Sistem perburuan dan sikap masyarakat terhadap usaha-usaha ...
repository.ipb.ac.id · Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fenomena Perburuan Rente...
Transcript of repository.ipb.ac.id · Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fenomena Perburuan Rente...
1
FENOMENA PERBURUAN RENTE DAN KORUPSI DI
KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT, SEBELUM DAN
SETELAH OTONOMI DAERAH (PERIODE 1998 – 2012)
QIKI QILANG SYACHBUDY
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
3
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fenomena Perburuan
Rente dan Korupsi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Sebelum dan Setelah
Otonomi Daerah (Periode 1998 – 2012) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Qiki Qilang Syachbudy
NIM H14090133
4
5
ABSTRAK
Aktivitas ekonomi perburuan rente (rent seeking economy activity) dan korupsi
merupakan dua masalah yang biasa terjadi di negara-negara berkembang. Baik aktivitas
ekonomi perburuan rente maupun korupsi pada akhirnya akan berdampak terhadap
berkurangnya anggaran belanja pemerintah yang diperuntukkan bagi kesejahteraan
masyarakatnya. Kabupaten Kuningan merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia
yang memiliki status sebagai negara berkembang. Oleh karena itu menjadi hal yang
menarik untuk meneliti fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi yang
ada di Kabupaten Kuningan. Penelitian ini menggunakan rentang waktu antara tahun
1998 – 2012 yang membandingkan antara kondisi sebelum dan sesudah Otonomi Daerah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dan wawancara
mendalam yang kemudian disajikan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan bahwa banyak fenomena aktivitas ekonomi perburuan
rente dan korupsi yang ada di Kabupaten Kuningan. Sektor yang paling dominan terjadi
aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi adalah pada pengadaan barang dan jasa.
Terdapat perbedaan pola aktivitas ekonomi perburuan rente dari yang sebelum Otonomi
Daerah menggunakan pendekatan kekerabatan, menjadi pendekatan balas budi setelah
adanya otonomi daerah. Sedangkan dalam fenomena korupsi yang ada di Kabupaten
Kuningan, terdapat tiga jenis korupsi yang biasa terjadi sesuai dengan undang-undang
yang berlaku. Oleh karena itu maka harus ada kerjasama antara pihak pemerintah,
penegak hukum, dan masyarakat di Kabupaten Kuningan dalam menghadapi masalah
aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi tersebut.
Kata kunci: Aktivitas ekonomi perburuan rente (rent seeking economy activity), Korupsi,
Otonomi Daerah.
ABSTRACT
Rent seeking economy activity and corruption are problems that usually occur in
developing countries. Rent seeking economy activity and corruption will impact on
national budget that is allocated for society prosperous. Kuningan regency is a part of
area in Indonesia as a developing country. Because of that, it becomes interesting to
examine about rent seeking economy activity and corruption that occur in Kuningan
regency. This research uses time range between 1998-2012 that compare the condition
before and after autonomy. The methodology that is used in this research is data
analytical and indepth interview that is presented in the descriptive qualitative
methodology. The result of this research present that there are many cases of rent seeking
economy activity and corruption occur in Kuningan regency. Rent seeking activity and
corruption are occurred in procurement sector. There is difference pattern in the rent
seeking economy activity, that use family relationship pattern before autonomy and
reciprocate pattern after autonomy. Base on Indonesia‟s law, there are three kinds of
corruption that usually occur in Kuningan regency. Because of that, it has to be a
cooperation between government, institution that has competent in law, and society in
Kuningan regency to solve rent seeking economy activity and corruption problems.
Key words: rent seeking economy activity, corruption, autonomy.
6
7
FENOMENA PERBURUAN RENTE DAN KORUPSI DI
KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT, SEBELUM DAN
SETELAH OTONOMI DAERAH (PERIODE 1998 – 2012)
QIKI QILANG SYACHBUDY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
8
Judul Skripsi :Fenomena Perburuan Rente dan Korupsi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Periode 1998 - 2012)
Nama : Qiki Qilang Syachbudy NIM : H14090133
Disetujui,
Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus : -29 OCT 2 1
9
Judul Skripsi :Fenomena Perburuan Rente dan Korupsi di Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat, Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah
(Periode 1998 – 2012)
Nama : Qiki Qilang Syachbudy
NIM : H14090133
Disetujui,
Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph. D.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
10
PRAKATA
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur
kepada Allah SWT atas semua nikmat, cinta, dan kasih sayang yang Ia berikan
sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan. Penulis sampaikan penghargaan
setinggi-tingginya kepada ibunda tercinta Oom Siti Romlah dan kedua ayahanda
tercinta, Ade Syachbudy (Alm.) dan Salam. Terima kasih atas do‟a dan ketulusan
perjuangannya untuk menghantarkan penulis sampai saat ini. Ibu dan Bapak
adalah inspirator penulis sepanjang hayat.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Oyon
Sofyan dan Ibu Dra. Enna Tjintasih yang sudah penulis anggap sebagai orang tua
sendiri. Terima kasih atas segala bantuan dan kasih sayang Ibu dan Bapak selama
penulis kuliah di IPB. Ibu dan Bapak adalah inspirator dan peletak nilai-nilai dasar
perjuangan pada jiwa penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
baik berupa bimbingan, dukungan dan masukan, terutama kepada:
1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. selaku dosen
pembimbing skripsi, atas semua masukan, transfer ilmu, bimbingan dan
arahan serta pendidikan yang sangat berharga bagi penulis selama
penyusunan skripsi ini. Bagi saya Prof. adalah seorang pendidik yang
paripurna.
2. Dr. Alla Asmara, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik atas segala
bimbingan sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam proses kuliah.
3. Bapak Dr. Findi Alexandi dan Ibu Widyastutik, M.Si sebagai dosen penguji
sidang, atas segala kritikan dan masukannya yang membangun sehingga
penulis mendapat tambahan pengetahuan baru serta dapat mengetahui
kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi.
4. Beasiswa BBM dan beasiswa BUMN yang banyak membantu penulis
sehingga penulis bisa leluasa dalam beraktivitas selama berkegiatan sebagai
mahasiswa.
5. Teman-teman IE 46 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima
kasih atas segala persahabatan, kenangan, perjuangan, dan asa untuk
mencapai tujuan.
6. Keluarga besar penghuni Gedung Serbaguna Mahasiswa Islam. Terkhusus
penulis sampaikan terima kasih kepada Sdr. Fadly Sonata Siregar,
Fathurrohman Mangun Yuda, Fuad Habibi Siregar, Erick Saepul Mubarok,
Arifin, Alex Yungan Harahap, Ardiansyah Putra, M. Riza Febriano,
Ruswandi Rinaldo, Naufal Haadi, dan Kang Omon serta para penghuni tidak
tetap seperti Septiadi Yulismar, Ahmad Syarif Mato, dan Abdul Robby
Sjahrir. Terima kasih atas segala rasa persaudaraan dan persahabatannya.
Termasuk terima kasih sudah sering meminjamkan uangnya ketika penulis
sedang pailit.
11
7. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor,
Kakanda/Yunda/Adinda yang telah berjasa membentuk pola pikir, menempa
kekuatan jiwa, dan pembelajaran yang sangat luar biasa. Dari hati yang paling
dalam, penulis bangga telah memiliki saudara dan sahabat seperti kalian.
Memang benar rasanya bahwa “Di HMI, kita berteman lebih dari saudara”.
8. Kawan-kawan dari organisasi Ikatan Santri Pondok Pesantren Al Inayah
(Penulis pernah nyantri selama 1 tahun), DPMKM, Tarung Derajat, KAMMI
(Penulis pernah nge-kos di asrama KAMMI), KMNU, dan IMM. Terima
kasih atas kehangatan persaudaraannya.
9. Terkhusus kepada adik-adikku, yaitu: Yaya Hidayat, Elis Fauzi Nurhasanah,
dan Alisya Fauzi Labibah, terima kasih sudah mendo‟akan A Qiki sehingga
Aa bisa berjalan sejauh ini. Teruslah berjuang dan jangan lupa, ketika sukses
nanti maka sukseskanlah juga orang lain. Jadilah manusia yang banyak
bermanfaat bagi orang lain. Karena iman harus diikuti oleh ilmu, dan ilmu
harus diamalkan.
12
13
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvi
PENDAHULUAN 1
LatarBelakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 8
Pembangunan Ekonomi Wilayah 8
Otonomi Daerah 9
Aktivitas ekonomi perburuan rente (Rent Seeking Economy Activity)
dan Korupsi 13
Aktivitas ekonomi perburuan rente (Rent Seeking Economy Activity) 13
Korupsi 15
Penelitian-Penelitian Terdahulu 18
Kerangka Pemikiran 19
METODOLOGI PENELITIAN 21
Lokasi dan Waktu Penelitian 21
Jenis dan Sumber Data 21
Metode Analisis Data 21
Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap fenomena
Rent Seeking Economy Activity dan korupsi
di Kabupaten Kuningan 22
Keberadaan Aktor yang Melakukan Perilaku Rent
Seeking Economy Activity dan korupsi pada Sebelum
dan Sesudah Otonomi Daerah di Kabupaten Kuningan 23
Jenis – Jenis Korupsi dan Perbedaan Rent Seeking Economy
Activity di Kabupaten Kuningan Sebelum dan Sesudah
Otonomi Daerah. 23
Sebab – Sebab Terjadinya Rent Seeking Economy
Activity dan Korupsi di Kabupaten Kuningan 24
Perkiraan Kebocoran APBD Akibat Adanya Fenomena
Rent Seeking Economy Activity dan Korupsi 24
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25
Perkembangan Wilayah Kabupaten Kuningan 25
Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Kuningan 27
Pendidikan Masyarakat 27
Kesehatan Masyarakat 30
Kesejahteraan Masyarakat 31
14
Investasi 33
Perkembangan Ekonomi di Kabupaten Kuningan 38
HASIL DAN PEMBAHASAN 41
Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Fenomena Rent
Seeking Economy Activity dan korupsi
di Kabupaten Kuningan 41
Keberadaan Aktor yang Melakukan Perilaku Rent Seeking
Economy Activity dan korupsi pada Sebelum dan Sesudah
Otonomi Daerah di Kabupaten Kuningan 45
Uji Beda Pengaruh Korupsi Terhadap APBD di Kabupaten Kuningan 49
Jenis – Jenis Korupsi dan Perbedaan Rent Seeking Economy
Activity di Kabupaten Kuningan Sebelum dan Sesudah
Otonomi Daerah 52
Sebab – Sebab Terjadinya Rent Seeking Economy
Activity dan Korupsi di Kabupaten Kuningan 59
Perkiraan Kebocoran APBD Akibat Adanya Fenomena
Rent Seeking Economy Activity dan Korupsi 66
SIMPULAN 68
SARAN 68
DAFTAR PUSTAKA 70
LAMPIRAN 73
RIWAYAT HIDUP 85
15
DAFTAR TABEL
1. Temuan korupsi berdasarkan aktor yang melakukan korupsi 2
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kuningan dari
tahun ke tahun 4
3. Tahapan-tahapan menuju otonomi daerah 10
4. Daftar kecamatan, jumlah desa, luas wilayah, dan jumlah
penduduk di Kabupaten Kuningan. 26
5. Jumlah penduduk dan persentase pertumbuhan penduduk Kabupaten
Kuningan tahun 1998 - 2011. 27
6. Dana alokasi pendidikan di Kabupaten Kuningan
tahun 2007 - 2011. 28
7. Perkembangan jumlah sekolah di Kabupaten Kuningan
tahun 1998 - 2012. 28
8. Jumlah murid sekolah pada setiap jenjang pendidikan
di Kabupaten Kuningan tahun 1998 - 2012. 29
9. Jumlah guru pada setiap jenjang pendidikan di Kabupaten Kuningan
tahun 1998 – 2012. 29
10. Keberlanjutan siswa dalam melanjutkan sekolah pada
jenjang yang lebih tinggi di Kabupaten Kuningan
tahun 2005 - 2012. 30
11. Besaran dana yang dialokasikan pemerintah Kabupaten
Kuningan untuk kesehatan tahun 2007 - 2013. 30
12. Perkembangan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur
pada sektor kesehatan di Kabupaten Kuningan tahun 1998 -2012. 31
13. Tingkat kesejahteraan di Kabupaten Kuningan
tahun 2004 - 2010. 33
14. Persentase pada setiap golongan kesejahteraan di Kabupaten Kuningan
tahun 2004 - 2010. 33
15. Perkembangan perizinan di Kabupaten Kuningan
tahun 2007 - 2012. 34
16. Daftar perusahaan menengah dan besar yang berinvestasi di Kabupaten
Kuningan tahun 2010 - 2012. 35
17. Data jumlah realisasi investasi di Kabupaten Kuningan
pada tahun 2012. 37
18. Jumlah investasi pada setiap kecamatan di Kabupaten
Kuningan tahun 2012. 37
19. Proporsi pendapatan dan pengeluaran keuangan di Kabupaten Kuningan
tahun 2007 - 2013. 39
20. Pengaruh Otonomi daerah Terhadap Fenomena Rent Seeking Economy
Activity di Kabupaten Kuningan 43
21. Indikator Kinerja Perekonomian Indonesia dari Era Orde Baru sampai
Era Reformasi 44
22. Pengaruh otonomi daerah terhadap fenomena korupsi di kabupaten
kuningan 45
23. Data korupsi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) tahun 2011-2012 47
24. Data yang diperlukan untuk perhitungan uji beda dengan model regresi
16
linear sederhana 50
25. Daftar nama badan usaha yang ditenggarai terjadi aktivitas ekonomi
perburuan rente 51
26. Jenis-jenis fenomena rent seeking economy activity di Kabupaten
Kuningan sebelum dan sesudah otonomi daerah 54
27. Deskripsi dan modus korupsi yang terjadi di Kabupaten Kuningan 55
28. Sebab-sebab terjadinya aktivitas ekonomi perburuan rente
di Kabupaten Kuningan sebelum dan sesudah otonomi daerah 59
29. Sebab-sebab terjadinya korupsi di Kabupaten Kuningan sebelum dan
sesudah otonomi daerah 61
30. Data ICOR tahun 2008 di Pulau Jawa dan Bali 72
DAFTAR GAMBAR
1. Pola Komunikasi Antara Pusat dan Daerah 12
2. Pola Baru Hubungan Pemerintah dan Masyarakat 12
3. Kerangka Pemikiran Penulisan Skripsi 20
4. Peta Kabupaten Kuningan 25
5. Grafik proporsi distribusi PDRB dari berbagai sektor ekonomi 39
6. Grafik laju pertumbuhan ekonomi pada berbagai sektor di Kabupaten
Kuningan tahun 1998 - 2011. 40
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data perusahaan pemenang tender di Kabupaten Kuningan tahun
anggaran 2012-2013 73
2. Laju Pertumbuhan Ekonomi dari Tahun 1998 Sampai Tahun
2011 Atas Dasar Harga Konstan 76
3. Distribusi Persentase Setiap Sektor Ekonomi dari Tahun 1998 Sampai
Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan 78
4. Perhitungan uji coba model regresi sederhana korupsi dan aktivitas
perburuan rente di Kabupaten Kuningan 80
5. Daftar Informan yang Diwawancarai 81
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peralihan kepemimpinan di Indonesia dari Orde Lama ke Orde Baru terjadi
pada saat-saat sulit. Sebagai contoh, sampai saat berakhirnya pemerintahan
Presiden Soekarno di tahun 1967, inflasi sudah mencapai 650%. Sektor pertanian
tetap menjadi andalan utama, tanpa sesuatu terobosan produksi yang membawa
rakyat keluar dari lingkaran kemiskinan. Pengangguran di kota-kota semakin
meningkat dan investasi asing hampir tidak ada. Oleh karena itu, ketika
pemerintahan Orde Baru dibentuk, Soeharto segera menghimpun para teknokrat
ekonomi dalam pemerintahannya dan mendeklarasikan pembangunan sebagai
misi utamanya.1
Dalam mengimplementasikan misi utamanya tersebut maka pemerintahan
Orde Baru menerapkan sistim yang sentralistik guna menjamin pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah negara Indonesia. Tujuan utama dari sistim yang
sentralistik tersebut adalah untuk memudahkan dalam pengukuran hasil
pembangunan. Namun demikian, keadaan yang sentralistik tersebut akhirnya
semakin memberatkan pemerintah pusat karena beban energi yang dikeluarkan
untuk mengurus manajemen pembangunan nasional menjadi sangat besar.
Sementara pemerintah daerah hanya sebatas menunggu kebijakan dari pemerintah
pusat. Semakin beratnya beban yang dipikul oleh pemerintahan Orde Baru ini
yang kemudian menjadi latar belakang dari munculnya butir pasal 11 ayat 1
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 yang menyatakan bahwa titik berat otonomi
daerah diletakkan pada daerah tingkat II.
Namun demikian, sampai pada awal 1990-an, amanah yang berada pada
pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tersebut tidak terealisasi.
Pemerintah daerah masih dalam kondisi bergantung kepada pemerintah pusat. Hal
ini terlihat dari kegagalan pemerintah Indonesia dalam menghadapi krisis pada
tahun 1997. Penyebab utamanya adalah karena pemerintah pusat masih sibuk
dengan urusan dalam negeri sehingga kurang bisa fokus terhadap ancaman-
ancaman ekonomi global.
Kurangnya ketahanan ekonomi dari pemerintahan derah inilah yang
kemudian menjadi dasar pemikiran untuk membentuk Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun
1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan
kedua undang-undang inilah maka pada bulan Januari tahun 2001 seluruh daerah
yang sudah merasa siap sudah bisa untuk menjalankan otonomi daerah versi baru.
Namun demikian, dalam perjalanannya, kedua undang-undang ini dirasa
banyak memiliki kelemahan, terutama yang berkaitan dengan peraturan tentang
pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. Sistem pemilihan kepala daerah
inilah yang kemudian menjadi indikasi terhadap banyaknya kasus pidana korupsi
di pemerintahan daerah.
1 Ryaas Rasyid, MA dalam Desentralisasi & Otonomi Daerah. (Jakarta: LIPI Press, 2005), hlm.
6.
18
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Partnership for Governance
Reform (PGR) yang bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada (UGM)
menunjukkan hasil bahwa lingkungan sekitar Kantor Bupati/Walikota/Gubernur
dan DPRD menempati lima besar urutan dengan intensitas korupsi tertinggi2. Dan
jika dilihat dari aktor yang melakukan korupsi maka diperoleh data pada tabel 1.
Tabel 1. Data temuan korupsi berdasarkan aktor yang melakukan korupsi
Aktor Jumlah Terdakwa
Anggota DPRD 162
Swasta 48
Staf BUMN 30
Staf Dinas 17
Kepala Dinas 15
Anggota KPUD 12
Bupati 11
Kepala Sekolah/Pejabat Kampus 9
Kepala/Staf Pertanahan 8
Staf Bea Cukai 7
Lurah/Camat 7
Staf Pemkab 7
Walikota/Wakil Walikota 6
Sekda Walikota 5
Staf Departemen 5
Ketua/Wakil KUD 3
Staf Ahli Walikota/Bupati 3
Kepala Kantor Departemen 2
Kepala Bagian Pemkab 2
Jaksa 2
Anggota Partai Politik 2
Gubernur 2
Militer 1
KP2LN 1
BPKD 1
Sekda Bupati 1
Kepala Rumah Sakit 1
Kabiro Provinsi 1
Kepala Bapeda 1
Pegawai Pos 1
Jumlah 373
Sumber: Independent Report: Corruption Assessment and Compliance United
Nation Convention against Corruption (UNCAC)-2003 in Indonesian
Law By Indonesia Corruption Watch (ICW), hlm. 23.
Berdasarkan data yang ada di tabel 1 maka terlihat bahwa para aktor korupsi
banyak yang terlibat pada level pemerintahan daerah mulai dari tingkat gubernur
2 Sumber: Dokumen PGR & PSKK UGM yang dimuat dalam Independent Report: Corruption
Assessment and Compliance United Nation Convention against Corruption (UNCAC)-2003 in
Indonesian Law By Indonesia Corruption Watch (ICW), hlm. 11
19
sampai pada tingkat Lurah/Kepala Desa. Melihat fakta dari keadaan seperti itulah
maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 33 tahun
2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999. Melalui Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 inilah maka ditetapkan bahwa pemilihan kepala
daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat sehingga diharapkan bisa
mengurangi peluang-peluang praktik-praktik korupsi di daerah dan diharapkan
bisa mengakomodir seluruh aspirasi masyarakat untuk ikut menentukan pemimpin
daerahnya.
Munculnya Undang-Undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 tidak serta merta
menjamin kesejahteraan bagi daerah-daerah yang ada di Indonesia. Jika dilihat
secara makro, menurut data UNDP tahun 2011, Human Development Index (HDI)
Indonesia masih termasuk ke dalam golongan Medium Human Development
dengan angka rata-rata lama sekolah sekitar 5,8 tahun, angka harapan hidup
sekitar 69,4 tahun, dan pendapatan per kapita per tahun sebesar $ 3.716. Meskipun
seperti data yang diperlihatkan oleh BPS, secara umum angka HDI terus
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Trend kenaikan indeks HDI ini terus
meningkat mulai dari tahun 1999 sebesar 64,3 sampai pada tahun 2010 sebesar
72,7 3.
Begitu pula halnya dengan kondisi kemiskinan dan ketenagakerjaan, data
Indonesia secara makro menyebutkan bahwa ada trend membaik dari tahun ke
tahun. Persentase kemiskinan mengalami perbaikan, dari data sekitar 16,58% pada
tahun 2007 sampai pada sekitar 12,49% pada tahun 2011. Begitupun dengan
kondisi ketenagakerjaan, jumlah penduduk yang menganggur dari dua tahun
terakhir mengalami perbaikan, yaitu sebanyak 7.700.086 orang di tahun 2011
menjadi 7.614.241 di tahun 2012 4.
Namun demikian, data-data yang selalu mengalami kondisi trend secara
keseluruhan di Indonesia tidak serta merta diikuti oleh masing-masing kondisi
daerah di masing-masing provinsi dan kabupaten di seluruh wilayah. Menurut
data pada bulan Oktober tahun 2012, wilayah Indonesia terdiri dari 33 provinsi,
399 kabupaten, dan 98 kota 5. Masing-masing wilayah tersebut memiliki kondisi
dan tantangan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung kepada kondisi Sumberdaya
alam, Sumberdaya sosial, dan faktor kepemimpinan di masing-masing wilayah
tersebut.
Seperti di daerah Jawa Barat, beberapa kondisi seperti HDI, jumlah
kemiskinan, infrastruktur, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, pengangguran terbuka
mengalami penambahan dari tahun 2011 sebanyak 1.901.843 jiwa menjadi
sebesar 1.969.006 jiwa pada tahun 2012. Wilayah Provinsi Jawa Barat yang terdiri
dari 17 kabupaten dan 9 kota kemudian memiliki karakteristik yang berbeda-beda
pula keadaannya 6. Seperti di Kabupaten Kuningan, pertumbuhan ekonomi selalu
mengalami trend naik, tetapi kondisi ketenagakerjaan terjadi pasang surut dari
3 BPS: Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional tahun 1996 - 2010. (sumber:
www.bps.go.id) 4 BPS: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi tahun 2007-2011. 5 BPS: Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi bulan Oktober 2012, hal. 56
6 BPS: Booklet Jawa Barat dalam Angka 2010
20
tahun ke tahun. Padahal trend Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Kuningan selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, seperti yang
diperlihatkan oleh data pada tabel 2.
Tabel 2. Data Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kuningan dari tahun ke
tahun.
Tahun Bagian Pendapatan
Asli Daerah (Rp)
1998-1999 30.038.671.760
1999-2000 6.543.224.749
2000 5.626.262.000
2001 12.095.000.000
2002 16.496.870.000
2003 20.511.180.000
2004 24.947.354.910
2005 31.148.900.000
2006 35.040.920.000
2007 37.415.404.000
2008 45.679.000.000
2009 52.748.000.000
2010 70.927.000.000
2011 79.210.000.000
2012 88.198.000.000
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) (diolah)
Berdasarkan data pada tabel 2 maka kenaikan PAD idealnya diikuti oleh
peningkatan kualitas masyarakat Kabupaten Kuningan. Namun demikian, kualitas
masyarakat Kabupaten Kuningan seperti halnya jalan di tempat. Hal inilah yang
menjadi dasar dari penulisan skripsi ini, yaitu mencari permasalahan yang
menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak ideal tersebut. Fakta lain dari kondisi
kenaikan PAD yang tidak diimbangi oleh pembangunan yang signifikan adalah
dengan masuknya Kabupaten Kuningan pada peringkat E dalam dalam hal faktor
ekonomi daerah (peringkat 131) dan faktor tenaga kerja (peringkat 152)
berdasarkan pemeringkatan 169 kabupaten yang dilakukan oleh Komite
Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah (KPPOD)7.
Fenomena korupsi dan aktivitas ekonomi perburuan rente (rent seeking
economy activity) merupakan dua hal yang digunakan sebagai dasar untuk
memahami kondisi pembangunan di Kabupaten Kuningan. Secara luas, korupsi
didefinisikan sebagai usaha untuk mencari keuntungan pribadi melalui jabatan
yang dimiliki8. Berlainan dengan korupsi, aktivitas ekonomi perburuan rente (rent
seeking) dapat diartikan sebagai proses pelaku ekonomi, baik secara individu
maupun kelompok, untuk meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi
7 Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah (KPPOD), Daya Saing Investasi
Kabupaten/Kota di Indonesia, 2005: Persepsi Dunia Usaha: Peringkat 169 Kabupaten dan 59
Kota di Indonesia, Metodologi dan Temuan Utama (Jakarta: KPPOD, 2005), hlm. 66 – 69. 8 Robert Klitgaard, Ronald Maclean-Abaroa dan H. Lindsey Parris, Penuntun Pemberantasan
Korupsi dalam Pemerintahan Daerah (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 3
21
pemerintah9. Namun demikian, baik korupsi maupun aktivitas ekonomi perburuan
rente memiliki suatu persamaan dalam hal sama-sama melakukan aktivitas untuk
mengalokasikan Sumberdaya hanya kepada individu atau kelompok tertentu saja
sehingga akan mengabaikan keadilan di dalam sebuah masyarakat. Hanya saja ada
perbedaan objek diantara keduanya dimana objek dari aktivitas korupsi adalah
berupa ekonomi, sedangkan objek dari aktivitas ekonomi perburuan rente adalah
kebijakan.
Aktivitas korupsi dan aktivitas ekonomi perburuan rente menjadi hal yang
sangat penting untuk dikaji karena pada kedua aktivitas ini sangat merugikan
dalam proses pembangunan daerah, yakni mengabaikan kesejahteraan
masyarakatnya. Secara luas, pembangunan mencakup masalah efisiensi alokasi
Sumberdaya produktif yang langka serta berkesinambungan dalam pertumbuhan
dari waktu ke waktu. Pembangunan juga memberi perhatian kepada mekanisme-
mekanisme ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan10
. Pembangunan
perekonomian di daerah Kabupaten Kuningan menjadi menarik karena terdapat
dua kali periode kepemimpinan bupati Aang Hamid Sugandha pada tahun 2003-
2008 dan 2008-2013 setelah sebelumnya dipimpin oleh Bupati Arifin
Setiamihardja pada periode 1998-2003 dan Bupati Yeng DS Partawinata pada
periode 1993-1998. Perbandingan masing-masing kondisi pembangunan yang
dilakukan pada setiap masa kepemimpinan tersebut, yang dilihat dari program
kerja, kebijakan (peraturan daerah), dan output-nya, akan memberikan
pemahaman tentang cara-cara dan orientasi aktor-aktor politik tersebut dalam
mengusahakan pembangunan di Kabupaten Kuningan. Melalui pendekatan
tersebut maka akan terlihat pula tentang adanya gejala korupsi dan aktivitas
ekonomi perburuan rente dalam wilayah birokrat pada masing-masing periode
kepemimpinan.
Tentu saja perbandingan kondisi di setiap pembangunan tersebut akan
berkaitan dengan masalah otonomi daerah. Mulai dari sebelum otonomi daerah,
yaitu pada kepemimpinan Yeng DS Partawinata, kemudian berlakunya Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999 pada masa Arifin Setiamihardja, dan sampai pada
masa berlakunya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pada masa pemerintahan
Aang Hamid Sugandha. Dengan semakin baiknya iklim demokrasi di Indonesia,
disertai kewenangan dan keuangan yang semakin bertambah kepada pemerintah
daerah selayaknya memberikan keleluasaan kepada daerah untuk memajukan
masyarakatnya.
Namun demikian, dalam setiap kepemimpinan (baik sebelum maupun
setelah otonomi daerah), selalu ada faktor penghambat dalam perjalanan
kepemimpinannya. Ada dua faktor penghambat, yakni korupsi dan aktivitas
ekonomi perburuan rente. Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk
dibahas mengenai fenomena korupsi dan aktivitas ekonomi perburuan rente yang
terjadi di Kabupaten Kuningan pada era sebelum dan sesudah otonomi daerah.
9 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi (Malang:
Bayumedia Publishing, 2010), hlm. 140 10
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan (Jakarta:
Erlangga, 2006), hlm. 11.
22
Perumusan Masalah
Pada dasarnya setiap pemerintahan di dunia ini selalu bertujuan
mengembangkan perekonomiannya sedemikian rupa sehingga taraf hidup bangsa
yang bersangkutan meningkat. Taraf hidup yang lebih tinggi itu dicerminkan oleh
adanya dua kata penting yaitu masyarakat yang adil dan makmur 11
.
Namun demikian, adanya faktor manusia sebagai subjek yang menjalankan
roda pemerintahan baik di ranah eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan
roda pemerintahan terdapat berbagai penyimpangan. Aktivitas ekonomi perburuan
rente dan korupsi merupakan dua permasalahan yang sering terjadi di kalangan
eksekutif dan legislatif di Indonesia12
. Hal inilah yang kemudian membuat
pembangunan di Indonesia tidak mengalami kemajuan yang signifikan.
Pelaksanaan pembangunan umumnya masih banyak penyimpangan dalam
pemerintahan nasional di Indonesia, termasuk dalam pemerintahan tingkat
kabupaten. Pasca pemerintahan Orde Baru pemerintahan daerah terus menerus
mendapatkan kewenangan yang semakin besar dalam rangka kesejahteraan
masyarakatnya masing-masing. Adanya peralihan dari sistem yang sentralistik
kepada otonomi daerah itulah yang kemudian membawa konsekwensi besar
terhadap tata kelola pemerintahan daerah.
Pasca berjalannya otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
seluruh Indonesia mengalami peningkatan yang tajam. Dalam kaitan
pemerintahan di Kabupaten Kuningan, terdapat beberapa pertanyaan diantaranya:
1. Apakah ada indikasi aktivitas ekonomi perburuan rente dan perilaku korupsi
di Kabupaten Kuningan pada waktu sebelum dan sesudah Otonomi Daerah?
2. Apakah ada perbedaan pola aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi
di Kabupaten Kuningan pada waktu sebelum dan sesudah Otonomi Daerah?
3. Sektor-sektor mana sajakah yang terindikasi adanya perilaku aktivitas
ekonomi perburuan rente dan korupsi di Kabupaten Kuningan pada waktu
sebelum maupun setelah adanya Otonomi Daerah?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti:
1. Fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente dan perilaku korupsi di
Kabupaten Kuningan pada waktu sebelum dan sesudah Otonomi Daerah.
2. Perbedaan pola aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi di Kabupaten
Kuningan pada waktu sebelum dan sesudah Otonomi Daerah.
3. Sektor-sektor yang terindikasi adanya perilaku aktivitas ekonomi perburuan
rente dan korupsi di Kabupaten Kuningan pada waktu sebelum maupun
setelah adanya Otonomi Daerah.
11
Suparmoko, Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah (Yogyakarta: Andi
Yogyakarta, 2002), hlm. 1. 12
Data dapat dilihat dari bagian latar belakang.
23
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup perbandingan situasi pada periode
kepemimpinan di Kabupaten Kuningan antara rentang waktu 1998-2012 yang di
dalamnya sangat berkaitan dengan program otonomi daerah. Faktor-faktor yang
akan digunakan sebagai bahan perbandingan adalah data time series mengenai
Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD), infrastruktur, Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Human Development Index (HDI), pengangguran,
investasi, data korupsi, data dari LPSE, Produk Domestik Bruto (PDB),
Pendapatan Asli Daerah (PAD), kemiskinan, pertumbuhan rata-rata, dan ditambah
dengan penelitian terhadap peraturan daerah (Perda) yang dibuat pada periode
sebelum dan sesudah otonomi daerah. Sehingga pada akhirnya, setelah
membandingkan data-data tersebut, maka dapat diteliti dengan menggunakan
pendekatan Ilmu Ekonomi Politik dan Pembangunan mengenai keberadaan
perilaku aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi pada periode sebelum dan
sesudah otonomi daerah.
24
TINJAUAN PUSTAKA
Aktivitas korupsi dan aktivitas ekonomi perburuan rente merupakan dua hal
yang mengganggu dalam proses pembangunan di dalam suatu wilayah. Hal ini
terjadi karena kedua aktivitas tersebut menyebabkan kebijakan ekonomi yang
dibuat oleh pemerintah menjadi salah sasaran atau bahkan menyebabkan
kebijakan ekonomi yang dibuat tersebut sebagai kebijakan yang tidak pro
terhadap keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Program Otonomi Daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah sebuah garis waktu pembeda yang sangat menarik untuk dikaji
dalam berbagai sudut pandang permasalahan sehingga dapat dilihat efek manfaat
dari adanya otonomi daerah terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakat secara
umum. Dalam proses pembangunan ekonomi dalam suatu wilayah, kebijakan
ekonomi pemerintah berperan sangat penting. Namun demikian, kebijakan
ekonomi pemerintah tersebut bisa menjadi sesuatu yang mengganggu masyarakat
jika dalam proses pembuatan kebijakan maupun implementasinya, dijalankan
dengan tidak memperhatikan aspek keadilan dan kebutuhan masyarakat. Aktivitas
ekonomi perburuan rente merupakan hal yang dapat mempengaruhi proses
kebijakan pemerintah, sedangkan aktivitas korupsi adalah hal yang dapat
mengganggu imlementasi kebijakan pemerintah sehingga manfaat pembangunan
tidak sampai kepada masyarakat.
Oleh karena itu, dalam membahas topik permasalahan ini penulis akan
menguraikan beberapa teori yang dianggap relevan dengan pokok pembahasan.
Teori-terori tersebut seperti: teori otonomi daerah, teori pembangunan ekonomi
wilayah, teori kebijakan ekonomi pemeritah, teori rent seeking economy activity,
dan teori korupsi.
Pembangunan Ekonomi Wilayah
Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal yang penting dalam
meningkatkan kesejahteraan di dalam masyarakat. Melalui pembangunan
ekonomi inilah maka dibuat indikator-indikator kesejahteraan sehingga
pertumbuhan ekonomi tidak lagi menjadi hal yang paling dominan dalam
menentukan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan ekonomi memiliki arti yang jauh lebih luas dan mencakup
perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
Pembangunan merupakan proses transformasi yang menurut perjalanan waktu
ditandai oleh perubahan struktural, yaitu perubahan pada landasan kegiatan
ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karena itu, pada dasarnya, inti dari pembangunan ekonomi adalah adanya
proses transformasi (sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier) sehingga
akan menyebabkan perubahan struktural.13
13
Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik, dan Solusi bagi
Indonesia dan Negara Sedang Berkembang (Bogor: IPB Press, 2010), hlm. 3
25
Di negara sedang berkembang, isu pembangunan ekonomi menjadi hal yang
menarik untuk dikaji. Hal ini tidak terlepas karena masih adanya ketimpangan
ekonomi yang sangat mencolok diantara individu di dalam masyarakat.
Ketimpangan ekonomi itulah yang kemudian sering menjadi pemicu dalam
ketidakstabilan kehidupan di dalam sebuah masyarakat.
Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan
berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja berupa
ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan, antar golongan
pendapatan, tetapi juga ketimpangan antardaerah, yakni antar daerah pedesaan dan
daerah perkotaan. Kemudian juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan
regional.14
Permasalahan ketimpangan pembangunan tersebut, diperlukan peran
pemerintah dalam perubahan struktural yang ada di masyarakat. Ruang lingkup
tindakan sangat luas dan menyeluruh. Menurut Prof. Lewis15
lingkup itu
mencakup penyelenggaraan pelayanan umum, menentukan sikap, membentuk
lembaga-lembaga ekonomi, menentukan penggunaan sumber, menentukan
distribusi pendapatan, mengendalikan jumlah uang, mengendalikan fluktuasi
uang, menjamin kesempatan kerja penuh dan menentukan laju investasi. Namun
demikian, tugas terpenting dari pemerintah adalah mengatasi perbedaan sosial dan
menciptakan situasi psikologis, ideologis, sosial dan politik yang menguntungkan
bagi pembangunan ekonomi.16
Melihat peran pemerintah yang strategis dalam upaya pembangunan suatu
wilayah maka diperlukan suatu birokrasi pemerintah yang baik karena birokrasi
pemerintah merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pemberian
pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itulah diperlukan birokrasi
pemerintah yang netral dari berbagai kepentingan selain kepentingan rakyat
banyak.17
Bahasan mengenai birokrasi pemerintahan menjadi hal yang menarik di
Kabupaten Kuningan karena, dalam dua periode kepemimpinan terakhir, terdapat
komposisi keterwakilan anggota legislatif dari beberapa partai yang memiliki
keterwakilan signifikan di DPRD18
. Dengan demikian, menjadi hal yang menarik
untuk diteliti mengenai perilaku aktor pemerintahan dalam proses pembangunan
ekonomi wilayah, termasuk di Kabupaten Kuningan.
Otonomi Daerah
Otonomi daerah (Otda) merupakan sebuah jawaban atas beragamnya
masyarakat yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setelah
Indonesia mengalami sistem pemerintahan yang sentralistik pada zaman
14
Dumairy, Perekonomian Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996), hlm. 62 15
ML. Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004), hlm. 432 16
Ibid, hlm. 431. 17
Damanhuri, op. cit., hlm. 137 18
Menurut sumber sekretariat DPRD Kab. Kuningan tercatat bahwa khususnya pada periode
kepemimpinan 2008 – 2013 terdapat tiga partai yang kalau dijumlahkan memiliki persentase
suara lebih dari 50%. Partai-partai tersebut adalah: PDIP (28%), Golkar (14%), dan Demokrat
(14%).
26
pemerintahan Orde Baru, kemudian muncullah sistem yang lebih demokratis
dimana pemerintah daerah diberikan kekuasaan yang luas untuk memajukan
daerahnya dengan cara melibatkan masyarakat secara maksimal untuk menggali
segala potensi yang ada baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
Secara sederhana, otonomi daerah dapat dipahami sebagai sebuah proses
devolusi dalam sektor publik dimana terjadi pengalihan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan kata
lain, dalam konteks Indonesia, otonomi daerah diartikan sebagai proses
pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.19
Sistem desentralisasi atau yang lebih dikenal sebagai otonomi daerah di
Indonesia pada saat ini pada dasarnya memuat aturan mengenai desentralisasi
politik, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal. Dalam hal politik,
pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memutuskan sendiri apa yang
menurutnya penting dan dibutuhkan masyarakatnya, termasuk contoh dalam hal
ini adalah dengan adanya sistem pemilihan langsung dalam menentukan kepala
daerah. Mengenai administrasi, undang-undang otonomi daerah mengatur bahwa
secara administrasi, wilayah di Indonesia dibagi menjadi kawasan daerah dan
kawasan pusat yang masing-masing wilayah itu meskipun memiliki fungsi yang
berbeda namun memiliki fungsi koordinasi yang saling berkaitan. Melalui
desentralisasi administrasi ini, bukan saja diatur mengenai mana kawasan pusat
dan mana kawasan daerah tetapi juga diatur pula mengenai tata cara dalam
berkoordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Selain
desentralisasi di bidang politik dan bidang administrasi, desentralisasi di bidang
fiskalpun dipandang penting karena menyangkut bagaimana cara pemerintah
daerah dalam mengelola sumberdaya yang dimilikinya. Desentralisasi fiskal ini
menyangkut pemberian kewenangan menggali sumber pendapatan, hak menerima
transfer dari pemerintah pusat, dan menentukan belanja rutin dan investasi.
Berdasarkan sejarahnya, sistem otonomi daerah yang ada pada saat sekarang
ini merupakan kelanjutan dari tahap-tahap sebelumnya. Berikut adalah tabel 3
yang memuat peraturan-peraturan sebagai tahap-tahap yang pada akhirnya
melahirkan sistem otonomi daerah seperti sekarang ini.
Tabel 3. Tahapan-tahapan menuju otonomi daerah.
Period
Effective Law Basic Proportion
Dutch
Occupation
(1903-1942)
Decentralisation act
1903
Formation of local councils with little
administrative autonomy
Decentralisation act
1922
More autonomy to locals government
and application of De-concentration
System
Japanese
Occupation
(1942-1945)
Japanese Order 1942
Re-continuation or reapplication of
Dutch administration system and
pushing De-concentration system
applied
Proclamation Law No. 1/1945 Formally ended and former
19
Said M. Mas‟ud, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia (Malang: UMM Press, 2008), hlm. 6
27
of
independence
(1948-1965)
decentralization laws and emphasing
on De-concentration function.
After
Independence
(1948-1965)
Law No. 22/1948
Emphasis on Decentralisation and the
increasing role and assignment to the
Head of Regions (District and
provinces)
Law No. 1/1957 Emphasis on Deconcentration
President Edict 6/1959
Emphasis on Deconcentration. The
head of Regions appointed by the
Central Government.
Law No. 18/1965 Emphasis on Decentralisation. The
formation of Local Government.
New Order
Era (1965-
1998)
Law No. 5/1974
The Central Domination over the
Regions and application of pseudo
Decentralisation with a tight control.
Reform Era
(2001-now)
Law No.22&25/1999
Formally enhance a Devolution
compare to the previous system and
the larger role of local governments.
Law No.32&33/2004
The Central Government give a bigger
power to people of Region to chose
their leader.
Sumber: Said M. Mas‟ud, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia (Malang:
UMM Press, 2008), hlm. 72.
Berdasarkan tabel 3 maka terlihat sebuah evolusi dimana sistem otonomi
daerah yang baru itu diajukan sebagai kelanjutan dari agenda politik otonomi
daerah yang lebih luas. Para perancang dari Undang-Undang yang baru itu
menganggap bahwa otonomi daerah akan sangat mendukung kebebasan daerah
untuk membangun pemerintahannya sendiri yang mandiri (self sustaining
government) dengan memperhatikan dan dengan mengikuti prinsip konsultasi
dengan sistem pemerintahan pusat dan hak-hak tradisional di daerah istimewa
seperti yang dinyatakan oleh Undang-Undang Dasar 1945.20
Perubahan terhadap sistem otonomi daerah itulah yang pada akhirnya
menyebabkan perubahan pola komunikasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
20
Ibid, hlm. 73.
28
Sebelum Desentralisasi
Sesudah Desentralisasi
Gambar 1. Pola Komunikasi Antara Pusat dan Daerah
Sumber: Said M. Mas‟ud, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia (Malang:
UMM Press, 2008), hlm. 128.
Selain adanya perubahan komunikasi seperti yang terlihat pada gambar 1,
sistem otonomi daerah ini juga kemudian memberikan dampak terhadap adanya
perubahan pola baru hubungan pemerintah dan masyarakat.
Sebelum Desentralisasi
Sesudah Desentralisasi
Gambar 2. Pola Baru Hubungan Pemerintah dan Masyarakat
Sumber: Said M. Mas‟ud, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia (Malang:
UMM Press, 2008), hlm. 134.
Central Gov.
Citizen/NG
Os
Gov.
Agency Gov.
Agency
Citizen/NG
Os
Central Gov.
Local
Government
Central Governm
ent
Province
Regency/
City
Central Governm
ent
Province
Regency/
City
Association
Association
29
Sistem otonomi daerah ini pada dasarnya menghendaki adanya peningkatan
partisipasi masyarakat karena dengan otonomi daerah, kebijakan yang diambil
pemerintah daerah akan lebih dekat dengan masyarakatnya. Bukti-bukti mengenai
meningkatnya partisipasi masyarakat ditunjukkan oleh meningkatnya akses publik
ke pemerintah daerah dalam bentuk berkembangnya ruang publik yang bersamaan
dengan menurunnya keterlibatan militer dalam urusan pemerintah.21
Khususnya di Kabupaten Kuningan, keberadaan otonomi daerah telah
banyak mempengaruhi berjalannya roda pemerintahan. Pola-pola perilaku antar
komponen di masyarakatpun kemudian mengalami perubahan. Dengan adanya
otonomi daerah ini kemudian masyarakat, melalui arahan pemerintah daerah,
dituntut untuk berperan aktif dalam mengusahakan kebutuhannya sendiri dengan
cara mengembangkan potensi-potensi daerahnya tersebut.
Aktivitas ekonomi perburuan rente (Rent Seeking Economy Activity)
dan Korupsi
Secara sederhana, korupsi telah dianggap sebagai salah satu bentuk
perburuan rente (rent seeking). Ini dipandang sebagai sarana khusus oleh pihak
swasta maupun pemerintah yang berusaha untuk mengejar kepentingan dalam
kompetisi untuk perlakuan istimewa. Dalam kasus seperti ini, biasanya perilaku
perburuan rente kemudian diikuti oleh perilaku korupsi berupa penyalahgunaan
jabatan (abuse of power). Namun demikian, tidak semua korupsi itu adalah
perilaku perburuan rente, dan tidak semua perilaku perburuan rente adalah
korupsi.22
Dalam makna korupsi yang mencakup peburuan rente ekonomi maka
dapat dipahami bahwa korupsi dapat terjadi karena perilaku perburuan rente dari
badan pemerintah dan perusahaan yang berusaha membuat kebijakan/regulasi dari
sebuah proses politik yang pada akhirnya menciptakan peluang untuk korupsi23
.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan mengenai aktivitas ekonomi
perburuan rente dan korupsi.
Aktivitas ekonomi perburuan rente (Rent Seeking Economy Activity)
Rente merupakan sebuah kegiatan yang biasa terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, karena pada dasarnya rente adalah proses seseorang mendapatkan
keuntungan setelah melakukan suatu aktivitas ekonomi baik berupa penyewaan
(rent), menanamkan modal, maupun dengan menjual tenaga dan jasanya (upah).
Hal ini sesuai dengan teori ekonomi klasik yang memandang bahwa rente sebagai
sebuah aktivitas positif yang dapat memacu kegiatan ekonomi secara simultan24
.
21
Ibid, hlm. 137. 22
Airin Nuraini, Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia: Studi
Kasus: Mekanisme Dugaan Korupsi APBD di Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2011, Tesis,
Pasca Sarjana IPB, 2013, hlm. 47. 23
Riyanto, Korupsi dalam Pembangunan Wilayah: Suatu Kajian Ekonomi Politik dan Budaya,
Disertasi, Pascasarjana IPB, 2008, hlm. 14-15. 24
Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi (Malang:
Bayumedia Publishing, 2010), hlm. 140
30
Namun demikian, makna aktivitas ekonomi perburuan rente (rent seeking
economy activity) dimaknai sebagai sebuah aktivitas ekonomi yang negatif karena
menurut asumsi awal yang dibangun dari teori ekonomi politik, menyebutkan
bahwa setiap kelompok kepentingan (self interest) berupaya untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dengan upaya (effort) yang sekecil-
kecilnya25
. Melalui asumsi awal yang dibangun itulah maka bisa dianalisis
mengenai perilaku para pelaku ekonomi, baik pengusaha, politisi, dan kelompok
kepentingan yang kemudian menggunakan proses lobi untuk menggapai
keuntungan yang sebesar-besarnya. Melalui lobi inilah maka akan berdampak
pada proses pengambilan keputusan khususnya di dalam pemerintahan. Proses
para pelaku ekonomi, baik secara individu maupun kelompok, untuk
meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi pemerintah itulah yang
kemudian di dalam ilmu ekonomi politik disebut sebagai kegiatan mencari rente
(rent seeking)26
. Namun demikian, perilaku perburuan rente juga bukan hanya
dimiliki oleh pihak pengusaha, tapi juga pemerintah (eksekutif/birokrasi dan
legislatif)27
.
Hal yang kemudian menarik untuk dianalisis adalah mengenai penyebab
adanya rent seeking economy activity yaitu mengenai adanya halangan masuk
(barrier to entry) bagi pelaku ekonomi dalam meningkatkan persaingan
(competition). Adanya halangan masuk inilah yang akan mengakibatkan setiap
pelaku bisnis untuk berupaya sekuat tenaga memengaruhi pemerintah atau pihak
lain yang dianggap bisa membantunya untuk memasuki pasar28
. Oleh karena itu,
untuk mencegah munculnya pemburu rente, salah satunya adalah dengan
membuat regulasi yang memungkinkan pasar berjalan sempurna, yakni melalui
peniadaan halangan masuk bagi pelaku ekonomi dan peningkatan persaingan29
.
Namun demikian, perilaku aktivitas ekonomi perburuan rente juga dilakukan oleh
pihak pemerintah. Hal ini disebabkan karena mahalnya biaya politik yang
dikeluarkan untuk keperluan kampanye partai politik. Sumber-sumber pendanaan
yang berasal dari subsidi negara ataupun sumbangan korporasi adalah sesuatu
yang patut untuk dicurigai karena membuka peluang bagi praktik-praktik yang
merupakan daerah abu-abu/koruptif. Secara implisit, asumsi dari pendapat ini
adalah bahwa politisi-politisi dari partai politik adalah berkarakter sebagai rent
seeker yang selalu bertujuan memperkaya diri sendiri.30
Kasus yang terjadi di Indonesia, misalnya dalam pemerintahan Orde Baru,
kegiatan rent seeking tersebut bisa ditelusuri dari persekutuan bisnis besar dengan
birokrasi pemerintah sehingga menimbulkan keuntungan seperti monopoli
maupun lisensi impor. Hal lain yang terjadi kemudian adalah penguasaan terhadap
perusahaan perusahaan swasta yang sebagaian besar dikuasai oleh mereka yang
memiliki hubungan pribadi khususnya dengan elit pemerintah31
. Munculnya
penyimpangan dalam proses perekonomian di Indonesia terutama pada masa Orde
25
Ibid, hlm. 140. 26
Ibid, hlm. 140. 27
Nuraini, op. cit., hlm. 41. 28
Yustika, op. cit., hlm. 144. 29
Buchanan dalam Ahmad Erani Yustika, hlm. 144 30
Nuraini, op. cit., hlm. 42-43. 31
Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-1992 (Jakarta:
Gramedia, 2008), hlm. 189
31
Baru diakui karena tidak adanya kontrol yang kuat dari masyarakat. Dalam kata
lain, peran civil society pada saat itu masih lemah32
.
Namun demikian, setelah berakhirnya masa Orde Baru dan semakin
terbukanya arus informasi kepada masyarakat, semakin memudahkan masyarakat
dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah melalui kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkannya. Keadaan seperti ini pada akhirnya semakin
menguatkan keberadaan civil society di masyarakat yang kemudian secara
langsung atau tidak langsung berdialog dengan pemerintah mengenai kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkannya sehingga kegiatan pencarian rente ini akan bisa
dikurangi.
Penguatan dari civil society (selain penghapusan barrier to entry dan
meningkatkan persaingan) inilah yang kemudian harus diusahakan di setiap
wilayah pemerintahan daerah sehingga akan tercipta good governance yang
kemudian berimplikasi kepada semakin baiknya pelayanan yang dihasilkan guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Korupsi
Korupsi merupakan sebuah permasalahan serius di dalam sebuah
masyarakat. Dengan adanya permasalahan korupsi maka akan timbul
ketidakadilan ekonomi karena hal ini akan menyebabkan terakumulasinya
sumberdaya hanya pada segelintir orang saja. Dengan demikian, distribusi
sumberdaya ekonomi tidak sampai kepada seluruh masyarakat. Fenomena hal
seperti inilah kemudian pada akhirnya bukan saja akan merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, tetapi juga menghambat pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. Pada
akhirnya, kegiatan korupsi ini akan menyebabkan sumberdaya yang tidak
produktif sehingga akan berimplikasi kepada kondisi perekonomian di masyarakat
yang kurang produktif.
Secara luas korupsi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk mencari
keuntungan pribadi melalui jabatan yang dimiliki. Korupsi berarti memungut uang
bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang
untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Seseorang dapat dikatakan korupsi jika
tidak melaksanakan tugas karena lalai atau tidak disengaja33
. Hal ini senada
dengan definisi korupsi menurut Transparency International, yaitu perilaku
pejabat publik, baik politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya,
dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka34
.
32
Munawar Sholeh, Kuasa Rakyat: Meniti Jalan Demokrasi untuk Keadilan dan Kesejahteraan
Rakyat (Jakarta: Institute for Public Education [IPE], 2004), hlm. 3 33
Robert Klitgaard, Ronald Maclean-Abaroa dan H. Lindsey Parris, Penuntun Pemberantasan
Korupsi dalam Pemerintahan Daerah (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 3 34
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahami Dulu, Baru Lawan!: Buku Panduan Kamu Buat
Ngelawan Korupsi (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi), hlm. 7
32
Secara teori, penjelasan korupsi dengan sederhana dapat dijelaskan melalui
rumus sebagai berikut35
:
Keterangan:
C : Corruption (Korupsi)
M : Monopoly power (kekuatan monopoli)
D : Discretion by officials (wewenang pejabat)
A : Accountability (akuntabilitas)
Melalui rumus diatas dapat dijelaskan bahwa timbulnya korupsi diakibatkan
oleh tidak adanya akuntabilitas terhadap kekuatan monopoli atas barang atau jasa
yang bisa dengan leluasa memutuskan siapa yang berhak mendapatkan barang
atau jasa itu dan berapa banyaknya. Situasi tidak adanya akuntabilitas terhadap
kekuatan monopoli itulah yang biasanya akan menimbulkan kasus korupsi.
Dewasa ini korupsi sudah menjadi masalah global yang terjadi di sektor
pemerintah terutama paling banyak dijumpai di tingkat lokal, dalam pemerintah
daerah36
. Hal ini terjadi karena pemerintahan daerah dianggap sebagai sasaran
empuk bagi koruptor dan elit-elit lokal untuk menguasai sumber-sumber ekonomi
daerah. Banyaknya kasus korupsi di tingkat pemerintah daerah juga disebabkan
oleh sistem administrasi pemerintah daerah yang biasanya lebih lemah, gaji
pegawai lebih rendah, dan jumlah pegawai yang lebih banyak daripada
pemerintah pusat37
.
Secara umum korupsi memiliki banyak jenisnya, dari jenis korupsi yang
tradisional (seperti sogok, upeti, perkoncoan, premanisme, nepotisme, dst) sampai
jenis korupsi bentuk baru (seperti kolusi birokrat-pengusaha, kolusi bankir-
pengusaha, mafia peradilan, penggelapan pajak, komersialisasi jabatan, kick-back
dan mark-up proyek-proyek, rekayasa finansial, monopoli-oligopoli serta
monopsoni-oligopsoni komoditas strategis, dst).38
Namun demikian, menurut
perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, definisi korupsi secara jelas telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999
jo. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,
korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-
pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan pidana penjara karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok
sebagai berikut:39
35
Ibid, hlm. 29. 36
Ibid, hlm. 1. 37
Teten Masduki dalam kata pengantar di buku Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam
Pemerintahan Daerah (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. xxiii 38
Damanhuri, op. cit., hlm.128. 39
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Memahami untuk Membasmi: Buku Saku untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006), hlm. 4
C = M + D - A
33
1. Kerugian Keuangan Negara:
- Pasal 2
- Pasal 3
2. Suap menyuap
- Pasal 5 ayat (1) huruf a
- Pasal 5 ayat (1) huruf b
- Pasal 13
- Pasal 5 ayat (2)
- Pasal 12 huruf a
- Pasal 12 huruf b
- Pasal 11
- Pasal 6 ayat (1) huruf a
- Pasal 6 ayat (1) huruf b
- Pasal 6 ayat (2)
- Pasal 12 huruf c
- Pasal 12 huruf d
3. Penggelapan dalam jabatan:
- Pasal 8
- Pasal 9
- Pasal 10 huruf a
- Pasal 10 huruf b
- Pasal 10 huruf c
4. Pemerasan:
- Pasal 12 huruf e
- Pasal 12 huruf f
- Pasal 12 huruf g
5. Perbuatan curang:
- Pasal 7 ayat (1) huruf a
- Pasal 7 ayat (1) huruf b
- Pasal 7 ayat (1) huruf c
- Pasal 7 ayat (1) huruf d
- Pasal 7 ayat (2)
- Pasal 12 huruf h
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan:
- Pasal 12 huruf i
7. Gratifikasi:
- Pasal 12 B jo. Pasal 12 C
Khususnya di Kabupaten Kuningan, sebagai salah satu daerah yang berada
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memiliki potensi
yang sama seperti daerah-daerah yang lain dalam adanya indikasi keberadaan
kasus korupsi sesuai dengan definisi perundang-undangan di atas. Hal ini
kemudian menjadi sangat penting untuk diteliti untuk kemudian ditemukan solusi
sehingga dana APBD yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dapat
dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan masyarakat.
34
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi merupakan hal
yang sangat penting untuk dikaji karena kedua aktivitas tersebut dapat
menyebabkan kerugikan bagi masyarakat. Oleh karena itu, sampai saat ini, sudah
banyak kajian yang dilakukan oleh para akademisi dalam hal memahami masalah
yang terjadi sehingga pada akhirnya akan ditemukan sebab-sebab yang
memengaruhi adanya perilaku aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi
disertai dengan solusi untuk mengatasi masalah aktivitas ekonomi perburuan rente
dan korupsi tersebut.
Khusus mengenai permasalahan korupsi, menurut Seto40
, melalui
penelitiannya tentang fenomena korupsi di delapan negara kawasan ASEAN,
memaparkan mengenai faktor penyebab dan cara mengurangi kejahatan korupsi
tersebut. Hasil dari penelitiannya itu menyebutkan bahwa ada beberapa faktor
penyebab sehingga fenomena korupsi semakin meningkat di kawasan negara-
negara ASEAN. Beberapa faktor penyebabnya tersebut diantaranya adalah
kebebasan politik (demokrasi), kebebasan fiskal, kebebasan berpolitik, hak sipil,
hak bersuara, dan akuntabilitas. Oleh karena itu, untuk mengurangi kejahatan
korupsi tersebut maka diperlukan adanya perbaikan dari sisi ekonomi dan dari sisi
kualitas pemerintahan. Beberapa faktor yang dapat mengurangi kejahatan korupsi
dari sisi ekonomi seperti kebebasan berbisnis, pembelanjaan pemerintah untuk
barang publik, kebebasan moneter, dan terjaminnya hak kepemilikan individu dan
GDP per kapita. Sedangkan dari sisi kualitas pemerintahan, beberapa hal yang
dapat mengurangi kejahatan korupsi diantaranya adalah stabilitas politik, kualitas
regulasi, penegakan aturan hukum, dan kontrol pemerintah terhadap korupsi.
Selain korupsi, fenomena yang terjadi dalam sebuah negara demokrasi
adalah adanya aktivitas ekonomi perburuan rente (rent seeking economy activity).
Salah satu kasus aktivitas ekonomi perburuan rente yang terjadi adalah kasus pada
lahan parkir Pasar Slipi Jakarta Barat.Melihat kasus tersebut, Amelia41
menyebutkan bahwa aktivitas ekonomi perburuan rente merupakan aktivitas yang
hanya akan merugikan banyak pihak secara tidak langsung. Adanyaaktivitas
ekonomi perburuan rente ini pada akhirnya merugikan Pemerintah Daerah dan
masyarakat DKI Jakarta karena dana yang seharusnya masuk ke kas daerah, hanya
dapat dinikmati oleh beberapa kalangan saja. Pada kasus ini, supernormal profit
yang diterima oleh Forkabi selaku pengelola lahan parkir merupakan salah satu
indikasi adanya aktivitas ekonomi perburuan rente karena keuntungan di atas
normal itu tidak masuk ke dalam kas daerah melainkan hanya dinikmati oleh
Forkabi dan para anggotanya.
Kasus lain dari adanya aktivitas ekonomi perburuan rente ini terjadi pada
kasus pembebasan lahan di kawasan Segitiga Emas Jakarta42
. Berbeda dengan
kasus aktivitas ekonomi perburuan rente di lahan parkir Pasar Slipi yang ditandai
40 Ario Seto, Korupsi, Kesejahteraan Sosial dan investasi: Studi Empiris di Delapan Negara
Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009, Skripsi, Sarjana IPB, 2012, hlm. 81. 41 Rizki Amelia, Fenomena Aktivitas Ekonomi Aktivitas ekonomi perburuan rente dalam Kegiatan
perparkiran di DKI Jakarta: Studi Kasus Lahan Parkir Pasar Slipi Jakarta Barat, Skripsi,
Sarjana IPB, 2010, hlm. 85. 42
Penelitian mencakup wilayah Jl. Jend. Sudirman, Jl. M.H. Thamrin, Jl. H.R Rasuna Said, dan Jl.
Gatot Subroto Jakarta.
35
dengan adanya supernormal profit, adanya kasus aktivitas ekonomi perburuan
rente di kawasan Segitiga Emas Jakarta ini ditandai dengan adanya biaya transaksi
yang dikeluarkan pengembang (developer) untuk proses perizinan melalui
kekuasaan pemerintah. Menurut Rachmi43
, aktivitas ekonomi perburuan rente ini
selalu menjadi bagian dalam proses pembebasan lahan dan penguasaan lahan di
daerah Segitiga Emas Jakarta tersebut.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini berusaha
untuk mengkaji fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi secara
bersama-sama. Hal ini karena pada hakikatnya, baik korupsi maupun aktivitas
ekonomi perburuan rente merupakan aktivitas yang menyebabkan terganggunya
pembangunan di suatu wilayah. Pada intinya, kedua aktivitas tersebut berusaha
untuk mengalihkan sumberdaya publik agar teralokasi kepada sebagian golongan
saja tanpa memperhatikan keadilan dan kepentingan masyarakat secara umum.
Menilai bahwa fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi sudah
menjadi permasalahan hampir di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka dari itu penelitian ini memilih fokus pada salah satu wilayah,
dalam hal ini penulis memilih Kabupaten Kuningan, sebagai objek penelitian.
Sehingga lebih jauhnya melalui penelitian ini, pada akhirnya bisa untuk menelaah
dan memahami permasalahan serupa di seluruh wilayah Indonesia.
Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi wilayah merupakan hal yang sangat penting dalam
rangka pembangunan nasional. Melalui kemajuan pembangunan ekonomi di
setiap wilayah pada akhirnya akan mewujudkan kemajuan secara nasional.
Khususnya di Negara Indonesia, salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi wilayah adalah melalui kebijakan otonomi daerah yang
pada intinya memberikan tambahan kewenangan lebih luas kepada pemerintah
daerah dalam mengelola potensi daerahnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sekitar.
Namun demikian, otonomi daerah bukanlah satu-satunya variabel yang bisa
memengaruhi pembangunan di suatu wilayah. Faktor Sumberdaya manusia
(SDM) merupakan hal yang sangat penting sebagai aktor yang menjalankan
kebijakan tersebut. Kurang baiknya kualitas Sumberdaya manusia pada akhirnya
akan menimbulkan sebuah moral hazard di dalam sebuah proses pembangunan
ekonomi wilayah. Aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi merupakan dua
bentuk moral hazard yang sering terjadi hampir di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk salah satunya adalah Kabupaten
Kuningan. Adanya aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi di suatu
wilayah pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Oleh karena
itu diperlukan sebuah antisipasi kebijakan dari pemerintah untuk mencegah
terjadinya aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi. Hal ini dapat dijelaskan
melalui bagan kerangka penulisan skripsi pada gambar 3.
43 Andromeda, Dampak Penguasaan Lahan dan Pembangunan Properti Terhadap Masalah Sosial
Ekonomi Masyarakat di Kawasan Segitiga Emas Jakarta, Skripsi, Sarjana IPB, 2008, hlm. 86.
36
Gambar 3. Kerangka penulisan skripsi.
Pembangunan Ekonomi di
Kabupaten Kuningan
Terdapat masalah Aktivitas
Ekonomi Perburuan Rente
(rent seeking economy
activity) dan korupsi
Rekomendasi kebijakan
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
Sistem pemerintahan yang
sentralistik
Pendapatan dan belanja daerah
ditentukan oleh pusat
Adanya desentralisasi fiskal
Daerah menentukan pendapatan
dan belanja daerah
APBD
Kebocoran APBD
37
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah bagian yang penting dalam sebuah karya
ilmiah karena berisi uraian tahapan penelitian atau rancangan penelitian (research
design) untuk menjawab permasalahan yang dibahas dalam sebuah penelitian44
.
Dalam penelitian ini, penulis melaksanakannya di Kabupaten Kuningan Jawa
Barat dalam rentang waktu antara bulan Februari sampai Juli 2013. Jenis dan
sumber data yang akan digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer
akan dihasilkan melalui wawancara mendalam (indepth interview) sedangkan data
sekunder akan didapat melalui instansi-instansi yang berkaitan baik dengan cara
mencari melalui internet atau langsung mendatangi kantor dari instansi-instansi
tersebut. Setelah data-data terkumpul maka dilakukan proses pengolahan dan
analisis data melalui analisis deskriptif dengan menggunakan grafik atau tabel
Berikut adalah uraian secara detail mengenai rancangan penelitian yang akan
penulis gunakan dalam proses menjawab permasalahan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kuningan yang berada pada wilayah
Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi secara sengaja dengan pertimbangan
wilayah Kabupaten Kuningan merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang
terkena dampak dari kebijakan sistem otonomi daerah. Penelitian di lapangan
dilaksanakan bulan Februari – Juli 2013.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode wawancara
mendalam (indepth interview) dengan para tokoh-tokoh terkait di Kabupaten
yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada periode waktu pemerintahan
antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2012. Para informan dipilih berdasarkan
representative keterwakilan dari berbagai unsur di dalam struktur masyarakat yang
ada di Kabupaten Kuningan.
Data sekunder didapat berdasarkan kebutuhan penelitian yang meliputi data-
data yang tersedia di instansi-instansi terkait baik yang level daerah, nasional,
maupun internasional.
Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan merupakan analisis deskriptif dan kualitatif.
Penelitian ini dilakukan dengan menyajikan data-data yang relevan dengan
44
Bambang Juanda, Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis (Bogor: IPB Press, 2009), hlm. 197
38
keberadaan kasus korupsi yang sudah diproses di pengadilan dan keberadaan
fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente yang terjadi di Kabupaten Kuningan.
Aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi merupakan dua hal yang
sering terjadi di negara-negara sedang berkembang. Seperti halnya di Kabupaten
Kuningan, jumlah APBD yang selalu bertambah pada setiap tahunnya tidak
membawa kemajuan pembangunan yang signifikan, sehingga hal ini
menimbulkan sebuah indikasi akan keberadaan adanya fenomena aktivitas
ekonomi perburuan rente dan korupsi. Indikasi adanya perilaku aktivitas ekonomi
perburuan rente dan korupsi ini menjadi penting untuk diteliti karena akan
berdampak kepada pembangunan yang tidak sejalan dengan rencana pemerintah.
Dengan demikian, aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi tersebut akan
merugikan masyarakat.
Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Fenomena Rent Seeking Economy
Activity dan Korupsi di Kabupaten Kuningan.
Fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente (rent seeking economy
activity) dan korupsi merupakan dua aktivitas yang biasanya melibatkan pihak
pemerintah. Untuk membuktikan keberadaan aktivitas ekonomi perburuan rente
dan korupsi di Kabupaten Kuningan maka selain menelusuri data-data yang ada
(yang mencakup data-data sebelum dan sesudah otonomi daerah) juga dibutuhkan
informan yang akurat. Oleh karena itu, dilakukan wawancara mendalam kepada
informan-informan yang bukan saja mengetahui masalah aktivitas ekonomi
perburuan rente dan korupsi tetapi juga mewakili masing-masing komponen yang
ada di Kabupaten Kuningan. Informan-informan itu seperti berasal dari akademisi,
pejabat birokrasi, politisi, pelaku usaha, dan tokoh masyarakat yang menunjang.
Sebagai perwakilan dari berbagai latar belakang informan yang sudah
diwawancara tersebut maka diambil satu orang informan dengan sengaja
mengutip kalimat hasil wawancaranya. Untuk menguatkan statement informan
tersebut maka dikuatkan oleh sumber dari data sekunder yang relevan dan bisa
dipertanggungjawabkan.
Pengambilan informan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling.
Purposive sampling merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan mengambill
orang-orang yang dipilih dengan cermat oleh peneliti sehingga relevan dengan
rancangan riset45
. Teknik ini dilakukan karena peneliti ingin mengambil informasi
persepsi masyarakat secara menyeluruh melalui metode keterwakilan pada setiap
komponen yang ada di masyarakat. Selain menggunakan purposive sampling, di
dalam penelitian ini juga akan menggunakan teknik snowball sampling. Snowball
sampling merupakan suatu cara pengambilan sampel secara berantai. Dalam
penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan
orang tersebut dirasa kurang lengkap informasinya maka peneliti mencari orang
lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh
orang sebelumnya. Pada tingkat operasionalnya melalui teknik sampling ini,
informan yang relevan di interview, diminta untuk menyebutkan informan
45
HM. Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumberdaya Manusia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004),
hlm. 63
39
lainnya46
. Teknik snowball sampling ini berguna untuk melengkapi informasi
sehingga asas keterwakilan akan lebih baik.
Keberadaan Aktor yang Melakukan Perilaku Rent Seeking Economy Activity
dan korupsi pada Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah di Kabupaten
Kuningan.
Aktor-aktor yang melakukan perilaku rent seeking economy activity dan
korupsi dinilai sangat penting keberadaannya untuk diketahui karena pada
dasarnya, para aktor inilah yang memiliki akses terhadap kekuasaan, dan aktor ini
pulalah yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Aktor-aktor korupsi didapat
dari institusi terkait seperti Kepolisian dan Kejari yang sudah ada keputusan
tentang perkaranya untuk kemudian dianalisis tentang adanya keterkaitan antara
pelaku secara lebih luas lagi dengan melalui wawancara mendalam dengan
menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling kepada para
informan yang berkompeten untuk menjawab.
Sedangkan keberadaan aktor yang melakukan rent seeking economy activity
dianalisis dari aktivitas rent pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
lalu kemudian ditelusuri melalui wawancara mendalam dengan metode purposive
sampling dan snowball sampling untuk mendapatkan informasi apakah ada
aktivitas perburuan rente atau tidak.
Jenis – Jenis Korupsi dan Perbedaan Rent Seeking Economy Activity di
Kabupaten Kuningan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah.
Jenis-jenis korupsi yang ada di Kabupaten Kuningan di analisis dengan
menggunakan perspektif hukum yang terdapat dalam Undang – Undang Nomor
31 Tahun 1999 jo. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001. Data yang
digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis korupsi ini didapat dari kasus
korupsi yang ada pada Kepolisian dan Kejari ditambah dengan beberapa hasil
wawancara dari informan dengan menggunakan metode purposive sampling dan
snowball sampling. Data-data tersebut kemudian dikuatkan oleh literatur yang
berasal dari surat kabar dan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan
demikian maka diharapkan akan bisa secara rinci menganalisis mengenai jenis-
jenis korupsi yang ada di Kabupaten Kuningan secara menyeluruh.
Adanya perbedaan rent seeking economy activity sebelum dan sesudah
otonomi daerah dapat dianalisis melalui analisis literatur yang ada seperti dari
disertasi dan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemudian
ditambah dengan hasil wawancara dari informan terkait dengan metode purposive
sampling dan snowball sampling sehingga diharapkan akan didapat informasi
yang komprehensif.
46
Satori, Djam‟an dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,
2011), hlm. 48.
40
Sebab – Sebab Terjadinya Rent Seeking Economy Activity dan Korupsi di
Kabupaten Kuningan.
Adanya fenomena rent seeking economy activity dan korupsi yang
dilakukan oleh para aktornya di Kabupaten Kuningan tidak terlepas adanya sebab-
sebab yang mendorongnya. Dalam hal ini, banyak hal yang menjadi pendorong
seperti misalnya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan kelompoknya.
Alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya rent seeking economy activity dan
korupsi juga bisa disebabkan oleh berbagaimacam faktor. Untuk mendapatkan
informasi yang menyeluruh mengenai sebab-sebab terjadinya rent seeking
economy activity dan korupsi maka penelitian ini mengambil sumber-sumber
sekunder yang relevan baik yang berasal dari buku, surat kabar, internet, dan tesis.
Kemudian informasi tersebut ditambah dengan hasil wawancara dengan informan
yang relevan dengan menggunakan metode purposive sampling dan snowball
sampling sehingga ditemukan hasil yang menyeluruh mengenai sebab-sebab
terjadinya rent seeking economy activity dan korupsi yang terjadi di Kabupaten
Kuningan.
Perkiraan Kebocoran APBD Akibat Adanya Fenomena Rent Seeking
Economy Activity dan Korupsi.
Aktivitas rent seeking economy activity dan korupsi di Kabupaten Kuningan
pada dasarnya akan berpengaruh terhadap kebocoran APBD di Kabupaten
Kuningan itu sendiri. Dengan adanya kebocoran APBD tersebut mengindikasikan
akan adanya penyalahgunaan APBD yang tadinya diperuntukkan bagi masyarakat
tetapi kemudian disalahgunakan untuk kepentingan individu atau golongan. Untuk
mengetahui besaran kebocoran APBD yang disebabkan oleh fenomena korupsi
dan aktivitas ekonomi perburuan rente maka akan digunakan teknik pengumpulan
data melalui penelusuran dokumen dari hasil pelaporan BPK dan data-data
mengenai besaran uang yang dikorupsi berdasarkan kasus yang ditangani oleh
pihak kepolisian dan kejaksaan. Selain itu kemudian akan menggunakan
pendekatan teori ICOR (Harrod-Domar) yang dapat merefleksikan produktivitas
kapital yang pada akhirnya menyangkut pertumbuhan ekonomi yang dicapai,
dengan rumus ICOR=I/ΔY, dimana I=ΔK (Perubahan kapital) dan ΔY adalah
perubahan output. Investasi (I) yang dimaksud adalah investasi yang ditanam oleh
swasta maupun pemerintah, besarnya investasi fisik yang direalisasikan pada
suatu tahun tertentu dicerminkan dengan besarnya Pembetukan Modal Domestik
Bruto (PMTB). Sehingga kemudian rumus yang digunakan adalah ICOR= PMTBt
/ PDRBt-PDRBt-1.47
47 Nuraini, op. cit.,, hlm. 173.
41
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Perkembangan Wilayah dan Perkembangan Kependudukan di Kabupaten
Kuningan.
Kabupaten Kuningan secara geografis terletak antara 06045‟ Lintang Selatan
sampai dengan 07013‟ Lintang Selatan dan 108
023‟ Bujur Timur sampai dengan
108047‟ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah :
- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon
- Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa
Tengah
- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis
- Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka
Luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71
km2. Wilayah barat dan selatan merupakan dataran tinggi yang terletak di bawah
Gunung Ciremai ( 3.078 m dpl), yang subur dengan endapan vulkanis serta kaya
akan Sumberdaya air, baik berupa sungai, waduk, maupun mata air. Sedangkan
wilayah timur dan utara merupakan dataran rendah. Kondisi ini menjadikan
Kabupaten Kuningan cukup potensial untuk pengembangan sektor pertanian serta
sektor pariwisata.48
Gambar 4 adalah peta Kabupaten Kuningan.
Gambar 4 Peta Kabupaten Kuningan
Sumber: Pemerintah Kabupaten Kuningan
48
Sumber: Kuningan Dalam Angka (KDA) tahun 2012.
42
Secara administratif, pada tahun 1998 wilayah Kabupaten Kuningan terdiri
dari 19 (sembilan belas) kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 369 desa.
Namun kemudian wilayah administratif tersebut mengalami pemekaran sehingga
pada tahun 2000 – 2001 menjadi 29 (dua puluh sembilan) kecamatan dengan 370
desa dan pada tahun 2003 – 2004 berkembang lagi menjadi 32 kecamatan dengan
jumlah desa sebanyak 376 desa. Daftar ke-32 kecamatan tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4. Daftar kecamatan, jumlah desa, luas wilayah, dan jumlah penduduk di
Kabupaten Kuningan
Kecamatan Desa/
Kelurahan
Luas Wilayah Penduduk (orang)
Km2 % Jumlah %
Darma 19 51,71 4,33 58.958 4,60
Kadugede 12 18,22 1,52 30.271 2,36
Nusaherang 8 18,21 1,52 22.117 1,73
Ciniru 9 49,88 4,17 23.791 1,86
Hantara 8 35,49 2,97 15.991 1,25
Selajambe 7 36,73 3,07 15.474 1,21
Subang 7 47,58 3,98 20.906 1,63
Cilebak 7 42,50 3,55 13.176 1,03
Ciwaru 12 52,17 4,36 35.710 2,79
Karangkancana 9 65,35 5,46 24.099 1,88
Cibingbin 10 70,91 5,93 43.722 3,41
Cibeureum 8 47,09 3,94 23.309 1,82
Luragung 16 47,74 3,99 54.038 4,22
Cimahi 10 38,77 3,24 37.324 2,91
Cidahu 12 42,22 3,53 47.179 3,68
Kalimanggis 6 20,90 1,75 29.808 2,33
Ciawigebang 24 60,61 5,07 101.610 7,93
Cipicung 10 21,37 1,79 34.723 2,71
Lebakwangi 13 19,81 1,66 49.823 3,89
Maleber 16 57,48 4,81 50.052 3,90
Garawangi 17 29,96 2,51 43.711 3,41
Sindangagung 12 13,12 1,10 40.127 3,13
Kuningan 6 30,06 2,51 112.109 8,75
Cigugur 5 35,37 2,96 49.161 3,84
Karamatmulya 14 16,99 1,42 48.874 3,81
Jalaksana 15 37,09 3,10 53.105 4,14
Japara 10 27,19 2,27 22.910 1,79
Cilimus 13 35,41 2,96 57.424 4,48
Cigandamekar 11 22,31 1,87 37.204 2,90
Mandirancan 12 35,03 2,93 28.771 2,24
Pancalang 13 19,24 1,61 30.213 2,36
Pasawahan 10 49,24 4,11 26.097 2,04
Jumlah 376 1.195,71 100,00 1.281.787 100,00
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 2012 (diolah)
Dilihat dari data perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Kuningan,
tercatat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Kuningan selalu mengalami
penambahan sejak tahun 1998 sampai tahun 2011. Berikut adalah datanya pada
tabel 5.
43
Tabel 5. Tabel jumlah penduduk dan persentase pertumbuhan penduduk
Kabupaten Kuningan tahun 1998 - 2011
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 1998 - 2011 (diolah)
Berdasarkan data jumlah penduduk Kabupaten Kuningan pada tabel 5 yang
semakin bertambah maka hal ini dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi
pembangunan di segala bidang yang berada di dalam lingkup wilayah Kabupaten
Kuningan.
Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Kuningan
Pendidikan Masyarakat
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di
suatu wilayah. Hal ini mengingat bahwa fungsi dari pendidikan itu sendiri yang
pada hakikatnya mencetak Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas yang
kemudian menjadi aktor sekaligus objek dalam upaya pemerintah untuk
membangun masyarakat sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Khususnya di Kabupaten Kuningan, sektor pendidikan menjadi salah satu
prioritas pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya keuangan yang
dialokasikan pemerintah daerah untuk pendidikan yang dijelaskan pada tabel 6:49
49
Data yang penulis dapat hanya dari rentang tahun 2007 sampai tahun 2013.
Tahun Jumlah Penduduk Persentase Pertumbuhan
Penduduk (%)
1998 949452
1999 959879 1.1
2000 981709 2.2
2001 989672 0.8
2002 998863 0.9
2003 1010134 1.1
2004 1015054 0.5
2005 1069448 5.1
2006 1089620 1.9
2007 1102354 1.2
2008 1111760 0.8
2009 1145597 3.0
2010 1276826 10.3
2011 1281787 0.4
44
Tabel 6. Tabel dana alokasi pendidikan di Kabupaten Kuningan tahun 2007 - 2011
Tahun Besaran Dana yang
Dialokasikan Besaran APBD
Persentase
Terhadap APBD
2007 294.451.597.700 758.644.645.968,20 38,8%
2008 383.000.492.600 849.515.200.890 45%
2009 447.553.872.000 913.909.173.717 48,9%
2010 586.018.086.100 1.137.779.624.077,11 51,5%
2011 707.465.540.255 1.305.726.048.986 54,2%
2012 744.771.456.903 1.451.109.067.403 51,3%
2013 827.369.762.114 1.608.493.933.819 51,4%
Sumber: Peraturan daerah pemerintah Kabupaten Kuningan tahun 2007 – 2013
(diolah)
Sedangkan dari sektor kuantitas fisik pembangunan pendidikan (dilihat dari
jumlah sekolah, jumlah murid, dan jumlah guru), maka dapat dilihat bahwa
perkembangan pembangunan pendidikan formal di kabupaten dapat dicermati
melalui data pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Perkembangan jumlah sekolah di Kabupaten Kuningan tahun 1998 -
2012
Tahun Jumlah Sekolah
TK MI SD MTs SMP SMA+SMK MA
1998 108 - 714 - 61 35 -
1999 108 - - - - - -
2000 108 - 793 - 62 36 -
2001 121 - 708 - 63 38 -
2002 120 - 716 - 63 38 -
2003 149 - 705 - 69 43 -
2004 148 - 703 - 72 45 -
2005 173 78 703 45 74 50 17
2006 183 78 183 45 74 50 17
2007 179 77 179 45 80 54 15
2008 211 78 211 46 80 54 15
2009 210 78 211 46 87 58 16
2010 212 79 210 48 88 57 17
2011 222 82 212 50 90 58 17
2012 222 82 222 50 90 58 17
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 1998 – 2012 (diolah)
Dilihat perkembangan jumlah sekolah di Kabupaten Kuningan maka hampir
boleh dikatakan bahwa tidak ada perkembangan secara signifikan yang terjadi
selama periode waktu 1998-2013. Perkembangan dalam sektor pendidikan ini
dapat dilihat pula dari jumlah murid dan jumlah guru sekolah pada setiap jenjang
pendidikan yang juga menunjukkan tidak adanya perkembangan. Berikut pada
tabel 8 adalah data-data yang menunjukkannya.
45
Tabel 8. Jumlah murid sekolah pada setiap jenjang pendidikan di Kabupaten
Kuningan tahun 1998 - 2012
Tahun Jumlah Murid
TK MI SD MTs SMP SMA+SMK MA
1998/1999 3124 - 118248 - 34636 23292 -
1999/2000 - - 122438 - 44053 25456 -
2000/2001 - - 115144 - 33818 23826 -
2001/2002 3677 - 112504 - 32828 24054 -
2002/2003 4203 - 112253 - 32376 23454 -
2003/2004 3520 - 109166 - 32546 22827 -
2004/2005 - - - - - - -
2005/2006 4608 10437 106989 11676 35170 24128 2272
2006/2007 6021 10409 112098 12880 37382 23741 2429
2007/2008 6494 7764 110697 8809 42045 23836 3007
2008/2009 7327 10558 112396 13685 40111 28594 2484
2009/2010 7853 - - - - - -
2010/2011 7832 10781 111777 14807 41016 30657 2622
2011/2012 8334 11190 110614 15361 40080 32619 -
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 1998 – 2012 (diolah)
Tabel 9. Jumlah guru pada setiap jenjang pendidikan di Kabupaten Kuningan
tahun 1998 – 2012
Tahun Jumlah Guru
TK MI SD MTs SMP SMA+SMK MA
1998/1999 246 - 5032 - 1601 1213 -
1999/2000 - - - - - - -
2000/2001 107 - 10168 - 2224 1367 -
2001/2002 365 - 4325 - 1570 1366 -
2002/2003 319 - 5059 - 1667 1375 -
2003/2004 361 - 10805 - 1286 1014 -
2004/2005 - - - - - - -
2005/2006 521 673 5318 996 1929 1113 334
2006/2007 685 670 5966 996 2020 1667 324
2007/2008 648 714 6284 1088 2198 1342 326
2008/2009 649 724 6587 1029 2196 1821 328
2009/2010 639 - 6628 - 2220 1866 -
2010/2011 870 791 6773 1102 2256 1958 407
2011/2012 849 780 6694 1101 2599 2152 -
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 1998 – 2012 (diolah)
Keadaan pembangunan di bidang pendidikan yang kurang signifikan itu
dapat dirangkum dalam data kuantitatif keberlanjutan siswa dalam melanjutkan
sekolah pada jenjang yang lebih tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui tabel 10.
46
Tabel 10. Keberlanjutan siswa dalam melanjutkan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi
di Kabupaten Kuningan tahun 2005 - 2012
Tahun Jenjang SD ke
Jenjang SMP (%)
Jenjang SMP ke
Jenjang SMA (%)
Jenjang SD ke
Jenjang SMA (%)
2005/2006 39.9 56.4 22.5
2006/2007 41.0 52.1 21.4
2007/2008 42.9 52.8 22.7
2008/2009 43.8 57.8 25.3
2009/2010 44.6 58.7 26.2
2010/2011 45.5 59.6 27.2
2011/2012 45.5 63.6 28.9
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 2005 – 2010 (diolah)
Melihat data pada tabel 10 maka dapat dicermati bahwa masih banyak masyarakat
di Kabupaten Kuningan yang belum bisa mengakses pendidikan di berbagai jenjang
pendidikan. Hal ini dapat dilihat pula dari data lama sekolah tahun 2011 yang baru
mencapai sekitar 8.5 tahun atau sekitar kelas 2 (dua) SMP saja. Meskipun bila dilihat
secara rata-rata nasional angka partisipasi sekolah di Kabupaten Kuningan masih tinggi50
namun hal ini masih dianggap kurang signifikan karena belum bisa mencapai target wajib
belajar sembilan tahun. Padahal, pendidikan merupakan salah satu sarana dalam
meningkatkan kualitas Sumberdaya Manusia (Sdm) yang kemudian menjadi investasi
sosial bagi pembangunan kesejahteraan di Kabupaten Kuningan itu sendiri.
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam pembangunan
suatu wilayah mengingat kesehatan merupakan faktor utama masyarakat untuk
beraktivitas. Adanya permasalahan di dalam kesehatan tentunya akan berdampak secara
langsung terhadap produktivitasnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan
pembangunan yang tidak sesuai dengan harapan. Karena pentingnya masalah kesehatan
itulah maka pemerintah Kabupaten Kuningan mengalokasikan APBD bagi sektor
kesehatan terlihat pada tabel 11.
Tabel 11. Besaran dana yang dialokasikan pemerintah Kabupaten Kuningan untuk
kesehatan tahun 2007 - 2013
Tahun Besaran Dana yang
Dialokasikan Besaran APBD
Persentase
Terhadap APBD
2007 66246550322.07 758644645968.20 8.7
2008 79446561687.07 849515200890.00 9.4
2009 96411549496.00 913909173717.00 10.5
2010 107204196739.00 1137779624077.11 9.4
2011 127773881690.00 1305726048986.00 9.8
2012 154756364225.00 1451109067403.00 10.7
2013 166862769900.00 1608493933819.00 10.4
Sumber: Peraturan daerah pemerintah Kabupaten Kuningan tahun 2007 – 2013 (diolah)
50
Angka partisipasi rata-rata sekolah secara nasional sebesar 5.8 tahun (BPS: Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional tahun 1996 - 2010 [sumber: www.bps.go.id])
47
Sedangkan dilihat dari pembangunan fisik sektor kesehatan di Kabupaten
Kuningan maka dapat dilihat data pada tabel 12.
Tabel 12. Perkembangan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pada
sektor kesehatan di Kabupaten Kuningan tahun 1998 -2012.
Tahun
Jumlah
Rumah
Sakit
Jumlah
Balai
Pengobatan
Jumlah
Puskesmas
Jumlah
Posyandu
Jumlah
Bidan
Desa
Jumlah
Perawat
Jumlah
Dokter
Umum
1998 3 40 103 1326 309 119 28
1999 3 - - 1346 - - -
2000 3 - 99 1325 230 - 24
2001 3 - - 1301 - 434 -
2002 3 90 - 1301 - 413 22
2003 3 - 104 1301 - - 49
2004 3 56 104 1330 238 - 41
2005 3 56 104 1322 238 - 36
2006 5 185 104 1318 - - 41
2007 5 - 106 1357 - - 43
2008 5 10 106 1363 - - 48
2009 5 14 104 1363 - - 48
2010 5 18 327 1383 381 243 48
2011 6 18 327 1392 456 249 57
2012 6 18 327 1392 - - -
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 1998 – 2012 (diolah)
Seperti halnya pada sektor pendidikan, sektor kesehatanpun tidak
mengalami perkembangan yang signifikan. Padahal secara umum alokasi APBD
dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan.
Kesejahteraan Masyarakat
Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, keluarga sejahtera adalah
keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual, dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota
dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Dalam hal ini, BKKBN
membagi kesejahteraan keluarga ke dalam 3 kebutuhan, yakni:
- Kebutuhan dasar (basic needs) yang terdiri dari variabel pangan,
sandang, papan, dan kesehatan.
- Kebutuhan sosial psikologis (social psychological needs) yang terdiri
dari variabel pendidikan, rekreasi, transportasi, dan interaksi sosial
internal dan eksternal.
- Kebutuhan pengembangan (development needs) yang terdiri dari
variabel tabungan, pendidikan khusus, dan akses terhadap informasi.
48
Berdasarkan acuan tersebut, dikembangkan indikator keluarga sejahtera
yang meliputi Keluarga Pra-Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera
II, Keluarga Sejahtera III, dan Keluarga Sejahtera III plus. Pengertian masing-
masing tingkatan keluarga sejahtera meliputi:
1. Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan
pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
2. Keluarga Sejahtera I (KS I) adalah keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi
keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan ibadah, makan
protein hewani, pakaian, ruang untuk interaksi keluarga, dalam keadaan sehat,
mempunyai penghasilan, bisa baca dan tulis latin, dan keluarga berencana.
3. Keluarga Sejahtera II (KS II) adalah keluarga-keluarga disamping telah
memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh
kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi
keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk
peningkatan agama, menabung, berinteraksi dalam keluarga, ikut
melaksanakan kegiatan dalam masyarakat dan mampu memperoleh
informasi.
4. Keluarga Sejahtera III (KS III) adalah keluarga yang telah memenuhi seluruh
kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangannya, namun
belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat,
seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam bentuk material dan
keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta
secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-
yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya.
5. Keluarga Sejahtera III Plus (KS III+) adalah keluarga – keluarga yang telah
mampu memenuhi semua kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial
psikologis, maupun yang bersifat pengembangan, serta telah dapat pua
memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Dilihat dari data yang ada, tingkat kesejahteraan penduduk di Kabupaten
Kuningan dari tahun ke tahun memperlihatkan kondisi pada tabel 13.
Tabel 13. Tingkat kesejahteraan di Kabupaten Kuningan tahun 2004 – 2010
Tahun Pra
Sejahtera Sejahtera I Sejahtera II Sejahtera III
Sejahtera
III+
2004 14564 68768 158673 38703 1694
2005 14625 71193 160949 39146 1686
2006 39966 43865 119553 90479 1695
2007 39537 46663 117634 90646 1759
2008 39832 47011 118510 91321 1772
2009 38776 54527 128425 84655 2538
2010 37294 59038 129062 80741 9854
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 2004 – 2010 (diolah)
49
Berdasarkan data pada tabel 13 maka dapat dilihat bahwa persentase dari
setiap penggolongan kesejahteraan masyarakat tersebut adalah sesuai dengan tabel
14.
Tabel 14. Persentase pada setiap golongan kesejahteraan di Kabupaten Kuningan
tahu 2004 - 2010.
Tahun
Persentase (%)
Jumlah
Penduduk
Pra
Sejahtera
Sejahtera
I
Sejahtera
II
Sejahtera
III
Sejahtera
III+
2004 1015054 1.4 6.8 15.6 3.8 0.17
2005 1069448 1.4 6.7 15.0 3.7 0.16
2006 1089620 3.7 4.0 11.0 8.3 0.16
2007 1102354 3.6 4.2 10.7 8.2 0.16
2008 1111760 3.6 4.2 10.7 8.2 0.16
2009 1145597 3.4 4.8 11.2 7.4 0.22
2010 1276826 2.9 4.6 10.1 6.3 0.77
Sumber: Kuningan dalam angka tahun 2004 – 2010 (diolah)
Berdasarkan tabel 14 maka dapat diperoleh informasi bahwa terjadi
peningkatan jumlah keluarga Pra Sejahtera dari tahun 2005 ke tahun 2006 yang
kemudian secara perlahan mengalami penurunan walaupun kurang signifikan.
Namun secara umum, terjadi penurunan persentase pada setiap golongan
kesejahteraan masyarakat dari tahun 2009 ke tahun 2010. Kecuali pada golongan
kesejahteraan golongan Sejahtera III+ terjadi peningkatan persentase. Hal ini
menunjukkan banyak terjadi lonjakan kesejahteraan masyarakat Kabupaten
Kuningan ke tingkat golongan kesejahteraan Sejahtera III+.
Masalah kemiskinan masih menjadi permasalahan yang serius di Kabupaten
Kuningan. Hal ini dapat dilihat dari data secara makro yang menyebutkan bahwa
masih banyak penduduk paling miskin di Kabupaten Kuningan. Menurut data
yang ada, jumlah penduduk paling miskin di Kabupaten Kuningan selalu konstan
dari tahun 2008 sampai tahun 2010 yaitu sebesar 44.216 jiwa. Jumah itu
kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 33.470 jiwa penduduk
paling miskin di Kabupaten Kuningan.
Investasi
Investasi merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pembangunan di
suatu wilayah. Pada akhirnya, keberadaan ivestasi kemudian akan memicu
pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya akan berdampak terhadap peningkatan
kualitas hidup masyarakat.
Tingginya gairah untuk berinvestasi yang ada di Kabupaten Kuningan dapat
dilihat dari rekapitulasi perkembangan data perizinan yang dikelola oleh Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Kuningan pada tabel 15.
50
Tabel 15. Perkembangan perizinan di Kabupaten Kuningan tahun 2007 - 2012
No Jenis Izin Jumlah
2007 2008 2009 2010 2011 2012
1 Izin Lokasi (IL) 152 176 171 145 154 144
2 Pengesahan Rencana Penggunaan
Ruang (PRPR) - - - 145 154 144
3 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 604 1122 1068 593 508 555
4 Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi
(SIUJK) - - - 231 228 264
5 Izin Gangguan (HO) BARU51
118 191 157 168 192 658
Izin Gangguan (HO) HER52
101 143 248 253 242 379
6 Surat Izin Tempat Usaha (SITU) BARU 409 662 614 677 980 -
Surat Izin Tempat Usaha (SITU) HER 146 242 239 319 327 -
7 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
BARU 420 696 607 744 987 450
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
HER 603 1081 1013 1259 1284 576
8 Surat Izin Usaha Izin Industri (SIUI)
BARU 63 87 47 40 64 48
Surat Izin Usaha Izin Industri (SIUI)
HER 63 78 108 142 125 106
9 Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 590 1024 1010 1211 1443 804
10 Tanda Daftar Gudang (TDG) 86 103 66 149 153 84
11 Izin Usaha Pariwisata (IUP) BARU 106 62 40 109 51 34
Izin Usaha Pariwisata (IUP) HER 120 51 136 96 76 13
12 Izin Hunian Kios Da Los (SKP) - - - 6 348 114
13 Izin Reklame - - - 38 16 62
14 Izin Latihan Swasta - - - 5 6 7
JUMLAH 3581 5718 5524 6330 7338 4442
Sumber: Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) tahun 2007 – 2013
Berdasarkan data rekapitulasi perizinan pada tabel 15, secara kuantitatif,
sektor perekonomian di Kabupaten Kuningan masih didominasi oleh para pelaku
usaha mikro dan pelaku usaha kecil. Namun demikian, jumlah investasi pada
pelaku usaha menengah dan pelaku usaha besar, berdasarkan data realisasi
investasi tahun 2012, hampir mencapai 79,61% dari total investasi yang masuk.
Berikut adalah data beberapa perusahaan penanaman modal asing (PMA) dan
penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang termasuk skala menengah dan
besar dari tahun 2010 – 2012.
51
BARU: Perizinan yang baru dibuat pertama kali. 52
HER (Heregistrasi) : Perizinan yang diperpanjang.
51
Tabel 16. Daftar perusahaan menengah dan besar yang berinvestasi di Kabupaten
Kuningan tahun 2010 - 2012
Tahun Nama
Perusahaan
Alamat
Proyek
Modal
Investasi Bidang Usaha
Tujuan
Pemasaran
Dalam
Negeri
Luar
Negeri
2010
PMA
PT. Palma
Indonesia
Jl. Raya
Sampora Desa
Sampora RT.
08/03 No. 74
US $ 20.000 Industri
komponen
meubeul kayu
- 100%
PT. Galis
Estetika
Indonesia
Jl. Raya
Bandorasa
Wetan No.
103 Kec.
Cilimus
Rp
17.660.000.0
00
Industri pasta
ubi jalar dan
labu
10% 90%
PMDN
PT. Kaliaren
Jaya Plywood
Desa/ Kel.
Sampora Kec.
Cilimus Jl.
Raya Caracas
Mandirancan
KM. 1
RT/RW. 28/10
Kec. Cilimus
Rp
19.882.950.0
00
Industri
plywood
75% 25%
PT. Parma Bina
Wisesa
Desa Caracas
Kec. Cilimus
US $
736.686
Stasiun
Pengisian Bulk
Elpiji
100% -
2011
PMA
PT. Palma
Indonesia
Jl. Raya
Sampora Desa
Sampora RT.
08/03 No. 74
US $ 20.000 Industri
komponen
meubeul kayu
- 100%
PT. Galis
Estetika
Indonesia
Jl. Raya
Bandorasa
Wetan No.
103 Kec.
Cilimus
Rp
17.660.000.0
00
Industri pasta
ubi jalar dan
labu
10% 90%
PMDN
PT. Kaliaren
Jaya Plywood
Desa/ Kel.
Sampora Kec.
Cilimus Jl.
Raya Caracas
Mandirancan
KM. 1
RT/RW. 28/10
Kec. Cilimus
Rp
19.882.950.0
00
Industri
plywood
75% 25%
PT. Parma Bina
Wisesa
Desa Caracas
Kec. Cilimus
US $
736.686
Stasiun
pengisian bulk
elpiji
100% -
PT. Mutiara
Mulia Sentosa
Desa Kasturi
Kec. Kuningan
Kab.
Kuningan
Rp
9.500.000.00
0
Perumahan 100% -
PT. Sangkan
Park
Dusun Pahing
RT/RW. 05/02
Jl. Raya
RP
14.784.000.0
00
Kegiatan taman
bertema atau
taman hiburan
52
Kuningan –
Cirebon Desa
Bandorasa
Wetan Kec.
Cilimus
2012
PMA
PT. Utama
Korindah
Jl. Raya
Ciomas No. 1
Desa Ciomas
Kecamatan
Ciawigebang
US $
1.200.000
Industri
pengolahan
lainnya (Bulu
mata palsu)
- 100%
PMDN
Yayasan
Pendidikan
Bhakti Husada
Jl. Lingkar
Kadugede No.
02 Kuningan
Rp
3.600.880.00
0
Jasa pendidikan
sekolah
menengah
kejuruan swasta
100% -
PT. Indomarco
Prismatama
Komplek
Taman Kota,
Desa
Bandorasa,
Desa
Nanggela,
Kelurahan
Awirarangan,
Desa
Cineumbeuy,
Desa Bojong,
Desa Cilimus,
Desa
Cibingbin,
Desa
Kadugede,
Desa
Luragunglande
uh, Desa
Purwasari.
Rp
3.000.000.00
0
Perdagangan
eceran yang
utamanya
makanan,
minuman atau
tembakau di
supermarket/mi
nimarket.
100% -
CV. Griya
Bintang
Anugrah
Jl. Sumber
Mandirancan
Blok Pahing
Desa
Nanggela Kec.
Mandirancan
Rp
5.609.220.00
0
Real estate yang
dimiliki sendiri
atau sewa
100% -
PT. Adelya
Permata
Jl. Raya
Cigugur Cipari
RT. 009 RW.
003 Kel.
Cipari Kec.
Cigugur
Rp
5.150.000.00
0
SPBE/ Stasiun
Pengisian Bulk
Elpiji
100% -
PT. Jalbirriz‟q
Samudra
Pasar
Luragunglande
uh
Rp
13.059.556.0
00
Kontruksi
gedung
perbelanjaan
100% -
PT. Kembar
Sakti Nusantara
Desa
Ciawigebang
Rp
3.813.000.00
0
Real estate yang
dimiliki sendiri
atau sewa
100% -
Sumber: Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) tahun 2010 – 2012 (diolah)
53
Dilihat dari sektor usahanya, khusus data tahun 2012 memperlihatkan
bahwa sebesar 61,65% dari total investasi berada pada sektor keuangan dan
koperasi. Untuk lebih jelasnya, berikut pada tabel 17 adalah data-datanya.
Tabel 17. Data jumlah realisasi investasi di Kabupaten Kuningan pada tahun 2012
Sektor Jumlah Realisasi Investasi Persentase
Keuangan & Koperasi 301.329.509.717 61,65
Perdagangan 50.164.168.000 10,26
Jasa-Jasa 45.436.130.000 9,30
Informasi & Komunikasi 27.390.000.000 5,60
Transportasi & Pergudangan 25.955.000.000 5,31
Hotel & Restoran 17.908.000.000 3,66
Industri Pengolahan 11.610.000.000 2,38
Real Estate 8.159.950.000 1,67
Pertanian, Perikanan & Kehutanan 830.000.000 0,17
Jumlah Investasi 488.782.757.717 100,00
Sumber: Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) tahun 2012 (diolah)
Sedangkan berdasarkan data persebaran realisasi investasi per kecamatan
khususnya tahun 2012 menunjukkan bahwa 5 (lima) besar daerah yang paling
banyak diminati investor berada di wilayah Kecamatan Cilimus, Kecamatan
Kuningan, Kecamatan Cigandamekar, Kecamatan Jalaksana, dan Kecamatan
Cigugur. Untuk lebih jelasnya, pada tabel 18 adalah datanya.
Tabel 18. Jumlah investasi pada setiap kecamatan di Kabupaten Kuningan tahun
2012
No Kecamatan Perusahaan Tenaga
Kerja Investasi
Persentase
(%)
1 Cilimus 60 121 312,248,550,541 63.883
2 Kuningan 177 340 51,914,048,000 10.621
3 Cigandamekar 19 47 18,955,000,000 3.878
4 Jalaksana 48 100 12,244,000,000 2.505
5 Cigugur 27 43 11,575,000,000 2.368
6 Ciawigebang 43 70 9,868,000,000 2.019
7 Garawangi 30 61 8,725,458,500 1.785
8 Kramatmulya 20 34 5,410,875,000 1.107
9 Mandirancan 9 19 5,134,200,000 1.050
10 Pasawahan 19 48 4,719,122,646 0.965
11 Cidahu 18 27 4,355,000,000 0.891
12 Sindangagung 16 63 4,050,000,000 0.829
13 Cibingbin 15 31 3,682,000,000 0.753
14 Kadugede 18 37 3,195,000,000 0.654
15 Darma 18 31 3,115,000,000 0.637
16 Luragung 20 39 3,110,000,000 0.636
17 Pancalang 10 19 3,070,000,000 0.628
18 Karangkancana 8 6 2,910,000,000 0.595
19 Lebakwangi 9 4 2,535,898,000 0.519
54
20 Nusaherang 9 15 2,520,000,000 0.516
21 Cimahi 4 2 2,162,605,030 0.442
22 Subang 6 8 2,125,000,000 0.435
23 Maleber 6 19 1,900,000,000 0.389
24 Ciwaru 7 13 1,845,000,000 0.377
25 Japara 14 28 1,530,000,000 0.313
26 Cipicung 7 15 1,425,000,000 0.292
27 Hantara 4 2 1,395,000,000 0.285
28 Cibereum 6 10 1,270,000,000 0.260
29 Selajambe 8 14 1,000,000,000 0.205
30 Kalimanggis 5 12 543,000,000 0.111
31 Cilebak 2 7 150,000,000 0.031
32 Ciniru 2 2 100,000,000 0.020
Jumlah Investasi 664 1287 488,782,757,717 100
Sumber: Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) tahun 2012 (diolah)
Berdasarkan data investasi yang ada maka secara umum jumlah investasi di
Kabupaten Kuningan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun
demikian, peningkatan investasi tersebut belum bisa menjawab pengangguran
yang ada di Kabupaten Kuningan.53
Perkembangan Ekonomi di Kabupaten Kuningan.
Kabupaten Kuningan merupakan daerah yang masih belum bisa mandiri
dalam hal keuangan. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan asli daerahnya yang
hanya sekitar 6% saja menyumbang terhadap APBD dari tahun ke tahun dan rata-
rata hampir di atas 70% bergantung kepada pemerintah pusat. Dalam hal
pengeluarannya, sebagian besar (hampir 60%) pengeluaran dialokasikan untuk
belanja pegawai54
. Hal ini dapat diamati melalui tabel berikut:
53
Data pengangguran di Kabupaten Kuningan: 2007 (10.44%), 2008 (5.79%), 2009 (5.35%), 2010
(5.17%), 2011 (4.61%). 54
Pada tahun 2012 Kabupaten Kuningan menjadi kabupaten peringkat kedua di Indonesia yang
mengalokasikan sekitar 74% APBDnya untuk belanja pegawai di bawah Kota Langsa, Nangroe
Aceh Darusalam (NAD) yang mengalokasikan APBDnya untuk belanja pegawai sebesar 77%
(sumber: http://news.detik.com/read/2012/12/16/161232/2119849/10/ya-ampun-70-lebih-apbd-
di-11-kabupaten).
55
Tabel 19. Proporsi pendapatan dan pengeluaran keuangan di Kabupaten Kuningan tahun
2007 - 2013
No Uraian Persentase Terhadap Pendapatan Daerah (%)
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
PENDAPATAN DAERAH
Pen
dap
atan
PENDAPATAN ASLI DAERAH 0.056 0.057 0.068 0.064 0.064 0.064 0.068
Pajak Daerah 0.010 0.009 0.011 0.011 0.013 0.017 0.018
Retribusi Daerah 0.036 0.036 0.048 0.045 0.043 0.013 0.016
DANA PERIMBANGAN 0.845 0.829 0.806 0.715 0.655 0.707 0.704
Dana Alokasi Umum 0.717 0.691 0.699 0.580 0.553 0.615 0.621
Dana Alokasi Khusus 0.066 0.076 0.043 0.068 0.053 0.047 0.039
Belan
ja Daerah
Belanja Pegawai 0.485 0.581 0.659 0.646 0.624 0.626 0.656
Belanja Hibah 0.068 0.093 0.052 0.054 0.019 0.010 0.016
Belanja Bantuan Sosial 0.015 0.016 0.009 0.008 0.010 0.001 0.002
Belanja Bagi Hasil Kepada Pemerintah Desa 0.002 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa 0.037 0.036 0.038 0.028 0.024 0.028 0.027
Belanja Tidak Terduga 0.004 0.002 0.004 0.007 0.004 0.006 0.005
Sumber: Peraturan daerah pemerintah Kabupaten Kuningan tahun 2007 – 2013 (diolah)
Dilihat dari proporsi perkembangan berbagai sektor ekonomi di Kabupaten
Kuningan didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan (±
35%); sektor perdagangan, hotel, dan restoran (± 25%); sektor industri pengolahan (±
20%); dan sisanya adalah sektor-sektor lain seperti: pertambangan dan penggalian, listrik,
gas dan air bersih, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, jasa
perusahaan, dan sektor jasa-jasa lainnya. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah grafik dari
proporsi distribusi PDRB dari berbagai sektor berikut pada gambar 5 adalah grafik laju
pertumbuhan ekonomi dari berbagai sektor.
Sumber: PDRB Kabupaten Kuningan tahun 1998 – 2011 (diolah)
Gambar 5. Grafik proporsi distribusi PDRB dari berbagai sektor ekonomi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
98 99 0 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11
Perse
nta
se
Proporsi Distribusi PDRB dari Berbagai Sektor
PERTANIAN, PETERNAKAN,
KEHUTANAN DAN
PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN
PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR
BERSIH
BANGUNAN
PERDAGANGAN, HOTEL
DAN RESTORAN
56
Sumber: PDRB Kabupaten Kuningan tahun 1998 – 2011 (diolah)
Gambar 6. Grafik laju pertumbuhan ekonomi pada berbagai sektor di Kabupaten
Kuningan tahun 1998 - 2011
Berdasarkan grafik pada gambar 6 maka dapat dilihat bahwa perekonomian
di Kabupaten Kuningan masih bertumpu pada sektor pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan; sektor pertambangan dan penggalian; dan sektor
industri pengolahan. Ketiga hal tersebutlah yang seharusnya bisa dianggap sebuah
peluang oleh pemerintah Kabupaten Kuningan dalam rangka memajukan
perekonomian di wilayahnya. Khususnya di sektor pertanian, pemerintah
Kabupaten Kuningan telah memiliki peraturan daerah (Perda) Nomor 11 Tahun
2005 Tentang Master Plan Agropolitan Kabupaten Kuningan yang berisi tentang
rencana pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan yang mencakup
distrik Kuningan, distrik Cilimus, distrik Ciawigebang, dan distrik Luragung.
Namun demikian, sampai sekarang belum ada realisasi langkah-langkah yang
jelas dari pemerintah untuk mewujudkan rencana tersebut.55
55
Wawancara Yudi Budiana, April 2013.
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
98 99 0 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11
Pe
rse
nta
se P
ert
um
bu
han
Laju Pertumbuhan Ekonomi Berbagai Sektor
PERTANIAN, PETERNAKAN,
KEHUTANAN DAN
PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN
PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR
BERSIH
BANGUNAN
PERDAGANGAN, HOTEL
DAN RESTORAN
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
57
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Fenomena Rent Seeking Economy
Activity dan Korupsi di Kabupaten Kuningan
Program otonomi daerah secara umum telah mengakibatkan adanya
perubahan terhadap sistem pemerintahan di Indonesia baik secara administratif
maupun secara struktural. Akibat dari adanya perubahan tersebut kemudian
menyebabkan pula adanya perubahan dalam pola perilaku aktivitas ekonomi
perburuan rente dan korupsi yang terjadi karena pada fakta yang terjadi, modus
korupsi berkembang mengikuti perubahan perundang-undangan, penganggaran,
dan aturan tender proyek pemerintah56
. Berikut akan dijelaskan mengenai
pengaruh otonomi daerah terhadap fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente
dan korupsi.
Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Fenomena Rent Seeking Economy
Activity di Kabupaten Kuningan.
Program Otonomi Daerah telah merubah pola perilaku aktivitas ekonomi
perburuan rente (rent seeking economy activity) di Kabupaten Kuningan. Secara
umum, otonomi daerah telah mengurangi perilaku aktivitas ekonomi perburuan
rente di Kabupaten Kuningan. Menanggapi masalah aktivitas ekonomi perburuan
rente di Kabupaten Kuningan ini, salah satu informan memberi tanggapan sebagai
berikut.
“Kondisi persaingan usaha pada saat sebelum periode Pak Aang
sebetulnya lebih parah karena persaingan pada waktu itu dilakukan
dengan cara yang kurang fair.” H.O. Furqon57
.
Pernyataan informan tersebut sesuai dengan kondisi nasional yang terjadi
pada saat Orde Baru dimana terjadi budaya birokrasi patrimonial yang
berdasarkan pada tiga unsur yaitu klientisme, kaburnya wilayah publik dengan
wilayah pribadi, dan kultur nonrasional. Dalam birokrasi klientisme, loyalitas ada
pada diri penguasa sehingga penguasa bebas untuk mengintervensi wewenang
legislatif dan yudikatif. Selain klientisme, tidak adanya batas wilayah publik
dengan pribadi (privat) juga menjadi sumber banyaknya kasus aktivitas ekonomi
perburuan rente yang berujung pada kasus korupsi. Kultur nonrasionalpun
terbentuk dimana elit birokrasi menempatkan dirinya lebih tinggi dari masyarakat
sehingga mereka perlu dihormati dan dihargai karena merupakan figur yang
berkuasa, yang dapat menentukan nasib orang lain.58
Melalui birokrasi patrimonial, banyak ditemui ada pengusaha yang
“dipelihara” oleh penguasa. Pengusaha ini diberi perlindungan politik serta
56
IAM/K09, “Pemberantasan Korupsi: Tak Cukup Penegakan Hukum”, Kompas, 4 Juli 2013, hlm.
5. 57
Penasihat Fraksi Reformasi DPRD Kab. Kuningan, Politisi Partai Bulan Bintang, Pengusaha. 58
Riyanto, op. cit., hlm. 78 – 79.
58
mendapat fasilitas kemudahan dalam mengembangkan jejaring rentenya. Sebagai
imbalannya mereka menyetor dana dalam jumlah yang sangat besar bagi kas
politik penguasa untuk menjalankan politik patrimonialnya.59
Adanya pengusaha yang “dipelihara” oleh penguasa tersebut dikenal pula di
Kabupaten Kuningan dengan nama “Pemborong Kukutan”60
. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara berikut.
“Waktu dulu itu pemerintah bebas untuk menunjuk secara langsung
pemborong yang ditugaskan untuk mengerjakan proyek. Hanya
pemborong yang memiliki kedekatanlah yang kemudian biasanya
mendapatkan proyek tersebut. Oleh karena itu, pemborong-
pemborong tersebut dijuluki sebagai Pemborong Kukutan.” H.O.
Furqon.
Pola aktivitas ekonomi perburuan rente di Kabupaten Kuningan kemudian
mengalami perubahan setelah adanya otonomi daerah. Adanya sistem pemilihan
kepala daerah secara langsung yang terjadi secara nasional juga membawa
dampak terhadap berubahnya pola aktivitas ekonomi perburuan rente di
Kabupaten Kuningan. Jika sebelum otonomi daerah para pengusaha berusaha
mencari rente dengan cara mendekati kekuasaan setelah kekuasaan itu berjalan
(melaui sistem kekeluargaan) maka setelah otonomi daerah, para pengusaha
mendekati kekuasaan sebelum kekuasaan itu berjalan atau ketika dalam proses
pemilihan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara sebagai berikut.
“Sebagai seorang pengusaha, Pak Haji dituntut untuk juga ikut
berpolitik supaya usaha Pak Haji tetap bisa berjalan. Pada zaman
pemilihan kepala daerah secara langsung seperti sekarang, Pak Haji
harus menentukan sikap untuk mendukung salah satu bakal calon…
Keputusan Pak Haji untuk mendukung salah satu bakal calon tersebut
ditentukan melalui sebuah analisis mengenai bakal calon yang
memiliki kemungkinan besar untuk menang. Maka dari itu, Pak Haji
biasanya menentukan sikap di akhir-akhir rangkaian Pemilukada.”
H.O. Furqon.
Jika bakal calon yang diusung oleh pengusaha tersebut menang maka ada
semacam tanda terima kasih (balas budi) dari pemerintah terpilih terhadap
pengusaha yang mendukungnya. Adanya politik balas budi ini terjadi secara
nasional sebagai konsekuensi dari adanya pemilihan umum secara langsung
dimana nantinya kandidat yang terpilih melakukan balas budi terhadap pengusaha
atau partai politik yang mendukungnya pada saat kampanye61
. Adanya contoh
salah satu keberadaan kasus politik balas budi di Kabupaten Kuningan terungkap
dari hasil wawancara berikut.
59
Ibid, hlm. 78. 60
Pemborong Kukutan adalah suatu istilah panggilan terhadap pengusaha yang sering
mengerjakan proyek-proyek pemerintah daerah karena memiliki kedekatan dengan unsur
penguasa. 61
Riyanto, op. cit. hlm. 96.
59
“… Seperti misalnya pada Pemilukada tahun 2008, Pak Haji
mendukung Pak Aang Hamid Sugandha sebagai bupati. Setelah Pak
Aang menjabat, Pak Haji sering mendapat proyek yang ditunjuk
secara langsung. Seperti misalnya proyek penerangan listrik di taman
yang ada di depan SMAN 3 Kuningan.” H.O. Furqon.
Faktor lain yang memengaruhi adanya perubahan pola aktivitas ekonomi
perburuan rente di Kabupaten Kuningan adalah dengan adanya Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Melalui LPSE ini maka proses pengadaan
barang yang diselenggarakan oleh pemerintah dilakukan secara transparan dan
terbuka untuk umum. Meskipun pada realisasinya masih banyak kritik terhadap
adanya dugaan kecurangan di dalam tubuh LPSE, namun setidaknya telah
mengurangi peluang untuk terjadinya kecurangan yang pada akhirnya akan
menimbulkan kerugian masyarakat.
Secara sederhana, pengaruh otonomi daerah terhadap fenomena rent seeking
economy activity di Kabupaten Kuningan dapat dijelaskan oleh tabel 20.
Tabel 20. Pengaruh otonomi daerah terhadap fenomena rent seeking economy
activity di Kabupaten Kuningan.
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
Rent seeking economy activity
dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki kedekatan keluarga.
Rent seeking economy activity banyak
dilakukan atas dasar balas budi dari
pemerintah kepada pengusaha yang
membantunya dalam proses pemilu.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2013).
Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Fenomena Korupsi di Kabupaten
Kuningan.
Otonomi daerah berpengaruh terhadap perubahan pola korupsi di Kabupaten
Kuningan. Adanya fenomena korupsi di Kabupaten Kuningan secara sekilas dapat
dilihat dari perkembangan pembangunan dari tahun ke tahun yang kurang
signifikan. Keberadaan korupsi ini diakui oleh Kasubag Pembinaan Kejari
Kabupaten Kuningan, Indra Hervianto, sebagai berikut.
“Yang melakukan korupsi itu adalah orang-orang pintar, sehingga
sulit untuk melakukan pembuktian. Korupsi sudah mengakar dan
membudaya, sehingga kita hanya bisa mengurangi, bukan
menghapus.”
Gejala korupsi di Kabupaten Kuningan bisa terlihat namun keberadaannya
sulit untuk dibuktikan karena baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah
selalu terjadi kondisi monopoli kekuasaan. Hal itu dapat dilihat dari fakta bahwa
baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah, wilayah kekuasaan selalu
ditempati oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dengan pemerintah.
Meskipun alasannya berbeda, yaitu alasan kekeluargaan ketika sebelum otonomi
60
daerah dan alasan balas budi pada saat adanya otonomi daerah. Kondisi inilah yang
menyebabkan terjadinya korupsi secara berjamaah di Kabupaten Kuningan62
.
Adanya otonomi daerah memberikan peluang terhadap berbagai bentuk kecurangan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah karena kewenangannya yang semakin bertambah.
Oleh karena itu diperlukan keseriusan dari pihak penegak hukum seperti Kejari,
Kepolisian, dan KPK. Data mengenai keberadaan kasus korupsi di Kabupaten Kuningan
baik sebelum maupun setelah otonomi daerah sulit untuk didapat sehingga kemudian
dilihat perbedaan perkembangannya, namun secara umum, dapat dilihat bahwa setelah
adanya otonomi daerah, trend kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penegak
hukum semakin banyak yang terungkap63
. Adanya sistem Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) juga berdampak kepada berkurangnya peluang tindak pidana korupsi
yang biasanya diawali oleh perilaku aktivitas ekonomi perburuan rente, terutama pada
bidang pencegahannya. Meskipun masih terindikasi banyak kecurangan di dalam LPSE
tersebut64
.
Meskipun tidak ada data yang pasti mengenai perbandingan besaran jumlah
keuangan yang dikorupsi antara sebelum dan sesudah otonomi daerah namun hal ini bisa
dilihat dari berjalannya pembangunan yang ada di Kabupaten Kuningan yang dinilai
kurang signifikan dan terkesan lambat. Adanya fakta seperti itu tentu salah satunya adalah
karena adanya aktivitas korupsi di dalam pengelolaan pemerintahan. Keterbatasan data
yang tersedia di Kabupaten Kuningan menyebabkan sulit untuk mengukur indikator
kinerja pembangunan ekonomi sebagai pendekatan untuk mengetahui pengaruh otonomi
daerah terhadap kemajuan pembangunannya. Namun demikian, secara nasional dapat
dilihat bahwa kinerja ekonomi pada saat orde reformasi masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan pada saat Orde Baru. Berikut adalah datanya pada table 21.
Tabel 21. Indikator Kinerja Perekonomian Indonesia dari Era Orde Baru sampai Era
Reformasi65
Era Tahun Pertumbuhan
Ekonomi (%)
Angka
Kemiskinan
(%)
Tingkat Pengangguran
Persen Jumlah
Orang
Orde Baru 1976 6.89 40.08 - -
1980 9.88 28.56 - -
1990 7.24 15.08 2.51 1 951 702
1996 7.82 11.34 4.89 4 407 769
1997 4.78 17.18 4.68 4 275 155
1998 -13.10 26.87 5.46 5 062 483
Era
Reformasi
1999 0.85 23.43 6.36 6 030 319
2003 4.35 17.42 9.50 9 531 090
2004 7.16 16.60 9.86 10 251 300
2005 5.00 15.97 11.24 11 899 266
2006 6.11 17.75 10.28 10 932 000
2007 6.19 - - -
Sumber: BPS, beberapa tahun penerbitan66
62
Wawancara Masuri, April 2013, Jubaedi, April 2013, Dani Nuryadin, April 2013, dan Deki
Zainal Muttaqin, Juni 2013. 63
Bisa dilihat pada tabel 21. 64
Wawancara H.O. Furqon, April 2013, Lais Abid, Juni 2013. 65
Riyanto, op. cit. hlm. 104. 66
Berdasarkan data Kabupaten Kuningan yang didapat, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Kuningan pada tahun 2004 (3.97%), 2005 (3.55%), 2006 (4.13%), 2007 (4.22%). Angka
kemiskinan tahun2007 sebesar 13.35%. Dan tingkat pengangguran pada tahun 2007 sebesar
10.14%. Berdasarkan data-data Kabupaten Kuningan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan
61
Data pada tabel 21 tidak berpretensi untuk menyimpulkan bahwa korupsi
pada era Orde Baru lebih baik daripada korupsi pada Era Reformasi. Apa yang
ingin disampaikan adalah bahwa korupsi yang terjadi saat ini mempunyai
konsekuensi yang sangat serius terhadap buruknya kinerja pembangunan
ekonomi. Jika hal tersebut terus terjadi dan ketimpangan terus membesar sebagai
akibat dari korupsi yang merajalela di kalangan elit pejabat-pengusaha, menurut
Riyanto, bukan tidak mungkin akan terjadi revolusi sosial67
.
Secara sederhana, pegaruh otonomi daerah terhadap korupsi dapat dilihat
melalui tabel 22.
Tabel 22. Pengaruh otonomi daerah terhadap fenomena korupsi di Kabupaten
Kuningan.
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
Banyak kasus korupsi yang tidak
terungkap karena sistem kekeluargaan
yang kental di dalam pemerintahan.
Lebih banyak kasus korupsi yang
terungkap karena kewenangan daerah
yang semakin bertambah dan sistem
pengawasan yang kurang efektif.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2013).
Keberadaan Aktor yang Melakukan Perilaku Rent Seeking Economy Activity
dan Korupsi di Kabupaten Kuningan.
Keberadaan aktor dalam aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi
sangat penting untuk diketahui. Hal ini berguna sebagai informasi awal untuk
mengetahui latar belakang aktor, motivasi, dan saling keterkaitan (hubungan)
aktor yang satu dengan aktor yang lainnya. Berikut akan dijelaskan mengenai
keberadaan aktor dalam fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi
di Kabupaten Kuningan.
Keberadaan Aktor yang Melakukan Perilaku Korupsi.
Otonomi Daerah di Indonesia dalam praktiknya banyak disalahgunakan oleh
banyak kepala daerah, mulai dari gubernur sampai wali kota untuk kepentingan
pribadi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa sampai tahun 2013
ada 149 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Kepala daerah tersebut terdiri
dari 20 gubernur, 1 wakil gubernur, 17 wali kota, 8 wakil wali kota, 84 bupati, dan
19 wakil bupati.68
Kelompok perkara menurut jenis tindak pidana korupsinya
adalah: 1) pengadaan barang/jasa yang dibiayai APBN/APBD, 2) penyalahgunaan
anggaran, 3) perizinan Sumberdaya alam yang tidak sesuai ketentuan, 4)
penggelapan dalam jabatan, 5) pemerasan dalam jabatan, 6) penerimaan suap, 7)
ekonomi masih rendah dibandingkan dengan nasional. Namun demikian, tingkat kemiskinan dan
pengangguran berada di bawah rata-rata nasional. Hal ini dipicu karena banyak masyarakat
Kabupaten Kuningan yang merantau ke luar daerah. 67
Riyanto, op. cit., hlm. 108. 68
Donal, “Otonomi Daerah: Korupsi Terdesetralisasi ke Daerah”, Kompas 26 Juni 2013, hlm. 4.
62
gratifikasi, dan 8) penerimaan uang dan barang yang berhubungan dengan
jabatan.69
Pola korupsi yang terjadi di berbagai daerah berbeda-beda. Daerah yang
kaya Sumberdaya alam lebih banyak terjadi pada masalah perizinan tambang dan
alih fungsi lahan. Sedangkan daerah yang miskin Sumberdaya alam lebih banyak
terjadi pada belanja daerah dalam pengadaan barang dan jasa.70
Kabupaten
Kuningan sebagai daerah yang termasuk miskin Sumberdaya alam71
memiliki
pola korupsi yang berkaitan dengan belanja daerah dalam pengadaan barang dan
jasa. Hal ini dibuktikan dengan data dari Kejaksaan Negeri Kuningan dan
Kepolisian Resort Kuningan yang diperlihatkan pada tabel 23.
69
K06/RYO, “Pilkada Picu Korupsi: Perlu Ada Efisiensi Biaya Politik”, Kompas 13 Juli 2013,
hlm. 4. 70
Ibid, hlm. 4. 71
Hal ini dapat dilihat dari proporsi PAD terhadap APBD dari tahun 2007 – 2013 yang hanya
sekitar 5% - 7%.
63
Tabel 23. Data korupsi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) tahun 2011-2012
N
o Deskripsi
Nama
Pelaku
Jabatan Aktor yang
Melakukan Korupsi
Tahun
Terjadi
Tahun
Terungkap Lembaga
Tahapan
Penanganan
Hukum –
Hukum
Lembaga
yang
Menangani
Kasus
Jumlah Kerugian
Negara
1
Kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dana penunjang
DAK (Dana Alokasi Khusus)
bidang pendidikan tahun
2007
Dra. Hj.
Yuaningsih (Alm.)
Kepala Bidang Bina Program pada Kantor
Disdik-pora Kabupaten
Kuningan
2007 2009 Dinas Pendidikan Putus Kejaksaan Rp 126.155.000,-
Wiratno
(Wt)
bendahara UPTD
Pendidikan Kec.
Pasawahan Kabupaten Kuningan
2006 –
2010 2010 Dinas Pendidikan Putus Kejaksaan Rp 1.600.000.000,-
2
Kasus korupsi penggelapan
dana kas desa tahun 2007-
2011 Desa Manis Kidul
ES Kepala Desa Manis Kidul Kabupaten Karawang
2007 2012 Kelurahan Penyidikan Kepolisian Rp 167.000.000,-
3
Penyalahgunaan dana dalam
pengadaan internet VPN MPLS dan VPN Over
internet sarana prasarana
pendukung untuk Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan (SIAK)
online TA 2010 pada Dinas
Kependudukan dan
Pencatatan Sipil
(Disdukcapil) Kabupaten Kuningan
MH
Kepala Dinas
Kependudukan dan
Catatan Sipil (Kadisdukcapil)
Kabupaten Kuningan
2010 2011 Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Penyidikan Kejaksaan Rp 150.000.000,-
4
Perkara tipikor atas dugaan
penyalahgunaan dana
bantuan program pembiayaan perumahan dan pemukiman
dengan dukungan fasilitas
subsidi perumahan KSU Karya Nugraha Kel. Cipari,
Kec. Cigugur, Kab.
Kuningan
Saud
Gunawan dan Ajat
Sudrajat
Ketua Koperasi 2008 2008 Koperasi Karya
Nugraha Putus Kejaksaan Rp 1.400.000.000,-
474 4
7
64
5
Kasus tindak pidana korupsi
pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Desa
Sindang Gempang Kab.
Kuningan
RH Ketua LPMP Kamuning
Sari 2010 2011 Yayasan Penyidikan Kepolisian Rp 174.000.000,-
6
Kasus tindak pidana korupsi dana Jamkesmas Rumah
Sakit Umum Daerah 45 Kuningan
YM Bendahara BUD (Badan Usaha Daerah) RS 45
Kuningan
2012 2013 RSU Daerah 45 Penyidikan Kepolisian Rp 500.000.000,-
7
Kasus penyelewengan dana
pemeliharaan taman taman di
depan SMA 3 Kuningan dan Taman Dahlia di depan
pendopo
Yoyo
Sunaryo (Alm.)
Kepala Dinas Lingkungan
Hidup 2005 2006
Dinas Lingkungan
Hidup Putus Bebas Kejaksaan Rp 100.000.000,-
8
Kasus dugaan korupsi dana
bantuan sosial dari Provinsi Jawa Barat kepada kelompok
peternak sapi perah Ciputri
Desa Cisantana Kecamatan Cigugur
Amon
Amat
Ketua Kelompok Ternak
Sapi di Cisantana 2008 2009
Kelompok Tani Desa
Cisantana Putus Kejaksaan Rp 125.000.000,-
9
Kasus penyimpangan DAK
bidang pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Guppi
Cipondok
Ali Murtadho
Kepala Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Guppi
Cipondok
2007 2009 MTS Guppi Putus Kejaksaan Rp 112.000.000,-
Sumber: Kepolisian Resort Kabupaten Kuningan dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kuningan (diolah)
474 4
8
65
Berdasarkan data pada tabel 23 terlihat bahwa semua kasus korupsi yang
diproses di Kabupaten Kuningan terjadi pada sektor pengadaan barang dan jasa yang
dibiayai APBN/APBD dengan para pelakunya tersebar pada berbagai bidang struktur
di pemerintahan daerah di Kabupaten Kuningan mulai dari tingkat kelurahan sampai
tingkat kabupaten. Hanya saja pada setiap kasus korupsi yang terjadi seolah kasus
tunggal. Seperti contoh pada Kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dana penunjang
DAK (Dana Alokasi Khusus) bidang pendidikan tahun 2007 dengan terdakwa
Wiratno72
. Dalam keterangannya Wiratno menyebutkan bahwa kasus yang
menimpanya tersebut melibatkan hampir 31 orang guru, pimpinan UPTD Dinas
Pendidikan Kecamatan Pasawahan, dan beberapa pengawas keuangan di Pemda
Kabupaten Kuningan. Tetapi karena wiratno tidak mengerti permasalahan hukum
maka kasusnya tersebut menjadi kasus tunggal. Menurut Keterangan Wiratno,
sebelum adanya vonis, ada beberapa kepala dinas yang berniat untuk menjamin
keluarganya ketika ia melaksanakan hukuman. Namun janji-janji tersebut tidak ada
yang terealisasi, bahkan tidak ada seorangpun yang mau menjenguknya di penjara
sampai sekarang. Wiratno mengaku bahwa dalam kasusnya ini ia sengaja tidak
melibatkan rekan-rekannya atas dasar perasaan tidak tega dan perasaan bersalahnya
karena telah melakukan perbuatan korupsi selama empat tahun (2006 – 2010). Dalam
kasusnya ini Wiratno mendapat vonis selama 6 tahun dengan subsider 2 bulan dan
denda selama 3 tahun.
Terungkapnya kasus-kasus korupsi di Kabupaten Kuningan tersebut semuanya
berasal dari informasi yang berasal dari masyarakat73
. Hal inilah yang
mengindikasikan masih belum maksimalnya Badan Pengawas Daerah (Bawasda)
Kabupaten Kuningan sehingga kasus korupsi yang melibatkan instansi pemerintahan
tidak bisa terungkap lebih awal.
Uji Beda Pengaruh Korupsi Terhadap APBD di Kabupaten Kuningan
Terjadinya kasus korupsi yang ada di Kabupaten Kuningan akan berdampak
pada berkurangnya APBD sehingga menyebabkan pembangunan yang kurang
signifikan. Dalam mengukur dampak korupsi terhadap APBD Kabupaten Kuningan
dapat menggunakan uji beda dengan model regresi linear sederhana dimana korupsi
(X) bertindak sebagai veriabel independent dan APBD (Y) bertindak sebagai variabel
dependent. Model dari persamaan ini kemudian akan mengikuti model Yi = α + βXi +
εi. Rentang waktu yang akan digunakan adalah antara tahun 2009 sampai 2013
sehingga data jumlah korupsi adalah kasus yang ada diantara tahun 2009 – 2013
(lihat pada tabel 23) yang kemudian berdampak kepada APBD antara tahun 2009 –
2013. Berikut di tabel 24 adalah data-datanya.
72
Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Juli 2013 di Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Kuningan. 73
Wawancara Heri Pramono, Juli 2013.
66
Tabel 24. Data yang diperlukan untuk perhitungan uji beda dengan model regresi
linear sederhana.
Tahun Jml. APBD
Kuningan (Y)
Y
Besaran
Korupsi Per
Tahun (X)
X
2009 913909173717.00
1283403569600.42
363155000
590831000
2010 1137779624077.11 1600000000
2011 1305726048986.00 324000000
2012 1451109067403.00 167000000
2013 1608493933819.00 500000000
Sumber: Peraturan daerah pemerintah Kabupaten Kuningan tahun 2009 – 2013 dan
data korupsi dari Kejari dan Kepolisian Resort Kuningan antara tahun 2009
– 2013.
Data pada tabel 24 diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut74
:
Berdasarkan hasil perhitungan maka dapat dilihat bahwa nilai β (koefisien)
sebesar –127,43 dan nilai α (konstanta) sebesar 1358 693163930,42 sehingga hasil
dari uji beda dengan model regresi linear sederhana adalah:
Model tersebut dapa dinterpretasikan bahwa jika terjadi korupsi sebesar Rp 1
(satu rupiah) maka akan menyebabkan pengurangan terhadap APBD sebesar Rp
127,43 (seratus dua puluh tujuh point empat tiga rupiah). Hal ini membuktikan bahwa
korupsi akan menyebabkan pembangunan yang kurang signifikan karena memiiki
efek multiplier terhadap proses pembangunan.
Keberadaan Aktor yang Melakukan Perilaku Rent Seeking Economy Activity.
Adanya fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente yang terjadi di Kabupaten
Kuningan diakui oleh beberapa informan75
. Aktivitas ekonomi perburuan rente yang
terjadi di Kabupaten Kuningan banyak terjadi pada sektor pengadaan barang dan jasa.
Fakta adanya keberadaan aktivitas ekonomi perburuan rente di Kabupaten Kuningan
74
Juanda, op.cit., hlm. 23. 75
Wawancara H.O. Furqon, April 2013, Masuri, April 2013, Jubaedi, April 2013, Dani Nuryadin,
April 2013.
67
bisa ditelusuri melalui data tender dalam proses pengadaan barang dan jasa. Seperti
halnya melalui data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)76
antara tahun
2012-2013 dimana dari 319 proyek, ada 59 proyek yang nilai pagu paketnya di atas
Rp 500.000.000,-. yang dikerjakan oleh sebanyak 25 badan usaha dimana masing-
masing badan usaha pernah mengerjakan lebih dari satu kali tender (lihat pada
lampiran 1). Hal ini menjadi menarik karena ada beberapa badan usaha yang
ditenggarai adanya aktivitas ekonomi perburuan rente yang disebabkan karena
pemiliknya memiliki jabatan strategis di Kabupaten Kuningan dan memiliki
kedekatan dengan penguasa melalui hubungan struktural. Seperti halnya pengusaha
rekanan yang mendapatkan tender pengadaan barang antara tahun 2012 – 2013 yang
berasal dari organisasi kepemudaan dimana pada organisasi ini, Bupati Aang Hamid
Suganda bertindak sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Kabupaten Kuningan Tahun
2011 – 2015. Hal ini dapat dilihat dari tabel 25.
Tabel 25. Daftar nama badan usaha yang ditenggarai terjadi aktivitas ekonomi
perburuan rente.
No Nama Badan
Usaha
Nama
Pengusaha
Rekanan
Total Nilai Pagu
Proyek yang
Didapat Antara
Tahun 2012-2013
Organisasi/Jabatan yang
Sedang Diemban Oleh
Pengusaha Rekanan
Sampai Tahun 2013
1 CV Guna Mekar H. Maman Kusna
Indra Kusumah Rp 3.407.576.400
Ketua Kadin Kabupaten
Kuningan
2 CV Tiga Saudara H. Uba Subari,
AK Rp 2.388.297.000
- Ketua Gapensi
Kuningan Periode
2011-2016.
- Ketua Amil Zakat
Nasional (Baznas)
Kabupaten Kuningan.
- Ketua Bidang Informasi
dan Komunikasi pada
Pemuda Pancasila.
3 Sejati Yudi Iskandar Rp 2.697.946.750
Departemen Hukum dan
HAM pada organisasi
Pemuda Pancasila.
4 Deansika Udin Kusnedi Rp 2.127.066.000
Departemen Dana pada
organisasi Pemuda
Pancasila.
5 Sancita Ir. Hilwan Arif Rp 2.732.652.400
Bidang Ekonomi dan
Pengembangan Usaha
pada organisasi Pemuda
Pancasila.
6 Manunggal Ir. Agus
Stefhanus Rp 3.868.463.400
Bidang Ekonomi dan
Pengembangan Usaha
pada organisasi Pemuda
Pancasila.
Sumber: LPSE Kabupaten Kuningan (diolah)
76
lpse.kuningankab.go.id/eproc/
68
Aktivitas ekonomi perburuan rente pada sektor pengadaan barang dan jasa akan
semakin berkembang jika LPSE tidak bekerja secara independen dan fair. Sikap
independen LPSE sangat diperlukan terutama untuk meyakinkan keraguan beberapa
kalangan baik dari kalangan pengusaha maupun birokrat yang masih meragukan
efektivitas LPSE. Sikap independen LPSE ini sesuai dengan Instruksi Presiden
Nomor 5 Tahun 2004 yang merupakan salah satu strategi percepatan pemberantasan
korupsi. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan
bahwa keberhasilan penerapan LPSE dapat menghilangkan inefisiensi rata-rata 30-35
persen dari nilai yang dianggarkan.77
Jenis – Jenis Korupsi dan Rent Seeking Economy Activity di Kabupaten
Kuningan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah.
Kabupaten Kuningan merupakan salah-satu daerah dari enam daerah78
di Jawa
Barat yang dinilai rawan dari “kehancuran” ekonomi pada era otonomi daerah yang
dimulai pada 1 Januari 200179
. Hal itu dikarenakan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Kuningan yang belum sampai 15 milyar per tahun80
. Nilai PAD yang
rendah ini menyebabkan sektor pengadaan barang menjadi tempat yang menarik bagi
para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan.
Otonomi daerah merupakan suatu sistem yang memberikan tambahan urusan
kepada pemerintah daerah sehingga pemda diharapkan dapat meningkatkan daya
guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pembinaan kemasyarakatan. Selain itu, penyerahan sebagian urusan pemerintah
daerah kepada daerah tingkat II diharapkan memberikan keserasian dan keterpaduan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan kondisi saling melengkapi
dan saling menunjang81
. Namun demikian, otonomi daerah telah menimbulkan moral
hazard berupa kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) kepala
daerah karena melalui kewenangannya yang besar itulah maka kepala daerah
memiliki kekuatan untuk mengarahkan kebijakan yang menguntungkan bagi
77
Mariana, “Pengadaan Barang „E-PROCUREMENT‟, Cara Baru di Jabar”, Kompas 07 Mei 2009,
hlm. 7. 78
Lima daerah lainnya adalah Kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang,
Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Sumedang. 79
Zal, “Di Era Otonomi, Enam Daerah di Jabar Rawan”, Kompas 05 Januari 2001, hlm. 13. 80
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kuningan mengalami kenaikan yang pesat sampai
dengan tahun 2013. Berikut adalah datanya: 2004 (24.95 M), 2005 (31.31 M), 2007 (44.11 M), 2008
(48.7 M), 2009 (52.7 M), 2010 (72.9 M), 2011 (83.61 M), 2012 (96.9 M), 2013 (109.10 M).
(Sumber: Surat dari BPS Kuningan dengan nomor surat 320081.4.025 tanggal 27 Mei 2011 dan
nomor surat 320081.4.024 tanggal 26 Januari 2012). Meskipun PAD Kabupaten Kuningan terlihat
mengalami kenaikan dengan pesat namun secara umum APBD Kabupaten Kuningan hanya
mengalami kenaikan rata-rata antara tahun 2009-2013 sebesar 0,12% dibawah peningkatan rata-rata
APBD nasional yang sebesar 15.6% (Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Deskripsi
dan Analisis APBD 2013 [Jakarta: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2013], hlm. 5). 81
R Hartono, “Otonomi Dati II untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan”, Kompas, 24 April 1998, hlm.
11.
69
golongannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemeriksaan sistem pengendalian intern
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2011 yang menyebutkan bahwa di Pemda
Kabupaten Kuningan masih terdapat kecenderungan bahwa faktor kedekatan dengan
pimpinan menjadi indikator penting untuk menilai kelayakan seorang pegawai
menduduki posisi jabatan tertentu. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya dan lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penilaian kompetensi bagi seorang pegawai
untuk menduduki suatu posisi jabatan tertentu.82
Jenis-jenis Rent Seeking Economy Activity di Kabupaten Kuningan Sebelum dan
Sesudah Otonomi Daerah.
Berdasarkan jenisnya, aktivitas ekonomi perburuan rente di Kabupaten
Kuningan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu berdasarkan faktor kedekatan,
berdasarkan sektor, dan berdasarkan motif/dorongan. Ada dua pola aktivitas ekonomi
perburuan rente yang terjadi di Kabupaten Kuningan yang berdasarkan faktor
kedekatan. Pertama adalah jenis aktivitas ekonomi perburuan rente yang biasa terjadi
sebelum adanya otonomi daerah, fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente ini
melibatkan orang-orang yang memiliki hubungan dekat atau hubungan saudara
dengan kepala daerah. Sedangkan yang kedua adalah aktivitas ekonomi perburuan
rente yang biasa terjadi setelah adanya otonomi daerah, yaitu aktivitas ekonomi
perburuan rente atas dasar kedekatan antara penguasa dengan pengusaha83
yang
terbentuk pada saat proses pemilihan umum kepala daerah. Sedangkan berdasarkan
sektornya, aktivitas ekonomi perburuan rente di Kabupaten Kuningan baik sebelum
ataupun setelah otonomi daerah banyak terjadi pada sektor pengadaan barang dan
jasa.
Hal ini terjadi karena Kabupaten Kuningan masih minim dalam hal sumberdaya
alam. Sedangkan berdasarkan motif/dorongan dari adanya aktivitas ekonomi
perburuan rente, sebelum otonomi daerah, aktivitas ekonomi perburuan rente terjadi
atas dorongan mengumpulkan keuntungan untuk diri sendiri. Sedangkan setelah
otonomi daerah, aktivitas ekonomi perburuan rente dilakukan atas dasar balas budi
penguasa kepada pengusaha yang membantunya pada saat proses pemilihan umum
kepala daerah. Hubungan balas budi ini bermula pada bantuan pengusaha kepada
penguasa pada saat pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) dimana pihak
pengusaha memberikan bantuan berupa financial kepada calon bupati. Setelah calon
bupati yang diusungnya tersebut menang maka secara moral pemimpin kepala daerah
terpilih tersebut akan melakukan balas budi kepada pengusaha yang mendukungnya
dalam hal proyek-proyek yang ada di wilayah kekuasaannya84
. Hal ini sesuai dengan
teori ekonomi regulasi (The Economic Theory of Regulation) yang dikemukakan oleh
Josep Stigler yang menyebutkan bahwa pemerintah/penguasa memiliki hak untuk
82
BPK: Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2011 pada
Pemerintah Kabupaten Kuningan, hlm. 6. 83
Riyanto, op. cit..,hlm. 96. 84
Wawancara H.O. Furqon, April 2013.
70
membuat dan menegakkan aturan. Namun demikian, pengusaha bisa meminta
pemerintah untuk membuat peraturan yang menguntungkannya, sementara
pemerintahpun diuntungkan karena butuh uang untuk melanggengkan
kekuasaannya85
. Dengan demikian, jenis-jenis fenomena rent seeking economy
activity di Kabupaten Kuningan sebelum dan sesudah otonomi daerah dapat
diperlihatkan oleh tabel 26.
Tabel 26. Jenis-jenis fenomena rent seeking economy activity di Kabupaten Kuningan
sebelum dan sesudah otonomi daerah.
Jenis-jenis Rent
Seeking Economy
Activity
Sebelum Otonomi
Daerah
Setelah Otonomi
Daerah
Berdasarkan faktor
kedekatan
Melibatkan orang-orang
yang memiliki hubungan
dekat atau hubungan
saudara dengan kepala
daerah
Aktivitas ekonomi
perburuan rente atas
dasar kedekatan antara
penguasa dengan
pengusaha yang
terbentuk pada saat
proses pemilihan umum
kepala daerah
Berdasarkan sektor
Aktivitas ekonomi perburuan rente di Kabupaten
Kuningan baik sebelum ataupun setelah otonomi
daerah banyak terjadi pada sektor pengadaan barang
dan jasa
Berdasarkan
motiv/dorongan
Aktivitas ekonomi
perburuan rente terjadi atas
dorongan mengumpulkan
keuntungan untuk diri
sendiri
Aktivitas ekonomi
perburuan rente
dilakukan atas dasar
balas budi penguasa
kepada pengusaha yang
membantunya pada saat
proses pemilihan umum
kepala daerah
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2013).
Jenis – Jenis Korupsi di Kabupaten Kuningan Sebelum dan Setelah Otonomi
Daerah.
Ada beberapa jenis korupsi yang secara umum baik sebelum maupun setelah
otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001, terjadi di Kabupaten Kuningan. Jenis-jenis korupsi
yang berkembang tersebut dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: 1) mencari untung
dengan cara melawan hukum dan merugikan negara, 2) menyalahgunakan jabatan
85
W. Kip Viscusi, John M. Vernon dan Josep E. Harrington, Jr., Economics of Regulation and
Antitrust Second Edition (London: The MIT Press, 1995), hlm. 329.
71
untuk mencari untung dan merugikan negara, dan 3) gratifikasi. Berikut adalah
penjelasannya:
Mencari Untung dengan Cara Melawan Hukum dan Merugikan Negara.
Jenis korupsi ini dirumuskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan unsur-unsur yang memenuhi
sebagai berikut86
:
1. Setiap orang;
2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
3. Dengan cara melawan hukum;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Semua kasus korupsi yang sudah atau sedang ditangani oleh Kejaksaan Negeri
Kuningan dan Kepolisian Resort Kuningan termasuk ke dalam jenis korupsi ini
dengan modus yang berbeda-beda. Berikut pada tabel 27 adalah datanya.
Tabel 27. Deskripsi dan modus korupsi yang terjadi di Kabupaten Kuningan
No Deskripsi Modus
1
Kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dana penunjang
DAK (Dana Alokasi Khusus) bidang pendidikan tahun
2007
Penyalahgunaan
Anggaran
Dana Fiktif
2 Kasus korupsi penggelapan dana kas desa tahun 2007-
2011 Desa Manis Kidul
Penggelapan
Dana
3
Penyalahgunaan dana dalam pengadaan internet VPN
MPLS dan VPN Over internet sarana prasarana
pendukung untuk Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan (SIAK) online TA 2010 pada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil)
Kabupaten Kuningan
Penggelapan
Dana
4
Perkara tipikor atas dugaan penyalahgunaan dana
bantuan program pembiayaan perumahan dan
pemukiman dengan dukungan fasilitas subsidi
perumahan KSU Karya Nugraha Kel. Cipari, Kec.
Cigugur, Kab. Kuningan
Penggelapan
Dana
5
Kasus tindak pidana korupsi pembangunan sarana dan
prasarana olahraga di Desa Sindang Gempang Kab.
Kuningan
Penggelapan
Dana
6 Kasus tindak pidana korupsi dana Jamkesmas Rumah
Sakit Umum Daerah 45 Kuningan
Penggelapan
Dana
7 Kasus penyelewengan dana pemeliharaan taman taman Penyelewengan
86
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), op. cit., hlm. 10
72
di depan SMA 3 Kuningan dan Taman Dahlia di depan
pendopo
Dana
8
Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial dari
Provinsi Jawa Barat kepada kelompok peternak sapi
perah Ciputri Desa Cisantana Kecamatan Cigugur
Proyek Fiktif
9 Kasus penyimpangan DAK bidang pendidikan di
Madrasah Ibtidaiyah Guppi Cipondok
Penggelapan
Dana
Sumber: Kepolisian Resort Kabupaten Kuningan dan Kejaksaan Negeri (Kejari)
Kabupaten Kuningan (diolah)
Berdasarkan tabel 27 dapat dilihat bahwa kasus korupsi banyak terjadi dengan
modus penggelapan dana atau upaya untuk memperkaya diri sendiri. Banyaknya
kasus korupsi dengan modus tersebut diakibatkan oleh Sistem Pengendalian Internal
(SPI) atas pengelolaan pendapatan daerah yang masih kurang memadai dan masih
terdapat kelemahan dalam pelaksanaannya, khususnya mengenai prosedur kerja yang
kurang efektif dan ketaatan pada azas yang belum sepenuhnya dilaksanakan oleh para
pelaksana maupun penanggung jawab kegiatan87
.
Adanya fenomena korupsi pada jenis ini juga terlihat dari hasil laporan BPK.
Seperti misalnya tahun 2005 terdapat penyimpangan sebesar Rp 1.719.730.000 atau
0.97% dari cakupan pemeriksaan tahun anggaran 2005 sebesar Rp
176.428.013.234,22 atau 39.29%. Tidak jauh berbeda dengan tahun 2005,
penyimpanganpun terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 2.236.370.000 atau 2% dari
cakupan pemeriksaan tahun anggaran 2006 yaitu sebesar Rp 111.861.861.965.042
atau 40.74%. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi penyimpangan sebesar Rp
179.640.649,06 atau 0.32% dari cakupan pemeriksaan sebesar Rp 55.419.177.992
atau 8.21% dari realisasi anggaran tahun anggaran 2008.
Berdasarkan data antara tahun 2005, 2006, dan 2008 tersebut maka dapat
diindikasikan bahwa fenomena korupsi di wilayah Pemda Kabupaten Kuningan
menunjukkan angka yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian,
pihak inspektorat (yang bertugas mengawasi dan melakukan audit terhadap seluruh
program kerja di wilayah Pemda Kuningan sekaligus juga berwenang untuk
melakukan pengusutan serta memberikan saran dan menindaklanjuti segala bentuk
temuan untuk kemudian dilaporkan kepada pimpinan)88
masih kurang efisien dalam
kinerjanya, hal ini terlihat dari kurangnya efek jera yang dihasilkan dari tindak lanjut
hasil pengawasannya.
Menyalahgunakan Jabatan untuk Mencari Untung dan Merugikan Negara
Jenis korupsi ini dirumuskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan unsur-unsur yang memenuhi
sebagai berikut89
:
87
BPK, op. cit., hlm. 12-13. 88
Ibid, hlm. 8. 89
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), op. cit., hlm. 11
73
1. Setiap orang;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana;
4. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Fenomena jenis korupsi ini tergambar dari kasus korupsi yang dialami Wiratno
pada kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dana penunjang DAK (Dana Alokasi
Khusus) bidang pendidikan tahun 2007. Wiratno yang menjabat sebagai bendahara
UPTD Pendidikan Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan menyebutkan bahwa
pada awal dirinya melakukan korupsi karena banyak guru sekolah yang kekurangan
uang sehingga meminjam kepada dirinya. Untuk memenuhi peminjaman itulah maka
Wiratno membuat laporan fiktif mengenai jumlah guru yang ada di Kecamatan
Pasawahan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 201090
. Melalui insiden yang tidak
disengaja maka kasusnya terungkap pada tahun 2010.
Berdasarkan kasus Wiratno itu maka ada kemungkinan banyaknya kasus yang
serupa dengan kasus ini tetapi belum terungkap sampai saat ini. Fenomena jenis
korupsi seperti ini diakui secara langsung oleh Unang Unarsan yang menjabat sebagai
mantan Kepala Desa Linggajati91
. Menurutnya banyak peluang untuk korupsi yang
dimiliki oleh seorang kepala desa. Hal ini dikarenakan pejabat-pejabat di atasnya
yang juga banyak melakukan korupsi. Seperti misalnya jika ada sebuah proyek di
sebuah dinas maka minimal 10% uang harus keluar di awal sebagai biaya untuk
mendapatkan dana sampai kepada tahap pencairan uang. Unang mengaku bahwa
pihaknya tidak pernah mempermasalahkan hal itu karena ia menganggap hal seperti
ini sudah biasa terjadi. Menurutnya dalam situasi sekarang ini sangat mudah bagi
seorang yang memiliki jabatan sebagai kepala desa untuk melakukan korupsi
terhadap bantuan-bantuan dari pemerintah.
Fenomena korupsi pada jenis ini juga dipengaruhi oleh adanya sikap feodal dari
para pemimpin. Menurut Wiratno, sudah menjadi hal yang biasa ketika pimpinan
meminta dibelikan sesuatu kepadanya92
. Sebagai seorang bawahan yang diangkat
oleh pimpinan maka dirinya tidak bisa menolak apa yang diminta oleh pimpinannya
tersebut. Adanya sikap feodal dari atasan ini juga diakui oleh Unang dengan
memberikan contoh kasus ketika adanya kunjungan dari pihak pemerintah daerah ke
desanya maka biasanya pihaknya mempersiapkan uang untuk atasannya tersebut
dengan alasan sebagai pengganti uang transportasi.
Adanya fenomena korupsi pada jenis ini juga ditemukan melalui hasil temuan
BPK yang menyebutkan bahwa terdapat kelemahan unsur penegakan integritas dan
nilai etika, yaitu dengan masih ditemukannya penggunaan hasil penagihan pajak
daerah oleh Petugas Penagihan untuk kepentingan pribadi. 93
90
Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Juli 2013 di Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Kuningan. 91
Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Juli 2013 di Kabupaten Kuningan. 92
Menurut pengakuan Wiratno, ia pernah membelikan sebuah sepeda motor untuk pimpinannya. 93
BPK, op. cit., hlm. 6.
74
Gratifikasi
Secara sederhana gratifikasi bisa diartikan sebagai pemberian hadiah. Bentuk-
bentuk hadiah itu dapat berupa uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, dan fasilitas lain. Korupsi yang
berhubungan dengan gratifikasi dijelaskan dalam pasal 12B Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 12 C Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan
unsur-unsurnya sebagai berikut94
:
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. Menerima gratifikasi;
3. Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya;
4. Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka
waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Transparency International
Indonesia95
meyebutkan bahwa empat dari sepuluh masyarakat di Indonesia (36%
responden di Indonesia) membayar suap untuk mendapatkan pelayanan publik.
Fenomena korupsi jenis gratifikasi ini juga terjadi di Kabupaten Kuningan.
Kasus gratifikasi yang paling baru adalah kasus yang menimpa Elit Nurlita Sari yang
diduga melakukan tindak penipuan dan penggelapan uang senilai 1,62 miliar. Uang
tersebut didapatkan dari 6 orang korban yang dijanjikan masuk Akpol96
. Meskipun
pada akhirnya saat ini Elit sudah bebas dan perkara tersebut sudah ditutup dengan
baik97
. Adanya gratifikasi juga diakui oleh Unang Unarsan. Menurutnya, gratifikasi
sudah dianggap sebagai sebuah hal yang wajar pada saat pihak desa ingin
mendapatkan proyek dari dinas terkait. Menurut pengalaman Unang, minimal 10%
dari nilai proyek habis untuk membiayai pencairan dana tersebut. Menurut Unang, hal
ini terjadi karena keterbatasan nilai proyek pada masing-masing dinas terkait
sehingga desa harus berkompetisi untuk mendapatkan dana tersebut. Munculnya
gratifikasi tersebut adalah sebagai dampak dari adanya persaingan.
Kasus korupsi jenis gratifikasi ini sulit untuk diatasi karena masyarakat masih
takut untuk melapor karena khawatir dengan kosekwensinya. Hal ini terjadi karena di
Indonesia belum cukup tersedia perlindungan dan saluran yang efektif bagi warga
untuk melakukan pengaduan dan pelaporan korupsi. Oleh karena itu Transparency
International Indonesia (TII) merekomendasikan agar pemerintah dan masyarakat
94
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), op. cit., hlm. 62. 95
Sumber: http://www.ti.or.id/index.php/news/2013/07/10/tii-praktik-suap-di-indonesia-tinggi. 96
http://www.kuningannews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13450:elit-
terancam-dicoret-dari-pencalonan&catid=329:pilbup-kuningan-2013&Itemid=637. 97
http://www.kuningannews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=14275:bebas-
dari-perkara-elit-komit-maju-dengan-kamdan&catid=329:pilbup&Itemid=637.
75
memperkuat lembaga-lembaga anti korupsi, memonitor efektivitas reformasi
pelayanan publik dan melibatkan warga dalam upaya-upaya melawan korupsi.98
Sebab – Sebab Terjadinya Rent Seeking Economy Activity dan Korupsi
di Kabupaten Kuningan
Adanya sebuah aktivitas di masyarakat tentunya tidak terlepas dari sebab-sebab
(motivasi) yang melatarbelakangi perilaku tersebut. Begitu pula dengan perilaku
aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi di Kabupaten Kuningan yang juga
memiliki sebab-sebabnya tersendiri. Meskipun secara umum kedua aktivitas tersebut
(aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi) hanya berada di wilayah kekuasaan
dan keuntungan finansial, namun berikut akan dijelaskan secara lebih spesifik.
Sebab – Sebab Terjadinya Rent Seeking Economy Activity di Kabupaten
Kuningan
Asumsi awal dari adanya aktivitas ekonomi perburuan rente adalah bahwa setiap
kelompok kepentingan (self interest) berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang
sebesar-besarnya dengan upaya (effort) yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai
keuntungan yang besar itulah maka digunakanlah lobi terhadap kebijakan yang ada.99
Teori ekonomi aktivitas ekonomi perburuan rente menjelaskan hubungan pengusaha
dengan pemerintah. Pengusaha selalu mencari preferensi atau keistimewaan dari
pemerintah dalam bentuk lisensi, kemudahan, proteksi, dan sebagainya untuk
kepentingannya.100 Dengan lisensi khusus tersebut maka dengan mudah pelaku yang lain
tidak bisa masuk pasar. Karena itu, perilaku aktivitas ekonomi perburuan rente ekonomi
biasanya merupakan perilaku anti persaingan atau menghindari persaingan.101 Secara
umum, perbedaan sebab-sebab terjadinya aktivitas ekonomi perburuan rente sebelum dan
setelah otonomi daerah hanya terdapat pada ongkos politik yang mahal. Seperti yang
diperlihatkan oleh tabel 28.
Tabel 28. Sebab-sebab terjadinya aktivitas ekonomi perburuan rente di Kabupaten
Kuningan sebelum dan sesudah otonomi daerah.
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
- Kurangnya daya kritis LSM/Ormas dan
masyarakat.
- Faktor manusia yang kurang jujur
(hipokrit).
- Kurangnya daya kritis LSM/Ormas dan
masyarakat.
- Faktor manusia yang kurang jujur
(hipokrit).
- Ongkos politik yang mahal.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2013).
98
Sumber: http://www.ti.or.id/index.php/news/2013/07/10/tii-praktik-suap-di-indonesia-tinggi. 99
Nuraini, op. cit., hlm. 38. 100
Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi (Malang: Bayumedia
Publishing, 2008), hlm. 140. 101
Nuraini, op. cit., hlm. 39.
76
Berikut adalah beberapa sebab terjadinya aktivitas ekonomi perburuan rente di
Kabupaten Kuningan.
Kurangnya Daya Kritis LSM/Ormas dan Masyarakat
Banyaknya kasus korupsi yang diwali oleh adanya aktivitas ekonomi perburuan
rente belum disadari oleh LSM/Ormas di Kabupaten Kuningan. Hal ini terlihat dari
tidak adanya LSM/Ormas/masyarakat yang mengkritisi masalah perburuan rente di
Kabupaten Kuningan. LSM/Ormas/masyarakat hanya mengkritisi masalah kasus-
kasus korupsi yang sudah terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa daya kritis civil society
yang ada di Kabupaten Kuningan hanya berorientasi pada akibat (korupsi) dan belum
menyentuh kepada penyebab sehingga terjadi korupsi (aktivitas ekonomi perburuan
rente). Padahal dengan semakin terbukanya informasi ditambah dengan adanya
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) saat ini memungkinkan
LSM/Ormas/masyarakat untuk mengadakan research sehingga memudahkan
menemukan adanya indikasi perburuan rente untuk selanjutnya bisa dikembangkan ke
arah keberadaan kasus korupsi.
Faktor Manusia yang Kurang Jujur (Hipokrit)
Perilaku aktivitas ekonomi perburuan rente dan korupsi merupakan perilaku
anti persaingan atau menghindari persaingan. Adanya instrumen lobi dan
memengaruhi penguasa dengan uang akan menyebabkan pembangunan tidak
terwujud sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan karena berjalan dengan tidak
profesional sehingga banyak uang yang digunakan tidak sesuai dengan
peruntukkannya. Terjadinya fenomena aktivitas ekonomi perburuan rente merupakan
indikasi dari tidak adanya kejujuran baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak
pengusaha.
Ongkos Politik yang Mahal
Ongkos politik yang mahal telah memicu para aktor politik untuk menghimpun
dana sebanyak-banyaknya demi mempertahankan eksistensi mereka dalam dunia
politik. Dalam hal ongkos politik yang mahal itulah terjadi sebuah pertemuan
kepentingan antara para pengusaha dan penguasa. Dimana para pengusaha
membutuhkan uang untuk keuntungan pribadi, sedangkan penguasa membutuhkan
uang untuk melanggengkan kekuasaannya. Sebab adanya aktivitas ekonomi
perburuan rente yang disebabkan oleh ongkos politik yang mahal ini berkembang
setelah adanya otonomi daerah sebagai akibat dari adanya pemilihan secara langsung
kepala daerah.
77
Sebab – Sebab Terjadinya Korupsi di Kabupaten Kuningan Sebelum dan
Setelah Otonomi Daerah.
Fenomena korupsi merupakan masalah di dalam pembangunan yang
penyelesaiannya tidak mungkin dilakukan dalam waktu yang singkat mengingat
dimensi, ramifikasi, dan sofistifikasinya yang kompleks sehingga sulit untuk
diketahui mana sebab dan mana akibat102
. Namun demikian, menurut Damanhuri,
penyebab korupsi di Indonesia lebih merupakan gabungan dari neo-patrimonialisme,
kondisi historis-struktural akibat penjajahan, dan “kondisi transisi” dari masyarakat
lama yang tradisional dan agraris ke kompleksitas masyarakat baru yang lebih
industrial dengan ekonomi uang dan sofistifikasi dari struktur masyarakat modern
yang rasional dan sekuler. Selain itu, budaya dan perangkat hukum positif belum
menjadi supremasi kehidupan ditambah dengan ajaran agama yang belum menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia juga menjadi penyebab dari masih banyaknya
kasus korupsi yang ada di Indonesia103
. Sedangkan untuk fenomena aktivitas
ekonomi perburuan rente, seperti misalnya pada masa Orde Baru, disebabkan oleh
kedekatan pribadi antara pengusaha dengan para elit pemerintah104
.
Secara umum, sebab-sebab yang membedakan adanya perilaku korupsi di
Kabupaten Kuningan sebelum dan sesudah otonomi daerah hanya dalam hal ongkos
politik yang mahal. Hal ini dapat diperlihatkan oleh tabel 29.
Tabel 29. Sebab-sebab terjadinya korupsi di Kabupaten Kuningan sebelum dan
sesudah otonomi daerah.
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
- Lemahnya penegakan hukum.
- Peran bawasda/inspektorat yang
belum maksimal.
- Kurangnya daya kritis LSM/Ormas
dan masyarakat.
- Faktor manusia yang kurang jujur
(hipokrit).
- Kurangnya kuantitas aparat penegak.
- Sistem akuntansi dan keuangan yang
belum baik.
- Lemahnya penegakan hukum.
- Peran bawasda/inspektorat yang
belum maksimal.
- Kurangnya daya kritis LSM/Ormas
dan masyarakat.
- Faktor manusia yang kurang jujur
(hipokrit).
- Kurangnya kuantitas aparat penegak.
- Sistem akuntansi dan keuangan yang
belum baik.
- Ongkos politik yang mahal.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2013).
Secara rinci, sebab-sebab fenomena korupsi di Kabupaten Kuningan dapat
dijelaskan sebagai berikut.
102
Damanhuri, op. cit., hlm. 125 103
Ibid, hlm. 131. 104
Mallarangeng, op. cit., hlm. 189.
78
Lemahnya Penegakan Hukum
Korupsi merupakan isu yang menarik dilihat dari perspektif politik praktis
sehingga kemudian hukum menjadi alat kepentingan politik sehingga hukum menjadi
diskriminatif. Kasus penegakan hukum yang masih diskriminatif ini bisa dilihat dari
pendapat Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden) dan KH Hasyim Muzadi (Ketua
Umum PB Nahdlatul Ulama) berikut ini105
:
“Ini yang memprihatinkan, ada kasus tindak pidana korupsi dengan
jumlah relative kecil, antara Rp 1 juta atau Rp 2 juta, tetapi hukumannya
sama dengan kasus serupa dengan nilai korupsi yang jauh lebih besar.
Hal ini perlu dikaji kembali,” Jusuf Kalla.
“Ini perlu perbaikan sebab ada pula kasus dimana orang yang terjerat
perkara korupsi karena kesalahan administrasi. Orang ini mungkin saja
tidak menerima duit, tetapi yang bersangkutan harus menebus dengan
uang, bahkan hukumannya sama dengan orang yang korupsinya sampai
miliaran rupiah,” KH Hasyim Muzadi.
Lemahnya penegakan hukum ini dirasakan Wiratno. Dirinya merasa keberatan
dengan hukuman yang dikenakan kepadanya dan merasa kecewa terhadap hukum
yang menjadikan dirinya sebagai pelaku tunggal dalam kasusnya ini. Wiratno
mengaku bahwa pada awalnya ia berniat untuk melakukan banding namun pada saat
itu ia ditakut-takuti oleh jaksa dengan hukuman yang bertambah akibat bandingnya
tersebut.
Lemahnya penegakan hukum ini dapat dilihat pula dari data narapidana korupsi
yang sudah bebas dari tahun 2000 sampai dengan 2010 pada Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Kuningan. Data ini menyebutkan bahwa dari empat belas
narapidana, hanya 2 (dua) narapidana saja yang membayar denda. Sisanya dibiarkan
dan tidak mendapatkan perlakuan hukum.
Peran Bawasda/Inspektorat yang Belum Maksimal
Inspektorat/bawasda merupakan sebuah lembaga yang bertugas mengawasi dan
melakukan audit terhadap seluruh program kerja di wilayah Pemda Kuningan
sekaligus juga berwenang untuk melakukan pengusutan serta memberikan saran dan
menindaklanjuti segala bentuk temuan untuk kemudian dilaporkan kepada pimpinan.
Namun demikian, menurut Febi Yonesta (Direktur Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta), inspektorat/Bawasda ini perannya masih belum maksimal. Lemahnya peran
inspektorat/Bawasda ini menurut Emerso Yuntho (anggota Badan Pekerja ICW) yang
menyebabkan banyaknya korupsi kepala daerah.106
105
SEM, “Penegakan Hukum Masih Diskriminatif”, Kompas, 8 Juli 2013, hlm. 4. 106
K06/RYO, op. cit., hlm. 4.
79
Lemahnya peran inspektorat/Bawasda Kabupaten Kuningan terlihat dari tidak
adanya satupun kasus korupsi di Kabupaten Kuningan yang berasal dari informasi
inspektorat/Bawasda.
Kurangnya Daya Kritis LSM/Ormas dan Masyarakat
LSM/Ormas merupakan bagian dari civil society yang memiliki fungsi sosial
berbeda dengan government, birokrasi, political society, dan economic society.
Adanya perbedaan fungsi sosial inilah yang menyebabkan civil society memiliki
kebebasan sebagai pihak yang mengevaluasi kinerja dari empat wilayah lain yang ada
sehingga rakyat mendapat haknya yang sesuai. Pentingnya peran civil society ini yang
menjadi indikator matangnya sebuah masyarakat. Jika civil society-nya sudah pro
terhadap kesejahteraan masyarakat maka itu menandakan masyarakat yang sudah
matang.
Ada 85 (delapan puluh lima) jumlah LSM/Ormas di Kabupaten Kuningan,
namun hanya beberapa saja yang mengkritisi masalah korupsi yang terjadi di
Kabupaten Kuningan. Ormas/LSM hanya mengkritisi masalah yang bersifat nasional
saja. Fenomena ini sesuai dengan pendapat Syed Hussein Alatas, pakar sosiologi
korupsi, yang melihat bahwa di Asia, korupsi berkaitan dari kondisi historis-
struktural yang disebabkan oleh penjajahan yang terjadi berabad-abad. Penjajahan
inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia terbiasa melakukan penyimpangan dari
norma yang ada sehingga terbentuk norma lain.107
Faktor Manusia yang Tidak Jujur (Hipokrit)
Menurut survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI)108
menyebutkan bahwa 65,30
persen publik menganggap para elite politik benar-benar hipokrit (berbicara hal-hal
yang baik tetapi tidak mengerjakannya). Publik juga memersepsikan para elite sering
menggunakan agama sebagai tameng dan pencitraan sehingga disparitas antara ajaran
agama dengan perilaku para elite semakin lebar. Menurut Yudi Latif (pengamat
politik dari Reform Institute), terjadinya sikap hipokrit di kalangan elite politik dipicu
oleh rancangan sistem demokrasi di Indonesia yang masih inkonsisten, seperti yang
dituturkannya berikut ini:109
“Misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi yang diminta untuk
memberantas kejahatan korupsi. Namun, institusi demokrasi lainnya
107
Damanhuri, op. cit., hlm. 130 - 131. 108
Survei dilakukan pada bulan Juli 2013 dengan menggunakan teknik sampling multistage random
dengan 1.200 responden dan margin error 2,9 persen. Survei dilakukan di 33 provinsi, dilengkapi
dengan penelitian kualitatif, metode analisis media, diskusi grup terfokus, dan wawancara
mendalam. 109
K06/AMR, “Elite Politik Hipokrit”, Kompas, 8 Juli 2013, hlm. 2.
80
masih membiarkan partai politik menggunakan biaya besar dalam
kampanyenya.”
Adanya sikap hipokrit para elite politik sebagai penyebab semakin banyaknya
fenomena korupsi di Kabupaten Kuningan dibenarkan oleh responden yang ada.110
Secara umum hal ini dapat dilihat dari tidak terealisasinya janji-janji para elite politik
pada saat kampanye sehingga ada disparitas antara janji kampanye dengan
pembangunan yang terjadi di Kabupaten Kuningan setelah terpilihnya para politisi
tersebut menjadi pejabat publik.
Ongkos Politik yang Mahal
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan bahwa korupsi meningkat
sejak diberlakukannya pilkada langsung pada tahun 2004 sebagai cara yang
digunakan untuk menutup biaya kampanye yang mahal111
. Sejumlah kalangan
menilai, banyaknya kasus korupsi tersebut disebabkan pula oleh tidak adanya
mekanisme pengawasan terhadap pendanaan partai politik, mekanisme kontrol dalam
pemilihan kepala daerah atau penentuan calon anggota legislatif yang diduga
menggunakan dana yang besar dalam proses politiknya, sampai pengawasan terhadap
perencanaan anggaran di DPR112
. Pengaturan sumbangan perorangan dan perusahaan
untuk partai politik, calon anggota legislatif, atau calon pejabat eksekutif tidak efektif
sama sekali. Sebab, tidak ada pembatasan sumbangan dari pengurus parpol sehingga
dana bisa dititipkan kepada calon. Tidak ada laporan pemasukan periodik sehingga
dana tidak terdeteksi.113
Mahalnya ongkos politik ini tergambar dari besarnya nilai kampanye dalam
Pemilukada tahun 2013 dimana tim pemenangan dua dari pasangan calon bupati dan
wakil bupati kuningan menyebutkan bahwa timnya masing-masing menyediakan
anggaran sebesar Rp 12 Milyar bagi kemenangan para kandidatnya.114
Besarnya
ongkos politik ini juga memberikan moral hazard terhadap bantuan sosial yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya. Contoh salah satu
kasus fenomena seperti ini di Kabupaten Kuningan seperti terjadi pada besarnya dana
hibah kepada TP. PKK Kabupaten Kuningan yang dialokasikan dalam RAPBD 2012
yang mencapai nilai Rp 1,132 milyar yang dianggap terlalu besar serta tidak sepadan
110
Wawancara Masuri, April 2013, Alan Suwgiri, April 2013, Jubaedi, April 2013, Dani Nuryadin,
April 2013, Deki Zainal Muttaqin, Juni 2013, , Dani Toleng, Juli 2013, Unang Unarsan, Juli 2013,
Apandi, Juli 2013, Sunaryo, Juli 2013, dan Heri Pramono, Juli 2013. 111
Gamawan Fauzi, “Pilkada Picu Korupsi: Perlu ada Efisiensi Biaya Politik”, Kompas, 13 Juli 2013,
hlm. 4. 112
Ferry Santoso, “15 Tahun Reformasi: Sudahi Korupsi, Tuntutan yang Terus Berulang”, Kompas, 22
Mei 2013, hlm. 2. 113
Didik Supriyanto, “Uang Makin Berkuasa: Bermasalah, Laporan Keuangan Kementrian yang
Dipimpin Politisi”, Kompas, 1 Mei 2013, hlm. 2. 114
Wawancara Unang Unarsan (Ketua Tim Pemenangan Kamdan-Elit), Juli 2013, Alan Suwgiri
(Anggota Tim Pemenangan Rochmat), Juli 2013.
81
dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penuh dengan nuansa politik untuk
melanggengkan kekuasaan115
.
Kurangnya Kuantitas Aparat Penegak
Korupsi merupakan persoalan kekuasaan, sehingga ketika kekuasaan
berkembang, korupsi juga beradaptasi, menyebar dan menciptakan beragam modus
baru116
. Oleh karena itu maka diperlukan sebuah usaha yang lebih serius dari
pemerintah terhadap upaya penanganan masalah korupsi yang ada di Indonesia.
Secara internasional Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menginisiasi
pembentukan jaringan agensi anti korupsi di sejumlah negara anggota Asia Pacific
Economic Cooperation. Jaringan ini akan dibuat mirip polisi internasional (Interpol)
yang lingkup kerjasamanya hanya sebatas penanganan kasus korupsi lintas negara di
Asia Pasifik117
.
Namun demikian, suprastruktur dari usaha pemberantasan korupsi masih
kurang memadai. Di Kabupaten Kuningan misalnya, jumlah penegak hukum yang
ada di Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resort Kabupaten Kuningan jumlahnya
kurang jika mengingat fenomena korupsi yang banyak terjadi hampir di semua bidang
pemerintahan. Jumlah personil yang ada di bagian tindak pidana korupsi kepolisian
resort Kabupaten Kuningan hanya 4 (empat) orang dan di bagian pidana khusus
Kejaksaan Negeri (Kejari) hanya 5 (lima) orang. Kurangnya jumlah personil menjadi
penyebab lambatnya penanganan kasus korupsi yang ada di Kabupaten Kuningan.
Ditambah lagi waktu yang dibutuhkan untuk menangani satu kasus korupsi yang
lama, yaitu di atas 6 (enam) bulan.118
Sistem Akuntansi dan Keuangan yang Belum Baik
Sistem akuntansi dan keuangan di Kabupaten masih menunjukkan gejala yang
belum baik. Hal ini bisa dilihat dari contoh kasus yang melibatkan Wiratno sebagai
terdakwa. Dalam kasusnya itu Wiratno berhasil mengelabui sistem akuntansi dan
keuangan pemerintah daerah dengan cara melakukan manipulasi data selama 4
(empat) tahun (2006 – 2010). Kecurigaan terhadap masih belum baiknya sistem
akuntansi dan keuangan bisa dilihat dari data kasus korupsi di Kabupaten Kuningan
yang sebagian besar memiliki modus penggelapan dan penyelewengan dana.
115
http://m.ciremaipost.com/index.php/politik-a-pemerintahan/politik-dan-pemerintahan/820-red.html 116
Danang Widoyoko, “Pemberantasan Korupsi: Tak Cukup Penegakan Hukum”, Kompas, 4 Juli
2013, hlm. 5. 117
BIL, “Kerja Sama Antikorupsi: Singapura Tak Ingin dalam Bentuk Formal”, Kompas, 26 Juni
2013, hlm. 5. (Pembentukan jaringan agensi anti korupsi tersebut dibicarakan secara serius dalam
Senior Official Meeting Asia Pacific Economic Cooperation (SOM APEC) di Medan, Sumatera
Utara, Selasa (25/6). Pembentukan jaringan ini akan dideklarasikan dalam pertemuan puncak
pemimpin negara-negara APEC di Bali, Oktober 2013). 118
Wawancara Heri Pramono, Juli 2013.
82
Sistem akuntansi dan keuangan yang belum baik juga diakui oleh Fahd Djibran
(peneliti Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia) yang menenggarai bahwa sistem
akuntansi dan keuangan negara yang berlaku sekarang masih memberikan celah tidak
jujur. Untuk itu, negara memerlukan sistem, struktur, dan pola laporan keuangan
yang lebih ketat untuk menutup celah kecurangan.119
Perkiraan Kebocoran APBD Akibat Adanya
Fenomena Rent Seeking Economy Activity dan Korupsi
Adanya fenomena korupsi dan rent seeking economy activity yang berujung
pada perilaku korupsi di Kabupaten Kuningan akan berakibat pada kebocoran APBD
sehingga kemudian akan berdampak kepada pembangunan dan infrastruktur yang
terganggu yang pada akhirnya akan merugikan negara dan rakyat karena disebabkan
oleh adanya high cost economy yang ditimbulkan.120
Mengenai keberadaan kebocoran dana pembangunan di Indonesia, Sumitro
Djojohadikusumo pernah menyampaikan analisisnya, melalui pendekatan
Incremental Capital Output Ratio (ICOR), pada tahun 1993 yang menyebutkan
bahwa dana pembangunan di Indonesia telah mengalami kebocoran hingga 30%121
.
SueePemborosan yang terjadi pada waktu itu menurut Soemitro disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya:
1. Investasi dalam infrastruktur yang untuk sebagian bersifat slow yielding dan
low yielding (memakan waktu sedikit lama sebelum investasi yang
bersangkutan membuahkan hasil). Seperti misalnya dalam investasi dana
pembangunan pemerintah, kedua sifat tersebut banyak dijumpai pada proyek
pembangunan prasarana umum seperti jalan, jembatan serta jaringan irigasi di
daerah terpencil yang potensinya minim dan perlu waktu lama untuk
membuahkan hasil.
2. Adanya kelemahan teknis dalam perencanaan, penyelenggaraan dan perawatan
proyek-proyek investasi.
3. Berbagai segi negatif pada iklim institusional, yaitu penyimpangan dan
penyelewengan karena kurang dipatuhinya kaidah-kaidah moral secara normatif
(salah satunya korupsi).
Besarnya kebocoran dana pembangunan di Indonesia tersebut mencerminkan
masih kurang efisiennya pembangunan yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Hal
119
Fahd Djibran, “Pemberantasan Korupsi: Tak Cukup Penegakan Hukum”, Kompas, 4 Juli 2013, hlm.
5. 120
Muhamad Farid Mahmud, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) : Barometer Efisiensi
Perekonomian Nasional, Jurnal Ekonomi Bisnis, No.1 Vol.13, april 2008, hal 28. 121
Nilai tersebut tercermin dari ICOR yang pada waktu itu sebesar 4,9 atau 5. Dasar perhitungan
Soemitro adalah ICOR rata-rata negara ASEAN sekitar 3,5. Dengan demikian terjadi selisih ICOR
Indonesia lebih besar 1,5 dibanding rata-rata negara ASEAN. Sedangkan besarnya pemborosan
(kebocoran) adalah 1,5/5 x 100% = 30%.
83
itu dapat dilihat dari tabel nilai ICOR tahun 2008 yang ada di wilayah Pulau Jawa dan
Bali pada tabel 30.122
Tabel 30. Data ICOR tahun 2008 di Pulau Jawa dan Bali
Nama Provinsi ∆K ∆Y Koefisien ICOR
DKI Jakarta 120 867 773.81 20 752 135.70 5.8
Jawa Barat 50 071 918.83 17 025 528.87 5.5
Jawa Tengah 30 169 301.77 8 924 229.52 3.4
DI Yogyakarta 5 210 713.85 920 969.32 5.7
Jawa Timur 54 702 838.69 17 134 374.34 3.2
Banten 11 537 469.70 3 756 134.53 4.6
Bali 5 616 494.83 1 403 524.28 4.0
Sumber: Airin Nuraini, Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di
Indonesia: Studi Kasus: Mekanisme Dugaan Korupsi APBD di Pemerintah
Provinsi Banten Tahun 2011 (Bogor: Pascasarjana IPB, 2013), hlm. 174
Berdasarkan tabel 30 diketahui bahwa nilai ICOR paling baik adalah ICOR
pada Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 3.2123
. Dengan demikian, nilai ICOR Jawa
Barat sebesar 5.5 mencerminkan adanya pemborosan dana pembangunan di Provinsi
Jawa Barat sebesar 41.8 persen124
. Besarnya kebocoran yang ada di Jawa Barat
tersebut mencerminkan masih buruknya kinerja pemerintah daerah di seluruh wilayah
Jawa Barat sehingga terjadi kurang efisiennya dana pembangunan yang ada.
Kabupaten Kuningan sebagai salah satu kabupaten yang berada di wilayah
pemerintahan Jawa Barat125
bisa dianggap memiliki kedekatan nilai efisiensi dana
pembangunan (kebocoran APBD) sebagaimana yang terjadi secara umum di Jawa
Barat. Hal ini dapat dilihat dari laporan Badan Pengawas Keuangan (BPK) yang
menyebutkan bahwa pada tahun 2005 terjadi kebocoran sebesar 0.97% dari 39.29%
anggaran yang diperiksa; pada tahun 2006 terjadi kebocoran sebesar 2% dari 40.74%
anggaran yang diperiksa; dan pada tahun 2008 terjadi kebocoran sebesar 0.32% dari
8.21% anggaran yang diperiksa. Selain itu dapat dilihat pula dari jumlah kerugian
negara dari 9 (sembilan) kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan dan Kepolisian dari
tahun 2006 sampai tahun 2012 yang mencapai jumlah Rp 4.454.155.000,-. Data
jumlah nominal kerugian negara yang ada di Kabupaten Kuningan tersebut dinilai
lebih rendah dari total kerugian negara yang sesungguhnya mengingat kemajuan
perekonomian di Kabupaten Kuningan yang kurang signifikan.
122
Airin Nuraini, op. cit. hlm. 174 123
Nilai 3.2 menunjukkan bahwa di Provinsi Jawa Timur, untuk mendapatkan tambahan PDB Rp 1
diperlukan tambahan investasi sebesar Rp 3.2. 124
5.5-3.2 = 2.3, 2.3/5.5*100% = 41.8%. 125
Jawa Barat memiliki 17 kabupaten dan 9 kota.
84
SIMPULAN
Kabupaten Kuningan merupakan kabupaten yang memiliki pendapatan minim
dalam hal sumberdaya alam. Oleh karena, fenomena perburuan rente dan korupsi
banyak terjadi dalam sektor pengadaan barang dan jasa. Adanya data indikasi
perburuan rente dapat dilihat dari data LPSE antara tahun 2012 – 2013 dimana ada
beberapa perusahaan, yang pemiliknya memiliki kedekatan dengan penguasa, yang
mendapatkan lebih dari satu proyek dengan nilai pagu per proyek di atas lima ratus
juta rupiah. Sementara itu, berdasarkan data yang ada, kasus korupsi di Kabupaten
Kuningan tersebar mulai dari tingkat kelurahan sampai tingkat dinas di tingkat
kabupaten dengan berbagai macam latar belakang jabatan yang diemban oleh para
pelaku.
Secara umum, dengan adanya program otonomi daerah telah berpengaruh
terhadap pola perburuan rente yang melalui sistem kekeluargaan pada sebelum
otonomi daerah menjadi sistem balas budi pada setelah otonomi daerah. Adanya
perbedaan pola perburuan rente itulah yang kemudian juga memengaruhi pola
korupsi di Kabupaten Kuningan, yaitu para pelaku melakukan korupsi bukan lagi
hanya atas motivasi untuk memperkaya diri sendiri namun juga dengan cara
menguntungkan pihak lain atau golongannya dengan motivasi ingin mendapatkan
keuntungan timbal balik atas pemberiannya tersebut.
SARAN
Berdasarkan pendahuluan hingga kesimpulan yang sudah dibuat, maka
beberapa saran yang bisa direkomendasikan, yaitu:
1. Menciptakan sistem kekuasaan yang seimbang di Kabupaten Kuningan antara
pemerintah (eksekutif), legislatif, dan Ormas/LSM dalam mengusahakan
terciptanya suasana check and balance yang baik. Ketiga komponen tersebut
diharapkan bisa mengambil masing-masing peran yang strategis seperti:
a. Pemerintah diharapkan bisa melakukan reformasi birokrasi dengan cara
memperbaiki budaya kerja, sistem akuntansi keuangan dan kearsipan,
akuntabilitas keuangan daerah, dan sistem birokrasi yang tidak berbelit-
belit.
b. Legislatif diharapkan bisa melakukan reformasi budaya kerja yang
profesional sebagai fasilitator yang baik antara masyarakat dengan
pemerintah dan selalu mewaspadai akan adanya fenomena perburuan rente
dan korupsi dalam setiap proses pembuatan peraturan perundang-undangan
sehingga aplikasi dari produk perundang-undangan yang dikeluarkan dapat
meminimalisir peluang untuk melakukan perburuan rente dan korupsi.
c. Ormas/LSM diharapkan bisa bersikap kritis terhadap setiap produk
perundang-undangan atau kebijakan yang dikeluarkan baik oleh pihak
legislatif maupun pihak eksekutif. Selain itu masyarakat juga diharapkan
85
untuk terus mendorong perbaikan kinerja eksekutif dan legislatif sehingga
kedua lembaga tersebut selalu berjalan sebagaimana fungsi yang
sebenarnya.
2. Pihak Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK diharapkan dapat membentuk sistem
kerja satu atap dalam menjalankan tugasnya di daerah-daerah sehingga akan
menimbulkan percepatan penanganan kasus-kasus korupsi yang selama ini
terkendala oleh kurangnya SDM.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti kebocoran APBD di
Kabupaten Kuningan dengan menggunakan metode tabel input output yang
akan segera dibuat oleh BPS Kuningan yang bekerjasama dengan Bappeda
Kuningan pada tahun 2014. Dengan demikian, hal ini akan menghasilkan nilai
kontemporer kebocoran APBD yang riil terjadi di Kabupaten Kuningan.
86
DAFTAR PUSTAKA
Amelia R. 2010. Fenomena Aktivitas Ekonomi Aktivitas ekonomi perburuan rente
dalam Kegiatan Perparkiran di DKI Jakarta: Studi Kasus Lahan Parkir Pasar
Slipi Jakarta Barat [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2004. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
Kabupaten Kuningan Tahun Anggaran 2004. Bandung: BPK Provinsi Jawa Barat.
_______________. 2006. Hasil pemeriksaan semester II Tahun Anggaran 2006 atas
belanja daerah Kabupaten Kuningan tahun anggaran 2005 dan tahun anggaran
2006. Bandung: BPK Provinsi Jawa Barat.
_______________. 2006. Laporan hasil pemeriksaan keuangan: Laporan keuangan
pemerintah Kabupaten Kuningan untuk tahun anggaran 2006. Bandung: BPK
Provinsi Jawa Barat.
_______________. 2007. Hasil pemeriksaan semester II tahun anggaran 2007 atas
penyaluran dan penerimaan dana perimbangan tahun anggaran 2006 dan
semester I tahun anggaran 2007 pada pemerintah Kabupaten Kuningan dan
KPPN terkait. Bandung: BPK Provinsi Jawa Barat.
_______________. 2008. Laporan hasil pemeriksaan atas belanja daerah
pemerintah Kabupaten Kuningan tahun anggaran 2008. Bandung: BPK Provinsi
Jawa Barat.
_______________. 2008. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah Kabupaten Kuningan tahun anggaran 2008. Bandung: BPK Provinsi
Jawa Barat.
_______________. 2009. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah Kabupaten Kuningan tahun anggaran 2009. Bandung: BPK Provinsi
Jawa Barat.
_______________. 2010. Laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan
pemerintah daerah Kabupaten Kuningan tahun 2010. Bandung: BPK Provinsi
Jawa Barat.
_______________. 2011. Laporan hasil pemeriksaan atas pendapatan daerah tahun
anggaran 2011 pada pemerintah Kabupaten Kuningan. Bandung: BPK Provinsi
Jawa Barat.
_______________. 2011. Laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan
pemerintah daerah kabupaten Kuningan tahun 2011. Bandung: BPK Provinsi
Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik. 1998. Kabupaten Kuningan dalam Angka 1998. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi
Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
_______________. 1999. Kabupaten Kuningan dalam Angka 1999. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
87
_______________. 1999. PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 1995 – 1999.
Kerjasama Bappeda Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS Kabupaten Kuningan.
_______________. 1999. PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 2009 – 2011.
Kerjasama Bappeda Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS Kabupaten Kuningan.
_______________. 2000. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2000. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2002. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2002. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2002. PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 1998 – 2002,
Kerjasama Bappeda Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS Kabupaten Kuningan.
_______________. 2003. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2003. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2003. PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 1999 – 2003.
Kerjasama Bappeda Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS Kabupaten Kuningan.
_______________. 2005. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2005. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2006. PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 2003 – 2006.
Kerjasama Bappeda Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS Kabupaten Kuningan.
_______________. 2007. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2007. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2009. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2009. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2010. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2010. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2010. PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 2009 – 2010.
Kerjasama Bappeda Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS Kabupaten Kuningan.
_______________. 2011. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2011. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
_______________. 2012. Jawa Barat dalam Angka 2012. Kerjasama BPS Provinsi
Jawa Barat. Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat.
_______________. 2012. Kabupaten Kuningan dalam Angka 2012. Kerjasama
Bappeda Kabupaten Kuningan dengan BPS Kabupaten Kuningan. Kuningan: BPS
Kabupaten Kuningan.
Damanhuri D. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik, dan Solusi
bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor (ID): IPB Press.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga.
88
Jhingan ML. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. D. Guritno
[penerjemah]. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada.
Juanda B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis. Bogor (ID): IPB Press.
Klitgaard R. Ronald M. Parris L. 2005. Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam
Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pahami Dulu, Baru Lawan!: Buku Panduan
Kamu Buat Ngelawan Korupsi. Jakarta(ID): Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 2006. Memahami untuk Membasmi: Buku
Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah (KPPOD). 2005. Daya Saing
Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia, 2005 Persepsi Dunia Usaha: Peringkat
169 Kabupaten dan 59 Kota di Indonesia, Metodologi dan Temuan Utama.
Jakarta: Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah.
Mallarangeng R. 2008. Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-1992.
Jakarta(ID): Gramedia.
Nuraini, Airin. 2013. Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di
Indonesia: Studi Kasus: Mekanisme Dugaan Korupsi APBD di Pemerintah
Provinsi Banten Tahun 2011 [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rachmi A. 2008. Dampak Penguasaan Lahan dan Pembangunan Properti Terhadap
Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Segitiga Emas Jakarta [skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo D. 2011. Nalar Ekonomi Politik Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
Riyanto. 2008. Korupsi dalam Pembangunan Wilayah: Suatu Kajian Ekonomi Politik
dan Budaya [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Said M. 2008. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang (ID): UMM Press.
Seto A. 2012. Korupsi, Kesejahteraan Sosial dan investasi: Studi Empiris di Delapan
Negara Kawasan ASEAN Tahun 2000-2009 [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sholeh M. 2004. Kuasa Rakyat: Meniti Jalan Demokrasi untuk Keadilan dan
Kesejahteraan Rakyat. Jakarta(ID): Institute for Public Education (IPE).
Sumarsono, HM. 2004. Metode Riset Sumberdaya Manusia. Yogyakarta(ID): Graha
Ilmu.
Todaro M. Smith S. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. Haris
Munandar [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.
Viscusi W. John M. Josep E. 1995. Economics of Regulation and Antitrust Second
Edition. London (ENG): The MIT Press.
Yustika A. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Malang (ID):
Bayumedia Publishing.
Yustika A. 2010. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Malang (ID):
Bayumedia Publishing.
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data perusahaan pemenang tender di Kabupaten Kuningan tahun anggaran 2012 – 2013
NO PEMENANG TENDER NAMA LELANG NILAI PAGU
PAKET JUMLAH NILAI ANGGARAN
1 ALFAT Pemasangan pipa baru jalan lingkar Cijoho Rp693,750,000.00 Rp1,940,312,000.00
2012 APBD
2 ALFAT Paket 2 pekerjaan pengadaan, pemasangan pipa distribusi diameter 250 mm dan
accesoriees Rp694,562,000.00 2012 APBD
3 ALFAT Pemagaran lingkungan kantor Dinas Pertanian Rp552,000,000.00 2013 APBD
4 ANUGERAH Rehabilitasi ruas jalan Subang-Ciwaru Rp997,667,000.00 Rp2,730,949,000.00
2012 APBN
5 ANUGERAH Peningkatan jalan Kalpataru ruas jalan Kadugede – Cileuleuy Rp1,733,282,000.00 2013 APBD
6 CIPARAY INDAH Rehabilitasi jalan Cilebak - Legokherang Kabupaten Kuningan (BP) Rp650,000,000.00 Rp2,922,288,000.00
2012 APBD
7 CIPARAY INDAH Peningkatan jalan Cipicung - Suganangan (lanjutan DAK) Rp1,185,155,000.00 2013 APBD
8 CIPARAY INDAH Peningkatan jalan Kojengkang - Bendungan (lanjutan) Rp1,087,133,000.00 2013 APBD
9 CV MANUNGGAL MEGA PRATAMA
Pembangunan gedung dan revitalisasi puskesmas mampu Poned Ciwaru Rp559,862,000.00 Rp1,298,885,000.00
2012 APBD
10 CV MANUNGGAL MEGA
PRATAMA Peningkatan jalan Citiusari – Mekarmulya Rp739,023,000.00 2013 APBD
11 CV. BAKTI TRI GUNA Lanjutan pembangunan trotoar jalan Kadugede Kecamatan Kadugede
Kabupaten Kuningan (BP) Rp976,987,000.00 Rp1,556,376,000.00
2012 APBD
12 CV. BAKTI TRI GUNA Peningkatan jalan Babakan Reuma - Sp. Parenca Ancaran Rp579,389,000.00 2013 APBD
13 CV. DUTA KAMUNING Penataan pengembangan ruang data dan gudang BAPPEDA Kabupaten Kuningan (BP)
Rp672,150,000.00 Rp1,695,371,000.00
2012 APBD
14 CV. DUTA KAMUNING Rehabilitasi ruas jalan Ciniru-Cageur Kec. Darma (lanjutan) (BP) Rp1,023,221,000.00 2013 APBD
15 CV. DWIFA MULYA Peningkatan jalan Kertayasa-Susukan (lanjutan) Rp989,076,000.00 Rp1,789,076,000.00
2013 APBD
16 CV. DWIFA MULYA Rehabilitasi ruas jalan Subang-Tangkolo (lanjutan) (BP) paket II Rp800,000,000.00 2013 APBD
17 CV. GIRI AKBAR Peningkatan ruas Jalan Matanghaji-Kaduela Kecamatan Pasawahan Kabupaten
Kuningan (BP) Rp840,000,000.00 Rp1,377,292,000.00
2012 APBD
18 CV. GIRI AKBAR Pembangunan trotoar Kecamatan Pasawahan Rp537,292,000.00 2013 APBD
19 CV. GUNA MEKAR Lanjutan pembangunan trotoar jalan Cigugur Kecamatan Kadugede Kabupaten
Kuningan (BP) Rp1,000,000,000.00
Rp3,407,576,400.00
2012 APBD
474 7
3
90
20 CV. GUNA MEKAR Pembangunan gedung kantor pemda Kabupaten Kuningan (pekerjaan infrastruktur)
Rp1,846,000,000.00
2012 APBD
21 CV. GUNA MEKAR paket 12 pekerjaan pengadaan, pemasangan pipa distribusi dan accesories dari
pasar darurat s.d SMPN I Kuningan Rp561,576,400.00 2012 APBD
22 CV. INDAH SARI Pembangunan gedung dan revitalisasi puskesmas mampu Poned Kalimanggis Rp570,627,000.00 Rp1,488,027,000.00
2012 APBD
23 CV. INDAH SARI Penataan dan pengembangan obyek Wisata Waduk Darma (BP) Rp917,400,000.00 2012 APBD
24 CV. JAMBAR JAYA Pengadaan semen paket 2 Rp560,000,000.00 Rp1,112,000,000.00
2012 APBD
25 CV. JAMBAR JAYA Pembangunan garasi bus Pemda Rp552,000,000.00 2013 APBD
26 CV. MARGA KENCANA Peningkatan ruas jalan Ciniru – Cageur Rp940,034,700.00 Rp3,062,727,700.00
2012 APBN
27 CV. MARGA KENCANA Peningkatan jalan Cihirup - Sukaraja (lanjutan) Rp1,584,573,000.00 2013 APBD
28 CV. MARGA KENCANA Pembangunan trotoar Kecamatan Cipicung Rp538,120,000.00 2013 APBD
29 CV. TRI MUSTIKA LESTARI Rehabilitasi Jalan Pinara - Cibongkot Kecamatan Ciniru (BP) Rp979,570,000.00 Rp1,669,570,000.00
2012 APBD
30 CV. TRI MUSTIKA LESTARI Penataan lingkungan dan pemagaran kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Rp690,000,000.00 2013 APBD
31 CV. TRIKARYA MANDIRI Pembangunan Jembatan Jamursi (BP) Rp2,355,836,000.00 Rp4,237,165,000.00
2012 APBD
32 CV. TRIKARYA MANDIRI Rehabilitasi jalan Mekarsari-Cipakem Kec. Maleber Rp1,881,329,000.00 2013 APBD
33 CV. TRIMA JAYA Pemeliharaan jalan Cimahi - Gunungsari Kecamatan Cimahi Kabupaten
Kuningan (BP) Rp1,580,000,000.00 Rp2,308,864,000.00
2012 APBD
34 CV. TRIMA JAYA Rehabilitasi jalan Aruji Kepuh Kecamatan Kuningan (lanjutan) (BP) Rp728,864,000.00 2013 APBD
35 CV. TUNAS MEKAR Pemeliharaan ruas jalan Bojong - Pakembangan (lanjutan) Rp749,991,000.00 Rp1,483,575,000.00
2012 APBD&APBN
36 CV. TUNAS MEKAR Peningkatan jalan Cengal-Salareuma Kec. Japara (lanjutan) (BP) Rp733,584,000.00 2013 APBD
37 CV.BANGUN JAYA Perbaikan jalan Cileuya – Karangkancana Rp981,153,000.00 Rp1,619,400,000.00
2012 APBD
38 CV.BANGUN JAYA Peningkatan ruas jalan Cikubangsari - Taraju Kec. Kramatmulya (BP) Rp638,247,000.00 2013 APBD
39 CV.DEANSIKA Revitalisasi pasar tradisional Desa Ciwaru Rp1,042,803,000.00 Rp2,127,066,000.00
2012 APBN
40 CV.DEANSIKA Penataan trotoar jalan Siliwangi Kec. Kuningan (lanjutan) Rp1,084,263,000.00 2013 APBD
41 CV.SINAR SAKTI Peningkatan ruas jalan Purwawinangun – Cirendang Rp809,996,000.00 Rp1,747,107,000.00
2012 APBD&APBN
42 CV.SINAR SAKTI Peningkatan jalan Cirahayu-Walaharcageur (lanjutan) Rp937,111,000.00 2013 APBD
43 CV.TIGA SAUDARA Pembangunan gedung dan revitalisasi puskesmas Mampu Poned Maleber Rp559,862,000.00
Rp2,388,297,000.00
2012 APBD
474 7
4
91
44 CV.TIGA SAUDARA Pembangunan trotoar jalan Cidahu Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan Rp1,000,000,000.00 2012 APBD
45 CV.TIGA SAUDARA Rehabilitasi ruas jalan Kiaradomba-Cikeusik Kec. Cimahi (lanjutan) (BP) Rp828,435,000.00 2013 APBD
46 CV.WINDU JAYA Rehabilitasi jalan Desa Sukajaya-Cikeusal Kecamatan Cimahi Rp1,019,295,400.00 Rp3,299,288,400.00
2012 APBD
47 CV.WINDU JAYA Rehabilitasi ruas jalan Cijemit - Gunung Manik Kecamatan Ciniru Kabupaten Kuningan (BP)
Rp700,000,000.00 2012 APBD
48 CV.WINDU JAYA Peningkatan jalan Sp. Ciputat – Gresik Rp1,579,993,000.00 2013 APBD
49 KALIMASADA Peningkatan ruas jalan Kiaradomba - Kananga Kabupaten Kuningan (BP) Rp526,000,000.00 Rp2,034,898,000.00
2012 APBD
50 KALIMASADA Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Slbn Perbatasan Rp1,508,898,000.00 2012 APBN
51 MANUNGGAL Penataan dan pengembangan obyek wisata Talaga Remis (BP) Rp1,250,505,000.00
Rp3,868,463,400.00
2012 APBD
52 MANUNGGAL Rehabilitasi jalan Cikahuripan - Pakembangan (lanjutan) Rp788,168,000.00 2013 APBD
53 MANUNGGAL Rehabilitasi ruas jalan -Subang Ciwaru (lanjutan) (BP) paket III Rp1,016,338,000.00 2013 APBD
54 MANUNGGAL Pengadaan aspal paket III (BP) Rp813,452,400.00 2013 APBD
55 SANCITA Peningkatan jalan Bulaksurat - Bendungan (lanjutan) Rp1,182,377,000.00 Rp2,732,652,400.00
2013 APBD
56 SANCITA Peningkatan jembatan Cicabe di jalan Gunungsari-Margamukti Kec. Cimahi
(lanjutan) (BP) Rp736,823,000.00 2013 APBD
57 SANCITA Pengadaan aspal paket IV (BP) Rp813,452,400.00 2013 APBD
58 SEJATI Pembangunan gedung dan revitalisasi puskesmas mampu Poned Cibeureum Rp588,405,000.00 Rp2,697,946,750.00
2012 APBD
59 SEJATI Pengadaan bibit dan pupuk Rp2,109,541,750.00 2012 APBN
Sumber: Data LPSE antara tahun 2012 – 2013 (diolah)
474 7
5
92
Lampiran 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi dari Tahun 1998 Sampai Tahun 2011 Atas Dasar Harga Konstan
No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan Ekonomi
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2008 2009 2010 2011
1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN -0.07 3.13 1.91 0.23 0.77 -1.18 3.16 1.67 1.46 0.80 0.82 0.77 1.94
DAN PERIKANAN - - - - - - - - - - - - -
a. Tanaman bahan makanan -0.12 2.42 1.77 0.17 0.42 -4.17 2.62 2.94 1.30 0.58 0.58 0.34 1.57
b. Tanaman perkebunan 5.39 2.14 3.39 0.50 0.79 10.43 5.91 -5.39 2.61 2.48 2.51 2.87 2.69
c. Peternakan dan hasil-hasilnya -1.50 4.60 2.00 0.28 0.46 0.97 1.09 3.54 -1.69 0.50 0.51 3.27 3.72
d. Kehutanan 4.41 0.13 1.27 4.79 5.83 5.94 5.37 3.15 23.87 7.14 0.84
-
8.32
-
3.14
e. Perikanan -0.47 27.53 2.66 0.06 0.57 10.94 9.68 5.78 1.58 1.88 5.98 4.10 6.37
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -5.16 -
17.22 2.27 16.68 10.20 0.12 0.31 0.10 1.76 1.84 1.84 0.83 4.63
a. Minyak dan gas bumi (migas) - - - - - - - - - - - - -
b. Pertambangan tanpa migas - - - - - - - - - - - - -
c. Penggalian -5.16 -
17.22 2.27 16.68 10.20 0.12 0.31 0.10 1.76 1.84 1.84 0.83 4.63
3 INDUSTRI PENGOLAHAN -12.98 1.10 2.21 8.31 9.13 14.91 13.32 4.95 7.98 7.24 6.65 8.38 4.39
a. Industri migas - - - - - - - - - - - - -
b. Industri tanpa migas -12.98 1.10 2.21 8.31 9.13 14.91 13.32 4.95 7.98 7.24 6.65 8.38 4.39
4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH -2.58 -0.20 3.52 5.84 7.59 1.39 1.72 -1.02 7.18 4.42 3.92 5.85 6.95
a. Listrik -2.13 -7.07 3.18 2.67 3.23 0.68 0.66 0.54 3.21 6.14 6.21 6.29 6.68
b. Gas kota - - - - - - - - - - - - -
c. Air bersih -7.95 85.50 5.67 25.20 26.61 3.37 4.59 -5.13 18.27 0.09 -2.17 4.58 7.76
5 BANGUNAN -11.58 -2.89 1.91 0.36 0.46 4.90 1.48 1.05 2.81 2.36 2.39 5.25 9.27
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN -7.05 1.00 2.82 2.60 3.12 4.56 3.75 5.04 8.87 7.91 8.00 9.04 8.59
a. Perdagangan besar dan eceran -5.88 1.50 2.67 1.48 2.14 4.54 4.35 5.18 9.33 8.08 8.16 9.20 8.68
474 7
6
93
b. Hotel -7.88 5.40 2.92 8.63 8.22 11.29 19.72 4.37 1.82 25.80 26.08 6.54 7.08
c. Restoran -8.79 0.12 3.05 4.23 4.43 4.72 -2.73 3.50 3.91 5.57 5.63 7.10 7.45
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI -6.52 1.35 2.41 5.77 6.73 5.81 4.17 12.99 0.55 2.24 2.31 7.57 7.42
a. Pengangkutan -6.61 0.98 2.35 5.68 6.55 6.30 4.42 14.11 -0.06 1.78 1.83 7.47 7.48
1) Angkutan rel - - - - - - - - - - - - -
2) Angkutan jalan raya -6.76 0.56 2.26 5.40 6.34 6.43 4.36 14.50 -0.29 1.44 1.46 7.47 7.60
3) Angkutan laut - - - - - - - - - - - - -
4) Angkutan sungai dan penyeberangan - - - - - - - - - - - - -
5) Angkutan udara - - - - - - - - - - - - -
6) Jasa penunjang angkutan -5.53 4.02 3.00 7.56 8.03 3.22 5.98 4.65 5.91 9.78 9.89 7.47 5.08
b. Komunikasi -3.71 13.06 4.03 8.24 8.79 1.37 1.78 1.93 7.37 6.50 6.57 8.40 6.93
8 KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN -34.36 7.64 11.65 10.21 12.63 6.91 17.84 2.77 1.05 7.13 6.87 7.58 8.40
a. Bank -
134.44 -
75.25 -
245.98 77.65 78.76 18.82 68.62 0.20 -9.51 8.44 8.53 9.35 9.95
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank -4.37 1.64 1.46 7.44 7.82 1.02 -0.03 0.83 15.82
12.53 9.28 9.46 9.56
c. Jasa Penunjang Keuangan - - - -
d. Sewa Bangunan -4.38 1.52 2.65 8.09 9.12 4.71 4.29 4.34 4.10 5.29 5.35 6.05 7.25
e. Jasa Perusahaan -4.93 -1.78 17.42 6.31 6.91 3.07 4.77 5.19 3.96 6.23 6.30 7.20 7.09
9 JASA – JASA -4.19 0.22 2.22 7.61 8.45 13.34 1.79 6.14 7.48 6.74 6.82 5.39 5.00
a. Pemerintahan Umum -3.79 -0.51 2.17 6.92 7.68 20.58 0.55 6.46 5.55 6.95 7.02 3.94 3.10
1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan - - - - - - - - - 6.95 7.02 3.94 3.10
2. Jasa Pemerintah lainnya - - - - - - - - - 6.95 7.02 3.94 3.10
b. Swasta -5.16 2.01 2.35 9.28 9.95 3.54 3.74 5.65 10.45 6.35 6.43 8.21 8.56
1. Sosial Kemasyarakatan -2.17 3.76 3.02 7.99 8.52 2.92 5.69 6.18 12.51 4.82 4.88 8.15 7.97
2. Hiburan & Rekreasi -6.90 -0.12 1.99 7.30 8.26 5.26 6.65 5.81 4.93 6.74 6.82 7.60 9.76
3. Perorangan dan Rumah Tangga -6.15 1.46 2.11 9.90 10.41 3.86 2.16 5.26 9.37 7.47 7.55 8.30 8.91
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO -5.66 1.27 2.54 3.16 3.93 3.50 3.98 3.95 3.99 4.28 4.39 4.99 5.43
474 7
7
94
Lampiran 3. Distribusi Persentase Setiap Sektor Ekonomi dari Tahun 1998 Sampai Tahun 2011 Atas Dasar Harga
Konstan
No Lapangan Usaha Distribusi Persentase
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2008 2009 2010 2011
1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN 35.24 35.89 37.57 36.55 35.65 35.5 43.7 42.7 41.66 34.9 33.68 32.3 31.3
DAN PERIKANAN - - - - - - - - - - - - -
a. Tanaman bahan makanan 26.76 27.06 28.29 27.51 26.76 26.7 30.7 30.4 29.62 27.7 26.67 25.5 24.6
b. Tanaman perkebunan 1.82 1.83 1.95 1.9 1.85 1.84 7.36 6.7 6.51 2.09 2.05 2.01 1.96
c. Peternakan dan hasil-hasilnya 5.94 6.14 6.43 6.26 6.09 6.04 4.36 4.35 4.11 3.79 3.65 3.59 3.53
d. Kehutanan 0.21 0.2 0.21 0.22 0.22 0.23 0.36 0.36 0.56 0.52 0.5 0.44 0.4
e. Perikanan 0.52 0.65 0.69 0.67 0.65 0.64 0.86 0.88 0.86 0.8 0.81 0.81 0.81
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0.1 0.08 0.09 0.1 0.11 0.1 0.82 0.79 0.77 0.73 0.71 0.69 0.68
a. Minyak dan gas bumi (migas) - - - - - - - - - - - - -
b. Pertambangan tanpa migas - - - - - - - - - - - - -
c. Penggalian 0.1 0.08 0.09 0.1 0.11 0.1 0.82 0.79 0.77 0.73 0.71 0.69 0.68
INDUSTRI PENGOLAHAN 2.49 2.49 2.61 2.75 2.9 2.77 2.07 2.09 2.17 2.22 2.27 2.34 2.32
a. Industri migas - - - - - - - - - - - - -
b. Industri tanpa migas 2.49 2.49 2.61 2.75 2.9 2.77 2.07 2.09 2.17 - 2.27 2.34 2.32
3 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 0.89 0.88 0.94 0.96 1 1.34 0.42 0.4 0.41 0.44 0.44 0.44 0.45
a. Listrik 0.83 0.76 0.8 0.8 0.8 1.07 0.3 0.29 0.29 0.32 0.33 0.33 0.34
b. Gas kota - - - - - - - - - - - - -
c. Air bersih 0.07 0.12 0.13 0.16 0.2 0.27 0.11 0.1 0.12 0.12 0.11 0.11 0.12
4 BANGUNAN 6.68 6.4 6.7 6.53 6.35 5.61 4.79 4.66 4.61 4.43 4.35 4.36 4.52
5 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 27.12 27.05 28.56 28.45 28.41 24.6 19.7 19.9 20.84 21.7 22.46 23.3 24
a. Perdagangan besar dan eceran 16.39 16.43 17.32 17.07 16.88 11.6 18 18.2 19.17 20 20.74 21.6 22.2
b. Hotel 0.23 0.24 0.26 0.27 0.28 0.23 0.03 0.03 0.03 0.04 0.05 0.05 0.05
474 7
8
95
c. Restoran 10.49 10.38 10.98 11.11 11.24 12.8 1.64 1.63 1.63 1.64 1.66 1.69 1.73
6 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 5.29 5.3 5.57 5.72 5.91 5.59 7.63 8.3 8.02 7.62 7.47 7.65 7.79
a. Pengangkutan 5.13 5.12 5.38 5.52 5.69 5.35 6.93 7.61 7.31 6.85 6.68 6.84 6.97
1) Angkutan rel - - - - - - - - - - - - -
2) Angkutan jalan raya 4.5 4.47 4.7 4.81 4.95 4.67 6.66 7.33 7.03 6.55 6.36 6.51 6.65
3) Angkutan laut - - - - - - - - - - - - -
4) Angkutan sungai dan penyeberangan - - - - - - - - - - - - -
5) Angkutan udara - - - - - - - - - - - - -
6) Jasa penunjang angkutan 0.63 0.64 0.68 0.71 0.74 0.72 0.27 0.28 0.28 0.3 0.32 0.33 0.33
b. Komunikasi 0.16 0.18 0.19 0.2 0.22 0.21 0.7 0.69 0.71 0.77 0.78 0.81 0.82
7 KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 2.72 2.66 3.32 3.55 3.88 3.85 5.85 5.78 5.62 6.16 6.31 6.47 6.65
a. Bank -0.33 -0.39 0.12 0.21 0.36 0.52 1.82 1.75 1.53 1.95 2.02 2.11 2.2
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0.54 0.54 0.56 0.58 0.61 0.56 0.56 0.54 0.6
0.71 0.75 0.78 0.81
c. Jasa Penunjang Keuangan - - - -
d. Sewa Bangunan 1.98 1.98 2.09 2.19 2.32 2.3 3.09 3.1 3.1 3.11 3.14 3.17 3.22
e. Jasa Perusahaan 0.54 0.52 0.55 0.57 0.59 0.57 0.39 0.39 0.39 0.39 0.4 0.41 0.42
8 JASA – JASA 19.45 19.25 20.21 21.11 22.18 20.7 15.1 15.4 15.9 21.8 22.32 22.4 22.3
a. Pemerintahan Umum 13.84 13.59 14.26 14.8 15.44 14.1 9.11 9.33 9.47 14.4 14.77 14.6 14.3
1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan - - - - - - - - - 8.93 9.16 9.07 8.87
2. Jasa Pemerintah lainnya - - - - - - - - - 5.47 5.61 5.56 5.43
b. Swasta 5.62 5.66 5.95 6.31 6.72 6.55 5.96 6.06 6.44 7.4 7.55 7.78 8.01
1. Sosial Kemasyarakatan 1.48 1.52 1.61 1.69 1.77 1.71 2.39 2.44 2.65 3.02 3.03 3.12 3.2
2. Hiburan & Rekreasi 0.22 0.21 0.22 0.23 0.25 0.24 0.26 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.3
3. Perorangan dan Rumah Tangga 3.92 3.92 4.11 4.39 4.69 4.6 3.31 3.35 3.53 4.11 4.24 4.37 4.52
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
474 7
9
96
Lampiran 4. Perhitungan uji coba model regresi sederhana korupsi dan aktivitas perburuan rente di Kabupaten Kuningan
Tahun APBD Kuningan
(Y) (2009-2013) (2012-2013)
Jumlah Rent Seeking
per Tahun (X)
Rata-Rata
( Rent Seeking)
Jumlah
Korupsi per
Tahun (X)
Rata-Rata
(
Korupsi)
2007 758644645968.20
2008 849515200890.00
2009 913909173717.00
1283403569600.42
363155000
590831000
2010 1137779624077.11
1600000000
2011 1305726048986.00
324000000
2012 1451109067403.00
1529801500611.00 30242472250
28297586525 167000000
2013 1608493933819.00
26352700800 500000000
Korupsi Y = α - 127.43X + ε
β -127.43 -227676000 -369494395883.4 51836360976000000 84125006077154000000
α 1358693163930.42 1009169000 -145623945523.3 1018422070561000000 -146959171479815000000
-266831000 22322479385.6 71198782561000000 -5956329496933130000
-423831000 167705497802.6 179632716561000000 -71078788839164400000
-90831000 325090364218.6 8250270561000000 -29528282872337600000
Jumlah (∑) 1329340201220000000 -169397566611096000000
Rent Y = α - 40.46X + ε
Seeking
β -40.46 1944885725 -78692433208.0 3782580483308780000 -153047790011755000000
α 2674756141874.65 -1944885725 78692433208.0 3782580483308780000 -153047790011755000000
Jumlah (∑) 7565160966617550000 -306095580023510000000
474 8
0
97
Lampiran 5. Daftar Informan yang Diwawancarai
Nama Informan Jabatan Tanggal
Wawancara Keterangan
Alan Suwgiri
Mantas Aktivis PMII, Ketua Karang
Taruna Desa Langseb, Tim Pemenangan
Momon-Mamat pada Pilbup 2013.
13 April 2013
Mengetahui masalah keadaan sosial
politik dan perilaku para pelaku
politik yang ada di Kabupaten
Kuningan.
Dani Nuryadin
Tokoh Muda Partai Golkar, Mantan
Aktivis HMI, Wakil Ketua KNPI
Kabupaten Kuningan periode 2011-2014.
13 April 2013
Mengetahui masalah keadaan sosial
politik dan perilaku para pelaku
politik dan birokrasi yang ada di
Kabupaten Kuningan.
Darmawan Bagian informasi di BPK Provinsi Jawa
Barat. 8 Mei 2013
Mengetahui masalah fungsi dan
tugas dari BPK. Konfirmasi
mengenai beberapa temuan BPK.
Deki Zainal
Muttaqin
Tokoh Muda dan Calon Bupati
Kabupaten Kuningan 2013 dari Jalur
Independen, Penggerak Teater Banyoe.
19 April 2013
Mengetahui masalah keadaan sosial
politik dan perilaku para pelaku
politik dan birokrat yang ada di
Kabupaten Kuningan.
Dudung Manajer Toserba Fajar Cabang Jalaksana. 16 April 2013
Mengetahui permasalahan tentang
kondisi dunia usaha, perilaku para
pengusaha, dan peran pemerintah
terhadap kondisi dunia usaha di
Kabupaten Kuningan.
H.O. Furqon
Anggota DPR Penasihat Fraksi
Reformasi DPRD Kab. Kuningan, Politisi
Partai Bulan Bintang, Pengusaha.
15 April 2013
Mengetahui masalah keadaan sosial
politik dan perilaku para pelaku
politik, pengusaha, dan birokrat yang
ada di Kabupaten Kuningan.
Imam Fikria
Hamsyah Pengusaha oleh-oleh khas Kuningan. 14 April 2013
Mengetahui permasalahan tentang
kondisi dunia usaha, perilaku para
474 8
1
98
pengusaha, dan peran pemerintah
terhadap kondisi dunia usaha di
Kabupaten Kuningan.
Indra Hervianto Kasubag Pembinaan di Kejaksaan Negeri
Kab. Kuningan. 18 April 2013
Mengetahui data dan kondisi korupsi
yang ada di Kabupaten Kuningan
dilihat dari perspektif penegak
hukum.
Jubaedi Pengacara, Tokoh Masyarakat, dan LSM. 13 April 2013
Mengetahui masalah keadaan sosial
politik dan perilaku para pelaku
politik dan pengusaha yang ada di
Kabupaten Kuningan.
Masuri
Politisi Muda dari Partai PPP, Mantan
Aktivis PMII, Ketua LSM Centra
Indonesia Kabupaten Kuningan.
13 April 2013
Mengetahui masalah keadaan sosial
politik dan perilaku para pelaku
politik dan birokrat yang ada di
Kabupaten Kuningan.
Samsu Rizal Mantan Pegawai BPPT. 9 April 2013
Mengetahui data informasi mengenai
perilaku usaha dan permasalahan di
dalam bidang kelembagaan yang ada
yang berhubungan dengan dunia
usaha di Kabupaten Kuningan.
Aan Sekretaris pada Perusahaan AS Putra 12 April 2013
Mengetahui permasalahan tentang
kondisi dunia usaha, perilaku para
pengusaha, dan peran pemerintah
terhadap kondisi dunia usaha di
Kabupaten Kuningan.
Wahyu Kasubdiv Sosial Ekonomi di Bappeda
Kuningan. 8 April 2013
Mengetahui kondisi dan arah
perekonomian di Kabupaten
Kuningan.
Yudi Budiana Wakil Ketua DPRD Kab. Kuningan dan 15 April 2013 Mengetahui masalah keadaan sosial
474 8
2
99
Politisi Partai Golkar politik dan perilaku para pelaku
politik yang ada di Kabupaten
Kuningan.
Unang Unarsan
Mantan Kepala Desa Linggajati
Kecamatan Cilimus, Tim Pemenangan
Kamdan-Elit pada Pilbup 2013.
4 Juli 2013
Mengetahui keadaan birokrasi di
tingkat desa, kecamatan, dan
kabupaten di Kabupaten Kuningan.
Suryanto Bagian penerangan di Lapas Kuningan 2 Juli 2013
Mengetahui data dan kondisi korupsi
yang ada di Kabupaten Kuningan
dilihat dari perspektif penegak
hukum.
Wiratno
Mantan bendahara UPTD Pendidikan
Kec. Pasawahan Kabupaten Kuningan,
narapidana kasus korupsi dengan Kasus
tindak pidana korupsi (Tipikor) dana
penunjang DAK (Dana Alokasi Khusus)
bidang pendidikan tahun 2007. (Sekarang
adalah satu dari dua narapidana mengenai
kasus korupsi yang sedang menjalani
hukuman di Lapas Kuningan)
2 Juli 2013
Mengetahui keadaan birokrasi di
tingkat desa, kecamatan, dan
kabupaten di Kabupaten Kuningan.
Deni
Mantan Kepala Desa Ciledug Kulon
Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon.
(Sekarang adalah satu dari dua
narapidana mengenai kasus korupsi yang
sedang menjalani hukuman di Lapas
Kuningan)
3 Juli 2013
Mengetahui keadaan birokrasi di
tingkat desa, kecamatan, dan
kabupaten di Kabupaten Cirebon
sebagai perbandingan di Kabupaten
Kuningan.
Heri Pramono Kepala Bagian Tindak Pidana Korupsi di
Kepolisian Resort Kuningan 3 Juli 2013
Mengetahui data dan kondisi korupsi
yang ada di Kabupaten Kuningan
dilihat dari perspektif penegak
hukum.
474 8
3
100
Dani Toleng
Mantan aktivis GMNI, Birokrat di
Perusahaan Daerah Aneka Usaha
(PDAU) Kabupaten Kuningan.
3 Juli 2013
Mengetahui masalah keadaan sosial
politik, perilaku para pelaku politik
dan birokrasi di Kabupaten
Kuningan.
Lais Abid Peneliti ICW 21 Juni 2013
Mengetahui data korupsi dan
fenomena aktivitas ekonomi
perburuan rente secara makro di
Indonesia.
474 8
4
101
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Qiki Qilang Syachbudy. Lahir pada tanggal 17
Maret 1988 di Desa Galaherang, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat. Sekolah Dasar penulis selesaikan di SDN II Galaherang pada tahun 2001.
Setelah tamat Sekolah Dasar, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan
menengah pertama di SMPN I Lebakwangi pada tahun 2004. Setelah
menyelesaikan sekolah menengah pertama, penulis kemudian melanjutkan
sekolah di SMAN 2 Kuningan dan dinyatakan lulus pada tahun 2007.
Setelah lulus dari SMA, penulis pernah kuliah selama 5 bulan di Universitas
Kuningan (Uniku) pada jurusan Pendidikan Ekonomi dan Administrasi
Perkantoran (PEAP). Selama kuliah, untuk menambah uang saku, penulis pernah
bekerja pada sebuah counter HP dan juga pada Radio ASTIA FM Kuningan.
Namun karena tidak sanggup secara finansial untuk melanjutkan kuliah, akhirnya
penulis memutuskan untuk mengikuti program beasiswa English Teacher
Training di Pare, Kediri, Jawa Timur, yang dibiayai secara penuh oleh Sekolah
Islam Terpadu (SIT) Al Multazam Yayasan Pondok Pesantren Husnul Khotimah,
Kuningan, Jawa Barat. Setelah menyelesaikan program training selama satu
semester di Kediri, kemudian penulis menjadi guru bahasa Inggris pada lembaga
bahasa asing SIT Al Multazam (Foreign Language Departement) selama tahun
2008 – 2009.
Berkat izin dari Tuhan Yang Maha Kuasa, melalui dorongan seorang
hambaNya yang baik hati, pada tahun 2009 penulis disarankan untuk mengikuti
ujian SNMPTN sehingga kemudian berhasil diterima menjadi mahasiswa di
Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM),
Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP).
Selama kuliah, penulis pernah mengikuti beberapa organisasi intra dan
ekstra kampus. Beberapa organisasi intra kampus yang pernah diikuti adalah:
Tarung Derajat (pernah menjadi wakil ketua UKM Tarung Derajat IPB), FORCES
IPB, Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) IPB, dan
Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning (HIMARIKA). Sedangkan organisasi
ekstra kampus yang diikuti adalah Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama
(KMNU) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor (Ketua Umum
HMI Cabang Bogor Periode 2013-2014). Melalui keanggotaan penulis di HMI
(sebagai Sekretaris Umum HMI Cabang Bogor periode 2012–2013), pada tanggal
26 November 2012, penulis bersama teman-teman dari organisasi KAMMI,
KMNU, dan IMM membentuk sebuah Forum Organisasi Ekstra Kampus Islam
IPB yang disingkat menjadi FOREI IPB. Melalui forum inilah diharapkan akan
bisa menjembatani kesatuan gerak di antara sesama para aktivis mahasiswa Islam
ekstra kampus.
Selain aktif dalam dunia organisasi, penulis juga aktif dalam bidang-bidang
lain seperti: Juara 2 lomba cipta lagu TPB IPB dalam rangka menyambut hari anti
narkoba, penerima dua buah dana PKM Kewirausahaan tahun 2011, dan presenter
dalam acara The 12th
Malaysia–Indonesia International Conference on
Economics, Management and Accounting (MIICEMA) 2011 di Bengkulu. Selain
itu, ia juga aktif dalam mengikuti pendidikan di luar kampus seperti Sekolah
Pemikiran Pendiri Bangsa (SPPB) Megawati Institut, Sekolah Pasar Modal BEI
2013, Loka Karya Baca Sastra Dewan Kesenian Jakarta, Training Pembicara
102
Bercahaya, Latihan Kader II (intermediate training) HMI di Yogyakarta, dan
Latihan Kader III (advanced training) HMI di Padang, Sumatera Barat.
Menulis merupakan hobby yang ditekuni penulis, sampai saat ini penulis
telah menyelesaikan dua buah novel yang berjudul Gadis Kelaban dan Rasyid,
sebuah buku yang ditulis bersama dosen dan teman-teman yang berjudul Ragam
Perspektif dalam Tata Kelola BBM, dan kemudian akan menyusul buku yang
berjudul Mengenal Pemikiran Presiden Sukarno Melalui Di Bawah Bendera
Revolusi I dan II. Terdorong akan cinta penulis terhadap pengaderan sumberdaya
manusia di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), penulis menulis sebuah buku
yang berjudul Garis Besar Sirah Nabawiyah: Kisah Perjalanan Hidup Nabi
Muhammad SAW.