatan lima,

didapatkan peningkatan pada bilangan peroksida mulai dari sebelum

pemanasan hingga frekuensi menggoreng kelima belas, dengan selisih

nilai pada frekuensi menggoreng pertama sebesar 0.2971 meq O2/kg,

frekuensi menggoreng kelima sebesar 0.0411 meq O2/kg, frekuensi

menggoreng kesepuluh sebesar 0.306 meq O2/kg, dan frekuensi

menggoreng kelima belas 0.026 meq O2/kg. Sedangkan pada kelipatan

sepuluh diketahui adanya perubahan bilangan peroksida mulai dari

sebelum pemanasan hingga frekuensi menggoreng kesepuluh sebesar

1.6947 meq O2/kg. Kemudian mengalami penurunan pada frekuensi

menggoreng kedua puluh dan ketiga puluh sebesar 0.1673 meq O2/kg dan

0.524 meq O2/kg. Lalu kembali mengalami peningkatan pada frekuensi

menggoreng keempat puluh sebesar 0.6306 meq O2/kg.

6. Berdasarkan hasil uji korelasi, bahwa terdapat hubungan antara lama

pemanasan pada frekuensi menggoreng pertama dengan bilangan

peroksida dengan p value sebesar 0.042. Namun, tidak terdapat hubungan

pada lama pemanasan kelima, kesepuluh, dan kelima belas karena p value

yang didapatkan ≥0,05 (0.405, 0.940, dan 0.230).

Page 102: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

88

7. Berdasarkan hasil uji korelasi, bahwa ada hubungan yang bermakna antara

lama pemanasan kesepuluh, kedua puluh, ketiga puluh, dan keempat puluh

dengan p value sebesar 0.026, 0,012, 0,009, dan 0,033.

B. Saran

1. Saran untuk Pedagang Gorengan

a. Tidak menggoreng dengan suhu yang terlalu tinggi dalam waktu yang

lama serta menggunakan minyak kemasan untuk menggoreng melalui

pemberian leaflet pada setiap pedagang gorengan di Kelurahan Pasar

Minggu

b. Mengganti minyak goreng ketika sudah terlihat menghitam, berbusa,

dan berbau tengik

2. Saran untuk Peneliti Selanjutnya

a. Meneliti kadar peroksida yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh

b. Mengukur suhu pada setiap tingkat penggorengan yang ditentukan

terhadap peningkatan bilangan peroksida

c. Mengukur frekuensi penggorengan yang dapat melebihi standar

bilangan peroksida

d. Meneliti pengaruh jenis minyak terhadap peningkatan bilangan

peroksida

e. Meneliti pengaruh cahaya terhadap peningkatan bilangan peroksida

Page 103: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

89

3. Saran untuk Masyarakat

a. Melihat terlebih dahulu kondisi fisik seperti warna pada minyak

goreng yang digunakan oleh pedagang apakah masih terlihat jernih

atau terjadi perubahan warna.

b. Berani menegur pedagang apabila minyak yang digunakan sudah tidak

bagus yang dapat dilihat dari kondisi fisik.

Page 104: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

90

DAFTAR PUSTAKA

Abdellah, Abdelmonem dkk. 2012. Assessing the Sudanese Standards and Guidelines

of Edible Oils: A Case Study of Sunflower Oil. IDOSI Publication

Adi, Lukas Tersono. 2007. Terapi Herbal Berdasarkan Golongan Darah. Jakarta: PT

AgroMedia Pustaka

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat

Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Vol. 01 No. 01.

Jurnal Pangan dan Gizi

Aminah, Siti. 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng Sisa pada

Rumah Tangga di RT V RW III Kedungmundu Tembalang Semarang.

Prosiding Seminar Nasional Unimus. Teknologi Pangan Universitas

Muhammadiyah Semarang

Andoko, Agus dan Widodoro. 2013. Berkebun Kelapa Sawit “Si Emas Cair”.

Jakarta: AgroMedia Pustaka

Anwar, Faisal dan Ali Khomsan. 2009. Makan Tepat Badan Sehat. Bandung: PT

Mizan Publika

Ayu, Dewi Fortuna dan Farida Hanum Hamzah. 2010. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia

Minyak Goreng yang Digunakan oleh Pedagang Makanan Jajanan di

Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Laboratorium Analisis Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau: SAGU

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Perikanan Darat. Jakarta: CV. Nario Sari

Badan Standardisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Indonesia-Minyak Goreng.

SNI 3741:2013 ICS 67.200.10

CancerHelps. 2014. Bebas Kanker itu Mudah. Jakarta: FMedia (Imprint AgroMedia

Pustaka)

Page 105: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

91

Contemporary Food Engineering Series. 2009. Advances in Deep-Fat Frying of

Foods. Broken Sound Parkway NW: Taylor and Francis Group, LLC

Dadang. 2006. Jarak Pagar: Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar

Swadaya

Day, R.A and Underwood, A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif/Edisi Keenam.

Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama

Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas

Media Nusantara

Fessenden, Ralp J dan Joan S Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga

Gabriel. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC

Graha, Chairinniza K. 2010. 100 Questions & Answers: Kolesterol. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.

Gunawan dkk. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak

Bebas pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. Vol. VI, No. 3.

JSKA

Hambali, Erliza dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. 2010. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada

Ide, Pangkalan. 2007. Seri Diet Korektif-Diet Cabbage Soup. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo

Juanda, Dede dan Bambang Cahyono. 2005. Wijen, Teknik Budi Daya dan Analisis

Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius

Ketaren. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press

Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat

dengan Makanan Tepat. Jakarta: PT Mizan Publika.

Mashudi. 2007. Bertanam Kacang Tanah dan Manfaatnya. Jakarta: Azka Press

Mianoki, Adika. 2014. Menjaga Kesehatan di Musim Hujan. Yogyakarta: Pustaka

Muslim

Page 106: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

92

Muchtadi, Dedi. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung: Penerbit Alfabeta

Mulasari, Surahma Asti dan Risa Rahmawati Utami. 2012. Kandungan Peroksida

pada Minyak Goreng di Pedagang Makanan Gorengan Sepanjang Jalan Prof.

DR. Soepomo Umbulharjo Yogyakarta Tahun 2012. Vol. 1 No. 2. Universitas

Ahmad Dahlan Yogyakarta

Nuraniza dkk. 2013. Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut

Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter. Vol. 1,

No. 2. PRISMA FISIKA

Oktaviani, Nita Dwi. 2009. Hubungan Lamanya Pemanasan dengan Kerusakan

Minyak Goreng Curah ditinjau dari Bilangan Peroksida. Jurnal Biomedika

Vol. 1 No. 1

Petrucci, Ralph H. 1985. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat

Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Prihandana, Rama dan Roy Hendroko. 2008. Energi Hijau: Pilihan Bijak Menuju

Negeri Mandiri. Jakarta: Penebar Swadaya

Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka

Rizki, Farah. 2013. The Miracle of Vegebtables. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka

Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep

Frying) terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara, Sains, Vol. 13,

No. 1 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok

Subroto, Muhammad Ahkam. 2008. Real Food True Health. Jakarta: AgroMedia

Pustaka

Sukartin, Kuncoro dan Maloedyn Sitanggang. 2005. Gempur Penyakit dengan VCO.

Jakarta: AgroMedia Pustaka

Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC

Page 107: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

93

Syah, Andi Nur Alam. 2005. Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka Penyakit.

Jakarta: AgroMedia Pustaka

Tapan, Erik. 2005. Kanker, Antioksidan, dan Terapi Komplementer. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo

Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Zahra, dkk. 2013. Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang Terhadap

Perubahan Nilai Gizi dan Mutu Hedonik pada Ayam Goreng. Vol. 2, No. 1.

Fakultas Peternakan dan Pertanian Universtitas Diponegoro Semarang

Page 108: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

94

Page 109: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

95

Lampiran 1

INSTRUMEN PENELITIAN

No Identitas Responden Jawaban

1. Nama

2. Umur … tahun

3. Jenis Kelamin

No Lembar Observasi Jawaban

1. Jenis Minyak Goreng 1. Kemasan

2. Curah

2. Frekuensi Penggorengan … /hari

3.

Lama Penggorengan (kelipatan 5x) … menit

a. Frekuensi penggorengan pertama

b. Frekuensi penggorengan kelima

c. Frekuensi penggorenga kesepuluh

d. Frekuensi penggorengan kelima

belas

Lama Penggorengan (kelipatan 10x) … menit

a. Frekuensi penggorengan

kesepuluh

b. Frekuensi penggorengan kedua

puluh

c. Frekuensi penggorengan ketiga

puluh

d. Frekuensi penggorengan keempat

puluh

Page 110: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

96

LEMBAR HASIL UJI BILANGAN PEROKSIDA

Pengambilan sampel kelipatan 5x frekuensi penggorengan

No

Sampel Lama Penggorengan Waktu (m)

Bilangan

Peroksida (meq

O2/kg)

1.

a. Sebelum penggorengan -

b. Frekuensi penggorengan ke 1

c. Frekuensi penggorengan ke 5

d. Frekuensi penggorengan ke 10

e. Frekuensi penggorengan ke 15

Pengambilan sampel kelipatan 10x frekuensi penggorengan

2.

a. Sebelum penggorengan -

b. Frekuensi penggorengan ke 10

c. Frekuensi penggorengan ke 20

d. Frekuensi penggorengan ke 30

e. Frekuensi penggorengan ke 40

Page 111: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

97

Lampiran 2

Hasil Uji Lab AKA, Bogor

Page 112: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

98

Page 113: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

99

Page 114: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

100

Page 115: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

101

Lampiran 3

Output SPSS

Uji Normalitas Kelipatan Lima

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PV_Sebelum_P

emanasan .291 15 .001 .742 15 .001

PV_Penggoren

gan_1 .294 15 .001 .790 15 .003

PV_Penggoren

gan_5 .281 15 .002 .762 15 .001

PV_Penggoren

gan_10 .332 15 .000 .601 15 .000

PV_Penggoren

gan_15 .356 15 .000 .561 15 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statisti

c df Sig. Statistic df Sig.

trans_pv_sp .226 13 .068 .910 13 .185

trans_pv_p1 .159 13 .200* .937 13 .420

trans_pv_p5 .127 13 .200* .972 13 .914

trans_pv_p10 .170 13 .200* .944 13 .509

trans_pv_p15 .170 13 .200* .945 13 .519

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Page 116: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

102

Uji Normalitas Kelipatan Sepuluh

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PV_Sebelum_P

emanasan .341 15 .000 .726 15 .000

PV_Penggoren

gan_10 .190 15 .152 .882 15 .051

PV_Penggoren

gan_20 .220 15 .049 .760 15 .001

PV_Penggoren

gan_30 .214 15 .064 .794 15 .003

PV_Penggoren

gan_40 .229 15 .033 .830 15 .009

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statis

tic df Sig. Statistic df Sig.

trans_pv_sp2 .234 15 .027 .901 15 .098

trans_pv_p10 .148 15 .200* .960 15 .691

trans_pv_p20 .142 15 .200* .937 15 .351

trans_pv_p30 .127 15 .200* .940 15 .384

trans_pv_p40 .190 15 .149 .899 15 .091

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Page 117: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

103

Uji Korelasi

Kelipatan Lima

Correlations

Lama_Pengg

orengan_F1 trans_pv_p1

Lama_Penggor

engan_F1

Pearson Correlation 1 -.531*

Sig. (2-tailed) .042

N 15 15

trans_pv_p1 Pearson Correlation -.531* 1

Sig. (2-tailed) .042

N 15 15

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Lama_Pengg

orengan_F5 trans_pv_p5

Lama_Penggor

engan_F5

Pearson Correlation 1 .232

Sig. (2-tailed) .405

N 15 15

trans_pv_p5 Pearson Correlation .232 1

Sig. (2-tailed) .405

N 15 15

Correlations

Lama_Penggor

engan_F10 trans_pv_p10

Lama_Penggore

ngan_F10

Pearson Correlation 1 .021

Sig. (2-tailed) .940

N 15 15

trans_pv_p10 Pearson Correlation .021 1

Sig. (2-tailed) .940

N 15 15

Page 118: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

104

Correlations

Lama_Penggor

engan_F15 trans_pv_p15

Lama_Penggore

ngan_F15

Pearson Correlation 1 -.330

Sig. (2-tailed) .230

N 15 15

trans_pv_p15 Pearson Correlation -.330 1

Sig. (2-tailed) .230

N 15 15

Kelipatan Sepuluh

Correlations

Lama_Pengg

orengan_F10

trans_pv_p1

0

Lama_Penggor

engan_F10

Pearson Correlation 1 .571*

Sig. (2-tailed) .026

N 15 15

trans_pv_p10 Pearson Correlation .571* 1

Sig. (2-tailed) .026

N 15 15

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Lama_Pengg

orengan_F20

trans_pv_p2

0

Lama_Penggor

engan_F20

Pearson Correlation 1 .629*

Sig. (2-tailed) .012

N 15 15

trans_pv_p20 Pearson Correlation .629* 1

Sig. (2-tailed) .012

N 15 15

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 119: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

105

Correlations

Lama_Pengg

orengan_F30

trans_pv_p3

0

Lama_Penggor

engan_F30

Pearson Correlation 1 .647**

Sig. (2-tailed) .009

N 15 15

trans_pv_p30 Pearson Correlation .647** 1

Sig. (2-tailed) .009

N 15 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Lama_Pengg

orengan_F40

trans_pv_p4

0

Lama_Penggor

engan_F40

Pearson Correlation 1 .552*

Sig. (2-tailed) .033

N 15 15

trans_pv_p40 Pearson Correlation .552* 1

Sig. (2-tailed) .033

N 15 15

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 120: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

106

Lampiran 4

Tempat Penjualan Pecel Lele

Page 121: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

107

Lampiran 5

Pengambilan Sampel

Page 122: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

108

Lampiran 6

Alat dan Bahan

Page 123: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

109

Lampiran 7

Cara Kerja Uji Bilangan Peroksida

Page 124: ABSTRAKrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38060/1/SARAH... · Mengingat bahwa mengonsumsi makanan gorengan merupakan bagian dari budaya makan masyarakat Indonesia

110