Post on 05-Feb-2023
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab tertinggi mortalitas dan
morbiditas ibu bersalin adalah hipertensi dalam
kehamilan.Di Indonesia mortalitas dan morbiditas
hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal
ini disebabkan selin oleh etiologi yang tidak jelas,
juga perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh
petugas non medik dan sistem rujukan yang belum
sempurna.1
Preeklamsi yang mengalami penyulit kejang tonik-
klonik generalisata disebut eklamsia.Jika terjadi
eklamsi, resiko bagi ibu dan janin meningkat secara
bermakna.Hampir tanpa pengecualian, preeklamsi
mendahului awitan kejang eklamsi.Preeklampsia dan
eklampsia dikenal dengan namaToksemia Gravidarum
merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan
vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai
adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah
pada kejadian eklampsia.2
Eklampsi dapat berakibat buruk baik pada ibu
maupun janin yang dikandungnya. Komplikasi pada ibu
berupa edema paru, kebutaan bahkan kematian ibu.1
1
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman
eklampsi secara mendasar dan telah dilakukan pula
berbagai penelitian untuk memperoleh penatalaksanaan
yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk
eklampsi. Namun demikian, eklampsi tetap menjadi satu
di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala
dalam penanganannya.2 Oleh karena itu pemeriksaan
antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda
preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan
preeklampsia berat dan eklampsia, di samping
pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang
lain.3
Di Indonesia setelah perdarahan dan infeksi,
preeklamsi-eklampsia masih merupakan sebab utama
kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang
tinggi.Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% -
25,5%, sedangkan kematian bayi lebih darci tinggi lagi,
yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi
di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan
karena di negara-negara majuterdapat kesadaran untuk
melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin3
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Ny.F.A Nama suami : Tn.
M
Umur : 21 tahun Umur : 25 tahun
Pendidikan : SLTA Pendidikan :
SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Agama : Islam Agama
: Islam
Suku : Melayu Suku : Melayu
Alamat : Desa pengalian Alamat
:Desa pengalian
No. MR : 838291
3
ANAMNESIS
Pasien masuk Kamar Bersalin IGD RSUD AA Pekanbaru
padatanggal 21Desember2013Pukul 15.20 WIB, rujukan dari
RSUD Petala Bumi dengan:G1P0A0H0, + eklamsi.
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan kejang
a. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengaku hamil 7bulan( informasi dari
keluarga), dengan HPHT:tidak diketahui dengan TP
tidak diketahui , usia kehamilan: tidak diketahui.
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada, keluar
air air yang tak tertahankan dari kemaluan tidak
ada, keluar lender campur darah tidak ada. Pasien
datang dengan kejang sejak beberapa jam SMRS. Dari
rumah ke IGD kejang terjadi sebanyak ±10 kali.
b. Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-),
Penyakit Jantung (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga:
Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-),
Penyakit Jantung (-)
4
d. Riwayat Ante Natal Care :
Periksa kehamilan tidak ada
e. Riwayat Minum Obat:
Tidak ada
f. Riwayat Haid:
Pertama menstruasi usia 12 tahun, siklus teratur 28
hari, selama 5-6 hari, banyaknya 2-3 kali ganti
pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.
g. Riwayat Perkawinan:
1 kali menikah, menikah saat usia ibu 20tahun
h. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus: G1P0A0H0
G1: hamil ini
i. Riwayat KB :
Tidak ada
j. Riwayat Sosial Ekonomi
Suami bekerja sebagai buruh tani di perkebunan
sawit, ibu sebagai ibu rumah tangga, hasil kerja
suami cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan
sekolah anak.
PEMERIKSAAN FISIK
5
a. Keadaan Umum
Tampak sakit berat
b. Kesadaran
Apatis
c. Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 180 / 100 mmHg
Frek. Nadi : 88 x / menit
Frek. Nafas : 20 x / menit
Suhu : 36,50C
d. Status Generalis
Kepala
Mata: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik
Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening
Thoraks
Paru :vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : Status Obstetrikus
Genitalia : Status Obstetrikus
Ekstremitas : edema pada kedua tungkai, CRT < 2
detik,akral hangat.
6
Reflek patella: tidak ada data
e. Status Obstretikus
Muka : Kloasma gravidarum (-)
Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae, mammae
membesar dan
menegang, papilla mammae menonjol.
Abdomen
Inspeksi :Perut tampak membesar sesuai dengan
usia kehamilan,
striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea
mediana (+),
skar (-)
Palpasi :
L I:teraba massa bulat, lunak, tidak
melenting, 2 jari dari pusat
L II: tahanan terbesar teraba di perut
kiri ibu
L III:teraba massa bulat, keras,
melenting
L IV: Belum masuk PAP
TFU : 24 cm
His : (-)
Auskultasi : DJJ : 156 x/ menit
TBJ : 1705 gr
VT : tidak dilakukan
7
PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil laboratorium( 21/12/3013 )
Hemoglobin : 15.0 gr/dl
Hematokrit : 42,6 %
Leukosit : 19.100 /ul
Trombosit : 399.000 /ul
SGOT : 47 u/l
SGPT : 30 u/l
Ptotein urin : +2
Albumin : 3,9 mg/dl
DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0H0, Gravid 26 mg, Belum inpartu, eklamsi
gravidarum
Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, letak memanjang,
presentasi kepala
TERAPI / SIKAP
Observasi KU, TTV, His, DJJ/30 menit
Rawat ICU
Rencana terminasi perrabdominam, dalam 6 jam akan
dilakukan stabilisasi umum setelah itu dilakukan SC
Pemberian regimen MgSO4 40% 4 gram dosis loading
kemudian diberikan 6 gram dosis maintenance dengan
dosis 2g/jam.
Lapor konsulen jaga kemudian di acc rencana diatas
Diagnosis Pre Operasi:
G1P0A0H0 gr 26 minggu + belum inpartu + eklamsi
gravidarum
8
Janin Hidup Tunggal Intrauterin + Peresentasi Kepala
Diagnosis Post Operasi:
P1A0H0 post SC atas indikasi eklamsi
LAPORAN OPERASI
21 Desember 2013 (21.55 WIB)
- Pasien tidur telentang dengan spinal anastesi
dilakukan SCTPP
- Lahir bayi perempuan BBL: 770 gram PB: 30 cm
AS:2/4
- Perdarahan lebih kurang 400 cc
Intruksi Post Op
1. Rawat ICU
2. Regimen SM
3. Ceftriakson 2x1 gr
4. Tirah baring 24 jam
FOLLOW UP DI RUANG NIFAS:Hari/Tanggal Follow upSenin 23
Desember 2013
Pasien diterima dari ICU pukul 11.00 dengan
permasalahan:S Nyeri pada bekas luka operasi O KU : baik Kes: CM
TTV : TD: 130/100 mmHg, Nadi: 98 x/ menit,
Nafas: 20 x/menit, Suhu: 36.5oC
Status generalis: edema ekstremitas,
CRT >2 detik
Status obstetris: TFU 2 jari dibawah
9
pusat, Kontraksi baik
-perdarahan aktif tidak ada
AP1A0H0, Post SC TPP a/I eklamsia nifas hari
ke-2
P
Observasi KU, TTV, perdarahan, kontraksi
Mobilisasi dini
Diet TKTP
Cefradroxil 2x500 mg
Paracetamol 3x 500 mg
09.00 WIB
Hasil visite
konsulen
tanggal 23
Desember
2013
Diagnosis
P1A0H0, Post SC TPP a/I eklamsia nifas hari ke-2
Terapi
Cefradroxil 2x 500 mg
Asam mefenamat 3x 500 mg
Natrium Diklofenat 3x 25 mgS Nyeri luka operasi
O
KU: baik Kes: CM
TTV : TD: 125/100 mmHg, Nadi: 92 x/ menit,
Nafas: 22 x/menit, Suhu: 36.5OC Status generalis: DBN
Status obstetris:
-TFU 2 jari dibawah pusat
-Kontraksi baik
-perdarahan aktif tidak ada
AP1A0H0, Post SC TPP a/i eklamsia nifas hari
ke-3
P
10
Selasa
23/12/13
14.00 WIB
Pasien Pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Eklamsia
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “halilintar”, karena seolah-olah gejala timbul
secara tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain.
Eklampsia biasanya timbul pada wanita hamil atau dalam
masa nifas dengan tanda-tanda preeklampsia.3 Eklamsi
merupakan kasus akut pada penderita preeklamsia, yang
disetrai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya
dengan preeklamsi, eklamsia dapat timbul pada ante,
intra dan postpartum.3
2. Frekuensi
11
Frekuensinya bervariasi antara satu negara dengan
negara yang lain. Frekuensi rendah umumnya merupakan
petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,
penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan
penanganan preeklampsia yang sempurna.3
Di negara-negara berkembang frekuensi dilaporkan
berkisar 0,3 – 0,7 %, sedangkan di negara-negara maju
berkisar 0,05 – 0,1 %.3
3. Klasifikasi
Eklampsia di bagi menjadi:
1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi
sebelum persalinan atau (ini paling sering terjadi),
kejadiannya 150 % sampai 60 %.
2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat
persalinan. Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %.
Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan
terutama saatmulai inpartu.
3. Eklampsia postpartum kejadiannya jarang .
serangan kejang atau komaterjadi setelah persalinan
berakhir.
4. Etiologi eklampsia
Penyebab eklampsia sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut
dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan terjadinya eklampsia adalah:6
a.Faktor Trofoblast
12
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar
kemungkina terjadinya eklampsi.Ini terlihat pada
kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa.Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan
preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
b.Faktor Imunologik
eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan
jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM mendapatkan beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-
Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia
mempunyai komplek imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi
system komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia
diikuti dengan proteinuri.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan
Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan
relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan
natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia
/ eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif
tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia
antara lain :
13
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi
Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu
yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan
riwayat Preeklampsia-Eklampsia.
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang
kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam
Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin
yang memicu terjadinya preeklampsia.
f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan
pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan
normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan
plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III,
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
5. Patofisiologi eklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat
terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan
14
sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai
substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan
sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar
dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan
volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer.2
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan
anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.2
Perubahan pada organ-organ :4
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering
terjadi pada preeklampsia dan eklamsia. Berbagai
gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnyasecara patologis hipervolemia kehamilan
15
atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh
larutanonkotik atau kristaloid intravena, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam
ruangektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan
eklamsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan
natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil
biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal
ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak
menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum
biasanya dalam batas normal.
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme
pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio
retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan
terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan
tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal
ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah
16
dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau
didalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan
edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan
yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan
gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus
prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya
disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya
aspirasi pneumonia, atau abses paru.
6. Diagnosis eklampsia
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sukar. Dengan
adanya tanda dan gejala preeklampsia yaitu 2 dari trias
tanda utama (hipertensi, edema, proteinuria) yang
17
disusul oleh serangan kejang seperti yang telah
diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak
diragukan.4
Umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala
di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
nyeri di epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan
atas dan hiperefleksia pada patella.1
Konvulsi pada eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :
1. Tingkat awal atau aura yang berlangsung ± 30
detik.
Biasanya berawal di sekitar bibir dalam bentuk
kedutan pada otot-otot muka.1 Mata penderita terbuka
tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan
kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2
2. Tingkat kejangan tonik yang berlangsung ± 30
detik.
Seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku,
tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam.
Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah
dapat tergigit.
3. Tingkat kejangan klonik yang berlangsung 1 – 2
menit.
Spasme tonik menghilang. Semua otot berkontraksi
dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut
membuka dan menutup dan lidah dapat tegigit lagi. Bola
mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbus,
18
muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita
menjadi tidak sadar. Kejangan klonik ini dapat demikian
hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat
tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita
menarik napas secara mendengkur.4
4. Tingkat koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-
lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat
terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru
dan yang berulang sehingga ia tetap dalam keadaan
koma.Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat
dan suhu meningkat sampai 400 C.1
Sepanjang serangan kejang, diafragma tidak
bergerakdan pernapasan terhenti. Selama beberapa detik
tampak seolah-olah akan meninggal karena penghentian
napas, tetapi pada saat keadaan yang membawa kematian
ini terlihat tidak akan terhindarkan, pasien ini mulai
menghirup napas panjang dan dalam serta berbunyi
mengorok lalu pernapasan pulih kembali. Koma kemudian
menyusul. Koma setelah kejang menunjukkan lama yang
bervariasi. Jika kejang tidak sering, pasien akan
terlihat sedikit sadar di antara saat-saat kejang. Pada
kasus yang berat, koma akan terus menetap dan kematian
dapat terjadi sebelum pasien sadar.4
7. Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah
menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri
19
kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah
keadaan ibu mengizinkan.1
Dasar-dasar pengelolaan eklamsi8
a.Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu
b.Selalu diingit ABC (Airway, Breathing,Circulation).
c.Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
d.Mengatasi dan mencegah kejang
e.Koreksi hipoksemia dan asidemia
f.Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnyahipertensi krisis
g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan carapersalinan yang tepat
Pemberian terapi medikamentosa8
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai
pencegahan dan terapi kejang.
e. Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial
dose) : dosis awal
- Maintenance dose :
dosis lanjutan
Sumber Regimen Loading dose Mainten Dihenti
20
ancedose
kan
1. Prichard, 1955 1957
Preeklamsi
Eklamsi
Intermitent
intramuscular
injection10 g IM
1)4g 20% IV;1g/menit
2)10g 50% IM: Kuadran atas sisi luar keduabokong
- 5g IM bokong kanan
- 5g IM bokong kiri
3)Ditambah 1.0 mllidocaine
5g 50% tiap 4-6 jam
Bergantian salah satu bokong
5g 50% tiap 4-6 jam
Bergantian salah satu bokong
(10 g MgSO4 IMdalam
2-3 jamdicapaikadar
24 jam pasca persalinan
21
4)Jika konvulsi tetap terjadi Setelah 15 menit, beri : 2g
20% IV : 1 g/menit
Obese : 4g iv
Pakailah jarum 3-inci, 20
gauge
plasma
3, 5-6 mEq/l
2. Zuspan, 1966
Preeklamsi berat
Eklamsi
Continous
Intravenous
Injection
Tidak ada
4-6 g IV / 5-10 minute
1 g/jamIV
1 g/jamIV
22
3. Sibai, 1984
Preeklamsi - eklamsi
Continous
Intravenous
Injection
4-6 g 20% IVdilarutkan dalam
100 ml/D5 / 15-20 menit
1) Dimulai2g/jam IV dalam
10g 1000 ccD5 ; 100cc/jam
2) Ukurkadar Mg setiap 4-6 jam
3) Tetesaninfus disesuaikan untuk mencapai maintain dose 4-6mEq/l
(4,8-9,6 mg/dL)
24 jam pascasalin
4. Magpie
Sama dengan
1) 4g 50% dilarutkan
1) 1g/jam/
23
Trial
Colaborative
Group, 2002
Pritchard
regimen
dalam normal
Saline IV / 10-15 menit
2) 10 g 50% IM:
- 5g IM bokong kanan
- 5g IM bokong kiri
IV dalam 24 jam
atau
2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam
Syarat pemberian MgSO4. 7H2O
1. Refleks patella normal
2. Respirasi > 16 menit
3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc
; 0,5 cc/kg BB/jam
4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc
Antidotum
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O, maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam10 cc dalam 3 menit
Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O,dapat diberikan salahsatu regimen dibawah ini :
24
1. 100 mg IV sodium thiopental
2. 10 mg IV diazepam
3. 250 mg IV sodium amobarbital
4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV
a. 16,7 mg/menit/1 jam
b. 500 g oral setelah 10 jam dosis
awal dalam 14 jam
f. Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥
126
Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral,
diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam.
Nifedipine tidak dibenarkan diberikan
dibawah mukosa lidah (sub lingual)
karena absorbsi yang terbaik adalah
melalui saluran pencernaan makanan.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :
1. Penurunan awal 25% dari desakan
sistolik
2. Desakan darah diturunkan mencapai
:
3. - < 160/105
- MAP < 125
25
Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau
250 cc NaCl/RL diberikan secara IV
selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam
dapat diulang dengan dosis 12,5 mg
selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1
jam, bisa diulangi sekali lagi dengan
dosis 15 mg selama 5 menit
Pengelolaan eklamsi8
a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua
kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan
dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap
kehamilannya adalah aktif.
b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah
terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika
dan metabolisme ibu.
c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya
dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau
lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu
setelah :
1). Pemberian obat anti kejang terakhir
2). Kejang terakhir
3). Pemberian obat-obat anti hipertensi
terakhir
4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari
Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)
26
1. Prognosis
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan
prognosis eklampsia. Kriteria Eden antara lain:7
a. Koma yang lama (prolonged coma)
b. Nadi diatas 120
c. Suhu 39,4°C atau lebih
d. Tekanan darah di atas 200 mmHg
e. Konvulsi lebih dari 10 kali
f. Proteinuria 10 g atau lebih
g. Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di
atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai
2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan
lebih buruk.7
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD
PB sudah tepat?
3. Apakah diagnosis dan tindakan pada pasien ini di VK
IGD sudah tepat?
4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
27
1. Apakah sistem rujukan yang dilakukan pada pasien ini
sudah tepat?
Jawaban: Tidak Tepat
Berdasarkan pedoman sistem rujukan, pasien
merupakan kelompok faktor resiko III ada gawat darurat
obstetrik (AGDO), pada pasien ini dengan eklampsi. Ibu
dengan AGDO dalam kondisi yang langsung dapat mengancam
nyawa ibu atau janin, harus segera dirujuk tepat waktu
(RTW), ke rumah sakit dalam upaya menyelamatkan ibu
atau bayi baru lahir. Pada pasien ini dalam sistem
rujukan dari RSUD PB seharusnya dirujuk dengan terapi
regimen MgSO4 sesuai teori terlebih dahulu. Namun RSUD
PB tidak melakukan hal tersebut.2
RSUD PB sebagai rumah sakit kota mempunyai
fasilitas tenaga dokter spesialis obstetri dan
ginekologi dan fasilitas ruang operasi, tetapi pada
pasien ini dirujuk dengan alasan ruang operasi sedang
rusak sehingga pasien ini di rujuk ke rumah sakit umum
daerah tingkat provinsi. Seharusnya sebagai Rumah sakit
yang memiliki standar PONEK yaitu Rumah sakit yang
menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan
neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam
memiliki fasilitas ini.11
Kekurangan pada sistem rujukan pada pasien ini
adalah kurangnya kerjasama lintas program antara rumah
sakit yang merujuk dengan rumah sakit rujukan sehingga
28
pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik
atas kasus yang ditangani menjadi kurang baik.
2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD PB
sudah tepat?
Jawaban :Tidak tepat
Diagnosis pasien dari RSUD PB belum tepat.RSUD PB
mendiagnosis pasien ini dengan G1P0A0H0+
eklamsi.Diagnosis pada pasien ini tidak sesuai dengan
kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis
ibu yang tidak diikuti dengan diagnosis janin, yaitu
G1P0A0H0 gr 26 minggu + belum inpartu + eklamsi
gravidarum Janin Hidup Tunggal Intrauterin +
Peresentasi Kepala dari hasil lab juga tidak dilengkapi
dengan hasil pemeriksaan fungsi hepar ( SGOT, SGPT ).
Penatalaksanaan awal yang dilakukan di RSUD PBbelum
tepat yaitu belum dilakukannya pemberian terapi awal
sebelum pasien dirujuk. Berdasarkan literatur
penatalaksanaan eklampsi dengan pemberian2:
a. Obat anti kejang, berupa MgSO4
b. Pemberian antihipertensi, diberikan bila tensi
≥180/110 mmHg atau MAP ≥ 126 mmHg.
Sikap pengelolaan obstetrik pada eklampsia dalam
literatur juga tindakan aktif berupa terminasi
29
kehamilan tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan
janin2.
3. Apakah diagnosisdan tindakan pada pasien ini di VK IGD
sudah tepat?
Jawaban: kurang tepat
Diagnosis pasien di VK IGD G1P0A0H0, Gravid 26 mg,
Belum inpartu,Eklamsi Janin Hidup Tunggal Intra Uterin,
Presentasi Kepala. Diagnosis pada pasien ini sudah
sesuai dengan kaidah penulisan diagnosis yaitu
penulisan diagnosis ibu yang diikuti dengan diagnosis
janin. Diagnosis G1 karena kehamilan ini merupakan
kehamilan pertama pada pasien . Untuk gravid 26 minggu
pada pasien jika berdasarkan tinggi fundus uteri sudah
tepat meskipun HPHT tidak diketahui
Belum inpartu didapatkan dari pemeriksaan belum
ada tanda-tanda inpartu yaitu belum ada His dan belum
ada keluar lendir darah yang menunjukkan belum ada
perubahan pada serviks uteri.
Pada pasien ini tidak ada data mengenai dilakukan
pemeriksaan reflek patella karena pada pasien dengan
eklamsi reflek patella + meningkat, dan dari catatan
rekam medik didapatkan kesadaran apatis sedangkan
tingkat kesadaran hanya dibagi 4 yaitu komposmentis,
somnolen, sopor/stupor, koma. Dari pemeriksaan Vaginal
Tusse(VT) tidak didapatkan data, seharusnya dilakukan
30
VT setelah pemberian regimen MgSO4 untuk menentukan
sudah inpartu atau belum.
Diagnosis eklamsi sudah tepat karena kriteria
eklamsi dalam literatur adalah adanya tanda dan gejala
preeklamsi yaitu 2 dari trias tanda utama
( hipertensi,edema, proteinuria) yang disusul oleh
serangan kejang.4 Dari hasil anamnesis pada pasien ini
didapatkan adanya edema pada kedua tungkai disertai
adanya kejang, sedangkan pada pemeriksaan fisik di
dapatkan adanya peningkatan tekanan darah 180/100 mmHg,
maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis
eklamsi.
Pada saat tiba di VK IGD RSUD AA, berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pada pasien ini dilakukan tindakan yang dilakukan
antara lain: Pemberian regimen SM dengan loading dan
maintenance dose karena magnesium sulfat merupakan obat
pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
eklampsia. Namun tidak disertai dengan pemberian
Nifedipine3x10mg yang merupakan antihipertensi lini
pertama pada kasus eklamsia, sedangkan tekanan darah
pada pasien ini adalah 180/100mmHg. Sehingga tindakan
yang dilakukan di VK IGD kurang tepat.Pada pasien ini
tidak terdapat catatan 6 jam setelah obeservasi apakah
pasien telah stabil atau belum. Dan tidak adanya
catatan tentang observasi selama 6 jam sebelum operasi.
31
Berdasarkan literatur sikap pengelolaan obstetrik
pada eklampsia adalah berupa tindakan aktif berupa
terminasi kehamilan tanpa memandang usia kehamilan.
Tindakan yang dilakukan di VK IGD tepat, setelah
mengetahui adanya eklampsia maka pasien ini segera
dikonsulkan untuk melakukan terminasi kehamilan
mengingat resiko tinggi pada pasien sambil melakukan
stabilisasi kondisi pasien.Pada pasien ini diagnosis
post operasinya adalah P1A0H0 Post SC atas indikasi
eklamsi, seharusnya diagnosis pada pasien ini
adalahP1A0H0 Post histerotomi atas indikasi eklamsi.
Setelah operasi lahir bayi perempuan dengan BB 770
gram, 30 cm AS 2/4 dan ketuban jernih.
4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
Jawab: prognosa baik
Penentuan prognosis pada eklamsia harus dilakukan
dengan cermat, sebab eklampsi merupakan suatu kondisi
yang bahaya dalam kehamilan.Prognosis pasien ini
ditegakkan berdasarkankriteria prognosis Eden yaitu
kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia,yang
terdiri dari: 12
- Koma yang lama (prolongedcoma)
- Frekuensi nadi diatas120 kali permenit
- Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih
- Tekanan darah lebih dari 200mmHg
- Konvulsi lebih dari 10 kali
- Proteinuria 10gr atau lebih
32
- Tidak ada edema, edema menghilang
Jika tidak ditemui tanda atau ditemui satu tanda dari
kriteria Eden maka prognosis tergolong baik sedangkan
jika ditemui lebih dari 2 tanda dari kriteria Eden maka
tergolong buruk.12 Pada pasien ini sulit ditentukan
prognosisnya karena beberapa informasi masih tidak
lengkap. Penjelasan mengenai ada atau tidaknya koma
ydan lamanya koma tidak ada tercantum dalam anamnesis
ataupun follow up. Seharusnya tingkat kesadaran pasien
dinilai dengan Glasgow coma scale. Selain itu, hasil
proteinuria yang dicantumkan tidak dijelaskan apakah
pemeriksaan proteinuria dalam 24 jam atau tidak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
33
1. Kurangnya kerjasama lintas program antara rumah
sakit yang merujuk dengan rumah sakit rujukan
2. RS PB sebagai RS PONEK tidak mampu melayani pasien
emergensi
3. Diagnosis yang tepat pada pasien ini: G1P0A0H0 Gravis
26 minggu, Belum inpartu, Eklamsi, Janin Hidup
Tunggal Intra Uterin, Presentasi Kepala.
4. Prognosis pada pasien ini dubia sesuai dengan
indikasi prognosis dalam kriteria eden.
2. Saran
1. Perlu adanya pelimpahan tugas dan tanggung jawab
secara timbal balik atas kasus yang di tangani
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lebih baik mulai di fasilitas
kesehatan primer sehingga rencana terapi pada
pasien lebih cepat dan tepat.
3. Perlu ditingkatkan lagi pemeriksaan antenatal care
mengingat pentingnya melakukan deteksi dan
pencegahan adanya gangguan kehamilan sejak dini.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F. G., 2005. Chapter 34. Eclamsia. In
Williams Obstetri. 22nd Ed. New York :Medical
Publishing Division, pp. 785-96
2. Syarif U, Referat preeklamsi dan eklamsi
[Referat]. Rumah sakit umum daerah budhi asih
Fakultas kedokteranUniversitas trisakti: Jakarta:
09 april 2012-16 juni 2012
3. Wiknjosastro, H. Hipertensi dalam kehamilan. Ilmu
Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2012.
4. Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan
Eklampsia. Seminar POGI Cabang Malang. Divisi
Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang.
5. Haram K, Svender E, Abildgaard U. The HELLP
syndrome: Clinical tissue and management a review.
BMC Pregnancy and Chilbirth. 2009
35
6. Sunaryo R., 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Preeklampsia-Eklampsia, in : Holistic and
Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta : FK
UNS, pp 14
7. Rachma N., 2008. Eklampsia : Preventif dan
Rehabilitasi Medik Pre dan post Partum, in
Holistic and Comprehensive Management Eclampsia.
Surakarta : FK UNS, pp. 99
8. POGI 2006. Panduan Penatalaksanaan Hipertensi
Dalam Kehamilan;Jakarta
9. Duley L. 2003. Pre eklamsi and The Hypertensive
Disorder of Pregnancy. British Medical
Bulletin;67: 161-176
10. Chronic Hyperetension in Pregnancy; ACOG
Practise Bulletin; number 29, July 2001.
11. Dirjen pelayanan medic. Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensive (PONEK) 24 jam di Rumah
Sakit: Jakarta ;2007
12. Rustam M, 1998. Toksemia Gravidarum.Sinopsis Obstetri Jilid 1:Jakarta: EGC Penerbit buku Kedokteran. Hal 203-208.
36