Post on 13-Mar-2023
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu wacana publik yang paling mencolok selama satu dekade terakhir
ini adalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan berdasarkan perbedaan jenis kelamin
sosial (gender). Misalnya dalam realita kehidupan sekarang masih ada sisa-sisa
ketidakadilan dan diskriminai terhadap kaum perempuan yaitu masih adanya
anggapan masyarakat bahwa wanita tidak bebas duduk di bangku sekolah,
dipingit, karena ada anggapan masyarakat yang sudah mengakar dan sudah
menjadi adat kebiasaan yang begitu kental terutama di daerah pedesaan. Bahwa
buat apa perempuan sekolah sampai tingkat tinggi nanti juga akan kembali pada
sektor domestik yaitu dapur, sumur, dan kasur. Jody William seorang pemenang
hadiah nobel perdamaian 1997, mengungkapkan bahwa permasalahan gender ini
menarik minat para akademik dari berbagai bidang dan disiplin ilmu untuk
mengkaji lebih jauh. Diskusi, seminar, simposium, dan bahkan sekedar
pernyataan tentang gender dari berbagai perspektif lantas mengisi khazanah
akademik.1
Memperbincangkan masalah gender yang telah menjadi isu populer tersebut,
dalam kenyataan memang tidak dapat dilepaskan dari fakta empiris yang ada di
masyarakat. Secara mudah dapat dilihat adanya diskriminasi atau ketidakadilan
1 Mudjia, Rahrjo, Relung-relung Bahasa, (Yogyakarta :Aditya Media, 2003), hlm. 137
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Adanya anggapan umum di
masyarakat bahwa perempuan identik dengan kerja-kerja yang bersifat domestik
seperti pengasuh anak, memasak, dan mencuci, sedangkan laki-laki mempunyai
ruang yang lebih luas seperti memperluas pengetahuan akademik, sekolah yang
tinggi, bekerja diluar rumah, mencari nafkah, menjadi tulang punggung keluarga,
menjadi pemimpin dan sebagainya adalah contoh kecil saja dari apa yang menjadi
persoalan gender.
Ketidakadilan sosial terhadap perempuan ini merupakan ketidakadilan sosial
yang tertua dalam sejarah manusia. Masih banyak terdengar cerita klasik dalam
masyarakat bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk adam sehingga
memberi gambaran inferioritas terhadap perempuan dan superivitas laki-laki.2
Hal inilah yang dijadikan dalil (hujjah) dan argumen bagi tindakan-tindakan
tidak adil atas perempuan dari waktu ke waktu, sehingga memunculkan akses
negatif terhadap eksistensi perempuan. Perempuan hanyalah merupakan makhluk
yang diciptakan dan keberadaannya tergantung terhadap laki-laki. Anggapan
tentang penomorduaan perempuan dalam hal penciptaan telah menjadi hal klasik
yang diwariskan dari waktu ke waktu.
Isu gender yang telah merebak tersebut telah menimbulkan persoalan aktual
dikalangan para ahli agama, tidak ada satupun didunia yang tidak merespon
masalah ini. Hal ini dapat dimaklumi karena memang isu-isu gender yang muncul
2 Ahmad Fudhailidi L, Perempuan Lembah Suci :Kritik atas Hadits-hadits Sahih,
(Yogyakarta : Piar Mdiq, 2002), hlm. 150
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
tidak jarang menggugat terhadap beberapa doktrin agama yang selama ini telah
mapan. Benarkah Tuhan telah menciptakan perempuan sekedar sebagai pelengkap
adanya laki-laki? Benarkah Tuhan menjadikan perempuan hanya sebagai
makhluk yang dipimpin? Yang mana kedudukan perempuan yang dipersepsikan
tidak pantas menjadi pemimpin dan keberadaannya hanya layak menempati posisi
under class. Akhirnya tidak pernah digugat, dipertanyakan dan didiskusikan,
kondisi seperti ini terjadi sekian lama.
Gerakan feminisme merupakan gerakan yang selalu marak dan tak pernah
selesai diperjuangkan sekaligus selalu menarik untuk diperbincangan,
diperdebatan dan didiskusikan. Pro dan kontra terhadap ide gerakan feminisme
senantiasa hanya dibincangkan dari berbagai sudut pandang, baik teologis,
sosiologis, hukum, politik, kekuasaan, dan bahkan pendidikan.
Nilai feminisme yang diperjuangkan oleh kaum hawa adalah memposisikan
perempuan pada porsinya yaitu dengan cara membebaskan kaum perempuan dari
berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan, baik seksual, etnis, maupun ikatan-
ikatan primordial lainnya.3
Sejarah perjuangan feminisme barangkali biasa dirunut kepada apa yang telah
diteriakan oleh kaum feminis Indonesia yaitu R.A. Kartini yang dikenal dengan
pejuang emansipasi wanita, yakni gerakan wanita yang menuntut adanya hak
3 Imam Tolkhah, dkk, Membuka Jendela Pendidikan, (Jakarta : Raja Grapindo Persada,
2004) hlm. 142-144
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
yang sama antara laki-laki dan perempuan terutama hak yang sama dalam
mengenyam pendidikan.
Kartini adalah seorang perempuan Jawa yang senantiasa gelisah berada
didalam kerangkeng budaya patriarkhi kaum priayi. Semangat untuk
memperjuangkan emansipasi dikalangan perempuan yaitu melalui dunia
pendidikan Kartini menaruh harapan untuk kemajuan kaum perempuan. Untuk
merombak kultur feodal patrialkhal yang selama berabad-abad membelenggu
kaum perempuan, dimana kaum hawa hanya dibatasi pada sektor domestik, antara
dapur, sumur, dan kasur. Dan juga kaum perempuan sangat sulit sekali
menduduki bangku sekolah sehingga perempuan tidak bisa mengembangkan
kemampuannya, ini semua adalah steorotip masyarakat yang menganggap bahwa
perempuan adalah makhluk yang lemah hanya sebagai pendamping laki-laki,
rupanya anggapan itu sudah menjadi adat sampai sekarang dalam kehidupan
masyarakat4
Selain itu juga pendidikan Islam merupakan suatu unsur yang penting dalam
mewujudkan kesetaraan gender, yang mana pendidikan Islam adalah pendidikan
yang ideal yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan
dalam pendidikan, yaitu adanya prinsif persamaan dan kesempatan yang sama
dalam belajar tanpa dibedakan stratifikasi sosialnya, apakah mereka berada dalam
kelas bawah, kelas menengah, maupun kelas atas. Tidak ada perbedaan antara
4 http://prabu.telkom. us/2007/05/09/menelusuri-jejak-kartini/
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
kaya dan miskin, jenis kelamin laki-laki maupun perempuan, semuanya memiliki
hak yang sama untuk belajar.5
Pada kenyataannya dalam Lembaga Pendidikan Islam sendiri tidak luput dari
persoalan gender. Kebijakan dalam bidang pendidikan Islam masih diwarnai
ideologi patriarkhi yaitu adanya penguasaan yang dominan , misalnya laki-laki
sangat berkuasa atas kaum perempuan dan mengaggap rendah perempuan.
Budaya patriarkhi ini tersosialisasikan melalui proses pembelajaran di sekolah,
masih ditemukan adanya bias gender dalam proses pembelajaran, misalnya, dalam
buku pelajaran ditemukan kalimat seperti "Ibu memasak di dapur" dan "Ayah
mencangkul di sawah", kalimat-kalimat tersebut mengajarkan pembagian kerja
secara dikotomis, dimana kaum perempuan dikonstruksikan bekerja di wilayah
domestik, sedangkan kaum laki-laki yang dikonstruksikan bekerja pada wilayah
publik. Selain itu dalam praktik pendidikan Islam sekarang masih ada sisa-sisa
ketidakadilan dan diskriminasi antara yang kaya dan miskin, orang kaya memilki
kebebasan untuk sekolah sedangkan orang miskin tidak bebas untuk sekolah
sehingga terjadinya kesenjangan dalam pendidikan. Berkenaan dengan hal
tersebut, sebenarnya bagaimanakah konsep kesetaraan gender perspektif R.A.
Kartini? Dan bagaimanakah konsep kesetaraan dalam pendidikan Islam? Serta
bagaimana upaya-upaya pendidikan Islam dalam mewujudkan kesetaraan gender?
Kiranya menarik untuk mengkaji lebih lanjut.
5 Prof.Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang. 1970).hlm.5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memfokuskan khusus untuk
menganalisis dan mengkaji tentang konsep kesetaraan gender perspektif R.A
Kartini. Pandangan dan asumsi penulis bahwa masalah kesetaraan gender
menurut R.A. Kartini ini merupakan hal yang sangat penting yaitu untuk dikaji
dan didiskusikan lebih lanjut. Yang secara khusus lagi menekankan kesetaraan
pada aspek pendidikan dan bagaimana implementasi kesetaraan gender dalam
pendidikan Islam. Sehingga penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah (skripsi)
ini dengan judul “KONSEP KESETARAAN GENDER PERSPEKTIF R.A.
KARTINI DAlAM PENDIDIKAN ISLAM”. Dengan harapan penulis, semoga
karya ilmiah (skripsi) ini memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi dunia
pendidikan khususnya bagi Institut Agama Islam Negeri Suna Ampel Surabaya
dan bagi semua pembaca yang budiman. Amin.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini pada dasarnya ingin mengkaji tentang bagaimana konsep
kesetaraan gender perspekti R.A. Kartini dalam pendidikan Islam, khususnya
tentang pendidikan perempuan yang sama haknya dengan laki-laki. Penelitian ini
dianggap penting untuk memberikan sumbangan dan mencari solusi yang tepat
bagi usaha menangani permasalahan diskriminasi atau ketidakadilan antara laki-
laki dan perempuan dalam masyarakat.
Selanjutnya pokok permasalahan diatas dirinci lebih lanjut dalam beberapa
indikator permasalahan, yaitu sebagai berikut:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
1. Bagaimana konsep kesetaraan gender perspektif R.A. Kartini dalam
pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah konsep keadilan dalam pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah pandangan pendidikan Islam terhadap kesetaraan gender?
4. Bagaimanakah implementasinya dalam pendidikan Islam sekarang?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya untuk memperoleh gambaran mengenai konsep
kesetaraan gender perspektif R.A. Kartini dalam pendidikan Islam.
Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan :
1. Memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai konsep kesetaraan gender
perspektif R.A. Kartini
2. Memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai konsep keadilan dalam
pendidikan Islam.
3. Memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai pandangan pendidikan Islam
terhadap kesetaraan gender.
4. Memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai implementasinya dalam
pendidikan Islam sekarang.
D. Definisi Operasional
Secara teoritis, untuk lebih mengetahui dan memperkaya pembendaharaan
pengetahuan dan teori-teori yang ada dalam karya ilmiah (skripsi) yang berjudul
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
“Konsep Kesetaraan Gender Perspektif R.A. Kartini dalam Pendidikan Islam” ini,
maka penulis perlu memberikan penjelasan terhadap beberapa redaksi judul karya
ilmiah (skripsi) ini, yaitu:
Konsep :Ide umum, pengertian, pemikiran, rancangan.6
Kesetaraan Gender :Dalam kamus bahasa Indonesia kata setara berarti
sebanding, berimbang, tidak ada bandingannya, sama
tingkatnya, sama kedudukannya, sama tingginya pria
dan wanita.7 Sedangkan gender dalam kamus bahasa
Inggris adalah jenis kelamin.8Dalam bahasan ini
kesetaraan gender yang penulis maksud adalah
kesetaraan dalam bidang pendidikan yang mana laki-
laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam
mengenyam pendidikan.
Perspektif :Sudut pandang, pandangan.9 Sedangkan menurut Pius
A. Pantarto dan M. Dahlan al-Barry bahwa perspektif
adalah pengharapan, peninjauan, tinjauan.10
R.A. Kartini :Pejuang feminisme emansipasi Indonesia yang
pertama kali memperjuangkan kedudukan para kaum
6 Pius A. Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, hlm. 362 7 Pius A. Partanto, M. Dahlan al-Barry,…..hlm. 371 8 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Insonesia, (Jakarta :Gramedia, 1983)
hlm. 256 9 Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1982)
hlm.35 10 Pius A. Partanto, M. Dahlan al-Barry,…..hlm. 592
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
perempuan dari ketidakadilan dan diskriminasi.
Presiden Soekarno mengeluaran Keputusan Presiden
Republik Indonesia No.108 tahun 1964, tanggal 2 Mei
1964, yang menetapan Kartini sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir
Kartini tanggal 21 April untuk diperingati setiap tahun
sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari
Kartini.11
Pendidikan Islam :Drs. Burlian Somad menyatakan bahwa pendidikan
Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk
individu menjadi makhluk yang bercorak diri,
berderajat tinggi menurut aturan Allah, isi
pendidikannya menggunakan prinsip-prinsip kebebasan
dan demokrasi.12
Dalam bahasan ini, konsep kesetaraan gender yang penulis maksud adalah
konsep kesetaraan perspektif R.A. Kartini dalam bidang pendidikan, dan
pendidikan Islam yang penulis maksud adalah pendidikan Islam yang mengarah
kepada prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan yang mana
dalam pelaksanaan atau praktik pendidikan tidak membeda-bedakan suku, ras,
kaya dan miskin, jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan sebagainya
11 http://id. Wikipedia. Org/wiki/Kartini 12 Burlian Somad, Beberapa Persoalan dalam Pendidikan Islam, (Bandung : PT. al-ma’arif,
1981) hlm 21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
semuanya memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam belajar antara laki-laki
dan perempuan.
E. Alasan Memilih Judul
Adapun alasan (reason) penulis memilih judul ini adalah:
1. Penulis yang kental dalam tradisi masyarakat dengan adanya sisa-sisa
diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kaum perempuan, maka dengan
penelitian ini diharapkan dapat menghilangkan hal-hal tersebut, terutama
dalam suatu instutusi lembaga pendidikan masih ada yang namanya bias
gender yaitu dalam pembuatan kurikulum yang masih didominasi oleh kaum
laki-laki, sehingga kaum perempuan kurang berperan didalamnya.
2. Sesuai dengan konsentrasi studi penulis penulis, yaitu ketarbiyahan maka
penulis memilih judul yang ada yaitu tentang persoalan gender dan upaya
mewujudkan kesetaraan gender melalui pendidikan Islam.
3. Penulis menyadari bahwa untuk mewujudkan kembali kesetaraan dan
keadilan berbagai gender sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Pendidikan Islam memiliki peran yang sangat besar, yaitu untuk mendorong
lahirnya orang-orang yang kritis dan kreatif yang diharapkan membawa
perubahan.
4. Untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan dalam
pendidikan Islam terutama dalam praktik pendidikan Islam dalam realita
kehidupan sekarang.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
F. Kontribusi/Kegunaan Penelitian
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi seluruh
masyarakat, terutama para pembuat keputusan untuk membantu memecahkan
masalah yang berkaitan adanya diskriminasi atau perlakuan tidak adil terhadap
perempuan terutama dalam masalah pendidikan, yang menganggap perempuan
tidak penting sekolah atau mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, perempuan
hanya mengelola rumah angga dan dituntut bertanggung jawab terhadap
keseluruhan pekerjaan domestik. Dengan kata lain, penelitian ini dianggap
penting untuk memberikan sumbangan atau row input dan solusi yang tepat untuk
mengatasi masalah ketidakadilan gender terutama dalam bidang pendidikan.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memperkaya
pembendaharaan pengetahuan dan teori tentang kesetaraan gender, yang nantinya
akan sangat berguna dalam menambah wacana dan diskursus ilmiah didunia
pendidikan terutama pendidikan Islam dan lebih mengetahui masalah kesetaraan
gender dalam bidang pendidikan.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Karya ilmiah skripsi ini termasuk jenis penelitian kualitatif yaitu
dengan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi
yang terdapat dalam kepustakaan (buku).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
Dari segi obyek penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian
historis, yaitu berupa penelaahan dokumen secara sistematis.13 Penelitian ini
mengambil obyek studi tentang pemikiran seorang tokoh, tentu saja penelitian
ini berdasarkan dokumen-dokumen karya tokoh yang bersangkutan maupun
tulisan-tulisan mengenai tokoh tersebut yang ditulis penulis lain.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif, maka secara historis
penelitian ini merupakan penelitiian kualitaif, yaitu penelitian yang tidak
mengadakan perhitungan data secara kuantitatif.14
Rober J.Bogdan dan Steven J Tylor menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif., berupa kata-
kata atau lisan dari oaring-orang dan perilaku ang teramati. Pendekatan ini
melihat keseluruha latar belakang subyek penelitian secara holistik
(menyeluruh). Dengan pendekatan ini diharapkan data yang diperoleh adalah
data deskriptif, yaitu tentang konsep kesetaraan gender perspektif R.A. Kartini
dengan pendidikan Islam.
3. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunkan dalam penulisan karya ilmiah
(skripsi) ini:
13 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990) hlm. 322 14 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung :Remaja Rosda Karya, 1990)
hlm. 2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya.
Dalam hal ini penelitian memperoleh data denan cara mlakukan
pengamatan, pembacaan, pengkajian, pencatatan serta penganalisisan
terhadap teks-teks, dokumen-dokumen, buku majalah yang membahas
tentang kesetaraan gender perspektif R.A. kartini dan tentang asas
demokrasi dalam pendidikan Islam.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data penunjang dari data primer.15 Data ini
peneliti peroleh dari dokumen-dokumen, buku-buku, karya ilmiah, jurnal,
surat kabar, an lain sebagainya, yang ada hubungan dan relevansinya dengan
penulisan karya ilmiah (kripsi) ini:
4. Sumber Data
Penelitian ini terdiri dari dua vaiabel, yaitu konsep kesetaraan gender
menurut R.A. Kartini, Konsep kesetaraan dalam pendidikan Islam. Sesuai
dengan konsepsi awal. Variabel adalah apa yang menjadi titik perhatian dalam
sebuah penelitian.
Maka yang menjadi titik perhatian penulis dalam penelitian ini adalah
konsep kesetaraan gender perspektif R.A. Kartini, konep kesetaraan dalam
pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam.
15 Ibid, hlm 9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
Adapun sumber data primer yang dijadikan acuan dan landasan teori
antara lain:
1). Dr. Nasaruddin umar, M.A, Argumen Kesetaraan gender Perspektif Al-
Qur’an
2). R.A. Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, yang diterjemahkan oleh
Ajmin pane
3). Dr. Imam Tolkhah, Ahmad Barizi, M.A. Membuka jendela pendidikan
4). Dadang S. Ansori, dkk, Membincangkan feminisme
5). Ikwan Fauzi, Lc, Perempuan dan kekuasaan
6). Anshor Ali Enginer, Perempuan dalam Syari’ah, perspektif feminis dalam
penafsiran Islam
Adapun sumber data sekunder yang mendukung landasan teori antara
lain:
1) Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam
2) Hafifah A. Jawad, Perlawanan Wanita : Pendekatan Otentik Religius
3) Nur Cholis Majdid, Islam Doktrin dan Peradaban
4) Indreaswati Dyah Saptaningrum, Perempuan dan Tubuh Pantastik
5) Ihromi, T.O, Kajian Wanita Dalam Pembangunan
6) Ali al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam
7) Abdullah, Irwan, Sangkan Paran Gender
8) Alimi Yasir, Jenis Kelamin Tuhan
9) Budiman Arif, Pembagian Kerja Secara Seksual
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
10) Fakih Mansur, Analisis Gender Dan Transportasi Seksual
11) Suryadi, Ace, Kesetaraan Gender
5. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research),
maka penggalian diambil dari buku-buku ilmiah, majalah, jurnal, surat kabar
yang ada kaitannya dnan tokoh ang diketengahkan dengan cara menelaah dan
menganalisa sumber-sumber data yang ada. Kemudian dari telaah dan analisis
sumber-sumber itu hasilnya dicatat dan dikualifikasikan menurut kerangka
yang sudah ditentukan, hal inilah yang membedakan dengan penelitian
lapangan (fiedol research) yang mana data pokok diambil dari lapangan yang
biasanya berupa angket yang diisi responden, interview individu, observasi
serta dokumentasi.
Karena penelitian ini seluruhnya berdsarkan atas kajian pustaka atau
studi literer, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research), jadi penelitian ini secara khusus bertujuan
untuk mengumpulkan data atau informasi dengan bantuan bermacam-macam
material yang tercapai diruang perpustakaan.16
6. Metode Analisis Data
Data-data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dianalisis dengan
teknik kualitatif, menurut beberapa tahapan sebagai berikut:
16 Mardalis, Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).
hlm 28
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
a. Pengelolaan data dengan cara editing, yaitu dengan memeriksa kembali
data-data yang sudah dikumpulkan.
b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematisasikan data-data
yang diperoleh kedalam kerangka paparan yang telah direncanakan.
c. Penemuan hasil, yaitu dengan melakukan analisis lanjutan secara kualitatif
terhadap hasil pengorganisasian data dengan cara menggunakan kaidah-
kaidah, teori-teori serta dail-dalil untuk memperoleh kesimpulan, atau
dengan istilah lain merupaan cara berpikir deduktif. Sedangkan metode
dalam pembahasan menggunkan metode sebagai berikut:
1). Metode deskriptif, yaitu bertujuan menggambarkan faktor secara
sistematis, faktual dan cermat dengan kata lain bertujuan untuk
menguraikan secara teratur seluruh konsepsi tokoh.17
2). Metode verifikasi, yaitu bertujan untuk menguji kebenaran suatu
penelitian, apakah data-data yang ada saling berhubungan dan saling
menguatkan.
Adapun untuk keperluan analisis data digunaan berbagai metode
analisa data sebagai berikut:
1. Metode Deduksi
Yaitu proses berpikir yang bergerak dari pertanyaan-pertanyaan yang
umum ke pertanyaan-pertanyaan yang khusus dengan penerapan logika.18
17Anton Bakker A. Choris Zubair, Metodologi Penelitian filsafat, (Yogyakarta : Kanisius,
2000). hlm 65
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Dalam kaitannya dipembahasan ini, metode deduksi digunakan untuk
memperoleh gambaran detailnya tentang konsep kesetaraan gender perspektif
R.A. Kartini dalam pendidikan Islam.
2. Metode Induksi
Yaitu proses berpikir yang berangkat dari yang khusus, peristiwa yang
konkrit, kemudian dari data itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat
umum.19
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, metode ini digunakan untuk
memperoleh gambaran yang utuh terhadap konsep kesetaraan gender
perspektif R.A. Kartini dan kaitanya dengan kesetaraan dalam pendidikan
Islam.
3. Metode Komparasi
Yaitu metode dengan cara menggunakan logika perbandingan, teori
dengan teori dan untuk mendapatkan keragaman teori yang masing-masing
mempunyai pengertian tentang konsep kesetaraan gender dan kaitannya
dengan pendidikan Islam.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan daam karya ilmiah (skripsi) ini, penulis bagi menjadi
lima bab, yang kerangka pembahasannya adalah sebagai berikut:
18 Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sisitem dan Metode, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994)
hlm. 126 19 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1996) hlm. 41
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
Bab I: Pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan tentang substansi dan
esensi global dari seluruh materi, yang mana pembahasan materi yang ada dalam
karya ilmiah (skripsi) ini mewakili secara global pada bab-bab yang lainnya, yang
pada ini membahas tentang “Konsep Kesetaraan Gender perspektif R.A. Kartini
dalam Pendidikan Islam”. Dalam penulisan karya ilmiah (skripsi) ini merupakan
satu kesatuan yang saling melengkapi sehingga saling berhubungan antara bab
yang satu dengan bab yang lainya.
Bahasan pada bab ini adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, definisi operasional, alasan memilih judul, kontribusi atau kegunaan
penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II: Riwayat Hidup R.A. Kartini, pada bab ini akan membahas tentang
biografi R.A.Kartini mulai dari latar belakang keluarganya, asal usul
pendidikannya, sahabat-sahabat R.A. Kartini dan buku-buku bacaan R.A.Kartini.
Bab III: Pendidikan R.A.Kartini dan Usaha-usahanya, dalam bab ini akan
membahas masalah pendidikan yang dialami R.A.Kartini, keadaan wanita pada
masa R.A.Kartini dan usaha-usaha R.A. Kartini di bidang pendidikan.
Bab IV: Konsep Kesetaraan Gender Perspektif R.A. Kartini dalam Pendidikan
Islam, dalam bab ini akan membahas tentang kesetaraan gender, dasar-dasar
pemikiran R.A.Kartini pada emansipasi wanita dibidang pendidikan terutama
pendidikan Islam, prinsip-prinsip demokratisasi pendidikan Islam, implementasi
dalam pendidikan sekarang, serta akan dieksplor dan dianalisis berdasarkan hasil
pengamatan dari beberapa teks-teks, buku-buku, dan dokumen-dokumen tentang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
bagaimana konsep kesetaraan gender perspektif R.A.Kartini dalam pendidikan
Islam.
Bab V: Penutup, Berisi penutup yang menguraikan kesimpulan dan saran-
saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
BAB II
RIWAYAT HIDUP R.A. KARTINI
A. Asal-Usul Kehidupan R.A. Kartini
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priayi atas kelas
bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat Bupati Jepara. Beliau putri R.M.
Sosroningrat dari istri pertama tetapi bukan istri utama. Kala itu poligami adalah
suatu hal yang biasa.
Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya R.M.A.A. Sosroningrat
pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah
putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono seoran guru agama di
Teluwakur, Jepara. Peraturan kolonial pada waktu itu mengharuskan seorang
Bupati beristerikan seorang bangsawan, karena M.A. Ngasirah bukanlah
bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan
(moerjam) keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah
Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung
R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.1
Kartini lahir pada tanggal 28 Rabiulakhir tahun Jawa 1808 (21 April 1879) di
Mayong, afleding, Jepara, kemudian sekolah Belanda di Jepara, tempat
kedudukan bapaknya menjadi Bupati. Dimasa sekolah itu Kartini merasa
bebas.Waktu sudah berumur dua belas tahun, tiba-tiba dipaksa ditutup (dipingit) .
1 R.A. Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, (Jakarta :Balai Pusaka.1992) hlm. 4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Orang tua Kartini memiliki adat memingit dengan teguh, meskipun dalam hal-hal
lain sudah maju, bahkan sebenarnya keluarga yang termaju di pulau Jawa. Empat
tahun lamanya kartini tidak diizinkan keluar rumah , ketika sudah berumur 16
tahun (pada tahun 1895) ia dibolehkan melihat dunia luar lagi.2
Kartini seorang anak yang suka belajar, dan dia tahu masih banyak
pengetahuannya yang dapat dipelajari, dia tiada hendak kurang dari kawan-
kawannya anak gadis Eropa dan saudara-saudaranya yang menjadi murid H.B.S..
Dipohonkannya kepada Bapaknya dengan sangatnya supaya boleh juga terus
belajar, seperti kawan-kawannya dan saudaranya, tetapi dengan pendek saja diberi
bapaknya jawaban tidak.
Kartini anak yang kelima. Yang sulung adalah R.M. Sosroningrat,
dibawahnya pangeran A. Sosrobusono yang menjadi Bupati di Ngawi, sesudah itu
Raden Ayu Tjokroadisosro, dan Drs. R.M. Sosrokartono. Adik-adik kartini ialah
R.A. Rukmini yang kemudian menjadi R.A. Santoso (kudus), R.A. Kardinah yang
kemudian menjadi R.A. Reksonagoro Bupati Tegal, R.A. Kartinah (menjadi R.A.
Dirdjoprawiro), R.M. Sosromulyono, R.A. Sumantri (menjadi R.A.
Sosrohadikusumo). Dan R.M. Sosrorawito.3
Kartini adalah anak ke 5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua
saudara sekandung Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah
keturunan dari keluarga yang cerdas. Kakeknya Pangeran Ario Tjondronegoro IV,
2 Ibid.hlm.5 3 http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=550
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
diangkat menjadi Bupati dalam usia 25 tahun, kakak Kartini Sosrokartono adalah
seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Sampai usia 12 tahun Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese
Lagere School). Disini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda, tetapi setelah
usia 12 tahun ia harus tinggal di rumah karena sudah biasa dipingit.4
Karena Kartini bisa bahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri
dan menulis surat kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari
Belanda salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari
buku-buku Koran dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir
perempuan Eropa. Timbul kemauan untuk memajukan perempuan pribumi,
dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang
rendah. Kartni banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang
diasuh Pieter Broos Hooft, ia juga menerima Leestrommel (paket majalah yang
diedarkan toko buku kepada langganan). Diantaranya terdapat majalah
kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita
Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun beberapa kali mengirimkan tulisannya
dan dimuat di Hollandsche Lelie. Perhatiannya bukan hanya semata-mata soal
emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan
wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai
bagian dari gerakan yang lebih luas. Diantara buku yang dibaca sebelum berumur
20 tahun, terdapat judul Max Havelaar dan surat-surat cinta karya Multatuli yang
4 http://wikipedia.Org/wiki/ Kartini
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (kekuatan
gaib) karya Louis Coperus, kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi,
karya Augusta De Witt yang sedang-sedang saja, Roman Feminis karya Nyonya
Goekoop de-jong Van Beek dan sebuah roman anti perang karangan Berta Van
Stuttner, Sie Waffen Nieser (letakkan senjata) semuanya berbahasa Belanda5.
Oleh orang tuanya Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, Raden
Adipati Joyoningrat yang sudah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal
12 November 1903. Kartini diberikan kebebasan mendirikan sekolah wanita
disebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang yang kini
digunakan sebagai gedung Pramuka.
Anak pertama sekaligus terakhir R.M. Soesilat, lahir pada tanggal 13
sertember 1904, pada tanggal 8 Nopember 1903 R.A. Kartini Menikah, beberapa
hari kemudian tanggal 17 Sertember 1904 Kartini meninggal pada usia 25 tahun.
Kartini dimakamkan di desa Bulu, Rembang. Berkat kegigihannya Kartini
kemudian didirikan sekolah wanita oleh yayasan Kartini di Semarang pada 1912,
kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun Cirebon dan daerah
lainnya, nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartni ini
didirikan oleh keluarga Van Deventer seorang tokoh politik etis.
R.A Kartini cucu pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak yang terkenal
suka akan kemajuan. Beliaulah Bupati yang pertama-tama yang mendidik anak-
anaknya,laki-laki maupum perempuan dengan pelajaran barat.
5 http://wikipedia.Org/wiki/Kartini
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
Dalam tahun 1846 belum ada pikiran memberikan pendidikan kepada orang
Bumiputera, bahkan sekolah bagi orang Eropa masih banyak celanya. Tetapi
beliau sudah dapat meremalkan apa yang perlu di waktu yang akan datang.
Supaya anak-anaknya mendapat pelajaran Barat, maka mendatangkan seorang
guru dari negeri Belanda, semata-mata bagi anak-anaknya.
Celaan Bupati-bupati yang lain tidak dipedulikannya. Beberapa tahun sebelum meninggal, katanya, anak-anakku, jika tidak mendapat pelajaran engkau tiada akan mendapat kesenangan, turunan kita akan mundur, ingatlah”. Dan anak-anak itu membenarkan perkataan beliau itu. Pada tahun 1902 di seluruh pulau Jawa dan Madura hanya empat orang
Bupati, yang pandai menulis dan bisa bercakap-cakap dalam bahasa Belanda,
ialah Bupati Serang (P.A.A.Achmad Djajadiningrat), Bupati Ngawi (R.M.
Tumenggung Kusumo Utoyo), Bupati Demak (Pangeran Ario hadiningrat, paman
R.A. Kartini), dan bupati Jepara (bapak R.A. katini R.M. Adipati Ario
Sosroningrat). Di Cirebon ada beberapa Bupati yang mendapat didikan,
selebihnya pada masa itu masih kolot.dari situ kelihatan betapa majunya keluarga
R.A. Kartini. Pamannya itu bukan sekali dua kali menjadi anggota commissi yang
didirikan pemerintah untuk menyelidiki sesuatu perkara, dalam permulaan abad
ini didirikan perhimpunan Bupati. Maka yang menjadi ketua yang pertama-tama
Pangeran Ario Hadiningrat.
Beliau itulah pula yang mula-mula pandai menguraikan pikiannya dan
pendapatnya secara orang Barat, ialah pikiran dan pendapatnya tentang keadaan
dalam masyarakat orang Jawa. Dan tentang apa yang harus dijalankan akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
memperbaiki keadaan itu. Dalam tahun 1871 beliau dipekerjakan pada
departemen B.B. kemudian diwajibkan membuat nota tentang apa-apa sebabnya
amtenar Bumiputera berkurang disegani orang dan tentang apa-apa yang
hendaknya dijalankan supaya mereka itu naik derajatnya.
Dari yang tersebut diatas teranglah, bahwa nenek R.A. Kartini adalah seorang
yang suka maju, yang tidak memperdulikan celaan orang , terus saja melakukan
apa yan baik dalam pikiranya. Beliau seorang perintis jalan. Sepeninggal beliau
juga masih disebut-sebut orang namanya dengan hormatnya. Turunan
Tjondronegoro terkenal keluarga yang suka maju. Anak-anaknya semuanya
menerima warisan bapaknya ialah sipat suka maju, karena itu diberikanlah anak-
anaknya pendidikan seperti apa yang ia dapat. Saudara R.A. Kartini banyak yang
lulusan H.B.S, sekolah yang tinggi yang ada di negeri kita ini pada waktu dahulu,
dan seoarang saudaranya di negeri Belanda, Belajar.
Dalam suratnya tanggal 29 Nopember 1901 kata Kartini kepada Nyonya Abendanon: Kartini dan saudaranya laki-laki maupun perempuan, dididik bapaknya menjadi orang yang berpikiran. Ikhtiar itulah jasa yang menyebakan bapak banyak disegani dan disayangi orang. Presiden Soekarno mengelurkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
108 tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapan Kartini sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini tanggal 21 April
untuk diperingati setiap tahan sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai
Hari Kartini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
B. Sahabat-Sahabat Dekat R.A. Kartini
1. J.H. Abendanon
J.H. Abendanon datang ke Hindia Belanda pada than 1900, ia
ditugaskan oleh Nederland untuk melaksanakan politik etis. Tugasnya adalah
sebagai direktur depertemen pendidikan, agama dan kerajinan. Untuk memulai
tugasnya Abendanon banyak meminta nasihat dari teman sehaluan politiknya
Snouk Hurgronye seorang orientalis yang terkenal sebagai arsitek perancang
kemenangna Hindia Belanda dalam perang Aceh. Hurgronye mempuyai
konsepsi yang disebut politik Asosiasi yaitu suatu usaha agar generasi muda
Islam mengidentifikasikan dirinya dengan barat. Hurgronye Menyaran
Abendanon untuk mendekati Kartini, dan untuk tujuan itulah Abendanon
menjalin hubungan baik dengan Kartini. Abendanon yang paling gigih
menghalangi Kartini untuk belajar ke Nederland, ia tidak ingin Kartini lebih
maju lagi. E.E. Abendanon (Ny.Abendanon) ia adalah pendamping setia
suaminya dalam menjalankan tugasnya mendekati Kartini. Sampai menjelang
hayatnya Kartini masih menjalin hubungan korespondensi dengannya.
2. Dr. Adriani
Keluarga Abendanon pernah mengundang keluarga Kartni ke Batavia.
Di Batava Inilah Ny. Abendanon memperkenalkan Kartini dengan Dr. Adriani,
ia seorang ahli bahasa dan pendeta yang bertugas menyebarkan Kristen di
Toraja, Sulawesi Selatan. Dr. Adriani berada di Batavia dalam rangka
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
perlawatannya keliling Jawa dan Sumatera. Untuk selanjutnya Dr. Adriani
menjadi teman korespondensi Kartini yang intim.
3. Annie Glasser
Ia adalah seorang guru yang memiliki beberapa akta pengajaran
bahasa, ia mengajarkan bahasa perancis secara privat kepada Kartini tanpa
memungut bayaran. Glasser diminta oleh Abendanon ke kabupaten Jepara
untuk mengamati dan mengikuti perkembangan pemikiran Kartini. Tidak
mengherankan jika Abendanon kelak dapat mematahkan rencana Kartini untuk
berangkat belajar ke Nederland, dengan menggunakan diplomatis psikologis
tingkat tinggi, hal ini sangat mudah dilakukan oleh Abendanon karena ia
menempatkan Annie Glasser sebagai mata-matanya.
4. Stella (Estelle Zeehandelaar)
Sewaktu dalam pingitan (lebih kurang empat tahun), Kartini banyak
menghabiskan waktunya untuk membaca. Kartini tidak puas hanya mengikuti
perkembangan pergerakan wanita di Eropa melalui buku dan majalah saja
beliau ingin mengetahui keadaan yang sesungguhnya. untuk itulah kemudian
beliau memasang iklan di sebuah majalah yang terbit di Belanda “Hollansche
Lelie”. Melalui iklan itu Kartini menawarkan diri sebagai sahabat pena untuk
wanita Eropa. Dengan segera iklan Kartini tersebut disambut oleh Stella
seorang wanita yahudi Belanda. Stella adalah anggota militan pergerakan
feminis di negara Belanda saat itu ia bersahabat dengan tokoh sosialis Ir. Van
Koll wakil ketua SDAQ (partai sosialis Belanda) di Twede Kamer (parlemen).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
5. Ir. Van Kol
Van Kol pernah tinggal di Hindia Balanda selama 16 tahun, selain
sebagai seorang insinyur, ia juga seorang ahli dalam masalah colonial, Stella
lah yang selalu memberi informasi tentang Kartini kepadanya, sampai pada
akhirnya ia berkesempatan datang ke Jepara dan berkenalan langsung dengan
Kartini. Van Kol mendukung dan memperjuangkan kepergian Kartini ke negeri
atas biaya pemerintah Belanda. Van Kol berharap dapat menjadikan Kartini
sebagai saksi hidup kebobrokan pemerintah kolonial Hindia Belanda, semua ini
untuk memenuhi ambisinya dalam memenangkan partainya (sosialis) di
parlemen.
6. Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)
Ia adalah seorang penulis yang memiliki pendirian humanis dan
progresif. Dialah orang yang paling berperan dalam mendangkalkan akidah
Kartini. Pada awalnya ia bermaksud mengkristenkan Kartini, dengan
kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari
ketidakpedulian terhadap agama, setelah perkenalannya dengan Ny. Van Kol
Kartini mulai peduli dengan agamanya yaitu agama Islam.
Sekarang kami merasakan badan kami lebih kokoh, segala sesuatu
tampak lain sekarang. Sudah lama cahaya itu tumbuh dalam hati sanubari kami,
kami belum tahu waktu itu, dan Ny. Van Kol yang menyibak tabir yang
tergantung dihadapan kami, kami sangat berterima kasih kepadanya. (surat
Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 12 Juni 1902).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Setelah Kartini kembali menaruh perhatian pada masalah-masalah
agama, mulailah Nellie Van Kol melancarkan misi kristennya. Ny. Van Kol
banyak menceritakan kepada kami tentang Yesus yang tuan muliakan itu,
tentang rasul-rasul Petrus dan Paulus. (surat Kartini kepada Dr. Adriani, 5 juli
1902).6
7. Nyonya M.C.E. Ovink Soer
Ialah Nyonya asisten resident Jepara yang kemudian digantikan oleh
tuan Gongrijp. Dari situ isi surat-surat kepada Nyonya itu diketahuilah betapa
karibnya R.A. Kartini dengan dia sampai disebutnya ibu.
8. Tuan Prof.Dr G.K. Anton dan Nyonya di Jena (Jerman)
pernah mengunjungi pulau jawa dan singgah di Jepara. Kenalan yang
lain adalah Nyonya H.G. de Booij- Boissevain.
9. Tuan E.C. Abendanon
Anak Mr. Abendanon yang disebut Kartini Abang.
C. Buku-Buku Bacaan R.A. Kartini
R.A. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang
diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima Leestrommel (paket majalah yang
diedarkan toko buku kepada langganan). Diantaranya terdapat majalah
kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita
Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun beberapa kali mengirimkan tulisannya
6 http://swaramuslim.net/ more.php?id=1773-0-1-0-M 34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Diantara buku yang dibaca R.A. Kartini
diantaranya terdapat judul Max Havelaar dan surat-surat cinta karya Multatuli,
yang pada Nopember 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht
(kekuatan gaib) karya Louis Coperus, Kemudian karya Van Eeden yang bermutu
tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman feminis karya
Nyonya Goekoop de Jong Van Beek dan sebuah roman anti perang karangan
Berta Von Suttner, Sie Waffen Nieder (letakkan senjata) semua berbahasa
Belanda.
Buku-buku bacaan yang dibaca R.A. Kartini ini memang tidak seberapa jika
dibandingkan dengan masa sekarang, namun jika buku-buku bacaan itu muncul di
masa R.A. Kartini maka itu hal yang luar biasa dan mengagumkan, karena di
masa R.A. Kartini itu sulit dan jarang sekali didapatkan buku-buku sepeti itu,
yang ada hanya surat menyurat. Jadi R.A. Kartini termasuk perempuan yang
cerdas, kreatif, yang selalu ingin berpikir maju pada zamannya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
BAB III
PENDIDIKAN R.A. KARTINI DAN USAHA-USAHANYA
A. Pendidikan yang dialami R.A. Kartini
Kartini kecil sudah diberikan pendidikan yang berwawasan masa depan,
kesehariannya dipadati dengan berbagai kegiatan pendidikan, sepeti pagi ia harus
masuk sekolah dan sorenya ia harus belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu keagamaan
lainnya. Tradisi demikian merupakan warisan kakeknya Tjondronegoro IV,
seorang Bupati Demak, yang senantiasa memecuti anak-anaknya supaya
memperoleh pendidikan sehingga ayah Kartini pun pernah bersekolah di
Europese Lagere School, sebuah sekolah khusus untuk orang Belanda dan anak
pribumi yang diberikan kesempatan belajar disana. Kakek Kartini merupakan
seorang penggagas gerakan pendidikan dibidang pendidikan, terbukti dengan
mendatangkan guru privat dari luar negeri Belanda untuk mengajar putra-
putrinya. Sebagaimana dilukiskan Kartini dalam suratnya kepada Stella bahwa
kakeknya adalah salah seorang pembuka pintu masuk peradaban Barat, Belanda
ke Indonesia.1
R.A. Kartini harus kecewa dengan menerima kenyataan bahwa usia 12 tahun
ia harus meninggalkan bangku sekolah dan memasuki masa-masa pingitan kearah
pelamaran atau pernikahan. Ayahnya yang cukup berpendidikan tinggi dan maju
1 Imam Tholkhah, dkk, Mambuka Jendela pendidikan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
2004)hlm.30
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
tidak kuasa melepaskan diri dari budaya Jawa yang mengharuskan orang tua
untuk memingit putrinya di rumah pada usia demikian. Sebagaimana rasa kecewa
itu diluapkan dalam suratnya kepada Nyonya JH. Abendanon, sahabat karibnya
asal Belanda, demikian:
"Gadis itu kini berusia 12 tahun, waktu telah tiba baginya untuk mengucapkam selamat tinggal pada masa kanak-kanak. Dan meninggalkan bangku sekolah, tempat dimana ia ingin terus tinggal. Meninggalkan sahabat-sahabat Eropanya, di tengah mana ia selalu ingin terus berada. …..Ia tahu, sangat tahu bahkan, pintu sekolah yang memberinya kesenangan yang tak berkeputusan telah tertutup baginya. Berpisah dengan gurunya yang telah mengucap kata perpisahan yang begitu manis. Berpisah dengan teman-teman yang menjabat tangannya erat-erat dengan air mata berlinangan. Dengan menangis-nangis ia memohon kepada ayahnya agar diizinkan untuk turut bersama abang-abangnya meneruskan sekolah ke HBS di Semarang. Ia berjanji akan belajar sekuat tenaga agar tidak mengecewakan orang tuannya, ia berlutut dan menetap wajah ayahnya. Dengan berdebar-debar ia menanti jawab ayahnya yang kemudian dengan penuh kasih sayang membelai rambutnya yang hitam . “ Tidak” jawab ayahnya lirih dan tegas. Ia terperanjat. Ia tahu apa arti “tidak” dari ayahnya. Ia berlari, Ia sembunyi di kolong tempat tidur, ia hanya ingin sendiri dengan kesedihannya. Dan menangis tak berkeputusan. Telah berlalu! semuanya telah berlalu! Pintu sekolah telah tertutup dibelakangnya dan rumah ayah menerimanya dengan penuh kasih sayang. Tetapi begitu tebal dan tinggi tembok yang mengelilinginya “ (Haryati Soedibyo, 1990 :35). “Telah berlalu! Semua telah berlalu ! pintu sekolah telah tertutup dibelakangnya dan rumah ayah menerimanya dengan penuh kasih sayang. Tetapi begitu tebal dan tinggi tembok yang mengelilinginya” (Haryati Soedibyo, 1990: 35). “Telah berlalu! Semua telah berlalu! pintu sekolah telah tertutup dibelakangnya dan rumah ayah menerimanya dengan penuh kasih sayang. Tetapi begitu tebal dan tinggi tembok yang mengelilinginya” (Haryati Soedibyo, 1990: 35).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
Kegelisahan R.A. Kartini diatas menggambarkan kegelisahan seorang gadis
kecil yang cerdas, kritis, dan berwawasan masa depan. Dalam usia yang relatif
muda, Kartini kecil sudah pasih berbahasa, berdialog, dan menulis banyak hal
dengan bahasa Belanda kepada sahabat-sahabatnya. Sekalipun berada dibawah
pingitan budaya Jawa, arena kecerdasan dan kekritisan yang dimiliki Kartini tetap
diperkenankan bergaul dan bermain dengan gadis-gadis Belanda. Dari sana ia
banyak memperoleh pengalaman dan belajar banyak hal yang menjadikan
pemikiran Kartini semakin tajam, kepribadiannya semakin kokoh dan
pandangannya ke depan melampaui batas usianya.
Sampai usia 12 tahun Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese
Lagere School) sambil belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia
harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Setelah itu ia belajar secara
otodidik dari buku-buku, koran, dan majalah yang sekarang lebih populer dengan
sebutan “Home Schooling”, selain itu ia surat-menyurat ia lakukan dengan
banyak orang. Berkat iklannya disebuah terbitan berkala di Belanda, “Hollandche
lelie”, Kartini mendapat sambutan luar biasa untuk berkorespondensi dengan para
intelektual, pejabat pemerintah Belanda, anggota parlemen Belanda dan lain-lain2.
Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik, orang baik-baik itu meniru perbuata orang yang lebih tinggi lagi, dan mereka meniru yang tinggi pula ialah orang Eropa. (surat Kartini kepada Stella, 25 Mei 1899).
2 http://swaramuslim.net/more.php?id=1773-0-1-0-M34)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
Diskriminasi yang dilakukan penjajah Belanda terhadap Bumiputera, telah menjatuhkan moral mereka. Kartini meskipun berasal dari kaum ningrat, tapi pendidikan Barat yang dikenyamnya telah mengajarkan kepadanya bahwa Timur itu rendah dan Barat mulia. Kartini bukannya tidak menyadari indoktrinasi ini, tetapi kenyataan yang dilihatnya belum dapat dibantah. Dalam dunia pendidikan misalnya, Kartini melihat perbedaan yang menyolok, antara apa yang dimiliki oleh Belanda dengan apa yang baru dicapai oleh Bumiputera. Bolehlah, negeri Belanda merasa bahagia, memiliki tenaga-tenaga ahli, yang amat bersungguh-sungguh memberikan seluruh akal dan pikiran dalam bidang pendidikan dan pengajar remaja-remaja Belanda. Dalam hal ini anak-anak Belanda lebih beruntung dari pada anak-anak Jawa, yang telah memiliki buku selain buku pelajaran sekolah. (surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 20 Agustus 1902). Dari sini nampak bahwa Karini menyadari pentingnya peranan buku dalam
mencerdaskan anak manusia. Kalau masa kini, kebudayaan membaca terkalahkan
oleh kebudayaan video.
Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkanku lebih baik untuk tugas besar yang telah kupilih. (surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900). Agar setarap dengan Barat, Kartini merasa perlu untuk mengejar ilmu ke Barat. Barat adalah kiblat Kartini setelah melepaskan diri dari kungkungan adat. Pergilah ke Eropa. Itulah cita-citaku sampai nafasku yang terakhir. (surat Kartini kepada Stella, 12 januari 1900). Kartini muda juga belajar Islam dari seorang guru ngaji, Kartini belajar
bagaimana membaca dan menghapal Al-Qur’an dan cara melakukan Shalat selain
itu juga diajarkan terjemahan Al-Qur’an oleh seorang Kyai Haji Muhammad
Sholeh bin Umar atau lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sholeh Darat.
Episode akhir hidupnya R.A. Kartini adalah akhir yang penuh hidayah. Secara
tersirat beliau mengajak wanita Indonesia (khususnya wanita Jawa pada waktu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
itu) untuk belajar Al-Qur’an baik cara membacanya, menghapalkannya, mengerti
isinya, dan mengamalkannya.
“Kyai perkenankanlah saya menanyakan bagaimana hukumnya apabila seseorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya? pertanyaan ini diajukan R.A. Kartini kepada Kyai Sholeh Darat. Kyai balik bertanya "Mengapa Raden Adjeng bertanya demikian?“Kyai selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dari surat pertama (Al-Fatihah), dan induk Al-Qur’an yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Qur’an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi Manusia? Pada waktu itu penjajah Belanda memang memperbolehkan orang
mempelajari Al-Qur’an asal jangan diterjemahkan. Tergugah dengan kritik itu
Kyai Sholeh Darat kemudian menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa dan
menuliskannya dalam sebuah buku yang berjudul Faidhir Rahman Fit Tafsiril
Qur’an jilid pertama terdiri dari 13 juz mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat
Ibrahim. Buku ini dihadiahkan kepada R.A. Kartini. Namun dari informasi illahi
yang terbatas ini cukup sudah membuka pikiran Kartini tentang Islam dan ajaran-
ajarannya. Salah satu hal yang memberikan kesan mendalam pada beliau adalah
ketika membaca Tafsir suarat Al-Baqarah. Dari situlah tercetus kata-kata Kartini
dala bahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht, ungkapan itu sebenarnya
terjemahan bahasa Belanda dari petikan firman Allah SWT yaitu Minaz
Dzulumaati IlanNuur yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 257. Oleh
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Armijn Pane ungkapan itu diterjemahkan kedalam bahasa melayu atau Indonesia
sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang.3
B. Keadaan Wanita di masa R.A. Kartini
Pada Zaman R.A. Kartini budaya Jawa memposisikan perempuan sebagai
obyek seksual dan media reproduksi yang pada sebagian perempuan Jawa
menjadi penjara dan pemasungan atas nama agama, sebagaimana dikatakan R.A.
Kartini dalam suratnya kepasa Nyonya Van Kol, demikian:
“Salah-satunya jalan bagi gadis Jawa, terutama bagi kalangan ningrat adalah perkawinan. Tetapi apa yang terjadi dengan perkawinan yang mula-mula oleh Tuhan ditentukan sebagai tujuan tertinggi bagi wanita? perkawian yang semestinya merupakan panggilan suci telah menjadi semacam jembatan. Jembatan yang harus dikerjakan dengan syarat-ayarat yang merendahkan dan mencemarkan bagi wanita-wanita kita, atas perintah bapak atau paman atau kakaknya, seorang gadis harus siap untuk mengikuti seorang laki-laki yang tak pernah dikenalnya, yang tidak jarang telah mempunyai istri dan anak-anak. Pendapatnya tidak ditanya, ia harus menurut saja”. Semboyan Swargo Nunut Neroko Katut, begitu kental pada budaya Jawa di
zaman R.A. Kartini, kemana laki-laki mangarahkan pandangan, kesitu perempuan
ikut tanpa ada hak untuk menolak. Prempuan Jawa laksana sandal jepit. Kapan
dan dimana saja laki-laki mau memakai dan bisa melepasnya sekehendak dirinya.
Suara perempuan tak perlu didengarkan apalagi diperhatikan, semua yang
menentukan adalah laki-laki.
Dengan pendek dapat dikatakan, bahwa dizaman R.A. Kartini masyarakat
disekelilingnya sudah mulai tergoyang dari akarnya, yang tumbuh didalam tanah
3 http://prabu.telkom.us/2007/05/09/menelusuri-jejak-kartini/
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
adap istiadat dan agama. Demikian pulalah orang muda si zaman itu, karena
orang tiada dapat dipisahkan dari masyarakatnya.
Adat istiadat pada waktu itu tiada membolehkan perempuan berpelajaran dan
tidak boleh bekerja diluar rumah, menduduki jabatan didalam masyarakat.
Perempuan itu haruslah takluk semata-mata, tiada boleh mempuai kemauan.
Perempuan itu hendaklah bersedia-sedia untuk dikawinkan dengan pilihan orang
tuanya. Perkawinan, Cuma itulah cita-cita yang boleh diangan-angankan oleh
anak gadis. Cuma itulah pelabuhan yang boleh ditujuanya.
“Selama ini hanya satu jalan terbuka bagi gadis Bumi Putra akan menempuh
hidup, ialah “kawin” (surat kepada Nona Zeehandelaar, 23 Agustus 1900).
Dapatlah kita mengerti bahwa kaum laki-laki lebih mudah menaklukkannya
lagi. Perempuan itu cuma wajib mengurus rumah tangga dan mendidik anak-
anaknya. Anak gadis itu dididik untuk menjadi budak orang laki-laki. Pengajaran
dan kecerdasan dijauhkan dari padanya. Kebebasan tiada padanya, jika sudah
berumur dua belas tahun ditutup di dalam rumah. Dengan ringkas banyak
kewajibannya tetapi haknya tidak suatu juga.
Tetapi apa yang dikatakannya itu hanya sah untuk perempuan dan anak gadis
priyayi saja, karena didalam kalangan rakyat mereka itu lebih bebas, sikap
terhadap anak gadis dan perempuan seperti apa yang kita uraikan, berdahan dan
bercabang menjadi adat beristri banyak, kawin paksa, dan kawin semasih anak-
anak.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Sesuatu adat kebiasaan tiada lepas dari adat kebiasaan yang lain, berpautan
lagi berdasar kepada satu semangat yang menjadi sendi masyarakat itu, karena itu
jika hendak melawani adat perkawinan itu mestilah juga melawani hal-hal yang
lain yang dengan langsung bersangkutan dengan langsung bersangkutan dengan
hal itu dan dengan hal-hal lain, yang seolah-olah tiada hubungannya dengan adat
perkawinan yang hendak dilawani itu.
Sungguh sedih menjadi wanita di zaman R.A.Kartini, dimana ia tidak bisa
bebas duduk di bangku sekolah, dipingit, dinikahkan degan wanita yang tidak
dikenal dan celakanya ia pun harus rela dimadu. R.A. Kartini terpaksa harus
menerima perkawinan poligami. Sekalipun ia dijadikan sebagai istri ”garwa
padmi” oleh sang suami di Rembang, tetapi ia tidak bisa menolak ketika istri lain
dari suaminya untuk hidup serumah dengannya. Kesedihan ini dilukiskan Kartini
dengan ungkapan” Meskipun seribu kali orang mengatakan, istri empat itu bukan
dosa menurut hukum Islam, tetapi aku, tetap selama-lamanya mengatakan dosa.
Segala perbuatan yang menyakitkan sesama, dosalah dimataku”.4
C. Usaha-usaha R.A. Kartini dalam Pendidikan
R.A. Kartini terus berjuang dalam bidang pendidikan untuk memajukan kaum
wanita. Kalau kita membicarakan soal pendidikan, maka mau tidak mau kita
mengenang jasa-jasa R.A. Kartini. Karena setiap tahun kita mesti mengadakan
4 R.A. Kartini dala terj.Armijn Pane, Habis Gelap terbitlah terang, (Jakarta: Balai Pustaka.
1992).hlm. 43
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
peringatan Hari Karini yang jatuh pada tanggal 21 April sambil menyanyikan lagu
“Ibu Kita Kartini”. Untuk sedikit mengenang jasa-jasa beliau, perlu kita ketahui
apa sebenarnya yang dikehendakinya. Persamaan hak bagi wanita dan untuk itu ia
mendambakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak gadis pribumi, karena
pada waktu itu kehidupan anak-anak gadis Bumiputera masih sangat terikat dan
masih dibatasi oleh adat. Dengan diberikan pendidikan maka perempuan akan
lebih cakap menunaikan tugas utamanya sebagai pendidik pertama dari manusia.
Disamping diberi pelajaran membaca, menulis, menghitung dan lain sebagainya,
juga diberi pelajaran keterampilan.
Beliau berkesimpulan, bahwa Tuhan menjadikan laki-laki dan perempuan
sebagai makhluk yang sama, jiwanya sama, hanya bentuknya yang berlainan.
Karena itu kedudukannya juga tidak boleh dibeda-bedakan, itulah cita-cita dan
perjuangan Kartini.
Hasil jerih payah, pengorbanan dan perjuangan Ibu Kartini telah dipetik oleh
kaum wanita Indonesia. Sesudah itu ibu Kartini wafat pada tahun 1904, mulailah
timbul organisasi-organisasi wanita yang bertujuan sama, memberi pendidikan
bagi gadis-gadis pribumi untuk menjadi cerdas. Dimana-mana didirikan sekolah
sekolah-sekolah khusus untuk perempuan dan organisasi wanita.5
Menurut R.A Kartini bahwa pendidikan itu sangat penting. R.A. Kartini
memandang pendidikan sebagai kewajiban yang mulia dan suci, sehingga ia
5 Fauzi Ridjal,dkk. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, (Yogyakarta: PT.Tiara
wacana Yogya.1993)hlm.88
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
pandang suatu kejahatan, jika ia menyerahkan tenaga kepada usaha mendidik itu,
sedangkan beliau sendiri belum mempunyai kecakapan yang penuh. “Haruslah
nyata dahulu apakah saya sanggup menjadi pendidik atau tidak”. Pendirian R.A.
Kartini bahwa pendidikan itu ialah mendidik budi dan jiwa.
Rasa-rasanya kewajiban seorang pendidik belumlah selesai jika ia hanya
mencerdaskan pikiran saja, belumlah boleh dikatakan selesai, dia juga harus
bekerja mendidik budi meskipun tidak ada hukum yang nyata mewajibkan
berbuat demikian.
Acapkali orang berkata bahwa kehalusan budi itu akan datang dengan
sendirinya, jika pikiran sudah cerdas, bahwa oleh pendidikan akal budi itu dengan
sendirinya menjadi baik dan halus. Tetapi R.A. Kartini berpendapat: sungguh
kecewa bahwa tiadalah selamanya benar yang demikian itu, bahwa tahu adat dan
bahasa serta cerdas pikiran belumlah lagi jadi jaminan orang hidup susila ada
mempunyai budi pekerti. Biarpun pikirannya sudah cerdas benar, tiadalah boleh
dipisahkan benar, karena umumnya pendidikannya yang salah, orang telah
banyak, bahkan sudah sangat banyak mengikhtiarkan kecerdasan pikirannya,
tetapi apakah yang telah diperbuat orang akan membentuk budinya?
Dari perempuanlah mula-mula manusia menerima didikannya, anak itu belajar
merasa, dan berpikir, berkata-kata, sampai tumbuh besar. Didikan yang mula-
mula yang diberikan seorang ibu terhadap anaknya, sangat besar pengaruhnya
bagi kehidupan manusia.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Karena itulah R.A. Kartini mengadakan penyediaan tempat pendidikan dan
pengajaran bagi perempuan Bumiputera yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah
dan asrama. Pendidikan ini juga terbuka bagi gadis-gadis lain yang tinggal diluar
asrama. Bahasa utamanya adalah bahasa Belanda, akan tetapi diajarkan pula
bahasa Jawa, bahasa itu harus mendapat perhatian yang paling banyak disamping
bahasa Belanda.
Selain itu juga kepada murid-murid diajarkan pekerjaan tangan kaum wanita,
seperti masak-memasak, membatik, dan menyulam, disamping itu diajarkan ilmu
tentang kesehatan dan kebidanan, ilmu tentang kesehatan dapat diberikan oleh
pengajar khusus yaitu para dokter, akan tetapi mata pelajaran yang berhubungan
dengan kerumah tanggaan haruslah diajarkan oleh tenaga pengajar wanita, yang
dengan sendirinya lebih paham dalam hal-hal itu.
Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya
mendukung keinginannya untuk mengenbangkan ukiran Jepara dan sekolah
perempuan Bumiputera, tetapi juga berharap Kartini dapat menulis sebuah buku.
Suaminya juga turut mendukung mendirikan sekolah wanita. Berkat
kegigihannya, Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang,
Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama
sekolah tersebut adalah “Skolah Kartini”.6
Dengan pendidikan dapat mengubah kehidupan perempuan Bumiputera.
Sekolah Bumiputera di Pati, Kudus, Jepara, Jawa Tengah disediakan untuk anak-
6 http://Islamlib.com/id/index.php?page=article&id=550
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
anak gadis. R.A. Kartini berharap agar semua anak-anak gadis merasakan
pengajaran yang sama, dan memdatangkan rahmat kepada masyarakat
Bumiputera seluruhnya. Pendidikan diyakini Kartini memberikan kemampuan
kepada seseorang untuk berpikir rasional dan obyektif. Wanita yang
berpendidikan akan lebih tepat dalam pengambilan keputuan tentang apa yang
seharusnya mereka kerjakan. Pendidikan yang dengan human capital yang
dihasilkan dapat menentukan jenis dan tingkat pekerjaan mereka.
Namun betapapun, Kartini adalah manusia biasa. Ia mempunyai keterbatasan-
keterbatasan sebagaimana manusia yang lain. Pilihan yang ditetapkan Kartini juga
bukan pilihan mudah. Faktanya, amat sedikit perempuan dengan kesempatan dan
privilege yang sama (ningrat) dengan Kartini berani mengambil langkah seperti
dirinya, memaknai hidup, betapapun kerasnya untuk selalu berjuang. Kartini tak
pernah berharap apa-apa, bahkan mungkin tak menyadari kalau yang ditulisnya
kelak menjadi sangat berarti.
“…Kami hendak memberikan diri kami seluruhnya, kami tidak minta apa pun bagi diri kami, kami hanya ingin agar dikerjakan sesuatu terhadap yang menyedihkan dan kejam, agar dibuat permulaan dari akhirnya”.(surat 21 Desember 1901). Kartini adalah seorang perempuan Jawa yang senantiasa gelisah berada di
dalam kerangkeng budaya patriarkhi kaum priayi. Lewat surat-suratnya Kartini
mencoba mendiskusikan segenap gejolak batin yang lahir dari denyut feminisme
kepada sahabat-sahabatnya di luar negeri, terutama oarang-orang Belanda.
Semangat untuk menghembuskan angin emansipasi dikalangan perempuan Jawa
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
tidak pernah pupus darinya. Melalui dunia pendidikan Kartini menaruh harapan
untuk kemajuan perempuan, untuk merombak kultur patriarkhal yang selama
berabad-abad membelenggu kaum perempuan dimana kaum hawa hanya dibatasi
pada sektor domestik, antara dapur, sumur, dan kasur. Kartini berusaha
menyuntiknya dengan pendidikan.
Perasaan teriris dan miris yang dirasakan Kartini melihat kenyataan hidup
sosial budaya Jawa seperti diatas, menggugah dirinya untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya untuk
menyatukan barisan kearah pembebasan dibidang pendidikan.7
7 Kutipan dari tulisan R.A.Kartini,Himpunan Surat-Surat, habis Gelap Terbitlah Terang, terj.
Armijn Pane, (Jakarta: Balai Pustaka,1972) hlm. 95-97
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB IV
KONSEP KESETARAAN GENDER PERSPEKTIF R.A. KARTINI DAlAM
PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Gender
1. Kajian Teoretis Gender
Kata gender berasal dari bahasa inggris berarti jenis kelamin1.
Dalam Webstr’s New Word Dictionary sebagaimana dikutip Esha,2 gender
diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku, semantara itu dalam khazanah ilmu
sosial, istilah gender diperkenalkan umtuk mengacu pada perbedaan-
perbedaan antara laki-laki dan perempuan tanpa konotasi yang bersifat
biologis. Perbedaan laki-laki dan perempan itu merupakan bentukan sosial,
yakni perbedaan yang tetap muncul meskipun tidak disebabkan oleh
perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin.
Penelusuran pengertian gender ini secara panjang lebar
dijelaskan oleh Umar dalam tulisannya Perspektif Gender dalam Islam3.
1 Ghufron Maba,tt, Kamus Lengkap Inggris Indonesia, ( Surabaya: Terbit Terang) hlm. 121 2 Mudjia Rahardjo, Relung-Relung Bahasa, ( Yogyakarta: Aditya Media.2002) hlm. 137 3 Nasaruddin Umar, Perspektif Gender dalam Islam, dalam makalah jurnal Paramadina (www.paramadina.com).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
sebagai berikut : Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan
bahwa gender sipahami sebagai konsep kultural yang berupaya membuat
perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat baik dalam hal peran, perilaku, mentalitas maupun karakteristik
emosional. Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal sex and gender :
En Introduction menjelaskan gender sebagai harapan-harapan budaya
terhadap laki-laki dan perempuan. T. Wilson dalam sex and gender
mengartikan gender sebagai dasar untuk menentukan pengaruh factor
budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan
perempuan. Showalter mengartiakan gender lebih dari sekedar perbedan
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi social budaya, tetapi
penekanannya sebagai konsep analis sehingga dapat menggunakannya
untuk menjelaskan sesuatu.
Dari beberapa definisi diatas, Umar mengambil kesimpulan
bahwa gender dapat dipahami sebagai suatu konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
pengaruh social budaya, gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa
masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Pendeknya gender adalah jenis kelamin sosial dan bukan jenis kelamin
yang tercipta secara kodrati.
Menurut Macionis mendefinisikan gender sebagai arti penting
yang diberikan masyarakat pada kategori biologis pria dan wanita.
Sedangkan Lasswell mendefinisikan pada pengetahuan dan kesadaran, baik
secara sadar ataupun tidak, bahwa dir seseorang tergolong dalam suatu jenis
kelamin lain4.
Sedangkan Kerstan, gender tidak bersifat biologis melainkan
dikonstruksi secara sosial, dan gender tidak dibawa sejak lahir melainkan
dipelajari melalui sosialisasi, proses sosialisasi yang membentuk persepsi
diri dan aspirasi dalam sosiologi dinamakan sosialisasi gender (gender
socialization).
Istilah yang satu ini memang sering menimbulkan salah paham,
misalkan dalam kamus inggris Indonesia yang ditulis oleh John Echols dan
Hasan Nhadily, Gender didefinisikan sebagai jenis kelamin (sex), secara
singkat gender adalah atribut yang dilekatkan, dikodifikasikan dan
dilembagakan secara social maupun cultural kepada wanita maupun pria5.
4 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hlm. 113 5 Yasir Alami, Jenis Kelamin Tuhan ( Yogyakarta: Yayasan Kajian dan layanan Informasi untuk Kedaulatan Rakyat.2002). hlm.3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Dalam konteks ini, perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dapat dilihat, misalnya laki-laki mempunyai jakun, kumis, bentuk kelamin,
menghasilkan sperma. dan seterusnya. Sedangkan pada perempuan
mempunyai payudara besar, tidak berkumis, tidak berjakun, memproduksi
sel telur dan sebagainya, sedangkan gender lebih banyak beronsentrasi pada
aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non-biologis lainnya.
Lebih lanjut Umar menjelaskan bahwa studi gender lebih
menekankan kepada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas
(feminity) seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekanan
kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh lak-laki
(maleness) dan perempuan (femaleness).
Berkaitan denga penjelasan ini, adalah menarik apa yang
dijelaskan oleh Sumbulah6, bahwa istiah gender mempunyai beberapa
variasi makna, yaitu gender sebagai istilah asing, gender sebagai fenomena
social budaya, gender sebagai suatu kesadaran sosial, gender sebagai
persoalan sosial, dan gender sebagai sudut pandang.
Sebagai istilah asing, gender seringkali dibaca secara keliru
terlebih yang membacanya adalah orang Jawa, gender sebagai hal baru
6 Umi Sumbulah, Studi tentang Sensivitas Gender UIIS Malang, dalam Ulul Albab (jurnal studi Islam, sains dan teknologi STAIN Malang, Vol.3 No.2 : 126
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
memang berasal dari istilah bahasa Inggris dengan makna tertentu. Gender
memang bukan bahasa Jawa dan Indonesia, namun sesungguhnya belum
tentu sebagai istilah asing, fenomenanya tidak ada di sekitar. Gender
biasanya dikaitkan denan pembagian atas dasar jenis kelamin dan
klasifikasi berdasarkan jenis kelamin.
Gender sebagi fenomena sosial budaya diartian bahwa dalam
kehidupan sehari-hari manusia melukuan pembagian kerja antara laki-laki
dan perempuan. Dengan demikian gender bukan sesuatu yang asing, karena
sering kali melakukannya walaupun tanpa disadari. Pembedaan-pembedaan
seperti ini muncul dalam banyak lapangan kehidupan yang sangat
mempengaruhi kehidupan sehari-hari, termasu pembagian ruang public dan
domestik antar laki-laki dan perempuan. Fenomena gender ada dimanapun,
meskipun studi tentang gender pada awalnya ada pada orang-orang barat.
Hal ini perlu dipahami karena ada persoalan ketimpangan antara jenis
kelamin. Sebenarnya bukan perbedaan tersebut yang menjadi persoalan
tetapi implkasi dari adanya pembedaan itu sendiri.
Sebagai kesadaran sosial, gender tidak dimiliki oleh setiap orang
(kali-laki dan perempuan). Oleh karenanya perlu ada kesadaran sosial
mengenai gender bahwa klasifikasi atas dasar Janis kelamin yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
berimplikasi dalam kehidupan sosial tidaklah bersifat given (takdir), tetapi
bersifat sosiokultural, jika da sesuatu yang merugikan pihak-pihak tertentu,
maka hal tersebut bisa dirubah.
Sebagai persoalan sosial budaya, gender lebih memfokuskan
mengenai ketimpangan, yaitu masalah ketimpangan antara hak dan
kewajiban, ketimpangan hak dan kewajiban dianggap menjadi persoalan
karena merugikan pihak-pihak tertentu. Ketimpangan hak dan kewajiban
berkaitan dengan permasalahan sosial, bisa berupa ketidakadilan yang harus
dihilangkan dan diupayakan adanya persamaan (equality).
Perspektif gender adalah sudut pandang yang dipakai ketika
melakukan penelitian yang berfungsi untuk memahami gejala sosial
budaya. Gender dijadikan perspektif dengan asumsi bahwa didalam
masyarakat ada perbedaan menurut jenis kelamin. Gender sesungguhnya
adalah hasil atau akibat dari pembedaan atas dasar jenis kelamin tersebut
(sexual differentiation), ada pembedaan dalam kehidupan social, ada laki-
laki dan perempuan, ada domestic dan public, dan sebagainya.
2. Teori-Teori Gender
a. Teori Psikoanalisa / Identifikasi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Teori ini pertama kali diperkanalkan oleh Sigmund Freud (1856-
1939), teori ini mengungkapkan bahwa prilaku dan kepribadian laki-laki
dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas.
Freud menjelaskan kepribadian seseorang tersusun diatas tiga struktur
yaitu id, ego dan superego. Tingkah laku seseorang menurut freud
ditentukan oleh ketiga struktur itu.
Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik-biologis
seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung
selalu agresif. Kedua ego, bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya
mejinakan keiginan agresif dari id. Ego berusaha mengatur hubugan
antara keinginan subjektif individual dan tuntutan objektif realitas sosial
dan memelihara agar bertahan hidup dalam dunia realitas. Ketiga
superego, berfungsi sebagai sebagai aspek moral dalam kepribadian,
berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup lebih dari sekedar mencari
kesenangan dan kepuasan. Superego juga selalu mengingatkan ego agar
senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol Id.
b.Teori Fungsionalis Struktural
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri
atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
unsur-unsur mendasar yang berpengaruh didalam suatu masyarakat,
menidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi
unsur-unsur tersebut di dalam masyarakat.
Sebanarnya teori strukturalis dan teori fungsionalis dibedakan
oleh beberapa ahli, seperti Hilary M. Lips dan S.A. Shield7. Teori
strukturalis lebih condong kepersoalan sosiologis, sedang teori
fungsionalis lebih condong kepersoalan psikologis. Namun menurut
Linda L. Lindsey ledua teori ini menpunyai kesimpulan yang sama
dalam menilai eksistensi pola reaksi gender. Pendapat Lindsey
menampilkan alasan yang lebih logis dibanding pendapat sebelumnya.
c. Teori Konflik
Dalam soal gender teori konflik kadang diidentikkan dengan
teori Marx. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susanan di
dalam suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling
memperebutkan pengaruh dan kekuasaan, siapa yang memiliki dan
menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang
memiliki peluang untuk memainkan peran utama didalamnya.
7 Hillary M. Lips, Sex and Gender: An Introduction, (London :May field Publishing Company.1993)hlm. 53
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Mark yang kemudian dilengkapi oleh Friedrich Engeks
mengemukakan suatu gagasan menarik bahwa perbedaan dan
ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan, tidak disebabkan
oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian penindasan dari kelas
yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapan dalam konsep
keluarga (family). Hubungan suami istri tidak ubahnya dengan hubungan
proletar dan borjuis, hamba dan tuan, pemeras dan yang diperas, dengan
kata lain, ketimpangan peran gender dalam masyarakat bukan karena
faktor biologis atau pemberian Tuhan (divine creation), tetapi konstruksi
masyarakat (social construction).
d. Teori Feminis
Teori feminis ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu feminisme
radikal, feminisme marxis sosialis, dan feminisme radikal. Pertama
feminisne radikal, tokoh aliran ini adalah Margaret Fuller (1810-1850),
Harriet Martineau (1802), Anglina Grimke (1792-187), da Susuan
Antoni (1820-1906)8. Dasar pemikiran kelompok in adalah semua
manusia laki-laki dan perempuan diciptaan seimbang serasi dan mestinya
tidak terjadi penindasan antara satu dengan yang lainnya. Feminisme
liberal diinspirasi oleh prinsip-prinsip penserahan bahwa laki-laki dan 8 Ibid, hlm. 64
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
perempuan sama-sama memiliki kekhususan-kekhususan. Secara
ontology keduanya sama, hak laki-laki sendirinya juga menjadi hak
perempuan. Tetapi kelompok ini tetap menolak persamaan secara
menyeluruh antara laki-laki dan perempuan, terutama yang yangt
berhubungan dengan reproduksi.
Kedua teori feminisme Marxis Sosialis, aliran ini mulai
berkembang di Jerman dan Rusia dengan menampilkan beberapa
tokohnya seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg (1871-
1919). Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam
masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa
ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih
disebabkan oleh factor budaya alam. Aliran ini menolak anggapan
tradisional dan para teolog bahwa status perempuan lebih rendah
daripada laki-laki karena faktor biologis dan latar belakang sejarah.
Ketiga aliran feminisme Radikal, menurut kelompok ini
perempuan tidak harus tergantung kepada laki-laki, bukan saja dalam hal
pemenuhan kepuasan kebendaan tetapi juga pemenuhan kebutuhan
seksual. Perempuan dapat merasakan kehangatan, kemesraan, dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
kepuasan seksual kepada sesama perempuan. Kepuasan seksual dari laki-
laki adalah masalah psikologis.
e. Teori Sosio-Biologis
Teori ini dikembangkan oleh Pierre Van den Berghe, Lionel
Tiger dan Robin Fox, intinya bahwa semua pengaturan peran jenis
kelamin tercermin dari biogram dasar yang diwarisi manusia modern dari
nenek moyang primat dan hominid mereka. Insentitas keunggulan laki-
laki tidak hanya ditentukan oleh faktor biologis tetapi elaborasi
kebudayaan atas biogram manusia. Teori ini disebut bioseksual karena
melibatkan factor biologis dan sosial dalam menjelaskan relasi gender.
Lak-laki dominan secara politis dalam semua masyarakat karena
predisposisi biologis bawaan mereka, masyarakat akan lebih diuntungkan
kalau laki-laki bertugas sebagai pemburu daripada perempuan.
Mengandung, melahirkkan, dan menyusui adakah tugas perempuan yang
tidak dapat digantikan oleh kaum laki-laki. Atas dasar praktis ini
berbagai kelompok masyarakat mengadakan pembagian kerja, laki-laki
lebih tepat sebagai pemburu dan perempuan lebih tepat bertugas disekitar
rumah9.
9 DR. Nasaruddin Umar, Argumen Perspektif Gender dalam Al-Qur’an,…..hlm. 68
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3. Latar Belakang Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender sering dianggap erat kaitannya dengan
permasalahan keadilan sosial alam masyarakat, terutama keadilan yang
berkisar antara laki-laki dan perempuan.
Ada dua kelompok besar dalam diskursus feminisme melalui
konsep kesetaraan gender, yang saling bertolak belakang10. Pertama adalah
sekelompok feminis yang menyatakan konsep gender adalah konstruksi
sosal, sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan
perbedaan peran dan perilaku gener dalam tatanan sosial. Sedangkan
kelompok feminis lain yang menganggap perbedaan jenis kelamin akan
selalu berdampak terhadap konstruksi konsep gender dalam kehidupan
sosial, sehingga akan selalu ada jenis-jenis pekerjaan berstereotip gender.
Konsep kesetaraan gender memang merupakan suatu konsep
yang sangat rumit dan kontroversial, yang sampai saat ini belum ada
consensus mengenai apa yang disebut kesetaraan antara pria dan wanita,
ada yang mangatakan bahwa kesetaraan ini adalah persamaan antara hak
dan kewajiban, tetapi masih belum tentu jelas juga, dan ada pula yang
mengartikanya dengan konsep mitra kesejajaran antara pria da wanita dan
sering juga diartikan bahwa wanita mempunyai hak yang sama dengan pria 10 Megawangi, Ratna, Membiarkan Berbeda (Bandung: Mizan Pustaka. 1999) hlm. 20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dalam aktualisasi diri, namun harus sesuai dengan kodratnya masing-
masing.
Kesetaraan bukan hanya dengan memberikan perlakuan sama
kepada setiap individu yang mempunyai aspirasi dan kebutuhan berbeda,
melainkan dengan memberikan perhatian sama kepada setiap individu agar
kebutuhannya yang spesifik, dapat terpenuhi, konsep ini dapat disebut
“kesetaraan konstektual” artinya: kesetaraan adalah bukan kesamaan
(sameness) yang sering menuntut persamaan matematis, melainkan lebih
kepada kesetaraan yang adil sesuai dengan konteks masing-masing
individu.
4. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan gender ini bayak terjadi dalam berbagai bentuk.
Menurut Mansour Faqih, ada lima bentuk yang mengakibatkan
ketidakadilan gender yang ditimbulkan oleh perbedaan jenis kelami antara
lak-laki dan perempuan yaitu:
a. Subordinasi atau penomorduaan dalam kehidupan politik. Bentuk
ketidakadilan ini antara lain berupa penempatan perempuan hanya
pada posisi yang kurang penting, posisi yang tidak punya wewenang
untuk mempengaruhi proses pembentukan keputusan bahkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
keputusan-keputusan yang mempengaruhi masa depannya seperti
kebijakan kependudukan dan reproduksi, hak kerja dan lain-lain.
Karya tidak mendapat hak yang sepadan, diskriminasi perempuan
dalam skala gaji, jadwal kenaikan pangkat, keselamatan jiwa di tempat
kerja dan praktek-praktek pinjam meminjam merupakan subordinasi.
b. Marginalisasi atau pemiskinan perempuan dalam kehdupan ekonomi.
Ada beberpa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta
mekanisme proses pemiskinan perempuan karena adanya perbedaan
gender, Dari segi sumbernya bisa dari kebijakan pemerintah, tafsir
agama, keyakinan tradisi, kebiasaan, bahkan juga asumsi ilmu
pengetahuan, tidak hanya ditempat kerja, proses ini juga biasa terjadi
dalam rumah tangga. Dalan tafsir agama, pembagian hak waris
perempuan setengah dari laki-laki juga merupakan bentuk
marginalisasi perempuan.
c. Stereotype atau pelabelan negatife dalam kehidupan budaya.
Stereotipe dalam kaitannya dengan gender adalah pelabelan negatife
terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempan. Misalya
penandaan yang berawal dari asumsi bahwa tugas utama perempuan
adalah melayani suami. Diantara akibat stereotype ini adalah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dinomorduakannya pendidikan perempuan.”Apalah wanita sekolah
tinggi-tinggi, nanti juga akan kembali kepekerjaan rumah yaitu
mencuci dan memasak” atau contoh yang lain, misalnya, adanya
keyakinan masyarakat, laki-laki adalah pencari nafkah, maka setiap
pekerjaan yang dilakukan perempuan hanya dianggap sebagai
tambahan. Oleh karenanya, boleh dibayar lebih rendah. Pakerjaan
sopir dianggap pekerjaan laki-laki, sering dibayar lebih tinggi daripada
pekerjaan seorang perempuan sebagai pembantu rumah tangga,
meskipun tidak ada yang menjamin bahwasannya pekerjaan sopir
lebih sulit dan lebih berat dari mencuci dan memasak.
d. Kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya
perempuan, yang disebabkan perbedaan gender. Kekerasan mulai dari
kekerasan fisik (pemerkosaan, maupun pembunuhan) sampai pada
kekerasaan yang lebih halus (pelecehan seksual dan penciptaan
ketergantungan).
e. Karena peran perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka
perempuan banyak menanggung beban domestic yang lebih banyak
dan lama (double burden). Perempuan bertugas menjaga dan
memelihara kerapian dan pemeliharaan dalam rumah tangga.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Sosialisasi peran gender tersebut menyebabkan rasa bersalah bagi
perempuan jika tidak melaksanakan. Sedangkan bagi kaum laki-laki,
tidak merasa bukan saja tanggung jawabnya, bahkan banyak tradisi
yang melarangnya untuk berpartisipasi. Beban kerja tersebut menjadi
dua kali lipat, terlebih bagi kaum perempuan yang bekerja di luar
rumah. Mereka selain bekerja di luar juga masih dituntut bertanggung
jawab terhadap keseluruhan pekerjaan domestik11. Semua perwujudan
ketidakadilan tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi.
Ketidakadilan itu tersosialisasi kepada kaum laki-laki maupun kaum
perempuan secara mantap yang lambat laun akhirnya maupun laki-laki
ataupun perempuan menjadi terbiasa dan percaya bahwa seolah-olah
peran-peran tersebut menjadi kodrat. Itulah sebabnya adalah wajar jika
ada yang berpendapat bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan
tersebut sebgai hal yang “dianggap” adil dan tisak bertentangan
dengan Islam. Padahal sebenarnya hal tersebut hanyalah konstruksi
social seiring dengan perjalanan sejarah kehidupan manusia.
11 NIZAMIA (Jurnal Pendidikan Islam, IAIN Sunan Ampel Surabaya). Vol.7 No.2.2004
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Ketidaksetaraan Gender
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksetaraan
gender, diantaranya:
a. Melalui Sosialisasi, Proses sosialisasi merupakan pembelajaran yang
sudah dimulai sejak dalam kandungan sampai anak itu lahir, dan
ketika anak itu lahir dapat ditentukan identitas anak itu, apakah
menjadi wanita atau laki-laki semuanya itu dapat diketahui melalui
hasil pembelajaran (sosialisasi). Dengan melalui sosialisasi yang
sudah membudaya dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Misalnya, perempuan secara biologis berbeda degan laki-laki,
perempuan cenderung pasif, kurang agresif, lemah lembut dan
emosional, sementara laki-laki cenderung aktif, agresif, dan kuat,
sehigga orang tua memperlakukan anak laki-laki dan perempuan
sangat berbeda. Perempuan lebih mempunyai larangan lebih banyak
daripada laki-laki. Cara pandang dunia tentang hubunan laki-laki dan
perempuan dengan proses yang panjang juga mempengaruhi
bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan memandang dan
menilai dirinya. Proses sosialisasi ini berlangsung sepanjang hidup dan
pada tahap inilah terjadi koreksi dan penindasan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b. Melalui Pembedaan dan Penindasan. Menurut Freud, mengatakan
bahwa gender dan seksualitas terbentuk melalui proses simbolik dan
psikis yang berlangsung dialam bawah sadar, lewat simbol-simbol
linguistik dapat diketahui bahwa laki-laki itu kuat sementara
perempuan lemah. Lewat simbol-simbol perempuan memehami bahwa
dirinya perempuan bukan laki-laki, sehingga harus menyesuaikan diri
dengan norma-norma gender yang terdapat dalam simbol-simbol itu.
Agar dapat diterima dalam dunia simbolik manusia harus merepresi
kecenderungan-kecenderungan pemberontakan didalam dirinya. Bila
tidak maka akan dicemooh. Misalnya, adalah anggapan tidak wajar
perempuan menampakkan kecenderungan maskulin sebaliknya tidak
pantas laki-laki mencuci piring dan memasak di dapur. Jadi
ketidaksetaraan gender terbentuk bukan atas dasar kondisi biologis
melainkan melalui proses pembedaan dan represi.
c. Melalui Aparat Ideologis (Ideologikal Apparatus). Ketidaksetaraan
gender juga dapat terbentuk melalui Aparat Ideoligis. Diantara aparat-
aparat ideologis ini diantaranya adalah adat dan tradisi, keluarga,
pendidikan, Negara (hukum dan perundang-undangan), media massa,
kapitalisme, sains dan tafsir agama. Berikut akan dibahas satu persatu.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Adat dan tradisi, ungkapan adat Jawa bahwa “wong wadon nroko
nunut, suwargo katut” (perempuan itu ke neraka ikut, ke surga juga
ikut), bukan hanya menjadi sekedar ungkapan biasa, tetapi juga
menjadi anggapan bahwa laki-laki yang memiliki superioritas dan
perempuan berada dibawah laki-laki disebut inferioritas. Jadi, disini
dijelaskan bahwa gender dapat dikategorikan sebagai suatu
“Interpellation” yaitu suatu panggilan yang menempatkan subjek
pada posisi-posisi tertentu, sebagai perempuan, kelas menengah dan
berbagai dalih yang ada padanya.
Keluarga, didalam suatu keluarga ada anggapan yang kuat dari
masyarakat bahwasannya laki-laki adalah kepala keluarga, pencari
nafkah dan pembuat keputusan dalam rumah tangga, sementara
perempuan sebagai istri yang melayani suami dan mempunyai posisi
ke dua setelah suami. Jelaslah bahwa kaum laki-laki lebih
mendominasi kaum perempuan yang mana semua ini diatur dan
dikoreksi secara ketat dalam kehidupan berumah tangga.
Pendidikan, misalnya dalam pembuatan kurikulum sekolah masih
terdapat bias gender. Dalam penyusunan kurikulum laki-laki lebih
mendominasi daripada perempuan. Sehingga dalam pelaksanaan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
kurikulum itu lebih mengarah pada aktivitas laki-laki, perempuan
hanya melaksanakannya.
Negara (hukum dan perundang-undangan), misalnya UU No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan, isinya adalah suami sebagai kepala rumah
tangga. Perundang-undangan ini masih terdapat bias gender.
Sains, teori Darwinisme mengatakan bahwa ukuran otaknya
perempuan lebih kecil dari pada laki-laki maka ia kurang cerdas, teori
ini mempunyai konsekuensi ideologis yaitu pengalamiahan
(naturalisasi) ketidaksetaraan gender, yang mana rendahnya status
ditentukan dari segi biologisnya.
Tafsir agama. Didalam suatu lembaga pasti didasari oleh suatu
ideologi, yang ideologi itu berasal dari suatu agama. Agama
merupakan kekuatan sosial dan aparat ideologis yang paling kuat dan
epektif, karena agama berasal dari wahyu Tuhan yang selalu “
berbicara akan kebenaran, ketuhanan, pahala/surga, siksa neraka, mati,
dan selain itu”. Oleh karena itu, banyak perempuan yang selama ini
hanya menjalankan dan menerima atas dalil-dalil yang dijelaskan
dalam kitab suci.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Dasar Pemikiran R.A. Kartini Pada Emansipasi Wanita didalam
Pendidikan
1. Latar Belakang Pemikiran R.A. Kartini
Sejarah perjuangan feminisme barangkali bisa dirunut kepada apa
yang pernah diteriakkan oleh wanita-wanita Prancis sejak-18 M.
Dilanjutkan oleh kaum feminis Amerika yang dikenal dengan emansipasi.
Kemudian dilanjutkan lagi oleh gerakan emansipatoris Indonesia yaitu
R.A. Kartini, yakni suatu perjuangan yang menuntut adanya hak yang
sama antara laki-laki dan perempuan. Setidaknya tercipta adanya
keseimbangan yang sepadan antara kedua jenis makhluk Tuhan itu, laki-
laki dan perempuan.
Ada banyak sebab terjadinya diskriminasi terhadap perempuan,
baik bersifat teologis, filosofis, maupun cultural sepeti masih kentalnya
budaya patriarkhi yang menyelimuti seluruh lapisan masyarakat. Kondisi
dominant budaya patriarkhi kiranya meupakan sebab utama trjadi
diskriminasi, baik dalam sector domestic maupun soaial politik,
sekalipinmasih banyak juga kaumperempuan dengansengaja merasa mesra
dengan budaya patriarkhi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
R.A. Kartini dengan gerakan emansipasinya mencoba untuk
mendobrak agar keluar dari kemelut budaya Jawa pada masanya. Kultur
feodal patrialkhal selama berabad-abad membelenggu kaum perempuan,
dimana kaum hawa hanya dibatasipada sector domestic, antara dapur,
sumur, dan kasur. Maka R.A. Kartini tampil danmenyerukan akan
pendidikan akademis bagi kaumwanita. Dengan pendidikanR.A. Kartii
berharap agar kaum wanita bisa berpikiran maju, kreatif, kritis sehinga
bisa keluar dari ketidakadilan dandiskriminasi yang ada dalam
masyarakat. Slogan yang dimunculkan R.A.Kartini cukup manis dan
mengundang simpati masyarakat, karena aktivitasnya mengarah kepada
peningkatan kecerdasan serta keleluasaan.
2. Pandangan R.A. Kartini tentang Pendidikan
R.A. Kartini berkeyakinan bahwa laki-laki dan peempuan harus
memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan merupakan kata kunci
menuju perubahan kehidupan kehidupan yang lebih baik. Pendidikan
merupakan mediator utama pembebasan manusia dari diskriminasi dan
penindasan. Khusus kaum perempuan diharapkan R.A. Kartini bukan
hanya menjadi komoditi domestic melainkan bagaimana bisa memasuki
peran emansipatoris didalam pergaulan global yang dinamis dan progresif,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
karena perempuan merupakan kunci pembuka bagi pendidikan putra-putri
anak bangsa.Kaum perempuan merupakan taman penghibur dan sekaligus
dan sekaligus api pendorong bagi anak-anaknya menghadapi masa depan.
Sebagaimana dilukiskan R.A. Kartini dalam suratnya :
"Bukankah dari perempuan manusia itu mula-mula sekali
mendapatkan didikannya yang biasanya bukan tidak pentin artinya
bagi manusia seumur hidupnya. Perempuan yang menaburkan biit
rasa kebaktian dan kejahatan yang pertama-tama sekali dalam
sanubari manusia, rasa kebaktian dan kejahatan itu kebanyakan
tetaplah ada pada manusia selama hidupnya"(R.A. Kartini dalam
terj. Armijn Pane, 1990:44)
Sungguh menyedihkan bahwa era R.A. Kartini perempuan sedikit
sekali yang bisa memasuki bangku sekolah. Tercatat bahwa pada tahun
1879 hany 713 gadis Jawa dan Madura yang bisa menikmati sekolah
Gubernemmen Belanda. Atas keprihatinan ini Kartini seakan mau
memberontak danbergerak secara revolusioner untuk menggelegarkan
pembebasan pendidikan bagi kaum perempuan di Indonesia.
Pendidikan yang diangankan bukan hanya menyangkut
penguasaan materi kognitif semata, melainkan bagaimanamenjadikan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
manusia-manusia yang berbudi luhur dan brjiwa besar. Yaitu, pendidikan
yang mengarahkan manusia menuju kesejahteraan dirinya secara
sempurna, baik aspek kognitif, aspek apektif, maupunaspek psikomotorik.
Atau denan kata lain pendidikan yang bisa menumbuhkan kekokohan diri
secara sempurna baik spiritual, moral, dan intelektual maupunprofesional.
Selain itu, Kartini juga mengangankan perempuan Indonesia menguasai
berbagai bahasa asig, seperti bahsa Prancis, Inggris, Jerman dan laian-lain.
Hal ii dimaksudkan bukan sekedar bergagah-gagah dengan berbicara
bahasa-bahasa asing tersebut, tetapi lebih daripada itu adalah bagaimana
kaum perempuan mampu membaca dan memehami pikiran-pikiran bangsa
asing untuk kemudian secara kritis dan apresiasif dijadikan referensi bagi
pembangunan bangsa ke depan.
3. Karya-karya R.A. Kartini
C. Prinsip Demokrasi Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Secara definitive, para pakar pendidikan Islam berbeda pendapat
dalam menginterpretasikan pendidikan Islam, perbedaannya tak lain hanya
terletak pada perbedaan sudut pandang. Diantara mereka ada yang
mendefinisikannya dengan mengkonotasikan berbagai peristilahan bahasa,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
keberadaan da hakekat kehidupan manusia begitu juga dari segi proses
kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk
menjawab masalah tersebut memerluka pembahasan secara mendalam,
namun pemilihan istilah “Tarbiyah”yang mangacu kepada makna dasar
kata “rabba” yang berarti tumbu dan berkembang dimaksudkan untuk
menumbuh kembangkan kembali secara dinamis system pendidikan Islam
yang sudah berubah menjadi system pengajaran agama yang tradisional
yang berhenti pada masa itu.
Dibawah ini adalah beberapa pendapat tentang pendidikan Islam
menurut para pakar pendidikan diantaranya :
a. Menurut Zakiyah Darajat
Zakiyah Darajat memandang pengertian pendidikan Islam
melalui dua hal :
1). Etimologi (lughowi)
Secara etimologi pendidikan menurut bahasa Arab adalah
“Tarbiyah” yang berasal dari fiil madhi “rabba”, sedangkan makna
pengajaran dalam bahasa arabnya adalah “ta’lim” yang berasal dari
kata kerja “alama”
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Al-Qur’an juga menggunakan kata-kata “rabba” (mendidik)
dalam beberapa ayatnya antara lain :
Artinya : “Ya Tuhan, sayangilah kedua (ibu bapakku)
sebagimana mereka telah (mendidikku) sejak kecil“( Q.S. Al-Isra :
24)
Artinya : “Berkata (Fir’aun kepada Nabi Musa), bukankah
kami telah mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami,
waktu kami masih kanak-kanak dan tiggal bersama kami dalam
beberapa tahun dari umurmu “(Q.S. Al-syu’ara : 18)
2). Teminologi (istilah)
Secara istilah Zakiyah Darajat mendefinisikan pendidikan
Islam dengan ungkapan singkat yaitu pembentukan kepribadian
muslim.
Beliau menggambarkan bagaimana orang Arab yang tadinya
penyembah berhala, musrik, kafir, kasar dan sombong, maka
dengan usaha Nabi Muhammad SAW, mengislamkan mereka,
timgkah laku mereka menjadi penyembah Allah, mukmin, muslim,
lemah lembut dan hormat kepada orang lain. Inilah gambaran
praktis mengenai pengertian pendidikan, yaitu merubah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
kepribadian seseorang menjadi kepribadian yang terisi dengan
ajaran-ajaran Islam.
Sehingga maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah
memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum
meraka ketahui, tetari maksudnya adalah mendidik kepribadian
mereka denan jalan mendidik akhlak dan jiwa mereka,
membiasakan mereka dengan kesopanan-kesopanan yang tinggi,
sehingga dalam pendidikan Islam, semua mata pelajaran haruslah
mengandung pelajaran-pelajaran hal-hal diatas.
b. Menurut Drs. Burlian Somad
Pendidikan islam adalah pendidikan yang bertujuan
membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri,
berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya
adalah mewujudkan tujuan itu, yaitu ajara Allsh yang tercantum
dalam Al-Qur’an sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW.
c. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam demi terbentuknya
lepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu kepribadian
yang memiliki nilai-nilai agana Islam, memilih, memutuskan,
berbuat dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
d. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki 4 macam
fungsi yaitu :
1. Menyiapkan generasi muda untuk memegang perana –
peranan trtentu dala masyarakat pada masa yang akan
dating.
2. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkuan dengan
peranan-peranan tersebut dari generasi tua kegenerasi
muda.
3. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara
keutuhan da kesatuan masyarakat yang menjadi syarat
mutlak bagi kelanjutan hidup (survival) suatu masyarakat
dan peradaban.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Adapun nilai-nilai yang dipindah ialah nilai-nilai yang
diambil dari 5 sumber yaitu: Al-Qur’an, sunnah nabi, qiyas,
kemaslahatan umum, dan kesepakatan atau ijma’ ulama
dan ahli-ahli piker islam yang dianggap sesuai dengan
sumber dasar yaitu Al-Qur’an dan sunah Nabi.
4. Mendidik anak agar beramal didunia ini untuk memetik
hasilnya diakhirat.
e. Menurut Syekh Muhammad An-naquib Al-Attas
Pendidikan Islam ialah usaha yag dilakuka pendidik terhadap
anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat
yan benar dari segala sesuatu didala tatanan penciptaan
sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan
tempat Tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan
keberadaan.
f. Menurut Zarkowi Soejoeti
Pendidikan Islam menurut Zarkowi Soejoeti terbagi kedalam
tiga pengertian yaitu:
1. Pendidikan Islam ialah pendidikan yang pendirian dan
penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semagat cita-cita
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
untuk mengejewantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin
dalam nama lembaganya maupun dala kegiatan –kegiatan yang
diselenggarakan. Disini kata Islam ditempatkan sebagai
sumber nilai yang aka diwujudkandalam seluruh kegiatan
pendidikan.
2. Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang memberikan
perhatian sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai
pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan. Disini
kata Islam ditempatkan sebagai bidang studi, sebagai ilmu, dan
diperlukan sebagai ilmu yang lain.
3. Pendidika Islam adalah jenis pendidikan yang mencakup kedua
pengertian diatas. Disni kata Islam ditempatkan sebagai
sumber nilai sekaligus sebagai bidang studi yang ditawarkan
melalui program studi yang diselenggarakan.
Pendidikan Islam tidak tertuju pada pembentukan
kemampuan akal saja, melainkan tertuju kepada setiap bagian
jiwa, sehingga setiap bagian jiwa itu menjadi mampu
melaksanakan tugasnya sebagaimana yang dikehendaki Allah,
yaitu kedalam siap, perangai, dan perbuatan yang benar dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
baik. Benar dan baik itu bukan menurut pendapat atau selera
manusia, melainka baik dan benar menurut ukuran dari Allah.
Ciri khas pendidikan Islam itu ada dua aca yaitu:
1. Tujuannya: Mebentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi menurut
ukuran Allah.
2. Isi pendidikannya: Ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap didalam
Al-Qur’an yang pelaksanaannya dalam praktek sehari-hari dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW.
g. Umar Yusuf menyimpulkan al-Tarbiyah mempunyai unsur-unsur
pokok sebagai berikut:
1. Memelihara fitrah anak dan memantapkan dengan penuh
perhatian.
2. Menumbuhkananeka ragam bakat anak dan kesiapannya.
3. Mengarahkan dan bakat anak menuj yang lebih baik dan
mengupayakan kesempurnaannya secara bertahap.
Berdasarkankonsep diatas Umar YUsuf menyimpulkan al-
Tarbiyah mengandung arti:
1. Pendidik yang sesungguhnya adalah Allah SWT.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Pendidikan berpegang kepada syariat ilahiah dan sesuai dngan
hukum-hukum dan kebaikannya.
3. Pendidikan merupakan kegiatan yang memiliki tujuan.
4. Aktifitas pendidikan mengikuti penciptaan dan aturan-aturan
Tuhan (Sunnatullah).
h. Menurut Musthafa Al-Ghulayani
Pendidikan Islam adalam menanamkanakhlak mulia didalam
jiwa anak dalam masa pertumbuhanya dan menyiraminya dengan
air petunjuk da nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu
kemampuan (meresap dalam) jiwanya, kemudian buahya berwujud
keimanan, kebaikan , dan cinta bekerja untuk memanfaatka tanah
air.
I. Hasil seminar pendidikanIslam se-Indonesia tanggal 7 sampai 11
Mei 1960 di Cipayung Bogor :
“Pendidikan Islam adalah bimbigan terhadap pertumbuhan
rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah
mengarahkan,mengajarkan, melatih,mengasuh, dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam”.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan
Islam ialah bimbingan dilakukan oleh seorang dewasa kepada
terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian
muslim. Pendidikan Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah
laku pribadi di masyarakat, menuju kesejahteraan hidup
perseorangan dan bersama sesuai dengan syariat Islam.
2. Karakteristik Pendidikan Islam
a. PendidikanIslam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan
duniawi dan ukhrawi dalamsetiap langkah dan geraknya.
b. Pendidikan Islam merujuk pada aturan-aturan yang sudah pasti
c. Pendidikan Islam bermisikan pembentukan akhlakul karimah
d. Pendidikan Islam bermotifkan ibadah
e. Pendidikan Islam bermotifkan ibadah
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seorang atau kelompok
orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tjuan ilmu pendidikan
Islam, yaitu sasaran yag akan dicapai oleh seorang atau kelompok orag
yag melaksanakan pendidikan Islam.
4. Dasar-dasar Pendidikan Islam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Konsep dasar pendidikan Islam adalah konsep atau gambaran umum
tentang pendidikan.
3. Kesetaraan dalam Pendidikan Islam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab ini penulis memaparkan beberapa simpulan berkaitan dengan konsep
kesetaraan gender perspektif R.A. Kartini dalam pendidikan Islam. Beberapa item
yang dapat diambil dari isi karya ilmiah ini sebagai berikut:
1. R.A. Kartini dalam konsep kesetaraan gender dalam bidang pendidikan
mengemukakan beberapa prinsip bahwa kunci kemajuan bangsa terletak pada
pendidikan, karena itu setiap putra bangsa harus dapat menerima pendidikan
secara sama. Selain itu, sistem dan praktik pendidikan tidak mengenal
diskriminasi dengan tidak membeda-bedakan jenis kelamin, agama,
keturunan, status sosial, dan sebagainya. Pendidikan selain diorientasikan
pada pengetahuan dan keterampilan, hendaknya juga diarahkan kepada
pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
2. Konsep keadilan dalam pendidikan Islam yaitu tercermin dalam prinsip-
prinsip demokrasi pendidikan Islam, yang mana dalam pendidikan Islam ada
persamaan hak dan kesempatan yang sama dalam belajar tanpa dibedakan
stratifikasi sosialnya, apakah ia berada pada kelas bawah (under class), kelas
menengah (middle class), ataupun kelas atas (high class), setiap individu
mempunyai hak otonomi untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan
potensi yang dimiliki dalam bidang pendidikan sesuai dengan nilai-nilai
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
100
pembebasan yang benar, dengan mengembangkan prinsip-prinsip yang sesuai
dengan ajaran Al-Qur'an.
3. Pandangan pendidikan Islam sendiri terhadap kesetaraan ini bahwa dalam
pendidikan Islam terdapat prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan, yaitu
adanya persamaan dan kesempatan yang sama dalam menuntut ilmu, tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, kaya miskin, yang membedakan disisi Allah
hanyalah ketakwaannya, selain itu juga menuntut ilmu merupakan kewajiban
agama.
4. Teori-teori yang diungkapkan R.A. Kartini dengan prinsip-prinsip demokrasi
dalam pendidikan Islam ini, masih belum terealisasi dalam realita pendidikan
Islam sekarang, dimana masih adanya bias gender dalam praktik pendidikan,
misalnya dalam proses pembelajaran masih terdapat buku pelajaran
keagamaan seperti buku figh yang uraiannya masih mengandung pemahaman
yang bias gender sehingga mengarah pada diskriminasi dan ketidakadilan
(hegemoni pada kelompok manusia tertentu).
A. Saran
Dari uraian diatas penulis melihat banyak hal yang mungkin untuk
disesuaikan dengan konsep kesetaraan gender perspektif R.A.Kartini, sehubungan
dengan praktik pendidikan yang dikembangkan selama ini.
1. Sebagai institusi pendidikan terutama dalam proses pembelajaran harus
tercipta demokrasi dan persamaan dalam pengajaran tanpa adanya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
101
diskriminasi dan ketidakadilan pada kelompok tertentu. Seperti apa yang
dicita-citakan R.A. Kartini.
2. Sebagai seorang guru, pendidik tidak membeda-bedakan peserta didik, laki-
laki maupun perempuan, kaya dan miskin, semuanya memiliki hak yang sama
untuk belajar.
3. Pelaku pendidikan Islam sendiri harus mampu menerapkan prinsip-prinsip
kesetaraan dan pembebasan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Al-Qur'an.
4. Harus mampu merekonstruksi kembali sistem pendidikan Islam yang
didalamnya ada pengetahuan yang berwawasan gender.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Mudjia, Raharjo.2003. Relung-relung Bahasa, Yogyakarta: Aditya Media
Fudhailidi L, Ahmad.2002. Perempuan Lembah Suci: Kritik atas hadits-hadits Sahih,
Yogyakarta: Piar Mdiq
Tolkhah, Imam, dkk.2004. Membuka Jendela Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jurnal Pendidikan Islam NIZAMIA volume 1 no.2, Desember 2004, Surabaya: FT. IAIN
Sunan Ampel
Maba,tt, Ghufron. Kamus Lengkap Inggris Indonesia, Surabaya: Terbit Terang
Esha, Muhammad In’am.2001. Wacana Sosial dalam Pemikiran Kalam, Tesis,
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga
Umar, Nasaruddin.2001. Perspektif Gender dalam Islam, dalam makalah Jurnal Paramida
(www. Paramidana.com)
Sumbulah, Umi.2001. Studi Tentang sensivitas Gender, UIIS Malang dalam Ulul Albab
(jurnal studi Islam, sains dan teknologi STAIN Malang. Vol.3 No.2:126
Pane, Armijn.1992. Habis Gelap Terbitlah Terang, Boeah Pikiran, Jakarta: Balai Pustaka
A. Jawad, Hafifah.2002. Perlawanan Wanita: Pendekatan Otentik Religius, Malang:
Cendekia Paramulya
Madjid, Nurcholis.2002. Islam, Doktrin, dan Peradaban, Jakarta: Paramadina
Al-Jumbulati, Ali.1994. Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta
Zuriah, Nurul.2006. Metodologi Penelitian dan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Usa, Muslih.1991. Pendidikan Islam di Indonesia, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Al-Abrasyi, M..Athiyah.1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Pinky Saptandari, Diah Retno Sawitri.2005. Perempuan dan Pendidikan, Surabaya:
Lutfansah
M.Echols, John, Shadily, Hasan.1983. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia
Poerwadarminta, WJS.1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Somad, Burlian.1981. Beberapa Persoalan dalam Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-
Ma’arif
Arikunto, Suharsimi.1990. Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta
Moleong, Lexy.1990. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya
Bakker A, Anton.2002. Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius
Barnadib, Imam.1994. Filsafat Pendidikan dan Metode, Yogyakarta: Andi Offset
Hadi, Sutrisno.1996. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset
Ridjal, Fauji, dkk.1993. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Yogyakarta:
PT.Tiara Wacana Yogya
Pius A.Partanto, M.Dahlan al-Barry.1994. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Alkola
Imam Bawani, Isa Ansori. Cendekiawan Muslim dalam Perspektif Pendidikan Islam,
Surabaya: PT. Bina Ilmu
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang.1996. Dasar-Dasar Kependidikan Islam,
Surabaya: Karya Attiya
Daradjat, Zakiah.1992. Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara
D. Marimba, Ahmad.1980. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif
An-Naquib Al-Attas, Muhammad.1984. Konsep Pendidikan dalam Islam, Jakarta: Mizan
Fajar, Malik.1999. Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Yusuf Hamzah, Umar.1996. Ma’alim al-Tarbiyah fi al-Qur’an wa al-Sunnah, Yordan:
Dar Usamah
M.Ali Hasan, Mukti Ali.2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya
Al-Ghulayan, Musthafa.1984. Idhatun Nasihin
Djamaluddin, Abdullah Aly.1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka
Setia
Hasan Sulaiman, Fathiyah.1986.Sistem Pendidikan Islam Versi Al-Ghozali, Bandung: PT.
Al-Ma’arif
Depag RI.1993. Al-Qur’an dan TErjemahnya, Semarang: Al-Waah
Shihab, M.Quraisy. Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati
Fattal Jala, Abdul.1998. Azas-Azas Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya
Zein, Muhammad.1985. Materi-Materi Pendidikan Islam
M. Arifin.1991. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Ramayulis.1994. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Langgulung, Hasan.1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-
Ma’arif
Fachruddin HS, Irfan Fachruddin.1996. Pilihan Sabda Rasul, Jakarta: Bumi Aksara
Ali Abd. Al-Wahid Wafi. Al- Mar’ah fi al-Islam
Musdah Mulia, Siti.2003. Menggagas Kurikulum yang Berspektif Gender. Dalam
PERTA(jurnal inovasi PTAI). Ditpetra RI Ditjen Bagais Depag RI.Vol.6.1: 22
http://wikipedia.org/wiki/kartini
http;//islamlib.com/id/index.php?page=article&id=550
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id