Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain,...

18
1 PSK DALAM CERPEN 2000-AN 1 Resti Nurfaidah Balai Bahasa Jawa Barat [email protected] dan [email protected] Abstrak Perempuan PSK selalu menjadi cerita dari masa ke masa. Sepakterjangnya dianggap sebagai biang dari kehidupan kelam, tetapi di satu sisi lain, ia digandang-gandang sebagai sumber penghasilan bagi pihak-pihak yang terlibat di dunia prostitusi. Kehidupan bak dua sisi mata uang yang berbeda dari para PSK banyak dituangkan ke dalam karya sastra, antara lain, puisi, drama, atau prosa (cerpen atau novel). Berlandaskan pada konsep stilistika feminis dari Sara Mills, makalah ini akan mengangkat cerpen-cerpen bertemakan kehidupan para PSK pada era 2000-an. Cerpen-cerpen tersebut memuat potret kehidupan PSK dari berbagai sudut, seperti latar belakang, keseharian, resiko, serta dampak yang dirasakan, baik oleh PSK itu sendiri maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Dari pengamatan terhadap cerpen-cerpen tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa alur kehidupan para PSK statis dan ironis. Di satu sisi dipandang hina, tetapi di satu sisi ia menjadi sasaran empuk para pemburu materi. Kata Kunci: PSK, cerpen, statis, hina Abstract: Female sex workers has always been a neverending topic from time to time. Their considered as a part of the darkness, but, on the other hand, their were moneymaker for those who got involved in prostitution. Their lifes simply like two different sides of a coin which were written into literary works, among others, poetry, drama, or prose. Based on the feminist stylistic of Sara Mills, this paper will explore short stories about their lives of the prostitutes in the era of the 2000s. They contain portraits of their lifes from various sides, such as backgrounds, daily life, the risks, and the impact, either felt by themselves and people around them. As the result, On the one hand, they have static lifes, but, on the other ironic hand, they are interesting to be an easy target for material hunters. Keywords: PSK, short stories, static, contemptible 1 Disampaikan pada Seminar Nasional Sosiologi Sastra” yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB) dan Departemen Ilmu Susastra FIB UI, di Auditorium Gedung I FIB UI, 1011 Oktober 2016.

Transcript of Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain,...

Page 1: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

1

PSK DALAM CERPEN 2000-AN1

Resti Nurfaidah

Balai Bahasa Jawa Barat

[email protected] dan [email protected]

Abstrak

Perempuan PSK selalu menjadi cerita dari masa ke masa. Sepakterjangnya

dianggap sebagai biang dari kehidupan kelam, tetapi di satu sisi lain, ia

digandang-gandang sebagai sumber penghasilan bagi pihak-pihak yang terlibat di

dunia prostitusi. Kehidupan bak dua sisi mata uang yang berbeda dari para PSK

banyak dituangkan ke dalam karya sastra, antara lain, puisi, drama, atau prosa

(cerpen atau novel). Berlandaskan pada konsep stilistika feminis dari Sara Mills,

makalah ini akan mengangkat cerpen-cerpen bertemakan kehidupan para PSK

pada era 2000-an. Cerpen-cerpen tersebut memuat potret kehidupan PSK dari

berbagai sudut, seperti latar belakang, keseharian, resiko, serta dampak yang

dirasakan, baik oleh PSK itu sendiri maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Dari

pengamatan terhadap cerpen-cerpen tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa alur

kehidupan para PSK statis dan ironis. Di satu sisi dipandang hina, tetapi di satu

sisi ia menjadi sasaran empuk para pemburu materi.

Kata Kunci: PSK, cerpen, statis, hina

Abstract:

Female sex workers has always been a neverending topic from time to

time. Their considered as a part of the darkness, but, on the other hand, their

were moneymaker for those who got involved in prostitution. Their lifes simply

like two different sides of a coin which were written into literary works, among

others, poetry, drama, or prose. Based on the feminist stylistic of Sara Mills, this

paper will explore short stories about their lives of the prostitutes in the era of the

2000s. They contain portraits of their lifes from various sides, such as

backgrounds, daily life, the risks, and the impact, either felt by themselves and

people around them. As the result, On the one hand, they have static lifes, but, on

the other ironic hand, they are interesting to be an easy target for material

hunters.

Keywords: PSK, short stories, static, contemptible

1 Disampaikan pada Seminar Nasional Sosiologi Sastra” yang diselenggarakan oleh Pusat

Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB) dan Departemen Ilmu Susastra FIB UI, di

Auditorium Gedung I FIB UI, 10—11 Oktober 2016.

Page 2: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

2

Pendahuluan

Penulisan makalah ini diawali dengan ketertarikan saya pada film pendek

Fitri yang bercerita tentang peliknya kehidupan seorang perempuan PSK. Film

yang disutradarai oleh Sidi Saleh (2013) tentang seorang PSK bernama Fitri yang

ingin merayakan Idulfitri di kampung bersama kedua orangtuanya. Namun,

kendala profesi sebagai seorang PSK andalan sang mucikari, ia terjerat kontrak

sepihak. Mami menghendaki Fitri untuk terus bekerja pada malam takbiran

sekalipun. Langkah Fitri untuk menemui kedua orangtuanya lalu terhalang strategi

hebat yang dirancang oleh Mami. Fitri terpaksa kehilangan barang-barangnya di

terminal dan ia kembali harus bekerja melayani seorang rentenir yang menjadi

tumpuan Mami selama ini. Fitri merasa jijik dengan laki-laki itu dan berusaha

untuk melarikan diri. Ia pun berusaha keras menyelamatkan diri di tengah hingar

bingar suasana malam takbiran, serta keremangan lorong dan gang sebuah

lokalisasi di Jakarta. Film pendek yang disutradarai oleh Sidi Saleh pada tahun

produksi 2013 tersebut2 menghilhami saya untuk menelusuri kehidupan para

pekerja seksual terkini, pada era 2000-an, yang digambarkan dalam bentuk

ekspresi lainnya, yaitu karya sastra—sesuai dengan latar pendidikan saya--berupa

cerpen. Selain itu, banyaknya peristiwa naas yang menimpa para pekerja seksual,

seperti kasus Holly dan Gatot, atau Tata Chubby, penutupan lokalisasi Dolly dan

Kalijodo, bahkan peristiwa serupa yang pernah menimpa pelaku profesi yang

sama pada masa lampau, semakin menguatkan pandangan saya bahwa dunia para

penjaja cinta cukup kompleks.

Dunia PSK merupakan tema yang tidak akan pernah habis untuk dibahas

dan dieksplorasi. Kompleksitas dunia PSK yang cukup tinggi dengan eksistensi

abadinya yang selalu mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan,

menjadikan mereka sebagai tema menarik yang kerapkali dituangkan dalam

berbagai tulisan—baik ilmiah maupun popular, karya visual berupa film-drama-

sinetron. Beberapa penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan sebelum ini,

antara lain, siswa Santa Ursula Jakarta (1994) dengan hasil penelitian yang

dibukukan dan diberi judul Orang-Orang Malam: Studi Tentang Pekerja Malam

Jakarta. Siswa-siswa Kelas 1 SMA Santa Ursula tahun ajaran 1993—1994

tersebut secara partisipatif melakukan pengamatan dan penelitian kepada orang-

orang yang melakoni berbagai profesi yang pada umumnya dilakoni pada malam

hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang

kaki lima, sopir taksi, dan pramuria. Hasil pengamatan dan penelitian tersebut

menunjukkan bahwa kebanyakan para pelakon berlatar pada pilihan hidup yang

tersandung pada tingkat pendidikan yang rendah (kecuali pada DJ dan penyiar

2 Meraih penghargaan dalam Clermont-fd International Film Festival tahun 2013 di Perancis

Page 3: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

3

radio), unsur keterpaksaan karena atas desakan faktor ekonomi, latar perkawinan

tidak bahagia, atau terpengaruh oleh teman. Terkadang menjadi orag malam

bukan merupakan profesi yang menyenangkan, terutama dalam menghadapi

sitgma buruk dari masyarakat. Jujur mereka mengakui bahwa pekerjaan itu

kebanyakan bukan karena keinginan sendiri, melainkan karena beberapa faktor

pemicu, seperti: ekonomi, pelecehan seksual, dan perkawinan yang tidak bahagia.

Namun, ada pula, pada kasus satpam, yang merupakan penghasilan tambahan atas

perintah atasan. Sedyaningsing-Mamahit (2010) menjadikan kehidupan PSK

sebagai bahan penulisan disertasi dengan memfokuskan penelitian pada

penggunaan kondom di lokalisasi Kramat Tunggak. Hasil penelitian tersebut

dialihwahanakan menjadi buku yang diberi judul Perempuan-Perempuan Kramat

Tunggak. Dalam buku tersebut, Sedyaningsing-Mamahit (2010:106)

menyampaikan bahwa terjerumusnya seorang perempuan ke dalam dunia

pelacuran karena empat hal, yaitu terpaksa oleh keadaan, mengikuti arus,

terdorong frustasi, dan sekadar mencari nafkah. Penderitaan para PSK tersebut

semakin bertambah dikaitkan dengan keharusan pemakaian kondom. Kebanyakan

para pelangan menolak untuk memakai benda tersebut, mau tidak mau—terlebih

dalam kondisi terdesak kejar setoran, penolakan itu diiyakan. Bayangan akan

ancaman bahaya penularan penyakit kelamin menyebabkan habitual action para

PSK untuk menggunakan berbagai obat-obatan jenis antibiotika tanpa dosis yang

benar, serta obat dan benda lain yang digunakan untuk mencuci vagina. Tanpa

mereka sadari, sebagai dampak dari rendahnya latar edukasi para PSK tersebut,

penggunaan obat tersebut, sebaliknya, akan menimbulkan resistensi jenis kuman

tertentu. Latar belakang ekonomi masih menempati urutan utama, selain latar

psikologis akibat trauma pada pernikahan yang buruk atau dampak sebagai korban

pelecehan seksual. Di balik itu semua, kebanyakan PSK mengatakan bahwa

profesi mereka hanyalah sementara waktu tanpa menentukan kapan akan diakhiri.

Hanya segelintir PSK yang menikmati pekerjaan tersebut dan bahkan ingin

meningkatkan statusnya sebagai seorang germo! Baker, salah seorang staf

UNICEF (2015) menulis tentang profil seorang PSK bernama Dewi dalam sebuah

artikel pendek berjudul “Kisah Dewi: Rumah Pelacuran di Papua” dalam

http://indonesiaunicef.blogspot.co.id/ diunduh 1 Oktober 2016. Kisah Dewi

mengungkapkan bahwa unsur sanitasi kurang dipedulikan. Namun, Dewi

menjalani profesi tersebut dengan berlatarkan pada desakan ekonomi serta cita-

cita untuk menabung persiapan masa depan.

Seperti yang diungkapkan pada bagian awal, makalah ini akan

mengeksplorasi kehidupan PSK melalui teks berbentuk cerpen. Melalui narasi

cerpen yang pendek tersebut, para PSK cukup berbicara banyak tentang hidup

mereka sehari-hari hingga tiba akhir hidupnya. Tema tentang para PSK selalu

menarik dibahas dan selalu terbilang kompleks karena salah satu keunikannya,

Page 4: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

4

sulit dibasmi dan senantiasa hadir pada setiap generasi. Bahkan, banyak kalangan

yang menyebutkan bahwa profesi PSK merupakan profesi yang paling tua di

dunia. Hal itu terjadi karena unsur demand terhadap pelayanan para PSK cukup

besar. Dalam Sedyaningsing-Mamahit (2010:158) terdapat fakta yang

menunjukkan bahwa pelanggan PSK kebanyakan dari laki-laki yang berstatus

sudah menikah! PSK sulit dimusnahkan. Ketika beberapa pusat kegiatan

prostitusi/lokalisasi ditutup, ia seperti kista: memencar ke tempat lain secara

sporadis, lalu bermunculan embrio lokalisasi yang baru. Eksplorasi ini dilakukan

dengan metodologi deskriptif analisis melalui pendekatan analisis wacana kritis

pada cerpen-cerpen bertemakan pelacur yang ditulis pada interval tahun 2000-an.

Langkah pertama penelitian adalah mengunduh atau mencari cerpen yang

bertemakan sosok pelacur yang muncul pada tahun 2000-an pada beberapa laman

resmi serta beberapa media cetak. Pencarian tersebut berbuahkan 13 cerpen

dengan rincian: 1 cerpen dari media cetak—PR Minggu berjudul “Ambai-Ambai”

(Damhuri Muhammad), dan 12 cerpen lainnya dari beberapa laman di dunia

maya, yaitu “R.I.P. (Cerita Seorang Pelacur Tentang Kematian Seorang

Pelanggannya)” (Trubus Sugiarjo), “Cerita Seorang Pelacur” (Retno Prasetiani),

“Catatan Seorang Pelacur” (Lucifer), “Kamulah Seorang Pelacur Terhormat”

(Fajar Sasmita), “Aku Menikahi Pelacur Perawan” (Dgreato Jogja), “Salahkah

Aku Mencintai Seorang Pelacur?” (Immanuel Lubis), “Balada Pelacur dan Pria

Tamak Kekasihnya” (Witoratop), “Istriku Seorang Pelacur” (Yaliati Airy), “Ssst

(Ternyata) pelacur Itu Mengajariku” (Posma Ramos Simanjuntak), “Pelacur yang

Mati di kali” (Bode Riswandi), “Pelacur” (Pamungkas), dan “Tiga Perempuan

Pelacur” (Nyangtu). Ketigabelas cerpen itu, lalu diamati dan poin-poin penting

diposisikan pada beberapa kolom (lihat pada hasil dan pembahasan). Poin-poin

tersebut lalu dianalisis dengan pendekatan teori Sara Mills yang memandang teks

dari sudut AWK dan feminisme. Hasil pengamatan lalu dituangkan ke dalam

bentuk laporan berupa makalah seminar.

Kajian Teori

Eksplorasi tentang PSK dalam cerpen tahun 2000-an tersebut dilandaskan

pada konsep analisis wacana kritis (AWK) Sara Mills yang menggabungkan

konsep feminisme dalam teks. Sara Mills memandang bahwa perempuan selalu

didudukkan pada posisi yang salah dalam teks dan ia menyebutnya sebagai

konsep feminist stylistic. Sara Mills (1995:13) mengatakan bahwa feminist

stylistics bertujuan untuk membuat asumsi yang ada dalam stilistika konvensional

menjadi lebih jelas, dengan tidak hanya menambahkan topik gender pada daftar

elemen yang dianalisis, tetapi menggunakan stilistika menjadi sebuah fase baru

dalam analisis wacana. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan stilistika dalam

Page 5: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

5

analisis bahasa. Dengan demikian, bahasa dalam wacana atau sebuah teks bukan

sekadar bahasa biasa, melainkan bahasa merupakan unsur utama yang harus

diadakan dan dimunculkan. Melalui bahasa tersebut dapat ditelusuri bagaimana

kedudukan perempuan di dalam teks, kondisi dan situasi yang mendukung

kedudukan perempuan di dalam teks, serta reaksi lingkungan di sekitar terhadap

sosok perempuan di dalam teks itu.

Sebagai contoh, dalam penelitian Supriyadi, (2014:225—234)

menunjukkan bahwa melalui bahasa maskulin dalam novel Belenggu dan

Pengakuan Pariyem dapat ditelusuri bahwa perempuan di dalam kedua novel

tersebut terkungkung dalam budaya patriarki. Namun, budaya patriarki tersebut

memiliki pandangan yang berbeda. Novel Belenggu yang hadir pada awal abad

ke-20 tidak banyak memberikan keleluasaan bagi perempuan dan keseteraan

gender. Unsur stilistika cenderung menyudutkan perempuan dan membanggakan

laki-laki. Dalam situasi peralihan antara kehidupan tradisional dan modern,

perempuan harus berjuang keras untuk mendapatkan haknya, terutama dalam

pendidikan dan pekerjaan. Sementara itu, novel Pengakuan Pariyem

menunjukkan bahwa kesetaraan derajat mulai tampak meskipun dalam beberapa

hal, kaum laki-laki tetap menunjukkan superioritas kepada lawan jenis.

Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan pun tampak lebih luas.

Pada contoh lain, penelitian berbasis stiliska feminis dilakukan oleh Wardani,

dkk. (2013) dalam repository.uksw.edu (diunduh 1 Oktober 2016), menunjukkan

bahwa media berbasis kepedulian kepada perempuan menempatkan mereka

sebagai subjek. Sosok perempuan yang ditampilkan turut dilibatkan sebagai

narasumber yang menceritakan kisah sukses yang mereka alami. Pendengar juga

dilibatkan sebagai subyek untuk bersikap pro kepada sosok yang ditampilkan.

Program radio tersebut memunculkan citra perempuan yang positif karena

keberhasilan di ranah publik mampu diimbangi dengan kemampuan mereka

mengelola di ranah domestik.

Dalam menganalisis sebuah teks, Sara Mills (1995:62—156) membagi

sistematika analisis ke dalam tiga level berikut, yaitu (1) analisis pada level

kata/frasa berupa seksisme dalam bahasa dan seksisme dan maknanya; (2) analisis

pada level klausa/kalimat berupa penamaan, pelecehan pada wanita, belas

kasihan/pengkerdilan, penghalusan/tabu; serta (3) analisis pada level wacana

berupa karakter/peran, fragmentasi, fokalisasi, dan skemata. Sara Mills

(1995:157) mengatakan bahwa stilistika feminis memudahkan peminat

representasi hubungan gender. Stilistika feminis merupakan sarana bagi para ahli

bahasa untuk dapat mengembangkan secara pribadi seperangkat alat yang dapat

mengekspos kinerja gender pada tingkatan yang berbeda di dalam teks. Analisis

feminis diperlukan untuk melihat kejelasan batas-batas sebuah teks karena di

dalamnya terdapat penyusupan wacana dan ideologi. Sara Mills juga mengatakan

Page 6: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

6

bahwa di dalam teks perbedaan antara unsur tekstual dan extratextual tidak selalu

ditemukan. Teks sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial budaya, ideologi,

sejarah, kekuatan ekonomi, gender, rasisme, dan sebagainya. Bukan berarti

penulis tidak memiliki kontrol terhadap hal-hal yang ditulisnya, tetapi is tunduk

pada interpelasi dan interaksi dengan kekuatan-kekuatan diskursif tersebut.

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan dilakukan dengan cara menguraikan poin-poin

penting dalam sumber data ke dalam bentuk tabel. Hal itu dilakukan untuk

menghemat ruang karena sumber data yang ditemukan cukup banyak.

Pembahasan di ditulis ke dalam dua tabel. Tabel pertama merupakan tabel

penguraian identitas sumber data, sementara tabel kedua merupakan pembahasan

data berdasarkan konsep AWK stilistika feminis Sara Mills. Tabel bahasan dapat

dilihat selengkapnya pada bagian lampiran.

Analisis Pada Level Kata/Frasa

Jika mendengar kata aku sebagai penanda jati diri, akan muncul kesan

tinggi, percaya diri, dan angkuh. Tokoh PSK maupun pelanggan/kekasih/suami

memiliki kecenderungan untuk menunjukkan eksistensi yang solid. Konsep ke-

aku-an sangat kuat pada sosok PSK maupun orang yang berada di dekat tokoh

PSK itu. Pemakaian kata aku merupakan penanda jati diri terbanyak dalam data

penelitian (9 buah). Penanda jati diri lain yang terdapat di dalam data adalah gue

(1), saya (1). Kata aku pada tokoh PSK menunjukkan resistensi yang ditujukan

untuk melawan stigma negatif dari orang-orang di lingkungan terdekat dan

masyarakat sekitar. Namun, pada tokoh non-PSK atau pelanggan/kekasih, kata

aku digunakan untuk menunjukkan representasi laki-laki sebagai malaikat atau

pahlawan bagi sosok PSK, seperti dalam cerpen “Salahkah Aku Mencintai

Seorang Pelacur?” dan “Istriku Seorang Pelacur”.

Kata pelacur sangat mendominasi pemberian gelar kepada wanita

penghibur, selain istilah lain yang digunakan untuk merujuk kepada mereka, yaitu

lonte, kupu-kupu malam, dan wanita hina. Penggunaan istilah tersebut menjadi

penanda pengotak-kotakkan dalam masyarakat kita berdasarkan profesi yang

digeluti, selain pada stigma negatif yang lama melekat pada sosok PSK. Kata

Bapak sebagai sapaan tidak ditujukan kepada ayah kandung tokoh PSK, tetapi

kepada seorang pelanggan tetap, yang memperlakukan perempuan itu seperti

anaknya sendiri.

Banyak kata/frasa yang digunakan sebagai penanda kompleksitas dunia

PSK. Istilah tersebut menunjukkan siapa saja yang hadir dalam dunia malam, apa

sebab dan akibat yang muncul dalam kehidupan PSK, sifat yang muncul dalam

Page 7: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

7

kehidupan PSK, kondisi fisik seperti apa yang harus dipenuhi oleh seorang PSK,

dan aktivitas apa yang dilakukan oleh PSK.

Tabel 1

Kata/Frasa yang terdapat di dalam cerpen 2000-an

KATA/FRASA

YANG

MENUNJUKKAN

NOMINA

KATA/FRASA

YANG

BERKAITAN

DENGAN

SEBAB-AKIBAT

KATA/FRASA

YANG

BERKAITAN

DENGAN SIFAT

KATA/FRASA

YANG

BERKAITAN

DENGAN

KONDISI FISIK

KATA/FRASA

YANG

BERKAITAN

DENGAN

AKTIVITAS

1. Bapak

2. langganan

3. mucikari

4. pelacur

5. pelacur kelas

kakap (2)

6. pelanggan kelas

kakap

7. selir

8. mainan pria

9. pelacur yang

masih perawan

10. lelaki bajingan!

11. gigolo = pengisi

waktu

12. ambai-ambai

13. lonte

14. lelaki brengsek

itu

15. wanita bayaran

16. wong cilik

17. anjing kudisan

1. faktor

ekonomi

2. tuntutan

keluarga

3. masa lalu

4. dendam

5. kota besar

6. iklim kota

7. aib (2)

8. tidak perawan

9. masa lalu

1. sisi hitam

2. pekerjaan hinaku

3. nakal

4. jijik

5. … di tempat

merah ini

6. fenomena beauty

and the beast

7. dendam

8. najis

9. genangan nasib

buruk

10. cairan amis

menjijikkan

11. nafsu bejatnya

12. dunia kotor

13. pekerjaan hina

14. dunia hitam.

1. persaingan

ketat

2. harus jadi

cantik

3. diet

4. seindah

gitar

spanyol

5. sikap genit

6. wajahku

yang cantik

7. tubuhku

yang sangat

solek

8. keadaan

yang

berantakan

9. bayaran

yang tinggi

1. direnggut

2. lantunan

taubatku

Kata Bapak yang muncul di dalam teks mengacu pada seorang pelanggan

tetap yang memperlakukan seorang PSK dengan sangat manusiawi. Frasa pelacur

yang masih perawan mengacu pada istri yang resmi dinikahi dalam sebuah ikatan

pernikahan tanpa cinta dari sudut pandang si suami. Sosok suami merasa dirinya

sebagai lelaki hidung belang yang menggauli istrinya—yang dipandang sebagai

seorang pelacur, sebagai buah perjodohan antarorangtua yang dipandangnya

sebagai mucikari. Anjing kudisan mengacu pada perbandingan yang dilakukan

pihak keluarga seorang suami demi menolak pernikahan dia dengan seorang

pelacur (ambai-ambai). Lelaki bajingan dan lelaki brengsek merupakan luapan

kebencian si PSK kepada pelanggannya. Terlebih, bagi PSK yang memiliki latar

sebagai korban pelecehan seksual, ia akan melakoni pekerjaannya itu dengan

kebencian, tanpa cinta dan hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan

ekonomis. Ditambah dengan munculnya kata direnggut yang menunjukkan bahwa

Page 8: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

8

ada bagian dari kehidupan si PSK yang hilang sebagai akibat dunia yang

dilakoninya. Frasa kota besar dan iklim kota muncul sebagai faktor geografis yang

menuntut pemenuhan kebutuhan tinggi yang berkonflik dengan tingkat kecakapan

hidup yang rendah. Namun, ada beberapa sosok PSK di dalam data yang berasal

dari kalangan menengah ke atas yang karena sesuatu sebab beralih menjadi

pelacur. Dunia hitam, dunia kotor, najis, jijik, pekerjaan hinaku merujuk pada

tingkat kebencian yang tinggi terhadap dunia yang dilakoninya. Kebanyakan

sosok PSK di dalam data menyatakan profesi kelam mereka sebagai pilihan sesaat

sambil menabung dan berikhtiar untuk profesi lain yang dianggap lebih normatif.

Kata dendam muncul untuk menggambarkan beratnya kehidupan PSK yang

berada dalam jeratan berbagai pihak yang berkepentingan. Penghasilan mereka

tidak dapat dinikmati sendiri, tetapi harus dibagi dengan mucikari, petugas

keamanan/preman, keluarga/kekasih, dan sebagainya. Kata/frasa yang

menunjukkan ciri fisik yang mutlak dimiliki oleh seorang PSK menggambarkan

perjuangan yang berat untuk mempertahankan eksistensi dirinya jika ingin meraup

penghasilan yang besar dan mendapatkan pelanggan yang berkelas.

Analisis Pada Level Klausa/Kalimat

Pada level klausa/kalimat banyak bermunculan pandangan dan perasaan

sang PSK terhadap aktivitas yang dijalani, reaksi orang terdekat terhadap PSK,

dan reaksi masyarakat terhadap PSK.

Tabel 2

Pandangan dan perasaan PSK, serta reaksi orang terdekat/orang sekitar

terhadap PSK.

NO. KLAUSA/KALIMAT YANG MENUNJUKKAN KOMPLEKSITAS KEHIDUPAN PSK

1. Bagiku tak masalah, uangnya tetap harum.

Ternyata istri Bapak juga cantik. Jadi apanya yang masih kurang?

2. Begitu banyak pria yang rela membayar mahal saya.

“Yah, pengennya sih kayak gitu, Dit, tapi kan seorang pelacur tidak bisa memilih, kami ada karena kami

tidak punya pilihan, kan?”

Kaum yang bernama prialah yang menjadikan saya seorang pelacur.

Menjadi pelacur lebih terhormat daripada menjadi kekasih seorang seorang pria.

Atau mungkin itulah alasan mereka memakai saya, karena istrinya di rumah sudah berat, makanya

mereka mencari saya yang ringan.

Page 9: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

9

sama-sama harus ngangkang dan melayani nafsu mereka, bedanya saya dibayar dan dia tidak.

3. Balutan gaun indah, menutup tubuh, yang akhirnya akan terhempas juga demi pundi-pundi rupiah yang

hendak kuraih.

Tak mau hidup seperti ini

[…] tidak akan memikirkan apa pun selain tubuhku?

[…] kesepianku yang dibunuh sang waktu.

Aku hanya menyambung hidup, adikku butuh makan, sekolah, apakah mereka mau menanggungnya.

Hidupku sudah berhenti di sini, tapi bukanlah masa depanku masih ada di sana.

4. Adat di tempat ini adalah datang, milih, maen, bayar.

“… kalo udah pelacur ya pelacur aja, gak usah disesali”

“… kamu sendiri yang milih jadi kayak gini.”

“Pria itu tak ubahnya seperti sampah.”

“Kamulah seorang pelacur terhormat!”

5. Aku seorang lelaki sejati dengan segala kelebihan dan kekuranganku.

Kami dibersarkan dalam budaya timur di mana menghormati dan berbakti kepada orang tua adalah yang

utama.

Kenapa kalian mucikari yang berbusana orangtua tidak pernah peduli bahwa kami juga punya hati?

6. […] cinta itu buta bukan hanya sekadar pepatah kuno.

Sama seperti WTS-WTS lainnya, ia terjerumus ke liang prostitusi ini juga karena faktor keluarga.

Hutang yang begitu besar membuat abangnya nekat menjual dia ke seorang pengusaha klub malam.

Dengan berat hati, ia melakoni pekerjaan barunya.

[…] rela dipukuli oleh seorang germo.

[…] wajah cantiknya, tubuh montoknya, hingga penampilan seronoknya […].

“[…] Aku wanita jalang. Kotor. […]”

7. Malam itu lelaki serupa dengan Marjun. Brengsek semua.

[…] harus merawat diri yang butuh biaya tinggi.

[…] menjaga bodi agar tetap aduhai.

Marjun menjelma menjadi penguasa tunggal lokalisasi liar itu.

Page 10: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

10

8. […] semua akan baik-baik saja.

9. “Ah, dasar semua laki-laki sama saja. Semuanya mau enaknya sendiri dan tidak menepati yang

dijanjikannya,” ujarnya agak ketus.

Lalu, dia menceritakan tentang hidupnya yang telah ditinggalkan suaminya.

Melampiaskan kemarahan.

10. Kami terlahir sebagai anak-anak ayah karena seorang ambai-ambai, dan kami meninggalkan ayah, juga

karena ambai-ambai…

11. Selain orang-orang Zarkasih itu.

12. Aku adalah seorang wanita yang hancur dari keluarga yang dibangun dengan tembok kemiskinan dan

kesengsaraan.

Dunia tidak pernah memberikan keindahan sedikitpun padaku.

Aku menjadi seperti ini karena kebodohan dan ketololanku sewaktu aku baru saja lulus dari bangku

SMA.

Aku tidak percaya lagi adanya Tuhan.

Belum juga satu minggu aku lalui, lelaki brengsek itu pergi meninggalkanku ke luar negeri bersama

seluruh keluarganya.

[…] bukan untuk menikmati hidupku, tetapi untuk menikmati tubuhku.

[…] ya, aku tahu Tuhan tidak pernah menciptakan matahari dalam hidupku.

[…] mereka hanya menginginkan tubuhku, ya, hanya tubuhku.

Setahuku, semua tetangga-tetanggaku di sini tidak pernah mengetahui pekerjaanku sebagai pelacur.

Walau sekarang aku sudah dapat menghidupi diriku dengan pekerjaanku, tapi aku aku masih selalu

merasa sengsara.

Tak bisa kupungkiri memang, dalam relung bathinku selalu bergejolak dan menyeruak pesan, aku pun

ingin menikah, aku pun ingin memiliki suami dan anak, untuk ku jadikan keluarga yang bahagia.

13. Menjadi sampah masyarakat yang tidak berharga sama sekali.

Namun, yang lebih menyakitkan, anakku (Asti) dan cucuku (Rina) berani mengikuti jejakku.

Aku ini orang kotor, najis.

Aku ini mantan pelacur.

Kalimat Bagiku tak masalah, uangnya tetap harum. menunjukkan bahwa

PSK tidak memedulikan sikap orang lain kepadanya. Pemenuhan kebutuhan

sehari-hari jauh lebih penting dari sekadar mendengarkan reaksi masyarakat.

Page 11: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

11

Kalimat Begitu banyak pria yang rela membayar mahal saya menunjukkan bahwa

PSK sedang mencapai puncak kejayaannya dengan berhasil menjerat pria-pria

berduit untuk menyentuh tubuhnya. Salah jika beranggapan bahwa para pelacur

menikmati kehidupannya karena mereka melakukan hal itu dengan landasan

tingkat kebencian yang tinggi kepada laki-laki yang menyentuh tubuhnya. Hal itu

banyak terungkap dalam beberapa kalimat berikut, antara lain, (1) Kaum yang

bernama prialah yang menjadikan saya seorang pelacur; (2) Ternyata istri

Bapak juga cantik. Jadi apanya yang masih kurang?; (3) Atau mungkin itulah

alasan mereka memakai saya, karena istrinya di rumah sudah berat, makanya

mereka mencari saya yang ringan; (4) “Pria itu tak ubahnya seperti sampah.”;

(5) Malam itu lelaki serupa dengan Marjun. Brengsek semua; (6) “Ah, dasar

semua laki-laki sama saja. Semuanya mau enaknya sendiri dan tidak menepati

yang dijanjikannya,” ujarnya agak ketus.; (7) Belum juga satu minggu aku lalui,

lelaki brengsek itu pergi meninggalkanku ke luar negeri bersama seluruh

keluarganya.; dan (8) […] bukan untuk menikmati hidupku, tetapi untuk

menikmati tubuhku.

PSK terkadang harus menanggung beban berat sebagai dampak dari

aktivitas yang dijalaninya. Stigma negatif dari masyarakat membuatnya terkadang

tidak mampu menunjukkan jatidirinya sendiri. Aditya (dalam Sedianingsih-

Mamahit, 2010:xxiv) mengatakan bahwa stigma sebagai pendosa sangat

membebani mereka sehingga untuk tampil sebagai manusia pun mereka tak

sanggup. Beberapa klausa atau kalimat yang menggambarkan keterpurukan

mereka atas reaksi masyarakat pada eksistensi PSK berikut: (1) “Yah, pengennya

sih kayak gitu, Dit, tapi kan seorang pelacur tidak bisa memilih, kami ada karena

kami tidak punya pilihan, kan?”; (2) Aku hanya menyambung hidup, adikku

butuh makan, sekolah, apakah mereka mau menanggungnya.; (3) Hidupku sudah

berhenti di sini, tapi bukanlah masa depanku masih ada di sana.; (4) “[…] Aku

wanita jalang. Kotor. […]”; (5) Kami terlahir sebagai anak-anak ayah karena

seorang ambai-ambai, dan kami meninggalkan ayah, juga karena ambai-

ambai…; (6) Selain orang-orang Zarkasih itu.; (7) Setahuku, semua tetangga-

tetanggaku di sini tidak pernah mengetahui pekerjaanku sebagai pelacur.; (8)

Menjadi sampah masyarakat yang tidak berharga sama sekali; (9) Aku ini orang

kotor, najis.; dan (10) Aku ini mantan pelacur. Sulitnya lahan untuk “kembali” ke

tengah masyarakat menjadikan mereka terpuruk dalam rutinitas sebagai seorang

PSK. Kutipan nomor (3) dan (10) menunjukkan bahwa perempuan yang

terjerumus menjadi PSK seolah terpenjara secara permanen di dalam dunianya.

Bahkan, ketika ia sudah berhenti beraktivitas sebagai PSK. Pendapat Aditya

berkorelasi dengan nomor (7) karena kebanyakan mereka menyembunyikan

jatidiri ke PSK-annya dari dunia luar. Seperti dalam beberapa cerpen, hanya

segelintir yang keluarganya mengetahui profesi anggotanya sebagai seorang PSK.

Page 12: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

12

Hanya segelintir PSK yang menikmati kehidupan tersebut lalu memutuskan untuk

meningkatkan statusnya menjadi mucikari.

Terkadang frustasi tidak dapat dihindari ketika PSK merasa terkurung di

dalam rutinitas keseharian, seperti yang terungkap dalam kutipan berikut: (1)

Menjadi pelacur lebih terhormat daripada menjadi kekasih seorang seorang

pria.; (2) […] ya, aku tahu Tuhan tidak pernah menciptakan matahari dalam

hidupku; (3) Walau sekarang aku sudah dapat menghidupi diriku dengan

pekerjaanku, tapi aku aku masih selalu merasa sengsara.; dan (4) Tak bisa

kupungkiri memang, dalam relung bathinku selalu bergejolak dan menyeruak

pesan, aku pun ingin menikah, aku pun ingin memiliki suami dan anak, untuk ku

jadikan keluarga yang bahagia. Beratnya beban yang harus ditanggung oleh

seorang PSK rentan menimbulkan frustasi. Kutipan nomor (3) dan (4)

menunjukkan adanya kontradiksi antara pemenuhan kebutuhan yang mendesak,

situasi lingkungan yang tidak kondusif bagi pengembangan diri, serta perlawanan

hati nurani yang terpaksa kerapkali diabaikan ketika pelanggan datang atau

adanya ancaman sang mucikari. Beratnya beban hidup tersebut, terkadang

membuat seseorang memalingkan muka dari Tuhan-Nya. Terlebih jika ia pernah

mengalami peristiwa traumatis yang menyebabkan kehilangan benda berharga,

kekecewaan yang berlebihan, serta lingkungan yang kurang mendukung

pemulihan trauma, memicu seseorang untuk melampiaskan kemarahannya pada

Tuhan yang dianggap sebagai biang keladi peristiwa traumatis itu, seperti yang

terungkap dalam kutipan nomor (2).

Analisis Pada Level Wacana

Pada cerpen nomor satu terungkap pencetus seorang perempuan ke dalam

dunia pelacuran, yaitu faktor ekonomi dan kehilangan figur orangtua, terutama

ayah sebagai kepala keluarga, serta potret ibu yang tidak memiliki kecakapan

hidup. Selain itu, stigma umum sang PSK kepada lawan jenisnya dianggap sama

dengan menganalogikan mereka sebagai kuda liar. Konteks kuda liar bermakna

siapa saja tidak dapat mengendalikannya kecuali pawang. Peranan pawang dalam

pengendalian nafsu si kuda liar tersebut mengarah pada perempuan. Perempuan

seolah ingin menunjukkan “giginya” sebagai penguasa kaum laki-laki. Cerpen

yang ditulis oleh penulis laki-laki tersebut masih mengusung kepentingan

maskulin dalam alur cerita. Tokoh perempuam dianggap tidak mampu berpikir

panjang karena dalam waktu singkat ia memutuskan untuk mengubah diri menjadi

PSK.

Page 13: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

13

Tabel 3

Pandangan dan perasaan PSK, serta reaksi orang terdekat/orang sekitar

terhadap PSK.

NO.

KONTEKS

1. Ayahku meninggal enam bulan sebelumnya, sedangkan ibu ku sama sekali tidak punya pekerjaan.

Dua bulan kemudian aku nekat melakukan perbuatan haram ini karena aku dan ibu butuh makan, dan

aku tidak mau DO dari kuliahku. Tentu saja aku tidak melakukannya di kotaku S. Ada kereta api

yang bisa mengantarku ke kota Y sore hari, dan membawaku pulang ke S pagi harinya.

Aku tak peduli! Lelaki memang begitu. Banyak yang membiarkan nafsunya seperti kuda liar… tak

bisa mengendalikannya.

Kupikir aku akan segera mencari pekerjaan halal sambil meneruskan kuliahku. Tentang transfer

otomatis dari Bapak setiap bulannya, kupikir juga akan segera berhenti. Atau mereka akan mencari

jejak rekamku,dari rekening tujuan transfer dan dari HP Bapak, siapa tahu?

2. “Gatel! Nggak tahu diri! Nggak laku ya, lo, jadi cewek?” Masih banyak makian lain yang mampir di

telinga saya ketika saya melewati gang kecil yang menghubungkan rumah saya dengan jalan raya

yang akan mengantarkan berbagai jenis kendaraan untuk membawa saya mencari rupiah. Makian-

makian yang keluar dari mulut-mulut sekumpulan ibu-ibu yang sering bergerombol menghabiskan

waktu diujung gang itu memang sudah dangat familiar untuk telinga saya. Daripada saya membuang

waktu untuk menjawabi mereka.

Banyak orang yang bilang gampang jadi pelacur. Cuma ngangkang maka uang akan berdatangan?

Buktinya saya harus mematikan hati dan perasaan saya dulu, baru saya bisa ngangkang. Dan tidak

jarang saya harus dipukuli dulu oleh orang-orang yang memberi saya uang baru bisa saya

ngangkang. Hanya orang bodoh yang bilang jadi pelacur itu gampang.

Mereka mungkin tidak punya kaca. Lihat saja perut mereka yang nggak beda jauh sama ibu hamil.

Atas nama cinta mereka menggagahi saya. Atas nama cinta mereka meninggalkan saya. Atas nama

cinta mereka menggerogoti uang yang saya punya. Saya tidak mau menjadi budak seperti itu. Jadi

saya memilih menjadi pelacur saja.

3. -

4. “Gak habis pikir aja. Kenapa istri yang baru aku nikahi sekarang nunjukkin kelakuan yang

menurutku itu bodoh.”

“Contohnya?”

“Sebagai istri harusnya ia tahu bahwa kodrat dia adalah melayani suami, eh … ini malah keluyuran

sama temen-temennya, yang ke mallah, arisanlah, ini lah, itulah… gatel!’

5. Kota metropolitan sudah membentukku menjadi seorang lelaki yang angkuh, egois, dan

perfeksionis. Dari kota metropolitan ini juga aku mendapatkan segalanya, pekerjaan, rumah, dan

teman-teman yang bermuka dua.

6. Ia masih memiliki harga diri seorang wanita yang wajib dibela, walau hanya secercah saja. Tak

sepantasnya ia diperlakukan seperti binatang, hanya karena statusnya sebagai seorang pelacur.

7. Rumi sih senang-senang saja apalagi Marjun kerap memberikan uang tips lebih banyak dibanding

pria hidung belang yang pernah ditemuinya. Uang lebih sangatlah dibutuhkan bagi wanita berprofesi

seperti dirinya. Tahu sendirilah. Uang jerih payahnya masih harus dibagi untuk kepentingan macam-

macam, ada untuk germolah, untuk keamanan atau premanlah, dan untuk ojek langganan. Padahal,

ia juga harus menyisihkan uang untuk dikirim ke kampungnya. Orangtua tahunya Rumi atau

Page 14: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

14

Ruminten bekerja di sebuah restoran.

Marjun pun marah dan membawa Rumi ke taman bawah Jembatan Semanggi. Di tempat yang gelap

itu, Rima dianiaya. Ditampar mukanya, dipukul perutnya, belum puas, ditendang kakinya. Setelah tak

berdaya, tas milik Rumi beserta isinya dibawa kabur Marjun. Hujan kemudian mengguyur. Rumi pun

tergeletak sendirian di bawah jembatan Semanggi. Salah satu kawasan ikon Jakarta yang sangat

padat dan menyesakkan di siang hari, malam itu terasa begitu sunyi.

8. Mata itu…. Masih hangat. Kehangatan yang kupikir telah lenyap semenjak video tak senonoh itu

menyebar luas. Aku tidak tahu siapa pemiliknya, aku bahkan tak ingat siapa yang merekam dan

seperti apa wajah pria yang tengah bergumul bersamaku.

“Sekarang kau sudah tahu siapa aku, video itu…, pemberitaan di media. Itu semua memang benar…,

tapi…!” kucoba untuk tidak menangis. Aku tak ingin dianggap memelas belas kasihnya, “Sungguh,

Mas, video itu berasal dari masa laluku. Aku bahwak tidak ingat video itu sempat ada!” akuku.

Hampir semua pemberitaan di media menjadikan kasus videoku sebagai headline. Video mesum istri

dari seorang anggota MK bersama pria lain menyebar luas di dunia maya. Ibrahim Fatih Kuncoro

Putra, seorang anggota MK yang beristrikan seorang pelacur. Hal itu tak dapat dipungkiri. Video itu

memang nyata, itu memang aku. Tak masalah jika itu hanya akan menghancurkanku, tapi suamiku.

Karirnya di kursi pemerintahan? Keluarganya? Bisa kubayangkan bagaimana tanggapan teman-

teman sejawatnya terhadap kasus ini. Tanggapan publik! Semua pelanggan butikku saja mulai

melarikan diri. Butik yang kumulai dari sebuah kios jahit sederhana di sebuah pasar pascakuputuskan

untuk berhenti menjajakan tubuhku lagi.

9. Dari penjelasannya terlihat bahwa ketika ia dapat melakukan hal tersebut, ia menganggap bahwa

dirinya menjadi pengontrol, penguasa atas para pria yang diajaknya berhubungan seks.

Pelajaran buatku hanya di hari itu, aku semakin disarkan betapa bahayanya jika kita

mempermainkan, melecehkan, melakukan penyiksaan terhadap batin seseorang. Apalagi orang

tersebut adalah orang terdekat dengan diri kita. Dan betapa kejinya jika seorang pria melakukan hal-

hal tersebut di atas karena dampaknya sungguh merusak jiwa seorang wanita.

10. Dulu, kami tak sungguh-sungguh memercayai celaan keluarga ayah, begitu juga dengan gunjing

yang bergerak tentang masa lalu ayah dan mendiang ibu. Sedapat-dapatnya kami berusaha

menebalkan muka, menganggap semua hinaan pada ibu sebagai omong-kosong lantaran kedengkian

keluarga ayah. Kini, pembenaran itu kami dengar langsung dari ayah, orang yang selama bertahun-

tahun bersetia pada ibu, meski namanya harus terhapus dari ranji silsilahnya.

11. Caci maki seperti ini, biasa terjadi sini. Wong mereka senasib semua. Jika sodara berkunjung ke

sana, di saat musim hujan seperti sekarang ini, sodara akan mendengar gegap gempita makian dari

setiap pintu. Berulang-ulang. Selalu berulang-ulang. Meski mereka sadar bahwa makian sama halnya

mencaci nasibnya sendiri.

Penghuni Gg. H. Zarkasih sudah dapat ditakar berapa penghasilannya. Jika ada yang lebih, tak

kurang dari lima ribu rupiah saja selisihnya. Hampir seluruh kepala keluarga di sana berprofesi

sebagai kuli pasar dan bangunan. Keluar jam tiga pagi hingga rehat sore nanti.

Ada satu rumah yang dihuni empat orang perempuan yang menggantungkan hidupnya sebagai lonte.

Warga Gg. H. Zarkasih tidak sedikitpun mengumengusiknya. Mereka sama-sama tahu kesulitan

wong cilik. Jika perlu, para kuli sering membawakan tamu baginya. Lumayan tambalan sedikit buat

dapur kilahnya.

Sebagian orang dalam mushola berdoa untuk kesehatan dan kenyamanan hidupnya. Di serambi

mushola, tiga lonte muda berharap hujan reda seketika. Dan segera datang langganan atau tamu baru

yang menjemput mereka.

Page 15: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

15

“Pemerintah sakit! Makhluk gebleg! Saban hari saya harus nyapu bekas-bekas banjir,” foto senyum

tengil walikota terpilih itu masih setia nempel di badan Kinyang.

“Mayatnya ada di bantaran kali. Ada bekas cekikan di lehernya,” tutur Mis’ad. Tiga lonte muda

memeluk tubuh kawannya masing-masing. Berderai matanya.

“Kang Mis’ad, terus siapa yang ngurus Teh Dedeh di sana?” suaranya berat, lonte muda itu tak kuasa

menahan sedih.

Sebulan setelah meninggalnya Renata , kasusnya seperti sengaja dipetieskan. Dan hukum seolah

tidak berbicara untuk seorang pelacur yang mati dibunuh. Beda dengan anak tuan jenderal yang mati

sebab duel di diskotek tempo lalu. Dua hari kemudian ditangkaplah seseorang yang dicap pembunuh

anaknya. Padahal banyak saksi berkata, anak tuan Jenderallah yang onar awalnya.

12. Saat ini aku masih menjadi seorang pelacur, pelacur yang tidak pernah henti-hentinya dihubungi para

lelaki hidung belang, lelaki-lelaki yang hidupnya hanya mengumpulkan kayu bakar untuk kemudian

mereka bakar dan membakar tubuh mereka sendiri di neraka nanti, sama seperti diriku.

Malam itu pun kita lewatkan dengan segala cumbu mesra penuh nafsu. Namun, sudah menjadi

kewajibanku untuk tidak menikmati itu. sedikit saja aku merasakan kenikmatan, maka aku akan

termasuk wanita yang tidak biasa memuaskan seorang lelaki hidung belang.

Aku tahu, ternyata Tuhan telah menjemputku pagi itu untuk kembali ke haribaannya melalui

suruhan-Nya, yang kulihat itu ternyata jasadku yang telah aku tinggalkan, malaikat juru pati

mengajakku pergi meninggalkan semua apa-apa yang aku pernah miliki di dunia, termasuk

keluargaku, dan juga Purnama.

13. Namun, nyatanya aku melahirkan bayi perempuan. Wiryo begitu kecewa dan aku begitu merana.

Suatu hari, Wiryo sedang apes di meja judi, dan untuk menyelesaikan masalah ia menjualku ke

seorang germo.

Di usi delapan belas aku sudah rela kehilangan keperawanan. Aku tidak tahu siapa yang melakukan.

Karena pada waktu itu tiga orang bertopeng menyekapku, membawaku ke sebuah tempat yang entah

berada di mana.

Cerpen-cerpen lain pun hampir sama. Kebanyakan masih mengusung

keutamaan maskulinitas dalam alur cerita. Cerpen mengusung faktor pencetus

perempuan terjerumus ke dalam dunia pelacuran, jika bukan faktor ekonomi tentu

faktor psikologis. Tidak jarang kedua faktor tersebut muncul secara bersamaan.

Terkadang, lingkungan terdekat sendiri yang menjerumuskan seorang, atau dari

diri sendiri. Soedjono D. (1977:42) mengatakan bahwa pelacuran muncul dari

aspek biologis manusia berupa sifat-sifat alami tertentu, baik laki-laki maupun

wanita yang kadang-kadang tidak mudah tunduk pada aturan-aturan kultur

masyarakat. Lebih jauh lagi ia menegaskan bahwa pelacuran muncul dari konflik

seksualitas pada laki-laki yang tingkat kematangan seksnya lebih cepat, tetapi

terhadang oleh aturan budaya setempat. Terlebih maraknya kasus konflik rumah

tangga yang ditunjang dengan kondisi lingkungan sekitar (misalnya kota

metropolitan) semakin memuluskan jalan seseorang untuk terjerumus ke dalam

sarang pelacuran. Kesenjangan yang luar biasa juga menjadi beban tersendiri bagi

Page 16: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

16

para pegiat kepentingan di dunia pelacuran, ujung-ujungnya PSK sendiri menjadi

komoditi sapi perah bagi pihak-pihak tersebut (Aditya, 2010:xxxi). Aditya

selanjutnya menyampaikan bahwa relasi kuasa sangat menyudutkan PSK dalam

bisnis seks tersebut karena mereka kerapkali harus mengalah pada keinginan

pihak terkait, seperti pelanggan atau mucikari.

Kesulitan demi kesulitan bagi PSK seolah tiada henti, baik selama ia

menjalani tugas sampai ia menemui ajalnya. Kasus Renata dalam cerpen nomor

(11) merupakan bukti masih kuatnya kesenjangan sosial di antara peliknya

kehidupan masyarakat kota. Renata mati sebagai sampah yang tidak layak dilihat

banyak mata manusia. Kematiannya yang tragis dalam sebuah peristiwa

pembunuhan hanya ditangani oleh aparat keamanan. Kematiannya hanya berita

lokal bagi penduduk Gang H. Zarkasih. Sangat kontras dengan kematian anak

seorang petinggi yang terlibat keributan di sebuah tempat hiburan ibukota. Semua

mata manusia di negeri ini dapat menyaksikan dan mendengar beritanya. Dalam

hal ini, media pun turut berperan untuk melebarkan kesenjangan sosial tersebut.

Tidak semua data menunjukkan penistaan pada eksistensi PSK. Ada pula

cerpen yang menunjukkan bahwa segelintir masyarakat pun dapat menghargai

PSK. Dalam data dimunculkan tokoh orang terdekat, yaitu suami dan kekasih.

Namun, dalam alur cerita, perlakuan baik tersebut harus dibayar mahal dengan

konsep penyerahan diri. PSK sebagai perempuan harus tunduk pada sosok suami

atau kekasih yang bertindak seolah-olah menjadi pahlawan atau malaikat bagi

dirinya, seperti dalam cerpen nomor (6), (8), dan (12).

Penutup

Dari masa ke masa, pembahasan tentang pelacuran cenderung statis.

Pembahasan senantiasa berkaitan dengan faktor pencetus yang menyebabkan

seseorang terjerumus ke dalam dunia pelacuran. Selebihnya, pembahasan akan

berkaitan dengan kesulitan sang PSK dalam menjalankan aktivitasnya serta pada

masa pensiunnya. Stigma negatif yang sudah mengakar—dengan munculnya

berbagai istilah yang mengarah pada aktivitas PSK sebagai wanita penghibur--

dalam masyarakat kita ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, masyarakat yang

berperanan seolah lebih baik, memandang PSK tidak sebagai bagian dari

masyarakat mainstream. Istilah sampah masyarakat pun berlaku seumur hidupnya.

Namun, di sisi lain, eksistensi PSK sangat diperlukan sebagai sapi perah untuk

menutup kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan dalam bisnis tersebut.

Cerpen bertemakan dunia pelacuran pada era 2000-an tidak mengalami perubahan

dari alur cerita dengan tema serupa pada era sebelumnya. Sama halnya dengan

pembahasan tentang dunia pelacuran pada berbagai buku atau artikel lain. Pada

era 2000-an pun kehidupan PSK masih berjalan statis seperti dua sisi mata uang.

Satu bagian merupakan lahan bagi stigma negatif masyarakat. Sementara itu, sisi

Page 17: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

17

yang satu menjadi lahan untuk meraup keuntungan yang banyak dalam dunia

kelam itu. PSK yang digambarkan di dalam cerpen berdasarkan konsep stilistika

feminis Sara Mills tersebut, masih mengalami kesenjangan yang luar biasa di

dalam teks. Sebagai perempuan yang berkiprah dalam dunia berisiko tinggi

tersebut, ia diposisikan pada kondisi yang tidak menguntungkan. Sekalipun ada

pihak yang berusaha untuk memuliakan dirinya, ia tidak memiliki ruang gerak

yang luas serta harus tunduk pada pihak yang bersangkutan, seperti suami atau

kekasih.

Daftar Pustaka

Aditya, Baby Jim. 2010. “Pria Idaman”: Mata Rantai Penularan HIV/AIDS dari

Lokalisasi ke Rumah Tangga” dalam Sedyaningsih-Mamahit, Endang R.

2010. Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak. Jakarta: KPG.

Airy, Yaliati. 2016. “Istriku Seorang Pelacur” dalam

http://fiksiana.kompasiana.com/y.airy/istriku-seorang-

pelacur_57b0aa4279937321190d8184, diunduh 18 Agustus 2016, pukul

14.45 WIB.

Baker, Nick. 2015. “Kisah Dewi: Rumah Pelacuran di Papua” dalam diunduh 1

Oktober 2016, pukur 12:40 WIB.

Jogja, Dgreato. 2011. “Aku Menikahi Pelacur Perawan”

http://www.kompasiana.com/dgreato/aku-menikahi-pelacur-

perawan_5509937ba33311637b2e3a85, diunduh 18 Agustus 2016, pukul

14.17 WIB.

Lubis, Immanuel. 2014. “Salahkah Aku Mencintai Seorang Pelacur?” dalam

http://www.kompasiana.com/immanuelsnotes/salahkah-aku-mencintai-

seorang-pelacur_54f3c0ae745513a22b6c7d7f, diunduh 18 Agustus 2016,

pukul 14.40WIB.

Lucifer. 2014. “Catatan Seorang Pelacur...”

http://www.kompasiana.com/zerolife/catatan-seorang-

pelacur_54f7b2e7a3331182208b47c3, diunduh 18 Agustus 2016, pukul

14.30 WIB.

Sedyaningsih-Mamahit, Endang R. 2010. Perempuan-Perempuan Kramat

Tunggak. Jakarta: KPG.

Soedjono D. 1977. Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan dalam

Masyarakat. Bandung: Karya Nusantara.

Mills, Sara. 1995. Feminist Stylistics. London: Routledge.

Muhammad, Damhuri. 2010. “Ambai-Ambai” dalam PR Minggu edisi 13 Juni

2010, hlm. 23. Bandung: Granesia.

Nyangtu. 2010. “Tiga Perempuan Pelacur”

http://nyangtu.blogspot.co.id/2010/11/cerpen-tiga-perempuan-

pelacur.html, diunduh 18 Agustus 2016, pukul 15.30 WIB.

Pamungkas. 2012. “Pelacur” dalam

https://pamungkas29.wordpress.com/2012/07/07/pelacur-cerpen, diunduh

18 Agustus 2016, pukul 15.25 WIB.

Page 18: Abstraksusastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/11B-Makalah... · hari, antara lain, PSK, waria, DJ, penyiar radio, satpam, wanita pemijat, pedagang ... Melalui narasi

18

Prasetyani, Retno. 2012. “Cerita Seorang Pelacur” dalam

http://www.kompasiana.com/nenonenoo/cerita-seorang-

pelacur_550e84a8813311852cbc655e, diunduh 18 Agustus 2016, pukul

14.25 WIB.

Putranda, Panji. 2014. “Sidi Saleh: Bikin Film Murah yang Tidak Murahan”

dalam http://filmindonesia.or.id/article/sidi-saleh-bikin-film-murah-yang-

tidak-murahan#.V-uJUPQykdU diunduh 28 September 2016, pukul

17.50 WIB.

Riswandi, Bode. 2010. “Pelacur yang Mati di Kali” dalam

http://hminews.com/2010/03/uncategorized/pelacur-yang-mati-di-kali/,

diunduh 18 Agustus 2016, pukul 15.15 WIB.

Saleh, Sidi. 2013. Fitri. Jakarta:.

Sasmita, Fajar. 2012. “Kamulah Seorang Pelacur Terhormat” dalam

http://www.kompasiana.com/fumi46/kamulah-seorang-pelacur-

terhormat_551a30558133112e7f9de0f7, diunduh 18 Agustus 2016, pukul

14.30 WIB.

Simanjuntak, Posma Ramos. 2011. “Ssst (Ternyata) Pelacur Itu Mengajariku”

http://www.kompasiana.com/posmaramossimanjuntak/ssst-ternyata-

pelacur-itu-mengajariku_550a4fe2a33311d11c2e393a, diunduh 18

Agustus 2016, pukul 14.50 WIB.

Sugiarjo, Trubus. 2014. “RIP. (Cerita Seorang Pelacur tentang Kematian Seorang

Pelanggannya)” dalam http://www.kompasiana.com/greentea/r-i-p-cerita-

seorang-pelacur-tentang-kematian-seorang-

pelanggannya_54f99ba8a333110c568b4730, diunduh 18 Agustus 2016,

pukul 14.17 WIB.

Supriyadi. 2014. “Masculine Language in Indonesian Novel: A Feminist Stylistic

on Belenggu and Pengakuan Pariyem” dalam Humaniora, Volume 26, 2

Juni 2014, hlm. 225—234. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wardani, Septian Widya, Purnomo, Daru, dan Lahade, John R. 2013. “Analisis

Wacana Feminisme Sara Mills Program Tupperware She Can! On Radio

(Studi Kasus Pada Radio Female Semarang)” dalam repository.uksw.edu

diunduh 1 Oktober 2016, pukul 16:00 WIB.

Witoratop. 2011. ‘Balada Pelacur dan Pria Tamak Kekasihnya” dalam

http://indonesiaunicef.blogspot.co.id/2015/12/kisah-dewi-rumah-

pelacuran-di-papua.html diunduh 18 Agustus 2016, pukul 14.41 WIB.