Post on 04-Apr-2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Filsafat dalam Islam lebih dulu berkembang di
wilayah timur Islam, di daerah Baghdad sebagai pusat
peradabaannya. Di timur Islam lahir filosof-filosof
muslim seperti, Al Kindi, Ar Razi, Ibnu Sina dan
filosof-filosof yang lainya. Dari benih-benih pemikiran
filosof tersebutlah yang akan mengilhami pemikiran
filosof Islam yang berada di wilayah Islam bagian
barat.
Islam masuk di Andalusia1 pada abad 7 M atau
permulaan abad 8 M , dimana pada waktu itu Andalusia
merupakan negara yang belum mengenal filsafat.
Sebagaimana informasi yang didapat dari informan
pribumi, Sho’id Al-Andalusi menyatakan, bagaimana di
Andalusia “pada masa dulu sepi dari aktifitas keilmuan
dan tak seorang penduduk pun yang menekuni bidang
pemikiran dan keilmuan” dan bahwa di Andalusia “situasi
ketiadaan aktivitas berfilsafat ini berlangsung hingga
penaklukan umat Islam pada bulan Ramadlan, 92 H.
Tetapi, keadaan tersebut masih terus berlanjut
sebagaimana biasanya, dikalangan masyarakat tidak ada
aktivitas keilmuan, selain ilmu-ilmu syari’at dan ilmu
1 Sekarang Andalusia merupakan bagian dari Negara Spanyol.
1
bahasa, hingga akhirnya ketika kekuasaan Bani Umayyah
berdiri disan, maka muncullah kesadaran orang-orang
yang mempunyai kepedulian terhadap keilmuan”.2
Di Andalusia, minat terhadap kajian filsafat baru
mulai berkembang pada abad 9 M. Buku-buku filsafat di
ambil dari Islam bagian timur, baik buku-buku
terjemahan filsafat Yunani ataupun buku-buku hasil dari
pemikiran filosof Islam sendiri. Pada periode ini
kemajuan peradabaan Islam di Andalusia bisa dikatakan
sejajar dengan Islam yang berada di wilayah Timur,
dikarenakan sudah terdapat perpustakaan dan
universitas-univerrsitasnya, dengan Cordova sebagai
pusat ibu kotanya.
Kelahiran filsafat di Andalusia merupakan rantai
pemikiran filsafat Islam. Perlu kita ketahui, filsafat
Islam merupakan penerus tradisi dari filsafat Yunani,
dimana pemikiran Aristoteles dan Platoisme banyak
mempengaruhi pemikiran filosof-filosof muslim. Akan
tetapi, ada perbedaan epistemologi mendasar yang
mempengaruhi antara filsafat Islam di timur dan
filsafat Islam di barat. Filsafat Islam di timur lebih
terpengaruh pemikiran Plato dan Neoplatoisme, sedangkan
2 Muhammad Abed al-Jabiri, Nalar Filsaat & Teologi Islam, (Yogyakarta:IRCiSoD, 2003), hlm. 58, dikutip dari Abu Qasyim Sha’id bin Ahmadal-Andalusi, Tabaqatu al Umum, (Mesir: Al-Taqddum al-Hadatsah, t.t),
2
filsafat Islam di Barat banyak terpengaruh pemikiran
Aristoteles dan Neoplatoisme.3
Semua pemikiran filsafat merupakan respon terhadap
perkembangan zamanya ataupun respon terhadap pemikiran
yang lahir sebelumya. Maka bisa dikatakan filsafat
Islam merupakan filsafat yang lahir dari pemikiran
filosof muslim dalam merespon pemikiran filsafat
sebelumnya ataupun situasi perkembangan zamnaya.
Filsafat Islam juga merupakan warisan pemikiran
filosofis yang setia mengiringi perkembangan peradabaan
Islam sampai peradabaan Islam mencapai kemajuanya. Oleh
karena itu makalah ini mencoba membahas aspek-aspek
pemikiran-pemikiran filsafat Islam di barat Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran filsafat Islam di Barat Islam?
2. Bagaimana pengaruh pemikiran filsafat Islam
terhadap perkembangan filsafat di Eropa?
C. Tujuan
1. untuk memahami aspek pemikiran filsafat Islam yang
hidup dan mengembangkan pemikiranya di Barat Islam
(Spanyol).
3 Lihat, Ahmad Zainul khamdi, Tujuh Filsuf Muslim “Pembuka PintuGerbang Filsafat Barat Modren”, (Yogyakaarta: PT LkiS, 2004), hlm. 40Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam ”Sebuah Peta Kronologis”, terj. ZainulAm, cet- ke 2 (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 45
3
2. Pengaruh filsafat Islam terhadap perkembangan
filsafat di Eropa.
Semoga makalah ini memberikan pengetahuan yang
bermanfaat untuk sumbangan pengetahuan akademik.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Islam di Barat Islam
Filsafat Islam di wilayah Islam Barat bisa dikatan
gelombang filsafat Islam kedua. Dimana kondisi
masyarakat Islam Andalusia yang dipimpin Bani Umayyah
tidak begitu terpengaruh oleh teologi Asy’ariyah dan
Hanbaliyah yang lebih menolak pemikiran filsafat.
Penolakan masyarakat muslim belahan timur-yang berada
di bawah kekuasaan Asy’ariyah, Hanbaliyah dan yang
serupa- terhadap filsafat, memaksa filsafat mencari
perlindungan di bagian barat kerajaan Islam,4 maka dari
itu filsafat selanjutnya lebih berkembang di Barat
Islam. filosof-filosof besar di Barat Islam diantaranya
Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.
1. Ibnu Bajjah
Ibnu Bajjah5 merupakan pelopor Filsafat di
Andalusia. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar ibn Al-
sayigh, yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah dalam
literatur Arab dan Avempace dalam literatur Latin. Lahir
4 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 975 Selain filosof Ibnu Bajjah adalah ahli astronomi,
matematika, ilmu alam, ilmu kedokteran, sastra dan musik sertapernah menjabat sebagai gubernur di Saragossa dan Granada di bawahpemerintah Yusuf Al-Murabity. Lihat Yusril, Ali, PerkembanganPemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Askara, 1991), hlm 80,Sirajuddin, Zar, Filsafat Islam “Filosof dan Filsafatnya” (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004 ), hlm. 185
5
di Saragossa menjelang akhir abad ke 11, ia kemudian
pindah ke seville, lalu ke granada dan akhirnya
keracunan dan meninggal dunia pada usia yang relatif
muda di Fez Maroko pada 1138.6
Dalam kegiatan filsafat ia telah menyusun buku-
buku komentar terhadap filasafat Aristoteles dan Al-
Farabi, dengan demikian ia telah membuka pintu bagi
Ibnu Rusyd untuk mengenal filsafat Aristoteles.
Kepopuleran Ibnu Bajjah, ia peroleh atas karyanya
Tadbirul-Mutawahid sebuah buku filsafat akhlak dan politik
yang disusun seperti buku Al-Madinatul-Fadhilah oleh Al-
Farabi. Karya-karya yang lainya seperti: Fin-Nafsi, Risalah
al-Wada, Risalah al-Ittishal dan bannyak risalah-risalah yang
lainya.7 Ibnu Bajjah memberikan sumbangan berupa-paling
tidak- tiga tema filosofis pada karya-karya penerusnya-
Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd dan Maimonides, yaitu teori
ittishal (kontak intelektual dengan Tuhan), pendekatanya
yang tajam terhadap dokrin monopsikisme dan cita-
citanya tentang penguasaan diri.8
Dalam teori ittishalnya, seperti Al-Farabi dan Ibnu
Sina, Ibn Bajjah percaya bahwa pengetahuan tidak
diperoleh semata melalui indra. Pertimbangan-
pertimbangan universal dan niscaya, isi ilmu yang
prediktif dan eksplanatif serta landasan apodeiktif6 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 997 Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi..., hlm. 808 Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat
Islam, trj. Tim penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 369
6
(aphodeiktic) tentang alam, hanya dapat dicapai melaui
Akal Aktif, intelegensi yang mengatur.9 Menurut ibn
Bajjah, akal merupakan bagian terpenting manusia. Ia
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar dapat
diperoleh lewat akal yang merupakan satu-satunya sarana
yang melaluinya kita mampu mencapai kemakmuran dan
membangun kepribadian.10
M.M. Syarif menjelaskan, menuruut Ibn Bajjah,
keajaiban-keajaiaban yang ada diantara akal dan unsur
imajinasi lewat ruhmu (soul) yang tajam. Engkau dapat
melihat dengan pasti bahwa akal mendapatkan objek-objek
pengetahuan yang disebut hal-hal yang dicercap dari
unsur imajinatif, dan memberikan sejumlah objek
pengetahuan lain kepada unsur imajinatif. Misalnya,
tentang ideal-ideal moral dan aristik, atau objek-objek
pengetahuan yang merupakan kejadian-kejadian yang bisa
terjadi dan mewujud di dalam unsur imajinatif sebelum
kejadian-kejadian tersebut terjadi, atau kejadian-
kejadian yang belum terjadi tapi telah masuk dalam
unsur imajinatif bukan lewat organ-organ rasa melainkan
lewat akal, seperti dalam hal impian-impian yang
benar.11
Pengetahuan tentang sifat segala yang ada yang
dimiliki oleh akal, ada dua jenis: pertama, yang dapat9 Ibid., 10 M.M. Syarif, dkk, Para Filosof Muslim, cet. Ke-IV (Bandung:
Mizan, 1992), hlm. 159 11 Ibid., hlm. 161
7
dipahami tapi tidak dapat ditemukan. Kedua, yang dapat
dipahami dan dapat ditemukan. Akal itu sendiri ada dua
jenis pula: pertama, akal teoritis, yang lewat akal itu
manusia memahami segala yang tidak dapat
dimunculkannya. Kedua, akal praktis, yang lewat akal
itu dia mengankan benda-bendaa tiruan yang dapat dia
temukan. Kesempurnaan akal praktis ada dalam pemahaman
manusia akan objek-objek tiruan dan memaujudkan objek-
objek tersebut sesuai dengan kehendaknya sendiri.12
Dalam pemikiran filsafat etika, Ibn Bajjah membagi
tindakan menjadi tindakan hewani dan manusiawi. Yang
pertama tindakan yang dikarenakan oleh kebutuhan-
kebutuhaan alamiah, bersifat hewani sekaligus
manusiawi. Contohnya, makan, bersifat hewani sepanjang
hal itu dilakukan memenuhi kebutuhan dan keinginan,
juga bersifat manusiawi sepanjang hal itu dilakukan
untuk menjaga kekuatan dan kehidupan demi meraih
karunia-karunia spritual.13
Perbedaan antara kedua perbuatan ini tergantung
pada motivasi pelakunya, bukan pada perbuatanya.
Perbuatan yang bermotifkan hawa nafsu tergolong pada
jenis perbuatan hewani dan perbuatan bermotifkan akal
maka dinamakan perbuatan manusiawi.14 Ibn Bajjah
mengemukakan seorang yang terantuk dengan batu,
12 Ibid., hlm. 16313 Syarif, dkk, Para Filosof...,hlm. 167 14 Zar, Filsafat Islam..., hlm 197
8
kemudian ia luka-luka, lalu ia melemparkan batu itu.
Kalau ia melemparkanya karena telah melukainya, maka
ini adalah perbuatan hewani yang didorong oleh naluri
kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya untuk
memusnahkan setiap perkara yang mengganggunya. Kalau
melemparnya agar batu itu tidak menggagngu orang lain,
maka perbuatan itu adalah pekerjaan kemanusiaan.15
Manusia menurut ibnu bajjah, apabila perbutannya
dilakukan demi memuaskan akal semata, perbutan ini
mirip dengan perbuatn ilahhi dari pada perbuatan
manusiawi. Hal ini merupkan keutamaan karena jiwa telah
dapat menekan keinginan jiwa hewani yan selalu
menentangnya. Perbutan yang seperti itulah yang
dikhendaki oleh ibnu bajjah bagi masyarakat yang hidup
dalam negar utama.16
2. Ibnu Thufail
Tokoh terkemuka kedua dalam sejarah filsafat
Andalusia adalah Abu Bakar ibn Thufail17, yang biasa
disebut dalam bahasa latin dengan Abubacer. Nama
lengkapnya ialah Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin
Muhammad bin Muhammad bin Thufail Al-Qaisi, dilahirkan
15 Syarif, dkk, Para Filosof...,hlm. 16816 Zar, Filsafat Islam..., hlm 1917 Selain filosof Ibnu Tufail adalah seorang dokter, ahli
matematika, ahli astronomi dan penyair serta pernah menjabatsekretaris gubernur dan wazir untuk khalifah Abu Ya’la Ya’qubYusuf (1163-1184) . Lihat, khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 167. Zar,Filsafat Islam..., hlm 205. Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi.., hlm. 84
9
di Guadix dekat Granada pada tahun 506 H (1110 M) dari
suku Arab Bani Qais.18
Menurut beberapa liteatur19 pemikiran filsafat
Ibnu Thufail yang terselamatkan adalah roman filsafat
yang berjudul Hayy ibn Yaqzhan. Dalam Hayy ibn Yaqzhan, Ibn
thufail berusaha membuktikan kebenaran tesis kesatuan
kebijaksanaan rasional dan mistis melalui kisah fiktif.
Ibnu Thufail percaya, dapat menjelaskan kebenaran
filsafat dan mistisisme serta membantu meredakan
perselisihan antara filsafat dan agama di dunia muslim
yang waktu itu sudah berusia seabad.20
Tokoh pertama dalam roman filsafat Hayy ibn Yaqzhan
adalah Hayy. Hayy seorang anak yang hidup disebuah
sebuah pulau yang tidak berpenghuni seorang manusiapun,
Hayy diasuh oleh seekor rusa sampai Hayy menginjak usia
remaja. Pada masa remaja, Hayy mencapai usia penalaran
praktis, membuat baju dan senjata. Baju dan senjata
tersebut digunakan untuk mempertahankan diri dari
serangan binatang buas.
Dikemudian hari, rusa itu pun menemui ajalnya dan
membuat Hayy menjadi sangat kehilangan. Hayy mencoba
menghidupkan kembali tetapi tetap rusa itu tidak hidup.
Kemudian Hayy melakukan autopsi untuk mencari sebab18 Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi..., hlm. 8419 Lihat, Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 104, khamdi, Tujuh
Filsuf Muslim.., hlm 164, Zar, Filsafat Islam..., hlm 207, Ali, PerkembanganPemikiran Falsafi.., hlm. 85. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam...,hlm. 391
20 Ensiklopedi Tematis..., hlm.
10
kematianya dan Hayy menemukan adanya disfungsi jantung
sehingga melenyapkan nyawa rusa itu, padahal tidak ada
sedikitpun kerusakan pada rusa tersebut. Dari sini,
Hayy menarik kesimpulan bahwa kematian tak lain dari
terpisahnya ruh dan raga.
Hayy juga menemukan rahasia api, dan segeralah
dia mengaitkan dengan fenomena kehidupan. Setahap demi
setahap, pengamatan empirisnya mencangkup komposisi
benda-benda dan kefanaan mereka, herarki tetumbuhan dan
binatang dan lantas mengantarkanya pada pemahaman
spritual. Pada usia 28 tahun, Hayy sudah bisa mencercap
makna kekekalan bintang-bintang dan kemutlakan Wujud
Pencipta. Oleh karena itu, mulailah dia merenung
tentang kenidahan dan keteraturan alam. Lalu,
disimpulkanya bahwa penata alam semesta ini bersifat
Sempurna, Mahatahu, Maha Pemura dan Maha Baik serta
memiliki semua sifat kesempurnaan yang jejak-jejak dan
tanda-tanda-Nya terpampang di alam yang rendah ini. Dan
sebaliknya, Mahasuci Dia dari segala sifat
ketaksempurnaan.21
Memasuki usia ke-35, Hayy mulai menelaah cara dia
bisa sampai pada pengetahuan tentang Wujud Mutlak yang
sepenuhnya bersifat imateril. Kesimpulanya adalah hal
itu dicapai tidak dengan indara ragawi (bodily sense),
tetapi dengan jiwa. Di dalam jiwa itu pulalah terletak
21 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 104-105
11
esensi dirinya. Pada titik ini, Hayy menjadi yakin akan
keluhuran jiwa, ketidakfanaanya, dan bahwa kebahagian
sejati akan tercapai tatkala diri menyelam dalam
perenungan Wujud Mutlak. 22
Menurut roman tersebut, di pulau yang
bersebelahan dengan kelahiran Hayy, hiduplah dua orang
pemuda, yakni Absal dan Salaman. Keduanya menganut
suatu agama, diantara keduanya Absal lebih cendrung
pada makna batin agama, sedangkan Salamah lebih
cendrung makna lahiriyah. Pada suatu hari, Absal di
pulau tempat Hayy. Setelah mengajarkan bahasa, mulailah
Absal bercakap-cakap dengan Hayy. Ketika Hayy
menceritakan temuan-temuanya kepada Absal, sangat
terkesanlah dia. Absal mulai paham bahwa yang termaktub
dalam kitab suci tentang para malaikat, nabi, surga dan
neraka sekedar merupakan representasi (dalam istilah-
istilah inderawi) dari kebenaran spritual yang pernah
dialami oleh Hayy.23
Pada sisi lain, Hayy pun menjadi tahu bahwa semua
yang diceritakan Absal kepadanya tentang wahyu,
kewajiban-kewajiban ritual, siksa dan pahala ternyata
sesuai dengan apa yang dialaminya sendiri. Dengan
demikian, dia tidak dapat berbuat hal lain kecuali pada
syari’at yang dibawakan oleh Nabi Saw. kepaada umat
22 Ibid.,23 Ibid., hlm. 106
12
manusia dan menerimahnya sebagai kebenaran yang tak
terbantahkan.24
Selajutnya, Absal bercerita kepada Hayy tentang
pulaunya yang dipimpin oleh salaman, dimana para
penduduknya mengikuti makna-makna literal dan menolak
metamorfosis. Orang-orang disana dikuasai implus-implus
rendah. Mereka tunduk pada makna eksoteris agama.
Didorong untuk menyampaikan makna kebenaran hakiki,
mereka berangkat kepulau tersebut. Hayy mencoba membawa
orang-orang ke arah pemahaman keagamaan yang filosofis,
akan tetapi dia harus menemui kekecewaan ketika ia
harus menghadapi kenyataan intelek orang tersebut tidak
mampu memahaminya. Akhirnya, Hayy dan Absal kembali
kepulaunya yang sepi untuk menghabiskan waktunya dalam
perenungan, dzikir dan ibadah.25
Melalui cara inilah Ibnu Thufail mengaku
memecahkan problem yang ditimbulkan oleh pertentangan
filsafat dan agama, akal dan iman, sekalligus, seperti
halnya Hayy, menyadari bahwa kebenaran memiliki dua
wajah, yakni internal dan eksternal. Kedua wajah itu
sama belaka. Disamping itu, kedua wajah ini berkaitan
pula dengan dua kalangan manusia, yaitu kalangan khusus
(priviledge) yang mampu mencapi taraf kecerdasan
tertinggi –baik melalui diskursus filoofis atau
pencerahan mistis (kasyf)- dan kalangan awam yang tidak24 Ibid.,25 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm. 171-172
13
mampu mencapainya.26 Dalam hal ini, orang-orang awam
hanya bisa mengerti bahsa inderawi dari teks-teks
keagamaan, seperti Al-Quran yang menampung makna-makna
harfia.
Usaha Ibnu Thufail ini bisa dilihat dari
tigah tokoh yang ditampilkan dalam romanya. Tiga
kelompok tersebut masing-mmasing mewakili tiga kelompok
manusia dalam konteks mencari kebenaran. Hayy
merepresentasikan manusia yang hidup diluar jangkauan
wahyu, yaang dengan menggunakan kekuatan rasionalnya,
sanggup menemukan Tuhan dan kebahagian tertinggi yang
berupa penyaksian atas sang Wajib Wujud. Dengan kata
lain Hayy adalah seorang filosof murni. Sementara,
Absal merepresentasikan teologi filosofis (aspek
esoteris ajaran agama), sedang salam merepresentasikan
pemahaman keagamaan orang kebanyakan (awam) yang hanya
terbatas pada makna literal ajaran agama (aspek
eksoteris agama).27
Menurut Ibnu Thufail, fisafat hanyalah untuk orang
tertentu (selected individual) untuk mencapai kebahagian
tertinggi. Untuk mencapai ini, mereka harus mundur dari
kehidupan praktis sehari-hari (everyday life). Mereka
26 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 10727 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm. 174. Dikutip dari W.
Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology : An Extended Survey,(Edinburg: Edinburg University Press, 1992), hlm. 117
14
harus mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan
sosial karena society prejudices akan mencemari pikiranya.28
Ibnu Thufail berusaha mengkonfirmasi bahwa manusia
memiliki potensi untuk bisa mencapai Tuhan. Dengan cara
menggambarkan kehidupan menyendiri Hayy, Ibnu Thufail
sedang menjelaskan bahwa orang dengan rasionalnya
sendiri, terisolasi dari manusia lain dan tidak
dipengaruhioleh kecendrungan-kecendrungan sosial, bisa
sampai pada kesimpulan bahwa kebahagian dan
kesengsaraan manusia tergantung pada kedekatan dan
kejauhanya dari Tuhan. Dan sarana untuk mendekat dan
menaik kesana adalah melalui penalaran dan analisis
reflektif.29
28 Ibid., hlm. 17529 Ibrahim Madkour, Filsafat Islam: metodedan penerapanya, terj.
Yudian Wahyudi Asmin dan Ahmad Hakim Mudzakir (Jakarta:RrajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 55-56
15
3. Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad ibnu
Ahmad ibnu Rusyd30. Ia dilahirkan pada tahun 520 H
(1126 M) di Kordova, dimana keluarganya lama menduduki
tempat yang terkemuka. Kakenya ialah Kadiul-Kudat (hakimya
hakim) dari seluruh Andalusia di bawah pemerintah Al
Murabatiah.31 Ibnu Rusyd mengenyam pendidikan bahasa
Arab, fiqih, kalam dan kedokteran dari sejumlah guru
hingga berusia empat puluh tahun. Dalam literatur
latin, Ibn Rusyd disebut Averroes. Ibnu Rusyd adalah
filosof muslim Barat terbesar di abad pertengahan. Dia
adalah pendiri pikiran merdeka sehingga memiliki
pengaruh yang sangat tinggi di Eropa.32
Ibnu Rusyd dikenal sebagai sang komemtator33
karya-karya Aristoteles, Ibnu Rusyd menyusun
komentarnya dalam tiga versi, “komentar lengkap”,
“komentar sedang” dan “komentar sedikit”. Tulisan-
tullisan Ibnu Rusyd yang lebih orisinil antara lain
Tahafut At-Tahafut (Kerancuan Buku “Kerancuan” karya Al-
30 Selain filosof Ibnu Rusyd adalah seorang hakim, seorangdokter, ahli matematika, ahli astronomi, ahli fikih dan sastraArab. Lihat, Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 193. Zar, Filsafat Islam..., hlm222. Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi.., hlm. 91
31 Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari Masake Masa, cet. Ke-2 (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2006), hlm. 326
32 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 19133 Dalam menulis komertar-komentar karya Aristoteles,
merupakan secara resmi permintaan dari Amir Abu Ya’la Ya’qubYusuf. Akan tetapi dalam dunia Islam Ibnu Rusyd terkenal karenakaryanya Tahafut at-Tahafut, sebagai respon terhadap Tahfut al-Falasifahkarya Al-Ghazali. lihat Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 192
16
Ghazali), Fasl Al-Maqal (Pertanyaan yang Jelas dan Lugas)
dan Al-Kasyf’an Manahij Al-Adilah (Uraian tentang metode-metode
Pembuktian).34 Selain dalam bidang filsafat, Ibnu Rusyd
juga mempunyai karya dalam bidang fiqh dan kedokteran.
Karya dalam bidang fiqh, salah satu karyanya yang
terkenal adalah Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid. Buku
merupakan suatu studi perbandingan hukum Islam, di mana
di dalamnya diuraikan pendapat Ibnu Rusyd dengan
mengemukakan pendapat-pendapat Imam fiqh.35 Dalam
bidang kedokteran dia menyusun satu ensiklopedi yang
berjudul Kitab al-Kulliyat fi ath-Thibb. Ensiklopedi tersebut
terdiri dari tujuh buku yang berhubungan anatomi,
fisiologi, patologi umum, diagnosis, materia medika,
kesehatan dan terapi umum. Ensiklopedi ini diterjemhkan
dalam bahasa Latin yang kemudian menjadi tex-book
diberbagai universitas Kristen.36
Persesuaian antara filsafat dan agama sudah
sepantasnya ciri terpenting filsafat Islam. Cara Ibnu
Rusyd memecahkan masal ini benar-benar merupakan cara
yang jenius. Sebagai seorang filosof, dia menyadari
bahwa telah menjadi tugasnyalah membelah para filosof
dalam menagkis serangan-serangan keras dari para fiqih
34 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 10835 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 19336 Ibid., 194. Dikutip dari G. Sarton, Introduction of The History of
Science, vol II (Baltimore, 1931), hlm. 356
17
dan teolog, terutama mereka telah dikafirkan oleh Al-
Ghazali dalam karyaanya Tahafut al Falasifah.37
Ibn Rusyd membuka risalahnya dengan mengajukan
pertanyaan tentang apakah filsafat itu sah, dilarang,
dianjurkan atau diharuskan dalam hukum Islam.
Jawabanya, sejak dini, bahwa filsafat diwajibkan atau
paling tidak dianjurkan dalam agama (hukum Islam).
Sebab fungsi filsafat hanyalah membuat spekulasi atas
yang maujud dan memikirkanya selama membawa kepada
pengetahuan akan Sang Pencipta. Al-Qur’an memerintahkan
manusia untuk berfikir dalam banyak ayatnya seperti,
“berfikirlah, wahai yang bisa melihat,” mengartikan
perintah berfikir dalam Al- Qur’an ini logika, tidak
lebih dari sekedar mengetahui yang ghaib dari yang
diketahui lewat pengambilan kesimpulan. Cara penalaran
semacam ini disebut deduksi, dimana pemaparan merupakan
bentuk paling baik. Pemaparan merupakan alat yang dapat
digunakan oleh seorang untuk mendapatkan pengetahuan
tentang Tuhan. Iini merupakan pemikiran yang logis yang
membawa kepada kepastian.38
Jadi Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk
mempelajari filsafat, karena manusia harus membuat
spekulasi atas alam raya ini dan merenungkan bermacam-
macam kemaujudan. Sasaran agama secara filosofis, yaitu
agama berfungsi sebagai pencapaian teori yang benar dan37 Syarif, dkk, Para Filosof...,hlm. 20338 Ibid., hlm. 204
18
perbuatan yang benar. Pengetahuan yang sejati adalah
pengetahuan tentang Tuhan, tentang kemaujudan lainya
dan tentang kebahagian serta kesengsaraan di akhirat.
Ada dua cara untuk mendapatkan pengetahuan, yaitu
pencercapan dan persesuaian. Persesuaian bisa bersifat
demostratif, dialektis atau retoris.39
Ketiga macam persesuaian ini digunakan dalam Al-
qur’an. Manusia terdiri atas tiga golongan: para
filosof, para teolog dan orang-orang awam. Para filosof
ialah kaum yang menggunakan cara demonstratif. Para
teolog (orang-orang Syari’ah, yang ajaran-ajaran mereka
menjadi ajaran-ajaran resmi pada masa Ibnu Rusyd),
yaitu kaum yang lebih rendah tingkatanya, karena mereka
memulai dari penalaran dialektis dan bukan dari
kebenaran ilmiah. Orang awam ialah “orang-orang
retoris” yang hanya bisa mencercap sesuatu lewat
contoh-contoh dan pemikir puitis.40
Sejauh ini, agama sejalan dengan filsafat. Tujuan
dan tindakan filsafat sama dengan tujuan dan tindakan
agama. Tinggal masalah keselaran keduanya dalam metode
dan permasalahan materi. Jika tradisional itu ternyata
bertentangan dengan yang rasional, maka yang
tradisional harus ditafsirkan sedemikian rupa supaya
selaras dengan yang rasional.41
39 Ibid., hlm. 20540 Ibid.,41 Ibid.,
19
Doktrin utama filsafat Ibnu Rusyd yang dicap
sebagai murtad berkaitan dengan keabadian dunia, sifat
pengetahuan Tuhan dan kekekalan jiwa manusia dan
kebangkitanya. Membaca sekilas tentang Ibnu Rusyd
memang bisa memberi kesan bahwa dia murtad dalam
hubunganya dengan masalah-masalah tersebut, tetapi
penelaahan yang serius akan membuat sadar bahwa dia
sama sekali tidak menolak ajaran Islam. Dia hanya
menginterpretasikannya dan menjelaskannya dengan
caranya sehingga bisa sesuai dengan filsafat.
Terhadap doktrin keabadian dunia, dia tidak
menolak prinsip penciptaan (creation), tetapi hanya
menawarkan satu penjelasan yang berbeda dari penjelasan
para teolog. Ibn Rusyd memang mengakui bahwa dunia itu
abadi, tetapi pada saat yang sama membuat pembedaan
yang sangat penting antara keabadian Tuhan dengan
keabadian dunia. Ada dua macam keabadian: keabadian
dengan sebab dan keabadian tanpa sebab. Dunia bersifat
abadi karena adanya satu agen kreatif yang membuatnya
abadi. Sementara, Tuhan abadi tanpa sebab. Lebih
dulunya Tuhan atas manusia tidak terikat dengan waktu.
Keberadaan Tuhan tidak ada kaitanya dengan waktu karena
Dia ada dalam keabadian yang tak bisa dihitung dengan
skala waktu. Lebih dulunya Tuhan atas dunia ada dalam
keberadaan-Nya sebagai sebab yang darinya muncul semua
keabadian.
20
Penting juga untuk dinyatakan disisni tentang
sanggahan al-Ghazali tentang hukum kausalitas dengan
dua alasan utama. Pertama, hukum kausalitas
bertentangan dengan kekuasaan mutlak Tuhan atas dunia.
Korelasi yang dinyatakan sebagai hukum sebab-akibat
tidak ditopang pengalaman dan logika. Tidak ada sebab-
akibat karena semuanya terjadi berdasarkan takdir
Tuhan.
Ibnu Rusyd menyanggah tuduhan al-Ghazali dengan
menyatakan bahwa tujuan al-Ghazali untuk memutlakan
kekuasaan Tuhan dengan cara mengahpus hukum sebab
akibat justeru kontra produktif. Penolakan hukum sebab-
akibat akan menghancurkan seluruh basis untuk
mengarahkan seluruh proses kejadian di alam kepada
Tuhan. Al-Ghazali secara tidak sadar telah
menghancurkan satu-satunya dasar logis di atas mana
kekuasaan Tuhan terhadap alam bersandar.
Penanggalan seperti itu sama-sama membahayakan
filsafat, ilmu dan juga teologi. Jika segala sesuatu
terjadi secara kebetulan dan tergantung pada keputusan
Tuhan yang tidak dapat diduga, maka tidak ada pola
rasional yang dapat kita amati dalam ciptaan. Ini juga
berarti menghancurkan konsep Tuhan sebagai pencipta
alam dan pengatur yang Maha Bijaksana. Dari sudut ini,
maka tidak ada jalan lagi untuk membuktikan eksistensi
Tuhan dari sudut pandang keindahan dan keteraturan yang
21
kita saksikan di dunia ini atau untuk menolak argumen
kaum materialis yang menunjuk semua kejadian dunia ini
kepada kebetulan-kebetualn buta. Tesis ini jelas
membahayakan, baik bagi filsafat maupun Al-Qur’an yang
telah menyatakan dengan tegas dunnia sebagai karya
Tuhan yang sempurna.42
Sementara yang berhubungan dengan pengetahuan
Tuhan, sebagai seorang aristotelian sejati, Ibn Rusyd
mengikuti pandangan “gurunya” tersebut. Aristoteles
berpendapat bahwa satu-satunya objek yang cocok bagi
pengetahuan Tuhan adalah esensi Ilahi sendiri. Ibn
Ruysd menyatakan bahwa dalam mengetahui Dirinya
sendiri, Tuhan mengetahui segala sesuatu yang ada
berdasarkan wujud itu yang merupakan sebab bagi
eksistensi segala sesuatu. Dengan begitu, Wujud Pertama
mengetahui wujud partikular melalui Dirinya sendiiri.43
Pengetahuan Tuhan tidak seperti pengetahuan
manusia. Jadi, kalau al-Ghazali menyerang para filosof
dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengakui
pengetahuan Tuhan terhadap yang partikular, bagi Ibn
Rusyd, al-Ghazali tidak memahami filsafat karena yang
tidak diakui oleh para filosof adalah penyamaan
pengetahuan Tuhan dengan manusia. Bagi Ibn Rusyd, kita
tidak bisa membuat pembedaan antara partikular dan
42 Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, terj. Kartanegara (Jakarta:Pustaka Jaya, 1987), hlm. 393-394
43 Ibid., hlm. 392-393
22
universal terkait dengan pengetahuan Tuhan. Distingsi
ini hanya bisa digunakan untuk manusia, bukan untuk
Tuhan.44
Apa yang di tuduhkan terhadap Ibn Rusyd tentang
masalah jiwa sebetulnya adalah pandanganya tentang
intelek atau akal. Jiwa dibedakan dengan Intelek tidak
hanya dalam filsafat Ibn Rusyd, tetapi juga dalam
ajaran-ajaran filusuf muslim lain. Intelek dalam diri
manusia merupakan daya yang dengannya manusia
mengetahui kebenaran abadi tanpa melalui perantaraan
indera, misalnya, aksioma matematika, hukum-hukum dasar
kebenaran dan sebaginya. Semua ini datang dari akal
yang universal, yitu intelek aktif yang merupakan
sumber utama dari pengetahuan manusia tersebut. Selama
intelek terikat pada tubuh, intelek manusia terasa
tersiksa karena berpisah dengan intelek aktif untuk
hidup bersama dengan intelek-intelek lain. Jadi,
keabadian intelek tidak bersifat individual tetapi
kolektif. Secara jelas, Ibnu Rusyd kembali pada tesis
Aristotelian yang menyatakan bahwa unsur intelektual
dalam tidak bersifat jasmani sehingg ia dapat terus
hidup setelah matinya raga jasmani.45
Keyakinan Ibn Rusyd terhadap keabadian jiwa
personal dijelaskan dalam pandangannya yang berkaitan
dengan sifat kebangkitan tubuh. Dia menganggap bahwa44 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 20345 Fakhry, Sejarah.., hlm. 394-395
23
keabadian seseorang secara keseluruhan adalah tidak
mungkin. Karena tubuh yang akan kita miliki pada hari
kembangkitan, menurutnya, tidak sama dengan tubuh kita
saat ini karena apa yang telah musnah tidak terlahir
kembali dengan identitas yang sama. Dia dapat muncul
menjadi sesuatu yang lebih baik. Kehidupan setelah
kematian tidak semata-mata abadi, tetapi merupakan
sebuah pertumbuhan dan berkembang secara terus menerus
dan merupakan kelanjutan dari kehidupan saaat ini.
Begitu juga jiwa, ia tumbuh dari satu level ke level
sehingga tubuh juga akan tumbuh atribut yang baru.46
Prinsip utama Ibn Rusyd adalah bahwa filsafat
harus bersesuaian dengan agama.47 Ini adalah fakta
keyakinan dan harapan para filosof muslim. Ibn Rusyd
percaya bahwa filsafat yang mentah mungkin akan
memalingkan manusia pada ateisme, tetapi penelahan yang
mendalam terhadap filsafat akan membuat manusia
memiliki pemahaman yang lebih baik tentang agama.
B. Pengaruh filsafat Islam dalam perkembangan
filsafat di Eropa
Filsafat merupakan pengetahuan yang sudah lahir
dan berkembang sebelum Islam lahir. Filsafat sebagai
ilmu lahir di Yunani Kuno pada abad ke-6 SM, filsafat
46 khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 20747 Ibid., dikutip dari C.A. Qadir, Philoshopy and Sience in the Islamic
World, (London: Routlege, 1991), hlm. 79
24
masuk pada Islam pada abad 8 M, pada masa pemerintahan
khalifah Al- Ma’mun. Dalam masa periode ini di dibangun
Baitul Al-Hikmah, sebagai pusat penerjemahan dan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan
besar48. Dari sinilah dimulai penerjemahan-penerjemahan
buku-buku filsafat yang berbahasa Yunani dan Suryani
kedalam bahasa Arab.
Seperti telah kita lihat permulaan pemikiran
filsafat dalam Islam bersamaan dengan berdirinya
kekhalifahan Abbasiyah pada abad delapan. Sebuah
kerajaan saingan didirikan di Spanyol oleh raja Umayyah
yang selamat, hanya setelah penggulingan Umayyah di
749. kerajaan ini mampu lama berhadapan untuk menantang
Abbasiyah tidak hanya politik tetapi budaya juga. pada
waktunya, Umayyah Spanyol mampu mencatatkan sebagai
salah satu kebudayaan yang paling cemerlang di seluruh
sejarah Islam dan untuk dijadikan sebagai jembatan
menyeberangi pengetahuan Yunani-Arab diteruskan ke
Eropa Barat pada abad kedua belas.49
Dalam sejarah ke emasan peradabaan Islam,
peradabaan Islam tidak hanya berpusat di Baghdad timur
Islam, akan tetapi Islam juga mempunyai peadabaan
lainya yaitu, Andalusia barat Islam. Dalam masa ke
kemajuan dua peradabaan ini banyak sekali pengetahuan-48 Badri Yatim, sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,
2008), hlm. 53. 49 Majid Fakhry, A History of Islmic Philosophy, (New York: Colombia
University Press, 1983), hlm. 257
25
pengetahuan yang dikembangkan diantaranya adalah sains,
kedokteran dan filsafat. Khususnya peradabaan Islam
Andalusia, dimana Islam berkontribusi dalam membangun
peradabaan kurang lebih 5 abad. Banyak warisan
pengetahuan yang ditinggal Islam di tanah Andalusia
tersebut. Salah satunya adalah pengetahuan filsafat,
pengetahuan yang sangat berperan dalam membangun
peradabaan modren di Eropa.
Sejarah mengatakan pada abad 8 samapai akhir abad
12, banyak lahir filosof-filosof muslim, seperti yang
sudah dijelaskan dalam pembahasan, pengetahuan filsafat
sangat berkembang pesat di dunia Islam. Sedangkan di
Eropa mulai abad 3 sampai dengan abad 13 Eropa sedang
mengalami masa kegelapan (kebenaran pengetahuan
ditentukan oleh dogma gereja), seperti hukuman gereja
terhadap Galileo yang mengatakan matahari adalah pusat
tata surya, akan tetapi dalam dogma gereja pusat tata
surya adalah bumi, oleh karena itu Galileo dihukum mati
oleh gereja.
Filsafat, khususnya Aristotelianisme, hampir-
hampir sepenuhnya terlupakan di Eropa Barat sejak masa
setelah Boethius (w. 525). Biarpun semua karya logika
Aristoteles telah diterjemahkan Boethius ke dalam
bahasa latin, momentum kebangkitan filsafat di Eropa
Barat sebenarnya barulah terjadi pada awal dekade ke-
26
13, bersamaan dengan diterjemahkannya komentar-komentar
Ibnu Rusyd atas karya lengkap Aristoteles.50
Toledo dan palermo merupakan pusat terbesar bagi
penerjemahan pada abad ke 12 dan ke 13. Toledo
merupakan pusat pertama, tempat dikumpulkanya sejumlah
sumber-sumber berbahasa Arab berkatt orang-orang Yahudi
dan hubungan mereka pada kedua belah pihak, khususnya
karena penjualan manuskrip pada waktu itu merupakan
perdagangan yang menguntungkan. Kondisi demikian
diperkuat oleh Alffonso, Raja Castile (1284), yang
mendukung ilmu pengetahuan dan filsafat.51
Sedangkan di Palermo, ibu kota Sisilia, terjadi
aktivitas gerakan penerjemahan pada abad ke-13 di bawah
lindungan Raja Frederick II yang ingin menyebarluaskan
filsafat Yunani dan ilmu-ilmu pengetahuan Islam. Ia
mampu mengumpulkan seluruh karangan Ibnu Rusyd tidak
sampai seperempat abad dari kematianya.52 Di Italia,
pengaruh Ibnu Rusyd masih terasa segar, sampai pada
abad ke-16 M. Di Eropa filsafat Ibnu Rusyd, telah hidup
bukan lagi merupakan perkembangan suatu filsafat, akan
tetapi telah merupakan bentuk golongan. semua orang
yang menggabungkan dirinya dalam pelajaran filsafat
ini, di pelbagai perguruan tinggi Eropa, menamakan
dirinya Averroism, yaitu penganut paham Ibnu Rusyd.53 50 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 9951 Madkour, Filsafat Islam..., hlm. 26352 Ibid., hlm. 26453 Imam Munawir, Mengenal Pribadi.., hlm. 331
27
plato
Aristoteles
Aristoteles
Aristoteles
Pandangan tentang kekalan Jiwa
Dunia ide adalah
bayangan
Refleksi tentang
metafisika
fisika
Neo platoism
Refleksi pemikiran Yunani ke dunia Islam
Al Kindi
Al Farabi
Ibn Sina
Al Ghazali
Ibn Bajjah
Ibn Thufail Ibn
Rusyd
T.Aquinas
Descrates
Spinoza
Kant
kebenaran
Skema Filsafat Yunani- Islam-Eropa
Yunani abad 400 SM 0-3 Abad 8- 12
Abad 13-16
28
BAB III
A. Kesimpulan
Dari uaraian pembahasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemikiran para filosof muslim di Andalusia tidak
beda jauh dengan filosof muslim yang lainya. Mereka
sama-sama menggunakan akal dalam merasionalisasikan
kebenaran adanya Tuhan. Dari pemikiran ketiga
filosof Andalusia bersepakat bahwa pengetahuan
filsafat hanya khusus bagi para filosof, itu karena
pengetahuan orang lain itu lebih rendah dari mereka.
2. Filsafat Islam banyak mempengaruhi Perkembangan
filsafat di Eropa. Dilihat dari banyaknya karya-
karya filosof muslim yang diterjemhkan diberbgai
wilayah yang ada di Eropa, terutama Italia.
Pemikiran filosof muslim juga banyak dikaji oleh
golongan dari non-muslim, terutama Ibn Rusyd, dengan
menamakan dirinya golongan Averousime. Dilihat dari
skema filsafat, banyak kesamaan filosof Eropa
memposisikan “akal” sebagai sentral dalam
pengambilan pengetahuan, seperti Ibnu Sina dan
Descrates. Pembelaan Ibnu Ruysd terhadap filsafat
juga sama dengan pembelaan T. Aquinas dalam membela
filsafat di Eropa pada abad 13.
29