The Aspects of Islamic thought in Andalusia

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filsafat dalam Islam lebih dulu berkembang di wilayah timur Islam, di daerah Baghdad sebagai pusat peradabaannya. Di timur Islam lahir filosof-filosof muslim seperti, Al Kindi, Ar Razi, Ibnu Sina dan filosof-filosof yang lainya. Dari benih-benih pemikiran filosof tersebutlah yang akan mengilhami pemikiran filosof Islam yang berada di wilayah Islam bagian barat. Islam masuk di Andalusia 1 pada abad 7 M atau permulaan abad 8 M , dimana pada waktu itu Andalusia merupakan negara yang belum mengenal filsafat. Sebagaimana informasi yang didapat dari informan pribumi, Sho’id Al-Andalusi menyatakan, bagaimana di Andalusia “pada masa dulu sepi dari aktifitas keilmuan dan tak seorang penduduk pun yang menekuni bidang pemikiran dan keilmuan” dan bahwa di Andalusia “situasi ketiadaan aktivitas berfilsafat ini berlangsung hingga penaklukan umat Islam pada bulan Ramadlan, 92 H. Tetapi, keadaan tersebut masih terus berlanjut sebagaimana biasanya, dikalangan masyarakat tidak ada aktivitas keilmuan, selain ilmu-ilmu syari’at dan ilmu 1 Sekarang Andalusia merupakan bagian dari Negara Spanyol. 1

Transcript of The Aspects of Islamic thought in Andalusia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Filsafat dalam Islam lebih dulu berkembang di

wilayah timur Islam, di daerah Baghdad sebagai pusat

peradabaannya. Di timur Islam lahir filosof-filosof

muslim seperti, Al Kindi, Ar Razi, Ibnu Sina dan

filosof-filosof yang lainya. Dari benih-benih pemikiran

filosof tersebutlah yang akan mengilhami pemikiran

filosof Islam yang berada di wilayah Islam bagian

barat.

Islam masuk di Andalusia1 pada abad 7 M atau

permulaan abad 8 M , dimana pada waktu itu Andalusia

merupakan negara yang belum mengenal filsafat.

Sebagaimana informasi yang didapat dari informan

pribumi, Sho’id Al-Andalusi menyatakan, bagaimana di

Andalusia “pada masa dulu sepi dari aktifitas keilmuan

dan tak seorang penduduk pun yang menekuni bidang

pemikiran dan keilmuan” dan bahwa di Andalusia “situasi

ketiadaan aktivitas berfilsafat ini berlangsung hingga

penaklukan umat Islam pada bulan Ramadlan, 92 H.

Tetapi, keadaan tersebut masih terus berlanjut

sebagaimana biasanya, dikalangan masyarakat tidak ada

aktivitas keilmuan, selain ilmu-ilmu syari’at dan ilmu

1 Sekarang Andalusia merupakan bagian dari Negara Spanyol.

1

bahasa, hingga akhirnya ketika kekuasaan Bani Umayyah

berdiri disan, maka muncullah kesadaran orang-orang

yang mempunyai kepedulian terhadap keilmuan”.2

Di Andalusia, minat terhadap kajian filsafat baru

mulai berkembang pada abad 9 M. Buku-buku filsafat di

ambil dari Islam bagian timur, baik buku-buku

terjemahan filsafat Yunani ataupun buku-buku hasil dari

pemikiran filosof Islam sendiri. Pada periode ini

kemajuan peradabaan Islam di Andalusia bisa dikatakan

sejajar dengan Islam yang berada di wilayah Timur,

dikarenakan sudah terdapat perpustakaan dan

universitas-univerrsitasnya, dengan Cordova sebagai

pusat ibu kotanya.

Kelahiran filsafat di Andalusia merupakan rantai

pemikiran filsafat Islam. Perlu kita ketahui, filsafat

Islam merupakan penerus tradisi dari filsafat Yunani,

dimana pemikiran Aristoteles dan Platoisme banyak

mempengaruhi pemikiran filosof-filosof muslim. Akan

tetapi, ada perbedaan epistemologi mendasar yang

mempengaruhi antara filsafat Islam di timur dan

filsafat Islam di barat. Filsafat Islam di timur lebih

terpengaruh pemikiran Plato dan Neoplatoisme, sedangkan

2 Muhammad Abed al-Jabiri, Nalar Filsaat & Teologi Islam, (Yogyakarta:IRCiSoD, 2003), hlm. 58, dikutip dari Abu Qasyim Sha’id bin Ahmadal-Andalusi, Tabaqatu al Umum, (Mesir: Al-Taqddum al-Hadatsah, t.t),

2

filsafat Islam di Barat banyak terpengaruh pemikiran

Aristoteles dan Neoplatoisme.3

Semua pemikiran filsafat merupakan respon terhadap

perkembangan zamanya ataupun respon terhadap pemikiran

yang lahir sebelumya. Maka bisa dikatakan filsafat

Islam merupakan filsafat yang lahir dari pemikiran

filosof muslim dalam merespon pemikiran filsafat

sebelumnya ataupun situasi perkembangan zamnaya.

Filsafat Islam juga merupakan warisan pemikiran

filosofis yang setia mengiringi perkembangan peradabaan

Islam sampai peradabaan Islam mencapai kemajuanya. Oleh

karena itu makalah ini mencoba membahas aspek-aspek

pemikiran-pemikiran filsafat Islam di barat Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemikiran filsafat Islam di Barat Islam?

2. Bagaimana pengaruh pemikiran filsafat Islam

terhadap perkembangan filsafat di Eropa?

C. Tujuan

1. untuk memahami aspek pemikiran filsafat Islam yang

hidup dan mengembangkan pemikiranya di Barat Islam

(Spanyol).

3 Lihat, Ahmad Zainul khamdi, Tujuh Filsuf Muslim “Pembuka PintuGerbang Filsafat Barat Modren”, (Yogyakaarta: PT LkiS, 2004), hlm. 40Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam ”Sebuah Peta Kronologis”, terj. ZainulAm, cet- ke 2 (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 45

3

2. Pengaruh filsafat Islam terhadap perkembangan

filsafat di Eropa.

Semoga makalah ini memberikan pengetahuan yang

bermanfaat untuk sumbangan pengetahuan akademik.

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat Islam di Barat Islam

Filsafat Islam di wilayah Islam Barat bisa dikatan

gelombang filsafat Islam kedua. Dimana kondisi

masyarakat Islam Andalusia yang dipimpin Bani Umayyah

tidak begitu terpengaruh oleh teologi Asy’ariyah dan

Hanbaliyah yang lebih menolak pemikiran filsafat.

Penolakan masyarakat muslim belahan timur-yang berada

di bawah kekuasaan Asy’ariyah, Hanbaliyah dan yang

serupa- terhadap filsafat, memaksa filsafat mencari

perlindungan di bagian barat kerajaan Islam,4 maka dari

itu filsafat selanjutnya lebih berkembang di Barat

Islam. filosof-filosof besar di Barat Islam diantaranya

Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.

1. Ibnu Bajjah

Ibnu Bajjah5 merupakan pelopor Filsafat di

Andalusia. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar ibn Al-

sayigh, yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah dalam

literatur Arab dan Avempace dalam literatur Latin. Lahir

4 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 975 Selain filosof Ibnu Bajjah adalah ahli astronomi,

matematika, ilmu alam, ilmu kedokteran, sastra dan musik sertapernah menjabat sebagai gubernur di Saragossa dan Granada di bawahpemerintah Yusuf Al-Murabity. Lihat Yusril, Ali, PerkembanganPemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Askara, 1991), hlm 80,Sirajuddin, Zar, Filsafat Islam “Filosof dan Filsafatnya” (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004 ), hlm. 185

5

di Saragossa menjelang akhir abad ke 11, ia kemudian

pindah ke seville, lalu ke granada dan akhirnya

keracunan dan meninggal dunia pada usia yang relatif

muda di Fez Maroko pada 1138.6

Dalam kegiatan filsafat ia telah menyusun buku-

buku komentar terhadap filasafat Aristoteles dan Al-

Farabi, dengan demikian ia telah membuka pintu bagi

Ibnu Rusyd untuk mengenal filsafat Aristoteles.

Kepopuleran Ibnu Bajjah, ia peroleh atas karyanya

Tadbirul-Mutawahid sebuah buku filsafat akhlak dan politik

yang disusun seperti buku Al-Madinatul-Fadhilah oleh Al-

Farabi. Karya-karya yang lainya seperti: Fin-Nafsi, Risalah

al-Wada, Risalah al-Ittishal dan bannyak risalah-risalah yang

lainya.7 Ibnu Bajjah memberikan sumbangan berupa-paling

tidak- tiga tema filosofis pada karya-karya penerusnya-

Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd dan Maimonides, yaitu teori

ittishal (kontak intelektual dengan Tuhan), pendekatanya

yang tajam terhadap dokrin monopsikisme dan cita-

citanya tentang penguasaan diri.8

Dalam teori ittishalnya, seperti Al-Farabi dan Ibnu

Sina, Ibn Bajjah percaya bahwa pengetahuan tidak

diperoleh semata melalui indra. Pertimbangan-

pertimbangan universal dan niscaya, isi ilmu yang

prediktif dan eksplanatif serta landasan apodeiktif6 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 997 Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi..., hlm. 808 Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat

Islam, trj. Tim penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 369

6

(aphodeiktic) tentang alam, hanya dapat dicapai melaui

Akal Aktif, intelegensi yang mengatur.9 Menurut ibn

Bajjah, akal merupakan bagian terpenting manusia. Ia

berpendapat bahwa pengetahuan yang benar dapat

diperoleh lewat akal yang merupakan satu-satunya sarana

yang melaluinya kita mampu mencapai kemakmuran dan

membangun kepribadian.10

M.M. Syarif menjelaskan, menuruut Ibn Bajjah,

keajaiban-keajaiaban yang ada diantara akal dan unsur

imajinasi lewat ruhmu (soul) yang tajam. Engkau dapat

melihat dengan pasti bahwa akal mendapatkan objek-objek

pengetahuan yang disebut hal-hal yang dicercap dari

unsur imajinatif, dan memberikan sejumlah objek

pengetahuan lain kepada unsur imajinatif. Misalnya,

tentang ideal-ideal moral dan aristik, atau objek-objek

pengetahuan yang merupakan kejadian-kejadian yang bisa

terjadi dan mewujud di dalam unsur imajinatif sebelum

kejadian-kejadian tersebut terjadi, atau kejadian-

kejadian yang belum terjadi tapi telah masuk dalam

unsur imajinatif bukan lewat organ-organ rasa melainkan

lewat akal, seperti dalam hal impian-impian yang

benar.11

Pengetahuan tentang sifat segala yang ada yang

dimiliki oleh akal, ada dua jenis: pertama, yang dapat9 Ibid., 10 M.M. Syarif, dkk, Para Filosof Muslim, cet. Ke-IV (Bandung:

Mizan, 1992), hlm. 159 11 Ibid., hlm. 161

7

dipahami tapi tidak dapat ditemukan. Kedua, yang dapat

dipahami dan dapat ditemukan. Akal itu sendiri ada dua

jenis pula: pertama, akal teoritis, yang lewat akal itu

manusia memahami segala yang tidak dapat

dimunculkannya. Kedua, akal praktis, yang lewat akal

itu dia mengankan benda-bendaa tiruan yang dapat dia

temukan. Kesempurnaan akal praktis ada dalam pemahaman

manusia akan objek-objek tiruan dan memaujudkan objek-

objek tersebut sesuai dengan kehendaknya sendiri.12

Dalam pemikiran filsafat etika, Ibn Bajjah membagi

tindakan menjadi tindakan hewani dan manusiawi. Yang

pertama tindakan yang dikarenakan oleh kebutuhan-

kebutuhaan alamiah, bersifat hewani sekaligus

manusiawi. Contohnya, makan, bersifat hewani sepanjang

hal itu dilakukan memenuhi kebutuhan dan keinginan,

juga bersifat manusiawi sepanjang hal itu dilakukan

untuk menjaga kekuatan dan kehidupan demi meraih

karunia-karunia spritual.13

Perbedaan antara kedua perbuatan ini tergantung

pada motivasi pelakunya, bukan pada perbuatanya.

Perbuatan yang bermotifkan hawa nafsu tergolong pada

jenis perbuatan hewani dan perbuatan bermotifkan akal

maka dinamakan perbuatan manusiawi.14 Ibn Bajjah

mengemukakan seorang yang terantuk dengan batu,

12 Ibid., hlm. 16313 Syarif, dkk, Para Filosof...,hlm. 167 14 Zar, Filsafat Islam..., hlm 197

8

kemudian ia luka-luka, lalu ia melemparkan batu itu.

Kalau ia melemparkanya karena telah melukainya, maka

ini adalah perbuatan hewani yang didorong oleh naluri

kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya untuk

memusnahkan setiap perkara yang mengganggunya. Kalau

melemparnya agar batu itu tidak menggagngu orang lain,

maka perbuatan itu adalah pekerjaan kemanusiaan.15

Manusia menurut ibnu bajjah, apabila perbutannya

dilakukan demi memuaskan akal semata, perbutan ini

mirip dengan perbuatn ilahhi dari pada perbuatan

manusiawi. Hal ini merupkan keutamaan karena jiwa telah

dapat menekan keinginan jiwa hewani yan selalu

menentangnya. Perbutan yang seperti itulah yang

dikhendaki oleh ibnu bajjah bagi masyarakat yang hidup

dalam negar utama.16

2. Ibnu Thufail

Tokoh terkemuka kedua dalam sejarah filsafat

Andalusia adalah Abu Bakar ibn Thufail17, yang biasa

disebut dalam bahasa latin dengan Abubacer. Nama

lengkapnya ialah Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin

Muhammad bin Muhammad bin Thufail Al-Qaisi, dilahirkan

15 Syarif, dkk, Para Filosof...,hlm. 16816 Zar, Filsafat Islam..., hlm 1917 Selain filosof Ibnu Tufail adalah seorang dokter, ahli

matematika, ahli astronomi dan penyair serta pernah menjabatsekretaris gubernur dan wazir untuk khalifah Abu Ya’la Ya’qubYusuf (1163-1184) . Lihat, khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 167. Zar,Filsafat Islam..., hlm 205. Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi.., hlm. 84

9

di Guadix dekat Granada pada tahun 506 H (1110 M) dari

suku Arab Bani Qais.18

Menurut beberapa liteatur19 pemikiran filsafat

Ibnu Thufail yang terselamatkan adalah roman filsafat

yang berjudul Hayy ibn Yaqzhan. Dalam Hayy ibn Yaqzhan, Ibn

thufail berusaha membuktikan kebenaran tesis kesatuan

kebijaksanaan rasional dan mistis melalui kisah fiktif.

Ibnu Thufail percaya, dapat menjelaskan kebenaran

filsafat dan mistisisme serta membantu meredakan

perselisihan antara filsafat dan agama di dunia muslim

yang waktu itu sudah berusia seabad.20

Tokoh pertama dalam roman filsafat Hayy ibn Yaqzhan

adalah Hayy. Hayy seorang anak yang hidup disebuah

sebuah pulau yang tidak berpenghuni seorang manusiapun,

Hayy diasuh oleh seekor rusa sampai Hayy menginjak usia

remaja. Pada masa remaja, Hayy mencapai usia penalaran

praktis, membuat baju dan senjata. Baju dan senjata

tersebut digunakan untuk mempertahankan diri dari

serangan binatang buas.

Dikemudian hari, rusa itu pun menemui ajalnya dan

membuat Hayy menjadi sangat kehilangan. Hayy mencoba

menghidupkan kembali tetapi tetap rusa itu tidak hidup.

Kemudian Hayy melakukan autopsi untuk mencari sebab18 Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi..., hlm. 8419 Lihat, Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 104, khamdi, Tujuh

Filsuf Muslim.., hlm 164, Zar, Filsafat Islam..., hlm 207, Ali, PerkembanganPemikiran Falsafi.., hlm. 85. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam...,hlm. 391

20 Ensiklopedi Tematis..., hlm.

10

kematianya dan Hayy menemukan adanya disfungsi jantung

sehingga melenyapkan nyawa rusa itu, padahal tidak ada

sedikitpun kerusakan pada rusa tersebut. Dari sini,

Hayy menarik kesimpulan bahwa kematian tak lain dari

terpisahnya ruh dan raga.

Hayy juga menemukan rahasia api, dan segeralah

dia mengaitkan dengan fenomena kehidupan. Setahap demi

setahap, pengamatan empirisnya mencangkup komposisi

benda-benda dan kefanaan mereka, herarki tetumbuhan dan

binatang dan lantas mengantarkanya pada pemahaman

spritual. Pada usia 28 tahun, Hayy sudah bisa mencercap

makna kekekalan bintang-bintang dan kemutlakan Wujud

Pencipta. Oleh karena itu, mulailah dia merenung

tentang kenidahan dan keteraturan alam. Lalu,

disimpulkanya bahwa penata alam semesta ini bersifat

Sempurna, Mahatahu, Maha Pemura dan Maha Baik serta

memiliki semua sifat kesempurnaan yang jejak-jejak dan

tanda-tanda-Nya terpampang di alam yang rendah ini. Dan

sebaliknya, Mahasuci Dia dari segala sifat

ketaksempurnaan.21

Memasuki usia ke-35, Hayy mulai menelaah cara dia

bisa sampai pada pengetahuan tentang Wujud Mutlak yang

sepenuhnya bersifat imateril. Kesimpulanya adalah hal

itu dicapai tidak dengan indara ragawi (bodily sense),

tetapi dengan jiwa. Di dalam jiwa itu pulalah terletak

21 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 104-105

11

esensi dirinya. Pada titik ini, Hayy menjadi yakin akan

keluhuran jiwa, ketidakfanaanya, dan bahwa kebahagian

sejati akan tercapai tatkala diri menyelam dalam

perenungan Wujud Mutlak. 22

Menurut roman tersebut, di pulau yang

bersebelahan dengan kelahiran Hayy, hiduplah dua orang

pemuda, yakni Absal dan Salaman. Keduanya menganut

suatu agama, diantara keduanya Absal lebih cendrung

pada makna batin agama, sedangkan Salamah lebih

cendrung makna lahiriyah. Pada suatu hari, Absal di

pulau tempat Hayy. Setelah mengajarkan bahasa, mulailah

Absal bercakap-cakap dengan Hayy. Ketika Hayy

menceritakan temuan-temuanya kepada Absal, sangat

terkesanlah dia. Absal mulai paham bahwa yang termaktub

dalam kitab suci tentang para malaikat, nabi, surga dan

neraka sekedar merupakan representasi (dalam istilah-

istilah inderawi) dari kebenaran spritual yang pernah

dialami oleh Hayy.23

Pada sisi lain, Hayy pun menjadi tahu bahwa semua

yang diceritakan Absal kepadanya tentang wahyu,

kewajiban-kewajiban ritual, siksa dan pahala ternyata

sesuai dengan apa yang dialaminya sendiri. Dengan

demikian, dia tidak dapat berbuat hal lain kecuali pada

syari’at yang dibawakan oleh Nabi Saw. kepaada umat

22 Ibid.,23 Ibid., hlm. 106

12

manusia dan menerimahnya sebagai kebenaran yang tak

terbantahkan.24

Selajutnya, Absal bercerita kepada Hayy tentang

pulaunya yang dipimpin oleh salaman, dimana para

penduduknya mengikuti makna-makna literal dan menolak

metamorfosis. Orang-orang disana dikuasai implus-implus

rendah. Mereka tunduk pada makna eksoteris agama.

Didorong untuk menyampaikan makna kebenaran hakiki,

mereka berangkat kepulau tersebut. Hayy mencoba membawa

orang-orang ke arah pemahaman keagamaan yang filosofis,

akan tetapi dia harus menemui kekecewaan ketika ia

harus menghadapi kenyataan intelek orang tersebut tidak

mampu memahaminya. Akhirnya, Hayy dan Absal kembali

kepulaunya yang sepi untuk menghabiskan waktunya dalam

perenungan, dzikir dan ibadah.25

Melalui cara inilah Ibnu Thufail mengaku

memecahkan problem yang ditimbulkan oleh pertentangan

filsafat dan agama, akal dan iman, sekalligus, seperti

halnya Hayy, menyadari bahwa kebenaran memiliki dua

wajah, yakni internal dan eksternal. Kedua wajah itu

sama belaka. Disamping itu, kedua wajah ini berkaitan

pula dengan dua kalangan manusia, yaitu kalangan khusus

(priviledge) yang mampu mencapi taraf kecerdasan

tertinggi –baik melalui diskursus filoofis atau

pencerahan mistis (kasyf)- dan kalangan awam yang tidak24 Ibid.,25 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm. 171-172

13

mampu mencapainya.26 Dalam hal ini, orang-orang awam

hanya bisa mengerti bahsa inderawi dari teks-teks

keagamaan, seperti Al-Quran yang menampung makna-makna

harfia.

Usaha Ibnu Thufail ini bisa dilihat dari

tigah tokoh yang ditampilkan dalam romanya. Tiga

kelompok tersebut masing-mmasing mewakili tiga kelompok

manusia dalam konteks mencari kebenaran. Hayy

merepresentasikan manusia yang hidup diluar jangkauan

wahyu, yaang dengan menggunakan kekuatan rasionalnya,

sanggup menemukan Tuhan dan kebahagian tertinggi yang

berupa penyaksian atas sang Wajib Wujud. Dengan kata

lain Hayy adalah seorang filosof murni. Sementara,

Absal merepresentasikan teologi filosofis (aspek

esoteris ajaran agama), sedang salam merepresentasikan

pemahaman keagamaan orang kebanyakan (awam) yang hanya

terbatas pada makna literal ajaran agama (aspek

eksoteris agama).27

Menurut Ibnu Thufail, fisafat hanyalah untuk orang

tertentu (selected individual) untuk mencapai kebahagian

tertinggi. Untuk mencapai ini, mereka harus mundur dari

kehidupan praktis sehari-hari (everyday life). Mereka

26 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 10727 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm. 174. Dikutip dari W.

Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology : An Extended Survey,(Edinburg: Edinburg University Press, 1992), hlm. 117

14

harus mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan

sosial karena society prejudices akan mencemari pikiranya.28

Ibnu Thufail berusaha mengkonfirmasi bahwa manusia

memiliki potensi untuk bisa mencapai Tuhan. Dengan cara

menggambarkan kehidupan menyendiri Hayy, Ibnu Thufail

sedang menjelaskan bahwa orang dengan rasionalnya

sendiri, terisolasi dari manusia lain dan tidak

dipengaruhioleh kecendrungan-kecendrungan sosial, bisa

sampai pada kesimpulan bahwa kebahagian dan

kesengsaraan manusia tergantung pada kedekatan dan

kejauhanya dari Tuhan. Dan sarana untuk mendekat dan

menaik kesana adalah melalui penalaran dan analisis

reflektif.29

28 Ibid., hlm. 17529 Ibrahim Madkour, Filsafat Islam: metodedan penerapanya, terj.

Yudian Wahyudi Asmin dan Ahmad Hakim Mudzakir (Jakarta:RrajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 55-56

15

3. Ibnu Rusyd

Nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad ibnu

Ahmad ibnu Rusyd30. Ia dilahirkan pada tahun 520 H

(1126 M) di Kordova, dimana keluarganya lama menduduki

tempat yang terkemuka. Kakenya ialah Kadiul-Kudat (hakimya

hakim) dari seluruh Andalusia di bawah pemerintah Al

Murabatiah.31 Ibnu Rusyd mengenyam pendidikan bahasa

Arab, fiqih, kalam dan kedokteran dari sejumlah guru

hingga berusia empat puluh tahun. Dalam literatur

latin, Ibn Rusyd disebut Averroes. Ibnu Rusyd adalah

filosof muslim Barat terbesar di abad pertengahan. Dia

adalah pendiri pikiran merdeka sehingga memiliki

pengaruh yang sangat tinggi di Eropa.32

Ibnu Rusyd dikenal sebagai sang komemtator33

karya-karya Aristoteles, Ibnu Rusyd menyusun

komentarnya dalam tiga versi, “komentar lengkap”,

“komentar sedang” dan “komentar sedikit”. Tulisan-

tullisan Ibnu Rusyd yang lebih orisinil antara lain

Tahafut At-Tahafut (Kerancuan Buku “Kerancuan” karya Al-

30 Selain filosof Ibnu Rusyd adalah seorang hakim, seorangdokter, ahli matematika, ahli astronomi, ahli fikih dan sastraArab. Lihat, Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 193. Zar, Filsafat Islam..., hlm222. Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi.., hlm. 91

31 Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari Masake Masa, cet. Ke-2 (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2006), hlm. 326

32 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 19133 Dalam menulis komertar-komentar karya Aristoteles,

merupakan secara resmi permintaan dari Amir Abu Ya’la Ya’qubYusuf. Akan tetapi dalam dunia Islam Ibnu Rusyd terkenal karenakaryanya Tahafut at-Tahafut, sebagai respon terhadap Tahfut al-Falasifahkarya Al-Ghazali. lihat Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 192

16

Ghazali), Fasl Al-Maqal (Pertanyaan yang Jelas dan Lugas)

dan Al-Kasyf’an Manahij Al-Adilah (Uraian tentang metode-metode

Pembuktian).34 Selain dalam bidang filsafat, Ibnu Rusyd

juga mempunyai karya dalam bidang fiqh dan kedokteran.

Karya dalam bidang fiqh, salah satu karyanya yang

terkenal adalah Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid. Buku

merupakan suatu studi perbandingan hukum Islam, di mana

di dalamnya diuraikan pendapat Ibnu Rusyd dengan

mengemukakan pendapat-pendapat Imam fiqh.35 Dalam

bidang kedokteran dia menyusun satu ensiklopedi yang

berjudul Kitab al-Kulliyat fi ath-Thibb. Ensiklopedi tersebut

terdiri dari tujuh buku yang berhubungan anatomi,

fisiologi, patologi umum, diagnosis, materia medika,

kesehatan dan terapi umum. Ensiklopedi ini diterjemhkan

dalam bahasa Latin yang kemudian menjadi tex-book

diberbagai universitas Kristen.36

Persesuaian antara filsafat dan agama sudah

sepantasnya ciri terpenting filsafat Islam. Cara Ibnu

Rusyd memecahkan masal ini benar-benar merupakan cara

yang jenius. Sebagai seorang filosof, dia menyadari

bahwa telah menjadi tugasnyalah membelah para filosof

dalam menagkis serangan-serangan keras dari para fiqih

34 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 10835 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 19336 Ibid., 194. Dikutip dari G. Sarton, Introduction of The History of

Science, vol II (Baltimore, 1931), hlm. 356

17

dan teolog, terutama mereka telah dikafirkan oleh Al-

Ghazali dalam karyaanya Tahafut al Falasifah.37

Ibn Rusyd membuka risalahnya dengan mengajukan

pertanyaan tentang apakah filsafat itu sah, dilarang,

dianjurkan atau diharuskan dalam hukum Islam.

Jawabanya, sejak dini, bahwa filsafat diwajibkan atau

paling tidak dianjurkan dalam agama (hukum Islam).

Sebab fungsi filsafat hanyalah membuat spekulasi atas

yang maujud dan memikirkanya selama membawa kepada

pengetahuan akan Sang Pencipta. Al-Qur’an memerintahkan

manusia untuk berfikir dalam banyak ayatnya seperti,

“berfikirlah, wahai yang bisa melihat,” mengartikan

perintah berfikir dalam Al- Qur’an ini logika, tidak

lebih dari sekedar mengetahui yang ghaib dari yang

diketahui lewat pengambilan kesimpulan. Cara penalaran

semacam ini disebut deduksi, dimana pemaparan merupakan

bentuk paling baik. Pemaparan merupakan alat yang dapat

digunakan oleh seorang untuk mendapatkan pengetahuan

tentang Tuhan. Iini merupakan pemikiran yang logis yang

membawa kepada kepastian.38

Jadi Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk

mempelajari filsafat, karena manusia harus membuat

spekulasi atas alam raya ini dan merenungkan bermacam-

macam kemaujudan. Sasaran agama secara filosofis, yaitu

agama berfungsi sebagai pencapaian teori yang benar dan37 Syarif, dkk, Para Filosof...,hlm. 20338 Ibid., hlm. 204

18

perbuatan yang benar. Pengetahuan yang sejati adalah

pengetahuan tentang Tuhan, tentang kemaujudan lainya

dan tentang kebahagian serta kesengsaraan di akhirat.

Ada dua cara untuk mendapatkan pengetahuan, yaitu

pencercapan dan persesuaian. Persesuaian bisa bersifat

demostratif, dialektis atau retoris.39

Ketiga macam persesuaian ini digunakan dalam Al-

qur’an. Manusia terdiri atas tiga golongan: para

filosof, para teolog dan orang-orang awam. Para filosof

ialah kaum yang menggunakan cara demonstratif. Para

teolog (orang-orang Syari’ah, yang ajaran-ajaran mereka

menjadi ajaran-ajaran resmi pada masa Ibnu Rusyd),

yaitu kaum yang lebih rendah tingkatanya, karena mereka

memulai dari penalaran dialektis dan bukan dari

kebenaran ilmiah. Orang awam ialah “orang-orang

retoris” yang hanya bisa mencercap sesuatu lewat

contoh-contoh dan pemikir puitis.40

Sejauh ini, agama sejalan dengan filsafat. Tujuan

dan tindakan filsafat sama dengan tujuan dan tindakan

agama. Tinggal masalah keselaran keduanya dalam metode

dan permasalahan materi. Jika tradisional itu ternyata

bertentangan dengan yang rasional, maka yang

tradisional harus ditafsirkan sedemikian rupa supaya

selaras dengan yang rasional.41

39 Ibid., hlm. 20540 Ibid.,41 Ibid.,

19

Doktrin utama filsafat Ibnu Rusyd yang dicap

sebagai murtad berkaitan dengan keabadian dunia, sifat

pengetahuan Tuhan dan kekekalan jiwa manusia dan

kebangkitanya. Membaca sekilas tentang Ibnu Rusyd

memang bisa memberi kesan bahwa dia murtad dalam

hubunganya dengan masalah-masalah tersebut, tetapi

penelaahan yang serius akan membuat sadar bahwa dia

sama sekali tidak menolak ajaran Islam. Dia hanya

menginterpretasikannya dan menjelaskannya dengan

caranya sehingga bisa sesuai dengan filsafat.

Terhadap doktrin keabadian dunia, dia tidak

menolak prinsip penciptaan (creation), tetapi hanya

menawarkan satu penjelasan yang berbeda dari penjelasan

para teolog. Ibn Rusyd memang mengakui bahwa dunia itu

abadi, tetapi pada saat yang sama membuat pembedaan

yang sangat penting antara keabadian Tuhan dengan

keabadian dunia. Ada dua macam keabadian: keabadian

dengan sebab dan keabadian tanpa sebab. Dunia bersifat

abadi karena adanya satu agen kreatif yang membuatnya

abadi. Sementara, Tuhan abadi tanpa sebab. Lebih

dulunya Tuhan atas manusia tidak terikat dengan waktu.

Keberadaan Tuhan tidak ada kaitanya dengan waktu karena

Dia ada dalam keabadian yang tak bisa dihitung dengan

skala waktu. Lebih dulunya Tuhan atas dunia ada dalam

keberadaan-Nya sebagai sebab yang darinya muncul semua

keabadian.

20

Penting juga untuk dinyatakan disisni tentang

sanggahan al-Ghazali tentang hukum kausalitas dengan

dua alasan utama. Pertama, hukum kausalitas

bertentangan dengan kekuasaan mutlak Tuhan atas dunia.

Korelasi yang dinyatakan sebagai hukum sebab-akibat

tidak ditopang pengalaman dan logika. Tidak ada sebab-

akibat karena semuanya terjadi berdasarkan takdir

Tuhan.

Ibnu Rusyd menyanggah tuduhan al-Ghazali dengan

menyatakan bahwa tujuan al-Ghazali untuk memutlakan

kekuasaan Tuhan dengan cara mengahpus hukum sebab

akibat justeru kontra produktif. Penolakan hukum sebab-

akibat akan menghancurkan seluruh basis untuk

mengarahkan seluruh proses kejadian di alam kepada

Tuhan. Al-Ghazali secara tidak sadar telah

menghancurkan satu-satunya dasar logis di atas mana

kekuasaan Tuhan terhadap alam bersandar.

Penanggalan seperti itu sama-sama membahayakan

filsafat, ilmu dan juga teologi. Jika segala sesuatu

terjadi secara kebetulan dan tergantung pada keputusan

Tuhan yang tidak dapat diduga, maka tidak ada pola

rasional yang dapat kita amati dalam ciptaan. Ini juga

berarti menghancurkan konsep Tuhan sebagai pencipta

alam dan pengatur yang Maha Bijaksana. Dari sudut ini,

maka tidak ada jalan lagi untuk membuktikan eksistensi

Tuhan dari sudut pandang keindahan dan keteraturan yang

21

kita saksikan di dunia ini atau untuk menolak argumen

kaum materialis yang menunjuk semua kejadian dunia ini

kepada kebetulan-kebetualn buta. Tesis ini jelas

membahayakan, baik bagi filsafat maupun Al-Qur’an yang

telah menyatakan dengan tegas dunnia sebagai karya

Tuhan yang sempurna.42

Sementara yang berhubungan dengan pengetahuan

Tuhan, sebagai seorang aristotelian sejati, Ibn Rusyd

mengikuti pandangan “gurunya” tersebut. Aristoteles

berpendapat bahwa satu-satunya objek yang cocok bagi

pengetahuan Tuhan adalah esensi Ilahi sendiri. Ibn

Ruysd menyatakan bahwa dalam mengetahui Dirinya

sendiri, Tuhan mengetahui segala sesuatu yang ada

berdasarkan wujud itu yang merupakan sebab bagi

eksistensi segala sesuatu. Dengan begitu, Wujud Pertama

mengetahui wujud partikular melalui Dirinya sendiiri.43

Pengetahuan Tuhan tidak seperti pengetahuan

manusia. Jadi, kalau al-Ghazali menyerang para filosof

dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengakui

pengetahuan Tuhan terhadap yang partikular, bagi Ibn

Rusyd, al-Ghazali tidak memahami filsafat karena yang

tidak diakui oleh para filosof adalah penyamaan

pengetahuan Tuhan dengan manusia. Bagi Ibn Rusyd, kita

tidak bisa membuat pembedaan antara partikular dan

42 Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, terj. Kartanegara (Jakarta:Pustaka Jaya, 1987), hlm. 393-394

43 Ibid., hlm. 392-393

22

universal terkait dengan pengetahuan Tuhan. Distingsi

ini hanya bisa digunakan untuk manusia, bukan untuk

Tuhan.44

Apa yang di tuduhkan terhadap Ibn Rusyd tentang

masalah jiwa sebetulnya adalah pandanganya tentang

intelek atau akal. Jiwa dibedakan dengan Intelek tidak

hanya dalam filsafat Ibn Rusyd, tetapi juga dalam

ajaran-ajaran filusuf muslim lain. Intelek dalam diri

manusia merupakan daya yang dengannya manusia

mengetahui kebenaran abadi tanpa melalui perantaraan

indera, misalnya, aksioma matematika, hukum-hukum dasar

kebenaran dan sebaginya. Semua ini datang dari akal

yang universal, yitu intelek aktif yang merupakan

sumber utama dari pengetahuan manusia tersebut. Selama

intelek terikat pada tubuh, intelek manusia terasa

tersiksa karena berpisah dengan intelek aktif untuk

hidup bersama dengan intelek-intelek lain. Jadi,

keabadian intelek tidak bersifat individual tetapi

kolektif. Secara jelas, Ibnu Rusyd kembali pada tesis

Aristotelian yang menyatakan bahwa unsur intelektual

dalam tidak bersifat jasmani sehingg ia dapat terus

hidup setelah matinya raga jasmani.45

Keyakinan Ibn Rusyd terhadap keabadian jiwa

personal dijelaskan dalam pandangannya yang berkaitan

dengan sifat kebangkitan tubuh. Dia menganggap bahwa44 Khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 20345 Fakhry, Sejarah.., hlm. 394-395

23

keabadian seseorang secara keseluruhan adalah tidak

mungkin. Karena tubuh yang akan kita miliki pada hari

kembangkitan, menurutnya, tidak sama dengan tubuh kita

saat ini karena apa yang telah musnah tidak terlahir

kembali dengan identitas yang sama. Dia dapat muncul

menjadi sesuatu yang lebih baik. Kehidupan setelah

kematian tidak semata-mata abadi, tetapi merupakan

sebuah pertumbuhan dan berkembang secara terus menerus

dan merupakan kelanjutan dari kehidupan saaat ini.

Begitu juga jiwa, ia tumbuh dari satu level ke level

sehingga tubuh juga akan tumbuh atribut yang baru.46

Prinsip utama Ibn Rusyd adalah bahwa filsafat

harus bersesuaian dengan agama.47 Ini adalah fakta

keyakinan dan harapan para filosof muslim. Ibn Rusyd

percaya bahwa filsafat yang mentah mungkin akan

memalingkan manusia pada ateisme, tetapi penelahan yang

mendalam terhadap filsafat akan membuat manusia

memiliki pemahaman yang lebih baik tentang agama.

B. Pengaruh filsafat Islam dalam perkembangan

filsafat di Eropa

Filsafat merupakan pengetahuan yang sudah lahir

dan berkembang sebelum Islam lahir. Filsafat sebagai

ilmu lahir di Yunani Kuno pada abad ke-6 SM, filsafat

46 khamdi, Tujuh Filsuf Muslim.., hlm 20747 Ibid., dikutip dari C.A. Qadir, Philoshopy and Sience in the Islamic

World, (London: Routlege, 1991), hlm. 79

24

masuk pada Islam pada abad 8 M, pada masa pemerintahan

khalifah Al- Ma’mun. Dalam masa periode ini di dibangun

Baitul Al-Hikmah, sebagai pusat penerjemahan dan yang

berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan

besar48. Dari sinilah dimulai penerjemahan-penerjemahan

buku-buku filsafat yang berbahasa Yunani dan Suryani

kedalam bahasa Arab.

Seperti telah kita lihat permulaan pemikiran

filsafat dalam Islam bersamaan dengan berdirinya

kekhalifahan Abbasiyah pada abad delapan. Sebuah

kerajaan saingan didirikan di Spanyol oleh raja Umayyah

yang selamat, hanya setelah penggulingan Umayyah di

749. kerajaan ini mampu lama berhadapan untuk menantang

Abbasiyah tidak hanya politik tetapi budaya juga. pada

waktunya, Umayyah Spanyol mampu mencatatkan sebagai

salah satu kebudayaan yang paling cemerlang di seluruh

sejarah Islam dan untuk dijadikan sebagai jembatan

menyeberangi pengetahuan Yunani-Arab diteruskan ke

Eropa Barat pada abad kedua belas.49

Dalam sejarah ke emasan peradabaan Islam,

peradabaan Islam tidak hanya berpusat di Baghdad timur

Islam, akan tetapi Islam juga mempunyai peadabaan

lainya yaitu, Andalusia barat Islam. Dalam masa ke

kemajuan dua peradabaan ini banyak sekali pengetahuan-48 Badri Yatim, sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,

2008), hlm. 53. 49 Majid Fakhry, A History of Islmic Philosophy, (New York: Colombia

University Press, 1983), hlm. 257

25

pengetahuan yang dikembangkan diantaranya adalah sains,

kedokteran dan filsafat. Khususnya peradabaan Islam

Andalusia, dimana Islam berkontribusi dalam membangun

peradabaan kurang lebih 5 abad. Banyak warisan

pengetahuan yang ditinggal Islam di tanah Andalusia

tersebut. Salah satunya adalah pengetahuan filsafat,

pengetahuan yang sangat berperan dalam membangun

peradabaan modren di Eropa.

Sejarah mengatakan pada abad 8 samapai akhir abad

12, banyak lahir filosof-filosof muslim, seperti yang

sudah dijelaskan dalam pembahasan, pengetahuan filsafat

sangat berkembang pesat di dunia Islam. Sedangkan di

Eropa mulai abad 3 sampai dengan abad 13 Eropa sedang

mengalami masa kegelapan (kebenaran pengetahuan

ditentukan oleh dogma gereja), seperti hukuman gereja

terhadap Galileo yang mengatakan matahari adalah pusat

tata surya, akan tetapi dalam dogma gereja pusat tata

surya adalah bumi, oleh karena itu Galileo dihukum mati

oleh gereja.

Filsafat, khususnya Aristotelianisme, hampir-

hampir sepenuhnya terlupakan di Eropa Barat sejak masa

setelah Boethius (w. 525). Biarpun semua karya logika

Aristoteles telah diterjemahkan Boethius ke dalam

bahasa latin, momentum kebangkitan filsafat di Eropa

Barat sebenarnya barulah terjadi pada awal dekade ke-

26

13, bersamaan dengan diterjemahkannya komentar-komentar

Ibnu Rusyd atas karya lengkap Aristoteles.50

Toledo dan palermo merupakan pusat terbesar bagi

penerjemahan pada abad ke 12 dan ke 13. Toledo

merupakan pusat pertama, tempat dikumpulkanya sejumlah

sumber-sumber berbahasa Arab berkatt orang-orang Yahudi

dan hubungan mereka pada kedua belah pihak, khususnya

karena penjualan manuskrip pada waktu itu merupakan

perdagangan yang menguntungkan. Kondisi demikian

diperkuat oleh Alffonso, Raja Castile (1284), yang

mendukung ilmu pengetahuan dan filsafat.51

Sedangkan di Palermo, ibu kota Sisilia, terjadi

aktivitas gerakan penerjemahan pada abad ke-13 di bawah

lindungan Raja Frederick II yang ingin menyebarluaskan

filsafat Yunani dan ilmu-ilmu pengetahuan Islam. Ia

mampu mengumpulkan seluruh karangan Ibnu Rusyd tidak

sampai seperempat abad dari kematianya.52 Di Italia,

pengaruh Ibnu Rusyd masih terasa segar, sampai pada

abad ke-16 M. Di Eropa filsafat Ibnu Rusyd, telah hidup

bukan lagi merupakan perkembangan suatu filsafat, akan

tetapi telah merupakan bentuk golongan. semua orang

yang menggabungkan dirinya dalam pelajaran filsafat

ini, di pelbagai perguruan tinggi Eropa, menamakan

dirinya Averroism, yaitu penganut paham Ibnu Rusyd.53 50 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam..., hlm. 9951 Madkour, Filsafat Islam..., hlm. 26352 Ibid., hlm. 26453 Imam Munawir, Mengenal Pribadi.., hlm. 331

27

plato

Aristoteles

Aristoteles

Aristoteles

Pandangan tentang kekalan Jiwa

Dunia ide adalah

bayangan

Refleksi tentang

metafisika

fisika

Neo platoism

Refleksi pemikiran Yunani ke dunia Islam

Al Kindi

Al Farabi

Ibn Sina

Al Ghazali

Ibn Bajjah

Ibn Thufail Ibn

Rusyd

T.Aquinas

Descrates

Spinoza

Kant

kebenaran

Skema Filsafat Yunani- Islam-Eropa

Yunani abad 400 SM 0-3 Abad 8- 12

Abad 13-16

28

BAB III

A. Kesimpulan

Dari uaraian pembahasan di atas, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemikiran para filosof muslim di Andalusia tidak

beda jauh dengan filosof muslim yang lainya. Mereka

sama-sama menggunakan akal dalam merasionalisasikan

kebenaran adanya Tuhan. Dari pemikiran ketiga

filosof Andalusia bersepakat bahwa pengetahuan

filsafat hanya khusus bagi para filosof, itu karena

pengetahuan orang lain itu lebih rendah dari mereka.

2. Filsafat Islam banyak mempengaruhi Perkembangan

filsafat di Eropa. Dilihat dari banyaknya karya-

karya filosof muslim yang diterjemhkan diberbgai

wilayah yang ada di Eropa, terutama Italia.

Pemikiran filosof muslim juga banyak dikaji oleh

golongan dari non-muslim, terutama Ibn Rusyd, dengan

menamakan dirinya golongan Averousime. Dilihat dari

skema filsafat, banyak kesamaan filosof Eropa

memposisikan “akal” sebagai sentral dalam

pengambilan pengetahuan, seperti Ibnu Sina dan

Descrates. Pembelaan Ibnu Ruysd terhadap filsafat

juga sama dengan pembelaan T. Aquinas dalam membela

filsafat di Eropa pada abad 13.

29