· ii LEMBAR PESETUJUAN Judul Tesis : PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT...

247
PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO: ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL TESIS Oleh JON KARYA NIM: 167037005 PROGRAM STUDI MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Transcript of  · ii LEMBAR PESETUJUAN Judul Tesis : PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT...

PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO:

ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL

TESIS

Oleh

JON KARYA NIM: 167037005

PROGRAM STUDI MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

ii

LEMBAR PESETUJUAN

Judul Tesis : PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA

PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO: ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL

Nama : Jon Karya

Nomor Pokok : 167037006

Program Studi : Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Ketua, Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D. Ph.D. NIP 195812131986011002

Anggota, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001

Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Ketua, Dekan, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Dr. Budi Agustono, M.S. NIP 195110131976031001 NIP 196008051987031001

iii

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Perkolong-kolong dalam Upacara Perkawinan

pada Masyarakat Karo: Analisis Penyajian, Fungsi, Dan Makna Tekstual.” Perkolong-kolong berarti penyanyi tradisi Karo. Arti ini dapat berkembang menjadi suatu pertunjukan. Analisis dilakukan terhadap (a) penyajian, (b) fungsi, serta (c) makna tekstual dari lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui kerja lapangan, wawancara, perekaman data audiovisual, dan sebagai pengamat yang terlibat namun terbatas. Ensambel musik pengiring perkolong-kolong dalam upacara tersebut adalah gendang kibot. (A) Analisis menunjukan bahwa penyajian perkolong-kolong selalu mengikuti arahan dari yang meminpin upacara. Dalam penyajiannya terdapat tujuh kali perkolong-kolong menyanyikan lagu. Empat lagu merupakan pop daerah Karo dan satu lagu tradisi Karo yang di ulang tiga kali. (B) Fungsi perkolong-kolong pada upacara perkawinan dianggap sangat penting baik terhadap pengantin, kedua keluarga pengantin, dan semua kaum kerabat karena perkolong-kolong dapat menyempurnakan kata sambutan. (C) Hal ini dapat dilihat dengan menganalisis makna yang penting dari lagu yang dianyanyikan perkolong-kolong. baik lagu pop maupun yang lagu tradisi. Diantara makna yang sangat penting adalah pernyataan meminang, pernyataan setuju dipinang, kalau bersatu jangan bercerai, semua kerabat mendoakan rumah tangga baru, semoga melahirkan anak laki-laki dan perempuan, harapan kebaikan pada rumah tangga baru, keikhlasan menerima keadaan, memberi nasihat dan ucapan selamat kepada kedua keluarga pengantin, selamat kepada kedua pengantin, nyanyian sebagai kata sambutan tambahan, penghormatan kepada arwah keluarga, dan medoakan keberkatan terhadap semua kaum kerabat. Kata kunci: perkolong-kolong, upacara perkawinan, penyajian, fungsi, makna

iv

ABSTRACT

This research is entitled "Perkolong-kolong in Marriage Ceremony in Karo Society: Analysis of Performance, Function, and Textual Meanings". Perkolong-kolong means the singer of the Karo tradition. This meaning can develop into a performance. Analysis was carried out on (a) the performance, (b) functions, and (c) textual meanings of the songs sung by perkolong-kolong. This study uses qualitative methods by collecting data through field work, interviews, recording audiovisual data, and as observers involved but limited. The ensemble of accompaniment music in the ceremony is the gendang kibot. (A) The analysis shows that the performance of the perkolong-kolong always follows directions from those who lead the ceremony. In the performance there are seven times singing songs. The four songs are pop Karo and one Karo traditional song is repeated three times. (B) The function of perkolong-kolong at the wedding ceremony is considered very important to the bride and groom, both the bride's family, and all the kinsfolk because the perkolong-kolong can perfect the speech act. (C) This can be seen by analyzing the important meaning of the song which sung by perkolong-kolong both pop songs and traditional songs. Among the very important meanings is the statement of marriage, the agreement agreed to be favored, if united do not divorce, all relatives pray for a new household, hopefully giving birth to boys and girls, hope of goodness in new households, sincerity in accepting conditions, giving advice and congratulations to the two brides' families, congratulations to the bride and groom, singing as an additional speech act, respect for the family spirit, and offering blessings to all relatives. Keywords: perkolong-kolong, marriage ceremony, performance, function, meaning

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan, magister, doktor, dan

lainnya di suatu Perguruan Tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar

pustaka. Kutipan pendapat para informan ditulis di catatan kaki dan semua

informan dijelaskan di daftar informan tesis ini.

Medan, 20 April 2019

Jon Karya NIM 167037006

vi

PRAKATA

Syukur dan terima kasih peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas berkat-Nya tesis ini

akhirnya dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak

Dr. Budi Agustino MS. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah

memberi fasilitas pembelajaran sehingga penulis dapat menuntut ilmu di

Universitas Sumatera Utara dengan baik.

2. Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D sebagai Ketua Program Studi

Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai komisi Pembimbing atas saran

dan arahan-arahannya untuk kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi

Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Kumalo Tarigan, M.A, Ph.D., selaku Komisi Pembimbing yang telah

memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian, dan kontribusi mengenai

substansi materi penelitian ini dari sejak awal pelaksanaan penelitian hingga

penyelesaian tesis ini.

vii

5. Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai admistrasi Program Studi Magister (S2)

Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara yang telah mendukung kelancaran administrasi.

6. Seluruh dosen yang telah membagikan ilmu pengetahuannya saat perkuliahan

di Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara.

7. Teman-teman seangkatan yang telah memberi dorongan moral sehingga

penulis tetap semangat dan termotivasi untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam

penulisan tesis ini, baik bentuk maupun isinya. Untuk itu penulis sangat

mengharapkan saran, kritik dan koreksi guna perbaikan di kemudian hari.

Medan, 20 Mei 2019

Penulis,

Jon Karya NIM 167037005

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i PERNYATAAN ........................................................................................... iii KATA SAMBUTAN .....................................................................................iv DAFTAR ISI ................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR TABEL .........................................................................................xi DAFTAR CONTOH MUSIK ..................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 12 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 12 1.4 Manfaat penelitian.................................................................................... 12 1.5 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 13 1.6 Konsep dan Landasan Teori ..................................................................... 21 1.6.1 Konsep ............................................................................................ 21 1.6.2 Landasan Teori ................................................................................ 24 1.7 Metode Penelitian .................................................................................... 34 1.7.1 Studi Perpustakaan ......................................................................... 36 1.7.2 Kerja Lapangan ............................................................................... 36 1.8 Organisasi Tulisan.................................................................................... 39 BAB II ETNOGRAFIS MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN KARO .................................................................. 42 2.1 Geografis Karo ........................................................................................ 42 2.2 Sistem Kekerabatan .................................................................................. 45 2.2.1 Marga Si Lima (Marga atau Klan Yang Lima) ................................. 46 2.2.2 Rakut Si Telu (Ikatan Yang Tiga) ..................................................... 48 2.2.3 Tutur Si Waluh (Hubungan Kekeluargaan Yang Delapan) .............. 49 2.2.4 Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada (Sapaan Kekeluargaan Yang Dua Belas Tambah Satu) ................... 51 2.2.5 Perubahan Sebutan Tutur Si Waluh (Kekeluargaan Yang Delapan) ........................................................ 52 2.3 Sistem Perkawinan ( Perjabun ) Dalam Masyarakat Karo ....................... 53 2.3.1 Tujuan Perkawinan Dalam Adat Karo. .......................................... 54 2.3.2 Berdasarkan Statusnya. ................................................................. 56 2.3.3 Berdasarkan Jauh Dekatnya Hubungan Kekerabatan. .................... 57 2.3.4 Berdasarkan Besar Kecilnya Upacara ............................................ 58 2.3.5 Perkawinan Antara Berbeda Suku .................................................. 59 2.3.6 Perceraian Pada Masyarakat Karo .................................................. 60 2.4 Aktivitas Menjelang Perkawinan Pada Masyarakat karo ........................... 60 2.4.1 Naki-naki (Pacaran) ........................................................................ 61 2.4.2 Maba Nangkih (Membawa) atau Nukun Kata (Bertanya) ............... 61 2.4.3 Mbaba Belo Selambar (Pelamaran) ................................................ 62 2.4.4 Nganting Manuk (Menetukan Mahar) ............................................. 63

ix

2.5 Sistem Kepercayaan ................................................................................. 65 2.6 Kesenian ................................................................................................. 68 2.6.1 Seni Musik ..................................................................................... 69 2.6.2 Seni Landek ..................................................................................... 74 2.6.3 Perkolong-kolong (Penyanyi Tradisi Karo) ...................................... 75 2.6.4 Ende-enden (Lagu atau Nyanyian) ................................................... 76 BAB III UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO .... 81 3.1 Aspek-aspek Dan Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan ................. 81 3.1.1 Aspek-aspek Dalam Upacara Perkawinan ........................................ 81 3.1.2 Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan..................................... 82 3.2 Ngalo-ngalo (Menyambut Sukut Memasuki Tempat Upacara Perkawinan) .............................................................................. 83 3.3 Ngukati (Makan Pagi) .............................................................................. 85 3.4 Rose (Berpakaian Adat Karo) ................................................................... 86 3.5 Ertembe-tembe (Musyawarah Adat) ......................................................... 87 3.6 Sijalapen (Pemberitahuan Orang Yang Bertanggung Jawab Dalam Upacara Perkawinan) .............................................................................. 91 3.7 Ersukat Emas (Penyerahan Mahar)........................................................... 92 3.8 Ngelegi Beru (Pengambilan Pengantin Wanita) ....................................... 94 3.9 Nggalari Ulu Mas (Membayar Hutang Adat Kepada Kalimbubu Singalo Ulu Mas) ................................................................................. 94 3.10 Adu Pengantin ( Menari Dan Menyanyi Kedua Pengantin) ..................... 96 3.11 Ngerana (Menyampaikan Kata Sambutan) ............................................. 97

3.11.1 Keluarga Pengantin Laki-laki dan Semua Senina-nya ..................... 98 3.11.2 Keluarga Pengantin Wanita dan Semua Senina-nya ...................... 105 3.11.3 Pihak Pemerintah Dan Teman Sejawat .......................................... 112 3.11.4 Makan Siang Dalam Upacara Perkawinan ................................... 119 3.11.5 Kalimbubu Keluarga Pengantin Laki-laki .................................... 120 3.11.6 Kalimbubu Keluarga PengantinWanita......................................... 123 3.11.7 Anak beru Keluarga Pengantin Wanita .......................................... 125 3.11.8 Anak beru Keluarga Pengantin Laki-laki ....................................... 128

BAB IV PERKOLONG-KOLONG PADA MASYARAKAT KARO DAN PENYAJIANNYA DALAM UPACARA PERKAWINAN ........ 131 4.1 Arti Perkolong-kolong Pada Masyarakat Karo ....................................... 131 4.2 Perkembangan Perkolong-kolong Dalam Pertunjukan Budaya Musikal Karo .............................................. 135 4.3 Ansambel Musik Pengiring Perkolong-kolong ....................................... 139 4.3.1 Gendang Sarune ............................................................................ 139 4.3.2 Gendang Kulcapi .......................................................................... 144 4.3.3 Gendang Kibod/ Keyboard .......................................................... 148 4.4 Penyajian Perkolong-kolong Dalam upacara Perkawinan ...................... 149 4.4.1 Lagu Pop Daerah Karo ................................................................. 150 4.4.2 Lagu Tradisi Karo ( Katoneng-katoneng) ....................................... 154

x

BAB V STRUKTURAL FUNGSIONAL PERKOLONG-KOLONG DAN FUNGSI MUSIK PADA UPACARA PERKAWINAN ...... 156 5.1 Analisis Struktural Fungsioal Dalam Upacara Perkawinan .................... 156 5.2 Fungsi Perkolong-kolong Dalam Upacara Perkawinan .......................... 161 5.2.1 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Siempo (Keluarga Pengantin Laki-laki) ..................................................... 162 5.2.2 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Sinereh (Keluarga Pengantin Perempuan) .................................................. 162 5.2.3 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Siempo (Keluarga Pengantin Laki-laki) ...................................................... 164 5.2.4 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Senina Sinerah (Keluarga Pengantin Perempuan).................................................... 165 5.2.5 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Sinereh (Keluarga Pengantin Perempuan) ................................................ 166 5.2.6 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Empo (Pengantin Laki-laki) ..................................................................... 166 5.2.7 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Sereh (Pengantin Perempuan) .................................................................. 166 5.3 Penggunaan Dan Fungsi Musik Dalam Upacara Perkawinan ................. 167 5.3.1 Penggunaan Musik Dalam Upacara Perkawinan ............................ 167 5.3.2 Fungsi Musik Dalam Upacara Perkawinan .................................... 169 5.3.2.1 Fungsi Sebagai Ungkapan Perasaan ................................. 169 5.3.2.2 Fungsi Sebagai Hiburan .................................................... 171 5.3.2.3 Fungsi Sebagai Komunukasi ............................................ 171 5.3.2.4 Fungsi Sebagai Perlambang .............................................. 171 5.3.2.5 Fungsi Sebagai Reaksi Jasmani ......................................... 172 5.3.2.6 Fungsi Sebagai Pengesahan Norma Sosial......................... 172 5.3.2.7 Fungsi Sebagai Pengitegrasian Masyarakat ...................... 173 5.3.2.8 Fungsi Sebagai Kesinambungan Kebudayaan ................... 173 5.3.2.9 Fungsi Sebagai Kesinambungan Kebudayaan ................... 174 5.3.2.10 Fungsi Sebagai Kesinambungan Kebudayaan ................. 176 BAB VI MAKNA LAGU YANG DINYANYIKAN PERKOLONG- KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN ....................... 178 6.1 Makna Lagu Maba Kampil ..................................................................... 178 6.1.1 Pernyataan Kedatangan Untuk Meminang ................................... 178 6.1.2 Pernyataan Setuju Untuk Dipinang ................................................ 180 6.1.3 Kalau Sudah Bersatu Jangan Berpisah Lagi .................................. 181 6.2 Makna Lagu Si Terang bulan ................................................................. 182 6.2.1 Semua Kerabat Mendoakan Rumah Tangga Baru ........................ 182 6.2.2 Kalau Sudah Bersatu Jangan Lagi Berpisah ................................. 183 6.2.3 Mendoakan Keluarga Melahirkan Anak Lelaki Dan Perempuan .. 184 6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Sembuyak Bukit ................................. 185 6.3.1 Pernyataan Kebersamaan Dengan Semua Senina Bukit .................. 185 6.3.2 Bermarga Bukit Menyampaikan Kata Sambutan ............................ 186 6.3.3 Pernyataan Kesamaan Pihak Dengan Semua Senina Bukit ............ 186 6.3.4 Harapan Kebaikan Terhadap Rumah Tangga Baru ........................ 186

xi

6.3.5 Ikhlas Kalimbubu Bukit Menerima Keadaan Dan Memberi nasehat .................................................................... 187 6.3.6 Harapan Terhadap Anak Beru Bukit .............................................. 187 6.3.7 Mohon Berkat Atas Keluarga Bukit ............................................... 188 6.3.8 Penghormatan Terhadap Arwah Keluarga Bukit ............................ 188 6.3.9 Penutup Dan Harapan Atas Kata Sambutan .................................. 189 6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun ............................. 190 6.4.1 Sapaan Terhadap Semua Kalimbubu Bangun ................................. 190 6.4.2 Kalimbubu Bangun Telah Menyampaikan Kata Sambutan ............ 191 6.4.3 Keluarga Bangun Bahagia Atas Kedatangan Dan Kata Sambutan Kalimbubu-nya ............................................................. 191 6.4.4 Penghomatan Terhadap Arwah Kalimbubu Bangun ....................... 192 6.4.5 Semoga Kalimbubu Bangun Menerima Dan Tetap Memberi Nasehat ......................................................................... 193 6.4.6 Selamat Atas Keluarga Bangun .................................................... 193 6.4.7 Nasehat Kepada Pengantin ......................................................... 194 6.4.8 Lagu Sebagai Kata Sambutan Tambahan Dan Penutup .................. 196 6.5 Makna Lagu Famili taksi ....................................................................... 196 6.6 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit ................................ 197 6.6.1 Kalimbubu Bukit Telah Menyampaikan Kata Sambutan................ 197 6.6.2 Kharisma Orang Tua Keluarga Bukit ............................................ 198 6.6.3 Penghormatan Kepada Arwah Kalimbubu Bukit ............................ 201 6.6.4 Pernyataan Kepada Kalimbubu Bukit ........................................... 202 6.6.5 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit ....................................... 204 6.6.6 Sapaan Kepada Teman Sepihak Dengan Keluarga Bukit ............... 206 6.6.7 Harapan Keluarga Bukit ................................................................. 207 6.6.8 Harapan Terhadap Keluarga Pengantin ......................................... 208 6.6.9 Harapan Sebagian Kalimbubu Bukit Terhadap Keluarga Bukit ...... 200 6.6.10 Pernyataan dan Harapan Keluarga Bukit Terhadap Kalimbubu-nya ............................................................. 212 6.6.11 Doa Dan Pantun Penutup ............................................................. 213 6.7 Makna Lagu Gula Tualah ...................................................................... 214 6.7.1 Mendoakan Kelenggangan Rumah Tangga Baru ........................... 214 6.7.2 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit ....................................... 215 6.7.3 Mendoakan Kesejahteraan Kalimbubu Bukit .................................. 215 6.7.4 Mendoakan Kesejahteraan Semua Kerabat ................................... 216 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 220 7.1 Kesimpulan ............................................................................................ 220 7.2 Saran ...................................................................................................... 223 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 225 DAFTAR INFORMAN .............................................................................. 228 GLOSARIUM ............................................................................................ 229

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Balobat ..................................................................................... 70 Gambar 2.2 Surdam ..................................................................................... 70 Gambar 2.3.Keteng-keteng ............................................................................ 71 Gambar 2.4 Gendang Sarune ......................................................................... 72 Gambar 2.5 Gendang Kulcapi ....................................................................... 73 Gambar 3.1 Ngalo ngalo ............................................................................... 84 Gambar 3. 2a Anak beru Bangun ................................................................... 88 Gambar 3. 2b Anak beru Bukit ...................................................................... 89 Gambar 3.3 Kepala Desa Enjalapi ................................................................ 92 Gambar 3.4 Membayar Mahar ....................................................................... 93 Gambar 3.5a Penghormatan Kepada Kalimbubu menjelang Pembayaran Ulu Emas .............................................. 95 Gambar 3.5b Pembayaran Ulu Emas Kepada Kalimbubu ............................... 95 Gambar 3.6 Adu Pengantin ........................................................................... 96 Gambar 3.7 Keluarga Sukut Bangun .............................................................. 99 Gambar 3.8 Keluarga Sukut Bukit ............................................................... 107 Gambar 3.9 Wakil Bupati Karo Memberi Kata Sambutan ........................... 113 Gambar 3.10 Bupati Karo Memberi Kata Sambutan ..................................... 115 Gambar 3.11 Perkolong-kolong Menyanyikan Katonong-katonong ............ 123 Gambar 4.1a Sarune ................................................................................... 140 Gambar 4.1b Bagian-bagian Sarune ............................................................ 141 Gambar 4.2a Gendang Singanaki ................................................................ 142 Gambar 4.2b Gendang Singindungi ............................................................. 143 Gambar 4.3a Gung ...................................................................................... 144 Gambar 4.3b Penganak .............................................................................. 144 Gambar 4.4 Kulcapi ................................................................................... 145 Gambar 4.5 Alat Musik yang Menyerupai Garentung Dikenalkan Jasa Tarigan .............................................................................. 147

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Susunan Acara dalam upcara perkawinan ...................................... 83 Tabel 3.2 Susunan Acara kata sambutan pada upacara perkawinan .............. 97 Tabel 6.1 Makna Lagu Maba Kampil .......................................................... 178 Tabel 6.2 Makna Lagu Si Terang Bulan ..................................................... 182 Tabel 6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Senina Bukit ........................... 185 Tabel 6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun .................. 190 Tabel 6.5 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit ..................... 198 Tabel 6.6 Makna Lagu Gula Tualah ............................................................ 214

xiv

DAFTAR CONTOH LAGU

Contoh Lagu 4.1a Bagian Pertama dalam lagu maba kampil ....................... 150 Contoh Lagu 4.1b Bagian Kedua dalam lagu maba kampil ........................... 151 Contoh Lagu 4.2a Bagian pertama lagu terang bulan ................................... 151 Contoh Lagu 4.2b Bagian kedua lagu terang bulan ..................................... 152 Contoh Lagu 4.3a Lagu famili taksi ............................................................. 153 Contoh Lagu 4.3b Lagu famili taksi ........................................................... 153 Contoh Lagu 4.4 Lagu gula tualah .............................................................. 154 Contoh Lagu 4.5a Melodi pingko-pingko pada katoneng-katoneng ............... 155 Contoh Lagu 4.5b Melodi susurna pada katoneng-katoneng ........................ 155

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1: Latar Belakang, Pendekatan Keilmuan, dan Metodologi Penelitian Lapangan dalam Penelitian Perkolong-kolong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo ........................................................... 41

xvi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jon Karya NIM : 167037005 Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 20 Januari 1991 Alamat : Jln. Dwikora no.9N Medan Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Guru Pendidikan Seni pada SMPN Tamiang Pendidikan akademik: (a) TK Tamiang (1994-1996) (b) SDN Tamiang (1996-2002) (c) SMP Negeri 1 Taamiang (2002-2005) (d) SMA Negeri 1 Tamiang (2005-2008) (e) Fakultas Bahasa dan Seni Unimed, Jurusan Pendidikan Seni Musi (2008-2012) Pengalaman di bidang kesenian: 1. Pertunjukan musik di Medan pada Jazz Nation 2009 2. Pertunjukan di IMT-GT Festival 2010 di Songhkla, Thailand 3. Pertunjukan di North Sumatra Jazz Festival, Medan 2011-2015 4. Pertunjukan di World Drum Festival Malaka 2011 di Malaysia 5. Pertunjukan di Java Jazz Festival, Jakarta 2013-2014 6. Pertunjukan di berbagai media televisi seperti Trans 7, Net TV dan TVRI

Sumut.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia mempunyai filosofi kebangsaan bhineka tunggal ika.

Maknanya adalah walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Hal ini menunjukkan

bahwa bangsa Indonesia memiliki budaya yang multikultural atau keragamaan

kebudayaan.1 Kebudayaan tersebut tersebar dari Aceh sampai Papua yaitu dari

Sabang di ujung barat sampai Merauke di ujung timur dan dari Talaud di ujung

utara sampai ke pulau Rote di ujung selatan Indonesia.

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) yang juga mempunyai masyarakat yang heterogen.

Salah satu etnik atau suku bangsa2 yang mendiami Sumatera Utara adalah Karo.

1Sebagai panduan konseptual kebahasaan yang berskala nasional, yakni Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) didapati “perbedaan kecil” (nuansa) antara istilah budaya dan kebudayaan. Kata budaya (bu.da.ya) n. 1. pikiran, akal budi; 2. adat istiadat; 3. sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); 4. sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Di sisi lain, kebudayaan (ke.bu.da.ya.an), n. 1. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2. dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

2Istilah etnik atau kelompok etnik (ethnic group) yang dalam bahasa Indonesia suku bangsa atau suku menurut disiplin ilmu antropologi adalah (salah satunya menurut Narroll, 1964), sebagai populasi yang: (1) secara bilogis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Dalam konteks menganalisis kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa mempertahankan batas etnik tidaklah penting, karena hal ini akan terjadi dengan sendirinya, akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti: perbedaan ras, budaya, sosial,dan bahasa. Asumsi ini juga membatasi pemahaman berbagai faktor yang membentuk keragaman budaya. Ini mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesmpulan bahwa setiap kelompok etnik mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi terisolasi. Ini terbentuk karena faktor ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi adaptasi dan daya cipta dalam kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku bangsa dan bangsa yang berbeda-beda di dunia. Seiap bangsa memiliki budaya dan masyarakat pendukung tersendiri. Dalam konteks bangsa Indonesia, mereka memiliki konsep biar

2

Masyarakat3 Karo mendiami wilayah pegunungan Karo dan menyebar di beberapa

Kabupaten/Kota yaitu, Kabupaten Karo, sebagian di Kabupaten Simalungun,

Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten

Aceh Tenggara. Setiap etnik di Nusantara memiliki kesenian masing-masing

demikian juga halnya Karo.

Kesenian4 merupakan salah satu produk budaya, yang dalam kehidupan

tidak pernah lepas dari masyarakat. Kesenian salah satu unsur yang terdapat

dalam kebudayaan, mencakup gagasan, aktivitas, maupun wujud benda kesenian

yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat Karo memiliki berbagai

jenis kesenian seperti tari, musik, sastra, rupa, dan lain sebagainya. Salah satu

kesenian yang digunakan oleh masyarakat Karo dalam berbagai aktivitas

kehidupan masyarakatnya adalah seni musik. Bagi masyarakat Karo, musik selalu

berbeda namun tetap satu juga, yang menyiratkan bahwa mereka memiliki berbagai persamaan umum, namun secara etnik berbeda-beda.

3Selain sebagai sebuah kelompok etnik, orang-orang Karo secara umum, juga dapat dipandang sebagai suatu masyarakat, sesuai dengan definisi dalam disiplin antropologi. Masyarakat yang dimaksud di dalam tesis magister seni ini adalah sesuai dengan definisi dari Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (1990:146-147). Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative." Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi Koentjaraningrat, unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat," dan unsur "kontinuitas" dalam definisi Koentjaraningrat, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak dimuat dalam definisi Koentjaraningrat. Walaupun demikian, konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh di atas.

4Kesenian atau seni adalah salah satu dari unsur kebudayaan manusia, yang tumbuh dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan manusia mengenai hal-hal yang indah. Oleh karena itu manusia mencoba mengekspresikan dan menikmati keindahan itu dalam bentuk seni. Kemudian muncullah seni tari dengan media utamanya gerak, seni musik dengan media utamanya suara baik vokal maupun alat-alat musik, seni satra dengan media utama bahasa, seni rupa dengan media utama titik, warna, garis, dan sejenisnya; seni teater dengan media bahasa, cerita, rupa, musik, tari, dan lain-lainnya. Setiap etnik atau masyarakat memiliki seni tersendiri, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kebudayaan mereka.

3

digunakan pada berbagain peristiwa dalam menjalani kehidupan, baik sebagai

media hiburan maupun sebagai media tertentu dalam adat dan kepercayaan.

Salah satu peristiwa atau aktivitas pada masyarakat Karo yang hingga

sekarang sangat memerlukan musik adalah upacara perkawinan. Upacara

perkawinan melibatkan semua sistem kekerabatan (kinship) pada masyarakat.

Sistem kekerabatan pada masyarakat Karo dikenal dengan sebutan sangkep

nggeluh yang dapat diartikan kelengkapan hidup. Sangkep nggeluh merupakan

bagian dari adat Karo, yang digambarkan dengan semboyan merga si lima, rakut

si telu. Merga si lima berarti klen5 yang lima. Pernyataan ini menunjukkan bahwa

masyarakat Karo mempunyai klen pokok lima, namun setiap klan mempunyai

cabang. Rakut si telu berarti ikatan yang tiga yang terdiri daripada senina (pihak

satu klen), kalimbubu (pihak pemberi isteri) dan anak beru (pihak menerima

isteri).

Sebagaimana pada masyarakat lain di dunia, masyarakat Karo juga

mempunyai tata cara perkawinan yang khas, namun pada prinsipnya adalah

mencakup perkenalan, pacaran, tunangan, meminang, pengesahan (perkawinan).

Perkawinan pada masyarakat Karo menganut sistem eksogami, yaitu perkawinan

dengan orang di luar marga (klen)nya, namun ada pengecualian pada marga

Peranginangin dan Sembiring.

5Dalam masyarakat Karo, klen ini lazim disebut dengan merga, yang berdasar kepada

cara penarikan garis keturunan dari pihak ayah, yang dalam disiplin antropologi disebut dengan patrilineal. Terdapai lima kelompok merga besar dalam masyarakat Karo, yang diistilahkan dengan merga si lima (lima klen). Dalam konteks Sumatera Utara, terdapat pula sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah seperti orang-orang Karo tersebut, yakni pada etnik Simalungun, Batak Toba, Pakpak, dan Mandailing-Angkola.

4

Perkawinan pada masyarakat Karo tidak hanya mengikat kedua mempelai,

namun mengikat keseluruhan keluarga kedua mempelai. Dengan demikian sebuah

perkawinan pada masyarakat Karo merupakan ikatan lahir batin tidak hanya

antara seorang pria dan wanita saja tetapi termasuk seluruh kaum kerabat.

Untuk memahami masyarakat Karo, maka yang harus dipahami adalah

sangkep nggeluh karena di setiap peristiwa adat pada Masyarakat Karo yang

selalu berperan adalah sangkep nggeluh, yaitu terdiri dari tiga garis besar yaitu:

senina, anak beru dan kalimbubu. Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu

pribadi/ keluarga atau marga tertentu yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan

kalimbubu nya. Misalnya dalam upacara perkawinan sukut adalah orang yang

menikah, dan orang tuanya dan mereka mempunyai senina, anak beru dan

kalimbubu. Untuk memahami hal tersebut kita harus mengetahui cara masyarakat

Karo menarik garis keturunan yaitu berdasarkan keturunan ayah (patrilineal) mau

pun garis keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu

masyarakat Karo, yang dalam bahasa sehari hari dikenal dengan tutur atau

terombo. Lebih jauh tentang sangkep nggeluh akan dibahas pada bab berikutnya

dalam penelitian ini.

Upacara perkawinan pada masyarakat Karo, dapat diklasifikasikan dalam

beberapa bentuk. Upacara perkawinan yang paling dikenal pada masyarakat Karo

dengan sebutan kerja nereh empo, yang secara umum, artinya upacara

perkawinan. Kerja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kerja sintua, kerja sintengah,

dan kerja singuda. Kerja sintua adalah pesta yang terbesar dalam upacara

perkawinan. Pada masa awal perkembangan etnik Karo, sampai pertengahan abad

5

ke-20, upacara seperti ini harus melibatkan gendang lima sendalanen (merupakan

salah satu jenis ensambel musik tradisional yang terdapat pada masyarakat Karo).

Kemudian, seiring dengan perkembangan zaman, pada masa kini untuk

menentukan suatu upacara perkawinan sebagai kerja si ntua tidak lagi dengan

kehadiran gendang lima sendalanen, tetapi dengan hadirnya perkolong-kolong

atau penyanyi tradisi Karo. Perkolong-kolong sebagai penyampai pesan untuk

mewakili semua pihak yang terlibat sebagai sangkep nggeluh yang hadir pada

upacara perkawinan tersebut.

Perkolong kolong dapat merubah suasana dalam upacara perkawinan,

misalnya suasana penuh keharuan. Dia dapat menciptakan suasana menjadi lebih

akrab antar keluarga dan suasana yang santai yang penuh ke akraban yang selalu

bisa di rekayasa oleh perkolong kolong pada acara tersebut.

Khusus dalam melayani keperluan upacara perkawinan perkolong kolong

hanya penyanyi perempuan saja. Tetapi dalam guro guro aron atau pertujukan

musik dan tari yang dilaksanakan pemuda dan pemudi Karo biasanya perkolong-

kolong berpasangan.

Pada setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo, semua sangkep

nggeluh diberi kesempatan untuk memberi petuah-petuah adat kepada sukut

(kepada pengantin atau kepada orang tua pengantin) adalah hal yang harus

dilaksanakan. Sangkep enggeluh memberi petuah kepada pengantin tentang hal-

hal yang akan dihadapi dalam rangka mengharungi bahtera rumah tangga — dan

sekali gus menyampaikan harapan harapan mereka agar pengantin tersebut sukses

6

dalam membina rumah tangga, aktif dalam adat istiadat, dan akan melahirkan

anak laki-laki dan anak perempuan dalam rumah tangganya.

Pada acara ini pemain musik memainkan gendang simalungen rayat karena

sewaktu memberi petuah mereka sambil menari bersama. Setelah kaum kerabat

selesai memberi petuah maka peminpin upacara perkawinan memberikan

kesempatan kepada perkolong-kolong untuk menambah kata-kata yang dianggap

kurang. Dalam hai ini perkolong-kolong menyanyikan lagu katoneng katoneng

yang dapat mengembangkan berbagai petuah-petuah dan harapan harapan

terhadap semua pihak terutama kepada keluarga yang melaksanakan upacara

perkawinan dan pengantin.

Perkolong kolong dalam menyanyikan lagu katoneng-katoneng dapat

mewakili semua pihak baik sukut atau keluarga yang terlibat dalam upacara

perkawinan, maupun semua kaum kerabat sebagi sangkep enggeluh (kelengkapan

hidup). Perkolong-kolong dianggap memberi pasu-pasu seperti doa kepada sukut

dan semua kaum kerabat sehingga sering disebut lagu tersebut pemasu-masun,

yaitu lagu yang mengharapkan kedatangan rahmat. Biasanya ada semangat

pencerahan yang lebih dalam untuk mempersatukan kebersamaan dalam keluarga,

tidak saja anatara keluarga pengantin laki-laki dengan keluarga pengantin

perempuan tetapi lebih luas terdapa semua kaum kerabat yang hadir.

Dengan latar belakang seperti diurai di atas, maka peneliti menganalisis

keberadaan perkolong-kolong dalam konteks upacara perkawinan adat Karo,

dengan pendekatan dua disiplin ilmu utama. Yang pertama adalah antropologi,

dan kedua etnomusikologi.

7

Definisi mengenai antropologi yang dimaksud dalam tesis ini adalah sebagai

berikut. Antropologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan

budaya yang dihasilkan oleh manusia tersebut. Antropologi budaya membantu

kita memahami berbagai adat dan tingkah laku yang dianut oleh masyarakat yang

berbeda. Di Inggris, bidang antropologi budaya awalnya disebut sebagai

antropologi sosial. Bidang ini berkaitan dengan kajian budaya yang berhubungan

dengan struktur sosial, agama, politik, dan berbagai faktor lainnya. Ruang lingkup

bidang antropologi sangat luas. Berbagai perubahan yang terjadi di dalam

masyarakat akan tercermin dalam adat, tingkah laku (prilaku), dan bahasa.

Berbagai perubahan ini secara bersama-sama mengungkapkan gambaran terhadap

budaya masyarakat tertentu. yang disebut sebagai budaya.

Anthropology, “the science of humanity,” which studies human beings in aspects ranging from the biology and evolutionary history of Homo sapiens to the features of society and culture that decisively distinguish humans from other animal species. Because of the diverse subject matter it encompasses, anthropology has become, especially since the middle of the 20th century, a collection of more specialized fields. Physical anthropology is the branch that concentrates on the biology and evolution of humanity. It is discussed in greater detail in the article human evolution. The branches that study the social and cultural constructions of human groups are variously … (Encyclopedia Brittanica, 2019).

Antropologi merupakan “ilmu kemanusiaan,” yang mempelajari manusia

dalam berbagai aspek, mulai dari sisi biologi dan sejarah evolusi homo sapiens

(manusia modern) hingga ciri-ciri masyarakat dan budaya, yang secara tegas

membedakan manusia dari spesies hewan. Karena beragamnya subjek yang

dicakup, maka antropologi telah menjadi, terutama sejak pertengahan abad ke-20,

kumpulan bidang-bidang yang lebih khusus. Antropologi fisik adalah cabang yang

8

berkonsentrasi pada biologi dan evolusi umat manusia. Ini dibahas lebih rinci

dalam artikel evolusi manusia. Cabang-cabang yang mempelajari konstruksi sosial

dan budaya kelompok manusia juga beragam.

Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang mempelajari variasi

budaya manusia. Antropologi budaya mempelajari fakta tentang pengaruh politik,

ekonomi, dan faktor-faktor lain, dari budaya lokal yang terdapat di suatu daerah

tertentu. Para ilmuwan yang bekerja di bidang ini, dikenal sebagai antropolog

budaya. Fakta dan data budaya biasanya diperoleh melalui berbagai metode

seperti survei, wawancara, observasi, perekaman data, pengamatan terlibat

(partisipant observer), pendekatan emik dan etik, dan lainnya.

Dalam sejarah ilmu pengetahuan, penelitian di bidang antropologi budaya

dimulai pada abad ke-19. Antropologi budaya mulai berkembang dengan bantuan

upaya yang dilakukan oleh ilmuwan antropologi Edward Tylor, J.G Frazen, dan

Edward Tylor. Mereka menggunakan bahan-bahan etnografis yang dikumpulkan

oleh para pedagang, penjelajah, dan misionaris untuk tujuan referensi. Dengan

demikian, antropologi budaya adalah cabang ilmu antropologi yang khusus

mempelajari berbagai variasi budaya manusia.

Kemudian, definisi disiplin etnomusikologi adalah sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American

9

anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).6

Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi

membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu

selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu

musikologi dan etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan kemungkinan-

kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan

cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap

mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-

bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi

menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem

tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan

musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian

yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa

6Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini,

dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis.

10

sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang

cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran

yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan

studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini,

penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan

kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik

dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan

manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu

terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman

dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi

etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,

pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan

oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan

hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana

Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk

dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun

terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.

Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik

dalam konteks kebudayaannya.

Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah

dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi

11

berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)

Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah

mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam

buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu

Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat

di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi

etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh

Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.7

Berdasarkan latar belakang dan pendekatan keilmuan seperti di atas, maka

penelitian yang kemudian ditulis dalam bentuk tesis ini berjudul: “Perkolong-

kolong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo: Analisis Penyajian, Fungsi,

dan Makna Tekstual.” Kemudian ditentukan rumusan masalah penelitian.

7Buku ini diedit oleh R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi.

Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.

12

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka penelitian ini merumuskan tiga rumusan

masalah dengan indikator pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana penyajian perkolong-kolong pada upacara perkawinan

masyarakat Karo?

2. Bagaimana fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara

perkawinan masyarakat Karo?

3. Bagaimana makna tekstual lagu yang dinyanyikan perkolong kolong

pada upacara perkawinan masyarakat Karo?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan

sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis penyajian perkolong-kolong pada upacara perkawinan

masyarakat Karo.

2. Untuk menganalisis fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara

perkawinan masyarakat Karo.

3. Untuk menganalisi makna tekstual lagu yang dinyanyikan perkolong-

kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa

manfaat. Diantaranya bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang

13

budaya musik Karo, untuk menambah koleksi bacaan tentang budaya musik

nusantara, untuk memperdalam ilmu budaya disuatu daerah. Disamping itu dapat

pula menjadi kajian banding dengan budaya musik daerah lain. Selain itu dapat

menjadi informasi penting untuk mengetahui makna yang terkandung dalam

perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo. Dengan demikian

maka penelitian ini menjadi sebuah sumber refrensi penelitian bagi peneliti

berikutnya terkait dengan topik yang sama maupun yang berbeda tentang budaya

musik tradisi masyarakat Karo pada khusunya dan nusantara pada umumnya.

1.5 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dapat

digunakan sebagai pendukung untuk melengkapi data-data yang diperoleh selama

penelitian. Untuk itu akan diacu beberapa sumber tulisan yang akan dijadikan

sebagai acuan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan tofik penelitian secara

umum.

Penelitian ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan bentuk penyajian

fungsi serta makna tekstual daripada lagu yang disajikan perkolong-kolong pada

upacara perkawinan masyarakat Karo,dari segi struktur dan gaya bahasa yang

digunakan. Namun perlu dijelaskan bahwa perkolong-kolong yang dibahas dalam

tulisan ini ialah pada upacara perkawinan. Untuk itu, penelitian ini akan berusaha

mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kedua aspek di atas, sekaligus

menjadi kritik, pembenaran, maupun penolakan terhadap hasil penelitian tersebut.

Adapun beberapa tulisan yang mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut:

14

Koentjaraningrat, dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1979),

mengunkapkan tentang definisi kebudayaan dan karakter sebuah suku bangsa.

Masing-masing budaya memiliki karakter yang berbeda-beda satu dengan yang

lain. Buku ini memberikan kontribusi pada peneliti untuk mendefinisikan tentang

kebudayaan yang ada pada masyarakat Karo. Juga akan digunakan untuk

mengungkapkan bentuk perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat

Karo.

Alan P. Meriam, dalam buku The Antrhopologi of music (1964). Buku ini

mengemukakan fungsi musik yang berhubungan dengan masyarakat pendukung

kemudian unsur kebudayaan dalam masyarakat sebagai sarana memenuhi

kebutuhan dan tujuan tertentu dalam kehidupan. Selain itu, juga menjelaskan 10

fungsi musik, antara lain; pengungkapan emosional, kepuasan aestetis, hiburan,

sarana komunikasi, persembahan simbolis, respon fisik, fungsi musik sebagai

keserasian norma masyarakat, pengukuhan institusional, dan upacara agama,

sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, serta fungsi integritas masyarakat.

Buku ini bermanfaat dalam menjelaskan fungsi musik perkolong-kolong yang

akan dijadikan pisau bedah untuk menggali rumusan masalah kedua dalam

penelitian ini.

Leon Stein, dalam bukunya Structure & Style : The Study and Analysis of

Musical Froms (2003). Buku ini membahas tentang cara menganalisis dari

struktur dan bentuk musiknya yang meliputi dari figure, motif, prase, period dan

beberapa struktur dan bentuk musik lain nya. Buku ini sangat membantu dalam

15

membahas rumusan ketiga yaitu makna tekstual perkolong-kolong pada upacara

perkawinan masyarakat Karo.

Prikuten Tarigan dalam tesisnya berjudul “ Perubahan Alat Musik dalam

Kesenian Tradisi Karo Sumatera Utara” (2004) pada Program Kajian Budaya

Program Pascasarjana Universitas Udayana. Permasalahan yang diangkat

mencakup perubahan alat musik dalam konteks upacara muda-mudi (guro-guro

aron), perkawinan (nereh-empo), dan upacara memasuki rumah baru (mengket

jabu). Dalam penelitian itu, Prikuten menemukan realitas perubahan alat musik

dan pengaruhnya terhadap adatistiadat Karo. Teori yang digunakan adalah teori

akulturasi, sebagai proses kebudayaan yaitu terjadi ”peningkatan keserupaan”

antara dua kebudayaan dari Kroaber, teori perubahan, menunjukkan bagaimana

cara teknologi sebagai pendorong perubahan dari Velben dan Ogburn dan teori

fungsi musik tentang hubungan musik dengan perilaku masyaraktnya dari

Merriam. Penelitian ini sangat relevan sebagai acuan dalam disertasi ini karena

membahas perubahan alat musik dalam kesenian tradisi Karo yang merupakan

salah satu permasalahan yang dibahas dalam tesis ini ini.

Kumalo (2006) meneliti mangmang nyanyian guru (dukun) untuk

memanggil roh-roh yang sudah meninggal dunia. Tesis ini berjudul ”Mangmang:

Analisis dan Perbandingan Seni Kata dan Melodi Nyanyian Ritual Karo di

Sumatra Utara.” Kumalo menjelaskan Mangmang adalah sejenis nyanyian yang

terdapat pada masyarakat Karo. Orang yang menyajikan mangmang adalah

bomoh. Bomoh menyajikan mangmang pada masa menjalankan upacara ritual

tertentu dengan cara bernyanyi. Terdapat dua jenis upacara ritual sebagai konteks

16

penyajian mangmang, yaitu erpangir ku lau (upacara ritual penyucian diri) dan

raleng tendi (upacara ritual memanggil roh manusia). Upaya menjalankan kedua

upacara ritual di atas merupakan keyakinan bagi masyarakat Karo. Penelitian ini

memberikan informasi bahwa masyarakat Karo sangat kuat terikat dengan

kesenian, khususnya musik.

Torang Naiborhu menulis tesis tahun 2002 yang berjudul “Ende-Ende

Merkejemen: Nyanyian Ratap Penyadap Kemenyan Di Hutan Rimba Pakpak-

Dairi Sumatera Utara Analisis Semiotik Teks dan Konteks”. Pembahasan dalam

tesis Torang Naiborhu ini membahas tentang nyanyian hiburan untuk diri sendiri

yang dimana setiap teks nya memiliki makna dan waktu yang ditentukan. Tesis ini

sangat membantu dalam menganalisis struktur teks pada lagu yang dinyanyikan

oleh perkolong-kolong.

Muhammad Takari menguraikan secara mendalam tentang adat dalam buku

‘Adat Perkawinan Melayu (2013)'. Dalam tulisan ini beliau mengemukakan

pandangan Zainal Kling (2004) bahwa ‘adat’ secara etimologis berasal dari

bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Arti ini berkembang sehingga adat dapat

diartikan kebiasaan dan ketetapan kehidupan sekelompok manusia. Adat tidak

hanya ditentukan oleh sifat saling respons sesama mereka saja, tetapi juga

ditentukan oleh kesatuan dengan alam atau kebiasaan sikap kepada alam di tempat

manusia itu tinggal dan berusaha dalam menjalani kehidupannya.

Dalam masyarakat tradisi Melayu, konsep adat memancarkan hubungan

mendalam di antara manusia dengan manusia dan juga antara manusia dengan

alam sekitarnya, termasuk bumi dan segala isinya maupun dengan alam gaib.

17

Setiap hubungan itu disebut dengan adat. Adat diekspresikan dengan sikap

pandang dan berbagai aktivitas. Dalam sikap pandang boleh jadi hanya berupa

konsep dasar saja. Namun dalam berbagai aktivitas bagaimanapun akan wujud

pekerjaan yang nyata. Adat ditujukan kepada seluruh hubungan kompleks. Ukuran

adat berupa ada nilai baik dan buruk, tepat dan salah dan sebagainya.

Menurut Lah Husni (1986) adat pada etnis Melayu tercakup dalam empat

ragam, yaitu: (a) adat yang sebenar adat (b) adat yang diadatkan (c) adat yang

teradat dan(c) adat-istiadat.

(a) Adat yang sebenar adat

Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti adat

yang berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh diubah

dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati; bila

diunjuk ia membunuh, bila dialih ia membinasakan. Adat berdasar kepada

pengertian manusia kepada eksistensi dan sifat alam yang kasat mata.

Berdasarkan pengertian ini, maka wujudlah ungkapan-ungkapan seperti adat api

membakar, adat air membasahi dan lain-lain. Sifat adalah sesuatu yang melekat

dan menjadi penciri khas benda atau keadaan. Hal ini yang membezakannya

dengan benda atau keadaan lain. Itulah sebenarnya adat, sesuatu yang tidak

dapat disangkal sebagai sifat keberadaannya. Tanpa sifat itu benda atau keadaan

berkenaan tidak wujud seperti keadaannya yang dialami.

(b) Adat yang di adatkan

Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu,

menurut muafakat dari penduduk daerah tertentu. Kemudian pelaksanaannya

18

diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai pemangku adat

adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini adalah untuk

kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat, pada masa

ini dan masa yang akan datang. Adat yang diadatkan ini isinya mengarah kepada

sistem-sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam musyawarah untuk

mencapai kesepakatan. Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan sistem

politik dan pemerintah yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan,

kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang tetap menurut

perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dijalani masyarakat.

Lebih jauh Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa adat yang

diadatkan adalah semua ketentuan adat yang dilakukan atas dasar musyawarah

dan muafakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Adat ini boleh

berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan masyarakat

penyokongnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk dengan undang-undang

kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga terbentuklah

ketentuan adat yang diberlakukan diamalkan bagi semua kelompok

masyarakatnya.

(c) Adat yang teradat

Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-

angsur atau cepat menjadi adat. Ini merupakan konsep masyarakat kepada

kesinambungan dan perubahan yang merupakan respons kepada dimensi ruang

dan waktu yang dijalani manusia di dunia ini.

19

Manusia, alam dan seisinya pastilah berubah menurut waktu dan

zamannya. Namun demikian, perubahan pastilah tetap disertai dengan

kesinambungan. Artinya ada hal-hal yang berubah secepat apa pun pastilah ada

bagian yang tetap seperti keadaan sebelumnya. Memang perubahan tersebut ada

yang perlahan-lahan ada pula yang cepat dan spontan. Menurut Lah Husni,

perubahan itu hanya berlaku dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan

tujuannya. Umpamanya jika dahulu orang memakai tengkuluk atau ikat kepala

dalam sesuatu perhelatan adat, kini memakai kopiah itu menjadi pakaian yang

teradat. Jika dahulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang tidak lagi.

Jika dahulu warna kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang

sesiapapun sudah boleh memakainya (Lah Husni, 1986:62)

(d) Adat-istiadat

Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan yang lebih

banyak diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat penobatan,

perkawinan dan pemakaman. Adat-istiadat ini adalah ekspresi dari budaya

manusia. Upacara di dalam kebudayaan Melayu mencerminkan pola fikir atau

gagasan masyarakat Melayu itu sendiri. Upacara jamu laut adalah sebagai

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki dari

laut.

Oleh itu, kita mestilah bersyukur dengan menjamu laut pula. Begitu juga

upacara seperti gebuk di Serdang yang mengekspresikan ke atas kepercayaan

akan perubatan dengan dunia 'supernatural'. Demikian pula upacara mandi

berminyak merupakan salah satu sistem budaya Melayu yang mempercayai

20

bahwa dengan hidayah Allah seseorang itu boleh kebal kepada panasnya minyak

yang dipanaskan di atas dalam belanga (kuali).

Dananjaya dalam buku 'Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-

lain' (1994: 140-6) nyanyian rakyat (folksongs) adalah salah satu genre yang

terdiri daripada kata-kata dan lagu yang beredar secara lisan di antara anggota

kolektif tertentu serta banyak mempunyai varian. Dalam nyanyian rakyat kata-

kata dan lagu merupakan dwitunggal (dua yang bersatu) yang tidak dapat

dipisahkan.

Lebih lanjut Danadjaya menulis (1994: 145-6) nyanyian rakyat yang terdiri

daripada lirik (kata-kata) dan lagu dalam kenyataan dapat terjadi salah satu unsur

yang lebih penting daripada unsur yang lain. Dengan demikian, nyanyian rakyat

dapat dibahagi menjadi dua bagian besar, yaitu nyanyian rakyat tidak

sesungguhnya dan nyanyian rakyat sesungguhnya. Nyanyian rakyat yang tidak

sesungguhnya juga boleh dibahagi dua pula. Pertama, nyanyian rakyat yang lebih

mengutamakan lagunya daripada senikatanya disebut 'proto folksong' atau

'worldless folksong', seperti 'chin music' atau 'didling'. Kedua, nyanyian rakyat

yang senikatanya lebih penting daripada lagunya disebut 'near song', seperti

'peddlers’ cries' atau 'folk rhymes'.

Nyanyian rakyat yang sesungguhnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

nyanyian rakyat berfungsi (functional folksongs), nyanyian rakyat yang bersifat

liris (lyrical folksongs) serta nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narrative

folksongs). Setiap bahagian nyanyian di atas masih mempunyai bahagian-

bahagian yang lebih khas pula, seperti, pada nyanyian rakyat yang bersifat liris

21

terdapat beberapa jenis nyanyian rakyat, antaranya adalah 1) nyanyian rakyat yang

bersifat kerohanyian dan keagamaan dan yang lainnya (spiritual and other

traditional religious songs) 2) nyanyian rakyat yang memberi nasehat untuk

berbuat baik (homeletic songs) 3) nyanyian rakyat mengenai pacaran dan

perkawinan (folksong of courtship and marriage).

1.6 Konsep dan Landasan Teori

1.6.1 Konsep

Rende secara umum diartikan sebagai bernyanyi, sedangkan ende-enden

berarti nyanyian. Orang yang pintar bernyanyi disebut perende-ende. Perende-

ende biasa dipanggil untuk menyanyi sekaligus menari dalam konteks upacara

dengan sebutan perkolong-kolong. Beberapa aktivitas guru sibaso (dukun

tradisional Karo) dalam berbagai upacara kepercayaan tradisi kadang-kadang

dilakukan dengan cara bernyanyi.

Ende-enden atau nyanyian dalam kebudayaan Karo terdiri atas beberapa

jenis, seperti (1) katoneng-katoneng, (2) tangis-tangis, (3) io-io, (4) didong-doah,

(5) tabas, (6) mang-mang, (7) nendung, dan (8) nyayian percintaan atau muda-

mudi.Katoneng-katonengmerupakan suatu musik vokal yang biasanya diiringi

gendang lima sedalanen. Secara komposisi, katoneng-katoneng telah memiliki

garis melodi yang baku, tetapi lirik atau teks dari komposisi tersebut senantiasa

berubah dan disesuaikan dengan satu konteks upacara.

Kadang-kadang katoneng-katoneng disebut juga dengan pemasu-masun

(nasihat-nasihat) karena isi atau tema lagu itu biasanya berisi nasihat,

22

penghormatan, pujian, doa atau harapan, dan sebagainya. Kadang-kadang lirik

katoneng-katoneng juga bertemakan perjuangan atau kisah hidup seseorang.

Komposisi ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong-kolong. Berdasarkan sifat

nyanyian ini maka katoneng-katoneng dapat digolongkan sebagai nyanyian

bercerita (narrative song). Nyanyian inilah menjadi salah satu unsur dalam

upacara perkawinan masyarakat Karo.

Pada umumnya tekstual perkolong-kolong adalah nyanyian adat

masyarakat Karo dalam menyampaikan, baik dalam acara perkawinan maupun

acara adat. Dimana isi dari nyanyian itu adalah nasehat dan do’a.

Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan atau

isi dari suatu karangan. Dalam musik vokal, teks disebut dengan lirik. Lirik

merupakan susunan kata dalam suatu nyanyian yang berisi curahan perasaan.

Lirik tersebut akan menghasilkan makna yang tersirat. Pada tulisan yang

diangkat akan melihat apa yang menjadi isi dari lirik yang terdapat pada

nyanyian perkolong-kolong. Kemudian peneliti akan menganalisis makna yang

terkandung di dalamnya sebagai sebuah musik yang dimaknai.

Perkolong-kolong adalah penyanyi yang mengikuti komposisi musik

tradisi Karo atau gendang (komposisi musik tradisi). Musik ialah cabang seni

yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat

dimengerti dan dipahami manusia. Musik tersusun oleh elemen musik, yang

terdiri dari melodi, ritem, dan harmoni dan unsur lainnya. Setiap elemen musik

tersebut menunjukkan suatu ciri khas sebuah kebudayaan. Musik juga

23

mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

kebudayaan menggunakan musik sebagai ritual dan hiburan.

Pengertiam perkolon-kolong berkembang menjadi sebuah pertunjukan

yang dilakukan oleh penyanyi tradisi Karo. Pengertian ini dapat terjadi dalam

berbagi konteks. Seperti perkolong-kolong dalam menyambut Tahun Baru atau

menyambut hari besar nasional terutama Hari Kemerdekaan Indonesia.

Upacara berasal dari kata Sanskerta, yaitu terdiri atas kata upa artinya

dekat dan kata acara yang berarti kebiasaan. Jadi, upacara mengandung arti

kebiasaan yang dekat atau kebiasaan yang mendekatkan. Maksudnya adalah

suatu kebiasaan untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau

kebiasaan yang tersusun dengan urutan-urutan tertentu (Donder, 2007: 280).

Denga demikian dapat dikembangkan bahwa upacara merupakan serangkaian

tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu yang dlakukan secara

runtut berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam

kehidupan masyarakat sedemikian banyak. Secara nasional ada upacara bendera.

Sementara dalam masyrakat umum, upacara itu, antara lain: upacara penguburan

atau pemakaman, upacara perkawinan atau penikahan, dan upacara

pengangkatan atau pengukuhan. Jadi menurut sifatnya diantaranya ada upacara

nasional, upacara militer, upacara keagamaan dan upacara adat.

Upacara adat merupakan salah satu warisan nenek moyang kita. Selain

melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal

kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui

24

upacara. Upacara pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat

pendukung kebudayaan tersebut (Wahyudi Pantja Sunjata, 1997: 1).

Upacara adat merupakan peraturan hidup yang mengatur aktivitas

anggota masyarakat dalam segala aspek kehidupan manusia. Wahyudi Pantja

Sunjata (1997: 2), mengatakan upacara tradisional merupakan bagian yang

integral dari tradisi masyarakat pendukungnya dan kelestariannya, hidupnya

dimungkinkan oleh fungsi bagi kehidupan masyarakat pendukungnya.

Penyelenggaraan upacara tradisional itu sangat penting artinya bagi

pembinaan sosial budaya warga masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma

dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam

bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat pendukungnya.

laksanaan upacara adat tradisional termasuk dalam golongan adat yang tidak

mempunyai akibat hukum, hanya saja apabila tidak dilakukan oleh masyarakat

maka timbul rasa kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang menimpa dirinya.

Upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turuntemurun yang berlaku

di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-

sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara kematian. Upacara adat yang

dilakukan di daerah sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.

1.6.2 Landasan Teori

Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan perumusan masalah di

atas, maka diperlukan konsep pemikiran yang dibangun untuk memberikan

jawaban penelitian. Konsep pemikiran tersebut merupakan landasan teori untuk

25

menggali berbagai aspek dalam subjek penelitian, yang meliputi bentuk, fungsi,

dan makna tekstual perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.

Berbagai teori dan metode keilmuan sangatlah diperlukan untuk

mengungkap permasalahan yang berkaitan dengan teks dalam konteks budaya

atau musik sebagai produksi dari tata tingkah laku (the product of the behaviour)

masyarakat.Perkolong-kolong merupakan bagian penting pada upacara

perkawinan masyarakat Karo. Menurut Merriam (1964:6), suara musik adalah

hasil proses perilaku manusia yang terbentuk berdasarkan nilai-nilai, sikap dan

kepercayaan dari masyarakat yang berbeda di dalam setiap kebudayaan. Demikian

juga halnya dengan perkolong-kolong yang dibentuk oleh adat istiadat, peradaban

dan budaya masyarakat Karo. Sehingga untuk dapat memahami kebudayaan Karo,

kita dapat belajar dari kebudayaan musiknya.

Koentjaraningrat (1980:10) mengatakan teori adalah alat yang terpenting

dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian

fakta saja, tetapi tidak akan ada ilm pengetahuan. Teori adalah landasan dasar

keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Sebagai pedoman untuk

menjawab permasalahan yang dipilih dalam tulisan ini, maka peneliti

menggunakan beberapa teori

a. Deskripsi Upacara

Untuk mendeskripsikan upacara perkawinan dan penyajian perkolong-

kolong dalam rangakain upacara tersebut, peneliti memakai teori unsur-unsur

pendukung upacara seperti yang dikemukakan oleh Koenjtaraningrat. (1985:377-

26

8). Koenjtaraningrat menyatakan bahwa sistem upacara keagamaan secara khusus

mengandung empat aspek yang menjadi perhatian, yaitu :

(1) Tempat upacara dilakukan

(2) Saat-saat upacara dijalankan

(3) Benda- benda dan alat upacara

(4) Orang-orang yang melakukan dan meminpin upacara

Walaupun upacara perkawinan tidak sama dengan upacara keagamaan,

namun teori di atas dapat diterapkan dalam menguraikan aspek-aspeknya. Teori

ini menjadi penting dalam menguraikan aspek-aspek yang terdapat dalam upacara

perkawinan. Dengan uraian tersebut peneliti dapat menjelaskan jalannya upacara

perkawian dari satu acara ke acara yang berikutnya. Dengan memperhatikan

setiap acara maka dapat diketahui pada acara mana saja terdapat penyajian

perkolong-kolong dalam upacara perkawinan.

b. Analisis Struktur Fungsional

Dalam menganalisis fungsi perkolong-kolong, ada beberapa teori yang

dapat menjadi acuan. Dalam hal ini perkolong-kolong dapat dikaji dengan

menggunakan teori struktural fungsional. Teori struktural fungsi sendiri

merupakan salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum

atau general theories (Littlejohn, 1999). Ciri utama dari teori ini yang menjelaskan

berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat. Teori ini

merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana

pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi,

menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan

27

mempertahankan sistem. Selanjutnya pendekatan strukturalisme, menekankan

pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian sistem sosial.

Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada

beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep

struktur.

Struktur menunjuk pada tata hubungan antar bagian-bagian dari suatu

keseluruhan. Demikian juga menurut Radcliffe Brown, bahwa srtuktur sebagai

seperangkat tata hubungan di dalam kesatuan keseluruhan (Suharto, 1987: 1).

Selanjutnya perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan

manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai

tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi

dan mempunyai fungsi. Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang

akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan

elemen atau bagian dari proses tersebut.

Teori struktur fungsional mengkaji keutuhan struktur sosial masyarakat,

demikian pula pertunjukan tari yang membahas tentang keutuhan struktur

pertunjukan, sehingga antara masyarakat yang dibahas menggunakan teori

struktural fungsi dengan sebuah tari yang dipertunjukan memiliki kesamaan.

Dimana keduanya sama-sama memiliki struktur yang antara bagian-bagiannya

tidak dapat dipisahkan. Sehingga dapat dikatakan, keduanya saling berkait

membentuk jaringan yang berhubungan secara fungsional.

Talcott Persons sebagai salah satu ahli teori struktur fungsional

menjelaskan masyarakat adalah suatu sistem yang secara keseluruhan terdiri dari

28

bagian-bagian yang saling bergantung dan menentukan bagian-bagiannya.

Bagian-bagian tersebut seperti nilai budaya, pranata hukum, pola organisasi

kekeluargaan, pranata politik, dan organisasi ekonomi-teknlogi, yang kesemuanya

harus difahamai dengan fungsinya. Hal ini menjelaskan bahwa bagian-bagian

secara keseluruhan adanya fungsi yang saling mendukung antara berbagai struktur

(Hoogvelt, 1995:82). Arti penting saling mendukung ini adalah untuk menjamin

keutuhan masyarakat sebagai suatu sistem. Tiap komponen yang menjadi unsur

struktur dalam masyaraat membatasi jarak dan berdampingan secara damai serta

berperan sebagaimana diharapkan.

Dikaitkan dengan analiss fungsi perkolong-kolong dalam upacara

perkawinan maka teori struktur fungsional dari Talcott Persons sangat tepat

diterapkan. Hai ini atas dasar pemikiran peneliti bahwa secara nyata dapat dilihat

dalam upacara perkawinan masyarkata Karo terdapat struktur tertententu. Struktur

dalam upacara perkawinan ada berupa personal, ada berupa benda, dan ada juga

berupa bukan benda.

Beberapa personal yang terlibat dalam sebuah upacara perkawinan seperti

kedua pengantin, orang tua dari kedua pengantin, tamu undangan yang terikat

dengan sistem kekerabatan dari kedua belah pihak. Bagaimanapun peneliti sangat

meyakini bahwa fungsi perkolong-kolong terhadap beberapa personal yang

terlibat tidak tidak sama. Dengan perkataan lain bahwa fungsi sangat bergantung

pada struktur. Dengan pemikiran ini peneliti dapat menganalisis fungsi perkolong-

kolong dalam upacara perkawina berdasarkan personal yang terlibat.

29

c. Analisi Penggunaan dan Fungsi Musik

Dalam menganalisis penggunaan dan fungsi musik, peneliti

memperhatikan teori yang ditulis Merriam. Menurut Merrian (1964:210) "Use"

then, refers to the situation in which music is employed in human action;

"function" concerns the reasons for its employment and particularly the broader

purpose which it serves. Dari tulisan di atas dapat dipahami bahwa ‘penggunaan’

mengacu pada stuasi yang bagaimana musik dipakai dalam aktifitas manusia.

Sementara ‘fungsi’ untuk alasan apa musik dipakai dan terutama sejauh mana

tujuan dapat dilayaninya.

Lebih lanjut beliau menuliskan ada sepuluh fungsi musik, yaitu (1) fungsi

pengungkapan emosional, (2) fungsi rasa estetis (3) fungsi hiburan, (4) fungsi

komunikasi, (5) fungsi perlambang, (6) fungsi reaksi jasmani yang (7) fungsi

berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) sebagai pengesahan institusi sosial dan

religi (9) fungsi kesinambungan kebudayaan dan (10) fungsi pengintegrasian

masyarakat. Analisis fungsi ini dilihat berdasarkan kesesuaian dengan kenyataan

yang ada dilapangan.

d. Analisis Makna

Dalam menganalisis tekstual disini peneliti mencari makna dari semua

lirik yang dinyanyikan perkolong-kolong. Terkait dengan hal ini ada pandangan

dari

Mennheim yang ditulis Muhajir (1995 :138- 139)

Ada empat langkah pokok dalam proses pemaknaan adalah terjemah, tafsir, ekstrapolasi, dan pemaknaan. Terjemah merupakan upaya untuk mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan menggunakan media berbeda. Dengan

30

berpegang pada materi terjemahan, penafsiran dilakukan untuk mencari latar belakang dan konteksnya guna menemukan konsep yang lebih jelas. Ekstrapolasi bertujuan untuk menangkap berbagai fenomena di balik yang tersajikan berdasarkan kemampuan daya pikir manusia pada tataran empirik logik. Ekstrapolasi dapat disejajarkan dengan pemaknaan, namun pemaknaan merupakan upaya lebih jauh daripada penafsiran karena ekstrapolasi memerlukan kemampuan integratif manusia. Selain tuntutan akan pemilikan kemampuan inderawi dan daya pikir, di samping kemampuan akal budi, pemaknaan juga menjangkau hal-hal yang bersifat etik dan transendental.

Perkolong-kolong menyanyikan pemasu-masun atau katoneng-katoneng

atau lagu yang lain yang mengandung berbagai isi seperti ungkpan rasa cinta,

doa, nasehat, harapan, menceritakan latar belakang keluarga. Melalui isi

nyanyian ini dapat dilihat hubungan yang sangat rapat dengan konteks penyajian

perkolong-kolong. Oleh karena itu, mekanisme penafsiran makna teks harus

selalu mengacu pada konteks sosial budaya.

Semiotik adalah sebagai suatu ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam

kehidupan sosial. Teori semiotika modern lahir dari empat tokoh semiotika yang

akan peneliti sederhanakan pokok pikirannya sehingga lebih mempermudah

memahami sebagai sebuah kerangka fikir dalam membahas objek penelitian.

(a) Charles Sanders Peirce, menggunakan segitiga makna yang terdiri dari:

tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik

yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang

merujuk (merepresentasikan) kepada hal lain di luar tanda itu sendiri. Sehingga

kemudian tanda menjadi Representamen (R), Object (O) dan Interpretant (I).

31

Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol, ikon, dan indeks, acuan tanda ini

disebut objek (konteks sosial).

(b) Ferdinand de Saussure (1996:82) menegaskan sebagai berikut.

“Bahasa (langue) adalah suatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-

ide (gagasan-gagasan). Oleh karena itu, dapat dibandingkan dengan sistem

tulisan abjad untuk tuna rungu, symbol-simbol ritual keagamaan, bentuk-bentuk

sopan satun, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya. Hanya bedanya, bahasa

merupakan tanda terpenting diantara sistem tersebut”

Seassure juga memandang bahwa tanda bahasa memiliki dua sisi, yaitu

signified dan signifier. Signifier adalah citra akustis yaitu kesan bunyi yang dapat

kita dengar dalam khayal, bukan ujaran yang diucapkan. Menurut Saussure,

“citra akustis tidak lebih dari keseluruhan unsur atau fonem yang jumlahnya

terbatas yang dapat diwujudkan dengan lambang tertulis dan yang jumlahnya

sepadan” (Kridalaksana, 1996:12-13).

Adapun signified adalah konsep. Saussure tidak memberi penjelasan tentang

pengertian konsep tersebut, namun ia hanya mengungkapkan bahwa konsep lebih

abstrak dari pada citra akustis. Konsep bersifat pembeda semata-mata dan secara

langsung bergantung pada citra akustis yang berkaitan. Dengan demikian, tanda

bahasa memiliki dua unsur yang tak terpisahkan, seperti dua sisi mata uang.

(c) Roland Barthes. mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan tanda, yaitu

tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tanda yang menjelaskan hubungan

penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan

32

pasti. Konotasi adalah tanda yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda

yang di menghasilkan makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

(d) Halliday mengembangkan semiotik di bidang bahasa. Ia membaqgi dua

semiotik bahasa, yaitu semiotik denotatif, yang mengkaji tanda-tanda bahasa

dalam makna sesungguhnya. Kemudian yang kedua adalah semiotik konotatif

yang mengkaji bahasa di luar makna sesungguhnya.

Teori semiotik ini penulis gunakan dalam mengkaji dan memahami makna

yang terdapat dalam teks lagu lagu maupun hal-hal yang berhubungan dengan

konteks upacara perkawinan pada saat itu. Untuk mendeskripsikan musiknya,

peneliti menggunakan pendekatan Bruno Nettl (1963:98) tentang transkripsi

dimana dikatakan bahwa ada dua hal yang dilakukan dalam mendeskripsikan

musik, yaitu (1) kita mendengar dan mendeskripsikan musik, (2) kita dapat

menuliskannya dalam bentuk tulisan dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.

e. Analisi Wacana

Menghuraikan isi daripada lirik lagu yang dinyaikan perkolong-kolong,

peneliti memperhatikan analisis wacana. Menurut Alex (2009) dalam 'Analisis

Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan

Analisis Framing', dia menyatakan bahwa ada banyak model analisis wacana yang

diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli. Tetapi model analisis wacana

yang banyak digunakan adalah model yang disusun oleh van Dijk.

Eriyanto (2009) mengemukakan bahwa model analisis wacana van Dijk

menjelaskan struktur dan proses terbentuknya sesuatu teks. Teun A. van Dijk

memandang bahwa membuat pembahasan terhadap wacana tidak mencukupi

33

hanya dengan memperhatikan analisis teks saja karena teks itu hanyalah hasil

daripada sebuah praktek yang harus juga diperhatikan. Oleh sebab itu, van Dijk

menyusun kerangka analisis wacana pada tiga tingkat. Ketiga-tiga tingkat itu

adalah:

1. Struktur makro. Tingkat ini merupakan penjelasan yang bersifat umum

daripada sebuah wacana, yaitu tema.

2. Superstruktur. Tingkat ini menjelaskan hubungan antara satu unsur dengan

unsur yang lain sehingga menjadi satu wacana yang utuh.

3. Struktur mikro. Pada tingkat ini perhatian berfokus pada latar belakang,

tujuan, isi yang dapat secara jelas dengan menganalisis kata, kalimat dan

semua unsur daripada wacana.

Memperhatikan pandangan di atas peneliti menerapkan dengan cara

memandang satu acara dan satu atau dua lagu dalam upacra perkawinan sebagai

satu wacana utuh. Selanjutnya, stiap lagu dianalisis secara struktur makro untuk

menemukan pikiran pokok sebagai makna. Lebih jauh setiap pikiran pokok di

anlisis dengan struktur mikro. Dengan demikian maka makna tekstual dari

setiap lagu dapat temukan.

34

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Kirk dan Miller

(1986) seperti yang ditulis oleh Lexy J Moleong (1996) mendefinisikan bahwa

penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada perhatian pada manusia dalam kawasannya

sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya.

Selanjutnya menurut Taylor dan Bogdan (1984) menulis bahwa penelitian

kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diperhatikan dari orang-orang atau subjek itu sendiri. Jadi penelitian ini lebih

menekankan kepada apa-apa yang ada di dalam persepsi dan pikiran para

informannya.

Selain itu, penelitian ini berusaha mendapatkan pandangan para pelaku

seni terhadap konteks penelitian. Dalam memahami pemikiran itu, peneliti

sepatutnya melakukan pendekatan mendalam dalam kehidupan para pelaku seni

sebagai subjek, serta menghayati kehidupan berdasarkan pengalaman dan

pandangan mereka.

Marshall dan Rossman (1995) menegaskan bahwa peneliti dalam

penelitian kualitatif berperan sebagai instrumen. Dalam hal ini peneliti harus turut

serta dalam kehidupan pelaku seni. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti

mewujudkan interaksi sosial secara intensif dan kondusif, yang memungkinkan

peneliti mendalami dan memahami pandangan pelaku seni.

35

Peneliti sebagai orang yang berasal dari daerah Karo, sehingga dalam

konteks peneliti sebagai insider. Dengan demikian sedikit banyaknya peneliti

mempunyai pengetahuan yang cukup baik mengenai adat-istiadat, etika, maupun

bahasa Karo, sehingga hubungan yang sangat baik dapat berlaku dengan para

narasumber seperti yang disarankan oleh James Danandjaya (1984).

Prinsip kerja yang dilaksanakan dalam penelitian ini secara garis besar

adalah dengan kegiatan pembacaan literatur, wawancara, dan pengamatan

terutama pada persoalan yang ingin diteliti. Membaca literatur adalah untuk

menambah wawasan, menguraikan masalah, dan membantu mengkaji pokok

masalah penelitian. Wawancara adalah untuk mengumpulkan data, kemudian

menganalisisnya, dan mendalami analisis, terutama tertuju kepada bentuk

penyajian fungsi dan makna teks yang dinyanyikan perkolong-kolong.

Pengamatan dilakukan untuk memperoleh kenyataan yang terjadi di

lapangan yang berduna untuk dapat dijelaskan. Pengamatan ini menjadi bagian

yang integral dari kajian peneliti yang terlibat (partisipant observer). Hal ini

disebabkan peneliti merupakan abang kandung dari pada ibu pengantin wanita.

Dengan demikian peneliti menjadi kalimbubu daripada keluarga pengantin wanita.

Lebih lanjut secara umum penelitian dapat dibagi menjadi tiga bagian

kerja. Bagian kerja yang pertama adalah studi kepustakaan, bagian kerja kedua

adalah kerja lapangan dan bagian kerja ketiga penyusunan laporan penelian dalam

bentuk tesis.

36

1.7.1 Studi Perpustakaan

Penelitian perpustakaan diperlukan untuk memperoleh data-data dari

sumber-sumber tertulis, untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil

konstruksi pertunjukan, hasil berbagai wawancara dan pengamatan dari lapangan.

Penelitian perpustakaan sudah dilakukan sebelum terjun ke lapangan, juga secara

simultan tetap dilakukan maupun sesudah kerja lapangan.

Untuk keperluan penelitian perpustakaan, penulis melakukan kunjungan

ke berbagai perpustakaan umum, perpustakaan kampus, toko-toko buku, untuk

memperoleh tulisan yang berhubungan dengan topik pembahasan. Sebagian besar

bahan perpustakaan telah ditulis pada bagaian tinjauan kepustakaan.

1.7.2 Kerja Lapangan

Kerja lapangan merupakan pengumpulan data langsung tempat data itu

berada. Oleh sebab itu lapangan yang dimaksud sangat tergantung dengan jenis

data yang diperlukan. Dalam konteks penelitian ini data pertunjukan perkolong-

kolong dilaksanakan di hotel. Oleh sebab itu lapangan dimaksud adalah hotel.

Namun ada juga data berupa keterangan dari informan maka tempatnya adalah

rumah dan kedai kopi. Dengan demikian lapangan dapat berarti rumah, kedai

kopi, tempat pesta seperti hotel, jambur (balai), gedung, dan halaman rumah.

Aspek yang begitu penting dalam penelitian lapangan adalah menetapkan

informan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari empat kelompok. Kelompak

pertama adalah perkolong-kolong, kelompok kedua adalah pakar adat Karo,

kelompok ketiga pemain kibot dan musisi Karo, dan kelompok keempat,

37

masyarakat Karo yang memakai jasa perkolong-kolong dalam upacara

perkawinan.

Data yang paling banyak dalam penelitian ini adalah data primeir. Data

primer adalah data yang berasal dari sumber asli. Data ini tidak tersedia dalam

bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus diambil

langsung dari narasumber atau dalam istilah teknisnya responden, yaitu orang

yang kita jadikan infoeman penelitian ini. atau orang yang kita jadikan sebagai

sarana mendapatakan informasi ataupun data.

Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi dan wawancara .

Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, yaitu meliputi

melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek

yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang

sedang dilakukan. Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti

mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tehap selanjutnya peneliti

harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai peneliti dapat menemukan

pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah

diketemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti.

Selanjutnya yang dilakukan adalah wawancara. Teknik wawancara dalam

penelitian kualitatif dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (1) wawancara dengan

cara melakukan pembicaraan informal (informal conversational interview), (2)

wawancara umum yang terarah (general interview guide approach), dan (3)

wawancara terbuka yang standar (standardized open-ended interview).

38

Pada ketiga metode pengumpulan data ini ada juga beberapa hal yang

sangat membantu dan mendukung kegiatan penelitian, antara lain video, rekama

audio dan foto. Video, audio dan foto berguna bagi peneliti karena data-data

tersebut dapat berupa gambar dan suara yang akan melengkapi data yang bersifat

tekstual.

Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis

data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan

mempunyai makna. Prosedur analisis data kualitatif dibagi dalam lima langkah,

yaitu: 1) mengorganisasi data : cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali

data yang ada sehingga peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan

penelitiannya dan membuang data yang tidak sesuai, 2) membuat kategori,

menentukan tema, dan pola: langkah kedua ialah menentukan kategori yang

merupakan proses yang cukup rumit karena peneliti harus mampu

mengelompokkan data yang ada kedalam suatu kategori dengan tema masing-

masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas; 3) menguji

hipotesis yang muncul menggunakan data yang ada; setelah proses pembuatan

kategori maka peneliti melakukan pengujian kemungkinan berkembangnya suatu

hipotesis dan mengujinya dengan menggunakan data yang tersedia, 4) mencari

eksplanasi alternatif data : proses berikutnya ialah peneliti memberikan

keterangan yang masuk akal data yang ada dan peneliti harus mampu

menerangkan data tersebut didasarkan pada hubungan logika makna yang

terkandung dalam data tersebut, dan 5) menulis laporan : penelitian laporan

merupakan bagian analisis kualitatif yang tidak terpisahkan. Dalam laporan ini

39

peneliti harus mampu menuliskan kata, frasa dan kalimat serta pengertian secara

tepat yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan data dan hasil analisisnya.

1.8 Organisasi Tulisan

Tulisan ini secara keseluruhannya terdiri atas enam bab. Bab I merupakan

bab pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, pokok masalah,

tujuan penelitian, kerangka teori, konsep, dan metode penelitian.

Bab II adalah deskripsi etnografis yang berfokus kepada masyarakat Karo

dan kebudayaannya. Pada dasarnya bab ini adalah mendeskripsikan secara umum

masyarakat Karo dan kebudayaannya. Deskripsi ini berkaitan bagaimana kondisi

etnografis masyarakat Karo dan kebudayaannya yang berhubungan dengan

upacara perkawinan.

Bab III adalah deskripsi upacara perkawinan pada masyarakat Karo.

Ulasan dalam bab ini mengacu dari penelitian lapangan, dengan menjelaskan

pelaku upacara, waktu upacara, benda-benda dan peralatan upacara serta

kronologis dan jalannya upacara.

Bab IV adalah yang berisi tentang kajian keberadaan perkolong-kolong.

Hauraian dalam bab ini meliputi arti perkolong-kolong pada masyarakat Karo,

perkembangan perkolong-kolong dalam pertunjukan budaya musikal Karo,

ansambel musik pengiring perkolong-kolong, penyajian perkolong-kolong dalam

upacara perkawinan.

40

Bab V adalah fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara

perkawinan pada masyarakat Karo. Pembahasan meliputi fungsi perkolong-kolong

terhadap pengantin, keluarga pengantin, kaum kerabat kedua belah pihak, serta

fungsi lagu sebagai ungkapan perasaan, sebagai hiburan, sebagai rasa estetis,

sebagai komunukasi, sebagai reaksi jasmani, pengesahan norma sosial,

pengitegrasian masyarakat, dan ksinambungan kebudayaan.

Bab VI berisi kajian yang memfokuskan perhatian kepada makna teks

lagu-lagu yang dinyanyikan perkolng-kolong. Makna teks ini dikaji melalui

pendekatan semiosis yang mengacu kepada makna denotatif (harfiah) dan makna

konotatif (makna yang lebih jauh dalam konbteks kebudayaan).

Bab VII adalah berupa bab penutup yang merupakan kesimpulan dan saran

dari penelitian ini. Kesimpulan menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan,

yakni tiga hal utama yakni penyajian, fungsi, dan makna tekstual. Saran adalah

berupa bagaimana memelihara dan mengembangkan perklong-kolong pada

upacara perkawinan adat Karo dalam konteks masa kini dan masa depan serta

kontinuitas dalam mengkajinya secara keilmuan.

41

Bagan 1.1: Latar Belakang, Pendekatan Keilmuan, dan Metodologi Penelitian Lapangan

dalam Penelitian Perkolong-kolong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo

42

BAB II

ETNOGRAFIS MASYARAKAT DAN

KEBUDAYAAN KARO

Sebelum menganalisis penyajian, fungsi, dan makna tekstual perkolong-

kolong dalam upacara adat perkawinan Karo, maka sebagaimana lazimnya pada

disiplin antropologi dan etnomusikologi, selalu dipaparkan latar belakang

etnografis sebagai unsur utama dalam membentuk aktivitas dan hasil kebudayaan

masyarakat terterntu. Studi etnografi adalah berkaitan dengan pemaparan data-

data lapangan masyarakat atau etnik yang diteliti yang mencakup unsur-unsur

kebudayaannya. Dalam hal ini adalah unsur-unsur kebudayaan etnik Karo,

termasuk geografi, sistem kekerabatan, sistem perkawinan dan perceraian, sistem

kepercayaan, dan kesenian, seperti yang diuraikan berikut ini.

2.1 Geografis Karo

Kabupaten Karo merupakan salah satu wilayah yang ada di Sumatera

Utara dengan ibu kotanya adalah Kabanjahe. Kabupaten Karo berada didataran

Tinggi serta memiliki alam yang cocok dalam melakukan proses pertanian dan

pariwisata. Udara yang cukup sejuk menjadikan Kabupaten Karo menjadi salah

satu destinasi wisata,8 baik untuk wisatawan lokal maupun non lokal. Bahkan

8 Sebagai destinasi wisata atau objek daerah tujuan wisata, Kabupaten Karo mengandalkan

tiga jenis pariwisata. Yang pertama adalah wisata alam, berupa pemandangan alam dengan latar belakang gunung-gunung dan perbukitan, yang utama adalah Gunung Sibayak dan Sinabung. Kemudian berbagai pemandian. Yang kedua adalah agrowisata atau wisata pertanian, yakni berupa tanaman-tanaman seperti: kol, wortel, jeruk, nenaqs, ubi jalar, jagung, markisa, dan lain-lainnya. Agrowisata ini mencakup pasar penjualan sayur mayur dan buah-buahan, seperti yang terdapat di

43

banyak masyarakat menyebut kalau Kabupaten Karo khsususnya Berastagi

merupakan “Bogor” nya Medan.

Dikutip dari website Kabupaten Karo, luas wilayah Kabupaten Karo

adalah 2127,25 km² (212.725 Ha) serta batas-batas wilayahnya adalah; sebelah

utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah

selatan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur Kabupaten Deli

Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Povinsi Nanggroe

Aceh Darusalam. Wilayah administrasi Kabupaten Karo terdiri atas tujuh belas

kecamatan, sepuluh kelurahan, dan dua ratus lima puluh dua desa.

Seacara umum masyarakat Karo atau sering juga disebut kalak Karo

khususnya yang mendiami Kabupaten Karo. Masyarakat ini bermata pencaharian

dari pertanian, baik pertanian sawah maupun pertanian darat. Dalam pertanian

sawah terutama menanam padi yang berbeda dengan pertanian darat umumnya

bertanam tanaman keras seperti coklat dan kopi.

Alam yang cukup mendukung menjadi alasan utama masyarakat disana

memilih pertanian menjadi pekerjaan utama untuk memenuhi kehidupan sehari-

hari. Pada sebagian daerah seperti sekitar Berastagi, tanaman buah-buahan dan

sayur-sayuran adalah produk unggulan yang sampai saat ini masih terlihat cukup

membanggakan. Tidak banyak masyarakat Karo yang berani atau memilih dunia

bisnis, dunia tekhnologi, ataupun kesenian sebagai perkejaan yang diyakini dapat

menghidupi keluarganya.

Berastagi, juga para wisatawan dapat memetik sayur dan buah-buahan di tempat para petani dan kemudian langsung membayarnya. Yang ketiga adalah wisata budaya, yang objeknya adalah desa-desa atau kota yang mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan seperti Dokan dengan kesenian tradisi, Seberaya dengan gundala-gundala, Berastagi dengan seni pertunjukan dan artefak, Kabanjahe dengan tenunan uisnya, dan lain-lain.

44

Daerah terotorial Kabupaten Karo tidak begitu luas, namun persebaran

masyarakat Karo cukup luas. Mulai dari Langkat, Deli Serdang, Dairi, sehingga

Aceh Tenggara. Bahkan memiliki beberapa daerah yang secara nama dan

kebudayaan masyarakatnya cukup dominan dengan masyarakat Karo. Sebagai

contoh di beberapa desa arah Delitua sampai ke desa Rumah Liang, Kabupaten

Deli Serdang, cukup banyak ditemui daerah yang identik dengan kebudayaan

masyarakat Karo. Selain itu banyak juga diyakini merupakan peninggalan

kerajaan Karo masa dahulu.

Secara nyata memang terlihat dari alat komunikasi yang masih mereka

pakai adalah cakap (bahasa) Karo. Walau memiliki ciri khas khususnya dalam

logat bahasa dan beberapa kosa kata yang sedikit berbeda, namun jelas terlihat

bahasa yang mereka pergunakan berasal dari satu induk yaitu cakap atau bahasa

Karo. Perbedaan tersebut mungkin hadir karena proses akulturasi kebudayaan

yang secara sengaja atau tidak sengaja mempengaruhi logat dan kosa katanya.

Masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi Karo maupun masyarakat

Karo yang ada di Medan, Langkat, Deli Serdang, dan Aceh Tenggara memiliki

karakteristik yang sama — khususnya dalam proses kebudayaan baik dalam

konteks sosial dan budaya. Mayarakat Karo secara umum dimanapun mereka

berada masih mengakui serta menjalankan suatu sistem yang mengatur tatanan

masyarakat baik dalam kehidupan sosial dan dalam kehidupan budaya yang

disebut dengan adat karo.

45

Dari penjelasan di atas jelas terlihat walau secara administratif wilayah

masyarakat Karo adalah Dati II Kabupaten Karo. Tetapi kenyataan dilihat dari sisi

identitas serta budaya sangat luas.

2.2 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan atau kekeluargaan adalah suatu sistem yang mengatur

hubungan seseorang atau masyarakat khususnya yang dapat mengatur serta

mengelompokkan masyarakat dalam tatanan sosial dan budaya. Seperti halnya

sebagian bangsa lain di dunia, masyarakat Karo juga mempertahankan sistem

kehidupan kekeluarga dengan membuat nama keluarga. Nama keluarga tersebut

dipertahankan dengan cara mencamtumkan nya di belakang nama. Nama keluarga

ini disebut merga untuk laki-laki dan beru untuk wanita. Nama keluarga ini

diwarisi secara turun-temurun berdasarkan patrilineal (garis keturunan

berdasarkan ayah). Namun demikian masyarakat Karo juga tidak mengabaikan

garis keturunan ibu yang disebut dengan bere-bere.

Untuk memahami sistem kekerabatan dalam masyarakat Karo, terlebih

dahulu kita harus memahami semboyan hidup masyarakat Karo yaitu merga si

lima (marga / klan yang lima), rakut si telu (ikatan yang tiga), tutur si waluh

(hubungan kekeluargaan yang delapan), dan pekade-kaden sepuluh dua tambah

sada (sapaan kekeluargaan yang dua belas tambah satu).

46

2.2.1 Marga Si Lima (Marga atau Klen yang Lima)

Salah satu identisas masyarakat Karo adalah merga atau marga atau klen.

Merga atau beru tersebut dicantumkan dibelakang nama seseorang. Merga

dipakai sebagai nama belakang laki-laki dan beru sebagai nama belakang wanita.

Sedemikian pentingnya marga ini pada masyarakat Karo sehingga menjadi nama

kedua setelah nama yang sesungguhnya.

Pada masyarakat Karo merga ada lima, yaitu ditulis berdasarkan abjad

mulai dari Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Masing-

masing merga ini mempunyai cabang-cabang. Merga ginting mempunyai cabang

15, Karo-karo mempunyai cabang 18, Perangin-angin mempunyai cabang 17,

Sembiring mempunyai cabang 18, dan Tarigan mempunyai cabang 13.

Ada beberapa cabang dari merga tersebut di atas begitu penting dalam

penelitian ini, karena cabang merga itu yang disandang oleh orang-orang yang

terlibat dalam upacara perkawinan yang dijadikan sebagai korpus. Pada merga

Perangin-angin yang penting adalah cabang Bangun, Sukatendel, Sebayang, dan

Singarimbun. Bangun cabang merga keluarga pengantin laki-laki. Sementara

Sukatendel, Sebayang, dan Singarimbun adalah puang kalimbubu dari pengantin

laki-laki. Puang kalimbubu adalah kalimbubu daripada kalimbubu. Arti

kalimbubu adalah keluarga pemberi atau ahli waris daripada ibu dan istri.

Pada merga karo-karo cabang yang penting adalah Bukit, Sinuraya,

Surbakti, dan Purba. Bukit cabang merga dari bapak pengantin wanita, maka

pengantin wanita beru Bukit. Cabang merga Sinuraya dan Surbakti adalah

sembuyak daripada Bukit. Sembuyak berarti sama merga berbeda cabang merga.

47

Sedangkan merga Purba cabang dari merga Karo-karo adalah juga puang

kalimbubu daripada pengantin laki-laki.

Pada merga Sembiring cabang yang penting adalah Milala, karena juga

kalimbubu daripada keluarga pengantin laki-laki. Sementara pada merga Ginting

dan Tarigan tidak ada disebut cabang merga walaupun merga Tarigan sebagai

puang kalimbubu daripada pengantin laki-laki dan merga Ginting adalah juga

kalimbubunya.

Oleh karena merga atau beru merupakan gelar kedua pada masyarakat

Karo maka dapat menjadi nama panggilan untuk diri atau kelompok keluarga.

Bagi seseorang yang bermarga Karo-karo dapat dipanggil ‘Mama Karo’ atau

‘Karo Mergana.’ Sementara bagi wanita disebut ‘Beru Karo’ atau ‘Nande Karo.’

Kenyataan seperti ini juga berlaku pada cabang merga lain, seperti ‘Mama Bukit’,

‘Bukit Mergana,’ ‘Beru Bukit’ atau ‘Nande Bukit.’ Ada perubahan sebutan pada

merga tarigan dan sembiring apabila di panggil terhadap wanita, maka disebut

‘Nande Tigan’ bukan ’Nande Tarigan’ dan ‘Nande Biring’ bukan ‘Nande

Sembiring.’ Kalau terhadap laki-laki bukan ‘Mama Tarigan’, tetapi ‘Mama Tigan’

dan bukan ‘Mama Sembiring’ tapi ‘Mama Biring.’

Ada panggilan khusus terhadap merga Perangin-angin, yaitu Tambar

Malem. Tambar Malem dapat diartikan obat yang membuat kesejukan. Ini sangat

berhubungan dengan pada merga tersebut ada angin yang diasumsikan akan

memberikan kesejukan.

48

2.2.2 Rakut Si Telu (Ikatan yang Tiga)

Rakut si telu atau ikatan yang tiga pada masyarakat Karo terdiri dari

senina, kalimbubu dan anak beru. Rakut adalah ikatan, si adalah kata penghubung

yang, sedangkan telu adalah tiga (Darwin Prinst, 2006). Dalam sebuah keluarga

dua orang anak laki-laki atau lebih disebut ersenina (bersaudara). Dalam konteks

rakut si telu, mereka ini kelompok atau pihak senina. Semua anak wanita dari

keluarga di atas adalah menjadi kelompok anak beru dari anak laki-laki. Semua

anak laki-laki pada keluarga di atas menjadi kelompok kalimbubu dari anak

wanita.

Setingkat lebih luas dari keluarga di atas, bahwa semua saudara laki-laki

dari bapak adalah kelompok senina; semua saudara wanita dari bapak adalah

kelompok anak beru; dan semua saudara laki-laki dari ibu adalah kelompok

kalimbubu. Ini merupakan emberio daripada rakut si telu yang dikembangkan

secara analogis terhadap keluarga-kelurga yang lain yang dianggap masih

mempunyai hubungan darah. Hal ini yang menyebabkan pada masyarakat Karo

dalam melakukan upacara adat selalu mempunyai undangan yang banyak.

Keberadaan rakut si telu pada masyarakat Karo demikian pentingnya

sehingga disebut sangkep enggeluh atau kelengkapan dalam kehidupan.

Pendangan ini boleh dilihat dalam semboyan, madat esenina, mehamat

erkalimbubu, metami ranak anak beru, mengake-kade ku jelma si enterem. Ini

boleh diartikan peduli kepada senina, hormat kepada kalimbubu, dan sayang

kepada anak beru dan merasa berfamili dekat dengan semua suku bangsa.

49

Sedemikian pedulinya kepada senina sehingga senina selalu dibuat

sebagai penggung jawab dalam musyawarah adat. Sedemikian hormatnya kepada

kalimbubu maka sering disebut Dibata ni idah atau Tuhan yang terlihat.

Sedemikian sayangnya terhadap anak beru sehingga disebut perkakukakun

enggeluh atau penggerak kehidupan dan juga disebut kuda dalan, yang berarti

yang mengerjakan semua aspek aktivitas adat. Sedemikian merasa berfamili dekat

dengan suku bangsa yang lain sehingga disebut teman meriah atau kawan akrab.

2.2.3 Tutur Si Waluh (Hubungan Kekeluargaan yang Delapan)

Ertutur berasal dari kata er artinya sisipan kata yang menunjukkan kata

kerja, dan tutur artinya hubungan dan tingkat kekerabatan. (Darwin Prinst, 2006).

Ertutur adalah proses untuk perkenalan atau mengenalkan seseorang untuk

menentukan hubungan dalam tingkat kekerabatan pada masyarakat Karo, baik

dalam upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang dilakukan

dengan menanyakan apa merga (garis keturunan berdasarkan ayah) dan bere-bere

(garis keturunan berdasarkan ibu).

Proses ertutur dipakai oleh setiap masyarakat Karo tidak hanya dalam satu

lingkaran keluarga besar namun juga untuk orang yang tidak masuk dalam

lingkaran keluarga tersebut. Oleh sebab itu dapat dikatakan semua orang Karo

yang memiliki merga dan beru dapat menjadi kade-kade atau saudara. Hubungan

akan diketahui dengan melakukan proses ertutur sehingga akan dapat menetapkan

posisinya dimana antara yang satu dengan yang lain.

50

Tutur si waluh (hubungan kekeluargaan yang delapan) merupakan

pengembangan dari rakut si telu atau ikatan yang tiga. Dalam situs Karo dicatat

hubungan kekerabatan yang delapan adalah, sipemeren, siparibanen, sepengalon,

anak beru, anak beru menteri, anak beru singukuri, kalimbubu, dan puang

kalimbubu.

1) sipemeren berarti bersaudara ibu,

2) siparibanen berarti bersaudara isteri,

3) sepengalon berarti mempunyai anak beru yang sama,

4) anak beru berarti keluarga saudara perempuan,

5) anak beru menteri berarti anak beru dari anak beru,

6) anak beru singukuri berarti anak beru yang mengikuti,

7) kalimbubu berarti keluarga pemberi isteri, dan

8) puang kalimbubu. berarti kalimbubu dari kalimbubu.

Di lain sisi, menurut Malem Ukur Ginting, jauh sebelum ada website Karo

tutur si waluh di buat seperti berikut9:

1) senina berarti bersaudara sama marga sama cabangnya,

2) sembuyak berarti bersaudara sama marga tidak sama cabangnya,

3) siparibanen dan sipermeren, bersaudara isteri dan bersaudara ibu ,

4) sepengalon dan sedalanen berarti mempunyai anak beru yang sama dan

kalimbubu yang sama,

5) anak beru berarti keluarga saudara perempuan,

6) anak beru menteri berarti anak beru,

9 Wawancara dengan Malem Ukur Ginting di Kabanjahe, 11 Desember 2018.

51

7) kalimbubu berarti keluarga pemberi isteri, dan

8) puang kalimbubu, berarti kalimbubu dari kalimbubu.

Terdapat perbedaan yang besar dari kedua keterangan tersebut. Pada

keterangan pertama, kelompok senina ada ada 3 bagian, kelompok anak beru ada

3 bagian dan kelompok kalimbubu ada 2 bagian. Sedangkan pada keterangan

kedua, kelompok senina ada ada 4 bagian, kelompok anak beru ada 2 bagian dan

kelompok kalimbubu ada 2 bagian.

2.2.4 Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada (Sapaan Kekeluargaan

yang Dua Belas Tambah Satu)

Perkade-kaden sepuluh dua tambah sada atau sapaan kekeluargaan yang

dua belas tambah satu berasal dari kata kade-kade artinya hubungan keluarga.

Sepuluh dua tambah sada artinya dua belas tambah satu. Dengan demikian dalam

konteks ini bermakna bahwa sapaan hubungan persaudaraan secara struktur sosial

pada masyarakat Karo ada dua belas dan tambah satu diartikan berasal dari orang

luar yang masuk kedalam sistem struktur tatanan sosial masyarakat Karo. seperti

sapaan om, tante, pakcik, pakde, dan yang lain.

Dalam website Karo ditulis bahwa perkade-kaden sepuluh dua atau sapaan

kekeluargaan yang dua belas adalah: nini, bulang, kempu, bapa, nande, anak, bibi

bengkila, permen, mama, mami, bere-bere.

1) nini (nenek), seperti ibu dari bapak dan ibu dari ibu,

2) bulang kakek), seperti bapak dari bapak dan bapak dari ibu,

3) kempu (cucu) , seperti anak dari anak laki-laki dan perempuan,

52

4) bapa (bapak),

5) nande (ibu),

6) anak,

7) bibi (saudara perempuan bapak),

8) bengkila (suami sauadara perempuan bapak),

9) permen (anak dari saudara laki-laki isteri),

10) mama (saudara laki-laki ibu),

11) mami (isteri dari mama),

12) bere-bere (anak dari saudara perempuan).

2.2.5 Perubahan Sebutan Tutur Si Waluh (Kekeluargaan yang Delapan)

Akibat Konteks Gender Dan Status Dalam Upacara

Kalimbubu yang paling dekat dalam konteks upacara perkawinan adalah

saudara ibu kandung pengantin. Dalam kehidupan sehari hari mereka ini disebut

kalimbubu si mupus, yang berarti kalimbubu yang melahirkan. Namun demikian

dalam konteks perkawinan sebutan kalimbubu ini berubah berdasarkan gender.

Apabila yang melaksanakan upacara perkawinan adalah anak laki-laki maka

kalimbubu ini disebut kalimbubu si ngalo ulu emas. Lebih jauh lagi, apabila yang

berumah tangga adalah anak perempuan maka sebutannya adalah kalimbubu si

bere-bere. Kalimbubu ini juga bernama kalimbubu si nangketken ose atau

kalimbubu yang menyematkan pakai adat dalam setiap upacara.

Kurang lebih kenyataan seperti ini juga terjadi pada puang kalimbubu.

Puang kalimbubu yang paling dekat adalah anak laki-laki daripada saudara laki-

53

laki dari nenek, ibu yang melahirkan ibu. Pada waktu mengawinkan anak laki-laki

namanya kalimbubu singalo ciken-ciken. Yang menarik, pada waktu

mengawinkan anak perempuan namanya kalimbubu si ngalo perkempun.

Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari keluarga sepengambilan

disebut siparibanen. Nama ini tetap berlaku dalam hal mengawinkan anak laki-

laki. Namun dalam mengawinkan anak perempuan mereka disebut kalimbubu si

ngalo perbibin. Sembuyak merupakan kerabat semarga namun berbeda cabang

marga. Apabila salah salah seorang dari mereka sebagai penanggung jawab

upacara maka dia disebut senina sikaku ranan atau kerabat yang menetukan

pokok pembicaraan.

Pada anak beru, ada namanya anak beru i pupus atau anak beru yang

dilahirkan. Mereka ini adalah anak kandung dari saudara perempuan kita. Tetapi

kalau salah satu daripada mereka telah ditetapkan dengan suatu acara tertentu dia

menjadi juru bicara, maka statusnya menjadi anak beru tua dan panggilannya

adalah anak beru si ngerana.

2.3 Sistem Perkawinan (Perjabun) dalam Masyarakat Karo

Perkawinan atau pernikahan yang dalam bahasa Karo disebut perjabun

dapat dipandang sebagai suatu upacara. Ini sesuai dengan yang ditulis

Poerwadarminta bahwa: “Upacara merupakan suatu rangkaian tindakan atau

perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama;

perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan

54

peristiwa penting”. Sesuai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

perkawinan pada masyarakat Karo adalah upacara.

Secara umum definisi perkawinan adalah membangun sebuah janji antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha

Esa (UU No. 1/74). Dalam hukum adat perkawinan tidak hanya akan mengikat

kedua belah pihak mempelai melainkan juga mengikat keluarga besar kedua belah

pihak mempelai. Menurut Djojodegoeno perkawinan adat merupakan suatu

paguyupan atau somah (jawa: keluarga), dan bukan merupakan suatu hubungan

perikatan atas dasar perjanjian. Hubungan suami-istri sebegitu eratnya sebagai

suatu ketunggalan.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri. Masyarakat Karo adalah masyarakat yang berdasarkan

patrilineal, maka bila seorang wanita menikah, dia masuk ke dalam kelompok

suaminya. Perubahan status seorang wanita, masuk ke dalam kelompok suaminya,

adalah ketika berlangsungnya pedalan emas atau pembayaran mahar dari keluarga

pengantin laki-laki kepada keluarga pengantin wanita.

2.3.1 Tujuan Perkawinan Dalam Adat Karo

Bagi masyarakat Karo perkawinan membawa seseorang menjadi terlibat

secara penuh dalam aktivitas adat Karo. Sebelum kawin walaupun sudah berumur

belum dapat terlibat dalam aktifitas adat. Dengan demikian tujuan dari

perkawinan secara adat adalah untuk melestarikan adat Karo. Dalam filosofi adat

55

Karo, bagi setiap keluarga pada masyarakat Karo metenget ersenina (peduli

kepada senina), metenget ersenina (peduli kepada senina), mehamat erkalimbubu

(hormat kepada kalimbubu), metami eranak beru (sayang terhadap anak beru),

dan mekade-kade man jelma si enterem (merasa berfamili terhadap orang lain).

Metenget ersenina atau peduli kepada senina wujudnya boleh diartikan

bahwa menganggap semua senina seperti saudara kandung sendiri. Wujud dari

mehamat erkalimbubu atau hormat kepada kalimbubu. Bahkan sedemikian

hormatnya ada sebutan kalimbubu Dibata ni idah, yang artinya kalimbubu itu

seakan-akan Tuhan yang terlihat. Metami eranak beru atau sayang terhadap anak

beru wujudnya menganggap bahwa semua anak beru seperti anak kandung sendiri

Secara individu dalam konsep masyarakat Karo tujuan kawin sekurang-

kurangnya ada 8 (delapan). Kedepan tujuan perkawinan tersebut adalah: 1)

sangap enjabuken bana (beruntung telah kawin), 2) ertuah bayak, tubuh anak

dilaki anak diberu (mendapat keturunan yang lengkap melahirkan anak laki-laki

dan anak perempuan), 3) jumpa pencarin (memperoleh pendapatan yang cukup),

4) merih manuk niasuh embuah page isuan (beranak pinak ayam dipelihara dan

melimpah ruah hasil panen), 5) ngasup endahi kade-kade (mampu mengunjungi

sanak famili atau kaum kerabat), 6) juah-juahen (sehat-sehat), 7) seh bagi sura-

sura (sampai yang dicita-citakan) dan, 8) cawir metua. (hidup sehingga ujur).

56

2.3.2 Berdasarkan Statusnya

Perkawinan dalam masyarakat Karo dapat dilihat berdasarkan 3 (tiga) hal,

yaitu 1) berdasarkan statusnya, 2) berdasarkan jauh dekatnya hubungan

kekerabatan, 3) berdasarkan besar kecilnya upacara.

Berdasarkan status orang yang kawin maka perkawinan dalam masyarakat

Karo dibagi atas:

1) Erdemu bayu adalah perkawinan seorang anak perana dengan seorang gadis.

2) Lakoman adalah perkawinan seorang janda dengan salah seorang pria yang

berasal dari saudara kandung suaminya yang telah meninggal dunia.

3) Gancih abu (ganti tikar). Gancih abu artinya kedudukan seorang istri yang telah

meninggal dunia, digantikan oleh kakak atau adik wanitanya. Tujuan

perkawinan ini adalah untuk mendidik anak kakak atau adiknya tersebut agar

tidak terlantar. Karena apabila sang ayah menikah dengan wanita lain

dikhawatirkan seorang ibu tiri tidak akan mendidik dan merawat anak –anak

seperti darah dagingnya sendiri.

4) Mindo ciken (minta tongkat) atau disebut juga mindo lacina (minta cabai)

adalah perkawinan seorang lelaki dengan janda kakeknya. Perkawinan seperti

ini dapat dilakukan karena kedua belah pihak masih dibenarkan menurut adat.

Perkawinan ini terjadi karena si kakek meninggal dunia.

5) Mindo nakan. Seorang pria yang telah dewasa mengawini ibu tirinya,

disebabkan ayahnya telah meninggal dunia.

6) Ndehara pejabu dilakina, istri menikahkan suaminya biasanya disebabkan

silaki-laki tidak mampu memberikan keturunan.

57

2.3.3 Berdasarkan Jauh Dekatnya Hubungan Kekerabatan

Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan, maka jenis perkawinan

dalam masyarakat Karo dikenal dengan istilah:

1) Jumpa impal. Perkawinan jumpa impal adalah perkawinan antara seorang laki-

laki dan wanita, anak daripada saudara laki-laki dari ibu. Perkawinan ini yang

dianggap paling diidamkan pada masyarakat Karo dan dibenarkan adat istiadat.

Si wanita adalah anak dari pihak kalimbubu, dan si laki-laki adalah berasal dari

pihak anak beru. Perkawinan ini dapat dibagi dua yaitu: 1) Beru singumban

adalah perkawinan antara laki-laki dengan seorang wanita, anak paman

(saudara laki-laki dari ibu). Wanita yang menjadi isteri sama beru-nya dengan

beru ibu pria, 2) Beru puhun adalah perkawinan antara laki-laki dengan

seorang wanita, dimana wanita itu adalah anak daripada daripada ipar bapak.

Bagaimana pun wanita yang menjadi isteri adalah sama beru-nya dengan beru

nenek kandung (ibu kandung bapak) .

2) Berkat sukat senuan, Perkawinan yaitu apabila calon pengantin yang akan

menikah, walaupun mempunyai hubungan kekerabatan, tetapi tidak dibenarkan

adat untuk saling mengawini. Misalnya seorang pria menikahi seorang wanita -

kalau menurut adat wanita sang calon tersebut cocok untuk anak paman sang

pria. Atau istilah lain pihak anakberu menikahi anak puang kalimbubu.

3) Petuturken. Perkawinan petuturken juga disebut emas perdemuken yaitu

apabila seorang pria atau wanita yang berumah tangga belum mempunyai

58

hubungan kekerabatan sebelumnya. Hubungan kekerabatan terjadi justru

karena adanya perkawinan tersebut.

2.3.4 Berdasarkan Besar Kecilnya Upacara

Berdasarkan besar kecilnya upacara perkawinan dalam masyarakat Karo,

dibagi menjadi tiga.

1) Kerja sintua (upacara besar). Upacara besar dalam hal ini adalah upacara yang

dihadiri oleh sedapat-dapatnya semua kaum kerabat yang masih mempunyai

hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang disebut dengan istilah masih

erdemu urat ni jaba. Dalam hal ini kedua keluarga pengantin mengundang

semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Upacara

diadakan di gedung pertemuan seperti jambur, losd, hotel yang mampu

menampung banyak undangan. Dalam pelaksanaannya disajikan gendang

(musik) lengkap dengan perkolong-kolong atau penyanyi tradisi Karo.

2) Kerja sintengah (upacara menengah). Upacara menengah dimaksud adalah

pihak keluarga pengantin laki-laki dan pengantin wanita mengundang semua

kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Upacara

diadakan di gedung pertemuan jambur, losd yang mampu menampung banyak

undangan. Dalam pelaksanaannya ada penyajian gendang (musik) namun tidak

ada perkolong-kolong penyanyi tradisi Karo.

3) Kerja singuda (upacara kecil). Upacara kecil dalam hal ini dimaksud bahwa

keluarga pengantin laki-laki dan pengantin wanita tidak mengundang semua

kaum kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Kaum

59

kerabat yang diundang hanya terdekat saja dari kedua belah pihak. Upacara

diadakan di rumah pengantin wanita, tidak diadakan pertinjukan gendang

(musik).

2.3.5 Perkawinan Antara Berbeda Suku

Dalam upacara perkawinan Karo, tidak ada konsep mengenai adat

perkawinan antara suku yang berbeda. Oleh sebab itu, apabila terjadi perkawinan

beda suku maka dalam adat Karo, orang yang bukan suku Karo harus terlebih

dahulu menjadi suku Karo. Apabila seorang laki-laki yang bukan suku Karo

mengawini perempuan yang bersuku Karo, maka laki-laki tersebut menjadi anak

dari bibi atau saudara perempuan dari bapak pengantin perempuan. Dengan

demikian maka marga atau klan pengantin laki-laki sama dengan marga atau klan

suami bibi pengantin perempuan. Seandainya bapak pengantin perempuan tidak

mempunyai saudara perempuan maka dapat dipilih dari saudara yang lebih dekat.

Tetapi apabila seorang perempuan yang bukan suku Karo dikawini laki-

laki yang bersuku Karo maka perempuan tersebut menjadi anak dari mama atau

paman atau saudara laki-laki dari ibu pengantin laki-laki. Dengan demikian maka

beru atau klan pengantin perempuan sama dengan marga atau klan ibu pengantin

laki-laki. Seandainya ibu pengantin laki-laki tidak mempunyai saudara laki-laki

maka dapat dipilih dari saudara yang lebih dekat.

Pengangkatan merga atau beru dari pengantin yang bukan suku Karo harus

berlangsung sebelum ada acara lamaran atau maba belo selembar. Dengan

60

demikian maka dalam kedua kasus di atas dapat dipandang sebagai perkawinan

jumpa impal seperti yang telah dijelaskan di atas.

2.3.6 Perceraian Pada Masyarakat Karo

Perceraian pada masyarakat Karo sangat jarang terjadi, hal ini mungkin

karena perceraian itu dianggap sangat memalukan. Dalam kaitan perceraian ada

semboyan pada masyarakat Karo yang menyatakan ukuri roleh-olih yang artinya

pikirkan berulang-ulang. Namun dengan berbagai pertimbangan religi dan sosial.

Misalnya dari sisi religi adalah sudah kehendak Tuhan tidak dapat menyatu lagi

dalam satu biduk rumah tangga. Demikian pula secara sosial, tidak dapat lagi

disatukan, dengan faktor-faktor seperti kekerasan dalam rumah tangga, tidak

bertanggung jawabnya kepala rumah tangga terhadap kebutuhan hidup dan masa

depan, dan lain-lain, maka perceraian “terpaksa” dilakukan. Orang yang

membicarakan peceraian adalah anak beru dari kedua belah pihak.

2.4 Aktivitas Menjelang Perkawinan Pada Masyarakat karo

Aktivitas menjelang perkawinan pada masyarakat Karo dapat dilihat

sebagai suatu proses ataupun tahapan yang akan dilaksanakan oleh seorang laki-

laki dan wanita dewasa (anak perana singuda-nguda). Ada empat tahapan yang

harus dijalankan, yang masing-masing dijelaskan berikut ini.

61

2.4.1 Naki-naki (Pacaran)

Anak perana (pemuda) yang ingin kawin atau menikah atau berunmah

tangga pasti terlebih dahulu mengadakan pencarian singuda-nguda (pemudi) yang

dicintai. Apabila telah menemukan wanita yang dicintai, baik yang sudah ataupun

belum dikenal sebelumnya bagimanapun harus mengadakan pendekatan untuk

menemukan kecocokan. Proses pendekatan ini secara umum disebu naki-naki.

Proses ini akan lebih cepat jadi atau tidak dengan adanya peran orang lain

terutamanya kedua orang tua.

2.4.2 Maba Nangkih (Membawa) atau Nukun Kata (Bertanya)

Pada masa silam bila suadah ada kecocokan antara calon pengantin laki-

laki dengan calon pengantin wanita, maka diteruskan dengan membawa si wanita

yang disebut nangkih ke rumah anak beru si laki-laki. Dewasa ini kenyataan

seperti itu bisa dilakukan bisa juga tidak, Namun masyarakat kebanyakan tidak

melaukukannya lagi karena lebih nyaman dibuat acara ‘nunkun kata’ atau

bertanya tentang kesediaan si wanita untuk dilamar atau dipinang. Dengan

demikian dapat disusun rencana untuk pelamaran.

Dalam melakukukan nangkih atau membawa gadis untuk di nikahi

kerumah anak beru keluarga laki-laki sebagai tanda akan diberikan penading atau

suatu kain tanda yang ditinggal kepada orang tua si wanita. Bagaimanapun orang

tua si wanita seolah-olah kaget menerimanya, seakan mereka tidak mengetahui.

Namun demikian dua atau tiga hari kemudian beberapa orang ibu-ibu menemani

ibu si wanita menghantarkan makanan kepada anaknya. Dalam hal ini mereka

62

melakukan pembicaraan dengan pihak laki-laki mengenai kelanjutannya

hubungan tersebut dan disusun dalam acara pelamaran.

2.4.3 Mbaba Belo Selambar (Pelamaran)

Mbaba belo selambar adalah upacara pelamaran menurut adat Karo. Acara

dalam pelamaran dalam hal ini hanya sebatas kesenangan hati daripada keluarga

calon pengantin wanita. Walaupun demikian prosesnya harus mengikuti alur adat.

proses adat yang berlaku dimulai daripada pemberian tepak kepada anak beru

keluarga calon pengantin wanita. Anak beru keluarga calon pengantin wanita

bertanya kepada pihak sembuyak apakah mereka beleh menerima tepak yang

diberikan anak beru calon pengantin laki-laki.

Setelah mendapat persetujuan daripada pihak sembuyak keluarga calon

pengantin wanita disampaikan kepada yang kerabat yang patut menerimnaya. Isi

tepak diambil dan tepaknya dikembalikan. Kemudian anak beru calon pengantin

peremuan bertanya apa sebabnya sehingga mereka memberikan tepak.

Bagaimana pun anak beru calon pengantin laki-laki menyatakan tentang

kesenangan hati kaum kerabat calon pengantin wanita tentang pelamaran.

Biasanya hal yang pertama ditanya adalah calon pengantin wanita,

kemudian pihak sembuyak dan anak beru dan yang teakhir adalah pihak

kalimbubu semuanya. Pada prisipnya pelamaran pada masyarakat Karo hanya

hanya sebatas itu. Namun demikian, sering dimohon oleh pihak calon pengantin

laki-laki untuk mengetahui jumlah batang unjuken atau mahar yang harus

dipersiapkan oleh keluarga calon pengantin laki-laki. Proses ini biasanya disebut

63

ersinget-singet atau mengetahui rencana. Sebenarnya musyawarah tetang

penetapan batang unjuken adalah pada waktu nganting manuk. Oleh karena itu

dewasa ini sering kedua acara ini disatukan.

2.4.4 Nganting Manuk (Menetukan Mahar)

Acara nganting manuk adalah suatu acara yang diadakan sebagai

kelanjutan mbaba belo selambar untuk membicarakan tentang besarnya bantang

unjuken (mahar) dan luah si manjilenken atau barang antaran yang harus diberikan

oleh keluarga calon pengantin wanita. Dalam acara ini harus hadir sangkep

nggeluh dari masing-masing pihak.

Pada acara adat nganting manuk, kampil persintabin sebanyak enam buah

harus dipersiapkan, yang berisi peralatan merokok dan makan sirih. Sebelum

musyawarah dimulai (runggu) terlebih dahulu tepak sebanyak lima buah

diserahkan kepada keluarga calon pengantin wanita. sedangkan satu buah lagi

diserahkan kembali kepada pihak keluarga calon pengantin laki-kali untuk

diberikan kepada kalimbubu singalo ulu emas. Acara adat nganting manuk berisi

pemberitahuan jumlah mahar yang harus dibayar oleh keluarga pengantin laki-laki

serta yang pihak yang menerimanya pada pihak keluarga pengantin laki-laki.

Pihak yamg menerima mahar itu adalah:

1. Bantang unjuken (mahar) terdiri daripada a. tukur (pembayan), b. peseninan

(pihak penanggung jawab), c. gamber inget-inget (pengikat janji).

2. Untuk kalimbubu, yang terdiri dari kalimbubu si ngalo bere-bere, b. kaimbubu

si ngalo perkempun, dan c. kalimbubu si ngalo perbibin

64

3. Siarah raja (pihak pemintah)

4. Anak beru, terdiri daripada a. perkembaran (anak beru yang laki-laki) dan

sirembah ku lau (anak beru yang wanita)

Setelah mencatat semua jumlah yang harus dibayar selanjutnya

menentukan barang antaran. Barang antaran terdiri daripada beberapa peralatan,

diantaranya, peralatan tidur peralatan masak dan peralatan makan dan yang lain.

Peralatan tidur. seperti amak kapal (tilam) dua buah dan bantal yang dibungkus

tikar dua buah. Peralatan masak, seperti periuk, kuali, dan ceret. Peralatan makan

seperti piring, gelas, mangkok putih, sendok-sendok. Di samping itu ada baskom

ada lampu teplok.

Selain daripada itu, barang antaran di atas sebenarnya barang antaran yang

paling banyak di terima pengantin dari kaum kerabat adalah kain panjang. Dalam

memberikan kain panjang sering ada ucapan “kain panjang murah-murah, umur

panjang rezeki murah.” Beberapa pengetua adat menyatakan bahwa pemberian

kain panjang kepada pengantin sebenarnya bertujuan untuk mendokan agar

pengantin cepat melahirkan anak.

Setelah penentuan mahar dan penetapan barang antaran selesai dicatat

maka acara nganting manuk selesai dan ditutup dengan makan bersama. Semua

jenis mahar serta barang antaran yang telah ditetapkan akan dibayarkan dan

dibawa pada berlangsungnya upacara perkawinan atau pada hari perhelatan.

65

2.5 Sistem Kepercayaan

Masyarakat Karo dimasa lampau memiliki kepercayaan yang disebut

Pemena. Dalam kepercayaan ini masyakat Karo meyakini jika Tuhan yang

menciptakan semesta adalah Dibata Kaci-kaci. Masyarakat Karo pada saat itu

meyakini bahwa Dibata Kaci-kaci merupakan Dibata yang menciptakan alam

beserta isinya. Dibata Kaci-kaci diyakini juga hadir dalam tiga aspek di dunia

yaitu dunia atas, tengah dan bawah.

Dibata kaci-kaci diyakini memiliki tiga wujud yang mewakili-Nya di

bumi. yaitu:

(1) Dibata Datas (Tuhan yang diatas) atau disebut dengan Batara Guru

Batara Guru menguasai dunia bagian atas. Guru Batara berfungsi sebagai

pemelihara tertib alam, sumber segala berkat dan kebaikan.

(2) Dibata Tengah disebut juga Tuhan Paduka Niaji adalah penguasa dunia

tengah yakni dunia kita.

(3) Dibata Teruh disebut juga Tuan Banua Holing yang menguasai makhluk

halus. Ketiga Dibata itu diyakini menjadi perwakilan Dibata Kaci-kaci di

bumi yang menjaga dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. seperti

konsep tri tunggal yaitu tiga tetapi satu. Ketiga Dibata tersebut atau lebih

dikenal dengan istilah Dibata Sitelu adalah satu dalam wujud Dibata Kaci-

kaci.

Dalam buku Religi Karo tulisan E. P. Ginting disebutkan bahwa pada

masa itu masyarakat Karo melaksanakan ibadah di tempat-tempat yang dianggap

66

suci seperti kayu besar, sungai besar, dan beberapa tempat yang dianggap dihuni

oleh keramat.

Menurut Putro (1981:46 ) istilah Pemena sebagai nama kepercayaan Karo

mulai ada pada tahun 1946 yang dikemukakan oleh pendukung kepercayaan

tersebut. Hal ini disebabkan sebelum tahun 1946 masyarakat yang telah menganut

agama Kristen memandang bahwa masyarakat Karo yang masih mengamalkan

kepercayaan pemena adalah orang yang menyembah setan atau hantu dan tidak

mempunyai Tuhan. Oleh sebab itu mereka memberi nama kepada orang yang

menganut kepercayaan Pemena adalah Perbegu.

Mendengar nama Perbegu, maka semua pendukung kepercayaan tersebut

tidak merasa senang, sehingga mereka mengadakan satu musyawarah untuk

membuat nama terhadap kepercayaannya. Hasil dari musyawarah itu muncullah

istilah Pemena yang berarti kepercayaan mula-mula. Mungkin saja pada masa

animisme dan dinamisme masyarakat Karo memiliki istilah lain untuk

kepercayaannya, akan tetapi beberapa buku terkait kepercayaan masyarakat Karo

yang cukup popular adalah istilah pemena.

Menurut Bangun (1986) sebelum kedatangan para misionaris ke Tanah

Karo, orang Karo telah memiliki kepercayaan dan budayanya sendiri. Agama asli

orang Karo adalah Pemena. Penganut Pemena mengatakan bahwasanya mereka

erkiniteken (memiliki kepercayaan) adanya Dibata (Tuhan) sebagai Maha

Pencipta segala yang ada di alam raya dan dunia. Selain itu, mereka juga percaya

adanya tenaga gaib, yaitu yang berkedudukan di batu-batu basar, kayu besar,

67

sungai, dan tempat-tempat yang lain. Di samping itu juga percaya kepada

kekuatan-kekuatan roh, khususnya roh orang meninggal (Bangun, 1986:37).

Kepercayaan awal masyarakat Karo ini akan ditundukkan lewat misi

pemberadaban Kristenisasi dalam bingkai kolonialisasi yang bermaksud

melebarkan ekspansi lahan perkebunannya di wilayah Sumatra Timur. Tentu saja

terjadi gesekan, guncangan, dan negosisi antara penjajah dan terjajah dalam

perjumpaannya. Terjadi ketegangan antara disiplin gereja ala Pietisme Eropa dan

kelokalan orang Karo. Terjadi pemangkiran dan pengakuan atas berbagai upaya

penginjilan oleh para misionaris sehingga pengalaman ini disebut pengalaman

yang dibenci, tetapi dirindukan.

Permulaan usaha pekabaran Injil di tanah Karo tidak lepas dari pembukaan

perusahaan perkebunan di Sumatera Timur. Usaha itu dimulai dari prakarsa J. Th.

Cremers, seorang pemimpin perkebunan, yang berpendapat bahwa jalan paling

baik supaya penduduk setempat tidak menentang dan mengganggu usaha

perkebunan adalah mengabarkan Injil dan mengkristenkan mereka (Cooley,

1976:1-22; Sembiring, 2010:74-75).

Pada akhir abad ke-19 Belanda telah menguasai pesisir timur Sumatera

dan pesisir barat Sumatera. Wilayah dataran rendah Sumatera Timur telah

dieksploitasi dengan perkebunan besar dan tambang minyak yang memberikan

keuntungan besar kepada pemerintah Hindia Belanda. Sejak Belanda

menanamkan modalnya di Sumatera Timur telah timbul kericuhan, bahkan

pemberontakan orang Karo.

68

Orang Karo membabat tanaman perkebunan dan membakar bangsal milik

Belanda. Perlawanan terhadap dominasi kolonial ini dikenal dengan nama perang

Sunggal. Untuk menghentikan perlawanan inilah pihak perkebunan meminta

Nederlands Zendelings Genooschap (NZG), lembaga penginjilan di Belanda

mengkristenkan orang Karo dan seluruh biaya ditanggung oleh pihak perkebunan

(Sembiring, 2010:75).

2.6 Kesenian

Masyarakat Karo juga memilki kesenian tradisional yang masih dipakai

hingga saat ini baik dalam upacara adat istiadat, ritual maupun acara untuk muda-

mudi. Bahkan saat ini kesenian tradisional yang tadinya cukup kalah populer

dengan kesenian impor perlahan sudah kembali dipakai bahkan dalam beberapa

acara ibadah di gereja-gereja.

Terlepas dari perkembangan dan perubahaan saat ini, nenek moyang orang

Karo sudah mewariskan kesenian yang cukup menarik untuk dikaji serta

dipahami. Jika dikatakan unik, tentu saja kesenian dari etnis lain juga unik dan

khas. Sehingga dalam tulisan ini penggunaan kata unik dan khas tidak akan kita

pakai khsususnya dalam membicarakan kesenian dan kebudayaan.

Peninggalan nenek moyang orang Karo dalam bentuk sastra, rupa, musik,

dan tarian hingga saat ini masih banyak yang belum disentuh oleh peneliti. Walau

pun pada beberapa kasus seni tradisi Karo sudah diteliti dan dituliskan.

69

2.6.1 Seni Musik

Masyarakat Karo memiliki tiga ansambel musik yang masih digunakan

sampai saat ini. Ketiga ansambel itu ada dua yang menggunakan alat musik

tradisional Karo dan ada satu yang menggunakan alat musik modern. Ensambel

musik yang menngunakan musik tradisional adalah gendang lima sendalanen.

Ansambel musik ini diangap ansambel musik paling besar yang saat ini juga

masih sering digunakan dalam upacara adat, ritual maupun hiburan, terutama pada

upacara pemakaman.

Selain ansambel musik ini ada ansambel musik telu sendalanen yang saat

ini sudah jarang ditemui kecuali dalam konteks ritual, terutama erpangir ku lau

(penyucian diri). Ansambel musik yang menggunakan alat musik modern adalah

gendang kibot. Ansambel ini tercipta tahun 1991 oleh alm Jasa Tarigan. Pada

ansambel musik ini sering ditambah dengan alat musik tradisonal yaitu kulcapai.

Selain ansambel-ansambel tersebut, ada juga beberapa instrument sering

dimainkan sendiri sebagai solo instrumen.

Disamping ada ansambel dalam seni budaya Karo juga ada alat musik

yang digunakan sebagai solo instrumen. Alat musik solo instrumen ini seperti

balobat. Lihat gambar 2.1

70

Gambar 2.1 Balobat

Balobat suatu alat musik tradisional Karo yang persis menyerupai alat

musik rekorder. Alat ini mempunyai lobang nada 6 buah dan cara memainkan

dengan meniup. Alat musik yang lain tetapi mirip dengan balobat, hanya lebih

panjang adalah ali-ali. Selain itu ada pula surdam yang juga mempunyai lobang

nada. Lihat Gambar 2.2

Gambar 2.2 Surdam

71

Lobang nada surdam bergantung pada jenisnya, surdam pingko-pingko

mempunyai lobang nada 5 atau 6. Lobang nada surdam puntung adalah 4.

Sementara lobang nada surdam tangko kuda hanya tiga. Semua alat musik solo

instrumen secara umum berguna sebagai pelipur lara bagi yang memainkannya.

Alat musik tradisional Karo yang dapat menghasilkan komposisi musik

tradisional Karo yang disebut dalan gendang adalah keteng-keteng. Lihat gambar

2.3 Alat musik tradisional Karo yang telah punah adalah murbab, kabarnya alat

musik ini mempunyai dua senar yang cara memainkannya digesek.

Gambar 2.3 Keteng-keteng

Gendang lima sendalanen atau dikenal juga dengan istilah gendang

sarune merupakan ansambel musik paling besar dalam kesenian tradisional Karo.

Lihat Gambar 2.4

72

Gambar 2.4 Gendang Sarune (Sumber: Saidul, 2009:31)

Dikatakan gendang lima sendalanen karena instrumennya ada lima yaitu

sarunei, gendang indung, gendang anak, penganak dan gung. Sarunei fungsinya

adalah pembawa melodi, gendang anak sebagai pembawa ritem yang konstan,

gendang indung sebagai pembawa variasi rhytem sedangkan gung dan penganak

adalah sebagai pengatur tempo atau metronome.

Sebutan untuk pemain sarune adalah penarune, untuk pemain gendang

anak dan indung adalah singindungi dan singanaki, serta pemain gung dan

penganak adalah simalu gung dan simalu penganak. Saat ini pemain gung dan

penganak sudah dimainkan oleh satu orang dari yang sebelumnya adalah dua

orang.

Gendang lima sendalanen saat ini pada umumnya dipakai dalam acara

acara upacara pemakaman. Sudah sangat jarang sekali ditemui ansambel gendang

73

lima sendalanen dipakai dalam upacara ritual, upacara adat perkawinan,

memasuki rumah baru bahkan dalam konteks hiburan.

Gendang telu sendalanen atau dikenal dengan istilah gendang kulcapi bisa

disebut adalah ansambel kecil dalam kesenian tradisional Karo. Lihat gambar 2.5.

Adapaun instrument yang ada dalam gendang telu sendalalnen adalah kulcapi

sebagai pembawa melodi, keteng-keteng sebagai pembawa ritem dan mangkuk

mbentar (mangkok putih) sebagai penjaga tempo.

Gambar 2.5 Gendang Kulcapi

Gendang telu sendalanen pada umumnya dipakai dalam berbagai ritual

seperti ritual erpangir kulau, raleng tendi, perumah begu, ndilo wari udan dan

masih banyak lagi. Saat ini gendang telu sendalanen juga sudah sangat akrab

dengan seni pertunjukan.

74

2.6.2 Seni Landek

Menari sebagai perwujudan ekspresi sosial, karena seseorang atau

sekelompok orang yang menari tidaklah hanya untuk kepentingan sendiri

melainkan untuk dirasakan bersama orang lain, baik yang terlibat langsung

(menari bersama) maupun yang menyaksikan dari luar. Dengan demikian, mereka

yang biasa menari akan terlatih pula untuk berhubungan dengan orang lain, serta

mengaitkan apa yang dirasakan di luar dirinya dengan yang ada di dalam dirinya.

Aktivitas tari seringkali tergantung atau bahkan terikat oleh dinamika

kehidupan suatu masyarakat (Dibia 2005: 9). Pernyataan ini sangat erat kaitannya

dengan apa yang dilakukan masyarakat Karo ketika menari pada upacara

perkawinan. Secara umum, tari pada masyrakat Karo disebut landek. Dalam

budaya Karo, penyajian landek sangat kontekstual. Dengan kata lain,

keberadaan landek ditentukan oleh konteks penyajiannya. Selain itu, setiap

gerakan dalam landek juga berhubungan dengan simbol-simbol dan makna-makna

tertentu.

Pola-pola dasar landek pada masyarakat Karo terbentuk atas tiga unsur.

Pertama, endek (gerakan menekuk lutut) merupakan salah satu unsur penting

dalam tari Karo. Endek dibentuk dengan gerakan menekuk lutut ke bawah dan

kembali lagi ke atas. Gerakan itu mengakibatkan posisi tubuh bergerak ke atas dan

ke bawah secara vertikal. Gerakan endek disesuaikan dengan buku gendang

(bunyi gung dan bunyi penganak dalam permainan musik Karo yang sedang

mengiringi).

75

Ketepatan posisi endek dalam kaitannya dengan buku gendang

merupakan sebuah keharusan untuk memperlihatkan keindahan dalam tari Karo.

Pada beberapa landek, penyesuaian itu bisa terlihat ketika gung dan penganak

berbunyi tubuh penari berada di posisi atas. Selanjutnya odak atau pengodak

(gerakan langkah kaki), merupakan gerakan penari, baik ketika melangkah maju

dan mundur maupun melangkah serong ke kiri atau ke kanan. Odak harus dimulai

dengan gerakan kaki kanan dan dilakukan pada saat gung berbunyi.

Dalam gerakan odak atau pengodak, unsur endek seperti yang telah

dijelaskan di atas harus tetap terlihat. Maksudnya, ketika penari melakukan odak

(melangkah), penari tersebut tetap melakukan endek dalam upaya penyesuaian

gerakan odak dengan musik. Selain itu, ole (goyangan atau ayunan badan),

merupakan gerakan goyangan atau ayunan badan ke depan dan ke belakang, atau

ke samping kiri dan kanan. Gerakan ole juga mengikuti bunyi gung dan penganak.

2.6.3 Perkolong-kolong (Penyanyi Tradisi Karo)

Perkolong-kolong dapat diartikan penyanyi tradisi Karo. Perkolong-kolong

merupakan salah satu unsur yang sangat penting pada upacara perkawinan,

terutama upacara perkawinan yang digolongkan kerja sintua. Acara yang ada

dalam upacara tersebut dapat menjadi lebih baik dengan ada seorang perkolong-

kolong Ia dapat mewakili dari semua sangkep nggeluh (kekerabatan) yang ada

untuk menyampaikan petuah-petuah dari senina. kalimbubu senina/sembuyak

melalui nyanyian katoneng-katoneng.

76

Tradisi lisan yang diwariskan secara turun-temurun akan tampak

wujudnya yang nyata dari seorang perkolong-kolong. Perkolong-kolong yang

telah terlatih akan mempunyai kemampuan mengesprikan rasa sosial dari

masyarakat Karo.

Perkolong-kolong menurut Kumalo Tarigan (2017:4) berasal dari kata

‘erkolong-kolong’. Kata ‘erkolong-kolong’ sebenarnya tidak mempunyai makna

atau arti, tetapi dahulu selalu ucapkan seorang penyanyi pada akhir setiap kalimat

lagu. Menurut beliau ini sangat berhubungan dengan lagu-lagu Karo pada masa

dahulu, sekitar tahun 1930-an, sangat sederhana. Lagu-lagu hanya satu pola

nyanyian saja, sehingga anatara satu kalimat lagu dengan kalimat lagu berikutnya

terdapat kata-kata ‘erala kolong-kolong ari turang… erala kolong-kolong.’ Itulah

sebabnya maka orang yang menyanyikan itu disebut perkolong-kolong.

Orang yang pintar bernyanyi disebut perende-ende. Rende secara umum

diartikan sebagai bernyanyi, sedangkan ende-enden berarti nyanyian. Perende-

ende biasa dipanggil untuk menyanyi sekaligus menari dalam berbagai konteks

pertunjukan. Jadi pengertian perende-rende jauh lebih luas, karena dapat

digunakan dalam lintas suku lintas budaya. Namun perkolong-kolong hanya

terbatas untuk penyanyi tradisi Karo yang menggunakan konsep komposisi musik

tradisi Karo yang disebut dengan dalan gendang.

2.6.4 Ende-enden (Lagu atau Nyanyian)

Ende-enden atau lagu atau nyanyian dalam kebudayaan Karo terdiri atas

beberapa jenis, seperti: (1) katoneng-katoneng, (2) tangis-tangis, (3) io-io, (4)

77

didong-doah, (5) tabas, (6) mang-mang, (7) nendung, dan (8) nyanyian percintaan

atau muda-mudi. Katoneng-katoneng merupakan suatu musik vokal yang

biasanya diiringi gendang lima sedalanen atau gendang kibot. Secara komposisi,

katoneng-katoneng telah memiliki garis melodi yang baku, tetapi lirik atau teks

dari komposisi tersebut senantiasa berubah dan disesuaikan dengan satu konteks

upacara.

Kadang-kadang katoneng-katoneng disebut juga dengan pemasu-masun

(nasihat-nasihat) karena isi atau tema lagu itu biasanya atau harapan mendapat

berkat dan rahmat cara memberi nasihat, penghormatan, pujian, dan doa. Kadang-

kadang lirik katoneng-katoneng juga bertemakan perjuangan atau kisah hidup

seseorang. Komposisi ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong-kolong.

Berdasarkan sifat nyanyian ini maka katoneng-katoneng dapat digolongkan

sebagai nyanyian bercerita (narrative song). Nyanyian inilah menjadi salah satu

unsur yang sangat penting dalam upacara perkawinan masyarakat Karo.

Tangis-tangis adalah nyanyian yang berisi tentang kesedihan atau

penderitaan seseorang, biasanya dinyanyikan tanpa iringan alat musik. Io-io

merupakan nyanyian tentang rasa rindu yang di iringai dengan penaganak atau

gong kecil. Didong-doah yaitu nyanyian seorang ibu ketika menidurkan anaknya

(lullaby) pada masyarakat Karo disebut didong-doah. Istilah didong-doah sebagai

aktivitas rende juga ditemukan dalam upacara perkawinan pada masyarakat Karo,

tetapi secara lengkap namanya adalah didong-doah bibi si rembah ku lau. Orang

menyanyikan mengungkapkan perasaan haru oleh seorang bibi (saudara kandung

78

perempuan dari bapak pengantin) yang isinya berupa nasihat kepada kedua

pengantin wanita.

Tabas adalah mantra-mantra yang dinyanyikan oleh guru sibaso (dukun)

dalam pengobatan tradisional. Mang-mang merupakan ungkapan penghormatan

seorang dukun terhadap jinujungnya (roh-roh yang menolong atau menyertainya

setiap waktu. Nendung adalah aktivitas seorang dukun dalam hal meramalkan

sesuatu atau seseorang yang pergi hilang, tanpa memberitahukan ke mana

kepergiannya.

Aktivitas guru sibaso dalam tabas, mang-mang, dan nendung tidak

selamanya dinyanyikan. Namun hanya berupa ucapan-ucapan tertentu semacam

mantra. Isi ucapan itu pun kadang-kadang tidak dapat dimengerti secara jelas bagi

orang yang mendengarkannya. Di pihak lain nyanyian percintaan atau muda-mudi

merupakan jenis vokal yang berkembang sampai saat ini. Semua jenis yang sudah

diuraikan di atas berkaitan dengan perkawinan, tetapi ada yang digunakan setelah

beberapa lama upacara perkawinan dilakukan. Untuk perumah begu (memanggil

roh), misalnya, harus dilakukan dengan mencari hari baik (niktik wari).

Aktivitas menyanyi pada masyarakat Karo disebut rende. Sedangkan ende-

enden dikenal dengan istilah nyanyian. Dalam musik Barat dikenal dengan vokal.

Menurut Rumengan (2010), musik vokal memiliki keterikatan yang sangat kuat

dengan bahasa suatu masyarakat. Musik vokal tradisional banyak berupa doa-doa

atau pujian pada semesta yang biasanya bergerak sesuai emosi, gaya, ritme,

intonasi, dan sebagainya. Lagu pada masyarakat merupakan atau terbentuk dari

79

pendramatisasian atau pengekspresian yang sungguh-sungguh dari mantra atau

doa (Rumengan, 2010:36).

Masyarakat Karo memiliki delapan jenis nyanyian sebagai berikut.

Pertama, katoneng-katoneng merupakan suatu musik vokal yang biasanya dapat

diiringi gendang lima sendalanen atau gendang kibot. Secara komposisi,

katoneng-katoneng telah memiliki garis melodi yang baku, tetapi lirik atau teks

komposisi tersebut senantiasa berubah dan disesuaikan dengan satu konteks

upacara.

Kadang-kadang katoneng-katoneng disebut juga dengan pemasu-masun

(nasihat-nasihat) yang disampaikan dengan cara bernyanyi, tetapi isi atau tema

lagu tersebut berisi nasihat, penghormatan, pujian, doa atau harapan dan

sebagainya. Kadang-kadang lirik katoneng-katoneng tergantung pada konteks

upacara masyarakat Karo. Repertoar ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong-

kolong. Berdasarkan sifat nyanyian ini maka katoneng-katoneng dapat

digolongkan sebagai nyanyian bercerita (narrative song). Kedua, tangis-tangis

nyanyian yang berisi tentang kesedihan atau penderitaan seseorang. Ketiga, io-io

merupakan nyanyian tentang rasa rindu.

Keempat, didong-doah nyanyian seorang ibu ketika menidurkan anaknya

(lillaby) pada masyarakat Karo disebut didong-doah. Istilah didong-doah sebagai

aktivitas rende juga ditemukan dalam upacara perkawinan masyarakat Karo, yaitu

seorang ibu mengungkapkan perasaan dan nasihatnya melalui nyanyian pada

keluarga pengantin. Kelima, tabas adalah mantra-mantra yang dinyanyikan oleh

guru sibaso (dukun) dalam pengobatan tradisional. Keenam, mang-mang

80

merupakan ungkapan penghormatan seorang dukun terhadap jinujung-nya (roh-

roh yang menolong atau menyertainya setiap waktu.

Ketujuh, nendung, yaitu aktivitas seorang dukun dalam hal meramalkan

sesuatu atau seseorang yang pergi tanpa memberitahukan ke mana kepergiannya.

Aktivitas guru sibaso dalam tabas, mang-mang, dan nendung tidak selamanya

dinyanyikan, tetapi hanya berupa ucapan-ucapan tertentu semacam mantra. Selain

itu, isi ucapan itu pun kadang-kadang tidak dapat dimengerti secara jelas oleh

orang yang mendengarkannya. Kedelapan, pop merupakan nyanyian percintaan

atau muda-mudi. Jenis vokal inilah yang berkembang sampai saat ini.

Nyanyian yang digunakan dalam upacara perkawinan adalah katoneng-

katoneng yang diiringi gendang lima sendalanen. Yang termasuk dalam

katoneng-katoneng adalah kata-kata atau kalimat yang dinyanyikan oleh

perkolong-kolong (penyanyi tradisi Karo ) pada upacara perkawinan

Berbeda halnya dengan upacara perkawinan kata-kata atau kalimat yang

dinyanyikan oleh perkolong-kolong disebut pemasu-masu (memohon berkat dan

rahmat). bila diperhatikan, mempunyai kesamaan dengan kata sambutan dalam

upacara perkawinan. Namun bedanya hanya disajikan dengan cara dinyanyikan.

Juga sama halnya kata-kata yang di utarakan oleh pihak keluarga pada upacara

perkawinan disebut ngerana semntara isinya pemasu-masu (pemberkatan/doa-

doa).

81

BAB III

PENYAJIAN PERKOLONG-KOLONG UPACARA PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT KARO

3.1 Aspek-aspek dan Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan

3.1.1 Aspek-aspek Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan pada masyarakat Karo dapat berlangsung pada

berbagai tempat, seperti rumah, halaman rumah, balai, jambur atau lost dan hotel.

Pilihan tempat tergantung pada berbagai pertimbangan, diantaranya jumlah tamu

undangan, besar kecilnya upacara, kemampuan dan harga diri orang yang

melaksanakan.

Saat-saat upacara perkawinan pada masyarakat berlangsung secara

umumnya mulai dari pagi hari, sekitar pukul 8 WIB pagi sehingga selesai.

Dewasa ini selesai upacara pada umumnya sore hari sekitar pukul 18 WIB,

Namun dalam penelitan ini upacara selesai pukul 19.30 WIB.

Dalam menjelaskan benda-benda dan alat upacara perkawinan, peneliti

terlebih dahulu membedakan antara benda-benda dan alat-alat upacara. Dalam

kasus ini peneliti menyatakan bahwa benda-benda upacara adalah semua jenis

yang dipakai habis. Sementara alat-alat upacara adalah semua jenis yang dapat

dipakai berulang. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa benda-benda

upacara adalah semua jenis makanan, uang pembayaran adat, dan semua

kelengkapan sirih dan rokok. Di sisi lain alat-alat upacara perkawinan adalah

tikar, tepak, pengeras suara, dan kain adat.

82

Orang-orang yang melakukan upacara perkawinan pada dasarnya adalah

orang tua dari kedua pengantin. Namun upacara dapat berlangsung apabila mereka

mengundang kaum kerabatnya. Orang yang meminpin upacaara perkawinan pada

masyarakat Karo adalah anak beru si ngerunggui atau anak beru si ngerana dari

pihak kkeluarga pengantin laki-laki dan perempuan.

3.1.2 Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan

Pada masyarakat Karo bahwa pada hari berlangsungnya suatu upacara

perkawinan dimulai dengan ngalo-ngalo atau menyambut pihak sukut memasuki

tempat upacara berlangsung. Setelah itu baru ngukati (sarapan atau makan pagi).

Selesai ngukati baru dilanjutkan dengan rose (berpakaian adat Karo).

Kalau rose (berpakaian adat Karo) sudah selesai baru melakukan ertembe-

tembe (musyawarah pembayaran hutang adat). Apabila musyawarah adat selesai

maka dilanjutkan dengan sijalapen (menyebutkan orang yang bertanggung jawab

terhadap upacara tersebut). Setelah itu dapat dilaksanakan ersukat emas

(penyerahan hutang adat). Setelah hutang adat dibayar maka dilakukan

penjemputan pengantin wanita yang disebut ngelegi beru agar dapat bersama-

sama dengan pengantin laki-laki untuk nggalari ulu emas (membayar hutang adat

kepada paman pengantin laki-laki). Selesai enggalari ulu emas dilanjutkan dengan

adu pengantin (pengantin menari bersama dan secara bergantian menyanyi).

Setelah selesai pengantin menari dan bernyai dilanjutkan dengan acara ngerana

atau menyampaikan kata sambutan.

83

Pada akhir acara ngerana atau menyampaikan kata sambutan ada bagian

perkolong-kolong bernyanyi. Dari semua susunan acara di atas makan siang

ditentukan pada sekitar pukul 1 siang. Dengan demikian makan siang dianggap

tidak akan mengganggu susunan acara yang telah ditetapkan. Susunan acara

dalam upacara perkawinan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan

No Susunan Acara

1 Ngalo-ngalo (menyambut sukut memasuki tempat upacara perkawinan)

2 Ngukati (sarapan atau makan pagi) 3 Rose (berpakaian adat Karo) 4 Ertembe-tembe (musyawarah adat)

5 Ersukat Emas (penyerahan mahar)

6 Sijalapen (pemberitahuan orang yang bertanggung jawab dalam upacara perkawinan)

7 Ngelegi Beru (pengambilan pengantin wanita)

8 Nggalari Ulu Emas (membayar hutang adat kepada kalimbubu singalo ulu emas)

9 Adu Pengantin (menari dan menyanyi kedua pengantin)

Ngerana (menyampaikan kata sambutan)

10 Makan bersama.

3.2 Ngalo-ngalo (Menyambut Sukut Memasuki Tempat Upacara

Perkawinan) Pada hari penyelenggaraan upacara perkawian pada masyarakat Karo

dimulai dengan ngalo-ngalo atau menyambut pihak sukut memasuki tempat

upacara berlangsung, seperti gambar 3.1. Walaupun disebut ngalo-ngalo

(menyambut) namun kenyataan yang sebenarnya aktifitas yang terjadi adalah

penggarakan dan penyambutan.

84

Gambar 3.1 Ngalo ngalo Marga Bangun Memasuki Lokasi Upacara

Pertama, semua keluarga besar daripada pihak keluarga pengantin laki-laki

diarahkan anak beru si ngerana-nya untuk berdiri secara teratur di di halaman

depan pintu masuk tempat upacara berlangsung, sementara samua anak berunya

berdiri di dalam. Kemudian anak beru si ngerana meminta pemain kibot untuk

memainkan lagu mengiringi pihak keluarga sukut pihak pengantin laki-laki

berjalan memasuki tempat upacara dan anak beru-nya menyambut dari dalam.

Setelah semua sampai di dalam tempat upacara musik atau gendang

berhenti. Kedua, semua kalimbubu pihak keluarga pengantin laki-laki diarahkan

anak beru si ngerana untuk berdiri secara teratur di di halaman depan pintu masuk

tempat upacara berlangsung, sementara samua pihak sukut berdiri di dalam.

Kemudian anak beru si ngerana meminta pemain kibot untuk memainkan lagu

atau gendang mengiringi pihak kalimbubu keluarga pengantin laki-laki berjalan

memasuki tempat upacara dan pihak sukut menyambut dari dalam. Setelah semua

85

kalimbubu sampai di dalam tempat upacara musik berhenti. Selanjutnya hal yang

sama terjadi pada pihak keluarga pengantin wanita. Biasanya lagu yang dimainkan

bertempo sedang sehingga mudah mengikuti iramanya.

3.3 Ngukati (Makan Pagi)

Ngukati (makan pagi) seyogianya disediakan dan dilayani oleh pihak anak

beru dari pengantin laki-laki. Namun dalam kasus penelitian ini disediakan dan

dilayani pihak hotel. Waktunya sekitar pukul 8 pagi sehingga pukul 10. Umumnya

ngukati akan dilakukan di tempat upacara perkawinan. Namun demikian sering

sebagian daripada bahan makanan di antar ke rumah orang tua pengantin wanita

sebagai bersifat penghormatan. Tetapi dalam pelaksanaan ini tidak dilakukan.

Karena semua kaum kerabat baik daripada pihak pengantin laki-laki mahupun dari

pihak pengantin wanita ngukati di tempat hotel.

Ngukati (makan pagi) merupakan simbol penghormatan yang tinggi

kepada semua kaum kerabat yang diudang hadir pada upacara perkawinan. Bagi

kaum kerabat yang telah hadir di tempat upacara perkawinan dapat makan pagi

secara bersama-sama. Tetapi bagi kaum kerabat yang terlambat, akan tetap

dilayani dan disediakan.

Setelah makan pagi ada pemberitahuan dari anak beru si ngerana (anak

beru jurubicara) daripada pengantin laki-laki tentang pengaturan tempat duduk.

Umumnya bagian tempat duduk daripada pihak kelurga pengantin laki-laki dan

kaum kerabatnya, di sebelah kiri pada tempat upacara. Sementara tempat duduk

daripada pihak keluarga pengantin wanita dan kaum kerabatnya di sebelah kanan.

86

Hal ini menyebabkan posisi kedua kaum kerabat antara pengantin laki-laki dan

pengantin wanita saling berhadapan. Pihak senina daripada kedua keluarga

pengantin mengambil tempat duduk pada bagian tengah. Di sebelah kanan senina

adalah tempat duduk kalimbubu dan di sebelah kirinya adalah tempat duduk anak

beru.

3.4 Rose (Berpakaian Adat Karo)

Setelah selesai makan pagi, kedua keluarga pengantin akan memakai

pakaian adat Karo, proses pemakaian ini disebut rose. Orang yang memakaikan

ose (pakaian adat) seharusnya adalah kalimbubu si mupus (kalimbubu yang

melahirkan), namun sekarang ini telah dilakukan oleh orang dari salon.

Seyogianya orang yang memakaikan ose itu kepada laki-laki adalah saudara laki-

laki daripada ibu ataupun keturunanya yang laki-laki. Orang yang memakaikan

ose kepada wanita adalah orang tuanya atau saudara laki-lakinya sendiri.

Umumnya pada laki-laki, ose itu terdiri daripada tutup kepala (bulang),

kain yang mendatar di atas pundak (kadang-kadangen), kain yang melilntang di

pundak sebelah kanan ke kiri (selempang) dan kain yang membalut di pinggang

hingga ke bawah (gonje).

Pada wanita, ose-nya terdiri daripada tutup kepala (tudung), kain penutup

di atas pinggang (langge-langge), dan kain membalut di pinggang (abit). Pada

penggantin disamping ose di atas masih ada hiasan tambahan, yaitu sertali, terdiri

daripada sepasang gelang, sepasang anting, kalung, dan hiasan pada penutup

kepala. Bahanya daripada logam yang bersepuh emas.

87

Setelah rose kedua pengantin duduk di atas kursi pada tempat keluarga

masing-masing dalam arti belum dapat bersanding. Setelah semua yang terlibat

dalam rose selesai maka anak beru si ngerana daripada pihak keluarga pengantin

laki-laki dan wanita menyampaikan bahwa rose telah selesai. Dengan demikian

kedua belah pihak anak beru si ngerana menyatakan bahwa acara ertembe-tembe

(musyawarah adat) telah dapat dilaksanakan.

3.5 Ertembe-tembe (Musyawarah Adat)

Untuk melakukan ertembe-tembe (musyawarah adat) disamping telah rose

ada hal ini perlu diperhatikan, yaitu lengkapnya kedatangan kaum kerabat masing-

masing, apakah kerabat yang terlibat langsung dalam musyawarah telah hadir.

Kalau memang kerabat itu telah ada yang mewakili, maka acara dapat dimulai.

Kalau acara ini sudah dapat dimulai maka untuk itu diperlukan amak

runggu (tikar untuk musyawarah yang disediakan oleh anak beru keluarga

pengantin wanita. Tikar tersebut dibentangkan untuk menjadi tempat duduk yang

terlibat dalam musyawarah adat. Masing-masing anak beru si ngerana daripada

kedua keluarga memberi kesempatan kepada salah seorang daripada senina atau

sembuyak atau gamet yang mewakili sukut untuk memanggil semua anak beru

agar menyelesaikan musyawarah adat tersebut, seperti gambar 3. 2a dan gambar

3.2b.

Acara musyawarah adat dapat dimulai dengan terlebih dahulu membaca

doa berdasarkan agama mereka. Selesai membaca doa, sebagai penghormatan

dalam adat pihak keluarga pengantin laki-laki harus menyampaikan tepak dan

88

rokok. Jumlah tepak yang diperlukan ada enam. Memulai musyawah, anak beru si

ngerana pihak pengantin laki-laki (L) menyampaikan kata-kata:

(L) : Gelah erlayas cakap ta, perdalin kami ate kami kampil uga kapndu kira kira?

(Supaya baik pembicaraan kita, kami mau menyampaikan tepak bagaimana kalian rasa ? )

Anak beru si ngerana pihak pengantin perempuan (P) menjawab: (P) : Oe mehuli, pedalin! (Iya baik, sampaikan/) Anak beru si ngerana pihak pengantin laki-laki menyerahkan lima tepak

kepada pihak keluarga pengantin wanita dengan perantara anak beru-nya, dengan

mengatakan sebagai berikut:

(L) : Enda kampil kehamaten, tole kerna kita ercakap cakap sanga embah belo selambar, me labo kapndu dalih kerina kalimbubu? Ini tepak kehormatan, selain itu tentang musyawarah kita pada waktu peminangen, kan tidak salahnya semua kalimbubu?

Gambar 3. 2a Anak beru Bangun

89

Anak beru si ngerana pihak pengantin perempuan menerima lima tepak

daripada pihak keluarga pengantin laki-laki dengan perantara anak beru-nya. Satu

tepak yang lain di untuk disampaikan kepada kalimbubu singalo ulu emas dan

singalo ciken-ciken yang ada pada pihak keluarga pengantin laki-laki. Di samping

itu disampaikan kepada semua kalimbubu mohon agar mendengarkan dan dapat

mengingatkan apabila ada kesilapan atau kesalahan musyawarah tersebut.

Gambar 3. 2b Anak beru Bukit Semua makna tepak diambil dan tepaknya dikembalikan, kemudian anak

beru si ngerana pihak pengantin perempuan (P) menyatakan:

(P): Isap kalimbubu kami sidilaki sikap dingen mami ras turangku nggo man belo, kai dage sibelasken ndu kerna isap ras belo si nggo she? (Rokok kalimbubu kami yang laki laki baik, begitu juga mami dan turangku sudah memakan sirih, apa hal yang ingin kalian sampaikan melalui rokok dan sirih yang sudah kami terima?

(L): Nderbih dakam pasu pasu kalimbubu kami enda, ersinget singet gantang tumba si man sukaten, nungkun kami anak beru tambar malem ku anak beru karo mergana kerna gantang tumba si sukaten seh asa gundari me labo lit siubahen? Semalam sudah berlangsung pemberkatan kalimbubu kami ini, teringatnya tentang jumlah mahar yang harus dibayarkan, kami mau bertanya anak beru Tambar Malem kepada anak beru Karo margana tentang jumlah mahar yang harus dipenuhi sampai sekarang kan tidak ada yang berubah?

90

Anak beru si ngerana keluarga pengantin wanita meminta agar anak beru

si ngerana keluarga pengantin laki-laki membacakan hasil kesepakatan pada

musyawarah adat pada waktu peminangan. Untuk itu anak beru si ngerana

keluarga pengantin laki-laki menyampaikan kepada anak beru si ngerana

keluarga pengantin wanita bahwa pada waktu peminangan mereka sudah

membuat kesepakatan tentang jumlah pembayaran mahar (batang unjuken).

Selanjutnya anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki membacakan

kembali semua hasil kesepakatan tentang jumlah pembayaran mahar. Dengan

begitu nyata dapat diketahui jumlah tersebut daripada semua pihak yang terlibat.

Setelah menyimak pembacaan hasil kesepakatan yang telah ditetapkan dalam

waktu peminangan maka anak beru si ngerana keluarga pengantin wanita

mengatakan:

(P): Lang, labo lit siubahen. aku dakam pang nge nda arih ras kalimbubu kami adi erdemu impal ngenda iya mpal, kalimbubu enda pe labo iya nggit si asaken sebab si tatapen nge kita ibas jabunta. (Tidak, tidak ada yang berubah, Aku juga berani bermusyawarah dengan kalimbubu kami sebab mereka ber- impal, kalimbubu ini juga tidak akan mau meminta lebih, karena saling mengerti juga di dalam kelurga besar kita. (L): Gelah entegoh cakapta si jalapen kita pe kepar gelah kepala desa si nengahi cakapta” (Supaya kuat hasil musyawarah, kita kedua belah pihak memberitahukan orang yang menanggung jawapi dan kepala desa yang menengahi nya).

Dengan demikian maka musyawarah adat selasai dilakukan dan langsung

dilanjutkan dengan sijalapen (pemberitahuan orang yang bertanggung jawab

dalam upacara perkawinan).

91

3.6 Sijalapen (Pemberitahuan Orang Yang Bertanggung Jawab Dalam

Upacara Perkawinan)

Pada upacara perkawinan masyarakat Karo ada orang yang dibuat sebagai

penanggung jawab dalam perkawinan. Orang yang bertanggung jawab itu dalam

perkawinan berjumlah sebelas orang, yang terdiri dari 6 (enam) orang dari pihak

keluarga pengantin laki-laki dan 5 (lima) orang dari pihak keluarga pengantin

perempuan.

Dari pihak keluarga pengantin laki-laki terdiri daripada:

1. Orang tua daripada pengantin laki-laki, yaitu ayah kandung daripada pengantin

laki-laki.

2. Sipeempoken, yaitu orang yang bertanggung jawab untuk mengawinkan

pengantin laki-laki yaitu salah seorang daripada senina.

3. Biak senina, salah satu senina yang bertanggung jawab dalam musyawarah

upacara perkawinan.

4. Anak beru cekoh baka yaitu anak beru yang bertanggung jawab daripada segala

keperluan pada upacara perkawinan,

5. Anak beru si ngerana yaitu anak beru yang bertanggung jawab dalam

musyawarah pada upacara perkawinan.

6. Anak beru menteri atau anak beru sindungi dahin, yaitu anak beru yang

bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan pada upacara perkawinan.

Dari pihak keluarga pengantin wanita, terdiri daripada:

1. Orang tua daripada pengantin wanita, yaitu ayah daripada pengantin wanita,

2. Sinerehken, yaitu orang yang bertanggung jawab untuk mengawinkan

92

pengantin wanita salah seorang daripada senina,

3. Biak senina, yaitu salah satu senina yang bertanggung jawab dalam

musyawarah pada upacara perkawinan, dari pihak pengantin wanita.

4. Anak beru cekoh baka, yaitu anak beru yang bertanggung jawab daripada

segala keperluan upacara perkawinan, dari pihak pengantin wanita.

5. Anak beru tua atau anak beru si ngerana, yaitu anak beru yang bertanggung

jawab dalam musyawarah pada upacara perkawinan dari pihak pengantin

wanita, seperti gambar 3.3

Gambar 3.3 Kepala Desa Enjalapi (Menentukan Penanggung Jawab Perkawinan)

3.7 Ersukat Emas (Penyerahan Mahar)

Umumnya setiap batang unjuken (mahar) terdiri daripada tujuh jenis, masing-

masing dimasukkan ke dalam amplop. Dengan demikian memudahkan untuk

diberikan kepada pihak keluarga pengantin wanita yang berhak menerimanya.

93

Orang yang berhak menerima ketujuh bagian mahar pada upacara perkawinan

masyarakat Karo adalah:

1. Orang tua kandung pengantin wanita,

2. Singalo bere-bere, yaitu saudara laki-laki dari ibu pengantin wanita,

3. Singalo perkempun, yaitu ipar dari saudara laki-laki dari ibu pengantin

wanita,

4. Singalo perninin, yaitu ipar dari ayah pengantin wanita,

5. Singalo perbibin, yaitu saudara perempuan dari ibu pengantin wanita,

6. Si rembah ku lau, yaitu saudara perempuan dari ayah pengantin wanita,

7. Perkembaren, yaitu suami dari saudara perempuan dari ayah pengantin

wanita.

Acara ersukat emas (musyawarah pembayaran mahar) selesai setelah tiap-tiap

bagian telah diterima oleh orang atau yang mewakili daripada orang yang berhak

menerimanya. Seperti gambar 3.4

Gambar 3.4 Membayar Mahar

94

3.8 Ngelegi Beru (Pengambilan Pengantin Wanita)

Setelah selesai pembayaran mahar maka anak beru si ngerana keluarga

pengantin laki-laki meminta kepada semua pihak senina, sembuyak, sedalanen,

sepengalon, sepemeren agar bersama-sama dengan anak beru pihak keluarga

pengantin laki-laki untuk ngelegi beru yaitu menjemput pengantin wanita. Dalam

hal ini pengantin laki-laki diarak ketempat keluarga pengantin wanita, dan

sesampainya di tempat pengantin wanita maka mereka kedua pengantin diarak

untuk menghadap kalimbubu si nagao ulu emas, yaitu saudara kandung laki-laki

ibu pengantin laki-laki untuk membayar ulu emas (utang adat kepada kalimbubu

singalo ulu emas).

3.9 Nggalari Ulu Emas (Membayar Hutang Adat Kepada Kalimbubu Singalo

Ulu Emas) Ulu emas merupakan satu utang adat yang harus dibayar keluarga

pengantin laki-laki kepada kalimbubu si ngalo ulu emas (saudara laki-laki

daripada ibu pengantin laki-laki). Banyaknya untang adat ini sama persis dengan

tukur (mahar yang diberikan kepada orang tua pengantin wanita). Pembayarannya

hanya dapat dilakan setelah keluarga pengantin laki-laki memberikan pembayaran

mahar secara menyeluruh. Lihat gambar 3.5a dan gambar 3.5b

Dengan adanya pembayaran ini semua kalimbubu si ngalo ulu emas telah

menganggap bahwa pengantin wanita menjadi anaknya sendiri. Sebaliknya

pengantin wanita juga harus menganggap kalimbubu si ngalo ulu emas sama

dengan orang tuanya atau saudaranya sendiri.

95

Gambar 3.5a Penghormatan Kepada Kalimbubu menjelang Pembayaran Ulu Emas

Gambar 3.5b Pembayaran Ulu Emas Kepada Kalimbubu

Setelah membayar ulu emas maka semua kaum kerabat dimohon agar

bersiap-siap menyambut adu pengantin, yaitu mempersilakan agar kedua

pengantin menari bersama serta bernyanyi secara bergantian.

96

3.10 Adu Pengantin ( Menari Dan Menyanyi Kedua Pengantin)

Sudah menjadi suatu kelaziman sejak lebih dari dua dekade pada setiap

upacara perkawinan masyarakat Karo ada adu pengantin. Waktu yang tepat

melaksanaka adu pengantin seteleh selesai pembayaran ulu emas. Dalam kasus

penelitian ini adu pengantin tepat setelah selesai pembayaran ulu emas. Lihat

gambar 3.6 Adu Pengantin

Gambar 3.6 Adu Pengantin

Selain itu adu pengantin ini secara langsung dipandu oleh perkolong-

kolong dengan lagu pembukaan maba kampil (lagu ini menjadi korpus pertama

dalam penelitian ini). Bersamaan dengan itu semua kaum kerabat turut mengarak

kedua penganting menari. Setelah selesai perkolong-kolong memandu mereka

menari bersama di tengah-tengah tempat upacara, maka anak beru si ngrana

keluarga pengantin laki-laki secara bergantian dengan anak beru si ngerana

keluarga pengantin wanita bergantian memandu.

97

Masing-masing pengantin menyanyikan dua lagu, dan pada waktu mereka

bernyanyi kaum kerabat memberi sumbangan yang berguna untuk membantu

kemandirian mereka. Setelah selesai adu pengantin, kembali anak beru si ngrana

keluarga pengantin laki-laki meminta agar semua pihak kembali ketempat duduk

masing-masing karena acara ngerana (menyampaikan kata sambutan) segera akan

dimulai.

3.11 Ngerana (Menyampaikan Kata Sambutan)

Dalam acara ngerana (menyampaikan kata sambutan) pada upacara

perkawinan dilakukan secara bergantian antara kaum kerabat pihak keluarga

pengantin laki-laki dan pihak keluarga pengantin wanita. Tetapi selalu dimulai

oleh pihak keluarga pengantin laki-laki. Secara lengkap susunan acara ngerana itu

ada tujuh seperti yang terdapat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Susunan Acara Kata Sambutan Pada Upacara Perkawinan

No Susunan Acara Kata Sambutan Pada Upacara Perkawinan

1 Keluarga Pengantin Laki-laki dan Semua Seninanya

2 Keluarga Pengantin Wanita dan Semua Seninanya

3 Pihak Pemerintah, Teman Sejawat

4 Kalimbubu Keluaraga Pengantin Laki-laki

5 Kalimbubu Keluaraga Pengantin Wanita

6 Anak beru Keluarga Pengantin Wanita

7 Anak beru Keluarga Pengantin Laki-laki

98

3.11.1 Keluarga Pengantin Laki-laki dan Semua Seninanya Memulai acara ngerana (menyampaikan kata sambutan) anak beru si

ngerana keluarga pengantin laki-laki meminta agar semua kaum kerabat sukut si

empo dalam hal ini keluarga Bangun dan semua senina-nya berdiri disebelah barat

dan menghadap ke arah timur. Sementara semua sembuyak-nya yang terdiri

daripada sipemeren, siparibane, sepengalon dan sedalanen berdiri di sebelah

timur dengan menghadap ke barat, sehingga kedua kelompok ini saling

berhadapan.

Pada bagian sebelah utara berdiri pula sebagian anak beru keluarga Bangun.

Beberapa orang daripada anak beru keluarga Bangun yang berada sebelah kiri

membawa tepak yang berisi sirih dengan kelengkapannya.

Anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki menyampaikan kepada

keluarga Bangun bahwa mereka sudah menari bersama semua sembuyak-nya

termasuk sipemeren, siparibane, sepengalon dan sedalanen-nya semua, agar

menyampaikan kata sambutan kepada semua kaum kerabat yang telah di undang

hadir. Lihat gambar 3.7

Menanggapi pernyataan daripada anak beru si ngerana itu, ayah daripada

pengantin laki-laki menyampaikan kata sambutannya seperti berikut:

Sinihamati kami sembuyak senina sipemeren ras sipengalon (Yang kami hormati sembuyak senina sipemeren dan sipengalon) Rikut ras anak beru bage pe anak beru menteri kami

99

Gambar 3.7 Keluarga Sukut Bangun

(Begitu juga dengan anak beru dan anak beru menteri kami) Ikataken bujur ibas kerehendu (Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian) Mindo maaf kami man bandu kalimbubu kami (Mohon maaf lami kepada kalimbubu kami) Mungkin ibas nenahken kami kam la kami reh ndahi kam sekalak sekalak (Mungkin saat mengundang kalimbubu sekalian kami tidak mendatangi kalimbubu sekalian satu per satu) Enda ban situasi kesehaten si kurang lit bas aku, labo ban karus kami (Hal ini dikarenakan kondisi kesehatan yang kurang ,bukan karena kemalasan kami) Bage pe man bandu sembuyak senina sipengalon (Begitu juga kepada sembuyak senina sipengalon) Melala kataken kami bujur man bandu (Kami ucapkan banyak terima kasih) Ibas kam kerina numpak numpak si ibahan bas wari sisendah (Dimana kalian semua mengikuti apa yang dilakukan pada hari ini) Bage pe man anak beru kam ras anak beru menteri kami (Begitu juga kepada anak beru dan anak beru menteri kami) La kam erlatih latih guna ndugi dahin enda (Yang tidak pernah lelah dalam menyelesaikan pekerjaan ini) Ikataken kami bujur man bandu

100

(Kami ucapkan terima kasih) Bagendam man bandu kalimbubu kami sembuyak kami anak beru kami (Demikian untuk kalian semua kalimbubu kami, sembuyak kami, anak beru kami) I ja kari panggung ndu pe seh pedah ndu man kempundu bere-berendu anakta bage pe permenndu (Dimana nanti pada saat menyampaikan kata sambutan ini sampaikan petuah-petuah kepada cucu, kemanakan, anak kita) Tuhan simasu masu kita kerina, bujur. (Tuhan memberkati kita semua terima kasih).

Memperhatikan kata sambutan di atas diketahui bahwa makna daripada

kata sambutan yang disampaikan bapak pengantin laki-laki ada lima yaitu: 1)

menyampaikan penghormatan dan ucapan terima kepada semua senina dan anak

beru; 2) menyampaikan mohon maaf kepada semua kalimbubu karena dalam

mengundang tidak dapat mendatangi kerumah satu persatu disebabkan karena

biliau kurang sehat; 3) memohon kepada semua kaum kerabat pada waktunya

nanti sampaiakan kata sambutan berupa petuah-petuah kepada cucu, kemanakan,

anak yang berumah tangga; 4) semoga Tuhan memberi rahmat kepada kita semua;

dan 5) mengucapan terima kasih kepada semua kaum kerabat.

Kata sambutan dari keluarga pengantin laki-laki yang disampaikan oleh

bapak pengantin laki-laki secara umumn telah merangkum semuanya. Namun

demikian kata sambutan ini ditambah oleh ibu pengantin laki-laki. Kenyataan

seperti inilah yang lazim terjadi dalam pelaksanaan adat bukan hanya

memperhatikan makna daripada kata sambutan saja yang diperlukan tetapi lebih

penting lagi menyangkut personal yang menyampaikannya. Menyampaikan secara

bergantian walaupun maknanya hampis kebanyakan sama dianggap pelaksanaan

adat berjalan dengan sebaik-baiknya.

101

Kata sambutan yang disampaikan ibu pengantin laki-laki itu sebagai berikut:

Sinikelengi kam kerina sembuyak kami bage pe sipemeren siparibanen kerina (Yang kami sayangi anda sekalian semua sembuyak kami begitu juga sipemeren dan siparibanen kerina) Si la ipilihi kami (Yang tidak kami beda-bedakan) Terus pe sinikelengi kami kam kerina anak beru kami (Demikian juga yang kami sayangi anda sekalian anak beru kami) Mindo maaf kel kami man bandu ntah ija kel ndai la idah kami kam reh (Kami mohon maaf kepada anda sekalian jika kami tidak melihat kedatangan anda) Bage pe ibas penenahken kami kam mungkin la kita jumpa (Begitu juga saat menyebar undangan mungkin kita tidak berjumpa) Ijenda mindo maaf kel kami labo kel erkiteken karus kami (Di sini kami mohon maaf oleh karena bukan karena kemalasan kami) Tapi erkiteken situasi maka kita la jumpa (Tapi dikarenakan situasi sehingga kita tidak berjumpa) I ja kesehaten bapak Iyos bagi kurang (Tapi dikarenakan kesehatan bapak Iyos juga kurang) Emaka la banci idahi kami kam sada per sada (Sehingga kami tidak bisa mendatangi anda sekalian satu per satu) Emaka ibas paksa enda mindo maaf kel kami man bandu kerina (Jadi saat ini kami menyampaikan permohonan maaf untuk anda sekalian) Ertoto kami ibas kerehenndu Tuhan lah siermulih pagi kerina man bandu (Kami doakan semoga kedatangan anda sekalian Tuhan selalu memberkati) Je nari adi mulih pe kari kam Berita si mehuli lah kari embahndu (Jadi saat pulang dari acara ini berita baiklah yang akan anda bawa sekalian) Gelah terpuji Dibata ibas kerja ta enda bujur (Sehingga terpuji nama Tuhan selalu dalam acara ini, terima kasih)

Makna dari kata sambutan pihak ibu pengantin laki-laki terdiri dari:

pernyataan hormat terhadap semua senina-nya tanpa membeda-bekannya;

pernyataan hormat terhadap semua anak beru; menyampaikan permohonan maaf

102

kalau kedatangan semua kerabat tidak semua dapat dilihat; menyampaikan

permohonan maaf atas undangan yang diberikan tanpa kedatangan secara

langsung karena kurang kesehatan; menyampaikan doa agar semua mendapat

berkat dan terpuji Tuhan Yang Maha Kuasa; dan ucapan terima kasih kepada

semua kaum kerabat.

Walau anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki masih

memberikan kesempatan kepada keluarga Bangun sebagai keluarga pengantin

laki-laki untuk menambahai kata sambutan, nampaknya tidak ada lagi. Karena itu,

anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki memberikan kesempatan

menyampaikan kata sambutan kepada senina keluarga Bangun.

Senina keluarga Bangun yang memeberikan kata sambutan ada ada 6

(enam) orang. Dalam tulisan ini saya catat 3 yang mewakili. Pertama, dari pihak

sembuyak menyampaikan kata sambutan sebagai berikut:

Kuakap tambar malem e lo kami tandaina (Mungkin tambar malen ini tidaklah kami kenal) Suruh iya ku batu karang (Suruh dia datang ke batu karang) Ula kari karang tading (Jangan sampai karangnya tinggal) Bagem kempu kami si batu karang nterem si la reh (Demikianlah kempu kami, dari batu karang tidak banyak yang datang) Ntah kai sebab mungkin karna erupsi (Mungkin karena erupsi) Jadi bagem tambar malem selamat kam ibas njabuken bana jumpa anak dilaki ras anak diberu (Jadi demikianlah tambar malem selamat untuk perkawinannya semoga cepat diberi anak perempuan dan laki laki) Jadi luah man anak beruta bage pe man kalimbubu (Jadi kebanggan untuk anak beru kita begitu juga untuk kalimbubu)

103

Beberapa hal yang penting daripada makna kata sambuatan di atas

diantaranya adalah pernyataan suatu kebanggaan bahwa keluarga Bangun mampu

menyelenggarakan upacara perkawinan yang begitu besar; bahwa pengantin laki-

laki di yakini tidak mengenal semua kaum kerabat yang hadir, oleh sebab itu agar

sering datang ke Batu Karang; kurangnya keluarga datang dari kampung Batu

Karang karena erupsi gunung Sinabun.; mendoakan agar rumah tangga yang baru

dapat melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan demi kebanggaan kepada

anak beru dan kalimbubu.

Senina yang kedua menyampaikan kata sambutan berasal dari kota

Kabanjahe. Kata sambutan itu yang berisi hal yang penting, diantaranya,

pernyataan ucapan selamat kepada keluarga pengantin laki-laki atas

berlangsungnya perkawinan jumpa impal; pernyataan meyakini bahwa kasih dari

Tuhan Yang Maha Kuasa begitu tinggi terhadap kedua keluarga; semoga keluarga

Bangun bersenang hati sehingga menjadi sehat walafiat. Lebih lanjut kata

sambutan tersebut disampiakan sebagi berikut:

I jenda ngerana kami ibas tegun sembuyak tambar malem mergana (Di sini kami berbicara dari pihak sembuyak tambar malem mergana) Sipemena lebe ningkami man kam senina kami anak kami heski bangun bagepe ras permen kami beru Bukit (Pertama tama kami ucapkan kepada senina kami anak kami Heski Bangun begitu juga dengan permen kami beru Bukit) Adi ukuri kami keriahen ukurta bas wari enda (Melihat bagaimana kesenangan hati kita pada hari ini) Simpar pemere Dibata nandangi kam sada keluarga (Sungguh melimpah pemberian Tuhan untuk kamu sekeluarga) Terlebih nandangi kami ka sembuyak pe (Terlebih lagi bagi kami sembuyak juga) Ibas penenahken ndu kami kam ibas jumpa impalna beru bukit (Karena undangan yang telah kami terima karena perkawinan beru bukit dan impalnya) Jadi ningkami lebe nandangi kam sembuyak kami tambar malem mergana

104

(Jadi pertama kami ucapkan kepada sembuyak kami tambar malem) Ibas erjabu pe anak sintua itengah jabundu ibas war sisekalenda (Dimana perkawinan anak kita yang paling tua tengah keluarga pada hari ini) Pengarapen kami kam sembuyak ndu si lit I Kabanjahe (Harapan kami sembuyak yang ada di Kabanjahe) Berubah lah kam tambar malem mergana adi gel gel rusur kam sakit wari si sekalenda kari mulai lanai kam sakit sakit (Berubahkan kami tambar malem mergana jikalau dulu kamu sering sakit mulai sekarang janganlah sakit lagi) Gelah alu bage teridah beru bukit e reh ku tengah jabundu sada kemegahen kel bas kam tambar malem mergana bage pe anak kami si beru Bukit (Supaya terlihat beru bukit ini ada ditengah keluarga, jadi satu kebanggaan bagi tanbar malem begitu juga bagi beru Bukit)

Kata sambutan ketiga dari senina keluarga Bangun dapat dilihat seperti di

bawah ini:

Sinihamati kami kam kalimbubu kami bukit mergana bagepe ras puang ni Puang kami apai pe kam la erndobah (Yang kami hormati kalimbubu kami bukit mergana begitu juga dengan puang ni puang kami yang mana pun) Jadi bagi kam lebe senina kami Heskia ras Ester I jenda selamat lebe ibas kam pejabuken anak (Jadi untuk kam senina kami heskia dan ester kami ucapkan selamat atas perkawinan anak kita) Jadi man bandu anak kami ntah pe permen kami (Dan untuk anak kami dan permen kami) Kam salah sada tangga ku kalimbubuta (Kamu adalah salah satu tangga ke kalimbubu kita) Jadi tangga enda ula ban ceda bage (Jadi tangga ini janganlah buat rusak) Permen kami tuhu tuhu kam anak kami tuhu tuhu (Permen kami adalah benar anak kami) Labo dat dat bagem iya (Bukan yang di dapat yang sembarangan) Bas kami situhuna labo lit kekhawatiran (Bagi kami sebenarnya tidaklah ada kekhawatiran) Enda salah sada kebahagian banci muat impal (Bahkan ini adalah salah satu kebahagian kami karena bisa meminang impal) Untuk menjaga kerukunan ibas perjabun ndu cobak ikuti kegiatan gereja (Untuk menjaga kerukuna dalam perkawinan kamu coba ikuti kegiatan gereja)

105

Dan semua perpulungen karna itu yang membuat kita kuat (Dan semua semaat, karena itu yang membuat kita kuat)

Makna kata sambutan di atas pertama memberikan penghormatan kepada

semua kalimbubu yang datang. Selanjutnya menyampaikan ucapan selamat

kepada kedua orang tua pengantin laki-laki. Setelah itu disampaikan kepada

kepada kedua pengantin bahwa mereka merupakan suatu tangga untuk

mendekatkan keluarga kepada kalimbubu. Hal ini didapat bukan secara kebetulan

dan merupakan suatu kebahagian tersendiri. Oleh sebab itu ikutilah semua kegian

gereja karena dengan itu membuat kita kuat. Kata sambutan ini merupakan

penutup sehingga penyampaikan kata sambutan dari pihak pengantin laki-laki

dianggap telah selesai. Pada waktu semua kerabat ini berjalan menuju tepat

duduk perkolong-kolong menyanyikan lagu Siterang bulan. Dengan demikian

suasana upacara semakin menyenangkan dan lagu ini menjadi korpus ke-dua

dalam penelitian ini.

3.11.2 Keluarga Pengantin Wanita dan Semua Seninanya

Anak beru si ngerana keluarga pengantin wanita menyatakan bahwa

kesempatan untuk menyampaikan kata sambutan dari pihak keluarga pengantin

wanita telah tiba. Untuk itu ia meminta agar semua kaum kerabat keluarga sukut

Bukit yang merupakan pihak keluarga pengantin wanita, berdiri disebelah barat

dan menghadap ke arah timur. Sementara semua sembuyak-nya yang terdiri

daripada sipemeren, siparibanen, dan sepengalon berdiri di sebelah timur dengan

menghadap ke barat. Sama dengan posisi pada waktu keluarga pengantin laki-laki

106

memberikan kata sambutan sebelumnya. Dengan demikian kedua kelompok

saling berhadapan.

Beberapa daripada anak beru keluarga Bukit ikut juga berdiri dan

membawa tepak yang berisi sirih dengan kelengkapannya. Kemudian anak beru

si ngerana keluarga Bukit menyampaikan kepada keluarga Bukit yang sudah

berdiri bersama semua sembuyaknya termasuk sipemeren, siparibane, sepengalon

dan sedalanen-nya semua, agar menyampaikan kata sambutan selamat datang

kepada semua kaum kerabat yang telah di undang hadir, seperti Gambar 3.8.

Bapak pengantin wanita memberikan kata sambutan seperti berikut:

Ibas lias pengarak ngarak na banci kita pulung bas ingan enda (Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan karena atas berkatnya kita masih dapat berkumpul ditempat ini) Erdandanken anak ta si beru bukit ras bere bere kami bangun mergana ersada arih guna pejabuken bana (Karena anak kita yang perempuan si beru bukit dan bere bere kami yang marga Bangun yang telah menyatukan hati untuk melakukan perkawinan). Jadi man kam sinihamati kami ginting mergana perangin angin mergana milala mergana bage pe temandu sendalanen kerina (Jadi untuk yang kami hormati Ginting marganya Perangin angin marganya Milala marganya bagitu juga teman sindalanen) Ras puang kalimbubu kami singarimbun mergana tarigan mergana ras temanndu sedalanen kerina (Begitu juga puang kalimbubu kami singarimbun margana tarigan margana dan sindalanen) Bage pe man sembuyak kami ras senina kami sipemeren sibaribanen sipengalon sendalanen (Begitu juga kepada sembuyak kami dan senjna kami sipemeren sipribanen sipengalon dan sindalanen) Ras kerina kam anak beru kami si nikelengi kami (Dan semua anak beru yang kami kasihi) I ja jenda nggo kita pulung kalimbubu kami senina kami anak beru kami (Dimana di sini kita berkumpul dengan kalimbubu senina dan anak beru kami semua)

107

Ntah uga gya penenahken kami kam ibas surat (Bagaimana pun cara kami dalam mengundang anda sekalian)

Gambar 3.8 Keluarga Sukut Bukit

Enda ula tama tama sangkut ukurndu (Jangan masukkan ke dalam hati) Bage pe se kam bas ingan enda ntah uga gya pengalo alo kami (Bagitu juga kepada anda sekalian yang berkumpul ditempat ini bagaimana pun cara penyambutan kami) Ras uga pencibalken kami isap ibas situasi si bagenda rupana (Dan bagaimana cara kami dalam memberikan rokok dalam situasi ini) Enda mindo maaf kel kami man bandu ibas kekurangen kami (Di sini kami mohon maaf atas kekurangan kami) Tapi ningkami man Dibata bapak tuhu meriah ukur kami (Tapi kami berdoa kepana Tuhan bahwa kami sangat senang) Sebab ireh kendu ku ingan enda guna kerna pertunggungken pehagaken ibas kerja peradaten anak kekelengen ta (Karena anda sekalian datang ke tempat ini untuk pertanggungjawaban untuk menyelesaikan acara adat anak yang kita sayangi ini) Jadi man kam senina kami sipemeren sipengalon sindalanen (Jadi kepada senina kami sipemeren sipengalon sindalanen) Bagem senina kami ija kita reh sekalenda guna ndungi kerja peradaten anak kekelengenta

108

(Jadi demikian senina kami dimana kita datang hari ini untuk menyelesaikan acara adat anak yang kita sayangi) Emaka berekenndu ajar kata nandangi anak kekelengenta (Jadi berikah kata petuah untuk anak yang kita sayangi ini) Jadi bagem nakku bagem bere bere kam Iyos (Jadi demikian anakku juga bere bere kami Iyos) Enda nggo pulung kerina sangkep geluh ta nakku (Ini sudah berkumpul semua sangkep geluh kita nakku) Jadi enda gelarna ndungi peradaten kam selaku kalak Karo) (Jadi ini namanya menyelesaikan acara adat kami sekali orang Karo) Kita selaku kalak karo ertina kai (Kita sebagai orang Karo) Makana kita la banci pulah ibas peradaten kalak karo (Tidaklah dapat terpisah dari adat Karo) Merga si lima tutur siwaluh rakut sitelu perkade kaden sepuluh dua tambah sada (Marga silima tutur siealuh rakut sitelu perkaden kaden sepuluh dua tambah sada) Artina ja pe pagi kam ringan nakku ula kam lupa peradatenta kam selaku kalak Karo (Artinya di mana pun nanti kamu berada nakku jangan pernah lupa adat kita sebagai orang Karo) Mehamat man kalimbubu metenget man senina metami man anak beru (Hormat kepada kalimbubu peduli kepada senina sayang kepada anak beru) Em pengarapen kami bapakndu ras bulangndu kerina (Inilah harapan kami bapak dan kakek kami sekalian semua) Jadi enda ertenah pagi kerina sangkep geluhta harus ka nge enda idahindu kerina (Jadi nanti jika semua sangkep nggeluh mengundang dalam acara adat maka kamu juga haruslah hadir) Jadi endam sitik bas aku nari apai kita sinambahisa kata enda kata tambahen (Jadi demikianlah sedikit kata dari saya, apakah ada lagi yang mau menambahkan)

Berbagai makna dalam kata sambutan di atas dapat diketahui yang

dimulai dengan ucapar rasa sykur kepada Yang Maha Kuasa; ucapan selamat

datang kepada semua kaum kerabat; bahwa dalam kehidupan kita tidak boleh

terlepas dari adat istiadat; kata sambutan ini masih ada kekurangan oleh karena

itu masih dapat ditambahi.

109

Selanjutnya anak beru singerana keluarga pengantin wanita memberikan

kesempatan kepada pihak sembuyaknya untuk memberikan kata sambutan.

Makna-makna yang penting di dalam kata sambutan tersebut yang disampaikan

oleh pihak senina dari pada keluarga pengantin wanita di antaranya, megharapkan

keberkaatan terhadap orang tua pengantin wanita; bagaimana pun perkawinan

jumpa impal akan memperkuat ikatan persaudaraan yang sudah ada sebelumnya;

mudah-mudahan perkawinan ini akan memberikan kebahagiaan tidak hanya

kepada orang tua tetapi kepada semua keluarga besar; permohonan maaf atas

segala kekurangan di dalam pelaksanaan upacara; bagaimanapun upacara

perkawinan ini merupakan kebanggan bagi kedua-dua orang tua; karena

perkawinan ini dianggap sekarang sudah langka hendak lah dijaga sebaik-baiknya;

dan terakhir agar keluarga yang baru mendapat kesejahteraan serta dapat

melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan.

Secara lengkap kata sambutan itu adalah sebagai berikut:

Bagem Bukit mergana kerina kam harapen kami ibas erjabu anak ta sintua (Untuk Bukit merganya semua kamu adalah harapan kami dalam perkawinan anak kita yang paling tua ini) Sehat kam Bage pe man nande tasya em harapen kami (Semoga sehat selalu begitu juga dengan ibu tasya, itulah harapan kami) Jadi man kam anak kami tasya jadi adi jump ras impal nakku (Dan untuk anak kami Tasya, karena sudah jumpa dengan impal) E harus kam jadi benang penjarum (Maka haruslah jadi benang penjarum) Gelah ula pagi nakku perjabunndu enda jadi ukuren bapak ras mamak e harapen kami man kam terbeluh kam (Supaya nantinya perkawinan kamu ini tidak menjadi pikiran bagi ayah dan ibu kamu, inilah harapan kami semoga kamu bisa menjalankannya) Sangap kam ibas wari sisekalenda I ja erban pesta anak kekelengenta sintua (Beruntung kamu pada hari ini dimana membuat pesta anak sulung tersayang)

110

Kami biakseninandu sipengalon ijenda ngatakensa selamat ningku sekali nari man bandu (Kami senina sipengalon disini mengucapkan selamat sekali lagi kepada kalian berdua) Endam salah sada panggung nta selaku kita nggo orang tua (Ini adalah salah satu panggung kita selaku kita sudah menjadi orang tua) Ija ningen pejabuken anak (Dimana dalam membuat acara perkawinan anak kita) Tuhu enda melala rintangen (Sangatlah banyak tantangan) Bagi katandu ndube bas adat enda lalit kekurangen lalit kelebihen tapi erlajar kita lalap (Seperti yang tadi dikatakan sebelumnya bahwa dalam acara adat tidak ada kelebihan atau kekurangan tapi disini kita sama sama belajar) Endam sada kebanggan man banta (Inilah satu kebanggaan untuk kita) Jadi ningku man kam khusus iyos ras tasya (Jadi terkhusus untuk iyos dan tasya) Kami bapakndu seh kel ermeriah ukur ibas perjabun ndu jumpa kam ras Iyos (Kami bapak sangat bahagia untuk perkawinan kamu dengan Iyos) Saja ningkami jenda lit pidana na adi perjumpaan ras impal (Namun disini kami ingin mengatakan bahwa dalam meminang impal ada pidananya) Pidana na kai (Apa itu pidananya) Kade kade ta la tambah (Kade kade/persaudaraan kita tidak bertambah) Cuman ibas la tambah kade kade ta e kam anak kami ras bere bere kami (Namun walaupun kade kade kita tidak tambah, kamu anak kami dan bere bere kami) Harus jagandu sekecil mungkin perubaten ibas rumah tangga (Harus menjaga agar sekecil mungkin membuat masalah dalam rumah tangga) Sebab kai nakku enda cukup berat (Karena ini cukuplah berat nakku) Sungguh langka seribu sada jelma sigundari erdemu ken impal (Sungguh langka sekarang orang dapat menikah dengan impalnya, perbandingannua 1000:1) Jadi ningkami ibas perjabun ndu kami notokensa (Jadi kami berdoa untuk perkawinan kamu berdua) Sangap kam njabuken bana (Berbahagialah dalam perkawinanmu) Jumpa kam anak dilaki ras anak diberu (Semoga dapat anak perempuan dan laki laki)

111

Agak bervariasi dengan kata sambutan yang disampaikan oleh

keluarga pengantin wanita yang kedua dimana beliau mengatakan bahwa

adanya perkawinan ini merupakan suatu hasil dari pada doa keluarga besar

pengantin wanita; oleh sebab itu selanjutnya kita tetap mendoakan agar

rumah tangga yang langgeng dan dapat melahirkan anak laki-laki dan anak

perempuan; untuk menyambung kekeluargaan dengan pihak anak beru

dengan kalimbubu; kiranya kesehatan dan rejeki tetap melimpah ruah

kepada keluarga pengantin wanita; dan pekerjaan pun semakin baik; hal ini

seperti yang tertulis di bawah ini:

Tapi enda kuasa tuhu ibas toto ndu jabu Bukit mergana (Tapi ini tetap pada kuasa doa dalam perkawinan keluarga Bukit mergana) Ras Sukatendel mergana ras kami teman ndu sindalanen (Dan Sukatendel mergana dan kami teman sendalanen) Nggo nggo ken Dibata iya (Tuhan sudah berkehendak) Bagem iyos kelengi impal ndu e nakku (Demikianlah iyos, sayangilah impal kamu ini nakku) Kelengi bre bre saribu e bre Bukit e (Sayangi bere bere saribu ini bere Bukit ini) Ertoto kami dingen ken teman sindalanen bagepe bapakndu (Kami doakan beserta dengan teman sindalanen begitu juga ayah kamu) Panjang perjabunndu reh tambah tambah na rejeki ndu (Panjang umur perkawinan kami tambah rejeki) sikeleng kelengen kam (Saling menyanganyilah kalian berdua) pupus anak dilaki anak diberu kam (Melahirkan anak perempuan dan laki laki) man luah man anak beru ras kalimbubu pagi ibas tengah tengah jabu bukit mergana (Menjadi kebanggan bagi anak beru dan kalimbubu ditengah keluarga bukit mergana) jadi bagem ngenca kami erbelas bapak tasya kam pe ras impalta sehat sehat kam Demikianlah kata dari kami bapak tasya, untuk impal kami juga semoga kamu sehat selalu tambah tole rejeki sibereken Dibata man bandu Tambah rejeki yang diberikan Tuhan

112

ersikapna ibas pendahindu Pekerjaan pun tambah baik kami pe kerina ibas perjabun anakta reh tambahna kesehaten kami Kami juga semua yang datang pada acara ini smoga bertambah sehat bujur ras mejuah juah kita kerina apai nari kita sinambahisa Terima kasih dan mejuah juah kita semua, yang mana lagi yang mau menambahkan

Setelah sembuyak keluarga bukit menyampaikan kata sambutan,

perkolong-kolong melanjutkan dengan menyanyikan lagu family taxi yang

menjadi korpus ke-tiga nyanyian dalam penelitian ini dan pihak senina datang

untuk menyalami keluarga besar pihak perempuan.

3.11.3 Pihak Pemerintah Dan Teman Sejawat Dalam upacara perkawinan masyarakat Karo selalu ada kesempatan

diberikan kepada pihak pemerintah untuk menyampaikan kata sambutan.

Pemerintah ini biasanya tergantung pada keadaan, dalam arti dapat diwakili oleh

perangkat desa. Namun dalam kasus penelitian ini Wakil dan Bupati Kabupaten

Karo sendiri yang langsung memberikan kata sambutan, lihat gambar 3.9.

Isi kata sambutannya menekankan supaya menggunakan bahasa Karo lah

dalam rumah tangga supaya anak-anak juga nanti bisa berbahasa Karo dan

mempelajari adat dan tutur adat supaya tahu mana sebutan-sebutan untuk seluruh

sanak keluarga

Lebih lanjut kata sambutan yang disampaikan ibu Wakil Bupati Karo

dilihat seperti di bawah ini:

Jadi perpulungen si ermeriah ukur (Jadi pertemuan yang berbahagia)

113

Bage pe man bandu keluarga bangun mergana bagepe keluarga Bukit mergana (Begitu juga kepada keluarga bangun dan keluarga Bukit) Ngataken selamat man bandu lebe pengantin (Mengucapkan selamat dulu kepada kamu pengantin) Ibas keriahen ukur tenda kerina pasti si meriah na kel ukurna eme kapen anak ta bangun mergana ras beru Karo (Di dalam kebahagian ini kita semua pasti yang paling merasa bahagia yaitu anak kita marga bangun dan yang beru Karo) Jadi ijenda nakku nderbih kam nggo ngaloken pasu pasu ibas Dibata nari (Jadi disini nakku semalam kam sudah menerima pemberkataan dari Tuhan) Sekalenda kita ngerana kerna adat (Hari ini kita berbicara tentang adat)

Gambar 3.9.Wakil Bupati Karo Menyampaikan Kata Sambutan

Jadi jenda kam pe kapndu nggo ngalah tedis teh kami nge ndai nari pagi pagi nari seh asa gundari (Jadi di sini kamu juga sudah merasa capek terus-terusan berdiri kami tau itu dari pagi hari sampai saat ini) Kami la gedang gedang ngerana cuman si peseh kami baik kami selaku pemerintah daerah (Kami tidak panjang-panjang berbicara cuman yang ingin kami sampaikan selaku pemerintah daerah) Darma Wanita bagepe ras PKK nehken kata man bandu (Darma Wanita begitu juga PKK menyampaikan ucapan kepada kamu)

114

Makana min pagi ibas tengah tengah jabundu cakap Karo lah kam gelah anak anak ndu pe pagi tehna cakap Karo (Supaya nanti di keluarga baru kamu bahasa Karo lah digunakan supaya anak-anak kamu juga nanti tahu berbahasa Karo) Bage pe si peduaken gelah tehndu lah adat (Begitu juga yang kedua supaya tahu lah kamu adat) Maka tehndu apai mama ndu apai mami ndu apai bibi ndu apai bengkila ndu (Supaya tahu mana mama kamu yang mana mami kamu bibi kamu yang mana bengkila kamu) Apai turangkundu apai silihndu apai anak berundu siberem la gia saja (Yang mana turangku kamu silih kamu yang mana anak beru kamu sebatas itu saja dulu) Gia e nggo tehndu e nggo kam sah cakap karo beloh cakap Karo (Walaupun itu saja kam tahu sudah sah berbahasa karo tahu bahasa Karo) Gundari nakku aku tanyak dulu bisa kam bahasa Karo kan? (Sekarang anakku aku tanyak dulu bisa berbahasa Karo kamu?) Jadi gundari nakku kota kota besar melala anak anak ta tengah tengah jabu lanai tehna cakap Karo (Jadi sekarang di kota besar banyak anak-anak di tengah keluarga tidak tahu lagi bahasa Karo) Adi kam pe duana la tehndu cakap karo labo salahndu tapi salah orang tua ndu (Jika kalian juga berdua tidak tahu berbahasa karo bukan salah kalian tetapi salah orang tua kalian) Emaka pagi ulanai kam salah cakap Karo lah kam tengah jabu gelah anak anak ndu pagi pe tehna cakap Karo (Jadi nanti jangan lagi kam salah berbahasa lah kamu di keluarga nantinya supaya anak anak kalian juga nanti tau berbahasa karo Gundari kita kalak karo si ni kota nggo les kenna anak na bahasa karo Sekarang kita orang Karo yang di kota sudah di privatkannya anak nya berbahasa Karo) Si ngeles sa kalak Cina la ka bo kalak Karo (Yang mengajar privat orang Cina bukan orang Karo) Melala pe anak ta gundari kita kalak Karo enda ndilo mamana pe om nina ndilo bibina tante nina (Banyak juga anak kita orang Karo sekarang memanggil mamana juga sudah om katanya memanggil bibina sudah tante katanya) Nggo ka pe siteh salah senyum saja ka kita la si pandang (Sudah tau kita salah kita hanya tersenyum tidak mengajarkannya) Ula bage nakku salah nge ninta (Jagan begitu anakku salah seperti itu harusnya) Tapi dalam hal ini kami mintakan kepada anak kami berdua (Tapi dalam hal ini kami mintakan kepada anak kami berdua) Agar nantinya dilestarikan bahasa karo lestarikan adat Karo (Agar nantinya dilestarikan bahasa karo lestarikan adat Karo)

115

Selanjutnya kata sambutan disampaikan oleh Bupati Karo, lihat gambar

3.10.

Gambar 3.10 Bupati Karo Memberi Kata Sambutan

Inti dari ucapan itu adalah ada 3 poin yang dikatakan yang pertama adalah

pemberkatan dan tukaran cincin yang dilakukan di Gereja untuk sekali selamanya

yang kedua adalah pencatatan sipil oleh pemerintahan untuk status seorang

sebagai suami dan istri yang ketiga adalah untuk melestarikan budaya dan

kearifan lokal yaitu pesta adat. Lebih jelasnya kata sambutan dari Bupati dapat di

lihat seperti di bawah ini:

Aku jek jek jenda sebagai partai kabanjahe nina kin (Aku berdiri di sini sebagai partai kabanjahe katanya) Sada sekolah smasange ras nande Iyos (Satu sekolah sma dulu kami bersama ibu Iyos) Si nihamati kami kam keluarga Bukit ras keluarga Bangun (Yang kami hormati kamu keluarga Bukit dan keluarga Bangun) Perpulungen si ermeriah ukur (Pertemuan yang berbahagia) Dalam piga wari enda perlu si eteh sada wari si lewat ndai lit peristiwa sejarah (Dalam beberapa hari ini perlu kita tahu satu hari semalam ada peristiwa sejarah) Si la rusus i singetken tapi sirayaken emkap ken selaku anak tuhan telah dilangsungkan

116

Perkawinan di gereja dan pertukaran cincin Yang tidak selalu kita katakan tapi kita berpesta yaitu selaku kita anak Tuhan telah dilangsungkan perkawinan di gereja dan pertukaran cincin Dan itu di pakai untuk rumah tangga sampai akhir hayat di kandung badan E ka peristiwa sejarah peduaken masok ku negara sebagai legalitas perkawinan (Itu juga persitiwa sejarah yang kedua masuk ke negarasebagai legalitas perkawinan) Je untuk nentuken status seseorang itu sebagai bapak dan sebagai ibu emkap ken catatan sipil (Di situ untuk menentukan status seseorang itu sebagai bapak dan sebagai ibu yaitu catatan sipil) Si peteluken emkap ken untuk melestarikan budaya yaitu pernikahan secara adat enda siterakhir enda silaksanaken (Yang ketiga adalah untuk melestarikan budaya yaitu pernikahan secara adat ini yang terakhir kita laksanakan) Mengingat kearifaan lokal ta ija ningen ajari orang tua ta sigel-gel erjabu kam nakku man impal ndu kam nina (Mengingat kearifan lokal kita dimana dulu di ajari orang tua kita yang dulu menikah lah dengan impal katanya) Emaka beru pe si buat tama jadi beru karo ntah beru sembiring jumpa impal nge ningen (Jadi beru apa juga nanti kita nikahi jadi beru karo atau beru sembiring bertemu impal juga dikatakan) Endam nggo nda sisaksiken nggalari utang ras sideban na mbue nggo ersumekah man kam (Ini lah sudah kita saksikan nggalari utang adat dan yang lainnya banyak yang sudah memberikan petuah kepada kalian) Kusus abang kami serta bukit situhuna ibas jam gundari enda adi ikuti aturen pemerintah daerah aturna kam itugasken jumpa ras Bapak Presiden Jokowi i Madina (Khusus abang kami serta bukit sebetulnya pada saat ini jika diikuti peraturan pemerintah daerah aturan ditugaskan berjumpa dengan Bapak Presiden Jokowi di Madina) Ternyata erkiteken tugas enda ka harus si emban tanggung jawab ta selaku orang Karo yaitu untuk njabuken anak mesti tanggung jawab orang tua (Ternyata karena tugas ini harus juga kita emban tanggung jawab selaku orang Karo yaitu untuk menikahkan anak yang semestinya tanggung jawab sebagai orang tua) Enda laksanaken ndu sebagai bapa ternyata tugas ndu jumpa ras bapak presiden yaitu bapak jokowi di madina iserahken ndu man teman ndu erdahin selaku staf ahli (Ini kamu laksanakan sebagai bapak ternyata tugas bertemu dengan bapak presiden yaitu jokowi di madina diserahkan kepada teman kerja selaku staf ahli)

117

Man kam khusus teman kami nande iyos meriah kel ukur kami (Kepada kamu khusus teman kami ibu Iyos sangat bahagia kami) Bas kam ka pagi aku erlajar kam nggo njabuken anak (Kepada kamu juga nanti aku belajar kamu sudah menikahkan anak) Aku anak ku pe smp denga emaka mbue pagi aku nungkun (Aku anak ku juga masih smpjadi banyak nanti yang aku tanyakan) Man bandu perban kita sama sama anak Kabanjahe (Kepada kamu karena kita sama-sama anak Kabanjahe) E pe ka man kam pengantin duana jadilah garam dan terang (Begitu juga kepada pengantin berdua jadilah garam dan terang) Ceritaken lah man keluarga kerina berita simehuli ula berita si la mehuli cukup bas media (Ceritakan lah kepada keluarga semua kabar yang baik jangan kabar yang tidak baik cukup di media saja) Sila mehuli si begi tapi kita ncritaken sa si mehuli gelah kita lit perukuren si mehuli gelah kita sehat sehat kerina ku lebe wari (Yang tidak baik kita dengar tapi kita menceritakan yang baik lah supaya kita tetap sehat ke hari yang ke depan) Aku pe la gedang ngerana sebab wari pe jam terus erdalan (Aku juga tidak panjang berbicara karena hari jam juga tetap berjalan) Apabila logistik tidak berjalan terus nina maka logika pe mentok (Apabila logistik tidak berjalan terus katanya maka logika juga mentok) Emaka sibar em bas aku nari bujur ras mejuah-juah kita kerina (Jadi sebatas ini dari aku terima kasih dan salam sejahtera kepada kita semua) Sentabi aku adi lit kindai cakap ranan ku la cocok berkenan bas kam em bas aku nari bujur. (Mohon maaf aku jika ada ucapan ku yang tidak berkenan itu dari saya terima kasih).

Kata sambutan dari teman sejawat yang diwakili oleh ibu Wakil Bupati dan

Bupati Karo dibalas oleh Sedarta Bukit yaitu ayah dari pengantin perempuan

yang mengucapkan terima kasih atas kehadiran Wakil Bupati dan Bupati Karo dan

semua temannya. Untuk lebih jelas nya kata sambutan balasan tersebut dapat

dilihat di bawah ini:

Sentabi bupati ibu wakil bupati (Salam hormat bupati ibu wakil bupati) Bagepe ibu ketua Persatuan Wanita Karo cabang Kabanjahe selaku ibu ketua emkap ken wakil bupati kang (Begitu juga ibu ketua Persatuan Wanita Karo cabang Kabanjahe selaku ibu ketua yaitu wakil bupati juga)

118

Bage pe man pengurus Persatuan Wanita Kristen Kabupaten Karo (Begitu juga kepada pengurus Persatuan Wanita Kristen Kabupaten Karo) Man sinihamati kami PJJ Tesalonika runggun tiga baru (Yang kami hormati PJJ Tesalonika runggun tiga baru) Bage pe STS pertua diaken seluruh Tiga Baru (Begitu juga STS pertua diaken seluruh Tiga Baru) Bage pe PJJ Pardis runggun gereja kota (Begitu juga PJJ Pardis runggun gereja kota) Bage pe Moria Klasis Kabanjahe (Begitu juga Moria Klasis Kabanjahe) Bage pe teman sada arisen Sada Nioga ras kerina temanku ras teman nande tengah tengah jabu arumba ras kerina teman meriah si la banci sebutken kami sada persada (Begitu juga teman satu arisan Sada Nioga dan semua teman saya dan teman ibu di keluarga arumba dan semua teman yang tidak bisa kami ucapkan satu persatu) Bage pe teman sada erdahin kerina (Begitu juga teman kantor semua) Bujur i kataken kami man bandu ibas kerehendu guna ndungi peradaten anak kekelengen kami (Terima kasih kami ucapkan kepada kalian atas kehadiran untuk pesta adat anak tersayang kami) Emkap ken iyos bere-bere kami ras tasya anak kekelengen kami (Yaitu Iyos bere-bere kami dengan tasya anak tersayang kami) Ijenda erpengarapen kami ertoto kami gelah Dibata si masu masu kata si nggo seh kenndu nandangi anak ta (Di sini kami berpengharapan dan berdoa supaya Tuhan yang memberkati ucapan yang sudah kalian sampaikan kepada anak kita) Em pagi ciken kegeluhenna gelah iya ngayuh ku rumah tangga na tuhu tuhu erpengarapen man Tuhan (Itulah nanti jadi tongkat kehidupannya supaya dia menjalani keluarganya betul-betul meminta kepada Tuhan) Gelah kita pe malem ateta natap natap perjabunna (Supaya kita juga bahagia melihat keluarganya) Jadi i jenda ningkami ibas kesempaten enda ntah lit kekurangen kami ibas pengalo ngalo kami kam (Jadi di sini kami katakan di dalam kesempatan ini jika ada kekurangan kami di dalam menyambut kalian) Bage pe tah ndai lit i aturken kami kerna perpangan ijenda (Begitu juga ada tadi kami siapkan makanan di sini) Mindo kami makana radu lah kari kam ras kami man kita lebe bagi si nggo aturken kami (Kami meminta agar bersama kita nanti makan semua seperti yang sudah kami persiapkan) Maka kam mulih bas ingan enda nari (Supaya kam pulang dari tempat ini)

119

Janah erpengarapen kami ibas kerehenndu kam (Jadi kami berpengharapan di dalam kehadiran kalian Tuhan Dibata simasu masu ras si ngkawali kam (Tuhan Dibata memberkati dan melindungi kalian) Berita simehulilah kari pesehndu nandangi teman teman ta (Kabar baiklah nanti yang disampaikan kepada seluruh teman kita) Jadi endam kata kami (Jadi inilah ucapan kami) Radu ngenda ras bangun mergana bujur ras mejuah juah kita kerina (Samalah ini dengan marga bangun terima kasih dan salam sejahtera kepada kita semua) Tuhan dibata si masu masu kita kerina.

(Tuhan Dibata yang memberkati kita semua) 3.11.4 Makan Siang dalam Upacara Perkawinan

Makan siang bersama merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam

upacara perkawinan. Walaupun acara makan siang di hotel anak beru keluarga

keluarga pengantin laki-laki tetap harus menyiapkan nakan penjujuri (makan

penghormatan). Nakan penjujuri (makanan penghormatan) makan dimasukkan ke

dalam sebuah piring yang selanjutnya ditutup piring yang lain. Di atas piring

penutup tersebut diletakkan bakul kecil yang berisi nasi. Kesemuanya ini disebut

nakan penjujuri yang dapat diartikan makana penghormatan dan setiap pihak akan

mendapat, seperti pihak kalimbubu, puang kalimbubu, anak beru, pihak senina.

Setelah semua pihak daripada kedua keluarga pengantin menerima nakan

penjujuri tersebut, maka semua kaum kerbat mengabil makan msing-masing.

Bapak dan ibu kedua pengantin serta beberapa senina daripada masing-masing

keluarga pengantin memperhatikan semua kaum kerabat makan. Mereka itu

disebut singarak-ngarak perpan (yang memperhatikan orang makan).

Mereka makan setelah semua kaum kerabat telah selesai mengambil

makan. Tidak terlalu lama setelah makan siang acara dilanjutkan, yaitu

120

kesempatan memberi kata sambutan daripada kalimbubu pengantin laki-laki,

kalimbubu pengantin perempuam, anak beru pengantin perempuan dan anak beru

pengantin laki-laki.

3.11.5 Kalimbubu Keluarga Pengantin Laki-laki

Setelah semua kaum kerabat dan undangan dalam upacara perkawinan

makan siang, anak beru si ngerana keluarga Bangun melanjutkan acara. Untuk itu

anak beru si ngerana keluarga Bangun menyatakan bahwa sudah tiba waktu

untuk kesempatan menyampaikan kata sambutan kalimbubu si ngalo ulu emas.

Oleh karena itu kepada semua sukut keluarga Bangun semua berdiri disebelah

barat dan menghadap kearah timur. Sementara kalimbubu si ngalo ulu emas

berdiri di sebelah timur menghadap ke barat. Disamping sebelah kanan daripada

kalimbubu singalo ulu emas ikut berdiri kalimbubu si ngalo ciken-ciken. Dengan

demikian kedua pihak antara keluarga pengantin laki-laki dan kalimbubu-nya

saling berhadapan. Tidak berapa lama kemudian anak beru si ngerana keluarga

Bangun menyatakan agar kata sambutan dapat disampaikan.

Dalam menyampaikan kata sambutan, lazim kalimbubusi ngalo ulu emas

menyuruh kalimbubu singalo ciken ciken untuk memulai. Tetapi bagaimana pun

kalimbubu si ngalo ciken-ciken tetap menyuruh agar kalimbubu si ngalo ulu emas

lah yang memulai. Salah seorang dari pihak kalimbubu si ngalo ulu emas

menyampaikan kata sambutan seperti berikut ini:

I jenda ngerana kami kalimbubu Milala mergana (Di sini kami berbicara pihak kalimbubu Milala mergana) Lebe kataken kami bandu beru kami man ras turangku (Pertama kami mengatakan terima kasih kepada beru dan turangku)

121

Sangap pejabuken bere – bere kami e si dilaki ras si diberu (Bahagia lah mengawinkan bere-bere kami yang laki-laki dan perempuan) I jenda ku kataken man bandu Nande Tasya ras turangku (Di sini kukatakan kepada Nande Tasya dan turangku) Adi nggo erjabu bere-bere kami e turangku pe sehat sehat iya jenda nari terus ku lebe kam pe sehat teman eda na (Kalau sudah berkeluarga bere bere kami ini turangku juga semakin sehat sampai kedepan ini dan kamu juga eda kami) Je nari bere – bere kami pe idah kami nggo galang (Di sini juga kami melihat bere-bere kami sudah dewasa) Buat na min beru Milala e ate kami (Dijemputnya beru Milala menjadi keinginan kami) Bage maka meriah kel ukur kami (Begitu supaya kami bahagia) Enterem beru Milala e mejile ka kerina (Banyak beru Milala cantik semua) Emaka buat ka pagi beru milala e nakku (Makanya ambil nanti beru Milala itu nakku) Maka banci bere nakan ka permen ndai (Supaya kasih nafkah lagi permen itu) Adi aku man kena ateku kempuku e man kalak Bukit e (Kalau aku kepada kalianlah maunya cucu ku orang Bukit ini) Lang lanai bo kari kami tandai kena kerina (Jika tidak nantinya kami tidak akan kalian kenal lagi) Adi nggo bagena kena ganteng na kerina turang mamina (Kalau sudah begitu kalian gantengnya semua turang maminya) Jadi endam kataku nakku Tasya (Jadi ini lah nakku Tasya) Sangap kam njabuken bana (Beruntung kamu berkeluarga) Jumpa anak dilaki ras jumpa anak diberu (Berjumpa anak laki-laki dan anak perempuan)

Makna yang terdapat di dalam kata sambutan diatas diantaranya

kalimbubu menyampaikan harapan kiranya mendapat berkah lah keluarga

pengantin laki-laki dalam mengawinkan anak; dengan berlangsungnya

perkawinan tersebut keluarga pengantin laki-laki mendapat kesehatan

jasmani dan rohani ; disamping itu kalimbubu tetap mengharapkan bahwa

adik pengantin laki-laki sudah juga besar kiranya dapat mengawini anak

122

kalimbubu yang bermarga milala; menyampaikan doa dan restu semoga

rumah tangga yang baru dapat melahirkan anak laki-laki dan perempuan.

Salah seorang kalimbubu singalo ciken-ciken memberikan kata

sambutan setelah kalimbubu singalo ulu emas selesai menyampaikan kata

sambutan kata sambutan yang disampaikan kalimbubu singalo ciken-ciken

mengandung beberapa makna diantaranya, beruntung lah keluarga

pengantin laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan upacara

perkawinan; dalam kehidupan pasti ada permasalahaan oleh karena itu

saling mawas diri sebagai contoh kalau yang laki-laki membawa api yang

perempuan membawa sehingga tidak terjadi pertengkaran; dalam

perkawinan impal sedikit masalah dapat menjadi besar oleh karena itu harus

dijaga sebaik-baiknya. Kata sambutan itu dapat dilihat seperti di bawah ini:

Bage kape dakam impal ku sadarta ras turang kami (Begitu juga kepada impal ku sadarta dengan turang kami) Sangap kam pejabuken bere bere kami si dilaki ras sidiberu (Beruntung kamu berkeluarga bere bere kami yang laki-laki dengan yang perempuan) Jadi ibas si sadenda Iyos Tasya Jadi pada yang ini Iyos dan Tasya Kuakap ibas ngerana nari ndai (Kurasa dari berbicara dari tadi) Kata mehuli nge lalap i begi kenndu (Ucapan yang baik lah selalu kamu dengar) Tapi ibas wari si nderbih ibas kam pasu pasu bere bere mamana (Tapi di hari yang semalam pada saat pemberkatan bere-bere mamana) Pasti lit perbeben nina (Pasti ada masalah katanya) Jadi ibas perbeben nina pagi bere bereku (Jadi di dalam masalah ini nantinya bere-bereku) Adi si iyos maba api mis lah kam Tasya maba lau (Kalau si Iyos membawa api langsunglah bawa Tasya membawa air) Bage kange sebalikna (Begitu juga sebaliknya) Menggo nge angkandu adi kam jumpa impal

123

(Sudah paham kalau berjuma sesame impal) Adi jumpa impal dakam sitik retak na ndauh per panna (Kalau jumpa impal sedikit nanti retaknya panjang masalahnya)

Setelah kalimbubu keluarga bangun menyampaikan kata sambutan, maka

perkolong-kolong melanjutkan dengan menyanyikan katonong-katonomg dengan

iringan gendang kibot. Dengan demikian semua kalimbubu ikut menari pada saat

perkolng-kolong menyanyi, seperti gambar 3.11

Gambar 3.11 Perkolong-kolong Menyanyikan Katonong-katonong

3.11.6 Kalimbubu Keluarga PengantinWanita Setelah selesai dari kalimbubu pengantin laki-laki dilanjutkan oleh

kalimbubu pengantin wanita yang mewakili pertama adalah mama dari pengantin

wanita. Makna dari kata sambutan itu adalah mengucapkan selamat atas

pernikahan yang dilangsungkan dan mengatakan nanti jangan menyesal jika itu

memilih impalnya sebagai pasangan hidupnya. Hal itu dapat kita lihat pada teks

di bawah ini:

124

Lanai bo beloh kami erbelas (Tidak bisa lagi kami berucap) Sebab nggo nge teh kami adi tasya ras impalna ngenda erdemu bangun mergana (Karena kami sudah tau tasya dengan impalnya lah bersatu bermarga bangun) Jadi bagem bere-bere mamana (Jadi begitu lah bere-bere mamana) Alokenndu bangun mergana bage litna (Terima bangun mergana seperti adanya) Sikap jabundu nakku (Bagus keluarganya nakku) Terima ndu impal ndu e bagi litna (Terima impal kamu apa adanya) Kune ngenca pagi labo toto ta (Jika nanti bukan doa kita) Turah la mehuli bas jabundu nakku (Datang yang tidak baik di keluarga kamu) E lanai bo tanggung cedana (Itu sudah sangat merusak semuanya) Emaka ningkami kalimbubu ndu tambar malem mergana si Kabanjahe enda (Jadi kata kami kalimbubu kamu yang di Kabanjahe) Adi bekas ndu milih lah ula kam pagi erkadiola aloken iya uga litna (Kalau pilihan kita sendiri jangan nanti menyesalinya terima apa adanya) Endam ningkami selamat kam njabuken bana bere-bere kami (Ini lah kata kami selamat dalam menempuh hidup baru bere bere kami)

Pada yang kedua ucapan yang disampaikan oleh pihak kalimbubu juga dari

mama pengantin wanita yang bermakna selamat atas pernikahannya dan

menceritakan pengalaman percintaan pengantin yang sangat bahagia. Kata

sambutan ini dapat di lihat seperti di bawah ini:

Nggo njabuken bana kam bere-bere kami (Sudah menikah kamu bere-bere kami) Kam bas keluarga Sukatendel mergana (Kamu pada keluarga Sukatendel) Anak kesayangan dan kempu kesayangan (Anak kesayangan dan cucu kesayangan) Nggo pe kam njabuken bana kam kitik denga lalap bas kami amin bage gya

125

(Sudah juga kamu menikah kamu tetap lah anak kecil dari pada kami begitu juga) Bangun mergana ras sukatendel radu perangin-angin (Marga bangun dan sukantendel sama sama perangin-angin) Tapi budaya pasti berbeda (Tapi budaya pasti berbeda) Jadi pelajari ndu budaya Bangun mergana (Jadi kamu pelajari budaya pada marga Bangun) Gelah na pagi panjang jabundu gelah pagi banci tetap kam jadi sukut bas jabundu (Supaya panjang nanti keluarganya dan tetap jadi pilar di keluarga) Jadi sada ngenca pesan kami pesan mama tua ndu nakku (Jadi satu pesan kami mama tua kamu) Bagi selama enda rusur kita jalan jalan ibas Jakarta (Seperti selama ini sering kita jalan jalan di Jakarta) Meriah ukur mama tua sebab kompak kam ras Iyos (Bahagia mama tua melihatnya karena kalian kompak dengan Iyos) Bagi tempa impal e la idah (Seperti tidak terlihat impal) Tapi si paling penting (Tapi yang paling penting) Jadilah kebanggan kami keluarga sukatendel mergana (Jadilah kebanggan kami keluarga Sukatendel) Jadi selamat nakku (Jadi selamat nakku) Tetaplah ku Dibata kam erpengendes bujur (Tetaplah dekat kepada Tuhan terima kasih)

Setelah kalimbubu keluarga Bukit menyampaikan kata sambutan,

perkolong-kolong melanjutkan dengan menyanyikan pemasu-masun dan lagu

gula tualah yang menjadi korpus nyanyian dalam penelitian ini.

3.11.7 Anak Beru Keluarga Pengantin Wanita

Walaupun sangat biasa jika anak beru tidak menyampaikan ucapan tetapi

keluarga Bukit disini mengucapkan dahulu setelah itu mereka menari dan

menyanyi. Berikut ini adalah makna yang dapat ditarik dari ucapan anak beru

adalah ucapan syukur kepada Tuhan karena telah terselenggaranya upacara

126

perkawinan tanpa ada halangan; dan meminta maaf jika ada nya kesalahan dari

anak beru ke kalimbubu hal itu dapat kita lihat pada teks di bawah ini:

Pertama tama lebe si kataken bujur man Tuhan Dibata (Pertama patut kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan) Nggo ka seh ku penghujung acara ta bas wari si sendah (Karena kita sudah sampai pada penghujung acara kita hari ini) Si idah uga cuaca seh kel jilena ibas perjabun anak kami ras permen kami bas wari sisendah (Dapat kita lihat pada pesta perkawinan anak kami dan permen kami cuaca hari ini sangatlah cerah) Tentu enda patut kel sikataken bujur man Tuhan (Tentu ini patut kita ucapkan syukur kepada Tuhan) Janah man kam , kerina kam kalimbubu kami Bukit mergana (Dan kepada semua kalimbubu kami Bukit mergana) Tentu kami pe erpengakun melala kel situhuna kekurangen - kekurangen kami (Kami mengaku banyak sekali kekurangan- kekurangan yang kami perbuat) Selaku anak beru ndu lang seh kelnge kami teremna (Sebagai anak beru, padahal sebenarnya kami sangatlah ramai) Mungkin melala kel nda hal hal si la bagi ukurndu (Mungkin banyak sekali hal hal yang tidak sesuai dengan kehendak kalimbubu) Si lenga akapndu pas bahan kami (Yang mungkin kamu anggap belum benar dalam apa yang kami perbuat) Ula kam ermorah morah nandangi kami Pada yang kedua anak beru mengucapkan puji syukur kepada Tuhan

supaya memberkati keluarga pengantin nantinya dan kalimbubu juga dalam

selalu memberikan kesehatan dan rejeki, hal itu bisa kita lihat pada teks

dibawah ini:

Bagi kata impal kami ndai asa gegeh kami nggo ngenda pegegeh kami (Seperti kata impal kami tadi, kami sudah melakukan sebisa kami) Bage bage denga kin ngenca kengasupen kami (Memang masi hanya sebatas ini yang kam bisa lakukan) Emakana sehat kel kam kerina kalimbubu kami (Maka dari itu semoga kalimbubu sehat selalu) Bage pe bapak eda turang kami

127

(Begitu juga pada bapak eda turang kami) Guna jadi penggurun kami (Sebagai panutan kami) Kami man ajaren ngenda lalap janah secara khusus (Kami memang masih selalu dapat pengajaran, dan secara khusus) Ngerana ate kami man kam bapak tasya ras eda kami nande tasya (Kami ingin mengucapkan kepada bapak tasya dan eda kami ibu Tasya) Ertoto kita gelahna min keluarga si mbaru enda I pasu pasu Tuhan (Kita doakan agar keluarga yang baru ini akan terus diberkati Tuhan) Jadi kelarga si erkemalangen nandangi Dibata (Dan jadi keluarga yang takut akan Tuhan) Man kam eda bage pe ras kaka (Kepada eda dan abang) Lit 3 nari permen kami si man taruhenken ka (Masih ada 3 orang permen yang akan dipinang orang nantinya) Emaka sehat sehat lah kam Jadi kamu haruslah sehat sehat Ingan kami penggurui ras ingan kami erlajar (Jadi panutan kami dan tempat kami belajar) Ketiga adalah kata sambutan dari anak beru mewakili pihak turang

dari marga Bukit dimana makna dari ucapannya adalah sehat selalu kepada

keluarga marga Bukit dan pesan dimana ucapan dari ibu pengantin untuk di

jemput putri nya untuk di persunting menjadi permen, hal itu dapat kita lihat

pada teks di bawah ini:

Eda kami si beru sukatendel bage pe turang kami kami Bukit mergana (Eda kami yang beru sukatendel dan turang kami Bukit mergana) Tuhu tuhu meriah kel ukurta ibas wari si sendah (Sungguh sangat bahagialah kita pada hari ini) Malem kel teta emkap buktina katawari pe kita rembak ku Dibata (Sehat sejahtera kita buktinya kapan juga Tuhan menyertai kita) Jadi man kam turang kami sintua sehat sehat kam turang (Jadi kepada turang kami yang paling tua sehat sehat kamu turang) Bas wari si sendah malem ukurta nggo jumpa permen kami iyos ras permen kami Tasya (Pada hari ini bahagia kita sudah bertemu permen kami iyos dengan permen kami Tasya) Bage man eda ku beru Sukatendel ras turang ku si beru bukit sitek kita bernostalgia

128

(Begitu juga kepada eda ku beru Sukatendel dan turang ku yang beru bukit sedikit kita bernostalgia) Kam sada kel ngenca anak ndu dilaki nindu mbarenda (Kamu satu saja punya anak laki laki dulu kam ucapkan) Buat permen ndu e gelah nggeluh bibi tengah nindu turang (Jemput permen ndu biar hidup kembali bibi tengah kamu katakana) Tapi kepeken manusia ngenca ersura-sura (Tapi ternyata manusia hanya bercita-cita) Lang situhuna morah kel mbarenda ateku beru bukit e turang edaku (Tapi sebetulnya sangat lah ingin aku beru bukit ini turang edaku) Tapi uga ban turang peraten Tuhan si jadi kune bage kune bage ateku (Tapi harus bagaimana kehendak Tuhan yang terjadi missal begini missal begitu pikiranku)

3.11.8 Anak Beru Keluarga Pengantin Laki-laki Acara penutup dalam suat upacara perkawinan adalah acara menyampaikan

kata sambutan dari anak beru pengantin laki-laki. Umumnya beberapa makna

yang penting daripada kata sambutan pihak anak beru pengantin laki-laki. Seperti

pernyataan tetap semangat dalam mengikuti kegiatan upacara yang masih

berlangsung, nasihat kepada kedua pengantin dan menyampaikan harapan-

harapannya. Walaupun ada enam orang yang menyampaikan kata sambutan dalam

hal ini ada dua yang dicatat seperti berikut:

Kami pe anak beru ndu tambar malem meriah kel ukur kami (Kami juga anak beru tambar malem sangat senang yang kami rasakan) Tetap denga kita semangat ibas perjabun permen kami si Iyos ras permen kami Tasya (Masih tetap kita bersemangat pada pesta permen kami Iyos dan permen kami Tasya) Sangap kam perjabuken bana permen bibina (Beruntung kamu menikahkan permen bibina) Jumpa kam anak dilaki jumpa kam anak diberu (Berjumpa kamu anak laki laki dan anak perempuan) Sukses kam ibas pendahinndu (Sukses kamu pada pekerjaan) Ningku man bandu dua na bibi ndu e seh kel ate kami jadina (Kata saya kepada kamu bibi kamu sangat kami sayangi) Kai kenca dahin kami anak beru ndu (Apa saja kerja kami anak beru)

129

Sikap kel ban na kerina asa dung dahin e maka iya lawes (Sangat bagus di buat semua pekerjaan baru mereka pergi) Endam sada kebanggan man kami enda nge si ate kami pe seh kami (Inilah salah satu kebanggan kami yang ingin kami sampaikan) Gelah ikuti ndu kel jejak bibi ndu ras jejak mamak ndu (Supaya diikuti jejak bibi dan jejak ibu kamu) Emaka kam pe eda ras turang kami bapak Iyos sehat kam jenda nari terus ku pudi (Seterusnya kam juga eda ras turang kami bapak Iyos sehat selalu dari sini dan seterusnya) Gelah kami pe kerina anak beru ndu malem ate kami natap natapsa (Supaya kami juga anak berukalian senang melihatnya) Bage man kam josep ras agriva ja pagi nggo jumpa ate ndu ngena (Begitu juga kepada josep dan agriva dimana nanti sudah yang disuka) Ngata kam man kami bibikndu maka mis cakapken kam nakku (Bilang sama bibi semua supaya langsung di bicarakan) Makna yang dapat kita lihat dari kata sambutan di atas adalah anak beru

yang turut berbahagia atas perkawinan ini dan ucapan sehat selalu kepada seluruh

keluarga bermarga Bukit. Dari ucapan di atas dapat diketahui bahwa upacara

berlangsung hingga hari menjelang malam. Secara umum tidak ada yang berbeda

antara satu dengan yang lain juga. Orang yang menyampaikan kata sambutan

lebih menyimpulkan perhatian kepada nantinya rumah tangga yang baru semoga

bahagia. Oleh karena itu diharapkan rumah tangga yang baru melihat dan

memperhatikan seluruh kaum kerabat beserta anak beru juga . Hal ini itu dapat

kita lihat juga pada teks dibawah ini :

Patut pe kita ngataken bujur man Tuhan Dibata (Patut kita mengucapkan terima kasih kepada Tuhan) Erkiteken nggo pe wari ndabuh ku berngina (Dimana hari juga sudah mulai malam) Tampak pulung denga kita kerina ibas ingan enda (Masih bersama kita semua di tempat ini) Ibas pengarak ngarak Tuhan Dibata (Di dalam lindugan Tuhan) Jadi kami pe meriah kel ukur kami

130

(Jadi kami juga merasa sangat senang) Natap kam mama ras mami tetap denga semangat (Melihat mama dan mami kami tetap bersemangat) Ibas acara ndungi peradaten impal kami enda (Pada acara pesta adat impal kami ini) Idah kami aminna gia latih akapndu (Kami juga melihat kalian merasa lelah) Tapi ibas ayondu teridah semangat ndu iban keriahen ukur (Tapi pada wajah kalian tersirat semangat karena rasa bahagia) Jadi arapen kami pe jenda nari pe ku pudi (Jadi keiinginan kami dari sini ke belakang) Tetap kam sehat jadi penggurun kami (Tetap sehat dan jadi panutan kami) Bage pe man bandu impal kami (Begitu juga kepada impal kami) Arapen kami pe jabundu jadi jabu si mbaru ibas panteken Tuhan (Keinginan kami dalam pesta kamu di dalam lindungan Tuhan) Dibata Jadi sukut itengah jabu ndu (Tuhan yang Maha Esa menjadi bagian di tengah keluarga) Janah malem pagi atendu terus ku pudi metua (Seterusnya sehat nanti kamu sampai tua)

131

BAB IV

PERKOLONG-KOLONG PADA MASYARAKAT KARO DAN

PENYAJIANNYA PADA UPACARA PERKAWINAN

4.1 Arti Perkolong-kolong pada Masyarakat Karo

Perkolong-kolong adalah sebutan terhadap penyanyi tradisi dalam budaya

musik Karo. Sebutan perkolong-kolong berasal dari ucapan atau verbalisasi “erala

kolong- kolong ari turang erala kolong-kolong.” Pada saat menyajikan nyanyian

oleh permangga-mangga pada sekitar tahun 1930-an. Perlu diketahui bahwa

sebutan terhadap orang yang menyajikan berbagai kesenian seperti berpantun,

bercerita, bermain alat musik tradisional Karo, seperti kulcapi, balobat, surdam

dan bernyanyi pada masyarakat Karo disebut permangga-mangga. Dengan ada

sebutan perkolong-kolong maka ada satu bagian terpisah dari permangga-mangga

itu yaitu orang yang pandai bernyanyi mengikuti kompoasisi musik tradisi Karo.

Permangga-mangga pada masanya berjalan dari satu desa ke desa yang

lain untuk mempertunjukkan kepandainya kepada masyarakat Karo. Sejak adanya

verbalisasi eralakolong-kolong di atas maka khusus terhadap penyanyai ada

sebutan khusus yaitu perkolong-kolong. Hasil dari berbagai diskusi dengan

beberapa orang yang mempunyai perhatian terhadap kesenian Karo, peneliti,

menyatakan bahwa penyanyi yang sering menyajikan verbalisasi itu adalah Tipan

br Sembiring. Dalam memperhatikan Tipan br Sembiring sebagai perkolong-

kolong, Julianus Limbeng menulis:

Perkolong-kolong tahun 30-an, Tipan br Sembiring (1906-1997) akhirnya menjadi satu-satunya penerima anugerah seni dalam acara

132

Malam Anugerah Seni dan Mburo Ate Tedeh (MASMAT) yang diadakan di Plenary Hall Jakarta Convention Centre, Minggu 8 Juli 2007 yang lalu. Keputusan tim penilai yang dibacakan Cerdas Kaban, menyebutkan anugerah seni untuk kategori pencipta lagu. Tipan br Sembiring berhak mendapatkan piagam penghargaan, thropy dan uang tunai yang malam itu langsung diserahkan oleh Menteri Kebudayaan dan pariwisata, Jerro Wacik kepada ahli warisnya, Alasen Barus (Limbeng, 2007:32).

Lebih lanjut beliau menulis, bahwa Tipan sebenarnya lebih dikenal sebagai

perkolong-kolong di tahun 30-an, dan tetap konsisten melakoninya sampai tahun

70-an. Tipan br Sembiring memulai karirnya sebagai perkolong-kolong dari tanah

kelahirannya di desa Rambe, Kec. STM Hilir, Kab. Deli Serdang, sebelum

akhirnya cukup di kenal di seluruh Tanah Karo. Ada yang unik tentang

pernikahannya, dia akhirnya menikah dengan pasangan perkolong-kolong Sayang

Barus (Alm), karena dia berjanji jika Sayang Barus dapat mengalahkannya dalam

acara adu perkolong-kolong. Ketika Sayang Barus dapat mengalahkannya dalam

adu di arena pertunjukan, akhirnya dia menepati janjinya dan menikah pada tahun

193710.

Permangga-mangga yang paling terkenal pada masyarakat Karo adalah

Jaga Depari. Beliau sangat banyak menciptakan lagu-lagu Karo baik yang

bernuansa tradisi dalam arti mengikuti langgam nyanyian Karo maupun bernuansa

populer, Sebenarnya pada masa itu ada juga pencipta lagu yang lain seperti Pagit

Tarigan dan Oase Tarigan.

Permangga-mangga yang terkenal dengan pemain kulcapi dan surdam

adalah Tukang Ginting. Sementara yang pandai memainkan kulcapi saja

diantaranya adalah Waja Sembiring. Ada juga sebagian permangga-mangga

10http://xeanexiero.blogspot.com/2007/07/br-sembiring.html

133

sering dikenal hanya dengan keahlian dan asal kampungnya saja, tanpa

mengetahui namanya seperti Penurdam Embetong, Penurdam Kinangkong.

Perkulcapi Cingkes.

Peneliti merasa bahwa permangga-mangga ini masih ada sehingga

sekarang dalam pertunjukan budaya Karo tetapi dengan sebutan atau nama yang

lain “bintang tamu.” Bintang tamu yang ada pada masyarakat Karo dewasa ini

tidak hanya pandai menyanyi tetapi ada juga yang pandai membawa acara atau

master ceremony dan ada juga ahli dalam membicarakan adat. Mereka tidak mau

disebut dengan permangga-mangga, karena lebih suka dengan sebutan lain seperti

pencipta lagu, pembawa acara, tukang lawak, pemain kibot, perkulcapi, dan bagi

penyanyi adalah bintang tamu.

Telah dikemukakan bahwa berubah nama penyanyia tradisi Karo dari

sebutan umum permangga-mangga menjadi sebutan khusus perkolong-kolong

karena terlalu sering mendengar ucapan eralakolong-kolong ari turang erala

kolong-kolong” pada setiap akhir frasa suatu lagu. Kenyataan ini tidak terlepas

dariada bentuk nyanyian tradisi Karo lebih bersifat call and respon, atau seperti

ada pernyataan lalu ada jawaban. Sebenarnya kata “eralakolong-kolong ari turang

erala kolong-kolong” tidak mempunyai makna, hanya berguna sebagai kata ujaran

atau verbalisasi untuk mengisi pada akhir setiap frase melodi dalam nyanyian

tradisi Karo.

Memperhatikan kehidupan berbagai seni pertunjukan pada masyarakat

Karo ada pasang surutnya. Sekitar tahun 30-an kesenian pada masyarakat Karo

134

begitu pesat dengan adanya penyanyi Sayang Barus dan Tipan br Sembiring yang

menjadi perkolong-kolong pertama pada masyarakat Karo.

Disamping itu ada juga Pire Sembiring Depari yang mengkreasi Tembut-

tembut Seberaya (salah satu jenis tari topeng Karo) yang menjadi juara 2 di

Batavia Fair tahun 1931. Namun kembali mengalami pasang surut sekitar

pertengahan tahun 1940-an karena ada revolusi sosial. Pada masa itu kekacauan

banyak terjadi namun tidak diketahui darimana asalnya. Saat itulah ada satu

perkolong-kolong yang terkenal bernama Sinek br Karo dengan lagu ciptaannya

sendiri berjudul Gelang-gelang.

Berkaitan dengan sejarah perkolong-kolong dalam wikipidia ditulis bahwa

“tidak diketahui secara pasti kapan kesenian perkolong-kolong mulai muncul pada

masyarakat Suku Karo. Namun diperkirakan kesenian ini mulai berkembang

seiring dengan perkembangan lagu-lagu Karo mulai diiringi Gendang

Karo sebagai musiknya. Adapun yang membawakan lagu tersebut, baik laki-laki

maupun perempuan pada awalnya disebut sebagai permangga-mangga dan

akhirnya beralih nama menjadi perkolong-kolong”11.

Perkembangan kesenian yang sangat pesat kembali muncul menjelang

pertengahan tahun 60-an, seperti tahun 1962, 1963, 1964, dengan ada Lekra

(Lembaga Kebudayaan Rakyat) atau lembaga kesenian rakyat. Pada masa ini

hampir di setiap kampung dibangun lost atau bangunan yang beratap tanpa

dinding dengan ukuran yang luas, antara 15 m hingga 25 m persegi.

Perkembangan itu tidak lama karena sejak meletus G30S PKI perkembangan

11 https://id.wikipedia.org/wiki/Perkolong-Kolong

135

kesenian sangat menurun. Akibatnya hanya pertunjukan guro-guro aron saja yang

ada.

Guro-guro aron adalah suatu pertunjukan musik dan tari yang dilakukan

oleh muda-mudi pada masyarakat Karo. Perkolong-kolong dalam pertunjukan

guro-guro aron berperan sebagai penyanyi dan pemandu tari dalam pertunjukan

tersebut. Dalam konteks pertunjukan guro-guro aron, perkolong-kolong ada dua

orang, seorang perempuan dan seoarang laki-laki. Perkolong-kolong perempuan

akan menuntun tarian tarhadap aron dilaki (penari laki-laki) dan perkolong-kolong

laki-laki menuntun tarian terhadap aron diberu (penari perempuan).

4.2 Perkembangan Perkolong-kolong dalam Pertunjukan Budaya Musikal

Karo

Dalam perkembangan selanjutnya perkolong-kolong telah pula disajikan

pada upacara adat. Pada mulanya perkolong-kolong disajikan dalam upacara adat

dalam memasuki rumah baru. Ini berlangsung sekitar tahun 70-an yang dimulai

oleh perkolong-kolong Norma br Tarigan. Sekitar akhir tahun 90-an dan awal

tahun 2000-an perkolong-kolong disajikan dalam upacara adat pemakaman dan

upacara perkawinan. Memang penyajian perkolong-kolong dalam upacara

pemakaman tidak sembarangan saja, tetapi pada upacara pemakaman yang

bersifat ujur atau cawir metua. Dalam upacara cawir metua, walaupun upacara

bersifat kemalangan tetapi telah ada rasa bersyukur yang tinggi. Ini berarti sudah

dapat dipandang sebagai suatu keberuntungan.

136

Demikian juga dalam menyajikan perkolong-kolong dalam upacara

perkawinan juga pada upacara perkawinan pilihan, seperti erdemu bayu jumpa

impala (perkawinan antara beripar dekat) atau berkat sinuan perkawinan antara

beripar jauh). Seiring dengan perkembangan penyajian perkolong-kolong,

maknanya juga mengalami perkembangan. Walaupun pada mulanya arti daripada

perkolong-kolong adalah penyanyi tradisional namun artinya sudah berkembang.

Perkolong-kolong juga dapat diartikan sebagai pertunjukan vokal tradisi Karo.

Berkaitan dengan makna perkolong-kolong sebagai penyanyi tradsi Karo, Bangun

Tarigan, berpendapat bahwa perkolong-kolong dapat dibagi dua, yaitu perkolong-

kolong adat dan perkolong-kolong biasa.

Perkolong-kolong adat dimaksud adalah penyanyi tradisi yang telah

mampu melayani upacara adat seperti memasuki rumah baru, upacara pemakaman

dan upacara perkawinan. Sementara perkolong kolong biasa adalah penyanyi yang

hanya mampu melayani keperluan untuk pertunjukan musik dan tari tradisi Karo.

Beberapa orang perkolong-kolong yang pernah eksis pada budaya musik

Karo yaitu:

(1) Sayang Barus (Karo-karo)(+), (sekitar tahun 30-an sehingga awal 50 an)

(2) Tipan br Sembiring (+), (sekitar tahun 30-an sehingga awal 50 an)

(3) Sinek br Karo (+), (sekitar tahun 40-an sehingga awal 60 an)

(4) Malem Pagi Ginting (+). (sekitar tahun 40-an sehingga awal 60 an)

(5) Bengkel Pinem (Perangin-angin) (+), (50-an sehingga pertengahan 60-an)

(6) Malem Jenda Ginting (+), (sekitar 50-an sehingga pertengahan 60-an)

(7) Kolam br Karo, (sekitar 60-an sehingga akhir 60-an)

137

(8) Salam br Tarigan, (sekitar 60-an sehingga akhir 60-an

(9) Norma br Tarigan, (sekitar 60-an sehingga pertengahan 90-an

(10) Normin br Ginting, (sekitar 60-an sehingga pertengahan 90-an

(11) Rupana br Karo, sekitar pertengahan 60-an sehingga sehingga akhir 60-

an

(12) Ulina br Ginting (+), sekitar awal 70-an sehingga akhir 90-an

(13) Lusiana br Karo (+), sekitar awal 70-an sehingga pertengahan 2000-an

(14) Timbangen Perangin-angin, sekitar awal 70-an sehingga pertengahan 90-

an

(15) Ramlah br Karo, sekitar pertengahan70-an sehingga pertengahan 2010-

an

(16) Langsat Tarigan (+) sekitar akhir 70-an sehingga pertengahan 2010-an

(17) Sumpit br Ginting, sekitar pertengahan 80-an sehingga sekarang

(18) Unjuk br Ginting, sekitar akhir 80-an sehingga pertengahan sekarang

(19) Arus Perangin-angin (+), sekitar awal 90-an sehingga pertengahan 2018

(20) Juliana br Tarigan, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan 2018

(21) Samuel Sembiring, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan sekarang

(22) Keleng Barus, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan 2017

(23) Siti Aminah br Perangin-angin, sekitar awal 90-an sehingga sekarang

(24) Berlian br Karo, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan sekarang

(25) Jenni br Sembiring. sekitar 2000-an sehingga pertengahan sekarang

Perkolong-kolong yang relatif masih muda, diantranya:

(1) Anita br Sembiring,

138

(2) Bejeng Ginting,

(3) Cot Ginting.

(4) Erwinan br Bangun,

(5) Ica br Tarigan,

(6) Lukas Sembiring,

(7) Moses Pinem,

(8) Nana br Sembiring,

(9) Pedro Ginting,

(10) Sri Dewi br Targan.

Walaupun banyak perkolong-kolong tidak semua dapat melayani

keperluan upacara perkawinan. Aspek-aspek yang harus depenuhi oleh perkolong-

kolong yang dapat melayani keperluan upacara perkawinan harus mempunyai

kemampuan tertentu, yaitu: 1) Mempunyai kemampuan menciptaan melodi yang

tepat sehingga menjadi pemasu-masun dalam upacara adat perkawinan. 2)

Mempunyai kemampuan menciptakan lirik yang sesuai dengan irama musik

pengiring dalam upacara perkawinan. 3) Mempunyai kemampuan memilih kata

yang menjadi lirik sehingga menggambarkan pesan dan komunikasi yang sesuai

dengan keterwakilan kaum kerabat dalam upacara perkawinan. 4) Mempunyai

kemampuan memahami cita-cita, harapan, larangan, dan pandangan (world view)

dalam adat enggeluh Karo yang berkaitan upacara perkawinan.

Perkolong-kolong yang sangat populer sekarang ini dalam upacara

perkawinan dan upacara pemakaman pada masyarakat Karo adalah Jenni br

Sembiring. Menurut penjelasan beliau dia belajar menyanyi terutama dalam lagu

139

katoneng-katoneng melalui cassette suara mendiang ibu kandungnya sendiri Ulina

br Ginting. Jenni br Sembiring tidak sempat belajar menyanyi dengan mendiang

ibu kandungnya itu.

4.3 Ansambel Musik Pengiring Perkolong-kolong

Ansambel musik pengiring perkolong-kolong dalam budaya musik Karo

pernah ada tiga. Ketiga ensambel itu adalah gendang sarune, gendang kulcapi dan

gendang kibot.

4.3.1 Gendang Sarune

Gendang sarune merupakan salah satu ansambel musik tradisional Karo.

ansambel ini sering juga disebut dengan gendang lima sedalanen. Gendang

sarune berarti disebut berdasarkan pembawa melodi pokok yaitu alat musik

sarune, sementara gendang lima sedalanen berdasarkan jumlah komposisi alat

musik yang digunakan. Komposisi alat musik ansambel ini terdiri dari 5 (lima)

buah alat musik, yaitu: 1) sarune, 2) gendang singanaki, 3) gendang singindungi,

4) penganak, dan 5) gung.

a) Sarune

Sarune merupakan alat musik tiup pada budaya musik tradisi Karo yang

ditiup. Alat musik ini mempunyai anak-anak atau reed atau dua buah lidah

(double reed). Batang atau badan dari alat musik ini berbentuk konis (conical)

mirip dengan alat musik obo (oboe), gambar 4.1a. Instrumen ini terdiri dari lima

bagian alat yang dapat dipisah-pisahkan serta terbuat dari bahan yang berbeda

140

pula yaitu: (a) anak-anak sarune, (b) tongkeh, (c) ampang-ampang, (d) batang

sarune, dan (e) gundal, gambar 4. 1b

Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat dari dua helai

kecil daun kelapa hijau yang telah kering. Dalam memainkan sarune, anak-anak

sarune tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi lunak

sehingga dapat bergetar jika ditiup sehingga menghasilkan suara seperti yang

diperlukan pemain

Ampang-ampang yaitu sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat

dari tulang atau sisik binatang baning (trenggiling), bagian ini diletakkan di

tengah tongkeh atau penghubung antara batang dengan anak-anak sarune. Bahan

ini terbuat dari timah. Ampang-ampang berfungsi sebagai penahan bibir pemain

sarune pada waktu meniup alat musik tersebut. Batang sarune sendiri terbuat dari

kayu khusus.

Pada batang sarune ini terdapat lobang-lobang nada berjumlah delapan

buah sebagai penghasil atau pengubah nada ketika sarune ditiup. Gundal juga

terbuat dari kayu yang sama dengan batang dan bagian ini berada pada bagian

bawah sarune. Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune .

Gambar 4.1a: Sarune

141

b) Gendang singanaki dan gendang singindungi

Gendang singanaki dan gendang singindungi (double sided conical drums)

merupakan dua alat musik pukul yang terbuat dari kayu. Alat musik ini yang

berbentuk konis, pada kedua sisi terdapat selaput atau membrane yang terbuat dari

kulit binatang. Sisi depan atau bagian atas merupakan bagian yang dipukul disebut

Gambar 4.1b: Bagian-bagian Sarune

Keterangan gambar 4.1b: (1) anak-anak sarune (3) batang sarune, (2) tongkeh (4) gundal (2a) ampang-ampang (4a) tagan sarune

babah gendang, sisi belakang yang berada sebelah bawah (tidak dipukul) disebut

pantil gendang. Gendang singanaki dan gendang singindungi memiliki ukuran

yang kurang lebih sama, panjangnya sekitar 43 cm, dengan diameter babah

gendang-nya sekitar 5 cm, sedangkan diameter pantil gendang sekitar 3 cm.

Kedua alat musik tersebut memiliki kesamaan dari sisi bahan, bentuk,

ukuran, dan cara pembuatannya. Perbedaannya kedua alat ini terutama adalah

142

fungsinya. Gendang singindungi untuk menghasilkan rimis variatif, sementara

gendang singanaki untuk menghasilkan ritmis konstan. Pada gendang singanakai

yang disebut gerantung atau gendang keci. Yang panjang 11 cm yang diikatkan di

sisi badan gendang singanaki.

Gendang singindungi dapat menghasikan bunyi naik turun melalui teknik

permainan tertentu, lihat gambar 4.2, sedangkan gendang singanaki tidak

memiliki tehnik tersebut sehingga bunyi yang dihasilkannya tidak bisa naik turun.

Masing-masing gendang memiliki dua palu-palu gendang atau alat pukul (drum

stick) sepanjang 14 cm.

Gambar 4.2a Gendang singanaki

143

Gambar 4.2b Gendang singindungi

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa untuk merekatkan memberan pada

badan gendang dililitkan tali yang terbuat dari kulit lembu. Tali tersebut lah yang

berfungsi untuk mengencangkan kulit/membrane gendang, sehingga dapat

menghasilkan suara yang di inginkan dengan cara menyetem suara gendang.

c) Gung dan Penganak

Penganak dan gung tergolong dalam jenis suspended idiophone/gong berpencu

yang memiliki persamaan dari segi bentuk, yakni sama seperti gong pada

umumnya yang terdapat budaya musik nusantara, lihat gambar 4.3a dan 4.3b.

Perbedaan antara penganak dan gung adalah dari segi ukuran atau lebar

diameternya. Gung memiliki ukuran yang besar, diameter 68,5 cm, sementara

penganak memiliki ukuran yang kecil, diameter 16 cm. Gung dan penganak ini

terbuat dari kuningan, sedangkan palu-palu atau pemukulnya terbuat dari kayu

yang pada ujungnya dibungkus dengan benda lunak yang disebut palu-palu gung.

144

Pada ujung palu-palu ini sengaja dibuat semacam karet untuk menghasilkan suara

gung yang lembut.

Gambar 4.3a Gung

Gambar 4. 3b Penganak

4.3.2 Gendang Kulcapi

Gendang kulcapi salah satu ansambel musik tradisional Karo. Menurut

Kumalo Tarigan, aansambel ini ada pada tahun 1958 yang dipelopori oleh ayah

145

dari Tukang Ginting. Pada mulanya komposisi alat pada ansambel ini terdiri

daripada: 1) kulcapi, 2) dua buah ketteng-ketteng dan 3) mangkok putih.

1) Kulcapi

Kulcapi adalah alat musik Karo yang cara memainkannya dengan petik.

Alat musik ini berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar (two-strenged

fretted-necked lute), lihat gambar 4.4. Pada awalnya senar kulcapi ini terbuat dari

akar pohon aren (enau) namun sekarang telah diganti senar metal. Pada bagian

belakang resonator terdapat lobang resonator. Dalam memainkan kulcapi, lobang

resonator tersebut juga berfungsi untuk mengubah warna bunyi (efek bunyi)

dengan cara tonggum, yakni suatu teknik permainan kulcapi dengan menutup

dengan cara mendekapkan seluruh/sebagian lobang resonator ke badan pemain

secara berulang dalam waktu tertentu.

Gambar 4.4 Kulcapi

2) Keteng-keteng

Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi

keteng-keteng dihasilkan dari dua buah senar yang dicungkil dari kulit bambu itu

sendiri (bamboo idiochord), lihat gambar 2.3. Pada ruas bambu tersebut dibuat

146

sebuah lobang resonator dan tepat di atasnya ditempatkan sebilah potongan

bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar keteng-keteng.

Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya

diasumsi menyerupai gung.

Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng merupakan komposisi dasar

musik tradisi Karo, karena pola permainan keteng-keteng menghasilkan bunyi

pola ritem gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung yang

dimainkan oleh hanya seorang pemain keteng-keteng.

3) Mangkok

Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah mangko (chinese glass-

bowl). Pada dasarnya mangkok bukan alat musik, namun dalam gendang telu

sedalanen, mangkok digunakan sebagai instrumen pembawa ritem. Perannya

sebagai alat musik, merupakan perlengkapan penting dari guru sibaso (dukun)

dalam sistem kepercayaan tradisional Karo. Ketika mangkok digunakan atau

dipakai sebagai alat musik dalam suatu upacara biasanya diisi beras, secara

semiotis agar roh orang yang memerlukan upacara menjadi kuat. Sebab dalam

pandangan kepercayaan Karo kerasnya beras secara semiotis menggambarkan

kerasnya roh manusia.

Ansambel gendang kulcapai seperti yang dijelaskan di atas kemudian

dikembangkan Jasa Tarigan. Pada awal tahun 1981 beliau membuat komposisi

alat musik pada ansambel gendang kulcapai terdiri daripada 1) kulcapai, 2)

gendang singanaki, 3) gendang singindungi, 4) penganak, 5) gung, dan 6)

grantung.

147

Sepanjang pengetahuan peneliti, alat musik yang Jasa Tarigan sebut

sebagai garantung, seperti gambar 4.6 bukanlah alat musik Karo. Tetapi dalam

kenyataannnya beliau selalu membawa alat musik ini dalam melaksanakan

pertunjukan musik.

Gambar 4.5 Alat Musik Yang Menyerupai Garentung Dikenalkan Jasa Tarigan12

Pengembangan ini terjadi pada acara guro-guro aron pesta tahunan

Batukarang yang sangat tekenal di Baupaten Karo. Sebenarnya pada masa itu

Jasa Tarigan hanya mencoba-coba saja, untuk mengetahui reaksi aron (muda-

mudi yang terlibat langsung dengan pertunjukan itu). Ternyata semua aron

menerima dengan senag hati. Akhirnya ansambel gendang kulcapai sebagai musik

pengiring gendang guro-guro aron eksis hingga awal tahun 1992.

12Jasa Tarigan menyatakan alat musik tersebut adalah garantung. Dia hanya memukul

alat musik tersebut sebelum memulai suatu pertunjukan. Oleh sebab itu alat musik ini hanya dimainkan diluar musik Karo. tetapi beliau menyatakan itu bahagian daripada ansambel musik yang dia mainkan

148

4.3.3 Gendang Kibod/ Keyboard

Dalam kurun waktu hampir tiga dekade budaya musik Karo telah

menggunakan alat musik keyboard. Ada beberapa jenis keyboard yang pernah

digunakan dalam budaya musik Karo, seperti Yamaha Pss 680, Yamaha Psr 500,

Yamaha Psr 510, Technich KN 1000. KN 2000, KN 2400, KN 2600, dan KN 7000.

Pada awalnya sekitar akhir tahun 1991 keyboard ini digunakan menjadi bagian

budaya musik Karo dipelopori oleh Jasa Tarigan. Sejak saat itu banyak pemain-

pemain keyboard yang beberapa di antaranya sama sekali tidak memiliki latar

belakang sebagai pemusik tradisional Karo.

Awalnya keyboard tersebut digabungkan dengan gendang lima sedalanen

dengan cara memanfaatkan unsur-unsur ritmis yang terdapat dalam keyboard

untuk menambah nuansa musikal dalam konteks gendang guro-guro aron. Secara

cepat musik gabungan ini menjadi sangat digemari pada masyarakat Karo.

Melalui berbagai kreasi dan eksperimen yang dilakukan seniman Karo terhadap

alat musik keyboard, pada akhirnya terciptalah program irama yang menyerupai

gendang Karo sehingga keyboard dapat digunakan untuk mengiringi nyanyian dan

tarian yang terdapat di masyarakat Karo.

Keyboard yang digunakan pada masyarakat Karo sebagai gendang kibot

adalah alat musik jenis organ termasuk jenis alat musik modern dari budaya musik

Barat. Alat musik ini yang memiliki bank bunyi yang sangat banyak dan

mempunyai berbagai fasilitas program musik yang dapat meniru bunyi musik

tradisi Karo dengan cara memprogram. Bahkan dalam keyboard jenis yamaha psr

975 telah diinstal dalan gendang Karo atau komposisi musik tradisi Karo seperti

149

odak-odak, simalungun rayat, patam-patam, ariko kena, lasam-lasam dan

gendang guru.

4.4 Penyajian Perkolong-kolong Dalam upacara Perkawinan

Upacara perkawinan yang menjadi sampel dalan penelitian ini adalah

upacara perkawinan yang berlangsung pada tanggal 25 Maret 2017 di Hotel

Sibayak Berastagi. Pada upacara itu perkolong-kolong yang diundang aadalah Jeni

br Sembiring dan dengan iringan gendang kibot. Penyajian perkolong-kolong

dalam upacara perkawinan selalu mengikuti arahan daripada anak beru si ngera

kedua belah pihak.

Dalam upacara perkawinan di atas penyajian perkolong-kolong ada

sebanyak 5 (lima) kali. Pertama, penyajian perkolong-kolong pada saat menjelang

adu pengantin. Pada saat menunggu kedua penganting mengambil posisi untuk

menari, yang disebut adu pengantin, perkolong-kolong menyanyikan lagu maba

kampil.

Kedua, penyajian perkolong-kolong pada akhir acara pemberian kata

sambutan keluarga pengantin laki-laki. Dalam hal ini perkolong-kolong

menyanyikan lagu terang bulan. Ketiga, penyajian perkolong-kolong pada akhir

pemberian kata sambutan keluarga pengantin perempuan. Dalam hal ini

perkolong-kolong menyanyikan dua lagu, yaitu lagu katoneng katoneng dan lagu

famili teksi.

Keempat, penyajian perkolong-kolong pada akhir acara pemberian kata

sambutan kalimbubu keluarga pengantin laki-laki. Dalam kesempatan ini

150

perkolong-kolong menyanyikan lagu katonong –katonong. Kelima, penyajian

perkolong-kolong pada akhir pemberian kata sambutan kalimbubu keluarga

pengantin perempuan. Pada kesempatan penyajian yang terakhir ini perkolong-

kolong menyanyikan dua lagu, yaitu lagu katoneng katoneng dan lagu gula

tualah.

Dengan demikian terdapat tujuh lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong

dalam upacara perkawinan tersebut. Ke-tujuh lagu itu dapat dibagi menjadi 2

bagian yaitu lagu pop daerah karo dan lagu tradisi Karo

4.4.1 Lagu Pop Daerah Karo

Lagu pop daerah Karo yang dimaksud adalah lagu daerah Karo yang telah

dapat dimasuki oleh akord musik barat. Ada pun lagu yang di nyanyikan oleh

perkolong-kolong pada upacara perkawinan yaitu :

1. Lagu maba kampil

Lagu ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama seperti contoh lagu

dibawah ini:

Contoh lagu 4.1a Bagian Pertama dalam lagu maba kampil

151

Bagian kedua seperti contoh di bawah ini :

Contoh lagu 4.1b Bagian Kedua dalam lagu maba kampil

Dari kedua bentuk diatas dapat diketahui bahwa tangga nadanya adalah

diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah c-d-e-f-g-a-b-c. Lagu ini dinyanyikan

secara bergantian antara bagian pertama dan bagian kedua dengan menggunakan

teks nyanyian sesuai dengan konteks upacara perkawinan. Makna dari pada lagu

maba kampil dijelaskan pada bab vi.

2. Lagu terang bulan

Lagu ini terdiri dari dua bagian, bagian yang pertama seperti contoh lagu

di bawah ini:

Contoh lagu 4. 2a Bagian pertama lagu terang bulan

152

Bagian kedua pada lagu terang bulan sebagai contoh di bawah ini :

Contoh lagu 4.2b Bagian kedua lagu terang bulan

Dari kedua bentuk di atas dapat diketahui bahwa tangga nadanya adalah

diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah g-a-b-c-d-e-f-g-a. Lagu ini juga sama

dengan lagu maba kampil dinyanyikan secara bergantian antara bagian pertama

dan bagian kedua dengan menggunakan teks nyanyian sesuai dengan konteks

upacara perkawinan. Makna dari pada lagu terang bulan dijelaskan pada bab v.

3 . Lagu famili taksi

Pada lagu ini juga memiliki dua bagian yang pertama dapat kita lihat pada

contoh lagu di bawah ini:

153

Contoh Lagu 4.3a lagu famili taksi

Bagian yang kedua pada lagu famili taksi seperti di bawah ini : Contoh Lagu 4.3b lagu famili taksi

Dari kedua bentuk diatas dapat diketahui bahwa tangga nadanya adalah

diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah g-a-b-c-d-e-f-g. Lagu ini juga

dinyanyikan secara bergantian antara bagian pertama dan bagian kedua dengan

menggunakan teks nyanyian sesuai dengan konteks upacara perkawinan. Makna

dari pada lagu famili taksi dijelaskan pada bab v.

4. Lagu gula tualah

Pada lagu ini hanya terdapat satu bentuk saja. Seperti contoh lagu di

bawah ini

154

Contoh lagu 4.4 lagu gula tualah

Dari bentuk diatas dapat diketahui bahwa tangga nada lagu gula tualah

adalah diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah g-a-b-c-d-e-f. Lagu ini juga

dinyanyikan secara berulang-ulang menggunakan teks nyanyian sesuai dengan

konteks upacara perkawinan. Makna dari pada lagu gula tualah dijelaskan pada

bab vi.

4.4.2 Lagu Tradisi Karo ( Katoneng-katoneng)

Lagu ini pada upacara perkawinan di atas dinyanyikan tiga kali. Pertama

pada saat setelah pihak keluarga bukit menyampaikan kata sambutan. Kedua

setelah keluarga kalimbubu keluarga bangun selesai menyampaikan kata

sambutan dan yang Ketiga setelah kalimbubu keluarga bukit menyampaikan kata

sambutan.

Pada dasarnya lagu ini hanya memiliki dua jenis frasa melodi. Kedua frasa

melodi ini menurut Kumalo Tarigan (2017:99) namanya pingko-pingko dan

susurna. Pingko-pingko berarti melodi yang mempunyai nada-nada yang lebih

155

tinggi bila dibandingkan dengan melodi susurna. Melodi pingko pingko seperti

contoh di bawah ini :

Contoh lagu 4.5a Melodi pingko-pingko pada katoneng-katoneng

Sementara melodi susurna seperti contoh berikut ini :

Contoh 4.5b Melodi susurna katoneng-katoneng

Dari kedua bentuk di atas dapat diketahui tangga nada lagu katoneng-

katoneng adalah e-f-g-a-b-c. Dimana pada melodi pingko-pingko terdiri dari

modal g-a-b-c sementara pada susurna e-f-g. Bentuk frasa melodi ini juga

dinyanyikan perkolong-kolong dengan berulang-ulang tanpa ada aturan tertentu.

Makna akan dijelaskan pada Bab VI.

156

BAB V

STRUKTURAL FUNGSIONAL PERKOLONG-KOLONG DAN FUNGSI

MUSIK PADA UPACARA PERKAWINAN

5.1 Analisis Stuktural Fungsional Dalam Upacara Perkawinan

Analisis struktur funsional dan fungsi musik dalam penelitian ini

diperhatikan pada semua aspek yang berhubungan dengan upacara perkawinan.

Aspek-aspek tesebut meliputi personal yang terlibat dalam upacara perkawinan

serta musik dari ansambel kibot dan lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-

kolong.

Suatu kenyataan bahwa dalam budaya Karo menyajikan musik tanpa atau

dengan ada perkolong-kolong mesti dalam sebuah konteks tertentu. Belum pernah

ada penyajian musik tanpa ada konteksnya. Konteks penyajian musik yang paling

kecil adalah untuk hiburan diri sendiri (self ammussement).

Dalam penelitian ini konteks penyajian musik dan perkolong-kolong

adalah upacara perkawinan. Disisi lain, bagi masyarakat Karo dalam menjalankan

upacara perkawinan tidak dapat pula terlepas daripada falsafah adat enggeluh atau

aturan menjalani kehidupan pada masyarakat Karo.

Pemikiran dalam falsafah adat enggeluh atau adat bahwa setiap manusia

harus menjalani dan mengikuti aturan adat sejak lahir hingga meninggal dunia.

Hal ini tidak dapat ditawar-tawar, bahkan bagi sebagian masyarakat Karo rela

bekerja siang malam agar satu saat dapat melangsungkan upacara perkawinan

157

anak dengan sebesar-besarnya. Orang sangat hina apabila disebut tidak beradat

dan seolah-olah adat menjadi tujuan hidup.

Dengan demikian pada masyarakat Karo fungsi adat sangat penting,

karena adat merupakan aturan yang memberikan arahan terhadap semua aktifitas

dalam menjalani kehidupan manusia. Aktifitas tersebut baik sebagai individu

maupun sebagai anggota masyarakat dalam berhubungan dengan manusia,

terutama dalam penelitian ini lebih khusus dalam upacara perkawinan.

Walaupun dasarnya manusia lahir sebagai seorang diri dalam pandangan

adat Karo, mereka tak dapat terlepas dari kade-kade atau kaum kerabat. Semua

kaum kerabat dalam konteks aktifitas adat disebut sangkep enggeluh atau

kelengkapan hidup. Hubungan kaum kerabat dalam adat Karo diatur berdasarkan

rakut si telu (ikatan yang tiga).

Rakut si telu (ikat yang tiga) terdiri daripada, 1) senina (satu keturunan) 2)

kalimbubu (pemberi gadis/isteri) dan 3) anak beru (penerima gadis/isteri).

Sangkep enggeluh dalam konteks adat berfungsi penting pada tiga hal. Ketiga hal

tersebut adalah 1) ndungi (menyelesaikan), 2) petunggungken (membuat menjadi

wajar), dan 3) pehagaken (mmembuat menjadi besar). Ketiga fungsi atau peranan

kaum kerabat dianggap berhasil apabila sebagian daripada kaum kerabat tersebut

telah berperan aktif dalam aktifitas upacara perkawinan yang berlangsung.

Dalam hal kaum kerabat turut berperan aktif pada upacara adat sangat

berhubungan pula dengan dua hal, yaitu ada unsur yang diperlukan dan ada unsur

yang harus dikerjakan. Unsur yang diperlukan berupa benda-benda adat seperti

158

kain dan pakaian adat serta peralatan kehidupan yang lain seperti, ayam, beras,

wang, parang,gula merahm kelapa dan perlengkapan sirih.

Sementara yang harus di kerjakan seperti, ikut runggu atau musyawarah

adat, menerima dan memberi benda dan wang adat, ikut berdiri untuk

menjalankan aktifitas adat, seperti menari bersama dan menyampaikan kata

sambutan.

Bersarkan falsafah adat Karo, menggelar upacara perkawinan dengan

besar bagaimanapun harus ipaluken gendang yang artinya menyajikan musik.

Gendang berfungsi mengiringi pihak sukut atau orang yang menggelar upacara

perkawinan dengan masing-masing kaum kerabatnya menari bersama sambil

ngerana atau menyampaikan kata sambutan atau tindak tutur (speech acts).

Perlunya penyajian gendang atau musik dalam suatu upacara perkawinan

adalah untuk mengiringi pihak sukut atau orang yang melaksanakan upacara

perkawinan menari bersama masing-masing kamu kerabatnya sebagai salah satu

alat komunikasi yang bersifat non verbal.

Ada keyakinan dengan adanya alat komunikasi yang bersifat non verbal

serta adanya ngerana atau kata sambutan dilakukan secara bersamaan maka

komunikasi adat dalam upacara perkawinan berjalan dengan sebaik-baiknya.

Dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat dalam antara gendang (musik),

dengan landek (tari) dan ngerana (kata sambutan) dalam upacara perkawinan.

Adanya musik dan tari mengiringi orang yang menyampaikan kata sambutan

menunjukkan bahwa upacara digelar dengan sangat baik.

159

Bagaimanapun kata sambutan pada upacara perkawinan merupakan salah

satu aktifitas yang harus dipenuhi, kerana dengan ada kata sambutan maka

dianggap seh cakap yaitu penyampaian kata dengan tuntas dalam upacara

perkawinan tersebut. Namun demikian, dalam ngerana atau menyampaikan kata

sambutan sering kali ada dianggap kekurangan. Walaupun pada dasarnya

kekurangan-kekurangan tersebut tidak dapat disebutkan diidentifikasi secara tepat.

Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dari kata sambutan tersebut, bagi

sebagian orang yang mempunyai kemampuan finasial melakukan upacara

perkawinan dengan menyajikan perkolong-kolong.

Penyajian perkolong-kolong dalam upacara perkawinan secara umum

senantiasa terdapat pada salah satu acara, yaitu pada akhir acara ngerana atau

pada akhir penyampaian kata sambutan. Namun dalam upacara perkawinan yang

menjadi korpus dalam penelitian ini perkolong-kolong disajikan juga pada awal

acara adu pengantin (kedua pengantin menari dan secara silih berganti bernyanyi).

Umumnya perkolong-kolong menyanyi setelah kaum kerabat selesai

menyampaikan kata sambutan secara bergantian. Oleh sebab itu penyajian

perkolong-kolong terdapat pada tiap-tiap akhir daripada acara penyampaian kata

sambutan.

Lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong dalam upacara perkawian

pada mulanya adalah pemasu-masun atau katoneng-katoneng. Tetapi dalam

upacara yang diteliti ini ada beberapa lagu pop Karo yang dinyanyikan perkolong-

kolong. Menurut anak beru yang meminpin upacara hal ini sama sekali tidak

160

menyalahi bahkan semakin baik. Menurut pandangan mereka tidak semua tamu

undangan dapat menikmati keindahan pemasu-masun atau katoneng-katoneng.

Tujuan menyajikan perkolong-kolong dalam upacara perkawinan

diharapkan sebagai orang yang mampu menambahi kebaikan terhadap kata

sambutan yang dapat melengkapi kekurangan dari perkataan-perkataan terhadap

semua kaum kerabat yang terlibat dalam upacara perkawinan. Dengan adanya

perkolong-kolong dalam upacara perkawinan menyebabkan upacara tersebut

dipandang sebagai kerja situa atau upacara perkawinan yang paling besar.

Bagaimanapun penyajian perkolong-kolong dalam upacara perkawinan

merupakan manisfestasi ate keleng atau rasa kasih sayang yang mendalam

Pentingnya menyanyikan lagu-lagu dalam upacara perkawinan karena

lagu-lagu tersebut menjadi salah satu alat komunikasi yang dianggap sangat kuat

yang dapat menyampaikan rasa kemanusiaan dalam upacara perkawinan. Dengan

demikian maka lagu-lagu berfungsi sebagai penambah kekuatan pada alat

komunikasi yang bersifat verbal.

Ada rasa kemanusian yang dianggap perlu disampaikan, namun terkadang

tidak cukup hanya dengan kata sambutan saja. Seperti dalam upacara perkawinan

rasa yang dominan dari pihak sukut adalah penghormatan dan terima kasih yang

tak terhingga kepada sesama kaum kerabatpada umumnya, terlebih-lebih terlebih-

lebih kapada kalimbubu.

161

5.2 Fungsi Perkolong-kolong Dalam Upacara Perkawinan

Dalam menganalisis fungsi perkolong-kolong dalam upacara perkawinan

pada masyarakat Karo terlebih dahulu peneliti memperhatikan struktur dalam

upacara tersebut. Secara garis besar struktur yang terdapat dalam upacara

perkawinan masyarakat Karo dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu 1)

sukut atau keluarga yang mengadakan upacara, 2) sangkep enggeluh sukut atau

kaum kerabat keluarga yang mengadakan upacara), dan 3) si erdemu bayu atau

pengantin. Masing-masing dari ketiga bagian besar di atas masih dapat dibagi lagi

menjadi lebih khusus. Seperti bagian sukut siempo, yaitu keluarga yang

mengadakan upacara dari pihak laki-laki. Sukut sinereh yaitu keluarga yang

mengadakan upacara dari pihak perempuan.

Demikian juga pada bagian sangkep enggeluh sukut atau kaum kerabat

keluarga yang mengadakan upacara ada dari pihak laki-laki dan ada dari pihak

perempuan. Masing-masing sangkep enggeluh itu terdiri daripada senina, anak

beru, dan kalimbubu. Sementara pada bagian pengantin hanya dua, yaitu si empo

atau pengantin laki-laki dan si sereh atau pengantin laki-laki.

Fungsi perkolong-kolong dianalisis terhadap bagian-bagian yang sesuai

saja. Terdapat 7 (tujuh) bagian yang sesuai, yaitu 1) sukut siempo (keluarga

pengantin laki-laki), 2) sukut sinereh (keluarga pengantin perempuan), 3)

kalimbubu siempo (kalimbubu pengantin laki-laki), 4) senina sinereh (senina

keluarga pengantin perempuan), 5) kalimbubu sinereh (kalimbubu keluarga

pengantin perempuan), 6) si empo (pengantin laki-laki), dan 7) si sereh (pengantin

perempuan)

162

5.2.1 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Siempo

(Keluarga Pengantin Laki-laki)

Dalam upacara perkawinan ini pihak keluarga pengantin laki-laki berklan

atau bermarga Perangin-angin, cabang marga Bangun. Marga Bangun selain

sering disebut bangun mergana (bermarga bangun) juga disebut tambar malem

yang dapat diartikan obat yang menyejukkan. Ini berhubungan dengan asumsi

bahwa angin dapat memberikan kesejukan, sementara merga mereka perangi-

angin, yang artinya dekat dengan angin.

Fungsi perkolong-kolong terhadap keluarga pengantin laki-laki adalah

mewakili mereka dalam menyampaikan sapaan kepada semua kalimbubu dan

puang kalimbubu. kenyataan ini dapat dilihat pada teks nyanyian di bawah ini:

Kalimbubu kami Bukit mergana ernolih-nolih (Kalimbubu kami bermarga Bukit berulang ulang) Sinuraya mergana surbakti mergana (Bermarga Sinuraya bermarga Surbakti) Rikutken teman ndu sada dalanen kalimbubu siperdemui (Beserta teman ndu satu jalan kalimbubu yang didatangi) La ketadingen kalimbubu sipemeren (Tidak tinggal kalimbubu sipemeren) Bage pe kam kerina puang kalimbubu kami (Begitu juga semua puang kalimbubu kami)

5.2.2 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Sinereh

(Keluarga Pengantin Perempuan)

Dalam upacara perkawinan ini pihak keluarga pengantin perempuan

berklan atau bermarga Bukit. Hal ini menyebabkan sehingga mereka disebut

bukit mergana, yang artinya bermarga Bukit. Fungsi perkolong-kolong terhadap

keluarga ini mewakili mereka dalam menyampaikan sapaan terhadap kaum

163

kerabat. Ada tiga kali perkolong-kolon menyampaikan sapaan itu, yaitu 1) sapaan

kepada semua senina Bukit, 2) sapaan kepada semua kalimbubu dan puang

kalimbubu Bukit, dan 3) sapaan kepada semua anak beru Bukit.

Sapaan kepada semua senina Bukit yang di wakili perkolong-kolong dapat

dilihat seperti teks berikut ini:

Tampak me kam kerina na sembuyak senina si pemeren (Terlihat lah kalian semua sembuyak senina sipemeren) Rikut ken siparibanen sipengalon sindalanen (Bersama siparibanen sipengalon sindalanen) Ralo alo me ras kami Bukit mergana (Menerima bersama kami keluarga yang bermarga Bukit) Ija erbelas kami nehken kata pengalo ngalo (Dimana kami menyampaikan kata sambutan) Amin lit gia kapndu si kurang payo kurang teng-teng na sembuyak kami sinterem (Walau ada kalian rasa kurang baik dan kurang tepat sembuyak kami semua) Ula me tama sangkut ukurndu (Jangan lah dibawa ke hati)

Sapaan kepada semua kalimbubu dan puang kalimbubu Bukit yang di

wakili perkolong-kolong dapat dilihat seperti teks lagu di bawah ini:

Nandangi kam kerina kalimbubu rikut puang kalimbubu kami (Kepada kam semua kalimbubu dan juga puang kalimbubu kami) I ja ibas perjabun bere bere kempu ndu e (Dimana pesta adat bere bere kempu kalian) Aloken kari bagi lit na kalimbubu puang kami (Terima nanti apa adanya kalimbubu puang kami) Ija kari seh panggong ndu erbelas (Dimana nanti sampai waktu untuk berkata) Bereken kata kekelenegen ndu nandangi kami (Berikan kata kata kesayangan kepada kami)

Sapaan kepada semua anak beru Bukit yang di wakili perkolong-kolong

dapat dilihat seperti teks berikut ini:

Bage pe nandangi kam kerina anak beru rikut anak beru si pemeren (Begitu juga kepada semua anak beru beserta anak beru si pemeren) Anak beru menteri singukuri

164

(Anak beru menteri singukuri) Kam me kerina ciken kami enteguh (Kalian lah tongkat kami yang kuat) Maka tatanga ndu dage kami kerina kalimbubu ndu (Maka pandang lah kami semua kalimbubu kamu) Maka ula juru ula kemalun (Supaya jangan terhina dan jangan memalukan) Nandangi kerina na sangkep ta nggeluh (Kepada semua keluarga besar kita)

5.2.3 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Siempo (Kalimbubu

Keluarga Pengantin Laki-laki)

Kalimbubu keluarga pengantin laki-laki sebanarnya ada beberapa, namun

yang paling dekat adalah bermaga Bukit. Kedua pengantin kawin impal, ini

bermakna ibu dari pengantin laki-laki adalah kakak kandung dari bapak pengantin

perempuan.

Fungsi perkolong-kolong terhadap mereka dalam upacara ini adalah

mewakili kalimbubu dalam menyampaikan petuah. Ada tiga kali perkolong-kolon

menyampaikan petuah mewakili kalimbubu, yaitu 1) kepada semua keluarga

Bangun, 2) kepada pengantin laki-laki, dan 3) kepada pengantin perempuan.

Petuah yang disampaikan perkolong-kolong mewakili kalimbubu kepada

keluarga Bangun, yang merupakan keluarga pengantin laki-laki, seperti teks di

bawah ini:

Emaka bagem tambar malem bagem beru Bukit (Begitu lah tambar malem begitu beru Bukit) Sangap kam pe jabuken anak parang sintua e (Beruntung kamu membuat pesta yang sulung ini) Gelah reh ngasup na kam pagi jadi perlebe lebe kalimbubu ta (Supaya semakin kuat kamu menjadi tulang punggung terhadap kalimbubu) Jenda nari pagi terus ku pudi tambar malem mergana (Dari sini nanti sampai ke belakang tambar malem mergana)

165

Nantang me kerina na penakit bas daging kula ndu (Jauh semua penyakit di badan)

Petuah yang disampaikan perkolong-kolong mewakili kalimbubu kepada

pengantin laki-laki, yang bernama Iyos Bangun, seperti teks di bawah ini:

Terlebih man bandu pe bage Iyos (Terutama kepada Iyos) Nggo kuh toto mama mami nini bulang nini tudung alo kenndu (Sudah cukup doa mama mami nini bulang nini tudung yang kamu terima) Ija ibas perjabun ras impal beru bukit e (Dimana di dalam berkeluarga dengan pasangannya beru bukit ini) Kam lah pas pedemuken tambar malem (Kamu lah tepat jodohnya tambar malem) Emaka ngasup lah kam pagi benang penjarumi benang pengerakut (Oleh karena itu maka sanggup lah kamu menjadi tali pengikat)

Petuah yang disampaikan perkolong-kolong mewakili kalimbubu kepada

pengantin perempuan yang bernama Tasya beru Bukit, seperti teks di bawah ini:

Emaka kena pe bage Tasya (Begitu juga kamu Tasya) Adi nggo kena legi impal kena e teman arih arih (Kalau sudah di jemput pasangan kalian jadi teman hidup) Tami tami pagi bibi ta ras bengkila ta Nande Karo (Sayangi nanti mertua kita Nande Karo)

5.2.4 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Senina Sinereh

(Senina Keluarga Pengantin Perempuan)

Fungsi perkolong-kolong yang mewakili senina sinereh atau semua senina

keluarga pengantin perempuan, seperti teks di bawah ini:

Maka panjang perjabun beru Bukit e tumbuk ras Bangun mergana (Supaya panjang keluarga ibu bermarga Bukit dengan yang bermarga Bangun) Dingen seh pagi kerina totota si mehuli (Dengan sampai nanti doa kita yang baik semua) Sangap ertuah bayak iya tengah tengah jabuna (Melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan di tengah keluarga) Bage pe cakap kami ngalo ngalo

166

(Begitu juga kata sambutan kami)

5.2.5 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Sinereh (Kalimbubu

Keluarga Pengantin Perempuan)

Perkolong-kolong dalam mewakili kalimbubu sinereh ada beberapa.

Tetapi dalam penelitian ini satu dibuat menjadi contoh, karena adanya

kesepakatan dari semua kalimbubu sinereh tetap seia sekata. Hal ini seperti teks di

bawah ini:

Bagem beru Bukit (Begitu lah ibu bermarga Bukit) Bagem beru purba beru tarigan (Begitu lah ibu bermarga Purba ibu bermarga Tarigan) Kam pe karina sada pengodak sada pengole (Kalian juga semua seia sekata) Jadi teman arih arih nande tigan e (Jadi teman berbincang ini ibu bermarga Tarigan)

5.2.6 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Empo (Pengantin Laki-laki)

Fungsi perkolong-kolong yang mewakili pengantin laki-laki seperti teks di

bawah ini:

Kalimbubu enda kami maba kampil (Kalimbubu disini kami membawa tepak) Ate kami ngelegi dirindu (Kami ingin menjemput putrimu) Nande karo enda kami maba kampil (Ibu bermarga Karo-karo ini kami membawa tepak) Ate kami reh ngelegi kena (Keinginan kami datang menjemput kamu)

5.2.7 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Sereh (Pengantin Perempuan)

Fungsi perkolong-kolong yang mewakili pengantin laki-laki seperti teks di

bawah ini:

167

Aku pe ue ningku sekali enda (Aku juga iya ku katakan kali ini) Ngaloi kena nangin mama Nangin na (Untuk meyetujui kamu mama Nangin) Aku pe ue nge ningku sekali enda (Aku juga mengiyakan kali ini) ngaloi kena karo bere Karo na (untuk menyetujui kamu bere Karo) Mama nangin bere karo sekali enda lanai kam tersia (Mama nangin bere karo sekali ini kamu tidak sia-sia) Sendah tudung ngarakken bulang-bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang-bulang) Seh tunggungna kam tatapen dua na (Sangat cocok kamu dilihat berdua)

5.3 Penggunaan Dan Fungsi Musik Pada Upacara Perkawinan

5.3.1 Penggunaan Musik Dalam Upacara Perkawinan

Sesuai dengan pandangan Merriam dalam menjelaskan penggunaan musik

mengaju pada keadaan yang bagaimana musik dipakai dalam masyarakat.

Kenyataannya secara umum dapat dilihat bahwa musik dipakai dalam upacara

perkawinan. Memperhatikan bahwa dalam suatu upacara perkawinan mempunyai

banyak acara maka penggunaan musik dalam upacara tersebut dapat dilihat pada

tiga acara.

Penggunaan musik yang pertama, musik dipakai pada acara ngalo-ngalo

atau menerima pihak sukut memasuki tempat upacara. Pemakain musik pada acara

ngalo-ngalo ada 4 (empat) kali. Pertama, pada saat sukut siempo memasuki

tempat upacara yang disambut pihak anak berun-nya musik dipakai dengan lagu

embuah page. Kedua, pada saat kalimbubu siempo memasuki tempat upacara

yang disambut sukut siempo musik dipakai dengan lagu mejuah-juah. Ketiga,

pada saat sukut sinereh memasuki tempat upacara yang disambut anak beru-nya

168

musik dipakai dengan lagu ertutur. Keempat, pada saat kalimbubu sinereh

memasuki tempat upacara yang disambut sinereh musik dipakai dengan lagu

mejuah-juah.

Penggunaan musik yang kedua, musik dipakai pada saat acara adu

pengantin, yaitu acara yang mana kedua pengantin menari berdua, secara

berpasangan dan silih berganti bernyanyi. Kebetulan dalam upacara perkawinan

ini pengantin laki-laki yang pertama menyanyi, selanjutnya baru pengantin

perempuan. Masing-masing pengantin menyanyikan dua lagu.

Penggunaan musik yang ketiga, musik dipakai pada saat selesai acara

ngerana atau menyampaikan kata sambutan. Pemakaian musik pada saat selesai

acara ngerana ada 7 (tujuh) kali. Pertama, pada saat berakhirnya pihak sukut

siempo bersama semua senina-nya menyampaikan kata sambutan. Kedua, pada

saat berakhirnya pihak sukut sinereh bersama semua senina-nya menyampaikan

kata sambutan. Ketiga pada saat berakhirnya pihak sukut siempo dan sukut sinereh

menerima kata sambutan dari tamu undanga diluar daripada kaum kerabat.

Kempat, pada saat berakhirnya pihak sukut siempo bersama semua

kalimbubunya menyampaikan kata sambutan. Kelima, pada saat berakhirnya

pihak sukut sinereh bersama semua kalimbubunya menyampaikan kata sambutan.

Keenam, pada saat berakhirnya pihak sukut sinereh bersama semua anak beru-nya

menyampaikan kata sambutan. Ketujuh, pada saat berakhirnya pihak sukut siempo

bersama semua anak berunya menyampaikan kata sambutan.

169

5.3.2 Fungsi Musik dalam Upacara Perkawinan

Dalam menganalisis fungsi musik yang terdapat dalam upacara

perkawinan, peneliti memperhatikan sepuluh fungsi musik yang ditawarkan

Meriam. Fungsi musik diperhatikan berdasarkan kesesuaian dengan yang terdapat

dilapangan, yaitu dalam upacara perkawinan masyarakat Karo. Dengan demkian

kalau ada yang tidak sesuai tidah diaplikasikan dan kalau ada yang kurang

ditambah.

Kelihatannya dari 10 (sepuluh) fungsi musik yang ditawarka ada 8

(delapan) yang sesuai, yaitu (1) fungsi sebagai pengungkapan emosional, (2)

fungsi sebagai hiburan, (3) fungsi sebagai komunikasi, (4) fungsi sebagai

perlambang, (5) fungsi sebagai reaksi jasmani (6) fungsi sebagai yang berkaitan

dengan norma-norma sosial, (7) fungsi sebagai kesinambungan kebudayaan, dan

(8) fungsi pengintegrasian masyarakat.

Selain 8 (delapan) fungsi di atas masih ada 2 (dua) fungsi yang sangat

dominan, yaitu 1) sebagai pendidikan dan 2) fungsi sebagai sarana penerima

sumbangan.

5.3.2.1 Fungsi Sebagai Pengungkapan Emosional

Dalam menjelaskan fungsi musik sebagai ungkan emosional Merriam

menulis (1964-222):

An important function of music, then, is the opportunity it gives for a variety of emotional expressions—the release of otherwise unexprcssible thoughts and ideas, the correlation of a wide variety of emotions and music, the opportunity to "let off steam" and perhaps to resolve social conflicts, the explosion of creativity itself, and the group expression of hostilities. It is quite" possible that a much wider variety of emotional

170

expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music.

Terjemahannya:

Satu fungsi yang penting dari musik adalah kesempatan yang diberikannya untuk berbagai ekspresi emosi- pelepasan pikiran dan gagasan yang tidak dapat dikatakan, korelasi berbagai emosi dan musik, peluang untuk "melepaskan kekacauan" dan mungkin untuk menyelesaikan konflik sosial, ledakan kreativitas itu sendiri, dan ekspresi dari kelompok permusuhan. Sangat mungkin bahwa variasi ekspresi emosional yang lebih luas dapat dikutip, tetapi contoh yang diberikan di sini menunjukkan dengan jelas pentingnya fungsi musik ini. Dari pengertian di atas ada benang merahnya, yang mana musik dapat

memberikan kesempatan berbagai ekspresi emosional. Kenyataan seperti ini

sangat relevan dalam upacara perkawinan Karo. Fungsi musik dalam tempo yang

cepat dalam upacara tersebut menggambarkan emosi kegembiraan. Fungsi musik

dalam tempo yang lambat dalam upacara perkawinan menggambarkan kedamaian.

Selanjutnya fungsi musik sebagai pengungkapan berbagai emosional rasa

saling mencintai dapat dilihat pada beberapa lirik lagu yang dinyanyikan

perkolong-kolong.

Pengungkapan berbagai perasaan disampaikan dengan lagu yang

dinyanyikan perkolong-kolong. Dari makna teks lagu mampu mengungkapkan

berbagai perasaan. Perasa yang sangat mengharukan dan menyentuh hati, atau

saat tertentu dapat pula menimbulkan rasa tenang, aman pada pendengarnya, dan

bahkan ada juga rasa yang sedih. Selain itu, ada lirik lagu mengungkapkan rasa

kegembiraan kepada seluruh keluarga yang melaksanakan upacara perkawian.

Untuk mengungkapkan berbagai emosional dapat dilihat pada pembahasan makna

tekstual nyanyian pada BabVI.

171

5.3.2.2 Fungsi sebagai Hiburan

Fungsi musik sebagai hiburan merupakan suatu kenyataan yang bersifat

umum di tengah-tengah masyarakat secara luas. Walaupun pada dasarnya tujuan

utama daripada musik itu bukan sebagai hiburan dalam sebuah upacara ada saja

bahagian yang dapat menyenyangkan hati. Hal-hal yang menyenyangkan hati ini

terutama dapat dilihat pada saat adu pengantin.

5.3.2.3 Fungsi sebagai Komunukasi

Dalam setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo pasti ada musik,

sekurang-kurangnya adalah gendang kibot. Fungsi musik dalam setiap upacara

perkawinan adalah sebagai alat komunikasi non verbal. Gendang atau musik

yang mengiringi landek atau tari merupakan komunikasi non verbal yang sangat

kuat dalam upacara perkawian.

5.3.2.4 Fungsi sebagai Perlambang

Menurut Meriam (1964:223), pada kebanyakan masyarakat musik

berfungsi sebagai lambang dari hal-hal, ide-ide maupun tingkah laku. Dalam

budaya musik tradisional Karo sejak dahulu gendang dalam arti ansambel musik

berfungsi sebagai perlambang kebesaran. Seperti yang telah di tulis pada bagian

awal bab ini bahwa semua aktivitas upacara yang besar harus i paluken gendang

(dimainkan ansambel musik). Dengan adanya konsep i paluken gendang maka

akan diikuti rose atau memakai pakaian adat Karo.

172

Disisi lain, adanya memakai pakaian adat Karo maka semua kalimbubu

harus pula di undang. Karena mereka lah yang berhak nangketken ose atau

memakaikan pakaian adat). Kalau sudah mengundang kalimbubu, maka wijib

hukumnya mengundang anak beru. Sebab kalimbubu tidak pernah mau secara

langsung berhubungan dengan sukut, tetapi harus melalui perantara anak beru.

5.3.2.5 Fungsi sebagai Reaksi Jasmani

Dalam setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo pasti ada landek

atau tari. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu fungsi musik

dalam sebagai reaksi jasmani. Pernyataan bahwa musik berfungsi sebagai reaksi

jasmani atas dasar bahwa semua gendang untuk mengiri tarian. Hanya ada satu

gendang dahulu pada masyarakat Karo yang tidak ditarikan yaitu gendang buang,

yaitu bagian awal dalam gendang perang empat kali dalam upacara pemakaman.

Tetapi sekarang nampaknya tidak dimainkan lagi.

5.3.2.6 Fungsi sebagai Norma Sosial

Dalam fungsi musik yang berkaitan dengan norma sosial, Merriam (1964:

224) menulis:

Songs of social control play an important part in a substantial number of cultures, both through direct warning to erring members of the society and through indirect establishment of what is considered to be proper behavior. This is also found in songs used, for example, at the time of initiation ceremonies, when the younger members of the community are specifically instructed in proper and improper behavior. Songs of protest call attention as well to propriety and impropriety. The enforcement of conformity to social norms is one of the major functions of music.

173

Terjemahannya:

Lagu-lagu kontrol sosial memainkan peran penting dalam sejumlah besar budaya, baik melalui peringatan langsung kepada anggota masyarakat yang berdosa dan melalui pembentukan tidak langsung dari apa yang dianggap sebagai perilaku yang pantas. Ini juga ditemukan dalam lagu-lagu yang digunakan, misalnya, pada saat upacara inisiasi, ketika anggota muda dari komunitas secara khusus diinstruksikan dalam perilaku yang tepat dan tidak pantas. Lagu-lagu protes meminta perhatian juga pada kesopanan dan ketidakwajaran. Penegakan kepatuhan terhadap norma sosial adalah salah satu fungsi utama musik. Kenyataan seperti yang diungkapkan di atas ini sungguh sesuai dengan yang

terdapat dalam upacara perkawinan Karo. Lagu katoneng-katoneng sangat sarat

dengan nasihat yang harus dijalankan serta berbagai larangan yang harus

dihindarkan. Lebih dari itu bahkan dalam lagu tersebut terlihat sapaan antara

semua kaum kerabat untuk saling menjalankan norma-norma sebagi mana

patutnya menurut adat Karo.

5.3.2.7 Fungsi sebagai Pengitegrasian Masyarakat

Dalam fungsi yang berkaitan dengan pengitegrasian pada masyarakat

Merriam (1964: 226) menulis

Music, then, provides a rallying point around which the members of society gather to engage in activities which require the cooperation and coordination of the group. Not all music is thus performed, of course, but every society has occasions signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity.

Terjemahannya:

Musik, kemudian, memberikan titik temu di mana anggota masyarakat terintegrasi untuk terlibat dalam kegiatan yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi kelompok. Tentu saja, tidak semua musik dimainkan, tetapi setiap masyarakat memiliki kesempatan yang

174

ditandai oleh musik yang menyatukan para anggotanya dan mengingatkan mereka akan kesatuan mereka.

Pandamngan di atas sungguh sesuai dengan yang terjadi dalam upacara

perkawinan masyarakat Karo. Pada acara tertentu masing-masing sukut, baik dari

keluarga pengantin laki-laki maupun keluarga pengantin perempuan terintegari

dalam menjalankan tuntutan adat.

5.3.2.8 Fungsi sebagai Kesinambungan Kebudayaan

Dalam fungsi yang berkaitan dengan kesinambungan Merriam (1964: 225)

menulis:

If music allows emotional expression, gives aesthetic pleasure, entertains, communicates, elicits physical response, enforces conformity to social norms, and validates social institutions and religious rituals, it is clear that it contributes to the continuity and stability of culture. In this sense, perhaps, it contributes no more or no less than any other aspect of culture, and we are probably here using function in the limited sense of "playing a part."

Terjemahannya:

Jika musik memungkinkan sebagai ekspresi emosional, memberikan kesenangan estetika, menghibur, berkomunikasi, memunculkan respons fisik, menegakkan kepatuhan terhadap norma-norma sosial, dan memvalidasi lembaga sosial dan ritual keagamaan, jelas bahwa itu berkontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas budaya. Dalam pengertian ini, mungkin, musik berkontribusi tidak lebih atau tidak kurang dari aspek budaya lainnya, dan kita mungkin di sini menggunakan fungsi dalam arti terbatas "memainkan peran." Sesungguhnya pada masyarakat Karo sejauh ini masih tetap memakai

musiknya sebagai ekspresi emosional, memberikan rasa kesenangan estetis,

sungguh dapat menghibur, berkomunikasi, memunculkan respons fisik,

175

menegakkan kepatuhan terhadap norma-norma sosial. Oleh sebab itu musik jelas

bahwa berkontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas budaya.

5.3.2.9 Fungsi sebagai Pendidikan

Fungsi musik sebagai pendidikan sangat nyata terdapat dalam teks lagu

katoneng-katoneng. Dalam teks tersebut sangat banyak yang dapat dibuat menjadi

bahan pelajaran yang menjadi bekal dalam menjalani kehidupan menurut budaya

tradisi Karo. Pelajaran tersebut begitu penting, terutama bagi kedua pengantin,

yang baru pertama kali terlibat dalam aktifitas adat dan sekali gus menjadi pelaku

adat.

Pada masyarakat Karo, hanya orang yang telah erjabu atau berumah

tangga yang terlibat dalam aktivitas adat. Terlibat dalam aktivitas adat dalam arti

telah diundang kaum kerabat agar mendatangi dan terlibat langsung dalam

aktivitas adat, seperti mengikuti serangkaian upacara perkawinan, mengikuti

berbagai jenis upacara pemakaman, dan memasuki rumah baru. Bagaimana bagi

setiap orang yang telah berumah tangga pada aktivitas di atas telah ada tanggung

jawab terhadap sangkep enggeluh (kaum kerabat kelengkapan hidup). Beberapa

contoh yang menjadi pelajaran dalam teks katoneng-katoneng dapat dilihat

sebagai berikut.

1) Pelajaran tentang berbagai jenis dari senina.

Tampak me kam kerina na sembuyak senina si pemeren (Terlihatlah kalian semua sembuyak senina sipemeren) Rikut ken siparibanen sipengalon sindalanen (Bersama siparibanen sipengalon sindalanen)

176

2) Pelajaran tanggung jawab terhadap senina.

Tanda tanda na kam teman sada perutangen sada peridon kami nggeluh (Buktinya kalian kawan kami satu pihak dalam berutang dan berpiutang kehidupan) Tegu tegu ndu ibas kini labeluhen kami (Dampingilah kami dalam ketidakpintaran kami)

3) Pelajaran tentang berbagai jenis dari kalimbubu.

Enggo kam erbelas kalimbubu si ngalo bere bere (Telah menyampaikan kata sambutan kalimbubu kami singalo bere bere) Singalo perkempun, rikut singalo perbibin, (Singalo perkempun beserta singalo perbibin)

4) Pelajaran tentang pentingnya kalimbubu menjadi panutan.

Kerina kam kalimbubu kami, (Semua kamu kalimbubu kami) Sukatendel mergana Ginting mergana Milala mergana, (Bermarga Sukatendel bermarga Ginting bermarga Milala) Ngasup kam pagi man penggurun kami (Sanggup nanti menjadi panutan kami)

5) Pelajaran tentang berbagai jenis dan tanggung jawab sebagai anak beru

Bage pe nandangi kam kerina anak beru rikut anak beru si pemeren (Begitu juga kepada semua anak beru beserta anak beru si pemeren) Anak beru menteri singukuri (Anak beru menteri singukuri) Kam me kerina ciken kami enteguh (Kalian lah tongkat kami yang kuat) Maka tatanga ndu dage kami kerina kalimbubu ndu (Maka pandang lah kami semua kalimbubu kamu) Maka ula juru ula kemalun (Supaya jangan terhina dan jangan memalukan)

5.3.2.10 Fungsi Sebagai Sarana Penerimaan Sumbangan

Fungsi musik sebagai sarana penerima sumbangan sudah menjadi

kenyataan yang selalu terjadi dalam upacara pekawinan pada masyarakat Karo.

Fungsi ini terjadi dengan cara menyuruh kedua pengantin menari dan secara

177

bergantian bernyanyi, yang disebut adu pengantin. Biasanya yang pertama

bernyanyi adalah pengantin laki-laki. Pada saat pengantin laki-laki bernyanyi

maka semua sukut keluarga pengantin laki-laki serta semua kaum kerbat memberi

sumbangan kepada kedua pengantin.

Pemimpin upacara atau anak beru si ngerana dari keluarga pengantin laki-

laki mengatur agar semua pemberi sumbangan yang mulai daripada sukut senina

dan kalimbubu. Pada bagian kedua yang memberi sumbangan anak beru. Hal

yang sama juga terjadi pada pihak keluarga pengantin perempuan.

Menelusuri mulanya hal ini terjadi, tidak terlepas dari sejak masuknya

kibot menjadi alat musik yang dipakai dalam memainkan lagu-lagu pop Karo,

sekitar menjelang pertengahan tahun 1990-an. Pada masa itu anak beru dari pihak

laki-laki harus mempersiapkan konsumsi untuk semua keperluan upacara

perkawian. Oleh sebab itu mereka memerlukan sarana hiburan. Sehingga mereka

secara suka rela menyumbang agar ada pembayaran untuk menyewa kibot dan

pemainnya. Walaupun pada mulanya ada pro kontra dari masyarakat Karo,

kenyataannya tetap berlangsung.

Pada akhir tahun 1990-an sumbangan semancam ini mengalami

perkembangan yang pesat. Kalau pada awalnya hanya untuk membantu yang ada.

178

BAB VI

MAKNA LAGU YANG DINYANYIKAN PERKOLONG-KOLONG

DALAM UPACARA PERKAWINAN

Untuk menemukan makna lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong dalam

upacara perkawinan maka perlu memperhatikan isi yang terdapat pada setiap lirik

lagu tersebut. Lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong dalam upacara

perkawinan yang menjadi korpus dalam penelitian ini dapat dibagi dua yaitu: lagu

yang bersifat pop daerah Karo dan lagu yang bersifat tradisional Karo. Lagu yang

bersifat pop daerah Karo berjumlah 4 (empat) buah yaitu lagu Maba kampil, Si

Terang bulan, Family taksi dan Gula tualah. Lagu yang bersifat tradisional Karo

yaitu Katoneng-katoneng atau pemasu-masun.

6.1 Makna Lagu Maba Kampil

Makna lagu maba kampil berdasarkan analisis terdiri dari tiga bagian,

seperti yang ditulis di tabel 6.1 di bawah in :

Tabel 6.1 Makna Lagu Maba Kampil

No Makna Lagu Maba Kampil 1 Pernyataan Kedatangan untuk Meminang 2 Pernyataan Setuju untuk Dipinang 3 Kalau Sudah Bersatu Jangan Bercerai Lagi

179

6.1.1 Pernyataan Kedatangan Untuk Meminang

Makna lagu maba kampil yang menyatakan pernyataan untuk meminang

ada tiga sub-bagian. Sub-bagian pertama mengartikan membawa tepak dan untuk

menjemput pengantin wanita, Makna sub-bagian ini seperti teks di bawah ini :

Kalimbubu enda kami maba kampil (Kalimbubu disini kami membawa tepak) Ate kami ngelegi dirindu (Kami ingin menjemput putrimu) Nande karo enda kami maba kampil (Ibu bermarga Karo-karo ini kami membawa tepak) Ate kami reh ngelegi kena (Keinginan kami datang menjemput kamu)

Makna lagu maba kampil menyatakan pernyataan untuk meminang yang

sub-bagian kedua mengartikan keberhasilan yang dinginkan, Sub-bagian ini

seperti yang tertulis di bawah ini:

Sekali enda ula kami la tampil (Dalam hal ini janganlah kami tidak layak) Adi la tampil keri kel suina (Jika tidak layak sangat lah sakit) Adi la tampil keri kel cedana (Jika tidak layak sangat ah sakit)

Makna lagu maba kampil menyatakan pernyataan untuk meminang yang

sub-bagian ketiga adalah menyatakan hari yang sudah tepat mendampingi dan

layak berdua. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Nande karo bere ribu sekali enda ula kel tersia (Nande karo bere ribu sekali lagi janganlah sia-sia) Sendah tudung ngarakken bulang bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang bulang) Maka metunggung tatapen dua na (Supaya layak dilihat keduanya) Maka metunggung kam tatapen dua na (Supaya layak kamu dilihat berdua)

180

Dalam makna lagu di atas terdapat makna konotasi pada kalimat ‘sendah

tudung ngarakken bulang bulang’. Tudung berarti tutup kepala pada perempuan,

sementara bulang berarti tutup kepala pada laki-laki. Berarti maksunya kalimat di

atas ‘sejak saat ini pengantin wanita mengikuti pengantin laki-laki’.

6.1.2 Pernyataan Setuju Untuk Dipinang

Makna pada lagu maba kampil yang menyatakan setuju untuk dipinang

juga terdiri dari tiga sub-bagian. Makna sub-bagian pertama yaitu persetujuan dari

keluarga kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Aku pe ue ningku sekali enda (Aku juga iya ku katakan kali ini) ngaloi kena nangin mama Nangin na (untuk meyetujui kamu mama Nangin) Aku pe ue nge ningku sekali enda (Aku juga mengiyakan kali ini) ngaloi kena karo bere Karo na (untuk menyetujui kamu bere Karo)

Pada sub-bagian kedua dalam bagian pernyataan setuju untuk dipinang

pada lagu maba kampil makna yang dapat adalah menerima apa adanya,

menyayangi sampai tua nanti dan bahagia orang tua melihatnya. Makna ini dapat

dilihat seperti teks di bawah ini:

Tehndu aku la merupa la erlagu (Tahu kamu saya tidak cantik dan baik) kelengi ndu dage asa metua (Sayangi aku sampai tua) Makana malem ate nande bapanta (Supaya bahagia dirasa ibu ayah kita)

Makna lagu maba kampil yang menyatakan setuju untuk dipinang pada

sub-bagian ketiga yaitu pernyataan tidak akan sia-sia menikahi dari pengantin

181

wanita dan orang lain melihat bahagia. Makna ini dapat kita lihat pada teks di

bawah ini :

Mama nangin bere karo sekali enda lanai kam tersia (Mama nangin bere karo sekali ini kamu tidak sia-sia) Sendah tudung ngarakken bulang bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang bulang) Seh tunggungna kam tatapen dua na (Sangat cocok kamu dilihat berdua) Seh tunggungna man tatapen dua na (Sangat cocok dilihat berdua)

6.1.3 Kalau Sudah Bersatu Jangan Berpisah Lagi

Makna lagu maba kampil pada pernyataan kalau sudah bersatu jangan

berpisah lagi terbagi atas tiga sub-bagian. Makna sub-bagian pertama dapat

diartikan adalah jika sudah jodoh selayaknya menikah, saling menyayangi berdua

dan orang tua bahagia melihat keluarga mereka. Makna ini dapat dilihat pada teks

di bawah ini:

Adi nggo sada nina padandu (Jika sudah satu di katakan suratan) Mari berkat kam erjabu dua na (Mari kita berangkat menikah berdua) Sikelengen kam pagi ibas jabundu (Saling menyayangi nanti di dalam keluarga) Maka malem pagi ate nande bapata (Supaya bahagia dirasakan ibu dan ayah kita) Maka malem ate sangkep geluhta (Supaya bahagia dirasakan ibu dan ayah kita)

Makna sub-bagian kedua pada lagu maba kampil yang menyatakan kalau

sudah bersatu jangan berpisah lagi adalah menyatakan hal yang kita pilih sendiri

jangan nanti menyesal di kemudian hari. Pernyataaan ini dapat dilihat pada teks di

bawah ini:

182

Belo gatap nina si belo sirih (Daun sirih katanya daun sirih) Enjolorna nina ku batang pola (Menjalar ke pohon enau) Bekas ndu natap ndube bekas ndu milih duana (Atas pengelihatan dan atas pilihan kamu) Ola belasken pagi erkadiola (Jangan nanti ucapkan menyesal) Makana panjang pagi perjabun kena (Supaya langgeng nanti keluarga kalian)

Makna sub-bagian ketiga pada lagu maba kampil bagian kalau sudah

bersatu jangan berpisah lagi adalah menyatakan kecocokan jika mereka bersatu

Makna ini dilihat dari teks di bawah ini:

Mama nangin nande karo sekali enda lanai kita tersia (Mama nangin nande karo sekali ini tidak akan sia-sia) Sendah tudung ngarak ken bulang bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang bulang) Seh tunggungna tatapen kade kade ta (Sangat cocok dilihat oleh saudara kita) Seh tunggungna adi erdalan kam duana (Sangat cocok jika kalian berjalan berdua)

6.2 Makna Lagu Si Terang bulan

Makna yang terkandung pada lagu siterang bulan terbagi atas 3 bagian.

Hal ini dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:

Tabel 6.2 Makna Lagu Si Terang Bulan

No Makna Lagu Si Terang Bulan 1 Semua Kerabat Mendoakan Rumah Tangga Baru 2 Kalau Sudah Bersatu Jangan Lagi Berpisah 3 Mendoakan Keluarga Melahirkan Anak Lelaki Dan Perempuan

6.2.1 Semua Kerabat Mendoakan Rumah Tangga Baru

Makna pada lagu si terang bulan yang menyatakan semua kerabat

mendoakan rumah tangga baru terbagi atas dua sub-bagian. Sub-bagian pertama

183

adalah sebuah pepatah dalam masyarakat Karo yaitu rempah-rempah ketumbar di

jual ke Berastagi, karena Berastagi juga sebagai salah satu pusat kota penjualan

selain Kabanjahe sebagai pusat dari Kabupaten Karo. Hal ini dapat dilihat pada

teks di bawah ini:

Enda erpudung rudang (Ini berbunga kembang) Erpudung sibatang jera malem tambar malem (Berbunga pohon ketumbar malem tambar malem) Baba pudungna nande Bukit (Bawa bunga nya nande Bukit) Nina ku Berastagi (Katanya ke Berastagi)

Makna yang tertera pada lagu Si Terang Bulan pada sub-bagian kedua

yang menyatakan kerabat mendoakan rumah tangga baru adalah berkumpulnya

semua saudara untuk mendoakan rumah tangga yang baru, Makna ini dapat dilihat

pada teks di bawah ini:

Enda nggo pulung kel bage (Ini sudah berkumpul) Kerina sangkep geluhta wari si sekalenda (Semua saudara dekat kita pada hari ini) Nde notokensa makana (Untuk mendoakan supaya) Panjang pagi jabundu (Lenggang rumah tangga kalian)

6.2.2 Kalau Sudah Bersatu Jangan Lagi Berpisah

Makna lagu si terang bulan yang menyatakan kalau sudah bersatu jangan

lagi berpisah, terbagi juga atas dua sub-bagian. Pada sub-bagian pertama dapat di

simpulkan jika sudah dibicarakan keluarga jangan lagi ada perpisahan, Makna ini

seperti pada teks di bawah ini:

184

Lagu si terang bulan terang i Tiga Nderket (Lagu si terang bulan terang di Tiga Nderket) Lagu terang si terang bulan bulan na meganjang (Lagu terang si terang bulan bulan yang tinggi) Pala pala erkuan ari turang teku tedeh (Jika sudah berbicara turang yang ku rindukan) Pala pala erkuan ulanai kita sirang ulanai kita sirang (Jika sudah berbicara jangan lagi kita berpisah)

Makna lagu si terang bulan yang menyatakan kalau sudah bersatu jangan

lagi berpisah pada sub-bagian kedua yaitu bersatu hati dan mendoakan agar

langgeng rumah tangga mereka, Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Ersada arih kerina (Bersatu hati semua) Bapa ras nande ta pulung sekalenda (Bapak dan ibu kita berkumpul hari ini) E notokensa ma Nangin (Supaya mendoakan ma Nangin) Panjang perjabun kena (Lenggang rumah tangga kalian)

6.2.3 Mendoakan Keluarga Melahirkan Anak Lelaki Dan Perempuan Makna pada bagian ketiga yang menyatakan mendoakan keluarga

melahirkan anak lelaki dan perempuan pada lagu si terang bulan terbagi atas dua

sub-bagian. Sub-bagian yang pertama adalah semoga mendapat anak laki-laki dan

perempuan. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Gelahna jumpa kel pagi (Supaya melahirkan nantinya) Anak dilaki ras diberu karo nande Karona (Anak laki laki dan perempuan karo nande Karona) Makana malem (Supaya bahagia) Pepagi ate kami natapsa (Kami melihatnya)

185

Makna pada lagu si terang bulan yang menyatakan mendoakan keluarga

melahirkan anak lelaki dan perempuan dalam sub-bagian kedua adalah pepatah

yang menyatakan bulan sangatlah terang dan tidak ada lagi perpisahan. Hal ini

dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Lagu si terang bulan terang i Tiga Nderket (Lagu si terang bulan terang di tiga nderket) Lagu si terang bulan terang la kel teralang (Lagu si terang bulan terang sangatlah terang) Pala pala erkuan mama nangin teku keleng (Jika sudah berbicara mama nangin yang ku sayangi) Pala pala erkuan ulanai kita sirang ulanai kita sirang (Jika sudah berbicara jangan lah kita berpisah)

6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Sembuyak Bukit Makna lagu katoneng –katoneng sembuyak bukit terbagi atas sembilan

bagian. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Senina Bukit

No Makna Lagu Katoneng-katoneng Senina Bukit 1 Pernyataan Kebersamaan Dengan Semua Senina Bukit 2 Bermarga Bukit Menyampaikan Kata Sambutan 3 Pernyataan Kesamaan Pihak Dengan Semua Senina Bukit 4 Harapan Kebaikan Terhadap Rumah Tangga Baru 5 Ikhlas Kalimbubu Bukit Menerima Keadaan Dan Memberi nasehat 6 Harapan Terhadap Anak Beru Bukit 7 Mohon Kerkat Atas Keluarga Bukit 8 Penghormatan Terhadap Arwah Keluarga Bukit 9 Penutup Dan Harapan Atas Kata Sambutan

6.3.1 Pernyataan Kebersamaan Dengan Semua Senina Bukit

Makna yang pertama adalah ungkapkan yang menyatakan kebersamaan

dengan semua senina bukit. Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Ibas kita landek ralo alo (Di dalam kita menari berhadap-hadapan)

186

Tampak me kam kerina na sembuyak senina si pemeren (Terlihatlah kalian semua sembuyak senina sipemeren) Rikut ken siparibanen sipengalon sindalanen (Bersama siparibanen sipengalon sindalanen) Ralo alo me ras kami Bukit mergana (Menerima bersama kami keluarga yang bermarga Bukit)

6.3.2 Bermarga Bukit Menyampaikan Kata Sambutan

Makna yang kedua yang di ungkapkan adalah menyatakan bermarga bukit

dalam menyampaikan kata sambutan jika ada sambutan yang kurang baik jangan

di bawa ke hati. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Ija erbelas kami nehken kata pengalo ngalo (Dimana kami menyampaikan kata sambutan) Amin lit gia kapndu si kurang payo kurang teng-teng na sembuyak kami sinterem (Walau ada kalian rasa kurang baik dan kurang tepat sembuyak kami semua) Ula me tama sangkut ukurndu (Jangan lah dibawa ke hati)

6.3.3 Pernyataan Kesamaan Pihak Dengan Semua Senina Bukit

Makna yang ketiga adalah pernyataan kesamaan pihak dengan semua

senina bukit adalah jika ada sambutan yang kurang baik jangan di bawa ke hati,

doakan dan dampingi lah kami. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Tanda tanda na kam teman sada perutangen sada peridon kami nggeluh (Buktinya kalian kawan kami satu pihak dalam berutang dan berpiutang kehidupan) Tegu tegu ndu ibas kini labeluhen kami (Dampingilah kami dalam ketidakpintaran kami) Uga kari maka mehuli nandangi kerina kalimbubuta rikut puang kalimbubuta (Bagaimana nanti yang baik kepada semua kalimbubu kita dan puang kalimbubu kita) Janah bahan me dage kata ajarndu rikut toto ndu si mehuli (Begitu juga buat lah kata yang baik beserta doa yang baik pula)

187

6.3.4 Harapan Kebaikan Terhadap Rumah Tangga Baru

Mana yang keempat yang di ungkapkan pada lagu katoneng-katoneng ini

adalah menyatakan harapan kebaikan terhadap rumah tangga baru. Disamping itu

supaya panjang rumah tangga, melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan.

Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Maka panjang perjabun beru Bukit e tumbuk ras Bangun mergana (Supaya panjang keluarga ibu bermarga Bukit dengan yang bermarga Bangun) Dingen seh pagi kerina totota si mehuli (Dengan sampai nanti doa kita yang baik semua) Sangap ertuah bayak iya tengah tengah jabuna (Melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan di tengah keluarga) Bage pe cakap kami ngalo ngalo (Begitu juga kata sambutan kami) Nandangi kam kerina kalimbubu rikut puang kalimbubu kami (Kepada kam semua kalimbubu dan juga puang kalimbubu kami)

Dalam makna lagu di atas terdapat makna konotasi pada kalimat ‘Sangap

ertuah bayak iya tengah tengah jabuna. ‘Sangap’ dan ‘ertuah’ artinya beruntung,

bertuah, sementara ‘bayak’ artinya kaya. Tetapi dalam kalimat di atas, makna

yang ingin dicapai adalah melahirkan anak laki-laki dan perempuan, biarpun

masing-masing hanya satu.

6.3.5 Ikhlas Kalimbubu Bukit Menerima Keadaan Dan Memberi Nasehat

Makna yang kelima yang diungkapkan pada lagu katoneng-katoneng ini

adalah menyatakan ikhlas kalimbubu bukit menerima keadaan dan memberi

nasehat serta terima lah apa adanya dan berikan ucapan dan doa yang baik,

Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

I ja ibas perjabun bere bere kempu ndu e (Dimana pesta adat bere bere kempu kalian)

188

Aloken kari bagi lit na kalimbubu puang kami (Terima nanti apa adanya kalimbubu puang kami) Ija kari seh panggong ndu erbelas (Dimana nanti sampai waktu untuk berkata) Bereken kata kekelenegen ndu nandangi kami (Berikan kata kata kesayangan kepada kami)

6.3.6 Harapan Terhadap Anak Beru Bukit

Makna yang keenam pada lagu katoneng-katoneng ini adalah yang

menyatakan harapan terhadap anak beru bukit serta meminta anak beru

membantu dan mempersiapkan supaya sukses upacara yang dilangsungkan dan

tidak memalukan keluarga bukit. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Bage pe nandangi kam kerina anak beru rikut anak beru si pemeren (Begitu juga kepada semua anak beru beserta anak beru si pemeren) Anak beru menteri singukuri (Anak beru menteri singukuri) Kam me kerina ciken kami enteguh (Kalian lah tongkat kami yang kuat) Maka tatanga ndu dage kami kerina kalimbubu ndu (Maka pandang lah kami semua kalimbubu kamu) Maka ula juru ula kemalun (Supaya jangan terhina dan jangan memalukan) Nandangi kerina na sangkep ta nggeluh (Kepada semua keluarga besar kita)

6.3.7 Mohon Berkat Atas Keluarga Bukit

Makna yang ketujuh yang di ungkapkan pada lagu katoneng-katoneng ini

adalah mohon berkat atas keluarga bukit dan jangan bersedih dan beruntung lah

membuat upacara kepada marga bukit dan ibu beru sukatendel pada hari ini dan

selalu mendoakan pengantin sehat selalu. Hal ini dapat dilihat seperti teks di

bawah ini:

Emaka bagem Bukit mergana (Ya demikianlah yang bermarga Bukit)

189

Bagem beru Sukatendel (Demikian yang ibu bermarga Sukatendel) Sangap pejabuken anak sintua e bas warina sekalenda (Beruntunglah membuat pesta anak sulung pada hari ini) Mejuah juah ula bangger bangger (Mejuah juah jangan bersedih) Gelah beru Bukit e pe pagi panjang perjabun na (Supaya ibu bermarga Bukit ini juga panjang keluarganya nantinya) Seh kerina toto ta simehuli (Sampai semua doa yang baik) Ku tengah tengah jabuna (Ke tengah keluarganya)

6.3.8 Penghormatan Terhadap Arwah Keluarga Bukit

Makna yang kedelapan yang di ungkapkan pada lagu katoneng-katoneng

keluarga bukit adalah penghormatan kepada arwah keluarga bukit dan jangan

menyesali walaupun orang tua dari ayah pengantin wanita sudah tiada. Tetapi

bahagia lah dia melihat kita berkumpul disini semua. Demikian juga orang tua

dari ibu pengantin wanita juga yang telah tiada, namun merasa senang melihat

pesta cucunya pada hari ini. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Ija ibas jumpa padan beru bukit e ras tambar malem e (Dimana jumpa jodoh beru bukit dengan tambar malem) Ula ermorah morah pusuhndu e bapa Tasya (Jangan menyesali hati kamu bapak Tasya) Lanai gia rumah ndube bapa Bukit mergana (Tidak lagi juga di rumah bapak bermarga Bukit) Ras nande beru ginting ndube (Dan ibu bermarga Ginting) Ngarak ngarak nge pertendin na bas kita pulung e (Mendampingi lah hati nya di dalam kita berkumpul ini) Amin la gia tertatapsa perjabun kempuna e (Walau pun tidak di lihat nya pesta cucunya ini) Bage pe ngarak ngarak bapa Sukatendel mergana ndube (Begitu juga mendampingi lah bapak bermarga Sukatendel dahulu) Gelah alu bage malem ate ta pulung (Supaya dengan begitu bahagia kita berkumpul) Ia pe malem atena kerina natap taneh kesalihen nari (Dia juga bahagia melihatnya dari alam baka)

190

6.3.9 Penutup Dan Harapan Atas Kata Sambutan

Makna yang kesembilan merupakan ungkapkan yang menyatakan penutup

dan harapan atas kata sambutan pada lagu katoneng-katoneng adalah cukup sekian

yang disampaikan perkolong-kolong dan cukup sekian juga pemikiran yang tidak

baik, itu lah doa kita semua. Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Endam dage ken kerna cakap ndu landek ralo alo e (Inilah kata sambutan dalam kita menari bersama) Ngadi aku ngendeken katoneng katoneng e (Berhenti saya menyanyikan katoneng katoneng e) Ngadi kerina rukur gulut rukur picet (Berhenti juga pikiran tidak baik) Toneng karina tendita ertima i rumah (Tenang semua roh menunggu di rumah)

6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun

Makna lagu katoneng-katoneng kalimbubu bangun terbagi atas delapan

bagian. Kelapan bagian tersebut dapat kita lihat seperti tabel 6.4 di bawah ini :

Tabel 6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun

No Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun 1 Sapaan Terhadap Semua Kalimbubu Bangun 2 Kalimbubu Bangun Telah Menyampaikan Kata Sambutan 3 Keluarga Bangun Bahagia Atas Kedatangan dan Kata Sambutan

Kalimbubunya 4 Penghomatan Terhadap Arwah Kalimbubu Bangun 5 Semoga Kalimbubu Bangun Menerima Dan Tetap Memberi nasehat 6 Selamat Atas Keluarga Bangun 7 nasehat Kepada Pengantin 8 Lagu Sebagai Kata Sambutan Tambahan Dan Penutup

6.4.1 Sapaan Terhadap Semua Kalimbubu Bangun

Makna yang pertama dalam lagu katoneng-katoneng kalimbubu bangun

adalah sapaan terhadap semua kalimbubu bangun serta hadirnya seluruh

191

kalimbubu dalam upacara yang sah secara adat masyarakat Karo. Hal ini dapat

dilihat seperti teks di bawah ini:

Kalimbubu kami Bukit mergana ernolih-nolih Kalimbubu kami bermarga Bukit berulang ulang Sinuraya mergana surbakti mergana (Bermarga Sinuraya bermarga Surbakti) Rikutken teman ndu sada dalanen kalimbubu siperdemui (Beserta teman ndu satu jalan kalimbubu yang didatangi) La ketadingen kalimbubu sipemeren (Tidak tinggal kalimbubu sipemeren) Bage pe kam kerina puang kalimbubu kami (Begitu juga semua puang kalimbubu kami) Subuk kam Ginting mergana Milala mergana Sebayang mergana (Begitu juga bermarga Ginting bermarga Milala bermarga Sebayang) Bage pe ras sada dalanen karina na (Begitu juga semua yang satu jalan)

6.4.2 Kalimbubu Bangun Telah Menyampaikan Kata Sambutan

Makna yang kedua yang di ungkapkan dalam lagu katoneng-katoneng

kalimbubu bangun adalah menyatakan kalimbubu bangun telah menyampaikan

kata sambutan serta telah menyampaikan ucapan yang baik dan semoga

berbahagia pengantin di dalam menjalani keluarga yang baru. Hal ini dapat dilihat

seperti teks di bawah ini:

Ija nggo berekenndu pedah ajarndu ras toto ndu si mehuli (Dimana sudah diberikan kata yang baik dan doa yang baik) Maka sangap kel bebe rendu kempundu e ibas manteki perjabun na simbaru (Maka beruntung lah keponakan kalian cucu kalian ini di dalam keluarga yang baru)

192

6.4.3 Keluarga Bangun Bahagia Atas Kedatangan Dan Kata Sambutan

Kalimbubunya

Makna yang ketiga yang di ungkapkan adalah menyatakan keluarga

bangun bahagia atas kedatangan dan kata sambutan kalimbubu-nya yang berisi

berbahagia atas pernikahan ini. Disamping itu mendoakan semua kalimbubu

begitu juga arwah daripada orang tua pengantin laki-laki kiranya merestui. Selain

itu pula ayah dari pengantin laki-laki semakin sehat. Hal ini dapat dilihat seperti

teks di bawah ini:

Malem kel ate kami kami anak beru ndu Tambar Malem (Kami sangat bahagia anak beru kalian bermarga Tambar Malem) Erdan-dan lah kam ertak tak karina na bas pemeteh kami si kurang (Jangan diperhitungkan dalam segala kekurang pengetahuan kami) Nuturi dingen ngajari kalimbubu puang kami (Mendoakan sambil mengajari lah kalimbubu dan puang kami) Akap kami pertendin bapa Tambar Malem ndube (Atas ijin arwah atas daripada ayah yang bermarga Bangun dahulu) Rikut nande beru Bukit ndube (Beserta ibu bermarga Bukit dahulu) Ija ibas kekelengenna si aloken kami wari sekalenda (Dimana kasih sayang nya yang kami terima hari ini) Maka Tambar Malem e jenda nari pagi ku pudi ulanai iya bangger (Supaya bermarga Tambar Malem dari sini ke belakang hari jangan lagi sakit) Gelah ngasup pagi iya jadi perlebe lebe ndu nggeluh (Supaya bisa nanti jadi yang terdepan dalam hidup kalian) Gelah ngasup iya pagi negu bere bere ndu kempu ndu e (Supaya sanggup nanti mendampingi keponakan cucu kamu) Mulih mulihi kam kerina kalimbubu puang kalimbubu kami (Seringlah datang kalian kalimbubu dan puang kalimbubu kami) Janah kami nulih ku tengah jabu ndu e kalimbubu kami (Sementara kami melihat ke tengah keluarga kalian kalimbubu kami) Ija nda nggo erpengaloi beru Bukit e (Dimana sudah menjawab ibu bermarga Bukit ini) Mambur ilunhna e (Jatuh air matanya) Mambur perban keriahen ukur (Jatuh karena rasa bahagia)

193

6.4.4 Penghomatan Terhadap Arwah Kalimbubu Bangun

Makna yang keempat dalam lagu katoneng-katoneng kalimbubu bangun

adalah menyatakan penghomatan terhadap arwah kalimbubu bangun. Makna ini

dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Erbincara bincara pusuh beru bukit e (Berangan-angan hati ibu bermarga Bukit) Apai nge ndia arah lebe apa arah pudi (Yang mana yang depan mana yang di belakang) Ku lebuhken maka malem nina beru bukit e (Ku panggil supaya baik kata ibu bermarga Bukit) Bapa bukit mergana nande beru ginting (Bapak bermarga Bukit ibu bermarga Ginting) Ibas tampak na karina gancih sambar ndu e (Di dalam kebersamaan semuanya yang menggantikan kamu) Tampak me kalimbubu ta karina nande iting (Berkumpul semua kalimbubu kita ibu bermarga Ginting) Ibas erjabu kempu ndu wari sekalenda (Di dalam pesta cucu kalian pada hari ini) Tading bapa tading nande bas si meriah e (Tinggal lah bapak dan ibu di pesta ini) Bagem nina pusuh beru Bukit ndai (Begitu lah kata hati beru Bukit)

6.4.5 Semoga Kalimbubu Bangun Menerima Dan Tetap Memberi Nasehat

Yang kelima makna yang di ungkapkan yang menyatakan semoga

kalimbubu bangun menerima dan tetap memberi nasehat dalam lagu katoneng-

katoneng adalah permohonan maaf jika ada kekurangan dan permohonan untuk

selalu memberikan nasehat nya, hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Emaka bagem kalimbubu bagem puang kami (Begitulah kalimbubu begitu lah puang kami) Ibas kekurangen si ni dalanken kami anak beru anak beru menteri kami (Di dalam kekurangan kami jalankan anak beru kami dan anak beru menteri kami) Aloken kami bagi kami si maba kami kalimbubu puang kami (Terimalah kami sebagaimana adanya puang kalimbubu kami)

194

Endam kami kerina pagi siman ajarenndu (Ini lah kami semua nanti yang harus diajari)

6.4.6 Selamat Atas Keluarga Bangun

Makna yang keenam yang di ungkapkan dalam lagu katoneng-katoneng ini

adalah menyatakan selamat atas keluarga bangun dan beruntung dalam membuat

upacara perkawinan anak paling tua. Bersamaan dengan itu pula jauh semua

penyakit serta sehat sejahtera kedepannya yang dapat dilihat puang kalimbubu.

Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

Emaka bagem tambar malem bagem beru Bukit (Begitu lah tambar malem begitu beru Bukit) Sangap kam pe jabuken anak parang sintua e (Beruntung kamu membuat pesta yang sulung ini) Gelah reh ngasup na kam pagi jadi perlebe lebe kalimbubu ta (Supaya semakin kuat kamu menjadi tulang punggung terhadap kalimbubu) Jenda nari pagi terus ku pudi tambar malem mergana (Dari sini nanti sampai ke belakang tambar malem mergana) Nantang me kerina na penakit bas daging kula ndu (Jauh semua penyakit di badan) Gelah mejuah juah kam pagi man tatapen puang kalimbubuta (Supaya sehat sejahtera dilihat nanti nya puang kalimbubu)

6.4.7 Nasehat Kepada Pengantin

Makna yang ketujuh yang di ungkapkan dalam lagu katoneng-katoneng ini

adalah menyatakan nasehat kepada pengantin terbagi atas sub-bagian. Pertama

yang disampaikan kepada pengantin laki-laki adalah sudah banyak doa dan

ucapan yang diberikan dan jodoh yang tepat kepada impal beru bukit dan di

katakan jadilah benang pengerakut yang diartikan sebagai tali pengikat hubungan

kekeluargaan. Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:

195

a. Pengantin Lelaki

Terlebih man bandu pe bage Iyos (Begitu juga kepada Iyos) Nggo kuh toto mama mami nini bulang nini tudung alo kenndu (Sudah cukup doa mama mami nini bulang nini tudung yang kamu terima) Ija ibas perjabun ras impal beru bukit e (Dimana di dalam berkeluarga dengan pasangannya beru bukit ini) Kam lah pas pedemuken tambar malem (Kamu lah tepat jodohnya tambar malem) Emaka ngasup lah kam pagi benang penjarumi benang pengerakut (Oleh karena itu maka sanggup lah kamu menjadi tali pengikat) Ras usih bapa ta ras nande ta gelah meteguh pagi perjabun ta duana (Dan tirulah orang tua kita berdua supaya kuat keluarga kita nantinya) Jumpa kam anak dilaki jumpa anak diberu (Bertemu anak laki laki dan anak perempuan)

b. Nasehat Kepada Pengantin

Makna pada sub-bagian kedua menyatakan nasehat kepada pengantin pada

lagu katoneng-katoneng ini adalah saling belajar lah jangan saling menyalahkan

karena jika di pulangkan beru bukit ini akan merusak hubungan keluarga semua.

Untuk itu ada pepatah mengatakan jangan seperti galah singgamanik (tongkat

Singgamanik) yang semakin di sambung semakin pendek. Ini merupakan pepatah

khiasan bersifat buruk dalam orang Karo. Makna ini dapat dilihat pada teks di

bawah ini:

Ibas la payona tengah tengah jabu (Di mana tidak baik di tengah keluarga) Radu si ajaran kam pagi ula si ntembehen tambar malem mergana nande Karo (Sama sama belajar lah jangan saling menyalahkan tambar malem margana nande Karo) Sebab ija tambar malem sekali gia pagi la pas akapndu impal ndu beru Bukit e (Karena dimana nanti kamu merasa tidak tepat pasangan ndu beru Bukit) Mulih pe pagi atendu beru Bukit e ku jabu Bukit mergana Iyos (Pulang pun nanti beru Bukit itu ke keluarga Bukit marganya) Sekali ulihken pagi ras nande te maka banci turang (Sekalian nanti di balikkan bersama ibu kita supaya bisa)

196

Endam pagi si man ukur ukuren ndu (Ini lah nanti yang perlu dipikirkan) Sebab perdalan perjabun ndu e (Karena perjalanan keluarga ini) Pas kel nge ndube bagi manuk nepet sunun na (Tepat sekali seperti ayam masuk ke dalam sangkar) Maka bas perjabun ndu e (Di dalam keluarga kamu) Ola kel pagi bagi perjuk juk singgamanik tambar malem ku (Jangan seperti galah singgamanik tambar malemku) Dosa i sambong pagi maka reh gendekna (Karena di sambung baru semakin pendek)

c. Pengantin Perempuan

Makna pada lagu katoneng-katoneng pada bagian nasehat kepada

pengantin sub-bagaian ketiga yang menyatakan ucapan kepada pengantin

perempuan, agar menyayangi mertua dan jangan bertekak dengan mertua karena

dari dia juga nanti diturunkan harta. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah

ini:

Emaka kena pe bage Tasya (Begitu juga kamu Tasya) Adi nggo kena legi impal kena e teman arih arih (Kalau sudah di jemput pasangan kalian jadi teman hidup) Tami tami pagi bibi ta ras bengkila ta nande karo (Sayangi nanti mertua kita nande Karo) Inget pagi bas perjabun ndu e (Ingat nanti dalam keluarga) Kerna kata tua tua ndube si arah lebe (Seperti kata orang tua yang lebih dulu) Enda rubat nina cikua beluh erban anding andingen (Ini bertengkar belalang sembah pandai membuat pribahasa) Ola kena nggit rubat ras simetua (Jangan mau bertekak dengan mertua) Sebab bas ia nari nge kena pagi ngaloken tading tadingen (Karena dari dia nanti menerima harta)

197

6.4.8 Lagu Sebagai Kata Sambutan Tambahan dan Penutup

Makna pada lagu katoneng-katoneng yang menyatakan lagu sebagai kata

sambutan tambahan dan penutup adalah begitulah mengenai ucapan dan jangan

sia-sia kan hal yang dikatakan supaya hal yang diharapkan begitulah yang

didapatkan. Hal ini dapat kita lihat pada teks di bawah ini:

Bagem dage kerna cakap (Begitu lah mengenai kata) Kata penambahi ku turiken ibas kita landek ralo alo e (Kata tambahan ku ungkapkan di saat kita manari) Segerampang pia kaca ni gelas (Segerampang pia kaca ini gelas) Cuan ku juma me jadi pencamet (Cangkul alat untuk menyangkul) Ola tersia kerna kai kata ni belas (Jangan sia sia hal yang dikatakan) Maka uga ni sura bage pagi ni dapet (Maka seperti apa yang diharap begitulah didapat)

6.5 Makna Lagu Famili taksi

Makna dari lagu famili taksi yang dapat disimpulkan mengenai perasaan

sangat mencintai menggambarkan hati yang sudah rulut-ulut artinya sudah sangat

cinta mati dan tidak dapat di pisahkan lagi. Rulut-ulut disini berarti sangat

mengikat susah untuk di lepaskan. Hal ini dapat kita lihat pada teks di bawah ini :

Ciger warina ciger warina aron i juma (Siang hari di siang hari pekerja di ladang) Paksana ngadi ngadi aron ijuma (Sedang beristirahat pekerja di ladang) Paksana ngadi ngadi (Sedang beristirahat) Oh mama Karona jadi kel ateku (Oh mama Karo sangat ku cinta) Nggo rulut ulut kena ateku jadi (Sudah sangat mencintaimu) Nggo rulut ulut (Sangat dicinta)

198

Kena ateku jadi (Kamu kusayang) Uga nge ndia deba kubahan bangku mama Karo (Bagaimana lagi harus kubuat kepadaku mama Karo) Kena nge ateku jadi jadi lanai teralang (Kamu yang sangat ku cinta)

6.6 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng kalimbubu bukit ini terbagi atas sebelas

bagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.5 di bawah ini :

Tabel 6.5 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit

No Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit 1 Kalimbubu Bukit Telah Menyampaikan Kata Sambutan 2 Kharisma Orang Tua Keluarga Bukit 3 Penghormatan Kepada Arwah Kalimbubu Bukit 4 Pernyataan Kepada Kalimbubu Bukit 5 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit 6 Sapaan Kepada Teman Sepihak Dengan Keluarga Bukit 7 Harapan Keluarga Bukit 8 Harapan Terhadap Keluarga Pengantin 9 Harapan Sebagian Kalimbubu Bukit Terhadap Keluarga Bukit 10 Pernyataan dan Harapan Keluarga Bukit Terhadap Kalimbubu-nya 11 Doa dan Pantun Penutup

6.6.1 Kalimbubu Bukit Telah Menyampaikan Kata Sambutan

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kalimbubu bukit telah

menyampaikan kata sambutan terbagi atas dua sub-bagian. Pertama, makna nya

adalah ketika sudah mulai sore hari kalimbubu bukit semuanya sudah

menyampaikan ucapan selamat. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Ibas nusurna matawari e (Ketika matahari mulai jatuh ke ufuk barat) Enggo kam erbelas kalimbubu si ngalo bere-bere (Telah menyampaikan kata sambutan kalimbubu kami singalo bere-bere) Singalo perkempun, rikut singalo perbibin

199

(Singalo perkempun beserta singalo perbibin) Dalam makna lagu di atas ada pengambaran waktu, yaitu ketika matahari

sudah mulai condong ke ufuk barat, yang artinya sudah sore. Pada saat itu pula

pihak kalimbubu menyampaikan kata sambutan. Ini menunjukkan bahwa

kalimbubu sebagai pemberi marwah kepada pihak sukut (yang mendakan upacara)

harus memberikan kata sambutan pada saat menjelang akhir acara. Sebab apabila

pihak kalimbubu telah memberikan kata sambutan pad awal acara, bagaimanapun

keberlangsungan upacara menjadi sepi.

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kalimbubu bukit telah

menyampaikan kata sambutan adalah dimana sudah disampaikan nasehat kepada

pengantin bermarga bukit dengan bermarga tambar malem. Hal ini dapat dilihat

pada teks di bawah ini:

Ija enggo ibereken ndu kata pedah ajar toto mehuli (Dimana sudah memberi kata nasehat serta doa yang baik) Nangdangi kami anak berundu Bukit mergana (Kepada kami anak beru kalian yang bermarga Bukit) Rikutken nangdangi beberendu kempu ndu, (Juga kepada keponakan dan cucu kalian) Beru Bukit tumbuk ras Tambar Malem e. (Peremuan yang bermarga Bukit kawin dengan yang bermarga Tambar Malem ini)

6.6.2 Kharisma Orang Tua Keluarga Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kharisma orang tua

keluarga Bukit terbagi atas tiga sub-bagian. Pertama, makna nya adalah kehadiran

semua kalimbubu dimana kharisma bapak bermarga Bukit yang telah pergi

bersama ibu ginting sang istri masih tetap di hormati. Hal ini dapat kita lihat pada

teks di bawah ini:

200

Itatap kami kerna pertampak ndu Milala mergana, Ginting mergana, (Kami melihat kehadiran semua kalimbubu bermarga Milala dan barmarga Ginting) Malem dingen megah pusuh kami kerinana anak beru ndu (Senang dan kami merasa bahagia semua anak beru kalian) Teridah nge kepeken wari sekalenda kalimbubu (Kelihatan pada hari ini kalimbubu) Nadingken dolat kepe bapa Bukit mergana ndube (Meninggalkan kharisma bapa kami bermarga Bukit dahulu) Rikutken nande beru Ginting ndube (Bersama ibu kami bermarga Ginting dahulu)

Kedua, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kharisma orang

tua keluarga bukit adalah hadir semua bahwasanya marga bukit lah pengganti

bapak bukit dahulu dan istri kami menjadi pengganti ibu ginting dahulu. Makna

ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Maka sempat kam kerina penenahken kekelengen ndu e (Sehingga hadir semua kami yang di undang yang kalian sayangi) Endam kepe dalan kami beluh arih arih kerinana anak beru ndu (Inilah jalan kami untuk berdiskusi semua nya anak beru kamu) Sebap kami menda Bukit mergana (Sebab kami lah yang bermarga Bukit) Sambar gancih bapa ndube (Pengganti bapak kami dahulu) Rikutken kemberahen e (Beserta isteri kami) Eme sambar gancih nande beru Ginting ndube (Ini menggantikan ibu bermarga Ginting dahulu)

Ketiga, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kharisma orang

tua keluarga bukit adalah kesedihan atas kepergian orang tua terkasih supaya

kalimbubu mengajari kelurga bukit karena pengetahuan mereka tentang adat yang

kurang. Hal ini dapat kita lihat pada teks di bawah ini:

Lanai gia ikut bapa ras nande ndube ngalo ngalo kepulungen ndu e, (Tidak lagi ikut bapak dan ibuk dahulu menyambut kehadiran kalian) Tatap kami mama, mami, impal nina bapa Tasya e (Lihat kami mama, mami, impal kata bapak Tasya ini) Ras seninangku bapa Maikel e

201

(Dengan saudara kandung saya bapak Maikel) Rikut turang ndu anak ndu beru Sukatendel e (Beserta turang kamu anak kamu perempuan bermarga Sukatendel ini) Bage pe ras beru Tarigan e (Begitu juga dengan perempuan yang bermarga Tarigan ini) Gelah ula kam pagi biar biaren karinana ngajar ngajari (Supaya tidak nanti takut semuanya mengajari) Pemeteh kami sikurang (Pengetahuan kami yang kurang) Bagem nina Bukit mergana e (Begitu lah kata bermarga Bukit ini)

6.6.3 Penghormatan Kepada Arwah Kalimbubu Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan penghormatan kepada

arwah kalimbubu bukit terbagi atas dua sub-bagian. Pertama, memiliki makna

yang berandai-andai jika tadi orang tua dari marga sukatendel yang telah pergi

masih hadir di tempat ini maka lebih bahagia lagi lah kita. Hal ini dapat kita lihat

pada teks di bawah ini:

Nulih ka kami ku tengah jabu ndue Sukatendel mergana, (Melihat lagi kami ke tengah keluarga kamu bermarga Sukatendel) Meriah dingen malem nge tuhu bas perjumpan te, (Bahagia dan senang sekali dalam pertemuan kita ini) Ibas riah ne, (Di dalam kebahagiaan ini) Bagi si erbicara bicara nge pusuhta turang (Seperti jika berandai-andai hati kita) Nande eda ku (Nande eda ku) Bagi siperatah ratahi bulung si nggo melus (Seperti menghijau kan daun yang sudah layu) Pusuhta pulung e (Hati kita berkumpul ini)

Kedua, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan penghormatan

kepada arwah kalimbubu bukit adalah pengucapan kata rindu kepada sang ayah

202

dimana sang ayah telah pergi terlebih dahulu. Hal ini dapat dlihat pada teks di

bawah ini:

Bapa (Bapak) Bapa penggurun kami ndube (Bapak panutan kami dahulu) Pulung me kami kerina ermeriah ukur endai (Berkumpul kami semua berbahagia di sini) Ibas erjabu kempundu e (Di dalam menikah cucu kamu) Tading nge kepe kam wari sekalenda bapa metedeh ate kami (Tidak ikut kamu pada hari ini bapak yang kami rindukan) Bagem nina pusuh beru Sukatendel e erlebuh (Begitulah kata hati ibu bermarga Sukatendel memanggilmu)

6.6.4 Pernyataan Kepada Kalimbubu Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit terbagi atas lima sub-bagian. Sub-bagian pertama, ditujukan

kepada nenek pengantin wanita, yang memiliki makna dimana nenek telah pergi

dan tidak dapat menghadiri acara cucu tercintanya dan tambah nya keluarga yang

menyayangi nenek tercinta. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

a. Nenek Pengantin Wanita

Emaka bagem nande Tigan (Jadi begini lah nenek bermarga Tarigan) Endame kepe ndube siman akapen ndu nande (Inilah yang harus kamu rasakan ibu) Kam tading jadi penggurun kami nggeluh e (Kamu tinggal menjadi panutan kamu hidup) Maka ibas nggo tatap ndu perjabun kempu ndue nande Tigan (Jadi sudah di lihat perkawinan cucu kamu nenek bermarga Tarigan) Malem atendu nande (Berbahagialah kamu ibu) Maka reh cawirna kel kam metua nande Tigan (Supaya semakin panjang umur nenek bermarga Tarigan) Man penggurun anak enterem kempundu enterem e nande (Menjadi panutan anak dan cucu yang banyak ini ibu)

203

Gelah malem ka pagi atendu penami nami kempu ndu e (Supaya bahagia nanti kamu dirasakan cucu kamu) Ija ibas ia ningkahken perjabun ne (Dimana dalam menjalani perkawinan) Tambah teman arih (Bertambah teman) Tambah siengkelengi kam nande Tigan (Bertambah yang menyayangi kamu nenek bermarga Tarigan)

b. Paman Tertua Pengantin Wanita

Pada sub-bagian kedua makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan

pernyataan kepada kalimbubu bukit bagian pesan kepada paman tertua adalah

beliau yang menggantikan posisi orang tua tercinta. Ada tangisan pengantin

perempuan untuk paman tertua karena rasa bahagia dan doa nya supaya tidak

sakit-sakit. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Emaka man bandu pe bage bapa Ega (Jadi kepada kamu juga bapak Ega) Kam me anak sintua dilaki turang (Kamu lah anak tertua laki-laki) Kam me jadi sambar gancih bapa (Kamu lah jadi pengganti bapak) Teriluh beberendu Tasya e (Menjatuhkan air mata keponakan Tasya ini) Ibas kam mbere ken pedah ajar toto ndu simehuli e (Di dalam kam menyampaikan petuah dan doa yang baik) Adi sehkel toto mamaku simehuli kutengah jabungkue ari (Kalau sampai doa pamanku yang baik ke tengah keluarga ku nanti) Mama tua kue pe jenda nari pagi kupudi (Paman tertua ku ini dari sini nanti sampai ke belakang) Ulanai bangger bangger nina pusuh beberendu e (Jangan lagi sakit-sakit kata hati keponakannya) Maka ngasup kam pagi arih arih (Supaya nanti mampu kamu nanti berdiskusi) Ras senina ndu karinana. (Bersama senina kamu semuanya)

204

c. Paman Kedua Pengantin Wanita

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit bagian pesan kepada paman sub-bagian ketiga supaya sehat

selalu beserta istri dan juga bere-bere semua. Hal ini dapat dilihat pada teks di

bawah ini:

Bagem bapa Ella turang sintengah (Begitulah bapak Ella turang sintengah) Kam pe tetap mejuah juah (Kamu juga tetap sejahtera) Gelah malem ate beru Sukatendel e turang (Supaya malem dirasakan ibu bermarga Sukatendel ini turang) Ngasup megegeh kam karina ingan talu menangna nggeluh (Harus kuat kamu semua untuk tempat nya menjalani kehidupan) Rikut beberendu enterem e turang (Beserta kemanakan yang banyak ini turang)

d. Paman Ketiga Pengantin Wanita

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit sub-bagian keempat pesan kepada paman ketiga yang paling

muda. Paman ini yang paling jauh merantau pulang ke Tanah Karo di acara

upacara perkawinan bere-bere disitu nanti melepaskan rindu dan tetap nanti sehat

sejahtera jika pulang dari tanah rantau. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah

ini:

Maka man bandu pe bage bapa hose turang singuda (Jadi kepada kamu juga bapak Hose turang yang paling muda) Ban biar ndu dauh kira kira turang ndue ras beberendu e turang singuda, (Karena takutnya jauh kamu dengan kenakan kamu ini turang yang paling muda) Amin ndauh gia ku taneh perlajangen taneh Australia ari (Jika jauh juga ke tanah rantau ke Australia sana) Mulihme aku ku Taneh Karo simalem ndai (Pulanglah aku ke Tanah Karo simalem tadi kiranya) Maka kutatap kel perjabun beberengku ndai (Supaya kulihat lah pesta perkawinan kemanakanku tadi)

205

Ijenge kari maka mburo ate kami metedeh (Di situlah nanti melepaskan rasa rindu yang kami rasakan) Ras turang beru sukatendel ndai (Dengan saudara perempuan yang bermarga Sukatendel itu) Silihku Bukit mergana ndai nina ukur ndue turang (Iparku yang bermarga Bukit tadi kata hati kamu turang) Ibas panjangna pagi perjabun bebere ndu e, (Di dalam panjangnya nanti keluarga kemanakan kamu ini) Maka kam pe tetap pagi mejuah juah (Maka kamu juga nanti tetap sejahtera) Enggeluhken taneh perlajangen ndai (Hidup di tanah rantau)

e.Istri-istri paman

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit sub-bagian kelima, pesan kepada istri-istri paman pengantin

wanita supaya tetap se iya se kata dan jangan membuat hati kalian berlawanan

agar nanti semua melihatnya. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Bagem beru Bukit (Begitu lah ibu bermarga Bukit) Bagem beru purba beru tarigan (Begitu lah ibu bermarga Purba ibu bermarga Tarigan) Kam pe karina sada pengodak sada pengole (Kalian juga semua seiya sekata) Jadi teman arih arih nande tigan e (Jadi teman berbincang ini ibu bermarga Tarigan) Kam sicimbangen e (Kamu sicimbangen ini) Ola ban pusuh kene rimbang (Jangan buat hati kalian berlawanan) Maka malem pagi ate kami kerina natap (Supaya bahagia nanti kami semua melihatnya) Beru bukit beru purba beru tarigan. (Ibu bermarga Bukit ibu bermarga Purba ibu bermarga Tarigan)

6.6.5 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit bagian pesan kepada puang kalimbubu bukit supaya yang

206

kalimbubu yang bermarga tarigan, singarimbun dan semua satu jalan semoga

sehat sejahtera menjadi panutan kami dan bahagia sampai seterusnya. Hal ini

dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Emaka man bandu pe kam karina puang kami tarigan mergana, (Begitu juga kepada kalian semua puang kami bermarga Tarigan) Rikutken ras teman ndu sada dalanen Singarimbun mergana Tarigan mergana (Beserta juga teman satu jalan bermarga Singarimbun bermarga Tarigan) Tetap kam karina juah juahen jadi penggurun kami enggeluh (Tetap kamu semua sejahtera jadi panutan kami hidup) Gelah malem pagi ateta jenda nari kupudi ndalani kegeluhen ta (Supaya bahagia kita nanti dari sini sampai kebelakang hari dalam menjalai hidup kita)

6.6.6 Sapaan Kepada Teman Sepihak Dengan Keluarga Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit bagian pesan kepada teman sepihak dengan keluarga bukit

terbagi atas ada dua sub-bagian. Sub-bagian yang pertama, diartikan kepada

seluruh keluarga dari ibu beru sukatendel yaitu ibu pengantin wanita supaya

bahagia semua orang melihatnya jika kita bersatu hati dan bersatu kata. Hal ini

dapat dilihat pada teks di bawah ini:

La ketadingen pe nangdangi kam singalo perbibin pe karinana (Tidak lupa juga kepada kamu singalo perbibin semuanya) Nande Biring nande Ginting beru Sukatendel (Ibu bermarga Sembiring ibu bermarga Ginting ibu bermarga Sukatendel) Rakut dage karina kini ersadan arihta e (Bersatulah semua persatuan hati kita ini) Gelah malem ate kalimbubu nta puang kalimbubunta natap (Supaya bahagia dirasakan kalimbubu dan puang kalimbubu melihatnya) Ibas kini ersadan arihta karina (Di dalam kebersamaan kita semua) Nande seninangku nina beru Sukatendel e (Nande seninangku kata ibu bermarga Sukatendel ini)

207

Pada sub-bagian kedua, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan

pernyataan kepada kalimbubu bukit bagian kepada teman sepihak dengan

keluarga bukit ada merasa kesedihan. Hal ini mengingat orang tua telah pergi

terlebih dahulu tidak merasakan kemeriahan upacara yang diadakan. Hal ini dapat

dilihat pada teks di bawah ini:

Pulung kita karina ermeriah ukur e (Berkumpul kita semua berbahagia) Amin gia ibas si meriah ne (Walau begitu di dalam kebahagiaan ini) Tading nande marlon nande Ribu si ntua ndai (Tertinggallah ibu Marlon bermarga Ribu yang paling tua) Natap nge pertendin na bas kita pulung e (Melihatlah arwahnya di dalam kita berkumpul) Maka ia pe malem ate tendina natap natap kita karina (Supaya dia juga merasa bahagia melihat kita semua)

6.6.7 Harapan Keluarga Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit bagian harapan keluarga bukit adalah sudah banyak doa dari

seluruh keluarga. Bersamaan itu pula bertambah sehat lah semua, supaya dapat

sejalan dengan kalimbubu marga Bukit. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah

ini:

Emaka bagem Bukit mergana bagem beru Sukatendel (Demikianlah bapak bermarga Bukit dan ibu bermarga Sukatendel) Enggo melala toto kalimbubu puangta (Sudah banyak doa kalimbubu puang kita) Sialoken bas kam pejabuken anak sintua e (Yang kalian terima pada hari ini anak paling tua) Tambah warina tambah kesehaten daging ndu (Bertambah hari bertambah sehatlah) Maka tetap pagi kam megegeh ngarak ngarak kalimbubunta enterem e (Supaya nanti sanggup mendampingi kalimbubu kita ini semua)

208

6.6.8 Harapan Terhadap Keluarga Pengantin

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit bagian harapan terhadap keluarga pengantin adalah jangan

menyia-nyia kan doa dari kalimbubu. Ini berhubungan dengan pepatah Karo

mengatakan berjumpa yang menumbuk cimpa artinya berjumpa anak perempuan

dan berjumpa pemanjat buah pinang artinya berjumpa anak laki-laki. Hal ini dapat

dilihat pada teks di bawah ini:

Kena pe bage nande Karo ras tambar malem e (Kalian juga begitu perempuan yang bermarga Karo-karo dan bermarga Tambar Malem) Ola sia sia toto mama maminta enterem (Jangan sia sia kan doa mama meminta semuanya) Maka ngasup kam pagi benang penjarumi benang pengerakut (Supaya nanti sanggup menjadi pengikat hubungan kekeluargaan) Ibas panjangna perjabun ndu e (Di dalam panjangnya keluarga kamu) Jumpa pagi si nutu cimpa (Berjumpa yang menumbuk cimpa) Jumpa si nangkih mayang (Berjumpa pemanjat buah pinang)

Dalam makna lagu di atas terdapat makna konotasi, yaitu pada dua kalimat

akhir, yaitu ‘jumpa pagi si nutu cimpa’, terjemahannya ‘berjumpa yang

menumbuk cimpa (sejenis kue); ‘jumpa si nangkih mayang’, terjemahannya

‘berjumpa pemanjat buah pinang’. Pada hal arti yang ingin dicapai dari frasa ‘si

nutu cimpa’ adalah anak perempuan. Sementara arti yang ingin dicapai dari frasa

’si nangkih mayang’ adalah anak laki-laki.

209

6.6.9 Harapan Sebagian Kalimbubu Bukit Terhadap Keluarga Bukit

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit bagian harapan sebagian kalimbubu bukit terhadap keluarga bukit

terbagi atas delapan su-bagian. Sub-bagian yang pertama, diartikan pesan dari

keluarga milala untuk meminang anaknya yang perempuan supaya tali

persaudaraan tetap terikat kuat. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Tambah tambah tolena Bukit mergana (Tambahnya dari ini juga bermarga Bukit) Adi kutinggelken ndai kemberahen Milala mergana erbelas (Kalau ku perhatikan tadi isteri bermarga Milala berbicara) Ibahanna ndube cakapna nangdangi anak ndu si Aldi e (Dibuatnyalah pesan kepada anak kamu Aldi) Maka adi sura sura Milala mergana, (Jadi keinginan bermarga Milala) Anak ndu si Tasya e pe erdemuken impal na e (Anak kamu Tasya juga di jodohkan dengan impalnya) Anak ndu si dilaki e pe pagi, (Anak mau yang laki-laki juga nanti) Legi pagi beru Milala ndai (Jemput nanti perempuan bermarga Milala itu) Nina Milala merga ne bapa Tasya (Kata bermarga Milala bapak Tasya)

Pada sub-bagian kedua mengartikan pembicaraan perjodohan di atas lah

yang nanti perlu untuk dibicarakan. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Endam pagi siman arih arihen ndu pusuh anak ndu e (Inilah nanti yang perlu dibicarakan hati anak kamu ini) Uga kin Bukit merga na ma erpengue me kata pusuh ndu e (Bagaimana yang bermarga Bukit harusnya setuju hati kamu) Kai nina kalimbubu nte mama Karongku (Apa kata kalimbubu kita ini yang bermarga Karo-karoku)

Pada sub-bagian ketiga adalah harapan terhadap keluarga bukit dari

kalimbubu mempunyai makna kebanggan nanti jika kami meminang anak

perempuan milala. yang paling besar nanti kami sembelih lembu dan segala uang

210

yang habis keluarga milala. Ini adalah contoh humor dalam konteks keseriusan

yang dinyanyikaan oleh perkolong-kolong pada lagu katoneng-katoneng. Hal ini

dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Adi bebere ndue Milala mergana (Kalau kemanakan kami bermarga Milala) Pebarui kami nge kari dalan ndu si enggo male nina kalimbubu (Perbaharui kami nanti jalan yang sudah bekas kata kalimbubu) Adi reh kami pagi ngelegi beru Milala ndai (Kalau datang kami nanti mengawini perempuan bermarga Milala nanti) Petunggung pehaga kami nge kam pagi Milala merga na (Membuat anda bangganya kami nanti yang bermarga Milala) Jumpa jambur pagi ban kami perjumpan e (Berjumpa di jambur lah nanti dibuat perjumpaan kita) Sigalangna pantem kami pagi lembu e kalimbubu (Yang paling besar kami sembelih nanti lembu nya kalimbubu) Asakai pagi kini kerin e ma kam pagi nggalarisa mama Biring (Berapa nanti habis uang kami nanti kamu juga yang bayar yang bermarga Sembiring)

Sub-bagian keempat adalah persetujuan yang dimintakan oleh pihak marga

Bukit kepada keluarga Milala. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Adi ue nindu kalimbubu malem me ate kami (Kalau iya kamu katakan kalimbubu bahagialah kami)

Pada sub-bagian kelima adalah nasehat kepada putra keluarga bukit yang

mau menerima pinangan dari merga bukit. Hal ini mempunyai makna supaya puta

keluarga bukit memikirkan jika hidup di keluarga sembiring dimana dia lebih

sayang kepada anak beru-nya. Ini juga merupakan humor dari perkolong-kolong

pada lagu katoneng-katoneng ini. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini :

Bagem Aldi (Begitulah Aldi) Kami pe runjuk la dalih nina kalimbubu nte anakku (Kami juga setuju kata kalimbubu kita ini anakku) Em pagi dalan dalan ndu rukur (Itulah nanti jalan jalan kamu berpikir) Adi milala merga ne

211

(Kalau yang bermarga Milala ini) Tek nge eku seratus persen mama karo ngku (Percayalah aku seratus persen pemuda yang bermarga Karo-Karo saya) Sebap Sembiring merga ne kelengen atena kita anak beru ne asangken ndeharane. (Karena bermarga Sembiring lebih sayang kepada anak berunya daripada isterinya)

Sub-bagian keenam mengartikan perjodohan yang disarankan juga kepada

putra keluarga bukit yaitu ke keluarga marga ginting supaya hidup kembali nanti

nenek yang yang bermarga ginting dulu. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah

ini:

Adi kune pagi la jumpa ras beru Milala e (Kalau nanti tidak berjumpa dengan perempuan bermarga Milala) Kurumah kurumahi ka pagi ku jabu Ginting mergana (Datangi ke rumah nya masing-masing di keluarga bermarga Ginting) Maka nggeluh ka ngulihi pagi nini Ginting ta ndai anak ku (Supaya hidup kembali nanti nenek bermarga Ginting tadi anakku) Adi rimbangken Ginting mergane pe labo metahat (Kalau terhadap bermarga Ginting juga tidak sulit) Sebap Ginting mergana sada pe kuakap labo megogo (Karena yang bermarga Ginting satu pun kurasa tidak banyak tingkahnya)

Pada sub-bagian ketujuh mengartikan jika putra keluarga bukit mau

perempuan bermarga ginting harus sayangi nanti mertua perempuan karena

bermarga ginting itu mempunyai sifat istrinya yang mengatur suaminya. Ini juga

salah satu humor yang digunakan perkolong-kolong untuk membuat para keluarga

semua tertawa karna sedikit mempermalukan yang bermarga ginting tersebut:

Adi beru Ginting e pagi atendu Aldi (Kalau perempuan bermarga Ginting ini nanti kamu mau Aldi) Tami tami pagi mami ndue anak ku (Sayangi nanti mamu kamu anakku) Adi la kam kari beloh muat ukur mami ndu e (Kalau kamu tidak bisa mengambil hati mami kamu) Kurumah nge kari pinakit Ginting mergana, (Ke rumahlah nanti penyakit bermarga Ginting)

212

Sebap Ginting mergane arah pudi rata rata ban ndeharane engkol engkol na. (Karena bermarga Ginting dari belakang lah dibuat isterinya pengaturannya)

Sub-bagian kedelapan mengartikan jika di keluarga marga ginting juga

tidak cocok kembali lah ke keluarga marga sukatendel. ini keluarga ibunya sendiri

supaya baik dan seimbang terhadap kalimbubu. Hal ini dapat kita lihat pada teks

dibawah ini:

Adi i jepe pe pagi la padan nina padan pengindo ndu e (Kalau di sini juga nanti tidak jodoh) Tepet ka pagi mulihi ku jabu Sukatendel e (Datangi lagi nanti ke keluarga Sukatendel) Ola pagi tual timbangen ndu erkalimbubu (Jangan nanti tidak seimbang kamu terhadap kalimbubu) Siar siar pepagi sukatendel merga ne anakku (Kelilingi nanti bermarga Sukatendel ini anakku) Maka sangap pagi kam karinana (Supaya beruntung nanti kamu semua) Ras bapa nta ras senina ndu enterem (Bersama bapak dan saudara semuanya) Adi ku Sukatendel e (Kalau ke marga Sukatendel ini) Sungkun pusuh ndu e Aldi (Tanyakan hatimu Aldi) Me la kin lah nande nte pe kap ndu mbuesa nak ku (Atau jangan jangan ibu kita juga sudah dirasa terlalu banyak anakku)

6.6.10 Pernyataan dan Harapan Keluarga Bukit Terhadap Kalimbubunya

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu Bukit bagian pernyataan dan harapan keluarga bukit terhadap

kalimbubu-nya terbagi atas dua sub-bagian. Sub-bagian yang pertama, diartikan

sangat bahagia dirasakan terhadap kalimbubu semua dan mengatakan bukan hanya

satu saja putra di keluarga marga Bukit. Makna ini dapat dilihat pada teks di

bawah ini:

213

Emaka malem ate kalimbubunte, (Demukianlah bahagia dirasakan kalimbubu kita) Kerina kam kalimbubu kami, (Semua kamu kalimbubu kami) Sukatendel mergana Ginting mergana Milala mergana, (Bermarga Sukatendel bermarga Ginting bermarga Milala) Ngasup kam pagi man penggurun kami (Sanggup nanti menjadi panutan kami) Sebap kai nina Bukit mergane (Karena apa kata bermarga Bukit) Labo sada Aldi e nari ngenca anak perana kami (Bukan satu Aldi ini lagi anak perjaka kami) Enterem denga anak perana tengah jabu kami kalimbubu, (Masih banyak anak perjaka kami di keluarga kami kalimbubu)

Sub-bagian kedua pada bagian harapan keluarga bukit terhadap kalimbubu

mengartikan nanti juga akan di datangi semua ke keluarga kalimbubu. Makna ini

dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Siar siar kami nge kam pagi karina (Kelilingi kami nanti kalian semuanya) Tegu tegu kami pagi beberendu si anak perana karina (Dampingi kami nanti keponakan kalian yang perjaka semuanya) Maka banci jadi benang pengerakut (Supaya dapat menjadi penyatu keluarga) Bagem nina bukit merga ne (Begitulah kata bermarga Bukit)

6.6.11 Doa Dan Pantun Penutup

Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada

kalimbubu bukit bagian doa dan pantun penutup mengartikan doa-doa hal yang

baik supaya dapat tercapai dan selamat sampai tujuan setelah kita berpisah dari

tempat ini. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Emaka ertanda lah kita pulung (Jadi bertanda lah kita berkumpul) Maka uga sisuraken bage pagi si dapet (Supaya apa yang kita inginkan itu yang kita dapat) Endam kata totongku

214

(Ini lah kata doaku) Maka ibas pendungi belas belas ku e (Jadi di dalam penutup kata kata ku ini) Kaperas purih nina si cinta pari (Kaperas purih nina si cinta pari) Kabang ndukur ku kebun lada (Terbang balam ke kebun lada) Lawes mulihka gia kita kari (Pergi pulang juga kita nanti) Gelah ukutar mehuli tetap kerina ersada. (Supaya hati kita yang baik tetap semua bersatu)

6.7 Makna Lagu Gula Tualah

Makna lagu gula tualah terbagi atas empat bagian, yang dapat dilihat pada

Tabel 6.6 di bawah ini.

Tabel 6.6 Makna Lagu Gula Tualah

No Makna Lagu Gula Tualah 1 Mendoakan Kelenggangan Rumah Tangga Baru 2 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit 3 Mendoakan Kesejahteraan Kalimbubu Bukit 4 Mendoakan Kesejahteraan Semua Kerabat

6.7.1 Mendoakan Kelenggangan Rumah Tangga Baru

Makna lagu gula tualah pada bagian mendoakan kelanggengan rumah

tangga baru yaitu telah berkumpulnya semua keluarga turut bahagia dan

mendoakan rumah tangga yang baru. Hal tersebut dapat dilihat pada teks di bawah

ini:

Endam nanamna nande Karo (Inilah rasanya perempuan bermarga Karo-karo) Jumpa ras ate ndu ngena (Bertemu dengan yang kamu cinta) Nggo pulung kita kerina i jenda (Sudah berkumpul kita semua di sini) Notoken perjabun kena

215

(Mendoakan keluarga kalian) Maka panjang (Biar langgeng) Pagi jabundu dua na (Nanti kelurga kalian berdua)

6.7.2 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit

Makna lagu gula tualah pada bagian sapaan kepada puang kalimbubu

bukit yaitu keluarga yang telah berkumpul supaya jangan lagi berfikir berat. Hal

ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Nakan beras pulut ma Karo (Nasi dari beras pulut ma Karo) Gula tualah adumna (Gula kelapa campurnya) Ola nari si rukur gulut bapa nande (Jangan lagi berpikir berat bapak ibu) Adi nggo pulung bage (Kalau sudah berkumpul kita) Kita kerina (Kita semua) Puang kami Tarigan mergana (Puang kami bermarga Tarigan)

6.7.3 Mendoakan Kesejahteraan Kalimbubu Bukit

Makna lagu gula tualah pada bagian mendoakan kesejahteraan kalimbubu

bukit yaitu salam sejahtera kepada kita semua supaya tumbuh rasa bahagia kepada

kita semua. Hal tersebut dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Mejuah juah kam kerina kalimbubu (Salam sejahtera kepada kalian semua kalimbubu) Man penggurun kami anak beru ndu (Jadi panutan kami anak beru) Uga si sura bage lah man pendapetenta (Bagaimana yang dimau begitulah yang diterima) Maka turah teta malem (Supaya tumbuh rasa bahagia) Kalimbubu

216

(Kalimbubu) Puang kami la erpilih (Puang kami semua)

6.7.4 Mendoakan Kesejahteraan Semua Kerabat

Makna lagu gula tualah pada bagian mendoakan kesejahteraan semua

kerabat terbagi atas enam sub-bagian. Sub-bagian pertama, mengartikan ucapan

semoga panjang umur dan sehat selalu kepada nenek bermarga tarigan. Makna

tersebut dapat dilihat pada teks di bawah ini:

E maka cawir kam metua nande Tigan (Supaya panjang umur kamu nande Tigan) Nande tigan keleng ate kami (Nande tigan yang kami sayangi) Man penggurun kami anak ndu nterem (Menjadi panutan kami anak kamu semua) Rikut kempu ndu nterem (Beserta cucu ndu yang banyak) Nande Tigan (Nande Tigan) Ulai i pe kena encari ndai (Jangan lagi habiskan mencari duit)

Pada sub-bagian kedua mengartikan jangan lagi capek mencari duit dan

jangan lagi capek hati kepada nenek bermarga tarigan. Ini dapat dilihat pada teks

di bawah ini:

Nggo bias ulih latih ndai nande Tigan (Sudah cukup upah gaji tadi nande Tigan) Ula kari latih ukurndu (Jangan lagi capek hati kamu) Anak ndu pe ras kempu ndu karina (Anak kamu dan cucu kamu semua) Ngajar bana tengah jabuna (Belajar sendiri di tengah keluarganya) Nande Tigan (Nenek bermarga Tarigan) Nande Tigan cawir metua (Nenek bermarga Tarigan panjang umur)

217

Pada sub-bagian ketiga makna lagu terhadap paman pengantin perempuan

yang paling muda supaya sehat sejahtera di tanah rantau. Ini dapat dilihat pada

teks di bawah ini:

Uga siban arihta bapa Ose (Bagaimana kita buat perjanjian kita bapak Ose) Tanda tedeh ate anak singuda (Tanda rindu anak bungsu) Mejuah juah kena ras nande tigan e (Salam sejahtera kalian bersama nande Tigan) Enggeloh taneh perlajangen (Hidup di tanah rantau) Mama Nangin (Mama Nangin) Mama Nangin Sukatendelku (Mama Nangin Sukatendel saya) La bage ni arap turang (Tidak disangka) Nahe ta njikang ken bana (Kita kaki berjalan sendiri) Piah lalar menda perdalan ari turang (Tersesat perjalanan ari turang) I jenda kepe tujunna (Di sinilah tujuannya) Bere Tigan (Bere Tigan) I jenda kepe tujun na (Di sini tujuannya)

Pada sub-bagian keempat makna nyanyian terhadap paman pengantin

perempuan yang paling tua, mengartikan perkolong-kolong meminta saweran lagi

kepadanya karena telah mendapatkan dolar dari paman paling muda dan

mendoakan sehat selalu. Ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Nggo ngalo aku dolar nda bapa ega (Sudah ku terima dolar tadi bapak ega) I ja dage rupiah kena (Di manalah rupiah kalian) Sada sada kam kulebuhi

218

(Satu satu kamu ku panggil) Uga siban arih ta kaka tua (Bagaimana kita buat janji kita abang tertua) Pedarat dage rupiah ndu ndai (Keluarkan rupiah kamu dulu) Tanda ersada arih arih ta bere Tigan (Tandanya bersatu hati kita bere Tigan) Ula kam sakit-sakit (Jangan lagi sakit-sakit) Kaka tua (Abang tertua) Ola nari bangger-bangger (Jangan lagi sakit-sakit)

Pada sub-bagian kelima makna nyanyian yang ditujukan kepada paman

pengantin perempuan yang kedua adalah rayuan untuk meminta saweran. Makna

ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:

Uga dage arih arih ta bapa ela (Bagaimana lah janji kita bapak ela) Mama Nangin anak sintengah (Mama Nangin anak yang tengah) Tami tami pusuh ku suari berngi (Disayang-sayang sepanjang hari) Kaka tengah bere tiganna (Abang tengah bere tiganna) Adi la senndu (Kalau tidak uang kamu) Emas pe jadi mama Nangin (Emas juga bisa mama Nangin) Mejuah juah ula bangger-bangger karina (Salam sejahtera jangan sakit-sakit semua) Maka turah teta malem (Supaya tumbuh rasa bahagia)

Pada sub-bagian keenam makna nyanyian yang ditujukan kepada ayah dari

pengantin perempuan adalah rayuan untuk meminta saweran juga. Hal ini dapat

dilihat pada teks di bawah ini:

219

Uga dage siban arihta bapa Tasya (Bagaimana kita buat janjinya bapak Tasya) Mama Karo bere Iting (Mama Karo bere Iting) Tami tamin ku (Yang ku sayang-sayang) Tami tamin suari berngi (Ku sayang siang dan malam)

220

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Masyarakat Karo merupakan salah satu etnis yang berdiam di Sumatera

Utara yang tetap melaksanakan adat istiadat dalam menjalani kehidupannya. Hal

ini dapat dilihat dalam setiap upacara perkawinan yang senantiasa tetap

mengundang kaum kerabatnya yang terdiri dari pada senina, kalimbubu dan anak

beru yang terikat dalam satu istilah rakut si telu.

Pengembangan dari pada rakut si telu disebut dengan tutur si waloh yang

biasanya satu persatu akan diberi kesempatan untuk menyampaikan kata sambutan

dalam pelaksanaan upacara perkawinan tersebut. Sejak dua puluh tahun terakhir

dalam memberi kata sambutan pihak sukut atau yang melaksanakan upacara

sudah mengundang perkolong-kolong atau penyanyi tradisional Karo sebagai

upaya untuk menambah kesempurnaan kata sambutan di antara sesama kaum

kerabat.

Walaupun sebenarnya kekurangan-kekurangan daripada kata sambutan

yang disampaikan dari pihak yang melaksanakan upacara maupun yang

disampaikan kaum kerabat sampai hari ini belum teridentifikasi secara pasti.

Namun demikian ada keyakinan daripada pihak yang melaksanakan upacara

bahwa dengan ada nyanyian baik yang bersifat lagu daerah pop Karo atau

tradisional dapat menyempurnakannnya.

221

Dalam upacara perkawinan penyajian perkolong-kolong sebagai suatu

pertunjukan yang dilaksanakan oleh penyanyi tradisi Karo. Penyanyi tradisi Karo

dimaksud bahwa penyanyi tersebut mengikuti komposisi dasar musik tradisi Karo

yang disebut dengan dalan gendang. Penyajian perkolong-kolong tetap sesuai

dengan arahan anak beru si ngerana baik keluarga pengantin laki-laki maupun

keluarga pengantin perempuan sebagai pemimpin upacara perkawinan. Penyajian

perkolong-kolong terutama ada pada acara bagian akhir penyampaian kata

sambutan. Namun dalam penelitian ini ada juga terdapat dalam awal acara adu

pengantin

Fungsi perkolong-kolong dalam upacara perkawinan adalah untuk

mengangkat status upacara tersebut menjadi upacara yang paling besar. Fungsi

perkolong-kolong terhadap kedua pengantin dalam upacara perkawinan ini adalah

sebagai penuntun mereka untuk mempelajajri adat Karo. Disampin itu juga

dengan adanya perkolong-kolong menyanyi pada awal adu pengantin

menyebabkan ketenangan hati dari kedua pengantin dalam menari maupun

menyanyi.

Fungsi perkolong-kolong terhadap keluarga pengantin laki-laki dapat

memperbaiki ataupun menambahi terhadap kata sambutan. Fungsi perkolong-

kolong terhadap keluarga pengantin wanita mampu menambahi kata sambutan

sehingga menjadi sempurna. Fungsi perkolong-kolong terhadap keluarga

kalimbubu pengantin laki-laki dan kalimbubu keluarga pengantin wanita adalah

sebagai pengganti pihak sukut untuk memberikan kata sambutan balasan.

222

Fungsi lagu yang di nyanyikan perkolong-kolong dalam upacara

perkawinan, ada beberapa fungsi yang paling penting 1) seperti ungkapan

perasaan rasa cinta, sebagai hiburan, sebagai rasa estetis, sebagai komunikasi adat,

sebagai reaksi jasmani, sebagai pengesahan norma sosial, sebagai

pengintegerasian masyarakat dan sebagai kesinambungan kebudayaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beberapa fungsi perkolong-

kolong dalam upacara perkawinan 1. Perkolong-kolong mengangkat upacara adat

perkawinan menjadi upacara adat yang paling besar. 2. Perkolong-kolong mampu

merubah suasana upacara adat menjadi lebih bergairah dan menyenangkkan. 3.

Perkolong-kolong dapat menyampaikan berbagai pesan-pesan adat yang mewakili

sukut atau orang yang melaksanakan pesta baik daripada pihak laki-laki mmaupun

perempuan. 4. Perkolong-kolong dapat melengkapi berbagai kekurang-

kekurangan kata sambutan yang disampaikan oleh kaum kerabat yang terlibat

dengan upacara adat.

Dalam penyajian perkolong-kolong ada lagu pop Karo dan ada lagu tradisi.

Makna-makna yang penting dari semua lagu baik lagu pop daerah Karo maupun

yang tradisi yang dianyanyikan perkolong-kolong sungguh banyak. Diantara

makna yang penting adanya pernyataan meminang yang dinyanyiakan oleh

perkolong-kolong. Di samping itu ada juga pernyataan setuju dipinang. Makna

berikutnya kalau bersatu jangan bercerai dan semua kerabat mendoakan rumah

tangga yang baru semoga melahirkan anak laki-laki dan perempuan.

Makna yang lain adalah kebersamaan semua kaum kerabat, harapan

kebaikan pada rumah tangga baru, serta keikhlasan terhadap keadaan. Lebih lanjut

223

makna itu ada yang berupa memberi nasihat dan ucapan selamat kepada keluarga

yang mengawinkan anak dan ucapan selamat kepada kedua pengantin. Selain itu

juga makna yang lain yang berkaitan dengan kharisma baik dari orang tua serta

nyanyian sebagai kata sambutan tambahan. Di dalam nyanyian ada juga makna

penghormatan kepada arwah keluarga serta mendoakan keberkatan terhadap

semua kaum kerabat.

7.2 Saran

Penelitian tentang perkolong-kolong dalam upacara perkawinan sejauh ini

belum ada. Pada hal adanya perkolong-kolong di dalam upacara perkawinan pada

masyarakat Karo sudah sangat banyak berlangsung. Oleh sebab itu sebenarnya

mestinya sudah banyak data yang terkumpul. Namun kenyataannya tidak

demikian, karena kurangnya perhatian terhadap penyajian perkolong-kolong

dalam upacara perkawinan.

Di satu sisi peneliti merasa penting memahami makna-makna yang

terdapat didalam nyanyian tradisi Karo yang senantiasa dapat mencerminkan

falsafah kehidupan terutama berkaitan dengan tujuan hidup dari masyarakat Karo.

Hal ini menyebabkan ada saran dari peneliti agar senantiasa pemerhati seni dapat

menulis atau memberi saran untuk perbaikan-perbaikan terhadap tulisan yang

sudah ada.

Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua informan yang

telah berjasa dalam menyelsaikan tesis ini. Sebagai kata penutup peneliti

224

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua yang dapat

memeberi saran atas segala kekurangan dan kesilapan yang peneliti tidak sengaja.

225

DAFTAR PUSTAKA

Danandjaya, James, (1994) Folklor Indonesia: Ilmu Gosip , Dongeng dan lain-lain. Jakrta: Grafiti.

Eriyanto, (2009) Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.

Foster & Anderson, (1986) Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ginting, Menet, (1988) Apa Ada di Karo. Medan : USU Press. Hilman Hadikusuma, (1990) Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya Hoogvelt. Ankie . M M., (1995) Sosiologi Masyarakat Berkembang. Jakarta: Raja

Grafindo Keammer, John E., (1993) Music in Human Life: Anthropological Perspective on

Music. Austin: University of Texas. Koentjaraningrat, (1986) Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Langness, L L., (1985) The Study of Culture. Los Angeles: Chandler & Sharp Littlejohn, (1999) Theories of Human Communication, Belmont, California :

Wadsworth Publishing Pub.,Inc. Malm, William P., (1977) Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia.

2d ed. Englewood Cliffs, New Jersey: Pritice Hall Inc. Merriam, Alan P., (1964) The Anthropology of Music. Evanston: Northwestern

University Press. Meyer, Leonard B., (1973) Explaining Music : Essays and Explorations. Berkeley

University of California Press. Miles, John (ed.), (1981) Oral Taditional Literature. A Festscrifft for Albert

Bateslord. Slavica Pub. Muhadjir, N., (1995) Metodologi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivistik,

Rasionalistik, Phenomenologik, Realisme Metaphisik. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Ricoeur, Paul, (1981) Hermeneutics and the Human Sciences Essay on Language, action interpretation. Terjemahan: Muhammmad Syukri “Hermeneutika Ilmu sosial” Yoyakarta: Kreasi Kencana.

Nettl, Bruno, (1964) Theory and Method in Etnomusicology. New York: Free Press Macmillan Publishing Co., Inc.

O.K. Gusti bin O.K. Zakaria, (2005) Upacara Adat-Istiadat Perkawinan Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: (Tanpa Penerbit).

O.K. Moehad Sjah, (2012) Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Qureshi, Regula Burchardt, (1995) Sufi Musik of India and Pakistan: Sound, Context and Meaning in Qawwali. Chicago and London: The University of Chicago Press.

Ramlan Damanik. (2002) Fungsi dan Peranan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Deli. Medan: Universitas Sumatera Utara.

226 Smart, Ninian, (1973) The Phenomenon of Religion. New York: Macmillan

Press.Ltd. Sobur, Alex, (2009) Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis

Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Steward, Julian H., (1990) Theory of Culture Change: The Methodology of Multilinear Evolution. Urbana, Chicago, and London: University of Illionis Press

Suharto, Ben, (1987) Analisi Struktur. Makalah, Tanpa Penerbit Sunjata, Pantja, Wahyudi, (1997) Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta : Andi

Offset. Takari, Muhammad, (1990) Kesenian Hadrah dalam Kebudayaan Melayu di Deli

Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Medan: Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara (Skripsi Sarjana Seni).

Takari, Muhammad dan Dewi, Heristina, (2008) Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Takari, Muhammad dan Fadlin, (2008) Sastra Melayu Sumatera Utara. Medan: Bartong Jaya.

Takari, Muhammad, (2013) Adat Perkawinan Melayu, Makalah. Tanpa Penerbit Takari, Muhammad dan Fadlin, (2014) Ronggeng dan Serampang Dua Belas

dalam Kajian Ilmu-ulmu Seni. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Tarigan, Kumalo, (2017) Bahan Seminar Budaya Populer. Medan: Fakultas Ilmu

Budaya, USU. Tarigan, Perkuten. (2004) Perubahan Alat Musik Dalam Kesenian Tradisi Karo

Sumatera Utara. Denpasar : Program Kajian Budaya Program Pasca Sarjana, Udayana.

Tenas Effendy, (1994) Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.

Tenas Effendy, ( 2004) Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.

Tenas Effendy, (2013a) Sifat-sifat Utama Pemimpin Melayu. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.

Tenas Effendy, (2013b) Tunjuk Ajar Melayu tentang Wakil. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.

Tenas, Effendy, (2013c) Tunjuk Ajar Melayu tentang Pemberi dan Penerima Amanah. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.

Tenas, Effendy, (2014) “Pentingnya Amalan Adat dalam Masyarakat Melayu. ” Dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin (ed.), 2004. Kepimpinan Adat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.

Tengku Muhammad Lah Husni, (1986) Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

227 Yamaguchi, Osamu, (1980) Documenting For Vocal Music, dalam ”Musical

Voices of Asia Report of [ Asian Traditional Performing Arts 1978]” Tokyo : Heibonsha Ltd.

Wolff, Robert, (2004) How to Make it in the New Music Bussiness: Lessons, Tips, and Inspiration from Music’s Biggest and Best. New York: Bilboard Books An Imprint of Watson-Guptill Pub.

228

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Timbangan Perangin-angin

Alamat : Medan

Pekerjaan : Perkolong-kolong dan Pemusik tradisional

Karo (penggual)

2. Nama : Joner Pinem

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Pemain Kibot dan Pemusik tradisional Karo (Penggual)

3. Nama : Jeni Br Sembiring

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Perkolong-kolong

4. Nama : Sumpit br Ginting

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Perkolong-kolong

5. Nama : Malem Ukur Ginting

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Pemangku Adat Karo

6. Nama : Keluarga Bangun

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Masyarakat Pengguna Perkolong-kolong

7. Nama : Keluarga Bukit

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Masyarakat Pengguna Perkolong-kolong

229

GLOSARIUM Bahasa Karo Bahasa Indonesia abit kain yang membalut tubuh wanita dari pinggang hingga sampai ke mata kaki. adat enggeluh peraturan kehidupan. anak beru keluarga yang mengawini saudara wanita dari satu keluarga (penerima gadis / isteri) anak beru iangkip atau anak beru iampu anak beru yang dipangku. anak beru ipupus anak beru yang dilahirkan anak beru menteri anak beru dari anak beru anak beru pengapit anak beru dari anak beru menteri anak beru si ngerana anak beru yang berbicara atau anak beru pemimpin acara anak dilaki anak diberu anak laki-laki anak wanita batang unjuken mahar yang lengkap pada masyarakat Karo. bere-bere -marga yang diperoleh dari ibu (marga ibu) -anak dari saudara wanita. bere Tigan ibu bermarga Tarigan beru Tarigan wanita bermarga Tarigan bulang tutup kepala laki-laki, kakek. dalan gendang komposisi musik tradisi Karo didong doah, doah-doah nyanyian lullaby, nyanyian dodoi didong doah bibi si rembah ku lau ungkapan rasa terharu oleh saudara wanita bapak pengantin wanita ende-enden nyanyian endek gerak menaik dan menurun dalam tari. erdemu bayu upacara perkawinan erdemu urat jaba kekeluargaan yang jauh ersenina sada bapa sada nande bersaudara seibu sebapa atau bersaudara kandung erturang sada nande sada bapa laki-laki dengan wanita bersaudara seibu sebapa gamber inget-inget mahar untuk orang yang bermusyawarah gendang musik, alat musik gendang kibot ensembel musik Karo pembawa melodi kibot (organ) gendang kulcapi ensembel musik Karo pembawa melodi kulcapi gendang sarune ensembel musik Karo pembawa melodi sarune

230 gonje kain membalut tubuh laki-laki di pinggang hingga ke bawah. guro-guro aron persembahan seni musik dan tari tradisional Karo yang dilakukan oleh muda-mudi. iendeken dinyanyikan i paluken gendang mempersembahkan musik jinujung roh penuntun seseorang sehingga menjadi dukun kadang-kadangen kain yang diletakkan mendatar di atas pundak laki-laki. kade-kade kaum kerabat kade-kade kel kaum kerabat yang dekat. kain arinteneng salah satu jenis kain adat Karo kalimbubu keluarga pemberi atau ahli waris daripada ibu dan isteri. kalimbubu bena-bena kalimbubu kakek kalimbubu i perdemui kalimbubu yang dikawini, saudara laki-laki istri kalimbubu si mupus kalimbubu yang melahirkan, saudara laki-laki ibu. kalimbubu si ngalo bere-bere saudara laki-laki daripada ibu bagi anak wanita kalimbubu si ngalo ciken-ciken atau kalimbubu si ngalo perninin kalimbubu dari kalimbubu keluarga wanita kalimbubu si ngalo ulu emas saudara laki-laki daripada ibu terhadap anak laki-laki. kalimbubu tua kalimbubu orang tua kakek kempu - marga yang diperoleh dari nenek daripada ibu (ibu daripada ibu) - cucu katoneng-katoneng atau pemasu-masun nyanyian dalam upacara adat yang berisi doa, harapan dan petuah-petuah kerja pesta, upacara, pertunjukan kerja si nguda upacara adat yang sederhana kerja si entengah upacara adat yang sedang kerja si entua upacara adat yang paling besar. kula daging jasad manusia, tubuh manusia, badan manusia landek ertungko-tungko menari bersama saling berhadapan langge-langge nama lain untuk kain yang diletakan di atas bahu laki-laki mama panggilan kepada saudara laki-laki dari ibu mami panggilan kepada isteri mama mangmang sejenis nyanyian yang disajikankan pada bagian awal upacara ritual masyarakat Karo

231 -sejenis nyanyian yang mengandung perleboh dan (pemanggilan), persentabin (permintaan izin) dan turi-turin (legenda) merga -nama marga atau klan masyarakat Karo -nama marga laki-laki merga si lima marga atau klan yang lima, ginting, karo-karo, perangin - angin, sembiring dan tarigan nande Tigan wanita berklen Tarigan ngerana pertuturan, berbicara, berkata-kata ndungi menyelesaikan ose pakaian adat pehagaken membesarkan perkembaren mahar untuk anak beru keluarga pengantin wanita perkolong-kolong -penyanyi tradisional Karo

-pertunjukan yang dilakukan penyanyi tradisional Karo

perseninan mahar untuk senina keluarga pengantin wanita petunggungken membuat sepatutnya puang kalimbubu kalimbubu dari kalimbubu puang nipuang kalimbubu dari puang kalimbubu rakut si telu ikat yang tiga merupakan sistem kekeluargaan masyarakat Karo rende bernyanyi rolih-olih berulang-ulang rose bersalin pakaian adat sedalanen bersaudara kerana mempunyai kalimbubu yang sama. seh cakap penyampaian kata dengan langsung dan tuntas selempang kain melintang di pundak sebelah kanan ke kiri pada laki-laki. sembuyak saudara sama marga berbeda cabang. sangkep enggeluh kekeluargaan daripada satu keluarga yang lengkap senina saudara sepengalon bersaudara kerana mempunyai anak beru yang sama sertali hiasan bersepuh emas masyarakat Karo sipemeren sama marga ibunya atau ibu yang bersaudara. siparibanen bersaudara kerana mengahwini wanita yang bersaudara tudung tutup kepala wanita. tukur mahar untuk ibu bapa pengantin wanita