Zaer Arafat

Post on 01-Dec-2015

45 views 1 download

Transcript of Zaer Arafat

BAB lPENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Skripsi ini berjudul Analisis butir soal tes hasil belajar mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam ( PAI ) kelas l di Sekolah Dasar Negeri Sariharjo

Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Untuk menghindari kesalahan

dalam menafsirkan dan memaknai judul skripsi ini, maka penulis akan

menjelaskan istilah-istilah tersebut sebagai berikut.

1. Analisis

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk

mengetahui keadaan yang sebenarnya.1

2. Butir Soal

Soal merupakan pertanyaan atau pernyataan yang menimbulkan situasi

masalah yang harus dipecahkan oleh siswa.Penguasaan siswa diketahui

dari kemampuannya membuat pemecahan masalah.Satuan untuk soal

adalah butir sehingga tiap item pertanyaan atau pernyataan dikenal

sebagai butir soal2.

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012 ), hlm . 58.2 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 66.

3. Tes hasil belajar

Tes hasil belajar, yaitu tes yang menilai sampai di mana hasil belajar

yang dicapai oleh siswa, setelah mereka menjalani perbuatan belajar

dalam waktu tertentu. Jadi tes ini dilakukan setelah siswa mengalami

proses belajar, dan bahan yang dijadikan soal tes tidak keluar dari

bahan yang telah dipelajari oleh siswa.3

4. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan usaha

terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat

memahami dan mengamalkan ajaran Agama Islam serta menjadikan

sebagai pandangan hidup.4

5. Sekolah Dasar Negeri Sariharjo

Sekolah Dasar Negeri Sariharjo adalah sekolah yang berada di Dusun

Sariharjo Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

Maksud judul skripsi ini adalah penelitian tentang analisis butir soal

untuk mengetahui koefisien validitas butir soal, koefisien tingkat

kesukaran butir soal, koefisien daya pembeda butir soal.

3 Slameto, Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: PT Bumi Aksara,2001), hlm. 30.4 Zakiyah Darajat,dkk, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Bumi Aksara,1996 ), hlm. 86.

B. Latar belakang masalah

Tes merupakan metode pengukuran yang menggunakan alat ukur berbentuk satu

set pertanyaan untuk mengukur sampel tingkah laku, dan jawabannya biasa

dikategorikan benar dan salah.5

Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu

tugas atau serangkaian tugas yang harus di kerjakan oleh anak sehingga

menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang

dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau nilai

standar yang ditetapkan.6

Tes hasil belajarmerupakan tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil

pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen

kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu.7

Keberhasilan dalam dunia pendidikan dapat diketahui dari cara penilaian hasil

belajar yang telah ditentukan sesuai dengan kurikulum yang berlaku di dalam

pendidikan. Penilaian adalah salah satu bagian yang paling penting dalam

rangkaian proses pembelajaran dalam pendidikan. Sehingga dapat dikatakan baik

5 Bambang Subali, Prinsip Assesmen & Evaluasi Pembelajaran, ( Yogyakarta : UNY Press, 2012 ), hlm. 1.6 Sudirman, Ilmu Pendidikan, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992 ), hlm. 243.7 M Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Tehnik Evaluasi Pengajaran, ( Bandung :PTRemaja Rosdakarya, 2010 ), hlm. 33.

tidaknya kegiatan pendidikan, salah satunya di tentukan oleh penilaian hasil

belajar.

Tes sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar mempunyai peranan yang penting

dalam mengukur prestasi hasil belajar siswa.Dalam langkah-langkah penyusunan

tes antara lain menetapkan tujuan tes, analisis kurikulum, analisis buku pelajaran

dan sumber dari materi belajar lainnya, membuat kisi-kisi, penulisan tujuan

instruksional khusus

( TIK) , penulisan soal, reproduksi tes terbatas, uji coba tes, analisis hasil uji coba,

revisi soal dan merakit soal menjadi tes.8

Untuk mengetahui apakah butir soal itu baik atau jelek, dapat dilakukan dengan

menganalisis butir soal. Apabila butir soal dianalisis dalam kurva normal dan

hasilnya tercermin sebagian besar siswa berada didaerah sedang, sebagian kecil

berada disebelah kiri, dan sebagian kecil yang lain berada di sebelah kanan kurva

maka butir soal telah memenuhi kriteria butir soal yang baik. Apabila butir soal

dianalisis tidak sesuai yang diharapkan dalam kurva normal berarti butir soal

belum memenuhi kriteria butir soal yang baik.

Butir soal merupakan alat atau instrumen yang akan dijadikan sebagai obyek

penelitian. Butir soal tersebut berbentuk tes obyektif pilihan ganda yang

berjumlah 20 butir soal yang diambil dari soal tes hasil belajar mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam kelas I di Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman. Di

kelas I Sekolah Dasar Negeri Sariharjo merupakan tempat yang akan dijadikan

penelitian yang siswanya berjumlah 16 siswa.

8 Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan, ( Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 12-16.

Karena tes hasil belajar sebagai alat ukur untuk mengukur prestasi siswa, maka

dalam perangkat soal tes hasil belajar harus memiliki butir soal yang baik

sebagaimana kriteria butir soal yang baik memiliki validitas, memiliki tingkat

kesukaran yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit dan juga mempunyai

daya beda soal yang dapat membedakan.

Untuk mengetahui kualitas butir soal tes hasil belajar tersebut, maka kiranya perlu

dilakukan penelitian dengan cara melakukan analisis butir soal sehingga hasil

analisis butir soal tersebut dapat dijadikan sebagai informasi yakni bagi guru,

sekolah dan khususnya bagi team pembuat soal sehingga dapat melakukan

penyempurnaan butir soal, apabila butir soal tersebut belum memenuhi kriteria

butir soal yang baik.

C. Alasan pemilihan judul

1. Menarik, karena dengan analisis butir soal, penulis dapat mengetahui

kualitas butir soal.

2. Penting, karena analisis butir soal merupakan bagian dari evaluasi

pendidikan.

3. Karena sepengetahuan penulis dalam sebuah penelitian belum begitu

banyak meneliti tentang analisis butir soal.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diketahui rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana koefisien validitas butir soal test hasil belajar kelas I di

Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman Yogyakarta?

2. Bagaimana koefisien tingkat kesukaran butir soal test hasil belajar

kelas I di Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman Yogyakarta?

3. Bagaimana koefisien daya beda butir soal test hasil belajar kelas I di

Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman Yogyakarta?

E. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui koefisien validitas butir soal test hasil belajar kelas

I di Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui koefisien tingkat kesukaran butir soal test hasil

belajar kelas I di Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui koefisien daya beda butir soal test hasil belajar

kelas I di Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman Yogyakarta.

F. Kegunaan penelitian

1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam evaluasi

pendidikan islam.

2. Bagi Kelompok kerja Guru ( KKG ) akan memperoleh gambaran

secara rinci tentang keadaan butir soal sehingga dapat digunakan untuk

penyempurnaan butir soal.

3. Bagi Guru, akan memperoleh gambaran secara rinci tentang keadaan

butir soal.

A. Metode penelitian

Untuk memudahkan pengumpulan dan analisis data, serta mengacu pada

penelitian yang relevan dengan judul skripsi maka penulis menggunakan langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Metode penentuan subyek

a. Kepala sekolah yang merupakan subyek yang bersifat sekunder, penulis

akan mendapatkan data yang berupa gambaran umum Sekolah Dasar

Negeri Sariharjo Sleman Yogyakarta.

b. Guru Pendidikan Agama Islam adalah subyek yang bersifat primer,

maka penulis akan mendapatkan data perangkat soal test hasil belajar

mata pelajaran Pendidikan Agama Islam beserta kunci jawabannya.

c. Siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri Sariharjo adalah subyek yang

bersifat primer, maka penulis akan mendapatkan jawaban siswa

terhadap butir soal tes hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam.

Peneliti menggunakan teknik populasi, karena subyeknya kurang dari

100, Suharsimi Arikunto berpendapat :

“ Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 15% - 20% atau 20% - 25 %’.9

2. Teknik pengumpulan data

a. Metode dokumentasi

9Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta: Asidi Mahasatya, 2006, Edisi Revisi ), hlm. 134.

Metode Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,

dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang.10

1) Perangkat soal test hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam kelas I tahun ajaran 2012/2013 beserta kunci jawabannya.

2) Hasil jawaban siswa tes hasil belajar kelas I mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam tahun ajaran 2012/2013.

3) Gambaran umum Sekolah Dasar Negeri Sariharjo Sleman

Yogyakarta yang merupakan tempat penulis meneliti yang meliputi

tujuan didirikan sekolah, data guru dan karyawan sekolah, jumlah

siswa dan struktur organisasi sekolah.

b. Metode wawancara

Metode wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu.11

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang gambaran

umum sekolah yang meliputi sejarah singkat sekolah dan letak sekolah.

1. Metode analisis data

10 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif dan R & D ), ( Jakarta: Alfabeta, 2007 ), hlm. 329.11Ibid, hlm. 317.

Analisis data adalah serangkaian kegiatan yang digunakan untuk

mengumpulkan data dan mengolah data sampai pada kesimpulan.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik

statistik yaitu analisis deskrptif kwantitatif. Artinya dari data yang

diperoleh dalam penelitian itu disajikan apa adanya kemudian disajikan

secara deskriptif kwantitatif untuk mengetahui:

a. Koefisien validitas butir soal

Untuk menentukan validitas butir soal bentuk tes obyektif pilihan ganda

skor untuk item biasa diberikan dengan 1 ( bagi item yang dijawab

benar ) dan 0 ( item yang di jawab salah ) sedangkan skor total

selanjutnya merupakan jumlah dari skor untuk semua item yang

membangun soal tersebut. Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan

menggunakan rumus korelasi product moment. Adapun rumus korelasi

product momet adalah sebagai berikut :

Keterangan:

rXY = koefisien korelasi antara X dan YX =skor butir soalY = skor total N = jumlah subyek.12

12Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Bumi Aksara, Edisi Revisi), hlm. 76.

b. Koefisien tingkat kesukaran

Untuk mengetahui tingkat kesukaran dapat digunakan rumus sebagai

berikut:

Keterangan:

P = indeks kesukaranB = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benarJS = jumlah siswa tes

c. Koefisien daya beda butir soal

Untuk menentukan daya beda butir soal dapat digunakan rumus

sebagai berikut:

= PA - Pв

Keterangan :

J = jumlah peserta tesJᴀ = banyaknya peserta kelompok atas Jв = banyaknya peserta kelompok bawahBᴀ = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar Bв = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benarPᴀ = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar Pв = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.13

13 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 179-183.

B. Sistematika Skripsi

Sistematika adalah urutan permasalahan yang dibahas dalam skripsi secara

keseluruhan dari permulaan sampai akhir, oleh karena itu dalam penulisan skripsi

ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian pokok dan bagian akhir.

1. Bagian awal skripsi terdiri dari :

halaman judul, nota dinas, halaman pengesahan, halaman motto,

halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan

daftar lampiran.

2. Bagian pokok skripsi yang terdiri dari:

a. BAB I. Pendahuluan

Pendahuluan meliputi penegasan judul, latar belakang masalah,

alasan pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian,

keguanaan penelitian, metode penelitian dan sistematika skripsi.

b. BAB II. Landasan teori

Dalam bab ini menerangkan tentang: pengertian tes, fungsi tes,

komponen tes, penggolongan tes, bentuk-bentuk tes, ciri-ciri tes

hasil belajar yang baik, prinsip penyusunan tes hasil belajar,

langkah-langkah penyusunan tes dan penilaian hasil belajar,

analisis butir soal, analisis validitas, analisis tingkat kesukaran dan

analisis daya pembeda.

c. BAB III. Penyajian dan analisis data

Dalam bab ini terdiri dari gambaran secara umum Sekolah Dasar

Negeri Sariharjo Sleman yang terdiri dari deskripsi mengenai

sejarah singkat sekolah, letak sekolah, data guru dan karyawan

sekolah, tujuan didirikan sekolah, visi misi sekolah, sarana dan

prasarana sekolah, jumlah siswa, dan struktur organisasi sekolah,

pada sub bab yang lain yaitu analisis data meliputi koefisien

tingkat kesukaran butir soal dan koefisien daya beda butir soal.

d. BAB IV. Penutup

Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan kata

penutup.

3. Bagian akhir.

Bagian akhir meliputi: Daftar pustaka, lampiran dan biodata penulis.

BAB IILANDASAN TEORI

A. Tes hasil belajar

1. Pengertian tes

Secara harfiyah, kata “test” berasal dari bahasa perancis

kuno :testum yang artinya piring untuk mengisikan logam-

logam mulia. Dalam bahasa inggris ditulis dengan “test”

yang dalam bahasa indonesia diterjemahkan dengan tes,

ujian atau percobaan.

Beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan

dengan masalah diatas, yaitu istilah test, testing, tester, dan

testee.Test adalah alat atau prosedur yang dipergunakan

dalam rangka pengukuran dan penilaian; Testingberarti saat

dilaksanakannya pengukuran dan penilaian; tester artinya

orang yang melaksanakan tes atau pembuat tes; sedangkan

testee adalah peserta tes.14

Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk

mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan

cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.15

Tes merupakan salah satu prosedur evaluasi yang

komprehensif, sistematik, dan objektif yang hasilnya dapat

dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan

dalam proses pengajaran yang dilakukan oleh guru.16

Tes adalah cara yang dapat dipergunakan atau prosedur

yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan

penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian

tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-

pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah

yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar data

yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat

dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau

prestasi testee; nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-

nilai yang dicapai oleh testee lainnya atau dibandingkan

dengan nilai standar tertentu.17

14Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm. 67.15Suharsimi Arikunto, Op. Cit, hlm. 53.16 Djaali dan Pudji Muljono, Op. Cit. 7.17 Anas Sudijono, Op. Cit, hlm. 67.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan

untuk mengevaluasi individu maupun kelompok yang

mempunyai standar obyektif untuk mengamati satu atau

lebih karakteristik seseorang yang hasilnya dapat dijadikan

sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

1. Fungsi tes

Beberapa fungsi tes dalam evaluasi pendidikan adalah:

a. Sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa.

b. Sebagai motivator dalam pembelajaran.Tes dianggap

sebagai motivator ekstrinsik, yaitu siswa akan belajar

lebih giat dan berusaha lebih keras untuk memperoleh

nilai dan prestasi yang baik.

c. Sebagai upaya perbaikan kualitas pembelajaran.

d. Sebagai penentu berhasil tidaknya siswa sebagai syarat

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi dengan melaksanakan tes sumatif.18

18Djaali & Muljono, Op. Cit, hlm. 7-9.

2. Komponen tes

Tes hasil belajar mempunyai beberapa komponen.Pada tes

berbentuk esai terdiri dari petunjuk pengerjaan dan

soal.Lebih dari itu pada tes berbentuk obyektif terdiri dari

perangkat soal, butir soal, pilihan, kunci jawaban dan

pengecoh.

Adapun penjelasan masing-masing komponen sebagai

berikut:

a. Perangkat soal

Perangkat soal adalah keseluruhan butir pertanyaan atau

pernyataan berikut segala kelengkapannya.

b. Petunjuk pengerjaan

Petunjuk pengerjaan mendeskripsikan detail petunjuk

yang harus dilakukan dalam mengerjakan soal.

c. Butir soal

Soal merupakan pertanyaan atau pernyataan yang

menimbulkan situasi masalah yang harus dipecahkan

oleh siswa.Penguasaan siswa diketahui dari

kemampuannya memecahkan masalah.Satuan untuk

soal adalah butir sehingga tiap item pertanyaan atau

pernyataan disebut sebagai butir soal.

d. Pilihan ( option )

Pilihan adalah sejumlah alternatif yang ditawarkan.

e. Kunci jawaban ( key )

Kunci jawaban adalah pilihan yang merupakan jawaban

atas pertanyaan yang diajukan dalam soal.

f. Pengecoh ( distractor )

Pengecoh adalah pilihan yang bukan kunci jawaban.19

Komponen dalam tes terdiri dari :

a. Buku tes, yaitu lembaran atau buku yang memuat butir-

butir soal yang harus dikerjakan oleh siswa.

b. Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan

oleh penilaian bagi peserta tes untuk mengerjakan tes.

c. Kunci jawaban tes, yaitu berisi jawaban-jawaban yang

dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa huruf atau

kalimat.

d. Pedoman penilaian

Pedoman penilaian atau pedoman scoring berisi

keterangan perincian tentang skor atau angka yang

diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah

dikerjakan.20

3. Penggolongan tes

19 Purwanto, Op. Cit, hlm. 73-74.20 Suharsimi Arikunto, Op. Cit, hlm. 76.

Tes hasil belajar dapat digolongkan dalam beberapa

golongan.

a. Tes ditinjau dari fungsinya sebagai alat untuk mengukur

hasil belajar siswa sebagai efek atau pengaruh kegiatan

pembelajaran, tes dibedakan menjadi dua golongan.

1. Tes awal

Tes awal yang dikenal dengan istilah pre-test. Tes

ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana materi pelajaran yang akan diajarkan

telah diketahui oleh siswa atau peserta didik.

2. Tes akhir

Tes akhir yang dikenal dengan istilah post-test. Tes

ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui

apakah semua materi pelajaran yang penting telah

dikuasai dengan baik oleh siswa atau peserta didik.

b. Tes ditinjau dari aspek psikis, tes dibedakan menjadi

lima golongan.

1. Tes inteligensi

Tes inteligensi dikenal dengan istilah intellegency

test. Tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengungkap atau memprediksi tingkat kecerdasan

seseorang.

2. Tes kemampuan

Tes kemampuan dikenal dengan istilah aptitude test.

Tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus

yang dimiliki oleh peserta tes.

3. Tes sikap

Tes kepribadian dikenal dengan istilah Tes sikap

dikenal dengan istilah attitude test. Tes yang

dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap pre-

disposisi atau kecenderungan seseorang untuk

melakukan sesuatu respon terhadap obyek yang

disikapi.

4. Tes kepribadian

personality test. Tes tes yang dilaksanakan dengan

tujuan untuk mengungkap ciri-ciri khas dari

seseorang yang sedikit banyaknya bersifat lahiriyah.

5. Tes hasil belajar

Tes hasil belajar dikenal dengan istilah achievement

test. Tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengungkap tingkat pencapaian terhadap tujuan

pembelajaran atau prestasi belajar.

c. Tes ditinjau dari jumlah peserta yang mengikuti tes,

maka tes dibedakan menjadi dua golongan.

1. Tes individual

Tes ini dikenal dengan istilah individual test. Tes

individual adalah tes dimana pelaksana tes hanya

berhadapan dengan satu orang peserta.

2. Tes kelompok

Tes kelompok dikenal dengan istilah group test. Tes

kelompok adalah tes dimana pelaksana tes

berhadapan dengan lebih dari satu orang peserta.

d. Tes ditinjau dari waktu yang disediakan bagi peserta tes

untuk menjawab butir-butir tes, tes ini dibedakan

menjadi dua golongan.

1. Power test

Power test adalah tes dimana waktu disediakan bagi

peserta untuk menyelesaikan tes tidak dibatasi.

2. Speed test

Speed test adalah tes dimana waktu yang disediakan

bagi peserta untuk menyelesaikan tes dibatasi.

e. Tes ditinjau dari bentuk respon, tes dibedakan menjadi

dua golongan.

1. Tes verbal

Tes verbal adalah tes yang menghendaki jawaban

yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata

atau kalimat.

2. Tes non-verbal

Tes non-verbal adalah tes yang menghendaki

jawaban peserta tes bukan dalam bentuk kata-kata

atau kalimat melainkan berupa tingkah laku.

f. Tes ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, tes

dibedakan menjadi tiga golongan.

1. Tes tertulis

Tes tertulis dikenal dengan istilah pencil and paper

test. Tes tertulis adalah tes dimana pelaksana tes

dalam mengajukan butir-butir pertanyaan dilakukan

secara tertulis dan peserta tes memberi jawaban

secara tertulis.

2. Tes tidak tertulis

Tes tidak tertulis dikenal dengan istilah non-pencil

and paper test. Tes tidak tertulis adalah tes dimana

pelaksana tes dalam mengajukan butir-butir

pertanyaan dilakukan secara tdak tertulis dan

peserta tes memberi jawaban juga secara lisan.

3. Tes perbuatan

Tes perbuatan adalah tes yang diberikan dalam

bentuk tugas atau instruksi kemudian peserta tes

melakukan tugas sesuai instruksi tersebut dan

hasilnya dinilai oleh pemberi tes.21

21Djaali dan Muljono, Op. Cit, hlm. 10-12.

4. Bentuk-bentuk tes

Tes dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sebagai

berikut:

a. Tes subyektif

Tes subyektif dengan tes uraian, pada tes ini peserta

didik memiliki kebebasan memilih dan menentukan

jawaban, kebebasan ini berakibat data jawaban

bervariasi, sehingga tingkat kebenaran dan tingkat

kesalahan juga menjadi bervariasi, hal inilah yang

mengundang subyektivitas penilai ikut berperan

menentukan.Karena itu tes ini disebut tes subyektif.

1) Kebaikan-kebaikan tes subyektif

(a) Peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban

dengan fikiran sendiri.

(b) Dapat menghindarkan sifat terkaan dalam

menjawab soal.

(c) Melatih peserta didik untuk memilih fakta yang

relevan dengan persoalan, serta

mengorganisasikannya sehingga dapat

diungkapkan menjadi satu hasil pemikiran

terintegrasi secara utuh.

(d) Jawaban yang diberikan diungkapkan dalam

kata-kata dan kalimat yang disusun sendiri,

sehingga melatih untuk dapat menyusun kalimat

dengan bahasa yang baik, benar dan cepat.

2) Kelemahan-kelemahan tes subyektif

(a) Bahan yang diujikan relatif sedikit, sehingga

agak sulit untuk mengukur penguasaan siswa

terhadap keseluruhan kurikulum.

(b) Soal jenis ini bila digunakan terus-menerus

dapat berakibat peserta didik belajar dengan

cara-cara untung-untungan, ia hanya

mempelajari soal-soal yang sering dikeluarkan

materi yang jarang keluar tidak pernah dibaca.

(c) Penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar

tes ini cenderung subyektif.

(d) Membutuhkan banyak waktu untuk memeriksa

hasilnya.

(e) Sulit mendapatkan soal yang memiliki validitas

dan reliabilitas tinggi.

(f) Sulit mendapatkan soal yang memiliki standar

nasional maupun regional.

b. Tes obyektif

Tes obyektif adalah tes tulis yang itemnya dapat

dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia;

sehingga peserta didik menampilkan keseragaman data,

baik bagi yang menjawab benar maupun mereka yang

menjawab salah.Kesamaan data inilah yang

memungkinkan adanya analisis, sehingga subyektivitas

pendidik rendah, sebab unsur subyektivitas sulit

berpengaruh dalam menentukan skor jawaban.22

1) Kebaikan-kebaikan tes obyektif

(a) Dapat mencakup bahan yang banyak

(menyeluruh). Karena tes ini dijawab dengan

singkat dan tidak membutuhkan waktu yang

lama untukmenjawab, maka tes dapat disusun

lebih banyak, sehingga dapat mencakup semua

bahan yang telah diberikan, yang akhirnya dapat

mengukur, kemampuan anak secara

menyeluruh.

(b) Penilaiannya mudah, cepat dan obyektif , yaitu

tidak ada pengaruh subyektif dari penilai karena

jawaban anak sudah jelas apakah betul atau

salah sehingga siapa saja bisa menilai hasil tes

obyektif ini, yang tidak membutuhkan keahlian

khusus; dari penilai; artinya tidak harus

menguasai materi jawaban dari soal tes itu.

22 M Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992), hlm. 55-57.

(c) Dapat dikatakan mempunyai reliabilitas yang

tinggi karena penilaian hasil tes betul-betul

dapat obyektif.

2) Kelemahan tes obyektif

(a) Menyusunnya lebih sulit dan lama karena bahan

yang disajikan banyak.

(b) Dapat memberikan kesempatan anak untuk

menerka jawaban. Karena tes obyektif jawaban

sudah disediakan, hanaya mengisi sedikit kata-

kata maka apabila anak tidak dapat menjawab

ada kemungkinan anak tersebut menerka

jawabannya. Dia beranggapan kalau untung

akan benar, daripada tidak diisi sama sekali.

Untuk menghindari hal ini, guru dapat

menggunakan penilaian dengan rumus tebakan.

(c) Adanya kemungkinan anak saling mencontoh,

karena soal tes dijawab hanya tinggal melingkari

atau menyilang dari jawaban yang tersedia,

mana besar kemungkinan anak tidak bisa

menjawab akan mencontoh jawaban temannya,

bahkan kadang-kadang soal tes belum dibuka

(dibaca) jawabannya sudah terisi.23

23 Slameto, Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: PT Bumi Aksara,2001), hlm. 76..

Dalam hal tes obyektif, tes obyektif terdiri dari

beberapa macam yaitu:

1) Tes benar-salah ( true-false)

Tes benar-salah adalah tes yang memuat

pertanyaan-pertanyaan (statement).Pernyataan

tersebut ada yang benar dan ada yang

salah.Orang yang ditanyakan tugasnya hanya

menandai masing-masing pertanyaan itu dengan

melingkari huruf B jika pertanyaan benar, dan S

jika pertanyaan salah.

2) Tes pilihan ganda ( multiple choice test )

Tes pilihan ganda adalah tes yang memuat

serangkaian informasi yang belum lengkap, dan

untuk melengkapinya adalah dengan jalan

memilih dari berbagai alternatif pilihan yang

sudah disediakan.24

3) Menjodohkan ( matching test )

Matching test dikenal dengan istilah

mempertandingkan, mencocokkan atau

menjodohkan.Matching test terdiri dari satu seri

pertanyaan dan satu seri jawaban.Masing-

24 Hamzah B Uno Dan Satria Koni, Assessment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 112-113.

masing pertanyaan mempunyai jawabannya

yang tercantum dalam seri jawaban.

4) Tes isian (completion tes )

Completion test dikenal dengan istilah tes isian,

tes menyempurnakan atau tes melengkapi.

Completion test terdiri dari kalimat-kalimat

yang ada bagiannya yang dihilangkan atau yang

harus oleh murid ini adalah merupakan

pengertian yang kita minta dari murid.25

5. Ciri-Ciri tes hasil belajar yang baik

Terdapat empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki

oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat

dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu:

a. Bersifat valid, kata valid dapat diartikan dengan tepat,

benar, absah. Tes hasil belajar dikatakan valid apabila

tes dapat mengungkap atau mengukur hasil-hasil belajar

yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka

menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu

tertentu.

b. Bersifat reliabel atau memiliki reliabilitas, kata

reliabilitas sering diterjemahkan dengan keajegan atau

kemantapan. Apabila tes dikaitkan dengan fungsi tes

25Suharsimi arikunto, Op.Cit, 172-175.

sebagai alat pengukur mengenai keberhasilan belajar

peserta didik, maka sebuah tes hasil belajar dapat

dinyatakan reliable apabila hasil pengukuran yang

dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara

berulangkali terhadap subyek yang sama, seantiasa

menunjukan hasil yang sama atau sifatnya ajeg dan

stabil.

c. Bersifat obyektif, tes hasil belajar dikatakan tes hasil

belajar yang obyektif, apabila tes tersebut disusun dan

dilaksanakan menurut apa adanya. Ditinjau dari materi

tes maka istilah “apa adanya” itu mengandung

pengertian bahwa materi tes bersumber dari bahan

pelajaran yang telah diberikan sesuai dengan tujuan

instruksional.

Ditilik dari segi pemberian skor dan penentuan hasil tes

istilah apa adanya itu mengandung pengertian bahwa

pekerjaan koreksi, pemberian skor dan penentuan nilai

terhindar dari unsur-unsur subyektivitas yang melekat

pada penyusunan tes.

d. Bersifat praktis dan ekonomis, bersifat praktis

mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar

dilaksanakan dengan mudah, karena tes itu bersifat

sederhana dalam arti tidak memerlukanperalatan yang

banyak atau peralatan yang sulit pengadaannya, lengkap

dalam arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi dengan

kunci jawaban dan pedoman scoring serta penentuan

nilainya. Bersifat ekonomis mengandung pengertian

bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu

dan tidak memerlukan tenaga serta biaya yang banyak.26

Suatu tes agar dapat menjalankan fungsinya sebagaimana

yang diharapkan, maka diperlukan ciri-ciri yang baik yang

harus dimiliki oleh tes. Adapun ciri-ciri tes yang baik

adalah sebagai berikut:

a. Validitas

b. Reliabilitas

c. Tingkat

d. Daya beda.27

6. Prinsip-Prinsip dasar penyusunan tes hasil belajar

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di

dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-

benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah

diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau

26Anas Sudijono, Op. Cit,hlm. 93-97.27 Wayan Nurkancana Dan P.P.N. Suhartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Offset Printing, 1986), hlm. 127.

keterampilan siswa yang diharapkan setelah siswa

menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.

Prinsip-prinsip dasar dalam menyusun tes hasil belajar

tersebut antara lain adalah:

a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas

hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan

instruksional.

b. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar

dan bahan pelajaran yang telah diajarkan.

c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-

benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang

diinginkan sesuai tujuan.

d. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk

memperoleh hasil yang diinginkan.

e. Dibuat seandal mungkin sehingga mudah

diinterpretasikan dengan baik.

f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan

cara mengajar guru.

7. Langkah-langkah penyusunan tes

Dalam menyusun tes diperlukan langkah-langkah yang

sistematis sehingga dapat diperoleh tes yang efektif.

Langkah-langkah tersebut sebagai berikut:

a. Menetapkan tujuan tes

Tes prestasi belajar dapat dibuat untuk bermacam-

macam tujuan, seperti: tes yang bertujuan untuk

mengadakan ujian nasional, tes yang bertujuan untuk

mengadakan seleksi, tes yang bertujuan untuk

mengdiagnosis kesulitan belajar siswa yang dikenal

dengan tes diagnosis.

b. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot

setiap pokok bahasan yang akan dijadikan dasar dalam

menentukan jumlah item atau butir soal untuk setiap

pokok bahasan soal obyektif atau bobot soal untuk

bentuk uraian, dalam membuat kisi-kisi.

c. Analisis buku pelajaran dan sumber belajar lainnya

Analisis ini mempunyai tujuan yang sama dengan

analisis kurikulum, yaitu menentukan setiap bobot

setiap pokok bahasan berdasarkan jumlah halaman

materi yang termuat dalam buku pelajaran atau sumber

materi belajar lainnya.

d. Membuat kisi-kisi

Manfaat kisi-kisi adalah untuk menjamin sampel soal

yang baik, dalam arti mencakup semua pokok bahasan

secara proporsional. Agar item-item atau butir-butir tes

mencakup keseluruhan materi (pokok bahasan atau sub

pokok bahasan) secara proporsional, maka

sebelummenulis butir-butir tes terlebih dahulukita

membuat kita harus membuat kisi-kisi sebagai

pedoman.

e. Penulisan tujuan instruksional khusus (TIK)

Penulisan TIK harus sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan.TIK harus mencerminkan tingkah laku

siswa, oleh karena itu harus merumuskansecara

operasional, dan secra teknis menggunakan kata-kata

operasional.

f. Penulisan soal

Setelah kisi-kisi dalam betuk tabel spesifikasi telah

tersedia, kemudian membuat butir-butir soal. Beberapa

petunjuk yang perlu diperhatikan dalam membuat butir-

butir soal adalah:

1. Soal yang dibuat harus valid dalam arti mampu

mengukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran

yang telah dirumuskan.

2. Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dengan

menggunakan satu kemampuan spesifik, tanpa

dipengaruhi kemampuan lain yang tidak relevan.

3. Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan

atau diselesaikan dengan langkah-langkah lengkap

sebelum digunakan pada tes yang sesungguhnya.

4. Menetapkan sejak awal aspek kemampuan yang

hendak diukur untuk setiap soal yang dibuat.

5. Dalam membuat soal, hindari sejauh mungkin

kesalahan-kesalahan ketik betapapun kecilnya,

karena hal itu akan mempengaruhi validitas soal.

6. Memberikan petunjuk mengerjakan soal secara

lengkap dan jelas untuk setiap bentuk soal dalam

suatu tes.

g. Telaah soal (face validity)

Soal-soal yang dibuat masih mungkin terjadi

kekurangan atau kekeliruan yang menyangkut aspek

kemampuan spesifik yang diukur, bahasa yang

digunakan, kesalahan ketik dan sebagainya.Untuk itu

sebelum diperbanayak maka soal terlebih dahulu harus

ditelaah oleh teman sejawat yang memahami materi tes

maupunteknik penulisan soal untuk meneliti validitas

permukaan soal yang dibuat.

h. Reproduksi tes terbatas

Tes yang sudah jadi diperbanayak dalam jumlah yang

cukup menurut jumlah sampel uji-coba atau jumlah

peserta yang akan mengerjakan tes tersebut dalam suatu

kegiatan uji-coba tes.

i. Uji-coba tes

Tes yang sudah diperbanyak itu akan di uji-cobakan

pada sejumlah sampel yang telah ditentukan. Sampel

uji-coba harus mempunyai karakteristik yang kurang

lebih sama dengan karakteristik peserta tes yang

sesungguhnya.

j. Analisis hasil uji-coba

Berdasarkan data hasil uji-coba dilakukan analisis,

terutama analisis butir soal yang meliputi validitas butir

soal, tingkat kesukaran, dan fungsi

pengecoh.Berdasarkan validitas butir soal tersebut

diadakan seleksi soal dengan menggunakan kriteria

validitas tertentu.

k. Revisi soal

Soal-soal yang valid berdasarkan kriteria validitas

empirik dikomfirmasikan dengan kisi-kisi. Apabila

soal-soal tersebut sudah memenuhi syarat dan telah

mewakili semua materi yang akan diujikan, soal-soal

tersebut selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes, tetapi

apabila soal-soal yang valid belum memenuhi syarat

berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat

dilakukan perbaikan terhadap soal yang diperlukan.

l. Merakit soal menjadi tes

Urutan soal dalam suatu tes dilakukan menurut tingkat

kesukaran soal, yaitu dari soal yang mudah sampai soal

yang sulit.28

Dalam pengembangan tes hasil belajar diperlukan

langkah-langkah yang efektif sebagai berikut:

a. Menyusun spesifikasi tes

b. menulis soal tes

c. menelaah soal tes

d. melakukan uji-coba tes

e. menganalisis butir soal

f. memperbaiki tes

g. merakit tes

h. melaksanakan tes

i. menafsirkan hasil tes.29

8. Penilaian dan hasil belajar

28 Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 104-106.29 Asep Jihad Dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Multi Press, 2008), hlm.158.

Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, penilaian

hasil belajar harus mencakup beberapa aspek atau ranah

yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut

Bloom, ranah kognitif berhubungan erat dengan

kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,

menganalisis , mensintesis dan mengevaluasi. Ranah

psikomotorik adalah ranah yang berhubungan erat dengan

aktivitas fisik. Sedangkan ranah afektif berhubungan erat

dengan watak, perilaku seperti sikap, minat, konsep diri,

nilai dan moral.30

A. Analisis butir soal

Analisis butir soal merupakan pengkajian pertanyaan-

pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang

memiliki kualitas yang memadai. Analisis butir soal bertujuan

untuk memperoleh kualitas soal yang baik sehingga

memperoleh gambaran tentang prestasi siswa yang sebenarnya.

Adapun cara melakukan analisis butir soal, yakni dengan

analisis validitas , analisis reliabilitas, analisis tingkat

kesukaran dan analisis daya pembeda.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Analisis validitas

30 Mimin Haryati, Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 22.

Validitas tes berhubungan dengan ketepatan terhadap apa

yang mesti diukur oleh tes dan seberapa cermat tes

melakukan pengukurannya. Atau kata lain validitas tes

berhubungan dengan ketepatan tes tersebut terhadap konsep

yang akan diukur, sehingga betul-betul bisa mengukur apa

yang seharusnya diukur.31

a. Validitas tes sebagai suatu totalitas

Validitas tes sebagai suatu totalitas dapat ditempuh

dengan dua cara yaitu dengan analisis validitas rasional

dan analisis empirik.

1) Analisis validitas rasional

Analissi rasional dilakukan dengan jalan berfikir secara

rasional atau menggunakan logika. Untuk menganalisis

validitas rasional tersebut dapat dilakukan dari dua segi

yaitu segi validitas isi (content validity)dan validitas

konstruksi ( construck validity).

1) Analisis validitas empirik

Analisis validitas empirik dilakukan dengan

mendasarkan pada kenyataan empiris,. Adapun untuk

menganalisis validitas empirik tersebut dapat dilakukan

dari dua segi yaitu dari segi ramalan (predictifvalidity)

dan validitas bandingan ( concurrent validity).

31Hamzah B Uno dan Satria Koni,Op. Cit, hlm. 151-152.

Dari uraian dua macam analisis validitas, yakni analisis

validitas rasional yang ada dua macam, maka secara

keseluruhan validitas tes dapat dikelompokkan menjadi

empat macam yaitu: validitas isi (content validity),

validitas konstruksi (construct validity), validitas

ramalan

( predictif validity) dan validitas bandingan (concurrent

validity).

Adapun penjelasan masing-masing validitas adalah

sebagai berikut:

(a) Validitas isi

Validitas isi merupakan validitas yang berhubungan

dengan representativitas sampel butir dari semua

populasi butir.

(b) Validitas konstruksi

Validitas konstruksi merupakan perngujian validitas

yang dilakukan dengan melihat kesesuaian

konstruksi butir dengan kisi-kisi.

(c) Validitas ramalan

Validitas ramalan merupakan pengujian validitas

yang dilakukan dengan menggunakan kriteria

eksternal dimana kriteria pembandingnya belum ada

pada saat tes hasil belajar dikembangkan. Kriteria

sebagai pembandingnya harus diramalkan dengan

menggunakan skor hasil pengukuran tes hasil

belajar.

(d) Validitas bandingan

Validitas bandingan merupakan pengujian validitas

dengan menggunakan kriteria eksternal dimana

kriteria yang digunakan telah ada saat pengujian tes

hasil belajar dilakukan.32

a. Validitas item atau butir soal

Validitas butir soal adalah ketepatan mengukur yang

dimiliki oleh butir item dalam mengukur apa yang

seharusnya diukur melalui butir item tersebut.

Sebuah butir soal atau item dikatakan memiliki validitas

tinggi jika skor pada butir soal atau item mempunyai

kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat

diartikandengan korelasi. Adapun untuk skor soal bentuk

obyektif untuk item diberikan 1 bagi item yang dijawab

benar dan 0 bagi item yang dijawab salah, sedangkan skor

total merupakan jumlah dari skor untuk semua item yang

membangun soal tersebut. Untuk menghitung kesejajaran

skor item dengan skor total tersebut yaitu dengan cara

32Anas sudijono, Op. Cit, hml. 120-128.

mengkorelasikan skor item atau butir soaldengan skor total

dengan menggunakan rumus korelasi product moment

sebagai berikut:

Keterangan :

rXY = koefisien korelasi antara X dan YX = skor butir soalY = skor total N = jumlah subyek

Dalam hal validitas butir, untuk kesejajaran atau korelasi perlu adanya interpretasi koefisien korelasi untik menunjukkan kesejajaran atau korelasi tersebut. Berikut interpretasi koefisien korelasi:

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : sangat tinggiAntara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggiAntara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukupAntara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendahAntara 0,00 sampai dengan 0,200 : sangat rendah.33

2. Analisis tingkat kesukaran(Item difficulties)

Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengkaji soal

yang mudah, sedang dan sukar, sehingga bisa

menyeimbangkan proporsi soal yang mudah, sednag dan sukar

33Suharsimi. 75.

dalam tes. Tingkat kesukaran tes dipandang dari kemampuan

siswa untuk menjawab. Tingkat kesukaran tes menunjukan

persentase siswa ang item dengan benar.34

Tingkat kesukaran adalah pengukuran seberapa besar derajat

kesukaran suatu item atau tes. Jika suatu item atau tes memiliki

tingkat kesukaran seimbang, maka tes tersebut dapat dikatakan

baik. Dengan kata lain suatu item tes atau tes hendaknya tidak

terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.35

Dalam hal tingkat kesukaran, tingkat kesukaran dinyatakan

oleh suatu indeks yang dinamakan indeks kesukaran dan

disimbolkan oleh huruf P (Proporsi). suatu item sedemikian

sukarnya sehingga tidak seorang siswa pun siswa menjawab

dengan benar maka harga P akan sama dengan 0, sedangkan

apabila suatu tesitem sedemikian mudahnyasehingga seluruh

siswa menjawab dengabn benar maka harga P akan sama

dengan 1,. Jadi kisaran tinggat kesukaran antara 1 samapai

dengan 0.36

Suatu tes yang baik harus mempunyai proporsi butir soal yang

tingkat kesukarannya seimbang, artinya bedistribusi secara

normal. Mengingat distribusi normal ini, maka dapat dijadikan

pedoman bahwa proporsi tingkat kesukaran butir soal yang

mudah, sedang dan sukar masing-masing adalah 27%, 46%

34Hamzah B Uno Dan Satria Koni, Assessment Pembelajaran, hlm. 156.35Zainal Arifin, Evaluasi Intruksional, (Bandung: PT Rosdakarya, 1991), hlm. 129.36Saifuddin Azwar, hlm. 134-135.

dan 27%. Makin sukar dan makin mudah suatu butir soal

hendaknya merupakan bagian yang sedikit jumlahnya.37

Untuk menghitung tingkat kesukaran soal dapat menggunakan

rumus sebagai berikut:

Keterangan :

P = indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul JS = jumlah seluruh peserta test.38

Tingkat kesukaran mempunyai rentang nilai, adapun untuk

menentukan rentang nilai tingkat kesukaran dapat

dikategorikan dalam tiga kelompok. Berikut kategori tingkat

kesukaran dalam tiga kelompok:

Tabel 1: kriteria tingkat kesukaran butir soal.39

Rentang TK kategori

1,00 --- 0,30 Sukar

0,3 --- 0,70 Sedang

0,70 --- 1,00 Mudah

37Mudijo, Tes Hasil Belajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hlm. 62.38Suharsimi. Hlm. 208.39Suharsimi. Hlm. 210.

3. Analisis daya pembeda

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan

untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa

yang tergolong mampu dengan siswa yang tergolong kurang

atau lemah prestasinya.40

Analisis daya pembeda suatu soal tes dimaksudkan untuk

mengkaji kemampuan soal untuk membedakan antara siswa

yang memiliki prestasi tinggi dan yang memiliki prestasi

rendah.41

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut

indeks diskriminasi, disingkat dengan D. Adapun untuk

mementukan indeks diskriminasi (D) dapat dilakukan dengan

membedakan kelompok kecil

(kurang dari 100) dan kelompok besar (100 orang keatas).

Kelompk kecil, seluruh kelompok testee dibagi dua sama

besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah

kemudian seluruh kelompok testee dideretkan mulai skor

teratas sampai terbawah, kemudian dibagi 2. Kelompok besar

hanya diambil kedua kutubnya, yaitu 27% skor teratas sebagai

40 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 141.41Hamzah B Uno Dan Satria Koni, Assessment Pembelajaran, hlm. 157.

kelompok atas (JA) dan 27% skor terbawah sebagai kelompok

bawah (JB).42

Untuk menghitung indeks diskriminasi tersebut dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

= PA - Pв

Keterangan:

J = jumlah peserta tesJᴀ = banyaknya peserta kelompok atas Jв = banyaknya peserta kelompok bawahBᴀ = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal

itu dengan benar Bв = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal

itu dengan benarPᴀ = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar Pв = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Dalam hal daya pembeda, indeks diskriminasi yang ideal

adalah yang sebesar mungkin mendekati angka 1, semakin

besar indeks diskriminasi

(mendekati angka 1) berarti item tersebut semakin mampu

membedakan antara mereka yang menguasai bahan yang

diujikan dan mereka yang tidak.. semakin kecil indeks

(mendekati 0) berarti semakin tidak jelaslah fungsi item yang

bersangkutan dalam membedakan mana subyek yang

menguasai bahan pelajaran dan subyek yang tidak tahu apa-

apa.43

42Suharsimi arikunto, hlm. 211-212.43Saifuddin Azwar, Reliabilitas dan Validitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 5-6.

Daya pembeda atau indeks diskriminasi dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Tabel 2: Kriteria daya pembeda butir soal.44

0,00 --- 0,20 Jelek (poor)

0,20 --- 0,40 Cukup (satisfactory)

0,40 --- 0,70 Baik (good)

0,70 --- 1,00 Baik sekali (excellent)

- (negatif) Semuanya tidak baik

44Suharsimi hlm,. 218.

DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2011.

Asep Jihad dan Abdul Haris. Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Multi Press), 2008.

Bambang Subali. Prinsip Assesmen dan Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta; UNY Press), 2012.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarat: PT Gramedia Persada Utama), 2012.

Djaali dan Pudji Muljono. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: PT Grasindo), 2008.

Daryanto. Evaluasi Pendidikan, (Jakarat: Rineka Cipta), 2005.

Hamzah B Uno dan Satria Koni. Assessment Pembelajaran, (Jakarat: Bumi Aksara), 2012.

M Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluais Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2010.

M Chabib Thoha. Teknik Evaluasi Pendidikan , (Jakarta: PT Raja Grafindo), 1992.

Mimin Haryati. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press), 2007.

Mudijo. Tes Hasil Belajar, (Jakarta: Bumi Aksara), 1990.

Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 2005.

Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarat: Pustaka Pelajar), 2008.

Slameto. Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 2001.

Sudirman. Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 1992.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif dan R&D), (Jakarat: Alfabeta), 2007.

Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarata: PT Raja Grafindo), 2011.

_______________Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Asidi Mahasatya), 2006.

Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2012.

Saifuddin Azwar. Reliabilitas dan Validitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1997.

Wayan Nurkancana dan P.P.N. Suhartana. Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Offset Printing), 1986.

Zakiyah Darajat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara), 1996.

Zainal Arifin. Evaluasi Instruksional, (Bandung: PT Rosda Karya), 1991.