Post on 08-Apr-2023
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Situasi Umum B2P2VRP Salatiga
1. Lokasi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit (B2P2VRP) Salatiga terletak di Jalan Hasanudin No. 123 PO BOX
200, dibangun di atas tanah seluas 2,75 Ha.
2. Sejarah B2P2VRP
Pada tahun 1976 didirikan dengan nama Unit Penelitian Biologi dan
Pemberantasan Vektor, merupakan kerjasama Balitbangkes dengan
VBCRU/WHO. Pada tahun 1984 berubah menjadi UPT Balitbangkes di Balai
Latihan Kesehatan (BLK) Ungaran. Pada tahun 1987 berubah nama menjadi
Stasiun Penelitian Vektor Penyakit (SPVP). Pada tahun 1999 berubah nama
menjadi Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit (BPVRP). Akhirnya
pada tahun 2005 balai ini dinamakan dengan Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP).
3. Visi
Menjadi institusi rujukan penelitian dan pengembangan
penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir, termasuk penyakit baru
dan yang akan timbul kembali.
4. Misi
B2P2VRP memiliki beberapa misi dalam mencapai Visi utama
diantaranya sebagai berikut:
a. Menjamin mutu penelitian dan pengembangan dalam menghasilkan
produk (model/metode/prototype/formula/standar) untuk pengendalian
penyakit tular vektor dan reservoir dengan memanfaatkan IPTEK
b. Mendukung pelaksana program serta ikut dalam pemberdayaan
masyarakat untuk pemanfaatan metode pengendalian penyakit tular vektor
29
dan reservoir yang rasional, efektif dan efisien, berkesinambungan serta
diterima masyarakat
c. Meningkatkan kajian, evaluasi dan diseminasi informasi hasil penelitian
dan pengembangan di bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit
tular vektor dan reservoir
d. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi peneliti dan pengguna
agar dapat berkarya secara professional.
5. Tupoksi
Tugas pokok B2P2VRP adalah melaksanakan perencanaan,
koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi penelitian dan pengembangan dalam
penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir penyakit baik yang baru
muncul maupun yang akan timbul kembali.
Adapun fungsi B2P2VRP adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penelitian vektor dan reservoir
penyakit
2) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan metoda dan model
pengendalian vektor dan reservoir penyakit.
3) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelatihan teknis pengendalian
vektor dan reservoir penyakit.
4) Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kajian dan pengembangan
teknologi pengendalian vektor dan reservoir penyakit.
5) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan laboratorium
entomologi kesehatan rujukan.
6) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan uji efikasi insektisida
terhadap vektor penyakit.
30
7) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan jejaring kerjasama
dan kemitraan di bidang pengendalian vektor dan reservoir penyakit.
8) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kajian dan diseminasi informasi
hasil-hasil penelitian di bidang pengendalian vektor dan reservoir penyakit
9) Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan balai besar.
6. Struktur Organisasi
Struktur organisasi dan tata kerja Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir (B2P2VRP) ditunjukkan dalam Gambar
4.1.
31
Gambar 4.1 Struktur Organisasi B2P2VRP Salatiga
7. Sarana dan Prasarana
a. Fasilitas Umum
1) Gedung Administrasi (struktural, staf dan peneliti)
2) Laboratorium pelatihan
3) Aula
4) Asrama
Kepala
Dr. Vivi Lisdawati, M.Si, A.Pt
Ka. Bagian Tata Usaha
M. Choirul Hidajat, SKM, M.Kes
Ka. Subbagian Umum
Akhid Darwin, SKM, M.Sc
Ka. Subbagian Keuangan
Maria Agustini, SKM, MPH
Ka. Bidang Pelayanan Penelitian
Drs. Ristiyanto, M.Kes
Ka. Bidang Kerjasama dan Jaringan Informasi
dr. Bagus Febrianto, M.Sc
Ka. Subbidang Sarana Penelitian
dan Pengujian
Farida Handayani, S.Si, MS
Ka. Subbidang
Pelayanan Teknis
Lulus Susanti, SKM, MPH
Ka. Subbidang Jaringan
Informasi dan Perpustakaan
Dra. Suskamdani, M.Kes
Ka. Subbidang
Program dan Evaluasi
Siti Alfiah, SKM,
M.Sc
Kelompok Jabatan Fungsional
Laboratorium (11 lab)
Insektarium (3)
32
5) Mushola
6) Perpustakaan
7) Etalase Tanaman Insektisida
b. Laboratorium
8. Kegiatan
a. Kegiatan penelitian
b. Kegiatan pelatihan dan magang
c. Penyebarluasan hasil
d. Kerjasama dan Pengembangan jaringan Litbangkes
e. Abstrak penelitian B2P2VRP
9. Kemampuan
Dalam melakukan fungsinya B2P2VRP didukung oleh:
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia yang ada terdiri dari disiplin ilmu yang beragam
diantaranya ahli Entomologi Kesehatan, Ilmu Sosial, Biologi, Kesehatan
Masyarakat, Dokter Umum, Kesehatan Lingkungan, Komputer,
Perpustakaan, dan Teknisi Laboratorium.
b. Laboratorium
1) Laboratorium Biologi Molekuler dan Imunologi
2) Laboratorium Parasitologi
3) Laboratorium Mikrobiologi
4) Laboratorium Reservoir
33
5) Laboratorium Pengendalian Hayati
6) Laboratorium Hewan Uji
7) Laboratorium Pestisida Botani
8) Laboratorium Epidemiologi dan GIS
9) Laboratorium Pengujian Insektisida
10) Laboratorium Promosi Kesehatan dan Perilaku
11) Laboratorium Referensi, Koleksi dan DUVER
12) Laboratorium Insektarium Koloni Nyamuk
13) Laboratorium Insektarium Lalat
14) Laboratorium Insektarium Lipas
c. Perpustakaan dan Jaringan Informasi
1) Mengkoordinasi jaringan informasi
2) Sirkulasi buku teks, majalah, jurnal, bulletin, dll
3) Katalogisasi
4) Bank data dan database line penelitian B2P2VRP
5) Publikasi (news letter).
d. Fasilitas Pendukung
1) Spesimen nyamuk, larva, parasit malaria, tikus dan ektoparasitnya
yang tersertifikasi
2) Mikroskop dissecting, compound dan teaching
3) ELISA Reader untuk uji biologi molekuler dan elektrophoresis
34
4) Koloni nyamuk, lalat, lipas dan pinjal untuk uji susceptibility dan
bioassay
5) Peralatan: OHP, LCD Proyektor dan slight projector
6) Perangkat lunak dan keras SIG (Sistem Informasi Geografis)
7) Asrama dan alat transportasi dan ruang PPPK.
10. Kemitraan
a) Nasional: Sektor Kesehatan Pemerintah Daerah, institusi pendidikan,
Komisi Pestisida (KOMPES), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b) Regional: ASEAN Exchange Information
c) Internasional: WHO-CC (World Health Organization-Collaborating
Centres), CVC, ICDC (International Centers of Deases Control and
Prevention).
B. Hasil Kegiatan Kunjungan Laboratorium
1. Insektarium koloni nyamuk
Kegiatan pada laboratorium ini yaitu pemeliharaan dan
pengembangbiakkan berbagai spesies nyamuk yang termasuk dalam genus
Anophelinae dan Culicinae, seperti An. maculatus, An. aconitus, An. sinensis,
Ae. aegypti , dan Cx. quinquefasciatus. Secara umum, pemeliharaan dan
pengembangbiakkan tersebut ditujukan untuk penyediaan nyamuk untuk
penelitian dan pelatihan. Pemeliharaan dan pengambangbiakkan nyamuk
Anopheles merupakan salah satu kelebihan dari insektarium B2P2VRP,
35
karena merupakan satu-satunya tempat yang dapat melakukan kolonisasi
Anopheles.
Kegiatan rutin pada laboratorium ini adalah rearing (pemeliharaan)
berbagai nyamuk meliputi pengambilan pupa pada tray, pemberian makanan
pupa, pencatatan pupa yang diperoleh, temperatur minimal dan maksimal,
kelembaban, serta membersihkan tray dari larva yang mati/ kotoran lainnya.
Laboratorium ini diharapkan dapat menghasilkan nyamuk dengan usia yang
sama, sesuai syarat penelitian. Misalnya, untuk pengujian larvasida diperlukan
larva usia 3-4 hari sebanyak 25 ekor untuk satu kali ulangan. Larva yang
digunakan untuk pengujian adalah larva instar II dan III. Menurut kemenkes
RI (2011), instar II mempunyai ciri-ciri panjang 2,5-3,8 mm sedangkan Instar
III lebih besar sedikit dari larva instar II.
Koloni nyamuk di laboratorium dari beberapa daerah yang spesifik
antar spesies. Diantaranya adalah kebumen (An. maculatus), Kulonprogo (An.
maculatus), Kendal (An. aconitus), Pulau Nias (An. sinensis), Ae. aegypti ,
dan Pekalongan (Cx. quinquefasciatus). Masing-masing nyamuk tersebut
diambil dari daerah yang bebas kasus penyakit akibat vektor nyamuk yang
bersangkutan sehingga nyamuk yang dipelihara adalah nyamuk yang steril,
sehingga aman untuk dipelihara.
Kolonisasi nyamuk meliputi semua fase hidup nyamuk yaitu Telur
Jentik Kepompong Nyamuk. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi proses kolonisasi nyamuk diantaranya adalah suhu,
36
kelembaban, pecahayaan, ketersediaan makanan dan perlakuan dalam
kandang. Namun yang paling penting dalam pemeliharaan adalah suhu dan
kelembaban. Suhu optimal adalah suhu ruang sekitar 27oC, kecuali genus
Aedes suhu 20 – 40oC, dan kelembaban 60-80%. Menurut Munif dan Imron
(2010), rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25oC -
27oC. Pertumbuhan akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10
oC atau
lebih dari 40oC dan suhu udara optimum bagi kehidupan nyamuk berkisar
antara 25oC-30
oC. Kelembaban udara juga mempengaruhi umur nyamuk.
Pada kelembaban udara < 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, nyamuk
akan cepat payah, kering dan cepat mati (Munif dan Imron, 2010).
Pemeliharaan nyamuk termasuk perlakuan terhadap berbagai fase dan
pemberian makan untuk larva dan nyamuk dewasa. Pakan untuk larva Aedes
dan Culex dapat berupa dog food karena kedua genus ini senang makan di
dasar, sedangkan untuk larva Anopheles berupa daging, dog food, dan yeast
yang dihaluskan. Perbandingan ketiga bahan tersebut syaitu 3:5:10. Misalnya,
pakan dibuat dari 3 gram daging, 5 gram yeast, dan 10 gram dog food.
Prosesnya meliputi penghalusan daging, kemudian dibakar, dihaluskan lagi,
kemudian dicampur dengan yeast dan dog food yang juga dihaluskan. Pakan
untuk nyamuk dewasa yaitu darah yang berasal dari marmut yang dimasukkan
dalam kandang (untuk nyamuk betina) dan larutan gula.
Larva nyamuk Anopheles maculatus merupakan larva yang paling
sensitif dibandingkan dengan yang lainnya, sehingga harus lebih berhati-hati
37
dalam pemeliharaannya. Larva An. maculatus dipelihara tanpa bantuan cahaya
lampu karena mempunyai habitat asli daerah pegunungan yang sejuk,
sedangkan larva Ae. aegypti dan An. aconitus perlu bantuan cahaya lampu
karena habitat aslinya bersifat hangat.
a. Pemeliharaan Koloni Nyamuk
1) Alat dan bahan
a) Kandang nyamuk ukuran 45 x 45 x 45 cm
b) Rak bebas semut
c) Mangkok enamel diameter 11 cm untuk Aedes
d) Mangkok gerabah untuk Anopheles dan Culex
e) Kurungan kawat
f) Handuk
g) Aspirator
h) Thermometer
i) Nyamuk seperti An. maculatus, An. aconitus, An. sinensis, Ae.
aegypti dan Cx. quinquefasciatus , masing-masing jantan dan
betina
j) Marmut
k) Air sumur
l) Larutan gula 10%
m) Kapas
n) Kertas saring berukuran 16 x 4 cm2
38
2) Cara Kerja
a) Pemeliharaan Koloni Nyamuk Cx. quinquefasciatus
Tujuan : Memelihara koloni Nyamuk Cx. quinquefasciatus
(1) Kandang nyamuk disiapkan di atas rak bebas semut.
(2) Pupa Cx. quinquefasciatus yang telah dipisahkan dari larva
dimasukkan ke dalam kandang.
(3) Diberikan larutan gula 10% (perbandingan gula pasir dan air
adalah 1:10)
(4) Larutan gula diganti setiap 3 hari.
(5) Untuk nyamuk betina diberi darah marmut (marmut
dimasukkan dalam kurungan kawat lalu dimasukkan dalam
kandang nyamuk) setiap hari.
(6) Tempat teluran nyamuk (mangkok enamel, dua per tiga
bagian diisi air dan bagian atas dilapisi dengan kertas saring)
dimasukkan setiap hari, apabila ada telurnya kertas saring
diambil dan disimpan.
(7) Di atas kandang nyamuk diberi handuk basah untuk menjaga
kelembaban ideal antara 60-80%.
(8) Kandang nyamuk dibersihkan setiap hari.
b) Pemeliharaan Koloni Nyamuk An. maculatus, An. aconitus, An.
sinensis, dan An. barbirostris (masing-masing terpisah)
39
Tujuan : Menyediakan nyamuk dalam jumlah yang cukup untuk
studi biologi nyamuk (longevity study, kerentanan infeksi
terhadap parasit malaria, kebiasaan makan, dan sebagainya) serta
pelatihan ; Memperoleh populasi nyamuk dengan fisiologi dan
umur yang setara untuk berbagai penelitian, seperti penelitian
efek insektisida dalam berbagai kondisi.
(1) Kandang nyamuk disiapkan di atas rak bebas semut. Kendi
diletakkan dan ditutup semua lubangnya dengan kain kasa
agar nyamuk tidak masuk dan bertelur di dalam. Kendi dalam
kandang tersebut berfungsi sebagai tempat istirahat nyamuk.
(2) Nyamuk jantan dan betina dimasukkan dengan perbandingan
1:2 dalam kandang nyamuk
(3) Larutan gula 3-10% dalam erlenmeyer 100 ml diberikan
minimal sebanyak 60 ml dengan gulungan kapas. Larutan
glukosa tersebut diganti setiap 3 hari sekali.
(4) Marmut dimasukkan dalam kandang nyamuk
(5) Gerabah dimasukkan dalam kandang nyamuk yang diisi air
tanah sebanyak ½ dari tinggi gerabah sebagai tempat bertelur
nyamuk. Tempat teluran diperiksa setiap hari, apabila terdapat
telur dipindah untuk ditetaskan.
(6) Handuk dibasahi dan diletakkan di atas kandang nyamuk
untuk menjaga kelembaban ideal antara 60-80% yang diukur
40
menggunakan humidifier dan suhu lingkungan dijaga antara
25-280C.
(7) Kandang nyamuk dibersihkan setiap hari, serta nyamuk yang
mati diambil menggunakan aspirator. Kandang nyamuk dicuci
dan diganti kain kasanya setiap 1 bulan sekali.
c) Pemeliharaan Koloni Nyamuk Ae. aegypti
Tujuan: Memelihara koloni nyamuk Ae. aegypti
(1) Kandang nyamuk disiapkan di atas rak bebas semut.
(2) Pupa yang telah dipisahkan dari larva dimasukkan ke dalam
kandang.
(3) Diberikan larutan gula 10% (perbandingan gula pasir dan air
adalah 1:10).
(4) Larutan gula diganti setiap 3 hari.
(5) Nyamuk betina diberi darah marmut (marmut dimasukkan
dalam kurungan kawat lalu masukkan dalam kandang
nyamuk) setiap hari.
(6) Tempat teluran nyamuk (mangkok enamel, du per tiga bagian
diisi air dan bagian atas dilapisi dengan kertas saring)
dimasukkan setiap hari, apabila ada telurnya kertas saring
diambil dan disimpan.
(7) Diatas kandang nyamuk diberi handuk basah untuk menjaga
kelembaban ideal antara 60-80% dengan cara
41
(8) Kandang nyamuk dibersihkan setiap hari.
b. Pemeliharaan Larva dan Pupa Nyamuk
1) Alat dan bahan
a) Tray plastik berukuran 35 x 35 x 25 cm
b) Pipet
c) Mangkok enamel diameter 11 cm
d) Kipas angin
e) Bohlam 15 watt
f) Telur nyamuk An. maculatus, An. aconitus, An. sinensis, Ae. aegypti
dan Cx. quinquefasciatus. Masing- masing ditempatkan pada tray
berbeda.
g) Air bebas chlorine
h) Dog food untuk Aedes dan Culex
i) Campuran untuk anopheles
j) Kertas saring ukuran 16 x 4 cm
2) Cara Kerja
a) Pemeliharaan larva dan pupa Cx. quinquefasciatus
Tujuan: Memelihara larva dan pupa Cx. quinquefasciatus
(1) Tray disiapkan di rak pemeliharaan larva.
(2) Tray diisi dengan air sebanyak 2 liter.
(3) Telur Cx. quinquefasciatus dimasukkan ke dalam tray penetasan.
(4) Label nama spesies dan tanggal penetasan telur ditulis.
42
(5) Larva yang telah menetas dipindahkan ke dalam tray
pemeliharaan sebanyak 400-600 larva.
(6) Diberi makan 1 butir dog food setiap hari
(7) Tray dibersihkan setiap hari dari kotoran atau sisa makanan dan
larva mati.
(8) Air ditambahkan apabila terjadi penyusutan atau penguapan.
(9) Larva yang telah berubah menjadi pupa, diambil dengan
menggunakan pipet dan dimasukkan dalam mangkok enamel.
(10) Mangkok enamel dilapisi dengan kertas saring dan dimasukkan
dalam kandang nyamuk.
(11) Kipas angin disediakan untuk menimbulkan aerasi pada
pemeliharaan larva.
(12) Ditambah lampu bohlam 15 watt untuk menjaga temperatur dan
kelembaban ruangan.
b) Pemeliharaan Larva dan Pupa An. maculatus, An. aconitus, An.
sinensis, dan An. barbirostris (masing-masing pemeliharaan
terpisah)
Tujuan : Memelihara larva dan pupa An. maculatus, An. aconitus,
An. sinensis, dan An. barbirostris.
(1) Tray disiapkan di rak pemeliharaan larva.
(2) Tray diisi dengan air sebanyak 2 liter.
(3) Telur dimasukkan ke dalam tray penetasan.
43
(4) Label nama spesies dan tanggal penetasan telur ditulis.
(5) Larva yang telah menetas dipindahkan ke dalam tray
pemeliharaan sebanyak 400-600 larva.
(6) Diberi makan 1 butir dog food setiap hari
(7) Tray dibersihkan setiap hari dari kotoran atau sisa makanan dan
larva mati.
(8) Air ditambahkan apabila terjadi penyusutan atau penguapan.
(9) Larva yang telah berubah menjadi pupa, diambil dengan
menggunakan pipet dan dimasukkan dalam mangkok enamel.
(10) Mangkok enamel dilapisi dengan kertas saring dan dimasukkan
dalam kandang nyamuk.
(11) Kipas angin disediakan untuk menimbulkan aerasi pada
pemeliharaan larva.
(12) Ditambah lampu bohlam 15 watt untuk menjaga temperatur
dan kelembaban ruangan.
c) Pemeliharaan larva dan Pupa Aedes aegypti
Tujuan: Memelihara koloni nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus
(1) Tray disiapkan di rak pemeliharaan larva.
(2) Tray diisi dengan air sebanyak 2 liter.
(3) Telur dimasukkan ke dalam tray penetasan.
(4) Tulis label nama spesies dan tanggal penetasan telur.
44
(5) Larva yang telah menetas dipindahkan ke dalam tray
pemeliharaan sebanyak 400-600 larva.
(6) Diberi makan 1 butir dog food setiap hari.
(7) Tray dibersihkan setiap hari dari kotoran atau sisa makanan dan
larva mati.
(8) Ditambahkan air apabila terjadi penyusutan atau penguapan.
(9) Larva yang telah berubah menjadi pupa diambil dengan
menggunakan pipet dan dimasukkan dalam mangkok enamel.
(10) Mangkok enamel dilapisi dengan kertas saring dan dimasukkan
dalam kandang nyamuk.
(11) Diberi kipas angin yang berfungsi menimbulkan aerasi pada
pemeliharaan larva.
(12) Ditambah lampu bohlam 15 watt untuk menjaga temperatur
dan kelembaban ruangan.
c. Hasil pemeliharaan nyamuk
Tabel 4.1. Hasil pengambilan pupa di insektarium koloni nyamuk
Tanggal
Jumlah Pupa
An. maculatus An.
aconitus
An.
sinensis
Ae.
aegypti
Cx. quinque-
fasciatus KBM KLP
5-8-14 918 440 355 72 254 -
6-8-14 782 397 370 84 122 -
7-8-14 486 369 253 84 136 -
8-8-14 334 306 241 56 - -
11-8-14 1131 1190 528 24 - -
12-8-14 1111 822 536 12 - -
45
13-8-14 882 737 578 4 - -
14-8-14 600 857 579 3 - -
15-8-14 683 842 426 1 - 156
(Sumber : Data primer diolah, 2014)
2. Laboratorium Insektisida
Laboratorium ini disebut juga lab. Uji Kaji yang berfungsi
melakukan pengujian insektisida terhadap berbagai serangga dalam rangka
pengendalian vektor. Terdapat dua ruangan pada laboratorium ini yaitu ruang
uji kaji insektisida rumah tangga dan ruang uji kaji insektisida program.
Insektisida rumah tangga merupakan insektisida yang digunakan untuk
pengendalian vektor pada lingkungan rumah tangga yang terdiri dari berbagai
bentuk. Adapun jenis insektisida yang diuji yaitu obat nyamuk bakar, mat,
aerosol, repelen, oil liquid, dan liquid vaporide.
Serangga yang diuji yaitu nyamuk, lalat, dan lipas. Alat yang
digunakan untuk pengujian yaitu peet grady chamber, Glass chamber, Glass
cylinder, dan kandang uji repelen. Laboratorium uji kaji juga bisa digunakan
untuk uji susceptibility yang berfungsi menentukan sstatus resisten serangga
terhadap insektisida yang sedang atau akan digunakan dalam program
pengendalian vektor.
a. Pegujian Obat nyamuk bakar
1) Alat dan bahan
a) Glass chamber 2 buah
b) Cup/gelas plastik 6 buah
46
c) Kain kasa 6 buah
d) Karet 6 buah
e) Aspirator 1 buah
f) Kapas
g) Lalat sebanyak 20 x 6 = 120 ekor
h) Air gula
2) Cara kerja
a) Obat nyamuk bakar ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian
dipasang pada penjepit dan dibakar pada kedua ujungnya
b) Obat nyamuk dan kipas dimasukkan ke dalam glass chamber
biarkan terbakar hingga menjadi abu, catat waktu pembakaran
c) Semua alat yang berada di glass chamber dikeluarkan
d) Lalat dimasukkan ke dalam glass chamber, dibiarkan selama 20
menit
e) Knockdown yang terjadi diamati dan dicatat pada form pengujian
f) Selanjutnya lalat dikeluarkan dan diholding pada cup plastik yang
diberi kapas dan air gula selama 24 jam
g) Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan
h) Selanjutnya nyamuk yang hidup, pingsan dan mati diamati
kemudiaan dicatat pada form pengujian
47
3) Hasil
Tanggal percobaan : 18 Agustus 2014
Sampel : Obat antinyamuk bakar
Serangga : Lalat
Waktu pembakaran : 9’16” ; 12’19” dan 15’23”
Temperatur : 24oC
Kelembaban : 63%
Bahan aktif : Transflutrin 0,03 %
Tabel 4.2. Hasil uji Glass chamber untuk menguji anti nyamuk bakar
Waktu (menit) Knockdown (Pengulangan) Total
1 2 3
0,30 1 1 8 10
1,00 1 - - 1
2,00 - - 3 3
3,00 - - - -
4,00 - 1 - 1
5,00 - 1 - 1
6,00 1 - 1 2
7,00 - - 1 1
8,00 5 2 - 7
10,00 4 5 4 13
15,00 2 7 1 10
20,00 5 1 - 6
Total nyamuk mati 20 18 18 56
(Sumber : Data primer diolah, 2014)
48
b. Pengujian obat nyamuk cair (oil liquid) dengan metode Glass cylinder
Metode Glass cylinder digunakan untuk menguji lipas/kecoak.
Insektisida yang digunakan hanya yang berbentuk cair (konvensional dan
aerosol).
1) Alat dan Bahan
a) Glass cylinder D= 20 cm, Tinggi 45 cm (besar)
b) Glass cylinder D= 14 cm, Tinggi 15 cm (kecil)
c) Kepingan kaca 25 x 25 cm
d) Alat semprot
e) 2 Cup plastik
f) Stopwatch
g) Timbangan
h) Karet
i) Kain kassa
j) Label
k) 10 ekor lipas Periplaneta americana
l) Obat anti nyamuk cair (oil liquid)
m) Margarin
2) Cara Kerja
a) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
b) Seluruh dinding gelas silinder kecil dioles dengan margarin
49
c) 10 ekor lipas dimasukkan ke dalam gelas silinder kecil yang telah
diolesi dengan margarin, biarkan lipas beradaptasi
d) Alat semprot yang berisi insekrtisida cair ditimbang kemudian
dicatat hasilnya
e) Insektisida disemprotkan dengan tekanan maksimal sebanyak 10 x
pada draft room, setelah itu ditimbang dan dicatat hasilnya.
Dilakukan sebanyak 3x ulangan. Hasil setiap penimbangan
dihitung hinggga mendapatkan dosis semprotan yang akan
digunakan.
Perhitungan :
Penimbangan 1 = T1
Penimbangan 2 = T2 T1- T2 = a
Penimbangan 3 = T3 T2- T3 = b
Penimbangan 4 = T4 T3- T4 = c
Syarat: ∆ a – b dan ∆ b – c ≥ 0,2
Rumus: E = a + b + c
3x10
Dosis = 6 g
E
= ……. x semprotan
Ket: 6 g adalah standar berat lipas Periplaneta americana
f) Glass cylinder kecil dimasukkan ke dalam Glass cylinder besar
ditutup dengan kepingan kaca
50
g) Dengan hati-hati Glass cylinder besar dimiringkan hingga
membentuk sudut 45o
dan kepingan kaca digeser hingga terbuka
sebagian. Obat nyamuk disemprotkan sesuai dengan hasil
perhitungan.
h) Diamati selama 20 menit dan dihitung/dicatan lipas yang
pingsan/mati pada form yang telah disediakan.
i) Semua lipas dipindahkan ke dalam cup plastik, kemudian diberi
pelet dan kapas yang telah dicelupkan pada air gula. Diholding
selama 24 jam.
j) Setelah diholding hitung jumlah lipas yang pingsan/mati dan
tentukan persentase lipas yang mati dengan mnggunakan rumus
‘persentase kematian’.
3) Hasil
Tanggal : 21 Agustus 2014
Sampel : Obata antinyamuk cair
Serangga : Lipas Peiplaneta Americana
Kelembaban : 67 %
Temperatur : 24oC
Bahan aktif : Praletrin 0,2886 g/L dan sifenotrin 0, 5778 g/L
Tabel 4.3. Hasil uji Glass cylinder untuk menguji anti nyamuk cair
Sampel Dosis Knockdown (menit)
H P M 30” 1,15” 2 2,30” 3 3,30” 5 7 10 15 20
Lipas
6x
-
-
-
-
-
-
-
2
2
3
-
8
1
1
(Sumber : Data primer diolah, 2014)
51
c. Uji Repellent
Uji repelen adalah pengujian yang bertujuan untuk melihat
efektivitas repelen yang digunakan dalam pengendalian vektor.
1) Alat dan bahan
a) Kandang uji repelen
b) 50 nyamuk betina
c) Repelen
d) Stopwatch
e) Alat tulis
2) Cara kerja
a) Pastikan kandang uji repelen dalam keadaan bersih dan bebas
insektisida
b) Nyamuk dimasukkan ke dalam kandang uji, dibiarkan agar
beradaptasi
c) Tangan probandus baik kiri maupun kanan dibersihkan dengan air
d) Selanjutnya tangan kiri probandus diolesi repelen oleh koordinator
sesuai dosis yang sudah ditentukan secara merata, sedangkan
tangan kanan dibiarkan sebagai control
e) Masukkan tangan kanan probandus ke kandang uji pada lubang
sebelah kanan, waktu mulai dicatat dan dihitung/ dicatat nyamuk
yang hinggap di tangan selama 5 menit
52
f) Kemudian berganti tangan kiri probandus dimasukkan ke dalam
kandang uji, diamati selama 5 menit, dicatat baik waktu maupun
jumlah nyamuk yang hinggap
g) Pengamatan terhadap banyaknya nyamuk yang hinggap pada
lengan dilakukan setiap jam mulai jam ke-1 segera setelah
pengolesan hingga jam ke-6
h) Efektivias repelen yang diuji ditentukan berdasarkan daya proteksi
yang dihitung dengan rumus:
DP = (K – R) x 100%
K
Keterangan: DP = Daya Proteksi
K = Jumlah hinggap control
R = Jumlah hinggap repelen
i) Repelen dengan efektif apabila proteksi ≥ 90% sampai 6 jam
evaluasi
3) Hasil
Tanggal : 23 Agustus 2014
Serangga uji : Nyamuk Ae. aegypti
Temperatur : 24oC
Kelembaban : 61 %
Kode sampel : Repelen
Bahan aktif : Ethil buthilacetilaminor propionate 12,5%
53
Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Uji Repelen
(Sumber : Data primer diolah, 2014)
3. Laboratorium Referensi
Laboratorium referensi berfungsi sebagai tempat untuk pembuatan
spesimen atau preparat larva dan nyamuk, identifikasi larva dan nyamuk, serta
penyediaan bahan, referensi, dan pelatihan.
a. Pengamatan morfologi nyamuk
Nyamuk terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kepala, toraks, dan
abdomen. Kepala nyamuk terdiri dari beberapa bagian yang penting untuk
identifikasi yaitu antena, palpus, proboscis, bagian spiracular, dan post-
spiracular. Antena berfungsi sebagai pengindraan yaitu untuk mencari
sumber pakan darah. Antena adalah bagian penting untuk membedakan
nyamuk jantan dan betina dimana nyamuk jantan memiliki antena yang
lebih lebat dibandingkan nyamuk betina. Palpus memiliki 5 ruas yang
dapat dilihat untuk melakukan identifikasi.
Perbandingan panjang antara palpus dan proboscis tergolong
bagian yang mudah diidentifikasi dari segi morfologi. Ukuran palpus pada
Perlakuan Jam ke-1 Jam ke-2
K P K P
A 23 13 43 5
B 15 9 93 23
C 110 15 100 6
D 123 12 178 37
Jumlah 271 49 414 71
DP 81,9% 82,85%
54
Culex dan Aedes lebih pendek dibandingkan probosisnya, sedangkan pada
Anopheles panjang palpus dan proboscisnya sama atau hampir sama
panjang. Bagian toraks terdapat 3 pasang kaki bagiannya terdiri dari 1
femur, 1 tibia dan 5 tarsus pada setiap kaki. Kaki depan disebut foreleg,
kaki bagian tengah yang disebut midleg, dan kaki belakang yang disebut
hinleg. Identifikasi biasanya dilakukan dengan melihat bagian tarsus.
Tarsus terdiri dari 5 ruas, ruas kelima kaki belakang biasanya digunakan
sebagai pembeda spesies. Contohnya An. maculatus dan An. karwari
memiliki tarsus kelima dengan warna seluruhnya putih, perbedaannya
terletak pada ada tidaknya bintik-bintik pucat pada kaki. An. maculatus
memiliki bintik-bintik pucat tersebut, sementara An. karwari tidak
memiliki. Pertemuan ujung tarsus dan tibia juga sering digunakan untuk
identifikasi. Contohnya pada nyamuk grup leucosphyrus, nyamuk dalam
grup ini memiliki gelang lebar pada pertemuan ujung tarsus dan tibia.
Toraks juga terdiri dari sepasang halter dan sepasang sayap yang
mempunyai venasi sayap. Venasi sayap terdiri dari costa, subcosta, vena 1.
Vana 2, vena 3, vena 4 dan vena 5, dimana vena 2, 4 dan 5 mempunyai
percabangan. Pada vena terdapat sisik-sisik yang dapat membedakan genus
nyamuk dalam proses identifikasi yaitu sisik simetris dan tidak simetris.
Nyamuk yang mempunyai sisik yang lebar dan tidak simetris adalah
nyamuk Mansonia.
55
Bagian abdomen nyamuk terdiri dari 8 ruas. Bagian dorsal
abdomen disebut tergit sedangkan bagian ventralnya disebut sternit. Antara
toraks dan abdomen terdapat skutelum yang biasanya dijadikan sebagai
bagian untuk identifikasi awal. Skutelum terdiri dari 2 macam yaitu
skutelum 1 lobi dan 3 lobi. Nyamuk yng memiliki skutelum 1 lobi adalah
Anopheles dan Toxorhyncites, sedangkan skutelum 3 lobi merupakan ciri
dari nyamuk Aedes, Culex, Mansonia dan Armigeres. Nyamuk yang
tergolong grup leukospirus yaitu An. leucosphyrus, An. balabacensis, An.
puguthensis, An. sulawesi, An. haekeri, An. riparii, dan An. dirus. Pembeda
spesies dalam grup tersebut terletak pada bagian sayap.
Identifikasi tingkat genus dapat diawali dengan melihat jumlah
lobi pada bagian skutelum. Langkah penentuan genus selanjutnya sebagai
berikut:
1) Satu lobi
a) Proboscis runcing dan melengkung ke bawah Toxorhynchites
b) Proboscis lurus dan tidak melengkung Anopheles
2) Tiga lobi
a) Palpus hampir setengah (1/2) panjang proboscis Armigeres
b) Palpus kurang dari setengah (1/2) panjang proboscis, sisik-sisik
pada sayap banyak dan tidak simetris Mansonia
c) Palpus kurang dari setengah (1/2) panjang proboscis, dan sisik
sayap simetris
56
(1) Ada rambut/sisik postspiracular Aedes
(2) Tidak ada rambut/ sisik postspiracular Culex
Pembedaan spesies dalam genus Anopheles dapat dilakukan
dengan melihat perbedaan gelap terang bagian costa, subcosta, dan vena
pada sayap. Apabila costa, subcosta, dan vena 1 memiliki ≤ 3 noda pucat
maka termasuk subgenus Anopheles. Langkah selanjutnya yaitu melihat
bagian palpus.
1) Palpus dengan 4 gelang pucat grup hyrcanus
2) Palpus seluruhnya hitam, maka dilihat sternit abdomen segmen 7
a) Ada kumpulan sisik-sisik hitam grup barbirostris
b) Tidak ada kumpulan sisik-sisik hitam grup umbrosus
Apabila costa, subcosta, dan vena 1 memiliki ≥ 4 gelang pucat,
maka langkah selanjutnya yaitu dengan melihat bagian kaki apakah ada
bintik-bintik atau tidak. Jika ada bintik-bintik, maka langkah selanjutnya
yaitu melihat pertemuan ujung tarsus dan tibia.
1) Ada gelang pucat lebar pada pertemuan ujung tarsus dan tibia grup
leukospirus
2) Tidak ada gelang pucat lebar pada pertemuan ujung tarsus dan tibia,
maka dilihat proboscis-nya. Jika proboscis hitam, maka dilihat tarsus
ruas kelima.
a) Tarsus kelima berwarna putih An. maculatus
b) Tarsus kelima berwarna hitam An. sundaicus
57
Pembedaan untuk spesies An. vagus, An. inditimitus, An.
subpictus, dan Anopheles longirostris sebagai berikut:
1) An. vagus
a) Kaki tidak berbintik-bintik pucat
b) Gelang pucat pada ujung palpus 4 kali gelang gelap sesudahnya
c) Ujung proboscis ada daerah pucat
2) An. inditimitus
a) Kaki tidak berbintik-bintik pucat
b) Gelang gelap pre-apikal palpus sama lebar dengan gelang pucat
sesudahnya
c) Proboscis seluruhnya gelap
3) An. subpictus
a) Kaki tidak berbintik-bintik pucat
b) Gelang pucat ujung palpi sama atau hampir sama dengan gelang
gelap sesudahnya
c) Proboscis gelap
4) An. longirostris
a) Kaki berbintik-bintik pucat
b) Proboscis ½ bagian ujung pucat
c) Palpus ¾ panjang proboscis
b. Prosedur identifikasi nyamuk dewasa
Tujuan: Mengetahui genus dan spesies nyamuk.
58
1) Alat dan Bahan
a) Spesimen nyamuk
b) Mikroskop compound
c) Buku kunci identifikasi nyamuk
d) Kertas label
e) Alat tulis
2) Cara kerja
a) Spesimen nyamuk ditempelkan pada alat (mosquitoes holder) lalu
dilekatkan di bawah lensa objektif mikroskop.
b) Perbesaran dan makrometer mikroskop diatur untuk mendapatkan
gambar yang baik.
c) Digunakan buku kunci identifikasi yang tersedia, cocokkan cirri
morfologi nyamuk dengan pernyataan yang ada pada buku kunci
identifikasi.
d) Genus, spesies, dan sex serta informasi tentang spesimen yang
telah teridentifikasi ditulis pada kertas label yang tersedia.
e) Ditempelkan pada spesimen, digunakan pin block untuk alat
menempelkan label agar letak label rapi.
f) Disimpan di dalam kotak serangga, serta diletakan kamper di
dalam kotak agar terhindar dari serangga (semut atau ngengat).
59
3) Hasil
a) Spesimen 1
Ciri-ciri:
(1) Skutelum 3 lobi
(2) Palpus kurang dari setengah panjang proboscis
(3) Sisik sayap simetris sempit dan simetris
(4) Tidak ada rambut post spiracular
Kesimpulan : Culex
b) Spesimen 2
Ciri-Ciri:
(3) Skutelum 1 lobi
(4) Proboscis lurus dan tidak melengkung
Kesimpulan : Anopheles
b. Pembedahan nyamuk
Pembedahan nyamuk bertujuan mengetahui dan membedah
ovarium sehingga dapat diketahui dilatasi (pembengkakan) telur
sebagai penentu umur nyamuk. Selain itu dengan pembedahan maka
dapat diketahui kelenjar ludah nyamuk. Jenis nyamuk yang bisa dilihat
dilatasinya adalah nyamuk unfeed, blood feed dan half gravid.
1) Alat dan bahan
a) Cawan petri
b) Jarum bedah
60
c) Object glass
d) Mikroskop
e) kapas
f) Nyamuk betina dewasa
g) Kloroform
h) Larutan NaCl/ aquades
2) Cara Kerja
a) Nyamuk dimatikan dengan menggunakan kapas yang telah
diberi kloroform di dalam cup
b) Nyamuk dimasukkan ke dalam cawan petri
c) Mikroskop dihidupkan dan objek glass diletakkan diatas meja
mikroskop
d) Nyamuk betina diambil dengan cara menusuk bagian torak
dengan jarum bedah
e) Nyamuk diletakkan diatas objek glass dan siap dibedah
f) Jarum bedah yang terdapat nyamuk dipegang dengan tangan
kanan, tangan kiri memegang jarum bedah tanpa nyamuk
g) Jarum bedah pada tangan kiri ditusukkan pada bagian abdomen
hingga ovarium terlihat
h) Untuk melihat dilatasi maka telur perlu dipisahkan dengan cara
mengadu ujung jarum bedah yang diletakkan pada ovarium
i) Dilatasi telur diamati dan umur nyamuk ditentukan
61
3) Hasil
Gambar 4.2. Hasil pembedahan nyamuk
c. Pembuatan spesimen nyamuk
Kegiatan ini bertujuan untuk mengawetkan nyamuk/ membuat
spesimen nyamuk yang dapat digunakan untuk identifikasi nyamuk.
1) Alat dan bahan
a) Kloroform
b) Nyamuk
c) Cawan petri
d) Jarum serangga no. 3
e) Paper point
f) Pin block
g) Insert box
h) Lem
62
2) Cara Kerja
a) Nyamuk dimatikan dengan kloroform di dalam cup dengan
menggunakan bantuan kapas
b) Nyamuk yang sudah mati dipindahkan ke cawan petri
c) Paper point ditusuk dengan jarum serangga, dimasukkan ke
dalam lubang pin block yang terdalam
d) Nyamuk di letakkan diatas pin block degan posisi kepala
nyamuk menghadap ke kanan dan kaki nyamuk menghadap ke
pembuat
e) Jarum dipegang dibagian ujungnya, kemudian ujung paper
point diberi lem
f) Ujung paper point ditempelkan pada toraks nyamuk
g) Spesimen dimasukkan ke dalam insect box
h) Ditulis spesies, tempat asal, tanggal, dan kolektor pada kertas
kecil
i) Diberi kamper dan silica gel untuk pengawet
3) Hasil
Gambar 4.3. Hasil pembuatan spesimen nyamuk
63
C. Hasil Magang
Hasil kegiatan magang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara
kepada kepala instalasi insektarium koloni nyamuk yaitu ibu Riyani Setyaningsih,
S.Si, M.Sc. serta studi literatur dari perpustakaan yang terdapat di B2P2VRP
Salatiga. Percobaan kecil pengendalian menggunakan ovitrap untuk mengetahui
bagaimana aplikasi penggunaan ovitrap sebagai alat survei sekaligus
pengendalian khusunya pada nyamuk Ae. aegypti.
1. Pelaksanaan pengendalian nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan
metode ovitrap di B2P2VRP Salatiga.
Ovitrap merupakan salah satu alat survei nyamuk yang dilakukan
dengan cara memasang ovitrap di dalam dan di luar rumah yang di survei.
Ovitrap diletakkan di tempat yang gelap dan lembab. Setelah satu minggu
dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur nyamuk dalam padel (Depkes
RI, 2005). Ovitrap memiliki fungsi monitoring dan pengendalian Aedes sp.
Kelebihan dari survei entomologi dengan menggunakan ovitrap adalah
menghasilkan data yang lebih spesifik, lebih ekonomis, dan sensitif untuk
pengambilan sampel populasi dengan area yang lebih luas (Puspitasari dkk,
2012).
B2P2VRP mengaplikasikan metode pengendalian Ae. aegypti dengan
ovitrap sebagai alat survey telur nyamuk yang dapat memberikan data
mengenai jumlah populasi nyamuk di suatu tempat. Aplikasi pengendalian
menggunakan ovitrap dilakukan baik dalam kegiatan penelitian maupun
64
pengendalian vektor di lapangan. Namun pada pelaksanaanya, lebih kepada
fungsi pengukuran populasi nyamuk di lapangan dengan menjebak telur
nyamuk.
Aplikasi ovitrap langsung di lapangan yaitu pada pemukiman
masyarakat. Biasanya kegiatan ini dilakukan saat penelitian yang
berhubungan survei kepadatan nyamuk dan juga ketika evaluasi kegiatan
fogging. Pemasangan ovitrap dilakukan dengan frekuensi dua kali dengan
jangka waktu satu minggu sesuai dengan standar fogging. Hal ini dilakukan
juga untuk mewaspadai kemugkinan nyamuk dewasa yang masih hidup. Satu
hari setelah fogging dilakukan, ovitrap dipasang pada 50 rumah di sekitar
daerah fogging. Kegiatan ini dilakukan oleh B2P2VRP atas perintah dinas
kesehatan Salatiga.
Pemasangan ovitrap di masyarakat ini selain dilaksanakan oleh
perwakilan pihak B2P2VRP juga menjalin kemitraan bersama pihak
puskesmas daerah yang bersangkutan serta kader Juru Pemantau Jentik
(JUMANTIK). Ovitrap dipasang di dalam dan di luar rumah, hal ini dilakukan
agar pegukuran populasi nyamuk lebih valid. Penggunaan lethal ovitrap
dengan menggunakan insektisida tidak dianjurkan untuk pengendalian di
B2P2VRP. Hal ini dikarenakan insektisida dapat menimbulkan resistensi pada
vektor yang bersangkutan.
65
2. Kelebihan dan kekurangan pengendalian nyamuk Aedes aegypti dengan
menggunakan metode ovitrap.
Hasil wawancara dengan ketua laboratorium insektarium koloni
nyamuk menghasilkan informasi bahwa kelebihan metode ovitrap dalam
pengendalian Ae. aegypti adalah dapat mengetahui populasi nyamuk sehingga
bisa meningkatkan kewaspadaan terkait densitas vektor khususnya Ae. aegypti
agar dapat segera dikendalikan secara optimal. Selain itu telur Ae. aegypti
yang terjebak dalam ovitrap juga bisa langsung dibuang sehingga dapat
memutus siklus hidup vektor. Hal ini karena telur Ae. aegypti mati dan tidak
dapat berkembang menjadi larva. Selain itu, ovitrap juga tidak berbahaya bagi
hewan bukan sasaran. Kekurangan dari metode ini adalah ovitrap bisa
menjadi tempat perindukan tambahan apabila telur tidak segera dibuang
sehingga dalam pemakaiannya ovitrap harus selalu diperhatikan.
3. Modifikasi ovitrap yang telah dilakukan di B2P2VRP Salatiga.
Ovitrap merupakan perangkap yang dibuat untuk merangkap telur dan
nyamuk dewasa. Alat ini merupkan langkah pemberantasan nyamuk dengan
cara yang lebih aman bagi lingkungan tanpa menggunakan bahan kimia
berbahaya bagi kesehatan (Rhomadhon, 2014). Beberapa peneliti telah
melakukan beberapa modifikasi terhadap ovitrap agar alat ini dapat lebih
menarik nyamuk untuk bertelur. Modifikasi ini bisa dengan berbagai macam
cara baik warna, bahan hingga penambahan atraktan dan penggunaan
insektisita atau larvasida.
66
B2P2VRP juga telah melakukan beberapa modifikasi melalui
penelitian yang dilakukan oleh peneliti ataupun mahasiswa yang mengadakan
penelitian. Penelitian terbaru adalah modifikasi warna ovitrap oleh
Rhomadhon (2014). Ovitrap ini terbuat dari container (ovitrap) berdiameter
6,5 cm, tinggi 9,5 cm (gelas plastik), kuas, kertas saring, air bersih, tiner dan
cat berwarna putih, hitam merah, hijau, biru dan kuning. Variasi ovitrap yang
dibuat adalah ovitrap warna hitam, merah, kuning, hijau, dan biru. Hasil
penelitian yang didapatkan adalah bahwa nyamuk Ae. aegypti lebih menyukai
ovitrap dengan warna hitam untuk tempat bertelur yaitu dengan persentase
telur 31,09 % sedangkan ovitrap warna biru meupakan ovitrap yang paling
tidak disukai dengan persentase telur yang terperangkap sebesar (11,91%).
Modifikasi yang pernah dibuat juga salah satunya adalah penambahan
atraktan yaitu air rendaman jerami 10%. Air rendaman jerami menghasilkan
CO2 dan amonia, suatu senyawa yang terbukti mempengaruhi saraf
penciuman nyamuk Aedes (Purnamasari dkk, 2010). Ovitrap dengan air
rendaman jerami ini digunakan ketika ingin mengetahui populasi nyamuk di
daerah penelitian. Penerapan ovitrap di masyarakat juga memodifikasi
container ovitrap dengan gelas kaca (Gambar 4.4), hal ini bertujuan agar
ovitrap tidak mudah tumpah dan tahan lama atau bisa digunakan berulang
kali.
67
Gambar 4.4. Kontainer gelas kaca untuk ovitrap
4. Cara pembuatan ovitrap sebagai alat survei perangkap telur nyamuk Aedes
aegypti.
Pelaksaan magang terkait ovitrap yaitu melakukan percobaan kecil
untuk membuat dan mengaplikasikan pemasangan ovitrap di rumah penduduk
setempat. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis ovitrap yang paling
disukai nyamuk Ae. aegypti untuk tempat bertelur. Kegiatan ini diawali
dengan pembuatan ovitrap yang terdiri dari 4 jenis ovitrap yaitu ovitrap
dengan air rendaman jerami, air rendaman cabai merah segar, air yang
disemprot insektisida dan air berisi kulit pupa bekas pemeliharaan Ae. aegypti.
a. Alat dan bahan
1) Gelas plastik air mineral 16 buah
2) Plastik kresek hitam
3) Solatip hitam
4) Kertas saring berukuran 20 x 4 cm2
68
5) Botol 1,5 L 2 buah
6) Botol 600 mL 2 buah
7) Pisau
8) Timbangan
9) Cobek + ulekan
10) Jerami kering 100 gr
11) Cabai merah segar 100 gr
12) Air kulit pupa Ae. aegypti
13) Insektisida cair bahan aktif (D-fenotrin 0,125% dan Praletrin 0,100%)
14) Aquades 3,3 L
b. Cara Kerja
1) Persiapan
a) Semua gelas plastik dilapisi dengan plastik kresek hitam yang
dipasang dengan bantuan solatip hitam, pastikan semua bagian
telah terlapisi
b) Jerami kering dan cabai merah segar ditimbang sebanyak 100
gram
c) Cabai merah dihaluskan dengan cara ditumbuk kemudian
dimsukkan ke dalam botol 1,5 L
d) Jerami kering dipotong-potong kemudian dimsukkan ke dalam
botol 1,5 L
69
e) Kedua botol ditambahkan dengan air sebanyak 500 mL, dibiarkan/
direndam selama 5-7 hari
f) Air sebanyak 600 mL disemprot baygon sebanyak 3 x semprot,
selanjutnya dimasukkan ke dalam botol
g) Satu mangkok enamel yang berisi air dan kulit pupa bekas
pemeliharaan nyamuk Ae. aegypti diambil dan ditambahkan
aquades hingga volumenya 600 mL, dimasukkan ke dalam botol
2) Pelaksanaan
a) Ovitrap dilapisi kertas saring dibagian dalamnya, pastikan kertas
saring melapisi dinding ovitrap
b) Air rendaman cabai dan jerami masing-masing disaring kemudian
ditambahkan aquades hingga volumenya 1 L
c) Air jerami, air cabai, air kulit pupa dan air insektisida dimasukkan
ke dalam ovitrap, diisi hingga ¾ volume
d) Masing-masing jenis ovitrap dibuat sebanyak 4 buah, pastikan
sebagian kertas saring terendam air
e) Selanjutnya ovitrap dipasang di dalam (Gambar 4.5) dan di luar
rumah (Gambar 4.6) pada 2 rumah penduduk, pada tempat yang
diduga sebagai perindukan nyamuk Ae. aegypti dan jauh dari
jangkauan anak-anak
f) Ovitrap dibiarkan selama 4 – 7 hari, setiap hari diperiksa
kondisinya pastikan masih aman
70
g) Setelah 4 – 7 hari ovitrap diambil dan diamati keberadaan telurnya
h) Ovitrap yang terdapat telur, dihitung telurnya dengan counter
i) Diidentifikasi telurnya dengan mikroskop
Gambar 4.5. Pemasangan ovitrap di dalam rumah untuk pengujian
ovitrap yang paling disukai
Gambar 4.6. Pemasangan ovitrap di luar rumah untuk pengujian
ovitrap yang paling disukai
71
c. Hasil
Tabel 4.5. Hasil pemasangan ovitrap di rumah penduduk
No. Ovitrap Rumah 1 Rumah 2
Dalam Luar Dalam Luar
1 Air jerami + + + -
2 Air cabai - + - -
3 Air kulit pupa - - - -
4 Air insektisida - - - -
D. Pembahasan
Nyamuk Ae. aegypti merupakan nyamuk vektor utama yang menyebarkan
virus dengue, penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD
merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Sejak
kemunculan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya, angka kejadian DBD
terhitung tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu pengendalian yang tepat
untuk menekan kejadian DBD yaitu dengan memberantas vektor penyakit
tersebut.
1. Aplikasi Metode Ovitrap
Salah satu metode pengendalian nyamuk Ae. aegypti yaitu dengan
menggunakan ovitrap. Ovitrap merupakan salah satu alat survei nyamuk yang
dilakukan dengan cara memasang ovitrap di dalam dan di luar rumah yang di
survei (Depkes RI, 2005). Alat ini berupa container terbuat dari bahan
kaleng, plastik, gelas, ataupun bambu yang diisi air, diletakkan pada tempat-
tempat tertentu. Alat ini digunakan untuk mendeteksi adanya nyamuk Aedes
dan juga untuk pemberantasan larvanya (Kemenkes RI, 2010). Ovitrap
72
diletakkan di tempat yang gelap dan lembab. Setelah satu minggu dilakukan
pemeriksaan ada atau tidaknya nyamuk dalam padel (Depkes RI, 2005).
Aplikasi ovitrap B2P2VRP Salatiga lebih kepada fungsi pengukuran
populasi nyamuk di masyarakat dengan menjebak telur nyamuk. Menurut
Tanjung (2011) oleh karena fungsinya, ovitrap dapat sangat membantu dalam
upaya pengendalian vektor demam berdarah. Ovitrap sering digunakan ketika
evaluasi program fogging di wilayah Salatiga. Ovitrap dipasang di dalam dan
di luar rumah, hal ini dilakukan agar pengukuran populasi nyamuk lebih valid.
Menurut Utomo dkk, (2005) kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
yang dijalankan pengendalian nyamuk Aedes di masyarakat, menimbulkan
nyamuk ini kehilangan banyak tempat perindukan di dalam rumah, dan
mencari tempat lain di luar rumah. Penelitian ini membuktikan bahwa ovitrap
yang dipasang di luar rumah menghasilkan kepadatan telur Aedes yang tinggi.
Oleh karena itu hasil survei lebih optimal apabila ovitrap dipasang di dalam
dan di luar rumah.
Perilaku/bionomik nyamuk biasanya dijadikan sebagai dasar
pengendalian yang tepat. Tempat perkembangbiakkan utama nyamuk Aedes
sp. adalah tempat-tempat penampungan air/kontainer di dalam atau di sekitar
rumah atau tempat-tempat umum, biasanya berjarak kurang 500 meter dari
rumah, berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana
(kontainer) dan bukan genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah
(Soegijanto, 2004). Nyamuk Aedes lebih tertarik untuk meletakkan telurnya
73
pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka
lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar matahari
langsung (Purnamasari dkk, 2011). Oleh karenanya, ovitrap dibuat mirip
dengan perindukan aslinya yaitu kontainer yang berasal dari barang bekas
seperti kaleng/ gelas plastik yang berisi air bersih didalamnya biasanya
berwarna gelap.
Menurut Kemenkes RI, 2011 Nyamuk Ae. aegypti betina mempunyai
kebiasaan mengisap darah. Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar
dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan
telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya
bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus
gonotropik. Nyamuk ini beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di
dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya.
Oleh karena itu, agar mendapatkan hasil telur yang optimal, pemasangan
ovitrap sebaiknya mengikuti kebiasaan vektor. Hal inilah yang menjadikan
ovitrap dipasang di dalam dan di luar rumah dengan jarak kurang dari 500 m
serta pada tempat yang gelap dan lembab diduga habitat nyamuk.
Ovitrap yang pernah dikembangkan di B2P2VRP adalah ovitrap
standar dan lethal ovitrap. Ovitrap standar berupa gelas plastik 350 mililiter,
tinggi 91 milimeter dan diameter 75 milimeter dicat hitam bagian luarnya,
diisi air tiga per empat bagian, dan diberi lapisan kertas, bilah kayu, atau
bambu sebagai tempat bertelur (ovistrip) (Polson et al, 2002). Pada
74
pelaksanannya yang biasa dipakai adalah ovitrap standar yang terbuat dari
gelas plastik/kaca yang diwarnai hitam yang dilapisi kertas saring dibagian
dalamnya kemudian diisi air hingga ¾ bagian gelas. Pengendalian dengan
menggunakan ovitrap juga pernah dilakukan di B2P2VRP salah satunya saat
pelaksanaan penelitian mengenai model pengendalian terpadu vektor demam
berdarah dengue di kota Salatiga. Ovitrap digunakan untuk mengukur
kepadatan nyamuk sebelum dan sesudah pengendalian. Hasil penelitian
menunjukkan adanya penurunan ovitrap indeks dari 14,49% turun menjadi
8,88% (Darwin dkk, 2013).
Sesekali air ovitrap dimodifikasi dengan atraktan berupa air rendaman
jerami. Berdasarkan uji laboratorium air jerami memamg lebih disukai oleh
nyamuk Ae. aegypti untuk bertelur. Hasil penelitian membuktikan bahwa
jumlah telur yang terperangkap pada air rendaman jerami paling banyak
(669,1 butir), dibandingkan kontrol positif (+) 314,1 butir; air hujan 297,3
butir; dan air ragi tape 114,4 butir (Bugis, 2013). Oleh karena itu, B2P2VRP
menambahkan atraktan berupa air rendaman jerami 10%.
Jenis ovitrap yang lain adalah lethal ovitrap. Lethal ovitrap (LO)
adalah varian nama untuk ovitrap hasil modifikasi yang dapat membunuh
nyamuk Aedes. Lethal ovitrap di buat untuk membunuh nyamuk, dikarenakan
nyamuk yang akan bertelur bersentuhan dengan ovistrip (Oviposition trip)
yang mengandung insektisida dan dalam waktu relatif singkat akan mati
(Sayono, 2008). Aplikasi dengan menggunakan insektisida tidak dianjurkan
75
untuk pengendalian di B2P2VRP. Hal ini dikarenakan insektisida dapat
menimbulkan resistensi pada vektor yang bersangkutan. Beberapa penelitian
juga telah melaporkan resistensi Ae. aegypti terhadap beberapa insektisida
seperti organofosfat, malathion, Allethrin, Permethrin, dan Cypermethrin
(Astari, 2005). Aplikasi lethal ovitrap dengan insektisida hanya dilakukan
apabila terdapat penelitian yang mengenai lethal ovitrap. Bilamana lethal
ovitrap diaplikasikan pada lingkungan masyarakat, maka insektisida yang
digunakan harus disesuaikan dengan kondisi daerah sasaran. Terkait dengan
insektisida yang sudah resisten di daerah sasaran sebaiknya dihindari dan
tidak digunakan untuk program pengendalian vektor Ae. aegypti.
Sebagai alat survei telur nyamuk Ae. aegypti, ovitrap memiliki
beberapa keuggulan dan kekurangan dalam penggunaannya. Ovitrap juga
berfungsi dalam pengendalian yaitu memutus siklus hidup vektor. Telur yang
terjebak dalam ovitrap juga bisa langsung dibuang sehingga telur Ae. aegypti
mati dan tidak dapat berkembang menjadi larva maupun nyamuk. Pernyataan
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Tanjung (2011), bahwa ovitrap efektif
dalam mengurangi jumlah vektor DBD karena telur atau larva dapat sangat
mudah ditemukan dan dibuang, sehingga sangat membantu dalam program
pengendalian DBD. Ovitrap merupakan alat yang murah dan sederhana,
karena komponennya dapat dibuat sendiri dengan menggunakan barang bekas
yang mudah ditemukan di setiap rumah, seperti kaleng bekas, kepingan
bambu atau kayu dan air. Selain itu, ovitrap mudah, baik dalam pembersihan
76
maupun perawatan. Perawatan hanya dengan mengganti airnya setiap minggu
dan menyikat bagian dalam bejananya. Perlakuan ini sama dengan prinsip
menguras bak mandi (3M), hanya dilakukan pada wadah yang lebih kecil.
Kelebihan lain menurut Puspitasari dkk (2012), survei telur dengan
menggunakan ovitrap dapat menghasilkan data yang lebih spesifik, lebih
ekonomis, dan sensitif untuk pengambilan sampel populasi dengan area yang
lebih luas (Puspitasari dkk, 2012).
Hasil wawancara yang didapatkan menyatakan bahwa kekurangan
ovitrap bisa menjadi tempat perindukan tambahan apabila telur tidak segera
dibuang sehingga dalam pemakaiannya ovitrap harus selalu diperhatikan.
Selain itu, menurut Mackay et al, (2013) keberadaan ovitrap bersaing dengan
kontainer yang ada habitat di lingkungan. Oleh karena itu, sebaiknya ovitrap
sebaiknya dibuat menarik agar bisa menjebak nyamuk Ae. aegypti .
Salah satu yang bisa dilakukan untuk membuat ovitrap lebih menarik
adalah dengan penambahan atraktan. Menurut Sayono (2008), atraktan adalah
sesuatu yang memiliki daya tarik terhadap serangga (nyamuk) baik secara
kimiawi maupun visual (fisik). Kelebihan dari penambahan atraktan adalah
dapat mempengaruhi perilaku, memonitor atau menurunkan populasi nyamuk
secara langsung, tanpa menyebabkan cedera bagi binatang lain dan manusia,
dan tidak meninggalkan residu pada makanan atau bahan pangan (Setya dan
Eri, 2011).
77
2. Penelitian Kecil Menggunakan Metode Ovitrap
Kegiatan magang ini juga menyertakan penelitian kecil yang bertujuan
mengetahui jenis atraktan yang paling disukai nyamuk Ae. aegypti untuk
bertelur. Atraktan yang digunakan terdiri dari 4 jenis yaitu air rendaman
jerami, air rendaman cabai merah segar, air yang berisi skin pupa dan air yang
dicampur insektisida cair, masing-masing jenis ovitrap tersebut dibuat 4 buah.
Ovitrap yang dipasang terdiri 16 buah, ditempatkan pada 2 rumah. Masing-
masing rumah dipasang 8 ovitrap 4 buah ovitrap ditempatkan di dalam dan 4
buah yang lain ditempatkan di luar rumah. Ovitrap yang dibuat berwarna
hitam, karena berdasarkan penelitian Rhomadhon (2014), tentang pengaruh
warna ovitrap dengan jumlah telur yang terperangkap, warna hitam adalah
yang paling disukai. Ovitrap dibiarkan dan dipantau selama 4 hari. Penentuan
4 hari didasari bahwa telur nyamuk Aedes sp akan menetas pada hari ke 4 – 7,
sehingga telur nyamuk tidak menetas dalam ovitrap selama penelitian
dilakukan (Budiyanto, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang paling disukai nyamuk
untuk bertelur adalah air rendaman jerami. Hal ini dibuktikan dari total
ovitrap yang dipasang terdapat 4 buah ovitrap yang positif terdapat telur
nyamuk. Tiga diantara 4 yang positif adalah air rendaman jerami, sedangkan
sisanya, 1 ovitrap yang positif adalah ovitrap yang menggunakan air
rendaman cabai. Pada air rendaman jerami total telur yang terperangkap
78
adalah 395 butir sedangkan pada air cabai total telur yang terperangkap hanya
sebanyak 8 butir.
Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan yang dinyatakan
Polson, et al (2002) telah melakukan berbagai modifikasi ovitrap. Hasil
penelitiannya membuktikan bahwa dengan menggunakan atraktan air
rendaman jerami 10% dan membuktikan jumlah telur terperangkap delapan
kali lipat dibanding ovitrap standar. Setya dan Eri (2011) menyarankan agar
mengoptimalkan penggunaan ovitrap, dengan memodifikasi penggunaan
ovitrap dengan atraktan air rendaman udang windu, kerang dan rendaman
jerami tidak hanya menggunakan air bersih biasa. Hal ini bermanfaat untuk
melihat perbandingan penggunaan media tersebut sehingga pada akhirnya
dapat dipilih penggunaan atrakan yang cocok/lebih baik dalam pemasangan
ovitrap untuk menjebak jentik nyamuk lebih banyak.
Penelitian lain membuktikan bahwa air rendaman jerami 10% efektif
dalam penurunan kepadatan larva di RT D Kelurahan Adatongeng Kecamatan
Turikale Kabupaten Maros. Air rendaman jerami mengandung amonia, CO2,
asam laktat dan octanol. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada air
rendaman jerami 10% terdapat kadar amonia sebesar 4,24 mg/l. Terdapat juga
CO2 dalam air rendaman jerami 10% namun dengan kadar yang lebih rendah
dari Amonia. Amonia dan CO2 merupakan suatu senyawa yang dapat
mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes (Rakkang dkk, 2013). Santos
et al (2003), dengan menggunakan atraktan air rendaman jerami 10% dan
79
30% juga dapat mengundang nyamuk lebih banyak bertelur di ovitrap
tersebut.
Ovitrap positif yang didapatkan baik yang didalam maupun diluar
rumah berjumlah sama yaitu masing-masing 2 buah. Menurut Utomo dkk,
(2005) kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dijalankan
pengendalian nyamuk Aedes di masyarakat, menimbulkan nyamuk ini
kehilangan banyak tempat perindukan di dalam rumah, dan mencari tempat
lain diluar rumah. Hasil yang didapatkan membuktikan bahwa dewasa ini,
perindukan nyamuk Aedes tidak hanya di dalam rumah namun dapat
dimungkinkan berada diluar rumah.
Ovitrap air rendaman cabai berisi telur yang jumlahnya lebih seikit
dibandingkan dengan ovitrap jerami. Menurut Purnamasari dkk (2010), Air
rendaman jerami mengandung amonia 3,74 mg/l, CO2 total 23,5 mg/l, asam
laktat 18,2 mg/l, octenol 1,6 mg/l dan asam lemak 17,1 mg/l. Sedangkan pada
air rendaman cabai merah 10% mengandung amonia 0,86 mg/l, CO2 total 12,4
mg/l, asam laktat 13,2 mg/l, octenol 0,7 mg/l dan asam lemak 22,8 mg/l.
Dimungkinkan karena kadar amonia, CO2 total, asam lemak dan ectanol pada
air jerami lebih besar dibandingkan dengan air cabai, maka nyamuk lebih
menyukai air jerami daripada air cabai. Namun air cabai tetap menarik
nyamuk untuk bertelur karena mengandung asam lemak, suatu senyawa yang
terbukti mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes.
80
3. Hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi metode ovitrap
a. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah tempat yang gelap dan
lembab yang diduga sebagai perindukan nyamuk (Depkes RI, 2005). Hal
ini untuk memudahkan dalam mendapatkan telur nyamuk, penempatan
yang salah akan mempengaruhi jumlah telur yang didapat.
b. Ovitrap segera diambil dalam waktu 1 minggu. Jangka waktu tersebut
disesuaikan dengan sikus hidup nyamuk, karena lebih dari seminggu
dimungkinkan telur telah menetas.
c. Ovitrap diletakkan pada tempat yang jauh dari jangkauan anak-anak dan
tempat yang aman dari gangguan binatang peliharaan. Hal ini dilakukan
untuk menghindari agar ovitrap tidak tumpah sampai pada waktu
pemeriksaan ovitrap.
d. Jenis ovitrap yang digunakan sebaiknya ovitrap yang berwarna gelap
(hitam) (Rhomadhon, 2014), sehingga dapat menarik nyamuk dan bila
perlu dapat ditambahkan atraktan (Setya dan Eri, 2011).
e. Pemasangan kertas saring harus benar-benar menempel/melapisi dinding
ovitrap, setengah bagian atas kertas berada diatas air dan setengah bagian
berada di bawah permukaan air. Ukuran kertas saring disesuaikan dengan
kontainernya dan panjangnya tidak harus mencapai dasar kontainer. Hal
ini agar telur dapat tertangkap pada kertas saring lebih optimal.
81
4. Hambatan dalam aplikasi metode ovitrap
Beberapa hambatan yang dijumpai dalam pengguaan metode ovitrap
adalah:
a. Pemasangan ovitrap pada perumahan penduduk mudah tumpah. Hal ini
bisa dikarenakan masyarakat kurang memperhatikan keberadaan ovitrap
yang dipasang dirumah yang bersangkutan. Selain itu dimungkinkan juga
karena peletakkan ovitrap pada tempat yang kurang aman. Pada penelitian
kecil yang telah dilakukan ovitrap sangat rentan tumpah, karena terbuat
dari gelas plastik yang ringan.
b. Ovitrap yang dipasang diluar rumah rentan akan terkena air hujan. Pada
musim hujan, jenis container ovitrap tanpa tutup akan mudah terisi
dengan air hujan. Sehingga jika ovitrap tidak dijaga air ovitrap bisa terisi
penuh air hujan, dapat mengakibatkan bias pada jumlah telur yang
didapatkan.
c. Keberadaan ovitrap di dalam rumah bersaing dengan container
perindukan asli dari nyamuk Aedes. Dampaknya nyamuk dimungkinkan
lebih memilih bertelur pada container aslinya dibandingkan pada ovitrap
yang dipasang (Mackay et al, 2013).
82
5. Cara mengatasi hambatan dalam aplikasi metode ovitrap
Cara mengatasi hambatan yang ada dalam aplikasi metode ovitrap
adalah sebagai berikut:
a. Pemilihan tempat peletakkan ovitrap. Sebaiknya ovitrap diletakkan pada
tempat yang memiliki permukaan tanah/lantai datar, jauh dari jangkauan
anak-anak, binatang peliharaan atau jalan tikus. Ovitrap yang terbuat dari
gelas plastik sebaiknya ditambahkan beratnya dengan memasukkan batu
kecil ke dalam ovitrap dengan syarat batu dalam keadaan bersih dari
kotoran. Ovitrap gelas kaca bisa menjadi alternatif, karena gelas kaca
cenderung berat sehingga ovitrap tidak mudah tumpah.
b. Ovitrap dapat dimodifikasi dengan penutup jika pemasangannya
bertepatan dengan musim hujan. Penutup akan dapat melindungi ovitrap
dari air hujan.
c. Ovitrap dapat lebih menarik nyamuk dengan cara penambahan atraktan
(Setya dan Eri, 2011). Atraktan tersebut salah satunya adalah penambahan
air rendaman jerami, yang mempunyai bau menyengat sehingga menarik
perhatian nyamuk. Pemilihan warna gelap dalam pembuatan ovitrap juga
merupakan salah satu atraktan fisik, karena nyamuk Aedes cenderung
menyukai warna gelap untuk tempat perindukkannya.